pembentukan badan pengawas pemilihan umum

16
102 PEMBENTUKAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM PROVINSI ACEH OLEH BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM PUSAT REPUBLIK INDONESIA Almanar 1 , Sutri Helfianti 2 1 Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Aceh, [email protected] 1 Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Aceh, [email protected] Corresponding author: [email protected] Received: 8 th March 2021, Revised: 24 th March 2021, Accepted: 2 nd May 2021 Abstract Article 60 paragraph (3) of Law Number 11 of 2006 on Aceh Government affirms that, the establishment of the Supervisory Committee for Regional Head and Deputy Regional Head Elections as well as other elections in Aceh is the authority of the Aceh House of Repsresentatives (DPRA). 5 (five) members of the Election Supervisory Committee each are proposed by the DPRA/DPRK. In Article 95 of Law Number 15 of 2011 on General Election Organizers, it is stated: Bawaslu conducts a fit and proper test on candidates for members of the Provincial Bawaslu. However, Bawaslu has determined 3 (three) candidates for members of the Provincial Bawaslu from the 6 (six) proposed candidates, which should have been 5 (five) people that the authority to form the Aceh Provincial Bawaslu rests with the DPRA in accordance with Article 60 of Law Number 11 of 2006, totaling 5 (five) people. Therefore the formation of the Aceh Provincial Panwaslih is in accordance with the legislation. Abstrak Pasal 60 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh menegaskan bahwa, Pembentukan Panitia Pengawas Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah serta pemilihan lainnya yang ada di Aceh adalah kewenangan DPR Aceh. Anggota Panitia Pengawas Pemilihan masing-masing sebanyak 5 (lima) orang diusulkan oleh DPRA/DPRK. Dalam Pasal 95 Undang-Undang Nomor 15 tahun 2011 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum disebutkan Bawaslu melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon anggota Bawaslu Provinsi. Akan tetapi Bawaslu telah menetapkan 3 (tiga) calon anggota Bawaslu Provinsi dari 6 (enam) calon yang diusulkan, yang seharusnya 5 (lima) orang. bahwa kewenangan untuk membentuk Bawaslu Provinsi Aceh berada pada DPRA sesuai dengan Pasal 60 Undang-undang Nomor 11 tahun 2006 yang berjumlah 5 (lima) orang. Oleh karena itu pembentukan Panwaslih Provinsi Aceh telah sesuai dengan perundang-undangan. Kata Kunci: Pembentukan Badan Pengawas Pemilihan Umum I. PENDAHULUAN Konstitusi sebagai norma tertinggi dalam tatanan hukum suatu Negara yang berfungsi sebagai norma pembatas kekuasaan dan sebagai tool perlindungan hak asasi manusia, negara demokratis dan negara hukum. Konstitusi merupakan kristalisasi normatif atas tugas negara dalam memberikan perlindungan hak asasi manusia dan melaksanakan pemerintahan berdasarkan kedaulatan rakyat yang menjadi pembatas kekuasaan secara hukum yang

Upload: khangminh22

Post on 18-Jan-2023

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

102

PEMBENTUKAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM PROVINSI ACEH

OLEH BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM PUSAT REPUBLIK INDONESIA

Almanar1

, Sutri Helfianti2

1Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Aceh, [email protected]

1Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Aceh, [email protected]

Corresponding author: [email protected]

Received: 8th

March 2021, Revised: 24th

March 2021, Accepted: 2nd

May 2021

Abstract Article 60 paragraph (3) of Law Number 11 of 2006 on Aceh Government affirms that, the establishment of the

Supervisory Committee for Regional Head and Deputy Regional Head Elections as well as other elections in

Aceh is the authority of the Aceh House of Repsresentatives (DPRA). 5 (five) members of the Election

Supervisory Committee each are proposed by the DPRA/DPRK. In Article 95 of Law Number 15 of 2011 on

General Election Organizers, it is stated: Bawaslu conducts a fit and proper test on candidates for members of

the Provincial Bawaslu. However, Bawaslu has determined 3 (three) candidates for members of the Provincial

Bawaslu from the 6 (six) proposed candidates, which should have been 5 (five) people that the authority to form

the Aceh Provincial Bawaslu rests with the DPRA in accordance with Article 60 of Law Number 11 of 2006,

totaling 5 (five) people. Therefore the formation of the Aceh Provincial Panwaslih is in accordance with the

legislation.

Abstrak

Pasal 60 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh menegaskan bahwa,

Pembentukan Panitia Pengawas Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah serta pemilihan lainnya

yang ada di Aceh adalah kewenangan DPR Aceh. Anggota Panitia Pengawas Pemilihan masing-masing

sebanyak 5 (lima) orang diusulkan oleh DPRA/DPRK. Dalam Pasal 95 Undang-Undang Nomor 15 tahun 2011

Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum disebutkan Bawaslu melakukan uji kelayakan dan kepatutan

terhadap calon anggota Bawaslu Provinsi. Akan tetapi Bawaslu telah menetapkan 3 (tiga) calon anggota

Bawaslu Provinsi dari 6 (enam) calon yang diusulkan, yang seharusnya 5 (lima) orang. bahwa kewenangan

untuk membentuk Bawaslu Provinsi Aceh berada pada DPRA sesuai dengan Pasal 60 Undang-undang Nomor

11 tahun 2006 yang berjumlah 5 (lima) orang. Oleh karena itu pembentukan Panwaslih Provinsi Aceh telah

sesuai dengan perundang-undangan.

