pembentukan badan pengawas pemilihan umum
TRANSCRIPT
102
PEMBENTUKAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM PROVINSI ACEH
OLEH BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM PUSAT REPUBLIK INDONESIA
Almanar1
, Sutri Helfianti2
1Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Aceh, [email protected]
1Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Aceh, [email protected]
Corresponding author: [email protected]
Received: 8th
March 2021, Revised: 24th
March 2021, Accepted: 2nd
May 2021
Abstract Article 60 paragraph (3) of Law Number 11 of 2006 on Aceh Government affirms that, the establishment of the
Supervisory Committee for Regional Head and Deputy Regional Head Elections as well as other elections in
Aceh is the authority of the Aceh House of Repsresentatives (DPRA). 5 (five) members of the Election
Supervisory Committee each are proposed by the DPRA/DPRK. In Article 95 of Law Number 15 of 2011 on
General Election Organizers, it is stated: Bawaslu conducts a fit and proper test on candidates for members of
the Provincial Bawaslu. However, Bawaslu has determined 3 (three) candidates for members of the Provincial
Bawaslu from the 6 (six) proposed candidates, which should have been 5 (five) people that the authority to form
the Aceh Provincial Bawaslu rests with the DPRA in accordance with Article 60 of Law Number 11 of 2006,
totaling 5 (five) people. Therefore the formation of the Aceh Provincial Panwaslih is in accordance with the
legislation.
Abstrak
Pasal 60 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh menegaskan bahwa,
Pembentukan Panitia Pengawas Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah serta pemilihan lainnya
yang ada di Aceh adalah kewenangan DPR Aceh. Anggota Panitia Pengawas Pemilihan masing-masing
sebanyak 5 (lima) orang diusulkan oleh DPRA/DPRK. Dalam Pasal 95 Undang-Undang Nomor 15 tahun 2011
Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum disebutkan Bawaslu melakukan uji kelayakan dan kepatutan
terhadap calon anggota Bawaslu Provinsi. Akan tetapi Bawaslu telah menetapkan 3 (tiga) calon anggota
Bawaslu Provinsi dari 6 (enam) calon yang diusulkan, yang seharusnya 5 (lima) orang. bahwa kewenangan
untuk membentuk Bawaslu Provinsi Aceh berada pada DPRA sesuai dengan Pasal 60 Undang-undang Nomor
11 tahun 2006 yang berjumlah 5 (lima) orang. Oleh karena itu pembentukan Panwaslih Provinsi Aceh telah
sesuai dengan perundang-undangan.
Kata Kunci: Pembentukan Badan Pengawas Pemilihan Umum
I. PENDAHULUAN
Konstitusi sebagai norma tertinggi dalam tatanan hukum suatu Negara yang berfungsi
sebagai norma pembatas kekuasaan dan sebagai tool perlindungan hak asasi manusia, negara
demokratis dan negara hukum. Konstitusi merupakan kristalisasi normatif atas tugas negara
dalam memberikan perlindungan hak asasi manusia dan melaksanakan pemerintahan
berdasarkan kedaulatan rakyat yang menjadi pembatas kekuasaan secara hukum yang
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol. 8 No. 2, Mei 2021
Pembentukan Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Aceh Oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum Pusat Republik
Indonesia
103
diarahkan bagi kepentingan bangsa dan Negara, rakyat secara keseluruhan Pada kondisi
inilah sistem kekuasaan negara demokrasi.1
Pemilihan umum dilaksanakan oleh suatu lembaga independen yang dibentuk atas
dasar perintah dari Pasal 22 E Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia
Tahun 1945. Maka dari itu, dalam rangka pelaksanaan Pemilu dibentuk Badan Pengawas
Pemilihan Umum (BAWASLU). Pembentukan Bawaslu di didasarkan kepada peraturan-
peraturan yang di atur dalam Undang-Undang Nomor 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara
Pemilihan Umum.
Badan Pengawas pemilihan Umum menurut ketentuan Pasal 1 angka 16 dan 17
Undang-Undang Nomor 15 tahun 2011 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum dinyatakan,
bahwa:
1) Badan Pengawas Pemilu, selanjutnya disingkat Bawaslu, adalah lembaga
penyelenggara Pemilu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di seluruh
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2) Badan Pengawas Pemilu Provinsi, selanjutnya disingkat Bawaslu Provinsi, adalah
badan yang dibentuk oleh Bawaslu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan
Pemilu di wilayah provinsi.”
Pasal 95 Undang-Undang Nomor 15 tahun 2011 Tentang Penyelenggara Pemilihan
Umum tersebut dinyatakan bahwa proses pembentukan Bawaslu Provinsi prosedurnya
sebagai berikut:
1) Bawaslu melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon anggota
Bawaslu Provinsi.
2) Bawaslu memilih calon anggota Bawaslu Provinsi berdasarkan hasil uji kelayakan
dan kepatutan.
3) Bawaslu menetapkan 3 (tiga) calon anggota Bawaslu Provinsi peringkat teratas
dari 6 (enam) calon sebagai anggota Bawaslu Provinsi terpilih.
4) Anggota Bawaslu Provinsi ditetapkan dengan Keputusan Bawaslu.
5) Proses pemilihan dan penetapan anggota Bawaslu Provinsi dilakukan oleh
Bawaslu dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja.
1Mahfud MD, Mohammad. Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia. Rineka Cipta. Jakarta, 2003 Hlm
142.
