skripsi indah nisita putri

63
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kesehatan merupakan hal yang penting dalam kehidupan sehari- hari, untuk mendapatkan generasi bangsa yang kuat. Selain itu kesehatan juga bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat agar terwujud kesehatan masyarakat yang optimal. Di Indonesia, laporan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Depkes RI menyatakan, diantara penyakit yang dikeluhkan dan tidak dikeluhkan, prevalensi penyakit gigi dan mulut adalah tertinggi meliputi 60% penduduk. 1 Gigi dan mulut merupakan investasi bagi kesehatan seumur hidup. Peranannya cukup besar dalam mempersiapkan zat makanan sebelum absorbs nutrisi pada saluran pencernaan, disamping fungsi psikis dan sosial. 2 Penyakit gigi yang banyak diderita masyarakat adalah karies dan penyakit periodontal. Sedangkan berdasarkan laporan Profil Kesehatan Gigi menunjukkan bahwa 62,4% penduduk merasa terganggu pekerjaannya atau murid sekolah tidak masuk sekolah dengan alasan karena sakit gigi, dengan nilai rata-rata tidak masuk sekolah karena sakit gigi adalah 3,86 hari. Kondisi ini menunjukkan bahwa penyakit gigi walaupun tidak menimbulkan kematian, tetapi dapat menurunkan produktivitas kerja. 3 Hal terpenting dalam menjaga kebersihan gigi dan mulut adalah kesadaran dan perilaku pemeliharaan hygiene mulut personal. 1

Upload: independent

Post on 25-Feb-2023

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kesehatan merupakan hal yang penting dalam kehidupan sehari-

hari, untuk mendapatkan generasi bangsa yang kuat. Selain itu

kesehatan juga bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan

dan kemampuan hidup sehat agar terwujud kesehatan masyarakat

yang optimal.

Di Indonesia, laporan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)

Depkes RI menyatakan, diantara penyakit yang dikeluhkan dan

tidak dikeluhkan, prevalensi penyakit gigi dan mulut adalah

tertinggi meliputi 60% penduduk.1 Gigi dan mulut merupakan

investasi bagi kesehatan seumur hidup. Peranannya cukup besar

dalam mempersiapkan zat makanan sebelum absorbs nutrisi pada

saluran pencernaan, disamping fungsi psikis dan sosial.2

Penyakit gigi yang banyak diderita masyarakat adalah karies

dan penyakit periodontal. Sedangkan berdasarkan laporan Profil

Kesehatan Gigi menunjukkan bahwa 62,4% penduduk merasa

terganggu pekerjaannya atau murid sekolah tidak masuk sekolah

dengan alasan karena sakit gigi, dengan nilai rata-rata tidak

masuk sekolah karena sakit gigi adalah 3,86 hari. Kondisi ini

menunjukkan bahwa penyakit gigi walaupun tidak menimbulkan

kematian, tetapi dapat menurunkan produktivitas kerja.3

Hal terpenting dalam menjaga kebersihan gigi dan mulut adalah

kesadaran dan perilaku pemeliharaan hygiene mulut personal.

1

2

Hal ini begitu penting karena kegiatannya dilakukan di rumah

tanpa ada pengawasan dari siapapun, sepenuhnya tergantung dari

pengetahuan, pemahaman, kesadaran serta kemauan dari pihak

individu untuk menjaga kesehatan mulutnya. Pemeliharaan

kesehatan gigi dan mulut tersebut sangat erat kaitannya dengan

kontrol plak atau menghilangkan plak secara teratur.

Plak merupakan lapisan tipis, tidak berwarna, mengandung

bakteri, melekat pada permukaan gigi dan selalu terbentuk di

dalam mulut dan bila bercampur dengan gula yang ada di dalam

makanan yang kita makan, akan membentuk asam. Asam ini akan

berada di dalam mulut dalam jangka waktu yang lama, karena

gula hasil fermentasi membuat plak menjadi lebih melekat. Plak

atau debris di permukaan gigi dapat dipakai sebagai salah satu

indikator kebersihan mulut. Pembersihan yang kurang baik dapat

menyebabkan plak makin melekat dan akan menjadi karang gigi

setelah mengalami kalsifikasi (pengapuran).4

Telah sejak lama (sejak tahun 1951) pemerintah Indonesia

mengupayakan usaha peningkatan pengetahuan kesehatan gigi anak

usia sekolah dasar melalui Usaha Kesehatan Gigi Sekolah

(UKGS).5 Program UKGS tersebut merupakan upaya menjaga

kesehatan gigi dan mulut pada anak Sekolah Dasar (SD) yang

menitik beratkan pada upaya penyuluhan dan gerakan sikat gigi

masal, serta pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut pada setiap

murid.6 Usia sekolah dasar (6-12 tahun) dipilih karena

merupakan periode usia yang penting bagi perkembangan manusia.

Pada usia ini anak mulai mengalami perubahan yang cepat dalam

3

menerima informasi, mengingat, membuat alasan, dan memutuskan

tindakan. Pada useia inilah anak mulai belajar tentang semua

kompetensi diri.3,5

Upaya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut sebaiknya

dilakukan sejak usia dini. Usia sekolah dasar merupakan saat

yang ideal untuk melatih kemampuan motorik seorang anak,

termasuk di antaranya menyikat gigi. Kemampuan menyikat gigi

secara baik dan benar merupakan faktor yang cukup penting

untuk pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut. Keberhasilan

pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut juga dipengaruhi oleh

faktor penggunaan alat, metode penyikatan gigi, serta

frekuensi dan waktu penyikatan yang tepat.

Kelompok anak usia sekolah dasar ini termasuk kelompok rentan

untuk terjadinya kasus kesehatan gigi dan mulut, sehingga

perlu diwaspadai atau dikelola secara baik dan benar.7

SKRT 2001 menunjukkan hanya 9,3% penduduk yang menyikat gigi

sangat sesuai anjuran program (menyikat gigi setelah makan

pagi dan sebelum tidur malam) dan 12,6% penduduk menyikat gigi

sesuai anjuran program (menyikat gigi setelah makan pagi atau

sebelum tidur malam). Sebagian besar penduduk (61,5%) menyikat

gigi kurang sesuai anjuran program (menyikat gigi setelah

bangun tidur), bahkan 16,6% tidak menyikat gigi. Keadaan ini

menyebabkan perlu ditingkatkan program sikat gigi masal sesuai

anjuran program di sekolah dengan mempertimbangkan sarana dan

media informasi terutama pada usia dini, karena perilaku

4

merupakan kebiasaan yang akan lebih terbentuk bila dilakukan

pada usia dini.2

Anak-anak biasanya mempunyai kecenderungan untuk membersihkan

gigi (menyikat gigi) hanya pada bagian-bagian tertentu saja

yang disukai, yaitu permukaan labial gigi anterior dan

permukaan oklusal gigi molar bawah. Perilaku menyikat gigi

anak terbentuk melalui proses belajar, baik mencontoh maupun

bimbingan orang tua atau pengasuhnya.

Pendidikan cara-cara penyikatan gigi bagi anak-anak perlu

diberikan contoh suatu model yang baik serta dengan teknik

yang sederhana mungkin. Penyampaian pendidikan kesehatan gigi

dan mulut pada anak-anak harus dibuat semenarik mungkin,

antara lain melalui penyuluhan yang atraktif tanpa mengurangi

isi pendidikan, demonstrasi secara langsung, program audio

visual, atau melalui sikat gigi massal yang terkontrol.7

Desa Padang Loang merupakan salah satu desa yang ada di

Kecamatan Patampanua, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan

dengan luas wilayah 2889 km2 yang dihuni oleh 3.144 jiwa (788

Kepala keluarga). Di Desa Padang Loang ini terdapat tiga

sekolah dasar yaitu Sekolah Dasar Inpres Padang Loang dengan

jumlah siswa 112, Sekolah Dasar 260 Banga dengan jumlah siswa

136 dan Sekolah Dasar Inpres Palita dengan jumlah siswa 129,

dimana setiap sekolah dasar ini belum memiliki Unit Kesehatan

Gigi Sekolah (UKGS). Di Desa Padang Loang juga terdapat satu

Pusat Kesehatan Desa (PusKesDes) yang tidak mempunyai tenaga

kesehatan gigi dan mulut serta letak cukup jauh dari ketiga

5

Sekolah Dasar tadi. Berdasarkan data yang diperoleh dari

kantor desa setempat, bahwa di Desa Padang Loang khususnya

pada anak sekolah dasar belum mempunyai data tentang status

kesehatan gigi dan mulut.

Oleh sebab itu, penelitian ini penting untuk dilakukan sebab

selain peneliti tertarik melakukan penelitian di Desa Padang

Loang dengan tujuan menemukan efek penyuluhan kesehatan gigi

dan mulut terhadap status kesehatan gigi dan mulut, khususnya

dalam menurunkan indeks plak pada anak sekolah dasar, juga

dapat berfungsi sebagai pendataan status kesehatan gigi dan

mulut anak sekolah di Desa Padang Loang tersebut. Sehingga

plak yang merupakan salah satu sumber permasalahan pada gigi

ini dapat dicegah sedini mungkin. Berdasarkan alasan-alasan

tersebut, penulis mengangkat sebuah penelitian dengan judul

“Efek Penyuluhan Kesehatan Gigi dan Mulut dengan Demonstrasi

Cara Menyikat Gigi terhadap Penurunan Indeks Plak pada Murid

Kelas VI Sekolah Dasar di Desa Padang Loang, Kecamatan

Patampanua, Kabupaten Pinrang”.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, diajukan

permasalahan:

1. Apakah ada efek penyuluhan kesehatan gigi dan mulut

dengan demonstrasi cara menyikat gigi terhadap penurunan

indeks plak pada murid kelas VI sekolah dasar?

6

2. Apakah ada perbedaan penurunan plak setelah penyuluhan

kesehatan gigi dan mulut dengan demonstrasi cara menyikat gigi

pada murid kelas VI sekolah dasar berdasarkan jenis kelamin?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui efek penyuluhan kesehatan gigi dan mulut

dengan demonstrasi cara menyikat gigi terhadap penurunan

indeks plak pada murid kelas VI sekolah dasar.

2. Tujuan khusus

Untuk mengetahui perbedaan penurunan plak setelah penyuluhan

kesehatan gigi dan mulut dengan demonstrasi cara menyikat gigi

pada murid kelas VI sekolah dasar berdasarkan jenis kelamin.

1.4 HIPOTESIS PENELITIAN

1. Terdapat efek penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dengan

demonstrasi cara menyikat gigi terhadap penurunan indeks plak

pada murid kelas VI sekolah dasar.

2. Terdapat perbedaan penurunan plak setelah penyuluhan

kesehatan gigi dan mulut dengan demonstrasi cara menyikat gigi

pada murid kelas VI sekolah dasar berdasarkan jenis kelamin.

1.5. MANFAAT PENELITIAN

1. Untuk mahasiswa :

Dapat menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman peneliti

saat melakukan penelitian.

2. Untuk instansi :

7

a. Penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan salah satu

acuan untuk mengadakan penelitian-penelitian selanjutnya.

b. Penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai

data status kesehatan gigi dan mulut khusus pada murid sekolah

dasar di daerah tempat dilakukannya penelitian.

