perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
KEWENANGAN PEMERINTAH KOTA SURAKARTA TERKAIT
PENYELENGGARAAN PERPAJAKAN PERPARKIRAN
DALAM RANGKA DESENTRALISASI FISKAL
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan guna Memperoleh
Derajat Sarjana S1 Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh
Hamdan Rahmat Suqya
NIM. E0008160
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
KEWENANGAN PEMERINTAH KOTA SURAKARTA TERKAIT
PENYELENGGARAAN PERPAJAKAN PERPARKIRAN
DALAM RANGKA DESENTRALISASI FISKAL
Oleh
Hamdan Rahmat Suqya
NIM. E0008160
Disetujui untuk dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum
(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta, Juni 2012
Pembimbing I
Suranto, S.H., M.H.
NIP. 195608121986011001
Pembimbing II
Adriana Grahani F, S.H., M.H.
NIP. 198107212005012003
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum (Skripsi)
KEWENANGAN PEMERINTAH KOTA SURAKARTA TERKAIT
PENYELENGGARAAN PERPAJAKAN PERPARKIRAN
DALAM RANGKA DESENTRALISASI FISKAL
Oleh:
Hamdan Rahmat Suqya
NIM. E0008160
Telah diterima dan dipertahankan di hadapan
Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada:
Hari : Senin
Tanggal : 16 Juli 2012
DEWAN PENGUJI
1. Sugeng Praptono, S.H., M.H. : ......................................................
Ketua
2. Suranto, S.H., M.H. : ......................................................
Sekretaris
3. Adriana Grahani Firdausi S.H., M.H. : ......................................................
Anggota
Mengetahui
Dekan,
Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum
NIP. 195702031985032001
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Hamdan Rahmat Suqya
NIM : E0008160
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul :
KEWENANGAN PEMERINTAH KOTA SURAKARTA TERKAIT
PENYELENGGARAAN PERPAJAKAN PERPARKIRAN DALAM
RANGKA DESENTRALISASI FISKAL adalah betul-betul karya sendiri. Hal-
hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi
dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti
pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik
berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari
penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, Juni 2012
Yang membuat pernyataan,
Hamdan Rahmat Suqya
NIM. E0008160
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
Hamdan Rahmat Suqya, E.0008160. 2012. KEWENANGAN PEMERINTAH
KOTA SURAKARTA TERKAIT PENYELENGGARAAN PERPAJAKAN
PERPARKIRAN DALAM RANGKA DESENTRALISASI FISKAL.
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah mengamanatkan desentralisasi fiskal. Amanat dari
undang-undang ini memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah,
khususnya pemerintah kota Surakarta, untuk mengelola sumber pendapatannya
sendiri sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang terdapat di daerah terutama
pada sektor pajak daerah. Pajak daerah sebagai salah satu unsur sumber
pendapatan daerah memungkinkan pemerintah daerah melakukan optimalisasi
pungutan dan pengelolaan terhadap pajak daerah untuk memenuhi kebutuhan
aktivitas pemerintahan daerah dan pembangunan infrastruktur daerah. Dalam
prakteknya, sumber-sumber pendapatan daerah dan sektor pajak sebagai sumber
pendapatan utama sulit untuk mengikuti perkembangan dan kompleksitas dari
pelayanan yang harus dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Salah satu jenis pajak
daerah tersebut adalah pajak parkir.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kewenangan pemerintah kota
Surakarta terkait penyelenggaraan perpajakan perparkiran dalam rangka
desentralisasi fiskal serta permasalahan dan solusi dalam pelaksanaan
kewenangan pemerintah kota Surakarta terkait penyelenggaraan perpajakan
perparkiran. Penelitian ini merupakan penelitian hukum campuran yang bersifat
preskriptif dengan menggabungkan antara penelitian hukum normatif dan
penelitian hukum empiris. Jenis data penelitian yang digunakan terdiri dari data
primer dan sekunder dimana data primer terdiri dari bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi
dokumen/ bahan pustaka dan wawancara. Teknik analisis data yang digunakan
adalah penalaran (logika) deduktif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kewenangan pemerintah kota
Surakarta dalam penyelenggaraan perpajakan perparkiran diatur dalam Peraturan
Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah yang terdiri
atas kewenangan melakukan pemungutan pajak parkir, menetapkan besaran tarif
pajak parkir, mengeluarkan surat-surat terkait pajak parkir, melakukan
pemeriksaan, penyelidikan, dan penyidikan terhadap dugaan pelanggaran pajak
parkir, menetapkan sanksi administratif, dan menjatuhkan sanksi pidana.
Kata Kunci : Pemerintah Kota Surakarta, Pajak Pakir, Desentralisasi Fiskal
v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRACT
Hamdan Rahmat Suqya, E.0008160. 2012. THE AUTHORITIES OF
SURAKARTA CITY GOVERNMENT RELATED TO THE
IMPLEMENTATION OF PARKING TAXATION IN ORDER OF FISCAL
DECENTRALIZATION. Faculty of Law, Sebelas Maret University.
The act number 32 of 2004 about local government and the Act number
33 of 2004 about financial balance between the central government and regions
mandates desentralisai fiscal. The mandate of the Act gives authority to local
governments, especially the Surakarta city govenrment, to manage its own
sources of revenues in accordance with the needs and potential of the region,
especially in the sectors of the local tax. Local tax as one of the elements a source
of local income allow local governments to perform optimization collection and
management of local taxes in meeting the needs of the activity of local
governments and infrastructure development regions. In practice, sources of local
income and the tax sector as a main source of income difficult to closely follow
the developments and the complexity of the service must be implemented by the
local government. One of the types of local tax was parking tax.
This research aims to know the authorities of Surakarta city government
related to the implementation of parking taxation in order of fiscal
decentralization and problems and solutions in exercise of the authorities of
Surakarta city government related to the implementation of taxation parking.
This research is the mixture law research that is spatially prescriptive by
combining between normative law research and empirical law research. The kind
of data research consist of primary data and secondary data. The primary data
research consist of a primary material law and secondary material law. The
technique of the collection of data used is a study of the document / material
library and an interview. . Techniques of data analysis is reasoning ( logic )
deductive method.
The result shows hat the authorities of Surakarta city government in the
implementation of taxation parking regulated by law the local act of Surakarta
number 4 of 2011 about local taxes which consists of the authority do tax
collection parking, determine the tax of parking tariff, issue a tax-related papers,
conduct an examination and the investigation of alleged violations of parking tax,
set administrative sanctions, and drop criminal sanctions.
Keywords : Surakarta City Government, Parking Taxation, Fiscal
Decentralization
vi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
MOTTO
Perjalanan ribuan mil dimulai dari langkah pertama
(pepatah kuno cina)
Kebanyakan dari kita tidak mensyukuri apa yang sudah kita miliki,
tetapi kita selalu menyesali apa yang belum kita capai
- Schopenhauer -
Orang-orang yang sukses telah belajar membuat diri mereka
melakukan hal yang harus dikerjakan ketika hal itu memang harus
dikerjakan, entah mereka menyukainya atau tidak
- Aldus Huxley -
Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak
menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat
mereka menyerah
- Thomas Alva Edison -
Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal,
tetapi bangkit kembali setiap kali kita jatuh
- Confusius -
vii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Penulisan Hukum ini penulis persembahkan kepada:
Allah Subhanahu Wata’ala, yang telah memberikan limpahan
Rahmat dan Hidayah-Nya
Kedua orang tua penulis, Bapak Adjuri Habibie dan Ibu Siti Nuryanti, yang selalu mencurahkan cinta, kasih sayang,
do’a yang tak pernah putus
Adik-adikku Muhammad Farhan Alwani dan Arina Ilma Zahiya yang senantiasa menghadirkan semangat dan
keceriaan di rumah
Teman-teman dekat dan sahabat yang tidak berhenti memberikan semangat, dukungan, motivasi, dan berbagi
pengalaman dalam suka dan duka
Serta semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian penulisan hukum ini
viii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat dan
Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan penulisan
hukum (skripsi) yang berjudul “KEWENANGAN PEMERINTAH KOTA
SURAKARTA TERKAIT PENYELENGGARAAN PERPAJAKAN
PERPARKIRAN DALAM RANGKA DESENTRALISASI FISKAL” dengan
lancar tanpa halangan yang berarti. Penulisan hukum ini diajukan sebagai
persyaratan untuk memperoleh derajat S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis sangat menyadari bahwa penulisan hukum ini tidak akan
terselesaikan dengan lancar dan baik tanpa dukungan dan kerjasama dari semua
pihak. Untuk alasan itulah penulis merasa perlu mengucapakan terima kasih
kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S selaku Rektor Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
2. Ibu Prof. Hartiniwingsih, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Bapak Suranto, S.H., M.H. selaku Pembimbing Akademik penulis selama
menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
sekaligus sebagai pembimbing I dalam penyusunan penulisan hukum ini.
4. Ibu Maria Madalina, S.H., M.Hum. selaku Ketua Bagian Hukum Tata Negara
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
5. Ibu Adriana Grahani Firdausy, S.H., M.H. selaku pembimbing II penulis
dalam menyelesaikan penulisan hukum ini.
6. Ibu Maya Pramita S.H., M.Hum selaku Kasubag Perencanaan, Evaluasi, dan
Pelaporan Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) kota
Surakarta.
7. Ibu Dra.Vic. Heny Sulistyarini selaku Kasie Penerbitan Surat Ketetapan
Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) kota Surakarta.
ix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
8. Effendi selaku Staff Bagian Perencanaan, Evaluasi, dan Pelaporan Dinas
Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) kota Surakarta.
9. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
atas segala bekal ilmu yang bermanfaat selama menuntut ilmu di Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
10. Segenap karyawan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
yang telah memberikan pelayanan terbaik kepada penulis selama berada di
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
11. Kedua orang tua penulis, Bapak Adjuri Habibie dan Situ Nuryanti, serta adik-
adikku Muhammad Farhan Alwani dan Arina Ilma Zahiya yang senantiasa
memberikan dukungan, semangat, serta doa untuk menyelesaikan penulisan
hukum ini.
12. Teman-teman seperjuangan di BEM FH UNS, FOSMI FH UNS, dan
angkatan 2008 FH UNS untuk setiap ilmu dan pengalaman untuk bekal
penulis.
13. Teman-teman UNYU KOST, Aji, Johan, Gias, Radit, Iwan, Mas Pras, Mas
Hapid, Hari yang selalu memberikan keceriaan dan kekeluargaan kepada
penulis.
14. Putri Aji Dwi Jayani, yang senantiasa memberikan do’a, semangat, dan
dorongan moral kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan hukum ini.
15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan hukum ini.
Penulis sadar bahwa penulisan hukum ini masih jauh dari kesempurnaan,
untuk itu penulis mohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan
penulisan hukum ini. Semoga penulisan hukum ini dapat memberikan manfaat
bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan bagi semua pihak yang membutuhkan.
Terima kasih.
Surakarta, Juni 2012
Penulis
x
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ...................................................................... iv
ABSTRAK ..................................................................................................... v
ABSTRACT ................................................................................................... vi
MOTTO .......................................................................................................... vii
PERSEMBAHAN .......................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ................................................................................... ix
DAFTAR ISI .................................................................................................. xiii
DAFTAR BAGAN ......................................................................................... xvi
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah ........................................................ 1
B. Rumusan masalah ................................................................. 6
C. Tujuan penelitian ................................................................... 6
D. Manfaat penelitian ................................................................. 7
E. Metode penelitian .................................................................. 8
F. Sistematika penulisan hukum ................................................ 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan tentang Pemerintah Daerah
a. Pengertian Pemerintah Daerah ............................... 13
b. Tugas dan Kewajiban Kepala Daerah ..................... 14
c. Lembaga Teknis Daerah .......................................... 17
d. Asas-asas Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah ..................................................................... 21
xi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
2. Tinjauan tentang Pajak
a. Pajak
1) Pengertian Pajak ........................................... 22
2) Unsur-unsur Definisi Pajak .......................... 23
3) Ciri-ciri Pajak ............................................... 24
4) Fungsi Pajak ................................................. 24
b. Pajak Daerah
1) Pengertian Pajak Daerah ............................... 25
2) Kriteria Pajak Daerah .................................... 26
3) Jenis Pajak Daerah ........................................ 27
4) Prinsip Pajak Daerah ..................................... 28
c. Pajak Parkir
1) Pengertian Pajak Parkir ................................. 29
2) Terminologi Pajak Parkir .............................. 30
3) Dasar Hukum Pemungutan Pajak Parkir ....... 31
4) Objek Pajak Parkir ......................................... 31
5) Subjek dan Wajib Pajak Parkir ...................... 32
3. Tinjauan tentang Desentralisasi Fiskal
a. Pengertian Desentralisasi Fiskal ........................... 34
b. Tujuan Desentralisasi Fiskal ................................. 36
B. Kerangka Pemikiran ............................................................ 37
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Lokasi ……………………………………... 39
2. Kewenangan Pemerintah Kota Surakarta dalam
Pengelolaan Pajak Perparkiran Kota Surakarta ............. 49
3. Daftar Wajib Pajak Parkir Kota Surakarta ..................... 63
4. Permasalahan yang Muncul dalam Pelaksanaan
Kewenangan Pengelolaan Perpajakan Perparkiran
oleh Pemerintah Kota Surakarta .................................... 66
xii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
B. Pembahasan
1. Kewenangan Pemerintah Kota Surakarta Terkait
Penyelenggaraan Perpajakan Perparkiran Dalam
Rangka Desentralisasi Fiskal ......................................... 70
2. Permasalahan Dalam Pelaksanaan Kewenangan
Pemerintah Kota Surakarta Terkait Penyelenggaraan
Perpajakan Perparkiran dan Solusinya ........................... 87
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................ 94
B. Saran ...................................................................................... 96
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 97
LAMPIRAN
xiii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR BAGAN
Bagan 1. Kerangka Pemikiran ......................................................................... 37
Bagan 2. Bagan Organisasi Perangkat Daerah Kota Surakarta ....................... 41
Bagan 3. Bagan Organisasi Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan
Dan Aset Kota Surakarta ..................................................................... 53
xiv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Tabel Daftar Wajib Pajak Parkir Kota Surakarta tahun 2012 ............ 63
xv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang
Pajak Daerah
xvi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia sebagai negara kesatuan dengan sistem desentralisasi telah
membawa konsekuensi tertentu berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan
daerah, khususnya mengenai hubungan keuangan antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah. Dalam rangka implementasi konsep desentralisasi, maka
pengertian otonomi sebagai hak untuk mengatur dan mengurus kepentingan serta
aspirasi daerah harus diletakkan juga dalam kerangka pembiayaan atas
penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah. Membiayai diri sendiri atau
pendapatan sendiri menunjukan bahwa daerah (harus) mempunyai sumber-sumber
pendapatan sendiri. Salah satu sumber pendapatan asli adalah pungutan yang
diperoleh dari pajak dan retribusi daerah. Kewenangan untuk mengadakan
pungutan bukan sekedar sebagai sumber pendapatan, tetapi sekaligus
melambangkan kebebasan untuk menentukan sendiri cara-cara mengatur dan
mengurus rumah tangga daerah yang bersangkutan (Muhammad Fauzan, 2006 :
227-228).
Pemerintah Daerah merupakan suatu sub sistem dari pemerintah pusat
yang berwenang mengurus dan mengelola daerah sesuai dengan aturan
perundang-undangan. Dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan bahwa Negara Kesatuan Republik
Indonesia dibagi atas daerah-daerah propinsi dan daerah propinsi itu dibagi atas
kabupaten dan kota, yang tiap-tiap propinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai
pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang. Pelaksanaan
pemerintahan daerah tidak bisa lepas dari urusan keuangan. Pemerintah daerah
memiliki kewenangan untuk mengelola dan mengatur sumber-sumber
keuangannya sendiri sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masing-masing
daerah. Salah satu sumber pemasukan daerah yang potensial adalah pajak daerah.
Optimalisasi pengelolaan pajak daerah mampu memberikan kontribusi pemasukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
kepada daerah yang tidak sedikit untuk menunjang pembiayaan pemerintahan
daerah.
Pajak sebagai sumber penerimaan daerah telah dipungut sejak awal
kemerdekaan Indonesia. Sumber penerimaan ini terus dipertahankan sampai pada
era otonomi daerah dewasa ini. Pajak daerah sebagai sumber penerimaan daerah
ditetapkan berdasarkan dengan dasar hukum yang kuat, yaitu dengan Undang-
Undangan khususnya Undang-Undang tentang pemerintahan daerah maupun
tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dengan daerah.
Pajak daerah, sebagai salah satu pendapatan asli daerah diharapkan
menjadi salah satu sumber penyelenggaraan dan pembangunan daerah, untuk
meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian,
daerah mampu melaksanakan otonomi, yaitu mampu mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri. Meskipun beberapa jenis pajak daerah telah ditetapkan
dalam undang-undang, daerah kabupaten/ kota diberi peluang dalam menggali
potensi sumber-sumber keuangannya dengan menetapkan jenis pajak selain yang
telah ditetapkan, sepanjang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dan sesuai
dengan aspirasi masyarakat.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Daerah telah memberikan kewenangan secara luas kepada
daerah untuk menggali sumber keuangannya sendiri, kiranya perlu disambut dan
ditindaklanjuti oleh daerah. Konteks ini adalah kewenangan meningkatkan
pendapatan asli daerah dari sektor pajak dan retribusi (Nurmayani, 2008: 28).
Pemberian kewenangan kepada pemerintah daerah untuk memungut pajak
dan retribusi daerah telah menimbulkan dampak pemungutan berbagai jenis pajak
dan retribusi daerah yang berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Masyarakat harus memahami hal ini sebagai sumber penerimaan yang dibutuhkan
oleh daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah daerah
harus mampu mengelola pajak daerah dan retribusi daerah dengan bijak untuk
meningkatkan pembangunan daerah dan pengelolaan pemerintahan yang baik.
Dengan sumber penerimaan sendiri berupa pajak dan retribusi daerah, pemerintah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
daerah diharapkan mampu merencanakan dan mengatur pemasukan dan
pengeluaran daerah sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masing-masing
daerah.
Keberadaan pajak daerah sebagai salah satu unsur sumber pendapatan
daerah memungkinkan pemerintah daerah melakukan optimalisasi pungutan dan
pengelolaan terhadap pajak daerah untuk memenuhi kebutuhan aktivitas
pemerintahan daerah dan pembangunan infrastruktur daerah yang memerlukan
dana operasional yang tidak sedikit. Dalam prakteknya, sumber-sumber
pendapatan daerah dan sektor pajak dan retribusi daerah sebagai sumber
pendapatan utama sulit untuk mengikuti perkembangan dan kompleksitas dari
pelayanan yang harus dilaksanakan oleh pemerintah daerah sebagai satuan
pemerintahan yang mempunyai hubungan sangat dekat dengan masyarakat.
Pada sistem pemerintahan yang terbaru tidak lagi banyak menerapkan
sistem sentralisasi, melainkan sistem otonomi daerah atau otda yang memberikan
sebagian wewenang yang tadinya harus diputuskan pada pemerintah pusat kini
dapat di putuskan di tingkat pemerintah daerah atau pemda. Kelebihan sistem ini
adalah sebagian besar keputusan dan kebijakan yang berada di daerah dapat
diputuskan di daerah tanpa adanya campur tangan dari pemerintahan di pusat.
Namun kekurangan dari sistem desentralisasi pada otonomi khusus untuk daerah
adalah euforia yang berlebihan di mana wewenang tersebut hanya mementingkat
kepentingan golongan dan kelompok serta digunakan untuk mengeruk keuntungan
pribadi atau oknum. Hal tersebut terjadi karena sulit untuk dikontrol oleh
pemerintah di tingkat pusat.
Menurut Baghir Manan sebagaimana dikutip oleh Mudrajad Kuncoro
(2004: 30), kesulitan sumber pendapatan daerah untuk mengikuti perkembangan
fungsi pelayanan karena pajak dan retribusi daerah merupakan sumber utama
pendapatan daerah. Kemudian sumber tersebut sangat tergantung pada pemerintah
pusat. Sesuai dengan pembawaanya urusan keuangan dimana pun senantiasa
dikategorikan sebagai urusan yang diatur dan diurus oleh pusat. Daerah hanya
boleh mengatur dan mengurus sepanjang ada penyerahan dari pusat yang diatur
dalam perudang-undangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Pasca Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Pusat dan Daerah diterapkan, masih muncul berbagai permasalahan
terutama soal desentralisasi fiskal dan kewenangan pengelolaan Sumber Daya
Alam. Penerapan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah tak serta merta memuaskan semua
pihak. Banyak pihak yang tidak yakin atas adanya implementasi Undang-Undang
tersebut. Tantangan pemerintah daerah dalam kewenangannya mengelola pajak
dan retribusi daerah menjadi sebuah masalah yang harus dapat diselesaikan oleh
pemerintah daerah guna mendapatkan pemasukan yang optimal dari sumber pajak
dan retribusi daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Macam-macam pajak daerah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terdiri atas pajak
provinsi dan pajak kabupaten/ kota. Jenis Pajak Provinsi terdiri atas Pajak
Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar
Kendaraan Bermotor, Pajak Air Pemukaan, dan Pajak Rokok. Sedangkan Jenis
Pajak Kabupaten/ Kota terdiri dari Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan,
Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan
Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi
dan Bangumam Perdesaan dan Perkotaan, dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan.
Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2010 menandai
reformasi perpajakan daerah dan retribusi daerah di Indonesia. Reformasi
perpajakan tersebut dilakukan dengan menambah 1 (satu) jenis pajak provinsi dan
4 (empat) jenis pajak kabupaten/ kota serta 4 (empat) jenis retribusi daerah yang
dapat dipungut oleh pemerintah daerah di Indonesia. Hal ini sekaligus mengubah
prinsip pemungutan pajak dan retribusi oleh pemerintah daerah yang sifatnya
menjadi daftar tertutup (clossed list) yang berarti pemerintah daerah hanya boleh
memungut pajak dan retribusi daerah terbatas pada jenis pajak dan retribusi yang
tercantum dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
dan Retribusi Daerah. Perubahan ini berbeda dengan ketentuan dalam Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 sebagaimana telah
dicabut dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Dearah
dan Retribusi Daerah yang memperbolehkan pemerintah daerah untuk memungut
pajak dan retribusi selain yang tercantum dalam Undang-Undang tersebut
sepanjang memenuhi syarat yang ditentukan.
