sanitasi kota tangerang selatan
TRANSCRIPT
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
1
I. PENDAHULUAN11..11.. UUmmuumm
Penetapan area berisiko bertujuan untuk memetakan area (kelurahan/desa) yang
berada dalam kota/kabupaten yang memiliki tingkat resiko. Klasifikasi area
berdasarkan tingkat resiko kesehatan lingkungan ini akan menjadi salah satu
pertimbangan dalam menentukan prioritas pelaksanaan program/kegiatan
pembangunan dan pengembangan sistem sanitasi.
Sesuai Seri Manual Pengembangan Strategi Sanitasi Perkotaan Tahap B (2010),
proses penetapan area berisiko terdiri dari: (i) penilaian dan pemetaan cepat
sanitasi kabupaten/kota (BA-05); (ii) penilaian dan pemetaan kondisi sanitasi
berdasarkan persepsi SKPD (BB-05); dan (iii) penilaian dan pemetaan kondisi
sanitasi berdasarkan hasil studi EHRA (BB-04 dan BB-05). Data yang digunakan
untuk proses penetapan area berisiko ini terdiri dari data sekunder yang
diperoleh dari SKPD terkait dan data primer yang diperoleh melalui survey studi
EHRA dan persepsi SKPD terkait dengan kualitas, kuantitas dan penggunaan dari
sarana dan prasarana sanitasi. Observasi atau kunjungan ke kelurahan/desa
sangat dianjurkan untuk memastikan hasil proses penetapan are berisiko.
11..22.. LLaannggkkaahh PPeenneettaappaann AArreeaa BBeerreessiikkoo
Secara detail, langkah-langkah menetapkan area berisiko adalah sebagai berikut:
1. Mengumpulkan data, menganalisis, dan menetapkan area berisiko
berdasarkan data sekunder, termasuk didalamnya menetapkan (i) kawasan
urban-high, urban-medium, urban-low, peri-urban dan rural; dan (ii) kawasan
tipikal.
2. Mengumpulkan data, menganalisis, dan menetapkan area berisiko
berdasarkan data primer yaitu persepsi SKPD.
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
2
3. Mengumpulkan data, menganalisis, dan menetapkan area berisiko
berdasarkan data primer yaitu hasil studi EHRA.
4. Menetapkan area berisiko (awal) berdasarkan analisis data (primer dan
sekunder).
5. Melakukan observasi/kunjungan ke kelurahan/desa untuk mengechek hasil
analisis.
6. Menyepakati dan menetapkan area berisiko final (akhir).
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
3
II. METODOLOGI
Pelaksanaan penentuan area survey dilakukan secara penuh oleh Pokja AMPLKota Tangerang Selatan dengan bantuan CF. Termasuk dalam tanggung jawab
setiap pokja adalah persiapan logistik studi, finalisasi desain studi, penyiapan dan
pelatihan enumerator, pengumpulan data, data entri dan analisis sertapelaporan dan diskusi publik. Berikut tahapan metodologi pelaksanaan
penentuan area survey EHRA di Kota Tangerang Selatan.
22..11.. SSuussuunnaann TTiimm EEHHRRAA PPookkjjaa AAMMPPLL KKoottaa TTaannggeerraanngg SSeellaattaann
Sesuai dengan TOR dan Panduan Pelaksanaan EHRA Tahun 2011 oleh PIU Teknis
Advokasi, kegiatan Studi EHRA memerlukan keterlibatan berbagai pihak dan
tidak hanya bisa dilaksanakan oleh Pokja Kabupaten/Kota semata. Agar efektif,Pokja AMPL Kabupaten/Kota diharapkan bisa mengorganisir pelaksanaan secara
menyeluruh. Adapun susunan Tim EHRA Pokja AMPL Kota Tangerang Selatan
sebagai berikut:
1. Penanggungjawab : Pokja AMPL Kota Tangerang Selatan
2. Koordinator Survey : Pokja - Dinas Kesehatan Kota Tangerang
Selatan
3. Anggota : BAPPEDA, KLH, DKP
4. Koordinator wilayah/kecamatan : Kepala Puskesmas
5. Supervisor : Sanitarian Puskesmas
6. Tim Entry data : Bag. Pengolahan Data, Bappeda
7. Tim Analisis data : Pokja AMPL Kota Tangerang Selatan
8. Enumerator : Kader aktif kelurahan (PKK, Posyandu, KB)
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
4
22..22.. AArreeaa SSuurrvveeyy EEHHRRAA KKoottaa TTaannggeerraanngg SSeellaattaann
Salah satu aspek perbaikan dalam Studi EHRA 2011 adalah adanya metodapenentuan target area survey secara geografi dan demografi melalui proses
yang dinamakan Klastering. Hasil klastering ini juga sekaligus bisa digunakan
sebagai indikasi awal lingkungan berisiko. Proses pengambilan sampeldilakukan secara random sehingga memenuhi kaidah ”Probability Sampling”
sehingga semua anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk menjadi
sampel. Sementara metoda sampling yang digunakan adalah “Cluster RandomSampling”. Teknik ini sangat cocok digunakan untuk menentukan jumlah sampel
jika area sumber data yang akan diteliti sangat luas. Pengambilan sampel
didasarkan pada daerah populasi yang telah ditetapkan.
Penetapan klaster dilakukan berdasarkan kriteria utama dan kriteria tambahan.Kriteria utama adalah kriteria yang sudah ditetapkan oleh Program PPSP dan
wajib digunakan oleh semua Pokja Sanitasi Kabupaten/Kota dalam melakukan
studi EHRA 2011. Sedangkan kriteria tambahan adalah kriteria yang bolehditetapkan oleh Pokja Sanitasi Kabupaten/Kota apabila dinilai ada hal yang
spesifik di kabupaten/kota yang bersangkutan terkait dengan risiko kesehatan
lingkungan akibat sanitasi. Karakteristik wilayah seperti daerah pegunungan,pesisir, pantai, dll dapat dijadikan kriteria tambahan, bilamana ada pemukiman di
daerah tersebut yang berpotensi dapat menimbulkan risiko kesehatan
masyarakat karena lingkungan
Adanya kriteria tambahan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. Maksimum hanya 1 jenis kriteria tambahan
b. Efek yang ditimbulkan harus spesifik dan tidak bersifat redundant(sama/berulang) dengan kriteria utama.
Kriteria utama penetapan klaster adalah sebagai berikut:
1. Kepadatan penduduk yaitu jumlah penduduk per luas wilayah. Pada
umumnya tiap kabupaten/ kota telah mempunyai data kepadatan penduduksampai dengan tingkat kecamatan dan kelurahan/ desa.
2. Angka kemiskinan dengan indikator yang datanya mudah diperoleh tapi
cukup representatif menunjukkan kondisi sosial ekonomi setiap kecamatandan/atau kelurahan/ desa. Sebagai contoh ukuran angka kemiskinan bisa
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
5
dihitung berdasarkan proporsi jumlah Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga
Sejahtera 1 dengan formula sebagai berikut:
(∑ Pra-KS + ∑ KS-1)Angka kemiskinan = ---------------------------------- X 100%
∑ KK
3. Daerah/wilayah yang dialiri sungai/kali/saluran drainase/saluran irigasi
dengan potensi digunakan sebagai MCK dan pembuangan sampah olehmasyarakat setempat
4. Daerah terkena banjir dan dinilai mengangggu ketentraman masyarakat
dengan parameter ketinggian air, luas daerah banjir/genangan, lamanyasurut.
Klastering wilayah dalam sebuah kabupaten/kota akan menghasilkan katagori
klaster sebagaimana dipelihatkan pada Tabel 2. 1 (asumsi: bila Pokja
menggunakan 4 kriteria klastering). Wilayah (kecamatan atau desa/kelurahan)yang terdapat pada klaster tertentu dianggap memiliki karakteristik yang
identik/homogen dalam hal tingkat risiko kesehatannya. Dengan demikian,
kecamatan/desa/kelurahan yang menjadi area survey pada suatu klaster akanmewakili kecamatan/desa/kelurahan lainnya yang bukan merupakan area survey
pada klaster yang sama. Berdasarkan asumsi ini maka hasil studi EHRA denganmetoda EHRA 2011 akan bisa memberikan peta area berisiko dalam skalakabupaten/kota.
Tabel 2. 1.
Katagori Klaster berdasarkan kriteria indikasi lingkungan berisiko
Katagori Klaster Kriteria
Klaster 0 Wilayah (kecamatan/desa/kelurahan) yang tidak memenuhi sama sekali
kriteria indikasi lingkungan berisiko di atas, baik kriteria utama maupun
kriteria tambahan.
Klaster 1 Wilayah (kecamatan/desa/kelurahan) yang memenuhi minimal 1 kriteria
indikasi lingkungan berisiko
Klaster 2 Wilayah (kecamatan/ desa/ kelurahan) yang memenuhi minimal 2 kriteria
indikasi lingkungan berisiko
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
6
Katagori Klaster Kriteria
Klaster 3 Wilayah (kecamatan/ desa/ kelurahan) yang memenuhi minimal 3 kriteria
indikasi lingkungan berisiko
Klaster 4 Wilayah (kecamatan/ desa/ kelurahan) yang memenuhi minimal 4 kriteria
indikasi lingkungan berisiko
Klaster 5 Wilayah (kecamatan/ desa/ kelurahan) yang memenuhi semua kriteria
indikasi lingkungan berisiko, baik kriteria utama maupun kriteria
tambahan.
Berdasarkan metode study EHRA yang dijelaskan diatas dalam penentuan klasterdi Kota Tangerang Selatan yang akan melaksanakan Studi EHRA dilakukan dalam
dua tahap yaitu:
1. Tahap I, klastering pada tingkat Kecamatan, dilakukan oleh Pokja AMPL Kota
Tangerang Selatan berdasarkan Kriteria Utama (kriteria utama penetapanklaster) untuk menunjukkan indikasi awal lingkungan berisiko tingkat
Kecamatan.
2. Tahap II, klastering pada tingkat Desa/Kelurahan, dilakukan oleh Pokja AMPLKota Tangerang Selatan bersama kecamatan, berdasarkan Kriteria Utama
(kriteria utama penetapan klaster) untuk menunjukkan indikasi awal lingkungan
berisiko tingkat Desa/Kelurahan, hasilnya dari kedua tahap tersebut sepertiterlihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2. 2.
Klastering Untuk Wilayah Study EHRA Tingkat Kecamatan dan Kelurahan Kota TangerangSelatan (gabungan)
No Kecamatan Kelurahan/Desa Banjir DAS Kepadatanpenduduk
AngkaKemiskinan Skor
01 Serpong 1 1 0 1 301 Buaran 0 1 0 1 202 Ciater 0 1 0 1 203 Rawa Mekar Jaya 0 0 0 1 104 Rawa buntu 0 0 0 0 005 Serpong 1 1 1 1 406 Cilenggang 0 1 0 1 207 Lengkong Gudang 0 0 0 0 0
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
7
08 Lengkong GudangTimur
0 1 0 1 2
09 Lengkong Wetan 0 1 0 1 202 Serpong Utara 1 1 0 0 2
10 Lengkong Karya 0 0 0 1 111 Jelupang 0 1 1 0 212 Pondok Jagung 0 1 0 0 113 Pondok Jagung
Timur1 0 0 0 1
14 Pakulonan 0 0 0 1 115 Paku Alam 0 0 0 1 116 Paku Jaya 1 1 0 1 3
03 Ciputat 1 1 1 0 317 Serua 1 1 1 1 418 Jombang 1 1 1 0 319 Sawah Baru 0 0 1 1 220 Serua Indah 0 1 0 0 121 Sawah 1 0 1 0 222 Ciputat 0 1 1 0 223 Cipayung 1 1 1 0 3
04 Ciputat Timur 1 1 1 0 324 Pisangan 0 1 1 0 225 Cireundeu 1 1 1 0 326 Cempaka Putih 1 1 1 0 327 Pondok Ranji 1 0 1 0 228 Rengas 0 0 1 0 129 Rempoa 0 0 1 0 1
05 Pamulang 1 1 1 1 430 Pondok Benda 0 1 1 0 231 Pamulang Barat 1 1 1 1 432 Pamulang Timur 0 0 1 0 133 Pondok Cabe Udik 1 1 0 1 334 Pondok Cabe Ilir 0 1 1 0 235 Kedaung 0 1 1 1 336 Bambu Apus 0 1 1 0 237 Benda Baru 0 0 1 1 2
06 Pondok Aren 1 1 1 0 338 Parigi Baru 0 1 0 1 239 Pondok Kacang
Barat1 1 1 0 3
40 Pondok KacangTimur
1 1 1 0 3
41 Parigi 0 1 0 1 242 Pondok Pucung 0 1 0 0 1
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
8
43 Pondok Jaya 0 0 0 0 044 Pondok Aren 1 1 1 0 345 Jurang Mangu
Barat1 1 1 0 3
46 Jurang ManguTimur
0 1 1 0 2
47 Pondok Karya 0 1 1 0 248 Pondok Betung 1 1 1 0 3
07 Setu 1 1 0 1 349 Kranggan 0 1 0 1 250 Muncul 0 1 0 1 251 Setu 0 1 0 1 252 Babakan 0 1 0 1 253 Bakti Jaya 0 1 0 1 254 Kademangan 1 1 1 1 4
Hasil Klastering gabungan Kecatan dan Kelurahan, Pokja AMPL Kota TangerangSelatan tahun 2011.
Setelah di kompilasi hasil klastering pada tingkat kecamatan dan kelurahan darijumlah 54 kelurahan yang ada di Kota tangerang Selatan, terdapat 3 (tiga)
kelurahan yang masuk kepada klaster 0 artinya Wilayah
(kecamatan/desa/kelurahan) yang tidak memenuhi sama sekali kriteria indikasilingkungan berisiko di atas, baik kriteria utama maupun kriteria tambahan.
Sementara yang masuk kepada klaster 1 adalah 11 (sebelas) kelurahan, klaster 2
adalah 24 (dua puluh empat) kelurahan, klaster 3 adalah 12 (dua belas) kelurahan,dan klaster 4 adalah 4 (empat) kelurahan. Hasil kompilasi klastering dapat dilihat
pada table berikut ini.
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
9
Cluster 0 Lengkong Gudang Cluster 1 Lengkong KaryaPondok Jaya Paku AlamRawa buntu Pakulonan
Pamulang TimurPondok Jagung
Cluster 2 Babakan Pondok Jagung TimurBakti Jaya Pondok PucungBambu Apus Rawa Mekar JayaBenda Baru RempoaBuaran RengasCiater Serua IndahCilenggangCiputat Cluster 3 Cempaka PutihJelupang CipayungJurang Mangu Timur CireundeuKranggan JombangLengkong Gudang Timur Jurang Mangu BaratLengkong Wetan KedaungMuncul Paku JayaParigi Pondok ArenParigi Baru Pondok BetungPisangan Pondok Cabe UdikPondok Benda Pondok Kacang BaratPondok Cabe Ilir Pondok Kacang TimurPondok KaryaPondok Ranji Cluster 4 KademanganSawah Pamulang BaratSawah Baru SerpongSetu Serua
Tabel 2.3.
Hasil Kompilasi Klastering Untuk Wilayah Study EHRA Kota Tangerang Selatan
Hasil Kompilasi Pokja AMPL Kota Tangerang Selatan Tahun 2011.
Sementara itu dalam penentuan RT dan RW area survei dalam satudesa/kelurahan, tiap desa/kelurahan melakukan klastering sampai dengan tingkat
RW. Kriteria lebih disederhanakan, misalnya tidak lagi memakai kepadatan
penduduk mengingat tidak ada data kepadatan penduduk pada level RW. Dengandemikin hanya menggunakan kriteria kemiskinan, dilewati sungai dan banjir.
Dengan demikian proses klastering di Kota Tangerang Selatan, baik pada tingkat
kecamatan oleh POKJA maupun pada tingkat desa/ kelurahan oleh kecamatan,
dilakukan diseluruh kecamatan dan desa/kelurahan.
22..33.. JJuummllaahh RReessppoonnddeenn SSuurrvveeyy EEHHRRAA KKoottaa TTaannggeerraanngg SSeellaattaann
Sesuai dengan pedoman survey EHRA tahun 2011 yang di susun oleh PIU Teknis
Advokasi, untuk mendapatkan gambaran kondisi sanitasi di Kota TangerangSelatan, dengan presisi tertentu, tidak dibutuhkan besaran sampel yang sampai
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
10
ribuan rumah tangga. Sampel sebesar 30 responden untuk tiap kelurahan/desa,
dengan teknik statistik tertentu dan dianggap sebagai jumlah minimal yang bisadianalisis. Akan tetapi, dalam praktiknya, bila ditargetkan 30, seringkali tidak
memenuhi target, dikarenakan oleh sejumlah error (kesalahan pewawancara,
entry team, kuesioner, dll), sehingga seringkali sampel yang ditargetkan 30 hanyaterealisir sekitar 20-25 saja. Berdasarkan pengalaman tersebut, maka jumlah
sampel untuk tiap kelurahan/desa diambil sebesar 40 responden. Sementara itu
jumlah sampel RT per Kelurahan/Desa minimal 8 RT yang dipilih secara random
dan mewakili semua RT yang ada dalam Kelurahan/Desa tersebut. Jumlahresponden per Kelurahan/Desa minimal 40 rumah tangga harus tersebar secara
proporsional di 8 RT terpilih dan pemilihan responden juga secara random,
sehingga akan ada minimal 5 responden per RT
2.4.Penentuan Kecamatan dan Desa/Kelurahan
Kota Tangerang Selatan mempunyai dana studi EHRA yang relatif terbatas,
sehingga pengambilan seluruh desa/kelurahan sebagai area survei menjadi tidak
mungkin. Dengan demikian, maka penentuan jumlah lokasi target area surveiuntuk tiap klaster menggunakan metoda “Proporsionate Startified Random
Sampling” artinya populasi tidak homogen dan strata berbeda, sehingga sampel
diambil berdasarkan Persentase (%) untuk tiap strata/kluster
Dalam menentukan area survey Pokja dan Tim EHRA Kota Tangerang Selatan telah
mengambil kebijakan dengan mengambil seluruh kecamatan dan mengambil porsi
tertentu dari jumlah desa/kelurahan pada tiap klasternya sebagai area survei(seperti terlihat pada tabel 2.4. berikut:
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
11
Tabel 2.4. Hasil klastering desa/kelurahan untuk penentuan area Studi EHRA
No.Jumlah Total Sampel
Target Desa/Kel. (30%) ProporsiDesa/Kel.
