“muhammad bakir: a batavian scribe and author in the nineteenth century”, rima 19, 1984: 44-72....

53
“Muhammad Bakir, Pengarang dan Penyalin Batavia Abad ke-19” oleh Henri Chambert-Loir Kutipan dari buku : Henri Chambert-Loir, Iskandar Zulkarnain, Dewa Mendu, Muhammad Bakir dan Kawan-Kawan: Lima Belas Karangan Tentang Sastra Indonesia Lama. Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), 2014. Dalam buku tersebut terdapat satu bibliografi tunggal untuk semua artikel sekaligus. Bibliografi tersebut dilampirkan pada artikel ini.

Upload: independent

Post on 27-Feb-2023

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

“Muhammad Bakir, Pengarang dan Penyalin Batavia Abad ke-19”

oleh

Henri Chambert-Loir

Kutipan dari buku :Henri Chambert-Loir, Iskandar Zulkarnain, Dewa Mendu, Muhammad Bakir dan Kawan-Kawan: Lima Belas Karangan Tentang Sastra Indonesia Lama. Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), 2014.Dalam buku tersebut terdapat satu bibliografi tunggal untuk semua artikel sekaligus. Bibliografi tersebut dilampirkan pada artikel ini.

MUHAMMAD BAKIRPENGARANG DAN PENYALIN BATAVIA

ABAD KE-19

Kajian sastra Melayu klasik sangat kekurangan patokan historis. Kebanyakan karya bersifat anonim, dan hanya diketahui dalam bentuk salinan baru, sehingga sulit diketahui kapan dan di mana persisnya diciptakan. Selain itu, sejumlah karya klasik itu mula-mula ditulis berdasarkan tradisi lisan, dan kemudian mengalami perkembangan penting, yang tiap tahap evolusinya merupakan karya mandiri. Bagaimanapun juga, baik tentang teks awal atau hasil perkembangannya seiring perjalanan waktu, peralatan kita di bidang linguistik, sastra dan filologi masih tidak memadai untuk melakukan kajian historis. Berbagai buku pedoman “sastra klasik” membahas genre, pengaruh dan tema, tanpa sungguh-sungguh berupaya menyusun garis-besar perkembangan kesusastraan dalam ruang dan waktu.

Karena itu, penemuan sekelompok karya yang tahun dan tempat penciptaannya diketahui secara pasti, sekalipun relatif baru, dapat menyum-bangkan patokan berharga bagi kajian historis tentang teks-teks sastra.

Koleksi naskah Melayu yang tersimpan di Museum Nasional Jakarta berisi 26 karya (seluruhnya 32 jilid) yang dibeli pada akhir abad ke-19 dari sebuah taman bacaan di Batavia. Karya-karya ini (dengan satu perkecualian) ditulis oleh satu orang penyalin, yang kadang juga merangkap sebagai pengarangnya.

Khazanah 25 teks buah pena satu orang jelas jarang didapati; lebih jarang lagi, sebuah koleksi selusin karya asli karangan satu penulis. Karena itu, pembahasan tentang koleksi semacam ini secara keseluruhan, dan bukan analisis tentang satu naskah atau karya tertentu, mestinya memungkinkan kita mendapatkan pemahaman baru mengenai kerja penyalin dan posisi pengarang Melayu.

Artikel ini pertama kali terbit, dengan judul “Muhammad Bakir: a Batavian scribe and author in the nineteenth century”, dalam majalah RIMA (Sydney), no. 19, 1984. Saya berhutang budi pada Lance Castles untuk komentarnya atas draf awalnya.

Lima Belas Karangan Tentang Sastra Indonesia Lama286

Sejumlah kecil penyalin yang dikenal (contohnya Abdullah bin Abdulkadir Munsyi, Muhammad Cing Saidullah atau Hussain bin Ismail) adalah juru tulis profesional yang bekerja di lembaga penulisan naskah (scriptoria) untuk kepentingan kolektor-kolektor Eropa. Penulis Batavia kita sebaliknya adalah individu mandiri yang bekerja untuk khalayak umum dan berusaha menafkahi hidupnya dengan pekerjaan itu. Dari naskah-naskahnya, kita dapat mengorek serpihan informasi mengenai asal-usulnya, pendidikannya, posisinya dan kariernya, dan yang paling penting, terbuka kemungkinan menganalisis teknik kerjanya. Informasi semacam ini akan berguna dari sudut pandang sosial, karena kita dapat mempelajari sesuatu tentang sisi pragmatis kesusastraan; dapat juga berguna dari sudut pandang filologi, lantaran kebiasaan dan ciri­ciri khas seorang penyalin dapat ikut menentukan pilihannya saat menghadapi tugas penyalinan dan penyuntingan.

Pada masa buku cetak sudah mulai memasyarakat, naskah-naskah tersebut disewakan sebagai sejenis bahan bacaan khusus. Perbandingan ciri-ciri eksternal naskah dan buku cetak akan memperlihatkan apa gera-ngan buku-naskah waktu itu, atau apa yang sedang digantikan oleh buku cetak.

Dalam beberapa naskah kita dapati iklan judul-judul teks lain yang juga dapat disewa. Berkat aneka pengumuman ini, kita dapat menyusun daftar 55 judul teks yang tersedia pada sang penulis untuk disewakan kepada pelanggannya. Daftar ini merupakan sumber informasi istimewa bagi pengetahuan kita tentang kebiasaan di Batavia pada masa itu, mengingat tak lebih dari satu atau dua naskah saja yang tersisa dari “taman bacaan” lainnya yang saat ini kita ketahui (lih. Kratz 1977 dan Iskandar 1981). Tambahan pula, ke-55 judul teks itu, dan lebih-lebih ke-26 naskah yang masih ada, dapat menjadi lahan kajian berharga tentang sastra populer dalam suatu lingkungan kota. Penelaahan bahasa dan gaya bahasa, genre sastra, sumber inspirasi, plot dan struktur, humor dan tema moral, akan berujung pada seperangkat kesimpulan mengenai publik dan selera sastranya.

Kajian semacam itu harus dimulai dengan membedah naskah-naskahnya sendiri. Langkah ini diperlukan guna mengidentifikasi hasil tulisan penulis kita, dan mencoba memilah antara karya asli dan salinan. Lagi pula, inilah satu-satunya cara untuk mengenali kaidah daripada kekhususan di antara berbagai ciri kelompok naskah ini. Karena itu, saya akan membatasi diri pada pemeriksaan pendahuluan terhadap naskah-naskah tersebut, dan pada kesempatan lain barulah menyoal aktivitas

Muhammad Bakir, Pengarang dan Penyalin di Batavia Abad ke-19 287

membaca dan sastra populer, yakni topik-topik yang tentunya menyusul pembahasan naskah-naskah itu sendiri.1

Setelah tak sengaja menemukan sebuah teks bertanda tangan Muhammad Bakir dan menyadari bahwa penulis ini adalah pengarang cerita-cerita lain, maka melalui perbandingan sejumlah naskah dengan katalog van Ronkel (1909) dan Register Akuisisi,2 terbukalah kemungkinan untuk menyaring, dari keseluruhan koleksi naskah Melayu di Museum Nasional, dua kelompok naskah yang perlu diperiksa sebagai karya yang mungkin ditulis oleh Muhammad Bakir, yaitu ML 176-192 dan 239-261.

ML 176-192 terdaftar di antara paket-paket naskah yang dibeli pada September 1889, sedangkan ML 239-261, yang terdaftar di antara naskah-naskah yang diperoleh dari beberapa koleksi pribadi, terbagi menjadi tiga kelompok: ML 239-253 tercatat “dibeli dari sebuah perpustakaan pribumi”; ML 254-260 tercatat “oleh Muhammad Bakir di Pecenongan”; dan terakhir, ML 261 tidak tercatat apa pun.

Pemeriksaan tulisan naskah-naskah tersebut mengungkapkan bahwa dalam kelompok pertama, hanya ML 177, 178 dan 183 (seluruhnya delapan jilid) yang ditulis oleh Muhammad Bakir, dan bahwa keseluruhan kelompok kedua (ML 239-261) berasal dari perpustakaannya. Sudah barang tentu, mungkin saja masih ada naskah lain yang ditulisnya atau berasal dari perpustakaannya di bagian-bagian lain yang belum dijelajahi dari keseluruhan koleksi Museum, bahkan dalam koleksi warisan Cohen Stuart dan Brandes. Seadanya, koleksi ke-26 karya ini sangat istimewa. Koleksi ini sama sekali tidak dikenal sebelumnya, dan nama Muhammad Bakir bahkan tidak muncul dalam kajian umum apa pun tentang sastra Melayu.3 Semua naskahnya bertulisan Jawi. Inilah daftar ke-26 karya Muhammad Bakir yang tersimpan di Museum Jakarta4:

177 A, B Hikayat Panji Semirang 178 Hikayat Purasara 183 A, B, C, D, E Hikayat Sultan Taburat 239 Hikayat Begerma Cendera 240 Seribu Dongeng

241 Hikayat Asal Mulanya Wayang (bersambung

1 Pada halaman-halaman selanjutnya, kutipan-kutipan akan dituliskan dalam ejaan modern baku, walaupun ejaan Jawi asli mempunyai berbagai ciri khas.

2 Klapper VII, tertulis tangan, yang tersimpan di Museum.3 Dua syair karyanya diringkaskan oleh H. Overbeck (1934); keduanya baru-

baru ini diterbitkan dalam Antologi Syair Simbolik (Jusuf 1978). 4 Semua naskah adalah bagian dari koleksi “ML” (eks B.G). Beberapa judul di

bawah ini sedikit berbeda dengan judul di Katalog van Ronkel.