Upaya mendongkrak efektifitas pemungutan pajak daerah dilakukan
dengan meningkatkan pemahaman masyarakat, petugas pajak, dan setiap pihak
yang terkait dimana dalam pemungutannya harus sesuai dengan ketentuan yang
diatur dalam Undang-Undang serta Peraturan Daerah. Hal ini memerlukan
sosialisasi kepada masyarakat untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk
membayar pajak. Salah satu pungutan pajak dan retribusi daerah yang memiliki
potensi pemasukan yang besar bagi daerah adalah pajak parkir.
Pajak parkir merupakan salah satu jenis pajak yang dikelola oleh
pemerintah daerah secara langsung yang diatur dengan Peraturan Daerah di
daerah yang bersangkutan. Pengelolaan pajak parkir diserahkan kepada
perorangan atau badan hukum dengan kewajiban untuk membayar pajak dengan
jumlah tertentu kepada pamerintah daerah. Pungutan pajak parkir berbeda dengan
palaksanaan pungutan retribusi parkir dimana pajak parkir tidak dipungut setiap
saat sebagai bentuk prestasi langsung atau timbal balik dari penggunaan sarana
dan prasarana parkir.
Optimalisasi pengelolaan pajak parkir sebagai salah satu pajak daerah
perlu digalakkan mengingat sumber pajak ini merupakan sumber pajak yang
sangat potensial di daerah. Parkir berkaitan dengan hajat hidup orang banyak dan
menjadi salah satu kebutuhan yang tidak dapat dilepaskan dari kegiatan sehari-
hari masyarakat. Salah satu daerah yang telah melakukan pengaturan pajak parkir
adalah Kota Surakarta dengan disahkannya Peraturan Daerah Kota Surakarta
Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah dimana di dalamnya terdapat
pengaturan mengenai perpajakan perparkiran. Dengan Peraturan Daerah tentang
pajak daerah ini diharapkan pemungutan dan pengelolaan pendapatan daerah dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
sektor pajak parkir dapat optimal dan memberikan sumbangan pemasukan daerah
yang besar sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan pemaparan di atas, penulis tertarik untuk menyusun dan
mengkaji lebih mendalam mengenai kewenangan pemerintah daerah Surakarta
dalam mengelola perpajakan perparkiran melalui sebuah tulisan yang berjudul
“KEWENANGAN PEMERINTAH KOTA SURAKARTA TERKAIT
PENYELENGGARAAN PERPAJAKAN PERPARKIRAN DALAM
RANGKA DESENTRALISASI FISKAL”.
B. Rumusan Masalah
Untuk memperjelas agar permasalahan yang ada dapat dibahas secara
lebih terarah dan sesuai dengan sasaran yang diharapkan, penulis akan
merumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana kewenangan Pemerintah Kota Surakarta terkait penyelenggaraan
Perpajakan Perparkiran dalam rangka Desentralisasi Fiskal?
2. Apakah permasalahan dalam pelaksanaan kewenangan Pemerintah Kota
Surakarta terkait penyelenggaraan Perpajakan Perparkiran dan bagaimana
solusinya?
C. Tujuan Penelitian
Suatu penelitian harus memiliki tujuan yang jelas sehingga dapat
memberikan arah dalam pelaksanaan penelitian tersebut. Terdapat dua macam
tujuan yang dikenal dalam suatu penelitian, yaitu tujuan objektif dan tujuan
subjektif. Tujuan objektif merupakan tujuan yang berasal dari tujuan penelitian itu
sendiri, sedangkan tujuan subjektif berasal dari penulis. Adapun tujuan objektif
dan subjektif yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Tujuan Objektif
a. Untuk mengetahui bagaimana kewenangan Pemerintah Kota Surakarta
terkait penyelenggaraan Perpajakan Perparkiran dalam rangka
Desentralisasi Fiskal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
b. Untuk mengetahui permasalahan dalam pelaksanaan kewenangan Kota
Surakarta terkait penyelenggaraan Perpajakan Perparkiran dan
memberikan solusi terhadap masalah yang dihadapi.
2. Tujuan Subjektif
a. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis di bidang kebijakan
desentralisasi fiskal terutama pada pengelolaan pajak daerah khususnya
pada pengelolaan perpajakan perparkiran di kota Surakarta.
b. Untuk memenuhi persyaratan akademis guna mencapai gelar sarjana
hukum pada bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Sebuah penulisan hukum diharapkan dapat memberikan manfaat yang
berguna baik bagi perkembangan ilmu hukum itu sendiri maupun dapat diterapkan
dalam praktiknya. Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan hukum ini
adalah:
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian penulisan hukum ini diharapkan dapat memberikan
manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum pada
umumnya dan Hukum Tata Negara pada khususnya.
b. Menambah referensi ilmiah di bidang hukum tentang perpajakan dearah
khususnya pada pengelolaan perpajakan perparkiran dalam rangka
desentralisasi fiskal.
c. Penulisan hukum ini dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan
penulisan sejenis untuk selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Menjadi wahana bagi penulis untuk mengembangkan penalaran,
membentuk pola pikir ilmiah, sekaligus menerapkan ilmu yang telah
diperoleh.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
b. Memberikan pemikiran alternatif yang diharapkan dapat digunakan
sebagai bahan informasi dalam kaitannya dengan perimbangan yang
menyangkut masalah.
c. Hasil dari penulisan hukum ini diharapkan dapat membantu
pengembangan hukum terutama dalam pengelolaan perpajakan daerah
khususnya perpajakan perparkiran di Indonesia.
E. Metode Penelitian
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada
metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari
dan mengkaji suatu gejala hukum tertentu dengan menganalisisnya. Sedangkan
metode penelitian merupakan suatu tipe pemikiran yang digunakan dalam
penelitian dan penilaian.
Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum,
prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum
yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2009: 35). Metode penelitian yang akan
digunakan oleh penulis dalam penelitian hukum ini adalah sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam penulisan hukum ini adalah penelitian hukum
campuran dimana menggabungkan antara penelitian hukum normatif
(doctrinal research) dan penelitian hukum empiris (non- doctrinal research).
Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan
dengan cara meneliti bahan-bahan hukum pustaka yang terdiri dari bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan-bahan hukum tersebut
disusun secara sistematis, dikaji dan dianalisis, kemudian ditarik kesimpulan
dalam hubungannya terkait kewenangan pemerintah daerah kota Surakarta
dalam penyelenggaraan perpajakan perparkiran dalam rangka desentralisasi
fiskal. Penelitian hukum empiris adalah penelitian hukum yang dilakukan
dengan cara meneliti langsung ke lapangan. Penulis menggunakan jenis
penelitian campuran karena selain menggunakan sumber bahan hukum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
normatif penulis masih memerlukan beberapa data yang dapat diperoleh
dengan melakukan penelitian di lapangan.
2. Sifat Penelitian
Dalam melakukan penelitian hukum ini, penulis menggunakan
penelitian hukum yang bersifat preskriptif. Ilmu hukum mempunyai
karakteristik sebagai ilmu yang bersifat preskriptif dan terapan. Maksudnya
adalah ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas
aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum. Sebagai
ilmu terapan hukum, ilmu hukum menetapkan standar prosedur, ketentuan-
ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum (Peter Mahmud
Marzuki, 2009: 22).
3. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian dilakukan untuk mendapatkan informasi dari
berbagai aspek untuk menemukan jawaban atas isu yang sedang diteliti.
Pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah
pendekatan Undang-Undang (statute approach), pendekatan kasus (case
approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif
(comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach)
(Peter Mahmud Marzuki, 2009: 93).
Pendekatan yang akan digunakan oleh penulis adalah pendekatan
Undang-Undang (statute approach) dan pendekatan historis (historical
approach). Pendekatan Undang-Undang dilakukan dengan menelaah semua
Undang-Undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang
sedang ditangani. Pendekatan historis dilakukan dengan menelaah latar
belakang apa yang dipelajari dan perkembangan pengaturan mengenai isu
yang dihadapi.
4. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini penulis lakukan di Pemerintah Kota Surakarta
sebagai instansi pemerintah yang mengeluarkan regulasi terkait pengelolaan
perpajakan perparkiran di kota Surakarta. Lebih khusus penulis melakukan
penelitian di Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
kota Surakarta yang merupakan salah satu dinas yang berada di bawah
Sekretariat Daerah kota Surakarta sebagai dinas yang bertanggung jawab
terhadap pengelolaan keuangan daerah.
5. Jenis dan Sumber Data Penelitian
Data penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung
dari sumber yang utama. Data sekunder antara lain mencakup dokumen-
dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitan yang berwujud laporan dan
sebagainya (Soetandyo Wignjosoebroto, 2008: 141). Sumber data primer dan
data sekunder dalam penelitian hukum ini adalah:
a. Data primer dalam penelitian hukum ini yaitu data hasil wawancara dari
pihak yang terkait secara langsung dengan permasalahan yang akan
diteliti. Pihak-pihak yang terkait dengan masalah yang akan diteliti
adalah sebagai berikut:
1) Maya Pramita S.H., M.Hum selaku Kasubag Perencanaan, Evaluasi,
dan Pelaporan Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset
(DPPKA) kota Surakarta;
2) Dra.Vic.Heny Sulistyarini selaku Kasie Penerbitan Surat Ketetapan
Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) kota
Surakarta;
3) Effendi selaku Staff Bagian Perencanaan, Evaluasi, dan Pelaporan
Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) kota
Surakarta.
b. Data sekunder dalam penelitian ini diambil dari bahan hukum. Bahan
hukum yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah:
1) Bahan hukum primer yang akan digunakan digunakan adalah:
a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah;
c) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
d) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah;
e) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang
Pajak Daerah;
f) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 14 Tahun 2011 tentang
Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 6
Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat
Daerah Kota Surakarta;
g) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun
2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.
2) Bahan hukum sekunder yang digunakan adalah buku-buku hukum,
jurnal-jurnal hukum, dan teks yang mendukung penulisan hukum ini
khususnya mengenai perpajakan daerah khususnya perpajakan
perparkiran di kota Surakarta.
6. Teknik Pengumpulan Data
Di dalam penelitian, pada umumnya dikenal tiga jenis alat
pengumpulan data, yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau
observasi, dan wawancara atau interview (Soerjono Soekanto, 2010: 21).
Dalam penelitian hukum ini penulis menggunakan teknik pengumpulan bahan
hukum studi dokumen atau bahan pustaka dan wawancara atau interview.
a. Studi dokumen atau bahan pustaka
Penulis mengumpulkan, membaca dan mengkaji dokumen, buku-buku,
peraturan perundang-undangan, majalah dan bahan pustaka lainnya
berbentuk data tertulis yang diperoleh di lokasi penelitian atau di tempat
lain.
b. Wawancara
Metode ini merupakan suatu kegiatan pengumpulan data dengan cara
mengadakan komunikasi secara langsung guna memperoleh data, baik
lisan maupun tertulis atas sejumlah keterangan dan data yang diperlukan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
7. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini
adalah penalaran (logika) deduktif, yaitu hal-hal yang dirumuskan secara
umum kemudian menarik kesimpulan yang sesuai dengan kasus faktual yang
sedang diteliti. Penggunaan metode deduksi ini berpangkal dari pengajuan
premis mayor. Kemudian diajukan premis minor. Dari kedua premis ini
kemudian ditarik suatu kesimpulan atau conclussion (Peter Mahmud
Marzuki, 2009: 47).
F. Sistematika Penulisan Hukum
Sistematika penulisan hukum adalah untuk mendapatkan gambaran yang
jelas mengenai isi penulisan hukum ini. Penulisan hukum ini dibagi dalam 4
(empat) bab, yaitu:
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
E. Metode Penelitian
F. Sistematika Penulisan Hukum
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
B. Kerangka Pemikiran
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
B. Pembahasan
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan tentang Pemerintah Daerah
a. Pengertian Pemerintah Daerah
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring memberikan
definisi pemerintah daerah sebagai penguasa yang memerintah di daerah,
yang secara luas dapat dikonotasikan bahwa pemerintah daerah sebagai
suatu sistem pemerintahan dalam pengelolaan admnistrasi dan
pembangunan daerah baik provinsi maupun kabupaten/ kota.
Daerah, dalam konteks pembagian administratif di Indonesia,
adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah
yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat. Daerah terdiri atas Provinsi, Kabupaten, atau Kota.
Sedangkan kecamatan, desa, dan kelurahan tidaklah dianggap sebagai
suatu Daerah (daerah otonom). Daerah dipimpin oleh Kepala Daerah
(gubernur/bupati/walikota), dan memiliki Pemerintahan Daerah serta
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Wikipedia, http://id.wikipedia.org/
wiki/Daerah).
Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan pengertian pemerintah daerah.
Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-
luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Lebih spesifik disebutkan mengenai pemerintah daerah dalam
Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 bahwa
“Pemerintahan Daerah Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah”.
Penjelasan Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 menerangkan bahwa karena negara Indonesia
adalah suatu negara kesatuan, Indonesia tidak akan mempunyai daerah di
dalam lingkungannya yang juga berbentuk negara. Wilayah Indonesia
dibagi menjadi daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi pula
menjadi daerah yang lebih kecil. Daerah-daerah itu bersifat otonom atau
administratif belaka, semuanya menurut aturan yang akan ditetapkan
dengan Undang-Undang. Di daerah-daerah yang bersifat otonom
diadakan badan perwakilan daerah, karena di daerahpun pemerintah akan
bersendikan pada permusyawaratan (C.S.T. Kansil dan Christine S.T.
Kansil, 2002: 2-3).
Sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia
menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan
otonomi daerah. Dalam penyelenggaraan otonomi daerah, dipandang
perlu untuk lebih menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran
serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta memperhatikan potensi
dan keanekaragaman daerah (H.A.W Widjaja, 2005: 36).
b. Tugas dan Kewajiban Kepala Daerah.
Penyelenggara pemerintahan adalah presiden yang dalam
menjalankan tugasnya, presiden dibantu oleh seorang wakil presiden.
Penyelenggara pemerintahan daerah adalah pemerintah daerah dan
DPRD. Setiap daerah dipimpin oleh kepala pemerintahan daerah atau
kepala daerah. Untuk provinsi kepala daerah disebut gubernur, untuk
kabupaten disebut bupati, sedangkan untuk kota disebut walikota. Dalam
melaksanakan tugasnya, kepala daerah dibantu oleh seorang wakil
kepada daerah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Tugas dan wewenang kepala daerah adalah (Siswanto Sunarno,
2008: 55) :
1) memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan
kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD;
2) mengajukan rancangan Peraturan Daerah;
3) menetapkan Peraturan Daerah yang telah mendapat persetujuan
bersama DPRD;
4) menyusun dan mengajukan rancangan Peraturan Daerah tentang
APBD kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama;
5) mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah;
6) mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat
menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan
perUndang-Undangan;
7) melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan
perUndang-Undangan.
Tugas wakil kepala daerah adalah (Siswanto Sunarno, 2008: 55-
56) :
1) membantu kepada daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan
daerah;
2) membantu kepala daerah dalam mengkoordinasikan kegiatan
instansi vertikal di daerah, menindaklanjuti laporan dan/atau temuan
hasil pengawasan aparat, melaksanakan pemberdayaan perempuan
dan pemuda, serta mengupayakan pengembangan dan pelestarian
sosial budaya dan lingkungan hidup;
3) memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan
kabupaten dan kota bagi wakil kepala daerah provinsi;
4) memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan di
wilayah kecamatan, kelurahan dan/atau desa bagi wakil kepala
daerah kabupaten/ kota;
5) memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala dearah dalam
penyelenggaraan kegiatan pemerintahan daerah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
6) melaksanakan tugas dan kewajiban pemerintahan lainnya yang
diberikan oleh kepala daerah;
7) melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah apabila kepala
daerah berhalangan.
Wakil kepada daerah bertanggung jawab langsung kepada kepala
daerah. Wakil kapala daerah dapat menggantikan kepala daerah sampai
masa jabatannya habis apabila kepala daerah meninggal, berhenti
maupun diberhentikan, atau tidak dapat menjalankan kewajibannya dan
tugasnya sebagai kepala daerah selama 6 (enam) bulan masa jabatannya
secara terus menerus.
Kepala daerah, dalam melaksanakan tugasnya mempunyai
kewajiban sebagai berikut (Siswanto Sunarno, 2008: 56) :
1) memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta
mempertahankan dan memelihata keutuhan NKRI;
2) meningkatkan kesejahteraan rakyat;
3) memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat;
4) melaksanakan kehidupan demokrasi;
5) menaati dan menegakkan seluruh peraturan perUndang-Undangan;
6) menjaga etika dan norma dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah;
7) memajukan dan mengembangkan daya saing daerah;
8) melaksanakan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik;
9) melaksanakan dan mempertanggungjawabkan keuangan daerah;
10) menjalin hubungan kerja dengan seluruh instansi vertikal di daerah
dan semua perangkat daerah;
11) menyampaikan rencana strategis penyelenggaraan pemerintahan
dearah di hadapan rapat paripurna DPRD.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Gubernur karena jabatannya berkedudukan sebagai wakil
pemerintah provinsi wajib bertanggung jawab kepada presiden. Dalam
kedudukan sebagai wakil pemerintah di daerah, gubernur mempunyai
tugas dan wewenang, yakni (Siswanto Sunarno, 2008: 55-56) :
1) pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah
kabupaten/ kota;
2) koordinasi penyelenggaraan urusan pemerintah di daerah provinsi
dan kabupaten/ kota;
3) koordinasi pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas
pembantuan di provinsi dan kabupaten/ kota.
c. Lembaga Teknis Daerah
Dalam menjalakan tugas pemerintahan daerah, Kepala Daerah
dibantu oleh Lembaga Teknis Daerah. Dalam Pasal 125 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan
bahwa Lembaga Teknis Daerah merupakan unsur pendukung tugas
kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang
bersifat spesifik berbentuk Badan, Kantor, atau Rumah Sakit Umum
Daerah. Badan, kantor atau rumah sakit umum daerah tersebut dipimpin
oleh kepala badan, kepala kantor, atau kepala rumah sakit umum daerah
yang diangkat oleh kepala daerah dari pegawai negeri sipil yang
memenuhi syarat atas usul Sekretaris Daerah. Dalam menjalankan
tugasnya, Kepala Lembaga Teknis Daerah tersebut bertanggung jawab
kepada kepala daerah melalui Sekretaris Daerah.
Lembaga Teknis Daerah adalah unsur pelaksana Pemerintah
Daerah. Daerah dapat berarti provinsi, kabupaten, atau kota. Untuk
daerah provinsi, Lembaga Teknis Daerah dipimpin oleh seorang kepala
yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada gubernur melalui
Sekretaris Daerah. Demikian pula untuk daerah kabupaten/ kota,
Lembaga Teknis Daerah dipimpin oleh seorang kepala yang berada di
bawah dan bertanggung jawab kepada bupati/ walikota melalui Sekretaris
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Daerah. Lembaga Teknis Daerah mempunyai tugas melaksanakan tugas
tertentu yang karena sifatnya tidak tercakup oleh Sekretariat Daerah dan
dinas daerah dalam lingkup tugasnya. Tugas tertentu tersebut meliputi
bidang penelitian dan pengembangan, perencanaan, pengawasan,
pendidikan dan pelatihan, perpustakaan, kearsipan dan dokumentasi,
kependudukan, dan pelayanan kesehatan. Lembaga Teknis Daerah
menyelenggarakan fungsi perumusan kebijakan teknis sesuai dengan
lingkup tugasnya, serta penunjang penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah (Wikipedia, http://id.wikipedia.org/wiki/Lembaga_teknis_
daerah).
Lembaga Teknis Daerah dapat berbentuk Badan, Kantor, dan
Rumah Sakit. Contoh Lembaga Teknis Daerah adalah Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Badan Kepegawaian
Daerah (BKD), Badan Layanan Kesehatan Rumah Sakit Daerah, serta
Kantor Satuan Polisi Pamong Praja. Penjelasan terkait contoh Lembaga
Teknis Daerah diatas adalah sebagai berikut:
1) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah atau disingkat
Bappeda merupakan unsur perencana penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah mempunyai tugas
melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di
bidang perencanaan pembangunan daerah. Bappeda merupakan
badan yang vital dalam pengelolaan pembangunan daerah. Bappeda
yang bertugas menyusun rencana pembangunan daerah baik dalam
tingkat provinsi maupun kabupaten/ kota.
2) Badan Kepegawaian Daerah (BKD)
Pasal 1 ayat (1) Keputusan Presiden Nomor 159 Tahun 2000
Tentang Pedoman Pembentukan Badan Kepegawain Daerah
menyebutkan bahwa Badan Kepegawaian Daerah atau BKD adalah
perangkat daerah yang melaksanakan manajemen Pegawai Negeri
Sipil Daerah dalam membantu tugas pokok Pejabat Pembina
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Kepegawaian Daerah. Dalam melaksanakan tugasnya BKD berada
di bawah Kepala Daerah dan bertanggung jawab kepada Kepala
Daerah melalui Sekretaris Daerah. BKD mempunyai tugas pokok
membantu Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah dalam
melaksanakan manajemen Pegawai Negeri Sipil Daerah.
Badan Kepegawaian Daerah merupakan unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah yang mempunyai tugas pokok untuk
membantu Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah (PPKD) dalam
melaksanakan manajemen Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD).
