ANALISIS PENGARUH FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL
PERBANKAN SYARIAH TERHADAP MARKET SHARE ASET
PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
Studi Kasus pada Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
Periode Januari 2012 – September 2016
Tesis
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Salah Satu Peryaratan Memperoleh
Gelar Master Ekonomi (M.E)
Program Studi Magister Perbankan Syariah
Diajukan Oleh:
ERWIN SAPUTRA SIREGAR
NIM: 21140850100027
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
PERI\TYATAAI\
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini adalah benar-benar merupakan
hasil karya pribadi saya dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan oleh orang
lain pada perguruan tinggi lain, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat
karya atau pendapat yang pemah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang
secara tertulis dikutip dalam tesis ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Jakarta,4 Apf,l20l7
Yang menyatakan
(Erwin Saputra Siregar)
ABSTRACT
This study aimed to analyze the influence of internal and external
factors of Islamic banking to market share of Islamic banking assets in
Indonesia. The data used is data time series period January 2012 - September
2016, sourced from Indonesia Banking Statistics and Islamic Banking
Statistics. To analyze, the author uses the method of ordinary least squares
(OLS).
The results of this study indicate that the variable inflation and non-
performing financing (NPF) a significant negative effect, while third party
funds (DPK) and the number of offices partial positive significant effect on the
market share of Islamic banking assets in Indonesia. Found with Adjusted R
Square value of 85.26%, while the remaining 15.74 influenced by other
factors. Simultaneously, with significant values of 0.000000 then the entire
independent variables have a significant influence on the market share of
Islamic banking assets in Indonesia.
Keywords: Market Share Assets, Inflation, Third Party Fund (DPK), Total Office and
Non Performing Financing (NPF).
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor internal
dan eksternal perbankan syariah terhadap market share aset perbankan syariah
di Indonesia. Data yang digunakan adalah data time series periode Januari
2012 – September 2016, yang bersumber dari Statistik Perbankan Indonesia
dan Statistik Perbankan Syariah. Untuk menganalisis, penulis menggunakan
metode Ordinary Least Square (OLS).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel inflasi dan non
performing financing (NPF) berpengaruh signifikan negatif, sedangkan dana
pihak ketiga (DPK) dan jumlah kantor berpengaruh signifikan positif secara
parsial terhadap market share aset perbankan syariah di Indonesia. Ditemukan
dengan nilai Adjusted R Square 85,26%, sedangkan sisanya 15,74 dipengaruhi
oleh faktor-faktor lain. Secara simultan, dengan nilai signifikan sebesar
0,000000 maka keseluruhan variabel independen memiliki pengaruh
signifikan terhadap market share aset perbankan syariah di Indonesia.
Kata kunci: Market Share Aset, Inflasi, Dana Pihak Ketiga (DPK), Jumlah Kantor,
dan Non Performing Financing (NPF).
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu Wa Ta‟ala yang telah memberikan
penulis kesehatan dan keselamatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis
dengan judul “Analisis Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal Perbankan Syariah
terhadap Market Share Aset Perbankan Syariah di Indonesia” sebagai salah satu
persyaratan untuk menyelesaikan Program Pascasarjana (S2) Jurusan Magister
Perbankan Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi
Besar Muhammad Shallallahu „Alaihi Wa Sallam sebagai pembawa risalah,
penyampai amanah, dan pemberi nasihat kepada umat manusia serta para sahabat,
keluarga, dan orang-orang sholeh maupun sholehah yang diridhoi Allah
Subhanahu Wa Ta‟ala.
Dalam penyusunan tesis ini banyak pihak yang memberi bantuan,
motivasi, dan do‟a kepada penulis. Maka dari itu penulis ingin mengucapkan
terimakasih kepada banyak pihak. Yang paling utama penulis ingin mengucapkan
terimakasih kepada kedua orangtua penulis, Zulkifli Siregar dan Nurlimaiyah
Harahap, orangtua paling luar biasa yang telah membimbing penulis dengan
penuh kasih sayang yang tulus. Keluarga yang dicintai dan disayangi penulis,
kakanda Ida Murni Siregar, kedua adinda penulis Khairul Anwar Abidin Siregar
ii
dan Putri Annisa‟ Siregar serta ketiga keponakan penulis Rafa Andriansyah, Ayu
Ramadhani, dan Sumardi yang telah memberi semangat dan do‟a kepada penulis.
Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan
penyusunan tesis ini:
1. Bapak Dr. Arief Mufraini, Lc., M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis dan Dosen Pembimbing Tesis I yang dengan kerendahan hatinya
bersedia meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan dan ilmu yang
bermanfaat seta masukan yang sangat berarti selama mengerjakan tesis ini.
2. Bapak Dr. Amilin, SE., Ak., M.Si., BKP selaku Wakil Dekan I Bidang
Akademik, Bapak Dr. Ade Sofyan Mulazid, S.Ag., MH selaku Wakil Dekan
II Bidang Administrasi Umum, dan Bapak Dr. Desmadi Saharuddin, MA
selaku Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan yang telah memberikan
masukan kepada penulis dalam mengerjakan tesis ini.
3. Bapak Dr. Herni Ali HT, SE., MM selaku Ketua Prodi Magister Perbankan
Syariah dan Bapak Ade Suherlan, SE, MM., MBA selaku Sekretaris Prodi
Magister Perbankan Syariah.
4. Bapak Dr. Ir. H. Roikhan Mochamad Aziz, MM. Hah. Slm selaku Dosen
Pembimbing II dan sebagai penemu H Theory serta Rumus Total Qur‟an
1587 × 4 = 112 + 6236 yang dengan kerendahan hatinya bersedia
meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan dan ilmu yang bermanfaat
serta masukan yang sangat berarti selama mengerjakan tesis ini.
iii
5. Terimakasih kepada teman-teman satu kontrakan “Green House Apartment”,
Riskon Fauzi Nasution dan Sammy Damara yang telah memberi motivasi
kepada penulis.
6. Terimakasih kepada sahabat-sahabat Padangsidimpuan Bang M. Ribai
Subhanda Lubis, Bang Zulhamdi Bakri Tanjung, Bang Fakhruddin Ali M.H,
Mora Syamsuddin Harahap, Syafriwan Nasution, dan lain lain yang telah
memberi motivasi dan bantuan materi maupun non materi kepada penulis.
7. Terimakasih kepada teman-teman Komunitas Mahasiswa Sumatera Utara
(KMSU) Jabodetabek yang telah memberi bimbingan dan motivasi kepada
penulis.
8. Sahabat-sahabat Magister Perbankan Syariah Angkatan II (2015), Mba Sri,
Mba Rini, Mba Ratih, Fitri, Jannah, Frizan, Syauzi, Brian, dan Alfian yang
memberi bimbingan, motivasi, dan semangat kepada penulis.
9. Terimakasih kepada Bapak Haeru Rokhman selaku atasan penulis di PT.
Metropolitan Linggajaya (Hotel Kristal) yang memberi dukungan dan
bimbingan kepada penulis.
10. Rekan-rekan kerja di PT. Metropolitan Linggajaya (Hotel Kristal) Pak Narso,
Pak Januar, Pak Dida, Pak Salim, Pak Wasikan, Pak Yani, Pak Tiko, Bang
Latif, Mas Agus, Mas Andi, Bang Udin, Bu Nani, Bu Lia, Mba Icha, Mba
Nadya, Mba Tri, dan Mba Ningsih yang memberi semangat dan dukungan
kepada penulis.
iv
11. Sahabat-sahabat Liqo‟ Pondok Ranji Ustadz Fuzi, Pak Elan, Akh Rayando,
Akh Faisal, Akh Ajat, Akh Ezzy, Akh Ridwan, Akh Bayu, dan Bang Parwis
yang memberi semangat dan dukungan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa tesis ini tidak lepas dari kekurangan dan
keterbatasan, semoga tesis ini bermanfaat bagi para pembaca dan semua pihak,
khususnya dalam bidang perbankan syariah.
Jakarta, 4 April 2017
Erwin Saputra Siregar
v
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN
KATA PENGANTAR .......................................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... v
DAFTAR TABEL .............................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xi
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................................. 9
C. Pembatasan Masalah .............................................................................. 10
D. Rumusan Masalah .................................................................................. 10
E. Tujuan Penelitian ................................................................................... 11
F. Manfaat Penelitian ................................................................................. 12
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA
A. Filosofi Ekonomi Islam .......................................................................... 13
B. Perbankan Syariah .................................................................................. 17
C. Market Share Aset ................................................................................. 20
a. Pengertian Market Share ................................................................. 20
b. Indikator Market Share .................................................................... 23
c. Faktor yang Mempengaruhi Market Share ....................................... 24
d. Pengertian Aset ............................................................................... 26
vi
e. Kualitas Aset ................................................................................... 27
D. Inflasi ..................................................................................................... 28
a. Pengertian Inflasi ............................................................................. 28
b. Tingkat Inflasi ................................................................................. 30
c. Metode Pengukuran Inflasi .............................................................. 30
d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Inflasi ....................................... 31
e. Inflasi dalam Perspektif Islam .......................................................... 32
E. Dana Pihak Ketiga ................................................................................. 33
a. Simpanan Giro ................................................................................. 33
b. Tabungan ......................................................................................... 34
c. Deposito ........................................................................................... 34
F. Jumlah Kantor ........................................................................................ 36
G. Non Performing Financing (NPF) .......................................................... 39
a. Pengertian Non Performing Financing (NPF) .................................. 39
b. Penilaian Kesehatan Non Performing Financing (NPF) ................... 45
H. Penelitian Terdahulu .............................................................................. 46
I. Ringkasan Pemikiran Terdahulu ............................................................. 50
J. Kerangka Pemikiran ............................................................................... 55
K. Hipotesis ................................................................................................ 59
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian ...................................................................... 60
B. Teknik Penentuan Sampel ...................................................................... 60
C. Metode Pengumpulan Data .................................................................... 61
vii
D. Metode Analisis Data ............................................................................. 62
1. Uji Asumsi Klasik ........................................................................... 63
a. Uji Normalitas .......................................................................... 63
b. Uji Multikolinieritas ................................................................. 64
c. Uji Heteroskedastisitas.............................................................. 65
d. Uji Autokorelasi ....................................................................... 67
2. Uji Statistik ..................................................................................... 69
a. Uji Parsial (Uji-t) ...................................................................... 69
b. Uji Fisher (Uji-F) ...................................................................... 70
3. Uji Koefisien Determinasi ............................................................... 71
E. Operasional Variabel Penelitian ............................................................. 71
a. Variabel Dependen (Y) .................................................................... 71
b. Variabel Independen (X) ................................................................. 71
F. Pendekatan Metodologi Ekonomi Islam ................................................. 73
BAB IV: ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ............................................ 77
a. Sejarah Perkembangan Bank Syaiah ............................................... 77
b. Perkembangan Bank Syariah di Indonesia ....................................... 78
c. Perkembangan Market Share Aset Perbankan Syariah di Indonesia . 81
d. Perkembangan Inflasi di Indonesia .................................................. 84
e. Perkembangan Dana Pihak Ketiga (DPK) Perbankan Syariah di
Indonesia ........................................................................................ 85
f. Perkembangan Jumlah Kantor Perbankan Syariah di Indonesia ....... 87
viii
g. Perkembangan Non Performing Financing (NPF) di Indonesia ....... 89
B. Analisis Data .......................................................................................... 91
1. Uji Asumsi Klasik ........................................................................... 92
a. Uji Normalitas........................................................................... 92
b. Uji Multikolinieritas .................................................................. 93
c. Uji Heteroskedastisitas .............................................................. 94
d. Uji Autokorelasi ........................................................................ 95
2. Uji Statistik ..................................................................................... 96
a. Uji Parsial (Uji-t) ...................................................................... 98
b. Uji Fisher (Uji-F) .................................................................... 100
4. Uji Koefisien Determinasi ............................................................. 100
C. Pembahasan ......................................................................................... 101
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................... 106
B. Implikasi .............................................................................................. 107
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 108
LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Tabel Keterangan
1.1 Perkembangan Market Share Aset, Dana Pihak Ketiga (DPK), Jumlah
Kantor, Non Performing Financing (NPF), dan Inflasi periode
Desember 2012 – Oktober 2016 ............................................................. 4
2.1 Perhitungan Non Performing Financing (NPF) Berdasarkan Kemampuan
Bayar Nasabah (Debitur) di Bank Syariah ............................................ 45
2.2 Penelitian Terdahulu ............................................................................ 50
3.1 Menentukan ada tidaknya autokorelasi dengan Uji Durbin-Watson ...... 68
4.1 Hasil Uji Correlation Matrix ................................................................ 93
4.2 Hasil Uji White Heteroskedasticity Test ................................................ 94
4.3 Hasil Uji Langrange Multiple Test ....................................................... 95
4.4 Hasil Regresi Metode Ordinary Least Square (OLS) ............................ 97
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar Keterangan
2.1 Kerangka Pemikiran ............................................................................ 57
4.1 Perkembangan Market Share Aset Perbankan Syariah di Indonesia
Periode Januari 2012 – September 2016 ............................................... 82
4.2 Perkembangan Inflasi di Indonesia Periode Januari 2012 - September
2016 ..................................................................................................... 84
4.3 Perkembangan Dana Pihak Ketiga (DPK) Perbankan Syariah di
Indonesia Periode Januari 2012 - September 2016 ................................ 86
4.4 Perkembangan Jumlah Kantor Perbankan Syariah di Indonesia Periode
Januari 2012 - September 2016 ............................................................ 88
4.5 Perkembangan Non Performing Financing (NPF) di Indonesia Periode
Januari 2012 - September 2016 ............................................................ 90
4.6 Uji Normalitas Jarque-Bera (J-B) ........................................................ 92
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Data Sebelum di Ln ..................................................................... 112
Lampiran 2: Data Setelah di Ln ....................................................................... 115
Lampiran 3: Analisis Regresi ........................................................................... 112
Lampiran 4: Uji Asumsi Klasik ........................................................................ 118
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada awalnya keberadaan bank syariah di Indonesia ditandai dengan
adanya atau berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 1992.
Dengan adanya UU No. 10 tahun 1998 tentang perubahan UU No. 7 tahun 1992
yang mengakui keberadaan bank syariah dan bank konvensional serta
memperkenankan bank konvensional membuka kantor cabang syariah. Undang-
undang tersebut telah meletakkan dasar bagi terwujudnya dual banking system di
Indonesia, yaitu sistem bagi hasil (bank syariah) dan bank yang beroperasi dengan
sistem bunga (bank konvensional). Upaya untuk mengembangkan bank dengan
sistem bagi hasil semakin kuat. Hal ini ditandai dengan meningkatnya keinginan
masyarakat guna memperoleh layanan perbankan dengan prinsip syariah
(Soemitra, 2010:64).
Krisis yang melanda dunia perbankan Indonesia sejak tahun 1997 sampai
1998 telah menyadarkan semua pihak bahwa perbankan dengan sistem
konvensional bukan merupakan satu-satunya sistem yang dapat diandalkan, tetapi
ada sistem perbankan lain yang lebih tangguh karena menanamkan prinsip
keadilan dan keterbukaan, yaitu perbankan syariah. Meskipun pada waktu itu
hanya ada satu lembaga keuangan perbankan syariah, namun diakui oleh banyak
kalangan bahwa sistem yang dianut dapat menjawab tantangan krisis yang terjadi
pada tahun 1997 sampai 1998. Sejak saat itu perbankan syariah lahir dan dapat
dikenal oleh masyarakat muslim maupun non muslim sehingga sekarang ini
2
banyak bank-bank konvensional yang mempunyai unit khusus bank syariah (Ulfa,
2008:2).
Perbankan syariah dalam melakukan operasionalnya menerapkan prinsip
bagi hasil dan risiko (profit and loss sharing). Sebagai bagian dari sistem
perbankan nasional, bank syariah mempunyai peranan yang penting dalam
perekonomian. Penerapan perbankan syariah dalam aktivitas ekonomi Indonesia
tidak jauh berbeda dengan perbankan konvensional. Pemahaman sistem ekonomi
yang Islami senantiasa mengacu pada konsep Islam menyeluruh atau kaffah.
Pendekatan Islam kaffah ini mengandung makna adanya ekspos mengenai iman,
Islam, dan ihsan. Tiga hal diskursus ini diperkuat oleh rukun Islam yaitu: 1)
Syahadat, 2) Shalat, 3) Zakat dan keempat Puasa serta kelima Haji. Resultan dari
tiga pilar dalam Islam ini terejawantahkan pada teori dasar ekonomi Islam yang
terdiri dari: 1) Teori Tauhid, 2) Teori Ibadah, 3) Teori Maslahah. Implementasi
dari pilar utama ekonomi ini sejalan dengan pekembangan perbankan yang ada di
Indonesia. Grand Building Theory berupa bangunan teori dari Islam Dan
Pengetahuan (IDP) atau Islam And Science (IAS) adalah Teori TIM atau Tauhid-
Ibadah-Maslahah yang bersal dari (Q.S Al Bayyinah [98] : 5) sehingga
memunculkan konsep utama dari pembagian struktur ekonomi, sosial, ilmu,
pengetahuan maupun perbankan syariah (Aziz, 2015).
Peran perbankan syariah di dalam tatanan perekonomian nasional hingga
saat ini masih sangat kecil. Padahal jika dilihat dari jumlah penduduk yang
beragama Islam, menurut data Badan Pusat Statistik dari total 255 juta orang, 87%
beragama Islam. Bank Indonesia sebagai bank sentral menargetkan aset
3
perbankan syariah pada akhir tahun 2008 akan mencapai 5% dari keseluruhan aset
perbankan nasional merupakan implementasi Visi Cetak Biru Pengembangan
Perbankan Syariah di Indonesia. Dalam penelitian Bambang tahun 2014
berdasarkan Outlook Perbankan Syariah 2013, perkembangan market share aset
perbankan syariah di Indonesia sampai dengan bulan Desember 2012 tercatat
sebesar 4,3%. Dari data Statistik Perbankan Indonesia dan Statistik Perbankan
Syariah yang bersumber dari Otoritas Jasa Keuangan ditinjau dari total aset, per
September 2016 perbankan syariah hanya menyumbang 5,13% dari total aset
perbankan nasional artinya target 5% sejak tahun 2008 baru tercapai pada
September 2016 tetapi angka market share aset perbankan syariah masih
berfluktuatif. Kondisi ini menyebabkan perbankan syariah belum dapat menjadi
alternatif bagi permasalahan perekonomian nasional. Oleh karena itu,
pertumbuhan aset perbankan syariah harus dapat mengimbangi perbankan
konvensional demi menjawab kebutuhan masyarakat dan menunjukkan
efektifitasnya dalam memberikan solusi perekonomian nasional.
Dalam Laporan Perkembangan Perbankan Syariah (LPPS) tahun 2012
oleh Bank Indonesia, sepanjang tahun 2012, kinerja industri perbankan syariah
nasional yang masih didominasi struktur asetnya sekitar 98% oleh Bank Umum
Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) relatif cukup baik, tercermin dari:
(i) fungsi intermediasi berada pada tingkat yang optimal dengan rata-rata FDR
sebesar 97,16%; (ii) tingkat kecukupan modal (CAR) masih jauh di atas minimum
8% dengan rata-rata CAR sebesar 15,17%; dan (iii) tingkat pembiayaan
bermasalah (non performing financing) masih di bawah 5% dengan rata-rata
4
sebesar 2,72% dan bahkan untuk posisi Desember 2012 mencapai 2,22%.
Walaupun begitu, dari sisi pertumbuhan aset, terjadi perlambatan aset industri
yang relatif signifikan pada bulan Maret sampai dengan bulan September 2012,
lebih karena penurunan dana pihak ketiga (DPK) yang cukup tajam. Penurunan ini
disebabkan antara lain karena penarikan dana simpanan milik pemerintah
(Kementerian Agama) dari bank syariah yang cukup besar, dimana dialihkan ke
Sukuk Dana Haji Indonesia guna memenuhi target pendanaan pembangunan.
Namun pada bulan berikutnya, dana pihak ketiga (DPK) dan aset bank syariah
mengalami peningkatan kembali. Dengan demikian, pelambatan pertumbuhan
industri perbankan syariah lebih akibat kondisi domestik. Perkembangan
perbankan syariah selama satu tahun terakhir cukup menggembirakan, dimana
total asetnya meningkat menjadi Rp. 199,72 Triliun dan melebihi proyeksi
moderat tahun sebelumnya sebesar Rp.187,2 Triliun.
Tabel 1.1
Perkembangan Market Share Aset, Dana Pihak Ketiga (DPK), Jumlah
Kantor, Non Performing Financing (NPF), dan Inflasi periode Desember
2012 – September 2016
Tahun Market
Share Aset DPK
Jumlah
Kantor NPF Inflasi
2012 4,58% 147.512.000.000.000 2.262 2,22% 4,30%
2013 4,71% 183.534.000.000.000 2.588 2,62% 8,38%
2014 4,85% 217.858.000.000.000 2.471 4,33% 8,36%
2015 4,83% 231.175.000.000.000 2.301 3,19% 3,35%
2016 5,13% 263.522.000.000.000 2.210 2,49% 3,07%
Data diolah, 2017
5
Pada tahun 2012 market share aset perbankan syariah berada pada posisi
4,58%. Desember 2013 market share aset perbankan syariah menunjukkan
peningkatan yaitu 4,71%. Desember 2014 market share aset perbankan syariah
konsisten mengalami kenaikan di angka 4,85%, namun Desember 2015 market
share aset perbankan syariah menurun pada angka 4,83% serta pada September
2016 market share aset naik di angka 5,13%. Jadi, perbankan syariah dari tahun
2015 sampai tahun 2016 telah mengalami fluktuatif yang berakhir pada kenaikan
pada September 2016. Dari porsi aset yang dimiliki, perbankan syariah belum
mampu menjadi pemain besar dalam tatanan perbankan secara nasional.
Pada Desember 2012 inflasi relatif normal di angka 4,30%. Desember
tahun 2013 inflasi mengalami kenaikan hampir dua kali lipat dari tahun
sebelumnya di angka 8,38%, artinya perekonomian secara nasional lagi terganggu
karena menjelang tahun politik di Indonesia. Desember 2014 inflasi mengalami
penurunan walaupun kecil pada tahun ini yaitu pada angka 8,36%, tensi dunia
politik Indonesia sudah mulai turun sehingga gejolak ekonomi mulai berkurang.
Desember tahun 2015 pemerintah fokus untuk menjaga kestabilan ekonomi
sehingga inflasi pada tahun ini turun drastis pada angka 3,35%. September 2016
pemerintah rezim baru sudah mendapatkan ritmenya yang berimplikasi pada
inflasi menurun pada angka 3,07%.
Dana pihak ketiga (DPK) merupakan salah satu indikator yang sangat
penting untuk perkembangan perbankan syariah. Dana pihak ketiga (DPK) dapat
meningkatkan penyaluran dana yang berimplikasi pada laba. Pada Desember
tahun 2012 dana pihak ketiga (DPK) 147,51 Triliun. Pada Desember tahun 2013
6
dana pihak ketiga (DPK) mengalami kenaikan di angka 183,53 Triliun, kenaikan
ini akan berpengaruh terhadap peningkatan penyaluran dana perbankan syariah.
Tahun 2014 adalah tahun politik di Indonesia, Bank Indonesia sebagai bank
sentral membatasi perputaran keuangan perbankan yang cepat dengan menaikkan
Suku Bunga Bank Indonesia. Hal ini berdampak pada simpanan masyarakat di
bank mengalami kenaikan yaitu pada angka 217,86 Triliun. Dunia politik
Indonesia mulai stabil, Desember tahun 2015 dana pihak ketiga (DPK) tetap
konsiten mengalami kenaikan di angka 231,18 Triliun. Situasi rezim
pemerintahan baru yang sudah mulai normal dan peningkatan pertumbuhan
ekonomi secara nasional, September tahun 2016 dana pihak ketiga (DPK) terus
mengalami kenaikan di angka 263,52 Triliun.
