ANALISIS SENGKETA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
ATAS KASUS BANDING PERUSAHAAN "X"
MELALUI PENGADILAN PAJAK
(Studi Kasus di Pengadilan Pajak)
Disusun Oleh:
Ika Lisnawati
NIM : 104082002760
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H/2009 M
ANALISIS SENGKETA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
ATAS KASUS BANDING PERUSAHAAN “X”
MELALUI PENGADILAN PAJAK
(Studi Kasus di Pengadilan Pajak)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial
Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh
Ika Lisnawati
NIM : 104082002760
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Afif Sulfa, SE, Ak,
M.Si
NIP : 131 474 891 NIP :
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H/2009 M
Hari ini Kamis Tanggal 7 Bulan Mei Tahun Dua Ribu Sembilan telah
dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Ika Lisnawati NIM : 104082002760 dengan judul Skripsi “ ANALISIS SENGKETA PAJAK
PERTAMBAHAN NILAI ATAS KASUS BANDING PERUSAHAAN “X” MELALUI PENGADILAN PAJAK” (Studi Kasus di Pengadilan
Pajak). Memperhatikan penampilan mahasiswi tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 7 Mei 2009
Tim Penguji Ujian Komprehensif
Yessi Fitri, SE., M.Si Rahmawati,
SE., MM
Ketua Sekretaris
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS
Penguji Ahli
Hari ini Kamis Tanggal 26 Bulan November Tahun Dua Ribu Sembilan
telah dilakukan Ujian Skripsi atas nama Ika Lisnawati NIM : 104082002760
dengan judul Skripsi “ANALISIS SENGKETA PAJAK
PERTAMBAHAN NILAI ATAS KASUS BANDING PERUSAHAAN
“X” MELALUI PENGADILAN PAJAK” (Studi Kasus di Pengadilan
Pajak). Memperhatikan penampilan mahasiswi tersebut selama ujian
berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 26 November 2009
Tim Penguji Ujian Skripsi
Prof.Dr.Ahmad Rodoni.,MM Afif Sulfa,
SE.,Ak.,Msi
Penguji I Penguji II
Amilin, SE.,Ak.,Msi Penguji Ahli
Dispute Analysis On Value Added Tax Case Appeal
Company "X" Through the Tax Court
ABSTRACT
This study aims to analyze the tax dispute that happened at PT "X".
Companies that become the object of research is a company that has a kind
of business mapping services that have NPWP 01,893,832.4-014000. The
collection of data using the internal secondary data from the Tax Court or
the Tax Court decision on appeal cases value added tax dispute. Methods of
determining sample Judgment Sampling methods.
To analyze the data using qualitative and quantitative analysis. The
results of this study are: (a) The main causes of the emergence of value
added tax dispute in PT "X" is due to the issuance of VAT SKPLB Goods
and Services Tax Period in December 2005 by stating that Fiskus more pay
VAT amounting to Rp 248,271,902.00 and the efforts conducted PT "X" is a Taxable Service Business. Meanwhile, the taxpayers,
more pay VAT amounting to Rp 440,107,627.00 and Export Services business is not subject to tax. (b) The appeal
process is carried out by PT "X" is through the preparation phase of the trial with a letter requesting an appeal to the Tax Court later received Appeal
Description Letter and provide feedback in the form of Disclaimer. Once it is finished, a new trial can be held. Because the appeal in the case of
PT "X" in this appeal hearing with the Tax Court Regular Session. (c) The
length of time required by the PT "X" to obtain the results of the appeal case
is for 336 days from the Letter of Appeal filed on May 14, 2008 until the
Tax Court decision received by PT "X" on April 14, 2009. (d) Results of the
appellate tax disputes by the value of PT "X" through the Tax Court for Tax
Period December 2005 through the trial with Ordinary Session only
partially granted the appeal only, namely PT "X" are true is a company that
moves in the field of digital mapping services to the transaction to the
companies / foreign clients who transfer the digital map including
the Export Service. The imposition of VAT and is not regulated by the Law
and Taxation Regulations. So the difference amount of tax according to the
applicant Fiskus Appeal, it was not sustained. Thus there is no amount of
value added tax paid by PT "X".
Keywords: Tax Disputes, Appeal, Value Added Tax, the Tax Court.
Analisis Sengketa Pajak Pertambahan Nilai Atas Kasus Banding
Perusahaan “X” Melalui Pengadilan Pajak
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganlisis sengketa pajak yang
terjadi pada PT “X”. Perusahaan yang menjadi objek penelitian adalah perusahaan yang memiliki jenis usaha Jasa Pemetaan yang
mempunyai NPWP 01.893.832. 4-014.000. Pengumpulan data
menggunakan sekunder internal yaitu data dari Pengadilan Pajak atau
putusan Pengadilan Pajak mengenai kasus banding sengketa pajak
pertambahan nilai. Metode penentuan sample menggunakan metode
Judgment Sampling.
Untuk menganlisis data menggunakan analisa kualitatif dan
kuantitatif. Hasil dari penelitian ini adalah: (a) Penyebab utama timbulanya
sengketa pajak pertambahan nilai pada PT “X” adalah karena diterbitkannya
SKPLB PPN Barang dan Jasa Masa Pajak Desember 2005 oleh Fiskus yang
menyatakan bahwa PPN lebih bayarnya sebesar Rp 248.271.902,00 dan
usaha yang dilakukan PT “X” merupakan Usaha Jasa Kena Pajak.
Sedangkan menurut wajib pajak, PPN lebih bayarnya sebesar Rp
440.107.627,00 dan usahanya merupakan Ekspor Jasa yang tidak kena pajak. (b) Proses banding yang dilakukan oleh PT “X” adalah melalui tahap
persiapan pesidangan dengan mengajukan permohonan surat banding ke Pengadilan Pajak kemudian menerima Surat Uraian Banding dan
memberikan tanggapan berupa Surat Bantahan. Setelah proses tersebut selesai, sidang baru dapat diselenggarakan. Karena dalam kasus banding PT
“X” ini persidangan bandingnya di Pengadilan Pajak Dengan Acara Biasa. (c) Lama waktu yang diperlukan oleh PT “X” untuk memperoleh hasil dari
kasus bandingnya adalah selama 336 hari terhitung sejak Surat Banding
diajukan pada tanggal 14 Mei 2008 sampai putusan Pengadilan Pajak
diterima oleh PT “X” pada tanggal 14 April 2009. (d) Hasil dari pengajuan
banding sengketa pajak pertambahan nilai yang dilakukan oleh PT “X”
melalui Pengadilan Pajak untuk Masa Pajak Desember 2005 yang
melalui persidangan dengan Acara Biasa hanya mengabulkan sebagian
permohonan bandingnya saja, yaitu PT “X” tersebut benar adanya
merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang Jasa pembuatan peta
digital dengan transaksi kepada perusahan/klien luar negri yang penyerahan
peta digital tersebut termasuk sebagai Ekspor Jasa. Dan Pengenaan PPN nya
tidak diatur oleh Undang-undang dan Peraturan Perpajakan. Sehingga
perbedaan jumlah pajak menurut Terbanding dengan Pemohon Banding,
semuanya itu tidak dapat dipertahankan. Dengan demikian tidak ada jumlah pajak pertambahan nilai yang lebih dibayar oleh PT “X”.
Kata Kunci: Sengketa Pajak, Banding, Pajak Pertambahan Nilai, Pengadilan Pajak.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim..
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuhu..
Dengan nama Allah yang Maha Rahman dan Rahiim-Nya, segala puji
dan syukur hanya bagi Allah yang merajai hari akhir, yang telah
melimpahkan Rahmat dan Karunia yang tak terhingga sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mencapai
gelar Sarjana Ekonomi jurusan Akuntansi di lingkungan Universitas Islam
Negri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Shalawat serta Salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa cahaya kebenaran, yang diutus
sebagai rahmatan lil alamiin, juga kepada keluarga, dan sahabat dan
semoga sampai kepada kita selaku umatnya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih kurang
sempurna, walaupun penulis berusaha menempatkan skripsi sebagai sebuah
karya ilmiah. Ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya dan sebesar-
besarnya penulis sampaikan kepada kedua orangtua tercinta yang telah
membesarkan, membiayai, memberikan bimbingan, dan dukungan baik
moril maupun materil, juga kedua kakakku yang selalu memberikan
semangat untuk selalu pantang menyerah. Ungkapan terima kasih yang tulus
penulis sampaikan juga kepada pihak lain yang telah amat berjasa dalam
membantu menyelesaikan skripsi ini, yaitu:
1. Bapak Prof., Dr., Abdul Hamid, MS, selaku Dosen Pembimbing I dan
Ketua Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial, yang di tengah
kesibukannya telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan,
arahan serta motivasi kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
skripsi ini.
2. Bapak Afif Sulfa, SE., Ak., M.Si, selaku Dosen Pembimbing II dan
Ketua Jurusan Akuntansi, yang telah membantu memberikan
bimbingan, kritik, dan dukungan moril agar skripsi ini menjadi lebih
baik dalam penulisan maupun isi materi skripsi.
3. Bapak Prof. Dr.Ahmad Rodoni,MM, selaku Pudek Akademik yang
telah membantu penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Ibu Yessi Fitri,SE., M.Si, selaku SekJur Akuntansi.
5. Seluruh dosen Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial yang telah
memberikan ilimu yang bermanfaat bagi penulis.
6. Seluruh staff akademik FEIS dan Pusat yang telah melancarkan jalan
penulis dalam bidang administrasi.
7. Bapak Heruni Maso, selaku Kepala Bagian Umum Pengadilan Pajak
yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan riset skripsi.
8. Bapak Lambang, selaku Kepala Bagian Administrasi Peninjauan
Kembali dan Dokumentasi, yang telah membolehkan dan memberikan
data-data yang dibutuhkan penulis untuk penelitian dan penyelesaian
skripsi.
9. Bapak Tambah, selaku wakil Bagian Administrasi Peninjauan
Kembali dan Dokumentasi.
10. Segenap keluarga besarku tersayang yang menjadi motivasi buat
penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
11. Sahabat-sahabatku yang tercinta, Lena, Isa, Puput, Riska, tidak lupa
teman-temanku akuntansi E angkatan 2004 lainnya, yang selama ini
selalu memberikan semangat, dukungan dan bantuan hingga akhirnya
penulis dapat menyelesaikan juga skripsi ini.
Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada semua pihak yang
namanya tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, semoga Allah berkenan
membalas segala perbuatan kalian, Amien.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat, khususnya bagi
penulis dan umumnya bagi pembaca sekalian.
Jakarta, November 2009 M
Dzulqo’dah 1430 H
Ika Lisnawati
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan Skripsi...............................................................................i
Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif ........................................................ii
Lembar Pengesahan Ujian Skripsi...................................................................iii
Daftar Riwayat Hidup ...................................................................................... iv
Abstract..............................................................................................................v
Abstrak..............................................................................................................vi
Kata Pengantar ................................................................................................vii
Daftar Isi ...........................................................................................................ix
Daftar Tabel .....................................................................................................xii
Daftar Gambar ...............................................................................................xiii
Daftar Lampiran.............................................................................................xiv
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................1
A. Latar Belakang Penelitian .......................................................1
B. Perumusan Masalah Penelitian ................................................6
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .............................................7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................9
A. Tinjauan Pustaka.....................................................................9
1. Pengadilan Pajak ............................................................9
2. Kekuasaan Pengadilan Pajak ........................................12
3. Kronologi Timbulnya Sengketa Banding ......................13
4. Sengketa Pajak Dalam Proses Banding.........................14
5. Langkah-langkah Pengajuan Banding dan Proses
Pelaksanaan Banding....................................................16
6. Kuasa Hukum...............................................................20
7. Persiapan Persidangan ..................................................23
8. Persidangan Banding ....................................................27
9. Pelaksanaan Putusan.....................................................36
10. Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung...........38
11. Putusan Mahkamah Agung...........................................38
12. Menyiapkan Surat Banding ..........................................39
13. Penyusunan Surat Banding ...........................................39
14. Isi Surat Putusan Pengadilan Pajak ...............................40
15. Teknis Penghitungan PPN ............................................41
16. Ketentuan Formal Penerbitan Surat Ketetapan
Pajak Lebih Bayar ........................................................42
B. Hasil Penelitian Terdahulu .................................................44
C. Kerangka Pemikiran...........................................................47
BAB III METODOLOGI PENELITIAN...............................................49
A. Ruang Lingkup Penelitian ..................................................49
B. Metode Penentuan Sampel .................................................49
C. Metode Pengumpulan Data ................................................49
D. Metode Analisis Data .........................................................50
E. Operasional Variabel Penelitian .........................................51
BAB IV PENEMUAN DAN PEMBAHASAN.......................................52
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ........................52
1. Sejarah Singkat Perusahaan ..........................................52
2. Perkembangan Usaha ...................................................52
B. Penemuan dan Pembahasan................................................53
1. Penyebab timbulnya Sengketa Pajak Pertambahan
Nilai pada PT X............................................................53
2. Proses Banding yang dilakukan oleh PT X ..................56
3. Lama Waktu yang diperlukan oleh PT X
untuk memperoleh hasil dari kasus Bandingnya............72
4. Hasil Pengajuan Banding Sengketa Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa pada PT X.............73
C. Evaluasi Hasil Penelitian....................................................75
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI ..........................................79
A. Kesimpulan........................................................................79
B. Implikasi ............................................................................80
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS DIRI
1. Nama : Ika Lisnawati
2. Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 23-Juni-1986
3. Agama : Islam
4. Alamat Sekarang : Jl. Husein Sastra Negara
Kp. Rawa Bokor Rt:002 Rw:010
No:53 Kec. Benda Kel. Benda
Tangerang-Banten 15125
5. Kebangsaan : Indonesia
6. Jenis Kelamin : Perempuan
7. Telepon : (021) 97839186/ (021) 99078122
II. PENDIDIKAN FORMAL
1. Tahun 1991-1992 : TK Putri Asri II, Jakarta
2. Tahun 1992-1998 : SDN Pegadungan 01 Pagi, Jakarta
3. Tahun 1998-2001 : SLTP Riyadlul Jannah, Bogor
4. Tahun 2001-2004 : SMA Riyadlul Jannah, Bogor
5. Tahun 2004-2009 : Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, Jakarta
DAFTAR TABEL
Tabel Keterangan
Halaman
4.1 Perbedaan Perhitungan PPN terhutang
54 Menurut Pemohon Banding dan Terbanding
4.2 Hasil Perhitungan PPN dalam Keputusan
55 Terbanding
4.3 Perhitungan PPN terhutang menurut Penelaah
63
4.4 Perbandingan Perhitungan PPN menurut Pemohon
65 Banding dan Terbanding dalam Surat Bantahan
atas Uraian Banding
DAFTAR GAMBAR
Gambar Keterangan Halaman
2.1 Ringkasan Proses Pelaksanaan Banding 17
dengan Acara Biasa
2.2 Alur sengketa pajak – banding 47
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Keterangan
Halaman
1 Surat Keterangan Riset
84
2 Putusan Pengadilan Pajak
87
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Sumber utama penerimaan negara berupa pajak yang perlu
ditingkatkan untuk mendukung pembangunan nasional agar dapat
dilaksanakan dengan kemampuan sendiri berdasar pada prinsip
kemandirian. Selain sebagai sumber penerimaan negara, pajak juga
dapat digunakan pemerintah sebagai alat ukur untuk mengatur atau
untuk melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial
ekonomi.
“Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan
undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal
yang langsung dapat ditunjuk dan yang digunakan untuk membiayai
pengeluaran umum (Soemitro dalam Burton dan Ilyas:2004)”.
Sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia adalah Self
Assessment System, yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada wajib pajak (WP) untuk menentukan sendiri besarnya
pajak yang terhutang. Hal ini berdasarkan cita-cita pembangunan
nasional negara ini yang ingin melaksanakan pembangunannya berdasar
pada prinsip kemandirian. Namun pada hakekatnya, masih ada saja
pelaksanaan pemungutan pajak yang tidak sesuai dengan undang-
undang perpajakan yang dapat menimbulkan ketidak adilan bagi
masyarakat wajib pajak, misal adanya WP yang merasa kurang puas atas
suatu ketetapan pajak yang dikenakan atau atas
pemotongan/pemungutan pajak oleh pihak ketiga. Sehingga dapat
mengakibatkan timbulnya sengketa pajak antara wajib pajak dan pejabat
yang berwenang.
Oleh karena itu, diperlukan lembaga peradilan di bidang
perpajakan yang lebih komprehensif yang dibentuk dengan undang-
undang, yang menjamin Hak dan Kewajiban pembayar pajak sesuai
dengan undang-undang perpajakan dan dapat memberikan putusan
hokum atas Sengketa Pajak dengan proses yang sederhana, cepat, dan
murah (Waluyo, 2006:34).
Dengan mengacu pada ketentuan Pasal 1 Undang-undang Nomor
14 Tahun 2002 tenteng Pengadilan Pajak.
“Sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang
perpajakan antara Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dengan pejabat
yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat
diajukan banding atau gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan
peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk gugatan atas
pelaksanaan penagihan berdasarkan undang-undang penagihan pajak
dengan surat paksa (Wirawan B Ilyas dan Richard Burton, 2004:55)”.
