PENGARUH KECERDASAN EMOSI, KONFORMITAS
TEMAN SEBAYA DAN PERSEPSI PARENTING
PRACTICES TERHADAP PERILAKU
AGRESI REMAJA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.)
Oleh :
Restu Dwi Rahayu Sofianti
1112070000021
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H / 2018 M
v
MOTTO
Tak perlu seseorang yang sempurna,
cukup temukan orang yang selalu membuatmu bahagia
dan membuatmu sangat berarti
lebih dari siapapun.
B.J Habibie
vi
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi
B) September 2018
C) Restu Dwi Rahayu
D) Pengaruh Kecerdasan Emosi, Konformitas Teman Sebaya, dan Persepsi
Parenting Practices terhadap Perilaku Agresi Remaja
E) xiv + 113 Halaman
F) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh
Kecerdasan Emosi, Konformitas Teman Sebaya, dan Persepsi Parenting
Practices terhadap Perilaku Agresi Remaja di Wilayah Kota Bogor.
Perilaku agresi merupakan suatu perilaku yang dilakukan untuk menyakiti,
mengancam, atau membahayakan individu maupun objek yang menjadi
sasaran perilaku tersebut.
Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi dengan responden
sebanyak 193 remaja yang bersekolah di SMK di wilayah kota Bogor.
Alat ukur yang digunakan adalah skala Buss-Perry, The Quick Emotional
Intelligence Self-Assessment, Konformitas, dan Albama Parenting
Questionnaire (APQ). Hasil menunjukkan terdapat pengaruh yang
signifikan kecerdasan emosi, konformitas teman sebaya dan persepsi
parenting practices terhadap perilaku agresi. Dalam penelitian ini terdapat
dalam dimensi kecerdasan emosi, yaitu emotional awareness dan social
emotional awareness, dan dalam dimensi persepsi parenting practices,
yaitu involvement with parents dan positive parenting tidak memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap perilaku agresi
Pengaruh dari seluruh IV terhadap DV sebesar 59,3%. Dan kontribusi
yang paling besar dari konformitas compliance dari variabel konformitas
yaitu sebesar 22,3 %.
G) Bahan bacaan: 53; 29 Buku + 24 Jurnal
H) Kata kunci: perilaku agresi, kecerdasan emosi, konformitas, persepsi
parenting practices
vii
ABSTRAK
A) Faculty of Psycholgy
B) September 2018
C) Restu Dwi Rahayu
D) The Inlfuence of Emotional Intelligence, Per Conformity, dan Perception
of Parenting Practices toward Behavior of Teen Aggression
E) xiv + 113 Pages
F) The aim of this research was to find out how emotional intelligence, peer
conformity and parenting practices’ perceptions would influence toward
aggressive behavior among adolescents in Bogor. Aggressive behavior is
intended behavior to harm or intimidate others.
This research analyzed by regression analysis method with 193
adolescents in vocational high school as sample. Instrument measurements
used in this research were scale of Buss-Perry, The Quick Emotional
Intelligence Self-Assessment, scale for conformity and Albama Parenting
Questionnaire (APQ).
The results showed that emotional intelligence, peer conformity and
parenting practices’ perceptions significantly influenced to aggressive
behavior. Unfortunately, there were several dimensions which has no
effect to aggressive behavior, such as emotional awareness, social
emotional awareness, involvement with parents and positive parenting. The influence of all IV on DV is 59.3%. And the biggest contribution from
conformity compliance from conformity variables is 22.3%. G) Reading Materials: 53; 29 Books + 24 Journals
H) Keywords: aggression behavior, emotional intelligence, peer conformity,
perception of parenting practices
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmannirrahiim
Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT. atas segala rahmat, nikmat, dan
hidayah-Nya. Tidak terlupa dalam yang selalu tercurah kepada suri tauladan kita,
Nabi Muhammad SAW. dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan rasa syukur
untuk segala anugerah yang yang tiada terkira, sehingga saat ini penulis dapat
melalui proses studi dan menyelesaikan sebagian syarat untuk mengakhiri
pendidikannya, yakni skripsi.
Terwujudnya skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan banyak
pihak yang senantiasa membimbing penulis dengan cara memberikan ide-ide
ataupun tukar pikiran. Oleh karena itu, perkanankanlah penulis untuk
mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag, M.Si, Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya
yang telah memberi kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan
smeinar proposal ini.
2. Ibu Dr. Rena Latifa, M.Psi., selaku dosen pembimbing penulis yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pemikirannya untuk memberikan
bimbingan serta memberikan inspirasi kepada penulis selama proses
penyelesaian skripsi ini.
3. Ibu Dr. Diana Mutiah, M.Si, selaku dosen pembimbing akademik yang
telah mengarahkan, membimbing, serta memberikan motivasi setiap
semesternya agar penulis bisa menyelesaikan perkuliahan dengan sebaik-
baiknya.
4. Seluruh dosen, staf pegawai perpustakaan, bidang akademik, bidang
umum, dan bidang keuangan Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta yang memberikan ilmu juga pembelajaran bagi
penulis, serta memudahkan penulis dalam proses administrasi.
5. Kedua orang tua tercinta, Ayah Anto Kustianto dan Mamah Sopiah, kakak
dan adik penulis, serta seluruh keluarga besar yang selalu memberikan
ix
dukungan dan tak hentinya mendo’akan penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
6. Sahabat-sahabat tersayang, Imelda, Nurul, Tiara, Sarah, William, Ridwan,
Willy, Yogi, Nuni, Eka, Rama, Tya, Mona, dan Langen yang tak hentinya
mendo’akan, menghibur, dan memberikan semangat untuk menyelesaikan
skripsi ini.
7. Teman-teman angkatan 2012, terima kasih banyak atas kritik dan saran
yang telah diberikan selama ini. Terutama Rumah Kita 108, kelas A,
terima kasih telah memberikan banyak pembelajaran baik di dalam kelas
ataupun di luar kelas.
8. Pihak sekolah SMK Negeri 2 Kota Bogor, SMK 1 Bhakti Taruna, dan
SMK YZA Bogor yang memberikan izin kepada peneliti untuk
menjadikan siswanya sebagai responden dalam penelitian ini. Terima
kasih kepada para responden yang telah bersedia menjadi subjek dalam
penelitian ini.
9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih
penulis haturkan yang sebesar-besarnya, untuk do’a dan dukungan selalu
diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis tidak dapat membalas kebaikan yang telah diberikan, tetapi Allah
SWT pasti akan membalasnya berlipat ganda. Tak ada gading yang tak retak,
penulis penyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena
itu, kritik dan juga saran selalu diharapkan, guna menghasilkan karya yang lebih
baik lagi. Semoga skripsi ini dapat diwujudkan dan nantinya akan bermanfaat
bagi semua kalangan yang membacanya.
Jakarta,
Penulis
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. iii
HALAMAN PERNYATAAN .................................................................................. iv
MOTTO .................................................................................................................... v
ABSTRAK ................................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR .............................................................................................. viii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. x
DAFTAR TABEL .................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xiv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah .............................................. 7
1.2.1. Pembatasan masalah........................................................................... 7
1.2.2. Perumusan masalah ............................................................................ 8
1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 9
1.4. Manfaat Penelitian ......................................................................................... 9
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1. Perilaku Agresi ............................................................................................... 10
2.1.1. Pengertian perilaku agresi .................................................................. 10
2.1.2. Teori dan dimensi perilaku agresi ...................................................... 11
2.1.3. Pengukuran perilaku agresi ................................................................ 22
2.1.4. Faktor-Faktor yang memengaruhi perilaku agresi ............................. 16
2.2. Kecerdasan Emosi .......................................................................................... 23
2.2.1. Definisi kecerdasan emosi ................................................................. 23
2.2.2. Dimensi kecerdasan emosi ................................................................. 24
2.2.3. Pengukuran kecerdasan emosi ........................................................... 25
2.3. Konformitas Teman Sebaya ........................................................................... 27
2.3.1. Definisi konformitas teman sebaya .................................................... 27
2.3.2. Dimensi konformitas .......................................................................... 28
2.3.3. Pengukuran konformitas .................................................................... 31
2.4. Persepsi Parenting Practices.......................................................................... 32
2.4.1. Definisi persepsi parenting practices ............................................... 32
2.4.2. Dimensi parenting practices ............................................................ 34
2.4.3. Pengukuran parenting practices ....................................................... 35
2.6. Kerangka Berpikir .......................................................................................... 37
2.6.1. Kecerdasan emosi dalam perilaku agresi ........................................ 37
xi
2.6.2. Konformitas teman sebaya dalam perilaku agresi ........................... 37
2.6.3. Persepsi parenting practices dalam perilaku agresi ......................... 38
2.6.4. Hubungan kecerdasan emosi, konformitas teman sebaya, dan
Pesepsi parenting pactices terhadap perilaku agresi ....................... 39
2.7. Hipotesis Penelitian ........................................................................................ 42
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ..................................... 44
3.2. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ................................................ 44
3.3. Instrumen Penelitian ....................................................................................... 46
3.4. Prosedur Pengujian Alat Ukur ........................................................................ 51
3.4.1. Uji validitas konstruk ....................................................................... 51
3.4.2. Hasil uji validitas konstruk perilaku agresi ...................................... 52
3.4.3. Hasil uji validitas konstruk kecerdasan emosi ................................. 54
3.4.4. Hasil uji validitas konstruk konformitas teman sebaya.................... 58
3.4.5. Hasil uji validitas konstruk persepsi parenting practices ................ 61
3.5 Metode Analisis Data .................................................................................... 67
BAB 4 HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Responden ........................................................................ 70
4.2. Analisis Deskriptif ......................................................................................... 70
4.2.1. Kategorisasi variabel ........................................................................ 72
4.3. Uji Hipotesis Penelitian ................................................................................. 74
4.3.1. Pengujian proporsi varians masing-masing independent
variabel ............................................................................................ 80
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
5.1. Kesimpulan .................................................................................................... 83
5.2. Diskusi ........................................................................................................... 84
5.3. Saran ............................................................................................................... 87
5.3.1. Saran metodologis .............................................................................. 88
5.3.2. Saran praktis ....................................................................................... 88
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 90
LAMPIRAN .............................................................................................................. 93
xii
DAFTAR TABEL
Table 3.1 Blueprint skala Perilaku Agresi .............................................................. 27
Table 3.2 Blueprint skala Kecerdasan Emosi........................................................... 28
Table 3.3 Blueprint skala Konformitas Teman Sebaya............................................ 29
Table 3.4 Blueprint skala Persepsi Parenting Practices .......................................... 29
Table 3.5 Muatan Faktor Item Perilaku Agresi ........................................................ 32
Table 3.6 Muatan Faktor Item Emotional Awareness .............................................. 33
Table 3.7 Muatan Faktor Item Emotional Management .......................................... 34
Table 3.8 Muatan Faktor Item Social Emotional Awareness ................................... 35
Table 3.9 Muatan Faktor Item Relationship Management ....................................... 36
Table 3.10 Muatan Faktor Item Konformitas Compliance ........................................ 37
Table 3.11 Muatan Faktor ItemKonformitas Acceptance .......................................... 38
Table 3.12 Muatan Faktor Item Involvement with Parents ........................................ 38
Table 3.13 Muatan Faktor Item Positive Parenting ................................................... 38
Table 3.14 Muatan Faktor Item Monitorng................................................................ 38
Table 3.15 Muatan Faktor Item Corporal Punishment .............................................. 38
Table 3.16 Muatan Faktor Item Consistency Discipline ............................................ 38
Tabel 4.1 Distribusi Skor Variabel Keseluruhan Responden ................................... 42
Tabel 4.2 Pedoman Interpretasi Skor Variabel ........................................................ 44
Tabel 4.3 Kategorisasi Skor Variabel Keseluruhan Responden .............................. 44
Tabel 4.4 Tabel R-square ......................................................................................... 46
Tabel 4.5 Tabel Anova ............................................................................................. 47
Tabel 4.6 Tabel Koefisien Regresi ........................................................................... 48
Tabel 4.7 Proporsi Varians untuk masing-masing Independent Variable ............... 51
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir ....................................................................... 41
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat izin Penelitian ................................................................................ 63
Lampiran 2 Kuesioner penelitian ............................................................................... 64
Lampiran 3 Analisis Faktor Konfirmatorik................................................................ 72
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perilaku agresi yang terjadi di kalangan remaja akhir-akhir ini menunjukkan
gejala yang memprihatinkan, secara kualitas maupun kuantitas telah terjadi
loncatan yang begitu tajam. Tindak agresi yang dilakukan bukan hanya terjadi
secara insidental atau musiman, melainkan sudah menjadi kebiasaan bahkan
sudah direncanakan. Bentuk perilaku agresi amatlah beragam, mulai dari
perkelahian antar sekolah, merusak fasilitas umum, merampok, melakukan tindak
pembunuhan, dan parahnya lagi sat ini, banyak remaja yang melakukan tindak
pemerkosaan.
Hampir setiap acara pemberitaan di koran, televisi ataupun media
elektronik lainnya, ada saja berita yang mengabarkan berbagai kasus
pembunuhan, penganiayaan, pemerkosaan dan ternyata pelaku kasus-kasus
tersebut adalah remaja. Dengan kata lain, saat ini sudah banyak remaja
menunjukkan perilaku agresi, tidak hanya dengan menyakiti ataupun melukai,
tetapi sampai berani mengambil nyawa orang lain.
Bentuk perilaku agresi bisa juga dengan merusak sarana atau prasarana
yang ada. Pemicu umum dari perilaku agresi tersebut adalah ketika seseorang
mengalami satu kondisi emosi tertentu, yang sering terlihat adalah emosi marah.
Perasaan marah berlanjut pada keinginan untuk melampiaskannya dalam bentuk
tertentu dan dalam objek tertentu (Sarwono dan Meinarno, 2009). Sedangkan
2
faktor yang menyebabkan terjadinya perilaku agresif pada remaja yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi: frustasi, gangguan
pengamatan, dan tanggapan remaja, gangguan berpikir dan intelegensi remaja,
serta gangguan perasaan atau emosional remaja, sedangkan faktor eksternal
meliputi faktor keluarga, sekolah, dan lingkungan (Kartono, 2011).
Kasus-kasus yang berhubungan dengan perilaku agresi remaja, antara lain
seperti aksi kekerasan yang dampaknya bisa sampai kepada tindak kriminalitas.
Aksi kekerasan ini bsia berlangsung dimana saja, seperti di jalan-jalan dekat
dengan tempat anak sekolah berkumpul. Aksi kekerasan tersebut bisa berupa
kekerasan verbal, seperti mencaci maki, dan juga bisa berbentuk kekerasan fisik,
seperti memukul, menendang, dan sebagainya.
Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan kenakalan dan kriminalitas
remaja di Indonesia mulai dari kekerasan fisik, kekerasan seksual dan kekerasan
psikis meningkat. Pada tahun 2007, tercatat sebanyak 3.145 remaja usia ≤ 18
tahun menjadi pelaku tindak kriminal, tahun 2008 meningkat menjadi 3.280
remaja, dan di tahun 2009 mencapai angka 4.123 remaja (BPS, 2010).
Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan jumlah
kekerasan antar siswa telah meningkat setiap tahunnya. Sepanjang tahun 2012
terjadi 147 kasus kekerasan yang menewaskan 17 siswa di seluruh Indonesia,
pada tahun 2013 terjadi 255 kasus kekerasan yang menewaskan 20 siswa, pada
tahun 2014 kasus kekerasan meningkat sekitar 10 %, dan pada tahun 2015
meningkat lagi di angka 12-18 % kasus kekerasan yang dilakukan oleh remaja.
3
Polda Metro Jaya mencatat selama Januari hingga Juli 2015, kasus
tawuran yang terjadi di wilayah Provinsi DKI Jakarta mencapai 63 kejadian. Dari
jumlah tersebut, kasus tawuran tertinggi ada di Jakarta Timur yang mencapai 26
kasus. Disusul oleh Jakarta Selatan ada 13 kasus tawuran, kemudian di Jakarta
Barat dan Jakarta Pusat masing-masing delapan tawuran serta dua kasus di
Jakarta Utara. Sisanya, enam kasus terjadi di daerah sekitar Jakarta yakni Banten,
Tangerang, Depok, dan Bekasi.
Ketua Satuan Tugas (Satgas) Pelajar jumlah kasus tawuran di wilayah
bogor selama tahun ajaran 2011-2012 meningkat sebanyak 95%, Aksi tawuran di
Kota Bogor didominasi oleh siswa SMK dengan sesama sekolah kejuruan lain
(Antara, 2012). Tawuran yang dilakukan oleh dua sekolah di Bogor, yakni SMK
Bhakti Taruna dan SMK YZA 2 juga menyebabkan korban meninggal dunia dan
kerusakan pada sarana dan prasarana (Harto, 2013).
Kepolisian Resor Bogor Kota mencatat angka kasus tawuran di Kota
Bogor mengalami peningkatan. Data terakhir menyebutkan, sejak 2014 tawuran di
Kota Bogor mengakibatkan empat orang korban tewas. Kapolres Kota Bogor,
Ajun Komisaris Besar Polisi Andri Herindra merinci, pada 2014 terjadi 63 kasus
tawuran dan 1 orang dinyatakan meninggal dunia. Angka kasus tawuran
meningkat di 2015 mencapai 76 kasus dan dua orang meninggal (Irfan, 2016).
Perilaku agresi remaja yang saat ini mengkhawatirkan baik untuk orang
tua, maupun untuk guru-guru di sekolah, yaitu perilaku bullying. Menurut Griffin
dan Gross (2007) bullying merupakan jenis perilaku agresi yang biasanya terjadi
di sekolah. Plan Indonesia melakukan survei perihal perilaku bullying di sekolah.
4
Survei dilakukan di Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, dan Bogor dengan melibatkan
1.500 siswa SMA dan 75 guru. Hasil survei menunjukkan bahwa 67,9% siswa
menganggap di sekolahnya pernah terjadi kasus kekerasan berupa perilaku
bullying, bisa dengan bentuk verbal, psikologi, dan juga fisik. Pelaku kekerasan
pada umumnya adalah teman, kakak kelad, ataupun adik kelas, guru, dan kepala
sekolah. Sementara itu, 27,9 % siswa SMA mengaku pernah ikut terlibat
melakukan perilaku bullying, dan 25,4 % siswa SMA memilih untuk diam jika
mengetahui terjadi tindak kekerasan di sekolah.
Dengan melihat banyaknya pemberitaan mengenai kasus remaja yang
menunjukkan perilaku agresi, maka peneliti memilih perilaku agresi sebagai tema
dalam penelitian ini.
Perilaku agresi yang dilakukan dalam jangka waktu yang lama bisa
menimbulkan dampak pada perkembangan kepribadian. Pihak yang nantinya
bertanggung jawab dalam hal ini adalah keluarga. Keluarga adalah lingkungan
pertama yang menentukan perilaku remaja. Pola asuh orang tua mereka yang telah
diterapkan pada diri mereka memiliki pengaruh dalam perkembangan remaja.
Dimulai dari belajar berbicara sampai kepada mengenal berbagai norma yang
harus patuhi.
Perilaku agresi juga dapat dipengaruhi oleh kecerdasan emosi. Hal ini
dibuktikan dengan adanya sebuah pelatihan untuk meningkatkan kecerdasan
emosi dan hal itu menyebabkan berkurangnya agresi (Saadi, 2012). Mosket dan
Sorensen menemukan bahwa tingkat kecerdasan emosional yang lebih rendah
berkorelasi dengan skor agresi yang lebih tinggi (Moskat & Sorensen, 2012).
5
Perilaku agresi juga dapat bisa dipengaruhi oleh konformitas kelompok.
Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa siswa yang terlibat tawuran memiliki
konformitas pada kelompok lebih tinggi (Kurniawan, 2007). Santrock juga
menyatakan bahwa konformitas terhadap teman sabaya dapat menjadikan remaja
lebih positif, bahkan sangat negatif perilakunya (Santrock, 2003).
Pada awal remaja, terdapat dorongan yang kuat dari dalam diri remaja
untuk dapat diterima oleh kelompok teman sebaya. Tidak jarang pula untuk
memenuhi hal itu mereka akan menunjukkan konformitas terhadap tuntutan dari
kelompok. Konformitas ini muncul ketika individu meniru sikap atau tingkah laku
orang lain, dikarenakan ada tekanan dari teman sebayanya, dan tekanan ini
menjadi sangat kuat pada masa awal remaja (Santrock, 2003).
Penelitian yang dilakukan oleh Mazfsky dan Farrel (2005) menunjukkan
bahwa parenting practices menjadi salah satu faktor yang memengaruhi perilaku
agresi pada remaja. Dalam penelitian ini parenting practices yang buruk berkaitan
dengan tingginya perilaku agresi remaja. Parenting practices yang buruk
membuat seorang remaja jadi berperilaku agresi. Penelitian Griffin, et. al. juga
menunjukkan bahwa kurangnya parenting practices berkaitan dengan perilaku
negatif remaja (Griffin, Botvin, Scheier, & Diaz, 2000).
