ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM KASUS SENGKETA EKONOMI SYARIAH
DI PENGADILAN AGAMA PURBALINGGA TENTANG WANPRESTASI AKAD MURABAHAH
(PUTUSAN NO. 1720/Pdt.G/2013/PA.Pbg)
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh: Eko Mulyono
NIM: 21412007
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2017
ii
NOTA PEMBIMBING Lamp : 4 (empat) eksemplar
Hal : Pengajuan Naskah Skripsi
Kepada Yth.
Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga
di Salatiga
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Disampaikan dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan
dan koreksi, maka skripsi mahasiswa:
Nama : Eko Mulyono
NIM : 21412007
Judul : ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM
KASUS SENGKETA EKONOMI SYARIAH DI
PENGADILAN AGAMA PURBALINGGA TENTANG
WANPRESTASI AKAD MURABAHAH (PUTUSAN
NO. 1720/Pdt.G/2013/PA.Pbg)
dapat diajukan kepada Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga untuk diujikan
dalam sidang munaqasyah.
Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan
digunakan sebagaimana mestinya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
iii
iv
v
MOTTO
Jangan patah semangat walau apapun yang terjadi, jika kita menyerah, maka habislah sudah. (Top Ittipat)
vi
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan skripsi ini kepada:
Ayahku Sukiman dan Ibuku Rusminah yang tidak henti-hentinya selalu
mendo’akan, membimbing dan mendukungku
Almamaterku Jurusan Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah
IAIN Salatiga
Alm. Simbah Kyai Slamet Idris, Sang Maha Guru penulis selama
nyantri di PonPes Al-Islah Tingkir Lor Salatiga
Alm. Ahmad Kautsar (Mamat), teman, sahabat, saudara terbaikku.
Tenanglah di syurga-Nya kawan
Untuk diriku sendiri, tantangan yang lebih besar telah menantimu!
vii
ABSTRAK
Mulyono, Eko. 2017. Analisis terhadap Putusan Hakim dalam kasus Sengketa Ekonomi Syariah di Pengadilan Agama Purbalingga tentang Wanprestasi Akad Murabahah (Putusan No. 1720/Pdt.G/2013/PA. Pbg). Skripsi. Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Dr. Ilyya Muhsin, S.HI., M.Si.
Kata kunci: putusan, sengketa ekonomi syariah, wanprestasi, akad, murabahah
Salah satu pengadilan agama yang telah memutus sengketa ekonomi syariah adalah Pengadilan Agama Purbalingga. Putusan No. 1720/Pdt.G/2013/PA.Pbg merupakan putusan yang dikeluarkan Pengadilan Agama Purbalingga tentang wanprestasi akad murabahah. Penggugat menggugat Para Tergugat yang merupakan pasangan suami istri dengan tuduhan telah melakukan wanprestasi akad jual beli murabahah no: 43. Dalam gugatannya, Penggugat menuntut Para Tergugat untuk membayar harga pokok barang beserta margin keuntungan, denda, biaya kunjungan dan biaya kuasa hukum. Penggugat juga meminta sita jaminan atas tanah pekarangan milik Para Tergugat. Namun, Majelis Hakim yang memutus perkara ini hanya mengabulkan gugatan Penggugat sebagian dan menolak selebihnya. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apa yang menjadi dasar hukum dan pertimbangan Hakim dalam memutus perkara No. 1720/Pdt.G/2013/PA.Pbg dalam perkara sengketa ekonomi syariah yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama Purbalingga.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian studi putusan. Pendekatan penelitian yang peneliti gunakan adalah yuridis normatif, yakni pendekatan yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan adalah teknik dokementasi.
Berdasarkan hasil penelitian, pertimbangan hukum yang digunakan oleh Majelis Hakim dalam memutus Putusan No. 1720/Pdt.G/2013/PA.Pbg ini adalah Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan perubahan pertama Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 dan diubah dengan perubahan kedua Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 Tentang Peradilan Agama, Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) dan Herzien Inlandsch Reglement (HIR). Terhadap pertimbangan hukum oleh hakim tersebut, penggunaan UU No. 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas kuranglah tepat sebab undang-undang tersebut telah diganti dengan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Sementara terhadap penggunaan UU No. 50 Tahun 2009 Tentang Peradilan Agama, KHES dan HIR sebagai pertimbangan hukum oleh hakim sudahlah tepat.
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puja dan puji penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,
karena berkat rahmat-Nya penulisan skripsi ini dapat penulis selesaikan sesuai
dengan yang diharapkan. Penulis juga bersyukur atas rizki dan kesehatan yang
telah diberikan oleh-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi
ini tanpa suatu halangan yang berarti.
Sholawat dan salam selalu penulis sanjungkan kepada Rasulullah
Muhammad SAW beserta segenap keluarga, para sahabat, dan pengikut-Nya,
syafa’at beliau sangat penulis nantikan di hari pembalasan nanti.
Penulisan skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu persyaratan
guna memperoleh gelar Sarjana dalam Hukum Islam di Jurusan Hukum Ekonomi
Syariah Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga dengan judul: “Analisis terhadap Putusan
Hakim dalam Kasus Sengketa Ekonomi Syariah di Pengadilan Agama
Purbalingga tentang Wanprestasi Akad Murabahah (Putusan No.
1720/Pdt.G/2013/PA. Pbg)”. Penulis mengakui bahwa dalam menyusun penulisan
skripsi ini tidak dapat diselesaikan tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak.
Karenanya, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Ibu Dr. Siti Zumrotun, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syari’ah di IAIN
Salatiga.
3. Ibu Evi Ariyani, M.H, selaku Ketua Jurusan Hukum Ekonomi Syariah di IAIN
Salatiga.
4. Bapak Dr. Nafis Irkhami, M.Ag, selaku dosen pembimbing akademik.
5. Bapak Dr. Ilyya Muhsin, S.HI, M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi yang
selalu memberi arahan, pemahaman, dan selalu membagi ilmunya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
6. Hakim dan Staf Pengadilan Agama Purbalingga yang telah membantu proses
penelitian penulis.
ix
7. Bapak dan Ibu Dosen selaku staf pengajar dan seluruh staf administrasi
Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga yang tidak bisa penulis sebut satu persatu
yang selalu memberikan ilmunya pada penulis.
8. Kedua orang tua tercinta, Bapak Sukiman dan Ibu Rusminah yang tak henti-
hentinya memberikan dukungan, semangat dan doa sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini tanpa suatu halangan.
9. Adik-adik penulis tercinta, Rahmat Kasyfan, Endang Semiati dan Muhammad
Rifky Habibi yang senantiasa memberikan motivasi pada penulis untuk
menyelesaikan skripsi.
10. Pengasuh Pondok Pesantren Al-Ishlah Tingkir Lor Salatiga: Ustad Asyiq
Ma’ruf, Ustad Musthofa, Ustad Munawwar Sa’id, terima kasih atas wejangan-
wejangan dan ilmu yang telah diberikan pada penulis.
11. Teman-teman santri Pondok Pesantren Al-Ishlah Tingkir Lor Salatiga: Fared,
Huda, Anam, Lutfi, Didin, Mbah Rokim, Niam, Mon-mon, Miftah, Nafis,
Muntaha, Irul, Hamim, Rijal, Champling, Mas Sigit, terima kasih atas
kebersamaan dan diskusinya.
12. Ibu Hj. Robitoh, selaku pemilik warung pojok, terima kasih telah membantu
para santri saat kelaparan dan tidak punya uang.
13. Sahabat-sahabatku di Republik Gondesia HES ’12: Elyas, Gusdrun, Ucup,
Zakampret, Ipay, Lutpeng, Panji, Agunk, yang selalu menyemangati penulis
dalam menyusun skripsi.
14. Teman-teman Jurusan Hukum Ekonomi Syariah angkatan 2012 IAIN Salatiga,
terima kasih telah memberikan warna di hidupku ini.
15. Teman-teman Bidikmisi Angkatan 2012: Riyadus, Pak Slam, Begindro, Ari,
Salasun, Harno, Mujito, Agus, dan yang lainnya yang tidak bisa penulis
sebutkan satu persatu, tetaplah menjadi terbaik tanpa merasa jadi yang terbaik.
16. Teman-teman IKAMARU Salatiga: Ibah, Mahmud, Nailul, Roin, Jamil, Hap-
hap, Alim, Agus, terima kasih atas canda tawa yang tak mungkin terlupa.
17. Teman-teman di Purbalingga, Mas Edhie, Mas Yono, Mas Bowo, terima kasih
telah mau menerima dan menampung penulis selama penelitian di
Purbalingga.
x
Semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan mereka dengan
balasan yang sepantasnya dan yang lebih dari apa yang telah mereka berikan
kepada penulis. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat
khususnya bagi penulis sendiri dan umumnya bagi pembaca, amiin.
Salatiga, September 2017 Penulis
Eko Mulyono
xi
DAFTAR ISI
COVER ................................................................................................. ..……... i
NOTA PEMBIMBING ......................................................................... …….....ii
PENGESAHAN SKRIPSI ................................................................................ iii
PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................... ………iv
MOTTO ................................................................................................ …….....v
PERSEMBAHAN ................................................................................. ………vi
ABSTRAK ............................................................................................. ……...vii
KATA PENGANTAR ............................................................................ ….....viii
DAFTAR ISI .......................................................................................... ……...xi
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... …….xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 8
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 8
D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 9
E. Penegasan Istilah ................................................................................. 9
F. Tinjauan Pustaka ................................................................................ 10
G. Metode Penelitian .............................................................................. 14
H. Sistematika Penulisan ........................................................................ 16
BAB II KERANGKA TEORITIK
A. Putusan .............................................................................................. 17
B. Ekonomi Syariah ............................................................................... 28
C. Wanprestasi ....................................................................................... 38
D. Akad .................................................................................................. 44
E. Murabahah ......................................................................................... 47
xii
BAB III DESKRIPSI PERKARA NOMOR 1720/Pdt.G/2013/PA.Pbg
TENTANG WANPRESTASI AKAD MURABAHAH
A. Gambaran Umum Pengadilan Agama Purbalingga .................. ……...54
B. Deskripsi Perkara No. 1720/Pdt.G/2013/PA.Pbg Tentang
Wanprestasi Akad Murabahah ........................................................... .78
C. Putusan Hakim No. 1720/Pdt.G/2013/PA.Pbg Tentang Wanprestasi
Akad Murabahah…………………………………………………… .80
BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM NOMOR
1720/Pdt.G/2013/PA.Pbg TENTANG WANPRESTASI AKAD
MURABAHAH
A. Dasar Pertimbangan Putusan Hakim No. 1720/Pdt.G/2013/PA.Pbg
Tentang Wanprestasi Akad Murabahah ............................................. 82
B. Analisis Dasar Pertimbangan Putusan Hakim No.
1720/Pdt.G/2013/PA.Pbg Tentang Wanprestasi Akad Murabahah… 90
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................. …….98
B. Saran ...................................................................................... …….99
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Salinan Putusan Nomor 1720/Pdt.G/2013/PA.Pbg
2. Surat Penunjukan Pembimbing Skripsi
3. Surat Permohonan Izin Penelitian
4. Surat Keterangan Observasi
5. Lembar Konsultasi Skripsi
6. Daftar Nilai SKK
7. Curriculum Vitae
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Syariat Islam merupakan hukum-hukum atau peraturan-peraturan yang
diturunkan Allah untuk manusia melalui Nabi Muhammad baik yang
terkandung dalam Al-Quran maupun Sunnah Nabi, yang berwujud perkataan,
perbuatan dan ketetapan, atau pengesahan. Hukum yang diturunkan melalui
Nabi Muhammad untuk segenap umat manusia dibagi menjadi tiga bagian:
1. Ilmu Tauhid
Ilmu Tauhid yaitu hukum atau peraturan-peraturan yang berhubungan
dengan dasar-dasar keyakinan agama Islam yang tidak boleh diragukan,
seperti peraturan yang berhubungan dengan Dzat dan sifat Allah.
2. Ilmu Akhlak
Ilmu Akhlak yaitu peraturan-peraturan yang berhubungan dengan
pendidikan dan penyempurnaan jiwa, seperti harus memenuhi janji, harus
amanah, dilarang berdusta dan berkhianat.
3. Ilmu Fiqh
Ilmu Fiqh dibagi menjadi dua bagian:
a. Ibadah
Ibadah yaitu bagian ilmu fiqh yang menjelaskan tentang hukum-hukum
hubungan manusia dengan Tuhannya, seperti ibadah tidak sah kecuali
disertai dengan niat, sholat, zakat, puasa, haji dan lain-lain.
2
b. Muamalah
Muamalah yaitu bagian ilmu fiqh yang menjelaskan tentang hukum-
hukum hubungan antara manusia dengan sesamanya. Secara spesifik,
muamalah adalah seperangkat hukum atau aturan yang mengatur tentang
harta benda hak milik, akad-akad, kontrak atau perjanjian dan kerjasama,
seperti jual beli, sewa-menyewa (ijaroh), gadai (rohan), kongsi (syirkah)
dan lain-lain yang mengatur urusan harta benda seseorang, kelompok dan
segala sangkut pautnya seperti hak dan kekuasaan (El Ghandur, 2006:
12).
Muamalah merupakan suatu hal yang dinamis, bukan statis. Muamalah
akan selalu berkembang sesuai dengan perkembangan peradaban manusia
terutama di bidang ekonomi. Ekonomi syariah merupakan bentuk nyata dari
manifestasi perkembangan dunia muamalah masa kini. Hal ini sejalan dengan
kaidah fikih yang berbunyi:
م ی ر ح ى الت ل ع ل ی ل الد ل د ى ی ت ح ة اح ب اإل ت ال ام ع م ى ال ف ل ص األ
“Hukum asal segala bentuk muamalah adalah boleh, sampai ada dalil yang
menunjukkan keharamannya” (Fadal, 2008: 45).
Perkembangan ekonomi syariah di Indonesia sendiri tergolong cukup
pesat. Mulai dari berdirinya PT Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun
1991 menjadi pembuka jalan bagi lembaga keuangan syariah lain baik yang
bank maupun non-bank untuk lebih berani melawan arus lembaga keuangan
konvesional dengan menerapkan prinsip syariah. Hal ini terjadi karena
permintaan masyarakat yang membutuhkan suatu sistem alternatif yang selain
3
menyediakan jasa keuangan yang sehat, juga memenuhi prinsip-prinsip syariah
(Ikatan Bankir Indonesia, 2014: 3).
Atas dasar perkembangan ekonomi syariah yang pesat serta untuk
kemaslahatan umat manusia di bidang perekonomian, maka diperlukan payung
hukum yang jelas yang mengatur mengenai persoalan ekonomi syariah.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 dirasa kurang sesuai lagi dengan
perkembangan hukum masyarakat dan ketatanegaraan Indonesia, maka lahirlah
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan pertama atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang telah
disahkan oleh mantan Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang
Yudhoyono.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 ini memberikan perubahan yang
sangat signifikan terutama soal kewenangan absolut Peradilan Agama.
Sebelumnya, Peradilan Agama berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1989 hanya berwewenang menyelesaikan sengketa perkawinan, waris, wasiat,
hibah, wakaf, zakat, infak dan sedekah. Dengan lahirnya Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2006, Peradilan Agama tidak lagi mempunyai kewenangan
sebatas menyelesaikan perdata perkawinan dan waris akan tetapi telah
diperluas dengan kewenangan dalam keperdataan lainnya (Hudiata, 2015: 24).
Perluasan kewenangan yang dimaksud tidak lain adalah kewenangan untuk
menangani permasalahan ekonomi syariah. Perluasan kewenangan Pengadilan
Agama untuk menangani kasus sengketa ekonomi syariah ini mutlak
diperlukan guna memberi kepastian hukum bagi para pelaku ekonomi syariah,
4
sehingga mereka tidak merasa bingung ketika terjadi sengketa ekonomi
syariah.
Berdasarkan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang
perubahan pertama atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama, bahwa Pengadilan Agama bertugas dan berwenang
memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara
orang-orang yang beragama Islam di bidang:
a. Perkawinan,
b. Waris,
c. Wasiat,
d. Hibah,
e. Wakaf,
f. Zakat,
g. Infak,
h. Shadaqah, dan
i. Ekonomi syariah.
Hal yang sangat menarik dan membuat undang-undang hasil amandemen
ini berbeda dengan Undang-Undang No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Agama adalah adanya kebolehan non muslim menundukkan diri secara suka
rela kepada hukum Islam. Ketentuan seperti ini dapat dilihat dalam penjelasan
Pasal 49 Undang-Undang No.3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-
Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang menyatakan, bahwa
“Yang dimaksud dengan antara orang-orang yang beragama Islam” adalah
5
termasuk orang atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan diri
dengan suka rela kepada hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi
kewenangan Peradilan Agama sesuai dengan ketentuan pasal ini. Dengan
demikian maka penjelasan pasal ini memberikan peluang Peradilan Agama
menyelesaikan sengketa non muslim sepanjang yang disengketakan termasuk
kewenangan absolut Peradilan Agama (Rasyid dan Syaifuddin, 2009: 13).
Setelah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama
disahkan oleh pemerintah, yang salah satu pokok amandemennya adalah
perluasan kewenangan Pengadilan Agama untuk menyelesaikan sengketa
ekonomi syariah, pemerintah kembali mengeluarkan Undang-Undang tentang
Perbankan Syariah. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 lahir untuk
menggantikan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan
pertama atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.
Dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan
Syariah ada satu bab khusus mengenai penyelesaian sengketa perbankan
syariah. Pengertian kata “Menyelesaikan” bagi sebuah peradilan adalah
menerima, memeriksa, menyelesaikan dan memutus, hingga melaksanakan
eksekusi putusan berkaitan dengan perbankan syariah yang tidak dilaksanakan
oleh para pihak yang berperkara. Dalam Pasal Nomor 55 Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah dijelaskan bahwa:
1. Penyelesaian sengketa perbankan syariah dilakukan oleh Pengadilan dalam
lingkungan Peradilan Agama.
6
2. Dalam hal perkara pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelesaian dilakukan sesuai isi
akad.
3. Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh
bertentangan dengan prinsip syariah (Hudiata, 2015: 76-77).
Salah satu Pengadilan Agama yang menangani kasus ekonomi syariah
adalah Pengadilan Agama Purbalingga. Pada tanggal 23 September 2013,
Kepaniteraan Pengadilan Agama Purbalingga menerima gugatan tentang
ekonomi syariah mengenai wanprestrasi akad pembiayaan murabahah dengan
nomor perkara 1720/Pdt.G/2013/PA.Pbg, yang diajukan oleh PT Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Buana Mitra Perwira, yang berkedudukan
hukum di Jalan MT. Haryono No. 267 Purbalingga, dalam hal ini diwakili oleh
H. Aman Waliyudin, SE., MSI., dalam kedudukannya selaku direktur utama
PT. BPRS Buana Mitra Perwira memberikan kuasa khusus kepada H. Sugeng,
SH., MSI., Advokat yang beralamat kantor Jl. DI Panjaitan No. 111
Purbalingga. Disini mereka menggugat Mulia Lastro Wibowo, SE., (Tergugat
I) dan Nenny Mulyani, SE., (Tergugat II) selaku penerima piutang murabahah.
Berdasarkan Akad Jual Beli Murabahah Nomor: 43 tanggal 18 Agustus
2010, Tergugat I atas persetujuan Tergugat II sebagai isteri telah menerima
fasilitas Piutang Murabahah dari Penggugat sebesar Rp.100.000.000,- (seratus
juta rupiah) dengan perhitungan Harga Pokok Rp.100.000.000,- (seratus juta
rupiah), Margin Keuntungan Rp.46.800.000,- (empat puluh enam juta delapan
ratus ribu rupiah), sehingga Harga Jual Barang sebesar Rp.146.800.000,-
7
(seratus empat puluh enam juta delapan ratus ribu rupiah). Jangka waktu
Piutang tersebut adalah selama 36 ( tiga puluh enam) bulan yaitu sejak tanggal
18 Agustus 2010 s/d 18 Agustus 2013. Pembiayaan tersebut oleh Para Tergugat
akan digunakan untuk pembelian 1 (satu) unit Mobil Panther Merah Tahun
1997 dan 1 (satu) unit Mobil Daihatsu Expass Hijau Tahun 1994.
Pada awalnya, Penggugat menerima angsuran dari Para Tergugat dengan
lancar. Akan tetapi memasuki bulan Oktober 2012, Para Tergugat mulai
menunggak angsuran sehingga beberapa kali Penggugat melayangkan Surat
Peringatan dan juga Somasi. Somasi yang terakhir adalah Somasi III yang
dilayangkan oleh Penggugat pada bulan Juli 2013 akan tetapi atas Somasi
tersebut, Para Tergugat tidak pernah menanggapi. Penggugat sebenarnya telah
memberikan kesempatan lagi kepada Para Tergugat, namun sampai gugatan ini
diajukan, Tergugat tidak dapat menyelesaikan kewajibannya kepada
Penggugat. Oleh karenanya sangatlah beralasan Penggugat mengajukan
Gugatan Sengketa Ekonomi Syariah kepada Ketua Pengadilan Agama
Purbalingga. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 49 huruf (i) Undang-
Undang No. 3 Tahun 2006 Tentang Amandemen Undang-Undang Peradilan
Agama jo. Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang
Perbankan Syariah.
Dalam perkara tersebut, Penggugat dalam gugatannya menuntut ganti rugi
uang sebesar Rp.59.826.602,- (lima puluh sembilan juta delapan ratus dua
puluh enam ribu enam ratus dua rupiah), termasuk didalamnya harga pokok,
margin/keuntungan bank, denda keterlambatan, biaya kunjungan dan biaya
8
kuasa hukum. Penggugat juga memohon pada Ketua Pengadilan Agama
Purbalingga untuk meletakkan sita jaminan (conservatoir beslaag) atas tanah
pekarangan milik Tergugat I. Namun dalam putusannya, Hakim hanya
mengabulkan sebagian saja dari gugatan Penggugat dan menolak selebihnya.
Perluasan kewenangan absolut Pengadilan Agama untuk menangani
sengketa ekonomi syariah memang belum lama terjadi, sehingga putusan
Pengadilan Agama terkait ekonomi syariah masih sangat terbatas dan tergolong
menjadi sebuah putusan baru. Putusan No. 1720/Pdt.G/2013/PA.Pbg tentang
wanprestasi akad murabahah merupakan putusan yang terhitung baru yang
dikeluarkan oleh Pengadilan Agama Purbalingga sehingga bagi penyusun
putusan tersebut menjadi bahasan yang menarik untuk dikaji.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah penelitian ini dan hendak ditemukan
jawabannya adalah: Apa yang menjadi dasar hukum dan pertimbangan Hakim
dalam memutus perkara Nomor: 1720/Pdt.G/2013/PA.Pbg dalam perkara
sengketa ekonomi syariah yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama
Purbalingga?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang hendak dicapai
oleh penulis dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dasar pertimbangan
Hakim dalam memutus perkara Nomor: 1720/Pdt.G/2013/PA.Pbg dalam
perkara sengketa ekonomi syariah yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama
Purbalingga.
9
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah sumber khazanah
pengetahuan tentang penyelesaian sengketa ekonomi syariah.
b. Menambah wawasan masyarakat pada umumnya dan peneliti khususnya
mengenai penyelesaian sengketa ekonomi syariah di Pengadilan Agama
Purbalingga.
c. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi perkembangan
dunia muamalah dan menjadi rujukan atau acuan terhadap penelitian
selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Dapat mengembangkan nalar berfikir dan kemampuan peneliti dalam
menerapkan ilmu yang didapat di bangku kuliah.
b. Dapat memberikan gambaran pada masyarakat umum terhadap praktek
penyelesaian sengketa ekonomi syariah di Pengadilan Agama
Purbalingga.
c. Sebagai bahan evaluasi pemerintah terhadap pelaksanaan Undang-
Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama di seluruh
Pengadilan Agama di Indonesia.
E. Penegasan Istilah
Penegasan istilah dalam judul ini bermaksud untuk menghindari adanya
interpretasi lain yang dapat menimbulkan kesalahpahaman dalam
10
memahaminya. Adapun pengertian secara istilah judul tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Putusan adalah pernyataan hakim sebagai pejabat negara yang diberi
wewenang untuk itu dan diucapkan di dalam persidangan yang terbuka
untuk umum dengan tujuan untuk menyelesaikan perkara antara pihak-pihak
yang sedang berperkara (Rasyid dan Syaifuddin, 2009: 117).
2. Akad adalah kesepakatan dalam suatu perjanjian antara dua pihak atau lebih
untuk melakukan dan atau tidak melakukan perbuatan hukum tertentu
(KHES Pasal 20, 2008).
3. Murabahah adalah istilah dalam fikih Islam yang berarti suatu bentuk jual
beli tertentu ketika penjual menyatakan biaya perolehan barang, meliputi
harga barang dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan untuk memperoleh
barang tersebut dan tingkat keuntungan (margin) yang diinginkan (Ascarya,
2011: 81-82).
4. Wanprestasi adalah keadaan di mana seseorang (debitur) tidak memenuhi
kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan, baik perikatan yang
timbul karena perjanjian maupun perikatan yang timbul karena undang-
undang (Khairandy, 2013: 279).
