pembentukan keputusan gubernur jambi berdasarkan peraturan perundang-undangan
TRANSCRIPT
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JAMBI
FAKULTAS HUKUM
PEMBENTUKAN KEPUTUSAN GUBERNUR
JAMBI BERDASARKAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
SKRIPSI
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
JUAN STEVA DEWANGGA
B10012263
JAMBI
2016
ii
Pembentukan Keputusan Gubernur Jambi Berdasarkan Peraturan
Perundang-Undangan
Oleh:
Penulis : Juan Steva Dewangga
Pembimbing : 1. Dr. Helmi, S.H., M.H.
2. Rahayu Repindowaty H, S.H., LL.M.
ABSTRAK
Dasar pembentukan produk hukum daerah terdapat pada Pasal 18 ayat (6)
Amandemen ke 2 (dua) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “pemerintah daerah
berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk
melaksanakan otonomi daerah”. Ada 3 (tiga) macam produk hukum daerah, yaitu:
Peraturan Daerah (PERDA); dan Peraturan Kepala Daerah
(PERKADA)/Keputusan Kepala Daerah. keputusan kepala daerah adalah suatu
peraturan perundang-undangan di tingkat daerah yang bersifat penetapan
(beschikking). Namun, ada beberapa problematika masalah yang terjadi di dalam
pembentukan produk hukum daerah khususnya Keputusan Gubernur Jambi,
sehingga Keputusan Gubernur Jambi tidak dapat diselesaikan tepat waktu sesuai
dengan yang diharapkan. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui siapakah
yang berwenang dalam penyusunan Keputusan Gubernur Jambi dan bagaimana
prosedur penyusunan Keputusan Gubernur Jambi. Penelitian ini dilakukan melalui
metode yuridis empiris dengan pendekatan analisis kualitatif yang mengkaji
Penyusunan Keputusan Gubernur Jambi berdasarkan Peraturan perundang-
undangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem koordinasi dalam
pembentukan keputusan Gubernur Jambi yang diterapkan pada saat ini tidah
efektif, dikarenakan banyaknya jenjang pengkoreksian keputusan tersebut yang
mengakibatkan lambatnya sistem birokrasi yang ada di pemerintahan provinsi
Jambi. Selanjutnya, yang menjadi kendala dalam penyusunan keputusan Gubernur
Jambi ialah Kurangnya pemahaman dari SKPD pengusul tengtang hukum, teknik
perundang-undangan dan ilmu perundang-undangan.
Kata kunci: Produk Hukum Daerah, Keputusan Gubernur Jambi, SKPD.
iii
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JAMBI
FAKULTAS HUKUM
PERSETUJUAN SKRIPSI
Nama : Juan Steva Dewangga
Nomor Induk Mahasiswa : B10012263
Program Kekhususan : Hukum Administrasi Negara
Judul Skripsi : Pembentukan Keputusan Gubernur Jambi
Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan
Telah disetujui oleh Pembimbing pada tanggal seperti tertera di bawah ini
untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Fakultas Hukum
Universitas Jambi
Jambi, 26 Januari 2016
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Helmi, S.H., M.H Rahayu Repindowaty H, S.H., LL.M.
NIP. 19710606 199803 1 001 NIP. 19810817 200604 2 003
iv
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JAMBI
FAKULTAS HUKUM
PENGESAHAN SKRIPSI
Nama : Juan Steva Dewangga
Nomor Induk Mahasiswa : B10012263
Program Kekhususan : Hukum Administrasi Negara
Judul Skripsi : Pembentukan Keputusan Gubernur Jambi
Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Fakultas Hukum
Universitas Jambi, pada Tanggal 22 Februari 2016
dan dinyatakan LULUS
TIM PENGUJI
NAMA JABATAN TANDA TANGAN
Afif Syarif, S.H., M.H. Ketua Tim Penguji
Ivan Fauzani Raharja, S.H., M.H. Sekretaris
Nopyandri, S.H., LL.M Penguji Utama
Dr. Helmi, S.H., M.H. Anggota
Rahayu Repindowaty, S.H., LL.M. Anggota
Mengetahui
Dekan Fakultas Hukum
Universitas Jambi
Taufik Yahya, S.H., M.H.
NIP. 19650107 199003 1 002
v
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Karya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan sepengetahuan saya belum
pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik sarjana, baik
Universitas Jambi maupun di perguruan tinggi lainnya.
2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa
bantuan pihak lain, kecuali arahan pembimbing skripsi.
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis
atau dipublikasikan orang lain kecuali secara tertulis telah dirujuk dalam
skripsi ini dan juga telah disebutkan dalam footnote dan daftar pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian
hari terdapat penyimpangan dan ketidak benaran dalam pernyataan ini,
maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar
yang telah saya peroleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di perguruan tinggi ini.
Jambi, 26 Januari 2016
yang membuat pernyataan,
Juan Steva Dewangga
B10012263
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur penulis tujukan kehadirat Allah SWT. Atas
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“PENYUSUNAN KEPUTUSAN GUBERNUR JAMBI BERDASARKAN
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN” sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Jambi.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr.
Helmi, S.H.,M.H. dan Ibu Rahayu Repindowaty H, S.H.,LL.M. Sebagai
pembimbing skripsi ini yang telah berkenan meluangkan waktu memberikan
masukan dan pemikiran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari terdapat bantuan dari
berbagai pihak, baik bantuan moril maupun materil, untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Johni Najwan,S.H., M.H., Ph.D. selaku Rektor Universitas
Jambi, yang telah banyak memberikan berbagai pelayanan dan
kemudahan kepada penulis selama masa pendidikan di Universitas
Jambi.
2. Bapak Taufik Yahya, S.H., M.H. Selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Jambi yang telah memberikan kemudahan dalam
pengurusan izin penelitian guna kelancaran penulisan skripsi ini dan
telah memberikan kenyaman kepada mahasiswa dalam masa studi.
vii
3. Ibu Latifah Amir, S.H., M.H. Selaku Ketua Bagian Hukum
Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Jambi yang telah
membantu penulis salah satunya dalam memberikan rekomendasi.
4. Ibu Fitria, S.H., M.H. Selaku Sekretaris Bagian Hukum Administrasi
Negara Fakultas Hukum Universitas Jambi yang telah membantu
penulis salah satunya dalam urusan administrasi.
5. Ibu Elly Sudarti, S.H., M.H. Pembimbing akademik penulis selama
studi di Fakultas Hukum Universitas Jambi dari pertama kuliah sampai
selesai.
6. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Jambi khususnya
Bapak/Ibu Dosen bagian Hukum Administrasi Negara yang telah
memberikan ilmu yang sangat bermanfaat kepada penulis dalam masa
perkuliahan.
7. Kedua Orang Tua Ibunda Intan Suri. S.Sos. dan Ayahnda Tafsil yang
telah memberikan kasih sayang tiada tara, doa, dan semangat kepada
penulis sehingga termotivasi dalam menyelesaikan skripsi.
8. Kedua Saudara penulis, Adik Kevin Dwiva Shangra dan Adik Keysa
Triva Maharani yang telah memberikan semangat, doa, dan motivasi
kepada penulis.
9. Seluruh Staf Tata Usaha pada Fakultas Hukum Universitas Jambi yang
telah banyak memberikan kemudahan kepada penulis dibidang
administrasi dan literature mahasiswa selama perkuliahan.
viii
10. Bapak M. Jaelani, S.H., M.H. Selaku Kepala Biro Hukum Setda
Provinsi Jambi dan Seluruh Staf Biro Hukum Setda Provinsi Jambi
yang telah menerima saya untuk melaksanakan penelitian di Kantor
Biro Hukum Setda Provinsi Jambi.
11. Semua pihak terutama sahabat-sahabat yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu yang telah memberikan banyak waktu, dorongan
semangat serta doa selama kuliah.
Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, semoga memdapat
imbalan dan pahala dari Allah SWT. Dalam penulisan skripsi ini sangat jauh dari
kesempurnaan, penulis menghargai kritik dan saran yang bertujuan untuk
membangun.
Jambi, Januari 2016
penulis
Juan Steva Dewangga
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................ i
ABSTRAK ............................................................................................ ii
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................. iv
HALAMAN PERNYATAAN .............................................................. v
KATA PENGANTAR .......................................................................... vi
DAFTAR ISI ......................................................................................... ix
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................. 1
B. Perumusan Masalah .......................................................... 11
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................... 11
D. Kerangka Konseptual ........................................................ 12
E. Landasan Teoritis .............................................................. 13
F. Metode Penelitian ............................................................. 18
G. Sistematika Penulisan ....................................................... 23
BAB II. TINJAUAN UMUM TENTANG PRODUK HUKUM DAERAH
A. Makna Produk Hukum Daerah ......................................... 25
B. Heirarki Produk Hukum Daerah ....................................... 37
C. Bentuk Surat Keputusan Gubernur ................................... 40
BAB III. PENYUSUNAN KEPUTUSAN GUBERNUR JAMBI
A. Kewenangan Penyusunan Keputusan Gubernur Jambi .... 47
B. Prosedur Penyusunan Keputusan Gubernur Jambi ........... 51
BAB IV. PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................... 67
B. Saran ................................................................................. 68
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ilmu perundang-undangan akhir-akhir ini sangat populer terutama untuk
membentuk suatu perundang-undangan yang baru. Ilmu pengetahuan perundang-
undangan dikembangkan di Eropa Barat di negara-negara yang berbahasa Jerman
dan Belanda.1 Di Indonesia istilah negara hukum berasal dari bahasa Jerman,
staatslehre dan masuk kedalam kepustakaan Indonesia melalui bahasa Belanda,
rechtsstaat.2Untuk lebih memahami pengertian dari Rechtsstaat, Burkens, et al
mengemukakan pendapat yaitu:
“Negara yang menempatkan hukum sebagai dasar kekuasaan negara dan
penyelenggaraan kekuasaan tersebut dalam segala bentuknya dilakukan
dibawah kekuasaan hukum. Dalam Rechtsstaat, menurutnya adalah
ikatan antara negara dan hukum tidak lah berlansung dalam kaitan yang
lepas atau pun bersifat kebetulan, melalinkan hakikat yang hakiki”.3
Dari kutipan tersebut diatas, artinya bahwa kekuasaan pemerintah dalam
suatu negara bersumber pada hukum dan sebaliknya untuk melaksanakan hukum
dalam penyelenggaraan pemerintah disuatu negara harus berdasarkan kekuasaan.
Hal ini lah yang mungkin dimaksud ikatan yang hakiki oleh Burkens, et al.
Kesimpulannya, kekuasaan pemerintah dengan hukum tidak dapat dipisahkan satu
1Maria Farida Indrati S. Ilmu perundang-undangan: Dasar-Dasar dan Pembentukan,
Kanisius, Yogyakarta, 2005, hal. 1. 2Hotman P. Sibue, Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan dan Asas-Asas Umum
Pemerintahan Yang Baik, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2010, hal. 47. 3Abdul Latief, Hukum dan Peraturan Kebijaksanaan (Beleidsregel) pada Pemerintah
Daerah, UUI Press, Jogjakarta, 2006, hal. 15
2
dengan yang lainnya karena hukum dan kekuasaan merupakan 2 (dua) unsur yang
bersahaja.
Sebagai telaah sejarah perundang-undangan (wetshistorie), dapat
dikemukakan bahwa sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 Republik Indonesia telah
melewati 4 (empat) kali berlakunya Undang-Undang Dasar, yaitu: (1) Undang-
Undang Dasar 1945; (2) Konstitusi Republik Indonesia Serikat; (3) Undang-
Undang Dasar Sementara Republik Indonesia dan; (4) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang diubah (amendemen) dengan 4
empat kali perubahan.
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 menyatakan dengan jelas bahwa “Negara Indonesia adalah Negara kesatuan
yang berbentuk Republik”. Dalam perubahan kedua UUD 1945 tersebut di Pasal
18 dirumuskan secara keseluruhan sebagai berikut:
1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah
Provinsi dan daerah Provinsi itu dibagi atas Kabupaten dan Kota, yang
tiap-tiap Provinsi, Kabupaten, dan Kota itu mempunyai pemerintahan
daerah yang diatur dengan undang-undang.
2) Pemerintah daerah Provinsi, daerah Kabupaten, dan Kota mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintah berdasarkan asas otonomi
dan tugas pembantu.
3) Pemeritah daerah Provinsi, daerah Kabupaten, dan Kota memiliki
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih
melalui pemilihan umum.
4) Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala daerah
pemerintah daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota dipilih secara
demokrasi.
5) Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali
urusan pemerintah yang oleh undang-undang ditetapkan sebagai
urusan pemerintah pusat.
6) Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan
lain untuk melaksanakan otonomi daerah dan tugas pembantu.
3
7) Susunan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam
undang-undang.
Dari penjelasan diatas menunjukan bahwa, Pemerintah daerah Provinsi,
Kabupaten, dan Kota mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan, dan berhak menetapkan peraturan daerah dan
peraturan lainnya dalam rangka melaksanakan otonomi dan tugas pembantu.
Selanjutnya, terkait dengan penjelasan diatas Rozali Abdullah berpendapat
bahwa “penyelenggaraan otonomi daerah harus pula didasarkan pada prinsip-
prinsip demokrasi, peran serta, musyawarah, pemerataan dan keadilan, serta
memperhatikan potensi dan keaneka ragaman daerah”.4
Pemerintah daerah memiliki hak otonom untuk mengatur setiap urusan
pemerintah daerah yang dituangkan didalam bentuk peraturan perundang-
undangan atau produk hukum daerah.Tertuang di dalam Pasal 1 ayat (3) UUD
1945 yang berbunyi bahwa “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”. Dikatakan
oleh Rangkuti dan Siti Sundari bahwa, “undang-undang merupakan landasan
hukum yang menjadi dasar pelaksana dari seluruh kebijakan yang akan dibuat
oleh pemerintah”.5
Dari kutipan di atas, tentunya pelaksanaan dari kebijakan yang akan
dibentuk oleh pemerintah harus berlandasan hukum yang baik dan tepat. Selama
landasan hukum dibentuk dengan baik, tepat dan yang berkeadilan sosial yang
4Rozali Abdullah, Pelaksanaan Otonomi Luas dan Isu Federalisme Suatu Alternatif, PT
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, hal. 18 5 Yuliandri, Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Yang Baik,
Gagasan Undang-Undang Berkelanjutan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011, hal. 1.
