1
Analisis Nilai Moral Bushidō pada Dongeng Kasajizou dan Bunbuku
Chagama
Septa Widyastiti (1106079034)
Program Studi Jepang, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia,
Kampus UI, Depok, 16424
E-mail: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini membahas mengenai nilai-nilai moral Bushidō yang terdapat di dalam dongeng Kasajizou dan Bunbuku Chagama. Pada penelitian ini, digunakan metode penelitian kualitatif deskriptif karena penulis bertujuan untuk menganalisis dan menggambarkan nilai-nilai moral Bushidō dengan menggunakan 7 nilai moral Bushidō menurut Inazo Nitobe. 7 nilai moral Bushidō menurut Inazo Nitobe yaitu, keadilan, keberanian, kebaikan, kejujuran, kesopanan, kehormatan, dan kesetiaan. Dari kedua dongeng tersebut digambarkan nilai kebaikan, kejujuran, dan kesopanan, sedangkan nilai keberanian dan kesetiaan hanya digambarkan pada dongeng Bunbuku Chagama.
Kata Kunci : Bushidō, Nilai Moral, Inazo Nitobe, Kasajizou, dan Bunbuku Chagama.
The Analysis Of Bushidō Moral Value in Kasajizou and Bunbuku Chagama Tales;
Abstract
This research is discussing about Bushidō moral values in Kasajizou and Bunbuku Chagama tales. On this research, method used is descriptive qualitative in order to analyze the Bushidō moral values based on seven Bushidō moral values by Inazo Nitobe. The seven Bushidō moral values by Inazo Nitobe consist of rectitude, courage, benevolence, veracity, politeness, honour, and loyalty. Both tales describe benevolence, veracity, and politeness values, whereas courage and loyalty values only describes in Bunbuku Chagama tales.
Key words : Bushidō, Moral Values, Inazo Nitobe, Kasajizou, and Bunbuku Chagama.
1. Pendahuluan
Bushidō berasal dari kata bushi (武士) yang berarti prajurit dan dō (道) yang
berarti jalan atau cara. Jadi Bushidō adalah jalan prajurit atau cara prajurit. Dalam
masyarakat Jepang, Bushidō merupakan komponen terpenting dalam
pembentukan karakter serta kepribadian masyarakat Jepang. Ini disebabkan
Analisis nilai..., Septa Widyastiti, FIB UI, 2015
2
karena bushi atau samurai telah merangkum nilai-nilai dasar masyarakat Jepang
dan telah dijadikan sebagai landasan moral1 nasional yang dipergunakan baik
pada masa Tokugawa maupun pada masa modern.2 Kelas samurai dipandang
sebagai perwujudan dan penjaga moralitas.
Dalam bahasa Jepang, dongeng disebut dengan mukashi banashi. Dongeng atau
mukashi banashi berisikan ajaran moral yang diperlukan bagi seorang anak.
Dongeng atau mukashi banashi diceritakan kepada anak-anak oleh orang tua di
rumah, pada malam bersalju saat anak-anak bermain di tepi perapian sambil
mendengarkan mukashi banashi.3 Oleh karena itu, para orang tua di Jepang telah
menanamkan pendidikan moral sejak mereka kecil.
Pada penelitian ini, dibahas mengenai nilai moral Bushidō dalam salah satu buku
karya Kawauchi Sayumi yang berjudul “Kasajizou, Bunbuku Chagama”. Dongeng
pertama adalah Kasajizou yang menceritakan tentang kebaikan hati seorang petani
miskin kepada patung jizou. Kasajizou berasal dari dua kata yaitu Kasa4 yang
berarti topi dan Jizou5 yang berarti patung Buddha, jadi Kasajizou adalah patung
Buddha bertopi. Dongeng kedua adalah Bunbuku Chagama. Bunbuku Chagama
berasal dari cerita legenda kuil Morinji yang terletak di daerah Tatebayashi
Perfektur Gunma. Cerita ini secara turun-temurun dikisahkan dalam sebuah
1 Perbedaan moral dan etika adalah, moral mengacu pada nilai baik atau tidak baik yang disepakati dan diadopsi dalam suatu lingkungan tertentu. Sedangkan etika mengacu kepada seperangkat aturan-‐aturan, prinsip-‐prinsip atau cara berpikir yang menuntun tindakan dari suatu kelompok tertentu. (Borchert,Encyclopedia of Philosophy Vol.III, hlm 279 dan 280) 2 Bellah, Religi Tokugawa, hlm. 121 3 Linda Unsriana, Tesis : Peranan Dongeng dalam Pendidikan (analisa terhadap lima buah dongeng Jepang), hlm 21 4 Kasa merupakan topi tradisional Jepang yang memiliki banyak jenis. Penggunaan kata kasa berubah menjadi gasa jika digabungkan dengan kata lain pada tiap jenis topi tersebut. Diantaranya adalah amigasa, jingasa,sugegasa,takuhatsugasa, dan sandogasa. Bahan pembuatannya berbeda-‐beda tergantung dari jenis topinya. (sumber:http://traditionscustoms.com/traditional-‐fashion/kasa-‐traditional-‐japanese-‐hats) diakses : 14 Mei 2015 5 Jizou merupakan istilah untuk patung Buddha yang menggambarkan seorang biksu di Jepang. Biasanya patung ini diletakkan di atas puncak gunung atau di pintu masuk kuburan tua. Patung ini dipercaya sebagai pemberi kekuatan bagi seseorang yang lemah seperti misalnya anak-‐anak yang terperangkap pada kondisi berbahaya. (Sumber : http://www.shingon.org/deities/jusanbutsu/jizo.html) Diakses : 14 Mei 2015
Analisis nilai..., Septa Widyastiti, FIB UI, 2015
3
dongeng. Bunbuku Chagama menceritakan kisah seekor binatang tanuki 6 .
