BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pinggul adalah sendi bola-dan-lekuk (berturut-turut kaput femoris dan asetabulum) yang
memungkinkan bergerak geometris, termasuk fleksi, ekstensi, abduksi dan adduksi, dan rotasi
interna dan eksterna. Bagian terbesar kaput femoris terdiri dari epifisis femoris besar (EFB).
Kaput femoris dan asetabulumbmempunyai hubungan gizi dan tidak tergantung pada
pertumbuhan dan perkembangan normal. Bila hubungan ini terganggu, terjadi perkembangan
pinggul normal. Keseimbangan otot dan aktivitas yang dihubungkan dengan fungsi motorik
kasar yang tepat adalah sangat penting pada perkembangan normal pinggul.
Pasokan darah pada EFB sangat unik. Pembuluh darah retinakuler terletak pada permukaan
kolum femoris tetapi intra kapsuler. Mereka masuk epifisis dan perifer. Ini membuat pasokan
darah rentan terhadap cidera dan atritis septik, trauma, dan serangan vaskuler lain. Jika pasokan
darah hilang, dapat terjadi nekrosis avaskuler dan osteonekrosis. Ini dapat mengakibatkan
defomitas, secara akut atau sebagai akibat pertumbuhan dan perkembangan abnormal, dan
memberi kecendrungan pada fungsi sendi pinggul abnormal dan osteoartritis degeneratif sebagai
orang dewasa.
Displasia perkembangan pinggul (DPP) biasanya terjadi pada masa neonatus. Pinggul
pada saat lahir jarang terdislokasi tetapi agak “dapat didislokasi”. Dislokasi cenderung terjadi
setelah persalinan dan, dengan demikian, adalah berasal pasca lahir, walaupun waktu yang tepat
kapan dislokasi terjadi masih kontroversial. Karena kelainan ini benar-benar berasal dari
kongenital, dan sekarang direkomendasika istilah displasia perkembangan pinggul (DPP). DPP
diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar; khas, pada bayi yang normal secara neurologis,
dan teratologis, dimana ada gangguan neuromuskuler yang mendasari seperti mielodisplasia,
artrogriposis multipleks kongenital, atau sindroma kompleks.Dislokasi tetralogis terjadi dalam
rahim dan karenanya benar-benar kongenital. Pembahasan ini akan hanya kan
mengkonsentrasikan hanya pada DPP khas, bentuk yang paling lazim.
1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pengertian dari Displasia Perkembangan Panggul (DPP)?
2. Apakah yang menyebabkan terjadinya DPP Kongenital ?
3. Bagaimanakah patofisiologi dari Displasia Perkembangan Panggul (DPP)
Kongenital ?
4. Aapa saja klasifikasi dari Displasia Perkembangan Panggul (DPP) Kongenital ?
5. Bagaimana manifestasi klinis dari Displasia Perkembangan Panggul Kongenital ?
6. Apa sajakah komplikasi dari Displasia Kongenital Panggul (DPP) ?
7. Bagaimanakah penanganan medis dari Displasia Kongenital Panggul (DPP) ?
8. Bagaimanakah pertimbangan khusus dari penatalaksanaan dari Displasia
Kongenital Panggul (DPP) ?
9. Bagaimanakah penatalaksaan dari perawat dalam pemberian konsep asuhan
keperawatan ?
C. TUJUAN
1. Mengetahui pengertian dari Displasia Perkembangan Panggul (DPP)
2. Mengetahui yang menyebabkan terjadinya DPP Kongenital
3. Mengetahui bagaimana patofisiologi dari Displasia Perkembangan Panggul (DPP)
Kongenital
4. Mengetahui klasifikasi dari Displasia Perkembangan Panggul (DPP) Kongenital
5. Mengetahui bagaimana manifestasi klinis dari Displasia Perkembangan Panggul
Kongenital
2
6. Mengetahui komplikasi dari Displasia Kongenital Panggul (DPP)
7. Mengetahui bagaimana penanganan medis dari Displasia Kongenital Panggul
(DPP)
8. Mengetahui bagaimana pertimbangan khusus dari penatalaksanaan dari Displasia
Kongenital Panggul (DPP)
9. Mengetahui bagaimana penatalaksaan dari perawat dalam pemberian konsep
asuhan keperawatan
3
BAB II
(PEMBAHASAN)
A. PENGERTIAN
Displasia perkembangan pinggul (DPP) adalah pergeseran sendi bola-dan-lekuk (kaput
femoris dan asetabulum yang terjadi pada masa neonatus). Displasia perkembangan panggul
(developmental hip dyspfasia) adalah dislokasi panggul yang ada pada saat lahir (congenital)
atau terjadi dalam tahun pcrtama kchidupan. Panggul dapat keluar dari sendi panggul atau ada di
sendi, namun mudah bergeser. Asetabulum (rongga sendi) dapat memiliki bentuk abnormal
sehingga kepala femur mudah lepas. Penyebab displasia panggul tidak diketahui, tetapi
tampaknya terdapat kecenderungan genetik untuk gangguan ini. Kelahiran sungsang adalah
faktor risiko yang kuat untuk dysplasia panggul, dalam kondisi yang membatasi ruang untuk
janin dalam uterus, seperti janin multipel, abnorrnalitas anatorni uterus, atau defisiensi cairan
ketuban. ( Corwin,Elizabeth J.2007)
B. ETIOLOGI
Kelainan kongenital adalah suatu kelainan atau defek yang dapat terjadi ketika didalam
kandungan dan terlihat pada waktu lahir dan dapat pula dalam perkembangan anak di kemudian
hari . kadang-kadang kelainan yang ada tidak terlihat secara fisik, tetapi terdapat kelainan
biokimiawi atau histology yang dapat berkembang di kemudian hari,
Factor penyebabnya antara lain :
a. Factor genetika : kelainan bawaan di transmisikan melalui gen kromosom sel telur
dan sperma dan di transmisikan dalam kelainan –kelainan yang spesifik sesuai
dengan hokum mendel. Bila factor genetika bersifat dominan, kelainan akan
memberikan manifestasi klinis pada anak yang bersifat herediter.
Kelainan bawaan juga dapat disebabkan oleh mutasi gen. beberapa kealinan genetic
yang dikenal antara lain sindrom down, dan osteogenesis imperfekta.
4
b. Faktor lingkungan : Melalui beberapa penelitian pada lhewan percobaan telah dapat
dibuktikan dapat menyebabkan kelainan bawaan. Beberapa keaadaan yang dapat
diketahui mempunyai efek teratogenik yaitu :
Factor hormonal : misalanya hipoglikemia karena bermacam-macam sebab
termasuk heperinsulinemia yang dapat menyebakkan kelainan bawaan.
Obat-obatan : obat-obatan jug adapt menimbulkan kelainan bawaan misalnya
talimoid, hipervitaminosis A, dan obat-obat endrokrin missal ACTH dan
Kortison.
Defisiensi Nutrisi : defisiensi nutrisi terutama riboflavin (b2) dapat
menyebabkan kelainan bawaan.
Zat-zat kimia . Zat-zat kimia terutama logam berat seperti Pb, nitrat atau
merkuri.