4
mengutamakan kepentingan umum, tentunya setiap kebijakan yang dibentuk dan
dijalankan oleh pemerintah dapat dirasakan secara positif oleh masyarakat. Hal ini
berkolerasi dengan yang diamanatkan di dalam idiologi negara Indonesia yaitu
sila ke-5 (lima) yang berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Selanjutnya Daud Busro dan Abu Bakar Busro juga berpendapat, “negara hukum
adalah negara yang berdasarkan hukum yang menjamin keadilan bagi warganya”.6
Negara hukum adalah negara yang berlandasan hukum dalam berbangsa
dan bernegara untuk menjamin semua hak-hak rakyat yang bersifat sosial, adil,
bermartabat, dan menjamin hak asasi manusia. Dengan kata lain, negara hukum
sangat identik dengan sebutan negara hukum berdimensi kepastian hukum atau
negara hukum formal. Menurut Julius stahl, ada 4 (empat) unsur negara hukum
formal, yaitu: “1. Perlindungan terhadap hak asasi manusia (HAM); 2. Pemisahan
kekuasaan; 3. Setiap tindakan pemerintah harus berdasarkan peraturan undang-
undang; 4. Adanya peradilan administrasi yang berdiri sendiri”.7
Dari unsur-unsur negara hukum formal yang tertulis diatas, maka sangat
lah menjadi tugas mutlak untuk suatu pemegang kekuasaan negara membentuk
suatu peraturan perundang-undangan yang baik. Dijelaskan oleh Bagir Manan,
bahwa “yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan adalah setiap
putusan tertulis yang dibuat dan ditetapkan serta dikeluarkan oleh lembaga
6Hotman P. Sibue, Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan dan Asas-Asas Umum
Pemerintahan Yang Baik, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2010, hal. 48. 7Ibid., hal. 29.
5
dan/atau pejabat negara yang mempunyai (menjalankan) fungsi legislatif sesuai
dengan tata cara yang berlaku”.8
Pengertian yang dikemukakan oleh Bagir Manan yang tertulis diatas,
Yuliandri mengambil suatu kesimpulan secara lebih luas bahwa:
“peraturan perundang-undangan adalah suatu keputusan dari suatu
lembaga negara atau lembaga pemerintah yang dibentuk berdasarkan
atribusi dan delegasi. Dalam rumusan lain dapat juga diartikan, bahwa
peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk
oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara
umum”.9
Dari kutipan yang tertulis diatas, hal ini sesuai dengan pandangan Van Der
Tak yang mendefinisikan peraturan perundangan-undangan secara umum yaitu
“peraturan perundang-undangan sebagi kaidah hukum tertulis yang dibuat oleh
pejabat yang berwenang, berisi aturan-aturan tingkah laku yang bersifat abstrak
dan mengikat umum”.10
Memenuhi amanat Pasal 22A amandemen kedua UUD 1945, DPR
bersama dengan Presiden telah membentuk Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Selanjutnya, dengan
dibentuknya Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan
Pelaksana Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan.
8 Yuliandri, Op.Cit., hal. 38 9Ibid., hal. 41. 10 Aziz Syamsudin, Proses dan Teknik Penyusunan Undang-undang, Sinar Grafika,
Jakarta,2013, hal. 19.
6
Dari latar belakang pembentukan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011,
Yuliandri merangkum 2 (dua) alasan yang bisa menggambarkan pentingnya
undang-undang ini:
1. Pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan salah satu
syarat dalam rangka pembangunan hukum nasional yang hanya
dapat terwujud apabila didukung oleh cara dan metode yang pasti ,
baku, dan standar yang semua mengikat semua lembaga yang
berwenang membuat peraturan perundang-undangan;
2. Untuk lebih meningkatkan koordinasi dan kelancaran proses
pembentukan peraturan perundang-undangan , maka negara republik
indonesia sebagai negara yang berdasarkan atas hukum perlu
memiliki peraturan mengenai peraturan pembentukan perundang-
undangan.11
Pasal 18 UUD 1945 merupakan dasar hukum penyelenggaraan otonomi
daerah dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab
kepada daerah. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah, maka setiap pemerintah daerah diwajibkan mengatur
wilayahnya sendiri dan hanya sedikit urusan daerah yang kewenangannya masih
ditangani oleh pemerintah pusat. Untuk itu setiap daerah memerlukan adanya
suatu produk hukum daerah yang mengatur perkembangan pembangunan dan
setiap aktifitas masyarakat yang ada didaerahnya.
Produk hukum daerah adalah peraturan daerah yang diterbitkan oleh
kepala daerah dalam rangka pengaturan penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Tujuan dibentuknya produk hukum daerah yaitu agar lebih tercapai koordinasi
antara Satuan Kerja Perangkat Daerah atau disingkat dengan SKPD dalam
11Yuliandri, Op.Cit., hal. 2.
7
penyiapan rancangan Produk hukum daerah dan efektifitas proses
pengharmonisasian dalam rancangan yang baik dan berkualitas.
Ada 2 (dua) sifat dari produk hukum daerah yang disebutkan dalam Pasal
2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan
Produk Hukum Daerah menyebutkan bahwa “Produk hukum daerah bersifat: a.
Pengaturan b. Penetapan”.
Terkait dengan keterangan di atas, ada dua sifat dari produk hukum daerah
yakni bersifat pengaturan dan bersifat penetapan. Dijelaskan di dalam Pasal 51
Permendagri No. 1 Tahun 2014 bahwa “penyusunan produk hukum daerah yang
bersifat penetapan sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 huruf b meliputi: a.
Keputusan Kepala daerah; b. Keputusan DPRD; c. Keputusan pimpinan DPRD;
dan d. Keputusan Badan Kehormatan DPRD”.
Mengiat Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 bahwa “Gubernur, Bupati, dan
Walikota masing-masing sebagai kepala daerah pemerintah daerah Provinsi,
Kabupaten, dan Kota dipilih secara demokrasi”. Dapat kita simpulkan bahawa
keputusan kepala daerah yang dimaksud pada Pasal 51 Permendagri No. 1 Tahun
2014 adalah keputusan kepala daerah sesuai dengan masing-masing daerah yang
telah diamanatkan UUD 1945. Keputusan Gubernur untuk tingkat Provinsi, dan
Keputusan Bupati/Walikota untuk tingkat Kabupaten/Kota.
Menimbang pada penulisan skripsi ini yang berkonsentrasi terhadap suatu
produk hukum daerah yang bersifat penetapan atau Keputusan Gubernur Jambi.
Penulis mengutip pendapat dari A.M Donner yang menyatakan bahwa:
8
“penetapan (beschikking) adalah tindakan pemerintah dalam jabatan, yang
secara sepihak dan disengaja dalam suatu ikhwal tertentu, menetapkan
suatu hubungan hukum atau keadaan hukum yang sedang berjalan atau
yang menimbulkan hubungan hukum atau keadaan hukum baru, atau
menolak salah satu yang dimaksud”.12
Keputusan tata usaha negara pertama kali diperkenalkan oleh seorang
sarjana Jerman, Otto Mayer, dengan istilah verwaltungsakt. Istilah ini
dipergunakan di negara Belanda dengan istilah beschikking oleh Van Vollenhoven
dan C.W Van Der Pot, yang oleh beberapa penulis, seperti A.M. Donner, H.D.
Van Wijk/Willem Kojnenbelt, dan lain-lain dianggap sebagai “de vader van het
modern beschikkingsbegrip” (Bapak dari konsep bescikking yang modern).13
Secara umum, beschikking dapat diartiakan sebagai keputusan yang
berasal dari organ pemerintahan yang ditujukkan untuk menimbulkan akibat
hukum atau berbuatan hukum publik bersegi satu yang dilakukan oleh alat-alat
pemerintah berdasarkan kewenangan kekuasaan yang istimewa. Secara teoritis
dalam hukum administrasi negara, dikenal ada beberapa macam bentuk
keputusan, yaitu:
1. keputusan Deklaratoir dan Keputusan Konstitutif,
2. keputusan yang menguntungkan dan yang memberikian beban,
3. keputusan Eenmalig dan keputusan yang permanen,
4. keputusan yang bebas dan yang terikat,
5. keputusan positif dan negatif, dan yang terakhir keputusan
perorangan dan kebendaan.14
12 Amrah Muslimin, Beberapa Azas dan Pengertian-Pengertian pokok tentang
Administrasi dan Hukum Administrasi, Penerbit Alumni, Bandung, 1982, hal. 109. 13 SF. Marbun, Hukum Administrasi Negara, PT Raja Grafindo, Jakarta, 2011, hal. 139. 14Ibid., hal. 157
9
Menurut Rozali Abdullah, Keputusan Kepala Daerah dibuat untuk
melaksanakan peraturan daerah dan atas kuasa peraturan perundang-undangan
lain yang berlaku. Keputusan kepala daerah tidak boleh bertentangan dengan
kepentingan umum, peraturan daerah dan peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi.15
Terkait produk hukum daerah khususnya yang bersifat penetapan salah
satunya Keputusan Gubernur disebutkan dalam Pasal 1 angka 23 Peraturan
Gubernur Jambi Nomor 28 Tahun 2011 tentang Tata Naskah Dinas di Lingkung
Pemerintah Provinsi Jambi “Keputusan Gubernur adalah naskah dinas dalam
bentuk dan susunan produk hukum yang bersifat penetapan, individual, konkrit,
dan final”.
Keputusan Gubernur memiliki sifat konkrit, individual dan final. Konkrit
artinya objek yang diputuskan dalam keputusan tersebut tidak abstrak, tetapi
berwujut, tertentu atau dapat ditentukan; Individual artinya keputusan itu tidak
ditujukan untuk umum, tetapi tertentu baik alamat maupun hal yang dituju; Final
artinya sudah definitif dan karenanya dapat menimbulkan akibat hukum.16
Dari penjelasan yang tertulis di atas, artinya keputusan Gubernur
merupakan salah satu dari produk hukum daerah yang di keluarkan oleh Gubernur
sebagai kepala daerah untuk menjalankan otonomi daerah dan sebagai tugas
pembantu. Namun saat pelaksanakan pembentukan Keputusan Gubernur Jambi,
15Rozali Abdullah, Op.Cit., hal. 43 16Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011,
hal. 152.
10
ada beberapa problematika masalah yang terjadi. sehingga
pembentukanKeputusan Gubernur Jambi tidak dapat diselesaikan tepat waktu
sesuai dengan yang diharapkan.17 Dengan memperhatikan amanat dari isi Pasal 2
huruf e PERGUB Jambi No. 28 Tahun 2011 yang menyebutkan bahwa:
Asas tata naskah dinas terdiri atas:
a. asas efisien dan efektif;
b. asas pembakuan;
c. asas akuntabilitas;
d. asas keterkaitan;
e. asas kecepatan dan ketepatan; dan
f. asas keamanan.
Selanjutnya dalam Pasal 3 ayat (5) PERGUB Jambi No. 28 Tahun 2011
yang menjelaskan bahwa “Asas kecepatan dan ketepatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 huruf e, yaitu tata naskah dinas diselenggarakan tepat waktu dan
tepat sasaran”.
Selain dari pada itu, problematika penyusunan Keputusan Gubernur Jambi
telah ditemukan secara langsung dan nyata oleh penulis pada saat melaksanakan
program Praktek Kerja Lapangan atau disingkat PKL yang diselenggarakan
dikantor Biro Hukum Setda Provinsi Jambi pada tanggal 3 Agustur 2015 sampai
dengan 18 September 2015. Pada saat itu penulis ditempatkan pada bagian
Perundang-undangan untuk fokus dalam hal pengkoreksian Keputusan Gubernur
Jambi.
17Wawancara dengan Jaelani, Kepala Biro Hukum Setda Provinsi Jambi, Jambi, tanggal 4
September 2015.
11
Dari pengalaman penulis pada saat mengikuti PKL sebagaimana yang
telah dijelaskan di atas, penulis banyak menemukan Keputusan Gubernur Jambi
yang di ajukan oleh setiap SKPD yang pada teknik penulisannya tidak sesuai
dengan apa yang diamanat di dalam peraturan perundang-undangan. Oleh karena
itu penulis tertarik untuk meneliti permasalahan tersebut yang dianalisis dengan
UU No. 12 Tahun 2011, Permendagri No. 1 Tahun 2014, dan Pergub Jambi No.
28 Tahun 2011 dengan judul “PEMBENTUKAN KEPUTUSAN GUBERNUR
JAMBI BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dapat dirumuskan yang menjadi
pokok permasalahan yang akan diteliti adalah sebagai berikut:
1. Siapa yang berwenang dalam pembentukan dan pengkoreksian Keputusan
Gubernur Jambi?
2. Bagaimana prosedur pembentukan Keputusan Gubernur Jambi?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian yang akan dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah:
1. Untuk mengetahui siapakah yang berwenang dalam pembentukan dan
pengkoreksian Keputusan Gubernur Jambi.
2. Untuk mengetahui prosedur pembentukanKeputusan Gubernur Jambi.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan harapan akan dapat memberikan manfaat,
baik manfaat teoritis maupun mafaat praktis sebagai berikut:
12
1. Manfaat secara akademis atau teoritis yaitu bagi penulis khususnya dan
bagi pembaca pada umumnya dapat mengetahui sekaligus memahami
tentang kewenangan dalam pembentukan Keputusan Gubernur Jambi dan
memahami dalam pembentukan Keputusan Gubernur Jambi.
2. Manfaat secara praktis yaitu untuk bahan masukan ataupun saran kepada
pihak yang berkesangkutan atau berperan penting dalam penyusunan
Keputusan Gubernur Jambi terkait dengan problematika dalam
pembentukan Keputusan Gubernur Jambi dalam upaya untuk
memaksimalkannya.
E. Kerangka Konseptual
Adapun untuk memahami secara jelas inti subtansi atau maksud dan tujuan
penelitian ini, maka penulis menguraikan arti kata dari judul skripsi ini sebagai
berikut:
1. Pembentukan, disebutkan pada Pasal 1 angka 1 UU No. 12 Tahun 2011,
“pembentukan peraturan perundang-undangan adalah pembuatan peraturan
perundang-undangan yang mencakup tahap perencanaan, penyusunan,
pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan”.
2. Keputusan Gubernur, berdasarkan pada Pasal 1 PERGUBJambi No. 28
Tahun 2011, yang dimaksud Keputusan Gubernur adalah naskah dinas
dalam bentuk dan susunan produk hukum yang bersifat penetapan,
individual, konkrit dan final.