F. Tinjauan Pustaka
Guna pembahasan yang lebih komprehensif, peneliti juga melakukan
kajian terhadap penelitian-penelitian yang lebih dahulu ditulis baik berupa
skripsi maupun tesis yang masih ada hubungan dan relevansinya dengan
penelitian ini.
11
Pertama adalah tesis yang ditulis oleh Martina Purnanisa (2016) yang
berjudul “Analisis Putusan Pengadilan terhadap Penyelesaian Hukum Ekonomi
Syariah (Studi Kasus Putusan PA Madiun No.0403/Pdt.G/2014.Pa.Mn)”. Tesis
ini berisi mengenai sengketa perbankan syariah yang melibatkan antara pihak
bank sebagai tergugat dengan nasabah yang memberikan kuasa kepada LPKNI
(Lembaga Perlindungan Konsumen Nasional Indonesia) sebagai penggugat
berdasarkan Legal Standing Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen Pasal 46 ayat 1 huruf (c) UUPK di beri hak gugat
organisasi Legal Standing lus Standi. Penelitian ini termasuk dalam penelitian
pustaka (library research) yang bersifat deskriptif analitis, serta menggunakan
pendekatan normatif yuridis. Hasil penelitiannya adalah bahwa putusan Majelis
Hakim PA Madiun telah memutus perkara tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yaitu: tidak menerapkan PERMA Nomor 1
Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, tidak mencantumkan
posita gugat berkenaan Legal Standing LPKNI yang menyebabkan formulasi
putusan tidak sesuai dengan Pasal 184 ayat (1) HIR dari Pasal 195 RBG.
Kemudian, skripsi yang ditulis oleh Yunita Naryanti (2010) yang berjudul
“Gugatan Wanprestasi Yang Diajukan Oleh PT BPR Syariah Buana Mitra
Perwira Berdasarkan Akad Perjanjian Pembiayaan Al Musyarokah (Studi
Terhadap Putusan Pengadilan Agama Purbalingga Nomor:
1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg)”. Skripsi ini menggunakan Metode pengumpulan
bahan hukum studi pustaka. Metode analisis yang digunakan adalah metode
normatif kualitatif. Dengan hasil penelitiannya adalah Pertimbangan hukum
12
Hakim dalam memutus perkara tentang gugatan wanprestasi yang diajukan
oleh PT BPR Syariah Buana Mitra Perwira adalah dengan mendasarkan pada
alat bukti otentik berupa akad perjanjian pembiayaan al musyarokah, yang nilai
pembuktiannya kuat. Akibat hukum bagi pihak Tergugat atas gugatan
Penggugat yang diterima adalah menghukum para Tergugat untuk membayar
kerugian yang dialami pihak Penggugat.
Kemudian, skripsi yang ditulis oleh Ikhsan Al Hakim (2013) yang
berjudul “Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Di Pengadilan Agama
Purbalingga (Studi Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006
Tentang Pengadilan Agama Oleh Pengadilan Agama Purbalingga)”. Penelitian
ini menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa
Perluasan kewenangan Pengadilan Agama dalam menyelesaikan kasus
sengketa ekonomi syariah di Purbalingga telah dilaksanakan. Berdasarkan
Putusan-putusan Pengadilan Agama Purbalingga telah menyelesaikan 9
(Sembilan) sengketa ekonomi syariah. Dari kesembilan kasus tersebut, 5 (lima)
kasus selesai dengan Damai saat proses litigasi dilaksanakan, sedangkan 4
(empat) kasus dikabulkan oleh Hakim.
Skripsi yang ditulis oleh Pratami Wahyudya Ningsih (2010) yang berjudul
“Analisis Terhadap Putusan Hakim dalam Perkara Gugatan Pemenuhan
Kewajiban Akad Pembiyaan Al-Musyarakah di Pengadilan Agama
Purbalingga (Studi Analisis Terhadap Putusan Nomor:
1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg)”. Hasil penelitiannya adalah dasar pertimbangan
yang digunakan Hakim yang tertuang dalam Putusan Nomor:
13
1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg tersebut diantaranya adalah Tergugat tidak pernah
hadir di persidangan, maka sengketa diputus dengan verstek, Tergugat telah
memenuhi unsur-unsur wanprestasi sesuai dengan ketentuan hukum positif dan
dalil-dalil syar’i, sehingga Tergugat menjadi pihak yang kalah.
Yang terakhir, skripsi yang ditulis oleh Fitriawan Sidiq (2013) yang
berjudul “Analisis Terhadap Putusan Hakim dalam Kasus Sengketa Ekonomi
Syariah di Pengadilan Agama Bantul (Putusan No. 700/Pdt.G/2011/PA.Btl)”.
Skripsi ini berisi gugatan dan tuntutan ganti rugi atas nisbah, dwangsong dan
pengembalian modal oleh para penggugat yang berjumlah 12 orang. Gugatan
yang dikabulkan oleh Majelis Hakim hanya pengembalian modal kepada para
sebagian penggugat saja, dan menolak tuntutan atas ganti rugi nisbah dan uang
paksa dari para penggugat. Sumber hukum yang dijadikan landasan Hakim
dalam memutus perkara ini adalah fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No.
07/DSN-MUI/IV/2000 dan Yurisprudensi MA No. 2899/K/Pdt/1994.
Dalam pengamatan peneliti, sudah ada beberapa penelitian baik dalam
bentuk skripsi maupun tesis tentang analisis terhadap putusan hakim terkait
sengketa ekonomi syariah. Bahkan, telah ada pula penelitian analisis putusan
yang dilakukan di Pengadilan Agama Purbalingga terkait sengketa ekonomi
syariah, sama seperti yang peneliti lakukan. Namun, skripsi tentang analisis
putusan Hakim dalam kasus sengketa ekonomi syariah di Pengadilan Agama
Purbalingga (Putusan No. 1720/Pdt.G/2013/PA.Pbg) ini berbeda subjek
(pelaku) dan objek kajian dengan penelitian terdahulu. Pada penelitian ini,
peneliti meneliti tentang putusan wanprestasi akad murabahah sedangkan
14
penelitian terdahulu tentang wanprestasi akad musyarakah, meskipun berlokasi
di Pengadilan Agama yang sama. Jadi, penelitian ini merupakan penelitian baru
dan belum ada yang menelitinya.
G. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah cara kerja meneliti, mengkaji, dan menganalisis
objek penelitian untuk mencari hasil atau kesimpulan tertentu. Metode
penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti yaitu penelitian studi putusan.
Objek kajian penelitian adalah putusan nomor: 1720/Pdt.G/2013/PA.Pbg
tentang sengketa ekonomi syariah yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama
Purbalingga.
2. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif. Pendekatan
yuridis normatif merupakan pendekatan yang mengacu kepada norma-
norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan
putusan-putusan pengadilan serta norma-norma hukum yang ada dalam
masyarakat. Selain itu, pendekatan ini juga melihat sinkronisasi suatu aturan
dengan aturan lainnya secara hierarki (Ali, 2009: 105).
3. Sumber Data
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan data yang diperoleh dari
Pengadilan Agama Purbalingga, yakni berupa Putusan No.
1720/Pdt.G/2013/PA.Pbg. Selain itu, peneliti juga menggunakan data yang
15
diperoleh dari undang-undang, penelitian berupa skripsi-skripsi maupun
tesis dan buku-buku yang masih ada relevansinya dengan penelitian ini
sebagai bahan referensi tambahan dalam penelitian.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan dalam penelitian
ini adalah dokumentasi. Menurut Arikunto (2010: 201), dokumentasi adalah
mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan-catatan
transkip, buku, surat kabar, majalah, notulen rapat dan sebagainya.
Diantara dokumen yang peneliti peroleh adalah salinan resmi
berkas Putusan Nomor: 1720/Pdt.G/2013/PA.Pbg yang dikeluarkan oleh
Pengadilan Agama Purbalingga. Selain itu, peneliti juga mengumpulkan
undang-undang, skripsi-skripsi maupun tesis, dan buku-buku yang masih
ada relevansinya dengan objek penelitian yang diteliti oleh peneliti,
diantaranya adalah Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan
Agama, skripsi-skripsi maupun tesis tentang putusan hakim terkait sengketa
ekonomi syariah dan buku-buku tentang putusan, ekonomi syariah,
murabahah dan wanprestasi.
5. Metode Analisis Data
Setelah semua data terkumpul, maka peneliti melakukan analisis secara
kualitatif dengan menggunakan metode deduktif, yaitu proses yuridis dari
hukum yang ada pada putusan nomor 1720/Pdt.G/2013/PA.Pbg. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui apa saja yang menjadi sumber hukum bagi
Hakim dalam memutus putusan tersebut.
16
H. Sistematika Penulisan
Untuk menjadikan pembahasan dalam penulisan ini menjadi terarah, maka
peneliti menggunakan sistematika penulisan yang terbagi menjadi lima bab.
Susunan sistematikanya adalah sebagai berikut:
Bab pertama adalah pendahuluan. Bab ini berisikan tentang latar belakang
masalah, kemudian tujuan dan manfaat penelitian, lalu kajian pustaka untuk
menegaskan bahwa penelitian ini belum pernah diteliti orang lain. Bab ini
ditutup dengan metode penelitian dan sistematika penulisan.
Bab kedua berisikan tentang kerangka teoritik. Di dalam bab ini akan
dijelaskan mengenai putusan, ekonomi syariah, murabahah dan wanprestasi.
Bab ketiga berisikan tentang profil Pengadilan Agama Purbalingga dan
gambaran secara umum tentang perkara nomor: 1720/Pdt.G/2013/PA.Pbg.
Bab keempat adalah analisis peneliti tentang objek penelitian. Peneliti
akan menganalisa putusan nomor: 1720/Pdt.G/2013/PA.Pbg untuk mengetahui
permasalahan dalam sengketa ekonomi syariah tersebut, serta untuk
mengetahui dasar hukum apa yang dipakai oleh Hakim dalam menjatuhkan
putusan nomor: 1720/Pdt.G/2013/PA.Pbg.
Bab kelima merupakan penutup dari penelitian ini. Peneliti akan
menyusun kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis pada bab sebelumnya,
pada bab ini juga berisi jawaban atas pokok permasalahan penelitian. Bab
kelima ini ditutup dengan saran-saran.
17
BAB II
KERANGKA TEORITIK
A. Putusan
1. Pengertian Putusan
Putusan dalam bahasa Belanda disebut dengan vonnis atau al-
qada’u dalam bahasa Arab, yaitu produk Pengadilan Agama karena adanya
dua pihak yang berlawanan dalam perkara, yaitu penggugat dan tergugat
(Zuhriah, 2009: 266). Secara istilah, Putusan adalah pernyataan hakim
sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu dan diucapkan di
dalam persidangan yang terbuka untuk umum dengan tujuan untuk
menyelesaikan perkara antara pihak-pihak yang sedang berperkara (Rasyid
dan Syaifuddin, 2009: 117).
Sedangkan menurut Mardani (2009: 118), putusan yaitu keputusan
pengadilan atas perkara gugatan berdasarkan adanya suatu sengketa atau
perselisihan. Putusan merupakan produk pengadilan dalam perkara-perkara
contentiosa, yaitu produk pengadilan yang sesungguhnya. Putusan disebut
juga jurisdictio contentiosa karena adanya 2 (dua) pihak yang berlawanan
dalam perkara (penggugat dan tergugat atau pemohon dan termohon.
Dari beberapa definisi mengenai putusan di atas, bisa ditarik
kesimpulan bahwa putusan adalah keputusan yang dikeluarkan hakim lewat
18
pengadilan atas suatu perselisihan atau sengketa diantara dua pihak yang
bersengketa untuk mengakhiri jalannya sengketa.
2. Macam-macam Putusan
Menurut Mardani (2009: 118-121), macam putusan terbagi dari
beberapa segi, antara lain dari segi fungsinya, dari segi hadir tidaknya para
pihak, dari segi isinya dan dari segi sifatnya.
Dilihat dari fungsinya putusan hakim terdiri atas:
a. Putusan akhir (eind vonnis)
Putusan akhir yaitu putusan yang mengakhiri di persidangan dan
putusan ini merupakan produk yang utama dari suatu persidangan.
b. Putusan sela (tussen vonnis)
Putusan sela yaitu putusan yang dijatuhkan masih dalam proses
persidangan sebelum putusan akhir dibacakan dengan tujuan untuk
memperjelas dan memperlancar persidangan. Putusan sela dibedakan
menjadi beberapa macam yaitu:
1) Putusan provisional (provisioniele vonnis)
Putusan provisional yaitu putusan yang dijatuhkan untuk
memberikan jawaban tuntutan pihak yang berperkara agar dilakukan
tindakan pendahuluan guna kepentingan pihak pemohon sebelum
dijatuhkan putusan akhir, misalnya putusan akhir tentang jaminan.
2) Putusan prepatoir (prepatoir vonnis)
Putusan prepatoir yaitu putusan persiapan sebelum putusan akhir.
Putusan prepatoir tidak menyinggung pokok perkara. Putusan tersebut
19
lebih tertuju pada jalannya acara persidangan seperti putusan tentang
penundaan sidang, putusan agar penggugat/pemohon datang sendiri ke
muka sidang.
3) Putusan insidentil (incidentiele vonnis)
Putusan insidentil yaitu putusan yang berhubungan dengan
peristiwa (insiden) yang untuk sementara mengehentikan pemeriksaan
sidang tetapi belum berhubungan dengan pokok perkara, misalnya
putusan tentang gugat prodeo, eksepsi tidak berwenang dan lain-lain.
4) Putusan interlokotoir (interlocotoir vonnis)
Putusan interlokotoir yaitu putusan yang isinya memerintahkan
pembuktian, misalnya putusan pemeriksaan setempat, putusan
pemeriksaan saksi-saksi dan lain-lain.
Dilihat dari segi hadir tidaknya para pihak pada saat putusan dijatuhkan,
putusan dibagi menjadi 3 (tiga) macam yaitu:
a. Putusan verstek
Putusan verstek yaitu putusan yang dijatuhkan karena
tergugat/termohon tidak hadir dalam persidangan padahal sudah
dipanggil secara resmi, sedangkan penggugat/pemohon hadir.
b. Putusan gugur
Putusan gugur yaitu putusan yang menyatakan bahwa
gugatan/pemohon gugur karena penggugat/pemohon tidak pernah hadir
meskipun sudah dipanggil secara resmi dan tergugat/termohon hadir
dalam sidang dan memohon putusan.
20
c. Putusan kontradiktoir
Putusan kontradiktoir yaitu putusan akhir yang pada saat
dijatuhkan dan diucapkan dalam sidang tidak dihadiri salah satu pihak
atau para pihak.
Dilihat dari segi isinya terhadap gugatan/perkara, putusan dibagi kepada 4
(empat) macam yaitu:
a. Putusan tidak menerima gugatan penggugat, yaitu gugatan penggugat/
permohonan pemohon tidak diterima karena tidak terpenuhinya syarat
hukum baik formil maupun materil (putusan negatif).
b. Putusan menolak gugatan penggugat, yaitu putusan akhir yang dijatuhkan
setelah menenmpuh semua tahap pemeriksaan, tetapi ternyata dalil-dalil
gugat tidak terbukti (putusan negatif).
c. Putusan mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian dan menolak/
tidak menerima selebihnya, yaitu putusan akhir yang dalil gugat ada yang
terbukti dan ada pula yang tidak terbukti atau tidak memenuhi syarat
(putusan campuran positif dan negatif).
d. Putusan mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya, yaitu putusan yang
terpenuhinya syarat gugat dan terbuktinya dalil-dalil gugat (putusan
positif).
Dilihat dari segi sifatnya terhadap akibat hukum yang ditimbulkan, putusan
terbagi terbagi menjadi 3 (tiga) macam yaitu:
21
a. Putusan diklatoir
Putusan diklatoir yaitu putusan yang menyatakan suatu keadaan
yang sah menurut hukum, karena itu amar putusan diklatoir berbunyi
“Menetapkan…”. Putusan diklatoir terjadi dalam putusan sebagai
berikut:
1) Permohonan talak;
2) Gugat cerai karena perjanjian ta’lik talak;
3) Penetapan hak perawatan anak oleh ibunya;
4) Penetapan ahli waris yang sah;
5) Penetapan adanya harta bersama;
6) Perkara-perkara volunteer dan seterusnya.
b. Putusan konstitutif
Putusan konstitutif yaitu putusan yang menciptakan keadaan
hukum baru yang sah menurut hukum, sebelumnya memang belum
terjadi keadaan hukum tersebut. Amar putusan konstitutif berbunyi
“Menyatakan….”. Dan putusan konstitutif terdapat pada putusan-putusan
sebagai berikut:
1) Putusan gugur, di tolak dan putusan tidak diterima;
2) Gugatan cerai bukan karena ta’lik talak;
3) Putusan verstek;
4) Putusan pembatalan perkawinan dan seterusnya.
22
c. Putusan kondemnatoir
Putusan kondemnatoir yaitu putusan yang bersifat menghukum
kepada salah satu pihak untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan
sesuatu atau menyerahkan sesuatu kepada pihak lawan untuk memenuhi
prestasi. Amar putusan kondemnatoir berbunyi “Menghukum……”.
Putusan ini mempunyai kekuatan eksekutorial yang bila terhukum
tidak mau melaksanakan isi putusan secara sukarela, maka atas
permohonan penggugat, putusan dapat dilaksanakan dengan paksa
(executin force) oleh pengadilan agama yang memutuskanya. Amar
putusan kondemnatoir yang ditetapkan di pengadilan agama antara lain:
1) Penyerahan pembagian harta bersama;
2) Penyerahan hak nafkah iddah, mut’ah;
3) Penyerahan hak biaya alimentasi anak dan sebagainya.
Pada prinsipnya, putusan kondemnatoir merupakan putusan
penghukuman untuk:
1) Menyerahkan suatu barang;
2) Membayar sejumlah uang;
3) Melakukan suatu perbuatan tertentu;
4) Mengentikan suatu perbuatan/keadaan;
5) Mengosongkan tanah/rumah lain-lain.
3. Bentuk dan Isi Putusan
Suatu putusan terdiri dari 5 (lima) bagian, yaitu sebagai berikut:
23
a. Kepala putusan
Pada bagian kepala putusan tertulis judul putusan dan nomor
putusan di bawahnya. Di bawahnya lagi tertulis kata
“BISMILLAHIRROHMAANIRROHIM” dengan huruf besar diikuti
dengan kalimat “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KEADILAN
YANG MAHA ESA” dengan huruf besar.
b. Nama pengadilan dan jenis perkara
Bagian ini menjelaskan nama pengadilan dan jenis perkara yang
sedang diperiksanya, misalnya: Pengadilan Agama Jakarta Timur
mengadili perkara perdata pada tingkat pertama dalam persidangan
majelis telah menjatuhkan putusan dalam perkara cerai gugat.
c. Identitas para pihak
Bagian ini berisi tentang identitas penggugat dan tergugat atau
pemohon dan termohon dan kuasa hukumnya secara lengkap.
d. Tentang duduk perkara
Bagian ini menggambarkan dengan singkat dan jelas tentang
kronologi persidangan, mulai dari usaha perdamaian, dalil gugatan,
jawaban tergugat, replik, duplik, bukti, saksi, hasil pemeriksaan setempat
bila ada, hasil pemeriksaan jaminan bila ada, dan kesimpulan para pihak.
e. Kaki putusan
Kaki putusan berisi tentang hari dan tanggal putusan, nama majelis
hakim, panitera pengganti, jumlah biaya perkara, dan penanggung biaya
perkara (Mardani, 2009: 122).
24
4. Kekuatan Hukum Putusan
Putusan pengadilan mempunyai 3 (tiga) kekuatan, yaitu sebagai berikut:
a. Kekuatan mengikat
Putusan hakim mengikat para pihak yang berperkara. Kekuatan
mengikat suatu putusan dapat berarti positif dan berarti negatif. Dalam
arti positif, yaitu bahwa yang telah diputus hakim harus dianggap benar
(res judicato pro veriatate habetur). Dalam arti negatif, yaitu bahwa
hakim tidak boleh memutus lagi perkara yang sama, pokok perkara yang
sama, dan pihak yang sama (nebis in idem).
b. Kekuatan pembuktian
Kekuatan pembuktian suatu putusan artinya putusan hakim telah
memperoleh kepastian hukum, bukti kebenaran hukum, dan mempunyai
kekuatan hukum tetap serta dapat dijadikan bukti dalam sengketa perdata
yang sama.
c. Kekuatan eksekutorial
Kekuatan eksekutorial yaitu kekuatan untuk melaksanakan suatu
putusan peradilan secara paksa oleh aparat negara (Mardani, 2009: 122).
5. Pembuktian
a. Pengertian dan tujuan pembuktian
Secara etimologis, pembuktian dalam istilah Arab disebut Al-
Bayyinah, yang artinya satu yang menjelaskan. Secara terminologis,
pembuktian berarti memberikan keterangan dengan dalil yang
meyakinkan.
25
Pembuktian merupakan sesuatu yang sangat penting, sebab
pembuktian merupakan penentu jalannya suatu perkara dalam sidang.
Yang harus dibuktikan adalah apa yang dikemukakan oleh penggugat itu
dibantah oleh tergugat. Apa yang tidak dibantah maka tidak perlu
dibuktikan. Dan yang harus dibuktikan adalah sesuatu yang belum jelas,
seperti ada sesuatu benda berada di tangan seseorang, tiba-tiba datang
orang lain yang mengaku bahwa barang itu kepunyaannya. Dalam hal ini,
orang yang tiba-tiba mengaku bahwa barang itu kepunyaannya, harus
membuktikan bahwa barang itu benar kepunyaannya, sebab barang yang
menjadi sengketa tadi belum jelas kepunyaannya. Bila dapat
membuktikan bahwa ia pemiliknya, maka barulah ia berhak memiliki
barang itu. Orang yang harus membuktikan adalah seseorang yang
menuntut sesuatu hal atau mengingkari sesuatu hal atau peristiwa
kejadian.
Hakim dalam memeriksa perkara harus berdasarkan pembuktian.
Tujuan pembuktian adalah untuk meyakinkan hakim tentang kebenaran
dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan atau untuk
memperkuat kesimpulan hakim dengan syarat-syarat bukti yang sah
(Mardani, 2009: 106-107).
b. Alat-alat bukti
Menurut Koosmargono dan Dja’is (1995: 88), yang disebut alat-
alat bukti yaitu:
26
1) Surat/tulisan (Pasal 165 HIR)
Surat sebagai alat bukti tertulis dibagi dua yaitu surat yang
merupakan akta dan surat-surat lainnya yang bukan akta. Sedang akta
terbagi atas akta autentik dan akta di bawah tangan.
a) Akta autentik
Akta autentik adalah surat yang dibuat oleh atau dihadapan
pejabat umum yang berwewenang untuk memberikan bukti yang
cukup bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya.
b) Akta di bawah tangan
Akta di bawah tangan adalah akta yang sengaja dibuat dan
ditanda tangani oleh para pihak untuk pembuktian tanpa bantuan
dari seorang pejabat.
c) Surat lain yang bukan akta
Surat-surat non akta bentuknya dapat berupa surat biasa,
catatan harian dan sebagainya. Surat-surat tersebut tidak sengaja
dibuat untuk alat bukti.
Nilai kekuatan pembuktiannya tergantung pada penilaian
hakim. Jika isinya mengandung fakta maka dapat dipergunakan
sebagai bukti permulaan atau sebagai surat keterangan yang
memerlukan dukungan alat bukti lain.
2) Kesaksian (Pasal 139-168 HIR)
Kesaksian adalah kepastian yang diberikan kepada hakim di
persidangan tentang peristiwa yang disengketakan dengan jalan
27
pemberitahuan secara lisan dan pribadi oleh orang yang bukan salah
satu pihak dalam perkara yang dipanggil ke persidangan.
Pada dasarnya, pembuktian dengan saksi baru diperlukan apabila
bukti dengan surat atau tulisan tidak ada atau kurang lengkap untuk
mendukung dan menguatkan kebenaran dalil-dalil yang menjadi dasar
pendirian para pihak.
Keterangan saksi yang dapat dijadikan alat bukti yang sah menurut
hukum harus terbatas pada peristiwa-peristiwa yang dialami, dilihat
atau didengar sendiri dan harus pula disertai alasan-alasan bagaimana
diketahuinya peristiwa yang diterangkan oleh saksi.
Dalam menimbang kesaksian, hakim harus memperhatikan
kesesuaian kesaksian saksi yang satu dengan yang lainnya, alasan atau
sebab kenapa saksi-saksi memberikan keterangan tersebut, cara hidup,
adat dan martabat saksi dan segala ihwal yang dapat mempengaruhi
saksi sehingga saksi itu dapat dipercaya atau kurang dipercaya.
3) Persangkaan (Pasal 173 HIR)
Persangkaan adalah kesimpulan-kesimpulan yang oleh undang-
undang atau oleh hakim ditarik dari suatu peristiwa yang dikenal ke
arah suatu peristiwa yang tidak dikenal atau belum terbukti.
4) Pengakuan (Pasal 174-175 HIR)
Pengakuan adalah keterangan sepihak dari salah satu pihak dalam
satu perkara dimana ia mengakui apa-apa yang dikemukakan oleh
pihak lawan. Pengakuan yang diucapkan dihadapan hakim cukup
28
untuk menjadi bukti yang memberatkan orang yang mengaku itu,
entah pengakuan itu diucapkannya sendiri atau dengan perantaraan
orang lain yang diberi kuasa khusus.
