SPIN-OFF BANK SYARIAH DI INDONESIA
MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Seminar Akuntansi Syariah
Oleh:
Della Nurdiani Lestari
Desri Astriyani
Sri Otista Rahayu
Distria Yusman
13340306
8
13340308
8
13340308
9
13340311
0
Akuntansi A
Akuntansi A
Akuntansi A
Akuntansi A
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SILIWANGI TASIKMALAYA
1
ABSTRAK
Perbankan syariah di indonesia tumbuh semakin pesat mendorong perbankan konvensional melakukan dual banking system yaitu Bank Syariah menjadi Unit Usaha di Bank Konvensional. Dukungan dari stakeholder perbankan syariah di Indonesia melakukan berbagai akselerasi untuk memurnikan sistem perbankan syariah sesuai dengan Syariat islam. Salah satunya dengan melakukan spin-off (pemisahan) dari Unit Usaha Syariah (UUS) menjadi Bank Umum Syariah (BUS) yang mekanismenya telah diatur dalam UUPS (Undang-Undang Perbankan Syariah) yaitu dengan cara mendirikan Bank Umum Syariah (BUS) baru atau dengan cara mengalihkan hak dan kewajiban UUS kepada BUS yang telah ada hanya dengan izin Bank Indonesia Sekarang Otoritas Jasa Keuangan). Implikasi dari spin-off terhadap ketaatan dalam menjalankan prinsip syariah sejalan dengan pilar pengembangan perbankan syariah yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Kedepannya Bank Syariah diharapkan mampu untuk mengarahkan kegiatan masyarakat untuk ber muamalat secara islam dan menyelamatkan ketergantungan umat islam terhadap Bank Konvensional.
Kata Kunci : unit usaha syariah, spin off (pemisahan), bank umum syariah,
bank umum konvensional
ABSTRACT
The rapid growth of Islamic banking in Indonesia encourages conventional banks to perform the dual banking system, Shari’a Bank became Business Unit in the Conventional Bank. Support from stakeholders of Islamic banking in Indonesia perform a variety of acceleration to purify the Islamic banking system in accordance with Islamic Shari'a. One of them with a spin-off (separation) of Islamic Business Unit (UUS) to Islamic Banking (BUS) whose mechanism has been set in a Oops (Law of Islamic Banking), namely by setting up Islamic Banking (BUS) new or I switch to the rights and obligations of UUS BUS who had been there only with permission of Bank Indonesia now Financial Services Authority). The implications of the spin-off of the observance of Islamic principles in running the line drngan pillars of Islamic banking development issued by Bank Indonesia. In the future Islamic Bank will be able to direct the activities of the public to air in Islamic Muamalat and save dependence Muslims against conventional banks.
Keywords : islamic business unit, spin off (separation), islamic banking,
conventional banking
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................. i
Abstrak.......................................................................................................... ii
Daftar Isi........................................................................................................ iii
Daftar Gambar.............................................................................................. iv
BAB I. PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah.....................................................................1
1.2Rumusan Masalah.............................................................................4
1.3Tujuan Pembahasan..........................................................................4
BAB II. PEMBAHASAN
2.1Konsep Spin off.................................................................................4
2.2Mekanisme Spin Off Bank Syariah....................................................6
2.3 Implikasi Pemisahan UUS terhadap Ketaatan dalam Menjalankan
Prinsip Syariah..................................................................................9
2.4Manfaat Spin Off Bagi Keluarga Indonesia.......................................12
BAB III. PENUTUP
3.1. Simpulan................................................................................13
3.2. Saran.....................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................14
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah
ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami
membahas masalah “Spin Off Bank Syariah di Indonesia”. Disusun untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Seminar Akuntansi Syariah.
Dalam makalah ini membahas pemisahan (spin off) unit usaha syariah
dalam bank syariah sehingga menjadi bank syariah, metode dalam
pemisahan tersebut dan manfaatnya untuk keluarga di Indonesia.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini banyak
mendapat bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar
pembuatan makalah ini. Oleh sebab itu, kami mengucapkan terimakasih
kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari jauh dari
kesempurnaan karena masih memiliki banyak kekurangan dalam segala hal.
Maka dari itu, penulis menerima saran dan kritik yang bersifat membangun
demi perbaikan ke arah kesempurnaan. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi pembaca pada umumnya dan untuk penulis pada khususnya.
Penulis
Tasikmalaya, Oktober 2016
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Pesatnya perkembangan perbankan syariah di Indonesia dipicu oleh
lahirnya Undang-Undang No. 10 tahun 1998 yang memungkinkan
perbankan menjalankan dual banking system. Bank-bank konvensional
yang menguasai pasar mulai melirik dan membuka unit usaha syariah.