Untuk menyelenggarakan tugas tersebut, Badan Kepegawaian
Daerah mempunyai fungsi sebagai berikut:
a) Penyiapan penyusunan peraturan perundangan daerah di bidang
kepegawaian sesuai dengan norma, standar, dan prosedur yang
ditetapkan Pemerintah;
b) Perencanaan dan pengembangan kepegawaian daerah;
c) Penyiapan kebijakan teknis pengembangan kepegawaian daerah;
d) Penyiapan dan pelaksanaan pengangkatan, kenaikan pangkat,
pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Daerah
sesuai dengan norma, standar, dan prosedur yang ditetapkan
dalam peraturan perundang-undangan;
e) Pelayanan administrasi kepegawaian dalam pengangkatan,
pemindahan, dan pemberhentian dalam dan dari jabatan
struktural atau fungsional sesuai dengan norma, standar, dan
prosedur yang ditetapkan dengan peraturan perundang-
undangan;
f) Penyiapan dan penetapkan pensiun Pegawai Negeri Sipil Daerah
sesuai dengan norma, standar, dan prosedur yang ditetapkan
dengan peraturan perundang-undangan;
g) Penyiapan penetapan gaji, tunjangan dan kesejahteraan Pegawai
Negeri Sipil Daerah sesuai dengan norma, standar, dan prosedur
yang telah ditetapkam dengan peraturan perundang-undangan;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
h) Penyelenggaraan administrasi Pegawai Negeri Sipil Daerah;
i) Pengelolaan sistem informasi kepegawaian daerah; dan
j) Penyampian informasi kepegawaian daerah kepada Badan
Kepegawaian Negara.
3) Rumah Sakit Umum Daerah
Rumah Sakit Daerah merupakan sarana kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna
yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat
darurat yang dikategorikan ke dalam Rumah Sakit Umum Daerah
dan Rumah Sakit Khusus Daerah. Rumah Sakit Daerah terdapat di
daerah baik daerah Provinsi maupun daerah Kabupaten/ Kota.
Rumah Sakit Daerah ini bukan merupakan satu-satunya unit
pelayanan kesehatan yang terdapat di daerah, namun beberapa unit
pelayanan kesehatan milik swasta atau perorangan juga terdapat di
daerah. Hal ini memudahkan masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan sesuai dengan pilihan masing-masing.
4) Satuan Polisi Pamong Praja
Satuan Polisi Pamong Praja atau disingkat Satpol PP adalah
perangkat Pemerintah Daerah yang bertugas memelihara
ketentraman dan ketertiban umum serta menegakkan Peraturan
Daerah. Organisasi dan tata kerja Satpol PP ditetapkan dengan
Peraturan Daerah. Satpol PP dapat berkedudukan di Daerah Provinsi
dan Daerah Kabupaten/ Kota. Di Daerah Provinsi, Satpol PP
dipimpin oleh Kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab
kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah. Sedangkan di Daerah
Kabupaten/ Kota, Satpol PP dipimpin oleh Kepala yang berada di
bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati/ Walikota melalui
Sekretaris Daerah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
d. Asas-asas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Proses penyelenggaraan pemerintahan yang baik perlu didasarkan
pada asas-asas agar tercipta sistem pemerintah yang bersih dan bebas
korupsi, kolusi, dan nepotisme. Asas umum pemerintahan yang baik
menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara
Negara yang Bersih dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme meliputi
(Siswanto Sunarno, 2008: 34) :
1) asas kepastian hukum adalah asas dalam negara hukum yang
mengutamakan landasan peraturan perUndang-Undangan, kepatutan,
dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara negara;
2) asas tertib penyelenggara negara adalah asas yang menjadi landasan
keteraturan, keserasian, dan kesimbangan dalam pengendalian
penyelenggara negara;
3) asas keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak
masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak
diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap
memperhatikan perlndungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan
rahasia negara;
4) asas proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan
antara hak dan kewajiban penyelenggara negara;
5) asas profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian
berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perUndang-
Undangan yang berlaku;
6) asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap
kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus
dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat
sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara dengan ketentuan
peraturan perunndang-undangan yang berlaku.
Asas-asas penyelenggara pemerintah menurut Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, selain menerapkan
asas-asas sebagaimana tersebut di atas, juga menambahkan 3 (tiga) asas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
lagi, yakni asas kepentingan umum, asas efektif, dan asas efisien.
Demikian juga, menggunakan asas desentralisasi, asas pembantuan, dan
asas dekonsentrasi.
2. Tinjauan tentang Pajak
a. Pajak
1) Pengertian Pajak
Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang
paling besar karena di dalam pungutannya melibatkan seluruh
lapisan masyarakat Indonesia. Dalam buku karangan Bohari, berapa
ahli pajak memberikan definisi tentang pajak diantaranya Prof. Dr.
PJA Adriani, Prof. Dr. MJH. Smeeths, Prof. Dr. Rachmat Soemitro,
dan Dr.Soeparman Soemahamidjaya (Bohari, 2008: 23-25).
a) Prof. Dr. PJA Adriani mendefinisikan pajak sebagai iuran pada
negara yang dapat dipaksakan yang terutang oleh yang wajib
membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak dapat
prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang
gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
umum berhubungan dengan tugas pemerintah.
b) Prof. Dr. MJH. Smeeths memberikan definisi pajak sebagai
prestasi pemerintah yang terutang melalui norma-norma hukum,
dan yang dapat dipaksakan, tanpa adanya kontra prestasi yang
dapat ditunjukkan dalam hal individual, maksudnya adalah
membiayai pengeluaran pemerintah.
c) Prof. Dr. Rachmat Soemitro mengartikan pajak adalah iuran
rakyat kepada negara berdasarkan Undang-Undang (dapat
dipaksakan), yang langsung dapat ditunjuk dan digunakan untuk
membiayai pembangunan.
d) Dr.Soeparman Soemahamidjaya mengartikan pajak sebagai
iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut penguasa
berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai
kesejahteraan umum.
Pencantuman istilah iuran wajib dimaksudkan agar
menghilangkan istilah paksaan, karena pada prinsipnya kewajiban
pembayaran pajak didasarkan pada kesadaran wajib pajak atau
masyarakat. Fungsi Undang-Undang sebagai landasan pelaksanaan
agar pelaksanaan pungutan pajak memiliki dasar yang kuat serta
teratur mengenai teknis dan ketentuan jumlah pajaknya.
2) Unsur-unsur Definisi Pajak
Unsur-unsur yang terdapat dalam definisi pajak adalah
(Bohari, 2008: 25) :
a) bahwa pajak itu adalah suatu iuran, atau kewajiban
menyerahkan sebagian kekayaan, pendapatan kepada negara.
Dapat dikatakan bahwa pemerintah menarik sebagian daya beli
rakyat untuk negara;
b) bahwa perpindahan atau penyerahan iuran itu adalah bersifat
wajib, dalam arti bahwa bila kewajiban itu tidak dilaksanakan
maka dengan sendirinya dapat dipaksakan. Artinya hutang itu
dapat ditagih dengan menggunakan kekerasan seperti surat
paksa dan sita;
c) perpindahan ini adalah berdasarkan Undang-Undang atau
peraturan yang dibuat oleh pemerintah yang berlaku umum.
Sekiranya pemungutan pajak tidak berdasarkan Undang-Undang
atau peraturanm maka ini tidak sah dan dianggap sebagai
perampasan hak;
d) tidak ada jasa timbal (tegen prestasi) yang dapat ditunjuk,
artinya bahwa antara pembayaran pajak dengan prestasi dari
negara tidak ada hubungan langsung. Prestasi tersebut tidak
ditunjukkan secara langsung kepada individu dan pembayar
pajak, tetapi ditunjukkan secara kolektif atau kepada anggota
masyarakat secara keseluruhan;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
e) uang yang dikumpulkan tadi oleh negara digunakan untuk
membayai pengeluaran umum yang berguna untuk rakyat,
seperti pembuatan jalan, jembatan, gedung, gaji untuk pegawai
negeri termasuk ABRI, dan sebagainya.
3) Ciri-ciri Pajak
Ciri-ciri pajak yang tersimpul dalam berbagai definisi adalah
(Erly Suandy, 2002: 11) :
a) pajak peralihan kekayaan dari orang/ badan ke pemerintah;
b) pajak dipungut berdasarkan/ dengan kekuatan Undang-Undang
serta aturan pelaksananya, sehingga dapat dipaksakan;
c) dalam pembayarannya pajak tidak dapat ditunjukkan adanya
kontraprestasi langsung secara individual yang diberikan oleh
pemerintah;
d) pajak dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah;
e) pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah,
yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus,
dipergunakan untuk membiayai public investment;
f) pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan
tertentu dari pemerintah;
g) pajak dapat dipungut secara langsung atau tidak langsung.
4) Fungsi Pajak
Pungutan pajak memiliki 2 (dua) fungi umum, yaitu fungi
budgatair/ financial dan fungsi regulerend/ fungsi mengatur (Erly
Suandy, 2002: 13-14).
(1) Fungi budgatair/ financial
Fungsi budgatair atau financial yaitu memasukkan yang
sebanyak-banyaknya ke kas negara, dengan tujuan untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran negara.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
(2) Fungsi regulerend/ fungsi mengatur
Fungsi regulerend atau fungsi mengatur yaitu pajak
digunakan sebagai alat untuk mengatur masyarakat baik di
bidang ekonomi, sosial, maupun politik dengan tujuan tertetu.
b. Pajak Daerah
1) Pengertian Pajak Daerah
Dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah disebutkan bahwa
pengertian pajak daerah, yaitu:
Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pajak daerah merupakan iuran wajib yang dilakukan oleh
daerah kepada orang pibadi atau badan hukum tanpa imbalan
langsung yang seimbang. Pajak daerah ini dapat dipaksakan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dimana
pajak daerah ini digunakan untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintah daeran dan pembangunan daerah. Dengan demikian,
pajak daerah merupakan pajak yang ditetapkan oleh pemerintah
daerah dengan Peraturan Daerah, yang wewenang pemungutannya
dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan hasilnya digunakan untuk
membiayai pengeluaran pemerintah daerah dalam melaksanakan
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah. Karena
pemerintah daerah di Indonesia terbagi menjadi 2 (dua), yaitu
pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/ kota, yang diberi
kewenangan untuk melaksanakan otonomi daerah, pajak daerah di
Indonesia dewasa ini juga dibagi menjadi 2 (dua), yaitu pajak
provinsi dan pajak kabupaten/ kota (Marihot P Siahaan, 2010: 9-10).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Pajak daerah harus ditetapkan dengan Peraturan Daerah
setelah mendapatkan persetujuan DPRD dan tidak boleh
bertentangan dengan pajak pemerintah pusat serta tidak boleh
bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat. Dengan demikian,
sebelum diundangkan Peraturan Daerah tentang pajak daerah,
pemerintah daerah harus memberitahukan kepada pemerintah pusat
untuk mendapatkan persetujuan. Hal ini dilakukan untuk
menghindari adanya pemungutan pajak ganda pada objek pajak yang
sama. Oleh karena itu penetapan pajak pemerintah pusat maupun
pajak daerah diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Dari definisi dan penjelasan tentang pajak Daerah
sebagaimana tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pajak daerah
adalah (Satria, http://id.shvoong.com/business-management/
accounting/2187729-pengertian-pajak-daerah/# ixzz1fJCngrqE) :
a) pajak daerah adalah pajak yang diserahkan pengelolaannya oleh
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah;
b) penyerahan pajak daerah berdasarkan kepada Undang-Undang;
c) pajak daerah tidak boleh bertentangan dengan pajak pemerintah
pusat;
d) pajak daerah harus ditetapkan dengan Peraturan Daerah
berdasarkan peraturan.
2) Kriteria Pajak Daerah
Kriteria pajak daerah yang ditetapkan Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
bagi kabupaten/ kota adalah (Ahmad Yani, 2009: 53):
a) bersifat pajak dan bukan retribusi;
b) objek pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupaten/
kota yang bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup
rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah kabupaten/
kota yang bersangkutan;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
c) objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan
kepentingan umum;
d) objek pajak bukan merupakan objek pajak provinsi dan/ atau
objek pajak pusat;
e) potensinya memadai;
f) tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif;
g) memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat;
dan
h) menjaga kelestarian lingkungan.
3) Jenis Pajak Daerah
Jenis pajak daerah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terdiri
atas pajak provinsi dan pajak kabupaten/ kota (Marihot P Siahaan,
2010: 64-65).
a) Jenis Pajak Provinsi, yang terdiri atas:
(1) Pajak Kendaraan Bermotor;
(2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
(3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
(4) Pajak Air Pemukaan; dan
(5) Pajak Rokok.
b) Jenis Pajak Kabupaten/ Kota, yang terdiri atas:
(1) Pajak Hotel;
(2) Pajak Restoran;
(3) Pajak Hiburan;
(4) Pajak Reklame;
(5) Pajak Penerangan Jalan;
(6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
(7) Pajak Parkir;
(8) Pajak Air Tanah;
(9) Pajak Sarang Burung Walet;
(10) Pajak Bumi dan Bangumam Perdesaan dan Perkotaan; dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
(11) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Daerah dilarang melakukan pemungutan pajak selain jenis
pajak di atas. Jenis pajak provinsi, kabupaten, dan kota di atas dapat
tidak dipungut apabila potensinya kurang memadai dan atau
disesuaikan dengan kebijakan daerah yang ditetapkan dengan
Peraturan Daerah. Khusus untuk daerah yang setingkat dengan
daerah provinsi, tetapi tidak terbagi dalam daerah kabupaten/ kota
otonom, jenis pajak yang dapat dipungut merupakan gabungan dari
pajak untuk daerah provinsi dan pajak untuk daerah kabupaten/ kota.
4) Prinsip Pajak Daerah
Prinsip-prinsip umum sistem perpajakan yang dianut oleh
banyak negara di dunia pada umunya tetap sama, yaitu harus
memenuhi kriteria umum tentang perpajakan dearah seperti berikut
ini (Adrian Sutedi, 2008: 48):
a) prinsip memberikan pendapatan yang cukup dan elastis, artinya
dapat mudah naik/ turunnya tingkat pendapatan masyarakat;
b) adil dan merata secara vertikal, artinya sesuai dengan tingkatan
kelompok masyarakat. Juga adil secara horizontal, artinya
berlaku sama bagi setiap anggota masyarakat sehingga tidak ada
yang kebal pajak;
c) administrasi yang fleksibel, artinya sederhana, mudah dihitung,
dan pelayanan memuaskan bagi si wajib pajak;
d) secara politis dapat diterima masyarakat sehingga timbul
motivasi dan kesadaran pribadi untuk membayar pajak;
e) nondistorsi terhadap perekonomian, yaitu implikasi pajak atau
pungutan yang hanya menimbulkan pengaruh minimal terhadap
perekonomian. Pada dasarnya, setiap pajak atau pungutan akan
menimbulkan suatu beban, baik bagi konsumen maupun
produsen. Diharapkan suatu pajak tidak menimbulkan beban
tambahan (extra burden) yang berlebihan sehingga akan
merugikan masyarakat secara menyeluruh (dead-weight loss).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
c. Pajak Parkir
1) Pengertian Pajak Parkir
Dalam Pasal 1 angka 31 Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah disebutkan
mengenai pengertian pajak parkir.
Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir
di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan
pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha,
termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor.
Sedangkan pengertian parkir dalam Pasal 1 angka 32
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah diartikan sebagai keadaan tidak bergerak suatu
kendaraan yang tidak bersifat sementara. Pengenaan pajak parkir
tidak mutlak ada pada seluruh kabupaten/ kota yang ada di
Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan
kepada pemerintah kabupaten/ kota untuk mengenakan atau tidak
mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/ kota. Karena itu untuk
dapat dipungut pada suatu daerah kabupaten/ kota maka pemerintah
daerah harus terlebih dahulu menerbitkan Peraturan Daerah tentang
pajak parkir yang akan menjadi landasan hukum operasional dan
teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan pajak parkir di
daerah kabupaten/ kota yang bersangkutan.
Pajak Parkir merupakan pajak yang diperuntukkan daerah
Kabupaten/ Kota yang bersangkutan. Pajak ini dapat dilakukan
earmark
khusus untuk meningkatkan kualitas pelayanan secara
bertahap dan terus menerus dan sekaligus menciptakan good
governance dan clean government, penerimaan beberapa jenis pajak
daerah wajib dialokasikan (earmarking) untuk mendanai
pembangunan sarana dan prasarana yang secara langsung dapat
dinikmati oleh pembayar pajak dan seluruh masyarakat (Wikipedia,
http://id.wikipedia.org/ wiki/Pajak_parkir).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
2) Terminologi Pajak Parkir
Dalam pemungutan pajak parkir terdapat beberapa
terminologi yang perlu diketahui. Terminologi tersebut dapat dilihat
sebagai berikut (Marihot P Siahaan, 2010: 470-471):
a) tempat parkir adalah tempat parkir di luar badan jalan yang
disediakan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan
berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai
suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan
bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut
bayaran;
b) pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya
diterima sebagai imbalan atas penyerahan barang dan atau jasa
pembayaran kepada penyelenggara tempat parkir;
c) pengusaha parkir adalah orang pribadi atau badan hukum yang
menyelenggarakan usaha pakir atau jenis lainnya pada gedung,
pelataran milik pemerintah/ swasta orang probadi atau badan
yang dijadikan tempat parkir untuk dan atas namanya sendiri
atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi
tanggungannya;
d) gedung parkir adalah tempat parkir kendaraan, tempat
menyimpan kendaraan dan atau tempat memamerkan kendaraan
yang berupa gedung milik pemerintah/ swasta, orang pribadi,
atau badan yang dikelola sebagai tempat parkir kendaraan;
e) pelataran parkir adalah pelataran milik pemerintah/ swasta,
orang pribadi, atau badan di luar badan jalan atau yang di kelola
sebagai tempat parkir secara terbuka;
f) garasi adalah bangunan atau ruang rumah yang dipakai untuk
menyimpan kendaraan bermotor yang dipungut bayaran;
g) tempat penitipan kendaraan adalah suatu ruang, bidang yang
dipakai untuk menyimpan, menaruh, mengumpulkan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
memamerkan, memajang kendaraan untuk jangka waktu
tertentu, dan atau untuk diperjualbelikan;
h) kendaraan bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan
oleh peralatan yang ada pada kendaraan itu dan dipergunakan
untuk pengangkutan orang dan atau barang di jalan.
3) Dasar Hukum Pemungutan Pajak Parkir
Pemungutan pajak parkir di Indonesia dilaksanakan dengan
dasar yang jelas dan kuat sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat
dan pihak yang terkait. Dasar hukum pemungutan pajak parkir di
suatu kabupaten atau kota adalah sebagaimana di bawah ini (Marihot
P Siahaan, 2010: 471) :
a) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah;
b) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan
perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;
c) Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 Tentang Pajak
Daerah;
d) Peraturan Daerah kabupaten/ kota yang mengatur tentang Pajak
Parkir;
e) Keputusan Bupati/ Walikota yang mengatur tentang Pajak Parkir
sebagai aturan pelaksanaan Peraturan Daerah Tentang Pajak
Parkir pada kabupaten/ kota yang dimaksud.
4) Objek Pajak Parkir
Dalam Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah disebutkan
mengenai pengertian objek parkir.
Objek Pajak Parkir adalah penyelenggaraan tempat Parkir di
luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan
pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha,
termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Klasifikasi tempat parkir di luar badan jalan yang dikenakan
pajak parkir adalah (Marihot P Siahaan, 2010: 472):
a) gedung parkir;
b) pelataran parkir;
c) garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran, dan;
d) tempat penitipan kendaraan bermotor.
Pada pajak parkir tidak semua penyelenggaraan parkir
dikenakan pajak. Ada beberapa pengecualian yang tidak termasuk
objek pajak parkir. Pengecualian tersebut antara lain sebagai berikut
(Marihot P Siahaan, 2010: 472-473):
a) penyelenggaraan tempat parkir oleh pemerintah pusat dan
pemerintah daerah. Penyelenggaraan tempat parkir oleh BUMN
dan BUMD tidak dikecualikan sebagai objek pajak parkir;
b) penyelenggaraan tempat parkir oleh perkantoran yang hanya
digunakan untuk karyawannya sendiri;
c) penyelenggaraan parkir oleh kedutaan, konsulat, perwakilan
negara asing, dan perwakilan lembaga-lembaga internsional
dengan asas timbal balik. Ketentuan tentang pengecualian
pengenaan pajak parkir bagi perwakilan lembaga-lembaga
internasional berpedoman kepada keputusan Menteri Keuangan;
d) penyelenggaraan tempat parkir lainnya yang diatur dengan
Peraturan Daerah antara lain penyelenggaraan tempat parkir di
tempat peribadatan dan sekolah serta tempat-tempat lainnya
yang diatur lebih lanjut oleh bupati/ walikota.
5) Subjek Pajak dan Wajib Pajak Parkir
Pada pajak parkir, subjek pajak adalah orang pribadi atau
badan yang melakukan parkir kendaraan bermotor. Sedangkan yang
menjadi wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang
menyelenggarakan tempat parkir. Pajak parkir dibayar oleh
pengusaha yang menyediakan tempat parkir dengan dipungut
bayaran. Pengusaha tersebut secara otomatis ditetapkan sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
wajib pajak yang harus membayar pajak parkir yang terutang.
Dengan demikian, pada pajak parkir subjek pajak dan wajib pajak
tidak sama. Konsumen yang melakukan parkir merupakan subjek
pajak yang membayar pajak sementara pengusaha yang
menyediakan tempat parkir dengan dipungut bayaran bertindak
sebagai wajib pajak yang diberi kewenangan untuk memungut pajak
dari konsumen (subjek parkir).
Wajib pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakanya
dapat diwakili oleh pihak tertentu yang diperkenankan oleh Undang-
Undang dan Peraturan Daerah tentang pajak parkir. Wajib pajak
bertanggung jawab secara pribadi dan atau secara tanggung renteng
atas pembayaran pajak terutang. Selain itu, wajib pajak dapat
menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk
menjalankan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya.
Ketentuan tentang wakil wajib pajak dan kuasa wajib pajak dapat
dilihat pada Bab 2 Ketentuan Umum Pajak Daerah (Marihot P
Siahaan, 2010: 473).
