Download - Askep Keperawatan Anak Dengan Autisme
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Autisme terjadi pada 5 dari setiap 10.000 kelahiran, di mana jumlah penderita
laki-laki empat kali lebih besar dibandingkan penderita wanita.(maulana,mirza.
2008.Anak Autis.). Dengan kata lain, anak laki – laki lebih rentan menyandang
sindrom autisma dibandingkan anak perempuan. Bahkan diprediksikan oleh para
ahli bahwa kuantitas anak autisme pada tahun 2010 akan mencapai 60 % dari
keseluruhan populasi anak di seluruh dunia. Survei menunjukkan, anak-anak
autisme lahir dari ibu-ibu kalangan ekonomi menengah keatas. Ketika dikandung
asupan gizi ke ibunya tidak seimbang ( Kompas, 2 maret 2005 ).
gejala- gejala autis mulai tampak sejak masa yang paling awal dalam kehidupan
mereka. Hal ini tampak ketika bayi menolak sentuhan orang tuanya, tidak
merespon kehadiran orang tuanya, dan melakukan kebiasaan-kebiasaan lainnya
yang tidak dilakukan oleh bayi-bayi normal pada umumnya. (maulana,mirza.
2008.Anak Autis.). sebagian besar penderita autism mengalami gejala-gejala
negative skizoprenia, seperti menarik diri dari lingkungan, serta, serta lemah
dalam berpikirketika menginjak dewasa. Sebagian besar penderita autis, yakni
sekitar 75% termasuk dalam kategori keterlambatan mental. Tetapi sejumlah
10% dari mereka malah dapat di golongkan sebagai orang jenius.
Sejak autisme mulai dapat dijabarkan dan dikenal mendunia, berbagai jenis
penyembuhan telah dilakuan. Beberapa implementasi penyembuhan tersebut
bukan hanya bersifat psikis, tetapi juga fisik, mental, emosional hingga fisiologis.
Tetapi penyembuhan yang diterapkanpun dilakukan dengan berbagai varian
teknik, diantaranya teknik belajar dan bermain yang dapat dilakukan secara
verbal maupun non verbal.
Dari beberapa jenis terapi yang telah diimplementasikan secara meluas, ada
yang melibatkan peran serta orang tua dan ada juga yang tidak. Ada yang dapat
1
dilakukan sendiri oleh orang tua dirumah dan ada juga terapi yang memerlukan
bantuan sejumlah ahli atau terapis. Inti dari sejumlah terapi tersebut
dimaksudkan untuk mengeliminir berbagai symptom yang diperlihatkan oleh
seorang anak autisme yang tentunya dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan
tingkatan sindrom yang disandang anak.
Yang terpenting, terapi yang diberikan kepada setiap anak autisme hendaknya
tetap melibatkan peran serta orang tua secara aktif. Tujuannya agar setiap orang
tua merasa memiliki andil atas kemajuan yang dicapai anak autisma mereka
dalam setiap fase terapi. Dengan kata lain, orang tua tidak hanya memasrahkan
perbaikan anak autisme kepada para ahli atau terapis tetapi juga turut
menentukan tingkat perbaikan yang perlu dicapai oleh sianak. Dengan demikian,
akan terbentuk suatu ikatan emosional yang lebih kuat antara orang tua dengan
anak autismenya dan hal ini diharapkan akan mendukung perkembangan
emosional dan mental si anak menjadi lebih baik dari sebelumnya. (internet :
Purwati,H,Nyimas.(2009))
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yang berjudul ”Asuhan Keperawatan
Anak Dengan Masalah Autisme”. Merupakan tugas kelompok terhadap mata
kuliah keperawatan anak yang diberikan oleh dosen pembimbing
Sri Rahayu, SKep Ns.
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi Autisme
Autisma/Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Penyandang
Autisma/Autisme seakan-akan hidup di dunianya sendiri. Istilah Autisma/Autisme
baru diperkenalkan sejak tahun 1943 oleh Leo Kanner, sekalipun kelainan ini
sudah ada sejak berabad-abad lampau ( Handojo, 2003 ).
Kartono (2000) berpendapat bahwa Autisma/Autisme adalah gejala menutup diri
sendiri secara total, dan tidak mau berhubungan lagi dengan dunia luar
keasyikan ekstrim dengan fikiran dan fantasi sendiri.
Supratiknya (1995) menyebutkan bahwa penyandang autis memiliki ciri-ciri yaitu
penderita senang menyendiri dan bersikap dingin sejak kecil atau bayi, misalnya
dengan tidak memberikan respon ( tersenyum, dan sebagainya ), bila di ‘liling’,
diberi makanan dan sebagainya, serta seperti tidak menaruh perhatian terhadap
lingkungan sekitar, tidak mau atau sangat sedikit berbicara, hanya mau
mengatakan ya atau tidak, atau ucapan-ucapan lain yang tidak jelas, tidak suka
dengan stimuli pendengaran ( mendengarkan suara orang tua pun menangis ),
senang melakukan stimulasi diri, memukul-mukul kepala atau gerakan-gerakan
aneh lain, kadang-kadang terampil memanipulasikan obyek, namun sulit
menangkap.
Kartono (1989) berpendapat bahwa Autisma/Autisme adalah cara berpikir yang
dikendalikan oleh kebutuhan personal atau diri sendiri, menanggapi dunia
berdasarkan penglihatan dan harapan sendiri dan menolak realitas, oleh karena
itu menurut Faisal Yatim (2003), penyandang akan berbuat semaunya sendiri,
baik cara berpikir maupun berperilaku.
Autisma/Autisme adalah gangguan yang parah pada kemampuan komunikasi
yang berkepanjangan yang tampak pada usia tiga tahun pertama,
ketidakmampuan berkomunikasi ini diduga mengakibatkan anak penyandang
3
autis menyendiri dan tidak ada respon terhadap orang lain (Sarwindah, 2002).
Yuniar (2002) menambahkan bahwa Autisma/Autisme adalah gangguan
perkembangan yang komplek, mempengaruhi perilaku, dengan akibat
kekurangan kemampuan komunikasi, hubungan sosial dan emosional dengan
orang lain, sehingga sulit untuk mempunyai ketrampilan dan pengetahuan yang
diperlukan sebagai anggota masyarakat. Autisma/Autisme berlanjut sampai
dewasa bila tak dilakukan upaya penyembuhan dan gejala-gejalanya sudah
terlihat sebelum usia tiga tahun.
Yuniar (2002) mengatakan bahwa Autisma/Autisme tidak pandang bulu,
penyandangnya tidak tergantung dari ras, suku, strata-ekonomi, strata sosial,
tingkat pendidikan, geografis tempat tinggal, maupun jenis makanan.
Perbandingan antara laki-laki dan perempuan penyandang Autisma/Autisme
ialah 4 : 1.
Definisi Pemerintah Pusat
Ketika autisma ditambahkan ke dalam IDEA pada tahun 1990, hal itu diartikan
Autisma berarti suatu kecacatan perkembangan yang dengan mantap
mempengaruhi komunikasi lisan dan non lisan dan interaksi sosial, pada usia
dibawah 3 tahun, yang berdampak pada perolehan pendidikan pada anak.
Karakteristik lain yang dikaitkan dengan anak autis adalah perulangan
aktifitas, penolakan terhadap perubahan lingkungan atau perubahan rutinitas
harian dan tanggapan yang tak lazim pada perasaan. Istilah tersebut berlaku
jika perolehan pendidikan anak kurang baik karena anak mengalami
gangguan emosional
Seorang anak yang memperlihatkan gejala “autis” pada usia di atas 3 tahun
dapat didiagnosa mengalami “autisma” jika kriteria pada paragraf di atas
terpenuhi.
Definisi ini mengikuti pedoman IDEA, menspesifikasikan beberapa karakter
yang esensial dari siswa dengan gangguan tersebut, di luar kecacatan lain,
dan ketetapan dampak dan perolehan pendidikan. Bagaimanapun, hal itu
4
tidak menyediakan banyak detil dalam istilah-istilah dari pemahaman
banyaknya jenis siswa yang mungkin mengalami gangguan-gangguan ini.
Definisi Asosiasi Psikiater Amerika
Karena Gangguan Spektrum Autis umumnya didiagnosa oleh komunitas
medis menggunakan ukuran-ukuran permanen di dalam Diagnostik and
Statistikal Manual of Mental Disorder, edisi ke-4. Perbaikan teks (Asosiasi
Psikiater Amerika, 2000), adalah penting bahwa anda memahami definisi ini
sebagaimana yang disediaka IDEA. Seperti yang dicatat diawal APA
menggolongkan autisma sebagai jenis Gangguan Perkembangan Peruasif
(GPP) yang ditandai oleh perusakan-perusakan pelemahan di beberapa area
perkembangan; kemampuan interaksi sosial, keterampilan komunikasi atau
pengulangan perilaku, minat dan aktivitas.