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol. 8 No. 2, Mei 2021
Pembentukan Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Aceh Oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum Pusat Republik
Indonesia
104
Pasal 97 ayat (2) Undang-Undang Nomor 15 tahun 2011Tentang Penyelenggara
Pemilihan Umum menyebutkan Pelantikan anggota Bawaslu Provinsi dilakukan oleh
Bawaslu. Proses pembentukan Bawaslu Provinsi Aceh, menurut Gubernur dan DPR Aceh
didasarkan pada ketentuan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan
Aceh bukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara
Pemilihan Umum.
Pasal 60 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh
ditegaskan bahwa, Pembentukan Panitia Pengawas Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah serta pemilihan lainnya yang ada di Aceh adalah kewenangan DPR Aceh dan
Anggota Panitia Pengawas Pemilihan masing-masing sebanyak 5 (lima) orang yang
diusulkan oleh DPRA/DPRK. Berdasarkan latar belakang, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut: Siapakah yang berwenang membentuk Bawaslu Provinsi
Aceh, Apakah pembentukan Bawaslu Provinsi Aceh telah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
II. PEMBAHASAN
2.1. Kewenangan Membentuk Bawaslu Provinsi Aceh
Demi terlaksananya pemilihan umum yang jujur dan bersih maka pemerintah sudah
menerbitkan Undang-Undang penyelenggara pemilihan umum dan peraturan untuk mengatur
pelaksanaan pemilu yaitu Undang-Undang Nomor 15 tahun 2011 Tentang Penyelenggara
Pemilihan Umum. Dalam menyelenggarakan pemilu maka pemerintah membentuk lembaga
yang bertugas untuk menyelenggarakan pemilu yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan
Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU).
Bawaslu adalah salah satu lembaga penyelenggara pemilihan Umum yang bersifat
nasional, tetap dan mandiri, yang terdiri dari Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota
hal ini disebutkan dalam Pasal 69 ayat (1) Undang Undang Nomor 15 tahun 2011 Tentang
Penyelenggara Pemilu yang berbunyi:
Pengawasan penyelenggaraan Pemilu dilakukan oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi
Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan
Pengawas Pemilu Luar Negeri Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota adalah
Penyelenggara pemilu di Provinsi atau Kabupaten Kota.
Pasal 69 ayat (2) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara
Pemilihan Umum Bawaslu memiliki kewenangan konstitusional sebagai penyelenggara
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol. 8 No. 2, Mei 2021
Pembentukan Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Aceh Oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum Pusat Republik
Indonesia
105
Pemilu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang bersifat tetap. Bawaslu Provinsi dan Bawaslu
Kabupaten/Kota adalah Penyelenggara pemilu di Provinsi dan Kabupaten/Kota. Wilayah
kerja Bawaslu meliputi seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bawaslu
menjalankan tugasnya secara berkesinambungan dan dalam menyelenggarakan pemilu,
Bawaslu bebas dari pengaruh manapun yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan
wewenangnya. Bawaslu berkedudukan di ibukota Negara Republik Indonesia, Bawaslu
Provinsi berkedudukan di ibukota Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota berkedudukan di
ibukota Kabupaten/Kota.
Kehadiran Bawaslu guna mengawasi partai politik agar menjalankan seluruh proses
Pemilu sesuai dengan aturan yang ada, khususnya terkait kecurangan-kecurangan dalam
Pemilihan Umum, harus bebas dari tekanan kepentingan-kepentingan partai politik dan
pamerintah, agar lembaga penyelenggara Pemilu ini bersih dari intervensi partai politik dan
pemerintah.
Bawaslu harus mampu menyelenggarakan pemilu yang mengedepankan pencapaian
azas-azas pemilu yang tercantum dalam Undang Undang Nomor 15 tahun 2011 tentang
Penyelenggara Pemilu pada saat proses perekrutan calon anggota Bawaslu. Dengan adanya
Undang Undang 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum menunjukkan
adanya pengaturan yang lebih khusus untuk mengawasi tahapan penyelengaraan pemilu,
yang statusnya besifat mandiri, memiliki tugas dan kewenangan yang diatur dalam Pasal 73
ayat (2) sebagai berikut: Dalam melaksanakan tugasnya, Bawaslu berwenang:
a. Menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai Pemilu;
b. Menerima laporan adanya dugaan pelanggaran administrasi Pemilu dan mengkaji
laporan dan temuan, serta merekomendasikannya kepada yang berwenang;
c. Menyelesaikan sengketa Pemilu;
d. Membentuk Bawaslu Provinsi;
e. Mengangkat dan memberhentikan anggota Bawaslu Provinsi; dan
f. Melaksanakan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Kemudian tugas dan kewenangan lain yang diberikan oleh Undang Undang 15 tahun
2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum terletak dalam Pasal 74 ayat (2) menyebutkan:
Bawaslu bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu dalam rangka pencegahan dan
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol. 8 No. 2, Mei 2021
Pembentukan Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Aceh Oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum Pusat Republik
Indonesia
106
penindakan pelanggaran untuk terwujudnya Pemilu yang demokratis” tugas yang di maksud
dalam pasal ini untuk melakukan pengawasan penyelenggaraan pemilu yang ada di wilayah
Republik Indonesia.
