ANALISIS EFEKTIVITAS PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT
PAKSA DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PENERIMAAN
PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK
PRATAMA WATAMPONE
SKRIPSI
Oleh
NUR AFDALINA
NIM 105731126016
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MAKASSAR
2020
ii
HALAMAN JUDUL
ANALISIS EFEKTIVITAS PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT
PAKSA DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PENERIMAAN
PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK
PRATAMA WATAMPONE
Oleh
NUR AFDALINA
NIM 105731126016
Untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi Akuntansi pada
Universitas Muhammadiyah Makassar
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MAKASSAR
2020
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya Ilmiah ini Saya persembahkan kepada:
1. Kedua orang tua tercinta Ayahanda Abidin dan Ibunda St. Maidah, yang telah
memberikan semangat dan doa sehingga saya bisa menyelesaikan skripsi ini.
2. Saudara saya Nur Alqubra dan Muh. Nur Hidayat yang telah memberikan
dukungan untuk proses penyelesaian karya ilmiah ini.
3. Bapak dan Ibu dosen, terkhusus kedua pembimbing yang selama ini tulus dan
ikhlas dalam meluangkan waktunya menuntut dan memberi arahan dalam
menyelesaikan karya ilmiah ini.
4. Sahabat-sahabat yang selalu memberikan bantuan dan memberi semangat
dalam penyelesaian karya ilmiah ini.
MOTTO HIDUP
“Jangan tuntut Tuhanmu karena tertundanya keinginanmu,
tapi tuntut dirimu karena menunda adabmu kepada Allah”
iv
v
vi
vii
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah Penilis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan hidayah yang tiada henti diberikan kepada hamba-nya. Shalawat dan
salam tak lupa penulis kirimkan kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta
para keluarga, sahabat dan para pengikutnya. Merupakan nikmat yang tiada
ternilai manakala penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Efektivitas
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dan Kontribusinya terhadap
Penerimaan Pajak pada KPP Pratama Watampone”
Skripsi yang penulis buat ini bertujuan untuk memenuhi syarat dalam
menyelesaikan Program Sarjana (S1) pada fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Muhammadiyah Makassar.
Teristimewa dan Terutama penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada
kedua orang tua penulis bapak Abidin dan Ibu ST. Maidah yang senantiasa
memberi harapan, semangat, perhatian, kasih sayang, dan doa tulus tak pamrih.
Dan saudara-saudaraku tercinta yang senantiasa mendukung dan memberikan
semangat hingga akhir studi ini. Dan seluruh keluarga besar atas segala
pengorbanan, dukungan dan doa restu yang telah diberikan demi keberhasilan
penulis dalam menuntut ilmu. Semoga apa yang telah mereka berikan kepada
penulis menjadi ibadah dan cahaya penerang kehidupan di dunia dan di akhirat.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa
adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Begitu pula penghargaan
yang setinggi-tingginya dan terima kasih banyak disampaikan dengan hormat
kepada:
viii
1. Bapak Prof. Dr. H. Ambo Asse, M.Ag Rektor Universitas Muhammadiyah
Makassar.
2. Bapak Ismail Rasulong, SE, MM, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Muhammadiyah Makassar.
3. Bapak Dr. Ismail Badhollahi, SE, M.Si, Ak, CA. CSP, Ketua Program Studi
Akuntansi Universitas Muhammadiyah Makassar.
4. Bapak Samsul Rizal, SE, MM. Penasehat akademik yang senantiasa
memberikan bimbingan kepada peneliti.
5. Ibu Dr. Hj. Ruliaty, MM. selaku pembimbing I yang senantiasa mengarahkan
penulis sehingga skripsi dapat selesai dengan baik.
6. Bapak Andi. Arman, SE, M.Si, Ak.CA, selaku pembimbing II atas bimbingan
dan arahan yang diberikan selama proses penyususnan skripsi ini.
7. Bapak/Ibu dan asisten dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Muhammadiyah Makassar yang telah meluangkan waktu dalam memberikan
ilmu kepada penulis.
8. Segenap staf dan karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Muhammadiyah Makassar.
9. Segenap staf dan karyawan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Watampone
yang telah memberikan bantuan dalam proses penelitian.
10. Terima kasih kepada sahabat dari kelas Akuntansi 16.G yang selalu
memberikan bantuan serta semangat dalam penyelesaian skripsi ini.
11. Semua pihak yang telah membantu peneliti baik secara langsung maupun
tidak langsung dalam seluruh proses selama berada di Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Makassar.
ix
Akhirnya sungguh penulis sangat menyadari bahwa Skripsi ini masih
sangat jauh dari kesempurnaan oleh karena itu, kepada semua pihak utamanya
para pembaca yang budiman. Penulis senantiasa mengharapkan saran dan
kritikannya demi kesempurnaan skripsi ini.
Mudah-mudahan Skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi semua
phak utaamanya kepada Almamater Kampus Biru Universitas Muhammadiyah
Makassar.
Billahi fii Sabilil Haq, Fastabiqul khairat, Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Makassar, 06 November 2020
Nur Afdalina
x
ABSTRAK
Nur Afdalina, 2020. “Analisis Efektivitas Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dan Kontribusinya terhadap Penerimaan Pajak pada KPP Pratama Watampone”. Skripsi Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Makassar. Dibimbing oleh Pembimbing 1 Hj. Ruliaty dan Pembimbing 2 Andi Arman
Penelitian ini untuk mengetahui tingkat efektivitas dan kontribusi tindakan penagihan pajak dengan surat paksa dalam rangka peningkatan penerimaan pajak pada KPP Pratama Watampone tahun 2017-2019. Metode penelitian ini menggunakan analisis deskriptif, rasio efektivitas, dan rasio kontribusi dengan Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Observasi dan Dokumentasi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat efektivitas penagihan pajak dengan surat paksa pda tahun 2017-2019 dinilai kurang efektif sesuai dengan klasifikasi pengukuran efektivitas. Sementara itu tingkat kontribusi penerimaan pajak penghasilan pada tahun 2017-2019 tergolong kriteria sangat kurang sesuai dengan klasifikasi tingkat kontribusi.
Kata kunci: Efektivitas, Surat Paksa, Kontribusi, Penerimaan Pajak
xi
ABSTRACT
Nur Afdalina, 2020. "Analysis of the Effectiveness of Tax Collection with Warrants and Contribution to Tax Revenues at KPP Pratama Watampone". Thesis Accounting Study Program, Faculty of Economics and Business, Muhammadiyah University of Makassar, Supervised by Supervisor I name Hj. Ruliaty and Supervisor and Advisor II Andi Arman
This study is to determine the level of effectiveness and contribution of tax collection actions with forced letters in order to increase tax revenue at KPP Pratama Watampone in 2017-2019. This research method uses descriptive analysis, effectiveness ratio, and contribution ratio. The data collection techniques used in this research are observation and documentation.
The results showed that the effectiveness level of tax collection by forced
letters in 2017-2019 was considered less effective according to the classification of effectiveness measurements. Meanwhile, the contribution rate of Corporate Income Tax revenue in 2017-2019 was classified as very less in accordance with the classification of contribution levels.
Keywords: Effectiveness, Force Letter, Contributions, Tax Revenue
xii
DAFTAR ISI
SAMPUL ................................................................................................... i
HALAMAN JUDUL .................................................................................... ii
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN ..................................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN....................................................................... v
SURAT PERNYATAAN ............................................................................. vi
KATA PENGANTAR ................................................................................. vii
ABSTRAK ................................................................................................. x
ABSTRACT ............................................................................................... xi
DAFTAR ISI .............................................................................................. xii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR/BAGAN ..................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 5
C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 5
D. Manfaat Penelitian ............................................................................ 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 7
A. Tinjauan Teori ................................................................................... 7
1. Efektivitas Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa ....................... 7
a. Efektifitas ................................................................................. 7
xiii
b. Pajak ....................................................................................... 9
2. Penagihan Pajak dengan Surat Paksa ........................................ 14
a. Penagihan Pajak ..................................................................... 14
b. Surat Paksa ............................................................................. 18
c. Penerimaan Pajak Penghasilan Badan .................................... 23
d. Kontribusi ................................................................................ 28
B. Tinjauan Impiris ................................................................................ 29
C. Kerangka Pikir .................................................................................. 34
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................. 36
A. Jenis Penelitian ................................................................................ 36
B. Lokasi Dan Waktu Penelitian ............................................................ 36
C. Definisi operasional Variabeldan pengukuran ................................... 36
D. Populasi dan Sampel ........................................................................ 38
D. Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 39
F. Teknik Analisis Data ......................................................................... 39
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................. 42
A. Gambaran umum objek penelitian .................................................... 42
B. Hasil penelitian dan pembahasan ..................................................... 47
BAB V PENUTUP ................................................................................... 59
A. Kesimpulan penelitian ....................................................................... 59
B. Saran penelitian ................................................................................ 60
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 61
BIOGRAFI PENULIS ................................................................................. 70
xiv
DAFTAR TABEL
Table 2.1 Tindakan Penagihan Pajak ........................................................ 17
Table 2.2 Pemberitahuan Surat Paksa Kepada Wajib Pajak Badan .......... 22
Table 2.3 Penelitian Terdahulu .................................................................. 30
Table 3.1 Indikator Pengukur ..................................................................... 37
Tabel 3.2 Klasifikasi Pengukuran Efektivitas .............................................. 40
Table 3.3 Klasifikasi Kriteria Kontribusi ...................................................... 41
Tabel 4.1 Realisasi Jumlah Wajib Pajak dan Penerimaan Pajak yang
Dikelolah Langsung Oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Watampone Pada Tahun 2017-2019 ......................................... 49
Table 4.2 Target dan Realisasi Penerimaan Pajak dengan Surat Paksa
Pada tahun 2017 sampai 2019 .................................................. 50
Tabel 4.3 Rasio Efektivitas Penerimaan Pajak dengan Surat Paksa
Pada tahun 2017 sampai 2019 .................................................. 52
Tabel 4.4 Perbandingan pencairan dan penerimaan pajak serta
Kontribusinya Pada tahun 2017-2019 ........................................ 53
Tabel 4.5 Tingkat kontribusi penagihan pajak pada KPP Pratama
Watampone ............................................................................... 55
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Pikir ........................................................................ 35
Gambar 4.1 struktur organisasi .................................................................. 44
Gambar 4.2 Grafik Target dan Realisasi Penerimaan Pajak pada KPP
Pratama Watampone ............................................................ 50
Gambar 4.3 Grafik Rasio Efektivitas Penerimaan Pajak pada KPP
Pratama Watampone ............................................................ 52
Gambar 4.4 Grafik Rasio Kontribusi Penerimaan Pajak pada KPP
Pratama Watampone ............................................................ 53
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 ................................................................................................... 63
Lampiran 2 ................................................................................................... 65
Lampiran 3 ................................................................................................... 69
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu sumber pendapatan Negara yang sangat berpengaruh bagi
pelaksanaan serta peningkatan pembangunan nasional dan bertujuan
meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat adalah Pajak. Pajak
perlu diselenggarakan secara seksama dalam meningkatkan peran serta seluruh
kalangan masyarakat dan petugas perpajakan sendiri. Meningkatnya jumlah
tunggakan pajak secara terus menerus dengan nominal yang tinggi, jumlah
peningkatan ini tidak selaras antara jumlah penerimaan dan penagihan pajaknya,
dimana jumlah wajib pajak (WP) efektif sebanyak 1.369.343, namun yang
melakukan pembayaran hanya 198.870 saja. Kata kepala Bidang Penyuluhan,
Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2 Humas) DJP Sulselbartra Eko
Pandoyo (Tribun Timur, 8 januari 2019). Dengan demikian, diperlukan suatu
penelitian dan pengujian untuk mengetahui tingkat efektivitas penagihan pajak
dengan surat paksa dan kontribusinya terhadap penerimaan pajak pada KPP
Pratama Watampone.
Jurusita pajak dapat melakukan tindakan penagihan pajak secara seketika
dan sekaligus. Berdasarkan UU nomor 19 tahun 1997 tentang penagihan pajak
dengan surat paksa kemudian di perbaharui dengan UU RI nomor 19 tahun 2000
tentang penagihan pajak dengan surat paksa pasal 1 ayat (12), “penagihan pajak
dengan surat paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya
penagihan pajak”. Penagihan pajak secara seketika dan sekaligus yang
dimaksud adalah tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh jurusita
2
pajak kepada wajib pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran
yang termasuk semua utang pajak dari seluruh jenis pajak, masa pajak, serta
tahun pajak. Dengan demikian, wajib pajak yang tidak membayar atau melunasi
tunggalan pajaknya akan di kenakan sanksi berdasarkan undang-undang dan
akan dikenakan penagihan secara paksa seperti penyitaan, penyegelan, ataupun
penahanan.
Sistem perpajakan yang berlaku di Indonesia disederhanakan dari Official
Assessment menjadi Self Assessment, agar wajib pajak lebih aktif untuk
menghitung, menyetor serta melaporkan pajak terutangnya (Supramono,
2010:5). Supaya pelaksana Self Assessment System dapat berjalan dengan
baik, maka keterbukaan dan penegakan hukum (law enforcement) menjadi hal
yang amat penting. Dalam Self Assessment System ini peran aktif wajib pajak
sangat diperlukan. Dengan kepercayaan yang sudah diberikan, masyarakat
diharapkan mampu bertanggung jawab dalam menjalankan kewajibannya
membayar pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia. Dengan demikian, pendapatan pajak Negara di sektor pajak
diharapkan akan terus meningkat.
Rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban
perpajaknya dan semakin besar tunggakan pajak mengakibatkan tidak
terpenuhinya target penerimaan pajak yang telah ditentukan. Penerimaan pajak
tahun 2017 tergolong rendah jika melihat jumlah wajib pajak di Bone, yakni
135.611 wajib pajak sedangkan tebusan pajak yang terkumpul hanya mencapai
Rp361.846.923.868 Sedangkan untuk tahun 2018 penerimaan pajak mengalami
peningkatan dari tahun sebelumnya sebesar Rp370.536.455.134 dan untuk
tahun 2019 penerimaan pajak juga meningkat dari tahun sebelumnya yaitu
3
sebesar Rp.413.559.383.706 Dilihat dari data wajib pajak di KPP Pratama
watampone mulai dari tahun 2017 hingga 2019 terus mengalami peningkatan.
Kegiatan penagihan dengan surat paksa menggunakan surat perintah yang
memiliki landasan kekuatan eksekutorial dan memiliki landasan hukum tetap
yang sama dengan putusan pengendalian surat paksa apabila utang pajak tidak
dilunasi oleh penanggung pajak. Surat paksa dapat dibebankan kepada wajib
pajak orang pribadi dan wajib pajak badan yang mencakup pembayaran pajak,
atas pemungutan pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Apabila utang pajak tidak segera dibayar atau dilunasi maka utang tersebut akan
ditagih. Penagihan terhadap utang pajak dapat dilakukan dengan surat teguran.
Jika dengan penerbitan surat teguran wajib pajak tidak segera dibayar maka
akan diterbitkan surat paksa. Penerbitan surat paksa ini dilakukan sesudah lewat
21 hari sejak diterbitkannya surat teguran atau surat peringatan dan penanggung
pajak tidak melunasi utang pajak.
Pengurangan jumlah wajib pajak yang memiliki utang pajak dapat
dilakukan penagihan pajak dengan surat paksa yang efektif bagi wajib pajak.
Dengan berkurangnya jumlah wajib pajak yang memiliki utang pajak, maka akan
memberikan kontribusi terhadap penerimaan pajak penghasilan.
Terdapat beberapa penelitian mengenai penagihan pajak dengan surat
paksa dan kontribusinya terhadap penerimaan pajak yang menjadi acuan
peneliti, di antaranya penelitian yang dilakukan oleh Putri Kurniasari, Suharyono,
Agus Iwan Kesuma tahun 2016 dengan hasil penelitian menjelaskan bahwa
Penagihan pajak di KPP Pratama Balikpapan dari tahun 2012-2015 baik dari
penerbitan surat teguran ataupun surat paksa tergolong kriteria yang cukup
4
efektif baik dilihat dari jumlah lembaran maupun nominal yang tertera dalam surat
teguran karena berada diatas 80%. Kontribusi penagihan pajak surat teguran dan
surat paksa di KPP Pratama Balikpapan ditahun 2012-2015 tergolong dalam
kriteria kontribusi yang sangat kutang terhadap penerimaan tunggakan pajak
kerena pada tahun 2012-2015 kontribusi penerimaan tunggakan pajak dengan
surat teguran dan surat paksa belum berada diposisi diatas 10%.
Adapun penelitian yang dilakukan oleh Hafifah Nasution, Agista Aliffioni
tahun 2018 yang berjudul Analisis efektivitas penagihan pajak dengan surat
paksa dan penyitaan untuk meningkatkan penerimaan pajak pada kantor
pelayanan pajak pratama bekasi utara yang hasil penelitiannya menjelaskan
bahwa Efektivitas penagihan pajak dengan surat paksa pada tahun 2015
sebesar 44,78%, tahun 2016 sebesar 69,78%, dan tahun 2017 sebesar 29,49%.
Sedangkan efektivitas penagihan pajak dengan penyitaan pada tahun 2015
sebesar 41,72%, tahun 2016 sebesar 55,55%, dan tahun 2017 sebesar 58,45%.
Dan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa, penagihan pajak menggunakan
surat paksa dan penyitaan pada tahun 2015 – 2017 tergolong tidak efektif.
Tindakan penagihan merupakan wujud upaya untuk mencairkan tunggakan
pajak, dengan dilakukannya tindakan penagihan pajak dengan surat paksa
diharapkan wajib pajak menjadi lebih patuh dalam membayar pajak dan
tunggakan pajak dapat menurun sehingga pemasukan Negara dari sektor pajak
diharapkan mencapai sasaran sehingga pembangunan nasional tidak terhambat.
Akan tetapi pada pelaksanaan penagihan haruslah memperhatikan asas
keseimbangan antara biaya penagihan serta penerimaan yang diperoleh kerena
pelaksanaan penagihan dalam rangka pencairan tunggakan pajak mengeluarkan
dana yang cukup banyak. Untuk itu penulis tertarik untuk mengangkat ke dalam
5
penelitian yang berjudul “ANALISIS EFEKTIVITAS PAJAK DENGAN SURAT
PAKSA DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PADA
KPP PRATAMA WATAMPONE”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka
permasalahan dalam penelitian ini yaitu:
1. Apakah surat paksa terhadap penerimaan pajak pada KPP Pratama
Watampone sudah efektif?
2. Seberapa besar kontribusi penagihan pajak dengan surat paksa terhadap
penerimaan pajak pada KPP Pratama Watampone?
C. Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini
adalah:
1. Untuk mengetahui tingkat efektivitas penagihan pajak dengan surat paksa
pada KPP Pratama Watampone dalam rangka peningkatan penerimaan
pajak.
2. Untuk mengetahui seberapa besar kontribusi penagihan pajak dengan surat
paksa terhadap penerimaan pajak pada KPP Pratama Watampone.
D. Manfaat Penelitian
Adapun hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan Manfaat sebagai
berikut:
1. Bagi mahasiswa
Untuk dapat menambah pengetahuan dan wawasan di bidang perpajakan
khususnya, serta untuk dapat menerapkan teori yang diberikan pada bangku
perkuliahan dengan kenyataan yang terjadi di lapangan.
6
2. Bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Watampone
Dapat digunakan sebagai bahan evakuasi atas hasil kinerja sehingga dapat
menjadi bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan dalam memperbaiki
kinerja sehingga dapat berjalan lebih baik.
3. Bagi pihak lain
Dapat digunakan sebagai informasi untuk pihak luar serta dapat digunakan
sebagai bahan pertimbangan atau salah satu acuan bagi penelitian
selanjutnya.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
a. Efektivitas penagihan pajak dengan surat paksa
Definisi efektivitas
Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti dicapainya keberhasilan
dalam mencapai tujuan yang sudah pernah ditetapkan. Efektivitas berkaitan
antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya dicapai, Adapun
pengertian efektivitas dari beberapa sumber, diantaranya:
Efektivitas adalah hubungan output dan tujuan, semakin besar kontribusi
(sumbangan) output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif
organisasi, program, atau kegiatan” (Muhmudi, 2010:103)
Efektivitas adalah kondisi atau keadaan, dimana dalam memilih tujuan
yang hendak dicapai dan sarana atau peralatan yang digunakan, disertai tujuan
yang diinginkan dapat tercapai dengan hasil memuaskan. Pengertian efektivitas
secara umum menunjukan seberapa jauh tercapainya suatu tujuan yang terlebih
dahulu ditentukan (Rahardjo, 2011:170)
Efektivitas adalah kemampuan untuk mencapai sasaran. Efektivitas terkait
dengan Terminology Doing the Right Thing melakukan sesuatu yang benar
sehingga diistilahkan berhasil guna” (Wijayanto, 2012:17)
Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan efektivitas adalah ukuran keberhasilan realisasi penerimaan dalam
mencapai potensi sebenarnya yang harus dicapai pada suatu periode tertentu.
8
Efektivitas program atau kegiatan dinilai efektif apabila realisasi penerimaannya
dapat memenuhi target yang telah ditentukan sebelumnya.
1) Faktor penentu efektivitas
Efektivitas ditentukan dari beberapa faktor, adapun faktor penentu
efektivitas menurut munir (2004:418), yaitu sebagai berikut:
a) Faktor sumber daya manusia seperti tenaga kerja, kemempuan kerja
maupun sumber daya fisik seperti peralatan kerja, tempat kerja serta
ketersediaan dana.
b) Faktor struktur organisasi yaitu susunan yang stabil dari jabatan-jabatan,
baik struktur maupun fungsional.
c) Faktor teknologi dalam pelaksanaan pekerjaan/tugas.
d) Faktor dukungan kepada aparatur dan pelaksana tugas pokok dan
fungsinya, baik dari pimpinan maupun masyarakat.
Berdasarkan uraian diatas tedapat 4 (Empat) faktor penentu efektivitas
yang bepengaruh terhadap penagihan pajak dengan surat paksa, yaitu faktor
sumber daya manusia yang berperan sebagai penyusun struktur maupun
fungsional dalam pembagian pelaksanaan tugas penagihan pajak, faktor
teknologi sebagai pendukung pelaksana kepada aparatur dan pelaksana
perperan dalam membantu memperlancar tugas jurusita pajak dalam
melaksanakan tugasnya, dan faktor pimpinan berperan untuk mempercepat
pencapaian sasaran / tujuan dari pelaksanaan penagihan pajak.
2) Pengukuran efektivitas
Efektivitas mengacu pada hasil yang dicapai dengan tujuan yang telah
ditargetkan. Suatu organisasi dapat dikatakan efektif apabila tujuan telah
terealisasikan. Sehingga efektivitas dapat diukur dengan membandingkan antara
9
hasil yang telah terealisasi dengan target yang diharapkan. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Munir (2004:48) sebagai berikut:
Realisasi Efektivitas = × 100%
Target
Berdasarkan pendapat diatas, maka untuk mengetahui tingkat keefektivan
penagihan pajak dengan surat paksa mampu dilihat dari perbandingan antara
banyaknya surat paksa yang diterbitkan dengan hasil yang terealisasi kemudian
dibagikan dengan seratus persen.
b. Pajak
Secara umum pajak dapat diartikan sebagai pungutan yang dilakukan oleh
pemerintah kepada orang pribadi atau badan berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang hasilnya digunakan untuk pembiayaan pengeluaran umum
pemerintah yang balas jasanya tidak langsung dirasakan oleh rakyat. Disamping
itu ada beberapa definisi pajak menurut undang-undang dan dari beberapa ahli
di bidang perpajakan yang pada dasarnya memiliki inti yang sama, pengertian
pajak yang dimaksud antaranya:
Berdasarkan pasal 1 undang-undang nomor 19 tahun 2000 tentang
penagihan pajak dengan surat paksa, pajak adalah semua jenis pajak yang
diperoleh pemerintah pusat, termasuk Bea Masuk dan Cukai, dan pajak yang
diperoleh pemerintah daerah, menurut undang-undang dan peraturan daerah.
Berdasarkan undang-undang nomor 16 tahun 2009 tentang ketentuan
umum dan tata cara perpajakan pada pasal 1 ayat 1 adalah kontribusi wajib
kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan undang-undang, serta tidak mendapatkan imbalan secara
10
langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H yang dikutip oleh mardiasmo
(2016) pajak adalah iuran rakyat kepada Negara berdasarkan undang-undang
(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontrapretasi) yang
langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran
umum.
Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pajak
adalah suatu iuran yang harus dibayar setiap warga Negara yang besifat
memaksa karena telah diatur sedemikian ripa dalam undang-undang yang
dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, dan
hasil pembayaran pajak yang wajib pajak lakukan tidak langsung terlihat
hasilnya.
1) Fungsi pajak
Pajak mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan
bernegara, khususnya didalam pelaksanaan pembangunan karena pajak
merupakan sumber pendapatan Negara untuk membiayai semua pengeluaran
termasuk pengeluaran pembangunan. Fungsi pajak ada dua, (mardiasmo,
2016:4) yaitu:
1. Fungsi anggaran (budgetair)
Pajak berfungsi sebagai salah satu sumber dana bagi pemerintah untuk
membiayai pengeluaran-pengeluarannya.
2. Fungsi mengatur (cregulerend)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan
kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
11
Pada basarnya pajak berfungsi sebagai sumber keuangan bagi Negara
untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran Negara, serta untuk mengatur
pendapatan Negara dari sektor pajak. Sehingga penagihan pajak dengan surat
paksa dapat memberikan kontribusi yang cukup terhadap penerimaan pajak
apabila pelaksanaannya efektif, serta pelaksanaannya telah diatur sesuai dengan
kebijakan pemerintah dalam undang-undang nomor 19 tahun 2000 mengenai
penagihan pajak dengan surat paksa.
