Download - Askep Hisprung
Askep Hisprung ( Asuhan Keperawatan pada Penyakit Hisprung ) okey sobat silahkan copy artikelnya di bawah ini semuanya sudah lengkap, okey saya rasa to the point saja deh:
Pengertian Hisprung
Penyakit Hisprung (Hirschprung) adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus (Ariff Mansjoer, dkk. 2000). Dikenalkan pertama kali oleh Hirschprung tahun 1886. Zuelser dan Wilson , 1948 mengemukakan bahwa pada dinding usus yang menyempit tidak ditemukan ganglion parasimpatis.Penyakit Hisprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon. Penyakit ini merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai persarafan (aganglionik). Jadi, karena ada bagian dari usus besar (mulai dari anus kearah atas) yang tidak mempunyai persarafan (ganglion), maka terjadi “kelumpuhan” usus besar dalam menjalanakan fungsinya sehingga usus menjadi membesar (megakolon). Panjang usus besar yang terkena berbeda-beda untuk setiap individu.
HisprungEtiologi Penyakit Hisprung
Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan dinding usus, mulai dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70 % terbatas di daerah rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus.Diduga terjadi karena faktor genetik sering terjadi pada anak dengan Down Syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.Gejala Penyakit HisprungAkibat dari kelumpuhan usus besar dalam menjalankan fungsinya, maka tinja tidak dapat keluar. Biasanya bayi baru lahir akan mengeluarkan tinja pertamanya (mekonium) dalam 24 jam pertama. Namun pada bayi yang menderita penyakit Hisprung, tinja akan keluar terlambat atau bahkan tidak dapat keluar sama sekali. Selain itu perut bayi juga akan terlihat menggembung, disertai muntah. Jika dibiarkan lebih lama, berat badan bayi tidak akan bertambah dan akan terjadi gangguan pertumbuhan.Patofisiologi Penyakit Hisprung
Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionik hampir selalu ada dalam rektum dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rektum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon ( Betz, Cecily & Sowden, 2002:197).Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal.Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar ( Price, S & Wilson, 1995 : 141 ).Pemeriksaan Tambahan pada Penyakit HisprungPemeriksaan colok dubur untuk menilai adanya pengenduran otot dubur.Pemeriksaan tambahan lain yang dapat dilakukan adalah roentgen perut, barium enema, dan biopsi rektum. Roentgen perut bertujuan untuk melihat apakah ada pembesaran/pelebaran usus yang terisi oleh tinja atau gas. Barium enema, yaitu dengan memasukkan suatu cairan zat radioaktif melalui anus, sehingga nantinya dapat terlihat jelas di roentgen sampai sejauh manakah usus besar yang terkena penyakit ini. Biopsi (pengambilan contoh jaringan usus besar dengan jarum) melalui anus dapat menunjukkan secara pasti tidak adanya persarafan pada usus besar. Biopsi ini biasanya dilakukan jika usus besar yang terkena penyakit ini cukup panjang atau pemeriksaan barium enema kurang dapat menggambarkan sejauh mana usus besar yang terkena.Komplikasi Penyakit Hisprung
Enterokolitis nekrotikans, pneumatosis usus, abses perikolon, perforasi dan septikemia.Penatalaksanaan klien dengan Hisprung
1. Konservatif. Pada neonatus dilakukan pemasangan sonde lambung serta pipa rektal untuk mengeluarkan mekonium dan udara.2. Tindakan bedah sementara. Kolostomi pada neonatus, terlambat diagnosis, enterokolitis berat dan keadaan umum buruk.3. Tindakan bedah defenitif. Mereseksi bagian usus yang aganglionosis dan membuat anastomosis.Asuhan Keperawatan pada klien dengan Hisprung
A. Pengkajian.1. Identitas.Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan merupakan kelainan tunggal. Jarang pada bayi prematur atau bersamaan dengan kelainan bawaan lain. Pada segmen aganglionosis dari anus sampai sigmoid lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Sedangkan kelainan yang melebihi sigmoid bahkan seluruh kolon atau usus halus ditemukan sama banyak pada anak laki-laki dan perempuan (Ngastiyah, 1997).2. Riwayat Keperawatan.
