FTIP001634/020
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Nira Aren
Aren (Arenga pinnata) termasuk suku Aracaceae (pinang-pinangan). Di
Indonesia tanaman aren banyak terdapat dan tersebar hampir di seluruh wilayah
nusantara, terutama di daerah perbukitan dan lembah (Sunanto, 1990). Aren
merupakan jenis tanaman tahunan, termasuk tanaman tropik yang dapat hidup tanpa
tergantung musim. Tanaman aren tumbuh secara tunggal dengan akar serabut.
Batangnya cukup besar, dengan diameter rata-rata 65 cm. Batang aren ini diselimuti
ijuk yang tampak kotor dengan posisi tak beraturan. Tinggi tanaman aren rata-rata 15
meter, bahkan dapat mencapai 23 meter atau lebih (Lutony, 1993).
Gambar 1. Tanaman Aren (Arenga pinnata Merr.)(Anonimc, 2011)
Tanaman aren mulai dapat disadap setelah berumur 5 – 12 tahun. Penyadapan
hanya dilakukan pada bunga jantan, sedangkan bunga betina tidak dapat disadap
6
tandan bunga jantan
bumbung
batang aren
tandan bunga betina
buah aren
FTIP001634/021
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
7
karena dapat menurunkan produksi nira. Bunga betina dibiarkan tumbuh menjadi
buah dan dijual sebagai makanan yang disebut kolang-kaling. Bunga jantan pada
umumnya tumbuh setelah bunga betina, sehingga penyadapan dilakukan setelah
pertumbuhan bunga betina.
Nira merupakan hasil penyadapan tandan bunga atau buah palma dari
beberapa jenis pohon antara lain aren (Arenga pinnata Merr.), lontar (Borassus
flabellifer Linn.), nipah (Nypa fructicans Wurmb) dan kelapa (Cocos nucifera Linn.)
(Lutony, 1993). Nira aren adalah eksudat yang keluar dari bunga pohon aren yang
disadap. Nira aren dihasilkan dari penyadapan tangkai mayang (tandan) bunga jantan
(Sunanto, 1990).
Nira aren disadap dari tangkai bunga jantan tanaman aren yang berwarna
merah kecoklatan. Sebelum disadap, tangkai bunga aren ditetas/disiang lalu dipukul-
pukul berulang-ulang, tiga hari sekali sebanyak tiga kali. Setelah dipukul-pukul (pada
hari ke-9) dibalut dengan ijuk dan diperam sampai timbul madu yang ditandai dengan
adanya tawon yang hinggap pada madu tersebut. Pada saat itu tangkai
bunga/tandannya menjadi lunak akibat adanya cairan di dalamnya, kemudian disadap
dan cairannya (nira) ditampung dengan tabung-tabung bambu. Setiap pohon aren
dapat disadap sampai tiga tandan sekaligus. Penyadapan nira umumnya dilakukan
pada pagi dan sore hari. Tiap pohon dapat disadap 3 – 12 tangkai bunga per tahun.
Nira yang dihasilkan mencapai 300 – 400 liter per musim tangkai bunga (3 – 4 bulan)
atau 900 – 1600 liter nira per tahun. Dalam satu hari pohon aren dapat disadap dua
kali sebanyak 3 – 10 liter nira (Muchtadi, Sugiyono, dan Fitriyono, 2010).
FTIP001634/022
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
8
Karakteristik nira yang digunakan untuk pembuatan gula aren dapat
mempengaruhi hasil akhirnya. Pada proses pembuatan gula aren dibutuhkan nira yang
masih segar. Nira segar mempunyai rasa manis, berbau harum (khas nira), tidak
berwarna, mempunyai pH sekitar 6 - 7 serta total asam (asam asetat) 0,1% (Putra,
1990). Rasa manis pada nira disebabkan adanya gula (sukrosa, glukosa, fruktosa, dan
maltosa). Komposisi bahan-bahan yang terkandung dalam nira umumnya terdiri dari
air (75 – 90%), sukrosa (8 – 21%), gula invert (0,5 – 1,0%), bahan organik dan bahan
anorganik lainnya (Sawitri 1991). Berikut merupakan komposisi kimia nira aren.
