pengaruh kotoran ternak sapi pada proses dekomposisi berbagai jenis sampah daun yang berasal dari...

15
Jurnal Alam dan Lingkungan, Vol.5 (10) Agustus 2014 ISSN 2086-4604 PENGARUH KOTORAN TERNAK SAPI PADA PROSES DEKOMPOSISI BERBAGAI JENIS SAMPAH DAUN YANG BERASAL DARI WILAYAH KAMPUS UNHAS Nur Indah sari Arbit 1 , Fahruddin 2, Asadi Abdullah 2 Fakultas Perikanan, Universitas Cokroaminoto Makassar Jurusan Biologi,Fakultas MIPA, Universitas Hasanuddin, Makassar. Email: [email protected] ABSTRAK Telah dilakuan penelitian “Pengaruh Kotoran Ternak Sapi Pada Proses Dekomposisi Jenis Sampah Daun Yang Berasal Dari Wilayah Kampus Unhas”. Kotoran ternak sapi digunakan sebagai bioaktivator pada proses pengomposan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses dekomposisi dari jenis sampah daun dengan penggunaan kotoran sapi sebagai bioaktivator dengan melihat rasio C/N, temperatur, pH, penurunan volume sampah.dan laju dekomposisi. Penelitian ini menggunakan ki hujan Samanea saman (jacq.) merr., dengan penambahan kotoran sapi 20% sebagai biokatalisator. Pengamatan dilakukan kurang lebih 30 hari, parameter yang diamati seperti suhu, pH, laju dekomposisi, penurunan volume, dan rasio c/n. Terdiri dari 6 perlakuan dengan 3 kali ulangan, pada perlakuan penambahan kotoran sapi 20%.. Hasil penelitian menunjukkan feses sapi dapat meningkatkan proses dekomposisi. Kata Kunci: Dekomposisi, sampah organik, kotoran sapi, bioaktivator 25

Upload: independent

Post on 25-Feb-2023

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Jurnal Alam dan Lingkungan, Vol.5 (10) Agustus 2014 ISSN 2086-4604

PENGARUH KOTORAN TERNAK SAPI PADA PROSES DEKOMPOSISI BERBAGAI JENIS SAMPAH DAUN YANG BERASAL

DARI WILAYAH KAMPUS UNHAS

Nur Indah sari Arbit1, Fahruddin2, Asadi Abdullah2

Fakultas Perikanan, Universitas Cokroaminoto MakassarJurusan Biologi,Fakultas MIPA, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Email: [email protected]

ABSTRAKTelah dilakuan penelitian “Pengaruh Kotoran Ternak Sapi Pada Proses Dekomposisi JenisSampah Daun Yang Berasal Dari Wilayah Kampus Unhas”. Kotoran ternak sapidigunakan sebagai bioaktivator pada proses pengomposan. Tujuan dari penelitian iniadalah untuk mengetahui proses dekomposisi dari jenis sampah daun denganpenggunaan kotoran sapi sebagai bioaktivator dengan melihat rasio C/N, temperatur,pH, penurunan volume sampah.dan laju dekomposisi. Penelitian ini menggunakan kihujan Samanea saman (jacq.) merr., dengan penambahan kotoran sapi 20% sebagaibiokatalisator. Pengamatan dilakukan kurang lebih 30 hari, parameter yang diamatiseperti suhu, pH, laju dekomposisi, penurunan volume, dan rasio c/n. Terdiri dari 6perlakuan dengan 3 kali ulangan, pada perlakuan penambahan kotoran sapi 20%.. Hasilpenelitian menunjukkan feses sapi dapat meningkatkan proses dekomposisi.Kata Kunci: Dekomposisi, sampah organik, kotoran sapi, bioaktivator

25

Jurnal Alam dan Lingkungan, Vol.5 (10) Agustus 2014 ISSN 2086-4604

PENDAHULUANPermasalahan sampah di

kota-kota besar akhir-akhir initetap menjadi persoalan seriusbagi negara yang sedangberkembang termasuk Indonesia.Beberapa kota besar diIndonesia mengalami masalahyang sama, hingga kini belumdapat ditangani secara tuntas,volume sampah setiap harijustru semakin meningkat, untukitu seluruh komponen masyarakatdiharapkan dapat meningkatkanpartisipasinya dalampengelolaan sampah, palingtidak untuk mengurangivolumenya (Nonci, 2009).

Kandungan bahan organikyang tinggi dalam kompos sangatpenting untuk memperbaikikondisi tanah. Berdasarkan haltersebut dikenal dua peranankompos yakni soil conditioner dansoilameliorator. Soil conditioneryaitu peranan kompos dalammemperbaiki struktur tanah,terutama tanah kering.Sedangkan soil amelioratorberfungsi dalam memperbaikikemampuan tukar kation dalamtanah (Prayugo, 2007).