5) Sumpah (Pasal 155, 156, 177 HIR)
Sumpah adalah suatu pernyataan yang khidmat yang diberikan atau
diucapkan pada waktu memberi janji atau keterangan dengan
mengingat akan sifat Maha Kuasa Tuhan, dan percaya bahwa siapa
yang memberikan keterangan atau janji yang tidak benar akan
dihukum oleh-Nya. Jadi, sumpah merupakan tindakan yang bersifat
religius yang digunakan dalam persidangan di pengadilan.
B. Ekonomi Syariah
a. Definisi dan Ruang Lingkup Ekonomi Syariah
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama
telah menetapkan sembilan bidang tugas peradilan agama, yakni:
perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah dan
ekonomi syariah. Dengan berlakunya undang-undang inilah, masalah
ekonomi syariah menjadi kompetensi absolut peradilan agama (Anshori,
2007: 80).
Pergertian ekonomi syariah yang telah tercantum dalam Pasal 49
huruf (i) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama
adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip
syariah atau dengan hukum Islam. Sedangkan dalam Kompilasi Hukum
29
Ekonomi Syariah (KHES) yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung (2008),
ekonomi syariah didefinisikan sebagai usaha atau kegiatan yang dilakukan
oleh orang perorang, kelompok orang, badan usaha yang berbadan hukum
atau tidak berbadan hukum dalam rangka memenuhi kebutuhan yang
bersifat komersial dan tidak komersial menurut prinsip syariah.
Dari beberapa definisi ekonomi syariah di atas, dapat diambil
kesimpulan bahwa ekonomi syariah adalah segala bentuk perilaku manusia
dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya dengan berlandaskan prinsip
syariah.
Bidang-bidang yang meliputi ekonomi syariah antara lain:
a. Bank syariah
Bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya
memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembiayaan serta
peredaran uang yang pengoprasiannya disesuaikan dengan prinsip-
prinsip hukum Islam.
b. Lembaga keuangan mikro syariah
Dalam undang-undang memang tidak dijelaskan tentang lembaga
keuangan mikro syariah adalah baitul mal wat-tamwil, namun dalam
Pasal 1 Peraturan Dasar Baitul Mal Wat-Tamwil menyebutkan bahwa
baitul mal wat-tamwil adalah suatu lembaga rakyat kecil yang berupaya
menggembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam
meningkatkan kegiatan ekonomi pengusaha menengah bawah dan kecil
berdasarkan prinsip syariah dan prinsip koperasi.
30
c. Asuransi syariah
Asuransi syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong
menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk
aset atau tabbaru’ yang memberikan pola pengembalian untuk
menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan
syariah .
d. Reasuransi syariah
Dalam Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun
2008 Tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 73
Tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan Perusahaan Perasuransian,
disebutkan bahwa perusahaan reasuransi adalah perusahaan yang
memberikan jasa dalam pertanggungan ulang terhadap resiko yang
dihadapi oleh perusahaan asuransi.
e. Obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah
Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah memfatwakan bahwa
obligasi syariah adalah surat-surat berharga jangka panjang berdasarkan
prinsip syariah yang dikeluarkan oleh emiten kepada pemegang obligasi
syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada
pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/ margin/ fee serta membayar
kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo (Fatwa DSN Nomor 32/
DSN-MUI/ IX/ 2002 tentang obligasi syariah).
31
f. Reksadana syariah
Reksadana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun
dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam
portofolio efek oleh manajer investasi (Pasal 2 angka 27 UU Nomor
8/1995 tentang Pasar Modal). Dan dalam fatwa MUI Nomor 20/DSN-
MUI/I/IX/2001 disebutkan bahwa reksadana syariah adalah reksadana
yang beroperasi menurut ketentuan dan prinsip syariah Islam baik dalam
bentuk akad antara pemodal sebagai shahib al-mal dengan manager
investasi sebagai wakil shahib al-mal, maupun antara manager investasi
sebagai wakil shahib al-mal dengan pengguna investasi.
g. Sekuritas syariah
Sekuritas syariah adalah bukti utang piutang atau pemilikan modal
dalam bentuk surat berharga yang dapat diperdagangkan sesuai dengan
prinsip syariah, seperti obligasi syariah dan saham syariah.
h. Pembiayaan syariah
Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/19/PBI/2007 Tentang
Pelaksanaan Prinsip Syariah menyebutkan bahwa yang termasuk dalam
pembiayaan/produk bank syariah adalah wadi’ah, mudharabah,
musyarakah, murabahah, salam, istisna’, ijarah dan qard.
i. Pegadaian syariah
Gadai syariah diatur dalam fatwa MUI Nomor 25/DSN-
MUI/III/2002 yang secara etimologis dipadankan dengan rahn, yang
berarti tetap, kekal, dan jaminan. Menurut istilah syara’, rahn
32
dirumuskan sebagai penahanan terhadap sejumlah harta yang diserahkan
sebagai jaminan secara hak, tetapi dapat diambil kembali sebagai
tebusan.
j. Dana pensiun lembaga keuangan syariah
Dana pensiun lembaga keuangan adalah dana pensiun yang
dibentuk oleh bank atau perusahaan asuransi jiwa untuk
menyelenggarakan program pensiun iuran pasti bagi perorangan maupun
pekerja mandiri yang terpisah dari dana pensiun pemberi kerja dari
karyawan bank atau perusahaan asuransi jiwa yang bersangkutan. Salah
satu kegunaan bank umum syariah adalah sebagai pendiri dana pensiun
dan pengurus dana pensiun berdasarkan prinsip syariah (Pasal 20 ayat (1)
huruf (d) UU Nomor 21/2008).
k. Bisnis syariah
Bisnis syariah adalah semua kegiatan dagang, industri atau
keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah (Rasyid dan Saifuddin,
2009: 32-49).
b. Prinsip-prinsip Ekonomi Syariah
Syarat suatu bangunan agar berdiri kokoh adalah tiang yang kokoh.
Jika bangunan yang kokoh tersebut adalah ekonomi syariah, maka tiang
penyangganya adalah sebagai berikut:
a. Siap menerima resiko
Prinsip-prinsip ekonomi syariah yang dapat dijadikan pedoman
oleh setiap muslim dalam bekerja untuk menghidupi dirinya dan
33
keluarganya yaitu menerima resiko yang terkait dengan pekerjaannya itu.
Keuntungan dan manfaat yang diperoleh juga terkait dengan jenis
pekerjaannya. Karena itu, tidak ada keuntungan atau manfaat yang
diperoleh seseorang tanpa resiko. Hal ini merupakan jiwa dari prinsip
“Dimana ada manfaat, disitu ada resiko (Al Kharaj bid Dhaman)”.
b. Tidak melakukan penimbunan
Dalam sistem ekonomi syariah, tidak seorangpun diizinkan untuk
menimbun uang dan menyimpan uang tanpa dipergunakan. Dengan kata
lain, Hukum Islam tidak memperbolehkan uang kontan (cash) yang
menganggur tanpa dimanfaatkan. Sistem ekonomi bagaikan koin yang
terdiri dari dua sisi, yaitu sisi jual dan sisi beli. Uang itu harus secara
kontinu mengalir dalam ekonomi, bukan berhenti di satu simpul.
c. Tidak memonopoli
Dalam sistem ekonomi syariah, tidak diperbolehkan seseorang baik
dari perseorangan maupun lembaga bisnis untuk melakukan monopoli,
harus ada kondisi persaingan, bukan monopoli atau oligopoli. Islam
mendorong persaingan dalam ekonomi sebagai jiwa dari Fastabiqul
Khairat.
d. Pelarangan riba
Ada banyak pendapat mengenai hukum dari bunga bank, namun
mayoritas ulama mengatakan bahwa bunga bank adalah riba. Beberapa
orang juga berpendapat bahwa riba hanya terdapat pada kegiatan
perdagangan seperti yang dipraktikkan pada zaman jahiliyyah, bukan
34
pada kegiatan produksi seperti yang dipraktikkan oleh bank konvensional
saat ini.
e. Solidaritas sosial
Solidaritas sosial seorang muslim terhadap sesamanya dapat
diibaratkan dalam satu tubuh. Jika anggota tubuh sakit, maka seluruh
tubuh akan merasakan sakit juga. Jika seorang muslim mengalami
problem kemiskinan, maka tugas kaum muslimin lainnya adalah
menolongnya (dengan membayar zakat, infaq dan shadaqah). Harta
merupakan amanah dari Allah, karenanya manusia harus menjaga
amanah tersebut dengan memanfaatkannya untuk menolong sesamanya.
c. Manfaat Ekonomi Syariah
Apabila ekonomi syariah dapat diamalkan maka akan
mendatangkan manfaat yang besar bagi umat Islam itu sendiri, yaitu berupa:
a. Mewujudkan integritas seorang muslim yang kaffah;
b. Menerapkan dan mengamalkan ekonomi syariah melalui lembaga
keuangan syariah akan mendapatkan keuntungan di dunia dan di akhirat;
c. Praktek ekonomi yang berdasarkan syariat adalah ibadah, karena telah
mengamalkan syariat dari Allah;
d. Mengamalkan ekonomi syariah melalui lembaga keuangan syariah
berarti mendukung kemajuan lembaga keuangan umat Islam itu sendiri;
e. Mengamalkan ekonomi syariah melalui membuka tabungan, deposito
atau menjadi nasabah, berarti mendukung upaya pemberdayaan ekonomi
umat Islam itu sendiri (Ali, 2008: 11).
35
d. Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah
Meskipun ekonomi syariah dilandasi atas dasar prinsip syariah,
namun tidak tertutup kemungkinan terjadi sengketa antara pihak yang
mengikatkan diri dengan akad syariah, ditambah dengan semakin
meningkatnya produk-produk syariah dengan berbagai bentuk dan
ragamnya. Maka kemungkinan akan munculnya suatu sengketa yang
berkaitan dengan ekonomi syariah juga semakin beragam.
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah sebagaimana sengketa
lainnya di bidang hukum perdata, dapat dilakukan melalui jalur litigasi
maupun non litigasi.
a. Penyelesaian litigasi
Salah satu cara penyelesaian sengketa ekonomi syariah adalah
melalui litigasi. Dalam hal ini, Pengadilan Agama yang diberi
kewenangan dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah
sebagaimana ketentuan Pasal 49 huruf (i) UU No 3/2006 yaitu:
Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang beragama islam di bidang: a. Perkawinan; b. Waris; c. Wasiat; d. Hibah; e. Wakaf; f. Zakat; g. Infaq; h. Shadaqah, dan i. Ekonomi syariah.
Hukum acara yang berlaku di Peradilan Agama adalah hukum
acara yang berlaku pada Peradilan Umum. Hal ini disebutkan dalam
36
Pasal 54 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 3400,
selanjutnya disebut UU/1989) yang menyebutkan, “Hukum acara yang
berlaku dalam lingkungan Peradilan Agama adalah hukum acara perdata
yang berlaku pada pengadilan lingkungan Peradilan Umum, kecuali
disebutkan atau diatur khusus dalam undang-undang ini”.
b. Penyelesaian non litigasi
Penyelesaian sengketa melalui non litigasi merupakan penyelesaian
sengketa di luar pengadilan yang diambil oleh para pihak ketika terjadi
sengketa. Langkah penyelesaian sengketa dengan cara non litigasi ini
diantaranya dapat dilakukan dengan penyelesaian internal antara kedua
belah pihak, musyawarah atau melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional
(BASYARNAS).
1) Musyawarah internal
Musyawarah internal dapat terjadi misalkan pihak yang terkait
utang dengan pihak bank tetapi pada waktu jatuh tempo, utang
tersebut tidak dapat dibayarakan karena berbagai hal yang
sesungguhnya bukan keinginan debitur, seperti usaha bangkrut karena
tingkat inflasi yang tinggi. Maka bank melakukan upaya musyawarah
dengan memberikan kepada nasabah melalui langkah penyelesaian
secara internal antara lain dengan revitalisasi proses, yaitu dengan
evaluasi ulang pembiayaan apabila terdapat indikasi bahwa usaha
37
nasabah masih berjalan dan hasil usaha nasabah diyakini masih
mampu untuk memenuhi kewajiban angsuran kepada bank.
2) Alternative dispute resolution (ADR)
Alternative dispute resolution (ADR) merupakan lembaga
penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang
disepakati para pihak, yaitu penyelesaian sengketa di luar pengadilan
dengan cara seperti konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi dan
penilaian para ahli.
Jika para pihak yang bersengketa sudah melakukan upaya
penyelesaian sengketa sesuai kesepakatan sebagaimana yang telah
ditentukan dari awal, baik melalui negosiasi, mediasi, konsiliasi atau
yang lainnya namun di tengah-tengah penyelesaian sengketa
menemukan kebuntuan dan ketidaksepahaman, maka barulah para
pihak dapat mengajukan penyelesaian sengketanya kepada Badan
Arbitrase.
3) Arbitrase syariah
Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) adalah
perubahan dari Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) yang
merupakan salah satu wujud dari Arbitrase Islam yang pertama kali
didirikan di Indonesia.
BASYARNAS adalah salah satu penyelesaian di luar pengadilan
(non litigasi) setelah kata mufakat dari hasil musyawarah tidak
tercapai. Namun penyelesaian melalui BASYARNAS dapat dilakukan
38
apabila terjadi kesepakatan dan dicantumkan dalam akta akad sejak
awal sebelum sengketa disebut (Pactum de compromittendo) (Hudiata,
2015: 21).
C. Wanprestasi
a. Pengertian Wanprestasi
Wanprestasi berasal dari istilah dalam bahasa Belanda yang artinya
prestasi yang buruk atau jelek. Secara umum wanprestasi berarti tidak
memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan, baik perikatan
yang timbul karena perjanjian maupun perikatan yang timbul karena
undang-undang.
Wanprestasi atau cidera janji adalah suatu kondisi dimana debitur
tidak melaksanakan kewajiban yang ditentukan di dalam perikatan,
khususnya perjanjian (kewajiban kontraktual). Wanprestasi dalam hukum
perjanjian mempunyai makna debitur tidak melaksanakan kewajiban
prestasinya atau kreditur tidak memperoleh apa yang dijanjikan oleh pihak
lawan (Khairandy, 2013: 279).
Terjadinya wanprestasi mengakibatkan pihak lain (lawan dari
pihak yang wanprestasi) dirugikan, apalagi kalau pihak lain tersebut adalah
pedagang, maka bisa kehilangan keuntungan yang diharapkan (Miru, 2013:
74).
b. Bentuk Wanprestasi
Diantara bentuk-bentuk wanprestasi adalah sebagai berikut:
39
a. Debitur Sama Sekali Tidak Berprestasi
Yang dimaksud debitur sama sekali tidak berprestasi adalah debitur
dalam hal ini sama sekali tidak memberikan prestasinya. Hal itu bisa
disebabkan karena debitur memang tidak mau berprestasi atau bisa juga
disebabkan karena memang kreditur secara objektif tidak mungkin
berprestasi lagi atau secara subjektif tidak ada gunanya lagi untuk
berprestasi.
b. Debitur Keliru Berprestasi
Debitur keliru berprestasi adalah keadaan di mana debitur dalam
pemikirannya telah memberikan prestasi, tetapi dalam kenyataannya
yang diterima kreditur adalah lain daripada yang diperjanjikan. Contoh
debitur keliru berprestasi adalah kreditur membeli bawang putih, ternyata
yang dikirim bawang merah. Dalam hal demikian, kreditur tetap
beranggapan bahwa debitur tidak berprestasi.
c. Debitur Terlambat Berprestasi
Debitur terlambat berprestasi adalah debitur dalam hal ini sudah
berprestasi, objek prestasinya pun betul, tetapi waktu pelaksanaan
prestasi tidak sebagaimana yang diperjanjikan. Orang yang terlambat
berprestasi dapat dikatakan dalam keadaan lalai.
c. Wanprestasi dan Kaitannya Kesalahan Debitur
Timbulnya wanprestasi dapat berasal dari kesalahan debitur, yakni
debitur tidak melaksanakan kewajiban kontraktual yang seharusnya
ditunaikan. Kesalahan tersebut dalam arti luas bisa berupa kesengajaan
40
(opzet) atau kealfaan (onachtzaamheid) dan dalam arti sempit, kesalahan
bermakna kesengajaan.
Kesalahan dalam wanprestasi adalah kesalahan yang menimbulkan
kerugian bagi kreditur dan perbuatan itu harus dapat
dipertanggungjawabkan oleh debitur jika terdapat unsur kesengajaan atau
kelalaian dalam peristiwa tersebut. Kerugian yang diderita kreditur tersebut
dapat berupa biaya-biaya (ongkos-ongkos) yang telah dikeluarkan kreditur,
kerugian yang menimpa harta benda milik kreditur, atau hilangnya
keuntungan yang diharapkan.
Tuntutan apa yang harus ditanggung oleh pihak yang wanprestasi
tersebut tergantung pada jenis tuntutan yang dipilih oleh pihak yang
dirugikan (kreditur). Bahkan apabila tuntutan itu dilakukan dalam bentuk
gugatan di pengadilan, pihak yang wanprestasi tersebut juga dibebani biaya
perkara.
d. Hak Kreditur terhadap Debitur Yang Wanprestasi
Dalam Pasal 1267 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHPerdata) dapat disimpulkan apabila seorang kreditur yang menderita
kerugian karena debitur melakukan wanprestasi, kreditur memiliki alternatif
untuk melakukan upaya hukum atau hak sebagai berikut:
a. Meminta pelaksanaan perjanjian;
b. Meminta ganti rugi;
c. Meminta pelaksanaan perjanjian sekaligus meminta ganti rugi;
41
d. Dalam perjanjian timbal balik, dapat diminta pembatalan perjanjian
sekaligus meminta ganti rugi.
e. Pembatalan Perjanjian Karena Wanprestasi
Apabila kreditur yang dirugikan akibat tindakan wanprestasi
debitur, maka kreditur harus membuktikan kesalahan debitur (yakni
kesalahan tidak berprestasi), kerugian yang diderita, dan hubungan kausal
antara kerugian dan wanprestasi. Masalah pembatalan perjanjian karena
kelalaian atau wanprestasi telah diatur dalam Pasal 1266 KUHPerdata. Pasal
1266 ayat (1) menentukan bahwa syarat batal selalu dicantumkan dalam
perjanjian jika salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya.
Pada dasarnya perjanjian dibuat untuk saling menguntungkan dan
bukan untuk saling merugikan atau untuk merugikan pihak lain. Oleh karena
itu, walaupun undang-undang memungkinkan pihak yang dirugikan untuk
membatalkan kontrak, selayaknya wanprestasi-wanprestasi kecil tidak
dijadikan alasan untuk pembatalan kontrak, melainkan hanya pemenuhan
kontrak baik yang disertai tuntutan ganti rugi maupun tidak. Hal ini penting
untuk dipertimbangkan karena dalam kasus-kasus tertentu, pihak yang
wanprestasi dapat mengalami kerugian besar jika kontrak dibatalkan.
Pembatalan perjanjian pun harus dimintakan kepada hakim, tidak
mungkin perjanjian sudah batal dengan sendirinya pada waktu debitur
nyata-nyata melalaikan kewajibannya. Disebutkan juga oleh Pasal 1266 ayat
(2) bahwa perjanjian itu tidak batal demi hukum.
42
f. Ganti Rugi
Apabila seorang debitur telah diperingatkan atau sudah dengan
tegas ditagih janjinya lalu ia tetap tidak melaksanakan prestasinya, maka ia
berada dalam keadaan lalai. Terhadap debitur yang demikian, kreditur dapat
menjatuhkan sanksinya kepada debitur. Salah satu sanksi tersebut adalah
ganti rugi.
Pasal 1243 KUHPerdata memerinci ganti rugi yang mencakup
biaya (konsten), kerugian (schade), dan bunga (intresten). Biaya adalah
semua pengeluaran atau ongkos yang secara riil dikeluarkan oleh pihak
dalam perjanjian. Adapun kerugian yang dimaksud di sini adalah kerugian
yang secara nyata diderita dan menimpa harta benda kreditur akibat
kelalaian debitur. Dan yang dimaksud dengan bunga adalah kerugian
terhadap hilangnya keuntungan yang diharapkan (winstderving) andai
debitur tidak wanprestasi (Khairandy, 2013: 288).
g. Kerugian Tanpa Kesalahan (Resiko)
Kerugian tanpa kesalahan ini merupakan suatu hal yang sangat erat
terkait dengan pembelaan debitur yang dituduh lalai, terutama tentang
pembelaan yang berupa keadaan terpaksa (overmacht). Tidak selamanya
kerugian muncul karena adanya kesalahan salah satu atau kedua belah
pihak, karena dalam keadaan tertentu dapat timbul kerugian tetapi kerugian
tersebut bukan disebabkan karena kesalahan atau kelalaian seseorang.
Kerugian tanpa kesalahan inilah yang disebut dengan resiko.
43
Resiko dalam pengertian hukum merupakan kerugian yang diderita
oleh seseorang, tetapi pembayaran ganti rugi tidak dapat dibebankan kepada
orang lain karena tidak ada orang lain yang merupakan penyebab timbulnya
kerugian. Dengan demikian, pada umumnya resiko ditanggung oleh pemilik
barang.
Sebagai contoh, jika seseorang meminjam mobil orang lain,
misalnya si A meminjam mobil si B, kemudian ketika si A memakai mobil
tersebut, dia bermaksud memarkir mobil di pinggir jalan. Karena mobil
masih baru, si A mencari tempat parkir yang teduh agar mobil tersebut
terlindung dari sengatan matahari sehingga si A memarkir di bawah pohon
yang rindang. Tetapi entah kenapa sebabnya, tiba-tiba pohon tersebut
tumbang dan menimpa mobil tersebut sehingga mobil milik si B rusak berat.
Sebagian besar orang pasti berpikir bahwa yang harus memperbaiki
mobil tersebut adalah si A karena dia telah meminjam mobil sehingga
sangat tidak wajar jika dikembalikan dalam keadaan rusak. Akan tetapi,
kalau sebagian orang mau berpikir secara hukum bahwa kerugian tersebut
sama sekali di luar kesalahan atau kejadian tersebut tidak pernah diduga
oleh si A, maka menurut hukum si A tidak dapat dibebani kewajiban untuk
memperbaiki mobil tersebut. Hal yang berbeda seandainya si A dengan
sukarela memperbaiki mobil tersebut, hal itu bukan karena dia diharuskan
oleh hukum, tetapi hanya karena mungkin secara moral dia merasa patut
untuk memperbaikinya (Miru, 2013: 84).
44
D. Akad
a. Pengertian Akad
Kata ‘aqad secara bahasa berarti ikatan. Secara istilah, akad adalah
menghubungkan antara dua perkataan, termasuk juga di dalamnya janji dan
sumpah, karena sumpah menguatkan niat berjanji untuk melaksanakan isi
sumpah atau meninggalkannya. Demikian juga halnya dengan janji sebagai
perekat hubungan antara kedua belah pihak yang berjanji dan menguatkan
(Azzam, 2010: 15).
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) dalam Pasal 20
mendefinisikan akad sebagai kesepakatan dalam suatu perjanjian antara dua
pihak atau lebih untuk melakukan dan atau tidak melakukan perbuatan
hukum tertentu (KHES, 2008).
b. Asas-asas Akad
Akad dilakukan berdasarkan asas:
a. Ikhtiyari/sukarela
Setiap akad dilakukan atas kehendak para pihak, terhindar dari
keterpaksaan karena tekanan salah satu pihak atau pihak lain.
b. Amanah/menepati janji
Setiap akad wajib dilaksanakan oleh para pihak sesuai dengan
kesepakatan yang ditetapkan oleh yang bersangkutan dan pada saat yang
sama terhindar dari cidera janji.
45
c. Ikhtiyati/kehati-hatian
Setiap akad dilakukan dengan pertimbangan yang matang dan
dilaksanakan secara tepat dan cermat.
d. Luzum/tidak berubah
Setiap akad dilakukan dengan tujuan yang jelas dan perhitungan
yang cermat, sehingga terhindar dari praktek spekulasi atau maisir.
e. Saling menguntungkan
Setiap akad dilakukan untuk memenuhi kepentingan para pihak
sehingga tercegah dari praktek manipulasi dan merugikan salah satu
pihak.
f. Taswiyah/kesetaraan
Para pihak dalam setiap akad memiliki kedudukan yang setara, dan
mempunyai hak dan kewajiban yang seimbang.
g. Transparansi
Setiap akad dilakukan dengan pertanggungjawaban para pihak
secara terbuka.
h. Kemampuan
Setiap akad dilakukan sesuai dengan kemampuan para pihak,
sehingga tidak menjadi beban yang berlebihan bagi yang bersangkutan.
i. Taisir/kemudahan
Setiap akad dilakukan dengan cara saling memberi kemudahan
kepada masing-masing pihak untuk dapat melaksanakannya sesuai
dengan kesepakatan.