Tabel 1. Komposisi Kimia Nira ArenNo. Komposisi Kimia Kandungan1 Kadar Air (%) 87,202 Karbohidrat (gula) (%) 11,283 Abu (%) 0,244 Protein (%) 0,205 Lemak (%) 0,206 Senyawa sitrat (ppm) 0,907 Senyawa tartarat (ppm) 0,608 Senyawa malat (ppm) 17,009 Senyawa suksinat (ppm) 5,10
10 Senyawa laktat (ppm) 4,0011 Senyawa fumarat (ppm) 0,1012 Senyawa piroglutamat (ppm) 3,90
Sumber : Itoh, dkk. (1985)
Kandungan terbesar pada nira aren adalah air dan gula (sukrosa). Kadar
sukrosa akan mengalami penurunan selama penyimpanan karena terjadinya hidrolisis
sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Selain gula, nira juga mengandung bahan lain
seperti protein, lemak, air, dan abu serta asam-asam organik (sitrat, tartarat, malat,
suksinat, laktat, fumarat, piroglutamat) yang berperan dalam pembentukan cita rasa
gula aren yang spesifik (Itoh dkk., 1985). Protein di dalam nira walaupun terdapat
FTIP001634/023
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
9
dalam jumlah yang relatif kecil, tetapi berperan pula dalam pembentukan warna
coklat, terutama karena adanya gula pereduksi yang cukup tinggi.
Pada proses pembuatan gula aren, nira yang digunakan tidak dimurnikan
terlebih dahulu. Hal tersebut merupakan salah satu penyebab gula aren berwarna
kecoklatan dan tidak sejernih gula tebu. Menurut Moerdokusumo (1993), untuk
menghasilkan gula yang berkualitas tinggi disamping ditentukan oleh kualitas nira
mentah juga ditentukan oleh proses pemurnian. Proses pemurnian bertujuan untuk
menaikkan nilai kemurnian, mencegah inversi sukrosa, menghilangkan koloid dan
manghilangkan komponen non gula pada nira mentah sehingga diperoleh nira bersih.
2.2 Gula Semut
Gula semut merupakan hasil diversifikasi dari produk gula merah yang
berbentuk serbuk (kristal kecil) dan penggunaannya lebih praktis dari pada gula
merah (Darojat, 1994). Menurut (Dewan Standardisasi Nasional, 1995) gula semut
merupakan hasil olahan nira tanaman familia palmae yang berbentuk serbuk. Nira
yang digunakan dapat berasal dari tanaman palma seperti pohon kelapa (Cocos
nucifera), pohon aren (Arenga pinnata) dan siwalan (Borasus flabiler) serta tebu
(Saccharum officinarum). Perbedaan antara gula semut dengan gula merah yaitu pada
proses pembuatan gula semut tidak dilakukan pencetakan, melainkan diaduk secara
terus menerus sampai terbentuk serbuk.
Pembuatan gula semut hingga saat ini masih dilakukan dengan cara
tradisional/konvensional. Menurut Herman (1984) dikutip Darojat (1994), gula semut
dibuat dengan tiga cara, yaitu (1) penepungan gula merah cetak, (2) pemanasan dan
FTIP001634/024
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
10
pengadukan nira secara intensif untuk mendapatkan kristal gula, dan (3) pemanasan
dan pengadukan intensif dari campuran gula merah cetak dengan air atau nira. Pada
dasarnya, prinsip pembuatan gula semut adalah penguapan sejumlah air pada nira dan
proses pengkristalan sukrosa. Berikut merupakan diagram proses pembuatan gula
semut dengan cara pemanasan dan pengadukan intensif (Gambar 2).
