ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN PROSPEK
PENGEMBANGAN PALA RAKYAT DI PROVINSI LAMPUNG
SKRIPSI
Oleh
FITRI YUNI LESTARI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRACT
FINANCIAL FEASIBILITY ANALYSIS AND PROSPECT
DEVELOPMENT OF NUTMEG SMALLHOLDER FARMERS
IN LAMPUNG PROVINCE
By
Fitri Yuni Lestari
The aimed of this research to analyze (1) financial feasibility, (2) contribution of
nutmeg smallholder farmers income to total household income of nutmeg
smallholder farmers, and (3) prospect development of nutmeg smallholder
farmers in Lampung Province. This research used survey method. The research
location were chosen purposively in Gisting Subdistrict, Tanggamus Regency was
the center of nutmeg production in Lampung Province. The samples size of this
research were 30 nutmeg smallholder farmers using simple random sampling
method. The primary data was collected on September until October 2017. Data
analysis were use financial feasibility analysis for the first aimed, farming
analysis for the second aaimed, and ARIMA analysis with secondary data based
on nutmeg production and nutmeg seeds export in Lampung Province in the last
10 years. The results of this research showed that (1) the nutmeg smallholder
farmers was feasible, (2) contribution of nutmeg smallholder farmers income in
Lampung Province gave the biggest contribution of 80,10 percent to total
household income of nutmeg smallholder farmers, and (3) development prospect
of nutmeg smallholder farmers based on nutmeg production and nutmeg seeds
export had a good potential for the future.
Key words: ARIMA, financial, nutmeg, prospect
ABSTRAK
ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN PROSPEK
PENGEMBANGAN PALA RAKYAT DI PROVINSI LAMPUNG
Oleh
Fitri Yuni Lestari
Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis (1) kelayakan finansial usahatani,
(2) kontribusi usahatani pala terhadap pendapatan rumah tangga petani pala, dan
(3) prospek pengembangan usahatani pala rakyat di Provinsi Lampung. Penelitian
ini menggunakan metode survei. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja
(purposive) di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus yang merupakan sentra
produksi pala di Provinsi Lampung. Sampel penelitian sebanyak 30 petani pala
rakyat menggunakan metode acak sederhana (simple random sampling).
Pengumpulan data primer dilaksanakan pada bulan Sepetember hingga Oktober
2017. Menjawab tujuan pertama menggunakan analisis kelayakan finansial,
menjawab tujuan ke dua menggunakan analisis usahatani, dan menjawab tujuan
ke tiga menggunakan data sekunder produksi pala dan ekspor biji pala di Provinsi
Lampung 10 tahun terakhir dengan analisis ARIMA. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa (1) usahatani pala layak untuk dikembangkan, (2) kontribusi
pendapatan usahatani pala di Provinsi Lampung memberikan kontirbusi terbesar
sebesar 80,10 persen terhadap total pendapatan rumah tangga petani pala, dan (3)
prospek pengembangan usahatani pala berdasarkan produksi pala dan ekspor biji
pala memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan di masa mendatang.
Kata kunci : ARIMA, finansial, pala, prospek
ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN PROSPEK
PENGEMBANGAN PALA RAKYAT DI PROVINSI LAMPUNG
Oleh
FITRI YUNI LESTARI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA PERTANIAN
Pada
Jurusan Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Klaten pada tanggal 19 Februari
1995, merupakan anak tunggal dari pasangan Bapak
Sutino dan Ibu Suratmi. Penulis menempuh pendidikan
Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 1 Kali Balau Kencana
tahun 2001, lulus pada tahun 2007. Penulis menempuh
pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP
Negeri 4 Bandar Lampung lulus pada tahun 2010, kemudian melanjutkan
pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA N 2 Bandar Lampung, lulus
pada tahun 2013. Penulis juga aktif sebagai anggota Karya Ilmiah Remaja (KIR)
di SMA N 2 Bandar Lampung tahun 2011-2012.
Penulis terdaftar sebagai mahasiswi reguler pada Jurusan Agribisnis Fakultas
Pertanian Universitas Lampung pada tahun 2013 melalui jalur Seleksi Nasional
Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Undangan. Penulis pernah aktif
berorganisasi sebagai anggota bidang 2 (Pengkaderan dan Pengabdian
Masyarakat) pada organisasi HIMASEPERTA periode 2014/2015. Pada bidang
akademik, penulis pernah dipercaya menjadi Asisten Dosen Mata Kuliah Dasar-
Dasar Penyuluhan dan Komunikasi, Pengembangan Masyarakat, danTeknologi
Informasi dan Multimedia. Selain itu, penulis pernah mendapatkan Beasiswa
PPA (Peningkatan Prestasi Akademik) pada periode ajaran 2014/2015 dan
Beasiswa Paguyuban Karya Salemba Empat sebagai beswan BPJS TK selama
satu semester pada periode ajaran 2016/2017. Pada tahun 2014, penulis
mengikuti kegiatan homestay (Praktik Pengenalan Pertanian) selama tujuh hari di
Dusun 2 Pancasila Natar Kabupaten Lampung Selatan.
Pada tahun 2016 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) selama 60 hari
di Pekon Karya Cipta Abadi Kecamatan Rawajitu Selatan Kabupaten Tulang
Bawang. Pada tahun 2016, penulis juga melaksanakan Praktik Umum (PU)
selama 40 hari di PT. Mitra Tani Parahyangan, Cianjur, Jawa Barat.
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan kasih karunia-
Nya, sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Kelayakan
Finansial dan Prospek Pengembangan Pala Rakyat di Provinsi Lampung”
dengan baik.
Selama penyelesaian skripsi ini, banyak pihak yang telah memberikan bantuan,
nasihat, dorongan semangat, doa dan saran yang membangun kepada penulis.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala ketulusan dan kerendahan
hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultan
Pertanian Universitas Lampung
2. Bapak Dr. Teguh Endaryanto, S.P., M.Si., selaku Ketua Jurusan Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
3. Bapak Dr. Ir. Raden Hanung Ismono, M.P., sebagai Pembimbing Pertama,
yang telah meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, saran,
pengarahan, motivasi, dan semangat kepada penulis hingga dapat
menyelesaikan skripsi ini.
4. Ibu Dr. Ir. Fembriarti Erry Prasmatiwi, M.P., sebagai Pembimbing Kedua,
yang telah memberikan bimbingan, saran, pengarahan selama penulis
menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Dr. Ir. Sudarma Widjaya, M.S., selaku Penguji Skripsi, yang telah
memberikan saran, arahan, dan masukan untuk perbaikan skripsi.
6. Ibu Dr. Serly Silviyanti, S. S.P, M.Si., selaku Pembimbing Akademik, atas
nasihat dan dorongan semangat kepada penulis selama perkuliahan.
7. Seluruh dosen Jurusan Agribisnis yang telah memberikan ilmu pengetahuan
dan pengalaman selama penulis menjadi mahasiswi Agribisnis, serta
staf/karyawan yang telah memberikan bantuan dan kerjasamanya selama ini.
8. Instansi-instansi yang terkait, Dinas Perdagangan Provinsi Lampung, Dinas
Perkebunan Kabupaten Tanggamus, dan Dinas Perdagangan Provinsi Lampung
yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan pengalaman penulis dalam
menyelesaikan skrpisi ini.
9. Keluargaku yang tercinta, Ayahanda Sutino dan Ibunda Suratmi, serta keluarga
besar penulis yang telah memberikan kasih sayang, dukungan, nasehat, bantuan
moril dan materil, serta doa yang tiada henti sampai penulis menyelesaikan
skripsi ini.
10. Sahabat-sahabat penulis Sarah, Arienda Mustikawati, Ade Akta Notaria, Hesti
Permata Sari, S.P., dan Fitria Kusuma Astuti, S.P atas kebersamaan, dukungan,
dan persahabatan selama ini kepada penulis.
11. Kakak-kakak terbaik Mesianna M. Ambarita, S.P.,M.Si, dan Novita, S.P atas
kebersamaan, dukungan, dan persahabatan selama ini kepada penulis.
12. Rizki Rahmadani yang selalu menemani, memberikan support, arahan, dan
motivasi yang diberikan kepada penulis.
13. Teman-teman seperjuangan penulis Mentari Diasti, Yuni Astika, Ayu Aprilia,
Raysa Arbani, Fadia D, Resti P, Rika Agustina S.P., Stella Anggraini, S.P.,
Silva Anggun L, S.P., Fadhilah Ismi Bazai S.P., Wardiah Nurul, S.P., Biha
Melati, S.P., Jenisa Devi, S.P., Romidah Astuti, S.P., Gita Marindra S.P.,
Febriko Fajar, Haryadi, S.P., Ahmad Miftahudin, S.P., Dwi Ega Prasetyo S. P.,
Reki Septian S.P., Pandu Pradyatama S.P., M. Reza Azhar, S.P., Doni Pranata,
S.P., Dhanar Yoga, S.P., dan Rekan seperjuangan Agribisnis 2013 yang
lainnya, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah
memberikan doa, semangat, dan dukungan kepada penulis.
14. Adik-adik 2014 Martsilia Amartasari, Iis Rosdiana, dan Hafia Kamarga yang
telah memberikan doa, semangat dan dukungan kepada penulis.
15. HIMASEPERTA sebagai tempat menempa dan menggali potensi diri.
16. Semua pihak yang telah memberikan dukungan dan membantu penulis hingga
terselesaikan skripsi ini.
Semoga Allah SWT membalas atas semua kebaikan Bapak/Ibu, dan
memberikan balasan terbaik atas segala bantuan yang telah diberikan oleh
saudara-saudari sekalian. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi
ini masih terdapat kekurangan dan belum sempurna, namun semoga skripsi ini
tetap dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak. Aamiin.
Bandar Lampung,
Penulis,
Fitri Yuni Lestari
1
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .......................................................................................................... i
DAFTAR TABEL ................................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. . vii
I. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................. 9
C. Tujuan Penelitian .............................................................................................. 9
D. Kegunaan Penelitian ......................................................................................... 9
II. TINJAUAN PUSTAKA, PENELITIAN TERDAHULU DAN
KERANGKA PEMIKIRAN ..…………………………………..
10
A. Tinjauan Pustaka …………………………………………….. 10
1. Usahatani Pala (Myristica fragrans houtt) ………………. 10
a) Ekonomi Pala (Myristica fragrans houtt) .................................................. 10
b) Budidaya Tanaman Pala ............................................................................ 12
2. Analisis Kelayakan Finansial ........................................................................... 17
a) Pengertian Kelayakan Finansial ................................................................ 17
b) Kriteria-kriteria Kelayakan Finansial ......................................................... 17
c) Analisis Sensitivitas .................................................................................... 21
3. Pendapatan ........................................................................................................ 21
a) Pendapatan Usahatani………………………………… 21
b) Pendapatan Rumah Tangga…………………………… 22
4. Prospek Pengembangan Pala …………………………….. 23
5. Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) ….. 24
B. Kajian Penelitian Terdahulu ............................................................................. 28
C. Kerangka Pemikiran .......................................................................................... 36
III. METODELOGI PENELITIAN ………………………………... 40
A. Konep Dasar dan Definisi Operasional ............................................................ 40
B. Lokasi, Responden, dan Waktu Penelitian ....................................................... 46
C. Jenis dan Metode Pengambilan Data ................................................................ 48
2
D. Metode Analisis Data ....................................................................................... 48
1. Analisis Kelayakan Finansial …….……………………… 49
a) Kriteria-kriteria Kelayakan Finansial………………… 50
b) Analisis Sensitivitas…………………………………... 54
2. Kontribusi Pendapatan Usahatani terhadap Pendapatan
Rumah Tangga ...................................................................................................
55
3. Prospek Pengembangan Usahatani Pala ............................................................ 56
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ...…………... 60
A. Gambaran Umum Provinsi Lampung………………………… 60
B. Gambaran Umum Kabupaten Tanggamus…………………… 65
C. Gambaran Umum Kecamatan Gisting……………………….. 66
D. Gambaran Umum Pekon Gisting Atas dan Pekon Campang… 68
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ..……………………………….. 73
A. Keadaan Umum Responden …………………………………. 73
1. Umur responden………………………………………….. 73
2. Tingkat pendidikan………………………………………. 74
3. Pekerjaan sampingan…………………………………….. 75
4. Pengalaman berusahatani pala…………………………… 76
5. Jumlah tanggungan keluarga……………………………... 77
B. Karakteristik Usahatani………………………………………. 78
1. Luas lahan usahatani pala dan stastus kepemilikannya….. 78
2. Jarak tanam usahatani pala………………………………. 79
3. Jumlah tanaman pala…………………………………….. 80
4. Umur tanaman pala……………………………………… 81
C. Budidaya Pala di Daerah Penelitian …………………………. 83
1. Pengolahan lahan………………………………………… 83
2. Persemaian bibit pala…………………………………….. 83
3. Penanaman bibit pala…………………………………….. 84
4. Penyulaman………………………………………………. 84
5. Pemeliharaan……………………………………………... 85
a) Pemupukan…………………………………………… 85
b) Pengendalian HPT……………………………………. 85
c) Penyiangan…………………………………………… 85
d) Pembongkaran tanaman……………………………… 86
e) Panen..………………………………………………... 86
f) Pascapanen..………………………………………….. 87
D. Analisis Kelayakan Finansial………………………………… 88
1. Biaya Usahatani Pala………..…………………………… 88
a. Biaya investasi usahatani pala……………………….. 89
1) Biaya SewaLahan………………………………… 89
2) Biaya bibit………………………………………… 90
3) Biaya peralatan…………………………………… 90
4) Biaya pupuk ……………………………………… 91
5) Biaya penggunaan pestisida ……………………… 93
3
6) Penggunakan tenaga kerja………………………… 95
7) Biaya pajak……………………………………….. 96
b. Biaya Operasional……………………………………. 97
1) Biaya pupuk …..………………………………… 98
2) Biaya penggunaan pestisida …………………….. 98
3) Penggunaan tenaga kerja………………………… 100
4) Biaya pengolahan pala…………………………… 101
5) Biaya pajak………………………………………. 101
2. Produksi dan Penerimaan Usahatani Pala ……..………… 102
3. Analisis Kelayakan Finansial ………….………………… 104
a. Metode Net Present Value (NPV)…………………….. 105
b. Metode Internal Rate of Return (IRR)………………... 106
c. Metode Gross B/C…………………………………….. 106
d. Metode Net B/C……………………………………….. 107
e. Metode Payback Periode……………………………... 107
f. Analisis Sensitivitas…………………………………... 107
5. Kontribusi Pendapatan Usahatani Pala Terhadap
Pendapatan Rumah Tangga Petani ………………………. 109
a. Analisis Biaya dan Pendapatan Usahatani Pala…… 109
b. Pendapatan Rumah Tangga ………………………….. 111
1) Pendapatan usahatani selain pala………………… 111
2) Pendapatan off farm……………………………… 112
3) Pendapatan non farm……………………………… 113
4) Pendapatan rumah tangga………………………… 114
c. Kontribusi Pendapatan Usahatani Pala Terhadap Total
Pendapatan Rumah Tangga Petani Pala......................... 114
6. Prospek Pengembangan Usahatani Pala ………………… 115
a. Indentifikasi Awal…………………………………. 116
b. Pengujian Parameter (Estimasi)………………….. 118
c. Peramalan (forcasting) Produksi Pala dan Ekspor Biji
Pala di Provinsi Lampung……………………. 121
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………..….. 128
A. Kesimpulan………………………………………………… 128
B. Saran………………………………………………………… 128
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 130
LAMPIRAN ........................................................................................................... 134
4
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Rata-rata laju pertumbuhan, produksi, dan produktivitas pala di
Indonesia menurut status pengusahaan tahun 2008-2017 …………. 3
2. Perkembangan luas areal lahan dan produksi pala di Provinsi
Lampung, 2009-2015 …………………………….………………… 4
3. Ekpor biji pala Provinsi Lampung dan negara tujuan ekspor, 2017.. 7
4. Kajian penelitian terdahulu ………………………………………... 32
5. Pembagian wilayah administrasi Provinsi Lampung ………………. 61
6. Jumlah rumah tangga usaha pertanian menurut subsektor di Provinsi
Lampung……………………………………………………………. 63
7. Perkembangan luas lahan pala dan produksi pala di Provinsi
Lampung……………………………………………………………. 64
8. Penggunaan lahan pertanian di Kecamatan Gisting……………….... 68
9. Luas lahan dan pola penggunaan lahan di Pekon Gisting Atas
dan Pekon Campang………………………………………………… 70
10. Sebaran responden berdasarkan umur petani pala di Kecamatan
Gisting ……………………………………………………………… 74
11. Sebaran pendidikan terakhir responden petani pala di Kecamatan
Gisting………………………………………………………………. 75
12. Sebaran responden petani pala berdasarkan pekerjaan sampingan di
Kecamatan Gisting…………………………………………………. 76
13. Sebaran responden petani pala berdasarkan pengelaman
berusahatani di Kecamatan Gisting ………………………………… 77
14. Sebaran petani pala berdasarkan jumlah tanggungan keluarga di
Kecamatan Gisting………………………………………………….. 77
15. Sebaran luas lahan petani pala di Kecamatan Gisting,2017………… 78
5
16. Sebaran petani pala berdasarkan jarak tanam pala di Kecamatan
Gisting, 2017………………………………………………………... 80
17. Sebaran responden petani pala berdasarkan jumlah pohon pala
di Kecamatan Gisting, 2017………………………………………… 81
18. Sebaran petani pala berdasarkan umur pohon pala di Kecamatan
Gisting, 2017………………………………………………………... 82
19. Rata-rata biaya peralatan dan biaya penyusutan peralatan pada
usahatani pala di Kecamatan Gisting, 2017………………………… 91
20. Rata-rata penggunaan pupuk pada masa TBM usahatani pala
di Kecamatan Gisting, 2017………………………………................. 92
21. Rata-rata penggunaan obat-obatan pada masa TBM usia 1-4 tahun
usahatani pala di Kecamatan Gisting, 2017………………………… 93
22. Rata-rata penggunaan TKDK dan TKLK pada masa TBM
di Kecamatan Gisting, 2017………………………………………… 95
23. Biaya-biaya usahatani pala pada masa Tanaman Belum
Menghasilkan (TBM) di Kecamatan Gisting Kabupaten
Tanggamus per 100 pohon pala…………………………………….. 97
24. Biaya-biaya usahatani pala pada masa Tanaman Belum
Menghasilkan (TBM) di Kecamatan Gisting Kabupaten
Tanggamus………………………………………………………….. 99
25. Rata-rata penggunaan TKDK dan TKLK pada masa TM di
Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus, 2017…………………. 100
26. Biaya usahatani pala setelah Tanaman Menghasilkan (TM) di
Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus, 2017per pohon pala…. 102
27. Total penerimaan dan total biaya usahatani pala di Kecamatan
Gisting Kabupaten Tanggamus, 2017 per pohon pala …………….. 103
28. Analisis kelayakan finansial usahatani pala dengan tingkat suku
bunga 9%.per 100 pohon pala ................................................................ 105
29. Analisis sensitivitas usahatani pala di Kecamatan Gisting
Kabupaten Tanggamus, 2017 per 100 pohon pala…………………. 108
30. Penerimaan, biaya, dan pendapatan usahatani pala di Kecamatan
Gisting Kabupaten Tanggamus 2017………………………………. 110
31. Rata-rata pendapatanusahatani petani pala di Kecamatan Gisting…. 112
32. Rata-rata pendapatan dari luar usahatani (off farm) di Kecamatan
Gisting, Kabupaten Tanggamus, 2017……………………………... 112
6
33. Rata-rata pendapatan dari luar pertanian (non farm) petani pala di
Kecamatan Gisting, 2017…………………………………………… 113
34. Kontribusi berbagai jenis sumber pendapatan terhadap total
pendapatan rumah tangga petani pala di Kecamatan Gisitng,
Kabupaten Tanggamus, 2017………………………………………. 115
35. Produksi pala dan ekspor biji pala Provinsi Lampung ……................ 116
36. Uji root test ekspor biji pala di Provinsi Lampung, 2017…………… 117
37. Uji root test produksi pala di Provinsi Lampung, 2017…………….. 118
38. Hasil pengujian parameter model terbaik ekspor biiji pala di
Provinsi Lampung, 2017……………………………………………. 119
39. Hasil pengujian parameter model terbaik produksi pala di Provinsi
Lampung, 2017……………………………………………………… 120
40. Hasil peramalan (forcasting) ekspor pala di Provinsi Lampung,
2017…………………………………………………………………. 122
41. Hasil peramalan (forcasting) produksi pala di Provinsi Lampung,
2017…………………………………………………………………. 123
7
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Pohon Industri Pala ………………………………………………... 11
2. Diagram alir analisis kelayakan finansial dan prospek
pengembangan pala rakyat di Provinsi Lampung………………….. 39
3. Peta Provinsi Lampung ……………………………………………. 61
4. Peta Kabupaten Tanggamus………………………………………... 66
5. Grafik peramalan ekspor biji pala di Provinsi Lampung…………... 122
6. Grafik peramalan produksi pala di Provinsi Lampung…………….. 124
1
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sektor pertanian berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Perkebunan
merupakan subsektor pertanian yang berkontribusi dalam peningkatan devisa
negara. Menurut Badan Pusat Statistik (2017), tercatat bahwa pada triwulan ke III
tahun 2017, subsektor perkebunan memberikan kontribusi paling besar terhadap
Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) sebesar 289.596,30 milyar atas
harga yang berlaku di Indonesia. Secara keseluruhan subsektor perkebunan
mengalami surplus sehingga menjadi peyumbang terbesar dalam sektor pertanian.
