Download - 153075631 case-sn
Get Homework Done Homeworkping.com
Homework Help
https://www.homeworkping.com/
Research Paper help
https://www.homeworkping.com/
Online Tutoring
https://www.homeworkping.com/
click here for freelancing tutoring sites
Laporan kasus
SINDROM NEFROTIK
OLEH
ELVA GABRIELLA DEPARI
0908113640
Pembimbing :
dr. ALEX BARUS, Sp.PD, FINASIM
KEPANITRAAN KLINIK SENIOR
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU
2013
BAB 1
PENDAHULUAN
1
Sindrom nefrotik (SN) merupakan salah satu manifestasi klinik
glomerulonefritis yang ditandai dengan proteinuria masif (≥ 3 – 3,5 g/hari atau
rasio protein kreatinin pada urin sewaktu > 300-350 mg/mmol), hipoalbuminemia
(<25 g/l), hiperkolesterolemia (total kolesterol > 10 mmol/L), dan manifestasi
klinis edema periferal. Pada proses awal atau SN ringan untuk menegakkan
diagnosis tidak semua gejala tersebut harus ditemukan.1,2,3
SN dapat terjadi pada semua usia, dengan perbandingan pria dan wanita
1:1 pada orang dewasa. SN terbagi menjadi SN primer yang tidak diketahui
penyebabnya dan SN sekunder yang dapat disebabkan oleh infeksi, penyakit
sistemik, metabolik, obat-obatan, dan lain-lain.1,2,3,4
Proteinuria masif merupakan tanda khas SN, tetapi pada SN yang berat
yang disertai kadar albumin serum rendah ekskresi protein dalam urin juga
berkurang. Proteinuria juga berkontribusi terhadap berbagai komplikasi yang
terjadi pada SN. Hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan lipiduria, gangguan
keseimbangan nitrogen, hiperkoagulabilitas, gangguan metabolisme kalsium dan
tulang, serta hormon tiroid sering dijumpai pada SN. Umumnya pada SN fungsi
ginjal normal kecuali pada sebagian kasus yang berkembang menjadi penyakit
ginjal tahap akhir. Pada beberapa episode SN dapat sembuh sendiri dan
menunjukkan respon yang baik terhadap terapi steroid, tetapi sebagian lagi dapat
berkembang menjadi kronik.1,2, 3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
1. Definisi
Sindrom nefrotik (SN) merupakan salah satu gambaran klinik penyakit
gromerular yang ditandai dengan proteinuria masif >3,5gram/24 jam/1,73/m2
disertai hipoalbuminemia, edema anasarka, hiperlipidemia, lipiduria dan
hiperkoaguabilitas.
2. Etiologi
Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh glomerulonefritis primer dan
sekunder akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan penghubung (connective
tissue disease), obat atau toksin, dan akibat penyakit sistemik.1,3
Klasifikasi dan penyebab sindrom nefrotik didasarkan pada penyebab
primer ( gangguan glomerular karena umur), dan sekunder (penyebab sindrome
nefrotik).1,5
a. Penyebab Primer
Umumnya tidak diketahui penyebabnya dan terdiri atas sindrom nefrotik idiopatik
(SNI) atau yang sering disebut juga SN primer yang bila berdasarkan gambaran
dari histopatologinya, dapat terbagi menjadi; 1,3,5
1. Sindroma nefrotik kelainan minimal
2. Nefropati membranosa
3. Glomerulonephritis proliferative membranosa
4. Glomerulonephritis stadium lanjut
b. Penyebab Sekunder
a. Infeksi : malaria, hepatitis B dan C, GNA pasca infeksi, HIV, sifilis, TB, lepra,
skistosoma1
b. Keganasan : leukemia, Hodgkin’s disease, adenokarsinoma :paru, payudara,
colon, myeloma multiple, karsinoma ginjal1,3,5
c. Jaringan penghubung : SLE, artritis rheumatoid, MCTD (mixed connective
tissue disease)1
d. Metabolik : Diabetes militus, amylodosis5
e. Efek obat dan toksin : OAINS, preparat emas, penisilinami, probenesid,
kaptopril, heroin1
3
f. Berdasarkan respon steroid, dibedakan respon terhadap steroid (sindrom
nefrotik yang sensitive terhadap steroid (SNSS) yang lazimnya berupa kelainan
minimal, tidak perlu biopsy), dan resisten steroid atau SNRS yang lazimnya
bukan kelainan minimal dan memerlukan biopsy.5
3. Patofisiologi
Pemahaman patogenesis dan patofisiologi sangat penting dan merupakan
pedoman pengobatan rasional untuk sebagian besar pasien SN.
