peranan pemerintah daerah dalam mengawasi kelestarian

96
PERANAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGAWASI KELESTARIAN TERUMBU KARANG KABUPATEN WAKATOBI LA HASI Nomor Stambuk : 10564 01195 11 JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2015

Upload: khangminh22

Post on 24-Nov-2023

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PERANAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGAWASI

KELESTARIAN TERUMBU KARANG

KABUPATEN WAKATOBI

LA HASI

Nomor Stambuk : 10564 01195 11

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2015

i

PERANAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGAWASI

KELESTARIAN TERUMBU KARANG

KABUPATEN WAKATOBI

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Ilmu Pemerintahan

Disusun dan Diajukan Oleh

LA HASI

Nomor Stambuk : 10564 01195 11

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2015

iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama Mahasiswa : La Hasi

Nomor Stambuk : 10564 01195 11

Program Studi : Ilmu Pemerintahan

Menyatakan bahwa benar karya ilmiah ini adalah penelitian saya sendiri tanpa

bantuan dari pihak lain atau telah ditulis/dipublikasikan orang lain atau melakukan

plagiat. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian

hari pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik

sesuai aturan yang berlaku, sekalipun itu pencabutan gelar akademik.

Makassar, .....

Yang Menyatakan,

La Hasi

iv

ABSTRAK

LA HASI. Peranan Pemerintah Daerah Dalam Mengawasi KelestarianTerumbu Karang Kabupaten Wakatobi (dibimbing oleh Parakkasi Tjaija danRudi Hardi).

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Peranan Pemerintah DaerahDalam Mengawasi Kelestarian Terumbu Karang serta Apa Faktor Pendukung danPenghambat Peranan Pemerintah Daerah Dalam Mengawasi Kelestarian TerumbuKarang, jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan menggunakan informanpenelitian 8 orang. Teknik yang digunakan dalam menghimpun data dalampenelitian berupa observasi, wawancara dan dokumentasi terhadap informan. Datatersebut dianalisis secara deskriftif kepada informan dengan melakukanwawancara kemudian mengecek kembali data tersebut untuk lebih memahamisecara mendalam serta berpedoman pada teori-teori yang sesuai dan data tersebutdikumpulkan diharapkan dapat menghasilkan penelitian yang bermutu dan yangkredibel.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Peranan Pemerintah Daerah DalamMengawasi Kelestarian Terumbu Karang di Kabupaten Wakatobi sudah efektif.Hal ini didukung oleh hasil wawancara dari informan yang mengatakan bahwapengawasan pelestarian terumbu karang adalah dengan cara kolaborasi yaitumenggandeng seluruh intansi pemerintahan, masyarakat, stake holder, lembaga-lembaga hukum, TNI, kepolisian dan organisasi-organisasi dunia yang konsenterhadap pelestarian sumberdaya terumbu karang untuk bersama-sama mengawasidan melindungi kelestarian sumberdaya terumbu karang.

Faktor yang mendukung peranan pemerintah daerah dalam mengawasikelestarian terumbu karang yaitu adanya komitmen yang kuat dari pemerintahdaerah, seluruh kompenen masyarakat dan dukungan yang kuat dari pemerintahpusat serta lembaga-lembaga yang konsen terhadap pelestarian sumberdayaterumbu karang. Sedangkan faktor yang menghambat peran pemerintah daerahdalam mengawasi kelestarian terumbu karang adalah masih kurangnya tenagapengawas, sarana prasarana yang memadai masih terbatas dan dana yang masihbelum cukup untuk menjalankan operasi pengawasan pelestarian terumbu karang.

Keyword : Peranan Pemerintah Daerah Dalam Mengawasi Terumbu Karang.

v

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul “Peranan Pemerintah Daerah Dalam Mengawasi

Kelestarian Terumbu Karang Kabupaten Wakatobi”

Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat

dalam memperoleh gelar sarjana Ilmu Pemerintahan Pada Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

Dalam kesempatan ini, Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih

dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada kedua orang tua Penulis.

Ayahanda La Jamulaa dan Ibunda Wa Jamia yang tidak mampu saya sebutkan

kebaikan dan jasa-jasa serta pengorbanan yang selama ini beliau berikan kepada

Penulis. Terima kasih kepada saudara-saudaraku, yang selama ini senantiasa

mendukung dan menemani setiap langkah Penulis dalam menjalani kehidupan.

Paman dan Bibi, dan para Sepupu yang menjadi penyemangat bagi Penulis dalam

menjalani hari-hari, Terima kasih atas segala bantuan dan dukungannya.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud

tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada

kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang

terhormat:

1. Bapak Drs. H. Parakkasi Tjaija, M.Si selaku Pembimbing I dan Bapak Rudi

Hardi, S.Sos, M.Si selaku Pembimbing II yang senantiasa meluangkan

v

waktunya membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga skripsi ini dapat

diselesaikan.

2. Bapak Dr. H. Muhlis Madani, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

3. Bapak A. Luhur Prianto, S.IP., M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

4. Dosen Fisipol, Staf Tata Usaha Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Muhammadiyah Makassar, yang telah banyak membantu penulis

selama menempuh pendidikan di kampus ini.

5. Teman-teman seangkatan, sekampus dan sejawat yang tidak dapat Penulis

sebutkan satu persatu yang selalu memberikan motivasi dan dorongan dalam

menyelesaikan pendidikan.

6. Semua pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu per satu yang telah

memberikan motivasi, dukungan, sumbangan pemikiran, bantuan materi

maupun non-materi, Penulis haturkan terima kasih.

Demi kesempurnaan skripsi ini, saran dan kritik yang sifatnya

membangun sangat penulis harapkan. Semoga karya skripsi ini bermanfaat dan

dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi pihak yang membutuhkan.

Makassar, 18 Februari 2015

Penulis

vi

DAFTAR ISI

Halaman Pengajuan Skripsi ................................................................................... i

Halaman Persetujuan............................................................................................. ii

Halaman Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah ....................................................... iii

Abstrak ................................................................................................................. iv

Kata Pengantar ...................................................................................................... v

Daftar Isi............................................................................................................... vi

Daftar Tabel ........................................................................................................ vii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah............................................................................ 1B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 6C. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 6D. Manfaat Penelitian .................................................................................... 6

BAB II.TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pengawasan............................................................................. 7B. Konsep Peranan Pemerintah Daerah......................................................... 9C. Pengelolaan Wilayah Pesisir Dalam Tata Kelola Terumbu Karang ....... 12D. Tata Kelola Ekosistem Terumbu Karang................................................ 13E. Manfaat Terumbu Karang ....................................................................... 15F. Peran Pemerintah Dalam Mengawasi Kelestarian Terumbu Karang...... 17G. Kerangka Pikir ........................................................................................ 19H. Fokus Penelitian ...................................................................................... 20I. Deskripsi Fokus Penelitian...................................................................... 21

BAB III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian .................................................................. 23B. Jenis dan Tipe Penelitian......................................................................... 23C. Sumber Data............................................................................................ 24D. Informan penelitian ................................................................................. 25

vi

E. Teknik Pengumpulan Data...................................................................... 25F. Teknik Analisis Data............................................................................... 26G. Pengabsahan Data ................................................................................... 27

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ....................................................... 29B. Peranan Pemerintah Daerah Dalam Mengawasi Kelestarian Terumbu

Karang ..................................................................................................... 43C. Faktor Pendukung dan Penghambat........................................................ 58

BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................. 65B. Saran-Saran ............................................................................................. 67

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 68

vii

Daftar Tabel

Tabel 1.1 Luas Wilayah Kebupaten Wakatobi menurut Kecamatan .......................32

Tabel 1.2 Komposisi dan penyebaran penduduk Kabupaten Wakatobi menurut jenis

kelamin per Kecamatan ............................................................................ 33

Tabel 1.3 Program Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengawasan dan Pengendalian

Sumber Daya Kelautan..............................................................................39

Tabel 1.4 Program Pengembangan Budidaya Perikanan ...........................................39

Tabel 1.5 Program Pengembangan Perikanan Tangkap ............................................ 39

Tabel 1.6 Program Bina Usaha dan Pemasaran Produk dan Komoditas Unggulan...40

Tabel 1.7 Program Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dan Pulau – Pulau

Kecil ..........................................................................................................40

Tabel 1.8 Program Penelitian dan Pengembangan IPTEK Kelautan dan Perikanan .42

Tabel 1.9 Program Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Kelautan dan

Perikanan.................................................................................................41

Tabel 1.10 Program Pengembangan dan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan.........41

Tabel 1.11 Program Pelayanan Administrasi Perkantoran ........................................41

Tabel 1.12 Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur.............................42

Tabel 1.13 Program Peningkatan Disiplin Aparatur .................................................42

Tabel 1.14 Program Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Aparatur ........................42

Tabel 1.15 Program Peningkatan Pengembangan Sistem Pelaporan Capaian Kinerja

dan Keuangan..........................................................................................42

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki

sumberdaya alam hayati laut yang potensial seperti sumberdaya terumbu karang.

Berdasarkan hasil penelitian pada tahun 1998, luas terumbu karang Indonesia

adalah 42.000 km2 atau 16,5 % dari luasan terumbu karang dunia yaitu seluas

255.300 km2 dengan 70 genera dan 450 spesies (Soediono, 2008).

Terumbu karang merupakan sumber kehidupan bagi jutaan nelayan dan

masyarakat, serta sumber devisa bagi negara. Ikan-ikan bernilai ekonomi tinggi

yang selama ini ditangkap di daerah terumbu karang antara lain kerapu, kakap,

napoleon, beronang, kuwe/siwi, ekor kuning, kembung, dan berbagai jenis ikan

hias. Sementara biota non-ikan ditangkap/diambil di daerah terumbu karang di

antaranya; kima, kerang, kerang mutiara, susu bundar, teripang, rumput laut, bulu

babi, lobster, sotong, dan sebagainya.

Disamping itu jika kita mencermati secara seksama, hamparan terumbu

karang yang terbentang di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki empat

fungsi utama bagi kehidupan manusia, yaitu sebagai penyedia sumber daya alam;

penyedia jasa pendukung kehidupan; ekosistem terumbu karang menyediakan

obyek wisata dan rekreasi yang sangat indah dan mempesona; dan sebagai

pelindung dari bencana alam, ekosistem terumbu karang mampu melindungi

manusia dari berbagai bahaya alam yang terjadi di wilayah pesisir dan pulau-

pulau kecil. Dengan ke empat fungsi utama ekosistem terumbu karang tersebut di

2

atas, maka ekosistem ini menjadi ekosistem yang sangat menarik dan menjanjikan

bagi kiprah pembangunan manusia, ekosistem terumbu karang tidak hanya

menjadi ekosistem yang dieksploitasi (diambil) sumber daya alamnya, tetapi juga

menjadi ekosistem yang dimanfaatkan bagi berbagai kegiatan, seperti perikanan

dan pariwisata. Namun eksploitasi ekosistem terumbu karang yang dilakukan

selama ini telah mengindikasikan fenomena kerusakan yang tidak hanya

mengancam kemampuan ekosistem dalam menyediakan sumber daya alam, tetapi

juga telah mereduksi kemampuanya dalam memitigasi bencana alam di wilayah

pesisir dan pulau-pulau kecil.

Dampak dari kerusakan yang muncul, antara lain hilangnya daerah

pemijahan, pengasuhan dan mencari makanan bagi beragam biota laut, dan

berkurangnya sumber daya ikan. Dampak lain dari fenomena diatas adalah

hilangnya fungsi-fungsi fisik dari ekosistem terumbu karang, seperti peredam

gelombang, dan pencegah instrusi air laut. Fenomena ini terjadi akibat praktek-

praktek pemanfaatan sumber daya alam yang destruktif dan pembangunan yang

tidak berwawasan lingkungan, seperti penggalian karang, pengeboman ikan

karang dan sebagainya. Selain itu kerusakan ini dapat lebih diperparah akibat

adanya fenomena perubahan iklim. (Victor, 2013:61-62).

Eksploitasi sumberdaya alam di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil

secara besar-besaran tanpa mempertimbangkan kelestariannya, berdampak pada

menurunnya kualitas lingkungan hidup di wilayah tersebut, termasuk terumbu

karang. Menurut hasil penelitian Pusat Pengembangan Oseanologi (P2O) LIPI

yang dilakukan pada tahun 2000, kondisi terumbu karang Indonesia 41,78%

dalam keadaan rusak, 28,30 % dalam keadaan sedang, 23,72 % dalam keadaan

3

baik, dan 6,20 % dalam keadaan sangat baik. Hal ini menunjukkan telah terjadi

tekanan yang cukup besar terhadap keberadaan terumbu karang di Indonesia pada

umumnya oleh berbagai ancaman dan faktor-faktor penyebab kerusakan.

Demikian juga halnya dengan Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara.

Kawasan ini juga mempunyai potensi sumber daya alam pesisir dan lautan serta

jasa-jasa lingkungan khususnya terumbu karang, yang memiliki prospek

perekonomian yang mampu untuk mendorong pertumbuhan dan pengembangan

pemukiman dan kegiatan ekonomi serta sosial lainnya di sekitar kawasan tersebut.

Seiring dengan meningkatnya berbagai akitivitas pemanfaatan

sumberdaya pesisir dan laut di kawasan Kabupaten Wakatobi, sebagai

konsekuensi dari pertambahan penduduk di wilayah tersebut, telah menimbulkan

berbagai tekanan terhadap kondisi terumbu karang di kawasan tersebut. Penelitian

tingkat Kabupaten Wakatobi telah mendata terumbu karang sebanyak 36 titik

penyelamatan dengan 72 transek dari 19 stasiun terumbu karang di Karang

Kapota, Karang Kaledupa, Pulau Kaledupa, Pulau Tomia dan Pulau Binongko.

Dari hasil penelitian tersebut diperoleh kondisi terumbu karang dominan dalam

kondisi rusak, dengan rincian yang masih sangat bagus sebesar 1,39 %; kondisi

bagus 9,72 %; kondisi sedang 31,94 %; dan kondisi buruk/rusak 52,78 %.

Rusaknya terumbu karang pada kawasan Kabupaten Wakatobi tentu akan

mengancam produktivitasnya sekecil apapun tingkat kerusakan tersebut. Pada

akhirnya memiliki konsekuensi sosial dan ekonomi yang serius bagi masyarakat

lokal khususnya nelayan tradisonal yang bergantung pada sumber daya terumbu

karang. Mengingat justru mereka inilah yang seringkali hidup di bawah garis

kemiskinan.

4

Kemudian dengan diberlakukannya UU No. 23 tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah, maka kesempatan masyarakat lokal untuk memperoleh hak

dalam mengelola sumberdaya alam yang terdapat di wilayahnya, dalam hal ini

sumberdaya terumbu karang semakin besar. Namun harus disadari pula bahwa

pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat lokal selain memberikan peluang

juga menuntut adanya tanggung jawab dari masyarakat tersebut. Apabila

masyarakat diberikan atau menuntut hak atau legitimasi terhadap pengelolaan

sumberdaya terumbu karang di wilayahnya, maka mereka juga harus menerima

dan menjalankan kewajiban atau tanggungjawabnya untuk mengelola sumberdaya

tersebut secara berkelanjutan.

Kewajiban atau tanggungjawab tersebut mempunyai arti bahwa

masyarakat harus dapat turut memikul beban biaya yang diperlukan untuk

memulihkan kembali sumberdaya tersebut agar tetap lestari. Biaya pengelolaan

yang harus dipikul tersebut dapat meliputi berbagai hal seperti; penyediaan

infrastruktur pengelolaan, pelaksanaan penegakan hukum, pemantauan kualitas

sumberdaya, pengurangan unit-unit penangkapan ikan, pengurangan daerah-

daerah penangkapan ikan, berkurangnya pendapatan dalam waktu tertentu,

bantuan-bantuan teknis, administrasi, penciptaan berbagai alternatif mata

pencaharian, dan lain sebagainya.

Beberapa isu utama menyangkut kepentingan daerah adalah: (a) Perlunya

memberdayakan masyarakat dengan memberikan kewenangan secara khusus

dalam merumuskan dan merencanakan upaya-upaya pengelolaan sumberdaya

alam. Hal ini sebenarnya telah dijamin oleh UU No. 23 tahun 2014. (b)

Kewenangan tersebut juga mengimplikasikan bahwa masyarakat (untuk satum

5

kewilayahan tertentu) memiliki hak-hak eksklusif terhadap sumberdaya terumbu

karang yang terdapat di wilayah tersebut. Luasan wilayah ini kembali mengacu

pada ketentuan-ketentuan yang ada dalam UU No. 23 tahun 2014 dan berbagai

peraturan pelaksanaannya. (c) Masyarakat juga memiliki hak untuk

mengupayakan pengelolaan bersama dengan pihak ketiga (swasta) untuk

memperoleh pendapatan yang akan dipergunakan untuk “membayar” kembali

biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melestarikan sumberdaya tersebut secara

berkelanjutan. Biaya-biaya ini memang tetap sebagian akan ditanggung

pemerintah. (d) Pemerintah maupun Pemerintah Daerah tetap tidak akan lepas

tangan karena ada beberapa hal yang tanpa adanya campur tangan Pemerintah

akan sulit untuk ditanggulangi sendiri oleh masyarakat, seperti ledakan jumlah

penduduk, bantuan-bantuan teknis lainnya, penciptaan berbagai peluang untuk

mengurangi tekanan terhadap sumberdaya, dsb. Pemerintah tetap berkewajiban

untuk menanggulangi berbagai masalah yang sulit ditangani oleh masyarakat.

(Nontji, 2001)

Terkait permasalahan diatas, untuk mengembalikan fungsi-fungsi serta

berbagai manfaat lain dari ekosistem terumbu karang maka perlu upaya-upaya

pengawasan dan pengelolaan yang terpadu dan berkelanjutan berbasis ekosistem.