Sebagian besar hasil produk perkebunan diekspor ke Negara Vietnam, Belanda,
Amerika Serikat, Jerman, India, Italia dan Jepang (Badan Pusat Statistik, 2015).
Salah satu produk hasil perkebunan di Indonesia yang memiliki potensi dalam
memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perkembangan dan
peningkatan pendapatan nasional serta devisa negara yaitu tanaman pala. Secara
keseluruhan pertumbuhan volume ekspor pala Indonesia ke pasar dunia sebesar
6,68 persen per tahun selama kurun waktu 1980-2015 (Direktorat Jenderal
Perkebunan, 2016). Indonesia menempati urutan pertama sebagai negara
eksportir pala di perdagangan pala dunia dengan nilai ekspor sebesar US$80.594
juta dengan harga pala Indonesia sebesar 7.208 US $/ton (Trade map, 2016).
2
2
Pala sebagai tanaman rempah-rempah, dapat menghasilkan minyak etheris
(minyak atsiri), lemak khusus dari biji dan fuli yang banyak diperjual belikan.
Minyak pala merupakan salah satu dari lima jenis minyak atsiri yang memberikan
kontribusi terbesar terhadap total nilai ekspor minyak atsiri nasional
(Lusianah, 2009). Besarnya kontribusi minyak atsiri terhadap nilai ekspor
nasional maka pengembangan usahatani tanaman pala mulai banyak dilakukan.
Salah satu pengembangan usahatani tanaman pala yaitu dengan pengembangan
luas areal tanam usahatani pala dan peningkatan jumlah produksi tanaman pala.
Peningkatan jumlah produksi tanaman pala dilakukan melalui usaha melakukan
pemupukan pada tanaman pala pada jangka waktu tertentu secara teratur.
Perkembangan produksi pala dan luas areal lahan pala menunjukkan peningkatan
positif terhadap peningkatan ekspor pala Indonesia. Penguasaan luas areal lahan
pala merupakan perkebunan rakyat dengan rata-rata luas areal lahan sebesar
136.034,30 hektar. Menurut Fauziyah (2015), sebesar 99 persen produksi pala
Indonesia dihasilkan oleh perkebunan rakyat dengan penanganan pascapanen
secara tradisional. Rata-rata produksi pala Indonesia sebesar 25.128,60 ton
dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 13,90 persen. Peningkatan produksi
dan areal lahan pala disebabkan oleh kebijakan pemerintah dalam mendukung
peningkatan produksi dan produktivitas tanaman rempah yang salah satunya
adalah tanaman pala (Renstra Kementan 2015-2019). Rata-rata laju pertumbuhan,
produksi, dan produktivitas pala di Indonesia menurut status penguasahaan tahun
2008-2017 dapat dilihat pada Tabel 1.
3
3
Tabel 1. Rata-rata laju pertumbuhan, produksi, dan produktivitas pala di Indonesia
menurut status pengusahaan tahun 2008-2017
Tahun Luas areal
(ha)
Laju
pertumbuhan
luas areal
(persen)
Produksi
(ton)
Laju
pertumbuhan
produksi
(persen)
Produktivitas
(ton/ha)
2008 85.049,00
11.399,00
13,34
2009 98.761,00 16,12 15.956,00 39,98 16,09
2010 117.324,00 18,80 15.697,00 -1,62 13,34
2011 121.375,00 3,45 19.787,00 26,06 16,24
2012 133.732,00 10,18 25.233,00 27,52 18,80
2013 139.939,00 4,64 28.098,00 11,35 20,06
2014 157.841,00 12,79 32.651,00 16,20 20,67
2015 168.418,00 6,70 33.627,00 2,99 19,96
2016 168.801,00 0,23 34.322,00 2,07 20,32
2017* 169.103,00 0,18 34.516,00 0,57 20,40
Rata-rata 136.034,30 8,12 25.128,60 13,90 17,92
Sumber : Statistik Perkebunan Indonesia Komoditas Pala, 2015-2017
Keterangan :
*) Angka sementara
Menurut Badan Pusat Statistik (2014), tanaman pala adalah komoditas rempah
utama Indonesia selain lada, cengkeh, dan kayu manis dengan nilai ekspor
terbesar kedua setelah lada. Komoditas pala menjadi salah satu komoditas ekspor
unggulan pemerintah dengan perkembangan volume ekspor pala dan produksi
pala yang berfluktuatif. Hampir seluruh provinsi di Indonesia telah melakukan
pengembangan usahatani pala termasuk Provinsi Lampung.
Provinsi Lampung telah mengembangkan usahatani pala dalam skala perkebunan
rakyat yang dapat berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi
Lampung. Pengembangan budidaya pala di Provinsi Lampung telah dilakukan ke
beberapa Kabupaten yakni Kabupaten Tanggamus, Pesawaran, Lampung Selatan,
dan Lampung Timur. Perkembangan luas areal lahan pala di Provinsi Lampung
cenderung meningkat dengan rata-rata sebesar 34,89 persen per tahun.
4
4
Penambahan luas areal lahan pala berbanding lurus dengan produksi pala yang
dihasilkan dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 21,14 persen di Provinsi
Lampung (Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, 2016). Perkembangan luas areal
lahan dan produksi pala dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Perkembangan luas areal lahan dan produksi pala di Provinsi Lampung,
2009-2015
Tahun Luas areal
(ha)
Laju
pertumbuhan
luas areal
(persen)
Produksi
(ton)
Laju
pertumbuhan
produksi (persen)
Produktivitas
pala (ton/ha)
2009 330
35
0,11
2010 695 110,61 35 0,00 0,05
2011 736 5,90 48 37,14 0,07
2012 736 0,00 48 0,00 0,07
2013 639 -13,18 55 14,58 0,09
2014 668 4,54 65 18,18 0,10
2015 1.346 101,50 102 56,92 0,08
Rata-rata 735,71 34,89 55,43 21,14 0,08
Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, 2016
Tabel 2 menunjukkan perkembangan luas areal lahan pala dan produksi pala di
Provinsi Lampung cenderung berfluktuatif. Penurunan luas areal lahan terjadi
pada tahun 2013 yang diduga disebabkan oleh faktor iklim yang kurang baik,
perkembangan komoditas pala yang lambat dan skala usaha perkebunan yang
relatif kecil. Faktor iklim yang kurang baik berpengaruh terhadap harga jual pala
di Provinsi Lampung. Tercatat sebesar 50 persen penurunan harga jual pala yang
dirasakan petani pala pada tahun 2017. Penurunan harga yang cukup rendah
tersebut membuat petani pala melakukan usahatani atau memiliki pekerjaan
sampingan lainnya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Mayoritas
petani pala di Provinsi Lampung melakukan usahatani pala dengan tanaman
tumpangsari dengan tanaman lain seperti kakao, kelapa, dan pisang.
5
5
Kabupaten Tanggamus merupakan salah satu kabupaten dengan pengembangan
komoditas pala terbesar. Tercatat seluas 789 hektar dengan produksi sebesar 85
ton menjadikan Kabupaten Tangggamus sebagai sentra penghasil pala terbesar di
Provinsi Lampung. Selain itu, Kabupaten Tanggamus memiliki produktivitas pala
sebesar 680 kg/ha lebih besar dibandingkan dengan tiga kabupaten lain yang
melakukan budidaya pala yakni Pesawaran, Lampung Selatan, dan Lampung
Timur dengan produktivitas rata-rata sebesar 267 kg/ha (Dinas Perkebunan
Provinsi Lampung, 2015).
Tanaman pala merupakan tanaman tahunan yang dapat berproduksi maksimal
pada usia tanaman 25 tahun. Menurut Hatta (1993), umumnya pala mulai berbuah
pada usia tujuh tahun dan pada usia sepuluh tahun telah berproduksi secara
menguntungkan, sehingga perlu dihitung atau diketahui tingkat kelayakan usahatani
pala apakah dalam jangka panjang masih menguntungkan atau tidak khususnya di
Kabupaten Tanggamus. Perhitungan kelayakan finansial usahatani pala
membutuhkan informasi yang dijadikan panduan dalam mengelola usahatani pala
yang dilakukan oleh petani. Borolla (2014) menyatakan bahwa kendala
pengembangan usahatani komoditas pala adalah masih terbatasnya data, informasi
mengenai ketepatan kelayakan dalam usaha yang dapat dijadikan acuan dalam
pemanfaatan sumber daya secara optimal.
Hasil produksi usahatani pala yakni berupa biji pala dan fuli. Biji dan fuli pala
kering merupakan dua bentuk produk pala yang mempunyai nilai ekonomi tinggi
dan diperdagangkan secara lokal dan internasional. Penanganan pasca panen yang
dilakukan masih secara tradisional dan penjemuran dengan menggunakan bantuan
sinar matahari. Biasanya pengepul langsung menemui petani untuk membeli hasil
6
6
panen pala yang dilakukan dalam bentuk basah ataupun bentuk kering.
Pemanfaatan daging buah pala adalah dengan membuat pupuk organik yang
digunakan untuk pemupukan kebun pala.
Harga jual pala dalam bentuk kering lebih tinggi dibandingkan dengan harga pala
basah yang diterima oleh petani dari para pedagang. Berdasarkan pengamatan di
lapangan harga pala basah dijual dengan kisaran harga Rp20.000,00/kg hingga
Rp25.000,00/kg, sedangkan untuk biji pala kering dijual dengan harga
Rp35.000,00/kg dan fuli kering sebesar Rp110.000,00/kg. Harga pala di Provinsi
Lampung tergolong cukup rendah dibandingkan dengan beberapa daerah lainnya.
Harga jual pala yang diterima petani belum memberikan keuntungan yang besar
bagi para petani dalam melakukan usahatani pala. Oleh sebab itu, para petani
tidak hanya mengandalkan usahatani pala sebagai salah satu sumber pendapatan
rumah tangga. Petani juga melakukan usahatani lain untuk menambah pendapatan
petani sepeti usahatani kakao, pisang, dan kelapa, serta terdapat beberapa petani
yang memelihara ternak. Selain itu petani juga melakukan usaha diluar lingkup
pertanian seperti berdagang dan buruh kuli sebagai sumber pendapatan rumah
tangga lainnya.
Keseluruhan hasil produksi pala memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi.
Melihat semakin bertambahnya kebutuhan bahan baku pala sebagai industri
pengolahan pala, budidaya tanaman pala seharusnya dijadikan sebagai salah satu
komoditas unggulan dalam meningkatkan pendapatan nasional, salah satunya di
Provinsi Lampung. Tanaman pala sebagai salah satu tanaman perkebunan yang
dapat menghasilkan devisa yang cukup besar (Sunanto, 1993). Jumlah biji pala
Lampung yang di ekspor dan negara tujuan ekspor dapat dilihat pada Tabel 3.
7
7
Tabel 3. Ekpor biji pala Provinsi Lampung dan negara tujuan ekspor, 2017
Negara Tujuan 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Berat (ton)
Biji Pala Total
Netherland 14,00 14,00 0,00 10,30 9,79 2,42 0,00
Morocco 12,00 13,90 0,00 0,00 0,61 0,00 0,00
Argentina 0,00 11,30 0,00 0,00 0,00 0,00 1,00
Australia 0,00 0,06 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Pakistan 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 6,56 0,00
Canada 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,50 4,38
China 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,50 0,00
Qatar 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 7,35 0,00
Spain 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1,00 0,00
United Arab Emirates 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,50 0,00
Singapore 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 12,00
Russia Faderation 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 5,00
Ukraine 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 2,50
United States 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1,22
Germany 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1,00 2,00
Biji Pala Total 26,00 39,26 0,00 10,30 10,40 19,30 28,10
Sumber: Dinas Perdagangan Provinsi Lampung, 2017
Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa produksi biji pala dari Provinsi
Lampung di ekspor ke beberapa negara. Ekspor biji pala Provinsi Lampung
dalam bentuk biji pala kering. Pada awalnya, biji pala di ekspor hanya ke empat
negara yaitu Negara Netherland, Morocco, Argentina dan Australia. Namun pada
tahun 2013 tidak ada ekpor biji pala yang dilakukan dan tahun 2014 biji pala
hanya di ekspor ke Negara Netherland. Hal tersebut dikarenakan jumlah luas
lahan yang mengalami penurunan sebesar 13,18 persen yang mempengaruhi
jumlah produksi pala. Pada tahun 2015 hingga tahun 2017, produksi biji pala
mulai di ekspor kembali dengan jumlah negara tujuan ekspor biji pala yang
bertambah. Jika dilihat dari jumlah ekspor biji pala, dapat diartikan jika peluang
untuk pengembangan komoditas pala cukup baik untuk menjadi komoditas ekspor
dunia dengan laju rata-rata pertumbuhan ekspor sebesar 77,60 persen dalam kurun
waktu 3 tahun terakhir, serta memiliki daya saing dengan negara lain.
8
8
Melihat laju pertumbuhan produksi dan ekspor biji pala saat ini, sebenarnya
menjadi peluang bagi perdagangan komoditas pala dari Provinsi Lampung di
pasar internasional. Selain itu, harga pala di pasar dunia yang terus tumbuh
mencapai US$16.000-21.000 per ton (ILO, 2016), tetapi harga biji pala hasil
produksi Provinsi Lampung di pasar dunia berkisar pada harga US$7.580 per ton.
Rendahnya harga jual pala di pasar internasional disebabkan oleh penanganan
pasca panen biji pala yang masih tradisional yang mempengaruhi mutu biji pala.
Namun, jika dilihat dari berat jenis biji pala dan kandungan senyawa kimia dari
minyak biji pala di Kabupaten Tanggamus telah memenuhi Standar Nasional
Indonesia (SNI) dan juga standar berat jenis menurut FAO tahun 1994 (Hafif,
2017). Hal tersebut telah memenuhi standar skala transportasi penjualan biji pala
di pasar global.
Usahatani pala saat ini terus dikembangkan di Provinsi Lampung terkait dengan
potensi lahan yang dimiliki. Hal tersebut sejalan dengan rencana strategis
pemerintah yakni peningkatan produksi dan produktivitas tanaman rempah-
rempah yang salah satunya adalah tanaman pala. Pengembangan usahatani pala di
Provinsi Lampung dapat diusahakan terkait dengan besarnya kontribusi
pendapatan yang diperoleh dari usahatani pala terhadap pendapatan rumah tangga
petani. Selain itu, jika dilihat dari besar kecilnya kontribusi pendapatan pala dapat
menunjukkan tingkat kelayakan usahatani pala dimasa yang akan datang.
Besarnya tingkat produksi pala, kelayakan usahatani pala dan jumlah volume
ekspor biji pala tersebut dapat menjadi peluang pengembangan usahatani pala di
Provinsi Lampung agar semakin maju di masa mendatang.
9
9
B. Rumusan Masalah
Identifikasi rumusan masalah berdasarkan uraian pada latar belakang adalah
sebagai berikut:
1) Bagaimana kelayakan finansial usahatani pala di Provinsi Lampung ?
2) Bagaimana kontribusi pendapatan usahatani pala terhadap pendapatan rumah
tangga petani pala di Provinsi Lampung ?
3) Bagaimana prospek pengembangan usahatani pala di Provinsi Lampung ?
C. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Menganalisis kelayakan finansial usahatani pala di Provinsi Lampung.
2) Menganalisis kontribusi pendapatan usahatani pala terhadap pendapatan
rumah tangga petani pala di Provinsi Lampung.
3) Menganalisis prospek pengembangan usahatani pala di Provinsi Lampung.
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan berguna bagi pihak-pihak terkait yaitu :
1) Sebagai pertimbangan petani dalam mengambil keputusan pada usahatani
pala rakyat.
2) Masukan dan informasi untuk para penentu kebijakan di sektor pertanian,
khususnya pengembangan di sektor perkebunan rakyat.
3) Sebagai bahan referensi dan perbandingan penelitian sejenis.