Perilaku agresi banyak dipengaruhi oleh faktor psikologis baik yang
berasal dari dalam diri individu, maupun yang berasal dari luar diri individu itu.
Dalam penelitian ini, peneliti akan melihat bagaimana pengaruh dari kecerdasan
emosi, konformitas teman sebaya, persepsi parenting practices, terhadap perilaku
agresi pada remaja.
6
1.2 Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah
1.2.1 Pembatasan masalah
Masalah yang akan menjadi fokus peneliti adalah pengaruh kecerdasan emosi,
konformitas teman sebaya, dan persepsi parenting practices terhadap perilaku
agresi pada remaja. Batasan penelitian, yaitu sebagai berikut:
1. Perilaku agresi yang dimaksud dalam penelitian ini berdasarkan pada
definisi menurut Buss dan Perry (1992) adalah perilaku yang dilakukan
untuk menyakiti, mengancam, atau membahayakan individu, maupun
objek yang menjadi sasaran perilaku tersebut, baik secara fisik atau verbal,
langsung ataupun tidak langsung. Buss dan Perry juga mengatakan bahwa
terdapat empat bentuk perilaku agresi yang mewakili komponen perilaku
manusia, yaitu komponen motorik, afektif, dan kognitif.
2. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMK yang berusia 15 – 18
tahun di wilayah Kota Bogor.
3. Kecerdasan emosi yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori
kecerdasan emosi milik Salovey dan Mayer (1999) yang menjelaskan
kecerdasan emosi dilihat dari empat dimensi, yaitu emotional awareness,
emotional management, social emotional awareness, dan relationship
management.
4. Konformitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah konformitas yang
berkaitan dengan teman sebaya. Terdiri dari dua dimensi, yaitu konfomitas
compliance dan konformitas acceptance.
7
5. Parenting practices yang digunakan dalam penelitian ini adalah parenting
practices yang telah dipersepsikan oleh anak. Terdiri dari lima dimensi,
diantaranya adalah involvement with parents, positive parenting,
monitoring, corporal punishment, dan consistency in the use of such
discipline.
6. Sampel pada penelitian ini adalah remaja Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) di wilayah Kota Bogor berjumlah 193 siswa.
1.2.2 Perumusan masalah
Dengan melihat uraian yang terdapat di latar belakang, peneliti merumuskan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah ada pengaruh signifikan faktor kecerdasan emosi, konformitas
teman sebaya, dan persepsi parenting practices terhadap perilaku agresi
remaja?
2. Seberapa besar proporsi varian dari variabel perilaku agresi remaja yang
dapat secara bersama-sama diprediksi oleh variabel kecerdasan emosi,
konformitas teman sebaya, dan persepsi parenting practices?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui adanya pengaruh yang signifikan dari variabel kecerdasan
emosi, konformitas teman sebaya, dan persepsi parenting practices
terhadap perilaku agresi pada remaja.
2. Mengetahui besar sumbangan variabel kecerdasan emosi, konformitas
teman sebaya, dan persepsi parenting practices terhadap perilaku agresi.
8
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat berupa:
Manfaat teoretis yaitu penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi bagi perkembangan ilmu psikologi, khususnya untuk psikologi
perkembangan.
Manfaat praktis yaitu penelitian ini dapat bermanfaat bagi masyarakat,
khususnya orang tua yang saat ini memiliki anak usia remaja, supaya mereka
mengetahui faktor-faktor apa saja yang membuat remaja berperilaku agresi, dan
nantinya orang tua jugalah yang akan meminimalisir faktor-faktor tersebut supaya
anak tidak berperilaku agresi.
10
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. Perilaku Agresi
2.1.1. Definisi perilaku agresi
Menurut Baron dan Byrne (2005), agresi merupakan tingkah laku yang
diarahkan kepada orang lain dengan tujuan menyakiti makhluk hidup lain yang
ingin menghindari perilaku semacam itu (Baron & Byrne, 2005). Sedangkan
yang lainnya berpendapat bahwa agresi adalah suatu tindakan yang diniatkan
untuk menyakiti orang lain (Taylor, Peplau, & Sears, 2009).
Michener (2004) mendefinisikan agresi sebagai perilaku yang bisa
menyakiti orang lain. Jika dilihat lebih jauh mengenai niat dari pelaku melakukan
perilaku agresi, maka agresi dapat diartikan sebagai perilaku yang mengaja
dilakukan untuk menyakiti atau juga merugikan orang lain (Michener, Delamater,
& Myers, 2004). Kerugian dalam hal ini bisa bersifat fisik, psikologis, atau sosial.
Myers (2002) juga mengatakan bahwa yang dimaksud dengan perbuatan agresif
adalah perilaku fisik ataupun lisan yang sengaja dilakukan dengan maksud untuk
menyakiti atau merugikan orang lain.
Agresi adalah setiap perilaku yang diarahkan pada orang lain secara
langsung, dilakukan dengan maksud untuk menyakiti. Sebelum melakukan hal
tertentu, pelaku harus yakin bahwa perilaku tersebut akan merugikan dan orang
lain jadi termotivasi untuk menghindari perilaku tersebut (Anderson dan
Bushman, 2002).
11
Geen (2009) berpendapat bahwa ada dua perbedaan definisi agresi.
Pertama, berbeda antara perilaku menyakiti dan niat menyakiti. Agresi disini
didefinisikan sebagai tindakan yang dimaksud untuk menyakiti orang lain.
Perbedaan yang kedua adalah agresi antisosial dan agresi prososial. Agresi
dianggap sebagai tindakan buruk, namun ternyata ada perilaku agresi yang
sifatnya baik. Tindakan agresi yang ditetapkan oleh norma sosial dan karenanya
dianggap prososial, tindakan ini seperti menegakkan hukum dan menegakkan
kedisiplinan. Sedangkan tindakan kriminal yang merugikan orang lain adalah
tindakan yang melanggar norma sosial, dan karenanya itu merupakan tindakan
antisosial.
Menurut Buss (1992), perilaku agresi adalah suatu perilaku yang
dilakukan untuk menyakiti, mengancam, atau membahayakan individu maupun
objek yang menjadi sasaran perilaku tersebut, baik secara fisik ataupun verbal,
langsung ataupun tidak langsung.
2.1.2. Teori dan dimensi perilaku agresi
Baron dan Byrne (2005) mengemukakan bahwa teori agresi memberi gambaran
bagaimana perilaku agresi itu muncul. Pendekatan yang digunakan untuk
menjelaskan bagaimana kemunculan perilaku agresi ini terdiri dari empat, yaitu
teori genetik, lingkungan, kognitif, dan afektif.
1. Genetik
Teori ini menyatakan bahwa kekerasan manusia berasal dari kecenderungan
bawaan (yang diturunkan) untuk bersikap agresi kepada orang lain.
Pendukung yang paling terkenal dari teori ini adalah Sigmund Freud. Sigmund
12
Freud berpendapat bahwa agresi utamanya timbul dari keinginan untuk mati
yang kuat, yang dimiliki oleh sebagian besar orang. Menurut Freud, insting
untuk berperilaku agresi awalnya memiliki tujuan self-destruction tetapi
segera arahnya diubah keluar, kepada orang lain.
Pendapat lain diungkapkan oleh Konrad Lorenz, ia berpendapat bahwa
agresi muncul terutama dari insting berkelahi (fighting instinct) yang dimiliki
oleh manusia dan makhluk lainnya. Insting ini berkembang selama terjadinya
evolusi karena hal tersebut menolong untuk memastikan bahwa hanya
individu yang paling kuat dan paling hebat lah yang akan menurunkan gen
mereka pada generasi berikutnya.
2. Lingkungan
Agresi merupakan perilaku yang disebabkan oleh faktor lingkungan. Agresi
adalah reaksi terhadap stimulus lingkungan. Perilaku tersebut berupa:
a. Frustasi agresi klasik
Pandangan bahwa agresi muncul terutama dari suatu dorongan (drive)
yang ditimbulkan oleh faktor-faktor eksternal untuk menyakiti orang lain.
Pendekatan ini direfleksikan dalam berbagai teori dorongan (drive
theories) atas agresi. Teori ini dikenal dengan teori frustasi agresi.
Menurut pandangan ini, frustasi mengakibatkan terangsangnya suatu
dorongan yang tujuan utamanya dalah menyakiti orang atau objek,
terutama yang dipersepsikan sebagai penyebab frustasi.
13
b. Belajar sosial
Teori belajar sosial menekankan pada faktor yang menimbulkan agresi
berasal dari luar. Tokoh utama teori belajar sosial adalah Albert Bandura.
Menurut Bandura, perilaku agresi dipelajari model yang dilihat di
lingkungan sosial, baik dalam keluarga, masyarakat ataupun media massa.
Selain belajar sosial dan modeling, reward dan spunishment juga
menjadi faktor yang bisa memperkuat munculnya agresi. Seseorang yang
mendapatkan reward dengan agresi tentunya dia akan mengulanginya lagi
di kesempatan lain.
3. Kognitif
Agresi menurut pendekatan kognitif adalah hasil pengolahan informasi di
bagian kognisi. Proses kognisi yang menimbulkan agresi adalah terdapat
kesalahan melakukan kategorisasi dan distribusi.
Teori kognitif yang lebih memberikan gambaran agresi adalah teori
excitation transfer. Teori ini menjelaskan bahwa agresi muncul karena
interpretasi terhadap stimulus atau kejadian interpretasi atau atribusi sebagai
awal dari sebuah kecelakaan atau kerugian. Sebaliknya kalau suatu kejadian
menimpa seseorang diinterpratasikan sebagai hal yang belum terlalu
berbahaya, maka tidak akan memunculkan agresi.
4. Afektif
Teori General Affective Aggression Model adalah teori yang mencoba
menjelaskan agresi dari sisi internal maupun eksternal. Menurut teori ini,
agresi akan muncul bila kondisi-kondisi yang berperan, muncul secara
14
bersamaan. Kondisi tersebut adalah faktor internal sebagai individu
differences, yang meliputi kekerasan, skill atau pengetahuan dan kemampuan
berkelahi dan bersenjata. Sedangkan faktor eksternal meliputi situasi-situasi
yang mendatangkan frustasi seperti serangan dari pihak lain, munculnya
model atau provokator, keberadaan pencetus dan ketidaknyamanan yang
dirasakan subjektif.
Menurut Papalia dan Olds (2009), perilaku agresi dibagi menjadi dua
bentuk, yaitu: instrumental aggression dan hostile aggression. Instrumental
aggression diartikan sebagai perilaku agresi yang digunakan untuk mencapai
suatu tujuan, perilaku ini umumnya terjadi pada anak usia dini. Misalnya, anak
memperebutkan mainan temannya untuk tujuan mendapatkan mainan tersebut,
bukan untuk menyakiti anak lain. Instrumental aggression tidak bersifat merusak,
biasanya bersifat proaktif atau re-aktif. Sedangkan hostile aggression dapat
diartikan sebagai tindakan yang ditunjukkan untuk menyakiti orang lain dan juga
merusak sarana ataupun prasarana yang ada secara sengaja. Bentuk agresi lainnya
yakni affective aggression. Agresi ini merupakan bentuk repson emosional
terhadap sasaran yang dipersepsikan sebagai sumber ketidaknyamanan atau
dianggap sebagai sumber bahaya. Bentuk agresi seperti ini bisa digantikan
objeknya kepada orang lain yang sebenarnya tidak bersalah.
Biasanya perilaku agresi ini akan meningkat pada masa anak usia 0 sampai
8 tahun, lalu menurun. Bila anak tidak belajar mengendalikan perilaku agresinya,
maka perilaku tersebut cenderung akan meingkat menjadi perilaku destruktif. Hal-
hal lain yang juga perlu dievaluasi selain niat dibalik perilaku agresi adalah
15
kondisi sebelum perilaku tersebut terjadi, bentuk dan intensitas dari perilaku
agresi tersebut, seberapa besar luka yang diakibatkan, serta bagaimana peran dari
korban dan pelaku.
Buss dan Perry (1992) mengatakan bahwa ada empat bentuk perilaku
agresi. Keempat bentuk perilaku agresi ini mewakili komponen perilaku manusia,
yaitu komponen motorik, afektif, dan kognitif.
1. Perilaku agresi fisik: Merupakan komponen dari perilaku motorik seperti
melukai/menyakiti orang lain secara fisik, misalnya menyerang dan memukul.
2. Perilaku agresi verbal: Merupakan komponen motorik seperti melukai dan
menyakiti orang lain, hanya saja melalui verbalisasi, misalnya berdebat,
menunjukkan ketidaksukaan dan ketidasetujuan kepada orang lain.
3. Perilaku agresi marah (anger): Merupakan bentuk afektif seperti perasaan tidak
senang sebagai reaksi fisik atau cedera fisik /psikis yang diderita individu,
misalnya kesal, hilang kesabaran/ketidakmampuan mengontrol rasa marah.
4. Perilaku agresi permusuhan (hostility): Merupakan komponen dari perilaku
kognitif seperti perasaan benci dan curiga kepada orang lain, iri hati, serta
merasa kehidupan yang dialami itu tidak adil.
Terdapat empat dimensi dari perilaku agresi (Buss dan Perry, 2002), yaitu:
a. Agresi fisik, merupakan komponen perilaku motorik, seperti melukai dan
menyakiti ornag lain secara fisik.
b. Agresi verbal, merupakan komponen motorik, seperti melukai dan menyakiti
orang lain melalui verbalitas.
16
c. Agresi marah, merupakan emosi afektif, seperti munculnya kesiapan psikologis
untuk bersikap agresi, misalnya kesal, hilang kesabaran, dan tidak mampu
mengontrol rasa marah.
d. Agresi prasangka, meliputi komponen afektif, seperti benci, dan curiga pada
orang lain, iri hati dan merasa tidak adil dalam kehidupan.
Geen (2009) juga berpendapat mengenai dimensi dari perilaku agresi ini.
Geen membagi perilaku agresi ke dalam dua bentuk dimensi, yakni:
a. Agresi langsung (direct aggression) yaitu perilaku agresi yang dilakukan
secara terang-terangan, ditujukan secara langsung kepada korban dan dengan
jelas berasal dari aggressor (serangan terbuka). Agresi secara langsung dibagi
menjadi dua jenis, yaitu:
1. Fisik, seperti memukul, menendang, mendorong, menjambak,
menonjok, merusak/mengambil paksa barang orang lain.
2. Verbal, seperti meledek, menghina dengan perkataan, mengancam
dengan perkataan, pemberian nama ejekan, dan memaki.
b. Agresi tidak langsung (indirect aggression), yaitu perilaku agresi yang
dilakukan dengan serangan yang tertututp atau bisa dibilang tersamarkan,
dimana penyerang dapat menyakiti korban tanpa terindikasi oleh korban atau
orang lain. Serangan ini biasanya memakai struktur sosial yang tersedia untuk
menyakiti korban. Agresi ini dibagi menjadi tiga bentuk, yaitu:
1. Merusak reputasi/status sosial: menyebarkan pemberitaan tidak benar,
menjelek-jelekan target (tanpa diketahui target), memfitnah, dan
menyebarkan rahasia target.
17
2. Merusak/memanipulasi hubungan: mengeluarkan target dari
kelompok, mengucilkan, menghasut teman lain untuk memusuhi
target, mengamcam/menjauhi target jika tidak melakukan apa yang
diminta.
3. Ekspresi wajah yang menghina (non verbal), seperti mencibirkan
bibir, memandang sinis, memunculkan ekspresi jijik atau muak.
Dari berbagai dimensi yang dikemukakan oleh para tokoh, peneliti
memilih dimensi yang dikemukakan oleh Buss dan Perry (2002) untuk dijadikan
dimensi dalam mengukur perilaku agresi di penelitian ini.
2.1.3. Alat ukur perilaku agresi
Terdapat beberapa alat ukur yang biasa digunakan untuk melihat seberapa tinggi
perilaku agresi dari individu.
1. Aggressive Questioner (AQ) disusun oleh Buss dan Perry (1992). Alat ukur
perilaku agresi ini berisikan pernyataan dengan model skala likert yang akan
menggukur empat dimensi dari perilaku agresi, yakni agresi fisik, agresi
verbal, rasa marah, dan permusuhan. Dalam skala AQ ini terdapat 29
penyataan.
2. Aggressive Scale (AS) dikembangkan oleh Crick (1996). Skala ini terdiri dari
15 item yang meliputi aspek agresi terbuka, agresi relasional, dan agresi
prososial. Skala ini menggunakan skala likert dengan empat pilihan jawaban,
mulai dari nilai 1 untuk penyataan yang dijawab sangat tidak setuju, sampai
kepada nilai 4 untuk pernyataan yang dijawab sangat setuju.
18
3. The Problem Behavior Frequency Scale merupakan alat ukur perilaku agresi
yang dibuat oleh Mazefsky dan Farell (2005). Alat ukur ini terdiri dari 15
pernyataan yang menilai seberapa sering seorang anak terlibat dalam perilaku
agresi, baik agresi fisik maupun agresi verbal.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan Aggressive Questionnaire
(AQ) untuk mengukur perilaku agresi remaja. Hal ini dikarenakan Aggressive
Questionnaire (AQ) sesuai dengan teori yang peneliti gunakan pada penelitian ini.
2.1.4 Faktor-Faktor yang memengaruhi perilaku agresi
Banyak faktor yang memengaruhi seseorang untuk berperilaku, begitu pula
dengan perilaku agresi. Perilaku agresi ini bisa jadi dipengaruhi oleh sesuatu yang
ada di dalam diri individu (internal) dan bisa juga berasal dari luar individu itu
sendiri (eksternal). Menurut General Aggression Model (GAM), terdapat dua
faktor yang memengaruhi perilaku agresi, yaitu person dan situasi (Anderson dan
Bushman, 2002).
1. Person (internal)
a. Trait: memengaruhi perilaku agresi seseorang. Penelitian baru-baru ini
menemukan tipe seseorang yang memiliki perilaku agresi yang rentan
kepada atribusi hostile atau permusuhan, persepsi dan harapan bias. Selain
itu penelitian terbaru menemukan self-esteem yang tinggi menyebabkan
individu memiliki perilaku agresi yang tingi pula. Khususnya individu
yang memiliki self-esteem yang tidak stabil atau berlebihan, membuat
seseorang jadi narsistik dan senderung mudah marah.
19
b. Gender: Pria dan wanita memiliki perbedaan dalam perilaku agresi. Di
Amerika, rasio pembunuhan yang dilakukan oleh pria adalah 10 : 1 jika
dibandingkan dengan wanita. Pria lebih signifikan berperilaku agresi
dibandingkan dengan wanita. Pria cenderung terlibat dalam perilaku agresi
langsung, sementara wanita cenderung terlibat dengan perilaku agresi
tidak langsung.
c. Belief: Keberhasilan yang berhubungan dengan beliefs atau kepercayaan
itu sangatlah penting. Seseorang yang yakin bahwa ia dapat sukses
menimbulkan perilaku agresi (self-efficacy) dan perilaku tersebut
menghasilkan “desired outcome” atau “outcome efficacy”, dimana ia
memiliki pilihan untuk berperilaku agresi dibanding dengan orang yang
tidak percaya diri. Perilaku agresi memiliki hubungan yang signifikan
dengan beliefs yang diprediksi terhadap perilaku agresi.
d. Attitude: merupakan evaluasi menyeluruh terhadap diri individu, orang
lain, objek dan isu tertentu. Individu yang sering melakukan kekerasan
cenderung akan melakukan tindakan agresi.
e. Values: merupakan kepercayaan tentang bagaimana seseorang harus
bersikap. Umumnya, kekerasan terjadi karena konflik interpersonal.
Seperti sistem nilai agama di Amerika bagian Selatan dan Barat, dimana
menghina pemuka agama harus dibalas dengan kekerasan. Begitu juga
yang terjadi kelompok muda dimana kekerasan merupakan tanda dari
penghormatan atau kepedulian dengan kelompok.