3. Untuk masyarakat :

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah

mengenai efek penyuluhan penyikatan gigi dengan metode

demonstrasi terhadap penurunan indeks plak terutama pada murid

kelas VI sekolah dasar.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENYULUHAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT PADA ANAK

2.1.1. Definisi penyuluhan kesehatan gigi dan mulut

Penyuluhan adalah proses belajar secara non formal kepada

sekelompok masyarakat tertentu, dimana pada penyuluhan

kesehatan gigi dan mulut diharapkan terciptanya suatu

pengetian yang baik mengenai kesehatan gigi dan mulut.8

Penyuluhan kesehatan gigi dan mulut adalah upaya-upaya yang

dilakukan untuk merubah perilaku seseorang, sekelompok orang

atau masyarakat sehingga mempunyai kemampuan dan kebiasaan

untuk berperilaku hidup sehat di bidang kesehatan gigi dan

mulut.8

Penyuluhan kesehatan gigi pada anak merupakan salah satu usaha

menanamkan pengertian kepada anak sejak usia dini bahwa

8

kesehatan gigi tidak kalah pentingnya dengan kesehatan tubuh

secara umum. Penyuluhan kesehatan gigi bertujuan untuk

meningkatkan pemberdayaan perorangan dan masyarakat guna

tercapainya tingkat kesehatan gigi yang lebih baik di masa

mendatang. Penyuluhan kesehatan gigi ini tidak semata-mata

menjadi tanggung jawab pemerintah, akan tetapi merupakan

tanggung jawab semua pihak.5

Penekanan konsep penyuluhan kesehatan lebih pada upaya

mengubah perilaku sasaran agar berperilaku sehat terutama pada

aspek kognitif (pengetahuan dan pemahaman sasaran), sehingga

pengetahuan sasaran penyuluhan telah sesuai dengan yang

diharapkan oleh penyuluh kesehatan maka penyuluhan berikutnya

akan dijalankan sesuai dengan program yang telah

direncanakan.9

2.1.2. Tujuan Penyuluhan

Pasal 38 Undang-Undang RI No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan:

“Penyuluhan kesehatan masyarakat diselenggarakan guna

meningkatkan pengetahuan kesadaran, kemauan, dan kemampuan

masyarakat untuk tetap hidup sehat dan aktif berperan serta

dalam upaya kesehatan”.10

Adapun tujuan dari penyuluhan kesehatan gigi dan mulut adalah:

1. Meningkatkan pengetahuan kesehatan sasaran di bidang

kesehatan gigi dan mulut.

2. Membangkitkan kemauan dan membimbing masyarakat dan

individu untuk meningkatkan dan melestarikan kebiasaan

pelihara diri di dalam bidang kesehatan gigi dan mulut.

9

3. Mampu memelihara kesehatan gigi dan mulut baik sendiri

maupun kesehatan keluarga.

4. Mampu menjalankan upaya mencegah terjadinya penyakit gigi

dan mulut serta menjelaskan kepada keluarganya tentang

pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut.

5. Mampu mengenal adanya kelainan dalam mulut sedini mungkin

kemudian mencari sarana pengobatan yang tepat dan benar.11

Menurut Budiharto (1998), terdapat beberapa jenis penyuluhan

kesehatan gigi dan mulut namun yang paling sering digunakan

adalah penyluhan kesehatan gigi dan mulut dengan metode

ceramah dan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dengan metode

bermain.8 Yang tidak kalah pentingnya adalah lama waktu

penyuluhan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada anak usia

sekolah dasar, biasanya anak hanya bisa berkonsentrasi penuh

dalam waktu sekitar 20 menit. Oleh karena itu, untuk mencapai

hasil yang optimal, penyampaian penyuluhan kesehatan gigi pada

anak ini hendaknya tidak melebihi waktu tersebut.5

Salah satu manfaat penyuluhan kesehatan kesehatan gigi dan

mulut yaitu penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang

melalui teknik praktik belajar atau instruksi dengan tujuan

mengubah atau mempengaruhi perilaku manusia baik secara

individu, kelompok maupun masyarakat untuk meningkatkan

kesadaran akan nilai kesehatan gigi dan mulutnya sehingga

dengan sadar mau mengubah perilakunya menjadi perilaku sehat.

Penyuluhan diharapkan dapat memberi manfaat yang

berkesinambungan dengan sasaran perubahan konsep sehat pada

10

aspek pengetahuan, sikap dan perilaku individu maupun

masyarakat.12

a. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah

orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan

telinga. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting

dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan

dibagi dalam 6 tingkatan :

1) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Merupakan tingkat pengetahuan yang

paling rendah.

2) Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

3) Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang

sebenarnya.

4) Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam

satu struktuk organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama

lain.

11

5) Sintesis (synthesis)

Sintesis adalah suatu kemampuan seseorang untuk menyusun

formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan penilaian

terhadap suatu materi atau objek.12

Pengetahuan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor,

diantaranya yaitu pengalaman, ekonomi, lingkungaan sosial,

pendidikan, paparan media dan informasi, akses layanan

kesehatan.

a) Pengalaman

Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman, baik pengalaman

pribadi maupun dari pengalaman orang lain. Pengalaman ini

merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran.

b) Ekonomi (pendapatan)

Faktor pendapatan keluarga sangat mempengaruhi pemenuhan

kebutuhan pokok dan sekunder dalam keluarga. Keluarga dengan

status ekonomi baik akan lebih baik tercukupi bila

dibandingkan dengan keluarga dengan status ekonomi rendah. Hal

ini akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan akan kebutuhan

informasi pendidikan yang termasuk dalam kebutuhan sekunder.

c) Lingkungan Sosial ekonomi

Manusia adalah makhluk sosial dimana dalam kehidupan saling

berinteraksi satu dengan yang lain, individu yang dapat

berinteraksi dengan lebih banyak dan baik, maka akan lebih

besar mendapatkan informasi.

12

d) Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang akan sangat berpengaruh dalam

pemberian respon terhadap sesuatu yang datangnya dari luar.

Orang yang berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang

lebih rasional terhdap informasi yang datang dan akan berfikir

sejauh mana keuntungan yang akan mereka dapatkan.

e) Paparan Media dan Informasi

Melalui berbagai mediam baik cetak maupun elektronik berbagai

informasi dapat diterima oleh masyarakat sehingga seseorang

yang lebih sering terpapar di media massa (TV, Radio, Majalah)

akan memperoleh informasi yang lebih banyak dibandingkan

dengan orang yang tidak pernah terpapar informasi media massa.

f) Akses Layanan Kesehatan atau Fasilitas Kesehatan

Mudah atau sulitnya dalam mengakses layanan kesehatan tentunya

akan sangat berpengaruh terhadap pengetahuan khususnya dalam

bidang kesehatan.12

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau

angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur

dari subjek penelitian atau responden.12

Dalam aspek kesehatan gigi khususnya, bahwa pengetahuan

kesehatan gigi dan mulut sangat penting termasuk cara menjaga

kebersihan gigi dan mulut karena pengetahuan merupakan faktor

domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang,

artinya perilaku atau praktik keseharian anak dalam menjaga

kesehatan gigi sangat ditentukan oleh tingkat pengetahuannya

tentang kesehatan gigi.7

13

b. Sikap

Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau

objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan

emosi yang bersangkutan (senang atau tidak senang, setuju atau

tidak setuju, baik atau tidak baik, dan sebagainya). Sikap

belum merupakan suatu tindakan, akan tetapi merupakan

predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan kesiapan

untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu.

Sikap relatif konstan dan agak sukar berubah sehingga jika ada

perubahan dalam sikap berarti adanya tekanan yang kuat. 12

Pembentukan sikap dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor

misalnya pengalaman pribadi, kebudayaan, orang yang

berpengaruh, media massa, institusi pendidikan maupun lembaga

agama. Dengan perkataan lain, sikap merupakan perubahan yang

meniru perilaku orang lain karena orang lain tersebut dianggap

sesuai dengan dirinya.12

c. Perilaku

Salah satu manfaat penyuluhan ialah tercapainya perubahan

perilaku individu, keluarga, dan masyarakat dalam membina dan

memelihara perilaku sehat dan lingkungan sehat, serta berperan

aktif dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal

merupakan salah satu tujuan dilakukannya penyuluhan

kesehatan.12

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan.

Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata

dibutuhkan faktor pendukung atau suatu kondisi yang

14

memungkinkan, antara lain fasilitas. Tindakan adalah niat yang

sudah direalisasikan dalam bentuk tingkah laku yang tampak dan

memerlukan faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan.

Dari pandangan biologis tindakan merupakan suatu kegiatan atau

aktivitas organisme yang bersangkutan.12

Tindakan mempunyai beberapa tingkatan :

a) Persepsi (perception), yaitu mengenal dan memilih berbagai

objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.

b) Respons terpimpin (guided response), yaitu tingkah laku yang

dilakukan sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan

yang telah dicontohkan.

c) Mekanisme (mechanism), yaitu apabila seseorang telah

dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau

sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.

d) Adopsi (adoption), yaitu tindakan yang sudah berkembang

dengan baik, sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran

tindakan tersebut.12

Faktor perilaku memegang peranan penting dalam mempengaruhi

kesehatan gigi dan mulut seseorang termasuk tentang bagaimana

menjaga kebersihan gigi dengan menyikat gigi. Belum optimalnya

status kesehatan gigi dan mulut di sekolah dasar umumnya

disebabkan oleh karena perilakunya belum menunjukkan perilaku

sehat.7

2.1.3. Komponen Penyuluhan

Berhasil atau tidaknya penyuluhan ditentukan oleh berbagai

faktor. Faktor-faktor yang dimaksud adalah kondisi dari

15

interaksi antara komponen-komponen penyuluhan. Komponen

penyuluhan adalah sebagai berikut :

a. Penyuluh

Penyuluh adalah pihak yang memberikan informasi terhadap

sasaran. Penyuluh dapat terdiri dari seseorang, beberapa orang

maupun lembaga. Menyuluh tentang kesehatan membutuhkan

komunikasi yang baik, juga membutuhkan kompetensi educational

tambahan sehingga seorang penyuluh kesehatan dapat bekerja

dengan setting yang berbeda dan menggunakan strategi-strategi

yang tepat untuk tujuan educational.

b. Sasaran

Sasaran adalah pihak yang menerima informasi dari pihak

penyuluh. Dalam penyuluhan kesehatan gigi dan mulut perlu

diperhatikan tingkat kemampuan masing-masing sasaran sesuai

dengan kriteria sasaran yang dikehendaki.

c. Pesan

Pesan adalah informasi atau materi yang disampaikan oleh

penyuluh kepada sasaran. Pesan dapat berbentuk lisan maupun

tulisan.

d. Media

Media merupakan alat bantu pendidikan yang digunakan untuk

mempermudah penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi masyarakat

oleh sasaran. Disebut media pendidikan karena alat-alat

tersebut merupakan alat saluran untuk menyampaikan karena

alat-alat tersebut digunakan untuk mempermudah penerimaan

pesan-pesan kesehatan bagi masyarakat ataupun klien.13

16

2.1.4. Metode penyuluhan

Metode penyuluhan yang umum digunakan adalah metode didaktik

(one way method) dan metode sokratik (two way method). Pada

metode didaktik pendidik cenderung aktif sedangkan siswa

sebagai sasaran pendidik tidak diberi kesempatan mengemukakan

pendapat. Ceramah merupakan salah satu metode didaktik yang

baik digunakan pada pendidikan kesehatan gigi dan mulut untuk

anak-anak sekolah dasar.14

Yang termasuk metode ini antara lain :

a. Metode ceramah

b. Siaran melalui radio,

c. Pemutaran film/terawang (slide),

d. Penyebaran selebaran,

e. Pameran.15

Metode sokratik dilakukan dengan komunikasi dua arah antara

siswa dan pendidik. Peserta didik diberikan kesempatan

mengemukakan pendapat dan dua orang atau lebih dengan latar

belakang berbeda bekerja sama saling memberikan keterangan dan

ikut serta dalam menyatakan pendapat. Salah satu metode

sokratik yang tepat digunakan pada pendidikan kesehatan gigi

dan mulut pada anak-anak sekolah dasar adalah demonstrasi.