10
10
II. TINJAUAN PUSTAKA, PENELITIAN TERDAHULU DAN
KERANGKA PEMIKIRAN
A. Tinjauan Pustaka
1. Usahatani Pala (Myristica fragrans houtt)
a. Ekonomi Pala (Myristica fragrans houtt)
Tanaman pala merupakan tanaman rempah asli Maluku yang telah
dikembangkan dan diperdagangkan yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi.
(Purseglove, 1995). Bagian tanaman pala yang mempunyai nilai ekonomis
adalah bagian buah. Buah pala sendiri terdiri dari 83,3 persen daging buah,
3,22 persen fuli; 3,94 persen tempurung biji, dan 9,54 persen daging biji. Biji
dan fuli merupakan produk utama dari tanaman pala, yang sebagian besar
untuk diekspor.
Fungsi dari biji dan fuli pala yang utama adalah sebagai rempah, baik untuk
keperluan sehari hari maupun untuk industri makanan dan minuman. Daging
buah yang muda banyak digunakan untuk makanan ringan dan minuman
seperti manisan, permen, sirup dan jus pala. Minyak pala yang diperoleh dari
penyulingan biji pala muda, selain untuk ekspor juga merupakan bahan baku
industri obat-obatan, pembuatan sabun, parfum dan kosmetik di dalam negeri.
Permintaan biji dan fuli pala serta minyak atsirinya diperkirakan akan tetap
tinggi, dikarenakan sebagai rempah pala mempunyai cita rasa yang khas.
11
11
Seluruh bagian buah pala memiliki nilai ekonomi khususnya pada biji dan fuli.
Pemanfaatan buah pala dapat digambarkan dalam pohon industri yang dapat
dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Pohon Industri Pala
Sumber : Purnomo, 2015
Menurut Badan Pusat Statistik (2014), tanaman pala merupakan komoditas
rempah utama Indonesia selain lada, cengkeh dan kayu manis dengan nilai
ekspor ke dua setelah lada. Indonesia termasuk salah satu negara produsen
dan pengekspor biji dan fuli pala terbesar dunia, dengan pangsa pasar dunia
sebesar 75 persen. Pasar utama tujuan ekspor pala Indonesia (dari sisi
volume) yakni Vietnam, Amerika Serikat, Belanda, Jerman dan Italia (ITPC,
2014). Konsumsi pala di Indonesia selama tahun 2002 - 2015 meningkat
Industri Makanan
Makanan
Biji Pala
Minyak Fuli
Oleoresin
Industri
Makanan dan
kosmetik
Oleoresin
Minyak Pala
Industri Kosmetik
Industri Farmasi
Industri Makanan
Buah Pala
Daging Buah Sirup pala,
manisan, dodol,
Fuli
12
12
sebesar 9,87 persen per tahun. Lonjakan konsumsi yang cukup signifikan
terjadi pada tahun 2005, dimana konsumsi pala naik dari 0,001 kg/kapita pada
tahun 2004 menjadi 0,003 kg/kapita dibandingkan tahun sebelumnya.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunan (2016), perkembangan
volume ekspor pala di Indonesia selama periode tahun 1980-2015 cukup
berfluktuasi namun cenderung meningkat. Rata-rata peningkatan volume
ekspor dalam periode tersebut sebesar 6,68 persen per tahun. Volume ekspor
pala pada tahun 1980 sebesar 7,48 ribu ton, dan meningkat hingga mencapai
volume ekspor tertinggi pada tahun 2015 sebesar 17,02 ribu ton.
Perkembangan nilai ekspor pala rata-rata 16,43 persen per tahun. Tahun 1980
perkembangan nilai ekspor pala 10 juta US$ dan naik menjadi 100,14 juta
US$ pada tahun 2015 dengan rata-rata pertumbuhan nilai ekspor pala sebesar
16,43 persen per tahun. Untuk periode tahun 1980-2015 neraca perdagangan
pala Indonesia berada pada posisi surplus. Pada tahun 1983-2013 ketersediaan
pala untuk konsumsi dunia menunjukkan kecenderungan meningkat dengan
rata-rata peningkatan ketersediaan pala mencapai 3,70 persen per tahun.
b. Budidaya Pala
Tanaman pala (Myristica fragrans houtt) merupakan tumbuhan berbatang
sedang dengan tinggi mencapai 18 m, memiliki daun berbentuk bulat telur
atau lonjong yang selalu hijau sepanjang tahun. Pohon pala dapat tumbuh di
daerah tropis pada ketinggian di bawah 700 m dari permukaan laut, beriklim
lembab dan panas, curah hujan 2.000 - 3.500 mm (Nurdjannah, 2007).
13
13
Umumnya tanaman pala mulai berbuah pada usia 5 hingga 6 tahun dan pada
usia 10 tahun telah berproduksi secara menguntungkan dan terus meningkat
dan pada usia 25 tahun (Hatta, 1993). Menurut Hadad (2006) teknik budidaya
tanaman pala yang dilakukan adalah sebagai berikut :
a) Pengadaan bibit pala
Pengadaan tanaman pala dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya
adalah perbanyakan dengan biji. Biji pala yang akan digunakan sebagai benih
harus memenuhi beberapa syarat yaitu harus berasal dari pohon induk terpilih,
biji segar matang panen berwarna coklat muda dan tertutup penuh dengan
seludang fuli yang berwarna merah, dan biji yang kering berwarna coklat tua
sampai hitam mengkilap. Setelah pemetikan harus disemaikan dengan
selambat-lambatnya 24 jam penyimpanan. Berdasarkan Surat Keputusan
Direktur Jenderal Perkebunan Nomor: KB. 010/42/SK/ DJ. BUN/9/1984, telah
ditetapkan pohon induk yang dipergunakan sebagai sumber benih tersebar di
propinsi Sumatera Barat, Jawa Barat, Sulawesi Utara, dan Maluku.
Pesemaian dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mengecambahkan biji
dengan menggunakan kotak yang telah diisi pasir halus, serbuk sabut kelapa,
atau serbuk gergaji. Biji diatur sedemikian rupa dan bakal kecambah
mengarah pada satu sisi yang sama. Setelah berumur 4-8 minggu, bakal akar
sudah keluar dengan diikuti keluarnya kecambah, selanjutnya bisa
dipindahkan ke polibag.
14
14
b) Persiapan lahan
Pengolahan tanah dimaksudkan untuk menggemburkan tanah, menyingkirkan
akar dan sisa-sisa tanaman serta menciptakan areal yang serasi. Umumnya
jarak tanam untuk tanaman pala ialah 9 x 10 m dengan sistem bujur sangkar
atau 10 x 10 m. Jarak tanam tersebut kapasitas untuk berproduksi akan
maksimal pada umur dewasa. Pembuatan lubang tanam biasanya berukuran
60 x 60 x 60 cm. Setelah pembuatan lubang tanam berumur lebih satu bulan,
tanah dicampur dengan pupuk kandang, baru dimasukkan kembali ke dalam
lubang bagian atas. Tiga minggu kemudian penanaman dapat dilakukan.
c) Penanaman bibit pala
Bibit yang akan ditanam yakni bibit yang telah berumur lebih satu
tahun, dan tidak lebih dari dua tahun. Bibit tanaman berasal dari biji yang
sudah mempunyai tiga hingga lima batang cabang biasanya sudah mampu
beradaptasi dengan kondisi lingkungan. Cara penanaman adalah dengan
membuat lubang tanam kecil ditengah lubang tanam awal, setinggi dan selebar
keranjang atau polibag bibit, kemudian dilakukan penanaman sampai leher
batang terkubur tanah, lalu tanah dirapihkan kembali.
Penanaman pohon pala harus diperhatikan karena dapat menyebabkan pohon
pala tidak berbuah. Penanaman pohon pala yang benar adalah dengan
meletakkan satu pohon pala yang berjenis kelamin jantan yang dengan
dikelilingi pohon pala kelamin betina dengan jarak yang telah ditentukan.
Penanaman pohon pala pada bagian lainnyapun sama, agar pohon pala dapat
15
15
mengalami penyerbukan dan berbunga. Menjaga tanaman muda dari sengatan
matahari langsung perlu dibuatkan naungan dari tiang bambu atau kayu
dengan atap daun kelapa atau alang-alang, sampai tanaman tahan dari sinar
matahari.
d) Pemeliharaan
Peningkatan produksi pala sangat memerlukan pemeliharaan yang baik,
kegiatan pemeliharaan pala yakni melakukan penyulaman pada tanaman pala
yang mati, penyiangan pada bibit pala umur 2 -3 bulan, dan pemupukan.
Pemupukan dilakukan saat tanaman masih muda dapat dilakukan dengan
pupuk pupuk kandang dan pupuk pupuk kimia yaitu berupa TSP, Urea dan
KCl, sebelum pemupukan dilakukan hendaknya dibuat parit sedalam 10 cm
dan lebar 20 cm secara melingkar di sekitar batang pokok tanaman selebar
kanopi (tajuk pohon), kemudian pupuk TSP, Urea, dan KCl ditabur dalam
parit tersebut secara merata dan segera ditimbun tanah dengan rapat.
Pemeliharaan tanama pala dengan pengendalian hama dan penyakit.
e) Panen pala
Tanaman pala dapat berbuah dan mulai di panen pada usia 5 hingga 6 tahun.
Tahun pertama pemanenan dapat dikalukan sebanyak 2 kali dalam satu tahun,
dan tahun berikutnya dapat dilakukan 3 hingga 4 kali panen pala dalam satu
tahun. Tanda-tanda buah pala yang masak yaitu jika sebagian dari buah
tersebut mulai merekah (membelah) melalui alur belahnya dan terlihat bijinya
yang diselaputi fuli warna merah, buah yang sudah mulai merekah dibiarkan
16
16
tetap di pohon selama 2-3 hari, maka pembelahan buah menjadi sempurna
(buah berbelah dua) dan bijinya akan jatuh di tanah. Cara pemanenan buah
pala dapat dilakukan dengan menggunakan galah atau dengan cara memetik
langsung dengan cara menaiki batang dan memilih buah-buah yang telah tua.
f) Pasca panen pala
Hasil panen pala kemudian dikumpulkan untuk dilakukan kegiatan
pengolahan pasca panen. Pengolahan pasca panen pala yang dilakukan yakni
dengan memisahkan daging buah, fuli dan biji pala. Biji pala yang terkumpul
perlu disortir atau dipisahkan menjadi tiga macam yaitu gemuk dan utuh,
kurus atau keriput, dan cacat.
Pengeringan biji pala yang dilakukan petani yakni penjemuran dengan bantuan
sinar matahari pada tempat penjemuran. Hal tersebut dilakukan untuk
menghindari serangan hama dan penyakit serta mengurangi kadar air yang
tersisa. Biji pala yang telah kering ditandai dengan terlepas bagian kulit biji
(cangkang), jika digoncang akan kocak dan memiliki kadar airnya sebesar 8
persen hingga 10 persen.
Pengeringan fuli dilakukan dengan penjemuran menggunakan sinar matahari
dalam beberapa jam. Fuli kemudian diangin-anginkan, perlakuan tersebut
dilakukan secara berulang-ulang hingga fuli menjadi kering. Warna fuli yang
semula berwarna merah berubah menjadi merah tua dan akhirnya menjadi
jingga. Kadar air yang berkurang dari fuli basah menjadi fuli kering sebesar
8 persen hingga 10 persen.
17
17
2. Analisis Kelayakan Finansial
a. Pengertian kelayakan finansial
Analisis kelayakan merupakan metode yang digunakan untuk mengetahui
apakah suatu kegiatan layak untuk diusahakan atau tidak. Menganalisis suatu
proyek terdapat beberapa kriteria yang sering digunakan untuk menentukan
kelayakan suatu usaha. Semua kriteria itu baik manfaat (benefit) maupun
biaya dinyatakan dalam nilai sekarang (the present value). Hasil analisis
tersebut digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan,
apakah layak atau tidak usaha tersebut dijalankan.
b. Kriteria - kriteria kelayakan finansial
Analisis kelayakan finansial menyatakan bahwa suatu proyek layak atau tidak
dilakukan dengan melihat kriteria-kriteria penentuan dalam kelayakan
finansial. Kriteria-kriteria tersebut adalah Net Present Value, Internal Rate of
Return, Net B/C Ratio, Gross B/C Ratio, Payback Period ( Kadariah, 2001).
a) Net Present Value (NPV)
Nilai bersih sekarang atau Net Present Value (NPV dari suatu proyek yakni
nilai sekarang dari selisih antara benefit dengan cost pada discount rate
tertentu. Net Present Value menunjukkan kelebihan benefit dibandingan
cost. Perhitungan Net Present Value (NPV) yakni sebagai berikut :
n
1t tt)(1
CtBtNPV …………………………………………………………(1)
18
18
Keterangan :
Bt = manfaat (benefit) pada tahun ke-i
Ct = biaya (cost) pada tahun ke-i
n = umur proyek(tahun)
t = tahun ke 1,2,3 dst
i = suku bunga (%)
Indikator kelayakan NPV antara lain yaitu:
1). Jika NPV lebih dari nol maka investasi layak dilaksanakan
2). Jika NPV kurang dari nol maka investasi tidak layak untuk dilaksanakan
b) Payback Periode (PP)
Payback Periode (PP) merupakan jangka waktu pengembalian modal
investasi yang akan dibayarkan melalui keuntungan yang diperoleh proyek
tersebut. Semakin cepat waktu pengembalian semakin baik untuk
diusahakan. Perhitungan Payback Periode (PP) yaitu:
tahun1 x bc
banPP ……………………………………………………(2)
Keterangan:
n = Tahun terakhir jumlah arus kas yang
belum bisa menutupi investasi
mula-mula
a = Investasi mula-mula
b = Arus kas kumulatif tahun ke-n
c = Arus kas kumulatif tahun ke n + 1
Indikator kelayakan Payback Periode (PP) yaitu:
1) Jika Payback period lebih pendek dari umur ekonomis usaha, maka
proyek tersebut layak untuk dijalankan
2) Jika Payback period lebih lama dari umur ekonomis usaha,maka proyek
tersebut tidak layak untuk dijalankan
19
19
c) Net Benefit Cost Rasio (Net B/C)
Perbandingan antara jumlah NPV positif dengan jumlah NPV negatif. Hal ini
menunjukkan bahwa besarnya benefit berapa kali besarnya biaya dan investasi
untuk memperoleh suatu manfaat. Perhitungan Net B/C rasio sebagai berikut:
.(3)..........…………………………………………………n
0tt
i)(1BtCt
n
0tt
i)(1CtBt
B/CNet
Keterangan :
Bt = manfaat (benefit) pada tahun ke-i
Ct = biaya (cost) pada tahun ke-i
n = umur proyek(tahun)
t = tahun ke 1,2,3 dst
i = suku bunga (%)
Indikator kelayakan Net Benefit Cost Rasio (Net B/C) yaitu:
1) Jika Net Benefit Cost Rasio (Net B/C) lebih dari 1 maka proyek layak
dilaksanakan
2) Jika Net Benefit Cost Rasio (Net B/C) kurang dari 1 maka proyek tersebut
tidak layak untuk dlaksanakan.
d) Gross Benefit Cost Rasio (Gross B/C)
Analisis benefit cost yaitu rasio antara manfaat bersih yang bernilai positif
dengan manfaat bersih yang bersifat negatif. Penerapan analisis B/C rasio
diperlukan untuk melihat bagaimana perbandingan antara nilai manfaat
terhadap biaya. Persamaan B/C rasio yakni sebagai berikut :
ti)(1
Ct
ti)(1
Bt
GrossB/C ………………………………………………….(4)
20
20
Keterangan :
Bt = manfaat (benefit) pada tahun ke-i
Ct = biaya (cost) pada tahun ke-i
i = suku bunga (%)
t = tahun ke 1,2,3 dst
Indikator kelayakan Gross Benefit Cost Rasio (Gross B/C) yaitu:
1) Jika Gross Benefit Cost Rasio (Gross B/C) lebih dari 1 maka proyek layak
dilaksanakan.
2) Jika Gross Benefit Cost Rasio (Gross B/C) kurang dari 1 maka proyek
tersebut tidak layak untuk dilaksanakan.
e) Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return (IRR) digunakan untuk mengetahui pengembalian
bunga pinjaman dari lembaga internal keuangan yang membiayai proyek
tersebut. IRR menyamakan nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan di
masa mendatang. IRR memperlihatkan bahwa present value benefit sama
dengan present value cost. Perhitungan IRR yakni sebagai berikut :
1i
2i
2NPV
1NPV
1NPV
1iIRR ……………………………………...(5)
Keterangan:
NPV1 = net present value bernilai positif
NPV2 = net present value bernilai negatif
i1 = tingkat suku bunga pada saat NPV bernilai positif
i2 = tingkat suku bunga pada saat NPV bernilai negatif
Indikator kelayakan Internal Rate of Return (IRR) yaitu:
1) Jika (IRR > tingkat suku bunga yang berlaku) maka proyek akan
memberikan keuntungan jika dilaksanakan.
2) Jika (IRR< tingkat suku bunga yang berlaku) maka proyek tersebut tidak
memberikan keuntungan tapi menyebabkan kerugian untuk dilaksanakan.
21
21
c. Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas dilakukan untuk meneliti kembali analisis kelayakan
proyek. Analisis sensitivitas ini mencoba melihat suatu realitas proyek di
dasarkan pada kenyataan yang di pengaruhi oleh unsur-unsur ketidakpastian
mengenai apa yang akan terjadi di masa mendatang (Gittinger,1993). Analisis
sensitivitas dilakukan dengan memperhitungkan kemungkinan yang akan
terjadi. Tingkat kenaikan biaya suatu produksi dan penurunan produksi, akan
menyebabkan nilai Gross B/C, Net B/C, NPV, IRR, dan Payback Periode
tidak meyakinkan, oleh sebab itu batas kelayakan proyek, analisis laju
kepekaan dapat dirumuskan secara sistematis sebagai berikut :
100% x Y
2Y
1Y
100% x X
2X
1X
kepekaanLaju ………………………………………..(6)
Keterangan :
X1 = NPV/IRR/Net B/C ratio setelah terjadi perubahan
X0 = NPV/IRR/Net B/C ratio sebelum terjadi perubahan
= rata-rata perubahan NPV/IRR/Net B/C ratio
Y1 = harga jual/biaya produksi/produksi setelah terjadi perubahan
Y2 = harga jual/biaya produksi/produksi sebelum terjadi perubahan
= rata-rata perubahan harga jual/biaya produksi/produksi
3. Pendapatan
a. Pendapatan usahatani
Usahatani adalah organisasi dari alam (lahan), tenaga kerja, dan modal yang
ditujukan kepada produksi. Organisasi tersebut berdiri sendiri dan sengaja
diusahakan oleh seseorang atau sekumpulan orang sebagai pengelolanya
(Firdaus, 2009). Pendapatan usahatani yakni selisih antara penerimaan dan
22
22
total biaya produksi. Suatu usahatani dikatakan berhasil apabila memenuhi
syarat:
a. cukup untuk membayar pembelian sarana produksi termasuk biaya
angkutan dan administrasi
b. cukup untuk membayar bunga modal yang ditanamkan
c. cukup untuk membayar tenaga kerja yang dibayar atau bentuk upah
lainnya untuk tenaga kerja yang tidak dibayar (Soekartawi, 2002).