Hingga Maret 2011, di Indonesia terdapat 11 Bank Umum Syariah (BUS),
23 Unit Usaha Syariah (UUS) di Bank Konvensional, dan 151 Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah.
Dari 11 BUS dan 23 UUS yang beroperasi, data statistik perbankan
syariah per Oktober 2011 mencatat, untuk BUS total aset tahun 2005
sebesar Rp17,111 milyar dan meningkat 593% menjadi Rp101,597 per
Oktober 2011. Sedangkan UUS, total aset jauh meningkat sebesar 677%
dari Rp3,769 miliar pada 2005 menjadi Rp 25,553 per Oktober
2011.Melihat perkembangan BUS dengan UUS didapatkan bahwa
pertumbuhan kinerja UUS lebih tinggi dibandingkan dengan BUS (Statistik
Perbankan Syariah: Desember 2011).
Kinerja dan kontribusi perbankan syariah yang cukup pesat dalam
sepuluh tahun terakhir ini membuktikan bahwa perbankan syariah
memang sesuai dengan kebutuhan zaman. Upaya-upaya akselarasi
perkembangan perbankan syariah tidak hanya dilakukan oleh Pemerintah
dan Bank Indonesia sebagai regulator saja, tetapi juga perlu dukungan
dari internal bank syariah, serta apresiasi positif penduduk Indonesia.
Dukungan dari semua stakeholder semakin terasa dengan disahkannya
UU Perbankan Syariah No. 21 Tahun 2008 dan UU Surat Berharga
Syariah Negara No. 19 Tahun 2008. Dengan adanya regulasi mandiri
tersebut, eksistensi perbankan syariah di Indonesia menjadi semakin
kuat. Tahun 2008 juga muncul trend baru pembentukan bank syariah
melalui mekanisme akuisisi dan konversi bank konvensional menjadi bank
syariah. Implementasinya dapat dilakukan melalui tiga pendekatan.
Pertama, bank umum konvensional yang telah memiliki UUS mengakuisisi
bank yang relatif kecil kemudian mengkonversinya menjadi syariah dan
melepaskan serta menggabungkan UUS-nya dengan bank yang baru
1
dikonversi tersebut. Kedua, bank umum konvensional yang belum
memiliki UUS, mengakuisisi bank yang relatif kecil dan mengkonversinya
menjadi syariah. Ketiga, bank umum konvensional melakukan pemisahan
(spin-off) dan dijadikan Bank Umum Syariah tersendiri.
Dari 11 Bank Umum Syariah (BUS), yang lahir murni melalui proses
spinoff unit usaha syariah adalah Bank Jabar Banten Syariah dan BNI
Syariah, 1 Adiwarman A. Karim, Perbankan Syariah 2008: Evaluasi, Tren,
dan Proyeksi, Research & Management Division Head, (Jakarta: KARIM
Business Consulting, 2008). Al-Iqtishad: Vol. IV, No. 2, Juli 2012 243
Pendahuluan Pesatnya perkembangan perbankan syariah di Indonesia
dipicu oleh lahirnya Undang-Undang No. 10 tahun 1998 yang
memungkinkan perbankan menjalankan dual banking system. Bank-bank
konvensional yang menguasai pasar mulai melirik dan membuka unit
usaha syariah. Hingga Maret 2011, di Indonesia terdapat 11 Bank Umum
Syariah (BUS), 23 Unit Usaha Syariah (UUS) di Bank Konvensional, dan
151 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Dari 11 BUS dan 23 UUS yang
beroperasi, data statistik perbankan syariah per Oktober 2011 mencatat,
untuk BUS total aset tahun 2005 sebesar Rp17,111 milyar dan meningkat
593% menjadi Rp101,597 per Oktober 2011. Sedangkan UUS, total aset
jauh meningkat sebesar 677% dari Rp3,769 miliar pada 2005 menjadi Rp
25,553 per Oktober 2011. Melihat perkembangan BUS dengan UUS
didapatkan bahwa pertumbuhan kinerja UUS lebih tinggi dibandingkan
dengan BUS (Statistik Perbankan Syariah: Desember 2011) Kinerja dan
kontribusi perbankan syariah yang cukup pesat dalam sepuluh tahun
terakhir ini membuktikan bahwa perbankan syariah memang sesuai
dengan kebutuhan zaman. Upaya-upaya akselarasi perkembangan
perbankan syariah tidak hanya dilakukan oleh Pemerintah dan Bank
Indonesia sebagai regulator saja, tetapi juga perlu dukungan dari internal
bank syariah, serta apresiasi positif penduduk Indonesia.