Pada metode demonstrasi materi pendidikan disajikan dengan

memperlihatkan cara melakukan suatu tindakan atau prosedur.

Diberikan penerangan-penerangan secara lisan, gambar-gambar,

dan ilustrasi. Tujuan metode demonstrasi yaitu untuk mengajar

seseorang atau siswa bagaimana melakukan suatu tindakan atau

17

memakai suatu produksi baru. Keuntungannya dapat menjelaskan

suatu prosedur secara visual, sehingga mudah dimengerti dan

siswa dapat mencoba pengetahuan yang diterimanya. Kerugian

pada metode ini diperlukan alat-alat dan biaya yang besar

serta perencanaannya memakan waktu yang lama.14

Yang termasuk metode ini adalah :

a. Wawancara,

b. Demonstrasi,

c. Sandiwara,

d. Simulasi,

e. Curah pendapat,

f. Permainan peran (roll playing), dan

g. Tanya jawab.15

Metode demonstrasi adalah suatu cara penyajian pengertian atau

ide yang dipersiapkan dengan teliti untuk memperlihatkan

berbagaimana cara melaksanakan suatu tindakan, adegan atau

menggunakan suatu prosedur.15

Demonstrasi adalah suatu cara menyajikan bahan

pengajaran/penyuluhan dengan cara mempertunjukkan secara

langsung obyeknya atau cara melakukan sesuatu atau

mempertunjukkan suatu proses.15

Dari kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa

demonstrasi adalah salah satu cara menyajikan informasi dengan

cara mempertunjukkan secara langsung obyeknya atau menunjukkan

suatu proses atau prosedur. Penyajian ini disertai penggunaan

18

alat peraga dan tanya jawab. Biasanya demonstrasi diberikan

kepada kelompok individu yang tidak terlalu besar jumlahnya.15

Tujuan metode demonstrasi ialah :

a. Memperlihatkan kepada kelompok bagaimana cara membuat

sesuatu dengan prosedur yang benar, misalnya memperlihatkan

bagaimana cara membersihkan gigi dan gusi yang benar, alat dan

bahan apa yang digunakan, bentuk dan tipenya,dan bagaimana

cara menggunakannya.

b. Meyakinkan kepada kelompok bahwa ide tersebut bisa

dilaksanakan setiap orang.

c. Meningkatkan minat orang untuk belajar, dan mencoba

sendiri dengan prosedur yang didemonstrasikan.15

Keuntungan metode demonstrasi ialah:

Dengan demonstrasi proses penerimaan sasaran terhadap materi

penyuluhan akan lebih berkesan secara mendalam sehingga

mendapatkan pemahaman atau pengertian yang lebih baik dan

sempurna, terlebih bila peserta dapat turut serta secara aktif

melakukan demonstrasi.

a. Dapat mengurangi kesalahan bila dibandingkan membaca atau

mendengar karena presepsi yang jelas diperoleh dari hasil

pengamatan.

b. Benda-benda yang digunakan benar-benar nyata sehingga

hasrat untuk mengetahui lebih dalam dan rinci dapat

dikembangkan.

c. Peragaan dapat diulang dan dicoba oleh peserta.

19

d. Dengan mengamati demonstrasi, masalah atau pertanyaan

yang ada dapat terjawab.15

Kerugian metode demonstrasi yaitu :

a. Demonstrasi merupakan metode yang tidak efektif apabila

alat atau benda yang diperagakan termasuk alat berat atau

tidak dapat diamati dengan jelas karena agak rumit, atau

jumlahnya terbatas sehingga hanya beberapa orang yang

mempunyai kesempatan untuk mempraktikkannya.

b. Apabila bendanya kecil, benda itu hanya dapat dilihat

secara nyata oleh beberapa orang yang berdekatan dengan

pembicara.

c. Kurang cocok untuk jumlah peserta yang banyak.15

Pemakaian alat bantu dalam merubah perilaku anak merupakan hal

yang sangat penting. Alat bantu pendidikan adalah alat-alat

yang dipakai oleh pendidik di dalam menyampaikan bahan

pendidikan. Alat bantu ini lebih sering disebut alat peraga,

karena berfungsi untuk membantu memperagakan sesuatu di dalam

proses pendidikan. Alat peraga ini disusun berdasarkan prinsip

bahwa pengetahuan yang ada pada setiap siswa dapaat diterima

atau ditangkap melalui panca indera.14

Alat bantu dalam pendidikan mempunyai peran dalam mempertinggi

kemampuan belajar, memperkuat daya ingat, memperbesar minat,

dan mempermudah penghayatan. Alat peraga langsung yang

dianggap paling efektif untuk anak-anak adalah model. Model

yaitu alat peraga yang dapat dilihat dan diamati, yang dapat

20

berupa alat yang sebenarnya ataupun dibuat meniru aslinya.

Siswa yang diberi pendidikan dapat melihat, merasakan, dan

menelitinya. Alat peraga langsung membantu para siswa dalam

mengartikan atau mempelajari suatu bahan pendidikan sehingga

para siswa lebih banyak kemungkinan untuk belajar.14

Masa usia anak adalah transisi dalam interaksi sosial dimana

terjadi perubahan figur tokoh (model) akan berpengaruh pada

diri anak, dimana tokoh ibu akan digantikan dengan tokoh guru.

Untuk itu didalam penyuluhan kesehatan gigi dan mulut perlu

adanya kerja sama yang baik dengan guru. Menurut Piaget, pola

perkembangan anak dibagi menjadi 4 tahapan : stadium

Sensorimotorik (0-18 atau 24 bulan), Stadium Praoperasional

(1-7 tahun), Stadium operasional konkrit (7-11 tahun), Stadium

operasional formal (11-15 tahun atau lebih). Makin tinggi umur

anak, tingkah lakunya makin terorganisasi dan mempunyai

tujuan-tujuan yang dikenal sebagai tingkah laku bermotif.

Selanjutnya Harlod menyatakan, ada beberapa teori tentang

proses perubahan perilaku antara lain: pengembangan serta

penyebaran (research development and dissemination), dan

perubahan sikap (Attitude Change).8

2.2 PLAK GIGI

2.2.1 Definisi plak gigi

Plak gigi adalah endapan lunak, tidak berwarna, dan mengandung

aneka ragam bakteri yang melekat erat pada permukaan gigi.

Plak tidak dapat dibersihkan dengan hanya kumur-kumur,

21

semprotan air atau udara, tetapi plak hanya dapat diberihkan

dengan cara mekanis. Sampai saat ini cara mekanis yang paling

efektif untuk membersihkan plak adalah dengan menyikat gigi.16

Plak dapat digambarkan sebagi lapisan yang kadang-kadang

tebalnya sampai 2 mm pada semua permukaan mulut, terutama pada

permukaan gigi dan sering juga pada permukaan gingival dan

lidah. Jika jumlahnya sedikit plak tidak dapat terlihat,

kecuali diwarnai dengan larutan disclosing atau sudah

mengalami diskolorisasi oleh pigmen-pigmen yang berada dalam

rongga mulut. Jika menumpuk, plak akan terlihat berwarna abu-

abu, abu-abu kekuningan dan kuning.17

2.2.2 Komposisi Plak

Plak terdiri dari 20% bahan organik dan anorganik dan sisanya

adalah air. Bahan organik meliputi kompleks protein

polisakarida yang terdiri dari karbohidrat dan protein kira-

kira 30% dan lemak kira-kira 15%. Komponen ini merupakan

produk ekstraseluler dari bakteri plak, sisa-sisa sitoplasmik

dan membran sel, hasil pengunyahan makanan dan derifat

glikoprotein. Karbohidrat yang terbesar ditemukan pada plak

supragingiva adalah dextran, levan dan galaktose, yang

diproduksi oleh bakteri polisakarida kira-kira 9,5% dari total

plak.11

Komponen anorganik yang terdapat dalam plak adalah kalsium,

fosfor sedangkan magnesium, potassium dan sodium ditemukan

dalam jumlah yang kecil. Kandungan anorganik tertinggi

ditemukan pada permukaan lingual incisivus bawah. Ion kalsium

22

ini ikut membantu perlekatan antara bakteri dan antar bakteri

dengan pelikel. Sehingga, hampir 70-80% komponen anorganik

ditemukan sebagai kristalin calcium phosphate.18

Plak yang terletak terbentuk sempurna, selain bakteri dapat

pula berisi mikroorganisme lain. Mycoplasma telah berhasil

ditemukan, dan sejumlah kecil lagi protozoa juga ada.

Mikroorganisme pada bakteri plak yang hampir selalu ditemukan

adalah golongan streptococcus dan lactobacillus. Selain itu,

ditemukan juga golongan jamur actinomycetes.18

Susunan komponen bakteri dan biokimia plak bervariasi dan

tergantung pada konsentrasi bakteri dalam saliva, oksigen

komposisi makanan serta adanya penyakit periodontal.18

Plak gigi bukan merupakan sisa makanan dan pembentukannya

tidak ada hubungannya dengan konsumsi makanan. Plak supra

gingivalebih cepat terbentuk pada saat tidur, kemudian pada

saat tidak ada makanan dikunyah, serta pada saat makan. Hal

ini terjadi karena aksi mekanik makanan dan aliran saliva pada

saat mastikasi menyebabkan plak sulit terbentuk.17

2.2.3 Mikroorganisme Plak

Plak yang terletak terbentuk sempurna, selain bakteri dapat

pula berisi mikroorganisme lain. Mycoplasma telah berhasil

ditemukan, dan sejumlah kecil lagi protozoa juga ada.

Mikroorganisme pada bakteri plak yang hampir selalu ditemukan

adalah golongan Streptococcus dan Lactobacillus. Selain itu,

ditemukan juga golongan jamur actinomycetes.18

23

Mikroorganisme yang ditemukan pada plak bervariasi pada setiap

orang, serta menurut umur plak itu sendiri. Plak muda (1-2

hari) sebagian besar terdiri dari bakteri gram-negatif yang

berbentuk kokus dan batang. Organisme ini biasanya tumbuh pada

pelikel mikropolisakarida amorf dengan tebal kurang dari 1

mikron. Pelikel ini melekat pada email, sementum atau dentin.

Setelah 2-4 hari, perubahan jumlah dan tipe mikroorganisme

dalam plak. Selain bakteri gram-negatif kokus dan gram-negatif

batang bertambah banyak, jenis bacili fusiformis dan filament

semakin jelas.18

Pada hari ke-4 hingga ke-9, ekologi mikroorganisme plak

menjadi semakin kompleks dengan bertambahnya jumlah bakteri

motil seperti spirilla dan spirochete.18

2.2.4 Unsur-Unsur Lain dalam Plak

Walaupun organisme terkolonisasi adalah unsur plak, terdapat

komponen lain yang dapat diidentifikasi dengan mikroskop fase

kontras, yaitu:

a. Sel epitel. Sel-sel ini hampir selalu ditemukan pada

sampel plak. Gambaran yang terlihat terdiri dari berbagai

tingkat integritas anatomi, dari bentuk sel terdeskuamasi

dengan nuklei yang besar dan dinding sel jelas hingga gambaran

sel “hantu” (ghosts), dengan bakteri bergerombol mengelilingi

sel-sel epitel.

b. Sel darah putih. Leukosit, biasanya sel neutrofil

polimorfonuklear (PMN), dapat ditemukan dalam berbagai

tingkatan vitalitas pada beberapa fase inflamasi.