Sehubungan dengan hal tersebut diatas, penulis kemudian terdorong untuk

memilih judul “Peranan Pemerintah Daerah Dalam Mengawasi Kelestarian

Terumbu Karang di Kabupaten Wakatobi”.

6

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan dijadikan dasar analisis peranan pemerintah

daerah dalam mengawasi kelestarian terumbu karang Kabupaten Wakatobi adalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana Peran Pemerintah Daerah Dalam Mengawasi Kelestarian

Terumbu Karang di Kabupaten Wakatobi?

2. Apa Faktor Pendukung Dan Faktor Penghambat Peran Pemerintah Daerah

Dalam Mengawasi Kelestarian Terumbu Karang di Kabupaten Wakatobi ?

C. Tujuan Penelitian

Dalam setiap penelitian pasti ada tujuan, adapun tujuan dari penelitian ini

adalah:

1. Untuk mengetahui peran pemerintah daerah dalam mengawasi kelestarian

terumbu karang di Kabupaten Wakatobi.

2. Untuk mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat peran

pemerintah daerah dalam mengawasi kelestarian terumbu karang di

Kabupaten Wakatobi.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah dan

memperluas wawasan keilmuan, khususnya dalam kajian ilmu

pemerintahan.

2. Manfaat praktis, penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi

pemerintah daerah berkaitan dengan Perannya Dalam Mengawasi

Kelestarian Terumbu karang di Indonesia dalam lingkup Kabupaten

Wakatobi.

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pengawasan

Pengertian pengawasan kalau kita melihat dari asal kata dasarnya “awas”

maknanya mengajak agar seseorang atau beberapa orang dalam melakukan

sesuatu kegiatan penuh dengan kehati-hatian, sehingga tidak terjadi kesalahan

atau kekeliruan. Kemudian diberikan awalan ”pe” atau sisipan ”ng” dengan

akhiran “an”, maka terciptalah kata pengawasan dimana dalam perkembangannya

dalam pemikiran manusia dengan merumuskan yang berbeda-beda antara

pemikiran atau pemahaman manusia yang satu dengan pemahaman manusia yang

lainnya. Perbedaan pola pemikiran dalam memberikan rumusan tentang

pengawasan tentunya sangat banyak faktor sebagai penyebabnya antara lain

sasaran kegiatan yang dilakukan, tingkat kesulitan tentang pekerjaan, manusia

yang dihadapinya, perkembangan lingkungan sosial dan fisik yang dihadapinya

dan lain sebagainya yang menyebakan memberikan argumentasi yang berbeda-

beda. (Makmur, 2011:175).

Berikut ini peneliti akan mengemukakan pengertian pengawasan menurut

pendapat Saydam yang dikutip oleh Kadarisman (2012:186) mengemukakan,

pengawasan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengendalikan

pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan agar proses pekerjaan itu sesuai dengan

hasil yang diinginkan.

Sementara itu, Bohari (1992:4) mengemukakan pengertian pengawasan

sebagai berikut: suatu upaya agar apa yang telah direncanakan sebelumnya

diwujudkan dalam waktu yang telah ditentukan serta untuk mengetahui

7

8

kelemahan-kelemahan dan kesulitan-kesulitan dalam pelaksanaan tadi sehingga

berdasarkan pengamatan-pengamatan tersebut dapat diambil tindakan untuk

memperbaikinya demi tercapainya wujud semula.

Siagian (1989:135), mengatakan sebagai berikut pengawasan ialah proses

pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin

agar supaya semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan

rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.

Ukas (2004:338) menyebutkan tiga unsur pokok atau tahapan-tahapan

yang selalu terdapat dalam proses pengawasan, yaitu:

1. Ukuran-ukuran yang menyajikan bentuk-bentuk yang diminta. Standar

ukuran ini bisa nyata, mungkin juga tidak nyata, umum ataupun khusus,

tetapi selama seorang masih menganggap bahwa hasilnya adalah seperti

yang diharapkan.

2. Perbandingan antara hasil yang nyata dengan ukuran tadi. Evaluasi ini harus

dilaporkan kepada khalayak ramai yang dapat berbuat sesuatu akan hal ini.

3. Kegiatan mengadakan koreksi. Pengukuran-pengukuran laporan dalam

suatu pengawasan tidak akan berarti tanpa adanya koreksi, jikalau dalam hal

ini diketahui bahwa aktifitas umum tidak mengarah ke hasil-hasil yang

diinginkan.

Manullang (1996:129), mengemukakan, tujuan utama dari pengawasan

ialah mengusahakan agar apa yang direncanakan menjadi kenyataan. Untuk dapat

benar-benar merealisasikan tujuan utama tersebut, maka pengawasan pada taraf

pertama bertujuan agar pelaksanaan pekerjaan sesuai instruksi yang telah

9

dikeluarkan dan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan serta kesulitan-kesulitan

yang dihadapi pada tahap pelaksanaanya.

Terry dalam Sarwoto (1991:100), tentang langkah-langkah pokok

pengawasan adalah sebagai berikut: Penentuan atau pedoman buku (standar).

Penilaian atau pengukuran terhadap pekerjaan yang sedang atau telah

dilaksanakan. Perbandingan antara pelaksanaan pekerjaan dengan pengukuran

atau pedoman yang telah ditetapkan untuk mengetahui penyimpangan-

penyimpangan yang terjadi. Perbaikan atau pembetulan terhadap penyimpangan-

penyimpangan yang terjadi, sehingga pekerjaan tadi sesuai dengan apa yang telah

direncanakan.

B. Konsep Peranan Pemerintah Daerah

Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), kata peran didefinisikan

sebagai "the kind of action of activity proper to any person or thing; the purpose

for which something is designed or exists; role" (jenis aktivitas dari tindakan yang

patut/sebaiknya kepada siapapun atau hal; tujuan di mana sesuatu yang dirancang

atau ada; peranan). Misalnya, peran telinga adalah untuk mendengar, jika tidak

mendengar (tuli) berarti organ telinga tidak berperan. Peran senyum adalah

(untuk) menunjukkan rasa senang. Jika senyum disalah-gunakan menjadi alat

untuk memperdaya, itu bukanlah perannya yang asli.

Contoh lain: peran mata adalah untuk melihat atau memandang. Jika

mata tidak dapat melihat, berarti organ mata tidak berperan. Tidak berperannya

mata tersebut banyak penyebabnya misalnya karena lagi sakit mata atau rabun

mata dan bisa juga terjadi rabun mata karena cacat sejak lahir. Tetapi oleh

pemiliknya, mata dapat juga menjadi alat untuk memberi isyarat atau dijadikan

10

lambang kecantikan. Definisi peran diatas dapat juga digunakan untuk menguji

bahasa politik dan birokrasi indonesia. Peran bersifat objektif, sedangkan tugas

bersifat subjektif. Jadi peran dahulu, barulah tugas. Di dalam bahasa politik dan

birokrasi indonesia sering menyimpang dari perannya, ibarat mata ayam, perannya

melihat, ditugaskan merayu melalui lirikan dan kedipan mata. Pemerintah Daerah

yang perannya sebagai wasit, berperilaku atau bertugas menjadi pemain di

samping tugasnya sebagai wasit, maka ini sudah dapat diramalkan akan terjadi

bahwa permainan akan berakhir dengan kekacauan.(Rewansyah, 2011:20).

Kajian ilmu administrasi publik (Negara) sering rumusan tujuan dan

peran menjadi kata yang sinonim. Namun ada sejumlah pakar yang menarik

perbedaan antara pengertian tujuan dan peran. Tujuan menegaskan adanya cita-

cita, impian dan sasaran-sasaran yang hendak dicapai yang sudah ditetapkan/

ditentukan terlebih dahulu. Tujuan keberadaan Negara menunjukkan kawasan

cita-cita, yaitu kondisi ideal yang ingin direalisasikan oleh pendiri bangsa tersebut

(foundingfathers). Tujuan menjadi ide yang statis kalau sudah ditetapkan dan

bersifat abstrak-idiil. Sedangkan peran menunjukkan keadaan yang bergerak,

peranan dan aktivitas usaha termasuk kondisi nyata yang terjadi. Peran merupakan

pelaksanaan dari tujuan yang hendak dicapai. Peran bersifat nil dan konkrit.

Tujuan tanpa peran adalah steril, sedangkan peran tanpa tujuan adalah mustahil.

Sedangkan definisi yang kedua, peran menunjukkan tujuan yang menjadi dasar

atau alasan pengadaan/adanya (existence/eksistensi) lembaga yang disebut

instansi. Pemerintah sebagai alat Negara untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan.

11

Pengertian ketiga, peran sama dengan fungsinya (function). Dalam

kaitannya dengan Negara, tujuan menunjukkan apa yang secara idiil hendak

dicapai oleh bangsa dan Negara itu, sedangkan peran adalah pelaksanaan dari cita-

cita itu dalam kenyataannya. Peran merealisir tujuan itu dalam kenyataan hidup

sehari-hari. Karena itu Pemerintah sebagai salah satu perangkat/organ Negara

mempunyai peran merealisasikan tujuan berbangsa dan bernegara. Negara adalah

suatu organisasi kekuasaan yang sangat besar dan kompleks berupaya mengatur

hubungan/interrelasi, interaksi dan transaksi antar anggota masyarakat atau

warganya dalam suatu wilayah hukum tertentu berdasarkan kesepakatan diantara

mereka, baik mengenai cara pencapaian maupun tujuan yang hendak dicapai agar

mereka dapat hidup secara harmonis dan bersinergi, sehingga dapat meningkatkan

taraf hidup. Kehidupan dan kesejahteraannya secara adil dan damai.

Menurut teori Montesque (trias politica), kekuasaan Negara terdiri dari:

kekuasaan legislatif (parlemen), kekuasaan Eksekutif (Pemerintah), dan

kekuasaan yudikatif (peradilan) serta ditambah satu kekuasaan lagi yaitu:

kekuasaan auditif (pengawasan/pemeriksaan) guna mengawasi penyelenggaraan

Pemerintahan Negara. Untuk menyelenggarakan kekuasaan Negara dibentuk

organ-organ Negara. Salah satu organ Negara adalah lembaga Eksekutif

(Pemerintah dalam arti sempit). Menurut hemat penulis ada 5 (lima) peran utama

(main role) Eksekutif (Pemerintah), yaitu : (1) peran pengaturan/regulasi; (2)

peran pelayanan kepada masyarakat (publicservice); (3) peran pemberdayaan

masyarakat (empowering people); (4) peran pengelolaan asset/kekayaan Negara;

(5) peran keamanan, pengamanan dan perlindungan. (Rewansyah, 2011:23).

12

C. Pengelolaan Wilayah Pesisir dalam Tata Kelola Terumbu Karang

Pengelolaan wilayah pesisir (PWP) memasuki babak baru dengan

disyahkannya UU No. 1/2014 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-

pulau kecil. UU tersebut memberikan tanggung jawab pengelolaan sumberdaya

pesisir kepada pemerintah daerah. Devolusi tanggung jawab tersebut merupakan

perubahan mendasar dalam hubungan hirarkis Pemerintah Pusat, Provinsi dan

Kabupaten/Kota dalam nuansa kemitraan dan kebersamaan. Rentang hirarkis

dalam birokrasi dipangkas untuk lebih mendekatkan jangkauan pelayanan kepada

masyarakat dan pemangku kepentingan. Keterlibatan masyarakat dan pemangku

kepentingan dalam proses pembuatan keputusan juga dijamin oleh undang-

undang. Desentralisasi pengelolaan dan tanggung jawab ini telah mengukir pola

pengelolaan sumberdaya pesisir di Indonesia menapaki babak baru.

Babak baru ini juga turut merubah pola tata kelola terumbu karang (coral

governance) sebagai sebagian dari sumberdaya pesisir. Pola dan tata kelola

terumbu karang menjadi bagian dari desentralisasi dengan proporsi kewenangan,

berikut tanggung jawabnya merujuk amanat UU No. 1/2014. Terumbu karang dan

ekosistemnya sering dilihat dan dikelola secara sempit mengabaikan kaidah

keberlanjutan dan keterkaitannya dengan ekosistem dan fungsi lainnya, seperti

tempat ruaya ikan ekonomis penting yang sering bermigrasi dari suatu tempat ke

tempat lain. Pengkotakan tata kelola yang bersifat administratif dan lebih

mengutamakan keberadaan sumberdaya terumbu karang sebagai sumber

perekonomian daerah dibanding memperkuat hubungan keterkaitannya

menjadikan catatan buram tata kelola terumbu karang dalam era desentralisasi

PWP.

13

Saat ini Rancangan Perubahan Undang-Undang No. 23/2014 tentang

Pemerintahan Daerah mencantumkan perlunya melakukan penarikan kewenangan

pengelolaan Pemerintah Kabupaten/Kota atas wilayah pesisir dan

menyerahkannya kepada Pemerintah Provinsi. Bagian kesatu pasal 27 ayat 1 dari

naskah rancangan perubahan tersebut menyatakan Daerah Provinsi diberi

kewenangan untuk mengelola sumber daya alam di laut yang ada di wilayahnya.

Selanjutnya pada ayat 3 menyatakan Kewenangan Daerah provinsi untuk

mengelola sumber daya alam di laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling

jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke

arah perairan kepulauan.

D. Tata Kelola Ekosistem Terumbu Karang

Seperti halnya ekosistem alamiah lainnya, ekosistem terumbu karang

merupakan sebuah ekosistem yang kompleks dan memiliki keterkaitan yang tidak

terpisahkan antar kompenen eko-biologis di dalamnya maupun dengan sistem

manusia karena ekosistem terumbu karang memiliki jasa yang bermanfaat bagi

manusia (ecosystem service). Sebagai ilustrasi, ekosistem terumbu karang

memiliki jasa ekosistem sebagai tempat mencari makan (feeding ground) bagi

beberapa jenis ikan ekonomis tinggi yang lebih dikenal sebagai ikan karang

seperti famili Lutjanidae yang di Indonesia dikenal sebagai ikan merah. Demikian

juga dengan jasa non ekstraktif seperti jasa kenyamanan yaitu manfaat ekosistem

terumbu karang sebagai obyek wisata laut. Ketika unsur manfaat untuk

kepentingan manusia ini muncul, maka secara alamiah akan ada kegiatan manusia

yang berkaitan dengan ekosistem terumbu karang. Pada konteks inilah maka

kegiatan ekonomi berbasis terumbu karang baik yang bersumber pada perikanan

14

karang maupun ekowisata laut menjadi semakin tinggi intensitasnya. Peningkatan

kegiatan ekonomi ini menjadikan pengelolaan ekosistem terumbu karang menjadi

semakin kompleks. (Victor, 2013:22-23).

1. Strategi Pengelolaan Terumbu Karang

Ada tiga kategori strategi umum yang dapat diterapkan untuk mengelola

terumbu karang, khususnya untuk mencegah kerusakan. Ketiga kategori tersebut

adalah: (a) memanfaatkan terumbu karang secara bertanggungjawab, (b)

mengendalikan kegiatan manusia, dan (c) dan mengalokasikan daerah

perlindungan laut.

Memanfaatkan terumbu karang secara bertanggung jawab memberikan

implikasi bahwa pengguna yang dikendalikan oleh pengelola memiliki unit-unit

usaha. Mengendalikan kegiatan manusia untuk:

a. Mencegah kegiatan ekstraktif dan penambangan karang pembangunan

ekosistem.

b. Mengelola pengunjung atau wisatawan yang menikmati estetika lingkungan

terumbu karang.

c. Mengelola nelayan yang menangkap ikan.

d. Menerapkan dua jenis penegakan hukum, yaitu penegakan hukum dengan

pendekatan interpretif dan dengan pendekatan konvensional.

Ide dasar dari penetapan daerah perlindungan laut adalah menjaga

keutuhan habitat dan melindungi biota-biota tertentu dalam rangka menjamin

keutuhan siklus hidup sehingga habitat dan biota-biota tersebut dapat lestari.

Selanjutnya, dengan siklus hidup yang utuh tersebut mereka akan melakukan

15

reproduksi kemudian keturunannya tumbuh berkembang dan kemudian berpindah

tempat menuju tempat-tempat dimana nelayan biasanya beroperasi. Perlindungan

kawasan ini secara langsung akan menyebabkan terumbu karang terjaga dari

gangguan fisik sehingga perubahan-perubahan yang terjadi didalamnya semata-

mata karena dinamika atau interaksi diantara kompenen-kompenen pembentuk

ekosistem terumbu karang. Dalam konteks mewujudkan pengelolaan yang efektif,

dua strategi berikut perlu dipertimbangkan untuk diterapkan. Kedua strategi

tersebut adalah: (a) menerapkan siklus pengelolaan secara lengkap, dan (b)

menerapkan konsep adaptive management. (Victor, 2013:88-89).

E. Manfaat Terumbu Karang

Ekosistem terumbu karang memiliki serangkaian nilai manfaat yang

tinggi yang berkaitan satu sama lain. Terumbu karang tidak hanya menyediakan

tempat tinggal bagi sejumlah besar jenis hidupan laut, terumbu karang dalam

kaitannya dengan ekosistem pesisir lainnya merupakan sumber makanan, obat-

obatan, dan produk konsumsi lainnya. Belum lagi nilai ekonomi yang

diberikannya. Dibanyak tempat di Indonesia, terutama di Indonesia Timur,

terumbu karang memilki nilai ekonomi dari kegiatan pariwisata yang tinggi.