a. Keluhan utama.Obstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir. Trias yang sering ditemukan adalah mekonium yang lambat keluar (lebih dari 24 jam setelah lahir), perut kembung dan muntah berwarna hijau. Gejala lain adalah muntah dan diare.b. Riwayat penyakit sekarang.Merupakan kelainan bawaan yaitu obstruksi usus fungsional. Obstruksi total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evakuasi mekonium. Bayi sering mengalami konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Namun ada juga yang konstipasi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen, dan demam. Diare berbau busuk dapat terjadi.c. Riwayat penyakit dahulu.Tidak ada penyakit terdahulu yang mempengaruhi terjadinya penyakit Hirschsprung.d. Riwayat kesehatan keluarga.Tidak ada keluarga yang menderita penyakit ini diturunkan kepada anaknya.e. Riwayat kesehatan lingkungan.Tidak ada hubungan dengan kesehatan lingkungan.f. Imunisasi.Tidak ada imunisasi untuk bayi atau anak dengan penyakit Hirschsprung.g. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.h. Nutrisi.3. Pemeriksaan fisik.a. Sistem kardiovaskuler.Tidak ada kelainan.b. Sistem pernapasan.Sesak napas, distres pernapasan.c. Sistem pencernaan.Umumnya obstipasi. Perut kembung/perut tegang, muntah berwarna hijau. Pada anak yang lebih besar terdapat diare kronik. Pada colok anus jari akan merasakan jepitan dan pada waktu ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan mekonium atau tinja yang menyemprot.d. Sistem genitourinarius.e. Sistem saraf.Tidak ada kelainan.f. Sistem lokomotor/muskuloskeletal.Gangguan rasa nyaman.g. Sistem endokrin.Tidak ada kelainan.h. Sistem integumen.Akral hangat.i. Sistem pendengaran.Tidak ada kelainan.4. Pemeriksaan diagnostik dan hasil.a. Foto polos abdomen tegak akan terlihat usus-usus melebar atau terdapat gambaran obstruksi usus rendah.b. Pemeriksaan dengan barium enema ditemukan daerah transisi, gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian menyempit, enterokolitis pada segmen yang melebar dan terdapat retensi barium setelah 24-48 jam.
c. Biopsi isap, mencari sel ganglion pada daerah sub mukosa.d. Biopsi otot rektum, yaitu pengambilan lapisan otot rektum.e. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase dimana terdapat peningkatan aktivitas enzim asetilkolin eseterase.B. Masalah pemenuhan kebutuhan dasar (pohon masalah).
Pohon Masalah Askep HisprungC. Diagnosa Keperawatan pada Askep Hisprung
1. Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak adanya daya dorong.2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang inadekuat.3. Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.4. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.5. Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan keadaan status kesehatan anak.D. Perencanaan Keperawatan pada Askep Hisprung
1. Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak adanya daya dorong.Tujuan : klien tidak mengalami ganggguan eliminasi dengan kriteria defekasi normal, tidak distensi abdomen.Intervensi :
Monitor cairan yang keluar dari kolostomi. Rasional : Mengetahui warna dan konsistensi feses dan menentukan rencana selanjutnyaPantau jumlah cairan kolostomi. Rasional : Jumlah cairan yang keluar dapat dipertimbangkan untuk penggantian cairanPantau pengaruh diet terhadap pola defekasi. Rasional : Untuk mengetahui diet yang mempengaruhi pola defekasi terganggu.2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang inadekuat.Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria dapat mentoleransi diet sesuai kebutuhan secara parenteal atau per oral.Intervensi :Berikan nutrisi parenteral sesuai kebutuhan. Rasional : Memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairanPantau pemasukan makanan selama perawatan. Rasional : Mengetahui keseimbangan nutrisi sesuai kebutuhan 1300-3400 kaloriPantau atau timbang berat badan. Rasional : Untuk mengetahui perubahan berat badan3. Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.Tujuan : Kebutuhan cairan tubuh terpenuhi dengan kriteria tidak mengalami dehidrasi, turgor kulit normal.Intervensi :Monitor tanda-tanda dehidrasi. Rasional : Mengetahui kondisi dan menentukan langkah selanjutnyaMonitor cairan yang masuk dan keluar. Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan tubuhBerikan caiaran sesuai kebutuhan dan yang diprograrmkan. Rasional : Mencegah terjadinya dehidrasi4. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi dengan kriteria tenang, tidak menangis, tidak mengalami gangguan pola tidur.Intervensi :Kaji terhadap tanda nyeri. Rasional : Mengetahui tingkat nyeri dan menentukan langkah selanjutnyaBerikan tindakan kenyamanan : menggendong, suara halus, ketenangan. Rasional : Upaya dengan distraksi dapat mengurangi rasa nyeriBerikan obat analgesik sesuai program. Rasional : Mengurangi persepsi terhadap nyeri yamg kerjanya pada sistem saraf pusatDaftar PustakaKuzemko, Jan, 1995, Pemeriksaan Klinis Anak, alih bahasa Petrus Andrianto, cetakan III, EGC, Jakarta.Lyke, Merchant Evelyn, 1992, Assesing for Nursing Diagnosis ; A Human Needs Approach,J.B. Lippincott Company, London.Mansjoer, dkk. 2000, Kapita Selekta Kedokteran, ed.3, Media Aesculapius, Jakarta.Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta.
Asuhan Keperawatan Hisprung
A. Pengertian
Ada beberapa pengertian mengenai Mega Colon, namun pada intinya sama yaitu penyakit yang disebabkan oleh obstruksi mekanis yang disebabkan oleh tidak adekuatnya motilitas pada usus sehingga tidak ada evakuasi usus spontan dan tidak mampunya spinkter rectum berelaksasi.
Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel – sel ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan ( Betz, Cecily & Sowden : 2000 ). Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir 3 Kg, lebih banyak laki – laki dari pada perempuan. ( Arief Mansjoeer, 2000 ).
B. Etiologi
Adapun yang menjadi penyebab Hirschsprung atau Mega Colon itu sendiri adalah diduga terjadi karena faktor genetik dan lingkungan sering terjadi pada anak dengan Down syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.
C. Patofisiologi
Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon ( Betz, Cecily & Sowden, 2002:197).
Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal.
Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar ( Price, S & Wilson, 1995 : 141 ).
D. Manifestasi Klinis
Bayi baru lahir tidak bisa mengeluarkan Meconium dalam 24 – 28 jam pertama
setelah lahir. Tampak malas mengkonsumsi cairan, muntah bercampur dengan cairan empedu
dan distensi abdomen. (Nelson, 2000 : 317).
Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi dengan Penyakit
Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai berikut. Obstruksi total saat lahir
dengan muntaah, distensi abdomen dan ketidakadaan evakuasi mekonium. Keterlambatan
evakuasi meconium diikuti obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala rigan berupa
konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut.
Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam. Adanya feses
yang menyemprot pas pada colok dubur merupakan tanda yang khas. Bila telah timbul
enterokolitis nikrotiskans terjadi distensi abdomen hebat dan diare berbau busuk yang dapat
berdarah ( Nelson, 2002 : 317 ).
1. Anak – anak
a Konstipasi
b Tinja seperti pita dan berbau busuk
c Distenssi abdomen
d Adanya masa difecal dapat dipalpasi
e Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemi ( Betz cecily & sowden, 2002 : 197 ).
2. Komplikasi
a Obstruksi usus
b Konstipasi
c Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
d Entrokolitis
e Struktur anal dan inkontinensial ( pos operasi ) ( Betz cecily & sowden, 2002 : 197 )
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan dengan barium enema, dengan pemeriksaan ini akan bisa ditemukan :
a Daerah transisi
b Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus yang menyempit
c Entrokolitis padasegmen yang melebar
d Terdapat retensi barium setelah 24 – 48 jam ( Darmawan K, 2004 : 17 )
2. Biopsi isap
Yaitu mengambil mukosa dan sub mukosa dengan alat penghisap dan mencari sel
ganglion pada daerah sub mukosa ( Darmawan K, 2004 :17 )
3. Biopsi otot rektum
Yaitu pengambilan lapisan otot rektum
4. Periksaan aktivitas enzim asetil kolin esterase dari hasil biobsi isap pada penyakit ini khas
terdapat peningkatan, aktifitas enzimasetil kolin esterase ( Darmawan K, 2004 : 17 )
5. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsi usus
( Betz, cecily & Sowden, 2002 : 197 )
6. Pemeriksaan colok anus
Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu tinja yang
menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahu bahu dari tinja, kotoran yang menumpuk
dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan akan terjadi pembusukan.
F. Penatalaksanaan
1. Medis
Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di usus besar untuk membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas usus besar sehingga normal dan juga fungsi spinkter ani internal.
Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis yaitu :
a Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik untuk melepaskan
obstruksi dan secara normal melemah dan terdilatasinya usus besar untuk
mengembalikan ukuran normalnya.
b Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat berat anak mencapai
sekitar 9 Kg ( 20 pounds ) atau sekitar 3 bulan setelah operasi pertama ( Betz Cecily &
Sowden 2002 : 98 )
Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti Swenson,
Duhamel, Boley & Soave. Prosedur Soave adalah salah satu prosedur yang paling
sering dilakukan terdiri dari penarikan usus besar yang normal bagian akhir dimana
mukosa aganglionik telah diubah ( Darmawan K 2004 : 37 )
2. Perawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaanya bila ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan utama antara lain :
a Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak secara
dini
b Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak
c Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis ( pembedahan )
d Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang ( FKUI,
2000 : 1135 )
Pada perawatan preoperasi harus diperhatikan juga kondisi klinis anak – anak
dengan mal nutrisi tidak dapat bertahan dalam pembedahan sampai status fisiknya
meningkat. Hal ini sering kali melibatkan pengobatan simptomatik seperti enema.
