Download - Angina Pektoris kardio
-
8/13/2019 Angina Pektoris kardio
1/20
ANGINA PEKTORIS
1.1 Pendahuluan
Gejala utama PJK adalah angina pektoris (AP). AP didefinisikan sebagai 3 tidak enak di
dada (chest discomfort) akibat iskemia miokard. Perasaan tidak enak di dada ini dapat berupa
nyeri, rasa terbakar atau rasa tertekan. Kadang-kadang tidak dirasakan di dada melainkan di
leher, rahang bawah. bahu. atau di Serangannya tidak berhubungan dengan perubahan posisi
badan atau tarikan napas. AP harus dibedakan dengan atypical chest pain misalnya gangguan
pencernaan, nyeri otot dada, pleuritis dan perikarditis.
1.2 Patobiologi Angina Pektoris
Telah diketahui bahwa sel endotel pembuluh darah mampu melepaskan berbagai
vasodilator seperti endothelial derived relaxing factor (EDRF), endothelial drived
hyperpolarizing factor, bradikinin dan prostaglandin yang menyebabkan relaksasi pembuluh
darah. Selain itu, endotel pembuluh darah juga melepaskan endothelial derived constricting
factor (EDCF) yang menyebabkan kontraksi pembuluh darah.
Pada keadaan normal, pelepasan EDRF terutama diatur oleh asetilkolin melalui
perangsangan reseptor muskarinik yang mungkin terletak di sel endotel. Berbagai substansilain seperti trombin, adenosin difosfat (ADP), adrenalin, serotonin, vasopresin, histamin dan
noradrenalin juga mampu merangsang pelepasan EDRF. Pada keadaan patologis seperti
adanya lesi aterosklerotik, maka serotonin, ADP dan asetilkolin justru merangsang pelepasan
EDCF. Hipoksia akibat atherosklerosis pembuluh darah juga merangsang pelepasan EDCF.
Berhubung karena sebagian besar penderita AP juga menderita ateosklerosis di
pembuluh darah koroner, maka produksi EDRF menjadi berkurang sebaliknya produksi
EDCF bertambah sehingga terjadi peningkatan tonus a. koronaria.
Telah dibuktikan bahwa hipoksia merangsang penglepasan berbaga substansi vasoaktif
seperti katekolamin dari ujung-ujung saraf simpatis jantung. ditambah dengan meningkatnya
produksi EDCF, maka terjadilah vasokonstriks a. koronaria lebih lanjut dan jantung menjadi
lebih iskemik.
Keadaan hipoksia dan iskemik ini akan merubah proses glikolisis dan aerobik menjadi
anaerobik, dengan demikian terjadi penurunan sintesis ATP dan penimbunan asam laktat.
Selain itu, penurunan oksidasi metabolik mengakibatkan terlepasnya banyak adenin
-
8/13/2019 Angina Pektoris kardio
2/20
nukleotida, sehingga produk hasil degradasi adenir nukleotida yaitu adenosin juga
meningkat.
Adenosin sebenarnya memiliki efek kardioprotektif karena substansi ini menghambat
pelepasan enzim proteolitik, menghambat interaksi endotel dar neutrofil, menghambat
agregasi platelet dan menghambat pelepasan tromboksar. Akan tetapi, Crea, dkk (1990) telah
membuktikan bahwa nyeri dada angina adalah disebabkan karena adenosin.
Nyeri dada AP terutama disalurkan melalui aferen saraf simpatis jantung. Saraf ini
bergabung dengan saraf somatik cervico-thoracalis pada jalur ascending di dalam medulla
spinalis, sehingga keluhan angina pektoris yang khas adalah nyeri dada bagian kiri atau
substernal yang menjalar ke bahu kiri terus ke kelingking tangan kiri.
AP timbul selain karena beban jantung meningkat, dilaporkan juga bahwa serangan-
serangan iskemia pada waktu istirahat temyata terjadi pada denyut jantung yang lebih rendah
dibanding pada waktu uji latih jantung dengan beban (Treadmill test) (Daanfield 1984).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa patogenesis AP adalah karena
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen pada otot jantung.
Walaupun demikian, jantung memiliki coronary reserve yang besar, maka pada
keadaan biasa, penderita yang mengalami atherosklerosis pembuluh darah koroner mungkin
tidak ada gejala. Namun apabila beban jantung meningkat akibat aktivitas fisik, atau oleh
suatu sebab terjadi peningkatan aktivitas saraf simpatis, maka aliran darah koroner menjadi
tidak cukup lagi untuk mempertahankan suplai oksigen ke miokard sehingga terjadi hipoksia
miokard. Dengan demikian apabila dalam anamnesis ditemukan bahwa nyeri angina timbul
setiap kali pada waktu melakukan aktivitas fisik, sesudah makan, atau marah, dan
menghilang pada waktu istirahat atau dengan pemberian nitrat, lamanya serangan tidak lebih
5 menit, tidak disertai keluhan sistemik seperti pingsang, muntah atau keringat dingin, dan
gejala angina sudah dialami selama beberapa bulan sebelumnya, serta beratnya tidak
berubah di dalam beberapa bulan terakhir. Maka diagnosis angina
pektoris stabil dapat ditegakkan.