Sengketa dimulai sejak keluarnya keputusan pejabat yang
berwenang (Ditjen Pajak) dan keputusan tersebut dapat diajukan
banding atau gugatan ke Pengadilan Pajak. Dengan demikian sengketa
yang timbul sebelum keluarnya keputusan Ditjen Pajak dimaksud,
seperti perselisihan yang sering terjadi dalam pemeriksaan pajak, tidak
dapat dianggap sebagai sengketa pajak.
Sengketa Pajak tidak harus diselesaikan di Pengadilan Pajak, tetapi
sengketa pajak juga bisa diselesaikan di Ditjen Pajak. Sengketa Pajak
yang harus diselesaikan melalui Pengadilan Pajak meliputi Banding dan
Gugatan. Hal tersebut berdasarkan UU Nomor 14 Tahun 2002 dan
Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan Tentang Pengadilan Pajak.
Pengadilan Pajak merupakan pengganti dari Badan Penyelesaian
Sengketa Pajak (BPSP). Awalnya lembaga peradilan pajak bernama
Majelis Pertimbangan Pajak (MPP), kemudian MPP diubah menjadi
BPSP dan akhirnya BPSP pun per tanggal 12 April 2002 diubah menjadi
Pengadilan Pajak.
Majelis Pertimbangan Pajak (MPP) di Indonesia merupakan
instansi peradilan administrasi yang berada di luar peradilan sipil.
Penyelesaian perselisihan pasca keberatan yang belum memuaskan
Wajib Pajak dapat dilakukan di MPP, tentunya setelah Wajib Pajak yang
bersangkutan memnuhi ketentuan formal yang telah ditentukan. Dan
kontrol peradilan hanya berada di MPP saja tidak perlu ke Mahkamah
Agung.
Dengan diundangkannya UU No. 17 Tahun 1997, posisi MPP
digantikan dengan BPSP. Pembentukan BPSP sendiri adalah perintah
Pasal 27 UU No.6 Tahun 1983 yang telah diubah dengan UU No.17
Tahun 2000 (UU KUP). Dalam Pasal 27 UU KUP itu ditegaskan bahwa
Wajib Pajak hanya dapat mengajukan banding kepada Badan Peradilan
Pajak. Dalam penjelasan umum UU No.17 Tahun 1997 tersebut
dinyatakan Bahwa BPSP adalah BPP yang mempunyai tugas memeriksa
dan memutus sengketa pajak. Sama halnya dengan MPP, keputusan
yang diterbitkan oleh BPSP tidak dapat diajukan kasasi maupun
peninjauan kembali karena tidak berpuncak pada Mahkamah Agung
(Shadani,Anwar,dan Subroto., 2009:33)
Maka dengan banyak pertimbangan, diantaranya:
• Meningkatnya jumlah WP dan pemahaman mereka akan hak dan
kewajiban dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan
perpajakan, sehingga tidak dapat dihindari timbulnya sengketa
pajak yang memerlukan penyelesaian yang adil dengan prosedur
dan proses yang yang cepat, murah, dan sederhana.
• BPSP bukan merupakan Badan Peradilan yang berpuncak di
Mahkamah Agung.
• Karena diperlukan suatu Pengadilan Pajak yang sesuai dengan
system kekuasaan kehakiman di Indonesia dan mampu
menciptakan keadilan dan kepastian hukum dalam penyelesaian
sengketa pajak.
Per 12 April 2002 posisi BPSP kemudian digantikan oleh Pengadilan
Pajak melalui Penerbitan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002.
Dalam Pengadilan Pajak tidak dikenal adanya peradilan dua tingkat.
Sesuai dengan Pasal 33 ayat (1) UU No.14 Tahun 2002, “Pengadilan
Pajak merupakan Peradilan tingkat pertama dan terakhir dalam
memeriksa dan memutus Sengketa Pajak”. Kemudian dalam Pasal 77
ayat (1) undang-undang yang sama disebutkan bahwa “putusan
Pengadilan Pajak merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan
hukum tetap”. Apabila pihak-pihak yang bersengketa merasa tidak puas
dengan putusan banding, pihak-pihak tersebut dapat mengajukan
Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung. Hal ini sebagaimana
diatur dalam Pasal 77 ayat (3) UU No.14 Tahun 2002 (Indonesian Tax
Review,Vol 6/Edisi 2/2006:4-6).
Salah satu permasalahan Sengketa Pajak yang sering terjadi adalah
masalah PPN (Pajak Pertambahan Nilai). Masalah akan timbul ketika
terjadi perbedaan perhitungan atas jumlah PPN antara WP dengan
Fiskus. Perbedaan tersebut bisa timbul karena adanya perbedan pendapat
mengenai dasar hukum yang seharusnya digunakan, beda persepsi atas
ketentuan peraturan pajak, perselisihan atas suatu transaksi tertentu, atau
bisa juga disebabkan oleh hal-hal lainnya.
Wajib Pajak yang merasa tidak puas dapat mengajukan keberatan
atas Suatu Surat Ketetapan Pajak yang telah diterbitkan oleh DirJen
Pajak. Kemudian WP dapat melakukan banding jika masih tidak puas
dengan putusan keberatan yang dikeluarkan oleh Dirjen Pajak, atau bisa
juga melakukan upaya hukum melalui gugatan.
Penelitian ini merupakan hasil replikasi dari penelitian
sebelumnya. Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Kusuma (2006)
yaitu menganalisa Restitusi PPN Lebih Bayar Atas Kasus Banding
Perusahaan “X” Melalui Pengadilan Pajak. Penelitian ini menganalisis
Sengketa Pajak Pertambahan Nilai Atas Kasus Banding Perusahaan "X"
Melalui Pengadilan Pajak. Kasus yang diteliti adalah Perusahaan “X”
yang keberatan dengan Surat Keputusan Pajak Lebih Bayar kemudian
mengajukan banding ke Pengadilan Pajak. Data Perusahaan “X” tersebut
diperoleh langsung dari Pengadilan Pajak dengan cara memilih data
yang sesuai dengan tujuan penelitian.
Perbedaan penelitian dengan penelitian terdahulu yaitu:
1. Penelitian sebelumnya membahas dan menganalisis Banding karena
ingin restitusi PPN lebih bayarnya, penelitian ini membahas dan
menganalisis Banding sengketa pajak.
2. Objek penelitiannya yaitu pada Perusahaan yang bergerak di bidang
Usaha Jasa Pemetaan, sedangkan penelitian sebelumnya pada
perusahaan yang bergerak di bidang Usaha Pemrosesan/Penyediaan
Listrik dan Uap Panas.
3. Metode analisis data yang digunakan analisis kualitatif dan
kuantitatif, sedangkan pada penelitian sebelumnya menggunakan
analisa kualitatif saja.
4. Hukum yang digunakan pada penelitian ini menggunakan UU dan
KUP yang berlaku saat ini yang telah mengalami perubahan pada
tahun 2007.
B. Perumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang penelitian diatas maka masalah dalam
penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa yang menjadi pokok sengketa dalam kasus Banding PT “X”?
2. Bagaimana proses banding yang dilakukan oleh PT “X” terhadap
sengketa pajak yang terjadi pada perusahaan “X” tesebut?
3. Berapa lama waktu yang diperlukan oleh PT “X” untuk memperoleh
hasil dari kasus banding nya tersebut?
4. Bagaiman hasil pengajuan banding sengketa pajak tersebut pada PT
“X”?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Adapun tujuan penulis dari penelitian atas kasus sengketa PPN
melalui banding di Pengadilan Pajak adalah:
1. Untuk menganalisis pokok sengketa dalam kasus Banding PT “X”.
2. Untuk menganalisis proses banding yang dilakukan oleh PT “X”
dalam penyelesaian sengketa pajaknya tersebut .
3. Untuk mengetahui lama waktu yang diperlukan dalam
menyelesaikan kasus sengketa pajaknya yang melalui banding di
Pengadilan Pajak.
4. Untuk mengetahui hasil dari pengajuan banding tersebut pada PT
“X”.
Sedangkan kegunaan dari penelitian ini atas kasus ini, penulis
berharap dapat bermanfaat bagi:
1. Perusahaan, dapat membantu memberikan informasi kepada WP
yang mengalami kasus banding sengketa pajak di pengadilan pajak,
sehingga dapat mempermudah WP dalam memproses pelaksanaan
penyelesaian sengketa pajaknya.
2. Pemerintah, membantu dalam mensosialisasikan proses penyelesaian
sengketa pajak melalui banding di pengadilan pajak kepada
masyarakat.
3. Pihak lain, dapat memberikan tambahan pengetahuan kepada pihak
lain yang belum mengetahui dengan jelas bagaimana proses
penyelesaian sengketa pajak melalui banding di pengadilan pajak.
Agar pihak lain umumnya lebih paham dan mengerti, bagaimana
caranya untuk mencegah terjadinya sengketa pajak
4. Peneliti, Guna memperluas wawasan berfikir dan rekan-rekan
mahasiswa jurusan Akuntansi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dan
untuk menambah referensi ilmiah mengenai masalah perpajakan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
1. Pengadilan Pajak
Pengadilan Pajak adalah lembaga peradilan yang berada di
lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, tetapi merupakan
Pengadilan Khusus. Memang orang mengira bahwa kedudukan
Pengadilan Pajak adalah di bawah Depkeu bahkan di bawah Dirjen
Pajak, (tetapi sebenarnya-red) tidak. Secara judisial Pengadilan Pajak
berada di bawah Mahkamah Agung, seperti yang dikatakan oleh
H.Tb.Eddy Mangkuprawira dalam Indonesian Tax Review (ITR) vol
4/edisi 32 tahun 2005.
Awalnya lembaga peradilan pajak bernama Majelis
Pertimbangan Pajak. Kemudian Majelis Pertimbangan Pajak diubah
menjadi Badan Penyelesaian Sengketa Pajak Dan akhirnya Badan
Penyelesaian Sengketa Pajak pun per tanggal 12 April 2002 diubah
menjadi Pengadilan Pajak.
Lahirnya Pengadilan Pajak dikarenakan eksistensi BPSP yang
ternyata tidak lama. Dengan pertimbangan:
a. Meningkatnya jumlah Wajib Pajak dan pemahaman mereka akan
hak dan kewajiban dalam melaksanakan peraturan perundang-
undangan perpajakan, sehingga tidak dapat dihindari timbulnya
sengketa pajak yang memerlukan penyelesaian yang adil dengan
prosedur dan proses yang cepat, murah, dan sederhana;
b. Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP) belum merupakan
badan peradilan yang berpuncak di mahkamah agung;
c. Karena diperlukan suatu Pengadilan Pajak yang sesuai dengan
system kekuasaan kehakiman di Indonesia dan mampu
menciptakan keadilan dan kepastian hukum dalam penyelesaian
sengketa pajak,
Sehingga per 12 April 2002 posisi BPSP kemudian digantikan
oleh Pengadilan Pajak melalui penerbitan Undang-undang Nomor 14
Tahun 2002.
Dalam Pengadilan Pajak tidak dikenal peradilan dua tingkat.
Semula Pasal 33 ayat (1) UU No 14 Tahun 2002, Pengadilan Pajak
merupakan Peradilan tingkat pertama dan terakhir dalm memeriksa
dan memutus Sengketa Pajak. Kemudian dalam Pasal 77 ayat (1)
undang-undang yang sama disebutkan bahwa putusan Pengadilan
Pajak merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum
tetap. Apabila pihak-pihak yang bersengketa tidak puas dengan
putusan banding, pihak-pihak tersebut dapat mengajukan Pengajuan
Kembali kepada Mahkamah Agung. Hal ini sebagaimana diatur dalam
Pasal 77 ayat (3) UU No.14 Tahun 2002 (Indonesian Tax Review/Vol
6/Edisi 2/2006:4-6).
Perubahan Peradilan Pajak dari MPP menjadi BPSP hingga
sekarang menjadi Pengadilan Pajak seperti yang diatur dan dicatat
dalam UU KUP (Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan) sebagai
berikut: “Badan peradilan pajak diatur dengan undang-undang (Psl
27/06, /00)”.
Pada tanggal 12 April 2002 telah disahkan dan diundangkan
undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak,
sebagai pengganti Undang-undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang
Badan Penyelesaian Sengketa Pajak. Undang-undang ini dinamakan
Undang-undang Pengadilan Pajak (UU 14/02).
Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan
kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak atau penanggung Pajak yang
mencari keadilan terhadap Sengketa Pajak (UU 14/02). Yang
merupakan badan peradilan Pajak sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000, dan
merupakan Badan Peradilan sebagaimana dimaksud dalam Undang-
undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman sebagaimana telah diubah dengan Undang-
undang Nomor 35 Tahun 1999 (UU 14/02P).
Dasar hukum pembentukan pengadilan pajak adalah Undang-
undang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang
diundangkan di Jakarta pada tanggal 14 April 2002 dan dimuat dalam
Lembaran Negara Nomor 27 Tahun 2002 dan Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4189. Undang-undang Pengadilan Pajak (UU PP)
mencabut dan menyatakan tidak berlaku lagi Undang-undang Nomor
17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP)
sebagaimana dinyatakan dalam pasal 96 Undang-undang Pengadilan
Pajak. Namun di lain pihak juga dinyatakan bahwa Pengadilan Pajak
adalah kelanjutan dari Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
sebagaimana ditegaskan dalam pasal 94 Undang-undang Pengadilan
Pajak.
2. Kekuasaan Pengadilan Pajak
Pengadilan Pajak (PP) mempunyai tugas dan wewenang
memeriksa dan memutus Sengketa Pajak yaitu sengketa yang timbul
dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak atau penanggung pajak
dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya
keputusan yang dapat diajukan Banding kepada Pengadilan Pajak
berdasarkan Perundang-undangan Perpajakan, termasuk Gugatan atas
pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-undang Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa.
Sengketa Pajak yang menjadi obyek pemeriksaan adalah
sengketa yang dikemukakan pemohon Banding dalam permohonan
keberatan yang seharusnya diperhitungkan dan diputuskan dalam
keputusan keberatan. Selain itu Pengadilan Pajak dapat pula
memeriksa dan memutus Permohonan Banding atas
keputusan/ketetapan yang diterbitkan oleh Pejabat yang berwenang
sepanjang Peraturan Perundang-undangan yang terkait mengatur
demikian.
Dengan demikian dalam hal banding Pengadilan Pajak hanya
memeriksa dan memutus sengketa atas keputusan keberatan, kecuali
ditentukan lain oleh undang-undang. Di sisi lain yaitu dalam hal
Gugatan, Pengadilan Pajak memeriksa dan memutus sengketa atas
pelaksanaan penagihan pajak atau keputusan lainnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-undang Nomor 16 Tahun
2000 tentang KUP yang mengatur masalah diajukannya Gugatan
antara lain yaitu Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak
terhadap pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan (SPMP) atau Pengumuman Lelang, Keputusan Pembetulan
yang berkaitan dengan Surat Tagihan Pajak (Pasal 16 Undang-
undang KUP) dan lain sebagainya, dan Peraturan Perundang-undangan
Perpajakan yang berlaku.
Tugas dan wewenang Pengadilan Pajak seperti yang telah
diuraikan di atas terdapat juga tugas mengawasi kuasa hukum yang
memberikan bantuan hukum kepada pihak-pihak yang bersengketa
dalam sidang Pengadilan Pajak (Waluyo, 2006:180-181). Hal tersebut
diatas mengenai kekuasaan dan wewenang Pengadilan Pajak diatur
dalam UU Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak pada Bab
III Pasal 31 dan 32.
3. Kronologi Timbulnya Sengketa Banding
Banding diawali dengan adanya sengketa atau ketidaksetujuan
Wajib Pajak atas ketetapan pajak yang diterbitkan oleh Fiskus.
Dengan ketidak setujuannya atau ketidakpuasannya atas putusan SKP
tersebut Wajib Pajak mengajukan keberatan pada KPP. Apabila Wajib
Pajak masih merasa belum puas dengan keputusan keberatan yang
dikeluarkan oleh Dirjen Pajak, maka WP dapat mengajukan Banding
ke Pengadilan Pajak.
4. Sengketa Pajak Dalam Proses Banding
Sengketa Pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang
perpajakan antara Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dengan pejabat
pajak yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang
dapat diajukan banding atau gugatan kepada Pengadilan Pajak
berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk
gugatan atau pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-undang
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
Sengketa Pajak dalam proses banding atau sering disebut
sengketa banding adalah sengketa yang timbul dalam bidang
perpajakan antara Wajib Pajak dengan Fiskus, mengenai keputusan
keberatan yang tidak disetujui oleh Wajib Pajak, Wajib Pajak lah yang
harus mengajukan Banding (Indonesian Tax Review/Vol 6/Edisi
2/2006:8-9). Karena sebelum proses sengketa sampai diajukan
banding, sengketa tersebut harus melalui pengajuan keberatan terlebih
dahulu (Sadhani dkk., 2009:17).
a. Sengketa Formal
Sengketa Formal adalah sengketa yang timbul apabila WP atau
Fiskus atau keduanya tidak mematuhi prosedur dan tatacara yang
telah ditetapkan oleh UU Perpajakan, khususnya UU KUP No. 28
Tahun 2007 dan UU Pengadilan Pajak No. 14 Tahun 2002. Bagi
Fiskus UU KUP telah menetapkan prosedur dan tatacara
pemeriksaan pajak, penerbitan ketetapan pajak, sampai penerbitan
keputusan keberatan. Apabila Fiskus melanggar ketentuan
tersebut, maka pelanggaran itulah yang menimbulkan sengketa
formal dari pihak Fiskus. Di lain pihak, sengketa dari pihak WP
bisa terjadi apabila WP tidak melaksanakan prosedur dan tatacara
yang ditetapkan dalam UU KUP No. 28 Tahun 2007 dan UU
Pengadilan Pajak No. 14 Tahun 2002.
b. Sengketa Material
Sengketa Material atau disebut juga Materi Sengketa dapat
terjadi apabila terdapat perbedaan jumlah pajak yang terutang atau
terdapat perbedaan jumlah ynag lebih dibayar (dalam kasus
restitusi) menurut perhitungan Fiskus yang tercantum pada
ketetapan pajak, dengan jumlah menurut perhitungan WP.