Dukungan dari semua stakeholder semakin terasa dengan disahkannya
UU Perbankan Syariah No. 21 Tahun 2008 dan UU Surat Berharga
Syariah Negara No. 19 Tahun 2008. Dengan adanya regulasi mandiri
tersebut, eksistensi perbankan syariah di Indonesia menjadi semakin
kuat. Tahun 2008 juga muncul trend baru pembentukan bank syariah
melalui mekanisme akuisisi dan konversi bank konvensional menjadi bank
syariah. Implementasinya dapat dilakukan melalui tiga pendekatan.
Pertama, bank umum konvensional yang telah memiliki UUS mengakuisisi
2
bank yang relatif kecil kemudian mengkonversinya menjadi syariah dan
melepaskan serta menggabungkan UUS-nya dengan bank yang baru
dikonversi tersebut. Kedua, bank umum konvensional yang belum
memiliki UUS, mengakuisisi bank yang relatif kecil dan mengkonversinya
menjadi syariah. Ketiga, bank umum konvensional melakukan pemisahan
(spin-off) dan dijadikan Bank Umum Syariah tersendiri.
Dari 11 Bank Umum Syariah (BUS), yang lahir murni melalui proses
spinoff unit usaha syariah adalah Bank Jabar Banten Syariah dan BNI
Syariah, 1 Adiwarman A. Karim, Perbankan Syariah 2008: Evaluasi, Tren,
dan Proyeksi, Research & Management Division Head, (Jakarta: KARIM
Business Consulting, 2008). sedangkan BUS lainnya banyak muncul
melalui proses akuisisi, seperti Bank Syariah Mandiri berasal dari akuisisi
Bank Susila Bakti, Bank Mega Syariah dari akuisisi Bank Umum Tugu,
dan BCA Syariah melalui Bank Jasa Artha. Selain itu, proses spin-off
melalui akuisisi, juga melalui konversi, seperti Bank Syariah Bukopin. BRI
Syariah melalui Bank Jasa Artha, melalui Bank UIB, Bank Victoria melalui
Bank Swaguna, dan Maybank Syariah melalui Maybank Indocorp.
Spin-off wajib dilakukan ketika bank konvensional memiliki UUS yang nilai
asetnya minimal 50 persen dari total nilai aset bank induknya. Hal ini juga
akan berlaku kepada semua UUS, 15 tahun setelah UU No. 21 Tahun
2008 disahkan. Ketentuan pada Pasal 68 ini menunjukkan bahwa unit
usaha syariah yang masih memiliki induk konvensional adalah yang siap
memisahkan diri dari induknya, sehingga menjadi badan usaha mandiri.
Kesiapan ini diukur melalui kinerja perusahaan, seperti kinerja keuangan,
manajemen, sumber daya manusia, jaringan, dan lainnya. Dampaknya
akan memperlihatkan perkembangan bank syariah.
Permasalahan yang diajukan dalam studi ini adalah bagaimana
perbedaan kinerja Bank Syariah (BNI Syariah, BRI Syariah, BJB Syariah,
BSB, dan Bank Victoria Syariah) satu tahun sebelum dan satu tahun
setelah melakukan spin-off .
Sehingga tujuan yang ingin dilakukan ialah untuk menganalisis kinerja
Bank Syariah (BNI Syariah, BRI Syariah, BJB Syariah, BSB, dan Bank
Victoria Syariah) satu tahun sebelum dan satu tahun setelah melakukan
spin-off.
3
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan dengan latar belakang masalah diatas, maka penulis
merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian spin off bank syariah?
2. Bagaimana mekanisme spin off bank syariah?
3. Bagaimana dampak kebijakan spin off terhadap kinerja bank
syariah?
4. Apa manfaat spin off bagi keluarga Indonesia?
1.3Tujuan Pembahasan
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, makalah ini disusun dengan
tujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan:
1. Untuk mengetahui makna dari spin off (pemisahan) bank syariah;
2. Untuk mengetahui mekanisme pemisahan UUS milik Bank Umum
Konvensional menjadi Bank Umum Syariah;
3. Untuk mengetahui dampak dari kebijakan Spin off Bank Syariah;
4. Untuk mengetahui manfaat Spin off bagi keluarga Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1Konsep Spin-Off
Secara umum, spin-off menggambarkan suatu tambahan atau
produk derivatif atau turunan atau hasil dari sesuatu tiruan usaha
sebelumnya. Istilah spin-off sering dihubungkan dengan pembentukan
perusahaan baru, di mana termasuk produk barunya adalah hal yang
sama atau salinan dari organisasi induk, dan menimbulkan aktivitas
ekonomi yang baru. Pemisahan ini bisa berbeda bentuk, tapi umumnya
memerlukan perubahan yang penting pada kontrol, risiko, dan distribusi
keuntungan. Unsur lainnya yaitu transfer teknologi dan hak kepemilikan
dari induk kepada pemilik baru.