Kata Kunci: Pembentukan Badan Pengawas Pemilihan Umum

I. PENDAHULUAN

Konstitusi sebagai norma tertinggi dalam tatanan hukum suatu Negara yang berfungsi

sebagai norma pembatas kekuasaan dan sebagai tool perlindungan hak asasi manusia, negara

demokratis dan negara hukum. Konstitusi merupakan kristalisasi normatif atas tugas negara

dalam memberikan perlindungan hak asasi manusia dan melaksanakan pemerintahan

berdasarkan kedaulatan rakyat yang menjadi pembatas kekuasaan secara hukum yang

Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol. 8 No. 2, Mei 2021

Pembentukan Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Aceh Oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum Pusat Republik

Indonesia

103

diarahkan bagi kepentingan bangsa dan Negara, rakyat secara keseluruhan Pada kondisi

inilah sistem kekuasaan negara demokrasi.1

Pemilihan umum dilaksanakan oleh suatu lembaga independen yang dibentuk atas

dasar perintah dari Pasal 22 E Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia

Tahun 1945. Maka dari itu, dalam rangka pelaksanaan Pemilu dibentuk Badan Pengawas

Pemilihan Umum (BAWASLU). Pembentukan Bawaslu di didasarkan kepada peraturan-

peraturan yang di atur dalam Undang-Undang Nomor 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara

Pemilihan Umum.

Badan Pengawas pemilihan Umum menurut ketentuan Pasal 1 angka 16 dan 17

Undang-Undang Nomor 15 tahun 2011 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum dinyatakan,

bahwa:

1) Badan Pengawas Pemilu, selanjutnya disingkat Bawaslu, adalah lembaga

penyelenggara Pemilu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di seluruh

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2) Badan Pengawas Pemilu Provinsi, selanjutnya disingkat Bawaslu Provinsi, adalah

badan yang dibentuk oleh Bawaslu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan

Pemilu di wilayah provinsi.”

Pasal 95 Undang-Undang Nomor 15 tahun 2011 Tentang Penyelenggara Pemilihan

Umum tersebut dinyatakan bahwa proses pembentukan Bawaslu Provinsi prosedurnya

sebagai berikut:

1) Bawaslu melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon anggota

Bawaslu Provinsi.

2) Bawaslu memilih calon anggota Bawaslu Provinsi berdasarkan hasil uji kelayakan

dan kepatutan.

3) Bawaslu menetapkan 3 (tiga) calon anggota Bawaslu Provinsi peringkat teratas

dari 6 (enam) calon sebagai anggota Bawaslu Provinsi terpilih.

4) Anggota Bawaslu Provinsi ditetapkan dengan Keputusan Bawaslu.

5) Proses pemilihan dan penetapan anggota Bawaslu Provinsi dilakukan oleh

Bawaslu dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja.

1Mahfud MD, Mohammad. Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia. Rineka Cipta. Jakarta, 2003 Hlm

142.

Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol. 8 No. 2, Mei 2021

Pembentukan Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Aceh Oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum Pusat Republik

Indonesia

104

Pasal 97 ayat (2) Undang-Undang Nomor 15 tahun 2011Tentang Penyelenggara

Pemilihan Umum menyebutkan Pelantikan anggota Bawaslu Provinsi dilakukan oleh

Bawaslu. Proses pembentukan Bawaslu Provinsi Aceh, menurut Gubernur dan DPR Aceh

didasarkan pada ketentuan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan

Aceh bukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara

Pemilihan Umum.

Pasal 60 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh

ditegaskan bahwa, Pembentukan Panitia Pengawas Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil

Kepala Daerah serta pemilihan lainnya yang ada di Aceh adalah kewenangan DPR Aceh dan

Anggota Panitia Pengawas Pemilihan masing-masing sebanyak 5 (lima) orang yang

diusulkan oleh DPRA/DPRK. Berdasarkan latar belakang, maka dapat dirumuskan beberapa

permasalahan sebagai berikut: Siapakah yang berwenang membentuk Bawaslu Provinsi

Aceh, Apakah pembentukan Bawaslu Provinsi Aceh telah sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

II. PEMBAHASAN

2.1. Kewenangan Membentuk Bawaslu Provinsi Aceh

Demi terlaksananya pemilihan umum yang jujur dan bersih maka pemerintah sudah

menerbitkan Undang-Undang penyelenggara pemilihan umum dan peraturan untuk mengatur

pelaksanaan pemilu yaitu Undang-Undang Nomor 15 tahun 2011 Tentang Penyelenggara

Pemilihan Umum. Dalam menyelenggarakan pemilu maka pemerintah membentuk lembaga

yang bertugas untuk menyelenggarakan pemilu yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan

Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU).

Bawaslu adalah salah satu lembaga penyelenggara pemilihan Umum yang bersifat

nasional, tetap dan mandiri, yang terdiri dari Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota

hal ini disebutkan dalam Pasal 69 ayat (1) Undang Undang Nomor 15 tahun 2011 Tentang

Penyelenggara Pemilu yang berbunyi:

Pengawasan penyelenggaraan Pemilu dilakukan oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi

Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan

Pengawas Pemilu Luar Negeri Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota adalah

Penyelenggara pemilu di Provinsi atau Kabupaten Kota.

Pasal 69 ayat (2) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara

Pemilihan Umum Bawaslu memiliki kewenangan konstitusional sebagai penyelenggara

Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol. 8 No. 2, Mei 2021

Pembentukan Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Aceh Oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum Pusat Republik

Indonesia

105

Pemilu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di seluruh wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia yang bersifat tetap. Bawaslu Provinsi dan Bawaslu

Kabupaten/Kota adalah Penyelenggara pemilu di Provinsi dan Kabupaten/Kota. Wilayah

kerja Bawaslu meliputi seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bawaslu

menjalankan tugasnya secara berkesinambungan dan dalam menyelenggarakan pemilu,

Bawaslu bebas dari pengaruh manapun yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan

wewenangnya. Bawaslu berkedudukan di ibukota Negara Republik Indonesia, Bawaslu

Provinsi berkedudukan di ibukota Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota berkedudukan di

ibukota Kabupaten/Kota.