2) Jenis-Jenis pajak
Masalah perpajakan bukan hanya sekedar membayar iuran kepada
Negara, akan tetapi pajak juga memiliki bermacam-macam jenis. Jenis pajak
terbagi atas dua yaitu:
1. Pajak Negara
Pajak Negara merupakan Pajak yang dipungut serta dikelola oleh Pemerintah
Pusat. Menurut widiyaningsih (2013:4) jenis-jenis pajak pusat terdiri atas lima
yang meliputi:
a. Pajak penghasilan (PPh)
b. Pajak Pertambahan Nilai (PPn)
c. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
d. Bea Materai
e. Pajak Bumi dan bangunan (PBB)
Berdasarkan uraian diatas, jenis-jenis pajak terdiri atas lima, yaitu PPh
yang terbagi atas dua yaitu PPh non Migas dan PPh Migas yang dipungut oleh
pemerintah melalui kantor pelayanan pajak untuk meningkatkan penerimaan
pajak Negara, PPn dan PPnBM yang dipungut pemerintah sesuai dengan aturan
yang berlaku untuk meningkatkan penerimaan pajak Negara. Bea materai
12
dibayarkan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai
salah satu sumber penerimaan pajak Negara, PBB yang harus dibayar oleh wajib
pajak tiap tahunnya kepada Negara untuk meningkatkan penerimaan pajak.
2. Pajak Daerah
Berdasarkan undang-undang nomor 28 pasal 2 tahun 2009 tentang
pajak daerah dan retribusi, jenis-jenis pajak terbagi atas dua bagian, yaitu:
a. Jenis pajak provinsi terdiri dari pajak kendaraan bermotor, Bea balik Nama
kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak air
permukaan dan pajak rokok.
b. Jenis pajak kabupaten/kota terdiri dari pajak hotel, pajak restoran, pajak
hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak parker, pajak air
tanah, pajak sarang burung wallet, pajak mineral bukan logam dan batuan,
pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkantoran, bea perolehan hak
atas dan bangunan.
Dari uraian diatas, pajak daerah yaitu pajak provinsi yang penerimaannya
diatur di provinsi masing-masing sesuai dengan aturan yang berlaku di
kabupaten / kota yang bersangkutan.
Berdasarkan sumber tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pajak terdiri
dari dua jenis yaitu pajak Negara dan pajak daerah dimana keduanya dipungut
oleh pemerintah masing-masing dan akan digunakan untuk membiayai semua
pengeluaran Negara.
3) Tarif pajak
Tarif pajak merupakan angka atau persentase yang digunakan untuk
menghitung jumlah pajak atau jumlah pajak yang terutang. Tarif pajak ada 4
macam (Mardiasmo, 2016:11) yaitu:
13
1. Tarif sebanding/proporsional
Tarif berupa persentase tetap, berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga
besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang
dikenai pajak.
2. Tarif tetap
Tarif berupa jumlah tetap terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak
sehingga besarnya pajak yang terutang tetap.
3. Tarif progresif
Persentase Tarif yang digunakan semakin besar apabila jumlah pajak yang
terhutung semakin besar.
4. Tarif degresif
Persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah pajak yang terhitung
semakin besar.
4) Syarat pemungutan pajak
Syarat pemungutan pajak agar tidak terjadi hambatan atau perlawanan
(Mardiasmo, 2016:4) sebagai berikut:
1. Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan)
Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-undang
mampu pelaksanaan pemungutan pajak harus adil. Adil dalam perundang-
undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta
disesuaikan dengan kemempuan masing-masing. Sedang adil dalam
pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk
mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan
banding kepada pengadilan pajak.
14
2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (syarat yuridis)
diindonesia, pajak diatur dalam undang-undang 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini
memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi Negara
maupun bagi warganya.
3. Tidak mengganggu perekonomian (syarat ekonomis)
Pemeungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun
perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekomonian
masyarakat.
4. Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansiil)
Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus lebih rendah dari hasil
pemungutannya.
5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong
masyarakat dala memenuhi kewajiban perpajakannya.
c. Penagihan pajak dengan Surat paksa.
a) Penagihan pajak.
Menurut undang-undang nomor 19 tahun 2000 tentang penagihan pajak
dengan surat paksa. Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar
pengaggung pajak melunasi hutang pajak dan biaya penagihan pajak dengan
menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan
sekaligus, memberitahukan Surat paksa, mengusulkan pencegahan,
melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang
telah disita. Utang pajak merupakan pajak yang masih harus dibayar termasuk
sanksi administrasi berupa bunga dan denda. Munculnya utang pajak
disebabkan karena wajib pajak tidak membayar pajak atau menunggak sampai
15
dengan tanggal jatuh tempo pembayaran. Apabila hal tersebut terjadi maka
Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan tindakan penagihan pajak dengan
menerbitkan Surat ketetapan pajak (SKP), surat teguran dan surat paksa yang
menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar oleh penanggung pajak
dapat dilunasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Berdasarkan uraian diatas maka penagihan pajak dapat diartikan sebagai
suatu tindakan untuk mendapatkan pelunasan atas semua utang pajak yang
harus dibayar oleh wajib pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku
1) Dasar hukum penagihan pajak
Penagihan pajak membutuhkan sebuah dasar yang akan melandasi para
petugas pajak dalam melakukan penagihan pajak. Menurut direktural jendral
pajak dalam buku pedoman penagihan pajak (2012:1) dasar hukum pelaksanaan
penagihan pajak telah di atur dalam:
a) Undang-undang nomor 19 tahun 1997 tentang penagihan pajak dengan Surat
paksa kemudian di perbaharui dengan undang-undang nomor 19 tahun 2000.
b) Pasal 18 ayat 10 undang-undang KUP “.surat tagihan pajak, Surat ketetapan
pajak kurang bayar, surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan, putusan
banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus di bayar bertambah,
merupakan dasar penagihan pajak”.
c) Pasal 12 undang-undang pajak bumi dan bangunan “surat pemberitahuan
pajak terutang, surat ketetapan pajak, dan surat tagihan pajak merupakan
dasar penagihan pajak.
d) Pasal 13 undang-undang pajak bumi dan bangunan “jumlah pajak yang
terutang berdasarkan Surat tagihan pajak yang tidak di bayar pada waktunya
dapat di tagih dengan surat paksa.
16
Dengan demikian, sangat jelas bahwa penagihan pajak telah di atur
berdasarkan undang-undang sehingga menjadi acuan bagi petugas pajak untuk
melakukan penagihan.
2) Petugas penagihan pajak
Kegiatan penagihan pajak dilakukan oleh pejabat yang berwenang atau
bagian penagih (seksi penagihan) yang ada di KPP, Penagihan pajak dimulai
dengan dikeluarkannya Surat ketetapan pajak (SKP) oleh kantor pelayanan pajak
(KPP) yang bersangkutan. Apabila Surat ketetapan ini tidak dilunasi oleh wajib
pajak maka pejabat akan menerbitkan surat teguran dan apabila wajib pajak
masih menunggak maka akan di terbitkan surat paksa yang dilaksanakan oleh
petugas pajak atau jurusita pajak.
Sementara yang dimaksud jurusita pajak dalam pasal 1 ayat 6 undang-
undang nomor 19 tahun 2000 “jurusita pajak adalah pelaksana tindakan
penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus pemberitahuan
surat paksa, penyitaan dan penyanderaan.
Dalam pasal 1 ayat 11 undang-undang nomor 19 tahun 2000 penagihan
seketika dan sekaligus merupakan tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan
jurusita pajak kepada penanggung pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo
pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, dan tahun
pajak.
Dengan demikian, sudah jelas bahwa yang bertindak sebagai penagih
pajak yaitu petugas pajak sendiri yabg telah diatur dalam undang-undang
perpajakan.
17
3) Tindakan penagihan pajak
Dalam melaksanakan tugasnya para petugas pajak atau jurusita pajak
melakukan beberapa tindakan untuk mempermudah pekerjaannya. Adapun
tindakan penagihan pajak yang dilakukan petugas pajak/jurusita pajak menurut
Direktorat Jenderal Pajak (DPP) dalam buku pedoman penagihan pajak (2012:6)
adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1
Tindakan penagihan pajak
No. Urut
Jenis tindakan Waktu pelaksanaan kegiatan
Dasar hukum
1. Penerbitan surat teguran dan surat peringatan serta surat lain yang sejenis
7 (tujuh) hari setelah jatuh tempo utang pajak dan penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya.
Pasal 8 dan 11 no. 85/TMK 03/2010
2. Penerbitan surat paksa
Setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari sejak diterbitkannya surat teguran/peringatan/surat lain yang sejenis dan dan penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya.
Pasal 7 undang-undang PPSP dan pasal 15 sampai dengan pasal 23 no. 85/PMK. 03/2010
3. Penerbitan surat perintah melaksanakan penyitaan.
Setelah lewat 2×24 jam surat paksa diberitahukan kepada penanggung pajak dan utang pajakannya belum lunas.
Pasal 12 undang-undang PPSP
4. Pengumuman lelang Setelah lewat waktu 14 hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan dan penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya.
Pasal 26 no. 85/PMK. 03/2010
Sumber: pedoman penagihan pajak (2012:8)
Untuk dapat melaksanakan proses penagihan ini, maka petugas jurusita
pajak harus memiliki pemahaman yang memadai mengenai peraturan
perpajakan yang berlaku khususnya yang berkaitan dengan penagihan pajak.
18
Karena tanpa pengetahuan yang luas maka kelima proses penagihan pajak
tersebut tidak akan berjalan dengan baik.
d. Surat paksa
1) Definisi surat paksa
Apabila Wajib pajak tidak membayar utang pajaknya setelah lewat 21 hari
dari terbitnya Surat teguran, maka jurisita pajak akan melakukan penagihan
pajak dengan surat paksa sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
perpajakan.
Surat paksa merupakan surat perintah membayar utang pajak serta biaya
penagihan pajak. Surat paksa mempunyai kekuatan eksekutorial serta
kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang mempunyai
kekuatan hukum tetap.
Surat paksa merupakan salah satu sarana penagihan pajak. Surat paksa
diterbitkan karena jumlah pajak harus dibayar berdasarkan Surat tagihan pajak,
Surat ketetapan pajak kurang bayar, surat ketetapan pajak kurang bayar
tambahan, surat keputusan pembetulan, surat keputusan keberatan, putusan
banding, dan putusan peninjauan kembali, yang menyebabkan jumlah pajak
yang masih harus dibayar bertambah, yang tidak dibayar oleh penanggung pajak
sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan. Jangka waktu yang dimaksud
adalah satu bulan sejak tanggal diterbitkannya surat tagihan pajak, surat
ketetapan pajak kurang bayar, surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan,
surat keputusan pembetulan, surat keputusan keberatan, putusan banding, dan
putusan peninjauan kembali, atau 3 (tiga) bulan bagi wajib pajak usaha kecil dan
wajib pajak didaerah tertentu. Penagihan pajak dengan surat paksa diatur
tersendiri dalam undang-undang nomor 19 tahun 2000 sebagai perubahan atas
19
undang-undang nomor 19 tahun 1997 tentang penagihan pajak dengan surat
paksa dan pasal 1 ayat 21 undang-undang nomor 16 tahun 2000 tentang
ketentuan tata cara perpajakan surat paksa adalah surat perintah membayar
utang pajak dan biaya penagihan pajak.
Dengan demikian Surat paksa merupakan surat perintah untuk membayar
utang pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku.
2) Dasar hukum surat paksa
Menurut direktorat jenderal pajak dalam buku pedoman penagihan pajak
(2012:19) Surat paksa memiliki beberapa dasar hukum yaitu:
a) Pasal 20 undang-undang nomor 8 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan
tata cara perpajakan sebagaimana telah diubah atas undang-undang nomor
16 tahun 2009.
b) Pasal 1 ayat 12 dan ayat 13, pasal 2 ayat 3 huruf b.3, pasal 5 ayat 1 huruf b,
pasal 7-11 undang-undang nomor 19 tahun 1997 tentang penagihan pajak
dengan surat paksa sebagaimana telah diubah menjadi undang-undang
nomor 19 tahun 2000.
c) Pasal 1 ayat 5, pasal 12, pasal 15-23 peraturan menteri keuangan republik
Indonesia nomor 24/PMK.03/2008 tentang tata cara pelaksanaan penagihan
dengan surat paksa dan pelaksanaan penagihan seketika dan sekaligus
sebagaimana telah diubah dengan peraturan menteri keuangan republik
Indonesia nomor 85/PMK.03/2010.
d) Pasal 1 ayat 5, pasal 6, pasal 9-17 keputusan menteri keuangan republik
Indonesia nomor 561/KMK.04/2000 tentang tata cara pelaksanaan penagihan
seketika dan sekaligus dan pelaksanaan surat paksa.
20
e) Keputusan direktur jenderal pajak nomor KUP.21/PJ.2002 tentang tata cara
pemberitahuan pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa dan
penyitaan di luar wilayah karena pejabat yang berwenang menerbitkan surat
paksa.
Dari beberapa landasan hukum tersebut, dapat disimpulkan bahwa surat
paksa telah diatur dalam undang-undang yang memiliki landasan hukum yang
kuat sehingga wajib pajak harus patuh dalam membayat pajaknya.
3) Tata cara pemberitahuan surat paksa
Surat paksa memiliki tata cara pemberitahuan yang telah diatur pada pasal
10 ayat 1 undang-undang nomor 19 tahun 2000 tentang penagihan pajak dengan
surat paksa yaitu, surat paksa diberitahukan jurusita pajak kepada penanggung
pajak dengan pernyataan dan penyerahan salinan surat paksa.