Radiasi : radiasi pada janin khususnya pada tiga bulan pertama dapat
berakibat teratogenik. Misalnya kelainan pada palatum atau sumsum tulang
belakang.
Infeksi : terutama pada infeksi rubella, toxoplasma gondii, dapat
menyebabkan kelainan bawaan.
Factor mekanis : trauma langsung pada embrio pada minggu-minggu awal
kehamilan dapat menimnbulkan kelainan bawaan.
Factor termis : factor termis juga dapat menimbulkan kelainan bawaan.
Anoksia : pada hewan percobaan telah terbukti bahwa anoksia dapat
menimbulkan anensefali dan spina bifida.
c. Faktor Kombinasi genetika dan lingkungan. Kelainan umumnya disebabkan oleh
multifactor dan tidak diketahui penyebab utamanya (60-70%), 20% disebabkan oleh
factor lingkungan dan hanya 10% oleh factor genetic. (Mutaqqin,Arif.2008)
Banyak faktor penyebab DPP, baik fisiologis maupun mekanik. Riwayat keluarga yang
positif (20%) dan kelemahan ligamentum menyeluruh dihubungkan dengan faktor etiologi.
Sebagian besar anak dengan DPP mempunyai kelemahan ligamentum menyeluruh; dan ini dapat
memberi kecendrungan pada instabilitas pinggul. Estrogen ibu dan hormon lain dihubungkan
5
dengan relaksasi pelvis mengakibatkan relaksasi sendi pinggul bayi baru lahir lebih lanjut,
meskipun sementara. Ada juga dominasi wanita 9 : 1.
Sekitar 60% anak dengan DPP khas adalah anak sulung, dan 30-50% terjadi pada posisi
bokong. Posisi bokong dengan pinggul fleksi dan lutut ekstensi adalah posisi yang berisiko
paling tinggi. Posisi bokong mengakibatkan mengakibatkan fleksi pinggul yang ekstrem dan
keterbatasan gerakan pinggul. Bertambahnya fleksi pinggul mengakibatkan peregangan kapsul
dan ligamentum teres yang telah longgar. Posisi bokong ini juga menyebabkan tidak tercakupnya
kaput femoris posterior. Pengurangan gerakan pinggul menyebabkan kurangnya perkembangan
normal asetabulum kartilanginosa.
Ada juga hubungan torsikolis muskuler kongenital (14 – 20 %) dan adduksus metatarsus (1-
10%) dengan DPP. Adanya salah satu keadaan memerlukan pemeriksaan pinggul yang cermat.
Faktor-faktor pasca lahir juga merupakan penentu. Mempertahnakan pinggul pada posisi
adduksi dan ekstensi dapat menyebabkan dislokasi. Ini menyebabkan pinggul yang tidak stabil,
berada dibawah tekanan karena kontraktur fleksi dan abduksi pinggul normal. Kaput femoris
yang tidak stabil, sebagai akibatnya, dapat keluar dari acetabulum selama beberpa hari atau
beberapa minggu. Dan mungkin ada beberapa variasi dalam bentuk asetabulum
kartilaggnosa,terutama jika anak berkembang pada posisi bokong. Jika dislokasi terjadi,
kemudian akan berkembang dysplasia asetabulum dan salah ara, atervesi(torsi) femor yang
berlebihan, dan kontraktur otot pinggul. (Nelson., Waldo E. 2000)
C. PATOFISIOLOGI
Displasia perkembangan pinggul (developmental dysplasia of the hip (DDH)), yang
sebelumnya dikenal dengan displasia pinggul kongenital, merupakan suatu ketidaknormalan
perkembangan antara kaput femur dan asetabulum. Pinggul merupakan suatu bonggol (kaput
femur) dan mangkuk (asetabulum) sendi yang rnemberikan gerakan dan stabilitas pinggul.
Terdapat tiga pola dalam DDH (I) displasia asetabular (perkembangan tidak normal)
keterlambatan dalam perkembangan asetabulum sehingga lebih dangkal dari normal, kaput
femur tetap dalam asetabulum; (2) subluksasi dislokasi pinggul yang tidak lengkap; kaput femur
tidak sepenuhnya keluar dari asetabulurn dan dapat berdislokasi secara parsial; dan (3) dislokasi
6
pinggul berada pada posisi dislokasi, dan kaput femur tidak bersentuhan dengan asetabulum.
DDH pada akhirnya dapat berkembang menjadi reduksi permanen, dislokasi lengkap, atau
displasia akibat perubahan adaptif yang terjadi pada jaringan dan tulang yang berdekatan. (Betz
and Sowden. Buku Saku Keperawatan Pediatri.2009.Edisi 5. Jakarta: EGC)
PATHWAY
7
displasia asetabular (perkembangan tidak normal) keterlambatan
subluksasi dislokasi pinggul yang tidak lengkap
dislokasi pinggul berada pada posisi dislokasi, dan kaput femur tidak bersentuhan dengan asetabulum
Panggul keluar dari sendi panggul atau ada di sendi, namun mudah bergeser
Pergeseran fragmen tulang
NyeriNyeri
reduksi permanen, dislokasi lengkap, atau displasia
Deformitas
Gangguan fungsi gerak
Gg. Mobilitas FisikGg. Mobilitas Fisik
Penekanan vena dan ateri kapiler
Penurunan aliran balik
Gangguan perfusi jaringan perifer
Gangguan perfusi jaringan perifer
Penggunaan golongan obat Kortikosteroid jangka panjang, prosedur invasif; manipulasi bedah; implantasi benda asing, penurunan mobilitas
Dapat berupa akibat inflamasi ringan yang timbul karena gesekan ujung-ujung tulang penyusun sendi
Penekanan kerja sistem imun
Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan skunder tidak adekuat/imunosupresi
Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan skunder tidak adekuat/imunosupresi
Kurang pengetahuan [kebutuhan belajar], tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
Kurang pengetahuan [kebutuhan belajar], tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
D. KLASIFIKASI DISPLASIA KONGENITAL
Displasia Kongenital sendi paha bisa terjadi unilateral atau bilateral. Kelainan ini terjadi dalam
tiga bentuk dengan intensitas beragam :
Displasia yang tidak stabil : sendi paha memiliki posisi yang normal, tetapi dapat
mengalami dislokasi jika dimanipulasi.
Sublukasi atau dislokasi parsial : kaput femoris berada pada tepi asetabulum.
Dislokasi total : kaput femoris seluruhnya berada di luar asetabulum.