Kehadiran Bawaslu guna mengawasi partai politik agar menjalankan seluruh proses

Pemilu sesuai dengan aturan yang ada, khususnya terkait kecurangan-kecurangan dalam

Pemilihan Umum, harus bebas dari tekanan kepentingan-kepentingan partai politik dan

pamerintah, agar lembaga penyelenggara Pemilu ini bersih dari intervensi partai politik dan

pemerintah.

Bawaslu harus mampu menyelenggarakan pemilu yang mengedepankan pencapaian

azas-azas pemilu yang tercantum dalam Undang Undang Nomor 15 tahun 2011 tentang

Penyelenggara Pemilu pada saat proses perekrutan calon anggota Bawaslu. Dengan adanya

Undang Undang 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum menunjukkan

adanya pengaturan yang lebih khusus untuk mengawasi tahapan penyelengaraan pemilu,

yang statusnya besifat mandiri, memiliki tugas dan kewenangan yang diatur dalam Pasal 73

ayat (2) sebagai berikut: Dalam melaksanakan tugasnya, Bawaslu berwenang:

a. Menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan ketentuan peraturan

perundang-undangan mengenai Pemilu;

b. Menerima laporan adanya dugaan pelanggaran administrasi Pemilu dan mengkaji

laporan dan temuan, serta merekomendasikannya kepada yang berwenang;

c. Menyelesaikan sengketa Pemilu;

d. Membentuk Bawaslu Provinsi;

e. Mengangkat dan memberhentikan anggota Bawaslu Provinsi; dan

f. Melaksanakan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Kemudian tugas dan kewenangan lain yang diberikan oleh Undang Undang 15 tahun

2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum terletak dalam Pasal 74 ayat (2) menyebutkan:

Bawaslu bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu dalam rangka pencegahan dan

Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol. 8 No. 2, Mei 2021

Pembentukan Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Aceh Oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum Pusat Republik

Indonesia

106

penindakan pelanggaran untuk terwujudnya Pemilu yang demokratis” tugas yang di maksud

dalam pasal ini untuk melakukan pengawasan penyelenggaraan pemilu yang ada di wilayah

Republik Indonesia.

Untuk menjalankan tugas dan fungsinya tersebut, Bawaslu perlu membentuk Bawaslu

Provinsi. Pembentuk Bawaslu Provinsi ini dilakukan berdasarkan perintah dari Undang

Undang 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum yang bertujuan untuk lebih

mempermudah untuk melaksanakan pengawasaan pemilihan umum di setiap Provinsi yang

ada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pembentukan Bawaslu Provinsi ini merupakan salah satu tugas dari Bawaslu yang di

amanatkan oleh Undang Undang Nomor 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan

Umum yang di atur dalam Pasal 73 ayat (4) huruf d. yaitu: “membentuk Bawaslu Provinsi”

Kewenangan yang di atur dalam pasal ini merupakan landasan hukum bagi Bawaslu untuk

melaksanakan kewenangannya dalam membentuk Bawaslu Provinsi dan disertai dengan

tugas dan kewenangan lain yang diberikan oleh Undang Undang Nomor 15 tahun 2011

tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.

Kewenangan lain tersebut diatur dalam Pasal 75 ayat (1) huruf a Undang Undang 15

tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umun yang berbunyi: (1) Tugas dan

wewenang Bawaslu Provinsi adalah: a mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilu di

wilayah provinsi yang meliputi:

1. Pemutakhiran data pemilih berdasarkan data kependudukan dan penetapan

daftar pemilih sementara dan daftar pemilih tetap;

2. Pencalonan yang berkaitan dengan persyaratan dan tata cara pencalonan

anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan pencalonan gubernur;

3. Proses penetapan calon anggota Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah Provinsi, dan calon gubernur;

4. Penetapan calon gubernur;

5. Pelaksanaan kampanye;

6. Pengadaan logistik Pemilu dan pendistribusiannya;

7. Pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara dan penghitungan suara hasil

Pemilu;

8. Pengawasan seluruh proses penghitungan suara di wilayah kerjanya;

9. Proses rekapitulasi suara dari seluruh kabupaten/kota yang dilakukan oleh

KPU Provinsi;

10. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu lanjutan, dan

Pemilu susulan; dan

11. Proses penetapan hasil Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Provinsi dan pemilihan gubernur;

Menghadapi pemilihan umum di Provinsi Aceh. Berdasarkan tugas dan kewenangan

yang diatur oleh Undang Undang, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Pusat

Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol. 8 No. 2, Mei 2021

Pembentukan Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Aceh Oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum Pusat Republik

Indonesia

107

membentuk dan melantik Bawaslu Aceh periode 2013-2018, ketiga anggota Bawaslu Aceh

tersebut masing-masing Asqalani, STH, Dr. Muklir, S.Sos. S.H. M.AP, dan Dra. Zuraida

Alwi M.Pd. Ketiga anggota Bawaslu Aceh tersebut dilantik di Bogor, Jawa Barat, oleh Ketua

Bawaslu Pusat, Muhammad. Ketiga anggota Bawaslu Aceh itu berstatus permanen (bukan

adhoc) dan bertugas melakukan pengawasan penyelenggaraan Pemilu Legislatif dan Pemilu

Presiden 2014 di Aceh.2

Bawaslu Pusat Membentuk Bawaslu Provinsi Aceh ini berdasarkan kententuan yang

diberikan oleh Undang Undang Nomor 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan

Umum. Kewenangan dalam membentuk Bawaslu Provinsi, diatur dalam Undang Undang

Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum. Pasal 73 ayat (4) huruf d,

menyebutkan “Dalam melaksanakan tugasnya Bawaslu berwenang membentuk Bawaslu

Provinsi”.

Terbentuknya Bawaslu Provinsi Aceh ini, menimbulkan polemik antara Bawaslu dan

Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA). Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) merasa

bahwa kewenangan membentuk Bawaslu Provinsi Aceh terletak pada DPRA sebagaimana

ketentuan yang diatur dalam Undang Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintah

Aceh dan pembentukan bawaslu Aceh ini dianggap bertentangan dengan Undang Undang

Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh.