Lima Belas Karangan Tentang Sastra Indonesia Lama288

dalam ML 253) 242 Hikayat Syahrul Indera 243 Hikayat Syah Mandewa 244 Wayang Arjuna 245 Hikayat Indera Bangsawan 246 Lakon Jaka Sukara 247 Sair Ken Tambuhan 248 Sair Perang Pandawa 249 Hikayat Merpati Mas (sambungan dari ML 261;

dikatakan “bersambung”) 250 Hikayat Syekh Muhammad Samman 251 Hikayat Maharaja Garbak Jagat 252 Hikayat Seri Rama 253 Hikayat Gelaran Pandu Turunan Pandawa

(sambungan dari ML 241) 254 Sair Buah-Buahan 255 Sair Siti Zawiyah Sair Sang Kupu-Kupu 256 Hikayat Syekh Abdulkadir Jailani Hikayat Nabi Bercukur 257 A, B Hikayat Sultan Taburat 258 idem 259 idem 260 Hikayat Agung Sakti 261 Hikayat Nakhoda Asyik

Tidak ada petunjuk mengapa Muhammad Bakir terdorong menjual sebagian perpustakaannya kepada Bataviaasch Genootschap sekurang-kurangnya pada dua kesempatan: pada September 1889 dan akhir 1899. Pada kesempatan pertama, ia jelas hanya menjual sebagian kecil dari koleksinya: ia misalnya tidak melepaskan Hikayat Muhammad Samman, Hikayat Merpati Mas dan Hikayat Asal Mulanya Wayang, yang masing-masing ditulisnya pada 1884, 1887 dan 1889, dan yang akhirnya akan dijualnya kepada Bataviaasch Genootschap sepuluh tahun kemudian. Beberapa bulan setelah menjual paket pertama naskahnya, ia masih dapat mengiklankan (dalam Hikayat Gelaran Pandu Turunan Pandawa, yang selesai ditulis pada April 1890) tidak kurang dari 30 judul naskah untuk disewakan.

Muhammad Bakir, Pengarang dan Penyalin di Batavia Abad ke-19 289

Kemungkinan besar, Muhammad Bakir menjual delapan jilid pada 1889 agar memperoleh setumpuk uang. Terlihat bahwa kebanyakan naskahnya yang kini tersimpan di Museum Jakarta kondisinya bagus dan tidak menampakkan tanda sering dipinjam dan dibaca sebelum dijual. Namun naskah-naskah tersebut jelas tidak ditulis dengan tujuan untuk dijual kepada Bataviaasch Genootschaap. Di antara jilid-jilid yang dibeli oleh lembaga tersebut pada 1899, terdapat naskah yang ditulis pada kurun 1884 sampai 1897. Bahwa naskah-naskah ini masih terawat dengan baik mungkin menandakan bahwa usaha Muhammad Bakir tidak lagi ramai, atau bahkan kebiasaan menyewa naskah Jawi telah memasuki masa akhirnya karena tersaingi buku cetak bertulisan Latin.

Daftar Kronologis Karya Tulis Muhammad Bakir

Tanggal-tanggal di bawah ini adalah tanggal selesainya penulisan sebagaimana tercatat dalam naskah. Dua teks tidak bertanggal: 178, Hikayat Purasara (sebelum 1899) dan 240, Seribu Dongeng. Naskah ML 239, Hikayat Begerma Cendera, tidak masuk daftar karena merupakan satu-satunya karya dalam koleksi Muhammad Bakir yang ditulis oleh orang lain.

Tahun Tanggal No. kode Judul Jumlah hlm.

1884 1 Februari 250 Hikayat Syeikh Muhammad Samman

58

1885 1 Januari 183 D Hikayat Sultan Taburat 349

15 Januari 183 E idem 280

28 November 183 B idem 175

14 Desember 183 C idem 349

1887 29 Mei 183 A idem 443

19 September 249 Hikayat Merpati Mas 271

1888 30 Juni 177 A Hikayat Panji Semirang 154

24 Juli 177 B idem 112

1889 Juli 241 Hikayat Asal Mulanya Wayang (awal)

233

Lima Belas Karangan Tentang Sastra Indonesia Lama290

1890 17 Maret 261 Hikayat Nakhoda Asyik 159

15 April 253 Hikayat Gelaran Pandu Turunan Pandawa

200

6 Agustus 241 Hikayat Asal Mulanya Wayang (akhir)

48

9 Desember 248 Sair Perang Pandawa 136

1892 18 Oktober 260 Hikayat Agung Sakti 138

2 November 256 (1) Hikayat Syekh Abdulkadir Jailani

167

19 November 251 Hikayat Maharaja Garbak Jagat

205

1893 10 Februari 256 (2) Hikayat Nabi Bercukur 14

4 April 243 Hikayat Syah Mandewa 146

Akhir April 258 Hikayat Sultan Taburat 120

3 September 242 Hikayat Syahrul Indera 371

15 September 255 (1) Sair Siti Zawiyah 147

29 Oktober 257 B Hikayat Sultan Taburat 261

1894 30 Januari 257 A idem 284

20 Mei 259 idem 191

4 September 245 Hikayat Indera Bangsawan 96

22 Oktober 246 Lakon Jaka Sukara 96

1896 22 November 254 Sair Buah-Buahan 130

17 Desember 252 Hikayat Seri Rama 400

1897 30 Januari 247 Sair Ken Tambuhan 115

22 Mei 244 Wayang Arjuna 207

Muhammad Bakir seringkali mengakhiri ceritanya dengan sebuah syair, yang memberikan petunjuk tentang jati dirinya. Kita harus berhati-hati menghadapi informasi semacam ini, karena pengarang Melayu lazim

Muhammad Bakir, Pengarang dan Penyalin di Batavia Abad ke-19 291

menyatakan dirinya miskin, bodoh, tidak berpendidikan, dan semacamnya. Tetapi sejumlah keterangan terdengar cukup realistis. Informasi lain mengenai kehidupan Muhammad Bakir terkandung dalam tanggal penu-lisan naskah, bahasanya, sejumlah tanda tangan dan sejumlah catatan pinggir pendek.

Pertama, namanya. Nama lengkapnya ditulisnya berulang-kali. Ter-baca: Muhammad Bakir bin Syafian bin Usman bin Fadli, atau al­Fadli. Dan satu kali dijelaskan: “Muhammad Bakir Syafian namanya, Usman itu nama kakeknya, Fadli itu nama bangsanya, demikian itu yang dipakainya.” (ML 253, hlm. 198). Nama ini terdengar Arab, tetapi Fadli sesungguhnya bukan nama keluarga Arab, sehingga asal-usul Muhammad Bakir tetap samar; ia mungkin orang Melayu atau orang Jawa, atau bahkan berasal dari keluarga Peranakan Tionghoa. Ia sekali menulis namanya dengan aksara Jawa (ML 177 A, hlm. 154) dan sekali dengan aksara Tionghoa (ML 241, hlm. 281), tapi ini agaknya lagak seorang terpelajar, bukan bukti mengenai asal-usulnya.

Nama ayahnya dalam huruf Arab terbaca “Syafian” (meski sebe­narnya ditulisnya dengan empat cara berbeda), tapi dalam beberapa tanda tangan dalam huruf Latin, nama itu disingkat SPN, jadi kiranya dilafalkan “Sapian”. Dalam dua naskah, Muhammad Bakir menyinggung ayahnya itu: sekali (dalam ML 256) ia menyatakan sedang menyalin naskah ayahnya, dan dalam naskah lain (ML 183 B) ia mohon maaf karena tulisannya tidak sebagus tulisan ayahnya. Maka kita mendapat kesan bahwa Syafian juga seorang penulis, yang mungkin sudah biasa menyewakan naskah-naskahnya.

Naskah-naskah yang tersimpan di Museum Jakarta sudah dijilid oleh Museum; seabad silam, naskah-naskah tersebut mungkin sekali disewakan dalam bentuk kuras-kuras lepas. Barangkali itulah alasannya mengapa Muhammad Bakir biasa membubuhi naskah-naskahnya dengan tanda tangan di berbagai tempat. Dua naskah (ML 245 dan 252) masing-masing mengandung lebih dari 50 tanda tangan. Kalau naskah-naskahnya kita susun dalam urutan kronologis (lih. tabel di atas), dapat kita lihat bahwa naskah pertama ditulis pada 1884, dan bahwa pada tahun berikutnya, Muhammad Bakir masih mencari-cari bentuk tanda tangannya, sehingga teks-teks awal memiliki tanda tangan lebih rumit, yang justru membantu kita menafsirkan bentuk terakhir tanda tangan yang diulang ratusan kali. Sesungguhnya bentuk terakhir itu mengandung beberapa tanda diakritik yang tidak dapat dijelaskan kalau kita tidak mengenal tanda tangan yang lebih awal dan lebih lengkap.

Lima Belas Karangan Tentang Sastra Indonesia Lama292

Tanda tangan Muhammad Bakir.

Muhammad Bakir, Pengarang dan Penyalin di Batavia Abad ke-19 293

Tanda tangan Muhammad Bakir.

Lima Belas Karangan Tentang Sastra Indonesia Lama294

Tanda tangan Tjit.

