perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 9
ASESMEN KERENTANAN DAN KAPASITAS DESA BERBASIS MASYARAKAT
DALAM PENGURANGAN RISIKO BENCANA
DI KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNG MERAPI KABUPATEN MAGELANG
TAHUN 2011
SKRIPSI
Oleh :
Mudmainah Vitasari
K5407003
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ASESMEN KERENTANAN DAN KAPASITAS DESA BERBASIS MASYARAKAT
DALAM PENGURANGAN RISIKO BENCANA
DI KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNG MERAPI KABUPATEN MAGELANG
TAHUN 2011
Oleh :
Mudmainah Vitasari
K5407003
SKRIPSI
Ditulis dan Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar
Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Geografi
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRAK
Mudmainah Vitasari, ASESMEN KERENTANAN DAN KAPASITAS DESA BERBASIS MASYARAKAT DALAM PENGURANGAN RISIKO BENCANA DI KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNG MERAPI KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011.Skripsi.Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret. Surakarta, Desember 2011.
Tujuan penelitian ini adalah : (1) Mengetahui kerentanan Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi di Kabupaten Magelang tahun 2011, (2) Mengidentifikasi prioritas kerentanan Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi di Kabupaten Magelang tahun 2011, (3) Mengetahui kapasitas Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi di Kabupaten Magelang tahun 2011, (4) Mengidentifikasi tindakan/aksi pengurangan risiko bencana yang akan dilakukan masyarakat Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi di Kabupaten Magelang tahun 2011, (5) Mengetahui prioritas tindakan/aksi pengurangan risiko bencana yang akan dilakukan masyarakat Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi di Kabupaten Magelang tahun 2011.
Sesuai dengan tujuan penelitian, maka penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dan historis dengan pendekatan VCA (Vulnerability and Capacity Assesment). Teknik sampling yang digunakan adalah Purposive Sampling. Purposive Sampling digunakan untuk memilih sampel desa untuk masing-masing Kawasan Rawan Bencana (KRB) dan memilih sampel responden di sampel desa pada tiap Kawasan Rawan Bencana (KRB). Teknik pengumpulan data dengan menggunakan dokumentasi, observasi langsung, wawancara, angket/kuesioner, metode dinding (wall method). Teknik analisis yang digunakan adalah dengan skoring, analisis PRA (Participatory Rural Appriasal) dan analisis semiPRA.
Hasil penelitian ini adalah : (1) Kawasan Rawan Bencana III dan II Kabupaten Magelang tergolong rentan, sedangkan Kawasan Rawan Bencana I tergolong cukup rentan. (2) Kerentanan yang diprioritaskan pada Kawasan Rawan Bencana III, II dan I Kabupaten Magelang, yaitu : (a) Kerentanan yang diprioritaskan pada Kawasan Rawan Bencana III adalah padatnya pemukiman penduduk; intensitas erupsi tinggi dan tidak dapat diprediksi; sektor utama pertanian salak; jembatan, sarana irigasi dan air bersih yang rusak. (b) Kerentanan yang diprioritaskan pada Kawasan Rawan Bencana II adalah padatnya pemukiman penduduk; intensitas erupsi tinggi dan tidak dapat diprediksi; sektor utama pertanian salak; jalan rusak dan kurang lebar dan peningkatan jumlah penduduk yang tinggi. (c) Kerentanan yang diprioritaskan pada Kawasan Rawan Bencana I kerentanan adalah padatnya pemukiman penduduk; irigasi rusak; kesiapsiagaan masyarakat rendah; kurangnya pelatihan kebencanaan; belum adanya normalisasi sungai; tanggul rusak dan musim penghujan yang panjang meningkatkan intensitas lahar dingin. (3) Kawasan Rawan Bencana III Kabupaten
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Magelang mempunyai kapasitas tinggi. Kawasan Rawan Bencana II dan I Kabupaten Magelang mempunyai kapasitas sedang. (4) Tindakan/aksi pengurangan risiko bencana Kawasan Rawan Bencana III, II dan I Kabupaten Magelang melliputi tindakan persiapan masyarakat dusun menghadapi bencana secara partisipatif bersama-sama dengan tindakan persiapan masyarakat desa menghadapi bencana secara partisipatif kemudian dilanjutkan tindakan persiapan bencana Kabupaten Magelang. Rekomendasi tindakan pemulihan dan peningkatan kapasitas dalam pengurangan risiko bencana meliputi tindakan/aksi pemulihan keadaan masyarakat pasca bencana erupsi Merapi 2010 dan banjir lahar dingin 2011 kemudian dilanjutkan tindakan/aksi pengurangan kerentanan dan peningkatan kapasitas. (5) Prioritas tindakan/aksi pengurangan risiko bencana Kawasan Rawan Bencana III, II dan I Kabupaten Magelang : (a) Prioritas penanganan ketika terjadi bencana yaitu kelompok masyarakat rentan (anak-anak, ibu hamil dan orang lanjut usia) dan daerah yang dianggap paling rawan dalam kejadian erupsi. (b) Rekomendasi tindakan/aksi pemulihan dan peningkatan kapasitas dalam pengurangan risiko bencana yang diprioritaskan kawasan rawan bencana III, II dan I Kabupaten Magelang adalah tindakan/aksi pemulihan keadaan pasca bencana erupsi Merapi 2010 dan banjir lahar dingin 2011, yaitu pembekalan masyarakat dengan berbagai keterampilan, pemulihan perkebunan salak akibat erupsi dan perbaikan sarana yang rusak dari dampak bencana. Selanjutnya tindakan/aksi yang dilakukan adalah tindakan/aksi pengurangan kerentanan dan peningkatan kapasitas sesuai yang dibutuhkan pada masing kawasan.
Kata kunci : pengurangan risiko, bencana, berbasis masyarakat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRACT
Mudmainah Vitasari. The Assessment on the Vulnerability and the Capacity of the Community-based Villages in Reducing the Disaster Risk in the Area Vulnerable to the Explosion Disaster of Merapi Volcano of Magelang Regency in 2011. Skripsi: The Faculty of Teacher Training and Education. Sebelas Maret University, Surakarta. 2011. The objectives of this research are: (1) to investigate the vulnerability of the area vulnerable to the explosion disaster of Mount Merapi of Magelang regency in 2011; (2) to identify the priority of the vulnerability of the area vulnerable to the explosion disaster of Mount Merapi of Magelang regency in 2011; (3) to investigate the capacity of the area vulnerable to the explosion disaster of Mount Merapi of Magelang regency in 2011; (4) to identify the actions which are going to be done by the community living in the area vulnerable to the explosion disaster of Mount Merapi of Magelang to reduce such a disaster risk in 2011; and (5) to investigate the priority of the actions which are going to be done by the community members living in the area vulnerable to the explosion disaster of Mount Merapi of Magelang to reduce such a disaster risk in 2011. This research used the descriptive historical method with the VCA (Vulnerability and Capacity Assessment) approach. This research used the purposive sampling technique to take the sample of villages in each area vulnerable to the explosion disaster and the sample of community members in each area vulnerable to the explosion disaster. The data of this research were gathered through documentation, direct observation, interview, questionnaire, and wall method. The data were then analyzed by using scoring, the semi PRA (Participatory Rural Appraisal), and the PRA (Participatory Rural Appraisal) analysis techniques. The results of this research are as follows: (1) the area vulnerable to the explosion disaster of Ring III and Ring II of Magelang regency is classified as vulnerable whereas the area vulnerable to the explosion disaster of Ring I is classified as sufficiently vulnerable; (2) the priority of the vulnerability of the areas vulnerable to the explosion disaster of Rings III, II, and I of Magelang regency is as follows: (a) the vulnerability of the area vulnerable to the explosion disaster of Ring III consists of dense population, high and unpredictable intensity of eruption, main sector of snakefruit farming, bridges, and damaged irrigation facilities and clean water; (b) the vulnerability of the area vulnerable to the explosion disaster of Ring II consists of dense population, high and unpredictable intensity of eruption, main sector of snakefruit farming, damaged and less wide roads, and high increase in the number of population; (c) the priority of the vulnerability of the area vulnerable to the explosion disaster of Ring I consists of dense population, damaged irrigation facilities, low alertness of the community members, lack of disaster preparedness training, none of river normalization program, damaged embankment, and long wet season which increases the
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
intensity of the cold mudflow; (3) the area vulnerable to the disaster risk of Ring III of Magelang regency has high capacity whereas such area of Ring II and Ring I of Magelang regency has medium capacity; (4) the action which is going to be done by the community members to reduce the disaster risk of Rings III, II, and I of Magelang regency include: preparatory actions of the villagers in coping with the disaster participatorily and preparatory actions of disaster preparedness in Magelang regency. The recommended action of recovery and capacity enhancement in reducing the disaster risk includes the actions to restore the condition of the community members following the eruption disaster of Mount Merapi in 2010 and the mudflow flood of 2011, and the actions to reduce vulnerability and to increase capacity; (5) the actions which are made prior in order to reduce the disaster risk of the area vulnerable to the disaster risk of Rings III, II, and I of Magelang regency include: (a) the actions which are made prior to be done to at the time of disaster to the vulnerable group of people who consist of children, pregnant women, and elderly people as well as the areas which are considered to be the most vulnerable ones when eruption takes place; and (b) the recommended actions to restore the condition and to increase the capacity in reducing the disaster risk which are made prior in the vulnerable area of Rings III, II, and I of Magelang regency include equipping the community members with various skills, restoring the snakefruit farming from the damage caused by the eruption, and the improvement of the facilities which got damaged due to the disaster. Furthermore, the actions to reduce vulnerability and to increase capacity are done in accordance with the need of the community members in each ring of area. Keywords: reduce risk, disaster, and community-based
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
MOTTO
Senyummu di hadapan saudaramu adalah sedekah bagimu
(HR At-tirmidzi)
Tak ada beban tanpa pundak
(Tiar Nasyid)
Biarkan mimpimu, cita-citamu dan keyakinanmu menggantung dan
mengambang 5 centimeter di depan keningmu, hingga ia takkan pernah lepas dari
matamu, dan setelah itu kamu hanya perlu kaki yang akan berjalan lebih jauh dari
biasanya, tangan yang akan berbuat lebih banyak dari biasanya, mata yang akan
menatap lebih lama dari biasanya, leher yang akan lebih sering melihat ke atas,
lapisan tekad yang seribu kali lebih keras dari baja, dan hati yang akan bekerja
lebih keras dari biasanya, serta mulut yang akan selalu berdo'a..
(5 cm-Donny Dhirgantoro)
Ibadah adalah wajib, belajar adalah penting
(Penulis)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERSEMBAHAN
Dengan mengucap syukur kepada Allah SWT
Karya ini kupersembahkan untuk :
Keluarga, terutama Bapak dan Ibu atas segala bimbingan, doa dan kasih
sayangnya, dukungan moril maupun materiil yang tidak terhingga dan semoga
menjadi bentuk putrimu membuatmu bahagia di dunia dan akhirat,
Kakakku, atas semua dukungan dan kasih sayangnya,
Almamater.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
karunia, rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan
lancar.
Penyelesaian penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak,
oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd, selaku Dekan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah
memberikan ijin penelitian
2. Bapak Drs. Saiful Bachri, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sebelas Maret yang telah memberikan ijin penelitian
3. Bapak Dr. Moh. Gamal Rindarjono, M.Si selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
sekaligus Pembimbing I yang telah memberikan banyak arahan dan
masukan
4. Ibu Pipit Wijayanti, S.Si, M.Sc, selaku Pembimbing II yang dengan sabar
membimbing dan memberikan motivasi serta mengarahkan pemikiran
penulis
5. Bapak Drs. Wakino, M.S selaku Pembimbing Akademis yang telah
memotivasi dan membimbing penulis dari awal kuliah hingga selesai
6. Seluruh dosen Program Studi Pendidikan Geografi yang telah memberikan
ilmu selama menempuh studi
7. PMI Cabang Surakarta dan PMI Cabang Kabupaten Magelang yang telah
memberikan banyak arahan dan masukan
8. BPPTK Yogyakarta, Kesbanglinmas PB, BPPT, BPS Kabupaten
Magelang atas ijin dan data yang diperlukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9. Bapak Camat Kecamatan Srumbung dan Salam yang telah memberikan
izin penelitian dan data yang diperlukan
10. Ibu Kiptiyah selaku Kepala Desa Kelurahan Kaliurang yang telah
memberikan izin penelitian dan data yang diperlukan
11. Sibat Kaliurang yang telah membantu dalam pengumpulan data dan telah
meluangkan waktu serta tenaga untuk ikut serta dalam forum VCA PRA,
masyarakat Desa Kamongan dan Jumoyo yang telah membantu dalam
pengumpulan data
12. KSR PMI Unit UNS yang t
13. selaku Pembimbing 3, Mas Jumadi selaku Pembimbing 4,
Teman-teman KSR UNS (Becil, Bagus, Luris, Randu, Enggar, Diah,
Marina, Umi) yang telah membantu menjadi fasilitator VCA PRA, teman-
5, 6, 7, dst dan teman-teman kost,
teman-teman sepermainan seperjuangan, teman-teman sependakian,
teman-teman jogging mania UNS, jama ah masjid Baiturridho selaku
Pembimbing Spiritual
14. AA 6843 MK yang setia menemani perjalanan dan perjuangan
15. Semua pihak yang membantu dalam penyusunan skripsi ini
Menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skrpsi ini, maka
dengan segala kerendahan hati mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan dan penyempurnaan. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
kita semua. Amiin.
Surakarta, Desember 2011
Penulis
Mudmainah Vitasari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..........................................................................................
HALAMAN PENGAJUAN...........................................................................
HALAMAN PESETUJUAN...........................................................................
HALAMAN PENGESAHAN...........................................................................
HALAMAN ABSTRAK...............................................................................
HALAMAN MOTTO........................................................................................
HALAMAN PERSEMBAHAN........................................................................
KATA PENGANTAR.......................................................................................
DAFTAR ISI .......................................................
DAFTAR TABEL....................................................................................... ......
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................
DAFTAR PETA................................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................
A. Latar Belakang Masalah...............................................................................
B. Perumusan Masalah......................................................................................
C. Tujuan Penelitian..........................................................................................
D. Manfaat Penelitian........................................................................................
1. Manfaat Teoritis..................................................................................
2. Manfaat Praktis............................................................................. ......
BAB II LANDASAN TEORI...........................................................................
A. Tinjauan Pustaka..........................................................................................
1. Asesmen.........................................................................................
2. Kerentanan Bencana................................................................................
3. Kapasitas Bencana...................................................................................
4. Manajemen Pengurangan Risiko Bencana.............................................
a. Pencegahan dan Mitigasi.......................................... ...................
b. Kesiapsiagaan...................................................................................
c. Tanggap Darurat........................................................................
i
ii
iii
iv
v
ix
x
xi
xiii
xvii
xx
xxii
xxiii
1
1
7
7
8
8
8
9
9
9
10
13
15
15
16
19
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
d. Pemulihan.................................................................................
e. Mekanisme Kesiapan dan Penanggulangan Bencana......................
5. Gunung Merapi...................................................................................
a. Kawasan Rawan Bencana Erupsi Gunung Merapi di Kabupaten
Magelang.....................................................................................
b. Partisipasi Masyarakat......................................................................
B. Penelitian yang Relevan......................................................................
C. Kerangkan Pemikiran...................................................................................
BAB III METODE PENELITIAN..................................................................
A. Daerah Penelitian..........................................................................................
B. Waktu Penelitian..........................................................................................
C. Metode Penelitian...................................................................................
D. Populasi dan Sampel....................................................................................
E. ........................................................................
1. Data Primer..................................................................................... ....
2. Data Sekunder.....................................................................................
F. Teknik Pengumpulan Data...........................................................................
1. Teknik Dokumentasi...........................................................................
2. Observasi Lapangan........................................................................ ....
3. Meode Dinding (Wall Method)...........................................................
a. Peta Spot (Spot Mapping)..............................................................
b. Peta Transek.................................................................................
c. Riwayat Transek............................................................................
d. Riwayat Kejadian Bencana...............................................................
e. Kalender Musim dan Kegiatan Masyarakat........................................
f. Kalender Sumber Penghasilan Masyarakat.........................................
g. Kalender Kejadian Penyakit dan Bencana.........................................
h. Jadwal Rutin Kegiatan..................................................................
i. Diagram Kelembagaan...................................................................
j. Ranking Kekayaan dan Kesejahteraan.............................................
k. Penanganan Masalah Lingkungan Sosial Berbasis Gender...............
20
21
26
28
34
38
42
44
44
44
44
46
47
47
48
48
48
49
49
49
50
50
51
51
52
52
53
53
53
54
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
l. Kajian Penanganan Masalah Kesehatan dan Bencana Berbasis
Gender........................................................................................
m. Kajian Penanganan Masalah Ekonomi Berbasis Gender....................
n. Analisis Kecenderungan dan Perubahan............................................
o. Analisis Kerentanan Internal dan Eksternal.....................................
4. Angket/Kuesioner...............................................................................
5. Wawancara..........................................................................................
G. Teknis Analisis Data.............................................................................
1. Identifikasi Kerentanan Kawasan Rawan Bencana...............................
2. Identifikasi Prioritas Kerentanan Kawasan Rawan Bencana..................
3. Identifikasi Kapasitas Kawasan Rawan Bencana....................................
4. Identifikasi Tindakan/Aksi Pengurangan Risiko Bencana.....................
5. Identifikasi Prioritas Tindakan/Aksi Pengurangan Risiko Bencana........
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.........................................................
A. Deskripsi Wilayah........................................................................................
1. Letak dan Luas....................................................................................
2. Geologi.............................................................................................. ..
3. Iklim.................................................................................................. ..
4. Penduduk.......................................................................................... ..
B. Hasil Penelitian........................................................................................... ..
1. Kerentanan Kawasan Rawan Bencana Kabupaten Magelang.................
2. Prioritas Kerentanan Kawasan Rawan Bencana Kabupaten Magelang..
3. Kapasitas Kawasan Rawan Bencana Kabupaten Magelang...................
4. Tindakan/Aksi Pengurangan Risiko Bencana Kabupaten Mag
5. Prioritas Tindakan/Aksi Pengurangan Risiko Bencana Kabupaten
Magelang.............................................................................................
a. Prioritas Tindakan/Aksi Tanggap Darurat (ketika terjadi bencana)...
b. Prioritas Rekomendasi Tindakan/Aksi Pemulihan dan Peningkatan
Kapasitas dalam Pengurangan Risiko Bencana................................
C. Pembahasan..................................................................................................
54
55
55
56
57
57
62
63
66
67
71
72
113
113
113
114
116
121
125
128
130
140
142
175
175
175
200
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...........................................................
A. Kesimpulan...................................................................................................
B. Implikasi.......................................................................................................
C. Saran.............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................
LAMPIRAN-LAMPIRAN...............................................................................
223
223
224
225
226
230
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6. Tabel 7. Tabel 8. Tabel 9. Tabel 10. Tabel 11. Tabel 12. Tabel 13. Tabel 14. Tabel 15. Tabel 16. Tabel 17. Tabel 18. Tabel 19. Tabel 20. Tabel 21.
Hasil Peta S
Kalender Kejadian Penyakit
Kajian Penanganan Masalah Lingkungan Dan Sosial
Kajian Penanganan Masalah Kesehatan Dan Bencana Berbasis Gender
Skoring Kerentanan Range Nilai dan Kelas Kerentanan
2
28 33
40 44 49 50 51 51 52 52 53 53 54 54 55 55 56 56
64 65
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 22. Tabel 23. Tabel 24. Tabel 25. Tabel 26. Tabel 27. Tabel 28. Tabel 29. Tabel 30. Tabel 31. Tabel 32. Tabel 33. Tabel 34. Tabel 35. Tabel 36. Tabel 37. Tabel 38. Tabel 39.
Skoring Kapasitas
Prioritas Tindakan/Aksi Pe Curah Hujan dan Hari Hujan Tahun 2003- Kriteria Tipe Iklim Berdasarkan Curah Hujan Menurut Schmidt dan Ferguson Kepadatan Penduduk Kabupaten Magelang, 2004- Komposisi Penduduk menurut Jenis Kelamin dan Sex Ratio
Komposisi Penduduk Kabupaten Magelang menurut
Persentase penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja selama seminggu yang lalu menurut tingkat pendidikan yang
Persentase penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja selama seminggu yang lalu menurut lapangan pekerjaan utama dan
Skoring Kerentanan Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi Kabupaten Magelang Tahun 2011 Range Nilai dan Kelas Kerentanan Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi Kabupaten Magelang Tahun 2011 Prioritas Kerentanan Desa Kaliurang (KRB III) Tahun 2011.. Prioritas Kerentanan Desa Kamongan (KRB II) Tahun 2011.. Prioritas Kerentanan Desa Jumoyo (KRB I) Tahun 2011
66 66 67 68 71 73 80 82 83 85 86 86 87 90 91 92 94 95
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 40. Tabel 41. Tabel 42. Tabel 43. Tabel 44. Tabel 45.
Skoring Kapasitas Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi Kabupaten Magelang Tahun 2011......................................... Range Nilai dan Kelas Kapasitas Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi Kabupaten Magelang Tahun 2011.................................................................................. Prioritas Tindakan/Aksi Pengurangan Risiko Bencana Kawasan Rawan Bencana III............................................... Prioritas Tindakan/Aksi Pengurangan Risiko Bencana Kawasan Rawan Bencana II................................................ Prioritas Tindakan/Aksi Pengurangan Risiko Bencana Kawasan Rawan Bencana I................................................. Sebaran wilayah Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi Kabupaten Magelang Tahun 2011...........................................
103 104 159 137 138 202
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7. Gambar 8. Gambar 9. Gambar 10. Gambar 11. Gambar 12. Gambar 13. Gambar 14. Gambar 15. Gambar 16. Gambar 17. Gambar 18. Gambar 19. Gambar 20. Gambar 21.
Model Tekanan
Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) dan Rencana Aksi Pengurangan Risiko Bencana (RA-
Tipe Iklim Lokasi Penelitian menu
Proses VCA PRA........................................................... Data hasil VCA PRA....................................................... Pertanian salak di Desa Kaliurang..................................... Jembatan Sungai Bebeng di Kawasan Rawan Bencana III..
Pertanian salak di Desa Kamongan.................................. Jalan sempit dan rusak di Desa Kamongan........................ Pemukiman sepanjang bantaran Kali Putih......................... Tanggul Kali Putih rusak melintasi Kawasan Rawan Bencana II......................................................................
11 14 15 21 24 25 26 37
43 74 80 83 88 89 96 97 97 98 98 99 99
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 22. Gambar 23. Gambar 24. Gambar 25. Gambar 26. Gambar 27.
Pendangkalan Kali Putih................................................... Saluran irigasi rusak di Desa Jumoyo (Kawasan Rawan Bencana I)...................................................................... Skematika Arah Evakuasi Bencana Alam Gunung Merapi di Kecamatan Srumbung Kabupaten Mage Skematika Arah Evakuasi Bencana Alam Gunung Merapi
Skematika Arah Evakuasi Bencana Alam Gunung Merapi
Struktur Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana dan
100 100
113 114 115 144
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR PETA
Peta 1. Peta 2. Peta 3. Peta 4. Peta 5.
Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi Kabupaten Magelang Tahun 2011................................................................ Peta Kerentanan Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi Kabupaten Magelang Tahun 2011............................................. Peta Prioritas Kerentanan Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi Kabupaten Magelang Tahun 2011................................. Peta Kapasitas Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi Kabupaten Magelang Tahun 2011............................................. Peta Prioritas Tindakan/Aksi Pengurangan Risiko Bencana Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi Kabupaten
.....
32 131 139 143 199
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Lampiran 2.
Lampiran 3.
Lampiran 4.
Analisis alat penilaian Kawasan Rawan Bencana III
Analisis alat penilaian Kawasan Rawan Bencana II
Analisis alat penilaian Kawasan Rawan Bencana I
Surat Perijinan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara yang terletak di pertemuan tiga lempeng
tektonik dunia, yang dipengaruhi oleh tiga gerakan, yakni Gerakan Sistem Sunda
(Sundas Movement System), Gerakan Sistem Pinggiran Asia Timur (Border East
Asian Movement System) dan Gerakan Sirkum Australia (Australian Sircum
Movement) (Sukatno, 2007 : 206). Akibat tumbukan antara lempeng itu maka
terbentuk daerah penunjaman memanjang di sebelah Barat Pulau Sumatera,
sebelah Selatan Pulau Jawa hingga ke Bali dan Kepulauan Nusa Tenggara,
sebelah Utara Kepulauan Maluku, dan sebelah Utara Papua. Tumbukan itu juga
akan membentuk palung samudera, lipatan, punggungan dan patahan di busur
kepulauan, sebaran gunung, dan sebaran sumber gempa bumi. Lempeng Australia
lambat laun berubah dengan naik ke dalam jalan kecil lempeng Pasifik, yang
bergerak ke selatan, dan antara garis-garis ini terbentanglah pulau-pulau Indonesia
yang menyebabkan Indonesia menjadi negara yang paling banyak berubah
wilayah geologinya di dunia, oleh karena itu Indonesia dianggap sebagai
ring of fire melintas dari utara Pulau Sumatra-Jawa-Nusa Tenggara
hingga Sulawesi Utara dengan 129 gunungapi aktif dan 500 gunungapi yang
sudah tidak aktif lagi (Nugroho, 2008 : xii). Kondisi ini menjadikan 83% wilayah
Indonesia berada di daerah rawan bencana satu (Sukatno, 2007 : 206).
Gunung yang tergolong paling aktif di Indonesia adalah Gunung Merapi.
Berdasarkan data Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi
Kegunungapian (BPPTK) Tahun 2010 dalam Peta Kawasan Rawan Bencana
Gunung Merapi 2010 BNPB Tercatat lebih dari 80 letusan dengan selang
waktu istirahat antara 1-18 tahun atau rata-rata4 tahun Sejarah kejadian erupsi
yang berdampak besar dapat dilihat pada Tabel 1.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 1. Kejadian erupsi Gunung Merapi No tahun Kejadian Korban 1. 1006 seluruh bagian
tengah Pulau Jawa diselubungi abu
Kerajaan Mataram Kuno pindah ke Jawa Timur
2. 1930 beberapa desa di lereng barat hingga barat daya Merapi di Magelang dan Boyolali hilang terkena awan panas
menewaskan sekitar 1.369 jiwa dan ribuan ternak tewas terpanggang
3. 1954, 1961 dan 1969
Arah luncuran awan panas juga ke barat sehingga beberapa dusun seperti Keningar dan Sisir lama hilang terkena awan panas dan hujan abu pekat. Sebagian penduduk di beberapa desa di Kecamatan Dukun dan Srumbung di transmigrasikan ke Sumatera
4. 1990-an ke arah selatan memakan korban sekitar 63 warga dan puluhan ternak di Dusun Turgo Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem Sleman yang berada di dekat aliran Kali Boyong
5. tahun 1998 dan bulan Februari 2001
arah luncuran awan panas menuju ke barat masuk ke hulu Sungai Senowo, Putih dan beberapa anak sungai lainnya. Debu awan panas yang meluncur ke arah barat pada pagi hari terbawa angin hingga sebagian wilayah Surakarta terkena hujan abu
6. 2006 mengarah ke selatan, Luncuran awan panas yang masuk
menimbulkan kerusakan sumber air dan jaringan irigasi di Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Sedikitnya kerugian yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ke hulu Kali Gendol dan Woro telah menghancurkan Gegerboyo yang merupakan dinding Merapi bagian selatan. Pasca runtuhnya Gegerboyo, dikawasan puncak di hulu Kali Gendol tampak seperti garis sungai yang sangat lebar dan dala
diderita sekitar Rp 4 milyar. Kawasan wisata Kaliadem, bunker dan berbagai fasilitasnya mengalami kerugian mencapai Rp 2,5 miliar, beberapa area di lereng gunung merapi yakni 230 ha area perkebunan menimbulkan kerugian Rp 2,3 miliar dan 350 ha hutan lindung dengan kerugian Rp 2,2 miliar. Selain itu awan panas dan lava menerjang wilayah sekitar Kali Gendol sepanjang 7 kilometer, akibatnya hutan seluas 10 hektare di sekitar Kaliadem berubah menjadi hamparan debu putih dan hitam, semua pohon di sana telah hangus, bumi perkemahan di kawasan ini pun penuh pasir dan batu panas. Erupsi kali ini juga menewaskan dua orang yang terjebak dalam bunker
7. 26 Oktober 2010 pukul 17.02 WIB
Volume yang dikeluarkan selama proses erupsi mencapai 130 juta m3
Sebaran awan panas dan material telah melampaui batas yang merenggut 148 orang, bahkan juru kunci Merapi Mbah Maridjan juga turut menjadi korban keganasan erupsi Merapi kali ini. Tidak kurang 100.000 pengungsi di perbatasan Yogyakarta, Magelang, Klaten dan Boyolali mengungsi di radius 20 km dari puncak Merapi, 4 dusun di Cangkringan, Sleman musnah tanpa tersisa, Desa Balerante rusak parah dan ribuan hektar kebun salak di Srumbung juga rusak dan terancam gagal panen. Erupsi Merapi tidak hanya memusnahkan rumah dan harta benda warga lereng Merapi, tetapi juga melumpuhkan perekonomian warga sekitar lereng Merapi. Jalur penerbangan ke Kota Yogyakarta juga sempat dihentikan beberapa waktu karena abu vulkanik mengganggu pandangan dan juga dapat merusak mesin pesawat.
Sumber : Situs Pewarta Foto Indonesia (PFI) Yogyakarta dalam http://pfijogja.com/?p=6
Bahaya utama yang mengancam masyarakat di Kawasan Rawan Bencana
adalah aliran awan panas dan bahaya sekunder lahar dingin yang dapat terjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pada musim hujan. Jika dilihat dari tiap kejadian erupsi Gunung Merapi, selalu
ada risiko yang ditimbulkan yaitu berupa kerugian-kerugian baik korban jiwa,
harta, maupun penurunan mental. Hal ini merupakan suatu ancaman bagi
masyarakat sekitar Gunung Merapi. Kerugian yang ditimbulkan dari tahun ke
tahun kejadian erupsi Gunung Merapi memang sudah menunjukan peningkatan
pengurangan risiko bencana namun angka kerugian tersebut masih tergolong
tinggi sehingga menyebabkan semakin besarnya perhatian pada upaya
pengurangan risiko bencana. Menurut Bank Dunia, kerugian akibat bencana yang
diderita negara-negara berkembang, jika dihitung sebagai persentase dari produk
domestik bruto, dapat mencapai 20 kali lebih besar daripada kerugian yang
dialami oleh negara-negara industri, sementara lebih dari 95 persen kematian yang
diakibatkan oleh bencana terjadi di negara berkembang (World Bank, 2006 dalam
Benson dan Twigg, 2007 : 8). Masyarakat dunia pun telah banyak memberikan
perhatian dan dukungan terhadap bencana seperti adanya Konferensi Dunia
tentang Pengurangan Bencana Alam Yokohama 1994 yang memuat strategi dan
rencana untuk pengurangan risiko bencana, PBB membentuk Strategi
Internasional untuk Pengurangan Bencana (International Strategy for Disaster
Reduction/ISDR) (Bastian, 2007 : 17), The Hyogo Framework for Action yang
mengidentifikasi pengurangan substansial kerugian bencana dalam kehidupan dan
aset-aset sosial, ekonomi dan lingkungan masyarakat dan negara selain itu juga,
negara-negara ASEAN meratifikasi the ASEAN Agreement on Disaster
Management and Emergency Response (Somantrie, 2009) dan yang
mengagumkan adalah diprakarsainya Piagam Kemanusiaan dan Standar-standar
Minimum dalam Respons Bencana dari Proyek Sphere yang bertujuan untuk
memperbaiki efektivitas dan akuntabilitas bantuan kemanusiaan (Proyek Sphere,
2006 : 342). Pemerintah mengambil peran sebagai penggerak untuk
menumbuhkan partisipasi masyarakat di Indonesia dengan mengeluarkan
rekomendasi kebijakan tentang peran masyarakat dalam penanggulangan bencana
yaitu UU No. 24 Tahun 2007, khususnya Bab V Pasal 26 dan 27 terkait dengan
dan Kewajiban Masyara (UU No. 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana) dan PP No. 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Penaggulangan Bencana khususnya pada Paragraf 5 Pasal 87 point (1)
dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha dan
masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (1) bertujuan untuk
meningkatkan partisipasi dalam rangka membantu penataan daerah rawan
bencana kearah lebih baik dan rasa kepedulian daerah rawan bencana . Secara
khusus, partisipasi yang dimaksud tidak menjelaskan hal-hal yang menjadi
kewajiban masyarakat seperti kegiatan kampanye, meningkatkan rasa kepedulian
dan kesetiakawanan serta penggalangan dana (PP RI Nomor 21 Tahun 2008
Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana). Hal ini menumbuhkan
perubahan pada masyarakat Indonesia dengan dibentuknya forum-forum dan
lembaga-lembaga sosial masyarakat seperti Lembaga Masyarakat
Penanggulangan Bencana Indonesia/MPBI dan adanya forum kerjasama yang
diberi nama Forum Merapi.
Masyarakat Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi Kabupaten
Magelang sangat sulit untuk menghindari bahaya dan risiko dari ancaman erupsi
yang dapat terjadi sewaktu-waktu tersebut karena proses relokasi untuk semua
Kawasan Rawan Bencana sulit direalisasikan. Manusia tidak bisa menghindari
bencana dan secara otomatis juga tidak bisa menghindari risiko yang akan
ditimbulkan oleh bencana namun manusia memiliki kemampuan untuk
mengamati, mengenal dan mengantisipasi fenomena yang memungkinkan
terjadinya risiko bencana dari erupsi Gunung Merapi tersebut. Yang bisa
dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah adalah upaya untuk meminimalkan
risiko terhadap ancaman yang akan terjadi dengan melaksanakan program
pengurangan risiko bencana. Menurut Staf Ahli Menteri Bidang Dampak Sosial
Departemen Sosial (2008), adanya anggapan bahwa penanggulangan bencana
adalah wujud fungsi pemerintah dalam perlindungan masyarakat menyebabkan
masyarakat mengharapkan dan menggantungkan tindakan penanggulangan
bencana sepenuhnya dilaksanakan oleh pemerintah. Hal ini akan menyebabkan
masyarakat tidak mempunyai kesiapan dan pengetahuan memadai akan
kebencanaan sehingga menjadi sangat rentan ketika menghadapi bencana dan
tidak mempunyai kemampuan adaptasi untuk pulih kembali pada saat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pascabencana. Kesiapan masyarakat merupakan cerminan dukungan masyarakat
terhadap tindakan pengurangan risiko bencana. Masyarakat di Kawasan Rawan
Bencana perlu mulai dan meningkatkan pengenalan serta pemahaman terhadap
potensi bencana di wilayahnya untuk dapat membedakan perlakuan dan
penyikapan masyarakat terhadap bencana. Dalam situasi bencana, perbedaan ini
akan tampak pada banyak atau sedikitnya korban jiwa dan harta.
Berdasarkan pengamatan Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi
Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta 2010 (Sayudi, Nurnaning, Juliani,
Muzani, 2011). KRB Merapi tahun 2010 dominan mengarah ke daerah selatan
sampai barat Gunung Merapi (Kabupaten Klaten, Sleman dan Magelang) dan
Kabupaten Magelang merupakan daerah yang mempunyai tingkat ancaman
bencana pascaerupsi yang tinggi dengan ancaman berupa lahar dingin yang paling
parah yang menyebabkan ditutupnya akses utama Yogyakarta-Semarang.
Ancaman lahar dingin di sekitar aliran sungai ini pada peta dikelompokkan dalam
KRB I yang berarti Kabupaten Magelang adalah daerah yang mempunyai
heterogenitas Kawasan Rawan Bencana yang juga berarti mempunyai
heterogenitas karakteristik masyarakat dan kerentanan terhadap bencana sehingga
membutuhkan penyikapan yang heterogen pula dalam menghadapi bencana.
Kerugian besar yang dialami oleh Kawasan Rawan Bencana di Kabupaten
Magelang ini mengundang perhatian dan partisipasi dari pihk luar baik dalam
bentuk bantuan untuk pemulihan keadaan dan peningkatan kemampuan
masyarakat jika terjadi bencana kembali namun tindakan yang diterapkan kepada
masyarakat tersebut tidak selalu tepat sesuai dengan yang dibutuhkan oleh
masyarakat sehingga manfaat yang akan didapat oleh masyarakat tidak maksimal.
Oleh karena itu diperlukan partisipasi masyarakat dalam pemetaan mengenai
kondisi masyarakat di wilayah bencana, sebelum dan pascabencana. Pemetaan
tersebut meliputi kondisi fisik, sosial, praktik ekonomi, dan karakter budaya
masyarakat setempat serta institusi yang menjadi lembaga sosial di dalam
kehidupan sehari-hari masyarakat setempat. Dengan kemampuan mengenali
kondisi mereka sendiri maka masyarakat dapat melakukan tindakan yang tepat
sesuai yang dibutuhkan untuk daerah mereka sendiri. Semakin mengenali dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
memahami fenomena bahaya itu dengan baik, maka semakin dapat menyikapinya
dengan lebih baik. Sikap dan tanggap yang didasarkan atas pengenalan dan
pemahaman yang baik akan dapat memperkecil risiko bencana.
Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas maka penulis
tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul :
KERENTANAN DAN KAPASITAS DESA BERBASIS MASYARAKAT
DALAM PENGURANGAN RISIKO BENCANA DI KAWASAN RAWAN
BENCANA GUNUNG MERAPI KABUPATEN MAGELANG TAHUN
2011
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang dan pembatasan masalah maka dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana kerentanan Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi di
Kabupaten Magelang?
2. Bagaimana prioritas kerentanan Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi di
Kabupaten Magelang?
3. Bagaimana kapasitas Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi di Kabupaten
Magelang?
4. Bagaimana tindakan/aksi pengurangan risiko bencana yang akan dilakukan
masyarakat Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi di Kabupaten
Magelang?
5. Bagaimana prioritas tindakan/aksi pengurangan risiko bencana Kawasan
Rawan Bencana Gunung Merapi di Kabupaten Magelang?
C. Tujuan Penelitian dan Sasaran Penelitian
Dari permasalahan yang telah dikemukakan di atas, dapat diketahui
tujuan dari penelitian sebagai berikut:
1. Mengetahui kerentanan Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi di
Kabupaten Magelang tahun 2011.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Mengidentifikasi prioritas kerentanan Kawasan Rawan Bencana Gunung
Merapi di Kabupaten Magelang tahun 2011.
3. Mengetahui kapasitas Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi di
Kabupaten Magelang tahun 2011.
4. Mengidentifikasi tindakan/aksi pengurangan risiko bencana yang akan
dilakukan masyarakat Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi di
Kabupaten Magelang tahun 2011.
5. Mengetahui prioritas tindakan/aksi pengurangan risiko bencana yang akan
dilakukan masyarakat Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi di
Kabupaten Magelang tahun 2011
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teorietis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan
tentang kajian ilmu geografi khususnya geografi sosial
b. Penelitian ini merupakan penerapan ilmu pengetahuan dan teori-teori yang
telah diperoleh di bangku kuliah dalam penerapannya di lapangan.
c. Bagi referensi peneliti yang lain di masa yang akan datang.
d. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai media pembelajaraan
dalam pendidikan.
2. Manfaat Praktis
a. Sebagai salah satu informasi kerentanan dan kapasitas Kawasan Rawan
Bencana Gunung Merapi di Kabupaten Magelang.
b. Sebagai bahan masukan bagi masyarakat untuk meningkatkan kapasitas
masyarakat terhadap bencana.
c. Sebagai masukan bagi pemerintah untuk perencanaan Program Kesiapsiagaan
Berbasis Masyarakat dan Program Pengurangan Risiko Terpadu Berbasis
Masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Asesmen
Menurut Robert M Smith (2002), asesmen adalah suatu penilaian yang
komprehensif dan melibatkan anggota tim untuk mengetahui kelemahan dan
kekuatan yan hasil keputusannya dapat digunakan untuk layanan pendidikan yang
dibutuhkan anak sebagai dasar untuk menyusun suatu rancangan pembelajaran.
Menurut James A. Mc. Lounghlin & Rena B Lewis, asesmen adalah proses
sistematika dalam mengumpulkan data yang berfungsi untuk melihat kemampuan
dan kesulitan yang dihadapi seseorang saat itu, sebagai bahan untuk menentukan
apa yang sesungguhnya dibutuhkan (http://asesmenpmi.net63.net/. Diakses pada
tanggal 20 Desember 2011. Kata Asesmen diambil dari kata bahasa Inggris
assessment yang dapat diartikan sebagai penaksiran atau penilaian. Asesmen
sendiri diartikan sebagai identifikasi dan analisa suatu kondisi/masalah yang akan
dijadikan sebagai landasan untuk perencanaan program/intervensi kedepan (Asis
dalam http://asesmenpmi.net63.net/)
Dalam penelitian ini asesmen diartikan sebagai proses mengidentifikasi,
mengumpulkan dan menganalisis data dan informasi untuk mendapatkan
gambaran yang tepat tentang permasalahan dan situasi yang terjadi. Asesmen ini
dilakukan sebelum memulai program baru. Asesmen merupakan dasar untuk
perencanaan yang memberikan arah yang jelas dalam merencanakan program
sehingga program yang dilaksanakan dapat mencapai tujuan atau memenuhi
kebutuhan yang diharapkan.
Tujuan asesmen adalah :
a. Mengidentifikasi dampak suatu bencana/konflik
b. Mengumpulkan informasi dasar
c. Mengidentifikasi kelompok yang paling rentan diantara para korban
d. Usaha untuk mengobservasi situasi sekarang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
e. Mengidentifikasi kemampuan respon pemerintah/LSM/organisasi
keagamaan/PMI.
Manfaat asesmen adalah sebagai dasar pembahasan rencana program.
Asesmen dapat dilakukan pada kondisi pra, saat, ataupun pasca bencana/konflik.
Asesmen yang dilakukan pada kondisi pra bencana antara lain berupa
pengumpulan data awal, VCA (Vulnerability and Capacity Assessment), serta
Baseline survey. Asesmen yang dilakukan pada saat terjadi bencana/konflik antara
lain Rapid Assessment, Detail Assessment, serta Continual Assessment.
Sedangkan asesmen yang dilakukan pada kondisi pasca bencana berupa Asesmen
Sektoral. Dalam melakukan tahapan asesmen tersebut, dapat mempergunakan 3
tools (peralatan) antara lain Pengamatan (Observasi), Wawancara, serta PRA
(Participatory Rural Apraisal).
2. Kerentanan Bencana
Menurut Djaelani (2008 : 19), kerentanan adalah tingkat situasi dalam
suatu masyarakat, struktur, layanan atau letak geografis yang berpotensi, mungkin
rusak atau terganggu oleh dampak bahaya tertentu karena sifat-sifatnya,
konstruksinya dan letaknya dengan daerah berbahaya atau daerah yang rawan.
Menurut Benson dan Twigg (2007 : 80), kerentanan adalah potensi untuk tertimpa
kerusakan atau kerugian yang berkaitan dengan kapasitas untuk mengantisipasi
suatu bahaya, mengatasi bahaya, mencegah bahaya dan memulihkan diri dari
dampak bahaya. Sehingga dapat disimpulkan kerentanan bencana adalah kondisi
yang ditentukan oleh faktor-faktor fisik lingkungan kesehatan, sosial budaya,
ekonomi, motivasi, kelembagaan yang berpotensi untuk tertimpa kerusakan atau
kerugian dan meningkatkan kecenderungan meningkatnya dampak bahaya.
Kondisi masyarakat merupakan kekuatan yang dapat menyebabkan
tekanan pemicu terjadinya dan besarnya kejadian bencana yang akan terjadi,
namun tidak semua potensi bahaya alam akan menimbulkan risiko bencana.
Apabila suatu peristiwa yang memiliki potensi bahaya terjadi di suatu daerah
dengan kondisi yang rentan, maka daerah tersebut berisiko terjadi bencana.
Sehingga risiko ini dipengaruhi oleh faktor-faktor bahaya (hazard) dan kerentanan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
(vulnerability) tekanan pada masyarakat yang pemicu terjadinya bencana seperti
disajikan dalam Gambar 1.
Gambar 1. Model Tekanan dan Pemicu Kerentanan (Sumber : UNDP, 1992 dalam Sadisun, 2007)
Jenis-jenis Kerentanan
1. Kerentanan fisik dan kesehatan
Berhubungan erat dengan infrastruktur bantuan manusia serta alam
(lingkungan), seperti : pertanian, kehutanan. Kerentanan jenis ini dipengaruhi
letak geografis sutu daerah (tempat tinggal), bangunan dan hasil pertanian.
Selain itu kerentanan ini berkaitan pula dengan kapasitas fisik bangunan saat
ditimpa atau dilanda bencana.
Berikut ini faktor-faktor yang menentukan intensitas atau tingkat kerentanan
fisik :
a) Pola atau tingkat bahaya secara geografis
b) Jumlah, kepadatan, distribusi dan sifat khusus dari kelompok mayarakat
terhadap dampak berbagai macam bahaya
c) Dampak kondisi setempat, seperti fisiografis dan topografi
Peningkatan kerentanan BENCANA Gejala fisik Ancaman
Politik dan Ekonomi tingkat Nasional dan Internasional Hubungan kekuasaan
Demografis Perang dan konflik
Kecenderungan/Perubahan Lingkungan
Krisis keuangan
dll
Struktur Sosial dan Sistem Kekuasaan Sistem kelas Gender Etnik Budaya Agama Sistem kekuasaan lainnya
Komponen Kerentanan Rumah tangga dan liverhood
Status baseline dan kesejahteraan
Perlindungan diri (self protection)
Perlindunga sosial (Sosial protection)
Tata kelola (governance)
dll
BENCANA
Gempa Banjir Kekeringan Gunung meletus Perang saudara Pencemaran Wabah Tanah longsor
=
Ancaman
+
Kerentanan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
d) Bahan (material) yang digunakan untuk membangun tempat perlindungan
(shelter)
e) Sistem drainase dan pembuangan
f) Kepadatan pemukimam
2. Kerentanan Sosial Budaya
Yakni unsur atau faktor kerentanan secara demografis seperti kepadatan
penduduk dan tingkat kewaspadaan. Beberapa hal berikut penting dalam
melakukan penilaian kerentanan sosial :
a) Kategori kelompok rentan khusus yaitu orang lanjut usia, sebatang kara,
orang sakit, ibu hamil, cacat mental atau fisik, anak-anak dan bayi
b) Kepadatan penduduk berkaitan erat dengan jumlah korban, maka penting
untuk melakukan penilaian dimana daerah yang padat, dimana dan kapan
anggota masyarakat tinggal di rumah dan bekerja
c) Anggapan dan kepercayaan umum dalam mayarakat tentang ancaman,
dampak serta langkah-langkah mitigasinya
3. Kerentanan Kelembagaan
Yakni berbagai faktor keorganisasian atau kelembagaan seperti :
a) Lembaga setempat (pemerintah atau swasta) yang melayani berbagai
kebutuhan saat prabencana dan pascabencana dalam masyarakat
b) Peraturan serta kebijakan organisasi yang berhubungan dengan tanggap
darurat bencana
c) Kerja sama dan koordinasi antar berbagai lembaga saat sebelum, terjadi
dan setelah bencana
d) Konsistensi dinamika organisasi memperlihatkan cara tanggap bencana
4. Kerentanan Ekonomi
Yakni berkaitan erat dengan cara orang mencari nafkah dan mata pencaharian
mereka. Pilihan jenis pekerjaan atau mata pencaharian sangat dipengaruhi
oleh adanya bencana.
5. Kerentanan Sikap atau Motivasi
Yakni anggapan atau pendapat seseorang atas kemampuan yang dimilikinya
untuk mengurangi risiko bencana dan mengatasinya. Kerentanan jenis ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
juga berkaitan dengan prioritas yang yang mereka tetapkan. Anggapan
bencana sebagai kejadian yang tidak dapat dikontrol akan lebih merasa
menderita dibanding anggapan bencana adalah sesuatu hal yan bisa dihindari
atau dikurangi dampaknya.
3. Kapasitas Bencana
Menururt Djaelani (2008 : 20), kapasitas adalah kemampuan potensial
sesungguhnya yang ada dalam masyarakat untuk menghadapi bencana
menggunakan berbagai sumber daya, baik manusia atau materi untuk melakukan
pencegahan dan tanggap darurat bencana yang efektif. Menurut Bastian (2007 :
28), kapasitas adalah suatu kombinasi semua kekuatan dan sumber daya yang
tersedia dalam sebuah komunitas, masyarakat atau lembaga yang dapat
mengurangi tingkat risiko atau dampak suatu kebencanaan. Dalam penelitian
dapat disimpulkan bahwa kapasitas bencana merupakan kemampuan masyarakat
dalam menghadapi ancaman beserta dampaknya sehingga dapat mengurangi
risiko bencana.