Adanya aktivitasmikroorganisme dan terbentuknyaasam organik pada prosesdekomposisi menyebabkan dayalarut unsur N, P, K, dan Camenjadi lebih tinggi sehinggaberada dalam bentuk tersedia

bagi pertumbuhan tanaman.Selain itu, jika dibandingkandengan pupuk anorganik,kandungan unsur hara komposlebih lengkap karena mengandungunsur hara makro, sekaligusunsur hara mikro. Unsur haramikro sangat diperlukan dalampertumbuhan tanaman. Berbedadengan pupuk anorganik yanghanya mengandung beberapa unsurhara (Simamora, & Salundik,2006).

Umumnya pengomposandilakukan dalam timbunan. Didaerah kering atau pada masakering, pengomposan jugadilakukan di lubang-lubang yangteduh. Kualitas bahan baku yangbaik dan penanganan yang tepatmenentukan kualitas kompos yangdihasilkan. Dengan mencampurmineral-mineral tambahan,misalnya debu batuan, fosfatbatuan, pupuk urea atau kapur,kandungan nutrien dalam komposdapat ditingkatkan (Reijntjes,1999).

Ki Hujan Samanea saman (Jacq.)Merr.

Ki hujan, pohon hujan,atau trembesi Samanea saman(Jacq.} Merr. merupakantumbuhan pohon besar, tinggi,dengan tajuk yang sangatmelebar. Tumbuhan ini pernahpopuler sebagai tumbuhan

26

Jurnal Alam dan Lingkungan, Vol.5 (10) Agustus 2014 ISSN 2086-4604

peneduh. Perakarannya yangsangat meluas membuatnya kurangpopuler karena dapat merusakjalan dan bangunan disekitarnya. Namanya berasaldari air yang sering menetesdari tajuknya karenakemampuannya menyerap air tanahyang kuat serta kotoran daritonggeret yang tinggal di pohon(Wikipedia, 2009).

Bungur Lagerstromeia speciosa Pers.(Jacq.) Merr.

Pohon, tinggi dapatmencapai 45 m, umumnya antara25-30 meter, bercabang-cabang.Batang berwarna cokelat pucatsampai merah cokelat.Perbungaan berupa malai,berwarna ungu. Tumbuh di tanahgersang dan subur pada hutanatau tanaman pelindung tepijalan pada dataran 1-900 m dpl.Kandungan kimia: Tanin;Alkaloid; Saponin; Terpena;Glukosa (Wikipedia, 2009).

Angsana Pterocarpus indicus.Pohon yang terkadang

menjadi raksasa rimba, tinggihingga 40m dan gemang mencapai350cm. Batang sering beraluratau berbonggol; biasanyadengan akar papan (banir).Tajuk lebat serupa kubah,dengan cabang-cabang yangmerunduk hingga dekat tanah.

Pepagan (kulit kayu) abu-abukecoklatan, memecah atau serupasisik halus, mengeluarkan getahbening kemerahan apabiladilukai.Daun majemuk menyiripgasal, panjang 12-30 cm. Anakdaun 5-13, berseling pada porosdaun, bulat telur hingga agakjorong, 6-10 × 4-5 cm, denganpangkal bundar dan ujungmeruncing, hijau terang,gundul, dan tipis (Wikipedia,2009).

Kotoran ternak sapiKandungan unsur hara dalam

kotoran ternak yang pentinguntuk tanaman antara lain unsurnitrogen (N), fosfor (P) dankalium (K). Ketiga unsur inilahyang paling banyak dibutuhkanoleh tanaman. Masing-masingunsur hara tersebut memiikifungsi yang berbeda dan salingmelengkapi bagi tanaman. Dengandemikian, pertumbuhan menjadioptimal (Setiawan, 2008).

METODE PENELITIAN1. Pembuatan KotakPengomposan

Kotak pengomposan dibuatdengan ukuran panjang 25 cm,lebar 25 cm dan tinggi 40 cm.Kotak ini terbuat dari kerangkabalok dan dipasangkan dindingdari papan dengan dibuat celahuntuk sirkulasi udara. Kotak

27

Jurnal Alam dan Lingkungan, Vol.5 (10) Agustus 2014 ISSN 2086-4604

pengomposan dibuat sebanyak 12buah.2. Tahap Pengomposan

Pembuatan kompos dengan melalui beberapa tahap seperti berikut:1. Sampah daun-daun kering yang

dominan tumbuh di dalamlingkungan kampus Unhasyakni daun ki hujan Samaneasaman (jacq.) merr., angsanaPterocarpus indicus, dan bungurLagerstromeia speciosa persdikumpulkan dan dimasukkanke dalam karung atau wadahsejenisnya untuk diangkut kelokasi pengomposan.