Untuk menjalankan tugas dan fungsinya tersebut, Bawaslu perlu membentuk Bawaslu
Provinsi. Pembentuk Bawaslu Provinsi ini dilakukan berdasarkan perintah dari Undang
Undang 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum yang bertujuan untuk lebih
mempermudah untuk melaksanakan pengawasaan pemilihan umum di setiap Provinsi yang
ada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pembentukan Bawaslu Provinsi ini merupakan salah satu tugas dari Bawaslu yang di
amanatkan oleh Undang Undang Nomor 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan
Umum yang di atur dalam Pasal 73 ayat (4) huruf d. yaitu: “membentuk Bawaslu Provinsi”
Kewenangan yang di atur dalam pasal ini merupakan landasan hukum bagi Bawaslu untuk
melaksanakan kewenangannya dalam membentuk Bawaslu Provinsi dan disertai dengan
tugas dan kewenangan lain yang diberikan oleh Undang Undang Nomor 15 tahun 2011
tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.
Kewenangan lain tersebut diatur dalam Pasal 75 ayat (1) huruf a Undang Undang 15
tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umun yang berbunyi: (1) Tugas dan
wewenang Bawaslu Provinsi adalah: a mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilu di
wilayah provinsi yang meliputi:
1. Pemutakhiran data pemilih berdasarkan data kependudukan dan penetapan
daftar pemilih sementara dan daftar pemilih tetap;
2. Pencalonan yang berkaitan dengan persyaratan dan tata cara pencalonan
anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan pencalonan gubernur;
3. Proses penetapan calon anggota Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Provinsi, dan calon gubernur;
4. Penetapan calon gubernur;
5. Pelaksanaan kampanye;
6. Pengadaan logistik Pemilu dan pendistribusiannya;
7. Pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara dan penghitungan suara hasil
Pemilu;
8. Pengawasan seluruh proses penghitungan suara di wilayah kerjanya;
9. Proses rekapitulasi suara dari seluruh kabupaten/kota yang dilakukan oleh
KPU Provinsi;
10. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu lanjutan, dan
Pemilu susulan; dan
11. Proses penetapan hasil Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi dan pemilihan gubernur;
Menghadapi pemilihan umum di Provinsi Aceh. Berdasarkan tugas dan kewenangan
yang diatur oleh Undang Undang, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Pusat
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol. 8 No. 2, Mei 2021
Pembentukan Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Aceh Oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum Pusat Republik
Indonesia
107
membentuk dan melantik Bawaslu Aceh periode 2013-2018, ketiga anggota Bawaslu Aceh
tersebut masing-masing Asqalani, STH, Dr. Muklir, S.Sos. S.H. M.AP, dan Dra. Zuraida
Alwi M.Pd. Ketiga anggota Bawaslu Aceh tersebut dilantik di Bogor, Jawa Barat, oleh Ketua
Bawaslu Pusat, Muhammad. Ketiga anggota Bawaslu Aceh itu berstatus permanen (bukan
adhoc) dan bertugas melakukan pengawasan penyelenggaraan Pemilu Legislatif dan Pemilu
Presiden 2014 di Aceh.2
Bawaslu Pusat Membentuk Bawaslu Provinsi Aceh ini berdasarkan kententuan yang
diberikan oleh Undang Undang Nomor 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan
Umum. Kewenangan dalam membentuk Bawaslu Provinsi, diatur dalam Undang Undang
Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum. Pasal 73 ayat (4) huruf d,
menyebutkan “Dalam melaksanakan tugasnya Bawaslu berwenang membentuk Bawaslu
Provinsi”.
Terbentuknya Bawaslu Provinsi Aceh ini, menimbulkan polemik antara Bawaslu dan
Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA). Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) merasa
bahwa kewenangan membentuk Bawaslu Provinsi Aceh terletak pada DPRA sebagaimana
ketentuan yang diatur dalam Undang Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintah
Aceh dan pembentukan bawaslu Aceh ini dianggap bertentangan dengan Undang Undang
Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh.
Jika kita melihat kembali proses pembentukan Bawaslu Aceh oleh Bawaslu Pusat.
Bawaslu Pusat dalam merekrut tiga anggota Bawaslu Aceh berdasarkan ketentuannya diatur
oleh Undang Undang Nomor 15 tahun 2011 tentang yang diatur dalam Pasal 73 ayat (4)
huruf d. Penetapan tiga orang anggota Bawaslu Provinsi di atur dalam Pasal 95 ayat (3) dan
ayat (4) Undang Undang nomor 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu yang berbunyi:
Bawaslu menetapkan 3 (tiga) calon anggota Bawaslu Provinsi peringkat teratas dari 6
(enam) sebagai anggota Bawaslu Provinsi terpilih. Kemudian dilanjutkan dengan ayat (4) :
“Anggota Bawaslu Provinsi ditetapkan dengan Keputusan Bawaslu.”
Tidak hanya itu dalam Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 10 Tahun
2012 Tentang Pembentukan, Pemberhentian, Dan Penggantian Antar Waktu Badan Pengawas
Pemilihan Umum Provinsi, Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kabupaten/Kota, Panitia
Pengawas Pemilihan Umum Kecamatan, Pengawas Pemilihan Umum Lapangan, Dan
Pengawas Pemilihan Umum Luar Negeri Pasal 9 menyebutkan:
(1) Anggota Bawaslu Provinsi ditetapkan dengan keputusan Bawaslu.
2http://aceh.tribunnews.com/2019/04/pusat-lantik-bawaslu-aceh.html
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol. 8 No. 2, Mei 2021
Pembentukan Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Aceh Oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum Pusat Republik
Indonesia
108
(2) Anggota Panwaslu Kabupaten/Kota ditetapkan dengan Keputusan Bawaslu
Provinsi.