Dalam Hadi (2008 : 5), kapasitas dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Kapasitas fisik, lingkungan dan kesehatan
Korban dapat memperoleh barang-barang yang dibutuhkan untuk membangun
kembali struktur dalam masyarakat. Terdapatnya persediaan barang-barang
yang cukup pascabencana, termasuk untuk keperluan para korban
2. Kapasitas Sosial Budaya
Selain pemenuhan kebutuhan barang-barang, terdapat juga kebutuhan tenaga
untuk membangun kembali daerah yang tertimpa bencana. Para tenaga harus
memiliki berbagai ketrampilan khusus dan terorganisasi
3. Kapasitas Kelembagaan
Pada kejadian bencana, kebanyakan orang mengalami kerugian baik secara
fisik atau materi maupun moril. Meskipun banyak orang kehilangan banyak
hal yang bersifat fisik namun masih memiliki lembaga berbentuk keluarga dan
masyarakat. Pemimpin dalam masyarakat dan sistem pengambilan
keputusnnya diharapkan dapat mempercepat proses pemulihan pascabencana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4. Kapasitas ekonomi
Kemampuan sektor bisnis untuk kembali memperbaiki dan memulihkan
perekonomian masyarakat
5. Kapasitas sikap dan motivasi
Orang yang memiliki sikap positif dan motivasi kuat, misalnya bertekad untuk
bertahan, mencintai atau peduli pada orang lain, serta adanya keberanian dan
keinginan untuk saling membantu. Kapasitas ini dapat mengacu pada
partisipasi masyarakat. Dalam program pengembangan masyarakat banyak
ditemui bentuk partisipasi masyarakat.
Tindakan peningkatan kapasitas dan pengurangan kerentanan pada
masyarakat akan semakin memperbesar pengurangan risiko. Bermacam-
macamnya aspek masyarakat yang dapat dikendalikan untuk mengurangi risiko
bencana seperti dijelaskan pada Gambar 2.
Gambar 2. Kesiapsiagaan dan Kerentanan (Sumber : What is VCA?, IFRC 2006 dalam Hadi, 2008 : 44).
Peningkatan Kapasitas dan Menurunnya Kerentanan Pengurangan Risiko
Politik dan Ekonomi tingkat Nasional dan Internasional Mereduksi perang dan konflik Terekndalinya jumlah penuduk Memperbaiki struktur hubungan kekuasaan Meningkatkan lkualitas lingkungan Berkurangnya hubungan luar negeri dll
Perbaikan distribusi pendapatan dan akses terhadap asset dan sumber daya Mengurangi tindakan diskriminasi Mengurangi ketidaksetaraan gender Memastikan bahwa sistem kekuasaan tidak menimbulkan kerentanan dll
Komponen Kerentanan Memperkuat sumber mata pencaharian
Memperbaiki gizi dan kesehatan
Konstruksi rumah yang aman
Tindak perlindungan yang tepat
Tata kelola yang baik
dll
Sistem peringatan dini Irigasi pertanian Kontrol banjir Penyadaran Reboisasi Larvasiding Livelihood dll
KESIAP-SIAGAAN
Pengurang-an Risiko
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4. Manajemen Pengurangan Risiko Bencana
Menurut Djaelani, 2008 : 42, risiko adalah suatu peluang timbulnya akibat
buruk atau kemungkinan kerugian, yang bisa berbentuk kerusakan harta benda,
gangguan kegiatan mata pencaharian dan ekonomi atau kerusakan lingkungan,
korban luka-luka atau wabah penyakit, bahkan kematian. Menurut UU No 24
Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, risiko adalah potensi kerugian
yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu
yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman,
mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat.
Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa risiko adalah dampak buruk yang
menimpa masyarakat rentan dengan kapasitas rendah dalam menghadapi bencana
tersebut. Hal ini ditimbulkan oleh interaksi antara bahaya (ancaman) dan
kerentanan. Secara sistematis dirumuskan pada Gambar 3.
Gambar 3. Rumus Risiko Bencana ( Sumber : Hadi, 2008 : 44).
a. Pencegahan/Mitigasi
Pencegahan merupakan upaya untuk menghilangkan dan/atau
mengurangi ancaman dari suatu bencana, sedangkan mitigasi merupakan
upaya untuk mengurangi atau meminimalkan risiko bencana. Mitigasi pada
umumnya dilakukan dalam rangka mengurangi kerugian akibat kemungkinan
terjadinya bencana, baik yang berupa korban jiwa maupun kerugian harta
benda yang akan berpengaruh pada kehidupan dan kegiatan manusia.
Tindakan mitigasi dilihat dari sifatnya dapat digolongkan menjadi 2
(dua) bagian, yaitu mitigasi pasif dan mitigasi aktif. Tindakan pencegahan
yang tergolong dalam mitigasi pasif antara lain adalah:
1) Penyusunan peraturan perundang-undangan
2) Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah.
RISIKO BENCANA
KAPASITAS
KERENTANAN ANCAMAN
=
X
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3) Pembuatan pedoman/standar/prosedur
4) Pembuatan brosur/leaflet/poster
5) Penelitian / pengkajian karakteristik bencana
6) Pengkajian / analisis risiko bencana
7) Internalisasi PB dalam muatan lokal pendidikan
8) Pembentukan organisasi atau satuan gugus tugas bencana
9) Perkuatan unit-unit sosial dalam masyarakat, seperti forum
10) Pengarus-utamaan PB dalam perencanaan pembangunan
Sedangkan tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi aktif
antara lain:
1) Pembuatan dan penempatan tanda-tanda peringatan, bahaya, larangan
memasuki daerah rawan bencana dsb.
2) Pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai peraturan tentang penataan
ruang, ijin mendirikan bangunan (IMB), dan peraturan lain yang
berkaitan dengan pencegahan bencana.
3) Pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat dan masyarakat.
4) Pemindahan penduduk dari daerah yang rawan bencana ke daerah yang
lebih aman.
5) Penyuluhan dan peningkatan kewaspadaan masyarakat.
6) Perencanaan daerah penampungan sementara dan jalur-jalur evakuasi
jika terjadi bencana.
7) Pembuatan bangunan struktur yang berfungsi untuk mencegah,
mengamankan dan mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana,
seperti: tanggul, dam, penahan erosi pantai, bangunan tahan gempa dan
sejenisnya.
Adakalanya kegiatan mitigasi ini digolongkan menjadi mitigasi yang
bersifat nonstruktural (berupa peraturan, penyuluhan, pendidikan) dan yang
bersifat struktural (berupa bangunan dan prasarana).
b. Kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana. Kesiapsiagaan dilaksanakan sebelum kejadian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
bencana yang diarahkan pada antisipasi kemungkinan terjadinya bencana
guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda dan
berubahnya tata kehidupan masyarakat. Kesiapsiagaan mencakup upaya yang
memungkinkan pemerintah, masyarakat dan individu merespon situasi
bencana secara cepat dan efektif dengan menggunakan kapasitas sendiri.
Kesiapsiagaan mencakup penyusunan rencana tanggap darurat bencana,
pertolongan pertama dan penyelamatan, serta pembentukan mekanisme
tanggap darurat yang sistematis. Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada saat
bencana mulai teridentifikasi, kegiatan yang dilakukan antara lain :
1) Pengaktifan pos-pos siaga bencana dengan segenap unsur pendukungnya.
2) Pelatihan siaga/simulasi/gladi/teknis bagi setiap sektor Penanggulangan
bencana (SAR, sosial, kesehatan, prasarana dan pekerjaan umum).
3) Inventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan
4) Penyiapan dukungan dan mobilisasi sumberdaya/logistik.
5) Penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan terpadu guna
mendukung tugas kebencanaan.
6) Penyiapan dan pemasangan instrumen sistem peringatan dini (early
warning)
7) Penyusunan rencana kontinjensi (contingency plan)
8) Mobilisasi sumber daya (personil dan prasarana/sarana peralatan)
Kesiapsiagaan terhadap bencana erupsi Gunung berapi sangat penting,
salah satu langkah yang dilakukan adalah pendugaan atau peramalan suatu
kejadian erupsi gunung karena dengan ramalan itu dapat dilakukan
penanggulangan dini terhadap kerusakan serta korban jiwa. Pada dasarnya
aktivitas vulkanisme di dalam perut bumi sangat sulit diketahui, orang hanya
dapat mengamati dan mengukur beberapa gejalanya di permukaan bumi.
Meskipun demikian, orang berusaha mengetahui kapan dan berapa besarnya
erupsi yang akan terjadi agar dapat memperkecil bahaya yang
ditimbulkannya. Hal itu dimungkinkan karena adanya gejala-gejala yang
mendahului suatu erupsi, misalnya gempa bumi, suhu tanah di sekitar vulkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
naik, kadang-kadang mengalami pembumbungan, perubahan-perubahan
kondisi kimia gas, lava abu vulkanis, dan sebagainya.
Ada 4 tingkat peringatan dini untuk mitigasi bencana letusan Merapi
yaitu Aktif Normal, Waspada, Siaga dan Awas.
1) Aktif Normal : Pemantauan dan pengamatan dilakukan namun
dengan frekuensi yang tidak terlalu intensif (Paripurno PSMB UPN
Veteran Yogyakarta, 2009 : 63). Masyarakat dalam Kawasan Rawan
Bencana III, II dan I dapat melakukan kegiatan sehari-hari. Khusus untuk
kegiatan di daerah puncak, masyarakat harus tetap waspada dan
mematuhi peraturan Pemerintah Daerah (Pemda) sesuai dengan saran
teknis dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBGP)
(Sayudi, Nurnaning, Juliani, Muzani, 2011)
2) Waspada : Mulai diberlakukan piket harian di luar jam kerja untuk
memantau perkembangan aktivitas Gunung yang bersangkutan.
Pemantauan aktivitas Gunung tersebut baik dari aspek geologi, fisika dan
kimia serta pemantauan visual (tinggi asap, suhu solfatar, suhu air kawah
dan suhu air panas) dari pos lebih ditingkatkan lagi frekuensinya. Semua
informasi tersebut akan disampaikan kepada pemerintah daerah
seminggu sekali (Paripurno PSMB UPN Veteran Yogyakarta, 2009 : 63).
Masyarakat dalam Kawasan Rawan Bencana III, II dan I dapat
melakukan kegiatan sehari-hari. Khusus untuk kegiatan di Kawasan
Rawan Bencana III, masyarakat harus tetap waspada dan mematuhi
peraturan Pemerintah Daerah (Pemda) sesuai dengan saran teknis dari
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBGP) (Sayudi,
Nurnaning, Juliani, Muzani, 2011)
3) Siaga : Pada status ini laporan harian terhadap perkembangan
aktivitas Gunung mulai diberlakukan. Informasi ini juga disampaikan
melalui radio komunikasi. Beberapa ahli akan ditempatkan di pos
pemantauan yang terdekat dengan pusat aktivitas Gunung tersebut
(Paripurno PSMB UPN Veteran Yogyakarta, 2009 : 63). Masyarakat
dalam Kawasan Rawan Bencana III harus mempersiapkan diri untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mengungsi, dalam koordinasi Pemerintah Daerah (Pemda) sesuai dengan
saran teknis dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi
(PVMBGP) (Sayudi, Nurnaning, Juliani, Muzani, 2011)
4) Awas :
maka daerah-daerah yang berkemungkinan terkena ancaman letusan
dianjurkan untuk dihindari, dengan mengosongkan daerah tersebut dan
mengevakuasi penduduk ke tempat yang aman. Penyebarab informasi
kepada masyarakat terus menerus dilakukan dengan memanfaatkan
semua media yang ada : media cetak, media elektronik, internet dan
sebagainya (Paripurno PSMB UPN Veteran Yogyakarta, 2009 : 63).
Masyarakat dalam Kawasa Rawan Bencana III harus sudah mengungsi
dan masarakat dalam Kawasan Rawan Bencana II dan I harus
meningkatkan kewaspadaannya dan mematuhi Pemerintah Daerah
(Pemda) sesuai dengan saran teknis dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi (PVMBGP). Apabila ancaman letusan cenderung
membesar maka masyarkat di Kawasan Rawan Bencana II harus
mengungsi. Khusus masyarakat dalam Kawasan Rawan Bencana I yang
bermukim dekat dengan sungai yang berhulu di daerah puncak agar lebih
meningkatkan kewaspadaannya terhadap ancaman lahar bila terjadi hujan
(Sayudi, Nurnaning, Juliani, Muzani, 2011).
c. Tanggap Darurat
Tanggap darurat, serangkaian kegiatan untuk memberikan bantuan
kepada korban bencana yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian
bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan. Tahap Tanggap
Darurat merupakan tahap penindakan atau pengerahan pertolongan untuk
membantu masyarakat yang tertimpa bencana, guna menghindari
bertambahnya korban jiwa. Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada
saat tanggap darurat meliputi:
1) Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, kerugian,
dan sumber daya;
2) Penentuan status keadaan darurat bencana;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3) Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;
4) Pemenuhan kebutuhan dasar;
5) Perlindungan terhadap kelompok rentan; dan
6) Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.
d. Pemulihan
Tahap pemulihan meliputi tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Upaya
yang dilakukan pada tahap rehabilitasi adalah untuk mengembalikan kondisi
daerah yang terkena bencana yang serba tidak menentu ke kondisi normal
yang lebih baik, agar kehidupan dan penghidupan masyarakat dapat berjalan
kembali. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi:
1) Perbaikan lingkungan daerah bencana;
2) Perbaikan prasarana dan sarana umum;
3) Pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat;
4) Pemulihan sosial psikologis;
5) Pelayanan kesehatan;
6) Rekonsiliasi dan resolusi konflik;
7) Pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya;
8) Pemulihan keamanan dan ketertiban;
9) pemulihan fungsi pemerintahan; dan
10) pemulihan fungsi pelayanan publik
Sedangkan tahap rekonstruksi merupakan tahap untuk membangun
kembali sarana dan prasarana yang rusak akibat bencana secara lebih baik dan
sempurna yang dilakukan untuk meningkatkan kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang rusak akibat bencana sehingga menjadi lebih baik. Oleh
sebab itu pembangunannya harus dilakukan melalui suatu perencanaan yang
didahului oleh pengkajian dari berbagai ahli dan sektor terkait.
1) Pembangunan kembali prasarana dan sarana;
2) Pembangunan kembali sarana sosial masyarakat;
3) Pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4) Penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang
lebih baik dan tahan bencana;
5) Partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia
usaha dan masyarakat;
6) Peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya;
7) Peningkatan fungsi pelayanan publik; atau
8) Peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.
Perencanaan pengurangan risiko bencana disajikan dalam Gambar 4.
Gambar 4. Tahapan Perencanaan Pengurangan Risiko Bencana (Sumber : Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana)
e. Mekanisme Pengurangan Risiko Bencana
UU RI No 24 Tahun 2007 adalah landasan bagi pembentukan sistem
(system building) penanggulangan bencana di Indonesia. Menurut Sarwidi
(2011), setiap penanggulangan bencana di Indonesia harus berpedoman pada
Sistem Nasional Penanggulangan Bencana, agar hasil dan upaya tersebut
maksimum. Setiap penanggulangan bencana terdiri atas beberapa subsistem,
yaitu legislasi, kelembagaan, pendanaan, perencanaan, ilmu pengetahuan dan
teknologi, dan penyelenggaraan. Pengurangan risiko bencana merupakan
sebuah proses pemberdayaan komunitas melalui pengalaman mengatasi dan
menghadapi bencana yang berfokus pada kegiatan partisipatif untuk
melakukan kajian, perencanaan, pengorganisasian kelompok swadaya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
masyarakat, serta pelibatan dan aksi dari berbagai pemangku kepentingan,
dalam menanggulangi bencana sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana.
Tujuannya agar komunitas mampu mengelola risiko, mengurangi, maupun
memulihkan diri dari dampak bencana tanpa ketergantungan dari pihak luar
(Swadharma, 2010).
Konsep penanggulangan bencana mengalami perkembangan
paradigma. Semula penanggulangan bencana diartikan sebagai suatu bencana
yang membutuhkan bantuan yang darurat yang berorientasi pada pemenuhan
kebutuhan darurat. Paradigma yang berkembang adalah paradigma mitigasi
yang tujuannya lebih diarahkan pada identifikasi daerah-daerah rawan
bencana, mengenali pola-pola yang dapat menimbulkan kerawanan dan
melakukan kegiatan-kegiatan mitigasi yang bersifat struktural maupun
nonstruktural. Kemudian berkembang menjadi paradigma kerentanan yang
mengintegrasikan upaya penanggulangan bencana dengan program
pembangunan. Paradigma terakhir adalah paradigma pengurangan risiko yang
memandang terhadap semua aspek yang ada dalam masyarakat (Lakhar
Bakornas PB, 2007).
Dalam melaksanakan penanggulangan bencana, maka
penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi : tahap prabencana, saat
tanggap darurat, dan pascabencana.
1) Pada Pra Bencana
Pada tahap pra bencana ini meliputi dua keadaan yaitu dalam situasi tidak
terjadi bencana dan dalam situasi terdapat potensi bencana
a) Situasi Tidak Terjadi Bencana
Situasi tidak ada potensi bencana yaitu kondisi suatu wilayah yang
berdasarkan analisis kerawanan bencana pada periode waktu tertentu
tidak menghadapi ancaman bencana yang nyata. Penyelenggaraan
penanggulangan bencana dalam situasi tidak terjadi bencana meliputi :
perencanaan penanggulangan bencana
pengurangan risiko bencana
pencegahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pemaduan dalam perencanaan pembangunan
persyaratan analisis risiko bencana
pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang
pendidikan dan pelatihan
persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.
b) Situasi Terdapat Potensi Bencana
Pada situasi ini perlu adanya kegiatan-kegiatan kesiapsiagaan,
peringatan dini dan mitigasi bencana dalam penanggulangan bencana.
Kesiapsiagaan
Peringatan Dini
Mitigasi Bencana
Kegiatan-kegiatan prabencana ini dilakukan secara lintas sektor dan
multi stakeholder, oleh karena itu fungsi BNPB/BPBD adalah fungsi
koordinasi.
2) Saat Tanggap Darurat
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat
meliputi:
a) pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan
sumber daya
b) penentuan status keadaan darurat bencana
c) penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana
d) pemenuhan kebutuhan dasar
e) perlindungan terhadap kelompok rentan
f) pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.
3) Pasca Bencana
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pasca bencana
meliputi rehabilitasi dan rekonstruksi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Mekanisme pengurangan risiko bencana disajikan dalam Gambar 5
Gambar 5. Mekanisme pengurangan risiko bencana (Sumber: Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana No 4 Tahun 2008 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana)
Pengurangan risiko bencana merupakan salah satu fungsi pemerintah
bekerja sama dengan segenap unsur masyarakat dan swasta dengan
mengoptimalkan sarana dan prasarana yang telah tersedia dengan
menempatkan pemerintah sebagai penaggung jawab utama. Pengurangan
bencana dilakukan sebagai suatu proses yang dinamis, terpadu dan
berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas langkah-langkah yang
berhubungan dengan penanganan bencana. Penyusunan langkah kerja
pengurangan risiko bencana dijelaskan dalam Gambar 6 dan 7.
Dalam merencanakan program kegiatan perlu dipahami bahwa
bencana, sealamiah apapun sebuah ancaman (hazard), risiko yang
ditimbulkan san gat berkaitan erat dengan kostruksi sosial yang ada.
Perbedaan kelas sosial-ekonomi dan gender akan terlihat semakin mencolok
pascabencana. Struktur dan kondisi sosial prabencana akan sangat
menentukan dampak bencana. Pendekatan komprehensif, multihazard
diperlukan dalam upaya membangun kerangka infrastrktur sosial (manusia,
kelembagaan dan politik) dan juga infrastruktur teknis dan keilmiahan guna
mengolah risiko.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 6. Penyusunan Rencana Pengurangan Risiko Bencana (RPB) dan Rencana Aksi Pengurangan Risiko Bencana (RA-PRB) (Sumber : RAN PRB 2010-2012).
1
2
3
4
5
6
PRB
Identifikasi Bahaya/Ancaman
Identifikasi Kerentanan
Prioritas Mekanisme / Kebijakan
Analisis Kemungkinan
Pilihan Tindakan Pengurangan Risiko
(risk response)
Pra Saat Pasca
Alokasi Tugas Instansi/Kewenangan &
Sumberdaya
RENCANA AKSI
Inventarisasi/identifikasi semua kegiatan PRB yag dilakukan oleh
berbagai Instansi/ Organisasi/ Swasta/ Masyarakat/media/PMI
Dikelompokkan, Dikoordinasikan, Dipadukan
Kebijakan / Landasan PRB
Penyusunan rinci rencana aksi
1. Apakah Kegiatan yang akan Dilakukan?
2. Apa tujuan dan outputnya ? 3. Dimana Lokasinya? 4. Siapa yang Melakukan? 5. Jangka Waktu Pelaksanaan? 6. Sumber Dana?
1
2
3
4
5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 7. Kerangka Kerja Untuk Pengurangan Risiko Bencana (Bastian, 2007: 26)
5. Gunung Merapi
Gunung Merapi diperkirakan berdiri kokoh sejak 400.000 tahun yang lalu
di sisi utara Provinsi DIY dan berjarak sekitar 30 km dari kota Yogyakarta. Secara
administratif termasuk dalam beberapa wilayah Kabupaten yaitu Kabupaten
Sleman di Provinsi DIY, dan Kabupaten Magelang, Klaten dan Boyolali di
Sosial Budaya
Politik
Ekonomi
Ekossistem
KESADARAN Untuk perubahan perilaku
PENGEMBANGAN PENGETAHUAN Informasi Pendidikan&pelatihan
Penelitian
IDENTIFIKASI RISIKO&PENGKAJIA
N DAMPAK
KOMITMEN POLITIK Tataran Internasional, regional, nasional dan local
Kerangka kerja institusional (tata kelola) o Penyusunan
kebijakan o Perundangan dank
ode-kode o Pengembangan
kelembagaan o Aksi-aksi
komunitas
Analisis dan pemantauan bahaya
PERINGATAN DINI
Analisis kerentanan/ kapasitas
FAKTOR-FAKTOR RISIKO Kerentanan Sosial Ekonomi Fisik Lingkungan Bahaya Geologi Hidrometeorologi Biologi Teknologi Lingkungan
KESIAPSIAGAAN
PEMULIHAN
PENERAPAN LANGKAH -LANGKAH PENGURANGAN RISIKO Pengelolaan lingkungan Praktik-praktik pembangunan sosial dan ekonomi (termasukpengentasan kemiskinan, penghidupan, mekasnisme, keuangan, kesehatan, pertanian,dll)
Langkah-langkah fisik dan teknis o Penggunaan lahan perencanaan
daerah urban o Perlindungan fasilitas-fasiltas
penting Jaringan kerja dan kemitrraan
PENANGGULANGAN KEADAAN
DAMPAK BENCANA
Fokus Pengurangan Risiko Bencana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Provinsi Jawa Tengah. Sesuai asal katanya meru dan api yang berarti gunung dan
api, dengan letusan-letusannya secara aktif telah mengeluarkan lahar panasnya
sejak 100.000 tahun yang lalu. Gunung ini sekaligus menjadi batas antara Provinsi
DIY dan Provinsi Jawa Tengah. Merapi sering menjadi pusat perhatian karena
sangat aktif dan mempunyai frekuensi erupsi yang tinggi. Secara geologis,
Gunung Merapi tumbuh di atas dua jalur sesar kuarter yang saling tegak lurus di
Jawa bagian tengah, yaitu kelurusan vulkanik Ungaran-Telomoyo-Merbabu
Merapi yang berarah utara selatan dan kelurusan vulkanik Lawu-Merapi-
Sumbing-Sindoro-Slamet yang berarah timur-barat. Jenis sesar yang terjadi adalah
patahan mendatar, dan di sepanjang dua bidang sesar tersebut kemudian muncul
deretan Gunung dimulai dari Ungaran tua yang berumur Pleistosen Awal hingga
Merapi yang masih aktif hingga sekarang
(http://bulletin.penataanruang.net/upload/data_artikel/ Penanganan Kawasan
Bencana Gunung Merapi Lintas Sektor Lintas Wilayah).
Gunung Merapi dengan ketinggian 2968 dpl di Jawa Tengah ini terletak
pada posisi geografis 110o BT dan 07o
paling aktif di Indonesia (Sayudi, Nurnaning, Julaiani, Muzani, 2011).
Keaktifan Gunung Merapi ditetapkan dalam status bahaya seperti
diuraikan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Penetapan Status Bahaya Gunung Meletus 1. Aktif Normal
(Level I) Kegiatan Gunung berdasarkan pengamatan dari hasil visual, kegempaan dan gejala vulkanik lainnya tidak memperlihatkan adanya kelainan
2. Waspada ( Level II) Terjadi peningkatan kegiatan berupa kelainan yang tampak secara visual atau hasil pemeriksaan kawah, kegempaan dan gejala vulkanik lainnya
3. Siaga ( Level III) Peningkatan semakin nyata hasil pengamatan visual/pemeriksaan kawah, kegempaan dan metoda lain saling mendukung. Berdasarkan analisis, perubahan kegiatan cenderung diikuti letusan
4. Awas ( Level IV) Menjelang letusan utama, letusan awal mulai terjadi berupa abu/asap. Berdasarkan analisis data pengamatan, segera akan diikuti letusan utama
Sumber : DEPKOMINFO, 2008
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
a. Kawasan Rawan Bencana Erupsi Gunung Merapi di Kabupaten Magelang
Rawan Bencana dapat diartikan kondisi atau karakteristik geologis,
biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi dan
teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi
kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi
kemampan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu
(http://www.magelangkab.go.id/index.php?view=article&catid=209%3Aberita-
lainnya&id=589%3Agunung-merapicenderung-fluktuatif&format=pdf&
option=com_content&itemid=1). Kawasan Rawan Bencana adalah kawasan yang
rentan terhadap bencana alam dan merupakan bagian dari kawasan lindung,
adapun untuk bencana alam yang terjadinya karena letusan gunung api, gempa
bumi, aliran lahar, banjir atau yang merupakan fenomena alam lainnya. Akibat
yang ditimbulkan oleh bencana alam ini sangat merugikan serta menyebabkan
penderitaan bagi manusia karena dapat mengurangi kesempatan masyarakat untuk
terus menjalankan estafet pembangunan, menanamkan investasi yang lebih besar,
menciptakan kegiatan baru maupun melaksanakan upaya pengembangan gagasan
bagi perbaikan kehidupan masyarakat itu sendiri (Siswanto dalam
http://bulletin.penataanruang.net /upload/data_artikel/Penanganan Kawasan
Bencana Gunung Merapi Lintas Sektor Lintas Wilayah.pdf). Luas daerah rawan
bencana gunung api di seluruh Indonesia sekitar 17.000 km2 dengan jumlah
penduduk yang bermukim di kawasan rawan bencana gunung api sebanyak
kurang lebih 5,5 juta jiwa. Berdasarkan data frekueensi letusan gunung api,
diperkirakan tiap tahun terdapat sekitar 585.000 orang terancam bencana letusan
gunung api (Perka BNPB Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Pedoman Penyusunan
Rencana Penanggulangan Bencana).
Kawasan Rawan Bencana III
Kawasan Rawan Bencana III adalah kawasan yang letaknya dekat dengan
sumber bahaya yang sering terlanda awan panas, aliran lava, guguran batu,
lontaran batu (pijar) dan hujan abu lebat. Oleh karena tingkat kerawanan yang
tinggi, kawasan ini tidak diperkenankan untuk hunian tetap. Batas Kawasan
Rawan Bencana III didasarkan pada sejarah kegiatan dalam waktu 100 tahun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
terakhir. Kawasan Rawan Bencana III Gunung Merapi ini merupakan kawasan
yang paling rawan terkena letusan, apapun jenis dan besarnya letusan. Letusan
normal Merapi pada umumnya mempunyai indeks letusan VEI 1-3, dengan VEI 4
jangkauan awan panasnya bisa mencapai 15 km atau lebih (Sayudi, Nurnaning,
Juliani, Muzani, 2011). Oleh karena tingkat kerawanan tinggi, kawasan Rawan
Bencana III tidak direkomendasikan sebagai hunian tetap. Dalam rangka upaya
pengurangan risiko bencana, perlu dilakukan pengendalian tingkat kerentanan.
Apabila terjadi peningkatan aktivitas Gunung Merapi yang mengarah letusan,
masyarakat yang tinggal di Kawasan Rawan Bencana III diprioritaskan untuk
diungsikan terlebih dahulu. Di dalam peta, Kawasan Rawan Bencana III
digambarkan berwarna merah.
Kawasan Rawan Bencana II
Kawasan Rawan Bencana II terdiri atas dua bagian yaitu aliran massa
berupa awan panas, aliran lava dan lahar dan lontaran berupa material jatuhan dan
lontaran batu (pijar). Pada Kawasan Rawan Bencana II masyarakat diharuskan
mengungsi jika terjadi peningkatan kegiatan Gunung sesuai dengan saran Pusat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi sampai daerah ini dinyatakan aman
kembali. Pernyataan bahwa harus mengungsi, tetap tinggal di tempat dan keadaan
sudah lama kembali, diputuskan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. Batas Kawasan Rawan Bencana II ditentukan berdasarkan sejarah
bahaya aliran massa ataupun bahaya aliran awan panas. Di dalam peta Kawasan
Rawan Bencana II digambarkan dengan warna merah muda. Bila terjadi erupsi
besar, Kawasan Rawan Bencana II yang terlanda awan panas menempati beberapa
lembah sungai di lereng utara, barat, barat daya, selatan dan tenggara.
Berdasarkan searah kegiatan Merapi, batas Kawasan Rawan Bencana II untuk
aliran awan panas sejauh 17 km atau lebih. Perubahan morfologi punggungan
akibat penambangan pasir dapat menimbulkan perluasan daerah ancaman pada
masa datang. Apabila terjadi longsoran kubahlava skala besar, berkurangnya
punggungan dapat memperluas sebaran awan panas sehingga mencapai
pemukiman penduduk. Lahar dalam skala besar bisa terjadi bila endapan awan
panas terjadi bila curah hujan mencapai lebih dari 40 mm dalam waktu 2 jam.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Zona potensial untuk terjadinya lahar antara ketinggian 600-450 m dpl. Tiga belas
sungai di lereng Merapi pernah mengalami lahar, mulai dari Kali Apu di barat laut
hingga Kali Woro di lereng tenggara. Sudut lereng di lereng barat umumnya
cukup besar, antara 10-11% untuk kebanyakan sungai (Sayudi, Nurnaning,
Juliani, Muzani, 2011). Semua kanal pengisi kipas endapan lahar pada ketinggian
lebih rendah dari 450 m di lembah Kali Boyong dan Kali Kuning dan lebih rendah
dari 600 m di lembah Kali Gendol dan Kali Woro. Lembah-lembah sungai yang
kemungkinan terlanda lahar adalah Kali Apu, Kali Trising dan Kali Senowo
sebagian cabang Kali Pabelan, Kali Lamat, Kali Blongkeng, Kali Putih, Kali
Krasak, Kali Boyong, terletak antara 700-500 m dpl pada jarak antara 11-13 km
dari puncak (Hadisantoso dan kawan kawan, 2002 dalam Sayudi, Nurnaning,
Juliani, Muzani, 2011).
Material Jatuhan dan Lontaran Batu Pijar
Kawasan yang berpotensi terlanda material jatuhan ditentukan dengan
mempertimbangkan sifat gunung bersangkutan tanpa memperhatikan arah angin,
dan peta kawasanya digambarkan dalam bentuk lingkaran. Batas sebaran material
lontaran didasarkan pada endapan tefra yang berumur lebih tua dari 100
tahunyang berjarak 6-18 km dari pusat erupsi dengan ketebalan 6-24 cm dan besar
butir 1-4 cm. Produk erupsi 2010, hujan abu hebat dan lontaran batu pijar
berdiameter 2-6 cm tersebar pada radius 10 km. Untuk mengantisipasi letusan
besar seperti letusan Gunung Merapi 2010, maka radius ancaman sebaran material
jatuhan dan lontaran batu pijar hingga radius 10 km dari pusat erupsi. Apabila
letusan lebih besar radius ancaman bisa diperluas.
Kawasan Rawan Bencana I
Kawasan Rawan Bencana I adalah kawasan yang berpotensi melanda
lahar/banjir dan tidak menutup kemungkinan dapat terkena perluasan awan panas
dan aliran lava. Produk erupsi Gunung Merapi 2010 sekitar 130 juta m3, 30-40%
diantaranya masuk ke Kali Gendol berupa awan panas, sisanya masuk ke sungai-
sungai besar lainnya yang berhulu di puncak Gunung Merapi seperti Kali Apu,
Kali Trising, Kali Senowo, Kali Lamat, Kali Putih, Kali Bebeng, Kali Krasak,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Kali Bedog, Kali Boyong, Kali Kuning, Kali Opak dan Kali Woro. Endapan awan
panas pada sungai-sungai tersebut berpotensi menjadi lahar apabila terjadi hujan
dengan intensitas tinggi. Ancaman lahar berupa meluapnya lahar dari badan
sungai yang melanda daerah pemukiman, pertanian dan infrastruktur. Apabila
terjadi lahar dalam skala besar, warga masyarakat yang terancam agar dievakuasi
untuk mencegah korban jiwa. Secara umum cara penyelamatan diri adalah
menjauhi daerah aliran sungai dan menuju tempat yang aman (Sayudi, Nurnaning,
Juliani, Muzani, 2011).
Kawasan rawan bencana erupsi Merapi meliputi empat kabupaten yang
berada di sekitar Merapi, yaitu, Boyolali, Klaten, Sleman dan Magelang. Di empat
daerah tersebut terdapat 36 desa (http://www.magelangkab
.go.id/index.php?view=article&catid=209%3Aberitalainnya&id=589%3Agunung-
merapicenderung-fluktuatif&format=pdf&option=com_content&itemid =1).
Untuk wilayah Kabupaten Magelang, tiga kecamatan bersinggungan langsung
dengan puncak Merapi, Kecamatan Srumbung, Dukun, dan Sawangan. Ketiga
wilayah tersebut memiliki tekstur tanah vulkanik sebagai hadiah guguran abu
Merapi dan secara langsung menyumbangkan dari berbagai sumber daya Merapi
antara lain sumber daya air, bahan tambang galian, kesuburan tanah dan kesejukan
iklim. Pembagian administrasi Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi dapat
dilihat dalam Tabel 3. Persebaran Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi
Kabupaten Magelang disajikan dalam Peta 1.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 3. Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi 2010
NO PROPINSI KABUPATEN KECAMATAN DESA LUAS (HA) NO
1 Jawa Tengah Boyolali Selo Klakah 513 48
2 Jawa Tengah Boyolali Selo Jrakah 145 47
3 Jawa Tengah Magelang Sawangan Ketep 89 40
4 Jawa Tengah Boyolali Selo Lencoh 106 46
5 Jawa Tengah Boyolali Selo Tlogolele 675 49
6 Jawa Tengah Magelang Sawangan Kapuhan 95 41
7 Jawa Tengah Boyolali Selo Samiran 109 45
8 Jawa Tengah Magelang Dukun Sengi 283 34
9 Jawa Tengah Boyolali Selo Suroteleng 111 44
10 Jawa Tengah Magelang Dukun Paten 349 33
11 Jawa Tengah Magelang Sawangan Krogowanan 74 42
12 Jawa Tengah Boyolali Cepogo Wonodoyo 177 50
13 Jawa Tengah Magelang Dukun Krinjing 472 32
14 Jawa Tengah Magelang Dukun Sewukan 137 35
15 Jawa Tengah Magelang Dukun Ngargomulyo 1489 27
16 Jawa Tengah Magelang Dukun Mangunsoko 136 36
17 Jawa Tengah Boyolali Musuk Cluntang 182 52
18 Jawa Tengah Magelang Dukun Keningar 139 29
19 Jawa Tengah Magelang Sawangan Sawangan 8 43
20 Jawa Tengah Magelang Dukun Sumber 256 30
21 Jawa Tengah Magelang Dukun Dukun 229 31
22 Jawa Tengah Magelang Dukun Banyudono 59 37
23 Jawa Tengah Klaten Kemalang Sidorejo 503 54
24 Jawa Tengah Klaten Kemalang Balerante 435 55
25 Jawa Tengah Magelang Srumbung Ngablak 609 18
26 DI Yogyakarta Sleman Pakem Hargobinangun 1724 9
27 Jawa Tengah Boyolali Musuk Mriyan 30 51
28 Jawa Tengah Klaten Kemalang Tegalmulyo 198 53
29 Jawa Tengah Magelang Srumbung Kemiren 538 14
30 Jawa Tengah Magelang Dukun Kalibening 217 39
31 Jawa Tengah Magelang Dukun Wates 110 28
32 Jawa Tengah Magelang Dukun Ngadipuro 0 38
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33 Jawa Tengah Magelang Srumbung Ngargosoko 371 19
34 Jawa Tengah Magelang Srumbung Tegalrandu 204 21
35 DI Yogyakarta Sleman Turi Girikerto 601 13
36 Jawa Tengah Magelang Srumbung Pucanganom 2 26
37 Jawa Tengah Magelang Srumbung Pandanretno 41 22
38 DI Yogyakarta Sleman Cangkringan Glagahharjo 458 4
39 Jawa Tengah Magelang Srumbung Kaliurang 475 15
40 DI Yogyakarta Sleman Cangkringan Kepuharjo 554 6
41 DI Yogyakarta Sleman Cangkringan Umbulharjo 601 2
42 Jawa Tengah Magelang Srumbung Polengan 14 25
43 DI Yogyakarta Sleman Pakem Purwobinangun 601 10
44 DI Yogyakarta Sleman Turi Wonokerto 596 12
45 Jawa Tengah Magelang Srumbung Mranggen 81 20
46 Jawa Tengah Magelang Srumbung Srumbung 18 24
47 Jawa Tengah Magelang Srumbung Kamongan 50 17
48 Jawa Tengah Magelang Srumbung Nglumut 121 16
49 Jawa Tengah Magelang Srumbung Sudimoro 1 23
50 Jawa Tengah Klaten Kemalang Kendalsari 31 57
51 Jawa Tengah Klaten Kemalang Panggang 77 56
52 DI Yogyakarta Sleman Tempel Merdikorejo 21 11
53 DI Yogyakarta Sleman Pakem Candibinangun 39 8
54 DI Yogyakarta Sleman Cangkringan Glagahharjo 6 5
55 DI Yogyakarta Sleman Cangkringan Wukirsari 3 1
56 DI Yogyakarta Sleman Cangkringan Umbulharjo 0 3
57 DI Yogyakarta Sleman Pakem Pakembinangun 1 7
Sumber : RBI 1: 25.000 Lembar 1408-521, 1408-522,1408-611, 1408-243, 1408-244, 1408-333, 1408-241, 1408-242, 1408-331, 1408-223, 1408-224, 1408-313 dan Peta Sementara Kawasan Rawan Bencana 2010 BNPB
b. Partisipasi Masyarakat
Program pengurangan risiko bencana berbasis masyarkat haruslah
menghasilkan tindakan-tindakan yang merespon kebutuhan riil dan mendasar
masyarakat untuk mengambil bagian dalam pembangunan masyarakat,
kesadarannya akan bahaya yang mereka hadapi serta kemampuan masyarakat
untuk melindungi diri di masa mendatang, meskipun teknis sarana infrastruktur
masih kurang efektif dibandingkan dengan program mitigasi yang berskala lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
besar. Pendekatan ini juga cenderung memaksimalkan penggunaan sumber-
sumber daya lokal, seperti tenaga kerja, material dan organisasi (Coburn, Spense
dan Pormonis, 1994:34 dalam Sumekto, 2011). Sejalan dengan pelaksanaan
otonomi daerah, di mana kewenangan penanggulangan bencana menjadi
tanggungjawab daerah, maka sudah selayaknya pemerintah pusat mulai
meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dan masyarakatnya untuk dapat
secara mandiri mangatasi permasalahan bencana di daerahnya. Oleh karena itu,
pendekatan melalui paradigma pengurangan risiko merupakan jawaban yang tepat
untuk melakukan upaya penanggulangan bencana pada era otonomi daerah.
Dalam paradigma ini, setiap individu, masyarakat di daerah diperkenalkan dengan
berbagai ancaman yang ada di wilayahnya, bagaimana cara mengurangi ancaman
(hazards) dan kerentanan (vulnerability) yang dimiliki, serta meningkatkan
kemampuan (capacity) masyarakat dalam menghadapi setiap ancaman (Lakhar
Bakornas PB, 2007).
Pemerintah kabupaten dan kota perlu mempunyai suatu kebijakan mitigasi
bencana dengan mengikuti pedoman atau arahan kebijakan mitigasi bencana yang
diharapkan dapat digunakan sebagai titik tolak untuk mengembangkan dan
memadukan berbagai program pembangunan yang berwawasan keamanan dan
keselamatan masyarakat dari bencana yang mungkin terjadi sekaligus menjaga
keberlanjutan pembangunan. Salah satu sebab pentingnya penyusunan
kebijaksanaan ini, disamping mengurangi dampak dari bencana itu sendiri juga
untuk menyiapkan masyarakat membiasakan diri hidup bersama dengan bencana,
khususnya untuk lingkungan yang sudah terlanjur terbangun, yaitu dengan
mengembangkan sistem peringatan dini (early warning system) dan memberikan
pedoman bagaimana mempersiapkan diri dalam menghadapi bencana yang biasa
terjadi, sehingga masyarakat dapat merasakan keamanan dan kenyamanan dalam
kehidupannya. Secara umum, dalam prakteknya dapat dikelompokkan dalam
mitigasi struktural dan mitigasi nonstruktural. Mitigasi struktural berhubungan
dengan usaha-usaha pembangunan konstruksi fisik, sementara mitigasi
nonstruktural antara lain meliputi perencanaan tata guna lahan disesuaikan dengan
kerentanan wilayahnya dan memberlakukan peraturan (law enforecenet)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pembangunan. Dalam kaitan itu pula, kebijakan nasional harus lebih memberikan
keleluasaan secara substasial keadaan daerah-daerah untuk mengembangkan
sistem yang dianggap paling tepat dan paling efektif-efisien untuk daerahnya
(Bakornas PBP, 2002:4-6 dalam Sumekto, 2011).
Dalam menyusun program pengembangan masyarakat, langkah awal yang
penting dalam upaya bersama masyarakat untuk mengenali potensi dan
permasalahan yang dihadapi merupakan titik berangkat yang akan menentukan
proses selanjutnya. Pentingnya mencermati dan menganalisis permasalahan dan
kebutuhan memerlukan pengetahuan dan keterampilan baik oleh seorang petugas
lapangan maupun sebagai pemimpin (Yayasan Indonesia Sejahtera, 2005 :12
dalam Sumekto, 2011). Peran partisipasi komunitas dan kemampuan penduduk
untuk melakukan penyesuaian secara umum juga diakui sebagai elemen-elemen
kunci dalam menjelaskan risiko bencana. Kaitan kreatif antara kondisi-kondisi
negatif tempat penduduk tinggal, dan ciri-ciri positif yang juga mereka miliki
yang sering kali diabaikan, memberi penekanan pada pentingnya dimensi sosial-
ekonomi dari risiko. Meskipun demikian, masih ada tantangan untuk mendorong
dilakukannya identifikasi kekuatan-kekuatan dan kapasitas-kapasitas setempat
yang dapat mengurangi risiko terhadap bahaya. Pentingnya untuk mengungkapkan
kapasitas yang tersembunyi di saat-saat tidak terjadi bencana menjadi satu tugas
penting bagi pengurangan risiko bencana. Kapasitas berlaku untuk semua tataran
masyarakat dan lembaga-lembaga sosial dan meliputi pertimbangan-pertimbangan
fisik, sosial, ekonomi dan ekologi yang luas.
Masyarakat yang aman dan berketahanan dalam kawasan Merapi mulai
dirintis dengan pembentukan tim Siaga Bencana Berbasis Masyarakat atau Sibat.
Sibat adalah sebuah tim relawan yang bertanggung jawab atas keamanan desa dan
pelaksanaan dalam program pengurangan risiko (Hyogo Framework for Action
(HFA), 2005 dalam Indonesian Red Cross and International Federation of Red
Cross and Red Crecent Societies, 2008 : 32). Tim ini dimiliki oleh masyarakat,
berasal dari masyarakat dan bekerja untuk masyarakat. Umumnya sepuluh pria
dan sepuluh wanita direkrut di setiap desa untuk bertugas di Sibat. Mereka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
bertempat tinggal di desa wilayahnya. Tim Sibat ini terdiri dari orang-orang yang
mendapatkan dukungan serta kepercayaan dari masyarakatnya. Struktur Tim SIbat
dapat dijelaskan dalam Gambar 8.
Gambar 8. Struktur Tim Sibat ( Sumber : Redaksi PMI, 2006 : 4)
Tim Sibat direkrut dan dibentuk oleh masyarakat dan aparat desa atau
kelurahan. Anggota Tim Sibat dalam kesehariannya bertanggung jawab kepada
Kepala Desa atau lurah. Struktur Tim Sibat bisa disesuaikan dengan kebutuhan.
Perekrutan anggota Tim Sibat dilakukan secara bersama-sama. Secara partisipatif,
masyarakat ikut terlibat bersama-sama aparat desa atau kelurahan. Kemampuan
khusus Tim Sibat :
1) Mampu melakukan pendataan data secara partisipatif dan baseline survey
2) Mampu melakukan upaya tanggap darurat bencana secara cepat dan efektif
3) Mampu mengembangkan jaringan kerja
4) Mampu membuat peta bahaya dan risiko
5) Mampu melakukan pendampingan masyarakat dalam kesiapsiagaan tanggap
darurat
6) Mampu memobilisasi masyarakat dalam upaya mitigasi da atau pengurangan
risiko
7) Memiliki komitmen tinggi untuk bekerja dalam pengembangan masyarakat di
desanya
Komite KBBM Tingkat Desa/Kelurahan
Pembina Sibat Kepala Desa/Lurah
Komandan Sibat
Administrasi/logistik
Pertolongan Pertama dan Kesehatan
Air dan Kesehatan Lingkungan
Kesiapsiagaan Tanggap Darurat
Pendampingan Masyarakat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8) Memiliki hubungan yang baik dan luas dengan masyarakat
9) Mendapatkan kepercayaan dan menempatkan diri di masyarakat
10) Mampu berkomunikasi secara efektif
11) Mampu bekerjasama dengan Satgana dan organisasi atau instansi lainnya
12) Mampu melakukan advokasi kepada masyarakat
13) Memiliki pemahaman dan kesadaran penghargaan terhadap budaya lokal
14) Memiliki sensivitas gender (Redaksi PMI, 2006 : 5).
Setelah terbentuk, Tim Sibat memulai pengabdiannya. Anggota Tim Sibat
bertugas mengembangkan kemampuan masyarakat dalam upaya pengurangan
risiko dan kesiapsiagaan bencana. Mereka juga mengambil inisiatif dan
melakukan tindakan dalam meminimalkan dampak bencana yang terjadi di
lingkungannya. Tim Sibat bertanggung jawab menggerakkan masyarakat untuk
melaksanakan upaya pengurangan risiko, kesiapsiagaan bencana dan tanggap
darurat bencana. Hal itu bisa berbentuk saling berbagi informasi atau sosialisasi
dengan tujuan memberikan pengetahuan dan kesadaran. Sosialisasi dapat
berbentuk penyadaran tentang karakteristik bencana dan upaya kesiapsiagaannya.
Disampaikan dari rumah ke rumah atau diantara anggota keluarga. Akan lebih
baik jika dilakukan dalam forum khusus di desa. Jika kesadaran masyarakat mulai
tumbuh, mereka dapat ikut serta berpartisipasi dalam perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan dan upaya memikirkan keberlanjutan upaya pengurangan risiko dan
kesiapsiagaan bencana di desanya. Tugas Tim Sibat selanjutnya adalah melakukan
pemetaan risiko. Pemetaan itu harus menunjukkan tingkat kerentanan atau
kerawanan, jalur evakuasi dan sumber-sumber kehidupan (Redaksi PMI, 2006 :6).
B. Penelitian Yang Relevan
Yasin Yusuf (2006) itas
Penduduk Terhadap Bahaya Awan Panas Gunung Merapi di Kawasan Rawan
panas masing-masing di sector lereng yang mentukan apakah fenomena awan
panas akan menjadi sumberdaya atau bencana. Sensivitas penduduk terhadap
bahaya awan panas mencerminkan risiko yang dapat diterima penduduk dimana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
tahap selanjutnya mempengaruhi mereka untuk menetap, mengungsi atau bahkan
relokasi. Metode yang digunakan dalam studi adalah metode historis, deskriptif
dan eksplanatif. Analisis data dilakukan secara kualitatif baik melalui uji statistik
maupun analisis spasial. Uji statistik menggunakan uji nonparametrik. Sedangkan
analisis spasial menggunakan analisi 3D dan overlay.
