1
ABSTRACT
Factors that Influence Internal Control Weakness of Local Government
(Empirical Study on Provincial Government in Indonesia)
By:
Arif Kurniawan Wahono
Advisor Lecturer:
Dr. Lilik Purwanti, M.Si.,Ak.,CSRS.,CA
This study aimed to test factors that influence internal control weakness of localgovernment. Independent variables were economic growth was measured by grossdomestic product regional, government size was measured by total assets,revenues of local government (PAD), complexity was measured by totalpopulation. Dependent variable was Internal control weakness was measured bythe number of BPK RI’s finding about Internal Control Systems. This study usedsecondary data from BPK RI report and BPS report. This study’s object was 33provincial government in Indonesia with period 2012-2013, so number of sampleswere 66. Hypothesis tests used multiple regression analysist. F test showedeconomic growth, government size, PAD and complecity had simultaneoussignificant effect on the internal control weakness. T-test showed government sizehad partial significant effect on the internal control weakness. Economic growth,PAD and complexity didn’t have significant partial effect on internal controlweakness.
Keywords: Internal Control Weakness, Economic’s Growth, Government’s Size,PAD and Complexity
2
PENDAHULUAN
Sejak Indonesia memberlakukan otonomi daerah dengan dikeluarkannya
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah kemudian
menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, maka setiap daerah diberikan
kewenangan untuk mengatur urusan pemerintahannya sendiri, termasuk
didalamnya mengenai keuangan daerah. Adanya otonomi daerah Indonesia
menjadikan perlunya pengawasan atau pengendalian dalam menjalankan otonomi
daerah agar tidak terjadi kecurangan (fraud). Fraud yang terjadi dalam sebuah
organisasi baik organisasi sektor publik maupun sektor swasta biasanya
disebabkan oleh lemahnya pengendalian intern.
Menurut hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia
(BPK RI) dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2014
menyebutkan bahwa di dalam 456 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD)
Tahun 2013 menunjukkan terdapat 5.103 kasus kelemahan SPI. Rincian
kelemahan SPI tersebut meliputi: kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan
pelaporan sebanyak 1.829 kasus, kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan
anggaran pendapatan dan belanja sebanyak 2.174 kasus, dan kelemahan struktur
pengendalian intern sebanyak 1.100 kasus.
Grafik 1.1. Persentase Kelemahan SPI pada Pemeriksaan LKPD Tahun 2013
Sumber: IHPS Semester I Tahun 2014
3
Kelemahan pada proses pengendalian internal menyebabkan tidak tercapainya
efektivitas dan efisiensi pelaksanaan kegiatan dan pelaporan keuangan negara.
Kelemahan ini juga dapat memberikan peluang dan kesempatan pada aparat
pemerintah daerah yang tidak bertanggung jawab. Oleh sebab itu diperlukan
tindak lanjut untuk memperbaiki kelemahan dari sistem pengendalian internal
melalui audit yang dilaksanakan oleh BPK.
Menurut Larassati, dkk (2013), pemerintah provinsi sebagai wilayah
administrasi yang membawahi pemerintah kabupaten dan kota, memiliki
kewenangan untuk berkooordinasi dan melakukan pengawasan serta pengendalian
terhadap pemerintah kabupaten dan kota. Pemerintah provinsi memegang peranan
dalam implementasi pengendalian internal di kabupaten dan kota. Dengan kata
lain, pengendalian internal pada provinsi akan mempengaruhi pengendalian
internal pada kabupaten dan kota.
Martani dan Zaelani (2011) melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh
ukuran, pertumbuhan dan kompleksitas terhadap pengendalian intern Pemerintah
Daerah. Martani dan Zaelani (2011) melakukan penelitian terhadap 229
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota se Indonesia pada tahun 2008. Hasil
penelitiannya menyebutkan bahwa ukuran pemerintah daerah yang diukur dengan
total aset berpengaruh negatif terhadap kelemahan sistem pengendalian intern.
Pemerintah daerah yang memiliki ukuran yang lebih besar akan memiliki
pengendalian intern yang lebih baik dibandingkan pemerintah daerah yang
memiliki ukuran kecil. Pertumbuhan pemerintah daerah secara signifikan
berpengaruh positif terhadap kelemahan sistem pengendalian intern. Pemerintah
daerah yang memiliki pertumbuhan tinggi akan memiliki kelemahan pengendalian
4
intern yang lebih banyak. Kompleksitas pemerintah daerah yang diwakili oleh
PAD secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelemahan sistem
pengendalian intern. Pemerintah daerah yang memiliki PAD tinggi akan memiliki
kelemahan pengendalian intern yang lebih banyak. Sedangkan jumlah kecamatan
dan jumlah penduduk tidak menjadikan pemerintah daerah lebih kompleks dalam
implementasi sistem pengendalian intern. Sebaliknya jumlah penduduk yang
banyak akan membuat pengendalian intern pemerintah daerah meningkat karena
meningkatnya tuntutan pengungkapan laporan keuangan oleh masyarakat.
Larassati, dkk (2013) juga melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh
ukuran, pertumbuhan dan kompleksitas Pemerintah Daerah terhadap kelemahan
pengendalian internal Pemerintah Daerah Provinsi. Larassati, dkk (2013)
melakukan penelitian terhadap 26 Pemerintah Provinsi seluruh Indonesia selama
periode 2009-2010. Hasil pengujiannya menyebutkan bahwa ukuran pemerintah
daerah yang diukur dari Total Aset berpengaruh positif terhadap kelemahan
pengendalian intern. Pertumbuhan ekonomi pemerintah daerah tidak berpengaruh
signifikan terhadap kelemahan pengendalian internal. Kompleksitas pemerintah
daerah yang diukur dengan jumlah penduduk dan PAD menunjukkan bahwa
variabel jumlah penduduk berperngaruh positif terhadap kelemahan pengendalian
intern, sedangkan variabel PAD berpengaruh negatif terhadap kelemahan
pengendalian intern.
Hartono, dkk (2014) juga melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi kelemahan pengendalian intern Pemerintah Daerah. Hartono, dkk
(2014), melakukan penelitian terhadap pemerintah Provinsi se-Indonesia yang
terdiri dari 33 Provinsi Tahun 2011. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa
5
pertumbuhan dan ukuran pemerintah daerah yang diukur dari jumlah penduduk
memiliki pengaruh negatif terhadap kelemahan pengendalian intern. Variabel
PAD tidak memiliki pengaruh terhadap kelemahan pengendalian intern,
sedangkan kompleksitas berpengaruh positif terhadap kelemahan pengendalian
intern.