Dalam dunia korporasi internasional, istilah spin-off sebenarnya
sudah tidak asing lagi karena telah banyak digunakan oleh perusahaan
4
induk yang hendak melepas anak usahanya, atau divisi atau unit usaha.
Namun, istilah spin off di Indonesia masih terbilang baru, karena baru
masuk dan diatur dalam Undang-Undang (UU). Definisi secara umum
tentang spin-off perusahaan dijelaskan dalam UU Perseroan Terbatas
Tahun 2007. Sedangkan spin-off bank disebutkan juga dalam UU No. 21
Tahun 2008 tentanng Perbankan Syariah. 244 Amalia Nasuha: Dampak
Kebijakan Spin-Off Terhadap Kinerja Bank Syariah Kegiatan
memunculkan usaha baru lebih banyak dikenal istilah tentang merger,
akuisisi, dan konsolidasi.
Dalam Pasal 1 Angka 12 Pasal 135 UU PT No. 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas, istilah spin-off disebut dengan pemisahan.
Pemisahan didefinisikan sebagai berikut:
“Perbuatan hukum yang dilakukan oleh Perseroan untuk memisahkan
usaha yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva Perseroan beralih
karena hukum kepada 2 (dua) perseroan atau lebih atau sebagian aktiva
dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 1 (satu) Perseroan
atau lebih”.
Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa, pemisahan atau
spin-off adalah suatu tindakan hukum yang bertujuan untuk memisahkan
diri yang terjadi sebelumnya dalam suatu badan hukum kemudian ia
‘memekarkan’ atau ‘membelah diri’ dengan pengakuan hukum atas
pemekaran atau pembelah diriannya tersebut. Kondisi
pembelahdiriannya atau pemekaran badan hukum dalam bentuk
perseroan terbatas tersebut diawali dengan kehendak dari para pihak
yang tertuang dalam kesepakatan atau perjanjian yang dibuat oleh para
pihak yang memiliki kewenangan dalam organ perseroan tersebut.
Kemudian, pada Pasal 1 angka 32 UU No. 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah, Pemisahan didefiinisikan sebagai berikut,
‚Pemisahan adalah pemisahan usaha dari satu bank menjadi dua badan
usaha atau lebih sesuai dengan ketentuan yang berlaku‛.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan mengenai spin-off.
Pertama, akibat dari pemisahan akan muncul paling tidak satu perseroan
baru. Kedua, pemisahan yang dilakukan adalah pemisahan usaha dan
bukan pemisahan saham. Ketiga, terjadinya peralihan aktiva dan pasiva
karena hukum.
Dalam dunia perbankan, khususnya perbankan syariah, alasan
secara ekonomis mengapa terdapat keinginan Bank Umum Konvensional
5
melakukan pemisahan Unit Usaha Syariah (UUS) dan dijadikan Bank
Umum Syariah (BUS), oleh karena kegiatan usaha yang dapat dilakukan
oleh BUS lebih luas dibandingkan dengan UUS dari Bank Konvensional.
Kegiatan usaha yang hanya dapat dilakukan oleh BUS sebagaimana
dimaksud adalah:
menjamin penerbitan surat berharga;
penitipan untuk kepentingan orang lain;
menjadi wali amanat
penyertaan modal;
pendiri dan pengurus dana pensiun;
menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat
berharga jangka panjang syariah.
Selain alasan-alasan ekonomis di atas, kegiatan spin-off sesungguhnya
memiliki alasan ideologis, di mana pada awalnya istilah spin-off ini
dilatarbelakangi oleh Undang-Undang Perbankan No. 10 Tahun 1998
yang menganut dual banking system. Sehingga supaya sistem
konvensional dan syariah dapat berjalan sendiri-sendiri, mekanisme yang
bisa digunakan adalah spin-off atau pemisahan. Dan pada akhirnya spin-
off diatur dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2008, dengan didukung
Peraturan Bank Indonesia No.11/10/2009, dan PBI lainnya.