Diperlukan juga adanya diet rendah serat, tinggi kalori dan tinggi protein serta situasi
dapat digunakan nutrisi parenteral total ( NPT )
Konsep Tumbuh Kembang Anak
Konsep tumbuh kembang anak difokuskan pada usia todler yakni 1 – 3 tahun bisa juga
dimasukkan dalam tahapan pre operasional yakni umur 2 – 7 tahun. Menurut Yupi. S ( 2004 )
berdasarkan teori peaget bahwa masa ini merupakan gambaran kongnitif internal anak tentang
dunia luar dengan berbagai kompleksitasnya yang tumbuh secara bertahap merupakan suatu
masa dimana pikiran agak terbatas. Anak mampu menggunakan simbul melalui kata – kata,
mengingat sekarang dan akan datang. Anak mampu membedakan dirinya sendiri dengan objek
dalam dunia sekelilingnya baik bahasa maupun pikiranya bercirikan egesenterisme, ia tidak
mahu menguasai ide persamaan terutama berkaitan dengan masalah–masalah secara logis, tetapi
dalam situasi bermain bebas ia cenderung untuk memperlihatkan perilaku logis dan berakal sehat
pada tahap ini akan mulai mengenal tubuhnya
Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau
dimensi tingkat sel, organ maupun individu yang dapat diukur dengan ukuran berat ( gram,
pounnd, kilogram ). Ukuran panjang ( cm, meter ). Umur tulang dan keseimbangan metabolik
( retensi kalium dan nitrogen tubuh ). Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam
struktur dan fungsi yang lebih komplek dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai
hasil dari proses pematangan ( Soetjiningsih, 1998: 1 ).
Pada pertumbuhan fisik dapat dinilai pertambahan berat badan sebanyak 2,2 Kg/ tahun
dan tinggi badan akan bertambah kira – kira 7,5 cm/ tahun. Proporsi tumbuh berubah yaitu
lengan dan kaki tumbuh lebih cepat dari pada kepala dan badan lorosis lumbal pada medulla
spinalis kurang terlihat dan tungkai mempunyai tampilan yang bengkok. Lingkar kepala
meningkat 2,5 cm/ tahun dan fontanella anterior menutup pada usia 15 bulan. Gigi molar
pertama dan molar kedua serta gigi taring mulai muncul ( Betz & Sowden, 2002: 546 ).
1. Strategi Pengurangan Dampak Hospitalisasi Pada Usia Todler
Pada usia todler anak cenderung egosentris maka dalam menjelaskan prosedur dalam
hubungan dengan cara apa yang akan anak lihat, dengar, bau, raba dan rasakan. Katakan pada
anak tidak apa- apa menangis atau gunakan ekspresi verbal untuk mengatakan tidak nyaman.
Pada usia ini juga mengalami keterbatasan kemampuan berkomunikasi lebih sering
menggunakan perilaku atau sikap. Sedikit pendekatan yang sederhana menggunkan contoh
peralatan yang kecil ( ijinkan anak untuk memegang peralatan ) menggunakan permainan.
Pada usia ini menjadikan hubungan yang sulit antara anak dengan perawat diperlukan
orang tua pada keadaan ini, apapun cara yang dilakukan anaka harus merupakan
pertimbangan pertama. Ibu harus didorong untuk tinggal atau paling sedikit mengunjungi
anaknya sesering mungkin ( Yupi, S 2004).
2. Fokus Intervensi
a. Konstipasi berhubungan dengan obstruksi ketidakmampuan Kolon mengevakuasi feces
( Wong, Donna, 2004 : 508 )
Tujuan :
1. anak dapat melakukan eliminasi dengan beberapa adaptasi sampai fungsi eliminasi
secara normal dan bisa dilakukan
Kriteria Hasil
1. Pasien dapat melakukan eliminasi dengan beberapa adapatasi
2. Ada peningkatan pola eliminasi yang lebih baik
Intervensi :
1. Berikan bantuan enema dengan cairan Fisiologis NaCl 0,9 %
2. Observasi tanda vital dan bising usus setiap 2 jam sekali
3. Observasi pengeluaran feces per rektal – bentuk, konsistensi, jumlah
4. Observasi intake yang mempengaruhi pola dan konsistensi feses
5. Anjurkan untuk menjalankan diet yang telah dianjurkan
b. Perubahan nutrisi kurang dan kebutuhan tubuh berhubungan dengan saluran pencernaan
mual dan muntah
Tujuan :
1. Pasien menerima asupan nutrisi yang cukup sesuai dengan diet yang dianjurkan
Kriteria Hasil
1. Berat badan pasien sesuai dengan umurnya
2. Turgor kulit pasien lembab
3. Orang tua bisa memilih makanan yang di anjurkan
Intervensi
1. Berikan asupan nutrisi yang cukup sesuai dengan diet yang dianjurkan
2. Ukur berat badan anak tiap hari
3. Gunakan rute alternatif pemberian nutrisi ( seperti NGT dan parenteral ) untuk
mengantisipasi pasien yang sudah mulai merasa mual dan muntah
c. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan intake yang kurang (Betz, Cecily &
Sowden 2002:197)
Tujuan :
1. Status hidrasi pasien dapat mencukupi kebutuhan tubuh
Kriteria Hasil
1. Turgor kulit lembab.
2. Keseimbangan cairan.
Intervensi
1. Berikan asupan cairan yang adekuat pada pasien
2. Pantau tanda – tanda cairan tubuh yang tercukupi turgor, intake – output
3. Observasi adanay peningkatan mual dan muntah antisipasi devisit cairan tubuh dengan
segera
d. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit dan pengobatanya. ( Whaley & Wong,
2004 ).