Sub kategori dari gangguan perkembangan peruasif dalam diskusi ini
meliputi gangguan autistik, sindrom asperger, dan gangguan perkembangan
peruasif tidak termasuk yang ditetapkan.
Hasil diagnosa dari gangguan autis disediaka bagi individu yang
menunjukkan penurunan interaksi sosial dan komunikasi, seperti halnya,
perulangan, membeo dan diiringi oleh keterlambatan mental/retardasi
mental.
Dari keterangan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Autisma/Autisme
adalah gejala menutup diri sendiri secara total, dan tidak mau berhubungan
lagi dengan dunia luar, merupakan gangguan perkembangan yang komplek,
mempengaruhi perilaku, dengan akibat kekurangan kemampuan komunikasi,
hubungan sosial dan emosional dengan orang lain dan tidak tergantung dari
ras, suku, strata-ekonomi, strata sosial, tingkat pendidikan, geografis tempat
tinggal, maupun jenis makanan.
5
B. karakteristik
Anak penyandang autistik mempunyai masalah/gangguan dalam bidang :
1. Komunikasi:
Perkembangan bahasa lambat atau sama sekali tidak ada.
Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah berbicara tapi
kemudian sirna,
Kadang kata-kata yang digunakan tidak sesuai artinya.
Mengoceh tanpa arti berulang-ulang, dengan bahasa yang tak dapat
dimengerti orang lain
Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi
Senang meniru atau membeo (echolalia)
Bila senang meniru, dapat hafal betul kata-kata atau nyanyian tersebut
tanpa mengerti artinya
Sebagian dari anak ini tidak berbicara ( non verbal) atau sedikit berbicara
(kurang verbal) sampai usia dewasa
Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang ia
inginkan, misalnya bila ingin meminta sesuatu
2. Interaksi sosial:
Penyandang autistik lebih suka menyendiri
Tidak ada atau sedikit kontak mata, atau menghindar untuk bertatapan
tidak tertarik untuk bermain bersama teman
Bila diajak bermain, ia tidak mau dan menjauh
3. Gangguan sensoris:
sangat sensistif terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk
bila mendengar suara keras langsung menutup telinga
senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda
tidak sensitif terhadap rasa sakit dan rasa takut
4. Pola bermain:
6
Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya,
Tidak suka bermain dengan anak sebayanya,
tidak kreatif, tidak imajinatif
tidak bermain sesuai fungsi mainan, misalnya sepeda dibalik lalu rodanya
di putar-putar
senang akan benda-benda yang berputar, seperti kipas angin, roda
sepeda,
dapat sangat lekat dengan benda-benda tertentu yang dipegang terus dan
dibawa kemana-mana
5. Perilaku:
dapat berperilaku berlebihan (hiperaktif) atau kekurangan(hipoaktif)
Memperlihatkan perilaku stimulasi diri seperti bergoyang-
goyang,mengepakkan tangan seperti burung, berputar-putar,
mendekatkan mata kepesawat TV, lari/berjalan bolak balik, melakukan
gerakan yang diulang-ulang
tidak suka pada perubahan
dapat pula duduk bengong dengan tatapan kosong
6. Emosi:
sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa, menangis
tanpa alasan
temper tantrum (mengamuk tak terkendali) jika dilarang atau tidak
diberikan keinginannya
kadang suka menyerang dan merusak
Kadang-kadang anak berperilaku yang menyakiti dirinya sendiri
tidak mempunyai empati dan tidak mengerti perasaan orang lain
(sumber : http://puterakembara.org / archives/00000097.shtml )
C. Etilogi
Banyak pakar telah sepakat bahwa pada otak anak autisme dijumpai suatu
kelainan pada otaknya. Ada tiga lokasi diotak yang ternyata mengalami kalainan
neuro– anatomis. Apa sebabnya sampai timbul kelainan tersebut memang belum
7
dapat dipastikan. Banyak teori yang diajukan oleh para pakar, kekurangan nutrisi
dan oksigenasi, serta akibat polusi udara, air dan makanan. Diyakini bahwa
ganguan tersebut terjadi pada fase pembenukan organ – organ (organogenesis)
yaitu pada usia kehamilan antara 0 – 4 bulan. Organ otak sendiri baru terbentuk
pada usia kehamilan setelah 15 minggu.
Dari penelitian yang dilakukan oleh para pakar dari banyak negara diketemukan
beberapa fakta yaitu adanya kelainan anatomis pada lobus patietalis, cerebellum
dan sistem limbiknya. 43 % penyandang autisme mempunyai kelainan pada
lobus parietalis otaknya, yang menyebabkan anak cuek terhadap lingkungannya.
Kelainan juga ditemukan pada otak kecil (cerebellum), terutama pada lobus ke VI
dan VII. Otak kecil bertanggung jawab atas proses sensoris, daya ingat, berfikir,
belajar berbahasa dan proses atensi (perhatian). Juga didapatkan jumlah sel
Purkinye di otak kecil yang sangat sedikit, sehingga terjadi gangguan
keseimbangan serotonin dan dopamine, akibatnya terjadi gangguan atau
kekacauan lalu – lalang impuls di otak.
Ditemukan pula kelainan yang khas didaerah sistem limbik yang disebut
hippocampus dan amygdale. Akibatnya terjadi gangguan fungsi kontrol
terahadap agresi dan emosi. Anak kurang dapat mengendalikan emosinya,
seringkali terlalu agresif atau sangat pasif. Amygdala juga bertanggung jawab
terhadap berbagai rangsang sensoris seperti pendengaran, penglihatan,
penciuman, perabaan, rasa dan rasa takut. Hippocampus bertanggung jawab
terhadap fungsi belajar dan daya ingat. Terjadilah kesulitan penyimpanan
informasi baru. Perilaku yang diulang – ulang yang aneh dan hiperaktif juga
disebabkan gangguan hippocampus.
Faktor genetika diperkirakan menjadi penyebab utama dari kelainan autisme,
walaupun bukti – bukti yang konkrit masih sulit ditemukan. Memang ditengarai
adanya kelainan kromosom pada anak autisme, namun kelainan itu tidak berada
pada kromosom yang selalu sama. Penelitian masih terus dilakukan sampai saat
ini. Disamping faktor genetika ini, diperkirakan masih banyak faktor pemicu yang
berperan dalam timbulnya gejala autisme. Pada kehamilan trimester pertama,
yaitu 0 – 4 bulan, factor pemicu ini bias terdiri dari : infeksi ( toksoplasmosis,
8
rubella, candida, dsb) logam berat (Pb, Al, Hg dan Cd), zat adiif (MSG, pasawat,
pewarna, dsb), alergi berat, obat – obatan, jamu peluntur, muntah – muntah
hebat (hiperemesis) perdarahan berat, dll. Pada proses kelahiran yang lama
(partus lama) dimana terjadi gangguan nutrisi dan oksigenasi pada janin,
pemakaian forsep, dll dapat memicu terjadinya austisme. Bahkan sesudah lahir
(post partum) juga dapat terjadi pengaruh dari berbagai pemicu, misalnya :
infeksi ringan – berat pada bayi, imunisasi MMR dan hepatitis B (mengenai 2
jenis imunisasi ini masih controversial), logam berat, MSG, zat pewarna, zat
pengawet, protein susu sapi (kasein) dan protein tepung terigu (gluten).
Tumbuhnya jamur yang berlebihan di susu anak sebagai akibat dari pemakaian
antibiotika yang berlebihan, dapat menyebabkan terjadinya ‘kebocoran’ usus
(leaky – get syndrome) dan tidak sempurnanya pencernaan kasein dan gluten.
Kedua protein ini hanya terpecah sampai polipeptida. Polipeptida yang timbul
dari kedua protein tersebut terserap kedalam aliran darah dan menimbulkan
‘efek morfin’ pada otak anak.
Masih ada sesuatu kelainan yang disebut sebagai Sensory Interpretation Errors
yang juga menyebabkan terjadinya gejala autisme. Rangsangan sensoris yang
berasal dari reseptor visual, auditori dan taktil, mengalami proses yang kacau di
otak anak, sebagai timbul persepsi yang semrawut, kacau atau berlebihan, yang
pada akhirnya menyebabkan kebingungan dan ketakutan pada anak. Akibatnya
anak menarik diri dari lingkungan yang “menakutkan” tersebut. (internet :
Purwati,H,Nyimas.(2009)).