24

c. Eritrosit. Sel eritrosit ini terlihat pada sampel yang

diambil dari permukaan gigi di sekitar gingival yang mengalami

ulserasi.

d. Protozoa. Genera protozoa tertentu, seperti Entamoeba dan

Trichomonas, sering ditemukan pada plak yang diambil dari

permukaan gigi yang mengalami gingivitis akut dan dari dalam

poket periodontal.

e. Partikel makanan. Secara mikroskopis, kadang-kadang

terlihat partikel makanan. Paling sering ditemukan adalah

serabut otot/daging, dengan ciri adanya striae otot.

f. Komponen lain. Di dalam plak mungkin juga terdapat elemen

yang tidak spesifik, seperti partikel berbentuk kristal

(fragmen halus sementum, kalsifikasi awal atau partikel

makanan yang tidak teridentifikasi) dan apa yang kelihatannya

merupakan fragmen sel juga ditemukan dalam plak.18

2.2.5 Faktor yang mempengaruhi proses pembentukkan plak

gigi

Menurut Carlsson yang dikutip dalam buku ilmu pencegahan

penyakit jaringan keras dan jaringan pendukung gigi, faktor-

faktor yang mempengaruhi proses pembentukan plak gigi adalah

sebagai berikut ;

a. Lingkungan fisik, meliputi anatomi dan posisi gigi,

anatomi jaringan sekitarnya, struktur permukaan gigi yang

jelas terlihat setelah dilakukan pewarnaan dengan larutan

disclosing. Pada daerah terlindung karena kecembungan

permukaan gigi, pada gigi yang letaknya salah, pada permukaan

25

gigi dengan kontur tepi gusi yang buruk, pada permukaan email

yang banyak cacat, dan pada daerah pertautan sementoemail yang

kasar, terlihat jumlah plak yang terbentuk lebih banyak.

b. Friksi atau gesekan oleh makanan yang dikunyah. Ini hanya

terjadi pada permukaan gigi yang tidak terlindung.

Pemeliharaan kebersihan mulut dapat mencegah atau mengurangi

penumpukan plak pada permukaan gigi.

c. Pengaruh diet terhadap pembentukan plak telah diteliti

dalam dua aspek, yaitu pengaruhnya secara fisik dan

pengaruhnya sebagai sumber makanan bagi bakteri di dalam plak.

Jenis makanan, yaitu keras dan lunak, mempengaruhi pembentukan

plak pada permukaan gigi. Ternyata plak banyak terbentuk jika

kita lebih banyak mengkonsumsi makanan lunak, terutama makanan

yang mengandung karbohidrat jenis sukrosa, karena akan

menghasilkan dekstran dan levan yang memegang peranan penting

dalam pembentukan matriks plak.17 Kariogenitas makanan

tergantung pada beberapa faktor, misalnya konsentrasi sukrosa,

sifat perlekatan makanan pada permukaan gigi, kecepatan

pembersihan rongga mulut dan kualitas pembersihan.19

2.2.6 Mekanisme Pembentukan Plak Gigi

Mekanisme pembentukan plak gigi ialah sebagai berikut :

a. Proses pembentukan plak ini terdiri atas dua tahap. Tahap

pertama merupakan tahap pembentukan lapisan acquired pelicle

sementara tahap kedua merupakan tahap proliferas bakteri.

26

b. Pada pertama, setelah acquired pelicle terbentuk, bakteri

mulai berproliferasi disertai dengan pembentukan matriks

interbakterial yang terdiri atas polisakarida ekstraseluler,

yaitu levan dan dextran dan juga mengandung protein saliva.

Hanya bakteri yang dapat membentuk polisakarida ekstraseluler

yang dapat tumbuh pada tahap pertama, yaitu Streptococcus mutans,

Streptococcus bovis, Streptococcus sanguis, Streptococcus salivarius sehingga

pada 24 jam pertama terbentuklah lapisan tipis yang terdiri

atas jenis kokus pada tahap awal proliferasi bakteri.

Perkembangbiakan bakteri membuat lapisan plak bertambah tebal

dan karena adanya hasil metabolism dan adhesi dari bakteri-

bakteri pada permukaan luar plak, lingkungan di bagian dalam

plak berubah menjadi anaerob.

c. Pada tahap kedua, jika kebersihan mulut diabaikan, dua

sampai empat hari, kokus gram negatif dan basilus akan

bertambah jumlahnya (dari 7% menjadi 30%), dengan 15% di

antaranya terdiri atas bacillus yang bersifat anaerob. Pada

hari kelima Fusobacterium, Aactinomyces, dan Veillonella yang aerob akan

bertambah jumlahnya.17

2.2.7 Hubungan plak dengan karies gigi

Jenis bakteri yang dominan pada plak gigi adalah jenis

streptokokus, sedangkan jenis bakteri yang lain ditemukan

bervariasi, begitu juga jumlahnya. Streptokokus mempunyai

sifat-sifat tertentu dalam proses karies gigi, yaitu

memfermentasi berbagai jenis karbohidrat menjadi asam sehingga

mengakibatkan penurunan pH, membentuk dan menyimpan

27

polisakarida intraseluler (levan) dari berbagai jenis

karbohidrat yang dapat dipecahkan kembali oleh bakteri bila

karbohidrat kurang sehingga menghasilkan asam terus menerus,

membentuk polisakarida ekstraseluler (dekstran) yang

menghasilkan sifat-sifat adhesif dan kohesif plak pada

permukaan gigi, serta menggunakan glikoprotein dan saliva pada

permukaan gigi. 17

Beberapa jenis karbohidrat makanan misalnya sukrosa dan

glukosa dapat diragikan oleh bakteri dan membentuk asam

sehingga menyebabkan pH plak akan menurun sampai di bawah 5

dalam tempo 1-3 menit. Penurunan pH yang berulangulang dalam

waktu tertentu akan menyebabkan demineralisasi permukaan yang

rentan dan proses kariespun dimulai. Makin sering keadaan asam

di bawah pH 5,5 terjadi dalam plak, makin cepat karies

terbentuk dan berkembang.17

2.2.8 Hubungan plak dengan penyakit periodontal

Penyakit periodontal merupakan penyakit infeksi diawali oleh

bakteri yang terakumulasi dalam plak sehingga menyebabkan

peradangan pada gingiva. Plak yang terletak pada gigi dekat

gingiva, prosesnya akan berlangsung mulai dari marginal dan

mengarah pada penyakit-penyakit periodontal (gingivitis

marginal, periodontitis marginal, bahkan hingga abses

periodontal). Plak pada margin gingiva jika tidak dihilangkan

secara cermat akan mengalami pengapuran dan menjadi keras.

Plak yang mengeras ini disebut kalkulus yang tidak dapat

28

dihilangkan dengan menggunakan sikat gigi ataupun benang gigi,

namun diperlukan bantuan dokter gigi untuk menghilangkannya.

Pasien dengan penyakit periodontal sering mengabaikan penyakit

tersebut karena sakit pada giginya tidak mengganggu aktivitas,

jarang konsultasi ke dokter gigi sehingga proses periodontal

akan terus berlanjut jika tidak dikenali dan ditangani lebih

lanjut. Deteksi terlambat pada proses periodontal menyebabkan

pembentukan dan peradangan poket, seringkali gigi sudah goyang

dan penanganan lebih sulit. Oleh karena itu, sangat diperlukan

pengenalan dan upaya-upaya pencegahan dini dari proses

tersebut.18

2.3 PENYINGKIRAN PLAK DENGAN PENYIKATAN GIGI

Plak tidak dapat dibersihkan dengan hanya kumur-kumur,

semprotan air atau udara, tetapi plak hanya dapat diberihkan

dengan cara mekanis. Sampai saat ini cara mekanis yang paling

efektif untuk membersihkan plak adalah dengan menyikat gigi.16

2.3.1 Pemilihan sikat gigi

American Dental Association (ADA) menganjurkan bentuk sikat

gigi yang baik harus mempunyai :

a. Kepala sikat kecil, panjangnya 1-1,25 inci (2,5 – 3 cm).

Lebarnya 5/16-3/8 inci, dengan 2-4 baris serabut sikat, tiap

serabut terdiri dari 5-12 berkas.

b. Permukaan serabut sikat datar/rata.

c. Serabut sikat elastis.20

29

Dokter gigi menyarankan menggunakan sikat gigi dengan kepala

kecil agar dapat menjangkau setiap bagian mulut dengan mudah.

Menggunakan sikat gigi dengan bulu yang lembut, bulu yang

keras dapat merusak gigi dan gusi. Bulu sikat sebaiknya

sintesis karena dapat menyerap bakteri. Sikat gigi sebaiknya

diganti kira-kira setiap dua atau tiga bulan.20

2.3.2 Pemakaian pasta gigi

Pasta gigi biasanya digunakan bersama-sama dengan sikat gigi

untuk membersihkan dan menghaluskan permukaan gigi-geligi,

serta memberikan rasa nyaman dalam rongga mulut, karena aroma

yang terkandung di dalam pasta tersebut nyaman dan

menyegarkan. Pasta gigi biasanya mengandung bahan-bahan

abrasif, pembersih, bahan penambah rasa dan warna, serta

pemanis, selain itu dapat juga ditambahkan bahan pengikat,

pelembab, pengawet. Fluor dan air. Bahan abrsif dapat membantu

melepaskan plak dan pelikel tanpa menghilangkan lapisan

email.17

Penggunaan fluor pada pasta gigi adalah untuk melindungi gigi

dari karies. Fluor bekerja dengan cara menghambat metabolism

bakteri plak yang dapat memfermentasi karbohidrat melalui

perubahan hidroksil apatit pada enamel menjadi fluor apatit.

Reaksi kimia : Ca10(PO4)6.(OH)2+F Ca10(PO4)6.(OHF) menghasilkan

email yang lebih tahan terhadap asam sehingga dapat menghambat

proses demineralisasi dan meningkatkan reminerlisasi yang

merangsang perbaikan dan menghentikan lesi karies.21

2.3.3 Teknik penyikatan gigi

30

Teknik menyikat gigi adalah cara yang umum di anjurkan untuk

membersihkan deposit lunak pada permukaan gigi dan gusi dan

merupakan tindakan preventif dalam menuju keberhasilan dan

kesehatan rongga mulut yang optimal. Oleh karena itu, teknik

menyikat gigi harus di mengerti dan dilaksanakan secara aktif

dan teratur. Ada beberapa teknik yang berbeda-beda untuk

membersihkan gigi dan memijat gusi dengan sikat gigi.17

Dalam penyikatan gigi harus memperhatikan hal-hal berikut.

a. Teknik penyikatan gigi harus dapat membersihkan semua

permukaan gigi dan gusi secara efisien terutama daerah saku

gusi dan daerah interdental.

b. Pergerakan sikat gig tidak boleh menyebabkan kerusakan

jaringan gusi atau abrasi gigi.

c. Teknik penyikatan harus sederhana, tepat, dan efisien

waktu.17

Frekuensi Penyikatan gigi sebaiknya 3 kali sehari, setiap kali

sesudah makan, dan sebelum tidur. Namun, dalam praktiknya hal

tersebut tidak selalu dapat dilakukan, terutama pada siang

hari ketika seseorang berada di kantor, sekolah, atau di

tempat lain. Manson (1971) berpendapat bahwa penyikatan gigi

sebaiknya dua kali sehari, yaitu setiap kali setelah makan

pagi dan sebelum tidur. 17

Lamanya penyikatan gigi yang di anjurkan adalah minimal 5

menit, tetapi sesungguhnya ini terlalu lama. Umumnya orang

melakukan penyikatan gigi maksimum 2 menit. Cara penyikatan

gigi harus sistematis supaya tidak ada gigi yang terlewat,

31

yaitu mulai dari posterior ke anterior dan berakhir pada

bagian posterior sisi lainnya.18

Kebanyakan teknik penyikatan gigi dapat di golongkan ke dalam

enam golongan berdasarkan macam gerakan yang dilakukan, yaitu:

1. Teknik Vertikal

Teknik vertikal dilakukan dengan kedua rahang tertutup,

kemudianpermukaan bukal gigi disikat dengan gerakan ke atas

dan ke bawah. Untuk permukaan lingual dan palatinal dilakukan

gerakan yang sama dengan mulut yang terbuka.