- Proteinuria
Proteinuria merupakan kelainan dasar SN. Proteinuria sebagian besar berasal dari
kebocoran glomerulus (proteinuria glomerular) dan hanya sebagian kecil berasal
dari sekresi tubulus (proteinuria tubular). Perubahan integritas membrana basalis
glomerulus menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein
plasma dan protein utama yang diekskresikan dalam urin adalah albumin. Derajat
proteinuria tidak berhubungan langsung dengan keparahan kerusakan glomerulus.
- Hipoalbuminemia
Hipoalbuminemia disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin dan
peningkatan katabolisme albumin di ginjal. Sintesis protein di hati biasanya
meningkat (namun tidak memadai untuk mengganti kehilangan albumin dalam
urin), tetapi mungkin normal atau menurun.
- Hiperlipidemia
Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein
(LDL), trigliserida meningkat sedangkan high density lipoprotein (HDL) dapat
meningkat, normal atau menurun. Hal ini disebabkan peningkatan sintesis lipid di
hepar dan penurunan katabolisme di perifer (penurunan pengeluaran lipoprotein,
VLDL, kilomikron dan intermediate density lipoprotein dari darah). Peningkatan
sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan albumin serum dan
penurunan tekanan onkotik.
- Lipiduria
Lemak bebas (oval fat bodies) sering ditemukan pada sedimen urin. Sumber
lemak ini berasal dari filtrat lipoprotein melalui membrana basalis glomerulus
yang permeabel.
4
- Edema
Dahulu diduga edema disebabkan penurunan tekanan onkotik plasma akibat
hipoalbuminemia dan retensi natrium (teori underfill). Hipovolemia menyebabkan
peningkatan renin, aldosteron, hormon antidiuretik dan katekolamin plasma serta
penurunan atrial natriuretic peptide (ANP). Pemberian infus albumin akan
meningkatkan volume plasma, meningkatkan laju filtrasi glomerulus dan ekskresi
fraksional natrium klorida dan air yang menyebabkan edema berkurang. Peneliti
lain mengemukakan teori overfill. Bukti adanya ekspansi volume adalah
hipertensi dan aktivitas renin plasma yang rendah serta peningkatan ANP.
Beberapa penjelasan berusaha menggabungkan kedua teori ini, misalnya
disebutkan bahwa pembentukan edema merupakan proses dinamis. Didapatkan
bahwa volume plasma menurun secara bermakna pada saat pembentukan edema
dan meningkat selama fase diuresis.
- Hiperkoagulabilitas
Keadaan ini disebabkan oleh hilangnya antitrombin (AT) III, protein S, C dan
plasminogen activating factor dalam urin dan meningkatnya faktor V, VII, VIII,
X, trombosit, fibrinogen, peningkatan agregasi trombosit, perubahan fungsi sel
endotel serta menurunnya faktor zimogen (faktor IX, XI).
- Kerentanan terhadap infeksi
Penurunan kadar imunoglobulin Ig G dan Ig A karena kehilangan lewat ginjal,
penurunan sintesis dan peningkatan katabolisme menyebabkan peningkatan
kerentanan terhadap infeksi bakteri berkapsul seperti Streptococcus pneumonia,
Klebsiella, Haemophilus. Pada SN juga terjadi gangguan imunitas yang
diperantarai sel T. Sering terjadi bronkopneumoni dan peritonitis.