Apabila plak ateroma pada arteri koroner menjadi tidak stabil, misalnya terjadi
perdarahan, ruptur atau fissura sehingga terbentuk thrombus di daerah plak sehingga
menghambat aliran darah dan terjadi serangan angina; sifat nyeri angina menjadi progresif
kresendo yaitu terjadi peningkatan dalam intensitas, frekuensi dan lamanya episode serangan
dibanding yang dialami selama ini. Juga angina yang serangannya tidak tentu, dapat terjadi
pada waktu kegiatan atau sedang istirahat (angina at rest / angina nokturnal yang baru),
termasuk angina pasca infark miokard. Angina jenis ini disebut angina pektoris tak stabil.
-
8/13/2019 Angina Pektoris kardio
3/20
Pasien angina pektoris tak stabil harus dirawat di Intensive Cardiovascular Care Unit (ICCU)
karena proses ruptur plak dengan pembentukan thrombus dapat berlanjut ke oklusi total
arteri koroner yang menimbulkan infark miokard. Pada infark miokard, serangan angina
menjadi lebih berat disertai gangguan hemodinamik. Angina jenis ini disebut angina khas
infark.
Ada jenis angina yang disebut Variant angina atau Prinzmetal angina pertama kali
dilaporkan oleh Prinzmetal (pada tahun 1959) yaitu angina yang ditimbulkan karena spasme
a. koronaria tanpa peningkatan beban jantung. Sifat angina jenis ini adalah selalu timbul
pada waktu yang sama (biasanya pagi diwaktu istirahat), pada rekaman EKG tampak ST-
segmen elevasi, nyeri dada cepat hilang dengan pemberian nitrat.
Ada penderita dengan keluhan nyeri dada khas AP disertai gambaran EKG abnormal,
namun pada angiografi koroner ditemukan a. koronaria normal. Angina pektoris jenis ini
dinamakan "Sindrom X" yang biasanya ditemukan pada wanita. Sebaliknya ada penderita
yang tidak punya riwayat AP, namun secara kebetulan pada EKG, Treadmill test atau Holter
monitoring (EKG 24 jam) ditemukan respon iskemik, kelompok penderita ini dinamakan
PJK asimtomatik (asymptomatic coronaru artery disease). Prevalensi PJK asimptomatis
dilaporkan 9,1 - 15,3%, dan memiliki risiko berkembang menjadi PJK simptomatis pada
tahun-tahun berikutnya. Terapi farmakologis dan intervensi belum menunjukkan dapat
menurunkan morbiditas dan mortalitas. Silent myocardial ischemia didefinisikan sebagai
pasien asimptomatis namun hasil angiografi koroner menunjukkan ada stenosis pembuluh
darah koroner yang berat.
Walaupun AP hampir 90% disebabkan karena PJK, namun beberapa penyakit yang
bukan PJK juga dapat mempresipitasi AP diantaranya: Stenosis aorta, stenosis pulmonal,
kardiomiopati, Left ventricle hypertrophy, hipertensi sistemik, hipertensi pulmonal, atrial
fibrilasi, tirotoksikosis, dan anemia.
1.3 Pemeriksaan
1.3.1 Elektrokardiogram (EKG)
EKG merupakan alat pemeriksaan yang paling murah dan paling cepat dalam
mendeteksi PJK. Akan tetapi hasil EKG tidak dapat memberi gambaran 100% tepat
karena banyak kondisi lain yang bukan PJK dapat memberi gambaran EKG yang
sama seperti PJK, misalnya anemia, hipertensi atau hipotensi, obesitas, gangguan
elektrolit, perdarahan otak dan lain lain. Jadi kesimpulan terakhir mengenai ada
tidaknya PJK harus berdasarkan semua hasil pemeriksaan termasuk gejala, tanda,
-
8/13/2019 Angina Pektoris kardio
4/20
hasil laboratorium, faktor risiko termasuk usia dan hasil EKG. EKG memberi
informasi mengenai daerah iskemia namun tidak mampu mendeteksi secara tepat
cabang a. koroner yang mana, di segmen yang mana dan terjadi berapa persen
penyempitannya. Indikasi pemeriksaan EKG adalah:
a.Pasien dengan keluhan nyeri dada (terutama dada kiri), sesak atau selalu merasalelah.
b.Penderita pasca serangan jantung.c.Penderita tekanan darah tinggi atau dengan gejala gagal jantung.d.Penderita yang mengalami gangguan irama jantung.e.Penderita yang tiba-tiba pingsan.f. Penderita yang memakai alat pacu jantung (untuk menilai fungsi alat pacu
jantung).