Pemberitahuan surat paksa kepada penanggung pajak tersebut
dilaksanakan dengan membacakan isi surat paksa oleh jurusita pajak dan
dituangkan dalam berita acara sebagai pernyataan bahwa surat paksa telah
diberitahukan.
Berdasarkan hal tersebut, maka tata cara pemberitahuan surat paksa yaitu
membacakan isi surat paksa dan menyerahkan salinan surat paksa kepada
penanggung pajak oleh jurusuta pajak.
4) Isi surat paksa
Setiap Surat pemberitahuan pasti memiliki isi yang terkandung didalamnya,
begitupun dengan surat paksa. Adapun isi Surat paksa menurut direktorat
jenderal pajak yaitu:
a) Nama wajib pajak atau dan penanggung pajak.
b) Dasar penagihan
21
c) Besarnya utang pajak, dan
d) perintah untuk membayar
Dengan demikian isi dari Surat paksa telah tercantum nama wajib pajak
serta besarnya utang pajak yang harus dibayar atau dilunasi oleh wajib pajak.
5) Penerbitan surat paksa
Surat paksa diterbitkan oleh kantor pelayanan pajak (KPP). Kantor
pelayanan pajak menerbitkan surat paksa berdasarkan pada peraturan
perundang-undangan pasal 8 ayat 1 nomor 19 tahun 2000 tentang penagihan
pajak dengan surat paksa, yaitu:
a) Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah
diterbitkan Surat teguran atau surat peringatan atau surat lain sejenisnya.
b) Pada penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan
sekaligus.
c) Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum pada
keputusan persetujuan angsuran dan penundaan pembayaran pajak.
Penerbitan Surat paksa secara sah dilakukan oleh pejabat yang
berwenang merupakan modal utama bagi pelaksanaan penagihan pajak yang
efektif, karena surat paksa memberikan kewenangan kepada petugas penagihan
pajak untuk melakukan eksekusi langsung dalam hal penyitaan barang milik
penanggung pajak.
6) Pemberitahuan surat paksa kepada wajib pajak badan
Berdasarkan pasal 10 ayat 4 undang-undang nomor 19 tahun 2000 tentang
penagihan pajak dengan surat paksa dan pasal 18 PMK-85/2010 surat paksa
terhadap wajib pajak badan diberitahukan oleh jurusita pajak kepada:
22
Table 2.2
Pemberitahuan Surat Paksa Kepada Wajib Pajak Badan
No Badan Pemberitahuan Surat Paksa Keterangan
1. Perseroan terbatas
Pengurus Komisaris Meliputi komisaris sebagai orang yang lazim disebut dewan komisaris, dan komisaris sebagai orang perseroan yang lazim disebut anggota komosaris.
Pemegang saham tertentu orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang ikut menentukan kebijakann dan/atau mengambil keputusan dalam menjalankan perseroan.
Untuk PT TBK ; Pemegang saham pengendali atau pemegang saham mayoritas, untuk PT tertutup; seluruh pemegang saham.
2 Badan Usaha Tetap (BUT)
Kepala perwakilan kepada cabang penanggung jawab
3. Badan Usaha Lain (persekutuan, Firma, perseroan komanditer)
Direktur pemilik modal orang yang ditujuk untuk melaksanakan dan mengendalikan, serta bertanggung jawab atas perusahaan dimaksud
4. Yayasan Ketua orang yang melaksanakan dan mengendalikan, serta bertanggung jawab atas yayasan dimaksud
Sumber: pedoman penagihan pajak (2012:23)
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pemberiahuan
Surat paksa terhadap wajib pajak badan dapat dilakukan oleh pengurus
23
perseroan terbatas, kepala perwalikan kepada cabang penanggung jawab BUT,
direktur pemilik modal badan usaha lain, maupun ketua dari yayasan.
e. Penerimaan pajak penghasilan badan
1. Definisi badan
Badan merupakan salah satu subjek pajak penghasilan, hal ini sesuai
dengan undang-undang nomor 36 tahun 2008 pasal 1 tentang pajak
penghasilan. Undang-undang nomor 16 tahun 2009 pasal 1 ayat 3 tentang
ketentuan umum dan tata cara perpajakan dan undang-undang nomor 19 tahun
2000 pasal 1 ayat 4 tentang penagihan pajak dengan surat paksa dalam undang-
undang tersebut dijelaskan bahwa : badan adalah sekumpulan orang pribadi dan
atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang
tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer,
perseroan lainnya, badan usaha milik Negara atau badan usaha milik daerah
dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana mensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi social polotik
atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak
investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
Dengan demikian, badan merupakan salah satu potensi yang dapat
menaikkan jumlah penerimaan negara
2. Definisi pajak penghasilan badan
Penerimaan pajak penghasilan adalah penerimaan pajak yang berasal dari
pajak yang dikenakan terhadap laba yang diperoleh perusahaan dalam satu
tahun pajak, sedangkan badan merupakan subjek pajak penghasilan. Dengan
demikian yang dimaksud dengan penerimaan pajak penghasilan badan adalah
24
penerimaan pajak yang berasal dari subjek pajak badan atas laba yang diperoleh
dalam satu tahun pajak
3. Penerimaan pajak penghasilan badan
Penerimaan pajak merupakan penghasilan yang diperoleh pemerintah
yang bersumber dari pajak rakyat. Menurut pasal 1 ayat 2 undang-undang nomor
35 tahun 2000 tentang APBN, penerimaan pajak adalah semua penerimaan yang
terdiri dari pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional.
Salah satu sumber penerimaan pajak adalah pajak penghasilan (PPH).
Pajak penghasilan ini berlaku untuk semua wajib pajak, baik wajib pajak orang
pribadi maupun wajib pajak badan. Menurut undang-undang nomor 36 tahun
2008 pasal 4 ayat 1 tentang pajak penghasilan.
Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima
atau diperoleh pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi dan menambah kekayaan wajib
pajak yang bersangkutan dalam bentuk apapun.
Menurut Baridwan (2008:32) pajak penghasilan (PPH) merupakan “pajak
yang dikenakan terhadap laba yang diperoleh perusahaan”. Sedangkan menurut
Sutedi (2011:51) mengemukakan bahwa pajak penghasilan (PPH) merupakan
“pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh satu tahun pajak”
Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa penerimaan
pajak penghasilan merupakan penerimaan pajak yang berasal wajib pajak pribadi
atau badan yang merupakan laba dari satu tahun pajak.
25
4. Subjek pajak penghasilan
Subjek pajak penghasilan merupakan pihak-pihak yang menurut ketentuan
peratusan undang-undang perpajakan dapat dikenal kewajiban untuk membayar
pajak penghasilan. Berdasarkan undang-undang nomor 36 tahun 2008 pasal 2
ayat 1 tentang pajak penghasilan, yang menjadi subjek pajak antara lain:
a) Orang pribadi
b) Warisan yang belum dibagi menjadi satu kesatuan menggantikan yang berhak
c) Badan
d) Bentuk usaha tetap (BUT)
Dengan demikian, subjek pajak penghasilan terdiri atas orang pribadi yang
telah terdaftar sebagai wajib pajak pribadi dan memiliki NPWP, warisan yang
belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak, badan yang
telah terdaftar sebagai wajib pajak badan, dan bentuk usaha tetap (BUT) yang
telah terdaftar sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
5. Objek penerimaan pajak penghasilan
Objek penerimaan pajak merupakan segala sesuatu yang menurut undang-
undang dikenakan pajak, Berdasarkan undang-undang nomor 36 tahun 2008
pasal 4 ayat 1 tentang pajak penghasilan, objek pajak penghasilan adalah:
Penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diperoleh
wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang
dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak yang
berkaitan dengan nama dan bentuk apapun termasuk:
1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorium, komosi,
26
bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali
ditentukan lain dalam undang-undang pajak penghasilan.
2. Hadiah dari undian, pekerjaan, kegiatan dan penghargaan.
3. Laba usaha.
4. Keuntungan kerena penjualan atau karena pengalihan harta, termasuk:
a) Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan
badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.
b) Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu
atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya.
c) Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, pengambil alihan usaha, atau reorganisasian dengan nama
dan dalam bentuk apapun.
d) Keuntungan kerena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau
sumbangan kecuali yang diberikan kepada keluarga sedara dalam garis
keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan,
badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang
menjalankan usaha mikro dan kecil yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan peraturan meteri keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan
usaha, pekerjan, kepemilikan, atau penguasaan diantara pihak-pihak yang
bersangkutan.
e) Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak
penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan
dalam perusahaan pertambangan.
5. Penerimaan kembali penbayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya.
27
6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang.
7. Deviden, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk deviden dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polisi dan pembagian sisa hasil
usaha koperasi.
8. Royalty atau imbalan atas penggunaan hak.
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
11. Keuntungan karena pembebasan utang kecuali sampai dengan jumlah
tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
12. Keuntungan selisih kusr mata uang asing.
13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
14. Premi asuransi.
15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanga yang terdiri
dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
16. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak.
17. Penghasilan dari usaha yang berbasis syariah.
18. Imbalan bunga sebagai mana dimaksud dalam undang-undang yang
mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
19. Surplus bank Indonesia.
Dengan demikian, Objek penerimaan pajak penghasilan merupakan semua
penghasilan tambahan yang diterima oleh wajib pajak dalam bentuk apapun
untuk menambah kekayaannya yang telah diatur dalam undang-undang.
28
f. Kontribusi
1. Definisi kontribusi
Kontribusi berasal dari bahasa inggris yaitu contribute, contribution,
maknanya adalah keikut sertaan, keterlibatan, melibatkan diri maupun
sumbangan. Berarti dalam hal ini kontribusi dapat berupa meteri atau tindakan.
Kontribusi ialah uang iuran (kepada perkumpulan dan sebagainya) atau
sumbangan. (http:kbbi.web.id/kontribusi)
Berdasarkan definisi tersebut, jika dikaitkan dengan penelitian ini maka
yang dimaksud dengan kontribusi adalah iuran yang berasal dari pencairan
tunggakan pajak dengan surat paksa terhadap realisasi penerimaan pajak
penghasilan badan.
2. Pengukuran kontribusi
Sebagaimana diketahui bahwa kontribusi meripakan iuran atau
sumbangan, maka untuk mengetahui perhitungannya, sudjana dalam
Rahmatullah (2013) mengemukakan bahwa kontribusi dapat diukur
menggunakan rumus:
× 100%
Keterangan:
A = persentase kontribusi
X = total variabel X periode tertentu
N = total variabel Y periode tertentu
3. Keterkaitan penagihan pajak dengan surat paksa terhadap penerimaan
pajak penghasilan badan
Berdasarkan uraian sebelumnya bahwa, Penerimaan Pajak Penghasilan
badan merupakan penerimaan pajak yang berasal dari pajak yang dikenakan
29
terhadap laba yang diperoleh perusahaan dalam satu tahun pajak. Akan tetapi
dalam pemungutannya terbentuk barbagai kendala yakni tingginya angka
tunggakan pajak baik yang menghindari pajak (Tax Avoidance) maupun
terbatasnyam kemampuan membayar utang pajak. Apabila hal ini terus berlanjut
maka akan berdampak pada jumlah penerimaan pajak. pajak yang tertungak
dapat diterima jika wajib pajak memiliki niat baik untuk melunasi utang pajaknya
beserta denda selama proses penagihan, sehingga penerimaan pajak dari
penagihan surat paksa dapat meningkat.
Maka dari itu sangat dibutuhkan undang-undang yang sangat mengikat dan
setara dengan putusan pengadilan perdata dalam proses penagihan pajak, agar
wajib pajak patuh untuk melunasi utang pajaknya. Cara untuk meminimalisir
kendala tersebut yaitu melakukan penagihan pajak dengan surat paksa yang
memiliki landasan hukum undang-undang nomor 19 tahun 2000, sehingga wajib
pajak akan lebih patuh untuk memenuhi kewajiban pajaknya agar tidak menerima
sanksi apabila kewajiban pajaknya menunggak.
B. Tinjauan Empiris
Penelitian terdahulu ini merupakan salah satu panduan penulis dalam
melakukan penelitian sehingga penulis dapat memperbanyak teori yang
digunakan dalam mengkaji penelitian yang dilakukan, Namun penulis
mengangkat beberapa penelitian seperti referensi dalam memperbanyak bahan
kajian pada penelitian penulis. Berikut merupakan penelitian terdahulu dari
beberapa jurnal terkait dengan penelitian yang dilakukan penulis.
30
Tabel 2.3
Tinjauan Empiris
No Nama peneliti
Judul penelitian
Variabel Penelitian
Hasil Penelitian
1 Nana Adriana Erwis (2012)
Efektivitas penagihan pajak dengan surat teguran dan surat paksa terhadap penerimaan pajak pada kantor pelayanan pajak pratama Makassar selatan
Surat teguran, surat paksa, penerimaan pajak
- Penagihan pajak dengan Surat paksa di KPP Pratama Makassar selatan tergolong tidak efektif baik di tinjau dari segi jumlah lembar maupun nilai nominal yang tertera dalam Surat teguran dan Surat paksa.
- Kontribusi penagihan pajak dengan Surat teguran dan Surat paksa terhadap penerimaan pajak di KPP Pratama tergolong sangat kurang. Penagihan pajak dengan surat teguran yaitu hanya sebesar 0,5% tahun 2010 dan sebesar 10% tahun 2011, dan penagihan pajak dengan surat paksa yaitu hanya sebesar 0,4% tahun 2010 dan sebesar 0,7% tahun 2011.