20
2. Situasi
a. Aggressive cues: Aggressive cues merupakan objek taraf pertama yang
berhubungan dengan konsep memori. Berkowitz (1995) menemukan
bahwa kehadiran objek tertentu bisa meningkatkan perilaku agresi. Hal
lain yang juga bisa meningkatkan perilaku agresi adalah tayangan di
televisi yang memperlihatkan kekerasan dan juga video games.
b. Provocation: Provokasi merupakan penyebab dari perilaku agresi yang
dilakukan seseorang. Provokasi termasuk di dalamnya ancaman ringan,
agresi verbal, agresi fisik, dan lainnya.
c. Frustration: Frustasi dapat didefinisikan sebagai hambatan dalam
mencapai tujuan. Frustasi dapat menghasilkan perilaku agresi karena
umumnya perilaku agresi tidak pernah terjadi tanpa frustasi. Frustasi
dapat memengaruhi kognisi, afeksi, dan keterangsangan.
d. Pain and discomfort: Kondisi aversive seperti suhu panas, suara keras,
dan bau yang tidak sedap menjadi penyebab menigkatnya perilaku agresi.
e. Drugs: Alkohol dan obat-obatan terlarang juga memiliki kontribusi
terhadap peningkatan perilaku agresi.
Faktor yang juga turut memengaruhi munculnya perilaku agresi adalah:
1. Teman sebaya
Menurut Myers (2005) perilaku agresi lebih banyak dilakukan oleh individu
yang berkelompok. Keadaan yang dapat memprovokasi individu dan juga
memprovokasi kelompok. Perilaku agresi yang dilakukan secara berkelompok
21
akan memperkuat tindakan perilaku agresi tersebut, dikarenakan adanya
pembagian tanggung jawab.
Berkowitz (1993) menyatakan bahwa anak yang tumbuh di lingkungan
dimana banyak teman sebayanya yang melakukan tindakan agresi, maka anak
tersebut akan melakukan hal yang sama dengan teman-temannya, karena
mereka ingin juga diterima serta dihargai dalam kelompok teman sebayanya.
2. Kecerdasan emosi
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Mosket dan Sorensen (2012)
membuktikan bahwa tingkat kecerdasan emosi yang lebih rendah ternyata
berkorelasi dengan tingkatan agresi yang lebih tinggi. Di Indonesia sendiri
peelitian serupa dilakukan oleh Lasmini dan Safitri, hasilnya sama dengan
penelitian sebelumnya, yakni terdapat hubungan yang negatif antara agresi
dengan kecerdasan emosi, agresi yang semakin tinggi mengungkapkan bahwa
kecerdasan emosional rendah.
2.2 Kecerdasan Emosi
2.2.1 Pengertian kecerdasan emosi
Emosi berasal dari bahasa latin yakni “movere” artinya bergerak menjauh,
dimaksud dengan kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi
(Goleman, 2005). Emosi adalah suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu
keadaan fisiologis, biologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak.
Emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu.
Misalnya emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang, sehingga
22
secara fisiologis terlihat ia tertawa, sedangkan emosi sedih mendorong seseorang
untuk menangis.
Goleman menyatakan bahwa kecerdasan emosi yakni kemampuan
mengatur kehidupan emosinya dengan intelegensi, menjaga keselarasan emosi
dan pengungkapannya melalui kemampuan seperti motivasi diri dan bertahan
dalam menghadapi frustasi, mengendalikan diri, mengontrol mood orang lain, dan
mampu menenangkan pikiran dari keadaan yang sukar, untuk empati dan berharap
(Goleman, 2005)Sedangkan Mayer dan Salovey (1999) mendefinisikan
kecerdasan emosi sebagai kemampuan untuk membantu perasaan dan emosi diri
dan orang lain, untuk membedakan serta mengendalikan dari pikiran dan
perilakunya (Papadogiannis, Logan, & Sitarenios, 2009).
2.2.2 Dimensi kecerdasan emosi
Menurut Goleman, kecerdasan emosi dapat didefinisikan dalam empat dimensi:
1. Self-awareness yaitu kemampuan manusia untuk secara akurat memahami
diri sendiri dan tetap sadar terhadap diri ketika emosi muncul, termasuk tetap
mempertahankan cara manusia dapat merespon situasi tertentu dan orang-
orang tertentu di dalamnya terdaat kesadaran emosi (emotional awareness),
penilaian diri yang akurat (accurate self-assessment), dan kepercayaan diri
(self-confidence)
2. Social awareness adalah kemampuan manusia untuksecara tepat menangkap
emosi orang lain dan mengerti apa yang benar-benar terjadi, dapat diartikan
memahami apa yang orang lain pikirkan dan rasakan meskipun tidak
merasakan yang sama, di dalamnya terdapat empati, orientasi pelayanan
23
(service orientation), dan kesadaran berorganisasi (organizational
awareness).
3. Self-management adalah kemampuan untuk menggunakan kesadaran emosi
manusia untuk tetap fleksibel dan secara positif mengarahkan perilaku diri
manusia itu sendiri, yang berarti mengelola reaksi emosi manusia itu sendiri
kepada semua orang dan situasi, di dalamnya terdapat kontrol emosi diri
(emotional self-control), dapat dipercaya (trustworthiness), teliti
(conscientiousness), kemampuan beradaptasi (adaptibility), dan dorongan
berprestasi (achievement drive)
4. Relationship management adalah kemampuan untuk menggunakan
kesadaran emosi manusia dan emosi orang lain untuk mengelola interaksi
yang berhasil, termasuk berkomunikasi dengan jelas dan efektif untuk
mengatasi konflik, yang di dalamnya terdapat memajukan orang lain
(developing others), dapat memengaruhi (influence), komunikasi
(communication), manajemen konflik (conflict management), dapat
memimpin (visionary leadership), catalyzing change, membangun ikatan
(building bonds), kerjasama dan berkolaborasi (teamwork and collaboration).
2.2.3 Pengukuran kecerdasan emosi
Alat ukur kecerdasan emosi yang pertama adalah Bar-On’s EQ-I (Bar-On, 1997).
Instrumen ini berbentuk self-report yang didesain untuk kualitas personal
“emotional well-being” dan bebas budaya. EQ-I telah digunakan untuk menilai
ribuan individu dengan reliabilitas sebesar 6,21. Dan saat ini, EQ-I dikenal dalam
24
memprediksi validitas di situasi kerja, salah satunya yang paling sukses dan sering
digunakan pada perekrutan karyawan di US.Air Force.
Alat ukur kecerdasan emosi yang lainnya adalah Multifactor Emotional
Intellegence Scale (Mayer, Caruso, dan Salovey, 2009). Berbeda dengan EQ-I,
MEIS berbentuk tes kemampuan (test of ability) yang terdiri dari 402 pernyataan.
Peserta diberikan rangkaian tugas yang didesain untuk mengukur mengukur
kemampuan seseorang dalam menerima, mengidentifikasi, memahami, dan
diskriminan validity, tetapi tidak meramalkan keabsahan (validity).
Alat ukur yang dikembangkan dari MEIS adalah Mayer Salovey Caruso
Emotional Intellegence Test (MSCEIT). Alat ukur ini dapat dikatakan menjadi
unggulan dalam hal pengukuran kecerdasan emosi. Sudah ada lebih kurang 50
penelitian yang menggunakan MSCEIT dengan jumlah partisipan sebanyak 5000-
an. MSCEIT dapat digunakan dalam rentang usia 17-79 tahun dengan reliabilitas
sebesar 0,91 (Papadogiannis, Logan, & Sitarenios, 2009).
Alat ukur lainnya adalah The Emotional Intellegence Scale (Cakan dan
Altun, 2005). Instrumen ini dikembangkan oleh Schutte (1998), terdiri dari 33
item pernyataan, dengan Cronbach alpha (α)= 0,90 diukur pada orang dewasa, dan
(α)= 0,78 untuk reliabilitas tes-retes (Cakan & Altun, 2005).
Alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah The Quick
Emotional Intellegence. Diadaptasi dari model Paul Mohapel karena dimensi yang
digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan model yang telah dibuat Paul
Mohapel. Terdiri dari 40 penryataan yang mengukur keempat dimensi dalam
25
kecerdasan emosi, yaitu emotional awareness, emotional management, social
emotional awareness, dan relationship management.
2.3 Konformitas Teman Sebaya
2.3.1 Pengertian konformitas teman sebaya
Santrock menyatakan bahwa konformitas adalah perubahan sikap atau tingkah
laku individu karena meniru orang lain (Santrock, 2003). Individu tersebut meniru
karena adanya tekanan nyata maupun dalam bayangan mereka. Fanzoi
menjelaskan bahwa konformitas merupakan suatu bentuk pengaruh sosial, dimana
tekanan kelompok dirasakan dengan menyalin perilaku dan keyakinan orang lain
(Franzoi, 2003).
Wade dan Tavris menyatakan bahwa konformitas yaitu melakukan
tindakan atau mengadopsi sikap sebagai hasil dari adanya tekanan kelompok yang
nyata maupun yang dipersepsikan (Wade & Tavris, 2007). Menurut Sarwono dan
Meinarno, konfomitas adalah suatu bentuk pengaruh sosial dimana individu
mengubah sikap dan tingkah lakunya agar sesuai dengan norma sosial (Sarwono
& Meinarno, 2009).
Myers (1999) menyatakan bahwa konformitas merupakan perubahan
perilaku sebagai akibat dari tekanan kelompok, terlihat dari kecenderungan remaja
untuk selalu menyamakan perilakunya dengan kelompok acuan sehingga dapat
terhindar dari celaan maupun keterasingan.
Sumber penting bagi dukungan emosional selama masa remaja dan juga
sumber tekanan untuk melakukan perilaku yang tidak disukai oleh orang tua, yaitu
meningkatkan keterlibatan remaja dengan teman sebaya. Kelompok teman sebaya
26
adalah sumber kasih dayang, simpati, pengertian, dan tuntutan moral, tempat
melakukan eksperimen serta sasarn untuk mencapai otonomi dan kemandirian
dari orang tua. Kelompok teman sebaya adalah tempat untuk memberntuk
hubungan dekat yang berfungsi sebagai latihan hubungan yang akan mereka bina
di masa dewasa (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).
Konformitas teman sebaya adalah suatu kelompok yang memiliki
kesamaan usia, mereka saling berinteraksi juga memiliki kesamaan tujuan dan
nilai, serta serta bertingkah laku berdasarkan pada peraturan kelompok, meskipun
kadang bertentangan dengan norma yang berlaku di sekolah ataupun di
lingkungan masyarakat.
2.3.2 Dimensi konformitas
Myers (Sarwono & Meinarno, 2009) menyatakan bahwa konformitas memiliki
dua dimensi pendukung, yaitu:
1. Konformitas compliance
Merupakan suatu bentuk konformitas dimana individu bertingkah laku sesuai
tekanan yang diberikan oleh kelompok, sementara secara pribadi ia tidak
menyetujui perilaku tersebut. Dalam bukunya (Sears, Freedman, & Peplau,
1985), konformitas compliance terbagi lagi menjadi empat jenis, yaitu
a. Rasa takut terhadap penyimpangan
Rasa takut dipandang sebagai orang yang menyimpang, merupakan faktor
dasar dalam semua situasi sosial. Seseorang ingin di dalam kelompok disukai,
diterima, dan diperlakukan dengan baik. Individu cenderung menyesuaikan
diri untuk menghindari kesalahpahaman. Rasa takut dipandang sebagai orang
27
menyimpang diperkuat oleh tanggapan kelompok terhadap perilaku
menyimpang seseorang yang tidak mau mengikuti apa yang berlaku di dalam
kelompok akan menanggung resiko mengalami akibat yang tidak
menyenangkan seperti dikucilkan bahkan ditolak oleh kelompok.
b. Kekompakkan kelompok
Kekompakkan yang tinggi menimbulkan konformitas yang semakin tinggi
pula. Jika seseorang merasa dekat dengan anggota kelompok yang lain, akan
semakin menyenangkan bagi kelompok untuk mengakuinya dan semakin
menyakitkan bila kelompok mencelanya. Konformitas akan meningkat bila
melakukan sesuatu yang berharga. Kelompok yang beranggapan bahwa tugas
penting akan menghasilkan tingkat konformitas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kelompok yang hanya memandang suatu tugas sebagai
hal yang tidak penting dan tidak begitu berharga. Peningkatan konformitas
bisa terjadi karena anggota kelompok tidak ingin dianggap sebagai seorang
pengkhianat.
c. Kesepakatan kelompok
Individu yang dihadapkan dengan keputusan kelompok yang sudah bulat
akan mendapatkan tekanan yang kuat untuk menyesuaikan pendapatnya.
Morris dan Miller menunjukkan bahwa saat terjadinya perbedaan pendapat
bisa mengakibatkan kesenjangan, lalu berdampak kepada penurunan tingkat
konformitas.
28
d. Ukuran kelompok
Asch (1951) menyimpulkan bahwa untuk menghasilkan tingkat konformitas,
ukuran kelompok yang optimal adalah 3 atau 4 orang. Penelitian lainnya yang
dilakukan oleh Mann juga mengungkapkan bahwa semakin besar jumlah
anggota kelompok, maka konformitas juga akan meningkat.
2. Konformitas acceptance
Merupakan tingkah laku dan keyakinan individu sesuai dengan tekanan
kelompok yang diterimanya. Pada bentuk penerimaan, konformitas terjadi
karena kelompok menyediakan informasi penting yang tidak dimiliki oleh
individu (informational influence). Hal ini dikarenakan seseorang tidak
mempunyai pengalaman dalam menghadapi fenomena yang ada, maka
individu tersebut akan melihat pada pengalaman, persepsi, maupun
pengetahuan yang dimiliki oleh orang lain. Digunakannya orang lain sebagi
sumber informasi menciptakan suatu kesempatan bagi kelompok untuk
memengaruhi individu.
Sears, et. al. berpendapat mengenai jenis-jenis konformitas
acceptance, diantaranya:
a. Kepercayaan terhadap kelompok
Faktor utama kepercayaan terhadap kelompok adalah individu percaya pada
informasi yang diberikan oleh kelompoknya. Semakin besar kepercayaan
individu terhadap kelompok sebagai sumber informasi yang benar, semakin
banyak informasi yang benar, maka penyesuaian diri terhadap kelompok juga
jadi semakin besar.
29
b. Kepercayaan yang lemah terhadap diri sendiri
Salah satu faktor yang memengaruhi rasa percaya diri dan tingkat
konformitas adalah keyakinan orang tersebut pada kemampuannya sendiri
untuk menampilkan suatu reaksi. Salah satu faktor yang memengaruhi
keyakinan individu terhadap kemampuannya adalah tingkat kesulitan
penilaian yang dibuat.
2.3.3 Pengukuran konformitas
Myers (2005) telah menyusun alat ukur untuk melihat bagaimana konformitas
individu jika dilihat dari 2 aspek, yaitu compliance dan acceptance . Alat ukur
lain yang sama-sama mengukur konformitas adalah Conformity Vignettes. Alat
ukur ini dikembangkan oleh Brend (1979) dan pernah digunakan dalam penelitian
yang dilakukan oleh Santor et.al, (2000).
Wiggins (1994) mengungkapkan dimensi dari konformitas, yakni
acceptance dan compliance, kemudian dilanjutkan dengan pembuatan alat ukur.
Alat ukur ini terdiri dari 19 item pernyataan dengan empat pilihan jawaban, mulai
dari sangat setuju, setuju, tidak setuju, hingga pilihan jawaban sangat tidak setuju.
Alat ukur konformitas dalam penelitian ini adalah alat ukur yang telah
disusun oleh peneliti berdasarkan dengan definisi dan dimensi yang telah
dijelaskan oleh Myers.
2.4 Persepsi Parenting Parctices
2.4.1 Pengertian persepsi parenting practices
Walgito mengemukakan bahwa persepsi merupakan suatu proses yang didahului
oleh penginderaan (Walgito, 2003). Penginderaan adalah suatu proses diterimanya
30
stimulus oleh individu melalui alat penerimaan, yaitu alat indera. Namun proses
tersebut tidak berhenti sampai disitu saja, pada umumnya stimulus tersebut
diteruskan oleh syaraf ke otak sebagai pusat susunan syaraf, dan proses
selanjutnya merupakan proses persepsi tidak dapat lepas dari proses penginderaan,
dan proses penginderaan merupakan proses yang mendahului terjadinya persepsi.
Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa persepsi itu merupakan proses
pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh
individu sehingga merupaakn sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang
intergrated dalam diri individu. Karena merupaka aktivitas yang intergrated,
maka seluruh pribadi, seluruh yang ada dalam diri individu ikut aktif berperan
dalam persepsi itu.
Persepsi (perception) merupakan tahapan paling awal dari serangkaian
pemrosesan informasi. Persepsi adalah suatu proses penggunaan pengetahuan
yang telah dimiliki untuk mendeteksi dan menginterpretasikan stimulus yang
diterima oleh alat indera, seperti mata, hidung, lidah, telinga, dan kulit (Suharnan,
2005).
Dengan kata lain, persepsi adalah proses pengamatan yang melibatkan
indera yang kemudian diolah dalam kognisi, afeksi, dan psikomotorik manusia,
sehingga menghasilkan sebuah informasi baik itu berupa pernyataan atau
pertanyaan.
Parenting merupakan suatu kata kerja yang berasal dari bahasa latin
“parere” yang berarti “to bring forth / develop / education”. Secara harfiah berarti
31
sebagi kegiatan yang bertujuan untuk memastikan kelangsungan hidup dan
perkembangan anak (Hoghughi & Long, 2002).
Peneliti lain mendefinisikan parenting sebagai proses yang dilakukan
orang tua mulai dari merencanakan kelahiran, melindungi, mengasuh,
membimbing, dan mengarahkan anak-anaknya (Martin & Colbert, 1997).
Selanjutnya, Brooks menjelaskan bahwa parenting sebagai suatu proses
membesarkan, menjaga, dan mengarahkan anak melalui tahap perkembangan.
Parenting merupakan proses yang kompleks karena kehidupan orang tua dan anak
terhubung selama rentang kehidupan (Brooks, 1991).
Bornsten mengemukakan bahwa parenting sendiri merupakan masalah
yang kompleks, karena bukan sekedar memberi makan, merawat dan memberikan
bantuan yang bersifat fisik, tetapi juga mengamdung komponen afektif dan
kognitif orang tua. Karakteristik unik dari orang tua dan anak, serta pengaturan
dimana mereka berinteraksi, sangat menentukan mereka akan memengaruhi satu
sama lain selama rentang hidup (Bornstein, 2002).
Persepsi parenting practices adalah penilaian atau pandangan anak tentang
suatu proses interaksi dua arah yang bersifat fisik, afektif, dan kognitif antara
orang tua dengan anak dalam menjaga, mengawasi, membimbing, dan
mengarahkan anak untuk mendapatkan pertumbuhan dan perkembangan yang
lebih optimal.
2.4.2 Dimensi parenting
Frick (dalam Molineuvo, Pardo dan Turrubio, 2011) membagi persepsi parenting
practices ke dalam lima dimensi, yang terdiri dari:
32
a. Involvement with parents: Orang tua melakukan banyak hal untuk anak-
anak mereka. Orang tua tidak hanya memberikan kebutuhan fisik dan
tempat tinggal saja, tetapi juga kebutuhan emosional dan juga sosial.
Dimana orang tua terlibat langsung dalam keseharian anak-anak mereka.
b. Positive parenting: Merupakan bentuk pujian atau reward yang diberikan
oleh orang tua kepada anaknya ketika berhasil melakukan sesuatu kegiatan
yang positif.
c. Monitoring: Monitoring merupakan kegiatan yang dilakukan orang tua
terhadap anak mereka, kaitannya dengan pemantauan, mencatat kegiatan
anak, dan memastikan bahwa mereka masih berada dalam batasan yang
wajar, tidak menyimpang dari aturan yang telah ditetapkan.
d. Corporal punishment: Pemberian hukuman, meliputi hukuman fisik secara
langsung.
e. Consistency in the use of such discipline: Consistency discipline adalah
menerapkan apa yang telah dibuat sesuai kesepakatan atau memberikan
sanksi yang sesuai bila anak melanggar aturan yang telah ditetapkan.
2.4.3 Pengukuran parenting practices
Terdapat beberapa alat ukur yang dikembangkan untuk melihat bagaimana
interaksi antara anak dan orang tua, seperti Child Rearing Repport Scale versi
Dutch (Berkely,1965), Albama Parenting Questinnaire (APQ), dan Behavior
Assessment System for Children (BASC). Alat ukur ini dikembangkan oleh para
peneliti dengan penyesuain usia dari sampel yang hendak diteliti
33
Child Rearing Repport Scale versi Dutch (Berkely,1965) digunakan untuk
anak usia 4 sampai dengan 8 tahun. Alat ukur ini terdiri dari 42 item pernyataan.
Sedangkan Behavior Assessment System for Children (BASC) (Hubert, Distefano,
& Kamphaus, 1997) merupakan alat ukur yang digunakan untuk anak usia 6
sampai dengan 11 tahun.
Albama Parenting Questionnaire (APQ), alat ukur yang dikembangkan
oleh Frick menggambarkan lima dimensi dari persepsi parenting practices, yaitu
involvement with parents, positive parenting, monitoring, corporal punishment,
dan consistency in the use of such discipline, namun sudah mengalami tahap
revisi, sehingga menjadi 35 item yang digunakan untuk penelitian di tahun 1999
(Frick, 1999).