E. MANIFESTASI KLINIS
Uji barlow adalah manuver yang paling penting dalam pemeriksaan pinggul bayi baru
lahir. Uji provokatif terhadap dislokasi pinggul yang tidak stabil ini dilakukan dengan
menstabilisasi pelvis dengan satu tangan dan kemudian memfleksi serta mengaduksi pinggul
yang berhadapan dan menggunakan gaya posterior. jika pinggul dapat didislokasi, pinggul
biasaya akan berlokasi lagi secara spontan. Telah diperkirakan bahwahanya 1 dalam 100 bayi
baru lahir yang mempunyai pinggul tidak stabilsecara klinis ( subluksasi atau dislokasi), sedang
hanya satu dalam 800 sampai1.000 dari bayi ini yang akhirnyamengalami dislokasi yang
sebenarnya. Uji ortolani adalah suatu maneuver unntuk mengurangi pinggul yang baru
terdislokasi. Uji ini paling mungkin menjadi positif pada bayi yang berumur -2bulan. Karena
harus telah melewati waktuyang cukup untuk terjadi fleksi dan diabduksi dan kaput femoris
diangkkat ke anterior kedalam asetabulum. Jika penurunan dimungkinkan , relokasiakan terasa
sebagai “ klunk” bukan “klik” . sesudah umur 2 bulan, penurunan manual pinggul yang
terdislokasi biasanyatidak mungkin karena terjadi kontraktur jaaringan lunak.
Keterbatasan abduksi pinggul merupakan petunjuk kontraktur jaringan lunak dan dapat
menunjukan DPP. Sebaliknya, kontraktur abduksi pinggul dapat menunjukan dysplasia pinggul
kontralateral. Angka lipatan kulit paha dan pemendekann bila kaki bayi tengkurap ditempatkan
bersama pada meja pemeriksa dengan pinggul dan lutut fleksi (tanda galeazi) menunjukan DPP
8
dengan perpindhann kaput femoris ke proksimal. Tidak adanya kontraktur flleksi lutut
jugaterjadi.
Kekhawatiran yang lazim adalah adanya klinik pinggul pada bayi. Klinik pinggul
demikian biasanya tidak patologis dan dan adalah akibat dari (1) pemecahan tegangan
permukaan di sebrang sendi pinggul, (2) bunyi tenda glutea, (3) gerakan patelofemur, atau (4)
rotasi femoritiba (lutut)
Pada anak yang lebih tua atau yang sedang berjalan, keluhan pincang, berjalan dengan
langkah-langkah pendek, lordosis lombalis bertambah, berjalan dengan jari, dan kketidak
cocokan panjang-kaki dapat menunjukan DPP yang tidak dikenali.
Tanda dan gejala displasia kongenital bervariasi menurut usia dan meliputi :
Tidak ada deformitas atau rasa nyeri yang jelas (pada neonatus)
Kaput femoris berada diatas asetabulum sehingga ketinggian kedua lutut tidak sama
(Displasia Parsial)
Abduksi terbatas pada sisi yang mengalami dislokasi (ketika anak tumbuh besar dan
berjalan)
Cara berjalan bergoyang ke samping (“berjalan seperti itik “ akibat displasia bilateral
yang tidak dikoreksi)
Lumpuh akibat displasia unilateral yang tidak dikoreksi
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Ada beberapa pemeriksaan diagnostik yang diperlukan pada klien dengan kelainan kongenital
meliputi :
a. Pemeriksaan radiologi : pemeriksaan dengan foto polos merupakan penunjang yang
sangat penting untuk melihat dampak kelainan tulang akibat dari congenital. Lokasi
yang akan dilakukan foto adalah daerah regional kelainan. Biasanya klien akan
menjalani pemeriksaan foto AP (anterior Posterior) pelvis dan panggul, foto
pergelangan tangan dan kaki dan foto lateral tulang belakang.
9
b. Pemeriksaan Biokimia. Beberapa kelainan bawan menyebabkan peningkatan
produksi dan ekskresi enzim. Pemeriksaan enzim dapat dilakukan melalui
pemeriksaan serum darah, sel-sel darah, atau kultur sel fibroblast kulit.
c. Biopsi Tulang . biopsy tulang kadang kala diperlukan pada kelainan tertentu.
(Mutaqin, Arif. 2008)
Khusus untuk DPP meliputi:
o Foto rontgen untuk memperlihatkan lokasi kaput femoris dan asetabulum yang dangkal
(juga dapat memantau perjalanan penyakit dan penanganannya)
o Pemeriksaan ultrasonografi dan MRI untuk menilai hasil reposisi
Observasi selama pemeriksaan fisik yang sangat mengarahkan pada displasia kongenital
sendi paha ketika dilakukan pada bayi yang berada dalam keadaan rileks meliputi :
Jumlah lipatan kulit di daerah paha pada setiap sisi ketika anak ditidurkan terlentang
(anak yang berada pada posisi ini biasanya memiliki jumlah lipatan kulit yang sama pada
kedua sisi pahanya, tetapi anak yang mengalami subluksasi atau dislokasi, dapat terlihat
lipatan tambahan pada sisi yang terkena dan lipataan tambahan ini juga tampak ketika
anak berbaring terlungkup)
Lipatan gluteus pada sisi yang terkena lebih tinggi ketika anak berbaring terlungkup
(yang juga menandakan restriksi abduksi sendi paha yang terkena). (lihat tanda Ortolani
dan Trendelenburg pada displasi kongenital sendi paha)
EVALUASI RADIOGRAFIS
Stabilitas pinggul juga perkembangan asetabulm dapat secara tepat dinilai dengan
ultrasonografi. Evaluasi radiografi pada bayi yang lebih tua dan anak meliputi radiografi pelvis
anteroposterior dan Lauenstein (katak)n lateral. Pengukuran garis biasanya dibuat untuk
menentukian hubungan kaput feooris dengan asetabulum (indeks asetabulum, penilaian kuadran,
garis shenton, dan pusat tepi wiberg) artografi, termografi terkomputasi, dan sken foto rasionansi
magnetic (MRI) dapat bermanfaat pada kasus yang sukar, terutama yang mengenai bayi yang
llebih tua dan anak.
F. KOMPLIKASI
10
Komplikasi DPP yang paling penting dan berat adalah nekrosis avaskuler EFB. Ini
merukapan komplikasi iatrogenik; reduksi kaput femoris dengan tekanan menghasilkan kompresi
kartilangiosa, dan ini dapat mengakibatkan oklusi pembuluh darah dan darah intraartikuler,
ekstraosea epifisis, dan menimbulkan infark EFB, sebagian atau total. Revaskularisasi menyertai,
tetapi pertumbuhan dan perkembangan abnormal dapat terjadi terutama jika fisis cidera berat.
Pinggul amat rentan terhadap komplikasi ini sebelum perkembangan nucleus penulangan (4-6
bulan). Penatalaksanaan yang digambarkan sebelumnya dirancang untuk meminimalkan
komplikasi ini; dengan penggunaan yang tepat penanganan ini, insidens nekrosis avaskuler akan
menjadi sekitar 5-15%. Kemungkinan komplikasi lain pada DPP adalah dislokasi ulang,
sublukasi sisa atau dysplasia asetabulum, dan komplikasi pasca bedah seperti infeksi luka.
Jika penanganan koreksi belum dimulai sebelum bayi berusia dua tahun, maka displasia
kongenital ini dapat menyebabkan:
Perbubahan degeneratif pada sendi paha
Perkembangan asetabulum yang abnormal
Lordosis (pertambahan lengkung vetebra lumbalis dan servikalis ke arah anterior)
Malformasi sendi
Cidera nervus iskiadikus (paralisis)
Nekrosis avaskuler kaput femoralis
Kerusakan jaringan lunak
Disabilitas permanen
G. PENANGANAN
Semakin dini bayi yang menderita displasia kongenital sendi paha ini mendapat penanganan,
semakin baik peluangnya untuk mengalami perkembangan yang normal. Penanganan displasia
kongenital sendi paha bervariasi menurut usia pasien.