Apabila dalam pemeriksaan EKG ditemukan adanya tanda iskemik miokard atau
gangguan irama jantung, maka dilakukan pemeriksaan tahap kedua dengan Treadmill
test atau Exercise stress testing.
1.3.2 Treadmill test atau Exercise stress testing (Uji Latih jantung dengan Beban)
Treadmill test merupakan salah satu tes yang paling sering dilakukan untuk
mendiagnosis apakah seseorang menderita PJK dan juga untuk menstratifikasi berat
ringannya PJK. Selain itu. Treadmill test juga dapat dipakai untuk mengukur
kapasitas jantung, gangguan irama dan lain-lain. Tes ini sebenarnya menilai
perubahan gambaran EKG pada waktu jantung diberi beban yaitu exercise.
Hasil Treadmill test secara garis besar dapat dibagi dua yaitu positif atau negatif.
Apabila pada waktu exercise pasien mengeluh nyeri dada kiri atau sesak ; disertai
tanda iskemik pada EKG (ST-segmen depresi atau elevasi), maka pasien disebut
Treadmill test positif, artinya pada waktu jantung dipacu atau diberi beban terjadi
kekurangan suplai darah ke otot jantung. Makin cepat timbul nyeri dada atau
perubahan EKG pada waktu exercise, maka makin berat iskemia miokard dideritanya.
Sebagai contoh, pasien yang pada tiga menit pertama sudah mengalami nyeri dada
dan perubahan EKG dikategorikan sebagai positif berat. Pasien golongan ini
dianjurkan dilakukan kateterisasi jantung. Apabila keluhan dan perubahan EKG
timbul pada menit ke 9 atau lebih, maka hasil Treadmill tetap dikatakan positif
namun positif ringan. Untuk kasus demikian mungkin belum perlu dilakukan tindakan
kateterisasi kecuali pasien memiliki banyak faktor risiko. Namun bila pasien bisa
-
8/13/2019 Angina Pektoris kardio
5/20
mencapai target yang ditentukan tanpa ada keluhan dan tidak terjadi perubahan EKG,
maka pasien golongan ini disebut Treadmill test negatif atau pasien ini memiliki
suplai darah yang cukup ke otot jantung sewaktu jantung diberi beban. Pasien
golongan ini tidak perlu dilakukan tindakan lebih lanjut.
Treadmill test tidak 100% akurat, ada istilah positif palsu (false positive) hasil tes
menunjukkan ada iskemia miokard namun pasien memiliki arteri koroner normal.
Hal ini bisa terjadi pada mereka yang menderita hipertensi, penebalan dinding
jantung, anemia, atau yang disebut microvascular disease. sebaliknya ada yang
disebut negatif palsu (false negative), yaitu hasil tes tidak tampak iskemia pada
exercise namun sebenarnya pasien menderita PJK yang cukup serius. Hal ini dapat
terjadi pada mereka yang memiliki pembuluh kolateral yang baik.
Seperti EKG, Treadmill test memberi informasi mengenai berat ringannya
iskemia namun tidak mampu mendeteksi secara tepat cabang a. koroner dan cabang
yang mana serta persentasi penyempitan yang terjadi. Indikasi Treadmill test adalah:
a. Pasien dewasa (terutama umur > 40 tahun) yang diduga PJK (berdasarkan gejaladan EKG).
b. Stratifikasi prognosis pada penderita yang sudah menderita PJK.c. Pasien yang memiliki banyak faktor risiko.d. Menilai kapasitas fungsional : bagi orang normal, atlet muda atau anak remaja
dengan penyakit jantung bawaan.
e. Mendeteksi adanya aritmia.Kontra indikasi Treadmill test adalah angina pektoris tidak stabil, gagal jantung
berat, gangguan irama yang berbahaya, penyakit infeksi berat, tekanan darah tinggi
dan penyakit katup.
1.3.3. Echocardiography (ekokardiografi)
Ekokardiografi adalah suatu prosedur yang menggunankan gelombang suara ultra
untuk menilai struktur dan fungsi jantung. . Indikasi pemeriksaan ekokardiografi
adalah:
a. Penyakit katup jantung, atau pasien yang pada pemeriksaan jantung ditemukanbising jantung.
b. Kondisi di mana ada bukti penyakit jantung bawaan.c. Evaluasi kondisi aorta.d. Hipertensi pulmonal, massa intrakardiak termasuk emboli, efusi perikard.