Muhammad Bakir, Pengarang dan Penyalin di Batavia Abad ke-19 295

Gambar 1 dan 2 menunjukkan sejumlah tanda tangan Muhammad Bakir.5 Dua tanda tangan pertama adalah tanda tangan dari masa awal dan merupakan kekecualian: no. 1 berupa nama lengkap, dan no. 2 paraf beraksara Latin. Sebagian besar tanda tangan lainnya adalah singkatan nama Muhammad Bakir dalam huruf Jawi, seperti digunakannya tahun 1885 hingga 1897. Yang paling awal (no. 3) jelas memperlihatkan awalan Muhammad, lalu nama Bakir lengkap, dan Cit yang misterius. Tanda tangan berikutnya (no. 4) nyaris identik, dengan tambahan Syafian dan penghapusan m awal dari Muhammad. Selanjutnya nama Muhammad disingkatkan menjadi huruf h saja, dan suku kata kedua dari nama Bakir tidak lagi diguratkan di dalam lingkaran h itu, tetapi selalu berada di atas tanda tangan, seperti pada no. 5 (monogram awal yang hanya digunakan satu kali). No. 6 dan 7 adalah tanda tangan yang paling sering dipakai; potongan-potongan dari nama (h dan kir, atau h dan Bakir) masih dapat dikenali, tapi beberapa titik adalah bagian dari huruf-huruf yang tidak ditulis. No. 8 adalah paraf yang sering digunakan, dapat ditafsirkan sebagai suku kata kir dengan titik-titik yang sama. (Namun paraf ini kadang ditulis bersama huruf tambahan, seperti pada no. 9).

Titik-titik misterius itu mendapatkan penjelasan dalam sebuah naskah khusus. Dari keseluruhan koleksi 25 karya itu, hanya satu naskah ditulis oleh dua orang, yaitu ML 183 D: ke-300 halaman pertama jelas ditulis oleh Muhammad Bakir, kecuali dua halaman di pertengahan cerita yang merupakan hasil tulisan tangan penulis kedua, seperti juga ke-45 halaman terakhir. Nama penyalin terdapat di halaman-halaman terakhir itu, ditulis, atau lebih tepat digambar, dengan aneka cara yang rumit di dalam teksnya sendiri; dan jelas sekali terbaca sebagai Cit.

Gambar 3 memperlihatkan sebelas tanda tangan berupa gambar itu: no. 1, 2 dan 3 terbaca Tjit dengan aksara Latin. No. 4-8 adalah paduan nama Tjit dalam huruf Latin dan Arab. Dan no. 9-11 menumpangkan nama Tjit beraksara Latin (no. 10), atau nama Tjit beraksara Latin dan Arab (no. 9 dan 11), pada huruf pertama kata syahadan.

5 Berbagai contoh tanda tangan ini diambil dari sumber berikut: Gambar 1 & 2: no. 1, 5: ML 183 E, hlm. 236, 342; no. 2, 4: ML 183 C, hlm. 345; no. 3, 10: ML 183 B, hlm. 174, 175; no. 6, 13: ML 252, hlm. 184, 143; no. 7: ML 239, f.1r; no. 9, 12, 14: ML 244, hlm. 203, 156, 151; no. 11: ML 241, hlm. 281. Semua tanda tangan dalam Gambar 3 berasal dari ML 183 D. Semua contoh tanda tangan kira-kira seukuran aslinya.

Lima Belas Karangan Tentang Sastra Indonesia Lama296

Jika kita kembali kepada tanda tangan Muhammad Bakir sendiri dan titik-titik misterius di dalamnya, kita lihat bahwa titik tersebut tidak lain dari titik-titik dalam nama Cit. Naskah yang mengandung tulisan tangan Cit (ML 183 D) selesai ditulis pada Januari 1885. Pada November tahun yang sama, Muhammad Bakir berduka atas kematian ayahnya.6 Sesudah itu Muhammad Bakir menggunakan nama Cit pada tanda tangannya sendiri, tetapi dengan cara yang nyaris tidak terbaca. Asumsi saya, Cit adalah nama ayahnya.7 Pada tanda tangan no. 10 (Gambar 2), Muhammad Bakir memadukan M dari Muhammad, parafnya (seperti pada no. 8) dan juga goresan pendek yang kadangkala terdapat pada kedua t dari Tjit, dengan cara yang jelas diilhami oleh tanda tangan Cit no. 8 (Gambar 3). Kadang-kadang Muhammad Bakir juga menumpangkan tanda tangannya pada kata-kata seperti sebermula (Gambar 2 no. 12) atau hatta (no. 13 dan 14), sebagaimana Cit menumpangkan namanya sendiri pada kata syahadan. Terakhir, tanda tangan no. 11 pada Gambar 2 adalah nama Muhammad Bakir yang ditulis dengan aksara Tionghoa.8

Muhammad Bakir menulis naskahnya yang pertama pada Februari 1884. Naskah ini adalah teks religius pendek (Hikayat Syekh Muhammad Samman) yang ditulis dengan sangat berhati-hati. Tahun berikutnya ia menulis empat jilid dari cerita yang sangat panjang, Hikayat Sultan Taburat (ML 183), satu jilid ditulis bersama Cit. Ayahnya meninggal dunia pada penghujung tahun itu. Muhammad Bakir menyatakan bahwa ia masih

6 “Lebih-lebih maklumlah tuan-tuan karena hamba seorang miskin yang hina, dan karena hamba tiada berbapak, hidup dengan kedua ibu saudara, dan bapak pulang ke rahmat Allah.” Dan dalam syair penutup: “Sebabnya hamba empunya lacur, beberapa kelacuran hamba mengatur, pertama bapak mati dikubur, tinggallah pengatur duduk terfekur” (ML 183 D).

7 Ternyata dalam koleksi warisan Cohen Stuart dalam koleksi naskah Melayu Jakarta, terdapat sebuah naskah (CS 137, Hikayat Dewa Mendu) yang ditulis pada 1867 oleh seorang penulis yang tinggal di jalan yang sama persis dengan tempat tinggal Muhammad Bakir, dan tanda tangannya yang nyaris tak terbaca barangkali mengandung nama Cit, sehingga naskah ini mungkinlah karya (orang yang diduga) ayah Muhammad Bakir, 18 tahun sebelumnya. Tetapi ternyata tulisan kedua naskah tersebut (CS 137 dan ML 183 D) tampak jelas berbeda.

8 Terdapat di akhir sebuah cerita wayang (ML 241, Hikayat Asal Mulanya Wayang), yang selesai ditulis pada Agustus 1890. Saya berterima kasih kepada Denys Lombard yang telah membaca tanda tangan ini untuk saya.

Muhammad Bakir, Pengarang dan Penyalin di Batavia Abad ke-19 297

sangat muda, masih bujangan, dan amat membutuhkan uang sewa naskah-naskahnya, karena tidak mempunyai penghasilan lain.

Pada September 1889, ia menjual delapan naskah kepada Bata-viaasch Genootschap. Ia rupanya sudah menikah selama periode ini, karena pada 1893 ia menyebut punya istri dan dua anak. Tapi ia masih mengeluhkan situasi keuangannya, dan sampai 1894 pun ia menyatakan (ML 259) tidak pernah memiliki pekerjaan yang layak, sehingga terpaksa hidup di bawah tanggungan pamannya.9 Baru pada 1897, kita mengetahui bahwa ia mengajar agama: naskah Wayang Arjuna ditandatanganinya dengan “Muhammad Bakir bin Syaifan bin Usman bin Fadli tukang ajar anak mengaji”, dan pada syair penutup ia menulis: “Daripada sebab hamba tiada bekerja, hanya mengajar dan menulis saja” (ML 244, hlm. 205).

Tahun itu (1897) adalah tahun penyalinan terakhir naskah-nas-kah Muhammad Bakir yang kita ketahui. Dua tahun kemudian, koleksi naskahnya (atau apa yang kita ketahui daripadanya) dijual kepada Bataviaasch Genootschap. Selama tahun-tahun tersebut (lebih tepat sejak 1887 hingga 1897), Muhammad Bakir memberitahukan alamatnya sebagai Kampung Pecenongan Langgar Tinggi. Satu kali (ML 257 A, tahun 1894) ia me-nyatakan dengan lebih terperinci: Pecenongan Gang Terunci. Gang ini masih ada di Jakarta (dengan nama baru, Pintu Air V) di kawasan Pecenongan, tapi tak banyak yang tersisa dari rumah-rumah lama, dan tampaknya tidak ada jejak keluarga Muhammad Bakir. Sementara Langgar Tinggi sudah tidak ada lagi; satu-satunya Langgar Tinggi yang masih dikenal di Jakarta dewasa ini berlokasi di kawasan Pekojan di tepi Kali Angke.10

9 “Saya punya salam takzim pada yang menyewa ini hikayat, dikasih tahu wang sewanya sehari semalam sepuluh sen, lebih-lebih maklum sebab saya sangat berusahakan menulis dan bergadang minyak lampu dan kertas buat anak dan istri saya, boleh dibilang yang saya tiada bekerja dari kecil, menumpang makan dan pakai dari saya punya mama’. Maka itu saya minta kasihannya yang sewa ini buat sehari semalam sepuluh sen adanya” (ML 259, hlm. 193).

10 Langgar Tinggi adalah bangunan tingkat dua yang dibangun pada pertengahan abad 19, yang terdiri dari surau di lantai atas dan tempat tinggal di lantai bawah. Kalau kita merujuk kepada situasi Langgar Tinggi Pekojan (lih. van den Berg 1886: 112), ada kemungkinan Muhammad Bakir, sebagai guru mengaji, tinggal di lantai bawah sebuah langgar tinggi seperti yang masih ada di Pecenongan.

Lima Belas Karangan Tentang Sastra Indonesia Lama298

Burung nuri dalam naskah Sair Ken Tumbuhan salinan Muhammad Bakir (Perpusnas, ML 247); tubuhnya ditulisi sebuah syair; di bawahnya

tertera keterangan “Pecenongan Langgar Tinggi, Muhammad Bakir Syafian Usman Fadli”.