(3) Anggota Panwaslu Kecamatan ditetapkan dengan Keputusan Panwaslu
Kabupaten/Kota.
(4) Anggota Pengawas Pemilu Lapangan ditetapkan denganKeputusan Panwaslu
Kecamatan.
Mekanisme proses pembentukan anggota Bawaslu Provinsi dilakukan dengan cara
membentuk tim seleksi terlebih dahulu. Tim seleksi ini berjumlah 5 (lima) orang anggota
yang berasal dari unsur akademisi, profesional, dan masyarakat yang memiliki integritas atau
melalui kerjasama dengan perguruan tinggi setempat. Tim seleksi tersebut menetapkan
sebanyak 6 nama hasil seleksi yang di usulkan kepada Bawaslu. Melalui mekanisme uji
kelayakan Bawaslu memilih 3 nama dan menetapkan 3 nama untuk, disahkan dan diangkat
menjadi anggota Bawaslu Provinsi disertai dengan Surat Keputusan Bawaslu dalam waktu
paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja.
Mekanisme Proses rekrutmen anggota Bawaslu Provinsi tersebut dilakukan
berdasarkan ketentuan yang diatur Pasal 92 sampai dengan Pasal 95 Undang-undang Nomor
15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu yang meliputi: Pasal 92
(1) Bawaslu membentuk tim seleksi untuk menyeleksi calon anggota Bawaslu Provinsi
pada setiap provinsi.
(2) Tim seleksi berjumlah 5 (lima) orang anggota yang berasal dari unsur akademisi,
profesional, dan masyarakat yang memiliki integritas atau melalui kerja sama
dengan perguruan tinggi setempat.
(3) Anggota tim seleksi berpendidikan paling rendah S-1 dan berusia paling rendah
30 (tiga puluh) tahun.
(4) Anggota tim seleksi dilarang mencalonkan diri sebagai calon anggota Bawaslu
Provinsi.
(5) Tim seleksi terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang sekretaris
merangkap anggota, dan anggota.
(6) Pembentukan tim seleksi ditetapkan dengan Keputusan Bawaslu dalam waktu
paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak 5 (lima) bulan sebelum
berakhirnya keanggotaan Bawaslu Provinsi.
(7) Tata cara pembentukan tim seleksi dan tata cara penyeleksian calon anggota
Bawaslu Provinsi dilakukan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Bawaslu.
(8) Penetapan anggota tim seleksi oleh Bawaslu dilakukan melalui rapat pleno
Bawaslu.
Pasal 93 Undang-undang Nomor 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu yang
meliputi:
(1) Tim seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 melaksanakan tugasnya
secara terbuka dengan melibatkan partisipasi masyarakat.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, tim seleksi dapat dibantu oleh atau berkoordinasi
dengan lembaga yang memiliki kompetensi pada bidang yang diperlukan.
(3) Untuk memilih calon anggota Bawaslu Provinsi, tim seleksi melakukan tahapan
kegiatan:
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol. 8 No. 2, Mei 2021
Pembentukan Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Aceh Oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum Pusat Republik
Indonesia
109
a. Mengumumkan pendaftaran calon anggota Bawaslu Provinsi pada media
massa cetak harian dan media massa elektronik lokal;
b. Menerima pendaftaran bakal calon anggota Bawaslu Provinsi;
c. Melakukan penelitian administrasi bakal calon anggota Bawaslu Provinsi;
d. Mengumumkan hasil penelitian administrasi bakal calon anggota Bawaslu
Provinsi;
e. Melakukan seleksi tertulis dengan materi utama pengetahuan mengenai Pemilu;
f. Melakukan tes kesehatan;
g. Melakukan serangkaian tes psikologi;
h. Mengumumkan nama daftar bakal calon anggota Bawaslu Provinsi yang lulus
seleksi tertulis, tes kesehatan, dan tes psikologi untuk mendapatkan masukan
dan tanggapan masyarakat;
i. Melakukan wawancara dengan materi penyelenggaraan Pemilu dan klarifikasi
atas tanggapan dan masukan masyarakat;
j. Menetapkan 6 (enam) nama calon anggota Bawaslu Provinsi dalam rapat pleno;
dan
k. Menyampaikan 6 (enam) nama calon anggota Bawaslu Provinsi kepada
Bawaslu.
(4) Tim seleksi melaksanakan tahapan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan setelah terbentuk
Jika kita mengacu pada kententuan yang di atur dalam Undang-undang Nomor 15
tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu, secara yuridis formal Bawaslu Pusat memiliki
kewenangan dalam membentuk Bawaslu Provinsi diseluruh wilayah Indonesia dikarenakan
hal tersebut merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 15 tahun 2011 tentang
Penyelenggara Pemilu, Ditambah dengan status Bawaslu sebagai lembaga yang mandiri yang
diberikan oleh Undang-Undang Nomor 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu.
Porsoalan di Aceh adalah sebelum lahirnya Undang Undang Nomor 15 tahun 2011
tentang Penyelenggara Pemilu, di Aceh sendiri sudah ada Undang Undang Nomor 11 tahun
2006 tentang Pemerintahan Aceh, yang mengatur secara khusus tentang Provinsi Aceh, dan
dalam beberapa pasal Undang Undang tersebut mengatur tentang Pemilu Aceh. Pengaturan
Pemilu dalam Undang Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh di atur
dalam pasal 56 sampai dengan pasal 95.