Gambar 2. Diagram Proses Pembuatan Gula Semut dari Nira dengan Cara Pemanasan danPengadukan Intensif
(Varina, 1990)
Proses pembuatan gula semut hampir sama dengan gula cetak, perbedaannya
adalah proses pemasakan gula aren semut lebih lama dibandingkan pada gula aren
cetak. Pemasakan nira membutuhkan waktu yang cukup lama, yaitu 4 – 5 jam untuk
memasak 25 – 30 liter nira. Nira segar diuapkan sampai kekentalan tertentu atau suhu
Penyaringan
Penguapan T = 115-125oC
Pendinginan t = 10 menit(dengan cara pengadukan sampai T = 60-70oC)
Nira
Minyakgoreng
Pengadukan secara intensif
Kristal gula
Pengayakan 20 mesh
Gula semut
FTIP001634/025
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
11
pekatan nira kurang dari 110oC. Penambahan minyak goreng sewaktu penguapan nira
bertujuan untuk mengurangi pembentukan buih yang berlebihan selama penguapan
(Varina, 1990). Setelah nira aren yang diuapkan menjadi pekat, kemudian
didinginkan dengan cara mengaduknya menggunakan pengaduk kayu selama 10
menit. Pengadukan dilanjutkan secara intensif (terus-menerus) sampai diperoleh
serbuk-serbuk gula. Serbuk yang masih kasar ini disebut dengan gula aren semut
setengah jadi dengan kadar air masih di atas 5%. Gula semut setengah jadi kemudian
diayak sesuai dengan ukuran yang diinginkan. Ukuran yang umum dipakai adalah 10
mesh, 15 mesh dan paling halus 20 mesh dengan kadar air di bawah 3% (Anonimb,
2009). Berikut merupakan gambar gula serbuk aren yang telah diayak.
Gambar 3. Gula Aren Serbuk(Evi, 2011)
Pembuatan gula semut bertujuan untuk mendapatkan gula yang lebih mudah
larut dalam air, praktis, dan lebih awet. Keawetan gula semut ini dikarenakan kadar
airnya yang sangat rendah, yaitu 0,03% dibandingkan gula merah cetak, yaitu 6,37%
(Anonima, 2005).
FTIP001634/026
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
12
2.3 Dekstrin
Dekstrin banyak dipakai sebagai bahan pengisi sekaligus penyalut pada
beberapa bahan seperti minyak kelapa sawit, tepung madu, dan tepung telur. Bahan
pengisi adalah bahan yang ditambahkan untuk memperbesar volume dan
meningkatkan jumlah total padatan (Masters, 1979). Berikut merupakan beberapa
jenis bahan penyalut yang dapat digunakan pada proses spray drying.
Tabel 2. Jenis Bahan PenyalutKelas Jenis
Gum Gum arab, agar, natrium alginat, karagenanKarbohidrat Pati, dekstrin, sukrosa, sirup jagung, CMC
(Carboxymethylcellulose)Lemak Lilin, paraffin, tristearin, asam stearat, monogliserida, lilin
tawonBahan anorganik Kalsium fosfat, silikatProtein Gluten, kasein, gelatin, albumin
Sumber : Jackson dan Lee (1991)
Bahan pengisi yang sering digunakan berasal dari karbohidrat diantaranya
adalah maltodekstrin, dekstrin, CMC, dan gum arab. Bahan-bahan tersebut telah
banyak digunakan sebagai bahan pengisi dan mudah diperoleh, terutama dekstrin.
Dekstrin merupakan oligosakarida yang dihasilkan dari hidrolisis pati secara tidak
sempurna, berbentuk serbuk amorf dan berwarna putih sampai kekuning-kuningan
(Dewan Standardisasi Nasional, 1992). Dekstrin bersifat larut air panas atau dingin,
dengan viskositas yang relatif rendah. Sifat tersebut akan mempermudah penggunaan
dekstrin bila dipakai dalam konsentrasi yang cukup tinggi (Lineback dan Inlett,
1982).