Budi Setiyarso (2009) melaku
identifikasi bentuk dan perkembangan reaksi perlindungan diri serta
mengidentifikasi bentuk dan perkembangan reaksi penyesuaian diri terhadap
banjir Kota Solo. Metode yang digunakan adalah deskriptif, historis. Analisis data
dilakukan dimulai dengan menelaah seluruh data yang telah didapat yaitu dari
hasil observasi, wawancara dan studi dokumentasi kemudian dilakukan reduksi
data, klasifikasi data hingga penafsiran data.
Mudmainah Vitasari (2011) Melakukan penelitian dengan judul
Asesmen Kerentanan Dan Kapasitas Desa Dalam Kesiapsiagaan Bencana
Berbasis Masyarakat Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi Di Kabupaten
Magelang Mengetahui kerentanan Kawasan Rawan Bencana terhadap erupsi
Gunung Merapi di Kabupaten Magelang. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui
prioritas kerentanan Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi di Kabupaten
Magelang, mengetahui kapasitas Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi di
Kabupaten Magelang, mengidentifikasi tindakan/aksi kesiapsiagaan bencana yang
akan dilakukan masyarakat Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi di
Kabupaten Magelang, mengetahui prioritas tindakan/aksi kesiapsiagaan bencana
yang akan dilakukan masyarakat Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi di
Kabupaten Magelang. Penelitian ini menggunakan untuk metode penelitian
deskriptif dan historis pendekatan Vulnerability and Capacity Assesment (VCA)
dan analisis skoring, Participatory Rural Appriasal (PRA) dan semiPRA.
Penelitian yang relevan secara singkat diuraikan dalam Tabel 4.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tab
el 4
. Pen
eliti
an Y
ang
Rel
evan
N
o P
enul
is
Judu
l Pen
elit
ian
Tuj
uan
Met
ode
Pen
elit
ian
Has
il P
enel
itia
n
1.
Yas
in Y
usuf
(2
006)
St
udi
Sens
ivita
s Pe
ndud
uk
Ter
hada
p B
ahay
a A
wan
Pa
nas
Gun
ung
Mer
api
di
Kaw
asan
R
awan
B
enca
na II
dan
III
Men
geta
hui
sens
ivita
s te
rhad
ap
baha
ya
awan
pa
nas
mas
ing-
mas
ing
di
sect
or
lere
ng
yang
m
entu
kan
apak
ah f
enom
ena
awan
pa
nas
akan
men
jadi
sum
berd
aya
atau
ben
cana
Met
ode
hist
oris
, de
skri
ptif
da
n ek
spla
natif
. A
nali
sis
kual
itati
f ba
ik
mel
alui
uj
i st
atis
tik
mau
pun
anal
isis
sp
asia
l. U
ji st
atis
tik
men
ggun
akan
uj
i no
npar
amet
rik.
Se
dang
kan
anal
isis
sp
asia
l m
engg
unak
an
anal
isi 3
D d
an o
verl
ay.
Sens
ivita
s pe
ndud
uk te
rhad
ap b
ahay
a aw
an p
anas
men
cerm
inka
n ri
siko
ya
ng
dapa
t di
teri
ma
pend
uduk
di
man
a ta
hap
sela
njut
nya
mem
peng
aruh
i m
erek
a un
tuk
men
etap
, m
engu
ngsi
at
au
bahk
an
relo
kasi
.
2.
Bud
i Se
tiya
rso
(200
9)
Stud
i R
eaks
i M
anus
ia
Ter
hada
p B
ahay
a B
anjir
Kot
a Su
raka
rta
Men
gide
ntif
ikas
i ka
rakt
eris
tik
med
an,
men
gide
ntif
ikas
i ka
rakt
eris
tik
baha
ya
banj
ir,
men
gide
ntifi
kasi
be
ntuk
da
n pe
rkem
bang
an
perl
indu
ngan
di
ri
(pro
tect
ion)
, m
engi
dent
ifika
si
bent
uk
dan
perk
emba
ngan
pe
nyes
uaia
n di
ri (
adju
stm
ent)
di
Kot
a Su
raka
rta
Met
ode
desk
ript
if
dan
hist
oris
. A
nali
sis
spas
ial,
anal
isis
be
ntuk
laha
n,
hiro
logi
, te
mpo
ral
Kar
akte
rist
ik m
edan
Kot
a Su
raka
rta
berv
aria
si s
esua
i de
ngan
pro
ses
pem
bent
ukan
nya.
Kot
a Su
raka
rta
mem
iliki
3.3
65,1
6 ha
med
an d
atar
, 10
10,5
8 ha
med
an b
erom
bak
dan
28,1
3 ha
med
an b
erge
lom
bang
Kar
akte
rist
ik b
ahay
a ba
njir
Kot
a Su
raka
rta
berv
aria
si a
ntar
a w
ilaya
h sa
tu d
enga
n w
ilaya
h la
inny
a da
n m
emili
ki p
ola
sem
akin
bah
aya
jika
sem
akin
men
deka
ti B
enga
wan
Sol
o. K
ota
Sura
kart
a m
emili
ki 1
.718
,63
ha t
idak
bah
aya
banj
ir,
1.45
3,08
ha
laha
n ku
rang
ban
jir,
963,
13 h
a la
han
baha
ya b
anjir
dn
269,
22 h
a la
han
sang
at b
ahay
a ba
njir
Ben
tuk
perl
indu
ngan
dir
i te
rhad
ap b
anjir
dip
enga
ruhi
ole
h ur
gens
i da
erah
terl
indu
ng. P
erke
mba
ngan
pem
bang
unan
per
lindu
ngan
ban
jir d
i m
asa
Ker
ajaa
n K
asun
anan
Su
raka
rta
lebi
h tin
ggi
disb
andi
ng
pem
bang
unan
pe
rlin
dung
an b
anjir
di
mas
a Pe
mer
inta
han
Rep
ublik
In
done
sia
teru
tam
a pa
da m
asa
pem
erin
taha
n Pa
koe
Boe
wan
a X
.
Ben
tuk
peny
esua
ian
diri
dal
am b
entu
k pe
mili
han
loka
si p
erm
ukim
an
dipe
ngar
uhi
oleh
sta
tus
sosi
al d
an t
ingk
at e
kono
mi
pend
uduk
. Pa
da
awal
per
kem
bang
an K
ota
Sura
kart
a da
erah
pal
ing
baha
ya d
item
pati
oleh
pen
dudu
k pr
ibum
i ke
mud
ian
para
pra
juri
t da
n or
ang
asin
g (C
ina,
B
elan
da,
dan
Ara
b).
Pada
sa
at
pene
litia
n da
pat
dike
tahu
i ba
hwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mas
yara
kat
deng
an t
ingk
at e
onom
i m
enen
gah
ke b
awah
ber
ada
di
loka
si y
ang
lebi
h ba
haya
ban
jir d
iban
ding
kan
deng
an p
endu
duk
deng
an
tingk
at e
kono
mi m
enen
gah
ke a
tas.
3.
Mud
mai
nah
Vit
asar
i (2
011)
Ase
smen
K
eren
tana
n D
an
Kap
asita
s D
esa
Dal
am
Peng
uran
gan
Ris
iko
Ben
cana
B
erba
sis
Mas
yara
kat
di
Kaw
asan
R
awan
B
enca
na
Gun
ung
Mer
api
Kab
upat
en
Mag
elan
g T
ahun
201
1
Men
geta
hui
kere
ntan
an K
awas
an
Raw
an
Ben
cana
ter
hada
p er
upsi
G
unun
g M
erap
i di
K
abup
aten
M
agel
ang
Men
geta
hui
prio
rita
s ke
rent
anan
K
awas
an
Raw
an
Ben
cana
G
unun
g M
erap
i di
K
abup
aten
M
agel
ang
Men
geta
hui
kapa
sita
s K
awas
an
Raw
an B
enca
na G
unun
g M
erap
i di
Kab
upat
en M
agel
ang
Men
gide
ntifi
kasi
tin
daka
n/ak
si
kesi
apsi
agaa
n be
ncan
a ya
ng a
kan
dila
kuka
n m
asya
raka
t K
awas
an
Raw
an B
enca
na G
unun
g M
erap
i di
Kab
upat
en M
agel
ang
Men
geta
hui
prio
rita
s tin
daka
n/ak
si
kesi
apsi
agaa
n be
ncan
a ya
ng
akan
di
laku
kan
mas
yara
kat
Kaw
asan
R
awan
B
enca
na
Gun
ung
Mer
api
di
Kab
upat
en M
agel
ang
met
ode
pene
litia
n de
skri
ptif
, hi
stor
is
deng
an
pend
ekat
an
Vul
nera
bilit
y an
d C
apac
ity
Ass
esm
ent
(VC
A)
deng
an a
nalis
is
skor
ing,
P
artic
ipat
ory
Rur
al A
ppri
asal
(PR
A)
dan
sem
iPR
A.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
C. Kerangka Pemikiran
Erupsi Gunung merapi mencerminkan fenomena alam yang sangat
berpotensi merusak atau mengancam kehidupan manusia maupun lingkungan
yang dapat mengakibatkan kerugian yang besar. Fenomena ini mengancam
daerah-daerah di sekitarnya. Ancaman pada setiap daerah tidak selalu sama dan
akan mempengaruhi reaksi masyarakat pada setiap daerah tersebut. Manusia yang
berada di lokasi dengan ancaman besar akan melakukan tindakan yang berbeda
dengan manusia lain yang berada di lokasi dengan ancaman kecil. Namun
manusia yang berada pada lokasi dengan ancaman yang sama dapat pula
melakukan tindakan yang berbeda sehingga menyebabkan perbedaan tingkat
risiko bencana.
Risiko bencana dapat diidentifikasi dari tingkat ancaman, kerentanan dan
kapasitas yang ada pada kawasan rawan bencana yaitu dapat timbul pada suatu
ancaman bencana dengan masyarakat yang rentan dan mempunyai kapasitas yang
rendah untuk menghadapi dampak buruk (kerusakan, kerugian dan kematian).
Kapasitas suatu daerah yang tidak dapat mengimbangi ancaman dan kerentanan
maka akan menimbulkan risiko bencana sebanding dengan ancaman dan
kerentanan yang tidak tercakup oleh kapasitas. Kondisi tersebut akan
mempengaruhi tindakan yang akan dilakukan yaitu pencegahan terjadinya risiko
bencana.
Tindakan pengurangan risiko bencana mencerminkan kapasitas untuk
merespon bencana yang akan terjadi yang diarahkan untuk pengurangan jumlah
korban dan meminimalkan kerusakan atau kerugian harta benda yang juga disebut
sebagai risiko bencana, namun tindakan tersebut menjadi kurang optimal jika
tindakan pengurangan risiko bencana tidak tepat sesuai dengan yang dibutuhkan
masyarakat pada kawasan rawan bencana tersebut. Untuk mengidentifikasi kebutuhan
masyarakat maka perlu dilakukan penilaian terhadap daerah setempat. Penilaian
berbasis masyarakat setempat akan menghasilkan informasi yang lebih akurat
karena masyarakat setempat yang paling memahami kondisi daerahnya pada masa
lalu dan sekarang. Dengan diketahui kondisi kerentanan dan kapasitas daerah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
maka dapat digunakan sebagai dasar perencanaan tindakan yang paling tepat dan
dilakukan dan sesuai dengan prioritasnya sehingga penanganan yang tepat ini
dapat meminimalkan risiko bencana yang terjadi.
Secara sederhana, kerangka pemikiran penelitian ini disajikan dalam
diagram pada Gambar 9.
Erupsi Gunung Merapi
Gambar 9. Skema Kerangka Pemikiran
Kawasan Rawan Bencana
Bencana
Risiko Bencana
Kerentanan Kapasitas
Masyarakat
Tindakan Pengurangan Risiko Bencana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Daerah Penelitian
Lokasi Penelitian dilakukan di lereng Gunung Merapi yang merupakan
Kawasan Rawan Bencana erupsi Gunung Merapi. Lereng yang diteliti adalah
lereng sebelah barat yaitu Kawasan Rawan Bencana di Kabupaten Magelang.
Kawasan Rawan Bencana III di Desa Kaliurang Kecamatan Srumbung, Kawasan
Rawan Bencana II di Desa Kamongan Kecamatan Srumbung dan Kawasan
Rawan Bencana I di Desa Jumoyo Kecamatan Salam seperti yang telah disajikan
dalam Peta 1.
B. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan rentang waktu mulai Bulan Januari
2011 sampai Bulan Oktober 2011 yang diperinci seperti pada Tabel 5.
Tabel 5. Waktu Penelitian No.
Kegiatan Waktu Jan 2011
Feb-Maret2011
April 2011
Mei 2011
Jun-Jul 2011
Okt 2011
1 Pengajuan Judul 2 Penyusunan
Proposal
3 Perijinan 4 Pengumpulan data 5 Pengolahan dan
Analisis Data
6 Penulisan Laporan
C. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian deskriptif dan historis dengan pendekatan VCA (Vulnerability and
Capacity Assesment). Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur
pemecahan masalah yang diselidiki, dengan menggambarkan/melukiskan keadaan
obyek penelitian pada saat sekarang, berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sebagaimana adanya (Nawawi,1993 : 73). Dalam penelitian ini metode deskriptif
dilakukan untuk mengungkapkan fakta, masalah dan karakteristik masyarakat
kawasan rawan bencana Gunung Merapi Kabupaten Magelang.
Penelitian historis adalah studi untuk mengerti dan menjelaskan kejadian-
kejadian pada masa lampau sehingga kita bisa menyimpulkan mengenai
penyebab, pengaruh dan kecenderungan kejadian pada masa lampau yang
mungkin bisa dipergunakan dalam menjelaskan peristiwa-peristiwa sekarang yang
akan terjadi di waktu yang akan datang (Roseffendi, 1994 : 30). Dalam penelitian
ini metode historis dilakukan untuk melakukan studi mengenai kejadian bencana
erupsi dan karakteristik lingkungan masyarakat kawasan rawan bencana erupsi
Kabupaten Magelang pada masa lampau hingga sekarang untuk mengetahui
penyebab, pengaruh dan kecenderungan kejadian erupsi dan karakteristik
masyarakat untuk menjelaskan kondisi masyarakat meliputi kerentanan, kapasitas
masyarakat sehingga dapat digunakan sebagai pedoman perencanaan tindakan
pengurangan risiko bencana yang dibutuhkan oleh masyarakat kawasan rawan
bencana erupsi Kabupaten Magelang.
Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan VCA. Vulnerability and
Capacity Assesment (VCA) atau Asesmen Kerentanan dan Kapasitas ini
merupakan strategi yang digunakan untuk mengidentifikasi kapasitas (kekuatan)
dan kerentanan (kelemahan) suatu rumah tangga, masyarakat, maupun institusi
yang akan digunakan oleh pihak internal maupun eksternal dalam pengambilan
keputusan untuk perencanaan kegiatan penanggulangan bencana. VCA
memberikan pemahaman pada aspek lingkungan, ekonomi, sosial, budaya,
kelembagaan dan politik yang menyebabkan terciptanya kerentanan maupun
kapasitas. Dalam penelitian ini VCA digunakan untuk mengumpulkan informasi
baik dari aspek lingkungan, ekonomi, sosial, budaya, kelembagaan dan politik
yang merupakan kerentanan dan kapasitas pada Kawasan Rawan Bencana III, II
dan I Kabupaten Magelang sebagai pedoman untuk pengambilan keputusan
tindakan/aksi pengurangan risiko bencana yang direkomendasikan untuk masing-
masing Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi Kabupaten Magelang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
D. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah Kawasan Rawan Bencana Gunung
Merapi Kabupaten Magelang meliputi Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi
III, II dan I Kabupaaten Magelang. Sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan
menggunakan Purposive Sampling. Purposive Sampling yaitu teknik yang
ditentukan berdasarkan pada ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang diperkirakan
mempunyai sangkut paut erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat yan ada dalam
populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Narbuko, 2007 : 116). Sampel yang
dipilih mempunyai ciri-ciri yang dianggap cukup mewakili. Purposive Sampling
ini digunakan untuk memilih sampel desa untuk masing-masing Kawasan Rawan
Bencana (KRB) dan memilih sampel narasumber di sampel desa pada tiap
Kawasan Rawan Bencana (KRB). Dalam penelitian ini sampel desa untuk setiap
kawasan rawan bencana dipilih berdasarkan desa yang paling dapat mewakili
karakteristik Kawasan Rawan Bencana III, II dan I yang masing-masing
mempunyai karakteristik dampak bencana yang dapat mewakili karakteristik
untuk setiap kawasan bencana. Desa yang terpilih menjadi sampel Kawasan
Rawan Bencana III adalah Desa Kaliurang, Desa Kamongan sebagai sampel
Kawasan Rwan Bencana II dan Desa Jumoyo sebagai sampel Kawasan Rawan
Bencana I. Purposive Sampling juga digunakan untuk memilih narasumber pada
tiap sampel desa terpilih pada tiap Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi
Kabupaten Magelang. Dalam penelitian ini akan dilakukan penilaian seberapa
besar pengetahuan masyarakat terhadap keadaan masyarakat itu sendiri untuk
mengetahui kebutuhan masyarakat tersebut sehingga membutuhkan sampel yang
berkompeten yang mampu memberikan informasi yang dibutuhkan sesuai dengan
tujuan. Ciri-ciri masyarakat yang dijadikan sampel adalah tokoh
masyarakat/perangkat desa, wakil masyarakat rentan, korban bencana. Sampel
narasumber pada Desa Kaliurang adalah sibat (siaga bantuan masyarakat)
berjumlah 20 orang yang sudah mewakili ciri masyarakat yang dijadikan sampel.
Sampel narasumber pada Desa Kamongan dan Jumoyo berjumlah 20 yang
meliputi Kepala Desa, perangkat desa, pedagang, petani dan masyarakat di lokasi
penelitian setempat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Teknik pengambilan sampel tersebut dipilih selain sudah dapat mewakili
populasi yang ada, karena adanya keterbatasan tenaga, waktu, biaya, dan
pengetahuan yang dimiliki.
E. Jenis Data
1. Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung dari lapangan oleh
orang yang melakukan penelitian atau yang bersangkutan yang memerlukannya.
Data primer disebut juga data asli atau data baru (Hasan, 2002 : 82).
Data primer yang dikumpulkan yaitu :
a. Hasil pengamatan, pendengaran,wawancara
1) Informasi Demografis
2) Kondisi Infrastruktur
3) Kondisi Pelayanan Kesehatan, Sanitasi dan Pelayanan lainnya
4) Kegiatan masyarakat sehari-hari
b. Hasil penerapan perangkat penilaian
1) Riwayat Kejadian Bencana
2) Perubahan Sumber Daya Alam yang diperngaruhi oleh bencana dengan
membuat Riwayat Transek
3) Kondisi kecenderungan perubahan Sumber Daya Alam terhadap situasi
wilayah dengan membuat Analisa Kecenderungan Kehidupan
4) Peta Spot
5) Karakteristik geografis dan demografis masyarakat dengan Peta Transek
6) Riwayat Kejadian Penyakit dan Bencana dengan pembuatan Kalender
Kejadian Penyakit dan Bencana
7) Hubungan antara musim dengan kegiatan manusia dengan pembuatan
Kalender Musim dan Kegiatan Masyarakat
8) Beban kerja harian masyarakat dengan pembuatan Jadwal Rutin Harian
9) Identifikasi jenis-jenis penghasilan masyarakat selama kurun waktu siklus
satu tahun dengan pembuatan Kalender Sumber Penghasilan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10) Identifikasi peranan lembaga dalam masyarakat dengan pembuatan
Diagram Kelembagaan
11) Identifikasi pengelompokan masyarakat berdasarkan tingkat kekayaan dan
kesejahteraan dengan pembuatan Ranking Kekayaan dan Kesejahteraan
12) Persepsi masyarakat terhadap kerentanan internal dan eksternal yang
membawa dampak buruk bagi masyarakat dengan analisis kerentanan
Internal dan Eksternal
13) Pemahaman penanganan berbagai berbasis gender dengan Kajian
Penanganan Masalah Ekonomi, masalah penyakit dan bencana, masalah
lingkungan dan sosial berbasis gender
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang
yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada (Hasan, 2002 : 82).
Data ini biasanya diperoleh dari perpustakaan atau dari laporan-laporan peneliti
terdahulu. Data sekunder yang diperlukan antara lain :
a. Data kejadian bencana yang bersumber dari pemerintahan desa dan catatan
kejadian bencana.
b. Informasi demografis dan kondisi geografis yang bersumber dari BPS dan
pemerintahan desa.
c. Tindakan penanggulangan bencana masyarakat yang bersumber dari
Kesbanglinmas PB dan Sibat/pemerintahan desa.
F. Teknik Pengumpulan Data
1. Teknik Dokumentasi
Data yang diperoleh melalui teknik dokumentasi adalah data sekunder
yang telah disebutkan dari sumber yang dapat dipertanggungjawabkan yaitu data
Kawasan Rawan Bencana dari BPPTK Yogyakarta, data demografi dan kondisi
geografis dari BPS dan kelurahan tempat penelitian, dan data tindakan
penanggulangan bencana masyarakat dari Kesbanglinmas dan PB Kabupaten
Magelang dan Sibat tempat penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Observasi Lapangan
Data observasi meliputi data pengamatan Kawasan Rawan Bencana,
kondisi kerentanan dan kapasitas Gunung Merapi Kabupaten Magelang. Data
hasil observasi dicatat dan didokumentasikan dengan kamera.
3. Metode Dinding (Wall Method)
Metode ini menggunakan dinding sebagai medianya, sehingga setiap data
dan informasi dapat disajikan secara bersamaan untuk kemudian dikelompokkan
sesuai dengan klasifikasi atau kategori data meliputi data karakteristik Kawasan
Rawan Bencana Gunung Merapi Kabupaten Magelang. Setelah semua data dan
informasi tersebut selesai dikelompokkan maka dilakukan analisis data. Dalam
penelitian ini metode dinding tersebut disebut dengan alat penilaian yaitu :
a. Peta Spot
Meminta masyarakat untuk menentukan dan menggambarkan batas-batas
desa/kelurahan
Menentukan letak lifeline utama (jalan, sungai, jalur komunikasi, jaringan
listrik, dsb) pada peta
Menentukan dan menggambarkan lokasi rumah-rumah penduduk, fasilitas
sosial, fasilitas umum, sumber kehidupan masyarakat, sumber-sumber air.
Meminta masyarakat untuk melakukan penilaian terhadap bahaya risiko,
kerentanan dan sumber daya yang ada di masyarakat dengan menggunakan
tabel analisis peta spot pada Tabel 6 dan untuk mendalami informasi
menggunakan wawancara semiterstruktur untuk peta spot.
Tabel 6. Hasil Peta Spot Kerentanan
Jenis bencana yang ada di sekitar lingkungan Lokasi yang berisiko bencana Orang-orang yang berisiko bencana Sumber daya yang berisiko
Kapasitas Kapasitas masyarakat dan sumber daya yang penting di masyarakat
Sumber : Djaelani, 2008 : 56
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b. Peta Transek
Meminta masyarakat untuk menentukan dua titik geografis pada area peta
spot yang memenuhi persyaratan sebagai berikut :
Melintasi pemukiman padat penduduk (kepadatan penduduknya tinggi)
Infrastruktur/sarana, prasarana, fasilitas umum
Banyak sumber alam/sumber kehidupan penduduk
Daerah berisiko tinggi terhadap bencana/konflik
Daerah-daerah yang memiliki kerentanan terhadap lingkungan,
kesehatan, bencana, eonomi/kemiskinan
Banyaknya kelompok masyarakat rentan
Membuat garis pada Peta Spot dimulai dari titik A dan berakhir di titik D.
Kemudian ditentukan zona-zona sepanjang garis tersebut.
Mengidentifikasi masing-masing zona dan tuliskan hasilnya pada kolom
transek dengan menggunakan Tabel 7 dan memperdalam informasi dengan
menggunakan wawancara semiterstruktur untuk peta transek.
Tabel 7. Peta Transek No Variabel Keterangan
1 Jenis tanah 2 Penggunaan lahan
(pertanian/perkebunan/dll)
3 Infrastruktur (permanen/semi/dll) 4 Sumber kekayaan alam
(air/batu/pertanian/dll)
5 Jenis bencana/masalah kesehatan (longsor/banjir/erupsi)
6 Kelompok masyarakat rentan (anak-anak/ibu hamil/orang tua/dll)
7 Sumer-sumber penghasilan (Pertanian/Peternakan/Buruh, dll)
8 Kelembagaan internal dan esternal 9 Gender (L/P) 10 Rekomendasi
Sumber : Djaelani, 2008 : 59
c. Riwayat Transek
Meminta masyarakat untuk menentukan dua titik (titik A dan B) pada area
peta spot yang memenuhi persyaratan : banyaknya pemukiman penduduk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
(kepadatan penduduk tinggi), banyak sumber alam, sumber kehidupan
penduduk, daerah berisiko/rawan)
Melakukan analisa mengenai perubahan lingkungan, kejadian bencana,
penyakit berdasarkan kurun waktu dengan menggunakan Tabel 8 dan
memperdalam informasi dengan menggunakan wawancara semiterstruktur
untuk riwayat transek.
Tabel 8. Riwayat Transek Tahun Gambar Transek Analisa Situasi 1990 2000 2010
Sumber : Djaelani, 2008 : 53)
d. Riwayat Kejadian Bencana
Meminta masyarakat untuk mengingat kembali kejadian bencana yang telah
menyebabkan kerugian bagi masyarakat dalam 10-20 tahun terakhir
Mencatat dan mengidentifikasi riwayat bencana menggunakan Tabel 9 dan
memperdalam informasi dengan menggunakan wawancara semiterstruktur
untuk riwayat bencana.
Tabel 9. Riwayat Bencana No Tahun
Kejadian Kronologis
Bencana Dampak
yang ditimbulkan
Tingkat risiko
Sumber : Djaelani, 2008 : 50 e. Kalender Musim dan Kegiatan Masyarakat
Meminta masyarakat untuk mengingat aktivitas/kegiatan penting yang
dilakukan oleh masyarakat yang terjadi selama 12 bulan
Membuat kalender musim kegiatan dan mengidentifikasi kalender musim
dan kegiatan masyarakat menggunakan Tabel 10 dan memperdalam
informasi dengan menggunakan wawancara semiterstruktur untuk kalender
musim dan kegiatan masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 10. Kalender Musim Dan Kegiatan Masyarakat
Kegiatan
Bulan
Keterangan J A N
F E B
M A R
A P R
M E I
J U N
J U L
A G T
S E P
O K T
N O V
D E S
Musim penghujan Musim kemarau Musim pancaroba Hajatan desa Musim tanam Pesta rakyat Musim panen Kegiatan posyandu Sumber : Djaelani, 2008 : 63
f. Kalender Sumber Penghasilan Masyarakat
Meminta masyarakat untuk menyebutkan jenis-jenis penghasilan
masyarakat selama 12 bulan
Membuat matrik/bagan kalender penghasilan dan mengidentifikasi kalender
penghasilan menggunakan Tabel 11 dan memperdalam informasi dengan
menggunakan wawancara semiterstruktur untuk kalender penghasilan.
Tabel 11. Kalender Penghasilan
Jenis Penghasilan
Bulan
Keterangan J A N
F E B
M A R
A P R
M E I
J U N
J U L
A G T
S E P
O K T
N O V
D E S
Sumber : Djaelani, 2008 : 67 g. Kalender Kejadian Penyakit dan Bencana
Meminta masyarakat untuk mengingat jenis penyakit dan bencana yang
terjadi di masyarkat selama 12 bulan
Membuat matrik/bagan kalender penghasilan dan mengidentifikasi kalender
kejadian penyakit dan bencana menggunakan Tabel 12 dan memperdalam
informasi dengan menggunakan wawancara semiterstruktur untuk kalender
kejadian penyakit dan bencana.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 12. Kalender Kejadian Penyakit Dan Bencana
Jenis Penghasil
an
Bulan Keterangan
J A N
F E B
M A R
A P R
M E I
J U N
J U L
A G T
S E P
O K T
N O V
D E S
Djaelani, 2008 : 61
h. Jadwal Rutin Kegiatan
Meminta masyarakat untuk mendiskusikan kegiatan rutin mereka sehari-hari
Membuat kerangka waktu harian dan identifikasikan jadwal rutin harian
menggunakan Tabel 13 dan memperdalam informasi dengan menggunakan
wawancara semiterstruktur untuk jadwal rutin harian.
Tabel 13. Jadwal Rutin Harian No Waktu Laki-laki Perempuan
Sumber : Djaelani, 2008 : 66
i. Diagram Kelembagaan
Meminta masyarakat untuk menyebutkan lembaga-lembaga yang ada di
masyarakat serta peranan masing-masing lembaga tersebut di masyarakat
Masyarakat diminta untuk membuat penilaian besar kecilnya peranan
lembaga-lembaga tersebut serta menggambarkan hubungan antara lembaga
tersebut dengan masyarakat, untuk memperdalam informasi dengan
menggunakan wawancara semiterstruktur.
j. Ranking Kekayaan dan Kesejahteraan
Masyarakat mengidentifikasi indikator yang akan digunakan untuk
melakukan klasifikasi orang mampu, sederhana dan tidak mampu
Membuat matrik/bagan ranking kekayaan dan kesejahteraan
Dengan indikator yang telah disepakati kemudian dilakukan identifikasi
kelompok masyarakat mampu, sederhana dan tidak mampu dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
menggunakan Tabel 14 dan memperdalam informasi dengan menggunakan
wawancara semiterstruktur untuk ranking kekayaan dan kesejahteraan.
Tabel 14. Ranking Kekayaan Dan Kesejahteraan
Indikator Tingkat Kekayaan dan Kesejahteraan
Mampu Sederhana Kurang Mampu
Sumber : Djaelani, 2008 : 71
k. Penanganan Masalah Lingkungan Sosial Berbasis Gender
Meminta masyarakat untuk mengungkapkan permasalahan lingkungan
sosial di lingkungan masyarakat
Mendiskusikan dengan masyarakat siapa yang bertanggung jawab dalam
menangani masalah tersebut, apakah pria atau wanita, dan tindakan apa
yang bisa dilakukan oleh pria dan wanita dalam menangani masalah tersebut
Mengidentifikasi kajian penanganan masalah lingkungan dan sosial berasis
gender menggunakan Tabel 15 dan memperdalam informasi dengan
menggunakan wawancara semiterstruktur untuk kajian penanganan masalah
lingkungan dan sosial berbasis gender.
Tabel 15. Kajian Penanganan Masalah Lingkungan Dan Sosial Berbasis Gender
Masalah P W Analisis
Sumber : Djaelani, 2008 : 78
l. Kajian Penanganan Masalah Kesehatan dan Bencana Berbasis Gender
Meminta masyarakat untuk mengungkapkan permasalahan penyakit dan
bencana di lingkungan masyarakat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Mendiskusikan dengan masyarakat siapa yang bertanggung jawab dalam
menangani masalah tersebut, apakah pria atau wanita, dan tindakan apa
yang bisa dilakukan oleh pria dan wanita dalam menangani masalah tersebut
Mengidentifikasi kajian penanganan masalah kesehatan dan bencana
berbasis gender menggunakan Tabel 16 dan memperdalam informasi
dengan menggunakan wawancara semiterstruktur untuk kajian penanganan
masalah kesehatan dan bencana berbasis gender.
Tabel 16. Kajian Penanganan Masalah Kesehatan Dan Bencana Berbasis Gender
Masalah P W Analisis
Sumber : Djaelani, 2008 : 76)
m. Kajian Penanganan Masalah Ekonomi Berbasis Gender
Meminta masyarakat untuk mengungkapkan permasalahan ekonomi di
lingkungan masyarakat
Mendiskusikan dengan masyarakat siapa yang bertanggung jawab dalam
menangani masalah tersebut, apakah pria atau wanita, dan tindakan apa
yang bisa dilakukan oleh pria dan wanita dalam menangani masalah tersebut
Mengidentifikasi kajian penanganan masalah ekonomi berbasis gender
menggunakan Tabel 17 dan untuk memperdalam informasi dengan
menggunakan wawancara semiterstruktur untuk kajian penanganan masalah
ekonomi berbasis gender.
Tabel 17. Kajian Penanganan Masalah Ekonomi Berbasis Gender Masalah P W Analisis
Sumber : Djaelani, 2008 : 75)
n. Analisis Kecenderungan dan Perubahan
Meminta masyarakat untuk mengungkapkan perubahan (lingkungan,
ekonomi dan kesehatan) di dalam masyarakat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Membuat matrik/bagan analisis kecenderungan dan perubahan dan
mengidentifikasi analisis kecenderungan dan perubahan menggunakan
Tabel 18, untuk memperdalam informasi dengan menggunakan wawancara
semiterstruktur untuk analisis kecenderungan dan perubahan.
Tabel 18. Analisis Kecenderungan Dan Perubahan Faktor utama 1995 2000 2005 2010 Analisis
Sawah (%) Perumahan (%) Jumlah penduduk (%) Perlindungan lingkungan Tingakt kesejahteraan (%)
Kualitas sumberdaya (%) Akses mendapatkan pendidikan (mudah/sulit)
Akses mendapatkan pelayanan (mudah/sulit)
Kesehatan (baik/buruk) Akses mendapatkan air bersih (mudah/sulit)
Ketersediaan MCK (mudah/sulit)
Sumber : Djaelani, 2008 : 54
o. Analisis Kerentanan Internal dan Eksternal
Meminta masyarakat untuk mengungkapkan permasalahan yang ada di
masyarakat
Membuat matrik/bagan kajian kerentanan internal dan eksternal dan
mengidentifikasi dengan menggunakan Tabel 19.
Tabel 19. Analisis Kerentanan Internal Dan Eksternal Kerentanan Internal Kerentanan Eksternal
Sumber : Djaelani, 2008 : 73
Metode dinding ini digunakan sebagai metode pengambilan data pada
sampel Kawasan Rawan Bencana III Gunung Merapi Kabupaten Magelang yaitu
desa Kaliurang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4. Angket
Angket dalam penelitian ini menggunakan pertanyaan seperti alat
penilaian pada metode dinding karena data dan informasi yang diperlukan sama
yaitu data karakteristik Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi Kabupaten
Magelang yaitu dengan menggunakan alat penilaian antara lain : peta spot, peta
transek, riwayat transek, riwayat kejadian bencana, kalender musim dan kegiatan
masyarakat, kalender sumber penghasilan masyarakat, kalender kejadian penyakit
dan bencana, jadwal rutin kegiatan, diagram kelembagaan, ranking kekayaan dan
kesejahteraan, penanganan masalah lingkungan sosial berbasis gender, kajian
penanganan masalah kesehatan dan bencana berbasis gender, kajian penanganan
masalah ekonomi berbasis gender, analisis kecenderungan dan perubahan, analisis
kerentanan internal dan eksternal. Angket ini digunakan sebagai metode
pengambilan data pada sampel Kawasan Rawan Bencana II dan I Gunung Merapi
Kabupaten Magelang yaitu Desa Kamongan untuk sampel Kawasan Rawan
Bencana II Gunung Merapi Kabupaten Magelang dan Desa Jumoyo untuk sampel
Kawasan Rawan Bencana I Gunung Merapi Kabupaten Magelang. Angket ini
digunakan untuk memperoleh data yang banyak dalam waktu yang singkat dan
karena adanya keterbatasan waktu, tenaga, dan materi. Setelah semua data dan
informasi tersebut selesai dikelompokkan maka dilakukan analisis data.
5. Wawancara
Teknik wawancara digunakan untuk memperoleh keterangan atau
informasi yang mendalam dalam rangka pengumpulan data. Dalam pelaksanaan
penelitian ini jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara semiterstruktur
dengan hanya membuat pokok masalah yang akan diteliti, selanjutnya dalam
proses wawancara berlangsung mengikuti situasi. Data hasil wawancara berupa
data karakterisitik bencana dan karakteristik masyarakat Kawasan Rawan
Bencana Gunung Merapi Kabupaten Magelang. Wawancara semiterstruktur
dilakukan mengikuti dilakukannya pengumpulan data dengan metode dinding atau
angket pada Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi Kabupaten Magelang
yaitu sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
a. Peta Spot
Wawancara semiterstruktur untuk Peta Spot
1. Bagaimana ratio umur dan jenis kelamin masyarakat?
2. Apakah pekerjaan masyarakat sehari-hari?
3. Bagaimana interaksi antara pria dan wanita?
4. Bagaimana kondisi rumah?
5. Bagaimana kondisi fasilitas kesehatan?
6. Bagaimana kertersedian transportasi umum?
7. Bagaimana makanan yang dijual di pasar terbuka?
8. Apa saja jenis penjual di masyarakat?
9. Bagaimana tipe jalan?
10. Bagaimana jarak tempuh desa ke tempat-tempat umum?
11. Apa saja Organisasi Masyarakat (LSM) yang ada di masyarakat?
(Djaelani, 2008 : 56)
b. Peta Transek
Wawancara semiterstruktur
1. Bagaimana karakteristik lingkungan masyarakat?
2. Apa saja masalah-masalah yang berkaitan dengan pemeliharan sumber
daya?
3. Apa saja sumber daya atau potensi-potensi yang tersedia dalam
masyarakat?
4. Bagaimana interaksi antara lingkungan fisik dan aktivitas masyarakat?
(Djaelani, 2008 : 58).
c. Riwayat Transek
Wawancara semiterstruktur
1. Bagaimana sejarah bencana di masyarakat?
2. Faktor-faktor yang memnyebabkan bencana serta dampaknya di
masyarakat?
3. Bagaimana perubahan sumber daya alam yang disebabkan oleh bencana
dan kemungkinan sumber daya alam tersebut yang masih tersisa?
(Djaelani, 2008 : 52).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
d. Riwayat Kejadian Bencana
Wawancara semiterstruktur
1. Apakah penyebab bencana?
2. Bagaimana kronologis kejadian bencana?
3. Bagaiamana akibat dari bencana?
4. Apakah terdapat hubungan sebab akibat antara berbagai bencana?
5. Kapan bencana mulai semakin serius dibanding bencana yang terjadi
sebelumnya dan apa yang akan menyebabkanya? (Djaelani, 2008 : 50).
e. Kalender Musim dan Kegiatan Masyarakat
Wawancara semiterstruktur
1. Musim-musim dan aktivitas/kegiatan yang ada di masyarakat?
2. Apakah ada hubungan antara kegiatan dengan musim?
3. Apakah ada hubungan sebab dan akibat antara berbagai kegiatan?
(Djaelani, 2008 : 62).
f. Kalender Sumber Penghasilan Masyarakat
Wawancara semiterstruktur
1. Apakah jenis-jenis penghasilan/pendapatan masyarakat selama satu
tahun?
2. Apakah ada hubungan antara sumber penghasilan dengan musim?
3. Apakah ada hubungan sebab akibat antara berbagai sumber penghasilan
tersebut? (Djaelani, 2008 : 67).
g. Kalender Kejadian Penyakit dan Bencana
Wawancara semi tertruktur
1. Apakah jenis-jenis penyakit dan bencana yang dialami oleh masyarakat
dalam siklus waktu satu tahun?
2. Apakah ada hubungan antara penyakit dengan musim?
3. Apakah ada hubungan antara bencana dengan musim?
4. Apakah ada hubungan antara penyakit dengan bencana?
5. Apakah ada hubungan sebab dan akibat antara berbagai penyakit atau
bencana? (Djaelani, 2008 : 60).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
h. Jadwal Rutin Kegiatan
Wawancara semiterstruktur
1. Bagaimana aktivitas dan penggunaan waktu masyarakat?
2. Bagaimana beban kerja harian kelompok masyarakat?
3. Apakah ada kegiatan yang dilakukan bersamaan pada masyarakat yang
mempunyai latar belakang aktivitas yang berbeda?
4. Kapan waktu yang tepat untu mengadakan pertemuan dan kegiatan?
(Djaelani, 2008 : 65).
i. Diagram Kelembagaan
Wawancara semiterstruktur
1. Lembaga apa sajakah yang ada di masyarakat (baik yang ada di dalam
ataupun di luar masyarakat) ?
2. Bagaimana komunikasi antar lembaga?
3. Apakah ada potensi kerjasama dengan organisasi lain?
4. Bgaimanakah peran dari berbagai institusi terhadap masyarakat?
5. Agaimanakah peran berbagai institusi pemerintah terhadap suatu
organisasi?
6. Apa kekuatan dan kelemahan masing-masing institusi tersebut?
(Djaelani, 2008 : 68).
j. Ranking Kekayaan dan Kesejahteraan
Wawancara semiterstruktur
1. Apakah pandangan mayarakat lokal mengenai kekayaan dan
kesejahteran?
2. Bagaimanakah karakteristik setiap status ekonomi (mampu, sederhana,
kurang mampu)?
3. Apakah kelompok yang mampu, sederhana dan kurang mampu memiliki
kemampuan untuk menghadapi bencana?
4. Apakah yang menyebabkan kelompok yang mampu, sederhana dan
kurang mampu memiliki kerentanan untuk menghadapi bencana atau
mengurangi risiko bencana?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5. Kelompok manakah yang memiliki sumber daya yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan kegiatan upaya kesiapsiagaan bencana atau upaya
pengurangan risiko?
6. Kelompok manakah yang akan diprioritaskan dalam pelaksanaan
kegiatan upaya kesiapsiagaan bencana atau upaya pengurangan risiko?
k. Penanganan Masalah Lingkungan Sosial Berbasis Gender
Wawancara semiterstruktur
1. Apa sajakah permasalahan lingkungan dan sosial yang ada di
masyarakat?
2. Siapakah yang bertanggung jawab dalam menengani masalah tersebut
(pria atau wanita)?
3. Tindakan apa yang bisa dilakukan oleh pria ataupun wanita dalam
menangani masalah tersebut?
4. Apakah ada kegiatan yang hanya dapat dilakukan oleh pria atau wanita
saja? Mengapa?
5. Apakah ada kegiatan yang dapat dilakukan bersama-sama oleh pria atau
wanita? Mengapa? (Djaelani, 2008 : 78).
l. Kajian Penanganan Masalah Kesehatan dan Bencana Berbasis Gender
Wawancara semiterstruktur
1. Apa sajakah permasalahan kesehatan dan bencana yang ada di
masyarakat?
2. Siapakah yang bertanggung jawab dalam menangani masalah tersebut
(pria atau wanita)?
3. Tindakan apa yang bisa dilakukan oleh pria ataupun wanita dalam
menangani masalah tersebut?
4. Apakah ada kegiatan yang hanya dapat dilakukan oleh pria atau wanita
saja? Menganpa?
5. Apakah ada kegiatan yang dapat dilakukan bersama-sama oleh pria atau
wanita? Mengapa? (Djaelani, 2008 : 78).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
m. Kajian Penanganan Masalah Ekonomi Berbasis Gender
Wawancara semiterstruktur
1. Apa sajakah permasalahan ekonomi yang ada di masyarakat?
2. Siapakah yang bertanggung jawab dalam menangani masalah tersebut
(pria atau wanita)?
3. Tindakan apa yang bisa dilakukan oleh pria ataupun wanita dalam
menangani masalah tersebut?
4. Apakah ada kegiatan yang hanya dapat dilakukan oleh pria atau wanita
saja? Menganap?
5. Apakah ada kegiatan yang dapat dilakukan bersama-sama oleh pria atau
wanita? Mengapa? (Djaelani, 2008 : 75).
n. Analisis Kecenderungan dan Perubahan
Wawancara semiterstruktur
1. Perubahan apakah yang terjadi di masyarakat?
2. Bagaimana hubungan antara perilaku masyarakat dan kecenderungan
perubahan yang terjadi di masyarakat?
3. Apakah penyebab terjadinya perubahan tersebut?
4. Apakah akibat dari perubahan-perubahan tersebut (baik akibat yang
sudah terjadi maupun akibat yang dirasakan akan terjadi di masa
mendatang? (Djaelani, 2008 : 54).
G. Teknik Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa data
dengan teknik skoring dan klasifikasi untuk menilai kerentanan dan kapasitas
Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi Kabupaten Magelang. Selain itu
digunakan pula analisis Participatory Rural Appriasal (PRA) atau penilaian
masyarakat yang partisipatif yaitu pengkajian atau penelitian keadaan desa secara
partisipatif. PRA digunakan dalam melakukan kajian untuk memahami berbagai
aspek kondisi desa sampel dengan melibatkan peran aktif masyarakat agar
masyarakat dapat meningkatkan pengetahuan mereka tentang kehidupan dan
keadaan mereka sendiri sehingga mampu menyusun rancangan program yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sesuai dengan kondisi masyarakat melalui proses pembelajaran masyarakat
(Djaelani, 2008 : 27). Dalam penelitian ini analisis PRA dilakukan secara penuh
pada Desa Kaliurang sebagai sampel desa Kawasan Rawan Bencana III Gunung
Merapi Kabupaten Magelang sedangkan pada Desa Kamongan dan Jumoyo
sebagai sampel desa Kawasan Rawan Bencana II dan I Gunung Merapi
Kabupaten Magelang menggunakan analisis semiPRA yaitu pengkajian keadaan
desa dengan peran masyarakat dalam pengumpulan data maupun analisis data
tidak secara penuh. Hal ini dikarenakan keterbatasan waktu, tenaga dan materi.
3. Kerentanan Kawasan Rawan Bencana
Identifikasi kerentanan dilakukan berdasarkan hasil analisis situasi dengan
menggunakan alat penilaian dan alat pengumpulan data yang lain. Data yang
dihasilkan dianalisis kondisi kerentanannya pada masing-masing alat penilaian
tersebut. Memungkinkan adanya kesamaan hasil analisis kondisi kerentanan pada
dua atau beberapa alat penilaian namun memungkinkan juga tidak ditemukan
kerentanannya. Kondisi kerentanan pada masing-masing alat penilaian yang telah
teridentifikasi dikumpulkan menjadi satu kesimpulan yang menggambarkan
kondisi kerentanan secara umum pada daerah tersebut.
Analisis kerentanan diteruskan dengan menglasifikasikan kerentanan ke
beberapa aspek, yaitu aspek kesehatan, fisik dan lingkungan, aspek sosial budaya,
aspek sikap/motivasi, aspek kelembagaan/keorganisasian dan aspek ekonomi.
Klasifikasi kerentanan melalui tahap penentuan parameter penelitian, dar i
parameter kemudian disusun indikator, setelah itu menentukan skoring dan yang
terakhir adalah membuat klasifikasi kerentanan. Skoring kerentanan diuraikan
dalam tabel 20 dan klasifikasinya pada tabel 21.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 20. Skoring Kerentanan Parameter Indikator Kriteria Bobot Skor
Kesehatan, Fisik dan Lingkungan
Kedekatan sumber bencana
>20 km 2
1 10-20 km 2 <10 km 3
Keterkaitan iklim
Iklim mempengaruhi kejadian bencana 2
0 Iklim tidak berpengaruh terhadap kejadian bencana
2
Tipe bangunan Permanen lantai keramik 2
1 Permanen lantai semen/ubin 2 Semi permanen 3
Akses jalan Aspal 2
1 Makadam 2 Betu kerikil 3
Fasi
litas
Kesehatan
Rumah Sakit 1
1 Puskesmas 2 Polindes 3
Pemerintahan
Ada 1 1 Tidak ada 2
Gedung titik kumpul
Ada 2
1 Tidak ada 2
Jaringan telekomunikasi
Ada dan ketika terjadi bencana dapat digunakan
1
1
Ada namun ketika kondisi bencana tidak dapat digunakan
2
Tidak ada 3 Transportasi Kendaraan beroda 4 muatan banyak (truk)
1 1
Kendaraan beroda 4 muatan sedikit (mobil) 2 Kendaran roda 2/Jalan kaki 3
Jaringan air bersih
PDAM 1
1 Sumur 2 Mata air sungai 3
Saluran irigasi Air hujan 1 1 Pipanisasi mata air/sungai 2
Kecenderungan penyakit
Saat bencana/musim tertentu 1
1 Sepanjang musim 2
Kondisi tanah Kompak 2
1 Gumpal 2 Remah 3
Sosial Budaya Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk <10 jiwa/Ha 2
1 Kepadatan penduduk 10-25 jiwa/Ha 2 Kepadatan penduduk >25 jiwa/Ha 3
Persentase penduduk usia tua (> 65tahun)
Persentase <10% 1
1 Persentase 10-20% 2 Persentase >20% 3
Persentase penduduk usia balita (< 5 tahun)
Persentase <10%
1
1 Persentase 10-20% 2 Persentase >20% 3
Persentase penduduk ibu hamil
Persentase <10% 1
1 Persentase 10-20% 2 Persentase >20% 3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Pemahaman masyarakat tentang bencana
Sudah ada pemahaman masyarakat 2
1 Belum ada pemahaman masyarakat 2
Sikap/ motivasi
Penanganan masalah masyarakat berbasis gender
Laki-laki dan perempuan berperan
1
1 Hanya laki-laki yang berperan
2
Kekerabatan penanggulangan bencana
Adanya sistem kekerabatan yang baik 1
0 Belum ada sistem kekerabatan yang baik 2
Sikap penduduk terhadap terjadinya bencana
Berpindah dari kawasan bencana
2
1 Tetap menetap di kawasan bencana
2
Prioritas kebencanaan
Sangat diprioritaskan masyarakat 2
1 Cukup diprioritaskan masyarakat 2 Tidak diprioritaskan masyarakat 3
Kelembagaan/ keorganisasian
Keberadaan lembaga
Program lembaga terorganisir 1
1 Program lembaga kurang terorganisir 2 Tidak ada program lembaga 3
Peraturan/kebijakan
Dipahami oleh semua masyarakat 1
1 Dipahami oleh tokoh masyarakat saja 2 Tidak dipahami oleh masyarakat 3
Ekonomi Keberadaan lokasi usaha/produksi
Tidak terdapat lokasi usaha/produksi
2
0 Terdapat hanya beberapa lokasi usaha/produksi 1
Terdapat lokasi usaha/produksi 2 Tingkat kemakmuran
Masyarakat makmur >60% 1
1 Masyarakat makmur 30-60% 2 Masyarakat makmur <30% 3
Sumber : Modifikasi analisis VCA PRA
Tabel 21. Range Nilai dan Kelas Kerentanan kerentanan range kelas
Kesehatan, Fisik dan Lingkungan
17-27 Tidak Rentan 28-38 Cukup Rentan 39-50 Rentan
Sosial Budaya 7-10 Tidak Rentan 11-14 Cukup Rentan 15-19 Rentan
Sikap/motivasi 5-7 Tidak Rentan 8-10 Cukup Rentan 11-14 Rentan
Kelembagaan/keorganisasian 2-3 Tidak Rentan 4-5 Cukup Rentan 6 Rentan
Ekonomi 1-2 Tidak Rentan 3-4 Cukup Rentan 5-7 Rentan
Total 20-44 Tidak Rentan 45-69 Cukup Rentan 70-94 Rentan
Sumber : Modifikasi analisis VCA PRA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4. Prioritas Kerentanan Kawasan Rawan Bencana
Tabel 22. Prioritas Kerentanan
Kerentanan yang dialami Parameter Jumlah
Skor 1 2 3 4 1. 2. 3. 4. 5.