13
3. Peraturan Perundang-undangan,menurut Yuliandri:
“peraturan perundang-undangan adalah suatu keputusan dari
suatu lembaga negara atau lembaga pemerintah yang dibentuk
berdasarkan atribusi dan delegasi. Dalam rumusan lain dapat juga
diartikan, bahwa peraturan perundang-undangan adalah peraturan
tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang
berwenang dan mengikat secara umum”.18
Berdasarkan dari pengertian yang tertulis di atas, maka yang dimaksud
dengan judul skripsi ini yaitu, mengkaji prosedur pembentukan Keputusan
Gubernur Jambikhususnya Keputusan Gubernur Jambi pada bulan Agustus-
September tahun 2015berdasarkan peraturan perundang-undangan. Peraturan
perundang-undangan yang dimaksud meliputi:
a. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan;
b. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentang Produk
Hukum Daerah;
c. Peraturan Gubernur Jambi Nomor 28 Tahun 2011 tentang Tata Naskah
Dinas Di Lingkungan Pemerintahan Provinsi Jambi.
F. Landasan Teoritis
Menurut Abdul Latief, “ada 3 (tiga) dasar agar hukum mempunyai
kekuatan berlaku secara baik yaitu mempunyai dasar yuridis, sosiologis, dan
filosofis”.19Ada tiga poin pokok landasan yang disebutkan oleh Abdul Latief
didalam bukunya, yang pertama adalah Landasan Filosofis. Mengingat kata-kata
yang disampaikan oleh filsuf Romawi terkenal yaitu Marcus Tullius Cicerito yang
18Yuliandri ,Op. Cit., hal. 41. 19Abdul Latief, Op. Cit., hal. 54.
14
menyampaikan “Dimana ada masyarakat, disitu ada hukum (Ubi Societas Ibi
Ius)”.20 Pada saat masyarakat berada disuatu tempat, maka ketika itu juga hukum
dibutuhkan disana.
Fisafat atau pemahaman hidup masyarakat didalam suatu bangsa tidak
luput dengan nilai-nilai moral dan etika dari bangsa tersebut. Menurut Supardan
Modeong yang diungkapkan didalam bukunya bahwa “moral dan etika pada
dasarnya berisi nilai-nilai yang baik. Nilai yang baik adalah pandangan dan cita-
cita yang dijujung tinggi. Didalamnya ada nilai kebenaran, keadilan, kesusilaan
dan berbagai nilai lainnya yang dianggap baik”.21
Selanjutnya Supardan Modeong juga mengungkapkan pada bukunya
bahwa: “landasan filosofis didalam peraturan secara visual dapat dibagi tiga, yaitu
landasan filosofis vertikal (transidental), landasan filosofis horisontal, dan
landasan filosifis massive”.
Dalam teori teknik pembentukan peraturan perundang-undangana,
landasan filosofis adalah salah satu bagian yang tidak bisa ditinggalkan. Menurut
Abdul Latief yang diungkapkan didalam bukunya bahwa “mereka yang mengukur
kebaikan hukum dari “rechtsidee” tentu akan menekankan aspek filosofis”.22
Selain dari pendapat yang dikemukakan diatas, Menurut Rosidi Rangga
Wijaya bahwa“penerapan hukum yang dibentuk tanpa memperhatikan tata nilai
20Supardan Modeong, Teknik Perundang-Undangan di Indonesia, Perca, Jakarta, 2007.
hal. 58.
21Ibid. 22Abdul Latief, Loc. Cit.
15
yang merupakan moral bangsa akan sia-sia, karena pasti tidak akan ditaati. Semua
nilai yang menjadi acuan dalam masyarakat terakumulasi dalam Pancasila, karena
Pancasila adalah pandangan hidup, cita-cita, dan falsafah atau jalan hidup (way of
life) bangsa, dan banyak lagi sebutan lainnya”.23
Selanjutnya yang kedua adalah landasan sosiologis. Menurut Amiroedin
Syarif “suatu peraturan perundang-undangan dikatakan mempunyai landasan
sosiologis apabila ketentuan-ketentuannya sesuai dengan kebutuhan, keyakinan,
dan kesadaran hukum masyarakat”24 dalam hal ini bermakna bahwa peraturan
perundang-undangan yang dibentuk harus dimengerti oleh masyarakat sesuai
dengan gambaran hidup masyarakat yang berkaitan. Ini artinya, dari unsur
sosiologis didalam suatu perundang-undangan sangat lah penting untuk dimaknai.
Karena, didalam kajian hukum yang dilatar belakangi oleh keadaan sosial, pasti
akan merujuk atau berimbas pada suatu pemahaman secara sosiologis. Hal ini
sesuai dengan padangan Abdul Latief yang menyebutkan bahwa “mereka yang
melihat hukum sebagai gejala sosial akan melihat unsur sosiologis sangat
penting”.25
Landasan yang terakhir atau yang ketiga adalah landasan yuridis.
Landasan yuridis atau landasan hukum (yuridische gelding) yang menjadi
landasan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan adalah peraturan
23Supardan Modeong, Op.Cit., hal. 60. 24Ibid. 25Abdul Latief, Loc. Cit.
16
atau sederajat peraturan perundangan undangan yang lebih tinggi dan menjadi
dasar kewengan (bevogheid competentie).26
Mengutip pendapat dari Bagir Mana, mengemukakan bahwa “dasar
yuridis sangat lah penting dalam pembuatan peraturan perundang-undangan
karena akan menunjukkan:
1. Keharusan adanya kewenangan dari pembuat peraturan perundang-
undangan. Setiap peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh
badan atau pejabat yang berwenang.
2. Keharusan ada kesesuaian bentuk atau jenis peraturan perundang-
undangan tingkat lebih tinggi atau sederajat.
3. Keharusan harus mengikuti tata cara tertentu. Apa bila tata cara
tersebut tidak diikuti, peraturan perundang-undangan mungkin
batal demi hukum atau tidak/belum mempunyai kekuatan hukum
mengikat.
4. Keharusan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi tingkatannya. Suatu undang-undang
tidak boleh mengandung kaidah yang bertentangan dengan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Demikian pula seterusnya sampai pada peraturan perundang-
undangan tingkat lebih bawah.”27
Beranjak dari landasan-landasan pembentukan peratura perundang-
undangan, Profesor Maria Farida Indrati (1998) mengemukakan dua pendapat ahli
yang selama ini berkecimpung dalam bidang pembentukan peraturan perundang-
undangan, yaitu pendapat I.C. Van Der Vlies dan pendapat A. Hamid S.
Attamimi.28
26Supardan Modeong, Op.Cit., hal. 64. 27Ibid., hal. 67. 28 Aziz Syamsuddin, Proses dan Teknik Penyusunan Undang-Undang. Sinar Grafika,
Jakarta, 2013. hal. 34.
17
I.C. Van Der Vlis membagi asas-asas dalam pembentukan peraturan
perundang-undangan yang patut kedalam asas formal dan asas material. Asas
formal yang dimaksud Van Der Vlies meliputi:
1. Asas tujuan yang jelas (beginsel van duidelijke doelstelling);
2. Asas organ/lembaga yang tepat (beginsel van het juiste organ);
3. Asas perlunya pengaturan (het noodzakelijkheids beginsel);
4. Asas dapat dilaksanakan (het beginsel van uitvoerbaarheid);
5. Asas konsensus (het beginsel van consesus).
Sedangkan asas material, menurut Vlies meliputi:
1. Asas terminologi dan sistematika yang benar (het beginsel van
duidelijke systematiek);
2. Asas dapat dikenali (het beginsel van de kenbaarheid);
3. Asas perlakuan yang sama dalam hukum(het
rechtsgelijkheidsbeginsel);
4. Asas kepastian hukum (het rechtzekerheidsbeginsel); dan
5. Asas pelaksanaan hukum sesuai keadaan individual (het beginsel van
de individuele rechtbedeling).29
Pada dasarnya, pendapat I.C. Van Der Vlies dan pendapat A. Hamid S.
Attamimi mempunyai kesamaan dalam kontek azas formal. Namun Hamid
Attamimi medambahkan dua azas yang berbeda yaitu “azasnya dapat dikenali dan
azas materi muatan yang tepat.”30 Akan tetapi, asas-asas material pembentukan
undang-undang, “Attamimi menggaris bawahi, sepatutnya memenuhi beberapa
penyesuaian antara lain:
1. Asas harus sesuai dengan cita hukum dan fundamental negara;
2. Asas harus sesuai dengan hukum dasar negara;
3. Asas harus sesuai dengan prinsip-prinsip negara berdasarkan atas
hukum; dan
4. Asas harus sesuai dengan prinsip-prinsip pemerintahan berdasarkan
sistem konstitusi.31
29Ibid. 30Ibid., hal. 35. 31Ibid., hal. 35.
18
Merujuk dari azas-azas yang dikemukakan oleh I.C. Van Der Vlies dan
pendapat A. Hamid S. Attamimi. Aziz Syamsuddin menambahkan satu azas yang
tidak boleh ditinggalkan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Ia
menyebutkan bahwa“Peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak
boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berkedudukan
lebih tinggi”.32
G. Metode Penelitian
Dalam penelitian agar terlaksana dengan maksimal, maka peneliti
mempergunakan beberapa metode sebagi berikut:
1. Tipe Penelitian
Tipe dari penelitian ini adalah yuridis empiris. Tipe penelitian ini
mengkaji Pembentukan Keputusan Gubernur Jambi berdasarkan Peraturan
perundang-undangan.
2. Spesifikasi Penelitian
Berdasarkan aspek metodologi penelitian, penulis menggunakan
tipe penelitian kualitatif. Melalui pendekatan kualitatif ini diharapkan
dapat menggambarkan mengenai kualitas, realitas sosial dan persepsi nara
sumber dari sarana penelitian. Sedangkan berdasarkan spesifikasinya,
penelitian yang penulis lakukan bersifat Deskriptif Analisis yakni
memahami makna interaksi objek penelitian yang ingin penulis teliti
32Ibid., hal. 30
19
kemudian dianalisa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan dan juga landasan teoritis yang telah di paparkan sebelumnya.
3. Populasi dan Sampel Penelitian
a. Populasi
Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
Keputusan Gubernur Jambi pada bulan Agustus – September tahun
2015. Alasan penulis memilih meneliti Keputusan Gubernur Jambi
pada bulan Agustus-September tahun 2015, dikarenakan setiap
tahunya pada bulan Agustus dan bulan September jumlah Keputusan
Gubernur yang diajukan oleh setiap SKPD pada bulan tersebut lebih
banyak dibandingkan dengan bulan lainnya.33
b. Sampel Penelitian dan Teknik Penarikaan Sampel
Adapun sampel dalam penelitian ini diambil dari jumlah
populasi dengan menggunakan teknik penarikan sampel Purposive
Sample. Bahder Johan Nasution menjelaskan bahwa, Purposive
Sample artinya memilih sampel berdasarkan penelitian tertentu karena
unsur-unsur atau unit-unit yang dikaji dianggap mewakili populasi.
Pemilihan terhadap unsur-unsur atau unit-unit yang dijadikan sampel
harus berdasarkan pada alasan yang logis, artinya dalam pengambilan
sampel diambil unit-unit sampel sedemikian rupa sehingga sampel
33Wawancara dengan Affandi, Kasubag Rancangan Hukum Biro Hukum Setda Provinsi
Jambi, Jambi, tanggal 11 Januari 2016.
20
tersebut benar-benar mencerminkan ciri-ciri dari populasi yang
ditentukan.34
Berdasarkan penjelasan di atas, sampel dalam penelitian ini adalah
10% (sepuluh persen) dari jumlah Keputusan Gubernur Jambi pada
bulan Agustus-September tahun 2015. Jumlah Keputusan Gubernur
Jambi pada bulan Agustus-September tahun 2015 terhitung sejumlah
26 (dua puluh enam) Keputusan Gubernur Jambi. 10% (sepuluh
persen) dari 26 (dua puluh enam) adalah 2,6 (dua koma enam) dan
dibulatkan menjadi 3 (tiga). Maka sampel dalam penelitian ini adalah
3 (tiga) Keputusan Gubernur Jambi pada bulan Agustus-September
tahun 2015.
4. Sumber Data
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh lansung dari penelitian
lapangan di lingkungan pemerintahan Provinsi Jambi khususnya di
kantor Biro Hukum Setda Provinsi Jambi.
Data primer dalam penelitian ini meliputi hasil wawancara.
Wawancara dilakukan terhadap informan dengan alat pencatatan dan
recorder. Informan penelitian ini adalah Kepala Biro Hukum Setda
Provinsi Jambi, Kepala Bagian Perundang-Undangan Biro Hukum
Setda Provinsi Jambi dan KASUBAG Rancangan Hukum Biro
Hukum Setda Provinsi Jambi.
34Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, CV. Mandar Maju, Bandung,
2008, hal. 159.
21
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari penelitian
kepustakaan, seperti buku-buku dokumen terkait dengan isu hukum
yang sedang dilakukan penelitian. Data sekunder terdiri dari:
1) Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer yang terkait dengan pembentukan
Keputusan Gubernur Jambi berdasarkan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan; Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 1 Tahun 2014 tentang Produk Hukum
Daerah;Peraturan Gubernur Jambi Nomor 28 Tahun 2011
tentang Tata Naskah Dinas Di Lingkungan Pemerintahan
Provinsi Jambi.
2) Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder adalah berupa semua publikasi
tentang hukum. Publikasi tentang hukum meliputi buku-
buku teks, kamus hukum, jurnal hukum, dan hasil
dokumen-dokumen penelitian lainnya.
3) Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier ini diperoleh dari kamus besar bahasa
indonesia dan penunjang lainya.
22
5. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan kegiatan dalam penelitian yang berupa
melakukan kajian atau telaah terhadap hasil pengelolaan data yang
dibentuk dengan teori-teori yang didapat sebelumnya. Bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier yang
dikumpulkan oleh penulis kemudian diinventarisasi dan diklasifikasikan
berdasarkan studi dokumen atau penyesuaian dengan masalah yang
dibahas. Bahan yang diperoleh kemudian dipaparkan, disistematisasi,
kemudian dianalisis untuk menginterpretasikan hukum yang berlaku.
Bahder Johan Nasution menjelaskan di dalam bukunya bahwa,
teknik analisis pada dasarnya adalah analisis deskriptif diawali dengan
teknik analisis data dan informasi yang sama menurut sub aspek.
Selanjutnya, melakukan interprestasi untuk memberi makna terhadap tiap
sub aspek dan hubungan satu sama lain. Kemudian setelah itu dilakukan
analisis atau interprestasi keseluruhan aspek untuk memahami makna
hubungan antara aspek yang satu dengan yang lainnya dan dengan
keseluruhan aspek yang menjadi pokok permasalahan penelitian yang
dilakukan secara induktif sehingga memberikan gambaran hasil secara
utuh.35
Oleh penjelasan di atas, maka dalam penelitian ini analisisi yang
digunakan adalah analisis kualitatif, artinya bertitik tolak pada aturan
hukum yang berlaku yang berkembang melalui pembahasan dalam bahan
35Ibid., hal. 174.