Selain nilai yang dapat diukur secara langsung tersebut, terumbu karang

bersama-sama ekosistem wilayah pesisir lainnya seperti ekosistem mangrove

memiliki peran penting dalam mendukung kegiatan ekonomi yang ada diwilayah

pesisir. Beberapa contohnya adalah terumbu karang memiliki peran penting dalam

daur ulang unsur hara, pemurnian air dan pengendali banjir. Salah satu peran

penting terumbu karang adalah sebagai pelindung wilayah pesisir terhadap topan

dan badai yang merusak. Dalam bagian ini akan dijelaskan manfaat terumbu

16

karang dari “barang dan jasa” (goods and services) ekologis yang dihasilkan oleh

terumbu karang. (Gunawan, 2006:31).

1. Barang yang dihasilkan oleh Terumbu Karang

Terumbu karang menghasilkan beragam produk makanan laut seperti

ikan, kerang, udang, teripang, dan rumput laut. Perikanan yang terkait dengan

daerah terumbu karang mencapai kira-kira 9-12 % hasil perikanan diseluruh

dunia. Di beberapa wilayah bagian Indo-Pasifik, termasuk Indonesia, perikanan

karang.

Selain ikan, banyak organisme yang hidup di terumbu karang memiliki

nilai ekonomi yang sangat tinggi. Baru-baru ini industri farmasi menemukan

sejumlah bahan dari rumput laut, spons, moluska, dan karang (contohnya karang

lunak dari ordo Alcyonaceae dan gorgonia) serta anemon laut yang memiliki zat

yang bersifat anti-mikroba, anti-kanker, penahan AIDS, anti-inflasi, dan anti

penggumpal.

Berbagai jenis rumput rumput laut dapat digunakan sebagai bahan agar-

agar dan/atau sebagai pupuk yang khusus. Kerangka karang banyak digunakan

untuk pembedahan tulang. Selain itu, tiram mutiara dan tiram raksasa tidak hanya

dipanen untuk makanan, tetapi juga untuk suvenir dan kerajinan tangan. Contoh

lain adalah karang merah dijual dengan harga 900 dolar AS per kilogram di tahun

1980-an. Belum lagi ikan karang untuk akuarium. Pada tahun 1985, akuarium

ikan laut merupakan industri yang bernilai 24-40 juta dolar AS per tahun.

2. Jasa yang dihasilkan Terumbu Karang

Selain produk kelautan yang contohnya telah disampaikan dimuka,

terumbu karang memberikan jasa ekologis yang luar biasa tinggi nilainya. Apabila

17

jasa ekologis ini dihitung dalam nominal rupiah, terumbu karang memiliki nilai

miliaran rupiah. Namun perlu diingat, nilai nominal rupiah ini dengan asumsi

bahwa kondisi terumbu karang ini hidup dan berfungsi dalam mendukung

kehidupan. Artinya, nilai ini ada hanya bila terumbu karang ada dan terjaga

keberadaanya.

Adapun jasa-jasa (ekologis) yang dimaksud adalah sebagai berikut: (a)

jasa struktur fisik, (b) jasa yang bersifat biotik, (c) jasa bio-geo-kimia. (d) jasa

informasi, dan (e) jasa sosial budaya. (Gunawan, 2006:31-33).

F. Peran Pemerintah dalam Mengawasi Kelestarian Terumbu Karang

Keikutsertaan pemerintah dalam melestarikan terumbu karang sangat

penting. Pemerintah sebagai pengatur dan pengawas masyarakat. Pemerintah

dapat menetapkan kebijakan dan peraturan-peraturan untuk menyelamatkan

terumbu karang. Membuat rencana-rencana perbaikan lingkungan yang sudah

rusak dan mencegah kerusakan terumbu karang. Pemerintah juga dapat bekerja

sama dengan lembaga-lembaga atau organisasi-organisasi lingkungan untuk

menjaga kelestarian terumbu karang. Misalnya melakukan kampanye-kampanye

lingkungan hidup, bekerjasama dengan media-media atau organisasi seperti

National Geographic Indonesia, WWF Indonesia, Yayasan Reef Check Indonesia,

LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) dan Yayasan TERANGI (Terumbu

Karang Indonesia) dan lainnya untuk mengawasi kelangsungan hidup terumbu

karang. Baik mengawasi eksploitasi karena ulah manusia, pertumbuhan terumbu

karang yang sedang direstorasi, dan pengawasan daerah terumbu karang yang

terancam di Indonesia. Upaya restorasi adalah tindakan untuk membawa

ekosistem yang telah terdegradasi kembali menjadi semirip mungkin dengan

18

kondisi aslinya sedangkan tujuan utama restorasi terumbu karang adalah untuk

peningkatan kualitas terumbu yang terdegradasi dalam hal struktur dan fungsi

ekosistem. Mencakup restorasi fisik dan restorasi biologi. Restorasi fisik lebih

mengutamakan perbaikan terumbu dengan fokus pendekatan teknik, dan restorasi

biologis yang terfokus untuk mengembalikan biota berikut proses ekologis ke

keadaan semula. (Putra, 2012:17).

Pemerintah harus benar-benar merealisasikan upaya-upaya untuk

menyelamatkan terumbu karang. Pemerintah perlu bersikap tegas mengenai

kerusakan lingkungan yang terjadi dan berusaha dengan sebaik-baiknya

melindungi terumbu karang yang juga merupakan aset negara.

Upaya-upaya yang harus dilakukan pemerintah untuk menyelamatkan

terumbu karang adalah sebagai berikut: (Putra, 2012:17-18).

a. Perlunya Kesadaran Manusia. Dalam upaya menyelamatkan terumbu

karang, yang paling utama adalah perlunya kesadaran dari manusia untuk

menjaga dan melestarikan terumbu karang. Untuk itu, diperlukan pemberian

informasi, pengetahuan, dan wawasan mengenai terumbu karang. Fungsi

dari terumbu karang, manfaatnya, kondisi dari terumbu karang saat ini, dan

apa yang akan terjadi jika kerusakan terumbu karang ini terus berlanjut.

Dengan adanya pendidikan mengenai terumbu karang, maka akan ada rasa

memiliki sehingga manusia bisa peduli dan melindungi terumbu karang.

Beberapa hal berikut yang dapat dilakukan secara individu untuk

mengurangi kerusakan terumbu karang.

b. Terapkan prinsip 3R (reduce-reuse-recycle) dan hemat energi. Terumbu

karang adalah ekosistem yang sangat peka terhadap perubahan iklim.

19

Kenaikan suhu sedikit saja dapat memicu pemutihan karang (coral

bleaching). Pemutihan karang yang besar dapat diikuti oleh kematian massal

terumbu karang. Jadi apapun yang dapat kita lakukan untuk mengurangi

dampak global warming, akan sangat membantu terumbu karang.

c. Buang sampah pada tempatnya, tidak membuang sampah ke sungai yang

kemudian akan bermuara ke laut. Hewan laut besar sering terkait pada

sampah-sampah sehingga mengganggu gerakannya. Misalnya sampah

plastik yang transparan diperkirakan kadang dimakan oleh penyu karena

tampak seperti ubur-ubur. Sampah plastik ini akan mengganggu

pencernaanya.

d. Bergabung dengan organisasi pecinta lingkungan. Saling berbagi ilmu,

pendapat, dan berdiskusi. Membangun trend hidup ramah lingkungan.

e. Bergabung dengan gerakan-gerakan sukarelawan, atau terlibat aktif dalam

kegiatan lingkungan.

f. Bagi penyelam pemula atau yang sedang belajar sebaiknya melakukan

penyelaman di perairan yang tidak berterumbu karang.

G. Kerangka Pikir

Peranan Pemerintah Daerah (Dinas Kelautan dan Perikanan dan Dinas

Pariwisata) sangat penting dalam mengawasi kelestarian terumbu karang agar

pengrusakan terumbu karang bisa dihindari. Indikator Peranan Dinas Kelautan

dan Perikanan dan Dinas Pariwisata yaitu : Pengawasan : (1) tahap perencanaan,

(2) tahap pelaksanaan, (3) tahap evaluasi dan ada beberapa faktor yang

mempengaruhi peranan pemerintah daerah dalam mengawasi kelestarian terumbu

karang yaitu : (1) faktor penghambat (2) faktor pendukung, apabila peranan

20

pemerintah daerah sudah berjalan sesuai indikatornya maka terumbu karang akan

terjaga kelestariannya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat bagan berikut :

Bagan Kerangka Pikir

F. Fokus Penelitian

Peran Pemerintah Daerah dalam Mengawasi Kelestarian Terumbu

Karang Kabupaten Wakatobi meliputi :

1. Peran pemerintah daerah terhadap pengawasan pelestarian terumbu

karang Kabupaten Wakatobi.

2. Faktor penghambat dan pendukung pengawasan pelestarian terumbu

karang Kabupaten Wakatobi.

Peranan Pemerintah Daerah Dalam MengawasiKelestarian Terumbu Karang

Dinas Kelautan danPerikanan Dan Dinas

Pariwisata

Pengawasan Terumbu Karang

1. Pengawasan Pada Tahap Perencanaan

2. Pengawasan Pada Tahap Pelaksanaan

3. Pengawasan Pada Tahap Evaluasi

FaktorPenghambat

FaktorPendukung

PelestarianTerumbu Karang

21

G. Deskripsi Fokus Penelitian

1. Pemerintah Daerah yang dimaksud adalah Dinas Kelautan dan Perikanan

dan Dinas Pariwisata Kabupaten Wakatobi. Peran Dinas Kelautan dan

Perikanan dan Dinas Pariwisata Dalam Mengawasi Kelestarian Terumbu

Karang adalah upaya atau cara-cara yang dilakukan oleh dinas kelautan dan

perikanan dan dinas pariwisata untuk mengawasi dan memanfaatkan

kelestarian sumber daya alam dan sumberdaya lainnya dalam hal ini

ekosistem terumbu karang agar bisa terselamatkan dari berbagai ancaman.

2. Sasaran pengawasan terumbu karang yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah pengawasan pada tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

3. Tahap Perencanaan Dinas Kelautan dan Perikanan dan Dinas Pariwisata

Dalam Upaya Mengawasi Kelestarian Terumbu Karang merupakan tahap

pertama yang dilakukan oleh dinas kelautan dan perikanan dan dinas

pariwisata untuk menyusun rencana kegiatan yang akan dilakukan dalam

proses pengawasan terumbu karang.

4. Tahap Pelaksanaan Dinas Kelautan dan Perikanan dan Dinas Pariwisata

Dalam Mengawasi Kelestarian Terumbu Karang adalah tahap kedua yang

dilakukan oleh dinas kelautan dan perikanan dan dinas pariwisata dalam

mengawasi dan memanfaatkan seluruh sumber daya ekosistem terumbu

karang sehingga dapat terjaga kelestariannya.

5. Tahap Evaluasi Dinas Kelautan dan Perikanan dan Dinas Pariwisata Dalam

Mengawasi Kelestarian Terumbu Karang merupakan usaha mengontrol atau

meninjau ulang sejauh mana pengawasan yang dilakukan berjalan sesuai

yang di inginkan, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan sampai pada

22

tahap melihat hasil yang di inginkan oleh dinas perikanan dan dinas

pariwisata sehingga menjadi tolak ukur kedepannya.

6. Faktor Pendukung Peran Dinas Kelautan dan Perikanan dan Dinas

Pariwisata Dalam Mengawasi Kelestarian Terumbu Karang adalah faktor-

faktor yang dapat membantu ataupun menunjang keberhasilan dinas

perikanan dan dinas pariwisata baik secara internal maupun secara eksternal

dalam mengawasi kelestarian terumbu karang.

7. Faktor Penghambat Dinas Kelautan dan Perikanan dan Dinas Pariwisata

Dalam Mengawasi Kelestarian Terumbu Karang adalah faktor-faktor yang

dapat menghambat ataupun merusak keberhasilan dinas perikanan dan dinas

pariwisata dalam menjalankan perannya baik secara internal maupun secara

eksternal dalam upaya mengawasi kelestarian terumbu karang.

8. Pelestarian Terumbu Karang oleh Dinas Kelautan dan Perikanan dan Dinas

Pariwisata Dalam Mengawasi Kelestarian Terumbu Karang adalah sejauh

mana keberhasilan dinas perikanan dan dinas pariwisata dalam menjalankan

pengawasan terhadap terumbu karang sehingga kelestariannya tetap terjaga.

23

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan, mulai dari bulan Februari

sampai dengan bulan Maret tahun 2015. Lokasi penelitian dilakukan di wilayah

Kabupaten Wakatobi di Kantor Dinas Kelautan dan Perikanan dan Kantor Dinas

Pariwisata dengan alasan untuk mengetahui Peran Pemerintah Daerah Dalam

Mengawasi Kelestarian Terumbu Karang. Alasan lain dipilih sebagai tempat

penelitian karena disamping Kab. Wakatobi tersebut mudah dijangkau oleh

peneliti, objek penelitian juga terletak di Kabupaten tersebut.

B. Jenis dan Tipe Penelitian

Jenis penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif yaitu metode penelitian

yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah, sebagai lawannya

adalah eksperimen, dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, tehnik

pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat

induktif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada

generalisasi.

Tipe penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif yakni suatu bentuk

penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran umum berbagai macam

data yang dikumpul dari lapangan secara objektif, sedangkan dasar penelitiannya

adalah survey yakni tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah menggambarkan

mengenai situasi-situasi atau kejadian-kejadian secara sistematis, faktual dan

23

24

akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat dari Peran Pemerintah Daerah dalam

mengawasi kelestarian terumbu karang di Kabupaten Wakatobi.

Dasar penelitian ini untuk mendapatkan data atau informasi faktual dan

yang mendetail di lapangan terhadap objek penelitian yang ada hubungannya

dengan permasalahan.

C. Sumber Data

Data adalah catatan atas kumpulan fakta. Data merupakan bentuk jamak

dari datum, berasal dari bahasa Latin yang berarti sesuatu yang diberikan. Dalam

keilmuan (ilmiah), fakta dikumpulkan untuk menjadi data. Data kemudian diolah

sehingga dapat diutarakan secara jelas dan tepat sehingga dapat dimengerti oleh

orang lain yang tidak langsung mengalaminya sendiri, hal ini dinamakan

deskripsi.

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber pertama.

Sumber data utama ini dicatat melalui catatan tertulis yang dilakukan

melalui wawancara terhadap pihak-pihak yang terkait dengan masalah yang

diteliti melalui informan.

b. Data Sekunder

Data sekunder mencakup dokomen-dokumen resmi, buku-buku, hasil

penelitian yang berwujud laporan dan sebagainya. Dalam hal ini yang

menjadi data sekunder yaitu buku-buku yang berhubungan dengan masalah

yang diteliti, dokumen-dokumen yang berisi informasi penting.

25

D. Informan Penelitian

1. Kepala Dinas kelautan dan Perikanan 1 orang

2. Kepala Dinas Pariwisata 1 orang

3. Staf Dinas Kelautan dan Perikanan 1 orang

4. Staf Dinas Pariwisata 1 orang

5. Staf Balai Taman Nasional Wakatobi 1 orang

6. Masyarakat 3 orang

Jumlah 8 orang

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik penelitian merupakan salah satu unsur penting dalam melakukan

suatu penelitian. Teknik yang digunakan dalam menghimpun data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah :

1. Observasi adalah penelitian yang dilakukan dengan cara melakukan

pengamatan secara langsung di lapangan yang berkaitan dengan peran

pemerintah daerah dalam mengawasi kelestarian terumbu karang di

Kabupaten Wakatobi

2. Wawancara yang digunakan oleh peneliti adalah wawancara bebas

terpimpin, artinya peneliti mengadakan pertemuan langsung dengan petugas

pemerintah, dan wawancara bebas artinya peneliti bebas mengajukan

pertanyaan kepada informan sesuai dengan jenis pertanyaan-pertanyaan

yang telah disiapkan sebelumnya.

26

3. Dokumentasi, yaitu pemanfaatan informasi melalui dokumen-dokumen

tertentu yang dianggap mendukung. Adapun manfaat penggunaan dokumen

dalam hal ini adalah :

a. Dokumen membantu pemverifikasian ejaan dan judul atau nama yang

benar dari organisasi yang telah disinggung dalam wawancara.

b. Dokumen dapat menambah rincian spesifik lainnya guna mendukung

informasi dari sumber-sumber lain; jika bukti dokumenter

bertentangan dan bukannya mendukung, peneliti mempunyai alasan

untuk meneliti lebih jauh topik yang bersangkutan.

F. Teknik Analisis Data

Analisis data ialah langkah selanjutnya untuk mengelola data dimana data

yang diperoleh, dikerjakan dan dimanfaatkan sedemikian rupa untuk

menyimpulkan persoalan yang diajukan dalam menyusun hasil penelitian. Teknik

analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisa interakif.

Dalam model ini terdapat komponen pokok. Menurut Miles dan Huberman

terdapat tiga komponen dalam analisis data yaitu :

a. Reduksi Data

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.Dengan

demikian, data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih

jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data

selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.

b. Penyajian Data

27

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data merupakan rakitan

informasi dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori,

flowchart, dan sejenisnya agar makna peristiwa lebih mudah dipahami.

c. Penarikan Kesimpulan

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data merupakan rakitan informasi

dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan

sejenisnya agar makna peristiwa lebih mudah dipahami.

Bagan III. Model Analisis Interaktif

G. Pengabsahan Data

Setelah menganalisis data, peneliti harus memastikan apakah interpretasi

dan temuanpenelitian akurat. Validasi temuan menurut Creswell berarti bahwa

penelitimenentukan keakuratan dan kredibilitas temuan melalui beberapa strategi,

antara lainmember checking, triangulasi dan auditing.

1. Member checking, adalah proses peneliti mengajukan pertanyaan pada satu

atau lebih partisipan untuk tujuan seperti yang telah dijelaskan di atas.