Jika kita melihat kembali proses pembentukan Bawaslu Aceh oleh Bawaslu Pusat.

Bawaslu Pusat dalam merekrut tiga anggota Bawaslu Aceh berdasarkan ketentuannya diatur

oleh Undang Undang Nomor 15 tahun 2011 tentang yang diatur dalam Pasal 73 ayat (4)

huruf d. Penetapan tiga orang anggota Bawaslu Provinsi di atur dalam Pasal 95 ayat (3) dan

ayat (4) Undang Undang nomor 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu yang berbunyi:

Bawaslu menetapkan 3 (tiga) calon anggota Bawaslu Provinsi peringkat teratas dari 6

(enam) sebagai anggota Bawaslu Provinsi terpilih. Kemudian dilanjutkan dengan ayat (4) :

“Anggota Bawaslu Provinsi ditetapkan dengan Keputusan Bawaslu.”

Tidak hanya itu dalam Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 10 Tahun

2012 Tentang Pembentukan, Pemberhentian, Dan Penggantian Antar Waktu Badan Pengawas

Pemilihan Umum Provinsi, Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kabupaten/Kota, Panitia

Pengawas Pemilihan Umum Kecamatan, Pengawas Pemilihan Umum Lapangan, Dan

Pengawas Pemilihan Umum Luar Negeri Pasal 9 menyebutkan:

(1) Anggota Bawaslu Provinsi ditetapkan dengan keputusan Bawaslu.

2http://aceh.tribunnews.com/2019/04/pusat-lantik-bawaslu-aceh.html

Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol. 8 No. 2, Mei 2021

Pembentukan Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Aceh Oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum Pusat Republik

Indonesia

108

(2) Anggota Panwaslu Kabupaten/Kota ditetapkan dengan Keputusan Bawaslu

Provinsi.

(3) Anggota Panwaslu Kecamatan ditetapkan dengan Keputusan Panwaslu

Kabupaten/Kota.

(4) Anggota Pengawas Pemilu Lapangan ditetapkan denganKeputusan Panwaslu

Kecamatan.

Mekanisme proses pembentukan anggota Bawaslu Provinsi dilakukan dengan cara

membentuk tim seleksi terlebih dahulu. Tim seleksi ini berjumlah 5 (lima) orang anggota

yang berasal dari unsur akademisi, profesional, dan masyarakat yang memiliki integritas atau

melalui kerjasama dengan perguruan tinggi setempat. Tim seleksi tersebut menetapkan

sebanyak 6 nama hasil seleksi yang di usulkan kepada Bawaslu. Melalui mekanisme uji

kelayakan Bawaslu memilih 3 nama dan menetapkan 3 nama untuk, disahkan dan diangkat

menjadi anggota Bawaslu Provinsi disertai dengan Surat Keputusan Bawaslu dalam waktu

paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja.

Mekanisme Proses rekrutmen anggota Bawaslu Provinsi tersebut dilakukan

berdasarkan ketentuan yang diatur Pasal 92 sampai dengan Pasal 95 Undang-undang Nomor

15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu yang meliputi: Pasal 92

(1) Bawaslu membentuk tim seleksi untuk menyeleksi calon anggota Bawaslu Provinsi

pada setiap provinsi.

(2) Tim seleksi berjumlah 5 (lima) orang anggota yang berasal dari unsur akademisi,

profesional, dan masyarakat yang memiliki integritas atau melalui kerja sama

dengan perguruan tinggi setempat.

(3) Anggota tim seleksi berpendidikan paling rendah S-1 dan berusia paling rendah

30 (tiga puluh) tahun.

(4) Anggota tim seleksi dilarang mencalonkan diri sebagai calon anggota Bawaslu

Provinsi.

(5) Tim seleksi terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang sekretaris

merangkap anggota, dan anggota.

(6) Pembentukan tim seleksi ditetapkan dengan Keputusan Bawaslu dalam waktu

paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak 5 (lima) bulan sebelum

berakhirnya keanggotaan Bawaslu Provinsi.

(7) Tata cara pembentukan tim seleksi dan tata cara penyeleksian calon anggota

Bawaslu Provinsi dilakukan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Bawaslu.

(8) Penetapan anggota tim seleksi oleh Bawaslu dilakukan melalui rapat pleno

Bawaslu.

Pasal 93 Undang-undang Nomor 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu yang

meliputi:

(1) Tim seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 melaksanakan tugasnya

secara terbuka dengan melibatkan partisipasi masyarakat.

(2) Dalam melaksanakan tugasnya, tim seleksi dapat dibantu oleh atau berkoordinasi

dengan lembaga yang memiliki kompetensi pada bidang yang diperlukan.

(3) Untuk memilih calon anggota Bawaslu Provinsi, tim seleksi melakukan tahapan

kegiatan:

Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol. 8 No. 2, Mei 2021

Pembentukan Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Aceh Oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum Pusat Republik

Indonesia

109

a. Mengumumkan pendaftaran calon anggota Bawaslu Provinsi pada media

massa cetak harian dan media massa elektronik lokal;

b. Menerima pendaftaran bakal calon anggota Bawaslu Provinsi;

c. Melakukan penelitian administrasi bakal calon anggota Bawaslu Provinsi;

d. Mengumumkan hasil penelitian administrasi bakal calon anggota Bawaslu

Provinsi;

e. Melakukan seleksi tertulis dengan materi utama pengetahuan mengenai Pemilu;

f. Melakukan tes kesehatan;

g. Melakukan serangkaian tes psikologi;

h. Mengumumkan nama daftar bakal calon anggota Bawaslu Provinsi yang lulus

seleksi tertulis, tes kesehatan, dan tes psikologi untuk mendapatkan masukan

dan tanggapan masyarakat;

i. Melakukan wawancara dengan materi penyelenggaraan Pemilu dan klarifikasi

atas tanggapan dan masukan masyarakat;

j. Menetapkan 6 (enam) nama calon anggota Bawaslu Provinsi dalam rapat pleno;

dan

k. Menyampaikan 6 (enam) nama calon anggota Bawaslu Provinsi kepada

Bawaslu.