46
j. Itikad baik
Akad dilakukan dalam rangka menegakan kemaslahatan, tidak
mengandung unsur jebakan dan perbuatan buruk lainnya.
k. Sebab yang halal
Setiap akad dilakukan tidak bertentangan dengan hukum, tidak
dilarang oleh hukum dan tidak haram.
l. Al-hurriyah/(kebebasan berkontrak)
m. Al-kitabah (tertulis)
c. Rukun Akad
Rukun akad terdiri atas:
a. Pihak-pihak yang berakad
Pihak-pihak yang berakad adalah orang perseorangan, kelompok
orang, persekutuan, atau badan usaha. Orang yang berakad harus cakap
hukum, berakal dan tamyiz.
b. Obyek akad
Obyek akad adalah amwal atau jasa yang dihalalkan yang
dibutuhkan oleh masing-masing pihak. Obyek akad harus suci,
bermanfaat, milik sempurna, dan dapat diserah terimakan.
c. Tujuan pokok akad
Akad bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan
pengembangan usaha masing-masing pihak yang mengadakan akad.
47
d. Kesepakatan/sighat akad
Sighat akad dapat dilakukan dengan jelas, baik secara lisan, tulisan
dan atau perbuatan.
d. Kategori Hukum Akad
Hukum akad terbagi ke dalam tiga kategori, yaitu:
a. Akad yang sah
Akad yang sah adalah akad yang terpenuhi rukun dan syarat-
syaratnya.
b. Akad yang fasad/dapat dibatalkan
Akad yang fasad adalah akad yang terpenuhi rukun dan syarat-
syaratnya, tetapi terdapat segi atau hal lain yang merusak akad tersebut
karena pertimbangan maslahat.
c. Akad yang batal/batal demi hukum
Akad yang batal adalah akad yang kurang rukun atau syarat-
syaratnya (KHES: 2008).
E. Murabahah
a. Pengertian Murabahah
Murabahah berasal dari bahasa Arab ar-ribhu (الربح) yang berarti
untung. Dalam jual beli secara umum, mekanisme pembayaran secara
tunai, dengan mekanisme murabahah, jual beli menjadi bersifat tangguh
dalam pembayaran, serta penjual dapat mengambil tambahan keuntungan
)الربح ) dari barang yang dibeli (Dahlan, 2012: 190).
48
Murabahah adalah pembiayaan saling menguntungkan yang
dilakukan oleh shahib al-mal dengan pihak yang membutuhkan melalui
transaksi jual beli dengan penjelasan bahwa harga pengadaan barang dan
harga jual terdapat nilai lebih yang merupakan keuntungan atau laba bagi
shahib al-mal dan pengembaliannya dilakukan secara tunai atau angsur
(KHES, 2008).
Sedangkan menurut Muhammad Syafi’i Antonio (2001: 101), bai’
al-murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan
keuntungan yang disepakati. Dalam bai’ al-murabahah, penjual harus
memberi tahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat
keuntungan sebagai tambahannya. Misalnya, pedagang eceran membeli
komputer dari grosir dengan harga Rp 10.000.000,00-, kemudian ia
menambahkan keuntungan sebesar Rp 750.000,00- dan ia menjual kepada si
pembeli dengan harga Rp 10.750.000,00-. Pada umumnya, si pedagang
eceran tidak akan memesan dari grosir sebelum ada pesanan dari calon
pembeli dan mereka sudah menyepakati tentang lama pembiayaan, besar
keuntungan yang akan diambil pedagang eceran, serta besarnya angsuran
kalau memang akan dibayar secara angsuran.
Dari beberapa penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
yang disebut murabahah adalah transaksi jual beli dengan menegaskan
harga belinya kepada pembeli dengan mengambil keuntungan yang telah
disepakati adapun cara pembayarannya dapat langsung tunai atau dicicil.
49
b. Landasan Hukum Murabahah
a. Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 275
… ... ) ٢٧٥: البقرة(
Artinya: “…Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” (Al-Baqarah: 275)
b. Al-Hadis (Sunan Ibnu Majah, Hadis nomor 2289)
: صلى هللا علیھ وسلم سول هللا ر قال : بیھ قال أ عن ،ھیب صالح بن ص عن
ط البر بالشعیر ال خ ا البیع إلى أجل والمقارضة و : فیھن البركة ثالث
)رواه ابن ما جھ(للبیت ال للبیع
Artinya: Dari Sholeh bin shuhaib, dari ayahnya berkata: Rasulullah SAW bersabda, “Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah) dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.” (HR Ibnu Majah)
c. Syarat Murabahah
a. Penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah;
b. Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan;
c. Kontrak harus bebas dari riba;
d. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang
sesudah pembelian;
e. Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan
pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang;
Secara prinsip, jika syarat dalam (a), (d), atau (e) tidak dipenuhi,
pembeli memiliki pilihan:
a. Melanjutkan pembelian seperti apa adanya;
50
b. Kembali kepada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan atas barang
yang dijual;
c. Membatalkan kontrak (Antonio, 2001: 102).
d. Rukun Murabahah
Rukun dari akad murabahah yang harus dipenuhi dalam transaksi
ada beberapa, yaitu:
a. Pelaku akad, yaitu ba’i (penjual) adalah pihak yang memiliki barang
untuk dijual, dan musytari (pembeli) adalah pihak yang memerlukan dan
akan membeli barang;
b. Objek akad, yaitu mabi’ (barang dagangan) dan tsaman (harga); dan
c. Shighah, yaitu ijab dan qabul.
Murabahah pada awalnya merupakan konsep jual beli yang sama
sekali tidak ada hubungannya dengan pembiayaan. Namun demikian,
bentuk jual beli ini kemudian digunakan oleh perbankan syariah dengan
menambah beberapa konsep lain sehingga menjadi bentuk pembiayaan
(Ascarya, 2011: 82).
e. Bentuk Akad Murabahah
Bentuk-bentuk akad murabahah diantaranya adalah:
a. Murabahah sederhana
Murabahah sederhana adalah bentuk akad murabahah ketika
penjual memasarkan barangnya kepada pembeli dengan harga sesuai
harga perolehan ditambah marjin keuntungan yang diinginkan.
51
b. Murabahah kepada pemesan
Bentuk murabahah ini melibatkan tiga pihak, yaitu pemesan,
pembeli dan penjual. Bentuk murabahah ini juga melibatkan pembeli
sebagai perantara karena keahliannya atau karena kebutuhan pemesan
akan pembiayaan. Bentuk murabahah inilah yang diterapkan perbankan
syariah dalam pembiayaan (Ascarya, 2011: 90).
f. Karakteristik Murabahah
Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga
perolehan dan keuntungan yang disepakati oleh penjual dan pembeli.
Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan.
Dalam murabahah berdasarkan pesanan, bank melakukan pembelian barang
setelah ada pemesanan dari nasabah.
Murabahah berdasarkan pesanan dapat bersifat mengikat atau
tidak mengikat nasabah untuk membeli barang yang dipesannya. Dalam
murabahah pesanan mengikat, pembeli tidak dapat membatalkan
pesanannya. Apabila aktiva murabahah yang telah dibeli bank (sebagai
penjual) dalam murabahah pesanan mengikat mengalami penurunan nilai
sebelum diserahkan kepada pembeli, maka penurunan nilai tersebut menjadi
beban penjual (bank) dan penjual (bank) akan mengurangi nilai akad.
Pembayaran murabahah dapat dilakukan secara tunai atau cicilan.
Selain itu, dalam murabahah juga diperkenankan adanya perbedaan dalam
harga barang untuk cara pembayaran yang berbeda. Bank dapat memberikan
potongan apabila nasabah:
52
a. Mempercepat pembayaran cicilan;
b. Melunasi piutang murabahah sebelum jatuh tempo.
Harga yang disepakati dalam murabahah adalah harga jual dan
harga beli harus diberitahukan. Jika bank mendapat potongan dari
pemasok, maka potongan itu merupakan hak nasabah. Apabila potongan
tersebut terjadi setelah akad, maka pembagian potongan tersebut
dilakukan berdasarkan perjanjian yang dimuat dalam akad.
Bank dapat meminta nasabah menyediakan agunan (jaminan) atas
piutang murabahah, antara lain dalam bentuk barang yang telah dibeli
dari bank. Bank dapat meminta kepada nasabah urbun sebagai uang
muka pembelian pada saat akad apabila kedua belah pihak bersepakat.
Urbun menjadi bagian pelunasan piutang murabahah apabila murabahah
jadi dilaksanakan. Tetapi apabila murabahah batal, urbun dikembalikan
kepada nasabah setelah dikurangi dengan kerugian sesuai dengan
kesepakatan. Jika uang muka itu lebih kecil dari kerugian bank, maka
bank dapat meminta tambahan dari nasabah.
Apabila nasabah tidak dapat memenuhi piutang murabahah sesuai
dengan yang diperjanjikan, bank berhak mengenakan denda kecuali jika
dapat dibuktikan bahwa nasabah tidak mampu melunasi. Denda
diterapkan bagi nasabah mampu yang menunda pembayaran. Denda
tersebut didasarkan pendekatan ta’zir yaitu untuk membuat nasabah lebih
disiplin terhadap kewajibannya. Besarnya denda sesuai dengan yang
53
diperjanjikan dalam akad dan dana yang berasal dari denda
diperuntukkan sebagai dana sosial (qardhul hasan) (Nabhan, 2008: 94).
g. Skema Bai’ al-Murabahah
a. Skema murabahah sederhana
Sumber: (Ascarya, 2011: 82)
b. Skema murabahah perbankan/pesanan
2. Akad Jual Beli
6. Bayar
5. Terima Barang
3. Beli Barang 4. Kirim
Sumber: (Antonio, 2001: 107)
Penjual Pembeli Akad Murabahah
Barang
Cost + Margin
Bank Nasabah
1. Negosiasi &
Persyaratan
Suplier
Penjual
54
BAB III
DESKRIPSI PERKARA NOMOR 1720/Pdt.G/2013/PA.Pbg
TENTANG WANPRESTASI AKAD MURABAHAH
A. Gambaran Umum Pengadilan Agama Purbalingga
1. Sejarah
Pengadilan Agama merupakan salah satu lembaga penegak hukum
di Indonesia yang telah ada semenjak masuknya agama Islam di Nusantara
pada abad ke-VII Masehi. Perkembangan dari awal keberadaan sampai saat
ini telah mengalami pasang surut sesuai dengan keadaan masa-masa yang
ada pada zaman yang selalu berjalan, yakni masa sebelum penjajahan,
kemudian keadaan pada masa penjajahan Belanda dan Jepang, dan berlanjut
pada masa kemerdekaan. Bahkan pada tahun 2006, Pengadilan Agama
mengalami kemapanan dalam hal kewenangan yang diberikan oleh undang-
undang (pa-purbalingga.go.id, diakses pada tanggal 23 Juni 2017).
a. Masa Sebelum Penjajahan
Kabupaten Purbalingga berdiri pada tanggal 18 Desember 1831.
Setelah Kerajaan Pajang runtuh, maka Kabupaten Purbalingga berada di
bawah kekuasaan Kerajaan Mataram. Sultan Agung adalah Raja
Mataram yang pertama kali mengadakan perubahan di dalam tata hukum
di bawah pengaruh agama Islam. Perubahan tersebut pertama-tama
55
diwujudkan khusus dalam norma Pengadilan. Pengadilan yang semula
bernama Pengadilan Pradata diganti dengan nama Pengadilan Serambi,
begitu juga dengan tempat yang semula di sitihinggil dan dilaksanakan
oleh Raja, kemudian dialihkan ke serambi Masjid Agung dan
dilaksanakan oleh para Penghulu dan dibantu oleh para Alim Ulama.
Sebagai bagian dari pemerintahan umum pada Kerajaan Mataram,
Kabupaten Purbalingga mempunyai jabatan keagamaan di tingkat desa
yang disebut Kaum, Amil, Modin, Kayim, Lebai dan sebagainya. Pada
tingkat kecamatan atau kawedanan, jabatan keagamaan disebut dengan
Penghulu Naib. Pada tingkat kabupaten, seorang Bupati didampingi oleh
seorang Patih untuk bidang kepemerintahan umum dan seorang Penghulu
kabupaten untuk bidang keagamaan. Sedangkan pada tingkat pusat
Kerajaan Mataram, jabatan ini disebut dengan Kanjeng Penghulu atau
Penghulu Ageng.
Penghulu Ageng dan Penghulu Kabupaten berfungsi pula sebagai
Hakim pada Majlis Pengadilan Agama yang ada pada waktu itu dengan
pola masyarakat Kerajaan Mataram. Dengan demikian, dapat dipastikan
bahwa di Kabupaten Purbalingga ini telah ada pula Pengadilan Agama
yang melaksanakan tugas untuk menyelesaikan sengketa antara umat
Islam di bidang perkara-perkara tertentu dan yang bertindak sebagai
Hakim adalah Penghulu Kabupaten. Pada perkembangan berikutnya,
yakni pada masa akhir pemerintahan Mataram muncul 3 (tiga) macam
56
peradilan, yaitu: Pengadilan Agama, Pengadilan Drigama dan Pengadilan
Cilaga.
Pengadilan Agama mengadili perkara atas dasar hukum Islam,
Pengadilan Drigama mengadili perkara berdasarkan hukum Jawa Kuno
yang telah disesuaikan dengan adat setempat. Sedangkan Pengadilan
Cilaga adalah semacam Pengadilan Wasit, khusus mengenai sengketa
perniagaan (pa-purbalingga.go.id, diakses pada tanggal 23 Juni 2017).
b. Masa Penjajahan Belanda
Pengadilan Agama sebagai lembaga penegak hukum mempunyai
kedudukan yang kuat dalam masyarakat. Hal ini terbukti dengan
munculnya kerajaan-kerajaan Islam di wilayah Nusantara dengan
melaksanakan hukum Islam dan melembagakan sistem peradilan sebagai
bagian yang tidak terpisahkan dengan keseluruhan sistem pemerintahan
di wilayah kekuasaannya. Pengadilan Agama Purbalingga yang wilayah
hukumnya meliputi wilayah Kabupaten Purbalingga masuk di wilayah
tanah Jawa kemudian menjadi daerah jajahan Belanda.
Berdasarkan Statsblad (lembar negara) Tahun 1882 Nomor 152
tentang Pembentukan Pengadilan Agama di Jawa dan Madura dinyatakan
mulai berlaku pada tanggal 1 Agustus 1882. Pembentukan tersebut
merupakan legitimasi terhadap Pengadilan Agama yang memang sudah
ada semenjak sebelum kedatangan penjajah Belanda.
Dengan terbitnya Statsblad Tahun 1882 Nomor 152 tersebut, maka
secara resmi Pengadilan Agama diakui sebagai Pengadilan yang sah di
57
wilayah jajahan Belanda. Ketika itu, pimpinan Pengadilan Agama dijabat
oleh seorang Ketua yang dirangkap oleh seorang pejabat Adviseur Bij De
Landrad atau yang populer dengan sebutan Penghulu Landrad
(Pengadilan Negeri). Sedangkan Mahkamah Islam Tinggi berdiri sejak
tanggal 1 Januari 1937 berdasarkan surat Gubernur Jendral Hindia
Belanda tanggal 12 Nopember 1937 Nomor 18 dan mengadakan sidang
pertama kali pada tanggal 7 Maret 1938.
Daerah yurisdiksi Mahkamah Islam Tinggi berdasarkan Statsblad
Tahun 1882 Nomor 152 adalah meliputi Pengadilan Agama di seluruh
Jawa dan Madura. Sedangkan daerah luar Jawa dan Madura seperti untuk
daerah sekitar Banjarmasin dan Kalimantan Selatan adalah dengan nama
Kerapatan Qadi bagi Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah untuk
tingkat pertama dan Kerapatan Qadi Besar bagi Pengadilan Tinggi
Agama/Mahkamah Syar’iyah Propinsi untuk tingkat Banding.
Kemudian berdasarkan Statsblad tahun 1937 Nomor 116,
kekuasaan dan kewenangan Pengadlan Agama yang sebelumnya juga
meliputi masalah kewarisan dan kebendaan yang berkaitan dengan
perkawinan telah dikurangi. Kekuasaan dan kewenangan Pengadilan
Agama terbatas pada hal-hal sebagai berikut :
1) Memeriksa perselisihan-perselisihan antara suami istri yang beragama
Islam;
2) Memeriksa perkara-perkara lain tentang Nikah, Talak, Rujuk dan
Percerian antara orang yang beragama Islam;
58
3) Memeriksa dan memutus perceraian dan menyatakan bahwa syarat
untuk jatuh talak sudah ada atau memenuhi syarat;
4) Memeriksa dan memutus gugatan nafkah dan mas kawin yang belum
dibayar serta hak-hak bekas istri yang diceraikan seperti nafkah dan
mut’ah (pa-purbalingga.go.id, diakses pada tanggal 23 Juni 2017).
c. Masa Penjajahan Jepang
Pada masa penjajahan Jepang, Pengadilan Agama tetap
dipertahankan, meskipun pada waktu itu Mahkamah Islam Tinggi pada
tanggal 7 Maret 1942 harus ditutup dan tidak diperbolehkan untuk
melaksanakan persidangan serta kantor disegel. Kantor baru dapat dibuka
kembali pada tanggal 18 April 1942 dengan nama Koikyoo Kaatoo
Hooin, sedangkan Pengadilan Agama diberi nama Sooryo Hooin.
Berdasarkan Peraturan Peralihan pasal 3 Undang-Undang Bala Tentara
Jepang (Osamu Soire) Nomor 1 tanggal 7 Maret 1942, Pengadilan
Agama masuk dalam Kementerian Kehakiman (Shihobu) dengan nama
Soooryo Hooin tersebut (pa-purbalingga.go.id, diakses pada tanggal 23
Juni 2017).
d. Masa Kemerdekaan
Pada saat permulaan Indonesia merdeka, Pengadilan Agama berada
di bawah Kementerian Kehakiman. Setelah berdiri Kementerian Agama
pada tanggal 3 Januari 1946, maka berdasarkan Penetapan Pemerintah
Nomor 5/SD tanggal 25 Maret 1946, Pengadilan Agama dipindahkan
dari Kementerian Kehakiman dan masuk Kementerian Agama.
59
Pada tahun 1948 keluarlah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1948
tentang Susunan dan Kekuasaan Kehakiman dan Kejaksaan. Dalam
undang-undang ini, kedudukan dan kewenangan Pangadilan Agama
dimasukkan dalam Pengadilan Umum secara istimewa yang diatur dalam
pasal 33, 35 ayat (2) dan pasal 75.
Undang-undang ini bermaksud untuk mengatur tentang peradilan
dan sekaligus menyempurnakan isi Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1947 tentang Susunan dan Kekuasaan Mahkamah Agung dan Kejaksaan
yang mulai berlaku tanggal 3 Maret 1947. Lahirnya undang-undang ini
mendapat reaksi dari berbagai pihak terutama dari para Ulama Sumatra
seperti Aceh, Sumatra Barat dan Sumatra Selatan. Mereka sepakat
menolak kehadiran undang-undang tersebut dan mengusulkan agar
Mahkamah Syar’iyah yang sudah ada tetap berjalan.
Dalam rangka memenuhi ketentuan Pasal 24 Undang-Undang
Dasar 1945, pada tahun 1964 keluarlah Undang-Undang Nomor 19
Tahun 1964 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman
yang kemudian diganti dan disempurnakan dengan Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1970. Pasal 10 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970
menentukan bahwa kekuasaan Kehakiman dilaksanakan oleh 4 (empat)
lingkungan peradilan, yaitu: Peradilan Umum, Peradilan Agama,
Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara.
Keberadaan Pengadilan Agama Purbalingga jauh sebelum masa
kemerdekan, bahkan seiring dengan masuknya agama Islam di
60
Purbalingga sudah berjalan. Namun, keberadaannya baru dapat diketahui
secara struktural mulai tahun 1947. Pengadilan Agama Purbalingga pada
waktu itu masih berkantor di rumah pribadi KH. Iskandar di Jalan
Mayjen Panjaitan Nomor 65 Purbalingga dan pada tahun 1979 baru
pindah di Jalan Mayjen Panjaitan Nomor 117 Purbalingga. Semenjak itu,
secara periodik Pengadilan Agama Purbalingga dipimpin oleh Ketua
secara berturut-turut: KH. Iskandar (1947-1960), KH. Siradj Chazin
(1960-1970), Drs. Solihin (1970-1981), Drs. Amir Hasan Asy (1981-
1987), Drs. H. Agus Salim, S.H (1987-1992), Drs. H. Muhaimin MS.,
S.H. (1992-2003), Drs. H. Nawawi Kholil, S.H. (2003-2005), Dra. Hj.
Siti Muniroh, S.H. (2005-2007), Drs. H. Syadzali Musthofa, S.H. (2007-
2010), Drs. H. Noor Kholil, MH. (2010-2012) dan H. Hasanuddin, SH.,
MH. (2012-sekarang).
Sedangkan untuk jabatan Wakil Ketua Pengadilan Agama
Purbalingga baru dapat diketahui sejak KH. A. Miftah Idris. Semenjak itu
secara pereodik Wakil Ketua dijabat secara berturut-turut oleh: KH. A.
Miftah Idris (1984–2000), Dra. Hj. Siti Muniroh, S.H. (2000-2007), Drs.
H. Sudarmadi, S.H (2007-2010), Drs, Abd. Rozaq, MH. (2010-2013) dan
Drs. H. Mahmud Hd. MH. (2013-sekarang) (pa-purbalingga.go.id,
diakses pada tanggal 23 Juni 2017).
e. Masa Berlaku Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Pada tanggal 2 Januari 1974 telah disahkan dan diundangkan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Undang-
61
undang tersebut berlaku secara efektif setelah dikeluarkannya Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Tugas Pengadilan Agama Purbalingga
menjadi semakin besar karena perkara perceraian yang dijatuhkan oleh
suami kepada istri yakni cerai talak yang selama ini tidak harus dilakukan
di muka sidang Pengadilan Agama, menjadi harus dilakukan di muka
sidang Pengadilan Agama, demikian pula perkara-perkara lain seperti
izin poligami, dispensasi kawin, cerai gugat dari istri terhadap suami.
Perkembangan selanjutnya sehubungan dengan peranan Pengadilan
Agama dalam periode 1974 adalah lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor
28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik. Apabila terjadi
sengketa perwakafan tanah milik, maka Pengadilan Agama diberi
kewenangan untuk memeriksa dan mengadili sengketa tersebut (pa-
purbalingga.go.id, diakses pada tanggal 23 Juni 2017).
f. Masa Berlaku Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama, sesuai Pasal 106 disebutkan bahwa semua Badan
Peradilan Agama yang telah ada dinyatakan sebagai Badan Peradilan
Agama menurut undang-undang tersebut. Oleh karena itu, Pengadilan
Agama pada umumnya dan Pengadilan Agama Purbalingga khususnya
menjadi Pengadilan mandiri dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1) Hukum acara dilaksanakan dengan baik dan benar;
2) Tertib dalam melaksanakan administrasi perkara;
62
3) Putusan dilaksanakan sendiri dan tanpa ada lagi pengukuhan terhadap
putusan yang telah dijatuhkan.
Pada masa itu pula, lahir Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999
tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasan Kehakiman. Dalam undang-
undang tersebut ditentukan:
1) Badan-badan Peradilan secara organisatoris, administratif, dan
finansial berada di bawah kekuasaan Mahkamah Agung. Ini berarti
kekuasaan Depatemen Agama terhadap Peradilan Agama dalam
bidang-bidang tersebut yang sudah berjalan sejak proklamasi, beralih
ke Mahkamah Agung.
2) Peralihan organisasi dan finansial dari lingkungan-lingkungan
Peradilan Umum, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara
ke Mahkamah Agung dan ketentuan pengalihan untuk masing-masing
lingkungan peradilan diatur lebih lanjut dengan undang-undang sesuai
dengan kekhususan lingkungan peradilan masing-masing serta
dilaksanakan secara bertahap selambat-lambatnya selama 5 (lima)
tahun. Sedangkan bagi lingkungan Peradilan Agama waktunya tidak
ditentukan.
3) Ketentuan mengenai tata cara peralihan secara bertahap tersebut
ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Selama rentang waktu 5
(lima) tahun Mahkamah Agung membentuk Tim Kerja untuk
mempersiapkan segala sesuatunya termasuk perangkat peraturan
63
perundang-undangan yang akan mengatur lebih lanjut tentang
peralihan organisasi, administrasi dan finansial Badan Peradilan ke
Mahkamah Agung (pa-purbalingga.go.id, diakses pada tanggal 23 Juni
2017).
g. Masa Berlaku Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004
Setelah selama rentang waktu 5 (lima) tahun Mahkamah Agung
membentuk tim kerja untuk mempersiapkan segala sesuatunya termasuk
perangkat peraturan perundang-undangan yang mengatur lebih lanjut
tentang peralihan badan peradilan ke Mahkamah Agung, maka
Pengadilan Agama saat itu sedang proses memerankan eksistensi yang
lebih mapan menuju keberadaan dalam satu atap di bawah Mahkamah
Agung. Begitu disahkan dan diundangkannya Undang-Undang Nomor 4
Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, secara tegas sesuai Pasal 2
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 menyebutkan bahwa
penyelenggaraan kekuasan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah
Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan
Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata
Usaha Negara.