Pengelompokan Autisme :
Dr. Faisal Yatim mengelompokan autisme menjadi 3 kelompok, yaitu :
1. Autisme Persepsi
Autisme ini dianggap sebagai autisme asli dan disebut autisme internal
karena kelainan sudah timbul sebelum lahir.
2. Autisme Reaksi
Autisme ini biasanya mulai terlihat pada anak – anak usia lebih besar (6 – 7
tahun) sebelum anak memasuki memasuki tahap berfikir logis. Tetapi bisa
juga terjadi sejak usia minggu – minggu pertama. Penderita autisme reaktif
9
ini bisa membuat gerakan – gerakan tertentu berulang – ulang dan kadang –
kadang disertai kejang – kejang.
3. Autisme yang Timbul Kemudian
D. Gejala Autisme
Gejala dapat dibagi atas atas gejala gangguan perilaku dan gangguan
intelektual, dan dapat disertai oleh gangguan fisik.
1. Gangguan perilaku
yang mencolok ialah interaksi dan hubungan yang abnormal terhadap
lingkungan atau social.
Anak mungkin telah abnormal sejak lahir ; kurang menunjukan respon,
tidak menikmati sentuhan fisik dan menghindari kontak mata (pandangan).
Pada usia 2 – 3 tahun anak tidak mancari orang tuanya untuk bermanja –
manja, kolokan. Dengan bertambahnya usia, abnormalitas lainnya muncul,
misalnya tidak bermain dengan anak lain. Pada usia remaja individu ini
mempunya hubungan yang kurang pas, kurang sadar pada opini orang
lain atau perasaan orang lain.
Komunikasi verbal (bahasa) non verbal ialah abnormal. Bila kemampuan
bicara berkembang terdapat abnormalisasi, seperti echolalia (mengulangi
kata seperti burung beo) dan neologisme (“kata baru”). Komprehensi dan
ekspresi terlambat dan keterlambatan ini sangan bermakna pada separo
individu yang autistic.Komunikasi non – verbal juga terlibat, misalnya
isyarat melalui gerak – gerik tubuh (gesture) kurang.
Bermain imajinatif (menggandai, misalnya ia sebagai pengemudi mobil
balap) atau pikiran imajinatif berkurang atau sedikit, hal ini mungkin
karena kurang berkembang pikiran simbolik pada individu yang autistic.
Perilaku motorik yang sering dijumpai ialah anak yang suka berputar –
putar, jalan jinjit, atau berteput tangan.
Anak yang autis sering mempunyai ritual yang stereotip dan bila digangu
menyebabkan distress dan kadang ia menentang. Mereka sering terikat
pada objek – objek yang “sepele” misalnya kaleng. Letupan emosional
sering terjadi, misalnya marah, gelisah atau cemas, dan hal ini dapat
10
dicetuskan oleh masalah yang kecil. Anak autis dapat pula mempunyai
masalah dengan tidur, buang air besar dan buang air kecil.
2. Gangguan Intelektual :
Kecerdasan sering diukur (eses) melalui perkembangan non – verbal,
karena terdapat gangguan bahasa. Didapatkan IQ dibawah 70 pada 70 %
penderita, dan dibawah 50 pada 50 %. Namun sekitar 5 % mempunyai IQ
diatas 100.
Anak autis sulit melakukan tugas yang melibatkan pemikiran simbolis atau
empati. Namun ada yang mempunyai kemampuan yang menonjol di satu
bidang, misalnya matematik atau kemampuan memori. Sekitar seperlima
anak autis berdeteriorasi bidang kognitifnya pada usia remaja.
3. Gangguan Fisik.
Epilepsi didapatkan pada sekitar 15 % pederita remaja, dan biasanya ringan.
Kadang dijumpai gangguan pada fungsi motorik kasar dan halus dan
gangguan ini lebih berat pada mereka dengan IQ yang lebih rendah.
E. Ciri khas pada anak autistik:
1. Anak tidak dapat mengikuti jalan pikiran orang lain
2. Anak tidak mempunyai empati dan tidak tahu apa reaksi orang lain atas
perbuatannya.
3. Pemahaman anak sangat kurang, sehingga apa yang ia baca sukar
dipahami. Misalnya dalam bercerita kembali dan soal berhitung yang
menggunakan kalimat
4. Anak kadang mempunyai daya ingat yang sangat kuat, seperti perkalian,
kalender, dan lagu-lagu
5. Anak lebih mudah belajar memahami lewat gambar-gambar (visual-learners)
6. Anak belum dapat bersosialisasi dengan teman sekelasnya,seperti sukar
bekerjasama dalam kelompok, bermain peran dsb.
11
7. Anak sukar mengekspresikan perasaannya, seperti mudah frustasi bila tidak
dimengerti dan dapat menimbulkan tantrum Kesulitan-kesulitan anak pada
bulan-bulan pertama antara lain:
a. Kesulitan berkonsentrasi
b. Anak belum dapat mengikuti instruksi guru
c. Perilaku anak masih sulit diatur
d. Anak berbicara/mengoceh atau tertawa sendiri pada saat belajar
e. Timbul tantrum bila tidak mampu mengerjakan tugas
f. Komunikasi belum lancar dan tidak runtut dalam bercerita
g. Pemahaman akan materi sangat kurang
h. Belum mau bermain dan berkerjasama dengan teman-temannya Pada
bulan-bulan pertama ini sebaiknya anak autistik didampingi oleh seorang
terapis yang berfungsi sebagai shadow/guru pembimbing khusus (GPK).
F. Pola Penanganan Anak Autis
1. IDENTIFIKASI
Diagnosa Autisme Waktu adalah bagian terpenting. Jika anak
memperlihatkan beberapa gejala diatas segera hubungi psikolog klinis,
dokter ahli perkembangan, anak, psikiater anak atau neurologis khusus
autistik dan gangguan perkembangan yang akan membuat suatu
assestment/pengkajian yang diikuti dengan penegakan diagnosa. Jika
terdiagnosa dini, maka anak autistik dapat ditangani segera melalui terapi-
terapi terstruktur dan terpadu. Dengan demikian lebih terbuka peluang
perubahan ke arah perilaku normal. Pelaksanaan Indentifikasi anak Autistik
harus mengacu pada :
1) Rujukan untuk Terapi
Rujukan diperoleh dari:
a) Guru TK/Playgroup/TPA
b) .Orang tua
c) Tenaga Ahli
12
2) Asesment
Asesment dilakukan oleh satu team yang terdiri dari berbagai disiplin
ilmu seperti :
a) Dokter
b) Psikolog
c) Speech patologis
d) Terapis
e) Guru
f) Orang tua
g) Relawan
Asesment didasari oleh :
− Pedoman Kurikulum TK dan SD tahun 1994
− Pedoman Observasi untuk anak autistik
− Behavioral intervention manual dari Chatherine Maurice
− Observasi klinis
− Masukan dari orang tua
− Rujukan dari guru, orang tua, dan tenaga ahli
Hal-hal yang dikaji :
− Kognitif
− Motorik kasar
− Motorik halus
− Bahasa dan komunikasi
− Interaksi sosial
− Bantu diri (self help)
− Penglihatan
− Pendengaran
− Nutrisi
− Otot-otot mulut
3) IEP/Individual Educational Plan and Program IEP didasari oleh
kebutuhan dan kemampuan anak untuk mengejar ketertinggalannya dan
mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki.
13
4) Persetujuan Orang Tua Orang tua harus memiliki komitmen terhadap
IEP ikut serta dalam kelompok kerja (Team work) yang terlibat dalam
pendidikan anak
5) Evaluasi
Evaluasi pendidikan untuk anak autistik meliputi :
a. Evaluasi proses : untuk penilaian guru terhadap anak dalam setiap
hari,
b. Evaluasi bulanan : laporan dari orang tua kepada guru, atau
sebaliknya,
c. Evaluasi catur wulan : laporan untuk orang tua berbentuk deskripsi
kemampuan anak dengan penilaian kualitatif.