2.2.Mekanisme Spin Off Bank Syariah
Terkait dengan pengertian pemisahan (spin-off), menurut Pasal 1
angka 32 UUPS yang dimaksud dengan pemisahan (spin-off, pen)
adalah “pemisahan usaha dari satu bank menjadi dua bank badan usaha
atau lebih sesuai dengan ketentuan perundang-undangan”. Black’s Law
Dictionary mendefinisikan spin-offsebagai “a corporate divestiture in
which a division of a corporation becomes on independent company and
stock of the new company is distributed to the corporation’s
shareholders.” Pengertian pemisahan juga diperkenalkan dalam dalam
UU No. 40 tahun 2007 Tentang Perseoran Terbatas, di mana yang
dimaksud dengan pemisahan adalah ‘perbuatan hukum yang dilakukan
oleh Perseoran untuk memisahkan usaha yang mengakibatkan seluruh
aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 2 (dua)
Perseroan atau lebih atau sebagian aktiva dan pasiva Perseroan beralih
karena hukum kepada 1 (satu) Perseroan atau lebih’ (Pasal 1 angka 12).
UU Perseoaran Terbatas ini dirujuk karena bentuk badan hukum bank
6
syariah adalah Perseroan Terbatas sehingga mempunyai relevansi yang
erat. Berdasarkan definisi di atas dapat dipahami secara sederhana
bahwa yang dimaksud dengan pemisahaan (spin-off) UUS Bank Umum
Konvensional merupakan proses pemisahan UUS dari bank induknya
menjadi Bank Umum Syariah yang ber-badan hukum sendiri yang
mandiri dan independen.
Mengenai mekanisme pemisahan (spin-off) UUS telah diatur secara
spesifik dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 11/01/PBI/2009.
(lihat Bab IX Pasal 40-54). Perlu dicatat bahwa PBI No.11/10/PBI/2009
tentang Unit Usaha Syariah ini sebenarnya diubah dengan PBI
No.15/14/PBI/2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia
No.11/10/PBI/2009 tentang Unit Usaha Syariah, namun redaksi sejumlah
pasal masih tetap dipertahankan seperti semula.
Menurut Pasal 41 terdapat dua cara pemisahan UUS dari
BUK, pertama dengan cara mendirikan Bank Umum Syariah (BUS) baru;
atau kedua dengan cara mengalihkan hak dan kewajiban UUS kepada
BUS yang telah ada. ‘Pemisahan UUS dengan Cara Pendirian BUS
hanya dapat dilakukan dengan izin Bank Indonesia (sekarang Otoritas
Jasa Keuangan). Modal yang disetor sekurang-kurangnya lima ratus
milyar rupiah (Rp500.000.000,00). Apabila modal yang disetor kurang,
penambahan bisa dilakukan dengan bentuk tunai dan/atau tanah dan
gedung yang digunakan untuk operasional BUS hasil pemisahan. Modal
yang disetor BUS hasil pemisahan wajib ditingkatkan menjadi paling
kurang sebesar satu trilyun rupiah (1.000.000.000.000,00) paling lambat
10 (sepuluh) tahun setelah izin usaha BUS diberikan. (lihat Pasal 45)
Pemberian izin pendirian BUS hasil pemisahan dilakukan dalam 2 (dua)
tahap:
a. persetujuan prinsip, yaitu persetujuan untuk melakukan persiapan
pendirian BUS hasil pemisahan;
b. izin usaha, yaitu izin yang diberikan setelah BUS hasil pemisahan
siap melakukan kegiatan operasional. (Pasal 46).
Penting untuk dicatat, apabila izin prinsip telah diberikan kepada BUK,
namun dalam jangka waktu 6 bulan setelah izin prinsip diberikan BUK
belum mengajukan izin usaha BUS hasil pemisahan, maka persetujuan
prinsip yang telah diberikan menjadi tidak berlaku. (Pasal 48). Oleh
7
karean itu BUK harus mempersiapkan semua persyaratan yang
diperlukan dengan semaksimal mungkin.