Desember tahun 2012 jumlah kantor bank syariah 2.262 kantor, yang
berarti keberadaan perbankan syariah sudah tersebar di Indonesia. Desember
tahun 2013 perbankan syariah semakin ekspansif, hal ini tergambar dari jumlah
kantor bank syariah yang mengalami kenaikan yaitu 2.588 kantor. Desember
tahun 2014 perbankan syariah menekankan efisiensi, banyak kantor yang kurang
produktif ditutup sehinggga jumlah kantor bank syariah mengalami penurunan
yaitu 2.471 kantor. Desember tahun 2015 masih terus melakukan efisiensi untuk
peningkatan produktifitas, jumlah kantor bank syariah terus mengalami penurunan
yaitu 2.301 kantor. September tahun 2016 perbankan syariah terus
memaksimalkan efisiensi sehingga jumlah kantor bank syariah terus berkurang
yaitu 2.210 kantor.
7
Desember tahun 2012 non performing financing (NPF) perbankan syariah
relatif kecil yaitu 2,22%. Namun pada Desember 2013 angka non performing
financing (NPF) naik di angka 2,62%, hal ini implikasi dari pada tahun ini
perbankan syariah juga produktif dalam menyalurkan dana. Desember tahun 2014
non performing financing (NPF) mengalami kenaikan yang cukup besar yaitu
4,33%, perbankan syariah mulai mengalami masalah dalam kriteria pemilihan
nasabah pembiayaan. Desember tahun 2015 perbankan syariah lebih memperketat
persyaratan nasabah pembiayaan, pada tahun ini non performing financing (NPF)
turun dibanding tahun 2014 yaitu 3,19%. September tahun 2016 non performing
financing (NPF) mulai stabil lagi di angka 2,49%.
Pergerakan market share aset perbankan syariah ini tidak lepas dari
beberapa indikator yang mempengaruhinya yaitu inflasi, dana pihak ketiga
(DPK), jumlah kantor, dan non performing financing (NPF). Inflasi tidak lepas
dari perkembangan market share aset perbankan syariah, karena inflasi
menggambarkan kondisi ekonomi secara nasional. Jika inflasi tinggi, maka
masyarakat pada umumnya tidak akan tertarik untuk menggunakan produk-
produk perbankan syariah begitu juga sebaliknya. Jika inflasi rendah maka daya
beli masyarakat akan tinggi sehingga peluang untuk menggunakan jasa perbankan
syariah akan semakin tinggi dan berimplikasi pada market share aset perbankan
syariah.
Perkembangan market share aset perbankan syariah juga tidak lepas dari
variabel dana pihak ketiga (DPK) karena dana pihak ketiga (DPK) merupakan
dana yang paling dibutuhkan dalam penyaluran pembiayaan kepada nasabah
8
perbankan syariah. Semakin banyak dana pihak ketiga (DPK), maka semakin
banyak pula peluang untuk menyalurkan dana kepada nasabah. Di sisi lain,
semakin besar dana pihak ketiga (DPK) yang bisa dihimpun bank syariah maka
perbankan syariah juga bisa membiayai proyek skala besar. Jika dana pihak ketiga
(DPK) besar maka peluang penyaluran dana yang bisa dilakukan perbankan
syariah akan besar, begitu juga sebaliknya. Jika penyaluran dana besar, maka
produktifitas perbankan syariah akan meningkat pula dan berimplikasi pada
peningkatan laba dan terakhir peningkatan market share aset perbankan syariah.
Dalam sosialisasi dan pemasaran bank syariah, sangat diperlukan
pembukaan kantor-kantor baru untuk daerah yang potensial. Masyarakat pada
umumnya lebih tertarik bertransaksi langsung dengan bank. Jumlah kantor yang
semakin banyak akan membantu pergerakan bank syariah dalam meningkatkan
produktifitas. Tetapi jumlah kantor juga harus disesuaikan dengan potensi bisnis
daerahnya supaya pembukaan kantor baru efektif dan efisien. Produktifitas
meningkat dan efisiensi tetap dimaksimalkan akan meningkatkan market share
aset perbankan syariah.
Perkembangan market share aset perbankan syariah juga tidak lepas dari
non performing financing (NPF) untuk melihat bagaimana kinerja kesehatan
kredit macet perbankan syariah, maka dapat digunakan indikator non performing
financing (NPF) sebagai acuan. Besar kecilnya non performing financing (NPF)
dapat mempengaruhi kinerja perbankan syariah. Semakin rendah nilai non
performing financing (NPF) maka kinerja perbankan syariah semakin baik.
Sebaliknya, jika nilai non performing financing (NPF) semakin tinggi maka
9
kinerja perbankan syariah semakin buruk. Non performing financing (NPF) bisa
dijaga dan ditekan, maka peluang untuk memperoleh laba dari pembiayaan akan
semakin besar dan akan meningkatkan market share aset perbankan syariah.
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas bahwa inflasi, dana pihak
ketiga (DPK), jumlah kantor, dan non performing financing (NPF) mempunyai
dampak atau pengaruh terhadap market share aset perbankan syariah di Indonesia.
Oleh karena itu penulis memilih judul “ANALISIS PENGARUH FAKTOR
INTERNAL DAN EKSTERNAL PERBANKAN SYARIAH TERHADAP
MARKET SHARE ASET PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
PERIODE JANUARI 2012 – SEPTEMBER 2016”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas
masalah dapat diidentifikasi. Bank Indonesia sebagai bank sentral menargetkan
aset perbankan syariah pada akhir tahun 2008 akan mencapai 5% dari keseluruhan
aset perbankan nasional, merupakan implementasi Visi Cetak Biru Pengembangan
Perbankan Syariah di Indonesia. Tetapi target ini baru terealisasi pada September
2016, artinya perbankan syariah membutuhkan waktu 8 tahun untuk target
tersebut. Dilihat dari Laporan Perkembangan Perbankan Syariah (LPPS) dari
tahun 2004 sampai dengan 2011 aset perbankan syariah cenderung mengalami
pertumbuhan, tetapi pada tahun 2012 terjadi perlambatan aset perbankan syariah,
lebih karena penurunan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang cukup tajam. Penurunan
ini disebabkan antara lain karena penarikan dana simpanan milik pemerintah
(Kementerian Agama) dari bank syariah yang cukup besar, dimana dialihkan ke
10
Sukuk Dana Haji Indonesia guna memenuhi target pendanaan pembangunan. Hal
ini menarik penulis untuk melakukan penelitian tentang analisis pengaruh faktor
internal dan eksternal perbankan syariah terhadap market share aset perbankan
syariah di Indonesia.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, agar penelitian dalam
tesis ini terfokus pada permasalahan yang akan dibahas, maka penulis membatasi
masalah yang akan dikaji sebagai berikut:
a. Materi yang dibahas dalam penelitian ini adalah analisis pengaruh faktor
internal dan eksternal perbankan syariah terhadap market share aset
perbankan syariah di Indonesia.
b. Objek penelitian ini dilakukan pada seluruh Bank Umum Syariah dan Unit
Usaha syariah di Indonesia.
c. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data bulanan dari Bank
Umum Syariah dan Unit Usaha syariah di Indonesia periode Januari 2012
– September 2016.
d. Inflasi (X1), dana pihak ketiga (DPK) (X2), jumlah kantor (X3), dan non
performing financing (NPF) (X4) sebagai variabel independen, market
share aset perbankan syariah di Indonesia (Y) sebagai variabel dependen.
D. Rumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan langkah yang sangat penting karena
langkah ini akan menentukan kemana suatu penelitian diarahkan. Perumusan
masalah pada dasarnya adalah merumuskan pertanyaan yang jawabannya akan
11
dicari melalui penelitian berdasarkan seputar keadaan faktor internal dan eksternal
perbankan syariah terhadap market share aset perbankan syariah di Indonesia
periode Januari 2012 – September 2016.
Berdasarkan pembatasan masalah yang ada, pembahasan yang akan
dilakukan, dirumuskan dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh positif faktor internal dan eksternal perbankan
syariah terhadap market share aset perbankan syariah di Indonesia periode
Januari 2012 – September 2016?
2. Apakah terdapat pengaruh positif faktor internal dan eksternal perbankan
syariah terhadap market share aset perbankan syariah di Indonesia periode
Januari 2012 – September 2016?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada perumusan masalah di atas, maka tujuan dilaksanakan
penelitian ini adalah:
1. Untuk menganalisis pengaruh faktor internal dan eksternal perbankan
syariah secara parsial terhadap market share aset perbankan syariah di
Indonesia periode Januari 2012 – September 2016.
2. Untuk menganalisis pengaruh faktor internal dan eksternal perbankan
syariah secara simultan terhadap market share aset perbankan syariah di
Indonesia periode Januari 2012 – September 2016.
12
F. Manfaat Penelitian
1. Bagi Akademisi
Untuk mengimplementasikan ilmu yang penulis peroleh selama kuliah pada
program S2 Prodi Magister Perbankan Syariah.
2. Bagi Perbankan Syariah
Penulis ingin memberikan sumbangan pikiran dari hasil penelitian ini dan
semoga dapat dijadikan gambaran serta menambah wawasan dalam bidang
market share aset perbankan syariah.
3. Bagi Perguruan Tinggi
Penelitian ini akan ditambahkan ke perpustakaan Magister Perbankan
Syariah dan dapat dijadikan sebagai bahan bacaan yang berisikan suatu
studi perbandingan yang bersifat karya ilmiah untuk menambah wawasan
dan pengetahuan, khususnya tentang market share aset perbankan syariah.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Filosofi Ekonomi Islam
Ontologi dari konsep kaffah adalah Islam, bahwa sistem kehidupan yang
ada pada diri sendiri, lingkungan sekitar, dan alam semesta berawal dari konsep
Islam. Dengan kata lain konsep penciptaan awal adalah Islam.
Kata Islam memiliki akar kata dari 3 huruf, yaitu “s” atau sin, huruf “l”
atau lam, dan huruf “m” atau mim (Aziz, 2015). Ada ayat yang mendukung
makna ontologi dari Islam pada Q.S Ali Imran [3] : 19, yang berbunyi:
Artinya: Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam (Q.S
Ali Imran [3] : 19).
Secara ontologis, ilmu ekonomi Islam membahas dua disiplin ilmu secara
bersamaan, yaitu ilmu ekonomi murni dan ilmu fiqh mu‟amalat. Sumber fiqh
mu‟amalat adalah wahyu yang didasarkan pada petunjuk Al Qur‟an, Hadits Nabi
dan sumber ilmu ekonomi Islam adalah pemikiran manusia (akal). Wahyu dalam
Islam merupakan sumber ilmu pengetahuan dan sekaligus penuntun (guide) dalam
kehidupan manusia, karena ia merupakan emanasi kebenaran yang bersumber dari
kebenaran yang sejati. Sedangkan akal merupakan instrumen untuk mencapai
pengetahuan, alat untuk mempersepsi, memahami, mengamati, menerima,
membedakan, dan menimbang mashlahat serta mafsadat (Aziz, 2008). Dalam
14
ontologi dari semua ciptaan atau makhluk atau alam semesta adalah sistem dan
sistem dasar yang bernama Islam. Pada dasar dari sistem ini (Islam) maka unsur
sub sistem yang ada telah diciptakan oleh Tuhan dan bukan oleh manusia atau
makhluk lainnya (Aziz, 2015).
Islam dimaknai sebagai suatu sistem yang holistik, komprehensif atau
menyeluruh. Dan kemudian Islam yang menyeluruh inilah yang menjadi
epistemologi dari konsep institusi keuangan yang dikembangkan, yaitu kaffah.
Institusi keuangan yang kaffah merupakan epistemologi yang muncul karena
beranggapan bahwa konsep dasar kehidupan adalah Islam dan Islam dianggap
sebagai suatu sistem (Aziz, 2015). Epistemologi ini didukung oleh Q.S Al
Baqarah [2] : 208, yang berbunyi:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam
keseluruhan dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya
syaitan itu musuh yang nyata bagimu (Q.S Al Baqarah [2] : 208).
Secara epistemologi, ekonomi berasal oikonomia (Yunani), kata
oikonomia berasal dari dua kata oikos yang berarti rumah tangga dan nomos yang
berarti aturan. Jadi ilmu ekonomi adalah ilmu mengatur rumah tangga, yang
dalam bahasa inggris disebut economics (Samuelson, 2004:3). Kata economics ini
tidak ditemukan dalam Al Qur‟an. Menurut Hans Wehr (1961) yang diedit oleh J.
15
Milton Cowan, dijumpai kata dasar “qa sha da”, yang dilahirkan “qasd” (yang
berarti; endeavor, aspiration, intentions, intent, design, purpose, resolution,
object, goal, aim, end, frugality, thrift, economy), “qasdan” (intentional,
intended), “qasid” (aspired, desired, aimed at, intended), “maqsid” atau
“maqasid” (destination), dan “iqtishad” (saving, economization, retrenchment,
thriftiness, thrift, providence, economy). Dari sini lahirlah istilah „ilm al iqtishadi
(ilmu ekonomi) dan ”al iqtishadiyah” (the economy).
Secara teminologi, Samuelson merumuskan, “ilmu ekonomi didefinisikan
sebagai kajian tentang perilaku manusia dalam hubungan dengan pemanfaatan
sumber-sumber prospektif yang langka untuk memproduksi barang-barang dan
jasa-jasa serta mendistribusikannya untuk dikonsumsi (Samuelson, 2004:3).
Berdasarkan ruang lingkup ekonomi tersebut, maka Islam sebagai sebuah
agama yang mengatur segala aspek kehidupan, tentu saja mempunyai cara untuk
berekonomi. Dalam kaitan ini Yusuf Halim al Alim (1975) mendefenisikan ilmu
ekonomi Islam sebagai; “ilmu tentang hukum-hukum syariat aplikatif yang
diambil dari dalil-dalil yang terperinci terkait dengan mencari, membelanjakan,
dan cara-cara membelanjakan harta.” Definisi ini menunjukkan bahwa fokus
kajian ekonomi Islam adalah mempelajari perilaku mu‟amalah masyarakat Islam
yang sesuai Al Qur‟an, Sunnah, Qiyas, dan Ijma‟ dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya untuk mencari ridha Allah.
Diawali dari ontologis berupa Islam sebagai alasan kehidupan termasuk
ekonomi, kemudian epistemologi yang digunakan adalah kaffah sebagai suatu
16
sistem dalam institusi keuangan dan terakhir adalah aksiologi yang lebih
sederhana berupa penerapan dalam pengembangan institusi, yaitu adanya
keseimbangan dari dua hal. Dalam aksiologi ini, hubungan tersebut selalu ada dua
hal yang merupakan hubungan antara fungsi horizontal dan struktur vertikal.
Munculnya Islam, membentuk konsep kaffah yang memiliki dua sisi
berdampingan secara fitrah. Dua hal ini dianalogikan sebagai hal yang berbeda
seperti laki-laki dan perempuan, terang dan gelap (Aziz, 2015). Sesuai Q.S Yasin
[36] : 36 menyatakan dua hal:
Artinya: Maha suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya,
baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa
yang tidak mereka ketahui (Q.S Yasin [36] : 36).
Ditinjau dari aspek aksiologi, tujuan ekonomi Islam adalah bahwa setiap
kegiatan manusia didasarkan kepada pengabdian kepada Allah dan dalam rangka
melaksanakan tugas dari Allah untuk memakmurkan bumi, maka dalam
berekonomi Islam harus mengutamakan keharmonisan dan pelestarian alam.
Kebahagiaan yang dikejar dalam Islam bukan semata-mata di dunia saja,
tetapi juga kebahagiaan di akhirat (Karim, 2002:22). Dengan demikian, ilmu
ekonomi Islam harus mempunyai sistem ekonomi yang dapat memakmurkan
17
bumi, mampu membahagiakan manusia baik selama hidup di dunia maupun di
akhirat kelak.
B. Perbankan Syariah
Istilah bank syariah sendiri merupakan khas Indonesia, tidak dijumpai di
negara-negara lain. Di tempat lain, istilah tersebut dikenal dengan bank Islam
(Karim, 2011). Al Jarhi dan Iqbal mendefinisikan bank Islam sebagai lembaga
perbankan yang melakukan semua kegiatan perbankan termasuk pinjaman dan
pembiayaan tanpa bunga (Hassine dan Limani, 2014). Perbankan Islam
berpedoman pada sistem perbankan yang secara konsisten memegang prinsip-
prinsip syariah (hukum atau ketentuan yang berlaku dalam Islam). Prinsip-prinsip
syariah salah satunya adalah pelarangan adanya unsur riba.
Salah satu fitur yang paling membedakan bank Islam adalah produk
keuangan yang didasarkan pada larangan bunga, dengan demikian desain produk
yang dimiliki bank Islam adalah dengan kemitraan dan berbagi risiko (risk
sharing). Selain dari itu, sifat dari kontrak suatu modal dalam bentuk
mudharabah, dimana salah satu pihak menyediakan modal dan pihak lain
memberikan enterpreunership, dengan demikian risiko informasi yang asimetris
dapat diminimalisir, karena sifat kontrak yang membagi imbalan dan risiko secara
sama (Onour dan Abdalla, 2011).
Bank-bank Islam bertujuan menyediakan jasa-jasa perbankan, yang sesuai
dengan prinsip-prinsip dan syariah Islam didalam sistem keuangan Islam secara
menyeluruh, yang bertujuan untuk membawa sebagian besar manfaat kepada
masyarakat dalam kepemilikan dan kesejahteraan, sehingga tidak semata-mata
18
menciptakan keuntungan maksimum dari penggunaan modalnya (Zaher dan
Hassan, 2001).
Dalam operasionalnya, ada beberapa target dan tujuan yang ingin diraih
oleh perbankan syariah yang membuat adanya perbedaan dengan perbankan
konvensional. Perbankan syariah memiliki beberapa keistimewaan yang berbeda
dengan perbankan lainnya:
a. Pertumbuhan ekonomi. Tujuan utama perbankan syariah adalah
mempercepat pertumbuhan ekonomi dalam kehidupan masyarakat. Untuk
merealisasikan hal tersebut kegiatan perbankan terfokus pada kegiatan
produksi baik dalam perindustrian, pertanian ataupun perdagangan, seperti
impor, pembiayaan pembelian alat-alat produksi, dan lain-lain. Adapun
perbankan konvensional hanya konsen terhadap fluktuasi bunga tanpa
memperhatikan faktor yang lain.
b. Mencegah Capital Flight. Seperti yang kita lihat capital yang dimiliki oleh
seorang muslim dilarikan ke negara-negara non-muslim untuk
mendapatkan interest rate pada level tertentu. Fenomena tersebut akan
memperlemah pertumbuhan ekonomi di negara setempat. Lain halnya
dengan perbankan syariah, kegiatan yang ada terfokus pada kegiatan
produksi yang dapat menumbuhkan perekonomian.
c. Jaminan sosial dan pemerataan kekayaan. Dengan adanya pengelolaan
zakat diharapkan dana yang telah terkumpul dapat didistribusikan kembali
kepada pihak-pihak yang berhak menerima. Dengan demikian kebutuhan
fakir miskin bisa tetap terjaga dan dapat meminimalisasir tindak kejahatan.
19
Selain itu, pembiayaan investasi konsen terhadap sektor-sektor yang
dibutuhkan masyarakat.
d. Prinsip operasional perbankan syariah menggunakan nilai-nilai syariah
sehingga memungkinkan untuk menciptakan kemaslahatan bagi kehidupan
masyarakat.
e. Dalam perbankan syariah terdapat dewan pengawas atas keabsahan
kegiatan atau transaksi yang ada.
f. Memberikan peluang bagi masyarakat untuk melakukan bisnis, karena
adanya prinsip musyarakah.
Seiring dengan keistimewaan dan keberhasilan perbankan syariah terdapat
beberapa faktor dan kondisi yang dapat menghambat pertumbuhan perbankan
syariah:
a. Tidak adanya pemahaman komprehensif dari masyarakat tentang
mekanisme atau operasional perbankan syariah.
b. Belum terdapat undang-undang independen yang mengatur tentang
operasional perbankan syariah. Perbankan syariah masih menggunakan
undang-undang perbankan konvensional di beberapa negara.
c. Adanya hegemoni perbankan konvensional dalam pasar. Market share
perbankan syariah relatif masih kecil.
d. Skim yang ditawarkan oleh perbankan syariah masih memerlukan
adjusment (penyesuaian) terhadapa kondisi yang ada.
e. Minimnya sumberdaya insani sebagai tenaga pengelola perbankan syariah.
20
f. Masyarakat belum bisa menerima sepenuhnya skim-skim yang ditawarkan
seperti murabahah dan mudharabah yang masih terdapat perdebatan.
g. Terkadang masih terdapat tindakan yang tidak konsisten dari perbankan
syariah dari operasionalnya.
h. Banyaknya perbankan konvensional membuka cabang syariah, dan
terkadang banyak sekali penyimpangan, sehingga Islam tinggal nama.
Dengan adanya hambatan dan tantangan tersebut akan memicu perbankan
syariah untuk melangkah lebih baik dengan melakukan pembenahan dan
pengembangan pelayanan.
C. Market Share Aset
a. Pengertian Market Share
Pasar didefinisikan sebagai orang-orang yang mempunyai keinginan
untuk puas, uang untuk berbelanja, dan kemauan untuk membelanjakannya.
Pasar ditetapkan oleh kondisi permintaan yang mewujudkan daerah pilihan
konsumen atas barang. Pasar terbagi menjadi dua dimensi, jenis produk dan
area geografis. Dalam kasus nyata produk yang berbeda dijual di daerah yang
terpisah secara geografis (Swastha, 2002:33).
Pangsa pasar (market share) dapat diartikan sebagai bagian pasar yang
dikuasai oleh suatu perusahaan, atau prosentasi penjualan suatu perusahaan
terhadap total penjualan para pesaing terbesarnya pada waktu dan tempat
tertentu (Stanton, 2000). Jika suatu perusahaan dengan produk tertentu
mempunyai pangsa pasar 35%, maka dapat diartikan bahwa jika penjualan
total produk-produk sejenis dalam periode tertentu adalah sebesar 1.000 unit,
21
maka perusahaan tersebut melalui produknya akan memperoleh penjualan
sebesar 350 unit. Besarnya pangsa pasar setiap saat akan berubah sesuai
dengan perubahan selera konsumen, atau berpindahnya minat konsumen dari
suatu produk ke produk lain (Lamb, 2001).
Terdapat empat karakteristik yang mempengaruhi pengguna dalam
melakukan pembelian yaitu faktor budaya (budaya, sub budaya, dan kelas
sosial), faktor sosial (kelompok keluarga, peran, dan status), faktor pribadi
(umur, pekerjaan, situasi ekonomi, gaya hidup, dan kepribadian), dan faktor
psikologis (pengetahuan, motivasi, keyakinan, dan sikap). Proses keputusan
membeli seorang pengguna melewati lima tahap yaitu pengenalan kebutuhan,
pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan membeli, dan tingkah laku
pasca pembelian (Kotler, 2001).
Strategi pemasaran bisa digolongkan atas dasar pangsa pasar yang
diperoleh suatu perusahaan, maka terbagi atas 4 kelompok, yaitu:
1. Market Leader, disebut pimpinan pasar apabila pangsa pasar yang
dikuasai berada pada kisaran 40% atau lebih.
2. Market Chalengger, disebut penantang pasar apabila pangsa pasar
yang dikuasai berada pada kisaran 30%.
3. Market Follower, disebut pengikut pasar apabila pangsa pasar yang
dikuasai berada pada kisaran 20%.
4. Market Nitcher, disebut juga penggarap relung pasar apabila pangsa
pasar yang dikuasai berada pada kisaran 10% atau kurang.
22
Relative Market Power (RMP) menegaskan bahwa hubungan positif
antara struktur dan kinerja timbul karena perusahaan dengan market share
yang besar dan produk yang baik menguji kekuatan pasar dalam harga produk
mereka dan karenanya mendapatkan keuntungan normal (Shepherd, 1982;
Berger, 1995). Kegiatan merger dimotivasi oleh manfaat dari kekuatan pasar
yang lebih besar dibuat oleh meningkatnya konsentrasi yang menggabungkan
perusahaan. Teori ini dibangun di atas asumsi sebagai berikut:
1. Market share adalah variabel eksogen, tingkat market share yang
tinggi mengarah ke keuntungan yang lebih besar.