-
8/13/2019 Angina Pektoris kardio
6/20
e. Untuk menilai fungsi jantung : pada pasien PJK dapat diketahui berat ringannnyapenyakit; kondisi sebelum dan sesudah operasi jantung, atau gagal jantung.
1.3.4. Angiografi koroner (kateterisasi jantung)
Indikasi kateterisasi jantung:
a. Riwayat henti jantung pasca infark miokard atau tanpa infark miokard. Karenaadanya riwayat henti jantung menunjukkan pasien memiliki risiko tinggi mati
mendadak.
b. Treadmill test positif yaitu pada waktu dilakukan tes timbul gejala nyeri dadadisertai perubahan gambaran EKG.
c. Angina pektoris pasca infark miokard.d. Pasien umur > 40 tahun yang akan dilakukan operasi katup jantung. Hal ini
disebabkan karena penderita umur >40 tahun sudah memiliki kemungkinan akan
adanya penyempitan arteri koroner, maka perlu dilakukan kateterisasi jantung
dengan tujuan, apabila memang ada penyempitan, maka pada waktu dilakukan
operasi katup sekalian dilakukan operasi bypass.
e. Situasi khusus untuk pasien yang memiliki tanggung jawab besar seperti pilot,walaupun keluhan nyeri dada tidak khas namun memiliki banyak faktor risiko,
atau pada EKG tampak gambaran LBBB atau LVH yang menghalangai
intepretasi Treadmill test.
1.3.5. Pemeriksaan terhadap faktor risiko
Anamnesis untuk mencari faktor turunan, gaya hidup, pemeriksaan TD un
Laboratorium penting untuk stratifikasi risiko.
1.4 Obat Anti Angina
Telah diuraikan bahwa patogenesis AP adalah karena ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen pada otot jantung. Dengan demikian obat antiangina
adalah obat yang dapat meningkatkan suplai darah atau oksigen ke miokard seperti nitrat
dan antipletelet, atau obat obat yang mampu menurunkan kebutuhan darah atau oksigen
ke miokard seperti 3-blockers dan calcium channel blockers (kalsium antagonis). 3-
ketoacyl Coenzyme A Thiolase inhibitor yang mampu mengatur metabolisme energi
miokard telah diperkenalkan sebagai obat antiangina kelas baru.
-
8/13/2019 Angina Pektoris kardio
7/20
1.4.1. Nitrat
Nitrogliserin adalah preparat nitrat yang pertama disintesis pada tahun 1846 oleh
Sobrero. Lauder Brunton adalah orang pertama menunjukkan bahwa amil nitrit
memiliki efek antiangina. Nitrat organik yang digunakan sebagai obat antiangina
seperti nitrogliserin (Gliseril TriNitrat = GTN), IsoSorbide DiNitrat (ISDN) dan
Isosorbide 5-mononitrat di dalam tubuh akan berubah menjadi nitric oxide (NO)
setelah berikatan dengan sulfhydryl group. NO merangsang guanilat siklase
meningkatkan pembentukancyclic guanosine mono-phosphate(cGMP) di dalam otot
polos pembuluh darah. AkumulasicGMPselanjutnyamengaktifkan Protein Kinase
yang tergantung cGMP (PKG) dan cyclic nucleotide phosphodiesterase (PDEs 2,3.
dan 5) di dalam sel otot polos. Proses ini menghambat masuknya kalsium ke dalam
sel dan meningkatkan ambilan kalsium oleh retikulum sarkoplasmik, sehingga terjadi
penurunan konsentrasi kalsium intraselular, di samping itu juga terjadi defosforilasi
myosin light-chain mengakibatkan vasodilatasi. Mekanisme lain dari nitrat yang
menyebabkan vasodilatasi adalah menghambat sintesis tromboksan A2 (TXA2),
meningkatkan produksi prostasiklin, dan meningkatkan pelepasan NO dari sel
endotel, menghambat agregasi platelet. Pada jantung nitrat menghambat pelepasan
noradrenalin sebaliknya meningkatkan pelepasan asetilkolin.
Pemberian nitrat dosis kecil lebih menyebabkan dilatasi vena dari pada dilatasi
arteriol.Venodilatasi yang ditimbulkan nitrat menurunkan pre-load sehingga
menurunkan ukuran ruang atrium kanan dan kiri serta tekanan akhir diastolik, dengan
demikian meningkatkan perfusi miokard. Efek vasodilatasi perifer dari nitrat dapat
menurunkan TD sedikit, kadang kadang menyebabkan refleks takikardi, nyeri kepala
atau hot flush di muka.