Beberapa peneliti terdahulu telah meneliti mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi kelemahan pengendalian intern. atas dasar tidak konsistennya hasil
temuan beberapa peneliti sebelumnya, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian kembali mengenai Faktor-Faktor yang mempengaruhi kelemahan
pengendalian intern Pemerintah Daerah.
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Hartono, dkk (2014), yang meneliti mengenai “Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Kelemahan Pengendalian Intern Pemerintah Daerah”. Persamaan
penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah variabel yang digunakan,
dimana pada penelitian ini variabel yang digunakan adalah pertumbuhan
pemerintah daerah, ukuran pemerintah daerah, PAD dan kompleksitas. Adapun
perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut:
1. Tahun pengamatan. Pada penelitian sebelumnya periode penelitian hanya
Tahun 2011 saja, sedangkan pada penelitian ini periode penelitiannya adalah
tahun 2012-2013. Hal ini dikarenakan adanya Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan
Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang Tahun 2012-2025 dan Jangka
Menengah Tahun 2012-2014. Visi jangka menengah (2012-2014) adalah
“Terwujudnya tata pemerintahan yang bersih dari korupsi dengan didukung
6
kapasitas pencegahan dan penindakan serta nilai budaya yang berintegritas.”
Untuk mewujudkan visi jangka menengah di atas maka dilakukan upaya
dengan membangun dan memantapkan sistem, mekanisme, kapasitas
pencegahan dan penindakan korupsi yang terpadu secara nasional. Oleh sebab
itu, peneliti tertarik melakukan penelitian pada tahun 2012-2013 untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengendalian internal
pemerintah daerah. Hal ini berguna agar dapat menjadi rujukan dalam
mewujudkan visi jangka menengah di atas. Adapun untuk tahun 2014, peneliti
tidak dapat melakukan penelitian karena masih dilakukan pemeriksaan atas
laporan keuangan pemerintah daerah oleh BPK RI.
2. Terdapat ukuran variabel independen yang berbeda, yaitu:
a. Penelitian sebelumnya mengukur variabel ukuran pemerintah daerah
dengan jumlah penduduk, sedangkan penelitian ini, mengukur variabel
ukuran pemerintah daerah dengan Total Aset yang dimiliki oleh
pemerintah daerah. Menurut Putro (2013), Aset dapat mencerminkan nilai
atau ukuran perusahaan dikarenakan dengan memiliki aset, sebuah
perusahaan akan mampu menjalankan aktivitas usahanya, sehingga
semakin besar nilai aset suatu perusahaan maka aktivitas usahanya dapat
dikatakan akan semakin besar. Total Aset juga digunakan dalam penelitian
Martani dan Zaelani (2011) dan Larassati, dkk (2013) untuk mengukur
variabel ukuran pemerintah daerah.
b. Penelitian sebelumnya juga mengukur variabel kompleksitas dengan
jumlah Kecamatan, sedangkan dalam penelitian ini kompleksitas diukur
dengan jumlah penduduk yang ada di suatu daerah. Menurut Martani dan
7
Zaelani (2011), semakin banyak jumlah penduduk di suatu pemerintah
daerah maka semakin banyak dan beragam kebutuhan yang harus
dipenuhi. Dengan demikian akan semakin banyak pekerjaan yang harus
dilakukan oleh pemerintah daerah dalam melaksanakan fungsi pelayanan
umum. Hal ini akan menambah kompleksitas yang ada di pemerintah
daerah sehingga diduga akan meningkatkan jumlah kelemahan
pengendalian intern. Jumlah penduduk juga digunakan dalam penelitian
Martani dan Zaelani (2011) dan Larassati, dkk (2013) dalam mengukur
kompleksitas.
Rumusan Masalah
1. Apakah Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh terhadap kelemahan pengendalian
intern?
2. Apakah Ukuran Pemerintah Daerah berpengaruh terhadap kelemahan
pengendalian intern?
3. Apakah PAD berpengaruh terhadap kelemahan pengendalian intern?
4. Apakah kompleksitas berpengaruh terhadap kelemahan pengendalian intern?
Tujuan Penelitian
1. Untuk membuktikan pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap kelemahan
pengendalian intern.
2. Untuk membuktikan pengaruh Ukuran Pemerintah Daerah terhadap kelemahan
pengendalian intern.
3. Untuk membuktikan pengaruh PAD terhadap kelemahan pengendalian intern.
4. Untuk membuktikan pengaruh kompleksitas terhadap kelemahan pengendalian
intern.
8
KAJIAN TEORITIS DAN RUMUSAN HIPOTESIS
Kajian Teoritis
Teori Keagenan (Agency Theory)
Menurut Halim dan Abdullah (2009), Teori keagenan menganalisis susunan
kontraktual di antara dua atau lebih individu, kelompok, atau organisasi. Salah
satu pihak (principal) membuat suatu kontrak, baik secara implisit maupun
eksplisit, dengan pihak lain (agent) dengan harapan bahwa agen akan
bertindak/melakukan pekerjaan seperti yang dinginkan oleh prinsipal (dalam hal
ini terjadi pendelegasian wewenang).
Berdasarkan teori keagenan, pengelolaan pemerintah daerah harus diawasi
untuk memastikan bahwa pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan
berdasarkan peraturan dan ketentuan yang berlaku. Dengan meningkatnya
akuntabilitas pemerintah daerah, informasi yang diterima masyarakat terhadap
pemerintah daerah menjadi lebih berimbang yang itu artinya assymetry
informations yang terjadi dapat berkurang sehingga kemungkinan untuk
melakukan korupsi menjadi lebih kecil dikarenakan semakin berkurangnya
assymetry informations.
Sistem Pengendalian Internal Pemerintah
Menurut PP No 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah (SPIP), Sistem Pengendalian Intern adalah proses yang integral pada
tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan
seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan
organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan
9
keuangan, pengamanan aset negara dan ketaatan terhadap peraturan perundang-
undangan.
SPIP adalah Sistem Pengendalian Intern yang diselenggarakan secara
menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Tujuan SPIP
adalah untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektivitas
dan efisiensi dalam pencapaian tujuan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan,
keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap
peraturan perundang-undangan. Setiap menteri/pimpinan lembaga, gubernur,
bupati/walikota wajib melakukan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan
pemerintahan dengan berpedoman pada SPIP sebagaimana disebutkan dalam
pasal 2 ayat 1, dan sekaligus bertanggung jawab atas efektivitas penyelenggaraan
sistem pengendalian intern di lingkungan masing-masing.