23
hukum sekunder. Kemudian dengan logika berpikir deduktif, maka semua
bahan diseleksi dan diolah serta dianalisis dengan memaparkan apa adanya
(deskriptif), maka dengan mengungkapkan permasalahan, juga dengan
penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan wacana baru
dalam rangka Pembentukan Keputusan Gubernur Jambi.
H. Sistematika Penulisan
Setelah penulis menjelaskan masalah yang telah disebutkan terdahulu,
maka untuk lebih lengkap dan jelasnya penulisan skripsi ini, penulis juga
menjelaskan sistematika penelitian.
Tulisan ini terdiri dari empat bab, tiap-tiap bab terdiri dari sub-sub bab dan
masing-masing mempunyai keterkaitan satu sama lain. Untuk mendapatkan
gambaran yang lebih jelas mengenai pembahasan skripsi ini, akan dikemukakan
sistematikanya sebagai berikut:
Bab I, Bab ini merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang
masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, mafaat penelitian,
Landasan konsepsional, landasan teoritis, metode penelitian, dan
sistematika penelitian. Bab ini merupakan bab permasalahan yang akan
dikaji pada bab pembahasan dengan menggunakan teori-teori yang tertulis
didalam landasan teoritis.
Bab II, Bab ini merupakan tinjauan umum sebagai landasan dalam
melakukan analisis atas permasalahan yang terdiri dari makna produk
hukum Daerah, Hielarki produk hukum Daerah, dan bentuk Keputusan
Gubernur.
24
Bab III, Bab ini adalah bab pembahasan yang terdiri dari:
1. Kewenangan dalam tahap pembentukan dan pengkoreksian Keputusan
Gubernur Jambi.
2. Prosedur pembentukan Surat Keputusan Gubernur Jambi.
Bab IV, Bab ini merupakan bab penutup yang meberikan dan
menggambarkan kesimpulan dari masalah yang telah penulis uraikan pada
bab-bab sebelumnya dan disertai dengan beberapa saran.
BAB II
TINJAUAN UMUM
A. Makna Produk Hukum Daerah
Produk hukum daerah atau disingkat dengan PHD adalah salah satu bagian
perundang-undangan positif di negara Indonesia. Namun, produk hukum daerah
hanya berlaku bagi di daerahnya dimana produk hukum tersebut di tetapkan.
Untuk memahami makna produk hukum daerah, maka terlebih dahulu penulis
akan memaparkan makna dari peraturan perundang-undangan.
Menurut SF. Marbun dan Moh. Mahfud, peraturan adalah hukum yang in
abstracto atau general norm yang sifatnya mengikat umum (berlaku umum) dan
tugasnya adalah mengatur hal-hal yang bersifat umum (general). 36 Istilah
perundang-undangan (legislation atau gesetzgebung) mempunyai 2 (dua)
pengertian yang berbeda, yaitu:
1. Perundang-undangan sebagai sebuah proses pembentukan atau proses
membentuk peraturan-peraturan negara, baik di tingkat pusat maupun
di tingkat daerah; dan
2. Perundang-undangan sebagai segala peraturan negara, yang merupakan
hasil proses pembentukan peraturan-peraturan, baik di tingkat pusat
maupun di tingkat daerah.37
Senada dengan yang di sampaikan oleh SF. Marbun dan Moh. Mahfud.
Satjipto Rahardjo menyebutkan peraturan perundang-undangan memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
36Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011,
hal. 129. 37Aziz Syamsuddin, Op. Cit., hal. 19.
26
1. Bersifat umum dan komprehensif, yang dengan demikian merupakan
kebalikan dari sifat-sifat yang khusus dan terbatas.
2. Bersivat universal. Ia diciptakan untuk menghadapi peristiwa-peristiwa
yang akan datang yang belum jelas bentuk konkritnya. Oleh karena itu,
ia tidak dapat dirumuskan untuk mengatasi peristiwa-peristiwa tertentu
saja.
3. Ia memiliki kekuatan untuk mengkoreksi dan memperbaiki dirinya
sendiri. Adalah lazim bagi suatu perundang-undangan mencantumkan
klausul yang memuat kemungkinan dilakukannya peninjauan
kembali.38
Pengertian peraturan perundang-undangan sebagaimana tercantum pada
Pasal 1 angka 2 UU No. 12 Tahun 2011 bahwa “Peraturan perundang-undangan
adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum secara umum dan dibentuk
atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui
prosedur yang ditetapkan didalam peraaturan perundang-undangan”.
Selanjutnya, dijelaskan oleh Bagir Manan bahwa yang dimaksud dengan
peraturan perundang-undangan adalah setiap putusan tertulis yang dibuat dan
ditetapkan serta dikeluarkan oleh lembaga dan/atau pejabat negara yang
mempunyai (manajemen) fungsi legislatif sesuai dengan tata cara yang berlaku.39
Dengan pengertian yang lebih luas dibandingkan Bagir Manan, Reed
Dickerson mengemukakan peraturan perundang-undangan adalah: “... aturan-
aturan tingkah laku yang mengikat secara umum dapat berisi ketentuan-ketentuan
mengenai hak, kewajiban, fungsi, status atau suatu tatanan”.40
Dalam kontek pembentukan hukum nasional, A. Hamid Attamimi
menggaris bawahi 3 (tiga) fungsi utama ilmu perundang-undangan, yaitu:
38Ridwan HR, Op.Cit, hal. 130. 39Yuliandri, Op.Cit., hal. 38. 40Aziz Syamsuddin, Op.Cit., hal. 34.
27
1. Untuk memenuhi kebutuhan hukum dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara yang senantiasa berkembang;
2. Untuk menjembatani lingkup hukumm adat dengan hukum yang tidak
tertulis lainnya; atau
3. Untuk memenuhi kebutuhan kepastian hukum tidak tertulis bagi
masyarakat.41
Profesor Maria Farida Indrati (1998) mengemukakan dua pendapat ahli
yang selama ini berkecimpung dalam bidang pembentukan peraturan perundang-
undangan, yaitu pendapat I.C. Van Der Vlies dan pendapat A. Hamid S.
Attamimi.42
I.C. Van Der Vlis membagi asas-asas dalam pembentukan peraturan
perundang-undangan yang patut kedalam asas formal dan asas material. Asas
formal yang dimaksud Van Der Vlies meliputi:
1. Asas tujuan yang jelas (beginsel van duidelijke doelstelling);
2. Asas organ/lembaga yang tepat (beginsel van het juiste organ);
3. Asas perlunya pengaturan (het noodzakelijkheids beginsel);
4. Asas dapat dilaksanakan (het beginsel van uitvoerbaarheid);
5. Asas konsensus (het beginsel van consesus).
Sedangkan asas material, menurut Vlies meliputi:
1. Asas terminologi dan sistematika yang benar (het beginsel van
duidelijke systematiek);
2. Asas dapat dikenali (het beginsel van de kenbaarheid);
3. Asas perlakuan yang sama dalam hukum (het
rechtsgelijkheidsbeginsel);
4. Asas kepastian hukum (het rechtzekerheidsbeginsel); dan
5. Asas pelaksanaan hukum sesuai keadaan individual (het beginsel van
de individuele rechtbedeling).43
41Ibid., hal. 19. 42Ibid., hal. 34. 43Ibid.
28
Pada dasarnya, pendapat I.C. Van Der Vlies dan pendapat A. Hamid S.
Attamimi mempunyai kesamaan dalam kontek azas formal. Namun Hamid
Attamimi medambahkan dua azas yang berbeda yaitu “azasnya dapat dikenali dan
azas materi muatan yang tepat.”44 Akan tetapi, asas-asas material pembentuak
undang-undang, “Attamimi menggaris bawahi, sepatutnya memenuhi beberapa
penyesuaian antara lain:
1. Asas harus sesuai dengan cita hukum dan fundamental negara;
2. Asas harus sesuai dengan hukum dasar negara;
3. Asas harus sesuai dengan prinsip-prinsip negara berdasarkan atas
hukum; dan
4. Asas harus sesuai dengan prinsip-prinsip pemerintahan berdasarkan
sistem konstitusi.45
Merujuk dari azas-azas yang dikemukakan oleh I.C. Van Der Vlies dan
pendapat A. Hamid S. Attamimi. Aziz Syamsuddin menambahkan satu azas yang
tidak boleh ditinggalkan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Ia
menyebutkan bahwa“Peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak
boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berkedudukan
lebih tinggi”.46
Dalam membentuk peraturan perundang-undangan legal drafter harus
sunggguh-sungguh memperhatikan asas pembentukan peraturan perundang-
undangan. Legal drafting adalah pengonsepan atau hukum perancangan yang
44Ibid., hal.35. 45Ibid. 46Ibid., hal. 30
29
berarti “cara penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan sesuai
tuntutan teori, asas dan kaedah perancangan peraturan perundang-undangan”.47
Dalam amanat di dalamBab II tentang asas pembentukan peraturan
perundang-undangan Pasal 5 UU No. 12 Tahun 2011 dirumuskan bahwa
pembentuakn peraturan perundang-undangan harus didasarkan pada asas-asas
pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, yang meliputi:
1. Kejelasan tujuan
2. Kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat
3. Kesuain antar jenis, hielarki, dan materi muatan.
4. Dapat dilaksanakan.
5. Kedayagunaan dan kehasilgunaan
6. Kejelasan rumusan
7. Keterbukaan
Dalam Pasal 6 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 juga dirumuskan asas-asas
yang harus tercermin dalam muatan peraturan perundang-undangan, yakni sebagai
berikut:
1. Asas pengayoman
2. Asas kemanusiaan
3. Asas kebangsaan
4. Asass kekeluargaaan
5. Asas kenusantaraan
6. Asas bhinneka tugal ika
7. Asas keadilan
8. Asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan
9. Asas ketertiban dan kepastian hukum
10. Asas keseimbaan, keserasian, dan keselarasan.
Sesuai dengan apa yang disebutkan sebelumnya, ada salah satu asas yang
sangat penting dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yaitu
47Supardan Modeong dan Zudan Arif Fakrullah, Legal Drafting, PT. Perca, Jakarta, 2007,
hal. 20.
30
Peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang berkedudukan lebih tinggi. Ini
artinya adanya suatu konsekuensi suatu hielarki perundang-undangan
Bagir Manan menyimpulkan secara lebih konkrit bahwa peraturan
perundang-undangan mencakup segala bentuk peraturan perundang-undangan
baik dibuat pada tingkat pusat pemerintahan negara maupun di tingkat daerah.48
Dari uraian di atas, dapat kita simpulkan poin-poin penting yang disampaikan oleh
Bagir Manan, yaitu:
1. Peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh pemerintahan negara di
tingkat pusat; dan
2. Peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh pemerintahan negara di
tingkat daerah.
Dari yang disebutkan oleh Bagir Manan di atas, dapat di kaitan dengan
asas yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa Peraturan perundang-undangan
yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang berkedudukan lebih tinggi. Ini artinya peraturan perundang-
undangan yang dibuat oleh pemerintah negara di tingkat daerah tidak boleh
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang yang dibuat oleh
pemerintahan negara di tingkat pusat.
Menurut H. Abdul Latief, produk hukum daerah diartikan sebagai
peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh pemerintah daerah atau salah
48Abdul Latief, Op.Cit., hal. 38
31
satu unsur pemerintah daerah yang berwenang membuat peraturan perundang-
undangan daerah.49Tujuan dibentuknya produk hukum daerah yaitu agar lebih
tercapai koordinasi antara Satuan Kerja Perangkat Daerah dalam penyiapan
rancangan Produk hukum daerah dan efektifitas proses pengharmonisasian dalam
rancangan yang baik dan berkualitas.
Di dalam pembentukan produk hukum daerah, ada beberapa landasan yang
sangat penting untuk dipahami. Menurut Abdul Latief, “ada 3 (tiga) dasar agar
hukum mempunyai kekuatan berlaku secara baik yaitu mempunyai dasar yuridis,
sosiologis, dan filosofis”.50Ada tiga poin pokok landasan yang disebutkan oleh
Abdul Latief didalam bukunya, yang pertama adalah Landasan Filosofis.
Mengingat kata-kata yang disampaikan oleh filsuf Romawi terkenal yaitu Marcus
Tullius Cicerito yang menyampaikan “Dimana ada masyarakat, disitu ada hukum
(Ubi Societas Ibi Ius)”. 51 Pada saat masyarakat berada disuatu tempat, maka
ketika itu juga hukum dibutuhkan disana.
Fisafat atau pemahaman hidup masyarakat didalam suatu bangsa tidak
luput dengan nilai-nilai moral dan etika dari bangsa tersebut. Menurut Supardan
Modeong yang diungkapkan didalam bukunya bahwa “moral dan etika pada
dasarnya berisi nilai-nilai yang baik. Nilai yang baik adalah pandangan dan cita-
49Ibid., hal. 58 50Abdul Latief, Op. Cit., hal. 54. 51Supardan Modeong, Teknik Perundang-Undangan di Indonesia, Perca, Jakarta, 2007,
hal. 58.
32
cita yang dijujung tinggi. Didalamnya ada nilai kebenaran, keadilan, kesusilaan
dan berbagai nilai lainnya yang dianggap baik”.52
Selain dari pendapat yang dikemukakan diatas, Menurut Rosidi Rangga
Wijaya bahwa“penerapan hukum yang dibentuk tanpa memperhatikan tata nilai
yang merupakan moral bangsa akan sia-sia, karena pasti tidak akan ditaati. Semua
nilai yang menjadi acuan dalam masyarakat terakumulasi dalam Pancasila, karena
Pancasila adalah pandangan hidup, cita-cita, dan falsafah atau jalan hidup (way of
life) bangsa, dan banyak lagi sebutan lainnya”.53
Selanjutnya yang kedua adalah landasan sosiologis. Menurut Amiroedin
Syarif “suatu peraturan perundang-undangan dikatakan mempunyai landasan
sosiologis apabila ketentuan-ketentuannya sesuai dengan kebutuhan, keyakinan,
dan kesadaran hukum masyarakat”54 dalam hal ini bermakna bahwa peraturan
perundang-undangan yang dibentuk harus dimengerti oleh masyarakat sesuai
dengan gambaran hidup masyarakat yang berkaitan.
Landasan yang terakhir atau yang ketiga adalah landasan yuridis.
Landasan yuridis atau landasan hukum (yuridische gelding) yang menjadi
landasan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan adalah peraturan
atau sederajat peraturan perundangan undangan yang lebih tinggi dan menjadi
dasar kewengan (bevogheid competentie).55
52Ibid. 53Supardan Modeong, Op.Cit., hal. 60. 54Ibid. 55Supardan Modeong, Op.Cit., hal. 64.