Aktivitas ini jugadilakukan untuk mengambil temuan kembali pada

partisipan dan menanyakan padamereka baik lisan maupun tertulis tentang

keakuratan laporan penelitian. Pertanyaandapat meliputi berbagai aspek

Pengumpulan data

Reduksi data Sajian data

Penarikan kesimpulan

28

dalam penelitian tersebut, misalnya apakah deskripsidata telah lengkap,

apakah interpretasi bersifat representatif dan dilakukan tanpakecenderungan.

2. Triangulasi merupakan proses penyokongan bukti terhadap temuan, analisis

dan interpretasi datayang telah dilakukan peneliti yang berasal dari: 1)

individu (informan) yang berbeda(guru dan murid), 2) tipe atau sumber data

(wawancara, pengamatan dan dokumen),serta 3) metode pengumpulan data

(wawancara, pengamatan dan dokumen).

3 External Audit, yaitu untuk menghindari bias atas hasil temuan penelitian,

peneliti perlu melakukan cek silang dengan seseorang di luar penelitian.

Seseorang tersebut dapat berupa pakar yang dapat memberikan penilaian

imbang dalam bentuk pemeriksaan laporan penelitian yang akurat.

29

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Sejarah Singkat Kabupaten Wakatobi

Sebelum menjadi daerah otonom wilayah Kabupaten Wakatobi lebih

dikenal sebagai Kepulauan Tukang Besi. Pada masa sebelum kemerdekaan

Wakatobi berada di bawah kekuasaan Kesultanan Buton. Setelah Indonesia

Merdeka dan Sulawesi Tenggara berdiri sendiri sebagai satu Provinsi, wilayah

Wakatobi hanya berstatus beberapa Kecamatan dalam wilayah pemerintahan

Kabupaten Buton. Selanjutnya sejak tanggal 18 Desember 2003 Wakatobi resmi

ditetapkan sebagai salah satu Kabupaten pemekaran di Sulawesi Tenggara yang

terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2003 Tentang

Pembentukan Kabupaten Bombana, Kabupaten Wakatobi dan Kabupaten Kolaka

Utara.

Saat pertama kali terbentuk Wakatobi hanya terdiri dari lima Kecamatan

yaitu Kecamatan Wangi-Wangi, Kecamatan Wangi-Wangi Selatan, Kecamatan

Kaledupa, Kecamatan Tomia dan Kecamatan Binongko. Pada tahun 2005 melalui

Peraturan Daerah Kabupaten Wakatobi Nomor 19 Tahun 2005 dibentuk

Kecamatan Kaledupa Selatan dan melalui Peraturan Daerah Kabupaten Wakatobi

Nomor 20 Tahun 2005 dibentuk Kecamatan Tomia Timur. Selanjutnya pada tahun

2007 melalui Peraturan Daerah Kabupaten Wakatobi Nomor 41 Tahun 2007

dibentuk Kecamatan Togo Binongko sehingga jumlah kecama29tan di Kabupaten

29

30

Wakatobi menjadi 8 kecamatan yang terbagi menjadi 100 desa dan kelurahan (25

kelurahan dan 75 desa).

2. Gambaran Umum Geografis, Administratif dan Demografi

a. Geografis

Kabupaten Wakatobi terletak dikepulauan Jazirah Tenggara Pulau

Sulawesi Tenggara, secara geografis terletak dibagian Selatan garis khatulistiwa,

memanjang dari Utara ke Selatan diantara 5.000-6.250 Lintang Selatan (sepanjang

±160 km) dan membentang dari Barat ke Timur diantara 123.340-124,640 Bujur

Timur (sepanjang ± 120 km).

Secara administratif batas wilayah kawasan kabupaten Wakatobi adalah

sebagai berikut :

a. Batas sebelah Utara : Kabupaten Buton dan Muna

b. Batas sebelah Selatan : Laut Flores

c. Batas sebelah Barat : Kabupaten Buton

d. Batas sebelah Timur : Laut Banda

Posisi Geostrategis, Kabupaten Wakatobi terletak pada posisi sangat

strategis karena: (1) Perairan laut Kabupaten Wakatobi dilalui oleh jalur pelayaran

kawasan Timur dan Barat Indonesia; (2) Ditinjau dari sisi bioregion, letak

geografis KabupatenWakatobi sangat penting karena berada pada kawasan yang

sangat potensial yakni diapit oleh Laut Banda dan Laut Flores yang memiliki

potensi sumberdaya keragaman hayati kelautan dan perikanan yang cukup besar;

dan (3) Kabupaten Wakatobi berada pada Pusat Kawasan Segi Tiga Karang Dunia

(Coral Tri-angle Center) yang meliputi 6 (enam) negara, yakni Indonesia,

Malaysia, Philipines, Papua New Guine, Solomon Island, dan Timor Leste.

31

Kabupaten Wakatobi merupakan gugusan kepulauan yang berjumlah 39

pulau, terdiri atas 4 (empat) pulau besar, yakni Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia,

dan Binongko (WAKATOBI). Keempat pulau tersebut mudah terjangkau baik

dalam region Provinsi Sulawesi Tenggara, regional Kawasan Timur Indonesia,

nasional maupun internasional. Di Pulau Wangi-Wangi terdapat Bandara Udara

Matahora, Pelabuhan Laut Nasional Panggulu Belo, dan jalur angkutan ferry

ASDP Kamaru, Wanci, dan di Pulau Tomia tersedia Bandara Udara Maranggo

moda transportasi khusus untuk wisatawan dari Bali Indonesia dan Singapura.

Transportasi laut antar pulau Kabupaten Wakatobi cukup lancar. Akses

dari ibukota kabupaten (Wangi-Wangi) ke Pulau Kaledupa dan Binongko tersedia

setiap hari dengan armada kapal cepat (speed boat). Satu-satunya wilayah pulau

kecil yang relatif sulit dijangkau namun telah berpenghuni ialah Pulau Runduma,

termasuk kedalam administratif Kecamatan Tomia, terletak di bagian timur Pulau

Tomia tepat ditengah Laut Banda.

b. Administrasi

Luas wilayah Kabupaten Wakatobi adalah sekitar 19.200 km², terdiri dari

daratan seluas ± 823 km² atau hanya sebesar 3,00 persen dan luas perairan(laut) ±

18.377 km2 atau sebesar 97,00 persen dari luas Kabupaten Wakatobi. Atas dasar

kondisi tersebut, maka potensi sektor perikanan dan kelautan serta sector

pariwisata berbasis wisata laut/bahari menjadi sektor andalan daerah

KabupatenWakatobi.

Kabupaten Wakatobi terdiri dari 8 (delapan) Kecamatan, yaitu

Kecamatan Wangi-Wangi, Wangi-Wangi Selatan, Kaledupa, Kaledupa Selatan,

Tomia, Tomia Timur, Binongko dan Kecamatan Togo Binongko. Wilayah

32

kecamatan terluas adalah kecamatan Wangi-Wangi dengan luas 241 km² atau

29,40 persen yang sekaligus merupakan wilayah ibu kota kabupaten. Sedangkan

kecamatan yang wilayahnya paling kecil adalah Kecamatan Kaledupa, yaitu

seluas 45,50 km² atau 5,53 persen dari total luas wilayah daratan Kabupaten

Wakatobi. Luas Wilayah Kebupaten Wakatobi menurut Kecamatan disajikan pada

Tabel 1.1

No Kecamatan Luas Daratan (km2) Persentase (%)

1 Wangi-Wangi 241,98 29,40

2 Wangi-Wangi Sealatan 206,02 25,03

3 Kaledupa 45,50 5,53

4 Kaledupa Sealatan 58,50 7,11

5 Tomia 47,10 5,72

6 Tomia Timur 67,90 8,25

7 Binongko 93,10 11,31

8 Togo Binongko 62,90 7,64

Luas Total Darat 823,00 3,00

Luas Lautan 18.377,00 97,00

Total 19.200,00 100,00

Sumber : Kabupaten Wakatobi Dalam Angka Bulan Juni 2013

c. Demografi

Jumlah penduduk Kabupaten Wakatobi tahun 2012 adalah 94.846 jiwa.

Kecamatan yang mempunyai jumlah penduduk terbanyak yakni di Kecamatan

Wangi-Wangi Selatan berjumlah 25.032 jiwa. Dengan distribusi penduduk

mencapai 26,4%dari seluruh penduduk di Kabupaten Wakatobi. Pada Tahun 2013

jumlah penduduk Kabupaten Wakatobi menjadi 95.157 Jiwa. Komposisi dan

33

penyebaran penduduk Kabupaten Wakatobi menurut jenis kelamin per Kecamatan

pada tahun 2013 selengkapnya di sajikan pada tabel 1.2 sebagai berikut:

No Kecamatan Laki-Laki Perempuan Jumlah

1 Wangi-Wangi 11.724 12.304 24.028

2 Wangi-Wangi Sealatan 12.055 13.071 25.126

3 Kaledupa 4.887 5.301 10.188

4 Kaledupa Sealatan 3.037 3.744 6.781

5 Tomia 3.391 3.650 7.041

6 Tomia Timur 4.130 4.463 8.5937 Binongko 4.123 4.440 8.563

8 Togo Binongko 2.331 2.506 4.837Jumlah 45.678 49.479 95.157

Sumber : BPS Kabupaten Wakatobi Bulan Juni 2013

3. Penyelenggaraan Pemerintahan Kabupaten Wakatobi

Penyelenggaran pemerintahan Kabupaten Wakatobi sebagai daerah

otonom secara resmi ditandai dengan pelantikan Syarifuddin Syataa, SH, MM

sebagai Pejabat Bupati Wakatobi pada Tanggal 19 Januari 2004 sampai dengan

Tanggal 19 Januari 2005. Kemudian dilanjutkan oleh H. LM. Mahudi Madra, SH,

MH sebagai Pejabat Bupati selanjutnya sejak Tanggal 19 Januari 2006 sampai

dengan Tanggal 28 Juni 2006.

Kemudian berdasarkan hasil pemilihan Kepala Daerah secara langsung

maka pada Tanggal 28 Juni 2006 Bupati dan Wakil Bupati Wakatobi yang terpilih

yaitu Ir. Hugua dan Ediarto Rusmin BAE dilantik oleh Gubernur Sulawesi

Tenggara Ali Mazi, SH atas nama Menteri Dalam Negeri berdasarkan Surat

Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 132 74-134 Tanggal 13 Juni 2006

Tentang Pengesahan Pengangkatan Bupati Wakatobi Ir. Hugua dan Surat

34

Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 132 74-315 Tanggal 13 Juni 2006

Tentang Pengesahan Pengangkatan Wakil Bupati Wakatobi Ediarto Rusmin BAE

untuk masa bhakti 2006-2011.

Saat ini kepemimpinan daerah Kabupaten Wakatobi dijabat oleh

pasangan Bupati dan Wakil Bupati Ir. Hugua dan Arhawi, SE Yang dilantik oleh

Gubernur Sulawesi Tenggara H. Nur Alam, SE pada tanggal 28 Juni 2011 atas

nama Menteri Dalam Negeri berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri

Nomor : 132.74-403, Tanggal 30 Maret 2011 Tentang Pengesahan Pengangkatan

Bupati Wakatobi Ir. Hugua dan Wakil Bupati Wakatobi H. Arhawi, SE untuk

masa bhakti 2011-2015.

4. Kondisi Pemerintahan

Penyelenggaraan pemerintahan sesuai misi Kabupaten Wakatobi Tahun

2012-2015 ditujukan untuk menjaga terselenggaranya tata pemerintahan yang

baik dan benar (good governance) dalam pelaksanaannya sesuai kewenangan dan

fungsi pemerintah daerah, pemerintah Kabupaten Wakatobi berupaya untuk

mengembangkan dan menyempurnakan kebijakan, regulasi, pelayanan,

kelembagaan dan manajerial pemerintahan. Secara makro kondisi pemerintahan

Kabupaten Wakatobi dapat digambarkan sebagai berikut :

a. Peningkatan Kapasitas Pemerintahan Daerah

Peningkatan kapasitas pemerintah daerah tidak dapat terlepas dari

kondisi kualitas SDM aparatnya sendiri. Berkenaan dengan hal tersebut kebijakan

pengelolaan SDM diarahkan untuk meningkatkan kepatuhan, kualitas,

kesejahteraan dan profesionalisme aparatur pemerintah dalam memberikan

35

pelayanan kepada masyarakat yang didukung sarana dan prasarana yang

memadai.

5. Sistem Organisasi Kabupaten Wakatobi

Peningkatan kapasitas pemerintah juga dilakukan dengan

penyempurnaan organisasi perangkat daerah sesuai dengan PP 41 Tahun 2007

tentang organisasi perangkat daerah yang ditetapkan melalui perda : (1), perda

nomor : 5 Tahun 2008 tentang susunan organisasi dan tata kerja dinas daerah

Kabupaten Wakatobi sebagaimana telah diubah melalui perda Nomor : 9 Tahun

2010 tentang perubahan tentang organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah

Kabupaten Wakatobi, (2), Perda Nomor : 6 Tahun 2008 tentang susunan dan Tata

Kerja Inspektorat, Bappeda dan Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Wakatobi

sebagaimana telah dirubah melalui Perda Nomor : 21 Tahun 2010 tentang

Susunan Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Bappeda dan Lembaga Teknis

Daerah Kabupaten Wakatobi, dan (3), Perda Nomor : 4 Tahun 2008 Tentang

Susunan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah dan Sekretariat DPRD

Kabupaten Wakatobi sebagaimana telah dirubah Perda Nomor : 23 Tahun 2010

Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah dan Sekretariat

DPRD Kabupaten Wakatobi. Perda itu juga merupakan implementasi komitmen

Pemerintah Kabupaten Wakatobi untuk meningkatkan pelayanan masyarakat

dengan prinsip hemat struktur kaya fungsi, dengan struktur yang baru tersebut

struktur organisasi perangkat daerah meliputi:

a. Sekretariat, terdiri dari 3 SKPD, yaitu :

1. Sekretariat Daerah

36

Sekretaris Daerah Kabupaten Wakatobi dibantu oleh 3 (tiga) orang

Asisten yaitu :

a) Asisten Bidang Pemerintahan (Asisiten I) membawahi:

Bagian Pemerintahan Umum;

Bagian Hukum dan Perundang-Undangan;

Bagian organisasi dan Kepegawaian.

b) Asisten Bidang Administrasi Perekonomian, Pembangunan dan

Administrasi Sumber Daya Alam (Asisten II) membawahi :

Bagian administrasi perekonomian

Bagian adminstrasi pembangunan

Bagian administrasi sumber daya alam

c) Asisten bidang administrasi umum (asisten III) membawahi :

Bagian Umum dan Rumah Tangga

Bagian Kesra

Bagian Kemasyarakatan

2. Sekretariat DPRD

3. Sekretariat Dewan Pengurus Korpri

b. Dinas Kabupaten, terdiri dari 12 SKPD yaitu :

1) Dinas Pendidikan Nasional, Pemuda dan Olah Raga

2) Dinas Kesehatan

3) Dinas Pekerjaan Umum, Pertambangan dan Energi

4) Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika

37

5) Dinas Tata Ruang, Kebersihan, Pertamanan, Pemakaman, dan

Pemadam kebakaran

6) Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, Usaha Makro Kecil dan

Menengah

7) Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah

8) Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil

9) Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi

10) Dinas Pertanian, Kehutanan dan Peternakan

11) Dinas Kebudayaan dan Pariwisata

12) Dinas Kelautan dan Perikanan

c. Lembaga Teknis Daerah, terdiri dari:

1. Inspektorat I SKPD

2. Rumah Sakit Umum Daerah I SKPD

3. Badan, terdiri dari 7 (tujuh) SKPD, yaitu:

1) Badan Perencanaan Pembangunan, Penanaman Modal, Penelitian dan

Pengembangan Daerah

2) Badan Kepegawaian Daerah, Pendidikan dan Pelatihan

3) Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Limnas

4) Badan Keluarga Berencana, Pemberdayaan Masyarakat dan Desa

5) Badan Lingkungan Hidup

6) Badan Ketahanan Pangan

7) Badan Penanggulangan Bencana

4. Kantor, terdiri dari 4 (empat) SKPD, yaitu:

1) Kantor Perpustakaan Daerah, Pengelolaan Data Elektronik dan Arsip

38

2) Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu

3) Kantor Satuan Polisi Pamong Praja

4) Kantor Penghubung (Kendari)

d. Kecamatan, terdiri dari 8 kecamatan, yaitu:

1) Kecamatan Wangi-Wangi

2) Kecamatan Wangi-Wangi Selatan

3) Kecamatan Kaledupa

4) Kecamatan kaledupa Selatan

5) Kecamatan Tomia

6) Kecamatan Tomia Timur

7) Kecamatan Binongko

8) Kecamatan Togo Binongko

6. Program Dan Kegiatan Tahun Rencana

a. Prioritas Program dan Kegiatan Satuan kerja Perangkat Daerah (SKPD)

Program dan Kegiatan pada tahun rencana adalah program kerja strategis

yang tidak terlepas dari kebijaksanaan yang telah ditetapkan sebelumnya. Program

dan kegiatan adalah membahas mengenai isu dan permasalahan yang diperkirakan

akan timbul diwaktu yang akan datang yang mungkin dapat berubah. Perubahan

tersebut disusun dalam suatu tahapan yang konsisten dan berkesinambungan,

sehingga akan meningkatkan akuntabilitas dan kinerja yang berorientasi kepada

pencapaian suatu produk atau hasil.