4. Tanda dan gejala
Gejala pertama yang muncul meliputi anorexia,rasa lemah, urin berbusa
(disebabkan oleh konsentrasi urin yang tinggi). Retensi cairan menyebabkan sesak
nafas (efusi pleura), oligouri, arthralgia, ortostatik hipotensi, dan nyeri abdomen
(ascites).
Untuk tanda dan gejala yang lain timbul akibat komplikasi dari
sindromnefrotik.5,6
5
5. Diagnosis
Diagnosa SN dibuat berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan
laboratorium berupa proteinuria masif >3,5 g/l1,73 m2 luas pemukaan tubuh/hari,
hipoalbuminemia ,3g/dl, edema, hiperlipidemia, lipiduria, dan hiperkoaguabilitas.
Pemeriksaan tambahan seperti venerologi diperlukan untuk menegakkan
diagnosis trombosis vena yang dapat terjadi akibat hiperkoaguabilitas. Pada SN
primer untuk menetukan jenis kelainan histopatologi ginjal yang menentukan
prognosis dan respon terhadap terapi, diperlukan biopsi ginjal. 2,5
Diagnosis sindrom nefrotik dapat ditegakkan melalui beberapa
pemeriksaan penunjang berikut:
· Urinalisis
Urinalisis adalah tes awal diagnosis sindromk nefrotik. Proteinuria berkisar 3+
atau 4+ pada pembacaan dipstik.
· Pemeriksaan sedimen urin
Pemeriksaan sedimen akan memberikan gambaran oval fat bodies: epitel sel yang
mengandung butir-butir lemak, kadang-kadang dijumpai eritrosit, leukosit, torak
hialin dan torak eritrosit.2
· Pengukuran protein urin
Pengukuran protein urin dilakukan melalui timed collection atau single spot
collection. Timed collection dilakukan melalui pengumpulan urin 24 jam, mulai
dari jam 7 pagi hingga waktu yang sama keesokan harinya. Pada individu sehat,
total protein urin ≤ 150 mg. Adanya proteinuria masif merupakan kriteria
diagnosis.2,8
Single spot collection lebih mudah dilakukan. Saat rasio protein urin dan kreatinin
> 2g/g, ini mengarahkan pada kadar protein urin per hari sebanyak ≥ 3g.2,8
· Pemeriksaan serologis untuk infeksi dan kelainan imunologis
· USG renal
Untuk melihat tanda-tanda glomerulonefritis kronik.2
· Biopsi ginjal
Biopsi ginjal diindikasikan pada anak dengan SN congenital, onset usia> 8 tahun,
resisten steroid, dependen steroid atau frequent relaps, serta terdapat manifestasi
6
nefritik signifikan.Pada SN dewasa yang tidak diketahui asalnya, biopsi mungkin
diperlukan untuk diagnosis. Penegakan diagnosis patologi penting dilakukan
karena masing-masing tipe memiliki pengobatan dan prognosis yang berbeda.2
·
Darah:
Pada pemeriksaan kimia darah dijumpai:2
- Protein total menurun (N: 6,2-8,1 gm/100ml)
- Albumin menurun (N:4-5,8 gm/100ml)
- Ureum, kreatinin dan klirens kreatinin dapat normal atau meningkat.
6. Penatalaksanaan
Pengobatan SN terdiri dari pengobatan spesifik yang ditujukan terhadap
penyakit dasar dan pengobatan non-spesifik untuk mengurangi proteinuria,
mengontrol edema, dan mengobati komplikasi. Diuretik disertai diet rendah
garam dan tirah baring dapat membantu mengontrol edema. Furosemid oral
dapat diberikan dan bila resisten dapat dikombinasi dengan tiazid, metalazon,
dan atau asetazolamid. Kontrol proteinuria dapat memperbaiki hipoalbuminemia
dan mengurangi resiko komplikasi yang ditimbulkan. Pembatasan asupan
protein 0,8-1,0g/kg berat badan/hari dapat mengurangi proteinuria.