Pada tahun 2004 itu, pelaksanaan pengalihan organisasi,
administrasi dan finansial badan-badan peradilan ke Mahkamah Agung
dilakukan sebagaimana disebutkan pada Pasal 2 ayat (2) Keputusan
Presiden Nomor 21 Tahun 2004. Maka terhitung sejak tanggal 30 Juni
2004, Pengadilan Agama dialihkan dari Departemen Agama ke
64
Mahkamah Agung (pa-purbalingga.go.id, diakses pada tanggal 23 Juni
2017).
h. Masa Berlaku Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
Pada tanggal 29 Oktober 2009 telah disahkan Undang-Undang
Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Dengan
disahkannya undang-undang ini, maka Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2004 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi kecuali semua ketentuan
yang merupakan pelaksanaan yang berkaitan dengan kekuasaan
kehakiman dinyatakan masih berlaku sepanjang tidak bertentangan
dengan undang-undang ini. Pada dasarnya, Undang-Undang Nomor 4
Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman sudah sesuai dengan
perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, namun undang-undang tersebut belum mengatur secara
komprehensif tentang penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang
merupakan kekuasaan yang merdeka yang dilakukan oleh Mahkamah
Agung dan Badan Peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan
Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan
Militer, lingkungan peradilan Tata Usaha Negara, dan sebuah Mahkamah
Konstitusi untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum
dan keadilan.
Selain pengaturan secara komprehensif, undang-undang ini juga
untuk memenuhi putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU/2006
yang salah satu amarnya telah membatalkan Pasal 34 Undang-Undang
65
Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Putusan
Mahkamah Konstitusi tersebut juga telah membatalkan ketentuan yang
terkait dengan pengawasan hakim dalam Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial. Sehubungan dengan hal tersebut,
sebagai upaya untuk memperkuat penyelenggaraan kekuasaan kehakiman
dan mewujudkan sistem peradilan terpadu (integrated justice system),
maka Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman sebagai dasar penyelenggaraan kekuasaan kehakiman perlu
diganti.
Hal-hal penting dalam Undang-Undang ini antara lain sebagai
berikut:
1) Mereformasi sistematika Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004
tentang Kekuasaan Kehakiman terkait dengan pengaturan secara
komprehensif dalam undang-undang ini, misalnya adanya bab
tersendiri mengenai asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman.
2) Pengaturan umum mengenai pengawasan hakim dan hakim konstitusi
sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan Kode Etik dan
Pedoman Perilaku Hakim.
3) Pengaturan umum mengenai pengangkatan dan pemberhentian hakim
dan hakim konstitusi.
4) Pengaturan mengenai pengadilan khusus yang mempunyai
kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara
66
tertentu yang hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan badan
peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung.
5) Pengaturan mengenai hakim ad hoc yang bersifat sementara dan
memiliki keahlian serta pengalaman di bidang tertentu untuk
memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara.
6) Pengaturan umum mengenai arbitrase dan alternatif penyelesaian
sengketa di luar pengadilan.
7) Pengaturan umum mengenai bantuan hukum bagi pencari keadilan
yang tidak mampu dan pengaturan mengenai pos bantuan hukum pada
setiap pengadilan.
8) Pengaturan umum mengenai jaminan keamanan dan kesejahteraan
hakim dan hakim konstitusi (pa-purbalingga.go.id, diakses pada
tanggal 23 Juni 2017).
i. Masa Berlaku Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006
Pada tanggal 20 Maret 2006 telah disahkan Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Dengan telah disahkannya
undang-undang tersebut, terjadilah perubahan-perubahan mendasar yakni
memperkuat dan memperluas kewenangan Peradilan Agama, antara lain:
1) Pembinaan teknis peradilan, organisasi dan finansial Pengadilan
Agama dilakukan oleh Mahkamah Agung.
67
2) Apabila terjadi sengketa hak milik yang subyeknya antara orang-orang
yang beragama Islam, obyek tersebut diputus oleh Pengadilan Agama
bersama-sama perkara yang sedang diperiksanya.
3) Ketentuan adanya pilihan hukum bagi para pihak berperkara yang
selama ini masih berlaku, dinyatakan dihapus.
4) Pengadilan Agama berwenang untuk menetapkan tentang
pengangkatan anak berdasarkan Hukum Islam.
5) Sesuai dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat
khususnya masyarakat muslim, Pengadilan Agama selain berwenang
menangani perkara-perkara dalam bidang Perkawinan, Waris, Wasiat,
Hibah, Wakaf, Zakat, Infak, Shadaqah, juga berwenang menangani
perkara dalam bidang Ekonomi Syariah yang meliputi antara lain
tentang sengketa dalam: Perbankan Syari’ah, Lembaga Keuangan
Mikro Syari’ah, Asuransi Syari’ah, Reasuransi Syari’ah, Reksa Dana
Syari’ah, Obligasi Syari’ah, Surat Berjangka Menengah Syari’ah,
Sekuritas Syari’ah, Pembiayaan Syari’ah, Pegadaian Syari’ah, Dana
Pensiun Lembaga Keuangan Syari’ah, Bisnis Syari’ah.
6) Pengertian antara orang-orang yang beragama Islam pasal 49 Undang-
undang Nomor 3 Tahun 2006 diperluas termasuk orang atau badan
hukum yang dengan sendirinya menundukkan diri dengan suka rela
kepada Hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan
Pengadilan Agama.
68
Setelah Pengadilan Agama diberikan kewenangan mengadili
sengketa ekonomi syari’ah berdasarkan pasal 49 Undang-Undang Nomor
3 Tahun 2006, tercatat sampai tahun 2008 Pengadilan Agama
Purbalingga telah mengadili dan menyelesaikan 4 (empat) perkara
sengketa perbankan. Dari 4 (empat) perkara tersebut, 1 (satu) perkara
telah dapat diselesaikan secara damai, 2 (dua) perkara dicabut dan 1
(satu) perkara sudah diputus dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap
bahkan telah diselesaikan sampai tingkat eksekusi yakni dengan
pelaksanan lelang terhadap obyek sengketa melalui Kantor Pelayanan
Kekayaan Negara dan Lelang Purwokerto (pa-purbalingga.go.id, diakses
pada tanggal 23 Juni 2017).
j. Masa Berlaku Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009
Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua
atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
dilatar belakangi dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor:
005/PUU.IV/2006. Putusan tersebut menyatakan bahwa Pasal 34 ayat 3
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman
dan ketentuan-ketentuan pasal-pasal yang menyangkut mengenai
pengawasan hakim dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004
tentang Komisi Yudisial bertentangan dengan Undang-Undang Nomor
21 Tahun 1945 dan karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat.
69
Perubahan kedua Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama telah meletakkan dasar kebijakan bahwa segala urusan
mengenai Peradilan Agama terkait pengawasan tertinggi baik
menyangkut teknis yudisial maupun non yudisial, yaitu urusan
organisasi, administrasi dan finansial berada di bawah kekuasaan
Mahkamah Agung, sedangkan untuk menjaga dan menegakkan
kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, pengawasan
eksternal dilakukan oleh Komisi Yudisial. Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
dimaksudkan untuk memperkuat prinsip dasar dalam penyelenggaraan
kekuasaan kehakiman, yaitu agar prinsip kemandirian peradilan dan
prinsip kebebasan hakim dapat berjalan paralel dengan prinsip integritas
dan akuntabilitas hakim.
Perubahan penting lainnya atas Undang-Undang Nomor 7 tahun
1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama antara
lain sebagai berikut:
1) Penguatan pengawasan hakim, baik pengawasan internal oleh
Mahkamah Agung maupun pengawasan eksternal atas perilaku hakim
yang dilakukan oleh Komosi Yudisial dalam menjaga dan
menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim,
2) Memperketat persyaratan pengangkatan hakim, baik hakim pada
pengadilan agama maupun hakim pada pengadilan tinggi agama,
70
antara lain melalui proses seleksi hakim yang dilakukan secara secara
transparan, akuntabel, dan partisipatif serta harus melalui proses atau
lulus pendidikan hakim,
3) Pengaturan mengenai pengadilan khusus dan hakim ad hoc,
4) Pengaturan mekanisme dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian
hakim,
5) Keamanan dan kesejahteraan hakim,
6) Transparansi putusan dan limitasi pemberian salinan putusan,
7) Transparansi biaya perkara serta pemeriksaan pengelolaan dan
pertanggungjawaban biaya perkara,
8) Bantuan hukum, dan
9) Majelis Kehormatan Hakim dan kewajiban hakim untuk menaati Kode
Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (pa-purbalingga.go.id, diakses
pada tanggal 23 Juni 2017).
2. Visi dan Misi
VISI: “Terwujudnya Pengadilan Agama Purbalingga Yang Agung Dan
Profesional”
Pernyataan visi Pengadilan Agama Purbalingga mengandung arti
secara kelembagaan dan secara organisasional. Pengertian secara
kelembagaan adalah Pengadilan Agama Purbalingga merupakan Pengadilan
Tingkat Pertama yang berkedudukan di ibu kota Kabupaten Purbalingga
yang daerah hukumnya meliputi wilayah Kabupaten Purbalingga.
Sedangkan pengertian secara organisasional adalah Pengadilan Agama
71
Purbalingga merupakan pengadilan yang susunannya terdiri dari unsur
Pimpinan (Ketua dan Wakil Ketua), Hakim, Panitera/Sekretaris, seluruh
Pejabat Kepaniteraan dan Kesekretariatan, Jurusita serta seluruh staf
(pejabat struktural/fungsional/non struktural), sekaligus kinerja masing-
masing fungsionaris tersebut.
Kata “Agung” maksudnya berwibawa, kekuasaannya diakui dan
ditaati serta ada pembawaan untuk dapat menguasai dan mempengaruhi,
dihormati orang lain melalui sikap dan tingkah laku yang mengandung
kepemimpinan dan penuh daya tarik.
Kata “Profesional” artinya dalam melakukan tugas dan fungsi
untuk menerima, memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara,
senantiasa dilakukan dengan penuh tanggung jawab, jujur, tidak memihak,
berdasarkan hukum dan keadilan, dengan cara cermat, efektif dan efisien
(sederhana), cepat dan biaya ringan serta mampu memenuhi harapan pencari
keadilan, dengan didukung pengawasan yang efektif terhadap perilaku,
administrasi dan jalannya peradilan.
MISI:
1) Mewujudkan peradilan yang mandiri dan independen, bebas dari campur
tangan pihak lain,
2) Meningkatkan profesionalisme aparatur Pengadilan Agama Purbalingga
dalam memberikan pelayanan hukum dan keadilan,
3) Mewujudkan manajemen Pengadilan Agama Purbalingga yang modern,
kredibel dan transparan,
72
4) Meningkatkan kualitas sistem administrasi perkara berbasis Teknologi
Informasi Terpadu (pa-purbalingga.go.id, diakses pada tanggal 23 Juni
2017).
3. Tugas dan Fungsi
Pengadilan Agama Purbalingga melaksanakan tugasnya sesuai
dengan ketentuan Pasal 2 jo. Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
Tentang Peradilan Agama adalah memeriksa, memutus, dan menyelesaikan
perkara tertentu antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:
Perkawinan, Waris, Wasiat, Hibah, Wakaf, Zakat, Infaq, Shadaqah,
Ekonomi syari'ah.
Yang dimaksud dengan "Perkawinan" adalah hal-hal yang diatur
dalam atau berdasarkan undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku
yang dilakukan menurut syari'ah, antara lain:
1) Izin beristri lebih dari seorang;
2) Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 (dua
puluh satu) tahun, dalam hal orang tua wali, atau keluarga dalam garis
lurus ada perbedaan pendapat;
3) Dispensasi kawin;
4) Pencegahan perkawinan;
5) Penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah;
6) Pembatalan perkawinan;
7) Gugatan kelalaian atas kewajiban suami dan istri;
73
8) Perceraian karena talak;
9) Gugatan perceraian;
10) Penyelesaian harta bersama;
11) Penguasaan anak-anak;
12) Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana
bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak mematuhinya;
13) Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada
bekas istri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri;
14) Putusan tentang sah tidaknya seorang anak;
15) Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua;
16) Pencabutan kekuasaan wali;
17) Penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal
kekuasaan seorang wali dicabut;
18) Penunjukan seorang wali dalam hal seorang anak yang belum cukup
umur 18 (delapan belas) tahun yang ditinggal kedua orang tuanya;
19) Pembebanan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak yang ada
di bawah kekuasaannya;
20) Penetapan asal-usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak
berdasarkan hukum Islam;
21) Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan dijalankan
menurut peraturan yang lain (pa-purbalingga.go.id, diakses pada
tanggal 23 Juni 2017).
74
Yang dimaksud dengan "Waris" adalah penentuan siapa yang
menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan
bagian masing- masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta
peninggalan tersebut, serta penetapan pengadilan atas permohonan
seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan
bagian masing-masing ahli waris dan lain-lain (pa-purbalingga.go.id,
diakses pada tanggal 23 Juni 2017).
Yang dimaksud dengan "Wasiat" adalah suatu pesan khusus
tentang suatu kebaikan yang akan dilaksanakan setelah seseorang yang
berwasiat meninggal dunia (Saifulloh, 2005: 427).
Yang dimaksud dengan "Hibah" adalah penyerahan kepemilikan
suatu barang kepada orang lain tanpa imbalan apa pun (KHES, 2008).
Yang dimaksud dengan "Wakaf” adalah memindahkan hak milik
pribadi menjadi milik suatu badan yang memberikan manfaat bagi
masyarakat dengan tujuan untuk mendapatkan ridho Allah SWT
(Saifulloh, 2005: 421).
Yang dimaksud dengan "Zakat" adalah harta yang wajib disisihkan
oleh seorang muslim atau badan hukum yang dimiliki oleh orang muslim
sesuai dengan ketentuan syari'ah untuk diberikan kepada yang berhak
menerimanya (KHES, 2008).
Yang dimaksud dengan "Infak" adalah pendermaan atau pemberian
rezeki (karunia) atau penafkahan sesuatu kepada pihak lain, berdasarkan
rasa ikhlas dengan tujuan untuk mendapatkan ridha Allah (KHES, 2008).
75
Yang dimaksud dengan "Shadaqah" adalah perbuatan seseorang
memberikan sesuatu kepada orang lain atau lembaga/badan hukum secara
spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu
semata-mata karena mengharapkan pahala (KHES, 2008).
Yang dimaksud dengan "Ekonomi syari'ah" adalah usaha atau
kegiatan yang dilakukan oleh orang perorang, kelompok orang, badan
usaha yang berbadan hukum atau tidak berbadan hukum dalam rangka
memenuhi kebutuhan yang bersifat komersial dan tidak komersial menurut
prinsip syariah, antara lain meliputi: Perbankan Syari’ah, Lembaga
Keuangan Mikro Syari’ah, Asuransi Syari’ah, Reasuransi Syari’ah, Reksa
Dana Syari’ah, Obligasi Syari’ah, Surat Berjangka Menengah Syari’ah,
Sekuritas Syari’ah, Pembiayaan Syari’ah, Pegadaian Syari’ah, Dana
Pensiun Lembaga Keuangan Syari’ah, Bisnis Syari’ah (KHES, 2008).
Di samping tugas pokok dimaksud di atas, Pengadilan Agama
mempunyai fungsi, antara lain sebagai berikut:
1) Fungsi mengadili (judicial power), yakni menerima, memeriksa,
mengadili dan menyelesaikan perkara-perkara yang menjadi
kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat pertama. (Pasal 49
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006)
2) Fungsi pembinaan, yakni memberikan pengarahan, bimbingan, dan
petunjuk kepada pejabat struktural dan fungsional di bawah jajarannya,
baik menyangkut teknis, administrasi peradilan, maupun administrasi
umum/perlengkapan, keuangan, kepegawaian, dan pembangunan.
76
(Pasal 53 ayat (3) Undang-Undang Nomor No. 3 Tahun 2006 jo. KMA
Nomor KMA/080/VIII/2006)
3) Fungsi pengawasan, yakni mengadakan pengawasan melekat atas
pelaksanaan tugas dan tingkah laku Hakim, Panitera, Sekretaris,
Panitera Pengganti, dan Jurusita/ Jurusita Pengganti di bawah
jajarannya agar peradilan diselenggarakan dengan seksama dan
sewajarnya (Pasal 53 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor No. 3
Tahun 2006) dan terhadap pelaksanaan administrasi umum
kesekretariatan serta pembangunan. (KMA No. KMA/080/VIII/2006)
4) Fungsi nasehat, yakni memberikan pertimbangan dan nasehat tentang
hukum Islam kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya apabila
diminta. (Pasal 52 ayat (1) Undang-undang Nomor No. 3 Tahun 2006)
5) Fungsi administratif, yakni menyelenggarakan administrasi peradilan
(teknis dan persidangan), dan administrasi umum (kepegawaian,
keuangan, dan umum/perlengakapan) (KMA Nomor KMA/080/
VIII/2006) (pa-purbalingga.go.id, diakses pada tanggal 23 Juni 2017).
4. Wilayah Hukum
Wilayah hukum Pengadilan Agama Purbalingga meliputi daerah
Kabupaten Purbalingga yang terdiri dari:
a. Kecamatan : 18
b. Desa : 224
c. Kelurahan : 15
77
d. Batas Wilayah :
- Sebelah Utara : Kab. Pemalang
- Sebelah Timur : Kab. Banjarnegara
- Sebelah Selatan : Kab. Banyumas
- Sebelah Barat : Kab. Brebes
e. Letak Geografis : 109° 11' BT - 109° 35' BT7° 10' LS - 7° 29' LS
f. Luas Wilayah : 77.764,122 ha / 777,64 Km2
g. Jumlah Penduduk : 848.952 Jiwa, Tahun 2010 (pa-purbalingga.go.id,
diakses pada tanggal 23 Juni 2017)
5. Struktur Organisasi
(www.pa-purbalingga.go.id., diakses pada 23 Juni 2017)
Sumber: pa-purbalingga.go.id (diakses pada tanggal 23 Juni 2017)
78
B. Deskripsi Perkara Nomor 1720/Pdt.G/PA.Pbg Tentang Wanprestasi Akad
Murabahah
Guna pembahasan yang lebih mendalam, penulis akan menguraikan
duduk perkara No. 1720/Pdt.G/2013/PA.Pbg tentang wanprestasi akad
murabahah. Pada tanggal 23 September 2013, Kepaniteraan Pengadilan
Agama Purbalingga menerima gugatan tentang ekonomi syariah mengenai
wanprestrasi akad pembiayaan murabahah dengan nomor perkara
1720/Pdt.G/2013/PA.Pbg yang diajukan oleh PT Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah (BPRS) Buana Mitra Perwira, yang berkedudukan hukum di Jalan MT.
Haryono No. 267 Purbalingga, dalam hal ini diwakili oleh H. Aman
Waliyudin, SE., MSI., dalam kedudukannya selaku direktur utama PT. BPRS
Buana Mitra Perwira memberikan kuasa khusus kepada H. Sugeng, SH., MSI.,
Advokat yang beralamat kantor Jl. DI Panjaitan No. 111 Purbalingga. Disini
mereka menggugat Mulia Lastro Wibowo, SE., (Tergugat I) dan Nenny
Mulyani, SE., (Tergugat II) selaku penerima piutang murabahah.
Berdasarkan Akad Jual Beli Murabahah Nomor: 43 tanggal 18 Agustus
2010, Tergugat I atas persetujuan Tergugat II sebagai isteri telah menerima
fasilitas Piutang Murabahah dari Penggugat sebesar Rp.100.000.000,- (seratus
juta rupiah) dengan perhitungan Harga Pokok Rp.100.000.000,- (seratus juta
rupiah), Margin Keuntungan Rp.46.800.000,- (empat puluh enam juta delapan
ratus ribu rupiah), sehingga Harga Jual Barang sebesar Rp.146.800.000,-
(seratus empat puluh enam juta delapan ratus ribu rupiah). Jangka waktu
Piutang tersebut adalah selama 36 ( tiga puluh enam) bulan, yaitu sejak tanggal
79
18 Agustus 2010 s/d 18 Agustus 2013. Pembiayaan tersebut oleh Para Tergugat
akan digunakan untuk pembelian 1 (satu) unit Mobil Panther Merah Tahun
1997 dan 1 (satu) unit Mobil Daihatsu Expass Hijau Tahun 1994. Dan atas
akad tersebut, Para Tergugat menjaminkan tanah pekarangan bersertifikat hak
milik atas nama Tergugat I.
Pada awalnya, Penggugat menerima angsuran dari Para Tergugat dengan
lancar, akan tetapi memasuki bulan Oktober 2012 Para Tergugat mulai
menunggak angsuran sehingga beberapa kali Penggugat melayangkan Surat
Peringatan dan juga Somasi. Somasi yang pertama dilayangkan oleh Penggugat
pada tanggal 16 Oktober 2012. Somasi yang kedua dilayangkan oleh
Penggugat pada tanggal 15 Mei 2013. Somasi yang terakhir adalah Somasi
ketiga yang dilayangkan oleh Penggugat pada tanggal 19 Juli 2013. Akan tetapi
atas Somasi tersebut, Para Tergugat tidak pernah menanggapi.
Penggugat sebenarnya telah memberikan kesempatan lagi kepada Para
Tergugat untuk membayar angsuran, namun sampai gugatan ini diajukan,
Tergugat tidak dapat menyelesaikan kewajibannya kepada Penggugat. Oleh
karenanya sangatlah beralasan Penggugat mengajukan Gugatan Sengketa
Ekonomi Syariah kepada Ketua Pengadilan Agama Purbalingga. Hal ini sesuai
dengan ketentuan Pasal 49 huruf (i) Undang-Undang No. 3 Tahun 2006
Tentang Amandemen Undang-Undang Peradilan Agama jo. Pasal 55 ayat (1)
Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.
Dalam perkara tersebut, Penggugat dalam gugatannya menuntut ganti rugi
uang sebesar Rp.59.826.602,- (lima puluh sembilan juta delapan ratus dua
80
puluh enam ribu enam ratus dua rupiah), termasuk didalamnya harga pokok,
margin/keuntungan bank, denda keterlambatan, biaya kunjungan dan biaya
kuasa hukum. Adapun rinciannya pertanggal 31 Agustus 2013 adalah sebagai
berikut:
Harga Pokok : Rp. 36.787.193,-
Margin / Keuntungan Bank : Rp. 17.216.409,-
Denda Keterlambatan : Rp. 275.000,-
Biaya Kunjungan : Rp. 110.000,-
Biaya Kuasa Hukum : Rp. 5.438.000,- +
Total Kewajiban Para Tergugat : Rp. 59.826.602,-
Akhirnya, perkara ini diperiksa oleh Pengadilan Agama Purbalingga sesuai
dengan prosedur persidangan hingga pada 16 Januari 2014, Majelis Hakim
membacakan putusan akhir perkara ini (Berkas Putusan No.
1720/Pdt.G/2013/PA.Pbg).
C. Putusan Hakim Nomor 1720/Pdt.G/2013/PA.Pbg Tentang Wanprestasi
Akad Murabahah
Pada tanggal 16 Januari 2014, perkara sengketa ekonomi syariah tentang
wanprestasi akad murabahah di Pengadilan Agama Purbalingga dengan nomor
perkara 1720/Pdt.G/PA.Pbg telah diputus oleh Majelis Hakim. Isi dari
putusannya adalah sebagai berikut:
1. Menyatakan Para Tergugat yang telah dipanggil secara sah dan patut untuk
datang menghadap di persidangan, tidak hadir;
81
2. Mengabulkan gugatan Penggugat dengan verstek untuk sebagian dan
menolak selebihnya;
3. Menyatakan sah secara hukum Akad Jual Beli Murabahah Nomor: 43
tanggal 18 Agustus 2010 yang dibuat antara Penggugat dengan Tergugat
dihadapan Dyah Saraswati,SH. Notaris di Purbalingga;
4. Menyatakan Para Tergugat telah melakukan perbuatan cidera janji/ingkar
janji/wanprestasi terhadap Akad Jual Beli Murabahah Nomor : 43 tanggal
18 Agustus 2010, yang merugikan Penggugat yaitu berupa kerugian materiil
sebesar Rp. 59.826.602,- (lima puluh sembilan juta delapan ratus dua puluh
enam ribu enam ratus dua rupiah);
5. Menghukum Para Tergugat untuk membayar kerugian materiil sebesar
sebesar Rp. 59.826.602,- (lima puluh sembilan juta delapan ratus dua puluh
enam ribu enam ratus dua rupiah) kepada Penggugat;
6. Menghukum Para Tergugat untuk membayar biaya perkara ini yang hingga
kini dihitung sebesar Rp. 641.000,- (enam ratus empat puluh satu ribu
rupiah) (Berkas Putusan No. 1720/Pdt.G/2013/PA.Pbg).
82
BAB IV
ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM NOMOR
1720/Pdt.G/2013/PA.Pbg TENTANG WANPRESTASI AKAD
MURABAHAH
A. Dasar Pertimbangan Putusan Hakim Nomor: 1720/Pdt.G/2013/PA.Pbg
Tentang Wanprestasi Akad Murabahah
Pengajuan gugatan sengketa ekonomi syariah yang diteliti penulis ini
terjadi di Pengadilan Agama Purbalingga dengan register perkara yang telah
terdaftar pada Kepaniteraan Pengadilan Agama Purbalingga dengan nomor
perkara 1720/Pdt.G/2013/PA.Pbg tentang wanprestasi akad murabahah.