(4) Tim seleksi melaksanakan tahapan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan setelah terbentuk

Jika kita mengacu pada kententuan yang di atur dalam Undang-undang Nomor 15

tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu, secara yuridis formal Bawaslu Pusat memiliki

kewenangan dalam membentuk Bawaslu Provinsi diseluruh wilayah Indonesia dikarenakan

hal tersebut merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 15 tahun 2011 tentang

Penyelenggara Pemilu, Ditambah dengan status Bawaslu sebagai lembaga yang mandiri yang

diberikan oleh Undang-Undang Nomor 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu.

Porsoalan di Aceh adalah sebelum lahirnya Undang Undang Nomor 15 tahun 2011

tentang Penyelenggara Pemilu, di Aceh sendiri sudah ada Undang Undang Nomor 11 tahun

2006 tentang Pemerintahan Aceh, yang mengatur secara khusus tentang Provinsi Aceh, dan

dalam beberapa pasal Undang Undang tersebut mengatur tentang Pemilu Aceh. Pengaturan

Pemilu dalam Undang Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh di atur

dalam pasal 56 sampai dengan pasal 95.

Undang Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, Panitia

Penyelenggara Pemilihan Umum untuk Aceh adalah KIP dan Panwaslih. KIP sebagai

penyelenggara pemilu sedangkan Panwaslih sebagai Pengawas Pemilihan Aceh. Pengaturan

tentang KIP diatur dalam pasal 56 Undang Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang

Pemerintahan Aceh yang berbunyi: Pasal 56

(1) KIP Aceh menyelenggarakan pemilihan umum Presiden/Wakil Presiden, anggota

Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, anggota DPRA, dan

pemilihan gubernur/wakil gubernur.

Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol. 8 No. 2, Mei 2021

Pembentukan Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Aceh Oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum Pusat Republik

Indonesia

110

(2) KIP kabupaten/kota menyelenggarakan pemilihan umum Presiden/Wakil Presiden,

anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, anggota

DPRA, DPRK, dan pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, bupati/wakil bupati, dan

walikota/wakil walikota.

(3) Dalam hal pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), KIP kabupaten/kota merupakan bagian dari penyelenggara pemilihan

Gubernur/Wakil Gubernur.

(4) Anggota KIP Aceh diusulkan oleh DPRA dan ditetapkan oleh KPU dan diresmikan

oleh Gubernur.

(5) Anggota KIP kabupaten/kota diusulkan oleh DPRK ditetapkan oleh KPU dan

diresmikan oleh bupati/walikota

(6) Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5),

DPRA/DPRK membentuk tim independen yang bersifat ad hoc untuk melakukan

penjaringan dan penyaringan calon anggota KIP.

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan, mekanisme kerja, dan masa

kerja tim independen sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dengan qanun

Dari beberapa pasal dalam Undang Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang

Pemerintahan Aceh salah satu pasalnya yaitu pasal 60 menyebutkan tentang Panitia

Pengawas Pemilihan atau Panitia Pengawas Pemilihan Aceh, di bentuk oleh Penitia

Pengawas Pemilu Nasional yang bersifat sementara (ad hoc) yang diusulkan oleh DPRA

untuk Provinsi dan DPRK untuk kabupaten yang berjumlah 5 (lima) orang. Pengawas

Pemilihan yang diamanatkan oleh Undang Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang

Pemerintahan Aceh ini hanya untuk pemilihan Kepala Daerah tidak menyebutkan pemilihan

legislatif dan pemilihan Presiden dan wakil Presiden. isi pasal 60 Undang Undang

Pemerintahan Aceh (UUPA) Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh adalah:

(1) Panitia Pengawas Pemilihan Aceh dan kabupaten/kota dibentuk oleh panitia

pengawas tingkat nasional dan bersifat ad hoc.

(2) Pembentukan Panitia Pengawas Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dilaksanakan setelah Undang-Undang ini diundangkan.

(3) Anggota Panitia Pengawas Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dan ayat (2), masing-masing sebanyak 5 (lima) orang yang diusulkan oleh

DPRA/DPRK.

(4) Masa kerja Panitia Pengawas Pemilihan berakhir 3 (tiga) bulan setelah

pelantikan Gubernur/Wakil Gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil

walikota.

Dengan ketentuan tersebut Dewan Perwakilan Rakyat Aceh menilai bahwa perekrutan

dan pembentukan Bawaslu Provinsi oleh Bawaslu pusat melanggar ketentuan yang diatur

dalam Pasal 60 Undang Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Undang

Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh Pasal 60 ini menjelaskan bahwa

khusus untuk Provinsi Aceh, Panitia Pengawas Pemilihan Aceh atau Panitia Pengawas

Pemilihan kabupaten/kota dibentuk oleh Panitia Pengawas Tingkat Nasional dan bersifat ad

Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol. 8 No. 2, Mei 2021

Pembentukan Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Aceh Oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum Pusat Republik

Indonesia

111

hoc yang diusulkan oleh DPRA/DPRK3

Dengan kata lain proses perekrutan dan

pembentukan Panitia Pengawas Pemilihan Aceh masing-masing sebanyak 5 (lima) orang

dilakukan berdasarkan persetujuan DPRA/DPRK, dengan melihat ketentuan yang diatur

dalam Pasal 34 Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum

di Aceh. Pengawas Pemilu Aceh adalah:

(1) Pengawasan Pemilu di Aceh dilakukan oleh Panwaslu Aceh, Panwaslu

kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan, dan Pengawas Pemilu lapangan.