39

Tabel 1.3 Program Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengawasan dan

Pengendalian Sumber Daya Kelautan

No Kegiatan

A Pengawasan Terpadu Penanganan dan Pengendalian Illegal Fishing*

BKoordinasi dan Konsultasi Teknis Pengawasan dan Pengendalian Sumber

Daya Kelautan

C Dukungan Operasional Penjaga Pos Pengawasan Karang

DPengadaan Alat Komunikasi dan Perlengkapan Keselamatan Pengawasan

(DAK)

E Penyediaan Bangunan Kantor/Pos Pengawasan (DAK)

F Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan

G Pengadaan Mebeleur Kantor/Pos Pengawasan (DAK)

H Pengadaan Bodi Viberglass Pokmaswas (DAK)

I Pengadaan Kendaraan Roda Dua Pengawas Perikanan (DAK)

Sumber : Rencana Kerja SKPD DKP Kab. Wakatobi Tahun 2013

Tabel 1.4 Program Pengembangan Budidaya Perikanan

No Kegiatan

A Pengadaan Bibit Lobster

B Pengadaan

C Pengembangan sistem kesehatan ikan dan lingkungan budidaya

D Pengembangan usaha pembudidayaan perikanan

E Pengembangan sarana dan prasarana pembudidayaan ikan

F Peningkatan dukungan manajeman dan pelaksanaan tugas teknis lainnyaseksi budidaya dan perbenihan bidang Pengembangan perikanan

Sumber : Rencana Kerja SKPD DKP Kab. Wakatobi Tahun 2013

Tabel 1.5 Program Pengembangan Perikanan Tangkap

No Kegiatan

A Pengadaan Mesin TS

B Pengadaan Rumpon

40

C Pengadaan Mesin Katinting

D Rapat dan Konsultasi Teknis Pengembangan Perikanan TangkapE Pengadaan Alat Penangkapan IkanF Pengembangan Sarana dan Prasarana Perikanan Tangkap

G Pengadaan Alat bantu Perikanan Tangkap

Sumber : Rencana Kerja SKPD DKP Kab. Wakatobi Tahun 2013

Tabel 1.6 Program Bina Usaha dan Pemasaran Produk dan Komoditas Unggulan

No Kegiatan

A Promosi dan Pameran Perikanan*

B Penunjang Operasional Pabrik Es dan Cold Storage*C Penertiban Izin Usaha dan Retribusi Hasil Perikanan*

D Pelatihan Pengolahan Hasil Perikanan UnggulanE Rehabilitasi Pabrik Es (DAK)F Pelatihan Pasca Panen Kepiting Lunak

G Koordinasi dan Konsultasi Teknis Bidang Bina Usaha dan Pemasaran

H Pengadaan Konstruksi Kantor Administrasi Pabrik Es

Sumber : Rencana Kerja SKPD DKP Kab. Wakatobi Tahun 2013

Tabel 1.7 Program Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dan Pulau –

Pulau Kecil

No Kegiatan

A Dukungan OperasionalProgram IMACS Project

B Pelatihan Transplantasi Bagi Masyarakat Pesisir

C Dukungan Operasional Program Mina Usaha Pedesaan (PUMP)

D Dukungan Coremap CTI Tahap III

E Dukungan Operasional Dana Alokasi Khusus

F Rehabilitasi Pondok Wisata

G Dukungan Operasional SAIL Komodo

H Pengadaan Sarana Pemberdayaan Masyarakat

I Pengadaan Perahu Tradisional

Sumber : Rencana Kerja SKPD DKP Kab. Wakatobi Tahun 2013

41

Tabel 1.8 Program Penelitian dan Pengembangan IPTEK Kelautan dan Perikanan

No Kegiatan

A Dukungan UPT Laboratorium Bawah Laut

B Dukungan Penelitian Oceanografi Ekspedisi Arus Balik II Marine

Intromentation And Telemetrik

Sumber : Rencana Kerja SKPD DKP Kab. Wakatobi Tahun 2013

Tabel 1.9 Program Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Kelautan dan

Perikanan

No Kegiatan

A Inisiasi Penguatan DPL

B Pembangunan Gedung Sea World

C Dukungan Kegiatan Climate Change

D Pelaksanaan Seminar Wallacea

Sumber : Rencana Kerja SKPD DKP Kab. Wakatobi Tahun 2013

Tabel 1.10 Program Pengembangan dan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan

No Kegiatan

A Pengadaan Sarana Penyuluhan Perikanan (DAK)

B Operasional UPT Dinas Kelautan dan Perikanan

Sumber : Rencana Kerja SKPD DKP Kab. Wakatobi Tahun 2013

Tabel 1.11 Program Pelayanan Administrasi Perkantoran

No Kegiatan

A Penyediaan Jasa Surat Menyurat

B Penyediaan Jasa Komunikasi Sumber Daya Air dan Listrik

C Penyediaan Jasa Administrasi Keuangan

D Penyediaan Jasa Kebersihan dan Keamanan Kantor

E Penyediaan Alat Tulis Kantor (ATK)

F Penyediaan Barang Cetakan dan Penggandaan

G Penyediaan Bahan Bacaan dan Peraturan Perundang-Undangan

42

H Penyediaan Makanan dan Minuman

I Rapat-Rapat Koord. Dan Konsultasi Ke Luar Daerah

J Rapat-Rapat Koord dan Konsultasi Ke Dalam Daerah

K Penyediaan Jasa Tenaga Penunjang Program dan Kegiatan*

Sumber : Rencana Kerja SKPD DKP Kab. Wakatobi Tahun 2013

Tabel 1.12 Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur

No Kegiatan

A Pengadaan Perlengkapan Gedung Kantor

B Pengadaan Komputer dan Kelengkapannya

C Pengadaan Gudang Peralatan dan Perlengkapan Kantor

D Pengadaan Alat-Alat Studio

E Pemeliharaan Rutin/Berkala Gedung Kantor

F Pemeliharaan Rutin/Berkala Kendaraan Dinas/Operasional

G Pemeliharaan Rutin/Berkala Peralatan Gedung Kantor

H Pemeliharaan Rutin/Berkala Kendaraan laut (Speed Boad)

Sumber : Rencana Kerja SKPD DKP Kab. Wakatobi Tahun 2013

Tabel 1.13 Program Peningkatan Disiplin Aparatur

No Kegiatan

A Pengadaan Pakaian Dinas Beserta Perlengkapannya

B Pengadaan Pakaian Kerja Lapangan

Sumber : Rencana Kerja SKPD DKP Kab. Wakatobi Tahun 2013

Tabel 1.14 Program Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Aparatur

No Kegiatan

A Training Peningkatan Kapasitas Aparatur DaerahSumber : Rencana Kerja SKPD DKP Kab. Wakatobi Tahun 2013

Tabel 1.15 Program Peningkatan Pengembangan Sistem Pelaporan CapaianKinerja dan Keuangan

No Kegiatan

A Penyusanan Laporan Keuangan

43

B Penyusunan Renja, RKA, DPA SKPD

C Penyusunan LKPJ, Lakip dan LPPD

B Penyusunan Profil Dinas Kelautan dan Perikanan

Sumber : Rencana Kerja SKPD DKP Kab. Wakatobi Tahun 2013

B. Peranan Pemerintah Daerah dalam Mengawasi Kelestarian Terumbu

Karang

1. Pengawasan Pada Tahap Perencanaan Kegiatan

Peran pemerintah daerah sangat dibutuhkan instansi pemerintahan karena

mempunyai tugas dan peran menyelenggarakan urusan pemerintahan,

pembangunan dan kemasyarakatan serta mengatur dan mengurus sendiri urusan

pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Selain itu pemerintah

daerah juga menjalankan otonomi yang seluas-luasnya, kecuali urusan

pemerintahan yang menjadi urusan pemerintahan dengan tujuan meningkatkan

kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum dan daya saing daerah.

Peranan pemerintah daerah akan sangat penting apabila mereka aktif

untuk mendatangi masyarakat, sering menghadiri pertemuan-pertemuan, dan

dalam setiap kesempatan selalu menjelaskan manfaat program pemerintahan

daerah. Para pimpinan masyarakat ini aktif pula dalam mengajak warga

masyarakat untuk mengelola kegiatan pemerintah daerah. Apabila masyarakat

melihat bahwa seluruh aparatur pemerintahan daerah ikut serta dalam kegiatan

tersebut, maka masyarakat pun akan tertarik untuk ikut serta.

Sebagai pelaksana tugas pemerintahan di Kabupaten Wakatobi,

Pemerintah Daerah memiliki tugas yang penting dalam hal melindungi,

mengawasi dan lain sebagainya, sebagai contoh dalam hal pengawasan kelestarian

44

terumbu karang, pemerintah daerah memilki peran yang sangat besar, seperti yang

di ungkapkan informan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan:

Pemerintah daerah adalah pihak yang paling berinisiatif, pihak yangpaling punya kekuatan, punya tenaga, punya dana, sarana, jadi peranpemerintah daerah itu sangat besar bahkan mendominasi dalampelaksanaan pelestarian terumbu karang karena pemerintah daerah yangmenyelenggarakan semuanya. Mengajak orang untuk tidak merusakterumbu karang, yang melakukan patroli pengawasan itu pemerintahdaerah, yang menyediakan dana itu pemerintah daerah. (Wawancara NP,tanggal 21 Februari 2015)

Berdasarkan dari hasil wawancara diatas dengan Bapak NP selaku

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan peneliti dapat menyimpulkan bahwa

pemerintah daerah sangat berperan utama dalam hal pengawasan kelestarian

terumbu karang karena pemerintah daerah yang paling berinisiatif serta memiliki

kekuatan, mempunyai dana untuk proses pengawasan terumbu karang, memiliki

sarana dan prasana pengawasan serta memiliki wewenang untuk mengajak

orang/masyarakat supaya tidak mengganggu ataupun merusak kelestarian terumbu

karang.

Banyak sekali peranan yang diemban oleh pemerintah daerah dalam hal

menjaga dan mengawasi serta melestarikan terumbu karang. Seperti yang

disebutkan oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan yaitu sebagai berikut:

Peran pemerintah daerah sangat besar dan mendominasi karena:a. pemerintah daerah yang memiliki pekerjaan pengawasan /

pelestarianb. pemerintah daerah yang memiliki dana pengawasanc. pemerintah daerah yang memiliki tenaga pengawasand. pemerintah daerah yang memiliki kewenangan pengawasane. pemerintah daerah yang melakukan koordinasi dengan seluruh

stake holder Wujud peran pemerintah daerah didalam mengawasi kelestarian

terumbu karang :a. melakukan patroli pengawasan secara terus menerusb. melakukan sosialisasi dan penyuluhan

45

c. melakukan penyadartahuan/pembinaan masyarakat pelakupengrusakan

d. melakukan proses hukum terhadap para pelanggar atau pengrusakterumbu karang

e. penggalangan kekuatan sosial kemasyarakatan didalam pelestarianterumbu karang. (Wawancara NP, tanggal 21 Februari 2015)

Berdasarkan dari hasil wawancara dengan Bapak NP selaku Kepala

Dinas Kelautan dan Perikanan dapat disimpulkan bahwa peran pemerintah daerah

sangat banyak dan besar sekali dalam menjaga dan mengawasi kelestarian

sumberdaya terumbu karang. Pemerintah daerah yang memilki segala

kelengkapan pengawasan, memilki kekuatan untuk melakukan proses hukum jika

ada kasus pelanggar atau perusak terumbu karang serta menggalang kekuatan

sosial kemasyarakatan untuk bersama-sama menjaga dan mengawasi kelestarian

sumberdaya terumbu karang.

Peran pemerintah daerah sangat diperlukan dalam upaya pelestarian

sumberdaya terumbu karang, karena disadari bahwa terumbu karang adalah

termasuk sumberdaya paling penting yang ada di Kabupaten Wakatobi saat ini,

seperti yang diungkapkan oleh informan Kepala Dinas Pariwisata:

Menurut kacamata kami ini adalah merupakan salah satu sumberdayapenting yang dimiliki oleh daerah ini dan semua daerah saya kira dalammelaksanakan kegiatan pembangunanya pasti selalu akan berorientasikepada sumber daya lokal yang dimiliki dan terumbu karang itu sepertiyang saya katakan tadi merupakan sumberdaya penting yang dimilikioleh wakatobi hari ini. (Wawancara ND, tanggal 05 Maret 2015)

Berdasarkan dari hasil wawancara dengan Bapak ND dapat disimpulkan

bahwa terumbu karang merupakan sumber daya lokal yang dianggap paling

penting oleh pemerintah daerah dalam meningkatkan pembangunan daerah di

Kabupaten Wakatobi. Oleh karena itu, pemerintah daerah bersama elemen-elemen

masyarakat menjadi aktor utama dalam menjaga kelestarian terumbu karang

46

dalam upaya mewujudkan visi Kabupaten Wakatobi “surga nyata bawah laut”.

Sebagaimana yang diungkapkan Kepala Dinas Pariwisata bahwa:

Visi Wakatobi itu memang diarahkan terwujudnya “surga nyata bawahlaut” dengan lidik sektor kelautan perikanan dan pariwisata. .(Wawancara ND, tanggal 05 Maret 2015)

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak ND dapat diketahui bahwa

dengan adanya visi Kabupaten Wakatobi mewujudkan “surga nyata bawah laut”

tentunya menarik perhatian banyak kalangan, bukan hanya masyarakat di

Indonesia tetapi juga di negara-negara lain merasa tergiur untuk melakukan

sebuah penelitian terutama tentang bagaimana kondisi bawah laut Wakatobi.

Dengan keadaan seperti itu tentunya harus ditopang dengan sistem pengawasan

laut yang lebih baik, khususnya terumbu karang harus dijaga karena disadari

bahwa menjaga terumbu karang adalah merupakan pintu utama kepariwisataan

Wakatobi dan menjadikan Kabupaten Wakatobi lebih terkenal. Seperti yang

diungkapkan oleh Staf Dinas Pariwisata:

Peran pemerintah daerah sangat besar di dalam konservasi atau dalampelestarian terumbu karang yang ada di Kabupaten Wakatobi ini karenadimana dengan melestarikan atau menjaga keutuhan terumbu karang initermasuk pintu utama untuk sebagai kepariwisataan yang ada diKabupaten Wakatobi jadi dengan kekayaan yang dimiliki alam lautWakatobi ini itu adalah membuat Wakatobi menjadi akan semakinterkenal. (Wawancara AM, tanggal 05 Maret 2015)

Berdasarkan hasil wawancara diatas dengan Bapak AM bahwa dengan

kekayaan yang dimilki alam laut Wakatobi saat ini, tentunya akan menjadikan

Wakatobi lebih dikenal dan tentunya akan menunjang prospek kehidupan disegala

bidang khususnya pembangunan dan perekonomian di Kabupaten Wakatobi.

Pengawasan pelestarian terumbu karang merupakan program pemerintah

daerah yang bersingkronisasi dengan berbagai lembaga hukum dan

47

kemasyarakatan. Seperti yang diungkapkan oleh Staf Dinas Kelautan dan

Perikanan:

Memang kita lebih memprogram pengawasan terumbu karang, jadi kitadibina dan ini ada dua jenis pengawasan yang kita lakukan secara garisbesarnya yang pertama itu patroli pengawasan rutin. Jadi ini kitaprogramkan minimal dalam satu bulan itu seminggu sekali, teruskemudianyang kedua ada juga namanya patroli terpadu jadi kalau patroliterpadu ini modelnya kita menggandeng beberapa instansi ataustakeholder yang terkait juga dengan pengawasan sumberdaya terumbukarang ini, misalnya kita menggandeng Polairut kemudian TNI angkatanLaut kemudian TNI angkatan Daratnya, kemudian Balai Taman Nasionaldan NJO lokal yang juga yang memiliki visi yang sama juga dengan kitayaitu bagaimana bisa melestarikan semberdaya terumbu karang.Kemudian di Kaledupa ada Forkani, kemudian di Tomia ada Komuntodan di Binongko ada Foneb ini juga kita sering komunikasi denganmereka bagaimana supaya kita bisa bersinergi di dalam melakukanpengawasan terumbu karang. (Wawancara MJ, tanggal 25 Februari 2015)

Sesuai hasil wawancara dengan Bapak MJ dengan peneliti dapat

disimpulkan bahwa ternyata di dalam proses pengawasan pemerintah daerah

membentuk sebuah kegiatan yaitu namanya patroli rutin yang dilakukan oleh

pemerintah daerah dalam seminggu sekali turun di lokasi perlindungan laut guna

mengawasi kelestarian terumbu karang dan melakukan patroli terpadu yang

melibatkan seluruh stake holder, instansi pemerintah dan lembaga-lembaga

hukum untuk bersinergi dalam melakukan pengawasan terumbu karang tersebut.

Pemerintah daerah juga mengajak masyarakat supaya berpartisipasi

dalam menjaga dan mengawasi kelestarian terumbu karang. Adapun wujud

partisapasi masyarakat dalam mengawasi kelestarian terumbu karang adalah

sebagai berikut seperti yang dikatakan oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan:

Bagaimana wujud partisipasi masyarakat dalam membantu pemerintahdaerah di dalam mengawasi kelestarian terumbu karang maka itumasyarakat membentuk diri menjadi kelompok-kelompok pengawasnamanya kelompok masyarakat pengawas (POKMASWAS). Kemudianmengenai tugas-tugas mereka ada yang mereka rencanakan, ada

48

perencanaanya, ada pelaksanaanya dan ada evaluasinya. (WawancaraNP, tanggal 21 Februari 2015)Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak NP bahwa kelompok

masyarakat pengawas (POKMASWAS) merupakan partisipasi masyarakat dalam

membantu pemerintah daerah untuk mengawasi pelestarian terumbu karang

dengan mewujudkan tugas-tugas pemerintah daerah seperti pada tahap

perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

Menurut Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan mengatakan bahwa tahap

perencanaan yang akan dilakukan oleh pemerintah daerah yaitu:

Pembinaan dan pembimbingan masyarakat Dukungan sarana, dana dan peningkatan kapasitas pengawas misalnya

dengan cara kita latih, kita dorong mereka. (wawancara NP, tanggal21 Februari 2015)

Sebagaimana hasil wawancara diatas dengan Bapak NP selaku Kepala

Dinas Kelautan dan Perikanan tersebut dapat disimpulkan bahwa pada tahap

perencanaan biasanya masyarakat dibina dan dibimbing dan diberikan penyadaran

akan pentingnya pelestarian terumbu karang dengan tidak melakukan pengrusakan

seperti pemboman, pembiusan, dan ilegal fishing serta adanya dukungan sarana

prasarana bisa menunjang kegiatan pemerintah daerah dalam melakukan aktifitas

pengawasan terumbu karang. Selanjutnya setiap individu yang ditugaskan

pemerintah daerah dalam melakukan pengawasan tersebut senantiasa selalu

meningkatkan kapasitasnya.