2. Ada hubungan searah positif antara market share dan profitabilitas.
3. Market share diasumsikan mewakili Relative Market Power (RMP)
dari perusahaan dengan saham besar.
4. Profit dan nasabah prioritas hanya hubungan terkait karena kedua
variabel tersebut berkorelasi dengan pasar nilai.
5. Market share secara positif berhubungan dengan kekuatan pasar,
ceteris paribus.
Berdasarkan hipotesis Relative Market Power (RMP), market share
adalah variabel eksogen. Perusahaan dengan market share yang besar
memiliki produk yang dibedakan karena iklan, lokasi, atau keuntungan lain
yang dapat menguji kekuatan pasar dalam harga produk mereka. Oleh karena
itu, hubungan positif market share dengan laba terjadi karena market share
mempengaruhi harga dan ini pada gilirannya mempengaruhi keuntungan (Ejoh
dan Sackey, 2014).
23
b. Indikator Market Share
Indikator market share dapat dibagi menjadi tiga kategori (Seyed
Javadin & Ebrahimi 2010):
a. Indikator Berdasarkan Simpanan
Indikator berdasarkan simpanan menunjukkan market share
melalui proporsi sistem bank lokal di pasar perbankan. Berarti, semakin
banyak indikator, menunjukkan market share bank lebih tinggi di pasar
uang. Karena pentingnya simpanan dalam evaluasi market share bank,
maka dapat dievaluasi berdasarkan jumlah dan biaya. Menurut ahli
perbankan, biaya, dan jumlah simpanan signifikan dalam mempengaruhi
market share bank. Nasabah sebagai dapat secara empiris mengevaluasi
jumlah dan informasi statistik yang disediakan oleh bank dan dimuat di
internet untuk mendapatkan informasi tentang jumlah dan biaya simpanan
bank (Nopasand dkk, 2012).
b. Indikator Kantor Cabang
Kantor cabang merupakan faktor yang efektif untuk titik kontak
nasabah. Kantor cabang sebagai titik kontak memainkan peran penting
dalam menangkap market share. Lebih banyak kantor cabang market
share akan lebih bagi bank. Namun, harus dipertimbangkan bahwa jumlah
kantor cabang tidak memiliki pengaruh pada kekuatan daya saing
perbankan karena harus ada hubungan linear langsung antara indikator ini
dan indikator simpanan.
24
c. Indikator Layanan
Indikator ini menunjukkan market share layanan perbankan. Selain
itu, indikator ini menunjukkan market share dari layanan simpanan
perbankan. Dunia yang kompetitif saat ini tergantung pada meluasnya
penggunaan e-banking, tujuan utama e-banking adalah menjawab
kebutuhan masyarakat untuk layanan perbankan dan menghubungkan
sistem bank sentral melalui sistem otomatisasi antar bank. Pengembangan
layanan e-banking termasuk internet banking, mobile banking, sms
banking, dan jaringan ATM yang menunjukkan kualitas tinggi dari bank.
Nasabah lebih suka terhadap bank yang mengutamakan kecepatan,
keamanan, ketepatan, dan kemudahan penggunaan layanan perbankan.
Nasabah tertarik dengan market share bank yang tinggi dan cabang yang
terletak di pusat komersial, ATM di beberapa hotel, publik, dan
perusahaan swasta (Nopasand, 2012).
c. Faktor yang Mempengaruhi Market Share
Elemen dalam pemasaran produk meliputi produk, harga, distribusi
dan motivasi karyawan, proses dan fasilitas fisik sebagai faktor tertentu yang
terkait dengan pemasaran bank. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas
pangsa pasar bank dibagi menjadi faktor kualitatif dan kuantitatif. Faktor
kualitatif yang berhubungan dengan pandangan, perasaan, dan pendapat dari
nasabah sedangkan faktor kuantitatif adalah hasil dari kinerja keuangan
perbankan yang tercatat di rekening keuangan dan tidak berhubungan dengan
pedapat nasabah atau karyawan.
25
a. Kerangka Konseptual Market Share
1. Motivasi
Gabungan iklan di media dan face to face, berperan aktif dalam
pertemuan-pertemuan profesional dan menyediakan imbalan.
2. Karyawan
Meningkatkan gaji dan tunjangan, memberi penghargaan
berdasarkan produktifitas, dan manajemen sumber daya manusia
dalam perekrutan karyawan.
3. Proses
Menyediakan teknologi baru untuk mempercepat, memfasilitasi
layanan nasabah, dan memperpendek proses produksi.
4. Produk
Layanan yang beragam, layanan yang berbeda, meningkatkan
kualitas layanan, keuangan, dan nasihat profesional.
5. Harga
Meningkatkan minat simpanan, menurunkan minat pinjaman,
inovasi akad, mengurangi biaya-biaya, dan meningkatkan
produktifitas.
6. Distribusi
Memilih lokasi terbaik untuk kantor cabang, hadir di daerah
terpencil, dan memberikan fasilitas spesial untuk nasabah khusus.
26
Faktor-faktor ini merupakan rasio kinerja utama dari sistem
perbankan. Jika manajer tidak memperhatikan faktor-faktor ini dalam
pemasaran, bank akan berada dalam bahaya, sementara peningkatan market
share tidak memiliki efek pada peningkatan pendapatan dari pemegang
saham yang mengakibatkan tidak baik dalam ekonomi, sosial, dan iklan (Tash
dkk, 2014).
Dalam jurnal Bahrami dan Haery (2014) disebutkan bahwa
peningkatan market share dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:
1. Human Factors
2. Teknologi
3. Fasilitas Bank
4. Jasa Bank
5. Aksesibilitas Bank
6. Marketing Plans
7. Documentations and Physical Equipments
8. General Factors
d. Pengertian Aset
Dalam PSAK No. 16 Revisi Tahun 2011 disebutkan bahwa aset
merupakan semua kekayaan yang dimiliki oleh seseorang atau perusahaan
baik berwujud maupun tak berwujud yang berharga atau bernilai yang akan
mendatangkan manfaat bagi seseorang atau perusahaan tersebut. Manfaat
ekonomi masa depan yang terwujud dalam aset adalah potensi dari aset
27
tersebut untuk memberikan sumbangan, baik langsung maupun tidak
langsung, arus kas dan setara kas kepada perusahaan.
Ada beberapa definisi yang menjelaskan tentang aset. Dalam
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang berlaku di Indonesia
disebutkan bahwa aset adalah sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan
sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan diharapkan akan menghasilkan
manfaat ekonomis di masa depan bagi perusahaan. Dalam International
Financial Reporting Standards (2008) disebutkan bahwa “an asset is a
resource controlled by the enterprise as a result of past events and from which
future economic benefits are expected to flow to the enterprise.” Dari berbagai
definisi aset di atas dapat ditarik beberapa karakteristik dari aset, yaitu:
1. Aset merupakan manfaat ekonomi yang diperoleh di masa depan,
2. Aset dikuasai oleh perusahaan, dalam artian dikendalikan oleh
perusahaan, dan
3. Aset merupakan hasil dari transaksi atau peristiwa masa lalu.
e. Kualitas Aset
Kualitas aset manajemen bank yang melibatkan penilaian modal
perusahaan untuk memfasilitasi pengukuran volume risiko kredit terkait
dengan kegiatannya. Hal ini meninggalkan neraca perbankan dan berfokus
pada kualitas kredit yang menyediakan pendapatan bank. Kualitas aset dan
kualitas kredit adalah dua kata dengan arti yang sama yang dikelola oleh
sektor perbankan dianggap sangat penting. Artinya bahwa kualitas aset publik
28
harus tunduk kepada regulasi keuangan di suatu negara di dunia (Masooleh
dkk, 2016).
Studi tentang kualitas aset dan efisiensi bank tidak langsung berkaitan
dengan masalah kualitas pinjaman (Berger dan Udell, 1996). Kinerja tersebut
berurusan dengan keterlibatan bank dalam meningkatkan atau mengurangi
tingkat efisiensi di antara bank-bank yang terkena dampak. Menurut Ezeoha
(2011), struktur peraturan memastikan kepatuhan terhadap aturan, panduan
perilaku tata kelola perusahaan dari bank, dan perilaku khusus manajemen
bank.
Kredit yang diberikan kepada nasabah adalah komponen utama dari
total aset bagi bank. Namun, bank dapat melakukan diversifikasi aset dengan
tujuan menghasilkan keuntungan yang besar, kinerja dan/atau keamanan yang
lebih baik, (Nzongang dan Atemnkeng, 2006). Kualitas aset yang dimiliki
oleh bank tergantung pada eksposur risiko tertentu, kecenderungan non
performing loans, kelayakan dan profitabilitas peminjam (Baral,
2005). Semua ini adalah gejala dari tingkat efisiensi bank dan akhirnya kita
dapat menyatakan kualitas aset mempengaruhi efisiensi operasional bank
(Odunga, 2016:137).
D. Inflasi
a. Pengertian Inflasi
Secara umum inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan tingkat harga
barang dan jasa secara umum dan terus menerus. Menurut para pakar
beberapa pengertian mengenai inflasi: Definisi singkat dari inflasi adalah
29
kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus
menerus dalam jangka waktu yang lama. Kenaikan harga dari satu atau dua
barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada
(atau mengakibatkan kenaikan) sebagian besar dari harga barang-barang lain
(Boediono, 2000:161).
Proses kenaikan harga-harga umum barang-barang secara terus
menerus selama periode tertentu. Inflasi dinyatakan sebagai kenaikan harga
secara umum (Nopirin, 2000:77).
Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-
harga secara umum dan terus-menerus (continue) berkaitan dengan
mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain,
konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang
memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya
ketidak lancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan
proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari
suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga
yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator
untuk melihat tingkat perubahan dan dianggap terjadi jika proses kenaikan
harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-mempengaruhi.
Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang
yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga.
30
b. Tingkat Inflasi
Kondisi inflasi menurut Nopirin (2000:79), berdasarkan sifatnya
inflasi dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
a. Merayap (Creeping Inflation)
Laju inflasi yang rendah (kurang dari 10% pertahun), kenaikan
harga berjalan lambat dengan persentase yang kecil serta dalam jangka
waktu yang relatif lama.
b. Inflasi Menengah (Galloping Inflation)
Ditandai dengan kenaikan harga yang cukup besar dan kadang-
kadang berjalan dalam waktu yang relatif pendek serta mempunyai sifat
akselerasi yang artinya harga-harga minggu/bulan ini lebih tinggi dari
minggu/bulan lalu dan seterusnya.
c. Inflasi Tinggi (Hyper Inflation)
Inflasi yang paling parah dengan ditandai dengan kenaikan harga
sampai 5 atau 6 kali dan nilai uang merosot dengan tajam. Biasanya
keadaan ini timbul apabila pemerintah mengalami defisit anggaran
belanja.
c. Metode Pengukuran Inflasi
Suatu kenaikan harga dalam inflasi dapat diukur dengan
menggunakan indeks harga. Ada beberapa indeks harga yang dapat
digunakan untuk mengukur laju inflasi (Nopirin, 2000:79) antara lain:
31
a. Consumer Price Index (CPI)
Indeks yang digunakan untuk mengukur biaya atau pengeluaran
rumah tangga dalam membeli sejumlah barang bagi keperluan kebuthan
hidup:
CPI = (Cost of market basket in given year : Cost of market basket in
base year) x 100%
b. Produsen Price Index dikenal dengan Whosale Price Index
Indeks yang lebih menitikberatkan pada perdagangan besar seperti
harga bahan mentah (raw material), bahan baku atau barang setengah
jadi. Indeks PPI ini sejalan dengan indeks CPI.
c. GNP Deflator
GNP deflator ini merupakan jenis indeks yang berbeda dengan
indeks CPI dan PPI, dimana indeks ini mencakup jumlah barang dan jasa
yang termasuk dalam hitungan GNP, sehingga jumlahnya lebih banyak
dibanding dengan kedua indeks di atas:
GNP Deflator = (GNP Nominal : GNP Riil) x 100
d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Inflasi
Menurut Nopirin (2000:82), ada beberapa faktor yang menyebabkan
timbulnya inflasi:
a. Demand Pull Inflation
Timbul apabila permintaan agregat meningkat lebih cepat
dibandingkan dengan potensi produktif perekonomian, menarik harga ke
atas untuk menyeimbangkan penawaran dan pemintaan agregat.
32
b. Cost Push Inflation or Supply Shock Inflation
Inflasi yang diakibatkan oleh peningkatan biaya selama periode
pengangguran tinggi dan penggunaan sumber daya yang kurang efektif.
e. Inflasi dalam Perspektif Islam
Dalam Islam sesungguhnya tidak mengenal inflasi karena mata uang
yang digunakan adalah dinar dan dirham yang merupakan logam mulia.
Ekonom muslim, Taqiuddin Ahmad bin Al Maqrizi (1364M – 1441M), salah
satu murid Ibnu Khaldun, menggolongkan inflasi menjadi dua golongan yaitu:
a. Natural Inflation
Menurut Ibn Al Maqrizi, natural inflation adalah inflasi yang
diakibatkan oleh sebab-sebab alamiah yang tidak mampu dikendalikan
manusia. Inflasi ini diakibatkan oleh turunnya penawaran agregatif (AS)
atau naiknya permintaan agregatif (AD).
b. Human Error Inflation
Di luar penyebab yang tergolong natural inflation, inflasi yang
terjadi tergolong human error inflation atau false inflation. Human error
inflation disebabkan tiga hal berikut:
1. Korupsi dan administrasi yang buruk (corruption and bad
administration).
2. Pajak yang berlebihan (excessive tax).
3. Percetakan uang dengan maksud menarik keuntungan secara
berlebihan (excessive seignorage).
33
E. Dana pihak ketiga (DPK)
Dana pihak ketiga (DPK) berdasarkan UU Perbankan No. 10 tahun 1998
adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan
perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito,
tabungan, dan bentuk lainnya (Veithzal, 2007:413). Dana pihak ketiga (DPK)
yang dihimpun dari masyarakat luas merupakan sumber dana terpenting bagi
operasional bank.
Menurut Ismail, dana pihak ketiga (DPK) biasanya lebih dikenal dengan
dana masyarakat, merupakan dana yang dihimpun oleh bank yang berasal dari
masyarakat dalam arti luas, meliputi masyarakat individu, maupun badan usaha
(Ismail, 2010:43). Pentingnya sumber dana dari masyarakat luas, disebabkan
sumber dana dari masyarakat luas merupakan sumber dana yang paling utama
bagi bank. Sumber dana yang disebut juga sumber dana pihak ketiga (DPK) ini di
samping mudah untuk mencarinya juga tersedia banyak di masyarakat. Kemudian
persayaratan untuk mencarinya juga tidak sulit (Kashmir, 2014:71).
Sumber dana yang berasal dari pihak ketiga antara lain:
a. Simpanan Giro
Simpanan giro merupakan simpanan yang diperoleh dari masyarakat
atau pihak ketiga yang sifat penarikannya adalah dapat ditarik setiap saat
dengan menggunakan cek dan bilyet giro atau sarana perintah bayar lainnya
atau pemindahbukuan (Ismail, 2010:48). Menurut Undang-Undang
Perbankan Nomor 10 tahun 1998 tanggal 10 november 1998 adalah simpanan
yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek,
34
bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara
pemindahbukuan (Kashmir, 2014:76).
b. Tabungan
Jenis simpanan yang dilakukan oleh pihak ketiga yang penarikannya
dilakukan menurut syarat tertentu sesuai perjanjian antara bank dan pihak
nasabah. Menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 tahun 1998,
tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan
menurut syarat-syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik
dengan cek, bilyet giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu
(Kashmir, 2014:93).
c. Deposito
Menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998, deposito adalah
simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu
berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank (Kashmir,
2014:102). Jenis simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan dengan
jangka waktu yang telah diperjanjikan antara bank dan nasabah.
Menurut Mudrajat Kuncoro dan Suharjono, deposito adalah simpanan
berjangka yang dikeluarkan oleh bank yang penarikannya hanya dapat
dilakukan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan jangka waktu yang
telah diperjanjikan sebelumnya (Ismail, 2010:45). Dana tersebut dapat berupa
mata uang rupiah ataupun valuta asing. Dari beberapa pengertian di atas
dapat disimpulkan bahwa deposito adalah simpanan berjangka yang
35
penarikannya dapat diambil sesuai dengan perjanjian berdasarkan jangka
waktu tertentu. Kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana merupakan
fokus utama kegiatan bank syariah. Oleh karena itu, untuk dapat
menyalurkan dana secara optimal, bank harus memiliki kemampuan dalam
menghimpun dana pihak ketiga (DPK) karena merupakan sumber utama
pembiayaan bank syariah.
Dalam sistem perbankan syariah produk penghimpunan dana pihak ketiga
(DPK) terbagi dalam dua kategori, yaitu:
1. Produk titipan (wadi’ah), dalam bentuk giro, yaitu titipan murni dari satu
pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus
dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendakinya. Prinsip
yang diterapkan pada rekening giro adalah wadi’ah yad dhamanah yang
diperbolehkan untuk dimanfaatkan. Implikasi hukum wadi’ah yad
dhamanah ini sama dengan qardh, dimana nasabah sebagai yang
meminjamkan uang, dan bank bertindak sebagai yang dipinjami uang
(Karim, 2011:94). Berikut ayat Al Qur‟an dan Hadits yang berhubungan
dengan wadi’ah:
”Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk menyampaikan amanat
(titipan) kepada yang berhak menerimanya.” (Q.S An Nisa [4] : 58)
”Jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang
dipercaya itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaknya ia
bertakwa kepada Allah. (Q.S Al Baqarah [2] : 283)
36
2. Produk mudharabah yaitu partisipasi modal berbagi hasil dan berbagi
risiko (non guaranted deposit).
Bank syariah mempunyai kewajiban yang berbeda-beda sesuai dengan
karakteristik dana. Dalam sistem bank syariah, tidak mengenal adanya cost of
fund. Bagi bank syariah, bagian yang menjadi hak nasabah penabung ataupun
deposan merupakan bagi hasil dari keuntungan ataupun kerugian dari hasil
pengelolaan dana untuk jenis dana tabungan dan deposito mudharabah.
Sedangkan untuk dana wadi’ah, nasabah mendapatkan bonus. Faktor yang
mempengaruhi kenaikan dana pihak ketiga (DPK) antara lain adalah jumlah
jaringan kantor bank syariah, fatwa MUI tentang haramnya bunga, Suku Bunga
Bank Indonesia, pemanfaatan jaringan ATM bersama, penyediaan kartu debit
syariah, suku bunga bank konvensional, tingkat bagi hasil bank syariah, gross
domestic product (GDP), dan kebijakan office channeling.
F. Jumlah Kantor
Jumlah kantor bank berkaitan dengan kemudahan fasilitas serta pelayanan
yang ditawarkan pada masyarakat. Untuk meraih minat masyarakat pada bank
harus dikembangkan jaringan kantor cabang dan cabang pembantu yang cukup
luas yang dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Makin banyaknya
jumlah kantor bank maka kesempatan masyarakat untuk menabung semakin
banyak dan meningkat. Dengan kondisi yang seperti ini maka akan semakin
membuka kesempatan bagi masyarakat yang ingin memenuhi kebutuhannya di
bidang perbankan. Dalam hal ini adalah menabung atau menyimpan dananya pada
lembaga perbankan, tanpa adanya alasan yang disebabkan lokasi bank yang jauh
37
dari tempat tinggal, sehingga mereka malas dan enggan untuk menabungkan
uangnya di bank karena tidak memiliki waktu luang (Latumaerrisa, 1999:150).
a. Office Channeling
Hingga saat ini, publik perbankan belum begitu familiar dengan
istilah office channelling. Beberapa bankir menilai office channelling mirip
dengan sistem perbankan dua jendela (two windows system) yang berlaku di
Malaysia. Padahal terdapat perbedaan yang mendasar antara office
channelling dengan two windows system. Two windows system yang
digunakan di Malaysia, memperbolehkan bank umum (konvensional) yang
tidak memiliki unit usaha syariah atau kantor cabang syariah untuk
melakukan semua transaksi dengan skim syariah dalam satu kantor termasuk
dalam hal kebijakan manajemen dan sumber daya manusia. Dengan kata lain,
dalam satu bank terdapat dua sistem layanan sekaligus, skim syariah dan
konvensional.
Sedangkan office channelling yang dimaksudkan Bank Indonesia
adalah penggunaan kantor bank umum (konvensional) dalam melayani
transaksi-transaksi dengan skim syariah, dengan syarat bank bersangkutan
telah memiliki unit usaha syariah. Kemudian, bank yang memiliki unit usaha
syariah hanya dapat memanfaatkan tempat yang ada pada kantor
konvensional untuk melakukan transaksi dengan skim syariah. Dalam hal ini
Bank Indonesia hanya mengizinkan transaksi penghimpunan dana pihak
ketiga (DPK) saja. Sedangkan untuk transaksi pembiayaan, tetap harus
dilakukan di kantor unit usaha syariah atau kantor cabang syariah dan untuk
38
kebijakan manajemen dan sumber daya manusia tetap ditentukan oleh kantor
pusat bank bersangkutan.
Pola two windows system yang selama ini diterapkan di Malaysia
masih diperdebatkan (debatable) keberadaanya oleh para syariah scholars
baik di Timur Tengah, maupun di Malaysia sendiri. Inti yang diperdebatkan
adalah kehalalan praktik mencampuradukkan antara praktik syariah dan
praktik konvensional dalam “satu keranjang”. Karena pola office chanelling
ini ada kemiripan dengan two windows system di Malaysia, maka aspek
kehalalan produk dan praktik perbankan yang sesuai syariah harus
diutamakan.
Dari sisi hukum Islam, para pengamat menganggap bahwa
penggunaan office channelling lebih murni syariah dibandingkan dengan two
windows system, karena dalam office channelling proses pembukuan,
akuntansi, serta manajemennya lebih bebas dari kontaminasi bank
konvensional yang menjadi induknya dibandingkan dalam two windows
system (Hasan, 2007).
Menurut pasal 1 ayat 20 Peraturan Bank Indonesia No. 8/3/2006
menerangkan bahwa: “Layanan Syariah adalah kegiatan penghimpunan dana
yang dilakukan di Kantor Cabang dan atau di bawah kantor cabang untuk dan
atas nama Kantor Cabang Syariah pada bank yang sama.”
Sederhananya, office channeling adalah kegiatan yang dilakukan oleh
bank konvensional yang memiliki unit usaha syariah dalam upaya
39
meningkatkan market share dengan memperluas jaringan dan menggunakan
kantor cabang konvensional dan atau kantor di bawah kantor cabang yang
menginduk pada kantor cabang syariah yang sama (Yunita, 2007).
Untuk menerapkan office channelling pada unit usaha syariah ada
beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, diantaranya adalah (Pasal 38 (2)
PBI 8/3/PBI/2006):
1. Dalam satu wilayah kerja Kantor Bank Indonesia dengan Kantor
Cabang Syariah induknya;
2. Menggunakan pola kerja sama antar Kantor Cabang Syariah induknya
dengan Kantor Cabang dan atau Kantor Cabang Pembantu;
3. Mempergunakan SDM sendiri Bank Konvensional yang telah
memiliki pengetahuan mengenai produk dan operasional perbankan
syariah;
4. Wajib memiliki pencatatan dan pembukuan yang terpisah dari Kantor
Cabang dan/atau Kantor Cabang Pembantu;
5. Menggunakan standar akuntansi keuangan yang berlaku bagi
perbankan syariah;
6. Laporan keuangan layanan syariah wajib digabungkan dengan laporan
keuangan Kantor Cabang Syariah induknya pada hari yang sama.
G. Non Performing Financing (NPF)
a. Pengertian Non Performing Financing (NPF)
Pembiayaan bermasalah berarti pembiayaan yang dalam
pelaksanaannya belum mencapai atau memenuhi target yang diinginkan
40
pihak bank seperti pengembalian pokok atau bagi hasil yang bermasalah,
pembiayaan yang memiliki kemungkinan timbulnya resiko di kemudian hari
bagi bank, pembiayaan yang termasuk golongan perhatian khusus, diragukan
dan macet serta golongan lancar yang berpotensi terjadi penunggakan dalam
pengembalian (Veithzal, 2007).