33
Mengutip pendapat dari Bagir Mana, mengemukakan bahwa “dasar
yuridis sangat lah penting dalam pembuatan peraturan perundang-undangan
karena akan menunjukkan:
1. Keharusan adanya kewenangan dari pembuat peraturan perundang-
undangan. Setiap peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh
badan atau pejabat yang berwenang.
2. Keharusan ada kesesuaian bentuk atau jenis peraturan perundang-
undangan tingkat lebih tinggi atau sederajat.
3. Keharusan harus mengikuti tata cara tertentu. Apa bila tata cara
tersebut tidak diikuti, peraturan perundang-undangan mungkin
batal demi hukum atau tidak/belum mempunyai kekuatan hukum
mengikat.
4. Keharusan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi tingkatannya. Suatu undang-undang
tidak boleh mengandung kaidah yang bertentangan dengan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Demikian pula seterusnya sampai pada peraturan perundang-
undangan tingkat lebih bawah.”56
Dari beberapa landasan yang disebutkan di atas, landasan yuridis adalah
menjadi catatan penting yang harus dipertimbangkan di dalam pembentukan
produk hukum daerah. karena, tanpa adanya kewenangan dan pengaturan yang
diamanatkan di dalam peraturan yang lebih tinggi produk hukum daerah tidak
dapat disahkan.
Dalam setiap negara hukum, dipersyaratkan berlakunya asas legalitas
dalam segala bentuknya (due process of law), yaitu bahwa segala tindakan
pemerintah harus didasarkan atas peraturan perundang-undangan yang sah dan
tertuli. Peraturan perundang-undangan tertulis tersebut harus ada dan berlaku
lebih dulu atau mendahului tindakan atau perbuatan administrasi yang dilakukan.
56Ibid., hal. 67.
34
Dengan demikian, setiap perbuatan atau tindakan administrasi harus didasarkan
atas aturan atau rules and procedures (regels).57
Produk hukum daerah pada hakikatnya meliputi semua peraturan yang
dibuat oleh lembaga pemerintah yang ada baik dalam meliputi provinsi,
kabupaten dan kota, maupun desa.58Materi muatan produk hukum daerah meliputi
keseluruhan materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan
tugas pembantu dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih
lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.59
Dasar pembentukan produk hukum daerah terdapat pada Pasal 18 ayat (6)
Amandemen ke 2 (dua) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “pemerintah daerah
berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk
melaksanakan otonomi daerah”. Dalam penyelenggaraan otonomi daerah ada 3
(tiga) macam produk hukum yang utama yang dapat dihasilkan oleh suatu daerah,
yaitu:Peraturan Daerah (PERDA); dan Peraturan Kepala Daerah
(PERKADA)/Keputusan Kepala Daerah.60
Dari yang tersebut sebelumnya, dapat dijelaskan pertama, Peraturan
Daerah atau disingkat dengan PERDA. Perda ditetapkan oleh kepala daerah
setelah mendapat persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. hal ini
tersirat didalam Pasal 5 ayat (1) bahwa “presiden berhak mengajukan rancangan
57Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta,
2010, hal. 128. 58Supardan Modeong, Op.Cit., hal. 76. 59Supardan Modeong dan Zudan Arif Fakrullah, Op.Cit., hal. 23. 60Rozali Abdullah, Op.Cit., hal. 41
35
undang-undang kepada DPR”. Dengan demikian dapat diartikan bahwa peraturan
daerah itu semacam undang-undang (pada tingkat daerah).
Meskipun undang-undang menyebutkan bahwa kepala daerah menetapkan
peraturan daerah setelah mendapat persetujuan bersama DPRD, tidak berarti
semua kewenangan membuat peraturan daerah ada pada kepala daerah. namun,
DPRD juga memiliki kekuasaan yang juga menentukan dalam pembentukan
peraturan daerah. DPRD dilengkapi dengan hak-hak inisiatif dan hak mengadakan
perubahan. Bahka persetujuan itu sendiri mengandung kewenangan menentukan
(dicicive).Tanpa persetujuan DPRD tidak akan ada peraturan daerah.61
Kewenangan membuat peraturan daerah merupakan wujud nyata dari
pelaksanaan hak otonomi dari suatu daerah dan sebaliknya peraturan daerah
merupakan salah satu sarana dalam penyelenggaraan otonomi darah. Peraturan
daerah hanya ditandatangani oleh kepala daerah dan tidaak ditandatangani oleh
pimpinan DPRD.62
Perda yang dibentuk oleh suatu daerah tidak boleh bertentangan dengan
kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, dan
baru mempunyai kekuatan mengikat setalah di undangkan dengan dimuat dalam
lembaran daerah. Rozalli Abdullah juga berpandangan bahwa perda yang baik itu
61Abdul Latief, Op.Cit., hal. 59 62Rozali Abdullah, Op.Cit.,
36
adalah yang memuat ketentuan memihak kepada kepantingan rakyat banyak,
menjunjung tinggi hak asasi manusia, dan berwawasan lingkungan dan budaya.63
Kedua Peraturan Kepala Daerah/keputusan kepala daerah. Kepala daerah
mempunyai kewenangan membuat ketetapan (beschikking) dan peraturan
kebijaksanaan (beleidregels atau pseudowetgeving) seperti membuat jutlak dan
juknis, contohnya “Peraturan Gubernur Jambi Nomor 28 Tahun 2011 tentang Tata
Naskah Dinas Di Lingkungan Pemerintahan Provinsi Jambi.64
Dari penjelasan di atas, maka dapat di bedakan bahwa peraturan kepala
daerah adalah suatu peraturan perundang-undangan di tingkat daerah yang bersifat
pengaturan (regeling). Sedangkan keputusan kepala daerah adalah suatu peraturan
perundang-undangan di tingkat daerah yang bersifat penetapan (beschikking).
Peraturan Kepala Daerah/Keputusan Kepala Daerah dibuat untuk
melaksanakan peraturan daerah yang bersangkutan, peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi tingkatannya atau dalam rangka menjalankan tugas
wewenang dan tanggung jawabnya sebagai penyelenggara pemerintahan daerah
(pimpinan eksekutif daerah).65 Sama halnya dengan PERDA, peraturan kepala
daerah dan keputusan kepala daerah juga tidak boleh bertentangan dengan
kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.66
63Rozali Abdullah, Pelaksanaan Otononomi Luas Dengan Pemilihan Kepala Daerah
Secara Lansung, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2005, hal. 132. 64Abdul Latief, Op.Cit., hal. 62. 65Ibid. 66Rozali Abdullah, Op.Cit.
37
B. Hielarki Produk Hukum Daerah
Berkaitan dengan heilarki norma hukum, Hank Kelsen mengemukakan
teori jenjang norma (stufenrheorie). Teori jenjang norma mangatakan bahwa
norma-norma itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hielarki tata
susunan, dimana norma yang lebih rendah berlaku, bersumber dan berdasar pada
norma yang lebih tingg, demikian seterusnya sampai pada suatu norma tertinggi
yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut, dan bersifat hipotesis, serta fiktif, yaitu
norma dasar (grundnorm/besic norm/fundemental norm).67
Hans Nawiasky (1945) mengembangkan teori jenjang norma hukum
dengan mengkontekstualisasikan kepada suatu negara. Newiasky
mengelompokkan norma-norma hukum dalam suatu negara menjadi empat
kelompok besar, yaitu:
Kelompok I : norma fundamental negara (staatsfundamentalnorm);
kelompok II : Aturan dasar/pokok negara (staatsgrundgetz
kelompok III : Undang-undang ‘formal” (formell gesetz); dan
kelompok IV : Aturan pelaksana dan aturan otonom (verodnung and
autonom satzung).
Terkait penjelasan di atas, dalam ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU No. 12
Tahun 2011 ditetapkan jenis dan hielarki peraturan perundang-undangan di
indonesia, sebagai berikut:
67Aziz Syamsuddin, Op.Cit., hal. 21.
38
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
4. Peraturan Pemerintah;
5. Peraturan Presiden;
6. Peraturan Daerah Provinsi; dan
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Dari ketentuan di atas, dapat diartikan bahwa adanya suatu tingkatan
peraturan perundang-undangan yang dimana setiap peraturan perundang-undangn
memiliki suatu keterkaitan sistem pengaturan dengan acuan undang-undang yang
lebih tinggi secara hielarki. Dengan adanya suatu hielarki perundang-undangan,
maka dapat dilihat dengan jelas bahwa peraturan daerah provinsi dan peraturan
daerah kabupaten/kota dengan kata lain disebut produk hukum daerah terdapat
pada jenjang peraturan perundang-undang terendah sesuai dengan hielarki
perundang-undangan di Indonesia.
Apabila kita merujuk pada teori jenjang norma dari Hans Kelsen dan teori
jengjang norma hukum dari Hans Nowiasky maka kita bisa melihat addanya
pencerminan dari dua sistem norma tersebut dalam sistem norma hukum
(jenis/hierarki perundang-undangan) Indonesia.
Norma hukum yang satu selalu berlaku, bersumber, dan berdasarkan pada
norma hukum yang lebih tinggi di atasnya, dan norma hukum yang lebih tinggi
juga selalu merujuk pada norma hukum yang lebih tinggi lagi. Demikian
39
seterusnya sampai pada suatu norma fundemental negara
(staatsfundamentalnorm) Republik Indonesia, yaitu Pancasila.68
Selanjutnya, asas yang sangat harus dipahami adalah peraturan perundang-
undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi. Sistem norma hukum indonesia menggaris
bawahi Pancasila merupakan norma hukum tertinggi atau sumber dari segala
sumber hukum negara. Jenjang di bawah Pancasila sekaligus menempati puncak
hielarki peraturan perundang-undangan di Indonesia adalah UUD 1945 sebagai
aturan dasar negara/aturan pokok negara (staatsgrundgesetz).69
Produk hukum daerah adalah suatu peraturan pelaksana dan peraturan
otonom di daerah. menurut Nawiasky, peraturan pelaksana dan peraturan otonom
merupakan peraturan perundang-undangan yang berda di bawah undang-undang,
yang memiliki fungsi yang sama, yaitu menyelenggarakan ketentuan-ketentuan
yang tercantum di dalam undang-undang.70
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa Peraturan Kepala
Daerah/Keputusan Kepala Daerah dibuat untuk melaksanakan peraturan daerah
yang bersangkutan, peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya
atau dalam rangka menjalankan tugas wewenang dan tanggung jawabnya sebagai
penyelenggara pemerintahan daerah (pimpinan eksekutif daerah). 71 Dari
pemaparan tersebut dapat disimpulkan dalam pembentukan peraturan kepala
68Ibid., hal. 30. 69Ibid. 70Ibid., hal. 26. 71Abdul Latief, Loc.Cit.
40
daerah/keputusan kepala daerah tidak boleh bertentangan dengan peraturan
daerah, dengan kata lain PERKADA/Keputusan Kepala Daerah harus dibentuk
berdasarkan delegasi dan atribusi yang diamanatkan di dalam peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi atau PERDA.
Dikarenan PERKADA/Keputusan kepala daerah adalah suatu peraturan
perundang-undangan yang dibentuk untuk melaksanakan suatu PERDA. Hal ini
artinya dapat diambil kesimpulan hielarki Produk Hukum Daerah yaitu:
1. Peraturan Daerah (PERDA)
2. Peraturan Kepala Daerah (PERKADA)/Keputusan Kepala Daerah.
C. Bentuk Keputusan Kepala Daerah
Ada beberapa unsur dalam keputusan kepala daerah (beschikking), yaitu:
1. Pernyataan kehendak sepihak;
2. Dikeluarkan oleh organ pemerintahan (bestuursorgaan);
3. Didasarkan pada kewenangan hukum yang bersifat publik
(publiekbevoegdheid);
4. Ditujukan untuk hal khusus atau peristiwa konkret dan individual;
5. Dengan maksud untuk menimbulkan akibat hukum dalam bidang
administrasi.72
Secara teoritis dalam hukum administrasi negara, dikenal ada beberapa
macam dan sifat keputusan, yaitu sebagai berikut.73
72Ridwan HR, Op.Cit, hal. 143. 73Ibid., hal. 157.
41
a. Keputusan Deklaratoir dan Keputusan Konstitutif
Keputusan deklaratoir adalah keputusan yang tidak mengubah hak
dan kewajiban yang telah ada, tetapi sekedar menyatakan hak dan
kewajiban tersebut (rechtsvastsellende beschikking). Keputusan
mempunyai sifat deklaratoir manakala keputusan itu dimaksud untuk
menetapkan mengikatnya suatu hubungan hukum atau keputusan itu
dimaksudkan untuk menetapkan mengikatnya suatu hubungan hukum atau
keputusan itu maksudnya mengakui suatu hak yang sudah ada, sedangkan
manakala keputusan itu melahirkan atau menghapuskan suatu hubungan
hukum atau keputusan itu menimbulkan suatu hak baru yang sebelumnya
tidak dimiliki oleh seseorang yang namanya tercantum dalam keputusan
itu, maka ia disebut dengan yang bersifat konstitutif.74
Keputusan yang bersifat konstitutif dapat berupa hal-hal sebagai
berikut:
1) Keputusan-keputusan yang meletakkan kewajiban untuk
melakukan sesuatu, tidak melakukan sesuatu, atau
memperkenankan sesuatu;
2) Keputusan-keputusan yang memberikan status pada seseorang
, lembaga, atau perusahaan, dan oleh karena itu seseorang atau
perusahaan itu dapat menerapkan aturan hukum tertentu;
3) Keputusan-keputusan yang meletakkan prestasi atau harapan
pada perbuataan pemerinatah = subsidi atau bantuan;
4) Keputusanyang mengizinkan sesuatu yang sebelumnya tidak
diizinkan;
5) Keputusan-keputusan yang mempunyai atau membatalkan
berlakunya keputusan organ yang lebih rendah = pengesahan
(goedkeuring) atau pembatalan (vernietiging);75
74Ibid. 75Ibid.