Bunbuku Chagama berasal dari dua kata yaitu Bunbuku yang berarti pembagi
keberuntungan, dan Chagama yang berarti teko (untuk membuat) teh. Jadi,
dongeng ini merupakan kisah mengenai seekor tanuki yang dapat berubah wujud
dan memberikan keberuntungan bagi penolongnya.
Pokok permasalahan yang penulis teliti ialah nilai-nilai moral Bushidō dalam
dongeng, khususnya dongeng karya Kawauchi Sayumi dalam bukunya yang
berjudul “Kasajizou, Bunbuku Chagama”. Tujuan penelitian ini adalah untuk
menganalisis nilai moral Bushidō dalam dongeng Kasajizou dan Bunbuku
Chagama. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif bersifat deskriptif.
Metode ini digunakan karena penulis menganalisis, dan mendeskripsikan nilai
moral Bushidō. Selanjutnya penulis memperoleh data dengan cara studi
kepustakaan melalui buku dongeng yang berjudul “Kasajizou, Bunbuku Chagama”
yang di dalamnya terdapat nilai-nilai moral Bushidō.
2. Kerangka Teori
2.1 Dongeng dan Mukashi Banashi
James Danandjaja seorang antropolog Universitas Indonesia yang juga seorang
ahli folklor mengartikan dongeng sebagai cerita pendek kolektif kesusastraan
lisan.7 Manfaat utama dongeng adalah sebagai hiburan, walaupun banyak juga
yang menuliskan kebenaran, berisikan pelajaran (moral), atau bahkan sindiran.8
Ozawa Toshio dalam Unsriana mengungkapkan
昔話というのは、わりと道徳教育的な、教訓的な話であるという受け取り
方が多いと思うんです。
6 Tanuki adalah hewan yang dalam bahasa inggris disebut dengan raccoon dog (nyctereutes procionoides) dan sering kali juga disebut dengan badger. Tanuki berdiam di wilayah Asia Timur. Bentuknya mirip sekali dengan raccoon dari Amerika namun perbedaannya terletak pada ekornya yang tidak memiliki pola berbentuk gelang hitam. (James Danandjaja, Folklor Jepang dilihat dari kacamata Indonesia, hlm 176) 7 James Danandjaya, Folklore Indonesia, hlm 83 8 Ibid, hlm 83
Analisis nilai..., Septa Widyastiti, FIB UI, 2015
4
“Mukashi banashi to iu nowa, warito doutokukyouikutekina,kyoukuntekina hanashi de aru to iu uketori kata ga ooito omoundesu”
Artinya :
“mukashi banashi itu (saya fikir) lebih banyak dipahami sebagai cerita secara moral dan etika”
Selain itu Linda Unsriana juga mengatakan bahwa mukashi banashi di seluruh
dunia mempunyai tema seperti kebaikan, kejujuran, keberanian, kebijaksanaan,
dan kesetiaan. Tema-tema itulah yang kemudian menjadikan mukashi banashi
sebagai sarana untuk menyampaikan nilai-nilai moral. Selain itu pula, mukashi
banashi mempunyai fungsi pendidikan dengan cara yang menyenangkan.
Dalam bahasa Jepang, moral disebut dengan dōtoku. Jika dilihat dari kanji nya
yaitu 道徳, 道(dò) artinya jalan dan 徳(toku) artinya kebajikan. jadi, dōtoku
berarti jalan kebajikan. Dōtoku atau moral merupakan bentuk cara hidup sebagai
anggota masyarakat yang biasanya berisi cara bersikap seseorang terhadap suatu
yang agung (agama), kepada orang lain, dan terhadap makhluk hidup atau benda-
benda lainnya (teknologi).9
2.2 Bushidō
Inazo Nitobe seorang penulis sekaligus politisi Jepang, mengartikan Bushidō
sebagai berikut
“Bushidō, then, is the code of moral principles which the knights were required or instructed to observe. It is not a written code; at best it consists of a few maxims handed down from mouth to mouth or coming from the pen of some well-known warrior or savant. More frequently it is a code unuttered and unwritten, possessing all the more powerful sanction of veritable deed, and of a law written on the fleshly tablets of the heart”
Artinya :
“Bushidō merupakan suatu konsep dari prinsip moral dimana seorang ksatria atau samurai diperlukan dan diinstruksikan untuk mengamati. Bushidō bukan merupakan suatu kode yang tertulis, namun diturunkan dari mulut ke mulut atau melalui tulisan beberapa prajurit dan atau kaum terpelajar yang terkenal. Bushidō
9 Kodansa Encyclopedia, “dōtoku”, hlm 543
Analisis nilai..., Septa Widyastiti, FIB UI, 2015
5
lebih sering menggunakan kode yang tidak terucap atau tertulis, mempengaruhi semua sangsi yang kuat dari sumber kebaikan dan tertanam secara mendalam di dalam hati. ”
Dari teori di atas, dapat dijelaskan bahwa Bushidō bukan merupakan suatu hal
yang tertulis dan dapat dilihat, melainkan suatu hal yang abstrak dan ditanamkan
di dalam hati secara mendalam. Hal itulah yang kemudian menurut Bellah,
menjadikan Bushidō sebagai komponen penting dalam pembentukan karakter
serta kepribadian masyarakat Jepang. Penyebabnya adalah karena bushi atau
samurai telah merangkum nilai-nilai dasar masyarakat Jepang, dan kemudian
dijadikan sebagai landasan moral nasional yang dipergunakan baik pada masa
Tokugawa maupun pada masa modern10.