Tujuan : pengetahuan pasien tentang penyakitnyaa menjadi lebih adekuat
Kriteria hasil :
1. Pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakitnyaa, perawatan dan obat – obatan.
Bagi penderita Mega Colon meningkat daan pasien atau keluarga mampu
menceritakanya kembali
Intervensi
1. Beri kesempatan pada keluarga untuk menanyakan hal – hal yang ingn diketahui
sehubunagndengan penyaakit yang dialami pasien
2. Kaji pengetahuan keluarga tentang Mega Colon
3. Kaji latar belakang keluarga
4. Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan serta obat – obatan pada keluarga
pasien
5. Jelaskan semua prosedur yang akan dilaksanakan dan manfaatnya bagi pasien
Menggunakan liflet aatau agmbar dalam menjelaskan ( Suriadi & Yuliani, 2001: 60 ).
DAFTAR PUSTAKA
A. Price, S. (1995). Patofisiologi. Jakarta: EGC
Arief Mansjoer( 2000 ), Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3, Jakarta : Media Aesculapius FKUI
Betz, Cecily & Sowden. ( 2002 ). Buku Saku Keperawatan Pediatrik, Alih bahasa Jan
Tambayong. Jakarta : EGC
Carpenito. LJ ( 2001 ). Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Alih bahasa Monica Ester.
Jakarta : EGC
Darmawan K ( 2004 ). Penyakit Hirschsprung. Jakarta : sagung Seto.
Hambleton, G ( 1995 ). Manual Ilmu Kesehatan Anak di RS. Alih bahasa Hartono dkk. Jakarta :
Bina Rupa Aksara
Nelson, W. ( 2000 ). Ilmu Kesehatan Anak. Alih Bahasa A Samik Wahab. Jakarta : EGC
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI ( 2000 ). Ilmu Kesehatan Anak I. Jakarta : Infomedika
Jakaarta.
Suherman. ( 2000 ). Buku Saku Perkembanagn Anak. Jakarta : EGC
Suryadi dan Yuliani, R ( 2001 ) Asuhan Keperwatan Pada Anak. Jakarta : CV. Sagung Seto
Wong, Donna ( 2004 ). Keperawatan Pediatrik. Alih Bahasa Monica Ester. Jakarta : EGC
Yupi, S. (2004). Konsep dasar keperawatan anak. Jakarta: EGC
ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP) HISPRUNG
NUZULUL ZULKARNAIN HAQ
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel-sel ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid colon. Dan ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan (Betz, Cecily & Sowden: 2000). Penyakit hirschsprung atau mega kolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir 3 Kg, lebih banyak laki-laki dari pada perempuan. (Arief Mansjoeer, 2000).
Melakukan asuhan keperawatan (askep) pada pasien dengan gangguan hisprung merupakan aspek legal bagi seorang perawat walaupun format model asuhan keperawatan di berbagai rumah sakit berbeda-beda. Seorang perawat profesional di dorong untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan seoptimal mungkin, memberikan informasi secara benar dengan memperhatikan aspek legal etik yang berlaku. Metode perawatan yang baik dan benar merupakan salah satu aspek yang dapat menentukan kualitas “asuhan keperawatan” (askep) yang diberikan yang secara langsung maupun tidak langsung dapat meningkatkan brand kita sebagai perawat profesional dalam pelayanan pasien gangguan hisprung.Pemberian asuhan keperawatan pada tingkat anak, remaja, dewasa, hingga lanjut usia hingga bagaimana kita menerapkan manajemen asuhan keperawatan secara tepat dan ilmiah diharapkan mampu meningkatkan kompetensi perawat khususnya.