Undang Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, Panitia
Penyelenggara Pemilihan Umum untuk Aceh adalah KIP dan Panwaslih. KIP sebagai
penyelenggara pemilu sedangkan Panwaslih sebagai Pengawas Pemilihan Aceh. Pengaturan
tentang KIP diatur dalam pasal 56 Undang Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang
Pemerintahan Aceh yang berbunyi: Pasal 56
(1) KIP Aceh menyelenggarakan pemilihan umum Presiden/Wakil Presiden, anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, anggota DPRA, dan
pemilihan gubernur/wakil gubernur.
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol. 8 No. 2, Mei 2021
Pembentukan Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Aceh Oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum Pusat Republik
Indonesia
110
(2) KIP kabupaten/kota menyelenggarakan pemilihan umum Presiden/Wakil Presiden,
anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, anggota
DPRA, DPRK, dan pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, bupati/wakil bupati, dan
walikota/wakil walikota.
(3) Dalam hal pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), KIP kabupaten/kota merupakan bagian dari penyelenggara pemilihan
Gubernur/Wakil Gubernur.
(4) Anggota KIP Aceh diusulkan oleh DPRA dan ditetapkan oleh KPU dan diresmikan
oleh Gubernur.
(5) Anggota KIP kabupaten/kota diusulkan oleh DPRK ditetapkan oleh KPU dan
diresmikan oleh bupati/walikota
(6) Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5),
DPRA/DPRK membentuk tim independen yang bersifat ad hoc untuk melakukan
penjaringan dan penyaringan calon anggota KIP.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan, mekanisme kerja, dan masa
kerja tim independen sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dengan qanun
Dari beberapa pasal dalam Undang Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang
Pemerintahan Aceh salah satu pasalnya yaitu pasal 60 menyebutkan tentang Panitia
Pengawas Pemilihan atau Panitia Pengawas Pemilihan Aceh, di bentuk oleh Penitia
Pengawas Pemilu Nasional yang bersifat sementara (ad hoc) yang diusulkan oleh DPRA
untuk Provinsi dan DPRK untuk kabupaten yang berjumlah 5 (lima) orang. Pengawas
Pemilihan yang diamanatkan oleh Undang Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang
Pemerintahan Aceh ini hanya untuk pemilihan Kepala Daerah tidak menyebutkan pemilihan
legislatif dan pemilihan Presiden dan wakil Presiden. isi pasal 60 Undang Undang
Pemerintahan Aceh (UUPA) Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh adalah:
(1) Panitia Pengawas Pemilihan Aceh dan kabupaten/kota dibentuk oleh panitia
pengawas tingkat nasional dan bersifat ad hoc.
(2) Pembentukan Panitia Pengawas Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan setelah Undang-Undang ini diundangkan.
(3) Anggota Panitia Pengawas Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2), masing-masing sebanyak 5 (lima) orang yang diusulkan oleh
DPRA/DPRK.
(4) Masa kerja Panitia Pengawas Pemilihan berakhir 3 (tiga) bulan setelah
pelantikan Gubernur/Wakil Gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil
walikota.
Dengan ketentuan tersebut Dewan Perwakilan Rakyat Aceh menilai bahwa perekrutan
dan pembentukan Bawaslu Provinsi oleh Bawaslu pusat melanggar ketentuan yang diatur
dalam Pasal 60 Undang Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Undang
Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh Pasal 60 ini menjelaskan bahwa
khusus untuk Provinsi Aceh, Panitia Pengawas Pemilihan Aceh atau Panitia Pengawas
Pemilihan kabupaten/kota dibentuk oleh Panitia Pengawas Tingkat Nasional dan bersifat ad
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol. 8 No. 2, Mei 2021
Pembentukan Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Aceh Oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum Pusat Republik
Indonesia
111
hoc yang diusulkan oleh DPRA/DPRK3
Dengan kata lain proses perekrutan dan
pembentukan Panitia Pengawas Pemilihan Aceh masing-masing sebanyak 5 (lima) orang
dilakukan berdasarkan persetujuan DPRA/DPRK, dengan melihat ketentuan yang diatur
dalam Pasal 34 Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum
di Aceh. Pengawas Pemilu Aceh adalah:
(1) Pengawasan Pemilu di Aceh dilakukan oleh Panwaslu Aceh, Panwaslu
kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan, dan Pengawas Pemilu lapangan.
(2) Panwaslu Aceh, Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan, dan Pengawas
Pemilu bersifat ad. hoc.
(3) Panwaslu Aceh, Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan, dan Pengawas
Pemilu lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibentuk paling lambat 1
(satu) bulan sebelum tahapan pertama penyelenggaraan pemilu dimulai dan berakhir
paling lambat 3 (tiga) bulan setelah seluruh tahapan penyelenggaraan pemilu selesai.