2.3 Nilai Moral Bushidō menurut Inazo Nitobe
Inazo Nitobe dalam bukunya yang berjudul “Bushidō: The Soul Of Japan”
membagi nilai moral Bushidō menjadi 7, sebagai berikut.
Pertama, keadilan. Menurut Nitobe, konsep keadilan berhubungan dengan cara
seorang samurai dapat memecahkan masalah dan mengambil keputusan yang
tepat tanpa keraguan pada suatu persetujuan (kesepakatan). 11 Nitobe juga
mengutip pendapat seorang filsuf Cina bernama Mencius (372 SM-289 SM) yang
mengatakan bahwa kebaikan merupakan akal budi seseorang, sedangkan keadilan
merupakan cara seseorang untuk mencapai sebuah kebaikan. Jika seseorang sudah
memutuskan suatu keputusan pasti didasari dengan pertimbangan yang mendalam,
begitu juga dengan akibat dari keputusan yang mereka ambil. Oleh karena itu,
bagi seorang samurai, ia harus benar-benar mengetahui kapan ia harus menyerang
dan kapan ia harus mati.
Kedua adalah keberanian. Menurut Nitobe, seorang samurai akan sangat mudah
masuk ke dalam sarang pengecut jika ia tidak memiliki rasa keberanian yang
tinggi.12 Nitobe mengutip pengertian keberanian yang dijelaskan oleh seorang
filsuf Cina bernama Konfusius yang mengatakan bahwa keberanian adalah
10 Bellah, Religi Tokugawa, hlm. 121 11 Inazo Nitobe, Bushido:The soul of Japan,hlm 23 12 Ibid,hlm 28
Analisis nilai..., Septa Widyastiti, FIB UI, 2015
6
melakukan sesuatu yang dianggap benar. Keberanian dilakukan untuk
menegakkan kebenaran, meskipun tidak mudah dalam menegakkannya karena
dipenuhi dengan rintangan. Di dalam keberanian, terkandung resiko atas tindakan
yang dilakukan untuk menegakkan kebenaran.
Ketiga adalah Kebaikan. Menurut Nitobe kebaikan adalah mencintai sesama,
mengasihi sesama, dan bersimpati serta berbelas kasih terhadap sesama.13 Nitobe
mengumpamakan bahwa jika keadilan merupakan sifat yang secara khusus
menggambarkan kemaskulinan, maka kebaikan merupakan sifat gabungan yang
menggambarkan kemaskulinan dan kefemininan. Nitobe juga menambahkan
bahwa seseorang yang melakukan kebaikan adalah orang-orang yang sadar
dengan keaadan orang lain yang sedang menderita dan kesulitan.14
Keempat adalah kesopanan. Menurut Nitobe, akar dari kesopanan adalah
kerendahan hati untuk memahami orang lain.15 Nitobe mengungkapkan bahwa
jika seseorang bersikap sopan hanya karena takut dianggap tidak sopan karena
tidak mengetahui tata krama dan kemudian ia bersikap berlebihan, maka nilai
kesopanan tersebut telah hilang. Nitobe menyetarakan nilai kesopanan dengan
nilai kasih sayang yang terdapat dalam kebaikan. Menurutnya, seseorang yang
memiliki sifat iri hati, dengki, galak, sombong dan gila hormat akan sulit untuk
berlaku sopan, sebaliknya seseorang yang menghormati orang lain akan mudah
untuk berlaku sopan. Jika seseorang menghormati orang lain berarti ia memiliki
rasa tenggang rasa dan kemurahan hati terhadap sesamanya.
Kelima, Kejujuran. Nitobe dalam bukunya mengutip ungkapan Confucius yang
mengatakan bahwa kejujuran merupakan awal dan akhir dalam semua hal; tanpa
kejujuran suatu hal bukanlah apa-apa.16 Kejujuran juga merupakan hal yang
sangat penting dalam nilai-nilai moral karena menurut Nitobe, kejujuran adalah
hal yang terkecil dari sebuah kebaikan. Jadi maksudnya adalah segala kebaikan
yang kita lakukan haruslah berlandaskan kejujuran.
13 Ibid, hlm 36 14 Ibid, hlm 43 15 Ibid, hlm 49 16 Ibid, hlm 61
Analisis nilai..., Septa Widyastiti, FIB UI, 2015
7
Keenam adalah kehormatan. Kata hormat berasal dari beberapa kata dalam bahasa
Jepang di antaranya adalah na (nama), men-moku (wajah), dan guai-bun
(pandangan orang luar). Nitobe menyimpulkan dari ketiga istilah itu, kehormatan
dapat diartikan sebagai menjaga reputasi atau nama baik seseorang.17 Menurut
Nitobe, nama baik merupakan sesuatu yang tak terlihat tetapi dapat dirasakan.
Jika nama baik seseorang sudah jatuh, maka reputasi orang pun akan ikut jatuh
dan menjadi keburukan bagi orang tersebut, akibatnya timbulah rasa malu.
Yang terakhir adalah loyalitas atau kesetiaan. Menurut Nitobe, seseorang menjaga
kehormatan dan nama baik mereka, lalu mereka rela mempertaruhkan segalanya
bahkan kematian, semua itu dikarenakan oleh satu alasan yaitu kesetiaan.18 Selain
itu, Nitobe menambahkan bahwa kesetiaan samurai terhadap tuannya tidak bisa
ditukar dengan apapun. Jadi, dengan kata lain loyalitas menurut Nitobe adalah
mengorbankan segala hal demi menjaga suatu kehormatan dirinya sendiri maupun
tuannya. Kesetiaan merupakan kunci dari nilai-nilai Bushidō.