2 Putri Kurniasari, Suharyono, Agus Iwan Kesuma (2016)
Efektivitas Penagihan Pajak dengan Surat Teguran dan Surat Paksa terhadap Penerimaan Pajak pada kantor pelayanan pajak (KPP)Pratama di Balikpapan
Surat teguran, surat paksa, penerimaan pajak
- Penagihan pajak di KPP Pratama Balikpapan dari tahun 2012-2015 baik dari penerbitan surat teguran ataupun surat paksa tergolong kriteria yang cukup efektif baik dilihat dari jumlah lembaran maupun nominal yang tertera dalam surat teguran karena berada diatas 80%
31
- Kontribusi penagihan pajak surat teguran dan surat paksa di KPP Pratama Balikpapan ditahun 2012-2015 tergolong dalam kriteria kontribusi yang sangat kutang terhadap penerimaan tunggakan pajak kerena pada tahun 2012-2015 kontribusi penerimaan tunggakan pajak dengan surat teguran dan surat paksa belum berada diposisi diatas 10%.
3 Hafifah Nasution, Agista Aliffioni (2018)
Analisis efektivitas penagihan pajak dengan surat paksa dan penyitaan untuk meningkatkan penerimaan pajak pada kantor pelayanan pajak pratama bekasi utara
Surat paksa dan penyitaan, wajib pajak aktif, pencairan tunggakan pajak
- Efektivitas penagihan pajak dengan surat paksa pada tahun 2015 sebesar 44,78%, tahun 2016 sebesar 69,78%, dan tahun 2017 sebesar 29,49%. Sedangkan efektivitas penagihan pajak dengan penyitaan pada tahun 2015 sebesar 41,72%, tahun 2016 sebesar 55,55%, dan tahun 2017 sebesar 58,45%. Dan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa, penagihan pajak menggunakan surat paksa dan penyitaan pada tahun 2015 – 2017 tergolong tidak efektif.
4 Hesty Amelia Saputri (2015)
Pengaruh penagihan pajak dengan surat tegutan dan surat paksa terhadap
Surat teguran, surat paksa, pencairan tunggakan pajak
- Hasil pengujian secara partial menunjukkan nilai signifikansi penagihan pajak dengan surat teguran sebesar 0,012<0, 05
32
efektivitas pencairan tunggakan pajak (studi kasus KPP Pratama Bandung Cibeunying periode 2010-2014)
maka dapat dijelaskan bahwa penagihan pajak dengan surat teguran berpengaruh signifikan terhadap efektivitas pencairan tunggakan pajak. nilai signifikansi penagihan pajak dengan surat paksa sebasar 0,001<0,05 maka dapat dijelaskan bahwa penagihan pajak dengan surat paksa berpengaruh signifikan terhadap efektifitas pencairan tunggakan pajak. Penagihan pajak dengan surat teguran dan surat paksa secara simultan juga berpengaruh signifikan terhadap efektivitas pencairan tunggakan pajak karena nilai probabilitas lebih kecil dari taraf signifikansi yaitu sebesar 0,001< 0, 05.
5 Olvi Madjid, Lintje Kalangi (2015)
Efektifitas penagihan pajak dengan surat teguran dan surat paksa terhadap penerimaan pajak penghasilan pada kantor pelayanan pajak pratama bitung
Surat teguran, surat paksa, penerimaan pajak penghasilan
- Penaguhan tunggakan pajak penghasilan dengan surat teguran pada tahun 2013-2014 dan surat paksa tahun 2013 pada KPP Pratama Bitung berdasarkan pengujian dengan formula efektivitas dan klarifikasi pengukuran efektivitas, tergolong kurang efektif. Sedangkan penagihan tunggakan
33
pajak penghasilan dengan Surat paksa pada tahun 2014 tergolong efektif.
- Kontribusi penagihan pajak dengan Surat teguran dan Surat paksa terhadap penerimaan pajak penghasilan di KPP Pratama Bitung berdasarkan pengujian dengan formula rasio penerimaan tunggakan pajak dan klarifilasi kriteria konrtibusi, tergolong sangat kurang.
6 Monita Pricilia Najoan, Jenny Marosa, Heince R.N. Wokas (2015)
Efektifitas penagihan pajak dengan surat teguran dan surat paksa untuk meningkatkan penerimaan pajak pertambahan nilai pada KPP Pratama kota Mobagu
Surat teguran, surat paksa, peningkatan penerimaan pajak
- Penagihan tunggakan pajak pertambahan nilai dengan Surat teguran dan surat paksa tahun 2012-2014 pada KPP Pratama Kota Mobagu berdasarkan pengujian dengan sumus efektivitas dan klasifikasi pengukuran efektivitas, tergolong tidak efektif karena memiliki persentase efektivitas berada dibawah 60%.
- Kontribusi penagihan pajak dengan Surat teguran dan Surat paksa terhadap penerimaan pajak dan terhadap tunggakan pajak di KPP Pratama Kota Mobagu tergolong kurang karena memiliki presentase 0, 00% - 10%.
7 Restika Purnawardh
Efektifitas penagihan
Surat teguran,
- Realisasi penerimaan pajak di KPP madya
34
ani, Sri Mangesti Rahayu, Amiruddin Jauhari (2015)
pajak aktif dengan surat teguran dan surat paksa dalam upaya optimalisasi penerimaan pajak (STUDI KASUS PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA MALANG)
surat paksa, optimalisasi penerimaan pajak
Malang belum mencapai target yang telah ditetapkan dengan adanya tunggakan pajak sebesar Rp 214.653.176.625 pada tahun 2011, Rp 47.399.359.780 pada tahun 2012, dan Rp 354.936.869.285 pada tahun 2013.
- Tingkat efektivitas penagihan pajak aktif dengan surat teguran pada tahun 2011-2013 berturut-turut adalah 13,48%, 9,63%, dan 12,74%. Tingkat efektifitas penagihan pajak aktif dengan surat paksa pada tahun 2011-2013 berturut-turut adalah 5,89%, 62,25%, dan 55,81%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa penagihan pajak aktif dengan penerbitan surat teguran dan surat paksa belum dapat mengoptimalkan penerimaan pajak.
C. Kerangka Pemikiran
Penagihan pajak merupakan sarana dalam menegakkan kepatuhan wajib
pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan dalam rangka memberikan
kepastian hukum, keadilan, dan pembinaan kepada wajib pajak serta
melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang
mendasari munculnya penagihan pajak yaitu adanya tunggakan pajak dalam
surat tagihan pajak, surat ketetapan pajak kurang bayar, surat ketetapan pajak
35
KPP Pratama Watampone
Penagihan Pajak dengan
Surat Paksa
Kontribusi pajak
Efektifitas penerimaan
pajak
Analisis data
kurang bayar tambahan, surat keputusan pembetulan surat keputusan
keberatan, dan putusan banding. Salah satu tindakan penagihan pajak adalah
dengan adanya pemberitahuan surat paksa.
Surat paksa diterbitkan apabila wajib pajak tidak membayar utang pajaknya
setelah lewat 21 hari dari terbitnya surat teguran, sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan perpajakan. Pemberitahuan surat paksa terhadap wajib
pajak badan dapat dilakukan kepada pengurus perseroan terbatas, kepada
perwakilan kepala cabang penanggung jawab BUT, direktur, pemilik modal
badan usaha lain, dan ketua dari yayasan. Apabila pencairan tunggakan pajak
dari penagihan tersebut dapat terealisasikan sesuai jumlah nominal pencairan
tunggakan pajak, maka penagihan surat paksa dapat dikatakan efektif.
Gambaran 2.1 Kerangka Pikir
Sumber: dikembangkan oleh peneliti (2020)
36
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah Metode Analisis
Kuantitatif Deskriptif. Adapun pengertian Deskriptif Analitis (Sugiono, 2009:29)
adalah suatu metode yang digunakan untuk mendeskripsikan atau memberi
gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data atau sampel yang telah
terkumpul sebagaimana adanya tanpa melakukan analisis dan membuat
kesimpulan yang berlaku untuk umum.
Dengan kata lain penelitian deskriptif analitis mengambil masalah atau
memusatkan perhatian kepada masalah-masalah sebagaimana adanya saat
penelitian dilakukan, hasil penelitian yang kemudian diolah dan dianalisis untuk
diambil kesimpulannya.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Untuk memperoleh data yang dibutuhkan, maka penulis memilih objek
Penelitian dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Watampone Jl.
Jend Ahmad Yani No.9, Waktu Penelitian dilaksanakan selama 1 bulan.
C. Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran
Operasional variabel menurut Umi Nariwati (2010) dalam Irena ariyanti
(2017) yaitu proses penguraian variabel penelitian keadaan sub variabel,
dimensi, indikator sub variabel, dan pengukuran.
Sugiyono (2012) menyatakan variabel adalah suatu atribut atau sifat atau
nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang
37
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari setelah itu maka peneliti dapat menarik
kesimpulannya
Definisi operasionalisasi Variabel atau operasional suatu variabel menurut
Sugiyono (2010) sebagai berikut: “Variabel penelitian pada dasarnya adalah
segala sesuatu yang terbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik
kesimpulannya.”
Pengukuran variabel penelitian ini, penulis menggunakan dasar
pengukuran terhadap 2 (dua) variable yang menjadi objek pengamatan yaitu:
1. Surat paksa diukur dengan menjumlahkan semua tunggakan pajak
berdasarkan surat paksa yang ada pada KPP Pratama Watampone dan
diukur menggunakan satuan lembar dan rupiah (Rp) dengan rumus:
(Jumlah utang pajak + Biaya Penagihan pajak)
2. Penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) badan diperoleh dengan menjumlahkan
semua Pajak Penghasilan (PPh) Badan yang ada pada Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) Pratama Watampone dan diukur dengan menggunakan satuan
rupiah (Rp) dengan rumus:
(Jumlah PPh Non Migas + Jumlah PPh Migas)
Tabel 3.1
Indikator Pengukuran
Variable Dimensi Indikator Skala
Penagihan pajak
Surat Paksa
1. Rasio efektivitas penagihan pajak dengan surat paksa :
Total Realisasi Surat Paksa
Total target Surat Paksa 2. Rasio Kontribusi pencairan
Tunggakan Pajak dengan Surat Paksa
Rasio
38
Total Pencairan Tunggakan Pajak
Jumlah Total Penerimaan pajak
Penerimaan Pajak
1. Total Target Penerimaan Pajak 2. Total Realisasi Penerimaan Pajak
Rasio
Sumber: Novi Norma Mulya Anugrah (2015)
D. Populasi Dan Sampel
1. Populasi
Menurut Sugiyono (2016) populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri dari objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa populasi yang
digunakan untuk pengukuran rasio efektifitas dalam penelitian ini adalah
tunggakan pajak yang diterbitkan dan tunggakan pajak yang dibayar dari
penagihan surat paksa. Sedangkan populasi untuk pengukuran rasio
kontribusi adalah pencairan tunggakan pajak dan total penerimaan pajak dari
surat paksa di kantor Pelayanan Pajak Pratama watampone.
2. Sampel Menurut Sugiyono (2016)
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut. Jadi sampel merupakan sebagian dari populasi yang
diambil untuk keperluan penelitian.
Sampel yang digunakan untuk mengukur rasio efektivitas dalam
penelitian ini adalah tunggakan pajak penghasilan yang diterbitkan surat
paksa dan pencairan tunggakan pajak penghasilan dari kegiatan penagihan
dengan surat paksa. Sampel untuk pengukuran rasio kontribusi adalah
pencairan tunggakan pajak penghasilan dari kegiatan penagihan pajak
39
dengan surat paksa dan total penerimaan pajak penghasilan di kantor
Pelayanan Pajak Pratama Watampone.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan faktor yang sangat penting demi
keberhasilan suatu penelitian. Kualitas suatu data sangat ditentukan oleh alat
atau instrument yang digunakan untuk mengumpulkan data.
Menurut Suharsimi Arikunto (2006:223), terdapat beberapa teknik
pengumpulan data yang dapat digunakan dalam penelitian, yaitu:
1. Metode observasi
2. Metode dokumentasi
Sesuai dengan pokok persoalan dalam penelitian mengenai kontribusi dan
efektivitas antara pajak daerah terhadap pendapatan asli daerah, maka metode
yang sesuai adalah metode dokumentasi.
Metode dokumentasi atau teknik dokumentasi merupakan suatu cara yang
digunakan untuk mengumpulkan data yang ditunjukkan untuk memperoleh
penjelasan melalui sumber-sumber dokumentasi. Menurut Suharsimi Arikunto
(2006:231) “Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau
variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, parasit,
notulen, rapat, legger, agenda, dan sebagainya”. Metode dokumentasi dalam
penelitian ini digunakan untuk mengumpulkan berbagai dokumen penting,
terutama dokumen-dokumen yang ada di bagian seksi penagihan di kantor
Pelayanan Pajak pratama Watampone mengenai surat paksa.
F. Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpul, Langkah selanjutnya yaitu menganalisis data
Analisis data yang digunakan yaitu:
40
1. Analisis deskriptif
Analisis deskriptif adalah Analisis yang menekankan pada pembahasan
data-data dan subjek penelitian dengan menyajikan data-data secara sistematika
dan tidak menyimpulkan hasil penelitian, Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan teknik analisis deskriptif rasio. Analisis rasio yang digunakan
adalah rasio efektivitas dan rasio kontribusi.
a. Rasio efektivitas penerbitan surat paksa
Untuk mengetahui suatu organisasi dikatakan efektif harus diperlukan
suatu indikator sebagai tolak ukur untuk mengetahui tingkat keefektifan suatu
objek. Untuk menghitung tingkat / rasio keefektivan penerbitan Surat paksa:
Untuk mengukur keefektivan, maka digunakan indikator sebagai berikut:
Tabel 3.2
Klasifikasi pengukuran efektivitas
Persentase Kriteria
>100% Sangat Efektif
90 – 100% Efektif
80 – 90% Cukup Efektif
60 – 80% Kurang Efektif
<60% Tidak Efektif
Sumber: Halim (2004)
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa apabila persentase yang dicapai
lebih dari 100% bererti sangan efektif dan apabila persentase kurang dari 60%
berarti tidak efektif.
b. Rasio kontribusi penerimaan tunggakan pajak terhadap penerimaan pajak.
Untuk mengukur seberapa besar Kontribusi penerimaan pajak yang
berasal dari penerimaan tunggakan pajak yang dilaksanakan oleh KPP, maka
41
digunakan analisis rasio penerimaan tunggakan pajak. Dengan menggunakan
rasio ini, dapat diketahui apakah penerimaan tunggakan pajak cukup
signifikan terhadap penerimaan pajak di KPP. Formula untuk Rasio
Penerimaan Tunggakan Pajak (RPTP) di Kantor pelayanan Pajak adalah
sebagai berikut:
Rasio kontribusi digunakan untuk mengetahui seberapa besar
Kontribusi Penerimaan tunggakan pajak terhadap penerimaan pajak di Kantor
Pelayanan Pajak. semakin besar nilai dari RPTP, maka semakin besar pula
Kontribusi Penerimaan tunggakan Pajak terhadap Penerimaan Pajak. Untuk
menginterpretasikan rasio pencairan tunggakan pajak terhadap penerimaan
pajak digunakan kriteria sebagai berikut:
Tabel 3.3
Klasifikasi Kriteria Kontribusi
Persentase Kriteria
0,00% - 10% Sangat Kurang
10,10% - 20% Kurang
20,10% - 30% Sedang
30,10% - 40% Cukup Baik
40,10% - 50% Baik
Diatas 50% Sangan Baik
Sumber: Halim (2004)
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa persentase yang dicapai di atas
50% berarti sangat baik sedangkan persentase yang dicapai kurang dari 10%
berarti sangat kurang.
42
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
Profil singkat KPP Pratama Watampone
KPP Pratama Watampone merupakan unit vertikal Direktorat Jenderal
Pajak di Kementerian Keuangan yang secara hierarki berada di bawah Kanwil
DJP Sulawesi Selatan, Barat dan Tenggara. Dalam Sejarahnya, KPP Pratama
Watampone merupakan reorganisasi dari Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan
Bangunan (KP PBB) Watampone yang didirikan tahun 1989.
KPP Pratama Watampone resmi dibentuk pada Tanggal 27 Mei 2008
berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-95/PJ./2008
bersamaan dengan 38 KPP Pratama lainnya. Pada tahun pertamanya KPP
Pratama Watampone berlokasi di Jalan Sangir No.3. Kemudian dipindahkan ke
gedung kantor baru di Jalan Ahmad Yani No. 9 Watampone pada Tahun 2011
yang diresmikan langsung oleh Bapak Angin Prayitno Aji selaku Kepala Kanwil
DJP Sulawesi Selatan, Barat, dan Tenggara. Hingga kini, KPP Watampone
sudah dipimpin oleh empat orang Kepala Kantor yaitu Bapak Drs. Baharuddin
Jafar (2007 – 2010), M. Hamdan Husaini (2011 – 2013), Sugeng Pamilu
Karyawan (2013 – 2018) dan Bapak Amirudin Jauhari (2018 – sekarang).
Visi dan Misi Direktorat Jenderal Pajak
VISI DJp Menjadi Institusi Penghimpun Penerimaan Negara yang Terbaik
demi Menjamin Kedaulatan dan Kemandirian Negara
MISI DJp Menjamin penyelenggaraan negara yang berdaulat dan mandiri
dengan:
43
1. mengumpulkan penerimaan berdasarkan kepatuhan pajak sukarela yang
tinggi dan penegakan hukum yang adil
2. pelayanan berbasis teknologi modern untuk kemudahan pemenuhan
kewajiban perpajakan
3. Aparatur pajak yang berintegritas, kompeten dan profesional; dan
4. Kompensasi yang kompetitif berbasis sistem manajemen kinerja.
Visi dan Misi KPP Pratama Watampone
Visi KPP Pratama Watampone Menjadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama
dengan pelayanan terbaik, terpercaya, dan menjunjung integritas dan
profesionalisme
Misi KPP Pratama Watampone Memberikan pelayanan terbaik dan
menumbuhkan masyarakat sadar dan peduli pajak guna menghimpun
penerimaan Negara
44
Gambar 4.1
Struktur Organisasi KPP Pratama Watampone
45
Tugas masing-masing Struktur Organisasi KPP Pratama Watampone
1. Subbagian Umum dan Kepatuhan Internal memiliki tugas melakukan urusan
kepegawaian, keuangan, tata usaha, rumah tangga dan pengelolaan kinerja
pegawai, pemantauan pengendalian internal, pemantauan pengelolaan risiko,
pemantauan kepatuhan terhadap kode etik dan disiplin pegawai dan tindak
lanjut hasil pengawasan serta penyusunan rekomendasi perbaikan proses
bisnis.
2. Seksi Pelayanan memiliki tugas menerima dan mengelola surat
pemberitahuan dan surat lainnya melalui TPT (tempat pelayanan terpadu),
mengadministrasikan dokumen dan berkas perpajakan, menerbitkan produk
hukum perpajakan serta melaksanakan pendaftaran wajib pajak.
3. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I memiliki tugas melakukan penyelesaian
permohonan Wajib Pajak (Pemindahbukuan (Pbk), Surat Keterangan Bebas
(SKB) PPh, Wajib Pajak Non Efektif (NE), Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pembayaran Pajak) serta pemberian bimbingan dan konsultasi
teknis perpajakan kepada Wajib Pajak.
4. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II memiliki tugas melakukan pengawasan
kepatuhan kewajiban perpajakan wajib pajak, penyusunan profil wajib pajak,
analisis kinerja wajib pajak dalam rangka intensifikasi dan himbauan kepada
wajib pajak yang berada di wilayah Kabupaten Bone.
5. Seksi Pengawasan dan Konsultasi III memiliki tugas melakukan pengawasan
kepatuhan kewajiban perpajakan wajib pajak, penyusunan profil wajib pajak,
analisis kinerja wajib pajak dalam rangka intensifikasi dan himbauan kepada
wajib pajak yang berada di wilayah Kabupaten Soppeng dan sebagian wilayah
Kabupaten Bone.
46
6. Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV memiliki tugas melakukan pengawasan
kepatuhan kewajiban perpajakan wajib pajak, penyusunan profil wajib pajak,
analisis kinerja wajib pajak dalam rangka intensifikasi dan himbauan kepada
wajib pajak yang berada di wilayah Kabupaten Wajo dan Kecamatan Tanete
Riattang Timur, Kabupaten Bone.
7. Seksi Pengolahan Data dan Informasi memiliki tugas melakukan
pengumpulan, pencarian dan pengolahan data dari internal maupun eksternal,
pengamatan potensi perpajakan, penyajian informasi perpajakan, perekaman
dokumen perpajakan, urusan tata usaha penerimaan perpajakan,
pengalokasian Pajak Bumi dan Bangunan, pelayanan dukungan teknis
computer, pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filing, pelaksanaan i-SISMIOP
dan SIG serta pengelolaan kinerja organisasi.
8. Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan memiliki tugas melakukan pengamatan
potensi perpajakan, pendataan objek dan subjek pajak, pembentukan dan
pemutakhiran basis data nilai objek pajak dalam menunjang ekstensifikasi,
bimbingan dan pengawasan wajib pajak baru serta penyuluhan perpajakan.
9. Seksi Penagihan memiliki tugas melakukan urusan penatausahaan piutang
pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak, penagihan aktif, usulan
penghapusan piutang pajak serta penyimpanan dokumen-dokumen
penagihan.
10. Seksi Pemeriksaan memiliki tugas melakukan penyusunan rencana
pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan,
penyaluran Surat perintah pemeriksaan pajak dan administrasi pemeriksaan
pajak lainnya serta pelaksanaan pemeriksaan oleh petugas pemeriksa pajak
yg ditunjuk kepala Kantor.
47
11. Fungsional Pemeriksa Pajak memiliki tugas untuk melakukan pemeriksaan
untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/ atau untuk
tujuan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku. Fungsional Penilai memiliki tugas mendata dan
menilai objek pajak bumi dan bangunan, serta kegiatan penilaian dalam
rangka optimalisasi penilaian untuk penggalian potensi pajak dan tujuan
perpajakan lainnya.
12. KP2KP Sengkang memiliki tugas untuk melakukan urusan pelayanan,
penyuluhan dan konsultasi perpajakan kepada masyarakat, pengamatan
potensi perpajakan wilayah dan pembuatan monografi pajak serta membantu
Kantor pelayanan pajak pratama melaksanakan pelayanan kepada
masyarakat di wilayah Kabrupaten Wajo.
13. KP2KP Watansoppeng memiliki tugas untuk melakukan urusan pelayanan,
penyuluhan dan konsultasi perpajakan kepada masyarakat, pengamatan
potensi perpajakan wilayah dan pembuatan monografi pajak serta membantu
Kantor pelayanan pajak pratama melaksanakan pelayanan kepada
masyarakat di wilayah Kabupaten Watansoppeng.
B. Hasil Penelitian
Analisis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah analisis
deskriptif kuantitatif untuk menekankan pembahasan data mengenai penerimaan
pajak tahun 2017-2019 dan untuk mengetahui tingkat efektivitas pemeriksaan
pajak dan kontribusinya berdasarkan Surat paksa serta surat ketetapan pajak
terhadap seluruh penerimaan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Watampone.
48
Metode ini, penulis menggambarkan Realisasi penerimaan pajak dan
Kontribusi penerimaan pajak berdasarkan Surat paksa yang telah dikumpulkan,
data tersebut kemudian diolah untuk menghitung persentase dan hasil realisasi
penerimaan surat paksa. Di bawah ini hasil penerimaan yang didapat dari Kantor
Penerimaan pajak Pratama Watampone.
1. wajib pajak
Orang pribadi atau badan adalah wajib pajak, meliputi pembayaran pajak,
pemotong pajak serta pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan, Namun apabila
penanggung pajak tak membayar utang pajaknya setelah lewat 21 hari dari
terbitnya surat teguran, maka diadakan penagihan pajak dengan surat paksa
sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Menurut pasal 1 ayat undang-undang Nomor 19 tahun 2000 tentang
penagihan pajak dengan surat paksa dan pasal 1 ayat 21 dan tata cara
perpajakan surat paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya
penagihan pajak.
Penerimaan pajak yang dikumpulkan oleh Kantor pajak penerimaan pajak
yang bersumber dari wajib pajak yang dikelolah langsung oleh Kantor Pelayanan
Pajak Pratama watampone dapat disajikan sebagai berikut:
49
Tabel 4.1
Realisasi Jumlah Wajib Pajak dan Penerimaan Pajak yang Dikelolah
Langsung Oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Watampone
Pada Tahun 2017-2019
Tahun Jumlah wajib Pajak Jumlah Penerimaan Pajak
(Rp)
2017 135.611 361.826.923.868
2018 149.291 370.536.455.134
2019 166.871 413.559.383.706
Sumber: masterfile Wajib Pajak KPP Pratama watampone
Berdasarkan Tabel 4.1 Dari data tersebut terlihat bahwa ada pertambahan
jumlah wajib pajak dan jumlah penerimaan pajak meningkat setiap tahunnya, Di
lihat dari nilai nominal jumlah wajib pajak tahun 2017 sebanyak 135.611, pada
tahun 2018 sebanyak 149.291 dan pada tahun 2019 sebanyak 166.871.
Sedangkan jumlah penerimaan pajak pada tahun 2017 sebesar
Rp.361.826.923.868, pada tahun 2018 sebesar Rp.370.536.455.134 dan pada
tahun 2019 sebesar Rp.413.559.383.706.