Sumber : Djaelani, 2008 : 88
Analisis prioritas kerentanan menggunakan Tabel 22. Prioritas
kerentanan ini berarti keadaan masyarakat individu maupun kondisi masyarakat
kolektif yang sangat menyebabkan masyarakat lebih mudah tertimpa bencana
atau yang menghambat kemampuan masyarakat untuk melakukan upaya
kesiapsiagaan bencana dan pengurangan risiko bencana sehingga harus
mendapat prioritas dan diutamakan pada kegiatan pengurangan risiko bencana.
Prioritas kerentanan ini menggunakan skoring kerentanan-kerentanan yang telah
teridentifikasi. Parameter yang digunakan disajikan dalam Tabel 23.
Tabel 23. Parameter Prioritas Kerentanan No Parameter Kriteria Skor 1. Akibat dan dampak yang
dirasakan oleh masyarakat Ringan Sedang Berat
10 20 30
2. Jangka waktu kerentanan Pendek Sedang Panjang
10 20 30
3. Jumlah warga yang merasakan kerentanan
Sedikit Sedang Banyak
10 20 30
4. Kompleksitas kerentanan tersebut untuk dipecahkan
Mudah Sedang Sulit
10 20 30
Sumber : Djaelani, 2007 : 157
Prioritas kerentanan yang diambil adalah kerentanan yang mempunyai
nilai tertinggi pada keempat parameter yang digunakan sehingga mendapatkan
skor maksimal yaitu 120.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5. Kapasitas Kawasan Rawan Bencana
Identifikasi kapasitas dilakukan berdasarkan hasil analisis situasi dengan
menggunakan alat penilaian. Data yang dihasilkan dari alat penilaian dianalisis
kondisi kapasitasnya pada masing-masing alat penilaian tersebut dan
memungkinkan terdapat kesamaan hasil analisis kondisi kapasitas pada dua atau
beberapa alat penilaian namun memungkinkan tidak ditemukan kapasitasnya.
Kondisi kapasitas pada masing-masing alat penilaian yang telah teridentifikasi
dikumpulkan menjadi satu kesimpulan yang menggambarkan kondisi kapasitas
secara umum pada daerah tersebut.
Analisis kapasitas dapat diteruskan dengan mengklasifikasikan kapasitas
ke beberapa aspek yaitu, aspek tata pemerintahan, aspek pengkajian risiko, aspek
pengetahuan dan pendidikan, aspek manajemen risiko dan pengurangan
kerentanan dan aspek kesiapsiagaan dan tanggap darurat. Klasifikasi kapasiatas
melalui tahap penentuan parameter penelitian, dari parameter kemudian disusun
indikator, setelah itu menentukan skoring dan yang terakhir adalah membuat
klasifikasi kapasitas. Skoring kapasitas diuraikan dalam tabel 24 dan
klasifikasinya pada tabel 25.
Tabel 24. Range Nilai dan Kelas Kapasitas kerentanan Range kelas
Tata Pemerintahan 7-10 Rendah 11-14 Sedang 15-17 Tinggi
Pengkajian risiko 3-4 Rendah 5-6 Sedang 7-8 Tinggi
Pengetahuan dan pendidikan 5-7 Rendah 8-10 Sedang 11-12 Tinggi
Manajemen risiko dan pengurangan kerentanan
7-11 Rendah 12-16 Sedang 17-20 Tinggi
Kesiapsiagaan dan tanggap darurat
7-10 Rendah 11-14 Sedang 15-19 Tinggi
Total 29-44 Rendah 45-60 Sedang 61-76 Tinggi
Sumber : Modifikasi Karakteristik Ketahanan Masyarakat terhadap Bencana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 25. Skoring Kapasitas Parameter Indikator Kriteria Skor
Tata Pemerintahan
Kebijakan, perencanaan, prioritas-prioritas dan komitmen politik dalam PRB
PRB belum diprioritaskan oleh masyarakat
1
PRB kurang diprioritaskan oleh masyarakat 2
PRB diprioritaskan oleh masyarakat 3 Sistem-sistem hukum dan pengaturan
Tidak adanya peraturan 1 Adanya peraturan/hukum namun kesadaran masyarakat rendah 2
Adanya peraturan/hukum dan kesadaran masyarakat tinggi 3
Pengintegrasian ke dalam kebijakan-kebijakan dan perencanaan pembangunan
Kebijakan/perencanaan belum menggunakan pendekatan PRB 1
Kebijakan/perencanaan menggunakan pendekatan PRB 2
Pengintegrasian ke dalam tanggap darurat dan pemulihan
Kebijakan/perencanaan belum menggunakan pendekatan PRB
1
Kebijakan/perencanaan menggunakan pendekatan PRB 2
Mekanisme-meknisme, kapasitas dan struktur kelembagaan, pembagian tanggung jawab
Tidak ada dukungan lembaga maupun dana 1
Adanya dukungan lembaga dengan keterbatasan dana 2
Adanya dukungan lembaga disertai dengan dukungan dana 3
Kemitraan Tidak ada hubungan/kemitraan antar lembaga 1
Adanya hubungan/kemitraan yang baik antar lembaga 2
Partisipasi masyarakat Belum adanya partisipasi masyarakat 1 Adanya partisipasi masyarakat 2
Pengkajian risiko Data dan pengkajian bahaya/risiko
Belum ada pengkajian risiko 1 Pengkajian risiko dilakukan tidak secara partisipatif
2
Pengkajian risiko dilakukan secara partisipatif
3
Data dan pengkajian kerentanan dan danpak
Belum ada pengkajian kerentanan dan dampak 1
Pengkajian kerentanan dan dampak dilakukan tidak secara partisipatif 2
Pengkajian kerentanan dan dampak dilakukan secara partisipatif 3
Kapasitas ilmiah dan teknis serta inovatif
Masyarakat tertutup terhadap perkembangan ilmu 1
Masyarakat terbuka pada perkembangan ilmu 2
Pengetahuan dan pendidikan
Kesadaran, pengetahuan dan keterampilan-keterampilan publik
Masyarakat tidak paham terhadap bencana 1
Masyarakat cukup paham terhadap bencana 2
Masyarakat paham terhadap bencana 3 Manajemen dan Informasi kebencanaan tidak dapat 1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pertukaran informasi dipahami oleh masyarakat Informasi kebencanaan dipahami oleh sebagian masyarakat 2
Informasi kebencanaan dapat dipahami masyarakat luas 3
Pendidikan dan pelatihan Pendidikan dan pelatihan belum menerapkan PRB 1
Pendidikan dan pelatihan sudah menerapkan PRB 2
Budaya, sikap dan motivasi
Masyarakat belum mempunyai sikap realistis terhadap risiko dan manajemen risiko
1
Masyarakat mempunyai sikap realistis terhadap risiko dan manajemen risiko
2
Pembelajaran dan penelitian
Belum adanya kemauan dan kemampuan masyarakat untuk belajar dan melakukan penelitain tentang kebencanaan
1
Adanya kemauan dan kemampuan masyarakat untuk belajar dan melakukan penelitain tentang kebencanaan
2
Manajemen risiko dan pengurangan kerentanan
Manajemen lingkungan hidup dan sumber daya alam (modal alam)
Masyarakat belum peduli lingkungan dan tidak mempunyai ahli lingkungan 1
Masyarakat peduli lingkungan namun tidak mempunyai ahli lingkungan
2
Masyarakat peduli lingkungan dan adanya ahli lingkungan
3
Kesehatan (modal manusia)
Hanya ada Polindes dan masyarakat belum mempunyai kesadaran terhadap kesehatan
1
Adanya Rumah Sakit/Puskesmas namun masyarakat belum mempunyai kesadaran terhadap kesehatan
2
Adanya Rumah Sakit dan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan tinggi 3
Penghidupan yang berkelanjutan
Hanya mengandalakan satu sektor mata pencaharian 1
Adanya disertivikasi mata pencaharian dengan satu sektor utama 2
Adanya disertivikasi mata pencaharian 3
Perlindungan sosial (modal sosial)
Tidak mempunyai dukungan/hubungan dengan pihak eksternal
1
Adanya dukungan/hubungan dengan lembaga/pihak eksternal
2
Adanya dukungan/hubungan dengan lembaga/pihak eksternal dibidang kebencanaan
3
Perangkat-perangkat finansial (modal
Masyarakat tidak mempunyai tabungan secara berarti 1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
finansial) Tabungan masyarakat berupa barang 2 Tabungan masyarakat berupa deposito 3
Perlindungan fisik, langkah-langkah struktural dan teknis (modal fisik)
Belum dilaksanakan langkah-langkah mitigasi struktural 1
Pelaksanaan langkah-langkah mitigasi struktural tanpa memanfaatkan partisipasi dan kekayaan masyarakat
2
Pelaksanaan langkah-langkah mitigasi struktural dengan memanfaatkan partisipasi dan kekayaan masyarakat
3
Sistem dan mekanisme perencanaan
Perencanaan belum menggunakan pendekatan PRB 1
Perencanaan sudah menggunakan pendekatan PRB 2
Kesiapsiagaan dan tanggap darurat
Kapasitas kelembagaan dan koordinasi
Belum adanya struktur kelembagaan kesiapsiagaan/tanggap darurat bencana
1
Adanya struktur kelembagaan kesiapsiagaan/tanggap darurat bencana sederhana
2
Adanya struktur kelembagaan kesiapsiagaan/tanggap darurat bencana komplek
3
Pelatihan kebencanaan Pengembangan pengetahuan kebencanaan dari pengalaman sehari-hari
1
Adanya pelatihan reguler kebencanaan oleh lembaga
2
Sistem-sistem peringatan dini
Tidak mempunyai sistem peringatan dini
1
Mempunyai sistem komunikasi peringatan dini namun untuk menjangkau masyarakat kurang lancar
2
Mempunyai sistem komunikasi peringatan dini yang dapat menjangkau masyarakat
3
Perencanaan kesiapsiagaan dan kontijensi
Tidak mempunyai rencana kesiapsiagaan untuk bencana 1
Adanya rencana kesiapsiagaan untuk menghadapi bencana 2
Sumber-sumber daya dan infrastruktur kedaruratan
Tidak tersedia 1 Mempunyai gedung/bangunan yang dapat digunakan sebagai tempat penampungan
2
Adanya titik kumpul dan menara pandang 3
Tanggap darurat dan pemulihan
Masyarakat tidak mampu menyediakan layanan-layanan tanggap darurat yang efektif dan tepat
1
Masyarakat cukup mampu 2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
menyediakan layanan-layanan tanggap darurat yang efektif dan tepat Masyarakat mampu menyediakan layanan-layanan tanggap darurat yang efektif dan tepat
3
Partisipasi, kerelawanan Tidak ada partisipasi masyarakat, pelaksaan oleh pemerintah 1
Partisipasi masyarakat tidak secara penuh
2
Adanya partisipasi masyarakat dalam penyusunan, pengembangan dan pelaksanaan rencana PRB
3
Sumber : Modifikasi Karakteristik Ketahanan Masyarakat terhadap Bencana
6. Tindakan/Aksi Pengurangan Risiko Bencana
Dalam mengidentifikasi tindakan/aksi penurangan risiko menggunakan
Tabel 26.
Tabel 26. Identifikasi Tindakan/Aksi Pengurangan Risiko Bencana Kerentanan Kapsitas Tindakan/aksi untuk mengatasi
Kerentanan dengan Menggunakan Kapasitas
Kerentanan1 Kapasitas1 Kapasitas2 Kapasitas3
Kerentanan2 Kapasitas1 Kapasitas2 Kapasitas3
Sumber : Djaelani, 2008 : 91
Penilaian ini menggunakan alat penilaian berbasis masyarakat yang berarti
masyarakat sendirilah yang menilai kondisi mereka sendiri. Dengan kemampuan
mengenali kondisi mereka sendiri maka masyarakat lebih mengetahui kebutuhan
dan dapat melakukan tindakan yang tepat sesuai yang dibutuhkan untuk daerah
mereka sendiri. Kerentanan yang diidentifikasi adalah kerentanan yang masuk
dalam prioritas kerentanan karena kerentanan yang diprioritaskan merupakan
kerentanan yang membutuhkan penanganan tindakan baik untuk pemulihan
kondisi masyarakat pasca bencana maupun untuk peningkatan kemampuan
masyarakat sehingga risiko bencana mampu diminimalkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7. Prioritas Tindakan/Aksi Pengurangan Risiko Bencana
Prioritas tindakan/aksi pengurangan risiko bencana ini merupakan
tindakan/aksi bencana yang harus segera dilakukan sehubungan dengan kondisi
kerentanan dan kapasitas masyarakat untuk meningkatkan kapasitas masyarakat
dan meminimalkan kerentanan sehingga risiko bencana menjadi berkurang.
Dengan prioritas tindakan ini maka dapat melihat tindakan pengurangan risiko
bencana yang mampu dilakukan masyarakat sesuai kemampuan masyarakat.
Prioritas tindakan/aksi pengurangan risiko bencana ini menggunakan
perhitungan dukungan kapasitas pada tindakan/aksi pengurangan risiko yang
telah teridentifikasi. Penentuan prioritas diutamakan pada tindakan/aksi yang
paling dibutuhkan masyarakat pada jangka waktu tersebut. Dengan
menggunakan parameter :
1. Dapatkah diatasi oleh masyarakat sendiri? Bagaimana?
2. Dukungan pendanaan? Bagaimana cara mendapatkannya?
3. Dukungan Teknik? Bagaimana cara mendapatkannya?
4. Jangka Waktu
S = Jangka waktu singkat
M = Jangka waktu menengah
L = Jangka waktu panjang
Dalam mengidentifikasi prioritas tindakan/aksi pengurangan risiko
menggunakan Tabel 27.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 27. Prioritas Tindakan/Aksi Pengurangan Risiko Bencana Tindakan/aksi untuk mengatasi Kerentanan dengan Menggunakan Kapasitas
Dapatkah diatasi oleh masyarakat sendiri? Bagaimana?
Dukungan pendanaan? Bagaimana cara mendapatksannya?
Dukungan Teknik? Bagaimana cara mendapatkannya?
Jangka Waktu
Ranking
Sumber : Djaelani, 2008 : 92
Parameter tersebut akan mendeskripsikan tindakan pengurangan risiko
bencana yang dibutuhkan masyarakat dengan kemampuan masyarakat dalam
merealisasikannya dan dukungan yang dibutuhkan untuk merealisasikannya. Hal
ini akan mempengaruhi kemungkinan tindakan pengurangan risiko bencana ini
mampu terealisasikan. Tindakan pengurangan risiko yang diprioritaskan
berdasarkan parameter jangka waktu permintaan pemenuhan kebutuhan tindakan
ini, jangka waktu singkat berarti tindakan pengurangan risiko bencana ini sangat
mendesak dan dibutuhkan oleh masyarakat yang mempengaruhi kelangsungan
kehidupan masyarakat selanjutnya. Jika tidak dipenuhi dengan segera
memungkinkan terjadinya kondisi masyarakat yang semakin buruk. Dan
selanjutnya jangka waktu menengah kemudian yan mendapat prioritas terakhir
adalah tindakan/aksi yang menuntut dipenuhi pada jangka waktu lama.
Parameter selanjutnya berkaitan dengan kemampuan masyarakat dalam
merealisasikannya, yang diprioritaskan adalah tindakan/aksi pengurangan risiko
bencana yang bisa dilakukan dengan kapasitas dan kemampuan masyarakat
sendiri selanjutnya tindakan/aksi yang memerlukan dukungan teknik dan
dukungan pendanaan. Dukungan teknik dan pendanaan dari pihak luar lebih sulit
didapatkan sehingga menjadi prioritas terakhir.
Alur penelitian in disajikan dalam diagram pada Gambar 10.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Alat Penilaian Observasi Langsung Peta Spot Peta Transek Riwayat Transek Riwayat Kejadian Bencana Kalender Musim dan Kegiatan Masyarakat Kalender Kejadian Penyakit dan Bencana Jadwal Rutin Harian Analisa Sumber Penghasilan (mata pencaharian) Diagram Kelembagaan Ranking Kekayaan dan Kesejahteraan Kajian Penanganan Masalah Ekonomi Berbasis Gender Kajian Penanganan Masalah Penyakit dan Bencana Berbasis Gender Kajian Penanganan Masalah Lingkungan dan Sosial Berbasis Gender Analisis Kecenderungan dan Perubahan Analisis Kerentanan Internal dan Eksternal
DIAGRAM ALIR PENELITIAN
Peta Kawasan Rawan Bencana G.Merapi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
Data Kawasan Rawan Bencana III, II dan I
Lapangan
Kapasitas
Prioritas Kerentanan
Tindakan/Aksi Pengurangan Risiko Bencana
Kerentanan
Prioritas Tindakan/Aksi Pengurangan Risiko Bencana
data karakteristik KRB III
PRA (Participatory Rural Appriasal)
Ranking
Skoring
PRA (Participatory Rural Appriasal) (KRB III)
Skoring
analisis alat penilaian KRB III
kemampuan masyarakat untuk mengatasi sendiri
dukungan teknik
jangka waktu
dukungan pendanaan
Gambar 10. Diagram Alir Penelitian
akibat dan dampak yang dirasakan oleh
masyarakat
jangka waktu
kerentananjumlah warga yang
merasakan kerentanan
kompleksitas kerentanan tersebut untuk dipecahkan
data karakteristik KRB II, I
semiPRA
semiPRA (KRB II, I)
PRA (Participatory Rural Appriasal) semiPRA
analisis alat penilaian KRB II, I
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. DESKRIPSI WILAYAH
1. Letak dan Luas
Kabupaten Magelang merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa
2 (108.573 Ha) atau seluas
3,34% dari luas Provinsi Jawa Tengah dan mempunyai ketinggian wilayah
antara 153-3.065 m diatas permukaan laut dan ketinggian rata-rata 360 m
diatas permukaan laut. Dilihat dari peta orientasi Propinsi Jawa Tengah,
wilayah Kabupaten Magelang memiliki posisi yang strategis karena
keberadaannya terletak di tengah-tengah, sehingga mudah dicapai dari berbagai
arah. Secara geoekonomis, Kabupaten Magelang merupakan daerah
perlintasan, jalur kegiatan ekonomi, yaitu Semarang-Magelang-Purwokerto
dan Semarang-Magelang-Yogyakarta-Solo. Secara administrasi Kabupaten
Magelang berbatasan dengan :
Sebelah Utara : Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Semarang
Sebelah Timur : Kabupaten Semarang dan Kabupaten Boyolali
Sebelah Selatan : Kabupaten Purworejo dan Propinsi D.I.Y
Sebelah Barat :Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Wonosobo
Bagian Tengah : Kota Magelang
Kabupaten Magelang secara administrasi terbagi menjadi 21 kecamatan
yang terdiri dari 5 kelurahan dan 367 desa. Seluruh desa yang ada merupakan
desa swasembada. Kecamatan di Kabupaten Magelang antara lain : Salaman,
Borobudur, Ngluwar, Salam, Srumbung, Dukun, Muntilan, Mungkid,
Sawangan, Candimulyo, Mertoyudan, Tempuran, Kajoran, Kaliangkrik,
Bandongan, Windusari, Secang, Tegalrejo, Pakis, Grabag, dan Ngablak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Geologi
Batuan penyusun daerah Kabupaten Magelang terdiri dari batuan
sedimen, batuan gunung api, batuan beku terobosan dan endapan aluvial.
Batuan sedimen merupakan Formasi Andesit Tua yang terdiri dari Breksi,
Andesit, Tufa, Tufa Lapili, Aglomorat dan Lava Andesit. Formasi ini
menempati sisi tepi bagian Barat Daya Kabupaten Magelang, yakni daerah
Salaman dan Borobudur bagian selatan. Batuan ini mengandung potensi bahan
galian golongan C (berupa batuan andesit). Batuan gunung api merupakan
material batuan yang dihasilkan oleh Gunung Api Merapi, Gunung Api
Merbabu, dan Gunung Api Sumbing menempati satuan geomorfik lereng dan
puncak gunung api tersebut terdiri dari breksi piroklastik, lelehan lava, batu
pasir tufaan dan lahar. Breksi piroklastik dan lava andesit terdapat di wilayah
Kecamatan Kajoran, Kecamatan Kaliangkrik, Kecamatan Windusari,
Kecamatan Grabag, Kecamatan Ngablak, Kecamatan Pakis, Kecamatan
Sawangan, Kecamatan Dukun, dan Kecamatan Srumbung. Batu pasir tufaan
dan lahar terdapat di Kecamatan Salaman, Kecamatan Tempuran, Kecamatan
Bandongan, Kecamatan Secang, Kecamatan Tegalrejo, Kecamatan
Candimulyo, Kecamatan Mertoyudan, Kecamatan Mungkid, Kecamatan
Muntilan, Kecamatan Salam dan Kecamatan Ngluwar. Jenis batuan ini sangat
baik sebagai bahan penyimpanan akuifer (bahan yang dapat menyimpan air)
dan juga sebagai sumber bahan galian golongan C (pasir dan batu). Batuan
beku terobosan berupa dasit dan andesit, terdapat didaerah Salaman bagian
Tenggara dan Borobudur bagian Barat Daya. Batuan beku terobosan ini
menyebabkan terjadinya bahan galian batu gamping yang mengalami
metamorfosa. Di Kabupaten Magelang terdapat endapan aluvial. Endapan
aluvial menempati satuan geomorfik dataran aluvial di sepanjang sungai-
sungai yang besar yaitu Sungai Progo dengan cabang-cabangnya yang
mengalir di Salaman sampai Borobudur. Endapan aluvial terdiri dari material-
material lepas berupa kerakal, kerikil, pasir lanau lumpur dan lempung.
Endapan aluvial sangat baik sebagai batuan akuifer (penyimpan air tanah)
sekaligus sebagai penghasil pasir dan batu. Kabupaten Magelang mempunyai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sumber daya bahan galian industri (bahan galian golongan C) yang cukup
besar, terutama kelompok bahan galian konstruksi, seperti: andesit dan sirtu,
yang tersebar luas di kawasan Merapi Merbabu maupun kawasan Menoreh.
Sampai tahun 2005, tercatat ada 11 tipe bahan galian industri yang telah
teridentifikasi secara makro (survei pendahuluan). Namun demikian, dari 11
jenis bahan galian tersebut hanya 8 jenis bahan galian yang telah dihitung
potensi sumberdaya terekanya. Kedelapan jenis bahan galian tersebut adalah:
andesit, trass, tanah, urug, oker, lempung, kaolin, batu, gamping, kristalin
(marmer) dan sirtu. Di samping itu, ada potensi lain yang berupa endapan
logam, yaitu : endapan mangan (MnO2). Endapan mangan ini secara geologik
banyak ditemukan di Pegunungan Menoreh, terutama di daerah Ngargoretno.
Posisi geologinya berada di sela-sela antara batugamping kristalin (marmer)
dengan batuan vulkanik tua di Perbukitan Menoreh. Sampai saat ini dari sisi
permintaan akan kebutuhan mangan untuk industri besi/baja, bahan baku yang
berupa endapan mangan cukup banyak dijumpai di Perbukitan Menoreh
Kabupaten Magelang (Bagian Perekonomian, setda Kabupaten Magelang
(2002) dalam Yudhistira, 2008: 22). Berdasarkan data Statistik Lingkungan
Hidup Jawa Tengah Tahun 2007 yang dikeluarkan oleh Badan Pengelolaan dan
Pengendalian Dampak Lingkungan Provinsi Jawa Tengah dalam Yudhistira,
2008 : 22, luas wilayah Kabupaten Magelang tersebut terbagi sebanyak 37.417
ha lahan persawahan dan 71.156 ha bukan lahan sawah. Kabupaten Magelang
juga memiliki 33.303,00 ha lahan yang masuk kategori sangat kritis, 35.423,50
ha lahan kritis, 24.451,80 lahan agak kritis, 5.985,90 ha lahan yang memiliki
potensi kritis. Sebaran tanah pada masing-masing wilayah di Kabupaten
Magelang, terbagi menjadi:
Alluvial Kelabu, terdapat di Kecamatan Candimulyo, Kecamatan
Mertoyudan, Kecamatan Mungkid, Kecamatan Muntilan, dan Kecamatan
Ngluwar.
Alluvial Cokelat Tua, terdapat di Kecamatan Bandongan. Kecamatan
Borobudur, Kecamatan Candimulyo, Kecamatan Mungkid, Kecamatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Muntilan, Kecamatan Salaman, Kecamatan Secang, Kecamatan Tegalrejo,
Kecamatan Tempuran.
Komplek Regosol Kelabuan dan Latosol terdapat di Kecamatan Kajorang,
Kecamatan Kaliangkrik, Kecamatan Windusari, Kecamatan Srumbung dan
Kecamatan Dukun.
Komplek Latosol Kekuningan, Litosol Cokelat Tua dan Litosol terdapat di
Kecamatan Salaman dan Borobudur.
Komplek Latosol Kemerahan, dan Litosol terdapat di Kecamatan Salam,
Kajoran, Kaliangkrik, Salaman, Tempuran, Bangongan danWindusari.
Komplek Andosol Kelabu tua dan Litosol terdapat di Kecamatan Ngablak,
Pakis, dan Sawangan.
Latosol Coklat Kemerahan terdapat di Kecamatan Grabag dan Ngablak.
Regosol Coklat terdapat di Kecamatan Sawangan, Mungkid, Muntilan,
Dukun, Srumbung, Salam, dan Ngluwar.
Asosiasi Andosol Coklat terdapat di Kecamatan Grabag, dan Ngablak.
Andosol coklat terdapat di Kecamatan Grabak, Ngablak, Pakis, Sawangan.
Latosol coklat yang terdapat dan menempati sebagian besar wilayah
Kabupaten Magelang terdapat di kaki Gunung Sumbing dan Merbabu
dengan topografi landai dan air cukup tersedia, oleh karena itu memiliki
potensi pertanian yang sampai tinggi.
Tanah latosol coklat terdapat di Kecamatan Windusari, Bandongan,
Kaliangkrik, Kajoran, Salaman, Secang, Pakis, Tegalrejo, Candimulyo,
Sawangan dan sebagian kecil di Kecamatan Mungkid.
Komplek Regosol kelabuan dan Latosol terdapat di Kecamatan Windusari,
Kaliangkrik, dan Kajoran.
3. Iklim
a. Tipe iklim
Tipe iklim dilokasi penelitian ditentukan dengan menggunakan
metode Koppen. Metode Koppen adalah metode klasifikasi iklim yang
berdasarkan rata-rata curah hujan dan temperaturnya, baik temperatur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
bulanan maupun temperatur tahunan. Metode ini membagi permukaan bumi
ini menjadi 5 tipe iklim yaitu : iklim hujan tropika (A), iklim kering (B),
iklim sedang (C), dingin (D) dan iklim kutub (E). Berdasarkan pembagian
ini, maka lokasi penelitian termasuk iklim huan tropika tropika (A).
Wilayah iklim ini adalah daerah yang memiliki temperatur bulan terdingin
lebih besar dari 18°C. Selanjutnya Koppen membagi iklim A menjadi :
Tropik Basah (Af)
Wilayah iklim ini memiliki ciri-ciri yaitu pada saat bulan terkering
masih memiliki hujan rata-rata lebih besar dari 60 mm.
Tropik Lembab (Am)
Wilayah ini memiliki ciri-ciri yaitu pada bulan-bulan basah dapat
mengimbangi kekurangan hujan pada bulan kering. Tipe ini memiliki
bulan basah dan bulan kering, tetapi bulan-bulan kering masih dapat
diimbangi oleh bulan-bulan basah. Sehingga pada wilayah ini masih
terdapat hutan yang cukup lebat.
Tropika Kering (Aw)
Jumlah hujan pada bulan-bulan basah tidak dapat mengimbangi
kekurangan hujan pada bulan-bulan kering. Sehingga vegetasi yang ada
adalah padang rumput dengan pepohonan yang jarang
(Wisnubroto, 1986 : 70).
Stasiun terdekat tempat lokasi adalah Stasiun Iklim Babadan namun
data pada stasiun tersebut tidak dapat ditampilkan karena adanya kerusakan
alat maka temperatur lokasi penelitian berdasarkan Stasiun Meteorologi
Pertanian Khusus Borobudur, Magelang (Jawa Tengah Dalam Angka 2010).
Dari data diperoleh nilai temperatur rata-rata tahun 2009 sebesar 25,8°C,
dengan temperatur terendah 21,7°C sedangkan temperatur tertinggi tidak
dapat ditampilkan karena alat rusak. Data curah hujan disajikan dalam Tabel
28.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 28. Curah Hujan dan Hari Hujan Tahun 2003-2007
No Bulan 2003 2004 2005 2006 2007 Rata-rata HH Mm HH Mm HH Mm HH Mm HH Mm HH Mm
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10 11. 12
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
20 25 18 15 10 4 - 1 2 7 17 25
685 665 244 92 120 51 - 14 8 108 328 512
21 21 25 14 15 2 11 - 5 5 22 28
327 289 279 205 253 10 155 - 14 17 612 602
17 22 20 15 3 10 8 3 12 7 16 -
438 623 469 147 14 62 90 35 191 100 365 -
26 26 17 18 18 1 - - - 4 6 28
478 370 159 280 309 9 - - - 12 130 578
11 25 25 22 6 12 0 0 0 4 16 29
130 416 605 342 49 83 0 4 0 80 295 468
19 24 21 17 11 6 4 1 6 5 15 22
412 473 351 213 127 43 49 10 43 63 346 432
Jumlah 144 2827 169 2763 133 2534 144 2325 151 2472 151 2562 Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Magelang (2007)
Berdasarkan Tabel 28 dapat diketahui bahwa rata-rata curah hujan
terkering adalah 10 mm yaitu pada bulan Agustus. Rata-rata jumlah hujan
tahunan 2.562 mm. Data rata-rata curah hujan tahunan dan curah hujan
bulanan terkering digunakan untuk menentukan tipe iklim Af, Am atau Aw.
Data ini dimasukkan dalam grafik Koppen yang menunjukkan garis batas
Tipe Iklim Af, Am dan Aw. Hasil sebagai analisis pada Gambar 11.
Gambar 11. Tipe Iklim Lokasi Penelitian menurut Koppen (Sumber :
Wisnubroto, 1986 : 78)
Af
Am Aw
2500 2000 1500 1000
0
2
4
6
Rata-rata jumlah curah hujan tahunan (mm)
Rat
a-ra
ta c
urah
huj
an b
ulan
terk
erin
g (m
m)
8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Setelah diplotkan terlihat bahwa lokasi penelitian termasuk ke dalam
tipe iklim Am (dipresentasikan dalam Gambar 11). Hal ini diperkuat dengan
fenomena hujan yang banyak terjadi pada Bulan Nopember sampai dengan
Mei, namun huan masih dapat ditemui pada Bulan Juni sampai Oktober,
yang berarti bahwa hujan pada bulan-bulan basah dapat mengimbangi
kekurangan hujan pada bulan-bulan kering.
b. Tipe Curah Hujan
Penentuan tipe curah hujan di lokasi penelitian berdasarkan metode
Schmidt dan Ferguson. Klasifikasi tipe curah hujan berdasarkan metode ini
adalah dengan berdasarkan pada perbandingan rata-rata jumlah bulan basah
dan rata-rata jumlah bulan kering. Kriteria untuk menentukan bulan basah
dan kering berdasarkan klasifikasi dari Mohr dalam Wisnubroto (1986)
yaitu :
Bulan basah yaitu suatu bulan yanng curah hujannya lebih dari 100
mm. Pada bulan basah, curah hujan lebih besar dari penguapan yang
terjadi.
Bulan lembab yaitu suatu bulan yang curah hujannya lebih besar dari 60
mm tetapi kurang dari 100 mm. Pada bulan ini, curah hujan kurang
lebih sama dengan penguapan yang terjadi.
Bulan kering yaitu suatu bulan dengan curah hujan kurang dari 60 mm.
Pada bulan basah, curah hujan lebih kecil dari penguapan yang terjadi.
Penggolongan tipe curah hujan menurut Schmidt dan Ferguson
berdasarkan pada nilai Q yaitu :
Rata Rata Bulan Kering (BK) Q = x 100 %
Rata Rata Bulan Basah (BB)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 29. Kriteria Tipe Iklim Berdasarkan Curah Hujan Menurut Schmidt dan Ferguson.
Tipe CH Nilai Q Sifat A 0 < Q < 0,143 Sangat basah B 0,143 < Q < 0,333 Basah C 0,333 < Q < 0,600 Agak basah D 0,600 < Q < 1,000 Sedang E 1,000 < Q < 1,670 Agak kering F 1,670 < Q < 3,000 Kering G 3,000 < Q < 7,000 Sangat kering H 7,000 < Q Luar biasa kering
Sumber : Wisnubroto, 1986 : 75
Data Curah hujan dari Stasiun Meteorologi Pertanian Khusus
Borobudur, Magelang dipakai untuk mewakili curah hujan di lokasi
penelitian. Berdasarkan Tabel 29 dapat diketahui jumlah curah hujan
tertinggi adalah pada Tahun 2003 sebesar 2827 mm. Rata-rata curah hujan
tertinggi adalah pada Bulan Februari yaitu sebesar 473 mm. Rata-rata curah
hujan terendah adalah pada Bulan Agustus yaitu sebesar 10 mm. Jumlah
bulan basah paling banyak berada pada Tahun 2004 yaitu sebanyak 8 bulan.
Adapun jumlah bulan kering paling banyak pada Tahun 2007 yaitu
sebanyak 4 bulan. Penentuan tipe curah hujan menurut metode Schmidt-
Ferguson dapat dihitung sebagai berikut :
Dari hasil perhitungan tersebut dapat disimpulkan tipe curah hujan
Kabupaten Magelang menurut Schmidt dan Ferguson termasuk curah hujan
tipe C yaitu agak basah karena beranda pada kisaran antara 0,333 < Q <
0,600. Hasil perhitungan dipresentasikan pada Gambar 12.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 12. Tipe Curah Hujan Lokasi Penelitian (Sumber : Analisis data)
4. Penduduk
Untuk memberikan gambaran umum mengenai keadaan penduduk di
Kecamatan Jebres, berikut ini dikemukakan data mengenai jumlah dan
persebaran penduduk, kepadatan penduduk serta komposisi penduduk.
a. Jumlah
Jumlah penduduk yang besar merupakan aset tersendiri bagi
keberhasilan pembangunan suatu wilayah, mengingat penduduk
merupakan pelaku dan sasaran dari kegiatan pembangunan itu sendiri.
Kepadatan penduduk di Kabupaten Magelang disajikan dalam Tabel 30.
Tabel 30. Kepadatan Penduduk Kabupaten Magelang, 2004-2008 Tahun Luas
Wilayah (km2)
Jumlah Penduduk (jiwa)
Kepadatan Penduduk (jiwa/km2)
Pertumbuhan Penduduk (%)
2004 1.085,73 1.157.715 1.066 0,92 2005 1.085,73 1.168.557 1.076 0,93 2006 1.085,73 1.179.862 1.087 0,96 2007 1.085,73 1.188.929 1.095 0,76 2008 1.085,73 1.204.936 1.110 1,33
Sumber : BPS Kabupaten Magelang, 2008
Rerata Bulan Basah
11
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1
12
Rer
ata
Bul
an K
erin
g H
G
F
E
D
C
B
A
7,000
3,000
1,670
1,000
0,143
0,333
0,600
Gam
Nilai Q
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Jumlah penduduk di Kabupaten Magelang pada tahun 2008
sebanyak 1.204.936 jiwa, dengan kepadatan penduduk 1.110 jiwa per km2
dan pertumbuhan penduduknya sebesar 1,33% per tahun. Seiring dengan
jumlah penduduk yang terus bertambah, kepadatan penduduk dalam kurun
waktu lima tahun terakhir juga menunjukkan kecenderungan yang
meningkat. Pada tahun 2004 kepadatan penduduk sebesar 1.066 jiwa/km2,
sedangkan pada tahun 2008 sudah menjadi 1.110 jiwa/km2. Pertumbuhan
penduduk tiap tahunnya dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008
mengalami perubahan yang fluktuatif namun cenderung meningkat.
Pertumbuhan penduduk yang paling tinggi terjadi pada tahun 2008 sebesar
1,33% dan pada tahun 2007 sebesar 0,76% merupakan pertumbuhan
penduduk yang paling rendah. Pertumbuhan penduduk di Kabupaten
Magelang yang semakin meningkat ini dikarenakan jumlah penduduk
yang semakin bertambah dari tahun ke tahun, yang ditandai dengan
tingginya angka kelahiran maupun jumlah penduduk yang datang lebih
besar daripada jumlah penduduk yang pergi ke luar daerah Kabupaten
Magelang. Laju pertumbuhan penduduk yang semakin bertambah dari
tahun ke tahun menunjukkan jumlah penduduk semakin bertambah tiap
tahunnya. Hal ini akan berpengaruh pada penggunaan lahan, semakin
banyak jumlah penduduk maka lahan pertanian akan semakin berkurang.
Berkurangnya lahan pertanian ini terjadi karena adanya konversi lahan,
yang semula suatu lahan digunakan untuk lahan pertanian akan beralih
menjadi pemukiman penduduk.
b. Komposisi Penduduk
1) Menurut Jenis Kelamin
Komposisi penduduk menurut jenis kelaminnya
dikelompokkan menjari dua yaitu laki-laki dan perempuan.
Berdasarkan komposisi tersebut dapat diketahui sex ratio-nya yaitu
perbandingan antara laki-laki dan perempuan di wilayah Kabupaten
Magelang. Komposisi penduduk menurut jenis kelamin dan sek ratio
di Kabupaten Magelang dapat dilihat pada Tabel 31.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 31. Komposisi Penduduk menurut Jenis Kelamin dan Sex Ratio di Kabupaten Magelang Tahun 2009
Kecamatan Jenis Kelamin (Sex) Ratio
Kelamin (Sex Ratio)
Laki-laki (Male)
Perempuan (Female)
Salaman 34 094 35 121 97,08 Borobudur 28 496 28 094 101,43 Ngluwar 15 177 15 064 100,75 Salam 22 945 21 462 106,91 Srumbung 22 842 22 502 101,51 Dukun 21 833 22 223 98,25 Muntilan 36 446 37 124 98,18 Mungkid 33 753 35 771 94,36 Sawangan 28 401 28 844 98,46 Candimulyo 24 527 23 835 102,91 Mertoyudan 48 443 49 066 98,73 Tempuran 24 192 23 849 101,44 Kajoran 28 708 28 142 102,01 Kaliangkrik 28 404 28 712 98,93 Bandongan 28 247 28 002 100,88 Windusari 25 210 25 881 97,41 Secang 38 046 37 785 100,69 Tegalrejo 37 329 25 189 108,50 Pakis 27 804 28 147 98,78 Grabag 43 310 43 756 98,98 Ngablak 20 503 20 394 100,54 Kabupaten Magelang
608 710 608 962 99,96
Sumber : BPS Kabupaten Magelang 2009
2) Menurut Kelompok Umur
Penduduk berdasarkan kelompok umur dapat dibedakan
menjadi 2 kelompok, yaitu: penduduk usia non produktif dan
penduduk usia produktif. Penduduk usia non produktif yaitu penduduk
yang berusia 0-14 tahun dan penduduk yang berusia lebih dari 65
tahun, sedangkan penduduk usia produktif yaitu penduduk yang
berusia 15-64 tahun. Komposisi penduduk Kabupaten Magelang
berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 32.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 32. Komposisi Penduduk Kabupaten Magelang menurut Kelompok Umur Tahun 2008
Umur (tahun) Jumlah (orang) Angka Beban Tanggungan (%)
0 14 300.391
48,83 15 64 809.596
2 1 94.949
Jumlah 1.204.936 Sumber : BPS Kabupaten Magelang, 2008
Tabel 32 menunjukkan jumlah penduduk usia produktif lebih
besar dibandingkan jumlah penduduk usia nonproduktif. Jumlah
penduduk usia produktif yaitu 809.596 orang dan penduduk usia
nonproduktif yaitu 395.340 orang, dengan rasio beban tanggungan
48,83%. Hal ini menunjukan setiap 100 orang penduduk produktif
harus menanggung 48,83 orang (49 orang) yang nonproduktif.
Keadaan tersebut dapat mendorong tercapainya pembangunan
ekonomi daerah Kabupaten Magelang, semakin kecil angka beban
tanggunggan maka akan semakin besar sumber daya manusia yang
digunakan untuk pembangunan daerah di Kabupaten Magelang.
3) Menurut Tingkat Pendidikan
Keberhasilan pembangunan di suatu wilayah dapat dilihat
dari tingkat penyerapan tenaga kerja bagi penduduknya. Besarnya
penyerapan tenaga kerja dapat meningkatkan pendapatan perkapita
penduduk dan kesejahteraan hidup penduduk. Banyaknya pencari
kerja menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 33.
Tabel 33. Persentase penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja selama seminggu yang lalu menurut tingkat pendidikan yang ditamatkan dan jenis kelamin, 2009
Pendidikan yang ditamatkan
Jenis Kelamin Laki-laki+ Perempuan Laki-laki Perempuan
Tidak Tamat SD 25,23 27,15 26,15 Sekolah Dasar 29,74 34,20 32,50 Sekolah Menengah Pertama 21,44 19,75 20,04 Sekolah Menengah Atas 17,99 11,37 14,47 Diploma/Sarjana 5,60 7,53 6,84
Sumber : BPS Kabupaten Magelang 2009
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4) Menurut Ketenagakerjaan
Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang
dapat menyumbang dan memberikan kontribusi terhadap peningkatan
ekonomi daerah. Gambaran persentase penduduk Kabupaten
Magelang menurut lapangan pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 34.
Tabel 34. Persentase penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja selama seminggu yang lalu menurut lapangan pekerjaan utama dan jenis kelamin, 2009
Lapangan Pekerjaan Utama
Jenis Kelamin Laki-laki+ Perempuan Laki-laki Perempuan
Pertanian 40,98 43,06 41,87 Pertambangan dan Penggalian
0,88 0,30 0,64
Industri 11,70 14,01 12,67 Listrik, Gas dan Air Minum
0,11 0,00 0,06
Konstruksi 10,91 0,20 6,38 Perdagangan dan Hotel 11,91 26,47 18,07 Angkutan dan Komunikasi
7,05 0,30 4,19
Keuangan 1,15 0,41 0,84 Jasa-jasa 14,61 14,65 14,62 Lainnya 0,70 0,60 0,66
Sumber : BPS Kabupaten Magelang 2009
B. HASIL PENELITIAN
Dalam penelitian ini penilaian dilakukan dengan menggunakan metode
VCA (Vulnerability and Capacity Asessment / Asesmen Kerentanan dan
Kapaistas) PRA (Participatory Rural Appriasal) atau penilaian masyarakat yang
partisipatif, yaitu pengkajian atau penelitian keadaan desa secara partisipatif untuk
memahami berbagai aspek kondisi desa atau kelurahan di Kawasan Rawan
Bencana Gunung Merapi Kabupaten Magelang.
Penerapan VCA PRA Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi
Kabupaten Magelang (sampel Desa Kaliurang) dalam pengurangan risiko bencana
disajikan dalam Gambar 13 dan Gambar 14.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 13. Proses VCA PRA ( (a) Pembentukan grup, (b) Grup I, (c) Grup II, (d)
Grup III, (d) Grup IV, (e) Grup V (Sumber : Dokumentasi kegiatan
VCA PRA)
a b
dc
e f
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 14. Data hasil VCA PRA (Sumber : Dokumentasi VCA PRA)
a) Pembagian grup
b) Peta spot
c) Peta transek
d) Riwayat kejadian bencana
e) Jadwal harian, kalender musim kegiatan dan analisis
kecenderungan dan perubahan
f) Diagram kelembagaan
a b
d c
e f
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1. Kerentanan Kawasan Rawan Bencana
Penilaian kerentanan dilakukan dengan menghitung skor untuk dapat
menentukan kerentanan dari setiap Kawasan Rawan Bencana. Penilaian
kerentanan dilakukan dengan menghitung nilai dari lima aspek yaitu aspek
kesehatan, fisik dan lingkungan, aspek sosial budaya, aspek sikap/motivasi,
aspek kelembagaan/keorganisasian dan aspek ekonomi dan masing-masing
mempunyai indikator dalam penilaiannya. Hasil skoring untuk setiap
indikator dapat dilihat pada tabel 35 dan klasifikasinya pada tabel 36.
Tabel 35. Skoring Kerentanan Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi Kabupaten Magelang Tahun 2011
Parameter Indikator KRB III KRB II KRB I Kesehatan, Fisik dan Lingkungan
Kedekatan sumber bencana 6 4 6 Keterkaitan iklim 4 4 4 Tipe bangunan 4 4 2 Akses jalan 4 4 2 Fasilitas Kesehatan 2 2 1
Pemerintahan 1 1 1 Gedung titik kumpul 4 4 4
Jaringan telekomunikasi 1 2 1 Transportasi 3 3 1 Jaringan air bersih 3 3 1 Saluran irigasi 2 2 2 Kecenderungan penyakit 2 2 1 Kondisi tanah 6 6 6
jumlah 42 41 32 Sosial Budaya Kepadatan Penduduk 4 4 6
Persentase penduduk usia tua (> 65tahun) 2 2 2 Persentase penduduk usia balita (< 5 tahun) 2 2 2
Persentase penduduk ibu hamil 1 1 1 Pemahaman masyarakat tentang bencana 2 4 4
jumlah 11 13 15 Sikap/motivasi Penanganan masalah masyarakat berbasis
gender 1 1 1
Kekerabatan penanggulangan bencana 0 2 2 Sikap penduduk terhadap terjadinya bencana 4 4 4
Prioritas kebencanaan 4 4 6 jumlah 9 11 13
Kelembagaan/ keorganisasian
Keberadaan lembaga 1 2 1 Peraturan/kebijakan 2 2 1
jumlah 4 4 2 Ekonomi Keberadaan lokasi usaha/produksi 4 4 2
Tingkat kemakmuran 1 2 2 jumlah 5 6 4
Total 71 75 66 Sumber : Analisis Data Primer
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 36. Range Nilai dan Kelas Kerentanan Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi Kabupaten Magelang Tahun 2011
kerentanan range KRB III KRB II KRB I Kesehatan, Fisik dan Lingkungan
17-27 Tidak Rentan Tidak Rentan Tidak Rentan 28-38 Cukup Rentan Cukup Rentan Cukup Rentan 39-50 Rentan Rentan Rentan
Sosial Budaya 7-10 Tidak Rentan Tidak Rentan Tidak Rentan 11-14 Cukup Rentan Cukup Rentan Cukup Rentan 15-19 Rentan Rentan Rentan
Sikap/motivasi 5-7 Tidak Rentan Tidak Rentan Tidak Rentan 8-10 Cukup Rentan Cukup Rentan Cukup Rentan 11-14 Rentan Rentan Rentan
Kelembagaan/ keorganisasian
2-3 Tidak Rentan Tidak Rentan Tidak Rentan 4-5 Cukup Rentan Cukup Rentan Cukup Rentan 6 Rentan Rentan Rentan
Ekonomi 1-2 Tidak Rentan Tidak Rentan Tidak Rentan 3-4 Cukup Rentan Cukup Rentan Cukup Rentan 5-7 Rentan Rentan Rentan
Total 20-44 Tidak Rentan Tidak Rentan Tidak Rentan 45-69 Cukup Rentan Cukup Rentan Cukup Rentan 70-94 Rentan Rentan Rentan
Sumber : Analisis Data Primer
Berdasarkan tabel 36, dapat diketahui Kawasan Rawan Bencana III, II
mempunyai tingkat kerentanan yang sama yaitu tergolong rentan sedangkan
Kawasan Rawan Bencana I tergolong cukup rentan. Faktor yang
mempengaruhi kerentanan pada tiap Kawasan Rawan Bencana berbeda-beda.