Muhammad Bakir, Pengarang dan Penyalin di Batavia Abad ke-19 299

Kita tidak memiliki banyak informasi tentang pendidikan Muhammad Bakir. Ia mampu menulis bahasa Arab (lih. ML 250 dan 261). Dalam dua tiga naskah, ia menulis kalimat dengan aksara Jawa, tapi kata-kata yang bersangkutan adalah kata Melayu (contohnya dalam ML 257 A, hlm. 273: “nulis di gedung”). Ia jelas akrab dengan dunia wayang, dan sangat menyukai cerita wayang. Pada 1894, ia menulis lakon berjudul Jaka Sukara, yang diakhiri dengan pernyataan: “Anak Betawi empunya bahasa, adalah gampang adalah susah, maka hamba belon biasa, maka menulis berkelah-kesah” (ML 246, hlm. 96). Kalau kita ingin mempercayai pernyataan ini, berarti Muhammad Bakir adalah pendatang baru di Jakarta; mungkin keluarganya berpindah dari Jawa Tengah. Bukti lebih lanjut yang mendukung hipotesis ini adalah jumlah kata-kata Jawa yang dipakainya. Namun jika ayahnya sudah membuka taman bacaan di Pecenongan pada 1865, lebih besar kemungkinan Muhammad Bakir tumbuh dewasa di Batavia. Petunjuk lain tentang latar-belakang Betawi ini adalah bahwa keempat panakawan dalam cerita wayang yang ditulisnya bernama Semar, Grubuk, Petruk (atau Anggaliak) dan Gareng, sebagaimana lazimnya dalam lakon-lakon Betawi.

Naskah-naskah yang kita miliki sekarang hanyalah peninggalan dari sebagian kerja Muhammad Bakir sebagai penyalin. Kita misalnya mempunyai 1.108 halaman yang ditulisnya pada 1885, kemudian tidak satu pun naskah dari tahun 1886, lalu 174 halaman yang ditulis pada 1887. Ini tentu tidak berarti ia tidak menulis sehalaman pun pada 1886. Kita memiliki contoh karyanya dari tahun ke tahun sejak 1884 sampai 1897, kecuali tiga tahun (1886, 1891 dan 1895). Jumlah totalnya 6.314 halaman (namun tentu saja, ukuran halaman, jumlah baris dan besarnya tulisan berbeda-beda dari satu ke lain naskah).

Jika kita meninjau daftar kronologis karya Muhammad Bakir, kita dapat menarik sejumlah kesimpulan mengenai kecepatan menulisnya. Sebagai contoh, satu karya (ML 254) selesai ditulis pada 22 November 1896; lalu pada 17 Desember tahun yang sama, artinya 25 hari kemudian, karya lain setebal 400 halaman dirampungkan (ML 252). Ini berarti ia harus menulis sedikitnya 16 halaman per hari (dengan anggapan tidak ada naskah yang sebagian sudah ditulis sebelumnya). Pada Desember 1885, ia menghasilkan naskah setebal 350 halaman dalam tempo 16 hari, artinya 22 halaman per hari. Keduanya salinan, bukan karya asli.

Naskah lain (ML 246: Lakon Jaka Sukara) agaknya gubahan asli; tebalnya hanya 96 halaman, tapi panjangnya sekitar 50.000 kata. Muhammad Bakir menyatakan karya ini digubahnya dalam jangka waktu 15 hari saja.

Lima Belas Karangan Tentang Sastra Indonesia Lama300

Muhammad Bakir sering mengatakan dalam catatan tambahan di penghujung naskahnya bahwa ia menulis siang-malam. Jika kita perhatikan kolofon karya-karyanya, sebagian memang dirampungkan di tengah malam. Ia juga biasa menulis catatan pribadi dalam margin naskahnya, atau bahkan di tengah-tengah ceritanya. Dalam sebuah teks yang ditulis pada 1894, ia mencatat bagaimana seorang pencuri dikejar ronda ketika ia sendiri masih sibuk menulis, pada pukul 1 dini hari: “Adapun menulis ini di dalam gedung. Jam satu malam, habis saya makan sahur, ada suara orang di luar. Sezarah tiada pikiran saya yang orang jahat, tetapi saya bangunkan istri saya dan saya kasih tahu. Maka seketika lagi ronda berteriak ‘Maling!’ dan maling lari mudik sambil bunyikan pistol tiga empat kali bunyinya. Maka ini di malam jumat 2.2.94” (ML 259, hlm. 25).

Agaknya ia juga suka menulis sepanjang tahun. Di antara naskah yang masih ada, kita misalnya memiliki teks-teks yang ditulis pada empat bulan berbeda baik pada 1890, 1893, maupun 1894.

Dalam tujuh naskah, antara 1887 dan 1896, ia memberikan daftar berbagai teks miliknya yang dapat disewa. Ketika dibandingkan dengan naskah-naskah yang kita miliki, aneka daftar ini memungkinkan kita menyusun daftar 55 judul teks yang ia miliki pada suatu waktu. Perbandingan ini juga berujung pada sejumlah kesimpulan mengenai proses penyalinan dan cara taman bacaan itu dijalankan. Pada 1889, Muhammad Bakir memberikan daftar 30 judul teks, 15 judul di antaranya identik dengan naskah-naskah yang kini tersimpan di Museum Jakarta. Namun, di antara ke-15 naskah ini, hanya empat naskah berasal dari masa sebelum 1890, sementara sebelas naskah Museum selebihnya disalin sesudah tahun itu. Ini berarti, pada tahun 1889 itu, Muhammad Bakir sudah memiliki naskah dengan judul-judul tersebut, tapi harus menyalinnya lagi karena alasan tertentu. Contohnya Hikayat Sultan Taburat: Muhammad Bakir menjualnya kepada Bataviaasch Genootschap pada 1889 (kelima jilid ML 183)11, tapi ia masih mempunyai salinan lain dari karya ini, yang diiklankannya dalam sebuah daftar tahun berikutnya dan yang dipergunakannya sebagai model ketika menyalin keempat jilid ML 257-259 pada 1893-1894. Dengan kata lain, Muhammad Bakir menyalin teks ini sekurang-kurangnya tiga atau empat kali, dan ini bukan pekerjaan enteng, mengingat kedua salinan yang kita ketahui saja setebal 2.400 halaman lebih.

11 Naskah-naskah ini rupanya juga salinan kedua. Dalam ML 183 A (hlm. 443), Muhammad Bakir menyatakan: “Hikayat ini disalin untuk kedua kalinya, karena yang lama sudah sangat buruk kondisinya”.

Muhammad Bakir, Pengarang dan Penyalin di Batavia Abad ke-19 301

Jika kita mengamati koleksi Muhammad Bakir sebagai perpustakaan, artinya sebagai refleksi dari ragam satra populer yang beredar di Batavia pada akhir abad ke-19, tidak terlalu penting diketahui mana karya asli dan mana yang hanya salinan. Tetapi ada gunanya membedakan hal itu kalau kita ingin membedakan sosok Muhammad Bakir sebagai pengarang dan sebagai penyalin, entah untuk mengapresiasi bakat sastranya atau mengevaluasi perannya selaku penyalin.

Tampaknya tidak mudah membedakan antara karya asli dan salinan, dan Muhammad Bakir tidak konsisten dalam berbagai pernyataannya mengenai kepengarangan. Kadang ia mengatakan bahwa teksnya adalah salinan, atau bahkan memberikan rincian tentang naskah modelnya. Dalam Hikayat Syekh Abdulkadir Jailani umpamanya, ia menyatakan bahwa modelnya adalah naskah yang ditulis oleh ayahnya: “diambil ikutan contoh tulisan saya punya ayahanda” (ML 256, hlm. 167). Pada permulaan Hikayat Gelaran Pandu, ia menyatakan, “Alkisah maka dibuat oleh seorang pengarang suatu ceritera lelakon wayang yang diambil dari pada seorang dalang empunya ceritera perkabaran adanya”, sedangkan dalam syair penutup, ia menambah, “Ceritera diambillah dari dalang, dijadikan hikayat jangan sampai hilang, supaya dibaca berulang-ulang” (ML 253, f.1v dan hlm.195).” Cerita ini sesungguhnya sambungan dari Hikayat Asal Mulanya Wayang (ML 241) yang ditulis tidak lama sebelumnya dan yang juga merupakan “salinan dari cerita dalang”. Pernyataan ini semakin menarik karena pemeriksaan terhadap naskahnya sendiri (ML 241) menyingkapkan adanya banyak kata yang dihapus, ditambah dan dikoreksi; tulisannya tergesa-gesa dan keseluruhan naskah ini terkesan ditulis dengan buru-buru, sehingga bukan saja ceritanya merupakan transkripsi dari cerita seorang dalang, tapi mungkin naskahnya sendiri adalah hasil dari pencatatan yang dilakukan dengan terburu-buru pada saat menonton pertunjukan wayang.

Dalam teks lain (Hikayat Syahrul Indera, ML 242, hlm. 368) yang disalin pada Agustus dan September 1893, Muhammad Bakir mengaku dalam syair penutup: “Contohnya hikayat saya tak mampu beli, contohnya saya boleh sewa, supaya jangan jadi kecewa, jadi terburu saya tuliskan jua.”

Berikut ini adalah beberapa contoh kategori dalam perpustakaan Muhammad Bakir, sejauh berkenaan dengan sumber naskah. Pertama, naskah-naskah yang diwarisinya (ML 256) atau mungkin dibelinya (ML 239). Kedua, naskah-naskah yang disalinnya dari naskah model pinjaman atau sewaan (ML 242). Ketiga, cerita-cerita yang ditranskripsikannya dari sumber lisan (ML 241, 253). Dan keempat, tentu saja, karya ciptaannya sendiri. Patut dicatat, kita tidak memiliki bukti bahwa Muhammad Bakir pernah menggunakan teks cetak sebagai model, atau membuat salinan dengan memakai dua naskah model sekaligus.