Gambar 1 Teknik Penyikatan Vertikal; A. dari atas ke bawah, B.

dari bawah ke atas

Sumber : Putri MH, Herijulianti E, Nurjannah N. Ilmu

pencegahan penyakit jaringan keras dan jaringan pendukung

gigi.

2. Teknik Horizontal

Permukaan bukal dan lingual disikat dengan gerakan ke depan

dan ke belakang. Untuk permukaan oklusal gerakan horizontal

yang sering disebut “scrub brush technic” dapat dilakukan dan

32

terbukti merupakan cara yang sesuai dengan bentu anatomis

permukaan oklusal. Kebanyakan orang yang belum diberi

pendidikan khusus, biasanya menyikat gigi dengan teknik

vertical dan horizontal dengan tekanan yang keras. Cara-cara

ini tidak baik karena dapat menyebabkan resesi gusi dan abrasi

gigi.

Gambar 2 Teknik Penyikatan Horizontal

Sumber : Deaver R. Importance and various tooth brushing

technisques. Available from

http://imuoralhealth.blogspot.com/2010/07/importance-and-

various-tooth-brushing.html., diakses 30 Desember 2011

3. Teknik Roll atau Modifikasi Stillman

Teknik ini disebut “ADA-roll Technic”, dan merupakan cara yang

paling sering di anjurkan karena sederhana tetapi efisien dan

dapat digunakan diseluruh bagian mulut. Bulu-bulu sikat

ditempatkan pada gusi sejauh mungkin dari permukaan oklusal

dengan ujung-ujung bulu sikat mengarah ke apeks dan sisi bulu

sikat digerakkan perlahan-lahan melalui permukaan gigi

sehingga bagian belakang dari kepala sikat bergerak dengan

lengkungan. Pada waktu bulu-bulu sikat melalui mahkota klinis,

kedudukannya hamper tegak lurus permukaan email. Gerakan ini

diulang 8-12 kali setiap daerah dengan sistematis sehingga

tidak ada yang terlewat. Cara ini terutama sekali menghasilkan

33

pemijatan gusi dan juga di harapkan membersihkan sisa makanan

dari daerah interproksimal.

Gambar 3 Metode Modifikasi Stillman

Sumber : Tooth Brushing Techniques as Suggested by Dentists.

Available from http://www.onlinedentist.org/dental-tips/tooth-

brushing-techniques-as-suggested-by-dentists., diakses 30

Desember 2011

4. Vibratory Technic

Diantaranya adalah: (a) teknik Charter; (b) teknik Stillman-

McCall dan, (c) teknik Bass.

a. Teknik Charter

Pada permukaan bukal dan labial, sikat di pegang dengan

tangkai dalam kedudukan horizontal. Ujung-ujung bulu

diletakkan pada permukaan gigi membentuk sudut 450 terhadap

sumbu panjang gigi mengarah ke oklusal. Hati-hati jangan

sampai menusuk gusi. Dalam posisi ini sisi dari bulu sikat

berkontak dengan tepi gusi, sedangkan ujung dari bulu-bulu

sikat berada pada permukaan gigi. Kemudian sikat ditekan

34

sedemikian rupa sehingga ujung-ujung bulu sikat masuk ke

interproksimal dan sisi-sisi bulu sikat menekan tepi gusi. 17

Sikat digetarkan dalam lengkungan-lengkungan kecil sehingga

kepala sikat bergerak secara sirkuler, tetapi ujung-ujung bulu

sikat harus tetap ditempat semula. Setiap kali dapat

dibersihkan dua atau tiga gigi. Setelah tiga atau empat

lingkaran kecil, sikat diangkat, lalu ditempatkan lagi pada

posisi yang sama, untuk setiap daerah dilakukan tiga atau

empat kali. Jadi pada teknik ini tidak dilakukan gerakan

oklusal maupun ke apical. Dengan demikian, ujung-ujung bulu

sikat akan melepaskan debris dari permukaan gigi dan sisi bulu

sikat memijat tepi gusi dan gusi interdental.17

Permukaan oklusal disikat dengan gerakan yang sama, hanya saja

ujung bulu sikat ditekanke dalam ceruk dan fisura. Permukaan

lingual dan palatinal umumnya sukar dibersihkan kerena bentuk

lengkungan dari barisan gigi. Biasanya kepala sikat tidak

dipegang secara horizontal, jadi hanya bulu-bulu sikat pada

bagian ujung dari kepala sikat yang dapat digunakan.

Metode Charter merupakan cara yang baik untuk pemeliharaan

jaringan tetapi keterampilan yang dibutuhkan cukup tinggi

sehingga jarang pasien dapat melakukannya dengan sempurna.

35

Gambar 4. Metode Charter

Sumber : Deaver R. Importance and various tooth brushing

technisques. Available from

http://imuoralhealth.blogspot.com/2010/07/importance-and-

various-tooth-brushing.html., diakses 30 Desember 2011

b. Teknik Stillman-McCall

Posisi bulu sikat yang berlawanan dengan Charter. Sikat gigi

di tempatkan sebagian pada gigi dan sebagian pada gusi,

membentuk sudut 450 terhadap sumbu panjang gigi mengarah ke

apical. Kemudian sikat gigi ditekankan sehingga gusi memucat

dan dilakukan gerakan rotasi kecil tanpa mengubah kedudukan

ujung bulu sikat. Penekanan dilakukan dengan cara sedikit

menekuk bulu-bulu sikat tanpa mengakibatkan friksi atau trauma

terhadap gusi. Bulu-bulu sikat dapat ditekuk ketiga jurusan,

tetapi ujung-ujung bulu sikat harus pada tempatnya.

Metode Stillman-McCall ini telah diubah sedikit oleh beberapa

ahli, yaitu ditambah dengan gerakan ke oklusal dari ujung-

ujung bulu sikat, tetap mengarah ke apical. Dengan demikian,

setiap gerakan berakhir dibawah ujung insisal dari mahkota,

sedangkan pada metode yang asli, penyikatan hanya terbatas

pada daerah servikal gigi dan gusi.

36

Gambar 5. Metode Stillman

Sumber : Putri MH, Herijulianti E, Nurjannah N. Ilmu

pencegahan penyakit jaringan keras dan jaringan pendukung

gigi. Hal 177

c. Teknik Bass

Sikat di tempatkan dengan sudut 450 terhadap sumbu panjang

gigi mengarah ke apikal dengan ujung-ujung bulu sikat pada

tepi gusi. Dengan demikian, saku gusi dapat dibersihkan dan

tepi gusi dapat dipijat. Sikat digerakkan dengan getaran-

getaran kecil ke depan dan ke belakang selama kurang lebih 10-

15 detik ke setiap daerah yang meliputi dua atau tiga gigi.

Untuk permukaan lingual dan palatinal gigi belakang agak

menyudut (agak horizontal) dan pada gigi depan, sikat dipegang

vertical.

Gambar 6 Metode Bass

Sumber : Bhawani C. Bass toothbrushing technique for gingival

and subgingival cleaning. Available from

37

http://dentistryforstudents.com/bass-toothbrushing-

technique/., diakses 30 Desember 2011

5. Teknik Fones atau Teknik Sirkuler

Bulu-bulu sikat ditempatkan tegak lurus pada permukaan bukal

dan labial dengan gigi dalam keadaan oklusi. Sikat digerakkan

dalam lingkaran-lingkaran besar sehingga gigi dan gusi rahang

atas dan rahang bawah disikat sekaligus. Daerah interproksimal

tidak diberi perhatian khusus. Setelah semua permukaan bukal

dan labial disikat, mulut dibuka lalu permukaan lingual dan

palatinal disikat dengan gerakan yang sama, hanya dalam

lingkaran-lingkaran yang lebih kecil. Karena cara ini agak

sukar dilakukan di lingual dan palatinal, dapat dilakukan

gerakan maju-mundur untuk daerah ini.

6. Teknik Fisiologik

Untuk teknik ini digunakan sikat gigi dengan bulu-bulu yang

lunak. Tangkai sikat gigi dipegang secara horizontal dengan

bulu-bulu sikat tegak lurus terhadap permukaan gigi. Metode

ini didasarkan atas anggapan bahwa penyikatan gigi harus

menyerupai jalannya makanan, yaitu dari mahkota kearah gusi.

Setiap kali dilakuakn beberapa kali gerakan sebelum berpindah

ke daerah selanjutnya.

Teknik ini sukar dilakukan pada permukaan lingual dari

premolar dan molar rahang bawah sehingga dapat diganti dengan

gerakan getaran dalam lingkaran kecil. Bulu-bulu sikat gigi

ditempatkan pada sudut kurang lebih 450 terhadap sumbu panjang

gigi ke arah okusal, kemudian dengan menggunakan tekanan bulu-

38

bulu sikat digetarkan di antara gigi-gigi disertai gerakan-

gerakan rotasi kecil. Dengan demikian, sisi dari bulu-bulu

sikat berkontak dengan pinggiran gusi dan menghasilkan

pemijatan yang ideal. Setelah 3 atau 4 lingkaran kecil tanpa

mengubah posisi, bulu-bulu sikat diangkat dan diletakkan

kembali pada posisi yang sama. Prosedur ini dilakukan sampai

seluruh permukaan bukal, labial, dan lingual, serta

interproksimal bersih. Permukaan oklusal dibersihkan dengan

cara menekan bulu sikat ke dalam ceruk dan fisura kemudian

dilakukan gerakan rotasi kecil, sikat diangkat dan diletakkan

kembali. Prosedur ini harus dilakukan berulang kali sampai

seluruh permukaan kunyah menjadi bersih.18

Usaha-usaha lain yang dapat dilakukan untuk membantu mencegah

pembentukan plak adalah memperbaiki susunan gigi yang tidak

rata, memperbaiki pinggiran restorasi yang buruk,menghaluskan

permukaan gigi yang kasar dan sebagainya dengan tujuan

mengurangi “plak traps” , tempat-tempat plak mudah terbentuk.17

BAB III

KERANGKA KONSEP

Penyuluhan Kesehatan Gigi dan Mulut

Pengetahuan PerilakuSikap

39

Keterangan

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

PLAK GIGI Faktor Etiologi

Faktor Internal : Mikroba Anatomi gigi Posisi gigiFaktor Eksternal :

Penurunan Plak Gigi

Karies

Penyakit periodotal

Jenis kelamin

40

Variabel Penelitian

1. Variabel independen : Penyuluhan kesehatan gigi dan mulut

2. Variabel dependen : Penurunan indeks plak gigi

3. Variabel kontrol : Jenis kelamin

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah quase eksperimental

lapangan

4.2 DESAIN PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pre and posttest design with control group.

4.3 WAKTU PENELITIAN

Waktu dilakukannya penelitian pada 1 Maret – 15 April 2012

4.4 SUBJEK PENELITIAN

Pada penelitian ini semua anggota populasi diambil sebagai

obyek penelitian. Jumlah subjek yang akan diteliti pada

seluruh murid kelas VI di Desa Padang Loang adalah 50 murid,

dengan masing-masing jumlah murid pada setiap sekolah ialah SD

Inpres Padang Loang 15 murid, SD Negeri 260 Banga 16 murid dan

SD Inpres Palita 19 murid.