2. Dilakukan pemilahan padabahan-bahan dedaunankemudian dikeringkan sampaibenar-benar kering.

3. Dilakukan pencacahan padadaun-daun yang terlalubesar atau kepanjangan untukmemperluas permukaan sampahsehingga dengan mudah dancepat terdekomposisi.

4. Masing-masing jenis bahanorganik daun yang telahdicacah kemudian ditimbangdan dicampur denganbioaktivator sesuaikebutuhan perlakuan.Selanjutnya dicampur laludimasukkan kedalam kotak-kotak pengomposan dandibiarkan terdekomposisiselama 4 minggu atau 30

hari, dan tiap 5 haridilakukan pembalikan untukaerasi dan membuang panasberlebihan. Pengomposandihentikan saat komposterlihat matang denganparameter yang terlihat dariwarna, tekstur, bau, suhukompos, dan pH (Maradhy,2009).

5. Untuk menjaga kelembaban,ditambahkan air ke dalamtimbunan material organik,karena diusahakan jangansampai kering.

6. Waktu pengamatan kuranglebih 1 bulan lamanya denganmelihat tingkat kematangankompos.

Perlakuan PenelitianP01 = Daun ki hujan SamaneasamanP02 = Daun bungur LagerstromeiaspeciosaP03 = Daun angsana PterocarpusindicusP1 = Daun ki hujan Samaneasaman + Feses sapi 20%P2 = Daun bungur Lagerstromeiaspeciosa + Feses sapi 20%P3= Daun angsana Pterocarpusindicus + Feses sapi 20%

3. Analisis Hasil PengomposanSelama proses dekomposisi

berlangsung sampai selesainyapengomposan dilakukan beberapapengukuran pada tumpukan sampah

28

Jurnal Alam dan Lingkungan, Vol.5 (10) Agustus 2014 ISSN 2086-4604

organik yang dilakukan padasetiap 5 hari yang meliputipengukuran suhu dan pH.Pengukuran Laju dekomposisi danpenurunan volume sampah organikdilakukan setiap 7 hari,sedangkan rasio C/N dilakukanpengukuran pada akhirpengomposan.4.Uji hasil PengomposanDalam penelitian inipengumpulan data dilakukanterhadap beberapa parameter,yaitu:a. Derajat Keasaman (pH) Derajat Keasaman (pH) bahanbaku kompos diharapkanberkisar 6,5 – 8, agarpenguraian berlangsung cepat,pH dalam tumpukan kompostidak boleh terlalu rendah(Suryati, 2009).

b. TemperaturTemperatur yang berkisarantara 30 - 60oC menunjukkanaktivitas pengomposan yangcepat. Suhu yang lebih tinggidari 60oC akan membunuhsebagian mikroba dan hanyamikroba thermofilik saja yangakan tetap bertahan hidup.Suhu yang tinggi juga akanmembunuh mikroba-mikrobapatogen tanaman dan benih-benih gulma (Isroi, 2008).

c. Pengukuran LajuDekomposisiLaju dekomposisididefinisikan sebagai proses

penguraian suatu bahan(cepat/lambat) menjadi bahanlain yang berbeda beratmaupun volume dari bahandasarnya. Laju dekomposisisampah organik dihitungdengan rumus William dan Gray(Patrianingsih, 2000 dalammaradhy, 2009) sebagaiberikut:

Keterangan:R : Laju dekomposisiWo : Berat kering pada waktuTo

W1 : Berat Kering pada waktuT1

T : Waktu dekomposisid. Penurunan volume sampahAktivitas mikroorganismesangat berperan dalammenjadikan sampah organikmenjadi lebih halus sehinggamenyebabkan volume komposmenurun.

e. Rasio C/NRasio C/N adalah perbandinganjumlah karbon C denganNitrogen N dalam satu bahan.Rasio C/N yang efektif untukproses pengomposan berkisarantara 30:1 hingga 40:1(Isroi, 2009).

5. Analisis DataData yang diperoleh dari

pengukuran, dianalisismenggunakan UNIANOVA (UnivariateAnalysis of Variance) dengan

29

Jurnal Alam dan Lingkungan, Vol.5 (10) Agustus 2014 ISSN 2086-4604

metode Rancangan Acak Kelompok(RAK) yang terdiri dari 6perlakuan dengan 3 kali ulanganpada perlakuan penambahan kotoransapi 20%.

HASIL DAN PEMBAHASANPenelitian ini mempelajaritentang aplikasi campuran fesesternak sapi sebagaibioaktivator pada prosesdekomposisi sampah organik yangbersumber dari wilayah kampusUNHAS. Proses dekomposisi dilakukanselama 30 hari, dan dilakukanpengamatan karakteristik fisikakimia seperti suhu , pH,penurunan volume kompos, lajudekomposisi dan kandungan rasioc/n.