Klaster 0 3 1 5,56
Klaster 1 11 3 20,37
Klaster 2 24 7 44,44
Klaster 3 12 4 22,22
Klaster 4 4 1 7,41
Jumlah 54 16
Hasil penentuan area survey EHRA oleh Pokja AMPL Kota Tangerang Selatan Tahun2011.
Tabel 2.5.
Desa/kelurahan untuk area Studi EHRA Kota Tangerang Selatan
Hasil penentuan area survey EHRA oleh Pokja AMPL Kota Tangerang Selatan Tahun2011.
Cluster 0 Lengkong Gudang Cluster 1
Cluster 2 Pondok Jagung Timur
Bambu ApusRempoa
Buaran Rengas
CilenggangCiputat Cluster 3
Cipayung
Kranggan
Lengkong Wetan
Pondok ArenPondok Betung
Pondok Kacang Timur
Cluster 4 KademanganSawah
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
12
Dengan demikian, berdasarkan kriteria dalam 1 desa/kelurahan harus ada minimal
40 responden maka jumlah sampel yang dibutuhkan di Kota Tangerang Selatanadalah sebanyak 16 X 40 = 648 responden.
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
13
III. KARAKTERISTIK RUMAHTANGGA/RESPONDENBagian ini memaparkan sejumlah variable survey yang berkaitan dengan status
rumah tangga/responden di Kota Tangerang Selatan. Variabel-variabel yang
dimaksud mencakup hubungan responden dengan kepala keluarga, usia
responden, status kepemilikan rumah responden, pendidikan terakhir,
kepemilikan anak, dan jumlah anak laki-laki dan perempuan dalam kelompok
umur; kurang 2 tahun, umur 2-5 tahun, 6-12 tahun dan lebih dari 12 tahun.
Variabel-variabel sosio-demografis diperlukan berkaitan cukup erat dengan
masalah sanitasi. Jumlah anggota rumah tangga berhubungan dengan
kebutuhan kapasitas fasilitas sanitasi. Semakin banyak jumlah anggota rumah
tangga, maka semakin besar pula kapasitas yang dibutuhkan.
Khusus informasi terhadap usia anak termuda yang berada dirumah adalah
untuk menggambarkan besaran populasi yang memiliki risiko paling tinggi atau
yang kerap dikenal dengan istilah population at risk. Secara umum diketahui
bahwa balita merupakan segmen populasi yang paling rentan terhadap penyakit-
penyakit yang berhubungan dengan air (water borne diseases), kebersihan diri
dan lingkungan. Dengan demikian, rumah tangga yang memiliki balita akan
memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap masalah sanitasi dibandingkan rumah
tangga yang tidak memiliki balita.
Sementara, variabel yang terkait dengan status rumah, seperti kepemilikan dan
juga ketersediaan kamar yang disewakan diperlukan untuk memperkirakan
potensi partisipasi warga dalam pengembangan program sanitasi. Mereka yang
menempati rumah atau lahan yang tidak dimilikinya diduga kuat memiliki rasa
memiliki (sense of ownership) yang rendah. Mereka cenderung tidak peduli
dengan lingkungan sekitar termasuk pemeliharaan fasilitas sanitasi ataupun
kebersihan lingkungan. Sebaliknya, mereka yang menempati rumah atau lahan
yang dimilikinya sendiri akan cenderung memiliki rasa memiliki yang lebih tinggi.
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
14
Seperti dipaparkan dalam bagian metodologi, responden dalam studi EHRA
adalah ibu atau perempuan yang telah menikah atau cerai atau janda yang
berusia 18 – 65 tahun. Batas usia, khususnya batas-atas diperlakukan secara
fleksibel. Penilaian relawan survei sebagai enumerator banyak menentukan. Bila
usia calon responden sedikit melebihi batas-atas (65 tahun), namun responden
terlihat dan terdengar masih cakap untuk merespon pertanyaan-pertanyaan dari
pewawancara, maka calon responden itu dipertimbangkan masuk dalam daftar
prioritas responden. Sebaliknya, meskipun usia responden belum mencapai 55
tahun, namun bila performa komunikasinya kurang memadai, maka ibu itu dapat
dikeluarkan dari daftar calon responden.
Diagram 1. Status kedudukan responden di dalam keluarga
Diagram ini memperlihatkan bahwa sebagian besar responden (77.97%) adalah
istri, sementara responden anak dan suami dalam persentase kecil ada, dimana
usia anak yang menjadi responden telah berumur diatas 15 tahun dengan
demikian mereka telah mengerti tentang sanitasi rumah mereka dan memiliki
kemampuan komunikasi yang baik.
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
15
Diagram 2: Kelompok Umur Responden
Diagram 2 memperlihatkan bahwa sebagian besar responden berumur >45
tahun atau 45-65 tahun yaitu sebesar 37.7%. Dan responden terkecil berusia
<20 tahun (15-20 tahun) sebesar 1.1% yang pada umumnya berkedudukan
sebagai anak. Sebaran usia selanjutnya berturut-turut 19.5% (36-40 tahun),
16.1% (41-45 tahun), 13.9% (31-35 tahun), 8.9% (26-30 tahun), dan 2.8% (21-
25 tahun).
Diagram 3: Status Kepemilikan Rumah
0.0
5.0
10.0
15.0
20.0
25.0
30.0
35.0
40.0
<= 20tahun
1.1
2.2 1.30.9
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
15
Diagram 2: Kelompok Umur Responden
Diagram 2 memperlihatkan bahwa sebagian besar responden berumur >45
tahun atau 45-65 tahun yaitu sebesar 37.7%. Dan responden terkecil berusia
<20 tahun (15-20 tahun) sebesar 1.1% yang pada umumnya berkedudukan
sebagai anak. Sebaran usia selanjutnya berturut-turut 19.5% (36-40 tahun),
16.1% (41-45 tahun), 13.9% (31-35 tahun), 8.9% (26-30 tahun), dan 2.8% (21-
25 tahun).
Diagram 3: Status Kepemilikan Rumah
<= 20tahun
21 - 25tahun
26 - 30tahun
31 - 35tahun
36 - 40tahun
41 - 45tahun
> 45tahun
1.1 2.8
8.9
13.9
19.516.1
37.7
83.8
1.30.9
6.6 5.0
0.3Milik sendiri
Rumah dinas
Berbagi dengan keluargalain
Sewa
Kontrak
Milik orang tua
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
15
Diagram 2: Kelompok Umur Responden
Diagram 2 memperlihatkan bahwa sebagian besar responden berumur >45
tahun atau 45-65 tahun yaitu sebesar 37.7%. Dan responden terkecil berusia
<20 tahun (15-20 tahun) sebesar 1.1% yang pada umumnya berkedudukan
sebagai anak. Sebaran usia selanjutnya berturut-turut 19.5% (36-40 tahun),
16.1% (41-45 tahun), 13.9% (31-35 tahun), 8.9% (26-30 tahun), dan 2.8% (21-
25 tahun).
Diagram 3: Status Kepemilikan Rumah
Series1
Milik sendiri
Rumah dinas
Berbagi dengan keluargalain
Kontrak
Milik orang tua
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
16
Diagram 3 memperlihatkan bahwa persentase terbesar responden menempati
rumah dengan status kepemilikan rumah milik sendiri yaitu 83.8%. Sementara
6.6% menempati rumah dengan status kontrak, 5% menempati rumah milik
orang tua, dan dengan status berbagi dengan keluarga lain serta yang tinggal
dirumah dinas sebesar 1.3% dan 0.9%.
Diagram 4: Kepemilikan Anak
Diagram 4 memperlihatkan bahwa sebagian besar responden memiliki anak yaitu
sebanyak 94.5%, sedangkan sisanya sebanyak 5.5% tidak mempunyai anak.
Jumlah anak dalam kelompok umur dan jenis kelamin digambarkan pada
diagram berikut.
Diagram 5: Jumlah anak laki-laki dalam keluarga
0.0
Ya
Tidak
24.2
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
16
Diagram 3 memperlihatkan bahwa persentase terbesar responden menempati
rumah dengan status kepemilikan rumah milik sendiri yaitu 83.8%. Sementara
6.6% menempati rumah dengan status kontrak, 5% menempati rumah milik
orang tua, dan dengan status berbagi dengan keluarga lain serta yang tinggal
dirumah dinas sebesar 1.3% dan 0.9%.
Diagram 4: Kepemilikan Anak
Diagram 4 memperlihatkan bahwa sebagian besar responden memiliki anak yaitu
sebanyak 94.5%, sedangkan sisanya sebanyak 5.5% tidak mempunyai anak.
Jumlah anak dalam kelompok umur dan jenis kelamin digambarkan pada
diagram berikut.
Diagram 5: Jumlah anak laki-laki dalam keluarga
0.0 20.0 40.0 60.0 80.0
5.5
25.3
40.3
24.2
7.8
1.9 0.5
Tidak punya Anak
Punya Anak 1
Punya Anak 2
Punya Anak 3
Punya Anak 4
Punya Anak 5
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
16
Diagram 3 memperlihatkan bahwa persentase terbesar responden menempati
rumah dengan status kepemilikan rumah milik sendiri yaitu 83.8%. Sementara
6.6% menempati rumah dengan status kontrak, 5% menempati rumah milik
orang tua, dan dengan status berbagi dengan keluarga lain serta yang tinggal
dirumah dinas sebesar 1.3% dan 0.9%.
Diagram 4: Kepemilikan Anak
Diagram 4 memperlihatkan bahwa sebagian besar responden memiliki anak yaitu
sebanyak 94.5%, sedangkan sisanya sebanyak 5.5% tidak mempunyai anak.
Jumlah anak dalam kelompok umur dan jenis kelamin digambarkan pada
diagram berikut.
Diagram 5: Jumlah anak laki-laki dalam keluarga
100.0
94.5
Tidak punya Anak
Punya Anak 1
Punya Anak 2
Punya Anak 3
Punya Anak 4
Punya Anak 5
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
17
Diagram diatas menggambarkan jumlah anak laki-laki yang dimiliki, dimana yang
terbesar adalah memiliki satu orang anak laki-laki yaitu 40.3%, dan yang
mempunyai 5 orang anak laki-laki ada 0.5%.
Diagram 6: Jumlah anak perempuan dalam keluarga
Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa jumlah anak perempuan dengan
persentase tertinggi dalam keluarga responden adalah 1 (satu) orang yaitu
sebesar 43.8% dan persentase terendah adalah 2.7% untuk yang memiliki anak
perempuan 4 (empat) orang. Sedangkan sebaran jumlah anak menurut kelompok
umur digambarkan dalam diagram 7.
Diagram 7: Jumlah anak yang tinggal dirumah responden menurutkelompok Umur
20.3
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
17
Diagram diatas menggambarkan jumlah anak laki-laki yang dimiliki, dimana yang
terbesar adalah memiliki satu orang anak laki-laki yaitu 40.3%, dan yang
mempunyai 5 orang anak laki-laki ada 0.5%.
Diagram 6: Jumlah anak perempuan dalam keluarga
Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa jumlah anak perempuan dengan
persentase tertinggi dalam keluarga responden adalah 1 (satu) orang yaitu
sebesar 43.8% dan persentase terendah adalah 2.7% untuk yang memiliki anak
perempuan 4 (empat) orang. Sedangkan sebaran jumlah anak menurut kelompok
umur digambarkan dalam diagram 7.
Diagram 7: Jumlah anak yang tinggal dirumah responden menurutkelompok Umur
27.8
43.8
20.35.5
2.7
Tidak punya Anak
Punya Anak 1
Punya Anak 2
Punya Anak 3
Punya Anak 4
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
17
Diagram diatas menggambarkan jumlah anak laki-laki yang dimiliki, dimana yang
terbesar adalah memiliki satu orang anak laki-laki yaitu 40.3%, dan yang
mempunyai 5 orang anak laki-laki ada 0.5%.
Diagram 6: Jumlah anak perempuan dalam keluarga
Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa jumlah anak perempuan dengan
persentase tertinggi dalam keluarga responden adalah 1 (satu) orang yaitu
sebesar 43.8% dan persentase terendah adalah 2.7% untuk yang memiliki anak
perempuan 4 (empat) orang. Sedangkan sebaran jumlah anak menurut kelompok
umur digambarkan dalam diagram 7.
Diagram 7: Jumlah anak yang tinggal dirumah responden menurutkelompok Umur
Tidak punya Anak
Punya Anak 1
Punya Anak 2
Punya Anak 3
Punya Anak 4
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
18
Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa usia anak yang tertinggi persentasenya
adalah yang lebih dari 12 tahun, dan yang paling rendah adalah anak yang
berusia kurang dari 2 tahun.
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
19
IV. PENGELOLAAN SAMPAH RUMAHTANGGA
Sesuai amanat Undang-undang nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah, pola pengolahan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah
rumah tangga tidak lagi dilakukan dengan metode kumpul, angkut dan buang.
Metode pengolahan sampah selanjutnya harus dilakukan dengan mekanisme
pengurangan sampah dan penanganan sampah. Dalam penanganan sampah ini
dilakukan metode pilah, kumpul, angkut, olah, dan pemrosesan akhir di TPA.
Keterlibatan dan peran aktif masyarakat sangat dituntuk dengan diterapkannya
kebijakan pengolahan sampah yang baru ini, karena proses pemilahan sampah
sejak dari sumbernya mengharuskan masyarakat dalam hal ini rumah tangga
harus berpartisipasi aktif. Peran pemerintah juga diharapkan dalam hal
menghimbau pihak penghasil sampah dari produsen makanan agar
menggunakan produk pembungkus yang ramah lingkungan, misalnya dengan
menggunakan wadah selain plastik dan sterefoam.
Aspek-aspek pengelolaan sampah dalam studi EHRA meliputi:
1. Kondisi sampah di lingkungan rumah
2. Pengelolaan sampah rumah tangga
3. Perlakuan barang bekas layak pakai
4. Pemilihan/pemisahan sampah dirumah sebelum dibuang
5. Jenis sampah yang dipilah sebelum dibuang
6. Daur ulang sampah
7. Frekuensi petugas mengangkut sampah dari rumah
8. Ketepatan waktu pengangkutan sampah
9. Pembiayaan layanan pengangkutan sampah oleh tukang sampah
10.Pihak penerima pembayran layanan sampah, dan
11.Jumlah iuran layanan sampah perbulan.
Kuisioner mengenai kondisi sampah di lingkungan rumah terdapat 6 opsi
jawaban yaitu: 1) lalat berkembang biak disampah; 2) banyak tikus dan cacing; 3)
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
20
bau busuk yang mengganggu tetangga; 4) saluran drainase yang mampet karena
sampah; 5) masalah lainnya; dan 6) tidak ada masalah sama sekali. Jawaban
poin 1 s/d 5, adalah indicator sampah di lingkungan rumah yang berpotensi
menimbulkan resiko kesehatan yang cukup besar. Sementara kuisioner
mengenai pengelolaan sampah rumah tangga terdapat 7 opsi jawaban yaitu: 1)
diangkut tukang sampah, dan dibuang ke TPS; 2) dibuang dan dikubur di lubang;
3) dibakar, dibuang kesungai/danau/laut; 4) dibiarkan saja; 5) dibuang ke lahan
kosong/kebun/hutan; 6) lainnya sebutkan. Jawaban 1 dan 2 mengindikasikan
pengelolaan sampah yang cukup baik dan menunjukkan resiko kesehatan yang
lebih rendah, dibandingkan dengan jawaban 3 sampai 7. Opsi jawaban
1berkaitan dengan aspek 7 sampai 11 yaitu frekuensi petugas mengangkut
sampah, ketepatan waktu pengangkutan sampah, pembiayaan pelayanan
pengangkutan sampah oleh tukang sampah, pihak penerima pembayaran
layanan sampah dan jumlah biaya yang dikeluarkan. Frekuensi ketepatan waktu
pengangkutan sampah berkaitan dengan risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh
sampah dan juga menyangkut ukuran kinerja lembaga pengelolaan sampah,
apakah pengelolaan sampah sudah dilakukan dengan benar oleh lembaga
pengelola yang ditunjuk pemerintah. Sebab apabila dilakukan oleh pihak yang
tidak berwenang, dikhawatirkan sampah hanya dipindahkan dari lingkungan
perumahan ke tempat yang tidak semestinya. Jadinya malah menimbulkan
masalah sampah di tempat lain.
Kuisioner yang berhubungan dengan perlakuan terhadap barang bekas layak
pakai terdiri dari 5 opsi jawaban, yaitu: 1) diberikan kepada orang lain; 2) dijual;
3) dibuang; 4) lainnya dan 5) tidak tahu. Jawaban 1 dan 2 adalah indicator
pengelolaan sampah yang baik, sedangkan jawaban 3 s/d 5 menunjukkan resiko
kesehatan yang tinggi.
Selanjutnya juga dikaji tentang pemilahan sampah di rumah sebelum dibuang.
Untuk subjek ini ada 4 opsi jawaban yaitu: 1) tidak pernah; 2) kadang-kadang; 3)
sering; 4) selalu. Jawaban 2 dan 4 adalah indikasi yang baik, karena berarti
pengelolaan sampah di tingkat rumah tangga sudah baik dan adanya kesadaran
tentang pentingnya pemilahan sampah di rumah. Aspek ini lebih lanjut berkaitan
dengan aspek lainnya yaitu jenis sampah yang dipilah sebelum dibuang dan daur
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
21
ulang sampah. Disamping wawancara, pada aspek ini, enumerator juga
diwajibkan mengamati wadah penyimpanan sampah di rumah tangga, sehingga
data yang didapat lebih akurat. Hasil kajian EHRA mengenai pengelolaan sampah
di Kota Tangerang Selatan dapat dilihat pada diagram berikut:
Diagram 8: Kondisi Sampah di lingkungan rumah
Dari diagram dapat dilihat bahwa masalah persampahan yang dihadapi berupa
lalat berkembang biak di sampah ada 12.5%, banyak tikus dan cacing sebanyak
8.4%, bau busuk yang mengganggu tetangga 7.3% dan yang menimbulkan
drainase mampet ada 4.5%. Sementara yang tidak ada masalah sama sekali
adalah sebanyak 73%.