Kawasan Rawan Bencana III diketahui aspek kesehatan, fisik dan lingkungan
tergolong rentan, aspek sosial budaya, sikap/motivasi cukup rentan dan aspek
kelembagaan tergolong cukup rentan sedangkan aspek ekonomi tergolong
rentan, sehingga yang paling mempengaruhi kerentanan Kawasan Rawan
Bencana III adalah aspek kesehatan, fisik, lingkungan dan aspek ekonomi.
Kawasan Rawan Bencana II diketahui aspek kesehatan, fisik dan lingkungan
tergolong rentan, aspek sosial budaya cukup rentan, aspek sikap/motivasi
rentan, aspek kelembagaan cukup rentan sedangkan aspek ekonomi tergolong
rentan, sehingga yang paling mempengaruhi kerentanan Kawasan Rawan
Bencana II adalah aspek kesehatan, fisik, lingkungan, aspek sosial budaya
dan aspek ekonomi. Kawasan Rawan Bencana I diketahui aspek kesehatan,
fisik dan lingkungan dan aspek ekonomi tergolong cukup rentan, aspek sosial
budaya tergolong rentan, aspek sikap/motivasi rentan, aspek kelembagaan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sehingga yang paling mempengaruhi kerentanan Kawasan Rawan Bencana I
adalah aspek sosial budaya dan aspek sikap/motivasi.
Variasi kerentanan Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi
Kabupaten Magelang disajikan dalam Peta 2.
2. Prioritas Kerentanan Kawasan Rawan Bencana
Prioritas kerentanan ini menggunakan skoring pada kerentanan-
kerentanan yang telah teridentifikasi disajikan dalam tabel 37, 38 dan 39.
Tabel 37. Prioritas Kerentanan Desa Kaliurang (KRB III) Tahun 2011
Kerentanan yang dialami
Parameter Total Skor
Dampak yang
dirasakan
Jangka Waktu
Kerentanan
Jumlah warga yang merasakan
kerentanan
Kompleksitas pemecahan kerentanan
6. Jenis batu cadas dan pasir rentan banjir 10 30 10 30 80 7. Banyak pemukiman dan penduduk
yang tinggal di daerah rawan bencana 30 30 30 30 120
8. Peternakan ayam, bangkai dan kotoran ayam dapat menyebarkan penyakit
20 20 20 20 80
9. Berada di antara dua sungai besar yaitu Sungai Krasak dan Sungai Bebeng dan keduanya merupakan jalur lahar dingin
10 10 30 30 80
10. Intensitas erupsi tinggi dengan intensitas yang tidak dapat diprediksi 30 30 30 30 120
11. Masyarakat sangat tergantung pada pertanian salak 30 30 30 30 120
12. Kurangnya perhatian dari Dinas Perhubungan mengenai perbaikan jembatan yang kurang maksimal
30 30 30 30 120
13. Belum adanya normalisasi sungai yaitu pengerukan pada pendangkalan sungai 10 20 10 10 50
14. Kurangnya tanggul pengaman sungai 10 10 10 10 40 15. Pada saat erupsi masyarakat lebih
rentan terhadap penyakit 30 10 20 20 80
16. Waktu rentan masyarakat adalah jam 20.00-04.00 yaitu jam tidur malam masyarakat sedang tidak siaga
20 10 30 10 70
17. Penempatan dan sarana fasilitas kesehatan polindes belum optimal
10 20 10 10 50
18. Lahan penduduk yang luas menambah kerugian masyarakat
30 10 30 20 100
19. Harta benda yang banyak menjadi rentan penjarahan jika mengungsi
20 10 30 20 80
20. Musim penghujan yang panjang menyebabkan kurang optimalnya pertumbuhan salak
20 10 30 30 90
21. Saluran irigasi dan sarana air bersih rusak karena erupsi 30 30 30 30 120
Sumber : Analisis Data Primer
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 38. Prioritas Kerentanan Desa Kamongan (KRB II) Tahun 2011
Kerentanan yang dialami
Parameter
Total Skor
Dampak yang
dirasakan
Jangka Waktu
Kerentanan
Jumlah warga yang merasakan kerentanan
Kompleksitas pemecahan kerentanan
1. Banyak pemukiman dan penduduk yang tinggal di daerah rawan bencana
30 30 30 30 120
2. Intensitas erupsi tinggi dengan intensitas yang tidak dapat diprediksi
30 30 30 30 120
3. Masyarakat sangat tergantung pada sumber penghasilan utama
30 30 30 30 120
4. Kurangnya perhatian dari Dinas Perhubungan mengenai perbaikan jalan dan pelebaran jalan
30 30 30 30 120
5. Pada saat erupsi masyarakat lebih rentan terhadap penyakit 30 20 20 20 90
6. Waktu rentan masyarakat adalah jam 20.00-05.00 yaitu tidur malam masyarakat
30 20 20 20 90
7. Rumah tidak seragam menimbulkan kesenjangan masyarakat
30 10 10 10 60
8. Peningkatan jumlah penduduk tinggi menyebabkan permintaan lahan pemukiman tinggi
30 30 30 30 120
9. Lahan penduduk yang luas menambah kerugian masyarakat dapat juga menyulitkan evakuasi masyarakat karena mereka menjadi berat meninggalkan rumah dan lahannya
20 20 20 20 80
10. Harta benda yang banyak menjadi rentan penjarahan jika rumah ditinggalkan oleh masyarakat
10 10 10 10 40
11. Musim penghujan yang panjang menyebabkan kurang optimalnya pertumbuhan salak
30 20 30 30 110
Sumber : Analisis Data Primer
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 39. Prioritas Kerentanan Desa Jumoyo (KRB I) Tahun 2011
Kerentanan yang dialami Parameter
Total Skor
Dampak yang
dirasakan
Jangka Waktu
Kerentanan
Jumlah warga yang merasakan
kerentanan
Kompleksitas pemecahan kerentanan
1. Banyak pemukiman dan penduduk yang tinggal di bantaran Kali Putih yang merupakan jalur lahar dingin
30 30 30 30 120
2. Saluran irigasi rusak 30 30 30 30 120
3. Dampak erupsi yang kecil dan intensitas bencana lahar dingin yang rendah ke masyarakat mengakibatkan tingkat kesiapsiagaan masyarakat menjadi rendah
30 30 30 30 120
4. Kurangnya perhatian Pemerintah untuk membekali kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana
30 30 30 30 120
5. Belum adanya normalisasi sungai
30 30 30 30 120
6. Tanggul Kali Putih rusak, aliran sungai keluar jalur (termasuk jika aliran sungai mengandung lahar dingin)
30 30 30 30 120
7. Pada saat erupsi masyarakat lebih rentan terhadap penyakit
20 20 20 20 80
8. Waktu rentan masyarakat adalah jam 21.00-04.00 yaitu tidur malam masyarakat masyarakat sedang tidak siaga
20 20 20 20 80
9. Tingkat sosialisasi masyarakat rendah
10 20 20 20 70
10. Indikator kekayaan semakin tinggi meningkatakan kesenjangan masyarakat
10 10 10 20 50
11. Harta benda yang banyak menjadi rentan penjarahan jika rumah ditinggalkan oleh masyarakat
10 10 10 20 50
12. Musim penghujan yang panjang menyebabkan meningkatnya intensitas lahar dingin yang mengancam masyarakat
30 30 30 30 120
Sumber : Analisis Data Primer
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Berdasarkan tabel 37, 38 dan 39 dapat menunjukkan kerentanan
yang diprioritaskan pada tiap Kawasan Rawan Bencana. Kerentanan yang
diprioritaskan ini berarti keadaan masyarakat yang sangat menyebabkan
masyarakat lebih mudah tertimpa bencana, atau menghambat kemampuan
masyarakat untuk melakukan pengurangan risiko bencana, dalam tabel
ditunjukkan kerentanan yang mendaptkan skor 120 yaitu sebagai berikut :
a. Prioritas Kerentanan Kawasan Rawan Bencana III (sampel Desa
Kaliurang)
1) Banyak pemukiman dan penduduk yang tinggal di daerah rawan
bencana ketika terjadi bencana dapat mengakibatkan banyak korban
dan kerugian materiil
2) Intensitas erupsi tinggi dengan intensitas yang tidak dapat diprediksi
sehingga mengancam kehidupan masyarakat sewaktu-waktu
3) Masyarakat sangat tergantung pada sumber penghasilan utama yaitu
pertanian salak, ketika pertanian salak rusak dan masyarakat tidak
mempunyai keahlian lain maka mereka harus mencari sumber
penghasilan lain dengan penghasilan yang seadanya, selain itu ada
juga yang menjadi pengangguran dan bergantung pada bantuan
pemerintah, hal ini akan menurunkan tingkat ekonomi masyarakat.
Seperti pada gambar 4.6 pertanian salak di Desa Kaliurang rusak
karena abu vulkanik dari kejadian erupsi 2010 berdampak pada
perekonomian masyarakat.
Gambar 15. Pertanian salak di Desa Kaliurang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4) Kurangnya perhatian dari Dinas Perhubungan mengenai perbaikan
jembatan yang kurang maksimal sehingga jalur evakuasi masih
sulit
Gambar 16. Jembatan Sungai Bebeng di Kawasan Rawan Bencana III
5) Saluran irigasi dan saran air bersih rusak karena erupsi
Gambar 17. Saluran irigasi pertanian salak di Desa Kaliurang
b. Prioritas Kerentanan Kawasan Rawan Bencana II (sampel Desa Kamongan)
1. Intensitas erupsi tinggi dengan intensitas yang tidak dapat
diprediksi sehingga mengancam kehidupan masyarakat sewaktu-
waktu
2. Peningkatan jumlah penduduk tinggi menyebabkan permintaan
lahan pemukiman tinggi sehingga lahan pertanian salak mengalami
penyempitan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3. Banyak pemukiman dan penduduk yang tinggal di daerah rawan
ketika terjadi bencana mengakibatkan banyak korban dan kerugian
4. Masyarakat sangat tergantung pada sumber penghasilan utama
yaitu pertanian salak, ketika pertanian salak rusak sedangkan
masyarakat tidak mempunyai keahlian lain maka mereka harus
mencari sumber penghasilan lain dengan penghasilan yang
seadanya, hal ini akan menurunkan tingkat ekonomi masyarakat
Gambar 18. Pertanian salak di Desa Kamongan
5. Kurangnya perhatian dari Dinas Perhubungan mengenai perbaikan
jalan dan pelebaran jalan yang kurang maksimal sehingga jalur
evakuasi masih sulit
Gambar 19. Jalan sempit dan rusak di Desa Kamongan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
c. Prioritas Kerentanan Kawasan Rawan Bencana I (sampel Desa Jumoyo)
1. Banyak pemukiman dan penduduk yang tinggal di bantaran Kali
Putih yang merupakan jalur lahar dingin sehingga ketika terjadi
bencana mengakibatkan banyak korban dan kerugian
materiil(hilangnya pemukiman, pertanian, mata pencaharian, dll)
Gambar 20. Pemukiman sepanjang bantaran Kali Putih
2. Tanggul Kali Putih rusak, aliran sungai keluar jalur (termasuk jika
aliran sungai mengandung lahar dingin)
Gambar 21. Tanggul Kali Putih rusak melintasi Kawasan Rawan Bencana II
3. Dampak erupsi yang kecil dan intensitas bencana lahar dingin yang
rendah ke masyarakat mengakibatkan tingkat kesiapsiagaan
masyarakat menjadi rendah sehingga mengancam masyarakat jika
terjadi bencana yang besar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4. Belum adanya normalisasi sungai yaitu pengerukan pada
pendangkalan sungai sehingga aliran lahar dingin keluar dari jalur
sungai
Gambar 22. Pendangkalan Kali Putih
5. Saluran irigasi rusak karena lahar dingin sehingga mempengaruhi
hasil pertanian dan pertanian
Gambar 23. Saluran irigasi rusak di Desa Jumoyo (Kawasan Rawan Bencana I)
6. Kurangnya perhatian Pemerintah untuk membekali kesiapsiagaan
masyarakat dalam menghadapi bencana
Variasi prioritas kerentanan Kawasan Rawan Bencana Gunung
Merapi Kabupaten Magelang disajikan dalam Peta 3.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3. Kapasitas Kawasan Rawan Bencana
Penilaian kapasitas dilakukan dengan menghitung skor untuk dapat
menentukan kapasitas dari setiap Kawasan Rawan Bencana. Penilaian
kapasitas dilakukan dengan menghitung nilai dari lima aspek yaitu aspek tata
pemerintahan, aspek pengkajian risiko, aspek pengetahuan dan pendidikan,
aspek manajemen risiko dan pengurangan kerentanan dan aspek
kesiapsiagaan dan tanggap darurat. dan masing-masing mempunyai indikator
dalam penilaiannya. Hasil penilaian atau hasil skoring untuk setiap indikator
dapat dilihat pada tabel 40 dan klasifikasinya pada tabel 41.
Berdasarkan tabel 41, dapat diketahui Kawasan Rawan Bencana III
secara umum mempunyai kapasitas tinggi, hampir semua aspek menunjukkan
kapasitas yang tinggi yaitu aspek tata pemerintahan, aspek pengkajian risiko,
aspek pengetahuan dan pendidikan, dan aspek kesiapsiagaan dan tanggap
darurat sedangkan kapasitas manajemen risiko dan pengurangan
kerentanannya tergolong sedang. Pada Kawasan Rawan Bencana II dan I
secara umum mempunyai kapasitas yang sama sedangnya namun penekanan
aspek kapasitasnya berbeda-beda. Pada Kawasan Rawan Bencana II
diketahui kapasitas untuk semua aspek (aspek tata pemerintahan, aspek
pengkajian risiko, aspek pengetahuan dan pendidikan, dan aspek
kesiapsiagaan dan tanggap darurat, aspek manajemen risiko dan pengurangan
kerentanannya) sama sedangnya. Sedangkan pada Kawasan Rawan Bencana I
diketahui kapasitas paling berperan adalah pada aspek manajemen risiko dan
pengurangan kerentanan yang ditunjukkan tingginya kapasitas pada aspek ini,
aspek yang lain yaitu kapasitas untuk tata pemerintahan diketahui sedang dan
kapasitas untuk aspek pengkajian risiko, aspek pengetahuan dan pendidikan
dan aspek kesiapsiagaan dan tanggap darurat diketahui rendah untuk daerah
ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 40. Skoring Kapasitas Kawasan Rawan Bencana Parameter Indikator KRB III KRB II KRB I
Tata Pemerintahan
Kebijakan, perencanaan, prioritas-prioritas dan komitmen politik dalam PRB
3 2 1
Sistem-sistem hukum dan pengaturan 2 2 2 Pengintegrasian ke dalam kebijakan-kebijakan dan perencanaan pembangunan
2 1 1
Pengintegrasian ke dalam tanggap darurat dan pemulihan 2 1 1
Mekanisme-meknisme, kapasitas dan struktur kelembagaan, pembagian tanggung jawab
3 2 3
Kemitraan 2 2 2 Partisipasi masyarakat 2 1 1
Jumlah 16 11 11 Pengkajian risiko
Data dan pengkajian bahaya/risiko 3 2 1 Data dan pengkajian kerentanan dan danpak
3 2 1
Kapasitas ilmiah dan teknis serta inovatif
2 2 2
Jumlah 8 6 4 Pengetahuan dan pendidikan
Kesadaran, pengetahuan dan keterampilan-keterampilan publik 2 2 1
Manajemen dan pertukaran informasi 3 2 2 Pendidikan dan pelatihan 2 1 1 Budaya, sikap dan motivasi 2 2 2 Pembelajaran dan penelitian 2 1 1
Jumlah 11 8 7 Manajemen risiko dan pengurangan kerentanan
Manajemen lingkungan hidup dan sumber daya alam (modal alam) 2 2 3
Kesehatan (modal manusia) 1 2 3 Penghidupan yang berkelanjutan 1 2 3 Perlindungan sosial (modal sosial) 3 2 2 Perangkat-perangkat finansial (modal finansial)
2 2 3
Perlindungan fisik, langkah-langkah struktural dan teknis (modal fisik)
3 2 2
Sistem dan mekanisme perencanaan 2 1 1 Jumlah 14 13 17
Kesiapsiagaan dan tanggap darurat
Kapasitas kelembagaan dan koordinasi 3 2 1 Pelatihan kebencanaan 2 1 1 Sistem-sistem peringatan dini 3 3 2 Perencanaan kesiapsiagaan dan kontijensi 2 1 1
Sumber-sumber daya dan infrastruktur kedaruratan 2 1 2
Tanggap darurat dan pemulihan 2 1 1 Partisipasi, kerelawanan 3 2 1
Jumlah 17 11 9 Total 66 49 48
Sumber : Analisis Data Primer
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 41. Range Nilai dan Kelas Kapasitas Kawasan Rawan Bencana kerentanan Range KRB III KRB II KRB I
Tata Pemerintahan
7-10 Rendah Rendah Rendah 11-14 Sedang Sedang Sedang 15-17 Tinggi Tinggi Tinggi
Pengkajian risiko 3-4 Rendah Rendah Rendah 5-6 Sedang Sedang Sedang 7-8 Tinggi Tinggi Tinggi
Pengetahuan dan pendidikan
5-7 Rendah Rendah Rendah 8-10 Sedang Sedang Sedang 11-12 Tinggi Tinggi Tinggi
Manajemen risiko dan pengurangan kerentanan
7-11 Rendah Rendah Rendah 12-16 Sedang Sedang Sedang 17-20 Tinggi Tinggi Tinggi
Kesiapsiagaan dan tanggap darurat
7-10 Rendah Rendah Rendah 11-14 Sedang Sedang Sedang 15-19 Tinggi Tinggi Tinggi
Total 29-44 Rendah Rendah Rendah 45-60 Sedang Sedang Sedang 61-76 Tinggi Tinggi Tinggi
Sumber : Analisis Data Primer
Variasi kapasitas Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi
Kabupaten Magelang disajikan dalam Peta 4.
4. Tindakan/Aksi Pengurangan Risiko Bencana kabupaten Magelang
Penilaian kerentanan dan kapasitas masyarakat merupakan cara
untuk mengenali kondisi masyarakat. Penilaian ini menggunakan alat PRA
berbasis masyarakat yang berarti masyarakat sendirilah yang menilai kondisi
mereka sendiri. Dengan kemampuan mengenali kondisi mereka sendiri maka
masyarakat dapat melakukan tindakan yang tepat sesuai yang dibutuhkan
untuk daerah mereka sendiri. Kerentanan yang diidentifikasi adalah
kerentanan yang masuk dalam prioritas kerentanan karena kerentanan yang
diprioritaskan merupakan kerentanan yang membutuhkan penanganan
tindakan baik untuk pemulihan kondisi masyarakat pasca bencana maupun
untuk peningkatan kemampuan masyarakat sehingga risiko bencana mampu
diminimalkan. Tindakan/aksi pengurangan risiko bencana dilakukan melalui
strategi meningkatkan kapasitas masyarakat dan mengurangi kerentanan
dengan kapasitas yang dimiliki.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
a. Tindakan/Aksi Penanggulangan Bencana Kawasan Rawan Bencana
Gunung Merapi Kabupaten Magelang
Tindakan/aksi penanggulangan bencana berbasis masyarakat di
Kawasan Rawan Bencana merupakan wujud partisipasi masyarakat dalam
pengurangan risiko bencana. Partisipasi masyarakat ini mencerminkan
peran masyarakat dalam penyusunan, pengembangan atau pelaksanaan
tindakan pengurangan risiko bencana. Tindakan pengurangan risiko
bencana di Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi Kabupaten
Magelang dimulai dari tindakan pengurangan risiko bencana (PROTAP)
dusun khususnya untuk tindakan tanggap darurat. Tindakan ini merupakan
langkah paling awal dalam pengurangan risiko bencana yang akan efektif
dilakukan oleh masyarakat terdampak bencana berupa partisipasi
masyarakat. Untuk tindakan selanjutnya membutuhkan kapasitas lebih
dalam menghadapi bencana yaitu dengan tindakan pengurangan risiko
bencana dengan tingkatan yang lebih tinggi yaitu tindakan risiko bencana
(PROTAP) desa atau sekaligus tindakan risiko bencana (PROTAP)
Kabupaten Magelang. Dalam melakukan tindakan pengurangan risiko
bencana perlu adanya alur pelaksaan yaitu organisasi seperti pada gambar.
Partisipasi masyarakat dalam penanggulangan bencana terbatas padam
masing-masing daerah, ketika masyarakat harus mengungsi ke luar daerah
tanggap darurat diambil alih oleh Satlak Kabupaten.
Gambar 27. Struktur Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi (SATLAK PBP) (Sumber : Prosedur Tetap (PROTAP) Satuan Pelaksana (SATLAK) Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi Desa Kaliurang)
Ketua (Wakil Ketua)
Sekretaris Bendahara
Regu Tandu
Regu SAR
Regu Evakua
Regu Carak
Regu Pengint
Regu Pione
Regu Keaman
Regu PPP
Regu Dapur Umum
Regu Wat San
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Langkah-langkah penanggulangan bencana :
1) Kesiapsiagaan
a) Dusun
Memastikan pengurus PB dusun sudah siap siaga
Meminta/menerima informasi perkembangan status Gunung
Merapi dari Kepala Desa dan dari BPPTK setiap saat
Selalu berkoordinasi dengan pengurus PB tingkat Desa
Memastikan sarana dan prasarana evakuasi sudah siap
Melaksanakan koordinasi dalam pengurus PB Dusun
Memberikan penjelasan pada masyarakat bahwa sewaktu-waktu
akan ada letusan Gunung Merapi
Mengingatkan pada masyarakat tentang tindakan
penyelamatan/evakuasi ke gedung tiitk kumpul
Menyiapkan sarana dan prasarana evakuasi
b) Desa
Memastikan pengurus PB desa dan dusun sudah siap siaga
Melaksanakan koordinasi dalam pengurus PB
Meminta/menerima informasi perkembangan status Gunung
Merapi dari petugas regu pengintai yang di pos pengamatan
desa dari BPPTK setiap saat
Selalu berkoordinasi dengan pengurus PB tingkat kecamatan
dan Orrmas/LSM kebencanaan yang ada
Memastikan sarana dan prasarana evakuasi sudah siap
Memastikan gedung titik kumpul dan perlengkapannya siap
Memberikan penjelasan pada masyarakat bahwa sewaktu-waktu
akan ada letusan Gunung Merapi
Mengingatkan pada masyarakat tentang tindakan
penyelamatan/evakuasi ke gedung tiitk kumpul
Menyiapkan sarana dan prasarana evakuasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2) Tanggap Darurat
a) Dusun
Meminta/menerima informasi dan atau instruksi dari PB Desa
Memberikan instruksi tindakan penyelamatan kepada PB Dusun
sesuai tingkat bahaya
Menginstruksikan membunyikan tanda bahaya dengan
kentongan/sirine/pengeras suara
Melaksanakan instruksi tindakan penyelamatan evakuasi ke
gedung titik kumpul
Membunyikan tanda bahaya (kentongan, sirine, pengeras suara)
b) Desa
Meminta/menerima informasi dan atau instruksi dari PB
kecamatan dan kabupaten
Memberikan instruksi tindakan penyelamatan kepada PB desa
dan dusun sesuai tingkat bahaya
Memberikan instruksi tindakan evakuasi dari dusun ke gedung
titik kumpul
Melaksanakan instruksi tindakan penyelamatan evakuasi ke
gedung titik kumpul
Membunyikan tanda bahaya (kentongan, sirine, pengeras suara)
c) Kabupaten
Melaksanakan Rencana Kontijensi dengan 9 Proyeksi Kebutuhan
1) Sektor Manajemen dan Koordinasi / Posko
Koordinator : Kesbangpol & PB,
Anggota : Kodim, Polres, Bappeda, Bag Perekon,
Disnakersostran, DPU dan ESDM, Humas & Protokol,
Diskominfo, Dinkes dan Dishub, Bagian Umum
Jumlah personil: 79 orang
Kegiatan :
Mendirikan Posko dari tingkat Kab. sampai desa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Rakor Penanggulangan Bencana
Mengkoordinir kegiatan Sektoral
Membuat laporan menyeluruh
Memberikan arah Lak Penanggulangan Bencana
Menerima dan menyampaikan informasi terbaru
Menyusun kebutuhan dan penempatan personil
Menyusun kebutuhan kelengkapan posko
2) Sektor Kesehatan :
Koordinator : Dinas Kesehatan
Anggota : Dinkes, RSUD, Puskesmas dan PMI
Jumlah personil : 836 orang
Kegiatan :
Menyiapkan TRC Yankes
Menyiapkan Tim Kaji Cepat Kesehatan
Menyiapkan obat, bahan habis pakai dan alat kesehatan
Membentuk Pos Kesehatan sesuai jumlah barak
Menyiapkan Puskesmas (29 unit)
Menyiapkan ambulance sesuai jumlah Barak
Menyiapkan RS Lapangan
Pelayanan rujukan ( ke RS rujukan)
Menyiapkan personil tiap pos kesehatan
Menyusun kebutuhan kelengkapan sektor kesehatan
3) Sektor Evakuasi dan Transportasi :
Koordinator : Dinas Perhubungan
Anggota : Kodim, Polres, Kesbang & PB, SAR, PMI,
DPU & ESDM, Dinkes, Perhutani/TNGM, Pasag Merapi,
Tagana, CBDRM NU, Pramuka, Bag. Umum, Linmas,
Kec. Srumbung, Dukun, Sawangan.
Jumlah Personil : 981 orang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Kegiatan :
Menyiapkan armada evakuasi ( 1937 kendaraan roda 4,
1787 milik masyarakat, 150 disiapkan Pemerintah
Menyiapkan BBM, Oli, suku cadang (cukup)
Menyiapkan jalur evakuasi ( jalan dan jembatan )
Menyiapkan rambu evakuasi
Menyusun skematik arah evakuasi.
Evakuasi penduduk rentan dan pengungsi lainnya
sampai TPS / TPA
Menyiapkan personil dan penempatannya
Menyusun kebutuhan kelengkapan evakuasi lainnya
4) Sektor Logistik
Korrdinator : Disnakersostran.
Anggota : Disnakersostran, Kesbang, Bagian
Perekon, DPU dan ESDM, Dinkes, Bagian Umum.
Jumlah Personil : 74 orang.
Kegiatan :
Menyiapkan logistik sesuai kebutuhan (beras, LP, susu,
air mineral, vitamin, sabun, pempers, handuk, dll ).
Distribusi logistik sampai tujuan (TPS/TPA).
Menerima dan mensortir logistik
Menyiapkan personil logistik di tiap barak/TPA/TPS
Menyusun kebutuhan kelengkapan sektor logistik
lainnya
5) Sektor Barak
Koordinator : Dinas PU & ESDM.
Anggota : DPU, Kodim, Kesbangpol & PB, PMI,
Disnakersostran, kecamatan & desa lokasi barak.
Jumlah Personil : 245 orang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Kegiatan :
Menyiapkan barak sebanyak 52 unit
Menyiapkan sarana/kelengkapan barak(MCK, tenda,
air bersih, penerangan, sanitasi, sandang, pangan, dll)
Menyiapkan personil
Menyusun kelengkapan lainnya
6) Sektor Dapur Umum
Koordinator : Disnakersostran.
Anggota : Kodim, PMI, Tagana, CBDRM NU,
Pramuka, PKK lokasi TPS/TPA.
Jumlah personil : 1.400 orang.
Kegiatan :
Menyiapkan makanan dan minuman bagi pengungsi.
Menyiapkan makanan dan minuman bagi petugas.
Menyiapkan peralatan dapur umum
Menyiapkan gudang logistik darurat di TPS/TPA.
Menyiapkan personil
Menyusun kebutuhan kelengkapan
lainnya
7) Sektor Komunikasi dan Dokumentasi :
Koordinator : Dinas Komunikasi dan Informatika.
Anggota : Diskominfo, Humas, Kodim,
Polres, RAPI, ORARI, Pasag Merapi, Peduli Merapi,
Kompak Merapi, Kesbangpol & PB, Kecamatan Srumbung,
Dukun & Sawangan, CBDRM NU.
Jumlah personil : 347 orang.
Kegiatan :
Pengerahan personil komunikasi pada titik yg telah
ditentukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Menyiapkan peralatan komunikasi pada titik yg telah
ditentukan (Posko Desa, Posko Kecamatan, Posko
Kabupaten, TPS dan TPA)
Terlaksananya arus komunikasi dari Posko Kabupaten
sampai Posko Kecamatan dan Desa serta TPS/TPA
Menyusun kebutuhan kelengkapan lainnya
8) Sektor Keamanan
Koordinator : Polres
Anggota : Kodim, Polres, Satpol PP, Linmas
Desa, Kesbangpol & PB, Polsek Srumbung, Dukun &
Sawangan, Koramil Dukun, Srumbung dan Sawangan,
Pasag Merapi, CBDRM NU
Jumlah personil : 1.024 orang.
Kegiatan :
Pengerahan personil keamanan di desa lokasi bencana
yg ditinggalkan pengungsi dan lokasi pengungsian.
Patroli keamanan di Desa lokasi bencana yg
ditinggalkan pengungsi dan lokasi pengungsian.
Pengawalan arus evakuasi pengungsi
Menyusun kebutuhan kelengkapan lainnya
9) Sektor Pendidikan
Koordinator : Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga.
Anggota : Bag Umum, Perpus Daerah, SD/MI dan
SMP lokasi bencana dan lokasi pengungsian.
Jumlah personil : 520 orang.
Kegiatan :
Pendataan penduduk usia sekolah di Desa KRB III
Penyiapan tempat pendidikan darurat dilokasi
pengungsian
Penyiapan sarana pendidikan dilokasi pengungsian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Melaksanakan kegaiatan belajar mengajar dilokasi
pengungsian
Menyusun kebutuhan personil serta kebutuhan lainnya
I. Menyusun Skematik Evakuasi
1) Arah Evakuasi Kec. Srumbung disajikan dalam gambar 24.
2) Arah Evakusi Kec. Dukun disajikan dalam gambar 25.
3) Arah Evakuasi Kec. Sawangan disajikan dalam gambar 26.
3) Pemulihan
a) Dusun
Menginstruksikan pendataan kembali kepada pengurus PB
dusun dan melaksanakan pendataan
Mengkoordinasi proses rehabilitasi dan rekonstruksi dusun
Mengkoordinasi situasi dan kondisi dusun (warga)
Melaksanakan rehabilitasi wara dan rekonstruksi dusun
Mengecek kondisi dan situasi dusun/warga
b) Desa
Menginstruksikan pendataan kembali kepada pengurus PB desa
dan PB dusun dan melaksanakn pendataan
Mengkoordinasi proses rehabilitasi dan rekonstruksi desa
Mengkoordinasi situasi dan kondisi desa (warga)
Melaksanakan rehabilitasi wara dan rekonstruksi desa
Mengecek kondisi dan situasi desa/warga
c) Kabupaten
Usaha memfungsikan kembali berbagai sarana dan prasarana
ekonomi, transportasi dan kehidupan masyarakat secara darurat
guna mengurangi penderitaan masyarakat yang tertimpa
bencana
Menempatkan kembali para pengungsi yang diarahkan pada 3
alternatif yaitu kembali ke tempat asal, ke pemukiman baru,
transmigrasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
WIL
AY
AH
PA
LIN
G
RAW
AN
Desa
Nga
blak
1.
Dsn
. Je
nggl
ik =
477
jw
2. D
sn.
Nga
blak
= 4
03 j
w
3. D
sn.
Purw
osar
i = 4
31 j
w
4. D
sn.
Keda
wun
g =
474
jw
5. D
sn.
Nep
en =
140
jw
J
umla
h :
1.92
5 ji
wa
Desa
Kem
iren
1.
Dsn
. Ja
mbu
rejo
= 4
35 j
w
2. D
sn.
Kem
iren
= 2
99 j
w
J
umla
h :
734
jiwa
Desa
Mra
ngge
n 1.
Dsn
. Sa
lam
sari
= 7
29 j
w
2. D
sn.
Gro
gols
ari =
207
jw
3. D
sn.
Page
rsar
i = 4
97 j
w
4. D
sn.
Rejo
sari
= 2
31 j
w
5. D
sn.
Prin
gsar
i = 2
07 j
w
6. D
sn.
Cand
isar
i = 1
46 j
w
J
umla
h :
2.01
7 ji
wa
WIL
AY
AH
RAW
AN
TIT
IK
KU
MPU
L
LOKASI
TPS
/
T
Desa
Nga
rgos
uko
1. D
sn.
Soko
Wt+
Nga
gron
g =
312
jw
2. D
sn.
Suko
= 3
84 j
w
3. D
sn.
Ged
anga
n =
413
jw
4. D
sn.
Kraj
an =
264
jw
5. D
sn.
War
udoy
ong
= 35
1 jw
6.
Dsn
. Be
ndan
= 2
75 j
w
7. D
sn.
Tem
pel =
133
jw
Jum
lah
:2.1
32 j
iwa
Desa
Ngl
umut
1.
Dsn
. N
glum
ut I
= 21
9 jw
2.
Dsn
. N
glum
ut II
= 3
96 j
w
3. D
sn.
Tega
lrej
o =
189
jw
Jum
lah
: 80
4 ji
wa De
sa K
aliu
rang
1.
Dsn
. Su
mbe
rrej
o =
366
jw
2. D
sn.
Kaliu
rang
Uta
ra =
280
jw
3.
Dsn
. Ka
liura
ng S
elat
an =
387
jw
4.
Dsn
. Ce
paga
n =
493
jw
5. D
sn.
Jrak
ah =
935
jw
Ju
mla
h :
2.46
1 ji
wa
BD M
rangg
en
LOKASI
TPS
/
T
BD N
garg
osoko
Desa
Sru
mbu
ng
1. D
sn.
Nge
pos
= 30
3 jw
2.
Dsn
. Ca
be L
or =
299
jw
3. D
sn.
Cabe
Kid
ul =
401
jw
4. P
ondo
k =
260
jw
Jum
lah
: 1.
263
jiw
a
BD K
aliu
rang
1. G
ulon
BD T
egal
rand
u
Desa
Teg
alra
ndu
1. D
sn.
Tega
lran
du =
626
jw
2. D
sn.
Pule
= 4
27 j
w
3. P
ondo
k =
290
jw
Jum
lah
: 1.
343
jiw
a
BD N
glum
ut
BD K
emir
en
BD S
rum
bun
g
BD N
gabl
ak
1.
Bal
ai D
esa
Jum
oyo
2.
Lapa
ngan
Jum
oyo
1.
Bap
endik
Je
ruka
gung
1.
BD
Srum
bun
g 1.
PG
RI
Srum
bun
g
1. B
D P
ucu
ngr
ejo
2. B
D T
aman
agun
g
3. G
D P
eri
kan
an
Mun
tila
n
4.G
P P
ucu
ngr
ejo
1. B
alai
Desa
Gul
on
2. G
OR D
ang
ean
1. B
P Su
cen
2. B
D S
alam
Ket:
Jum
lah
Pend
uduk
Kec
. Sr
umbu
ng
Jum
lah
Des
a pa
ling
raw
an
: 8
Desa
J
umla
h D
usun
pal
ing
raw
an
: 36
Dus
un d
ari
61 D
usun
J
umla
h Ji
wa
palin
g ra
wan
/Ta
rget
Eva
kuas
i
:
13.1
10 j
iwa
Bri
ngi
n Sr
umbun
g 1.
LA
P Sr
umbun
g 1.
GD P
eri
kanan
1. BD
Bri
ngi
n
BP
Jeru
kagu
ng
Gam
bar
24. S
kem
atik
a A
rah
Eva
kuas
i Ben
cana
Ala
m G
unun
g M
erap
i di K
ecam
atan
Sru
mbu
ng K
abup
aten
Mag
elan
g (S
umbe
r : B
AD
AN
K
ESB
AN
GPO
L &
PB
Kab
upat
en M
agel
ang)
.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gam
bar
25. S
kem
atik
a A
rah
Eva
kuas
i Ben
cana
Ala
m G
unun
g M
erap
i di K
ecam
atan
Duk
un K
abup
aten
Mag
elan
g (S
umbe
r :
BA
DA
N
KE
SBA
NG
POL
& P
B K
abup
aten
Mag
elan
g).
WIL
AY
AH
PA
LIN
G
RAW
AN
DES
A K
RIN
JING
1. D
sn.
Tro
no
= 303
jw
6.
Dsn
. Se
men
= 13
5 jw
2.
Dsn
. Pug
era
n =
219
jw
7.
Dsn
. G
end
elan
= 21
3 jw
3.
Dsn
. Tra
yem
= 1
52
jw 8
. Dsn
. Kep
il =
215
jw
4. D
sn.
Tem
pel
= 1
59
jw 9
. Dsn
. Dad
apan
= 1
07 j
w
5. D
sn.
Kra
jan =
267
jw
10.
Dsn
. Nga
glik
= 3
21 j
w
Ju
mla
h : 2
.091
jiw
a
DES
A K
ALI
BEN
ING
1. D
sn.
Win
dus
ari 51
9 jw
2.
Dsn
. N
genta
k =
292
jw
3.
Dsn
. Arg
oson
o = 1
40
jw
4. D
sn.
Cepe
k =
212
jw
5. D
sn.
Gin
tung
= 10
0 jw
6.
Dsn
Gend
inga
n =
227
jw
7. D
sn.
Kal
ibeni
ng K
L =
491
jw
8. D
sn.
Kal
ibeni
ng W
T =
227
jw
9. D
sn.
Dem
o =
362
jw
Ju
mla
h :
2.5
86 j
iwa
DESA
PAT
EN
1.
Dsn.
Bab
adan
I =
679
jw
2.
Dsn.
Bab
adan
II =
334
jw
3.
Ds
n. J
ombo
ng =
298
jw
4.
Ds
n. G
onda
ng I
= 26
6 jw
5.
Ds
n G
onda
ng II
= 1
65 j
w
6.
Dsn.
Pat
en =
755
jw
7.
Ds
n. B
andu
ng=
447
jw
Ju
mla
h :
2.94
4 ji
wa
WIL
AY
AH
RAW
AN
TIT
IK
KU
MPU
L
LOKASI
TPS
/ T
PA
DESA
SEN
GI
1. D
sn.
Gw
k Sa
bran
g =
556
jw
2. D
sn.
Gow
ok P
os =
661
jw
3. D
sn.
Gow
ok R
ingi
n =
505
jw
4. D
sn.
Nga
mpe
l =
721
jw
5. D
sn.
Seng
i = 9
94 j
w
6. D
sn.
Cand
i Ten
gah
= 25
8 jw
7.
Dsn
. Ca
ndi P
os =
173
jw
8. D
sn.
Cand
i Du
wur
= 3
92 j
w
J
umla
h :
4.26
0 ji
wa
DESA
KEN
ING
AR
1. D
sn.
Gon
dang
Rej
o =
110
jw
2. D
sn.
Bana
ran
= 46
1 jw
Ju
mla
h :
461
jiwa
DES
A N
GARG
OM
ULY
O
1. D
sn.
Nga
ndo
ng 1
25 j
w
2. D
sn.
Kar
anga
nyar
108
jw
3. D
sn.
Bat
ur n
giso
r 1
59
jw
4. D
sn.
Gem
er 2
08 jw
5.
Dsn
. Bat
ur d
uwur
218
jw
6.
Dsn
. Tan
en 5
31 jw
7.
Dsn
. Kem
ban
g 20
2 jw
8.
Dsn
. Tan
gkil
196
jw
9. D
sn.
Bra
man
223
jw
10.
Dsn
.Sab
rang
299
jw
11
. Dsn
.Boj
ong
209
jw
Jum
lah :
2.4
78 j
iwa
1. B
alai
Desa
Pa
ten
LOKASI
TPS
/ T
PA
Bal
ai D
esa
Sen
gi
DES
A S
UM
BER
1.
Dsn
. Su
mber
= 2
79
jw 7
. Dsn
. G
umuk
= 2
38 j
w
2. D
sn.
Diw
ak =
341
jw
8. D
sn.
Beru
t =
385
jw
3. D
sn.
Tutu
p B =
207
jw
9
. Dsn
. Su
ruh
= 1
74
jw
4. D
sn.
Tutu
p A =
244
jw
1
0. D
sn.
Duk
uhan
= 1
89
jw
5. D
sn.
Ton
tro =
585
jw
11
. Dsn
. G
owok
= 17
8 jw
6.
Dsn
. N
genta
k =
472
jw
12.
Dsn
. Can
di =
115
jw
Ju
mla
h : 3
.407
jiw
a
BD N
garg
omul
yo
1.BD S
awan
gan
1. B
D M
angu
nsuko
DES
A M
AN
GUN
SUKO
1.
Dsn
. Duku
h = 5
02
jw
2. D
sn.
Man
guns
uko
= 34
2 jw
3.
Dsn
. Ben
do
= 1
09
jw
4. D
sn.
Gro
gol =
298
jw
5. D
sn.
Kaj
angk
oso
= 32
5 jw
Jum
lah : 1
.576
jiw
a
BD K
enin
gar
BD K
alib
enin
g
BD S
rum
bun
g
BD K
rinji
ng
1.
Bala
i Des
a Du
kun
2.
LA
P Du
kun
3.
KP
RI D
ukun
1.
BD N
gadip
uro
1. B
D G
ondo
wan
gi
2. B
D M
angu
nsar
i 1.
BD K
rogo
wan
an
2. S
D R
egru
op
3. B
P Su
cen
4. BD S
alam
Ket
: Ju
mla
h Pe
ndud
uk K
ec.
Duku
n
Jum
lah
Des
a pa
ling
raw
an
:
8
Des
a
Ju
mla
h D
usun
pal
ing
raw
an
:
64
Dusu
n
Ju
mla
h Ji
wa
palin
g ra
wan
: 19
.885
jiw
a
LAP
Mung
kid
1.
BD
Bany
ubir
u
2. L
AP B
anyu
biru
1.
TP
A Ta
njun
g 2.
L
AP
Tanj
ung
1. S
awan
gan
LAP
Mung
kid
BP
Nga
dip
uro
DESA
TLO
GO
LELE
BO
YOLA
LI (
8 Ds
n)
Jum
lah
: 2.
529
jiw
a
LAP
Klan
gon
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gam
bar
26. S
kem
atik
a A
rah
Eva
kuas
i Ben
cana
Ala
m G
unun
g M
erap
i di K
ecam
atan
Saw
anga
n K
abup
aten
Mag
elan
g (S
umbe
r :
BA
DA
N
KE
SBA
NG
POL
& P
B K
abup
aten
Mag
elan
g).
WIL
AY
AH
PA
LIN
G
RAW
AN
DESA
KAP
UH
AN
1.
Dsn
. W
onog
iri
Lor
= 30
4 jw
2.
D
sn.
Won
ogir
i Kid
ul =
336
jw
Ju
mla
h :
640
jiw
a
DESA
KET
EP
1. D
sn.
Pulu
kan
= 50
1 jw
Jum
lah
: 50
1 jiw
a
WIL
AY
AH
RAW
AN
TIT
IK
KU
MPU
L
LOKASI
TPS
/ T
PA
DESA
WO
NOLE
LO
1.
Dsn.
Kla
mpa
han
= 70
jw
2.
Ds
n. W
undi
sabr
ang
= 77
2 jw
Jum
lah
: 84
2 jiw
a
1. R
um
ah K
adu
s
1. R
um
ah K
adu
s
1.
Rum
ah K
adu
s
1.
Bala
i Des
a Ka
puha
n
2.
BPP
1. B
alai
Desa
Ket
ep
1. B
alai
Desa
Won
olel
o
Ket
: Ju
mla
h Pe
ndud
uk K
ec.
Saw
anga
n
Ju
mla
h D
esa
palin
g ra
wan
:
3 De
sa
Ju
mla
h D
usun
pal
ing
raw
an
:
5
Dusu
n
Ju
mla
h Ji
wa
palin
g ra
wan
: 1.
983
jiw
a
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4) Pencegahan Dan Mitigasi
I. Pendataan dan Pengamatan
1) Ancaman Merapi :
Ancaman Primer : awan panas, lava pijar, abu
Ancaman Sekunder : banjir lahar
Ancaman Terseier : kerusakan lingkungan
2) Pemetaan Rawan Bencana (KRB III) :
Kec. Srumbung : 8 Desa, 36 Dusun
Kec. Dukun : 8 Desa, 64 Dusun
Kec. Sawangan : 3 Desa, 5 Dusun
Jumlah : 19 Desa, 105 Dusun
3) Jumlah KK dan Penduduk Terancam
Kec. Srumbung : 3.620 KK, 13.110 Jiwa
Kec. Dukun : 5.937 KK, 19.885 Jiwa
Kec. Sawangan : 373 KK, 1.211 Jiwa
Jumlah : 9.930 KK, 34.978 Jiwa
II. Fasilitas dan Motivasi Terbentuknya Ormas Peduli Bencana
1) Peduli Merapi (Kec. Srumbung), dengan Frekuensi Komunikasi
14.894.0
2) Kompak Merapi ( Kec. Dukun dan Sawangan), dengan
Frekuensi Komunikasi 14.828.0
3) Paguyuban Kendit Merapi (anggota 19 Desa KRB III) dengan
Frekuensi Komunikasi UHF
4) Pasag Merapi
5) Tim Searc And Rescue (SAR) Kabupaten. Magelang (56 orang)
6) TAGANA Kabupaten. Magelang ( 105 orang )
7) Santri Siaga Bencana CBDRM NU Kabupaten. Magelang
III. Membentuk Petugas Penganggulangan Bencana
1) Tingkat Kecamatan :
Unit Operasional PB ( 3 Kecamatan ), Anggaran Kecamatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2) Tingkat Desa :
Satlinmas PB (19 Desa), dengan SK Kades,
Anggaran APBDes.
Forum PRB Desa (19 Desa), dengan SK Kades, Anggaran
APBDes ( contoh : Ngargomulyo anggaran dari
pengembalian tanah bengkok desa 30 % )
IV. Peningkatan kapasitas pemangku kepentingan
a) Program pemerintah
1) Pelatihan Manajemen PB bagi Petugas PB Kabupaten, Petugas
PB Kecamatan, Satlinmas PB Desa dan Kepala Desa (tiap tahun)
2) Pelatihan Manajemen PB bagi Ormas dan relawan (tiap tahun)
3) Pelatihan SAR bagi Tim SAR Kab dan relawan ( tiap tahun )
4) Pelatihan Kaji Bencana bagi Petugas PB Kab, Petugas PB Kec
dan Kepala Desa (tiap tahun)
5) Pengiriman Diklat Tk. Provinsi bagi Petugas PB Kab, Petugas PB
Kec dan Desa serta Ormas dan Relawan (tiap tahun)
6) Sosialisasi Peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan bagi
masy. lereng Merapi di 3 Kecamatan (tiap tahun)
7) Program wajib latih bagi masyarakat di 19 Desa KRB III Gunung
Merapi dengan Fasilitator Forum Merapi (Tahun 2009= 18 Desa,
Th.2010 = 1 Desa)
8) Program wajib latih PB bagi masyarakat melalui APBDes
(pengembangan)
9) Geladi Posko dan Geladi Lapangan bagi petugas dan masyarakat
(tiap tahun)
b) Rekomendasi Tindakan/Aksi
1) Rekomendasi Tindakan/Aksi Pengurangan Risiko Bencana
Kawasan Rawan Bencana III (sampel Desa Kaliurang)
a) Relokasi pemukiman keluar Kawasan Rawan Bencana
Kawasan Rawan Bencana III ini kawasan yang
letaknya dekat dengan sumber bahaya yang sering terlanda
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
awan panas, aliran lava, guguran batu, lontaran batu (pijar) dan
hujan abu lebat dan erupsinya mulai tidak dapat diprediksi. Erupsi
yang bersifat eksplosif dengan tipe subplinian, plinian dan
vulkanian menghasilkan awan panas yang melanda berbagai sektor,
letusan efusif (lelehan) dan eksplosif ini akan berdampak besar dan
luas jika terjadi erupsi sehingga Kawasan Rawan Bencana III
Gunung Merapi ini merupakan kawasan yang paling rawan terkena
letusan, apapun jenis dan besarnya letusan. Oleh karena itu
kawasan ini tidak diperkenankan untuk hunian tetap.
b) Membuat dan menertibkan keorganisasian fasilitas dan
infrastruktur yang sudah tersedia sehingga terawat optimal terlebih
dalam situasi bencana
Titik Kumpul merupakan tempat singgah/berkumpulnya
masyarakat korban bencana sebelum dievakuasi ke pengungsian
sehingga dapat memperlancar koordinasi dan mengoptimalkan
evakuasi masyarakat sedangkan menara pandang dapat digunakan
sebagai pusat monitoring terhadap keadaan Gunung Merapi
maupun lingkungan sekitar. Tahun 2011 ini gedung titik kumpul
dan menara pandang dalam proses akhir pembangunan. Untuk
mengoptimalkan fungsi keduanya maka perlu dilakukan penertiban
keorganisasian untuk mengurus keduanya sehingga dapat berguna
terlebih dalam situasi bencana yang semakin tidak dapat diprediksi.
c) Perlengkapan sarana dan prasarana titik kumpul dan menara
pandang
Titik kumpul dan menara pandang memerlukan sarana dan
prasarana dalam penggunaannya. Fungsi titik kumpul sebagai
penampungan sementara pengungsi sebelum di evakuasi ke
pengungsian pada situasi bencana tetap menuntut adanya sarana
dan prasarana untuk melayani dan memberi kenyamanan
masyarakat misalnya WC, dapur umum, kasur/tikar, selimut, dll.