42
b. Keputusan yang Menguntungkan atau yang Memberi Beban
Kaputusan bersifat menguntungkan (begunstigende beschikking)
artinya keputusan itu memberikan hak-hak atau memberikan kemungkinan
untuk memperoleh sesuatu yang tanpa adanya keputusan itu tidak akan ada
atau bilamana keputusan itu memberikan keringanan beban yang ada atau
mungkin ada, sedangkan keputusan yang memberi beban (belastende
beschikking) adalah keputusan yang meletakkan kewajiban yang
sebelumnya tidak ada atau keputusan mengenai penolakan terhadap
permohonan untuk memperoleh keringanan.76
c. Keputusan Eenmalig dan Keputusan yang Permanen
Keputusan eenmalig adalah keputusan yang hanya berlaku sekali
atau keputusan sepintas lalu, yang dalam istilah lain disebut keputusan
yang bersifat kilat (vluctige beschikking) seperi IMB atau izin mengadakan
rapat umum, sedangkan keputusan permanen adalah keputusan yang
memiliki masa berlaku yang relatif lama.77
d. Keputusan yang Bebas dan yang Terikat
Keputusan yang bersifat bebas adalah keputusan yang didasarkan
pada kewenangan bebas (vrije bevoegdheid) atau kebebasan bertindak
yang dimiliki oleh pejabat tata usaha negara baik dalam bentuk kebebasan
interprestasi. Sedangkan keputusan yang terikat adalah keputusan yang
76Ibid., hal. 158 77Ibid., hal. 159
43
didasarkan pada kewenangan pemerintah yang bersifat terikat (gebonden
bevoegdheid), artinya keputusan itu hanya melaksanakan ketentuan yang
sudah ada tanpa adanya ruang kebebasan bagi pejabat yang
bersangkutan.78
e. Keputusan Positif dan Negatif
Keputusan positif adalah keputusan yang menimbulkan hak dan
kewajiban bagi yang dikenai keputusan, sedangkann keputusan negatif
adalah keputusan yang tidak menimbulkan perubahan keadaan hukum
yang telah ada. Menurut pendapat WF. Prins dan R. Adisapoerta,
Keputusan positif terbagi dalam lima golongan yaitu;
1) keputusan yang pada umumnya melahirkan keadaan hukum
baru;
2) Keputusan yang melahirkan keadaan hukum baru bagi objek
tertentu;
3) Keputusan yang menyebanka berdirinya atau bubarnya badan
hukum;
4) Keputusan yang membebankan kewajiban baru kepada
seseorang atau beberapa orang (perintah);
5) Keputusan yang memberikan hak baru kepada sesorang atau
beberapa orang (keputusan yang menguntungkan).79
keputusan negatif dapat berbentuk pernyataan tidak berkuasa
(onbevoegd veklaring), pernyataan tidak diterima (nietontvankelik
verklaring) atau suatu penolakan (afwijzing).80
78Ibid., hal. 160 79Ibid. 80Ibid., hal. 161.
44
f. Keputusan Perorangan dan Kebendaan
Keputusan perorangan (pesoonlijk beschikking) adalah keputusan
yang diterbitkan berdasarkan kualitas pribadi orang tertentu atau
keputusan yang berkaitan dengan orang, seperti keputusan tentang
pengangkatan atau pemberhentian seseorang sebagi pegawai negeri atau
sebagai pejabat negara, keputusan mengenai surat izin mengemudi, dan
sebaginya. Sedangkan keputusan kebendaan (zakelijk beschikking) adalah
keputusan yang diterbitkan atas dasar kualitas kebendaan atau keputusan
yang berkaitan dengan benda, misalnya sertifikat hak atas tanah. Dapat
terjadi suatu keputusan itu dikategorikan bersifat perorangan sekaligus
kebendaan, misalnya surat izin mendirikann bangunan dan izin usaha
industri.81
Terkait tentang bentuk surat keputusan kepala daerah, penulis akan
menggambarkan bentuk tata naskah Keputusan Kepala Daerah sebagaimana yang
telah dilampirkan dalam PERMENDAGRI No. 1 Tahun 2014 dan PERGUB
Jambi No. 28 Tahun 2011 sebagai berikut:
81Ibid.
45
KEPUTUSAN GUBERNUR ... (Nama Provinsi)
NOMOR ... TAHUN ...
TENTANG
(Judul Keputusan Gubernur)
GUBERNUR ..., (Nama Provinsi)
Menimbang :a.Bahwa............................................; b. bahwa...........................................;
c. dan seterusnya..............................: Mengingat : 1. .....................................................;
2. .....................................................;
3. dan seterusnya.............................;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KESATU : ........................................................................
KEDUA : ........................................................................ KETIGA : ........................................................................
KEEMPAT : ........................................................................ KELIMA : ........................................................................
Ditetapkan di ...
pada tanggal GUBERNUR PROVINSI..., (Nama
Provinsi)
(TTD)
(Nama Tanpa Gelar dan Pangkat)
46
Berdasarkan landasan teori yang telah dipaparkan sebelumnya, ada 3 (tiga)
landasan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yaitu landasan
filosofis, landasan sosiologis, dan landasan yuridis. Klausul dalam konsideran
menimbang mengandung pokok pikiran yang merupakan landasan filosofis,
sosiologis, dan yuridis yang melatar belakangi pembentukan peraturan.82
82Supardan Modeong dan Zudan Arif Fakrullah, Op.Cit., hal. 33.
BAB III
PEMBENTUKAN KEPUTUSAN GUBERNUR JAMBI
A. Kewenangan Pembentukan Keputusan Gubernur Jambi
Dibentuknya suatu produk hukum Provinsi Jambi khususnya Keputusan
Gubernur Jambi tentu didasari dan diikuti dengan suatu dasar yuridis yang kuat.
Adanya suatu amanat dari peraturan perundangan-undangan yang lebih tinggi
untuk membentuk suatu produk hukum daerah sesuai dengan Pasal 18 ayat (6)
UUD 1945 yang mengamanatkan bahwa “Pemerintah daerah berhak menetapkan
peraturan daerah dan peraturan lain untuk melaksanakan otonomi daerah dan
tugas pembantu”.
Dengan adanya amanat tersebut di atas, tentunya di dalam pembentukan
suatu Keputusan Gubernur Jambi tidak akan lepas dari kewenangan yang sah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Disampaikan oleh Imam Perdana
Sumapra bahwa,
“dasar kewenangan lahirnya Keputusan Gubernur Jambi didasari oleh
perintah, baik itu perintah PERDA/PERGUB, kebijakan, dan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi secara heilarki. Kewenangan
membentuk Keputusan Gubernur Jambi selanjutnya didasari oleh suatu
pemberian delegasi”.83
Berkolerasi dari keterangan yang disampaikan oleh Imam Perdan
Sumapra, Affandi memberikan suatu pemahan secara lebih konkrit bahwa, “untuk
83Wawancara dengan Imam Perdana Sumapra, Kabag Perundang-undangan Biro Hukum
Setda Provinsi Jambi, jambi, tanggal 12 Januari 2016.
48
menetapkan akibat dari norma yang bersifat pengaturan harus dibentuknya suatu
keputusan yang bersifat penetapan”.84
Dalam pembentukan Keputusan Gubernur Jambi, diketahui secara jelas
pada Pasal 52 ayat (1) PERMENDGRI No. 1 Tahun 2014 bahwa, “pimpinan
SKPD menyusun keputusan kepala daerah sesuai dengan tugas dan fungsinya”.
Disampaikan oleh Imam Perdana Sumapra bahwa,
“dikarenakan di dalam pemebentukan suatu keputusan didelegasikan
atau dilimpahkan oleh gubernur kepada setiap pimpinan SKPD, maka
pimpinan SKPD memiliki suatu kewenangan untuk membentuk surat
keputusan tersendiri di dalam hal menyusun suatu mekanisme seperti
program-program kerja yang akan dilaksanakan oleh setiap SKPD
secara internal dengan membentu Keputusan Kepala SKPD”85
Terkait yang disampaikan oleh Imam Perdana Sumapra yang tertulis di
atas, Affandi memberikan suatu keterangan lebih lanjut bahwa,
“Keputusan Gubernur akan dibentuk apabila SKPD tersebut tidak
memiliki kesanggupan di dalam membentukeputusan tersebut yang
dikarenakan menyangkut terhadap eksternal dari SKPD tersebut. Pada
hakikatnya Keputusan Gubernur Jambi akan dibentuk salah satunya jika
menyangkut program yang di dalam mekanisme pelaksanannya
dilaksakan oleh lebih dari satu instansi SKPD”.86
Ada beberapa pihak yang berwenang di dalam mekanisme pembentukan
Keputusan Gubernur Jambi. Di sampaikan oleh M. Jaelani bahwa beberapa pihak
tersebut ialah:
84Wawancara dengan Affandi, Kasubag Rancangan Hukum Biro Hukum Setda Provinsi
Jambi, Jambi, tanggal 11 Januari 2016. 85Wawancara dengan Imam Perdana Sumapra, Kabag Perundang-undangan Biro Hukum
Setda Provinsi Jambi, jambi, tanggal 12 Januari 2016. 86Wawancara dengan Affandi, Kasubag Rancangan Hukum Biro Hukum Setda Provinsi
Jambi, Jambi, tanggal 11 Januari 2016.
49
1. Pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah,
2. Biro Hukum Setda Provinsi Jambi,
3. SEKDA Provinsi Jambi,
4. Gubernur Jambi.87
Dari beberapa pihak yang terkait di dalam pembentukan Keputusan
Gubernur Jambi. Maka dapat digambarkan alur penetapan Kepala Daerah yang
diatur dalam Pasal 52 PERMENDAGRI No. 1 Tahun 2014 sebagai berikut:
Alur Penetapan Keputusan Kepala Daerah
87Wawancara dengan Jaelani, Kepala Biro Hukum Setda Provinsi Jambi, Jambi, tanggal 4
September 2015.
Kepala Daerah menandatangani keputusan.
Pimpinan SKPD menyusun draf Keputusan
sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Draf Keputusan tersebut diajukan kepada
Sekretaris Daerah setelah mendapat paraf
koordinasi kepala Biro hukum Setda.
Sekretaris Daerah mengajukan rancangan
Keputusan kepada kepala daerah untuk
mendapat penetapan.
Penomoran oleh kepala Biro Hukum Setda.
Autentifikasi
Pendokumentasian naskah asli oleh (1)
sekretaris daerah, (1) Biro Hukum, dan (1)
SKPD pemrakarsa.
50
Dari alur penetapan Keputusan Kepala Daerah yang tertulis di atas, maka
dapat dilihat dengan jelas beberapa pihak yang berperan penting di dalam
pembentukan Keputusan Gubernur Jambi sesuai dengan kewenangannya masing-
masing. Disampaikan oleh Imam Perdan Sumapra bahwa
“yang terjadi pada alur penetapan Keputusan Gubernur Jambi senyatanya
pada masa ini, keputusan tersebut dikoreksi kembali oleh Asisten I
Pemerintah Daerah Provinsi Jambi sebelum diajukan kepada Gubernur
untuk ditetapkan. Selanjutnya, setelah keputusan tersebut di koreksi oleh
Asisten I maka akan diajukan ke Gubernur. Sebelum keputusan tersebut
ditetapkan oleh Gubernur, keputusan tersebut dikoreksi kembali oleh Staf
Ahli Gubernur Jambi dan selanjutnya ditetapkan Gubernur Jambi”.88
Dari sistematika yang diterapkan di atas, penulis berpendapat bahwa
sistem koordinasi dalam pembentukan Keputusa Gubernur Jambi yang diterapkan
pada saat ini tidah efektif. Sesungguhnya kewenangan dalam pengkoreksian
Keputusan Gubernur jambi adalah kewenangan dari Biro Hukum yang dimana
fungsi dan tugas Biro Hukum Setda Provinsi Jambi sudah jelas diamanatkan di
dalam Pasal 22 ayat (1) dan (2) dan Pasal 23 ayat (2) PERGUB Jambi No. 29
Tahun 2008 bahwa:
(1) Biro hukum mempunyai tugas membantu SEKDA menyiapkan
bahan-bahan pembinaan dan penyusunan kebijakan
penyelenggaraan dibidang penyusunan perundang-undangan,
bantuan hukum serta penegakan Hak Asasi Manusia, Dokumentasi
hukum dan pembinaan kebijakan daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(2) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
biro hukum mempunyai fungsi:
a. Pelaksanaan pelayanan bantuan hukum dan penegakan Hak Asasi
Manusia;
b. Pelaksanaan pelayanan dokumentasi bidang perundang-undangan;
88Wawancara dengan Imam Perdana Sumapra, Kabag Perundang-undangan Biro Hukum
Setda Provinsi Jambi, jambi, tanggal 12 Januari 2016.
51
c. Penyiapan bahan penyusunan peraturan perundang-undangan dan
telaah hukum, bantuan hukum dan penyidikan pegawai negeri sipil,
serta penegakan hak asasi manusia serta pembinaan kebijakan
daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
d. Pelaksanaan kegiatan Tata Usaha Biro;
e. Pelaksaan tugas lain yang diberikan oleh atasan.
Pasal 23 ayat (2):
Bagian perundang-undangan mempunyai fungsi:
a. Melakukan koordinasi eksternal dibidang penyusunan perundang-
undangan;
b. Melakukan koordinasi harmonisasi dan sinkronisai rancangan
Peraturan Daerah dan rancangan Peraturan Gubernur;
c. Menyiapkan bahan penetapan peraturan daerah dan Peraturan
Gubernur;
d. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan.
Dari amanat PERGUB yang tertulis di atas dan juga pada Pasal 52
PERMENDAGRI No. 1 Tahun 2014 yang sudah dijelaskan sebelumnya dapat
dilihat fungsi dan tugas Biro Hukum Setda Provinsi Jambi yang sangat memiliki
kewenangan penting dalam verifikasi, harmonisasi dan sinkronisai rancangan
produk hukum daerah. Oleh sebab itu, sudah menjadi hal wajar kerap
terhambatnya penetapan Keputusan Gubernur tersebut, dikarenakan lambatnya
sistem birokrasi yang ada di Pemerintahan Provinsi Jambi.
B. Prosedur Pembentukan Keputusan Gubernur Jambi
Kehadiran suatu produk hukum daerah disamping memberikan landasan
untuk bertindak bagi pemerintah daerah juga dapat menggambarkan arah
kebijaksanaan yang ditempuh untuk terselenggaranya pemerintahan dan
pembangunan daerah yang berdaya guna dan berhasil guna.
Untuk terwujutnya suatu produk hukum daerah khususnya Keputusan
Gubernur Jambi yang akomodif dan memenuhi rasa keadilan, diperlukan adanya
52
kinerja yang dapat merumuskan atau menyusun dan mempunyai kemampuan
yang baik dalam penyusunan rancangan Keputusan Gubernur Jambi.
Menurut Imam Perdana Sumapra,
“Keputusan Gubernur memiliki sifat konkrit, individual dan final.