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Lala
tbe
rkem
ban
g bi
ak d
isa
mpa
h
Bany
aktik
us d
anca
cing
Bau
busu
kya
ngm
engg
angu
teta
ngga
Salu
ran
drai
nase
yang
mam
pet
kare
nasa
mpa
hLa
inny
aTi
dak
ada
mas
alah
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
21
ulang sampah. Disamping wawancara, pada aspek ini, enumerator juga
diwajibkan mengamati wadah penyimpanan sampah di rumah tangga, sehingga
data yang didapat lebih akurat. Hasil kajian EHRA mengenai pengelolaan sampah
di Kota Tangerang Selatan dapat dilihat pada diagram berikut:
Diagram 8: Kondisi Sampah di lingkungan rumah
Dari diagram dapat dilihat bahwa masalah persampahan yang dihadapi berupa
lalat berkembang biak di sampah ada 12.5%, banyak tikus dan cacing sebanyak
8.4%, bau busuk yang mengganggu tetangga 7.3% dan yang menimbulkan
drainase mampet ada 4.5%. Sementara yang tidak ada masalah sama sekali
adalah sebanyak 73%.
0.0 20.0 40.0 60.0 80.0
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
87.5
12.5
91.6
8.4
92.7
7.3
95.5
4.5
97.3
2.7
27.0
73.0
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
21
ulang sampah. Disamping wawancara, pada aspek ini, enumerator juga
diwajibkan mengamati wadah penyimpanan sampah di rumah tangga, sehingga
data yang didapat lebih akurat. Hasil kajian EHRA mengenai pengelolaan sampah
di Kota Tangerang Selatan dapat dilihat pada diagram berikut:
Diagram 8: Kondisi Sampah di lingkungan rumah
Dari diagram dapat dilihat bahwa masalah persampahan yang dihadapi berupa
lalat berkembang biak di sampah ada 12.5%, banyak tikus dan cacing sebanyak
8.4%, bau busuk yang mengganggu tetangga 7.3% dan yang menimbulkan
drainase mampet ada 4.5%. Sementara yang tidak ada masalah sama sekali
adalah sebanyak 73%.
100.0
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
22
Diagram 9. Pengelolaan sampah rumah tangga
Diagram diatas memperlihatkan bahwa pengelolaan sampah rumah tangga di
Kota Tangerang Selatan masih belum baik. Terdapat 55.9% yang membuang dan
mengubur di lubang, 33.1% dibakar, 8.6% dibuang ke lahan kosong, 0.9%
lainnya, 0.8% dibuang ke sungai dan 0.6% diangkut oleh tukang sampah ke TPS.
Dapat dilihat bahwa pengelolaan sampah masih menimbulkan resiko kesehatan
yang tinggi.
Diagram 10: Pengelolaan barang bekas layak pakai
0.6
33.1
0.88.6 0.9
23.2
6.5 7.6
0.4
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
22
Diagram 9. Pengelolaan sampah rumah tangga
Diagram diatas memperlihatkan bahwa pengelolaan sampah rumah tangga di
Kota Tangerang Selatan masih belum baik. Terdapat 55.9% yang membuang dan
mengubur di lubang, 33.1% dibakar, 8.6% dibuang ke lahan kosong, 0.9%
lainnya, 0.8% dibuang ke sungai dan 0.6% diangkut oleh tukang sampah ke TPS.
Dapat dilihat bahwa pengelolaan sampah masih menimbulkan resiko kesehatan
yang tinggi.
Diagram 10: Pengelolaan barang bekas layak pakai
55.9
0.9
Dibuang dan dikuburdilobang
Diangkut tukangsampah, di TPS
Dibakar
Dibuang ke sungai
Dibuang ke lahan kosong
Lainnya
62.3
7.6
0.4 Diberikan kepada oranglain
Dijual
Dibuang
Lainnya
Tidak tahu
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
22
Diagram 9. Pengelolaan sampah rumah tangga
Diagram diatas memperlihatkan bahwa pengelolaan sampah rumah tangga di
Kota Tangerang Selatan masih belum baik. Terdapat 55.9% yang membuang dan
mengubur di lubang, 33.1% dibakar, 8.6% dibuang ke lahan kosong, 0.9%
lainnya, 0.8% dibuang ke sungai dan 0.6% diangkut oleh tukang sampah ke TPS.
Dapat dilihat bahwa pengelolaan sampah masih menimbulkan resiko kesehatan
yang tinggi.
Diagram 10: Pengelolaan barang bekas layak pakai
Diberikan kepada oranglain
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
23
Diagram diatas menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengelola
barang bekas layak pakai dengan cara memberikannya kepada orang lain yaitu
sebesar 62.3%. Sisanya secara berurutan adalah menjual sebesar 23.2%,
membuang sebesar 6.5%, lainnya 7.6% dan yang menjawab tidak tahu sebesar
0.4%. Berikutnya diagram 12 akan memperlihatkan pemilahan sampah di rumah
tangga yaitu:
Diagram 11: Pemilahan sampah
Dari diagram diatas diketahui bahwa sebanyak 62.5% responden tidak pernah
melakukan pemilahan sampah. Hanya 6.2% saja yang selalu melakukan
pemilahan, 2.5% yang sering melakukan pemilahan dan 28.7% yang kadang-
kadang melakukan pemilahan. Kuisioner juga lebih jauh menanyakan tentang
sampah apa saja yang dipilah, yang digambarkan pada diagram 12 berikut:
0.0
10.0
20.0
30.0
40.0
50.0
60.0
70.0
Tidakpernah
Series1 62.5
%
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
23
Diagram diatas menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengelola
barang bekas layak pakai dengan cara memberikannya kepada orang lain yaitu
sebesar 62.3%. Sisanya secara berurutan adalah menjual sebesar 23.2%,
membuang sebesar 6.5%, lainnya 7.6% dan yang menjawab tidak tahu sebesar
0.4%. Berikutnya diagram 12 akan memperlihatkan pemilahan sampah di rumah
tangga yaitu:
Diagram 11: Pemilahan sampah
Dari diagram diatas diketahui bahwa sebanyak 62.5% responden tidak pernah
melakukan pemilahan sampah. Hanya 6.2% saja yang selalu melakukan
pemilahan, 2.5% yang sering melakukan pemilahan dan 28.7% yang kadang-
kadang melakukan pemilahan. Kuisioner juga lebih jauh menanyakan tentang
sampah apa saja yang dipilah, yang digambarkan pada diagram 12 berikut:
Kadang-kadang
Sering Selalu
28.7 2.5 6.2
Pemilahan sampah
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
23
Diagram diatas menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengelola
barang bekas layak pakai dengan cara memberikannya kepada orang lain yaitu
sebesar 62.3%. Sisanya secara berurutan adalah menjual sebesar 23.2%,
membuang sebesar 6.5%, lainnya 7.6% dan yang menjawab tidak tahu sebesar
0.4%. Berikutnya diagram 12 akan memperlihatkan pemilahan sampah di rumah
tangga yaitu:
Diagram 11: Pemilahan sampah
Dari diagram diatas diketahui bahwa sebanyak 62.5% responden tidak pernah
melakukan pemilahan sampah. Hanya 6.2% saja yang selalu melakukan
pemilahan, 2.5% yang sering melakukan pemilahan dan 28.7% yang kadang-
kadang melakukan pemilahan. Kuisioner juga lebih jauh menanyakan tentang
sampah apa saja yang dipilah, yang digambarkan pada diagram 12 berikut:
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
24
Diagram 12: Jenis sampah yang dipilah
Dari diagram diatas jenis sampah yang terbanyak dipilah responden yaitu
sampah plastic sebanyak 70.2%, sampah gelas/kaca sebanyak 49.9%, sampah
kertas 35.6%, sampah organic 31.7%, dan sampah besi logam sebanyak 21.2%.
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
YaSa
mpa
hor
gani
k/sa
mpa
h ba
sah
Plas
tikGe
las/
kaca
Kert
asBe
si/lo
gam
Lain
nya,
Tida
k ta
hu
4.8
1.0
Jenis sampah yang dipilah
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
24
Diagram 12: Jenis sampah yang dipilah
Dari diagram diatas jenis sampah yang terbanyak dipilah responden yaitu
sampah plastic sebanyak 70.2%, sampah gelas/kaca sebanyak 49.9%, sampah
kertas 35.6%, sampah organic 31.7%, dan sampah besi logam sebanyak 21.2%.
68.3
31.7
29.8
70.2
51.0
49.0
64.4
35.6
78.8
21.2
95.2
4.8
99.0
1.0
Jenis sampah yang dipilah
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
24
Diagram 12: Jenis sampah yang dipilah
Dari diagram diatas jenis sampah yang terbanyak dipilah responden yaitu
sampah plastic sebanyak 70.2%, sampah gelas/kaca sebanyak 49.9%, sampah
kertas 35.6%, sampah organic 31.7%, dan sampah besi logam sebanyak 21.2%.
95.2
99.0
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
25
Diagram 13: Daur ulang sampah
Diagram diatas memperlihatkan bahwa hanya 20% responden yang melakukan
daur ulang sampah , misalnya dengan menjadikannya pupuk hijau dan kompos.
Diagram 14: Frekuensi petugas mengangkut sampah
Diagram frekuensi petugas pengangkutan sampah diatas menggambarkan
bahwa 28.8% responden yang mendapatkan layanan pengangkutan sampah,
sampahnya diangkut setiap hari, sementara 25.9% sampahnya diangkut
beberapa kali dalam seminggu, 4.6% sampah diangkut sekali seminggu.
Tidak80%
Daur ulang sampah
Tiap hari
Beberapa kali dalam seminggu
Sekali dalam seminggu
Beberapa kali dalam sebulan
Sekali dalam sebulan
Lainnya
Tidak tahu
Frekuensi petugas mengangkut sampah
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
25
Diagram 13: Daur ulang sampah
Diagram diatas memperlihatkan bahwa hanya 20% responden yang melakukan
daur ulang sampah , misalnya dengan menjadikannya pupuk hijau dan kompos.
Diagram 14: Frekuensi petugas mengangkut sampah
Diagram frekuensi petugas pengangkutan sampah diatas menggambarkan
bahwa 28.8% responden yang mendapatkan layanan pengangkutan sampah,
sampahnya diangkut setiap hari, sementara 25.9% sampahnya diangkut
beberapa kali dalam seminggu, 4.6% sampah diangkut sekali seminggu.
Ya20%
Tidak80%
Daur ulang sampah
Tiap hari
Beberapa kali dalam seminggu
Sekali dalam seminggu
Beberapa kali dalam sebulan
Sekali dalam sebulan
Lainnya
Tidak tahu
28.8
25.9
4.6
0.9
0.8
0.2
38.8
Frekuensi petugas mengangkut sampah
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
25
Diagram 13: Daur ulang sampah
Diagram diatas memperlihatkan bahwa hanya 20% responden yang melakukan
daur ulang sampah , misalnya dengan menjadikannya pupuk hijau dan kompos.
Diagram 14: Frekuensi petugas mengangkut sampah
Diagram frekuensi petugas pengangkutan sampah diatas menggambarkan
bahwa 28.8% responden yang mendapatkan layanan pengangkutan sampah,
sampahnya diangkut setiap hari, sementara 25.9% sampahnya diangkut
beberapa kali dalam seminggu, 4.6% sampah diangkut sekali seminggu.
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
26
Sementara responden yang menjawab sampah yang diangkut beberapa kali
dalam sebulan sebanyak 0.9%, sampah yang diangkut petugas sekali sebulan
sebanyak 0.8%, dan lainnya sebanyak 0.2%. Sisanya sebanyak 38.8% responden
yang menjawab tidak tahu adalah responden yang belum mendapatkan layanan
pengangkutan sampah.
Diagram 15: Ketepatan waktu sampah diangkut
Dari diagram 15 dilihat bahwa sebanyak 53.5% responden menyatakan bahwa
pengangkutan sampah tepat waktu sementara 6.7% responden menyatakan
tidak tepat waktu. Sisanya 39.8% menyatakan tidak tahu.
Berikutnya adalah apakah layanan sampah oleh petugas itu dibayar atau tidak,
poin ini digambarkan oleh diagram 16 berikut:
Tepat waktu
Sering terlambat
Tidak tahu
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
26
Sementara responden yang menjawab sampah yang diangkut beberapa kali
dalam sebulan sebanyak 0.9%, sampah yang diangkut petugas sekali sebulan
sebanyak 0.8%, dan lainnya sebanyak 0.2%. Sisanya sebanyak 38.8% responden
yang menjawab tidak tahu adalah responden yang belum mendapatkan layanan
pengangkutan sampah.
Diagram 15: Ketepatan waktu sampah diangkut
Dari diagram 15 dilihat bahwa sebanyak 53.5% responden menyatakan bahwa
pengangkutan sampah tepat waktu sementara 6.7% responden menyatakan
tidak tepat waktu. Sisanya 39.8% menyatakan tidak tahu.
Berikutnya adalah apakah layanan sampah oleh petugas itu dibayar atau tidak,
poin ini digambarkan oleh diagram 16 berikut:
Tepat waktu
Sering terlambat
Tidak tahu
53.5
6.7
39.8
Ketepatan waktu sampah diangkut
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
26
Sementara responden yang menjawab sampah yang diangkut beberapa kali
dalam sebulan sebanyak 0.9%, sampah yang diangkut petugas sekali sebulan
sebanyak 0.8%, dan lainnya sebanyak 0.2%. Sisanya sebanyak 38.8% responden
yang menjawab tidak tahu adalah responden yang belum mendapatkan layanan
pengangkutan sampah.
Diagram 15: Ketepatan waktu sampah diangkut
Dari diagram 15 dilihat bahwa sebanyak 53.5% responden menyatakan bahwa
pengangkutan sampah tepat waktu sementara 6.7% responden menyatakan
tidak tepat waktu. Sisanya 39.8% menyatakan tidak tahu.
Berikutnya adalah apakah layanan sampah oleh petugas itu dibayar atau tidak,
poin ini digambarkan oleh diagram 16 berikut:
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
27
Diagram 16: Apakah layanan sampah oleh petugas dibayar?
Diagram 16 memperlihatkan bahwa 56.2% responden membayar jasa layanan
pengangkutan sampah, sedangkan sisanya 43.8% tidak membayar prtugas
pengangkut sampah. Lebih jauh tentang kepada siapa responden membayar
layanan pengangkutan sampah, digambarkan oleh diagram 17.
Diagram 17: Pihak penerima layanan pengangkutan sampah
Dari jawaban responden tentang pihak penerima layanan pengangkutan sampah,
dengan 4 opsi jawaban, dapat dilihat bahwa 71.1% responden membayar pada
pemungut uang sampah dari RT, 26.4% membayar pada pemungut uang sampah
44%
Apakah layanan sampah dibayar?
0.3
26.4
2.2
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
27
Diagram 16: Apakah layanan sampah oleh petugas dibayar?
Diagram 16 memperlihatkan bahwa 56.2% responden membayar jasa layanan
pengangkutan sampah, sedangkan sisanya 43.8% tidak membayar prtugas
pengangkut sampah. Lebih jauh tentang kepada siapa responden membayar
layanan pengangkutan sampah, digambarkan oleh diagram 17.
Diagram 17: Pihak penerima layanan pengangkutan sampah
Dari jawaban responden tentang pihak penerima layanan pengangkutan sampah,
dengan 4 opsi jawaban, dapat dilihat bahwa 71.1% responden membayar pada
pemungut uang sampah dari RT, 26.4% membayar pada pemungut uang sampah
56%
Apakah layanan sampah dibayar?
Ya
Tidak
71.1
2.2Pemungut uang sampahdari RT
Pemungut uang sampahdari Kelurahan
Pemungut uang sampahdari Perusahaan
Tidak tahu
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
27
Diagram 16: Apakah layanan sampah oleh petugas dibayar?
Diagram 16 memperlihatkan bahwa 56.2% responden membayar jasa layanan
pengangkutan sampah, sedangkan sisanya 43.8% tidak membayar prtugas
pengangkut sampah. Lebih jauh tentang kepada siapa responden membayar
layanan pengangkutan sampah, digambarkan oleh diagram 17.
Diagram 17: Pihak penerima layanan pengangkutan sampah
Dari jawaban responden tentang pihak penerima layanan pengangkutan sampah,
dengan 4 opsi jawaban, dapat dilihat bahwa 71.1% responden membayar pada
pemungut uang sampah dari RT, 26.4% membayar pada pemungut uang sampah
Tidak
Pemungut uang sampahdari RT
Pemungut uang sampahdari Kelurahan
Pemungut uang sampahdari Perusahaan
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
28
dari perusahaan, 0.3% dipungut oleh pihak kelurahan dan sisanya 2.2%
menjawab tidak tahu. Berapa besaran/nominal yang dibayarkan oleh para
responden dapat dilihat pada diagram 19 berikut.
Diagram 18. Besaran biaya layanan pengangkutan sampah per bulan
Berdasarkan data diatas biaya layanan pengangkutan sampah bervariasi, yang
paling tinggi persentasenya adalah responden yang membayar antara Rp. 5.000
– Rp. 25.000, yang lainnya bahkan sampai Rp. 300.000,- perbulannya.
0.0
5.0
10.0
15.0
20.0
25.0
0
Rp. 5
,000
Rp. 6
,000
Rp. 7
,500
Rp. 8
,000
Rp. 1
0,00
0
Rp. 1
2,00
0
9.0
1.70.3 1.4 1.7
12.0
0.3
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
28
dari perusahaan, 0.3% dipungut oleh pihak kelurahan dan sisanya 2.2%
menjawab tidak tahu. Berapa besaran/nominal yang dibayarkan oleh para
responden dapat dilihat pada diagram 19 berikut.