Lima Belas Karangan Tentang Sastra Indonesia Lama302

Bila mencari gubahan Muhammad Bakir sendiri di antara naskah-naskahnya, kita tentu saja dapat menyisihkan sejumlah cerita terkenal, seperti Hikayat Panji Semirang, Hikayat Syekh Abdulkadir Jailani atau Syair Ken Tambuhan. Beberapa kali Muhammad Bakir sendiri menyatakan bahwa dialah pengarangnya, dan kita tidak punya alasan untuk menyangsikannya. Dalam Sair Perang Pandawa contohnya, ia memaklumkan, “mengarang menurut kehendak hati, tiada bercontoh sudahlah pasti” (ML 248, hlm. 136). Tetapi bagaimana halnya judul-judul yang tidak kita kenal, seperti Hikayat Purasara, Hikayat Syah Mandewa, atau Hikayat Maharaja Garbak Jagat?

Biasanya terdapat sejumlah petunjuk mengenai kepengarangan suatu cerita, tapi hampir tidak pernah ada kepastian. Satu hal yang patut dipertimbangkan adalah sebutan yang dipakai penulis untuk menunjuk dirinya sendiri, namun itu ternyata tidak banyak membantu. Kita tidak dapat menarik kesimpulan tegas dari cara Muhammad Bakir menyebut dirinya, entah pengarang, penyurat, sahibul hikayat, yang berhikayat, atau yang empunya ceritera. Kelima sebutan ini sesungguhnya muncul dalam satu karya yang saya percaya merupakan ciptaannya, berjudul Hikayat Maharaja Garbak Jagat (ML 251). Dalam cerita lain yang agaknya juga karangannya sendiri (Lakon Jaka Sukara, ML 246), ia menyebut dirinya dalang, pengarang, yang empunya cerita, atau kami, tapi malah tidak mencantumkan namanya dalam naskah.

Ada pula sejumlah petunjuk tentang proses penyalinan. Dalam sebuah naskah misalnya, suatu nomor yang tertulis dalam margin pada akhir teks rupa-rupanya nomor halaman dalam naskah model (ML 258, hlm. 119).

Akan kita lihat bahwa Muhammad Bakir biasa menyelipkan catatan pribadi ke dalam teks-teksnya. Namun ini pun tidak cukup untuk menetapkan sebuah karya sebagai karangannya sendiri: pertama, karena ia jelas dapat menyelipkan catatan pribadi ke dalam karya ciptaan orang lain; kedua, karena kita memiliki sedikitnya satu contoh catatan semacam itu yang ia salin dari catatan orang lain. Dalam ML 257 B, di tengah cerita, seorang raja ditawan pada 15 Maulud 1282. Pembubuhan tanggal semacam ini terasa ganjil dalam sebuah hikayat yang tidak memiliki latar historis apa pun, tapi lumrah dalam teks-teks Muhammad Bakir. Namun dalam hal ini, tanggal tersebut salinan belaka karena bertepatan dengan 8 Agustus 1865, sementara naskahnya disalin oleh Muhammad Bakir hampir 30 tahun kemudian, pada 1893.

Kerancuan dalam penyalinan dapat juga menjadi petunjuk untuk membedakan antara salinan dan karangan asli. Dalam Lakon Jaka Sukara (ML 246) misalnya, di permulaan cerita terbaca, “Adapun maka diceritakan

Muhammad Bakir, Pengarang dan Penyalin di Batavia Abad ke-19 303

oleh seorang pendeta, namanya pendeta Ajar Kusuma. Maka ia duduk di atas Gunung Indera Kila”. Kalimat awal ini tepat secara sintaksis, tapi tak syak lagi, ada bagian kalimat yang terlompati; seharusnya kira-kira begini: “Adapun maka diceritakan oleh [orang yang empunya ceritera ini maka tersebutlah ceritera] seorang pendeta, namanya…”. Dalam proses penyalinan naskah, adanya dua kali kata-kata sama (kata ceritera dan orang) membuat kesalahan jenis ini sangat sering terjadi.

Kesimpulan apa yang dapat ditarik dari bukti semacam itu? Kesa lahan seperti itu sebenarnya khas naskah salinan. Artinya, naskah bersangkutan adalah salinan dari teks lain. Kesimpulan ini penting bagi analisis penggunaan bahasa dan gaya bahasa, tetapi tidak menunjukkan apakah teks aslinya adalah karangan Muhammad Bakir sendiri atau bukan, karena kita tahu bahwa Muhammad Bakir biasa menyalin cerita yang sama lebih dari satu kali. Dengan kata lain, sebuah teks dapat saja merupakan kreasi baru dan sekaligus karya salinan.12

Sejumlah ciri eksternal naskah-naskah Muhammad Bakir dapat membantu menentukan karya-karya ciptaannya sendiri. Ciri-ciri tersebut juga memberi gambaran tentang jenis bahan bacaan yang beredar dari tangan ke tangan di Pecenongan. Naskah-naskah Muhammad Bakir relatif besar, berukuran rata-rata 20 x 32 cm.13 Semua naskah dijilid di Bataviaasch Genootschap dan diratakan pinggirnya dalam proses penjilidan. Hal ini jelas karena, di sejumlah tempat, ada nomor halaman, kata alamat14 atau bahkan baris yang terpotong. Ini pula alasannya mengapa sejumlah ukuran yang diberikan dalam katalog van Ronkel lebih besar dari ukuran naskah yang ada sekarang, karena van Ronkel memberikan ukuran naskah sebelum dijilid dan diratakan pinggirnya. Kita juga dapat menyimpulkan bahwa naskah-naskah tersebut, sewaktu masih dimiliki Muhammad Bakir, beredar dalam bentuk tidak terjilid. Ini dapat disimpulkan dari karakteristik lain: Muhammad Bakir biasa menulis kata alamat di kaki halaman, tapi secara tidak teratur. Dalam sejumlah naskah, ia hanya menulis kata alamat pada

12 Salah satu contohnya adalah Hikayat Maharaja Garbak Jagat (ML 251) yang, di satu sisi, saya percaya merupakan ciptaan Muhammad Bakir (berdasarkan tampilan, bahasa, gaya bahasa, humor dsb.), tapi di sisi lain, juga merupakan salinan, karena naskah yang kita miliki bertahun 1892, sementara karya ini sudah ada (dalam sebuah daftar) pada 1889.

13 Satu-satunya perkecualian adalah ML 256 yang hanya berukuran 16 x 20 cm.14 “Kata alamat” dalam ilmu pernaskahan (catchwords dalam bahasa Inggris)

adalah kata yang ditulis di kaki suatu halaman sekaligus merupakan kata pertama halaman berikut, dengan tujuan memastikan tidak ada halaman yang hilang di antara kedua halaman tersebut.

Lima Belas Karangan Tentang Sastra Indonesia Lama304

apa yang tampaknya merupakan halaman terakhir dari kuras-kuras15 yang membentuk sebuah naskah. Jadi dapat kita bayangkan bahwa Muhammad Bakir menulis pada lembaran-lembaran kertas lepas, umumnya pada kuras-kuras berisi 16 halaman, dan ia menyewakan naskah-naskahnya dalam keadaan lepas itu.

Hal ini pun mempunyai dampak. Rupanya tidak ada kuras yang hilang dalam naskah-naskah yang sekarang tersimpan di Museum Jakarta.16 Tapi dapat kita bayangkan Muhammad Bakir sangat takut kuras akan hilang saat naskahnya disewa orang, dan mungkin inilah alasannya kenapa ia membubuhkan begitu banyak tanda tangan dalam sejumlah teksnya.

Muhammad Bakir sering mengeluhkan harga kertas. Tampaknya ia tidak memiliki persediaan kertas, tapi sekadar membeli kertas yang dibutuhkan apabila ia punya uang dan hendak menyalin teks baru. Kalau kita memeriksa kertas naskah-naskahnya yang tersimpan di Museum Jakarta, kita dapati ada sekitar sepuluh jenis kertas yang berlainan, dan sebuah buku dapat terbuat dari dua atau tiga jenis kertas. Sebagian dari kertas-kertas itu memiliki cap air asal Belanda, dan di antara kertas buatan Belanda itu, ada dua jenis (dibuat oleh atau untuk G. Kolff & Co dan Ogilvie & Co) yang cap airnya mengandung nama “Batavia”. Manakala mempertimbangkan kumpulan 32 jilid karya, dengan total lebih dari 6.000 halaman yang ditulis oleh satu orang dalam kurun 14 tahun, tentu sulit mendeskripsikan korpus ini dengan peristilahan yang cukup ketat untuk menentukan kekhasannya, tetapi juga cukup longgar untuk melalaikan ciri­ciri yang tidak spesifik. Sebagian dari pernyataan berikut mengenai cara Muhammad Bakir menulis dan menangani naskahnya bersifat umum, sebagian lain bersifat kekecualian. Akan bermanfaat jika dilakukan pemeriksaan lebih cermat, sambil mempertimbangkan urutan kronologis dari naskah-naskah itu.

Secara keseluruhan, koleksi Muhammad Bakir pada umumnya terkesan homogen; boleh dikatakan mencerminkan suatu kepribadian. Muhammad Bakir memiliki kebiasaan dan tabiat sendiri; mungkin juga sengaja mengembangkan suatu gaya yang dipikirnya akan memikat pelanggan. Ketika memilih naskah yang hendak dipinjam, pelanggan jelas akan memperhatikan genre sastra dan latar cerita sebagaimana diekspresikan oleh judul cerita, tapi mungkin akan terpengaruh pula oleh aspek eksternal naskah itu sendiri: tulisan, tata letak, gambar, warna, kondisi, ukuran, pendeknya kesan umum yang dimunculkan oleh tampilan buku mana pun.

15 Sebuah kuras adalah kumpulan beberapa lembar kertas yang dilipat bersama sebelum ditulisi. Setiap naskah, seperti juga setiap buku pada masa kini, terbuat dari sejumlah kuras yang dijilid bersama-sama.