Adapun cara pemisahan kedua, yakni Pemisahan UUS dengan
Cara Pengalihan Hak dan Kewajiban kepada BUS juga hanya dapat
dilakukan dengan persetujuan Bank Indonesia (sekarang Otoritas Jasa
Keuangan). Apabila persetujuan rencana pengalihan telah diperoleh,
maka BUK yang memiliki UUS wajib mengumumkan hal tersebut dalam
surat kabar nasional selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari dan
mengalihkan hak dan kewajiban UUS kepada BUS paling lambat 30 (tiga
puluh) hari setelah tanggal persetujuan pengalihan diberikan. Apabila
dalam 30 hari pengalihan hak dan kewajiban UUS kepada BUS penerima
pemisahan belum dilakukan maka persetujuan yang diberikan tersebut
akan ditinjau kembali. Kemudian penerima pemisahan juga wajib
melaporkan kondisi keuangannya setelah menerima pengalihan hak dan
kewajiban UUS paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah tanggal
pelaksanaan (lihat Pasal 52 dan 53). Penting untuk dicatat bahwa
pemisahan UUS dari BUK dengan cara mengalihkan hak dan kewajiban
UUS kepada BUS yang telah ada hanya dapat dilakukan kepada BUS
yang mempunyai hubungan kepemilikan dengan BUK yang memiliki
UUS.
8
Gambar 1. Jaringan Kantor Individual Perbankan Syariah
Berdasarkan statistik Perbankan Syariah, OJK, January 2016, terdapat
12 BUS dan 22 UUS. Pada tahun 2005, baru terdapat tiga BUS, yaitu
Bank Muamalat Indonesia, Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri dan
Bank Mega Syariah, namun saat ini jumlah BUS meningkat cukup
signifikan dengan adanya beberapa UUS yang melakukan spin-
off menjadi BUS, antara lain adalah Bank BRI Syariah, PT BNI Syariah,
dan BJB Syariah. Ke depan diharapkan UUS yang ada segera
melakukan spin-off menjadi BUS sehingga jumlah Bank Syariah semakin
banyak dan berkembang di Indonesia.
2.3. Implikasi Pemisahan UUS terhadap Ketaatan dalam Menjalankan Prinsip
Syariah
Bank secara kelembagaan hanya dapat dilaksanakan oleh badan hukum
berupa perseroan terbatas (PT) atau koperasi. Apabila lembaga yang
dipilih adalah badan hukum PT, maka UUPT berlaku baginya, sedangkan
dalam hal yang dipilih adalah koperasi maka Undang-undang Nomor 25
Tahun 1992 tentang pengkoperasian (UU 25/1992) yang berlaku. Namun
demikian dalam pendirian lembaga perbankan saat ini lebih memilih
berbentuk PT mengingat PT-lah suatu lembaga hukum yang
pengaturannya komprehensif dan asas asas yang terkandung di dalamnya
lebih memberikan jaminan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang
berkepentingan (stakeholder).
UUPS mewajibkan bentuk badan hukum bank syariah berupa PT, yakni
bahwa bentuk badan hukum Bank Syariah adalah Perseroan Terbatas.
Adapun kegiatan perbankan berdasarkan prinsip syariah secara
kelembagaan dapat dilakukan melalui tiga institusi yaitu :
a. Bank Umum Syariah
Bank Umum Syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalulintas pembayaran. Ketentuan lebih
lanjut mengenai Bank Umum Syariah diatur melalui PBI Nomor
11/3/PBI/2009 tentang Bank Umum Syariah. Pasal 2-nya
menegaskan bahwa bentuk badan hukum Bank adalah PT.
Kemudian pasal 5-nya menegaskan bahwa modal disetor untuk
9
mendirikan Bank ditetapkan paling kurang sebesar Rp.
1.000.000.000.000
b. Unit Usaha Syariah
c. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
Adanya pemisahan (Spin Off) UUS dari BUK menjadi BUS selaku legal
entity sejalan dengan pilar pengembangan perbankan syariah yang
dikeluarkan oleh Bank Indonesia, antara lain terdiri dari :
1. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia (SDM).
Untuk menjadi Bank Syariah yang terkemuka di ASEAN, SDM bank
syariah harus memiliki kompetensi yang unggul dan profesional.
Pelayanan yang memuaskan masih menjadi unsur utama dalam
pengembangan perbankan syariah. Untuk itu bank syariah seharusnya
memprioritaskan pembinaan SDM ini dan mengalokasikan dana yang
sesuai.
2. Penguatan Modal.
Pertumbuhan industri perbankan syariah pada tahun 2010 khususnya
Dana Pihak Ketiga (DPK) harus diikuti peningkatan modal sehingga
CAR (Capital Adequacy Ratio)-nya dalam posisi yang kuat yang yang
pada gilirannya membuat perbankan syariah memiliki daya dukung
keuangan atau modal yang memadai. Moda yang kuat akan
memungkinkan bank syariah meluaskan sarana jaringan bank syariah.
Keluasan jaringan kantor akan secara signifikan mendongkrak
pertumbuhan.