Menara pandang juga membutuhkan sarana dan prasarana untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
misalnya teropong untuk memaksimalkan pendeteksian ke Gunung
Merapi atau lingkungan sekitar. Menara pandang ini selain
berfungsi pada situasi bencana juga dapat digunakan untuk
mengamati lahan pertanian masyarakat yang luas dan bermedan
miring. Ketersediaan sarana dan prasarana perlu ditertibkan
pengorganisasinnya misalnya penentuan penanggung jawab atau
dibuatnya daftar piket untuk mengoptimalkan fungsi dari kedua
bangunan tersebut.
d) Peremajaan personil SIBAT untuk mengoptimalkan kinerja SIBAT
pada sebelum, saat atau setelah bencana
Siaga Bencana Berbasis Masyarakat atau Sibat adalah
sebuah tim relawan yang bertanggung jawab atas keamanan desa
dan pelaksanaan dalam program pengurangan risiko (Hyogo
Framework for Action (HFA), 2005 dalam Indonesian Red Cross
and International Federation of Red Cross and Red Crecent
Societies, 2008 : 32). Tim Sibat direkrut dan dibentuk oleh
kelurahan setempat bersama PMI Kabupaten Magelang. Anggota
Tim Sibat bertugas mengembangkan kemampuan masyarakat
dalam upaya pengurangan risiko dan kesiapsiagaan bencana
dengan pelatihan bersama PMI Kabupaten Magelang. Mereka juga
mengambil inisiatif dan melakukan tindakan dalam meminimalkan
dampak bencana yang terjadi di lingkungannya yaitu bisa
berbentuk saling berbagi informasi atau sosialisasi dengan tujuan
memberikan pengetahuan dan kesadaran dan tidak hanya dilakukan
dalam forum khusus. Sibat di daerah sampel Desa Kaliurang
dibentuk pada tahun 2006 hingga sekarang masa baktinya sudah
mencapai 5 tahun. Anggota Sibat ini berjumlah 20 orang, 9 wanita
dan 11 pria, 2 pria tidak aktif karena alasan tertentu. Saat ini
sebagian besar anggota Sibat sudah berkeluarga hanya tinggal 2
orang yang belum berkeluarga secara otomatis kesibukan dan
tanggung jawab bagi anggota Sibat yang sudah berkeluarga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
semakin bertambah. Keadaan ini mengurangi keoptimalan kinerja
anggota Sibat saat ini sehingga perlu adanya peremajaan anggota
Sibat dengan perekrutan kembali masyarakat muda yang berpotensi
tanpa meninggalkan keberadaan senior Sibat untuk mendampingi
anggota Sibat yang baru.
e) Pelatihan dan penyuluhan kebencanaan untuk meningkatkan
kesadaran dan kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana
Adanya anggapan bahwa penanggulangan bencana adalah
wujud fungsi pemerintah dalam perlindungan rakyat. Akibatnya,
rakyat mengharapkan penanggulangan bencana sepenuhnya
dilaksanakan oleh pemerintah. Hal ini akan menyebabkan
masyarakat tidak mempunyai pengetahuan memadai akan
kebencanaan sehingga menjadi sangat rentan ketika menghadapi
bencana dan tidak mempunyai kemampuan adaptasi untuk pulih
kembali ketika pasca bencana. Pemahaman masyarakat terhadap
bencana merupakan cerminan dukungan masyarakat terhadap
tindakan kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana. Dengan
pemahaman terhadap bencana maka masyarakat dapat berusaha
untuk melakukan tindakan yang tepat sesuai yang akan dibutuhkan
untuk daerah mereka sendiri. Semakin kita mengenali dan
memahami fenomena bahaya itu dengan baik, maka semakin dapat
menyikapinya dengan lebih baik. Sikap dan tanggap yang
didasarkan atas pengenalan dan pemahaman yang baik akan dapat
memperkecil risiko bencana sehingga perlu diadakan pelatihan dan
penyuluhan kebencanaan.
f) Pemulihan pertanian salak akibat erupsi dengan pemberian nutrisi
(pupuk) pada pohon salak yang kini hanya mampu berbuah sekitar
2-3 tahun lagi sehingga mampu berbuah kembali dalam waktu yang
lebih singkat
Pertanian salak merupakan mayoritas penggunaan lahan
pada Kawasan Rawan Bencana III lereng Kabupaten Magelang dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
merupakan sektor utama penghasilan masyarakat. Erupsi 2010 ini
berdampak pada kerusakan pertanian salak yang sangat parah.
Kerusakan ini menjadikan pohon salak harus berkembang dari awal
bahkan harus ditanam kembali karena tidak dapat diselamatkan
sehingga harus menunggu panen dalam jangka waktu yang sangat
lama dan beberapa lahan dialih tanamkan menjadi tanaman
palawija atau sayuran untuk mencukupi kebutuhan sehari-harinya.
Keadaan ini berdampak pada perekonomian masyarakat yang
menjadi terpuruk dan turun drastis. Keadaan perekonomian ini
mempengaruhi aspek kehidupan yang lain seperti aspek sosial
masyarakat. Masyarakat dituntut mencari penghasilan lain
seadanya yang tanpa keterampilan yaitu menjadi buruh pasir, buruh
batu atau membuat batu candi di sungai hasil dari lahar dingin yang
lebih menghabiskan tenaga dan waktu tetapi penghasilannya
rendah. Jika keadaan ini dibiarkan terus menerus maka mayoritas
masyarakat akan semakin terpuruk kehidupannya maka perlu
perbaikan sektor utama yaitu pemulihan pertanian salak akibat
erupsi dengan pemberian nutrisi (pupuk) pada pohon salak yang
kini hanya mampu berbuah sekitar 2-3 tahun lagi sehingga mampu
berbuah kembali dalam waktu yang lebih singkat.
g) Pembekalan masyarakat dengan berbagai keterampilan sehingga
masyarakat tidak hanya mengandalkan pertanian salak sebagai
satu-satunya sumber penghasilan
Pertanian salak sangat potensial dan dijadikan sektor utama
mata pencaharian masyarakat ini sangat mengangkat kehidupan
masyarakat khususnya dalam aspek perekonomian, masyarakat
merasa cukup pada sektor ini sehingga hanya fokus pada
perkembangan pertanian salak saja tanpa memikirkan
kemungkinan yang akan terjadi misalnya kerusakan salak yang
terjadi karena erupsi. Keterampilan yang dikembangkan
masyarakat tidak lain hanyalah keterampilan mengelola salak dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
tidak terlintas untuk mempelajari keterampilan lain sehingga jika
sektor pertanian salak ini rusak maka perekonomian masyarakat
akan menurun. Dengan adanya pembekalan keterampilan
diharapkan masyarakat tetap mampu mendapat pemasukan
keuangan dan mencukupi kebutuhan hidupnya walaupun sektor
utama dari pertanian salak rusak dan tidak dapat diharapkan lagi
sehingga perekonomian masyarakat tetap bertahaan atau bahkan
mampu meningkat, misalnya pembekalan keterampilan kerajian
rumah tangga, tata boga, dll.
h) Perbaikan kerusakan jembatan Sungai Bebeng yang merupakan
akses vital kegiatan masyarakat
Jembatan Sungai Bebeng merupakan jembatan akses utama
untuk menuju ke fasilitas-fasilitas umum termasuk untuk akses
para penambang dengan truk pengangkutnya. Keadaan jembatan
yang rusak serta merupakan jalur lahar dingin mempersulit
kegiatan masyarakat sehingga perlu diadakan perbaikan kerusakan
jembatan Sungai Bebeng ini.
i) Perbaikan saluran irigasi
Pertanian tidak terlepas dari pengairan yang dilakukan
dengan irigasi khususnya tanaman salak sangat bergantung dengan
keberadaan air karena kualitas buah salak ditentukan dengan
intensitas pengairan, pengairan untuk tanaman salak tergolong
sedang, akhir-akhir ini musim penghujan yang terus menerus
menyebabkan kualitas buah salak kurang berkualitas. Irigasi ini
bersumber dari sungai sekitar yang beberapa diantaranya
merupakan aliran lahar dingin. Erupsi 2010 material erupsi dan
lahar dingin menutup dan merusak saluran irigasi sehingga
semakin menghambat pemulihan dan pertumbuhan tanaman salak
yang rusak sehingga untuk mendukung pemulihan dan
pertumbuhan tanaman salak maka perlu diadakan perbaikan saluran
irigasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
j) Perbaikan sarana air bersih
Air bersih masyarakat sebagian besar menggunakan
pipanisasi dari sungai sekitar. Erupsi 2010 material erupsi dan lahar
dingin menutup dan merusak saluran air bersih sehingga
pemenuhan air bersih masyarakat menjadi sulit. Pemenuhan air
bersih sementara menggunakan tendon air yang distok dari bantuan
PMI Kabupaten Magelang sehingga masyarakat memerlukan
perbaikan air sungai dengan membendung sumber air bersih baik
sungai maupun mata air kemudian dilakukan pipanisasi kembali
sampai ke rumah-rumah penduduk.
k) Perbaikan jalan hutan rakyat
Hutan rakyat merupakan salah satu kekayaan yang dimiliki
masyarakat. Hutan rakyat terletak di lereng bagian atas di atas
pemukiman, kondisi jalan yang kurang baik mempersulit
masyarakat menuju hutan rakyat sehingga perlu dilakukan
perbaikan jalan hutan rakyat untuk mempermudah dan
memperlancar kegiatan masyarakat menuju hutan.
l) Peraturan penambangan
Kawasan Rawan Bencana III ini kaya akan material erupsi
seperti pasir maupun batu hasil erupsi ini merupakan peluang usaha
penambangan baik untuk masyarakat sekitar maupun masyarakat
luar. Perilaku para penambang seringkali hanya melihat dari aspek
ekonominya saja tidak diimbangi dengan aspek ekologinya apalagi
perilaku dari penambang dari luar yang tidak merasa memiliki
daerah tersebut dan tidak peduli dengan risiko yang akan terjadi
sehingga banyak penyimpangan yang dilakukan. Penyimpangan-
penyimpangan tersebut jika dibiarkan terus menerus maka akan
semakin merusak dan mampu memicu peningkatan kerentanan
daerah tersebut. Untuk menertibkan penambangan maka diperlukan
pembuatan peraturan penambangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1) Rekomendasi Tindakan/Aksi Pengurangan Risiko Bencana Kawasan
Rawan Bencana II (sampel Desa Kamongan)
a) Relokasi pemukiman ke keluar Kawasan Rawan Bencana
Kawasan Rawan Bencana adalah kawasan yang rentan
terhadap bencana alam dan merupakan bagian dari kawasan
lindung, adapun untuk bencana alam yang terjadinya karena letusan
gunung api, gempa bumi, aliran lahar, banjir atau yang merupakan
fenomena alam lainnya. Akibat yang ditimbulkan oleh bencana
alam ini sangat merugikan serta menyebabkan penderitaan bagi
manusia karena dapat mengurangi kesempatan masyarakat untuk
terus menjalankan estafet pembangunan, menanamkan investasi
yang lebih besar, menciptakan kegiatan baru maupun
melaksanakan upaya pengembangan gagasan bagi perbaikan
kehidupan masyarakat itu sendiri (Siswanto dalam
http://bulletin.penataanruang.net/upload/data_artikel/Penanganann
Kawasan Bencana Gunung Merapi Lintas Sektor Lintas
Wilayah.pdf). Kawasan Rawan Bencana II adalah kawasan yang
terdiri atas dua bagian : aliran massa berupa awan panas, aliran
lava dan lahar, lontaran berupa material jatuhan dan lontaran batu
(pijar) (Sayudi, Nurnaning, Juliani, Muzani, 2010). Gunung Merapi
saat ini erupsinya mulai tidak dapat diprediksi dan tipe erupsinya
yang dicirikan dengan letusan efusif (lelehan) dan eksplosif.
Erupsi yang bersifat eksplosif dengan tipe subplinian, plinian dan
vulkanian menghasilkan awan panas yang melanda berbagai sektor,
letusan efusif (lelehan) dan eksplosif ini akan berdampak besar dan
luas jika terjadi erupsi. Kawasan Rawan Bencana II Gunung
Merapi ini merupakan kawasan yang dapat diartikan daerah yang
bahaya dan kurang bahaya tergantung besarnya erupsi. Masyarakat
diharuskan mengungsi jika terjadi peningkatan aktivitas sesuai
dengan saran Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sampai daerah ini dinyatakan aman kembali, daerah inipun kurang
dianjurkan digunakan untuk hunian tetap.
b) Membangun titik kumpul dan menara pandang
Titik Kumpul merupakan tempat singgah/berkumpulnya
masyarakat korban bencana sebelum dievakuasi ke pengungsian
sehingga dapat memperlancar koordinasi dan mengoptimalkan
evakuasi masyarakat sedangkan menara pandang dapat digunakan
sebagai pusat monitoring terhadap keadaan Gunung Merapi
maupun lingkungan sekitar. Kawasan Rawan Bencana II yang luas
ini sangat meembutuhkan adanya titik kumpul dan menara pandang
terutama ketika terjadi bencana, pemantauan dan pengkoordinasian
pengungsi akan semakin lancar sehingga akan meminimalkan
korban jiwa. Titik kumpul yang merupakan tempat penampungan
sementara sebelum ke pengungsian ini lebih memudahkan dan
mentertibkan alur pengungsian untuk sampai ke pengungsian yang
telah disediakan, biasanya akan dikelompokkan menurut dusun dan
akan ditunjukkan penanggung jawabnya sehingga pengorganisasian
baik sebelum, saat maupun setelah mengungsi akan lebih mudah
misalnya untuk pendataan kebutuhan para pengungsi. Tidak sedikit
masyarakat yang sulit dievakuasi karena alasan berat meninggalkan
harta bendanya, kekhawatiran masyarakat ini bisa diminimalkan
karena pemantauan harta benda dapat dilakukan dengan
menggunakan menara pnadang oleh petugas sehingga mencegah
terjadinya penjarahan pada harta benda yang ditinggalkan oleh
masyarakat.
c) Membentuk SIBAT
Siaga Bencana Berbasis Masyarakat atau Sibat adalah
sebuah tim relawan yang bertanggung jawab atas keamanan desa
dan pelaksanaan dalam program pengurangan risiko (Hyogo
Framework for Action (HFA), 2005 dalam Indonesian Red Cross
and International Federation of Red Cross and Red Crecent
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Societies, 2008 : 32). Sibat yang dibentuk akan mendapatkan
pembekalan tentang kebencanaan dan selanjutnya akan ikut
bertanggung jawab kepada masyarakat baik sebelum, saat dan
setelah terjadi bencan untuk menggerakkan dan membimbing
masyarakat untuk mengembangkan kemampuan masyarakat dalam
meminimalkan dampak bencana yang terjadi di lingkungannya
yang sering disebut dengan upaya pengurangan risiko dan
kesiapsiagaan bencana. Hal itu bisa berbentuk saling berbagi
informasi atau sosialisasi dengan tujuan memberikan pengetahuan
dan kesadaran.
d) Pelatihan dan penyuluhan kebencanaan untuk meningkatkan
kesadaran dan kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana
Sama dengan kondisi Kawasan Rawan Bencana III bahwa
adanya anggapan bahwa penanggulangan bencana adalah wujud
fungsi pemerintah dalam perlindungan rakyat. Akibatnya, rakyat
mengharapkan penanggulangan bencana sepenuhnya dilaksanakan
oleh pemerintah. Hal ini akan menyebabkan masyarakat tidak
mempunyai pengetahuan memadai akan kebencanaan sehingga
menjadi sangat rentan ketika menghadapi bencana dan tidak
mempunyai kemampuan adaptasi untuk pulih kembali ketika pasca
bencana. Pemahaman masyarakat terhadap bencana merupakan
cerminan dukungan masyarakat terhadap tindakan kesiapan
masyarakat dalam menghadapi bencana. Dengan pemahaman
terhadap bencana maka masyarakat dapat berusaha untuk
melakukan tindakan yang tepat sesuai yang akan dibutuhkan untuk
daerah mereka sendiri. Semakin kita mengenali dan memahami
fenomena bahaya itu dengan baik, maka semakin dapat
menyikapinya dengan lebih baik. Sikap dan tanggap yang
didasarkan atas pengenalan dan pemahaman yang baik akan dapat
memperkecil risiko bencana sehingga perlu diadakan pelatihan dan
penyuluhan kebencanaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
e) Pemulihan pertanian salak akibat erupsi dengan pemberian nutrisi
(pupuk) pada pohon salak yang kini hanya mampu berbuah sekitar
2-3 tahun lagi sehingga mampu berbuah kembali dalam waktu yang
lebih singkat
Sama dengan kondisi Kawasan Rawan Bencana III bahwa
pertanian salak merupakan mayoritas penggunaan lahan pada
Kawasan Rawan Bencana II lereng Kabupaten Magelang dan
merupakan sektor utama penghasilan masyarakat. Erupsi 2010 ini
berdampak pada kerusakan pertanian salak yang sangat parah.
Kerusakan ini menjadikan pohon salak harus berkembang dari awal
bahkan harus ditanam kembali karena tidak dapat diselamatkan
sehingga harus menunggu panen dalam jangka waktu yang sangat
lama dan beberapa lahan dialih tanamkan menjadi tanaman
palawija atau sayuran untuk mencukupi kebutuhan sehari-harinya.
Keadaan ini berdampak pada perekonomian masyarakat yang
menjadi terpuruk dan turun drastis. Keadaan perekonomian ini
mempengaruhi aspek kehidupan yang lain seperti aspek sosial
masyarakat. Masyarakat dituntut mencari penghasilan lain
seadanya yang tanpa keterampilan yaitu menjadi buruh pasir, buruh
batu atau membuat batu candi di sungai hasil dari lahar dingin yang
lebih menghabiskan tenaga dan waktu tetapi penghasialannya
rendah. Jika keadaan ini dibiarkan terus menerus maka mayoritas
masyarakat akan semakin terpuruk kehidupannya maka perlu
perbaikan sektor utama yaitu pemulihan pertanian salak akibat
erupsi dengan pemberian nutrisi (pupuk) pada pohon salak yang
kini hanya mampu berbuah sekitar 2-3 tahun lagi sehingga mampu
berbuah kembali dalam waktu yang lebih singkat
f) Pembekalan masyarakat dengan berbagai keterampilan sehingga
masyarakat tidak hanya mengandalkan pertanian salak sebagai
satu-satunya sumber penghasilan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Sama dengan kondisi Kawasan Rawan Bencana III bahwa
pertanian salak sangat potensial dan dijadikan sektor utama mata
pencaharian masyarakat ini sangat mengangkat kehidupan
masyarakat khususnya dalam aspek perekonomian, masyarakat
merasa cukup pada sektor ini sehingga hanya fokus pada
perkembangan pertanian salak saja tanpa memikirkan
kemungkinan yang akan terjadi misalnya kerusakan salak yang
terjadi karena erupsi. Keterampilan yang dikembangkan
masyarakat tidak lain hanyalah keterampilan mengelola salak dan
tidak terlintas untuk mempelajari keterampilan lain sehingga jika
sektor pertanian salak ini rusak maka perekonomian masyarakat
akan menurun. Dengan adanya pembekalan keterampilan
diharapkan masyarakat tetap mampu mendapat pemasukan
keuangan dan mencukupi kebutuhan hidupnya walaupun sektor
utama dari pertanian salak rusak dan tidak dapat diharapkan lagi
sehingga perekonomian masyarakat tetap bertahaan atau bahkan
mampu meningkat, misalnya pembekalan keterampilan kerajian
rumah tangga, tata boga, dll.
g) Perbaikan dan pelebaran jalan yang merupakan akses vital kegiatan
masyarakat
Jalan merupakan akses utama dan penting untuk
memudahkan kegiatan masyarakat termasuk akses para penambang
dengan kendaraan besar yang memanfaatkan sumber daya pasir
dan batu hasil erupsi dan lahar dingin. Jalan yang rusak dan sempit
otomatis akan mempersulit kegiatan masyarakat tersebut bahkan
untuk dilalui kendaraan besar (truk) yang berpapasan sangat sulit
apalagi ketika terjadi bencana akan sangat menyulitkan proses
evakuasi masyarakat ke pengungsian oleh karena itu perlu
dilakukan perbaikan dan pelebaran jalan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2) Rekomendasi Tindakan/Aksi Pengurangan Risiko Bencana Kawasan
Rawan Bencana I (sampel Desa Jumoyo)
a) Relokasi pemukiman khususnya pemukiman di sepanjang bantaran
Kali Putih keluar Kawasan Rawan Bencana
Kawasan Rawan Bencana adalah kawasan yang rentan
terhadap bencana alam dan merupakan bagian dari kawasan
lindung, adapun untuk bencana alam yang terjadinya karena letusan
gunung api, gempa bumi, aliran lahar, banjir atau yang merupakan
fenomena alam lainnya. Akibat yang ditimbulkan oleh bencana
alam ini sangat merugikan serta menyebabkan penderitaan bagi
manusia karena dapat mengurangi kesempatan masyarakat untuk
terus menjalankan estafet pembangunan, menanamkan investasi
yang lebih besar, menciptakan kegiatan baru maupun
melaksanakan upaya pengembangan gagasan bagi perbaikan
kehidupan masyarakat itu sendiri (Siswanto dalam
http://bulletin.penataanruang.net /upload/data_artikel/Penanganan
Kawasan Bencana Gunung Merapi Lintas Sektor Lintas
Wilayah.pdf). Kawasan Rawan Bencana I adalah kawasan yang
berpotensi melanda lahar/banjir dan tidak menutup kemungkinan
dapat terkena perluasan awan panas dan aliran lava (Sayudi,
Nurnaning, Juliani, Muzani, 2011). Erupsi 2010 bertepatan pada
musim penghujan yang panjang dan intensitas hujan yang sangat
tinggi ini menyebabkan endapan material vulkanik pada sungai-
sungai tersebut berpotensi menjadi lahar dingin yang cukup besar.
Dalam riwayat kejadian bencana erupsi maupun lahar dingin tahun
2010-2011 ini bencana yang paling besar terjadi. Besarnya lahar
dingin pasca erupsi 2010 ini hingga meluap dari badan sungai yang
mengancam dan melanda daerah pemukiman, pertanian dan
infrastruktur di sekitar aliran sungai. Daerah di Kabupaten
Magelang yang mengalami kerusakan paling parah akibat lahar
dingin adalah Dusun Gempol Kelurahan Jumoyo Kecamatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Salam, walaupun tidak memakan korban jiwa namun menyebabkan
kerugian material yang cukup besar meliputi bangunan baik ruko
maupun rumah atau infrastruktur lain hilang tersapu lahar dingin,
jalan desa hilang dan bahkan jalan utama Jogja-Magelang terendam
dan rusak terkena lahar dingin begitu pula menyebabkan
ambrolnya jembatan pada jalan utama lajur kiri arah Jogja-
Magelang. Kerugian yang sangat besar ini memicu masyarakat
maupun pemerintah untuk melakukan relokasi pemukiman pada
Kawasan Rawan Bencana I khususnya pemukiman di sepanjang
bantaran Kali Putih keluar Kawasan Rawan Bencana.
b) Perbaikan saluran irigasi
Penggunaan lahan di Kawasan Rawan Bencana I ini bersifat
heterogen tidak mendominasi seperti pada Kawasan Rawan
Bencana II dan III yang didominasi oleh pertanian salak. Semua
lahan pertanian ini tidak terlepas dari pengairan yang dilakukan
dengan irigasi baik sawah, tanaman salak maupun pertanian
lainnya. Irigasi ini diambil dari sungai sekitar daerah tersebut yang
beberapa diantaranya merupakan aliran lahar dingin. Akibat erupsi
2010 material erupsi dan lahar dingin menutup dan merusak
saluran irigasi sehingga menyulitkan pemenuhan kebutuhan
tanaman terhadap air secara teratur yang berdampak terganggunya
pertumbuhan pertanian, hal ini perlu dilakukan perbaikan saluran
irigasi.
c) Pelatihan dan penyuluhan kebencanaan untuk meningkatkan
kesadaran dan kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana
Tingkat kesadaran dan kesiapsiagaan masyarakat terhadap
bencana pada Kawasan Rawan Bencana I ini lebih rendah
dibandingkan pada Kawasan Rawan Bencana II dan III karena
intensitas kejadian bencana pada Kawasan Rawan Bencana I ini
lebih rendah daripada Kawasan Rawan Bencana II dan III sehingga
kesadaran masyarakat terhadap bencana juga rendah dan akhirnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ketika terjadi bencana hanya akan menggantungkan pemerintah
karena adanya anggapan bahwa penanggulangan bencana adalah
wujud fungsi pemerintah dalam perlindungan rakyat. Akibatnya,
rakyat mengharapkan penanggulangan bencana sepenuhnya
dilaksanakan oleh pemerintah. Hal ini akan menyebabkan
masyarakat tidak mempunyai pengetahuan memadai akan
kebencanaan sehingga menjadi sangat rentan ketika menghadapi
bencana dan tidak mempunyai kemampuan adaptasi untuk pulih
kembali ketika pasca bencana. Pemahaman masyarakat terhadap
bencana merupakan cerminan dukungan masyarakat terhadap
tindakan kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana. Dengan
pemahaman terhadap bencana maka masyarakat dapat berusaha
untuk melakukan tindakan yang tepat sesuai yang akan dibutuhkan
untuk daerah mereka sendiri. Semakin kita mengenali dan
memahami fenomena bahaya itu dengan baik, maka semakin dapat
menyikapinya dengan lebih baik. Sikap dan tanggap yang
didasarkan atas pengenalan dan pemahaman yang baik akan dapat
memperkecil risiko bencana sehingga perlu diadakan pelatihan dan
penyuluhan kebencanaan.
d) Membentuk SIBAT
Siaga Bencana Berbasis Masyarakat atau Sibat adalah
sebuah tim relawan yang bertanggung jawab atas keamanan desa
dan pelaksanaan dalam program pengurangan risiko (Hyogo
Framework for Action (HFA), 2005 dalam Indonesian Red Cross
and International Federation of Red Cross and Red Crecent
Societies, 2008 : 32). Kawasan Rawan Bencana I perlu dibentuk
Sibat melihat dampak bencana yang besar akibat lahar dingin dan
rawan terjadi lahar dingin kembali pada erupsi-erupsi yang akan
datang. Sibat yang dibentuk akan mendapatkan pembekalan
tentang kebencanaan dan selanjutnya akan ikut bertanggung jawab
kepada masyarakat baik sebelum, saat dan setelah terjadi bencan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
untuk menggerakkan dan membimbing masyarakat untuk
mengembangkan kemampuan masyarakat dalam meminimalkan
dampak bencana yang terjadi di lingkungannya yang sering disebut
dengan upaya pengurangan risiko dan kesiapsiagaan bencana. Hal
itu bisa berbentuk saling berbagi informasi atau sosialisasi dengan
tujuan memberikan pengetahuan dan kesadaran.
e) Melakukan normalisasi sungai (Kali Putih)
Banjir lahar dingin yang terjadi Tahun 2011 ini tidak hanya
membawa lahar namun juga batu-batu berukuran besar. Material
vulkanik yang memadat dan menyumbat sungai menyebabkan
aliran lahar dingin berkelok ke kebun dan pemukiman bahkan
sampai ke badan jalan utama Jogja-Magelang. Kemungkinan
terjadinya lahar dingin yang masih besar akan sangat
membahayakan karena keadaan sungai yang dangkal dan tersumbat
ini akan menyebabkan aliran lahar dingin semakin banyak yang
berkelok dan meluap ke luar badan sungai yang kemudian dapat
menyapu kebun dan pemukiman masyarakat. Untuk meminimalkan
luapan banjir lahar dingin ini maka perlu dilakukan normalisasi
sungai sehingga aliran sungai jika terjadi banjir lahar dingin lagi
tidak tersumbat dan dapat mengalirkan lahar dengan kapasitas yang
banyak.
f) Perbaikan tanggul sungai
Erupsi 2010 bertepatan pada musim penghujan panjang
dengan intensitas hujan yang sangat tinggi ini menyebabkan
endapan awan panas pada sungai-sungai tersebut berpotensi
menjadi lahar dingin yang cukup besar. Dalam catatan riwayat
kejadian bencana erupsi maupun lahar dingin tahun 2010-2011 ini
adalah bencana yang paling besar terjadi di Kawasan Rawan
bencana I Kabupaten Magelang. Besarnya lahar dingin pasca erupsi
2010 ini hingga merusak tanggul dan meluap dari badan sungai
yang mengancam dan melanda daerah pemukiman, pertanian dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
infrastruktur di sekitar aliran sungai dan daerah yang paling parah
adalah Dusun Gempol Kelurahan Jumoyo Kecamatan Salam,
walaupun tidak memakan korban jiwa namun menyebabkan
kerugian material yang cukup besar meliputi bangunan baik ruko
maupun rumah atau infrastruktur lain hilang tersapu lahar dingin,
jalan desa hilang bahkan jalan utama Jogja-Magelang terendam dan
rusak terkena lahar dingin serta menyebabkan ambrolnya jembatan
pada jalan utama lajur kiri arah Jogja-Magelang. Kerusakan
tanggul sungai sangat berbahaya jika terjadi banjir lahar dingin lagi
karena material erupsi 2010 diperkirakan baru akan habis sekitar 3
tahun lagi (BPPTK, 2010 dalam http://www.metrotvnews.com
/read/news/2010/12/14/36893/BPPK-Ancaman-Lahar-Dingin-3-
Tahun diakses tanggal 3 juli 2011). Sedangkan saat ini musim
semakin tidak jelas antara penghujan dan kemarau yaitu musim
kemarau dengan intensitas hujan sedang dan akan semakin
berbahaya ketika intensitas hujan meningkat tinggi kembali
sehingga tanggul di sepanjang bantaran sungai perlu diperbaiki,
diperkauat dan dipertinggi lagi untuk mencegah seperti dampak
yang telah terjadi.
g) Pembekalan keterampilan bagi masyarakat sehingga jika mata
pencahariannya hilang tetap dapat mempertahankan
perekonomiannya
Perekonomian pada Kawasan Rawan Bencana I ini bersifat
heterogen, namun sama halnya dengan kondisi Kawasan Rawan
Bencana II dan III bahwa sebagian besar masyarakat hanya fokus
pada satu sektor mata pencaharian sehingga keterampilan yang
dikembangkan masyarakat hanyalah keterampilan yang menjadi
mata pencahariannya saja, misalnya bertani, berdagang. Erupsi
2010 dan lahar dingin ini tidak terlalu menurunkan tingkat
perekonomian (penghasilan) secara umum karena bermacam-
macamnya mata pencaharian masyarakat. Masyarakat pegawai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kantoran atau pegawai yang tidak menggunakan lahan yang tersapu
lahar dingin masih mempunyai penghasilan seperti biasanya,
namun masyarakat petani, pedagang atau pekerja lainnya yang
menggunakan lahan yang tersapu lahar dingin maka akan
kehilangan sumber penghasilannya maka perlu diberikan
pembekalan keterampilan. Dengan adanya pembekalan
keterampilan diharapkan masyarakat tetap mampu mendapat
pemasukan keuangan dan mencukupi kebutuhan hidupnya
walaupun lahan usahanya hilang sehingga perekonomian
masyarakat tetap bertahaan atau bahkan mampu meningkat,
misalnya pembekalan keterampilan kerajian rumah tangga, tata
boga, dll.
h) Membangun titik kumpul
Titik Kumpul merupakan tempat singgah/berkumpulnya
masyarakat korban bencana sebelum dievakuasi ke pengungsian
sehingga dapat memperlancar koordinasi dan mengoptimalkan
evakuasi masyarakat. Kawasan Rawan Bencana I yang luas ini
sangat membutuhkan adanya titik kumpul terutama ketika terjadi
bencana, pemantauan dan pengkoordinasian pengungsi akan
semakin lancar sehingga akan meminimalkan korban jiwa. Titik
kumpul yang merupakan tempat penampungan sementara sebelum
ke pengungsian ini lebih memudahkan dan mentertibkan alur
pengungsian untuk sampai ke pengungsian yang telah disediakan,
biasanya akan dikelompokkan menurut dusun dan akan
ditunjukkan penanggung jawabnya sehingga pengorganisasian baik
sebelum, saat maupun setelah mengungsi akan lebih mudah
misalnya untuk pendataan kebutuhan para pengungsi. Pada Titik
kumpul pada Kawasan Rawan Bencana I ini bisa juga lansung
dijadikan tempat pengungsian karena tempatnya jauh dari pusat
erupsi Gunung Merapi namun jika radius melampui keberadaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
titik kumpul maka pengungsi di titik kumpul perlu dipindahkan ke
pengungsian di luar radius.
i) Pembangunan pemukiman baru untuk pemukiman yang hilang
karena lahar dingin (sementara sudah dibangun huntara)
Banjir Lahar di Magelang Tahun 2011 ini merusak sekitar
721 rumah dan mengharuskan ribuan warga dari 10 desa
mengungsi. Daerah di Kabupaten Magelang yang mengalami
kerusakan paling parah akibat lahar dingin adalah Dusun Gempol
Kelurahan Jumoyo Kecamatan Salam, walaupun tidak memakan
korban jiwa namun menyebabkan kerugian material yang cukup
besar yaitu hampir seluruh bangunan di Dusun Gempol hilang
terkena lahar dingin meliputi sekitar 140-an bangunan baik ruko
maupun rumah atau infrastruktur lain hilang tersapu lahar dingin.
Saat ini warga yang kehilangan tempat tinggal akibat tersapu lahar
dingin masih dalam pengungsian di lapangan depan Kelurahan
Jumoyo dan di tempat itu pula pembangunan huntara sedang dalam
proses yang kemudian akan ditempati oleh para pengungsi. Huntara
ini akan ditempati sekitar 4 tahun yang kemudian akan diputuskan
apakah lahan bekas tempat tingal mereka layak untuk ditempati
lagi atau akan dilakukan relokasi ke tempat yang lebih layak
ditempati.
j) Perbaikan beberapa jalan yang rusak dan tertutup karena terkena
lahar dingin
Aliran lahar dingin yang menimpa Kawasan Rawan
Bencana I ini merusak dan menutup sebagian jalan yang
merupakan akses utama dan penting untuk memudahkan kegiatan
masyarakat. Kerusakan jalan antara lain jalan desa hilang tertutup
lahar dingin ini selain menyulitkan akses juga menghilangkan mata
pencaharian sopir angkot jurusan jalan tersebut bahkan jalan utama
Jogja-Magelang terendam dan rusak terkena lahar dingin sehingga
harus ditutup dan dialihakan aksesnya dengan jalan alternatif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
melalui Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo kemudian
Kecamatan Borobudur Magelang selama 2 hari yang kini sudah
selesai diperbaiki dan ambrolnya jembatan pada jalan utama lajur
kiri arah Jogja-Magelang sehingga harus ditutup aksesnya untuk
kendaraan berat dan roda empat selama beberapa hari dan setelah
itu menggunakan satu jembatan lajur kanan untuk dua arah sampai
jembatan lajur kiri saat ini telah selesai dibangun dan diperbaiki
kembali.
V. Menyusun Rencana Kontijensi dengan 9 Proyeksi Kebutuhan
5. Prioritas Rekomendasi Tindakan/Aksi Pengurangan Risiko Bencana
Prioritas tindakan pengurangan risiko bencana merupakan tindakan
yang harus segera dilakukan sehubungan dengan kondisi masyarakat untuk
meningkatkan kapasitas dan meminimalkan kerentanan sehingga risiko
bencana berkurang. Dengan terealisasikannya tindakan sesuai dengan prioritas
maka akan mencegah bertambah buruknya kondisi masyarakat.
a. Prioritas Tindakan Tanggap Darurat (ketika terjadi bencana)
1) Kelompok masyarakat rentan yaitu anak-anak, ibu hamil dan orang lanjut
usia. Kelompok ini kurang mempunyai kapasitas untuk menyelamatkan
diri ketika terjadi bencana secara tiba-tiba sehingga harus dilakukan
evakuasi ke tempat yang aman lebih dahulu.
2) Daerah yang dianggap paling rawan dalam Kawasan Rawan Bencana
umumnya yaitu daerah yang paling dekat dengan puncak, daerah yang
paling rawan tersebut dapat disesuaikan dengan informasi dan ramalan
dari BPPTK mengenai sifat erupsi (arah erupsi) yang akan terjadi.
b. Prioritas Rekomendasi Tindakan Pemulihan dan Peningkatan
Kapasitas
Prioritas tindakan pengurangan risiko bencana ini menggunakan
perhitungan dukungan kapasitas pada tindakan pengurangan risiko yang telah
teridentifikasi. Penentuan prioritas diutamakan pada tindakan yang paling
dibutuhkan masyarakat pada jangka waktu tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tab
el 4
2. P
rior
itas
Tin
daka
n/A
ksi P
engu
rang
an R
isik
o B
enca
na K
awas
an R
awan
Ben
cana
III
T
inda
kan/
aksi
un
tuk
men
gata
si
Ker
enta
nan
den
gan
Men
ggun
akan
Kap
asit
as
Dap
atka
h di
atas
i ol
eh
mas
yara
kat
send
iri?
B
agai
man
a?
Duk
unga
n pe
ndan
aan?
B
agai
man
a ca
ra
men
dapa
tkan
nya?
Duk
unga
n T
ekni
k?
Bag
aim
ana
cara
m
enda
patk
anny
a?
Jang
ka
Wak
tu
Ran
king
Rel
okas
i pem
ukim
an k
elua
r K
awas
an R
awan
Ben
cana
Tid
ak
Mem
erlu
kan
koor
dina
si
dan
duku
ngan
da
ri
Pem
erin
tah
Dae
rah
Ya
Dan
a A
PBD
Y
a Pe
mer
inta
h D
aera
h L
X
II
Mem
buat
dan
m
ener
tibka
n ke
orga
nisa
sian
ter
hada
p fa
silit
as d
an
infr
astr
uktu
r ya
ng
suda
h te
rsed
ia
sehi
ngga
te
raw
at
dan
dapa
t di
guna
kan
seca
ra o
ptim
al te
rleb
ih d
alam
situ
asi b
enca
na
Ya
Mas
yara
kat
Tok
oh M
asya
raka
t Si
bat
Tid
ak
Ya
BPB
D(B
adan
Pe
nang
gula
ngan
B
enca
na D
aera
h)
M
VII
Perl
engk
apan
sa
rana
da
n pr
asar
ana
titik
ku
mpu
l da
n m
enar
a pa
ndan
g T
idak
M
emer
luka
n ko
ordi
nasi
da
n du
kung
an
dari
Pe
mer
inta
h D
aera
h
Ya
Dan
a A
PBD
D
ana
PMI
Ya
PMI
Cab
ang
BPB
D(B
adan
Pe
ngan
ggul
anga
n B
enca
na D
aera
h)
M
XI
Pere
maj
aan
pers
onil
SIB
AT
unt
uk m
engo
ptim
alka
n ki
nerj
a SI
BA
T
pada
seb
elum
, saa
t ata
u se
tela
h be
ncan
a T
idak
M
emer
luka
n ko
ordi
nasi
da
n du
kung
an
dari
PM
I C
aban
g
Tid
ak
Ya
PMI
Cab
ang
M
VI
Pela
tihan
da
n pe
nyul
uhan
ke
benc
anaa
n un
tuk
men
ingk
atka
n ke
sada
ran
terh
adap
ben
cana
Y
a Si
bat
Mas
yara
kat
Tok
oh M
asya
raka
t T
okoh
Aga
ma
Tid
ak
Ya
PMI
Cab
ang
BPB
D(B
adan
Pe
ngan
ggul
anga
n B
enca
na D
aera
h)
M
V
Pem
ulih
an p
erta
nian
sal
ak a
kiba
t er
upsi
den
gan
pem
beri
an n
utri
si
(pup
uk)
pada
poh
on s
alak
yan
g ki
ni h
anya
mam
pu b
erbu
ah s
ekita
r 2-
3 ta
hun
lagi
seh
ingg
a m
ampu
ber
buah
kem
bali
dala
m w
aktu
yan
g le
bih
sing
kat
Ya
Siba
t M
asya
raka
t T
okoh
Mas
yara
kat
Ya
Swad
aya
Mas
yara
kat
Dan
a A
PBD
Ya
Pem
erin
tah
Dae
rah(
Din
as
Pert
ania
n)
S II
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Pem
beka
lan
mas
yara
kat
deng
an
berb
agai
ke
tera
mpi
lan
sehi
ngga
m
asya
raka
t tid
ak h
anya
men
gand
alka
n pe
rtan
ian
sala
k se
baga
i sat
u-sa
tuny
a su
mbe
r pe
ngha
sila
n
Ya
Mas
yara
kat
Tok
oh M
asya
raka
t Ib
u PK
K
Tid
ak
Ya
Pem
erin
tah
Dae
rah
LPK
S I
Perb
aika
n ke
rusa
kan
jem
bata
n S
unga
i B
eben
g ya
ng
mer
upak
an
akse
s vi
tal k
egia
tan
mas
yara
kat
Ya
Ten
aga
Ker
ja
Mas
yara
kat
Siba
t
Ya
Dan
a A
PBD
Y
a D
PU
(Din
as
Pem
bang
unan
U
mum
)
M
IX
Perb
aika
n sa
lura
n ir
igas
i Y
a Si
bat
Mas
yara
kat
Ya
Iura
n M
asya
raka
t D
ana
APB
D
Ya
Din
as P
erta
nian
S
IV
Perb
aika
n sa
rana
air
ber
sih
Ya
Siba
t M
asya
raka
t
Ya
Iura
n M
asya
raka
t D
ana
APB
D
Ya
DPU
(D
inas
Pe
mba
ngun
an
Um
um)
S II
I
Perb
aika
n ja
lan
huta
n ra
kyat
Y
a Si
bat
Mas
yara
kat
Ya
Iura
n M
asya
raka
t D
ana
APB
D
Ya
DPU
(D
inas
Pe
mba
ngun
an
Um
um)
M
X
Pera
tura
n pe
nam
bang
an
Ya
Tok
oh M
asya
raka
t T
idak
Y
a Pe
mer
inta
h D
aera
h M
V
III
Sum
ber
: Ana
lisis
Dat
a
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tab
el 4
3. P
rior
itas
Tin
daka
n/A
ksi P
engu
rang
an R
isik
o B
enca
na K
awas
an R
awan
Ben
cana
II
Tin
daka
n/ak
si
untu
k m
enga
tasi
K
eren
tana
n de
ngan
M
engg
unak
an K
apas
itas
D
apat
kah
diat
asi
oleh
m
asya
raka
t se
ndir
i?
Bag
aim
ana?
Duk
unga
n pe
ndan
aan?
B
agai
man
a ca
ra
men
dapa
tkan
nya?
Duk
unga
n T
ekni
k?
Bag
aim
ana
cara
m
enda
patk
anny
a?
Jang
ka
Wak
tu
Ran
king
Rel
okas
i pem
ukim
an k
e ke
luar
Kaw
asan
Raw
an B
enca
na
T
idak
M
emer
luka
n ko
ordi
nasi
dan
du
kung
an
dari
Pe
mer
inta
h D
aera
h
Ya
Dan
a A
PBD
Y
a Pe
mer
inta
h D
aera
h L
V
II
Mem
bang
un ti
tik k
umpu
l dan
men
ara
pand
ang
Tid
ak
Mem
erlu
kan
koor
dina
si d
an
duku
ngan
da
ri
Pem
erin
tah
Dae
rah
Ya
Dan
a A
PBD
Y
a B
PBD
(Bad
an
Pena
nggu
lang
an B
enca
na
Dae
rah)
, Din
as D
PU
M
VI
Mem
bent
uk S
IBA
T
T
idak
M
emer
luka
n ko
ordi
nasi
dan
du
kung
an d
ari P
MI C
aban
g
Tid
ak
Ya
PMI
Cab
ang
M
V
Pela
tihan
dan
pe
nyul
uhan
keb
enca
naan
unt
uk
men
ingk
atka
n ke
sada
ran
terh
adap
ben
cana
Y
a Si
bat,
Mas
yara
kat,
Tok
oh
Mas
yara
kat,
Tok
oh A
gam
a
Tid
ak
Ya
PMI
Cab
ang
BPB
D
M
III
Pem
ulih
an
pert
ania
n sa
lak
akib
at
erup
si
deng
an
pem
beri
an
nutr
isi
(pup
uk)
pada
poh
on s
alak
yan
g ki
ni
hany
a m
ampu
be
rbua
h se
kita
r 2-
3 ta
hun
lagi
se
hing
ga
mam
pu
berb
uah
kem
bali
dala
m w
aktu
yan
g le
bih
sing
kat
Ya
Siba
t M
asya
raka
t T
okoh
Mas
yara
kat
Ya
Swad
aya
Mas
yara
kat
Dan
a A
PBD
Ya
Pem
erin
tah
Dae
rah(
Din
as
Pert
ania
n)
S II
Pem
beka
lan
mas
yara
kat
deng
an
berb
agai
ke
tera
mpi
lan
sehi
ngga
mas
yara
kat t
idak
han
ya m
enga
ndal
kan
pert
ania
n sa
lak
seba
gai s
atu-
satu
nya
sum
ber
peng
hasi
lan
Ya
Mas
yara
kat
Tok
oh M
asya
raka
t Ib
u PK
K
Tid
ak
Ya
Pem
erin
tah
Dae
rah
LPK
S I
Perb
aika
n da
n pe
leba
ran
jala
n ya
ng
mer
upak
an
akse
s vi
tal
kegi
atan
mas
yara
kat
Ya
Ten
aga
Ker
ja, M
asya
raka
t Si
bat,
Tok
oh M
asya
raka
t
Ya
Dan
a A
PBD
Y
a Pe
mer
inta
h D
aera
h D
inas
DPU
M
IV
Sum
ber
: Ana
lisis
Dat
a
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tab
el 4
4. P
rior
itas
Tin
daka
n/A
ksi P
engu
rang
an R
isik
o B
enca
na K
awas
an R
awan
Ben
cana
I
Tin
daka
n/ak
si
untu
k m
enga
tasi
K
eren
tana
n de
ngan
M
engg
unak
an K
apas
itas
D
apat
kah
dia
tasi
ol
eh
mas
yara
kat
send
iri?
B
agai
man
a?
Duk
unga
n pe
ndan
aan?
B
agai
man
a ca
ra
men
dapa
tksa
nnya
?
Duk
unga
n T
ekni
k?
Bag
aim
ana
cara
m
enda
patk
anny
a?