Kelemahan Pengendalian Internal Pemerintah daerah
Sistem pengendalian pemerintah daerah didesain untuk dapat mengenali
apakah pengendalian internal telah memadai dan mampu mendeteksi adanya
kelemahan. IHPS BPK RI menjelaskan bahwa kelemahan tersebut mengakibatkan
permasalahan dalam aktivitas pengendalian yang menimbulkan kasus-kasus
kelemahan SPI sebagai berikut:
1. Kelemahan Sistem Pengendalian Akuntansi dan Pelaporan
a. Pencatatan tidak atau belum dilakukan atau tidak akurat
b. Proses penyusunan laporan tidak sesuai ketentuan
c. Entitas terlambat menyampaikan laporan
d. Sistem informasi akuntansi dan pelaporan tidak memadai
10
e. Sistem informasi akuntasi dan pelaporan belum didukung sumber daya
manusia yang memadai
2. Kelemahan Sistem Pengendalian Pelaksanaan APBD
a. Perencanaan kegiatan tidak memadai
b. Mekanisme pemungutan, penyetoran dan pelaporan serta penggunaan
penerimaan daerah dan hibah tidak sesuai dengan ketentuan
c. Penyimpangan terhadap peraturan bidang teknis tertentu atau ketentuan
intern organisasi yang diperiksa tentang pendapatan dan belanja
d. Pelaksanaan belanja diluar mekanisme APBN/APBD
e. Penetapan/pelaksanaan kebijakan tidak tepat atau belum dilakukan
berakibat hilangnya potensi penerimaan/pendapatan
f. Penetapan/pelaksanaan kebijakan tidak tepat atau belum dilakukan
berakibat peningkatan biaya/belanja
3. Kelemahan Struktur Pengendalian Intern
a. Entitas tidak memiliki Standar Operating Procedur (SOP) yang formal
untuk suatu prosedur atau keseluruhan prosedur.
b. SOP yang ada pada entitas tidak berjalan secara optimal atau tidak
ditaati.
c. Satuan pengawas intern yang ada tidak memadai atau tidak berjalan
optimal
d. Tidak ada pemisahan tugas dan fungsi yang memadai
Pertumbuhan Ekonomi Pemerintah Daerah
Menurut Sukirno (1996:56), pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai
kenaikan dalam GDP, tanpa memandang apakah kenaikan tersebut cukup besar
11
atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk, atau apakahperubahan dalam
struktur ekonomi berlaku atau tidak. Guna melihat laju pertumbuhan suatu negara
dan perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakat, pertambahan pendapatan
penting diperhatikan.
Produk Domestik Regional Bruto
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), PDRB merupakan salah satu indikator
penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode
tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDRB
pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit
usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa
akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi pada suatu daerah.
Menurut BPS, PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah
barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun berjalan, sedang
PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa
tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu
sebagai tahun dasar. PDRB menurut harga berlaku digunakan untuk mengetahui
kemampuan sumber daya ekonomi, pergeseran, dan struktur ekonomi suatu
daerah. PDRB konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi secara
riil dari tahun ke tahun atau pertumbuhan ekonomi yang tidak dipengaruhi oleh
faktor harga.
Ukuran Pemerintah Daerah
Ukuran pemerintah daerah dapat diukur dari total asetnya. Menurut Putro
(2013), Aset dapat mencerminkan nilai atau ukuran perusahaan dikarenakan
dengan memiliki aset, sebuah perusahaan akan mampu menjalankan aktivitas
12
usahanya, sehingga semakin besar nilai aset suatu perusahaan maka aktivitas
usahanya dapat dikatakan akan semakin besar,
Total Aset
Menurut PP 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, yang
dimaksud dengan aset adalah:
“Sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki olehpemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari manamanfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapatdiperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapatdiukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya non keuangan yangdiperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.Manfaat ekonomi masa depan yang terwujud dalam aset adalahpotensi aset tersebut untuk memberikan sumbangan, baik langsungmaupun tidak langsung, bagi kegiatan operasional pemerintah,berupa aliran pendapatan atau penghematan belanja bagipemerintah.”
Pendapatan Asli Daerah
Menurut Undang-Undang No 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yang dimaksud dengan PAD adalah:
“Pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasilretribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan,dan lain-lain PAD yang sah, yang bertujuan untuk memberikankeleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalampelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi.”
Kompleksitas Pemerintah Daerah
Menurut Restu dan Indriantoro (2000) dalam Puspitasari (2013),
kompleksitas didasarkan pada persepsi individu tentang kesulitan suatu tugas atau
pekerjaan. Persepsi ini menimbulkan kemungkinan bahwa suatu tugas/pekerjaan
sulit bagi seseorang, namun mungkin juga mudah bagi orang lain. Kompleksitas
muncul dari ambiguitas dan struktur yang lemah, baik dalam tugas utama maupun
tugas lain. Peningkatan kompleksitas dalam suatu tugas atau sistem, akan
13
menurunkan tingkat keberhasilan tugas. Kompleksitas pemerintah daerah dapat
dilihat dari beberapa aspek. Penelitian ini menggunakan jumlah penduduk untuk
mengukur kompleksitas.
Jumlah Penduduk
UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang perubahan atas UU Nomor 23 Tahun
2006 tentang administrasi kependudukan pasal 1 menyebutkan bahwa penduduk
adalah Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang bertempat tinggal di
Indonesia. Menurut BPS, penduduk adalah semua orang yang berdomisili di
wilayah geografis Republik Indonesia selama 6 bulan atau lebih dan atau mereka
yang berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan untuk menetap.
Rumusan Hipotesis
Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Kelemahan Pengendalian Internal
Menurut Petrovits, Shakespeare dan Shih (2010), Pertumbuhan yang cepat
dari sebuah organisasi menyebabkan banyak terjadi perubahan. Berbagai
perubahan tersebut menuntut penyesuaian dari pengendalian intern yang dimiliki.
Hal tersebut tentu membutuhkan waktu untuk mengimplementasikan prosedur
yang baru sehingga memungkinkan terjadinya masalah-masalah pengendalian
intern dalam organisasi.
Mendasarkan pada konsep dari teori keagenan, pemerintah daerah berusaha
untuk menyesuaikan pengendalian intern akibat dari pertumbuhan ekonomi yang
tinggi. Di lain pihak, BPK RI beranggapan pemerintah daerah memanfaatkan
waktu penyesuaian pengendalian intern untuk melakukan beberapa kecurangan
yang dapat menimbulkan masalah pengendalian intern dalam organisasi. Kondisi
di atas menyebabkan assymetry informations antara pemerintah daerah selaku
14
agen yang mempunyai akses langsung terhadap informasi dengan pihak principal
(BPK RI).