Dalam praktek pemungutan pajak parkir ditemukan beberapa hal
yang pelaksanaannya menyalahi Peraturan Daerah. Penelitian yang
pernah dilakukan sebelumnya oleh Titi Putri Wulandari mengenai sistem
pemungutan pajak parkir, menjelaskan pelaksanaan sistem pemungutan
pajak parkir yang dilakukan oleh UPTD Perparkiran tidak sesuai dengan
Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 11 Tahun 2002 tentang Pajak
Parkir yaitu pelaksanaan sistem pemungutan pajak parkir yang masih
mengacu pada pelaksanaan sistem pemungutan retribusi tempat khusus
parkir. Penelitian tersebut juga menemukan beberapa kelemahan yaitu
dokumen yang digunakan dalam pemungutan pajak parkir masih sama
dengan dokumen retribusi tempat khusus parkir, Wajib Pajak Parkir
kurang aktif dalam kegiatan pemungutan pajak, Wajib Pajak memungut
parkir yang melebihi tarif yang berlaku dan tidak menggunakan karcis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
parkir (Titi Putri Wulandari, http://digilib.uns.ac.id/pengguna.php?
mn=detail&d_id=255).
3. Tinjauan tentang Desentralisasi Fiskal
a. Pengertian Desentralisasi Fiskal
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), desentralisasi
didefinisikan sebagai sistem pemerintahan yang lebih banyak
memberikan kekuasaan kepada pemerintah daerah. Makna lain
desentralisasi adalah penyerahan sebagian wewenang pimpinan kepada
bawahan (atau pusat kepada cabang dan lain sebagainya).
Menurut Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa Desentralisasi adalah
penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Desentralisasi yang merupakan penyerahan kewenangan dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurusi urusan
rumah tangganya sendiri dilaksanakan berdasarkan prakarsa dan aspirasi
dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia.
Dengan adanya desentralisasi maka muncullah otonomi bagi suatu
pemerintahan daerah. Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam
keorganisasian yang secara sederhana di definisikan sebagai penyerahan
kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan Indonesia,
desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem
pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi sekarang
menyebabkan perubahan paradigma pemerintahan di Indonesia.
Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh
pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat. Pendelegasian kewenangan ditinjau
dari sudut pelaksanaan praktis di Daerah dapat disederhanakan menjadi 3
(tiga) bagian yaitu (H.A.W Widjaja, 2004: 221):
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
1) pendelegasian kewenangan politik;
2) pendelegasian kewenangan urusan daerah;
3) pendelegasian kewenangan keuangan daerah.
Fiskal berasal dari nama pribadi dari pemegang keuangan pertama
pada zaman Kekaisaran Romawi, secara harfiah dapat diartikan sebagai
"keranjang" atau "tas",
berarti perbendaharaan negara atau kerajaan.
Fiskal digunakan untuk menjelaskan bentuk pendapatan negara atau
kerajaan yang dikumpulkan berasal dari masyarakat dan oleh
pemerintahan negara atau kerajaan dianggap sebagai pendapatan lalu
digunakan sebagai pengeluaran dengan program-program untuk
menghasilkan pencapaian terhadap pendapatan nasional, produksi dan
perekonomian serta digunakan pula sebagai perangkat keseimbangan
dalam perekonomian. Dua unsur utama dari fiskal adalah perpajakan dan
pengeluaran publik (Wikipedia, http://id.wikipedia.org/wiki/Fiskal).
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) fiskal
didefinisikan sebagai sesuatu berkenaan dengan urusan pajak atau
pendapatan negara. Dari beberapa definisi tentang fiskal diatas dapat
ditarik kesimpulan bahwa fiskal merupakan segala urusan perpajakan
dalam ruang lingkup penerimaan keuangan negara.
Desentralisasi fiskal adalah kewenangan pemerintah daerah untuk
mengatur dan mengelola sumber-sumber pendapatan daerah secara
mandiri. Salah satu syarat terselenggaranya desentralisasi fiskal adalah
ada kewenangan pemerintah daerah yang cukup longgar dalam
memungut pajak lokal. Pendapatan daerah yang dimaksdkan disini tidak
hanya terbatas pada pendapatan daerah yang bersumber dari pajak dan
retribusi daerah saja, namun mencakup pendapatan daerah dari berbagai
sektor. Salah satu sektor potensial sumber pendapatan daerah adalah
sektor pajak dan retribusi daerah. Pelaksanaan pungutan pajak daerah dan
retribusi daerah secara mandiri oleh pemerintah daerah yang
dilaksanakan dengan berdasarkan kepada Peraturan Daerah inilah yang
disebut sebagai desentralisasi fiskal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
b. Tujuan Desentralisasi Fiskal
Perimbangan keuangan antara pusat dan daerah adalah suatu
sistem pembiayaan penyelenggaraan pemerintah dalam kerangka negara
kesatuan yang mencakup pembagian keuangan antara pemerintah pusat
dan daerah serta pemerataan antar daerah secara proporsinal, demokratis,
kondisi dan kebutuhan daerah sejalan dengan kewajiban, dan pembagian
kewenangan serta tata cara penyelenggaraan kewenangan tersebut,
termasuk pengelolaan dan pengawasan keuangan (H.A.W Widjaja, 2004:
41-42).
Pelaksanaan desentralisasi fiskal dimaksudkan untuk mencapai
tujuan pemerataan keuangan nasional dalam rangka perimbangan
keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Tujuan
umum pelaksanaan desentralisasi fiskal antara lain harus dapat (Adrian
Sutedi, 2009:48):
1) meningkatkan efisiensi pengalokasian sumber daya nasional maupun
kegiatan Pemerintah Daerah;
2) dapat memenuhi aspirasi dari Daerah, memperbaiki struktur fiskal,
dan memobilisasi pendapatan Daerah maupun nasional;
3) meningkatkan akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi masyarakat
dalam pengambilan keputusan di tingkat Daerah;
4) memperbaiki keseimbangan fiskal antar Daerah dan memastikan
adanya pelayanan masyarakat yang berkualitas di setiap Daerah; dan
5) menciptakan kesejahteraan sosial bagi masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
B. Kerangka Pemikiran
Bagan 1. Kerangka Pemikiran
Keterangan:
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah yang didalamnya mengamanatkan desentralisasi
UU No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan
daerah
dan
UU No. 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan
Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan
Daerah
UU No. 28 Tahun 2009
tentang Pajak daerah dan
Retribusi Daerah
Desentralisasi Fiskal
Perda No. 4 Tahun 2011
tentang Pajak Daerah
Kewenangan Pemerintah
Kota Surakarta
Perpajakan Perparkiran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
fiskal dimana Pemerintah Daerah diberi kewenangan untuk mengelola
keuangannya sendiri sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang terdapat di
daerah.
Desentralisasi fiskal yang ditandai dengan adanya penyerahan kewenangan
pengelolaan keuangan daerah secara mandiri dilaksanakan berdasar pada Undang-
Undang. Salah satu yang menjadi objek pengelolaan keuangan daerah tersebut
bersumber dari pungutan pajak daerah dan retribusi daerah. Pelaksanaan pungutan
pajak daerah dan retribusi daerah ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009 tentang Pajak daerah dan Retribusi Daerah yang sekaligus menjadi
dasar pemungutan pajak dan reribusi di daerah. Dalam implementasinya, Undang-
Undang Pajak Daerah dan Retribusi daerah ini dijadikan dasar dalam penyusunan
Peraturan Daerah baik tentang pajak daerah, retribusi daerah, maupun keduanya.
Pemerintah kota Surakarta telah menetapkan Peraturan Daerah Kota
Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Dearah sebagai dasar pelaksanaan
pengelolaan perpajakan daerah di kota Surakarta. Peraturan Daerah ini berisi
kewenangan Pemerintah Kota Surakarta dalam penyelenggaraan perpajakan
daerah. Di dalam Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah ini salah satunya mengatur
mengenai pelaksanaan pengelolaan perpajakan perparkiran.
Pelaksanaan Pengelolaan perpajakan perparkiran di kota Surakarta yang
diatur dalam Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang
Pajak Daerah dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang
Pajak daerah dan Retribusi Daerah, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah untuk mengetahui
apakah Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak
Daerah sepanjang yang mengatur mengenai perparkiran sudah sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Lokasi
Penelitian ini mengambil lokasi pada Pemerintah Kota Surakarta
sebagai pemegang otoritas penyusun regulasi perpajakan di Kota Surakarta,
termasuk di dalamnya perpajakan perparkiran. Pemerintah Kota Surakarta
tidak hanya berperan dalam penyusunan regulasi saja, namun juga sebagai
pelaksana teknis pemungutan dan pengelolaan perpajakan di Kota Surakarta.
Kota Surakarta sebelumnya merupakan bagian dari Karesidenan Surakarta
yang terdiri dari Surakarta, Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Wonogiri,
Sragen, Klaten, kemudian terpecah menjadi beberapa daerah yang berdiri
sendiri, Surakarta dikenal sebagai daerah dengan status Kota. Karesidenan
Surakarta yang dihapuskan pada tanggal 4 Juli 1950, Surakarta menjadi kota
di bawah aministrasi Provinsi Jawa Tengah. Sejak berlakunya Undang-
Undang Pemerintahan Daerah yang memberikan banyak hak otonomi bagi
pemerintahan daerah, Surakarta menjadi daerah berstatus kota otonom.
Wilayah administrasi Kota Surakarta terdiri dari 5 wilayah kecamatan,
yaitu Kecamatan Laweyan, Kecamatan Serengan, Kecamatan Pasarkliwon,
Kecamatan Jebres, dan Kecamatan Banjarsari. Surakarta memiliki 51
kelurahan yang mencakup 592 RW dan 2.644 RT serta 123.360 KK. Batas
administratif wilayah Kota Surakarta berturut-turut adalah sebelah utara
berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan Boyolali, sebelah timur
berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo dan Karanganyar, sebelah selatan
berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo, dan sebelah barat berbatasan
dengan Kabupaten Sukoharjo dan Karanganyar.
Tanggal 16 Juni merupakan hari jadi Pemerintahan Kota Surakarta.
Secara de facto tanggal 16 Juni 1946 terbentuk Pemerintah Daerah Kota
Surakarta yang berhak mengatur dan mengurus urusan rumah tangga sendiri,
sekaligus menghapus kekuasaan Kerajaan Kasunanan dan Mangkunegaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Secara yuridis Kota Surakarta terbentuk berdasarkan Penetapan Pemerintah
tahun 1946 Nomor 16/SD, yang diumumkan pada tanggal 15 Juni 1946.
Dengan berbagai pertimbangan faktor-faktor historis sebelumnya, tanggal 16
Juni 1946 ditetapkan sebagai hari jadi Pemerintah Kota Surakarta.
Pemerintah Kota Surakarta mempunyai Visi dan Misi untuk
membangun dan memajukan Kota Surakarta, yaitu:
a. Visi
Visi Kota Surakarta adalah terwujudnya Kota Surakarta sebagai kota
budaya yang bertumpu pada potensi perdagangan, jasa, pendidikan, dan
olah raga.
b. Misi
1) Revitalisasi kemitraan dan pertisipasi seluruh komponen masyarakat
dalam semua bidang pembangunan, serta perekatan kehidupan
bermasyarakat dengan komitmen cinta kota yang berlandaskan pada
nilai-nilai “Solo Kota Budaya”;
2) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang memiliki
kemampuan dalam penguasaan dalam pendaya gunaan ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni, guna mewujudkan inovasi dan
integrasi masyarakat madani yang berlandaskan ketuhanan yang
maha esa;
3) Mengembangkan seluruh kekuatan ekonomi daerah, sebagai pemacu
tumbuh dan berkembangnya ekonomi rakyat yang berdaya saing
tinggi, serta mendaya gunakan potensi pariwisata dan teknologi
terapan yang akrab lingkungan;
4) Membudayakan peran dan fungsi hukum, pelaksanaan Hak Asasi
Manusia dan demoktarisasi bagi seluruh elemen masyarakat,
utamanya para penyelenggara pemerintahan.
Pemerintahan Kota Surakarta sehari-hari dijalankan secara teratur
dalam suatu sistem organisasi dan tata kerja. Pengaturan sistem organisasi
dan tata kerja tersebut dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah. Penataan
struktur organisasi dan tata kerja di Pemerintah Kota Surakarta dilaksanakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
dengan landasan hukum Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 14 Tahun
2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 6
Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota
Surakarta. Berikut ini adalah Bagan Organisasi Perangkat Daerah Kota
Surakarta:
Bagan 2. Bagan Organisasi Perangkat Daerah Kota Surakarta
Perangkat daerah merupakan lembaga daerah yang bertugas
menyelenggarakan tugas pemerintahan sehari-hari dimana tanggung jawab
pemerintahan daerah berada pada walikota sebagai eksekutif, sedangakan
tanggung jawab legislatif ada pada DPRD. Deskripsi kedudukan, tugas, dan
fungsi perangkat daerah Kota Surakarta diuraikan sebagai berikut:
KECAMATAN
(5 Kecamatan)
KELURAHAN
(51 Kelurahan)
LEMBAGA
TEKNIS
DAERAH
DINAS
DAERAH
LEMBAGA
LAIN
ASISTEN
PEMERINTAHAN
ASISTEN
PEREKONOMIAN,
PEMBANGUNAN
DAN KESRA
ASISTEN
ADMINISTRASI
SEKRETARIAT
DPRD
SEKRETARIAT
DAERAH
STAF
AHLI
WALIKOTA
WAKIL
WALIKOTA
D P R D
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
a. Sekretariat Daerah
Sekretariat Daerah dipimpin oleh Sekretaris Daerah yang berkedudukan di
bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota. Sekretariat daerah
mempunyai tugas dan kewajiban membantu Walikota dalam menyusun
kebijakan dan mengkoordinasikan dinas daerah dan lembaga teknis
daerah. Sekretariat daerah dalam melaksanakan tugas dan kewajiban
menyelenggarakan fungsi:
1) penyusunan kebijakan pemerintahan daerah;
2) pengoordinasian pelaksanaan tugas dinas daerah dan lembaga teknis
daerah;
3) pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan pemerintahan daerah;
4) pembinaan administrasi dan aparatur pemerintahan daerah; dan
5) pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh bupati/walikota sesuai
dengan tugas dan fungsinya.
Susunan Organisasi Sekretariat Daerah pada Pemerintah Kota Surakarta
terdiri dari:
1) Sekretaris Daerah;
2) Asisten Pemerintahan, membawahi:
a) Bagian Pemerintahan Umum, membawahi:
(1) Subbagian Administrasi Pemerintahan Umum;
(2) Subbagian Otonomi Daerah;
(3) Subbagian Administrasi Penataan Wilayah.
b) Bagian Hukum dan Hak Asasi Manusia, membawahi:
(1) Subbagian Peraturan Perundang-undangan;
(2) Subbagian Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia;
(3) Subbagian Dokumentasi Hukum.
c) Bagian Kerjasama, membawahi:
(1) Subbagian Kerjasama Dalam Negeri;
(2) Subbagian Kerjasama Luar Negeri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
3) Asisten Ekonomi, Pembangunan dan Kesejahteraan Rakyat,
membawahi:
a) Bagian Perekonomian, membawahi:
(1) Subbagian Pengembangan Usaha Daerah;
(2) Subbagian Infrastruktur Perekonomian;
(3) Subbagian Perekonomian Rakyat.
b) Bagian Administrasi Pembangunan, membawahi:
(1) Subbagian Penyusunan Program;
(2) Subbagian Pengendalian Program;
(3) Subbagian Pelaporan.
c) Bagian Kesejahteraan Rakyat, membawahi:
(1) Subbagian Kesejahteraan;
(2) Subbagian Agama, Pendidikan dan Kebudayaan;
(3) Subbagian Pemuda dan Olah Raga.
4) Asisten Administrasi, membawahi:
a) Bagian Organisasi dan Kepegawaian, membawahi:
(1) Subbagian Kelembagaan;
(2) Subbagian Ketatalaksanaan;
(3) Subbagian Pendayagunaan Aparatur dan Kepegawaian.
b) Bagian Humas dan Protokol, membawahi:
(1) Subbagian Publikasi dan Dokumentasi;
(2) Subbagian Analisis dan Kemitraan Media;
(3) Subbagian Protokol.
c) Bagian Umum, membawahi:
(1) Subbagian Tata Usaha Pimpinan dan Sandi Telekomunikasi;
(2) Subbagian Rumah Tangga dan Keuangan;
(3) Subbagian Perlengkapan.
5) Kelompok Jabatan Fungsional.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
b. Sekretariat DPRD
Sekretariat DPRD dipimpin oleh sekretaris dewan. Sekretaris dewan
secara teknis operasional berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
pimpinan DPRD dan secara administratif bertanggung jawab kepada
walikota melalui sekretaris daerah. Sekretariat DPRD mempunyai tugas
menyelenggarakan administrasi kesekretariatan, administrasi keuangan,
mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD, dan menyediakan serta
mengoordinasikan tenaga ahli yang diperlukan oleh DPRD sesuai dengan
kemampuan keuangan daerah. Sekretariat DPRD dalam melaksanakan
tugas menyelenggarakan fungsi:
1) penyelenggaraan administrasi kesekretariatan DPRD;
2) penyelenggaraan administrasi keuangan DPRD;
3) penyelenggaraan rapat-rapat DPRD; dan
4) penyediaan dan pengoordinasian tenaga ahli yang diperlukan oleh
DPRD.
Susunan Organisasi Sekretariat DPRD pada Pemerintah Kota Surakarta
terdiri dari:
1) Sekretaris DPRD.
2) Bagian Rapat dan Peraturan Perundangan, membawahi:
a) Subbagian Rapat dan Risalah;
b) Subbagian Penyusunan Peraturan dan Dokumentasi Hukum;
c) Subbagian Evaluasi dan Telaah Peraturan.
3) Bagian Keuangan, membawahi:
a) Subbagian Anggaran;
b) Subbagian Perbendaharaan dan Akuntansi.
4) Bagian Umum, membawahi:
a) Subbagian Tata Usaha;
b) Subbagian Rumah Tangga dan Perlengkapan;
c) Subbagian Humas dan Protokol.
5) Kelompok Jabatan Fungsional
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
c. Dinas Daerah
Dinas daerah dipimpin oleh kepala dinas. Kepala dinas berkedudukan di
bawah dan bertanggung jawab kepada walikota melalui sekretaris daerah.
Dinas daerah mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintahan daerah
berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Dinas daerah dalam
melaksanakan tugas menyelenggarakan fungsi:
1) perumusan kebijakan teknis sesuai dengan lingkup tugasnya;
2) penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum sesuai
dengan lingkup tugasnya;
3) pembinaan dan pelaksanaan tugas sesuai dengan lingkup tugasnya;
dan
4) pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh walikota sesuai dengan
tugas dan fungsinya.
Pada dinas daerah dapat dibentuk unit pelaksana teknis dinas untuk
melaksanakan sebagian kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan
teknis penunjang yang mempunyai wilayah kerja satu atau beberapa
kecamatan. Dinas Daerah pada Pemerintah Kota Surakarta terdiri dari:
1) Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga;
2) Dinas Kesehatan;
3) Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi;
4) Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika;
5) Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil;
6) Dinas Kebudayaan dan Pariwisata;
7) Dinas Pekerjaan Umum;
8) Dinas Tata Ruang Kota;
9) Dinas Kebersihan dan Pertamanan;
10) Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah;
11) Dinas Perindustrian dan Perdagangan;
12) Dinas Pengelolaan Pasar;
13) Dinas Pertanian;
14) Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
d. Lembaga Teknis Daerah
Lembaga teknis daerah merupakan unsur pendukung tugas kepala daerah.
Lembaga teknis daerah dapat berbentuk badan, kantor, dan rumah sakit.
Lembaga teknis daerah yang berbentuk badan dipimpin oleh kepala badan,
yang berbentuk kantor dipimpin oleh kepala kantor, dan yang berbentuk
rumah sakit dipimpin oleh direktur. Kepala dan direktur berkedudukan di
bawah dan bertanggung jawab kepada walikota melalui Sekretaris Daerah.
Lembaga teknis daerah mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan
pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik. Lembaga teknis
daerah dalam melaksanakan tugas menyelenggarakan fungsi:
1) perumusan kebijakan teknis sesuai dengan lingkup tugasnya;
2) pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah
sesuai dengan lingkup tugasnya;
3) pembinaan dan pelaksanaan tugas sesuai dengan lingkup tugasnya;
dan
4) pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh walikota sesuai dengan
tugas dan fungsinya.
Pada lembaga teknis daerah yang berbentuk badan dapat dibentuk unit
pelaksana teknis tertentu untuk melaksanakan kegiatan teknis operasional
dan/atau kegiatan teknis penunjang yang mempunyai wilayah kerja satu
atau beberapa kecamatan. Lembaga Teknis Daerah Pemerintah Kota
Surakarta terdiri dari:
1) Inspektorat;
2) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah;
3) Badan Kepegawaian Daerah;
4) Badan Lingkungan Hidup;
5) Badan Pemberdayaan Masyarakat, Pemberdayaan Perempuan,
Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana;
6) Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik;
7) Kantor Arsip dan Perpustakaan Daerah;
8) Kantor Ketahanan Pangan;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
9) Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu;
10) Rumah Sakit Umum Daerah.
e. Satuan Polisi Pamong Praja
Satuan Polisi Pamong Praja dalam melaksanakan tugas dipimpin seorang
Kepala yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada
Walikota melalui Sekretaris Daerah. Satuan Polisi Pamong Praja
mempunyai tugas menegakkan Peraturan Daerah dan menyelenggarakan
ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta perlindungan
masyarakat. Untuk melaksanakan tugas pokok Satuan Polisi Pamong Praja
mempunyai fungsi :
1) penyelenggaraan kesekretariatan;
2) penyusunan rencana program, pengendalian, evaluasi dan pelaporan;
3) pelaksanaan kebijakan penegakan Peraturan Daerah dan Peraturan
Walikota;
4) pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketenteraman masyarakat di daerah;
5) pelaksanaan kebijakan perlindungan masyarakat;
6) pelaksanaan koordinasi penegakan Peraturan Daerah dan Peraturan
Walikota, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman
masyarakat dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia, Penyidik
Pegawai Negeri Sipil Daerah, dan/atau aparatur lainnya;
7) pengawasan terhadap masyarakat, aparatur, atau badan hukum agar
mematuhi dan mentaati Peraturan Daerah dan Peraturan Walikota;
8) pelaksanaan tugas lainnya yang diberikan oleh Walikota;
9) penyelenggaraan Sekretariat Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah;
10) penyelenggaraan sosialisasi;
11) pembinaan jabatan fungsional.