Undang Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh jelas mengatur
secara khusus tentang kewenangan DPRA/DPRK dalam membentuk Panwaslih untuk
pemilukada, dan juga jelas bahwa Undang Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang
Pemerintahan Aceh tidak mengatur tentang kewenangan DPRA/DPRK dalam membentuk
Bawaslu Aceh dan atau Panwaslu kabupaten/kota untuk pemilu legislatif, pemilu presiden
dan wakil presiden.4
Terkait dengan hal tersebut kita harus melihat ketentuan yang diatur Pasal 63 Undang
Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh menyebutkan “Hal-hal yang
belum diatur dalam Undang-Undang ini mengenai pengawasan pemilihan Gubernur /Wakil
Gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/ wakil walikota berpedoman kepada ketentuan
peraturan perundang-undangan.” Yang dimaksud dengan hal-hal yang tidak diatur disini
adalah hal-hal yang tidak diatur dalam Undang Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang
Pemerintahan Aceh, maka peraturannya diambil dari peraturan perundang-undangan yang
diatur oleh pemerintah pusat akan tetapi harus mengedepankan ketentuan azas dan norma
yang terkandung dalam Undang Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Jika kita menelaah ketentuan ketentuan yang diatur diatas maka jelas bahwa Undang-
undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh memberikan kewenangan untuk
Pemerintah Aceh dalam pembentukan Panwaslih Aceh tidak hanya untuk pemilihan kepada
3 http://atjehpost.co/articles/read/34/Dilema-Bawaslu-Panwaslu-Aceh
4 http://aceh.tribunnews.com/2014/02/24/dpra-pemerintah-aceh-vs-bawaslu?page=1
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol. 8 No. 2, Mei 2021
Pembentukan Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Aceh Oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum Pusat Republik
Indonesia
112
daerah, namun meliputi kewenangan membentuk Panwaslih untuk pemilihan anggota
legislatif dan presiden/wakil presiden.5
Terkait dengan itu, hasil kesepakatan bersama antara komisi 1 DPR Aceh dengan
Komisi 1 DPRK seluruh Aceh tentang pembentukan panwaslih Aceh dan Panwaslih
Kabupaten/Kota dalam pengawasan pilkada serentak pada pertemuan hari selasa tanggal 29
September 2015 di ruang serbaguna Dewan Perwakilan Rakyat Aceh. Terdapat bererapa poin
pokok mengenai pembentukan panwasli Aceh yakni:
1. Komisi 1 DPR Aceh dan Komisi 1 DPRK seluruh Aceh bersepakat bahwa
pembentukan lembaga pemilihan yakni Panwaslih dibentuk sesuai Pasal 60
Undang Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dan Qanun
Aceh Nomor 7 tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum di Aceh
2. Jadwal seleksi ditetapkan oleh DPR Aceh
3. DPRA/DPRK wajib memperjuangkan anggaran untuk Pilkada serentak pada tahun
2017.
4. Komisi 1 DPRA dan Komisi 1 DPRK seluruh Aceh perlu menyelenggarakan rakor
secara berkala sesuai dengan kebutuhan.
5. Perlu dibentuk forum komunikasi antara Komisi 1 DPRA dan komisi DPRK
seluruh Aceh.6
Akan tetapi jika kita melihat kembali ketentuan yang di atur dalam Undang-undang
Nomor 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu Pasal 123 yang berbnyi: “Ketentuan
dalam Undang Undang ini berlaku juga bagi Penyelenggara Pemilu di Provinsi yang
bersifat khusus atau bersifat istimewa sepanjang tidak diatur lain dalam Undang Undang
tersendiri”. Dengan melihat ketentuan yang di atur dalam pasal ini maka dengan sendirinya
dapat mengenyampingkan keketentuan yang di atur dalam Undang Undang Nomor 11 tahun
2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Untuk mengatasi polemik Bawaslu Provinsi Aceh dengan DPRA. Solusi sebagai titik
temunya yaitu penambahan dua (2) orang komisioner Bawaslu Provinsi Aceh sebelumnya
hanya tiga (3) orang. Keputusan tersebut hasil kesepakatan antara pemerintah Aceh dan
Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dengan Bawaslu pusat di Jakarta. Solusi ini
merupakan penyelesaian. Putusan itu makin memperkuat kinerja Bawaslu Provinsi Aceh
dalam menjalankan fungsi dan perannya secara kelembagaan. Walaupun konsekuensinya
bertambah anggaran, namun tidak menjadi kendala utama. Dalam hal beban kerja pun
semakin terbantukan dengan penambahan dua orang komisioner Bawaslu Aceh saat ini.7
5 http://aceh.tribunnews.com/2020/02/24/dpra-pemerintah-aceh-vs-bawaslu?page=1
6http://bawaslu Aceh Administrasi Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Aceh, Banda Aceh,
diakses 22 September 2020. 7Muhammad, dkk, Buletin Bawaslu Edisi 02 Februari 2019, Siaga Satu Pemilu Bawaslu Perketat
Pengawasan Semua Lini, Jakarta, 2014, hlm 8.
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol. 8 No. 2, Mei 2021
Pembentukan Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Aceh Oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum Pusat Republik
Indonesia
113
Ketua Bawaslu RI Muhammad mengatakan pihaknya dapat menyepakati jumlah
anggota Bawaslu Aceh berjumlah 5 (lima) orang dengan komposisi 3 + 2, yakni anggota
Bawaslu Aceh saat ini sebanyak 3 orang (versi Bawaslu RI) ditambah 2 orang yang akan
diseleksi oleh DPRA.