Konkrit artinya objek yang diputuskan dalam keputusan tersebut tidak
abstrak, tetapi berwujut, tertentu atau dapat ditentukan; Individual artinya
keputusan itu tidak ditujukan untuk umum, tetapi tertentu baik alamat
maupun hal yang dituju; Final artinya sudah definitif dan karenanya
dapat menimbulkan akibat hukum”.89
Acuan di dalam pemebentukan Keputusan Gubernur ialah perintah atau
amanat dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan keputusan
kebijakan. Yang dimaksud keputusan yang mengacu dengan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi ialah keputusan yang lahir atau dibentuk atas
perinatah atau amanat dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Selanjutnya yang dimaksud keputusan yang didasari oleh suatu kebijakan adalah
keputusan yang lahir atau dibentuk atas dasar keadaan yang memaksa yang
bersifat urgen.90
Dalam mekanisme pembentukan Keputusan Gubernur Jambi baik yang
mengacu pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi maupun mengacu
pada keputusan kebijakan, wajib untuk tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, kepentingan umum, dan Hak Asasi Manusia.
89Wawancara dengan Imam Perdana Sumapra, Kabag Perundang-undangan Biro Hukum
Setda Provinsi Jambi, jambi, tanggal 12 Januari 2016. 90Wawancara dengan Jaelani, Kepala Biro Hukum Setda Provinsi Jambi, Jambi, tanggal 4
September 2015.
53
Ada 3 (tiga) standar penting dalam pembentukan suatu keputusan Gubernur, yaitu
filosofis, sosiologis, dan yuridis formal.91
Selanjutnya, ada 7 (tujuh) asas yang harus dicermati di dalam
pembentukan Keputusan Gubernur:
1. Kejelasan tujuan;
2. Kelembagaan atau pejabat pembentukan yang tepat;
3. Kesesuai antar jenis, hierarki, dan materi muatan;
4. Dapat dilaksanakan;
5. Kedayagunaan dan kehasilgunan;
6. Kejelasan rumusan; dan
7. Keterbukaan92
Dikatakan oleh Affandi bahwa “ada 2 (dua) tahapan sebelum Keputusan
Gubernur Jambi dibentuk:
1. SKPD pengusul harus membuat Nota Dinas yang dituju kepada
Gubernur Jambi dengan perihal permohonan pembentukan Keputusan
Gubernur Jambi;
2. Gubernur Jambi memberikan Disposisi dengan keterangan:
a. Dipelajari (dipelajari oleh Biro Hukum Setda Provinsi Jambi),
b. Proses (Jika Gubernur memberikan disposisi untuk diproses, maka
SKPD harus menyiapkan draf keputusan Gubernur Jambi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
selanjutnya dikorksi oleh Biro Hukum).93
Disampaikan oleh Imam Perdana Sumapra, dalam menyiapkan draf
Keputusan Gubernur seorang legislator harus mempunyai sifat kepercayaan diri
dan kejujuran yang tinggi. Selain dari pada itu seorang legislator harus memahami
91Wawancara dengan Imam Perdana Sumapra, Kabag Perundang-undangan Biro Hukum
Setda Provinsi Jambi, jambi, tanggal 12 Januari 2016. 92Wawancara dengan Jaelani, Kepala Biro Hukum Setda Provinsi Jambi, Jambi, tanggal 4
September 2015. 93Wawancara dengan Affandi, Kasubag Rancangan Hukum Biro Hukum Setda Provinsi
Jambi, Jambi, tanggal 11 Januari 2016.
54
teknik perundang-undangan dan ilmu perundang-undangan.94 Disampaikan oleh
Affandi, ada beberapa tahapan didalam penyusunan draf Keputusan Gubernur
yang di atur di dalam PERMENDAGRI No. 1 Tahun 2014 adalah sebagai beriku:
1. Judul
a. Judul memuat keterangan mengenai jenis, nomor, tahun penetapan,
dan nama keputusan;
b. Nama keputusan dibuat secara singkat dengan hanya menggunakan
1 (satu) kata atau frasa tetapi secara esensial maknanya telah dan
mencerminkan peraturan perundang-undangan;
c. Judul keputusan ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang
diletakkan di tengan margin tanpa diakhiri tanda baca;
d. Judul keputusan tidak boleh ditambah dengan singkatan atau
akronim;
e. Pada nama keputusan perubahan ditambahkan frasa “perubahan
atas” didepan judul keputusan yang diubah;
f. Jika keputusan sudah diubah lebih dari 1 (satu) kali, diantara kata
“perubahan” dan kata “atas” disisipkan keterangan yang
menunjukkan berapa kali perubahan tersebut sudah dilakaukan,
tanpa merinci perubahan sebelumnya;
g. Pada nama keputusan pencabutan ditambahkan kata “pencabutan”
di depan judul keputusan yang dicabut.
2. Konsiderans menimbang
Uraian singkat mengenai pokok-pokok pikiran yang memuat unsur
filosofis, sosiologis, dan yuridis yang menjadi latar belakang dan
alasan pembentukan keputusan gubernur:
a. Unsur filosofis, berisi landasan kewenangan suatu instansi atau
lembaga dalam menyusun keputusan (masalah sosial yang ingin
diselesaikan dengan keputusan);
b. Unsur sosiologis, berisi fakta yang diatur (penyebab utama
masalah sosial);
c. Unsur yuridis, memuat pernyataan tentang pentingnya pengaturan
(solusi atau permasalahan). Selain itu juga menggambarkan bahwa
keputusan yang dibentuk untuk mengatasi permasalah hukum atau
mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan
yang telah ada, yang akan diubah atau yang akan dicabut guna
menjamin kepastiann hukum dan rasa keadilan masyarakat.
3. Konsiderans mengingat atau dasar hukum mengingat
a. Dasar hukum diawali dengan kata mengingat;
1). Dasar kewenangan pembentuakan keputusan,
94Wawancara dengan Imam Perdana Sumapra, Kabag Perundang-undangan Biro Hukum
Setda Provinsi Jambi, jambi, tanggal 12 Januari 2016.
55
2). Peraturan perundang-undangan yang memerintah pembentukan
keputusan.
b. Peraturan perundang-undangan yang digunakan sebagai dasar
hukum hanya peraturan perundang-undangan yang tingkatnya lebih
tinggi;
c. Jika jumlah peraturan perundang-undangan yang dijadika dasar
hukum lebih dari satu, urutan pencantuman perlu memperhatikan
tata urutan peraturan perundang-undangan secara heirarki dan jika
tingkatnya sama disusun secara kronologis berdasarkan saat
pengundangan atau penetapan dan atau nomor peraturan
perundang-undangan.
d. Hierarki konsiderans mengingat atau dasar hukum mengingat:
1). UU atau PERPU;
2). PP;
3). PERPRES;
4). KEPRES;
5). PERMEN
6). PERDA; dan
7). PERGUB.
e. Dasar hukum wajib untuk provinsi Jambi:
1). Undang-Undang Darurat Nomor 19 Tahun 1957 tentang
Pembentukan Daerah Swantantra Tingkat I Sumatera Barat, Jambi
dan Riau (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1957
Nomor 75) sebagaimana telah telah diubah dengan Undang-
Undang Darurat Nomor 61 Tahun 1958 tentang Penetapan
Undang-Undang Darurat Nomor 19 Tahun 1957 tentang
Pembentukan Daerah Swantantra Tingkat I Sumatera Barat, Jambi
dan Riau menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1958 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 1646):
2). Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Tahun 2011
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5234);
3). Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5659);
4. DIKTUM
a. Diktum terdiri dari kata “memutuskan” dan “menetapkan”;
56
b. Kata “memutuskan” ditulis dengan huruf kapital tanpa spasi
diantara suku kata dan diakhiri dengann tanda baca titik dua dan
diletakkan di tengah margin;
c. Kata “menetapkan” dicantumkan sesudah kata memutuskan yang
disejajarkan kebawah dengan kata menimbang dan
mengingat.huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan diakhiri
dengan tanda baca titik.
5. Bentuk fisik dari keputusan Gubernur
a. Penulisan harus diketik dengan jenis huruf bookman old style
dengan font size 12;
b. Ukuran kertas F4.95
Dari penjelasan di atas, hal tersebut sesuai dengan apa yang diatur secara
baku dalam PERMENDAGRI No. 1 Tahun 2014 tentang Produk Hukum Daerah.
Dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, tentunya
akan tercapainya suatu keharmonisan di dalam pembentukan peraturan
perundang-undangan yang akan dibentuk khususnya keputusan Gubernur Jambi.
Dikatakan oleh Iman Perdana Semapra bahwa“dalam tahapan koordinasi
pembentukan keputusan Gubernur Jambi, setelah draf disusun oleh SKPD
pengusul maka, keputusan tersebut harus diajukan ke Biro Hukum Setda Provinsi
Jambi untuk dilakukan suatu pengkoreksian. Pengkoreksian Keputusan Gubernur
yang diajukan oleh SKPD dikoreksi melalui KASUBAG Rancangan Hukum yang
dimana pengkoreksian berpedoman dengan pertimbangan hukum dan
mengkoreksi dari segi penulisan untuk terwujutnya legal drafting”.96
95Wawancara dengan Affandi, Kasubag Rancangan Hukum Biro Hukum Setda Provinsi
Jambi, Jambi, tanggal 11 Januari 2016. 96Wawancara dengan Imam Perdana Sumapra, Kabag Perundang-undangan Biro Hukum
Setda Provinsi Jambi, jambi, tanggal 12 Januari 2016.
57
Dalam mekanisme pengkoreksian Keputusan Gubernur Jambi, ada
beberapa hal yang harus diperhatikan oleh legislator yang melaksanakan
pengkoreksian keputusan tersebut, yaitu sebagai berikut:
1. Keputusan Gubernur tidak boleh bertentangan dengan kepentingan
umum;
2. Keputusan Gubernur tidak boleh Melanggar Hak Asasi Manusia;
3. Keputusan Gubernur tidak boleh betertentangan dengan hukum;
4. Penulisan isi, subtansi dan bentuk fisik keputusan Gubernur, harus
mengindahkan amanat dari peraturan perundang-undangan yang
berlaku;97
Dari penjelasan yang tertulis di atas, sangat banyak suatu kendala yang
ditemukan oleh Biro Hukum Setda Provinsi Jambi yang mengakibatkan
terhambatnya penetapan Keputusan Gubernur Jambi tersebut. Disampaikan oleh
Imam Perdana Sumapra bahwa yang menjadi kendala yang menghambat
penetapan keputusan tersebut ialah:
1. Tidak kuatnya dasar hukum yang dicantumkan di dalam keputusan
tersebut,
2. Teknis penulisan yang bertentangan dengan amanat peraturan
perundang-undangan,
3. Kerap terjadi tabrakan norma antar kementerian,
4. Tingginya ego sektoral yang dimiliki setiap SKPD,
5. Tidak sigap dan kurangnya keseriusan dari SKPD untuk membentuk
keputusan Gubernur Jambi.98
Selain dari pada itu, penulis sudah melihat secara lansung kendala-kendala
yang terjadi di dalam pemebentukan Keputusan Gubernur Jambi pada saat
melaksanakan program PKL yang diadakaln oleh Fakultas Hukum Universitas
97Wawancara dengan Jaelani, Kepala Biro Hukum Setda Provinsi Jambi, Jambi, tanggal 4
September 2015. 98Wawancara dengan Imam Perdana Sumapra, Kabag Perundang-undangan Biro Hukum
Setda Provinsi Jambi, jambi, tanggal 12 Januari 2016.
58
Jambi pada tanggal 3 Agustus 2015 sampai dengan 8 September 2015.
Selanjutnya, untuk memperkuat argumentasi di dalam penulisan skripsi ini,
penulis juga sudah menganalisis dan mengkoreksi dari sampel yang ditentukan di
dalam penilitian ini.
Melaksanakan program PKL yang diadakan oleh fakultas hukum
Universitas jambi pada tanggal 3 Agustus 2015 sampai dengan 8 September 2015
dan selama masa penelitian skripsi ini, penulis tidak pernah menemukan satu pun
keputusan yang diajukan oleh setiap SKPD yang sudah memiliki standar sesuai
yang diamanatkan di dalam peraturan perundang-undangan. Dari permasalahan
yang ditemukan, penulis merincikannya sebagai berikut:
1. Ada beberapa judul keputusan yang dicantumkan tidak mencerminkan
dari isi keputusan tersebut,
2. Pada konsiderans menimbang, banyak keputusan-keputusan yang
lemah akan landasan pembentukan keputusan tersebut,
3. Pada konsiderans mengingat,
a. Keputusan-keputusan yang ditemukan masih mencantumkan
landasan hukum yang sudah dicabut atau tidak berlaku lagi,
b. Keputusan-keputusan yang ditemukan tidak mengindahkan dari
hierarki peraturan perundang-undangan,
c. Keputusan-keputusan yang ditemukan dalam pencantuman nomor
Lembaran Negara Republik Indonesia yang tidak sesuai dengan
senyatanya,
59
4. Pada diktum “menetapkan”, kerap ditemukan isi yang sulit untuk
dipahami dalam artian, kalimat yang tidak sempurna.
5. Secara umum, permasalah pokok yang kerap ditemukan penulis adalah
kesalahan-kesalahan di dalam penulisan kalimat dan format keputusan
sebagaimana yang diatur di dalam KEMENDAGRI No. 1 Tahun 2014.
Dari 3 (tiga) sampel Keputusan Gubernur Jambi yang diteliti oleh penulis
yaitu:
1. Keputusan Gubernur Jambi Nomor ... /KEP. GUB/BPBD-2.2/IX/2015
Tentang Personil Dan Organisasi Pos Komando (POSKO) SATGAS
Tanggap Darurat Pengendalian Bencana Asap Akibat Kebakaran
Hutan Dan Lahan Di Provinsi Jambi Tahun 2015.
2. Keputusan Gubernur Jambi Nomor ... /KEP. GUB/D.
PENDIDIKAN/2015 Tentang Penetapan Pemenang Pemilihan Guru,
Kepala Sekolah, Pengawas Sekolah Berprestasi, Guru PLB
Berdedikasi, Tutor Paket A, B, Dan C Tingkat Provinsi Jambi Tahun
2015.
3. Keputusan Gubernur Jambi Nomor ... /KEP. GUB/BKP/IX/2015
Tentang Penetapan Penghargaan Adhikarya Pangan Nusantara
Provinsi Jambi Tahun 2015.
Dari 3 (tiga) sampel yang tertulis di atas, dapat penulis paparkan
permasalahan-permasalahan yang penulis temukan pada Keputusan Gubernur
Jambi yang di usulkan oleh setiap SKPD sebagai berikut:
60
1. Keputusan Gubernur Jambi Nomor ... /KEP. GUB/BPBD-2.2/IX/2015
Tentang Personil Dan Organisasi Pos Komando (POSKO) SATGAS
Tanggap Darurat Pengendalian Bencana Asap Akibat Kebakaran
Hutan Dan Lahan Di Provinsi Jambi Tahun 2015.
a. Pada konsideran menimbang
1) Penulis menemukan ada 1 (satu) kekeliruan dalam
penulisan kata yang ditulis sehingga sulit untuk dimengerti.
