1
ANALISIS NILAI TAMBAH SEBAGAI INDIKATOR MODAL
INTELEKTUAL DAN PENGARUHNYA PADA KINERJA PERUSAHAAN
FARMASI YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA
Adriant Prabani Yogidanarinto
Dul Muid, SE.,M.Si., Akt.
ABSTRACT
Now a days, intellectual capital play a major role for creating value added
in various company. This purpose of this research is to alalyse the role of value
added (VA) as an indicator of intellectual capita and its impact on the bussines
performance. Using Pulic’s model to quantify intellectual capital, this research
also analyse the impact of intellectual capital coefficient and capital employed
coeficient to productifity (OI/S), profitability (ROA) and market value (MB).
This research are use 32 pharmaceutical financial report which listed in
Indonesia Stock Market from 2006 until 2009. Emphirical analysis is conducted
using correlation and linear multiple regression analysis.
This results show that intellectual capital has a positive impact on
company’s productivity and profitability. However, there is no association
between intellectual capital and market value. Furthermore, the result also
indicate that capital employed only has a positive impact to company profitability.
Keywords: value added, intellectual capital, VAIN, VACA, performance,
pharmaceutical.
2
1. PENDAHULUAN
Keberadaan intellectual capital akhir – akhir ini mulai disadari. Perbedaan
antara nilai pasar dengan nilai buku perusahaan mengindikasikan adanya suatu
intangible asset. Salah satu komponen dari intangible asset adalah intellectual
capital. Sebagai suatu aset perusahaan peranan intellctual capital perlu mendapat
perhatian serius dari manajemen perusahaan.
Perusahaan dituntut untuk mampu mengelola modal intelektual dengan baik.
Menurut Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (dikutip oleh Ze’ghal
dan Maaloul, 2010), saat ini banyak perusahaan berinvestasi pada pelatihan
karyawan, penelitian dan pengembangan, hubungan pelanggan, komputer dan
sistem administrasi. Di beberapa negara, intellectual capital tumbuh dan bersaing
dengan investasi modal fisik serta keuangan (Ze’ghal dan Maaloul, 2010).
Modal intelektual (IC), inovasi dan penciptaan nilai tambah (VA) tidak
hanya menjadi objek perhatian bagi manajer melainkan juga investor, lembaga
ekonomi dan pemerintah (Ze’ghal dan Maaloul, 2010). Peranan penting dari
Intellectual Capital terus meningkat dalam dua dekade terakhir (Nazari dan
Herremans, 2007). Banyak peneliti (Tan et al, 2007, Chen et al, 2005, Ze’ghal
dan Maaloul, 2010) telah membuktikan bahwa IC memiliki peranan penting bagi
kinerja persahaan.
Namun demikian, keberadaan IC dalam laporan keuangan perusahaan
belum jelas. Pengukuran yang tepat terhadap modal intelektual perusahaan belum
dapat ditetapkan (Ullum et al, 2008). Menurut Ze’ghal dan Maaloul (2010) sulit
untuk mengukur modal intelektual karena modal intelektual bersifat tidak
berwujud dan non-fisik. Model akuntansi tradisional masih fokus pada aset fisik
dan keuangan serta mengabaikan sebagian aset tidak berwujud. Kesulitan
perusahaan untuk mencatat aktiva tidak berwujud dalam neraca juga dikarenakan
standar akuntansi yang ada saat ini belum mampu menangkap dan melaporkan
investasi yang dikeluarkan untuk memperoleh sumber daya non fisik (Astuti dan
Sabeni, 2005). Bahkan Standar Akuntansi Internasional atau Standar Pelaporan
3
Keuangan Internasional (IAS / IFRS), yang baru saja dimodifikasi oleh Dewan
Standar Akuntansi Internasional, tidak memberikan kontribusi untuk
mendefinisikan konsep, prinsip dan metode penilaian aset IC (Ze’ghal dan
Maaloul, 2010). Di Indonesia, menurut Ullum et al (2008) pedoman standar
akuntansi hanya menjelaskan mengenai aktiva tidak berwujud saja bukan
pencatatan modal intelektual yang terperinci.
Dari segi keilmuan, penelitian mengenai IC mulai sering dilakukan sejak
tahun 1998. Pada awalnya banyak penelitian yang lebih mengarah pada
pengklasifikasian konsep IC (Ulum, 2009). Studi pertama dimulai dengan
identifikasi, representasi, dan klasifikasi komponen IC (Edvinsson dan Malone,
1997). Peneliti seperti Petrash mengembangkan model yang dikenal dengan value
platform model, sedangkan Edvinson dan Malone mengembangkan Skandia Value
Scheme (Ulum, 2009). Model Skandia Value Scheme yang dikembangkan oleh
Edvinson dan Malone (1997) sangat membantu peneliti untuk mengklasifikasikan
intelectual capital. Skandia Value Scheme membagi intellectual capital menjadi
struktural capital dan human capital dimana struktural capital mencakup
customer dan organizational capital (Ulum, 2009).
Penelitian lain seperti Abdolmohammadi, 2005 mencoba untuk
menganalisis praktek pelaporan IC dalam laporan tahunan perusahaan. Beberapa
penelitian menganalisis pada masalah pengukuran IC yang tidak dicatat dalam
laporan keuangan (Pulic, 1998, 2003;. Chen et al, 2004). Sejumlah penelitian juga
dilakukan untuk memvalidasi keberadaan IC sebagai salah satu indikator dalam
pengambilan keputusan bagi investor di dalam pasar modal ( Tan et al, 2007,
Chen et al, 2005 Ze’ghal dan Maaloul, 2010).
Penelitian yang berupaya untuk mengukur nilai moneter dari IC juga banyak
dilakukan. Model penelitian Intellectual Capital yang berbasis moneter pertama
kali dilakukan dengan pendekatan Economic Value Added (EVA) dan Market
Value Added (MVA) yang digagas oleh Bontis (1999) kemudian muncul
pendekatan IC dengan Market to Book Value Model, Metode Tobin’s dan Value
Added Intellectual Capital (VAIC) yang digagas oleh Pulic (1999).
4
Penelitian IC yang bersifat kuantitatif banyak menggunakan model VAIC
sebagai metode pengukuran primer (Nazari dan Herremans, 2007). Firer dan
Williams (2003), Chen et al (2005), Tan et al (2007) menemukan bahwa VAIC
berhubungan dengan kinerja perusahaan. Di Indonesia Ulum (2008) dengan
model VAIC menemukan bahwa IC berpengaruh positif pada kinerja keuangan
perusahaan.
Namun demikian, penelitian mengenai intellectual capital masih
membutuhkan pengujian empiris. Pengujian empiris perlu dilakukan diberbagai
negara dan berbagai sektor industri. Konsep pengukuran IC yang telah ada saat ini
masih memerlukan berbagai uji empiris agar konsep tersebut makin matang.
Selain itu yang masih menjadi masalah dalam bidang keilmuan IC adalah
belum adanya suatu konsep IC yang berlaku umum secara internasional.
Kesadaran akan pentingnya IC mendorong banyak pihak untuk mendiskusikan IC
secara intensif namun hingga saat ini masih belum ada konsep IC yang jelas.
Keadaan ini mendorong peneliti untuk mencari konsep terbaik yang mampu
menjelaskan konsep IC.
Salah satu konsep yang dapat menggambarkan IC secara rinci adalah skema
nilai skandia. Skema ini menilai ada dua hal yang menyebabkan perusahaan
memiliki nilai lebih yaitu pengelolaan modal usaha dan pengelolaan IC. Konsep
ini sangat rasional dan dapat dengan jelas menggambarkan situasi konkret yang
ada. Pulic (2008) menggunakan skema nilai skandia sebagai dasar pembentukan
model VAIC miliknya. Namun demikian, dalam model VAIC, Pulic (2008)
memasukkan nilai tambah modal usaha kedalam komponen IC. Penelitian ini
mencoba menganalisis dengan konsep skandia value scheme dimana intellectual
capital dan modal usaha dipisahkan. Penelitian ini secara lebih lanjut akan
menganalisis peranan keduanya dalam mempengaruhi kinerja perusahaan.