Pada bayi yang berusia kurang dari tiga bulan, penanganan meliputi :
11
Manipulasi secara perlahan untuk mereposisi dislokasi yang kemudian diikuti
pemasangan bidai penahan (splint-brace) atau pelana (harness)untuk menahan sendi paha
dalam posisi fleksi dan abduksi sehingga reposisi ini bisa dipertahankan.
Splint-brace atau harness yang dikenakan secara kontinu selama dua hingga tiga bulan.
Kemudian pemasangan bidai pada malam hari selama satu bulan berikut untuk
mengencangkan serta menstabilkan kapsula sendi pada posisi alignment yang tepat
Jika penanganan baru dimulai setelah berusia tiga bulan, maka penanganan tersebut
meliputi:
Traksi kulit bilateral (pada bayi) atau traksi skletal (pada anak-anak yang sudah mulai
berjalan) untuk mencoba reposisi dislokasi dengan secara bertahap melakukan abduksi
sendi paha
Traksi Bryant atau traksi divarikasi (traksi dilakukan pada kedua ekstremitas sekalipun
hanya satu sisi sendi paha yang mengalami displasia; tindakan bertujuan membantu
mempertahankan imobilisasi) yang dilakukan selama dua hingga tiga minggu pada anak
berusia kurang dari tiga tahun dan berat badan kurang dari 16 kg
Reduksi tertutup yang dilakukan dengan perlahan-lahan sementara anak dalam keaddan
terbius (anastesi umum) untuk melakukan abduksi lebih lanjut pada sendi paha; tindakan
ini kemudian diikuti pemasangan gips (spic cast) selama tiga bulan (bila tindakan traksi
tiodak berhasil)
Pada anak yang berusia lebih dari 18 bulan, reduksi terbuka dengan osteotomi pelviks
atau femoral dilakukan untuk mengoreksi deformitas tulang; tindakan ini kemudian
diikuti pemasangan gips (spica cast) selama kurang lebih tiga bulan
Pada anak usia dua hingga lima tahun, penanganan displasia congenital sendi paha
merupakan tindakan yang sulit dilakukan dan meliputi :
Traksi skeletal dan tenotomi aduktor subkutan (pemotongan tendon dengan
pembedahan).
Penanganan yang ada baru dimulai setelah berusia lima tahun jarang dapat memulihkan
fungsi sendi paha secara memuaskan.
12
Umur 18 Bulan-8 Tahun. Sesudah umur 18 bulan, deformitas progresif begitu berat
sehingga reduksi terbuka disertai dengan osteotimi pelvis (inominata), osteotomi femur, atau
keduanya diperlukan untuk menyekutukan kembali pinggul. Osteotomi derotasi
pemendekan femur dilakukan secara bersama jika reduksi ketat, jika da anteversi femur
berlebih, atau jikaanak berumur 3 atau 4 tahun atau lebih tua. Pasca bedah perban gips spica
pinggul dipakai elama 6-8 minggu untuk memungkinkan penyembuhan. Sesudahnya, anak
dapat dapat diizinkan kembali pada aktivitas penuh secara bertahap. Logam yang ditanam
diambil segera sesudah penyembuhan untuk mencegah penggabungan menjadi tulang yang
sedang tumbuh. Umur 18 bulan bukanlah umur yang mutlak untuk prosedur ini. Telah
diperagakan bahwa sekitar 25% anak yang telah dilakukan penurunan tertutup antara 12 dan
18 bulan, dan 75% yang telah diturunkan antara 18 dan 36 bulan akan mengalami dysplasia
asetabulum sisa yang memerlukan osteotomi pelvis atau femur dikemudian hari.
H. PERTIMBANGAN KHUSUS
Anak harus mengenakan belat (splint), bidai (brace) atau gips tubuh (body cast) memerlukan
perawatan diri yang khusus sehingga dibutuhkan penyuluhan pada orang tua.
Ajarkan orang tua cara memasang belat atau bidai dengan benar sesuai intruksi dokter .
Tekankan perlunya melakukan checkup dengan sering
Dengarkan dengan penuh rasa simpati ungkapan kecemasan dan ketakutan yang
diekspresikan orang tua. Jelaskan kemungkinan penyebab displasia congenital sendi paha
dan tenteramkan perasaan mereka dengan merenangkan bahwa tindakan dini yang segera
dikerjakan kemungkinan akan menghasilkan perbaikan total.
Dalam tempo beberapa hari pertama sesudah pemasangan gips atau bidai-bidai, anak
mungkin menjadi rewel karena belum terbiasa dengan pembatasan gerak ini. Anjurkan
orang tua mendampingi anak sesering mungkin, menenagkan serta menentramkannya.
Yakinkan orang tua bahwa anak mereka nantinya akan terbiasa dengan pembatasan gerak
dan kembali pada perilaku tidur, makan, serta bermain normal dalam beberapa hari.
Instruksikan orang tua agar melepas bidai dan belat ketika memandikan anak mereka,
tetapi setelah itu, memasangnya kembali dengan segera. Tekankan pentingnya perawatan
hygiene atau kebersihan diri yang baik; orang tua harus memandikan serta mengganti
13
pakaian anak mereka dengan sering dan mencuci daerah periniumnya dengan air serta
sabun pada saat mengganti popok.
Jika penanganan memerlukan pemasangan gips (space cast)
Pada saat memindahkan anak yang baru saja dipasang gips, gunakan telapak tangan Anda
untuk mengangkat gips agar tidak terjadi lekukan bekas jari-jari tangan pada gips
tersebut. Lekukan bekas jari-jari tangan ini dapat menjadi predisposisi dekubitus. Ingat,
bahwa pemasanga gips memerlukan 24-48 jam untuk kering secara alami. Jangan
menggunakan panas untuk mempercepat pengeringan, karena panas dapat membuat gips
lebih rapuh.
Segera setelah gips dipasang, gunakan lembaran plastik untuk melindunginya terhadap
kelembapan di sekitar perineum dan gluteus. Potong selembar plastic menjadi beberapa
potongan berbentuk pita yang cukup panjang untuk menutupi sisi luar gips dan kemudian
sisipkan potongan plastik ini ke bawah gips sampai sejauh satu jari dari bagian tepinya.
Dengan menggunakan plester berlapis, rekatkan bagian pinggir plastic pelindung yang
ada di luar pada permukaan luar gips. Lepaskan lembaran plastic yang ada di balik gips
tiap 4 jam sekali; kemudian cuci potongan plastik tersebut, keringkan, dan pasang
kembali popok sesekali pakai (disposable) yang dilipat mengikuti panjangnya dapat pula
dikenakan di daerah perineum.