(2) Panwaslu Aceh, Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan, dan Pengawas

Pemilu bersifat ad. hoc.

(3) Panwaslu Aceh, Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan, dan Pengawas

Pemilu lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibentuk paling lambat 1

(satu) bulan sebelum tahapan pertama penyelenggaraan pemilu dimulai dan berakhir

paling lambat 3 (tiga) bulan setelah seluruh tahapan penyelenggaraan pemilu selesai.

Undang Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh jelas mengatur

secara khusus tentang kewenangan DPRA/DPRK dalam membentuk Panwaslih untuk

pemilukada, dan juga jelas bahwa Undang Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang

Pemerintahan Aceh tidak mengatur tentang kewenangan DPRA/DPRK dalam membentuk

Bawaslu Aceh dan atau Panwaslu kabupaten/kota untuk pemilu legislatif, pemilu presiden

dan wakil presiden.4

Terkait dengan hal tersebut kita harus melihat ketentuan yang diatur Pasal 63 Undang

Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh menyebutkan “Hal-hal yang

belum diatur dalam Undang-Undang ini mengenai pengawasan pemilihan Gubernur /Wakil

Gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/ wakil walikota berpedoman kepada ketentuan

peraturan perundang-undangan.” Yang dimaksud dengan hal-hal yang tidak diatur disini

adalah hal-hal yang tidak diatur dalam Undang Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang

Pemerintahan Aceh, maka peraturannya diambil dari peraturan perundang-undangan yang

diatur oleh pemerintah pusat akan tetapi harus mengedepankan ketentuan azas dan norma

yang terkandung dalam Undang Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

Jika kita menelaah ketentuan ketentuan yang diatur diatas maka jelas bahwa Undang-

undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh memberikan kewenangan untuk

Pemerintah Aceh dalam pembentukan Panwaslih Aceh tidak hanya untuk pemilihan kepada

3 http://atjehpost.co/articles/read/34/Dilema-Bawaslu-Panwaslu-Aceh

4 http://aceh.tribunnews.com/2014/02/24/dpra-pemerintah-aceh-vs-bawaslu?page=1

Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol. 8 No. 2, Mei 2021

Pembentukan Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Aceh Oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum Pusat Republik

Indonesia

112

daerah, namun meliputi kewenangan membentuk Panwaslih untuk pemilihan anggota

legislatif dan presiden/wakil presiden.5

Terkait dengan itu, hasil kesepakatan bersama antara komisi 1 DPR Aceh dengan

Komisi 1 DPRK seluruh Aceh tentang pembentukan panwaslih Aceh dan Panwaslih

Kabupaten/Kota dalam pengawasan pilkada serentak pada pertemuan hari selasa tanggal 29

September 2015 di ruang serbaguna Dewan Perwakilan Rakyat Aceh. Terdapat bererapa poin

pokok mengenai pembentukan panwasli Aceh yakni:

1. Komisi 1 DPR Aceh dan Komisi 1 DPRK seluruh Aceh bersepakat bahwa

pembentukan lembaga pemilihan yakni Panwaslih dibentuk sesuai Pasal 60

Undang Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dan Qanun

Aceh Nomor 7 tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum di Aceh

2. Jadwal seleksi ditetapkan oleh DPR Aceh

3. DPRA/DPRK wajib memperjuangkan anggaran untuk Pilkada serentak pada tahun

2017.

4. Komisi 1 DPRA dan Komisi 1 DPRK seluruh Aceh perlu menyelenggarakan rakor

secara berkala sesuai dengan kebutuhan.

5. Perlu dibentuk forum komunikasi antara Komisi 1 DPRA dan komisi DPRK

seluruh Aceh.6

Akan tetapi jika kita melihat kembali ketentuan yang di atur dalam Undang-undang

Nomor 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu Pasal 123 yang berbnyi: “Ketentuan

dalam Undang Undang ini berlaku juga bagi Penyelenggara Pemilu di Provinsi yang

bersifat khusus atau bersifat istimewa sepanjang tidak diatur lain dalam Undang Undang

tersendiri”. Dengan melihat ketentuan yang di atur dalam pasal ini maka dengan sendirinya

dapat mengenyampingkan keketentuan yang di atur dalam Undang Undang Nomor 11 tahun

2006 tentang Pemerintahan Aceh.

Untuk mengatasi polemik Bawaslu Provinsi Aceh dengan DPRA. Solusi sebagai titik

temunya yaitu penambahan dua (2) orang komisioner Bawaslu Provinsi Aceh sebelumnya

hanya tiga (3) orang. Keputusan tersebut hasil kesepakatan antara pemerintah Aceh dan

Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dengan Bawaslu pusat di Jakarta. Solusi ini

merupakan penyelesaian. Putusan itu makin memperkuat kinerja Bawaslu Provinsi Aceh

dalam menjalankan fungsi dan perannya secara kelembagaan. Walaupun konsekuensinya

bertambah anggaran, namun tidak menjadi kendala utama. Dalam hal beban kerja pun

semakin terbantukan dengan penambahan dua orang komisioner Bawaslu Aceh saat ini.7

5 http://aceh.tribunnews.com/2020/02/24/dpra-pemerintah-aceh-vs-bawaslu?page=1

6http://bawaslu Aceh Administrasi Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Aceh, Banda Aceh,

diakses 22 September 2020. 7Muhammad, dkk, Buletin Bawaslu Edisi 02 Februari 2019, Siaga Satu Pemilu Bawaslu Perketat

Pengawasan Semua Lini, Jakarta, 2014, hlm 8.

Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol. 8 No. 2, Mei 2021

Pembentukan Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Aceh Oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum Pusat Republik

Indonesia

113

Ketua Bawaslu RI Muhammad mengatakan pihaknya dapat menyepakati jumlah

anggota Bawaslu Aceh berjumlah 5 (lima) orang dengan komposisi 3 + 2, yakni anggota

Bawaslu Aceh saat ini sebanyak 3 orang (versi Bawaslu RI) ditambah 2 orang yang akan

diseleksi oleh DPRA.