Peneliti akan menggunakan Albama Parenting Questionnaire (APQ) untuk
mengukur persepsi parenting anak terhadap orang tuanya karena alat ukur ini
hendak mengukur kelima dimensi yang digunakan dalam penelitian ini.
2.5 Kerangka Berpikir
2.5.1 Kecerdasan emosi dalam perilaku agresi
Kecerdasan emosional bisa jadi sangat menentukan karakter manusia, juga
menjadi penentu utama keberhasilan manusia, dan memiliki banyak pengaruh
pada semua aspek karakter manusia, termasuk yaitu agresi. Penelitian yang
dilakukan oleh Eniola membuktikan bahwa kecerdasan emosi dapat memperbaiki
perilaku agresi pada remaja yang tunanetra (Eniola, 2007),.
Selain itu, penelitian lain yang dilakukan terhadap siswi membuktikan
bahwa pelatihan untuk meningkatkan kecerdasan emosi akan meningkatkan
34
kecerdasan emosi yang menyebabkan berkurangnya agresi (Saadi, 2012).
Penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa tingkat kecerdasan emosional yang
lebih rendah berkorelasi dengan skor agresi yang lebih tinggi (Moskat &
Sorensen, 2012).
2.5.2 Konformitas teman sebaya dalam perilaku agresi
Pengaruh dari teman sebaya sangat penting dibahas di dalam perilaku agresi
remaja. Teman merupakan hal yang juga penting dalam memengaruhi perilaku
dan sikap kita, terutama pada saat usia remaja (Warr, 1993; 2002, Shoemaker,
2005). Pengaruh ini semakin penting dalam penjelasan beberapa jenis perilaku,
seperti halnya perilaku berkelompok. Pengaruh dari teman sebaya juga sering
menjelaskan mengenai faktor pendukung seorang remaja menjadi pengguna
narkoba (Dembo, 1986). Mark Warr menyatakan bahwa tidak ada karakteristik
seorang remaja yang dikenal berperilaku agresi, ternyata teman-teman yang lain
pun sama-sama berperilaku agresi (Warr, 2002).
2.5.3 Persepsi parenting practices dalam perilaku agresi
Perlakuan orang tua kepada anaknya memengaruhi bagaimana anak itu
memandang, menilai, memengaruhi pula sikap anak terhadap orang tuanya. Hal
inilah yang menentukan kualitas hubungan yang berkembang diantara anak dan
orang tua. Dari orang tua juga seorang anak membentuk tingkah lakunya.
Parenting practices yang buruk terkait dengan agresi pada remaja. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Patterson (dalam Mazefzky dan Farrell, 2005)
monitoring dan disiplin memiliki pengaruh yang paling kuat terhadap
pembentukan perilaku agresi remaja. Ketika orang tua menerapkan kedisiplinan
35
tetapi tidak menindaklanjuti, maka anak-anak dapat melihat kurangnya hukuman
sebagai reinforcement untuk perilaku menyimpang. Selain itu ketika orang tua
tidak memonitoring anak-anak mereka, ada peluang lebih besar untuk mencoba
perilaku menyimpang.
2.5.4 Hubungan kecerdasan emosi, konformitas teman sebaya, dan persepsi
parenting practices terhadap perilaku agresi
Perilaku agresi adalah suatu perilaku yang dilakukan untuk menyakiti,
mengancam, atau membahayakan individu maupun objek yang menjadi sasarn
perilaku tersebut, baik secara fisik ataupun verbal, secara langsung ataupun tidak
langsung (Buss, 1992). Terdapat empat bentuk perilaku agresi, yaitu perilaku
agresi fisik, perlaku agresi verbal, perilaku agresi marah (anger), dan perilaku
agresi permusuhan (hostility).
Menurut General Aggression Model (GAM), perilaku agresi dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor person (trait, gender, beliefs,
attitude, values) dan faktor situasi (agrressive cues, provokasi, perasaan frustasi,
kondisi yang membuat tidak nyaman, narkoba) (Anderson dan Bushman, 2002).
Perilaku agresi juga dapat dipengaruhi oleh kecerdasan emosi. Hal ini
dibuktikan dengan adanya sebuah pelatihan untuk meningkatkan kecerdasan
emosi dan hal itu menyebabkan berkurangnya agresi (Saadi, 2012). Mosket dan
Sorensen menemukan bahwa tingkat kecerdasan emosional yang lebih rendah
berkorelasi dengan skor agresi yang lebih tinggi (Moskat & Sorensen, 2012).
Perilaku agresi juga dapat bisa dipengaruhi oleh konformitas kelompok.
Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa siswa yang terlibat tawuran memiliki
36
konformitas pada kelompok lebih tinggi (Kurniawan, 2007). Santrock juga
menyatakan bahwa konformitas terhadap teman sabaya dapat menjadikan remaja
lebih positif, bahkan sangat negatif perilakunya (Santrock, 2003).
Pada awal remaja, terdapat dorongan yang kuat dari dalam diri remaja
untuk dapat diterima oleh kelompok teman sebaya. Tidak jarang pula untuk
memenuhi hal itu mereka akan menunjukkan konformitas terhadap tuntutan dari
kelompok. Konformitas ini muncul ketika individu meniru sikap atau tingkah laku
orang lain, dikarenakan ada tekanan dari teman sebayanya, dan tekanan ini
menjadi sangat kuat pada masa awal remaja (Santrock, 2003).
Penelitian yang dilakukan oleh Mazfsky dan Farrel (2005) menunjukkan
bahwa parenting practices menjadi salah satu faktor yang memengaruhi perilaku
agresi pada remaja. Dalam penelitian ini parenting practices yang buruk berkaitan
dengan tingginya perilaku agresi remaja. Parenting practices yang buruk
membuat seorang remaja jadi berperilaku agresi. Penelitian Griffin, et. al. juga
menunjukkan bahwa kurangnya parenting practices berkaitan dengan perilaku
negatif remaja (Griffin, Botvin, Scheier, & Diaz, 2000).
Perilaku agresi banyak dipengaruhi oleh faktor psikologis baik yang
berasal dari dalam diri individu, maupun yang berasal dari luar diri individu itu.
Dalam penelitian ini, peneliti akan melihat bagaimana pengaruh dari kecerdasan
emosi, konformitas teman sebaya, persepsi parenting practices, terhadap perilaku
agresi pada remaja.
37
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir
38
2.7 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Hipotesis mayor pada penelitian ini adalah:
Ha : Ada pengaruh yang siginifikan dari emotional awareness, emotional
management, social emotional awareness, relationship management,
konformitas compliance, konformitas acceptance, involvement with parent,
positive parenting, monitoring, corporal punishment, dan consistency
discipline terhadap perilaku agresi remaja.
Hipotesis minor pada penelitian ini adalah:
Ha1 : Ada pengaruh yang signifikan emotional awareness dari variabel kecerdasan
emosi terhadap perilaku agresi remaja
Ha2 : Ada pengaruh yang siginifikan emotional management dari variabel
kecerdasan emosi terhadap perilaku agresi remaja.
Ha3 : Ada pengaruh yang siginifikan social emotional awareness dari variabel
kecerdasan emosi terhadap perilaku agresi remaja.
Ha4 : Ada pengaruh yang siginifikan relationship management dari variabel
kecerdasan emosi terhadap perilaku agresi remaja
Ha5 : Ada pengaruh yang siginifikan konformitas compliance dari variabel
konformitas teman sebaya terhadap perilaku agresi remaja
Ha6 :Ada pengaruh yang siginifikan konformitas acceptance dari variabel
konformitas teman sebaya terhadap perilaku agresi remaja.
39
Ha7 :Ada pengaruh yang siginifikan involvement with parents dari variabel
parenting pratices terhadap perilaku agresi remaja.
Ha8 :Ada pengaruh yang siginifikan positive parenting dari variabel parenting
pratices terhadap perilaku agresi remaja.
Ha9 : Ada pengaruh yang siginifikan monitoring dari variabel parenting pratices
terhadap perilaku agresi remaja.
Ha10 : Ada pengaruh yang siginifikan corporal punishment dari variabel parenting
pratices terhadap perilaku agresi remaja.
Ha11 : Ada pengaruh yang siginifikan consistency discipline dari variabel
parenting pratices terhadap perilaku agresi remaja.
44
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa dan siswi Sekolah Menengah Kejuruan
jurusan teknik mesin di wilayah Kota Bogor. Hal ini dikarenakan peneliti ingin
melihat seberapa besar siswa yang memiliki perilaku agresi tinggi pada tingkat
usia remaja, khususnya siswa SMK jurusan teknik mesin. Data diambil pada
tanggal 04 Januari 2018 sampai dengan 17 Januari 2018.
Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 193 orang. Sampel pada
penelitian ini bersifat non probability sampling yang berarti kemungkinan
terpilihnya anggota populasi yang akan menjadi sampel tidak dapat diketahui.
Teknik pengambilan sampel dilakukan menggunakan accidental sampling, yang
artinya cara pengambilan sampel dengan aksesibilitas nyaman dan ketersediaan
responden untuk dijadikan sampel dalam penelitian. Teknik sampling secara
accidental ini juga dapat memudahkan peneliti dalam mencari subjek untuk
dijadikan sampel dalam penelitian, ketersediaan responden juga memungkinkan
responden mengisi data kuesioner dengan baik dan penuh tanggung jawab.
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Variabel terbagi menjadi dua, yaitu dependent variable (variabel terikat) dan
independent variable (variabel bebas). Dependent variable dalam penelitian ini
adalah perilaku agresi dan independent variable penelitian ini adalah kecerdasan
emosi (emotional awareness, emotional management, social emotional
45
awareness, relationship management), konformitas teman sebaya (konformitas
compliance dan konformitas acceptance), dan persepsi pareting practices
(involvement with parents, positive parenting, monitoring, corporal punishment,
consistency in the use of such discipline).
Adapun definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Perilaku Agresi yaitu suatu perilaku yang dilakukan untuk menyakiti,
mengancam, atau membahayakan individu maupun objek yang menjadi
sasaran perilaku tersebut, baik secara fisik ataupun verbal, langsung
ataupun tidak langsung. Terdapat empat aspek perilaku agresi ini,
diantaranya yaitu perilaku agresi fisik, perilaku agresi verbal, perilaku
agresi marah dan perilaku agresi permusuhan (Buss dan Perry 1999).
2. Kecerdasan emosi adalah kemampuan mengatur kehidupan emosinya
dengan intelegensi, menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya
melalui kemampuan seperti motivasi diri dan bertahan dalam menghadapi
frustasi, mengendalikan diri, mengontrol mood orang lain, dan mampu
menenangkan pikiran dari keadaan yang sukar, untuk empati dan berharap
(Goleman, 2005).
a. Emotional awareness yaitu kemampuan manusia untuk secara akurat
memahami diri sendiri dan tetap sadar terhadap diri kita ketika emosi
muncul.
b. Emotional management yaitu kemampuan untuk menggunakan
kesadaran emosi manusia untuk tetap fleksibel dan secara positif
mengarahkan perilaku diri manusia itu sendiri
46
c. Social emotional awareness yaitu kemampuan manusia untuk secara
tepat menangkap emosi orang lain dan mengerti apa yang benar-benar
terjadi.
d. Relationship management yaitu kemampuan untuk menggunakan
kesadaran emosi manusia dan emosi orang lain untuk untuk mengelola
interaksi yang baik, jelas, dan efektif untuk dapat mengatasi suatu
konflik.
3. Konformitas teman sebaya merupakan suatu kelompok yang memiliki
kesamaan usia, mereka saling berinteraksi juga memiliki kesamaan tujuan
dan nilai, serta serta bertingkah laku berdasarkan pada peraturan
kelompok, meskipun kadang bertentangan dengan norma yang berlaku di
sekolah ataupun di lingkungan masyarakat (Myers, 1999).
a. Konformitas compliance merupakan suatu bentuk konformitas dimana
individu bertingkah laku sesuai tekanan yang diberikan oleh
kelompok, sementara secara pribadi ia tidak menyetujui perilaku
tersebut.
b. Konformitas accaptance yaitu tingkah laku dan keyakinan dari diri
individu sesuai dengan tekanan kelompok yang diterimanya, hal ini
dikarenakan kelompok memiliki informasi penting yang tidak dimiliki
oleh individu.
4. Persepsi parenting practices adalah penilaian atau pandangan anak tentang
suatu proses interaksi dua arah yang bersifat fisik, afektif, dan kognitif
antara orang tua dengan anak dalam menjaga, mengawasi, membimbing,
47
dan mengarahkan anak untuk mendapatkan pertumbuhan dan
perkembangan yang lebih optimal (Frick, 1991).
a. Involvement with parents yaitu keterlibatan orang tua melakukan
banyak hal untuk anak mereka, tidak hanya memberikan kenutuhan
fisik, tetapi juga kebutuhan emosional dan juga sosial.
b. Positive parenting yaitu bentuk pujian atau reward yang diberikan
orang tua kepada anaknya, ketika anak berhasil melakukan suatu
kegiatan positif.
c. Monitoring yaitu pemantauan yang dilakukan oleh orang tua kepada
anaknya juga memastikan bahwa anak mereka berada dalam batasan
yang wajar, tidak melakukan penyimpangan.
d. Corporal punishment: pemberikan hukuman, meliputi hukuman fisik
secara langsung.
e. Consistency discipline: menerapkan apa yang telah dibuat sesuai
kesepakatan atau pemberian sanksi yang sesuai bila anak melanggar
aturan yang telah ditetapkan bersama anak dan orang tua.
3.3 Instrumen Penelitian
Bagian pertama pada instrumen penelitian ini adalah pengantar dan isian
mengenai data demografis sampel. Pengantar berisi penjelasan identitas peneliti
dan maksud dari penelitian yang sedang dilakukan oleh peneliti, selanjutnya isian
data demografis untuk responden, dimana data berisi nama, usia responden pada
saat mengisi instrumen penelitian, jenis kelamin responden, apakah responden
48
saat mengisi indtrumen penelitian sedang tinggal bersama dengan ayah dan ibu,
atau ayah saja atau ibu saja. Selanjutnya, terdapat empat alat ukur untuk
mengukur variabel perilaku agresi, kecerdasan emosi, konformitas teman sebaya,
dan persepsi parenting practices.
Peneliti menggunakan skala model likert. Model ini terdiri dari pernyataan
positif (favorable) dan pernyataan negatif (unfavorable). Tiap pernyataan dalam
instrumen penelitian dilengkapi dengan pilihan nilai 1 sampai dengan 6 serta
diberikan dengan bobot nilai sebagai berikut, nilai 1 = penyataan tidak sesuai
dengan diri responden dan 6 = pernyataan sangat sesuai dengan diri responden,
untuk pernyataan favorable, dan sebaliknya untuk pernyataan unfavorable yaitu
nilai 1 = penyataan sangat sesuai dengan diri responden dan 6 = pernyataan sangat
tidak sesuai dengan diri responden.
Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari empat alat
ukur. Adapun empat alat ukur yang peneliti maksud, yaitu:
1. Skala perilaku agresi
Untuk mengukur perilaku agresi dari individu, peneliti menggunakan alat ukur
perilaku agresi yang bernama Buss-Perry Scale (1992). Alat ukur perilaku agresi
ini terdapat 29 pernyataan yang tiap tiap pernyataannya menggunakan skala likert
dengan 6 pilihan jawaban, nilai 1 bila pernyataan tidak sesuai, dan nilai 6 bila
pernyataan sesuai. Alat ukur ini terdiri dari empat dimensi yang mengukur
perilaku agresi fisik, perilaku agresi verbal, perilaku agresi marah, dan perilaku
agresi permusuhan.
49
Tabel 3.1
Blue Print skala Perilaku Agresi menggunakan alat ukur Buss-Perry Scale
2. Skala Kecerdasan Emosi
Untuk mengukur kecerdasan emosi dari individu, alat ukur yang digunakan dalam
penelitian ini adalah The Quick Emotional Intelligence Self-Assessment diadaptasi
dari model Paul Mohapel. Skala ini terdiri dari 40 item yang mencakup empat
dimensi kecerdasan emosi yaitu emotional awareness, emotional management,
social emotional awareness, dan relationship management. Masing-masing
dimensi dinyatakan dengan 10 item pernyataan, menggunakan skala likert dengan
pilihan jawaban 1 sampai dengan 6.
No Dimensi Indikator No. Item Jumlah
1 Perilaku
Agresi
Fisik
- Menyerang tanpa alasan 7,8 2
- Menyerang dengan
- alasan
2, 3, 5, 6 4
- Berkelahi 1, 4 2
- Merusak sesuatu 9 1
2 Perilaku
Agresi
Verbal
- Mengungkapkan
ketidaksetujuan
10,11 2
- Berdebat dengan tujuan
harus diterima
12, 13, 14 3
3 Perilaku
Agresi
Marah
- Mudah menunjukkan
kemarahan
15, 16, 18, 19 4
- Sulit mengontrol diri
ketika marah
17, 20, 21 3
4 Perilaku
Agresi
Permusuhan
- Merasa iri hati pada orang
lain
22, 24 2
- Merasa tidak puas dengan
kehidupan
23, 25 2
- Memiliki prasangka buruk
pada orang lain
26, 27, 28, 29 4
Jumlah 29
50
Tabel 3.2
Blue Print skala Kecerdasan Emosi menggunakan alat ukur The Quick
Emotional Intelligence Self-Assessment
3. Skala konformitas teman sebaya
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur perilaku konformitas adalah alat
ukur yang disusun oleh peneliti berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh
Myers, terdiri dari 17 item yang menggambarkan konformitas compliance dan
konformitas acceptance.
Tabel 3.3
Blue Print skala konformitas teman sebaya
No Dimensi Indikator No Item Jumlah
1 Emotional
Awareness
- Sadar dengan yang dilakukan,
diucapkan, dan dirasakan
1, 13, 21, 29, 33 5
- Sadar dengan tanggung jawab
yang dimiliki
5, 25 2
- Mengetahui kelebihan dan
kekurangan dalam diri
9, 17, 37 3
2 Emotional
Management
- Mampu mengendalikan emosi 10, 14, 22, 30 4
- Mampu mengalihkan emosi
negatif pada hal lebih positif
26, 34, 38 3
- Mampu beradaptasi dengan
hal yang baru
2, 6, 18 3
3 Social
Emotional
Awareness
- Merasakan perasaan orang 15, 35 2
- Memahami apa yang
dibutuhkan orang lain
3, 23, 31, 39 4
- Menumbuhkan empati pada
orang lain
7, 11, 19, 27 4
4 Relationship
Management
- Memberikan energi positif
untuk orang lain
4, 8, 12, 16, 20 5
- Memiliki pertemanan yang
baik
24, 28, 32, 36, 40 5
Jumlah 40
No Dimensi Indikator Pernyataan
Jumlah Fav Unfav
1 Konformitas
Compliance
- Menghindari penolakan 4, 11, 15 3, 7, 13 6
- Mengharapkan penerimaan
dari kelompok
6, 9, 12 2, 16 5
2 Konformitas
Acceptance
- Mengikuti apa yang
dilakukan teman karena
adanya kepercayaan
1, 8, 14 5, 10, 17 6
Jumlah 9 8 17
51
4. Skala Persepsi Parenting Practices
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur persepsi parenting practices
adalah Albama Parenting Questionnaire (APQ) dari Frick (1991), terdiri dari
5 dimensi, yaitu involvement with parents, positive parenting, monitoring,
corporal punishment, dan consistency in the use of such discipline.
Tabel 3.4
Blue Print skala Persepsi Parenting Practices dengan menggunakan alat ukur
Albama Parenting Questionnaire (APQ)
3.4 Prosedur Pengujian Alat Ukur
3.4.1 Uji validitas konstruk
Untuk menguji validitas konstruk setiap item pada penelitian ini, peneliti
menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA) dengan bantuan Lisrel 8.7.