FTIP001634/027
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
13
Dekstrin dibuat dari pati yang dihidrolisis oleh suatu enzim atau hidrolisa
asam pada suhu 180oC - 200oC sehingga rantainya yang panjang mengalami
pemutusan dan menjadi lebih pendek, yaitu 6 sampai 10 unit dekstrosa. Dekstrin
dapat dipecah menjadi maltosa yang selanjutnya dipecah lagi menjadi unit terkecil
dekstrosa. Pada pembentukan dekstrin terjadi transglukosidasi, yaitu perubahan
ikatan α-1,4-glukosidik menjadi ikatan α-1,6-glikosidik. Perubahan ini menyebabkan
dekstrin tidak kental, lebih cepat terdispersi dan lebih stabil dibandingkan pati.
Dekstrin mengandung dua jenis polimer D-dekstrosa yaitu linier (amilosa) dan
bercabang (amilopektin) dengan viskositas yang relatif rendah (Lineback dan Inlett,
1982).
Struktur molekul dekstrin berbentuk spiral dan dapat mengikat molekul-
molekul flavor di dalam struktur spiral helixnya. Penambahan dekstrin dapat
menekan kehilangan komponen flavor yang bersifat volatile dalam proses
pengeringan. Jika dilarutkan gugus hidroksil dari monomer-monomer dekstrin 9 unit
(D-dekstrosa) akan membentuk ikatan hidrogen dengan molekul-molekul air di
sekitarnya. Apabila air dihilangkan dengan cepat, misalnya dengan menggunakan
pengering semprot (spray dryer), maka gugus hidroksil akan membentuk ikatan
hidrogen dengan gugus hidroksil lain dari sesama monomer sehingga terbentuk
kristal. Namun, apabila terdapat molekul-molekul polar, seperti alkohol dan keton
(komponen-komponen flavor), maka molekul-molekul tersebut akan menggantikan
posisi molekul air dan terperangkap di dalam matriks yang amorf (Fennema, 1985).
Dekstrin merupakan bahan yang aman untuk digunakan (Generally Recognize
As Safe), tidak beracun, dan tidak berbahaya untuk dikonsumsi. Dekstrin digunakan
FTIP001634/028
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
14
sebagai thickener dan memperbaiki penampakan produk sehingga sering dipakai
untuk campuran serbuk minuman, pembuatan gula-gula dan macam-macam kue.
2.4 Spray Drying
Spray drying merupakan salah satu cara pengeringan yang dilakukan melalui
penyemprotan bahan ke medium pengering yang panas. Pengeringan pada bahan
pangan sudah banyak dilakukan dengan tujuan pengawetan. Menurut Winarno
(1992), pengeringan merupakan salah satu cara untuk mengeluarkan atau
menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air dengan
menggunakan energi panas. Proses pengeringan dapat menurunkan kadar air sampai
batas tertentu sehingga dapat memperlambat laju kerusakan akibat aktivitas biologi
dan kimia sebelum bahan diolah.
Pada mulanya hanya susu yang merupakan produk yang paling umum
dikeringkan dengan pengering semprot. Kini beberapa negara sudah mulai
menggunakan pengering semprot untuk membuat makanan bayi, sari buah, tepung
telur, tepung keju, konsentrat buah, konsentrat protein, dan lain-lain.
Pengeringan semprot didefinisikan sebagai suatu proses yang mengubah
bahan dari bentuk cair ke bentuk partikel-partikel kering dengan cara menyemprotkan
bahan ke dalam medium pengering yang panas. Produk kering yang dihasilkan dari
proses pengeringan semprot dapat berupa bubuk, butiran, atau gumpalan. Hal ini
tergantung dari sifat fisik dan bahan kimia yang dikeringkan, kondisi pengeringan,
dan desain pengering yang digunakan (Masters, 1979). Pengering semprot dapat
menghasilkan produk yang berkualitas tinggi, terutama untuk bahan-bahan yang
FTIP001634/029
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
15
sensitif terhadap panas. Hal ini disebabkan oleh proses atomisasinya yang
menggunakan sejumlah udara dengan suhu sekitar 200oC dan partikel yang keluar
setelah dikeringkan mempunyai suhu sekitar 82oC (Potter, 1986). Waktu kontak
antara droplet dengan udara panas dalam ruangan pengering berlangsung sangat
singkat, hanya beberapa detik, sehingga sangat kecil kemungkinan terjadinya
degradasi karena panas (Masters 1979).