Model penelitian ini mengacu pada model penelitian yang dikembangkan
oleh Ze’ghal dan Maaloul (2010). Ze’ghal dan Maaloul (2010) melihat bahwa
selisih antara nilai buku dan nilai pasar perusahaan sebagai suatu intangible asset.
Sesuai dengan Ze’ghal dan Maaloul, (2010) dan Skema Nilai Skandia bahwa
selisih tersebut disebabkan oleh modal fisik dan modal intellectual. Penelitian ini
5
tertarik untuk menganalisis peranan kedua modal tersebut terhadap kinerja suatu
perusahaan. Untuk mengkuantifikasi peranan kedua modal tersebut digunakan
model VAIC yang dikembangkan oleh Pulic (1998).
Penelitian ini memilih perusahaan – perusahaan farmasi yang listing di
Bursa Efek Indonesia sebagai objek kajian. Perusahaan farmasi dipilih sebagai
objek kajian karena menurut Sharabati et al (2010) perusahaan farmasi merupakan
industri yang sangat memanfaatkan intellectual capital. Lebih lanjut Sharabati et
al (2010) memandang bahwa industri farmasi merupakan industri yang intensif
melakukan penelitian, industri yang inovatif dan seimbang dalam penggunaan
sumber daya manusia serta teknologi. Pembaharuan produk dan inovasi sangat
penting bagi keberlangsungan hidup perusahaan farmasi. Pembaharuan produk
dan inovasi yang penting tersebut sangat bergantung pada modal intelektual yang
dimiliki perusahaan (Sharabati et al, 2010).
2. TELAAH TEORI
2.1 Resources Based Theory (RBT)
Resources Based Theory membahas mengenai sumber daya yang dimiliki
perusahaan dan bagaimana perusahaan tersebut dapat mengolah dan
memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya (Kuryanto, 2008). Lebih lanjut
Kuryanto (2008) menyatakan bahwa kemampuan perusahaan dalam mengelola
sumber dayanya dengan baik dapat menciptakan keunggulan kompetitif sehingga
dapat menciptakan nilai bagi perusahaan. Guna memiliki keunggulan komparatif
suatu organisasi membutuhkan dua hal utama (Kuryanto, 2008). Pertama,
memiliki keunggulan dalam sumber daya yang dimilikinya, baik berupa aset yang
berwujud (tangible assets) maupun yang tidak berwujud (intangible assets).
Kedua, adalah kemampuan dalam mengelola sumber daya yang dimilikinya
tersebut secara efektif.
Menurut Resource Base Theory, intellectual capital (IC) memenuhi criteria
valuable, rare, imperfect imitability dan non subtitution (VRIN). Intellectual
capital yang dimiliki oleh perusahaan apabila dikelola dengan baik dapat
6
memberikan nilai tambah bagi perusahaan. Nilai tambah tersebut dapat
menciptakan suatu keunggulan kompetitif bagi perusahaan.
2.2 Intellectual Capital.
Sampai saat ini, belum ada definisi yang berlaku umum atau klasifikasi
mengenai Intellectual capital (Ze’ghal dan Maaloul, 2010; Nazari dan Herremans,
2007). Barulah pada akhir 1990-an yang profesional dan peneliti dalam
pengelolaan mulai mencoba untuk mendefinisikan dan mengklasifikasikan
komponen IC. Stewart, (dalam Ulum, 2010) mendefinisikan IC sebagai berikut:
“The sum of everything every body in your cmpany knows that gives you a
competitive adge in the market place” Edvinsson dan Malone (1997) memperluas
definisi IC sebagai pengetahuan yang dapat dikonversi menjadi nilai. Menurut
Nazari dan Herremans (2007) Intellectual capital adalah suatu intellectual
material yang berbentuk formal dan digunakan secara efektif untuk kekayaan
perusahaan. Menurut Ulum (2009) salah satu definisi yang sering digunakan
adalah definisi dari Organisation for Economic Cooperation and Development
(OECD) yang menjelaskan IC sebagai nilai ekonomi dari dua kategori aset tidak
berwujud yaitu modal stuktural (SC) dan human capital.
Secara umum IC diidentifikasi sebagai perbedaan antara nilai pasar
perusahaan dengan nilai buku dari aset perusahaan tersebut (Ulum, 2009). Choong
(2008) mengidentifikasi IC sebagai pengeluaran yang terjadi untuk pemasaran,
pelatihan, penelitian dan pengembangan, beban karyawan, pembentukan struktur
oraganisasi, pembangunan merk, paten, hak franchise, lisensi, dan proses produksi
khusus. Lebih lanjut Edvinson dan Malone dalam Ulum (2009) mengidentifikasi
IC sebagai suatu nilai tersembunyi dalam suatu perusahaan. Pendapat Edvinson
dan Malone tersebut menyatakan bahwa IC bersifat tidak terlihat secara fisik dan
juga tidak terlihat dalam laporan keuangan.
2.3 Skandia Value Scheme
Skandia value scheme dikembangkan oleh Edvinson pada tahun 1993
(Ulum, 2009). Skema ini menyatakan bahwa adanya indikasi IC berasal dari
market value suatu perusahaan. Adanya perbedaan antara market value dengan
7
book value menandakan keberadaan IC pada perusahaan tersebut. Berikut ini
adalah gambar Scandia Value Scheme:
Scandia Value Scheme
Sumber: Ulum (2009)
Menurut skema ini perbedaan market value disebabkan oleh dua faktor yaitu
faktor modal dan faktor intellectual capital. Faktor intellectual capital
dipengaruhi oleh structural capital dan human capital. Structural capital terdiri
dari process capital dan innovation capital.
Ulum (2009) berpendapat bahwa process capital merepresentasikan know –
how yang dimiliki oleh perusahaan. Sedangkan innovation capital merupakan
sesuatu yang menciptakan keberhasilan di masa depan (Ulum, 2009). Menurut
Choong (2008), Scandia Value Scheme lebih berfokus pada pengukuran non
finansial. Pengukuran finansial hanya terdapat pada pengukuran modal investasi.
Model skema scandia berusaha menjelaskan intellectual capital secara rinci dan
terstruktur. Ada 5 hal yang menjadi fokus dalam skema ini yaitu finansial,
Market Value
Shareholder's Equity
Intellectual Capital
Human CapitalStrucutral
Capital
Customer Capital
Organizational Capital
Inovation Capital
Intellectual Asset
Intellectual Property
Proses Capital
8
pelanggan, proses, manusia dan pembaharuan serta pengembangan (Choong,
2008).
2.4 Value Added Intellectual Coefficient (Pulic Model)
Dengan mempertimbangkan semakin pentingnya peran yang dimainkan
oleh IC dalam penciptaan nilai, Pulic ( 1998 2004), dengan rekan-rekannya di
Pusat Penelitian IC Austria, mengembangkan metode baru untuk mengukur IC
perusahaan. Pulic menyebut metode ini sebagai koefisien nilai tambah intelektual
(VAIC). Metode ini sangat penting karena memungkinkan kita untuk mengukur
kontribusi setiap sumber daya - manusia, struktur, fisik dan keuangan - untuk
membuat VA oleh perusahaan (Ze’ghal dan Maaloul, 2010).
Metode VAIC yang dikembangkan oleh Pulic (1998), didesain untuk
menyajikan informasi tentang efisiensi nilai tambah dari aset berwujud (tangible
asset) dan aset tidak berwujud (intangible assets) yang dimiliki perusahaan. Pulic
(1998) mengembangkan "Value Added Intellectual Coefficient" (VAIC) untuk
mengukur nilai intellectual capital perusahaan secara kuantitatif.