3. Analisis
3.1 Kasajizou
Kasajizou merupakan dongeng yang menceritakan mengenai kebaikan hati
seorang petani miskin kepada patung jizou yang kemudian para patung tersebut
membalas budi atas kebaikan si petani miskin. Amanat dari cerita ini adalah jika
kita berbuat baik dengan ikhlas tanpa mengharapkan imbalan, maka kemudian
kebaikan akan datang pula kepada kita melalui hal yang tidak diduga-duga.
Di Jepang, terdapat beberapa lokasi yang dikatakan sebagai latar tempat cerita
kasajizou. Salah satunya di taman Shimizu yang terletak di kota Ichinoseki,
Perfektur Iwate. Di sana, terdapat 6 buah patung jizou yang menurut masyarakat
setempat, tempat tersebut dijadikan sebagai sarana untuk menyampaikan cerita
mengenai kasajizou kepada anak cucu mereka.19
17 Ibid, hlm 72 18 Ibid, hlm 81 19 Artikel dalam majalah Highlighting Japan,Desember 2014,hlm 23
Analisis nilai..., Septa Widyastiti, FIB UI, 2015
8
3.1.1 Analisis nilai moral Bushidō pada dongeng Kasajizou
Nilai moral Bushidō yang terdapat di dalam dongeng Kasajizou dimulai dari
kebaikan seperti pada cuplikan cerita berikut.
地蔵峠に 来ると、お地蔵様に 雪が 積っています。 「まあま、お地蔵様方、さぞ冷たかろう。本にお気の毒に。」男は、頬かむりの
手拭いを 取ると、お地蔵様の頭の雪を きれいに払って あげました。 「これでさっぱりしたぞ。」 “ Jizoutoge ni kuruto, ojizousama ni yuki ga tsumotte imasu. “maama, ojizousamagata, sazo tsumetakarou. Honni okinodokuni.” Otoko wa, hookamuri no tenugui o toruto, ojizousama no atama no yuki o kirei ni haratte agemashita. “korede sapparishitazo” “
Artinya :
“ Sesampainya di jizoutouge (puncak tempat deretan patung Buddha di jalanan menuju gunung), ternyata salju menumpuk pada jizou. “Oh, para Ojizousama, pasti dingin bukan? Saya merasa prihatin atas hal ini.” Pria itupun mengambil handuk mukanya, lalu menyapu dengan bersih salju yang ada di kepala jizou. “ (dengan saya bersihkan begini) lebih bagus kan (dan saya pun senang)” “ Petani miskin yang merasa kasihan melihat patung jizou yang terkena tumpukan
salju, dengan kebaikan hatinya ia membersihkan salju-salju yang menumpuk. Hal
yang dilakukan oleh petani miskin kepada patung jizou, menurut Nitobe adalah
sebuah kebaikan. Pengertian kebaikan menurut Nitobe adalah mencintai sesama,
mengasihi sesama, dan bersimpati serta berbelas kasih terhadap sesama. 20
Membersihkan tumpukan salju merupakan salah satu tindakan simpati yang
dilakukan oleh petani kepada patung jizou. Petani miskin itu bisa saja
mengacuhkan patung jizou yang terkena tumpukan salju, akan tetapi karena
kebaikan hati yang dimiliki nya maka ia membantu membersihkan patung jizou.
Selain nilai kebaikan, terdapat juga nilai moral kejujuran seperti yang ada
pada cuplikan cerita berikut.
“しばらくして、また 地蔵峠に 差し掛かりました。男は 立ち止まり、お地蔵様に話しかけました。
20 Ibid, hlm 36
Analisis nilai..., Septa Widyastiti, FIB UI, 2015
9
「お地蔵様、 お餅は 買えなんだ。 お供えも できんと、勘弁してくだ
され。 お地蔵様も、この雪じゃ、さぞ寒かろうのう….。そうだ、ええことを 思いついた。」”
“ Shibarakushite,mata jizoutougeni sashikakarimashita. Otoko wa, tachidomari, ojizousama ni wa nashikakemashita.
“Ojizousamaa, omochi wa kaenanda. Osonaemo, dekinto, kanbenshite kudasare. Ojizousama mo, kono yukija, sazosamukarounou....... souda, ee koto o omoitsuita.” “
Artinya :
“ Tidak berapa lama kemudian, lelaki itu kembali pergi mendatangi puncak gunung tempat jizou berada. Pria itu pun berhenti dan berbicara dengan Jizou.
“Ojizousama, kalau mochi saya tidak dapat membelinya. Persembahan pun tidak dapat, karena itu mohon ampuni saya. Ojizousama pun, di salju seperti ini tentu kedinginan… Oh ya, saya jadi teringat hal yang baik” “
Nilai moral Bushidō, yaitu kejujuran digambarkan melalui dialog yang
diucapkan oleh si petani miskin kepada patung Ojizousama. Cerita sebelumnya
digambarkan bahwa si petani miskin berjanji jika kasedama (hiasan rambut) yang
akan ia jual ke kota terjual, ia akan memberikan mochi sebagai persembahan
untuk para patung jizou. Tetapi, ternyata tidak satu pun yang terjual. Oleh karena
itu si petani miskin mengatakan hal yang sebenarnya pada jizou. Menurut Nitobe,
kejujuran merupakan hal terkecil dari sebuah kebaikan.21
Jadi maksudnya adalah jika seseorang ingin melakukan suatu kebaikan,
maka harus berlandaskan dengan kejujuran. Seperti yang dilakukan oleh petani
miskin kepada patung jizou, ia berkata tentang kondisi yang sejujurnya, tetapi ia
tetap memberikan kebaikan kepada patung jizou yaitu dengan memberikan topi
jerami agar para patung jizou tidak tertutup salju.