Telah dibuktikan bahwa nitrat menyebabkan dilatasi a. koronaria yang besar,
kolateral dan juga a. koronaria yang mengalami stenosis. Namun efek antiangina dari
nitrat bukan disebabkan karena dilatasi a. koronaria, akan tetapi disebabkan karena
perfusi miokard yang lebih baik akibat penurunan pre-load, after-load dan penurunan
tegangan dinding ventrikel.
Nitrat dapat diberikan per oral, intra-vena, sublingual dan topikal (bentuk salep
atau disk). Hati mengandung banyak enzim nitrat reduktase yang menginaktifkan
nitrat sehingga nitrat memiliki bioavailabilitas sangat kecil (10- 20%). Dengan
demikian pada pasien yang memerlukan konsentrasi tinggi dan efek cepat diberikan
secara sublingual (tidak ada first pass effect).
-
8/13/2019 Angina Pektoris kardio
8/20
Salah satu masalah dalam menggunakan nitrat ialah timbulnya toleransi. Toleransi
dapat terjadi pada penggunaan oral, intravenous maupun transdermal. Berat ringannya
toleransi berhubungan dengan besarnya dosis dan frekuensi pemberian. Mekanisme
terjadinya toleransi antara lain : terjadi ekspansi volume, aktivasi beberapa
neurohormon seperti angiotensin II, serotonin dan epinefrin, kehabisan sulfhydryl
group, dan peningkatan radikal bebas. Dengan demikian cara untuk mencegah
toleransi adalah pemberian nitrat bersama obat yang mengandung sulfhydryl group
seperti kaptopril, atau diberikan bersama diuretik agar tidak terjadi ekspansi volume
plasma. Cara lain yang dilaporkan sangat efektif untuk mencegah toleransi terhadap
nitrat adalah terapi interupsi, artinya usahakan terdapat interval bebas nitrat (10-12
jam) selama pengobatan. sebagai contoh pemberian nitrogliserin tablet dua kali sehari
yaitu satu tablet jam7.00 dan satu tablet jam 14.00. Atau pemberian isosorbid dinitrat
tablet tiga kali sehari pada jam 7.00, jam 12.00 dan jam 17.00.
Namun perlu diketahui bahwa interval bebas nitrat dapat menimbulkan spasme a.
koroner akibat rebound fenomena. Apabila timbul tanda-tanda rebound maka
dianjurkan pemberian nitrat bersama antagonis kalsium. Sehubungan dengan masalah
toleransi, saat ini ditemukan bahwa nitrat yang short acting seperti Nitrogliserin atau
ISDN lebih bermanfaat dibanding preparat long acting seperti Isosorbide 5-
mononitrat. Selain itu Thomas dkk (2007) melaporkan bahwa pemberian Isosorbite 5-
mononitrate menyebabkan disfungsi endotel akibat peningkatan radikal bebas.
1.4.2. Antiplatelets
1.4.2.1. Low dose aspirin
Metaanalisa dari 300 studi yang melibatkan 140.000 pasien menunjukkan
pemberian aspirin dosis rendah (75 mg/hari) pada pasien angina pektoris, pasca
infark miokard atau pasca coronary artery bypass graft untuk mencegah infark
miokard ulangan dan mati mendadak. Jadi aspirin 80-160 mg sehari mutlak harus
diberikan pada pasien angina pektoris stabil kecuali ada kontraindikasi. Bagi pasien
yang juga menderita ulkus peptikum, gastritis berat atau penyakit perdarahan
lainnya yang merupakan kontraindikasi, maka aspirin iosis rendah dapat diganti
dengan dipiridamol atau cilostazol. Apabila karena efek samping atau suatu sebab
pasien tidak dapat diberikan dipiridamol atau cilostazol, herbal medicine yang
memiliki efek antiplatelet sebagai terapi alternatif cukup efektif.
-
8/13/2019 Angina Pektoris kardio
9/20
1.4.2.2. Ticlopidine : Obat ini tidak dianjurkan lagi sebagai obat antiangina karena efek
samping.
1.4.2.3. Clopidogrel
Jejas endotel dan aterogenesis dapat disebabkan karena lumen pembuluh darah
terpapar komponen trombogenik subendotel seperti tissue factor dan Von
Willebrand factor. Hal ini selanjutnya menyebabkan platelet degranulasi dan
melepaskan berbagai platelet aktivator ermasuk ADP. ADP menginduksi agregasi
platelet pertama (initiated) dicetuskan/ diperankan oleh P2Y reseptor dan kemudian
diamplifikasi dan dipertahankan oleh P2Y12reseptor secara sinergis. P2Y12reseptor
juga mengamplifikasi agregasi platelet yang diinduksi oleh berbagai agonis.