2.5 Kinerja Perusahaan
Kinerja perusahaan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah kinerja
keuangan perusahaan. Pengukuran kinerja pada penelitian ini menggunakan tiga
rasio yaitu rasio produktifitas, rasio profitabilitas dan nilai pasar. Indikator yang
digunakan untuk menjelaskan mengenai rasio produktifitas adalah operating
income per net sales (OI/S). Sedangkan untuk profitabilitas dan nila pasar masing
– masing menggunakan ROA dan market to book (MB) sebagai indikatornya.
Penelitian terdahulu mengenai hubungan intellectual capital dengan kinerja
perusahaan telah banyak dilakukan. Hasil penelitian Firer dan Williams (2003)
menunjukkan bahwa intellectual capital berhubungan positif terhadap ROA dan
MB. Penelitian Chen et al (2005) pada perusahaan di Taiwan menunjukkan bahwa
IC berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. Demikian pula penelitian Tan
et al (2007) pada perusahaan di Singapura, penelitian tersebut juga menunjukkan
bahwa intellectual capital berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan baik
masa kini maupun di masa yang akan datang. Modal usaha yang dimiliki oleh
9
perusahaan juga berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan (Ze’ghal dan
Maaloul, 2010 .
Di Indonesia penelitian mengenai pengaruh intellectual capital terhadap
kinerja perusahaan juga telah dilakukan. Penelitian Ulum (2008) menunjukkan
bahwa intellectual capital berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan
perusahaan. Namun penelitian Kuryanto (2008) menunjukkan IC tidak memiliki
hubungan yang positif dengan kinerja perusahaan. Hasil yang berbeda ini
menunjukkan bahwa penelitian mengenai pengaruh IC terhadap kinerja
perusahaan masih dibutuhkan.
2.6 Rasio OI/S
Rasio operating income dibagi net sales (OI/S) memberikan informasi
mengenai laba perusahaan dari aktivitas penjualan. Horne (2005) menyatakan
bahwa rasio ini merupakan pengukur efisiensi operasi perusahaan. Dengan
menggunakan rasio ini dapat diketahui besarnya margin laba kotor dari aktivitas
penjualan suatu perusahaan.
2.7 Return on Asset (ROA)
Rasio ROA dihitung dengan membagi antara laba bersih setelah pajak
dengan total aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Peningkatan dalam daya
menghasilkan laba akan terjadi bila terdapat peningkatan perputaran aktiva dan
peningkatan margin laba bersih (Horne, 2005). Keunggulan penggunaan ROA
daripada menggunakan ROE adalah apabila perusahaan memilih menggunakan
utang sebagai sumber dana maka nilai ROE akan meningkat karena nilai equity
perusahaan menjadi kecil (Horne, 2005). Dalam penelitian ini ROA dianggap
lebih mewakili kinerja keuangan dari pada ROE karena alasan tersebut selain itu
banyak peneliti yang menggunakan ROA sebagai proksi dalam penelitian sejenis.
ROA juga memiliki hubungan yang erat dengan modal usaha perusahaan karena
keduanya sama – sama berkaitan dengan modal yang dimiliki oleh suatu
perusahaan.
2.8 Market to Book Ratio
Menurut Walsh (2003) Rasio nilai pasar terhadap nilai buku ( market to
book ratio) memberikan kita penilaian akhir dan menyeluruh mengenai keadaan
10
pasar saham perusahaan. Rasio ini menggambarkan mengenai pandangan investor
tentang perusahaan mengenai manajemen perusahaan, likuiditas dan prospek
masa depan perusahaan. Rasio ini menghubungkan antara nilai kapitalisasi pasar
dengan nilai investasi para pemegang saham. Perhitungan rasio market to book
(MB) yakni dengan membagi nilai kapitalisasi pasar dengan total dana biasa yang
dimiliki perusahaan. Rasio yang dihasilkan dapat berupa nilai kurang dari satu,
sama dengan satu atau lebih dari satu. Nilai kurang dari satu memiliki makna
bahwa dana pemegang saham telah berkurang nilainya. Apabila nilai rasio lebih
dari satu maka investasi pemegang saham telah berlipat ganda.
Menurut Walsh (2003) nilai yang tinggi dapat disebabkan oleh dua hal.
Pertama, disebabkan oleh pertumbuhan nilai pasar yang luar biasa pada waktu itu
dan yang kedua, penetapan yang terlalu rendah ekuitas pemilik sebagai akibat dari
menurunnya goodwill.
2.9 Penelitian Terdahulu
Penelitian Kamath (2008) pada 25 perusahaan farmasi di india menunjukkan
bahwa human capital merupakan bagian dari intellectual capital yang paling
berpengaruh pada profitabilitas dan produktifitas perusahaan. Kamath (2008)
menggunakan asset turnover (ATO) sebagai proksi dari kinerja produktivitas
perusahaan dan ROA sebagai proksi dari kinerja keuangan perusahaan di India.
Menurut Kamath (2008) industri farmasi di India telah mampu memanfaatkan
kekayaan intelektual dengan efektif dan efisien sehingga menghasilkan kinerja
perusahaan yang baik. Namun demikian, pada penelitian Kamath ( 2008) tersebut
ditemukan bahwa human capital tidak berpengaruh secara parsial terhadap
kinerja pasar modal perusahaan farmasi di India.
Bramhandkar (2007) melakukan penelitian pada 139 perusahaan farmasi
dan menemukan bahwa perusahaan yang memanfaatkan IC dengan baik akan
memperoleh return yang memuaskan. Return dalam penelitian tersebut
diproksikan dengan ROA, return on equity( ROE) dan return on investment
(ROI). Namun demikian pada penelitian Bramhandkar (2007) ditemukan bahwa
seluruh perusahaan farmasi di Amerika Serikat tidak memanfaatkan intellectual
capital dengan baik. Hal ini terbukti dari pengujian yang sama pada seluruh
11
perusahaan farmasi yang ada di Amerika Serikat. Pada pengujian tersebut hanya
intellectual capital hanya berpengaruh positif signifikan pada ROA.
Penelitian mengenai pengaruh intellectual capital pada kinerja perusahaan
juga dilakukan oleh Jawad dan Bontis (2010). Mereka melakukan penelitian
dengan menyebarkan kuesioner kepada 132 manejer dari 15 perusahaan farmasi di
negara Yordania. Penelitian tersebut menemukan bahwa relational capital
merupakan variabel independen yang paling mempengaruhi nilai intellectual
capital suatu perusahaan farmasi di Yordania. Penelitian ini membuktikan bahwa
pengelolaan modal intelektual yang baik akan berdampak baik pula pada kinerja
suatu perusahaan.
2.10 Hipotesis
Penelitian ini didesain untuk menganalisis secara empiris peranan dari Nilai
Tambah (Value Added) sebagai indikator dari Intellectual capital. Penelitian ini
secara khusus meneliti mengenai peranan intellectual capital dan modal usaha
sebagai komponen pembentuk VAIC. Pemikiran tersebut dilandasi oleh Skandia
Value Schme yang dikembangkan oleh Evinson dan Malone (Ulum,2009).
Penelitian ini juga berusaha untuk memastikan secara empiris model value added
tersebut dalam menilai dampaknya terhadap kinerja perusahaan. Pada penelitian
ini kinerja perusahaan dilihat dari tiga sudut pandang yaitu produktifitas,
profitabilitas dan nilai pasar. Dengan pemikiran logika bebas, jika produktifitas
perusahaan baik maka keadaan keuangan perusahaan akan sehat sehingga
dampaknya mempengaruhi nilai pasar perusahaan tersebut. Hipotesis penelitian
ini disusun secara urut berdasarkan logika tersebut.