No Dimensi Indikator No Item Jumlah
1 Involvement
with
parents
- Keterlibatan orang tua dalam kegiatan
anak sehati hari
4, 11 2
- Orang tua menjalin komunikasi yang
baik dengan anak
1, 9,
14, 23
4
- Orang tua memberikan dukungan
mengenai kegiatan anak di luar rumah
7, 15,
20 26
4
2 Positive
Parenting
- Orang tua memberikan pujian pada anak 13, 16 2
- Orang tua memberikan hadiah pada
anak jika berperilaku baik
5, 18 2
- Orang tua mengakui bahwa anak telah
berbuat baik
2, 27 2
3 Monitoring - Memantau kegiatan anak baik di rumah
maupun di sekolah
6, 17,
24, 28
4
- Orang tua memastikan anak tidak
menyimpang dari aturan yang telah
ditetapkan
10, 19,
30
3
- Orang tua mendampingi anak secara
langsung
21, 29,
32
3
4 Corporal
Punishment
- Orang tua memberikan hukuman
kepada anak secara konsisten
3, 8, 12,
22, 25,
31
6
5 Consistency
Discipline
- Pemberian hukuman atau sanksi jika
anak melanggar, sesuai dengan
kesepakatan yang dibuat bersama
33, 34,
35
3
Jumlah 35
52
Namun agar pembaca lebih memahami apa yang dipaparkan pada subbab ini,
maka peneliti akan menjelaskan tentang kriteria dalam menentukan item-item
yang valid dan yang tidak valid. Adapun logika dari CFA (Umar. 2010) adalah:
1. Bahwa ada sebuah konsep atau trait berupa kemampuan yang didefinisikan
secara operasional sehingga dapat disusun pertanyaan atau pernyataan untuk
mengukurnya. Kemampuan ini disebut faktor, sedangkkan pengukuran
terhadap faktor ini dilakukan melalui analisis terhadap respon atas item-
itemnya.
2. Diteorikan setiap item hanya mengukur satu hal saja dan semua item dalam
satu subtes hanya mengukur satu faktor subtes. Artinya seluruh subtes hanya
mengukur satu faktor saja (faktor level dua).
3. Dengan data yang tersedia dapat digunakan untuk mengestimasi matriks
korelasi antar item yang seharusnya diperoleh jika memang unidimensional.
Matriks korelasi ini disebut juga sigma (∑), kemudian dibandingkan dnegan
matriks dari data empiris, yang disebut matriks S. Jika teori tersebut benar
(unidimensional) maka tentunya tidak ada perbedaan antara matriks ∑ -
matriks S atau bisa juga dinyatakan dengan ∑ - S = 0.
4. Pernyataan tersebut dijadikan hipotesis nihil yang kemudian diuji dengan -
chi-square. Jika hasil chi-square tidak signifikan p > 0.05, maka hipotesis
nihil tersebut “tidak ditolak”. Artinya teori unidimensional tersebut dapat
diterima bahwa item ataupun subtes instrumen hanya satu faktor saja.
5. Jika model fit, makan langkah selanjutnya menguji apakah item signifikan
atau tidak mengukur apa yang hendak diukur, dengan menggunakan t-test.
53
Jika hasil t-test tidak signifikan, maka item tersebut tidak dapat mengukur
apa yang hendak diukur, bila perlu item yang demikian di drop dan
sebaliknya.
3.4.2 Hasil uji validitas konstruk perilaku agresi
Pada subbab ini, peneliti menguji apakah 29 item mengenai perilaku agresi yang
ada bersifat unidimensional dalam mengukur perilaku agresi. Dari hasil CFA yang
dilakukan, model satu faktor ternyata seluruh item tidak signifikan memiliki nilai t
< 1.96 dan semua koefisien bermuatan negatif. Peneliti melakukan pengujian dari
tiap dimensi yang terdapat pada variabel perilaku agresi, hasilnya terdapat
beberapa item yang di drop karena nilai t < 1.96. Tersisa 20 item yang akan diuji
validitasnya secara bersamaan.
Setelah dilakukan analisis dengan 20 item, hasil model satu faktor tidak fit,
chi square = 1561.61, df= 170, P-value= 0.00000, dan RMSEA= 0.206. Namun
setelah dilakukan modifikasi terhadap model, yaitu ketika kesalahan pada
beberapa item dibolehkan atau dibebaskan untuk berkorelasi satu sama lain, maka
diperoleh model fit dengan Chi-square = 110.41, df = 94, P-value = 0.11868,
RMSEA = 0.030. Hasil RMSEA < 0.05 artinya bahwa seluruh item hanya
mengukur satu faktor saja yaitu perilaku agresi.
Peneliti selanjutnya melihat apakah signifikan item tersebut mengukur
faktor yang hendak diukur atau tidak, sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu di-drop atau tidak. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian hipotesis
tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai-t setiap kesfisian muatan faktor, seperti pada tabel 3.5 berikut.
54
Tabel 3.5
Muatan Faktor Item Perilaku Agresi
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0.15 0.04 4.20 V
2 0.28 0.04 7.67 V
3 0.55 0.07 7.91 V
4 0.43 0.04 10.95 V
5 0.63 0.06 10.63 V
6 0.48 0.04 12.41 V
7 0.62 0.05 13.01 V
8 0.39 0.04 10.48 V
9 0.75 0.06 12.63 V
10 0.37 0.04 9.67 V
11 0.49 0.04 12.34 V
12 0.45 0.04 11.75 V
13 0.82 0.05 15.55 V
14 -0.33 0.05 -6.73 X
15 0.45 0.04 11.17 V
16 0.27 0.04 7.20 V
17 0.26 0.04 6.03 V
18 0.26 0.03 7.52 V
19 0.62 0.05 13.44 V
20 0.88 0.07 12.75 V
Keterangan: Tanda V = Signifikan (t > 1.96) ; X = Tidak Signifikan
Dari tabel 3.5 dapat kita lihat bahwa seluruh item signifikan (t > 1.96) dan
semua koefisien bermuatan positif, kecuali item 14 nilai-t = -6.73. Dengan
demikian, item tersebut akan di-drop.
Langkah terakhir yaitu item-item perilaku Agresi yang tidak di-drop akan
dihitung skor faktornya. Skor faktornya dihitung untuk menghindari estimasi bias
dari kesalahan pengukuran. Jadi, penghitungan skor faktor ini tidak
menjumlahkan item-item variabel seperti pada umumnya, tetapi dihitung true
score pada tiap skala. Skor faktor yang dianalisis adalah skor faktor yang
bermuatan positif dan signifikan. Adapun rumus T score yaitu (Umar, 2011):
Tscore = 50 + (10 X Skor faktor)
55
Setelah didapatkan skor faktor yang telah diubah menjadi T score, nilai
baku inilah yang akan dianalisis dalam uji hipotesis korelasi dan regresi. Perlu
dicatat, hal yang sama juga berlaku untuk semua variabel pada penelitian ini.
3.4.3 Hasil uji validitas konstruk kecerdasan emosi
1. Emotional Awareness
Peneliti menguji apakah sepuluh item yang ada bersifat unidimensional, artinya
benar-benar hanya mengukur emotional awareness. Dari hasil awal analisis CFA
yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata tidak fit, dengan Chi-square =
235.37, df = 35, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.173. Namun setelah dilakukan
modifikasi terhadap model, yaitu ketika kesalahan pengukuran pada beberapa
item dibolehkan atau dibebaskan berkorelasi satu sama lain, maka diperoleh
model fit dengan Chi-square = 29.90, df = 22, P-value = 0.12103, RMSEA =
0.043. Hasil RMSEA < 0.05 artinya bahwa seluruh item hanya mengukur satu
faktor saja yaitu emotional awareness.
Peneliti selanjutnya melihat apakah signifikan item tersebut mengukur
faktor yang hendak diukur atau tidak, sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu di-drop atau tidak. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian hipotesis
tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai-t setiap kesfisian muatan faktor, seperti pada tabel 3.6 berikut.
56
Tabel 3.6
Muatan Faktor Item Emotional Awareness
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0.87 0.06 14.05 V
5 0.57 0.08 7.25 V
9 0.71 0.06 11.11 V
13 0.61 0.07 9.31 V
17 0.22 0.07 3.10 V
21 0.82 0.06 13.43 V
25 0.18 0.07 2.47 V
29 0.50 0.07 7.53 V
33 0.64 0.07 8.98 V
37 0.42 0.07 5.73 V
Keterangan: Tanda V = Signifikan (t > 1.96) ; X = Tidak Signifikan
Dari tabel 3.6 dapat kita lihat bahwa seluruh item signifikan (t > 1.96) dan
semua koefisien bermuatan positif. dengan demikian, tidak perlu ada item yang
di-drop.
2. Emotional Management
Peneliti menguji apakah sepuluh item yang ada bersifat unidimensional, artinya
benar-benar hanya mengukur emotional management. Dari hasil awal analisis
CFA yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata tidak fit, dengan Chi-
square = 287.97, df = 35, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.194. Namun setelah
dilakukan modifikasi terhadap model, yaitu ketika kesalahan pengukuran pada
beberapa item dibolehkan atau dibebaskan berkorelasi satu sama lain, maka
diperoleh model fit dengan Chi-square = 30.77, df = 21, P-value = 0.07764,
RMSEA = 0.049. Hasil RMSEA < 0.05 artinya bahwa seluruh item hanya
mengukur satu faktor saja yaitu emotional management.
Peneliti selanjutnya melihat apakah signifikan item tersebut mengukur
faktor yang hendak diukur atau tidak, sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu di-drop atau tidak. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian hipotesis
57
tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai-t setiap kesfisian muatan faktor, seperti pada tabel 3.7 berikut.
Tabel 3.7
Muatan Faktor Item Emotional Management
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
2 0.71 0.08 9.15 V
6 0.41 0.06 6.66 V
10 1.08 0.08 13.63 V
14 0.67 0.08 8.85 V
18 0.14 0.06 2.21 V
22 0.39 0.06 6.25 V
26 -0.18 0.05 -3.23 X
30 0.48 0.07 7.10 V
34 0.57 0.07 8.72 V
38 0.56 0.06 8.60 V
Keterangan: Tanda V = Signifikan (t > 1.96) ; X = Tidak Signifikan
Dari tabel 3.7 dapat kita lihat bahwa seluruh item signifikan (t > 1.96) dan
semua koefisien bermuatan positif kecuali item 26 nilai-t = -3.23, dengan
demikian item tersebut akan di-drop.
3. Social Emotional Awareness
Peneliti menguji apakah sepuluh item yang ada bersifat unidimensional, artinya
benar-benar hanya mengukur social emotional awareness. Dari hasil awal analisis
CFA yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata tidak fit, dengan Chi-
square = 455.16, df = 35, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.250. Namun setelah
dilakukan modifikasi terhadap model, yaitu ketika kesalahan pengukuran pada
beberapa item dibolehkan atau dibebaskan berkorelasi satu sama lain, maka
diperoleh model fit dengan Chi-square = 14.59, df = 13, P-value = 0.33367,
RMSEA = 0.025. Hasil RMSEA < 0.05 artinya bahwa seluruh item hanya
mengukur satu faktor saja yaitu social emotional awareness.
58
Peneliti selanjutnya melihat apakah signifikan item tersebut mengukur
faktor yang hendak diukur atau tidak, sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu di-drop atau tidak. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian hipotesis
tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai-t setiap kesfisian muatan faktor, seperti pada tabel 3.8 berikut.
Tabel 3.8
Muatan Faktor Item Social Emotional Awareness
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
3 0.54 0.06 9.27 V
7 -0.29 0.08 -3.67 X
11 0.49 0.06 8.04 V
15 0.54 0.08 6.48 V
19 0.61 0.06 10.44 V
23 0.43 0.08 5.58 V
27 0.62 0.08 7.90 V
31 0.61 0.07 9.23 V
35 0.72 0.06 11.56 V
39 0.35 0.06 5.49 V
Keterangan: Tanda V = Signifikan (t > 1.96) ; X = Tidak Signifikan
Dari tabel 3.8 dapat kita lihat bahwa seluruh item signifikan (t > 1.96) dan
semua koefisien bermuatan positif, kecuali item 7 nilai-t = -3.67. Dengan
demikian, item tersebut akan di-drop.
4. Relationship Management
Peneliti menguji apakah sepuluh item yang ada bersifat unidimensional, artinya
benar-benar hanya mengukur relationship management. Dari hasil awal analisis
CFA yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata tidak fit, dengan Chi-
square = 279.30, df = 35, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.191. Namun setelah
dilakukan modifikasi terhadap model, yaitu ketika kesalahan pengukuran pada
beberapa item dibolehkan atau dibebaskan berkorelasi satu sama lain, maka
diperoleh model fit dengan Chi-square = 20.35, df = 16, P-value = 0.20507,
59
RMSEA = 0.038. Hasil RMSEA < 0.05 artinya bahwa seluruh item hanya
mengukur satu faktor saja yaitu relationship management.
Peneliti selanjutnya melihat apakah signifikan item tersebut mengukur
faktor yang hendak diukur atau tidak, sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu di-drop atau tidak. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian hipotesis
tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai-t setiap kesfisian muatan faktor, seperti pada tabel 3.9 berikut.
Tabel 3.9
Muatan Faktor Item Relationship Management
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
4 0.75 0.07 11.48 V
8 0.29 0.08 3.46 V
12 0.36 0.08 4.79 V
16 0.60 0.07 8.58 V
20 0.84 0.06 13.30 V
24 0.78 0.07 11.92 V
28 0.51 0.07 6.91 V
32 0.71 0.07 10.42 V
36 0.50 0.07 6.73 V
40 0.13 0.08 1.73 X
Keterangan: Tanda V = Signifikan (t > 1.96) ; X = Tidak Signifikan
Dari tabel 3.9 dapat kita lihat bahwa seluruh item signifikan (t > 1.96) dan
semua koefisien bermuatan positif kecuali item 40 nilai-t= 1.73 dengan demikian,
item tersebut akan di-drop.
3.4.4 Hasil uji validitas konstruk konformitas teman sebaya
1. Konformitas Compliance
Peneliti menguji apakah 11 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar-
benar hanya mengukur Konformitas Compliance. Dari hasil awal analisis CFA
yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata tidak fit, dengan Chi-square =
257.36, df = 44, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.159. Namun setelah dilakukan
60
modifikasi terhadap model, yaitu ketika kesalahan pengukuran pada beberapa
item dibolehkan atau dibebaskan berkorelasi satu sama lain, maka diperoleh
model fit dengan Chi-square = 41.33, df = 29, P-value = 0.06438, RMSEA =
0.047. Hasil RMSEA < 0.05 artinya bahwa seluruh item hanya mengukur satu
faktor saja yaitu Konformitas Compliance.
Peneliti selanjutnya melihat apakah signifikan item tersebut mengukur
faktor yang hendak diukur atau tidak, sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu di-drop atau tidak. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian hipotesis
tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai-t setiap kesfisian muatan faktor, seperti pada tabel 3.10 berikut.
Tabel 3.10
Muatan Faktor Item Konformitas Compliance
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
4 0.32 0.07 4.53 V
6 -0.18 0.07 -2.45 X
9 0.44 0.07 6.31 V
11 0.57 0.07 8.49 V
12 0.25 0.07 3.55 V
15 0.48 0.08 6.01 V
2 -0.07 0.07 -0.89 X
3 0.51 0.07 7.38 V
7 0.68 0.07 10.33 V
13 0.19 0.07 2.66 V
16 0.97 0.06 16.61 V
Keterangan: Tanda V = Signifikan (t > 1.96) ; X = Tidak Signifikan
Dari tabel 3.10 dapat kita lihat bahwa seluruh item signifikan (t > 1.96)
dan semua koefisien bermuatan positif kecuali item 6 nilai-t= -2.45 dan item 2
nilai-t= 0.89. dengan demikian, item tersebut akan di-drop.
61
2. Konformitas Acceptance
Peneliti menguji apakah enam item yang ada bersifat unidimensional, artinya
benar-benar hanya mengukur konformitas acceptance. Dari hasil awal analisis
CFA yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata tidak fit, dengan Chi-
square = 79.33, df = 9, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.202. Setelah dilakukan
modifikasi terhadap model, yaitu ketika kesalahan pengukuran pada beberapa
item dibolehkan atau dibebaskan berkorelasi satu sama lain, maka diperoleh
model fit dengan Chi-square = 3.62, df = 4, P-value = 0.45973, RMSEA = 0.000.
Hasil RMSEA < 0.05 artinya bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja.
Peneliti selanjutnya melihat apakah signifikan item tersebut mengukur
faktor yang hendak diukur atau tidak, sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu di-drop atau tidak. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian hipotesis
tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai-t setiap kesfisian muatan faktor, seperti pada tabel 3.11 berikut.
Tabel 3.11
Muatan Faktor Item Konformitas Acceptance
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0.54 0.10 5.68 V
8 -0.57 0.24 -2.41 X
14 0.96 0.14 7.02 V
5 0.29 0.07 3.97 V
10 0.07 0.07 1.01 X
17 -0.28 0.07 -3.93 X
Keterangan: Tanda V = Signifikan (t > 1.96) ; X = Tidak Signifikan
Dari tabel 3.11 dapat kita lihat bahwa terdapat tiga item signifikan (t >
1.96) dan koefisien bermuatan positif yaitu item 8, 10, dan 17. Dan tiga item tidak
signifikan dan koefisien bermuatan negatif, yaitu item 8 nilai-t= -2.41, item 10
nilai-t= 1.01, dan item 17 nilai-t= -3.93. Dengan demikian, item tersebut di-drop.
62
3.4.5 Hasil uji validitas konstruk persepsi parenting practices
1. Involvement with parents
Peneliti menguji apakah sepuluh item yang ada bersifat unidimensional, artinya
benar-benar hanya mengukur involvement with parents. Dari hasil awal analisis
CFA yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata tidak fit, dengan Chi-
square=334.52, df=35, P-value=0.00000, RMSEA=0.211. Setelah dilakukan
modifikasi terhadap model, yaitu ketika kesalahan pengukuran pada beberapa
item dibolehkan atau dibebaskan berkorelasi satu sama lain, maka diperoleh
model fit dengan Chi-square=25.87, df=19, P-value=0.13385, RMSEA = 0.043.
Hasil RMSEA < 0.05 artinya bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor saja
yaitu Involvement with parents.
Peneliti selanjutnya melihat apakah signifikan item tersebut mengukur
faktor yang hendak diukur atau tidak, sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu di-drop atau tidak. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian hipotesis
tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai-t setiap kesfisian muatan faktor, seperti pada tabel 3.12 berikut.
Tabel 3.12
Muatan Faktor Item Involvement with parents
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0.68 0.06 10.66 V
4 0.65 0.07 9.96 V
7 0.88 0.06 15.30 V
9 0.84 0.06 14.01 V
11 0.55 0.07 7.79 V
14 0.74 0.06 11.83 V
15 0.72 0.07 11.03 V
20 0.09 0.07 1.22 X
23 0.59 0.07 8.60 V
26 0.36 0.07 4.92 V
Keterangan: Tanda V = Signifikan (t > 1.96) ; X = Tidak Signifikan
63
Dari tabel 3.12 dapat kita lihat bahwa seluruh item signifikan (t > 1.96)
dan semua koefisien bermuatan positif. Kecuali item 20 nilai t= 1.22, dengan
demikian, item tersebut akan di-drop.
2. Positive parenting
Peneliti menguji apakah enam item yang ada bersifat unidimensional, artinya
benar-benar hanya mengukur Potitive Parenting. Dari hasil awal analisis CFA
yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata tidak fit, dengan Chi-square =
153.23, df = 9, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.289. Namun setelah dilakukan
modifikasi terhadap model, yaitu ketika kesalahan pengukuran pada beberapa
item dibolehkan atau dibebaskan berkorelasi satu sama lain, maka diperoleh
model fit dengan Chi-square = 2.63, df = 2, P-value = 0.26877, RMSEA = 0.040.
Hasil RMSEA < 0.05 artinya bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor saja
yaitu Positive Parenting.
Peneliti selanjutnya melihat apakah signifikan item tersebut mengukur
faktor yang hendak diukur atau tidak, sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu di-drop atau tidak. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian hipotesis
tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai-t setiap kesfisian muatan faktor, seperti pada tabel 3.13 berikut.
Tabel 3.13
Muatan Faktor Item Potitive Parenting
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
2 1.29 0.19 6.65 V
5 0.38 0.07 5.77 V
13 0.54 0.09 6.38 V
16 0.93 0.17 5.37 V
18 0.28 0.08 3.52 V
27 0.40 0.08 4.92 V
Keterangan: Tanda V = Signifikan (t > 1.96) ; X = Tidak Signifikan
64
Dari tabel 3.13 dapat kita lihat bahwa seluruh item signifikan (t > 1.96)
dan semua koefisien bermuatan positif. dengan demikian, tidak ada item di-drop.
3. Monitoring
Peneliti menguji apakah sepuluh item yang ada bersifat unidimensional, artinya
benar-benar hanya mengukur Monitoring. Dari hasil awal analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor ternyata tidak fit, dengan Chi-square=
368.44, df=35, P-value=0.00000, RMSEA=0.223. Setelah dilakukan modifikasi
terhadap model, yaitu ketika kesalahan pengukuran pada beberapa item
dibolehkan atau dibebaskan berkorelasi satu sama lain, maka diperoleh model fit
dengan Chi-square = 20.73, df = 16, P-value = 0.18897, RMSEA = 0.039. Hasil
RMSEA < 0.05 artinya bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor saja.