Atur posisi tubuh anak yang bisa dilakukan menggunakan Bradford frame yang
ditinggikan dengan balok kayu dan dibawahnya ditaruh pispot, atau dengan
menggunakan beberapa bantal untuki menyangga tungkai anak. Jangan lupa untuk
menjaga agar gips selalu kering dan mengganti popok anak dengan sering.
Cuci dan keringkan kulit di balik gips tiap dua hingga empat jam sekali. Jangan
menggunakan minyak atau bedak; kedua bahan ini dapat menimbulkan maserasi kulit.
Ubah posisi anak setiap dua jam sekali sepanjang siang hari dan empat jam sekali pada
malam hari. Lakukan pemeriksaan warna, sensibilitas, dan gerakan pada tungkai serta
kaki anak. Jangan lupa memeriksa semua jari kakinya. Beri tahu dokter jika jari kaki
ditemukan berwarna gelap dan teraba dingin dan mengalami baal.
Soroti gips dengan senter tiap empat jam sekali untuk mengecek apakah terdapat benda
asing atau rekahan. Cek bau gips setiap hari karena gejala ini dapat menandakan infeksi.
14
Jika anak mengeluh merasa gatal, pemberiah difenhidramin (Benadryl) dapat
menolongnya atau Anda dapat menggunakan pengering rambut dengan mengarahkan
semburan udara dingin ke bawah gips guna meredakan rasa gatal. Jangan menggaruk atau
menusukkan barang seperti lidi atau kawat ke bawah gips. Lakukan pemeriksaan yang
teliti bila rasa gatal menetap.
Berikan nutrisi yang adekuat dan pertahankan cukup asupan cairan untuk menghindari
terjadi batu ginjal serta obstipasi, yang merupakan komplikasi keadaan tanpa aktivitas.
Jika anak tampak gelisah, pasang jaket pengikat untuk menahannya agar anak tidak
terguling dari tempat tidur atau terlepas dari kerangka penyangga (Bradford frame).
Beri rangsangan yang adekuat untuk meningkatkan tumbuh-kembang anak. Apabila sendi
anak diabduksi pada posisi seperti tungkai katak (frogleg position) , beritahu orang tua
bahwa anak mereka bisa diletakkan pada sepeda roda-tiga dan orang tua dapat
mendorongnya (jika anak tidak bisa mengayuh pedal sepedanya) atau dalam mainan
kereta listrik. Anjurkan orang tua untuk menganjurkan anak mereka duduk di meja
dengan menaruhnya pada bantal, menaruhnya dilantai selama beberapa waktu agar bisa
bermain-main dan beri kesempatan kepadanya untuk bermai dengan anak sebanyanya.
Beritahu orang tua untuk mengawasi timbulnya tanda-tanda bahwa pertumbuhan badan
anak melebihi ukuran (sianosis, ekstremitas yang teraba dingin, atau rasa nyeri).
Beritahu orang tua bahwa penanganan displasia congenital sendi paha mungkin
memerlukan waktu yang lama dan kesabaran.
Pasien yang menjalani traksi Bryant dapat dirawat di rumah jika orang tua sudah diajarkan cara-
cara memasang dan memelihara traksi tersebut:
Anjurkan orang tua membujuk serta menggendong anak mereka dan mendorongnya
berinteraksi dengan saudara kandung, serta teman sebanya.
Pelihara keutuhan kulit dan periksa peredaran darah tiap dua jam sekali
Beri makan anak dengan hati-hati untuk menghindari aspirasi dan tersedak.
Jika perlu, rujuk anak dan orang tuanya ke spesialis anak untuk memastikan kemajuan
perkembangan yang berkesinambungan.
15
I. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
DASAR DATA PENGKAJIAN PASIEN
AKTIVITAS/ISTIRAHAT
Gejala: Kesulitan ambulasi, kekakuan sendi (memburuk pada pagi hari
atau setelah periode tak aktif).
Riwayat partisipasi/okupasi aktivitas olahraga yang
menggunakan sendi tertentu.
Ketidakmampuan untuk berpartisipasi pada aktivitass
okupasi/rekreasi pada tingkat yang diinginkan.
Gangguan tidur, perlambatan untuk tertidur/bangun karena
nyeri. Tidak merasa istirahat dengan baik.
SIRKULASI
Tanda: Adanya edema; penurunan nadi pada sendi yang sakit,
tungkai/jari-jari.
HIGIENE
Gejala: Kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari.
Menggunakan alat/peralatan khusus.
16
Kebutuhan terhadap bantuan.
NEUROSENSORI
Tanda: Gangguan rentang gerak pada sendi yang sakit.
NYERI/KENYAMANAN
Gejala: Nyeri (tumpul, sakit, menetap) pada sendi yang sakit,
memburuk dengan gerakan.
KEAMANAN
Gejala: Deformitas kongenital.
Riwayat inflamasi, artritis tak sembuh (AR atau osteoartritis);
nekrosis aseptik pada kepala sendi.
PENYULUHAN/PEMBELAJARAN
Gejala: Pengobatan sekarang contoh anti-inflamasi, analgesik/narkotik,
steroid.
Rencana Pemulangan: Memerlukan bantuan untuk transportasi, aktivitas
perawatan diri, perawatan rumah/tugas pemeliharaan,
kemungkinan penempatan pada fasilitas perawatan luas
untuk kesinambungan rehabilitasi/bantuan.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan menurut Doengus (1999):
1) Nyeri akut berhubungan dengan dislokasi kongenital sendi panggul, pergerakan
fragmen tulang panggul.
2) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan dislokasi kongenital sendi paha dan
terapi bedah/pembatasan.
17
3) Risiko tinggi terhadap gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan edema
jaringan, ketidaktepatan lokasi/kesalahan lokasi, penurunan aliran balik darah
vena/arteri.
4) Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan skunder tidak
adekuat/imunosupresi (penggunaan kortikosteroid jangka panjang), prosedur invasif;
manipulasi bedah; inplantasi benda asing, penurunan mobilitas.
5) Kurang pengetahuan [kebutuhan belajar], tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi
informasi.
3. INTERVENSI
DIAGNOSA KEPERAWATAN : MOBILITAS FISIK, KERUSAKAN
Dapat dihubungkan dengan : Nyeri dan ketidaknyamanan, gangguan
muskuloskleletal dislokasi kongenital
sendi paha. Terapi bedah/pembatasan.
Kemungkinan dibuktikan oleh : Menolak untuk bergerak, kesulitan
bergerak sesuai tujuan dalam lingkungan
fisik. Keluhan nyeri/ketidaknyamanan
pada gerakan. Rentang gerak terbatas;
penurunan kekuatan/control otot.
HASIL YANG
DIHARAPKAN/KRITERIA EVALUASI-
PASIEN AKAN :
Mempertahankan posisi fungsi, dibuktikan
oleh tak adanya kontraktur. Menunjukkan
peningkatan kekuatan dan fungsi sendi
serta tungkai yang sakit. Menyatakan
pemahaman pengobatan individu dan
berpatisipasi dalam program rehabilitas.
TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
18
Mandiri
Pertahankan tirah baring awal dengan sendi
yang sakit pada posisi yang dianjurkan dan
tubuh dalam kesejajaran.