Menurut Sudarsono (2007) pembiayaan non lancar atau yang juga
dikenal dengan istilah non performing financing (NPF) dalam perbankan
syariah adalah jumlah kredit yang tergolong lancar yaitu jumlah kredit yang
tergolong lancar yaitu dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet
berdasarkan ketentuan Bank Indonesia tentang kualitas aktiva produktif.
Non performing financing (NPF) merupakan rasio yang menunjukkan
jumlah pembiayaan yang bermasalah. Non performing financing (NPF) yang
tinggi dapat mempengaruhi permodalan karena bank harus memenuhi PPAP
yang terbentuk. Jika hal tersebut terjadi terus menerus maka modal bank akan
semakin berkurang karena bank harus mengeluarkan biaya untuk membayar
PPAP. Nilai non performing financing (NPF) yang rendah akan
meningkatkan profitabilitas bank syariah.
Menurut Siswanto Sutojo (2000:186) faktor penyebab timbulnya
kredit bermasalah dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan, yaitu:
a. Faktor Internal Bank
Penyebab internal bank pertama atas terjadinya kredit bermasalah
adalah penyelenggaraan analisis kredit yang kurang sempurna. Hal itu
41
disebabkan karena account officer dan credit analys yang ditugaskan
kurang mampu, atau karena pimpinan bank mendapat tekanan pihak luar
untuk memutuskan kredit.
Faktor internal lain yang dapat menjadi sebab munculnya kredit
bermasalah adalah pimpinan bank terlalu agresif menyalurkan kredit. Hal
tersebut antara lain disebabkan karena telah berhasil mengumpulkan
deposito dalam jumlah besar dan dalam jangka waktu singkat. Akibatnya
beban biaya deposito mereka terlalu besar. Untuk menutupi beban
deposito yang besar itu mereka berusaha keras menyalurkan kredit dan
mendapatkan bunga sebanyak dan secepat mungkin. Strategi penyaluran
kredit seperti itu dapat menurunkan ketajaman analisis kredit sehingga
permintaan kredit dengan mutu kurang memadai pun diluluskan.
Faktor internal bank ketiga yang dapat meningkatkan risiko
munculnya kredit bermasalah adalah lemahnya sistem pemantauan mutu
kredit dan kredibilitas debitur. Karena lemahnya sistem pemantauan
tersebut, pimpinan bank tidak mampu mengawasi secara sempurna
penggunaan kredit oleh debitur serta perkembangan kinerja usaha bisnis
dan keuangan mereka. Bank baru dapat mengidentifikasi kinerja debitur
menurun, setelah mereka menunggak pembayaran bunga dan/atau
pelunasan kredit yang jatuh tempo.
Faktor internal keempat adalah campur tangan pemegang saham
yang berlebihan dalam proses pengambilan keputusan pemberian kredit.
42
Hal itu dapat menyebabkan pimpinan bank menyimpang dari kebijakan
penyaluran kredi yang telah digariskan.
Faktor internal kelima adalah pemberian kredit tambahan tanpa
analisis kredit yang tajam dan tambahan jaminan kredit.
1. Ketidaklayakan Debitur
Kredit bank dapat diberikan kepada debitur perorangan dan
debitur badan usaha. Sumber pembayaran bunga dan pelunasan kredit
kebanyakan debitur perorangan adalah penghasilan tetap mereka.
Oleh karena itu, apabila penghasilan tetap mereka terganggu biasanya
pembayaran kredit mereka juga terganggu. Penyebab kredit
perorangan bermasalah lainnya adalah debitur menderita sakit berat,
kecelakaan, bercerai berai atau meninggal dunia.
b. Pengaruh Faktor Eksternal
Banyak faktor eksternal mempunyai pengaruh besar terhadap
kelancaran kegiatan usaha perusahaan. Apabila pengaruh tersebut bersifat
negatif, profitabilitas dan likuiditas keuangan maupun kemampuan
mereka membayar pinjaman dapat terganggu.
Salah satu faktor eksternal yang dapat menganggu kelancaran
usaha perusahaan adalah penurunan kondisi ekonomi moneter negara atau
sektor usaha. Bagi banyak perusahaan dampak langsung memburuknya
kondisi ekonomi moneter negara adalah menurunnya hasil penjualan
barang atau jasa. Selanjutnya profitabilitas dan likuiditas keuangan
menurun sehingga kemampuan membayar pinjaman berkurang. Hal itu
43
disebabkan karena sumber dana internal perusahaan untuk membayar
hutang adalah laba sesudah pajak dan alokasi dana penyusutan.
Faktor eksternal kedua adalah adanya bencana alam yang merusak
atau memusnahkan fasilitas produksi yang dimiliki perusahaan. Walaupun
fasilitas produksi tersebut dapat dilindungi dengan kontrak asuransi namun
kerusakan atau kemusnahan fasilitas produksi tersebut dapat mengganggu
kelangsungan produksi dan pemasaran produk. Akibatnya likuiditas
keuangan perusahaan dapat terganggu.
Peraturan pemerintah dapat menjadi sebab lain merosotnya
kemampuan debitur bank dalam mengembalikan kredit. Sebagai contoh,
peraturan pemerintah Indonesia pada masa orde baru yang
memperbolehkan kapal-kapal asing menyinggahi banyak pelabuhan dalam
negeri telah menimbulkan persaingan berat bagi perusahaan pelayaran
nasional. Perusahaan pelayaran nasional yang kalah bersaing dengan
perusahaan pelayaran asing banyak kehilangan muatan barang dan
menurun kinerja bisnisnya. Penurunan kinerja bisnis tersebut dapat
mempengaruhi kemampuan perusahaan pelayaran nasional
mengembalikan kredit.
Faktor lain yang mempengaruhi kemampuan debitur membayar
bunga dan mengembalikan kredit adalah melemahnya kurs nilai tukar
mata uang nasional terhadap mata uang asing. Faktor kurs nilai tukar
tersebut makin besar pengaruhnya terhadap debitur yang meminjam kredit
44
dalam mata uang asing dan memasarkan produk mereka di dalam negeri
dengan harga mata uang nasional. Pada dekade 1990-an banyak kredit
perusahaan Indonesia dalam denominasi mata uang asing mendadak naik
jumlahnya karena nilai tukar rupiah merosot. Hal ini menyebabkan beban
bunga dan pembayaran kembali kredit meningkat sampai di luar batas
kemampuan debitur.
Melakukan analisis masalah terhadap pembiayaan bermasalah
dalam penyelamatan kredit bertujuan untuk memahami jenis masalah dan
sejauh mana tingkat keparahan masalahnya. Hal ini perlu karena hasil
diagnosa tersebut akan menentukan strategi penyelamatan yang akan
diambil. Melakukan analisis masalah dapat dimulai dengan melihat gejala-
gejala yang menyebabkan menurunnya klasifikasi nasabah. Misalnya,
timbulnya kesulitan cash flow, kemorosotan kondisi keuangan nasabah,
kurangnya perhatian manajemen terhadap jalannya usaha, lesunya kondisi
ekonomi, peraturan-peraturan/undang-undang dan sebagainya.
Bank syariah sebagai bagian dari pemain ekonomi juga ikut
berpartisipasi dalam menentukan keberhasilan dan kegagalan
perekonomian nasional. Bukan menjadi jaminan bahwa aspek syariah
yang sudah diterapkan bank syariah dalam menjalankan kegiatan
operasionalnya, membuat bank syariah tidak akan terkena dampak
pembiayaan bermasalah yang terjadi. Kondisi makroekonomi yang kurang
kondusif dalam mendukung rencana dan target pertumbuhan yang
dicanangkan bank syariah, membuat bank syariah juga ikut terpuruk,
45
walaupun dampak yang ditimbulkan tidak sebesar yang terjadi pada bank
konvensional. Prinsip kehati-hatian merupakan suatu hal yang penting
diaplikasikan dalam setiap transaksi dan kegiatan yang dilakukan oleh
perbankan syariah.
Tabel 2.1
Perhitungan Non Performing Financing (NPF) Berdasarkan
Kemampuan Bayar Nasabah (Debitur) di Bank Syariah
(Ihsan, 2011:23)
b. Penilaian Kesehatan Non Performing Financing (NPF)
Besarnya non performing financing (NPF) yang diperbolehkan Bank
Indonesia adalah maksimal 5%, jika melebihi 5% akan mempengaruhi
penilaian tingkat kesehatan bank yang bersangkutan yaitu akan mengurangi
Jenis
Pembiayaan
Kategori yang Diperhitungkan Dalam Non
Performing Financing (NPF)
Kurang Lancar Diragukan Macet
Murabahah,
Istshna,
Ijarah, Qard
Tunggakan lebih
dari 90 hari s.d.
180 hari
Tunggakan lebih
dari 180 hari s.d.
270 hari
Tunggakan lebih
270 hari
Salam
Telah jatuh
Tempo s.d. 60
hari
Telah jatuh tempo
s.d. 90 hari
Lebih dari 90
hari
Mudharabah,
Musyarakah
Tunggakan s.d.
90 realisasi bagi
hasil di atas 30%
s.d. 90% dari
proyek
pendapatan.
Tunggakan lebih
dari 90 hari s.d.
180 hari realisasi
bagi hasil kurang
dari 3%
Tunggakan lebih
dari 180 hari,
realisasi
pendapatan
kurang dari 30%
dari proyeksi
pendapatan lebih
dari 3 periode
pembayaran
46
nilai skor yang diperoleh. Variabel ini mempunyai bobot nilai 20%, skor nilai
non performing financing (NPF) ditentukan sebagai berikut:
1. Lebih dari 8%, skor nilai = 0
2. Antara 5% - 8%, skor nilai = 80
3. Antara 3% - 5%, skor nilai = 90
4. Kurang dari 3%, skor nilai = 100
Bila resiko pembiayaan meningkat, margin/bunga kredit akan
meningkat pula. Sementara itu, dalam ekonomi Islam sektor perbankan tidak
mengenal instrumen bunga, sistem keuangan Islam menerapkan sistem
pembagian keuntungan dan kerugian, bukan kepada tingkat bunga yang telah
menetapkan tingkat keuntungan di muka.
H. Penelitian Terdahulu
Beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa faktor
internal dan eksternal perbankan syariah mempengaruhi market share perbankan
syariah diantaranya;
Penelitian Bambang Saputra (2014), menganalisis Faktor-faktor keuangan
yang mempengaruhi market share perbankan syariah di Indonesia (Januari 2010 –
Desember 2012). Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh ROA,
CAR, FDR, NPF, dan ROE terhadap market share perbankan syariah. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa variabel ROA berpengaruh signifikan positif,
CAR berpengaruh signifikan positif, FDR berpengaruh signifikan positif, NPF
berpengaruh signifikan negatif, dan REO berpengaruh signifikan negatif.
47
Penelitian Aulia Rahman (2016), tentang Analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi market share bank syariah (Januari 2010 – Desember 2015). Hasil
penelitian menunjukkan di awal pengamatan, variabel BOPO memiliki pengaruh
yang sangat dominan sekali dibanding dengan variabel lainnya dibanding dengan
variabel lainnya yakni sebesar 7,18%. Sedangkan pada akhir pengamatan, variabel
NPF memiliki variance yang sangat dominan dalam mempengaruhi market share
bank syariah yaitu sebesar 29,02%. Jadi dapat kita simpulkan bahwa, variabel
BOPO dominan dalam mempengaruhi market share bank syariah dalam jangka
panjang, sedangkan CAR dalam mempengaruhi market share bank syariah dalam
jangka waktu pendek.
Penelitian Mohammad Nabi Shahiki Tash, Kamlan Mahmodpour, dan
Zahra Saravani (2014), Evaluation of bank market share and its affective
determinants (Sepah Bank). Hipotesis untuk semua variabel tidak dapat ditolak.
Namun, hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel tidak statis. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa market share tidak stabil selama ini. Dengan
kata lain faktor yang mempengaruhi market share bank yang terdiri dari aset,
sight deposits, saving deposits, dan lain-lain dievaluasi di Bank Sepah
mengungkapkan market share yang tidak statis. Akhirnya, ketidakstabilan dalam
market share dan upaya pesaing untuk menaikkan market share akan difasilitasi
melalui mekanisme pergerakan pasar yang kompetitif.
Penelitian Robert M. Odunga (2016), Specific performance indicators,
market share and operating efficiency for commercial banks in Kenya. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa model mampu menjelaskan lebih dari setengah
48
dari variasi dalam efisiensi operasional yang dibuktikan R2 = 53% dan R
2
(keseluruhan) = 64%. Variabilitas keseluruhan dalam efisiensi operasi dijelaskan
secara signifikan seperti yang ditunjukkan oleh nilai p- model = 0,000 < 0,05,
menyiratkan bahwa model itu sangat cocok. Efisiensi operasional adalah positif
signifikan pada p -nilai = 0,001 < 0,05. Ini berarti bahwa efisiensi operasional dari
perusahaan saat ini secara signifikan mempengaruhi efisiensi operasional setahun
kemudian dan kinerja perusahaan pasti akan mempengaruhi bagaimana suatu
perusahaan bergerak maju dalam upaya untuk merampingkan strategi operasional.
Secara statistik, karena banyak variabel independen yang signifikan dalam
menjelaskan variasi dalam efisiensi operasional, ada indikasi dari peningkatan
efisiensi di sektor perbankan Kenya, yang bisa karena reformasi besar-besaran
ditingkatkan di sektor ini dan pengurangan kredit bermasalah.
Maziar Askari Zad Masooleh, Muhammad Doostar, dan Sina Kheradyar
(2016), The impact of credit risk on bank profitability and asset quality (A study
on Ghavamin Bank). Hasil penelitian menunjukkan bahwa risiko kredit dan
kualitas aset mempengaruhi profitabilitas bank. Selain itu, peningkatan kualitas
risiko kredit dan aset disebabkan penurunan profitabilitas, risiko tidak ada
pembayaran dan rasio biaya operasional terhadap total rasio pinjaman sebagai
indikator risiko kredit serta investor properti untuk indikator kualitas aset adalah
dampak terbesar profitabilitas bank. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk
mengurangi dampak dari peningkatan risiko kredit karena meningkatnya biaya
profitabilitas bank dan kualitas aset adalah dengan mengurangi dampak
peningkatan profitabilitas karena berkurangnya likuiditas bekerja.
49
Penelitian Ndifon Ojong Ejoh dan Jacob Acquah Sackey (2014), The
impact of market share on deposit money banks profitability in Nigeria. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa market share memainkan peran penting dalam
menjelaskan return on assets (ROA) bank yang merupakan ukuran profitabilitas
bank. Yang kuat, positif, dan hubungan yang signifikan antara market share
dengan profitabilitas bank menunjukkan bahwa margin keuntungan bank
meningkat lebih besar dengan market share. Dianjurkan bahwa bank harus
meningkatkan market share mereka dengan memberikan jasa yang lebih menarik
termasuk menawarkan pinjaman yang menarik dan suku bunga simpanan.
Penelitian Hamid Reza Bahrami dan Fariddedin Allameh Haery (2014),
Insvestigated the effective factors in the process of market share increase among
branches of Bank Saderat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa yang
disebutkan di atas delapan faktor dalam hipotesis berpengaruh pada peningkatan
market share Bank Saderat, pertanyaan ini diajukan bahwa faktor-faktor memiliki
efek tertinggi dan untuk mengarahkan manajemen bank untuk meningkatkan
market share Bank Saderat. Dengan demikian, efek dari semua faktor ini pada
market share Bank Saderat diperiksa dalam sepuluh hipotesis. Nilai F-statistik
(8,134) dan p-value (<0,001) maka dapat disimpulkan bahwa efektivitas berbagai
faktor pada market share Bank Saderat tidak sama. Atas dasar hasil uji Dunkan,
semua faktor ini diklasifikasikan menjadi empat kelas. Faktor-faktor dalam satu
kelas memiliki efek yang sama pada peningkatan market share bank dengan
tingkat signifikansi 0,05. Menurut temuan ini empat kelas adalah sebagai berikut
dalam hal terendah untuk efek tertinggi:
50
1. Kelas satu: dokumentasi dan peralatan fisik, general factors, dan
aksesibilitas bank
2. Kelas dua: aksesibilitas bank, teknologi, dan pemasaran
3. Kelas tiga: pemasaran, fasilitas bank, dan jasa bank
4. Kelas empat: jasa bank dan human factors
I. Ringkasan Pemikiran Terdahulu
Tabel 2.2
Penelitian Terdahulu
No Peneliti Model
Analisis
Variabel
Dependen
Variabel
Independen Hasil
1
Bambang
Saputra
(2014)
Regresi
Linear
Berganda
Market
Share
ROA, CAR,
FDR, NPF,
dan ROE
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa
variabel ROA berpengaruh
signifikan positif, CAR
berpengaruh signifikan
positif, FDR berpengaruh
signifikan positif, NPF
berpengaruh signifikan
negatif, dan REO
berpengaruh signifikan
negatif.
2
Aulia
Rahman
(2016)
Analisis
VAR
Market
Share
NPF, BOPO,
CAR, dan
SBIS
Di awal pengamatan,
variabel BOPO memiliki
pengaruh yang sangat
dominan sekali dibanding
dengan variabel lainnya
dibanding dengan variabel
lainnya yakni sebesar
7.18%. Sedangkan pada
akhir pengamatan, variabel
NPF memiliki variance
yang sangat dominan dalam
mempengaruhi market
share bank syariah yaitu
sebesar 29.02%. Jadi dapat
kita simpulkan bahwa,
variabel BOPO dominan
dalam mempengaruhi
market share bank syariah
dalam jangka panjang,
sedangkan CAR dalam
mempengaruhi market
share bank syariah dalam
51
jangka waktu pendek.
3
Mohammad
Nabi Shahiki
Tash,
Kamlan
Mahmodpour
, dan Zahra
Saravani
(2014)
Regresi
ADF-Test
Statistic
Market
Share
Assets, Sight
Deposits,
Saving
Deposits,
Long Term
Deposits,
Short Term
Deposits,
ATM,
PINPAD,
Debit Cards,
POS, dan
Profit or Loss
Hipotesis untuk semua
variabel tidak dapat ditolak.
Namun, hasil penelitian
menunjukkan bahwa
variabel tidak statis.
Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa market
share tidak stabil selama
ini. Dengan kata lain faktor
yang mempengaruhi market
share bank yang terdiri dari
aset, sight deposits, saving
deposits, dan lain-lain
dievaluasi di Bank Sepah
mengungkapkan market
share yang tidak statis.
Akhirnya, ketidakstabilan
dalam market share dan
upaya pesaing untuk
menaikkan market share
akan difasilitasi melalui
mekanisme pergerakan
pasar yang kompetitif.
4
Robert M.
Odunga
(2016)
Regresi
Market
Share dan
Efisiensi
Operasional
Modal, Risiko
Kredit,
Likuiditas,
Prifitabilitas,
dan Kualitas
Aset
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa model
mampu menjelaskan lebih
dari setengah dari variasi
dalam efisiensi operasional
yang dibuktikan R2 = 53%
dan R2 (keseluruhan) =
64%. Variabilitas
keseluruhan dalam efisiensi
operasi dijelaskan secara
signifikan seperti yang
ditunjukkan oleh nilai p-
model = 0,000 < 0,05,
menyiratkan bahwa model
itu sangat cocok. Efisiensi
operasi adalah positif
signifikan pada p -nilai =
0,001 < 0,05. Ini berarti
bahwa efisiensi operasional
dari perusahaan saat ini
secara signifikan
mempengaruhi efisiensi
operasi setahun kemudian
dan kinerja perusahaan
pasti akan mempengaruhi
bagaimana suatu
perusahaan bergerak maju
dalam upaya untuk
merampingkan strategi
operasional. Secara
52
statistik, karena banyak
variabel independen yang
signifikan dalam
menjelaskan variasi dalam
efisiensi operasional, ada
indikasi dari peningkatan
efisiensi di sektor
perbankan Kenya, yang
bisa karena reformasi
besar-besaran ditingkatkan
di sektor ini dan
pengurangan kredit
bermasalah.
5
Maziar
Askari Zad
Masooleh,
Muhammad
Doostar, dan
Sina
Kheradyar
(2016)
OLS Profitabilitas
Risiko Kredit
dan Kualitas
Aset
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa risiko
kredit dan kualitas aset
mempengaruhi
profitabilitas bank. Selain
itu, peningkatan kualitas
risiko kredit dan aset
disebabkan penurunan
profitabilitas, risiko tidak
ada pembayaran dan rasio
biaya operasional terhadap
total rasio pinjaman sebagai
indikator risiko kredit serta
investor properti untuk
indikator kualitas aset
adalah dampak terbesar
profitabilitas bank. Hasil
penelitian menunjukkan
bahwa untuk mengurangi
dampak dari peningkatan
risiko kredit karena
meningkatnya biaya
profitabilitas bank dan
kualitas aset adalah dengan
mengurangi dampak
peningkatan profitabilitas
karena berkurangnya
likuiditas bekerja.
6
Ndifon
Ojong Ejoh
dan Jacob
Acquah
Sackey
(2014)
Regresi
Linear
Berganda
Profitabilitas
ROA, ROE,
Likuiditas,
Economic
Growth,
Inflasi, dan
Rate
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa
market share memainkan
peran penting dalam
menjelaskan return on
assets (ROA) bank yang
merupakan ukuran
profitabilitas bank. Yang
kuat, positif, dan hubungan
yang signifikan antara
market share dan
profitabilitas bank
menunjukkan bahwa
53
margin keuntungan bank
meningkat lebih besar
dengan market share.
Dianjurkan bahwa bank
harus meningkatkan market
share mereka dengan
memberikan jasa yang lebih
menarik termasuk
menawarkan pinjaman yang
menarik dan suku bunga
simpanan.
7
Hamid Reza
Bahrami dan
Fariddedin
Allameh
Haery (2014)
Uji Dunkan Market
Share
Human
Factors,
Teknologi,
Fasilitas Bank,
Jasa Bank,
Aksesibilitas
Bank,
Marketing
Plans,
Documentatio
ns and
Physical
Equipments,
dan General
Factors
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa bahwa
yang disebutkan di atas
delapan faktor dalam
hipotesis berpengaruh pada
peningkatan market share
Bank Saderat, pertanyaan
ini diajukan bahwa faktor-
faktor memiliki efek
tertinggi dan untuk
mengarahkan manajemen
bank untuk meningkatkan
market share Bank
Saderat. Dengan demikian,
efek dari semua faktor ini
pada market share Bank
Saderat diperiksa dalam
sepuluh hipotesis. Nilai F-
statistik (8,134) dan p-value
(<0,001) maka dapat
disimpulkan bahwa
efektivitas berbagai faktor
pada market share Bank
Saderat tidak sama. Atas
dasar hasil uji Dunkan,
semua faktor ini
diklasifikasikan menjadi
empat kelas. Faktor-faktor
dalam satu kelas memiliki
efek yang sama pada
peningkatan market share
bank dengan tingkat
signifikansi 0,05. Menurut
temuan ini empat kelas
adalah sebagai berikut
dalam hal terendah untuk
efek tertinggi:
1. Kelas satu:
dokumentasi dan
peralatan fisik,
general factors,
dan aksesibilitas
bank
54
2. Kelas dua:
aksesibilitas bank,
teknologi, dan
pemasaran
3. Kelas tiga:
pemasaran,
fasilitas bank, dan
jasa bank
4. Kelas empat: jasa
bank dan human
factors
Diolah dari berbagai referensi
Dari ringkasan penelitian terdahulu, penulis memperoleh persamaan dan
perbedaan penelitian yang akan dilakukan. Persamaan dalam penelitian ini yaitu
variabel dependen yang diteliti adalah market share. Market share sebagai
variabel dependen dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal perbankan.