2.10.1 Hubungan Intellectual Capital dan Modal Usaha dengan Produktifitas
Perusahaan
Produktifitas perusahaan didefinisikan sebagai tingkat hasil operasi
perusahaan yang diperoleh dari perbedaan biaya pendapatan dan produksi
(Ze’ghal dan Maaloul, 2010). Dari sudut padang resource based theory
intellectual capital dan modal perusahaan merupakan suatu sumber daya. Menurut
teori tersebut sumber daya perusahaan apabila dikelola dengan baik maka akan
menghasilkan nilai tambah bagi perusahaan. Dengan adanya nilai tambah yang
12
dihasilkan dari pengelolaan sumber daya maka produktifitas perusahaan dapat
meningkat.
Pengukuran produktifitas perusahaan diproksikan dengan rasio OI/S
(operating income per net sales). Menurut Horne (2005) rasio OI/S memberikan
informasi mengenai laba perusahaan dari aktivitas penjualan. Dengan
menggunakan rasio ini dapat diketahui besarnya margin laba kotor perusahaan.
Sedangkan untuk mengukur efisiensi penggunaan sumber daya intellectual capital
dan modal usaha perusahaan menggunakan model yang dikembangkan oleh Pulic
(2004).
Ze’ghal dan Maaloul (2010) menyatakan bahwa investasi pada IC akan
meningkatkan produktifitas perusahaan. Penelitian Ze’ghal dan Maaloul, (2010)
membuktikan bahwa VAIN dan VACA memiliki berpengaruh secara positif
terhadap produktifitas suatu perusahaan. Penelitian Kamath (2008) menunjukkan
bahwa intellectual capital berpengaruh positif terhadap produktifitas perusahaan
farmasi di India. Pada penelitian tersebut juga terlihat bahwa modal usaha yang
dimiliki perusahaan farmasi di India membawa pengaruh yang positif terhadap
produktifitas perusahaan. Dengan demikian dapat dibentuk suatu hipotesis:
H 1 a : Intellectual capital perusahaan berpengaruh positif terhadap
produktifitas perusahaan.
H 1 b : Modal usaha (fisik dan keuangan) berpengaruh positif terhadap
produktifitas perusahaan.
2.10.2 Hubungan Intellectual Capital dan Modal Usaha dengan Profitabilitas
Perusahaan
Profitabilitas perusahaan didefinisikan sebagai kemampuan modal yang
diinvestasikan untuk mendapatkan tingkat keuntungan tertentu (Ze’ghal dan
Maaloul, 2010). Menurut teori sumber daya, intellectual capital merupakan salah
satu sumber daya perusahaan yang dapat memberi kontribusi terhadap
profitabilitas perusahaan. Perusahaan yang melakukan investasi pada intellectual
capital akan lebih kompetitif bila dibandingkan dengan perusahaan yang tidak
melakukannya (Chen et al, 2005 dan Tan et al, 2007).
13
Hubungan intellectual capital dan modal usaha perusahaan dengan tingkat
profitabilitas perusahaan di ukur dengan ROA. ROA adalah rasio yang mengukur
tingkat pengembalian total aset dari laba bersih setelah pajak. Dengan
menggunakan ROA dapat diketahui kemampuan perusahaan dalam menggunakan
total asetnya. Sedangkan untuk mengukur efisiensi penggunaan sumber daya
intellectual capital dan modal usaha perusahaan menggunakan model yang
dikembangkan oleh Pulic (2004).
Penelitian Ze’ghal dan Maaloul (2010) menunjukkan bahwa intellectual
capital dan modal usaha perusahaan memiliki hubungan positif dengan kinerja
keuangan perusahaan Penelitian Kamath (2008) menunjukkan bahwa modal usaha
yang dimiliki perusahaan berpengaruh positif terhadap profitabilitas perusahaan.
Bramhandkar (2007) menemukan bahwa pada perusahaan farmasi yang memiliki
nilai intellectual capital yang tinggi akan menghasilkan return yang memuaskan.
Penelitian Bramhandkar (2007) dilakukan di Amerika Serikat dan menggunakan
ROA sebagai salah satu ukuran return perusahaan.
Pada penelitian ini berupaya untuk menyelidiki hipotesis berikut:
H 2 a : Intellectual capital perusahaan berpengaruh positif terhadap
profitabilitas perusahaan.
H 2 b : Modal usaha (fisik dan keuangan) berpengaruh positif terhadap
profitabilitas perusahaan.
2.10.3 Hubungan Intellectual Capital dan Modal Usaha dengan Nilai Pasar
Perusahaan
Nilai pasar adalah harga yang diberikan oleh investor untuk saham suatu
perusahaan. Pengukuran apresiasi pasar terhadap saham perusahaan yang
ditawarkan di bursa efek menggunakan market to book ratio (MB). Menurut
Walsh (2003) rasio ini dapat menggambarkan mengenai pandangan investor
tentang perusahaan. Pandangan investor yang dimaksud oleh Walsh (2003)
meliputi manajemen perusahaan, likuiditas dan prospek masa depan dari
perusahaan tersebut.
Menurut Ze’ghal dan Maaloul (2010) meningkatnya kesenjangan antara
pasar perusahaan dan nilai buku terjadi akibat tidak memasukkan nilai intellectual
14
capital ke dalam laporan keuangan. Keadaan tersebut biasanya terlihat pada rasio
nilai buku pada pasar (MB), yang menggambarkan bahwa investor menganggap
nilai intellectual capital sebagai sumber nilai bagi perusahaan walaupun informasi
tersebut tidak dicantumkan dalam laporan keuangan perusahaan. Dengan
demikian, apabila kondisi pasar efisien maka investor akan lebih memilih
perusahaan yang memiliki nilai intellectual capital yang lebih tinggi (Williams,
2003 dalam Ze’ghal dan Maaloul, 2010).
Ze’ghal dan Maaloul (2010) menyatakan bahwa investor akan mencoba
memilih portofolio perusahaan yang mampu menciptakan nilai tambah (VA) yang
berkesinambungan secara efektif dan efisien. Hasil penelitian Ze’ghal dan
Maaloul (2010) menunjukkan bahwa intellectual capital dan modal yang dimiliki
perusahaan mempengaruhi nilai pasar secara positif.
Dengan menggunakan langkah – langkah dari metode VAIC yang
dikembangkan oleh Pulic (2003), penelitian ini menguji hipotesis berikut:
H 3 a : Intellectual capital perusahaan berpengaruh positif terhadap nilai
pasar perusahaan.
H 3 b : Modal usaha (fisik dan keuangan) berpengaruh positif terhadap nilai
pasar perusahaan.
3. METODE PENELITIAN
3.1. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
3.1.1. Variabel Independen
Variabel independen dalam penelitian ini adalah intellectual capital yang
diukur berdasarkan value added (VAIN) yang diciptakan oleh human capital
(VAHU) dan structural capital (STVA). Konsep tersebut berdasarkan Ze’ghal
dan Maaloul, (2010). Variabel independen lainnya yaitu value added of capital
employee (VACA). Konsep tersebut berdasarkan skandia value scheme dan
penelitian Ze’ghal dan Maaloul, (2010).
3.1.2. Variabel Dependen
15
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kinerja perusahaan.
Penelitian ini menggunakan tiga variabel dependen untuk menguji hipotesis yang
telah dibentuk. Rasio pendapatan operasional dibagi dengan total penjualan (OI/S)
digunakan sebagai proksi kinerja ekonomi. Rasio ROA digunakan sebagai proksi
kinerja keuangan. Sedangkan untuk proksi kinerja pasar modal menggunakan
rasio total kapitalisasi pasar dibagi dengan nilai buku aktiva bersih (MB).
3.2 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan farmasi yang listing
dan go public di Bursa Efek Indonesia, sejumlah 9 perusahaan. Sementara itu,
sampel merupakan bagian dari populasi yang digunakan sebagai obyek
penelitian. Sampel tersebut sudah bisa mewakili adanya populasi. Tidak semua
perusahaan yang dapat digunakan untuk penelitian ini. Pengambilan sampel dalam
penelitian ini dilakukan secara purposive sampling dengan kriteria sebagai
berikut:
Perusahaan yang memiliki nilai buku ekuitas yang negatif tidak
dimasukkan ke dalam sempel.