Keuntungan penggunaan spray drying adalah biaya proses relatif rendah,
pilihan yang luas dalam penggunaan bahan penyalut, kemampuan retensi bahan
volatil yang baik, dan stabilitas flavor yang dihasilkan juga sangat baik (Reineccius,
1988). Keuntungan lain dari pengering semprot adalah kelarutan bahan kering yang
dihasilkan sangat baik, perubahan flavor tidak begitu nyata, didapatkan ukuran
partikel yang halus sehingga mudah terdispersi dalam air, kontak dengan panas sangat
singkat dan pengoperasiannya mudah. Ciri khas dari penggunaan alat pengering
semprot ini adalah siklus pengeringannya yang cepat, retensi dalam ruang pengering
singkat dan produk siap dikemas ketika selesai proses.
2.4.1 Karakteristik Bahan yang Akan Dikeringkan
Pengering semprot sering digunakan untuk bahan-bahan makanan yang
berbentuk cairan, puree atau pasta dengan viskositas rendah. Penggunaannya terutama
untuk produk-produk yang sensitif terhadap panas (Potter, 1986).
Pada dasarnya nira aren mengandung sukrosa yang dapat mengkristal menjadi
gula. Penggunaan spray dryer dengan suhu yang tinggi dan proses yang cepat akan
membuat nira menjadi lengket. Hal itu disebabkan karena sukrosa yang terkandung
FTIP001634/030
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
16
dalam nira dipanaskan di atas suhu transisi gelasnya (Tg). Suhu transisi gelas (Tg)
adalah suhu dimana terjadi perubahan kondisi fisik polimer dari kondisi gelas (glassy
state) menuju ke kondisi karet (rubbery state). Jika suhu bahan pangan berada di atas
suhu transisi gelasnya (di atas 10oC atau lebih) maka bahan tersebut akan memiliki
sifat lengket (Nurhadi dan Nurhasanah, 2010). Suhu transisi gelas sukrosa adalah
62oC sehingga nira aren harus dipanaskan pada suhu di bawah 62oC agar tidak
lengket, namun hal tersebut sulit dilakukan karena spray dryer menggunakan suhu
yang cukup tinggi sekitar 200oC (Potter, 1986).
Pada spray drying, bahan penyalut berfungsi sebagai pembentuk film
(coating) sehingga dapat mencegah kelengketan yang akan terjadi pada nira aren.
Selain itu, penambahan penyalut pada nira aren akan menyebabkan kandungan total
padatan nira bertambah. Larutan yang akan dikeringkan dengan pengering semprot
harus mempunyai konsentrasi yang tinggi. Hal ini menyangkut efisiensi dari alat
pengering itu sendiri dan masalah ekonomi yang menyangkut rendemen hasil
pengeringan (Masters, 1979).
Penambahan bahan penyalut dapat meningkatkan kadar total padatan pada
nira aren sehingga proses evaporasi yang berlangsung pada spray dryer berlangsung
cepat. Menurut Masters (1979), kecepatan evaporasi dipengaruhi oleh komposisi
bahan terutama kandungan total padatan. Semakin tinggi total padatan bahan, maka
proses evaporasi akan belangsung semakin cepat. Pada saat evaporasi, air yang
terkandung dalam bahan akan menguap dan sisanya adalah padatan kering.
Penambahan bahan penyalut pada nira aren akan menurunkan perbandingan jumlah
air terhadap total padatan sehingga proses evaporasi berlangsung lebih cepat.
FTIP001634/031
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
17
2.4.2 Komponen Spray Dryer
Terdapat tiga elemen terpenting pada pengering semprot. Elemen-elemen
tersebut adalah alat penyemprot atau pengabut (atomizer), ruang pengering (drying
chamber), dan sistem pengumpul partikel-partikel kering yang dihasilkan (cyclone).