1. SuhuHasil penelitian

menunjukkan pada awalpengomposan rata-rata suhumeningkat, lama kelamaan suhumenurun . Pada awaldekomposisi atau hari ke-0rata-rata suhu pada perlakuanA1, B1 dan C1 adalah 28,11 oCdan perlakuan A0, B0 dan C0memiliki suhu rata-rata 27,67oC. pada hari ke-5 suhu prosesdekomposisi meningkat yangmenandakan proses dekomposisitelah berjalan, yaitu sekitar28-31oC. Rata-rata suhu padaperlakuan A1, B1 dan C1 adalah

30,55 oC dan perlakuan A0, B0dan C0 memiliki suhu rata-rata28,66oC. Suhu tertinggi 31oCpada perlakuan C1 yaitucampuran daun angsana dengan20% feses sapi, sedangkan suhuterendah pada C0 tanpapenambahan aktivator. Perubahansuhu dengan pengamatan setiaplima hari selengkapnya dapatdilihat pada Lampiran 5 Tabel5.

Hasil pengukuran suhuselama proses pengomposandiperlihatkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Perubahan suhudekomposisi sampah organikdengan perlakuan Daun ki hujanSamanea saman tanpa pemberianbioaktivator (kontrol) (A0),Daun ki hujan Samanea saman +Feses sapi 20% (A1), Daunbungur Lagerstromeia speciosa tanpapemberian bioaktivator(kontrol) (B0), Daun bungurLagerstromeia speciosa + Feses sapi20% (B1), Daun angsana

30

Jurnal Alam dan Lingkungan, Vol.5 (10) Agustus 2014 ISSN 2086-4604

Pterocarpus indicus tanpa pemberianbioaktivator (kontrol) (C0),Daun angsana Pterocarpus indicus +Feses sapi 20% (C1).

2. pHHasil penelitian

menunjukkan pada pengomposannilai pH lama kelamaan akanberubah mendekati pH netralsesuai dengan pH tanah. NilaipH pada hari ke-0 untuk semuaperlakuan A adalah 6 dan semuaperlakuan dari B dan C adalah5. Perubahan pH pada masing-masing perlakuan disajikan padaLampiran 6 dan Tabel 6.

Pada hari ke-5 prosesdekomposisi sampah organikmengalami penurunan pH padaproses pengomposan perlakuanA1 yaitu 5,33 dan C0 penurunanpHnya sebesar 4. Sedangkanpada perlakuan A0 tidakmengalami perubahan pH, nilaipHnya sebesar 6. Dan rata-ratapeningkatan nilai pH padaperlakuan B0, B1 dan C1 adalah5,89.

Nilai peprubahan pH per 5hari disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Perubahan pHdekomposisi sampah organik denganperlakuan Daun ki hujan Samaneasaman tanpa pemberianbioaktivator (kontrol) (A0), Daunki hujan Samanea saman + Fesessapi 20% (A1), Daun bungurLagerstromeia speciosa tanpa pemberianbioaktivator (kontrol) (B0), Daunbungur Lagerstromeia speciosa + Fesessapi 20% (B1), Daun angsanaPterocarpus indicus tanpa pemberianbioaktivator (kontrol) (C0), Daunangsana Pterocarpus indicus + Fesessapi 20% (C1).

3. Penurunan Volume sampahorganik hasil dekomposisi

Hasil penelitianmenunjukkan terjadinyapenurunan volume tiap mingguoleh semua perlakuan. Volumetumpukan pada hari ke-0 adalah25.000 cm3. Nilai perubahanpenurunan volume sampah organik

31

Jurnal Alam dan Lingkungan, Vol.5 (10) Agustus 2014 ISSN 2086-4604

per 7 hari disajikan padaLampiran 7 Tabel 7.

Pada minggu I perlakuan A0dan B0 belum mengalamiperubahan, volume tetap 25.000cm3 sedangkan pada perlakuan A1terjadi penurunan volumemenjadi 7.777,08 cm3 dan B1menjadi 8.054,16 cm3. PerlakuanC0 volume pada minggu I yaitu8.125 cm3 dan C1 turun menjadi7.708,33 cm3.

Penurunan volume 23750cm3 terjadi pada perlakuan A0di minggu II dan A1 menjadi7.360,41 cm3. Pada perlakuan B0penurunan volumenya 8.125 cm3

dan B1 penurunannya mencapai7.562,5 cm3, sedangkanperlakuan C0 penurunannyamencapai 5.833,33 cm3 dan C1mencapai 5.416,66 cm3.