Perusahaan yang menderita rugi tidak dimasukan dalam sampel.
Perusahaan yang memiliki nilai HC atau SC yang negatif tidak
dimasukkan ke dalam sampel penelitian.
3.3. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
diperoleh dari laporan keuangan perusahaan terdaftar di BEI tahun 2009 -2006.
Sumber data lain diperoleh dari Indonesia Capital Market Directory.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini data sekunder dikumpulkan dengan cara melakukan
metode dokumentasi. Data diperoleh dari Pojok Bursa Efek Indonesia Fakultas
Ekonomi Universitas Diponegoro atau internet (www.idx.go.id dan situs
perusahaan). Dari sumber tersebut diperoleh data kuantitatif berupa data laporan
keuangan yang telah diterbitkan oleh perusahaan-perusahaan yang telah go public
dan listed di Bursa Efek Indonesia serta data rasio – rasio keuangan dari Indonesia
16
Capital Market Directory. Data yang diambil dari Indonesia Capital Market
Directory adalah rasio OI/S, ROA dan MB.
3.5 Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi
linier berganda.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian
Populasi penelitian ini adalah seluruh perusahaan farmasi yang listing di
Bursa Efek Indonesia. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive
sampling. Jumlah seluruh perusahaan farmasi yang ada di bursa sebanyak 9
perusahaan. Kesembilan perusahaan farmasi tersebut adalah PT. Kalbe Farma
Tbk., PT. Tempo Scan Pacific Tbk., PT. Kimia Farma Tbk., PT. Darya-Varia
Laboratoria Tbk., PT. Indofarma Tbk., PT. Merck Tbk., PT. Taisho
Pharmaceutical Indonesia Tbk., PT. Schering Plough Indonesia Tbk., PT. Pyridam
Farma Tbk.
Observasi pada penelitian ini dilakukan sepanjang tahun 2006 hingga 2009.
Selama waktu observasi tersebut diperoleh 36 data laporan keuangan. Setelah
dilakukan pemilahan sampel diketahui PT. Schering Plough Indonesia Tbk.
mengalami kerugian pada tahun 2006. Sesuai dengan batasan purposive sampling
penelitian ini maka PT. Schering Plough Indonesia Tbk. dikeluarkan dari
pengamatan. Dengan demikian sampel perusahaan farmasi yang digunakan
sebanyak 8 perusahaan. Data observasi sebanyak 32 data yang berasal dari data
empat tahun laporan keuangan dari masing – masing perusahaan farmasi.
Informasi secara ringkas dapat dilihat pada tabel 4.1 di bawah ini:
17
Tabel 4.1
Data Observasi Penelitian
Keterangan Jumlah
Jumlah perusahaan farmasi yang listing di BEI. 9
Jumlah perusahaan yang mengalami rugi 1
Jumlah sampel perusahaan yang diobservasi 8
Jumlah data laporan keuangan yang diobservasi 32
Sumber: Data sekunder diolah, 2011
4.2 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian
Statistik deskriptif memberikan gambaran atas data yang digunakan.
Statistik deskriptif menyajikan nilai minimum, nilai maksimum, rata – rata dan
deviasi standar dari variabel pengamatan dalam penelitian ini. Jumlah data yang
digunakan dalam penelitian ini sebanyak 32 buah data. Statistik deskriptif diolah
dengan program SPSS 16.
Tabel 4.2
Statistik Deskriptif Variabel Independen
N Minimum Maksimum Mean Deviasi
standar
VAIN 32 1,64 7,03 2,8581 1,14766
VACA 32 0,16 0,74 0,3853 0,15815
PBV 32 0,39 5,32 1,9922 1,45975
OI/S 32 0,03 0,45 0,1556 0,10904
ROA 32 0,29 41,16 12,5156 11,15226
Sumber: Data sekunder diolah, 2011
Menurut tabel 4.2 dapat dilihat bahwa nilai rata – rata VAIN sebesar 2,8581
dengan deviasi standar sebesar 1,14766. Data minimum VAIN sebesar 1,64 yaitu
milik PT Kimia Farma pada tahun 2007 sedangkan data maksimum VAIN sebesar
18
7,03 yaitu milik PT Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk pada tahun 2009. Dari
tabel yang sama terlihat pula nilai rata – rata VACA yakni sebesar 0,3853 dengan
nilai standar deviasi sebesar 0,15815. Data terendah atau minimum yaitu data
yang dimiliki oleh PT Indofarma (Persero) Tbk sebesar 0,16 sedangkan data
tertinggi sebesar 0,74 dimiliki oleh PT Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk pada
tahun 2009.
Tabel 4.2 terlihat pula hasil olahan statistik deskriptif untuk variabel
dependen. Nilai rata – rata untuk PBV adalah 1,9922 dengan standar deviasi
sebesar 1,45975. Nilai terendah PBV sebesar 0,39 berasal dari data milik PT
Pyridam Farma Tbk. Tahun 2008 dan nilai tertinggi sebesar 5,32 dimiliki oleh PT
Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk pada tahun 2009. Nilai rata – rata OI/S dan
ROA masing – masing sebesar 0,1556 dan 12,5156 dengan standar deviasi masing
– masing sebesar 0,10904 dan 11,15226. Nilai tertinggi untuk OI/S dan ROA
masing – masing sebesar 0,45 dan 41,16 yang keduanya dimiliki oleh PT Taisho
Pharmaceutical Indonesia Tbk pada tahun 2009. Sedangkan nilai terendah OI/S
sebesar 0,03 dimiliki oleh PT Kimia Farma Tbk. pada tahun 2007 dan 2006. Nilai
terendah ROA sebesar 0,29 dimiliki oleh PT Indofarma (persero) Tbk. pada tahun
2009.
4.3 Uji Asumsi Klasik
Sebelum melakukan analisis regresi linear berganda dilakukan empat uji
asumsi klasik. Keempat uji tesebut adalah uji multikolinearitas, uji autokorelasi,
uji heteroskedastisitas dan uji normalitas. Model penelitian ini lolos dalam setiap
uji asumsi klasik yang dilakukan.
4.4 Pengujian Hipotesis
4.4.1 Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan
model dalam menerangkan variasi dari variabel dependen. Nilai R2
yang kecil
berarti kemampuan variabel – variabel independen dalam menjelaskan variasi
19
variabel dependen amat terbatas. Nilai R2
yang mendekati satu berarti varibael-
variabel independen hampir dapat menjelaskan seluruh variabel dependen. Namun
penggunaan R2
memiliki kelemahan yaitu akan bias terhadap jumlah variabel
independen yang dimasukkan kedalam model. Oleh karena itu banya peneliti yang
menganjurkan menggunakan adjusted R2 dalam menaksir koefisien determinasi.
Nilai adjusted R2 dapat naik atau turun apabila satu variabel independen
ditambahkan atau dikurangkan kedalam model penelitian (Ghozali, 2009).
Penelitian ini menggunakan adjusted R2 untuk menganalisis koefisien
determinasi.
Tabel 4.3
Koefisien Determinasi
Model R R Square Adj. R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 0,840 0,705 0,685 0,06121
2 0,977 0,954 0,951 2,46178
3 0,740 0,548 0,517 1,01486
Sumber: Data sekunder diolah, 2011
Nilai adj R2 pada model regresi pertama sebesar 0,685. Hal ini berarti
bahwa sebesar 68,5% dari nilai OI/S dapat dijelaskan oleh variabel independen
yang ada. Variabel independen tersebut terdiri dari VAIN dan VACA. Sedangkan
sisanya 31,5% lainnya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak masuk didalam
model ini.
Nilai adj R2 pada model regresi kedua sebesar 0,951. Hal ini berarti bahwa
sebesar 95,1% dari nilai return on asset (ROA) dapat dijelaskan oleh variabel –
variabel independen yang ada dalam model regresi. Sedangkan sisanya sebesar
4,9% lainnya dijelaskan oleh variabel -variabel lain yang tidak masuk didalam
model ini.