Sejalan dengan itu seperti yang diungkapkan oleh salah seorang

masyarakat:

Memang benar kami itu diberitahu, dibina lalu diberi penyadaran akanpentingnya pelestarian sumberdaya terumbu karang. Terkadang jugakami ditahap perencanaan pemerintah daerah ini kami diberi pelatihan-pelatihan khusus mengenai pembuatan tranplantasi terumbu karang,

49

meningkatkan peran serta masyarakat serta merhabilitasi ekosistemterumbu karang.(wawancara RK, Tanggal 6 Maret 2015)

Berdasarkan dari hasil wawancara peneliti dengan salah seorang

masyarakat yang bekerja sebagai petani rumput laut dapat disimpulkan bahwa

ditahap perencanaan pemerintah daerah melakukan pelatihan-pelatihan khusus

dan disitu seluruh peserta yang hadir baik dari elemen pemerintah maupun elemen

masyarakat diberi bimbingan, pembinaan dan penyadartahuan akan pentingnya

pelestarian sumberdaya terumbu karang. Selain itu pada tahap perencanaan ini

pemerintah daerah juga merencanakan kegiatan berupa patroli pengawasan.

Kegiatan patroli pengawasan selalu di agendakan oleh pemerintah daerah

di tiap tahunya. Seperti yang diungkapkan oleh Staf Dinas Kelautan dan

Perikanan:

Namanya patroli pengawasan harus direncanakan tiap tahun dan didalamusulan kegiatan kita misalnya untuk kegiatan tahun 2015 ini itu kitausulkan dari tahun 2014. Seluruh kegiatan di 2015 dibahas direnja 2014.Selain itu kita pastinya menyesuaikan dengan porsi anggaran yang ada,jadi tidak mungkin juga kita turun berpatroli 10 kali dalam sebulansementara biaya untuk itu tidak ada. Yang namanya perencanaanbiasanya kami duduk bersama di internal kami di bidang pengawasankemudian membicarakan setelah melihat projek untuk kami kemudiankami menyusun sesuai dengan anggaran itu. (Wawancara MJ, tanggal 25Februari 2015)

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak MJ diatas yaitu bahwa

dalam melakukan patroli pengawasan itu direncanakan setiap tahun misalnya

untuk usulan seluruh kegiatan di 2015 dibahas sebelum direnja 2014. Adapun

untuk turun berpatroli sekali dalam seminggu adalah pastinya menyesuaikan

dengan porsi anggaran atau biaya yang ada dibidang pengawasan.

50

Pemerintah daerah juga sebelum terjun melakukan patroli pengawasan

dilokasi mereka membentuk regu ataupun kelompok-kelompok pengawas. Seperti

yang diungkapkan oleh Staf Dinas Kelautan dan Perikanan:

Jadi ditahap perencanaannya itu tadi kita juga sebelum turun kami bagidalam beberapa regu dan kita disini ada 4 regu, jadi biasanya sebelumkami turun di tiap-tiap regu kami berembut dulu kira-kira lokasi manayang kami tuju dan kami pilih siapa kepala regunya, siapa operatornya,dan siapa pencatat kejadianya. (Wawancara MJ, tanggal 25 Februari2015)

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak MJ selaku Staf Dinas

Kelautan dan perikanan dapat disimpulkan bahwa sangat jelas pemerintah daerah

sebelum turun dilokasi, mereka melakukan musyawarah terlebih dahulu untuk

menentukan arah mana akan mereka tuju dan selain itu pemerintah daerah

membentuk regu dan ditiap-tiap regu itu memilih siapa yang akan menjadi kepala

regu, siapa operatornya dan siapa pencatat kejadianya nanti.

Seiring dengan itu pemerintah daerah juga menyesuaikan dengan situasi

dan kondisi dalam meyusun suatu rencana kegiatan pengawasan. Menurut Kepala

Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wakatobi mengatakan bahwa:

Perencanaanya macam-macam juga tergantung situasi dan kondisimisalnya patroli intelijen pas bulan januari tentu saja berbeda denganperencanaan patroli bulan februari. Beda-beda karna tergantung dengansituasi dan kondisi. Yang jelasnya secara garis besar inikan misalnyayang kita persiapkan diperencanaan itu adalah seperti: strategi, itu pasti kita rencanakan pemilihan lokasi, itu juga harus rencanakan patroli akan dilakukan

dimana pemilihan personil pemilihan waktu kemudian pengumpulan bahan, alattetapi dari beberapa item ini perbulanya berganti-ganti, misalnya strategihari ini diliya besok lagi dikapota jadi ini kita hanya butuh bbm 300 literternyata besok lagi melihat lokasinya terlalu jauh kita butuh 500 liter.(wawancara LH, tanggal 4 Maret 2015)

51

Berdasarkan dari hasil wawancara dengan Bapak LH selaku Kepala Seksi

Pengelolaan Taman Nasional Wakatobi dapat disimpulkan bahwa ditahap

perencanaan pemerintah daerah selalu berorientasi dengan situasi dan kondisi

tergantung bagaimana dengan keadaan cuaca maupun alat/bahan yang diporsikan

untuk melakukan kegiatan monitoring atau pengawasan seperti misalnya kegiatan

patroli pengawasan.

2. Pengawasan pada Tahap Pelaksanaan Kegiatan

Sesuai agenda yang sudah disusun pemerintah daerah pada tahap

perencanaan, maka pada tahap pelaksanaan pemerintah daerah melakukan

persiapan-persiapan untuk mewujudkan apa yang sudah di agendakan di tahap

perencanaan. Adapun tahap pelaksanaan kegiatan yang dilakukan pemerintah

daerah menurut Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan yaitu sebagai berikut:

Memberi mereka kewenangan terbatas kepada kelompok-kelompokpengawas masyarakat itu

Dimonitor oleh aparat dinas kelautan dan perikanan di wilayah-wilayah kecamatan. (wawancara NP, tanggal 21 Februari 2015)

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa pada tahap

pelaksanaan ini pemerintah daerah memberikan kewenangan terbatas kepada

kelompok masyarakat pengawas (POKMASWAS) ini dalam proses mengawasi

kelestarian sumberdaya terumbu karang. Selain itu mereka dimonitor oleh aparat

dinas kelautan dan perikanan untuk melakukan pemantauan atau mengawasi

terumbu karang di wilayah-wilayah kecamatan atapun di setiap desa yang ada di

Kabupaten Wakatobi. Seperti yang diungkapkan oleh staf dinas kelautan dan

perikanan:

Kami berasumsi bahwa kalau kami tidak libatkan masyarakat tidak akanefektif jadi setiap desa ada namanya kami bentuk POKMASWAS

52

(kelompok masyarakat pengawas), ini memang kita belum maksimaltetapi setidaknya tahun ini kita sudah buatkan mereka dengan kitabuatkan SK sebagai dasar hukum bagi mereka sebagai legalisasi buatmereka untuk bertindak tapi mereka ini hanya sebagai mitra jadi merekatidak punya wewenang untuk menangkap, menghakimi tapi mereka lebihkepada informan.(wawancara MJ, tanggal 25 Februari 2015)

Berdasarkan dari hasil wawancara dengan Bapak MJ peneliti dapat

menyimpulkan bahwa tanpa bantuan dari masyarakat dalam mengawasi

kelestarian terumbu karang, pemerintah daerah tidak akan efektif dalam

menjalankan tugasnya. Dan kelompok masyarakat pengawas yang dibentuk

pemerintah daerah hanyalah sebagai mitra kerja dan mereka ditugaskan untuk

memberikan informasi yang terjadi dilapangan.

Berkaitan dengan hal tersebut seorang masyarakat nelayan

mengungkapkan:

Ditahap pelaksanaan pemerintah daerah bersama masyarakat turundilokasi untuk melaksanakan kegiatan yang sudah direncanakansebelumnya contohnya pembibitan rumput karang, patroli pengawasandan sebagainya serta kemudian mengajak masyarakat untuk bekerjasamamelestarikan terumbu karang dan mencegah atau menindak lanjuti parapelaku pengrusak. (wawancara JM, tanggal 7 Maret 2015)

Berdasarkan dari hasil wawancara dengan salah seorang nelayan peneliti

dapat menyimpulkan bahwa memang singkronisasi antara pemerintah daerah dan

masyarakat itu sudah ada dan terjalin dengan baik. Kelompok masyarakat

pengawas (POKMASWAS) yang dibentuk pemerintah daerah dan berlokasi ditiap

desa ini semata-mata untuk menjaga kelestarian terumbu karang agar terhindar

dari para pelaku-pelaku pengrusak terumbu karang.

Dalam hal melakukan kegiatan seperti patroli pengawasan tentunya

pemerintah daerah menggandeng seluruh instansi untuk bersinergi dalam

53

mengawasi kelestarian terumbu karang. Seperti yang diungkapkan oleh Kepala

Dinas Pariwisata yaitu sebagai berikut:

Kemudian pada tahap pelaksanaan kegiatan tentukan karena pemangkuotoritas wilayah inikan bukan pemerintah daerah juga, ada juga BalaiTaman Nasional, pemerintah pusat, ada juga tanggung jawab kepolisianpenegak hukum nah sehingga pendekatan yang digunakan sekarangdilakukan secara kolaboratif dan pada minggu lalu kalau tidak salah padatanggal 17 februari 2015 ada rapat juga, ada rapat semua stake holder inisemua pemangku kepentingan ini untuk mengefektifkan pelaksanaanpengamanan laut patroli secara kolaboratif melibatkan kepolisian, TNI,kejaksaan, Balai Taman Nasional, Dinas Kelautan dan Perikanan dantentu juga sebenarnya yang di inisiatif juga DKP itu adalah sistempengawasan masyarakat, berbasis masyarakat, itu yang dilakukansekarang terkait dengan patroli kalau khusus kegiatan. Saya kira itu yangtau persis Dinas Kelautan dan Perikanan karena mereka yang punyaprogram. (wawancara ND, tanggal 5 Maret 2015)

Sebagaimana hasil wawancara tersebut diatas dengan bapak ND selaku

kepala dinas pariwisata peneliti dapat menyimpulkan bahwa didalam upaya

pengawasan kelestarian terumbu karang, pemerintah daerah menggunakan

pendekatan kolaboratif yaitu menggandeng seluruh instansi, baik itu pemerintah

pusat, stake holder, masyarakat, balai taman nasional, penegak hukum seperti

Kejaksaan, TNI, Kepolisian, untuk bersama-sama menjaga dan mengawasi

kelestarian sumberdaya terumbu karang.

Selain itu peran pemerintah daerah dalam mengawasi kelestarian

terumbu karang ditahap pelaksanaan ini dapat kita lihat seperti yang dikatakan

oleh seorang Staf dinas kelautan dan perikanan:

Kalau tahap pelaksanaan ya kami standby di tempat yang sudah dibanguntempat kami untuk standby jadi kita mulai darisitu turun. Biasanyakamikan menyesuaikan dengan waktu kondisi air, dan kami jugamenyesuaikan dengan jadwal nelayan misalnya, kan kami tidak mungkinturun pada saat nelayan sedang tidak di laut jadi kamikan untuk itu haruspelajari dulu misalnya masyarakat yang di wangi-wangi ini kebiasaanmelautnya di jam berapa, itu termasuk dibagian perencanaan tadi. Lebihitu juga lebih pada kondisi pasang surut air, biasanyakan aktifitasnya

54

mereka inikan utamanya nelayan yang melakukan pengboman inikanpada saat kondisi surut jadi sebisa mungkin kami sebelum surut haruskeluar karena mengantisipasi pelaku pengboman karena mereka lakukanpada kondisi air surut. Pelaku pengboman ini ada juga nelayan dari luardan ada juga nelayan yang dari sini, itu memang harus kami akuimemang masih ada. Selain itu kami melakukan sesuai SOP (StandarOperasi Pengawasan), kami melakukan patroli setiap nelayan, kamitanyai, kami periksa tapi tentunya bukan dengan bahasa yang menggertakdan kami berupaya sesopan mungkin kecuali mereka menunjukkan etikayang tidak mau bekerja sama itu bisa saja kami curigai.(wawancara MJ,tanggal 25 Februari 2015)

Sebagaimana hasil wawancara tersebut diatas peneliti menyimpulkan

bahwa pada tahap pelaksanaan ini sebelum turun untuk standby di lokasi biasanya

mereka menyesuaikan dengan waktu kondisi air dan dengan jadwal nelayan

misalnya, mempelajari kebiasaan masyarakat Wakatobi melautnya itu di jam

berapa juga kebiasaan aktivitas ketika kondisi airnya terjadi pasang surut. Dari

sinilah sebelum terjadi pasang surut mereka keluar terlebih dahulu untuk

mengantisipasi agar tidak terjadi pelaku pemboman baik dari luar masyarakat

maupun dari dalam masyarakat Kabupaten Wakatobi.

Selain itu mereka juga melakukan pembentukan SOP (Standar Operasi

Pengawasan). SOP ini berfungsi untuk melakukan patroli pada setiap nelayan,

menanyai, dan memeriksa dengan bahasa yang tidak menggertak atau bahasa

sopan kepada nelayan supaya bisa bekerjasama dalam mewujudkan pelestarian

terumbu karang. Sebagaimana menurut pendapat masyarakat nelayan:

Memang benar pada saat kami turun melaut kami sering di datangi olehpetugas dari pemerintah dan menanyai kami, memeriksa kami mengenaiapa saja hasil yang kami tangkap dan alat penangkapan kami itu apa.Selain itu ada juga dulu itu ada dari kami masyarakat mengambil batukarang untuk pembuatan rumah tapi sering kami ditahan dan batu karangyang kami ambil itu dibuang disegala tempat oleh mereka petugassehingga batu yang sudah kami ambil itu tidak dapat lagi kami ambilkembali. Tapi untuk pengambilan batu karang sekarang sudah tidak ada

55

karena pemerintah sudah melarang kami. (wawancara MD, tanggal 6Maret 2015)

Berdasarkan dari hasil wawancara dengan seorang masyarakat nelayan

peneliti dapat menyimpulkan memang benar bahwa pemerintah daerah setiap kali

berpatroli selalu mendatangi nelayan, memeriksa alat tangkap dan menanyai

mereka sesuai dengan SOP (Standar Operasi Pengawasan). Kalau misalnya

ditemukan ada pelaku yang secara ilegal mengambil batu karang maka untuk

pertama kali pemerintah daerah memberikan pembinaan dan bimbingan kepada

pelaku tersebut untuk tidak mengulangi lagi perbuatanya dan batu karang yang di

ambil oleh pelaku dibuang disegala tempat supaya pelaku tersebut tidak datang

kembali mengambil batu karang tersebut.

3. Peran Pemerintah Daerah Pada Tahap Evaluasi Kegiatan

Setelah pada tahap pelaksanaan kegiatan, maka pemerintah daerah akan

melakukan tahap evaluasi untuk membahas sejauh mana tugas aktivitas-aktivitas

yang sudah dilakukan sebelumnya. Misalnya terdapat kekurangan minyak,

berhasilnya mengantisipasi pelaku pemboman dan juga memberikan arahan atau

penyadaran kepada masyarakat nelayan yang masih minim pengetahuan akan

pentingnya kelestarian sumberdaya terumbu karang. Kemudian pada tahap

evaluasi ini membuat kesimpulan serta rencana-rencana untuk menentukan

langkah-langkah kedepannya yang jauh lebih baik lagi. Sebagaimana yang

diungkapkan oleh Staf Dinas Kelautan dan Perikanan yaitu:

Pada Tahap Evaluasi ini dikaji seberapa jauh efektifitas tugas mereka dandibuat kesimpulan-kesimpulan untuk menentukan langkah-langkahberikutnya. (Wawancara MJ, tanggal 25 Februari 2015)

56

Berdasarkan dari hasil wawancara tersebut menyebutkan bahwa pada

tahap evaluasi ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji seberapa jauh

efektivitas tugas mereka (pemerintah daerah) misalnya tentang keberhasilan

dalam memantau atau mengawasi kelestarian terumbu karang serta adanya

kendala-kendala lainya ketika dalam melakukan proses pengawasan. Kemudian

menyimpulkan lalu membahas lagi untuk mencari solusi yang terbaik serta

membuat rencana dalam menentukan langkah-langkah berikutnya. Sama halnya

yang diunkapkan oleh Kepala Dinas Pariwisata:

Kemudian untuk tahap evaluasi pemerintah daerah bersama masyarakat,kepolisian, TNI, kejaksaan, Balai Taman Nasional dan Dinas Kelautandan Perikanan melakukan upaya peninjauan kembali untuk melihatsejauh mana keberhasilan program yang telah kami canangkansebelumnya. (wawancara ND, tanggal 5 Maret 2015)

Berdasarkan dari hasil wawancara dengan Bapak ND selaku Kepala

Dinas Pariwisata peneliti dapat menyimpulkan bahwa ditahap evaluasi,

pemerintah daerah melakukan peninjauan kembali kelokasi bersama masyarakat,

TNI, kejaksaan, Balai Taman Nasional, Dinas Kelautan dan Perikanan untuk

melihat sejauhmana efektifitas hasil kerja mereka dilapangan.