2. BAGAIMANA PENANGANAN LAYANAN PENDIDIKANNYA
a. Layanan Pendidikan Awal:
− Program Intervensi Dini:
1) Discrete Trial Training dari Lovaas: Merupakan produk dari Lovaas dkk
pada Young Autistikm Project di UCLA USA, walaupun kontroversial,
namun mempunyai peran dalam pembelajaran dan hasil yang optimal pada
anak-anak penyandang autistik. Program Lovaas (Program DTT) didasari
oleh model perilaku kondisioning operant (Operant Conditioning) yang
merupakan faktor utama dari program intensive DTT. Pengertian dari
Applied Behavioral Analysis (ABA), implementasi dan evaluasi dari
berbagai prinsip dan tehnik yang membentuk teori pembelajaran perilaku
(behavioral learning), adalah suatu hal yang penting dalam memahami teori
perilaku Lovaas ini. Teori pembelajaran perilaku (behavioral learning)
didasari oleh 3 hal:
a) Perilaku secara konseptual meliputi 3 term penting yaitu:
antecedents/perilaku yang lalu, perilaku, dan konsekwensi.
b) Stimulus antecendent dan konsekwensi sebelumnya akan berefek pada
reaksi perilaku yang muncul.
14
c) Efektifitas pengajaran berkaitan dengan kontrol terhadap antecendent
dan konsekwensi. Yaitu dengan memberikan reinforcement yang positif
sebagai kunci dalam merubah perilaku. Sehingga perilaku yang baik
dapat terus dilakukan, sedangkan perilaku buruk dihilangkan (melalui
time out, hukuman, atau dengan kata 'tidak').
Dalam teknisnya, DTT terdiri dari 4 bagian yaitu:
− stimuli dari guru agar anak berespons
− respon anak
− konsekwensi
− berhenti sejenak,dilanjutkan dengan perintah selanjutnya
2) Intervensi LEAP (Learning Experience and Alternative Program for
preschooler and parents) Intervensi LEAP menggabungkan
Developmentally Appropriate Practice (DAP) dan tehnik ABA dalam sebuah
program inklusi dimana beberapa teori pembelajaran yang berbeda
digabungkan untuk membentuk sebuah kerangka konsep. Meskipun
metoda Ini menerima berbagai kelebihan dan kekurangan pada anak-anak
penyandang autistik, titik berat utama dari teori dan implementasi praktis
yang mendasari program ini adalah perkembangan sosial anak.
Oleh sebab itu, dalam penerapan ini teori autistik memusatkan diri pada
central social deficit. Melalui beragamnya pengaruh teoritis yang
diperolehnya, model LEAP menggunakan teknik pengajaran reinforcement
dan kontrol stimulus. Prinsip yang mendasarinya adalah :
a) Semua anak mendapat keuntungan dari lingkungan yang terpadu
Anak penyandang autistik semakin membaik jika intervensi berlangsung
konsisten baik di rumah, sekolah, maupun masyarakat. Keberhasilan
semakin besar jika orang tua dan guru bekerja bersama-sama Anak
penyandang autistik bisa saling belajar dari teman-teman sebaya mereka
b) Intervensi haruslah terancang, sistematis, individual Anak-anak yang
memiliki kebutuhan khusus dan yang normal akan mendapat keuntungan
dari kegiatan yang mencerminkan DAP.Kerangka konsep DAP
berdasarkan teori perilaku, prinsip DAP dan inklusi.
15
c) Floor Time: Pendekatan Floor Time berdasarkan pada teori
perkembangan interaktif yang mengatakan bahwa perkembangan
ketrampilan kognitif dalam 4 atau 5 tahun pertama kehidupan didasarkan
pada emosi dan relationship (Greenspan & Wieder 1997a). Jadi
hubungan pengaruh dan interaksi merupakan komponen utama dalam
teori dan praktek model ini. Greenspan dkk mengembangkan suatu
pendekatan perkembangan terintegrasi untuk intervensi anak yang
mempunyai kesulitan besar (severe) dalam berhubungan (relationship)
dan berkomunikasi, dan tehnik intervensi interaktif yang sistematik inilah
yang disebut Floor Time. Kerangka konsep program ini diantaranya:
− pentingnya relationship
− enam acuan (milestone) sosial yang spesifik
− teori hipotetikal tentang autistik
3) TEACCH (Treatment and Education of Autistic and Related
Communication Handicapped Children). Divisi TEACCH merupakan
program nasional di North Carolina USA, yang melayani anak penyandang
autistik, dan diakui secara internasional sebagai sistem pelayanan yang
tidak terikat/bebas. Dibandingkan dengan ketiga program yang telah
dibicarakan, program TEACCH menyediakan pelayanan yang
berkesinambungan untuk individu, keluarga dan lembaga pelayanan untuk
anak penyandang autistik. Penanganan dalam program ini termasuk
diagnosa, terapi/treatment, konsultasi, kerjasama dengan masyarakat
sekitar, tunjangan hidup dan tenaga kerja, dan berbagai pelayanan lainnya
untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang spesifik. Para terapis dalam
program TEACCH harus memiliki pengetahuan dalam berbagai bidang
termasuk, speech pathology, lembaga kemasyarakatan, intervensi dini,
pendidikan luar biasa dan psikologi. Konsep pembelajaran dari model
TEACCh berdasarkan tingkah laku, perkembangan dan dari sudut pandang
teori ekologi, yang berhubungan erat dengan teori dasar autisme.
16
b. Program Terapi Penunjang:
Beberapa jenis terapi bagi anak autistik, antara lain:
1) Terapi Wicara: membantu anak melancarkan otot-otot mulut sehingga
membantu anak berbicara lebih baik
2) Terapi Okupasi: untuk melatih motorik halus anak
Terapi Bermain: mengajarkan anak melalui belajar sambil bermain
3) Terapi medikamentosa/obat-obatan (drug therapy): dengan pemberian
obat-obatan oleh dokter yang berwenang.
4) Terapi melalui makanan (diet therapy): untuk anak-anak dengan masalah
alergi makanan tertentu
5) Sensory Integration Therapy: untuk anak-anak yang mengalami gangguan
pada sensorinya
6) Auditory Integration Therapy: agar pendengaran anak lebih sempurna
Biomedical treatment/therapy: penanganan biomedis yang paling mutakhir,
melalui perbaikan kondisi tubuh agar terlepas dari faktor-faktor yang
merusak (dari keracunan logam berat, efek casomorphine dan gliadorphin,
alergen, dsb)
c. Layanan Pendidikan Lanjutan
Pada anak autistik yang telah diterapi dengan baik dan memperlihatkan
keberhasilan yang menggembirakan, anak tersebut dapat dikatakan "sembuh"
dari gejala autistiknya. Ini terlihat bila anak tersebut sudah dapat
mengendalikan perilakunya sehingga tampak berperilaku normal,
berkomunikasi dan berbicara normal, serta mempunyai wawasan akademik
yang cukup sesuai anak seusianya.
17
Pada saat ini anak sebaiknya mulai diperkenalkan untuk masuk kedalam
kelompok anak-anak normal, sehingga ia (yang sangat bagus dalam
meniru/imitating) dapat mempunyai figur/role model anak normal dan meniru
tingkah laku anak normal seusianya.
1) Kelas Terpadu sebagai kelas transisi:
Kelas ini ditujukan untuk anak autistik yang telah diterapi secara terpadu
dan terrstruktur, dan merupakan kelas persiapan dan pengenalan akan
pengajaran dengan kurikulum sekolah biasa, tetapi melalui tata cara
pengajaran untuk anak autistik ( kelas kecil dengan jumlah guru
besar,dengan alat visual/gambar/kartu, instruksi yang jelas, padat dan
konsisten,dsb).
Tujuan kelas terpadu adalah:
Membantu anak dalam mempersiapkan transisi ke sekolah reguler2.
Belajar secara intensif pelajaran yang tertinggal di kelas reguler, sehingga
dapat mengejar ketinggalan dari teman-teman sekelasnya Prasyarat:
− Diperlukan guru SD dan terapis sebagai pendamping, sesuai dengan
keperluan anak didik (terapis perilaku, terapis bicara, terapis okupasi
dsb)
− Kurikulum masing-masing anak dibuat melalui pengkajian oleh satu
team dari berbagai bidang ilmu ( psikolog, pedagogi, speech patologist,
terapis, guru dan orang tua/relawan) Kelas ini berada dalam satu
lingkungan sekolah reguler untuk memudahkan proses transisi
dilakukan (mis: mulai latihan bergabung dengan kelas reguler pada
saat olah raga atau istirahat atau prakarya dsb)
2) Program inklusi (mainstreaming) Program ini dapat berhasil bila ada:
− Keterbukaan dari sekolah umum
− Test masuk tidak didasari hanya oleh test IQ untuk anak normal
− Peningkatan SDM/guru terkait Proses shadowing/dapat dilaksanakan
− Guru Pembimbing Khusus (GPK) Idealnya anak berhak memilih
pelajaran yang ia mampu saja (Mempunyai IEP/Program Pendidikan
Individu sesuai dengan kemampuannya)
18
− Anak dapat "tamat" (bukan lulus) dari sekolahnya karena telah selesai
melewati pendidikan di kelasnya bersama-sama teman
sekelasnya/peers.