Penulis akan menguraikan tentang dasar-dasar pertimbangan Hakim sebelum
memutus perkara ini yang kemudian akan dianalisis oleh penulis.
Pertimbangan-pertimbangan Hakim sebelum menjatuhkan putusan untuk
perkara ini adalah sebagai berikut:
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.5 Akad Jual Beli Murabahah
yang ditandatangani oleh Penggugat dan Para Tergugat bahwa alamat para
Tergugat merupakan alamat tetap, yakni di wilayah hukum Penggadilan
Agama Purbalingga dan juga sesuai bukti P.1 H. AMAN WALIYUDIN, SE.,
MSI., dalam kedudukannya selaku Direktur Utama Perseroan berdomisili di
wilayah hukum Pengadilan Agama Purbalingga, oleh karena itu perkara ini
menjadi wewenang relatif Pengadilan Agama Purbalingga;
83
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.5 pasal 15 tentang Penyelesaian
Perselisihan, para pihak sepakat bahwa penyelesaian perselisihan para pihak
melalui Pengadilan Agama Purbalingga, sehingga oleh karenanya sesuai
dengan pasal 49 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua
dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, perkara ini menjadi
wewenang absolut Pengadilan Agama Purbalingga;
Menimbang, bahwa oleh karena ternyata Para Tergugat meskipun telah
dipanggil dengan patut tidak datang menghadap, dan ternyata, bahwa tidak
datangnya itu disebabkan oleh sesuatu halangan yang tidak sah, Para Tergugat
harus dinyatakan tidak hadir, maka perkara ini diperiksa dan diadili tanpa
hadirnya Para Tergugat;
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.4, yang berupa Akta Pernyataan
Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa Perseroan Terbatas
Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah Buana Mitra Perwira Nomor: 05 tanggal 14
Juli 2011, telah menetapkan dan mengangkat H. Aman Waliyudin, SE., MSI.,
sebagai Direktur Utama Perseroan;
Menimbang, bahwa Pasal 1 huruf 4 Undang-Undang Nomor: 1 Tahun
1995 tentang Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa Direksi adalah organ
perseroan yang bertanggungjawab penuh atas pengurusan perseroan untuk
kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroaan baik di dalam
maupun di luar Pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar;
84
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas H. Aman
Waliyudin, SE., MSI., Selaku Direktur Utama Bank Pembiayaan Rakyat
Syari’ah Buana Mitra Perwira mempunyai kedudukan hukum (legal standing)
untuk mengajukan gugatan dalam perkara ini;
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.3 Pasal 7 diperjanjikan adanya
jaminan yang berupa sebidang tanah dengan sertifikat Hak Milik Nomor
577/Purbalingga, bukti mana diperkuat oleh bukti P.7 yang berupa Sertifikat
Hak Milik dan P.8 yang berupa Sertifikat Hak tanggungan;
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti-bukti tersebut serta keretangan
Penggugat di persidangan, ternyata barang barang yang dimohonkan untuk
dilaksanakan sita jaminan (Conservatoir Beslaag), telah dijadikan sebagai Hak
tanggungan yang pemegangnya adalah PT. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
(BPRS) Buana Mitra Perwira dan untuk permohonan sita jaminan tersebut
Penggugat tidak menyertainya dengan bukti permulaan sehingga tidak ada
alasan dan tanda tanda atau kekawatiran barang barang tersebut akan dialihkan
oleh Para Tergugat;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Majelis
Hakim telah memberikan Penetapan Nomor : 1720/Pdt.G/2013/PA. Pbg
tanggal 19 Desember 2013, bahwa permohonan Penggugat dalam hal sita
jaminan ditolak;
Menimbang, bahwa yang menjadi pokok gugatan Penggugat adalah bahwa
Para Tergugat telah cidera janji/ingkar janji/wanprestasi tersebut Penggugat
merasa dirugikan secara materiil yaitu sesuai dengan Akad Jual Beli
85
Murabahah Nomor: 43 tertanggal 18 Agustus 2010 yang perinciannya
pertanggal 31 Agustus 2013 sebagai berikut:
Harga Pokok : Rp. 36.787.193.-
Margin / keuntungan Bank : Rp. 17.216.409.-
Denda Keterlambatan : Rp. 275.000.-
Biaya Kunjungan : Rp. 110.000.-
Biaya Kuasa Hukum : Rp. 5.438.000,-
Total kewajiban Para Tergugat : Rp. 59.826.602,-
Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis akan mempertimbangkan
terlebih dahulu hal-hal yang berkaitan dengan akad, sesuai pasal 20 angka 1
Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah bahwa akad adalah kesepakatan dalam
suatu perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk melakukan atau tidak
melakukan perbuatan hukum tertentu;
Menimbang, bahwa pasal 20 angka 6 Kompilasi Hukum Ekonomi
Syari’ah menyebutkan bahwa Murabahah adalah pembiayaan saling
menguntungkan yang dilakukan oleh shahib al-mal dengan pihak yang
membutuhkan melalui transaksi jual beli dengan penjelasan bahwa harga
pengadaan barang dan harga jual terdapat nilai lebih yang merupakan
keuntungan atau laba bagi shahib al-mal dan pengembaliannya dilakukan
secara tunai atau angsur;
Menimbang, bahwa sesuai pasal 22 Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah
bahwa rukun akad terdiri dari Pihak-pihak yang berakad, Obyek akad, Tujuan
pokok akad, dan Kesepakatan;
86
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.5 yang berupa Akad Jual Beli
Murabahah No. 43, ternyatalah bahwa akad tersebut dibuat di hadapan Dyah
Saraswati, SH. Notaris Purbalingga oleh para pihak antara PT. Bank
Pembiayaan Rakyat Syari’ah Buana Mitra Perwira yang diwakili oleh Aman
Waliyudin selaku direktur utama dengan Mulia Lastro Wibowo, SE., dengan
disetujui isterinya;
Menimbang, bahwa surat perjanjian tersebut telah ditanda tangani oleh
para pihak dan saksi-saksi setelah seluruh kalimat dan kata kata yang
tercantum di dalamnya dibaca dan dibacakan oleh Dyah Saraswati, SH. Notaris
Purbalingga kepada para pihak tersebut, sehingga para pihak menyatakan benar
benar telah memahami seluruh isinya serta menerima segala kewajiban dan hak
yang timbul karenanya;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut telah terbukti
bahwa PT. Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah (BPRS) Buana Mitra Perwira
telah mengadakan akad Jual Beli Murabahah untuk keperluan pembelian
barang berupa satu unit mobil Panther Merah Tahun 1997 dan satu unit Mobil
Daihatsu Expass hijau Tahun 1994, dengan kesepakatan-kesepakatan dalam
akadnya, oleh karena itu akad dimaksud telah memenuhi syarat dan rukun
akad, sehingga akad Jual Beli Murabahah Nomor: 43 Tanggal 18 Agustus 2010
yang dibuat Penggugat dengan Para Tergugat harus dinyatakan sah;
Menimbang, bahwa sesuai dengan akad yang dibuat oleh Penggugat dan
Para Tergugat bahwa jangka waktu pembiyaan yang diberikan Penggugat
kepada para Tergugat selama 36 (tiga puluh enam) bulan yaitu sejak
87
ditandatanganinya akad tersebut, yakni tanggal 18 Agustus 2010 sampai
dengan tanggal 18 Agustus 2013, dengan cara mengangsur setiap bulan sesuai
dengan jadwal angsuran yang telah ditetapkan, namun ternyata para Tergugat
telah menunggak angsuran dan untuk hal tersebut Penggugat telah
menyampaikan beberapa kali somasi (bukti P.10, P.11 dan P.12), namun
sampai gugatan ini didaftarkan ke Pengadilan Para Tergugat belum memenuhi
kewajibannya tersebut;
Menimbang, bahwa sesuai pasal pasal 44 Kompilasi Hukum Ekonomi
Syari’ah bahwa semua akad yang dibentuk secara sah berlaku nash syari’ah
bagi mereka yang mengadakan akad, demikian juga pasal 46 Kompilasi
Hukum Ekonomi Syari’ah menyebutkan bahwa suatu akad hanya berlaku
antara pihak-pihak yang mengadakan akad;
Menimbang, bahwa sesuai pasal 21 huruf (b) Kompilasi Hukum
Ekonomi Syari’ah bahwa akad dilakukan berdasarkan asas amanah/menepati
janji, setiap akad wajib dilaksanakan oleh para pihak sesuai dengan
kesepakatan yang ditetapkan oleh yang bersangkutan dan pada saat yang sama
terhindar dari cidera-janji;
Menimbang, bahwa Majelis Hakim juga mendasarkan kepada firman
Allah dalam surat Al Maidah ayat 1 yang berbunyi:
Artinya: “ Hai orang-orang yang beriman penuhilah akad-akad itu”;
Dan hadits riwayat Abu Daud, Ahmad, Tirmidzi dan Daruqutni yang berbunyi:
88
المسلمون على شروطھم
Artinya: “ orang-orang Islam terikat pada akad perjanjian yang mereka buat”;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut maka harus
dinyatakan terbukti Para Tergugat telah tidak melaksanakan isi perjanjian
untuk membayar harga pokok sesuai dengan perincian pertanggal 31 Agustus
2013 sebesar Rp. 36.787.193,- (tiga puluh enam juta tujuh ratus delapan puluh
tujuh ribu seratus sembilan puluh tiga rupiah) dan margin/keuntungan Bank
sebesar 17.787.193 (tujuh belas juta tujuh ratus delapan puluh tujuh ribu
seratus sembilan puluh tiga rupiah) sehingga harus dinyatakan Para Tergugat
telah melakukan perbuatan cidera janji/ingkar janji/wanprestasi terhadap akad
Jual Beli Murabahah Nomor: 43 tersebut;
Menimbang, bahwa oleh karena Para Tergugat telah tidak melaksanakan
pembayaran pokok sesuai dengan perincian pertanggal 31 Agustus 2013
sebesar Rp. 36.787.193,- (tiga puluh enam juta tujuh ratus delapan puluh tujuh
ribu seratus sembilan puluh tiga rupiah) dan margin/keuntungan Bank sebesar
17.787.193 (tujuh belas juta tujuh ratus delapan puluh tujuh ribu seratus
sembilan puluh tiga rupiah) sampai batas waktu yang perjanjikan yaitu tanggal
18 Agustus 2013, maka berdasarkan pasal 6 Akad Jual Beli Murabahah
Nomor: 43 Para Tergugat patut dihukum untuk membayar denda keterlambatan
sesuai dengan peraturan perusahaan (bank) yang ditetapkan sebesar Rp.
275.000,- (dua ratus tujuh puluh lima ribu rupiah) untuk dana qardhul hasan;
Menimbang, bahwa berdasarkan pasal 6 Akad Jual Beli Murabahah
Nomor: 43 yang dibuat antara Penggugat dengan Para Tergugat telah
89
disepakati bahwa dalam hal nasabah ingkar janji sehingga bank memerlukan
jasa penasehat hukum dan kunjungan petugas, maka biaya jasa penasehat
hukum tersebut ditanggung oleh nasabah;
Menimbang, bahwa Penggugat dalam perkara ini telah menggunakan jasa
kuasa hukum, sebesar Rp. 5.438.000,- (lima juta empat ratus tiga puluh delapan
ribu rupiah), (bukti P.9) dan biaya kunjungan sebesar Rp. 110.000,- (seratus
sepuluh ribu rupiah);
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di
atas, maka harus dinyatakan terbukti Penggugat telah mengalami kerugian
material berupa:
Harga Pokok : Rp. 36.787.193.-
Margin / keuntungan Bank : Rp. 17.216.409.-
Denda Keterlambatan : Rp. 275.000.-
Biaya Kunjungan : Rp. 110.000.-
Biaya Kuasa Hukum : Rp. 5.438.000,-
Total kewajiban Para Tergugat : Rp. 59.826.602,-
Menimbang, bahwa dengan telah terbuktinya Para Tergugat ingkar
janji/cidera tidak melaksanakan akad Akad Jual Beli Murabahah tersebut, maka
para Tergugat dihukum untuk membayar kerugian materiil sebesar
Rp. 59.826.602,-, dengan perincian sebagai berikut;
Harga Pokok : Rp. 36.787.193.-
Margin / keuntungan Bank : Rp. 17.216.409.-
Denda Keterlambatan : Rp. 275.000.-
90
Biaya Kunjungan : Rp. 110.000.-
Biaya Kuasa Hukum : Rp. 5.438.000,-
Total kewajiban Para Tergugat : Rp. 59.826.602,-
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan pertimbangan tersebut di
atas, maka berdasarkan pasal 125 HIR gugatan Penggugat dapat dikabulkan
dengan verstek sebagian dan ditolak selebihnya;
Menimbang, bahwa oleh karena Para Tergugat adalah pihak yang kalah,
maka berdasarkan pasal 181 HIR biaya yang timbul dalam perkara ini
dibebankan kepada Para Tergugat (Berkas Putusan No.
1720/Pdt.G/2013/PA.Pbg).
B. Analisis Dasar Pertimbangan Putusan Hakim Nomor:
1720/Pdt.G/2013/PA.Pbg Tentang Wanprestasi Akad Murabahah
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-
Undang Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Peradilan Agama memberikan
kewenangan bagi pengadilan agama untuk menangani sengketa ekonomi
syariah. Hal tersebut dapat dijumpai di Pasal 49 yang berbunyi:
Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: a. Perkawinan; b. Waris; c. Wasiat; d. Hibah; e. Wakaf; f. Zakat; g. Infaq
91
h. Shadaqah; dan i. Ekonomi syari’ah.
Atas dasar undang-undang tersebut, Penggugat menggugat Para Tergugat
di Pengadilan Agama Purbalingga dengan tuduhan telah melakukan
wanprestasi akad murabahah. Selain karena hal tesebut merupakan
kewenangan absolut pengadilan agama, Penggugat juga mendasarkan
gugatannya pada isi akad jual beli murabahah nomor: 43 yang dibuat oleh
Penggugat dan Para Tergugat. Pada pasal 15 akad jual beli murabahah tersebut
menjelaskan tentang kesepakatan para pihak yang berakad jika di kemudian
hari terjadi sengketa, mereka bersepakat menyelesaikannya di pengadilan
agama.
Pengadilan agama bukanlah satu-satunya jalan dalam menyelesaikan
sengketa ekonomi syariah. Para pihak pembuat akad dapat menempuh jalur
penyelesaian sengketa non litigasi. Maksud dari penyelesaian sengketa non
litigasi adalah penyelesaian sengketa di luar pengadilan, seperti meminta
tolong kepada BASYARNAS, negosiasi maupun mediasi. Penyelesaian
sengketa non litigasi hanya dapat terjadi ketika para pihak pembuat akad
menyertakan klausul tersebut dalam perjanjian. Hal ini sesuai dengan Undang-
Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah Pasal 55 yang
berbunyi:
4. Penyelesaian sengketa perbankan syariah dilakukan oleh Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama.
5. Dalam hal perkara pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelesaian dilakukan sesuai isi akad.
6. Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah.
92
Gugatan yang diajukan Penggugat pada Para Tergugat bukannya tanpa
celah, peneliti setidaknya menemukan dua kekurangan dalam gugatan ini.
Pertama, penggunaan istilah “Piutang” dalam akad jual beli murabahah
tidaklah tepat. Peneliti telah menjelaskan di bab sebelumnya bahwa murabahah
termasuk jenis jual beli dengan menegaskan harga beli barang pada pembeli
dan mengambil keutungan sesuai kesepakatan yang pembayarannya dapat
dilakukan kontan maupun kredit. Jual beli dan piutang merupakan dua hal yang
berbeda. Jual beli merupakan bagian dari akad tijaroh (perdagangan) yang
bertujuan untuk mendapatkan untung. Sedangkan piutang merupakan bagian
dari akad tabarru’ (kebaikan) yang tujuannya adalah murni untuk tolong
menolong sesama dan tidak boleh ada unsur komersil di dalamnya.
Kedua, gugatan yang diajukan Penggugat pada Para Tergugat tentang
kewajiban membayar harga pokok dan margin keuntungan bank tidaklah jelas.
Ketidakjelasan yang peneliti maksud adalah tentang berapa harga pokok dan
margin keuntungan bank yang harus dibayar oleh Para Tergugat tiap bulan,
sebab akad murabahah tersebut disepakati selama 36 bulan. Padahal pada awal
gugatan, harga pokok dan margin keuntungan bank secara total sudah
disepakati. Namun dalam posita gugatan, Penggugat hanya menyebut angka
secara total dari kekurangan pembayaran oleh Para Tergugat, bukan
merincinya.
Pertimbangan hukum lain yang digunakan hakim dalam memutus
perkara ini adalah Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan
Terbatas Pasal 1 ayat (4). Undang-undang ini berkaitan dengan legal standing
93
Penggugat yang merupakan seorang direksi dari bank yang membuat akad
dengan Para Tergugat. Berdasarkan pengamatan peneliti, undang-undang ini
merupakan undang-undang lama yang sudah diganti dengan Undang-Undang
No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Maka sudah sepantasnya
hakim menggunakan undang-undang yang terbaru. Pengertian direksi sendiri
menurut Pasal 1 ayat (5) UU No. 40 Tahun 2007 adalah:
Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Pertimbangan hukum lain yang digunakan hakim adalah Kompilasi
Hukum Ekonomi Syariah (KHES). KHES merupakan dasar pertimbangan
hukum pertama hakim dalam kasus sengketa ekonomi syariah. KHES sendiri
dikeluarkan oleh Mahkamah Agung sebagai jawaban atas berkembangnya
praktek ekonomi syariah di Indonesia. Demikian halnya dengan Putusan No.
1720/Pdt.G/2013/PA.Pbg ini yang menggunakan KHES sebagai pertimbangan
hukum utama. Pasal-pasal dalam KHES yang digunakan oleh hakim sebagai
pertimbangan hukum adalah: pasal 20 ayat (1), ayat (6), pasal 21 huruf (b),
pasal 22, pasal 44 dan pasal 46.
Pasal 20 ayat (1) dan (6) KHES menyangkut mengenai definisi akad dan
murabahah. Bunyi pasal tersebut adalah:
(1). Akad adalah kesepakatan dalam suatu perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk melakukan dan atau tidak melakukan perbuatan hukum tertentu.
(6). Murabahah adalah pembiayaan saling menguntungkan yang dilakukan oleh shahib al-mal dengan pihak yang membutuhkan melalui transaksi jual beli dengan penjelasan bahwa harga pengadaan barang dan harga jual
94
terdapat nilai lebih yang merupakan keuntungan atau laba bagi shahib al-mal dan pengembaliannya dilakukan secara tunai atau angsur.
Penggunaan pasal ini sebagai dasar pertimbangan hukum sudah sepatutnya
digunakan, sebab Penggugat dan Para Tergugat telah membuat kesepakatan
untuk melaksanakan akad jual beli murabahah nomor 43.
Pasal 21 huruf (b) KHES menjelaskan mengenai asas dalam berakad.
Bunyi pasal tersebut adalah:
(b). Amanah/menepati janji; setiap akad wajib dilaksanakan oleh para pihak sesuai dengan kesepakatan yang ditetapkan oleh yang bersangkutan dan pada saat yang sama terhindar dari cidera janji.
Pasal inilah yang digunakan pertimbangan hukum oleh hakim dalam memutus
gugatan yang diajukan Penggugat. Para Tergugat dianggap telah melakukan
cidera janji/wanprestasi terhadap akad jual beli murabahah nomor 43 dengan
tidak melakukan pembayaran angsuran sehingga Penggugat membawa kasus
ini ke pengadilan agama.
Pasal 22 KHES menjelaskan mengenai rukun akad. Bunyi pasal tersebut
adalah:
Rukun akad terdiri atas: a. Pihak-pihak yang berakad. b. Obyek akad. c. Tujuan pokok akad. d. Kesepakatan. Dari rukun-rukun yang terdapat dalam Pasal 22 KHES, kesemuanya sudah
dipenuhi dalam akad jual beli murabahah nomor 43. Pihak-pihak yang berakad
adalah Penggugat dan Para Tergugat yang keduanya telah cakap hukum,
berakal dan tamyiz. Obyek akad adalah barang yang suci dan bermanfaat, yakni
mobil. Tujuan pokok akad adalah memenuhi kebutuhan hidup, dan
95
kesepakatan adalah kesanggupan dari kedua belah pihak untuk menjalankan isi
akad.
Pasal 44 dan 46 KHES menjelaskan tentang akibat dari suatu akad.
Bunyi pasal tersebut adalah:
44. Semua akad yang dibuat secara sah berlaku sebagai nash syariah bagi mereka yang mengadakan akad.
46. Suatu akad hanya berlaku antara pihak-pihak yang mengadakan akad. Inti dari kedua pasal tersebut adalah menjelaskan tentang akibat hukum dari
suatu akad/perjanjian. Suatu akad dapat menjadi suatu peraturan yang berlaku
bagi kedua belah pihak. Dan suatu akad hanya berlaku diantara pihak yang
mengikatkan diri dalam akad tersebut. Akad jual beli murabahah nomor 43
tentu hanya berlaku diantara Penggugat dan Para Tergugat.
Pertimbangan hukum terakhir yang digunakan oleh hakim adalah
Herzien Inlandsch Reglement (HIR). HIR adalah Hukum Acara Perdata yang
berlaku baik di pengadilan negeri maupun pengadilan agama. Pasal yang
digunakan hakim adalah Pasal 125 dan Pasal 181 HIR.
Pasal 125 ayat (1) HIR menjelaskan mengenai putusan verstek. Bunyi
pasal ini adalah:
125 (1): Jika tergugat tidak menghadap pada hari persidangan meskipun telah dipanggil dengan patut, atau tidak menyuruh orang lain untuk menghadap, maka gugatan diputus dengan verstek, kecuali kalau menurut pengadilan gugatan itu melawan hukum atau tidak beralasan.
Putusan verstek ini jelas hakim jatuhkan dalam perkara nomor
1720/Pdt.G/2013/PA.Pbg. Sebab selama jalannya persidangan, tidak sekalipun
Para Tergugat hadir di muka sidang. Dan berdasarkan pemeriksaan
persidangan, gugatan Penggugat dapat dibuktikan dengan bukti surat-surat dan
96
keterangan Penggugat. Maka menurut undang-undang, putusan haruslah tetap
dibacakan guna menghormati Penggugat yang telah merelakan waktu dan
mungkin juga biaya untuk menghadiri persidangan.
Pasal 181 ayat (1) HIR menjelaskan mengenai hal siapa membayar biaya
perkara. Bunyi pasal ini adalah:
181 (1): Barangsiapa dikalahkan akan membayar biaya perkara. Akan tetapi biaya perkara dapat dibebankan bersama-sama terhadap suami-isteri, keluarga dalam garis lurus, saudara laki-laki atau perempuan, atau keluarga semenda dalam derajat yang sama, dan juga dalam hal-hal di mana para pihak ada bagian-bagian yang dikalahkan.
Pasal ini mengandung arti bahwa pihak yang kalah dalam persidangan harus
menanggung biaya yang timbul akibat perkara. Para Tergugat merupakan pihak
yang kalah dalam persidangan, oleh karenanya mereka berkewajiban
membayar baiaya perkara. Biaya yang timbul dalam perkara bisa meliputi:
biaya pendaftaran, biaya proses, biaya pemanggilan sidang dan lain-lain.
Berdasarkan analisa yang peneliti telah paparkan di atas, maka dapat
peneliti simpulkan bahwa dalam memutus perkara nomor
1720/Pdt.G/2013/PA.Pbg, Majelis Hakim menggunakan sumber hukum
berupa: Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan
Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Peradilan Agama, Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas, Kompilasi Hukum
Ekonomi Syari’ah (KHES) dan Herzien Inlandsch Reglement (HIR).
Terhadap penggunaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang
Perseroan Terbatas sebagai dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara
97
ini, peneliti tidak sependapat. Sebab undang-undang tersebut termasuk undang-
undang lama yang telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas. Meskipun secara substansi, Pasal 1 ayat (4)
Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 sama dengan Pasal 1 ayat (5) Undang-
Undang No. 40 Tahun 2007, yakni berisi tentang definisi seorang direksi. Hal
ini sejalan dengan salah satu asas hukum yang berbunyi, “Lex posteriori
derogat legi priori”. Maksudnya adalah undang-undang yang baru
mengabaikan atau mengesampingkan undang-undang yang lama dalam hal
yang sama.
Pun demikian, peneliti memberikan apresiasi kepada hakim yang
memutus perkara ini. Sebab dalam memutus perkara ini, hakim telah
menggunakan Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 Tentang Peradilan Agama
dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) sebagai dasar pertimbangan
hukum. Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 Tentang Peradilan Agama
merupakan undang-undang terbaru dan merupakan perubahan yang kedua dari
Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 sebagaimana telah dirubah dengan
perubahan pertama Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan
Agama yang mana undang-undang tersebut memuat kewenangan absolut
pengadilan agama untuk menangani sengketa ekonomi syariah. Sementara
untuk penggunaan KHES oleh hakim sebagai dasar pertimbangan dalam
memutus perkara ini, peneliti sependapat. Sebab, KHES merupakan sumber
hukum utama dalam memutus sengketa ekonomi syariah.