16 Kecuali Hikayat Purasara, yang berakhir secara mendadak.

Muhammad Bakir, Pengarang dan Penyalin di Batavia Abad ke-19 305

Naskah Hikayat Sultan Taburat salinan Muhammad Bakir (Perpusnas, ML 183B, hlm. ii). Tulisannya sangat rapi; dalam gambar bunga di bagian atas tertulis tanggal penyalinan, yakni “5 Maret 1886, hari Jumat siang pukul tiga”.

Lima Belas Karangan Tentang Sastra Indonesia Lama306

Muhammad Bakir biasa mencatat tahun selesainya ia menyalin setiap naskah. Menarik dicatat ia biasanya menuliskan tahun Masehi dulu, baru tahun Islam, dan hanya sesekali tahun Jawa. Hikayat Indera Bangsawan (ML 245) misalnya berangka tahun 1894 M, 1312 H dan 1824 J. Angka-angka tahun ini kita dapati di penghujung karya. Kadang Muhammad Bakir juga membubuhkan tanggal di dalam teks atau di dalam margin, kadang di dalam sebuah tanda tangan, sehingga kita mengetahui kapan ia menulis suatu halaman tertentu. Ia juga suka menulis beberapa catatan pribadi di dalam margin, di samping cerita. Dalam Hikayat Panji Semirang (ML 177 B, hlm. 37) misalnya, kita dapati catatan ini: “9 Juli 1888. Ada perang di Serang Banten”.17 Syair Perang Pandawa (ML 248) selesai ditulis pada Desember 1890, dan Muhammad Bakir menambahkan catatan ini: “Wilem mangkat bulan ini”. Yang dimaksud adalah Raja Willem III, ayahanda Ratu Wilhelmina.

Yang lebih mengejutkan, Muhammad Bakir biasa menyelipkan tanggal penulisan ke dalam narasi cerita. Dalam salah satu jilid Hikayat Sultan Taburat (ML 183 C, hlm. 147), seorang Sultan bernama Sultan Tar al-Arqan (yang, tak perlu dikatakan lagi, sepenuhnya rekaan) copot matanya terkena panah pada 2 Desember 1885, yang sebetulnya tidak lain dari tanggal penyalinan. Dalam cerita lain, berjudul Wayang Arjuna (ML 244, hlm. 39), Raja Ngastina berkirim surat kepada Darmawangsa, raja Ngamerta, meminta kepala Rajuna, dan surat ini tertanggal “Betawi, 1 Mei 1897”. Dalam kisah lain lagi (Lakon Jaka Sukara, ML 246, hlm. 7), Rajuna kawin pada 22 Oktober 1894.18

Ciri­ciri semacam ini dapat membantu mengidentifikasi karya seorang penulis tertentu, atau bahkan membedakan antara gubahan asli dan karya salinan. Ciri-ciri tersebut juga jelas mencerminkan suatu perilaku budaya umum karena berkaitan dengan humor dan keterlibatan sang penulis dalam produksi sastranya sendiri. Muhammad Bakir biasa

17 Maksudnya ialah pemberontakan petani yang diangkat dalam sebuah buku terkenal oleh Prof. Sartono Kartodirdjo.

18 Jika dilihat tersendiri, di luar keseluruhan koleksi karya Muhammad Bakir, penanggalan aneh dalam Lakon Jaka Sukara dapat menggiring orang untuk membayangkan bahwa cerita ini digubah secara khusus guna dibacakan pada pesta perkawinan yang berlangsung pada tanggal tersebut. Namun melalui perbandingan dengan anakronisme serupa dalam teks-teks lain, jelaslah bahwa itu hanya perilaku jenaka Muhammad Bakir untuk menanggali tulisan-tulisannya.

Muhammad Bakir, Pengarang dan Penyalin di Batavia Abad ke-19 307

pula menyelipkan acuan-acuan pada peristiwa yang terjadi pada masanya ke dalam ceritanya. Dalam Hikayat Maharaja Garbak Jagat umpamanya, Suwatama terbang kabur setelah mencuri sesuatu (tak kurang dari kepala Durna) dari istana Maharaja Garbak Jagat, dan demikianlah ia terbang “Lakunya seperti angin, lebih cepat dari kereta angin yang tempo ada di tanah lapang Gambir pada tahun 1890, serta menuju negeri Ngastina dengan terburu-buru adanya” (ML 251, hlm. 142).

Sejauh dapat saya katakan, acuan dan catatan pribadi tersebut tidak ditemukan dalam karya yang jelas salinan, seperti misalnya Hikayat Seri Rama atau Indera Bangsawan, sehingga hadirnya kekhasan semacam itu dapat menjadi petunjuk untuk mengidentifikasi sebuah karya sebagai ciptaan Muhammad Bakir sendiri. Tapi di sini pun kita harus berhati-hati, karena Muhammad Bakir dapat saja menyalin kekhasan tersebut dari naskah lain. Terdapat dua contoh. Dalam Wayang Arjuna (ML 244, hlm. 144-145) yang telah disebutkan di atas, dewa Surya dan tiga Batara lain sembuh dari sakit setelah minum air putih pemberian Semar. Mereka amat girang bercampur kaget: “Maka heranlah dirinya keempat batara itu melihat air itu terlebih manjur daripada minyak Sikwa yang datang di Betawi pada tahun 1892 pada bulan Juni, pada berbetulan bulan Hapit 1309. Maka inilah satu peringatan datangnya minyak itu.”. Ternyata naskah ini sesungguhnya disalin lima tahun kemudian, pada 1897, yang berarti bahwa acuan itu sendiri juga salinan.

Dalam cerita lain (Hikayat Sultan Taburat, ML 257 B, hlm. 47), seorang raja ditawan pada 15 Maulud 1282 (8 Agustus 1865), padahal naskahnya disalin 28 tahun kemudian, pada 1893. Karena itu, tanggal penulisan di dalam cerita ini pun adalah salinan.

Kita dapat menarik beberapa kesimpulan dari gejala-gejala tersebut. Asumsi saya mengenai kehidupan Muhammad Bakir adalah bahwa ayahnya meninggal pada 1885, ketika Muhammad Bakir masih sangat belia. Ini berarti pada 1865, Muhammad Bakir masih kanak-kanak, atau malah belum lahir, sehingga Hikayat Sultan Taburat, yang di dalam ceritanya tercantum tahun penulisan 1865, tidak mungkin karyanya sendiri; saya cenderung berpikir karya ini adalah karangan ayahnya. Di sisi lain, dalam hal cerita Wayang Arjuna, tahun penulisan 1892 yang disalin lagi pada 1897 dapat saja berarti bahwa cerita ini memang karya Muhammad Bakir, tapi naskah yang kita miliki adalah salinan yang ia buat sendiri dari karya asli.Kekhasan lain yang memikat tentang Muhammad Bakir sebagai penulis adalah kebiasaannya menambah ilustrasi pada sejumlah teksnya. Dalam

Lima Belas Karangan Tentang Sastra Indonesia Lama308

Naskah Hikayat Wayang Arjuna, salinan Muhammad Bakir (Perpusnas, ML 244). Gambar Gerubuk dan Semar.

salah satu cerita wayang (ML 178, Hikayat Purasara), ia menyisipkan 15 gambar berwarna tokoh wayang berukuran sehalaman penuh. Dalam naskah lain (ML 244, Wayang Arjuna), kita dapati di dalam teks 15 gambar hitam-putih sejenis berukuran lebih kecil.

Sketsa-sketsa tersebut tidak bermutu seni tinggi, tapi tetap menarik, mengingat naskah Melayu berilustrasi amatlah langka. Selain itu, tidak mustahil kehadiran gambar-gambar dalam naskah dapat menunjukkan bahwa naskah bersangkutan adalah karangan Muhammad Bakir sendiri. Ada banyak sketsa kecil hitam-putih yang disisipkan dalam teks berbagai cerita; gambar-gambar tersebut dapat sangat kecil, hampir seukuran tulisan, atau sebesar separuh halaman. Gambar-gambar itu mengetengahkan unsur-unsur yang sangat beragam dalam cerita: orang, binatang, rumah, gendang, botol… (Menilik naskah ML 183 D, penulis yang diduga ayah Muhammad Bakir sudah biasa menyisipkan gambar-gambar mungil dalam teks-teksnya). Sketsa-sketsa tersebut kadang sulit dibedakan dari hiasan tulisannya sendiri. Dalam banyak teks, sebagian dari kata-kata yang lazim menandai permulaan paragraf, seperti syahdan, sebermula, hatta

Muhammad Bakir, Pengarang dan Penyalin di Batavia Abad ke-19 309

dsb, dihias sedemikian rupa menggambarkan burung dan bunga. Efeknya lebih dekat iluminasi (hiasan huruf) daripada kaligrafi (huruf indah)19 dan kata-kata yang bersangkutan kadang begitu tersembunyi di balik gambar sehingga pembaca yang tidak akrab dengan kebiasaan Muhammad Bakir hanya akan melihat gambar dan tidak membaca, apalagi mentranskripsi kata-kata tersebut.

Gambar guntingan dari sebuah buku Nasrani yang ditempel dalam satu naskah Hikayat Sultan Taburat salinan Muhammad Bakir

(Perpusnas, ML 183 E).

Ilustrasi yang paling tidak lazim dan mengejutkan dalam karya-karya Muhammad Bakir lain lagi jenisnya. Salah satu naskah (ML 183 E dari Hikayat Sultan Taburat) dihiasi gambar-gambar guntingan bertema religius yang ditempelkan di sana-sini dalam teks. Ceritanya tentang sultan-sultan rekaan di Timur Tengah dengan nama-nama setengah-Persia setengah-India yang mentereng, diselingi gambar malaikat-malaikat Nasrani nan elok, berpipi merah-jambu, berambut pirang dan berjubah biru. Muhammad Bakir juga memasang beberapa gambar kapal dan bunga. Dan pada halaman terakhir, terdapat gambar buku yang pastilah Injil atau kitab misa dengan salib pada sampulnya.