Pada minggu terakhirpengomposan, penurunan volumesampah organik pada perlakuanA0 sebesar 5.000 cm3 dan A1sebesar 4.854,16 cm3. Penurunanvolume perlakuan B0 sebesar7.291,66 cm3 dan B1 sebesar6.458,33 cm3, sedangkan padaperlakuan CO terjadi penurunansebesar 3.125 cm3 dan C1sebesar 2.916,66 cm3. Rata-ratapenurunan berat awal limbahtiap 7 hari selama 5 mingguproses dekomposisi disajikanpada Gambar 7.

Gambar 7. Perubahan penurunanvolume sampah organik denganperlakuan Daun ki hujan Samaneasaman tanpa pemberianbioaktivator (kontrol) (A0),Daun ki hujan Samanea saman +Feses sapi 20% (A1), Daunbungur Lagerstromeia speciosa tanpapemberian bioaktivator(kontrol) (B0), Daun bungurLagerstromeia speciosa + Feses sapi20% (B1), Daun angsanaPterocarpus indicus tanpa pemberianbioaktivator (kontrol) (C0),Daun angsana Pterocarpus indicus +Feses sapi 20% (C1).

4. Laju Dekomposisi Hasil penelitian

menunjukkan laju dekomposisipada awal pengomposan meningkatlama kelamaan sampai akhirpengomposan laju dekomposisimenurun. Laju dekomposisiselama empat minggu dapatdilihat pada Gambar 8. Lajutertinggi pada minggu pertamayaitu pada perlakuan C1mencapai 0,93 g/hari dan laju

32

Jurnal Alam dan Lingkungan, Vol.5 (10) Agustus 2014 ISSN 2086-4604

terendah pada perlakuan B0yaitu daun bungur tanpapenambahan bioaktivator hanya0,58 gr/hari. Laju dekomposisimulai berkurang pada minggu ke-2 dan ke-3. Pada akhir masadekomposisi yaitu pada mingguke-4 laju terendah 0,12 g/haripada B0 dan tertinggi 0,45g/hari pada perlakuan C1.Penurunan laju dekomposisidisajikan pada Lampiran 8 Tabel8.

Gambar 8. Perubahan lajudekomposisi sampah organikdengan perlakuan Daun ki hujanSamanea saman tanpa pemberianbioaktivator (kontrol) (A0),Daun ki hujan Samanea saman +Feses sapi 20% (A1), Daunbungur Lagerstromeia speciosa tanpapemberian bioaktivator(kontrol) (B0), Daun bungurLagerstromeia speciosa + Feses sapi20% (B1), Daun angsanaPterocarpus indicus tanpa pemberianbioaktivator (kontrol) (C0),

Daun angsana Pterocarpus indicus +Feses sapi 20% (C1).d. Rasio C/N

Hasil akhir dari kegiatandekomposisi sampah organikadalah terjadinya penguraianbahan-bahan organik menjadikarbon (C organik) dan nitrogenyang nantinya untuk memperolehnilai rasio C/N. seperti padatabel 7.Tabel 4. Nilai rasio C/N hasildekomposisi sampah organik

Perlakuan

Kandungan BahanOrganik Rasio

C/N Wakley& BlackC (%)

KjedahlN (%)

A0 4,03 0,14 28,78A1 3,95 0,16 24,68B0 5,23 0,14 37,35B1 3,31 0,11 30,09C0 11,21 0,55 20,38C1 12,49 0,90 13,87

Hasil dari penelitian inimenunjukkan nilai kandungan Corganik tertinggi dari hasilpenelitian terdapat padaperlakuan C1 (12,49%), disusulperlakuan C0, B0, A0, A1, B1yaitu sekitar 3,31-11,21 % danpaling rendah terdapat padaperlakuan B1 (3,31%). Kandungannitrogen tertinggi hasilpengukuran juga terlihat padaperlakuan C1 sebesar 0,90%,disusul dengan perlakuan C0,A1, A0, B0 dan B1 yaitu sekitar0,11-0,55%.

33

Jurnal Alam dan Lingkungan, Vol.5 (10) Agustus 2014 ISSN 2086-4604

Nilai rasio C/N dari hasilpenelitian ini menunjukkan padaperlakuan A0 sebesar 28,78 danA1 sebesar 24,68. Nilai sebesar37,35 ditunjukkan olehperlakuan B0 dan sebesar 30,09pada perlakuan B1. Hasil nilairasio C.N sebesar 20,38ditunjukkan oleh perlakuan C0dan perlakuan C1 sebesar 13,87.Pembahasan

Hasil penelitianmenunjukkan bahwa dari semuaperlakuan memperlihatkankemampuan dekomposisi yangberbeda-beda. Pada B0menghasilkan kemampuan yanglebih rendah dari perlakuanlainnya, sedangkan C1 dapatdisebut sebagai perlakuan yangmemberikan hasil yang lebihbaik berdasarkan parameterfisika kimia dan kandunganbahan organik hasildekomposisi.