1.2 Tujuan
1.2.1 Untuk mengetahui definisi dari Hisprung
1.2.2 Untuk mengetahui etiologi dari Hisprung
1.2.3 Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Hisprung
1.2.4 Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Hisprung
1.2.5 Untuk mengetahui Web of Cause dari hirsprung
1.2.6 Untuk mengetahui Askep hirsprung pada pasien anak
1.3 Rumusan Masalah
1.3.1 Apa definisi dari Hisprung
1.3.2 Apa etiologi dari Hisprung
1.3.3 Apa manifestasi klinis dari Hisprung
1.3.4 Apa penatalaksanaan dari Hisprung
1.3.5 BagaimanaWeb of Cause dari hirsprung
1.3.6 Bagaimana Askep hirsprung pada pasien anak
1.4 Manfaat
1.4.1 Mengetahui definisi dari Hisprung
1.4.2 Mengetahui etiologi dari Hisprung
1.4.3 Mengetahui manifestasi klinis dari Hisprung
1.4.4 Mengetahui penatalaksanaan dari Hisprung
1.4.5 Mengetahui Web of Cause dari hirsprung
1.4.6 Mengetahui Askep hirsprung pada pasien anak
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Penyakit hisprung atau megakolon aganglionik bawaan diebabkan leh kelainan inervasi usus, di mulai dari sfingter ani interna dan meluas ke proximal, melibatkan panjang usus yang bervariasi. Hisprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah yang paling sering terjadi pada neonatus, dengan insiden 1:1500 kelahiran hidup. Laki-laki lebih banyak daripada perempuan 4:1 dan ada insiden keluarga pada penyakit segmen panjang. Hisprung dengan bawaan lain
termasuk sindrom down, sindrom laurance moon-barderbield dan sindrom wardenburg serta kelainan kardivaskuler. (Behrman, 1996)
Penyakit hisprung disebabkan oleh tak adanya sel ganglion kongenital dalam pleksus intramural usus besar. Segmen yang terkena bisa sangat pendek. Tampil pada usia muda dengan konstipasi parah. Enema barium bisa menunjukkan penyempitan segmen dengan dilatasi colon di proksimal. Biopsi rectum bisa mengkonfirmasi diagnosis, jika jaringan submukosa di cakup. Terapi simtomatik bisa bermanfaat, tetapi kebanyakan pasien memerlukan pembedahan (G. Holdstock, 1991)
2.2 Etiologi
Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan dinding usus, mulai dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70 % terbatas di daerah rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus. Diduga terjadi karena faktor genetik sering terjadi pada anak dengan Down Syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus (Budi, 2010).
2.3 Manifestasi Klinis
Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi akibat dari kelumpuhan usus besar dalam menjalankan fungsinya, sehingga tinja tidak dapat keluar. Biasanya bayi baru lahir akan mengeluarkan tinja pertamanya (mekonium) dalam 24 jam pertama. Namun pada bayi yang menderita penyakit Hisprung, tinja akan keluar terlambat atau bahkan tidak dapat keluar sama sekali. Selain itu perut bayi juga akan terlihat menggembung, disertai muntah. Jika dibiarkan lebih lama, berat badan bayi tidak akan bertambah dan akan terjadi gangguan pertumbuhan (Budi, 2010).
Menurut Anonim (2010) gejala yang ditemukan pada bayi yang baru lahir adalah:Dalam rentang waktu 24-48 jam, bayi tidak mengeluarkan Meconium (kotoran pertama bayi yang berbentuk seperti pasir berwarna hijau kehitaman)
1. Malas makan2. Muntah yang berwarna hijau3. Pembesaran perut (perut menjadi buncit)
Pada masa pertumbuhan (usia 1 -3 tahun):
1. Tidak dapat meningkatkan berat badan2. Konstipasi (sembelit)3. Pembesaran perut (perut menjadi buncit)
4. Diare cair yang keluar seperti disemprot5. Demam dan kelelahan adalah tanda-tanda dari radang usus halus dan dianggap sebagai
keadaan yang serius dan dapat mengancam jiwa.
Pada anak diatas 3 tahun, gejala bersifat kronis :
1. Konstipasi (sembelit)2. Kotoran berbentuk pita3. Berbau busuk4. Pembesaran perut5. Pergerakan usus yang dapat terlihat oleh mata (seperti gelombang)6. Menunjukkan gejala kekurangan gizi dan anemia
2.4 Penatalaksanaan
Menurut Yuda (2010), penatalaksanaan hirsprung ada dua cara, yaitu pembedahan dan konservatif.
a) Pembedahan
Pembedahan pada mega kolon/penyakit hisprung dilakukan dalam dua tahap. Mula-mula dilakukan kolostomi loop atau double barrel sehingga tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan hipertrofi dapat kembali normal (memerlukan waktu kira-kira 3 sampai 4 bulan).
Tiga prosedur dalam pembedahan diantaranya:
1. Prosedur duhamel
Dengan cara penarikan kolon normal ke arah bawah dan menganastomosiskannya di belakang usus aganglionik, membuat dinding ganda yaitu selubung aganglionik dan bagian posterior kolon normal yang telah ditarik
1. Prosedur swenson
Membuang bagian aganglionik kemudian menganastomosiskan end to end pada kolon yang berganglion dengan saluran anal yang dilatasi dan pemotongan sfingter dilakukan pada bagian posterior
1. Prosedur soave
Dengan cara membiarkan dinding otot dari segmen rektum tetap utuh kemudian kolon yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus tempat dilakukannya anastomosis antara kolon normal dan jaringan otot rektosigmoid yang tersisa
b) Konservatif
Pada neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif melalui pemasangan sonde lambung serta pipa rectal untuk mengeluarkan mekonium dan udara.
DOWNLOAD : WOC ASKEP HISPRUNG
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HISPRUNG
STUDY KASUS
Seorang anak M (pr) berusia 1 bulan dibawa ibunya ke rumah sakit pada tanggal 2 Juni 2008 dikarenakan perutnya kembung dan tidak bisa BAB. Setelah mendapatkan pelayanan dari rumah sakit, ibumengatakan, anaknya baru bisa BAB jika diberi obat lewat dubur, anaknya sudah tidak muntah dan sudah bisa BAB, jadi sudah sembuh, mestinya boleh pulang, ibu bingung karena dokter umum membolehkan pulang dan rawat jalan tapi dokter spesialis anak belum boleh karena sekalian mau di operasi.