Ditahap evaluasi ini juga pemerintah daerah turun kemasyarakat melihat

situasi dan perkembangan sosial yang terjadi dalam lingkungan masyarakat dan

menanyakan bagaimana keadaan dimasyarakat. Seperti yang dikatakan oleh Staf

Dinas Pariwisata:

Evaluasinya itu kami selalu turun kemasyarakat menanyakan keadaan didalam masyarakat itu bagaimana dengan tingkat pengrusakan yang adadisitu, persoalan tingkat kejahatan itu memang diluar kemampuan jadiapapun pencegahanya kalau ada orang yang mau melakukan sesuatu pastidia cari waktu, waktu luang untuk mereka melakukan pengrusakan itu,bertindak tidak baik. (wawancara AM, tanggal 5 Maret 2015)

57

Berdasarkan dari hasil wawancara dengan Bapak AM peneliti dapat

menyimpulkan bahwa ditahap evaluasi kegiatan, pemerintah daerah turun

kemasyarakat untuk mengetahui secara langsung bagaimana realitas sosial yang

sedang berkembang dimasyarakat dan bertanya langsung kepada masyarakat

bagaimana tingkat pengrusakan terumbu karang yang ada disitu.

Kemudian Staf Dinas Kelautan Dan Perikanan juga mengungkapkan:

Setelah pulang kami melakukan pencatatan, disanakan kami mencatat.Semua nelayan yang kami temui kami catat, alat tangkapnya kemudian dijam berapa dia lakukan, ada pencatatan dari tiap hasil patroli ituKemudian kami bukukan dalam bentuk laporan tertulis.(Wawancara MJ,tanggal 25 Februari 2015)

Sebagaimana hasil wawancara tersebut diatas dengan Bapak MJ peneliti

menyimpulkan bahwa dalam melakukan pencatatan yang mereka temui baik yang

dicatat itu adalah alat tangkapnya, jam kegiatanya maupun lainya. Kemudian

dibukukan dalam bentuk tulisan untuk menjadi bahan laporan. Buku catatan

tersebut akan menjadi bukti dan bahan kajian dalam tahap evaluasi untuk

membahas faktor-faktor penghambat serta pendukung maupun faktor lainya

Hal ini didukung oleh pendapat seorang masyarakat yang keseharianya

bekerja sebagai seorang nelayan yang mengungkapkan bahwa sebagai berikut:

Setelah mereka mendatangi kami, menanyai kami biasanya mereka catatdan catatan itu yang menjadi alat bukti mereka dan mereka jadikansebagai bahan atau tolak ukur mereka. (wawancara MD, tanggal 6 Maret2015)

Berdasarkan dari hasil wawancara tersebut membuktikan bahwa benar

apa yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Setelah pemerintah daerah

melaksanakan apa yang menjadi tugasnya kemudian untuk setelah itu pemerintah

daerah membukukan untuk menjadi bahan evaluasi.

58

C. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat

1. Faktor pendukung

Faktor pendukung peran pemerintah daerah dalam mengawasi kelestarian

terumbu karang adalah hal-hal yang menunjang keberhasilan peran pemerintah

daerah dalam menjaga dan mengawasi kelestarian terumbu karang. Adapun hal-

hal yang menunjang peran pemerintah daerah dalam mengawasi kelestarian

terumbu karang adalah dapat dilihat dari hasil wawancara dengan Kepala Dinas

Kelautan dan Perikanan Kabupaten Wakatobi.

Adapun hal-hal yang menunjang keberhasilan peran kami dalam menjagadan mengawasi kelestarian terumbu karang adalah dapat saya rincikansebagai berikut : Aparatur yang diberi tugas oleh negara untuk melakukan pengawasan Komitmen pemerintah daerah dan seluruh kompenen masyarakat

karena disadari bahwa terumbu karang merupakan salah satu-satunyakekayaan alam yang ada di kabupaten wakatobi yang bisa menjadiobyek pembangunan.

Sebagian besar masyarakat wakatobi menyatakan dukungan yang kuatdidalam pelestarian terumbu karang. Baik itu tokoh adat, tokohmasyarakat dan tokoh agama.

Dukungan pemerintah pusat, lembaga-lembaga yang konsen terhadappelestarian sumber daya alam dunia seperti The Natural Conservacy(TNC), World Wide Foundation (WWF), United State AgencyInternational Development (USAID) dan Bank Dunia. (WawancaraNP tanggal 21 Februari 2015)

Sesuai hasil wawancara dan observasi dilapangan dengan Kepala

Dinaskelautan dan Perikanan bahwa ternyata banyak sekali hal-hal yang

menunjang keberhasilan pemerintah daerah dalam menjaga dan mengawasi

kelestarian terumbu karang. Aparatur pemerintah daerah diberi tugas monitoring

lapangan secara langsung untuk menindak lanjuti sejauh mana kinerja yang

dilakukan selama ini. Bersamaan dengan itu aparatur pemerintah bersama

masyarakat berkomitmen untuk menjaga dan melestarikan terumbu karang.

59

Dukungan yang begitu kuat dari pemerintah pusat, masyarakat baik itu

dari tokoh adat, tokoh masyarakat serta tokoh agama, dan lembaga-lembaga yang

konsen terhadap pelestarian sumberdaya alam dunia menjadi benteng utama untuk

mempermudah jalanya suatu pengawasan. Dari hasil wawancara dengan seorang

Staf Dinas Kelautan dan Perikanan menyatakan:

Faktor yang mendukung kegiatan kami selama ini adalah ketersediaansebuah Armada dan banyak NJO dan stake holder yang mau bersinergidalam mengawasi kelestarian sumberdaya terumbu karang. (WawancaraMJ tanggal 21 Februari 2015)

Sangat jelas sekali bahwa dengan adanya dukungan dari pemerintah

pusat, masyarakat dan lembaga-lembaga pemerintah, serta para pemangku

kepentingan sehingga pemerintah daerah mampu menjalankan kegiatan

pengawasannya dengan baik dan sesuai sasaran. Berkaitan dengan hal tersebut

seorang masyarakat meyatakan:

Setahu saya yang mendukung kegiatan pemda selama ini adalah merekaitu mendapat dukungan dari pemerintah pusat dan akhirnya dengandukungan itu tadi mereka mendapatkan bantuan dari pemerintah pusatberupa dana, alat sarana dan prasarana dan sebagainya. Dan dari kamimasyarakat juga ikut mendukung kegiatan pemda. (wawancara JM,tanggal 7 Maret 2015)

Berdasarakan dari hasil wawancara dengan salah seorang masyarakat

yang bekerja sebagai nelayan peneliti dapat menyimpulkan bahwa benar

pemerintah daerah mendapat dukungan yang kuat dari berbagai instansi untuk

bersama-sama menjaga dan mengawasi kelestarian sumberdaya terumbu karang.

Pernyataan sikap yang kuat dari masyarakat yang paham akan pentingnya

pelestarian sumberdaya terumbu karang untuk bersama-sama menjaga dan

mengawasi terumbu karang. Sebagaimana dari hasil wawanacara dengan seorang

masyarakat nelayan yang mengatakan bahwa:

60

Faktor yang mendukung tentu saja kami masyarakat mendukung seluruhkegiatan pemerintah daerah dan apapun bentuk tindakan yang diambilpemerintah daerah dalam mengawasi terumbu karang ini tentunya kamidukung. (wawancara MD tanggal, 6 Maret 2015)

Berdasarkan dari hasil wawancara tersebut sangat jelas sekali bahwa

masyarakat menyatakan dukungan yang kuat dalam upaya pelestarian terumbu

karang. Dengan adanya kerjasama yang baik ini maka keutuhan terumbu karang

akan terjaga dengan baik. Sama halnya juga yang dikatakan oleh masyarakat yang

bekerja sebagai petani rumput laut mengungkapkan bahwa:

Kalau yang mendukung ya dari kami masyarakat turut mendukung apasaja yang menjadi kegiatan pemerintah daerah dalam mengawasikelestarian terumbu karang. (wawancara RK, tanggal 6 Maret 2015)

Melihat hasil wawancara tersebut sangat memperjelas bahwa ternyata

masyarakat sangat mendukung apapun yang diagendakan oleh pemerintah daerah.

Dukungan yang kuat ini tentunya menjadi modal utama pemerintah daerah untuk

menjalankan fungsi pengawasan terumbu karang.

2. Faktor Penghambat

Faktor penghambat peran pemerintah daerah dalam mengawasi

kelestarian terumbu karang adalah hal-hal yang menghambat kinerja pemerintah

daerah dalam mengawasi dan menjaga kelestarian sumberdaya terumbu karang.

Ada berbagai hal yang menghambat peran pemerintah daerah dalam mengawasi

kelestarian terumbu karang sebagaimana yang dikatakan oleh Kepala Dinas

Kelautan dan Perikanan:

Tenaga aparat pengawasan yang relatif kurang dibandingkan denganluas wilayah yang harus diawasi. (bayangkan sampai di koko sanakalau kita hanya dua orang bagaimana)

61

Sarana prasarana yang memadai sangat terbatas. Dana yang juga belum cukup untuk mendukung kegiatan operasional

pengawasan. (Wawancara NP tanggal 21 Februari 2015)

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak NP selaku Kepala Dinas

Kelautan dan Perikanan dapat disimpulkan bahwa ternyata masih terdapat

kekurangan-kekurangan pemerintah daerah dalam menjalankan fungsinya sebagai

pengawas pelestari terumbu karang yaitu kurangnya tenaga aparat pengawasan

karena membayangkan luasnya wilayah yang perlu di awasi, kurang memadainya

sarana prasarana, serta dana yang belum cukup untuk mendukung kegiatan

operasional pengawasan.

Berbagai hambatan pemerintah daerah dalam mengawasi, melindungi

dan menjaga kelestarian sumberdaya terumbu karang tentu terkadang

diperhadapkan dengan berbagai macam tantangan situasi. Seperti yang di

ungkapkan Staf Dinas Kelautan dan Perikanan:

Kekurangan tenaga pengawas. Kita inikan pengawas sipil, ketika kitamelakukan pengawasan bisa saja kita mendapatkan nelayan yang nekat.Bisa saja pada saat ketika posisi tersudutkan mereka melawan jadikekurangannya kami memang disitu. Sebenarnya yang menjadi kendalaadalah dibagian penanganan, kami inikan punya penyidik tetapi kamitidak memiliki sel/penjara untuk menahan ketika ada kasus sehinggakami harus menitipkan di kepolisian. Terkait itu juga kemudian kamibelum memiliki pengadilan perikanan. Dan ada lagi, kami belummemiliki alat uji laboratorium misalnya untuk membuktikan ikan inihasil bom atau bukan, alat ini yang kami belum miliki karena misalnyakalau kita mau melanjutkan kasus hukum seperti pengboman ikan tadidipengadilan kita harus memiliki bukti, apa buktimu, kalau kita tidakmenemukan bom setidaknya kami menemukan ikannya jadi kita harustunjukkan bahwa ini ikannya yang dibom jadi kita harus mampu tunjukanitu bahwa kondisi ininya yang rusak jadi seperti itu. (wawancara MJ,tanggal 21 Februari 2015)

Berdasarkan hasil Wawancara dengan Bapak MJ selaku Staf Dinas

Kelautan dan Perikanan dapat disimpulkan bahwa memang masih ada pelaku-

62

pelaku pengrusak sumberdaya terumbu karang. Ketika pemerintah daerah terjun

kelokasi kemudian menemukan pelaku pengrusak dan setelah diselidiki terkadang

pelaku ini berani membantah dan enggan untuk di interogasi, dan justru mereka

nekat melakukan hal-hal bejat seperti membom, menembak dan lain sebagainya

agar mereka bisa terselamatkan dari cengkeraman pemerintah daerah.

Kemudian kendala lain pemerintah daerah itu adalah di bagian penangan,

dimana pemerintah daerah bertugas sebagai penyidik akan tetapi terbatasi karena

tidak memiliki sel/penjara untuk menahan pelaku-pelaku pelanggar pengrusak

sumberdaya terumbu karang sehingga jika ada kasus biasanya pemerintah daerah

menitipkannya di lembaga kepolisian. Terkait dengan itu juga pemerintah daerah

tidak memiliki pengadilan perikanan dan alat uji laboratorium.

Selain itu, masih ada kendala-kendala lain mengenai peran pemerintah

daerah dalam mengawasi kelestarian sumberdaya terumbu karang seperti yang

diungkapkan oleh Kepala Dinas Pariwisata:

Kalau menurut saya juga itu tidak kalah banyaknya, artinya kita harusjujur mengakui bahwa sampai hari ini masih banyak disporsi / masihbanyak gangguan-gangguan masalah keberlanjutan dan kelestarianterumbu karang ini, kadang ada yang dari luar kadang ada yang daridalam ini sendiri. Dari luar, karena Wakatobi ini adalah wilayah yangterbuka, dari pengalaman yang ada kita juga mengetahui masih ada juganelayan-nelayan, masih banyak juga ilegal fishing, banyak deskruktiffishing yang dilakukan oleh orang dari luar Wakatobi dan memang itutidak mudah untuk bisa mengkafer itu karena karena luas wilayah kita iniyang luas, daerah kita terbuka dan kita punya kapasitas juga untukmenjangkau semua masih terbatas sehingga seperti itu, dari dalam sendirisaya kira di internal kita di Wakatobi dalam kenyataanya masih ada satudua juga yang terindikasi memang masih melakukan kegiatan-kegiatanyang belum ramah lingkungan, baik itu desktruktif fishing, ilegal fishing.Tentu kalau deskruktif fishingkan kalau misalnya jenisnya itu adalahbom, jenisnya itu adalah bius, atau ada alat tangkap yang tidak ramahlingkungan itu juga menjadi kendala kita dalam hal bagaimanamengoptimalkan tentang pelestarian lingkungan ini. (wawancara ND,tanggal 05 Maret 2015)

63

Berdasarkan dari hasil wawancara di atas oleh Bapak ND peneliti dapat

menyimpulkan bahwa dalam menjalankan fungsinya sebagai pengawas

pemerintah daerah masih banyak menemukan disporsi, baik itu gangguan dari

internal maupun eksternal Kabupaten Wakatobi itu sendiri.

Luasnya wilayah yang harus di awasi oleh pemerintah daerah, dan

keterbatasan sarana prasarana menjadi kendala utama dalam menjalankan fungsi

pengawasan. Dengan adanya kendala seperti itu sehingga masih banyak pelaku

ilegal fishing, deskruktif fishing yang terjadi, yang dimana pelakunya itu bukan

hanya masyarakat asing atau dari luar daerah Wakatobi tetapi juga masyarakat

lokal yang masih minim pengetahuannya mengenai akan pentingya kelestarian

sumberdaya alam laut khsususnya sumberdaya terumbu karang. Masyarakat yang

kurang pengetahuan inilah yang sering melakukan pengrusakan terumbu karang,

seperti yang dikatakan oleh Kepala Seksi Pengelolaan Taman Naional Wakatobi:

Kalau yang pertama itu disektoral. Kalau itu kita lakukan sama-samatentunya pekerjaan akan lebih ringan tapi karena masih disektoral yaseperti itu. Kemudian yang kedua, hambatan di masyarakat, budayamasyarakat, jadi masyarakat ini masih banyak yang melakukanpengrusakan karang dengan sengaja padahal masyarakat wakatobi yangpelaut/nelayan tapi malah mereka tidak cinta lautnya jadi kebunya sendiridi rusak sendiri dengan cara bom tapi itu hanya sebagian oknum.(wawancara LH, tanggal 4 Maret 2015)

Berdasarkan dari hasil wawancara di atas oleh Bapak LH dapat

disimpulkan bahwa ternyata yang menjadi kendala utama selama ini adalah masih

kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya sumberdaya terumbu karang.

Masyarakat lokal harus diberi pembinaan khusus, kecintaan akan kekayaan alam

bawah laut harus dihadirkan sehingga tidak melakukan pengrusakan lagi.

Masyarakat yang melakukan pengrusakan terumbu karang ini bukan semuanya

64

tetapi sebagian masyarakat yaitu masyarakat yang masih minim pengetahuan akan

pentingnya kelestarian sumberdaya terumbu karang.

65

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian di Kabupaten Wakatobi tentang peranan

pemerintah daerah dalam mengawasi kelestarian terumbu karang dapat diketahui

bahwa pemerintah daerah sangat berperan aktif dalam menjalankan fungsi dan

tugasnya. Adapun peranan pemerintah daerah dalam mengawasi kelestarian

terumbu karang yaitu bisa di gambarkan sebagai berikut:

1. Peranan pemerintah daerah dalam mengawasi kelestarian terumbu karang di

Kabupaten Wakatobi adalah dengan cara kolaborasi yaitu menggandeng

seluruh instansi pemerintah, baik itu lembaga hukum, stake holder, dan

lembaga-lembaga lainya yang konsen terhadap pelestarian sumberdaya alam

dunia khususya terumbu karang sudah terjalin dengan baik. Dimana

pemerintah daerah mengajak untuk bersinergi dan bekerja sama dalam

mengawasi kelestarian terumbu karang. Peranan pemerintah daerah dalam

mengawasi kelestarian terumbu karang tersebut meliputi;

a. Tahap perencanaan kegiatan pemerintah daerah dalam mengawasi

kelestarian terumbu karang adalah dengan melakukan pembinaan dan

pembimbingan kepada masyarakat dan peningkatan kapasitas pengawas

serta melakukan pelatihan-pelatihan baik kepada seluruh elemen

masyarakat maupun lembaga-lembaga pemerintah.

b. Tahap pelaksanaan kegiatan pemerintah daerah dalam mengawasi

kelestarian terumbu karang adalah pemerintah daerah bersama

65

66

masyarakat bekerjasama menjaga dan mengawasi kelestarian terumbu

karang.

c. Tahap evaluasi kegiatan pemerintah daerah dalam mengawasi kelestarian

terumbu karang adalah mengkaji seberapa jauh efektifitas tugas

pemerintah daerah dan dibuat kesimpulan-kesimpulan untuk menentukan

langkah-langkah berikutnya.