Susunan Organisasi Satuan Polisi Pamong Praja, terdiri dari :
1) Kepala
2) Sekretariat, membawahi:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
a) Subbagian Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan.
b) Subbagian Keuangan;
c) Subbagian Umum dan Kepegawaian.
3) Bidang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat, membawahi:
a) Seksi Operasi dan Pengendalian;
b) Seksi Pembinaan Kemasyarakatan.
4) Bidang Penegakan Perundang-undangan Daerah, membawahi:
a) Seksi Penegakan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah;
b) Seksi Penyelidikan dan Penyidikan.
5) Bidang Perlindungan Masyarakat, membawahi:
a) Seksi Satuan Linmas;
b) Seksi Bina Potensi Masyarakat.
6) Kelompok Jabatan Fungsional
f. Kecamatan
Kecamatan merupakan wilayah kerja camat sebagai perangkat daerah kota.
Kecamatan dipimpin oleh camat. Camat berkedudukan di bawah dan
bertanggung jawab kepada walikota melalui sekretaris daerah. Camat
adalah unsur pembantu Walikota dalam penyelenggaraan pemerintahan
Daerah di Lingkup Kecamatan. Camat mempunyai tugas melaksanakan
kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh walikota untuk
menangani sebagian urusan otonomi daerah. Camat juga
menyelenggarakan tugas umum pemerintahan meliputi:
1) mengoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat;
2) mengoordinasikan upaya penyelenggaraan ketenteraman dan
ketertiban umum;
3) mengoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-
undangan;
4) mengoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan
umum;
5) mengoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat
kecamatan;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
6) membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan;
7) melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup
tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa
atau kelurahan.
g. Kelurahan.
Kelurahan merupakan wilayah kerja lurah sebagai perangkat daerah kota
dalam wilayah kecamatan. Kelurahan dipimpin oleh lurah. Lurah
berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada walikota melalui
camat. Lurah adalah unsur pembantu Walikota dalam penyelenggaraan
pemerintahan Daerah di lingkup Kelurahan.
2. Kewenangan Pemerintah Kota Surakarta dalam Pengelolaan Pajak
Perparkiran Kota Surakarta
Pembagian kewenangan oleh pemerintah pusat mencakup pembagian
kewenangan terkait pemungutan dan pengelolaan perpajakan daerah.
Kewenangan pengelolaan perpajakan oleh daerah ditetapkan oleh pusat
melalui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah. Pemerintah Kota Surakarta menyusun Peraturan Daerah
Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah dengan tujuan
untuk dapat melaksanakan pengelolaan perpajakan daerah secara mandiri
sesuai otonomi. Peraturan Daerah ini yang menjadi dasar pemungutan dan
pengelolaan perpajakan di kota Surakarta.
Teknis penyelenggaraan kewenangan pengelolaan perpajakan pada
Pemerintah Kota Surakarta terdapat pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan
Keuangan dan Aset (DPPKA). Dasar hukum pembentukan DPPKA kota
Surakarta ini didasarkan pada Pasal 35 Peraturan Daerah Kota Surakarta
Nomor 14 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota
Surakarta Nomor 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat
Daerah Kota Surakarta.
DPPKA merupakan salah satu dinas daerah yang berada di bawah
Sekretariat Daerah. Dinas ini dipimpin oleh kepala dinas yang berkedudukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
di bawah dan bertanggung jawab kepada walikota melalui sekretaris daerah.
DPPKA merumuskan rencana stretegis dalam bentuk visi dan misi yang
dijabarkan dalam tujuan dan sasaran yang akan dicapai. Visi dan misi
DPPKA adalah:
a. Visi
Terwujudnya peningkatan pendapatan daerah, pengelolaan keuangan dan
aset daerah yang optimal, efektif, transparan serta akuntabel, menuju
kemandirian keuangan daerah guna mendukung pembangunan daerah.
b. Misi
1) Meningkatkan dan mengintensifkan pendapatan daerah secara
optimal.
2) Meningkatkan kelancaran dan ketertiban pengelolaan keuangan dan
aset daerah sesuai dengan peraturan yang berlaku.
3) Mewujudkan pengelolaan keuangan daerah yang efektif efisien serta
akuntable dengan memperhatikan azas kepatutan dan keadilan.
4) Meningkatkan pemberdayaan aset daerah secara efektif dan efisien.
Tujuan dan sasaran Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan
Aset (DPPKA) Kota Surakarta adalah sebagai berikut:
a. Tujuan
1) Mengoptimalkan sumber – sumber pendapatan daerah untuk
mencapai target pendapatan yang ditetapkan.
2) Mewujudkan efisiensi dan efektifitas dalam pengelolaan keuangan
daerah berdasarkan peraturan yang berlaku.
3) Menyelamatkan dan memberdayakan aset pemerintah kota secara
optimal.
4) Meningkatkan profesionalisme dan peningkatan pelayanan kepada
masyarakat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
b. Sasaran
1) Terwujudnya pencapaian pendapatan daerah sesuai target yang
ditetapkan
2) Terwujudnya manajemen keuangan daerah yang efektif, efisien,
transparan dan akuntable.
3) Terwujudnya pembakuan status hukum / pensertifikatan dan
perlindungan aset daerah.
4) Peningkatan kesadaran masyarakat sebagai wajib pajak.
DPPKA mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang pendapatan, pengelolaan keuangan dan aset daerah. Untuk
melaksanakan tugas pokok tersebut diatas Dinas Pendapatan, Pengelolaan
Keuangan dan Aset menyelenggarakan fungsi:
a. Penyelenggaraan kesekretariatan dinas.
b. Penyusunan rencana program, pengendalian, evaluasi dan pelaporan.
c. Penyelenggaraan pendaftaran dan pendataan wajib pajak dan wajib
retribusi.
d. Pelaksanaan perhitungan, penetapan dan angsuran pajak dan retribusi.
e. Pengelolaan dan pembukuan penerimaan pajak dan retribusi serta
pendapatan lain.
f. Pelaksanaan penagihan atas keterlambatan pajak, retribusi dan
pendapatan lain.
g. Penyelenggaraan pengelolaan anggaran, perbendaharaan dan akuntansi.
h. Pengelolaan aset barang daerah.
i. Penyiapan penyusunan, perubahan dan perhitungan anggaran pendapatan
dan belanja daerah.
j. Penyelenggaraan administrasi keuangan daerah.
k. Penyelenggaraan sosialisasi.
l. Pembinaan jabatan fungsional.
m. Pengelolaan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Pendapatan yang menjadi kewenangan pengelolaan Dinas Pendapatan
Pengelolaan Keuangan dan Aset meliputi:
a. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu:
1) hasil Pajak Daerah;
2) hasil Retribusi Daerah;
3) hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan; dan
4) lain – lain PAD yang sah.
b. Dana Perimbangan, dan
c. Lain – lain Pendapatan Daerah yang sah.
Dalam melaksanakan pengelolaan keuangan dan aset, DPPKA
mempunyai kewenangan sebagai berikut:
a. penyusunan RKPD, KUA, PPAS dan RKA – SKPD;
b. penyusunan dan penetapan APBD;
c. pelaksanaan dan perubahan APBD;
d. panatausahaan Keuangan Daerah;
e. pertanggungjawaban pelaksanaan APBD;
f. pengendalian defisit anggaran dan penggunaan surplus APBD;
g. pengelolaan Kas Umum Daerah;
h. pengelolaan Piutang Daerah;
i. pengelolaan Investasi daerah;
j. pengelolaan Barang Milik Daerah;
k. pengelolaan dana cadangan;
l. pengelolaan utang daerah;
m. pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah;
n. penyelesaian kerugian daerah;
o. pengelolaan Keuangan badan layanan umum daerah;
p. pengaturan pengelolaan keuangan daerah.
DPPKA Kota Surakarta yang dibentuk sesuai dengan ketentuan Pasal
35 Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 14 Tahun 2011 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Daerah Kota Surakarta Nomor 6 Tahun
2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
BIDANG
PENDAFTARAN,
PENDATAAN
DAN
DOKUMENTASI
SEKSI PENDAFTARAN
DAN
PENDATAAN
SEKSI
DOKUMENTASI
DAN
PENGOLAHAN
DATA
KELOMPOK
JABATAN
FUNGSIONAL
KEPALA
BIDANG
ASET
SEKSI PERENCANAAN
ASET
SEKSI PENGELOLAAN
ASET
BIDANG
PENETAPAN
SEKSI PERHITUNG-
AN
SEKSI
PENERBITAN
SURAT
KETETAPAN
UPTD
SEKRETARIAT
SUBBAGIAN
PERENCANAAN,
EVALUASI DAN
PELAPORAN
SUB
BAGIAN
KEUANGAN
SUBBAGIAN
UMUM DAN
KEPEGAWAIAN
BIDANG
PENAGIHAN
SEKSI
PENAGIHAN DAN
KEBERATAN
SEKSI
PENGURANGAN
PAJAK
DAERAH
BIDANG
ANGGARAN
SEKSI
ANGGARAN
I
SEKSI
ANGGARAN
II
BIDANG
PERBENDAHARAAN
SEKSI
PERBENDAHARAAN
I
SEKSI
PERBENDAHARAAN
II
BIDANG
AKUNTANSI
SEKSI
AKUNTANSI I
SEKSI
AKUNTANSI II
yang kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan Walikota Nomor 15-N
Tahun 2011 tentang Penjabaran Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Dinas
Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta. Susunan
Organisasi Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset adalah sebagai
berikut :
Struktur organisasi Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan Dan
Aset Kota Surakarta dapat dilihat dari bagan di bawah ini:
Bagan 3. Bagan Organisasi Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan Dan
Aset Kota Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Dari bagan di atas maka dapat kita ketahui bahwa Susunan Organisasi
DPPKA terdiri dari:
a. Kepala.
b. Sekretariat, membawahi:
1) Subbagian Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan;
2) Subbagian Keuangan;
3) Subbagian Umum dan Kepegawaian.
c. Bidang Pendaftaran, Pendataan dan Dokumentasi, membawahi:
1) Seksi Pendaftaran dan Pendataan;
2) Seksi Dokumentasi dan Pengolahan Data.
d. Bidang Penetapan, membawahi:
1) Seksi Perhitungan;
2) Seksi Penerbitan Surat Ketetapan.
e. Bidang Penagihan, membawahi:
1) Seksi Penagihan dan Keberatan;
2) Seksi Pengurangan Pajak Daerah.
f. Bidang Anggaran, membawahi:
1) Seksi Anggaran I;
2) Seksi Anggaran II.
g. Bidang Perbendaharaan, membawahi:
1) Seksi Perbendaharaan I;
2) Seksi Perbendaharaan II.
h. Bidang Akuntansi, membawahi:
1) Seksi Akuntansi I;
2) Seksi Akuntansi II.
i. Bidang Aset, membawahi:
1) Seksi Perencanaan Aset;
2) Seksi Pengelolaan Aset.
j. Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD).
k. Kelompok Jabatan Fungsional.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Kepala dinas memimpin pelaksanaan tugas pokok dan fungsi tersebut
diatas, membawahi :
a. Sekretariat;
b. Bidang pendaftaran, Pendataan dan Dokumentasi;
c. Bidang Penetapan;
d. Bidang Penagihan;
e. Bidang Anggaran;
f. Bidang Perbendaharaan;
g. Bidang Akuntansi;
h. Bidang Aset;
i. Bidang UPTD;
j. Kelompok Jabatan Fungsional.
Sekretariat mempunyai tugas melaksanakan penyiapan, perumusan
kebijakan teknis, pembinaan, pengkoordinasian penyelenggaraan tugas secara
terpadu, pelayanan administrasi dan pelaksanaan di bidang perencanaan,
evaluasi dan pelaporan, keuangan, umum dan kepegawaian. Untuk
melaksanakan tugas tersebut, sekretariat mempunyai fungsi sebagai berikut :
a. penyiapan bahan perumusan kebijkan teknis, pembinaan,
pengkoordinasian penyelenggaraan tugas secara terpadu, pelayanan
administrasi, dan pelaksanaan di bidang perencanaan, evaluasi dan
pelaporan;
b. penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan,
pengkoordinasian penyelenggaraan tugas secara terpadu, pelayanan
administrasi, dan pelaksanaan di bidang keuangan;
c. penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan,
pengkoordinasian penyelenggaraan tugas secara terpadu, pelayanan
administrasi dan pelaksanaan di bidang umum dan kepegawaian;
d. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan
tugas dan fungsinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Sekretariat membawahi 3 (tiga) Subbagian yaitu Subbagian
Perencanaan, Evaluasi Dan Pelaporan; Subbagian Keuangan; dan Subbagian
Umum Dan Kepegawaian. Masing-masing Subbagian dipimpin oleh seorang
Kepala Subbagian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Sekretaris.
Bidang Pendaftaran, pendataan dan dokumentasi mempunyai tugas
pokok melaksanakan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan
pelaksanaan di bidang pendaftaran, pendataan, dokumentasi dan pengolahan
data. Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud diatas, Bidang
Pendaftaran, Pendataan dan Dokumentasi mempunyai fungsi :
a. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan
pelaksanaan di bidang pendaftaran dan pendataan;
b. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan
pelaksanaan di bidang dokumentasi dan pengolahan data;
c. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan
tugas dan fungsinya.
Bidang Pendaftaran, Pendataan, dan Dokumentasi membawahi Seksi
Pendaftaran dan Pendataan; dan Seksi Dokumentasi dan Pengolahan Data.
Masing-masing Seksi dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berada di
bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bidang Pendaftaran,
Pendataan, dan Dokumentasi.
Bidang Penetapan mempunyai tugas pokok melaksanakan perumusan
kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang perhitungan dan
penerbitan surat ketetapan. Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut,
Bidang Penetapan mempunyai fungsi :
a. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan
pelaksanaan di bidang perhitungan;
b. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan
pelaksanaan di bidang penerbitan surat ketetapan;
c. Pelaksanaan tuags lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan
tugas dan fungsinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Bidang Penetapan membawahi Seksi Perhitungan; dan Seksi
Penerbitan Surat Ketetapan. Masing-masing Seksi dipimpin oleh seorang
Kepala Seksi yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala
Bidang Penetapan.
Bidang Penagihan mempunyai tugas pokok melaksanakan perumusan
kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang penagihan, keberatan,
pengurangan pajak daerah dan pengelolaan penerimaan sumber pendapatan
lain. Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, Bidang penagihan
mempunyai fungsi :
a. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan
pelaksanaan di bidang penagihan dan keberatan.
b. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan
pelaksanaan di bidang pengurangan pajak daerah.
c. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan
tugas dan fungsinya.
Bidang Penagihan membawahi Seksi Penagihan dan Keberatan; dan
Seksi Pengurangan Pajak Daerah. Masing-masing Seksi dipimpin oleh
seorang Kepala Seksi yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Kepala Bidang Penagihan.
Bidang Anggaran mempunyai tugas pokok melaksanakan perumusan
kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang perencanaan,
pengelolaan dan pengendalian anggaran pendapatan, belanja dan pembiayaan
daerah dalam rangka penyusunan dan pelaksanaan APBD dan Perubahan
APBD. Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, Bidang Anggaran
mempunyai fungsi:
a. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan
pelaksanaan di bidang anggaran I.
b. Penyiapan bahan perumusan kebijkan teknis, pembinaan dan pelaksanaan
di bidang anggaran II.
c. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan
tugas dan fungsinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Bidang Anggaran membawahi Seksi Anggaran I; dan Seksi Anggaran
II. Masing-masing Seksi dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berada di
bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bidang Anggaran.
Bidang Perbendaharaan mempunyai tugas pokok melaksanakan
perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang
pengelolaan perbendaharaan I dan II. Untuk melaksanakan tugas pokok
tersebut, Bidang Perbendaharaan mempunyai fungsi:
a. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan
pelaksanaan di bidang pengelolaan perbendaharaan I.
b. Penyiapan bahan perumusan kebijakanteknis, pembinaan dan
pelaksanaan di bidang pengelolaan perbendaharaan II.
c. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan
tugas dan fungsinya.
Bidang Perbendaharaan membawahi Seksi Perbandaharaan I; dan
Seksi Perbendaharaan II. Masing-masing Seksi dipimpin oleh seorang Kepala
Seksi yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bidang
Perbendaharaan.
Bidang akuntansi mempunyai tugas pokok melaksanakan perumusan
kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang penyelenggaraan tata
akuntansi keuangan daerah pada tingkat Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) dan penyusunan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
Kota Surakarta. Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, Bidang Akuntansi
mempunyai fungsi:
a. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan
pelaksanaan di bidang akuntansi I.
b. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan
pelaksanaan di bidang akuntansi II.
c. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan
tugas dan fungsinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Bidang Akuntansi membawahi Seksi Akuntansi I; dan Seksi
Akuntansi II. Masing-masing Seksi dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang
berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bidang Akuntansi.
Bidang Aset mempunyai tugas pokok melaksanakan perumusan
kebijaan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang pengelolaan barang
milik daerah. Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, Bidang Aset
mempunyai fungsi:
a. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan
pelaksanaan di bidang perencanaan aset.
b. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan
pelaksanaan di bidang pengelolaan aset.
c. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan
tugas dan fungsinya.
Bidang Aset membawahi Seksi Perencanaan Aset; dan Seksi
Pengelolaan Aset. Masing-masing Seksi dipimpin oleh seorang Kepala Seksi
yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bidang Aset.
UPTD adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas yang bertugas
melaksanakan sebagian kegiatan teknis operasional dan/ atau kegiatan teknis
penunjang yang mempunyai wilayah kerja satu atau beberapa daerah kota.
Kegiatan teknis operasional yang dilaksanakan UPTD adalah tugas untuk
melaksanakan kegiatan teknis yang secara langsung berhubungan dengan
pelayanan masyarakat sedangkan teknis penunjang adalah melaksanakan
kegiatan untuk mendukung pelaksanaan tugas organisasi induknya.
Kelompok Jabatan Fungsional dipimpin oleh seorang Tenaga Fungsional
Senior sebagai Ketua Kelompok dan bertanggung jawab kepada Kepala
Dinas.
Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas sesuai dengan
Jabatan Fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Kelompok Jabatan Fungsional terdiri dari sejumlah
tenaga fungisonal yang terbagi dalam berbagai kelompok sesuai dengan
bidang keahliannya. Jumlah jabatan fungsional ditentukan berdasarkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
kebutuhan dan beban kerja. Jenis dan jenjang Jabatan Fungsional diatur
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pembinaan
terhadap Pejabat Fungsional dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Besarnya pengenaan tarif pajak parkir yang ditentukan dalam Pasal 37
Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah
sebesar 25% dari jumlah penerimaan atau yang seharusnya diterima kepada
penyelenggaran tempat parkir. Penyetoran pajak oleh wajb pajak parkir
dilaksanakan setiap bulan yang diserahkan kepada DPPKA melalui prosedur
teknis yang telah ditentukan. Prosedur pembayaran pajak parkir yang
dilaksakan oleh DPPKA adalah sebagai berikut:
a. Wajib pajak parkir datang sendiri ke DPPKA atau diwakili oleh kuasa
wajib pajak. Wajib pajak atau kuasanya langsung menuju ke Bidang
Penagihan DPPKA.
b. Wajib pajak parkir melakukan pengambilan Surat Pemberitahuan Pajak
Daerah (SPTPD), yaitu surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk
melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak
dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah. Wajib pajak
yang memenuhi kewajibannya dengan cara membayar sendiri diwajibkan
melaporkan pajak yang terutang dengan menggunakan SPTPD. Di dalam
SPTPD terdapat beberapa komponen yang yang harus diisi dan
dilengkapi oleh wajib pajak parkir atau kuasanya antara lain sebagai
berikut:
1) Identitas Wajib Pajak, yang terdiri dari:
a) Nama Wajib Pajak;
b) Nama objek/Usaha;
c) Alamat Usaha; dan
d) NPWPD (Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
2) Dasar Perhitungan Pajak, yang terdiri dari:
a) Klasifikasi Usaha;
b) Jumlah Omzet;
c) Pajak Terutang (25% x Jumlah Omzet);
d) Sanksi Administrasi/Bunga;
e) Jumlah Pajak yang Dibayar.
3) Data Pendukung, yang terdiri dari:
a) Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD);
b) Rekapitulasi Penjualan / Omzet;
c) Rekapitulasi Penggunaan Bukti Bayar/Nota/Bill;
d) Bukti Bayar/Nota/Bill;
e) Data Pendukung Lainnya.
4) Tanggal penyetoran pajak parkir.
5) Nama terang dan tanda tangan wajib pajak dan petugas penerima
setoran pajak parkir.
c. SPTPD ini dapat diambil maksimal 1 (satu) bulan sebelum penyetoran
pajak parkir. SPTPD yang telah diambil oleh wajib pajak kemudian diisi
dan dilengkapi. Setelah diisi dan ditanda tangani, maka SPTPD
diserahkan kembali kepada DPPKA pada saat penyetoran pajak parkir.
d. Salah satu komponen yang harus dilengkapi dalam penyetoran pajak
parkir adalah Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD). Surat ini berbentuk
formulir yang bisa didapatkan di DPPKA bersamaan dengan penyetoran
pajak parkir. Dalam Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) terdapat
beberapa hal yang harus diisi oleh wajib pajak parkir atau kuasanya,
antara lain sebagai berikut:
1) Nama Wajib Pajak;
2) Nama Objek/Usaha;
3) Alamat;
4) NPWPD (Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah);
5) Jenis Pajak;
6) Kode Rekening;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
7) Jenis Setoran;
8) Jumlah Pajak yang Harus Dibayar;
9) Tanggal, nama terang dan tanda tangan wajib pajak dan petugas.