4.5 LOKASI PENELITIAN

Lokasi penelitian di sekolah dasar se-Desa Padang Loang,

Kecamatan Patampanua

41

4.6 KRITERIA SAMPEL

a. Kriteria Inklusi :

1) Hadir pada saat penelitian dilakukan.

2) Bersedia ikut saat penelitian dilakukan.

b. Kriteria Eksklusi :

1) Sampel menggunakan alat ortodontik.

4.7 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN

a. Alat

Kaca mulut (mirror), sonde, pingset, gelas, nierbecken, sikat

gigi, alat tulis menulis, masker, handskun, handuk putih dan

model peraga rahang atas dan rahang bawah.

b. Bahan

Disclosing solution, alcohol 70%, air, pasta gigi, dan kapas.

4.8 DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL

a. Penyuluhan tentang kesehatan gigi dan mulut dengan metode

demonstrasi adalah suatu bentuk pemberian informasi seputar

kesehatan gigi dan mulut khususnya penyikatan gigi dengan

memperlihatkan cara menyikat gigi yang benar secara langsung

kepada kelompok perlakuan.

b. Menurunkan indeks plak adalah kemampuan sampel dalam

menurunkan indeks atau nilai plak yang dihitung dengan

menggunakan indeks PHP

4.9 PROSEDUR PENELITIAN

a. Sampel dipilih sesuai kriteria sampel.

42

b. Sampel dibagi menjadi 2 kelompok, kelompok yang

mendapatkan perlakuan berupa penyuluhan tentang kesehatan gigi

dan mulut dan yang kelompok kontrol yang tidak mendapat

perlakuan.

c. Penelitian dilakukan 1 hari di tiap sekolah, dimana

peneliti melakukan:

1) Pengukuran indeks plak indeks pertama pada kedua kelompok.

Hal ini dilakukan untuk mengidentifikasi adanya plak, dengan

menggunakan larutan pewarna plak / disclosing solution.

Penggunaannya dengan cara mengoleskan kapas yang telah

ditetesi disclosing solution pada permukaan gigi-gigi yang menjadi

indeks penelitian, yaitu permukaan labial pada gigi anterior

atas dan bawah, permukaan bukal gigi posterior rahang atas,

dan permukaan lingual gigi posterior rahang bawah. Bila ada

gigi indeks sampel ada yang rusak atau hilang tetap dimasukkan

sebagai sampel.

2) Pada kelompok yang mendapat perlakuan berupa penyuluhan

tentang kesehatan gigi dan mulut, antara lain yaitu :

a) Cara merawat gigi dengan baik, dapat dengan mengkonsumsi

makanan yang sehat dan waktu menyikat gigi adalah setelah

sarapan dan sebelum tidur.

b) Cara memilih sikat gigi yang baik adalah yang bulu sikatnya

lembut dan ukuran kecil sesuai dengan usia anak.

c) Sampel diberikan instruksi untuk memeriksakan giginya

secara rutin ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali.

43

3) Selanjutnya pada kelompok yang mendapat perlakuan,

dilakukan pula pelatihan cara sikat gigi yang benar:

a) Peragaan cara menyikat gigi dilakukan dengan menggunakan

sikat gigi dan model rahang atas dan rahang bawah.

b) Sampel diisntruksikan untuk melakukan penyikatan gigi

dengan teknik scrub atau teknik horizontal.

d. Setelah 7 hari (diharapkan sampel telah mampu melaksanakan

secara individual cara penyikatan yang baik dan benar),

peneliti kembali mendatangi lokasi penelitian untuk diadakan

pemeriksaan plak indeks akhir pada kedua kelompok.

4.10 KRITERIA PENILAIAN

Penilaian penurunan plak gigi diperoleh dari kemampuan sampel

menurunkan atau menghilangkan jumlah plak yang diukur dengan

menggunakan PHP indeks (Patient Hygiene Performance).

Gigi yang diperiksa adalah gigi:

6 1 6

6 1 6

Pemeriksaan dilakukan secara sistematis pada:

a) Permukaan labial gigi insisifus pertama kanan atas

b) Permukaan labial gigi insisifus pertama kiri bawah

c) Permukaan bukal gigi molar pertama kanan atas

d) Permukaan bukal gigi molar pertama kiri atas

e) Permukaan lingual gigi molar pertama kiri bawah

f) Permukaan lingual gigi molar pertama kanan bawah

44

Pemeriksaan dilakukan pada permukaan mahkota gigi bagian

fasial atau lingual dengan membagi tiap permukaan mahkota gigi

menjadi lima subdivisi, yaitu :

a. D : distal

b. G : 1/3 tengah gingiva

c. M : mesial

d. C : 1/3 tengah

e. I/O : 1/3 tengah insisal/oklusal

Gambar 7. Lima Subdivisi Permukaan Gigi dalam Indeks Plak PHP

Sumber : Putri MH, Herijulianti E, Nurjannah N. Ilmu

Pencegahan Penyakit Jaringan Keras dan Jaringan Pendukung

Gigi. 2009

Dengan kriteria penilaian:

0 = tidak ada plak

1 = ada plak

Nilai tiap gigi = jumlah nilai dari 5 bagian gigi

Nilai tiap individu = jumlah nilai 6 gigi indeks dibagi 6

Cara pengukuran untuk menentukan indeks plak PHP yaitu dengan

rumus :

45

Jumlah total nilai plak seluruh permukaan gigi

yang diperiksa

Jumlah gigi yang diperiksa

Nilai yang dihasilkan adalah berupa angka. Kriteria penilaian

tingkat kebersihan mulut berdasarkan indeks plak PHP (Personal

Hygiene Performance), yaitu :

a. Sangat Baik = 0

b. Baik = 0,1 – 1,7

c. Sedang = 1,8 – 3,4

d. Buruk = 3,5 – 5

Jika gigi indeks pada suatu segmen tidak ada, lakukan

penggantian gigi tersebut dengan ketemtuan sebagai berikut :

a. Jika gigi molar pertama tidak ada, penilaian dilakukan pada

gigi molar kedua, jika gigi molar pertama dan kedua tidak ada

penilaian dilakukan pada molar ketiga, akan tetapi kalau molar

pertama, kedua dan ketiga tidak ada maka tidak ada penilaian

untuk segmen tersebut.

b. Jika gigi insisivus pertama kanan atas tidak ada, dapat

diganti oleh gigi insisivus kiri dan jika gigi insisivus kiri

bawah tidak ada, dapat diganti dengan gigi insisivus pertama

kanan bawah, akan tetapi jika gigi insisivus pertama kiri atau

kanan tidak ada, maka tidak ada penilaian untuk segmen

tersebut.

c. Gigi indeks dianggap tidak ada pada keadaan keadaan

seperti: gigi hilang karena dicabut, gigi yang merupakan sisa

akar, gigi yang merupakan mahkota jaket, baik yang terbuat

IP PHP =

46

dari akrilik maupun logam, mahkota gigi sudah hilang atau

rusak lebih dari ½ bagiannya pada permukaan indeks akibat

karies maupun fraktur, gigi yang erupsinya belum mencapai ½

tinggi mahkota klinis.

d. Penilaian dapat dilakukan jika minimal ada dua gigi indeks

yang dapat diperiksa

4.11 DATA PENELITIAN

a. Jenis data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

primer yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti selama

penelitian berlangsung.

b. Pengolahan data

Pada penelitian ini dilakukan pengolahan data dengan

menggunakan SPSS for Windows versi 16.0

c. Analisis data

Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis data

uji beda dengan menggunakan uji t

d. Penyajian data

Penyajian data pada penelitian ini berupa penyajian dalam

bentuk tabel

4.12 BAGAN ALUR PENELITIAN

Pengukuran nilai plak pertama dengan menggunakan indeks PHP pada anak murid kelas VI sekolah

Pengukuran nilai plak kedua setelah7 hari denganmenggunakan indeks PHP pada anak murid kelas VI sekolah

Pemberianpenyuluhan

kesehatan gigi danmulut dengan metode

demonstrasi,khususnya peragaanpenyikatan gigi

47

Keterangan :

Kelompok perlakuan

Kelompok kontrol

BAB V

HASIL PENELITIAN

Telah dilakukan penelitian mengenai efek penyuluhan

kesehatan gigi dan mulut dalam upaya menurunkan indeks plak

pada murid kelas VI sekolah dasar. Penyuluhan pada penelitian

ini menggunakan teknik demonstrasi. Penelitian dilakukan pada

tanggal 1 Maret - 15 April 2012 di Desa Padang Loang,

Kecamatan Patampanua, Kabupaten Pinrang. Penelitian ini

melibatkan tiga sekolah dasar, yakni SD Inpres Padang Loang,

SD Negeri 260 Banga dan SD Inpres Palita. Penelitian ini

menggunakan metode subjek penelitian sehingga seluruh murid-

murid sekolah dasar kelas VI pada tiga sekolah dasar tersebut

diambil sebagai subjek penelitian. Seluruh murid-murid

berjumlah 50 orang dan terdapat satu orang yang memenuhi

Analisis dataKesimpulan

48

kriteria eksklusi, sehingga total subjek penelitian seluruhnya

adalah 49 orang.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen sehingga

pengambilan data pada penelitian ini dilakukan dua kali, yaitu

sebelum dan sesudah perlakuan. Subjek pada penelitian ini juga

dibagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok perlakuan dan

kelompok kontrol (yang tidak diberi perlakuan). Perlakuan pada

penelitian ini adalah pemberian penyuluhan dengan teknik

demonstrasi. Pengambilan data dilakukan dengan pengukuran

indeks plak melalui pemeriksaan klinis, sehingga diperoleh

nilai plak. Hasil penelitian selanjutnya akan diolah dan

ditampilkan dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 1. Distribusi karakteristik subjek (N=49)

Tabel 1

memperlihatkan

distribusi

karakteristik

Karakteristik subjekFrekuensi

(n)

Persen

(%)Jenis kelaminLaki-laki 25 51,0Perempuan 24 49,0Sekolah SD Inpres Padang

Loang15 30,6

SD Banga 16 32,7SD Inpres Palita 18 36,7Kelompok intervensiPerlakuan 25 51,0Kontrol 24 49,0

49

subjek penelitian yang memiliki jumlah sebanyak 49 orang.

Terlihat pada tabel 1 bahwa jumlah laki-laki (25 orang) lebih

banyak daripada perempuan (24 orang). Subjek terbanyak berasal

dari SD Inpres Palita (18 orang) dan yang paling sedikit

adalah SD Inpres Padang Loang (15 orang). Pada tabel 1 juga

terlihat bahwa kelompok perlakuan memiliki subjek yang lebih

banyak (25 orang) daripada kelompok kontrol (24 orang), hal

ini dikarenakan adanya subjek yang tereksklusi pada saat

penelitian berlangsung.