Berdasarkan landasan teoritis di atas, maka hipotesis pertama dirumuskan
sebagai berikut:
H1: Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh terhadap kelemahan pengendalian
intern
Pengaruh Ukuran Pemerintah Daerah terhadap Kelemahan Pengendalian
Intern
Banyaknya aset yang dimiliki oleh pemerintah daerah membuat kesadaran
pemerintah meningkat terkait pengawasan terhadap aset. Pemerintah akan
berusaha mengerahkan sumber daya yang dimilikinya untuk mengawasi aset
daerahnya, sehingga menurunkan tingkat kecurangan yang terjadi. Hal ini
dilakukan guna menghindari penyalahgunaan penggunaan aset yang tidak sesuai
dengan prosedur. Dibutuhkan sebuah pengawasan internal yang baik terhadap aset
agar aset yang dimiliki oleh pemda terjaga dengan baik (Putro, 2013).
Mendasarkan pada konsep dari teori keagenan, pemerintah daerah sadar
bahwa jumlah aset yang besar rawan terjadi kecurangan. Pemerintah daerah akan
meningkatkan sistem pengendalian intern guna mengatasi hal tersebut. Di lain
pihak, BPK RI selaku principal menganggap pemerintah daerah tidak dapat
dipercaya untuk bertindak dengan sebaik-baiknya meminimalisir kecurangan
terhadap aset. Kondisi di atas menyebabkan assymetry informations antara
pemerintah daerah selaku agen yang mempunyai akses langsung terhadap
informasi dengan pihak principal (BPK RI).
15
Berdasarkan landasan teoritis di atas, maka hipotesis kedua dirumuskan
sebagai berikut:
H2: Ukuran Pemerintah Daerah berpengaruh terhadap kelemahan
Pengendalian Internal.
Pengaruh PAD terhadap Kelemahan Pengendalian Intern
Menurut Putro (2013), Setiap organisasi yang memiliki jumlah pendapatan
yang tinggi akan meningkatkan resiko kecurangan yang terjadi terhadap
pendapatan yang diterimanya. Resiko tersebut seperti pencurian, penyalahgunaan,
korupsi, dan lain sebagainya. PAD memiliki banyak pos-pos penerimaan sehingga
mengakibatkan resiko kecurangan tersebut rawan terjadi. Dibutuhkan suatu sistem
pengendalian intern baik dari internal organisasi maupun eksternal organisasi
untuk mengawasi setiap pos penerimaan yangada guna meminimalisir kecurangan
yang terjadi.
Pemerintah daerah yang memiliki jumlah pendapatan yang tinggi dan
banyaknya pos penerimaan daerah akan sulit melakukan pengawasan terhadap
pendapatan yang diterimanya. Hal ini akan memunculkan banyak kecurangan
yang terjadi. Pengawasan baik dari sisi internal maupun eksternal organisasi harus
mampu menciptakan sebuah sistem atau prosedur yang mampu meminimalisir
tindak kecurangan (Putro, 2013).
Mendasarkan pada konsep dari teori keagenan, pemerintah daerah akan
meningkatkan sistem pengendalian intern guna meminimalisir terjadinya
kecurangan terhadap pos pendapatan. Di lain pihak, BPK RI selaku principal
menganggap pemerintah daerah tidak dapat dipercaya untuk bertindak dengan
sebaik-baiknya meminimalisir kecurangan terhadap pendapatan. Kondisi di atas
16
menyebabkan assymetry informations antara pemerintah daerah selaku agen yang
mempunyai akses langsung terhadap informasi dengan pihak principal (BPK RI).
Berdasarkan landasan teoritis di atas, maka hipotesis ketiga dirumuskan
sebagai berikut
H3 : Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap kelemahan
Pengendalian Internal.
Pengaruh Kompleksitas terhadap Kelemahan Pengendalian Intern
Menurut Restu dan Indriantoro (2000) dalam Puspitasari (2013),
kompleksitas didasarkan pada persepsi individu tentang kesulitan suatu tugas atau
pekerjaan. Persepsi ini menimbulkan kemungkinan bahwa suatu tugas/pekerjaan
sulit bagi seseorang, namun mungkin juga mudah bagi orang lain. Kompleksitas
muncul dari ambiguitas dan struktur yang lemah, baik dalam tugas utama maupun
tugas lain. Peningkatan kompleksitas dalam suatu tugas atau sistem, akan
menurunkan tingkat keberhasilan tugas.
Kompleksitas pemerintahan daerah dapat dilihat dari beberapa aspek. Jumlah
penduduk menjadi salah satu ukuran kompleksitas pemerintah daerah dalam
penelitian ini. Menurut Martani dan Zaelani (2011), semakin banyak jumlah
penduduk di suatu pemerintah daerah maka semakin banyak dan beragam
kebutuhan yang harus dipenuhi. Dengan demikian akan semakin banyak
pekerjaan yang harus dikerjakan oleh pemerintah daerah dalam melaksanakan
fungsi pelayanan umum. Hal ini akan menambah kompleksitas yang ada di
pemerintah daerah sehingga diduga akan meningkatkan jumlah kelemahan
pengendalian intern.
17
Mendasarkan pada konsep dari teori keagenan, pemerintah daerah
beranggapan bahwa lemahnya pengendalian internal dikarenakan semakin
kompleksnya pekerjaan yang harus dikerjakan. Di sisi lain, BPK RI selaku
principal menganggap pemerintah daerah bekerja tidak sesuai prosedur dalam
setiap pekerjaan. Kondisi di atas menyebabkan assymetry informations antara
pemerintah daerah selaku agen yang mempunyai akses langsung terhadap
informasi dengan pihak principal (BPK RI).