19 Salah satu hiasan itu memicu komentar sinis yang ditulis dalam margin oleh seorang pembaca Belanda: “Indlandsch kunst!” (seni inlander!).

Lima Belas Karangan Tentang Sastra Indonesia Lama310

Ini tentu ilustrasi yang sangat tidak lumrah untuk naskah Melayu, dan Muhammad Bakir amat membanggakannya. Pada halaman terakhir, ia tulis peringatan yang mengutuk siapa pun yang berani menggunting, mencorat-coret atau mencopot gambar-gambar itu. Sekaligus ia mengungkapkan harapannya agar pembaca yang tidak membayar uang sewa naskah terkena penyakit mata.

Naskah­naskah Muhammad Bakir menunjukkan ciri­ciri fisik lain yang sedikit­banyak dapat dipakai untuk mengidentifikasi naskah­naskah tersebut, dan mungkin patut diuraikan dengan lebih terperinci dengan tujuan menganalisis perkembangan perilaku Muhammad Bakir sebagai penyalin. Saya akan meringkaskan beberapa ciri yang berkaitan dengan tulisan dan aspek fisik naskah saja, bukan yang terkait dengan ejaan, bahasa, gaya bahasa ataupun isi cerita.

Tulisan tangan Muhammad Bakir dapat sangat rapi dan anggun, umpamanya dalam Hikayat Syekh Muhammad Samman (ML 250), yang merupakan karya salinan paling awal yang kita miliki (mungkin ditulis dengan hati-hati sekali karena topik religiusnya, dan juga karena Muhammad Bakir kala itu masih belajar seni menyalin di bawah bimbingan ayahnya). Tulisan dapat pula amat terburu-buru dan kasar, seperti dalam Hikayat Asal Mulanya Wayang (ML 241, disalin pada 1889), yang sebagaimana telah disebutkan, mungkin disalin dari penuturan lisan.

Dalam naskah terakhir ini, di antara baris-baris atau di dalam margin, terdapat sejumlah koreksi yang ditulis oleh tangan yang sama, tapi dengan tinta lain. Ini berarti Muhammad Bakir membaca teksnya lagi setelah habis disalin, untuk memperbaikinya – sesuatu yang jelas tidak lumrah dalam teks-teks sastra Melayu.

Secara umum, boleh dikatakan Muhammad Bakir biasa menulis dengan cepat-cepat dan agak ceroboh dari segi tulisan, namun sangat berhati-hati dari segi teks. Hebatnya, ia sendiri terang-terangan mem-peringatkan pembaca tentang hal ini. Dalam sebuah jilid Hikayat Sultan Taburat misalnya, ia mengakui, “Menulis jurang pantang pamali, tiada bersamaan pada yang asli, jauh sekali pada yang lama, tulisnya tiada seupama, tapi ceriteranya saja yang sama” (ML 183 A, hlm. 443). Dan juga dalam Hikayat Indra Bangsawan: “Menulis mengikut naskah orang, tiada ditambah dan tiada dikurang, hanya tulisannya juga sembarang-barang” (ML 245, hlm. 95). Pemeriksaan sepintas hanya dapat mendeteksi sejumlah kecil salah-tulis (sebuah kata ditulis dua kali, suku kata hilang, dan lain sebagainya), biasanya di akhir baris atau di penghujung halaman. Jarang sekali terlihat kesalahan yang penting, seperti lakuna (bagian teks yang luput disalin) atau kekacauan nama tokoh. Dalam satu teks (ML 183

Muhammad Bakir, Pengarang dan Penyalin di Batavia Abad ke-19 311

E, hlm. 205), Muhammad Bakir bahkan begitu cermat sampai mencatat dalam margin bahwa terjadi kekacauan semacam itu dalam ceritanya.

Ketika menyalin Hikayat Seri Rama (ML 252), sebuah naskah 400 halaman yang diselesaikan pada 1896, Muhammad Bakir menyempatkan diri untuk menjelaskan sejumlah kata yang ia khawatir tidak dipahami lagi oleh pembaca di Batavia pada masa itu. Maka kita dapati, di dalam tanda kurung, kata biola sesudah dandi, sore sesudah petang, dan perawan sesudah bikir. Di hlm. 254, ia merujuk kepada sebuah episode terdahulu dalam cerita, dan menyebutkan nomor halaman episode itu: “Seperti yang sudah disebutkan dahulu di nomor 30” (ML 252, hlm. 254).

Tulisan tangan Muhammad Bakir amat berbeda dari satu ke lain naskah, atau bahkan di dalam satu naskah. Sepatutnya korpus setebal 6.000 halaman lebih yang ditulis oleh tangan yang sama dalam kurun 14 tahun dimanfaatkan untuk menentukan unsur yang tetap dan unsur yang berkembang dalam tulisan tangannya. Semestinya dapat menyaring beberapa ciri khas yang selanjutnya dapat mempermudah perbandingan dengan tulisan tangan penulis lain. Tulisan tangan seseorang bukan saja personal, tapi bergantung pada ruang dan waktu.

Ciri-ciri lain dari koleksi Muhammad Bakir dapat dianalisis dengan cara yang sama, khususnya tata letak, kata alamat, garis margin, penomoran halaman, tinta, pemakaian tinta merah, paragraf, dsb. Semua detail remeh ini, ketika dipadukan, memberikan tampilan umum pada sebuah naskah dan dapat membantu menambatkan naskah pada sebuah tempat, suatu masa, atau bahkan pada seorang pengarang. Untuk menegaskan sekali lagi manfaat telaah semacam itu, biar saya mengutip contoh Hikayat Purasara (ML 178): naskah ini tidak mengandung petunjuk mana pun tentang tahun penulisan, pengarang atau penyalin, dan tidak ada informasi apa pun dalam katalog atau bahkan dalam buku registrasi yang dapat dipakai sebagai patokan untuk mengidentifikasinya. Namun naskah ini ditulis oleh Muhammad Bakir, dan kemungkinan besar dikarangnya sendiri. Beberapa naskah lain, seperti misalnya Seribu Dongeng (ML 240), Hikayat Syah Mandewa (ML 243) atau Lakon Jaka Sukara (ML 246), tidak mencantumkan nama pengarang, kecuali sekadar tanda tangan yang tidak dapat dipahami kalau kita tidak mengenalnya dari naskah-naskah lain. Kasus lain lagi adalah Hikayat Begerma Cendera (ML 239) yang bertanda tangan Muhammad Bakir, tapi sesungguhnya bukan karya tulisnya.20

Tinjauan terhadap sejumlah aspek fisik naskah­naskah Muhammad Bakir berkaitan erat dengan kajian lebih luas tentang koleksi ini dari

20 Entah bagaimana Muhammad Bakir memperoleh naskah ini, hasil tulisan oleh orang lain, dan pada halaman depan, ia membubuhkan judul, tanggal dan tanda tangannya sendiri.

sudut pandang kesusastraan. Meskipun kajian semacam itu jelas berada di luar jangkauan artikel ini, perlu diingat bahwa lembaran-lembaran kertas bertulis yang dibahas di sini sengaja ditulis untuk publik tertentu, dan bahwa berbagai goresan dan coretan tulisannya tidak terpisahkan dari cerita-cerita dan dongeng-dongengnya.

Muhammad Bakir menulis naskah dengan tujuan untuk disewakan di kawasan sekitar tempat tinggalnya di Pecenongan. Dari segelintir bukti, jelaslah bahwa pada masa itu naskah-naskah dapat beredar dari kampung ke kampung di seantero Batavia. Sebagaimana Indonesia masa kini memiliki banyak sekali taman bacaan kecil tempat orang dapat menyewa komik dan novel populer, taman bacaan semacam itu sudah ada seabad silam, di mana orang dapat menyewa naskah bertulisan Jawi. Ongkos sewanya sepuluh sen sehari. Dalam sebuah cerita, Muhammad Bakir memberikan contoh tentang satu cara pembacaan khusus: sejumlah perempuan berkumpul dan membaca sebuah cerita bersama-sama, tiap orang bergiliran membacakan keras-keras.

Boleh diperkirakan bahwa Muhammad Bakir memiliki pelanggan tetap. Bagaimanapun, sebagian besar langganannya jelas warga Peranakan Tionghoa. Fakta ini khususnya menarik dari kaca mata sejarah sastra pada akhir abad ke-19. Ke-55 judul perpustakaan Muhammad Bakir meliputi aneka genre, tapi semuanya tergolong “klasik”, padahal perpustakaan ini hadir 40 tahun sesudah terbitnya otobiografi Abdullah bin Abdulkadir Munsyi (Hikayat Abdullah) dan 15 tahun setelah munculnya di Batavia sastra baru yang dicetak dalam tulisan Latin, yaitu sebuah kesusastraan modern yang justru sebagian besar dipelopori komunitas Tionghoa. Koleksi Muhammad Bakir dapat menyoroti beberapa aspek estetika, humor dan moral pada zamannya. Setidaknya, koleksi itu merupakan bukti mencolok tentang kehadiran bersama sastra klasik dan modern.

DAFTAR PUSTAKA

Singkatan

BEFEO Bulletin de l’École française d’Extrême-OrientBKI Bijdragen van het Koninklijk InstituutEFEO École française d’Extrême-OrientENI Encyclopaedie van Nederlandsch-IndiëJMBRAS Journal of the Malayan/Malaysian Branch of the Royal Asiatic SocietyJSBRAS Journal of the Straits Branch of the Royal Asiatic SocietyKITLV Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en VolkenkundeKPG KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)MBRAS Malaysian Branch of the Royal Asiatic SocietyOUP Oxford University PressRIMA RIMA (Review of Indonesian and Malayan Affairs)TBG Tijdschrift van het Bataviaasch Genootschap

Abdul Rahman Haji Ismail1998 (Penyuntingan teks Sulalat al-Salatin), dalam Cheah Boon

Kheng (ed.) Sejarah Melayu: The Malay Annals. Kuala Lumpur: MBRAS.