Kualitas kompos sangatditentukan oleh tingkatkematangan kompos, di sampingkandungan logam beratnya. Bahanorganik yang tidakterdekomposisi secara sempurnaakan menimbulkan efek yangmerugikan pertumbuhan tanaman.Penambahan kompos yang belummatang jika dalam tanah dapatmenyebabkan terjadinyapersaingan bahan nutrien antaratanaman dan mikroorganisme

tanah. Keadaan ini dapatmengganggu pertumbuhan tanaman(Nonci, 2009).

a. Suhu Hasil penelitian

menunjukkan bahwa dari semuaperlakuan, suhu pada haripertama rata-rata berkisar28,16oC ini menandakan awaldimulainya proses dekomposisi.Peningkatan suhu maksimumselama proses dekomposisimencapai 31oC terlihat padahari ke-5 untuk prlakuan C1yaitu campuran sampah organikdaun angsana dengan 20% fesessapi Sedangkan suhu minimumrata-rata terlihat padaperlakuan kontrol. Tidaktercapainya temperatur yangtinggi karena pada kontroltidak ada penambahan aktivatoryang memicu terjadinyadekomposisi (Maradhy, 2009).

Suhu akan meningkatsejalan dengan prosespenguraian bahan organik,selama pengomposan dicapai suhusekitar 27 – 31oC dan dapatdipertahankan sampai hari ke-10. Menurut Isroi & Yuliarti,2009 Temperatur yang berkisar30 – 50oC menunjukkan aktivitaspengomposan yang cepat.

Pada penelitian ini suhuyang dicapai selama pengomposanberkisar 27 – 31oC ini

34

Jurnal Alam dan Lingkungan, Vol.5 (10) Agustus 2014 ISSN 2086-4604

menunjukkan bahwa mikroba yangaktif adalah mikroba mesofilik,yaitu mikroba yang dapat hiduppada suhu antara 20-35oC (Isroi& Yuliarti, 2009). Dalam prosespengomposan ini tidak mengalamimasa termofilik yaitu masadimana bakteri termofilik dapathidup pada suhu yang lebihtinggi dari 50oC, inidisebabkan penelitian inidilakukan dalam skala semilaboratorium, sehingga volumesampah yang sedikit tidak dapatmencapai suhu termofilik.Menurut Rasti, et al., (2010)dalam proses pengomposan halyang menentukan tingginya suhuadalah nisbah volume timbunanterhadap permukaan. Makintinggi volume timbunandibanding permukaan, makinbesar isolasi panas dan makinmudah timbunan menjadi panas.Timbunan yang terlalu dangkalakan kehilangan panas dengancepat, karena bahan tidak cukupuntuk menahan panas danmenghindari pelepasannya.

Pada tahap selanjutnyasuhu akan kembali turun secarabertahap mendekati suhu awalpengomposan. Fase ini disebutjuga fase pemasakan kompos,dimana bahan organik akanmenjadi senyawa yang stabil.

Metabolisme mikroorganismedalam tumpukan menimbulkan

energi dalam bentuk panas.Panas yang ditimbulkan sebagianakan tersimpan didalam tumpukandan sebagian lagi terlepas padaproses penguapan atau aerasi.Panas yang terperangkap didalam tumpukan akanmeningkatkan temperaturetumpukan. Pada saat ini terjadidekomposisi/penguraian bahanorganik yang sangat aktif.Mikroba-mikroba di dalam komposdengan menggunakan oksigen akanmenguaraikan bahan organikmenjadi CO2, uap air dan panas.Setelah sebagian besar bahantelah terurai, maka suhu akanberangsur-angsur mengalamipenurunan. Pada saat initerjadi pematangan kompostingkat lanjut yaitupembentukan komplek liat humus(Maradhy, 2009).b. pH

Hasil pengamatan pada pHmenunjukkan bahwa hari ke-0perlakuan A pHnya sebesar 6dan perlakuan B dan C yaitusebesar 5 sedangkan pada harike-5 mengalami penurunan pH.Ini disebabkan oleh prosespelepasan asam, secara temporeratau lokal, yang akanmenyebabkan penurunan pH(keasaman). Selama tahap-tahapawal proses dekomposisi,oksigen dan senyawa-senyawayang mudah terdegradasi akan

35

Jurnal Alam dan Lingkungan, Vol.5 (10) Agustus 2014 ISSN 2086-4604

segera dimanfaatkan olehmikroba mesofilik.

Pada hari ke-10 keadaan pHmeningkat sampai akhirpengomposan keadaan pH lamakelamaan menjadi netral inidisebabkan mikroba menggunakanasam organik yang akanmenyebabkan pH menjadi naikkembali, selanjutnya asamorganik digunakan mikroba jenislain hingga derajat keasamankembali netral (Santoso, 2008dalam Maradhy, 2009).