Masing-masing elemen tersebut memerlukan kondisi tertentu yang sangat tergantung
pada sifat bahan yang dikeringkan. Komponen-komponen spray dryer dapat dilihat
pada Gambar 4.
Gambar 4. Komponen Spray Dryer(Buchi, 2002)
Atomizer
Atomizer merupakan alat penyemprot atau pengabut yang akan
menyemprotkan cairan (bahan yang masuk) dan membawanya ke drying chamber
setelah diubah menjadi droplet. Fungsi atomizer adalah untuk menghasilkan droplet
yang berukuran kecil sehingga luas permukaan menjadi lebih besar yang
mengakibatkan proses penguapan akan lebih cepat. Selain itu, atomizer bertindak
sebagai alat pengatur kecepatan aliran produk pada proses pengeringan. Atomizer
Keterangan:1. Udara masuk2. Pemanas elektrik3. Konsentrat masuk, udara panas
di sekitar nozle, suhu inlet4. Silinder semprot / chamber5. Silikon untuk memisahkan
partikel dari uap panas6. Tempat menampung produk7. Filter outlet8. Aspirator untuk memompa
udara ke sistem9. Suhu outlet
9
FTIP001634/032
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
18
mendistribusikan cairan pada aliran udara dengan cara yang relatif seragam dan
menghasilkan droplet dengan ukuran tertentu sesuai dengan yang diinginkan.
Tipe atomizer yang umum digunakan adalah tipe atomizer berputar yang
menggunakan energi sentrifugal untuk memutar piringan. Bahan dipercepat secara
sentrifugal sehingga mempunyai kecepatan tinggi sebelum disemprot ke dalam
medium pengering. Bahan didistribusikan secara sentral pada sebuah piringan yang
berputar dan keluar berupa partikel halus dan kecil.
Ruang pengering (Drying Chamber)
Fungsi dari ruang pengeringan adalah untuk mempertahankan suspensi
partikel di dalam aliran udara panas dalam jangka waktu yang cukup sampai proses
pengeringan selesai. Bentuk dan pengaturannya dapat berbeda-beda, tergantung pada
sifat dari produk yang akan dikeringkan.
Sistem pengumpul partikel kering (Cyclone)
Partikel kering atau droplet yang terbentuk akan dipisahkan dari udara dan
dikumpulkan oleh cyclone. Pemisahan dapat dilakukan secara langsung maupun
bertahap, tergantung dari desain alat.
2.4.3 Mekanisme Spray Drying
Terdapat empat tahapan proses dalam pengering semprot, yaitu atomisasi atau
penyemprotan bahan melalui alat penyemprot, kontak antara bahan dengan udara
kering, evaporasi, dan pemisahan partikel kering dari udara (Masters, 1979). Berikut
skema tahapan proses pada spray dyer (Gambar 5).
FTIP001634/033
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
19
Gambar 5. Skema Proses Spray Dryer Co-current(Masters, 1979)
Tahap 1 merupakan proses atomisasi. Bahan yang dikeringkan akan diubah
menjadi droplet oleh atomizer. Laju bahan yang masuk dapat diatur pada kecepatan
tertentu (ml/menit) sesuai dengan keinginan. Tujuan utama dari proses atomisasi
adalah untuk mempertinggi rasio antara luas permukaan dengan masa bahan sehingga
proses pengeringan dapat berlangsung dalam waktu singkat. Pengeringan yang cepat
dapat mempertahankan partikel-partikel bahan tetap dalam keadaan dingin (Spicer,
1974). Selain itu, atomizer bertindak sebagai alat pengatur kecepatan aliran produk
pada proses pengeringan. Atomizer mendistribusikan cairan pada aliran udara yang
menghasilkan droplet dengan ukuran tertentu sesuai dengan yang diinginkan. Ukuran
droplet berkorelasi positif dengan kecepatan aliran bahan.