Jang
ka
Wak
tu
Ran
king
Rel
okas
i pe
muk
iman
kh
usus
nya
pem
ukim
an
di
sepa
njan
g ba
ntar
an K
ali P
utih
kel
uar
Kaw
asan
Raw
an B
enca
na
Tid
ak
Mem
erlu
kan
koor
dina
si
dan
duku
ngan
da
ri
Pem
erin
tah
Dae
rah
Ya
Dan
a A
PBD
Y
a Pe
mer
inta
h D
aera
h L
X
Perb
aika
n sa
lura
n ir
igas
i Y
a T
enag
a K
erja
M
asya
raka
t Si
bat
Tok
oh M
asya
raka
t
Ya
Dan
a A
PBD
Y
a Pe
mer
inta
h D
aera
h D
inas
Per
tani
an
S I
Pela
tihan
dan
pen
yulu
han
kebe
ncan
aan
untu
k m
enin
gkat
kan
kesa
dara
n te
rhad
ap b
enca
na
Ya
Siba
t M
asya
raka
t T
okoh
Mas
yara
kat
Tok
oh A
gam
a
Tid
ak
Ya
PMI
Cab
ang
BPB
D(B
adan
Pe
ngan
ggul
anga
n B
enca
na D
aera
h)
M
IV
Mem
bent
uk S
IBA
T
Tid
ak
Mem
erlu
kan
koor
dina
si
dan
duku
ngan
dar
i PM
I C
aban
g
Tid
ak
Ya
PMI
Cab
ang
M
V
Mel
akuk
an n
orm
alis
asi s
unga
i (K
ali P
utih
) Y
a T
enag
a K
erja
M
asya
raka
t Si
bat
Tok
oh M
asya
raka
t
Ya
Dan
a A
PBD
Y
a Pe
mer
inta
h D
aera
h D
inas
DPU
S II
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Perb
aika
n ta
nggu
l sun
gai (
Kal
i Put
ih)
Tid
ak
Mem
erlu
kan
koor
dina
si
dan
duku
ngan
da
ri
Pem
erin
tah
Dae
rah
Ya
Dan
a A
PBD
Y
a Pe
mer
inta
h D
aera
h D
inas
DPU
S II
I
Pem
beka
lan
kete
ram
pila
n ba
gi m
asya
raka
t se
hing
ga j
ika
mat
a pe
ncah
aria
nnya
hi
lang
te
tap
dapa
t m
empe
rtah
anka
n pe
reko
nom
iann
ya
Ya
Mas
yara
kat
Tok
oh M
asya
raka
t Ib
u PK
K
Tid
ak
Ya
Pem
erin
tah
Dae
rah
LPK
M
VI
Mem
bang
un ti
tik k
umpu
l T
idak
M
emer
luka
n ko
ordi
nasi
da
n du
kung
an
dari
Pe
mer
inta
h D
aera
h
Ya
Dan
a A
PBD
Y
a B
PBD
(Bad
an
Pena
nggu
lang
an
Ben
cana
Dae
rah)
D
inas
DPU
L
IX
Pem
bang
unan
pem
ukim
an b
aru
untu
k pe
muk
iman
yan
g hi
lang
ka
rena
laha
r di
ngin
(sem
enta
ra s
udah
dib
angu
n hu
ntar
a)
Tid
ak
Mem
erlu
kan
koor
dina
si
dan
duku
ngan
da
ri
Pem
erin
tah
Dae
rah
Ya
Dan
a A
PBD
Y
a Pe
mer
inta
h D
aera
h M
V
III
Perb
aika
n be
bera
pa j
alan
yan
g te
rtut
up k
aren
a te
rken
a la
har
ding
in
Ya
Ten
aga
Ker
ja
Mas
yara
kat
Siba
t T
okoh
Mas
yara
kat
Ya
Dan
a A
PBD
Y
a Pe
mer
inta
h D
aera
h D
inas
DPU
M
VII
Sum
ber
: Ana
lisis
Dat
a
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1) Prioritas Rekomendasi Tindakan/Aksi Pengurangan Risiko Bencana
Kawasan Rawan Bencana III (sampel Desa Kaliurang)
a) Pembekalan masyarakat dengan berbagai keterampilan sehingga
masyarakat tidak hanya mengandalkan pertanian salak sebagai
satu-satunya sumber penghasilan
Tindakan ini menjadi prioritas paling utama dalam
pengurangan risiko bencana di Kawasan Rawan Bencana III dan
diharapkan dapat segera direalisasikan. Tindakan/aksi yang sangat
diprioritaskan dan dibutuhkan oleh masyarakat adalah
tindakan/aksi pemulihan keadaan masyarakat pasca bencana 2010.
Hilangnya mata pencaharian masyarakat sebagai petani salak
akibat pertanian salak rusak mengakibatkan kondisi perekonomian
masyarakat tahun 2011 ini sangat terpuruk karena erupsi 2010 lalu
menjadikan tindakan ini paling dibutuhkan dalam jangka waktu
singkat oleh masyarakat. Tindakan/aksi ini menjadi prioritas utama
karena tindakan/aksi ini jika belum direalisasikan sangat
berpengaruh terhadap keberlangsungan kehidupan masyarakat yang
akan mempengaruhi kapasitas dan jika tindakan/aksi ini
direalisasikan maka dapat mempertahankan keberlangsungan
kehidupan masyarakat. Selain itu tindakan/aksi ini menjadi
prioritas utama karena kemungkinan dikerjakan oleh masyarakat
paling mudah yaitu dapat dilakukan oleh masyarakat sendiri yang
biasanya dikoordinasi oleh tokoh masyarakat atau dapat dilakukan
dalam forum ibu PKK. Tindakan/aksi ini membutuhkan dukungan
teknik yaitu dukungan dari Pemerintah Daerah atau LPK untuk
memberikan pelatihan keterampilan tambahan, bimbingan dan
pengawasan dalam penerapannya hingga berhasil dan mencapai
tujuan yaitu perekonomian masyarakat terangkat kembali.
b) Pemulihan pertanian salak akibat erupsi dengan pemberian nutrisi
(pupuk) pada pohon salak yang kini hanya mampu berbuah sekitar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2-3 tahun lagi sehingga mampu berbuah kembali dalam waktu yang
lebih singkat
Tindakan ini menjadi prioritas kedua dalam pengurangan
risiko bencana di Kawasan Rawan Bencana III. Kondisi
perekonomian masyarakat tahun 2011 ini sangat terpuruk akibat
pertanian salak rusak karena erupsi 2010 lalu menjadikan tindakan
ini juga sangat dibutuhkan dalam jangka waktu singkat oleh
masyarakat untuk memulihkan kondisi tanaman salak sehingga
kondisi perekonomian masyarakatpun juga bisa segera meningkat
kembali. Tindakan/aksi ini jika belum direalisasikan sangat
berpengaruh terhadap keberlangsungan kehidupan masyarakat yang
akan datang dan akan mempengaruhi kapasitas namun jika
tindakan/aksi ini direalisasikan maka dapat mempertahankan
keberlangsungan kehidupan masyarakat. Tindakan/aksi ini
kemungkinan dikerjakan oleh masyarakat juga mudah yaitu dapat
dilakukan oleh masyarakat sendiri bersama sibat dan dikorrdinasi
oleh tokoh masyarakat. Namun dalam merealisasikan tindakan/aksi
memerlukan dukungan pendanaan yang sangat besar, dana bisa
didapatkan dari dana swadaya masyarakat namun sangat
memberatkan masyarakat karena lahan pertanian salak yang
membutuhkan perbaikan sangat luas sehingga membutuhkan
dukungan dana minimal dari Pemerintah Daerah yaitu dari dana
APBD sehingga perlu perencanaan anggaran yang tidak mudah dan
cepat. Tindakan/aksi ini juga membutuhkan dukungan teknik
diperlukan dukungan dari Pemerintah Daerah (Dinas Pertanian)
yang lebih menguasai bidang tersebut sehingga lebih mengetahui
langkah yang tepat dalam memperbaiki pertanian salak tersebut.
c) Perbaikan sarana air bersih
Tindakan ini menjadi prioritas ketiga dalam pengurangan
risiko bencana di Kawasan Rawan Bencana III. Material erupsi
yang menutup dan merusak saluran (pipanisasi) berdampak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sulitnya pemenuhan air bersih. Kebutuhan terhadap air bersih
adalah hal yang sangat penting untuk kehidupan masyarakat
sehingga dibutuhkan pemenuhan air bersih untuk masyarakat
dalam jangka waktu yang singkat. Tindakan/aksi ini jika belum
direalisasikan sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan
kehidupan masyarakat yang akan mempengaruhi kapasitas dan jika
tindakan/aksi ini direalisasikan maka dapat mempertahankan
keberlangsungan kehidupan masyarakat. Tindakan/aksi ini bisa
dikerjakan oleh masyarakat dengan sibat dan tokoh masarakat yang
mengetahui jalur yang memungkinkan dilakukan perbaikan atau
pembuatan saluran air bersih lagi. Tindakan/aksi ini memerlukan
dukungan pendanaan, dana bisa didapatkan dari iuran masyarakat
dan diharapkan dapat didukung dengan dana APBD. Tindakan/aksi
ini juga membutuhkan dukungan teknik diperlukan dukungan dari
Pemerintah Daerah (Dinas Pembangunan Umum) yang lebih
menguasai bidang tersebut sehingga lebih mengetahui langkah
yang tepat dalam memperbaiki dan membangun pipanisasi saluran
air bersih.
d) Perbaikan saluran irigasi
Tindakan ini menjadi prioritas keempat dalam pengurangan
risiko bencana di Kawasan Rawan Bencana III. Material erupsi
yang menutup dan merusak saluran irigasi semakin menghambat
pertumbuhan tanaman salak yang kodisinya rusak dan dalam
perawatan dan proses pertumbuhan kembali. Pemulihan tanaman
salak sangat diprioritaskan oleh masyarakat maka untuk
mendukung pemulihan tanaman salak dibutuhkan pemenuhan
pengairan secara teratur dengan irigasi. Perbaikan irigasi ini
diprioritaskan dalam jangka waktu yang singkat/segera.
Tindakan/aksi ini jika belum direalisasikan sangat berpengaruh
terhadap kondisi pertanian salak yang merupakan aset masyarakat
dan jika tindakan/aksi ini direalisasikan maka dapat mempercepat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pemulihan kondisi masyarakat dengan pertanian salaknya.
Tindakan/aksi ini menjadi prioritas keempat karena bisa dikerjakan
oleh masyarakat dengan sibat dan tokoh masarakat yang
mengetahui jalur yang memungkinkan dilakukan perbaikan atau
pembuatan saluran irigasi lagi. Tindakan/aksi ini memerlukan
dukungan pendanaan, dana bisa didapatkan dari iuran masyarakat
dan diharapkan dapat didukung dengan dana APBD. Tindakan/aksi
ini juga membutuhkan dukungan teknik diperlukan dukungan dari
Pemerintah Daerah (Dinas Pertanian) yang lebih menguasai bidang
tersebut sehingga lebih mengetahui langkah yang tepat dalam
mengatur saluran irigasi yang dibutuhkan oleh masyarakat.
e) Pelatihan dan penyuluhan kebencanaan untuk meningkatkan
kesadaran terhadap bencana
Tindakan ini menjadi prioritas kelima dalam pengurangan
risiko bencana di Kawasan Rawan Bencana III. Tindakan/aksi ini
merupakan tindakan/aksi pemulihan maupun peningkatan kondisi
masyarakat yang akan mempengaruhi kapasitas masyarakat.
Pemahaman dan kesadaran masyarakat terhadap bencana
merupakan cerminan dukungan masyarakat terhadap tindakan
kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana, walaupun
masyarakat sudah semakin terbiasa dengan bencana erupsi namun
masyarakat perlu mempunyai pemahaman dan kesadaran terhadap
bencana yang benar sehingga dapat menyikapinya dengan benar
pula. Hal ini bisa dilakukan dengan pelatihan dan penyuluhan
kebencanaan untuk meningkatkan kesadaran terhadap bencana.
Tindakan/aksi ini diprioritaskan dalam jangka waktu menengah
sehingga prioritasnya akan dilakukan setelah jangka waktu singkat.
Tindakan /aksi ini diprioritaskan setelah tindakan/aksi pemulihan
keadan masyarakat dilakukan seperti tindakan/aksi 1-4.
Tindakan/aksi ini bisa dikerjakan oleh masyarakat dengan sibat dan
tokoh masarakat yang sudah mendapat bekal materi kebencanaan.,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
tokoh agama sebagai motivator spiritual yang melihat bencana dari
sudut pandang agama. Tindakan/aksi ini dapat dilakukan tanpa
mengeluarkan biaya sehingga tidak memerlukan dukungan
pendanaan. Tindakan/aksi ini juga membutuhkan dukungan teknik
diperlukan dukungan dari PMI Cabang, BPBD (Badan
Penganggulangan Bencana Daerah) yang lebih menguasai bidang
tersebut.
f) Peremajaan personil Sibat untuk mengoptimalkan kinerja Sibat
pada sebelum, saat atau setelah bencana
Prioritas keenam ini dibutuhkan dan diharapkan dapat
direalisasikan oleh masyarakat untuk jangka waktu menengah,
karena sifat bencana yang tidak dapat diprediksi kejadiannya ini
mengharuskan masyarakat memiliki bekal dalam menghadapi
bencana baik sebelum, pada saat maupun pasca bencana.
Pembekalan masyarakat ini dilakukan dengan penguatan sibat
terlebih dahulu yaitu dengan peremajaan personil sibat.
Tindakan/aksi ini tidak dapat dilakukan oleh masyarakat sendiri
karena sibat tidak terlepas dengan pihak-pihak lain yaitu dibentuk
dan dilatih oleh kerjasama pemerintahan setempat dengan PMI
Kabupaten Magelang sehingga akan selalu membutuhkan
dukungan teknik dan koordinasi dari Pemerintahan setempat
(kelurahan) yang bekerja sama dengan PMI Kabupaten Magelang.
Selain itu sibat bertanggung jawab kepada masyarakat.
Tindakan/aksi ini tidak membutuhkan dukungan pendanaan
sehingga lebih mudah direalisasikan oleh masyarakat.
g) Membuat dan menertibkan keorganisasian terhadap fasilitas dan
infrastruktur yang sudah tersedia sehingga terawat dan dapat
digunakan secara optimal terlebih dalam situasi bencana
Prioritas ketujuh ini dibutuhkan dan diharapkan dapat
direalisasikan oleh masyarakat untuk jangka waktu menengah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tindakan/aksi ini jika belum direalisasikan tidak terlalu
berpengaruh terhadap besarnya risiko yang akan dialami jika terjadi
bencana namun jika tindakan/aksi ini direalisasikan maka dapat
memaksimalkan keberadan fasilitas dan infrastruktur dan
mengoptimalkan fungsinya sehingga kapasitas masyarakat
bertambah. Tindakan/aksi ini mudah direalisasikan oleh
masyarakat karena dapat dilakukan oleh masyarakat sendiri dengan
dikoordinasi oleh sibat dan tokoh masyarakat sekitar dan
tindakan/aksi ini juga tidak membutuhkan dukungan pendanaan
hanya membutuhkan dukungan teknik dan bimbingan dari BPBD
(Badan Penanggulangan Bencana Daerah).
h) Peraturan penambangan
Prioritas kedelapan ini dibutuhkan dan diharapkan dapat
direalisasikan untuk jangka waktu menengah. Tindakan/aksi ini
jika belum direalisasikan akan semakin menurunkan kondisi
masyarakat yaitu menambah kerentanan masyarakat akibat dampak
pertambangan yang tidak bertanggung jawab namun jika
tindakan/aksi ini direalisasikan maka dapat mencegah
bertambahnya kerentanan atau bahkan mampu mengurangi
kerentanan. Tindakan/aksi ini mudah direalisasikan oleh
masyarakat karena tindakan/aksi ini dapat dilakukan oleh
masyarakat sendiri dengan dikoordinasi oleh tokoh masyarakat
sekitar dan tindakan/aksi ini tidak membutuhkan dukungan
pendanaan namun membutuhkan dukungan teknik dari Pemerintah
Daerah sebagai pembimbing, pengawas dan pemberi kekuatan pada
peraturan penambangan tersebut.
i) Perbaikan kerusakan jembatan Sungai Bebeng yang merupakan
akses vital kegiatan masyarakat
Prioritas kesembilan ini dibutuhkan dan diharapakan dapat
direalisasikan untuk jangka waktu menengah. Tindakan/aksi ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
jika belum direalisasikan akan mengurangi kelancaran kegiatan
masyarakat yang dapat menurunkan kapasitas masyarakat namun
jika tindakan/aksi ini direalisasikan maka dapat menambah
kapasitas. Tindakan/aksi ini dapat dilakukan oleh masyarakat
sendiri dan sibat dengan memperkerjakan tenaga kerja.
Tindakan/aksi ini membutuhkan dukungan pendanaan yang besar
dari dana APBD sehingga perlu perencanaan anggaran yang tidak
mudah dan cepat dan membutuhkan dukungan teknik dari DPU
(Dinas Pembangunan Umum).
j) Perbaikan jalan hutan rakyat
Prioritas kesepuluh ini dibutuhkan dan diharapkan dapat
direalisasikan untuk jangka waktu menengah. Tindakan/aksi ini
jika belum direalisasikan tidak terlalu berpengaruh terhadap
besarnya risiko yang akan dialami jika terjadi bencana namun jika
tindakan/aksi ini direalisasikan maka dapat menambah kapasitas
masyarakat yaitu dengan penguatan perekonomian hasil dari hutan
rakyat tersebut. Tindakan/aksi ini dapat dilakukan oleh masyarakat
sendiri yang dikoordinasi oleh tokoh masyarakat. Tindakan/aksi ini
membutuhkan dukungan pendanaan dari iuran masyarakat serta
dana APBD dan membutuhkan dukungan teknik dari DPU (Dinas
Pembangunan Umum).
k) Perlengkapan sarana dan prasarana titik kumpul dan menara
pandang
Prioritas kesebelas ini dibutuhkan dan diharapkan dapat
direalisasikan untuk jangka waktu menengah. Tindakan/aksi ini
jika belum direalisasikan tidak terlalu berpengaruh terhadap
besarnya risiko yang akan dialami jika terjadi bencana namun jika
tindakan/aksi ini direalisasikan maka dapat memaksimalkan
keberadan fasilitas dan infrastruktur dan mengoptimalkan
fungsinya sehingga kapasitas masyarakat bertambah. Tindakan/aksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat namun masyarakat sulit
untuk merealisasikannya karena tindakan/aksi ini tidak dapat
dilakukan oleh masyarakat sendiri sehingga memerlukan
koordinasi dan dukungan dari Pemerintah Daerah. Tindakan/aksi
ini juga membutuhkan dukungan pendanaan yang besar dari dana
APBD sehingga perlu perencanaan anggaran yang tidak mudah dan
cepat dan dukungan teknik dari PMI Cabang Kabupaten Magelang
dan BPBD (Badan Penganggulangan Bencana Daerah).
l) Relokasi pemukiman keluar Kawasan Rawan Bencana
Prioritas terakhir ini dibutuhkan dan diharapkan dapat
direalisasikan untuk jangka waktu lama karena dalam
merealisasikannya sangat sulit karena tidak dapat dilakukan oleh
masyarakat sendiri sehingga memerlukan koordinasi dan dukungan
dari Pemerintah Daerah. Tindakan/aksi ini tidak sepenuhnya
didukung oleh keinginan masyarakat sendiri karena keadaan
masyarakat yang sejahtera dengan pertanian salak sebagai sektor
utama perekonomian dan kekayaan sumber daya alam dan
kekayaan masyarakat sendiri di daerah tersebut akan sangat
memberatkan jika harus direlokasi ke tempat lain yang tidak bisa
dipastikan mempunyai sumber daya alam yang menjanjikan.
Kesulitan lain adalah tindakan/aksi ini membutuhkan dukungan
pendanaan yag sangat besar dari dana APBD sehingga perlu
perencanaan anggaran yang tidak mudah dan cepat dan
membutuhkan dukungan teknik dari Pemerintah Daerah.
Tindakan/aksi ini jika belum direalisasikan, masyarakat akan hidup
seperti biasa dengan kondisi kerentanan, kapasitas dan manajemen
dalam menghadapi bencana dan jika tindakan/aksi ini
direalisasikan maka dapat mengurangi bahkan mampu
menghilangkan risiko yang akan dialami.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2) Prioritas Rekomendasi Tindakan/Aksi Pengurangan Risiko Bencana
Kawasan Rawan Bencana II (sampel Desa Kamongan)
a) Pembekalan masyarakat dengan berbagai keterampilan sehingga
masyarakat tidak hanya mengandalkan pertanian salak sebagai
satu-satunya sumber penghasilan
Tindakan ini menjadi prioritas paling utama dalam
pengurangan risiko bencana di Kawasan Rawan Bencana II yang
paling dibutuhkan dan diharapkan dapat segera direalisasikan.
Tindakan/aksi yang sangat diprioritaskan dan dibutuhkan oleh
masyarakat adalah tindakan/aksi pemulihan keadaan masyarakat
pasca bencana 2010. Hilangnya mata pencaharian masyarakat
sebagai petani salak akibat pertanian salak rusak mengakibatkan
kondisi perekonomian masyarakat tahun 2011 ini sangat terpuruk
karena erupsi 2010 lalu menjadikan tindakan ini paling dibutuhkan
dalam jangka waktu singkat oleh masyarakat. Tindakan/aksi ini
jika belum direalisasikan sangat berpengaruh terhadap
keberlangsungan kehidupan masyarakat yang akan mempengaruhi
kapasitas dan jika tindakan/aksi ini direalisasikan maka dapat
mempertahankan keberlangsungan kehidupan masyarakat.
Tindakan/aksi ini mudah direalisasikan karena dapat dilakukan
oleh masyarakat sendiri yang biasanya dikoordinasi oleh tokoh
masyarakat atau dapat dilakukan dalam forum ibu PKK.
Tindakan/aksi ini membutuhkan dukungan teknik yaitu dukungan
dari Pemerintah Daerah atau LPK untuk memberikan pelatihan
keterampilan tambahan, bimbingan dan pengawasan dalam
penerapannya hingga berhasil dan mencapai tujuan yaitu
perekonomian masyarakat terangkat kembali.
b) Pemulihan pertanian salak akibat erupsi dengan pemberian nutrisi
(pupuk) pada pohon salak yang kini hanya mampu berbuah sekitar
2-3 tahun lagi sehingga mampu berbuah kembali dalam waktu yang
lebih singkat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tindakan ini menjadi prioritas kedua dalam pengurangan
risiko bencana di Kawasan Rawan Bencana II. Kondisi
perekonomian masyarakat tahun 2011 ini sangat terpuruk akibat
pertanian salak rusak karena erupsi 2010 lalu menjadikan tindakan
ini juga sangat dibutuhkan dalam jangka waktu singkat oleh
masyarakat untuk memulihkan kondisi tanaman salak sehingga
kondisi perekonomian masyarakatpun juga bisa segera meningkat
kembali. Tindakan/aksi ini jika belum direalisasikan sangat
berpengaruh terhadap keberlangsungan kehidupan masyarakat yang
akan mempengaruhi kapasitas dan jika tindakan/aksi ini
direalisasikan maka dapat mempertahankan keberlangsungan
kehidupan masyarakat. Tindakan/aksi ini menjadi prioritas kedua
karena kemungkinan dikerjakan oleh masyarakat juga mudah yaitu
dapat dilakukan oleh masyarakat sendiri bersama sibat dan
dikordinasi oleh tokoh masyarakat. Namun dalam merealisasikan
tindakan/aksi memerlukan dukungan pendanaan yang sangat besar,
dana bisa didapatkan dari dana swadaya masyarakat namun sangat
memberatkan masyarakat karena lahan pertanian salak yang
membutuhkan perbaikan sangat luas sehingga membutuhkan
dukungan dana minimal dari Pemerintah Daerah yaitu dari dana
APBD sehingga perlu perencanaan anggaran yang tidak mudah dan
cepat. Tindakan/aksi ini juga membutuhkan dukungan teknik
diperlukan dukungan dari Pemerintah Daerah (Dinas Pertanian)
yang lebih menguasai bidang tersebut sehingga lebih mengetahui
langkah yang tepat dalam memperbaiki pertanian salak tersebut.
c) Pelatihan dan penyuluhan kebencanaan untuk meningkatkan
kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana
Tindakan ini menjadi prioritas kelima dalam pengurangan
risiko bencana di Kawasan Rawan Bencana II. Pemahaman dan
kesadaran masyarakat terhadap bencana merupakan cerminan
dukungan masyarakat terhadap tindakan kesiapan masyarakat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dalam menghadapi bencana, walaupun masyarakat sudah semakin
terbiasa dengan bencana erupsi namun masyarakat perlu
mempunyai pemahaman dan kesadaran terhadap bencana yang
benar sehingga dapat menyikapinya dengan benar pula. Hal ini bisa
dilakukan dengan pelatihan dan penyuluhan kebencanaan untuk
meningkatkan kesadaran terhadap bencana. Tindakan/aksi ini
diprioritaskan dalam jangka waktu menengah sehingga prioritasnya
akan dilakukan setelah jangka waktu singkat. Tindakan/aksi ini jika
belum direalisasikan tidak berpengaruh terhadap kehidupan sehari
masyarakat namun jika tindakan/aksi ini direalisasikan maka dapat
meningkatkan kapasitas masyarakat. Tindakan/aksi ini bisa
dikerjakan oleh masyarakat dengan sibat dan tokoh masarakat yang
sudah mendapat bekal materi kebencanaan., tokoh agama sebagai
motivator spiritual yang melihat bencana dari sudut pandang
agama. Tindakan/aksi ini dapat dilakukan tanpa mengeluarkan
biaya sehingga tidak memerlukan dukungan pendanaan.
Tindakan/aksi ini juga membutuhkan dukungan teknik diperlukan
dukungan dari PMI Cabang, BPBD (Badan Penganggulangan
Bencana Daerah) yang lebih menguasai bidang tersebut.
d) Perbaikan dan pelebaran jalan yang merupakan akses vital kegiatan
masyarakat
Prioritas keempat ini dibutuhkan dan diharapkan dapat
direalisasikan untuk jangka waktu menengah. Tindakan/aksi ini
jika belum direalisasikan akan mengurangi kelancaran kegiatan
masyarakat yang dapat menurunkan kapasitas masyarakat namun
jika tindakan/aksi ini direalisasikan maka dapat menambah
kapasitas. Tindakan/aksi ini mudah direalisasikan karena dapat
dilakukan oleh masyarakat sendiri bersama sibat, tenaga kerja dan
dikoordinasi oleh tokoh masyarakat. Tindakan/aksi ini
membutuhkan dukungan pendanaan yang besar dari dana APBD
sehingga perlu perencanaan anggaran yang tidak mudah dan cepat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dan dukungan teknik dari Pemerintah Daerah dan Dinas
Pembangunan Umum (DPU) Pemerintah Daerah.
e) Membentuk SIBAT
Prioritas kelima ini dibutuhkan dan diharapkan dapat
direalisasikan oleh masyarakat untuk jangka waktu menengah. Sifat
bencana yang tidak dapat diprediksi kejadiannya ini mengharuskan
masyarakat memiliki bekal dalam menghadapi bencana baik
sebelum, pada saat maupun pasca bencana. Tindakan/aksi ini jika
belum direalisasikan tidak akan menghambat kegiatan masyarakat
namun jika tindakan/aksi ini direalisasikan maka dapat menambah
kapasitas. Tindakan/aksi ini tidak dapat dilakukan oleh masyarakat
sendiri sehingga Memerlukan koordinasi dan dukungan dari PMI
Cabang. Tindakan/aksi ini juga tidak membutuhkan dukungan
pendanaan. Tindakan/aksi ini membutuhkan dukungan teknik dari
PMI Kabupaten Magelang dan pererintahan setempat.
f) Membangun titik kumpul dan menara pandang
Prioritas keenam ini dibutuhkan dan diharapkan dapat
direalisasikan untuk jangka waktu menengah. Tindakan/aksi ini
jika belum direalisasikan dapat menggunakan fasilitas lain
pengganti titik kumpul namun jika tindakan/aksi ini direalisasikan
maka dapat menambah kapasitas masyarakat. Tindakan/aksi ini
tidak dapat dilakukan oleh masyarakat sendiri sehingga
Memerlukan koordinasi dan dukungan dari PMI Cabang.
Tindakan/aksi ini membutuhkan dukungan pendanaan yang besar
dari Dana APBD sehingga perlu perencanaan anggaran yang tidak
mudah dan cepat. Selain itu juga membutuhkan dukungan teknik
dari BPBD(Badan Penanggulangan Bencana Daerah) dan Dinas
Pembangunan Umum (DPU).
g) Relokasi pemukiman ke keluar Kawasan Rawan Bencana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Prioritas terakhir ini dibutuhkan dan diharapkan dapat
direalisasikan untuk jangka waktu lama karena dalam
merealisasikannya sangat sulit karena tidak dapat dilakukan oleh
masyarakat sendiri sehingga memerlukan koordinasi dan dukungan
dari Pemerintah Daerah. Tindakan/aksi ini tidak sepenuhnya
didukung oleh keinginan masyarakat sendiri karena keadaan
masyarakat yang sejahtera dengan pertanian salak sebagai sektor
utama perekonomian, kekayaan sumber daya alam dan kekayaan
masyarakat sendiri di daerah tersebut akan sangat memberatkan
jika harus direlokasi ke tempat lain yang tidak bisa dipastikan
mempunyai sumber daya alam yang menjanjikan. Kesulitan lain
adalah tindakan/aksi ini membutuhkan dukungan pendanaan yang
sangat besar dari dana APBD sehingga perlu perencanaan anggaran
yang tidak mudah dan cepat dan membutuhkan dukungan teknik
dari Pemerintah Daerah. Tindakan/aksi ini jika belum
direalisasikan, masyarakat akan hidup seperti biasa dengan kondisi
kerentanan, kapasitas dan manajemen dalam menghadapi bencana
dan jika tindakan/aksi ini direalisasikan maka dapat mengurangi
bahkan mampu menghilangkan risiko yang akan dialami.
3) Prioritas Rekomendasi Tindakan/Aksi Pengurangan Risiko Bencana
Kawasan Rawan Bencana I (sampel Desa Jumoyo)
a) Perbaikan saluran irigasi
Tindakan ini menjadi prioritas paling utama dalam
pengurangan risiko bencana di Kawasan Rawan Bencana I dan
diharapkan dapat segera direalisasikan. Tindakan/aksi yang sangat
diprioritaskan dan dibutuhkan oleh masyarakat adalah
tindakan/aksi pemulihan keadaan masyarakat pasca bencana 2010.
Material erupsi yang menutup dan merusak saluran irigasi semakin
menghambat pertumbuhan tanaman salak yang kodisinya rusak dan
dalam perawatan dan proses pertumbuhan kembali. Pemulihan
tanaman salak sangat diprioritaskan oleh masyarakat maka untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mendukung pemulihan tanaman salak dibutuhkan pemenuhan
pengairan secara teratur dengan irigasi. Perbaikan irigasi ini
diprioritaskan dalam jangka waktu yang singkat/segera.
Tindakan/aksi ini menjadi prioritas pertama karena bisa dikerjakan
oleh masyarakat dengan sibat dan tokoh masarakat yang
mengetahui jalur yang memungkinkan dilakukan perbaikan atau
pembuatan saluran irigasi lagi. Tindakan/aksi ini memerlukan
dukungan pendanaan, dana bisa didapatkan dari iuran masyarakat
dan diharapkan dapat didukung dengan dana APBD. Tindakan/aksi
ini juga membutuhkan dukungan teknik diperlukan dukungan dari
Pemerintah Daerah (Dinas Pertanian) yang lebih menguasai bidang
tersebut sehingga lebih mengetahui langkah yang tepat dalam
mengatur saluran irigasi yang dibutuhkan oleh masyarakat.
b) Melakukan normalisasi sungai (Kali Putih)
Prioritas kedua ini dibutuhkan dan diharapakan dapat
direalisasikan untuk jangka waktu singkat sehubungan musim
penghujan terus berlangsung walaupun masuk ke musim kemarau
namun intensitas hujan masih tinggi. Tindakan/aksi ini jika belum
direalisasikan akan menambah kerentanan masyarakat namun jika
tindakan/aksi ini direalisasikan maka dapat menambah kapasitas
dan mengurangi kerentanan yang ada di masyarakat. Tindakan/aksi
ini mudah direalisasikan karena dapat dilakukan oleh masyarakat
sendiri beserta sibat dan tenga kerja yang dikoordinasi oleh tokoh
masyarakat setempat. Tindakan/aksi ini membutuhkan dukungan
pendanaan dari dana APBD dan membutuhkan dukungan teknik
dari Pemerintah Daerah dan Dinas Pembangunan Umum (DPU).
c) Perbaikan tanggul sungai (Kali Putih)
Prioritas ketiga ini dibutuhkan dan diharapkan dapat
direalisasikan untuk jangka waktu singkat. Tindakan/aksi ini jika
belum direalisasikan akan menambah kerentanan masyarakat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
namun jika tindakan/aksi ini direalisasikan maka dapat menambah
kapasitas dan mengurangi kerentanan yang ada di masyarakat.
Tindakan/aksi ini sulit direalisasikan karena tidak dapat dilakukan
oleh masyarakat sendiri dan perlu koordinasi dan dukungan dengan
Pemerintah Daerah serta membutuhkan dukungan pendanaan yang
besar dari dana APBD dan juga membutuhkan dukungan teknik
dari Pemerintah Daerah dan Dinas Pembangunan Umum (DPU).
Karena mendesaknya kebutuhan tindakan/aksi ini dan untuk
mencegah dampak lahar dingin yang tidak dapat diprediksikan
terjadinya maka diharapkan tindakan/aksi ini dapat segera
direalisasikan dengan dukungan-dukungan tersebut.
d) Pelatihan dan penyuluhan kebencanaan untuk meningkatkan
kesadaran terhadap bencana
Tindakan ini menjadi prioritas keempat dalam pengurangan
risiko bencana di Kawasan Rawan Bencana I yang. Pemahaman
dan kesadaran masyarakat terhadap bencana merupakan cerminan
dukungan masyarakat terhadap tindakan kesiapan masyarakat
dalam menghadapi bencana, walaupun masyarakat sudah semakin
terbiasa dengan bencana erupsi namun masyarakat perlu
mempunyai pemahaman dan kesadaran terhadap bencana yang
benar sehingga dapat menyikapinya dengan benar pula. Hal ini bisa
dilakukan dengan pelatihan dan penyuluhan kebencanaan untuk
meningkatkan kesadaran terhadap bencana. Tindakan/aksi ini jika
belum direalisasikan tidak akan menghambat kegiatan masyarakat
namun jika tindakan/aksi ini direalisasikan maka dapat menambah
kapasitas. Tindakan/aksi ini diprioritaskan dalam jangka waktu
menengah sehingga prioritasnya akan dilakukan setelah jangka
waktu menengah. Tindakan/aksi ini bisa dikerjakan oleh
masyarakat dengan sibat dan tokoh masarakat yang sudah
mendapat bekal materi kebencanaan., tokoh agama sebagai
motivator spiritual yang melihat bencana dari sudut pandang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
agama. Tindakan/aksi ini dapat dilakukan tanpa mengeluarkan
biaya sehingga tidak memerlukan dukungan pendanaan.
Tindakan/aksi ini juga membutuhkan dukungan teknik diperlukan
dukungan dari PMI Cabang, BPBD (Badan Penganggulangan
Bencana Daerah) yang lebih menguasai bidang tersebut.
e) Membentuk SIBAT
Prioritas kelima ini dibutuhkan dan diharapkan dapat
direalisasikan dalam jangka waktu menengah. Tindakan/aksi ini
jika belum direalisasikan tidak akan menghambat kegiatan
masyarakat namun jika tindakan/aksi ini direalisasikan maka dapat
menambah kapasitas. Tindakan/aksi ini tidak dapat dilakukan oleh
masyarakat sendiri sehingga memerlukan koordinasi dan dukungan
teknik dari PMI Kabupaten Magelang dan pemerintahan setempat
namun tindakan/aksi ini tidak membutuhkan dukungan pendanaan
sehingga untuk merealisasikannya lebih mudah.
f) Pembekalan keterampilan bagi masyarakat sehingga jika mata
pencahariannya hilang tetap dapat mempertahankan
perekonomiannya
Tindakan ini menjadi prioritas keenam dalam pengurangan
risiko bencana di Kawasan Rawan Bencana I. Hilangnya mata
pencaharian masyarakat sebagai petani salak akibat pertanian salak
rusak mengakibatkan kondisi perekonomian masyarakat tahun
2011 ini sangat terpuruk karena erupsi 2010 lalu menjadikan
tindakan ini paling dibutuhkan dalam jangka waktu singkat oleh
masyarakat. Tindakan/aksi ini bisa dikerjakan oleh masyarakat
yang dikoordinasi oleh tokoh masyarakat atau dapat dilakukan
dalam forum ibu PKK. Tindakan/aksi ini membutuhkan dukungan
teknik yaitu dukungan dari Pemerintah Daerah atau LPK untuk
memberikan pelatihan keterampilan tambahan, bimbingan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pengawasan dalam penerapannya hingga berhasil dan mencapai
tujuan yaitu perekonomian masyarakat terangkat kembali.
g) Perbaikan beberapa jalan yang tertutup karena terkena lahar dingin
Prioritas ketujuh ini dibutuhkan dan diharapkan dapat
direalisasikan untuk jangka waktu menengah. Tindakan/aksi ini
jika belum direalisasikan akan mengurangi kelancaran kegiatan
masyarakat yang dapat menurunkan kapasitas masyarakat namun
jika tindakan/aksi ini direalisasikan maka dapat menambah
kapasitas. Tindakan/aksi ini dapat dilakukan oleh masyarakat
sendiri bersama sibat dan tenaga kerja yang dikoordinnasi oleh
tokoh masyarakat namun tetap membutuhkan dukungan teknik dari
Pemerintah Daerah dan Dinas Pembangunan Umum (DPU).
Tindakan/aksi ini membutuhkan dukungan pendanaan yang besar
dari dana APBD.
h) Pembangunan pemukiman baru untuk pemukiman yang hilang
karena lahar dingin (sementara sudah dibangun huntara)
Prioritas kedelapan ini dibutuhkan dan diharapkan dapat
direalisasikan untuk jangka waktu menengah. Tindakan/aksi ini
jika belum direalisasikan dapat menurunkan kebrlangsungan
masyarakat yang kehilangan rumah namun jika tindakan/aksi ini
direalisasikan maka dapat memulihkan kapasitas masyarakat.
Tindakan/aksi ini sulit direalisasikan karena tidak dapat dilakukan
oleh masyarakat sendiri dan memerlukan koordinasi dan dukungan
dari Pemerintah Daerah baik dukungan teknik maupun dukungan
pendanaan.
i) Membangun titik kumpul
Prioritas kesembilan ini dibutuhkan dan diharapkan dapat
direalisasikan untuk jangka waktu lama. Tindakan/aksi ini jika
belum direalisasikan dapat menggunakan fasilitas lain pengganti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
titik kumpul namun jika tindakan/aksi ini direalisasikan maka dapat
menambah kapasitas masyarakat. Tindakan/aksi ini juga sulit
direalisasikan karena tidak dapat dilakukan oleh masyarakat sendiri
sehingga memerlukan koordinasi dan dukungan dari Pemerintah
Daerah khususnya dukungan teknik dari BPBD (Badan
Penanggulangan Bencana Daerah) dan Dinas Pembangunan Umum
(DPU). Selain itu tindakan/aksi ini membutuhkan dukungan
pendanaan yang besar dari dana APBD sehingga perlu perencanaan
anggaran yang tidak mudah dan cepat.
j) Relokasi pemukiman khususnya pemukiman di sepanjang bantaran
Prioritas terakhir ini dibutuhkan dan diharapkan dapat
direalisasikan untuk jangka waktu lama karena dalam
merealisasikannya sangat sulit karena tidak dapat dilakukan oleh
masyarakat sendiri sehingga memerlukan koordinasi dan dukungan
dari Pemerintah Daerah. Tindakan/aksi ini tidak sepenuhnya
didukung oleh keinginan masyarakat sendiri karena keadaan
masyarakat yang sudah mapan dengan kehidupan dan kekayaan
sumber daya alam maupun kekayaan masyarakat sendiri di daerah
tersebut akan sangat memberatkan jika harus direlokasi ke tempat
lain yang tidak bisa dipastikan mempunyai sumber daya alam yang
menjanjikan. Kesulitan lain adalah tindakan/aksi ini membutuhkan
dukungan pendanaan yang sangat besar dari dana APBD sehingga
perlu perencanaan anggaran yang tidak mudah dan cepat.
Tindakan/aksi ini jika belum direalisasikan, masyarakat akan hidup
seperti biasa dengan kondisi kerentanan, kapasitas dan manajemen
dalam menghadapi bencana dan jika tindakan/aksi ini
direalisasikan maka dapat mengurangi bahkan mampu
menghilangkan risiko yang akan dialami.
Variasi prioritas tindakan/aksi pengurangan risiko bencana Kawasan
Rawan Bencana Gunung Merapi Kabupaten Magelang disajikan dalam Peta 5.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
C. PEMBAHASAN
Pengurangan risiko bencana tidak terlepas dari keadaan daerah yang akan
dilakukan tindakan pengurangan risiko. Untuk mengetahui keadaan daerah perlu
dilakukan penilaian meliputi kerentanan dan kapasitas yang ada di daerah
tersebut. Kerentanan merupakan suatu masalah bagi daerah tersebut dan akan
mempengaruhi risiko yang akan dialami jika terjadi bencana. Kapasitas
merupakan kemampuan efektif yang dapat dimanfaatkan masyarakat untuk
mengurangi kerentanan dan juga akan mempengaruhi risiko yang akan dialami
jika terjadi bencana sehingga tindakan pengurangan risiko bencana dapat
dilakukan dengan mengatasi kerentanan dengan menggunakan kapasitas atau
sumber daya dan kemampuan yang dimilikinya. Kerentanan yang diprioritaskan
adalah kerentanan yang berisiko tinggi pada masyarakat dan sangat mengganggu
kestabilan masyarakat sehingga perlu segera dilakukan tindakan.
Rekomendasi tindakan pengurangan risiko bencana ini merupakan
cerminan kebutuhan masyarakat yang perlu dipenuhi untuk mengurangi
kerentanan atau meningkatkan kapasitas dalam mengurangi risiko bencana. Untuk
merealisasikan tindakan tersebut tidak dapat dilakukan dalam waktu yang
bersamaan karena adanya keterbatasan kapasitas/kemampuan masyarakat baik
keterbatasan teknik maupun pendanaan sehingga perlu adanya prioritas tindakan
pengurangan risiko tersebut. Tindakan yang paling diprioritaskan adalah tindakan
yang paling dibutuhkan oleh masyarakat yang dipresentasikan dengan jangka
waktu, kemudian diidentifikasi berdasarkan kemampuan dan kemudahan
masyarakat dalam merealisasikan tindakan tersebut. Kemampuan dan kemudahan
masyarakat dalam merealisasikan merupakan wujud kapasitas yang berupa
dukungan terhadap tindakan tersebut yaitu dukungan teknik dan dukungan
pendanaan. Tindakan yang bisa direalisasikan hanya dengan menggunakan
dukungan teknik intern masyarakat lebih diprioritaskan karena lebih mudah
merealisasikannya, masyarakat dapat bertindak lebih cepat karena mereka merasa
membutuhkan tindakan tersebut. Sedangkan tindakan yang membutuhkan
dukungan teknik eksternal kurang diprioritaskan karena dalam merealisasikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
memungkinkan menemukan hambatan karena berbagai faktor misalnya
koordinasi yang kurang lancar dengan pihak eksternal yang bersangkutan tersebut.
Semua tindakan baik yang bisa direalisasikan oleh masyarakat sendiri maupun
yang membutuhkan dukungan eksternal tetap membutuhkan dukungan teknis dari
pihak luar sebagai pengawas tindakan sehingga tindakan yang dilakukan tepat
sesuai dengan yang dibutuhkan untuk kondisi masyarakat tersebut. Dukungan
yang lain yaitu dukungan pendanaan, dukungan ini tidak jarang menjadi
penghambat terealisasinya tindakan dibutuhkan oleh masyarakat. Tindakan yang
tidak membutuhkan pendanaan lebih diprioritaskan karena dalam
merealisasikanya akan lebih mudah. Pendanaan yang bersifat internal juga
diprioritaskan untuk direalisasikan karena menghimpun dana dalam masyarakat
sendiri lebih mudah apalagi untuk kepentingan dan kebaikan masyarakat itu
sendiri. Sedangkan dukungan pendanaan yang bersifat ekternal lebih sulit karena
harus berkoordinasi dengan berbagai pihak yang belum pasti keberhasilannya
sehingga tindakan yang membutuhkan dukungan pendanaan terutama yang
memerlukan pendanaan besar akan menjadi prioritas terakhir berdasarkan
kebutuhan masyarakat dalam jangka waktu tersebut.
Tindakan yang akan menjadi prioritas utama adalah tindakan yang
dibutuhkan masyarakat sehingga perlu direalisasikan dalam jangka waktu singkat
dan kebutuhan terhadap dukungan baik teknik maupun pendanaannya tidak ada
atau lebih sedikit sehingga paling mudah dilakukan dan tindakan yang akan
menjadi prioritas terakhir adalah tindakan yang dibutuhkan masyarakat namun
paling tidak mendesak dan membutuhkan dukungan baik teknik maupun
pendanaan yang banyak karena hal ini sulit bagi masyarakat.
Penilaian keadaan dan analisis tindakan pengurangan risiko bencana
yang dilakukan mencakup Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi yang ada di
Kabupaten Magelang yang merupakan Kawasan Rawan Bencana sebelah barat
sampai barat daya lereng Gunung Merapi yang terbagi menjadi Kawasan Rawan
Bencana III Kabupaten Magelang, Kawasan Rawan Bencana II Kabupaten
Magelang dan Kawasan Rawan Bencana I Kabupaten Magelang. Berdasarkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Peta Kawasan Rawan Bencana Kabupaten Magelang Tahun 2011 (Peta 1.), maka
sebaran Kawasan Rawan Bencana disajikan dalam Tabel 45.
Tabel 45. Sebaran wilayah Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi Kabupaten Magelang Tahun 2011
No Kawasan Rawan Bencana Wilayah 1. Kawasan Rawan Bencana III Kecamatan Srumbung utara
Kecamatan Dukun utara Kecamatan Sawangan selatan
2. Kawasan Rawan Bencana II Kecamatan Srumbung tengah Kecamatan Dukun tengah Kecamatan Sawangan selatan
3. Kawasan Rawan Bencana I Kecamatan Srumbung selatan Kecamatan Dukun selatan Kecamatan Sawangan selatan Kecamatan Mungkid sebagian Kecamatan Muntilan sebagain Kecamatan Salam sebagian Kecamatan Ngluwar sebagian
Sumber : Analisis Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi Kabupaten Magelang Tahun 2011
Adapun penilaian kondisi dari setiap kawasan adalah sebagai berikut :
1. Kawasan Rawan Bencana III Kabupaten Magelang
Kawasan Rawan Bencana III Kabupaten Magelang adalah daerah
paling rawan yang berada paling dekat dengan puncak Gunung Merapi dan
selalu terkena dampak ketika Gunung Merapi aktif. Intensitas erupsi yang
tinggi menyebabkan masyarakat di Kawasan Rawan Bencana III sudah
terbiasa dengan kondisi bencana dan tidak asing lagi dengan lokasi
pengungsian. Kondisi masyarakat dapat dideskripsikan dalam 10 aspek yaitu :
a. Kesehatan Fisik dan Lingkungan
Kawasan Rawan Bencana III kondisi kesehatan, fisik dan
lingkungan tergolong rentan. Banyak hal yang mempengaruhi kondisi
daerah yang merupakan daerah paling dekat dengan puncak sehingga
daerahnya paling rawan terhadap dampak erupsi yang intensitasnya
semakin tidak dapat diprediksikan jangka waktunya, selain itu dilalui oleh
beberapa sungai besar yaitu Sungai Bebeng, Sungai Krasak, Sungai (Kali)
Putih dan sungai-sungai lainnya yang berpotensi dilaluinya lahar dingin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ketika intensitas hujan tinggi. Erupsi 2010 yang mengeluarkan material
yang banyak dan diiringi dengan musim penghujan yang penjang
menyebabkan terjadi banjir lahar dingin yang besar khususnya pada awal
Tahun 2011. Dengan kondisi geologi dan geomorfologi daerah tersebut
yang sangat rentan, tanah dan pasir mudah terbawa arus yang dapat
menyebabkan arus semakin besar dan mengikis tanggul, jembatan, jalan,
kebun atau infrastruktur yang ada di dekatnya. Hal ini didukung karena
kurangnya tanggul pengaman kanan dan kiri sungai bahkan dengan adanya
aliran lahar dingin di sungai yang membawa material tidak hanya lahar
dan pasir tapi juga membawa material batu yang besar akan mengendap
dan menyumbat sungai sehingga aliran sungai tidak lancar dan jika tanggul
jebol aliran sungai keluar jalur (termasuk jika aliran sungai mengandung
lahar dingin). Dampak yang dialami pasca erupsi Tahun 2010 dan banjir
lahar dingin Tahun 2011 ini antaralain kerusakan semua tanaman pertanian
khususnya tanaman salak dan dapat pulih kembali dengan pertumbuhan
normal selama 3-4 tahun lagi, saluran irigasi yang rusak akan semakin
menghambat pemulihan dan pertumbuhan tanaman salak, saluran air
bersih juga rusak hal ini mengganggu keberlangsungan kehidupan
masyarakat sekitar sehingga selama beberapa bulan harus distok air bersih
oleh PMI Kabupaten Magelang, selain itu berdampak pula pada
peternakan, hewan ternak yang mati dan kotoran serta bangkainya dapat
menyebarkan penyakit kepada masyarakat padahal penempatan dan sarana
fasilitas kesehatan polindes belum optimal sehingga belum
memaksimalkan tingkat kesehatan masyarakat.
b. Sosial Budaya
Tingkat kewaspadaan Kawasan Rawan Bencana III tinggi namun
ada beberapa waktu rentan masyarakat yang menyebabkan masyarakat
dalam keadaan tidak siaga yaitu pada jam tidur masyarakat sekitar jam
20.00-04.00, walaupun pos kamling aktif namun keadaan masyarakat
secara umum tidak siap jika terjadi bencana secara tiba-tiba.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Keberadaan sungai-sungai besar menjadikan jembatan menjadi
sarana yang penting sebagai akses utama dalam kegiatan masyarakat.