Menurut Soekartawi (2002) pendapatan usahatani adalah selisih antara
penerimaan dan semua biaya yang digunakan dalam usahatani yang dilakukan.
Pendapatan usahatani dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Pd = TR – TC .............................................................................................. (7)
Keterangan :
Pd = Pendapatan usahatani (Rp)
TR = Total penerimaan (Rp)
TC = Total biaya (Rp)
b. Pendapatan Rumah Tangga
Pendapatan merupakan faktor penting dalam mempengaruhi tingkat konsumsi
seseorang atau masyarakat terhadap suatu barang (Sukirno, 2005). Menurut
Rodjak (2002), yang dimaksud dengan pendapatan rumah tangga petani
adalah jumlah pendapatan petani dari usahatani dan dari luar usahatani serta
kegiatan non pertanian, yang diperoleh dalam satu tahun. Pendapatan
usahatani adalah selisih antara pendapatan kotor (output) dan biaya produksi
(input) yang dihitung dalam per bulan, per tahun, per musim tanam.
23
23
Pendapatan luar usahatani adalah pendapatan yang diperoleh melalui kegiatan
diluar usahatani seperti berdagang, mengojek, dan lain-lain. Pendapatan
rumah tangga petani diperoleh dengan menjumlahkan pendapatan keluarga
yang berasal dari on farm, off farm dan non farm. Mengetahui pendapatan
rumah tangga petani menggunakan rumus menurut Rodjak (2002)sebagai
berikut :
Prt = P usahatani + P off farm + P non farm ……………………………(8)
Keterangan:
Prt = Pendapatan rumah tangga petani per tahun
P usahatani = Pendapatan dari usahatani
P off farm = Pendapatan dari luar usahatani yang masih berkaitan
dengan pertanian
P non farm = Pendapatan dari luar pertanian
4. Prospek Pengembangan Pala
Menururt Krugman (2003) prospek pengembangan adalah peluang untuk
mengembangkan suatu usaha yang dijalankan di masa mendatang. Prospek
pengembangan tanaman pala mengacu pada optimalisasi penggunaan lahan.
Pengembangan tanaman pala tersebut dikarenakan adanya kebijakan pemerintah
untuk mendukung peningkatan produksi dan produktivitas tanaman rempah yang
salah satunya adalah tanaman pala (Renstra Kementan 2015-2019).
Tanaman pala merupakan komoditi yang ditujukan untuk mendukung industri dan
sebagai salah satu sumber peningkatan devisa negara serta pendapatan petani.
Secara keseluruhan volume dan nilai ekspor komoditas perkebunan mempunyai
peluang besar terutama bagi komoditas perkebunan yang mempunyai prospek
pasar yang bersaing termasuk komoditas pala. Tercatat pertumbuhan volume
24
24
ekspor pala Indonesia ke pasar dunia sebesar 6,68 persen per tahun selama kurun
waktu 1980 – 2015 (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2016). Pengembangan pala
terus dilakuka ke beberapa daerah di Indonesia termasuk di Provinsi Lampung.
Provinsi Lampung telah mengembangkan usahatani pala dengan perkembangan
luas lahan pala yang cenderung meningkat dengan rata-rata sebesar 34,89 per
tahunnya (Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, 2015). Provinsi Lampung telah
mengekspor biji pala kering ke beberapa negara Eropa dan Amerika dengan rata-
rata perkembangan ekspor pada tiga tahun terakhir (2015-2017) yakni sebesar
19,26 persen per tahunnya. Tanaman pala yang hanya tumbuh di iklim tropis
sedangkan pala sangat sulit untuk tumbuh dengan iklim empat musim. Hal
tersebut menjadi salah satu alasan beberapa negara lebih mengandalkan impor
pala dari negara dengan iklim tropis termasuk Indonesia. Melihat hal tersebut
menunjukkan adanya peluang positif terhadap prospek pengembangan pala di
masa mendatang.
5. Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA)
Mengetahui peluang pengembangan usahatani pala di masa mendatang dapat
menggunakan pendekatan peramalan (forcasting). Peramalan (forcasting)
merupakan alat atau teknik untuk memprediksi atau memperkirakan suatu nilai
pada masa yang akan datang dengan memperhatikan data atau informasi yang
relevan, baik dari data atau informasi masa lalu maupun saat ini. Peramalan yang
dilakukan menggunakan analisis time series linier dengan model Autoregressive
Integrated Moving Average (ARIMA).
25
25
Model ARIMA merupakan model yang dapat menghasilkan ramalan akurat
berdasarkan uraian pola data historis yang merupakan jenis model linear yang
mampu mewakili deret yang stasioner maupun non stasioner. Menurut (Winarno,
2007), langkah-langkah dalam melakukan peramalan (forcasting) yakni: (1)
menganalisis data masa lalu; (2) menentukan metode yang dipergunakan; (3)
memproyeksikan data masa lalu dengan menggunakan metode yang dipergunakan
dan mempertimbangkan adanya beberapa faktor perubahan. Model ARIMA
terdiri dari dua aspek yaitu aspek autoregressive (AR) dan moving average (MA).
Gabungan kedua model tersebut yang berguna dalam analisis data time series.
Berikut persamaan untuk model ARIMA tanpa differencing.
a) Model Autoregresif (Autoregresive, AR)
Model autoregresif (AR) pertama kali diperkenalkan oleh Yuke pada tahun
1926 dan dikembangkan oleh Walker pada tahun 1931. Model ini memiliki
asumsi bahwa data periode sekarang dipengaruhi oleh data pada periode
sebelumnya. Model AR adalah model untuk mempresdiksi Yt sebagai fungsi
dari data di masa yang lalu, yaitu t=1, t=2,…..,t=n. Model autoregresif
dengan ordo p disingkat AR (p) atau ARIMA (p,0,0) dan diformulasikan
sebagai berikut (Santoso, 2006):
Yt = A0 + A1 Yt-1 + A2 Yt-2 …….+ An Yt-n + et………………………………(9)
Keterangan :
Yt = nilai AR yang diprediksi
Yt-1, Yt-2 = nilai lampau series yang bersangkutan
et = erorr
A0 = konstanta
A1, A2 = koefisien model
26
26
Banyaknya nilai lampau yang digunakan (p) pada model AR menunjukkan
tingkat dari model ini. Jika hanya digunakan sebuah nilai lampau, dinakan
model autoregressive tingkat satu dan dilambangkan dengan AR (1). Agar
model ini stasioner, jumlah koefisien model autoregressive ( harus
selalu kurang dari satu
b) Model Rata-rata Bergerak (Moving Average, MA)
Model Moving Average (MA) adalah model runtut waktu statistik dengan
karakteristik data periode sekarang kombinasi linier dari white noise periode-
periode sebelumnya dengan suatu bobot tertentu yang memiliki formulasi
sebagai berikut (Santoso, 2009).
Yt = W1 et-1 – W2 et-2 …- Wq et-q + et ……………………………………...(10)
Keterangan :
Yt = nilai MA yang diprediksi
W1,W2,Wq = koefisien atau bobot model
et, et-2,et-q = nilai terdahulu dari white noise
et = error
Terlihat bahwa Yt merupakan rata-rata tertimbang kesalahan sebanyak n
periode ke belakang. Banyaknya kesalahan yang digunakan pada persamaan
ini (q) memperlihatkan tingkat dari model moving average. Jika pada model
tersebut digunakan dua kesalahan masa lalu, maka dinamakan model average
tingkat dua dan dinamakan MA (2). Apabila jumlah koefisien model
( selalu kurang dari satu maka model ini dikatakan stasioner. Model
MA meramalkan nilai Yt berdasarkan kombinasi kesalahan linier masa
lampau sedangkan model AR menunjukkan Yt, sebagai fungsi linier dari
sejumlah nilai Yt aktual sebenarnya.
27
27
c) Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA)
Model autoregressive (AR) dan Moving Average (MA) menggunakan asumsi
bahwa data deret waktu yang dihasilkan sudah bersifat stasioner. Stasioneritas
data (time series) adalah keadaan di mana dua data yang berurutan hanya pada
interval waktu diantara dua data tersebut dan tidak pada waktu itu sendiri atau
sebuah seti data di mana rata-ratanya tidak berubah seiring dengan berubahnya
waktu. Pada kenyataannya, data deret waktu lebih banyak bersifat tidak
stasioner, melainkan integrated.
Jika data tidak stasioner maka motode yang digunakan untuk membuat data
stasioner adalah melakukan differencing dalam rata-rata dan proses
transformasi untuk data yang tidak stasioner dalam varian. Gabungan kedua
model yang dinamakan Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA)
merupakan model yang dapat lebih efektif menjelaskan proses ini. Pada
model gabungan ini series stasioner adalah fungsi dari nilai lampau serta nilai
sekarang dan kesalahan lampaunya. Bentuk umum model ARIMA dapat
dinyatakan dalam persamaan berikut (Santoso, 2009):
Yt = B0 + B1 Yt-1 + …+ Bn Yt-n – A1 Wt-1 - …-An Wt-n + et………………..(11)
Keterangan :
Yt = nilai series yang stasioner
Yt-1, Yt-2 = nilai lampau series yang bersangkutan (ekspor biji pala
dan produksi)
Wt-1, Wt-2 = variabel bebas yang merupakan lag dari residual
et = erorr
B0 = konstanta
B1, Bn, A1, An = koefisien model
28
28
B. Kajian Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai prospek pengembangan pala rakyat belum banyak
ditemukan. Akan tetapi, terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan terkait
dengan komoditas pala, penelitian tersebut dapat digunakan sebagai bahan acuan
penulisan penelitian diantaranya :
Hapsari (2012) melakukan penelitian mengenai prospek pengembangan usaha
pala (Myristica argentea ware) sebagai alternatif kelola sosial. Penelitian ini
dilakukan dengan dua metode yakni metode model penduga regresi nonlinear dan
analisis kriteria investasi. Tanaman pala yang memiliki nilai eknomi tinggi
namun tidak mampu untuk mensejahterakan masyarakat sekitar. Penelitian ini
menunjukkan pendugaan tingkat produksi menurut umur pala dan dilihat dari segi
kelayakan finansial bahwa pengembangan usaha pala sebagai alternatif kelola
sosial layak untuk diusahakan dan menguntungkan.
Penelitian Astanu, Ismono, Rostanti (2013) yakni kelayakan finansial budidaya
intensif tanaman pala di Kecamatan gisting Kabupaten Tanggamus menyatakan
bahwa usahatani pala intensif untuk rata-rata lahan 1 hektar secara finansial
usahatani pala intensif di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus layak untuk
diusahakan. Selain itu, disimpulkan bahwa analisis laju kepekaan (sensitivitas)
usahatani pala intensif dengan asumsi kemungkinan biaya naik 10 persen dengan
penerimaan tetap tidak ada kriteria investasi yang menunjukan laju kepekaan
sensitif terhadap perubahan akibat kenaikan biaya sebesar 10 persen.
Namun,usahatani pala intensif ini masih dalam keadaan layak untuk diusahakan
dan menguntungkan.
29
29
Penelitian Manope (2014) mengenai kelayakan usaha komoditas biji dan fuli pala
yang menyatakan bahwa penelitian kelayakan finanasial dan non finansial layak
diusahakan dan diimplementasikan berdasarkan perhitungan Payback Periode,
IRR, NPV, Profitability index yang telah dilakukan. Hal tersebut dapat dilihat
dari permintaan biji dan fuli pala yang cukup besar, baik di dalam negeri maupun
luar negeri. Dengan kelayakan usaha tersebut maka peluang investor dan
pengusaha cukup besar.
Fauziyah (2015) menganalisis prospek pengembangan pala (Myristica fragrans
houtt) di hutan rakyat dengan kesimpulan bahwa beberapa faktor pendukung
pengembangan bahwa secara fisik memiliki kesesuaian dengan pertumbuhan
tanaman pala, secara sosial dapat diterima oleh masyarakat karena sebelumnya
sudah banyak petani yang membudidayakan pala di lahannya, secara ekonomi
memiliki harga yang cukup tinggi dan stabil sehingga memberikan tambahan
pendapatan, kondisi pemasaran baik buah maupun bibitnya sangat mudah, dan
perhatian pemerintah terhadap pengembangan pala pada tingkat produksi hingga
pengolahan pasca panen cukup besar. Namun demikian, masih diperlukan upaya
dari berbagai pihak baik pada tingkat produksi maupun pasca panennya.
Penelitian Supit (2015) yakni evaluasi kelayakan usaha pengolahan daging buah
pala menyatakan bahwa usaha pengolahan daging buah pala layak untuk
dikembangkan dan menguntungkan. Pengukuran variabel dalam penelitian
tersebut menyimpulkan belum terdapat izin hukum yang sah dari pemerintah
pusat, perlu evaluasi terhadap TK dari segi aspek produksi karena dilihat dari
tingginya jumlah permintaan terhadap olahan daging buah pala, dari segi aspek
finansial perlu dikelola lebih rinci pengeluaran, penerimaan dan keuntungan.
30
30
Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah pada komoditas yang
penelitian yaitu komoditas pala. Perbedaan penelitian yang akan dilakukan
dengan penelitian terdahulu adalah penggunaan metode peramalan (forcasting)
ARIMA sebagai pengukuran untuk melihat prospek pengembangan pala yang
dilihat dari tingkat ekspor biji pala dan produksi pala di Provinsi Lampung.
Selain menghitung kelayakan finansial pala, penelitian ini juga menghitung
kontribusi pendapatan petani pala terhadap pendapatan rumah tangga petani.
Secara rinci kajian penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel 4.
31
Tabel 4. Kajian penelitian terdahulu
No Judul Tujuan Metode Analisis Hasil
1. Prospek Pengembangan
Usaha Pala (Myristica
argentea ware) sebagai
alternatif kelola sosial
oleh PT.Arfak Indra di
Kabupaten Fakfak,
Papua Barat
(Hapsari,2012)
1. Melakukan pendugaan
potensi produksi pala.
2. Menentukan tingkat
kelayakan finansial
usaha pala pada
masyarakat sekitar PT.
Arfak Indra.
1. Analisis regresi
2. Analisis kriteria
investasi
1. Produksi rata-rata pala di Desa Kinam adalah 449,5 kg/ha
dan 461,8 kg/ha di Desa Kriawaswas dengan menggunakan
model penduga regresi nonlinear Y=a+bX+cX2.
2. Pengembangan usaha pala (Myristica argentea ware)
memiliki keuntungan rata-rata per tahun sebesar Rp
13.856.000/ha/th. Tingkat kelayakan finansial selama jangka
waktu umur proyek 100 tahun diperoleh NPV di Desa
Kinam sebesar Rp 200.528.000/ha, nilai B/C Rasio sebesar
2,7 serta nilai IRR sebesar 16%.
Sedangkan di Desa Kriawaswas nilai NPV adalah sebesar
Rp 222.328.000/ha, nilai BCR sebesar 3,2 serta nilai IRR
sebesar 18%. Usaha pala pada umur optimal rata-rata 88
tahun adalah dengan NPV sebesar Rp 200.642.000/ha di
Desa Kinam dan Rp 222.400.000/ha di Desa Kriawaswas.
2. Analisis Kelayakan
Usaha Komoditas Biji
Dan Fuli Pala Melalui
Penilaian Aspek
Finansial Pada Pedagang
Pengumpul “Kios
Chandra” di Pulau Siau
(Manope, 2014)
Mengetahui kelayakan
usaha komoditas biji dan
fuli pala melalui aspek
finansial pada Kios
Chandra di Pulau Siau
Metode analisis
Net Present Value
(NPV), Internal
Rate of Return
(IRR), Payback
Period (PP),
Average Rate of
Return dan
Profitability Index
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa usaha
komoditas biji dan fuli pala layak untuk dijalankan.
Pengukuran yang dilakukan terlihat dari nilai Net Present
Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Payback
Period (PP), Average Rate of Return dan Profitability Index
bahwa usaha ini layak dijalankan. Dengan kelayakan usaha
tersebut maka peluang investor dan pengusaha masih cukup
besar mendapatkan keuntungan dari menjalankan usaha
komoditas biji dan fuli pala.
32
Tabel 4. Kajian penelitian terdahulu (Lanjutan)
No Judul Tujuan Metode Analisis Hasil
3. Analisis Kelayakan
Finansial Budidaya
Intensif Tanaman Pala di
Kecamatan Gisting
Kabupaten Tanggamus
(Astanu, 2013)
Menganalisis kelayakan
finanial usahatani pala
intensif dan melihat
pengaruh kenaikan biaya
produksi, penurunan
produksi, penurunan harga
output terhadap kelayakan
finansial, serta
menganalisis kelayakan
aspek budidaya, aspek
teknis, dan aspek pasar
dari budidaya intensif
tanaman pala di
Kecamatan Gisting
Kabupaten Tanggamus.
Metode analisis B/C
Ratio, Net Present
Value (NPV),
Internal Rate of
Return (IRR), dan
Payback Period
(PP),
Usahatani pala intensif untuk rata-rata lahan 1 hektar secara
finansial usahatani pala intensif di Kecamatan Gisting
Kabupaten Tanggamus layak untuk diusahakan. Selain itu,
disimpulkan juga bahwa analisis laju kepekaan (sensitivitas)
usahatani pala intensif dengan asumsi kemungkinan biaya
naik 10% dengan penerimaan tetap tidak ada kriteria
investasi yang menunjukan laju kepekaan sensitif terhadap
perubahan akibat kenaikan biaya sebesar 10%.
Namun,usahatani pala intensif ini masih dalam keadaan
layak untuk diusahakan dan menguntungkan.
4. Nilai Ekonomi Tanaman
Pala di desa Kauditan
Kecamatan Kauditan
Kabupaten Minahasa
Utara. (Suluh, 2015)
Untuk menghitung nilai
ekonomi tanaman pala
dengan umur produktif
tanaman kisaran : 8 tahun
– 19 tahun ; 20 tahun – 30
tahun dan > 31 tahun.
Metode analisis
IRR, R/C, NPV,
dan payback period
Hasil penelitian menunjukan bahwa Usahatani pala pada umur
tanaman 8-19 tahun dengan rata-rata jumlah 90 pohon
produktif. Usahatani pala dapat dikatakan efisien dan layak
untuk dikembangkan dapat dilihat dari nilai R/C ratio > 1.