Tabel 2. Distribusi subjek berdasarkan jenis kelamin pada

kelompok perlakuan dan kontrol.

Tabel di

atas menunjukkan bahwa jumlah subjek adalah 49 murid (100%).

Jenis kelamin laki-laki sebanyak 25 murid yang terdiri dari

kelompok perlakuan 12 murid (48%) dan kontrol 13 murid (52%).

Sedangkan jenis kelamin perempuan sebanyak 24 murid yang

terdiri dari kelompok perlakuan 13 murid (54.2%) dan kontrol

11 murid (45.8%).

Tabel 3. Distribusi status kebersihan mulut kelompok

intervensi sebelum penyuluhan

Jenis

Kelamin

Kelompok IntervensiTotal

Perlakuan KontrolN % N % N %

Laki-laki

Perempuan

12

13

48.0

54.2

13`

11

52.0

45.8

25

24

100.0

100.0Jumlah 25 51.0 24 49.0 49 100.0

50

Tabel 3

terlihat

distribusi status kebersihan mulut (status plak) sebelum

penyuluhan. Melalui tabel ini, kelompok kontrol memiliki

subjek paling banyak dengan kategori status kebersihan mulut

sedang, yaitu sebanyak 16 orang, dan yang paling sedikit

adalah subjek dengan kategori baik, yaitu sebanyak 1 orang.

Tabel 4. Distribusi status kebersihan mulut kelompok

intervensi setelah penyuluhan

Tabel

4

Kelompok

intervensi

Status Kebersihan Mulut

(Status Plak) sebelum

penyuluhanTotal

Baik Sedang Buruk

Perlakuan 0 (0) 11 (44%) 14 (56%)25

(100%)

Kontrol1

(4,2%)

16

(66,7%)

7

(29,2%)

24

(100%)Total 1

(100%)

27

(100%)

21

(100%)

49

(100%)

Kelompok

intervensi

Status Kebersihan Mulut

(Status Plak) setelah

penyuluhanTotal

Baik Sedang Buruk

Perlakuan23

(95,8%)2 (25%) 0 (0)

25

(100%)

Kontrol 1 (4,2%) 6 (75%)17

(100%)

24

(100%)Total 24

(100%)8 (100%)

17

(100%)

49

(100%)

51

menunjukkan lanjutan tabel 3, yaitu distribusi status

kebersihan mulut setelah penyuluhan. Pada tabel ini, terlihat

secara keseluruhan berkurangnya subjek dengan status

kebersihan mulut sedang dan buruk, serta meningkatnya subjek

dengan status kebersihan mulut yang baik. Pada kelompok

perlakuan mengalami peningkatan subjek dengan status

kebersihan mulut baik, yaitu sebanyak 23 orang. Adapun

kelompok kontrol mengalami peningkatan pada status kebersihan

mulut buruk, yaitu menjadi 17 orang.

Tabel 5 Distribusi rata-rata nilai plak sebelum dan setelah

penyuluhan

Karakteristik

subjek

Nilai plak

sebelum

penyuluhan

Nilai plak

setelah

penyuluhanMean ± SD Mean ± SD

Jenis KelaminLaki-laki 3,347±0,737 2,594±1,375Perempuan 3,422±0,506 2,327±1,367Kelompok

IntervensiPerlakuan 3,552±1,283 1,283±0,303Kontrol 3,208±0,655 3,693±0,832Total 3,384±0,629 2,463±1,363

Tabel 5 memperlihatkan distribusi rata-rata nilai plak

sebelum dan setelah penyuluhan. Berdasarkan jenis kelamin

nilai rata-rata plak sebelum dan setelah penyuluhan untuk

52

subjek dengan jenis kelamin laki-laki memiliki nilai rata-rata

plak sebelum penyuluhan sebesar 3,347, sedangkan untuk

perempuan sebesar 3,422. Setelah diberikan penyuluhan, nilai

rata-rata plak laki-laki berkurang hingga 2,594 dan untuk

perempuan menjadi 2,327. Untuk kelompok perlakuan, nilai rata-

rata plak sebelum diberikan penyuluhan sebesar 3,552 dan

setelah penyuluhan berkurang menjadi 1,283. Berbeda dengan

kelompok kontrol yang bertambah dari 3,208 menjadi 3,693.

Tabel 6 Perbedaan status kebersihan mulut kelompok intervensi

sebelum dan setelah penyuluhan

Kelompok

intervensi

Nilai

plak

sebelum

penyuluh

an

Nilai

plak

setelah

penyuluh

an

Selisih

nilai

plak

p

value

Mean ± SD Mean ± SD Mean ±SD

Perlakuan3,552±1,

283

1,283±0,

303

2,26±0,

49 0,000a

Kontrol3,208±0,

655

3,693±0,

832

0,48±0,

53Total 3,384±0,

629

2,463±1,

363

0,92±1,

48a Independent t-test: p<0,001; very high significant

Tabel 6 memperlihatkan efek penyuluhan terhadap status

kebersihan mulut. Pada tabel tersebut, nilai plak sebelum dan

setelah penyuluhan dibedakan untuk mengetahui apakah

53

penyuluhan memiliki efek penurunan yang signifikan terhadap

nilai plak. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa kelompok

perlakuan yang diberi penyuluhan memiliki penurunan dari 3,552

menjadi 1,283. Pada kelompok kontrol terlihat peningkatan

nilai plak dari 3,208 menjadi 3,693. Tabel 6 juga

memperlihatkan selisih nilai plak sebelum dan sesudah

penyuluhan untuk masing-masing kelompok. Kelompok perlakuan

memiliki selisih 2,26, sedangkan kelompok kontrol memiliki

selisih 0,48. Melalui uji independent t-test, diperoleh

p<0,001, yang menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan

antara selisih nilai plak kelompok perlakuan dan kontol.

Berdasarkan hasil ketiga uji ini, ditarik kesimpulan bahwa

terdapat efek penyuluhan terhadap indeks plak.

Tabel 7. Distribusi subjek pada kelompok perlakuan

berdasarkan jenis kelamin terhadap status kebersihan mulut

sebelum penyuluhan

Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah subjek adalah 49 murid

(100%). jenis kelamin laki-laki sebanyak 25 murid yang pada

Jenis

kelamin

Status kebersihan mulut

sebelum penyuluhan TotalBaik Sedang Buruk

Laki-laki 1 (4%) 15 (60%) 9 (36%) 25 (100%)Perempuan 0 (0%) 12 (50%) 12 (50%) 24 (100%)Jumlah 1 (2%) 27

(55,1%)

21

(42,9%)

49 (100%)

54

pengukuran pertama kondisinya baik sebanyak 1 murid (4%),

pengukuran yang hasilnya sedang sebanyak 15 murid (60.%) dan

yang pengukurannya buruk ada 9 murid (36%). Sedangkan jenis

kelamin perempuan sebanyak 24 murid yang pada pengukuran

pertama kondisinya baik tidak ada murid, pengukuran yang

hasilnya sedang sebanyak 12 murid (50%) dan yang pengukurannya

buruk ada 12 murid (50%).

Tabel 8. Distribusi subjek pada kelompok perlakuan

berdasarkan jenis kelamin terhadap status kebersihan mulut

setelah penyuluhan

Tabel

di atas

menunjukkan bahwa jumlah subjek adalah 49 murid (100%). jenis

kelamin laki-laki sebanyak 25 murid yang pada pengukuran kedua

kondisinya baik sebanyak 10 murid (40.0%), pengukuran yang

hasilnya sedang sebanyak 6 murid (24.0) dan yang pengukurannya

buruk ada 9 murid (36.0%). Sedangkan jenis kelamin perempuan

sebanyak 24 murid yang pada pengukuran kedua kondisinya baik

sebanyak 14 murid (58.3%), pengukuran yang hasilnya sedang

Jenis

kelamin

Status kebersihan mulut

sebelum penyuluhan TotalBaik Sedang Buruk

Laki-laki 10 (40%) 6 (24%) 9 (36%) 25 (100%)Perempuan 14

(58,3%)

2 (8,3%) 8 (33,3) 24 (100%)

Jumlah 24 (49%) 8

(16,3%)

17

(34,7%)

49 (100%)

55

sebanyak 2 murid (8.3%) dan yang pengukurannya buruk ada 8

murid (33.3%).

Tabel 9. Perbedaan nilai plak pada kelompok perlakuan

berdasarkan jenis kelamin setelah penyuluhan

Jenis

kelamin

Nilai plak

sebelum

penyuluhan

Nilai plak

setelah

penyuluhan

Selisi

h

nilai

plak

Uji t

(p)Mean ± SD Mean ± SD

Laki-laki 3.35±0.74 2.59±1.37 0,76 0.023Perempuan 3.42±0.51 2.32±1.37 1,1 0.001

Tabel 9 menunjukkan bahwa ada perbedaan antara pengukuran

pertama dengan pengukuran kedua pada kelompok laki-laki karena

dari hasil uji t diperoleh nilai p sebesar 0.023 yang lebih

kecil dari 0.05 yang menunjukkan adanya perbedaan. Dari tabel

di atas juga menunjukkan bahwa ada perbedaan antara pengukuran

pertama dengan pengukuran kedua pada kelompok perempuan karena

dari hasil uji t diperoleh nilai p sebesar 0.001 yang lebih

kecil dari 0.05 yang menunjukkan adanya perbedaan.

BAB VI

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini peneliti ingin mengetahui tentang efek

penyuluhan penyikatan gigi dengan penurunan indeks plak pada

murid kelas VI sekolah dasar. Selain itu penelitian ini juga

bermanfaat untuk memberikan informasi ilmiah kepada murid-

murid sekolah dasar kelas VI tentang cara menjaga kesehatan

56

gigi dan mulutnya terkhusus pada bagaimana cara penyikatan

gigi yang benar.

Pada penelitian ini didapatkan jumlah subyek penelitian

sebanyak 49 murid, yang terdiri dari 25 murid laki-laki (51%)

dan 24 murid perempuan (49%) yang dibagi menjadi dua kelompok

intervensi yaitu kelompok perlakuan sebanyak 25 murid dan

kelompok kontrol sebanyak 24 murid. Hasil data ini

memperlihatkan jumlah subyek laki-laki lebih banyak dari

perempuan. Jumlah subyek pada penelitian ini dapat terlihat

pada tabel 1.

Penelitian ini dilakukan selama tiga minggu di tiga sekolah

yang berbeda. Pada hari pertama, peneliti datang ke sekolah

untuk melakukan pengukuran nilai plak pada murid-murid yang

sebelumnya telah dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok

perlakuan dan kelompok kontrol. Kemudian pada kelompok

perlakuan diberikan intervensi berupa penyuluhan tentang

kesehatan gigi dan mulut terkhusus tentang cara penyikatan

gigi yang benar. Pada penyuluhan ini menggunakan metode

demonstrasi, sehingga semua murid pada kelompok perlakuan

dapat ikut berpartisipasi aktif dalam peragaan cara penyikatan

gigi yang benar. Setelah tujuh hari kemudian peneliti datang

kembali ke sekolah yang sama untuk melakukan pengukuran nilai

plak akhir pada kedua kelompok tersebut.