Diagram 18. Besaran biaya layanan pengangkutan sampah per bulan
Berdasarkan data diatas biaya layanan pengangkutan sampah bervariasi, yang
paling tinggi persentasenya adalah responden yang membayar antara Rp. 5.000
– Rp. 25.000, yang lainnya bahkan sampai Rp. 300.000,- perbulannya.
Rp. 1
2,00
0
Rp. 1
5,00
0
Rp. 2
0,00
0
Rp. 2
5,00
0
Rp. 3
0,00
0
Rp. 3
5,00
0
Rp. 4
0,00
0
Rp. 5
0,00
0
Rp. 6
0,00
0
Rp. 6
5,00
0
Rp. 7
5,00
0
Rp. 9
5,00
0
Rp. 1
00,0
00
Rp. 1
50,0
00
12.0
0.3
21.0
11.29.5
5.3
1.1 0.3
3.6
0.3 0.3
2.8
0.6 0.8 0.3
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
28
dari perusahaan, 0.3% dipungut oleh pihak kelurahan dan sisanya 2.2%
menjawab tidak tahu. Berapa besaran/nominal yang dibayarkan oleh para
responden dapat dilihat pada diagram 19 berikut.
Diagram 18. Besaran biaya layanan pengangkutan sampah per bulan
Berdasarkan data diatas biaya layanan pengangkutan sampah bervariasi, yang
paling tinggi persentasenya adalah responden yang membayar antara Rp. 5.000
– Rp. 25.000, yang lainnya bahkan sampai Rp. 300.000,- perbulannya.
Rp. 1
50,0
00
Rp. 1
51,0
00
Rp. 2
00,0
00
Rp. 3
00,0
00
Rp. 4
50,0
00
Rp. 5
50,0
00
0.8 0.32.5
1.4
11.2
0.6 0.8
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
29
V. PEMBUANGAN AIR KOTOR/LIMBAHTINJA MANUSIA DAN LUMPUR TINJAPraktek BAB (Buang Air Besar) di tempat yang tidak aman adalah suatu resiko
bagi turunnya status kesehatan masyarakat. Selain mencemarkan tanah, hal ini
juga mencemari sumber air minum warga. Yang dimaksud dengan tempat BAB
yang tidak aman, tidak saja BAB di ruang terbuka seperti sungai, kali, got atau
kebun, tetapi juga penggunaan jamban di rumah yang mungkin dianggap nyaman
tapi sebenarnya tidak sehat karena sarana penampungan dan pengolahan
tinjanya tidak memadai dan tidak memenuhi standar layak secara kesehatan.
Misalnya tidak kedap air dan atau berjarak terlalu dekat dengan sumber air
minum.
Bagian ini memaparkan hasil kuisioner mengenai fasilitas sanitasi rumah tangga
beserta beberapa perilaku yang terkait dengannya. Fasilitas sanitasi difokuskan
pada fasilitas BAB yang mencakup jenis jamban yang tersedia, penggunaan,
pemeliharaan dan kondisinya.
Pada kuisioner studi EHRA ini, untuk pembuangan air kotor/limbah tinja manusia,
disediakan 9 opsi jawaban yaitu: jamban pribadi, MCK/WC Umum, WC helicopter
di empang/kolam, BAB di sungai/pantai/laut, kebun/pekarangan rumah, lubang
galian, lainnya dan tidak tahu. Untuk jenis jamban, EHRA membaginya kedalam 4
kategori besar yaitu kloset duduk leher angsa, kloset jongkok leher angsa,
plensengan dan cemplung. Pilihan-pilihan pada kategori pertama lebih lanjut
dispesifikasikan dengan melihat tempat penyaluran tinja yang mencakup tangki
septic, cubluk/lubang tanah, langsung ke saluran drainase, sungai/laut/danau,
kebun/sawah, dan lainnya.
Dari hasil wawancara, terbuka kemungkinan adanya perbedaan persepsi antara
responden dengan hasil yang kita harapkan mengenai jenis sarana
penyimpanan/pengolahan tinja manusia yang dimiliki, karena warga seringkali
mengklaim bahwa yang mereka miliki adalah tangki septic yang kedap air,
padahal yang mereka miliki adalah tangki yang tidak kedap air atau cubluk yang
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
30
kotorannya akan merembes ke tanah. Untuk memvalidasi jawaban responden
mengenai hal ini, kuisioner EHRA lebih lanjut mengajukan sejumlah pertanyaan
yang mengindikasikan status keamanan tangki septic yang dimiliki rumah tangga.
Pertanyaan-pertanyaan lanjutan ini meliputi: Apakah tangki septic itu pernah
dikosongkan? Kapan terakhir tangki septic dikosongkan? Dan Sudah berapa
lama tangki septic itu dibangun?
Selain wawancara, pada bagian ini enumerator juga dituntut melakukan
pengamatan pada bagian jamban/WC/latrin yang ada di rumah tangga. Ada
sejumlah aspek yang diamati, misalnya ketersediaan air, sabun, alat pengguyur
atau gayung dan handuk. Enumerator juga mengamati aspek-aspek yang terkait
dengan kebersihan jamban dengan melihat: Apakah ada tinja yang menempel
atau tidak?; Apakah ada lalat yang beterbangan di jamban dan sekitarnya atau
tidak?. Terakhir bagian ini juga memaparkan informasi tentang kebiasaan
membuang tinja/diapers, air bekas cebokan. Tisu bekas cebokan anak untuk
anak usia 0-5 tahun. Hal ini penting, karena menyangkut limbah.
Hasil studi EHRA tentang pembuangan air kotor/limbah tinja manusia, dan
lumpur tinja adalah sebagai berikut.
Diagram 19: Tempat buang air besar orang dewasa
Berdasarkan diagram 19 diatas, dapat dilihat bahwa kepemilikan jamban pribadi
di Kota tangerang Selatan sudah cukup baik yaitu 93.9%. Namun demikian
0.010.020.030.040.050.060.070.080.090.0
100.0 93.9
1.4
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
30
kotorannya akan merembes ke tanah. Untuk memvalidasi jawaban responden
mengenai hal ini, kuisioner EHRA lebih lanjut mengajukan sejumlah pertanyaan
yang mengindikasikan status keamanan tangki septic yang dimiliki rumah tangga.
Pertanyaan-pertanyaan lanjutan ini meliputi: Apakah tangki septic itu pernah
dikosongkan? Kapan terakhir tangki septic dikosongkan? Dan Sudah berapa
lama tangki septic itu dibangun?
Selain wawancara, pada bagian ini enumerator juga dituntut melakukan
pengamatan pada bagian jamban/WC/latrin yang ada di rumah tangga. Ada
sejumlah aspek yang diamati, misalnya ketersediaan air, sabun, alat pengguyur
atau gayung dan handuk. Enumerator juga mengamati aspek-aspek yang terkait
dengan kebersihan jamban dengan melihat: Apakah ada tinja yang menempel
atau tidak?; Apakah ada lalat yang beterbangan di jamban dan sekitarnya atau
tidak?. Terakhir bagian ini juga memaparkan informasi tentang kebiasaan
membuang tinja/diapers, air bekas cebokan. Tisu bekas cebokan anak untuk
anak usia 0-5 tahun. Hal ini penting, karena menyangkut limbah.
Hasil studi EHRA tentang pembuangan air kotor/limbah tinja manusia, dan
lumpur tinja adalah sebagai berikut.
Diagram 19: Tempat buang air besar orang dewasa
Berdasarkan diagram 19 diatas, dapat dilihat bahwa kepemilikan jamban pribadi
di Kota tangerang Selatan sudah cukup baik yaitu 93.9%. Namun demikian
1.4 5.3 0.2 0.2 0.2 0.2 0.5
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
30
kotorannya akan merembes ke tanah. Untuk memvalidasi jawaban responden
mengenai hal ini, kuisioner EHRA lebih lanjut mengajukan sejumlah pertanyaan
yang mengindikasikan status keamanan tangki septic yang dimiliki rumah tangga.
Pertanyaan-pertanyaan lanjutan ini meliputi: Apakah tangki septic itu pernah
dikosongkan? Kapan terakhir tangki septic dikosongkan? Dan Sudah berapa
lama tangki septic itu dibangun?
Selain wawancara, pada bagian ini enumerator juga dituntut melakukan
pengamatan pada bagian jamban/WC/latrin yang ada di rumah tangga. Ada
sejumlah aspek yang diamati, misalnya ketersediaan air, sabun, alat pengguyur
atau gayung dan handuk. Enumerator juga mengamati aspek-aspek yang terkait
dengan kebersihan jamban dengan melihat: Apakah ada tinja yang menempel
atau tidak?; Apakah ada lalat yang beterbangan di jamban dan sekitarnya atau
tidak?. Terakhir bagian ini juga memaparkan informasi tentang kebiasaan
membuang tinja/diapers, air bekas cebokan. Tisu bekas cebokan anak untuk
anak usia 0-5 tahun. Hal ini penting, karena menyangkut limbah.
Hasil studi EHRA tentang pembuangan air kotor/limbah tinja manusia, dan
lumpur tinja adalah sebagai berikut.
Diagram 19: Tempat buang air besar orang dewasa
Berdasarkan diagram 19 diatas, dapat dilihat bahwa kepemilikan jamban pribadi
di Kota tangerang Selatan sudah cukup baik yaitu 93.9%. Namun demikian
0.3
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
31
masih ada sebagian kecil warga yang BAB ke WC helicopter diatas
empang/kolam, ke sungai, ke kebun, ke lubang galian dan sebagainya. Hal ini
dapat disimpulkan bahwa Kota Tangerang Selatan belum 100% Bebas Buang Air
Besar Sembarangan. Hal ini juga sekaligus memvalidasi data sekunder dari Dinas
Kesehatan Kota Tangerang Selatan, bahwa masih ada sebagian kecil warga yang
masih Buang Air Besar Sembarangan.
Studi EHRA juga mencermati tentang pengamatan dan pengalamam responden
terhadap orang disekitarnya diluar anggota keluarganya yang masih buang air
besar di tempat terbuka. Hasil studinya ditampilkan pada diagram dibawah ini:
Diagram 20: Orang diluar anggota keluarga yang BAB di ruang terbuka
Menurut diagram diatas masih ada orang diluar anggota keluarganya yang
memiliki kebiasaan buang air besar sembarangan diruang terbuka. Walaupun
persentasenya kecil berkisar 0.3 – 1.6%. Sementara ada juga responden yang
menjawab dengan criteria ada tapi tidak tahu siapa sebanyak 5.6%. Sementara
dengan criteria lainnya sebanyak 2.2% dapat diabaikan karena lainnya disini
responden menjawab tidak tahu dan tidak ada.
1.6
5.9
2.2
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
31
masih ada sebagian kecil warga yang BAB ke WC helicopter diatas
empang/kolam, ke sungai, ke kebun, ke lubang galian dan sebagainya. Hal ini
dapat disimpulkan bahwa Kota Tangerang Selatan belum 100% Bebas Buang Air
Besar Sembarangan. Hal ini juga sekaligus memvalidasi data sekunder dari Dinas
Kesehatan Kota Tangerang Selatan, bahwa masih ada sebagian kecil warga yang
masih Buang Air Besar Sembarangan.
Studi EHRA juga mencermati tentang pengamatan dan pengalamam responden
terhadap orang disekitarnya diluar anggota keluarganya yang masih buang air
besar di tempat terbuka. Hasil studinya ditampilkan pada diagram dibawah ini:
Diagram 20: Orang diluar anggota keluarga yang BAB di ruang terbuka
Menurut diagram diatas masih ada orang diluar anggota keluarganya yang
memiliki kebiasaan buang air besar sembarangan diruang terbuka. Walaupun
persentasenya kecil berkisar 0.3 – 1.6%. Sementara ada juga responden yang
menjawab dengan criteria ada tapi tidak tahu siapa sebanyak 5.6%. Sementara
dengan criteria lainnya sebanyak 2.2% dapat diabaikan karena lainnya disini
responden menjawab tidak tahu dan tidak ada.
1.4 1.3
0.8 0.3
1.7
1.11.3
1.6
Anak laki-laki umur 5-12 tahunAnak perempuan umur 5-12 tahunRemaja laki-lakiRemaja PerempuanLaik-laki dewasaPerempuan dewasa
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
31
masih ada sebagian kecil warga yang BAB ke WC helicopter diatas
empang/kolam, ke sungai, ke kebun, ke lubang galian dan sebagainya. Hal ini
dapat disimpulkan bahwa Kota Tangerang Selatan belum 100% Bebas Buang Air
Besar Sembarangan. Hal ini juga sekaligus memvalidasi data sekunder dari Dinas
Kesehatan Kota Tangerang Selatan, bahwa masih ada sebagian kecil warga yang
masih Buang Air Besar Sembarangan.
Studi EHRA juga mencermati tentang pengamatan dan pengalamam responden
terhadap orang disekitarnya diluar anggota keluarganya yang masih buang air
besar di tempat terbuka. Hasil studinya ditampilkan pada diagram dibawah ini:
Diagram 20: Orang diluar anggota keluarga yang BAB di ruang terbuka
Menurut diagram diatas masih ada orang diluar anggota keluarganya yang
memiliki kebiasaan buang air besar sembarangan diruang terbuka. Walaupun
persentasenya kecil berkisar 0.3 – 1.6%. Sementara ada juga responden yang
menjawab dengan criteria ada tapi tidak tahu siapa sebanyak 5.6%. Sementara
dengan criteria lainnya sebanyak 2.2% dapat diabaikan karena lainnya disini
responden menjawab tidak tahu dan tidak ada.
Anak laki-laki umur 5-12 tahunAnak perempuan umur 5-12 tahun
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
32
Diagram 21: Jenis kloset yang dipakai
Diagram diatas menggambarkan bahwa sebanyak 68.59% responden
menggunakan kloset jongkok leher angsa, dan 24.84% menggunakan kloset
duduk siram leher angsa. Sementara responden yang menggunakan cemplung
sebesar 5.16% dan cubluk 1.41%. Responden yang membuang tinja
menggunakan kloset belum tentu buangan akhirnya pada tangki septic yang
aman, untuk itu studi EHRA lebih jauh melakukan kajian tentang buangan akhir
tinja yang digambarkan pada diagram dibawah ini.
Diagram 22: Tempat pembuangan akhir tinja
Diagram diatas menggambarkan bahwa tidak semua tija dari kloset dibuang ke
tangki septic, hanya 85.16% saja yang dibuang ke tangki septic. Sisanya
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
33
menyalurkan ke kolam/sawah (7.66%), cubluk/lobang tanah (4.38%),
sungai/danau (1.25%), langsung ke drainase (0.63%) dan tidak tahu (0.94%).
Jika dicermati dari data studi EHRA perkecamatan, maka kecamatan yang masih
kurang baik penyaluran tinjanya adalah kecamatan Setu.
Berikutnya studi EHRA mengkaji lamanya tangki septic dibangun, yang lebih lanjut
akan berkaitan dengan kajian berikutnya mengenai waktu pengosongan tangki
septic. Sebab makin lama tangki septic dibangun dan apabila tidak ada
pengosongan, berarti yang dimiliki bukanlah tangki septic, melainkan lobang
galian tanah yang limbahnya akan merembes dan mencemari tanah. Hal ini
digambarkan pada diagram dibawah ini.
Diagram 23: Lama tangki septic dibangun
Persentase tertinggi menunjukkan bahwa lama tangki septic dibangun adalah
lebih dari 10 tahun yaitu 39.89%. kemudian secara adalah tangki septic yang
dibangun lebih dari 5-10 tahun (29.04%), 1-5 tahun (21.88%) dan 0-12 bulan
(7.72%), sisanya yang menjawab tidak tahu adalah 1.47%. Poin ini akan kita
kaitkan dengan waktu pengosongan tangki septic yang ditampilkan pada diagram
24 dibawah ini:
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
34
Diagram 24: Tangki septic terakhir dikosongkan
Dari diagram diatas terlihat bahwa responden yang menjawab tidak pernah
mengosongkan mencapai 57.72%, dihubungkan dengan lamanya tangki septic
dibangun pada diagram 24, memberikan gambaran bahwa tangki septic yang
dimiliki masih belum aman dan berpotensi mencemari tanah. Persentase ini bila
ditambah dengan responden yang menjawab tidak tahu sebanyak 15.99% akan
menjadi lebih tinggi lagi. Sedangkan yang menjawab pernah mengosongkan
tangki septiknya dalam kurun waktu 0 - 10 tahun terakhir hanya sebesar 26.3%
saja.
Diagram 25: Pihak yang mengosongkan tangki septic
Berdasarkan diagram diatas, 61.8% responden menjawab bahwa pengosongan
tangki septic dilayani oleh layanan sedot tinja, 36.1% tidak tahu dan 2.1%
2.1
36.1
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
34
Diagram 24: Tangki septic terakhir dikosongkan
Dari diagram diatas terlihat bahwa responden yang menjawab tidak pernah
mengosongkan mencapai 57.72%, dihubungkan dengan lamanya tangki septic
dibangun pada diagram 24, memberikan gambaran bahwa tangki septic yang
dimiliki masih belum aman dan berpotensi mencemari tanah. Persentase ini bila
ditambah dengan responden yang menjawab tidak tahu sebanyak 15.99% akan
menjadi lebih tinggi lagi. Sedangkan yang menjawab pernah mengosongkan
tangki septiknya dalam kurun waktu 0 - 10 tahun terakhir hanya sebesar 26.3%
saja.
Diagram 25: Pihak yang mengosongkan tangki septic
Berdasarkan diagram diatas, 61.8% responden menjawab bahwa pengosongan
tangki septic dilayani oleh layanan sedot tinja, 36.1% tidak tahu dan 2.1%
61.8
Layanan sedot tinja
Membayar tukang
Tidak tahu
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
34
Diagram 24: Tangki septic terakhir dikosongkan
Dari diagram diatas terlihat bahwa responden yang menjawab tidak pernah
mengosongkan mencapai 57.72%, dihubungkan dengan lamanya tangki septic
dibangun pada diagram 24, memberikan gambaran bahwa tangki septic yang
dimiliki masih belum aman dan berpotensi mencemari tanah. Persentase ini bila
ditambah dengan responden yang menjawab tidak tahu sebanyak 15.99% akan
menjadi lebih tinggi lagi. Sedangkan yang menjawab pernah mengosongkan
tangki septiknya dalam kurun waktu 0 - 10 tahun terakhir hanya sebesar 26.3%
saja.