Proses pengomposan dapatterjadi pada kisaran pH yanglebar. pH kotoran ternakumumnya berkisar antara 6,8-7,4. Proses pengomposan akanmenyebabkan terjadinyaperubahan pada bahan organikdan pHnya. Produksi amonia darisenyawa-senyawa yang mengandungnitrogen akan meningkatkan pHpada fase awal pengomposan. pHkompos yang sudah matangbiasanya mendekati netral(Isroi & Yuliarti, 2009).c. Penurunan volume sampah

organik daun.Hasil penelitian

menunjukkan bahwa telahterjadi penyusutan dari tinggiawal sampah organik. Tinggitumpukan minggu ke-I sekitrar2.3125 – 25.000 cm3. Minggu ke-II penyusutan tertinggi terjadipada perlakuan C1 yang menyusut

sampai setinggi 1.6250 cm3 danpenyusutan terendah terjadipada perlakuan B0 yang menyusutsampai setinggi 2.4375 cm3 inidisebabkan karena adanyaproses pencernaan olehmikroorganisme.

Pada perlakuan A1, B1, C1dengan penambahan aktivatormenunjukkan penurunan volumesampah organik lebih tinggidibandingkan perlakuan A0, B0dan C0 yang merupakan kontrol,ini disebabkan aktivator berupafeses sapi terdapat banyakmikroorganisme yang dapatmempercepat dekomposisi.Menurut isroi, 2009 aktivatorpengomposan yang berbahan aktifmikroba, seperti bakteri,actinomicetes dan kapang ataucendawan terbukri dapatmenguraikan bahan organikdengan cepat.d. Laju dekomposisi

Hasil penelitianmenunjukkan pada minggu ke-Iperlakuan A1, B1, dan C1 lajudekomposisinya 0,63 – 0,93gr/hari sedangkan padaperlakuan A0, B0 dan C0 lajudekomposisinya 0,58-0,75gr/hari. Ini menunjukkan bahwalaju dekomposisi meningkatdengan adanya penambahanbioaktivator dari feses sapi.Selama proses pengomposan lajudekomposisi lama kelamaan

36

Jurnal Alam dan Lingkungan, Vol.5 (10) Agustus 2014 ISSN 2086-4604

mengalami penurunan sampai masaakhir pengomposan. Pada mingguke-4 laju dekomposisi padaperlakuan A1, B1, dan C1 yaitu0,27-0,45 gr/hari sedangkanperlakuan A0, B0 dan C0 lajudekomposisinya 0,12-0,39gr/hari, ini menandakan bahwapenguraian bahan organik jugamulai berkurang. MenurutSaunder, 1980 dalam Maradhy,2009 proses dekomposisi bahanorganik secara alami akanberhenti bila faktor-faktorpembatasnya tidak tersedia atautelah dihabiskan dalam prosesdekomposisi itu sendiri. Selamaproses dekomposisi akan terjadipenyusutan volume bahan.Pengurangan ini dapat mencapai30-40% dari volume awal bahan.

Laju dekomposisi umumnyadiukur secara tidak langsungmelalui kehilangan berat ataupengurangan konsentrasi tiapwaktu seperti kehilangan karbonradioaktif (Saunder, 1980).e. Rasio C/N Nisabah C/N merupakanfaktor kimia pembentukankecepatan dekomposisi danmineralisasi nitrogen. Penyebabpembusukan pada bahan organikdiakibatkan adanya karbon dannitrogen. Rasio C/N digunakanuntuk mendapatkan degradasibiologis dari bahan-bahanorganik yaitu samapah tersebut

baik atau tidak untuk dijadikankompos, serta untuk menunjukkankematangan kompos.

Hasil penelitianmenunjukkan nilai rasio C/Nmasing-masing perlakuan sekitar

13,87-37,35. MenurutIsroi, 2009 selama prosespengomposan rasio C/N akanterus menurun. Kompos yangtelah matang memiliki rasio C/Nkurang dari 20.

Hasil analisis rasio C/Npada tabel 7 memperlihatkankarakter masing-masing kompos.Kematangan kompos dapat dilihatdari kandungan karbon dannitrogen melalui rasio C/Nnya.Prinsip pengomposan adalahmenurunkan rasio C/N bahanorganik hingga sama dengan C/Ntanah yaitu 10-12, kompos yangmemiliki rasio C/N mendekatirasio C/N tanah lebihdianjurkan untuk digunakan(Isroi, 2009). Sementaramenurut SNI 19-7030-2004 komposmatang memiliki rasio C/Nsebesar 10-20, pada tabel 7ditunjukkan bahwa rasio C/Nkompos terendah terdapat padaperlakuan C1 sebesar 13,87,bahan organik yang memilikirasio C/N sama dengan tanahmemungkinkan bahan tersebutdapat diserap oleh tanamansehingga lebih layak digunakanuntuk pemupukan karena memiliki

37

Jurnal Alam dan Lingkungan, Vol.5 (10) Agustus 2014 ISSN 2086-4604

rasio C/N yang mendekati rasioC/N tanah.