Berdasarkan landasan teoritis di atas, maka hipotesis keempat dirumuskan
sebagai berikut:
H4: Kompleksitas berpengaruh terhadap kelemahan pengendalian
intern
METODOLOGI PENELITIAN
Objek dan Sumber Data Penelitian
Objek yang akan diteliti adalah Pemerintah Provinsi se Indonesia sejumlah 33
Provinsi. Periode penelitian adalah Tahun Anggaran 2012-2013, sehingga total
sampel yang digunakan berjumlah 66. Data sekunder yang digunakan adalah
sebagai berikut:
1. Laporan IHPS BPK RI Tahun 2013 dan 2014;
2. Laporan Keuangan yang telah di audit oleh BPK RI Tahun Anggaran 2012-
2013;
3. Laporan PDRB yang dikeluarkan oleh BPS Tahun Anggaran 2012-2013.
4. Laporan Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035 yang dikeluarkan oleh
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, BPS dan United Nations
Population Fund Tahun 2013
18
Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Variabel Dependen
Variabel dependen pada penelitian ini adalah kelemahan pengendalian
internal pemerintah daerah yang diukur dengan jumlah temuan kasus kelemahan
pengendalian internal pada laporan keuangan pemerintah daerah sebagai
indikatornya. Jumlah kasus terkait kelemahan pengendalian intern diperoleh dari
hasil audit BPK RI terhadap LKPD Tahun Anggaran 2012 dan 2013 dalam IHPS
BPK RI Tahun 2013 dan 2014.
Variabel Independen
Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini, adalah:
1. Pertumbuhan Ekonomi (X1)
Penelitian ini menggunakan PDRB harga konstan untuk mengetahui
pertumbuhan ekonomi secara riil dari tahun ke tahun atau pertumbuhan
ekonomi yang tidak dipengaruhi oleh faktor harga.
2. Ukuran Organisasi (X2)
Ukuran pemerintah daerah diukur dengan jumlah Total Aset yang dimiliki
oleh pemerintah daerah tersebut.
3. PAD (X3)
Pengukuran PAD dalam penelitian ini menggunakan rumus sebagai
berikut:
= ℎℎ 100%4. Kompleksitas (X4)
Penelitian ini menggunakan proyeksi jumlah penduduk untuk
mengukur kompleksitas pemerintah daerah.
19
Metode Analisis Data
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah
analisis statistik deskriptif, uji asumsi klasik dan regresi berganda. Statistik
deskriptif digunakan untuk mengetahui nilai maksimum, minimum, rata-rata, dan
standar deviasi dari masing-masing variabel. Uji asumsi klasik terdiri dari uji
normalitas, uji multikolinearitas, dan uji heteroskedastisitas.Asumsi klasik
digunakan untuk mengetahui apakah data yang digunakan dalam penelitian
terdapat masalah asumsi klasik seperti diatas atau tidak. Analisis regresi
digunakan untuk menguji hubungan variabel independen terhadap variabel
dependen.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Statistik Deskriptif
Tabel 1Hasil Uji Statistik Deskriptif
N Minimum Maximum MeanStd.
Deviation
PDRB 66 -.011 .159 .06474 .024317
TA 66 1.15E12 4.06E14 2.2108E13 6.72402E13
PAD 66 .015 .680 .37458 .179730
Penduduk 66 807,000.00 4.53E7 7.4885E6 1.05277E7
SPI 66 3 51 14.26 8.491
Valid N (listwise) 66
Sumber: Output SPSS, 2015
Hasil uji Statistik Deskriptif pada tabel 1 di atas dapat dilihat bahwa jumlah
sampel (N) sebanyak 66, dimana rata-rata laju pertumbuhan PDRB Provinsi di
Indonesia pada tahun 2012-2013 sebesar 6,474%. Jumlah aset pada setiap
provinsi di Indonesia pada tahun 2012-2013 memiliki rata-rata sebesar Rp.
22.108.167.871.138,90. Rata-rata persentase PAD dengan total pendapatan pada
20
setiap provinsi adalah sebesar 37,46%. Jumlah penduduk per provinsi di Indonesia
pada tahun 2012-2013 memiliki rata-rata 7.488.534,85 orang. Jumlah temuan SPI
per provinsi di Indonesia pada tahun 2012-2013 memiliki rata-rata sebanyak 14,26
temuan.
Hasil Uji Asumsi Klasik
Penelitian ini mentransformasi variabel total aset dan jumlah penduduk ke
dalam bentuk logaritma (Log10) agar variabel tersebut memenuhi uji asumsi
klasik. Berikut adalah hasil uji asumsi klasik:
Uji Multikoloniearitas
Tabel 2Hasil Uji Multikoloniearitas
Coefficientsa
Model
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 (Constant)
logPDRB .921 1.086
logTA .544 1.839
logPAD .411 2.434
logPenduduk .331 3.023
a. Dependent Variable: logSPISumber: Output SPSS, 2015
Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa variabel independen memiliki nilai
tolerance lebih dari 0,10. Hasil perhitungan VIF juga menunjukkan hal yang sama
dimana variabel independen memiliki nilai VIF kurang dari 10. Berdasarkan tabel
2 di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tidak ada multikolinearitas antar
variabel independen pada model dalam penelitian ini.
21
Uji Autokorelasi
Tabel 3Hasil Uji Autokorelasi
Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa nilai Durbin Watson yaitu 1,963. Nilai
ini berada diantara 1,7319<d<2,2681, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak
ada autokorelasi positif maupun negatif.
Uji Heteroskedastisitas
Tabel 4Hasil Uji Heteroskedastisitas
Coefficientsa
Model
UnstandardizedCoefficients
StandardizedCoefficients
t Sig.B Std. Error Beta
1(Constant) -8.041 9.980 -.806 .424
PDRB -10.018 12.838 -.100 -.780 .438
logta 1.537 .870 .294 1.768 .082
PAD -2.663 2.600 -.196 -1.024 .310
logpenduduk -1.143 1.204 -.202 -.949 .346
a. Dependent Variable: lnur2Sumber: Output SPSS, 2015
Hasil tampilan output SPSS dalam uji Park tabel 4 di atas menunjukkan
bahwa tidak ada satupun variabel bebas yang signifikan secara statistik
mempengaruhi variabel dependen nilai “lnur2”. Hal ini terlihat dari probabilitas
signifikansi yang berada di atas tingkat kepercayaan 5%. Jadi dapat disimpulkan
Model Summaryb
Model Durbin-Watson
1 1.963
a. Predictors: (Constant), logPenduduk, logPDRB, logPAD, logTA
b. Dependent Variable: logSPI
Sumber: Output SPSS, 2015
22
dalam model regresi ini tidak terjadi heteroskedastisitas atau dengan kata lain
mengandung homoskedastisitas.
Uji Normalitas
Tabel 5Hasil Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 66
Normal Parametersa,,b Mean .0000000
Std. Deviation 7.76296507
Most ExtremeDifferences
Absolute .151
Positive .151
Negative -.079
Kolmogorov-Smirnov Z 1.225
Asymp. Sig. (2-tailed) .099
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.Sumber: Output SPSS, 2015
Hasil output SPSS pada Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa nilai Sig adalah
sebesar 0,099 yang berada di atas 0,05. Dengan demikian nilai residual
terdistribusi secara normal sehingga model penelitian dinyatakan telah memenuhi
asumsi normalitas.