Diagram 25: Pihak yang mengosongkan tangki septic
Berdasarkan diagram diatas, 61.8% responden menjawab bahwa pengosongan
tangki septic dilayani oleh layanan sedot tinja, 36.1% tidak tahu dan 2.1%
Layanan sedot tinja
Membayar tukang
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
35
membayar tukang. Diagram berikut akan menggambarkan potensi pencemaran
lingkungan dari pengosongan tangki septic.
Diagram 26: Tempat pembuangan tinja dari tangki septic
Berdasarkan diagram diatas, diketahui bahwa masih ada yang mebuang lumpur
tinja ke sungai yaitu 1.66% dan dikubur di halaman sebanyak 4.15%. sebagian
besar menjawab tidak tahu kemana lumpur tinja dibuang yaitu 83.40%.
Selain kebiasaan BAB orang dewasa, studi EHRA juga menyoroti secara khusus
kebiasaan BAB anak-anak khususnya anak berumur 0-5 tahun. Karena
masyarakat secara umum menganggap anak-anak BAB dihalaman atau dilantai
rumah sebagai hal yang biasa.
Diagram 27: Frekuensi anak balita (0-5 tahun) yang masih BABS
Jawaban responden sebesar 87.81% menyatakan bahwa Balita mereka tidak
biasa BABS mengindikasikan kondisi yang cukup baik. Sedangkan yang
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
36
menjawab kadang-kadang sebanyak 10.16%, sering 1.56% dan tidak tahu
0.47%. Lebih lanjut survey EHRA juga memperhatikan pembuangan tinja anak
yang ada di diapers, berikut diagramnya.
Diagram 28: Tempat membuang tinja di diapers
Diagram diatas menggambarkan bahwa hanya 35.1% responden yang
membuang tinja dari diapers ke tempat yang aman yaitu ke WC atau jamban.
Sisanya masih membuang ke tong sampah (29.2%), ke kebun (9.2%), ke sungai
(1.1%), lainnya (3.8%) dan responnden yang menjawab tidak tahu sebanyak
21.6%.
Diagram 29: Tempat membuang bekas diapers
29.2
9.21.1
3.821.6
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
36
menjawab kadang-kadang sebanyak 10.16%, sering 1.56% dan tidak tahu
0.47%. Lebih lanjut survey EHRA juga memperhatikan pembuangan tinja anak
yang ada di diapers, berikut diagramnya.
Diagram 28: Tempat membuang tinja di diapers
Diagram diatas menggambarkan bahwa hanya 35.1% responden yang
membuang tinja dari diapers ke tempat yang aman yaitu ke WC atau jamban.
Sisanya masih membuang ke tong sampah (29.2%), ke kebun (9.2%), ke sungai
(1.1%), lainnya (3.8%) dan responnden yang menjawab tidak tahu sebanyak
21.6%.
Diagram 29: Tempat membuang bekas diapers
35.1
29.2
Ke WC/Jamban
Ke tempat sampah
Kekebun/pekarangan/jalan
Ke sungai/selokan/got
Lainnya
Tidak tahu
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
36
menjawab kadang-kadang sebanyak 10.16%, sering 1.56% dan tidak tahu
0.47%. Lebih lanjut survey EHRA juga memperhatikan pembuangan tinja anak
yang ada di diapers, berikut diagramnya.
Diagram 28: Tempat membuang tinja di diapers
Diagram diatas menggambarkan bahwa hanya 35.1% responden yang
membuang tinja dari diapers ke tempat yang aman yaitu ke WC atau jamban.
Sisanya masih membuang ke tong sampah (29.2%), ke kebun (9.2%), ke sungai
(1.1%), lainnya (3.8%) dan responnden yang menjawab tidak tahu sebanyak
21.6%.
Diagram 29: Tempat membuang bekas diapers
Kekebun/pekarangan/jalan
Ke sungai/selokan/got
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
37
Tempat membuang bekas diapers yang baik tentunya adalah ke tempat
pembuangan sampah setelah dicuci bersih. Hasil studi menunjukkan bahwa
68.11% responden membuang bekas diapers ke tempat sampah dan 2.7%
membuang ke WC/jamban. Sisanya masih menbuang ke kebun,
sungai/selokan/kali, kolam/empang, dikubur dan tidak tahu. Hal ini
mengindikasikan bahwa masih tinggi persentase responden yang membuang
diapers ke tempat yang tidak aman dan beresiko sanitasi.
Berikut studi EHRA juga mengkaji kebiasaan mencebok anak setelah buang air
besar, datanya digambarkan pada diagram 31 dibawah ini.
Diagram 30: Kebiasaan anak diceboki setelah BAB
Diagram 30 menggambarkan bahwa sebagian besar responden telah menceboki
anak setelah BAB, bahkan yang menggunakan air dan sabun mencapai 83.78%.
Yang menjawab tidak tahu hanya 2.7%. Yang lain sudah menceboki anak,
bervariasi dengan air (11.35%), dengan tisu (1.62%), dan dengan kain basah
(0.54%).
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
38
Diagram 31: Tempat pembuangan air bekas cebok jika anak dicebokidengan air
Diagram 31 menggambarkan sebanyak 51.89% membuang air bekas cebok ke
WC/jamban, namun masih tinggi persentase yang membuang langsung ke
sungai/selokan/got. Hal ini berarti masyarakat masih memperlakukan air bekas
cebokan sama seperti air limbah cucian biasa. Kemudian ada responden yang
menjawab menceboki anak dengan tisu, hal ini kurang baik terkait dengan
tempat pembuangan tisu bekas cebok tersebut. Karena jika tisu dibuang
langsung ke tangki septic alan menyebabkan tersumbatnya aliran pembuangan,
jika dibuang ke tempat sampah tanpa dicuci juga tidak aman bagi kesehatan.
Diagram 32 berikut menggambarkan kemana tisu bekas cebok dibuang.
Diagram 32: Tempat pembuangan tisu bekas cebok
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
39
Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa 52.1% membuang tisu bekas cebok ke
tempat sampah, dan 39.67% menjawab tidak tahu kemana membuangnya.
Hanya 2.17% yang membuang ke WC/jamban, sisanya membuang ke kebun, ke
sungai dan tempat lainnya.
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
40
VI. DRAINASE LINGKUNGAN/SELOKANSEKITAR RUMAH DAN BANJIRDrainase lingkungan merupakan sarana penting dalam sanitasi. Drainase
lingkungan berfungsi untuk mengalirkan limbah cair dari rumah tangga, seperti
limbah cucian dari dapur, kamar mandi, tempat cuci dan wastafel. Drainase yang
buruk akan menimbulkan banjir dan genangan pada waktu hujan. Kondisi ini
akan menimbulkan perindukan nyamuk yang bias menularkan berbagai penyakit
seperti demam berdarah, chikungunya dan filariasis.
Diagram-diagram pada bagian ini akan membahas lebih detil tentang
kepemilikan sarana pengolahan air limbah selain tinja, tempat pembuangan
limbah cair rumah tangga, pengalaman banjir, waktu terakhir banjir, kerutinan
dan frekuensi dalam setahun, lama genangan mongering dan tinggi air dirumah
dan di pekarangan rumah.
Diagram 33: Keberadaan sarana air limbah selain tinja dirumah
Diagram diatas menggambarkan sebanyak 48.04% responden menjawab tidak
memiliki sarana pembuangan air limbah dirumah. Sebanyak 32.55% memiliki
sarana pembuangan berupa parit dan 18.62% berupa sumur resapan. Hal ini
mengindikasikan masih adanya potensi risiko kesehatan lingkungan yang
disebabkan oleh tidak adanya sarana pembuangan air limbah rumah tangga.
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
41
Lebih jauh studi EHRA juga memetakan kemana air limbah rumah tangga ini
dibuang. Diagram-diagram berikut menggambarkan kemana masing-masing
limbah rumah tangga tersebut di buang.
Diagram 34: Tempat air limbah dapur dibuang
Diagram 35: Tempat air limbah kamar mandi dibuang
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
42
Diagram 36: Tempat air limbah cuci pakaian dibuang
Diagram 37: Tampat air limbah wastafel dibuang
Dari diagram 34 s/d 37 diatas, responden paling banyak menjawab membuang
air limbah rumah tangganya yang berasal dari dapur, kamar mandi, tempat cuci
dan wastafel adalah ke sungai/kanal, saluran terbuka dan saluran tertutup.
Persentase ketiganya bervariasi tapi secara total berada pada kisaran rata-rata
85%. Untuk yang beresiko kesehatan rendah adalah yang membuang ke saluran
tertutup, lubang galian, pipa saluran pembuangan dan IPAL Sanimas, ternyata
responden yang menjawab dengan criteria tersebut hanya berkisar antara 35-
55% saja. Hal ini mengindikasikan bahwa masih adanya resiko kesehatan
lingkungan yang disebabkan oleh pembuangan air limbah rumah tangga.
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
43
Keberadaan drainase lingkungan ini juga akan dikaji berkait dengan kejadian
banjir yang dialami oleh rumah tangga responden, hal ini akan digambarkan oleh
diagram 38 berikut ini.
Diagram 38: Kejadian banjir di rumah yang ditempati atau disekitar rumah
Berdasarkan digram diatas sebanyak 84.22% responden menyatakan tidak
pernah mengalami banjir dirumah yang ditempatinya atau di sekitar rumahnya.
Sementara itu 9.38% responden menjawab pernah mengalami banjir sekali
dalam setahun, 4.69% menjawab pernah beberapakali dalam setahun, sisanya
0.78% menjawab sekali atau beberapa kali dan 0.94% menjawab tidak tahu.
Informasi detil mengenai banjir yang pernah dialami rsponden secara berurutan
akan digambarkan oleh diagram-diagram berikut ini.
Diagram 39: Frekuensi kejadian banjir
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
44
Diagram diatas menunjukkan bahwa responden yang mengalami kejadian banjir
menjawab, bahwa banjir yang dialami secara rutin adalah sebanyak 56.86% dan
yang menjawab banjir yang mereka alami tidak rutin adalah 41.14%.
Diagram 40: Lama banjir/air mongering
Sebagian besar responden menjawab air mongering kurang dari 1 jam dan antara
1-3 jam yaitu sebanyak 27.12% dan 44.07%. Sementara yang menjawab
setengah hari ada 5.08%, selama 1 hari 13.56%, lebih dari 1 hari 6.78% dan
yang menjawab tidak tahu 3.39%.
Diagram 41: Kejadian kamar mandi/jamban terendam air jika banjir
Digram diatas menggambarkan bahwa hanya 37.93% responden yang
mengalami banjir tapi kamar mandi/jambannya tidak pernah terendam air.
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
45
Sementara sebanyak 24/14% responden menjawab kadang-kadang, 5.17%
menjawab sebagian, dan 31.03% menjawab selalu. Dengan demikian, kalau
banjir kondisi sanitasinya masih relative tidak aman.
Diagram 42: Ketinggian air yang masuk kedalam rumah
Diagram 42 menunjukkan bahwa dari responden yang mengalami banjir, hanya
27.59% saja yang air banjirnya tidak masuk ke rumah. Sementara yang lainnya
sebanyak 39.66% menyatakan air masuk kerumah setumit orang dewasa,
13.79% menjawab setengah lutut orang dewasa, 13.79% menjawab selutut
orang dewasa, 3.45% menjawab sepinggang orang dewasa dan siasanya 1.72%
menjawab tidak tahu.
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
46
VII. PENGELOLAAN AIR MINUM, MASAK,MENCUCI DAN GOSOK GIGI YANG AMAN
Bagian ini menyajikan informasi mengenai kondisi akses sumber air untuk
minum, masak, mencuci dan gosok gigi. Hal yang dicermati terdiri dari 2 ( dua)
hal utama yakni sumber air yang digunakan rumah tangga dan pengolahan,
penyimpanan dan pengamanan air yang baik dan hygiene. Kedua aspek ini
memiliki hubungan yang sangat erat dengan tingkat risiko kesehatan bagi
anggota didalam rumah tangga.
Sehubungan dengan sumber air, studi EHRA mempelajari tentang jenis sumber
air untuk keperluan minum, mandi, mmemasak dan gosok gigi. Yang
menggunakan air ledeng atau PAM juga ditanyakan tentang penurunan volume
air yang dialami dan penurunan kualitasnya. Sementara untuk yang
menggunakan air sumur gali/sumur bor/sumur pompa akan ditanyakan jarak
sumber air dengan tempat penampungan tinja.
Sumber-sumber air ini memiliki tingkat keamanan yang berbeda-beda, misalnya
air yang bersumber dari PAM atau ledeng, sumur gali/sumur bor/sumur pompa
yang terlindungi dan berada pada jarak yang aman dari pembuangan tinja serta
sumber mata air yang terlindungi, dianggap relative aman. Sementara sumber air
yang dianggap beresiko kesehatan antara lain air permukaan (air
sungai/kali/danau), air dari sumuber mata air yang tidak terlindungi, dan air
sumur yang tidak terlindungi.
Suplai dan kualitas air yang memadai memiki peran yang penting dalam
mengurangi risiko terkena penyakit-penyakit yang berhubungan dengan sanitasi
buruk, seperti diare. Sejumlah studi mengkonfirmasi bahwa mereka yang
memiliki suplai air yang memadai cenderung memiliki resiko rendah untuk
terkena diare karena kuantitas dan kualitas air yang memadai cenderung
memudahkan kegiatan higinitas. Karenanya kelangkaan air dapat menjadi salah
satu factor resiko tidak langsung terjadinya kesakitan seperti gejala diare.
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
47
Lebih jauh studi EHRA juga memperhatikan penyimpanan air, tempat yang
digunakan untuk menyimpan, cara mengambil air, pengolahan air sebelum
diminum, cara pengolahannya, penyimpanan air setelah diolah, alat penyimpanan
air setelah diolah, dan penggunaan air olahan selain untuk diminum.
Diagram 43: Sumber air mana yang biasa digunakan untuk minum?
Dari jawaban responden terlihat bahwa sebagian besar responden telah
mengkonsumsi air yang memenuhi standar kesehatan untuk diminum yang
berasal dari air botol kemasan, air ledeng PAM, air isi ulang, air hidran umum
PAM, air kran umum PAMSIMAS/PAM, air sumur gali terlindungi, mata air
terlindungi, air sumur pompa tangan yaitu total persentasenya sebesar 94.66%,
sementara yang menggunakan air dari sumber yang beresiko kesehatan adalah
sebanyak 5.36% yaitu air yang bersumber dari sumur tidak terlindungi, mata air
tidak terlindungi dan sumber lainnya.
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
48
Diagram 44: Sumber air mana yang biasa digunakan untuk masak?
Untuk memasak, hasil studi menunjukkan bahwa responden menggunakan air
dari sumber yang relative aman adalah sebanyak 93.2% dan sisanya 6.8%
menggunakan air dari sumur tidak terlindungi, mata air tidak terlindungi dan
sumber lainnya.
Diagram 45: Sumber air yang biasa digunakan untuk cuci piring dan gelas
Dengan criteria jenis air yang sama dengan diagram sebelumnya, sebanyak
95.5% menggunaka sumber air dari sumber yang relative aman untuk cuci piring
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
49
dan gelas, sisanya 4.5% menggunakan air dari sumber yang tidak aman yaitu air
dari sumur tidak terlindungi, mata air tidak terlindungi dan sumber lainnya.
Diagram 46: Sumber air yang biasa digunakan untuk cuci pakaian
Diagram memperlihatkan bahwa hanya 4.18% responden yang masih
menggunakan air sungai untuk mencuci pakaian, 0.31% menggunakan air dari
mata air tidak terlindungi, dan 0.46% air dari sumur gali tidak terlindungi. Hal ini
mengindikasikan resiko kesehatan yang rendah dan relative aman.
Diagram 47: Sumber air yang biasa digunakan untuk gosok gigi
Untuk keperluan gosok gigi, responden yang menggunakan sumber air yang
relative aman juga sudah sangat baik yaitu mencapai 98.91%.
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
50
Diagram 48: Kejadian menurunnya volume pasokan air yang dikonsumsi
Dari diagram dapat dilihat bahwa responden yang tidak pernah mengalami
menurunnya pasokan air adalah sebanyak 40.82%. Sementara yang mengatakan
tidak tahu sangat besar yaitu 53.80%. sisanya 2.85% menyatakan mengalami
menurunnya volume pasokan beberapa kali dalam setahun, 1.74% menyatakan
mengalami penurunan pasokan satu kali setahun dan 0.79% menyatakan
mengalami sekali atau lebih dalam sebulan.
Diagram 49: Kejadian menurunnya kualitas air yang dikonsumsi
Hampir sama dengan diagram sebelumnya tentang menurunnya volume pasokan
air, sebanyak 40.88% responden menyatakan tidak pernah mengalami kejadian
penurunan kualitas air yang di konsumsi. Sementara yang terbanyak menyatakan
tidak tahu tentang penurunan kualitas air yaitu 52.04%, sisanya menyatakan
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
51
mengalami penurunan beberapa kali dalam setahun (2.99%), sekali dalam
sebulan (1.89%) dan satu kali dalam setahun (2.20%).
Diagram 50: Jarak sumber air ke tempat penampungan tinja
Bagi responden yang menggunakan sumber air jenis sumur gali/pompa
tangan/pompa mesin, jarak dengan sumber pencemar seperti tempat
penampungan tinja. Jarak kurang dari 10 meter dianggap rawan tercemar. Hasil
studi digambarkan pada diagram 51 diatas yaitu 34.22% berjarak kurang dari 10
meter dan 17.97% menjawab tidak tahu. Hanya 47.81% yang menjawab jaraknya
lebih dari 10 meter dari sumber pencemar. Hal ini masih mengindikasikan risiko
sanitasi yang tinggi.
Diagram 51: Penyimpanan air sebelum digunakan untuk minum, masak dll
0.0
20.0
40.0
60.0
80.0
Ya
73.3
Apakah anda menyimpan air sebelum digunakan untukminum. masak dll
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
51
mengalami penurunan beberapa kali dalam setahun (2.99%), sekali dalam
sebulan (1.89%) dan satu kali dalam setahun (2.20%).