− Tersedianya tempat khusus (special unit) bila anak memerlukan terapi
1:1 di sekolah umum
− Anak autistik mempunyai cara berpikir yang berbeda dan kemampuan
yang tidak merata disemua bidang, misalnya pintar matematika tapi tidak
suka menulis dsb.
Tugas seorang shadow guru pembimbing khusus (GPK) adalah:
a) Menjembatani instruksi antara guru dan anak
b) Mengendalikan perilaku anak dikelas
c) Membantu anak untuk tetap berkonsentrasi
d) Membantu anak belajar bermain/berinteraksi dengan teman-temannya
e) Menjadi media informasi antara guru dan orangtua dalam membantu anak
f) mengejar ketinggalan dari pelajaran dikelasnya.
Guru pembimbing khusus adalah seseorang yang dapat membantu guru kelas
dalam mendampingi anak penyandang autistik pada saat diperlukan, sehingga
proses pengajaran dapat berjalan lancar tanpa gangguan. Guru kelas tetap
mempunyai wewenang penuh akan kelasnya serta bertanggung jawab atas
terlaksananya peraturan yang berlaku.
3) Sekolah Khusus:
Pada kenyataannya dari kelas Terpadu terevaluasi bahwa tidak semua anak
autistik dapat transisi ke sekolah reguler. Anak-anak ini sangat sulit untuk dapat
berkonsentrasi dengan adanya distraksi di sekeliling mereka. Beberapa anak
memperlihatkan potensi yang sangat baik dalam bidang tertentu misalnya olah
raga, musik, melukis, komputer, matematika, ketrampilan dsb. Anak-anak ini
sebaiknya dimasukkan ke dalam Kelas khusus, sehingga potensi mereka dapat
dikembangkan secara maksimal.
Contoh sekolah khusus: Sekolah ketrampilan, Sekolah pengembangan
olahraga, Sekolah Musik, Sekolah seni lukis, Sekolah Ketrampilan untuk usaha
kecil, Sekolah komputer, dlsb.
19
4) Program sekolah dirumah (Homeschooling Program):
Adapula anak autistik yang bahkan tidak mampu ikut serta dalam Kelas Khusus
karena keterbatasannya, misalnya anak non verbal, retardasi mental, masalah
motorik dan auditory dsb. Anak ini sebaiknya diberi kesempatan ikut serta
dalam Program Sekolah Dirumah (Homeschooling Program). Melalui bimbingan
para guru/terapis serta kerjasama yang baik dengan orangtua dan orang-orang
disekitarnya, dapat dikembangkan potensi/strength anak. Kerjasama guru dan
orangtua ini merupakan cara terbaik untuk men-generalisasi program dan
membentuk hubungan yang positif antara keluarga dan masyarakat. Bila
memungkinkan, dengan dukungan dan kerjasama antara guru sekolah dan
terapis di rumah anak-anak ini dapat diberi kesempatan untuk mendapat
persamaan pendidikan yang setara dengan sekolah reguler/SLB untuk bidang
yang ia kuasai. Dilain pihak, perlu dukungan yang memadai untuk keluarga dan
masyarakat sekitarnya untuk dapat menghadapi kehidupan bersama seorang
autistik.
G. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN AUTISTIK
1. Pengembangan Kurikulum.
Anak autistik memiliki kemampuan yang berdeferensiasi, serta proses
perkembangan dan tingkat pencapaian programpun juga tidak sama antara satu
dengan yang lainnya. Oleh karena itu kurikulum dapat dipilih, dimodifikasi dan
dikembangkan oleh guru/ pelatih/ terapis/pembimbing, dengan bertitik tolak pada
kebutuhan masing-masing anak berdasarkan hasil identifikasi. Pemilihan dan
modifikasi kurikulum juga disesuaikan dengan tingkat perkembangan
kemampuan anak, dan ketidakmampuannya, usia anak, serta memperhatikan
sumber daya/lingkungan yang ada. Pelayanan pendidikan bagi anak autistik
akan lebih baik apabila dimulai sejak dini (intervensi dini). Sehingga untuk
mengembangkan kurikulum mengacu pada :
a. Program Pengembangan kelompok bermain (usia 2-3 tahun)
b. Kurikulum Taman Kanak-kanak (usia 4-5- tahun)
c. Kurikulum Sekolah Dasar
20
d. Kurikulum SLB Tuna Rungu
e. Kurikulum SLB Tunarungu dan Tunagrahita
Penyusunan program layanan pendidikan dan pengajaran diambil dari kurikulum
tersebut, dengan mempertimbangkan kemampuan dan ketidakmampuan
(kebutuhan) anak, dengan modifikasi. Kurikulum bagi anak autistik dititik
beratkan pada pengembangan kemampuan dasar, yaitu :
a. Kemampuan dasar kognitif
b. Kemampuan dasar bahasa/Komunikasi
c. Kemampuan dasar sensomotorik
d. Kemampuan dasar bina diri, dan
e. Sosialisasi.
Apabila kemampuan dasar tersebut dapat dicapai oleh anak dengan mengacu
pada kemampuan anak yang sebaya dengan usia biologi/ kalendernya, maka
kurikulum dapat ditingkatkan pada kemampuan pra akademik dan kemampuan
akademik, meliputi kemampuan : membaca, menulis, dan matematika
(berhitung).
2. Ketenagaan
Ketenagaan dalam penyelenggaraan pendidikan autistik meliputi beberapa
komponen yang sangat terkait satu dengan yang lain. Yang akan kita jelaskan di
bawah ini :
a. Tenaga Kependidikan
Tenaga kependidikan yang dimaksud disini, bisa guru atau terapis. Tenaga
kependidikan untuk anak autistik ini idealnya dari disiplin ilmu yang sesuai
seperti PGTK, PGSD dan Sarjana PLB atau Sarjana Psikolog. Bukan berarti
dari disiplin ilmu yang lain tidak mampu dalam menangani anak autistik.
Tetapi harus ada pelatihan dan bimbingan. Karena yang paling diperlukan
dalam diri seorang pendidik terutama dalam penanganan terhadap anak
autistik adalah:
− Mau menerima dan melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan
sepenuh hati dan disertai rasa kasih sayang.
21
− Mau banyak belajar untuk memperbanyak pengetahuan dan wawasan.
Tenaga kependidikan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya
terhadap anak diperlukan kreativitas yang tinggi. Karena perlu diketahui
bahwa penanganan anak autistik tidak bisa disamakan antara anak yang
satu dengan anak yang lain.
b. Tenaga Non kependidikan para akademisi/profesional terkait.
Selain tenaga kependidikan dalam penanganan terhadap anak autistik yang
sangat berperan adalah :
1) Tenaga Terapi Perilaku.
Perilaku menjadi dasar bagi terapi selanjutnya
2) Tenaga terapi wicara :
Karena seperti kita ketahui banyak anak autistik yang juga mengalami
gangguan dalam berbahasa atau berkomunikasi.
3) Tenaga Terapi Sensori Motorik Integrasi
4) Tenaga administrasi
Tanaga administrasi juga sangat diperlukan untuk membantu
penyelenggaraan pendidikan anak autistik. Adapun tujuannya untuk
membantu memperlancar tugas-tugas dari penyelenggara pendidikan
anak autistik.
5) Tenaga Penyelenggara (Pengurus Yayasan)
Pengurus yayasan atau tenaga penyelenggara adalah orang yang
mendirikan pendidikan bagi anak autistik. Sekaligus bertugas sebagai
fasilitator bagi setiap keperluan pendidikan yang didirikan dan
bertanggung jawab terhadap perkembangan sekolah maupun tenaga
pengelola yang ada sekolah tersebut.
6) Tenaga Pengelola (Pemimpin Sekolah)
Tenaga pengelola merupakan jembatan antara orang tua, lingkungan dan
pihak penyelenggara serta peningkatan sumber daya manusia bagi guru
atau terapisnya.
22
3. Sarana Dan Prasarana
Sarana dan prasarana ini disesuaikan dengan tahapan usia sekolah sebagai
berikut :
a. Usia Pendidikan Prasekolah
− Alat Peraga : pengenalan warna, bentuk, huruf dan angka, benda-benda
sekitar, buah, binatang, kendaraan.
− Alat bantu komunikasi : berupa gambar-gambar yang mewujudkan tujuan
komunikasi dari anak.
− Alat bantu pengembangan motorik halus : cara memegang pensil,
menggunting, mewarna, dan sebagainya
− Alat bantu pengembangan motorik kasar : bola, tali, dlsb.