Rasio ini menggambarkan setiap Rp.1,00 pengeluaran
usahatani pala akan menghasilkan penerimaan Rp.5,43 untuk
umur tanaman 8-19, sedangkan untuk umur tanaman 20–30
tahun menghasilkan 4,29 dan untuk umur tanaman > 31 tahun
adalah 5,48 yang mengalami keuntungan.
33
Tabel 4. Kajian penelitian terdahulu (Lanjutan)
No Judul Tujuan Metode Analisis Hasil
5. Evaluasi Kelayakan
Usaha Pengolahan
Daging Buah Pala
(Studi Kasus
Pengolahan Daging
Buah Pala di Desa
Karegesan Kecamatan
Kauditan Kabupaten
Minahasa Utara)
(Supit, 2015)
Mengevaluasi layak
tidaknya usaha yang
dilakukan oleh Usaha
Pengolahan Pala di Desa
Karegesan
Metode analisis
Net Present Value
(NPV), Internal
Rate of Return
(IRR), B/C
Ratio
Berdasarkan hasil penelitian menyatakan bahwa belum
terdapat izin hukum yang sah dari pemerintah pusat apabila
dilihat dari aspek hukum, perlunya evaluasi terhadap tenaga
kerja dari segi aspek produksi karena dilihat dari tingginya
jumlah permintaan terhadap olahan daging buah pala, selain
itu dari segi aspek finansial perlu dikelola lebih rinci
pengeluaran, penerimaan dan keuntungan. Usaha ini layak
untuk dikembangkan, hal ini dapat dilihat dari hasil analisis
kelayakan investasi dengan nilai NPV sebesar
1.427.565.679,00, IRR 0,93 dan Net B/C Ratio 33,86 usaha
ini layak untuk dilanjutkan karena telah memenuhi kriteria
analisis tersebut.
6. Analisis Karakteristik
Lahan dan Mutu Biji
Pala (Myristica fragrans
Houtt) Daerah Lampung.
(Hafif, 2017)
1. Mengkaji prospek
pengembangan
tanaman pala
berdasarkan analisis
karakteristik lahan dan
mutu produksi pala di
Daerah Tanggamus
Provinsi Lampung
Metode survey
untuk
mengkarakterisasi
lahan dan
keragaman
tanaman pala,
Lahan yang sesuai di daerah Tanggamus untuk ditanami pala
adalah bagian barat. Salah satu faktor pendukungnya adalah
ketersedia air sepanjang tahun. Produksi pala berpotensi
ditingkatkn lagi melalui perbaikan teknologi budidaya.
Potensi lain yaitu berat jenis (BJ), indeks bias, putaran optic,
sifat kimia seperti miristisin, α-pinen, sabinen yang telah
memenuhi SNI. Kandungan α-pinen minyak atsiri biji pala
Tanggamus juga terindikasi lebih baik dibandingkan pala
daerah lain di Indonesia.
34
Tabel 4. Kajian penelitian terdahulu (Lanjutan)
No. Judul Tujuan Metode Analisis Hasil
7
Strategi dan Prospek
Pengembangan Industri
Produk Olahan Minyak
Pala Dalam Rangka
Pemberdayaan
Masyarakat di
Kabupaten Bogor.
(Lusianah, 2010)
1. Menganalisis kelayakan
dan potensi usaha
pengembangan industri
produk olahan minyak
pala di Kabupaten
Bogor.
2. Merumuskan strategi
pengembangan industri
produk olahan minyak
pala di Kabupaten
Bogor.
Metode analisis
NPV,IRR, Net B/C
ratio, dan payback
period serta
Analisis SWOT
Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi dan prospek
pengembangan industri produk olahan minyak pala
memungkinkan untuk dikembangkan, khususnya bagi
pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Bogor dengan
memperhatikan analisis kelayakan pasar dengan kriteria
peluang pasar (kebutuhan konsumen akan produk kosmetik
dan sisi persaingan) analisis aspek teknologi dengan kriteria
manajemen teknologi dan ketersediaan infrastruktur; analisis
aspek SDM dengan kriteria penyerapan tenaga kerja produktif
dan peningkatan mutu SDM; dan layak secara finansial.
8. Prospek Pengembangan
Pala (Myristica
fragranss Houtt) di
Hutan Rakyat.
(Fauziyah, 2015)
Untuk mengetahui
prospek pengembangan
pala di lahan hutan rakyat
Metode analisis
dekriptif
Pala memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan di
hutan rakyat karena terdapat faktor-faktor yang mendukung
pengembangannya, yaitu : secara fisik memiliki kesesuaian
dengan pertumbuhan tanaman pala, secara sosial dapat
diterima oleh masyarakat, secara ekonomi memiliki harga
yang cukup tinggi dan stabil, kondisi pemasaran baik buah
maupun bibitnya sangat mudah, dan perhatian pemerintah
terhadap pengembangan pala pada tingkat produksi hingga
pengolahan pasca panen cukup besar.
Namun demikian, masih diperlukan upaya dari berbagai pihak
baik pada tingkat produksi maupun pasca panen agar pala di
Desa Kemawi dapat memenuhi kebutuhan dalam skala yang
lebih besar dan dapat berkontribusi lebih banyak dalam
peningkatan pendapatan petani.
35
Tabel 4. Kajian penelitian terdahulu (Lanjutan)
No Judul Tujuan Metode Analisis Hasil
9. Studi Kelayakan Usaha
Penyulingan Minyak
Pala (Myristica Fragrant
Houtt) dan Strategi
Pengembangannya
(Studi Kasus Pada UD.
Bintang Tiur di Desa
Hukurila Kecamatan
Letitimur Selatan Kota
Ambon). (Diasz, 2013)
1. Menganalisis kelayakan
agroindustri minyak
pala di UD. Bintang
Timur,
2. Merancang strategi
pengembangan
agroindustri minyak
pala di UD. Bintang
Timur
Metode analisis
kelayakan usaha
dan analisis SWOT
Penelitian kelayakan finanasial dan non finansial layak
diusahakan. Hal ini dapat dilihat dari kondisi pasar dan
keberadaan pesaing yang tidak mengancam posisi perusahaan,
analisis jabatan dan klasifikasi tenaga kerja yang baik, aspek
teknis dan teknologis yang sesuai standar. Pada analisis
sensitivitas didapat hasil bahwa perusahaan memiliki
sensitivitas yang tinggi terhaap penurunan harga jual produk.
Pada hasil analisis SWOT dirumuskan beberapa alternatif
strategi yaitu pengembangan usaha minyak pala dengan
diversifikasi produk, meningkatkan volume penjualan,
menjalin kerjasama dengan lembaga penyedia kredit,
memperluas jaringan pemasaran, menjaga kualitas produk dan
membangun hubungan baik dengan petani pala.
10. Pengembangan
Usahatani Pala
(Myristicaa fragrans)
dan Usaha Peningkatan
Nilai Tambah Melalui
Pemasaran dengan
Pembentukan Kelompok
Usaha. (Larasati, 2008)
1. Memberikan
pemahaman akan
pentingnya nilai tambah
komoditi pala
2. Membantu petani dalam
merumuskan strategi
pemasaran produk pala
Metode analisis
kelayakan finansial
(B/C Ratio, R/C
Ratio, Net Present
Value, Internal
Rate of Return,
Payback Periode).
Hasil penelitian yang telah dilakukan menyimpulkan bahwa
pemahaman akan pentingnya nilai tambah komoditi pala telah
disampaikan kepada pengrajin manisan pala di Desa Dramaga.
Pelatihan juga dilakukan dengan membuat produk olahan pala
selain manisan pala, yaitu sirup pala, dan pembuatan contoh
merek. Pengrajin pala Desa Dramaga hanya mengusahakan
usaha manisan pala. Mereka belum pernah memasarkan
produk olahan pala selain manisan pala
36
36
C. Kerangka Pemikiran
Usahatani merupakan salah satu kegiatan proses produksi dengan memasukkan input
produksi dan menghasilkan output pertanian. Pengelolaan usahatani yang dilakukan
oleh rakyat merupakan serangkaian kegiatan yang meliputi pembelian (input) faktor
produksi, proses produksi dan pemeliharaan hingga menghasilkan (output) berupa pala
segar. Penggunaan (input) dalam usahatani pala diantaranya yaitu berupa bibit,
pestisida, pupuk, tenaga kerja, lahan, alat-alat pertanian dan lain lain.
Kabupaten Tanggamus sebagai sentra produksi pala di Provinsi Lampung memiliki
salah satu kecamatan yang mayoritas masyarakatnya melakukan budidaya pala yaitu
Kecamatan Gisting. Namun, mayoritas budidaya pala yang dilakukan dengan pola
tanam tumpangsari dengan tanaman lain. Tanaman lain yang diusahakan dengan
tanaman pala yaitu kakao, kelapa, dan pisang. Sedikitnya petani pala yang
mengusahakan tanaman pala sebagai tanaman utama disebabkan adanya pertimbangan
petani terhadap masa tunggu tanaman hingga menghasilkan yang cukup lama yakni
lima tahun hingga tujuh tahun.
Upaya untuk mengetahui kegiatan usahatani pala menguntungkan atau tidak maka
dilakukan suatu analisis usaha. Analisis tersebut dilakukan dengan mengukur besarnya
penerimaan dan biaya total yang dikeluarkan petani di lahan mereka. Kelayakan
finansial komoditas pala dapat diketahui dengan menggunakan beberapa analisis yaitu
analisis finansial meliputi Gross Benefit-Cost Ratio (Gross B/C Ratio), Net Benefit-Cost
Ratio (Net B/C Ratio), Net Present Value (NPV), dan Internal Rate of Return (IRR), dan
Payback Period (PP), serta analisis sensitivitas (Sensitivity Analysis). Penggunaan
analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui dampak perubahan yang terjadi pada
37
37
kelayakan usaha. Kelayakan usaha dapat tercapai dan memiliki prospek pengembangan
usaha yang baik bila kriteria-kriteria analisis tersebut dapat terpenuhi. Analisis-analisis
tersebut dilakukan untuk mengetahui apakah usahatani pala di Kecamatan Gisting
Kabupaten Tanggamus apakah layak atau tidak layak untuk diusahakan.
Harga jual pala menentukan besar kecilnya penerimaan usahatani pala yang dilakukan
petani. Penerimaan usahatani tersebut yang nantinya untuk menghitung besarnya
pendapatan usahatani pala dengan cara mengurangi dengan biaya produksinya.
Penerimaan yang diperoleh dikurangkan dengan biaya total produksi pala baik dengan
pola tanam monokultur ataupun tumpangsari memberikan pendapatan usahatani pala
yang diterima.
Pendapatan usahatani selain pala dan di luar usahatani memberikan kontribusi dalam
pendapatan rumah tangga petani pala, karena pendapatan tumah tangga petani tidak
hanya berasal dari usahatani pala namun juga diperoleh dari sumber pendapatan lain.
Selain bersumber dari usahatani (on farm), pendapatan masyarakat bersumber dari luar
usahatani yang masih berkaitan dengan kegiatan pertanian (off farm), dan pendapatan
dari luar kegiatan pertanian (non farm). Tujuan dari setiap usahatani tersebut adalah
untuk memperoleh keuntungan atas biaya yang telah dikelurakan selama proses
produksi berlangsung.
Pengembangan pada sektor tanaman perkebunan merupakan usaha yang bertujuan
untuk meningkatkan pendapatan petani. Pala merupakan salah satu tanaman
perkebunan yang saat ini banyak dibudidayakan oleh petani. Budidaya pala telah lama
dikenal oleh masyarakat karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Namun sampai
saat ini masih sedikit petani yang mengusahakan budidaya pala secara monokultur
38
38
Prospek pengembangan usahatani pala yang dilakukan melihat kesempatan
mengembangkan usahatani pala di masa mendatang. Prospek pengembangan melihat
dari tingkat produksi pala pala dan ekspor biji pala di Provinsi Lampung. Kelayakan
suatu usaha dapat dikatakan berhasil dan memiliki prospek yang baik apabila setelah
dilakukan analisis hasil yang ditunjukkan layak dan menunjukkan tingkat
perkembangan ke arah positif, maka usaha tersebut baik untuk dilanjutkan dan
dikembangkan.
39
39
Gambar 2. Diagram alir analisis kelayakan finansial dan prospek pengembangan pala
rakyat di Provinsi Lampung
Harga
Penerimaan
Usahatani Pala
Usahatani
Pala
Input
Produksi
Proses
Produksi
Produksi
Pala
Harga
Total Biaya
Input
Pendapatan
Usahatani
(On farm)
Pendapatan dari
luar usahatani
(Off farm)
Pendapatan dari
luar pertanian
(Non farm)
Pendapatan
Rumah
Tangga
Prospek Pengembangan
Usahatani Pala
- Ekspor Biji Pala
- Produksi Pala
Peramalan (Forecasting)
Analisis Kelayakan Finansial
NPV, Net B/C Ratio, Gross B/C
Ratio, IRR, PP, dan Analisis
Sensitivitas
Layak Tidak
Layak
40
40
III. METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Metode
survei adalah penelitian yang dilakukan pada jumlah populasi besar dengan hanya
mengambil sebagian sampel yang terdapat dalam populasi tersebut. Unit analisa
yang digunakan dalam penelitian ini adalah petani yang melakukan usahatani pala
di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus.
Sebelum dilakukan penelitian, perlu dilakukan beberapa hal antara lain : konsep
dasar dan definisi operasional, lokasi, responden, dan waktu penelitian, jenis dan
metode pengambilan data, serta metode yang digunakan untuk menganalisis data.
Secara lebih rinci hal-hal diuraikan sebagai berikut.
A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional
Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk
mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis data
yang berhubungan dengan penelitian. Dengan membaca definisi operasional
dalam suatu penelitian seseorang dapat mengetahui pengukuran suatu variabel
(Singarimbun, 2009). Konsep ini memperjelas dan menghindari kerancauan
mengenai pengertian istilah-istilah dalam penelitian ini, maka dibuat konsep dasar
dan definisi operasional sebagai berikut :
41
41
Usahatani pala adalah suatu kegiatan produksi yang menghasilkan output berupa
pala segar atau biji pala.
Input produksi adalah faktor-faktor produksi dan sumberdaya lainnya yang
digunakan untuk menghasilakan produksi pala. Input berupa lahan, bibit pala,
alat-alat pertanian, pupuk dan pestisida, serta tenaga kerja.
Proses produksi merupakan suatu proses berinteraksinya berbagai faktor produksi
untuk menghasilkan output dalam jumlah tertentu.
Produksi pala (output) adalah jumlah hasil dari pertanaman pala selama panen
dalam siklusnya (enam bulan satu kali dari berbunga), yang terdiri dari tiga bagian
buah (biji, fuli, dan daging buah) dipanen dan di ukur dalam kilogram (kg).
Fuli adalah selaput merah bagian dari buah pala yang menyelimuti biji pala,
diukur dalam kilogram (kg).
Biji pala adalah bagian dari buah pala yang berbentuk bulat memanjang dan
berwarna kecoklatan, diukur dalam kilogram (kg).
Luas lahan pala adalah areal atau tempat yang digunakan untuk melakukan
usahatani pala di atas sebidang tanah, diukur dalam satuan hektar (ha).
Pengalaman berusahatani pala adalah lamanya petani yang mengusahakan
tanaman pala sampai dilakukan penelitian yang diukur dalam satuan tahun (thn).
Tenaga kerja adalah banyaknya tenaga kerja yang digunakan dalam proses
produksi dari pengolahan sampai pascapanen dalam usahatani, dinyatakan dalam
hari kerja pria (HKP).
42
42
Tenaga keja dalam keluarga adalah Tenaga kerja yang bersumber dari dalam
petani yakni kepala keluarga beserta isteri dan anak, dinyatakan dalam hari kerja
pria (HKP).
Tenaga kerja luar keluarga adalah Tenaga kerja yang berasal dari luar keluarga
yang dibayar dengan tingkat upah yang berlaku dalam satu hari kerja, dinyatakan
dalam hari kerja pria (HKP).
Jumlah tenaga kerja adalah banyaknya tenaga kerja yang digunakan dalam proses
produksi selama musim tanam, dinyatakan dalam hari kerja pria (HKP).
Jumlah hari kerja adalah jumlah hari yang dihabiskan petani atau tenaga kerja
untuk bekerja dalam suatu kegiatan, dinyatakan dalam satuan hari.
Jumlah jam kerja adalah jumlah waktu yang dihabiskan petani atau tenaga kerja
untuk bekerja selama sehari, dinyatakan dalam satuan jam/hari.
Standar jam kerja adalah standar waktu kerja petani tau tenaga kerja dalam satu
hari, dinyatakan dalam 8jam/hari.
Harga jual pala adalah sejumlah uang yang dapat menjadi ukuran nilai pala yang
diperjualbelikan di ukur dalam satuan rupiah (Rp)
Harga bibit adalah jumlah uang yang dikeluarkan petani untuk membeli bibit pala
perbatangnya, satuan rupiah per batang (Rp/batang).
Harga pupuk adalah jumlah uang yang dikeluarkan petani untuk membeli pupuk
guna keperluan usahatani, diukur dalam rupiah per kilogram (Rp/kg).
43
43
Biaya obat-obatan adalah jumlah uang yang dikeluarkan petani untuk membeli
obat-obatan, diukur dalam satuan rupiah per liter (Rp/liter).
Biaya tenaga kerja adalah biaya yang dikeluarkan petani selama satu periode
untuk membayar tenaga kerja (Rp/thn).
Upah rata -rata tenaga kerja adalah biaya upah yang dikeluarkan petani untuk
tenaga kerja per satu hari orang kerja (HOK), yang diukur dalam satuan rupiah per
hari orang kerja (Rp/HOK).
Umur ekonomis alat adalah jumlah tahun alat selama digunakan, terhitung sejak
tahun pembelian sampai alat tersebut tidak dapat digunakan lagi, diukur dalam
satuan tahun (tahun).
Biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan untuk keperluan investasi usahatani
pala dalam jangka waktu tertentu yang dikeluarkan sebagai asset untuk memulai
usahatani pala diukur dalam satuan rupiah (Rp).
Biaya operasional adalah biaya yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan-
kegiatan dalam suatu proses produksi dan memiliki sifat habis pakai dalam kurun
waktu yang singkat dan diukur dalam satuan rupiah (Rp).
Biaya variabel adalah sejumlah uang yang dikeluarkan dalam usahatani yang
besar kecilnya tergantung dari skala produksi, diukur dalam satuan rupiah (Rp).
Biaya tetap adalah sejumlah uang yang dikeluarkan dalam usahatani pala yang
tetap jumlahnya dan tidak tergantung pada skala produksi, diukur dalam satuan
rupiah (Rp).
44
44
Biaya total produksi usahatani adalah jumlah seluruh biaya yang dikeluarkan
untuk usahatani pala selama satu priode yang merupakan penjumlahan dari biaya
tetap dan biaya variabel, di ukur dalam satuan rupiah (Rp).