Diagram 50: Jarak sumber air ke tempat penampungan tinja
Bagi responden yang menggunakan sumber air jenis sumur gali/pompa
tangan/pompa mesin, jarak dengan sumber pencemar seperti tempat
penampungan tinja. Jarak kurang dari 10 meter dianggap rawan tercemar. Hasil
studi digambarkan pada diagram 51 diatas yaitu 34.22% berjarak kurang dari 10
meter dan 17.97% menjawab tidak tahu. Hanya 47.81% yang menjawab jaraknya
lebih dari 10 meter dari sumber pencemar. Hal ini masih mengindikasikan risiko
sanitasi yang tinggi.
Diagram 51: Penyimpanan air sebelum digunakan untuk minum, masak dll
Ya Tidak
73.3
26.7
Apakah anda menyimpan air sebelum digunakan untukminum. masak dll
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
51
mengalami penurunan beberapa kali dalam setahun (2.99%), sekali dalam
sebulan (1.89%) dan satu kali dalam setahun (2.20%).
Diagram 50: Jarak sumber air ke tempat penampungan tinja
Bagi responden yang menggunakan sumber air jenis sumur gali/pompa
tangan/pompa mesin, jarak dengan sumber pencemar seperti tempat
penampungan tinja. Jarak kurang dari 10 meter dianggap rawan tercemar. Hasil
studi digambarkan pada diagram 51 diatas yaitu 34.22% berjarak kurang dari 10
meter dan 17.97% menjawab tidak tahu. Hanya 47.81% yang menjawab jaraknya
lebih dari 10 meter dari sumber pencemar. Hal ini masih mengindikasikan risiko
sanitasi yang tinggi.
Diagram 51: Penyimpanan air sebelum digunakan untuk minum, masak dll
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
52
Diagram menunjukkan bahwa 73.3% responden menyimpan air sebelum
digunakan untuk masak, minum, dll, sementara sisanya yaitu 26.7% tidak
menyimpan terlebih dulu tapi langsung digunakan.
Diagram 52: Tempat menyimpan air untuk minum
Diagram 52 menggambarkan bahwa sebagian besar responden menyimpan air
untuk minum ditempat yang tertutup dan aman, yaitu di panci/ember tertutup
40.7%, di tempayan tertutup 36.9% dan di gallon air isi ulang 21.5%. Hanya 1.3%
saja yang menyimpan air di ember terbuka dan 1.3% di tempayan terbuka.
Sementara terdapat responden yang menjawab lainnya 7.5%.
Diagram 53: Tempat menyimpan air untuk memasak
05
1015202530354045
Panci/emberterbuka
Series1 1.3
%
Tempat menyimpan air untuk minum
05
1015202530354045
Panci/emberterbuka
Series1 1.1
%
Tempat menyimpan air untuk memasak
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
52
Diagram menunjukkan bahwa 73.3% responden menyimpan air sebelum
digunakan untuk masak, minum, dll, sementara sisanya yaitu 26.7% tidak
menyimpan terlebih dulu tapi langsung digunakan.
Diagram 52: Tempat menyimpan air untuk minum
Diagram 52 menggambarkan bahwa sebagian besar responden menyimpan air
untuk minum ditempat yang tertutup dan aman, yaitu di panci/ember tertutup
40.7%, di tempayan tertutup 36.9% dan di gallon air isi ulang 21.5%. Hanya 1.3%
saja yang menyimpan air di ember terbuka dan 1.3% di tempayan terbuka.
Sementara terdapat responden yang menjawab lainnya 7.5%.
Diagram 53: Tempat menyimpan air untuk memasak
Panci/emberterbuka
Panci/embertertutup
Tempayanterbuka
Tempayantertutup
Galon air isiulang
Lainnya
40.7 1.3 36.9 21.5 7.5
Tempat menyimpan air untuk minum
Panci/emberterbuka
Panci/embertertutup
Tempayanterbuka
Tempayantertutup
Galon air isiulang
Lainnya
43.5 1.3 41.6 6.8 10.9
Tempat menyimpan air untuk memasak
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
52
Diagram menunjukkan bahwa 73.3% responden menyimpan air sebelum
digunakan untuk masak, minum, dll, sementara sisanya yaitu 26.7% tidak
menyimpan terlebih dulu tapi langsung digunakan.
Diagram 52: Tempat menyimpan air untuk minum
Diagram 52 menggambarkan bahwa sebagian besar responden menyimpan air
untuk minum ditempat yang tertutup dan aman, yaitu di panci/ember tertutup
40.7%, di tempayan tertutup 36.9% dan di gallon air isi ulang 21.5%. Hanya 1.3%
saja yang menyimpan air di ember terbuka dan 1.3% di tempayan terbuka.
Sementara terdapat responden yang menjawab lainnya 7.5%.
Diagram 53: Tempat menyimpan air untuk memasak
Lainnya
7.5
Lainnya
10.9
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
53
Diagram 53 menggambarkan bahwa sebagian besar responden menyimpan air
untuk memasak ditempat yang tertutup dan aman, yaitu di panci/ember tertutup
43.5%, di tempayan tertutup 41.6% dan di gallon air isi ulang 6.8%. Hanya 1.1%
saja yang menyimpan air di ember terbuka dan 1.3% di tempayan terbuka.
Sementara terdapat responden yang menjawab lainnya 10.9%.
Diagram 54: Tempat menyimpan air untuk cuci piring/gelas
Diagram 54 menggambarkan bahwa responden menyimpan air untuk mencuci
piring dan gelas sangat bervariasi, yaitu yang menyimpan di panci/ember
tertutup 17.9%, di tempayan tertutup 13.6%, yang menyimpan air di ember
terbuka 23.5%, di tempayan terbuka 3.2%, dan di gallon air isi ulang tidak ada.
Sementara responden yang menjawab lainnya adalah 33.5%, dimana jawaban ini
bervariasi untuk responden yang langsung mencusi piring dan gelas dari air kran
yang mengalir atau bak penampungan air.
0
5
10
15
20
25
30
35
Panci/ember
terbuka
Panci/ember
tertutupSeries1 23.5 17.9
%
Tempat menyimpan air untuk cuci piring/gelas
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
53
Diagram 53 menggambarkan bahwa sebagian besar responden menyimpan air
untuk memasak ditempat yang tertutup dan aman, yaitu di panci/ember tertutup
43.5%, di tempayan tertutup 41.6% dan di gallon air isi ulang 6.8%. Hanya 1.1%
saja yang menyimpan air di ember terbuka dan 1.3% di tempayan terbuka.
Sementara terdapat responden yang menjawab lainnya 10.9%.
Diagram 54: Tempat menyimpan air untuk cuci piring/gelas
Diagram 54 menggambarkan bahwa responden menyimpan air untuk mencuci
piring dan gelas sangat bervariasi, yaitu yang menyimpan di panci/ember
tertutup 17.9%, di tempayan tertutup 13.6%, yang menyimpan air di ember
terbuka 23.5%, di tempayan terbuka 3.2%, dan di gallon air isi ulang tidak ada.
Sementara responden yang menjawab lainnya adalah 33.5%, dimana jawaban ini
bervariasi untuk responden yang langsung mencusi piring dan gelas dari air kran
yang mengalir atau bak penampungan air.
Panci/ember
tertutup
Tempayanterbuka
Tempayantertutup
Galon airisi ulang
Lainnya
17.9 3.2 13.6 0 33.5
Tempat menyimpan air untuk cuci piring/gelas
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
53
Diagram 53 menggambarkan bahwa sebagian besar responden menyimpan air
untuk memasak ditempat yang tertutup dan aman, yaitu di panci/ember tertutup
43.5%, di tempayan tertutup 41.6% dan di gallon air isi ulang 6.8%. Hanya 1.1%
saja yang menyimpan air di ember terbuka dan 1.3% di tempayan terbuka.
Sementara terdapat responden yang menjawab lainnya 10.9%.
Diagram 54: Tempat menyimpan air untuk cuci piring/gelas
Diagram 54 menggambarkan bahwa responden menyimpan air untuk mencuci
piring dan gelas sangat bervariasi, yaitu yang menyimpan di panci/ember
tertutup 17.9%, di tempayan tertutup 13.6%, yang menyimpan air di ember
terbuka 23.5%, di tempayan terbuka 3.2%, dan di gallon air isi ulang tidak ada.
Sementara responden yang menjawab lainnya adalah 33.5%, dimana jawaban ini
bervariasi untuk responden yang langsung mencusi piring dan gelas dari air kran
yang mengalir atau bak penampungan air.
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
54
Diagram 55: Tempat menyimpan air untuk gosok gigi
Diagram 55 diatas menampilkan jawaban responden mengenai tempat
menyimpan air untuk keperluan gosok gigi. Jawaban responden bervariasi, yang
paling tinggi sebanyak 36.5% menjawab opsi jawaban lainnya, dengan jawaban
mereka menggunakan air dari kran langsung atau dari bak penampungan di
kamar mandi. Sementara responden yang menjawab menyimpan air di ember
dan tempayan terbuka masing-masing 18.8% dan 2.6%, yang menyimpan di
ember dan tempayan tertutup masing-masing 19.2% dan 14.5%. Sisanya yang
menjawab menyimpan di gallon air isi ulang adalah 1.1%.
Dari diagram 52 s/d 55 diatas dapat diindikasikan bahwa tempat penyimpanan
air responden yang digunakan untuk keperluan minum, memasak, cuci
piring/gelas dan untuk menggosok gigi relative aman dan tidak berindikasi
beresiko sanitasi.
Selain cara menyimpan air untuk keperluan minum, memasak, cuci piring/gelas
dan untuk gosok gigi, cara pengambilan air dari wadah penyimpanan juga perlu
dikaji. Cara mengambil air langsung dari dispenser, menggunakan gayung dan
langsung dari kran relative aman dan terjaga kebersihannya. Karena air tidak
langsung bersentuhan dengan tangan terutama untuk keperluan minum dan
memasak. Sementara jika langsung menggunakan gelas kurang baik karena air
05
10152025303540
Panci/ember
terbuka
Panci/ember
tertutupSeries1 18.8 19.2
%
Tempat menyimpan air untuk gosok gigi
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
54
Diagram 55: Tempat menyimpan air untuk gosok gigi
Diagram 55 diatas menampilkan jawaban responden mengenai tempat
menyimpan air untuk keperluan gosok gigi. Jawaban responden bervariasi, yang
paling tinggi sebanyak 36.5% menjawab opsi jawaban lainnya, dengan jawaban
mereka menggunakan air dari kran langsung atau dari bak penampungan di
kamar mandi. Sementara responden yang menjawab menyimpan air di ember
dan tempayan terbuka masing-masing 18.8% dan 2.6%, yang menyimpan di
ember dan tempayan tertutup masing-masing 19.2% dan 14.5%. Sisanya yang
menjawab menyimpan di gallon air isi ulang adalah 1.1%.
Dari diagram 52 s/d 55 diatas dapat diindikasikan bahwa tempat penyimpanan
air responden yang digunakan untuk keperluan minum, memasak, cuci
piring/gelas dan untuk menggosok gigi relative aman dan tidak berindikasi
beresiko sanitasi.
Selain cara menyimpan air untuk keperluan minum, memasak, cuci piring/gelas
dan untuk gosok gigi, cara pengambilan air dari wadah penyimpanan juga perlu
dikaji. Cara mengambil air langsung dari dispenser, menggunakan gayung dan
langsung dari kran relative aman dan terjaga kebersihannya. Karena air tidak
langsung bersentuhan dengan tangan terutama untuk keperluan minum dan
memasak. Sementara jika langsung menggunakan gelas kurang baik karena air
Panci/ember
tertutup
Tempayanterbuka
Tempayantertutup
Galon airisi ulang
Lainnya
19.2 2.6 14.5 1.1 36.5
Tempat menyimpan air untuk gosok gigi
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
54
Diagram 55: Tempat menyimpan air untuk gosok gigi
Diagram 55 diatas menampilkan jawaban responden mengenai tempat
menyimpan air untuk keperluan gosok gigi. Jawaban responden bervariasi, yang
paling tinggi sebanyak 36.5% menjawab opsi jawaban lainnya, dengan jawaban
mereka menggunakan air dari kran langsung atau dari bak penampungan di
kamar mandi. Sementara responden yang menjawab menyimpan air di ember
dan tempayan terbuka masing-masing 18.8% dan 2.6%, yang menyimpan di
ember dan tempayan tertutup masing-masing 19.2% dan 14.5%. Sisanya yang
menjawab menyimpan di gallon air isi ulang adalah 1.1%.
Dari diagram 52 s/d 55 diatas dapat diindikasikan bahwa tempat penyimpanan
air responden yang digunakan untuk keperluan minum, memasak, cuci
piring/gelas dan untuk menggosok gigi relative aman dan tidak berindikasi
beresiko sanitasi.
Selain cara menyimpan air untuk keperluan minum, memasak, cuci piring/gelas
dan untuk gosok gigi, cara pengambilan air dari wadah penyimpanan juga perlu
dikaji. Cara mengambil air langsung dari dispenser, menggunakan gayung dan
langsung dari kran relative aman dan terjaga kebersihannya. Karena air tidak
langsung bersentuhan dengan tangan terutama untuk keperluan minum dan
memasak. Sementara jika langsung menggunakan gelas kurang baik karena air
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
55
sebagian besar akan bersentuhan dengan tangan, misalnya saat mengambil air
minum dari tempayan atau wadah tertutup selain teko/ceret air. Untuk itu lebih
lanjut studi EHRA melakukan kajian tentang cara pengambilan air untuk
keperluan minum, masak, cuci piring/gelas dan gosok gigi. Berikut akan
ditampilkan pada diagram 56 s/d 59 dibawah ini.
Diagram 56: Pengambilan air untuk minum
Dari diagram 56 diatas dapat dilihat bahwa air untuk minum diambil langsung
dari dispenser (38.40%), dengan menggunakan gayung (27.14%), dengan
menggunakan gelas (29.68%) dan lainnya sebanyak 4.78%. Dari keterangan
tambahan responden, sebagian besar responden yang menjawab dengan
menggunakan gelas, maksudnya bukan air minum yang disimpan di tempayan
tertutup atau wadah tertutup lainnya, tetapi air minum yang sudah ditempatkan
di teko/ceret. Dengan demikian, cara pengambilan air untuk keperluan minum
relative aman.
Diagram 57: Pengambilan air untuk memasak
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
56
Diagram 57 diatas menggambarkan cara pengambilan air untuk memasak, yaitu
sebanyak 68.53% responden mengambil air dari tempat penyimpanan dengan
menggunakan gayung, 21.24% menjawab lainnya yaitu langsung dari kran, 8.22%
menjawab langsung dari dispenser dan sisanya 2.02% menyatakan dengan
menggunakan gelas.
Diagram 58: Pengambilan air untuk cuci piring dan gelas
Diagram diatas memperlihatkan bahwa cara pengambilan air untuk mencuci
piring dan gelas sudah baik yaitu 52.80% menggunakan gayung, 43.88%
menjawab lainnya yaitu menggunakan langsung air dari kran pada bak cuci
piring, sisanya 2.10% menggunakan gelas dan 1.22% langsung dari dispenser.
Diagram 59: Pengambilan air untuk gosok gigi
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
57
Hampir sama dengan jawaban sebelumnya, untuk keperluan gosok gigi,
responden yang menjawab mengambil air menggunakan gayung sebanyak
61.44%, yang menjawab lainnya yaitu yang mengambil langsung dari kran ada
33.06%, sisanya 3.51% menjawab menggunakan gelas dan 2% menggunakan air
langsung dari dispenser.
Selain cara mengambil air untuk keperluan minum, masak dan lain-lain, juga
pernting diketahui masalah pengolahan air sebelum diminum. Karena air yang
tersedia baru air bersih dan tidak layak dikonsumsi. Berikut adalah hasil studi
EHRA mengenai pengolahan air sebelum diminum.
Diagram 60: Pengolahan air sebelum diminum
Diagram diatas menggambarkan bahwa 79.1% responden mengolah air sebelum
diminum, sisanya menyatakan tidak mengolah yaitu sebesar 20.9%. Setelah
dikonfirmasi lebih jauh, yang tidak mengolah air menyatakan bahwa mereka
langsung mengkonsumsi air dari gallon isi ulang. Dengan demikian bias
dikatakan aman.
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
58
Diagram 61: Cara pengolahan air sebelum diminum
Lebih jauh, juga dikaji men menggenai cara pengolahan air sebelum diminum.
Sebagian besar responden yang mengolah air sebelum diminum, menyatakan
mereka mengolah air dengan cara direbus yaitu sebanyak 97.64%. Sisanya
1.38% mengolah air dengan menggunakan filter keramik dan 0.98% menjawab
lainnya. Kemudian yang tidak kalah pentingnya adalah cara menyimpan air
setelah diolah. Berikut datanya digambarkan pada diagram 62.
Diagram 62: Penyimpanan air setelah diolah
Diagram diatas menggambarkan bahwa 96.65% responden menyimpan air
setelah diolah, sisanya 3.35% tidak menyimpan air yang sudah diolah.
Penyimpanan air setelah diolah sangat penting untuk menjaga kebersihan air
yang akan dikonsumsi.
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
59
Diagram 63: Tempat penyimpanan air setelah diolah
Untuk menjaga kualitas dan kebersihan air yang sudah diolah air perlu disimpan
ditempat yang bersih dan tertutup. Studi EHRA menemukan bahwa responden
sudah menyimpan air di tempat yang bersih dan tertutup seperti disimpan dalam
panci tertutup, teko/ketel/ceret, botol/termos dan gallon isi ulang, hanya 4.7%
saja yang masih menyimpan di panci terbuka. Hal ini sudah menunjukkan
kesadaran masyarakat dalam mengolah dan menyimpan air untuk dikonsumsi
agar tetap aman dan tidak beresiko.