Nilai moral Bushidō selanjutnya yang terdapat pada dongeng Kasajizou
adalah kesopanan yang terdapat dalam cuplikan cerita berikut.
落とした傘を 拾っていたちっこいお地蔵様と 目が 合うと、お地蔵様た
ちは、 ぺこりと頭を 下げて、 帰っていきました。
21 Ibid, hlm 61
Analisis nilai..., Septa Widyastiti, FIB UI, 2015
10
“Ochitoshitakasa o hirotteita chikkoi ojizousama to me ga au to, ojizousamatachi wa, bekorito atama o agete, kaetteikimashita”
Artinya :
“Saat mata mereka bertemu pandang dengan jizou kecil yang sedang memungut topi jerami yang jatuh, para jizou pun segera menundukkan kepala mereka dan berjalan pulang.”
Cuplikan cerita di atas menggambarkan sikap sopan yang dilakukan oleh
para jizou ketika betemu pandang dengan pasangan petani miskin. Para jizou
menundukkan kepala sebagai tanda hormat. Seperti yang diungkapkan oleh
Nitobe bahwa kesopanan adalah kerendahan hati untuk memahami orang lain.22
Dengan kerendahan hati, sikap yang dilakukan oleh para jizou adalah bentuk
ungkapan terima kasih atas bantuan yang diberikan oleh si petani miskin. Selain
itu, sikap sopan yang digambarkan oleh para jizou juga menunjukkan bahwa para
jizou menghargai kebaikan yang telah dilakukan oleh si petani miskin.
3.2 Bunbuku Chagama
Bunbuku Chagama merupakan cerita legenda kuil Morinji yang terletak di daerah
Tatebayashi perfektur Gunma. Cerita legenda mengenai hewan tanuki ini secara
turun temurun dikisahkan menjadi sebuah dongeng. Hewan tanuki merupakan
hewan yang cukup terkenal di Jepang dan sering dijadikan sebagai tokoh dalam
cerita dongeng. Selain dongeng Bunbuku Chagama, dongeng berjudul Kachikachi
Yama juga menceritakan mengenai hewan tanuki.23
Dongeng Bunbuku Chagama terdapat banyak versi cerita. Salah satu contoh
ragam cerita Bunbuku Chagama menceritakan seorang miskin yang menolong
hewan tanuki yang sedang diganggu oleh anak-anak, lalu kemudian hewan tanuki
berubah menjadi teko, kuda, atau anak perempuan dan membantu si miskin
menjadi kaya.24 Karena cerita Bunbuku Chagama ini merupakan cerita legeda kuil
22 Ibid, hlm 49 23 Markus Vrataner, Vienna Graduate Journal Of East Asian Studies, hlm 153 24 Ibid, 154
Analisis nilai..., Septa Widyastiti, FIB UI, 2015
11
Morinji, sampai sekarang teko (perubahan hewan tanuki dalam cerita) tersebut
dijadikan benda bersejarah di kuil Morinji.25
3.2.1 Analisis nilai moral Bushidō pada dongeng Bunbuku Chagama
Nilai moral Bushidō yang tergambar pada awal cerita yaitu nilai keberanian yang
secara implisit tergambar oleh pendeta Buddha kepada calon pendeta Buddha
dalam cuplikan dialog berikut.
小坊主たちは、茶がまに水をいれて火にかけると、おしょうさんの背中に
隠れました。 「わしもぜひききたかったな。その「いたい」とか....。」 “Kobouzutachi wa, chagama ni mizu o irete hi ni kakeruto,Oshousan no senaka ni kakuremashita. (washimo zehi kikitakattana. Sono [itai] toka...)” Artinya : “ Calon pendeta Buddha, mengisi teko dengan air lalu meletakkan ke atas api, setelah itu (calon pendeta Buddha) bersembunyi di balik punggung pendeta Buddha. (saya pun (pendeta Buddha) ingin mendengar suara “itai” yang terdengar dari teko)”
Digambarkan sebelumnya bahwa calon pendeta Buddha ketakutan mendengar
suara yang keluar dari dalam teko, akhirnya ia menceritakan hal tersebut kepada
pendeta Buddha. Lalu, pendeta Buddha tetap menyuruh untuk mencuci teko dan
mengisinya dengan air. Setelah ditaruh di atas api, pendeta Buddha ingin mencari
tahu tentang kebenaran suara yang berasal dari teko yang sebelumnya didengar
oleh calon pendeta Buddha.
Dari cuplikan cerita diatas, dapat dianalisis bahwa pendeta Buddha secara tidak
langsung mengajarkan calon pendeta Buddha untuk berani bertanggung jawab
atas kebenaran hal yang mereka dengar. Menurut Nitobe yang mengutip
pengertian keberanian dari seorang filsuf Cina yaitu Konfusius mengatakan bahwa,
keberanian adalah melakukan sesuatu yang dianggap benar. Jadi, jika seseorang
ingin menegakkan kebenaran, ia harusberani untuk membuktikannya. Menurut
Nitobe, seorang yang tidak memiliki keberanian yang tinggi (untuk menegakkan
kebenaran) adalah seorang pengecut.26 Tindakan yang dilakukan oleh pendeta
25 Artikel dalam Koran “The Mita Campus No.47” Keio University ,July 1954, hlm 1 26 Nitobe, Bushido : The Soul Of Japan, hlm 28
Analisis nilai..., Septa Widyastiti, FIB UI, 2015
12
Buddha secara tidak langsung mengajarkan kepada calon pendeta Buddha untuk
tidak menjadi pengecut dan takut untuk membuktikan suatu kebenaran.