Perubahan keanggotaan Bawaslu tidak mengubah secara mendasar tugas pokok dan

fungsi Bawaslu sebagai lembaga penyelenggara pemilu. Penyelenggaraan Pemilu harus

diawasi dengan baik guna menghindari kecurangan dan gugatan peserta Pemilu. Karenanya,

dengan adanya kesepakatan bersama ini, Bawaslu Aceh sebagai lembaga yang berwenang

mengawasi Pemilu sesuai amanat Undang-undang Nomor 15 tahun 2011 tentang

Penyelenggara Pemilu, sesegera mungkin dapat menjalankan tugas dan fungsinya dengan

normal diharapkan Bawaslu Provinsi dan pemerintahan Aceh perlu menyesuaikan tugas dan

fungsinya masing-masing yang disesuaikan dengan kondisi dan perkembangan masyarakat

guna menunjang aspirasi politik masyarakat Aceh.8

2.2. Pembentukan Bawaslu Provinsi Aceh Menurut Peraturan Perundang-

Undangan

Sebagai suatu kesatuan sistem pemilihan umum (Pemilu), dalam Pasal 22 E ayat (5)

Undang-Undang Dasar 1945, telah menegaskan bahwa "Pemilihan Umum diselenggarakan

oleh suatu Komisi Pemilihan Umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri". Yang

didasarkan pada asas pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia,

jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.

Selain Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam Undang Undang Pemilu ditentukan

juga adanya lembaga pengawas yang disebut Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).

Untuk mengawasi penyelengaraan pemilihan umum, Pasal 1 angka 5 Undang-undang Nomor

15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu menyatakan: Penyelenggara Pemilu adalah

lembaga yang menyelenggarakan Pemilu yang terdiri atas Komisi Pemilihan Umum dan

Badan Pengawas Pemilu sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggaraan Pemilu untuk

memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah, Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat, serta untuk

memilih Gubernur, Bupati, dan Walikota secara demokratis". Jika melihat ketentuan yang di

atur dalam pasal ini ada dua lembaga penyelenggara pemilihan umum yang memiliki peran

untuk menyelenggarakan pemilu di seluruh wilayah Indonesia.

8 http://www.acehinstitute.org/id/pojok-publik/politik/item/236-akhir-cerita-polemik-bawaslu-eh.html

diakses 23 mei 2020

Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol. 8 No. 2, Mei 2021

Pembentukan Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Aceh Oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum Pusat Republik

Indonesia

114

Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara

Pemilu menentukan panitia pengawas pemilihan umum adalah Bawaslu. Bawaslu adalah

suatu badan yang mempunyai tugas pokok melakukan pengawasan terhadap tahapan

penyelenggaraan Pemilu, yang meliputi Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD, Pemilu Presiden

dan Wakil Presiden, serta Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Bawaslu

merupakan suatu badan yang bersifat tetap, dengan masa tugas anggotanya selama 5 (lima)

tahun, dihitung sejak pengucapan sumpah/janji jabatan.

Proses rekrutmen dan pembentukan lembaga pengawas Pemilu ini mempunyai kaitan

erat dengan kualitas pengawasan dan penyelenggaraan Pemilu. Oleh karena itu, bilamana

pembentukan Badan Pengawasan Pemilu tidak dilaksanakan dengan menerapkan sifat dan

asas mandiri, konsisten, jujur dan adil maka hal tersebut dapat mempengaruhi atau setidaknya

berpotensi mengakibatkan tidak dapat dilakukannya kualitas pengawasan yang profesional

dan akuntabel.

Akan tetapi Ada beberapa permasalalahan hukum yang dianggap prinsip, terhadap

Pemilu yang berlangsung di Provinsi Aceh, karena di Aceh sendiri sebelum lahir Undang-

undang Nomor 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu telah ada Undang-undang

tersendiri yang mengatur tentang Pemilu Aceh yaitu Undang Undang Nomor 11 tahun 2006

tentang Pemerintahan Aceh. Undang Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan

Aceh lembaga penyelenggara Pemilu Aceh adalah KIP, dan lembaga pengawasan pemilihan

untuk Aceh adalah Panwaslih. Komisi Independen Pemilihan (KIP), adalah bagian

dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang berwenang menyelenggarakan Pemilihan

Presiden/Wakil Presiden Pemilihan Anggota DPR/DPRA/DPRK, serta Pemilihan Kepala

Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Aceh. KIP hanya berada di Aceh, Keberadaan KIP

diatur dalam Undang Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahah Aceh, sedangkan

teknis pelaksanaannya dirinci dalam Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2007 Tentang

Penyelenggara Pemilihan Umum Di Aceh.

Pasal 56 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh

menyebutkan bahwa: Anggota Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh, ditetapkan oleh

Komisi Pemilihan Umum (KPU), diresmikan oleh Gubenur.

Pengaturan tentang KIP lebih lanjut diatur dalam Pasal 2 Qanun Aceh Nomor 7

Tahun 2007 yang menyebutkan:

1. KIP Aceh menyelenggarakan pemilihan umum di seluruh wilayah Aceh.

2. KIP Kabupaten/Kota menyelenggarakan pemilihan umum di wilayah

kabupaten/kota masing-masing.

Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol. 8 No. 2, Mei 2021

Pembentukan Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Aceh Oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum Pusat Republik

Indonesia

115

3. KIP melaksanakan tugasnya secara berkesinambungan.

4. Dalam melaksanakan tugasnya sebagai penyelenggara pemilihan umum, KIP bebas

dari pengaruh pihak manapun.

KIP Aceh beranggotakan 7 orang sedangkan KIP Kabupaten/Kota beranggotakan 5

orang, dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Aceh, diseleksi oleh tim independen

yang bersifat ad hoc dan menjabat selama lima tahun.