Penerimaan usahatani adalah jumlah nilai yang di terima oleh petani dari hasil
perhitungan dengan mengalikan jumlah produksi dengan harga jual pala, di ukur
dalam satuan rupiah (Rp) per tahun.
Pendapatan on farm adalah pendapatan yang berasal dari kegiatan usahatani
pala maupun kegiatan usahatani selain pala, yang diukur dalam satuan nilai
rupiah per tahun (Rp/th).
Pendapatan off farm adalah pedapatan yang diperolehh petani dari luar
usahatani yang dimiliki namun masih berhubungan dengan sektor pertanian,
meliputi buruh tani, pedagang pengepul, dan penjual bibit, yang diukur dalam
satuan nilai rupiah per tahun (Rp/th).
Pendapatan non farm adalah pendapatan yang berasal dari luar pertanian,
meliputi buruh non pertanian dan wiraswasta, yang diukur dalam satuan nilai
rupiah per tahun (Rp/th).
Pendapatan rumah tangga adalah hasil penjumlahan dari pendapatan usahatani
(on farm) dengan pendapatan dari luar usahatani (off farm) dan pendapatan dari
luar petanian (non farm), diukur dengan satuan nilai rupiah per tahun (Rp/th).
Analisis finansial adalah analisis yang didasarkan pada perbandingan atas rasio
manfaat (benefit) dan biaya (cost) yang dikeluarkan selama umur ekonomis
investasi bangunan dan atau alat, diperhitungkan untuk melihat layak atau tidak.
45
45
Compounding factor (cf) adalah suatu bilangan yang nilainya lebih kecil dari satu,
dapat digunakan untuk mengalikan atau menambahkan suatu nilai diwaktu yang
telah lampau sehingga dapat diketahui nilainya pada saat ini.
Discount factor (df) adalah suatu bilangan yang lebih kecil dari satu yang dapat
dipakai untuk mengalikan atau mengurangi suatu jumlah di waktu yang akan
datang sehingga dapat diketahui berapa nilainya saat ini, diukur dalam persen (%).
B/C rasio adalah rasio antara manfaat bersih yang bernilai positif dengan manfaat
bersih yang bersifat negatif.
Net Present Value (NPV) merupakan selisih nilai sekarang dari besarnya
penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan dari suatu proyek yang dihitung pada
tingkat suku bunga tertentu.
Net B/C Rasio merupakan perbandingan antara NPV positif dan NPV negatif yang
dapat menunjukkan besarnya manfaat yang diperoleh dari penggunaan biaya dan
investasi.
Gross B/C Rasio merupakan perbandingan antara besarnya manfaat yang diterima
dalam suatu proyek berdasarkan besar biaya yang telah dikeluarkan.
Payback periode (PP) menunjukkan kemampuan proyek dalam pengembalian atas
modal investasi dari keuntungan proyek.
Internal Rate of Return (IRR) sebagai alat ukur kemampuan proyek dalam
pengembalian bunga pinjaman dari lembaga internal proyek.
46
46
Analisis sensitivitas adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui apa yang
terjadi dengan hasil analisis proyek jika ada suatu kesalahan atau perubahan dalam
dasar perhitungan biaya dan manfaat.
Prospek pengembangan adalah kesempatan untuk mengembangkan usaha di masa
mendatang.
Ekspor biji pala adalah sebagai pengiriman dan penjualan komoditas biji pala ke
negara-negara lain, diukur dalam satuan ton.
B. Lokasi, Responden dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus.
Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan
bahwa Kabupaten Tanggamus merupakan sentra penghasil produksi pala terbesar
di Provinsi Lampung. Kecamatan Gisting merupakan sentra penghasil komoditas
pala yang memiliki jumlah luasan 26 hektar tanaman menghasilkan (TM) lebih
luas dibandingkan dengan kecamatan lainnya di Kabupaten Tanggamus.
Kecamatan Gisting terdiri dari sembilan pekon/desa dengan beberapa kecamatan
telah membudidayakan tanaman pala. Berdasarkan saran dari pihak Dinas
Perkebunan Kabupaten Tanggamus, pekon yang dipilih menjadi lokasi penelitian
adalah Pekon Gisting Atas dan Pekon Campang. Hal tersebut dikarenakan dua
perkembangan budidaya tanaman pala yang baik.
Populasi petani pala di Pekon Gisting Atas sebanyak 120 petani dan populasi
petani pala di Pekon Campang sebanyak 157 petani dengan total keseluruan
47
47
adalah 277 petani. Pengambilan sampel petani pada penelitian ini ditentukan
menggunakan rumus yang merujuk pada teori Stephen Issac danWilliam
B.Michael (1981) yaitu:
2S
2Z
2Nd
2S
2NZ
n ……………...…………………………………………………….(12)
Keterangan :
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
S² = Variasi sampel (1% = 0,1)
Z = Tingkat kepercayaan (90% = 1,645)
d = Derajat penyimpangan (1% = 0,1)
Perhitungan jumlah sampel petani untuk komoditas pala adalah sebagai berikut :
27,080,11,6450,1 277
0,11,645 277n
222
2
Berdasarkan perhitungan diperoleh hasil sebesar 27,08 responden. Jumlah sampel
petani pala tersebut kemudian dibulatkan menjadi 30 orang. Menurut Roscoe
(1975) ukuran sampel yang layak dalam penelitian yakni antara 30 sampai dengan
500. Oleh sebab itu, penelitian ini membulatkan jumlah sampel yang dihitung
menjadi 30 petani pala. Alokasi proporsi sampel untuk ke dua pekon ditentukan
dengan rumus sebagai berikut:
Nab
nab x Nana …………………………………………………………………(13)
Keterangan :
na = Jumlah sampel per desa
nab = Jumlah sampel keseluruhan
Na = Jumlah petani per desa
Nab = Jumlah populasi keseluruhan
48
48
Sehingga diperoleh sampel petani sebagai berikut:
12,99277
30 x 120Atas GistingPekon na
17,00277
30 x 157CampangPekon na
Berdasarkan perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa sampel petani pala di
Pekon Gisting Atas adalah 12,99 yang kemudian dibulatkan menjadi 13 orang,
dan di Pekon Campang adalah 17,00 yang kemudian dibulatkan menjadi 17 orang.
Sehingga jumlah responden petani pala secara keseluruhan berjumlah 30 orang
Responden kemudian dipilih secara acak sederhana (simple random sampling).
C. Jenis dan Metode Pengambilan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.
Data primer diperoleh dari petani pala melalui teknik wawancara dengan
menggunakan kuisioner (draft pertanyaan) yang telah dipersiapkan yang
digunakan pada analisis kelayakan finansial, serta di dukung dengan data
sekunder melalui lembaga atau dinas terkait. Prospek pengembangan usahatani
pala di Provinsi Lampung hanya menggunakan data sekunder yang diperoleh dari
Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, Dinas Perdagangan dan Perindustrian
Provinsi Lampung dengan kurun waktu 10 tahun terakhir.
D. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
deskriptif kuantitatif. Analisis kuantitatif digunakan untuk mengetahui kelayakan
49
49
finansial usahatani pala, besarnya kontribusi pendapatan usahatani pala terhadap
pendapatan rumah tangga petani dengan menggunakan data primer. Untuk
mengetahui prospek pengembangan pala dilihat dari tingkat produksi pala dan
volume ekspor biji pala di Provinsi Lampung terbentuk berdasarkan data sekunder dan
informasi yang terkait.
1. Analisis Kelayakan Finansial
Analisis kuantitatif digunakan untuk menjawab tujuan penelitian pertama.
Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi umur ekonomis pala
yang akan diteliti adalah 25 tahun. Menurut Kadariah (2001) apabila suatu
proyek memiliki umur ekonomis diatas 25 tahun, maka dapat dianggap hanya
sampai umur 25 tahun, dikarenakan jika manfaat proyek setelah umur 25
tahun di discount kan menggunakan suku bunga diskonto di atas 10 persen
akan menghasilkan penerimaan sekarang (present value) yang kecil.
Tahun pertama dijadikan tahun awal pembudidayaan (penanaman investasi).
Produksi yang digunakan yakni produksi rata-rata masing-masing tahun yakni
pada usia tanaman 5 tahun hingga 18 tahun. Pada usia tanaman pala 19 tahun
hingga 25 tahun, produksi pala yang digunakan menggunakan peramalan
(forcasting). Peramalan yang dilakukan menggunakan trend kuadratik
dengan fungsi kuadratik yang diperoleh yaitu y = 99,51 + 11,15 x – 0,32 x2.
Fungsi kuadratik yang di peroleh tersebut digunakan untuk melakukan
peramalan produksi pala usia tanaman 19 tahun hingga 25 tahun.
Tingkat suku bunga yang digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat suku
bunga Bank BRI sebesar 9 persen. Tingkat suku bunga tersebut merupakan
50
50
Kredit Usaha Mikro, dikarenakan usaha pala yang dijalankan masih berskala
kecil dan sebagian besar petani pala melakukan peminjaman di Bank BRI
setempat. Untuk mengetahui nilai manfaat di masa lampau dan masa depan
yang dapat mengetahui usaha tersebut layak atau tidak, analisis kelayakan
menggunakan compound factor (cf) dan discount factor (df). Compound
factor (cf) digunakan untuk mengetahui nilai manfaat di masa lampau dengan
menggunakan data produksi pala pada tahun 5 hingga tahun 18. Discount
factor (df) digunakan untuk mengetahui nilai manfaat di masa depan dengan
menggunakan hasil peramalan produksi pala pada tahun 19 hingga tahun 25.
a. Kriteria – kriteria kelayakan finansial
Analisis kelayakan finansial dinilai berdasarkan beberapa kriteria investasi.
Analisis finansial terdiri dari analisis Gross Benefit-Cost Ratio (Gross B/C
ratio), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C Ratio), Net Present Value (NPV),
Internal Rate of Return (IRR) dan Payback Period (PP).
a) Net Present Value (NPV)
Net Present Value dari suatu proyek merupakan nilai sekarang dari selisih
antara benefit dengan cost pada discount rate tertentu. Net Present Value
menunjukkan kelebihan benefit dibandingan cost. Secara matematis Net
Present Value (NPV) dapat dirumuskan sebagai:
n
1t tt)(1
CtBtNPV ……………….…………………………………………....(14)
51
51
Keterangan :
Bt = benefit tahun ke t
Ct = cost tahun ke t
i = suku bunga (9%)
n = waktu umur proyek (tahun)
Indikator kelayakan NPV antara lain yaitu:
1) Jika NPV lebih dari nol maka investasi layak dilaksanakan
2) Jika NPV kurang dari nol maka investasi tidak layak untuk dilaksanakan
b) Net Benefit Cost Rasio (Net B/C)
Perbandingan antara jumlah NPV positif dengan jumlah NPV negatif. Hal
ini menunjukkan bahwa besarnya benefit berapa kali besarnya biaya dan
investasi untuk memperoleh suatu manfaat. Perhitungan Net B/C rasio
menurut Kadariah (2001):
......(15)n
0tt
i)(1BtCt
n
0tt
i)(1CtBt
B/CNet …………………......…………………………
Keterangan :
Bt = manfaat (benefit) pada tahun ke-i
Ct = biaya (cost) pada tahun ke-i
n = umur proyek(tahun)
t = tahun ke 1,2,3 dst
i = suku bunga (9%)
Indikator kelayakan Net Benefit Cost Rasio (Net B/C) yaitu:
1) Jika Net Benefit Cost Rasio (Net B/C) lebih dari satu maka proyek layak
dilaksanakan
2) Jika Net Benefit Cost Rasio (Net B/C) kurang dari satu maka proyek
tersebut tidak layak untuk dlaksanakan.
52
52
c) Gross Benefit Cost Rasio (Gross B/C)
Penerapan analisis B/C rasio diperlukan untuk melihat sejauhmana
perbandingan antara nilai manfaat terhadap biaya. Persamaan Gross Benefit
Cost Rasio (Gross B/C) yaitu sebagai berikut :
ti)(1
Ct
ti)(1
Bt
B/C Gross ……………………………………………………....(16)
Keterangan :
Bt = manfaat (benefit) pada tahun ke-i
Ct = biaya (cost) pada tahun ke-i
i = suku bunga (9%)
t = tahun ke 1,2,3 dst
Indikator kelayakan Gross Benefit Cost Rasio (Gross B/C) yaitu:
1) Jika Gross Benefit Cost Rasio (Gross B/C) lebih dari satu maka proyek
layak dilaksanakan.
2) Jika Gross Benefit Cost Rasio (Gross B/C) kurang dari satu maka proyek
tersebut tidak layak untuk dilaksanakan.
d) Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return (IRR) digunakan untuk mengetahui kemampuan
proyek dalam pengembalian bunga pinjaman dari lembaga internal keuangan
yang membiayai proyek tersebut. IRR menyamakan nilai sekarang dari arus
kas yang diharapkan di masa mendatang, atau penerimaan kas, dengan
mengeluarkan investasi awal. Perhitungan Internal Rate of Return (IRR)
yaitu sebagai berikut:
1i
2i
2NPV
1NPV
1NPV
1iIRR ……...……………………………..…...(17)
53
53
Keterangan:
NPV1 = net present value bernilai positif
NPV2 = net present value bernilai negatif
i1 = tingkat suku bunga pada saat NPV bernilai positif
i2 = tingkat suku bunga pada saat NPV bernilai negatif
Indikator kelayakan Internal Rate of Return (IRR) yaitu:
1) Jika (IRR > tingkat suku bunga yang berlaku) maka proyek akan
memberikan keuntungan jika dilaksanakan.
2) Jika (IRR< tingkat suku bunga yang berlaku) maka proyek tersebut tidak
memberikan keuntungan tapi menyebabkan kerugian untuk dilaksanakan.
e) Payback Periode (PP)
Payback Periode (PP) menurut Umar (2005) merupakan jangka waktu
pengembalian modal investasi yang akan dibayarkan melalui keuntungan
yang diperoleh proyek tersebut. Semakin cepat waktu pengembalian
semakin baik untuk diusahakan. Perhitungan PP adalah sebagai berikut:
n tahu1 x bc
banPP ………………………...…………………………...….(18)
Keterangan:
n = Tahun terakhir jumlah arus kas yang belum bisa menutupi
investasi mula-mula
a = Investasi mula-mula
b = Arus kas kumulatif tahun ke-n
c = Arus kas kumulatif tahun ke n + 1
Indikator kelayakan Payback Periode (PP) yaitu:
1) Jika Payback period lebih pendek dari umur ekonomis usaha, maka
proyek tersebut layak untuk dijalankan
2) Jika Payback period lebih lama dari umur ekonomis usaha,maka proyek
tersebut tidak layak untuk dijalankan
54
54
b. Analisis sensitivitas
Analisis sensitivitas adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui apa
yang terjadi dengan hasil analisis proyek jika terdapat suatu perubahan dalam
perhitungan biaya dan manfaat. Pengukuran analisis sensitivitas dilakukan
dengan metode kuantitatif. Pengukuran analisis sensitivitas didasarkan pada
adanya kenaikan biaya produksi dan penurunan produksi sebagai berikut:
a) Usahatani pala dihadapkan pada risiko produksi yakni penyakit busuk
buah yang menyebabkan kerontokan buah. Rata-rata penurunan produksi
yang dialami oleh petani pala sebesar 25 persen, sehingga penelitian ini
diasumsikan adanya penurunan produksi pala sebesar 25 persen per tahun.
b) Peningkatan biaya produksi diakibatkan karena adanya pengaruh inflasi
yang menyebabkan biaya-biaya ikut meningkat. Berdasarkan rata-rata
tingkat inflasi terbesar pada tahun 2016 kenaikan biaya produksi
diperkirakan naik sebesar 4,45 persen, sehingga penelitian ini
mengasumsikan adanya kenaikan biaya produksi sebesar 4,45 persen.
Perubahan biaya dan produksi pala yang menyebabkan NPV, Gross B/C, Net
B/C, IRR dan Payback Periode menjadi tidak layak, maka mengakibatkan
usahatani tersebut menjadi tidak layak pada titik tersebut. Menghitung
analisis laju kepekaan dapat dirumuskan secara sistematis sebagai berikut :
100% x Y
2Y
1Y
100% x X
2X
1X
kepekaanLaju ………………………………………….....(19)
55
55
Keterangan :
X1 = NPV/IRR/Net B/C ratio setelah terjadi perubahan
X0 = NPV/IRR/Net B/C ratio sebelum terjadi perubahan
X = rata-rata perubahan NPV/IRR/Net B/C ratio
Y1 = harga jual/biaya produksi/produksi setelah terjadi perubahan
Y2 = harga jual/biaya produksi/produksi sebelum terjadi perubahan
Y = rata-rata perubahan harga jual/biaya produksi/produksi
2. Kontribusi Pendapatan Usahatani Pala Terhadap Pendapatan Rumah
Tangga Petani Pala
Metode analisis kuantitatif digunakan untuk menjawab tujuan kedua.
Pendapatan rumah tangga petani diperoleh dengan cara menjumlahkan dari
seluruh sumber pendapatan keluarga yang berasal dari on farm, off farm,
dan non farm. Untuk mengetahui pendapatan rumah tangga petani
menggunakan rumus menurut Rodjak (2002) sebagai berikut :
Prt = P usahatani + P off farm + P non farm………………………….(20)
Keterangan:
Prt = Pendapatan rumah tangga petani per tahun
P usahatani = Pendapatan usahatani pala dan usahatani selain pala
P off farm = Pendapatan dari luar usahatani yang masih berkaitan
dengan kegiatan pertanian
P non farm = Pendapatan diluar pertanian
Pd = TR – TC …………………………………………………………(21)
Keterangan :
Pd = Pendapatan usahatani pala (Rp)
TR = Total penerimaan usahatani pala (Rp)
TC = Total biaya usahatani pala (Rp)
Kontribusi pendapatan usahatani pala dalam pendapatan rumah tangga
diperoleh dari hasil pembagian anatara pendapatan usahatani pala dengan
pendapatan rumah tangga dikali 100 persen.
56
56
3. Analisis Prospek Pengembangan Pala Rakyat di Provinsi Lampung
Metode analisis deskriptif kuantitatif digunakan untuk menjawab tujuan ke
tiga menggunakan metode peramalan (forcasting). Peramalan (forcasting)
didefinisikan sebagai alat atau teknik untuk memprediksi suatu nilai pada
masa yang akan datang dengan melihat data atau informasi yang relevan
masa lalu maupun data atau informasi saat ini.