Perbedaan tersebut bisa timbul karena adanya perbedaan pendapat
mengenai dasar hukum yang seharusnys digunakan, beda persepsi
atas ketentuan peraturan pajak, perselisihan atas suatu transaksi
tertentu, atau bisa juga disebabkan oleh hal-hal lainnya.
Kesemuanya itu dapat mengakibatkan jumlah pajak yang
ditetapkan oleh Fiskus menjadi berbeda dibandingkan dengan
jumlah pajak menurut perhitungan WP. Perbedaan jumlah pajak
menurut Fiskus dengan WP itulah yang merupakan Sengketa
Material (Kusuma, 2006).
Sengketa formal dan material ini sangat menentukan hasil
akhir putusan banding. Hakim yang bertugas di Pengadilan Pajak
akan memeriksa terlebih dahulu ketentuan formalnya sebelum
materi sengketa. Permohonan banding Wajib Pajak tidak akan
diproses lebih lanjut (ditolak) oleh Pengadilan Pajak tanpa
pemeriksaan materi sengketa apabila banding Wajib Pajak tidak
memenuhi ketentuan formal yang telah ditetapkan.
Apabila ketetapan pajak atau keputusan keberatan tidak
memenuhi ketentuan material, maka Pengadilan Pajak dapat
menyatakan ketetapan pajak ataupun keputusan keberatan batal
demi hukum. Dalam hal ini, permohonan banding Wajib Pajak
dapat diterima seluruhnya atau diterima sebagian, tergantung hasil
pemeriksaan keseluruhan yang dilakukan oleh hakim Pengadilan
Pajak.
5. Langkah-langkah Pengajuan Banding dan Proses Pelaksanaan
Banding
Dalam Pasal 1 angka 6 UU Nomor 14 Tahun 2002 Tentang
Pengadilan Pajak dinyatakan bahwa:
“Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib
Pajak atau Penanggung Pajak terhadap suatu keputusan yang dapat
diajukan Banding, berdasarkan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku.” Mengacu Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 yang
merupakan penyempurnaan dari Undang-undang Nomor 17 Tahun
1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak, atau yang kini lebih
dikenal dengan sebutan Pengadilan Pajak, ada beberapa tatacara
mengajukan banding dan prosedur formal yang harus dipenuhi oleh
Wajib Pajak dalam mengajukan banding. Hal ini juga diatur dalam
Pasal 27 UU KUP.
Banding dapat diajukan oleh Wajib Pajak hanya kepada badan
peradilan pajak terhadap keputusan keberatan yang ditetapkan oleh
Dirjen Pajak dan wajib memenuhi beberapa persyaratan formal
sebagai berikut:
a. Banding diajukan secara tertulis dengan Surat Banding dalam
Bahasa Indonesia kepda Pengadilan Pajak;
b. Banding diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal
diterima keputusan yang dibanding, kecuali diatur lain dalam
peraturan perundang-undangan perpajakan;
c. Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak
mengikat apabila jangka waktu dimaksud tidak dipenuhi karena
keadaan di luar kekuasaan pemohon banding;
d. Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding;
e. Banding diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas, dan
dicantumkan tanggal diterima surat keputusan yang dibanding;
f. Pada Surat Banding dilampirkan salinan Keputusan yang
dibanding;
g. Selain dari persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat
(2), ayat (3) serta Pasal 35, dalam hal Banding diajukan terhadap
besarnya jumlah pajak yang terutang, Banding hanya dapat
diajukan apabila jumlah yang terutang dimaksud telah dibayar
sebesar 50% (lima puluh persen);
h. Banding dapat diajukan oleh Wajib Pajak, ahli warisnya, seorang
pengurus, atau kuasa hukumnya;
i. Apabila selama proses banding, pemohon meninggal dunia,
Banding dapat dilanjutkan kembali oleh ahli warisnya, kuasa
hukum dari ahli warisnya, atau pengampunya dalam hal pemohon
Banding pailit;
j. Apabila selama proses Banding, pemohon Banding melakukan
penggabungan, peleburan, pemecahan/pemekaran usaha. Atau
SKP WP mengajukan Surat Keberatan
Surat Keputusan
Keberatan
WP
mengajukan
Surat Banding
PP mengirim
permintaan
SUB ke Terbanding
Terbanding
mengirim
SUB ke PP
PP
mengirim
fotocopi SUB ke WP
WP mengirim
Surat Bantahan ke PP
PP mengirim
copy Surat
Bantahan ke Terbanding
Persidangan Banding di PP
Putusan Banding
3 bulan 12 bulan
12 bulan
3 bulan
3 bulan 14 hari 14 hari
6 bulan
14 hari
30 hari
likuidasi, permohonan dimaksud dapat dilanjutkan oleh pihak yang
menerima pertanggungjawaban karena penggabungan, peleburan,
pemecahan/pemekaran usah, atau likuidasi dimaksud.
Secara ringkas dapat digambarkan proses pelaksanaan banding
dengan acara biasa, sebagai berikut:
Sumber: Indonesian Tax Review
Gambar.2.1.Ringkasan Proses Pelaksanaan Banding
Keterangan:
� Gambar diatas hanya menjelaskan proses banding yang memenuhi
ketentuan formal
� Jangka waktu yang tercantum dalam skema di atas adalah jangka
waktu maksimal (paling lambat)
� PP = Pengadilan Pajak
� WP = Wajib Pajak
� Terbanding = Fiskus (pejabat berwenang yang mewakili Dirjen
Pajak)
� SUB (Surat Uraian Banding).
Dari bagian di atas dapat dijelaskan bahwa proses banding terjadi
karena adanya penolakan oleh KPP atas keberatan yang diajukan oleh
Wajib Pajak. Sesuai dengan ketentuan formal pengajuan banding
seperti yang telah disinggung sebelumnya, permohonan banding sudah
harus diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak diterimanya surat
penolakan keberatan oleh KPP. Selanjutnya oleh Pengadilan Pajak,
surat permohonan banding tersebut salinannya akan diberikan kepada
Terbanding.
Atas surat banding tersebut Terbanding-dalam hal ini Fiskus-
diminta oleh Pengadilan Pajak untuk memberikan tanggapan berupa
Surat Uraian Banding (SUB) kepada Pengadilan Pajak yang
selanjutnya oleh Pangadilan Pajak diberikan salinannya kepada Wajib
Pajak. Kemudian Wajib Pajak sebagai Pemohon Banding bisa
memberikan tanggapan malalui surat yang disebut Surat Bantahan.
Proses di atas tidak mutlak terjadi, karena dalam prakteknya terdapat
kejadian di mana Pemohon Banding hanya memberikan Surat
Bandingnya kepada Pengadilan Pajak, atau Fiskus tidak memberikan
tanggapan melalui Surat Uraian Bandingnya atas banding yang
dilakukan oleh Pemohon Banding. Setelah proses tersebut selesai,
barulah persidangan diselenggarakan. Dalam persidangan biasanya
Majelis terlebih dahulu melakukan pemeriksaan ketentuan formal
pengajuan banding. Jika ketentuan formal telah terpenuhi, barulah
diadakan pemeriksaan atas materi sengketa banding.
6. Kuasa Hukum
Kuasa hukum adalah orang yang dapat mendampingi atau
mewakili para pihak yang bersengketa di Pengadilan Pajak.
Ketentuan mengenai Kuasa hukum ini diatur dalam pasal 34
Undang-undang Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa para
pihak yang bersengketa di Pengadilan Pajak baik banding maupun
gugatan dapat didampingi atau diwakili oleh satu atau lebih Kuasa
Hukum yang harus ditunjuk dengan Surat Kuasa Khusus.
Jadi, dalam hal ini Kuasa Hukum dapat bertindak hanya
sebagai pendamping pemohon banding atau gugatan, yang berarti
pemohon banding atau penggugat tetap hadir dalam persidangan,
atau dalam hal bertindak mewakili, maka Kuasa Hukum hadir di
persidangan tanpa kehadiran pemohon banding atau penggugat.
Kuasa diberikan sampai dengan diputusnya perkara.
Untuk dapat menjadi Kuasa Hukum di Pengadilan Pajak ada
beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu;
a. Warga Negara Indonesia;
b. Mempunyai pengetahuan yang luas dan keahlian tentang
persoalan perundang-undangan perpajakan;
c. Persyartan lain yang ditetapkan Menteri Keuangan diantaranya
mempunyai Surat Penunjukkan sebagai Konsultan Pajak
Resmi.
Namun apabila Kuasa Hukum tersebut adalah keluarga
sedarah atau semenda sampai derajat kedua, pegawai atau
pengampu dari Pemohon Banding atau Penggugat maka
persyaratan tersebut diatas tidak diperlukan.
Selanjutnya sebagai peraturan pelaksanaan Menteri
Keuangan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan
No.06/PMK.01/2007 mengenai Persyaratan untuk menjadi Kuasa
Hukum pada Pengadilan Pajak. Pengaturan mengenai Kuasa
Hukum ini dilakukan oleh Menteri Keuangan oleh karena saat ini
Sekretariat Pengadilan Pajak yang juga bertugas menangani
perizinan Kuasa Hukum, berada dalam lingkup Organisasi
Departemen Keuangan.
Dalam Peraturan Mneteri Keuangan tersebut mengenai
persyaratan untuk menjadi Kuasa Hukum diatur lebih lanjut bahwa
yang dapat menjadi Kuasa Hukum adalah Orang Pribadi atau
Perseorangan. Selain itu juga harus memenuhi syarat-syarat di
bawah ini:
a. Warga Negara Indonesia;
b. Memiliki izin Kuasa Hukum yang ditetapkan Ketua
Pengadilan;
c. Memiliki Surat Kuasa Hukum dari pihak yang bersengketa;
d. Memiliki keahlian di bidang Perpajakan dan Bea Cukai;
e. Berijazah Sarjana atau Diploma IV Perguruan Tinggi;
f. Berkelakuan Baik bedasarkan Surat Keterangan Berkelakuan
Baik (SKKB);
g. Mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
(Sadhani dkk., 2009:50)
a. Hak dan Kewajiban Kuasa Hukum
Orang perseorangan yang telah memiliki Keputusan Ketua
Pengadilan Pajak tentang izin Kuasa Hukum serta memiliki Surat
Kuasa Khusus yang asli yang masih berlaku adalah kuasa hukum
pada Pengadilan Pajak (PMK 06/06).
Kuasa Hukum pada Pengadilan Pajak dan memiliki Kartu
Tanda Pengenal kuasa hukum yang masih berlaku berhak
mendampingi dan atau mewakili pihak yang bersengketa dalam
berperkara di semua Majelis atau Hakim Tunggal Pengadilan
Pajak (PMK 06/07).
Kuasa Hukum berkewajiban mematuhi semua ketentuan
peraturan perundang-undangan dibidang perpajakan, termasuk
Undang-undang Pengadilan Pajak (PMK 06/07).
b. Sanksi Bagi Kuasa Hukum
Dalam hal kuasa hukum tidak mentaati dan atau melanggar
peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk Undang-
undang Pengadilan Pajak, Ketua dapat mencabut Keputusan
Pengadilan Pajak tentang Izin Kuasa Hukum yang masih
berlakuyang dimiliki oleh kuasa hukum dimaksud (PMK 06/07).
Pencabutan Keputusan dilakukan dengan Keputusan Ketua
Pengadilan Pajak tentang Pencabutan Izin Kuasa Hukum (PMK
06/07).
Dalam hal Keputusan Ketua Pengadilan Pajak tentang Izin
Kuasa Hukum dicabut sebelum sampai jangka waktu masa
berlakunya habis, maka Kartu Tanda Pengenal kuasa hukum tidak
berlaku sejak tanggal penetapan Keputusan Ketua Pengadilan
Pajak tentang Pencabutan Izin Kuasa Hukum (PMK 06/07).
Peraturan tersebut diatur dan dicatat dalam UU KUP tentang
Pengadilan Pajak.
7. Persiapan Pesidangan
Menurut KUP persiapan persidangan yang berdasarkan UU
Pengadilan Pajak itu ada beberapa tahap, diantaranya:
a. Tindak Lanjut Surat Banding Atau Surat Gugatan, dan Surat
Bantahan
Pengadilan Pajak meminta Surat Uraian Banding Atau Surat
Tanggapan atas Surat Banding atau Surat Gugatan kepada
Terbanding atau tergugat dalam jangka waktu 14 (empat belas)
hari sejak tanggal diterima Surat Banding atau Surat Gugatan (UU
14/02).
Dalam hal pemohon Banding mengirimkan Surat atau dokumen
susulan kepada Pengadilan Pajak (Sesuai Pasal 38), jangka waktu
14 (empat belas ) hari sejak tanggal diterima Surat Banding atau
Surat Gugatan dihitung sejak tanggal diterima surat atau dokumen
susulan dimaksud (UU 14/02).
b. Surat Uraian Banding Atas Surat Tanggapan
Terbanding atau tergugat menyerahkan Surat Uraian Banding atau
Surat Tanggapan dalam jangka waktu (UU 14/02):
a) 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim permintaan Surat Uraian
Banding: atau
b) 1(satu) bulan sejak tanggal dikirim permintaan Surat
Tanggapan.
Surat Uraian Banding adalah surat terbanding kepada Pengadilan
Pajak yang berisi jawaban atas alasan Banding yang diajukan oleh
Pemohon Banding(UU 14/02)
Surat Tanggapan adalah surat dari tergugat kepada Pengadilan
Pajak yang berisi jawaban atas Gugatan yang diajukan oleh
penggugat (UU 14/02).
Salinan Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan oleh
Pengadilan Pajak dikirim kepada pemohon Banding atau
penggugat dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal
diterima (UU 14/02).
c. Surat Bantahan
Pemohon Banding atau penggugat dapat menyerahkan Surat
Bantahan kepada Pengadilan Pajak dalam jangka waktu 30 (tiga
puluh) hari sejak tanggal diterima salinan Surat Uraian Banding
atau Surat Tanggapan (UU 14/02).
Surat Bantahan adalah surat dari pemohon Banding atau penggugat
kepada Pengadilan Pajak yang berisi bantahan atas surat uraian
Banding atau surat Tanggapan (UU 14/02).
Salinan Surat Bantahan dikrimkan kepada terbanding atau
tergugat, dalam jangka waktu 14 hari sejak tanggal diterima Surat
Bantahan (UU 14/02).
Apabila terbanding atau tergugat, atau pemohon banding atau
penggugat tidak memenuhi persyaratan penyerahan Surat Uraian
Banding atau Surat Tanggapan, ataupun tidak memenuhi
persyaratan penyerahan Surat Bantahan, Pengadilan Pajak tetap
melanjutkan pemeriksaan Banding atau Gugatan (UU 14/02).
Sedangkan peraturan UU No: 14 Tahun 2002 Tentang
Pengadilan yang mengatur Persiapan Persidangan ada dalam Pasal 44
dan 45, yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 44
1) Pengadilan Pajak meminta Surat Uraian Banding atau Surat
Tanggapan atas Surat Banding atau Surat Gugatan kepada
terbanding atau tergugat dalam jangka waktu 14 (empat belas)
hari sejak tanggal diterima Surat Banding atau Surat Gugatan.
2) Dalam hal pemohon Banding mengirimkan surat atau dokumen
susulan kepada Penngadilan Pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 38, jangka waktu 14 (empat belas) hari
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dihitung sejak tanggal
diterima surat atau dokumen susulan dimaksud.
Pasal 45
1) Terbanding atau tergugat menyerahkan Surat Banding atau
Surat Tanggapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 dalam
jangka waktu:
a. 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim permintaan Surat
Uraian Banding; atau
b. 1 (satu) bulan sejak tangga dikirim permintaan Surat
Tanggapan.
2) Salinan Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) oleh Pengadilan Pajak
dikirim kepada pemohon Banding atau penggugat dalam
jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterima.
3) Pemohon Banding atau penggugat dapat menyerahkan Surat
Bantahan kepada Pengadilan Pajak dalam jangka waktu 30
(tiga puluh) hari sejak tanggal diterima salinan Surat Uraian
Banding atau Surat Tanggapan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2).
4) Salinan Surat Bantahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
dikirimkan kepada terbanding atau tergugat, dalam jangka
waktu 14 (empat belas) hari sejak diterima Surat Bantahan.
5) Apabila terbanding atau tergugat, atau pemohon banding atau
penggugat tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) atau ayat (3), Pengadilan Pajak tetap
melanjutkan pemeriksaan Banding atau Gugatan.