3.1 Pengkajian
1. Biodata
Data bayi
Nama : By. M
Jenis kelamin : perempuan
Tanggal Lahir : 8 Mei 2008
Tanggal MRS : 2 juni 2008
BB/PB : 2900 g/ 54cm
Dx medis : hirsprung
Pengkajian : 9 Juni
Data Ibu
Nama : Ny. K
Pekerjaan : Tidak kerja
Pendidikan : SLTA
Alamat : Kedinding Tenagh SBY
Nama ayah : Tn T
Pekerjaan : PT PAL
Pendidikan : SLTA
1. Keluhan utama
tidak bisa BAB sehingga perut anak besar sehingga tidak mau makan dan minum
1. Riwayat penyakit sekarang
Kembung, pasien muntah setelah minum susu, muntah berupa susu yang diminum, muntah sejak 3 hari yang lalu.
1. Riwayat penyakit sebelumnya
Lahir spontan ditolong dokter, langsung boleh pulang, tidak ada kelainan.
1. Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada saudara yang sakit seperti ananknya
1. Pemeriksaan fisik
a) Tanda-tanda vital
Tekanan darah: 90/60mm/hg
Denyut nadi : 114/menit
Suhu tubuh : 36,5
RR : 40/menit
b) Pemeriksaan persistem
B1 reathing : normal
B2 Blood : normal
B3 Brain : normal
B4 Bladder : normal
B5 Bowel : kembung, bising usus 10x/ menit, muntah, peningkatan
nyeri abdomen
B6 Bone : normal
7. Data Tambahan :
a. Radiologi :
- Torax foto (2-6-08):
Cor : besar & bentuk kesan normal
Pulmo : tidak tampak infiltrat, sinus phrenicocostalis D.S tajam
Thymus : positif
Kesimpulan : foto torax tidak tampak kelainan
- Baby gram (2-6-08):
Dilatasi dan peningkatan gas usus halus dan usus besar
- BOF (2-6-08)
Dilatasi dan peningkatan gas usus halus dan usus besar (menyokong gambaran Hirsprung Disease
- Colon in loop (5-6-08):
Tampak pelebaran rectosigmoid
Tampak area aganglionik di rectum dengan jarak ± 1,5 cm dari anal dengan daerah hipoganglionik diatasnya.
Tampak bagian sigmoid lebih besar dari rectum.
Kesimpulan : Sesuai gambaran Hirschprung Diseases
b. Laboratorium :
Tanggal 2-6-08 :
Glukosa : 80 mg/dl ( 70 -110) WBC 7 × 103 /uL (4,7-11,3)
SC : 0.5 mg/dl ( 0.6-1,1 ) HGB 10,8 g/dl (11,4-15,1)
BUN : 4 mg/dl ( 5 - 23 ) RBC 3,33 × 106 /uL (4 -5)
Albumin : 4,1 g/dl ( 3,8 -5,4) HCT 33,7 % (38 - 42)
K : 3,87 mmol/L ( 3,6 - 5,5) PLT 327 × 103 (142 - 424)
Na : 137,8 mmol/L (13 -155 )
Ca : 10 mg/dl (8,1 - 10,4)
Tanggal 9-6-2008:
CRP: negative (<6 mg/dl)
Glukosa: 80 mg/dl
Analisis Data
No DATA ETIOLOGI MASALAH1 S: Ibu;
-Anaknya baru bisa BAB jika diberi obat lwat dubur.
-BAB 1-2×/hr, konsisitensi lembek, berwarna kuning.
O:
- Tampak distensi abdomen.
- Lingkar abdomen 39 cm.
Aganglionisis parasimpatikus
↓
Mesenterikus
↓
Daya dorong lemah
↓
Feses tidak bisa keluar
↓
Konstipasi
2
3
- Bising usus 10×/mnt
S: Ibu;
- Jika tidak bisa BAB, perut anaknya membesar sehingga malas minum ASI/PASI.
O:
- Tidak ada ada (muntah, iritabel, peningkatan nyeri tekan abdomen)
- Tampak distensi abdomen.
- Lingkar abdomen 39 cm.
- Suhu aksila 36,5°C
- WBC 7×10 /uL
- CRP < 6
S:
- Ibu mengatakan, kondisi anaknya sudah tidak muntah dan sudah bisa BAB, jadi sudah sembuh, mestinya boleh pulang.
- Ibu mengatakan, saya bingung karena dokter satu membolehkan pulang dan rawat jalan tapi dokter satunya belum boleh karena sekalian mau dioperasi.