Contohnya, kata kebakaran hutan yang di tulis karhutla.
2) Penulisan kalimat yang kurang tepat yang berbunyi “bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a,
huruf b, dan huruf c di atas, maka perlu menetapkan
Keputusan Gubernur Jambi tentang Darurat Pengendalian
Bencana Asap Akibat Kebakaran Hutan Dan Lahan Di
Provinsi Jambi Tahun 2015;”. Seharusnya menurut
pemahaman penulis kalimat yang benar adalah “bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a,
huruf b, dan huruf c di atas, maka perlu ditetapkan
denganKeputusan Gubernur Jambi tentang Darurat
Pengendalian Bencana Asap Akibat Kebakaran Hutan Dan
Lahan Di Provinsi Jambi Tahun 2015;”.
b. Pada konsideran mengingat,
1) penulis banyak menemukan kesalahan dalam penulisan
peraturan perundang-undangan yang tidak sesuai dengan
61
hierarki perundang-undangan. Salah satunya Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 2014 yang ditulis setelah Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014. Seharusnya, pencantuman
peraturan perundang-undangan di dalam konsideran
mengingat harus ditulis sesuai hierarki atau peraturan
perundang-undangan yang mana yang lebih awal terbentuk.
2) “Peraturan Daerah Provinsi Jambi Nomor 09 Tahun 2009
tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Lain Provinsi
Jambi”. Seharusnya penulisan yang lebih tepat adalah
“Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2009 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Lain Provinsi Jambi.
Sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan
dengan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2013 tentang
perubahan kedua atas Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun
2009 (Lembaran Provinsi Jambi Tahun 2013 Nomor ...);”
2. Keputusan Gubernur Jambi Nomor ... /KEP. GUB/D.
PENDIDIKAN/2015 Tentang Penetapan Pemenang Guru, Kepala
Sekolah, Pengawas Sekolah Berprestasi, Guru PLB Berdedikasi, Tutor
Paket A, B, Dan C Tingkat Provinsi Jambi Tahun 2015.
a. Pada font penulisan keputusan ini menggunakan jenis hurufTimes
New Roman. Sesungguhnya yang telah di atur di dalam Pasal 111
ayat (1) PERMENDAGRI No. 1 Tahun 2014 bahwa “penulisan
62
produk hukum daerah diketik dengan menggunakan jenis huruf
Bookman Old Style dengan huruf 12”.
b. Pada judul, “Penetapan Pemenang Pemilihan Guru, Kepala
Sekolah, Pengawas Sekolah Berprestasi, Guru PLB Berdedikasi,
Tutor Paket A, B, Dan C Tingkat Provinsi Jambi Tahun 2015”.
Seharusnya kalimat yang lebih tepat adalah “Penetapan Pemenang
Guru, Kepala Sekolah, Pengawas Sekolah Berprestasi, Guru PLB
Berdedikasi, Tutor Paket A, B, Dan CTerbaik Tingkat Provinsi
Jambi Tahun 2015”.99
c. Pada konsidern mengingat,
1) penulis banyak menemukan kesalahan dalam penulisan
peraturan perundang-undangan yang tidak sesuai dengan
hierarki perundang-undangan.
2) Masih banyak mencantumkan peraturan perundangan-
undangan yang sudah diubah sebagai dasar hukum keputusan
tersebut. Contohnya, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah. sesungguhnya pencantuman
yang lebih tepat adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan daerah.
d. Diktum menetapkan
1) Isi ketentuan dari poin kesatu tidak sesuai dengan apa yang
dituliskan pada judul Keputusan. Tertulis pada minut
99Wawancara dengan Affandi, Kasubag Rancangan Hukum Biro Hukum Setda Provinsi
Jambi, Jambi, tanggal 11 Januari 2016.
63
menetapkan poin kesatu adalah “Menetapkan Pemenang Guru
TK, SD dan SMK, Pengawan Sekolah TK/SD, SMP, SMA dan
SMK Berprestasi, Guru PLB Berdedikasi dan Tutor Paket A,
B, dan C Tingkat Provinsi Jambi Tahun 2015”, sedangkan
judul yang tercantum pada Keputusan tersebut adalah
“Penetapan Pemenang Guru, Kepala Sekolah, Pengawas
Sekolah Berprestasi, Guru PLB Berdedikasi, Tutor Paket A, B,
Dan C Tingkat Provinsi Jambi Tahun 2015”.
Menurut Affandi, “bunyi diktum menetapkan harus sesuai
judul Keputusan”.100
2) Isi ketentuan dari poin kedua yang berbunyi “Kepada
Pemenang Pemilihan sebagaimana dimaksud pada diktum
KESATU diberikan penghargaan uang pembinaan juara I
(pertama) sebesar Rp. 10.000.000,-, Juara II (kedua) sebesar
Rp. 8.000.000,-, Juara III (ketiga) sebesar Rp. 6.000.000,-
sertifikat dan angka kredit yang dapat digunakan untuk
kenaikan pangkat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan”.
Menurut Affandi, penulisan yang tertulis di keputusan
tersebut adalah salah karna menurutnya “penulisan yang tepat
adalah ditulis dengan subpoin yang dirincikan dengan jelas”.101
100Wawancara dengan Affandi, Kasubag Rancangan Hukum Biro Hukum Setda Provinsi
Jambi, Jambi, tanggal 11 Januari 2016. 101Wawancara dengan Affandi, Kasubag Rancangan Hukum Biro Hukum Setda Provinsi
Jambi, Jambi, tanggal 11 Januari 2016.
64
3) Pada lampiran III (tiga), untuk pemenang Pengawas Sekolah
berprestasi kategori Sekolah Menengah Atas (SMA) hanya
mencantumkan pemenang juara I (satu) dan pemenang juara II
(dua), sedangkan pemenang juara III (tiga) tidak dicantumkan.
Selanjutnya, kategori Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
hanya dicantumkan pemenang juara I (satu) tanpa ada juara II
(dua) dan III (tiga).
Menurut pemahaman penulis, hal ini harus di berikan
keterangan yang jelas agar tidak menjadi suatu permasalahan di
hadapan hukum.
4) Pada lampiran IV (empat), untuk penerima penghargaan Guru
PLB berdedikasi hanya mencantumkan penerima juara I (satu)
dan II (dua) tanpa ada pemenang juara III (tiga).
Hal ini sama halnya dengan yang sudah di sampaikan
oleh penulis di atas. Menurut pemahaman penulis, hal ini harus
di berikan keterangan yang jelas agar tidak menjadi suatu
permasalahan di hadapan hukum.
3. Keputusan Gubernur Jambi Nomor ... /KEP. GUB/BKP/IX/2015
Tentang Penetapan Penghargaan Adhikarya Pangan Nusantara
Provinsi Jambi Tahun 2015.
a. Tidak ada mencantumkan lambang Garuda di atas judul keputusan.
b. Pada konsideran mengingat,
65
1) penulis banyak menemukan kesalahan dalam penulisan
peraturan perundang-undangan yang tidak sesuai dengan
hierarki perundang-undangan.
2) Nomor Lembaran Negara yang salah atau keliru.
3) Masih mencantumkan peraturan perundang-undangan yang
sudah dicabut seperti Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun
2001 tentang Penyelenggaraan Dekonsentralisasi dan Peraturan
Pemerintah Nomor 52 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan
Tugas Pembantu. Peraturan Pemerintah yang disebutkan
sebelumnya sudah dicabut dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentralisasi dan Tugas
Pembantu.
c. Pada lembaran lampiran, tidak ada mencantumkan judul lampiran.
Menurut Affandi, “pada lembaran lampiran harus ditulis
judul lampiran yang ditulis disudut kanan atas”.102
Dari analisis penulis yang disampaikan di atas, penulis mengambil suatu
kesimpulan yang menjadi kendala dalam penyusunan keputusan Gubernur Jambi
ialah:
1. Kurangnya pemahaman dari SKPD pengusul tengtang teknik dan ilmu
perundang-undangan,
2. Kurangnya pemahaman dari SKPD pengusul terhadap hukum,
102Wawancara dengan Affandi, Kasubag Rancangan Hukum Biro Hukum Setda Provinsi
Jambi, Jambi, tanggal 11 Januari 2016.
66
Disampaikan oleh Imam Perdana Sumapra bahwa:
“salah satu inti permasalahan dari kurangnya kualitas keputusan yang
diajukan oleh setiap SKPD adalah terbatasnya SDM. Selanjutnya, tidak
adanya anggaran dari Pemerintah untuk melaksanakan BIMTEK
Kepegawaian. Pelaksanaan BIMTEK Kepegawaian terakhir diadakan
oleh Pemerintah pada tahun 2008 dan tidak dilaksanakan untuk tahun
selanjutnya hingga sekarang”.103
103Wawancara dengan Imam Perdana Sumapra, Kabag Perundang-undangan Biro Hukum
Setda Provinsi Jambi, jambi, tanggal 12 Januari 2016.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian pada bab-bab terdahulu, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Beberapa pihak yang berwenang dalam pembentukan Keputusan
Gubernur Jambi ialah:
a. Pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah sebagai pengusul,
b. Biro Hukum Setda Provinsi Jambi bertugas untuk mengkoreksi
Keputusan Gubernur Jambi yang diusulkan oleh Pimpinan SKPD,
c. Sekretaris Daerah Provinsi Jambi sebagai pejabat yang
mengusulkan keputusan kepada Gubernur Jambi untuk ditetapkan,
d. Gubernur Jambiberwenang menetapkan atau mengesahkan.
2. Prosedur pembentukan Keputusan Gubernur Jambi ialah sebagai
berikut:
a. SKPD pengusul harus membuat Nota Dinas yang dituju kepada
Gubernur Jambi dengan perihal permohonan pembentukan
Keputusan Gubernur Jambi;
b. Gubernur Jambi memberikan Disposisi dengan keterangan:
1) Dipelajari (dipelajari oleh Biro Hukum Setda Provinsi Jambi),
2) Proses (Jika Gubernur memberikan disposisi untuk diproses,
maka SKPD harus menyiapkan draf keputusan Gubernur
Jambi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan selanjutnya dikorksi oleh Biro Hukum).
68
c. Pimpinan SKPD menyusun draf Keputusan sesuai dengan tugas dan
fungsinya;
d. Draf Keputusan tersebut diajukan kepada Sekretaris Daerah setelah
mendapat paraf koordinasi kepala Biro hukum Setda;
e. Sekretaris Daerah mengajukan rancangan Keputusan kepada kepala
daerah untuk mendapat penetapan;
f. Kepala Daerah menandatangani keputusan;
g. Penomoran oleh kepala Biro Hukum Setda;
h. Autentifikasi;
i. Pendokumentasian naskah asli oleh (1) sekretaris daerah, (1) Biro
Hukum, dan (1) SKPD pemrakarsa.
B. Saran
Dalam kesempatan ini penulis mencoba memberikan saran yang mudah-
mudahan atas izin Allah SWT dapat berguna untuk mengatasi permasalahan
terhadap kendala-kendala dalam penyusunan produk hukum daerah khususnya
keputusan Gubernur Jambi. Adapun saran yang penulis ajukan adalah sebagai
berikut:
1. Dioptimalisasikannya suatu prosedur koordinasi dalam pembentukan
keputusan Gubernur Jambi dengat tetap mengacu pada kewenangan sesuai
tugas dan fungsinya masing-masing. Sehingga, terhambatnya birokrasi
yang terdapat di Pemerintahan Provinsi Jambi dapat diminimalisasikan.
2. Perlunya dioptimalisasikan tenaga ahli yang memahami ilmu hukum, ilmu
perundang-undangan atau teknik perundang-undangan yang ditugaskan
69
disetiap SKPD dan Perlu diadakan suatu pendidikan rutin kepada setiap
legislator atau PNS baru yang ada di setiap SKPD.
70
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku
Abdullah, Rozali. Pelaksanaan Otonomi Luas dan Isu Federalisme Sebagai Suatu
Alternatif. Cetakan Pertama. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000.
Arif, Zudan. Legal Drafting. Cetakan Kedua. PT Perca, Jakarta, 2007.
Asshiddiqie, Jimly. Konstitusi dan Konstitusionalisme. Cetakan Pertama. Sinar
Grafika Offset, Jakarta, 2010.
Departemen Pendidikan Nasioanal. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga.
Balai Pustaka, Jakarta, 2005.
Indrati, Farida Maria. Ilmu perundang-undangan: Dasar-Dasar dan
Pembentukan, kanisius, Yogyakarta, 2005.
Latief, Abdul. Hukum dan Peraturan Kebijaksanaan (Beleidsregel) Pada
Pemerintah Daerah. Cetakan Pertama, UII Press Jogjakarta. Jogjakarta,
2005.
Marbun. HukumAdministrasi Negara. Cetakan Kedua, PT Raja Grafindo. Jakarta,
2011.
Muslimin, Amrah. Beberapa Azas-Azas dan Pengertian-Pengertian Pokok
tentang Administrasi dan Hukum Administrasi Negara. Cetakan Kedua.
Alumni, Bandung, 1982.
Modeong, Supardan. Teknik Perundang-Undangan di Indonesia. Edisi Revisi.
Perca, Jakarta, 2005.
Nasution, Johan Bahder. Metode Penelitian Ilmu Hukum. Cetakan Pertama. CV
Mandar Maju, Bandung, 2008.
Ridwan, Hukum Administrasi Negara. Cetakan keenam. PT Rajagrafindo Persada,
Jakarta, 2011.
Sibuea, P. Hotman. Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan, dan Asas-
Asas Umum Pemerintahan Yang Baik. Cetakan Pertama. PT Gelora
Aksara Pratama, Jakarta, 2010.
Syamsudin, Aziz. Proses dan Teknik Penyusunan Undang-Undang. Edisi Kedua,
Cetakan Pertama. Sinar Grafika, Jakarata, 2013.
Yuliandri. Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Yang Baik,
Gagasan Pembentukan Undang-undang Berkelanjutan. Cetakan ketiga.
PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2011.
71
2. Aturan Dasar dan Peraturan Perundang-Undangan
Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Setelah Amandemen
Republik Indonesia.
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Peraturan
Pembentukan Perundang-Undangan.
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah
Daerah.
Republik Indonesia, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014
tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah.
Provinsi Jambi, Peraturan Gubernur Nomor 29 Tahun 2008 tentang Uraian Tugas
Pokok Dan Fungsi Sekretariat Daerah Dan Sekretarian Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah.
Provinsi Jambi, Peraturan Gubernur Nomor 28 Tahun 2011 tentang Tata Naskah
Dinas di Lingkungan Pemerintahan Provinsi Jambi.
;