Clopidogrel adalah P2Y12 antagonis sehingga memiliki efek anti agregasi dan
menghambat pembentukan trombus. Dengan demikian, clopidogrel secara teoritis
dapat menghambat respon patologis terhadap jejas yang mana pada puncaknya
terbentuk thrombus yang menyumbat, atau menghambat restenosis setelah
dilakukan Percutaneous Coronary Intervention (PCI).
Pada angina pektoris stabil, clopidogrel dianjurkan sebagai pengganti aspirin
dosis rendah apabila pasien hipersensitif terhadap aspirin. Pada pasien ang memiliki
risiko tinggi, The Clopidogrel for High Atherothrombotic Risk and Ischemic
Stabilization Management and Avoidance (CHARISMA) menunjukkan bahwa
kombinasi aspirin dengan clopidogrel hanya sedikit lebih baik dibandingkan
pemberian aspirin sendiri. Dengan demikian kombinasi aspirin dengan clopidogrel
hanya dianjurkan pada pasien pasca PCI.
1.4.2.4. Trifluisal: obat ini hanya digunakan sebagai pengganti apabila ada kontraindikasi
terhadap aspirin atau clopidogrel.
1.4.3 -BlokerKelebihan -blocker dalam pengobatan AP adalah karena obat ini memiliki efek
inotropik dan kronotropik negatif sehingga meningkatkan suplai oksigen dan
menurunkan kebutuhan oksigen jantung. -blocker non-selektif yang tidak memiliki
intrinsic sympathomimetic activity(ISA) seperti propranolol, telah dibuktikan efektif
dalam mengobati AP stabil, namun tidak efektif bahkan dapat mengakibatkan
eksaserbasi terhadap Prinzmetal's angina. Kecuali untuk menurunkan laju jantung,
propranolol sebaiknya tidak diberikan bersama verapamil atau diltiazem.
-
8/13/2019 Angina Pektoris kardio
10/20
-blocker yang kardioselektif seperti atenolol, metoprolol atau bisoprolol sangat
efektif terhadap AP stabil dan pada silent ischemia. Ke lebihan -blocker golongan
ini adalah jarang terjadi toleransi, dapat digunakan pada penderita penyakit paru
obstruktif dan diabetes melitus yang sedang menggunakan antidiabetik oral.
Bisoprolol adalah penyekat -1 selektif yang tidak memiliki ISA dan bekerja
lama. Keunikan bisoprolol ialah mampu menekan variasi sirkandian sehingga efektif
dalam mengurangi total ischemic burden. Hasil uji klinik telah membuktikan bahwa
bisoprolol meningkatkan toleransi Treadmill test, menurunkan tekanan sistolik dan
double product, juga mengurangi perubahan segmen ST selama uji latih dengan
beban.
1.4.4 CalciumChannel Blockers (CCB)CCB atau antagonis kalsium dibagi menjadi tiga kelas yaitu: a. Dihidropiridin
(Nifedipin, Amlodipin, Nicardipin dan lain lain) yang vaskuloselektif b.
Fenilalkilamin (Verapamil) yang kardioselektif. c. Benzotiasepin (Diltiazem =)
yang lebih netral.
CCB menurunkan beban jantung karena menurunkan afterload dan preload,
meningkatkan aliran darah koroner karena melebarkan pembuluh darah koroner. dan
mengurangi kebutuhan oksigen jantung karena menghambat kontraktilitas miokard.
Maka antagonis kalsium memiliki efek antiangina. Selain itu dilaporkan pula bahwa
antagonis kalsium mampu menghambat atherosklerosis karena dapat mencegah
deskuamasi sel endotel akibat berbaggi rangsangan.
Beberapa studi menunjukkan bahwa nifedipin dan verapamil sangat efektif
mencegah episode iskemik miokard akibat angina vasospastik (Prinzmetal's angina).
Obat-obat ini juga meningkatkan toleransi latihan, pada penderita dengan fixed
stenoses. Penderita AP stabil yang gagal dikontrol dengan -blocker, maka verapamil
adalah obat alternatif yang efektif. Verapamil juga dilaporkan efektif dalam
pengobatan AP tak stabil.
Bagi penderita AP yang memiliki riwayat takikardia supraventrikular, verapamil
merupakan obat pilihan utama. Namun karena ia memiliki efek kronotropik dan
inotropik negatif yang kuat, maka obat ini harus diberikan dengan sangat hati-hati
pada penderita dengan -blocker.
Nifedipin sebaiknya hanya diberikan pada AP dengan hipertensi dan mempunyai
kontraindikasi terhadap -blocker. Dosis harus dititerasi secara tepat. Efek takikardi
-
8/13/2019 Angina Pektoris kardio
11/20
dan hipotensi dapat mengakibatkan steal syndrome sehingga memperburuk AP. Telah
dilaporkan bahwa nifedipin short acting bahkan meningkatkan mortalitas penderita
AP tidak stabil. Nifedipin GITs bersifat long acting dilaporkan efektif menurunkan
gejala AP.