3. Peningkatan efisiensi
Mempertahankan dan meningkatkan kinerja dan daya saing
perbankan syariah melalui peningkatan efisiensi yang ditempuh
dengan jalan financial deepening dengan memperkaya variasi produk
dan jasa dan tetap menjaga kepatuhan pada prinsip syariah, termasuk
instrumen pasar uang syariah.
4. Peningkatan kualitas sistem pengawasan
Tantangan yang dihadapi oleh perbankan syariah dalam aspek
operasional (kehati-hatian) membutuhan peningkatan baik kualitas
pengawasan maupun infrastruktur pengawasan. Disini dibutuhkan
pengawas yang memiliki integritas tinggi, agar sistem pengawasan ala
bank century tidak terjadi pada pengawasan bank syariah.
5. Peningkatan pengawasan perbankan syariah
10
Untuk mengoptimalkan pengawasan syariah dalam rangka
memastikan tegaknya sharia compliance dalam operasi perbankan,
maka PBI No. 11/33/PBI/2009 tentang pelaksanaan Good Coorporate
Governance bagi bank umum syariah, harus benar benar diterapkan
secara konsisten.
Dengan adanya pemisahan UUS yang untuk kemudian dijadikan
sebagai BUS selaku badan hukum mandiri (separate legal entity), maka
terciptalah hubungan hukum berupa induk dan anak perusahaan (holding
company and subsidiary). Konsekuansi hukum menjadikan BUS hasil
pemisahan sebagai anak perusahaan dari BUK, yaitu perlu adanya
pembagian tugas dan wewenang. Pembagian tugas dan wewenang antara
induk perusahaan dengan anak perusahaan adalah sebagai berikut:
a. Tugas induk perusahaan dalam hal ini BUK ialah sebagai
koordinator konsultan, dan pengontrol perkembangan dan
kesehatan anak perusahaan.
b. Wewenang induk perusahaan yaitu menentukan kebijakan-
kebijakan umum bagi perusahaan kelompok.
c. Tugas anak perusahaan, dalam hal ini BUS hasil pemisahan (spin
off) yaitu menjalankan kegiatan operasional sesuai dengan bidang
usahanya sesuai dengan prinsip syariah.
Pemisahan UUS dari BUK, menurut pendapat kami juga sejalan dengan
salah satu prinsip syariah yakni larangan pencampuradukan antara yang
halal dengan yang haram, artinya dengan pemisahan akan melahirkan
sebuah badan hukum yang baru yang secara yuridis mandiri, sehingga
pengelolaannya secara keuangan, teknis, administratif dan organisatoris
terpisah dari induknya, oleh karena itu, BUS yang lahir karena adanya
pemisahan UUS dimaksud kemudian akan lebih fokus dalam mengelola
dan mengembangkan produk syariahnya secara lebih murni. Melalui spin
off akan mampu meningkatkan efisiensi pengelolaan secara syariah,
penguatan modal BUS dengan adanya kewajiban untuk meningkatkan
modal secara bertahap menjadi paling sedikit Rp. 1.000.000.000.000 dan
harus sudah dipenuhi paling lambat 10 tahun setelah izin BUS diberikan
oleh Bank Indonesia, serta peningkatan ketaatan terhadap prinsip syariah.
Ketaatan terhadap prinsip syariah akan semakin optimal denga adanya
11
peningkatan pengawasan terhadap BUS yang bersangkutan dan
pemisahan SDM yang melalukan pengelolaan.
2.4.Manfaat Spin Off Bagi Keluarga Indonesia
Sebagai pemangku kepentingan (stakeholders), masyarakat atau
nasabah tentu mendapatkan manfaat dari spin-off. Dengan semakin
banyaknya bank syariah diharapkan akan terlihat kompetisi sehat di antara
mereka.Manfaatnya adalah kita akan menikmati pelayanan yang lebih
baik, margin pembiayaan yang rendah, kepastian produk dan jasa yang
makin kental syariah. Jika itu tercapai maka keberadaan bank syariah
akan menjadi rahmat bagi keluarga Indonesia (rahmatan lil ’aalamiin, QS
Al-Anbiya (21):107).