Nilai adj R2 pada model ketiga sebesar 0,517. Hal ini berarti bahwa sebesar
51,7% dari nilai market to book (MB) dapat dijelaskan oleh variabel independen
20
yang ada. Variabel independen tersebut terdiri dari VAIN dan VACA. Sedangkan
sisanya sebesar 48,3% lainnya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak masuk
didalam model ini.
4.4.2 Uji Signifikansi F
Hasil pengujian signifikansi secara keseluruhan mengenai pengaruh antara
variabel independen terhadap variabel dependen dapat dilihat dalam tabel 4.9.
Berdasarkan uji statistik F ketiga model regresi menunjukkan bahwa secara
bersama – sama kedua variabel independen berpengaruh secara signifikan
terhadap variabel dependen.
Tabel 4.4
Hasil Uji Signifikansi F
Model Sig. F Keterangan
Regresi 1 0,000 Signifikan
Regresi 2 0,000 Signifikan
Regresi 3 0,000 Signifikan
Sumber: Data sekunder diolah, 2011
4.4.3 Uji Signifikansi t
Hasil pengujian uji t dapat dilihat pada tabel 4.10. Berdasarkan tabel
tersebut VAIN berpengaruh secara signifikan pada OI/S. Sedangkan VACA tidak
berpengaruh secara parsial terhadap OI/S. Pada model kedua hasil signifikansi uji
t menunjukkan bahwa VAIN dan VACA signifikan pada 0.000. Kemudian untuk
pengujian hipotesis ketiga dapat dilihat bahwa kedua variabel tidak signifikan
yang berarti kedua variabel tidak berpengaruh pada market to book ratio.
21
Tabel 4.5
Hasil Uji Signifikansi t
Model Variabel
Independen
Sig. Keterangan
Regresi 1 (OI/S) VAIN 0,000 Signifikan
VACA 0,496 Tidak signifikan
Regresi 2 (ROA) VAIN 0,000 Signifikan
VACA 0,000 Signifikan
Regresi 3 (MB) VAIN 0,089 Tidak signifikan
VACA 0,060 Tidak signifikan
Sumber: Data sekunder diolah, 2011
4.4.4 Persamaan Regresi
Tabel 4.11 menunjukan hasil regresi ketiga model dalam penelitian ini.
Dari informasi pada tabel tersebut dapat disusun persamaan regresi untuk model
pertama yaitu OI/S = -0,077 + 0,743 VAIN + 0,117 VACA +µ. Persamaan
tersebut menunjukkan bahwa VAIN dan VACA memiliki koefisien yang positif.
Koefisien positif menunjukkan bahwa kenaikan nilai VAIN dan VACA akan
meningkatkan nilai OI/S.
Tabel 4.6
Hasil Regresi Linear Berganda
Model Keterangan Nilai
Regresi 1 Konstanta -0,077
VAIN 0,743
VACA 0,117
Regresi 2 Konstanta -15,710
22
VAIN 0,466
VACA 0,563
Regresi 3 Konstanta -0,809
VAIN 0,369
VACA 0,410
Sumber: Data sekunder diolah, 2011
Hasil regresi untuk model kedua yaitu ROA = -15,710 + 0,466 VAIN +
0,563 VACA +µ. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa VAIN dan VACA
memiliki koefisien yang positif. Koefisien positif menunjukkan bahwa kenaikan
nilai VAIN dan VACA akan meningkatkan nilai ROA perusahaan.
Hasil regresi untuk model kedua yaitu MB = -0,809 + 0,369 VAIN +
0,410 VACA +µ. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa VAIN dan VACA
memiliki koefisien yang positif. Koefisien positif menunjukkan bahwa kenaikan
nilai VAIN dan VACA akan meningkatkan rasio nilai pasar perusahaan.
4.5 Pembahasan
Berdasarkan pengujian hipotesis diatas maka dalam sub bab di bawah ini
akan dibahas masing – masing hipotesis. Pembahasan dimulai dari hipotesis
pertama yaitu pengaruh IC dan modal usaha terhadap produktifitas perusahaan
yang diproksikan dengan rasio OI/S. Pembahasan kedua membahas hipotesis
kedua yaitu pengaruh IC dan modal usaha terhadap profitabilitas perusahaan.
Pada pembahasan terakhir akan dibahas mengenai hipotesis terakhir yaitu
pengaruh IC dan modal usaha terhadap nilai pasar yang diproksikan dengan
Market to Book ratio.
4.5.1 Pengaruh Intellectual Capital dan Modal Usaha Terhadap Produktifitas
Perusahaan
Hipotesis yang pertama ini terdiri dari dua bagian yaitu pengaruh intellectual
capital terhadap produktifitas perusahaan (Hipotesis 1a) dan yang kedua pengaruh
modal usaha terhadap produktifitas perusahaan (Hipotesis 1b). Profitabilitas
23
perusahaan diproksikan dengan rasio OI/S. Hasil pengujian statistik mengenai
pengaruh intellectual capital terhadap operating income per sales menunjukkan
nilai t hitung sebesar 4,395 dengan signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05) yang
berarti bahwa intellectual capital signifikan terhadap produktifitas perusahaan.
Dengan demikian penelitian ini dapat menolak hipotesis nol. Hasil tersebut
memiliki arti bahwa koefisien nilai tambah modal intelektual berpengaruh positif
terhadap produktifitas perusahaan.
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Ze’ghal (2010) Kamath
(2008) dan Firer dan William (2003) yang telah membuktikan bahwa VAIN
berpengaruh pada produktifitas perusahaan. Menurut resource base theory, jika
suatu sumber daya dikelola dengan baik oleh perusahaan maka akan memberikan
hasil yang baik bagi perusahaan tersebut.
Dari hasil tersebut berarti perusahaan farmasi mampu memanfaatkan IC
untuk mengurangi biaya (Ze’ghal, 2010) dan mampu meningkatkan penjualan
(Horne dan Wachowocz. 2005). Menurut klasifikasi skandia value scheme,
intellectual capital terdiri dari human capital dan structural capital. Dalam
studinya pada perusahaan farmasi di India Kamath (2008) menemukan bahwa
human capital adalah faktor pemicu yang paling kuat yang mempengaruhi
intellectual capital perusahaan farmasi di India
Hipotesis 1b pada penelitian ini menunjukkan hasil uji t hitung sebesar
0,690 dengan signifikansi sebesar 0,496 (p>0,05). Dengan demikian hipotesis nol
tidak dapat ditolak yang berarti bahwa modal usaha tidak berpengaruh terhadap
produktifitas perusahaan secara parsial.
Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Kamath (2008). Kamath
menemukan bahwa modal usaha tidak dapat berpengaruh secara parsial terhadap
produktifitas perusahaan. Namun demikian, hasil ini berbeda dengan penelitian
Ze’ghal (2010). Ze’ghal (2010) menemukan bahwa modal usaha yang dimiliki
perusahaan baik fisik maupun keuangan berpengaruh secara parsial terhadap
produktifitas perusahaan.
24
Hasil ini menunjukkan bahwa pada perusahaan farmasi modal usaha baik
fisik maupun keuangan secara terpisah tidak mampu membawa dampak pada
produktifitas perusahaan. Modal usaha perlu dikelola oleh manajemen perusahaan
yang memiliki intellectual capital yang tinggi sehingga dapat membawa pengaruh
yang positif bagi produktifitas perusahaan. Keberadaan modal usaha dan modal
intelektual harus bersinergi dengan baik supaya menghasilkan produktifitas yang
baik. Hasil penelitian ini membuktikan secara empiris bahwa modal usaha baik
bersifat fisik maupun keuangan bukanlah satu – satunya modal yang
mempengaruhi produktifitas perusahaan.