Obat peghambat enzim konversi angiotensin (angiotensin converting
enzyme inhibitors) dan antagonis reseptor angiotensin II (angiotensin II receptor
antagonist) dapat menurunkan tekanan darah dan kombinasi keduanya
mempunyai efek aditif dalam menurunkan proteinuria. Risiko tromboemboli
pada SN meningkat dan perlu mendapat penanganan. Walaupun pemberian
antikoagulan jangka panjang masih kontroversial tetapi pada suatu studi terbukti
memberikan keuntungan. Dislipidemia pada SN belum secara meyakinkan
meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler, tetapi bukti klinik dalam populasi
menyokong pendapat perlunya mengontrol keadaan ini. Obat penurun lemak
golongan statin seperti simvastatin, pravastatin, dan lovastatin dapat
menurunkan kolesterol LDL, trigliserid, dan meningkatkan kolesterol HDL.1
7
ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien
Nama : Tn. S
8
No RM : 81 54 44
Umur : 49 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Status : Menikah
Alamat : Merbau, Selat Panjang
Masuk RS : 15 Juni 2013
Tanggal Pemeriksaan : 17 Juni 2013
ANAMNESIS
Autoanamnesis
Keluhan Utama
- Bengkak di hampir seluruh tubuh sejak 1 bulan SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
- 1 bulan SMRS, pasien mengeluhkan bengkak di hampir seluruh tubuh.
Bengkak diakui pasien mulai muncul didaerah wajah dan berlanjut ke seluruh
tubuh hingga ke kaki.
- Pasien juga mengeluhkan sesak jika beraktivitas berlebihan.
- BAK normal. BAB normal. Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi
sebelumnya, namun pasien mengetahui TD nya mulai meningkat saat berobat
ke puskesmas sejak 1 bulan yang lalu atas keluhan sesak, namun tidak ada
perbaikan.
- Pasien tidak ada mengeluhkan mual, muntah, dan juga demam.
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat asma (+)
- Riw HT (-)
- Riw DM (-)
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
- Tidak ada keluarga dengan keluhan yang sama
9
Riwayat Pekerjaan, Kebiasaan
- Pasien bekerja sebagai kayawan swasta
- Sosek : menengah ke bawah
PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : Komposmentis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Vital Sign : - Tekanan darah : 160/100 mmHg
- Frekuensi nadi : 80x/menit, regular
- Frekuensi napas : 24 x/menit
- Suhu : 36,50 C
- Tinggi badan : 170 cm Berat badan: 74 kg
- Status gizi : Baik
Kepala dan leher
- Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat, isokor,
diameter 3 mm/3 mm, reflex cahaya (+/+)
- Leher : Pembesaran KGB (-), peningkatan JVP (-)
Paru
- Inspeksi : Gerakan dada simetris kanan = kiri
- Palpasi : vokal fremitus kanan = kiri
- Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
- Auskultasi : vesikuler seluruh lapangan paru, wheezing (-/-), ronki (-/-)
Jantung
- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : iktus kordis tidak teraba
- Perkusi : batas-batas jantung
Dextra : RIC V linea parasternalis dekstra
Sinistra : RIC V 2 jari medial LMCS
- Auskultasi : bunyi jantung I dan II normal, mur-mur (-), gallop (-)
Abdomen
- Inspeksi: distensi (+), venektasi (-), scar (-)
10
- Palpasi : supel, NTE (-), hepar dan lien tidak teraba