Menurut menurut Tafsir Ibnu Katsir, ayat ini menunjukan bahwa
Rasulullah SAW adalah rahmat bagi semesta alam, bagi siapa yang
menerima rahmat ini dan mensyukurinya, berbahagialah di dunia dan
akhirat. Sebaliknya jika yang menolak dan mengingkari maka akan merugi
di dunia dan akhirat. Salah satu ajaran Rasulullah SAW adalah
memastikan semua urusan termasuk urusan keuangan (muamalah) harus
sesuai syariah, semoga keberadaan bank syariah menjadi rahmat bagi
keluarga Indonesia, bertahap namun pasti. Tentu saja bank syariah tidak
bisa berjuang sendiri. Kita sendiri harus terlibat di dalamnya, misalnya
menjadi nasabah yang proaktif menyampaikan usulan yang bermanfaat
untuk perkembangan bank syariah tersebut. Untuk itu kita harus
membekali diri kita dengan pemahaman yang cukup berkenaan dengan
urusan muamalah dalam Islam, apa saja fatwa yang sudah dikeluarkan
dan apa saja detail sumber hukum yang harus dirujuk. Mari ikut
memastikan terwujudnya nilai - nilai syariah di setiap aktifitas bank syariah.
Karena namanya juga "syariah" harus tampil beda dengan bank
konvensional. Hal ini sudah sering diserukan di berbagai media, salah
satunya telah diungkapkan di tulisan ilmiah Haniffa dan Hudaib, (2007),
Asutay, (2012) dan Mukhlisin dan Hudaib, (2015) bahwa syariah jangan
hanya sekedar label.
Syariah harus nampak baik di dalam maupun di luar “jilbabnya” dan harus
mencapai semua tujuan – tujuan syariah (Maqasid Syariah).
12
BAB III
PENUTUP
3.1. Simpulan
Berdasarkan pada pembahasan di atas, dapat ditarik kesimpulan
bahwa
1. Spin Off Bank Syariah merupakan pemisahan bank syariah dari Usaha
Unit Syariah (UUS) menjadi Bdan Usaha Syariah (BUS) menurut
ketentuan yang berlaku.
2. Mekanisme pemisahan (spin-off) UUS menjadi BUS dapat ditempuh
melalui dua alternatif , yaitu: pertama, mendirikan Bank Umum Syariah
yang baru; kedua, mengalihkan hak dan kewajiban Unit Usaha Syariah
kepada Bank Umum Syariah yang telah ada.
3. Implikasi pemisahan (spin-off) UUS terhadap ketaatan bank dalam
menjalankan prinsip syariah adalah cenderung meningkat, karena
dengn tindakan tersebut UUS akan berubah menjadi BUS yang
merupakan badan hukum mandiri (separate legal entity). Konsekuensi
hukum yang muncul adalah pengelolaan BUS akan terpisah dari BUK
selaku induk perusahaan, baik dari sisi pengelolaan keuangan
maupun operasional kegiatan usaha.
3.2. Saran
Berdasarkan pad simpulan tersebut, penulis memberikan rekomendasi
agar BUS hasil pemisahan UUS dari BUK benar-benar melaksanaka
kegiatan secara lebih syariah, yakni mendasarkan pada Fatwa
DSN_MUI dan PBI terkait. Selain itu juga perlu diimbangi oleh
pengaasan dari Dewan Pengawas Syariah (DPS) BUS yang
bersangkutan. Dengan demikian, maka melalui pemiahan (spin-off)
UUS berimplikasi pda semakin meningkatnya ketaatan BUS terhadap
prinip syariah.
13
Demikian yang dapat kami paparkan. Mohon maaf atas kekurangan
karena kurangnya pengetahuan dan referensi mengenai materi ini.
Mohon kiranya kritik dan saran yang bersifat membangun kepada kami
demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah dikesempatan
berikutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami maupun
pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Anshor, Abdul Ghofur, “Perkembangan Hukum, Kelembagaan, dan
Operasional Perbankan Syariah di Indonesia”. Makalah
disampaikan pada Kuliah Magister Hukum Bisnis dan
Kenegaraan FH UGM, Yogyakarta, 14 Juni 2000 (telah direvisi).
Muhammad, Bank Syariah, Problem dan Prospek Perkembangan di
Indonesia, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005.
Tubke, Alexander. Success Factors of Corporate Spin-Offs. USA: Springer
Science, Inc.
Murniati Mukhisin, “Spin-Off Bank Syariah dan Manfaatnya bagi Keluarga
Indonesia”, Artikel diakses pada tanggal 10 September 2016 dari
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/05/13/084518226/Spin-
Off.Bank.Syariah.dan.Manfaatnya.untuk.Keluarga.Indonesia.
Republika Online, “Spin-Off, Lalu Apa?”,
http://dev.republika.co.id/berita/koran/opini-koran/15/12/29/o03vcg15-
spinoff-lalu-apa, tanggal 29 Desember 2015.
14