8. Persidangan Banding
Dalam pelaksanaan persidangan Ketua menunjuk Majelis yang
terdiri dari 3 (tiga) orang Hakim atau Hakim Tunggal untuk
memeriksa dan memutus Sengketa Pajak. Apabila pemeriksaannya
dilakukan oleh Majelis, maka Ketua menunjuk salah seorang Hakim
tersebut sebagai Hakim Ketua yang memimpin pemeriksaan Sengketa
Pajak. Majelis atau Hakim Tunggal bersidang pada hari yang
ditentukan dan memberitahukan hari sidang dimaksud kepada pihak
yang bersengketa. Pemohon banding atau penggugat dapat hadir
dalam persidangan dengan terlebih dahulu memberitahukan kepada
ketua untuk memberikan keterangan lisan.
Pelaksanaan sidang untuk Majelis /Hakim Tunggal sudah mulai
bersidang dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal
diterimanya Surat Banding. Tetapi dalam hal Gugatan, Majelis/Hakim
Tunggal sudah memulai sidang dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan
sejak tanggal diterima Surat Gugatan.
a. Pemeriksaan Dengan Acara Biasa
Pemeriksaan Banding dengan Acara Biasa dilakukan oleh
Majelis yang terdiri dari Hakim Ketua, Hakim Anggota, dan
Panitera, dan dihadiri oleh Terbanding, dan apabila dipandang
perlu, Pemohon Banding atau Kuasa Hukumnya. Pemeriksaan
dengan Acara Biasa dilakukan dalam hal Surat Permohonan
Banding telah memenuhi persyaratan formal yaitu:
1. Surat Banding diajukan dalam bahasa Indonesia.
2. Surat Banding diajukan masih dalam tenggang waktu 3 (tiga)
bulan sejak keputusan yang dibanding diterima.
3. Terhadap 1 (satu) keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding.
4. Pajak Terutang telah dibayar lunas 50% (lima puluh persen)
dengan melampirkan bukti pelunasan. Namun dengan
berlakunya -
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan
Ketiga Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, maka ketentuan
ini tidk berlaku lagi dimana jumlah yang harus dibayar adalah
jumlah pajak terutang menurut perhitungan wajib pajak pada
waktu pembahasan akhir (closing conference) pada waktu
pemeriksaan pajak.
5. Syarat lainnya yang dimuat pada Pasal 36 dan 37 Undang-
undang Pengadilan Pajak (Sadhani dkk., 2009:75).
Pemeriksaan dengan Acara Biasa yang menggunakan
susunan Hakim Majelis, lebih sering digunakan dalam persidangan
banding di Pengadilan Pajak. Karena memiliki beberapa
keuntungan/kelebihan, diantaranya:
1. Pertimbangan hukumnya setidak-tidaknya menjadi lebih
matang mengingat pemeriksaan dilakukan secara bersama-
sama seluruh anggota;
2. Pengetahuan dan kemampuan Hakim tentu secara umum
menjadi lebih memadai dibandingkan Hakim Tunggal;
3. Menjadi relative lebih kuat menghadapi tekanan dari luar;
4. Kemungkinan penyelewengan yang mempengaruhi putusan,
secara teoritis akan lebih kecil, mengingat apabila salah satu
anggota yang menyeleweng masih akan berhadapan dengan
anggota yang lain.
(Pudyatmoko Y.Sri, 2005:97).
b. Pemeriksaan Dengan Acara Cepat
Pemeriksaan dengan acara cepat ini dilakukan oleh Majelis
atau Hakim Tunggal. Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan
terhadap:
a. Sengketa Pajak tertentu;
b. Gugatan yang tidak diputus dalam jangka waktu 6 (enam)
bulan sejak Surat Gugatan diterima;
c. Tidak memenuhi salah satu ketentuan Pasal 84 ayat (1)
Undang-undang Pengadilan Pajak;
d. Sengketa yang berdasarkan pertimbangan hukum bukan
merupakan wewenang Pengadilan Pajak sebagai contoh
Gugatan pihak ketiga terhadap pelaksanaan sita berdasarkan
pengakuan hak milik atas baranng yang disita.
Pemeriksaan dengan acara tepat terhadap Sengketa Pajak di atas
dilakukan tanpa Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan dan tanpa
Surat Bantahan. Semua ketentuan mengenai pemeriksaan dengan acara
biasa berlaku juga untuk pemeriksaan dengan acara cepat yaitu
ketentuan mengenai pembukaan sidang, pengunduran diri, dan
penggantian Hakim Anggota dan Panitera, ketentuan yang berkaitan
dengan saksi, kerahasiaan, dan alih bahasa.
c. Sengketa Pajak Tertentu
Pengertian Sengketa Pajak Tertentu ini adalah Sengketa
Pajak yang Banding atau Gugatannya tidak memenuhi ketentuan
yaitu:
1. Persyaratn formal bahwa banding diajukan dengan Surat
Banding dalam bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak;
2. Jangka waktu pengajuan Banding bahwa banding diajukan
dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima
keputusan yang dibanding, kecuali diatur lain dalam peraturan
perundang-undangan perpajakan;
3. Terhadap 1 (satu) keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding;
4. Banding yang diajukan terhadap jumlah pajak yang terutang,
hanya dapat diajukan apabila jumlah pajak yang terutang telah
dibayar 50%;
5. Banding dapat diajukan oleh Wajib Pajak, ahli warisnya,
seorang pengurus, atau kuasa hukumnya;
6. Dalam hal Gugatan, maka Gugatan diajukan secara tertulis
dalam bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak; dan atau
7. Terhadap 1 (satu) pelaksanaan penagihan atau 1 (satu)
keputusan diajukan 1 (satu) Surat Gugatan.
d. Pembuktian
Dalam hal pembuktian, Pengadilan Pajak menganut prinsip
pembuktian bebas. Majelis atau Hakim Tunggal sedapat mungkin
mengusahakan bukti berupa surat atau tulisan sebelum
menggunakan alat bukti lain. Alat bukti tersebut dapat berupa:
1. Surat atau tulisan yang terdiri dari:
a. Akta autentik, yaitu surat yang dibuat oleh atau di hadapan
seorang pejabat umum, yang menurut peraturan
perundanng-undangan berwenang membuat surat itu
dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti
tentang peristiwa atau peristiwa hokum yang tercantum
didalamnya;
b. Akta di bawah tangan yaitu surat yang dibuat dan
ditandatangani oleh pihak-pihak yang yang bersangkutan
dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti
tentang peristiwa atau peristiwa hokum yang tercantum di
dalamnya;
c. Surat keputusan atau surat ketetapan yang diterbitkan oleh
pejabat yang berwenang;
d. Surat-surat lain atau tulisan yang tidak termasuk huruf a,
huruf b, dan huruf c yang ada kaitannya dengan Banding
atau Gugatan.
2. Keterangan ahli
Keterangan ahli adalah pendapat orang yang diberikan di
bawah sumpah dalam persidangan tentang hal yang ia ketahui
menurut pengalaman dan pengetahuannya. Atas permintaan
kedua belah pihak atau salah satu pihak karena jabatannya.
Hakim Ketua atau Hakim Tunggal dapat menunjuk seorang
atau beberapa orang ahli. Terhadap seorang yang tidak boleh
didengar sebagai saksi (Pasal 37 Ayat (1) UU Pengadilan
Pajak) tidak diperkenankan untuk memberikan keterangan ahli.
Dalam persidangan seorang ahli harus memberi keterangan
baik tertulis maupun lisan yang dikuatkan dengan sumpah atau
janji mengenai hal sebenarnya menurut pengalaman dan
pengetahuannya.
3. Keterangan Para Saksi
Keterangan saksi dianggap sebagai alat bukti apabila
keterangan itu berkenaan dengan hal yang dialami, dilihat, atau
didengar sendiri oleh saksi.
4. Pengakuan Para Pihak
Pengakuan para pihak tidak dapat ditarik kembali, kecuali
berdasarkan alasan yang kuat dan dapat diterima oleh Majelis
Hakim atau Hakim Tunggal.
5. Pengetahuan Hakim
Pengertian pengetahuan Hakim adalah hal yang olehnya
diketahui dan diyakini kebenarannya.
Untuk keadaan yang diketahui oleh umum tidak perlu dibuktikan
sebagai contoh:
1. Derajat akta autentik lebih tinggi tingkatannya dibanding dengan
akta di bawah tangan;
2. Kartu Tanda Penduduk, Surat Izin Mengemudi, atau Paspor
merupakan salah satu Identitas diri.
Masalah pembuktian ini, Hakim menentukan apa yang harus
dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk
sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua)alat bukti di atas.
Ketentuan ini sebenarnya upaya menentukan kebenaran materiil,
sesuai asas yang dianut dalam Undang-undang Perpajakan. Oleh
karena itulah, Hakim berupaya untuk menetukan apa yangn harus
dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan
sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak
terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak. Dalam
persidangan para pihak dapat mengemukakan hal baru.
e. Putusan
Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan akhir dan
mempunyai kekuatan hukum tetap. Pengadilan Pajak ini juga dapat
mengeluarkan putusan sela atas Gugatan berkenaan dengan
permohonan agar tidak lanjut pelaksanaan penagihan pajak ditunda
selama pemeriksaan Sengketa Pajak sedang berjalan sampai
terdapat putusan Pengadilan Pajak (perhatikan Pasal 43 UU
Pengadilan Pajak).
Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan
kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung.
Putusan Pengadilan Pajak ini diambil bedasarkan hasil
penilaian pembuktian dan berdasarkan peraturan perundang-
undangan perpajakan yang bersangkutan serta berdasarkan
keyakinan Hakim. Dalam pemeriksaan dilakukan oleh Majelis,
putusan Pengadilan Pajak tersebut diambil berdasarkan
musyawarah yang dipimpin oleh Hakim Ketua dan apabila dalam
musyawarah tidak dapat dicapai kesepakatan, putusan diambil
dengan suara terbanyak. Apabila Majelis di dalam mengambil
keputusan dengan cara musyawarah tidak dapat dicapai
kesepakatan sehingga putusan diambil dengan suara terbanyak,
pendapat Hakim Anggota yang tidak sepakat dengan putusan
tersebut dinyatakan dalam putusan Pengadilan Pajak. Putusan
Pengadilan Pajak dapat berupa:
1. Menolak;
2. Mengabulkan sebagian atau seluruhnya;
3. Menambah pajak yang harus dibayar;
4. Tidak dapat diterima;
5. Membetulkan kesalahan tulis dan atau kesalahan hitung; dan
atau
6. Membatalkan.
Sebagai putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap,
maka putusan Pengadilan Pajak tidak dapat diajukan Gugatan ke
Pengadilan Umum, Peradila Tata Usaha Negara, atau Badan Peradilan
Lain, kecuali putuan berupa “Tidak Dapat Diterima” yang menyangkut
kewenangan/kompetensi. Perihal jangka waktu kapan putusan
pemeriksaan dengan acara biasa diambil apabila terdapat banding atau
gugatan atau jangka waktu kapan putusan pemeriksaan dengan acara
cepat diambil serta segala akibat yang ditimbulkannya atau sanksi
terhadap anggota yang lalai diatur lebih lanjut dalam Undang-undang
Pengadilan Pajak.
Putusan pemeriksaan dengan acara biasa diambil:
1. Putusan pemeriksaan dengan acara biasa atas Banding diambil
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak Surat Banding
diterima. Dalam hal khusus jangka waktu tersebut diperpanjang
paling lama 3 (tiga) bulan.
2. Putusan pemeriksaan dengan acara biasa atas Gugatan diambil
dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak Surat Gugatan
diterima. Dalam hal khusus, jangka waktu dimaksud
diperpanjang paling lama 3 (tiga) bulan.
3. Dalam hal Gugatan yang diajukan selain atas keputusan
pelaksanaan penagihan pajak, tidak diputus dalam jangka waktu
6 (enam) bulan. Pengadilan Pajak wajib mengambil putusan
melalui pemeriksaan dengan acara cepat dalam jangka waktu 1
(satu) bulan sejak jangka waktu 6 (enam) bulan dimaksud
dilampaui.
Seperti telah dijelaskan pada sub bab pemeriksaan dengan acara
cepat bahwa dilakukannya pemeriksaan dengan acara cepat terhadap
Sengketa Pajak tertentu. Putusan pemeriksaan dengan acara cepat
terhadap Sengketa Pajak tertentu ini dinyatakan tidak dapat diterima,
diambil dalam jangka waktu sebagai berikut:
1. 30 (tiga puluh) hari sejak batas waktu pengajuan Banding atau
Gugatan dilampaui;
2. 30 (tiga puluh) hari sejak Banding atau Gugatan diterima, dalam
hal diajukan setelah batas waktu pengajuan dilampaui.
Sedangkan putusan/penetapan dengan acara cepat lainnya apabila:
1. Putusan/penetapan dengan acara cepat terhadap kekeliruan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 Ayat (1) huruf c Undang-
undang Pengadilan Pajak berupa membetulkan kesalahan tulis dan
atau kesalahan hitung, diambil dalam jangka waktu 30 (tiga puluh)
hari sejak kekeliruan dimaksud diketahui atau sejak permohonan
salah satu pihak diterima.
2. Putuan dengan acara cepat terhadap sengketa yang didasarkan
pertimbangan hukum bukan merupakan wewenang Pengadilan
Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 Ayat 1 (satu) huruf d
Undang-undang Pengadilan Pajak berupa tidak dapat diterima,
diambil dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak Surat
Banding atau Surat Gugatan diterima.
3. Dalam putusan Pengadilan Pajak diambil terhadap Sengketa Pajak
pada butir 2 pemohon Banding atau penggugat dapat mengajukan
Gugatan kepada peradilan yang berwenang.
9. Pelaksanaan Putusan
Putusan Pengadilan Pajak ini langsung dapat dilaksanakan
dengan tidak memerlukan lagi keputusan pejabat yang berwenang
kecuali putusan perundanng-undangan mengatur lain. Apabila putusan
dimaksud menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sebagai contoh
putusan Pengadilan Pajak menyebabkan Pajak Penghasilan atau Pajak
Pertambahan Nilai menjadi lebih bayar. Dalam hal demikian kepada
Kantor Pelayanan Pajak masih harus menerbitkan Surat Perintah
Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP) yang diperlukan pembayar
pajak untuk dapat memperoleh kelebihan pajak.
Putusan Pengadilan Pajak yang mengabulkan sebagian atau
seluruh Banding, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan
ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, sesuai ketentuan perundang-
undangan perpajakan yang berlaku.
Dalam pelaksanaannya salinan putusan atau salinan penetapan
Pengadilan Pajak dikirim kepada para pihak dengan surat oleh
sekretaris dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal
putusan Pengadilan Pajak diucapkan, atau dalam jangka waktu 7
(tujuh) hari sejak tanggal putusan sela diucapkan. Putusan Pengadilan
Pajak harus dilaksanakan oleh pejabat yang berwenang dalam jangka
waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diterima putusan.
Pejabat yang tidak melaksanakan putusan Pengadilan Pajak dalam
jangka waktu tersebut, dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan
kepegawaian yang berlaku (Waluyo, 2006:185-191). Dan berdasarkan
KUP dan UU No.14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak.
10. Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung
Satu lagi upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak
yaitu adanya hukum peninjauan kembali ke Mahkamah Agung (MA).
Upaya hukum ini merupakan upaya hukum luar biasa setelah adanya
putusan yang berkekuatan hukum tetap atau ada hal lain yang
ditentukan undang-undang. Pasal 77 Undang-undang Nomor 14 Tahun
2002 menyatakan bahwa -
“pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali
atas putusan pengadilan pajak kepada Mahkamah Agung” seperti yang
dikemukakan oleh Wirawan B Ilyas dan Richard Burton (2004) dalam
bukunya Hukum Pajak yang menjelaskan tentang penyelesaian
sengketa pajak.
11. Putusan Mahkamah Agung
Mahkamah Agung memeriksa dan memutus permohonan
peninjauan kembali dengan ketentuan (UU 14/02):
a. Dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak permohonan peninjauan
kembali diterima oleh Mahkamah Agung telah mengambil
keputusan, dalam hal Pengadilan Pajak mengambil putusan
melalui pemeriksaan acara biasa;
b. Dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak permohonan peninjauan
kembali diterima oleh Mahkamah Agung telah mengambil
keputusan, dalam hal Pengadilan Pajak mengambil putusan
melalui pemeriksaan dengan acara cepat.
Putusan atas permohonan peninjauan kembali harus diucapkan
dalam sidang terbuka untuk umum (UU 14/02).
12. Menyiapkan Surat Banding
Menang atau kalah hasil banding sangat tergantung dari aspek
materi yang dipersengketakan. Akan tetapi sebelum dilakukan uji
materi atas sengketa pajak, majelis akan melakukan pengujian atas
dipenuhi atau tidaknya syarat formal. Apabila aspek formal tidak
terpenuhi, maka penelitian materi sengketa tidak akan dilanjutkan.
Dengan demikian secara otomatis banding dari pemohon Banding
(Wajib Pajak) pasti akan ditolak, kecuali apabila tidak terpenuhinya
syarat formal disebabkan adanya kejadian di luar kekuasaan Wajib
Pajak. Dengan kata lain, terpenuhinya syarat formal pengajuan
permohonan Banding merupakan pintu gerbang bagi proses berikutnya
sampai dengan ditetapkannya putusan banding.