Penggunaan SSPD sebagai surat yang digunakan oleh wajib pajak parkir
untuk melakukan penyetoran pajak parkir tidak diatur secara jelas dalam
Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak
Daerah. Penggunaan SSPD di kota Surakarta mengacu kepada Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 52 Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah yang menyebutkan bahwa SSPD merupakan bukti pembayaran
atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan
formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas daerah melalui
tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.
e. Setelah wajib pajak selesai melakukan pengisian formulir SPTPD dan
kelengkapan lainnya, wajib pajak menyerahkan kembali SPTPD kepada
DPPKA beserta sejumlah besar uang yang jumlahnya sesuai dengan
jumlah pajak yang harus dibayar yang tertera pada SPTPD atau sebesar
25% dari omzet penyelenggaran tempat parkir. Jumlah ini sesuai dengan
perhitungan sendiri yang dilakukan oleh wajib pajak parkir. Pajak Parkir
merupakan pajak dengan sistem menghitung sendiri (self assessment
system) atau dalam bahasa Indonesia disebut juga sistem Menghitung
Pajak Sediri (MPS). Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 56 ayat (2)
Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak
Daerah.
f. Penyetoran pajak parkir setiap bulan dengan batas maksimal tanggal 10
tiap bulan adalah untuk bulan sebelumnya, sebagai contoh penyetoran
pada bulan april merupakan penyetoran pajak untuk bulan maret.
g. Apabila seluruh proses diatas telah dilaksanakan oleh wajib pajak, maka
proses pembayaran pajak parkir untuk bulan tersebut telah selesai.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
3. Daftar Wajib Pajak Parkir Kota Surakarta
Daftar wajib pajak parkir di kota Surakarta pada tahun 2012 adalah
sebagai berikut:
No Nama Wajib Pajak Alamat
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
Parkir Insidental wil Laweyan
Koperasi Mekar PDAM Surakarta
Hery / Hal kantor SAMSAT
RS Paru-paru
Pengelola Parkir Pringsewu
Parwanto / RS Panti Waluyo
Hotel Sunan / Dedy Santoso
Wiratno / RS Panti Waluyo
Yoga Utama
Solo Square / PT Solo Indah DM
Parkir RM Sederhana
Graha Nikmat Rasa
Parkir Merpati
Dr. Yulius Widiarta / RS Kasih Ibu
Wiratno / RS Kasih Ibu
Parkir P. Wito
PT ISS Parking Management
Parkir Diamond / Joko Sudiro
PT Center Park
Kurniawan Adibroto, S.H
Dr. Tunjung Hanurdaya, M.Sc
Hendro Eko Saputro
Sutopo Parkir / Blk SGM
Solo Paragon
Parkir Bu Jupri
A. Winarta / Gramedia
R Sumaryono TP
Kec. Laweyan
Jl. LU Adi Sucipto 143
Jl. Prof Suharso
Jl. Prof Dr Soeharso
Jl. Adi Sucipto
Jl. S Riyadi / RS Panti Waluyo
Jl. A Yani 40
Jl. Slamet Riyadi / RS Pnt Wal
Jl. Dr Rajiman / selatan
Jl. Slamet Riyadi 451
Jl. Slamet Riyadi
Jl. Dr Rajiman – Laweyan
Jl. Nitik
Jl. Slamet Riyadi
Jl. Slamet Riyadi / RS Ksh Ibu
Halaman Stasiun Purwosari
Jl. Slamet Riyadi
Jl. Slamet Riyadi
Jl. Slamet Riyadi / SGM
Jl. Sunan Kalijogo 18
Hal YPAC Jl. Slamet Riyadi
Hal Stock Well Jl. Slmt Riyadi
Bekalang SGM
Jl. Dr Sutomo No 135
Jl. Sunan Kalijogo
Jl. Slamet Riyadi / Gramedia
Hal Depan Sami Luwes
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
Yudi Bambang Lelono
Thomas Hariyanto / Sami Luwes
Bagio Rachmanto / Bakso Titoti
Suhardi / Steak Obonk
Halaman Stadion Sriwedari
Pengelola Parkir Tmn Sriwedari
Parkir Apotik Kondang Waras
Ratih Kartika Rini
Suratin
Drs Abdul Rozak / RS PKU Muh
Sutamanto
Solo Paragon
Flexi
Ratmin / Parkir Wonder Bakery
Larisa Salon
Ratmin / Parkir Ou Tea
Alim Katono / Sta Balapan
Hendarto Prasetiyo
RS Brayat Minulyo
Winartohadi
Sri Raharjo
Parkir PLN Manahan
Susy Herawati
Teguh Anggoro
Priyo Raharjo
Agus Setiawan / Apotik Bunda
Hendri Rosandi
Parkir Damai
Parkir Raider
Hendarto Prasetyo
GOR Tapak Suci Muhammadiyah
Basement Sami Luwes
Jl. Honggowongso
Jl. Honggowongso
Jl. Dr Supomo
Jl. Bhayangkara
Taman Sriwedari
Jl. Dr Rajiman
Jl. Slamet Riyadi 128
Jl. KH Ahmad Dahlan
Jl. Ronggowarsito
Jl. Slamet Riyadi
Jl. Yosodipuro 133
Jl. Gajah Mada
Jl. Gajah Mada
Jl. Gajah Mada
Jl. Gajah Mada
Jl. Monginsidi
Basement Ratu Luwes
Jl. Setia Budi
Jl. Depok 1 / IV Manahan
Jl. Adi Sucipto Manahan
Jl. Menteri Supeno
Timur Terminal Tirtonadi
Timur Terminal Gilingan
Hal Cinderejo Lor
Cinderejo Kidul RT 04
Jl. Monginsidi
Jl. A Yani
Gilingan
Luwes Nusukan
Sumber
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
59.
60.
61.
62.
63.
64.
65.
66.
67.
68.
69.
70.
71.
72.
73.
74.
75.
76.
77.
78.
79.
80.
81.
82.
83.
84.
85.
86.
87.
88.
89.
Pengelola Parkir Graha Saba
Parkir Resto Layar / Widodo
Parkir RM Nini Towong
Drg. Willian Tenoyo / RS Dr. Oen
Soelarso Eko Atmojo
Sudiro
Ari Seno S / Solo Net
Slamiyadi / Rocket Chicken
Ngadiyo Mesen Square
Supardi
Gunawan / Parkir TK Praja Beari
Edi Supriyanto / Bengawan Sport
Satria Jaya / RS Dr. Muwardi
Unit Pengelola TSTJ Surakarta
Driyono
Ny. Suroyo
Susanto Salam / BAF Jebres
Kolam Renang Tirtomoyo
Firdaus Sugeng Basuki / Kimia
Parkir Timur RS Muwardi
Parkir Toko Luwes
Parkir Kopegtel
Marsono Pengelola Parkir
Parkir Insidental Pasar Kliwon
P. Suharno / Kantor Pos Besar
Parkir Pak Wayan
Wakidi
Anang Suparjo / Luwes Gading
Sastro Suharjo / BNI Psr Kliwon
Hj. S Michrab Siswoatmojo
RS Kustati
Jl. Letjen Suprapto
Jl. Abdul Muis Pringgading
Jl. Arifin
Jl. Brig Jend Katamso
Jl. Monginsidi (SMU Warga)
Jl. Monginsidi 25
Jl. Arifin 129
Jl. Brig Jend Katamso
Jl. Urip Sumoharjo
Jl. Urip Sumoharjo
Jl. Urip Sumoharjo
GOR Bengawan
Jl. Kol Sutarto
Jl. Ir. Sutami / Jurug
Timur RS DR Muwardi
Tegal Kuniran
Jl. Kol. Sutarto Jebres
Jl. Kol. Sutarto
Jl. Kol. Sutarto 57
Timur RSUD DR Muwardi
Debegan RT 1/RW 02 Mjsngo
Jl. Jaya Wijaya
RS. Mojosongo
Wilayah Pasar Kliwon
Jl. Jenderal Sudirman
Jl. Arifin Ruko Sudirman
Hal Supit Urang
Jl. Veteran
Jl. Wakid Hakim
Belakang BNI 46 Psr Klw
Jl. Kapt Mulyadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
90.
91.
92.
93.
94.
95.
96.
97.
98.
99.
100.
101.
102.
BNI 46
Hendri Widiyatmoko / Beteng
Kantor Telkom / P. Sajani
Rudy / Luwes Lojiwetan
Galabo
PT ISS Parking Management
Parkir BRI
Drs. Bambang S
Futsal Copa Parkir
Suhardi
Parkir Aman
Ny. Soekamso
Hassan Rivai
Jl. Kapt Mulyadi
Jl. Mayor Sunaryo
Jl. Mayor Kusmanto
Jl. Kapt Mulyadi
Gladag Langen Bogan
Jl. Mayor Sunaryo / PGS
Jl. Kapt Mulyadi
RM Kusumasari
Jl. Slamet Riyadi
Halaman Manis Jaya
Jl. Yudhistira
Jl. Brigjen Sudiarto 188
Jl. Yos Sudarso – Danukus
Tabel 1. Tabel Daftar Wajib Pajak Parkir Kota Surakarta tahun 2012
4. Permasalahan yang Muncul dalam Pelaksanaan Kewenangan
Pengelolaan Perpajakan Perparkiran oleh Pemerintah Kota Surakarta
Pengenaan pajak parkir di kota Surakarta dibatasi pada parkir yang
diselenggarakan di luar badan jalan, baik yang dikelola oleh perorangan atau
badan hukum. Dalam Pasal 34 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Surakarta
Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah disebutkan bahwa objek pajak
parkir adalah penyelenggaraan tempat Parkir di luar badan jalan, baik yang
disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai
suatu usaha. Dalam hal ini, tempat parkir perkantoran tidak termasuk ke
dalam objek pajak parkir selama hanya digunakan oleh pegawai dan
karyawan di kantor yang bersangkutan. Di kota Surakarta terdapat beberapa
objek tempat parkir diselenggarakan oleh pihak ketiga yang terlepas dari
tempat usaha pokoknya. Dalam kondisi ini, maka pihak ketiga yang
menyelenggarakan tempat parkir disebut sebagai wajib pajak parkir,
masyarakat yang menggunakan fasilitas parkir disebut sebagai subjek pajak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
parkir dan nama tempat parkir yang identik dengan nama tempat usaha
pokoknya disebut dengan objek pajak parkir. Untuk parkir yang
diselenggarakan di badan jalan tidak termasuk dalam objek pajak parkir
karena masuk ke ranah retribusi parkir.
Pelaksanaan kewenangan Pemerintah Kota Surakarta terkait
pengelolaan perpajakan perparkiran yang dilaksanakan oleh DPPKA
memiliki beberapa kendala dalam pelaksanaannya. Kendala ini sedikit banyak
mempengaruhi pemasukan keuangan pada kas pemerintah kota Surakarta.
Permasalahan yang muncul dalam pemungutan pajak parkir di Surakarta
antara lain sebagai berikut:
a. Kelalaian penyelenggara tempat parkir dalam penyelenggaraan
pembukuan. Pembukuan merupakan kewajiban penyelenggara tempat
parkir dalam mengelola tempat parkir yang memuat segala laporan dan
perkembangan tertulis mengenai objek pajak parkir. Kewajiban
pembukuan ini diatur dalam Pasal 71 ayat (1) Peraturan Daerah Kota
Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Di dalam
pembukuan memuat data mengenai tempat parkir, pemasukan, dan
pengeluaran tempat parkir. Kelalaian pembukuan yang dimaksud disini
bukan hanya berarti wajib pajak tidak melakukan pembukuan sama
sekali, namun termasuk juga pembukuan yang tidak lengkap dan
pembukuan fiktif yang tidak didasarkan pada kondisi sebenarnya.
Kelalaian pembukuan ini dapat menyebabkan ketidaksesuaian antara
jumlah pembayaran pajak dan jumlah yang seharusnya dibayar oleh
penyelenggara tempat parkir sebagai wajib pajak parkir. Hal ini
merugikan Pemerintah Kota Surakarta dan secara tidak langsung
merugikan masyarakat karena mengurangi pemasukan kas daerah.
b. Kesalahan penyelenggara tempat parkir sebagai wajib pajak dalam
melakukan pengisian Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) untuk
penyetoran pajak parkir terutang ke DPPKA. Kesalahan ini berupa
pengisian SPTPD yang tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya di
lapangan. Hal ini dapat terjadi mengingat pajak parkir merupakan jenis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
pajak dengan sistem menghitung sendiri (self assessment system) atau
dalam bahasa Indonesia disebut dengan pajak dengan sistem Menghitung
Pajak Sendiri (MPS). Hal ini sesuai dengan Pasal 56 ayat (2) Peraturan
Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Jadi
wajib pajak menghitung sendiri jumlah pajak yang harus disetorkan ke
kas daerah. Pajak dengan sistem menghitung sendiri (self assessment
system) sangat menuntut kejujuran wajib pajak dalam pengisian formulir
SPTPD. Jumlah besarnya penyetoran pajak parkir yang telah ditetapkan
dalam Pasal 37 Peraturan Daerah Kota Surakarta Kota Surakarta Nomor
4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah adalah sebesar 25% dari dasar
pengenaan pajak parkir. Dasar pengenaan pajak parkir adalah jumlah
pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada penyelenggara tempat
parkir. Pengisian SPTPD dengan tidak benar atau tidak lengkap diancam
dengan ketentuan pidana yang terdapat dalam Pasal 78 Peraturan Daerah
Kota Surakarta Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak
Daerah.
c. Kurangnya kepatuhan penyelenggara tempat parkir sebagai wajib pajak
parkir dengan tidak melakukan penyetoran pajak parkir secara rutin
setiap bulan kepada pemerintah kota Surakarta. Pasal 1 angka 27
menyebutkan bahwa Masa Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) bulan
kalender atau jangka waktu lain yang diatur dengan Peraturan Walikota
paling lama 3 (tiga) bulan kalender, yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak
untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang.
Dalam teknis pelaksanaannya, penyetoran pajak parkir setiap bulan
merupakan penyetoran untuk bulan sebelumnya, sebagai contoh
penyetoran pada bulan april merupakan penyetoran pajak untuk bulan
maret. Namun, dalam prakteknya masih ada saja wajib pajak yang
menunggak penyetoran pajak ke DPPKA.
d. Pada acara-acara yang bersifat insidental yang menarik banyak
pengunjung dan mengharuskan untuk mengadakan tempat parkir
insidental, maka pendapatan parkir pada tempat parkir insidental masuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
penyelenggaraan tempat parkir kena pajak. Besaran pajak parkir yang
harus disetorkan kepada DPPKA sama dengan tempat parkir biasa yaitu
sebesar 25% dari dasar pengenaan pajak parkir, namun yang
membedakan dengan parkir biasa adalah pada penyelenggaraan tempat
parkir insidental terdapat tim dari UPTD wilayah yang langsung
melakukan pengecekan dan penagihan/eksekusi ke lapangan. Teknis
pembayarannya juga tidak menunggu 1 (satu) bulan, namun langsung
dibayarkan di tempat ataupun dibayarkan ke DPPKA sehari setelah
kegiatan tersebut selesai. Kendala yang muncul dalam pelaksanaan
tempat parkir insidental ini adalah tidak adanya laporan mengenai
pelaksanaan kegiatan/acara tertentu yang mengharuskan diadakannya
parkir insidental, sehingga pemerintah daerah yang diwakili tim UPTD
wilayah tidak mengetahui adanya pelaksanaan penyelenggaraan parkir
pada kegiatan tersebut. Kendala lain adalah pengelolaan parkir yang
diserahkan kepada warga masyarakat ataupun remaja/karang taruna
setempat, sehingga penyelenggara kegiatan merasa tidak perlu
melakukan pelaporan parkir insidental kepada pemerintah kota Surakarta
karena beranggapan banwa keuangan yang masuk dari parkir insidental
yang dikelola oleh warga masyarakat ataupun remaja/karang taruna
setempat langsung dimanfaatkan oleh masyarakat. Prinsipnya sama
dengan pemanfaatan pajak daerah karena pajak daerah yang terkumpul
dari masyarakat juga akan didistribusikan kembali ke masyarakar namun
bukan dalam bentuk uang segar, tapi dalam bentuk lain seperti
pembangunan sarana prasarana dan pembangunan tempat-tempat publik.
Langkah yang diambil oleh DPPKA untuk menindak penyelenggara
tempat parkir yang tidak patuh terhadap peraturan tersebut dilakukan dengan
sanksi yang diberikan dalam beberapa tahap. Sanksi yang dikenakan kepada
wajib pajak yang tidak patuh berupa klarifikasi dan teguran dengan Surat
Peringatan I, Surat Peringatan II dan Surat Peringatan III disertai dengan
pendekatan secara persuasif kepada wajib pajak. Apabila Surat Peringatan
dan pendekatan persuasif tidak membuahkan hasil, maka sanksi yang diambil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
berupa yustisi (penegakan Peraturan Daerah) berupa pencabutan ijin parkir.
Yustisi dilaksanakan oleh Tim Penegak Peraturan Daerah yang didampingi
dan dibantu oleh Satuan Polisi Pamong Praja. Namun, cara ini menjadi jalan
terakhir yang ditempuh oleh DPPKA. Selama masih bisa diusahakan jalan
lain maka DPPKA akan menempuh jalan tersebut sebelum melakukan
Yustisi.
Pemerintah Kota Surakarta tidak bersifat kaku dalam penegakan
Peraturan Daerahnya, selama masih bisa diselesaikan dengan musyawarah
maka Pemerintah Kota Surakarta, atau dalam hal ini DPPKA akan menempuh
jalan tersebut. Sangat memungkinkan DPPKA tidak sampai mengeluarkan
Surat Peringatan I, Surat Peringatan II dan Surat Peringatan III atau Yustisi
kepada wajib pajak yang tidak patuh.
B. Pembahasan
1. Kewenangan Pemerintah Kota Surakarta Terkait Penyelenggaraan
Perpajakan Perparkiran Dalam Rangka Desentralisasi Fiskal
Pembagian kewenangan merupakan kewenangan pemerintah pusat.
Pembagian ini meliputi pembagian urusan-urusan pemerintahan dan
keuangan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah
daerah, baik daerah provinsi maupun daerah kabupaten/ kota. Pembagian ini
sesuai dengan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah yang menyatakan bahwa Penyelenggaraan
urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas,
dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar susunan
pemerintahan. Penyelenggaraan urusan pemerintahan tersebut merupakan
pelaksanaan hubungan kewenangan antara Pemerintah dan pemerintahan
daerah provinsi, kabupaten dan kota atau antar pemerintahan daerah yang
saling terkait, tergantung, dan sinergis sebagai satu sistem pemerintahan.
Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah menyebutkan mengenai urusan wajib yang menjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
kewenangan pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan dalam skala
provinsi yang meliputi:
a. perencanaan dan pengendalian pembangunan;
b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
d. penyediaan sarana dan prasarana umum;
e. penanganan bidang kesehatan;
f. penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial;
g. penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota;
h. pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota;
i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk
lintas kabupaten/kota;
j. pengendalian lingkungan hidup;
k. pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota;
l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;
m. pelayanan administrasi umum pemerintahan;
n. pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas
kabupaten/kota;
o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan
oleh kabupaten/kota;
p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-
undangan.
Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah untuk
kabupaten/ kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/ kota diatur
dalam Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah. kewenangan yang dimaksud meliputi antara lain
sebagai berikut:
a. perencanaan dan pengendalian pembangunan;
b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
d. penyediaan sarana dan prasarana umum;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
e. penanganan bidang kesehatan;
f. penyelenggaraan pendidikan;
g. penanggulangan masalah sosial;
h. pelayanan bidang ketenagakerjaan;
i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah;
j. pengendalian lingkungan hidup;
k. pelayanan pertanahan;
l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;
m. pelayanan administrasi umum pemerintahan;
n. pelayanan administrasi penanaman modal;
o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya;
p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-
undangan.
Merujuk pada ketentuan Pasal 13 ayat (1) dan Pasal 14 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang
telah disebutkan diatas terlihat bahwa telah terdapat pembagian kewenangan
dan urusan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah baik provinsi
maupun kabupaten/ kota. Pembagian kewenangan dan urusan ini
dimaksudkan agar tidak terjadi sentralisasi atau pemusatan pemerintahan
pada pemerintah pusat. Kewenangan-kewenangan yang telah disebutkan
dalam Undang-Undang baik kewenangan pemerintah maupun kewenangan
pemerintah daerah dilaksanakan secara sinergis, saling bekerja sama sebagai
satu kesatuan sistem pemerintahan yang utuh. Pembagian kewenangan ini
mendorong pemerintah daerah untuk semakin mandiri dalam menjalankan
fungsi pemerintahan dan mengelola potensi-potensi yang ada di daerah
masing-masing. Salah satu bentuk kemandirian pemerintah terdapat dalam
kewenangan pengelolaan sumber-sumber pendapatan daerah. Dalam Pasal
157 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
disebutkan mengenai sumber pendapatan daerah yang terdiri atas:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
a. pendapatan asli daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu:
1) hasil pajak daerah;
2) hasil retribusi daerah;
3) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan;
4) lain-lain PAD yang sah;
b. dana perimbangan;
c. lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Pajak daerah yang sebagai bagian dari Pendapatan Asli Daerah (PAD)
merupakan salah satu bentuk penyerahan kewenangan oleh pemerintah
kepada pemerintah daerah untuk mengelola sumber-sumber pajak daerah
yang potensial secara mandiri sebagai bentuk desentralisasi fiskal.
Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah
kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan fiskal adalah
segala urusan perpajakan dalam ruang lingkup penerimaan keuangan negara.