4.5.2 Pengaruh Intellectual Capital dan Modal Usaha Terhadap Profitabilitas
Perusahaan
Hipotesis 2a menyatakan bahwa koefisien nilai tambah intellectual capital
berpengaruh terhadap profitabilitas perusahaan. Dari hasil pengujian uji t pada
model kedua menunjukkan nilai uji t sebesar 7.003 dengan nilai signifikansi
sebesar 0,000 (p<0,05). Hal ini berarti menunjukkan bahwa intellectual capital
berpengaruh positif terhadap profitabilitas perusahaan farmasi yang diproksikan
dengan ROA.
Hasil penelitian ini sesuai dengan Ze’ghal (2010), Chen et al. (2005), Tan et
al. (2007) dan Bramhandkar (2007). Ze’ghal (2010) menemukan bahwa VAIN
berpengaruh positif terhadap profitabilitas perusahaan yang ada di negara Inggris.
Menurut Ze’ghal (2010) hasil ini mengindikasikan bahwa IC menghasilkan nilai
tambah bagi para pemegang saham.
Dengan melihat hasil ini, pemegang saham hendaknya bijak dalam
menempatkan modal investasinya. Pemegang saham seharusnya lebih memilih
menempatkan modalnya pada perusahaan yang memiliki nilai intellectual capital
yang tinggi dari pada perusahaan yang nilainya rendah. Pada perusahaan farmasi,
nilai IC yang tinggi akan menjamin tingkat pengembalian modal yang lebih baik.
Hipotesis 2b menyatakan bahwa koefisien nilai tambah modal usaha
berpengaruh pada profitabilitas perusahaan. Pengujian hipotesis mengenai
25
pengaruh VACA terhadap ROA menunjukkan nilai t hitung 8,466 dengan
signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05). Dengan demikian berarti hipotesis 2b
diterima.
Hasil ini sesuai dengan penelitian Chen et al (2005), Bramhandkar (2007)
dan Ze’ghal (2010). Kedua peneliti tersebut menemukan bahwa VACA
berpengaruh positif signifikan terhadap profitabilitas perusahaan. Hasil tersebut
sama dengan penelitian ini. Namun demikian pada penelitian Kamath (2008)
ditemukan hasil penelitian yang sebaliknya. Pada perusahaan farmasi di India
menunjukkan bahwa VACA tidak berpengaruh terhadap profitabilitas perusahaan.
Hasil pengujian diatas membuktikan bahwa dalam menghasilkan returns,
perusahaan farmasi di BEI masih membutuhkan peranan modal usaha baik
berbentuk keuangan maupun fisik. Hal tersebut mengindikasikan bahwa dalam
penciptaan profitabilitas, perusahaan tidak hanya menggantungkan pada IC saja
tetapi juga membutuhkan modal usaha yang memadai. Dengan demikian, para
investor sebaiknya memilih perusahaan yang memiliki nilai VACA yang tinggi
dari pada perusahaan farmasi yang memiliki nilai VACA yang rendah. Nilai
VACA yang tinggi pada perusahaan farmasi mampu memberi kepastian return
yang lebih baik kepada para investor.
4.5.2 Pengaruh Intellectual Capital dan Modal Usaha Terhadap Nilai Pasar
Perusahaan
Hipotesis 3a menyatakan bahwa IC berpengaruh pada nilai pasar
perusahaan. Pengujian hipotesis mengenai pengaruh VAIN terhadap MB
menunjukkan nilai t hitung 1,763 dengan signifikansi sebesar 0,089 (p>0,05). Hal
ini berarti bahwa VAIN tidak berpengaruh pada nilai pasar perusahaan farmasi.
Dengan demikian H0 tidak dapat ditolak.
Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Kamath (2008). Pada penelitian
Kamath IC tidak berpengaruh terhadap nilai pasar perusahaan farmasi di India.
Penelitian Ze’ghal (2010) menunjukkan bahwa hanya perusahaan teknologi tinggi
saja yang nilai VAIN-nya berpengaruh terhadap market value. Namun demikian
hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Chen et al (2005) dimana
26
dalam penelitian Chen ditemukan bahwa intellectual capital yang dimiliki
perusahaan berpengaruh terhadap market value perusahaan tersebut.
Hasil ini menunjukkan bahwa pada kenyataannya dalam mengapresiasi nilai
pasar para investor kurang memperhatikan intellectual capital yang dimiliki
perusahaan farmasi. Minimnya pengetahuan investor mengenai intellectual
capital mungkin menjadi salah satu penyebabnya. Penyajian informasi mengenai
intellectual capital perusahaan farmasi di Indonesia juga dapat menjadi penyebab
hasil penelitian seperti diatas.
Hipotesis 3b menyatakan bahwa nilai tambah yang dihasilkan dari modal
usaha (VACA) berpengaruh positif terhadap nilai pasar perusahaan. Pengujian
hipotesis mengenai pengaruh VACA terhadap MB menunjukkan nilai t hitung
1,960 dengan signifikansi sebesar 0,060 (p>0,05). Hal ini berarti bahwa VACA
tidak berpengaruh pada nilai pasar perusahaan farmasi. Dengan demikian H0 tidak
dapat ditolak.
Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Kamath (2008). Pada penelitian
Kamath nilai VACA tidak berpengaruh terhadap nilai pasar perusahaan farmasi di
India secara parsial. Namun demikian hasil penelitian ini berbeda dengan hasil
penelitian Chen et al (2005), Ze’ghal (2010) dan Firer dan William (2003) dimana
dalam penelitian mereka ditemukan bahwa intellectual capital yang dimiliki
perusahaan berpengaruh terhadap market value perusahaan. Hasil ini
menunjukkan bahwa pada kenyataannya dalam mengapresiasi nilai pasar para
investor juga kurang memperhatikan modal usaha yang dimiliki perusahaan
farmasi di Indonesia.
5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peranan nilai tambah (value
added) sebagai indikator dari intellectual capital dan juga untuk mengetahui
pengaruhnya terhadap kinerja perusahaan. Perusahaan dalam penelitian ini adalah
perusahaan farmasi yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI).
27
Intellectual capital diukur dengan koefisien nilai tambah modal intelektual
(VAIN) berdasarkan model yang dikembangkan oleh Pulic. VAIN hanya
menggunakan dua komponen pendukung yaitu STVA dan VAHU. Konsep
tersebut sesuai dengan skandia value scheme. Kinerja perusahaan dalam penelitian
ini meliputi tiga hal yaitu produktifitas, profitabilitas dan nilai pasar. Produktifitas
perusahaan diukur dari rasio OI/S. Profitabilitas perusahaan diukur dengan rasio
ROA dan nilai pasar perusahaan diukur dengan rasio MB (Market to Book)
Dari hasil tersebut dapat ditarik kesimpulan:
1. Intellectual capital berpengaruh positif terhadap produktifitas dan
profitabilitas namun tidak berpengaruh terhadap nilai pasar perusahaan
farmasi yang listing di Indonesia.
2. Modal usaha baik fisik maupun keuangan (VACA) hanya berpengaruh
terhadap profitabilitas perusahaan saja.
3. Modal usaha dan modal intelektual apabila bersinergi akan mempengaruhi
kinerja perusahaan. Oleh karena itu, keberadaan modal usaha perlu didukung
dengan adanya modal intelektual yang baik sehingga kinerja perusahaan dapat
meningkat.
4. Sesuai dengan Resource Base Theory, perusahaan yang mampu
memanfaatkan sumber daya akan memiliki keunggulan kompetitif sehingga
dapat meningkatkan kinerja perusahaan tersebut. Perusahaan farmasi di
Indonesia telah mampu memanfaatkan sumber daya intelektual yang
dimilikinya sehingga dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Akan tetapi
para investor ternyata kurang memperhatikan modal intektual yang dimiliki
perusahaan dalam menilai suatu perusahaan.
5.2 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu:
1. Data penelitian ini terbatas pada perusahaan yang listing dikarenakan untuk
pengukuran market value. Padahal masih banyak perusahaan farmasi di
Indonesia yang tidak listing di bursa efek Indonesia.