Diagram 64: Penggunaan air yang diolah selain untuk minum
Menggunakan air yang telah diolah untuk keperluan menyiapkan susu formula
bayi, memasak, menggosok gigi dan keperluan lainnya yang langsung masuk ke
mulut penting untuk mencegah masuknya kuman kedalam tubuh. Studi EHRA
menunjukkan bahwa 39.04% responden menggunakan air yang sudah diolah
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
60
untuk keperluan memasak, 25.70% untuk membuat susu formula bayi, 2.79%
untuk menggosok gigi dan 23.51% untuk keperluan lainnya. Sisanya 8.96%
menyatakan tidak tahu.
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
61
VIII. PRILAKU HYGIENE/SEHATBagian ini akan membahas prilaku hygiene/sehat yaitu dikaitkan dengan
kebiasaan pemakaian sabun. Hal ini penting dikaji karena sabun adalah salah
satu desinfektan yang dapat mencegah masuk dan berkembangnya kuman
pathogen kedalam tubuh. Studi EHRA menanyakan kepada responden tentang
pemakaian sabun hari ini atau kemarin. Kemudian juga penggunaan sabun untuk
keperluan apa saja. Tempat cuci tangan dan waktu mencuci tangan bagi anggota
keluarga juga menjadi perhatian disini. Berikut hasil studi selengkapnya.
Diagram 65: Pemakaian sabun hari ini dan kemarin
Hasil studi menunjukkan bahwa 99.69% responden sudah menggunakan sabun
dalam kesehariannya, hanya 0.31% yang tidak menggunakan sabun. Kemudian
juga dikaji lebih lanjut untuk apa saja responden menggunakan sabun, misalnya
untuk mandi, cuci tangan, cebok dan sebagainya. Hasil studinya, digambarkan
pada diagram 66 berikut ini.
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
62
Diagram 66: Peruntukan sabun
Diagram diatas menunjukkan bahwa peruntukan sabun yang tertinggi adalah
untuk mandi 97.2%, mencuci pakaian 81.6%, mencuci peralatan 75.3% dan
mencuci tangan sendiri 74.2%. Melihat data diatas secara rata-rata penggunaan
sabun sudah cukup baik. Yang harus lebih diperhatikan adalah kebiasaan cuci
tangan pakai sabun pada anak, karena anak lebih rentan terkena kuman
pathogen dibandingkan orang dewasa.
Diagram 67: Tempat mencuci tangan bagi anggota keluarga
A. Mandi
B. Memandikan anak
C. Menceboki pantat anak
D. Mencuci tangan sendiri
E. Mencuci tangan anak
F. Mencuci peralatan
G. Mencuci pakaian
H. Lainnya
I. Tidak tahu
A. Di kamar mandi
B. Di dekat kamar mandi
C. Di jamban
D. Di dekat jamban
E. Di sumur
F. Di sekitar penampungan
G. Di tempat cuci piring
H. Di dapur
I. Lainnya
J. Tidak tahu
Tempat mencuci tangan bagi anggota keluarga
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
62
Diagram 66: Peruntukan sabun
Diagram diatas menunjukkan bahwa peruntukan sabun yang tertinggi adalah
untuk mandi 97.2%, mencuci pakaian 81.6%, mencuci peralatan 75.3% dan
mencuci tangan sendiri 74.2%. Melihat data diatas secara rata-rata penggunaan
sabun sudah cukup baik. Yang harus lebih diperhatikan adalah kebiasaan cuci
tangan pakai sabun pada anak, karena anak lebih rentan terkena kuman
pathogen dibandingkan orang dewasa.
Diagram 67: Tempat mencuci tangan bagi anggota keluarga
A. Mandi
B. Memandikan anak
C. Menceboki pantat anak
D. Mencuci tangan sendiri
E. Mencuci tangan anak
F. Mencuci peralatan
G. Mencuci pakaian
H. Lainnya
I. Tidak tahu
97.2
36.6
29.7
74.2
40.8
75.3
81.6
3.9
1.1
Peruntukan sabun
A. Di kamar mandi
B. Di dekat kamar mandi
C. Di jamban
D. Di dekat jamban
E. Di sumur
F. Di sekitar penampungan
G. Di tempat cuci piring
H. Di dapur
I. Lainnya
J. Tidak tahu
68.6
9.5
4.5
0.8
1.7
1.1
48.8
17.3
14.4
0.9
Tempat mencuci tangan bagi anggota keluarga
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
62
Diagram 66: Peruntukan sabun
Diagram diatas menunjukkan bahwa peruntukan sabun yang tertinggi adalah
untuk mandi 97.2%, mencuci pakaian 81.6%, mencuci peralatan 75.3% dan
mencuci tangan sendiri 74.2%. Melihat data diatas secara rata-rata penggunaan
sabun sudah cukup baik. Yang harus lebih diperhatikan adalah kebiasaan cuci
tangan pakai sabun pada anak, karena anak lebih rentan terkena kuman
pathogen dibandingkan orang dewasa.
Diagram 67: Tempat mencuci tangan bagi anggota keluarga
97.2
68.6
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
63
Tempat cuci tangan yang ideal adalah di tempat yang terdapat air mengalir dan
sabun. Dari diagram 67 diatas dapat dilihat bahwa persentase terbesar
responden mencuci tangandi kamar mandi, di tempat cuci piring dan didapur. Di
ketiga tempat tersebut besar kemungkinan terdapat air mengalir dan sabun.
Diagram 68: Waktu cuci tangan pakai sabun
Ada 5 (lima) waktu penting mencuci tangan memakai sabun, yaitu setelah buang
air besar/menceboki anak, sebelum makan, sebelum menyiapkan masakan,
setelah memegang sesuatu/memegang hewan, dan sebelum menyuapi anak.
Baerdasarkan hasil studi, responden yang mencuci tangan pakai sabun setelah
buang air besar adalah 71.1%, setelah menceboki anak hanya 27%, sebelum
makan cukup baik yaitu 91.9%, sebelum menyiapkan masakan hanya 30.9%,
setelah memegang hewan hanya 29.1% dan sebelum menyuapi anak hanya
22.8%. hal ini menunjukkan masih ada resiko kesehatan yang tinggi terkait
kebiasaan mencuci tangan sebelum menyiapkan masakan, sebelum menyuapi
anak dan setelah menceboki anak.
A. Sebelum ke toilet
B. Setelah menceboki bayi/anak
C. Setelah dari buang air besar
D. Sebelum makan
E. Setelah makan
F. Sebelum memberi menyuapi anak
G. Sebelum menyiapkan masakan
H. Setelah memegang hewan
I. Sebelum sholat
J. Lainnya
Waktu mencuci tangan pakai sabun
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
63
Tempat cuci tangan yang ideal adalah di tempat yang terdapat air mengalir dan
sabun. Dari diagram 67 diatas dapat dilihat bahwa persentase terbesar
responden mencuci tangandi kamar mandi, di tempat cuci piring dan didapur. Di
ketiga tempat tersebut besar kemungkinan terdapat air mengalir dan sabun.
Diagram 68: Waktu cuci tangan pakai sabun
Ada 5 (lima) waktu penting mencuci tangan memakai sabun, yaitu setelah buang
air besar/menceboki anak, sebelum makan, sebelum menyiapkan masakan,
setelah memegang sesuatu/memegang hewan, dan sebelum menyuapi anak.
Baerdasarkan hasil studi, responden yang mencuci tangan pakai sabun setelah
buang air besar adalah 71.1%, setelah menceboki anak hanya 27%, sebelum
makan cukup baik yaitu 91.9%, sebelum menyiapkan masakan hanya 30.9%,
setelah memegang hewan hanya 29.1% dan sebelum menyuapi anak hanya
22.8%. hal ini menunjukkan masih ada resiko kesehatan yang tinggi terkait
kebiasaan mencuci tangan sebelum menyiapkan masakan, sebelum menyuapi
anak dan setelah menceboki anak.
A. Sebelum ke toilet
B. Setelah menceboki bayi/anak
C. Setelah dari buang air besar
D. Sebelum makan
E. Setelah makan
F. Sebelum memberi menyuapi anak
G. Sebelum menyiapkan masakan
H. Setelah memegang hewan
I. Sebelum sholat
J. Lainnya
7.7
27
71.1
91.9
86.9
22.8
30.9
29.1
22.7
5.2
Waktu mencuci tangan pakai sabun
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
63
Tempat cuci tangan yang ideal adalah di tempat yang terdapat air mengalir dan
sabun. Dari diagram 67 diatas dapat dilihat bahwa persentase terbesar
responden mencuci tangandi kamar mandi, di tempat cuci piring dan didapur. Di
ketiga tempat tersebut besar kemungkinan terdapat air mengalir dan sabun.
Diagram 68: Waktu cuci tangan pakai sabun
Ada 5 (lima) waktu penting mencuci tangan memakai sabun, yaitu setelah buang
air besar/menceboki anak, sebelum makan, sebelum menyiapkan masakan,
setelah memegang sesuatu/memegang hewan, dan sebelum menyuapi anak.
Baerdasarkan hasil studi, responden yang mencuci tangan pakai sabun setelah
buang air besar adalah 71.1%, setelah menceboki anak hanya 27%, sebelum
makan cukup baik yaitu 91.9%, sebelum menyiapkan masakan hanya 30.9%,
setelah memegang hewan hanya 29.1% dan sebelum menyuapi anak hanya
22.8%. hal ini menunjukkan masih ada resiko kesehatan yang tinggi terkait
kebiasaan mencuci tangan sebelum menyiapkan masakan, sebelum menyuapi
anak dan setelah menceboki anak.
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
64
IX. KEJADIAN PENYAKIT DIAREMencuci tangan memakai sabun diwaktu yang tepat dapat mencegah masuknya
pathogen penyebab diare. Pencemaran tinja adalah sumber utama dari virus,
bakteri dan pathogen penyebab diare. Menurut Wagner & Lanoix, 1958, jalur
pencemaran yang diketahui sehingga cemaran dapat sampai kemulut manusia,
termasuk balita adalah melalui 4F, yaitu fluids (cairan), fields (tanah), flies (lalat)
dan fingers (jari/tangan). Cuci tangan pakai sabun adalah cara pencegahan yang
paling efektif dan efisien.
Seperti sudah dibahas pada bagian sebelumnya, waktu-waktu penting cuci
tangan pakai sabun yaitu dalam 5 (lima) waktu penting tersebut harus sangat
diperhatikan oleh ibu/pengasuh. Berikut akan ditampilkan data studi EHRA
mengenai kejadian diare yang dialami.
Diagram 69: Waktu paling dekat anggota keluarga terkena diare
Diagram diatas menunjukkan bahwa 77.97% responden menjawab bahwa
anggota keluarga mereka terkena diare lebih dari 6 bulan yang lalu, 1.09%
menyatakan terkena diare dalam 6 bulan terakhir. Secara keseluruhan dapat
dikatakan bahwa tidak banyak responden yang mengalami kejadian diare. Untuk
responden yang mengalami kejadian diare ini, lebih lanjut akan dilihat anggota
keluarga terakhir yang terkena diare. Berikut datanya ditampilkan pada diagram
70 dibawah ini.
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
65
Diagram 70: Anggota keluarga terakhir yang terkena diare
Diagram diatas menggambarkan bahwa persentase tertinggi yang terkena diare
adalah orang perempuan dewasa sebanyak 29.44%, hal ini terkait dengan
kebiasaan cuci tangan pakai sabun, setelah menceboki anak, atau setelah
memegang peralatan/hewan yang masih rendah. Kemudian orang lelaki dewasa
sebesar 20.81% dan balita 18.53% yang memang rentan terhadap diare.
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
66
X. HASIL PENGAMATAN ENUMERATORStudi EHRA tidak hanya menganalisa hasil wawancara dengan responden, tetapi
juga mengkaji data yang didapatkan enumerator melalui pengamatan langsung
pada saat survey/wawancara berlangsung. Hasil pengamatan ini digunakan
untuk membandingkan data yang didapat melalui wawancara. Pengamatan yang
dilakukan enumerator menyangkut 10 aspek yaitu:
1. Sumber air untuk minum, masak, mencuci alat masak, makan dan minum
2. Penyimpanan dan penanganan air minum dan masak yang baik dan aman
3. Prilaku hyginie/sehat
4. Penanganan sampah rumah tangga di dapur
5. SPAL rumah tangga non tinja
6. Pengamatan kamar mandi
7. Pengamatan WC/jamban
8. Pembuangan air kotor/limbah tinja/lumpur tinja
9. Halaman/pekarangan/kebun
10.Pengolahan sampah (daur ulang dan penggunaan kembali)
1100..11.. SSuummbbeerraaiirruunnttuukkmmiinnuumm,,mmaassaakk,, mmeennccuucciiaallaattmmaassaakk,,mmaakkaann ddaannmmiinnuumm
Diagram 71: Pengamatan sumber air untuk minum, masak dan mencuciperalatan
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
67
Diagram diatas menunjukkan bahwa hanya 5.14% saja yang menggunakan air
dari sumber sumur gali yang tidak terlindungi. Lainnya bervariasi menggunakan
air ledeng, sumur gali terlindungi, sumur pompa tangan, pompa mesin, hidran
dank ran umum serta dari tukang air, persentasenya ditampilkan secara lengkap
oleh diagram diatas. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara.
1100..22.. PPeennyyiimmppaannaann ddaann ppeennaannggaannaann aaiirrmmiinnuumm ddaannmmaassaakkyyaanngg bbaaiikk ddaannaammaann
Diagram 72: Pengamatan wadah/tempat penyimpanan air sebelum diolah
Dari diagram diatas bahwa responden yang menyimpan air sebelum diolah di
tempat/wadah yang tertutup cukup tinggi yaitu di panci/ember dengan tutup
34.73%, menyimpan di tempayan tertutup 32.70%, di gallon isi ulang 14.05%,
lainnya 15.14%. sementara yang menyimpan di wadah terbuka hanya 1.35% di
tempayan terbuka dan 2.03% menyimpan di ember terbuka. Hal ini juga sama
dengan hasil wawancara.
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
68
Diagram 73: Pengamatan wadah/tempat penyimpanan air minum
Enumerator juga mengamati apakah air minum yang sudah diolah disimpan di
tempat yang baik dan aman. Hanya 0.78% saja responden yang menyimpan di
panci terbuka, dan 19.6% hasil pengamatan tidak melihat adanya wadah
penyimpanan air minum yang disediakan opsi jawaban. sementara sebagian
besar menyimpan di tempat yang tertutup dan aman, yaitu di dalam panci
tertutup, ketel/teko, botol/termos dan wadah lainnya.
1100..33.. PPrriillaakkuu hhyyggiinniiee//sseehhaatt
Pengamatan terhadap persediaan air untuk cuci tangan juga dilakukan, datanya
ditampilkan pada diagram 74 berikut ini.
Diagram 74: Pengamatan persediaan air untuk cuci tangan dan sumber air
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
69
Diagram diatas menggambarkan bahwa sumber air untuk cuci tangan didapur
berasal dari air kran/PAM yang mengalir, sumur gali yang terlindungi dan sumur
pompa mesin. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang sudah ditampilkan
pada bagian sebelumnya.
Diagram 75: Pengamatan ketersediaan sabun untuk mencuci tangan danperalatan masak, makan dan minum di dapur
Diagram 75 menunjukkan bahwa 93.91% hasil pengamatan enumerator
menyatakan adanya ketersediaan sabun untuk keperluan cuci tangan dan
mencuci peralatan masak, makan dan minum didapur. Hanya 6.09% saja dari
pengamatan yang tidak melihat adanya sabun di dapur. Jika dilihat dari tingginya
ketersediaan sabun untuk keperluan cuci tangan didapur, yang harus ditingkatkan
lagi adalah kebiasaan atau budaya mencuci tangan terutama di lima waktu
penting, sehingga resiko kesehatan seperti kejadiaan diare dapat lebih ditekan
lagi.
Selanjutnya, enumerator juga mengamati tingkat keamanan makanan dari lalat,
cicak dan serangga lainnya. Hal ini sehubungan dengan pengurangan resiko
kejadian penyakit yang ditularkan melalui hewan atau serangga tersebut. Lebih
lengkap, hasil studinya digambarkan pada diagram berikut:
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
70
Diagram 76: Pengamatan keamanan makanan dari lalat, cicak dan seranggalainnya
Dari diagram diatas dapat disimpulkan bahwa makanan disimpan di tempat yang
aman dan terbebas dari serangga dan hewan lainnya. Hasil pengamatan
menunjukkan responden menyimpan makanan diatas meja dan ditutup, dalam
lemari makanan dan ditutup kawat nyamuk, lemari yang ditutup rapat, dan dalam
kulkas. Hanya 5.16% responden yang menyimpan di atas meja dan tidak ditutup.
1100..44.. PPeennaannggaannaann ssaammppaahh rruummaahhttaannggggaaddiiddaappuurr
Hasil pengamatan mengenai penanganan sampah rumah tangga akan
ditampilkan pada diagram-diagram berikut.
Diagram 77: Pengamatan pengumpulan sampah sebelum dibuang
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
71
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa 91.72% responden mengumpulkan
sampah sebelum dibuang, sisanya 8.28% tidak melakukannya.
Diagram 78: Pengamatan tempat yang dipakai untuk mengumpulkansampah
Lebih jauh para enumerator juga mengamati tempat/wadah yang digunakan
responden untuk mengumpulkan sampah didapur. Wadah yang ideal untuk
mengumpulkan sampah di dapur adalah wadah yang tertutup, untuk menghindari
berkembang biaknya lalat dan serangga lainnya. Hasil pengamatan menunjukkan
bahwa 55.32% responden sudah menggunakan kantong plastic dan keranjang
sampah tertutup. 40.19% menyimpan di plastic dan keranjang sampah terbuka,
sisanya 4.5% menggunakan wadah lainnya.
1100..55.. SSPPAALL rruummaahh ttaannggggaannoonn ttiinnjjaa
Bagian ini mengamati mengenai saluran pembuangan air limbah yang berasal dari
kegiatan cuci peralatan masak, makan dan minum.