Faktor internal seperti rasio-rasio keuangan dalam perbankan seperti ROA, ROE,
BOPO, FDR, CAR, NPF, dan lain-lain. Faktor internal dari sisi informasi dan
teknologi seperti, ATM, Debit Cards, dan jaringan kantor serta faktor internal
yang lain seperti simpanan dan human factors. Sedangkan dari faktor eksternal
seperti inflasi, rate, dan economic growth. Jadi, persamaan penelitian ini adalah
faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi market share digunakan
kembali yaitu inflasi, simpanan, jaringan kantor, dan non performing financing
(NPF) terhadap market share.
Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah fokus variabel
independen yang diteliti. Penelitian terdahulu lebih melihat faktor internal dan
eksternal perbankan yang mempengaruhi market share secara umum. Sementara
penelitian ini, sesuai dengan latar belakang lebih melihat dari sisi nasabah.
Variabel inflasi menjelaskan tentang harga yang akan ditawarkan perbankan
55
syariah, sehingga mempengaruhi nasabah untuk menggunakan jasa perbankan
syariah. Variabel simpanan atau lebih dikenal dana pihak ketiga (DPK)
merupakan gambaran dari seberapa besar antusias masyarakat untuk menjadi
nasabah dan menyimpan dananya di perbankan syariah. Variabel jaringan kantor
menjelaskan tentang ekspansi perbankan syariah dalam sosialisasi produk-
produknya dan memberikan kemudahan akses untuk nasabah. Variabel non
performing financing (NPF) menjelaskan tentang adanya pembiayaan bermasalah.
Artinya ada dana yang disalurkan kepada nasabah, tetapi nasabah terlambat atau
bahkan tidak bisa lagi untuk mengembalikan dana yang diperoleh. Keempat
variabel ini merupakan representasi dari masyarakat Indonesia yang mayoritas
beragama Islam sebagai nasabah potensial perbankan syariah dalam
mempengaruhi market share aset perbankan syariah di Indonesia.
J. Kerangka Pemikiran
Salah satu parameter yang paling umum dijadikan landasan pengukuran
pertumbuhan perbankan adalah aset perbankan. Penambahan aset perbankan
merupakan indikasi utama pertumbuhan perbankan dengan perkembangan bank
syariah di Indonesia sejak berdirinya menunjukkan tingginya pertumbuhan aset
bank syariah di dalam kehidupan perekonomian Indonesia. Oleh karena itu,
peneliti juga dikuatkan dengan penelitian terdahulu untuk meneliti lebih lanjut
dengan judul analisis pengaruh faktor internal dan eksternal perbankan syariah
perbankan syariah terhadap market share aset perbankan syariah di Indonesia
periode Januari 2012 – September 2016.
56
Faktor internal yang digunakan dalam penelitian ini adalah dana pihak
ketiga (DPK), jumlah kantor, dan non performing financing (NPF). Sedangkan
faktor eksternal adalah inflasi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh
perubahan variabel independen bebas yaitu pengaruh inflasi, dana pihak ketiga
(DPK), jumlah kantor, dan non performing financing (NPF) terhadap variabel
dependen yaitu market share aset perbankan syariah yang dalam realisasinya tidak
lepas dari kondisi internal maupun eksternal. Data dari masing-masing variabel
dari situs resmi Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan yaitu Statistik
Perbankan Indonesia dan Statistik Perbankan Syariah yang dipublikasikan pada
Laporan Publikasi Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan. Data yang
digunakan adalah data bulanan dari setiap variabel independen dan variabel
dependen.
Setelah memperoleh data disetiap variabel, data kemudian dikumpulkan
dalam program Microsoft Excel 2007 kemudian peneliti mulai melakukan analisis
regresi berganda menggunakan software Eviews 7 dengan metode Ordinary Least
Square (OLS) dan dilakukan uji asumsi klasik (uji normalitas, uji
multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, uji autokorelasi), uji statistik, dan uji
koefisien determinasi agar penelitian dapat diuji dengan baik dan benar sesuai
metodologi penelitian. Dalam uji asumsi klasik, jika salah satu uji terdapat
masalah maka data-data yang diperoleh dari Bank Indonesia dan Otoritas Jasa
Keuangan akan dilakukan logaritma natural untuk setiap variabel independen dan
variabel dependen. Jika hal ini terjadi, maka data yang digunakan dalam uji
statistik dan uji koefisien determinasi adalah data yang telah dilakukan logaritma
57
natural. Selanjutnya melakukan analisis tersebut untuk mengambil hasil
interpretasi data yang akan menghasilkan kesimpulan penelitian ini.
Dari pembahasan yang telah diuraikan di atas, berikut ini adalah kerangka
pemikiran dari penelitian yang akan dilakukan. Untuk mewujudkan kerangka
pemikiran dalam penelitian ini jika divisualisasikan dalam bentuk skema atau
model sederhana adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
Analisis pengaruh faktor internal dan eksternal perbankan syariah terhadap
market share aset perbankan syariah di Indonesia periode Januari 2012 –
September 2016
Inflasi (X1)
[Ejoh & Sackey
(2014), tidak
berpengaruh]
DPK (X2)
[Shahiki dkk
(2014),
berpengaruh]
Jumlah Kantor
(X3)
[Bahremi & Haery
(2014),
berpengaruh]
NPF (X4)
[Bambang (2014),
berpengaruh
signifikan negatif]
Market Share
Aset
(Y)
58
Model Ekonometrika
Uji Asumsi Klasik
Uji Normalitas
Uji Multikolinearitas
Uji Heteroskedastisitas
Uji Autokorelasi
Uji Statistik
Uji Parsial (Uji-t)
Uji Fisher (Uji-F)
Uji Koefisien Determinasi
Hasil dan Interpretasi
Kesimpulan dan Implikasi
59
K. Hipotesis
Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap masalah
yang diajukan dan jawaban itu masih diuji secara empiris kebenarannya. Adapun
perumusan hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. H0 : Tidak terdapat pengaruh secara parsial dan signifikan antara faktor
internal dan eksternal perbankan syariah terhadap market share aset
perbankan syariah di Indonesia periode Januari 2012 – September 2016.
H1 : Terdapat pengaruh secara parsial dan signifikan antara faktor internal
dan eksternal perbankan syariah terhadap market share aset perbankan
syariah di Indonesia periode Januari 2012 – September 2016.
2. H0 : Tidak terdapat pengaruh secara simultan dan signifikan antara faktor
internal dan eksternal perbankan syariah terhadap market share aset
perbankan syariah di Indonesia periode Januari 2012 – September 2016.
H1 : Terdapat pengaruh secara simultan dan signifikan antara faktor
internal dan eksternal perbankan syariah terhadap market share aset
perbankan syariah di Indonesia periode Januari 2012 – September 2016.
60
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis memfokuskan variabel dependen yaitu market
share aset perbankan syariah dan variabel independennya difokuskan pada inflasi,
dana pihak ketiga (DPK), jumlah kantor, dan non performing financing (NPF).
Penelitian ini merupakan penelitian analisis pengaruh karena tujuan penelitian ini
adalah meneliti hubungan pengaruh antara dua variabel, yaitu variabel independen
(inflasi, dana pihak ketiga (DPK), jumlah kantor, dan non performing financing
(NPF)) dengan variabel dependen (market share aset).
Data operasionalnya yang digunakan pada penelitian ini menggunakan
data runtun waktu (time series). Semua data dalam bulanan yaitu periode bulan
Januari 2012 hingga September 2016 yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dan
Otoritas Jasa Keuangan serta dari sumber-sumber lainnya yang terkait.
B. Teknik Penentuan Sampel
Menurut Kuncoro (2009:105) sampel adalah suatu himpunan bagian
(subset) dari unit populasi yang diharapkan dapat mewakili populasi penelitian.
Sampel yang baik umumnya memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Sampel yang baik memungkinkan peneliti untuk mengambil keputusan
yang berhubungan dengan besarnya sampel untuk memperoleh jawaban
yang dikehendaki.
61
2. Sampel yang baik mengidentifikasikan probabilitas dari setiap unit
analisis untuk menjadi sampel.
3. Sampel yang baik dengan menghitung akurasi dan pengaruh (misalnya
kesalahan) dalam pemilihan sampel.
4. Sampel yang baik dengan menghitung derajat kepercayaan yang
diterapkan dalam estimasi populasi yang disusun dari sampel statistika.
Sampel dalam penelitian ini adalah market share aset, inflasi, dana pihak
ketiga (DPK), jumlah kantor, dan non performing financing (NPF) pada
perbankan syariah di Indonesia periode Januari 2012 – September 2016.
C. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data
yang diperoleh secara tidak langsung dari sumbernya. Data yang digunakan dalam
penelitian ini mengambil data Statistik Perbankan Indonesia dan Statistik
Perbankan Syariah dari website Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan. Data
yang digunakan merupakan data angka-angka (kuantitatif) bulanan dari periode
Januari 2012 – September 2016.
Dalam studi kepustakaan, penulis membaca, mempelajari, dan
menganalisis bahan-bahan tertulis seperti jurnal, buku, artikel, dan informasi
tertulis lainnya yang berhubungan dengan pembahasan dalam tesis ini.
62
D. Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini untuk mengetahui analisis pengaruh inflasi, dana
pihak ketiga (DPK), jumlah kantor, dan non performing financing (NPF) terhadap
market share aset perbankan syariah di Indonesia dengan menggunakan metode
data kuantitatif, yaitu data yang digunakan dalam penelitian berbentuk angka
dengan menggunakan alat analisis Ordinary Least Square (OLS) digunakan untuk
mencapai penyimpangan atau error yang minimum dengan menggunakan analisis
regresi berganda yaitu digunakan lebih dari dua variabel indpenden.
Menurut Ajija (2011:23) Ordinary Least Square (OLS) merupakan metode
estimasi yang sering digunakan untuk mengestimasi fungsi regresi populasi dari
fungsi regresi sampel. Untuk analisis data akan dilakukan dengan bantuan aplikasi
komputer yaitu program Microsoft Excel 2007 dan program Eviews 7. Hubungan
variabel market share aset dengan variabel inflasi, dana pihak ketiga (DPK),
jumlah kantor, dan non performing financing (NPF) diformulasikan sebagai
berikut:
Y = f (X1, X2, X3,X4)
Sedangkan model ekonometrika ditulis:
Y = β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + β4 X4 + e
Market Share Aset = β0 + β1 Inflasi + β2 DPK + β3 Jumlah Kantor + β4 NPF + e
63
Dimana:
β0 : Constanta
β1, β2, β3, β4 : Koefisien Regresi dari masing-masing variabel
yang mempengaruhi Market Share Aset
Market Share Aset : Market Share Aset
Inflasi : Inflasi
DPK : Dana Pihak Ketiga (DPK)
Jumlah Kantor : Jumlah Kantor
NPF : Non Performing Financing (NPF)
e : Error Terms (variabel di luar model tetapi tidak
ikut berpengaruh terhadap variabel dependen)
1. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik dilakukan untuk mendeteksi apakah terdapat
normalitas, multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi. Uji
asumsi klasik penting dilakukan untuk menghasilkan estimator yang linier
tidak bias dengan varian yang minimum BLUE (Best Linier Unbiased
Estimator), yang berarti model regresi tidak mengandung masalah. Untuk itu
diperlukannya pendeteksian lebih lanjut diantaranya:
a. Uji Normalitas
Uji normalitas ini bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah
model regresi antara variabel dependen, variabel independen atau
keduanya mempunyai distribusi normal atau mendekati normal. Uji
64
normalitas menjadi sangat populer dan tercakup di beberapa komputer
statistik (Gujarati, 2006:164).
Menurut Gujarati (2006:165) uji normalitas residual metode
Ordinary Least Square (OLS) secara formal dapat dideteksi dari metode
yang dikembangkan oleh Jarque-Bera (JB). Deteksi dengan melihat
Jarque-Bera (JB) yang merupakan asimtotis (sampel besar dan didasarkan
atas residual Ordinary Least Square). Uji ini dengan melihat probabilitas
Jarque-Bera (JB) sebagai berikut:
Langkah-langkah pengujian normalitas data sebagai berikut:
Hipotesis: H0: Model berdistribusi normal
H1: Model tidak berdistribusi normal
Bila probabilitas Obs*R2 > 0.05 → Signifikan, H0 diterima
Bila probabilitas Obs*R2 < 0.05 → Tidak Signifikan, H0 ditolak
b. Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas berarti adanya hubungan linier yang sempurna
atau pasti diantara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan
(independen) dari model regresi (Gujarati, 2006:184).
Sedangkan menurut Nachrowi (2008:95) jika tidak korelasi antara
kedua variabel tersebut, maka koefisien pada regresi majemuk akan sama
65
dengan koefisien pada regresi sederhana. Hubungan linier antar variabel
bebas inilah yang disebut dengan multikolinearitas.
Dalam penelitian ini penulis akan melihat multikolinearitas dengan
menguji koefisien korelasi (r) berpasangan yang tinggi diantara variabel-
variabel penjelas. Sebagai aturan main yang kasar (rule of thumb), jika
koefisien korelasi cukup tinggi katakanlah di atas 0.8 maka diduga
terjadinya multikolinearitas dalam model. Sebaliknya jika koefisien
korelasi di bawah 0.8 maka diduga model tidak mengandung
multikolinearitas.
Uji koefisien korelasinya yang mengandung unsur kolinearitas,
misalnya variabel X1 dan X2. Langkah-langkah pengujian sebagai berikut:
Bila r < 0.8 (model tidak terdapat multikolinearitas)
Bila r > 0.8 (model terdapat multikolinearitas)
Ada beberapa cara untuk mengatasi masalah adanya
multikolinearitas, antara lain melihat informasi sejenis yang ada,
mengeluarkan variabel dan mencari data tambahan (Nachrowi, 2008:104).
c. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas terjadi apabila variasi Ut tidak konstan atau
sering berubah-ubah seiring dengan berubahnya nilai variabel independen
(Gujarati, 2006:146).
66
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu
pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu
pengamatan ke pengamatan yang lain itu tetap, maka disebut
homoskedastisitas dan jika variance tidak konstan atau berubah-ubah
disebut dengan heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang
homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas (Nachrowi,
2008:108).
Untuk melacak keberadaan heteroskedastisitas dalam penelitian ini
digunakan uji white. Dengan langkah-langkah pengujian sebagai berikut:
Hipotesis: H0: Model tidak terdapat heteroskedastisitas
H1: Model terdapat heteroskedastisitas
Bila probabilitas Obs*R2 > 0.05 → Signifikan, H0 diterima
Bila probabilitas Obs*R2 < 0.05 → Tidak Signifikan, H0 ditolak
Apabila probabilitas Obs*R2 lebih besar dari 0.05 maka model
tersebut tidak terdapat heteroskedastisitas. Sebaliknya jika probabilitas
Obs*R2 lebih kecil dari 0.05 maka model tersebut dipastikan terdapat
heteroskedastisitas. Model tersebut harus ditanggulangi melalui
transformasi logaritma natural dengan cara membagi persamaan regresi
dengan variabel independen yang mengandung heteroskedastisitas.
67
d. Uji Autokorelasi
Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai “korelasi diantara anggota
observasi yang diurut menurut waktu (seperti deret berkala) atau ruang
(seperti data lintas-sektoral)” (Gujarati,2006:147).
Menurut Nachrowi (2008:183) dalam berbagai studi ekonometrika,
data time series sangat banyak digunakan. Namun dibalik pentingnya data
tersebut, ternyata data time series menyimpan berbagai permasalahan,
salah satunya yaitu autokorelasi. Autokorelasi merupakan penyebab yang
akibat data menjadi tidak stasioner, sehingga bila data dapat distasionerkan
maka autokorelasi akan hilang dengan sendirinya, karena metode
transformasi data untuk membuat data yang tidak stasioner sama dengan
tranformasi data untuk menghilangkan autokorelasi.
Dalam Gujarati (2006:147) untuk melihat ada tidaknya penyakit
autokorelasi dapat juga digunakan uji langrange multiplier (LM Test) atau
yang disebut uji breusch-goldfrey dengan membandingkan nilai
probabilitas R-Squared dengan α = 0.05. Langkah-langkah pengujian
sebagai berikut:
Hipotesis: H0: Model tidak terdapat autokorelasi
H1: Model terdapat autokorelasi
Bila probabilitas Obs*R2 > 0.05 → Signifikan, H0 diterima
Bila probabilitas Obs*R2 < 0.05 → Tidak Signifikan, H0 ditolak
68
Apabila probabilitas Obs*R2 lebih besar dari 0.05 maka model
tersebut tidak terdapat autokorelasi. Apabila probabilitas Obs*R2 lebih
kecil dari 0.05 maka model tersebut terdapat autokorelasi.
Dalam Gujarati (2006:147) selain itu, ada salah satu cara lagi yang
digunakan untuk mendeteksi autokorelasi adalah uji durbin-watson (D-W).
Deteksi adanya autokorelasi dapat menggunakan besaran durbin-watson
(D-W). Berikut ini tabel yang digunakan untuk menentukan ada tidaknya
autokorelasi dengan uji Durbin-Watson:
1. Angka D-W di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif.
2. Angka D-W di bawah -2 sampai +2, sampai tidak ada autokorelasi.
3. Angka D-W di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif.
Tabel 3.1
Menentukan ada tidaknya autokorelasi dengan Uji Durbin-Watson
Ada
autokorelasi
positif
Tidak dapat
diputuskan
(ragu-ragu)
Tidak ada
autokorelasi
Tidak dapat
diputuskan
(ragu-ragu)
Ada
autokorelasi
negative
0 dL du 2 4-du 4-dt 4
1.10 1.54 2.46 2.90
Langkah-langkah pengujian sebagai berikut:
Hipotesis: H0: Model tidak terdapat autokorelasi
H1: Model terdapat autokorelasi
Bila nilai D-W tidak berada antara 1.54 – 2.46 → H0 ditolak
Bila nilai D-W berada antara 1.54 – 2.46 → H0 diterima
69
2. Uji Statistik
Data yang digunakan untuk mengetahui hubungan dari variabel-
variabel yang akan diteliti. Pengolahan data menggunakan Microsoft Excel
2007 dan Eviews 7. Dalam pengujian ini menggunakan Uji Statistik meliputi
Uji-t dan Uji-F.
a. Uji Parsial (Uji-t)
Menurut Nachrowi (2008:17) uji-t digunakan untuk menguji
apakah setiap variabel bebas (independen) secara masing-masing parsial
atau individu memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat
(dependen) pada tingkat signifikan 0.05 (5%) dengan menganggap
variabel bebas bernilai konstan. Langkah-langkah yang harus dilakukan
dengan uji-t yaitu dengan pengujian, yaitu:
Hipotesis:
H0: βi = 0 artinya masing-masing variabel bebas tidak ada
pengaruh yang signifikan dari variabel terikat.
H1: βi ≠ 0 artinya masing-masing variabel bebas ada pengaruh
yang signifikan dari variabel terikat.
Bila probabilitas α > 5% → variabel bebas tidak signifikan atau
tidak mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat (H0 terima, H1
tolak).
70
Bila probabilitas α < 5% → variabel bebas signifikan atau
mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat (H0 tolak, H1
terima).
b. Uji Fisher (Uji-F)
Menurut Nachrowi (2008:16) uji fisher (Uji-F) digunakan untuk
mengetahui apakah seluruh variabel bebas (independen) secara bersama-
sama berpengaruh terhadap variabel terikat (dependen) pada tingkat
signifikan 0.05 (5%). Pengujian semua koefisien regresi secara bersama-
sama dilakukan dengan uji-F dengan pengujian, yaitu:
Hipotesis:
H0: βi = 0 artinya secara bersama-sama tidak ada pengaruh
yang signifikan antara variabel bebas terhadap variabel
terikat.
H1: βi ≠ 0 artinya secara bersama-sama ada pengaruh yang
signifikan antara variabel bebas terhadap variabel terikat.
Bila probabilitas α > 5% → variabel bebas tidak signifikan atau
tidak mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat.
Bila probabilitas α < 5% → variabel bebas signifikan atau
mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat.
71
3. Uji Koefisien Determinasi
Menurut Ajija (2011:34) uji koefisien determinasi koefisien R2
(adjusted R-squared). Koefisien determinasi ini menunjukkan kemampuan
garis regresi menerangkan variasi variabel terikat Y yang dapat dijelaskan
oleh variabel bebas X. Nilai koefisien R2 (adjusted R-squared) berkisar
antara 0 sampai 1, semakin mendekati 1 maka akan semakin baik.
E. Operasional Variabel Penelitian
a. Variabel Dependen (Y)
Aset adalah kekayaan atau harta yang dimiliki oleh perbankan, yang
diharapkan memberikan manfaat usaha dikemudian hari meliputi kas,
persediaan, penempatan pada Bank Indonesia, pembiayaan yang diberikan,
aktiva tetap, aktiva tak berwujud dan lain-lain. Data operasional market share
aset yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Bank Indonesia dan
Otoritas Jasa Keuangan yaitu Statistik Perbankan Indonesia dan Statistik
Perbankan Syariah berdasarkan perhitungan bulanan, yaitu dari Januari 2012
sampai September 2016 dalam persentase perbandingan aset perbankan
syariah dengan aset perbankan nasional.
b. Variabel Independen (X)
Variabel independen identik dengan variabel bebas, penjelas,
explanatory variable. Variabel ini biasanya dianggap sebagai variabel
prediktor atau penyebab karena memprediksi atau menyebabkan variabel
dependen (Kuncoro, 2009). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel
independen sebagai berikut:
72
a. Inflasi (X1)
Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya
harga-harga secara umum dan terus-menerus (continue) berkaitan dengan
mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain,
konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar
yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga
akibat adanya ketidak lancaran distribusi barang. Data operasional yang
digunakan dalam penelitian ini diambil dari data yang dikeluarkan oleh
Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan yaitu Statistik Perbankan
Syariah berdasarkan perhitungan bulanan, yaitu dari Januari 2012 –
September 2016 yang dinyatakan dalam bentuk persentase (%).
b. Dana Pihak Ketiga (DPK) (X2)
Dana pihak ketiga (DPK) merupakan sumber dana bank yang
berasal dari masyarakat terdiri dari tabungan, deposito, dan giro. Data
operasional yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari data yang
dikeluarkan oleh Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan yaitu
Statistik Perbankan Syariah berdasarkan perhitungan bulanan, yaitu dari
Januari 2012 – September 2016 yang dinyatakan dalam bentuk nominal.
c. Jumlah Kantor (X3)
Jumlah kantor adalah seluruh kantor bank syariah mulai dari
kantor paling bawah sampai atas yang beroperasional di berbagai daerah
Indonesia. Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diambil
73
dari data yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dan Otoritas Jasa
Keuangan yaitu Statistik Perbankan Syariah berdasarkan perhitungan
bulanan, yaitu dari Januari 2012 – September 2016 yang dinyatakan
dalam bentuk nominal.
d. Non Performing Financing (NPF) (X4)
Non performing financing (NPF) adalah rasio antara pembiayaan
yang bermasalah dengan total pembiayaan yang disalurkan oleh bank
syariah. Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari
data yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan
yaitu Statistik Perbankan Syariah berdasarkan perhitungan bulanan, yaitu
dari Januari 2012 – September 2016 yang dinyatakan dalam bentuk
persentase (%).
F. Pendekatan Metodologi Ekonomi Islam
Definisi teori H dari kata Hahslm menurut Aziz (2015) adalah:
a. Secara sempit teori H diartikan sebagai teori pola dasar tiga dominan
dengan konteks tertentu dalam lima dimensi susunan invarian.
b. Secara luas untuk penggunaan paling umum teori H dapat diartikan
sebagai teori konsep dasar pola penciptaan dengan hubungan tertentu. H
berasal dari rumus Hahslm, Q.S Hijr, juga singkatan dari Huda atau
Hidup.
74
Sedangkan makna teori H antara lain:
a. Sebuah himpunan utuh / sistem menyeluruh / bagian terintegrasi akan
terdiri dari 3 unsur utama yaitu primer (pencipta/intermediari), sekunder
(ciptaan/penerima), tertier (ibadah/pemancar) yang bisa bermuatan positif
atau negatif.
b. Tiga unsur tersebut akan memenuhi pernyataan bahwa sekunder dibawah
primer akan melakukan tertier. (Manusia diciptakan Tuhan untuk Ibadah).