28
2. Keseragaman dalam perhitungan biaya karyawan tidak dapat dilakukan dalam
penelitian ini. Hal tersebut dikarenakan perhitungan beban karyawan dalam
penelitian ini berbeda – beda tiap perusahaan. Setiap perusahaan berbeda
dalam kebijakan pensiun, tunjangan, pelatihan karyawan dan pembebanan
biaya tenaga kerja.
5.3 Saran
Berdasarkan hasil penelitian terdapat beberapa implikasi dan saran untuk hasil
yang lebih baik dimasa yang akan datang:
5.3.1 Implikasi
1. Bagi manajer perusahaan
Hasil yang ditunjukkan penelitian ini, menunjukkan bahwa IC berpengaruh pada
produktifitas dan profitabilitas perusahaan. Maka disarankan manajemen
perusahaan mampu mengelola IC dengan efektif dan efisien sehingga dapat
menghasilkan kinerja yang memuaskan.
2. Bagi Ikatan Akuntan Indonesia
Penelitian ini telah menunjukkan pentingnya IC bagi kinerja perusahaan.
Diharapkan IAI segera menetapkan suatu standar pengukuran yang memadai pada
pengungkapan IC.
3. Bagi investor
IC telah menunjukkan peranannya dalam produktifitas dan keuangan perusahaan.
Sebaiknya para investor lebih memperhatikan perusahaan dengan nilai IC yang
tinggi dan mengapresiasinya dengan nilai pasar yang layak berdasarkan nilai IC
yang dimiliki perusahaan tersebut.
5.3.2 Saran Bagi Peneliti yang Akan Datang
29
1. Peneliti selanjutnya diharapkan mampu menerapkan model yang lebih
kompleks sesuai dengan skandia value schame sehingga temuan penelitian
dapat lebih berkembang.
2. Peneliti selanjutnya dapat mengabaikan nilai pasar perusahaan sehingga dapat
menggunakan laporan keuangan perusahaan yang tidak listing. Dengan
demikian akan diperoleh sampel perusahaan farmasi yang lebih banyak.
3. Apabila peneliti selanjutnya ingin meneliti pengaruh IC terhadap kinerja
perusahaan, dapat memilih menggunakan indikator lain sehingga
memungkinkan mendapat hasil penelitian yang berbeda dengan penelitian ini.
30
DAFTAR PUSTAKA
Abdolmohammadi, Mohammad J. 2005. “ Intellectual Capital Disclosure and
Market Capitalization”. Journal of Intellectual Capital Vol. 6 No. 3 pp 397
– 416.
Astuti, Pertiwi Dwi, Arifin Sabeni. 2005. “Hubungan Intellectual Capital dan
Business Performance dengan Diamond Specification: Sebuah Pespektif
Akuntansi”. Paper disajikan pada SNA 8, Solo
Bontis, Nick. 1998. “Intellectual Capital: an Exploratory Study that Develops
Measures and Models.” Management Decision. Vol. 36, No. 2, pp.63-76.
Bontis, Nick, Wiliam Chua Chong Keow dan Stanley Richardson. 2000.
“Intellectual Capital and Business Performance in Malaysian Industries.”
Journal of Intellectual Capital. Vol 1, No. 1, pp.85-100.
Chen, M.C., Cheng, S.J. and Hwang, Y. (2005), “An Empirical Investigation of
The Relationship Between Intellectual Capital and Firms Market Value and
Financial Performance”, Journal of Intellectual Capital, Vol. 6 No. 2, pp.
159-76.
Choong, Kwee Keong. 2008. “ Intellectual Capital: Definitions, Categorization
and Reporting Models”, Journal of Intellectual Capital, Vol. 09 No. 4, pp.
609-638.
Dı´ez, Jose Marı´a, Magda Lizet Ochoa, M. Begon˜a Prieto and Alicia
Santidria´n. 2010. “Intellectual Capital and Value Creation in Spanish Firm”.
Journal of Intellectual Capital. Vol. 11. No. 3. Pp. 348 – 367
Edvinsson, L. and Malone, M. (1997), “Intellectual Capital: Realizing your
Company’s True Value by Finding its Hidden Brainpower”. Harper Collins,
New York, NY.
F-Jardo´n, Carlos Maria dan Maria Susana Martos. 2009. “Intellectual Capital and
Performance in Wood Industries of Argentina”. Journal of Intellectual
Capital. Vol. 10. No. 4. Pp 600 -616
31
Firer, Steven dan S. Mitchell Williams. 2003. “Intellectual Capital and Traditional
Measures of Corporate Performance.” Journal of Intellectual Capital. Vol 4,
No. 3, pp.348-360.
Ghozali, Imam. 2009. Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang:
Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Ghozali, Imam. 2006. Structural Equation Modelling Metode Alternatif dengan
Partial Least Square (PLS). Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro
Horne, James C. Van dan John M. Wachowocz. 2005. Prinsip – Prinsip
Manajemen Keuangan. Edisi 12. Jakarta: Salemba Empat
Kamath, G. Barathi. 2008. “Intellectual capital and corporate performance in
Indian pharmaceutical industry”. Journal of Intellectual Capital Vol. 9 No.
4, pp. 684-704.
Kuryanto, Benny. 2008. “Pengaruh Modal Intelektual Terhadap Kinerja
Perusahaan.” Skripsi Tidak Dipublikasikan, Fakultas Ekonomi Jurusan
Akuntansi, Universitas Diponegoro.
Madhani, Pankaj M. “Resource Based View (RBV) of Competitive Advantage:
An Overview.” http://ssrn.com/abstract=1578704. Diakses November 2010.
Nazari, Jamal A. dan Irene M. Herremans. 2007. “Extended VAIC model:
measuring intellectual capital components”. Journal of Intellectual Capital
Vol. 8 No. 4, 2007 pp. 595-609
Pulic, Ante. 1998. “Measuring The Performance of Intellectual Potential in
Knowledge Economy”. Paper disajikan pada The 2nd McMaster Word
Congress on Measuring and Managing Intellectual Capital by the Austrian
Team for Intellectual Potential.
Pulic, Ante. 1999. “Basic Information on VAIC™”. www.vaic-on.net. Diakses
Oktober 2009.
Pulic, Ante dan Kolakovic, M. 2003. “Value Creation Efficiency In The New
Economy”. Diakses Oktober 2009.
32
Sharabati, Abdel-Aziz Ahmad, Shawqi Naji Jawad dan Nick Bontis. 2010.
“Intellectual capital and business performance in the pharmaceutical sector
of Jordan” . Journal of Management Decision Vol. 48 No. 1, pp. 105-131
Tan, Hong Pew, David Plowman dan Phil Hancock. 2007. “Intellectual Capital
and Financial Returns of Companies.” Journal of Intellectual Capital. Vol
8, No. 1, pp.76-95.
Ting, Irene Wei Kiong, Hooi Hooi Lean. 2009. “ Intellectual Capital Performance
of Financial Institutions in Malaysia”. Journal of Intellectual Capital Vol
10, No 4. Pp 585 – 599
Ulum, Ihyaul. 2008. “Intellectual Capital Performance Sektor Perbankan di
Indonesia.” Paper disajikan pada SNA 11, Pontianak.
Ulum, Ihyaul, Imam Ghozali dan Anis Chariri. 2008. “Intellectual Capital dan
Kinerja Keuangan Perusahaan; Suatu Analisis Dengan Pendekatan Partial
Least Squares” Paper disajikan pada SNA 11, Pontianak.
Ulum, Ihyaul. 2009. Intellectual Capital konsep dan Kajian Empiris. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Walsh, Ciaran. 2003. Key Management Ratios. Jakarta: Erlangga
Ze’ghal, Daniel, Anis Maaloul. 2010. “ Analysing Value Added as an Indicator of
Intellectual Capital and its Consequences on Company Performance”.
Journal of Intellectual Capital Vol 11, No 1. Pp 36 – 60