- Perkusi : pekak, shifting dullness (+)
- Auskultasi: bising usus (+) normal
Ekstremitas
- Akral hangat
- CRT < 2 detik
- Pitting edema (+/+)
Pemeriksaan Penunjang
Hasil laboratorium
Darah rutin
Hb : 11,8 gr/dl
Ht : 35,9%
Leukosit : 13.600 /mL
Trombosit : 521.000 /ul
Kimia Darah
Albumin : 0,7 g/dl
AST/SGOT : 35,6 IU/L
ALT/SGPT : 26 IU/L
GLU : 131 mg/dl
URE : 143,4 mg/dl
CRE : 7,8 mg/dl
CHO : 652
HDL : 120
TG : 444
URI :6,3
Urinalisis
Protein : +++
pH Urin : 8,5
Leukosit : 7-15
RESUME
11
Pasien Tn. S, 49 tahun datang ke RSUD AA dengan keluhan bengkak di hampir
seluruh tubuh sejhak 1 bulan SMRS, mulai timbul di daerah wajah dan berlanjut
ke seluruh tubuh hingga kaki. Pasien juga mengeluh sesak jika beraktivitas
berlebihan. Pasien juga mengakui tekanan darahnya mulai meningkat setelah
berobat ke puskesmas sejak 1 bulan yang lalu atas keluhan sesak. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan TD 160/100 mmHg pada tanda-tanda vital. Pada
pemeriksaan fisik abdomen, ditemukan perut cembung, pekak saat diperkusi dan
shifting dullness. Hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan peningkatan leukosit
13.600/ ml. Albumin 0,7 g/dl, Ureum 143,4 mg/dl, Creatinin 7,8 mg/dl, CHO 652,
HDL 120, TG 444, URI 6,3. Pada pemeriksaan urin, protein ditemukan +++, pH
urin 8,5, leukosit 7-15.
DAFTAR MASALAH
- Edema
- Sesak nafas
- Proteinuria + Hipoalbuminemia
- Hipertensi
Diagnosis
Susp. Sindrom Nefrotik
Rencana Penatalaksanaan
- Non farmakologis
Istirahat/ tirah baring dengan posisi kaki lebih ditinggikan
- Farmakologis
IVFD D5% 12 tpm
Plasbumin 25% 100cc I/hr
Inj Ranitidin 2x1
Inj Ceftriaxon 2x1
Captopril 3x12,5mg
Furosemid tab 2x1
12
FOLLOW UP PASIEN
1 8 Juni 201 3
S: sesak nafas (+) ; lemas (+) ; BAK normal ; BAB normal ; demam (-)
O: TD 160/100 mmHg
HR 84x/menit, regular, isi cukup
RR 22x/menit
T 36,7°C
BB 72,5 kg
Pemeriksaan fisik : edema (+)
A: Susp. sindrom nefrotik
P: IVFD D5% 12 tpm
Plasbumin 25% 100cc I/hr
Inj Ranitidin 2x1
Inj Ceftriaxon 2x1
Captopril 3x12,5mg
Furosemid tab 2x1
1 9 Juni 201 3
S: sesak nafas (+) ; BAK normal ; BAB normal ; demam (-)
O: TD 100/90,
HR 82x/menit, regular, isi cukup
RR 22x/menit
T 36,6 °C
BB 73 kg
Pemeriksaaan fisik : edema (+)
A: Susp. Sindrom nefrotik
P: terapi lanjut
20 Juni 201 3
S: lemas (+) ; sesak (+) ; BAK 3xsehari ; BAB 1xsehari
O: TD 140/90
HR 80x/menit, regular, isi cukup
13
RR 20x/menit
T 36,5° C
BB 72,5 kg
Pemeriksaan fisik: edema (+)
A: Sindrom nefrotik
P: terapi lanjut
21 Juni 201 3
S : lemas (+) ; sesak (+) namun berkurang
O : TD 160/100
HR 76x/menit, reguler, isian cukup
RR 20x/menit
T 36,5° C
BB 72 kg
Pemeriksaan fisik: edema (+) ; wheezing (+/+)
A : Sindrom nefrotik + ISPA + HT
P : captopril 12,5 mg 3x1
Inj Furosemid 3x1
Inj Ranitidin 2x1
22 Juni 201 3
S : lemas (+) ; sesak (+) namun berkurang ; batuk ; sakit kepala
O : TD 170/100
HR 84x/menit, reguler, isian cukup
RR 20x/menit
T 36,6° C
BB 72 kg
Pemeriksaan fisik: edema (+) ; wheezing (+/+)
A : Sindrom nefrotik + ISPA + HT
P : metil prednisolon 16 mg 3x1
captopril 12,5 mg 3x1
Simvastatin 20g 1x1
Inj Furosemid 3x1
OBH syr 3x1
14