Nilai moral yang kedua adalah kejujuran yang digambarkan melalui
cuplikan dialog yang diucapkan oleh tanuki yang menceritakan mengenai asal-
usul nya sebagai berikut :
「こんな かっこうじゃなかまのところへ帰れません.化け比べをしたら、
元の姿に戻れなくなってしまったんです。」
「人に見つかって、古道具屋にうられ、あっちこっちと三年三月。」
“ “Konna kakkoujya nakama no tokoro e kaeremasen. Bakekurabe o shitara,moto no sugata ni modorenakunatteshimattandesu.”
“Hito no mitsukatte, furudouguya ni urare, acchikocchi to sannenmitsuki.” ”
Artinya :
“ “Dengan wujud seperti ini, saya tidak bisa kembali ke tempat teman-teman saya. (sekali saya) berubah wujud, maka saya tidak bisa kembali ke bentuk semula.”
“saya ditemukan oleh orang, lalu saya dijual ke toko barang bekas,dan terus berpindah tangan dalam waktu yang lama.” ”
Setelah tanuki mengatakan kebenaran mengenai ikan milik si tukang loak
yang ia makan, lalu si tukang loak kaget melihat perubahan bentuk yang terjadi
pada tanuki karena sebelumnya, tanuki adalah sebuah teko yang ia dapat dari
pemberian pendeta Buddha. Tanuki lalu menceritakan mengenai asal-usul dirinya
kepada si tukang loak. Ia menceritakan bahwa sekali ia berubah wujud, maka ia
tidak akan bisa kembali ke bentuk awalnya. Tindakan yang dilakukan oleh tanuki,
yaitu menceritakan mengenai asal usulnya merupakan suatu kejujuran. Seperti
yang diungkapkan oleh Nitobe bahwa kejujuran harus digunakan dari awal sampai
akhir ketika melakukan sesuatu. Jadi, bagi tanuki, si tukang loak yang
memungutnya harus mengetahui asal-usul mengenai dirinya dengan sebenar-
benarnya sejak awal. Setelah tanuki meminta pertolongan si tukang loak, ia
kemudian mengatakan asal-usulnya agar tercipta hubungan yang baik antara
Analisis nilai..., Septa Widyastiti, FIB UI, 2015
13
tanuki dan si tukang loak. Dengan demikian, si tukang loak akan percaya
kepadanya.
Nilai moral Bushidō selanjutnya yang digambarkan di dalam dongeng
Bunbuku Chagama adalah kebaikan. Cuplikan adegan pertama yang
menggambarkan nilai kebaikan dilakukan oleh tukang loak sesaat setelah tanuki
mengatakan tentang asal usulnya.
たぬきがかわいそうになったくずやさんは、「ごはんを食べて、今夜はここ
で寝な。」
「はい!ありがとうございます。」たぬきは、感激して ごはんを食べまし
た。」
“Tanuki ga kawaisouninatta kuzuyasan wa,”gohan o tabete, konya wa kokode nena.”
“hai! arigatou gozaimasu.” tanuki wa, kangekishite gohan o tabemashita.”
Artinya :
“ Tukang loak yang merasa kasihan dengan tanuki (berkata), “makanlah dan untuk malam ini tidurlah disini.”
“ya! Terima kasih” tanuki pun merasa terharu, dan memakan nasi (yang ditawarkan oleh tukang loak) ”
Dari cuplikan tersebut dapat dilihat bahwa si tukang loak merasa iba setelah
mendengar cerita tentang kehidupan tanuki sebelumnya. Oleh karena itu, ia
mengizinkan tanuki untuk tidur di rumahnya dan memberikan makanan. Yang
dilakukan oleh si tukang loak dapat dikatakan sebagai sebuah kebaikan. Seperti
apa yang dikatakan Nitobe, bahwa kebaikan merupakan sifat untuk saling
mencintai, mengasihi, bersimpati, dan berbelas kasih dengan sesama. Nitobe juga
menambahkan bahwa seseorang yang melakukan kebaikan adalah orang-orang
yang sadar dengan keadaan orang lain yang sedang menderita dan kesulitan.27 Si
tukang loak mengetahui dengan pasti jika ia tidak mengizinkan tanuki untuk
tinggal dengannya, pasti tanuki akan terlantar. Oleh karena itu dengan kebaikan
hatinya ia menolong tanuki.
27 Ibid, hlm 43
Analisis nilai..., Septa Widyastiti, FIB UI, 2015
14
Selanjutnya, nilai moral kesopanan juga terdapat di dalam cerita Bunbuku
Chagama seperti pada cuplikan cerita berikut.
“すると、たぬきは「お願いです。ここへ置いてください!」と、頭を下げました。”
“Suruto, tanuki wa “Onegeidesu. Koko e oite kudasai!” to, atama o sagemashita”
Artinya :
“Lalu, tanuki (berkata) sambil menundukkan kepala (tolonglah. Izinkan saya tinggal28 disini!)”