− Kurikulum Tanan Kanak-kanak
− Terapi wicara (terapi dan alatnya) baik manual atau elektronik
− Terapi sensori motorik integrasi (ayunan, lorong, balok titian dan
sebagainya)
b. Usia Pendidikan Sekolah Dasar
− Segala sarana belajar yang ada pada sekolah dasar pada umumnya
− Alat peraga konkrit sebagai penunjang sarana belajar
− Guru pendamping
− Sarana untuk bersosialisasi
c. Usia Pendidikan Menengah
Pada usia ini jika dimungkinkan anak mengikuti kurikulum sekolah menengah
maka sarana belajar bisa mengikuti sarana yang diperlukan untuk sekolah
menengah akan tetapi jika anak harus berada pada sekolah khusus, maka
sarana yang dibutuhkan harus mengacu pada pengembangan kemampuan
fungsional yang ada pada setiap anak autistik.
23
4. Pendanaan
Pendidikan bagi anak autistik memang memerlukan biaya yang mahal, karena
pola pengajaran yang individual (satu anak, satu guru). Oleh karena itu
diperlukan peranan masyarakat dan orang tua siswa yang lebih besar.
5. Manajemen
Pelayanan pendidikan bagi anak autistik merupakan suatu kegiatan yang
terpadu dan juga melibatkan unsur-unsur sebagai berikut :
a. Orang tua, merupakan pemegang peran utama dalam penanganan anak
autistik karena interaksi anak dengan orang tua lebih besar porsinya
dibandingkan dengan di sekolah.
b. Tenaga pendidik, dimana yang berhubungan langsung dengan anak didik
sehingga dalam memberikan evaluasi yang lebih akurat dan mengoptimalkan
pembelajaran.
c. Penyelenggara pendidikan, sebagai penanggung jawab kurikulum dan
penyedia sarana dan prasarana pendidikan bagi anak autistik maka peran
serta mereka mutlak diperlukan guna memberikan tempat pelayanan
pendidikan yang memadai.
d. Tenaga profesional (dokter, terapis, psikolog) yang berfungsi untuk
mendeteksi dan menangani, anak autistik secara berkesinambungan dan
integral.
e. Lembaga pemerintah sebagai fasilitator, dan juga sekaligus mengawasi
program pelayanan pendidikan anak autistik
Dari masing-masing unsur tersebut harus berbentuk suatu jaringan kerja
sehingga dapat mengembangkan program-program yang bersifat inovatif
secara berkelanjutan dan mampu memberikan pelayanan pendidikan bagi
anak autistik.
24
6. Lingkungan
Lingkungan bagi anak yang manapun, tidak hanya dilaksanakan didalam
gedung, tetapi juga diluar gedung. Khusus untuk pendidikan di luar gedung,
maka sebaiknya lingkungan difahamkan dulu tentang anak autistik, seperti
lingkungan bisa bersikap yang tepat pada anak autistik. Lingkungan yang
dimaksud adalah :
a. Keluarga tempat dimana anak autistik berada, yaitu Bapak, Ibu, Kakak, Adik,
Kakek, Nenek, Pembantu, dlsb.
b. Masyarakat sekitar tempat pendidikan
c. Masyarakat pemilik sarana integrasi dan sosialisasi bagi anak autistik.
d. Masyarakat secara luas sehingga perlu informasi melalui media cetak,
elektronik, penyuluhan, seminar, dlsb.
7. Kegiatan Belajar Mengajar
Kegiatan belajar mengajar merupakan interaksi antara siswa (anak autistik) yang
belajar dan guru pembimbing yang mengajar. Dalam upaya membelajarkan anak
autistik tidak mudah. Guru pembimbing sebagai model untuk anak autistik harus
memiliki kepekaan, ketelatenan, kreatif dan konsisten di dalam kegiatan
pembelajaran yang dilaksanakan. Oleh karena anak autistik pada umumnya
mengalami kesulitan untuk memahami dan mengerti orang lain. Maka guru
pembimbing diharuskan untuk mampu memahami dan mengerti anak autistik.
Komponen-komponen yang harus ada dalam kegiatan belajar mengajar adalah :
a. Anak didik
Yakni anak autistik dan anak-anak yang masuk dalam spektrum autistik.
b. Guru pembimbing
Seorang guru pembimbing anak autistik harus memiliki dedikasi, ketelatenan,
keuletan dan kreativitas di dalam membelajarkan anak didiknya. Sehingga
guru pembimbing harus memahami prinsip-prinsip pendidikan dan
pengajaran untuk anak autistik.
25
c. Prinsip-prinsip pendidikan dan pengajaran
Pendidikan dan pengajaran anak autistik pada umumnya dilaksanakan
berdasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
1) Terstruktur
Pendidikan dan pengajaran bagi anak autistik diterapkan prinsip terstruktur,
artinya dalam pendidikan atau pemberian materi pengajaran dimulai dari bahan
ajar/materi yang paling mudah dan dapat dilakukan oleh anak. Setelah
kemampuan tersebut dikuasai, ditingkatkan lagi ke bahan ajar yang setingkat
diatasnya namun merupakan rangkaian yang tidak terpisah dari materi
sebelumnya.
Sebagai contoh, untuk mengajarkan anak mengerti dan memahami makna dari
instruksi "Ambil bola merah". Maka materi pertama yang harus dikenalkan
kepada anak adalah konsep pengertian kata "ambil", "bola". Dan "merah".
Setelah anak mengenal dan menguasai arti kata tersebut langkah selanjutnya
adalah mengaktualisasikan instruksi "Ambil bola merah" kedalam perbuatan
kongkrit. Struktur pendidikan dan pengajaran bagi anak autistik meliputi : Struktur
waktu, Struktur ruang, dan Struktur kegiatan.
2) Terpola
Kegiatan anak autistik biasanya terbentuk dari rutinitas yang terpola dan
terjadwal, baik di sekolah maupun di rumah (lingkungannya), mulai dari bangun
tidur sampai tidur kembali. Oleh karena itu dalam pendidikannya harus
dikondisikan atau dibiasakan dengan pola yang teratur. Namun, bagi anak
dengan kemampuan kognitif yang telah berkembang, dapat dilatih dengan
memakai jadwal yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungannya,
supaya anak dapat menerima perubahan dari rutinitas yang berlaku (menjadi
lebih fleksibel). Diharapkan pada akhirnya anak lebih mudah menerima
perubahan, mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan (adaptif) dan dapat
berperilaku secara wajar (sesuai dengan tujuan behavior therapi).
3) Terprogram
Prinsip dasar terprogram berguna untuk memberi arahan dari tujuan yang ingin
dicapai dan memudahkan dalam melakukan evaluasi. Prinsip ini berkaitan erat
26
dengan prinsip dasar sebelumnya. Sebab dalam program materi pendidikan
harus dilakukan secara bertahap dan berdasarkan pada kemampuan anak,
sehingga apabila target program pertama tersebut menjadi dasar target program
yang kedua, demikian pula selanjutnya.
4) Konsisten
Dalam pelaksanaan pendidikan dan terapi perilaku bagi anak autistik, prinsip
konsistensi mutlak diperlukan. Artinya : apabila anak berperilaku positif memberi
respon positif terhadap susatu stimulan (rangsangan), maka guru pembimbing
harus cepat memberikan respon positif (reward/penguatan), begitu pula apabila
anak berperilaku negatif (Reniforcement) Hal tersebut juga dilakukan dalam
ruang dan waktu lain yang berbeda (maintenance) secara tetap dan tepat, dalam
arti respon yang diberikan harus sesuai dengan perilaku sebelumnya.
Konsisten memiliki arti "Tetap", bila diartikan secara bebas konsisten mencakup
tetap dalam berbagai hal, ruang, dan waktu. Konsisten bagi guru pembimbing
berarti; tetap dalam bersikap, merespon dan memperlakukan anak sesuai
dengan karakter dan kemampuan yang dimiliki masing-masing individu anak
autistik. Sedangkan arti konsisten bagi anak adalah tetap dalam
mempertahankan dan menguasai kemampuan sesuai dengan stimulan yang
muncul dalam ruang dan waktu yang berbeda. Orang tua pun dituntut konsisten
dalam pendidikan bagi anaknya, yakni dengan bersikap dan memberikan
perlakukan terhadap anak sesuai dengan program pendidikan yang telah
disusun bersama antara pembimbing dan orang tua sebagai wujud dari
generalisasi pembelajarandi sekolah dan dirumah.