Memberikan waktu stabilisasi prostese dan
pemulihan efek anastesi, menurunkn resiko
ceder. Lama tirah baring tergantung pada
penggantian sendi (contohnya biasanya
pada 24-72 jam pada panggul).
Batasi penggunaan posisi semi fowler/tinggi,
bila diindikasikan.
Fleksi panggul lama dapat
meregangkan/dislokasi prostese baru.
Batasi gerakan sesuai indikasi, contoh
mempertahankan kaki yang dioperasi agak
abduksi setelah penggantian panggul atau
lutut total untuk mencegah penyilangan
kaki/rotasi ke dalam pada sendi.
Meningkatkan aliran balik vena untuk
mencegah pembentukan edema berlebihan;
dapat mencegah dislokasi prostese.
Penggunaan penyangga lutut atau bantal
dibawah lutut dapat mempengaruhi
sirkulasi.
Beri obat sebelum prosedur/aktivitas. Relakskan otot, narkotik/analgesic
menurunkan nyeri, menurunkan tegangan
otot/spasme, dan membantu partisipasi
dalam terapi.
Mengganti posisi sisi yang tidak dioperasi
dan mempertahankan ekstremitas yang
dioperasi pada posisi netral. Dukung posisi
dengan bantal atau dengan menjepit.
Mencegah dislokasi prostese panggul dan
tekanan kulit/jaringan lama menurunan
risiko iskemia jaringan/kerusakan.
Inspeksi kulit; observasi area kemerahan.
Pertahankan linen kering dan bebas kerutan.
Masase kulit/penonjolan tulang secara rutin.
Mencegah iritasi/kerusakan kulit.
Lakukan/bantu rentang gerak pada sendi
yang tidak sakit.
Pasien dengan penyakit degenerasi sendi
dapat secara cepat kehilangan fungsi sendi
19
selama periode pembatasan aktivitas.
Observasi pembatasan tepat berdasarkan
sendi khusus, contoh hindari fleksi/rotasi
panggul dan fleksi atau hiper ekstensi kaki;
pembatan beban badan; gunakan
pengimobilisasi lutut sesuai indikasi.
Indikatif kelicinan ptostese, memerlukan
evluasi/intervensi medic.
Dorong partisipasi aktivitas sehari-hari. Meningkatkan harga diri; meningkatkan
rasa control dan kemandirian.
Kolaborasi
Konsul pada terapis fisik/kejuruan dan ahli
rehabilitas
Berguna dalam membuat program
aktivitas/latihan individual. Pasien dapat
memerlukan bantuan lanjut dalam
pergerakan, peregangan, dan aktivitas
dengan beban badan serta alat bantu
contoh walker, kruk, tongkat, peninggian
dudukan kakus, mengangkat tongkat, dan
sebagainya.
Berikan kasur busa Menurunkan tekanan kulit/jaringan;
membatasi perasaan kelebihan dan
ketidaknyamanan umum.
DIAGNOSA KEPERAWATAN: NYERI AKUT
Dapat dihubungkan dengan : Dislokasi kongenital sendi panggul, pergerakan fragmen
tulang panggul, refleks spasme otot sekunder, prosedur bedah).
20
Kemungkinan dibuktikan oleh : Respon nyeri, perilaku distraksi.
Perubahan tonus otot, respons autonomik.
HASIL YANG DIHARAPKAN/KRITERIA EVALUASI-PASIEN AKAN :
Keluhan nyeri hilang/terkontrol.
Tampak rileks, mampu tidur dan istirahat dengan tepat.
TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Kaji keluhan nyeri, perhatikan intensitas
(skala 0-10), lamanya, dan lokasi
Memberikan informasi sebagai dasar dan
pengawasan keefektifan intervensi.
Atur posisi imobilisasi pada panggul dengan
pemasangan crossover pelvic sling.
Imobilisasi yang adekuat dapat
mengurangi pergerakan fragmen tulang
yang menjadi unsur utama penyebab nyeri
pada daerah panggul. Pemasangan
crossover pelvic sling dengan
pertimbangan berat yang sesuai dan
merotasi pelvic dengan membelah dua
secara anterior dan medial, kemudian
ditarik bersama-sama. Pemeliharaan
reduksi ini berkisar antara 3-4 minggu.
21
Berikan tindakan kenyamanan (contoh
penggunaan gulungan lumbar, perubahan
posisi sering, pijatan punggung) dan
aktivitas terapeutik. Dorong teknik
manajemen stress (contoh relaksasi
progresif, bimbingan imajinasi, visualisasi)
dan penggunaan sentuhan terapeutik.
Menurunkan tegangan otot, memfokuskan
kembali perhatian, meningkatkan rasa
kontrol, dan dapat meningkatkan
kemampuan koping dalam manajemen
ketidaknyamanan/nyeri yang dapat
menetap selama periode lama.
Beri obat sebelum aktivitas/prosedur. Menurunkan tegangan otot, membantu
partisipasi.
Selidiki keluhan nyeri sendi berat tiba-tiba
dengan spasme otot dan perubahan mobilitas
sendi, nyeri dada tiba-tiba, berat dengan
dispnea dan gelisah.
Pengenalan diri terjadinya masalah, seperti
dislokasi prostese atau emboli paru
(darah/lemak), memberikan kesempatan
untuk intervensi cepat dan mencegah
komplikasi lebih serius.
Berikan narkotik, analgesik, dan relaksan
otot sesuai indikasi
Menghilangkan nyeri bedah dan
menurunkan tegangan/spasme otot, yang
menambah ketidaknyamanan.
Gunakan kantong es sesuai indikasi Meningkatkan vasokonstriksi untuk
menurunkan perdarahan/pembentukan
edema pada area bedah dan mengurangi
persepsi ketidaknyamanan.
Pertahankan unit TENS bila digunakan. Memberikan rangsangan elektrikal tingkat
rendah untuk blok sensasi transmisi saraf
dari nyeri.
Pertahankan mobilisasi ekstremitas, contoh
ambulasi, terapi fisik, alat latihan, alat
gerakan pasif kontinu.
Meningkatkan sirkulasi pada otot yang
sakit. Meminimalkan kekakuan sendi,
menghilangkan spasme otot sehubungan
22
dengan tidak digunakan.
DIAGNOSA KEPERAWATAN : PERFUSI JARINGAN PERIFER, PERUBAHAN/
RISIKO TINGGI TERHADAP
Factor risiko meliputi : Penurunan aliran darah vena/arteri.
Pembuluh darah; edema jaringan,
ketidaktepatan lokasi/kesalahan lokasi
prostese.
Kemungkinan dibutuhkan oleh : [Tidak dapat diterapkan; adanya tanda-
tanda dan gejala-gejala membuat diagnose
actual].
HASIL YANG DIHARAPKAN
KRITERIA EVALUASI-PASIEN
AKAN:
Menunjukkan perfusi jaringan adekuat
dibuktikan oleh nadi teraba, kulit
hangat/kering, tanda vital stabil.
TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Palpasi nadi. Evaluasi pengisian kapiler
serta warna kulit dan suhu. Bandingkan
tungkai yang tidak dioperasi.