Cuplikan cerita di atas yang menggambarkan nilai kesopanan adalah
tindakan yang dilakukan oleh tanuki ketika sedang berbicara kepada si tukang
loak. Tanuki memohon dengan sopan sambil menundukkan kepala agar diizinkan
untuk tinggal di tempat si tukang loak. Tindakan menundukkan kepala merupakan
salah satu bentuk nilai kesopanan bagi orang Jepang. Di Jepang, tata krama seperti
itu merupakan hal yang sangat penting untuk diajarkan kepada anak-anak agar
mereka dapat berperilaku dengan baik. Menurut Nitobe, kesopanan adalah
kerendahan hati untuk memahami orang lain.29 Menundukkan kepala merupakan
salah satu bentuk tindakan kerendahan hati tanuki memahami si tukang loak yang
merupakan orang yang ingin ia mintai pertolongan. Dengan berlaku sopan, berarti
seseorang memiliki rasa tenggang rasa dan kemurahan hati terhadap sesama.
Nilai moral berikutnya yang digambarkan pada cerita Bunbuku Chagama
adalah, kesetiaan. Dalam cuplikan cerita di bawah ini digambarkan bahwa tukang
loak ingin mengembalikan sosok tanuki menjadi sosoknya yang semula, akan
tetapi tanuki menjawab sebagai berikut :
「私は、今のままで十分しあわせです。」
“ “Watashi wa, ima no mamade jyuubun shiawase desu.” “
Artinya :
28 Jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia, kata “oite” seharusnya berarti “letakkan” tetapi artinya di atas menjadi “tinggal”. konteks kalimat diatas maksudnya adalah keadaan tanuki yang merupakaan jelmaan teko yang berarti sebuah benda. 29 Ibid, hlm 49
Analisis nilai..., Septa Widyastiti, FIB UI, 2015
15
“Saya, dengan keadaan saya yang sekarang ini cukup bahagia.”
Cuplikan dialog tersebut menggambarkan keinginan tanuki bahwa ia tidak
ingin menjadi sosoknya yang semula karena ia sudah cukup bahagia dengan
sosoknya yang sekarang. Keinginan yang kuat juga digambarkan saat tukang loak
yang berusaha mengumpulkan buku-buku dan meminta bantuan dokter (akan
tetapi ia tetap tidak bisa merubah bentuk tanuki) seperti pada cuplikan cerita di
bawah ini.
“ぶんぶくは、このままで幸せだと、口ぐせのようにいっていましたが、茶がまにばけたままのすがたには、どこか無理があったのでしょう。”
“Bunbuku wa, kono mama de shiawaseda to, kuchiguse no youni itte imashita ga, chagama ni baketa mama no sugata ni wa, dokoka muri ga attanodeshou.”
Artinya :
“Tanuki selalu mengatakan kata-kata bahwa ia bahagia dengan sosoknya yang sekarang ini namun, untuk merubah sosoknya menjadi teko, tentu tidak mungkin.”
Keinginan tanuki yang kuat semakin diperjelas melalui cuplikan cerita di
atas. Tanuki merasa sangat senang dengan bentuknya yang sekarang. Bahkan di
salah satu cuplikan cerita, tanuki menyebut si tukang loak sebagai ayah. Ia senang
dan menganggap bahwa si tukang loak adalah ayahnya sendiri. Akan tetapi,
karena tukang loak menginginkan tanuki menjadi sosoknya yang semula, akhirnya
tanuki berubah menjadi teko kembali. Dari cuplikan-cuplikan cerita tersebut dapat
disimpulkan bahwa terdapat nilai kesetiaan yang dilakukan oleh tanuki terhadap si
tukang loak. Menurut Nitobe, kesetiaan adalah sebuah pengabdian yang
mengorbankan semua hal yang dimiliki seseorang (bahkan kematian) demi
menjaga kehormatan dan nama baik. 30 Nitobe juga menambahkan bahwa
kesetiaan tidak bisa ditukar dengan apapun. Dari pernyataan tersebut, nilai
kesetiaan yang dilakukan oleh tanuki terhadap tukang loak yaitu dengan cara
mengikuti kemauan si tukang loak. Tukang loak menginginkan tanuki berubah
menjadi sosoknya yang semula yaitu menjadi sebuah teko. Sesungguhnya tanuki
pernah berkata bahwa jika dirinya sekali saja pernah berubah wujud maka ia tidak 30 Ibid, hlm 81
Analisis nilai..., Septa Widyastiti, FIB UI, 2015
16
dapat kembali seperti sosoknya yang semula. Ternyata, ia dapat berubah wujud
menjadi sosoknya yang semula karena keinginan (si tukang loak) yang begitu kuat.
Wujud kesetiaan tanuki, ia buktikan dengan kembali menjadi teko yaitu sosoknya
seperti semula.
Kesimpulan
Dari analisis yang dilakukan dengan menggunakan 7 nilai moral Bushidō
menurut Inazo Nitobe pada cuplikan cerita, dalam dongeng Kasajizou terdapat
tiga nilai moral Bushidō yaitu nilai kebaikan, kesopanan, dan kejujuran. Nilai
kebaikan, digambarkan pada saat petani miskin membersihkan salju yang
menempel pada patung jizou pada saat ia menuju ke kota, dan pada saat si petani
miskin memakaikan topi jerami kepada para jizou sepulangnya dari kota. Nilai
kejujuran, digambarkan pada saat petani miskin berkata yang sejujurnya kepada
jizou bahwa ia tidak dapat memberikan mochi untuk persembahan, dan pada saat
petani miskin mengatakan semua kejadian yang ia alami termasuk kebaikan yang
ia lakukan kepada para jizou kepada isterinya. Nilai kesopanan digambarkan pada
saat mata jizou kecil bertemu dengan pasangan petani miskin, lalu para jizou
menundukkan kepala sebagai tanda hormat dan pamit untuk pergi, dan pada saat
pasangan petani miskin menyembah para jizou sebagai ungkapan syukur dan
terima kasih ketika melihat hadiah yang diberikan oleh para jizou.