Perubahan keanggotaan Bawaslu tidak mengubah secara mendasar tugas pokok dan
fungsi Bawaslu sebagai lembaga penyelenggara pemilu. Penyelenggaraan Pemilu harus
diawasi dengan baik guna menghindari kecurangan dan gugatan peserta Pemilu. Karenanya,
dengan adanya kesepakatan bersama ini, Bawaslu Aceh sebagai lembaga yang berwenang
mengawasi Pemilu sesuai amanat Undang-undang Nomor 15 tahun 2011 tentang
Penyelenggara Pemilu, sesegera mungkin dapat menjalankan tugas dan fungsinya dengan
normal diharapkan Bawaslu Provinsi dan pemerintahan Aceh perlu menyesuaikan tugas dan
fungsinya masing-masing yang disesuaikan dengan kondisi dan perkembangan masyarakat
guna menunjang aspirasi politik masyarakat Aceh.8
2.2. Pembentukan Bawaslu Provinsi Aceh Menurut Peraturan Perundang-
Undangan
Sebagai suatu kesatuan sistem pemilihan umum (Pemilu), dalam Pasal 22 E ayat (5)
Undang-Undang Dasar 1945, telah menegaskan bahwa "Pemilihan Umum diselenggarakan
oleh suatu Komisi Pemilihan Umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri". Yang
didasarkan pada asas pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
Selain Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam Undang Undang Pemilu ditentukan
juga adanya lembaga pengawas yang disebut Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).
Untuk mengawasi penyelengaraan pemilihan umum, Pasal 1 angka 5 Undang-undang Nomor
15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu menyatakan: Penyelenggara Pemilu adalah
lembaga yang menyelenggarakan Pemilu yang terdiri atas Komisi Pemilihan Umum dan
Badan Pengawas Pemilu sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggaraan Pemilu untuk
memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah, Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat, serta untuk
memilih Gubernur, Bupati, dan Walikota secara demokratis". Jika melihat ketentuan yang di
atur dalam pasal ini ada dua lembaga penyelenggara pemilihan umum yang memiliki peran
untuk menyelenggarakan pemilu di seluruh wilayah Indonesia.
8 http://www.acehinstitute.org/id/pojok-publik/politik/item/236-akhir-cerita-polemik-bawaslu-eh.html
diakses 23 mei 2020
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol. 8 No. 2, Mei 2021
Pembentukan Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Aceh Oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum Pusat Republik
Indonesia
114
Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara
Pemilu menentukan panitia pengawas pemilihan umum adalah Bawaslu. Bawaslu adalah
suatu badan yang mempunyai tugas pokok melakukan pengawasan terhadap tahapan
penyelenggaraan Pemilu, yang meliputi Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD, Pemilu Presiden
dan Wakil Presiden, serta Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Bawaslu
merupakan suatu badan yang bersifat tetap, dengan masa tugas anggotanya selama 5 (lima)
tahun, dihitung sejak pengucapan sumpah/janji jabatan.
Proses rekrutmen dan pembentukan lembaga pengawas Pemilu ini mempunyai kaitan
erat dengan kualitas pengawasan dan penyelenggaraan Pemilu. Oleh karena itu, bilamana
pembentukan Badan Pengawasan Pemilu tidak dilaksanakan dengan menerapkan sifat dan
asas mandiri, konsisten, jujur dan adil maka hal tersebut dapat mempengaruhi atau setidaknya
berpotensi mengakibatkan tidak dapat dilakukannya kualitas pengawasan yang profesional
dan akuntabel.
Akan tetapi Ada beberapa permasalalahan hukum yang dianggap prinsip, terhadap
Pemilu yang berlangsung di Provinsi Aceh, karena di Aceh sendiri sebelum lahir Undang-
undang Nomor 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu telah ada Undang-undang
tersendiri yang mengatur tentang Pemilu Aceh yaitu Undang Undang Nomor 11 tahun 2006
tentang Pemerintahan Aceh. Undang Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan
Aceh lembaga penyelenggara Pemilu Aceh adalah KIP, dan lembaga pengawasan pemilihan
untuk Aceh adalah Panwaslih. Komisi Independen Pemilihan (KIP), adalah bagian
dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang berwenang menyelenggarakan Pemilihan
Presiden/Wakil Presiden Pemilihan Anggota DPR/DPRA/DPRK, serta Pemilihan Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Aceh. KIP hanya berada di Aceh, Keberadaan KIP
diatur dalam Undang Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahah Aceh, sedangkan
teknis pelaksanaannya dirinci dalam Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2007 Tentang
Penyelenggara Pemilihan Umum Di Aceh.
Pasal 56 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh
menyebutkan bahwa: Anggota Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh, ditetapkan oleh
Komisi Pemilihan Umum (KPU), diresmikan oleh Gubenur.
Pengaturan tentang KIP lebih lanjut diatur dalam Pasal 2 Qanun Aceh Nomor 7
Tahun 2007 yang menyebutkan:
1. KIP Aceh menyelenggarakan pemilihan umum di seluruh wilayah Aceh.
2. KIP Kabupaten/Kota menyelenggarakan pemilihan umum di wilayah
kabupaten/kota masing-masing.
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol. 8 No. 2, Mei 2021
Pembentukan Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Aceh Oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum Pusat Republik
Indonesia
115
3. KIP melaksanakan tugasnya secara berkesinambungan.
4. Dalam melaksanakan tugasnya sebagai penyelenggara pemilihan umum, KIP bebas
dari pengaruh pihak manapun.
KIP Aceh beranggotakan 7 orang sedangkan KIP Kabupaten/Kota beranggotakan 5
orang, dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Aceh, diseleksi oleh tim independen
yang bersifat ad hoc dan menjabat selama lima tahun.
Pembentukan KIP Aceh diatur dalam Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2007 tentang
Penyelenggara Pemilihan Umum di Aceh, Pasal 10 Sampai dengan Pasal 13 mengatur
tentang pengangkatan KIP Aceh. Mekanisme Pembentukan KIP Aceh sebagai berikut:
1. DPR Aceh memiliki kewenangan membentuk tim independen yang bersifat adhoc
untuk melakukan penjaringan dan penyaringan calon Anggota KIP Aceh.Tim
independen berjumlah 7 (tujuh) orang, meliputi unsur akademisi, tokoh masyarakat
dan LSM dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30
(tiga puluh) persen.