Peneliti selanjutnya melihat apakah signifikan item tersebut mengukur
faktor yang hendak diukur atau tidak, sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu di-drop atau tidak. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian hipotesis
tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai-t setiap kesfisian muatan faktor, seperti pada tabel 3.14 berikut
Tabel 3.14
Muatan Faktor Item Monitoring
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
6 0.77 0.06 11.94 V
10 0.50 0.07 6.80 V
17 0.66 0.07 9.00 V
19 0.48 0.07 7.11 V
21 0.78 0.06 12.08 V
24 0.76 0.07 10.72 V
28 0.46 0.07 6.78 V
29 0.22 0.08 2.87 V
30 0.73 0.06 11.80 V
32 0.47 0.07 6.91 V
Keterangan: Tanda V = Signifikan (t > 1.96) ; X = Tidak Signifikan
65
Dari tabel 3.14 dapat kita lihat bahwa seluruh item signifikan (t > 1.96)
dan semua koefisien bermuatan positif. dengan demikian, tidak perlu ada item
yang di-drop.
4. Corporal punishment
Peneliti menguji apakah enam item yang ada bersifat unidimensional, artinya
benar-benar hanya mengukur Corporal Punishment. Dari hasil awal analisis CFA
yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata tidak fit, dengan Chi-square =
76.25, df = 9, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.197. Namun setelah dilakukan
modifikasi terhadap model, yaitu ketika kesalahan pengukuran pada beberapa
item dibolehkan atau dibebaskan berkorelasi satu sama lain, maka diperoleh
model fit dengan Chi-square = 2.70, df = 3, P-value = 0.44050, RMSEA = 0.000.
Hasil RMSEA < 0.05 artinya bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor saja
yaitu Corporal Punishment.
Peneliti selanjutnya melihat apakah signifikan item tersebut mengukur
faktor yang hendak diukur atau tidak, sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu di-drop atau tidak. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian hipotesis
tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai-t setiap kesfisian muatan faktor, seperti pada tabel 3.15 berikut.
Tabel 3.15
Muatan Faktor Item Corporal Punishment
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
3 -0.06 0.11 -0.55 X
8 0.50 0.09 5.74 V
12 0.50 0.09 5.75 V
22 0.85 0.12 7.25 V
25 0.10 0.14 0.67 X
31 -0.03 0.07 -0.46 X
Keterangan: Tanda V = Signifikan (t > 1.96) ; X = Tidak Signifikan
66
Dari tabel 3.15 dapat kita lihat bahwa ada item signifikan (t > 1.96) dan
seua koefisien bermuatan positif, dan sebagian item tidak signifikan item 3 nilai
t= -0.55, item 25 nilai t= 0.67, dan item 31 nilai t= -0.46 dengan demikian, item
tersebut akan di-drop.
5. Consistency in the use of such discipline
Peneliti menguji apakah tiga item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar-
benar hanya mengukur Consistency in the Use of Such Discipline. Dari hasil awal
analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata model fit, dengan
Chi-square = 0.00, df = 0, P-value = 1.0000, RMSEA = 0.000. Hasil RMSEA <
0.05 artinya bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu
Consistency in the Use of Such Discipline.
Peneliti selanjutnya melihat apakah signifikan item tersebut mengukur
faktor yang hendak diukur atau tidak, sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu di-drop atau tidak. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian hipotesis
tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai-t setiap kesfisian muatan faktor, seperti pada tabel 3.16 berikut.
Tabel 3.16
Muatan Faktor Item Consistency in the Use of Such Discipline
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
33 0.81 0.08 10.43 V
34 0.88 0.08 11.19 V
35 0.46 0.07 6.26 V
Keterangan: Tanda V = Signifikan (t > 1.96) ; X = Tidak Signifikan
Dari tabel 3.16 dapat kita lihat bahwa seluruh item signifikan (t > 1.96)
dan semua koefisien bermuatan positif. dengan demikian, tidak perlu ada item
yang di-drop.
67
3.5 Metode Analisis Data
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian, digunakan teknis analisis
regresi berganda. Dalam penelitian ini, IV sebanyak 11 buah, sedangkan DV
sebanyak 1 buah.
Adapun persamaan regresi berganda untuk penelitian ini sebagai berikut:
Y’ = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 +
b9X9 + b10X10 + b11X11
Dimana:
Y’ = prediksi perilaku agresi
a = konstan
b = koefisien regresi untuk masing-masing X
X1 = emotional awareness
X2 = emotional management
X3 = social emotional awareness
X4 = relationship management
X5 = konformitas compliance
X6 = konformitas acceptance
X7 = involvement with parents
X8 = positive parenting
X9 = monitoring
X10 = corporal punishment
X11 = consistency in the use of such discipline
e = residual
Melalui analisis regresi berganda ini akan diperoleh nilai R2, yaitu
koefisien korelasi berganda antara perilaku agresi remaja, kecerdasan emosi,
konformitas teman sebaya, dan persepsi parenting practices. Besarnya
kemungkinan perilaku agresi remaja yang disebabkan oleh faktor-faktor yang
telah disebutkan tadi ditunjukkan oleh koefisien determinasi berganda atau R2. R
2
merupakan proporsi varians dari perilaku agresi yang dijelaskan oleh kecerdasan
emosi, konformitas teman sebaya, dan persepsi parenting practices. Dan uji R2
68
dilakukan untuk membuktikan apakah penambahan varians dari independen
variabel satu per satu signifikan atau tidak penambahannya.
Untuk membuktikan apakah regresi X pada Y signifikan atau tidak, maka
dapat diuji dengan menggunakan uji F, pembilang adalah R2 dengan dfnya (yaitu
k), ialah jumlah independen variabel yang dianalisis, sedangkan penyebutnya (1 -
R2) dibagi dengan (N - k - 1) dimana N adalah jumlah sampel. Dari hasil uji F
yang dilakukan nantinya, dapat dilihat apakah variabel-variabel independen yang
diujikan memiliki pengaruh terhadap dependen variabel.
70
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Responden
Subjek di dalam penelitian ini adalah 193 siswa Sekolah Menengah Kejuruan
yang terletak di wilayah Kota Bogor. Karena mayoritas dari siswa di Sekolah
Menengah Kejuruan ini adalah laki-laki, maka subjek perempuan yang didapatkan
peneliti hanya sebagian kecil, yaitu sekitar 12% siswa perempuan. Mayoritas dari
subjek penelitian ini tinggal bersama dengan ayah dan ibu kandung, sebesar 93%,
sisanya tinggal bersama dengan ayah kandung saja atau ibu kandung saja.
Rentang usia subjek dalam penelitian ini adalah 15 -18 tahun, sebanyak
67% berusia 16 tahun, 21% berusia 17 tahun, sebanyak 7% berusia 18 tahun, dan
sisanya sebanyak 5 % berusia 15 tahun.
4.2 Analisis Deskriptif
Berikut ini akan diuraikan analisis deskriptif dari perilaku agresi. Adapun skor
yang digunakan melakukan analisis statistik pada penelitian ini adalah skor murni
(t-score) yang merupakan hasil proses konversi dari raw score. Proses ini
dilakukan untuk memudahkan dalam melakukan perbandingan antar skor hasil
penelitian dependent variable yang diteliti, dengan demikian raw score pada
variabel harus diletakkan pada skala yang sama. Hal ini dilakukan dengan
mentransformasi raw score menjadi z-score.
Untuk menjelaskan gambaran umum deskripsi statistik dari variabel yang
diteliti, acuan dalam perhitungan ini adalah skor mean, median, standar deviasi,
71
nilai minimum, dan nilai maksimum dari independent variable. Skor tersebut
disajikan dalam tabel 4.1 di bawah ini
Tabel 4.1
Distribusi Skor Variabel Keseluruhan Responden
N Minimum Maksimum Mean Std. Deviation
Perilaku agresi 193 25 71 50 10,000
Emotional awareness 193 23 67 50 10,000
Emotional management 193 26 71 50 10,000
Social emotional awareness 193 20 70 50 10,000
Relationship management 193 28 67 50 10,000
Konformitas compliance 193 28 66 50 10,000
Konformitas acceptance 193 26 67 50 10,000
Involvement with parents 193 25 73 50 10,000
Positive parenting 193 17 69 50 10,000
Monitoring 193 30 69 50 10,000
Corporal punishment 193 34 70 50 10,000
Consistency discipline 193 37 76 50 10,000
Berdasarkan tabel 4.1, diketahui bahwa nilai minimum dari variabel
perilaku agresi adalah 25, maksimum 71, mean 50.00 dan standar deviasi 10.000.
Variabel emotional awareness memiliki nilai minimum 23, maksimum 67, mean
50, dan standar deviasi 10,000. Variabel emotionala management memiliki nilai
minimum 26, maksimum 71, mean 50, dan standar deviasi 10,000. Variabel social
emotional management memiliki nilai minimum 20, maksimum 70, mean 50, dan
standar deviasi 10,000. Variabel relationship management memiliki nilai
minimum 28, maksimum 67, mean 50, dan standar deviasi 10,000. Variabel
konformitas compliance memiliki nilai minimum 28, maksimum 66, mean 50, dan
standar deviasi 10,000. Variabel konformitas acceptance memiliki nilai minimum
26, maksimum 67, mean 50, dan standar deviasi 10,000. Variabel involvement
with parents memiliki nilai minimum 25, maksimum 73, mean 50, dan standar
deviasi 10,000. Variabel positive parenting memiliki nilai minimum 17,
maksimum 69, mean 50, dan standar deviasi 10,000. Variabel monitoring
72
memiliki nilai minimum 30, maksimum 69, mean 50, dan standar deviasi 10,000.
Variabel corporal punishment memiliki nilai minimum 34, maksimum 70, mean
50, dan standar deviasi 10,000. Variabel consistency in the use of such discipline
memiliki nilai minimum 37, maksimum 76, mean 50, dan standar deviasi 10,000.
4.2.1 Kategorisasi variabel
Peneliti menggunakan informasi pada tabel yang telah disajikan sebelumnya
sebagai acuan untuk membuat norma kategorisasi dalam penelitian ini
menggunakan true score yang skalanya telah dipindah dengan menggunakan
rumus t score. Nilai tersebut menjadi batas bagi peneliti untuk menentukan
kategorisasi rendah dan tinggi dari masing-masing variabel penelitian. Pedoman
interpretasi skor adalah sebagai berikut:
Tabel 4.2
Pedoman Interpretasi Skor Variabel
Kategori Norma
Tinggi X>Mean
Rendah X<Mean
Uraian megenai gambaran kategorisasi skor variabel secara keseluruhan
berdasarkan tinggi rendahnya tiap variabel dapat dilihat pada tabel 4.3 di bawah.
Tabel 4.3
Kategorisasi Skor Variabel pada Keseluruhan Responden
Variabel Frekuensi %
Tinggi Rendah Tinggi Rendah
Perilaku agresi 99 94 51.29 48.71
Emotional awareness 85 108 44.04 55.96
Emotional management 93 100 48.19 51.81
Social emotional awareness 96 97 49.74 50.26
Relationship management 95 98 49.22 50.78
Konformitas compliance 100 93 51.81 48.19
Konformitas acceptance 99 94 51.29 48.71
Involvement with parents 89 104 46.11 53.89
Positive parenting 90 103 46.63 53.37
Monitoring 116 67 60.10 39.90
Corporal punishment 80 113 41.45 58.55
Consistency discipline 98 95 50.78 49.22
73
Berdasarkan tabel 4.3, dapat diketahui bahwa dari 193 subjek penelitian,
terlihat pada variabel perilaku agresi skor tinggi sebanyak 51.29% dan rendah
sebanyak 48.71%. Pada variabel emotional awareness skor tinggi sebanyak
44.04% dan rendah sebanyak 55.96%. Pada variabel emotional management skor
tinggi sebanyak 48.19% dan rendah sebanyak 51.81%. Pada variabel social
emotional awareness skor tinggi sebanyak 49.74% dan rendah sebanyak 50.26%.
Pada variabel relationship management skor tinggi sebanyak 49.22% dan rendah
sebanyak 50.78%. Pada variabel konformitas compliance skor tinggi sebanyak
51.81% dan rendah sebanyak 48.19%. Pada variabel konformitas acceptance skor
tinggi sebanyak 51.29% dan rendah sebanyak 48.71%. Pada variabel involvement
with parents skor tinggi sebanyak 46.11% dan rendah sebanyak 53.89%. Pada
variabel positive parenting skor tinggi sebanyak 46.63% dan rendah sebanyak
53.37%. Pada variabel monitoring skor tinggi sebanyak 60.10% dan rendah
sebanyak 39.90%. Pada variabel corporal punishment skor tinggi sebanyak
41.45% dan rendah sebanyak 58.55%. Pada variabel consistency i skor tinggi
sebanyak 50.78% dan rendah sebanyak 49.22%.
4.3 Uji Hipotesis Penelitian
Pada tahap ini, peneliti menguji hipotesis dengan teknik analisis regresi berganda
dengan menggunakan software SPSS 20.0. Pada saat melakukan uji regresi
terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan diantaranya yaitu, melihat besaran R-
square untuk mengetahui berapa persen (%) varians pada dependent variable
yang dijelaskan oleh independent variable, yang berikutnya adalah melihat
apakah independent variable berpengaruh signifikan terhadap dependent variable,
74
dan kemudian melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari masing-
masing independent variable.
Langkah pertama yang dilakukan peneliti adalah melihat besaran R-square
untuk mengetahui berapa persen (%) varians pada dependent variable yang
dijelaskan oleh independent variable. Untuk tabel R-square, dapat dilihat sebagai
berikut.
Tabel 4.4
Tabel R-square
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the
Estimate
1 .770a .593 .569 6.568
Dari tabel di atas, dapat kita lihat bahwa perolehan R Square sebesar 0.593 atau
59.3%. Artinya, proporsi varians dari perilaku agresi yang dijelaskan emotional
awareness, emotional management, social emotional awareness, relationship
management, konformitas compliance, konformitas acceptance, involvement with
parents, positive parenting, monitoring, corporal punishment, dan consistency
discipline adalah sebesar 59.3%, sedangkan 40.7% sisanya dipengaruhi oleh
variabel lain di luar penelitian ini.
Langkah berikutnya, peneliti menganalisis dampak dari seluruh
independent variable terhadap perilaku agresi. Adapun hasil uji F dapat dilihat
pada tabel 4.5 berikut:
a. Predictors: (Constant), Consistency Discipline, Emotoinal Awareness, Involvement with
parents, Konformitas Compliance, Konformitas Acceptance, Emotional Management,
Monitoring, Positive Parenting, Social Emotional Awareness, Relationship Management.
b. Dependent Variable: Perilaku agresi
75
Tabel 4.5
Tabel Anova Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1
Regression 11392.886 11 1035.717 24.012 .000b
Residual 7807.114 181 43.133
Total 19200.000 192
a. Dependent Variable: Perilaku agresi
b. Predictors: (Constant), Consistency Discipline, Emotoinal Awareness, Involvement with
parents, Konformitas Compliance, Konformitas Acceptance, Emotional Management,
Monitoring, Positive Parenting, Social Emotional Awareness, Relationship Management.
Diketahui bahwa nilai signifikansi lebih kecil (p<0.05), maka hipotesis
nihil yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan seluruh independent
variable terhadap dependent variable, yaitu perilaku agresi ditolak. Artinya, ada
pengaruh yang signifikan dari emotional awareness, emotional management,
social emotional awareness, relationship management, konformitas compliance,
konformitas acceptance, involvement with parents, positive parenting,
monitoring, corporal punishment, dan consistency discipline terhadap perilaku
agresi.
Langkah terakhir adalah melihat nilai dari koefisien regresi dari setiap
independent variable. Jika nilai t > 1.96 maka koefisien regresi tersebut
signifikan, berarti independent variabel memiliki dampak yang signifikan
terhadap perilaku agresi. Dan jika nilai t < 1.96 maka koefisien regresi tersebut
tidak signifikan. Adapun penyajiannya ditampilkan pada tabel 4.6 berikut:
76
Tabel 4.6
Tabel Koefisien Regresi
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients T Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) -4.642 5.509 -.843 .401
Emotional Awareness .028 .076 .028 .366 .715
Emotional Management -.193 .092 -.193 .2.093 .038
Social Emotional Awareness .148 .084 .148 1.757 .081
Relationship Management .519 .107 .519 4.848 .000
Konformitas Compliance .354 .062 .354 5.748 .000
Konformitas Acceptance -.219 .071 -.219 -3.098 .002
Involvement with parents -.054 .061 -.054 -.879 .381
Positive Parenting -.145 .081 -.145 -1.784 .076
Monitoring .145 .072 .145 2.005 .046
Corporal Punishment .271 .059 .271 4.551 .000
Consistency Discipline .239 .055 .239 4.369 .000
a. Dependent Variable: Perilaku agresi
Berdasarkan koefisien regresi pada tabel 4.6, dapat disampaikan
persamaan regresi sebagai berikut: (*signifikan)
Perilaku agresi = -4.642 + 0.028 * emotional awareness - 0.193 * emotional
management + 0.148 * social emotional awareness + 0.519 *
relationship management + 0.354 * konformitas compliance
- 0.219 * konformitas acceptance - 0.054 * involvemnet with
parents - 0.145 * positive parenting + 0.145 * monitoring +
0.271 * corporal punishment + 0.239 * consistency discipline
Dari tabel 4.6, untuk melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi yang
dihasilkan, dapat melihat nilai sig. Pada kolom paling kanan (kolom ke-6), jika p
< 0.05, maka koefisien regresi yang dihasilkan signifikan pengaruhnya terhadap
perilaku agresi dan sebaliknya. Dari hasil di atas, koefisien regresi emotional
management, relationship management, konformitas compliance, konformitas
acceptance, monitoring, corporal punishment, dan consistency in the use of such
77
discipline memiliki pengaruh yang signifikan, sedangkan sisanya tidak.
Penjelasan nilai koefisien regresi yang diperoleh pada masing-masing IV adalah
sebagai berikut:
1. Variabel emotional awareness: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.028
dengan signifikansi 0.715 (p > 0.05), Hal tersebut berarti bahwa variabel
emotional awareness pengaruhnya tidak signifikan terhadap perilaku agresi.
2. Variabel emotional management: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar
-0.193 dengan signifikansi 0.038 (p < 0.05), Hal tersebut berarti bahwa
variabel emotional management secara negative dan signifikan memengaruhi
perilaku agresi. Jadi, semakin rendah emotional management maka semakin
tinggi perilaku agresi.
3. Variabel social emotional awareness: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar
0.148 dengan signifikansi 0.081 (p > 0.05), Hal tersebut berarti bahwa
variabel social emotional awareness pengaruhnya tidak signifikan terhadap
perilaku agresi.
4. Variabel relationship management: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar
0.519 dengan signifikansi 0.000 (p < 0.05), Hal tersebut berarti bahawa
variabel relationship management secara positif dan siginifikan memengaruhi
perilaku agresi. Jadi, semakin tinggi relationship management maka semakin
tinggi perilaku agresi.
5. Variabel konformitas compliance: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar
0.354 dengan signifikansi 0.000 (p < 0.05), Hal tersebut berarti bahwa
variabel konformitas compliance secara positif dan signifikan memengaruhi
78
perilaku agresi. Jadi, semakin tinggi konformitas compliance maka semakin
tinggi perilaku agresi.
6. Variabel konformitas acceptance: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar
-0.219 dengan signifikansi 0.002 (p < 0.05), Hal tersebut berarti bahwa
variabel konformitas acceptance secara negatif dan signifikan memengaruhi
perilaku agresi. Jadi, semakin rendah konformitas acceptance maka semakin
tinggi perilaku agresi.
7. Variabel involvement with parents: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar
-0.054 dengan signifikansi 0.381 (p > 0.05), Hal tersebut berarti bahwa
variabel involvement with parents pengaruhnya tidak signifikan terhadap
perilaku agresi.
8. Variabel positive parenting: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.145
dengan signifikansi 0.076 (p > 0.05), Hal tersebut berarti bahwa variabel
positive parenting pengaruhnya tidak signifikan terhadap perilaku agresi.
9. Variabel monitoring: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.145 dengan
signifikansi 0.046 (p < 0.05), Hal tersebut berarti bahwa variabel monitoring
secara positif dan signifikan memengaruhi perilaku agresi. Jadi, semakin
tinggi monitoring maka semakin tinggi perilaku agresi.
10. Variabel corporal punishment: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.271
dengan signifikansi 0.000 (p < 0.05), Hal tersebut berarti bahwa variabel
corporal punishment secara positif dan signifikan memengaruhi perilaku
agresi. Jadi, semakin tinggi corporal punishment maka semakin tinggi
perilaku agresi.