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
72
Diagram 79: Pengamatan pembuangan air limbah bekas cuci peralatanmasak, makan dan minum
Diagram diatas memperlihatkan bahwa masih tinggi persentase responden yang
membuang air limbah bekas cuci peralatan masak, makan dan minum langsung
ke sungai yaitu sebanyak 32.81%. yang membuang ke saluran terbuka 18.59%,
ke saluran tertutup 32.81%, kelubang galian 6.88%. Responden yang membuang
ke pipa SPAL hanya 4.22%, ke jalan/halaman/kebun masih ada 2.66% dank e
pipa IPAL sanimas 1.72%.
1100..66.. PPeennggaammaattaann kkaammaarrmmaannddii
Keberadaan sabun mandi, shampoo dan sabun cuci tangan di kamar mandi
sangatlah penting untuk kebutuhan mandi dan cuci tangan. Berikut hasil
pengamatan enumerator studi EHRA.
Diagram 80: Pengamatan tersedianya sabun mandi, shampoo dan sabuncuci tangan di kamar mandi
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
73
Dari hasil pengamatan enumerator, dapat dilihat bahwa 97.19% di kamar mandi
responden tersedia sabun mandi, shampoo dan sabun cuci tangan.
Diagram 81: Pengamatan sumber air untuk mandi
Hasil pengamatan mengenai sumber air untuk mandi hamper sama dengan
sumber air yang digunakan untuk masak dan mencuci yaitu dari air PAM, sumur
gali/bor, sumur pompa tangan dan lain-lain seperti yang tertera pada diagram 81
diatas
Diagram 82: Pengamatan pembuangan air limbah bekas cuci tangan dariwastafel
Hasil pengamatan tentang pembuangan air limbah bekas cuci tangan dari
wastafel ditampilkan pada diagram 82. Sebanyak 32.03% responden
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
74
pembuangan air limbah bekas cuci tangan di wastafel adalah ke saluran tertup,
26.25% ke sungai/kanal/kolam/selokan, ke saluran terbuka 14.53%, yang tidak
punya wastafel 16.41%, yang lainnya dapat dilihat pada diagram tersebut. Hasil
pengamatan ini tidak berbeda jauh dari hasil wawancara.
Diagram 83: Pengamatan jentik nyamuk didalam penampungan air/ember
Dari pengamatan masih ditemukan 7.81% tempat penampungan air yang
didalamnya terdapat jentik nyamuk. Sementara sebagian besar yaitu 92.19%
tempat penyimpanan air bebas dari jentik nyamuk
1100..77.. PPeennggaammaattaann WWCC//jjaammbbaann
Ketersediaan air dan sabun di WC/jamban sangatlah penting untuk mendukung
prilaku hidup bersih dan sehat. Hasil pengamatan mengenai ketersedian air dan
sabun di WC/jamban, ditampilkan pada diagram berikut.
Diagram 84: Pengamatan ketersediaan air di dalam WC/jamban
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
75
Ketersediaan air dalam WC/jamban sudah cukup baik yaitu 68.44% air tersedia
didalam bak air/ember, 25.94% air tersedia langsung dari kran yang berfungsi
baik. Sisanya sebanyak 5.47% tidak tersedia air di WC/jambannya, dan 0.16%
kran tidak berfungsi. Dari konfirmasi lebih lanjut, enumerator menemukan bahwa,
responden membawa air dari dapur atau kamar mandi untuk WC/jambannya.
Diagram 85: Pengamatan ketersediaan sabun dalam atau dekat WC/jamban
Ketersediaan sabun di dalam atau dekat WC/jamban sudah cukup baik, yaitu
83.41%. Sementara keberadaan jentik nyamuk pada bak air/ember di WC/jamban
juga diamati, datanya ditampilkan pada diagram berikut, dimana 94.84% bebas
dari jentik nyamuk.
Diagram 86: Pengamatan ada tidaknya jentik nyamuk dalam bak air/ember
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
76
1100..88.. PPeemmbbuuaannggaann aaiirr kkoottoorr//lliimmbbaahh ttiinnjjaa//lluummppuurr ttiinnjjaa
Pengamatan pada bagian ini difokuskan pada tipe WC/jamban yang digunakan
oleh responden, pembuangannya dan kebersihan dinding WC/jamban. Berikut
adalah data lengkap hasil pengamatan.
Diagram 87: Pengamatan tipe jamban/WC yang terlihat di rumahresponden
Pengamatan tentang tipe WC/jamban yang digunakan menunjukkan bahwa
67.03% responden memiliki kloset jongkok leher angsa, 25.63% kloset duduk
leher angsa, 3.91% memiliki cemplung, 1.72% lainnya, dan 1.56% memiliki
plengsengan. Dari pengamatan dapat disimpulkan bahwa tipe jamban yang
digunakan sudah relative baik.
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
77
Diagram 88: Pengamatan pembuangan akhir WC/jamban
Pengamatan mengenai pembuangan akhir WC/jamban menunjukkan 80.3%
pembuangan WC/jamban responden ke tangki septic; 9.9% ke sungai, kanal,
kolam; 5.5% ke cubluk; 2.7% tidak tahu, 0.8% ke saluran terbuka; 0.5% ke pipa
saluran pembuangan kotoran; dan 0.5% lainnya ke saluran tertutup.
Lebih lanjut enumerator juga melakukan pengamatan kebersihan jamban,
datanya ditampilkan pada diagram 89 dan 90 berikut.
Diagram 89: Pengamatan kebersihan lantai dan dinding WC/jamban yangterbebas dari tinja
5.59.9
0.8
2.70.5
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
77
Diagram 88: Pengamatan pembuangan akhir WC/jamban
Pengamatan mengenai pembuangan akhir WC/jamban menunjukkan 80.3%
pembuangan WC/jamban responden ke tangki septic; 9.9% ke sungai, kanal,
kolam; 5.5% ke cubluk; 2.7% tidak tahu, 0.8% ke saluran terbuka; 0.5% ke pipa
saluran pembuangan kotoran; dan 0.5% lainnya ke saluran tertutup.
Lebih lanjut enumerator juga melakukan pengamatan kebersihan jamban,
datanya ditampilkan pada diagram 89 dan 90 berikut.
Diagram 89: Pengamatan kebersihan lantai dan dinding WC/jamban yangterbebas dari tinja
5.5
80.3
0.5
Cubluk
Tangki Septik
Sungai, kanal, kolam
Saluran terbuka
Saluran tertutup
Pipa saluran pembuangankotoran
Tidak tahu
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
77
Diagram 88: Pengamatan pembuangan akhir WC/jamban
Pengamatan mengenai pembuangan akhir WC/jamban menunjukkan 80.3%
pembuangan WC/jamban responden ke tangki septic; 9.9% ke sungai, kanal,
kolam; 5.5% ke cubluk; 2.7% tidak tahu, 0.8% ke saluran terbuka; 0.5% ke pipa
saluran pembuangan kotoran; dan 0.5% lainnya ke saluran tertutup.
Lebih lanjut enumerator juga melakukan pengamatan kebersihan jamban,
datanya ditampilkan pada diagram 89 dan 90 berikut.
Diagram 89: Pengamatan kebersihan lantai dan dinding WC/jamban yangterbebas dari tinja
Pipa saluran pembuangankotoran
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
78
Pengamatan menunjukkan 86.88% lantai dan dinding bebas tinja (diagram 89)
dan 85.16% lantai dan dinding bebas kecoa dan lalat (diagram 90).
Diagram 90: Pengamatan kebersihan lantai dan dinding WC/jamban yangterbebas dari lalat dan kecoa
Diagram 91 berikut ini menggambarkan hasil pengamatan mengenai ketersediaan
gayung untuk menyiram.
Diagram 91: Pengamatan ketersediaan gayung untuk menyiram
Dari pengamatan terlihat bahwa 94.58% WC/jamban responden dilengkapi
gayung untuk menyiram. Berikut untuk WC/jamban yang memiliki penggelontor
juga diamati apakah alat penggelontor berfungsi dengan baik. Datanya
ditampilkabn pada diagram 92 berikut.
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
79
Diagram 92: Pengamatan keberfungsian alat penggelontor pada WC
Dari pengamatan yang dilakukan enumerator 96.77% alat penggelontor berfungsi
dengan baik, sementara yang tidak berfungsi dengan baik adalah sebanyak
3.23%.
1100..99.. PPeennggaammaattaann tteemmppaatt ccuucciippaakkaaiiaann
Berikut ini adalah pengamatan yang dilakukan pada tempat cuci pakaian. Hal
yang diamati adalah ketersediaan sabun untuk mencuci, sumber air yang
digunakan, dan pembuangan limbah cuci pakaian. Hasil selengkapnya
digambarkan oleh diagram 93 s/d 95 dibawah ini
Diagram 93: Pengamatan ketersediaan sabun cuci di tempat cuci pakaian
Ketersediaan sabun cuci di tempat cuci pakaian adalah 93.13%
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
80
Diagram 94: Pengamatan sumber air untuk mencuci pakaian
Persentase tertinggi dari pengamatan tentang sumber air yang digunakan untuk
mencuci pakaian adalah air dari sumur bor/pompa tangan/mesin (49.55%), air
ledeng PDAM (18.06%) dan dari sumur gali yang terlindungi 19.85%. Selebihnya
menggunakan air dari sumber-sumber yang ditampilkan diagram diatas dengan
persentase yang kecil.
Diagram 95: Pengamatan pembuangan air limbah mencuci pakaian
Dari pengamatan yang digambarkan diagram diatas, limbah cuci pakaian dibuang
ke sungai/kanal/kolam/selokan (33.28%), ke saluran tertutup (33.59), saluran
terbuka (19.69%).
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
81
1100..1100PPeennggaammaattaann hhaallaammaann//ppeekkaarraannggaann//kkeebbuunn
Pengamatan halaman/pekarangan/kebun berisi beberapa poin pengamatan yang
secara lengkap ditampilkan dalam diagram barikut.
Diagram 96: Pengamatan jarak tangki septic dengan sumber air
Pengamatan mengenai jarak aman tangki septic dengan sumber air menunjukkan
bahwa 70.78% hasil pengamatan berindikasi aman yaitu berjarak lebih dari 10
meter dari sumber pencemar. Hal ini mendekati hasil wawancara yang hasilnya
telah ditampilkan pada bagian sebelumnya.
Diagram 97: Pengamatan kebersihan halaman dari sampah
Kebersihan halaman juga diamati, dan hasil pengamatan menunjukkan bahwa
82.19% halaman bersih dari sampah.
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
82
Diagram 98: Pengamatan kebersihan halaman depan rumah dari genanganair
Diagram diatas menunjukkan bahwa 88.75% halaman bebas dari genangan air.
Hal ini penting karena genangan air akan menyebabkan berkembangbiaknya
nyamuk yang akan menimbulkan penularan penyakit seperti demam berdarah,
kaki gajah dan chikungunya.
Diagram 99: Pengamatan tempat biasanya air tergenang
Dari pengamatan mengenai tempat air biasanya tergenang, diagram diatas
menunjukkan bahwa genangan paling banyak terjadi di halaman rumah 62.20%,
didekat dapur 10.98%, di dekat kamar mandi 7.32%, di tempat lainnya 19.51%.
Hal ini harus mendapat perhatian khusus, karena genangan ini mengindikasikan
resiko kesehatan.
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
83
Lebih jauh enumerator juga melakukan pengamatan mengenai sumber atau asal
genangan air. Data yang didapatkan dari hasil pengamatan digambarkan pada
diagram 100, dimana asal genangan air secara berurutan dari yang paling tinggi
berasal dari air hujan 34.65%, air limbah kamar mandi 26.73%, air limbah dapur
23.76, limbah lainnya 11.88% dan tidak tahu dari mana asalnya 2.97%.
Diagram 100: Pengamatan asal genangan air
Diagram 101: Pengamatan kebersihan halaman dari benda yangmenyebabkan air tergenang
Diagram 101 diatas menggambarkan hasil pengamatan mengenai kebersihan
halaman dari benda yang menyebabkan air tergenang. Data pengamatan
menunjukkan 89.06% halaman bersih dari benda yang bias menyebabkan air
tergenang.
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
84
Diagram 102: Pengamatan ketersediaan saluran air hujan dekat rumah
Diagram diatas menunjukkan bahwa 37.34% rumah responden memiliki saluran
terbuka, 30.16% memiliki saluran tertutup dan sisanya 32.5% tidak memiliki
saluran air hujan. Saluran air hujan ini penting untuk mencegah terjadinya
genangan yang berasal dari air hujan.
Diagram 103: Pengamatan keberfungsian saluran air
Hasil pengamatan mengenai keberfungsian saluran air seperti yang digambarkan
diagram diatas menunjukkan bahwa 78.59% saluran berfungsi, sisanya tidak
berfungsi 4.22%, tidak punya saluran 15.47% dan saluran tidak dapat dipakai
1.72%.
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
85
Diagram 104: Pengamatan kebersihan saluran air dari sampah
Kebersihan saluran dari sampah juga penting diamati, karena jika saluran tidak
bersih akan menimbulkan saluran tersumbat dan akan menimbulkan genangan
bahkan banjir. Hasil pengamatan menunjukkan 57.19% saluran bersih dari
sampah, 25.94% pengamatan saluran tidak bersih dari sampah tapi air masih
bias mengalir, 13.75% pengamatan tidak memiliki saluran, 2.10% saluran
mampet tersumbat sampah dan 0.94% saluran tidak bersih tapi salurannya
kering.
1100..1111.. PPeennggoollaahhaann ssaammppaahh((ddaauurruullaannggddaann ppeenngggguunnaaaann kkeemmbbaallii))
Pengolahan sampah rumah tangga juga menjadi objek pengamatan, yaitu
mengenai cara pengolahan sampah, pemilahan sampah, jenis sampah yang
dipilah, ketersediaan tempat untuk membuat kompos, keberadaan kompos siap
pakai, dan penggunaan kompos. Hasil pengamatan selengkapnya ditampilkan
pada diagram-diagram berikut.
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
86
Diagram 105: Pengamatan cara pengolahan sampah di rumah
Diagram diatas menunjukkan hasil pengamatan bahwa 46.96% sampah
dikumpulkan dalam keranjang permanen, 20.90% sampah langsung dibakar,
12.01% sampah dibuang dalam lubang galian dan dibakar, 8.42% dibuang ke
lahan kosong, 9.83% opsi lainnya. Sebagian kecil masih ada yang membuang ke
sungai dan membiarkan sampahnya begitu saja.
Diagram 106: Pengamatan pemilahan sampah
Hasil pengamatan mengenai pemilahan sampah seperti yang ditampilkan pada
diagram diatas menunjukkan masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam
memilah sampah, hanya 16.25% saja jumlah responden yang melakukan
pemilahan sampah rumah tangganya.
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
87
Diagram 107: Pengamatan jenis sampah yang dipilah
Diagram diatas menunjukkan jenis sampah yang dipilah responden, yaitu
persentase terbesar adalah sampah plastic 27.24%, kertas/kardus 23.74%,
gelas/kaca 17.51%, sampah basah 17.12%, sampah besi/logam 12.84% dan
sampah lainnya 1.56%
Diagram 108: Pengamatan ketersediaan tempat untuk membuat kompos
Hasil pengamatan mengenai ketersediaan tempat membuat kompos
menunjukkan hanya 16.19% saja responden yang memiliki tempat untuk
membuat kompos. Walaupun masih rendah, tapi hal ini merupakan langkah baik
untuk mulai mensosialisasikan kepada masyarakat pentingnya memilah sampah
dirumah dan memanfaatkan sampah organic rumah tangga untuk pembuatan
kompos.
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
88
Diagram 109: Pengamatan keberadaan kompos yang siap pakai
Diagram diatas menggambarkan ketersediaan kompos siap pakai, dimana hanya
16.35% responden yang diamati adanya keberadaan kompos siap pakai
Diagram 110: Pengamatan penggunaan kompos yang dibuat
Diagram diatas menggambarkan penggunaan kompos yang dibuat, yaitu 32%
dipakai untuk tanaman buah, 28% digunakan untuk tanaman hias, 24% belum
dimanfaatkan dan 16% dijual.
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
89
Demikian laporan studi EHRA Kota Tangerang Selatan, semoga bermanfaat bagi
semua pihak khususnya pemerintah Kota Tangerang Selatan dalam percepatan
pembangunan sanitasi.
Laporan Studi EHRA Kota Tangerang Selatan PPSP 2011
90
LLaammppiirraann
Daftar Rencana Kerja & Tugas Tanggungjawab Tim Survey EHRA Pokja AMPLKota Tangerang Selatan Tahun 2011
KECAMATAN KOORDINATOR KODE SUPERVISOR KODE ENUMERATOR KELURAHAN WAKTU MULAI WAKTU SELESAI
SERPONG Drg. Endang S sumarah 1 Ajat 7 ikmah iik Cilenggang 02/08/11 16/08/11
Agus 2 yuli Lengkong Gudang 02/08/11 16/08/11
16 ida Lengkong Wetan 02/08/11 16/08/11
Ita Dewi T 6 Yuni Buaran 02/08/11 16/08/11
SERPONG
UTARA Dr. I Gusti Ayu Rai Ratih 2 M. Amirudin /Ii 1 Pondok Jagung Timur02/08/11 16/08/11
CIPUTAT Dr. Hj. Tris Lestari 3 Asep Ema 8 Cipayung 02/08/11 16/08/11
Februanti 11 Ciputat 02/08/11 16/08/11
Dessi Aryani 10 Dwi Sawah 02/08/11 16/08/11
CIPUTAT
TIMUR Dr. H.M Rusmin 4 Siti Lestari 3 Rempoa02/08/11 16/08/11
Nurhayati 4 Rengas 02/08/11 16/08/11
PONDOK AREN H. Duyeh Somantri 5 Sri Nursini 13 eni triana Pondok Betung 02/08/11 16/08/11
Ima Mahriah 12 Nurul Pondok Aren 02/08/11 16/08/11
Nur Mutmainnah 14 Anik Pondok Kacang Timur 02/08/11 16/08/11
PAMULANG Dr. Rosmawati, S 6 Enny Hendriyani 5 Bambu Apus 02/08/11 16/08/11
SETU Dr. Allin Hendarlin 7 Nicholas FP 15 marhamah Kademangan 02/08/11 16/08/11
Kokom 9 rasti Kranggan 02/08/11 16/08/11