Hasil Uji Hipotesis Penelitian
Hasil Uji Koefisien Determinasi
Tabel 6Hasil Uji Koefisien Determinasi
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R SquareStd. Error of the
Estimate
1 .405a .164 .109 8.013
a. Predictors: (Constant), logpenduduk, PDRB, logta, PAD
b. Dependent Variable: SPI
Sumber: Output SPSS, 2015
23
Hasil output SPSS pada tabel 6 di bawah menunjukkan bahwa nilai adjusted R2
hanya sebesar 0,109. Hal ini berarti sebanyak 10,9% variasi kelemahan
pengendalian internal dapat dijelaskan oleh variasi dari keempat variabel
independen (pertumbuhan ekonomi, ukuran pemerintah daerah, PAD dan
kompleksitas) sedangkan sisanya sebesar 89,1% dijelaskan oleh variabel lain yang
tidak dimasukkan ke dalam penelitian. Hal ini menandakan lemahnya kemampuan
variabel independen (pertumbuhan ekonomi, ukuran pemerintah daerah, PAD dan
kompleksitas) dalam menjelaskan variabel dependen (kelemahan pengendalian
internal).
Hasil Uji Statistik t
Tabel 7Hasil Uji Statistik t
Coefficientsa
Model
UnstandardizedCoefficients
StandardizedCoefficients
t Sig.
Keterangan
BStd.
Error Beta
1(Constant) -68.953 33.119 -2.082 .042
PDRB -40.540 42.601 -.116 -.952 .345 Ditolak
logta 9.382 2.886 .516 3.251 .002 Diterima
PAD -4.937 8.628 -.104 -.572 .569 Ditolak
logpenduduk -5.071 3.997 -.258 -1.269 .209 Ditolak
a. Dependent Variable: SPI
Sumber: Output SPSS, 2015
Berdasarkan pada hasil analisis data diperoleh persamaan model regresi
sebagai berikut:
SPI = -68,953 – 40,540PDRB + 9,382logta – 4,937PAD –
5,071logpenduduk + e
Model regresi tersebut bermakna:
24
1. Nilai konstanta sebesar -68,953 artinya apabila nilai variabel pertumbuhan
ekonomi, ukuran pemerintah daerah, PAD dan kompleksitas bernilai 0, maka
jumlah kasus terkait kelemahan pengendalian intern semakin berkurang.
2. Koefisien regresi variabel pertumbuhan ekonomi yang diukur dari laju
pertumbuhan PDRB bernilai – 40,540. Jika terdapat kenaikan laju
pertumbuhan sebesar 1 maka akan menurunkan kelemahan pengendalian
intern sebesar 40,540.
3. Koefisien regresi variabel ukuran pemerintah daerah yang diukur dari total
aset bernilai +9,382. Jika terdapat kenaikan total aset sebesar 10, maka akan
meningkatkan kelemahan pengendalian intern sebesar 9,382.
4. Koefisien regresi variabel PAD bernilai – 4,937PAD. Jika terdapat kenaikan
prosentase PAD dengan total pendapatan sebesar 1, maka akan menurunkan
kelemahan pengendalian intern sebesar 4,937.
5. Koefisien regresi variabel kompleksitas yang diukur dari jumlah penduduk
bernilai – 5,071logpenduduk. Jika terdapat kenaikan jumlah penduduk
sebesar 10, maka akan menurunkan kelemahan pengendalian internal sebesar
5,071.
Pembahasan Hipotesis Penelitian
Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Kelemahan Pengendalian Internal
Berdasarkan hasil pada tabel 7 di atas, didapat nilai sig. 0,345. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa nilai sig. > 0,05, yang berarti hipotesis pertama ditolak.
Maka dapat disimpulkan bahwa variabel pertumbuhan ekonomi yang diukur dari
laju pertumbuhan PDRB secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap
kelemahan pengendalian internal.
25
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Martani dan Zaelani (2011)
dan Putro (2013) yang menyatakan bahwa pertumbuhan pemerintah daerah secara
signifikan berpengaruh positif terhadap kelemahan pengendalian intern. Penelitian
ini juga tidak mendukung penelitian Hartono, dkk (2014) yang menyatakan bahwa
pertumbuhan pemerintah daerah berpengaruh negatif terhadap kelemahan
pengendalian intern. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Larassati, dkk
(2013) dan Yeni, dkk (2014) yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi
pemerintah daerah tidak berpengaruh signifikan terhadap kelemahan pengendalian
intern.
Hipotesis pertama yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan
antara pertumbuhan daerah dengan kelemahan pengendalian internal ditolak
dengan adanya hasil penelitian ini. Berdasarkan data yang diperoleh, sebagian
besar daerah memiliki laju pertumbuhan yang cenderung meningkat. Namun dari
data tersebut dapat dilihat bahwa pertumbuhan yang baik ternyata tidak selalu
diikuti dengan peningkatan maupun pengurangan jumlah kelemahan
pengendalian internal. Pertumbuhan pemerintah daerah yang terjadi karena
meningkatnya atau menurunnya PDRB tidak membuat pemerintah daerah
memiliki masalah-masalah yang meningkatkan jumlah kelemahan pengendalian
internal. Hal ini dikarenakan laju PDRB tergantung pada aktivitas ekonomi
diwilayah tersebut, bukan pengawasan ataupun pengendalian intern pemerintah
provinsi.
Pengaruh ukuran pemerintah daerah terhadap kelemahan pengendalianinternal
Berdasarkan hasil pada tabel 7 di atas, didapat nilai sig. 0,002. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa nilai sig. < 0,05, yang berarti hipotesis kedua diterima. Maka
26
dapat disimpulkan bahwa variabel ukuran pemerintah daerah yang diukur dari
total aset secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kelemahan pengendalian
internal.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Martani dan Zaelani
(2011) yang menyatakan bahwa ukuran pemerintah daerah yang diukur dari total
asetnya berpengaruh negatif terhadap kelemahan pengendalian intern. Penelitian
ini juga tidak mendukung penelitian Putro (2013) dan Yeni, dkk (2014) yang
menyatakan bahwa ukuran pemerintah daerah yang diukur dari total asetnya
secara signifikan tidak berpengaruh terhadap kelemahan pengendalian intern.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian Larassati, dkk (2013) yang menyatakan
bahwa pertumbuhan ekonomi pemerintah daerah berpengaruh positif terhadap
kelemahan pengendalian intern.