2. Target dan Realisasi Penerimaan Pajak di kantor Pelayanan Pajak
Pratama Watampone
Penerimaan Tunggakan Pajak merupakan pelunasan utang pajak atau
menggunakan Pajak yang dimiliki oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak,
Dengan penerimaan tunggakan pajak Penerimaan pajak pada Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Watampone mengalami penurunan Adapun data hasil dari target
dan realisasi penerimaan tunggakan pajak dengan surat paksa pada tahun 2017-
2019 adalah sebagai berikut:
50
Tabel 4.2
Target dan Realisasi Penerimaan Pajak dengan Surat Paksa di Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Watampone
Pada tahun 2017 sampai 2019
Tahun
Jumlah penagihan yang diterbitkan
Jumlah penagihan yang diterbayar %
Lembar Target (Rp)
Lembar Realisasi (Rp)
2017 1.030 11.732.769.900 945 8.089.490.845 69%
2018 1.309 7.073.500.000 1.127 4.892.430.045 76%
2019 2.629 18.078.175.141 2.456 12.395.353.821 68%
Sumber: Laporan extra effort KPP Pratama watampone
Gambar 4.2 Grafik Target dan Realisasi Penagihan Pajak dengan Surat
paksa pada KPP Pratama Watampone
Berdasarkan tabel 4.2 dan Gambar 4.2 diatas dapat disimpulkan bahwa
target dan realisasi penerimaan tunggakan pajak dengan surat paksa pada tahun
2017 tidak mencapai target, dilihat dari nominal targernya sebesar
Rp.11.732.769.900 dan realisasi penerimaan pajak sebesar Rp.8.089.490.845
atau 69%, pada tahun 2018 yang mencapai target hanya 76%, dilihat dari tingkat
efektivitas yang dicapai termasuk dalam kriteria kurang efektif ini dikarenakan
jumlah target sebesar Rp.7.073.500.000 sedangkan yang terealisasi hanya
Rp.4.892.430.045, dan tahun 2019 yang mencapai target hanya 68% dilihat dari
0
5000000000
10000000000
15000000000
20000000000
2017 2018 2019
Target
Realisasi
51
tingkat efektivitas yang dicapai termasuk dalam kriteria kurang efektif ini
dikarenakan jumlah target sebesar Rp.18.078.175.141 sedangkan yang
terealisasi hanya Rp.12.395.353.821.
3. Efektivitas Penagihan Pajak dengan Surat Paksa terhadap penerimaan
pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Watampone
Pengukuran Efektivitas penerbitan Surat paksa, maka rumusnya adalah
perbandingan antara jumlah pencairan tunggakan pajak melalui penagihan
dengan surat paksa dengan potensi pencairan tunggakan pajak dengan surat
paksa, dengan asumsi adalah semua tunggakan pajak yang diterbitkan
diharapkan dapat ditagih. Pengukuran Efektifitas Surat paksa dihitung dengan
rumus berikut:
Realisasi Penerimaan pajak Efektivitas = × 100%
Target Penerimaan Pajak
Perhitungan tingkat efektivitas penagihan pajak melalui surat paksa pada
kantor pelayanan pajak Pratama Watampone tahun 2017-2019 sebagai berikut:
Rp 8.089.490.845 Efektivitas Tahun 2017 = × 100%
Rp11.732.769.900 = 69%
Rp 4.892.430.045 Efektivitas Tahun 2018 = × 100%
Rp 7.073.500.000 = 76%
Rp12.395.353.821 Efektivitas Tahun 2019 = × 100%
Rp18.078.175.141 = 68%
Penulis berpendapat bahwa Target dan Realisasi Penerimaan Pajak tahun
2017 hingga 2019 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Watampone kurang
efektif.
52
64%66%68%70%72%74%76%78%
2017 2018 2019
Target dan Realisasi Penerimaan Pajak dengan Surat Paksa di Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Watampone
Tabel 4.3
Hasil Target dan Realisasi Penerimaan Pajak dengan Surat Paksa di Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Watampone
Pada tahun 2017 sampai 2019
Tahun %
Tingkat Efektifitas Kriteria Hasil Penelitian
2017 69% 60-80% Kurang Efektif
2018 76% 60-80% Kurang Efektif
2019 68% 60-80% Kurang Efektif
Sumber: Seksi penagihan dan seksi pengolahan data pada KPP Pratama Watampone (Data Diolah)
Gambar 4.3 Rasio Efektifitas penagihan pajak dengan Surat Paksa pada
KPP Pratama Watampone
Berdasarkan tabel 4.3 dan gambar 4.3 dapat diketahui bahwa hasil
target dan realisasi penerimaan pajak dengan surat paksa pada tahun
2017 sampai 2019 Kurang efektif dengan kriteria 60-80%. Hal ini
dikarenakan jumlah ketetapan pemeriksaan belum mencapai target.
4. Kontribusi Penagihan pajak dengan Surat Paksa terhadap Penerimaan
pajak pada KPP Pratama Watampone
Pengukuran Kontribusi Penagihan Pajak dengan surat Paksa yang
didasarkan pada penerimaan pajak yang berasal dari pencairan tunggakan
pajak oleh KPP Pratama Watampone. Dengan demikian menggunakan
rasio ini, dapat diketahui apakah pencairan tunggakan pajak cukup
53
0
0,05
0,1
0,15
0,2
0,25
2017 2018 2019
Kontribusi Penerimaan Pajak dengan Surat Paksa
signifikan terhadap penerimaan pajak di KPP, Rumus untuk Rasio
Penerimaan Tunggakan pajak di KPP Pratama Watampone adalah sebagai
berikut:
Pencairan tunggakan pajak RPTP = × 100%
Penerimaan pajak
Tabel 4.4
Perbandingan pencairan dan penerimaan pajak serta kontribusinya di
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Watampone
Pada tahun 2017-2019
Tahun Pencairan Pajak Penerimaan Pajak %
2017 8.089.490.845 361.826.923.868 0,02%
2018 4.892.430.045 370.536.455.134 0.01%
2019 12.395.353.821 413.559.383.706 0,02%
Sumber: peneliti, Data diolah (2020)
Gambar 4.4 Grafik Rasio Kontribusi Penerimaan pajak berdasarkan Surat
Paksa pada KPP Pratama Watampone
Perhitungan tingkat kontribusi penerimaan pajak pada Kantor pelayanan
pajak pratama tahun 2017-2019 sebagai berikut:
Rp 8.089.490.845
RPTP tahun 2017 = × 100%
Rp361.826.923.868
= 0.02%
54
Rp 4.892.430.045
RPTP tahun 2018 = × 100%
Rp370.536.455.134
= 0.01%
Rp 12.395.353.821
RPTP tahun 2019 = × 100%
Rp413.559.383.706
= 0.02%
Berdasarkan tabel 4.4 dan Gambar 4.4, pencairan tunggakan pajak dengan
surat paksa terhadap penerimaan pajak pada KPP Pratama Watampone di tahun
2017 mempunyai tingkat kontribusi sebesar 0.02%. Nilai tersebut didapat
berdasarkan perhitungan pencairan tunggakan pajak dengan surat paksa
sebesar Rp8.089.490.845 dengan penerimaan pajak yang sebesar
Rp361.826.923.868 Nilai kontribusi di tahun ini tergolong kriteria sangat kurang
dalam penerimaan pajak di KPP Pratama Watampone.
Pada tahun 2018, Nilai Kontribusinya lebih rendah dari tahun sebelumnya
yaitu sebesar 0.01%. Nominal pencairan surat paksa sebesar Rp4.892.430.045
dengan penerimaan pajak Rp370.536.455.134. Nilai kontribusi yang hanya
0.01% masuk dalam kategori sangat kurang.
Pada tahun 2019, nilai kontribusinya meningkat sebesar 0.01%, Nilai
nominal pencairan surat paksa Rp12.395.353.821 dengan penerimaan pajak
Rp413.559.383.706. Berdasarkan klasifikasi kriteria kontribusi, nilai kontribusi di
tahun ini masih tergolong sangat kurang.
Penulis berpendapat bahwa kontribusi penagihan pajak dengan surat
paksa terhadap penerimaan pajak pada KPP Pratama Watampone pada tahun
2017 sampai tahin 2019 hanya mencapai kriteria sangat kurang. Hal ini
berdasarkan pada tingkat kontribusi seperti pada tabel berikut:
55
Tabel 4.5
Tingkat kontribusi penagihan pajak pada KPP Pratama Watampone
Tahun %
Tingkat Kontribusi
Kriteria tingkat
kontribusi Hasil penelitian
2017 0.02% 0,00% - 1% Sangat kurang
2018 0.01% 0,00% - 1% Sangat kurang
2019 0.02% 0,00% - 1% Sangat kurang
Sumber: seksi penagihan dan seksi pengolahan data pada KPP Pratama Watampone (Data diolah)
Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa tingkat kontribusi penagihan
pajak pada KPP Pratama Watampone tahun 2017 sampai 2019 memiliki hasil
penelitian yang tergolong sangat kurang. Dapat dilihat dari tingkat kontribusi
sebesar 0.02% dengan kriteria 0.00%-1%. Pada tahun 2018 mengalami
penurunan dengan tingkat kontribusi hanya sebesar 0.01% dengan kriteria
sangat kurang. Pada tahun 2019 mengalami kenaikan dengan hasil penelitian
sangat kurang, dilihat dari tingkat kontribusi sebesar 0.02% dengan kriteria
0.00%-1%.
C. Pembahasan Hasil Penelitian
Hasil penelitian diatas menjelaskan bahwa hasil dari realisasi penerimaan
pajak dan retribusi daerah wajib pajak orang pribadi dan badan yang dikelolah
langsung oleh kantor pelayanan pajak pratama watampone pada tahun 2017-
2019 mengalami peningkatan.
Pertambahan jumlah Wajib Pajak dan jumlah Penerimaan Pajak meningkat
setiap tahunnya. Dilihat dari nilai nominal jumlah wajib pajak tahun 2017
sejumlah 135.611, tahun 2018 sejumlah 149.291, dan tahun 2019 sejumlah
166.871, sedangkan jumlah penerimaan pajak tahun 2017 sebesar
Rp361.826.923.868, tahun 2018 sebesar Rp370.536.455.134, dan tahun 2019
sebesar Rp413.559.383.706.
56
Target dan realisasi penerimaan tunggakan pajak dengan surat paksa
pada tahun 2017 tidak mencapai target, dilihat dari nominal targetnya sebesar
Rp11.732.769.900 dan realiasi penerimaan pajak sebesar Rp8.089.490.845
dengan kriteria kurang efektif atau 69%, tahun 2018 yang dicapai sebesar76%,
dilihat dari tingkat efektivitas yang dicapai termasuk dalam kriteria kurang efektif,
ini dikarenakan jumlah targetnya sebesar Rp7.073.500.000 sedangkan realisasi
sebesar Rp4.892.430.045, dan pada tahun 2019 yang dicapai sebesar 68%,
dilihat dari tingkat efektivitas yang dicapai termasuk dalam kriteria kurang efektif,
ini dikarenakan jumlah targetnya sebesar Rp18.078.175.141 dan realisasi
sebesar Rp12.395.353.821. Hasil target dan realisasi penerimaan pajak dengan
surat paksa pada tahun 2017 sampai 2019 kurang efektif dengan kriteria 60%-
89%. Hal ini dikarenakan jumlah ketetapan penerimaan pajak belum mencapai
target.
Pencairan tunggakan pajak dengan surat paksa terhadap penerimaan
pajak pada tahun 2017 mempunyai tingkat kontribusi sebesar 0, 02%. Nilai
tersebut didapat berdasarkan perhitungan pencairan tunggakan pajak sebesar
Rp8.089.490.845 dengan penerimaan pajak yang sebesar Rp361.826.923.868.
Nilai kontribusi di tahun ini tergolong kriteria sangat kurang, Pada tahun 2018
mempunyai tingkat kontribusi sebesar 0, 01%. Nilai tersebut didapat berdasarkan
perhitungan pencairan tunggakan pajak sebesar Rp4.982.430.045 dengan
penerimaan pajak yang sebesar Rp370.536.455.134, nilai kontribusi di tahun ini
tergolong kriteria sangat kurang, Dan pada tahun 2019 mempunyai tingkat
kontribusi sebesar 0, 02%, Nilai tersebut didapat berdasarkan perhitungan
pencairan tunggakan pajak sebesar Rp12.395.353.821 dengan penerimaan
57
pajak yang sebesar Rp413.559.383.706, nilai kontribusi di tahun ini tergolong
kriteria sangat kurang.
Beberapa hal yang menyebabkan tidak seluruh surat paksa yang
diterbitkan oleh penanggung pajak, sehingga hasil analisis tidak efektif menurut
Hafifah Nasution dan Agista Aliffioni (2018), antara lain:
a) Kesadaran Wajib Pajak masih kurang dalam pelunasan tunggakan pajak
dengan Surat Paksa.
b) Kurangnya peran aktif jurusita pajak dalam pemberitahukan tunggakan pajak
lewat Surat Paksa.
c) Wajib Pajak tidak mampu melunasi Utang Pajaknya, Wajib Pajak yang seperti
ini biasanya mengakui besar Utang Pajaknya sesuai dengan yang ditagihkan
pihak KPP, tetapi Wajib Pajak tersebut tidak memiliki kemampuan finansial
untuk melunasi atau membayar utangnya tersebut.
d) Surat Paksa tidak dapat disampaikan ke Wajib Pajak karena pindah alamat
atau tidak melapor ke Kantor pajak.