79
11. Variabel consistency discipline: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.239
dengan signifikansi 0.000 (p < 0.05), Hal tersebut berarti bahwa variabel
consistency discipline secara positif dan signifikan memengaruhi perilaku
agresi. Jadi, semakin tinggi consistency discipline maka semakin tinggi
perilaku agresi.
Pada tabel 4.6 di atas, dari tujuh IV (emotional management, relationship
management, konformitas compliance, konformitas acceptance, monitoring,
corporal punishment, dan consistency discipline) yang berpengaruh signifikan
terhadap DV dapat diketahui variable yang memiliki pengaruh lebih besar. Pada
penelitian ini, relationship management memiliki koefisien (beta) 0.519 yang
memberikan pengaruh paling besar terhadap DV. Untuk melihat perbandingan
besar kecilnya pengaruh tiap IV terhadap DV dapat diketahui dengan dua cara,
yaitu melihat signifikansi (p) dan melihat Standardized coefficients (beta) (Umar,
2011). Maka dari tabel diatas dapat diketahui perbandingan atau urutan IV yang
memiliki pengaruh terbesar adalah sebagai berikut:
1. Relationship Management dengan beta = 0.519
2. Konformitas Compliance dengan beta = 0.354
3. Corporal Punishment dengan beta = 0.271
4. Consistency Discipline dengan beta = -0.239
5. Konformitas Acceptance dengan beta = -0.219
6. Emotional Management dengan beta = -0.193
7. Monitoring dengan beta = 0.145
80
4.3.1 Pengujian proporsi varians masing-masing independent variable
Pengujian pada tahapan ini dilakukan bertujuan untuk dapat melihat apakah
signifikan atau tidaknya penambahan proporsi varians dari tiap independent
variable, yang mana independent variable akan dianalisis secara satu per satu.
Tabel kolom pertama adalah independent variable yang dianalisis secara satu per
satu, lalu dilihat di kolom ketiga yang merupakan total penambahan varians
dependent variable dari tiap independent variable yang dianalisis satu per satu,
lalu dilihat di kolom keenam, kolom keenam ini merupakan nilai murni varians
dependent variable dari tiap independent variable yang dimasukkan sat per satu,
lalu dilihat di kolom df adalah derajat bebas bagi independent variable yang
bersangkutan, yang terdiri dari numerator dan denumerator. Kolom terakhir yang
dilihat adalah kolom sig. F Change yang fungsinya untuk mengetahui
signifikansinya. Di dalam kolom ini dilihat, apabila nilai p < 0.05 maka
independent variable memiliki sumbangan yang signifikan, artinya penambahan
proporsi varians dari independent variable yang bersangkutan, dampaknya
signifikan. Dan sebaliknya, apabila nilai p > 0.05 maka independent variable yang
bersangkutan, dampaknya tidak signifikan. Besarnya proporsi varians pada
perilaku agresi dapat dilihat pada tabel 4.7
81
Tabel 4.7
Proporsi Varians untuk masing-masing Independent Variable
Dari tabel 4.7 dapat dijelaskan informasi sebagai berikut:
1. Variabel emotional awareness memberikan sumbangan sebesar 8.7% dalam
varians perilaku agresi.
2. Variabel emotional management memberikan sumbangan sebesar 0.7%
dalam varians perilaku agresi.
3. Variabel social emotional awareness memberikan sumbangan sebesar 0.4%
dalam varians perilaku agresi.
4. Variabel relationship management memberikan sumbangan sebesar 0.1%
dalam varians perilaku agresi.
Model Summary
Model R R
Square
Adjusted
R Square
Std. Error
of the
Estimate
Change Statistics
R Square
Change
F
Change
df1 df2 Sig. F
Change
1 .296a .087 .083 9.57840 .087 18.274 1 191 .000
2 .308b .095 .085 9.56535 .007 1.521 1 190 .219
3 .314c .098 .084 9.57093 .004 .778 1 189 .379
4 .315d .100 .080 9.58982 .001 .256 1 188 .613
5 .568e .323 .305 8.33910 .223 61.622 1 187 .000
6 .640f .410 .391 7.80368 .087 27.541 1 186 .000
7 .645g .416 .394 7.78531 .006 1.878 1 185 .172
8 .649h .421 .395 7.77511 .005 1.486 1 184 .224
9 .691b .477 .451 7.40764 .056 19.708 1 183 .000
10 .742c .550 .526 6.88621 .074 29.763 1 182 .000
11 .770d .593 .569 6.56759 .043 19.088 1 181 .000
a. Predictors: (Constant), Emotional Awareness, Emotional Management, Social Emotional Awareness,
Relationship Management, Konfomitas Compliance, Konformitas Accaptance, Involvement with Parents,
Positive Parenting, Monitoring, Corporal Punishment, Consisctency Discipline
82
5. Variabel konformitas compliance memberikan sumbangan sebesar 22.3%
dalam varians perilaku agresi.
6. Variabel konformitas acceptance memberikan sumbangan sebesar 8.7%
dalam varians perilaku agresi.
7. Variabel involvement with parents memberikan sumbangan sebesar 0.6%
dalam varians perilaku agresi.
8. Variabel positive parenting memberikan sumbangan sebesar 0.5% dalam
varians perilaku agresi.
9. Variabel monitoring memberikan sumbangan sebesar 5.6% dalam varians
perilaku agresi.
10. Variabel corporal punishment memberikan sumbangan sebesar 7.4% dalam
varians perilaku agresi.
11. Variabel consistency discipline memberikan sumbangan sebesar 4.3% dalam
varians perilaku agresi.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada 7 IV, yaitu emotional
management, relationship management, konformitas compliance, konformitas
acceptance, monitoring, corporal punishment, dan consistency in the use of such
discipline, yang signifikan sumbangannya terhadap perilaku, jika dilihat dari
besarnya pertambahan R2 yang dihasilkan setiap kali dilakukan penambahan IV
(sumbangan proporsi varians yang diberikan).
83
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji hipotesis penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka
diperoleh kesimpulan dari penelitian ini, bahwa secara keseluruhan ada pengaruh
yang signifikan antara kecerdasan emosi, konformitas teman sebaya, dan persepsi
parenting practices terhadap perilaku agresi pada remaja di wilayah kota Bogor.
Berdasarkan proporsi varians yang telah dihitung, diperoleh hasil bahwa
kecerdasan emosi, konformitas teman sebaya, dan persepsi parenting practices
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku agresi. Hal tersebut
ditunjukkan dari hasil uji F yang menguji seluruh independent variabel (IV)
terhadap dependent variabel (DV). Maka hipotesis mayor yang menyatakan
bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara kecerdasan emosi, konformitas
teman sebaya, dan persepsi parenting practices terhadap perilaku agresi pada
remajadi wilayah kota Bogor tidak ditolak.
Kemudian, peneliti menguji hipotesis untuk mengetahui signifikansi dari
masing-masing koefisien regresi independent variable (IV) terhadap dependent
variable (DV), diperoleh hasil bahwa dari 11 variabel, ternyata hanya tujuh yang
signifikan pengaruhnya terhadap perilaku agresi, yaitu emotional management,
relationship management, konformitas compliance, konformitas acceptance,
monitoring, corporal punishment, dan consistency discipline. Sedangkan variabel
emotional awareness, social emotional awareness, involvement with chidren dan
84
positive parenting tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perlaku agresi
remaja di wilayah kota Bogor.
5.2 Diskusi
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh antara variabel kecerdasan
emosi, konformitas teman sebaya, dan persepsi parenting practices, dari sebelas
variabel, terdapat tujuh variabel yang memiliki pengaruh signifikan terhadap
perilaku agresi. Ketujuh variabel tersebut adalah emotional management,
relationship management, konformitas compliance, konformitas acceptance,
monitoring, corporal punishment, dan consistency discipline.
Pada penelitian ini terbukti bahwa kecerdasan emosi memiliki pengaruh
yang postif terhadap perilaku agresi. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Moskat dan Sorensen (2012) yang menyebutkan bahwa tingkat
kecerdasan emosional yang lebih rendah berkorelasi dengan skor agresi yang
lebih tinggi. Emotional management dan relationship management sebagai
dimensi dari variabel kecerdasan emosi memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap perilaku agresi. Sebagaimana yang disebutkan dalam penelitian
Goleman, bahwa emotional management merupakan kemampuan untuk
menggunakan kesadaran emosi untuk tetap fleksibel dan positif mengarahkan
perilakunya, termasuk juga pengelolaan reaksi emosi kepada orang lain dan suatu
situasi. Emotional management memiliki nilai yang negatif dan signifikan
terhadap perilaku agresi, berarti semakin rendah emotional management, maka
semakin tinggi perilaku agresi. Sedangkan, relationship management dalam
penelitian ini berarti kemampuan untuk menggunakan kesadaran emosi diri
85
sendiri dan orang lain untuk berkomunikasi secara jelas dan efektif dalam
mengatasi konflik. Relationship management memiliki nilai yang positif dan
signifikan terhadap perilaku agresi, berarti semakin tinggi relationship
management, maka semakin tinggi pula perilaku agresi.
Berikutnya, pada penelitian ini ditemukan bahwa konformitas teman
sebaya memiliki pengaruh yang positif serta signifikan terhadap perilaku agresi.
Hal ini sejalan dengan hasil teori yang diungkapkan oleh Santrock (2003), bahwa
konformitas terhadap teman sebaya dapat menjadikan remaja lebih positif dan
bahkan sangat negatif dalam perilakunya.
Konformitas compliance sebagai salah satu dimensi konformitas dalam
penelitian ini merupakan sikap individu yang telah sesuai dengan tekanan dari
kelompok, sementara secara pribadi individu tersebut tidak menyetejui
perilakunya sendiri. Konformitas compliance dalam penelitian ini memiliki nilai
positif dan pengaruh yang signifikan terhadap perilaku agresi. Hal ini berarti
semakin tinggi konformitas compliance, maka akan semakin tinggi pula perilaku
agresi.
Konformitas acceptance dalam penelitian ini merupakan tingkah laku dan
keyakinan individu sesuai dengan tekanan kelompok yang diterimanya. Dalam hal
ini, konformitas terjadi karena di dalam kelompok terdapat informasi penting
yang tidak dimiliki oleh individu. Konformitas acceptance bernilai negatif serta
signifikan terhadap perilaku agresi, hal tersebut berarti semakin rendah
konformitas acceptance, maka semakin tinggi pula perilaku agresi.
86
Monitoring sebagai dimensi dari persepsi parenting practices memiliki
pengaruh yang signifikan dan bernilai positif terhadap perilaku agresi. Dalam
penelitian ini, monitoring merupakan kegiatan yang dilakukan orang tua terhadap
anak mereka, orang tua melakukan pemantauan dan memastikan anak mereka
masih berada dalam batasan yang wajar, tidak menyimpang. Dengan kata lain,
orang tua memantau anaknya dengan baik. Hal ini berarti, semakin besar orang
tua memantau anaknya secara langsung, semakin besar perilaku agresi anak.
Corporal punishment sebagai dimensi dari persepsi parenting practices
memiliki pengaruh yang signifikan dan bernilai positif terhadap perilaku agresi.
Dalam penelitian ini, corporal punishment merupakan pemberian hukuman dari
orang tua kepada anaknya secara langsung (fisik). Hal ini berarti, semakin besar
orang tua memberikan hukuman fisik kepada anaknya, maka menjadi semakin
besar pula perilaku agresi anak.
Consistency discipline sebagai dimensi dari persepsi parenting practices
memiliki pengaruh yang signifikan dan bernilai positif terhadap perilaku agresi.
Dalam penelitian ini, consistency discipline merupakan konsekuensi yang
diterima anak ketika melanggar aturan yang telah dibuat bersama dengan orang
tuanya. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mazefsky
dan Farrell (2005), yang menyatakan bahwa consistency discipline dan
monitoring dapat membatasi munculnya perilaku menyimpang pada anak yang
dimediasi oleh tekanan teman sebayanya. Kesimpulannya adalah semakin
konsisten orang tua dalam menerapkan kedisiplinan kepada anaknya, semakin
besar pula perilaku agresi anak.
87
Pada penelitian ini, terdapat empat variabel yang tidak memberikan
pengaruh secara signifikan terhadap perilaku agresi, yaitu emotional awareness,
social emotional awareness, involvement with parents dan positive parenting.
Emotional awareness dan social emotional awareness dalam penelitian ini
merupakan kemampuan seseorang dalam memahami diri sendiri dan orang lain,
menyadari dan menangkap emosi yang muncul dari diri sendiri dan orang lain,
serta memahami dan merasakan emosi tersebut. Dalam penelitian ini tidak
memiliki pengaruh yang siginifikan.
Selain itu, variabel involvement with parents dan positive parenting juga
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku agresi. Hal ini mungkin
disebabkan karena siswa SMK sebagai responden dalam penelitian ini sudah
memasuki usia remaja, dimana figure attachment tidak lagi terpusat pada ibu dan
ayah, tetapi terdapat pengaruh lainnya misalnya saudara kandung yang lebih tua,
atau pihak keluarga lainnya, guru, dan teman-teman dapat juga menjadi figure
attachment diusianya saat ini.
5.3 Saran
Setelah melalui seluruh proses dan penyusunan laporan hasil penelitian, peneliti
menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari penelitian ini. Oleh karena itu,
peneliti membagi saran menjadi dua, yaitu saran metodologis dan praktis agar
dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi penelitian selanjutnya. Selain itu,
supaya penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pembaca, orang tua, dan
masyarakat umum, sehingga dapat mengambil manfaat dari penelitian ini.
88
5.3.1 Saran metodologis
1. Saran untuk penelitian selanjutnya, dapat diteliti perilaku agresi pada
sampel perempuan yang lebih banyak agar dapat juga dilihat pengaruh dari
faktor demografisnya.
2. Dari tiga variabel besar yang diteliti pengaruhnya terhadap perilaku agresi,
yaitu kecerdasan emosi, konformitas teman sebaya, dan persepsi parenting
practices jika menggunakan lebih banyak variable independen lagi
mungkin akan terlihat lebih besar lagi pengaruhnya.
3. Dapat juga digunakan variabel person (internal), yaitu trait, gender,
beliefs, attitude, dan values. Dan variabel situasional, yaitu aggressive
cues, profokasi, frustasi, kondisi aversive (badan kurang fit, suara yang
gaduh, bau yang tidak sedap), drugs, dan alkohol
5.3.2 Saran praktis
1. Berdasarkan hasil penelitian ini, ditemukan bahwa dimensi emotional
management dan relationship management dari kecerdasan emosi
berpengaruh signifikan terhadap perilaku agresi. Untuk itu, peneliti
menyarankan agar remaja perlu memiliki kecerdasan emosi yang lebih
baik untuk mengelola reaksi dari emosi yang muncul dan memiliki
komunikasi atau interaksi yang jelas dan efektif ketika mengatasi konflik.
Salah satu caranya adalah dengan sekolah mengadakan pelatihan-pelatihan
yang bisa meningkatkan kecerdasan emosi remaja.
2. Pada penelitian ini ditemukan bahwa seluruh dimensi konformitas teman
sebaya berpengaruh signifikan terhadap perilaku agresi. Untuk itu, peneliti
89
menyarankan untuk orang tua memberi perhatian lebih ketika remaja
memilih teman yang sikapnya santun, membawa pengaruh yang lebih
positif. Dan remaja juga harus memiliki keyakinan yang baik agar tidak
terpaku dengan tekanan maupun ajakan dari temannya yang dianggap
memberikan pengaruh yang negatif.
3. Pada penelitian ini ditemukan bahwa monitoring, corporal punishment,
dan consistency discipline dari dimensi persepsi parenting practices
memiliki perngaruh yang signifikan terhadap perilaku agresi. Dilihat dari
hasil penelitian ini, agar orang tua seharusnya memberi perlakuan yang
baik untuk anak-anaknya agar anak tidak menilai orang tuanya kurang
baik, kurang tegas, kurang disiplin dengan aturan-aturan yang telah
disepakati. Sikap orang tua yang baik seperti memantau secara langsung
kegiatan anaknya, dengan siapa anaknya berteman, dan bagaimana
temannya memberikan pengaruh kepada anaknya. Orang tua harus lebih
tegas ketika memberikan hukuman ataupun oenghargaan keada anaknya,
harus secara konsisten dan dengan penuh komitmen yang telah disepakati
dengan anak.
90
DAFTAR PUSTAKA
Antara. (2012). Jumlah Kasus Tawuran di Bogor Meningkat 95 persen.
http://www.beritasatu.com/sosial/71865-jumlah-kasus-tawuran-di-bogor-
meningkat-95-persen.html. Diakses tanggal 29 Agustus 2018
Averill, J. (1973). Personal control cver aversive stimuli and its relationship to stress.
Psychology Bulletin, 80(4), 286-303.
Baron, R., dan Byrne, D. (2005). Psikologi Sosial (10 ed.). Jakarta: Erlangga.
Berkowitz, L. (1995). Agresi: Sebab Akibat. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo.
Bornstein, M. (2002). Handbook of Parenting . United States: Lowrence Erlbaum
Publishing.
Brooks, J. (1991). The Process of Parenting (6th ed.). New York: The Mc Graw-Hill
Companies, INC.
Brown, T. A. (2006). Confirmatory Factor Analysis for Applied Research. (D. A. Kenny,
Penyunt.) New York: The Guilford Press.
Buss, A., dan Perry, M. (1992). Personality processes and individual difference. The
Agression Questionnaire. Journal of Personality and Social Psychology, 63( 3),
452-459.
Cakan, M., dan Altun, S. G. (2005). Adaption of an emotional intelligence scale for
turkish educators. International Education Journal, 6(3), 367-372.
Calhoun, J. F., dan Acocella, J. R. (1990). Psychology of Adjustment and Human
Relationship 3 th edition. New York: McGraw-Hill.
Crick, N. (1996). The role of overt aggression, and prosocial behavior in the prediction of
children's future social adjustment. Journal of Child Development.
Delisi, M., Hochstetler, A., dan Murphy, D. (2003). Self-control behind bars: A validation
study of the grasmick et.al, scale. Justice Quarterly, 20(2), 241-263.
Denson, T., DeWall, C., dan Finkel, E. (2012). Self-control and aggression current
directions in psychological science. 21(1), 20-25.
DeWall, C. N., Finkel, E. J., dan Denson, T. F. (2011). Self-control inhibits aggession.
Social and Personality PsychologyCcompass, 5(7), 458-472.
91
Eniola, M. S. (2007). The influence of emotional intelligence and self-regulation
strategies on remediation of aggressive behaviors in adolescent with visual
impairment. Ethno-Med, 1(1), 71-77.
Franzoi, S. (2003). Social Psychology (3 ed.). New York: The Mc.Graw-Hill Companies,
INC.
Finkenauer, C., Engels, R., C, M. E., dan Baumeister, R. F. (2005). Parenting behavior
and adolescent behavioral and emotional problems: The role of self-control.
International Journal of Behavioral Development, 29(1), 58-69.
Frick, J. (1999). Age trends in the assocation between parenting practices and conduct
problems. Journal of Behavioral Modification, 23, 106-128.
Goleman, D. (2005). Emotional Intelligence. New York: Bantal Dell.
Griffin, K. W., Botvin, J. G., Scheier, L. M., dan Diaz, T. (2000). Parenting practice as
predictors of substance use deloquency, and aggression among urban minority
youth: Moderating effect of family stucture and gender. Psychology of Addictive
Behavior, 14(2), 174-178.
Harrington, D. (2009). Confirmatory Factor Analysis. (T. Tripodi, dan P. Emeritus,
Penyunt.) United State of America: Oxford University Press.
Harto, Ambrosius. (2013) tawiran Itu Menewaskan Andriansyah.
http://www.megapolitan.kompas.com/read/2013/12/06/1029457/Tawuran.Itu.Me
newaskan.Andriansyah. DIakses tanggal 29 Agustus 2013
Hoghughi, M., dan Long, N. (2002). Handbook of Parenting Theory and Research for
Practices. London: Sage Publication LTD.
Hubert, C., Distefano, C., dan Kamphaus, R. (1997). Behavioral clustering of school
children. Multivariate Behavioral Research, 32(2), 105-134.
Irfan, Mohamad. (2016). Kasus Tawuran di Kota Bogor Meningkat.
http://www.metrotvnews.com/amp/GNInRe2k-kasus-tawuran-di-kota-bogor-
meningkat. Diakses tanggal 29 Agustus 2018
Kazdin, A. (1980). Behavior Modivication in Applied Settings. Ontario: The Dorsey
Press.
Lasmini, T., dan Safitri, R. (t.thn.). Kecerdasan Emosi dan Perilaku Agresi pada Guru
Sekolah Dasar. Yogjakarta: Fakultas psikologi Universitas Wangsa Manggala.