Analisis prospek pengembangan pala di Provinsi Lampung dilihat dari
analisis peramalan tingkat produksi pala dan tingkat ekspor biji pala di
Provinsi Lampung. Proses peramalan menggunakan metode analisis time
series dengan menggunakan model ARIMA. Model ARIMA yakni model
yang memanfaatkan data masa lalu dan data sekarang untuk menghasilkan
peramalan jangka pendek yang akurat (Sugiarto, 2000). Metode ini terdiri
dari tiga tahap yaitu, tahap identifikasi awal pemasukan data deret waktu,
tahap ke dua parameter estimasi, dan tahap ke tiga peramalan (forcasting).
1) Identifikasi awal
Proses identifikasi awal yang dilakukan adalah melihat pola data dengan
melakukan uji stasioneritas data pada masing-masing data yakni produksi
pala dan volume ekspor biji pala di Provinsi Lampung. Uji stasioner data
yang dilakukan dengan menggunakan uji root test. Data yang telah diuji
menggunakan uji root test bersifat stasioner apabila nilai probabilitas Levin,
Lin & Chu t*. Selain itu dapat dilihat dari nilai probabilitas Fisher Chi-
square PP - Fisher Chi-square yang lebih kecil dari α 5 %.
57
57
Uji stasioner yang dilakukan pada data ekspor biji pala di Provinsi Lampung
bersifat stasioner pada 1st different. Pengujian stasioner awal menunjukkan
bahwa data ekspor biji pala tidak stasioner. Oleh karena itu dilakukan uji
stasioner pada tingkat selanjutnya yaitu pada tingkat 1st different. Pengujian
yang sama juga dilakukan pada data produksi pala di Provinsi Lampung.
Data produksi pala di Provinsi Lampung bersifat stasioner pada 1st different.
Kemudian dapat digunakan untuk melakukan penaksiran parameter (estimasi)
model terbaik peramalan.
2) Penaksiran parameter (estimasi)
Proses estimasi dilakukan dengan memasukkan berbagai model. Penaksiran
parameter data produksi pala dan volume ekspor biji pala dimasukkan
beberapa kemungkinan model dengan parameter p,d,q untuk mencari model
terbaik yang digunakan untuk peramalan. p menunjukan ordo atau derajat
autoregressive (AR), d adalah tingkat proses differencing yang dilihat pada
proses uji stasioner data, jika proses stasioner pada differencing 1st atau 2
nd
maka pada ordo d dituliskan angka 1 atau 2, serta q menunjukan derajat
moving average (MA), sehingga model dapat dituliskan ARIMA (p,d,q).
Pada uji stasioner data, data ekspor biji pala bersifat stasioner pada tingkat 1st
differencing, sehingga nilai d untuk model peramalan yakni 1 atau dapat
ditullis (p,1,q). Uji stasioner untuk data produksi pala di Provinsi Lampung
bersifat stasioner pada 1st differencing. Sehingga model peramalan untuk
produksi pala yakni (p,1,q) dengan kata lain nilai untuk d =1. Peramalan
parameter (estimasi) dilakukan sebagai perbandingan untuk mencari model
58
58
terbaik. Penaksiran parameter model terbaik untuk ekspor biji pala di
Provinsi Lampung memperoleh model beberapa model awal yaitu (2,1,0);
(1,1,2); (1,1,3); dan (0,1,4).
Percobaan model terbaik untuk produksi pala di Provinsi Lampung dilakukan
dalam beberapa kali percobaan dengan model penaksiran yaitu (0,1,2);
(0,1,3); (0,1,4); dan (1,1,5). Setelah memperoleh beberapa model estimasi
pada ekspor biji pala dan produksi pala di Provinsi Lampung, kemudian
dilihat dari beberapa kriteria untuk menentukan model terbaik yang akan
digunakan dalam peramalan. Model terbaik akan digunakan sebagai
peramalan (forcasting).
Kriteria pemilihan model terbaik yakni dengan melihat nilai Schwars
Criterion dan nilai Akaike Info Criterion (AIC) yang kecil, nilai Sum Squared
Resid (SSE) dan nilai Adjusted R Squared yang besar. Seluruh kriteria
tersebut dibandingkan dengan masing-masing model yang telah dilakukan
percobaan. Melihat beberapa kriteria penentuan model terbaik, didaptkan
model terbaik untuk peramalan ekspor biji pala di Provinsi Lampung adalah
(0,1,4), sedangkan untuk peramalan produksi pala di Provinsi Lampung
adalah (1,1,5).
3) Peramalan (forcasting)
Setelah mendapatkan model terbaik, maka langkah selanjutnya melakukan
peramalan (forcasting). Model terbaik ekspor biji pala di Provinsi Lampung
yang diperoleh adalah (0,1,4) dengan pesamaan Yt = 8,834 – 0,999 ut-4 + et.
Model terbaik produksi pala di Provinsi Lampung yang diperoleh adalah
59
59
(1,1,5) dengan persamaan Yt = 1,153 + 0,380 ut-1 – 0,999 ut-5.. Peramalan
produksi pala dan volume ekspor biji pala di Provini Lampung dilakukan
untuk 10 tahun mendatang. Hasil peramalan yang diperoleh dapat diketahui
laju perkembangan pada masing-masing aspek peramalan yakni laju
perkembangan produksi pala dan ekspor biji pala di Provinsi Lampung.
Peramalan yang dihasilkan untuk produksi pala dan volume ekspor biji pala
di Provinsi Lampung dapat melihat peluang pengembangan usahatani pala di
Provinsi Lampung di masa mendatang.
60
60
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
A. Gambaran Umum Provinsi Lampung
Provinsi Lampung lahir pada tanggal 18 Maret 1964 dengan ditetapkannya
Peraturan Pemerintah Nomor 3/1964 yang kemudian menjadi Undang-undang
Nomor 14 tahun 1964. Sebelum itu, Provinsi Lampung merupakan Karesidenan
yang bergabung dengan Provinsi Sumatera Selatan. Provinsi Lampung sebelum
tanggal 18 maret 1964 secara administratif masih merupakan bagian dari Provinsi
Sumatera Selatan, tetapi daerah ini jauh sebelum Indonesia merdeka telah
menunjukkan potensi yang sangat besar serta corak warna kebudayaan tersendiri
yang menjadi salah satu kekayaan adat budaya di Indonesia.
Dilihat dari sejarahnya, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 1964,
yang kemudian menjadi Undang-Undang Nomor 14 tahun 1964 Keresidenan
Lampung ditingkatkan menjadi Provinsi Lampung dengan ibukota Tanjungkarang
- Telukbetung. Selanjutnya Kotamadya Tanjungkarang – Telukbetung tersebut
berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 24 tahun 1983 telah diganti namanya
menjadi Kotamadya Bandar Lampung terhitung sejak tanggal 17 Juni 1983.
Secara administratif, saat ini Provinsi Lampung terdiri dari dua kota dan tiga belas
kabupaten dengan Bandar Lampung sebagai ibukota provinsi., yang selanjutnya
terdiri dari beberapa kecamatan dengan rincian yang dapt dilihat pada Tabel 5.
61
61
Tabel 5. Pembagian wilayah administrasi Provinsi Lampung
No Kabupaten/Kota Ibu Kota Kecamatan Desa/Kelurahan
1. Lampung Barat Liwa 15 136
2. Tanggamus Kota Agung 20 302
3. Lampung Selatan Kalianda 17 260
4. Lampung Tengah Gunung Sugih 24 264
5. Lampung Timur Sukadana 28 307
6. Lampung Utara Kotabumi 23 247
7. Way Kanan Belambangan Umpu 14 222
8. Tulang Bawang Menggala 15 151
9. Pesawaran Gedong Tataan 7 144
10. Pringsewu Pringgsewu 8 131
11. Mesuji Mesuji 7 75
12. Tulang Bawang Barat Penaragan Raya 8 80
13. Pesisir Barat Krui 11 118
14. Bandar Lampung Bandar Lampung 20 126
15. Metro Metro 5 22
Jumlah 225 2585
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2016
Luas wilayah Provinsi Lampung tercatat 3.462.380 hektar dengan Kabupaten
terluas yakni 532.503 hektar. Wilayah terkecil adalah Kota Metro dengan luas
wilayah hanya 6.179 hektar. Peta Provinsi Lampung menurut kabupaten/kota
dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Peta Provinsi Lampung
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2016
62
62
1. Kondisi Fisik Provinsi Lampung
Kawasan bagian barat Provinsi Lampung merupakan daerah pegunungan sebagai
rangkaian dari Bukit Barisan. Terdapat tiga buah gunung yang tingginya lebih
dari 2.000 m di atas permukaan laut, yaitu Gunung Pesagi di Kabupaten Lampung
Barat dengan ketinggian 2.239 m, Gunung Tanggamus dengan tinggi 2.102 m
terletak di Kabupaten Tanggamus dan Gunung Tangkit Tebak dengan tinggi
2.115 terletak di Kabupaten Lampung Utara.
Secara topografi Daerah Lampung dapat dibagi dalam lima unit topografi, yaitu
(1) daerah topografis berbukit sampai bergunung; (2) daerah topografis berombak
sampai bergelombang; (3) daerah dataran alluvial; (4) daerah dataran rawa pasang
surut; (5) daerah river basin. Punggung sebelah barat Lampung adalah bagian dari
Bukit Barisan yang merupakan geantiklinal dengan sinklinal yang terdapat di
sebelah timurnya. Punggung pegunungan dari zaman kapur (creteccus)
mengalami dekormas pada zaman Tertier terjadinya gejala-gejala patahan gaya
vertikal sehingga terjadi fenomena geologi seperti patahan semangka yang
panjang menyusuri Way Semangka dan Teluk Semangka, gunung-gunung api
yang berbentuk oval.
2. Keadaan Pertanian di Provinsi Lampung
Subsektor perkebunan terlihat mendominasi usaha pertanian di Provinsi
Lampung. Tercatat bahwa jumlah rumah tangga usaha pertanian terbanyak di
Provinsi Lampung adalah di subsektor perkebunan dan subsektor tanaman
pangan. Jumlah rumah tangga usaha pertanian subsektor perkebunan adalah
sebanyak 806.529 rumah tangga dan jumlah rumah tangga usaha pertanian
63
63
subsektor tanaman pangan adalah sebanyak 743.542 rumah tangga. Sensus
Pertanian (ST2013) yang dilakukan terhadap jumlah rumah tangga usaha
pertanian berdasarkan subsektor pertanian secara rinci dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Jumlah rumah tangga usaha pertanian menurut subsektor di Provinsi
Lampung
Rumah Tangga Usaha Pertanian
No Sektor/Subsektor 2003 2013 Pertumbuhan
(persen)
Sektor Pertanian 1.293.192 1.226.455 -5,16
Subsektor
1. Tanaman Pangan 799.331 743.542 -6,98
2. Hortikultura 730.906 419.448 -42,61
3. Perkebunan 770.893 806.529 4,62
4. Peternakan 803.781 555.238 -30,92
5. Perikanan 86.189 68.065 -21,03
Budidaya Ikan 42.834 51.558 20,37
Penangkapan Ikan 44.705 17.523 -60,80
6. Kehutanan 323.843 254.363 -21,45
7. Jasa Pertanian 109.560 50.231 -54,15
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2013
3. Perkembangan Luas Areal dan Produksi Perkebunan Pala
Provinsi Lampung telah mengambangkan usahatani pala guna meningkatkan
kontribusi sektor perkebunan terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi
Lampung. Luas areal perkebunan pala di Provinsi Lampung selama sepuluh
tahun terakhir (2006-2015) cenderung menunjukkan peningkatan dengan rata-rata
sebesar 34,89 persen per tahun. Penambahan luas areal lahan pala berbanding
lurus dengan produksi pala yang di hasilkan dengan rata-rata laju pertumbuhan
sebesar 12,75 persen per tahunnya. Perkembangan luas lahan pala dan produksi
pala di Provinsi Lampung dapat dilihat pada Tabel 7.
64
64
Tabel 7. Perkembangan luas lahan pala dan produksi pala di Provinsi Lampung
Tahun Luas Lahan (Ha)
Perkembangan
Luas Lahan
(persen)
Produksi (ton) Perkembangan
produksi (persen)
2006 128
41
2007 128 0,00 43 4,65
2008 140 8,57 46 6,52
2009 330 57,58 35 -31,43
2010 695 52,52 35 0,00
2011 736 5,57 48 27,08
2012 736 0,00 48 0,00
2013 639 -15,18 55 12,73
2014 668 4,34 65 15,38
2015 1.346 50,37 102 36,27
Total 5.546,00 164,00 518,00 71,00
Rata-rata 554,60 18,20 51,8 7,91
Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, 2016
Tabel 7, menunjukkan perkembangan luas areal dan produksi pala di Provinsi
Lampung cenderung berfluktuatif. Penurunan luas areal lahan terjadi pada tahun
2013 yang diduga disebabkan oleh faktor iklim yang kurang baik, perkembangan
komoditas pala yang lambat dan skala usaha perkebunan yang relatif kecil. Pola
tanam monokultur dipilih oleh beberapa petani untuk melakukan budidaya pala.
Namun, mayoritas petani di Provinsi Lampung masih mengusahakan pala sebagai
tanaman sela atau naungan dari tanaman utama dengan tanaman lain seperti
kakao, kelapa, dan pisang, sehingga hasil produksi pala yang didapatkan adalah
hasil sampingan dan belum menjadi sumber utama pendapatan dari kegiatan
usahatani yang di lakukan.
Provinsi Lampung terus mengembangkan usahatani pala dalam skala perkebunan
rakyat yang dapat berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.
Budidaya pala di Provinsi Lampung telah dilakukan ke beberapa Kabupaten yakni
Kabupaten Tanggamus, Pesawaran, Lampung Selatan, dan Lampung Timur.
65
65
Kabupaten Tanggamus merupakan salah satu kabupaten dengan pengembangan
komoditas pala terbesar. Tercatat seluas 789 hektar dengan produksi sebesar 85
ton menjadikan Kabupaten Tangggamus sebagai sentra penghasil pala terbesar di
Provinsi Lampung. Selain itu, Kabupaten Tanggamus memiliki produktivitas pala
sebesar 680 ton/ha lebih besar dibandingkan dengan tiga kabupaten lain yang
melakukan budidaya pala yakni Pesawaran, Lampung Selatan, dan Lampung
Timur dengan produktivitas rata-rata sebesar 267 ton/ha (Dinas Perkebunan
Provinsi Lampung, 2015).
B. Gambaran Umum Kabupaten Tanggamus
Kabupaten Tanggamus adalah salah satu kabupaten di Povinsi Lampung
merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Lampung Selatan, dibentuk
berdasarkan UU Nomor 2 tahun 1997 pada tanggal 3 Januari 1997 dan diresmikan
pada tanggal 21 Maret 1997 oleh Menteri Dalam Negeri. Luas Kabupaten
Tanggamus adalah 4.654,96 km2 terdiri dari 2.855,46 km
2 daratan dan wilayah
laut seluas 1.799,50 km2. Kabupaten Tanggamus terdiri dari 20 kecamatan
dengan Ibukota Kota Agung (Kabupaten Tanggamus dalam Angka, 2016).
1. Perkembangan Sektor Pertanian
Sektor pertanian merupakan sektor utama penunjuang perekonomian di
Kabupaten Tanggamus. Potensi alam di Kabupaten Tanggamus sebagian besar
dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian. Sektor pertanian merupakan penyumbang
terbesa perekonomian di Kabupaten Tanggamus. Jenis budidaya pertanian yang
dilakukan di Kabupaten Tanggamus mencakup budidaya tanaman pangan,
tanaman obat-obatan dan hias, tanaman perkebunan, kehutanan, dan peternakan.
66
66
Selain tanaman pangan, sektor perkebunan memiliki kontribusi yang cukup besar
tehadap perekonomian Kabupaten Tanggamus. Komoditas kopi menjadi
penyumbang terbesar bagi pendapatan daerah Tanggamus. Selain itu, komoditas
pala merupakan komoditas perkebunan lain yang ikut berperan serta dalam
peningkatan produksi tanaman perkebunan. Komoditas pala saat ini mulai terus
dikembangkan oleh Pemerintah Kabupaten Tanggamus melihat peluang dan
keuntungan yang diperoleh. Tanaman pala dapat dimanfaatkan secara
keseluruhan dari biji pala, fuli, daun hingga daging buah yang dapat dijadikan
sebagai bahan agroindustri minuman dan makanan. Selain itu, secara ekonomi
tanaman pala memiliki harga jual yang cukup tinggi saat ini yakni untuk biji pala
berkisar antara Rp35.000 hingga Rp60.000 per kg dan untuk fuli pala berkisar
antara Rp100.000 hingga Rp110.000 per kg.
C. Gambaran Umum Kecamatan Gisting
Gambar 4. Peta Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus
Kec. Gisting
67
67
Kecamatan Gisting merupakan salah satu dari 20 kecamatan yang berada di
wilayah Kabupaten Tanggamus. Kabupaten Gisting merupakan daerah
pemekaran dari Kecamatan Talang Padang, yang diresmikan pada tanggal 13 Juli
2005. Luas Kecamatan Gisting adalah 32,53 km2 yang terdiri dari sembilan
pekon atau desa. Pekon Campang merupakan pekon yang memiliki luas wilayah
terbesar yaitu 9,00 km2, pekon dengan luas wilayah terkecil yakni Landbaw
dengan luas wilayah 1,31 km2
(Kecamatan Gisting dalam Angka, 2016).
1. Kondisi Fisik Kecamatan Gisting
Kecamatan Gisting berada pada ketinggian 600-1.100 meter diatas permukaan
laut, sebagian besar merupakan lahan berlereng (>8 persen) dengan suhu
minimum 20oC dan suhu maksimum 35
oC. Lahan berlereng didominasi oleh
tanah Inseptisol yang memiliki kandungan C-organik dan KTK tanah yang
tergolong rendah sampai sedang. Rata-rata curah hujan per tahun di Kecamatan
Gisting berkisar antara 1.750-2.000 milimeter per tahun dengan jumlah bulan
basah 8 bulan dan jumlah bulan kering sebanyak 4 bulan (Kecamatan Gisting
dalam Angka, 2016).
2. Keadaan Pertanian
Penggunaan lahan di Kecamatan Gisting meliputi areal persawahan, ladang,
kolam, perkebunan, dan lahan lainnya. Sebagian besar penggunaan lahan di
Kecamatan Gisting yaitu ladang dan perkebunan. Kecamatan Gisting merupakan
daerah sentra penghasil dan prouksi terbesar tanaman perkebunan pala di Provinsi
Lampung. Penggunaan lahan di Kecamatan Gisting dapat dilihat pada Tabel 8.