Karena menjadi akses utama ini maka jembatan sering dilalui bahkan oleh
kendaraan besar penambang bermuatan banyak dan berat, hal ini
menjadikan jembatan rusak padahal kondisi jembatan sempit hanya dapat
dilalui kendaraan roda empat dengan satu jalur dan tidak dapat berpapasan
dalam jembatan sehingga kendaraan roda empat harus bergantian untuk
lewat, jembatan yang dibangun juga merupakan jembatan DAM yang
dibangun dengan tidak menggunakan pengaman kanan dan kiri sehingga
lebih rentan, kondisi seperti ini akan mengganggu kelancaran kegiatan
masyarakat terlebih pada situasi bencana, evakuasi akan sulit.
c. Sikap/Motivasi
Kawasan Rawan Bencana III dengan intensitas bencananya tinggi
dan selalu mendapatkan dampak dari bencana menjadikan masyarakatnya
baik laki-laki maupun perempuan tumbuh menjadi masyarakat yang lebih
kuat. Kepedulian masyarakatnya juga tinggi terhadap bencana dan kondisi
atau permasalahan di lingkungan sekitar. Laki-laki dan perempuan di
Kawasan Rawan Bencana III ini mampu terlibat dan ikut berperan sama
dalam penanganan masalah baik ekonomi, penyakit dan bencana, maupun
lingkungan dan sosial. Selain itu keadaan masyarakat yang hampir
seragam dilihat dari tipe rumah yang seragam mencerminkan tidak ada
kesenjangan masyarakat sehingga hubungan masyarakat tetap baik dan
kuat.
d. Kelembagaan/Keorganisasian
Pemerintahan setempat (jajaran kepala desa dan perangkatnya)
berfungsi ke dalam untuk mengoordinasikan dan melayani masyarakat dan
berfungsi ke luar, hal ini bertujuan untuk memperkuat sosialisasi
masyarakat internal maupun eksternal. Sosialisasi ini dapat digunakan
untuk mendapatkan dukungan baik dalam situasi bencana ataupun tidak.
Berbagai organisasi juga dikembangkan untuk lebih memperkuat
sosialisasi ke dalam dan keluar masyarakat, yaitu antara lain GAPOKTAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sebagai pemusatan hasil salak untuk diekspor, mempermudah pengadaan
sarana pertanian dan penyelesaian masalah pertanian salak sedangkan
SIBAT membantu masyarakat dalam memanajemen masyarakat ketika
bencana dengan bekerja dengan pemerintah atau PMI untuk mengadakan
simulasi bencana atau pembekalan kebencanaan setelah muncul tanda-
tanda erupsi sehingga masyarakat siap dalam menghadapi erupsi.
e. Ekonomi
Kawasan Rawan Bencana III merupakan daerah yang paling
rawan, sektor utama masyarakat berupa pertanian salak sangat
meningkatkan kemakmuran dan kehidupan masyarakat di daerah tersebut.
Pertanian salak yang menjanjikan ini menjadikan masyarakat sangat
tergantung pada sektor utama ini, ketika pertanian salak rusak dan
masyarakat tidak mempunyai keahlian lain maka mereka harus mencari
sumber penghasilan lain dengan penghasilan yang seadanya, selain itu ada
juga yang menjadi penganguran dan bergantung pada bantuan pemerintah,
hal ini akan menurunkan tingkat ekonomi masyarakat.
Musim penghujan yang panjang juga menyebabkan kurang
optimalnya pertumbuhan salak sehingga menurunkan tingkat
perekonomian masyarakat. Masyarakat yang nyaman dengan kondisinya
terus meningkatkan kehidupannya di daerah tersebut, seperti membangun
rumah yang lebih permanen tanpa takut terhadap bahaya dan risiko yang
akan dialami jika terjadi bencana. Banyak pemukiman dan penduduk yang
tinggal di daerah rawan bencana ini ketika terjadi bencana dapat
mengakibatkan banyak korban dan kerugian materiil selain itu akan
menyulitkan evakuasi masyarakat karena mereka menjadi berat
meninggalkan rumah dan lahan penduduk yang luas karena rentan
penjarahan jika rumah ditinggalkan oleh masyarakat.
f. Tata Pemerintahan
Tata Pemerintahan di Kawasan Rawan Bencana III ini merupakan
kapasitas yang tinggi, jajaran kepala desa dan perangkatnya setempat
berfungsi ke dalam untuk mengoordinasikan dan melayani masyarakat dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
berfungsi ke luar, hal ini bertujuan untuk memperkuat sosialisasi
masyarakat internal maupun eksternal. Sosialisasi ini dapat digunakan
untuk mendapatkan dukungan baik dalam situasi bencana ataupun tidak.
Berbagai organisasi juga dikembangkan untuk lebih memperkuat
sosialisasi ke dalam dan keluar masyarakat, yaitu antara lain GAPOKTAN
sebagai pemusatan hasil salak untuk diekspor, mempermudah pengadaan
sarana pertanian dan penyelesaian masalah pertanian salak sedangkan
SIBAT membantu masyarakat dalam memanajemen masyarakat ketika
bencana dengan bekerja dengan pemerintah atau PMI untuk mengadakan
simulasi bencana atau pembekalan kebencanaan setelah muncul tanda-
tanda erupsi sehingga masyarakat siap dalam menghadapi erupsi.
g. Pengkajian risiko
Keberadaan Sibat pada Kawasan Rawan Bencana III dengan
bimbingan dan pengawasan pihak eksternal (PMI) mampu melakukan
pengkajian kondisi masyarakat, hal ini membantu masyarakat untuk
mengenali posisi masyarakat terhadap ancaman bencana yang ada dan
yang terjadi pada kawasan tersebut.
h. Pengetahuan dan pendidikan
Rentannya Kawasan Rawan Bencana III menyebabkan tingginya
tingkat perhatian pihak ekstern terhadap Kawasan Rawan Bencana III
sehingga meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bencana yang
harus dihadapi bukan dengan kepasrahan namun dengan tindakan
pengurangan risiko dan peningkatan kapasitas seperti pelatihan
kebencanaan, pemberian informasi kebencanaan, informasi status
keaktivan Gunung Merapi, dll
i. Manajemen risiko dan pengurangan kerentanan
Jika dilihat dari segi positifnya erupsi merupakan anugrah yang
menghasilkan kekayaan sumber daya alam yang besar, selain
mempertinggi kesuburan dari abu vulkanik yang mengenai tanah juga
material-material yang dihasilkan seperti batu dan pasir dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dimanfaatkan masyarakat untuk ditambang sehingga dapat menambah
penghasilan masyarakat dan menurunkan tingkat pengangguran.
Kekayaan yang dimiliki masyarakat seperti pertanian salak,
kolam ikan, peternakan ayam, pertanian cabe, pertanian sayur dapat
digunakan sebagai sumber persediaan logistik. Mobil, motor dan truk
milik masyarakat dapat memudahkan akses ke luar. HT dapat digunakan
saat bencana yaitu ketika HP tidak dapat digunakan.
Tingkat perekonomian masyarakat pasca erupsi 2010 ini menurun
dan alih kerja dari pertanian salak ke buruh seadanya maka masyarakat
harus berusaha lebih keras untuk mempertahankan perekonomiannya. Hal
ini akan menyita banyak waktu sehingga waktu luang masyarakat menjadi
sedikit, walaupun begitu waktu luang ini dapat digunakan untuk
meningkatkan Sumber Daya Manusia misalnya pelatihan kebencanaan.
Sumber Daya Manusia ini didukung dengan masyarakat rentan (lansia,
balita dan ibu hamil) lebih sedikit daripada yang lain sehingga Sumber
Daya Manusianya optimal. Masyarakat jarang yang merantau, sebagian
besar masyarakat kembali ke kampung halamannya ketika telah
menyelesaikan pendidikannya untuk mengurus pertanian salak yang lebih
memberikan jaminan kemakmuran sehingga peningkatan jumlah penduduk
juga tidak terlalu tinggi, hal ini menyebabkan permintaan lahan
pemukiman juga tidak terlalu tinggi sehingga alih fungsi lahan tidak terjadi
dalam skala tinggi.
j. Kesiapsiagaan dan tanggap darurat
Intensitas erupsi yang tinggi dan tidak dapat diprediksi sehingga
masyarakat semakin terbiasa dengan kondisi tersebut, keadaan ini secara
tidak langsung akan mempertingggi tingkat kewaspadaan masyarakat
terhadap bencana dan menuntut masyarakat untuk ikut peduli dalam
tindakan pengurangan risiko bencana sehingga akan lebih mudah
mengarahkan dan mengoordinasi masyarakat untuk kebencanaan.
Kawasan Rawan Bencana III ini sudah mendapatkan banyak perhatian dari
pihak eksternal sehingga berbagai tindakan/aksi sudah sering dilakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dalam Kawasan Rawan Bencana III ini seperti sebagian tanggul sudah
dibangun yaitu tanggul pengaman Kali Bebeng sehingga dapat mengurangi
risiko bencana banjir lahar dingin.
Fasilitas dapat mencerminkan tingkat kualitas kehidupan
masyarakat. Tingginya perhatian terhadap Kawasan Rawan Bencana III
manjadikan daerah ini mendapatkan prioritas untuk mendapatkan fasilitas-
fasilitas yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk mengurangi risiko
bencana, fasilitas-fasilitas yang ada seperti fasilitas standar untuk suatu
daerah seperti fasilitas pendidikan yang akan meningkatkan tingkat
pendidikan masyarakat bahkan masyarakat telah mengenyam sampai
jenjang Perguruan Tinggi, tempat ibadah (masjid dan gereja), kantor
pemerintahan dan balai desa sering digunakan untuk acara hajatan desa,
tempat-tempat seperti ini merupakan tempat bertemunya masyarakat yang
dapat digunakan untuk mempertinggi sosialisai masyarakat. Jalan di
daerah ini sudah dibangun dengan aspal hotmix yang sudah dilengkapi
dengan jalur evakuasi yang dibuat dengan papan jalur dipinggir jalan akan
memperlancar kegiatan masyarakat maupun evakuasi ditambah dengan
kekayaan masyarakat seperti kendaraan pribadi yang dimiliki dapat
digunakan sebagai sarana evakuasi secara swadaya ketika terjadi bencana.
Hal ini akan mempercepat evakuasi masyarakat sehingga korban jiwa
maupun kerugian harta benda bisa diminimalkan. Fasilitas baru realisasi
dari hasil identifikasi tindakan/aksi VCA PRA yang dilakukan oleh kerja
sama Palang Merah Indonesia (PMI) dengan Denmark Red Cross (DRC)
yaitu berupa titik kumpul dan menara pandang. Titik Kumpul merupakan
tempat singgah/berkumpulnya masyarakat korban bencana sebelum
dievakuasi ke pengungsian dapat memperlancar koordinasi dan
mengoptimalkan evakuasi masyarakat sedangkan menara pandang dapat
digunakan sebagai pusat monitoring perkembangan Gunung Merapi dan
keadaan lingkungan sekitarnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Kawasan Rawan Bencana II
a. Kesehatan, Fisik dan Lingkungan
Erupsi 2010 yang besar mengakibatkan Kawasan Rawan Bencana
II mendapatkan dampak yang besar dan menjadi daerah yang rawan karena
masuk dalam radius berbahaya yang mencapai 25 km. Selain itu dilalui
oleh beberapa sungai besar yaitu Sungai Bebeng, Sungai Krasak, Sungai
(Kali) Putih dan sungai-sungai lainnya yang berpotensi dilaluinya lahar
dingin ketika intensitas hujan tinggi. Banyaknya material yang dikeluarkan
pada erupsi 2010 ini bertepatan dengan musim penghujan yang panjang
menyebabkan terjadi banjir lahar dingin yang besar khususnya pada awal
Tahun 2011. Dengan kondisi geologi dan geomorfologi daerah tersebut
yang sangat rentan, tanah dan pasir mudah terbawa arus yang dapat
menyebabkan arus semakin besar dan mengikis tanggul, jembatan, jalan,
kebun atau infrastruktur yang ada di dekatnya. Hal ini didukung karena
kurangnya tanggul pengaman kanan dan kiri sungai bahkan dengan adanya
aliran lahar dingin di sungai yang membawa material tidak hanya lahar
dan pasir tapi juga membawa material batu yang besar akan mengendap
dan menyumbat sungai sehingga aliran sungai tidak lancar dan jika tanggul
jebol aliran sungai keluar jalur (termasuk jika aliran sungai mengandung
lahar dingin). Dampak yang dialami pasca erupsi Tahun 2010 dan banjir
lahar dingin Tahun 2011 ini antaralain kerusakan semua tanaman pertanian
khususnya tanaman salak dan dapat pulih kembali dengan pertumbuhan
normal selama 2-3 tahun lagi, saluran irigasi yang rusak akan semakin
menghambat pemulihan dan pertumbuhan tanaman salak, saluran air
bersih juga rusak yang mengganggu keberlangsungan kehidupan
masyarakat sekitar sehingga selama beberapa bulan harus distok air bersih
oleh PMI Kabupaten Magelang, selain itu abu vulkanik berdampak pada
kesehatan masyarakat.
b. Sosial Budaya
Peningkatan jumlah penduduk di Kawasan Rawan Bencana II ini
tinggi sehingga menyebabkan permintaan lahan pemukimanpun tinggi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sehingga lahan pertanian salak mengalami penyempitan. Pertanian salak
yang menjadi sektor utama mata pencaharian masyarakat ini akan
mempengaruhi perekonomian masyarakat. Berdasarkan variabel penentu
kekayaan untuk daerah ini, salah satu penentu kekayaan adalah lahan
pertanian salak yang luas, masyarakat yang mempunyai lahan pertanian
salak yang luas akan mempunyai status ekonomi yang tinggi, hal ini akan
menimbulkan kesenjangan status ekonomi. Kesenjangan masyarakat dapat
dilihat dari rumah yang tidak seragam, hal ini akan menyebabkan
hubungan masyarakat menjadi kurang baik.
Tingkat kewaspadaan Kawasan Rawan Bencana II saat ini lebih
meningkat pasca erupsi 2010 yang tergolong besar walaupun begitu ada
beberapa waktu rentan yang menyebabkan masyarakat dalam keadaan
tidak siaga yaitu pada jam tidur masyarakat dengan aktivitas yang hampir
sama yaitu sebagai petani mempunyai jadwal kegiatn sehari-hari yang
hampir sama pula sekitar jam 20.00-04.00, walaupun pos kamling aktif
namun keadaan masyarakat secara umum tidak siap jika terjadi bencana
secara tiba-tiba. Keadaan jalan aspal kasar/cor beton kurang
memaksimalkan kegiatan masyarakat dan evakuasi pada saat bencana.
c. Sikap/Motivasi
Kawasan Rawan Bencana II dengan intensitas bencananya tinggi
namun kurang mendapatkan perhatian kebencanaan menjadikan
masyarakatnya baik laki-laki maupun perempuan menjadi masyarakat
peduli dan mandiri terhadap bencana dan kondisi atau permasalahan di
lingkungan sekitar. Laki-laki dan perempuan di Kawasan Rawan Bencana
II ini mampu terlibat dan ikut berperan sama dalam penanganan masalah
baik ekonomi, penyakit dan bencana, maupun lingkungan dan sosial.
d. Kelembagaan/Keorganisasian
Pemerintahan setempat (jajaran kepala desa dan perangkatnya)
selain berperan internal untuk mengoordinasikan dan melayani masyarakat
juga berfungsi eksternal. Secara umum bertujuan untuk memperkuat
sosialisasi masyarakat internal maupun eksternal. Sosialisasi ini dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
digunakan untuk mendapatkan dukungan baik dalam aspek kebencanaan
ataupun di luar aspek tersebut. Berbagai organisasi juga dikembangkan
untuk lebih memperkuat sosialisasi ke dalam dan keluar masyarakat, yaitu
antara lain GAPOKTAN sebagai pemusatan hasil salak untuk diekspor,
mempermudah pengadaan sarana pertanian dan sarana penyelesaian
masalah pertanian salak.
e. Ekonomi
Kawasan Rawan Bencana II masih didominasi pada sektor
pertanian salak yang menjanjikan meningkatkan kemakmuran dan
kehidupan masyarakat di daerah tersebut sehingga masyarakat sangat
mengandalkan sektor ini namun ketika pertanian salak rusak dan
masyarakat tidak mempunyai keahlian lain maka mereka harus mencari
sumber penghasilan lain dengan penghasilan yang seadanya, selain itu ada
juga yang menjadi pengangguran dan bergantung pada bantuan
pemerintah, hal ini akan menurunkan tingkat ekonomi masyarakat. Musim
penghujan yang panjang juga menyebabkan kurang optimalnya
pertumbuhan salak sehingga menurunkan tingkat perekonomian
masyarakat. Masyarakat yang nyaman dengan kondisinya terus
meningkatkan kehidupannya di daerah tersebut, masyarakat yang
mempunyai lahan pertanian salak akan lebih cepat berkembang dan
membangun rumah yang lebih permanen tanpa takut terhadap bahaya dan
risiko yang akan dialami jika terjadi bencana. Banyak pemukiman dan
penduduk yang tinggal di daerah rawan bencana ketika terjadi bencana
dapat mengakibatkan banyak korban dan kerugian materiil selain itu akan
menyulitkan evakuasi masyarakat karena mereka menjadi berat
meninggalkan rumah dan lahannya lahan penduduk yang luas karena
rentan penjarahan jika rumah ditinggalkan oleh masyarakat.
f. Tata Pemerintahan
Pemerintahan setempat (jajaran kepala desa dan perangkatnya)
selain berperan internal untuk mengoordinasikan dan melayani masyarakat
juga berfungsi eksternal. Secara umum bertujuan untuk memperkuat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sosialisasi masyarakat internal maupun eksternal. Sosialisasi ini dapat
digunakan untuk mendapatkan dukungan baik dalam aspek kebencanaan
ataupun di luar aspek tersebut. Berbagai organisasi juga dikembangkan
untuk lebih memperkuat sosialisasi ke dalam dan keluar masyarakat, yaitu
antara lain GAPOKTAN sebagai pemusatan hasil salak untuk diekspor,
mempermudah pengadaan sarana pertanian dan sarana penyelesaian
masalah pertanian salak.
g. Pengkajian risiko
Kawasan Rawan Bencana II belum dibentuk masyarakat siaga
bantuan (sibat) namun masyarakat sehingga hanya mengandalkan peran
pemerintah dan pihak ektern untuk melakukan pengkajian kebencanaan,
hal ini akan menyebabkan masyarakat kurang mampu mengenali keadaan
mereka sendiri.
h. Pengetahuan dan pendidikan
Kehidupan masyarakat pada Kawasan Rawan Bencana II mulai
berkembang, sebagian masyarakat mampu berpandangan realistis dan luas
terhadap bencana yaitu bukan hanya karena takdir Tuhan dan dapat
diusahakan dengan tindakan pengurangan risiko bencana, namun
kemampun masyarakat intern masih terbatas sedangkan pihak ekstern
kurang focus pada Kawasan Rawan Bencana II ini, sehingga tindakan
untuk daerah ini juga masih sedikit.
i. Manajemen risiko dan pengurangan kerentanan
Sumber air bersih masyarakat dari mata air sehingga sungai yang
terkena lahar dingin tidak mempengaruhi ketersediaannya air bersih hanya
beberapa saluran air bersih yang rusak terkena material erupsi. Fasilitas
kesehatan sudah tersedia dengan adanya posyandu, bidan desa, puskesmas
pembantu sehingga tingkat kesehatan dan harapan hidup meningkat.
Kekayaan yang dimiliki masyarakat seperti pertanian salak,
kolam ikan, peternakan ayam, pertanian cabe, pertanian sayur dapat
digunakan sebagai sumber persediaan logostik. Pasca erupsi lahan
pertanian salak yang tidak bisa diselamatkan diubah menjadi pertanian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
palawija sehingga bisa mempertahankan perekonomiannya ketika tanaman
salak belum pulih dan dapat dipanen lagi selain itu kekayaan material hasil
erupsi dapat dimanaatkan untuk mempertahankan perekonomian yaitu
dengan ditambang untuk dijual langsung atau untuk dibuat batu candi.
Mobil, motor dan truk milik masyarakat dapat memudahkan akses ke luar.
HT dapat digunakan saat bencana yaitu ketika HP tidak dapat digunakan.
j. Kesiapsiagaan dan tanggap darurat
Kawasan Rawan Bencana II ini termasuk daerah yang rawan
terhadap bencana erupsi Gunung Merapi namun kurang mendapat
perhatian dari pihak ekternal karena lebih fokus pada Kawasan Rawan
Bencana III yang lebih rawan sehingga fasilitas-fasilitas kebencanaan lebih
diprioritaskan pada Kawasan Rawan Bencana III lebih dahulu namun
fasilitas yang lain sudah mencukupi misalnya masjid dan gereja dapat
mempertinggi tingkat keimanan dan sosialisasi masyarakat, kantor
pemerintahan (kantor kepala desa dan balai desa) digunakan untuk acara
hajatan atau acara kumpul warga desa yang dapat memperkuat sosialisasi
masyarakat internal maupun eksternal, fasilitas transportasi mempercepat
evakuasi masyarakat secara swadaya ketika terjadi bencana, fasilitas
pendidikan yang tersedia dengan jumlah yang cukup sehingga tingkat
pendidikan akan meningkat dengan pendidikan mayoritas yang telah
ditempuh adalah Sekolah Dasar (SD). Meningkatnya tingkat pendidikan
ini berarti meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) di daerah ini,
Sumber Daya Manusia ini didukung oleh sedikitnya jumlah masyarakat
rentan (lansia, balita dan ibu hamil). Ketersediaannya Sumber Daya
Manusia ini dapat dioptimalkan dengan pelatihan kebencanaan pada waktu
luang masyarakat yaitu jam 16.00-20.00.
3. Kawasan Rawan Bencana I
a. Kesehatan, Fisik dan Lingkungan
Kawasan Rawan Bencana I merupakan kawasan perpanjangan
lembah sungai yang berpotensi terkena lahar dingin dan tidak menutup
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kemungkinan dapat terkena perluasan awan panas dan aliran lava. Erupsi
2010 mengeluarkan material yang banyak ini bertepatan dengan musim
penghujan yang panjang dan arah erupsi sebagian besar ke lereng selatan
sampai barat termasuk kearah Kabupaten Magelang sehingga
menyebabkan terjadinya banjir lahar dingin yang besar pada Tahun 2011
ini. Sesuai riwayat kejadian bencana Kawasan Rawan Bencana I
Kabupaten Magelang, dampak erupsi yang kecil dan intensitas bencana
lahar dingin yang rendah menyebabkan kurangnya perhatian pemerintah
untuk membekali masyarakat mengenai kebencanaan sehingga
mengakibatkan tingkat kewaspadaan masyarakat menjadi rendah dan akan
mengancam masyarakat jika terjadi bencana yang besar. Besarnya banjir
lahar dingin 2011 menyebabkan tanggul beberapa sungai rusak, aliran
sungai keluar jalur (termasuk jika aliran sungai mengandung lahar dingin).
Besarnya kerugian yang dialami didukung dengan keadaan yang ada pada
masyarakat yaitu banyak pemukiman dan penduduk yang tinggal di
bantaran sungai jalur lahar dingin mengakibatkan banyak korban dan
kerugian materiil (hilangnya bangunan, pertanian, mata pencaharian, dll),
saluran irigasi rusak karena lahar dingin sehingga mempengaruhi hasil
pertanian yang memerlukan pengairan dari saluran irigasi, hal ini akan
mempengaruhi perekonomian masyarakat. Banjir lahar dingin yang telah
terjadi membawa material lahar sampai batu besar yang cepat mengendap
dan menyumbat aliran sungai. Normalisasi sungai yaitu dengan
pengerukan pada pendangkalan sungai perlu dilakukan sejalan dengan
bertambahnya aliran lahar dingin dan pengendapan karena banyaknya
material erupsi yang belum terbawa banjir lahar dingin sekitar 80% dan
diprediksikan material akan habis terbawa banjir lahar dingin selama 3-4
tahun lagi maka bahaya banjir lahar dingin masih akan terus mengancam
masyarakat di Kawasan Rawan Bencana I ini sehingga aliran lahar dingin
lancar dan tidak keluar dari jalur sungai.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b. Sosial Budaya
Kawasan Rawan Bencana I ini tergolong dalam masyarakat yang
sudah maju karena lokasinya dekat dengan pusat keramaian yaitu jalan
utama Jogja-Magelang menyebabkan kualitas masyarakat semakin
meningkat. Mata pencaharian masyarakat yang bervariasi dengan
kesibukan yang berbeda-beda pula menyebabkan intensitas pertemuan
antar masyarakat menurun dan tingkat sosialisasi masyarakat menjadi
rendah. Bervariasinya mata pencaharian berpengaruh pada bervariasinya
tingkat kekayaan masyarakat yang menimbulkan kesenjangan status
ekonomi sosial. Kesenjangan masyarakat dapat dilihat dari rumah yang
tidak seragam, hal ini menyebabkan hubungan masyarakat menjadi kurang
baik. Tingkat kewaspadaan Kawasan Rawan Bencana I masih sangat
rendah sehingga sangat rentan terhadap bencana namun waktu yang paling
rentan yaitu ketika masyarakat dalam keadaan tidak siaga pada jam sekitar
jam 20.00-04.00, walaupun pos kamling aktif namun keadaan masyarakat
secara umum tidak siap jika terjadi bencana secara tiba-tiba.
c. Sikap/Motivasi
Laki-laki dan perempuan di Kawasan Rawan Bencana I ini
mampu terlibat dan ikut berperan sama dalam penanganan masalah baik
ekonomi, penyakit dan bencana, maupun lingkungan dan sosial. Selain itu
keadaan masyarakat yang hampir seragam dilihat dari tipe rumah yang
seragam mencerminkan tidak ada kesenjangan masyarkat sehingga
hubungan masyarakat tetap baik dan kuat.
d. Kelembagaan/Keorganisasian
Pemerintahan setempat (jajaran kepala desa dan perangkatnya)
selain berperan internal untuk mengoordinasikan dan melayani masyarakat
juga berfungsi eksternal. Secara umum bertujuan untuk memperkuat
sosialisasi masyarakat internal maupun eksternal. Sosialisasi ini dapat
digunakan untuk mendapatkan dukungan baik dalam aspek kebencanaan
ataupun di luar aspek tersebut. Berbagai organisasi dan lembaga lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
banyak dikembangkan di Kawasan Rawan Bencana I ini karena pengaruh
eksternal di daerah ini sudah mulai banyak, masyarakat pendatang yang
masuk dengan membawa pengaruh atau penduduk asli yang berusaha
memperluas sosialisasinya ke luar. Hal ini dapat digunakan untuk
mendapatkan dukungan eksternal ketika terjadi bencana.
e. Ekonomi
Mata Pencaharian masyarakat Kawasan Rawan Bencana I yang
heterogen dengan penghasilan yang berbeda-beda mempengaruhi tingkat
perekonomian masing-masing masyarakat. Indikator kekayaan semakin
tinggi lebih dilihat dari materi yang dimiliki masyarakat dan tercermin dari
bangunan rumah dan sarana yang dimilikinya. Ketika terjadi bencana
masyarakat akan sulit untuk dievakuasi karena mereka sulit untuk
meninggalkan harta mereka karena akan rawan penjarahan oleh pihak-
pihak yang tidak bertanggung jawab dan memanfaatkan kesempatan.
Bencana lahar dingin 2011 yang menyapu dan menghilangkan bangunan
baik rumah bangunan usaha atau bangunan yang lain ini berarti
menghilangkan harta msyarakat. Masyarakat yang menggantungkan diri
kepada lahan yang tersapu lahar dingin misalnya petani yang sawahnya
hilang terkena lahar dingin maka akan kehilangan mata pencahariannya,
lain halnya jika mata pencahariannya tidak berhubungan dengan lahan
yang terkena lahar dingin seperti PNS akan tetap bekerja dan
berpenghasilan yang sama. Perubahan dan perbedaan tingkat
perekonomian masyarakat ini akan menyebabkan kesenjangan masyarakat
tinggi.
f. Tata Pemerintahan
Pemerintahan setempat (jajaran kepala desa dan perangkatnya)
selain berperan internal untuk mengoordinasikan dan melayani masyarakat
juga berfungsi eksternal. Secara umum bertujuan untuk memperkuat
sosialisasi masyarakat internal maupun eksternal. Sosialisasi ini dapat
digunakan untuk mendapatkan dukungan baik dalam aspek kebencanaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ataupun di luar aspek tersebut. Berbagai organisasi dan lembaga lebih
banyak dikembangkan di Kawasan Rawan Bencana I ini karena pengaruh
eksternal di daerah ini sudah mulai banyak, masyarakat pendatang yang
masuk dengan membawa pengaruh atau penduduk asli yang berusaha
memperluas sosialisasinya ke luar. Hal ini dapat digunakan untuk
mendapatkan dukungan eksternal ketika terjadi bencana.
g. Pengkajian risiko
Kawasan Rawan Bencana I hanya mengandalkan peran
pemerintah dan pihak ektern untuk melakukan pengkajian kebencanaan,
hal ini akan menyebabkan masyarakat kurang mampu mengenali keadaan
mereka sendiri.
h. Pengetahuan dan pendidikan
Kehidupan masyarakat pada Kawasan Rawan Bencana I sudah
berkembang, oleh karena itu masyarakat mampu berpandangan realistis
terhadap bencana yaitu bukan hanya karena takdir Tuhan namun dapat
diusahakan dengan tindakan pengurangan risiko bencana, namun fokus
masyarakat terhadap bencana masih rendah sehingga tindakan-tindakan
kebencanaan belum menjadi prioritas masyarakat termasuk tindakan
pelatihan dan pendidikan kebencanaan.
i. Manajemen risiko dan pengurangan kerentanan
Segi positif erupsi merupakan anugrah yang menghasilkan
kekayaan sumber daya alam yang besar, selain mempertinggi kesuburan
dari abu vulkanik pada tanah juga material-material yang dihasilkan
seperti batu dan pasir dapat dimanfaatkan masyarakat untuk ditambang
sehingga dapat menambah penghasilan masyarakat dan menurunkan
tingkat pengangguran. Banjir lahar dingin mempengaruhi kesehatan
masyarakat khususnya bagi para pengungsi namun Kawasan Rawan
Bencana I yang dekat dengan fasilitas kesehatan dapat meminimalkan
kondisi ini. Kebun salak, kolam ikan, perikanan, pertanian sayur dan
palawija dapat digunakan sebagai sumber persediaan logistik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Mata pencaharian masyarakat heterogen yang tidak tergantung
pada satu sektor saja ini mempunyai segi positif yaitu jika salah satu sektor
sumber penghasilan hilang maka tingkat perekonomian masyarakat tidak
turun drastis dan tabungan masyarakat yang merupakan cadangan dapat
digunakan masyarakat untuk mencukupi kebutuhannya secara mandiri
ketika terjadi bencana.
j. Kesiapsiagaan dan tanggap darurat
Kawasan Rawan Bencana I hampir tidak mendapatkan perhatian
mengenai kebencanaan sehingga pemenuhan kebutuhan mengenai
kebencanaan seperti fasilitas ataupun pelatihan kebencanaan belum
diprioritaskan. Sedangkan falilitas-fasilitas lain penunjang hidup sehari
lebih maju dan berkembang, seperti masjid dan gereja yang terdapat
dimana-mana dengan bangunan yang lebih bagus fungsi tetap sama yaitu
dapat mempertinggi tingkat keimanan dan sosialisasi masyarakat, kantor
pemerintahan (kantor kepala desa dan balai desa) digunakan untuk acara
hajatan atau acara kumpul warga desa yang dapat memperkuat sosialisasi
masyarakat internal maupun eksternal. Fasilitas transportasi untuk
siapapun sangat mudah walaupun tidak mempunyai kendaraan pribadi
karena lokasi dekat dengan jalan utama sehingga memudahkan setiap
akses dalam kegiatan masyarakat dan ketika pada situasi bencana
pengevakuasian korban dapat dilakukan dengan mudah. Fasilitas
pendidikan yang tersedia lebih memadahi karena memenuhi untuk setiap
tingkatan pendidikan, sekolah tingkatan yang tinggi yang tidak tersedia di
Kawasan Rawan Bencana II dan III sebagai sekolah tujuan dari daerah
yang tersebut. Mudahnya akses dan tercukupinya fasilitas pendidikan
menyebabkan masyarakat jarang yang memutuskan untuk putus sekolah
sehingga tingkat pendidikan masyarakat lebih tinggi dan merata.
Meningkatnya tingkat pendidikan ini berarti meningkatkan Sumber Daya
Manusia (SDM) di daerah ini, Sumber Daya Manusia ini didukung oleh
sedikitnya jumlah masyarakat rentan (lansia, balita dan ibu hamil).
Ketersediaannya Sumber Daya Manusia ini dapat dioptimalkan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pelatihan kebencanaan pada waktu luang masyarakat yaitu jam 16.00-
20.00.
Kawasan Rawan Bencana III, II maupun I Kabupaten Magelang dengan
kondisi berbagai aspek yang berbeda-beda mencerminkan suatu kondisi kesatuan
masyarakat yang berbeda sehingga tingkat kerentanan dan kapasitas setiap
kawasan juga berbeda, hal ini akan mempengaruhi risiko yang akan dialami oleh
masyarakat di setiap kawasan tersebut. Perbedaan tingkat risiko yang akan dialami
tersebut akan mempengaruhi tindakan/aksi yang dibutuhkan oleh masing-masing
kawasan.
Berdasarkan Peta Kerentanan Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi
Kabupaten Magelang Tahun 2011 dapat dilihat bahwa kerentanan Kawasan
Rawan Bencana Gunung Merapi Kabupaten Magelang secara umum tergolong
rentan dengan Kawasan Rawan Bencana III dan II tergolong rentan, Kawasan
Rawan Bencana I tergolong cukup rentan. Kerentanan Kawasan Rawan Bencana
III Gunung Merapi Kabupaten Magelang sangat dipengaruhi tingkat bahaya yang
dapat dilihat dari aspek fisik yang keberadaannya dekat dengan puncak Gunung
Merapi dan berpeluang terkena lahar dingin karena lebih dekat dengan material
hasil erupsi yang juga berdampak merusak pertanian salak yang menurunkan
aspek ekonomi. Kerentanan khususnya kerentanan fisik seperti ini hampir tidak
bisa dihilangkan hanya saja dapat diminimalkan dengan peningkatan kapasitas
masyarakat untuk mengimbangi dan menyesuaikan kondisi Kawasan Rawan
Bencana III yang dekat dengan sumber bencana ini.
Kawasan Rawan Bencana II Gunung Merapi Kabupaten Magelang
walaupun tidak terlalu dekat dengan sumber bencana dan potensi terkena material
vulkanik dan lahar dingin tidak sebesar di Kawasan Rawan Bencana III namun
juga tergolong rentan karena faktor kerentanan masyarakat pada Kawasan Rawan
Bencana II tinggi. Tingginya kerentanan dipengaruhi oleh kurangnya perhatian
pihak eksternal terhadap daerah ini dari pada Kawasan Rawan Bencana III
khususnya bidang kebencanaan misalnya kurangnya tindakan mitigasi selain itu
karena kehidupan masyarakat yang mulai heterogen dengan adanya pengaruh dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pihak ekstern untuk beberapa golongan sehingga perkembangan masyarakat tidak
merata dan menjadikan kesenjangan masyarakat tinggi. Kurangnya kapasitas
masyarakat akan memperbesar kerentanan dan risiko yang akan dialami Kawasan
Rawan Bencana II.
Kawasan Rawan Bencana I Gunung Merapi Kabupaten Magelang
tergolong cukup rentan. Walaupun tergolong cukup rentan namun mempunyai
skor yang tidak terlalu jauh dengan Kawasan Rawan Bencana III dan II yang
tergolong rentan artinya kerentanan Kawasan Rawan Bencana I Kabupaten
Magelang juga tidak terlalu jauh dengan Kawasan Rawan Bencana III dan II
Bahaya Kawasan Rawan Bencana I berpotensi banjir lahar dingin dan perluasan
material jatuhan hasil dari erupsi sama seperti Kawasan Rawan Bencana III dan II.
Berdasarkan riwayat kejadian bencana untuk Kawasan Rawan Bencana I,
intensitas kejadian bencana untuk Kawasan Rawan Bencana I ini rendah, hal ini
akan menjadi kerentanan dan kapasitas untuk daerah ini. Dengan rendahnya
intensitas kejadian bencana, perhatian masyarakat terhadap bencana menjadi
rendah sehingga ancaman bencana tersebut belum dipahami oleh sebagian besar
masyarakat. Hal ini akan berbahaya ketika terjadi bencana yang besar, karena
masyarakat tidak mempunyai kesiapan menghadapi bencana sehingga risiko
menjadi tinggi seperti yang terjadi pada kejadian erupsi 2010 dan banjir lahar
dingin 2011.
Berdasarkan Peta Kapasitas Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi
Kabupaten Magelang, maka dapat dilihat bahwa kerentanan Kawasan Rawan
Bencana III paling tinggi daripada Kawasan Rawan Bencana II dan I, hal ini
dikarenakan tingkat kewaspadaan yang tinggi karena intensitas kejadian
bencananya tinggi dan karena perhatian pihak intern maupun ekstern Kawasan
Rawan Bencana III terhadap bencana lebih tinggi daripada kawasan yang lain
sehingga Kawasan Rawan Bencana III lebih mendapatkan prioritas dalam
tindakan pengurangan risiko maupun peningkatan kapasitas. Adanya campur
tangan pihak ekstern ini juga akan mengubah tata kehidupan di Kawasan Rawan
Bencana. Pengaruh ekstern secara tidak langsung akan meningkatkan kehidupan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
yang kemudian juga akan meningkatkan kapasitas masyarakat. Kapasitas
Kawasan Rawan Bencana II dan I tergolong sedang. Pada Kawasan Rawan
Bencana II adanya kesenjangan masyarakat yang cukup tinggi menyebabkan
kondisi masyarakat tidak merata, masyarakat yang mampu berkembang akan
menjadi kapasitas untuk daerah ini, sedangkan kapasitas Kawasan Rawan
Bencana I dipengaruhi oleh kemajuan standar hidup masyarakat namun tidak pada
penekanan kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana.
Kehidupan masyarakat Kawasan Rawan Bencana Kabupaten Magelang
yang sudah menetap seperti kesejahteraan masyarakat Kawasan Rawan Bencana
III dan II denan pertanian salaknya dan Kawasan Rawan Bencana I dengan
meningkatnya standar hidup ini akan sangat berat untuk direlokasi ke daerah yang
lebih aman. Salah satu strategi yg dianjurkan guna mengurangi dampak bencana
yakni mempersiapkan pemerintah & masyarakat untuk menghindari dan merespon
bencana secara tepat dan efektif, yaitu dengan upaya pengurangan risiko bencana.
Kekuatan kerentanan dan kapasitas masyarakat berbeda-beda tekanannya untuk
masing-masing kawasan sehingga dalam mengidentifikasi tindakan/aksi untuk
upaya pengurangan risiko bencana berbeda-beda sesuai kebutuhan dan kekuatan
kerentanan dan kapasitasnya.
Tindakan/aksi dalam pengurangan risiko meliputi tindakan
pencegahan/mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat dan pemulihan. Tindakan
pengurangan risiko bencana di Kabupaten Magelang terangkum dalam PROTAP
(Prosedur Tetap) Penanggulangan Bencana Dusun, Desa, dan Kabupaten
Magelang yang dibuat khusus untuk bencana erupsi Gunung Merapi. Dalam
PROTAP ini selain pemerintah yang berperan juga tidak lepas dari partisipasi
masyarakat. Hal ini merupakan wujud kesadaran masyarakat dalam pengurangan
risiko bencana. Masyarakat yang tinggal di Kawasan Rawan Bencana khususnya
Kawasan Rawan Bencana III Kabupaten Magelang mempunyai kapasitas
penanggulanan bencana yang baik yaitu berupa langkah penanggulangan bencana
yang terperinci dari terdeteksinya aktivitas Gunung Merapi, awas hingga ketika
tejadinya erupsi. Masyarakat adalah satuan pelaksana paling bawah dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pengurangan risiko bencana, namun sangat penting karena menjadi tindakan
pertama yang akan membantu diri masyarakat sendiri ketika terjadi bencana
sebelum bantuan dari pihak eksternal datang, dengan demikian dampak dari
bencana baik korban jiwa maupun kerugian material dapat diminimalkan.
Masyarakat terdampak bencana mempunyai keterbatasan dalam menghadapi
bencana dan membutuhkan bantuan dari pihak eksternal. Kabupaten Magelang
juga mempunyai tindakan penanggulangan bencana Gunung Merapi untuk
menindaklajuti tindakan penanggulangan bencana dari masyarakat, sehingga
korban bencana lebih terkoordinasi dan mendapatkan tindakan yang tepat sesuai
kondisi yang dialami masyarakat misalnya tindakan untuk evakuasi ke tempat
yang lebih aman dengan menyiapkan pengungsian yang layak untuk korban
bencana, dll.
Namun dengan adanya PROTAP ini masih menunjukkan adanya risiko
erupsi Gunung Merapi, maka perlu adanya perencanaan lanjut sebagai
rekomendasi pengurangan risiko bencana. Pascabencana hingga prabencana
adalah saatnya masyarakat untuk melakukan pemulihan dan peningkatan kapasitas
serta pengurangan kerentanan. Pascabencana erupsi 2010 dan banjir lahar dingin
2011 di Kawasan Rawan Bencana Kabupaten Magelang ini membutuhkan
tindakan/aksi pengurangan risiko bencana dengan prioritas tindakan/aksi
pemulihan kondisi khususnya perekonomian masyarakat, kondisi masyarakat akan
mempengaruhi kapasitas untuk ditingkatkan maupun untuk usaha pengurangan
kerentanan. Tindakan setelah pemulihan adalah peningkatan kapasitas sesuai yang
dibutuhkan oleh masyarakat. Tindakan ini mempersiapkan masyarakat untuk
menghadapi erupsi yang akan datang dan yang kejadiannya semakin tidak dapat
diprediksikan sehingga dapat meminimalkan risiko yang ditimbulkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan hasil analisis data yang telah diuraikan
secara rinci pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut
1. Kawasan Rawan Bencana III dan II Kabupaten Magelang tergolong
rentan, sedangkan Kawasan Rawan Bencana I tergolong cukup rentan.
2. Kerentanan yang diprioritaskan pada Kawasan Rawan Bencana III, II dan I
Kabupaten Magelang, yaitu :
a) Kerentanan yang diprioritaskan pada Kawasan Rawan Bencana III
adalah padatnya pemukiman penduduk; intensitas erupsi tinggi dan
tidak dapat diprediksi; sektor utama pertanian salak; jembatan, sarana
irigasi dan air bersih yang rusak
b) Kerentanan yang diprioritaskan pada Kawasan Rawan Bencana II
adalah padatnya pemukiman penduduk; intensitas erupsi tinggi dan
tidak dapat diprediksi; sektor utama pertanian salak; jalan rusak dan
kurang lebar dan peningkatan jumlah penduduk yang tinggi
c) Kerentanan yang diprioritaskan pada Kawasan Rawan Bencana I
kerentanan adalah padatnya pemukiman penduduk; irigasi rusak;
kesiapsiagaan masyarakat rendah; kurangnya pelatihan kebencanaan;
belum adanya normalisasi sungai; tanggul rusak dan musim penghujan
yang panjang meningkatkan intensitas lahar dingin
3. Kawasan Rawan Bencana III Kabupaten Magelang mempunyai kapasitas
tinggi. Kawasan Rawan Bencana II dan I Kabupaten Magelang
mempunyai kapasitas sedang.
4. Tindakan/aksi pengurangan risiko bencana Kawasan Rawan Bencana III ,
II dan I Kabupaten Magelang melliputi tindakan persiapan masyarakat
dusun menghadapi bencana secara partisipatif bersama-sama dengan
tindakan persiapan masyarakat desa menghadapi bencana secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
partisipatif kemudian dilanjutkan tindakan persiapan bencana Kabupaten
Magelang. Rekomendasi tindakan pemulihan dan peningkatan kapasitas
dalam pengurangan risiko bencana meliputi tindakan/aksi pemulihan
keadaan masyarakat pasca bencana erupsi Merapi 2010 dan banjir lahar
dingin 2011 kemudian dilanjutkan tindakan/aksi pengurangan kerentanan
dan peningkatan kapasitas.
5. Prioritas tindakan/aksi pengurangan risiko bencana Kawasan Rawan
Bencana III, II dan I Kabupaten Magelang :
a) Prioritas penanganan ketika terjadi bencana yaitu kelompok
masyarakat rentan (anak-anak, ibu hamil dan orang lanjut usia) dan
daerah yang dianggap paling rawan dalam kejadian erupsi.
b) Rekomendasi tindakan/aksi pemulihan dan peningkatan kapasitas
dalam pengurangan risiko bencana yang diprioritaskan kawasan rawan
bencana III, II dan I Kabupaten Magelang adalah tindakan/aksi
pemulihan keadaan pasca bencana erupsi Merapi 2010 dan banjir lahar
dingin 2011, yaitu pembekalan masyarakat dengan berbagai
keterampilan, pemulihan perkebunan salak akibat erupsi dan perbaikan
sarana yang rusak dari dampak bencana. Selanjutnya tindakan/aksi
yang dilakukan adalah tindakan/aksi pengurangan kerentanan dan
peningkatan kapasitas sesuai yang dibutuhkan pada masing kawasan.
B. Implikasi
Dari kesimpulan yang sudah diuraikan, maka dapat dijelaskan
implikasinya sebagai berikut :
1. Dengan mengetahui informasi tekanan kerentanan dan kapasitas masing-
masing kawasan dapat dijadikan acuan bagi masyarakat untuk lebih
mengenali kondisi diri dan lingkungan dalam menghadapi bencana.
2. Dengan mengetahui informasi tekanan kerentanan dan kapasitas masing-
masing kawasan dapat dijadikan acuan untuk melakukan penelitian yang
lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3. Dengan mengetahui kebutuhan tindakan/aksi pengurangan risiko bencana
dan prioritas tindakan/aksi pengurangan risiko bencana maka masyarakat
dapat melakukan tindakan secara tepat dan cepat sehingga meminimalkan
risiko bencana yang lebih besar lagi.
4. Dengan mengetahui kebutuhan tindakan/aksi pengurangan risiko bencana
dan prioritas tindakan/aksi pengurangan risiko bencana yang menyertakan
kebutuhan dukungan dalam merealisasikannya maka dapat digunakan
sebagai masukan pihak ekstern (pemerintah/lembaga) untuk
merealisasikan perencanaan pengurangan risiko bencana.
C. Saran
Dengan hasil penelitian ini maka saran-saran yang dikemukakan adalah
sebagai berikut :
1. Hendaknya pemerintah daerah atau pihak ekstern yang lain dalam
merencanakan tindakan/aksi upaya pengurangan bencana tidak hanya
fokus pada Kawasan Rawan Bencana III saja namun juga Kawasan Rawan
Bencana II dan I khususnya Kabupaten Magelang karena tingkat ancaman
bencananya sama tingginya.
2. Dalam merealisasikan tindakan/aksi pengurangan risiko bencana ini perlu
dilakukan perencanaan secara detail dan perlunya pengawasan pada
masing-masing tindakan.
3. Perlunya dilakukan evaluasi untuk menilai tindakan/aksi pengurangan
risiko yang telah terealisasi.
4. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai penilaian kerentanan dan
kapasitas desa berbasis masyarakat dalam pengurangan risiko bencana di
Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi di kabupaten yang lain
sehingga ada perbandingan dengan penelitian yang telah ada.