Sehingga desentralisasi fiskal dapat diartikan sebagai kewenangan pemerintah
daerah untuk mengatur dan mengelola sumber-sumber pendapatan daerah
secara mandiri.
Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk memungut dan
mengelola sumber pemasukan keuangan daerah berupa pajak daerah. Tidak
semua pajak dapat dipungut dan dikelola oleh pemerintah daerah karena
pajak-pajak yang dapat dipungut oleh pemerintah daerah telah ditentukan
dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah. Daerah hanya memungut pajak selain pajak yang telah
ditentukan Undang-Undang sebagai pajak dipungut oleh pemerintah pusat.
Pasal 2 ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menyebutkan bahwa jenis pajak
yang dapat dipungut oleh pemerintah daerah adalah sebagai berikut:
a. Jenis pajak provinsi terdiri atas:
1) Pajak Kendaraan Bermotor;
2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
4) Pajak Air Permukaan;
5) Pajak Rokok.
b. Jenis pajak kabupaten/kota terdiri atas:
1) Pajak Hotel;
2) Pajak Restoran;
3) Pajak Hiburan;
4) Pajak Reklame;
5) Pajak Penerangan Jalan;
6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
7) Pajak Parkir;
8) Pajak Air Tanah;
9) Pajak Sarang Burung Walet;
10) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan;
11) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Pemerintah daerah dilarang memungut pajak selain jenis pajak
sebagaimana telah disebutkan diatas. Khusus untuk daerah yang setingkat
dengan daerah provinsi, tetapi tidak terbagi dalam daerah kabupaten/kota
otonom, jenis pajak yang dapat dipungut merupakan gabungan dari pajak
untuk daerah provinsi dan pajak untuk daerah kabupaten/ kota. Tidak semua
jenis pajak daerah yang disebutkan dalam Pasal 2 ayat (1), (2), dan (3)
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah diatas harus dipungut oleh pemerintah daerah. Jenis pajak daerah
tersebut bersifat pilihan, jenis pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah
daerah ditentukan sendiri disesuaikan dengan potensi pajak yang
bersangkutan.
Pemerintah daerah yang melakukan pungutan terhadap jenis-jenis
pajak sebagaimana telah disebutkan dalam Pasal 2 ayat (1) dan (2) Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
harus menyusun Peraturan Daerah tentang pajak daerah maupun retribusi
daerah untuk dijadikan sebagai dasar hukum pengelolaan pajak daerah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Pemerintah kota Surakarta telah melakukan penyusunan peraturan daerah
tentang pajak daerah yang diwujudkan dalam Peraturan Daerah Kota
Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Peraturan daerah ini
yang menjadi dasar pengelolaan perpajakan di kota Surakarta. Peraturan
Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah mengatur
semua jenis pajak daerah yang dipungut oleh Pemerintah kota Surakarta.
Jenis-jenis pajak daerah yang diatur dalam Pasal 2 Peraturan Daerah Kota
Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah terdiri atas:
a. Pajak Hotel;
b. Pajak Restoran;
c. Pajak Hiburan;
d. Pajak Reklame;
e. Pajak Penerangan Jalan;
f. Pajak Parkir;
g. Pajak Air Tanah; dan
h. Pajak Sarang Burung Walet.
Kewenangan pemerintah kota Surakarta dalam melakukan
pengelolaan perpajakan daerah dilaksanakan oleh Dinas Pendapatan,
Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) kota Surakarta. DPPKA
merupakan salah satu dinas daerah yang berada di bawah sekretariat daerah.
Dinas ini dipimpin oleh kepala dinas yang berkedudukan di bawah dan
bertanggung jawab kepada walikota melalui sekretaris daerah. DPPKA
mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pendapatan, pengelolaan keuangan dan aset daerah. DPPKA kota Surakarta
dibentuk berdasarkan pada Pasal 35 Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2011
tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 6 Tahun
2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta.
DPPKA sebagai dinas resmi yang berwenang mengelola keuangan
daerah salah satunya mengelola sumber pendapatan daerah dari sektor pajak
daerah. Dengan kata lain, kewenangan pengelolaan perpajakan pemerintah
kota Surakarta dilaksanakan oleh DPPKA. Pemerintah kota Surakarta melalui
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
DPPKA melaksanakan pengaturan, sosialisasi, perhitungan, pemungutan,
peneguran, dan penindakan atas pelanggaran perpajakan oleh wajib pajak.
Salah satu jenis sektor pajak daerah yang dikelola oleh pemerintah
kota Surakarta adalah sektor perpajakan perparkiran. Pengaturan mengenai
pajak parkir ini terdapat dalam Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4
Tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Sesuai dengan Pasal 1 angka 19 Peraturan
Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah, yang
dimaksud dengan Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat
parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok
usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan
tempat penitipan kendaraan bermotor. Kewenangan pengelolaan pajak daerah
berupa pajak parkir merupakan salah satu bentuk pelaksanaan desentralisasi
fiskal sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah. Sehingga dapat dikatakan bahwa pengelolaan pajak
parkir oleh Pemerintah Kota Surakarta merupakan kewenangan pemerintah
pusat yang diberikan kepada Kota Surakarta sebagai daerah otonom untuk
mengelola sumber pendapatan keuangan daerah berupa pajak parkir secara
mandiri.
Kewenangan pemerintah kota Surakarta dalam penyelenggaraan dan
pengelolaan perpajakan perparkiran diatur dalam Peraturan Daerah Kota
Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Identifikasi
kewenangan pemerintah kota Surakarta terkait pengelolaan pajak parkir
tersebut dapat diketahui dari penjabaran sebagai berikut.
a. Kewenangan melakukan pemungutan pajak parkir
Ketentuan dalam Pasal 1 angka 30 Peraturan Daerah Kota
Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah menyebutkan
bahwa Pemungutan pajak adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari
penghimpunan data objek dan subjek pajak, penentuan besarnya pajak
yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak kepada Wajib Pajak serta
pengawasan penyetorannya. Ketentuan dalam pasal ini memberikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
kewenangan kepada pemerintah kota Surakarta untuk menyusun regulasi
untuk mengatur pemungutan pajak daerah khusunya pajak parkir.
Kewenangan pemungutan pajak parkir pemerintah kota Surakarta
dimulai dengan kewenangan untuk melakukan pengumpulan data
penyelenggaraan tempat parkir yang dapat dikategorikan sebagai objek
dan subjek pajak parkir yang tersebar di seluruh wilayan kota Surakarta.
Kewenangan penghimpunan data objek dan subjek pajak dilaksanakan
oleh DPPKA. Kewenangan ini melibatkan UPTD parkir wilayah yang
bertugas melaksanakan sebagian kegiatan teknis operasional dan/ atau
kegiatan teknis penunjang yang mempunyai wilayah kerja satu atau
beberapa daerah kota. Kegiatan teknis operasional yang dilaksanakan
UPTD merupakan tugas untuk melaksanakan kegiatan teknis yang secara
langsung berhubungan dengan pelayanan masyarakat sedangkan teknis
penunjang adalah untuk melaksanakan kegiatan untuk mendukung
pelaksanaan tugas dari DPPKA.
Kewenangan selanjutnya adalah kewenangan penentuan besarnya
pajak yang terutang. Kewenangan ini dituangkan dalam ketentuan pasal
Pasal 37 Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang
Pajak Daerah yang menyebutkan bahwa Tarif Pajak Parkir ditetapkan
sebesar 25% (dua puluh lima persen). Besar pajak yang terutang
merupakan hasil perhitungan dari tarif pajak parkir dikalikan dengan
dasar pengenaan pajak parkir.
Kewenangan lain dalam rangka pemungutan pajak parkir adalah
kegiatan penagihan pajak parkir. Kewenangan ini dilaksanakan oleh
Bidang Penagihan DPPKA. Ketentuan dalam Pasal 56 ayat (2) Peraturan
Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah
menyebutkan pajak parkir sebagai salah satu pajak yang harus dibayar
sendiri oleh wajib pajak. Merujuk pada ketentuan ini, maka DPPKA
memfasilitasi wajib pajak parkir untuk melakukan penyetoran pajak
kepada pemerintah kota Surakarta. DPPKA juga menentukan prosedur
penyetoran pajak parkir yang harus dilaksanakan oleh wajib pajak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
Kewenangan yang juga penting dalam rangkaian pemungutan
pajak parkir adalah kewenangan melakukan pengawasan penyetoran
pajak parkir. Dalam kewenangan ini dilaksanakan oleh DPPKA dengan
memberikan peringatan kepada wajib pajak yang terlambat atau bahkan
tidak memenuhi kewajibannya untuk melakukan penyetoran pajak.
Peringatan ini dapat berupa teguran langsung maupun teguran secara
tertulis dengan Surat Peringatan (SP). Ketika wajib pajak tidak
mengindahkan peringatan yang diberikan oleh DPPKA, maka DPPKA
akan mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar
(SKPDKB) dimana didalamya terdapat jumlah pokok pajak, jumlah
kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya
sanksi administratif, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar. Saksi
yustisi atau penegakan peraturan daerah berupa pencabutan izin
pengelolaan parkir dapat diterapkan apabila wajib pajak tetap tidak
mengindahkan peringatan yang dikeluarkan oleh DPPKA.
b. Kewenangan menetapkan besaran tarif pajak parkir
Kewenangan penetapan besaran tarif diberikan oleh Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah kepada Pemerintah Daerah. Kewenangan yang diperoleh dari
undang-undang tersebut dituangkan oleh pemerintah kota Surakarta
dalam peraturan daerah tentang pajak daerah sebagai dasar pengaturan
penetapan besaran tarif pajak parkir. Pasal 65 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
kepada Pemerintah Daerah menetapkan batas maksimal tarif pajak parkir
yaitu sebesar 30% (tiga puluh persen).
Besaran tarif pajak parkir kota Surakarta diatur dalam Pasal 37
Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak
Daerah yang menyebutkan bahwa tarif pajak parkir ditetapkan sebesar
25% (dua puluh lima persen). Besaran pokok Pajak Parkir yang terutang
dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
Dasar pengenaan pajak yaitu jumlah pembayaran atau yang seharusnya
dibayar kepada penyelenggara tempat parkir.
Dasar pertimbangan pemerintah kota Surakarta menetapkan tarif
pajak parkir sebesar 25% adalah hasil evaluasi pendapatan pajak parkir
dari tahun-tahun sebelumnya. Evaluasi ini dilakukan dengan
membandingkan antara target pencapaian dan realisasi lapangan setiap
tahun. Selisih kenaikan antara target pencapaian dengan realisasi
lapangan yang kecil menimbulkan kesulitan bagi pemerintah kota
Surakarta untuk menetapkan tarif pajak parkir yang lebih besar. Penaikan
jumlah besaran tarif pajak parkir akan berpengaruh pada turunnya selisih
antara target pencapaian dengan hasil realisasi.
Pertimbangan lain penetapan besaraan tarif pajak parkir sebesar
25% adalah pertimbangan kemampuan bayar wajib pajak parkir. Dengan
menetapkan tarif pajak parkir kecil dari batas maksimal yang ditetapkan
dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah diharapkan masyarakat wajib pajak parkir di kota
Surakarta tidak terlalu terbebani untuk membayar pajak. Beban pajak
parkir yang tidak terlalu tinggi diharapkan mampu meningkatkan
kesadaran wajib pajak untuk memenuhi kewajibannya. Dari
pertimbangan tersebut maka pemerintah kota Surakarta menetapkan
besarat tarif pajak parkir sebesar 25%. Tarif pajak parkir sebesar 25%
yang ditetapkan oleh pemerintah kota Surakarta sudah sesuai dengan
ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah karena tidak melebihi batas maksimal yang
ditetapkan yaitu sebesar 30%.
c. Kewenangan mengeluarkan surat-surat terkait dengan pemungutan pajak
parkir
Pemerintah kota Surakarta memiliki kewenangan untuk
mengeluarkan surat-surat terkait dengan pemungutan pajak parkir. Surat-
surat tersebut diatur dalam ketentuan Pasal 1 angka 31, Pasal 1 angka 33
sampai dengan Pasal 1 angka 38, dan Pasal 61 Peraturan Daerah Kota
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Surat-surat
tersebut adalah sebagai berikut:
1) Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat
SPTPD, adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk
melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak
dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
2) Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, yang selanjutnya
disingkat SKPDKB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan
besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah
kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administratif,
dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
3) Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, yang
selanjutnya disingkat SKPDKBT, adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
4) Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, yang selanjutnya disingkat
SKPDN, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah
pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak
tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
5) Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya
disingkat SKPDLB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan
jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih
besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
6) Surat Tagihan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat STPD,
adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi
administratif berupa bunga dan/atau denda.
7) Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang
membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan
dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-
undangan perpajakan daerah yang terdapat dalam Surat
Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak
Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah
Nihil, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat Tagihan
Pajak Daerah, Surat Keputusan Pembetulan, atau Surat Keputusan
Keberatan.
8) Surat Setoran Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut dengan SSPD
adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan
pembayaran pajak daerah. Surat ini tidak disebutkan secara langsung
di dalam Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011
tentang Pajak Daerah, tetapi pada prakteknya surat ini terdapat
dalam prosedur pembayaran pajak parkir untuk mempermudah
proses administrasi.
9) Surat Paksa surat perintah membayar utang pajak dan biaya
penagihan pajak yang mempunyai kekuatan untuk dilaksanakan.
Kewenangan pemerintah kota Surakarta juga mencakup
kewenangan untuk melakukan perubahan kesalahan pada ketetapan
dalam surat-surat yang telah dikeluarkan berupa pembetulan, pembatalan,
pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi
administratif. Kesalahan tersebut berupa kesalahan yang dalam
penerbitannya terdapat kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung
dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu. Ketentuan ini diatur
dalam Pasal 67 Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011
tentang Pajak Daerah.
Walikota atau pejabat yang ditunjuk dapat melakukan perubahan
sebagai berikut:
1) mengurangkan atau menghapuskan sanksi administratif berupa
bunga, denda, dan kenaikan pajak yang terutang menurut peraturan
perundang-undangan perpajakan daerah, dalam hal sanksi tersebut
dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena
kesalahannya;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
2) mengurangkan atau membatalkan SKPDKB, SKPDKBT atau STPD,
SKPDN atau SKPDLB yang tidak benar;
3) membatalkan hasil pemeriksaan atau ketetapan pajak yang
dilaksanakan atau diterbitkan tidak sesuai dengan tata cara yang
ditentukan;
4) mengurangkan ketetapan pajak terutang berdasarkan pertimbangan
kemampuan membayar Wajib Pajak atau kondisi tertentu objek
pajak.
d. Kewenangan melakukan pemeriksaan, penyelidikan, dan penyidikan
terhadap dugaan pelanggaran pajak parkir
Pemerintah kota Surakarta memiliki kewenangan untuk
melakukan rangkaian proses penyidikan yang dimulai dari proses
pemeriksaan, penyelidikan, dan penyidikan apabila ditemukan dugaan
pelanggaran pajak parkir yang dilaksanakan oleh Penyidik Pegawai
Negeri Sipil (PPNS). Kewenangan ini diatur dalam ketentuan Pasal 73
ayat (1) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang
Pajak Daerah. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari,
mengumpulkan, mengelola data dan atau keterangan lainnya untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban pajak daerah dan untuk tujuan
lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang pajak daerah. Penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh
Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam hal dan menurut cara yang
diatur dalam Undang-Undang yang menjadi dasar hukumnya untuk
mencari serta mengumpulkan barang bukti yang dengan barang bukti itu
membuat terang pelanggaran yang terjadi dan guna menemukan
tersangkanya. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam
hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1981 tentang Hukum Acara Pidana, untuk mencari serta mengumpulkan
bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang
terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
Kewenangan melakukan penyidikan dilakukan oleh PPNS
tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus
melakukan penyidikan tindak pidana pelanggaran terhadap Peraturan
Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Hal
ini sesuai dengan ketentuan Pasal 77 Peraturan Daerah Kota Surakarta
Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Kewenangan PPNS tersebut
adalah sebagai berikut:
1) menerima laporan atau pengaduan dari seseorang mengenai adanya
dugaan tindak pidana atas pelanggaran Peraturan Daerah;
2) melakukan tindakan pertama dan pemeriksaan di tempat kejadian;
3) menyuruh berhenti seseorang dan memeriksa tanda pengenal diri
tersangka;
4) melakukan penyitaan benda atau surat;
5) mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
6) memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau
tersangka;
7) mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya
dengan pemeriksaan perkara;
8) mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari
Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia bahwa tidak terdapat
cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana
dan selanjutnya melalui Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia
memberitahukan hal tersebut pada penuntut umum, tersangka atau
keluarganya.
e. Kewenangan menetapkan sanksi adminstratif
Penetapan sanksi administratif terhadap pelanggaran-pelanggaran
tertentu juga menjadi kewenangan pemerintah kota Surakarta. Ketentuan
mengenai sanksi administratif adalah sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
1) SKPDKB dalam hal jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau
keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar atau
jika SPTPD tidak disampaikan kepada Walikota dalam jangka waktu
tertentu dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada
waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran, maka
dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua
persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat
dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan
dihitung sejak saat terutangnya pajak, ketentuan ini sesuai dengan
Pasal 57 ayat (2) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun
2011 tentang Pajak Daerah;
2) SKPDKBT jika ditemukan data baru dan/atau data yang semula
belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang
terutang, maka dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan
sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak
tersebut, ketentuan ini tidak dikenakan jika Wajib Pajak melaporkan
sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan, ketentuan ini
sesuai dengan Pasal 57 ayat (3) dan Pasal 57 ayat (4) Peraturan
Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah;
3) SKPDKB dalam hal jika kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi,
pajak yang terutang dihitung secara jabatan, maka dikenakan sanksi
administratif berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima persen)
dari pokok pajak ditambah sanksi administratif berupa bunga sebesar
2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau
terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh
empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak, ketentuan ini
sesuai dengan Pasal 57 ayat (5) Peraturan Daerah Kota Surakarta
Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah;
4) jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam STPD dalam hal
pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar dan dari hasil
penelitian SPTPD terdapat kekurangan pembayaran sebagai akibat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
salah tulis dan/atau salah hitung maka penyetorannya ditambah
dengan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen)
setiap bulan untuk paling lama 15 (lima belas) bulan sejak saat
terutangnya pajak, ketentuan ini sesuai dengan Pasal 59 ayat (2)
Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang
Pajak Daerah;
5) SKPD yang tidak atau kurang dibayar setelah jatuh tempo
pembayaran dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar
2% (dua persen) sebulan dan ditagih melalui STPD, ketentuan ini
sesuai dengan Pasal 59 ayat (3) Peraturan Daerah Kota Surakarta
Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah;
6) dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian,
Wajib Pajak dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 50%
(lima puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan keputusan
keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum
mengajukan keberatan, ketentuan ini sesuai dengan Pasal 66 ayat (3)
Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang
Pajak Daerah;
7) dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian,
Wajib Pajak dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 100%
(seratus persen) dari jumlah pajak berdasarkan Putusan Banding
dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum
mengajukan keberatan, ketentuan ini sesuai dengan Pasal 66 ayat (5)
Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang
Pajak Daerah.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 37 Surat Tagihan Pajak
Daerah, yang selanjutnya disingkat STPD, adalah surat untuk melakukan
tagihan pajak dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.
Penetapan sanksi administratif berupa denda oleh pemerintah kota
Surakarta belum dilaksanakan secara maksimal, hal ini disebabkan
karena pemerintah kota Surakarta lebih mengutamakan penyelesaian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
pelanggaran pajak parkir dengan pendekatan personal secara persuasif.
Pelanggar pajak parkir diperingatkan secara personal untuk memenuhi
kewajibannya, sehingga tidak sampai terjadi penetapan sanksi
administratif berupa denda kepada wajib pajak.
f. Kewenangan menjatuhkan sanksi pidana
Pemerintah kota Surakarta berwenang menjatuhkan sanksi pidana
terhadap pelanggaran-pelanggaran tertentu yang diatur dalam peraturan
daerah sebagai perbuatan yang diancam dengan sanksi pidana. Ketentuan
mengenai ketentuan adalah sebagai berikut:
1) Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD
atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau
melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan
keuangan daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling
lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak 2 (dua) kali
jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, ketentuan ini
sesuai dengan Pasal 78 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Surakarta
Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah;
2) Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau
mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan
keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah
dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau
pidana denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang
yang tidak atau kurang dibayar, ketentuan ini sesuai dengan Pasal 78
ayat (2) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011
tentang Pajak Daerah;
3) Pejabat atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Walikota yang karena
kealpaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal yang
diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam
rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan
Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang
Pajak Daerah diancam pidana dengan pidana kurungan paling lama 1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
(satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 4.000.000,00
(empat juta rupiah), ketentuan ini sesuai dengan Pasal 80 ayat (1)
Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang
Pajak Daerah;
4) Pejabat atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Walikota yang dengan
sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang
menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat yang diketahui
atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka
jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan Peraturan
Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah
diancam pidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) tahun
dan pidana denda paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta
rupiah), ketentuan ini sesuai dengan Pasal 80 ayat (2) Peraturan
Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah.
2. Permasalahan Dalam Pelaksanaan Kewenangan Pemerintah Kota
Surakarta Terkait Penyelenggaraan Perpajakan Perparkiran dan
Solusinya
Kewenangan pemerintah kota Surakarta terkait pengelolaan pajak
parkir seperti yang telah dijelaskan dalam rumusan masalah pertama antara
lain kewenangan melakukan pemungutan pajak parkir; kewenangan
menetapkan besaran tarif pajak parkir; kewenangan mengeluarkan surat-surat
terkait dengan pemungutan pajak parkir; kewenangan melakukan
pemeriksaan; penyelidikan, dan penyidikan terhadap dugaan pelanggaran
pajak parkir; kewenangan menetapkan sanksi adminstratif; kewenangan
menjatuhkan sanksi pidana. Permasalahan dalam pelaksanaan kewenangan
pemerintah kota surakarta terkait penyelenggaraan perpajakan perparkiran
ditemui dalam kewenangan melakukan pemungutan pajak parkir.