13. Penyusunan Surat Banding
Agar permohonan Banding dapat diproses lebih lanjut, Wajib
Pajak harus memperhatikan ketentuan formal penyampaian Surat
Banding. Dalam hal ini, WP harua berhati-hati ketika membuat Surat
Banding.
Berkaitan dengan bentuk surat banding, tidak ada ketentuan yang
mengatur mengenai bentuk baku. Artinya Wajib Pajak bebas memilih
bentuk formal suratnya, sepanjang bahwa surat tersebut ditujukan
kepada Pengadilan Pajak dan diajukan terhadap keputusan keberatan
yang ditentukan oleh DirJen Pajak. Perlu dicatat bahwa yang dapat
diajukan permohonan banding adalah keputusan keberatan atas SKP,
dan bukan atas SKP hasil pemeriksaan (Kusuma, 2006).
Batas waktu pemasukan surat permohonan banding 3 bulan
sesuai dengan Pasal 27 ayat (1) UU Nomor 6 Tahun 1983 dihitung
dari tanggal ke tanggal, yaitu sehari setelah tanggal surat
KeputusanKeberatan diterbitkan sampai dengan tanggal surat
permohonan banding diterima Majelis Pertimbangan Pajak (SE 14/93).
Pada prinsipnya jangka waktu pengajuan Banding ditetapkan 3
(tiga) bulan, dimaksudkan agar pemohon Banding mempunyai waktu
yang cukup memadai untuk mempersiapkan Banding beserta alasan-
alasannya. Apabila ternyata jangka waktu dimaksud tidak dipenuhi
oleh pemohon Banding karena di luar kekuasaannya (force majeur),
jangka waktu dimaksud dapat dipertimbangkan oleh Majelis atau
Hakim Tunggal (UU 14/02P).
14. Isi Surat Putusan Pengadilan Pajak
Putusan Pengadilan Pajak harus memuat (UU 14/02):
a. kepala putusan yang berbunyi “DEMI KEADILAN
BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”;
b. nama, tempat tinggal atau tempat kediaman, dan/atau identitas
lainnya dari pemohon Banding atau penggugat;
c. nama jabatan dan alamat terbanding atau tergugat;
d. hari, tanggal diterimanya Banding atau Gugatan;
e. ringkasan Banding atau Gugatan, dan ringkasan Surat Uraian
Banding atau Surat Tanggapan atau Surat Bantahan, yang jelas;
f. pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal
yang yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu
diperiksa;
g. pokok sengketa;
h. alasan hukum yang menjadi dasar putusan;
i. amar putusan tentang sengketa; dan
j. hari, tanggal putusan, nama Hakim yang memutus, nama Panitera,
dan keterangan tentang hadir atau tidak hadirnya para pihak.
Yang dimaksud dengan identitas lainnya, antara lain Nomor
Pokok Wajib Pajak, Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Kartu
Tanda Penduduk, atau Paspor (UU 14/02P).
Tidak dipenuhinya salah satu ketentuan pemuatan hal-hal yang
harus dimuat dalam Putusan Pengadilan Pajak menyebabkan putusan
dimaksud tidak sah dan Ketua memerintahkan sengketa dimaksud
segera disidangkan kembali dengan acara cepat, kecuali putusan
dimaksud telah melampaui jangka waktu 1 (satu) tahun (UU 14/02).
15. Teknis Penghitungan PPN
Cara menghitung PPN yang terutang adalah dengan mengalikan
Tarif Pajak Pertambahan Nilai (10 % atau 0 % untuk ekspor Barang
Kena Pajak) dengan Dasar Pengenaan Pajak.
PPN yang terutang = Tarif PPN * Dasar Pengenaan Pajak
Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah harga jual, penggantian,
nilai impor, nilai ekspor, atau nilai lain yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang
terhutang. PPN yang terhutang ini merupakan Pajak Keluaran yang
dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak.
Contoh:
Pengusaha Kena Pajak “A” menjual tunai Barang Kena Pajak
dengan Harga Jual Rp. 25.000.000,00.
Pajak Pertambahan Nilai yang terhutang :
10 % * Rp. 25.000.000,00 = Rp.2.500.000,00.
Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp.2.500.000,00 tersebut merupakan
Pajak Keluaran, yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak “A”.
16. Ketentuan Formal Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih
Bayar
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) adalah surat
ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak
karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang
atau tidak seharusnya terutang.
Direktorat Jendral Pajak setelah melakukan pemeriksaan
menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar apabila jumlah kredit
pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah
pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak
seharusnya terutang.
Surat Ketetapan Pajak diterbitkan untuk:
a. Pajak Penghasilan, jumlah kredit pajak lebih besar dari jumlah
pajak yang terutang, atau telah dilakukan pembayaran pajak yang
seharusnya tidak terutang;
b. Pajak Pertambahan Nilai, jumlah kredit pajak lebih besar dari
jumlah pajak yang terutang, atau telah dilakukan pembayaran
pajak yang seharusnya tidak terutang. Apabila terdapat pajak
terutang yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai,
maka yang dimaksud dengan jumlah yang yang terutang adalah
jumlah Pajak Keluaran setelah dikurangi pajak yang dipungut oleh
Pemungut Pajak Pertambahan Nilai tersebut.
c. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, jumlah pajak yang dibayar
lebih besar dari jumlah yang terutang atau telah dilakukan
pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang.
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar tersebut diterbitkan setelah
dilakukan pemeriksaan atas Surat Pemberitahuan yang disampaikan
Wajib Pajak yang menyatakan kurang bayar, nihil, atau lebih bayar
yang tidak disertai dengan permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak (permohonan restitusi). Apabila Wajib Pajak
setelah menerima Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar dan
menghendaki pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi),
maka wajib mengajukan permohonan tertulis.
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar masih dapat diterbitkan lagi
apabila berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata pajak yang lebih
dibayar jumlahnya lebih besar dari kelebihan pembayaran pajak yang
telah ditetapkan (Diana dan Setiawati, 2009:45).
B. Hasil Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh:
1. Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Kusuma (2006) dengan
judul “Analisa Restitusi PPN Lebih Bayar Atas Kasus Banding
Perusahaan “X” Melalui Pengadilan Pajak”. Dimana penyebab
terjadinya lebih bayar PPN pada PT “X” adalah karena PT “X”
melakukan penyerahan JKP kepada pengguna jasanya yaitu PT
“Y” yang merupakan salah satu yang termasuk sebagai Badan
Pemungut PPN, sehingga menyebabkan pajak keluarannya
menjadi nihil dan semua pajak masukan yang ada menjadi pajak
yang lebih dibayar yang dapat direstitusikan. Dampak pengajuan
banding tersebut pada PT “X” yaitu bahwa PT “X” berhasil
memenangkan seluruh permohonan banding atas SKPLB PPN
tersebut.
2. Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Faluvy (2007) dengan judul
“Mekanisme Pemeriksaan Pajak Penghasilan Sampai Proses
Banding Pada PT.KC”. Sebab timbulnya sengketa pajak
penghasilan badan pada PT.KC diawali dari penerbitan SKKB PPh
Badan Masa Pajak 2001, dimana atas ketetapan tersebut wajib
pajak tidak setuju dan mengajukan keberatan atas jumlah pajak
yang masih harus dibayar. Namun keberatan tersebut hanya
diterima sebagian oleh KPP Jakarta Tambora, sehingga wajib
pajak tetap berkeberatan dan mengajukan banding. Banding
diselesaikan melalui pengadilan pajak dengan acara biasa,dengan
hasil putusan bahwa pengadilan pajak mengabulkan seluruhnya
permohonan banding PT.KC tersebut oleh Majelis I Pengadilan
Pajak.
3. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sylvia (2007) dengan
judul “Analisa Pemeriksaan PPN Pada PT “X” Berdasarkan
Keputusan Akhir Pengadilan Pajak”. Pemeriksaan pajak dilakukan
pada PT “X”untuk tahun pajak 2002. Pada pemeriksaan tersebut
PT “X” melaporkan kelebihan pembayaran pajak atas PPN Masa
Pajak Januari sampai Desember 2002 untuk meminta kembali
jumlah lebih bayar PPN tersebut. Sedangkan menurut Fiskus yang
seharusnya PT “X” yang masih harus membayar kekurangan pajak
tersebut. Dari hasil pemeriksaan tersebut Dirjen Pajak menerbitkan
SKPKB PPN. Merasa tidak puas dengan hasil pemeriksaan, PT
“X” mengajukan keberatan. Tetapi keberatan tersebut ditolak,
sehingga PT “X” melanjutkan dengan pengajuan banding ke
Pengadilan Pajak. Hasilnya, Pengadilan Pajak menerima semua
permohonan bandingnya. Namun atas kesalahan pemeriksaan dari
DirjenPajak, PT “X” harus mengalami kerugian waktu dan
material.
4. Penelitian sebelumnya diperoleh dari Indonesian Tax Review
Vol.1/Edisi 11/2008, dengan judul “Banding Gara-gara Salah
Pncantuman DPP”. Berdasarkan bukti-bukti dan keterangan dalam
persidangan, Majelis memperoleh petunjuk bahwa yang menjadi
pokok sengketa dalam banding ini adalah Dasar Pengenaan PPh
Pasal 21. Hasil dari penelitian bukti-bukti yang ada, Fiskus
mengatakan setuju untuk membatalkan koreksi yang dilakukannya.
Pasalnya Fiskus menemukan kalau selisih tersebut terjadi karena
adanya kesalahan pencantuman DPP pada SPT Masa PPh Pasal 21
sehingga berbeda dengan SPT Tahunan PPh Pasal 21. Dengan
begitu Fiskus menyadari bahwa seharusnya tidak ada PPh yang
terutang yang masih harus dibayar wajib pajak. Karena selisih
DPP tidak PPh terutang. Dan hasil, Majelis mengabulkan seluruh
Permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak.
5. Penelitian sebelumnya yang diperoleh dari Indonesian Tax Review
Vol.01/Edisi 2/2009, dengan judul “Lemah Pembuktian,DPP
Dikoreksi”. Berdasarkan hasil pemeriksaan berkas-berkas
pengajuan banding, diketahui bahwa yang menjadi pokok sengketa
dalam perkara banding ini adalah jumlah DPP PPh Pasal 23 Masa
Pajak Januari s.d Desember 2002 yang tidak disetujui oleh WP.
Majelis menyimpulkan, sengketa ini disebabkan karena minimnya
data WP yang dapat diakses oleh Fiskus. Sehinga hasilnya, Majelis
memutuskan untuk mengabulkan sebagian materi banding WP dan
menolak materi banding lainnya.
C. Kerangka Pemikiran
Dengan sistem pemungutan pajak yang berlaku saat ini ternyata
masih saja banyak pelaksanaan pemungutan pajak yang tidak sesuai
dengan UU perpajakan yang dapat menimbulkan ketidakadilan bagi
masyarakat wajib pajak. Misal, masih adanya wajib pajak yang merasa
kurang puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan atau atas
pemotongan/pemungutan pajak oleh pihak ketiga. Sehingga dengan
pelaksanaan pajak yang tidak sesuai tersebut, dapat mengakibatkan
timbulnya sengketa pajak antara wajib pajak dan pejabat yang
berwenang.
Oleh karena itu, diperlukan lembaga peradilan di bidang
perpajakan yang lebih komprehensif yang dibentuk dengan undang-
undang, yang menjamin Hak dan Kewajiban pembayar pajak sesuai
dengan undang-undang perpajakan dan dapat memberikan putusan
hukum atas Sengketa Pajak dengan proses yang sederhana, cepat, dan
murah. Seperti Ditjen Pajak atau Pengadilan Pajak.
Sengketa Pajak tidak harus diselesaikan di Pengadilan Pajak, tetapi
sengketa pajak bisa juga diselesaikan di Ditjen Pajak. Sengketa Pajak
yang harus diselesaikan melalui Pengadilan Pajak meliputi Banding dan
Gugatan. Hal tersebut berdasarkan UU Nomor 14 Tahun 2002 dan
Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan Tentang Pengadilan Pajak.
Seperti halnya dalam penulisan ini yang membahas Sengketa Pajak
yang penyalesaiannya melalui Pengadilan Pajak. Karena merupakan
Sengketa Banding. Dimana wajib pajak merasa kurang puas atas
dikeluarkannya SKP yang dikeluarkan oleh Ditjen Pajak, sehingga
melakukan pengajuan Banding ke Pengadilan Pajak.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti memilih Pengadilan Pajak sebagai
tempat penelitian. Metode penelitian dalam penelitian ini adalah
deskriptif analisis, yaitu penelitian terhadap masalah-masalah berupa
fakta-fakta saat ini dari suatu populasi. Sehingga dalam penelitian ini
penulis menjelaskan dan menggambarkan permasalahan banding atas
kasus sengketa pajak pada wajib pajak.
B. Metode Penentuan Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah suatu Wajib Pajak badan yang
memiliki permasalahan sengketa pajak. Pengambilan sampel dengan
menggunakan metode judgment sampling, yaitu pengambilan sample
secara tidak acak yang informasinya diperoleh dengan menggunakan
pertimbangan tertentu umumnya disesuaikan dengan tujuan atau
masalah penelitian (Indriantoro dan Supomo, 2002:131). Dengan kriteria
responden yaitu perusahaan yang memiliki permasalahan pajak
pertambahan nilai dan mengajukan banding ke Pengadilan
Pajak, dan penyelesaiannya pada tahun 2009.
C. Metode Pengumpulan Data
Metode yang dilakukan peneliti dalam mengumpulkan data
sebagai bahan masukan dalam penelitian adalah dengan melakukan
pengumpulan data sekunder dan data primer. Data sekunder yang
digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah data sekunder
internal, yaitu data dari Pengadilan Pajak atau putusan pengadilan
mengenai kasus banding sengketa pajak. Data-data tersebut berupa
artikel, peraturan perundang-undangan, atau literatur lain yang memuat
mengenai perpajakan khususnya banding kasus sengketa pajak melalui
Pengadilan Pajak. Sedangkan data primer dapat dilakukan dengan cara
penelitian langsung di lapangan oleh penulis seperti di Pengadilan
Pajak.
D. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan adalah analisa kualitatif
dan kuantitatif. Penelitian ini merupakan tipe penelitian deskriptif
kualitatif karena menggunakan pendekatan pada pemecahan masalah-
masalah berupa fakta-fakta dalam kehidupan sosial khususnya
dalam bidang perpajakan yaitu permasalahan banding atas kasus
sengketa pajak melalui pengadilan pajak (Indriantoro dan
Supomo,2002:31-32). Sedangkan berdasarkan tujuan penelitiannya
penelitian ini merupakan penelitian dasar yaitu penelitian yang bertujuan
untuk mengembangkan teori. Dan pendekatan yang digunakan dalam
pengembangan teori adalah pendekatan induktif, yang tujuannya untuk
mengembangkan teori dengan menekankan pada kebenaran dan realitas
fakta untuk menghindari adanya teori-teori atau opini-opini yang
membingungkan yang dikuatkan dengan penelitian kepustakaan (guna
memperoleh data sekunder) dan penelitian langsung (guna memperoleh
data primer) sebagai metode pengumpulan data dalam penelitian ini.
Beberapa contoh data sekunder yang diperlukan untuk masalah
penelitian yaitu UU PPN dan UU Pengadilan Pajak,Putusan Pengadilan
Pajak, SPT Masa, Surat Setoran Pajak (SSP), Faktur Pajak, dan Surat
Keberatan.
E. Operasional Variabel Penelitian
Pada bagian ini akan diuraikan definisi dari masing-masing
variable yang digunakan berikut dengan operasional.
Penjelasan dari variable-variabel yang digunakan dalam penelitian
ini antara lain:
Sengketa Pajak
Sengketa Pajak dapat diartikan suatu masalah yang teradi karena
salah persepsi, salah hitung, dan ketidakpuasan dalam perpajakan.
Sengketa pajak pertambahan nilai merupakan permasalahan yang terjadi
dalam bidang perpajakan-khususnya pajak pertambahan nilai- antara
wajib pajak degan fiskus, atau penanggung pajak dengan pejabat yang
berwenang. Untuk mengetahui sengketa pajak ini merupakan sengketa
PPN dapat dilihat dari nomor seri yang terdapat di dalam buku daftar
kasus banding di Pengadilan Pajak, atau pada Surat Putusan Pengadilan
Pajak, atau pada Surat Ketetapan Pajak yang dipermasalahkan.
Banding
Banding merupakan akibat atau terusan dari masalah sengketa
pajak, jika masih ada ketidakpuasan wajib pajak dalam penyelesaiannya
melalui pengajuan keberatan. Dan banding merupakan permasalahan
pajak yang harus diselesaikan di Pengadilan Pajak.
BAB IV
PENEMUAN DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Sejarah Singkat Perusahaan
PT “X” didirikan pada tahun 1954 oleh Hydrographer Ole
H.Blom. Sejak berdirinya PT “X” terkemuka telah menyediakan
produk dan jasa di dalam laut dan pemetaan tanah berbasis
industri. Hari ini, PT “X” dibagi menjadi dua bagian; Informasi
Geografis (GI) dan Offshore Technologies (OT).