Hahslm dalam rumus yaitu H = A.h (S, L, M) apabila dianalogikan adalah
sebagai berikut:
H = Huda / Hidup
A = mencerminkan hubungan komunitas
h = mencerminkan hubungan dengan sesama manusia
S = mencerminkan dengan hubungan diri sendiri
L = mencerminkan hubungan dengan lingkungan
M = mencerminkan hubungan etika
Dalam Aziz (2015) metodologi memiliki fleksibilitas dalam penentuan
variabel yang akan diuji. Hal ini untuk memberikan ruang yang lebih luas bagi
interpretasi dari hasil olah data yang dilakukan.
Secara prosedural proses rekayasa metodologi H ini dilakukan dari
pengumpulan data dari obyek yang dijadikan sampel dalam implementasi teori
ini.
75
1. Pertama, melakukan pendataan untuk memperoleh besaran dari obyek
yang akan ditinjau dalam nilai, harga, indeks, persentase, atau nominal
yaitu dalam bentuk harga asli.
2. Kedua, meninjau laju besaran dari obyek yang akan dihitung dalam skala
persentase berupa selisih dari harga awal dengan harga berikutnya atau
perbedaan dari besaran pertama dengan besaran kedua dan selanjutnya.
3. Ketiga, membuat pola rata-rata dari obyek yang akan ditinjau dengan
perspektif teori ini dibandingkan dengan obyek-obyek lain yang sejenis
atau meninjau posisi obyek dikomparasi dengan rata-rata obyek yang
sejenis.
4. Setelah memperoleh nominal, laju, dan rata-rata laju, selanjutnya
dibutuhkan data lain dari obyek yang sama berupa data yang bersifat
intangible atau berkaitan dengan nilai religiusitas untuk didapatkan
besaran bobotnya dibandingkan dengan obyek lain. Cara melakukan nilai
bobot yaitu:
a. Membuat rasio bobot berdasarkan data lain dari obyek yang sama
kemudian dibandingkan dengan bobot dari obyek lain dengan data
yang untuk diperoleh ranking atau urutan bobot antara obyek utama
dengan obyek pembanding yang lain.
b. Selain menggunakan sumber data dari obyek yang diteliti,
dikombinasikan dengan expert adjustment / wawancara terstruktur
dengan pakar sains yang memiliki otoritas untuk menilai bobot suatu
obyek.
76
c. Kemudian melakukan perangkingan obyek berdasarkan bobot yang
diperoleh dari berbagai sumber data tersebut, sehingga urutan tersebut
juga mempresentasikan besaran bobot dari obyek yang diteliti tersebut.
5. Selanjutnya setelah diperoleh data nominal, laju, dan bobot maka
dilakukan penghitungan berupa perkalian berupa perkalian dari data obyek
tersebut berupa: nominal × laju × bobot.
6. Setelah mendapatkan hasil dari perhitungan dari obyek yang diteliti maka
dilakukan perlakuan matriks untuk memperoleh kategori hasil sesuai
format dalam hal ini obyek akan dikategorikan dalam formasi straight,
loads, dan impact:
a. Jika hasil positif adalah straight (jika minus adalah turun).
b. Jika hasil lebih besar dari 0,1 adalah loads.
c. Jika hasil lebih besar dari rata-rata nilai berarti impact.
77
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian
a. Sejarah Perkembangan Bank Syariah
Berdasarkan sejarah kemunculannya, bank syariah secara umum
dikenal sebagai bank Islam itu mengalami tiga tahapan perkembangan. Tahap
pertama, periode kemunculan bank dan likuiditas besar di Timur Tengah.
Masa ini merupakan puncak kesadaran masyarakat muslim untuk
mengembangkan lembaga keuangan Islam.
Beroperasinya Mit Ghamr Local Saving Bank di Mesir pada tahun
1963 merupakan tonggak sejarah perkembangan sistem perbankan Islam.
Pada Tahun 1968 pengoperasian Mit Ghamr Local Saving Bank diambil oleh
National Bank of Egypt dan Bank Sentral Mesir disebabkan adanya
kekacauan politik. Di Yordania berdiri Bank Islam Yordania dan kemudian
disusul berdirinya Nassher Social Bank di Mesir pada tahun 1971. Pada tahun
1975 berdiri juga Islamic Development Bank (IDB) dan Bank Islam Dubai di
Arab Saudi, berdiri atas prakarsa dari sidang menteri luar negeri yang mana
dalam sidang tersebut diusulkan penghapusan sistem keuangan berdasarkan
bunga dan menggantinya dengan sistem bagi hasil.
Tahapan kedua, periode perkembangan di tahun 1976 sampai awal
1980-an, ditandai dengan menyebarnya perbankan dari wilayah Teluk Arab
ke Asia (Timur) dan selanjutnya ke Eropa (Barat). Pada tahapan ketiga,
78
periode dimana perbankan Islam telah mengalami kemajuan yaitu sekitar
tahun 1983 hingga kini. Pada tahun 1983 di Malaysia berdiri Bank Islam
Malaysia Berhad lalu disusul dengan berdirinya Lembaga Keuangan
perseroan perbaikan investasi (Al-Rajhi) di Arab Saudi dan Al-Barakah
Turkish Finance House di Turki pada tahun 1985.
b. Perkembangan Bank Syariah di Indonesia
Pendirian Bank Syariah di Indonesia dapat ditelusuri sejak tahun
1998, yaitu pada saat pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober
(Pakto) yang mengatur deregulasi industri perbankan di Indonesia. Para
ulama juga telah berusaha mendirikan bank bebas bunga, tetapi tidak ada
satupun perangkat hukum yang dapat dirujuk kecuali adanya penafsiran dari
peraturan perundang-undangan yang ada bahwa perbankan dapat saja
menetapkan bunga sebesar 0 persen. Setelah adanya lokakarya ulama tentang
bunga bank dan perbankan di Bogor Agustus 1990, kemudian diikuti dengan
diundangkannya UU No.7/1992 tentang perbankan dimana perbankan bagi
hasil mulai diakomodasi, maka berdirilah Bank Muamalat Indonesia (BMI),
yang merupakan Bank Umum Islam pertama di Indonesia (Arifin, 1999:26).
Dalam Soemitra (2009:62) pada tahun 1998 keluar UU No. 10 Tahun
1998 tentang perubahan UU No. 7 tahun 1992 yang mengakui keberadaan
bank syariah dan bank konvensional serta memperkenalkan bank
konvensional membuka kantor cabang syariah. Hingga pada tahun 2008
tentang Perbankan Syariah disahkan yang memberikan landasan hukum
industri perbankan syariah nasional dan diharapkan mendorong
79
perkembangan bank syariah yang selama lima tahun terakhir asetnya tumbuh
65% per tahun namun pasarnya (market share) secara nasional masih di
bawah 5%. Undang-undang secara khusus mengenai perbankan syariah, baik
secara kelembagaan maupun kegiatan usaha. Beberapa lembaga hukum baru
diperkenalkan dalam UU No. 21/2008, antara lain yakni menyangkut
pemisahan (spin-off) unit usaha syariah baik secara sukarela maupun wajib
dan komite perbankan syariah. Terdapat beberapa PBI (Peraturan Bank
Indonesia) yang secara khusus merupakan peraturan pelaksana dari Undang-
Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan telah
diundangkan hingga saat ini antara lain:
1. PBI No. 10/16/PBI/2008 tentang Perubahan Atas PBI No.
9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan
Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank
Syariah.
2. PBI No. 10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit
Usaha Syariah.
3. PBI No.10/18/PBI/2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bagi
Bank Syariah.
4. PBI No. 10/23/PBI/2008 tentang Perubahan Kedua Atas PBI No.
6/21/PBI/2004 tentang Giro Wajib Minimum dalm Rupiah dan Valuta
Asing bagi Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha
Berdasarkan Prinsip Syariah.
80
5. PBI No. 10/24/PBI/2008 tentang Perubahan Kedua Atas PBI No.
8/21/PBI/2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum yang
Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.
6. PBI No. 10/32/PBI/2008 tentang Komite Perbankan Syariah.
7. PBI No. 11/3/PBI/2009 tentang Bank Umum Syariah.
Dalam Roadmap Perbankan Syariah Indonesia 2015 -2019 dijelaskan
bahwa berbagai macam isu strategis yang dihadapi dan berdampak terhadap
pengembangan perbankan syariah nasional mesti menjadi perhatian
pemangku kepentingan. Isu-isu strategis dimaksud adalah sebagai berikut:
a. Belum selarasnya visi dan kurangnya koordinasi antar pemerintah
dan otoritas dalam pengembangan perbankan syariah.
b. Modal yang belum memadai, skala industri dan individual bank yang
masih kecil serta efisiensi yang rendah.
c. Biaya dana yang mahal yang berdampak pada keterbatasan segmen
pembiayaan.
d. Produk yang tidak variatif dan pelayanan yang belum sesuai
ekspektasi masyarakat.
e. Kuantitas dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang belum
memadai serta teknologi informasi (TI) yang belum dapat
mendukung pengembangan produk dan layanan.
f. Pemahaman dan kesadaran masyarakat yang masih rendah.
g. Pengaturan dan pengawasan yang masih belum optimal.
81
Berdasarkan kondisi dan isu strategis yang dihadapi oleh industri
perbankan syariah nasional, maka disusunlah visi pengembangan perbankan
syariah nasional yaitu “Mewujudkan perbankan syariah yang berkontribusi
signifikan bagi pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, permerataan
pembangunan, dan stabilitas sistem keuangan serta berdaya saing tinggi”.
Visi pengembangan tersebut kemudian dijabarkan dalam arah bentuk
kebijakan beserta program kerja dan rencana waktu pelaksanaannya yang
terdiri dari tujuh arah kebijakan, yaitu:
1. Memperkuat sinergi kebijakan antara otoritas dengan pemerintah dan
stakeholder lainnya.
2. Memperkuat permodalan dan skala usaha serta memperbaiki
efisiensi dengan program kerjanya.
3. Memperbaiki struktur dana untuk mendukung perluasan segmen
pembiayaan.
4. Memperbaiki kualitas layanan dan keragaman
5. Memperbaiki kuantitas dan kualitas SDM & TI serta infrastruktur
lainnya.
6. Meningkatkan literasi dan preferensi masyarakat.
7. Memperkuat serta harmonisasi pengaturan dan pengawasan.
c. Perkembangan Market Share Aset Perbankan Syariah di Indonesia
Aset adalah kekayaan atau harta yang dimiliki oleh perbankan, yang
diharapkan memberikan manfaat usaha dikemudian hari meliputi kas,
persediaan, penempatan pada Bank Indonesia, pembiayaan yang diberikan,
82
aktiva tetap, aktiva tak berwujud dan lain-lain. Data operasional market share
aset yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Bank Indonesia dan
Otoritas Jasa Keuangan yaitu Statistik Perbankan Indonesia dan Statistik
Perbankan Syariah berdasarkan perhitungan bulanan, yaitu dari Januari 2012
sampai September 2016 dalam persentase perbandingan aset perbankan
syariah dengan aset perbankan nasional. Di bawah ini adalah gambar
perkembangan market share aset perbankan syariah di Indonesia periode
Januari tahun 2012 sampai dengan September tahun 2016.
Gambar 4.1
Perkembangan Market Share Aset Perbankan Syariah di Indonesia
Periode Januari 2012 – September 2016
Data diolah, 2017
Dapat dilihat dari gambar 4.1 di atas perkembangan market share aset
perbankan syariah secara umum di Indonesia terus mengalami peningkatan
setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan indikasi positif yang ditinjau dari
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
Jan-1
2
May
-12
Sep
-12
Jan-1
3
May
-13
Sep
-13
Jan-1
4
May
-14
Sep
-14
Jan-1
5
May
-15
Sep
-15
Jan-1
6
May
-16
Sep
-16
Market Share Aset
Market Share Aset
83
kemajuan pencapaian visi pengembangan yang ditetapkan Bank Indonesia.
Sehingga percepatan pertumbuhan market share aset perbankan syariah akan
lebih mudah untuk tercapai. Kemudian perkembangan market share aset
yang stabil dengan pola kenaikan yang konsisten menunjukkan
perkembangan market share aset perbankan syariah merupakan keunggulan
bagi performa bank syariah di Indonesia.
Pada tahun 2012, menurut Laporan Perkembangan Perbankan Syariah
(LPPS) market share aset perbankan syariah mengalami kenaikan yaitu
Januari 2012 pada angka 4,00% dan pada Desember 4,58%, akan tetapi dari
sisi pertumbuhan aset mengalami perlambatan aset industri yang relatif
signifikan. Tahun 2013 market share aset terus mengalami kenaikan sampai
pada Juni 2013 target yang selama ini dicanangkan Bank Indonesia hampir
tercapai yaitu pada angka 4,90%. Tahun 2014 market share aset juga semakin
naik dan semakin dekat dengan angka 5%, yaitu Maret 2014 mencapai angka
4,95%. Tahun 2015 yang merupakan tahun transisi rezim, market share aset
perbankan syariah terus tergerus sempat menyentuh angka 4,56% pada
Agustus 2015. Angka itu tidak bertahan lama, akhirnya pada Desember 2015
market share aset pada angka 4,83%. Tahun 2016 market share aset
perbankan syariah relatif stabil pada angka 4,80% dan puncaknya tercapainya
target perbankan syariah menembus market share aser sebesar 5% pada bulan
September 2016 yaitu 5,13%. Walaupun dari sisi waktu, perbankan syariah
memerlukan waktu yang cukup lama sekitar 8 tahun.
84
d. Perkembangan Inflasi di Indonesia
Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum
dan terus-menerus (continue) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat
disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang
meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau
bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidak lancaran
distribusi barang. Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini
diambil dari data yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dan Otoritas Jasa
Keuangan yaitu Statistik Perbankan Syariah berdasarkan perhitungan
bulanan, yaitu dari Januari 2012 sampai dengan September 2016. Di bawah
ini adalah gambar perkembangan inflasi di Indonesia periode Januari tahun
2012 sampai dengan September tahun 2016.
Gambar 4.2
Perkembangan Inflasi di Indonesia
Periode Januari 2012 - September 2016
Data diolah, 2017
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
Jan-1
2
Ap
r-1
2
Jul-
12
Oct
-12
Jan-1
3
Ap
r-1
3
Jul-
13
Oct
-13
Jan-1
4
Ap
r-1
4
Jul-
14
Oct
-14
Jan-1
5
Ap
r-1
5
Jul-
15
Oct
-15
Jan-1
6
Ap
r-1
6
Jul-
16
Inflasi
Inflasi
85
Dapat dilihat dari gambar 4.2 di atas perkembangan inflasi di
Indonesia terus mengalami fluktuatif yang dinamis setiap tahunnya. Hal ini
menunjukkan indikasi tidak stabilnya perekonomian di Indonesia. Keadaan
ini juga merupakan cerminan politik, hukum, dan keamanan di Indonesia
yang tidak stabil. Tetapi seiring berjalannya waktu dan dengan kebijakan-
kebijakan pemerintah, inflasi sudah mulai terkontrol.
Pada tahun 2012, inflasi di Indonesia perlahan-lahan naik dari Januari
dari angka 3,65% hingga Oktober menyentuh angka 4,61%. Agustus tahun
2013 inflasi semakin menjadi-jadi dan meyentuh 8,79%. Agustus 2014 inflasi
sempat turun pada angka 3,99%, tetapi mengalami Desember 2014 naik lagi
pada angka 8,36%. Setelah tahun politik selesai, pada tahun 2015 pemerintah
pun berbenah dengan kebijakan-kebijakan yang menurunkan inflasi pada
angka 6% - 7% dan pada Desember tahun 2015 inflasi turun pada angka
3,35%. Pada tahun 2016, angka inflasi relatif normal berada di sekitar 3% -
4%.
e. Perkembangan Dana Pihak Ketiga (DPK) Perbankan Syariah di
Indonesia
Dana pihak ketiga (DPK) adalah dana yang diperoleh dari
masyarakat, dalam arti masyarakat sebagai individu, rumah tangga,
perusahaan, pemerintah, koperasi, yayasan, dan lain-lain. Dana pihak ketiga
(DPK) merupakan sumber dana bank yang berasal dari masyarakat terdiri
dari tabungan, deposito, dan giro. Data operasional yang digunakan dalam
penelitian ini diambil dari data yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dan
86
Otoritas Jasa Keuangan yaitu Statistik Perbankan Syariah berdasarkan
perhitungan bulanan, yaitu dari Januari 2012 sampai dengan September 2016
yang dinyatakan dalam bentuk nominal. Di bawah ini adalah gambar
perkembangan dana pihak ketiga (DPK) di Indonesia periode Januari tahun
2012 sampai dengan September tahun 2016.
Gambar 4.3
Perkembangan Dana Pihak Ketiga (DPK) Perbankan Syariah di
Indonesia
Periode Januari 2012 - September 2016
Data diolah, 2017
Berdasakan gambar 4.3 di atas dapat diketahui bahwa jumlah
penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) perbankan syariah di Indonesia yang
berhasil dihimpun oleh perbankan syariah di Indonesia cenderung mengalami
peningkatan. Setiap tahunnya terus bertambah walaupun pertumbuhannya
ada perlambatan.
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
Jan
-12
Jun
-12
No
v-1
2
Ap
r-1
3
Sep
-13
Feb
-14
Jul-
14
Dec
-14
May
-15
Oct
-15
Mar
-16
Au
g-1
6Dana Pihak Ketiga
Dana Pihak Ketiga
87
Pada awal tahun 2012 dana pihak ketiga (DPK) perbankan syariah
Indonesia menghimpun dana sebesar 116,518 Triliun. Desember 2012
perbankan syariah berhasil menghimpun dana sebesar 147,512 Triliun. Tahun
2013 dana pihak ketiga (DPK) perbankan syariah juga terus mengalami
peningkatan, Desember 2013 dana pihak ketiga (DPK) perbankan syariah
183,534 Triliun. Januari 2014 dana pihak ketiga (DPK) perbankan syariah
mengalami penurunan pada angka 177,930 Triliun. Desember 2014 dana
pihak ketiga (DPK) naik lagi pada angka 217,858 Triliun. Tahun 2015
kejadian yang sama seperti di awal tahun 2014 terulang, dana pihak ketiga
(DPK) perbankan syariah mengalami penurunan lagi pada angka 210,761
Triliun. Desember 2015 dana pihak ketiga (DPK) naik lagi di angka 231,175
Triliun. Awal tahun 2016 dana pihak ketiga (DPK) perbankan syariah
mengalami penurunan lagi pada angka 229,094 Triliun. September 2016 dana
pihak ketiga (DPK) mengalami kenaikan lagi pada angka 263,522 Triliun.
f. Perkembangan Jumlah Kantor Perbankan Syariah di Indonesia
Jumlah kantor adalah seluruh kantor bank syariah mulai dari kantor
paling bawah sampai atas yang beroperasional di berbagai daerah Indonesia.
Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari data yang
dikeluarkan oleh Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan yaitu Statistik
Perbankan Syariah berdasarkan perhitungan bulanan, yaitu dari Januari 2012
sampai dengan September 2016 yang dinyatakan dalam bentuk nominal. Di
bawah ini adalah gambar perkembangan jumlah kantor bank syariah di
Indonesia periode Januari tahun 2012 sampai dengan September tahun 2016.
88
Gambar 4.4
Perkembangan Jumlah Kantor Perbankan Syariah di Indonesia
Periode Januari 2012 - September 2016
Data diolah, 2017
Jumlah kantor perbankan syariah secara keseluruhan mengalami
peningkatan. Walaupun pada akhirnya perbankan syariah melakukan efisiensi
dengan membatasi pembukaan kantor yang tidak berpotensi produktif. Dalam
upaya ekspansi, perbankan syariah juga menggunakan fasilitas office
channelling.
Pada awal tahun 2012 jumlah kantor bank syariah berjumlah 1.813
kantor. Ekspansi perbankan syariah meningkatkan jumlah kantor pada
Desember 2012 sebanyak 2.262 kantor. Tahun 2013 perbankan syariah
melanjutkan ekspansinya dengan terus mengembangkan pembukaan kantor-
kantor baru. Kantor bank syariah terus meningkat pada tahun ini, Desember
2013 jumlah kantor perbankan syariah berjumlah 2.588 kantor. Pada awal
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
Jan-1
2
May
-12
Sep
-12
Jan-1
3
May
-13
Sep
-13
Jan-1
4
May
-14
Sep
-14
Jan-1
5
May
-15
Sep
-15
Jan-1
6
May
-16
Sep
-16
Jumlah Kantor
Jumlah Kantor
89
tahun 2014 jumlah kantor perbankan syariah turun pada angka 2.554 kantor.
Namun pada Juli 2014 jumlah kantor perbankan syariah mengalami kenaikan
pada angka 2.592 kantor. Desember 2014 jumlah kantor terus mengalami
penurunan pada angka 2.471 kantor. Awal 2015 jumlah kantor perbankan
syariah sempat naik pada angka 2.479 kantor dan menaik lagi pada angka
2.480 kantor. Sepanjang tahun 2015 jumlah kantor perbankan syariah terus
mengalami penurunan sampai pada Desember 2015 berjumlah 2.301 kantor.
Awal tahun 2016 jumlah kantor perbankan syariah mengalami penurunan lagi
pada angka 2.282 kantor sampai Agustus 2016 terus menurun pada angka
2.104 kantor. September 2016 dengan dikonversinya Bank Aceh menjadi
bank syariah jumlah kantor perbankan syariah meningkat pada angka 2.210
kantor.
g. Perkembangan Non Performing Financing (NPF) di Indonesia
Non performing financing (NPF) adalah rasio antara pembiayaan
yang bermasalah dengan total pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah.
Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari data yang
dikeluarkan oleh Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan yaitu Statistik
Perbankan Syariah berdasarkan perhitungan bulanan, yaitu dari Januari 2012
sampai dengan September 2016 yang dinyatakan dalam bentuk persentase. Di
bawah ini adalah gambar perkembangan non performing financing (NPF) di
Indonesia periode Januari tahun 2012 sampai dengan September tahun 2016.
90
Gambar 4.5
Perkembangan Non Performing Financing (NPF) di Indonesia Periode
Januari 2012 - September 2016
Data diolah, 2017
Non performing financing (NPF) merupakan hal yang selalu
ditemukan dalam setiap kegiatan lembaga keuangan syariah. Non performing
financing (NPF) bukan merupakan suatu hal yang harus dihindari, karena
setiap nasabah menjalankan kegiatan ekonominya dengan kondisi dan tingkat
keberhasilan yang berbeda-beda.
Pada awal tahun 2012 non performing financing (NPF) pada angka
2,68%. Sepanjang tahun sempat naik turun dan pada Mei 2012 menyentuh
angka 2,93%. Desember 2012 angka non performing financing (NPF) turun
jauh pada angka 2,22%. Januari 2013 non performing financing (NPF) naik
lagi pada angka 2,49% dan terus naik. November 2013 non performing
financing (NPF) mencapai angka 3,08%. Desember 2013 angka non
performing financing turun lagi pada angka 2,62%. Januari 2014 angka non
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
Jan-1
2
May
-12
Sep
-12
Jan-1
3
May
-13
Sep
-13
Jan-1
4
May
-14
Sep
-14
Jan-1
5
May
-15
Sep
-15
Jan-1
6
May
-16
Sep
-16
Non Performing Financing
Non Performing
Financing
91
performing financing (NPF) naik lagi sebesar 3,01% dan memuncak pada
November 2014 sebesar 4,86%. Februari 2015 non performing financing
(NPF) turun ke angka 4,00%. Pada akhir tahun 2015 non performing
financing (NPF) turun 3,19%. Februari 2016 non performing financing (NPF)
naik ke angka 3,76%. Akhirnya pada September 2016 non performing
financing (NPF) turun lagi ke 2,49%.
B. Analisis Data
Semua data yang digunakan dalam analisis ini merupakan data sekunder
deret waktu (time series) yang berbentuk manual mulai Januari tahun 2012 -
September tahun 2016. Penelitian ini menggunakan data market share aset
perbankan syariah di Indonesia sebagai variabel dependen (variabel tidak bebas).