Pada tahap 2 terjadi kontak bahan dengan udara pengering. Kontak antara
partikel-partikel bahan dengan aliran udara panas terjadi di dalam ruang pengering
Atomizer
Dryingchamber
Aspirator
Cyclone
FTIP001634/034
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
20
(drying chamber). Pada tahap ini suhu pengering (suhu inlet) yang digunakan
disesuaikan dengan karakterisik bahan yang akan dikeringkan. Kontrol terhadap
pergerakan bahan dan udara pengering selama dalam ruang pengering merupakan
syarat yang penting dalam mendesain dan membuat pengering semprot.
Tahap 3 merupakan proses evaporasi. Evaporasi terjadi karena adanya kontak
antara droplet dengan udara pengering sehingga terjadi transfer panas dari udara
pengering ke droplet. Hal tersebut menyebabkan air yang terkandung dalam droplet
menguap. Transfer panas tersebut digunakan sebagai panas laten selama evaporasi.
Evaporasi terjadi pada masing-masing droplet yang bersinggungan dengan udara
pengering (Kjaergaard, 1974 dikutip Spicer, 1974).
Menurut Masters (1979), laju panas merupakan fungsi dari suhu, kelembaban,
kecepatan udara pengering, dan diameter droplet. Kecepatan evaporasi dipengaruhi
oleh komposisi bahan terutama kandungan total padatan. Semakin tinggi total padatan
bahan maka proses evaporasi akan belangsung semakin cepat.
Tahap terakhir pada proses pengeringan semprot adalah pemisahan partikel
dari udara pengering. Partikel kering yang dihasilkan kemudian akan dipisahkan dari
udara dan dikumpulkan oleh siklon (cyclone) atau bagian filter. Pemisahan dapat
dilakukan secara langsung maupun bertahap, tergantung dari desain alat.
2.4.4 Karakteristik Produk Hasil Pengeringan Semprot
Sebagian besar produk hasil pengeringan semprot biasanya berbentuk serbuk.
Begitu pula dengan gula aren yang akan dihasilkan, yaitu berbentuk serbuk. Gula
FTIP001634/035
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
21
serbuk aren hasil spray drying ini diharapkan memiliki karakteristik yang relatif tidak
berbeda jauh dengan gula semut.
Terdapat beberapa ketentuan atau syarat untuk gula semut. Berikut syarat
mutu gula semut berdasarkan SII-2043-87.
Tabel 3. Syarat Mutu Gula SemutNo. Kriteria Uji Satuan Persyaratan1. Keadaan:
BentukWarnaGanda rasa
SerbukKuning kecoklatanNormal dan khas
2. Gula total (dihitung sebagai sukrosa) % (b/b) Min. 803. Gula reduksi (dihitung sebagai
glukosa)% (b/b) Maks. 6,0
4. Air % (b/b) Maks. 3,05. Abu % (b/b) Maks. 2,06. Padatan tidak larut dalam air % (b/b) Maks. 0,27. Pati Tidak ternyata8. Belerang dioksida (SO2) Tidak ternyata9. Cemaran logam berbahaya:
Timbal (Pb)Raksa (Hg)Arsen (Ar)Tembaga (Cu)
mg/kgmg/kgmg/kgmg/kg
Maks. 0,5Maks. 0,05Maks. 1,0Maks. 20
Sumber: Departemen Perindustrian RI (1992)
Pada Tabel 3 terdapat syarat mutu gula semut, diantaranya kandungan gula
total, gula reduksi, dan kadar air. Ketiga syarat tersebut merupakan syarat yang cukup
penting karena dapat mempengaruhi rasa, penampakan dan daya simpannya.
Gula serbuk aren hasil spray drying ini diharapkan relatif tidak berbeda jauh
dengan gula semut karena proses pembuatannya hampir sama, namun berbeda pada
proses pemasakannya. Gula semut dimasak pada suhu 115-125oC selama kurang
lebih 4 - 5 jam. Pemasakan yang cukup lama dan suhu tinggi menyebabkan sukrosa
berubah menjadi kecoklatan, sedangkan gula aren serbuk merupakan gula hasil
FTIP001634/036
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
22
pengeringan semprot yang dikeringkan dengan suhu tinggi dalam waktu yang singkat
sehingga tidak terdegradasi oleh panas.