PT “X” adalah perusahaan dengan kegiatan pemetaan,baik di
rumah dan pasar internasional. Fokus utama kami adalah
photogrammetric teknis produksi skala besar peta, dan GIS servises
DTM. PT “X” merupakan anak perusahaan PT “XY” Kelompok
Norwegia yang didirikan pada 1954 dan hari ini adalah sebuah
perusahaan terkemuka di Scandinavia dalam pemetaan,
dan kegiatan charting.
PT “X” yang merupakan objek penelitian berlokasi di Jl.
Kuningan Barat No.26, Gedung Tifa Lt.2. Jakarta Selatan – 12710
dan mempunyai NPWP 01.893.832.4-014.000 merupakan cabang
dari PT “X” di bandung.
2. Perkembangan Usaha
Pada tahun 1954 PT “X” didirikan oleh Hydrographer Ole H.
Blom kemudian ia terdaftar di Oslo Stock Exchange pada tahun
1988. Di tahun 2000 PT “X” membentuk unit baru produksi peta di
Bandung-Indonesia. Dan pada tahun 2002 PT “X" berkonsentrasi
photogrammetric semua peta berproduksi di Bandung-Indonesia, dan
dua kali lipat kapasitas produksi. Untuk pengumpulan, pengolahan,
dan penjualan yang tinggi teknolologi peta data dan pembentukan
database, unit produksi didirkan di Rumania dan Indonesia pada
tahun 2004.
B. Penemuan dan Pembahasan
1. Penyebab timbulnya Sengketa Pajak Pertambahan Nilai pada PT
“X” sehingga perusahaan tersebut mengajukan Banding
Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya,
Permohonan banding yang diajukan oleh Pemohon Banding (dalam
penelitian ini adalah PT “X”) diawali dengan adanya sengketa atau
ketidaksetujuan wajib pajak atas ketetapan pajak yang telah
diterbitkan oleh fiskus yaitu berupa SKPLB PPN Barang
dan Jasa Masa Pajak Desember 2005. Sebagaimana diketahui
bersama dalam Ketentuan Umum TataCara Perpajakan (KUP)
Tahun 2007 Tentang Pengadilan Pajak bahwa ketetapan pajak terbit
atas dasar hasil pemeriksaan fiskus, baik pemeriksaan lapangan atau
pemeriksan kantor yang disertai koreksi fiskal dalam
umumnya menyebabkan jumlah pajak yang terutang menurut fiskus
menjadi lebih besar daripada jumlah yang telah dihitung, disetor,
dan dilaporkan oleh wajib pajak.
Sengketa yang dialami oleh PT “X” diawali dari penerbitan
SKPLB PPN Barang dan Jasa Masa Pajak Desember 2005 dengan
Nomor: 00017/407/05/014/07 tanggal 18 April 2007, yang
ditebitkan oleh KPP Jakarta Mampang Prapatan berdasarkan
Laporan Pemeriksaan Pajak dengan Nomor:LAP-
15/WPJ.04/KP.0707/2007 tanggal 18 April 2007, dengan
perhitungan sebagai berikut:
Tabel 4.1.Perbedaan Perhitungan PPN terhutang menurut
Pemohon Banding dan Terbanding
JUMLAH RUPIAH MENURUT N
O URAIAN
Pemohon Banding Terbanding
1 Dasar Pengenaan Pajak
a. Ekspor 1.541.779.512,00 0,00
b. Penyerahan yang PPN nya tidak dipungut/ditunda
/ditangguhkan/dibebaskan/ditanggung Pemerintah 0,00 0,00
c. Penyerahan yang PPN nya harus diungut
c.1 Tarif Umum 0,00 1.544.950.362,00
c.2 Tarif Efektif 0,00 0,00
c.3 Jumlah (c.1 + c.2) 0,00 1.544.950.362,00
d. Dikurangi : retur penjualan 0,00 0,00
e. Jumlah (a + b + c.3 – d) 1.541.779.512,00 1.544.950.362,00
2 Pajak Keluaran :
a Pajak Keluaran Seluruhnya
a.1 Tarif Umum 0,00 154.495.036
a.2 Tarif Efektif 0,00 0,00
a.3 Jumlah (a.1 + a.2) 0,00 154.495.036,00
c Jumlah Pajak Keluaran yang dipungut sendiri
(a.3 – b.4) 0,00 154.495.036,00
3 Pajak yang dapatdiperhitungkan :
a) Pajak masukan yang dapat dikreditkan 38.166.559,00 825.870,00
b) Dibayar dengan NPWP sendiri 0,00 0,00
c) Pajak masukan yang menggunakan Pedoman
Pengkreditan Pajak Masukan karena memilih
menggunakan Norma Penghitungan Penghasilam
Neto 0,00 0,00
d Kompensasi bulan lalu 401.941.068,00 402.766.938,00
e Diperhitungkan (Pokok Kurang Bayar) STP 0,00 0,00
g Jumlah Pajak yang dapat diperhitungkan
(a + b + c + d + e) 440.107.627,00 402.766.938,00
4
PPN yang Lebih dibayar (3.g – 2.c) 440.107.627,00 248.271.902,00
5 Kelebihan Pajak yang sudah :
a. Dikompensasi ke Masa Pajak berikutnya 0,00 0,00
b Dikembalikan sesuai dengan SKPLB 0,00 0,00
c Jumlah 0,00 0,00
6 PPN yang kurang dibayar (4 -5) 440.107.627,00 248.271.902,00
7 PPN lebih bayar khususnya untuk eksportir/penyerahan
kepada pemungut PPN :
a Restitusi % x Dasar Pengenaan Pajak 0,00
b Kompensasi 248.271.902,00
Sumber : Putusan Pengadilan Pajak Hal ke 2 dari 30 Nomor:Put
17736/PP/M.XI/16/2009.
Namun, atas Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Desember 2005
Nomor: 00017/407/05/014/07 tanggal 18 April 2007, Pemohon
Banding yang merasa kurang puas dengan Surat
Ketetapan Pajak tersebut mengajukan keberatan dengan Surat
Nomor:Acc/002060607/Ltr tanggal 6 Juni 2007 dan
dengan Keputusan Terbanding Nomor: KEP-
336/WPJ.04/2008 tanggal 27 Februari 2008, dengan hasil bahwa
keberatan Pemohon Banding tersebut diterima sebagian
dengan perhitungan sebagai berikut:
Tabel 4.2. Hasil Perhitungan PPN dalam Keputusan Terbanding
URAIAN DPP PPN
(Rp)
Pajak
Keluaran (Rp)
Pajak yang
dapat diperhitungkan
(Rp)
PPN lebih
dibayar (Rp)
Kompensasi
ke Masa Berikutnya
(Rp)
PPN Lebih
Dibayar (Rp)
Semula 1.544.950.362 154.495.036 402.766.938 248.271.902 0 248.271.902
Dikurangi/
(ditambah) 0 0 24.743.159 24.743.159 0 24.743.159
Menjadi 1.544.950.362 154.495.036 427.510.097 273.015.061 0 273.015.061
Sumber : Putusan Pengadilan Pajak Hal ke 2 dari 30 Nomor : Put
17736/PP/M.XI/16/2009.
Dengan hasil tersebut diatas, ternyata Pemohon Banding masih
merasa keberatan sehingga akhirnya Pemohon Banding mengajukan
Banding melalui Pengadilan Pajak dengan Surat Banding Nomor:
ACC/010140508/LTR pada tanggal 14 Mei 2008. Dan yang menjadi
pokok sengketa dalam Sengketa Banding ini adalah koreksi positif
Dasar Pengenaan PPN dari Penyerahan yang PPNnya harus dipungut
sebesar Rp.1.544.950.362,00 dan juga perbedaan pendapat atas
ketentuan peraturan perpajakan tentang jenis usaha, transaksi
(penyerahan) yang dilakukan PT “X” atau Pemohon Banding. Selain
itu, karena PT “X” merasa dirugikan oleh hasil koreksi positif
tersebut hingga akhirnya ia mengajukan banding.
2. Proses Banding yang dilakukan oleh PT “X”
a. Pengajuan Surat Banding
Atas Keputusan yang telah dikeluarkan oleh Kepala
Kanwil Jakarta Selatan Khusus atas nama Dirjen Pajak tersebut
yang menerima sebagian permohonan keberatan PT “X”, maka
PT “X” yang masih merasa belum puas dengan keputusan
keberatan tersebut, akhirnya mengajukan Permohonan Banding
ke Pengadilan Pajak.
PT “X” selaku Pemohon Banding mengajukan Surat
Banding tanggal 14 Mei 2008 terhadap Keputusan Terbanding
(DirJen Pajak) Nomor:ACC/010140508/LTR, yang diterima oleh
Sekretariat Pengadilan Pajak pada hari Senin tanggal 19 Mei
2008 (diantar) dengan uraian/alasan sebagai berikut:
1) Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar PPN
Masa Pajak Desember 2005 Nomor: 00017/407/05/014/07
yang telah Melebihi Batas Waktu
SPT Masa PPN (Pembetulan) Pemohon Banding untuk
Masa Pajak Desember 2005 yang menyatakan lebih bayar
dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak Jakarta
Mampang Prapatan pada tanggal 09 Februari
2006, namun Terbanding baru menerbitkan
SKPLB PPN Masa Pajak Desember 2005 Nomor:
00017/407/05/014/07 tanggal 18 April 2007. Bahkan, hingga
akhirnya Pemohon Banding mengajukan Surat Banding
SKPLB yang asli belum diterima dari Terbanding.
Berdasarkan ketentuan Pasal 17B, Undang-undang
Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-undang Nomor 16 tahun 2000, bahwa:
Direktorat Jendral Pajak setelah melakukan pemeriksaan
atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak selalin permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak dari Wajib Pajak dengan kriteria tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C harus menerbitkan
surat ketetapan pajak paling lambat 12 (dua belas) bulan
sejak surat permohonan diterima, kecuali untuk kegiatan
tertentu ditetapkan lain dengan Keputusan Direktorat
Jendral Pajak.
Apabila setelah lewat dari jangka waktu yang telah
ditentukan sebgaimana dimaksud dalam ayat (1) Direktorat
Jendral Pajak tidak juga memberikan suatu keputusan,
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak
dianggap dikabulkan dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
harus diterbitkan dalam waktu paling lambat 1
(satu) bulan setelah jangka waktu tersebut berakhir.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
penerbita SKPLB PPN Masa Pajak Desember 2005 Nomor:
00017/407/05/014/07 memang benar adanya telah melewati
batas waktu penerbitan. Dengan demikian, SKPLB tersebut
diatas merupakan ketetapan pajak yang cacat hukum, dan
oleh karena itu harus dibatalkan demi hukum dan keadilan.
Ini merupakan alasan formal Pemohon Banding mengajukan
Banding.
2) Koreksi Peredaran Usaha
Berdasarkan ketentuan UU No. 8 Tahun 1983 tentang
“Pajak Pertambahan Nilai barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah” sebagaimana
telah diubah terakhir dengan UU No. 18 Tahun 2000,
disebutkan bahwa:
(Pasal 1 angka 2) – “Barang adalah barang berwujud,
yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang
bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak
berwujud.”
(Pasal 1 ayat 11) – “Ekspor adalah setiap kegiatan
mengeluarkan barang dari dalam Daerah Pabean ke luar
Daerah Pabean.”
(Pasal 4 huruf f) – “Pajak Pertambahan Nilai dikenakan
atas: ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena
Pajak.”
(Pasal 7 ayat 2) – “Tarif Pajak Pertambahan Nilai atas Ekspor Barang Kena Pajak adalah 0% (nol persen).”
Seperti yang telah Pemohon Banding jelaskan pada saat
proses pemeriksaan dan keberatan, bahwa Pemohon Banding
melakukan kegiatan usaha yang menghasilkan produk berupa
peta digital. Peta digital yang diproduksi oleh Pemohon
Banding hingga saat ini masih berkisar peta wilayah luar
negeri sesuai dengan permintaan pasar yang saat ini mampu
dilayani oleh Pemohon Banding. Proses pengiriman produk
dapat Pemohon Banding lakukan dengan beberapa cara:
a) Cara Pertama
Dengan menempatkan peta digital kedalam media
penyimpanan berupa CD atau DVD, kemudian
dikirimkan kepada pembeli di luar negeri melalui jasa
kurir. Biasanya untuk peta digital dengan ukuran file
yang cukup besar Pemohon Banding mengirimkannya
dengan cara ini.
b) Cara Kedua
Dengan mengirim peta digital langsung melalui
koneksi internet kepada pembeli di luar negeri. Cara ini
biasanya Pemohon Banding lakukan untuk peta digital
dengan ukuran file yang tidak terlalu besar.
Dengan ini menurut hemat Pemohon Banding, peta
digital yang dihasilkan oleh Pemohon Banding termasuk
kedalam pengertian Barang Kena Pajak Tak Bewujud,
sehingga berdasarkan ketentuan-ketentuan di atas,
penyerahan peta digital oleh Pemohon Banding kepada
pembeli di luar negeri dapat dikategorikan sebagai Ekspor
BKP yang dikenakan PPN nya dengan tariff 0%.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa koreksi yang
dilakukan oleh Terbanding yang didasarkan pada anggapan
bahwa terjadi penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang
dilakukan oleh Pemohon Bandning adalah tidak
dapat dibenarkan, karena sebagaimana telah
Pemohon Banding uraikan di atas, seluruh penyerahan
produk yang dihasilkan oleh Pemohon Banding adalah
kepada Pembeli yang berlokasi di Luar Negeri (ekspor).
Berdasarkan keterangan atau alasan-alasan di atas,
maka Pemohon Banding mengajukan Permohonan kepada
Majelis Hakim yang mengadili perkara ini untuk
mengabulkan banding Pemohon Banding dan membatalkan
Surat Keputusan Direktorat Jendral Pajak Nomor: KEP-
336/WPJ.04/2008/LTR tanggal 27 Februari 2008 tentang
Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar PPN
Masa Pajak Desember 2005 Nomor: 00017/407/05/014/07
tanggal 18 April 2007 atas nama PT “X”, NPWP
01.893.832.4-014.000.
b. Surat Uraian Banding dari Terbanding
Terbanding dalam Surat Uraian Banding Nomor:
S-1893/WPJ.04/BD.06/2008 tanggal 29 Agustus 2008
mengemukakan hal-hal sebagai berikut:
1) Koreksi Peredaran Usaha sebesar Rp.1.544.950.362
Menurut Pemohon Banding usahanya merupakan
Ekspor BKP yang dikenakan PPNnya dengan tariff 0%,
karena seluruh penyerahan produk yang dihasilkan adalah
kepada Pembeli yang berlokasi di Luar Negeri,
dikuatkan dengan hukum-hukum.
Sedangkan menurut Terbanding usaha yang dijalankan
oleh Pemohon Banding bukanlah merupakan Ekspor BKP,
melainkan usaja Jasa Kena Pajak. Dalam keterangannya,
bahwa Pemberi jasa, dalam hal ini Pemohon Banding adalah
Pengusaha Kena Pajak, Jasa yang diserahkan, dalam hal ini
jasa pembuatan peta digital adalah Jasa Kena Pajak karena
tidak termasuk dalam jenis barang dan jasa yang tidak
dikenakan PPN sebagaimana diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000.
Saat terutangnya pajak adalah pada saat mulai
tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara
nyata, baik sebagian atau seluruhnya sesuai dengan Pasal 13
ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002.
Tempat pajak terutang atau tempat penyerahan di dalam
Daerah Pabean adalah di tempat tinggal atau tempat
kedudukan dan tempat kegiatan usaha dillakukan, yaitu di
tempat Pengusaha dikukuhkan, dalam hal ini tempat dimana
Pemohon Banding melakukan usaha, yakni Indonesia. Sesuai
dengan Pasal 14 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 143
Tahun 2000 yang telah diubah terakhir dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002, sebagai berikut:
“Tempat Pajak terutang atas penyerahan Barang Kena
Pajak dan atau Jasa Kena Pajak di Dalam Daerah Pabean
adalah di tempat tinggal atau tempat kedudukan dan tempat
kegiatan usaha dilakukan, yaitu di tempat Pengusaha
dikukuhkan atau seharusnya dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak”
Berdasarkan hal tersebut di atas maka penelaah
sependapat dengan pemeriksa bahwa penyerahan yang
dilakukan oleh Pemohon Banding adalah
penyerahan yang terutang PPN karena jasa tersebut
dilakukan di dalam daerah Pabean.
2) Koreksi Pajak Masukan sebesar Rp.37.340.689
Penelaah melakukan penelitian terhadap faktur pajak
yang diberikan oleh Pemohon Banding ternyata faktur pajak
dari PT “Y” nomor CQXJL-423-12449 dengan nilai PPN
sebesar Rp.12.597.530 yang pengisiannya tidak memenuhi
ketentuan formal (cacat) yaitu menggunakan alamat yang
berada di Bandung. Sehingga koreksi pemeriksa atas faktur
pajak masukan sebesar Rp.12597.530 tetap dipertahankan.
Namun sisa dari dari Pajak Masukan yang di koreksi
tersebut, bahwa faktur pajak tersebut merupakan bukan
sebagai Faktur Pajak yang cacat, sehingga dapat diterima.