5) Kontinyu
Pendidikan dan pengajaran bagi anak autistik sebenarnya tidak jauh berbeda
dengan anak-anak pada umumnya. Maka prinsip pendidikan dan pengajaran
yang berkesinambungan juga mutlak diperlukan bagi anak autistik.Kontinyu disini
meliputi kesinambungan antara prinsip dasar pengajaran, program pendidikan
dan pelaksanaannya. Kontinyuitas dalam pelaksanaan pendidikan tidak hanya di
sekolah, tetapi juga harus ditindaklanjuti untuk kegiatan dirumah dan lingkungan
sekitar anak. Kesimpulannya, therapi perilaku dan pendidikan bagi anak autistik
27
harus dilaksanakan secara berkesinambungan, simultan dan integral
(menyeluruh dan terpadu).
6) Kurikulum
Dalam pelaksanaan pendidikan dan pengajaran bagi anak autistik tentunya
harus berdasarkan pada kurikulum pendidikan yang berorientasi pada
kemampuan dan ketidak mampuan anak dengan memperhatikan deferensiasi
masing-masing individu.
7) Pendekatan dan Metode
Pendidikan dan pengajaran bagi anak autistik menggunakan Pendekatan dan
program individual. Sedangkan metode yang digunakan adalah merupakan
perpaduan dari metode yang ada, dimana penerapannya disesuaikan kondisi
dan kemampuan anak serta materi dari pengajaran yang diberikan kepada anak.
Metode dalam pengajaran anak autistik adalah metode yang memberikan
gambaran kongkrit tentang "sesuatu", sehingga anak dapat menangkap pesan,
informasi dan pengertian tentang "sesuatu" tersebut.
8) Sarana Belajar Mengajar
Sarana belajar diperlukan, karena akan membantu kelancaran proses
pembelajaran dan membantu pembentukan konsep pengertian secara kongkrit
bagi anak autistik. Pola pikir anak autistik pada umumnya adalah pola pikir
kongkrit. sehingga sarana belajar mengajarnyapun juga harus kongkrit.
Beberapa anak autistik dapat berabstraksi, namun pada awalnya mereka dilatih
dengan sarana belajar yang kongkrit.
9) Evaluasi
Untuk mengukur berhasil atau tidaknya pendidikan dan pengajaran perlu
dilakukan adanya evaluasi (penilaian). Dalam pendidikan dan pengajaran bagi
anak autistik evaluasi dapat dilakukan dengan cara:
a) Evaluasi Proses
Evaluasi Proses ini dilakukan dengan cara seketika pada saat proses
kegiatan berlangsung dengan cara meluruskan atau membetulkan perilaku
menyimpang atau pembelajaran yang sedang berlangsung seketika itu juga.
Hal ini dilakukan oleh pembimbing dengan cara memberi reward atau
28
demonstrasi secara visual dan kongkrit. Di samping itu untuk mengetahui
sejauh mana progres yang dicapai anak dapat diketahui dengan cara adanya
catatan khusus/buku penghubung.
b) Evaluasi Bulan
Evaluasi ini bertujuan untuk memberikan laporan perkembangan atau
permasalahan yang ditemukan atau dihadapi oleh pembimbing di sekolah.
Evaluasi bulanan ini dilakukan dengan cara mendiskusikan masalah dan
perkembangan anak antara guru dan orang tua anak autistik guna
mendapatkan pemecahan masalah (solusi dan pemecahan masalah), antara
lain dengan mencari penyebab dan latar belakang munculnya masalah serta
pemecahan masalah macam apa yang tepat dan cocok untuk anak autistik
yang menjadi contoh kasus. Hal ini dapat dilakukan oleh guru dan orang tua
dengan mengadakan diskusi bersama atau case conference.
c) Evaluasi Catur Wulan
Evaluasi ini disebut juga dengan evaluasi program yang dimaksud sebagai
tolok ukur keberhasilan program secara menyeluruh. Apabila tujuan program
pendidikan dan pengajaran telah tercapai dan dapat dikuasai anak, maka
kelanjutan program dan kesinambungan program ditingkatkan dengan
bertolak dari kemampuan akhir yang dikuasai anak, sebaliknya apabila
program belum dapat terkuasai oleh anak maka diadakan pengulangan
program (remedial) atau meninjau ulang apa yang menyebabkan ketidak
berhasilan pencapaian program.
10) Faktor Penentu Keberhasilan Pendidikan dan Pengajaran bagi Anak
Autistik.Tingkat keberhasilan pelaksanaan program pendidikan dan pengajaran
anak autistik dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
a) Berat - ringannya kelainan/gejala
b) Usia pada saat diagnosis
c) Tingkat kemampuan berbicara dan berbahasa
d) Tingkat kelebihan (strengths) dan kekurangan (weaknesses) yang dimiliki
anak
e) Kecerdasan/IQ
29
f) Kesehatan dan kestabilan emosi anak
g) Terapi yang tepat dan terpadu meliputi guru, kurikulum, metode, sarana
pendidikan, lingkungan (keluarga, sekolah dan masyarakat).Hambatan Proses
Belajar Mengajar dan Solusinya.
11) Masalah prilaku
Masalah perilaku yang sering muncul yaitu : stimulasi diri dan stereotip. Bila
perilaku tersebut muncul yang dapat kita lakukan :
a) Memberikan Reinforcement.
− Tidak memberi waktu luang bagi anak untuk asyik dengan diri sendiri
− Siapkan kegiatan yang menarik dan positif
− Menciptakan situasi yang kondusif bagi anak, tidak menyakiti diri.
b) Masalah Emosi :
Masalah ini menyangkut kondisi emosi yang tidak stabil, misalnya; menangis,
berteriak, tertawa tanpa sebab yang jelas, memberontak, mengamuk,
destruktif, tantrum dlsb.
Cara mengatasinya :
− Berusaha mencari dan menemukan penyebabnya
− Berusaha menenangkan anak dengan cara tetap bersikap tenang.
− Setelah kondisi emosinya mulai membaik, kegiatan dapat dilanjutkan.
c) Masalah Perhatian. (Konsentrasi)
Perhatian anak dalam belajar kadang belum dapat bertahan untuk waktu yang
lama dan masih berpindah pada obyek/kegiatan lain yang lebih menarik bagi
anak. Untuk itu maka usaha yang harus diupayakan oleh pembimbing adalah:
− Waktu untuk belajar bagi anak ditingkatkan secara bertahap.
− Kegiatan dibuat semenarik mungkin, dan bervariasi.
− Istirahat sebentar kemudian kegiatan dilanjutkan kembali, dimaksudkan
untuk mengurangi kejenuhan pada anak, misal : dengan menyanyi,
bermain, bercanda, dlsb.
d) Masalah Kesehatan.
Bila kondisi kesehatan siswa kurang baik, maka kegiatan belajar mengajar
tidak dapat berjalan secara efektif, namun demikian kegiatan belajar tetap
30
dapat dilaksanakan, hanya saja dalam pelaksanaannyadisesuaikan dengan
kondisi anak.
e) Orang Tua
Untuk memberikan wawasan pada orang tua, perlu dibentuk Perkumpulan
Orang Tua Siswa, sebagai sarana penyebaran berbagi pengalaman sesama
seperti informasi baru dari informasi internet, buku-buku bahkan jika mungkin
tatap muka dengan tokoh yang berkaitan dalam pendidikan untuk anak autistik
atau anak dengan kebutuhan khusus.
f) Masalah Sarana Belajar
Dengan menyediakan materi-materi yang mungkin diperlukan untuk
kepentingan terapi anak-anaknya misalnya :
− Textbook berbahasa Inggris dan Indonesia,
− Buku-buku pelajaran siswa,
− Kartu-kartu PECS, Compics, Flashcard, dlsb,
− Pegs, balok kayu, puzzle dan mainan edukatif lainnya.
− Source: Dikdasmen Depdiknas
31
Bab III
Tinjauan Asuhan Keperawatan
Asuhan Keperawatan Anak Dengan Masalah Autis
A. Pengkajian
Pengkajian pada anak dengan masalah tumbuh kembang antara lain :
di temukan adanya ketidak mampuan atau kesulitan untuk melakukan tugas
perkembangan sesuai dengan kelmpok usia dalam tahap pencapaian tumbuh
kembang di atas, adanya perubahan pertumbuhan fisik, seperti berat badan,
tinggi badan tidak sesuai dengan standar pencapaian, perubahan perkembangan
saraf seperti gangguan motrik, bahasa dan adaptasi sosial, perubahan
perkembangan mental seperti adanya retardasi mental, perubahan
perkembangan perilaku seperti hiperaktif, gangguan belajar, dan lain-lain.