Kendala-kendala yang muncul dalam pelaksanaan kewenangan
pemerintah kota Surakarta dalam pemungutan pajak parkir antara lain sebagai
berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
a. Kelalaian penyelenggara tempat parkir dalam penyelenggaraan
pembukuan
Kewajiban wajib pajak untuk menyelenggarakan pembukuan
disebutkan dalam Pasal 71 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Surakarta
Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Wajib pajak yang
berkewajiban menyelenggarakan pembukuan adalah wajib pajak yang
melakukan usaha dengan omzet paling sedikit Rp 300.000.000,- (tiga
ratus juta rupiah).
Kelalaian pembukuan yang dimaksud bukan hanya berarti wajib
pajak tidak melakukan pembukuan sama sekali, namun termasuk juga
pembukuan yang tidak lengkap serta pembukuan fiktif yang tidak sesuai
pada kondisi sebenarnya. Wajib pajak juga berkewajiban melaporkan
pembukuan secara berkala kepada walikota melalui DPPKA sesuai
dengan Pasal 72 ayat (3) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4
Tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Kelalaian pembukuan ini dapat
menyebabkan ketidaksesuaian antara jumlah pembayaran pajak dan
jumlah yang seharusnya dibayar oleh penyelenggara tempat parkir
sebagai wajib pajak parkir karena pembukuan dapat dijadikan dasar
untuk menghitung besarnya pajak terutang.
Peningkatan pengawasan oleh pemerintah kota Surakarta mutlak
perlu ditingkatkan untuk menekan munculnya permasalahan kelalaian
penyelenggaraan pembukuan oleh wajib pajak. Hal ini dapat dilakukan
dengan memperkuat pelaksanaan Pasal 73 Peraturan Daerah Kota
Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah yaitu kewenangan
untuk melakukan pemeriksaan dan pengujian terhadap kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan daerah. Kewenangan ini dilakukan
dengan langsung terjun ke lapangan melihat kondisi objek pajak parkir
dan memeriksa pembukuan parkir. Upaya ini dinilai efektif karena
pemerintah kota Surakarta diberikan kewenangan oleh peraturan daerah
untuk memeriksa secara langsung objek pajak parkir sampai memeriksa
pembukuan dan ruangan-ruangan yang dianggap perlu untuk dilakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
pemeriksaan. Tindakan ini dilaksanakan oleh Tim Optimalisasai Pajak
Daerah. Tim ini memiliki tugas melakukan pemeriksaan dan
penyelidikan kondisi subjek pajak daerah. Tim yang berada di bawah
koordinasi DPPKA ini bersifat permanen dan memiliki masa kerja 1
(satu) tahun dan akan dibentuk kembali pada tahun berikutnya. Dasar
hukum Tim Optimalisasi Pajak Daerah adalah Surat Keputusan (SK)
kepala dinas.
b. Kesalahan penyelenggara tempat parkir sebagai wajib pajak dalam
melakukan pengisian Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) untuk
penyetoran pajak parkir terutang ke DPPKA
Berdasarkan Pasal 55 ayat (2) Peraturan Daerah Kota Surakarta
Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah disebutkan bahwa pengisian
SPTPD dilakukan dengan jelas, benar, lengkap, dan ditandatangani oleh
wajib pajak atau kuasanya beserta dilengkapi dengan lampiran yang
diperlukan. Pada pelaksanaannya masih terdapat kesalahan pengisian
SPTPD oleh wajib pajak. Kesalahan ini dapat berupa kecurangan/
ketidakjujuran wajib pajak dalam melakukan pengisian SPTPD yang
tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya di lapangan. Hal ini sangat
mungkin terjadi karena pajak parkir merupakan salah satu jenis pajak
daerah dengan sistem menghitung sendiri (self assessment system) atau
dalam bahasa Indonesia disebut dengan pajak dengan sistem Menghitung
Pajak Sendiri (MPS). Sistem MPS ini sesuai dengan Pasal 56 ayat (2)
Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak
Daerah. Ketentuan ini memberikan kepercayaan kepada wajib pajak
untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan
sendiri pajak yang terutang dengan menggunakan SPTPD.
Pengisian SPTPD dengan tidak benar atau tidak lengkap baik
dilakukan secara sengaja ataupun karena kealpaan diancam dengan
ketentuan pidana sesuai Pasal 78 ayat (1) dan Pasal 78 ayat (2) Peraturan
Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah.
Ancaman pidana untuk pengisian SPTPD dengan tidak benar atau tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
lengkap yang dilakukan karena kealpaan berupa pidana kurungan
maksimal 1 (satu) tahun atau pidana denda maksimal sebesar 2 (dua) kali
lipat dari jumlah pajak terutang, sedangkan untuk pengisian SPTPD
dengan tidak benar atau tidak lengkap yang dilakukan secara sengaja
berupa pidana penjara maksimal 1 (satu) tahun atau pidana denda
maksimal sebesar 4 (empat) kali lipat dari jumlah pajak terutang.
Ancaman ini belum dilakukan oleh DPPKA, karena DPPKA lebih
mengutamakan pendekatan personal kepada wajib pajak sebelum
melakukan tindakan tegas.
Tindakan pendekatan personal kepada wajib pajak yang
dilakukan oleh DPPKA berupa kegiatan terjun langsung ke lapangan
untuk melihat objek pajak parkir sehingga dapat ditaksir pendapatan dan
pemasukan masing-masing objek parkir secara lebih akurat, sehingga
data hasil penelitian langsung di lapangan ini dapat disinkronisasi dengan
data yang disampaikan oleh wajib pajak dalam SPTPD. Kewenangan ini
sesuai dengan ketentuan Pasal 73 Peraturan Daerah Kota Surakarta
Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah yaitu kewenangan untuk
melakukan pemeriksaan dan pengujian terhadap kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan daerah. Tindakan ini dilaksanakan oleh Tim
Optimalisasai Pajak Daerah.
c. Kurangnya kepatuhan penyelenggara tempat parkir sebagai wajib pajak
parkir dengan tidak melakukan penyetoran pajak parkir secara rutin
setiap bulan kepada pemerintah kota Surakarta
Penyetoran pajak parkir yang dilakukan setiap bulan kepada
pemerintah kota Surakarta masih terdapat wajib pajak yang tidak
melukan penyetoran secara rutin sesuai dengan ketentuan. Hal ini terjadi
karena tidak adanya sanksi yang tegas dari pemerintah kota Surakarta
terhadap para wajib pajak yang menunggak pajak. Tindakan ini
melanggar ketentuan Pasal 60 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Surakarta
Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah yang menyebutkan bahwa
walikota menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
pajak yang terutang paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah saat
terutangnya pajak. Penyetoran pajak parkir setiap bulan merupakan
penyetoran untuk bulan sebelumnya misalnya penyetoran pada bulan
april merupakan penyetoran pajak untuk bulan maret. Pasal 1 angka 27
Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak
Daerah menyebutkan bahwa masa pajak adalah jangka waktu 1 (satu)
bulan kalender atau jangka waktu lain yang diatur dengan Peraturan
Walikota paling lama 3 (tiga) bulan kalender, yang menjadi dasar bagi
wajib pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang
terutang. Ketentuan ini semakin mempertegas bahwa penyetoran pajak
parkir wajib disetorkan kepada pemerintah kota Surakarta setiap bulan,
selain itu karena Peraturan Walikota yang mengatur mengenai jangka
waktu lain belum disahkan.
DPPKA melakukan upaya persuasif dengan menghubungi wajib
pajak dan memberikan teguran. Namun, upaya ini masih belum berhasil
secara maksimal karena upaya yang dilakukan DPPKA tidak dibarengi
dengan pemberian sanksi yang tegas, sehingga tidak menimbulkan rasa
takut wajib pajak untuk melakukan penyetoran pajak parkir secara tepat
waktu.
Upaya menekan penuggakan penyetoran pajak parkir kepada
pemerintah kota Surakarta perlu ditingkatkan dengan memperketat
persyaratan untuk mendapatkan keringanan untuk mengangsur atau
menunda penyetoran pajak parkir, selain itu juga dilakukan dengan
menaikkan bunga terhadap penyetoran yang tidak tepat waktu. Upaya
lain yang perlu dilakukan adalah dengan memperkuat pelaksanaan
ketentuan Pasal 61 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4
Tahun 2011 tentang Pajak Daerah yang menyebutkan pajak terutang
yang tidak atau kurang dibayar oleh wajib pajak tepat pada waktunya
dapat ditagih dengan surat paksa. Surat paksa dapat dilayangkan setelah
jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang, sebelum wajib
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
pajak mengajukan permohonan kepada walikota untuk mendapatkan
keringanan untuk mengangsur atau menunda penyetoran pajak parkir.
d. Penyelenggaraan acara insidental yang mengakibatkan pengadaan tempat
parkir insidental tidak dilaporkan kepada DPPKA
Kegiatan yang bersifat hiburan dan menarik banyak pengunjung
dan mengharuskan penyelenggaraan tempat parkir yang bersifat
insidental banyak terjadi di kota Surakarta. Hasil dari pendapatan parkir
pada tempat parkir insidental termasuk tempat parkir kena pajak parkir.
Besaran pajak parkir insidental yang harus disetorkan kepada DPPKA
sama dengan tempat parkir biasa yaitu sebesar 25% dari dasar pengenaan
pajak parkir. Namun, yang membedakan dengan parkir biasa adalah cara
penyetoran pajak parkir. Pada penyelenggaraan tempat parkir yang
bersifat insidental terdapat tim dari UPTD wilayah yang langsung
melakukan pengecekan dan penagihan/ eksekusi ke lapangan, proses
pembayarannya juga menggunakan SPTPD untuk melaporkan omzet dan
penyetoran pajak parkir dilakukan seketika itu juga tanpa menunggu
sampai bulan berikutnya. Pelaksanaan kewenangan ini minim kendala
karena tim UPTD langsung melakukan pengecekan dan eksekusi.
Namun, masalah yang muncul dalam pelaksanaan tempat parkir
insidental ini adalah tidak adanya pemberitahuan mengenai adanya
kegiatan/ acara tertentu yang mengharuskan diadakannya parkir
insidental, sehingga pemerintah daerah yang diwakili tim UPTD wilayah
tidak mengetahui adanya pelaksanaan parkir insidental. Kendala lain
adalah pengelolaan parkir yang diserahkan kepada warga masyarakat
ataupun remaja/ karang taruna setempat, sehingga penyelenggara
kegiatan merasa tidak perlu melakukan pelaporan parkir insidental
kepada pemerintah kota Surakarta.
Semua pelanggaran pajak parkir akan dilakukan upaya-upaya
persuasif terlebih dahulu oleh DPPKA. Upaya persuasif ini dapat berbentuk
klarifikasi oleh wajib pajak baik dengan telefon atau panggilan melalui surat
kepada wajib pajak. Dalam hal wajib pajak tetap tidak memberikan respon
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
maka DPPKA akan melayangkan Surat Tagihan Pajak Daerah kepada wajib
pajak dan atas dilayangkannya surat ini wajib pajak dapat mengajukan
keberatan secara tertulis kepada Kepala DPPKA maks 14 hari setelah Surat
Tagihan Pajak Daerah dilayangkan. Apabila wajib pajak tidak mengajukan
keberatan dan tidak memberikan respon maka DPPKA akan melakukan
panggilan maksimal 3 (tiga) kali dan apabila wajib pajak tetap tidak
memberikan respon maka DPPKA akan melakukan tindakan tegas yustisi
(penegakan peraturan daerah) yaitu penutupan objek pajak parkir dengan
mendatangi langsung objek pajak. Tindakan tegas berupa penutupan objek
pajak parkir ini dilakukan oleh Tim Penegakan Peraturan Daerah yang
didampingi Satpol PP.
Wajib pajak memiliki hak untuk mengajukan permohonan atau
keberatan kepada walikota untuk mengangsur atau menunda pembayaran
pajak, hal ini diatur dalam Pasal 60 ayat (3) Peraturan Daerah Kota Surakarta
Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Keringanan untuk membayar
pajak secara mengangsur atau menunda pembayaran ini dibarengi dengan
pengenaan denda sebesar 2% (dua persen) sebulan. Pengajuan permohonan
harus diajukan secara tertulis kepada walikota.
Kewenangan pemerintah kota Surakarta dalam pengelolaan pajak
parkir yang dilaksanakan oleh DPPKA tidak semata-mata hanya melakukan
penagihan pajak daerah khususnya pajak parkir, namun juga melakukan
fungsi sosialisasi kepada masyarakat. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat
tidak buta terhadap pajak daerah khususnya pajak parkir. Tujuan jangka
panjang sosialisasi tersebut adalah agar masyarakat menjadi paham dan
mengerti substansi dari pajak daerah, sehingga kesadaran masyarakat untuk
membayar pajak akan tinggi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai kewenangan
pemerintah kota Surakarta terkait penyelenggaraan perpajakan perparkiran dalam
rangka desentralisasi fiskal, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Kewenangan pemerintah kota Surakarta terkait penyelenggaraan perpajakan
perparkiran dalam rangka desentralisasi fiskal diatur dalam Peraturan Daerah
Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah antara lain
sebagai berikut:
a. kewenangan melakukan pemungutan pajak parkir. Kewenangan ini
sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1 angka 30 Peraturan Daerah Kota
Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah menyebutkan
bahwa pemungutan pajak adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari
penghimpunan data objek dan subjek pajak, penentuan besarnya pajak
yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak kepada wajib pajak serta
pengawasan penyetorannya;
b. kewenangan menetapkan besaran tarif pajak parkir. Kewenangan ini
diwujudkan dalam Pasal 37 Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4
Tahun 2011 tentang Pajak Daerah yang menyebutkan bahwa tarif pajak
parkir ditetapkan sebesar 25% (dua puluh lima persen). Besaran pokok
pajak parkir yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan
dasar pengenaan pajak. Dasar pengenaan pajak yaitu jumlah pembayaran
atau yang seharusnya dibayar kepada penyelenggara tempat parkir;
c. kewenangan mengeluarkan surat-surat terkait dengan pemungutan pajak
parkir. Kewenangan ini diatur dalam ketentuan Pasal 1 angka 31, Pasal 1
angka 33 sampai dengan Pasal 1 angka 38, dan Pasal 61 Peraturan
Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah.
Kewenangan pemerintah kota Surakarta juga mencakup kewenangan
untuk melakukan perubahan kesalahan pada ketetapan dalam surat-surat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
yang telah dikeluarkan berupa pembetulan, pembatalan, pengurangan
ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administratif.
Kesalahan tersebut berupa kesalahan yang dalam penerbitannya terdapat
kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung dan/atau kekeliruan penerapan
ketentuan tertentu. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 67 Peraturan Daerah
Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah;
d. kewenangan melakukan pemeriksaan, penyelidikan, dan penyidikan
terhadap dugaan pelanggaran pajak parkir. Kewenangan ini diatur dalam
Pasal 73 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011
tentang Pajak Daerah;
e. kewenangan menetapkan sanksi adminstratif. Kewenangan ini diatur
dalam ketentuan Pasal 57 ayat (2), Pasal 57 ayat (3), Pasal 57 ayat (4),
Pasal 57 ayat (5), Pasal 59 ayat (2), Pasal 59 ayat (3), Pasal 66 ayat (3),
dan Pasal 66 ayat (5) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun
2011 tentang Pajak Daerah;
f. kewenangan menjatuhkan sanksi pidana. Kewenangan ini diatur dalam
Pasal 78, Pasal 79, Pasal 80, dan Pasal 80 Peraturan Daerah Kota
Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah.
2. Permasalahan dalam pelaksanaan kewenangan pemerintah kota Surakarta
terkait penyelenggaraan Perpajakan Perparkiran antara lain sebagai berikut:
a. kelalaian penyelenggara tempat parkir dalam penyelenggaraan
pembukuan. Hal ini melanggar ketentuan Pasal 71 dan Pasal 72 Peraturan
Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah;
b. kesalahan penyelenggara tempat parkir sebagai wajib pajak dalam
melakukan pengisian Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) untuk
penyetoran pajak parkir terutang ke DPPKA. Hal ini melanggar
ketentuan Pasal 55 ayat (2) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4
Tahun 2011 tentang Pajak Daerah;
c. kurangnya kepatuhan penyelenggara tempat parkir sebagai wajib pajak
parkir dengan tidak melakukan penyetoran pajak parkir secara rutin
setiap bulan kepada pemerintah kota Surakarta. Hal ini melanggar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
ketentuan Pasal 60 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4
Tahun 2011 tentang Pajak Daerah;
d. penyelenggaraan acara insidental yang mengakibatkan pengadaan tempat
parkir insidental yang tidak dilaporkan kepada DPPKA.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai kewenangan
pemerintah kota surakarta terkait penyelenggaraan perpajakan perparkiran dalam
rangka desentralisasi fiskal, maka penulis memberikan saran sebagai berikut:
1. Penetapan sanksi administratif berupa denda oleh pemerintah kota Surakarta
yang belum maksimal yang disebabkan karena pemerintah kota Surakarta
lebih mengutamakan pendekatan personal secara persuasif kepada pelanggar
pajak parkir menjadi sebuah kelemahan dari pelaksanaan Peraturan Daerah
Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah itu sendiri. Oleh
karena itu, hendaknya pemerintah kota Surakarta memaksimalkan penetapan
sanksi administratif berupa denda sesuai yang diamanatkan oleh peraturan
daerah. Optimalisasi penetapan sanksi administratif berupa denda juga dapat
meningkatkan pemasukan pemerintah kota Surakarta.
2. Peraturan Walikota Surakarta tentang pajak daerah yang sedang dalam proses
pembahasan, hendaknya ditambahkan ketentuan yang mengatur mengenai
penyelenggaraan parkir insidental. Hal ini penting dikarenakan
penyelenggaraan parkir insidental masih sering lepas dari pengawasan
pemerintah kota Surakarta. Ketentuan yang bisa dimasukkan dalam Peraturan
Walikota Surakarta adalah pasal mengenai sistem kontrol oleh DPPKA
terhadap parkir insidental yang dilakukan setiap hari agar tidak terdapat
parkir insidental yang lepas dari pengawasan DPPKA.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
DAFTAR PUSTAKA
Dari Buku
Adrian Sutedi. 2008. Hukum Pajak dan Retribusi Daerah. Bogor: Ghalia
Indonesia.
________. 2009. Implikasi Hukum Atas Sumber Pembiayaan Daerah Dalam
Kerangka Otonomi Daerah. Jakarta: Sinar Grafika.
Ahmad Yani. 2009. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.
C.S.T Kansil dan Christine S.T. Kansil, 2002, Pemerintahan Daerah di
Indonesia Hukum Administrasi Daerah 1903-2001, Jakarta: Sinar
Grafika.
Erly Suandy. 2002. Hukum Pajak. Jakarta: Salemba Empat.
H. Bohari. 2008. Pengantar Hukum Pajak. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
H.A.W Widjaja. 2004. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom. Jakarta:
RajaGrafindo Persada.
________. 2005. Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia, Dalam Rangka
Sosialisasi UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Marihot P Siahaan. 2010. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Jakarta:
Rajawali Pers.
Mudrajad Kuncoro. 2004. Desentralisasi, Globalisasi dan Demokrasi Lokal.
Jakarta : LP3ES.
Muhammad Fauzan. 2006. Hukum Pemerintahan Daerah: Kajian Tentang
Hubungan Keuangan Antara Pusat dan Daerah. Yogyakarta: UII Press.
Peter Mahmud Marzuki. 2009. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana.
PPH. 2009. Buku Pedoman Penulisan Mahasiswa Fakultas Hukum. Surakarta:
FH UNS.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
Siswanto Sunarno. 2008. Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia. Jakarta:
Sinar Grafika.
Soerjono Soekanto. 2010. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press.
Soetandyo Wignjosoebroto. 2008. Hukum dalam Masyarakat Perkembangan
dan Masalah: Sebuah Pengantar ke Arah Kajian Sosiologi Hukum.
Malang: Banymedia Publishing.
Dari Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah.
Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah.
Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 14 Tahun 2011 tentang Perubahan
Atas Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 6 Tahun 2008 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang
Organisasi Perangkat Daerah.
Dari Jurnal dan Artikel
Michael Manville and Donald Soup. 2005. “Parking, People, and Cities”.
Journal Of Urban Planning And Development.
Nurmayani. 2008. “Fungsi Oajak Daerah dalam Meningkatkan Pendapatan
Asli Daerah di kota Bandar Lampung”. Jurnal Reformasi Hukum.
Volume XI Nomor 1.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
Todd Alexander Litman. 2011. “Parking Taxes: Evaluating Options and
Impacts”. Victoria Transport Policy Institute.
Dari Internet
Bayuonvixion. Pengertian Pemerintah dan Pemerintahan. http://
bayuonvixion.wordpress.com/2011/04/11/pengertian-pemerintah-dan-
pemerintahan/> [14 November 2011 pukul 22:37].
Satria. Pengertian Pajak Daerah. http://id.shvoong.com/business-management/
accounting/2187729-pengertian-pajak-daerah/#ixzz1fJCngrqE> [2
Desember 2011 pukul 2:31].
Titi Putri Wulandari. Evaluasi Sistem Pemungutan Pajak Parkir di Kota
Surakarta. http://digilib.uns.ac.id/pengguna.php? mn=detail&d_id
=255> [7 Desember 2011 pukul 5:17].
Wikipedia, Fiskal. http://id.wikipedia.org/wiki/Fiskal> [6 Desember 2011
pukul 21:29].
Wikipedia. Daerah. http://id.wikipedia.org/wiki/Daerah> [15 November 2011
pukul 8:22].
Wikipedia. Pajak Parkir. http://id.wikipedia.org/wiki/Pajak_parkir> [4
Desember 2011 pukul 18:30].
Wikipedia. Lembaga Teknis Daerah. http://id.wikipedia.org/wiki/
Lembaga_teknis_daerah> [20 Maret 2012 pukul 0:58].