Pembentukan KIP Aceh diatur dalam Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2007 tentang

Penyelenggara Pemilihan Umum di Aceh, Pasal 10 Sampai dengan Pasal 13 mengatur

tentang pengangkatan KIP Aceh. Mekanisme Pembentukan KIP Aceh sebagai berikut:

1. DPR Aceh memiliki kewenangan membentuk tim independen yang bersifat adhoc

untuk melakukan penjaringan dan penyaringan calon Anggota KIP Aceh.Tim

independen berjumlah 7 (tujuh) orang, meliputi unsur akademisi, tokoh masyarakat

dan LSM dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30

(tiga puluh) persen.

2. Tim independen melakukan penjaringan dan penyaringan calon anggota KIP Aceh,

dan mengajukannya kepada DPRA sebanyak 21 (dua puluh satu) orang.

3. Berdasarkan Keputusan Badan Musyawarah nama-nama calon Anggota KIP Aceh

diserahkan tim independen kepada DPR Aceh untuk dilakukan tes/uji kepatutan dan

kelayakan

4. DPRA menyusun urutan peringkat dari 21 (dua puluh satu) nama calon uji kepatutan

dan kelayakan. DPRA menetapkan 7 (tujuh) nama peringkat teratas dari 21 (dua

puluh satu) nama calon anggota KIP Aceh, dengan keputusan DPRA. DPRA

mengusulkan 7 (tujuh) nama calon anggota KIP Aceh kepada KPU.

5. KPU menetapkan anggota KIP Aceh dengan keputusan KPU. Dan

6. Gubernur Aceh meresmikan/melantik anggota KIP Aceh.

Untuk melaksanakan kegiatan yang lebih rinci yang dilaksanakan secara jelas dan

dalam setiap bagian atau unit KIP Aceh memiliki tugas dan wewenang yang diatur dalam

Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum Di Aceh

III. SIMPULAN DAN SARAN

3.1. Simpulan

Berdasarkan uraian pembahasan diatas maka kesimpulan yang dapat ditarik yaitu

Bawaslu Republik Indonesia merekrut tiga anggota Bawaslu Provinsi Aceh berdasarkan

kewenangan yang diatur dalam Undang Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang

Penyelenggara Pemilu yang terletak pada Pasal 73 ayat (4) huruf d. Untuk pembentukan

Bawaslu Provinsi pada umumnya. Pasal 60 Undang Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) No

11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh yang mengatur secara khusus tentang Provinsi

Aceh, juga mengatur tentang pembentukan pengawas pemilihan Aceh yang diusulkan oleh

Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol. 8 No. 2, Mei 2021

Pembentukan Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Aceh Oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum Pusat Republik

Indonesia

116

DPRA yang jumlah anggotanya 5 orang Untuk mengatasi polemik antara Bawaslu dengan

DPR Aceh.

3.2. Saran

Disarankan Perlu dilakukannya pembenahan-pembenahan baik dari segi kebijakan,

maupun tugas dan fungsinya, jumlah anggota khususnya dalam pelaksanaan Pemilu untuk

Provinsi Aceh. Perlu adanya peraturan yang lebih khusus dalam pelaksanaan Pemilu untuk

Provinsi Aceh yang sejalan dengan hak-hak otonomi Aceh yang dituangkan dalam sebuah

aturan yang konkrit yang tidak bertolak dengan Peraturan-peraturan yang ada. Perlu adanya

hubungan kerjasama, kamunikasi dan koordinasi yang baik antara Pemerintah Aceh dan

Bawaslu dalam rangka melaksanakan pemilihan umum yang diselenggarakan secara

langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil yang ada di Provinsi Aceh agar lebih

mempermudah bagi kedua belah pihak dalam melaksanakan tugas pengawasan seperti yang

diamanatkan oleh peraturan Perundang-undangan, dengan adanya kerjasama yang solid,

komitmen yang teguh, dan jalinan koordinasi yang baik akan memudahkan untuk melakukan

pengawasan pemilu di Aceh.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku

Dedi Mulyadi, Perbandingan Tindak Pidana Pemilu Legislatif Dalam Perpektif Hukum di

Indonesia, Bandung, Refika Aditama, Bandung, 2013.

Hendarmi, Renadireksa, Visi Bernegara Arsitektur Konstitusi Demokratik, Fokusmedia,

Bandung, 2007.

Hestu Cipto handoyo B, Hukum Tata, Kewarganegaraan Negara & Hak Asasi Manusia,

Universitas Atmajaya, Yokyakarta, 2003.

Ibramsyah Amiruddin, Kedudukan KPU dalam struktur ketatanegaraan republik

Indonesia pasca amandemen. Laksbang Mediatama: Jakarta, 2008.

Jenedjri M. Gaffar, Demokrasi Konstitusional: Praktik Ketatanegaraan Indonesia setelah

Perubahan UUD 1945, Konstitusi Press, Jakarta, 2012.

_______, Politik Hukum Pemilu, Konstitusi Press, Jakarta, 2012.

Jimly Asshiddiqie, Lembaga Negara dan Sengketa Kewenangan Antar Lembaga Negara,

Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN). Jakarta, 2005

Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol. 8 No. 2, Mei 2021

Pembentukan Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Aceh Oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum Pusat Republik

Indonesia

117

_______, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Konstitusi Press, Jakarta, 2012.

_______, Perkembangan Dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Konstitusi

Press, Jakarta, 2006.

_______, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Konstitusi, Press, Jakarta, 2006.

John Salindeho, Pengawasan Melekat Aspek-aspek Terkait dan Implementasinya. Bumi

Aksara: Jakarta, 1995.

Joko J, Prihatmoko, mendemokratiskan Pemilu Dari sistim Sampai Elemen Teknis,

Pustaka Pelajar, Yokyakarta, 2008.

Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan Dasar-dasar dan

Pembentukannya, Kanisius, Jakarta, 1998.