Penurunan/tidak adanya nadi, waktu
pengisian kapilar, puat, pudar, sianosis, dan
kuliat dingin menunjukkan penurunan
sirkulasi/perfusi. Pembandingan dengan
ungkai yang tidak dioperasi menunjukkan
apakah masalah dilokasikan atau
digeneralisasi.
Kaji gerakan sensasi ekstremitas yang Peningkatan nyeri, kebas/kesemutan,
23
dioperasi. ketidakmampuan melakukan gerakan yang
diharapkan, pengaruh sirkulasi, atau
dislokasi prostese, memerlukan intervensi
segera.
Tes sensasi saraf perineal dengan peniti
pada dorsal lapisan antara jari tangan
pertama dan kedua dengan mengkaji
kemampuan terhadap dorsofleksi jari setelah
penggantian panggul/lutut.
Posisi dan panjang saraf proneal
meningkatkan risiko cedera langsung atau
kompresi pada jaringan edema/hematoma.
Awasi tanda vital. Takikardia dan penurunan TD dpat
menunjukka respon terhadap
hipovolemia/kehilangan darah atau dugaan
anafilaksis sehubungan dengan absorbs
metilmetakrilat ke dalam sirkulasi sistemik.
Catatan: ini jarang terjadi karena
pemasangan prostese dengan lapisan
penyerap yang mendorong tulang tumbuh
ke dalam sebagai pengganti alat pelekat
total secara internal.
Awasi jumlah dan karakteristik drainase
pada balutan/dari alat penghisap.
Dapat mengindikasikan
perdarahan/hematoma berlebihan, yang
berpotensi mempengaruhi neurovaskuler.
Mandiri
Yakinkan bahwa alat penstabilitasi (contoh
rol trokhanter, alat sling pada belat, badan
taksi) pada posisi benar tidak memberikan
Menurunkan risiko tekanan pada saraf
dibawahnya atau mempengaruhi sirkulasi
ekstremitas.
24
tekanan yang tidak perlu pada kulit dan
jaringan dibawahnya. Hindari penggunaaan
bantal atau penyokong lutut dibawah lutut.
Evaluasi betis untuk nyeri tekan, tanda
Homan positif, dan inflamasi.
Indentifikasi dini terjadinya thrombus dan
intervensi dapat mencegah pembentukan
embolus.
Observasi tanda berlanjutnya perdarahan,
perdarahan terus menerus dari sisi
injeksi/membrane mukosa, atau ekimosis
karena trauma minimal.
Depresi mekanisme pembekuan/sensitivitas
pada antikoagulan dapat mengakibatkan
episode perdarahan yang dapat
mempengaruhi kadar SDM/volume
sirkulasi.
Observasi kegelisahan, kacau mental, nyeri
dada tiba-tiba, takikardia, demam, terjadinya
petekie.
Emboli lemak dapat terjadi (biasanya 72
jam pertama pasca operasi) karena
manipulasi traumatic susmsum tulang
selama implantasi prostese panggul.
Kolaborasi
Berikan cairan IV, tambahan darah/plasma
sesuai kebutuhan.
Memperbaiki volume sirkulasi untuk
mempertahankan perfusi.
Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh:
Ht;
Pemeriksaan koagulasi
Biasanya dilakukan 24-48 jam
pascaoperasi untuk mengevaluasi
kehilangan darah, yang cukup besar karena
vaskularisasi tinggi pada sisi bedah.
Mengevaluasi adanya/derajat perubahan
mekanisme pembekuan dan efek
antikoagulan/agen antitrombosit, bila
25
menggunakan
Berikan obat sesuai indikasi, contoh natrium
warfarin (Coumadin), heparin, aspirin,
dekstran berat molekul rendah.
Agen antikoagulan/antitrombosit mungkin
digunakan untuk menurunkan risiko
tromboflebitis dan emboli lemak.
Gunakan kompret panas/dingin sesuai
indikasi.
Kantong es digunakan pertama kali untuk
membatasi pembentukan
edema/hematoma. Panas kemudian
digunakan untuk meningkatkan sirkulasi,
membantu perbaikan edema jaringan.
Gunakan penutup kaki elastic stocking
antiembolik.
Meningkatkan aliran balik vena balik dan
mencegah statis vena, menurunkan risiko
pembentukan thrombus.
Siapkan prosedur bedah sesuai indikasi. Evaluasi hematoma atau relokasi prostese
mungkin memerlukan perbaikan karena
perubahan sirkulasi.
DIAGNOSA KEPERAWATAN: INFEKSI, RISIKO TINGGI TERHADAP
Faktor risiko meliputi: pertahanan skunder tidak adekuat/imunosupresi
(penggunaan kortikosteroid jangka panjang).
Prosedur invasif; manipulasi bedah; inplantasi benda
asing.
Penurunan mobilitas
Kemungkinan dibuktikan [tidak dapat diterapkan; adanya tanda-tanda dan
oleh: gejala-gejala membuat diagnosa aktual].
HASIL YANG DIHARAPKAN/ Mencapai penyembuhan luka tepat waktu, bebas
26
KRITERIA EVALUASI – drainase purulen atau eritema, dan tidak demam
PASIEN AKAN
TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Tingkatkan cuci tangan yang baik pada staf
dan pasien.
Gunakan teknik aseptik atau kebersihan
yang ketat sesuai indikasi untuk
menguatkan/mengganti balutan dan bila
menangani drain. Instruksikan pasien tidak
untuk menyentuh/menggaruk insisi.
Pertahankan alat drainase (contoh
Hemovac/Jackson-pratt). Perhatikan
karakteristik drainase luka
Kaji kulit/warna insisi, suhu dan integritas;
Menurunkan risiko kontaminasi silang.
Mencegah kontaminasi dan risiko infeksi
luka, dimana dapat memerlukan pelepasan
prostese.
Menurunkan risiko infeksi dengan
mencegah akumulasi darah dan sekret pada
area sendi (media untuk pertumbuhan
bakteri). Drainase purulen, non-serosa,
berbau mengindikasikan infrksi, dan
drainase terus menerus dari insisi dapat
menunjukan terjadinya kerusakan kulit,
yang berpotensi pada proses infeksi.
Memberikan informasi tentang status
proses penyembuhan dan mewaspadakan
27
perhatikan adanya eritema/inflamasi,
kehilangan penyatuan luka.
Selidiki keluhan peningkatan nyeri pada
luka, perubahan karakteristik nyeri.
Awasi suhu. Perhatikan adanya menggigil.
Dorong pemasukan cairan, diet tinggi
protein dengan bentuk makanan kasar.
staf terhadap tanda dini infeksi.
Nyeri dalam, dangkal, sakit pada area
operasi dapat mengindikasikan infeksi
sendi. Catatan: Infeksi sangat efektif
karena sendi tidak aman dari infrksi dan
terjadi kehilangan prostetik.
Meskipun umumnya suhu meningkat pada
fase dini pascaoperasi, peninggian terjadi 5
hari atau lebih pascaoperasi dan/atau
adanya menggigil biasanya
mengindikasikan terjadinya infeksi
memerlukan intervensi untuk mencegah
komplikasi lebih serius, contoh sepsis,
osteomielitis, nekrosis jaringan, dan
kegagalan prostetik.