98
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan dan berdasarkan
rumusan masalah mengenai analisis terhadap dasar pertimbangan Putusan
Hakim Nomor 1720/Pdt.G/2013/PA.Pbg, maka dapat disimpulkan bahwa
sumber hukum yang digunakan oleh Hakim dalam putusan Nomor
1720/Pdt.G/2013/PA.Pbg adalah:
1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan
Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Peradilan Agama;
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas;
3. Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah (KHES) dan;
4. Herzien Inlandsch Reglement (HIR).
Terhadap dasar pertimbangan hukum oleh hakim dalam memutus perkara
no. 1720/Pdt.G/2013/PA.Pbg tentang wanprestasi akad murabahah di atas,
peneliti tidak sependapat dengan penggunaan Undang-Undang No. 1 Tahun
1995 Tentang Perseroan Terbatas. Sebab undang-undang tersebut merupakan
undang-undang lama yang telah diganti dengan Undang-Undang No. 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas.
99
Sementara terhadap penggunaan Undang-Undang No. 50 Tahun 2009
Tentang Peradilan Agama, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) dan
HIR (Herzien Inlandsch Reglement), peneliti sependapat. Sebab, Undang-
Undang No. 50 Tahun 2009 Tentang Peradilan Agama merupakan undang-
undang terbaru yang merupakan perubahan kedua dari Undang-Undang No. 7
Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Sementara KHES merupakan sumber
hukum utama dalam memutus sengketa ekonomi syariah. Sedangkan HIR
merupakan hukum acara perdata yang berlaku baik di pengadilan umum
maupun di pengadilan agama.
B. Saran
Berdasarkan Kesimpulan di atas, maka peneliti memberikan saran:
1. Untuk para Bapak/Ibu Hakim Pengadilan Agama Purbalingga agar
senantiasa memperbarui dan meng-update undang-undang yang terbaru
yang dikeluarkan oleh Pemerintah, baik undang-undang tentang Hukum
Acara Perdata maupun Hukum Acara Peradilan Agama, lebih-lebih yang
menyangkut ekonomi syariah.
2. Untuk Penggugat agar terlebih dahulu memeriksa dan mengecek berkas
gugatan sebelum diajukan kepada Pengadilan Agama, sebab dengan
ketidakjelasan berkas gugatan dapat menjadikan gugatan menjadi kabur
(obscuur libel).
3. Untuk Para Pembuat Akad supaya menyertakan klausul tentang
penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi, baik melalui
100
BASYARNAS, negosisasi maupun mediasi terlebih dahulu sebelum
memilih menyelesaikan sengketa lewat pengadilan agama.
4. Untuk Pemerintah dalam hal ini Pengadilan Agama Purbalingga untuk
memberikan sosialisasi kepada masyarakat supaya sadar akan keberadaan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Pengadilan Agama bahwa
pengadilan agama diberikan kewenangan absolut dalam memutus sengketa
ekonomi syariah.
DAFTAR PUSTAKA
A. Kelompok Buku
Ali, Zainuddin. 2009. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika . 2008. Hukum Ekonomi Syariah. Jakarta: Sinar Grafika Anshori, Abdul Ghofur. 2007. Peradilan Agama di Indonesia Pasca Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2006 Sejarah, Kedudukan, dan Kewenangan. Yogyakarta: UII Press
Antonio, Muhammad Syafi’i. 2001. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik.
Jakarta: Gema Insani Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktis.
Jakarta: Rineka Cipta Ascarya. 2011. Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada Azzam, Abdul Aziz Muhammad. 2010. Fiqh Muamalat Sistem Transaksi
dalam Fiqh Islam. Jakarta: AMZAH Dahlan, Ahmad. 2012. Bank Syariah: Teoritik, Praktik, Kritik. Yogyakarta:
Teras El Ghandur, Achmad. 2006. Perspektif Hukum Islam. Yogyakarta: Pustaka
Fahima Fadal, Moh. Kurdi. 2008. Kaidah-Kaidah Fikih. Jakarta: CV Artha Rivera Hudiata, Edi. 2015. Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Pasca Putusan
MK Nomor 93/PUU-X/2012: Litigasi dan Non Litigasi. Yogyakarta: UII Press
Ikatan Bankir Indonesia. 2014. Memahami Bisnis Bank Syariah. Jakata: PT
Gramedia Pustaka Utama Khairandy, Ridwan. 2013. Hukum Kontrak Indonesia Dalam Perspektif
Perbandingan (Bagian Pertama). Yogyakarta: FH UII Press Koosmargono dan Moch. Dja’is. 1995. Membaca dan Mengerti HIR.
Semarang: Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
Mardani. 2009. Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syar’iyyah. Jakarta: Sinar Grafika
Miru, Ahmadi. 2013. Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak. Jakarta:
Rajawali Pers Nabhan, Faqih. 2008. Dasar-dasar Akutansi Bank Syariah. Yogyakarta:
Lumbung Ilmu Rasyid, Chatib dan Syaifuddin. 2009. Hukum Acara Perdata dalam Teori dan
Praktik pada Peradilan Agama. Yogyakarta: UII Press Saifulloh, Moh. 2005. Fiqih Islam Lengkap. Surabaya: TERBIT TERANG Zuhriah, Erfaniah. 2009. Peradilan Agama Indonesia: Sejarah Pemikiran dan
Realita. Malang: UIN Malang Press
B. Internet Al Hakim, Ikhsan. 2013. Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di
Pengadilan Agama Purbalingga (Studi Pelaksanaan Undang – Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Pengadilan Agama Oleh Pengadilan Agama Purbalingga). Skripsi. Semarang: Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang (www.lib.unnes.ac.id, diakses pada 7 Februari 2017)
Naryanti, Yunita. 2010. Gugatan Wanprestasi Yang Diajukan Oleh Pt Bpr
Syariah Buana Mitra Perwira Berdasarkan Akad Perjanjian Pembiayaan Al Musyarokah (Studi Terhadap Putusan Pengadilan Agama Purbalingga Nomor:1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg). Skripsi. Purwokerto: Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman (www.fh.unsoed.ac.id, diakses pada 20 Maret 2017)
Ningsih, Pratami Wahyudya. 2010. Analisis Terhadap Putusan Hakim Dalam
Perkara Gugatan Pemenuhan Kewajiban Akad Pembiayaan al-Musyarakah di Pengadilan Agama Purbalingga (Studi Terhadap Putusan Nomor: 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg). Skripsi. Surakarta: Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta (www.dglib.uns.ac.id, diakses pada 7 Februari 2017)
Purnanisa, Martina. 2016. Analisis Putusan Pengadilan terhadap Penyelesaian
Hukum Ekonomi Syariah (Studi Kasus Putusan PA Madiun No.0403/Pdt.G/2004.Pa.Mn). Tesis. Banjarmasin: Pascasarjana Progdi Hukum Ekonomi Syariah IAIN Antasari Banjarmasin (www.idr.iain-antasari.ac.id, diakses pada 7 Februari 2017)
Sidiq, Fitriawan. 2013. Analisis Terhadap Putusan Hakim dalam Kasus Sengketa Ekonomi Syariah di Pengadilan Agama Bantul (Putusan No. 700/Pdt.G/2011/PA.Btl). Skripsi. Sleman: Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta (www.dglib.uinsuka.ac.id, diakses pada 20 Maret 2017)
pa-purbalingga.go.id (diakses pada tanggal 23 Juni 2017)
C. Undang-Undang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Tahun 2008 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah Berkas Putusan Pengadilan Agama Purbalingga tentang Sengketa Ekonomi Syariah Nomor 1720/Pdt.G/2013/PA.Pbg
LAMPIRAN-LAMPIRAN
SALINAN;-------------------------------------------------------------------------------------
PUTUSAN
Nomor:1720/Pdt.G/2013/PA.Pbg
BISMILLAHIRRAMANIRRAHIM
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Agama Purbalingga yang memeriksa dan mengadili perkara
perdata tertentu pada tingkat pertama telah menjatuhkan putusan sebagai berikut
dalam perkara sengketa ekonomi syari’ah antara ;
PT. BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH ( BPRS ) BUANA MITRA
PERWIRA, yang berkedudukan hukum di Jalan MT. Haryono
No. 267 Purbalingga, dalam hal ini yang diwakili oleh H. Aman
Waliyudin, SE., MSI., dalam kedudukannya selaku Direktur
Utama PT. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Buana
Mitra Perwira, yang dalam hal ini memberikan kuasa kepada H.
Sugeng, SH., MSI., Advokat pada kantor advokat H. Sugeng,
SH., MSI. & Rekan yang beralamat kantor Jl. DI Panjaitan No.
111 Purbalingga, yang selanjutnya disebut sebagai Penggugat ;
melawan
1. MULIA LASTRO WIBOWO, SE.,umur 48 tahun, agama Islam, pekerjaan
wiraswasta, tempat tinggal Purbalingga Kidul RT.02/RW.04, Kecamatan
Purbalingga, Kabupaten Purbalingga, selanjutnya disebut sebagai Tergugat I;
2. NENNY MULYANI, SE., umur 47 tahun, agama Islam, pekerjaan
wiraswasta, tempat tinggal Purbalingga Kidul RT.02 / RW.04, Kecamatan
Purbalingga, Kabupaten Purbalingga, selanjutnya disebut sebagai Tergugat II;
Tergugat I dan II selanjutnya disebut sebagai Para Tergugat.
Pengadilan Agama tersebut:
- Setelah membaca surat-surat perkara;
- Setelah mendengar keterangan Penggugat;
TENTANG DUDUK PERKARANYA
Menimbang, bahwa Penggugat dengan surat Gugatannya tertanggal 23
September 2013 yang didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Agama Purbalingga
pada tanggal 23 September 2013 Nomor 1720/Pdt.G/2013/PA.Pbg, telah
mengajukan alasan-alasan sebagai berikut ;
1. Bahwa berdasarkan Akad Jual Beli Murabahah Nomor : 43 tanggal 18
Agustus 2010, Tergugat I atas persetujuan Tergugat II sebagai isteri telah
menerima Fasilitasi Piutang Murabahah dari Penggugat sebesar
Rp.100.000.000; (seratus juta rupiah) dengan perhitungan Harga Pokok
Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah), Margin Keuntungan Rp.46.800.000,-
(empat puluh enam juta delapan ratus ribu rupiah), sehingga Harga Jual
Barang sebesar Rp.146.800.000,- (seratus empat puluh enam juta delapan
ratus ribu rupiah) ;
2. Bahwa jangka waktu Piutang tersebut adalah selama 36 ( tiga puluh enam)
bulan yaitu sejak tanggal 18 Agustus 2010 s/d 18 Agustus 2013 ;
3. Bahwa pembiayaan tersebut oleh Para Tergugat akan digunakan untuk
pembelian 1 (satu) unit Mobil Panther Merah Tahun 1997 dan 1 (satu) unit
Mobil Daihatsu Expass Hijau Tahun 1994 ;
4. Bahwa ternyata dalam perjalanannya Para Tergugat telah menunggak
angsuran, kemudian Penggugat melayangkan beberapa kali Surat Peringatan
dan juga Somasi ;
5. Bahwa Penggugat sebenarnya telah memberikan kesempatan lagi kepada Para
Tergugat namun sampai gugatan ini diajukan Tergugat tidak dapat
menyelesaikan kewajibannya kepada Penggugat ;
6. Bahwa atas kelalaian dan pelanggaran Para Tergugat tersebut, maka
Penggugat berhak untuk menuntut dan menagih pembayaran atas seluruh
jumlah piutang yang masih menjadi tanggungan Para Tergugat (Akad pasal 8)
;
7. Bahwa berdasarkan apa yang termuat dalam posita 6, maka Para Tergugat
telah dianggap melakukan perbuatan cidera janji/ingkar janji/wanprestasi
yang sangat merugikan Penggugat ;
8. Bahwa akibat perbuatan cidera janji/ingkar janji/wanprestasi tersebut
Penggugat merasa dirugikan secara materiil yaitu sesuai dengan Akad Jual
Beli Murabahah Nomor : 43 tanggal 18 Agustus 2010 yang perinciannya
pertanggal 31 Agustus 2013 sebagai berikut:
HargaPokok : Rp. 36.787.193.-
Margin / keuntungan Bank : Rp. 17.216.409.-
Denda Keterlambatan : Rp. 275.000.-
Biaya Kunjungan : Rp. 110.000.-
Biaya Kuasa Hukum : Rp. 5.438.000,-
Total kewajiban Para Tergugat : Rp. 59.826.602,-
9. Bahwa karena Para Tergugat telah wanprestasi maka Penggugat melalui
kuasa hukumnya melayangkan somasi III tertanggal 19 Juli 2013, dan atas
somasi tersebut Para Tergugat tidak pernah menanggapi ;
10. Bahwa untuk menjamin gugatannya, Penggugat mohon kepada Ketua
Pengadilan Agama Purbalingga berkenan kiranya meletakan Sita Jaminan
( conservatoir beslaag ) atas barang-barang milik ParaTergugat yang dalam hal
ini barang tetap milik Para Tergugat yang telah diikat Hak Tanggungan
Nomor : 02363/2010, yaitu sebagai berikut :
- Tanah pekarangan Hak Milik Nomor: 577, Luas 502 M2, terletak di
Kelurahan Purbalingga Kidul, Kecamatan Purbalingga, Kabupaten
Purbalingga, Propinsi Jawa Tengah, sebagaimana diuraikan dalam Surat
Ukur No. 797/1987, tertanggal 13 April 1987, Sertifikat tertanggal 14 Mei
1987, tertulis atas nama MULIA LASTRO WIBOWO, Sarjana Ekonomi
dengan batas-batas :
- Sebelah Utara : JALAN DESA
- Sebelah Timur : SUNARDI
- Sebelah Selatan : SANWIROJI
- Sebelah Barat : MULIA HARI RAHARJO
11. Bahwa Penggugat telah melakukan berbagai upaya penagihan, Peringatan /
Somasi maupun pendekatan secara kekeluargaan kepada Para Tergugat akan
tetapi Para Tergugat tetap tidak ada itikad baik untuk menyelesaikan
kewajiban-kewajibannya, oleh karenanya sangatlah beralasan Penggugat
mengajukan Gugatan Sengketa Ekonomi Syariah kepada Ketua Pengadilan
Agama Purbalingga hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 49 huruf (i) UU
No.3 Tahun 2006 Tentang Amandemen Undang-Undang Peradilan Agama jo.
Pasal 55 ayat (1) UU No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka Penggugat mohon kepada
Ketua Pengadilan Agama Purbalingga berkenan kiranya memanggil para pihak,
memeriksa dan mengadili perkara ini selanjutnya menjatuhkan putusan sebagai
berikut :
PRIMAIR :
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya ;
2. Menyatakan sah dan berharga sita jaminan ( Conservatoir Beslaag ) atas
barang tetap milik Para Tergugat yang diletakan oleh Pengadilan Agama
Purbalingga yaitu berupa:
- Tanah pekarangan Hak Milik Nomor: 577, Luas 502 M2, terletak di
Kelurahan Purbalingga Kidul, Kecamatan Purbalingga, Kabupaten
Purbalingga, Propinsi Jawa Tengah, sebagaimana diuraikan dalam Surat
Ukur No. 797/1987, tertanggal 13 April 1987, Sertifikat tertanggal 14
Mei 1987, tertulis atas nama MULIA LASTRO WIBOWO, Sarjana
Ekonomi dengan batas-batas :
- Sebelah Utara : JALAN DESA
- Sebelah Timur : SUNARDI
- Sebelah Selatan : SANWIROJI
- Sebelah Barat : MULIA HARI RAHARJO
3. Menyatakan sah secara hukum Akad Jual Beli Murabahah Nomor : 43
tanggal 18 Agustus 2010 yang dibuat antara Penggugat dengan Para Tergugat
dihadapan DYAH SARASWATI, SH Notaris di Purbalingga;
4. Menyatakan Para Tergugat telah melakukan perbuatan cidera janji/ ingkar
janji/wanprestasi terhadap Akad Jual Beli Murabahah Nomor : 43 tertanggal
18 Agustus 2010, yang sangat merugikan Penggugat, yaitu berupa kerugian
materiil sebesar Rp 59.826.602,-(lima puluh sembilan juta delapan ratus dua
puluh enam ribu enam ratus dua rupiah) ;
5. Menghukum Para Tergugat untuk membayar kerugian materiil sebesar
Rp. 59.826.602,-(lima puluh sembilan juta delapan ratus dua puluh enam ribu
enam ratus dua rupiah) kepada Penggugat langsung seketika setelah putusan
mempunyai kekuatan hukum tetap;
6. Menghukum Para Tergugat untuk membayar semua biaya yang timbul dalam
perkara ini.
Atau apabila Pengadilan Agama Purbalingga berpendapat lain, maka:
SUBSIDAIR :
Dalam peradilan yang baik, mohon putusan yang seadil-adilnya.
Menimbang, bahwa pada hari sidang yang telah ditetapkan, Penggugat
telah datang menghadap dalam persidangan, sedangkan Para Tergugat tidak
datang menghadap dan tidak menyuruh orang lain untuk menghadap sebagai
kuasanya, meskipun berdasarkan relaas panggilan telah dipanggil secara patut,
sedang tidak ternyata bahwa ketidakhadirannya itu disebabkan oleh suatu
halangan yang sah;
Menimbang bahwa oleh karena Tergugat tidak datang menghadap di
persidangan, maka tidak dapat dilaksanakan perdamaian, kemudian Majelis
Hakim membacakan surat gugatan Penggugat yang isinya tetap dipertahankan
oleh Penggugat;
Menimbang, bahwa Penggugat di persidangan untuk menguatkan dalil-
dalil gugatannya dengan mengajukan bukti surat-surat berupa:
1. Fotokopi KTP. NIK : 3303010602650001 tanggal 26 Agustus 2012 An.
AMAN WALIYUDIN, tempat dan tanggal lahir : Purbalingga 06-02-1965,
agama Islam, pekerjaan karyawan swasta, alamat RT 005 RW 002 Desa
Senon, Kecamatan Kemangkon Kabupaten Purbalingga yang aslinya
dikeluarkan oleh Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten
Purbalingga, yang setelah dicocokkan dengan aslinya diberi tanda P.1;
2. Fotokopi Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Nomor : C-
02375 HT.01.01.TH.2004; tanggal 30 Januari 2004 tentang Pengesahan Akta
Pendirian Perseroan Terbatas;
3. Fotokopi Akta Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Luar
Biasa PT BPRS Buana Mitra Perwira tanggal 07 Juni 2009, yang aslinya
dibuat dihadapan Agung Diharto SH, notaris Kabupaten Purbalingga;
4. Fotokopi Akta Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Luar
Biasa PT BPRS Buana Mitra Perwira tanggal 14 Juli 2011, yang aslinya
dibuat dihadapan Dyah Saraswati SH, notaris Kabupaten Purbalingga;
5. Fotokopi Akad Jual Beli Murabahah No 43 tanggal 21 Oktober 2010, yang
aslinya dibuat dihadapan Dyah Saraswati SH, notaris Kabupaten Purbalingga;
6. Fotokopi Perincian Kewajiban Debitur Atas Nama Mulia Lastro Wibowo
tanggal 31 Agustus 2013;
7. Fotokopi Sertifikat Hak Tanggungan, No. 02363/2010 An. PT. Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah Buana Mitra Perwira, yang aslinya dikeluarkan
oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Purbalingga;
8. Fotokopi Sertifikat Hak Milik No.577 An. Mulia Lastro Wibowo, yang
aslinya dikeluarkan oleh Kantor Agraria Kabupaten Purbalingga;
9. Fotokopi Kwitansi Jasa Kuasa Hukum tanggal 15 September 2013;
10. Fotokopi Surat Somasi I No. 153/SOMASI/ADV-SGG/X/2012 tanggal 16
Oktober 2012, yang aslinya dikeluarkan oleh Kantor Advokat H. SUGENG
SH. MSI. & Rekan
11. Fotokopi Surat Somasi II No. 054/SOMASI-II/ADV-SGG/V/2013 tanggal 15
Mei 2013, yang aslinya dikeluarkan oleh Kantor Advokat H. SUGENG,SH.
MSI. & Rekan;
12. Fotokopi Surat Somasi III No. 134/SOMASI-III/ADV-SGG/VII/2013 tanggal
19 Juli 2013, yang aslinya dikeluarkan oleh Kantor Advokat H. SUGENG,
SH. MSI. & Rekan.