Diltiazem memiliki efek vasodilatasi perifer lebih lemah dari nifedipin, dan efek
inotropik negatif yang lebih lemah dibanding verapamil, sehingga diltiazem paling
sering diberikan bersama BB dalam pengobatan AP.
Amlodipin merupakan antagonis kalsium yang long acting dengan half life 35-50
jam beberapa uji klinik seperti CAPARES dan NORMALISE menunjukkan hasil
bahwa amlodipin menghambat progresivitas atherosklerosis pada pasien PJK. Dosis
untuk angina pektoris adalah satu kali 5 mg setiap hari. Tidak perlu mengurangi dosis
pada penderita sakit ginjal.
Nicardipin memiliki efek inotropik negatif yang paling lemah sehingga paling
baik diberikan pada penderita AP yang juga menderita gagal jantung. Selain itu, obat
ini telah dilaporkan efektif untuk mengobati AP at rest yang sudah tidak berhasil
diobati dengan antagonis kalsium yang lain.
1.4.5. The 3-ketoacyl coenzymeAthiolase inhibitor (Trimetazidine MR)Trimetazidine MR (Trizedon MR) merupakan obat antiangina yang baru.
Mekanisme kerja Trimetazidine adalah menghambat enzim 3-ketoacyl rantai panjang
pada mitokondria. Melalui jalan ini metabolisme energi otot jantung akan lebih
banyak berasal dari oksidasi glukosa dibanding dari oksidasi fatty acid. Hal ini
meningkatkan produksi ATP dan menghambat asidosis. Selain itu obat ini juga
menghambat Ca++overload yang terjadi selama prosedur reperfusi sehingga memiliki
efek kardio-protektif.
Trimetazidine diabsorbsi secara baik melalui saluran cerna. Bioavailabilitas ialah
87%. Diekskresi dalam bentuk yang tidak berubah melalui urine. Obat ini tersedia
dalam bentuk tablet 35 mg. Dosis pemberian adalah 2 x satu tablet sehari. Berbagai
studi melaporkan bahwa Trimetazidine efektif mengurangi serangan angina dan
meningkatkan fungsi ventrikel kiri pada pasien PJK.
-
8/13/2019 Angina Pektoris kardio
12/20
1.4.6. ACE-inhibitors
ACE-inhibitors bukan obat antiangina, namun beberapa studi membuktikan
bahwa obat ini menurunkan kejadian cerebrovaskular dan kardiovaskular seperti
angina tak stabil dan infark miokard. Hal ini disebabkan karena ACE-inhibitors
meningkatkan fungsi vasomotor endotel pada pasien PJK. memiliki efek antiinflamasi
dan menghambat remodeling, sehingga ACE-inhibitor dianjurkan terutama pada
pasien AP yang LVH.
1.4.7. Ivabradine
Ivabradine merupakan obat baru yang secara selektif dan spesifik menghambat
arus depolarisasi (depolarizing pacemaker If (funny) current) di nodus SA, sehingga
memiliki potensi menurunkan laju jantung yang setara dengan atenolol. Dengan
menurunkan laju jantung, obat ini selain meningkatkan durasi diastolik,
meningkatkan perfusi dan suplai oksigen ke miokard, juga menurunkan beban
jantung dan kebutuhan oksigen. Dengan demikian obat ini secara teoritis dapat
digunakan sebagai obat pengganti -blocker bagi pasien yang kontraindikasi dengan
-blocker.
1.5 Tindakan
Pasien dengan AP stabil yang dapat dikontrol oleh obat obat antiangina pada yang
follow up terus membaik tidak perlu dilakukan tindakan invasif. Akan tetapi apabila
kondisi penyakit memburuk misalnya serangan angina semakin sering dan berat, atau
tes Treadmill positif, maka perlu dilakukan angiografi koroner. Intervensi selanjutnya
yaitu dilakukan PTCA atau cABG's tergantung hasil angiografi koroner.
1.5.1. Percutaneus Transluminal Coronary Angioplasty (PTCA)
PTCA adalah suatu tehnik menggunakan balon halus yang dirancang khusus
untuk melebarkan lumen arteri koroner yang stenosis. Persiapan dan prosedur
melakukan PTCA hampir sama seperti melakukan angiografi koroner. Pasien diberi
keterangan lengkap mengenai sebab dilakukan PTCA. apa keuntungan yang
diperoleh dan juga komplikasi yang mungkin terjadi seperti diseksi, tamponade,
terjadi trombus sampai serangan jantung atau gagal jantung. Serta kesediaan pasien
untuk dilakukan operasi jantung apabila terjadi komplikasi seperti tersebut diatas.