Pada dongeng Bunbuku Chagama, terdapat lima nilai moral Bushidō yang
digambarkan yaitu keberanian, kebaikan, kejujuran, kesopanan, dan kesetiaan.
Nilai keberanian, digambarkan pada saat pendeta Buddha dan calon pendeta
Buddha menguji apakah teko (yang merupakan tanuki) dapat mengeluarkan suara,
dan pada saat tanuki berani mengakui kesalahannya bahwa ia yang telah memakan
ikan milik si tukang loak. Nilai kejujuran, digambarkan pada pada saat tanuki
dengan jujur mengatakan bahwa ia yang memakan ikan milik si tukang loak, dan
pada saat tanuki dengan jujur menceritakan asal-usul dan dirinya yang sebenarnya.
Nilai kebaikan, digambarkan pada saat si tukang loak mengizinkan tanuki untuk
menginap di rumahnya dan mempersilahkan ia untuk makan. Berikutnya adalah
pada saat tanuki merawat si tukang loak yang sedang sakit dan pada saat si tukang
loak merawat tanuki yang tiba-tiba terkena panas. Nilai kesopanan, digambarkan
Analisis nilai..., Septa Widyastiti, FIB UI, 2015
17
pada saat tanuki memohon untuk diizinkan tinggal di tempat si tukang loak sambil
menundukkan kepala. Nilai kesetiaan, digambarkan pada saat tanuki mengikuti
keinginan si tukang loak untuk berubah menjadi sosoknya semula meskipun
sebenarnya sekali ia berubah wujud ia tidak akan bisa kembali ke wujud asalnya.
Dari analisis tersebut, dapat disimpulkan bahwa nilai moral Bushidō yang
tergambar di dalam dua dongeng tersebut adalah nilai kebaikan, kejujuran, dan
kesopanan, sedangkan nilai keberanian dan kesetiaan hanya digambarkan pada
dongeng Bunbuku Chagama. Nilai yang digambarkan di dalam dua dongeng
tersebut merupakan nilai dasar yang ditanamkan kepada anak-anak melalui
mukashi banashi.
Daftar Referensi
Sumber Buku
Bellah, Robet N. (1992). Religi Tokugawa : Akar-akar Budaya Jepang (Wardah
Hafidz & Drs. Wiladi Budiharga). Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Benesch,Oleg. (2014). Inventing The Way of Samurai. United Kingdom : Oxford
University Press.
Borchert, Donald M (Ed.). (2006). Encyclopedia of Philosophy Vol. III.
Farmington Hills: Thomson Gale.
Danandjaja, James. (2007). Folklor Indonesia. Jakarta : Pustaka Utama Grafiti
Danandjaja, James. (1997). Folklor Jepang Dilihat dari Kacamata Indonesia.
Jakarta : Pustaka Utama Grafiti.
Nitobe, Inazo. (1969). Bushidō : The Soul Of Japan. Tokyo : Charles E. Tuttle Co,
Inc.
Sayumi, Kawauchi. (2009). Kasajizou, Bunbuku Chagama (Nihon no Mukashi
Banashi). Tokyo : Kodansha
Analisis nilai..., Septa Widyastiti, FIB UI, 2015
18
Sumber Jurnal/Tesis/Majalah
Suliyati, Titiek (2013). Bushidō pada masyarakat Jepang : Masa Lalu dan Masa
Kini. Izumi jurnal bahasa, sastra, dan budaya Jepang Universitas Diponegoro,
Vol.1(1). Maret, 6 2015.
http://ejournal.undip.ac.id/index.php/izumi/article/view/6232.
Unsriana, Linda. (2007). Nilai Didaktis dalam Dongeng Anak Jepang (Analisis
Dongeng Tsuru no Ongaeshi), Jurnal Lingua Cultura Vol.1(1), 34-46. Maret, 6
2015. http://journal.binus.ac.id/index.php/lingua/issue/view/58.
Vrataner, Markus. (2010). Tanuki : The Badger as Figure in Japanese Literature.
Vienna Graduate Journal of East Asian Student, 147-170.
“Bunbuku Chagama” Enchants guests. (1954, July). The Mita Campus no.47
(students own periodical in English) Keio University, p. 1.
Sumber Internet
Cambridge Dictionary Online. 27 April 2015.
http://dictionary.cambridge.org/dictionary/british/moral
Jizō Bosastsu, Bodhisattva Storehouse of the Earth. 14 May 2015.
http://www.shingon.org/deities/jusanbutsu/jizo.html
Kasa : Japanese Traditional Hat. 14 May 2015.
http://traditionscustoms.com/traditional-fashion/kasa-traditional-japanese-hats
Omochi. 14 May 2015. http://www.id.emb-japan.go.jp/aj309_09.html
The History of Taiko : The Heartbeat of Japan. 19 May 2015. http://www.taiko-
center.co.jp/english/history_of_taiko.html
The Legend of Kasajizou. (2014, December). Highlighting Japan, p. 22-23.
Tokugawa Mitsukuni, Japanese Feudal Lord. 27 April 2015.
http://www.britannica.com/EBchecked/topic/598318/Tokugawa-Mitsukuni
Analisis nilai..., Septa Widyastiti, FIB UI, 2015