PEMBAHASAN
Pada pasien ini didiagnosa sebagai sindrom nefrotik. Keluhan utama
berupa bengkak di hampir seluruh tubuh sejak 1 bulan SMRS yang mulai timbul
di daerah wajah dan berlanjut ke seluruh tubuh hingga kaki. Pasien juga mengeluh
sesak jika beraktivitas berlebihan. Pasien juga mengakui tekanan darahnya mulai
meningkat setelah berobat ke puskesmas atas keluhan sesak.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan TD 160/100 mmHg pada tanda-tanda
vital. Pada pasien ini didapatkan keadaan hipertensi. Keadaan hipertensi pada
pasien ini dapat terjadi akibat efek samping obat yang mungkin rutin dikonsumsi
oleh pasien sebelumnya. Steroid merupakan salah satu obat yang dapat
meningkatkan tekanan darah. Pada pemeriksaan fisik abdomen, ditemukan perut
cembung, pekak saat diperkusi dan shifting dullness. Hal ini menggambarkan
adanya penumpukan cairan yang mungkin disebabkan oleh hipoalbuminemia
yang terjadi pada pasien tersebut.
Selain itu pada pasien juga didapat sesak nafas. Sesak nafas pada pasien
bisa diakibatkan karena adanya distensi abdomen dengan atau tanpa efusi pleura
yang mengakibatkan pernafasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi
gawat. Selain akibat edema, pada apsien juga memiliki riwayat asma sebelumnya,
yang menambah keluhan sesak nafas, dimana dari hasil pemeriksaan fisik paru
ditemukan adanya wheezing.
Hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan peningkatan leukosit 13.600/
ml. Albumin 0,7 g/dl, Ureum 143,4 mg/dl, Creatinin 7,8 mg/dl, CHO 652, HDL
120, TG 444, URI 6,3. Pada pemeriksaan urin, protein ditemukan +++, pH urin
8,5, leukosit 7-15. Hipoalbumin pada pasien menyebabkan menurunnya tekanan
onkotik koloid plasma intravaskuler. Keadaan ini menyebabkan meningkatnya
cairan transudat melewati dinding kapiler dari ruangan interstitial yang
menyebabkan terbentuknya edema.
Hasil pemeriksaan urin pada pasien ini didapatkan protein +++.
Proteinuria pada apsien ini menandakan adanya kerusakan pada m,embran
glomerulus berupa peningkatan permeabilitasnya, mengakibatkan terjadinya
15
pengeluaran protein dalam urin. Oleh karena sebagian besar protein dalam urin
berupa albumin, maka pada proteinuria, pasien akan mengalami hipoalbuminemia.
Penatalaksanaan SN meliputi terapi spesifik untuk kelainan dasar ginjal
atau penyakit penyebab, menghilangkan/mengurangi proteinuria, memperbaiki
hipoalbuminemia serta mencegah dan mengatasi penyulit.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Prodjosudjadi W. Sindrom Nefrotik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. h. 547-49.
2. Ahmed M.S & Wong C.F. 2007. Rituximab and nephrotic syndrome: a new
theraupetic hope? Nephrol Dial Transplant (2008) 23: 17-19
3. Cohen E.P. 2009. Nephrotic Syndrome. www.emedicine.com
4. Orth S.R. & Berhard E., 1998. The Nephrotic Syndrome. NEJM. Volume 338.
No 17. Hal 1202-11
5. Pardede S.O., 2002. Sindrom Nefrotik Infantil. Cermin Dunia Kedokteran. No
134. Hal 32-37
6. Wilson L.M., 1995. Gagal Ginjal Kronik dalam Price S.A & Wilson L.M.,
(Ed). Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses penyakit. Edisi IV. Jilid II.
832-33
17