Martin, C., dan Colbert, K. (1997). Parenting a Life Span Perspective. New York: The
Mc Graw-Hill Cimpanies, INC.
92
Mazefsky, C., dan Farrell, A. (2005). The role of witnessing violence, peer provocation,
family support, and parenting practices in the aggressive behavior of rural
adolescents. Journal of Child and Family Studies, 14, 71-85.
Michener, H., Delamater, J., dan Myers, D. (2004). Social Psychology (Fifth ed.). New
York: Thomson Wadsworth.
Mohapel, Paul. (2013). The Quick Emotional Intteligence Self-Assassement.
Molineuvo, B., Pardo, Y., dan Torrubio, R. (2011). Psychometric analysis of the catalan
version of the Albama Parenting Questionnaire (APQ). Journal of Psychology,
14(2), 944-955.
Moskat, H., dan Sorensen, K. (2012). Let's Talk Feelings: Emotional Intelligence and
Aggression Predict Juvenile Offense. Whitman College.
Muraven, M., dan Baumeister, R. (2000). Self-regulation and depletion of limited
resouces: Does self-control resemble a muscle. Psychological Bulletin, 126(2),
247-259.
Mussen, P. H., Conger, J. J., Kagan, J., dan Huston, A. C. (1989). Perkembangan dan
Kepribadian Anak (6 ed.). (F. X. Budiyanto, G. Widianto, dan A. Gayatri,
Penerj.) Jakarta: Arcan.
Oppenhein, A. (1992). Questionnaire Design, Interviewing, and Attitude Measurement.
United State of America: Pinter Publisher London and New York.
Papadogiannis, P., Logan, D., dan Sitarenios, G. (2009). An ability model of emotional
intellegence: A rationale, description, and application of Mayer Salovey Caruso
Emotional Intellegence Test (MSCEIT). Dalam C. Stough, D. Saklofske, dan J.
Parker, Assessing emotional intelligence (hal. 43-65). New York: Springer.
Papalia, D., Olds, S., dan Feldman, R. (2008). Human Development. Perkembangan
Manusia (10th ed.). (B. Marwensdy, Penerj.) Jakarta: Salemba Humanika.
Papalia, Olds, dan Feldman. (2009). Human Development (Psikologi Perkembangan
Manusia) Jilid 2. Jakarta: Salemba Humanika.
Praptiani, S. (2013). Pengaruh Kontrol Diri terhadap Agresivitas Remaja dalam
Menghadapi Konflik Sebaya dan Pemaknaan Gender.
Saadi, Z. E., Honarman, M. M., Najarian, B., Ahadi, H., dan Askari, P. (2012).
Evaluation of effect of emotional intellegence training on reducing aggression in
second year high school female student. Journal of American Science, 8(5).
93
Santor, Darcy, A., dan Kusumakar, V. (2000). Measuring peer pressure, popularity, and
conformity in adolescent boy and girls: Predicting school performance, sexual
attitudes, and substance use. Journal of Youth and Adolescence(29), 163-182.
Santrock, J. W. (2003). Adolescene: Perkembangan Remaja. (S. Adelar, dan S. S.,
Penerj.) Jakarta: Erlangga.
Santrock, J. W. (2007). Adolescence. Jakarta: Erlangga.
Sarwono, S., dan Meinarno, E. (2009). Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.
Sears, D., Freedman, J., dan Peplau, L. (1985). Psikologi Sosial (5th ed.). (A. Michael,
Penerj.) Jakarta: Erlangga.
Suharnan. (2005). Psikologi Kognitif. Surabaya: Srikandi.
Tangney, J., Baumeister, R., dan Boone, A. (2004). High self-control predicts good
adjustment, less pathology, better grades, and interpersonal success. Journal of
Personality, 72(2), 272-322.
Taylor, S., Peplau, L., dan Sears, D. (2009). Psikologi Sosial Edisi kedua belas. (B. Tri
Wibowo, Penerj.) Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Umar, J. (2012). Bahan Ajar Psikometri. Tidak dipublikasikan.
Wade, C., dan Tavris, C. (2007). Psikologi (9 ed.). (B. Widyasinta, Penerj.) Jakarta:
Erlangga.
Walgito, B. (2003). Psikologi Sosial. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Wiggins, J., Wiggins, B., dan Zanden J. V. (1994). Social Psychology (Fifth ed.). USA:
Mc Graw-Hill, Inc.
94
Lampiran 1
Surat Izin Penelitian
95
96
97
LAMPIRAN 2
Kuesioner Penelitian
PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr. wb
Saya Restu Dwi Rahayu Sofianti, mahasiswi di Fakultas Psikologi, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, saat ini sedang melakukan penelitian yang merupakan persyaratan
untuk mendapat gelar Sarjana Psikologi. Saya memohon kesediaan Saudara untuk
mengisi kuesioner penelitian. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan data sebagai acuan
penelitian ini. Dalam menjawab kuesioner penelitian ini tidak ada jawaban benar atau
salah, Saudara hanya diminta mengisi sesuai dengan diri Saudara.
Saya sangat mengharapkan kerja samanya untuk mengisi lengkap seluruh bagian
dari kuesioner. Di dalam kode etik penelitian, semua jawaban yang saudara berikan
sangat terjaga kerahasiannya dan hanya digunakan untuk keperluan penelitian. Terima
kasih atas kesediaan dan kerja samanya dalam mengisi kuesioner penelitian ini.
Hormat saya,
Restu Dwi Rahayu Sofianti
Peneliti
98
PERNYATAAN KESEDIAAN RESPONDEN
Identitas Responden
Nama/Inisial : L / P *
Usia :
Tinggal bersama dengan : AyahdanIbu / Ayah / Ibu *
No. HP :
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bersedia untuk berpertisipasi dalam
mengisi kuesioner penelitian ini.
Bogor, Januari 2018
ttd
(.........................................)
*Lingkari pilihan yang sesuai
99
Petunjuk pengisian:
- Bacalah dan cermati pernyataan sebelum menjawab.
- Jawaban dipilih dengan jujur sesuai dengan diri Anda, tidak ada jawaban benar
atau salah.
- Lingkari angka yang paling menunjukkan diri Anda.
Keterangan: Semakin besar angkanya, maka pernyataan sesuai menggambarkan diri Anda
Sangat Tidak Sesuai Sangat Sesuai
1 2 3 4 5 6 7 8
Skala I
Pilihlah angka yang paling sesuai menggambarkan diri anda. Semakin besar angkanya,
semakin sesuai dengan diri anda.
No Pernyataan Sangat tidak sesuai – Sangat sesuai
1 Kadang saya tidak bisa mengendalikan dorongan
untuk menyakiti orang lain. 1 2 3 4 5 6
2 Saya memukul karena provokasi dari orang lain. 1 2 3 4 5 6
3 Saya membalas orang yang telah memukul saya. 1 2 3 4 5 6
4 Saya lebih banyak bertengkar dibanding orang lain. 1 2 3 4 5 6
5 Saya menggunakan kekerasan untuk melindungi
hak saya. 1 2 3 4 5 6
6 Ada tekanan dari orang itu sampai saya
memukulnya. 1 2 3 4 5 6
7 Tidak ada alasan yang baik ketika saya memukul
orang lain. 1 2 3 4 5 6
8 Saya dapat mengancam orang lain. 1 2 3 4 5 6
9 Ketika sangat marah saya dapat merusak barang. 1 2 3 4 5 6
10 Saya mengatakan kepada teman saya ketika tidak
setuju dengan mereka. 1 2 3 4 5 6
11 Saya sering tidak setuju dengan orang lain. 1 2 3 4 5 6
12 Ketika seseorang mengganggu, aku mengatakan
apa yang aku pikirkan tentangnya. 1 2 3 4 5 6
13 Saya akan berdebat jika orang tidak setuju dengan
saya. 1 2 3 4 5 6
14 Teman-teman mengatakan bahwa saya sering
berargumen. 1 2 3 4 5 6
15 Saya dapat mengatasi rasa marah dan
menyelesaikannya. 1 2 3 4 5 6
16 Ketika frustasi, saya menunjukkan kekesalan. 1 2 3 4 5 6
17 Terkadang saya merasa seperti akan meledak-ledak. 1 2 3 4 5 6
18 Saya adalah orang yang mudah marah. 1 2 3 4 5 6
19 Teman saya menganggap saya pemarah. 1 2 3 4 5 6
100
20 Terkadang saya dapat lepas kendali tanpa alasan
yang jelas. 1 2 3 4 5 6
21 Saya mengalami kesulitan dalam mengendalikan
marah. 1 2 3 4 5 6
22 Saya kadang merasa cemburu. 1 2 3 4 5 6
23 Kadang saya merasa tidak puas dalam hidup saya. 1 2 3 4 5 6
24 Orang lain terlihat selalu mendapatkan waktu
istirahat lebih baik. 1 2 3 4 5 6
25 Saya merasa tidak enak dalam berbagai hal. 1 2 3 4 5 6
26 Saya tau teman-teman membicarakan saya di
belakang. 1 2 3 4 5 6
27 Saya curiga pada orang asing yang bersikap ramah
pada saya. 1 2 3 4 5 6
28 Kadang saya beranggapan bahwa di belakang sana
orang menertawakan saya. 1 2 3 4 5 6
29 Ketika orang begitu baik, saya beranggapan bahwa
ada sesuatu yang mereka inginkan. 1 2 3 4 5 6
Skala II
Pilihlah angka yang paling sesuai menggambarkan diri anda. Semakin besar angkanya,
semakin sesuai dengan diri anda.
No Pernyataan Sangat tidak sesuai – Sangat sesuai
1 Pada saat tertentu, saya bisa merasakan perasaan
saya dengan jelas. 1 2 3 4 5 6
2 Saya mempertanggungjawabkan tanggapan saya. 1 2 3 4 5 6
3 Saya memikirkan dampak dari sebuah keputusan. 1 2 3 4 5 6
4 Saya bisa menunjukkan kasih sayang. 1 2 3 4 5 6
5 Emosi berperan penting dalam kehidupan saya. 1 2 3 4 5 6
6 Mudah untuk saya membuat tujuan dengan yang
lain. 1 2 3 4 5 6
7 Saya akan tahu dengan mudah jika orang di sekitar
saya merasa terganggu. 1 2 3 4 5 6
8 Hubungan saya dalam batasan yang aman. 1 2 3 4 5 6
9 Suasana hati saya memengaruhi orang di sekitar. 1 2 3 4 5 6
10 Saya termasuk orang yang tenang. 1 2 3 4 5 6
11 Saya peka atas perasaan orang lain. 1 2 3 4 5 6
12 Mudah bagi saya berbagi perasaan dengan orang
lain. 1 2 3 4 5 6
13 Sangat mudah untuk saya merasakan perasaan
saya. 1 2 3 4 5 6
14 Saya orang yang sangat sabar. 1 2 3 4 5 6
15 Saya memberi kabar buruk pada orang lain dengan
perasaan empati. 1 2 3 4 5 6
101
16 Saya pandai memotivasi orang lain. 1 2 3 4 5 6
17 Suasana hati saya mudah terpengaruh faktor
eksternal. 1 2 3 4 5 6
18 Saya tidak marah jika di kritik orang lain. 1 2 3 4 5 6
19 Saya mengerti bagaimana perasaan orang lain. 1 2 3 4 5 6
20 Saya orang yang ceria 1 2 3 4 5 6
21 Saya bisa merasakan saat akan marah. 1 2 3 4 5 6
22 Saya tetap tenang meskipun dalam keadaan stres. 1 2 3 4 5 6
23 Teman saya dapat bercerita dengan saya tentang
semua hal. 1 2 3 4 5 6
24 Sangat mudah untuk saya menjalin pertemanan. 1 2 3 4 5 6
25 Saya dapat mengatakan pada orang lain perasaan
yang sejujurnya. 1 2 3 4 5 6
26 Jika suatu masalah tidak memengaruhi saya secara
langsung, saya menghiraukannya. 1 2 3 4 5 6
27 Saya merasa terganggu jika melihat orang lain
menderita. 1 2 3 4 5 6
28 Saya bisa membujuk seseorang ketika ia sedang
sangat kesal. 1 2 3 4 5 6
29 Mudah bagi saya menggambarkan perasaan. 1 2 3 4 5 6
30 Saya bisa menahan diri ketika marah kepada orang
lain. 1 2 3 4 5 6
31 Saya tahu kapan waktunya saya bicara dan darus
diam. 1 2 3 4 5 6
32 Orang berkata saya mudah bergaul dan
menyenangkan. 1 2 3 4 5 6
33 Ketika marah, saya menyadari apa yang terjadi. 1 2 3 4 5 6
34 Saya mengendalikan dorongan agar dapat
menghindari hal-hal yang merusak kesejahteraan. 1 2 3 4 5 6
35 Saya peduli dengan apa yang terjadi pada orang
lain. 1 2 3 4 5 6
36 Saya suka membantu orang. 1 2 3 4 5 6
37 Saya bisa memisahkan antara pikiran dan perasaan. 1 2 3 4 5 6
38 Saya menyalurkan energi untuk kreativitas atau
hobi. 1 2 3 4 5 6
39 Saya memahami alasan orang lain mengubah
rencananya. 1 2 3 4 5 6
40 Orang lain bisa bergantung pada saya. 1 2 3 4 5 6
102
Skala III
Pilihlah angka yang paling sesuai menggambarkan diri anda. Semakin besar angkanya,
semakin sesuai dengan diri anda.
No Pernyataan Sangat tidak sesuai – Sangat sesuai
1 Saya melakukan hal hal yang biasa teman saya
lakukan. 1 2 3 4 5 6
2 Menurut saya, tidak benar jika harus selalu
bersama teman. 1 2 3 4 5 6
3 Saya rela dijauhi teman daripada harus ikut-ikutan. 1 2 3 4 5 6
4 Ketika teman mengajak tawuran, saya
mengikutinya. 1 2 3 4 5 6
5 Dalam memutuskan sesuatu hal, saya tidak butuh
pendapat kelompok. 1 2 3 4 5 6
6 Saya mengutamakan kepentingan bersama,
meskipun beresiko. 1 2 3 4 5 6
7 Saya bisa menolak ajakan teman untuk tidak ikut
tawuran sepulang sekolah. 1 2 3 4 5 6
8 Dibandingkan dengan pemikiran sendiri, saya lebih
mempercayai informasi dari teman. 1 2 3 4 5 6
9 Untuk kekompakkan, saya berpenampilan sama
dengan teman yang lain. 1 2 3 4 5 6
10 Saya berkeyakinan lebih kuat terhadap pendapat
sendiri dibandingkan dengan kelompok. 1 2 3 4 5 6
11 Saya mengikuti teman yang suka membolos. 1 2 3 4 5 6
12 Saya akan melakukan apa saja supaya dapat
berkumpul dengan teman teman. 1 2 3 4 5 6
13 Saya tidak terpengaruh dengan gaya bicara teman. 1 2 3 4 5 6
14 Saya ikuti semua kegiatan yang dijalankan
kelompok. 1 2 3 4 5 6
15 Ketika pulang sekolah saya bermain dengan teman
terlebih dahulu, kemudian pulang ke rumah. 1 2 3 4 5 6
16 Jika ada teman yang memberikan dampak negatif
untuk saya, akan saya jauhi. 1 2 3 4 5 6
17 Saya tidak ikut dengan teman yang membolos. 1 2 3 4 5 6
103
Skala IV
Pilihlah angka yang paling sesuai menggambarkan diri anda. Semakin besar angkanya,
semakin sesuai dengan diri anda.
No Pernyataan Sangat tidak sesuai – Sangat sesuai
1 a. Saya bisa curhat dengan ibu
b. Saya bisa curhat dengan ayah
1 2 3 4 5 6
1 2 3 4 5 6
2 Orang tua mengatakan bahwa saya telah melakukan
pekerjaan dengan baik 1 2 3 4 5 6
3 Orang tua mengancam memberi hukuman pada
saya, tapi tidak diberikan. 1 2 3 4 5 6
4 a. Ibu ikut andil dalam kegiatan hobi saya
b. Ayah ikut andil dalam kegiatan hobi saya
1 2 3 4 5 6
1 2 3 4 5 6
5 Orang tua memberikan hadiah jika saya berperilaku
baik 1 2 3 4 5 6
6 Saya tidak menulis catatan atau memberitahu orang
tua kemana akan pergi. 1 2 3 4 5 6
7
a. Saya melakukan hal hal menyenangkan
dengan ibu
b. Saya melakukan hal hal menyenangkan
dengan ayah
1 2 3 4 5 6
1 2 3 4 5 6
8 Saya bicara pada orang tua untuk tidak
menghukum jika saya sudah berbuat salah. 1 2 3 4 5 6
9
a. Ibu menanyakan tentang saya hari ini di
sekolah
b. Ayah menanyakan tentang saya hari ini di
sekolah
1 2 3 4 5 6
1 2 3 4 5 6
10 Saya keluar malam melebihi waktu seharusnya ada
di rumah. 1 2 3 4 5 6
11
a. Ibu membantu saya mengerjakan tugas dari
sekolah
b. Ayah membantu saya mengerjakan tugas
dari sekolah
1 2 3 4 5 6
1 2 3 4 5 6
12 Orang tua menyerah membujuk saya karena terlalu
banyak permasalahan. 1 2 3 4 5 6
13 Orang tua memuji saya ketika melakukan sesuatu
dengan baik 1 2 3 4 5 6
14
a. Ibu menanyakan tentang rencana saya
besok
b. Ayah menanyakan tentang rencana saya
besok
1 2 3 4 5 6
1 2 3 4 5 6
15
a. Ibu memberikan dukungan untuk kegiatan
penting saya
b. Ayah memberikan dukungan untuk
kegiatan penting saya
1 2 3 4 5 6
1 2 3 4 5 6
16 Orang tua memuji saya untuk berperilaku baik 1 2 3 4 5 6
17 Orang tua saya tidak tahu sama bersama dengan
teman. 1 2 3 4 5 6
104
18 Orang tua memeluk/mencium setelah saya
melakukan hal yang baik 1 2 3 4 5 6
19 Saya pergi tanpa ingat waktu tiba di rumah
seharusnya. 1 2 3 4 5 6
20
a. Ibu berbicara dengan saya tentang teman
teman
b. Ayah berbicara dengan saya tentang teman
teman
1 2 3 4 5 6
1 2 3 4 5 6
21 Saya pergi ketika sudah gelap tanpa didampingi
orang tua. 1 2 3 4 5 6
22 Orang tua saya membebaskan saya dari hukuman
yang ringan. 1 2 3 4 5 6
23 Saya ikut membantu merencanakan acara keluarga 1 2 3 4 5 6
24 Orang tua sangat sibuk dan mereka tidak tahu saya
dimana dan sedang apa. 1 2 3 4 5 6
25 Orang tua tidak memberikan hukuman saat saya
melakukan kesalahan. 1 2 3 4 5 6
26 a. Ibu menghadiri acara rapat di sekolah saya
b. Ayah menghadiri acara rapat di sekolah
saya
1 2 3 4 5 6
1 2 3 4 5 6
27 Orang tua menyukai saat saya membantu di sekitar
rumah 1 2 3 4 5 6
28 Saya keluar rumah dan saya tidak tahu. 1 2 3 4 5 6
29 Orang tua saya pergi dan tidak bilang mereka akan
kemana. 1 2 3 4 5 6
30 Saya tiba di rumah lebih lama dari jam pulang
sekolah, dan orang tua mengira saya di rumah. 1 2 3 4 5 6
31 Hukuman dari orang tua saya bergantung pada
suasana hati mereka. 1 2 3 4 5 6
32 Saya di rumah tanpa ditemani orang tua. 1 2 3 4 5 6
33 Orang tua memukul dengan tangan ketika saya
melakukan sesuatu yang salah. 1 2 3 4 5 6
34 Orang tua menampar ketika saya melakukan
sesuatu yang salah. 1 2 3 4 5 6
35 Orang tua berteriak ketika saya melakukan sesuatu
yang salah. 1 2 3 4 5 6
105
LAMPIRAN 3
Analisis Faktor Konfirmatorik Perilaku Agresi
106
Analisis Faktor Konfirmatorik Emotional Awarenwss
107
Analisis Faktor Konfirmatorik Emotional Management
108
Analisis Faktor Konfirmatorik Scoial Emotional Awareness
109
Analisis Faktor Konfirmatorik Relationship Management
110
Analisis Faktor Konfirmatorik Konformitas Compliance
111
Analisis Faktor Konfirmatorik Konformitas Acceptance
112
Analisis Faktor Konfirmatorik Involvement with Parents
Analisis Faktor Konfirmatorik Positive Parenting
113
Analisis Faktor Konfirmatorik Monitoring
Analisis Faktor Konfirmatorik Corporal Punishment
114
Analisis Faktor Konfirmatorik Consistency in the Use of Such Discipline