Sedangkan variabel independen terdiri dari inflasi, dana pihak ketiga (DPK),
jumlah kantor, dan non performing financing (NPF). Keseluruhan dari data yang
digunakan sebagai bahan penelitian diperoleh dari laporan bulanan Bank
Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan.
Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya model yang digunakan
oleh peneliti sebagai alat analisis regresi berganda adalah Ordinary Least Square
(OLS). Model Ordinary Least Square (OLS) merupakan metode estimasi yang
sering digunakan untuk mengestimasi fungsi regresi populasi dari fungsi regresi
sampel (Ajija, 2011:23). Pengolahan data dilakukan secara elektronik dengan
menggunakan Microsoft Excel 2007 dan Eviews 7 untuk mempercepat hasil yang
dapat menjelaskan variabel-variabel yang akan diteliti. Pembahasan dilakukan
dengan uji asumsi klasik, uji statistik, dan uji determinasi.
92
1. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Uji Normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan uji Jarque Bera (J-B) dengan melihat nilai probability.
Jika probability lebih besar dari nilai derajat α = 0.05, maka penelitian ini
tidak ada permasalahan normalitas atau dengan kata lain data terdistribusi
normal. Sebaliknya, jika nilai probability lebih kecil dari nilai derajat
kesalahan α = 0.05, maka dalam penelitian ini ada permasalahan
normalitas atau dengan kata lain data tidak terdistribusi normal.
Gambar 4.6
Uji Normalitas Jarque-Bera (J-B)
Data diolah, 2017
Berdasarkan gambar 4.6 menggambarkan bahwa data dalam
penelitian ini berdistribusi normal. Terlihat dari nilai probability sebesar
0.252587 yang lebih besar dari derajat kepercayaan 0.05 (5%) maka data
dapat dikatakan hasil regresi tersebut sudah berdistribusi normal.
0
1
2
3
4
5
6
7
-0.04 -0.02 0.00 0.02 0.04
Series: Residuals
Sample 2012M01 2016M09Observations 57
Mean 3.79e-16Median 0.003736Maximum 0.052816Minimum -0.051258Std. Dev. 0.025824Skewness 0.096180Kurtosis 1.940881
Jarque-Bera 2.751995Probability 0.252587
93
b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan (korelasi) yang signifikan diantara dua atau lebih variabel
independen dalam model regresi. Deteksi adanya multikolinearitas
dilakukan dengan menggunakan uji korelasi parsial antar variabel
independen. Dengan melihat nilai koefisien korelasi (r) antar variabel
independen dapat diputuskan apakah data terkena multikolinearitas atau
tidak, yaitu dengan menguji koefisien korelasi antar variabel independen.
Jika terjadi korelasi, maka terdapat multikolinearitas dimana model
regresi yang baik adalah tidak terjadi multikolinearitas antar variabel
independen dengan variabel dependen. Hasil pengujian multikolinearitas
menggunakan uji korelasi (r) dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 4.1
Hasil Uji Correlation Matrix
Variabel
Independen Inflasi DPK Jumlah Kantor NPF
Inflasi 1.000000 0.052682 0.695179 0.136042
DPK 0.052682 1.000000 0.498005 0.605753
Jumlah Kantor 0.695179 0.498005 1.000000 0.462593
NPF 0.136042 0.605753 0.462593 1.000000
Data diolah, 2017
Dari tabel 4.1 di atas dapat dilihat hasil analisis uji
multikolinearitas dengan Correlation Matrix menunjukkan bahwa
korelasi antar variabel independen Inflasi dan DPK maupun sebaliknya
sebesar 0.052682, antara Inflasi dan Jumlah Kantor maupun sebaliknya
94
sebesar 0.695179, antara Inflasi dan NPF maupun sebaliknya sebesar
0.136042, antara DPK dan Jumlah Kantor maupun sebaliknya sebesar
0.498005, antara DPK dan NPF maupun sebaliknya sebesar 0.605753,
serta antara Jumlah Kantor dan NPF 0.462593.
Terlihat dari tabel 4.1 di atas nilai korelasi dari masing-masing
variabel independen di bawah atau lebih kecil dari 0.8 sehingga dapat
disimpulkan H0 ditolak, bahwa data tersebut terbebas dari
multikolinieritas dan model Ordinary Least Square (OLS) yang
dilakukan dapat dikatakan terbebas dari gejala multikolinieritas.
c. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk mengetahui apakah dalam
model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu
pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas
dan jika variance tidak konstan atau berubah-ubah disebut denfan
heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah homoskedastisitas
atau tidak terjadi heteroskedastisitas (Nachrowi, 2008:109). Metode yang
digunakan untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas pada penelitian
ini adalah uji white.
Tabel 4.2
Hasil Uji White Heteroskedasticity Test
F-Statistic 1.629086 Prob. F 0.1143
Obs*R-Squared 18.80941 Prob. Chi Square 0.1291
Data diolah, 2017
95
Dari tabel 4.2 di atas diketahui bahwa nilai Obs*R2 sebesar
0.251917 dan Probabilitas Chi-Square sebesar 0.1291 yang lebih besar
dari tingkat kepercayaan sebesar 0.05 (5%) sehingga dapat disimpulkan
bahwa data tersebut tidak bersifat heteroskedastisitas.
d. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi untuk mengetahui apakah dalam model regresi
ada korelasi antara kesalahan pada periode waktu yang lain. Untuk
mendeteksi masalah autokorelasi digunakan uji Langrange Multiplier
(LM-Test).Uji ini sangat berguna untuk mengidentifikasi masalah
autokorelasi tidak hanya pada derajat pertama (first order) tetapi juga
digunakan pada tingkat derajat.
Uji autokorelasi dapat dilihat dari nilai probabilitas Chi-Square.
Jika probabilitas Chi-Square lebih besar dari tingkat signifikan 5% maka
tidak terdapat autokorelasi dan sebaliknya jika probabilitas Chi-Square
lebih kecil dari 5% maka terdapat autokorelasi.
Tabel 4.3
Hasil Uji Langrange Multiple Test
F-Statistic 16.19549 Prob. F 0.0000
Obs*R-Squared 22.40884 Prob. Chi Square 0.0000
Data diolah, 2017
Dari tabel 4.3 di atas dapat diketahui bahwa nilai Obs*R2 sebesar
16.19549 dan nilai Probabilitas Chi-Square 0.0000 yang lebih kecil dari
96
nilai 0.05 maka dapat disimpulkan data tersebut terdapat masalah
autokorelasi.
Untuk tetap dapat menggunakan model regresi, maka digunakan
uji lain yaitu dengan metode Newey, Whitney dan Kenneth (HAC) agar
uji t dan F tetap bisa dipercaya (Widarjono, 2009:109).
Sementara itu menurut penelitian Rachmawati dan
Sumarminingsih (2013) disebutkan bahwa metode standard error Newey,
Whitney dan Kenneth (HAC) dapat mengoreksi standard error yang
didapatkan dari Ordinary Least Square (OLS) sehingga standard error
tidak akan understimate.
Setelah dilakukan uji HAC, hasil yang didapatkan adalah sekarang
data telah mempunyai standard error yang konsisten dibandingkan
sebelum dilakukan uji HAC, sehingga bisa dilakukan evaluasi terhadap
uji t maupun uji F terhadap model meskipun model terkena autokorelasi.
2. Uji Statistik
Hasil pengolahan data atau hasil estimasi yang dilakukan dengan
menggunakan program aplikasi komputer Eviews 7 dengan menggunakan
metode regresi linier berganda atau Ordinary Least Square (OLS) yang
ditampilkan pada tabel berikut:
97
Tabel 4.4
Hasil Regresi Metode Ordinary Least Square (OLS)
Variabel Koefisien t-Statistic Probabilitas
C -8.365932 -12.10662 0.0000
INFLASI -0.058601 -2.463730 0.0171
DPK 0.161886 5.675478 0.0000
JUMLAH_KANTOR 0.621742 6.876713 0.0000
NPF -0.115734 -4.152712 0.0001
F-Statistic
Probabilitas(F-stat)
Adjusted R-squared
Durbin-Watson stat
81.95732
0.000000
0.852565
0.766917
Data diolah, 2017
Dari tabel 4.4 di atas, maka dapat disusun persamaan regresi linier
berganda sebagai berikut:
MARKET_SHARE = -8.36593182033 - 0.0586013883792*INFLASI +
0.161885647041*DPK + 0.621742256161*JUMLAH_KANTOR -
0.115734061895*NPF
Dimana:
MARKET_SHARE = Market share aset
INFLASI = Inflasi
DPK = Dana Pihak Ketiga (DPK)
JUMLAH_KANTOR = Jumlah Kantor
NPF = Non Performing Financing (NPF)
98
1. Jika variabel-variabel independen dianggap konstan atau bernilai nol,
artinya variabel independen tidak terjadi kenaikan atau penurunan
maka besarnya market share aset adalah sebesar -8.37%.
2. Nilai koefisien regresi inflasi sebesar -0.058601 yang berarti setiap
peningkatan inflasi sebesar 1 persen maka akan menurunkan market
share aset sebesar 0.06%.
3. Nilai koefisien regresi dana pihak ketiga (DPK) sebesar 0.161886
yang berarti setiap peningkatan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 1
persen maka akan meningkatkan market share aset sebesar 0.16%.
4. Nilai koefisien regresi jumlah kantor sebesar 0.621742 yang berarti
setiap peningkatan jumlah kantor sebesar 1 persen maka akan
meningkatkan market share aset sebesar 0.62%.
5. Nilai koefisien regresi non performing financing (NPF) sebesar -
0.115734 yang berarti setiap peningkatan non performing financing
(NPF) 1 persen maka akan menurunkan market share aset sebesar
0.12%.
a. Uji Parsial (Uji-t)
Uji-t bertujuan untuk mengetahui pengaruh secara parsial
(individu) variabel-variabel independen (INFLASI, DPK,
JUMLAH_KANTOR, NPF) terhadap variabel dependen yaitu
MARKET_SHARE. Salah satu cara untuk melakukan uji-t adalah
dengan melihat nilai probabilitas pada tabel uji statistik t. Apabila nilai
99
probabilitas lebih kecil dari tingkat signifikan α = 0.05 berarti variabel
independen secara parsial (individu) mempengaruhi variabel dependen.
Dari hasil tabel 4.4 bahwa didapatkan dari uji statistik t yang
dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Nilai t-statistik variabel INFLASI sebesar -2.463730 dengan
memiliki nilai probabilitas lebih kecil dari tingkat signifikansi α
= 5% (0.0171 < 0.05) yang berarti H0 ditolak. Artinya, secara
parsial variabel INFLASI berpengaruh negatif signifikan
terhadap market share aset.
2. Nilai t-statistik variabel DPK sebesar 5.675478 dengan memiliki
nilai probabilitas lebih kecil dari tingkat signifikansi α = 5%
(0.0000 < 0.05) yang berarti H0 ditolak. Artinya, secara parsial
variabel DPK berpengaruh positif signifikan terhadap market
share aset.
3. Nilai t-statistik variabel JUMLAH_KANTOR sebesar 6.876713
dengan memiliki nilai probabilitas lebih kecil dari tingkat
signifikansi α = 5% (0.0000 < 0.05) yang berarti H0 ditolak.
Artinya, secara parsial variabel JUMLAH_KANTOR
berpengaruh positif signifikan terhadap market share aset.
4. Nilai t-statistik variabel NPF sebesar -4.152712 dengan memiliki
nilai probabilitas lebih kecil dari tingkat signifikansi α = 5%
(0.0001 < 0.05) yang berarti H0 ditolak. Artinya, secara parsial
100
variabel NPF berpengaruh negatif signifikan terhadap market
share aset.
b. Uji Fisher (Uji-F)
Uji-F bertujuan untuk mengetahui pengaruh semua variabel
independen (INFLASI, DPK, JUMLAH_KANTOR, NPF) secara
simultan (bersama-sama) terhadap variabel dependen yaitu
MARKET_SHARE.
Dari hasil regresi diperoleh nilai probabilitas F-statistik lebih
kecil dari tingkat signifikansi α = 5% (0.0000 < 0.05) yang berarti H0
ditolak. Maka secara simultan variabel independen yaitu inflasi, dana
pihak ketiga (DPK), jumlah kantor, dan non performing financing (NPF)
berpengaruh signifikan terhadap market share aset.
3. Uji Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi R2 yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan nilai adjusted R2 pada saat mengevaluasi model regresi terbaik.
Dikarenakan dalam penelitian ini menggunakan lebih darisatu variabel
independen.
Berdasarkan hasil regresi pada tabel 4.4 dapat diketahui bahwa nilai
Adjusted R-Squared sebesar 0.852565, hal ini menunjukkan bahwa variasi
variabel dependen (MARKET_SHARE) secara bersama-sama mampu
dijelaskan oleh variasi variabel independen (INFLASI, DPK,
101
JUMLAH_KANTOR, NPF) sebesar 85.26%. Sedangkan sisanya sebesar
14.74% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
C. Pembahasan
Dari serangkaian proses pengolahan data diperoleh bahwa model regresi
yang dihasilkan cukup baik untuk menjelaskan analisis pengaruh faktor internal
dan eksternal perbankan syariah terhadap market share aset perbankan syariah di
Indonesia periode januari 2012 – September 2016. Hal ini dapat dilihat dari
variabel bebas yang diteliti berpengaruh signifikan terhadap variabel terikatnya.
Variabel dana pihak ketiga (DPK) dan jumlah kantor berpengaruh signifikan
positif sedangkan variabel inflasi dan non performing financing (NPF)
berpengaruh signifikan negatif terhadap market share aset perbankan syariah di
Indonesia.
Dana pihak ketiga (DPK) sangat diperlukan dalam pengembangan
kegiatan usaha bank syariah. Dana pihak ketiga (DPK) merupakan salah satu
komponen yang bisa membuat penyaluran dana meningkat dan pada akhirnya
akan berpengaruh positif terhadap market share aset perbankan syariah di
Indonesia. Tetapi perbankan syariah dalam kaitannya dengan dana pihak ketiga
(DPK) belum bisa menghimpun dana murah yang lebih besar dibandingkan dana
mahal. Dana murah yang dimaksud adalah tabungan dan giro, sedangkan dana
mahal adalah deposito. Dana pihak ketiga (DPK) perbankan syariah masih
cenderung masih bisa menghimpun dana mahal karena dana murah masih
dominan dikuasai perbankan konvensional. Makanya pengaruh positif dana pihak
ketiga (DPK) terhadap market share aset perbankan syariah bukan yang paling
102
dominan. Deposito merupakan sumber dana mahal bank karena imbal hasil yang
diberikan jauh lebih besar dibandingkan tabungan dan giro. Akhirnya dana pihak
ketiga (DPK) yang disalurkan untuk pembiayaan, kemudian menghasilkan laba,
tetapi pada akhirnya ada pengembalian dana yang cukup besar kepada nasabah
terkait imbal hasil deposito.
Dalam penelitian Mufraini (2016), dana pihak ketiga (DPK) dari sektor
dana haji merupakan dana potensial untuk meningkatkan pendapatan perbankan
syariah serta berpengaruh positif terhadap market share aset perbankan syariah.
Kepercayaan calon jemaah haji terhadap Bank Penerima Setoran (BPS) Biaya
Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) adalah upaya besar untuk menentukan
tingkat stabilitas operasional bank. Kepercayaan investor mungkin membangun
formatif stabilitas operasional oleh proxy CAMEL mungkin membangun reflektif.
Gabungan faktor formatif dari kepercayaan investor adalah dana haji
dibandingkan dengan dana pihak ketiga (DPK).
Sementara itu gabungan faktor reflektif dari stabilitas adalah rasio
kecukupan modal (CAR) dan rasio aset (ROA). Hubungan yang ditunjukkan dari
penelitian ini adalah hubungan positif antara konsentrasi kepercayaan dana haji
dengan tingkat stabilitas operasional bank syariah. Stabilitas bank syariah lebih
tercermin melalui dana haji lewat aset dan stabilitas modal pendapatan dan
likuiditas.
Kehadiran kantor-kantor bank syariah di seluruh wilayah Indonesia
memang sangat diperlukan untuk meningkatkan market share aset. Selain
103
sosialisasi bank syariah ke daerah, kantor-kantor bank syariah juga mempermudah
nasabahnya untuk mengakses fasilitas dan layanan perbankan syariah. Kantor
pada awalnya dilihat dari jumlahnya dalam mempengaruhi market share aset
perbankan syariah di Indonesia. Tetapi semakin majunya informasi dan teknologi
membuat anggapan ini menjadi memudar. Kantor tidak lagi dilihat dari jumlahnya
tapi pembukaan dan pengurangan kantor lebih dilihat dari segi potensi. Kantor
harus efektif dan efisien dalam manghimpun dan menyalurkan dana di daerah
tersebut. Berbagai daerah di Indonesia juga banyak yang belum tahu tentang
perbankan syariah, masyarakat di daerah juga ingin merasakan layanan fisik
langsung dibanding layanan berbasis informasi dan teknologi. Dalam penelitian
ini, variabel jumlah kantor merupakan variabel yang paling dominan berpengaruh
positif terhadap market share aset perbankan syariah di Indonesia.
Inflasi merupakan faktor ekonomi yang sering terjadi terutama karena
wilayah Indonesia adalah negara kepulauan. Hal ini dikarenakan harga barang dan
jasa meningkat dengan cepat sehingga menyebabkan biaya produksi dan
operasional meningkat pula. Jika tingkat inflasi tinggi, bank syariah akan
mengalami kesulitan dalam memperoleh dana pihak ketiga (DPK) karena
masyarakat justru butuh dana segar untuk melanjutkan kegiatan ekonominya.
Bank syariah harus menanggung biaya-biaya dan beban-beban dari dana yang
tersedia. Keadaan seperti ini akan menimbulkan risiko yang tinggi pada bank
syariah, selanjutnya berdampak pada penurunan profitabilitas bank dan
berimplikasi negatif pada market share aset perbankan syariah di Indonesia.
104
Peningkatan dana pihak ketiga (DPK) meningkatkan pembiayaan yang
disalurkan perbankan syariah juga. Semakin besar pembiayaan yang disalurkan,
semakin tinggi kemungkinan laba dan rugi yang akan diperoleh. Non performing
financing (NPF) merupakan kemungkinan kerugian atau mengurangi laba yang
akan diperoleh perbankan syariah di Indonesia. Hal ini bisa terjadi karena
ekspansi penyaluran dana perbankan syariah yang tidak dibarengi dengan
penyeleksian nasabah pembiayaan yang ketat. Pada akhirnya non performing
financing (NPF) juga akan mengurangi ataupun menghambat pertumbuhan market
share aset perbankan syariah di Indonesia. Dalam penelitian ini, variabel non
performing financing (NPF) merupakan variabel yang paling dominan
berpengaruh negatif terhadap market share aset perbankan syariah di Indonesia.
Dalam penelitian Ndifon Ojong Ejoh dan Jacob Acquah Sackey (2014)
menunjukkan bahwa inflasi tidak berpengaruh tehadap profitabilitas bank.
Profitabilitas ini dipengaruhi oleh market share bank, hal ini berarti inflasi tidak
berpengaruh juga terhadap market share. Sementara dalam penelitian ini variabel
inflasi berpengaruh signifikan negatif terhadap market share aset perbankan
syariah di Indonesia. Peningkatan persentase inflasi sebesar 1 persen akan
menyebabkan penurunan market share aset perbankan syariah di Indonesia
sebesar 0.06%. Inflasi yang tinggi akan mengakibatkan minat masyarakat untuk
berinvestasi dan berproduksi menjadi berkurang.
Dalam penelitian Mohammad Nabi Shahiki Tash, Kamlan Mahmodpour,
dan Zahra Saravani (2014), menunjukkan bahwa sight deposits, saving deposits,
long term deposits, and short term deposits berpengaruh terhadap market share.
105
Dalam penelitian ini variabel dana pihak ketiga (DPK) berpengaruh signifikan
positif terhadap market share aset perbankan syariah di Indonesia. Peningkatan
persentase dana pihak ketiga (DPK) sebesar 1 persen akan menyebabkan
penningkatan market share aset perbankan syariah di Indonesia sebesar 0.16%.
Dalam penelitian Hamid Reza Bahrami dan Fariddedin Allameh Haery
(2014) menunjukkan bahwa aksesibilitas bank masuk dalam kelas satu dari empat
kelas yang dihasilkan dalam penelitian ini. Artinya kemudahan dalam mengakses
fasilitas dan layanan bank merupakan salah satu hal yang penting dalam
meningkatkan market share bank. Hal ini sejalan dengan penelitian ini, dimana
variabel jumlah kantor berpengaruh signifikan positif terhadap market share aset
perbankan syariah di Indonesia. Peningkatan persentase jumlah kantor sebesar 1
persen akan menyebabkan penningkatan market share aset perbankan syariah di
Indonesia sebesar 0.62%.
Dalam penelitian Aulia Rahman (2016) menunjukkan bahwa non
performing financing (NPF) memiliki variance yang sangat dominan dalam
mempengaruhi market share bank syariah yaitu sebesar 29.02%. Penelitian
Bambang Saputra (2016) menunjukkan bahwa non performing financing (NPF)
berpengaruh signifikan negatif terhadap market share perbankan syariah di
Indonesia. Hasil penelitian Bambang sejalan dengan hasil penelitian ini, variabel
non performing financing (NPF) berpengaruh signifikan negatif terhadap market
share aset perbankan syariah di Indonesia. Peningkatan persentase non
performing financing (NPF) sebesar 1 persen akan menyebabkan penurunan
market share aset perbankan syariah di Indonesia sebesar 0.12%.
106
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dijelaskan pada bab
sebelumnya, maka dapat diambil kesimpuan sebagai berikut:
1. Hasil uji regresi ditemukan bahwa variabel independen inflasi, dana pihak
ketiga (DPK), jumlah kantor, dan non performing financing (NPF)
dengan tingkat signifikan sebesar 0.000000 secara simultan atau bersama-
sama berpengaruh signifikan terhadap market share aset perbankan
syariah di Indonesia.
2. Hasil uji regresi ditemukan bahwa variabel independen inflasi dengan
tingkat signifikan negatif sebesar 0.0171, dana pihak ketiga (DPK)
dengan tingkat signifikan positif sebesar 0.0000, jumlah kantor dengan
tingkat signifikan positif sebesar 0.0000, dan non performing financing
(NPF) dengan tingkat signifikan negatif sebesar 0.0001 secara parsial
berpengaruh signifikan terhadap market share aset perbankan syariah di
Indonesia.
3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel inflasi memiliki nilai
koefisien sebesar -0.0586013883792, dana pihak ketiga (DPK) memiliki
nilai koefisien sebesar 0.161885647041, jumlah kantor memilki nilai
koefisien sebesar 0.621742256161, dan non performing financing (NPF)
memiliki nilai koefisien sebesar -0.115734061895. Hal ini menunjukkan
107
bahwa variabel jumlah kantor memiliki pengaruh positif dominan
terhadap market share aset dan variabel non performing financing (NPF)
memiliki pengaruh negatif dominan terhadap market share aset.
B. Implikasi
1. Bagi Pemerintah
Dalam hal ini sekiranya pemerintah lebih mempertimbangkan regulasi
tentang aset perbankan syariah di Indonesia yang diantaranya mengontrol,
menghitung, mengawasi, dan melihat pertumbuhan atau perkembangan
aset perbankan syariah agar market share di Indonesia terus mengalami
peningkatan setiap tahunnya.
2. Bagi Perbankan Syariah
Perbankan syariah di Indonesia agar meningkatkan kinerja keuangannya
dengan baik sehingga dapat memaksimalkan pertumbuhan market share
aset. Perbankan syariah juga harus lebih memperhatikan kepada variabel
dana pihak ketiga (DPK) dan jumlah kantor karena memberikan pengaruh
signifikan positif terhadap market share aset.
3. Bagi Peneliti
Bagi peneliti selanjutnya diharapkan melakukan penelitian yang lebih
luas dan komprehensif. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi
studi lanjutan, khususnya penelitian mengenai market share aset
perbankan syariah di Indonesia sehingga dapat memberikan hasil
penelitian yang lebih akurat.
108
DAFTAR PUSTAKA
Ajija, Shochrul Rohamtul, Dyah W. Sari, Rahat H. Setianto, & Martha R.