Hasil uji UNIANOVA(Univariate Analysis ofVariance) menunjukkan bahwabahwa feses sapi sangatberpengaruh terhadap ketigajenis daun ini dapat dilihatnilai F hitung sebesar 6.225dengan nilai Sig sebesar 0,028artinya Ho ditolak. Jenis Daun tanpa pemberianfeses sapi (kontrol) memilikirata-rata (P<0,05) lebih kecildibandingkan dengan ketigajenis daun tersebut. Untukmelihat rata-rata perbedaandapat dilihat pada outputhomogeneus subset. Dari outputterlihat rata-rata perbedaanterbagi atas tiga kelompok,kelompok pertama adalahkontrol, dengan melihatpembagian tersebut terlihatbahwa rata-rata jenis daunyang terbaik adalah jenis daunangsana dengan rata-rata 0,667dan yang terendah adalahkontrol 0,456.

DAFTAR PUSTAKAAdijaya I.N., & I. M. R. Yasa,2004. Penggunaan Dekomposeruntuk Pengolahan Kotoran BabiMenjadi Pupuk Organik danAplikasinya terhadap TigaVarietas Ketela Rambat(Ipomoea batatas). ProsidingSeminar Nasional:

Optimalisasi PemanfaatanSumberdaya Lokal untukMendukung pembangunanpertanian. Pusat Penelitiandan Pengembangan SosialEkonomi Pertanian, Bogor.

Atekan, A. W. Rauf, Aser R., &S. Saenong. 2004. PengaruhPemberian Pupuk NPK dan PupukMikroba Multi Guna (PMMG)terhadap Produksi Kedelai diLahan Kering Jayapura.Prosiding Seminar Nasional:Teknologi Pertanian BalaiPengkajian TeknologiPertanian Papua. PusatPenelitian dan PengembanganSosial Ekonomi Pertanian,Bogor.

Black, C.A., 1964. Soil – PlantRelationships. John Wiley &Sons, Inc.: New York.

Blogspot, 2009. http://1.bp.blogspot.com/bungur.jpg Bungur. (Diaksestanggal 4 februari 2010,pukul 18.00).

Djafar N.S., & N. Riani, 2004.Pemanfaatan Inokulan PadaDekomposisi Bahan OrganikUntuk MeningkatkanProduktifitas Lahan.Prosiding Seminar Nasional:Optimalisasi PemanfaatanSumberdaya Lokal untukMendukung pembangunanpertanian. Pusat Penelitian

38

Jurnal Alam dan Lingkungan, Vol.5 (10) Agustus 2014 ISSN 2086-4604

dan Pengembangan SosialEkonomi Pertanian, Bogor.

Greengrowerindia, 2009.http://www.greengrowerindia.com. Samanea saman. (Diaksestanggal 8 februari 2010,pukul 18.00).

Haediatmi, S., 2006. kajianbentuk pemberian dan dosisjerami pada serapan n, k, danhasil padi (oryza sativa l.)var. ir – 64. Jurnal InovasiPertanian, Vol 4, No 2, hal:159-171).

Indriani Y. H, 2005. MembuatKompos Secara Kilat. Penebarswadaya: Jakarta.

Isroi & N., Yuliarti. 2009.Kompos Cara Mudah, Murah danCepat Menghasilkan Kompos.Lily Publisher, Yogyakarta.

Isroi, 2008.http://id.wikipedia.org/wiki/Kompos. Kompos. (Diaksestanggal 4 februari 2010,pukul 17.00).

Jusuf, L., 2006. Potensi DaunGamal sebagai Bahan PupukOrganik Cair melaluiPerlakuan Fermentasi. JurnalAgrisistem, Vol 2, no 1, hal6-7.

Jordan C.F., Nutrient Cyclingin Tropical ForestEcosystems. Jogn Wiley &Sons, Ltd.:New York

Katasopoetra, G., Kartasapoetra& Mul M.S., 1987. Teknologi

dan Konservasi Tanah dan Air,Edisi kedua. PT. MeltonPutra: Jakarta.

Maradhy, E., 2009. AplikasiCampuran Kotoran Ternak danSedimen Mangrove sebagaiAktivator pada ProsesDekomposisi Limbah Domestik.Tesis. Program pasca sarjanaUniversitas Hasanuddin.Makassar.

39