Hipotesis kedua yang menyatakan terdapat pengaruh yang signifikan antara
ukuran pemerintah dengan kelemahan pengendalian internal diterima dengan
adanya hasil penelitian ini. Angka koefisien yang bernilai positif menjelaskan
bahwa ukuran pemerintah mempunyai hubungan yang positif terhadap kelemahan
pengendalian internal pemerintah. Semakin besar ukuran pemerintahan, maka
semakin banyak pula kelemahan pengendalian internal yang ditemukan. Hal ini
dikarenakan ukuran pemerintah daerah yang semakin besar cenderung memiliki
pengawasan yang longgar, sehingga memerlukan pengendalian internal yang lebih
memadai dan terinci.
Pengaruh PAD terhadap Kelemahan Pengendalian Internal
Berdasarkan hasil pada tabel 7 di atas, didapat nilai sig. 0,569. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa nilai sig. > 0,05, yang berarti hipotesis ketiga ditolak. Maka
27
dapat disimpulkan bahwa variabel PAD secara parsial tidak berpengaruh
signifikan terhadap kelemahan pengendalian internal.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Martani dan Zaelani (2011)
dan Larassati, dkk (2013) yang menyatakan bahwa PAD berpengaruh negatif
terhadap kelemahan pengendalian intern. Hasil penelitian ini mendukung
penelitian Kristanto (2009); Hartono, dkk (2014); serta Yeni, dkk (2014) yang
menyatakan bahwa PAD tidak berpengaruh signifikan terhadap kelemahan
pengendalian intern.
Hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan
antara PAD dengan kelemahan pengendalian internal ditolak dengan adanya hasil
penelitian ini. Besar kecilnya PAD pemerintah daerah tidak membuat pemerintah
daerah memiliki masalah-masalah yang meningkatkan jumlah kelemahan
pengendalian internal. Pemerintah daerah yang memiliki PAD tinggi tidak
menjamin pengendalian internnya juga akan lebih baik daripada pemerintah
daerah yang memiliki PAD lebih rendah, begitu juga sebaliknya. Hal ini
dikarenakan pengendalian internal terhadap PAD tidak didasarkan pada besar
kecilnya pendapatan, tetapi pengendalian internal terhadap PAD didasarkan untuk
meminimalisir terjadinya resiko kecurangan.
Pengaruh kompleksitas terhadap kelemahan pengendalian internal
Berdasarkan hasil pada tabel 7 di atas, didapat nilai sig. 0,209. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa nilai sig. > 0,05, yang berarti hipotesis keempat ditolak.
Maka dapat disimpulkan bahwa variabel kompleksitas yang diukur dari jumlah
penduduk secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap kelemahan
pengendalian internal.
28
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Larassati, dkk (2013) yang
menyatakan bahwa kompleksitas yang diukur dengan jumlah penduduk secara
signifikan berpengaruh positif terhadap kelemahan pengendalian intern. Penelitian
ini juga tidak mendukung penelitian Martani dan Zaelani (2011) yang menyatakan
bahwa kompleksitas yang diukur dengan jumlah penduduk berpengaruh negatif
terhadap kelemahan pengendalian intern. Hasil penelitian ini mendukung
penelitian Yeni, dkk (2014) yang menyatakan bahwa kompleksitas yang diukur
dengan jumlah penduduk tidak berpengaruh signifikan terhadap kelemahan
pengendalian intern.
Hipotesis keempat yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan
antara kompleksitas yang diukur dengan jumlah penduduk dengan kelemahan
pengendalian internal ditolak dengan adanya hasil penelitian ini. Besar kecilnya
jumlah penduduk tidak membuat pekerjaan pemerintah daerah menjadi lebih
kompleks dalam melaksanakan fungsi pelayanan umum. Setiap pemerintah daerah
wajib memberikan pelayanan prima kepada setiap penduduk Indonesia.
Kelemahan pengendalian intern terjadi bukan karena semakin kompleksnya
pekerjaan pemerintah daerah akibat jumlah penduduk yang banyak, tetapi karena
kurangnya komitmen pemerintah daerah dalam menerapkan sistem dan prosedur
yang formal ataupun kurang cermatnya pemerintah daerah dalam melakukan
perencanaan dan pelaksanaan kegiatan sesuai sistem dan prosedur yang ada.
PENUTUP
Kesimpulan
Penelitian ini dimaksudkan untuk menguji secara empiris faktor-faktor yang
mempengaruhi kelemahan pengendalian internal pada pemerintah daerah. Objek
29
penelitian ini adalah Pemerintah Provinsi se Indonesia sejumlah 33 Provinsi
dengan periode penelitian adalah tahun 2012-2013, sehingga jumlah sampel yang
digunakan adalah 66.
Berdasarkan hasil uji regresi berganda, variabel ukuran pemerintah daerah
yang diukur dari total aset secara signifikan berpengaruh positif terhadap
kelemahan pengendalian internal pemerintah daerah. Semakin besar ukuran
pemerintahan, maka semakin banyak pula kelemahan pengendalian internal yang
ditemukan. Hal ini dikarenakan ukuran pemerintah daerah yang semakin besar
cenderung memiliki pengawasan yang longgar, sehingga memerlukan
pengendalian internal yang lebih memadai dan terinci. Sedangkan variabel
pertumbuhan pemerintah daerah yang diukur dari laju pertumbuhan PDRB, PAD
dan kompleksitas yang diukur dari jumlah penduduk tidak berpengaruh terhadap
kelemahan pengendalian internal.
Keterbatasan Penelitian
1. Data jumlah penduduk hanya berupa data proyeksi yang dikeluarkan oleh
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, BPS dan United Nations
Population Fund Tahun 2013 karena sumber data penduduk yang tersedia
hanya secara periodik, yaitu sensus penduduk (SP) pada tahun-tahun yang
berakhiran dengan angka 0 (nol) dan survey penduduk antar sensus (SUPAS)
pada pertengahan dua sensus atau tahun-tahun yang berakhiran dengan angka
5 (lima). Hal ini mengakibatkan data jumlah penduduk belum tentu mewakili
jumlah penduduk sebenarnya tiap provinsi.