Pasien diminta menandatangani surat persetujuan dilakukan prosedur PTCA dan juga
surat persetujuan dilakukan operasi jantung. Seperti proses angiograf koroner, pasien
-
8/13/2019 Angina Pektoris kardio
13/20
dicukur dan dipuasakan kurang lebih 6 jam. Kemudian dilakukan anestesi lokal dan
memasukan kateter. Setelah ujung kateter ditempatkan di pangka arteri koroner,
melalui lubang kateter dimasukan tubing kecil yang memiliki balon di ujungnya.
Tubing kecil ini dimasukkan ke dalam arteri koroner tepat di daerah penyempitan,
kemudian balon dikembangkan beberapa kali untuk melebarkan daerah yang sempit.
Kemudian balon dan kateter dikeluarkan. Dengan hanya melebarkan arteri yang
menyempit dengan balon, angka restenosis atau menyempit kembali dari plak di
dalam lumen arteri koroner cukup tinggi disebabkan oleh karena pada waktu balon
dikembangkan, trauma yang terjadi bukan saja menyebabkan plak menjadi retak-
retak, akan tetapi pada tempat itu juga terjadi produksi bahan stres oksidatif yang
disebut isoprostan. Dengan demikian endotel dan otot polos dibawah plak akan
terangsang untuk membentuk suatu intima baru.
Angka restenosis yang tinggi dari PTCA ini memaksa para ahli mencari jalan lain
agar dapat mencegah efek samping angioplasti ini. Pada tahun 1987 mulai
direkomendasi pemasangan stent (a tube look like a small spring) pada setiap PTCA.
Stent merupakan suatu pegas artifisial atau orang awam menyebutnya sebagai cincin,
yang ditempatkan pada daerah penyempitan untuk mengganjal plak aterosklerosis
agar tidak menyempit lagi.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kandidat yang baik dilakukan
pemasangan stent adalah :
1. Pasien PJK tidak stabil: memiliki gejala berat atau tes Treadmill positif berat.2. Lesi yang sesuai (suitable): misalnya terletak di proksimal (muara pembuluh
darah), diskret baru, tandem atau panjang, konsentrik, eksentrik, angulasi,
percabangan, total oklusi atau partial (kurang lebih 80%), ada perkapuran dan
trombus.
3. Kondisi pasien: pasien tahan mengkonsumsi anti-agregasi misalnya aspirin atauclopidogrel jangka lama, pasien tidak memiliki penyakit lain misalnya gagal ginjal
atau penyakit hati.
Apabila semua syarat-syarat tersebut di atas telah dipenuhi, maka kemungkinan
besar PTCA dan pemasangan stent akan memberi manfaat. Tentunya harus
ditambah dengan fasilitas memadai dan tangan dokter yang trampil.
-
8/13/2019 Angina Pektoris kardio
14/20
1.5.2. Coronary Artery Bypass Graft (cABGs)
Dengan mengetahui letak stenosis arteri koroner secara tepat memungkinkan ahli
bedah untuk melakukan pembedahan, yaitu menyambungkan pembuluh darah baru
di distal penyempitan (memberi run off amenable to bypass). Tujuan operasi bypass
adalah untuk meningkatkan suplai darah ke miokard sehingga dapat meredakan
keluhan nyeri dada, menurunkan kejadian serangan jantung dan memperpanjang
hidup pasien.
Selama cABGs, pasien diberi anestesi umum. Pernapasan dibantu dengan
ventilator. Setelah itu dinding toraks di buka, jantung yang sedang berdenyut
dihentikan dengan suhu dingin, kemudian aliran darah yang secara normal
dipompakan keluar dari jantung dialihkan pada mesin jantung paru (heart lung
machine). Dengan demikian dokter ahli bedah dapat dengan tenang menggunakan
sepotong vena atau arteri untuk membuat bypass (jalan pintas) pada bagian arteri
koroner yang stenosis atau sudah oklusi total. Pembuluh darah yang dipakai untuk
bypass ini disebut graft; ujung yang satu dihubungkan dengan aorta ascenden
sedangkan ujung yang lain akan disambungkan ke arteri koroner di bagian bawah
dari pada daerah penyempitan. cABGs membutuhkan waktu kurang lebih 4-6 jam.
Pasien PJK yang dianjurkan cAB adalah mereka yang hasil kateterisasi jantung
ditemukan adanya:
1. Penyempitan >50% dari arteri koroner kiri utama (left main disease), atau leftmain equivalent yaitu penyempitan di bagian panggkal atau proksimal dari arteri
anterior desenden dan arteri circumflex.
2. Penderita dengan 3 vessel disease (tiga arteri koroner semuanya mengalamistenosis yang significant) yang fungsi jantung mulai menurun (ejection fraction