68
68
Tabel 8. Penggunaan lahan pertanian di Kecamatan Gisting
No Pekon Sawah (ha) Ladang (ha) Perkebunan (ha) Lain-lain (ha)
1 Gisting Atas 22,00 154,00 86,50 30,00
2 Gisting Bawah 68,00 65,00 47,50 0,00
3 Purwodadi 65,00 8,00 553,20 0,00
4 Kuta Dalom 55,00 5,00 240,00 0,00
5 Banjarmanis 169,00 100,00 110,00 5,10
6 Campang 82,00 8,80 553,20 0,00
7 Landbraw 10,00 45,00 70,50 1,00
8 Sido Katon 0,00 131,00 60,00 0,00
9 Gisting Permai 0,00 0,00 0,00 0,00
Jumlah 471,00 516,80 1720,90 36,10
Sumber: Kecamatan Gisting dalam Angka, 2016
Tabel 8, menunjukkan bahwa di Kecamatan Gisting jumlah penggunaan lahan
khususnya pada sektor pertanian adalah sebesar 2.745,2 hektar. Penggunaan
lahan tersebut terdiri dari lahan persawahan sebesar 471,40 hektar, ladang seluas
516,80 hektar, lahan perkebunan seluas 1.720,90 hektar, dan lahan lainnya sebesar
36,10 ha. Areal perkebunan merupakan areal lahan yang paling luas di
Kecamatan Gisting. Tanaman perkebunan yang dibudidayakan seperti kopi,
kakao, kelapa, dan pala. Tanaman pala mulai banyak dibudidayakan di
Kecamatan Gisting baik dengan pola tanam monokultur ataupun tumpangsari.
D. Keadaan Umum Pekon Gisting Atas dan Pekon Campang
Penelitian ini dilakukan di dua pekon di Kecamatan Gisting Kabupaten
Tanggamus yaitu Pekon Gisting Atas dan Pekon Campang. Pekon Gisting Atas
memiliki luas wilayah mencapai 515,05 hektar. Jarak Pekon Gisting Atas dengan
ibukota Kecamatan Gisting adalah 3 km, sedangkan dengan ibukota Kabupaten
Tanggamus adalah 10 km. Pekon Campang memiliki luas wilayah mencapai 900
hektar. Jarak Pekon Campang dengan ibukota Kecamatan Gisting adalah 2 km,
sedangkan dengan ibukota Kabupaten Tanggamus adalah 20 km.
69
69
1. Kondisi Fisik Pekon Gisting Atas dan Pekon Campang
Pekon Gisting Atas berada pada ketinggian sekitar 650 dpl, sedangkan Pekon
Campang memiliki ketinggian 610 dpl. Ketinggian di Pekon Gisting Atas lebih
tinggi dibangdingkan dengan Pekon Campang memiliki kondisi tanah subur
berjenis podsolik dengan tekstur tanah yang lempung. Pekon Gisting Atas
memiliki suhu rata-rata 28o-32
o C dengan musim kering lebih lama dari musim
hujan yaitu 4 bulan musim hujan dan 8 bulan musim kering dengan curah hujan
2.000 mm per tahun.
Pekon Campang memiliki suhu rata-rata 28o-30
o C dengan musim hujan lebih
lama dari musim kering yaitu tujuh bulan musim hujan dan lima bulan musim
kering dengan curah hujan yang sama dengan Desa Gisting Atas yaitu 2.000 mm
per tahun. Keadaan iklim pada ke dua pekon tersebut sesuai untuk budidaya
perkebunan tanaman pala.
2. Kondisi Pertanian
Penggunaan lahan di Pekon Gisting Atas dan Pekon Campang meliputi
pemukiman, areal persawahan, perkebunan, ladang, dan bangunan lain (sekolah,
tempat ibadah, dan lain-lain). Penggunaan lahan pada Pekon Gisting Atas dan
Pekon Campang salah satunya terletak pada penggunaan lahan untuk usahatani
tanaman perkebunan yakni 13,17 persen dan 6,84 persen. Luas lahan dan pola
penggunaan lahan di Pekon Gisting Atas dan Pekon Campang secara rinci dapat
dilihat pada Tabel 9.
70
70
Tabel 9. Luas lahan dan pola penggunaan lahan di Pekon Gisting Atas dan Pekon
Campang
No Penggunaan lahan Pekon Gisting Atas Pekon Campang
Luas lahan (ha) Persen Luas lahan (ha) Persen
1 Pemukiman 257,75 42,97 210,00 22,11
2 Sawah 8,55 1,43 82,00 8,63
3 Perkebunan 86,50 14,42 553,00 58,21
4 Ladang 79,00 13,17 65,00 6,84
5 Bangunan desa 168,00 28,01 40,00 4,21
Jumlah 599,30 100,00 950,00 100,00
Sumber: Monografi Kecamatan Gisting, 2016 (tidak dipublikasikan)
Tabel 9, menunjukkan bahwa pola penggunaan lahan pada kedua pekon. Selain
untuk pemukiman dan bangunan desa seperti gedung sekolah, tempat ibadah dan
lainnya, lahan pada kedua pekon tersebut digunakan untuk kegiatan pertanian.
Hal ini menunjukkan bahwa Pekon Gisting Atas dan Pekon Campang memiliki
potensi pada bidang pertanian. Pekon Gisting Atas dan Pekon Campang sebagian
besar pola penguasaan lahan pada sektor perkebunan. Luas lahan perkebunan di
Pekon Gisting Atas seluas 86,50 ha dan Pekon Campang seluas 553 ha merupakan
areal lahan yang paling luas dibandingkan dengan pola penggunaan lahan lainnya.
Tanaman perkebunan yang banyak diusahakan di Pekon Gisting Atas dan Pekon
Campang antara lain seperti kakao, kopi, kelapa, dan pala. Areal lahan
perkebunan di Pekon Gisting Atas dan Pekon Campang cukup luas. Salah satu
tanaman perkebunan yang banyak dibudidayakan di kedua pekon adalah tanaman
pala. Tanaman pala merupakan tanaman perkebunan dengan masa panen saat
berusia lima tahun hingga enam tahun dan dapat menghasilkan sampai umur
tanaman mencapai 25 tahun.
71
71
3. Perkembangan Perkebunan Pala di Kecamatan Gisting Kabupaten
Tanggamus
Kecamatan Gisting merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Tanggamus
yang telah banyak melakukan budidaya tanaman pala. Pada awalnya budidaya
tanaman pala yang dilakukan oleh petani hanya digunakan sebagai tanaman
naungan atau pelindung untuk tanaman lain. Puncak panen pala di daerah
Tanggamus biasanya pada bulan Agustus. Saat ini telah banyak masyarakat yang
mulai membudidayakan tanaman pala. Pada tahun 2016 terdapat program
budidaya pala yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Tanggamus
bekerjasama dengan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Tanggamus
untuk melakukan pembibitan pohon pala oleh kelompok tani di Kabupaten
Tanggamus. Sebanyak 330 ribu batang pohon bibit pala yang dibagikan ke 150
pekon yang ada di 20 kecamatan di Kabupaten Tanggamus. Rata-rata 2200
batang pohon bibit pala dibagikan per kecamatan di Kabupaten Tanggamus.
Pemerintah mengharapkan Kabupaten Tanggamus dapat mengembangkan
budidaya tanaman pala di seluruh wilayah di Kabupaten Tanggamus, sehingga
dapat membantu petani dalam peningkatan pendapatan dari sektor perkebunan.
Pekon Gisting Atas dan Pekon Campang merupakan pekon yang banyak
membudidayakan tanaman pala. Pekon Gisting Atas dengan luas areal
perkebunan yang paling luas dibandingakan dengan penguasaan lahan lainnya
yakni sebesar 86,50 hektar. Lahan perkebunan yang diusahakan di Pekon Gisting
Atas antara lain kakao, kopi, kelapa, dan pala. Mayoritas tanaman pala yang
diusahakan di pekon tersebut dengan menggunakan pola tanam tumpangsari.
Tanaman tumpangsari yang banyak ditanam seperti kakao, pisang, dan kelapa.
72
72
Pekon Campang yang memiliki luas areal perkebunan sebesar 553,20 hektar juga
melakukan usahatani pala. Pada Pekon Campang telah banyak petani pala yang
melakukan usahatani pala sejak lama. Terdapat umur tanaman hingga 25 tahun di
Pekon Campang, hal tersebut dikarenakan usahatani pala yang dilakukan
merupakan usahatani pala turun temurun yang diberikan oleh orang tuanya.
Terdapat 13 petani pala di Pekon Campang yang melakukan usahatani pala
dengan pola tanam monokultur dengan jumlah pohon pala menghasilkan yang
beragam.
Hasil produksi usahatani pala di Kecamatan Gisting berupa biji pala kering dan
fuli pala kering. Penjualan pala yang dilakukan di Kecamatan Gisting
kesemuanya dalam bentuk kering. Pengendalian pasca panen yang dilakukan oleh
petani masih secara tradisional dengan melakukan pemisahan biji dan fuli secara
manual tanpa mesin serta penjemuran menggunakan bantuan sinar matahari.
Rata-rata hasil produksi pala yang telah kering langsung diambil oleh tengkulak
yang ada di Kecamatan Gisting.
Potensi pengembangan budidaya pala di daerah Tanggamus memiliki prospek
yang cukup baik. Tahun 2012 hingga tahun 2017 Kabupaten Tanggamus telah
melakukan ekspor biji pala ke beberapa negara. Tahun 2017 penambahan produk
ekspor komoditas pala ke beberapa negera tidak hanya ekspor biji pala melainkan
bubuk pala dan bunga pala. Mutu biji pala di daerah Tanggamus telah memenuhi
Standar Nasional Indonesia (SNI) dan berat jenis pala Tanggamus sudah
memenuhi SNI dan juga standar BJ dari FAO berdasarkan analisis karakteristik
lahan dan mutu biji pala (Hafif, 2017). Hal tersebut memenuhi standar skala
transportasi komoditas pala pada pasar global.
128
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Usahatani pala di Provinsi Lampung secara finansial layak untuk dilakukan
dan dikembangkan.
2. Kontribusi pendapatan usahatani pala di Provinsi Lampung memberikan
kontribusi terbesar sebesar 80,10 persen terhadap total pendapatan rumah
tangga petani pala.
3. Prospek pengembangan usahatani pala dari segi produksi pala dan ekspor biji
pala memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan pada masa mendatang.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Kecamatan Gisting
Kabupaten Tanggamus, maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:
1. Petani pala di Kecamatan Gisting sebagian besar melakukan penanganan
pasca panen yang masih secara tradisional yang sangat berpengaruh terhadap
mutu produk pala, disarankan agar petani lebih meningkatkan penanganan
pasca panen yang dilakukan dengan penggunaan teknologi yang lebih maju.
129
2. Diharapkan adanya pelatihan mengenai budidaya pala yang diberikan oleh
dinas terkait.
3. Peneliti lain dapat membahas lebih lanjut pengenai strategi pengolahan pasca
panen pala terhadap mutu hasil produksi di Provinsi Lampung.
130
DAFTAR PUSTAKA
Astanu, D.A, R.H. Ismono, dan N. Rosanti. 2013. Analisis Kelayakan Finansial
Budidaya Intensif Tanaman Pala di Kecamatan Gisting Kabupaten
Tanggamus. Jurnal Ilmiah Ilmu Agribisnis. 1 (3): 218-225.
Borolla, J. D. 2014. Analisis Kelayakan Bisnis Komoditi Unggulan Pala di
Wilayah Kapet Seram. Jurnal Benchmark. Volume 3 Nomor 1.
Badan Pusat Statistik Indonesia. 2014. Statistik Perdagangan Luar Negeri
Indonesia : Ekspor Jilid II. Badan Pusat Statistik. Jakarta.
. 2015. Sektor Penyumbang bagi Pendapatan
Negara. Badan Pusat Statistik. Jakarta.
. 2016. Penggolongan Umur Produktif. Badan
Pusat Statistik Jakarta.
. 2017. Kontribusi Sektor Perkebunan Indonesia
Atas Harga yang Berlaku Tahun 2017. Jakarta.
Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. 2016. Pembagian Wilayah Administrasi
Provinsi Lampung. Badan Pusat Statistik. Lampung.
Diasz, A. F. 2013. Studi Kelayakan Usaha Penyulingan Minyak Pala (Myristica
Fragrant Houtt) dan Strategi Pengembangannya (Studi Kasus Pada UD.
Bintang Timur Di Desa Hukurila Kecamatan Leitimur Selatan Kota
Ambon). Jurnal AGRILAN. Volume 1 Nomor 4.
Dinas Perkebunan Provinsi Lampung. 2015. Penghasil Pala di Provinsi Lampung.
Dinas Perkebunan Provinsi Lampung. Lampung.
. 2016. Luas Areal Dan Produksi Provinsi
Lampung. Dinas Perkebunan Provinsi Lampung. Lampung.
Dinas Perdagangan Provinsi Lampung. 2017. Volume Ekspor Biji Pala Lampung
dan Negara Tujuan Ekspor. Dinas Perdagangan Provinsi Lampung.
Lampung.
131
Direktorat Jenderal Perkebunan Indonesia. 2016. Pertumbuhan Volume Ekspor
Pala Indonesia Tahun 1980-2015. Direktorat Jenderal Perkebunan. Jakarta.
Fauziyah. E, D.P. Kuswantoro, dan Sanudin. 2015. Prospek Pengembangan Pala
(Myristica fragrans Houtt) Di Hutan Rakyat. Jurnal Ilmu Kehutanan. Vol.
9 Nomor 1.
Firdaus. 2009. Manajemen Agribisnis. Bumi Aksara. Jakarta.
Gittinger, J. P. 1993. Analisis Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Cetakan
Ketiga. PT Rineka Cipta. Jakarta.
Hadad, H.M. 2006. Perbaikan Budidaya dan Mutu Hasil Tanaman Pala
(Myristica fragrans houtt).Balai Penelitian Rempah dan Obat. Bogor.
Hafif, R. Mawardi, dan J.S. Utomo, 2017. Analisis Karakteristik Lahan dan Mutu
Biji Pala (Myristica fragrans Houtt) Daerah Lampung. Jurnal Littri.
23(2):63-71.
Hasyim, H. 2005. Pengembangan Kemitraan Agribisnis : Konsep, Teori, dan
Realita Dalam Ekonomi Biaya. Pusat Penelitian Lembaga Penelitian
Universitas Lampung. Lampung.
Hatta S. 1993. Budidaya Pala komoditas Ekspor. Debut Press. Yogyakarta.
Hidayati, R. 2011. Perbandingan Pendapatan dan Keuntungan Petani Pala
(Myristica fragrans Houtt) Antara Penjualan Dalam Bentuk Basah dan
Kering di Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam. Skripsi. Fakultas
Pertanian, Universitas Andalas. Padang.
ILO. 2016. Kajian Pala Dengan Pendekatan Rantai Nilai dan Iklim Usaha di
Kabupaten Fak-Fak. Papua.
ITPC. 2014. Market Brief HS 0908 Pala : Indonesian Trade Promotion Center
Lyon. Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. Jakarta.
Kadariah. 2001. Evaluasi Proyek Analisa Ekonomi. Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.
Kementerian Pertanian. 2016. Rencana Strategis Perkebunan Indonesia. Pusat
Data dan Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal-Kementerian Pertanian.
Jakarta.
. 2016. Outlook Perkebunan Pala 2016.
Pusat Data dan Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal-Kementerian
Pertanian. Jakarta.
132
Larasati. 2008. Pengembangan Usahatani Pala (Myristica fragrans) dan Usaha
Peningkatan Nilai Tambah Produk Melalui Penanaman Dengan
Pembentukan Kelompok Usaha. Skripsi. Fakultas Pertanian Agribisnia.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Lubis, S.N. 2000. Adopsi Teknologi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi.
Universitas Sumatera Utara. Medan.
Lusianah. 2009. Strategi Dan Prospek Pengembangan Industri Produk Olahan
Minyak Pala dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat di Kabupaten
Bogor. Tesis. Institut Pertanian Bogor.
Manope. B.F, P. Kindangen, dan H. Tawas. 2014. Analisis Kelayakan Usaha
Komoditas Biji dan Fuli Pala Melalui Penilaian Aspek Finansial Pada
Pedagang Pengepul “Kios Chandra” Di Pulau Siau. Jurnal EMBA. Vol. 2:
320 - 330.
Mosher, A.T. 1965. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. Yasaguna.
Jakarta.
Nurdjannah, N. 2007. Teknologi Pengolahan Pala. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Bogor.
Purnomo. 2015. Pohon Industri Pala. CV. Andi Ofiset. Yogyakarta.
Purseglove JW, Brown EG, Green SL, dan Robbins SRJ. 1995. Spices.
Longmans, New York. 175-228.
Raharti, P.R. 2013. Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Aliran Ekspor Pala Indonesia. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rodjak, A. 2002.Manajemen Usahatani. Pustaka Giratuna. Bandung.
Roscoe. 1975, dalam Uma Sekaran. 2006. Metode Penelitian Bisnis. Salemba
Empat. Jakarta.
Ruhiyat, A, dan Endri. M. 2015. Budidaya Pala Pada Kebun Campuran. Agro
Balittro. Sulawesi.
Sanggel, N. 2014. Analisis Usahatani Pala Di Kampung Talawid Kecamatan
Kendahe Kabupaten Kepulauan Sangihe. Skripsi. Fakultas Pertanian
Universitas Terbuka. Sulawesi.
Santoso. 2009. Panduan Lengkap Mengenai Statistik Dengan SPSS 12. PT Media
Komputerindo. Jakarta.
Singarimbun, Masri, dan Sofian. E. 2009. Metode Penelitian Suvei. LP3ES.
Jakarta.
133
Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. PT. Gramedia Pustaka. Jakarta.
Statistik Perkebunan Indonesia Komoditas Pala. 2015. Tanaman Rempah dan
Peyegar 2015-2017. Direktorat Jenderal Perkebunan. Jakarta.
Stephen, I dan William, B M. 1981. Hand Book in Research and Evaluation, 2nd
Edition, Edit Publisher. San Diego. California.
Sugiarto, dan Haryono. 2000. Peramalan Linier. Gramedia Pustaka. Jakarta.
Sunanto, H. 1993. Budidaya Pala Komoditas Ekspor. Kanisius. Yogyakarta.
Supit. R. M,dkk. (2015). Evaluasi Kelayakan Usaha Pengolahan Daging Buah
Pala. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Sam Ratulangi. Manado.
Sugiyono. 2012. Statistika Untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung.
Sukirno. 2005. Pengantar Teori Mikro Ekonomi. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Suluh, V. I. 2015. Nilai ekonomi Tanaman Pala di Desa Kauditan Kecamatan
Kauditan Kabupaten Minahasa Utara. Jurnal. Universitas Sam Ratulang
Trade Map. 2016b. List of Exporters for Selected Product in 2014. 090810
Numeg. http://www.trademap.org/. Diakses pada Sabtu, 14 Januari 2016.
Umar, H. 2005. Studi Kelayakan Bisnis Edisi 3. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Winarno, W.W. 2007. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews. UPP
STIM YKPN. Yogyakarta.