Konstipasi
Konstipasi
↓
Pertumbuhan bakteri dalam kolon meningkat
↓
Enterokolitis
PK: Enterokolitis
O:
- Wajah tampak kusut
- Kurang perhatian (rambut dan baju acak-acakan)
- Interaksi dengan Ibu-Ibu lain kurang.
- Afek datar
- Emosi rendah
- Tidak ada diaforesis
- T = 130/80
- N = 80×/mnt
- RR = 20 ×/mnt
Kurang pengetahuan tentang penyakit dan terapu yang diprogramkan Cemas orang
tua
(Ibu)
3.2 Diagnosa dan Intervensi
No
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1 Konstipasi berhubungan dengan aganglionisis parasimpatis area rektum
Tujuan: konstipasi dapat teratasi dala 4 × 24 jam
Kriteria hasil:
1. BAB teratur 3-4 ×/hr
2. Konsisitensi lembek
3. Distensi abdomen berkurang
1. Berikan microlac rectal tiap hari
1. Berikan ASI
1. Untuk mangetahui kondisi usus melalui feses
4. Lingkar abdomen berkurang
1. Observasi bising usus, distensi abdomen, lingkar abdomen
2. Observasi frekuensi dan karakteristik feses tiap BAB
3. Membantu memperlancar defekasi
4. Untuk melunakkan feses denagn menambah intake cairan
5. Mengetahui peristaltic usus
2 Enterokolitis berhubungan dengan stagnasi dan akumulasi feses dalam kolon.
Tujuan: tidak terjadi enterokolitis selama perawatan.
Kriteria Hasil:
1. BAB teratur 3-4x/hari
2. Distensi abdomen berkurang
3. Lingkar abdomen berkurang
4. Tidak diare
1. Berikan ASI
1. Observasi suhu axila, hindari mengukur suhu lewat rectal
2. Jelaskan gejala dan
1. Melunakkan feses
2. Menghindari terjadinya infeksi baru
1. Menambah pengetahuan keluarga
5. Suhu axila 36,5-37,5o C
6. WBC 5-10 x 10/uL
tanda enterokolitis
3. Berikan antibiotic sesuai stadium enterokolitis yang diberikan tidak lewat oral (Klaus: 1998)
4. Berikan NaHCO3 jika terjadi asidosis(Klaus: 1998)
5. Berikan nutrisi setelah pasien stabil, dengan memberikan makanan secara IV(Klaus: 1998)
6. Lakukan pembedahan jika ada indikasi (Klaus: 1998)
3 Ansietas (ibu) berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan terapi
Tujuan: Ansietas (ibu) berkurang dalam 24 jam
Kriteria Hasil:
1. Ibu mangungkapkan suatu pemahaman yang baik tentang proses penyakit anaknya
1. Mengetahui perkembangan anak
2. Mengurangi kecemasan
yang diprogramkan
2. Ibu memahami terapi yang diprogramkan tim dokter
1. Jelaskan pada ibu tentang penyakit yang diderita anaknya.
2. Berikan ibu jadwal pemeriksaan diagnostic
3. Berikan informasi tentang rencana operasi
4. Berikan penjelasan pada ibu tentang perawatan setelah operasi
5. Meningkatkan pengetahuan ibu
1. Mengurangi resiko terjadinya infeksi
BAB IV
PENUTUP
Penyakit hisprung merupakan penyakit yang sering menimbulkan masalah. Baik masalah fisik, psikologis maupun psikososial. Masalah pertumbuhan dan perkembangan anak dengan penyakit hisprung yaitu terletak pada kebiasaan buang air besar. Orang tua yang mengusahakan agar anaknya bisa buang air besar dengan cara yang awam akan menimbulkan masalah baru bagi bayi/anak. Penatalaksanaan yang benar mengenai penyakit hisprung harus difahami dengan benar oleh seluruh pihak. Baik tenaga medis maupun keluarga. Untuk tecapainya tujuan yang diharapkan perlu terjalin hubungan kerja sama yang baik antara pasien, keluarga, dokter, perawat maupun tenaga medis lainnya dalam mengantisipasi kemungkinan yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2003. Mengenal Penyakit Hirschsprung (Aganglionic Megacolon). Disitasi dari http://www.indosiar.co.id/v2003/pk. pada tanggal 26 Oktober 2010.
Behrman, dkk.1996. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 2. Jakarta: EGC.
Budi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Penyakit Hisprung. Disitasi dari http://www.mediakeperawatan.com/?id=budixtbn. pada tanggal 26 Oktober 2010.
Holdstok, G. 1991. Atlas Bantu Gastroenterologi dan Penyakit Hati. Jakarta: Hipokrates.
Klaus & Fanaroff. 1998. Penatalaksanaan Neonatus Resiko Tinggi Edisi 4. Jakarta: EGC.
Wong, L. 1996. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: ECG.
Yuda. 2010. Penyakit Megacolon. Disitasi dari http://dokteryudabedah.com/wp-content/uploads2010/01/mega-colon pada tanggal 26 Oktober 2010.