2. Faktor yang mendukung peranan pemerintah daerah dalam mengawasi

kelestarian terumbu karang yaitu adanya komitmen yang kuat dari

pemerintah daerah, seluruh kompenen masyarakat dan dukungan yang kuat

dari pemerintah pusat serta lembaga-lembaga yang konsen terhadap

pelestarian sumberdaya terumbu karang. Sedangkan faktor yang

menghambat peran pemerintah daerah dalam mengawasi kelestarian

terumbu karang adalah masih kurangnya tenaga pengawas, sarana prasarana

yang memadai masih terbatas dan dana yang masih belum cukup untuk

menjalankan operasi pengawasan pelestarian terumbu karang.

B. Saran-Saran

Berdasarkan hasil penelitian di Kabupaten Wakatobi tentang peranan

pemerintah daerah dalam mengawasi kelestarian terumbu karang maka dari itu

peneliti menyarankan bahwa:

1. Pemerintah Daerah harus berperan aktif lagi dalam mengawasi

kelestarian terumbu karang agar pelaku pengrusak terumbu karang benar-

benar tidak terjadi lagi.

67

2. Pemerintah Daerah harus menjadi wadah atau pelayan bagi

masyarakatnya untuk menampung aspirasi, maupun keluh kesah yang

dirasakan warganya untuk mencapai hidup rukun, adil dan sejahtera.

68

DAFTAR PUSTAKA

Andi Baso Tancung., Andi Rosnawatih. 2009. Ratapan Dari Bawah Laut.Pandangan Jurnalis Makassar Tentang Ekosistem Terumbu Karang.Penerbit Rayhan Intermedia. Rappokalling Makassar.

Bohari. 1992. Pengawasan Keuangan Negara.Rajawali Press, Jakarta.

Ghufron H. Kordi. K., M. 2010. Ekosistem Terumbu Karang. PT. Rineka Cipta.Jakarta.

Gunawan, Tiene, A. Noor, A. Wiyana. 2006. Pengenalan Manfaat dan FungsiEkosistem Terumbu Karang dan Ekosistem Terkait, serta Kondisi TerumbuKarang di Indonesia. COREMAP II. Jakarta.

Halim MH., P. Nainggolan., R. Megawanto., H.A. Susanto. 2013. KajianHarmonisasi Pengelolaan Tujuh Taman Nasional Laut. USAID MarineProtected Areas Governance (MPAG). Jakarta.

Ikawati, Y., H. Parlan. 2009. Coral reef in Indonesia. COREMAP II, MAPIPTEKdan Kemenko Kesra.

Indrajaya., A.A. Taurusmasn., B. Wiryawan., I. Yulianto. 2011. IntegrasiHorisontal Jejaring Kawasan Konservasi Perairan dan PengelolaanPerikanan Tangkap. Coral Triangle Support Partnership. Jakarta.

Iyam. 2007. Pemeliharaan Terumbu Karang. Titian Ilmu. Bandung.

Kadarisman. 2012. Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia, PT.Rajagrafindo Persada. Jakarta.

Makmur. 2011. Jenis Pengawasan dan Pembangunan. Jakarta. Erlangga

Makmur. 2011. Efektifitas Kebijakan Kelembagaan Pengawasan. PT RefikaAditama. Bandung.

Manullang M. 1996. Dasar-Dasar Manajemen, Ghalia Indonesia. Jakarta.

Mulyana, Y dan A. Dermawan. 2008. Konservasi Kawasan Perairan IndonesiaBagi Masa Depan Dunia. Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut.Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil. DepartemenKelautan dan Perikanan. Jakarta.

Nontji Anugerah. 2001. Naskah Kebijakan Nasional Pengelolaan TerumbuKarang Di Indonesia. Project Management Office. Jakarta.

69

Putra Rajawali. 2012. Makalah Terumbu Karang,putrarajawali76.blogspot.com/2012/09/makalah-terumbu-karang.html.diakses 14 september 2014 pukul 14:12.

Ukas Maman. 2004. Manajemen: Konsep, Prinsip dan Aplikasi, Agnini. Bandung.

Reid, C., J. Marshall, D. Logan, and D. Kleine. 2011. Terumbu Karang danPerubahan Iklim. Panduan Pendidikan dan Pembangunan Kesadartahuan.Coral Watch. University of Queensland, Australia. Diaptasi dari BahasanInggris oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan.KKP.

Rewansyah, Asmawi. 2011. Kepemimpinan dalam Pelayanan Publik, PenerbitCV. Yusaintanas Priman, Jakarta.

Sarwoto. 1991. Dasar-Dasar Organisasi dan Manajemen, Ghalia Indonesia.Jakarta.

Siagian, Sondang P. 1989. Manajemen Stratejik. PT Bumi Aksara, Jakarta.

Soediono, Gatot. 2008. Analisis Pengelolaan Terumbu Karang Pada KawasanKonservasi Laut Daerah Pulau Randayan Dan Sekitarnya KabupatenBengkayang Provinsi Kalimantan Barat, Universitas Diponegoro,Semarang.

Sugiyono. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Susanto H.A. 2011. Progres Pengembangan Sistem Kawasan KonservasiPerairan Indonesia: A Consultancy Report. Kerjasama KementerianKelautan dan Perikanan dengan Coral Triangle Support Partnership (CTSP).Jakarta.

Victor PH. Nikijuluw, Lucky Adrianto, Nia Januarini. 2013. Coral Governance.IPB Press/ Kampus IPB. Taman Kencana Bogor.

70

DOKUMEN-DOKUMEN

Kondisi Terumbu Karang di Daerah perlindungan Laut (DPL) Tahun 2010

Program Coremap II Kabupaten Wakatobi Oleh: Hardin, S.KEL, Coral Reef

Information And Training Center (CRITC) Kab. Wakatobi.

Survey Creel, Data Entry: Studi Awal Lokasi pendaratan Ikan, Hasil Penangkapan

Ikan, Kapasitas Penangkapan Ikan dan Inventarisasi Nelayan / Alat

Tangkap.

Laporan Hasil Monitoring Kondisi Terumbu Karang di Daerah Perlindungan Laut

(DPL) Program Coremap II Kabupaten Wakatobi Tahun 2009.

Perencanaan Kegiatan Pengawasan Sumberdaya Perikanan pada Sinkronisasi

Rencana Kerja Pengendalian SDKP Tahun 2015 Tanggal 12-13 Maret 2014

oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya kelautan Dan Perikanan.

Rencana Kerja – SKPD oleh Dinas Kelutan dan Perikanan Kabupaten Wakatobi

Tahun 2015.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang

pemerintahan Daerah.

DAFTAR PUSTAKA

Andi Baso Tancung., Andi Rosnawatih. 2009. Ratapan Dari Bawah Laut.Pandangan Jurnalis Makassar Tentang Ekosistem Terumbu Karang.Penerbit Rayhan Intermedia. Rappokalling Makassar.

Bohari. 1992. Pengawasan Keuangan Negara. Rajawali Press, Jakarta.

Ghufron H. Kordi. K., M. 2010. Ekosistem Terumbu Karang. PT. Rineka Cipta.Jakarta.

Gunawan, Tiene, A. Noor, A. Wiyana. 2006. Pengenalan Manfaat dan FungsiEkosistem Terumbu Karang dan Ekosistem Terkait, serta Kondisi TerumbuKarang di Indonesia. COREMAP II. Jakarta.

Halim MH., P. Nainggolan., R. Megawanto., H.A. Susanto. 2013. KajianHarmonisasi Pengelolaan Tujuh Taman Nasional Laut. USAID MarineProtected Areas Governance (MPAG). Jakarta.

Ikawati, Y., H. Parlan. 2009. Coral reef in Indonesia. COREMAP II, MAPIPTEKdan Kemenko Kesra.

Indrajaya., A.A. Taurusmasn., B. Wiryawan., I. Yulianto. 2011. IntegrasiHorisontal Jejaring Kawasan Konservasi Perairan dan PengelolaanPerikanan Tangkap. Coral Triangle Support Partnership. Jakarta.

Iyam. 2007. Pemeliharaan Terumbu Karang. Titian Ilmu. Bandung.

Kadarisman. 2012. Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia, PT.Rajagrafindo Persada. Jakarta.

Madani Muhlis. 2013. Pedoman Penulisan Proposal Penelitian Dan Skripsi.

Makmur 2011. Jenis Pengawasan dan Pembangunan. Jakarta. Erlangga

Makmur. 2011. Efektifitas Kebijakan Kelembagaan Pengawasan. PT RefikaAditama. Bandung.

Manullang M. 1996. Dasar-Dasar Manajemen, Ghalia Indonesia. Jakarta.

Mulyana, Y dan A. Dermawan. 2008. Konservasi Kawasan Perairan IndonesiaBagi Masa Depan Dunia. Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut.Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil. DepartemenKelautan dan Perikanan. Jakarta.

Nontji Anugerah. 2001. Naskah Kebijakan Nasional Pengelolaan TerumbuKarang Di Indonesia. Project Management Office. Jakarta.

Putra Rajawali. 2012. Makalah Terumbu Karang,putrarajawali76.blogspot.com/2012/09/makalah-terumbu-karang.html.diakses 14 september 2014 pukul 14:12.

Ukas Maman. 2004. Manajemen: Konsep, Prinsip dan Aplikasi, Agnini. Bandung.

Reid, C., J. Marshall, D. Logan, and D. Kleine. 2011. Terumbu Karang danPerubahan Iklim. Panduan Pendidikan dan Pembangunan Kesadartahuan.Coral Watch. University of Queensland, Australia. Diaptasi dari BahasanInggris oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan.KKP.

Rewansyah, Asmawi. 2011. Kepemimpinan dalam Pelayanan Publik, PenerbitCV. Yusaintanas Priman, Jakarta.

Sarwoto. 1991. Dasar-Dasar Organisasi dan Manajemen, Ghalia Indonesia.Jakarta.

Siagian, Sondang P. 1989. Manajemen Stratejik. PT Bumi Aksara, Jakarta.

Soediono, Gatot. 2008. Analisis Pengelolaan Terumbu Karang Pada KawasanKonservasi Laut Daerah Pulau Randayan Dan Sekitarnya KabupatenBengkayang Provinsi Kalimantan Barat, Universitas Diponegoro,Semarang.

Sugiyono. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Susanto H.A. 2011. Progres Pengembangan Sistem Kawasan KonservasiPerairan Indonesia: A Consultancy Report. Kerjasama KementerianKelautan dan Perikanan dengan Coral Triangle Support Partnership (CTSP).Jakarta.

Victor PH. Nikijuluw, Lucky Adrianto, Nia Januarini. 2013. Coral Governance.IPB Press/ Kampus IPB. Taman Kencana Bogor.

Lampiran

Gambar A

Gambar B

Gambar, Pos Pengawasan Terumbu Karang yang dibangun oleh pemerintah

daerah dan Pos-pos pengawasan ini ada disetiap daerah/kawasan

perlindungan laut Kabupaten Wakatobi 2015 (A.B).

Lampiran

Gambar A

Gambar B

Gambar, Ketinting / Spit Boat yang digunakan oleh Pemerintah Daerah untuk

melakasanakan fungsi pengawasan terumbu karang, di Kabupaten

Wakatobi 2015 (A.B).

Lampiran

Gambar A

Gambar B

Gambar, Pemerintah Daerah menahan penambak batu karang oleh masyarakatsecara ilegal (A). Pengambilan batu karang itu untuk pembuatan rumah,batu kapur, Rumah dan lain sebagainya 2015 (B).

Lampiran

Gambar A

Gambar B

Gambar, Pemerintah daerah mendatangi setiap nelayan atau pelaku-pelakupengrusak terumbu karang seperti misalnya pelaku ilegal fishing,deskruktif fishing dan lain sebagainya kemudian ditanyai sesuai SOP(Standar Operasi Pengawasan). Dan biasanya juga pemerintah daerahmengambil dokumen-dokumen kapal pelaku pengrusak untukmengetahui maksud tujuan mereka (A). Dalam melakukan PatroliPengawasan pemerintah daerah juga melibatkan aparat TNI dankepolisian (B)

Lampiran

Gambar A

Gambar B

Gambar, Pemerintah Daerah mengadakan Kegiatan Pelatihan-PelatihanMengenai Tranplantasi Terumbu Karang, Meningkatkan Peran Sertamasyarakat dan Rehabilitasi Terumbu Karang yang dimana pesertanyabisa diikuti oleh siapa saja baik itu masyarakat, aparatur pemerintahdaerah, TNI, Kepolisian dan lembaga-lembaga Hukum sertaorganisasi-organisasi yang bergerak dibidang Perlindungan danpengawasan Terumbu karang (A). Pemerintah daerah bersamamasyarakat siap bekerja untuk tranplantasi terumbu karang (B).

Peta Kabupaten Wakatobi

Jurusan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu

Politik, Unversitas Muhammadiyah Makassar

Jl. Sultan Alauddin KM. 7 Telp. 0411-86697. Makassar 90221

Bapak/ibu yang saya hormati,

Saya atas nama La Hasi mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Makassar. Dalam hal ini

saya sedang mengadakan penelitian tugas akhir yang berhubungan dengan

Peranan Pemerintah Daerah Dalam Mengawasi Kelestarian Terumbu Karang

Kabupaten Wakatobi. Dimana penelitian ini hanya untuk kepentingan penelitian

semata dalam menyusun Skripsi.

Atas bantuan, ketersediaan waktu, dan kerjasamanya saya ucapkan terima kasih.

WAWANCARA DENGAN INFORMAN

Hari/Tgl : ...…………………….

Lokasi : ..……………………..

A. Identitas Informan :

1. Nama :

2. Alamat :

3. Jenis Kelamin :

4. Agama :

5. Jabatan/Pekerjaan :

B. Peranan Pemerintah Daerah Dalam Mengawasi Kelestarian Terumbu

Karang Kabupaten Wakatobi

Pertanyaan Wawancara:

1. Seperti apakah peran pemerintah daerah dalam menjaga dan mengawasi

kelestarian sumberdaya alam laut khususnya sumber daya terumbu

karang?

Jawaban :

………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………

2. Bagaimana peran pemerintah daerah pada tahap perencanaan kegiatan

dalam menjaga dan mengawasi kelestarian terumbu karang di Kabupaten

Wakatobi?

Jawaban :

………………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………....

3. Bagaimana peran pemerintah daerah pada tahap pelaksanaan kegiatan

dalam menjaga dan mengawasi kelestarian terumbu karang di Kabupaten

Wakatobi?

Jawaban :

………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………

4. Bagaimana peran pemerintah daerah pada tahap evaluasi kegiatan dalam

upaya menjaga dan mengawasi kelestarian terumbu karang di Kabupaten

Wakatobi?

Jawaban :

………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………

5. Seperti apa cara pengawasan dan pengamanan yang dilakukan oleh

pemerintah daerah dalam upaya menjaga dan mengawasi kelestarian

terumbu karang?

Jawaban :

………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………

6. Seperti apakah sarana dan prasarana yang di adakan oleh pemerintah

daerah untuk mengawasi kelestarian sumberdaya terumbu karang?

Jawaban :

........................................................................................................................

........................................................................................................................

C. Factor Pendukung Dan Penghambat Peran Pemerintah Daerah Dalam

Mengawasi Kelestarian Terumbu Karang

Pertanyaan Wawancara:

1. Hal-hal atau faktor apa saja yang mendukung peran pemerintah daerah

dalam menjaga dan mengawasi kelangsungan hidup sumberdaya terumbu

karang?

Jawaban :

………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………

2. Hal-hal atau faktor apa saja yang menghambat peran pemerintah daerah

dalam menjaga dan mengawasi kelangsungan hidup sumberdaya terumbu

karang?

Jawaban :

………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………….......

DAFTAR NAMA-NAMA INFORMAN

NO Nama Inisial Umur Jabatan/Pekerjaan Ket

1 Drs. H. Nadjib Prasyad NP 54Kepala DinasKelautan DanPerikanan

21 Februari2015

2 Nadar, S.IP, M.Si ND 41 Kepala DinasPariwisata

05 Maret2015

3 Mujiarto MJ 33

Kepala SeksiKonservasi dan TataRuang Pesisir DinasKelautan DanPerikanan

25 Februari2015

4 Ali Ma’ruf AM 53

Pegawai DinasPariwisata danEkonomi Kreatif

05 Maret2015

5 Lukman Hidayat LH 40Kepala SeksiPengelolaan TamanNasional Wakatobi

04 Maret2015

6 Rojikkun RK 40 Masyarakat PetaniRumput Laut

06 Maret2015

7 Masdin MD 40 Masyarakat Nelayan 06 Maret2015

8 Jemi JM 23 Masyarakat Nelayan 07 Maret2015

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

La Hasi, lahir di Mole, Kabupaten Wakatobi pada tanggal

19 September 1992. Anak keempat dari tujuh bersaudara

kandung, yang merupakan pasangan dari La Jamulaa dan

Wa Jamiah. Tamat sekolah di SDN 1 Mole pada tahun

2006. Dan lanjut pada MTs Swasta Waloindi dan selesai

pada tahun 2009.

Kemudian lanjut pada SMA Negeri 1 Mangoli Utara jurusan Ilmu Pendidikan

Sosial (IPS) dan selesai pada tahun 2011 dan pada tahun itu pula penulis

melanjutkan pendidikan Strata 1 (S1) jurusan Ilmu Pemerintahan pada Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Muhammadiyah Makassar.