Hubungan hasil penelitian dengan teori empiris
Penelitian ini sejalan dengan penelitian dari Restika Purnawardhani, Sri
Mangesti Rahayu, Amiruddin Jauhari (2015) penelitian berjudul Efektifitas
penagihan pajak aktif dengan surat teguran dan surat paksa dalam upaya
optimalisasi penerimaan pajak (STUDI KASUS PADA KANTOR PELAYANAN
PAJAK MADYA MALANG). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas
dan kontribusi tindakan penagihan pajak aktif yang meliputi surat paksa. Metode
yang digunakan yaitu Metode Penelitian Deskriptif dengan pendekatan studi
kasus. Hasil penelitian yang digunakan menunjukkan bahwa tingkat efektivitas
penagihan pajak aktif secara keseluruhan tidak efektif, selain kontribusi
58
penagihan pajak aktif terhadap pencairan tunggakan secara keseluruhan pajak
masih sangat kurang.
Hal ini sama dengan penelitian Monita Pricilia Najoan, Jenny Marosa,
Heince R.N. Wokas (2015) Efektifitas penagihan pajak dengan surat teguran dan
surat paksa untuk meningkatkan penerimaan pajak pertambahan nilai pada KPP
Pratama kota Mobagu. Penelitian ini bertujuan mengetahui tingkat efektivitas dan
kontribusi penagihan pajak dengan surat teguran dan surat paksa untuk
peningkatan penerimaan Pajak Pertambahan Nilai di KPP Pratama Kotamobagu.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif
untuk memberikan gambaran bagaimanakah penagihan pajak dengan surat
teguran dan surat paksa telah efektif atau tidak dan berapa besar kontribusi yang
diberikan terhadap total penerimaan Pajak Pertambahan Nilai. Data Penelitian
yang diperoleh menggunakan analisis deskriptif rasio (rasio efektivitas dan rasio
kontribusi). Hasil penelitian menunjukkan penagihan pajak dengan surat teguran
dan surat paksa pada tahun 2012-2014 tergolong tidak efektif dan memberikan
kontribusi yang sangat kurang terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai.
Dari penelitian ini meneliti sama-sama terkait penagihan pajak dengan surat
paksa, yang menjadi perbedaan dari penelitian sebelumnya yaitu dari hasil
penelitian.
59
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
1. Wajib pajak yang dikelolah langsung oleh Kantor pelayanan pajak Pratama
watampone pada tahun 2017-2019 mengalami kenaikan setiap tahunnya.
2. Tingkat efektivitas penagihan pajak dengan Surat Paksa pada tahun 2017-
2019 berturut-turut adalah 69%, 76%, dan 68%. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa penagihan pajak dengan penerbitan Surat Paksa belum dapat
mengoptimalkan penerimaan pajak.
3. Pada tahun 2017, diperoleh kontribusi penerimaan pajak melalui penerbitan
Surat Paksa sebesar 0, 02%. Nilai tersebut didapat berdasarkan perhitungan
pencairan tunggakan pajak sebesar Rp8.089.490.845 dengan penerimaan
pajak sebesar Rp361.826.923.868. Nilai kontribusi ditahun ini tergolong dalam
kriteria sangat kurang.
4. Pada tahun 2018, diperoleh kontribusi penerimaan pajak melalui penerbitan
Surat Paksa sebesar 0, 01%. Nilai tersebut didapat berdasarkan perhitungan
pencairan tunggakan pajak sebesar Rp4.892.430.045 dengan penerimaan
pajak sebesar Rp370.536.455.134. Nilai kontribusi ditahun ini tergolong dalam
kriteria sangat kurang.
5. Pada tahun 2019, diperoleh kontribusi penerimaan pajak melalui penerbitan
Surat Paksa sebesar 0, 02%. Nilai tersebut didapat berdasarkan perhitungan
pencairan tunggakan pajak sebesar Rp12.395.353.821 dengan penerimaan
60
pajak sebesar Rp413.559.383.706. Nilai kontribusi ditahun ini tergolong dalam
kriteria sangat kurang.
B. SARAN
Penelitian kedepannya diharapkan dapat menyajikan hasil penelitian yang
lebih bervariasi, berikut beberapa masukan yang disarankan oleh peneliti bagi
instansi terkait dan penelitian selanjutnya yaitu:
1. Saran Akademik
a. Peneliti selanjutnya dapat menambah atau mencoba variabel lain yang lebih
relevan terkait dengan Penerimaan pajak.
b. Selain menggunakan pendekatan kuantitatif deskriptif penelitian selanjutnya
bisa menggunakan metode kualitatif atau wawancara secara langsung
dengan tujuan agar responden dapat memahami pertanyaan dalam kuisioner
sehingga hasil yang didapatkan pun lebih akurat.
2. Saran Operasional
a. Kantor pelayanan pajak (KPP) Pratama Watampone diharapkan dapat
memaksimalkan penagihan pajak dengan surat paksa agar dapat
meningkatkan penerimaan pajak.
b. Kantor pelayanan pajak (KPP) Pratama Watampone diharapkan dapat
melaksanakan penyuluhan dan sosialisasi bertujuan untuk meningkatkan
kepatuhan wajib pajak agar meningkatkan penerimaan pajak.
61
DAFTAR PUSTAKA
Erwis, Nana Adriana. 2012. Efektifitas Penagihan Pajak dengan Surat Teguran
dan Surat Paksa terhadap Penerimaan Pajak pada Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Makassar Selatan. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Hasanuddin, Makassar. https://core.ac.uk/download/
files/644/25487207.pdf.
Hafifah Nasution, Agista Aliffioni, 2018. Analisis efektivitas penagihan pajak
dengan surat paksa dan penyitaan untuk meningkatkan penerimaan pajak
pada kantor pelayanan pajak pratama bekasi utara. Jurnal. Universitas
Negeri Jakarta, Indonesia. Vol 13 (2) 2018, 129-142 (Online)
Hesty Amelia Saputri, 2015. Pengaruh penagihan pajak dengan surat tegutan
dan surat paksa terhadap efektivitas pencairan tunggakan pajak (studi
kasus KPP Pratama Bandung Cibeunying periode 2010-2014). Jurnal.
Fakultas Ekonomi Universitas Telkom, Bandung.
Mardiasmo, 2016. Perpajakan. Edisi Terbaru. Yogyakarta: Andi
Menteri Keuangan RI. 2010. Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor
/PMK.03/2008 sebagaimana telah diubah dengan peraturan Menteri
Keuangan Nomor 85.PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Penagihan dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan
Sekaligus.
Najoan, Monita Pricilia. Jenny Marosa, Heince R.N. Wokas, 2015. Efektifitas
penagihan pajak dengan surat teguran dan surat paksa untuk
meningkatkan penerimaan pajak pertambahan nilai pada KPP Pratama
kota Mobagu. Jurnal. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sam
Ratulangi, Manado. Vol.3 No.4 Desember 2015, Hal. 576-584 (online)
Olvi Madjid, Lintje Kalangi, 2015. Efektifitas penagihan pajak dengan surat
teguran dan surat paksa terhadap penerimaan pajak penghasilan pada
kantor pelayanan pajak pratama bitung. Jurnal. Fakultas Ekonomi dan
62
Bisnis Universitas Sam Ratulangi, Manado. Vol.3 No.4 Desember 2015,
Hal. 478-487 (online)
Putri Kurniasari, Suharyono, Agus Iwan Kesuma, 2016. Efektivitas Penagihan
Pajak dengan Surat Teguran dan Surat Paksa terhadap Penerimaan Pajak
pada kantor pelayanan pajak (KPP) Pratama di Balikpapan. Jurnal.
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mulawarman, Indonesia.
Republik Indonesia, 2008. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang
Perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang
Pajak Penghasilan.
Republik Indonesia, 2009. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Republik Indonesia. 2000. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 Sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
Restika Purnawardhani, Sri Mangesti Rahayu, Amiruddin Jauhari, 2015.
Efektifitas penagihan pajak aktif dengan surat teguran dan surat paksa
dalam upaya optimalisasi penerimaan pajak. Jurnal. Fakultas Ilmu
Administrasi Universitas Brawijaya, Malang. Vol. 1 No. 1 2015 (online)
63
LAMPIRAN 1
64
65
LAMPIRAN 2
SURAT PAKSA
Nomor : 0000055/WJP.15/KP.0104/2017
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
KEPALA KANTOR PELAYANAN PAJAK
Menimbang bahwa:
Nama Wajib Pajak/
Penanggung pajak : FUAD
NPWP : 07.701.890.1-801.000
Alamat : JL.Yos Sudarso
WATAMPONE
Menunggak pajak sebagaimana tercantum di bawah ini:
No Jenis Pajak Tahun
Pajak
No & Tgl.STP/SKPKB/
SKPKBT/SK.Pembetulan/
SK.Keberatan/Putusan
Banding *)
Tanggal Jatuh
Tempo
Pembayaran
Jumlah
Tunggakan
Pajak (Rp)
66
1. Pasal 25/29
OP
2016 04005/105/02/801/03
10-11-2016
10-12-2016 200.000
2. Pasal 25/29
OP
2017 03179/105/01/801/03
06-02-2016
08-03-2016 300.000
Jumlah Rp. . 500.000
(# Lima ratus ribu rupiah #)
Dengan ini :
1. Memerintahkan Wajib Pajak/Penanggung Pajak untuk membayar jumlah tunggakan pajak
tersebut ke Bank Persepsi / Kantor Pos, ditambah dengan biaya penagihan dalam waktu 2
(dua) kali dua puluh empat jam sesudah pemberitahuan Surat Paksa ini.
2. Memerintahkan kepada Jurusita yang melaksanakan Surat Paksa ini atau Jurusita lain yang
ditunjuk untuk melanjutkan pelaksanaan Surat Paksa untuk melakukan penyitaan atas barang-
barang milik Wajib Pajak / Penanggung Pajak apabila dalam jangka waktu 2 (dua) kali dua
puluh empat jam perintah sebagaimana disebut dalam butir 1 di atas tidak dipenuhi.
Ditetapkan di WATAMPONE
Pada tanggal 18 juli 2017
KEPALA KANTOR
Ttd
67
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
KANTOR WILAYAH SULSEL, SULBAR & SULTRA
KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA WATAMPONE
BERITA ACARA PEMBERITAHUAN SURAT PAKSA
Pada hari ini ……………. tanggal ……………. bulan ……………. tahun ……………. Atas permintaan Kepala
Kantor Pelayanan Pajak yang memilih tempat kedudukan di KANTOR PELAYANAN PAJAK
PRATAMA WATAMPONE di Watampone 92772 Saya, Jurusita Pajak pada bertempat
kedudukan di alamat JL. Yos Sudarso KM 4 WATAMPONE
MEMBERITAHUKAN DENGAN RESMI
Kepada FUAD bertempat tinggal di JL. YOS SUDARSO berkedudukan sebagai ……………………. Surat
Paksa di sebaliknya ini tertanggal 18 J u l I 2017 dan saya, Jurusita Pajak, berdasarkan ketentuan Surat Paksa
tersebut memerintahkan kepada Penanggung Pajak supaya dalam waktu 2 (dua) kali dua puluh empat jam,
memenuhi isi Surat Paksa dan oleh karena itu harus menyetor ke Bank Persepsi / Kantor Pos dan Giro
……………………….………………… sebanyak Rp.500.000 dengan tidak mengurangi kewajiban untuk
membayar biaya-biaya penagihan pajak ini dan biaya selanjutnya, dan jika ia tidak membayar dalam waktu
yang telah ditentukan, maka harta bendanya baik yang berupa barang bergerak maupan barang tidak bergerak
akan disita dan dijual dimuka umum / dijual langsung kepada pembeli dan hasil penjualannya digunakan untuk
membayar hutang pajak, denda, bunga, dan biaya-biaya yang berhubungan dengan pelaksanaan penagihan
ini.
Surat Paksa ini dapat dilanjutkan dengan tindakan PENCEGAHAN dan PENYANDERAAN.
68
Saya, Jurusita Pajak, telah menyerahkan salinan Surat Paksa ini kepada Wajib Pajak/Penanggung Pajak, dan
saya lakukan di tempat tinggal / kedudukan orang pribadi / badan yang menanggung pajak.
Penyerahan salinan Surat Paksa ini dilakukan kepada……………….…………..............................
bertempat tinggal di ……………………………………………………….. disebabkan
……………………………………………….. .
Yang menerima salinan Surat Paksa Jurusita Pajak
……………………………………………………. ………………………………..
Jabatan NIP
Biaya pelaksanaan Surat Paksa sebagai berikut:
Biaya Harian Jurusita Rp…...........................
Biaya Perjalanan Rp …………………………+
Jumlah Rp…………………………….
69
LAMPIRAN 3
70
BIOGRAFI PENULIS
Nur Afdalina panggilan Nunu lahir di Teko pada tanggal 25
Oktober 1998 dari pasangan suami istri Bapak Abidin dan Ibu
St. Maidah. Peneliti adalah Anak Pertama dari 3 bersaudara
Peneliti sekarang bertempat tinggal di Teko Desa Tanete
Harapan Kecematan Cina Kabupaten Bone
Pendidikan yang telah ditempuh oleh peneliti yaitu TK Nurul Hidayah lulus tahun
2004, SD Negeri 197 Tanete Harapan lulus tahun 2010. SMP Negeri 2 Cina lulus
tahun 2013, SMA Negeri 1 Cina lulus tahun 2016, dan mulai tahun 2016
mengikuti Program S1 Akuntansi Kampus Universitas Muhammadiyah Makassar
sampai dengan sekarang. Sampai dengan penulisan skripsi ini penulis masih
terdaftar sebagai mahasiswa Program S1 Akuntansi Kampus Universitas
Muhammadiyah Makassar.