2. Nilai adjusted R2 rendah, yaitu sebesar 0,109 atau 10,9%. Hal ini berarti
sebanyak 10,9% variasi kelemahan pengendalian internal dapat dijelaskan
30
oleh variasi dari keempat variabel independen (pertumbuhan ekonomi, ukuran
pemerintah daerah, PAD dan kompleksitas) sedangkan sisanya sebesar 89,1%
dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam penelitian. Hal
ini menandakan lemahnya kemampuan variabel independen (pertumbuhan
ekonomi, ukuran pemerintah daerah, PAD dan kompleksitas) dalam
menjelaskan variabel dependen (kelemahan pengendalian internal). Kondisi
ini disebabkan karena data yang digunakan adalah data populasi atas seluruh
Provinsi di Indonesia selama 2 periode (2012-2013) sehingga kemungkinan
ada data outlier yang membuat nilai adjusted R2 menjadi rendah. Peneliti
tidak membuang data outlier dikarenakan peneliti ingin mengetahui kondisi
sebenarnya pada seluruh Provinsi di Indonesia mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi kelemahan pengendalian intern.
Saran
1. Penelitian selanjutnya apabila ingin memakai jumlah penduduk sebagai
ukuran variabel kompleksitas maka sebaiknya melakukan penelitian pada
tahun-tahun yang berakhiran dengan angka 0 (nol) atau pada tahun-tahun
yang berakiran dengan angka 5 (lima). Hal ini dikarenakan pada tahun-tahun
yang berakhiran angka 0 (nol) dilakukan sensus penduduk, sedangkan pada
tahun-tahun yang berakhiran angka 5 (lima) dilakukan survey penduduk
sehingga data jumlah penduduk bisa merefleksikan jumlah penduduk
sebenarnya.
2. Penelitian selanjutnya diharapkan menambahkan beberapa variabel lain
sebagai faktor yang dapat mempengaruhi kelemahan pengendalian intern
31
pemerintah daerah, seperti belanja daerah, jumlah SKPD, umur pemerintah
daerah, dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester ITahun 2013. http://www.bpk.go.id diakses pada 11 Mei 2015.
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester IITahun 2013. http://www.bpk.go.id diakses pada 11 Mei 2015.
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester ITahun 2014. http://www.bpk.go.id diakses pada 11 Mei 2015.
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester IITahun 2014. http://www.bpk.go.id diakses pada 11 Mei 2015.
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2008. Keputusan Badan PemeriksaanKeuangan Republik Indonesia Nomor 04/K/I-XII.2/5/2008 tentang PetunjukPelaksanaan Pemeriksaan Keuangan Negara.
Badan Pusat Statistik. 2014. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten/Kota diIndonesia 2009-2013. http://www.bps.go.id diakses pada 11 Mei 2015.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional; Badan Pusat Statistik dan United NationsPopulation Fund. 2013. Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035.http://www.bps.go.id diakses pada 11 Mei 2015.
Ghozali. (2011). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Cetakan 4.Semarang: BP Universitas Diponegoro.
Halim, Abdul dan Syukriy Abdullah. 2009. Hubungan dan Masalah Keagenan diPemerintah Daerah: (Sebuah Peluang Penelitian Anggaran dan Akuntansi).https://kelembagaandas.wordpress.com/teori-agensi-principal-agent-theory/abdul-halim-dan-syukriy-abdullah/ diakses pada 21 April 2015.
Hartono, Rudi; Amir Mahmud dan Nanik Sri Utaminingsih. 2014. Faktor-Faktor yangMempengaruhi Kelemahan Pengendalian Intern Pemerintah Daerah. SimposiumNasional Akuntansi XVII Mataram 2014.
Kristanto, Septian Bayu. 2009. Pengaruh Ukuran Pemerintah Daerah, Pendapatan AsliDaerah dan Belanja Modal sebagai Prediktor Kelemahan Pengendalian Intern.Jurnal Akuntansi UKRIDA, Volume 9, No.1
Larassati, Rimona; Ratna Anggraini dan Etty Gurendrawaty. 2013. Pengaruh Ukuran,Pertumbuhan dan Kompleksitas Pemerintah Daerah terhadap KelemahanPengendalian Internal Pemerintah Daerah Provinsi di Indonesi Periode 2009-2010.Simposium Nasional Akuntansi XVI Manado 2013.
Martani, Dwi dan Fazri Zaelani (2011). Pengaruh Ukuran, Pertumbuhan, danKompleksitas terhadap Pengendalian Intern Pemerintah Daerah Studi Kasus diIndonesia. Simposium Nasional Akuntansi XIV Aceh 2011.
Puspitasari, Titus. 2013. Pengaruh Tingkat Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan AsliDaerah (PAD) dan Kompleksitas Daerah (SKPD) terhadap Kelemahan PengendalianIntern Pemerintah Daerah. Skripsi FEB Universitas Islam Negeri SyarifHidayatullah. Jakarta
Petrovits, Christine, Shakespeare, Chaterine, dan Shih, Amee. 2010. The Causes andConsequences of Internal Control Problems in Nonprofit Organizations.
Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentangPerbendaharaan Negara.
32
Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang PemerintahDaerah.
Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang PerimbanganKeuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Republik Indonesia. 2006. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Republik Indonesia. 2008. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang SistemPengendalian Intern Pemerintah.
Republik Indonesia. 2010. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang StandarAkuntansi Pemerintahan.
Republik Indonesia. 2012. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2012tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi JangkaPanjang Tahun 2012-2025 dan Jangka Menengah Tahun 2012-2014.
Republik Indonesia. 2013. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahanatas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
Sari, Benedicta Dhias Ayu Nita; Ronny Prabowo dan Intiyas Utami. 2008. Faktor-Faktoryang Mempengaruhi Kelemahan Pengendalian Internal: Studi Empiris pada PDAMyang Diaudit oleh BPK. The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium,and Accounting Workshop 2008.
Sekaran, Uma. 2006. Metodologi Penelitian untuk Bisnis Jilid 1. Edisi 4. Jakarta: SalembaEmpat.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:Alfabeta.
Sukirno, Sadono. 1996. Ekonomi Makro. Jakarta: Rajawali Pers.Utama, Prima Wardoyo Putro. 2013. Pengaruh PDRB, Ukuran dan Pendapatan Asli
Daerah dengan Pendapatan Asli Daerah sebagai Variabel Intervening. Skripsi FEUNNES. Semarang.
Yeni, Efrida; Popi Fauziati dan Nurhuda. N. 2014. Faktor-Faktor yang MempengaruhiKelemahan Pengendalian Internal Pemerintah Daerah (Studi Empiris Kabupatendan Kota di Provinsi Sumatra Barat 2010-2012). Jurnal Akuntansi FE UniversitasBung Hatta. Padang.