Adanya ketidak mauan melakukan perawatan diri atau kontrol diri dalam
beraktivitas sesuai dengan usianya, pada bayi adanya gangguan tidur dan
kurang memeperhatikan.
B. Diagnosa keperawatan
Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan :
1. Penurunan kemampuan fisik atau ketergantungan disebabkan adanya
kerusakan pada sistem tubuh/ penyakit tertentu.
2. Perpisahan orang terdekat atau tidak adequatnya stimulasi sensori.
3. Perubahan lingkungan (konflik atau stresor)
4. Keterbatasan kesempatan untuk memenuhi kebutuhan sosialisasi
C. Perencanaan dan intervensi keperawatan
1. Apabila anak dengan masalah khusus seperti:
1) Masalah gagal tumbuh dapat dilakukan adalah dengan cara memberikan
stimulasi lingkungan pada anak, memberikan makanan tambahan untuk
mengurangi defisiensi protein, vitamin dan lain-lain, memberikan psikoterapi
pada keluarga dan memberikan alternatif orang tua asuh.
32
2) Gangguan makan dapat dilakukan antara lain dengan memberikan terapi
simtomatis apabila terjadi gangguan malnutrisi, melakukan psikoterapi pada
keluarga, dan memberikan terapi kombinasi dalam makanan.
3) Gangguan tidur dapat dilakukan antara lain dengan cara melindungi anak
dari kecelakaan (cedera), memberikan kenyamanan dan bantu anak
sewaktu tidur dan melakukan kalaborasi dengan dokter bila terjadi
gangguan berkepanjangan.
4) Enuresis fungsional dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut
antara lain membatasi pemasukan cairan sebelum tidur, melatih
mengendalikan retensi, latihan menahan kencing, positif reinforcement,
toileting training yang benar dan melakukan kalaborasi dengan dokter
dalam pemberian: obat golongan amfetaminuntuk mengurangi kedalaman
tidur anak, golonganantikolinergikuntuk mengurangi kontraksi otot detrusor
sehingga di harapkan terjadi retensi urine dan lain-lain.
5) Enkopresis fungsional dapat dilakukan adalah berikut melatih anak untuk
toileting dalam buang air besar, memberikan psikoterapi pada keluarga dan
melakukan kolabrasi dengan dokter apabila terjadi lebih lanjut.
6) Gagap dapat dilakukan antara lain dengan cara terapi psikologi membantu
mengatasi masalah anak, psikoterapi pada orang tua dan melakukan
kolaborasi dengan dokter dalam mengatasi patologis.
7) Mutisme efektif dapat dilakukan dengan cara memberikan terapi
suportifpada anak agar mau berbicara, dapat dilakukan reinforcement yang
positif dan psikoterapi pada keluarga anak.
2. Ajarilah orang tua terhadap tugas perkembangan anak sesuai dengan
kelompok
3. Berikan kesempatan anak untuk melaksanakan tugas perkembangan anak.
4. Lakukan tindakan keperawatan sesuai dengan kelompok usia tumbuh
kembang seperti di bawah ini :
1) 0-1 tahun
33
− Berikan stimulasi dengan menggunakan bermacam mainan yang
berwarna di tempat tidur seperti mobil, mainan dengan musik, dan lain-
lain.
− Pangku atau gendong anak saat mau makan dalam lingkungan yang
tenang.
− Berikan waktu istirahat dan lakukan observasi kepada orang tua selama
interaksi dan makan.
− Berikan perawatan secara penuh (pengasuhan)
− Biarkan tangan dan kaki bebas jika memungkinkan.
2) 1-31/2 tahun
− Anjurkan melakukan perawatan diri sendiri seperti makan sendiri, pakai
baju sendiri, mandi, dan lain-lain.
− Berikan stimulasi atau dorong untuk mengemukakan kata atau bahasa.
− Beri kesempatan bermain dengan kelompok sebayanya seperti teka-teki,
buku dengan gambar-gambar, mobil mobilan, balok mainan dan lain-lain.
− Anjurkan orang tua untuk aktif dalam perawatan.
3) 31/2-5 tahun
− Anjurkan melakukan perawatan diri sendiri seperti pakai baju sendiri,
mandi, merawat mulut, rambut dan lain-lain
− Berikan kesempatan bermain dengan kelompok seperti model mainan
musik, boneka, buku-buku, kendaraan sepeda roda tiga, dan lain-lain.
− Berikan buku cerita
− Anjurkan orang tua untuk aktif dalam perawatan anak.
4) 5-11 tahun
− Bicarakan dengan anak tentang perawatan yang akan dilakukan dan
mintakan masukan dari anak.
− Berikan kesempatan pada anak untuk berinteraksi dengan anak-anak
lainnya
− Hargai perilaku yang positif
− Berikan buku cerita dan mainan seperti buku teka-teki, video
games,melukis atau lainnya.
34
− Orientasikan dengan lingkungan sekitar.
5) 11-15 tahun
− Bicarakan dengan anak tentang perawatan yang akan dilakukan dan
mintakan masukan dari anak.
− Berikan kesempatan pada anak untuk berinteraksi dengan anak-anak
lainnya.
− Libatkan dalam segala tindakan keperawatan
− Anjurkan orang tua, saudaranya untuk berkunjungan atau berinteraksi
dengan anak
− Lakukan identifikasi minat dan hobi anak.
D. Evaluasi keperawatan
Anak menunjukan perubahan dan perkembangan yang lebih baik dan terjadi
pencapaian dalam tugas perkembangan sesuai dengan kelompok usia dan
ukuran fisik sesuai dengan batasan ideal anak.
35
Bab IV
Penutup
A. Kesimpulan
Autisme merupakan gangguan perkembangan yang berat pada anak. Gejalanya
sudah tampak sebelum anak mencapai usia tiga tahun. Perkembangan mereka
menjadi terganggu terutama dalam komunikasi, interaksi, dan perilaku. Misalnya,
pada usia 2-3 tahun, dimasa anak balita lain mulai belajar bicara, anak autis
tidak menampakan tanda-tanda perkembangan bahasa. Kadang ia
mengeluarkan suara tanpa arti. Namun anehnya, sekali-kali ia bisa menirukan
kalimat atau nyanyian yang sering didengar.tapi bagi dia, kalimat ini tidak ada
maknanya.banyak kalangan yang harus dilibatkan mulai dari orang tua, dokter,
paraprofesional,perawat anakautisdan juga faktr lingkungan. Karena itu,
pemahaman dari berbagai pihak terhadap kondisi sang anak menjadi sangat
penting, juga pengetahuan tentang penyakit itu sendiri.
Yang terpenting, terapi yang diberikan kepada setiap anak autisme hendaknya
tetap melibatkan peran serta orang tua secara aktif. Tujuannya agar setiap orang
tua merasa memiliki andil atas kemajuan yang dicapai anak autisma mereka
dalam setiap fase terapi. Dengan kata lain, orang tua tidak hanya memasrahkan
perbaikan anak autisme kepada para ahli atau terapis tetapi juga turut
menentukan tingkat perbaikan yang perlu dicapai oleh sianak. Dengan demikian,
akan terbentuk suatu ikatan emosional yang lebih kuat antara orang tua dengan
anak autismenya dan hal ini diharapkan akan mendukung perkembangan
emosional dan mental si anak menjadi lebih baik dari sebelumnya.
36
Daftar Pustaka
Maulana, mirza.(2008). Anak Autis / Mendidik Anak Autis Dan Gangguan Mental Lain Menuju Anak Sehat. Jogjakarta. Penerbit : Kata Hati.
Purwati, H, Nyimas.(2009). Tehnik Bermain Kreatif Verbal & Non Verbal Pada Anak Autisme (internet), staf pengajar dari PSIK FKK UMY. Available from : http://www.innappni.or.id/index.php?name=News&file=article&sid=129 [accessed 19 oktober 2009]
Definisi autisme. http://indonetasia.com/definisionline/?p=111 . [accessed 19 oktober 2009]
http://www.indonesiaindonesia.com/f/52817-pengertian-autisma-autisme. [accessed 19 oktober 2009]
http://www.duniapsikologi.dagdigdug.com [accessed 19 oktober 2009]
http://www.lekompress.web.id/2009/04/definisi-autisme.html [accessed 19 oktober 2009] http://puterakembara.org/archives/00000097.shtml [accessed 19 oktober 2009]
KEBIJAKAN PELAYANAN Pendidikan Bagi Anak Autis. http://www.unj.ac.id/fip/plb.html. [accessed 19 oktober 2009]
Hidayat,A,A,(2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Jakarta. Penerbit : Salemba Medika.
.
37