2. Tim independen melakukan penjaringan dan penyaringan calon anggota KIP Aceh,
dan mengajukannya kepada DPRA sebanyak 21 (dua puluh satu) orang.
3. Berdasarkan Keputusan Badan Musyawarah nama-nama calon Anggota KIP Aceh
diserahkan tim independen kepada DPR Aceh untuk dilakukan tes/uji kepatutan dan
kelayakan
4. DPRA menyusun urutan peringkat dari 21 (dua puluh satu) nama calon uji kepatutan
dan kelayakan. DPRA menetapkan 7 (tujuh) nama peringkat teratas dari 21 (dua
puluh satu) nama calon anggota KIP Aceh, dengan keputusan DPRA. DPRA
mengusulkan 7 (tujuh) nama calon anggota KIP Aceh kepada KPU.
5. KPU menetapkan anggota KIP Aceh dengan keputusan KPU. Dan
6. Gubernur Aceh meresmikan/melantik anggota KIP Aceh.
Untuk melaksanakan kegiatan yang lebih rinci yang dilaksanakan secara jelas dan
dalam setiap bagian atau unit KIP Aceh memiliki tugas dan wewenang yang diatur dalam
Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum Di Aceh
III. SIMPULAN DAN SARAN
3.1. Simpulan
Berdasarkan uraian pembahasan diatas maka kesimpulan yang dapat ditarik yaitu
Bawaslu Republik Indonesia merekrut tiga anggota Bawaslu Provinsi Aceh berdasarkan
kewenangan yang diatur dalam Undang Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang
Penyelenggara Pemilu yang terletak pada Pasal 73 ayat (4) huruf d. Untuk pembentukan
Bawaslu Provinsi pada umumnya. Pasal 60 Undang Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) No
11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh yang mengatur secara khusus tentang Provinsi
Aceh, juga mengatur tentang pembentukan pengawas pemilihan Aceh yang diusulkan oleh
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol. 8 No. 2, Mei 2021
Pembentukan Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Aceh Oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum Pusat Republik
Indonesia
116
DPRA yang jumlah anggotanya 5 orang Untuk mengatasi polemik antara Bawaslu dengan
DPR Aceh.
3.2. Saran
Disarankan Perlu dilakukannya pembenahan-pembenahan baik dari segi kebijakan,
maupun tugas dan fungsinya, jumlah anggota khususnya dalam pelaksanaan Pemilu untuk
Provinsi Aceh. Perlu adanya peraturan yang lebih khusus dalam pelaksanaan Pemilu untuk
Provinsi Aceh yang sejalan dengan hak-hak otonomi Aceh yang dituangkan dalam sebuah
aturan yang konkrit yang tidak bertolak dengan Peraturan-peraturan yang ada. Perlu adanya
hubungan kerjasama, kamunikasi dan koordinasi yang baik antara Pemerintah Aceh dan
Bawaslu dalam rangka melaksanakan pemilihan umum yang diselenggarakan secara
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil yang ada di Provinsi Aceh agar lebih
mempermudah bagi kedua belah pihak dalam melaksanakan tugas pengawasan seperti yang
diamanatkan oleh peraturan Perundang-undangan, dengan adanya kerjasama yang solid,
komitmen yang teguh, dan jalinan koordinasi yang baik akan memudahkan untuk melakukan
pengawasan pemilu di Aceh.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-buku
Dedi Mulyadi, Perbandingan Tindak Pidana Pemilu Legislatif Dalam Perpektif Hukum di
Indonesia, Bandung, Refika Aditama, Bandung, 2013.
Hendarmi, Renadireksa, Visi Bernegara Arsitektur Konstitusi Demokratik, Fokusmedia,
Bandung, 2007.
Hestu Cipto handoyo B, Hukum Tata, Kewarganegaraan Negara & Hak Asasi Manusia,
Universitas Atmajaya, Yokyakarta, 2003.
Ibramsyah Amiruddin, Kedudukan KPU dalam struktur ketatanegaraan republik
Indonesia pasca amandemen. Laksbang Mediatama: Jakarta, 2008.
Jenedjri M. Gaffar, Demokrasi Konstitusional: Praktik Ketatanegaraan Indonesia setelah
Perubahan UUD 1945, Konstitusi Press, Jakarta, 2012.
_______, Politik Hukum Pemilu, Konstitusi Press, Jakarta, 2012.
Jimly Asshiddiqie, Lembaga Negara dan Sengketa Kewenangan Antar Lembaga Negara,
Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN). Jakarta, 2005
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol. 8 No. 2, Mei 2021
Pembentukan Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Aceh Oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum Pusat Republik
Indonesia
117
_______, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Konstitusi Press, Jakarta, 2012.
_______, Perkembangan Dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Konstitusi
Press, Jakarta, 2006.
_______, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Konstitusi, Press, Jakarta, 2006.
John Salindeho, Pengawasan Melekat Aspek-aspek Terkait dan Implementasinya. Bumi
Aksara: Jakarta, 1995.
Joko J, Prihatmoko, mendemokratiskan Pemilu Dari sistim Sampai Elemen Teknis,
Pustaka Pelajar, Yokyakarta, 2008.
Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan Dasar-dasar dan
Pembentukannya, Kanisius, Jakarta, 1998.