Primanti. (2011). Cara Cerdas Menguasai Eviews. Jakarta: Salemba
Empat.
Arief Mufraini, M. (2016). Impact of Investor Confidence Towards Operational
Stability (An Evidence From Sharia Banking as The Deposit Beneficiary
of Hajj Fund In Indonesia). Ijaber, Vol. 14, No. 11, 7609-7629.
Arifin, Zainul. (1999). Memahami Bank Syariah. Jakarta: Pustaka Alvabet.
Aziz, Roikhan Mochamad. (2006). Integrasi Ilmu Ekonomi Islam: Pendekatan
Filosofi dan Simbolik. Integrasi Kelilmuan, Jakarta: UIN Press.
Aziz, Roikhan Mochamad. (2010). New Paradigma In On Sinlamim Kaffah In
Islamic Economics. Jurnal Signifikan, Vol. 9, No. 2, Mei – Agustus.
Aziz, Roikhan Mochamad. (2011). New Paradigma On System Thinking.
Ekonotika, Fakultas Ekonomi Bisnis, Jurusan Ilmu Ekonomi Studi
Pembangunan (IESP).
Aziz, Roikhan Mochamad. (2012). Sinlammim: Kode Tuhan. Jakarta: Esa Alam.
Aziz, Roikhan Mochamad. (2015). Teori H dalam Islam Sebagai Wahyu dan
Turats. Module 1, Jurnal UIN Syarif Hidayatullah.
Bahrami, Hamid Reza & Fariddedin Allameh Haery. (2014). Insvestigated The
Effective Factors in The Process of Market Share Increase Among
Branches of Bank Saderat. International Journal of Academic Research in
Economics and Management Sciences, Vol. 3, No. 1, January, 51 – 60.
Boediono. (2000). Ekonomi Moneter, Edisi 3. Yogyakarta: BPFE.
Ejoh, Ndifon Ojong & Jacob Acquah Sackey. (2014). The Impact of Market Share
On Deposit Money Banks Profitability in Nigeria. European Journal of
Business and Management, Vol. 6, No. 19, 81-89.
Gujarati, Damodar N. (2006). Dasar-Dasar Ekonometika, Jilid I, Alih Bahasa
Julius Mulyadi. Jakarta: Erlangga.
Hassine, Mustapha Ben & Ratiba Limani. (2014). The Impact of Bank
Characteristics on the Efficiency : Evidence from MENA Islamic Banks.
Journal of Applied Finance and Banking, Vol. 4, No 3, 237-253.
Ismail. (2010). Manajemen Perbankan dari Teori Menuju Aplikasi, Edisi
Pertama, Cetakan Pertama. Jakarta: Prenadamedia.
109
Karim, Adiwarman A. (2002). Ekonomi Islam Suatu Tujuan Ekonomi Makro.
Jakarta: The International Institute of Islamic Thought.
Karim, Adiwarman A. (2011). Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta:
Rajawali Pers.
Kasmir. (2014). Dasar-Dasar Perbankan, Edisi Revisi 2014, Cetakan
Keduabelas. Jakarta: Rajawali Pers.
Kotler, Philip. (2001). Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan,
Implementasi, dan Kontrol, Jilid 1 (Edisi Bahasa Indonesia dari
Principles of Marketing). Jakarta: PT. Prenhalindo.
Lamb, Charles W., Joseph F. Hair, & Carl Mcdaniel. (2001). Pemasaran, Edisi
Pertama. Jakarta: Salemba Empat.
Latumaerissa, R. Julius. (1999). Mengenal Aspek-Aspek Operasi Bank Umum,
Edisi Pertama. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.
Masooleh, Maziar Askari Zad, Muhammad Doostar, & Sina Kheradyar. (2016).
The Impact of Credit Risk On Bank Profitability And Asset Quality (A
study on Ghavamin Bank). International Journal of Research in
Management, Issue 6, Vol. 4, July, 45-55.
Nachrowi, Nachrowi D. dan Hardius Usman. (2008). Pendekatan Populer dan
Praktis Ekonometrika Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Jakarta:
FEUI.
Nopasand Asil, M., Ebrahimpor. (2012) A. The Role of Relationship Marketing
Strategies on Banks‟ Market Share. Fourth International Conference on
Marketing of Banking Services”, Tehran.
Nopirin. (2000). Ekonomi Moneter, Buku I dan II. Yogyakarta: BPFE – UGM.
Odunga, Robert M. (2016). Specific Performance Indicators, Market Share and
Operating Efficiency for Commercial Banks in Kenya. International
Journal of Finance and Accounting, 5(3), 135-145.
Onour, Ibrahim & Abdelgadir Abdalla. (2011). Scale and Technical Efficiency of
Islamic Banks in Sudan : Data Envelopment Analysis. MPRA Paper No.
29885.
Rahman, Aulia. (2016). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Market Share Bank
Syariah. Analytica Islamica, Vol. 5, No. 2, 291-314.
Rachmawati, Dian Suci & Eni Sumarminingsih. (2014). Metode Standard Error
Newey West Untuk Mengatasi Heteroskedastisitas dan Autokorelasi pada
Analisis Regresi Linear Berganda. Jurnal Mahasiswa Statistik Universitas
Brawijaya, Vol 2, No. 2, 65-68.
110
Samuelson, Paul A. dan William D. Nordhaus. (2004). Ilmu Makroekonomi, Edisi Ketujuhbelas. Jakarta: PT. Media Global Edukasi.
Saputra, Bambang. (2014). Faktor-Faktor Keuangan yang Mempengaruhi Market
Share Perbankan Syariah di Indonesia. Akuntabilitas, Vol. VII, No. 2,
Agustus, 123-131.
Seyed Javadin, R., A Model for explanation of Iranian Banks Market Share in
Competitiveness. Fourth International Conference on Marketing
Management, Tehran.
Soemitra, Andri. (2010). Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Stanton, William J. (2000). Prinsip Pemasaran. Jakarta: Erlangga.
Sudarsono, Heri. (2007). Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta:
Ekonisia- Kampus FE UII
Swastha DH, Basu & Ibnu Sukotjo. (2002). Pengantar Bisnis Modern, Edisi 3.
Yogyakarta: Liberty.
Tash, Mohammad Nabi Shahiki, Kamlan Mahmodpour, & Zahra Saravani.
(2014). Evaluation of Bank Market Share and its Affective Determinants
(Sepah Bank). Kuwait Chapter of Arabian Journal of Business and
Management Review, Vol. 3, No. 12A, August, 240-248.
Ulfah, Maria. (2008). Analisa Perkembangan Aset, Dana Pihak Ketiga (DPK) dan
Pembiayaan Perbankan Syariah di Indonesia. Tesis. Jakarta: Universitas
Gunadarma.
Veithzal, Rivai. (2007). Bank dan Financial Institution Management
(Conventional and Sharia System). Jakarta: PT. Grafindo Persada.
Widarjono, Agus. (2009). Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya, Edisi
Ketiga. Yogyakarta: Ekonesia.
Yunita, Patria. (2007). Pengaruh Suku Bunga SBI, Tingkat Inflasi, dan Kurs US
Dollar terhadap Kinerja Penghimpunan Dana Pihak Ketiga Perbankan
Syariah. Tesis. Jakarta: Program Studi Timur Tengah dan Islam
Universitas Indonesia.
Zaher, Tarik S. & M. Kabir Hasan. (2001). A Comparative Literature Survey of
Islamic Finance and Banking. Financial Markets Institutions and Finance
Vol 10, Issue 4, 155-199.
111
Website:
Bank Indonesia. (2012). Laporan Perkembangan Perbankan Syariah.
http://www.bi.go.id, Diakses pada tanggal 17 Februari 2017.
Otoritas Jasa Keuangan. (2012). Statistik Perbankan Indonesia. Januari –
Desember, http://ojk.go.id, Diakses pada tanggal 17 Februari 2017.
Otoritas Jasa Keuangan. (2013). Statistik Perbankan Indonesia. Januari –
Desember, http://ojk.go.id, Diakses pada tanggal 17 Februari 2017.
Otoritas Jasa Keuangan. (2014). Statistik Perbankan Indonesia. Januari –
Desember, http://ojk.go.id, Diakses pada tanggal 17 Februari 2017.
Otoritas Jasa Keuangan. (2015). Statistik Perbankan Indonesia. Januari –
Desember, http://ojk.go.id, Diakses pada tanggal 17 Februari 2017.
Otoritas Jasa Keuangan. (2016). Statistik Perbankan Indonesia. Januari –
September, http://ojk.go.id, Diakses pada tanggal 17 Februari 2017.
Otoritas Jasa Keuangan. (2012). Statistik Perbankan Syariah. Januari – Desember,
http://ojk.go.id, Diakses pada tanggal 17 Februari 2017.
Otoritas Jasa Keuangan. (2013). Statistik Perbankan Syariah. Januari – Desember,
http://ojk.go.id, Diakses pada tanggal 17 Februari 2017.
Otoritas Jasa Keuangan. (2014). Statistik Perbankan Syariah. Januari – Desember,
http://ojk.go.id, Diakses pada tanggal 17 Februari 2017.
Otoritas Jasa Keuangan. (2015). Statistik Perbankan Syariah. Januari – Desember,
http://ojk.go.id, Diakses pada tanggal 17 Februari 2017.
Otoritas Jasa Keuangan. (2016). Statistik Perbankan Syariah. Januari –
September, http://ojk.go.id, Diakses pada tanggal 17 Februari 2017.
112
Lampiran 1: Data sebelum di Ln
Tahun
/ Bulan Inflasi DPK
Jumlah
Kantor NPF
Market Share
Aset
Jan-12 3.65 116,518,000,000,000 1,813 2.68 4.00
Feb-12 3.56 114,616,000,000,000 2,006 2.82 4.01
Mar-12 3.97 119,639,000,000,000 1,887 2.76 4.09
Apr-12 4.50 114,018,000,000,000 1,891 2.85 3.85
May-12 4.45 115,206,000,000,000 1,946 2.93 3.85
Jun-12 4.53 119,279,000,000,000 1,999 2.88 3.99
Jul-12 4.56 121,018,000,000,000 2,038 2.92 3.99
Aug-12 4.58 123,673,000,000,000 2,096 2.78 4.12
Sep-12 4.31 127,678,000,000,000 2,150 2.74 4.21
Oct-12 4.61 134,453,000,000,000 2,188 2.58 4.32
Nov-12 4.32 138,671,000,000,000 2,220 2.50 4.38
Dec-12 4.30 147,512,000,000,000 2,262 2.22 4.58
Jan-13 4.57 148,731,000,000,000 2,301 2.49 4.59
Feb-13 5.31 150,795,000,000,000 2,325 2.72 4.65
Mar-13 5.90 156,964,000,000,000 2,341 2.75 4.86
Apr-13 5.57 158,519,000,000,000 2,396 2.85 4.76
May-13 5.47 163,858,000,000,000 2,416 2.92 4.88
Jun-13 5.90 163,966,000,000,000 2,420 2.64 4.90
Jul-13 8.61 166,453,000,000,000 2,431 2.75 4.86
Aug-13 8.79 170,222,000,000,000 2,473 3.01 4.88
Sep-13 8.40 171,701,000,000,000 2,495 2.80 4.81
Oct-13 8.32 174,018,000,000,000 2,526 2.96 4.87
Nov-13 8.37 176,292,000,000,000 2,530 3.08 4.84
113
Dec-13 8.38 183,534,000,000,000 2,588 2.62 4.71
Jan-14 8.22 177,930,000,000,000 2,554 3.01 4.78
Feb-14 7.75 178,154,000,000,000 2,558 3.53 4.79
Mar-14 7.32 180,945,000,000,000 2,561 3.22 4.95
Apr-14 7.25 185,508,000,000,000 2,564 3.48 4.94
May-14 7.32 190,783,000,000,000 2,571 4.02 4.94
Jun-14 6.70 191,470,000,000,000 2,575 3.90 4.86
Jul-14 4.53 194,299,000,000,000 2,592 4.31 4.92
Aug-14 3.99 195,959,000,000,000 2,577 4.58 4.93
Sep-14 4.53 197,141,000,000,000 2,571 4.67 4.80
Oct-14 4.83 207,121,000,000,000 2,519 4.58 4.78
Nov-14 6.23 209,644,000,000,000 2,501 4.86 4.75
Dec-14 8.36 217,858,000,000,000 2,471 4.33 4.85
Jan-15 6.96 210,761,000,000,000 2,479 3.81 4.69
Feb-15 6.29 210,297,000,000,000 2,480 4.00 4.66
Mar-15 6.38 212,988,000,000,000 2,475 3.81 4.64
Apr-15 6.79 213,973,000,000,000 2,470 3.69 4.65
May-15 7.15 215,339,000,000,000 2,460 3.85 4.67
Jun-15 7.26 213,477,000,000,000 2,454 3.62 4.61
Jul-15 7.26 216,083,000,000,000 2,446 3.72 4.60
Aug-15 7.18 216,356,000,000,000 2,413 3.49 4.56
Sep-15 6.83 219,313,000,000,000 2,367 3.40 4.59
Oct-15 6.25 219,478,000,000,000 2,330 3.33 4.61
Nov-15 4.89 220,635,000,000,000 2,316 3.40 4.63
Dec-15 3.35 231,175,000,000,000 2,301 3.19 4.83
Jan-16 4.14 229,094,000,000,000 2,282 3.67 4.72
114
Feb-16 4.42 231,820,000,000,000 2,238 3.76 4.75
Mar-16 4.45 232,657,000,000,000 2,230 3.62 4.83
Apr-16 3.60 233,808,000,000,000 2,183 3.67 4.78
May-16 3.33 238,366,000,000,000 2,157 3.59 4.77
Jun-16 3.45 241,336,000,000,000 2,129 3.73 4.81
Jul-16 3.21 243,184,000,000,000 2,127 3.21 4.81
Aug-16 2.79 244,843,000,000,000 2,104 3.19 4.78
Sep-16 3.07 263,522,000,000,000 2,210 2.49 5.13
115
Lampiran 2: Data setelah di Ln
Tahun
/ Bulan Inflasi DPK
Jumlah
Kantor NPF
Market Share
Aset
Jan-12 1.29 32.39 7.50 0.99 1.39
Feb-12 1.27 32.37 7.60 1.04 1.39
Mar-12 1.38 32.42 7.54 1.02 1.41
Apr-12 1.50 32.37 7.54 1.05 1.35
May-12 1.49 32.38 7.57 1.08 1.35
Jun-12 1.51 32.41 7.60 1.06 1.38
Jul-12 1.52 32.43 7.63 1.07 1.38
Aug-12 1.52 32.45 7.65 1.02 1.42
Sep-12 1.46 32.48 7.67 1.01 1.44
Oct-12 1.53 32.53 7.69 0.95 1.46
Nov-12 1.46 32.56 7.71 0.92 1.48
Dec-12 1.46 32.62 7.72 0.80 1.52
Jan-13 1.52 32.63 7.74 0.91 1.52
Feb-13 1.67 32.65 7.75 1.00 1.54
Mar-13 1.77 32.69 7.76 1.01 1.58
Apr-13 1.72 32.70 7.78 1.05 1.56
May-13 1.70 32.73 7.79 1.07 1.59
Jun-13 1.77 32.73 7.79 0.97 1.59
Jul-13 2.15 32.75 7.80 1.01 1.58
Aug-13 2.17 32.77 7.81 1.10 1.59
Sep-13 2.13 32.78 7.83 1.03 1.57
116
Oct-13 2.12 32.79 7.83 1.09 1.58
Nov-13 2.13 32.84 7.84 1.12 1.58
Dec-13 2.13 32.84 7.86 0.96 1.55
Jan-14 2.11 32.81 7.85 1.10 1.56
Feb-14 2.05 32.81 7.85 1.26 1.57
Mar-14 1.99 32.83 7.85 1.17 1.60
Apr-14 1.98 32.85 7.85 1.25 1.60
May-14 1.99 32.88 7.85 1.39 1.60
Jun-14 1.90 32.89 7.85 1.36 1.58
Jul-14 1.51 32.90 7.86 1.46 1.59
Aug-14 1.38 32.91 7.85 1.52 1.60
Sep-14 1.51 32.91 7.85 1.54 1.57
Oct-14 1.57 32.96 7.83 1.52 1.56
Nov-14 1.83 32.98 7.82 1.58 1.56
Dec-14 2.12 32.01 7.81 1.47 1.58
Jan-15 1.94 32.98 7.82 1.34 1.55
Feb-15 1.84 32.98 7.82 1.39 1.54
Mar-15 1.85 32.99 7.81 1.34 1.53
Apr-15 1.92 33.00 7.81 1.31 1.54
May-15 1.97 33.00 7.81 1.35 1.54
Jun-15 1.98 32.29 7.81 1.29 1.53
Jul-15 1.98 33.01 7.80 1.31 1.53
Aug-15 1.97 33.01 7.79 1.25 1.52
Sep-15 1.92 33.02 7.77 1.22 1.52
117
Oct-15 1.83 33.02 7.75 1.20 1.53
Nov-15 1.59 33.03 7.75 1.22 1.53
Dec-15 1.21 33.07 7.74 1.16 1.57
Jan-16 1.42 33.07 7.73 1.30 1.55
Feb-16 1.49 33.08 7.71 1.32 1.56
Mar-16 1.49 33.08 7.71 1.29 1.57
Apr-16 1.28 33.09 7.69 1.30 1.56
May-16 1.20 33.10 7.68 1.28 1.56
Jun-16 1.24 33.12 7.66 1.32 1.57
Jul-16 1.17 33.12 7.66 1.17 1.57
Aug-16 1.03 33.13 7.65 1.16 1.56
Sep-16 1.12 33.21 7.70 0.91 1.64
118
Lampiran 3: Analisis Regresi
Dependent Variable: MARKET_SHARE
Method: Least Squares
Date: 03/07/17 Time: 00:03
Sample: 2012M01 2016M09
Included observations: 57
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -8.365932 0.633572 -13.20440 0.0000
INFLASI -0.058601 0.017892 -3.275296 0.0019
DPK 0.161886 0.021678 7.467859 0.0000
JUMLAH_KANTOR 0.621742 0.071934 8.643288 0.0000
NPF -0.115734 0.025189 -4.594578 0.0000
R-squared 0.863096 Mean dependent var 1.532131
Adjusted R-squared 0.852565 S.D. dependent var 0.069794
S.E. of regression 0.026799 Akaike info criterion -4.317278
Sum squared resid 0.037346 Schwarz criterion -4.138063
Log likelihood 128.0424 Hannan-Quinn criter. -4.247629
F-statistic 81.95732 Durbin-Watson stat 0.766917
Prob(F-statistic) 0.000000
Estimation Command:
=========================
LS(COV=HAC) MARKET_SHARE C INFLASI DPK JUMLAH_KANTOR
NPF
Estimation Equation:
=========================
MARKET_SHARE = C(1) + C(2)*INFLASI + C(3)*DPK +
C(4)*JUMLAH_KANTOR + C(5)*NPF
Substituted Coefficients:
=========================
MARKET_SHARE = -8.36593182033 - 0.0586013883792*INFLASI +
0.161885647041*DPK + 0.621742256161*JUMLAH_KANTOR -
0.115734061895*NPF
119
Lampiran 4: Uji Asumsi Klasik
1. Uji Normalitas
2. Uji Multikolinieritas
Variabel Independen Inflasi DPK Jumlah Kantor NPF
Inflasi 1.000000 0.052682 0.695179 0.136042
DPK 0.052682 1.000000 0.498005 0.605753
Jumlah Kantor 0.695179 0.498005 1.000000 0.462593
NPF 0.136042 0.605753 0.462593 1.000000
0
1
2
3
4
5
6
7
-0.04 -0.02 0.00 0.02 0.04
Series: Residuals
Sample 2012M01 2016M09Observations 57
Mean 3.79e-16Median 0.003736Maximum 0.052816Minimum -0.051258Std. Dev. 0.025824Skewness 0.096180Kurtosis 1.940881
Jarque-Bera 2.751995Probability 0.252587
120
3. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedasticity Test: White
F-statistic 1.629086 Prob. F(13,43) 0.1143
Obs*R-squared 18.80941 Prob. Chi-Square(13) 0.1291
Scaled explained SS 7.364394 Prob. Chi-Square(13) 0.8824
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 03/07/17 Time: 00:11
Sample: 2012M01 2016M09
Included observations: 57
Collinear test regressors dropped from specification
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -1.270413 3.405904 -0.373003 0.7110
INFLASI -0.169241 0.146863 -1.152374 0.2555
INFLASI^2 0.000456 0.002278 0.200297 0.8422
INFLASI*DPK 0.005798 0.004354 1.331671 0.1900
INFLASI*JUMLAH_KANTOR -0.002166 0.015680 -0.138126 0.8908
INFLASI*NPF -0.003834 0.003890 -0.985479 0.3299
DPK 0.053718 0.138685 0.387337 0.7004
DPK*JUMLAH_KANTOR -0.007538 0.018183 -0.414566 0.6805
DPK*NPF -0.002698 0.007593 -0.355292 0.7241
JUMLAH_KANTOR 0.121288 0.452488 0.268047 0.7899
JUMLAH_KANTOR^2 0.008032 0.039503 0.203317 0.8398
JUMLAH_KANTOR*NPF 0.000265 0.023520 0.011264 0.9911
NPF 0.085011 0.320402 0.265326 0.7920
NPF^2 0.002797 0.004127 0.677648 0.5016
R-squared 0.329990 Mean dependent var 0.000655
Adjusted R-squared 0.127428 S.D. dependent var 0.000641
S.E. of regression 0.000599 Akaike info criterion -11.79348
Sum squared resid 1.54E-05 Schwarz criterion -11.29168
Log likelihood 350.1143 Hannan-Quinn criter. -11.59847
F-statistic 1.629086 Durbin-Watson stat 2.377856
Prob(F-statistic) 0.114322
121
4. Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic 16.19549 Prob. F(2,50) 0.0000
Obs*R-squared 22.40884 Prob. Chi-Square(2) 0.0000
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 03/07/17 Time: 00:12
Sample: 2012M01 2016M09
Included observations: 57
Presample missing value lagged residuals set to zero.
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.060551 0.503532 0.120253 0.9048
INFLASI 0.007419 0.014315 0.518243 0.6066
DPK 0.007551 0.017286 0.436804 0.6641
JUMLAH_KANTOR -0.041943 0.057784 -0.725851 0.4713
NPF 0.003676 0.020023 0.183576 0.8551
RESID(-1) 0.482961 0.138007 3.499552 0.0010
RESID(-2) 0.211777 0.138777 1.526026 0.1333
R-squared 0.393138 Mean dependent var 3.79E-16
Adjusted R-squared 0.320314 S.D. dependent var 0.025824
S.E. of regression 0.021290 Akaike info criterion -4.746556
Sum squared resid 0.022664 Schwarz criterion -4.495654
Log likelihood 142.2768 Hannan-Quinn criter. -4.649047
F-statistic 5.398498 Durbin-Watson stat 1.868623
Prob(F-statistic) 0.000231
122
a. Uji HAC (Newey-West)
Dependent Variable: MARKET_SHARE
Method: Least Squares
Date: 03/07/17 Time: 00:13
Sample: 2012M01 2016M09
Included observations: 57
HAC standard errors & covariance (Bartlett kernel, Newey-West
fixed
bandwidth = 4.0000)
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -8.365932 0.691021 -12.10662 0.0000
INFLASI -0.058601 0.023786 -2.463730 0.0171
DPK 0.161886 0.028524 5.675478 0.0000
JUMLAH_KANTOR 0.621742 0.090413 6.876713 0.0000
NPF -0.115734 0.027870 -4.152712 0.0001
R-squared 0.863096 Mean dependent var 1.532131
Adjusted R-squared 0.852565 S.D. dependent var 0.069794
S.E. of regression 0.026799 Akaike info criterion -4.317278
Sum squared resid 0.037346 Schwarz criterion -4.138063
Log likelihood 128.0424 Hannan-Quinn criter. -4.247629
F-statistic 81.95732 Durbin-Watson stat 0.766917
Prob(F-statistic) 0.000000