Mempertahankan keseimbangan cairan dan
nutrisi untuk mendukung perfusi jaringan
dan memberikan nutrisi yang perlu untuk
regenerasi selular dan penyembuhan
jaringan.
Mungkin dilakukan pada awal untuk
28
Kolaborasi
Pertahankan isolasi ulang, bila tepat.
Berikan antibiotik sesuai indikasi.
Kultur drainase secara rutin/sesuai
kebutuhan.
menurunkan kontak dengan sumber
kemungkinan infeksi, khususnya pada
lansia, imunosupresi, atau pasien diabetik.
Mungkin berguna secara profilaktik untuk
mencegah infeksi.
Meyakinkan adanya infeksi;
mengidentifikasi organisme penyebab.
Bakteri anaerob atau aerobik mungkkin
ada, yang memengaruhi pilihan antibiotik
dan terapi.
DIAGNOSA KEPERAWATAN : KURANG PENGETAHUAN [KEBUTUHAN
BELAJAR], TENTANG KONDISI,
PROGNISIS, DAN KEBUTUHAN
29
PENGOBATAN.
Dapat dihubungkan dengan : Kurang terpajan/mengingat
Salah interpretasi informasi.
Kemungkinana dibuktikan oleh :
Pertanyaan/permintaan informasi, pernyataan salah konsep.
Tidak akurat mengikuti instruksi/ terjadi komplikasi yang dapat dicegah.
HASIL YANG DIHARAPKAN/KRITERIA
EVALUASI PASIEN AKAN :
Menyatakan pemahaman prosedur bedah dan prognosis.
Melakuakan dengan benar prosedur tertentu dengan menjelaskan alasan tindakan.
TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Kaji ulang proses penyakit, prosedur
pembedahan, dan harapan yang akan datang.
Memberikan dasar pengetahuan dimana
orang tua/keluarga pasien dapat membuat
pilihan informasi.
Kaji pilihan periode tidur dan aktivitas Mengubah energi untuk penyembuhan dan
mencegah kelelahan, yang dapat
meningkatkan risiko cedera/jatuh
Kaji ulang pembatasan aktivitas jangka
panjang.
Mencegah stress pada implant
Diskusikan kebutuhan lingkungan yang Menurunkan risiko jatuh dan stress
30
aman di rumah dengan orang tua/keluarga
pasien.
berkebihan pada sendi
Kaji ulang perawatan insisi/luka. Meningkatkan kemandirian pada
perawatan diri, menurunkan risiko
komplikasi.
Tekankan pentingnya kesinambungan
menggunakan stoking antiembolik.
Mencegah pengumpulan vena,
meningkatkan aliran balik vena untuk
menurunkan risiko tromboflebitis.
Identifikasi tanda/gejala yang memerlukan
evaluasi medik, contoh demam/menggigil,
inflamasi insisi, drainase luka tak lazim,
nyeri pada betis atau paha atas, atau
terjadinya “strep” tenggorok/infeksi gigi.
Infeksi bakteri memerlukan pengobatan
cepat untuk mencegah progresi ke
osteomielitis pada area operasi dan
kegagalan prostese, yang dapat terjadi
kapan saja, meskipun beberapa tahun
kemudian.
Kaji ulang program pengobatan contoh
antikoagulan atau antibiotic untuk prosedur
invasive.
Terapi profilaktif mungkin perlu untuk
periode lama setelah pulang untuk
membatasi risiko tromboemboli/infeksi.
Prosedur diketahui penyebab bakterimia
dapat mengakibatkan osteomealitis dan
kegagalan prostese.
Dorong pemasukan ASI/diet seimbang
termasuk cairan adekuat.
Meningkatkan penyembuhan dan perasaan
sehat umum. Meningkatkan fungsi usus
besar dan kandung kemih selama periode
perubahan aktivitas.
4. IMPLEMENTASI
Implementasi dilakukan dengan menggunakan panduan yang sesuai dengan intervensi.
31
5. EVALUASI
Evaluasi dilakukan dengan memperhatikan tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan.
BAB III
(PENUTUP)
A. KESIMPULAN
Displasia perkembangan pinggul (DPP) adalah pergeseran sendi bola-dan-lekuk (kaput
femoris dan asetabulum yang terjadi pada masa neonatus). Displasia perkembangan panggul
(developmental hip dyspfasia) adalah dislokasi panggul yang ada pada saat lahir (congenital)
atau terjadi dalam tahun pcrtama kchidupan. Panggul dapat keluar dari sendi panggul atau ada di
sendi, namun mudah bergeser. Asetabulum (rongga sendi) dapat memiliki bentuk abnormal
sehingga kepala femur mudah lepas.
Banyak faktor penyebab DPP, baik fisiologis maupun mekanik. Riwayat keluarga yang
positif (20%) dan kelemahan ligamentum menyeluruh dihubungkan dengan faktor etiologi.
Sebagian besar anak dengan DPP mempunyai kelemahan ligamentum menyeluruh; dan ini dapat
memberi kecendrungan pada instabilitas pinggul. Estrogen ibu dan hormon lain dihubungkan
dengan relaksasi pelvis mengakibatkan relaksasi sendi pinggul bayi baru lahir lebih lanjut,
meskipun sementara.
Displasia Kongenital sendi paha bisa terjadi unilateral atau bilateral. Kelainan ini terjadi dalam
tiga bentuk dengan intensitas beragam :
32
Displasia yang tidak stabil : sendi paha memiliki posisi yang normal, tetapi dapat
mengalami dislokasi jika dimanipulasi.
Sublukasi atau dislokasi parsial : kaput femoris berada pada tepi asetabulum.
Dislokasi total : kaput femoris seluruhnya berada di luar asetabulum.
B. SARAN
Agar para ibu menjaga kehamilannya pada saat masa kehamilan .Salah satu yang paling
penting untuk pertumbuhan janin adalah asam folat. Dan menghindari faktor-faktor yang
dapat menyebabkan kelainan pada janin yang dikandung, seperti obat-obatan jenis talimoid,
hipervitaminosis A, dan obat-obatan endokrin misalnya ACTH dan Kortison. Ibu hamil juga
dianjurkan agar tetap memenuhi nutrisinya, terutama penuhan riboflavin (b2) yang dapat
mengakibatkan kelainan bawaan jika tidak tercukupi. Dan masih banyak factor-faktor lain
yang dapat menyebabkan kelainan pada janin.
33
DAFTAR PUSTAKA
Betz and Sowden. Buku Saku Keperawatan Pediatri.2009.Edisi 5. Jakarta: EGC
Corwin, Elizabeth J.2007. Buku Saku Patofiologi. Edisi 3. Jakarta : EGC
Doenges, Marilynn, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler. 1999. Rencana Asuhan
Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.
Jakarta : EGC
Mutaqqin, Arif. 2008 . Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal .
Jakarta:EGC
Nelson, Waldo E. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15; Vol.3. Jakarta : EGC
34