Setelah melakukan penelitian dengan cara pengujian
arus uang, maka penelaah berpendapat bahwa Pemohon
Banding telah memenuhi ketentuan yang diisyaratkan dalam
Pasal 33 UU KUP sehingga untuk pengkreditan Pajak
Masukan tersebut dapat diterima oleh penelaah. Dengan
berdasarkan semua data dan keterangan, maka
penelaah pun berpendapat sama untuk
menerima sebagian permohonan keberatan Pemohon
Banding karena dapat memberikan bukti-bukti pendukung
yang cukup seperti berikut ini:
Tabel 4.3.Perhitungan PPN terhutang menurut Penelaah
N
O KETEANGAN Dalam Rupiah
1 Dasar Pengenaan Pajak
a Ekspor 0,00
b Penyerahan yang PPN nya tidak
dipungut/ditunda/ditangguhkan/dibebaskan/ditanggung pemerintah 0,00
c Penyerahan yang PPN nya harus dipungut
c.1 Tarif Umum 1.544.950.362,00
c.2 Tarif Efektif 0,00
c.3 Jumlah (c.1 –c.2) 1.544.950.362,00
d Dikurangi : retur penjualan 0,00
e Jumlah (a + b + c.3 – d) 1.544.950.362,00
2 Pajak Keluaran :
a Pajak Keluaran Seluruhnya
a.1 Tarif Umum 154.495.036,00
a.2 Tarif Efektif 0,00
a.3 Jumlah (a.1 + a.2) 154.495.036,00
b.4 Jumlah (b.1 + b.2 + b.3) 0,00
c Jumlah Pajak Keluaran yang dipungut sendiri (a.3 – b.4) 154.495.036,00
3 Pajak yang dapat diperhitungkan :
a Pajak masukan yang dapat di kreditkan 25.569.029,00
b Dibayar dengan NPWP sendiri 0,00
c Pajak Masukan yang menggunakan Pedoman Pengkreditan Pajak
Masukan karena memilih menggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto 0,00
d Kompensasi Bulan Lalu 401.941.068,00
e Diperhitungkan (Pokok Kurang Bayar) STP 0,00
g Jumlah Pajak yang dapat diperhitungkan (a+b+c+d+e) 427.510.097,00
4 PPN yang lebih dibayar (3.g – 2.c) 273.015.061,00
5 Kelebihan Pajak yang sudah : 0,00
a dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya 0,00
b dikembalikan sesuai dengan SKPLB 0,00
c Jumlah 0,00
6 PPN yang lebih di bayar (4 -5) 273.015.061,00
Sumber: Putusan Pengadilan Pajak Hal ke 13 dari 30 Nomor: Put
17736/PP/M.XI/16/2009.
3) Tanggapan Atas Permohonan Banding
Direktur Jenderal Pajak yang merupakan Terbanding
memberi tanggapan bahwa alasan Pemohon Banding pada
intinya sama seperti alasan ketika mengajukan permohonan
keberatan, sehingga tanggapan atas permohonan banding
Pemohon Banding sama dengan alasan keputusan keberatan,
yaitu tidak terdapat alasan untuk dapat mempertimbangkan
permohonan banding Pemohon Banding atas Keputusan
Direktorat Jendral Pajak Nomor: KEP-
336/WPJ.04/2008 yang diterbitkan tanggal 27
Februari 2008. Dan diusulkan kepada Pengadilan Pajak agar
menolak Permohonan Banding Pemohon Banding
dan mempertahankan Keputusan Keberatan No.KEP-
336/WPJ.04/2008 tersebut.
c. Bantahan Atas Uraian Banding oleh Pemohon Banding
Tanggapan yang diberikan oleh Terbanding atas Uraian
Banding dibantah oleh Pemohon Banding dalam Surat
Bantahannya Nomor: ACC/016091008/Ltr tanggal 9 Oktober
2008. Karena menurut Pemohon Banding, koreksi yang
dilakukan oleh Terbanding yang didasarkan pada
anggapan bahwa terjadi penyerahan JKP di dalam
Daerah Pabean itu tidak dapat dibenarkan, sebagaimana telah
Pemohon Banding uraikan dalam uraian banding, seluruh
penyerahan produk yang dihasilkan oleh Pemohon Banding
adalah kepada Pembeli yang berlokasi di Luar Negri (Ekspor).
Sehingga dengan demikian, Pemohon Banding mohon
kepada Majelis Hakim yang mengadili perkara ini untuk
mengabulkan banding Pemohon Banding (PT “X”) dan
membatalkan Keputusan Terbanding Nomor: KEP-
336/WPJ.04/2008 tanggal 27 Februari 2008 tentang Keberatan
atas Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar Pajak Pertambahan Nilai
Masa Pajak Desember 2005 Nomor: 00017/407/05/014/07
tanggal 18 April 2007. Sehingga menghasilkan perhitungan
sebagai berikut:
Tabel 4.4. Perbandingan Perhitungan PPN menurut
Pemohon Banding dan Terbanding dalam Surat
Bantahan
atas Uraian Banding
Keterangan Menurut
Terbanding (Rp) Ditambah/Dikurangi
(Rp) Menurut Pemohon
Banding (Rp)
DPP 1.544.950.362 - 1.544.950.362
Pajak Keluaran 154.495.036 (154.495.036) -
Pajak Keluaran yang dipungut - - -
oleh Pemungut PPN
Dipungut Sendiri 154.495.036 (154.495.036) -
Kredit Pajak: - -
Pajak Maukan 25.569.029 - 25.569.029
Disetor Sendiri - - -
Kompensasi Bulan Lalu 401.941.068 - 401.941.068
Retur Pembelian - - -
Jumlah pajak yang dapat
diperhitungkan 427.10.097 - 427.510.097
PPN yang lebih dibayar (273.015.061) (154.495.036) (427.510.097)
Dikompensasikan ke Masa Pajak
berikutnya - - -
PPN yang lebih dibayar (273.015.061) (154.495.036) (427.510.097)
Sumber: Putusan Pengadilan Pajak Hal ke 18 dari 30 Nomor: Put
17736/PP/M.XI/16/2009.
d. Persidangan Banding
Setelah melakukan 3 hal dalam persiapan persidangan
seperti tersebut diatas, barulah persidangan diselenggarakan.
Dengan ini proses pelaksanaan banding telah memenuhi
ketentuan Pasal 44 dan 45 UU No.14 Tahun 2002
Tentang Pengadilan Pajak.
Kuasa Hukum yang mendapat kuasa dari Pemohon
Banding, dengan Surat Kuasa Nomor: ACC/018211108/LTR
tanggal 21 November 2008, yaitu:
Nama : Karsino
Izin Kuasa Hukum: KEP-489/PP/IKH/2007 tanggal 29 Oktober 2007
Nama : Imam Subekti
Izin Kuasa Hukum: KEP-211/PP/IKH/2008 tanggal 14 Mei 2008
telah hadir dalam beberapa kali persidangan yang
diselenggarakan untuk banding ini, terakhir tanggal 17 Maret
2009 memenuhi Surat Undangan Sidang Nomor: Und.
0045/SP/Pg.21/2009 tanggal 25 Februari 2009,
untuk memberikan keterangan sehubungan dengan permohonan
banding Pemohon Banding.
Wakil Terbanding dari Direktorat Keberatan dan Banding
dengan Surat Tugas Nomor: ST-1344/PJ.072/2009 tanggal 3
Maret 2009 yaitu:
Nama/NIP : Senny Tussytha/060078527
Nama/NIP : M. Saleh Arifin Siregar/060098249 Nama/NIP : Dwi Setyobudi/060098270
Nama/NIP : Abdul Rozak/0600116201
Dari Kanwil DJP Jakarta Selatan dengan Surat Tugas
Nomor: ST-160/WPJ.06/2009 tanggal 11 Maret 2009 yaitu:
Nama/NIP : Husnul Karim Dwiyanto/060087708
telah hadir dalam beberapa kali persidangan yang
diselenggarakan untuk banding ini, terakhir pada tanggal 17
Maret 2009 memenuhi Surat Panggilan Sidang Nomor: Pang-
0017/SP/Pg.21/2008 tanggal 25 Februari
2009, guna memberikan keterangan sehubungan dengan
permohonan banding Pemohon Banding.
Sebelum memeriksa materi pokok sengketa banding,
terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan atas pemenuhan
ketentuan-ketentuan yang bersifat formal;
1) Pemenuhan Ketentuan Formal Pengajuan Banding
Bahwa pengajuan Surat Banding Nomor:
ACC/010140508/LTR tanggal 14 Mei 2008 didasarkan pada
Undang-undang No.14 Tahun 2002 tentang Pengadilan
Pajak:
a) Ditujukan kepada Pengadilan Pajak dan dibuat dalam
bahasa Indonesia, sehingga memenuhi ketentual pasal 35
ayat (1);
b) Menyatakan tidak setuju terhadap keputusan Terbanding
tentang keberatan atas SKPLB PPN Masa Pajak
Desember 2005;
c) Diterima oleh sekretariat Pengadilan Pajak pada hari
senin, tanggal 19 Mei 2008 (diantar), sedangkan
Keputusan Terbanding atas keberatan Pemohon Banding
diterbitkan pada tanggal 27 Februari 2008,
sehingga pengajuan banding memenuhi ketentuan
mengenai jangka waktu 3 (tiga) bulan pengajuan banding
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2);
d) Memenuhi persyaratan satu Surat Banding untuk satu
Keputusan Terbanding, sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 36 ayat (1);
e) Memuat alasan-alasan Banding yang jelas dan
menyebutkan tanggal diterima Surat Keputusan yaitu
pada tanggal 10 Maret 2008, sehingga memenuhi
ketentuan Pasal 36 ayat (2);
f) Dilampiri dengan salinan keputusan yang dibanding,
sehingga memenuhi ketenuan Pasal 36 ayat (3);
g) Banding diajukan terhadap Ketetapan Pajak Lebih Bayar
sehingga tidak dierlukannya pelunasan sehingga
pengajuan banding memenuhi ketentuan Paal 36 ayat (4);
h) Surat Bnding ditandatangani oleh RR. Arti Utami
Supangkat, sebagai Direktur Utama (berdasarkan Akta
Pendirian Perseroan Terbatas Nomor: 5 tanggal 3 Maret
1999 yang dibuat oleh Notaris SP. Henny
Singgih, SH., di Jakarta) sehingga memenuhi ketentuan
Pasal 37 ayat (1);
Dengan demikian Surat Banding Nomor:
ACC/010140508/LTR tanggal 14 Mei 2008 memenuhi
ketentuan formal pengajuan banding.
2) Pemenuhan Ketentuan Formal Pengajuan Keberatan
Pengajuan banding ini telah di dahului dengan Surat
Keberatan Nomor: ACC/00206060/Ltr tanggal 6 Juni 2007,
yang:
a) Ditandatangani oleh RR. Arti Utami Supangkat, sebagai
Direktur Utama;
b) Ditujukan kepada Terbanding dan dibuat dalam bahasa
Indonesi;
c) Menyatakan tidak setuju terhadap Surat Ketetapan Pajak
Lebih Bayar PPN Masa Pajak Desember 2005 Nomor:
00017/407/0501407 tanggal 18 April 2007;
d) Terdapat penjelasan mengenai jumlah pajak terutang
atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut menurut
perhitungan Pemohon Banding disertai alasan-alasan
yang jelas;
e) Dibuat hanya untuk 1 (satu) ketetapan pajak;
Dengan demikian Surat Keberatan nomor:
ACC/00206060/Ltr tanggal 6 Juni 2007 telah memenuhi
ketentuan formal pengajuan keberatan.
3) Pemenuhan Ketentuan Formal Penerbitan Keputusan
Terbanding
Keputusan Terbanding Nomor: KEP-336/WPJ.04/2008
tanggal 27 Februari 2008, merupakan:
a) Keputusan atau jawaban terhadap Surat Keberatan
Pemohon Banding Acc/00206060/Ltr tanggal 6 Juni
2007;
b) Keputusan Terbanding atas keberatan Pemohon Banding
tersebut memenuhi azas satu keputusan atau satu balasan;
c) Keputusan Terbanding diterbitkan tanggal 27 Februari
2008 sedangkan Surat Keberatan diterima oleh
Terbanding tanggal 27 Juni 2007, sehingga memenuhi
ketentuan mengenai kewajiban membalas dalam jangka
waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23 ayat (1) UU Nomor 16 Tahun 1983 tentan
Ketentuan Umum Tatacara Perpajakan dan telah
diubah terakhir dengan UU Nomor 16 Tahun 2000;
d) Keputusan Terbanding tidak mengandung kesalahan tulis
pada subjek, jenis dan tahun yang dituju oleh keputusan;
Keputusan Terbanding Nomor: KEP-336/WPJ.04/2008
tanggal 27 Februari 2008 telah memenuhi ketentuan formal.
4) Pemenuhan Ketentuan Formal Penerbitan Surat
Ketetapan Pajak
Surat Keberatan Nomor: Acc/00206060/Ltr tanggal 6
Juni 2007 ditujukan terhadap Surat Ketetapan Pajak Lebih
Bayar PPN Masa Pajak Desember 2005 Nomor :
00017/407/05/014/07 tanggal 18 April 2007, dengan
keterangan:
a) Memenuhi azas 1 (satu) ketetapan untuk 1 (satu) atau
lebih masa pajak yang berbeda dalam kesatuan tahun
pajak sesuai dengan jenis pajaknya;
b) Diterbitkan masih dalam jangka waktu 10 tahun sesudah
saat terutangnya pajak;
c) Tidak mengandung kesalahan tulis pada subjek, jenis,
dan tahun pajak yang dituju oleh ketetapan;
d) bukan termasuk dalam kategori ketetapan dari hasil
Pemeriksaan yang sebelum diterbitkan tidak didahului
dengan pemberitahuan tertulis hasil Pemeriksaan
kepada Pemohon Banding.
Dengan demikian Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
PPN Masa Pajak Desember 2005 Nomor :
00017407/05/014/07 tanggal 18 April 2007
memenuhi ketentuan formal penerbitan Surat Ketetapan
Pajak.
Berdasarkan penjelasan diatas, pemenuhan ketentuan-
ketentuan yang bersifat formal telah dilakukan, dengan hasil,
semuanya telah memenuhi ketentuan formal. Sehingga
Persidangan untuk memeriksa materi sengketa banding dapat
dilanjutkan.
Pemeriksaan terhadap materi sengketa banding dilakukan
dengan mendahulukan pemeriksaan terhadap materi sengketa
mengenai objek pajak dan dilanjutkan dengan pemeriksaan
terhadap materi sengketa mengenai kompensasi kerugian, tariff
pajak, kredit pajak dan materi sengketa tentang hal lainnya,
diakhiri dengan pemeriksan terhadap sengketa tentanng sanksi
administrasi.
Pemeriksaan terhadap materi sengketa mengenai objek
pajak dimulai dengan menganalisa perkembangan sengketa
mengenai objek pajak, dilanjutkan menyimpulkan pokok-pokok
sengketa mengenai objek, membahas setiap pokok sengketa
mengenai objek pajak tersebut, dan diakhiri dengan penilaian
Majelis terhadap nilai objek pajak menurut keputusan
Terbanding atas keberatan Pemohon Banding sebelum banding
ini terjadi.
Hasil yang diperoleh Majelis dalam Persidangan Banding
setelah menghimpun data dan menganalisa perkembangan nilai
sengketa mengenai besarnya objek pajak, sebagai berikut:
a) Sebagai dasar untuk menetapkan dan menerbitkan ketetapan
semula, Terbanding menggunakan jumlah DPP PPN
Penyerahan yang PPN nya harus dipungut Masa Pajak
Desemer 2005 sebesar Rp. 1.544.950.362,00 dan DPP PPN
Ekspor sebesar Rp. 0,00 serta Pajak Masukan sebesar
Rp.825.870,00. Sedangkan Pemohon Banding melaporkan
dalam SPT jumlah DPP PPN Penyerahan yang PPN nya
harus dipungut Masa Pajak Desember 2005 sebesar Rp.0,00
dan DPP PPN Ekspor sebesar Rp. 1.541.779.512,00
serta Pajak Masukan sebesar Rp. 38.166.559,00 sehingga
selisih DPP PPN Penyerahan yang PPNnya harus dipungut
sebesar Rp.1.544.950.362,00 dan DPP PPN Ekspor sebesar
Rp.1.541.779.512,00 serta Pajak Masukan sebesar
Rp.37.340.689,00.
b) Sampai pada Surat Uraian Bnading dan Surat Bantahan
berpendapat bahwa besarnya Jumlah DPP PPN Penyerahan
yang PPNnya harus dipungut Masa Pajak Desember 2005
sebesar Rp.1.544.950.362,00 (dalam SUB Terbanding),
Pemohon Banding membuat Bantahan dengan menyebutkan
secara eksplisit/implicit besarnya jumlah DPP PPN
Penyerahan yang PPNnya harus dipungut
Masa Pajak Desember 2005 sebesar Rp.0,00 sehingga nilai
selisih sampai dengan Surat Bantahan adalah DPP PPN
Penyerahan yang PPNnya harus dipungut sebesar
Rp.1.544.950.362,00.
3. Lama Waktu yang diperlukan oleh PT “X” untuk memperoleh
hasil dari kasus Bandingnya
Berdasarkan proses Banding yang telah dilakukan oleh PT “X”
seperti yang telah dijelaskan pada halaman sebelumnya, dapat di
ketahui berapa lama waktu yang diperlukan oleh PT “X”
untuk menyelesaikan kasus sengketa bandingnya yang
penyelesaiannya melalui Pengadilan Pajak.