Status kebersihan mulut murid (nilai plak) sebelum dilakukan

penyuluhan, distribusinya dapat dilihat pada tabel 3. Pada

tabel ini menunjukkan kelompok perlakuan dengan status

57

kebersihan mulut tertinggi pada kategori buruk (14 murid)

sedangkan pada kelompok kontrol, status kebersihan mulutnya

tertinggi pada kategori sedang (16 murid). Untuk status

kebersihan mulut murid (nilai plak) setelah dilakukan

penyuluhan dapat dilihat pada tabel selanjutnya.

Pada tabel 4 menunjukkan status kebersihan mulut (nilai plak)

pada kelompok perlakuan dengan status kebersihan mulut

tertinggi pada kategori baik (23 murid) sedangkan pada

kelompok kontrol, status kebersihan mulutnya tertinggi pada

kategori buruk (17 murid). Ini berarti status kebersihan mulut

pada kelompok perlakuan mengalami peningkatan daripada

kelompok kontrol. Hal ini dapat disebabkan karena pada

kelompok perlakuan diberikan intervensi berupa penyuluhan

tentang kesehatan gigi dan mulut khususnya cara menyikat gigi

yang benar sebelum dilakukan pengukuran nilai plak yang

terakhir, sehingga dengan diberikannya peyuluhan ini, maka

murid-murid akan bertambah pegetahuannya yang nantinya

diharapkan dapat bersikap dan berperilaku sadar dalam menjaga

kesehatan gigi dan mulutnya serta dapat diterapkan dalam

kehidupan sehari-hari.

Kemudian dilakukan uji statistik untuk mengetahui perbedaan

efek penyuluhan kesehatan gigi dan mulut terhadap penurunan

indeks plak antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.

Hasil penelitian ini menunjukkan nilai plak kelompok kontrol

mengalami peningkatan dari 3,208 menjadi 3,693 dengan selisih

0,485. Berbeda dengan kelompok kontrol, pada kelompok

58

perlakuan mengalami penurunan nilai plak dari 3,552 menjadi

1,283 dengan selisih 2,269. Pada uji independent-t test

diperoleh p<0,001, hal ini menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan yang signifikan antara selisih nilai plak pada

kelompok kontrol dan kelompok perlakuan yang berarti bahwa

terdapat efek penyuluhan kesehatan gigi dan mulut terhadap

penurunan indeks plak gigi.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah

dilakukan oleh Silvia Anitasari dan Liliwati (2005) tentang

kesehatan gigi dan mulut pada murid-murid kelas I–VI SDN

Kecamatan Palaran Kotamadya Samarinda Propinsi Kalimantan

Timur yang menunjukkan bahwa murid-murid yang sudah pernah

mendapat penyuluhan dan pelatihan cara menyikat gigi yang baik

dan benar, tingkat kebersihan gigi dan mulut mereka termasuk

sedang. Hal ini berarti proses belajar yang mereka dapat

melalui program penyuluhan dan pelatihan yang diberikan dapat

dimengerti dan dipraktekkan dalam keseharian murid-murid ini.22

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian tentang hubungan

penyikatan gigi dengan tingkat kebersihan gigi dan mulut siwa-

siswi Sekolah Dasar Islam Terpadu Imambukhari oleh Eriska

Riyanti dkk (2005) yang hasilnya menunjukkan terjadi perubahan

tingkat kebersihan gigi dan mulut yang diukur dengan penurunan

indeks plak pada siswa-siswi yang sebelumnya mendapatkan

penyuluhan penyikatan gigi yang baik dan benar. Hal ini

menunjukkan program kesehatan gigi yang diberikan dengan

59

penyuluhan berupa peragaan efektif dalam menunjang peningkatan

kebersihan gigi dan mulut pada anak sekolah dasar.7

Pada tabel 7 memperlihatkan karateristik subjek berdasarkan

jenis kelamin pada kelompok perlakuan sebelum dilakukan

penyuluhan. Murid perempuan memiliki nilai plak pada kategori

sedang dan buruk tertinggi (masing-masing 12 murid) sedangkan

dengan murid laki-laki dengan nilai plak tertinggi pada

kategori sedang (15 murid). Pada tabel 8 terlihat perbedaan

pada hasil pengukuran yang kedua setelah dilakukan penyuluhan.

Perhitungan nilai plak pada murid laki-laki dan murid

perempuan mengalami pertambahan jumlah subyek pada kategori

baik yaitu murid laki-laki bertambah 9 murid dan murid

perempuan bertambah 14 murid. Hal ini berarti bahwa terjadi

perbedaan jumlah penambahan murid pada kategori baik antara

murid perempuan dan murid laki-laki.

Kemudian hasil uji t menunjukkan rata-rata nilai plak pada

murid laki-laki mengalami penurunan dari 3,35 menjadi 2,59

dengan nilai p<0,05 yaitu 0,023, hal ini berbeda dengan murid

perempuan yang penurunan rata-rata nilai plaknya lebih tinggi

dibandingkan murid laki-laki dari 3,42 menjadi 2,32 dengan

nilai p sebesar 0,001(p<0,05). Ini berarti bahwa terdapat

perbedaan penurunan plak setelah penyuluhan kesehatan gigi dan

mulut pada murid sekolah dasar berdasarkan jenis kelamin. Hal

ini dapat disebabkan oleh karena pada perkembangan psikologi

anak menunjukkan bahwa anak perempuan lebih perhatian untuk

60

menjaga kesehatan dan penampilannya dibandingkan anak laki-

laki pada umumnya.

BAB VII

PENUTUP

7.1 SIMPULAN

a. Pemberian penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dengan

demonstrasi cara menyikat gigi kepada murid sekolah dasar

merupakan upaya yang cukup efektif untuk menurunkan indeks

plak pada gigi.

b. Terdapat perbedaan efektifitas penyuluhan kesehatan gigi

dan mulut dengan demontrasi cara menyikat gigi terhadap

penurunan indeks plak berdasarkan jenis kelamin pada siswa

sekolah dasar.

7.2 SARAN

a. Mengaktifkan kembali UKGS (Usaha Kesehatan Gigi Sekolah)

di sekolah bekerja sama dengan tenaga kesehatan gigi agar

kerusakan gigi pada anak dapat terdeteksi sedini mungkin.

b. Pengenalan pentingnya kesehatan gigi dan mulut sebagai

upaya pemeliharaan kesehatan sebaiknya dilakukan sejak usia

dini, untuk itu dibutuhkan kerjasama yang baik antara murid,

guru dan orang tua.

c. Sebaiknya dilakukan pengontrolan sikat gigi dan pasta

gigi pada penelitian selanjutnya.

61

d. Sebaiknya dilakukan perhitungan PHP di setiap sisi

permukaan gigi indeks pada penelitian selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Said F, Rahmawati I, Hadayati S. Gambaran kebersihan gigimulut dan pengetahuan cara menyikat gigi murid SD negeriHapingin kelas IV dan V Kecamatan Batang Alai UtaraKabupaten Hulu Sungai Tengah. Buletin Penelitian RSUD DrSoetomo 2009 Sep; 3(11):148-150

Situmorang N. Status dan perilaku pemeliharaan kesehatangigi dan mulut murid sekolah di 8 Kecamatan di Kota Medan.Dentika Dental Journal 2008 Dec; 2(3): 115-9.

Darwita RR, Rahardjo A, Amalia R. Penerimaan guru SDN 03Senen terhadap program sikat gigi bersama di dalam kelaspada murid kelas 1 dan 2. Cakradonya Dent J 2010 Dec; 2(2):159-250.

Hamsar A. Perbandingan sikat gigi yang berbulu halus (soft)dengan sikat gigi yang berbulu sedang (medium) terhadapmanfaatnya menghilangkan plak pada anak usia 9-12 tahun diSD Negeri 060830 Kecamatan Medan Petisah tahun 2005. JurnalIlmiah PANNMED. 2006 Jul; 1(1): 20-3.

Hariyani N, Setyo L, Soedjoko. Mengatasi kegagalanpenyuluhan kesehatan gigi pada anak dengan pendekatanpsikologi. Dentika Dental Journal 2008; 1(13): 80-4

62

Darwita RR, Novrinda H, Budiharto. Efektivitas programsikat gigi bersama terhadap risiko karies gigi pada muridsekolah dasar. J Indon Med Assoc 2011 Mei: 204-9

Riyanti E,Chemiawan E, Rizalda RA. Hubungan PendidikanPenyikatan Gigi Dengan Tingkat Kebersihan Gigi Dan MulutSiswa-Siswi Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) ImamBukhari. hal 3-10. Diunduh dari:http://studentresearch.umm.ac.id/research/download/umm_student_research_abstract_75.pdf . Diakses Oktober 2010 .

Rusli M, Gondhoyoewono T. Pengaruh metode bermain terhadappenyuluhan kesehatan gigi dan mulut. Fakultas KedokteranGigi Universitas Trisakti. PDGI Online. Hal 1-3

Hiremath S. Text Book of Preventive and CommunityDentistry. New Delhi: Elsevier; 2007. p. 385-8.

Tambun LE. Penyuluhan Kesehatan Gigi pada Anak. Hal 1-7.Diunduhdari:http://resources.unpad.ac.id/unpad-content/uploads/publikasi_dosen/Pengenalan%20dan%20Perawatan%20Kesehatan%20Gigi%20Anak%20Sejak%20Dini.pdf. Diakses 30 Desember2011.

Mas A. Pelayanan Masyarakat. Hal : 1-5. Diunduh dari:http://bz.blogfam.com/2010/10/program.html. Diakses 30Desember 2011

Soekidjo N. Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta:Rineka Cipta; 2007.57-68

Poernomo SD. Metode Pendidikan Kesehatan Gigi. JurnalIlmiah dan Teknologi Kedokteran Gigi FKG UPDM. 2007; 4: 65-6.

Riyanti E, Saptarini R. Upaya peningkatan kesehatan gigidan mulut melalui perubahan perilaku anak. Fakultas

63

Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran. hal 1-22. Diunduhdari: http://journal.unair.ac.id/filerPDF/DENTJ-38-2 . Diakses 30 Desember 2011

Herijulianti E, Indriani TS, Artini S. Pendidikan kesehatangigi. Jakarta: EGC; 2001, 67

Farani W, Sudarso ISR. Pengaruh perbedaan menyikat gigidengan metode horisontal dan vertikal terhadap penguranganplak pada anak Perempuan Usia 12 Tahun. Dentika DentalJournal 2008; 2(13):108-111.

Yanti GN, Natamiharja L. Pemilihan dan pemakaian sikat gigipada murid-murid SMA di Kota Medan. Fakultas KedokteranGigi Universitas Sumatera Utara. Dentika Dental Journal2005; 1(10): 28-32.

Putri MH, Herijulianti E, Nurjannah N. Ilmu pencegahanpenyakit jaringan keras dan jaringan pendukung gigi.Jakarta: EGC; 2009, 59-60, 112-120

Angela A. Pencegahan primer pada anak yang berisiko kariestinggi. Maj Ked Gigi 2005 Jul:130-4

Fedi PF, Vernino AR, Gray JL. Silabus periodonti. 4th ed.Jakarta: EGC; 2005,p.15-6, 73-5

Hamrun N, Rathi M. Perbandingan status gizi dan karies gigipada murid SD Islam Athirah dan SD Bangkala III Makassar.Jurnal Dentofasial 2009; 1(8): 27-34.

Anitasari S, Liliwati. Pengaruh Frekuensi Menyikat GigiTerhadap Tingkat Kebersihan Gigi dan Mulut Siswa-SiswiSekolah Dasar Negeri di Kecamatan Palaran KotamadyaSamarinda Propinsi Kalimantan Timur. Dentika. 2005; 1: 22.