Menimbang bahwa selanjutnya Penggugat telah memberikan kesimpulan
yang pada pokok tetap pada gugatannya mohon putusan;
Menimbang, bahwa segala sesuatu yang menyangkut pemeriksaan dalam
persidangan telah dicatat dalam Berita Acara Persidangan, maka untuk
menyingkat uraian putusan ini cukup kiranya Majelis Hakim menunjuk Berita
Acara Persidangan tersebut sebagai bagian dari putusan ini;
TENTANG PERTIMBANGAN HUKUM
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan Penggugat adalah
sebagaimana diuraikan dalam duduk perkaranya;
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.5 Akad Jual Beli Murabahah
yang ditandatangani Penggugat dan Para Tergugat bahwa alamat para Tergugat
merupakan alamat tetap, yakni di wilayah hukum Penggadilan Agama
Purbalingga dan juga sesuai bukti P.1 H. AMAN WALIYUDIN, SE., MSI., dalam
kedudukannya selaku Direktur Utama Perseroan berdomisili di wilayah hukum
Pengadilan Agama Purbalingga, oleh karena itu perkara ini menjadi wewenang
relatif Pengadilan Agama Purbalingga;
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.5 pasal 15 tentang Penyelesaian
Perselisihan, para pihak sepakat bahwa penyelesaian perselisihan para pihak
melalui Pengadilan Agama Purbalingga, sehingga oleh karenanya sesuai dengan
pasal 49 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-
undang Nomor 50 Tahun 2009, perkara ini menjadi wewenang absolut Pengadilan
Agama Purbalingga;
Menimbang, bahwa oleh karena ternyata Para Tergugat meskipun telah
dipanggil dengan patut tidak datang menghadap, dan tidak ternyata, bahwa tidak
datangnya itu disebabkan oleh sesuatu halangan yang sah, Para Tergugat harus
dinyatakan tidak hadir, maka perkara ini diperiksa dan diadili tanpa hadirnya Para
Tergugat;
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.4, yang berupa Akta Pernyataan
Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa Perseroan Terbatas Bank
Pembiayaan Rakyat Syari’ah Buana Mitra Perwira Nomor : 05 tanggal 14 Juli
2011, telah menetapkan dan mengangkat H. Aman Waliyudin, SE., MSI., sebagai
Direktur Utama Perseroan;
Menimbang, bahwa Pasal 1 huruf 4 Undang Undang Nomor : 1 Tahun
1995 tentang Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa Direksi adalah organ
perseroan yang bertanggungjawab penuh atas pengurusan perseroan untuk
kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroaan baik di dalam
maupun di luar Pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas H. Aman
Waliyudin, SE., MSI., Selaku Direktur Utama Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah
Buana Mitra Perwira mempunyai kedudukan hukum (legal standing) untuk
mengajukan gugatan dalam perkara ini ;
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.3 Pasal 7 diperjanjikan adanya
jaminan yang berupa sebidang tanah dengan sertifikat Hak Milik Nomor
577/Purbalingga, bukti mana diperkuat oleh bukti P.7 yang berupa Sertifikat Hak
Milik dan P.8 yang berupa Sertifikat Hak tanggungan;
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti-bukti tersebut serta keretangan
Penggugat di persidangan, ternyata barang barang yang dimohonkan untuk
dilaksanakan sita jaminan ( Conservatoir Beslaag ), telah dijadikan sebagai Hak
tanggungan yang pemegangnya adalah PT. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
( BPRS ) Buana Mitra Perwira dan untuk permohonan sita jaminan tersebut
Penggugat tidak menyertainya dengan bukti permulaan sehingga tidak ada alasan
dan tanda tanda atau kekawatiran barang barang tersebut akan dialihkan oleh Para
Tergugat ;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Majelis
Hakim telah memberikan Penetapan Nomor : 1720/Pdt.G/2013/PA. Pbg tanggal
19 Desember 2013, bahwa permohonan Penggugat dalam hal sita jaminan ditolak;
Menimbang, bahwa yang menjadi pokok gugatan Penggugat adalah
bahwa Para Tergugat telah cidera janji/ingkar janji/wanprestasi tersebut
Penggugat merasa dirugikan secara materiil yaitu sesuai dengan Akad Jual Beli
Murabahah Nomor: 43 tertanggal 18 Agustus 2010 yang perinciannya pertanggal
31 Agustus 2013 sebagai berikut:
Harga Pokok : Rp. 36.787.193.-
Margin / keuntungan Bank : Rp. 17.216.409.-
Denda Keterlambatan : Rp. 275.000.-
Biaya Kunjungan : Rp. 110.000.-
Biaya Kuasa Hukum : Rp. 5.438.000,-
Total kewajiban Para Tergugat : Rp. 59.826.602,-
Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis akan mempertimbangkan
terlebih dahulu hal-hal yang berkaitan dengan akad, sesuai pasal 20 angka 1
Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah bahwa akad adalah kesepakatan dalam suatu
perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk melakukan atau tidak melakukan
perbuatan hukum tertentu;
Menimbang, bahwa pasal 20 angka 6 Kompilasi Hukum Ekonomi
Syari’ah menyebutkan bahwa Murabahah adalah pembiayaan saling
menguntungkan yang dilakukan oleh shahib al-mal dengan pihak yang
membutuhkan melalui transaksi jual beli dengan penjelasan bahwa harga
pengadaan barang dan harga jual terdapat nilai lebih yang merupakan keuntungan
atau laba bagi shahib al-mal dan pengembaliannya dilakukan secara tunai atau
angsur
Menimbang, bahwa sesuai pasal 22 Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah
bahwa rukun akad terdiri dari Pihak-pihak yang berakad, Obyek akad, Tujuan
pokok akad, dan Kesepakatan;
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.5 yang berupa Akad Jual Beli
Murabahah No. 43, ternyatalah bahwa akad tersebut dibuat di hadapan Dyah
Saraswati, SH. Notaris Purbalingga oleh para pihak antara PT. Bank Pembiayaan
Rakyat Syari’ah Buana Mitra Perwira yang diwakili oleh Aman Waliyudin selaku
direktur utama dengan Mulia Lastro Wibowo, SE., dengan disetujui isterinya ;
Menimbang, bahwa surat perjanjian tersebut telah ditanda tangani oleh
para pihak dan saksi-saksi setelah seluruh kalimat dan kata kata yang tercantum di
dalamnya dibaca dan dibacakan oleh Dyah Saraswati, SH. Notaris Purbalingga
kepada para pihak tersebut, sehingga para pihak menyatakan benar benar telah
memahami seluruh isinya serta menerima segala kewajiban dan hak yang timbul
karenanya ;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut telah terbukti
bahwa PT. Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah (BPRS) Buana Mitra Perwira telah
mengadakan akad Jual Beli Murabahah untuk keperluan pembelian barang berupa
satu unit mobil Panther Merah Tahun 1997 dan satu unit Mobil Daihatsu Expass
hijau Tahun 1994, dengan kesepakatan-kesepakatan dalam akadnya, oleh karena
itu akad dimaksud telah memenuhi syarat dan rukun akad, sehingga akad Jual Beli
Murabahah Nomor : 43 Tanggal 18 Agustus 2010 yang dibuat Penggugat dengan
Para Tergugat harus dinyatakan sah;
Menimbang, bahwa sesuai dengan akad yang dibuat oleh Penggugat dan
Para Tergugat bahwa jangka waktu pembiyaan yang diberikan Penggugat kepada
para Tergugat selama 36 ( tiga puluh enam) bulan yaitu sejak ditandatanganinya
akad tersebut, yakni tanggal 18 Agustus 2010 sampai dengan tanggal 18 Agustus
2013, dengan cara mengangsur setiap bulan sesuai dengan jadwal angsuran yang
telah ditetapkan, namun ternyata para Tergugat telah menunggak angsuran dan
untuk hal tersebut Penggugat telah menyampaikan beberapa kali somasi (bukti
P.10, P.11 dan P.12), namun sampai gugatan ini didaftarkan ke Pengadilan Para
Tergugat belum memenuhi kewajibannya tersebut;
Menimbang, bahwa sesuai pasal pasal 44 Kompilasi Hukum Ekonomi
Syari’ah bahwa semua akad yang dibentuk secara sah berlaku nash syari’ah bagi
mereka yang mengadakan akad, demikian juga pasal 46 Kompilasi Hukum
Ekonomi Syari’ah menyebutkan bahwa suatu akad hanya berlaku antara pihak-
pihak yang mengadakan akad;
Menimbang, bahwa sesuai pasal 21 huruf (b) Kompilasi Hukum
Ekonomi Syari’ah bahwa akad dilakukan berdasarkan asas amanah/menepati janji,
setiap akad wajib dilaksanakan oleh para pihak sesuai dengan kesepakatan yang
ditetapkan oleh yang bersangkutan dan pada saat yang sama terhindar dari cidera-
janji;
Menimbang, bahwa Majelis Hakim juga mendasarkan kepada firman
Allah dalam surat Al Maidah ayat 1 yang berbunyi :
Artinya: “ Hai orang-orang yang beriman penuhilah akad-akad itu”;
Dan hadits riwayat Abu Daud, Ahmad, Tirmidzi dan Daruqutni yang berbunyi :
المسلمون على شروطھم
Artinya; “ orang-orang Islam terikat pada akad perjanjian yang mereka
buat”;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut maka harus
dinyatakan terbukti Para Tergugat telah tidak melaksanakan isi perjanjian untuk
membayar harga pokok sesuai dengan perincian pertanggal 31 Agustus 2013
sebesar Rp. 36.787.193,- (tiga puluh enam juta tujuh ratus delapan puluh tujuh
ribu seratus sembilan puluh tiga rupiah) dan margin/keuntungan Bank sebesar
17.787.193 (tujuh belas juta tujuh ratus delapan puluh tujuh ribu seratus sembilan
puluh tiga rupiah) sehingga harus dinyatakan Para Tergugat telah melakukan
perbuatan cidera janji/ingkar janji/wanprestasi terhadap akad Jual Beli Murabahah
Nomor : 43 tersebut;
Menimbang, bahwa oleh karena Para Tergugat telah tidak melaksanakan
pembayaran pokok sesuai dengan perincian pertanggal 31 Agustus 2013 sebesar
Rp. 36.787.193,- (tiga puluh enam juta tujuh ratus delapan puluh tujuh ribu
seratus sembilan puluh tiga rupiah) dan margin/keuntungan Bank sebesar
17.787.193 (tujuh belas juta tujuh ratus delapan puluh tujuh ribu seratus sembilan
puluh tiga rupiah) sampai batas waktu yang perjanjikan yaitu tanggal 18 Agustus
2013, maka berdasarkan pasal 6 Akad Jual Beli Murabahah Nomor : 43 Para
Tergugat patut dihukum untuk membayar denda keterlambatan sesuai dengan
peraturan perusahaan (bank) yang ditetapkan sebesar Rp. 275.000,- (dua ratus
tujuh puluh lima ribu rupiah) untuk dana qardhul hasan ;
Menimbang, bahwa berdasarkan pasal 6 Akad Jual Beli Murabahah
Nomor : 43 yang dibuat antara Penggugat dengan Para Tergugat telah disepakati
bahwa dalam hal nasabah ingkar janji sehingga bank memerlukan jasa penasehat
hukum dan kunjungan petugas, maka biaya jasa penasehat hukum tersebut
ditanggung oleh nasabah ;
Menimbang, bahwa Penggugat dalam perkara ini telah menggunakan jasa
kuasa hukum, sebesar Rp. 5.438.000,- (lima juta empat ratus tiga puluh delapan
ribu rupiah), (bukti P.9) dan biaya kunjungan sebesar Rp. 110.000,- (seratus
sepuluh ribu rupiah);
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di
atas, maka harus dinyatakan terbukti Penggugat telah mengalami kerugian
Material berupa :
Harga Pokok : Rp. 36.787.193.-
Margin / keuntungan Bank : Rp. 17.216.409.-
Denda Keterlambatan : Rp. 275.000.-
Biaya Kunjungan : Rp. 110.000.-
Biaya Kuasa Hukum : Rp. 5.438.000,-
Total kewajiban Para Tergugat : Rp. 59.826.602,-
Menimbang, bahwa dengan telah terbuktinya Para Tergugat ingkar
janji/cidera tidak melaksanakan akad Akad Jual Beli Murabahah tersebut, maka
para Tergugat dihukum untuk membayar kerugian materiil sebesar
Rp. 59.826.602,-, dengan perincian sebagai berikut ;
Harga Pokok : Rp. 36.787.193.-
Margin / keuntungan Bank : Rp. 17.216.409.-
Denda Keterlambatan : Rp. 275.000.-
Biaya Kunjungan : Rp. 110.000.-
Biaya Kuasa Hukum : Rp. 5.438.000,-
Total kewajiban Para Tergugat : Rp. 59.826.602,-
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan pertimbangan tersebut di
atas, maka berdasarkan pasal 125 HIR gugatan Penggugat dapat dikabulkan
dengan verstek sebagian dan ditolak selebihnya ;
Menimbang, bahwa oleh karena Para Tergugat adalah pihak yang kalah,
maka berdasarkan pasal 181 HIR biaya yang timbul dalam perkara ini dibebankan
kepada Para Tergugat;
Memperhatikan segala ketentuan Perundang- undangan dan dalil syar'i
yang berkaitan dengan perkara ini;
MENGADILI
1. Menyatakan Para Tergugat yang telah dipanggil secara sah dan patut untuk
datang menghadap di persidangan, tidak hadir;
2. Mengabulkan gugatan Penggugat dengan verstek untuk sebagian dan menolak
selebihnya;
3. Menyatakan sah secara hukum Akad Jual Beli Murabahah Nomor : 43 tanggal
18 Agustus 2010 yang dibuat antara Penggugat dengan Tergugat dihadapan
Dyah Saraswati,SH. Notaris di Purbalingga;
4. Menyatakan Para Tergugat telah melakukan perbuatan cidera janji/ingkar
janji/wanprestasi terhadap Akad Jual Beli Murabahah Nomor : 43 tanggal 18
Agustus 2010, yang merugikan Penggugat yaitu berupa kerugian materiil
sebesar Rp. 59.826.602,- ( lima puluh sembilan juta delapan ratus dua puluh
enam ribu enam ratus dua rupiah );
5. Menghukum Para Tergugat untuk membayar kerugian materiil sebesar sebesar
Rp. 59.826.602,- ( lima puluh sembilan juta delapan ratus dua puluh enam ribu
enam ratus dua rupiah ) kepada Penggugat;
6. Menghukum Para Tergugat untuk membayar biaya perkara ini yang hingga
kini dihitung sebesar Rp. 641.000,- ( enam ratus empat puluh satu ribu
rupiah );
Demikian putusan ini dijatuhkan di Purbalingga pada hari Kamis, tanggal
16 Januari 2014 M, bertepatan dengan tanggal 15 Rabiul Awal 1435 H., oleh
Kami Drs. H. MAHMUD HD., MH. sebagai Hakim Ketua Majelis, Drs.
SYAMSUL FALAH, MH dan Drs. H. QOMARONI SH. sebagai Hakim Anggota.
Putusan mana diucapkan oleh Hakim Ketua Majelis tersebut dalam sidang terbuka
untuk umum pada hari itu juga, dengan dihadiri oleh Hakim-Hakim Anggota
tersebut dan ROSIFUL, S. Ag sebagai panitera Pengganti serta dihadiri pula oleh
Penggugat tanpa hadirnya Tergugat ;
Hakim Ketua
Drs. H. MAHMUD HD., MH.
Hakim Anggota I Hakim Anggota II
Drs. SYAMSUL FALAH, MH Drs. H. QOMARONI SH.
Panitera Pengganti
ROSIFUL, S. Ag.
Perincian Biaya :
1. Pendaftaran Rp 30.000,-
2. Biaya Proses Rp 50.000,-
3. Panggilan sidang Rp 550.000,-
4. Redaksi Rp 5.000,-
5. Materai Rp. 6.000,-
J u m l a h Rp.641.000,- (enam ratus empat puluh
satu ribu rupiah);
Untuk salinan yang sama bunyinya oleh :
PANITERA PENGADILAN AGAMA PURBALINGGA
Drs. AKHSIN MUNTHOHAR
Putusan ini berkekuatan hukum tetap tanggal 18 Pebruari 2014
KEMENTERIAN AGAMA R
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (I
Jalan Nakula Sadewa V Nomor 9 Telepon Website : http://syariah.iainsalatiga.ac.id/
Nomor : B-164/In.21/D1.2/PP.05.02Lamp. : Proposal Skripsi Hal : Penunjukan Pembimbing
Kepada
Yth. Dr. Ilyya Muhsin, M.Si.
Di – Tempat
Assalamu’alaikum Warahmatullahi
Dalam rangka penulisan Skripsi Mahasiswa Program Sarjana (S.1) Saudara ditunjuk
sebagai Dosen Pembimbing mahasiswa
Nama : Eko Mulyono
NIM : 214-12-007
Jurusan : Hukum Ekonomi Syariah
Judul Skripsi: Analisis Terhadap Putusan Hakim Dalam Kasus Sengketa Ekonomi
Syariah di Pengadilan Agama Purbalingga Tentang Wanprestasi Akad
Murabahah
Apabila dipandang perlu Saudara diminta mengkoreksi tema Skripsi di atas.
Demikian surat ini kami sampaikan, untuk diketahui dan dilaksanakan.
Wassalamu’alaikum WarahmatullahiWabarokatuh
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
FAKULTAS SYARI’AH Sadewa V Nomor 9 Telepon (0298) 3419400 Faksimili 323433 Salatiga 50722
http://syariah.iainsalatiga.ac.id/ E-mail : [email protected]
/In.21/D1.2/PP.05.02/02/2017 23 Februari
Pembimbing Skripsi
M.Si.
Warahmatullahi Wabarokatuh
Dalam rangka penulisan Skripsi Mahasiswa Program Sarjana (S.1) Saudara ditunjuk
Pembimbing mahasiswa:
: Eko Mulyono
007
: Hukum Ekonomi Syariah
Judul Skripsi: Analisis Terhadap Putusan Hakim Dalam Kasus Sengketa Ekonomi
Syariah di Pengadilan Agama Purbalingga Tentang Wanprestasi Akad
Murabahah (Putusan No. 1720/Pdt.G/2013/PA.Pbg)
Apabila dipandang perlu Saudara diminta mengkoreksi tema Skripsi di atas.
Demikian surat ini kami sampaikan, untuk diketahui dan dilaksanakan.
Wassalamu’alaikum WarahmatullahiWabarokatuh
a.n Dekan Fakultas Syari’ahWakil Dekan Bidang Akademik
Dr. H. Muh. Irfan Helmy, Lc., M.A. NIP. 19740104 200003 1 003
NDONESIA
AIN) SALATIGA
(0298) 3419400 Faksimili 323433 Salatiga 50722 [email protected]
Februari 2017
Dalam rangka penulisan Skripsi Mahasiswa Program Sarjana (S.1) Saudara ditunjuk
Judul Skripsi: Analisis Terhadap Putusan Hakim Dalam Kasus Sengketa Ekonomi
Syariah di Pengadilan Agama Purbalingga Tentang Wanprestasi Akad
Apabila dipandang perlu Saudara diminta mengkoreksi tema Skripsi di atas.
Syari’ah Akademik
Helmy, Lc., M.A. NIP. 19740104 200003 1 003
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
Jl. Nakula Sadewa VA No 9 Telp. (0298) 3419400 Fak 323433 Salatiga Website: www.iainsalatiga.ac.id E
Nomor : B-684/In.21/D1.2/PP.05.02/07/2017Lamp : - Hal : Permohonan Izin Penelitian
Kepada Yth. Ketua Pengadilan Agama Purbalingga
Di – Tempat Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh Dengan ini kami menerangkan bahwa mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga berikut:
Nama : Eko MulyonoNIM : 214-12-007Jurusan : Hukum Ekonomi Syariah
Dalam rangka penyelesaian studi Program S.1 di IAIN Salatiga, diwajibkan memenuhi salah satu persyaratan yang berupa pembuatan Skripsi.Adapun judul yang diambil adalah: “Analisis Terhadap Putusan Hakim Dalam Kasus Sengketa Ekonomi Syariah di Pengadilan Agama Purbalingga Tentang Wanprestasi Akad Murabahah (Putusan No. 1720/Pdt.G/2013/PA.Pbg)” Dosen Pembimbing : Dr. Ilyya Muhsin, M.Si untuk menyelesaikan Skripsi tersebut, kami mohon Bapak memberi izin kepada mahasiswa tersebut untuk mengadakan penelitian guna memperoleh data atau keterangan dan bahan yang diperlukan.Kemudian atas pemberian izin Bapak, kami sampaikan terima kasih. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh
KEMENTERIAN AGAMA RI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
FAKULTAS SYARIAH Jl. Nakula Sadewa VA No 9 Telp. (0298) 3419400 Fak 323433 Salatiga
Website: www.iainsalatiga.ac.id E-mail: [email protected]
684/In.21/D1.2/PP.05.02/07/2017
Permohonan Izin Penelitian
Pengadilan Agama Purbalingga
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh
Dengan ini kami menerangkan bahwa mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Eko Mulyono 007
: Hukum Ekonomi Syariah
Dalam rangka penyelesaian studi Program S.1 di IAIN Salatiga, diwajibkan memenuhi salah satu persyaratan yang berupa pembuatan Skripsi. Adapun judul yang diambil adalah:
“Analisis Terhadap Putusan Hakim Dalam Kasus Sengketa Ekonomi Syariah di gama Purbalingga Tentang Wanprestasi Akad Murabahah (Putusan
No. 1720/Pdt.G/2013/PA.Pbg)”
Dosen Pembimbing : Dr. Ilyya Muhsin, M.Si
untuk menyelesaikan Skripsi tersebut, kami mohon Bapak memberi izin kepada mahasiswa tersebut untuk mengadakan penelitian di Pengadilan Agama Purbalingga, guna memperoleh data atau keterangan dan bahan yang diperlukan. Kemudian atas pemberian izin Bapak, kami sampaikan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
Jl. Nakula Sadewa VA No 9 Telp. (0298) 3419400 Fak 323433 Salatiga 50722 [email protected]
19 Juli 2017
Dengan ini kami menerangkan bahwa mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Dalam rangka penyelesaian studi Program S.1 di IAIN Salatiga, diwajibkan memenuhi
“Analisis Terhadap Putusan Hakim Dalam Kasus Sengketa Ekonomi Syariah di gama Purbalingga Tentang Wanprestasi Akad Murabahah (Putusan
untuk menyelesaikan Skripsi tersebut, kami mohon Bapak memberi izin kepada di Pengadilan Agama Purbalingga,
DAFTAR NILAI SKK
Nama : Eko Mulyono Jurusan : Hukum Ekonomi Syari’ah
NI M : 214-12-007 Fakultas : Syari’ah
No. Tanggal Kegiatan Penyelenggara Sebagai Nilai
1 05-07 September
2012
OPAK STAIN Salatiga DEMA STAIN
Salatiga
Peserta 3
2 08-09 September
2012
OPAK Jurusan Syari’ah
STAIN Salatiga
HMJ Syari’ah
STAIN Salatiga
Peserta 3
3 10 September
2012
Orientasi Dasar
Keislaman
CEC dan ITTAQO Peserta 2
4 11 September
2012
Seminar
Entrepreneurship dan
Koperasi
Mapala MITAPASA
dan KSEI STAIN
Salatiga
Peserta
2
5 12 September
2012
Achievment Motivation
Training
JQH dan LDK
STAIN Salatiga
Peserta 2
6 13 September
2012
Library User Education UPT Perpustakaan
STAIN Salatiga
Peserta 2
7 14 Oktober 2012 Satu Malam
Meningkatkan
Integritas Mahasiswa
Syari’ah
HMJ Syari’ah
STAIN Salatiga
Peserta
3
8 17 Oktober 2012 Musabaqoh Lughoh
Arobiyah (MLA)
ITTAQO STAIN
Salatiga
Lomba
Peserta
2
9 17-18 November
2012
Penerimaan Anggota
Baru JQH
JQH STAIN
Salatiga
Peserta 3
10 29 November
2012
Peran Lembaga
Perbankan Syari’ah
dengan Adanya OJK
Seminar Nasional
HMJ Syari’ah
Peserta
8
11 1 Desember 2012 Tafsir Tematik Dalam
Upaya Menjawab
Persoalan Israel Dan
Palestina Landasan
QS.Al-Fath: 26-27”
JQH STAIN
Salatiga
Peserta
2
12 17 Desember
2012
Penyelesaian Sengketa
Ekonomi Syariah dalam
Perspektif Hukum
Positif dan Syariah
Program Studi
Hukum Ekonomi
Syariah STAIN
Salatiga
Peserta
2
13 30 April 2013 Perjuangan Kaum
Perempuan dalam
Kesetaraan Hukum
Islam di Indonesia
Seminar Nasional
oleh
Lembaga Percik
Salatiga
Peserta
6
14 04 Mei 2013 Tafsir Tematik: Sihir
dalam Perspektif Al-
Qur’an dan Hukum
Negara
JQH STAIN
Salatiga
Peserta
2
15 01 Juni 2013 “How to Develop the
Best Generation”
Seminar Nasional
oleh
CEC STAIN
Salatiga
Peserta
6
16 27 Juni 2013 Penyesuaian Harga
BBM Bersubsidi
Seminar Nasional
HMJ Syari’ah
Peserta 8
17 30 Juni 2013 Pesantren Sebagai
Wadah Perkembangan
Karakter Pemuda Islam
yang Berakhlaqul
Karimah dan Bernalar
Ilmiah.
Akhirussanah
Ma’had STAIN
Salatiga
Panitia
2
18 30 September
2013
Sosialisasi UU No. 1
Tahun 2013 Tentang
Peran serta Fungsi OJK
Sosialisasi dan
Silaturrahim
Nasional HMJ
Syariah STAIN
Salatiga
Peserta
8
19 19 - 20 Okober
2013
Diklat Ekonomi Islam
“Be The Generation of
Sharia Economics “
KSEI STAIN
Salatiga
Peserta
3
20 10 November
2013
Sosialisasi Pancasila,
UUD 1945, NKRI dan
Bhineka Tunggal Ika
MPR RI
Peserta
6
21 12 Desember
2013
Sosialisasi Empat Pilar MPR RI Peserta 6
22 25 Januari- 9
Februari 2014
Pyramid English
Course
Kursus Bhs. Inggris
Basic one
Peserta 3
23 10 Februari – 24
Februari 2014
Pyramid English
Course
Kursus Bhs. Inggris
Basic two
Peserta 3
24 11 Maret 2014 Certificate of
Achievement
EGYPT Islamic
Banding and Course
Peserta 2
25 22 Agustus 2014 Workshop
Menanamkan Nilai-
nilai Jiwa
Kewirausahaan
Mahasiswa yang
Kreatif dan Inovatif
KSEI STAIN
Salatiga
Peserta
2
26 05 November
2014
Gebyar Seni Qur’aniyy
Umum ke-VI Se-Jawa
Tengah
JQH STAIN
Salatiga
Peserta
2
27 07 Desember
2014
PAD Al-Khidmah
Kampus Kota Salatiga
Al-Khidmah Kota
Salatiga
Panitia 3
28 04 Juli 2015 Pelatihan Manajemen
TPQ “Mendongeng
Cerita Islam dan
Membuat Alat Peraga
Edukatif (APE)
Bidikmisi
(Ya Bismillah) IAIN
Salatiga
Peserta
3
29 29 September
2015
Valuable Participation
in the Talk Show “ Be
Scholarship Hunter of
Home Country
(Indonesia) and Abroad
University …”
Bidikmisi (Ya
Bismillah)
IAIN Salatiga
Peserta
3
30 07 Maret-12
April 2016
Certificate of
Completion
accomplished TOEFL
Training
Bidikmisi dan
UPTPB IAIN
Salatiga
Peserta
2
31 08 Mei 2016 Nusantara Mengaji DEMA IAIN
Salatiga
Peserta 2
32 26 Mei 2016 LGBT dalam
Perspektif Psikologi
dan Kesehatan
Seminar Nasional
PIK SAHAJASA
IAIN Salatiga
Peserta
6
33 02 Juni 2016 Analisis Metode
Imsakiyah yang
Berkembang di
Indonesia
Seminar Naional
DEMA Fakultas
Syari’ah IAIN
Salatiga
Peserta
6
34 13 Juni 2016 ESQ Leadership
Training- Champion
Mentality
ESQ Character
building
Peserta
3
35 19 Juni 2016 Peningkatan Konsep
Hablum Minannas
melalui Ramadhan
Dialog Nasional
SEMA IAIN
Salatiga
Peserta
6
36 06 September
2016
Sinau Politik
Mengembangkan Kader
Politik yang Profesional
Seminar Nasional
SEMA IAIN
Salatiga
Peserta
6
37 23 November
2016
Penyerapan Aspirasi
Masyarakat Badan
Pengkajian MPR RI
MPR RI
Peserta
6
38 11 Desember
2016
Lomba Panti Asuhan
se-Kota Semarang
Komunitas Sahabat
Anak Yatim
Panitia 2
39 29 Juli 2017 Penyerapan Aspirasi
Masyarakat Oleh MPR
RI
MPR RI
Peserta
6
JUMLAH 147
Salatiga, September 2017
Mengetahui,
Wakil Dekan Fakultas Syari’ah Bidang
Kemahasiswaan dan Kerjasama
Dr. Ilyya Muhsin, M.Si NIP: 19790930 200312 1001
CURRICULUM VITAE
Nama : Eko Mulyono
Ttl : Pati, 14 Maret 1994
E-mail : [email protected]
Alamat Asal : Ds. Sambilawang RT. 01/01 Kec. Trangkil Kab. Pati
Alamat Salatiga : Dsn. Sanggrahan RT. 02/01 Kel. Tingkir Lor Salatiga
Nama Ayah : Sukiman
Nama Ibu : Rusminah
Pendidikan
1. TK Raudlatul Ulum Guyangan Trangkil Pati (1998-1999)
2. MI Raudlatul Ulum Guyangan Trangkil Pati (1999-2005)
3. MDPTs Raudlatul Ulum Guyangan Trangkil Pati (2005-2006)
4. MTs Raudlatul Ulum Guyangan Trangkil Pati (2006-2009)
5. MA Raudlatul Ulum Guyangan Trangkil Pati (2009-2012)
6. S1 Jurusan Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga (2012-
2017)