Dengan penghitungan berdasarkan hari, dihitung sejak
Pemohon Banding mengajukan Surat Banding sampai Hasil Banding
itu diputuskan di Pengadilan Pajak, maka lama waktu yang
diperlukan oleh PT “X” untuk memperoleh hasil
bandingnya adalah kurang-lebih selama 336 hari atau 1 tahun.
4. Putusan Majelis Hakim Atas Pengajuan Banding Sengketa
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa pada PT “X” untuk
Masa Pajak Desember 2005
Pengajuan Banding yang dilakukan oleh PT “X” selaku
Pemohon Banding yang diajukan pada tanggal 14 Mei 2008 dengan
Surat Banding Nomor: 010140508/LTR, menghasilkan Putusan
Pengadilan Pajak yang diputuskan oleh Majelis XI
Pengadilan Pajak di Jakarta pada tanggal 17 Maret 2009 melalui
Persidangan dengan Acara Biasa yaitu
Mengabulkan Sebagian permohonan banding PT “X” tersebut
dengan alasan-alasan sebagai berikut:
a. Berdasarkan pemeriksaan Majelis atas data yang ada dalam
berkas banding serta keterangn kedua belah pihak dalam
persidangan diperoleh petunjuk bahwa perusahaan PT “X”
adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang Jasa pembuatan
peta digital dengan transaksi kepada perusahaan/klien luar negri.
Penyerahan peta digital tersebut termasuk sebagai ekspor jasa
yang pengenaan PPNnya tidak diatur oleh Undang-undang dan
peraturan perpajakan, sehingga tidak ada objek PPNnya maka
saat terutangnya pajak sebagaimana diatur dalam
ketentuan Pasal 13 ayat (4) dan Pasal 14 (1) Peraturan
Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 yang telah diubah terakhir
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002, itu tidak
dapat diterapkan.
b. Berdasarkan pemeriksaan Majelis terhadap bukti-bukti yang
diserahkan PT “X” selaku Pemohon Banding dalam persidangan,
Majelis berpendapat Penyerahan Jasa pembuatan peta digital
sebesar Rp.1.544.950.362,00 adalah diserahkan dan
dimanfaatkan di luar Daerah Pabean sehingga tidak terutang
PPN. Maka koreksi positif DPP PPN Penyerahan yang PPNnya
harus dipungut sebesar Rp.1.544.950.362,00 itu tidak dapat
dipertahankan.
c. Dalam perkara banding ini, tidapat terdapat sengketa masalah
jumlah pajak yang dapat diperhitungkan, namun berdasarkan
pemeriksaan dalam persidangan diketahui bahwa penyerahan
yang dilakukan oleh PT “X” adalah Jasa pembuatan peta
digital ke luar Daerah Pabean sebagai ekspor jasa yang tidak
terutang PPN sehingga Pajak Masukannya tidak dapat
dikreditkan. Maka seluruh jumlah Pajak Masukan sebesar
Rp.427.510.097,00 itu tidak dapat diperhitungkan/dikreditkan
untuk Masa Pajak Desember 2005.
Pengadilan Pajak yang memutuskan untuk mengabulkan
sebagian permohonan banding PT X dengan perhitungan kembali
menjadi sebagai berikut:
Dasar Pengenaan Pajak:
- Ekspor Rp 1.541.779.512,00
- Penyerahan PPN harus dipungut Rp 0,00
Jumlah Dasar Pengenaan Pajak Rp
1.541.779.512,00
Jumlah Pajak Keluaran yang dipungut sendiri Rp
0,00
Jumlah Pajak yang dapat diperhitungkan Rp
0,00
PPN yang kurang/lebih dibayar Rp
0,00
Dengan demikian jumlah Pajak yang lebih dibayar oleh PT “X”
adalah NIHIL.
C. Evaluasi Hasil Penelitian
Evaluasi hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, guna
mengetahui apa saja yang diperlukan dan harus dipersiapkan oleh pihak
Wajib Pajak ataupun Fiskus agar tidak terjadi lagi sengketa pajak seperti
diatas. Kalaupun ada permasalahan pajak, bagaimana caranya agar
permasalahan tersebut tidak sampai ke Pengadilan Pajak?. Hal-hal
tersebut diantaranya sebagai berikut:
1. Bagi Wajib Pajak (Pemohon Banding)
a. Pada saat pemeriksaan pajak
Yang diperlukan dan harus dipersiapkan oleh wajib pajak,
berupa; perjanjian usaha (kontrak kerja), buku penjualan, nota-
nota penjualan, faktur pajak, surat setoran pajak (SSP), dan SPT
Masa. Dan wajib pajak harus memberikan data-data tersebut
dengan lengkap, jelas, dan akurat serta penyampaiannya
harus tepat waktu.. Agar hasil (penetapan
pajak) dari pemeriksaan pajak sesuai dengan apa yang
diharapkan oleh wajib pajak dan permasalahan pajak selesai.
b. Pada saat pengajuan keberatan
Kalau hasil dari pemeriksaan pajak tersebut tidak memuaskan
bagi wajib pajak, maka wajib pajak harus mempersiapkan dan
memberikan data-data yang lebih akurat lagi agar keberatannya
diterima seluruhnya. Selain data-data tersebut diatas,
diantaranya; SKPLB PPN Masa Pajak Desember 2005, data
tentang proses pekerjaan disebutkan secara rinci, dokumen
tagihan atau pembayaran dari pembeli atau pemberi
jasa, Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah diberikan
persetujuan ekspor oleh pejabat DirJen Bea dan Cukai
yang berwenang dan dilampiri dengan faktur penjualan,
dan perhitungan PPN terhutang menurut wajib pajak
untuk dibandingkan dengan perhitungan menurut Fiskus.
c. Pada saat pengajuan banding
Jika memang harus sampai ke Pengadilan Pajak, maka wajib
pajak harus mempersiapkan seluruh data yang ada pada 1.a dan
1.b, dan dokumen-dokumen lainnya, diantaranya;
surat keberatan, keputusan keberatan, nota penghitungan
kelebihan pembayaran pajak, uraian pemandangan keberatan
pajak pertambahan nilai, pemenuhan ketentuan-ketentuan yang
bersifat formal, yang dikuatkan dengan undang-
undang dan peraturan pemerintah tentang pajak pertambahan
nilai. Selain mempersiapkan dokumen-dokumen, wajib
pajak juga harus mengerti dan paham tentang ketetapan
dan peraturan perpajakan sehingga tidak salah dalam menghitung
jumlah PPN terhutang dan jumlah PPN yang lebih/kurang
dibayar agar banding yang diajukannya dapat
dikabulkan seluruhnya.
2. Bagi Fiskus (Terbanding)
a. Pada saat pemeriksaan pajak
Fiskus memerlukan dokumen-dokumen dari pihak wajib pajak
seperti yang disebutkan pada 1.a, guna merekapitulasi
penyerahan barang atau jasa dengan data perjanjian usaha.
Selain itu, guna menentukan DPP PPN dan mengoreksi SSP dari
Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara yang
dicocokkan dengan Faktur Pajak milik wajib pajak.
Namun, hal utama yang harus dimiliki dan dipersiapkan oleh
Fiskus adalah landasan dan pemahaman peraturan
dan perundang-undangan pajak pertambahan nilai, untuk lebih
berhati-hati dan tidak salah dalam menghitung PPN terhutang
wajib pajak dan kelebihan pembayaran pajaknya. Agar tidak asal
dalam memutuskan ketetapan pajak dan ketetapan pajak tersebut
sesuai dan dapat diterima oleh wajib pajak. Sehingga
permasalahan pajak selesai sampai disini.
b. Pada saat keberatan
Jika wajib pajak tidak puas dengan hasil pemeriksaan (atau
dalam kasus ini berupa SKPLB PPN) mengajukan keberatan,
maka dokumen-dokumen yang lebih diperhatikan oleh Fiskus
agar pendapatnya tetap dapat dipertahankan, adalah sebagai
berikut;
1) persyaratan formalnya berupa; perjanjian usaha (kontrak),
jenis usaha dan proses pekerjaannya, NPWP, kelengkapan
pengisian SPT Masa PPN dan Surat Setoran Pajaknya.
Persyaratan formal ini sangat besar pengaruhnya terhadap
hak pengkreditan pajak masukan.
2) Faktur pajak, apakah kondisinya telah memenuhi persyaratan
formal maupun materiil sesuai dengan ketentuan yang
berlaku?.
3) PEB (pemberitahuan ekspor barang) untuk lebih diteliti
apakah sudah ada fiat muat dari Bea dan Cukai serta
mencocokkan dengan B/L yang bersangkutan.
c. Pada saat banding
Pada saat banding Fiskus (Terbanding) harus mempersiapkan
SKPLB PPN Masa Pajak Desember 2005, laporan penelitian
keberatan, keputusan keberatan, serta memiliki landasan dan
pemahaman peraturan dan perundang-undangan pajak
pertambahan nilai yang kuat sebagai pendukung argumentasinya
di Pengadilan Pajak agar pendapatnya tetap
dapat dipertahankan dan Fiskus menang dalam kasus
banding ini.
BAB V
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan pembahasan dari data yang ada tentang
sengketa banding pajak pertambahan nilai PT “X”, diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
1. Penyebab utama timbulanya sengketa pajak pertambahan nilai
pada PT “X” adalah karena diterbitkannya SKPLB PPN Barang
dan Jasa Masa Pajak Desember 2005 oleh Fiskus yang menyatakan
bahwa PPN lebih bayarnya sebesar Rp 248.271.902,00 dan usaha
yang dilakukan PT “X” merupakan Usaha Jasa Kena Pajak.
Sedangkan menurut wajib pajak, PPN lebih bayarnya sebesar Rp
440.107.627,00 dan usahanya merupakan Ekspor Jasa yang tidak
kena pajak.
2. Proses banding yang dilakukan oleh PT “X” adalah melalui tahap
persiapan pesidangan dengan mengajukan permohonan surat
banding ke Pengadilan Pajak kemudian menerima Surat
Uraian Banding dan memberikan tanggapan berupa
Surat Bantahan. Setelah proses tersebut selesai, sidang baru dapat
diselenggarakan. Karena dalam kasus banding PT “X” ini
persidangan bandingnya di Pengadilan Pajak Dengan Acara Biasa.
3. Lama waktu yang diperlukan oleh PT “X” untuk memperoleh hasil
dari kasus bandingnya adalah kurang-lebih selama 336 hari atau
1tahun terhitung sejak Surat Banding diajukan pada tanggal 14
Mei 2008 sampai putusan Pengadilan Pajak diterima oleh PT “X”
pada tanggal 14 April 2009.
4. Hasil dari pengajuan banding sengketa pajak pertambahan nilai
yang dilakukan oleh PT “X” melalui Pengadilan Pajak untuk Masa
Pajak Desember 2005 yang melalui persidangan dengan Acara
Biasa hanya mengabulkan sebagian permohonan banding yaitu PT
“X” tersebut benar adanya merupakan perusahaan yang bergerak
dalam bidang Jasa pembuatan peta digital dengan transaksi kepada
perusahan/klien luar negri yang penyerahan peta digital
tersebut termasuk sebagai Ekspor Jasa. Dan Pengenaan PPN nya
tidak diatur oleh Undang-undang dan Peraturan
Perpajakan. Sehingga perbedaan jumlah pajak menurut Terbanding
dengan Pemohon Banding, semuanya itu tidak dapat
dipertahankan. Dengan demikian tidak ada jumlah pajak
pertambahan nilai yang lebih dibayar oleh PT “X”.
B. Implikasi
Penetapan Pajak berupa SKPLB yang diterbitkan oleh Fiskus,
belum tentu diterima dengan puas oleh Wajib Pajak yang
bersangkutan. Masih ada kemungkinan ditolak karena beberapa hal
dari penetapan pajak tersebut sangat bertentangan dengan pendapat
menurut wajib pajak. Misal pada kasus sengketa banding dalam
penelitian ini, adanya perbedaan pendapat dalam menghitung PPN
terhutang, PPN yang lebih dibayar dan penetapan
peredaran usahanya. Dari perbedaan dan ketidakpuasan wajib pajak
itulah, hingga akhirnya menimbulkan sengketa pajak sampai tahap
Banding ke Pengadilan Pajak. Namun, dalam banding ini kesalahan
bukan hanya pada Fiskus tapi juga pada wajib pajak. Kesalahan itu
semua terjadi karena Fiskus dan Wajib pajak sama-sama kurang
memahami Undang-undang dan ketetapan peraturan pemerintah
tentang Pajak Pertambahan Nilai dan peredaran usaha/transaksi yang
dilakukan oleh perusahaan.
DirJen Pajak selaku Fiskus atau Terbanding, hendaknya lebih
ditingkatkan lagi pemahaman tentang PPN dan peredaran
usaha/transaksi suatu perusahaan dan lebih mempersiapkan landasan
hukum yang kuat sebelum melakukan pemeriksaan pajak pada
perusahaan tersebut. Dan hendaknya memeriksa dengan
lebih profesional (teliti dan berhati-hati) agar hasilnya yang berupa
SKP (Surat Ketetapan Pajak) dapat diterima seluruhnya dengan puas
oleh wajib pajak. Sedangkan bagi wajib pajak, selain meningkatkan
pemahaman Pajak Pertambahan Nilai dan peredaran usahanya serta
harus memiliki landasan hukum yang kuat juga harus lebih
memperhatikan, mempersiapkan dan memberikan data atau dokumen-
dokumren seperti (kontrak kerja, tagihan pembayaran jasa, surat
Pemberitahuan Ekspor, faktur pajak, SSP, SPT Masa) yang lengkap,
jelas serta tepat waktu untuk mendukung kelancaran saat pemeriksaan
pajak.
Karena bila wajib pajak dan fiskus telah memahami penuh
pengertian dan hukumnya tentang PPN dan peredaran usahanya serta
adanya data yang memadai dapat mencegah timbulnya sengketa pajak
diantara mereka. Tidak perlu sampai adanya pengajuan
keberatan atau bahkan banding.
DAFTAR PUSTAKA
Anonym. Langkah Pengajuan Banding, Indonesian Tax Review, Vol.4/Edisi 7, 2005.
Anonym. Eksistensi Pengadilan Pajak, Indonesia Tax Review, Vol.6/Edisi
2, 2006.
Anonym. Banding, Akibat Salah Menghitung PPN, Indonesia Tax Review,
Vol.1/Edisi.11, 2008.
Anonym. Lemah Pembuktian, DPP Dikoreksi, Indonesian Tax Review,
Vol.1/Edisi.2,2009.
Burton, Richard. Jurnal Perpajakan Indonesia, Vol.1 No.4, November 2001.
Dina, Anastasia dan Setiawati, Lilis. “Perpajakan Indonesia Konsep, Aplikasi, dan Penuntun Praktis”, Penerbt Andi, Yogyakarta, 2009.
Faluvy, Aritha. “Mekanisme Pemeriksaan Pajak Penghasilan Sampai Proses
Banding Pada PT.KC”., Trisakti School Of Management, Jakarta, 2007.
Hamid, Abdul. “Pedoman Penulisan Skripsi”, FEIS UIN Press, Jakarta,
2007.
Ilyas, Wirawan B dan Burton, Richard. “Hukum Pajak”, Salemba Empat,
Jakarta, 2004.
Indriantoro, Nur dan Supomo, Bambang. “Metodologi Penelitian Bisnis”,
Edisi Pertama, BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta, 2002.
Kusuma, Welly. “Analisa Restitusi PPN Lebih Bayar Atas Kasus Banding
Perusahaan “X” melalui Pengadilan Pajak”, Trisakti School of
Management, Jakarta, 2006.
Lubis, Irwansyah. “Hukum Pajak Indonesia Suatu Pengantar”, Cetakan
Pertama, Yayaan Pendidikan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (YP2SDM), Jakarta, 2006.
Munawir,S. “Perpajakan”, Liberty, Yogyakarta, 1992.
Pudyatmoko, Y.Sri. “Pengadilan dan Penyelesaian Pajak di Bidang Pajak”,
PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2005.
Putusan Pengadilan Pajak, Put 17736/PP/M.XI/16/2009, Jakarta, 2009.
Rujdi, Muhammad. “KUP Ketentuan Umum dan TataCara Perpajakan”, PT. Indeks, Edisi Keempat, Jakarta, 2007.
Shadani, Djazoeli dkk. “Mencari Keadilan Di Pengadilan Pajak”, PT
Gemilang Gagasindo Handal, Jakarta, 2008.
Susunan Satu Naskah, Kompilasi UU Perpajakan Terlengkap, Edisi Kedua,
Salemba Empat, Jakarta, 2006.
Sylvia. “Analisa Pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT.X
Berdasarkan Kepuutusan Akhir Pengadilan Pajak”. Trisakti School
Of Managemet, Jakarta, 2007.
Waluyo. “Perpajakan Indonesia”, Edisi 6 Buku 2, Salemba Empat, Jakarta,
2006.
Waluyo dan Ilyas, Wirawan B. “Perpajakan Indonesia”, Buku 1, Salemba
Empat, Jakarta, 2002.
http : // www.google.com/PT+Blom+Indonesia & btnG = firefox.