Abdullah, Massir Q.1982 Bo: Suatu Himpunan Catatan Kuno Daerah Bima. Mataram:

Proyek Pengembangan Permuseuman Nusa Tenggara Barat, stensilan.

Abdullah bin Abdulkadir1841 (ed.) Sejarah Melayu. Singapore: Thomas MacMicking.1884 Sadjarah Malajoe of de Maleische Kronieken naar de uitgave van

Abdoellah bin Abdel-kader Moensji, H.C. Klinkert ed. Leiden: Brill.

1953 Hikayat Abdullah, R.A. Datoek Besar & R. Roolvink eds. Jakarta: Djambatan.

Lima Belas Karangan Tentang Sastra Indonesia Lama374

2005 “Kisah Pelayaran Abdullah ke Kelantan”, dalam A. Sweeney (ed.), Karya Lengkap Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi, jilid 1, Jakarta: KPG – EFEO.

Abidin, Andi Zainal1971 “Notes on the lontara’ as historical sources”, Indonesia 12: 159-

172.

Ahmat b. Adam1995 The Vernacular Press and the Emergence of Modern Indonesian

Consciousness (1855–1913). Ithaca: SEAP, Cornell University. Alam, M.T.S. Lembang

1917-1920 Berbagai-bagai kepertjajan orang Meajoe ja’ni kepertjajaan kepada orang haloes (hantoe, setan, jin dan lain-lain sebangsanya). Batavia, 2 jil.

Alexandre de Paris1994 Le Roman d’Alexandre, terjemahan L. Harf-Lancner. Paris (coll.

Livre de Poche).Alfian, T. Ibrahim dkk. (eds.)

1987 Dari Babad dan Hikayat sampai Sejarah Kritis: Kumpulan Karangan Dipersembahkan kepada Prof. Dr. Sartono Kartodirdjo. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Ali bin Ahmad1979 Hikayat Inderaputera diusahakan oleh Enchè Ali bin Ahmad.

Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka (cet. ke-8).Alves, Jorge M. dos Santos

1991 Três Sultanatos Malaios do Estreito de Malaca nos séculos XV e XVI (Samudera-Pasai, Aceh e Malaca/Johor). Estudo Comparativo de História Social e Política , Disertasi, tidak terbit, Lisboa.

2001 “Naniyar Kuniyappan: Un Tamoul, syahbandar de Samudera-Pasai au début du XVIe siècle”, Archipel 62: 127-142.

Amin, Ahmad1971 Sedjarah Bima: Sedjarah Pemerintahan dan Serba-serbi

Kebudayaan Bima. Bima, stensilan.Andaya, Leonard Y.

1981 The Heritage of Arung Palakka: A History of South Sulawesi (Celebes) in the Seventeenth Century. The Hague: Martinus Nijhoff.

Anderson, Benedict R.O’G.2009 “Bahasa tanpa nama”, dalam H. Chambert-Loir (ed.), Sadur, 2009,

hlm. 379-393.Anderson, John

1826 Mission to the East Coast of Sumatra in 1823. Edinburgh – London. (Reprint Kuala Lumpur: Oxford University Press, 1971.)

Daftar Pustaka 375

Archives1974 Archives des manuscrits cham-Khao-luc nguyen cao Cham.

Phanrang.Arrien

1984 Histoire d’Alexandre, diterjemahkan dari bahasa Yunani oleh P. Savinel. Paris: Minuit.

al-Attas, Syed Muhammad Naguib1966 Rânîrî and the Wujûdiyyah in 17th Century Acheh. Kuala Lumpur:

MBRAS. 1988 The Oldest Known Malay Manuscript: A Sixteenth Century Malay

Translation of the ‘Aqâ’id of al-Nasafi. Kuala Lumpur: University of Malaya Press.

Azra, Azyumardi1997 “A Hadrami religious scholar in Indonesia: Sayid Uthman”,

dalam Urika Freitag & William G. Clarence-Smith (eds.), Hadrami Traders, Scholars and Statesmen in the Indian Ocean, 1750s-1960s, Leiden: Brill.

Battistini, Olivier & Pascal Charvet (eds.)2004 Alexandre le Grand: Histoire et Dictionnaire. Paris: Laffont (coll.

Bouquins).Bausani, A.

1962 “Note sulla struttura della ‘Hikayat’ classica malese”, Annali dell’Instituo Universitario Orientale de Napoli, n.s. XII: 153-192. (Terjemahan Inggris oleh L. Brakel, “Notes on the structure of the classical Malay hikayat”, Clayton: Monash University, 1979).

Behrend, T. E. & Titik Pujiastuti1997 Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia – EFEO, 2 jil. (Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara, jilid 3-A & 3-B).

Berg, C.C.1961 “Javanese historiography: a synopsis of its evolution”, dalam Hall

(ed.) 1961, hlm. 13-23.1965 “The Javanese picture of the past”, dalam Soedjatmoko dkk. (eds.)

1965, hlm. 87-118.Berg, L.C.W. van den

1886 Le Hadramout et les colonies arabes de l’Archipel Indien, Batavia: Imprimerie du Gouvernement. (Terjemahan Indonesia: Hadramaut dan Koloni Arab di Nusantara, Jakarta: INIS, 1989).

Boisselier1963 La Statuaire du Campa: Recherche sur les cultes et l’iconographie.

Paris: EFEO.Bouman, M.A.

1925 “Toeharlanti: De Bimaneesche sultans verheffing”, Koloniaal Tijdschrift, XIV (6): 710-717.

Lima Belas Karangan Tentang Sastra Indonesia Lama376

Braam Morris, D.F. van1891 “Nota van toelichting behoorende bij het contract gesloten met het

landschap Bima op den 20sten Oct. 1886”, TBG 34: 176-233.Braginsky, V. I.

2004 The Heritage of Traditional Malay Literature: A historical survey of genres, writings and literary views. Leiden: KITLV.

Akan terbit Dalam artikel “Sulalat al-Salatin sebagai Mitos Politik”, merujuk pada Braginsky 2004.

Braginsky, V.I. & M.A. Boldyreva1977 “Opisaniye malaysky rukopisey v sobranii leningradskogo

otdeleniya Instituta vostokovedeniya an SSSR”, dalam B. Parnickel (ed.), Malaisko-indoneziiskie issledovaniya: Sbornik statei pamyati akademika A.A. Gubera, Moskwa:Nauka, hlm. 131-167. (Terjemahan Prancis, “Les manuscrits malais de Leningrad”, Archipel 40, 1990: 153-178.)

Brakel, L.F.1975 The Hikayat Muhammad Hanafiyyah: A medieval Muslim-Malay

romance. The Hague: Martinus Nijhoff. 1979 “On the origins of the Malay hikayat”, RIMA 13 (2): 2-21.1980 “Dichtung und Wahrheit: Some notes on the development of the

study of Indonesian historiography”, Archipel 20: 35-44.Broeze, F.J.A.

1979 “The merchant fleet of Java (1820­1850)”, Archipel 18: 251-269.Brown, C. C.

1952 “Sejarah Melayu or Malay Annals. A translation of Raffles M. 18 (in the Library of R.A.S. London)”, JMBRAS 25 (2-3): 1-276. (Edisi baru, Sejarah Melayu or Malay Annals: An Annotated Translation, Kuala Lumpur: OUP, 1970; cetak ulang, 1976).

Bukhari al-Jauhari1999 Taju’ssalatin, Mahkota Raja-Raja (ed. Asdi S. Dipodjojo &

Endang Daruni Asdi). Yogyakarta: Lukman Offset.Casparis, J.G. de

1975 Indonesian Palaeography, a History of Writing in Indonesia from the Beginnings to c. A.D. 1500. Leiden – Köln: Brill (Handbuch der Orientalistik, jil. 3.4.1).

1980 “Amat Majnun tombstone at Pengkalan Kempas”, JMBRAS, 53 (1): 1-22.

1998 “Some notes on ancient Bima”, Archipel 56 (L’horizon nousantarien: mélanges en hommage à Denys Lombard), hlm. 465-468.

Cense, A.A.1951 “Enige aantekeningen over Makassaars-Boeginese

geschiedschrijving”, BKI 107 (1): 42-60.

Daftar Pustaka 377

Chambert-Loir, Henri1977a “Notes sur une épopée malaise: le Hikayat Dewa Mandu”, BEFEO

LXIV: 293-302.1977b “A propos du Mahabharata malais”, BEFEO LXIV: 265-291.1980a Hikayat Dewa Mandu. Epopée malaise. I. Texte et Présentation.

Paris: EFEO.1980b “Les sources malaises de l’histoire de Bima”, Archipel 20: 269-

280.1982 Syair Kerajaan Bima. Jakarta: EFEO.1983 “Sumber Melayu tentang sejarah Bima”, dalam Citra Masyarakat

Indonesia, Jakarta: Sinar Harapan.1984 “Muhammad Bakir: A Batavian scribe and author in the nineteenth

century”, RIMA 19: 44-72.1985a Ceritera Asal Bangsa Jin dan Segala Dewa-dewa. Bandung:

Angkasa – EFEO.1985b “Dato’ ri Bandang. Légendes de l’islamisation de la région de

Célèbes Sud”, Archipel 29: 137-163. (Terjemahan Indonesia: “Dato’ ri Bandang. Legenda pengislaman daerah Sulawesi Selatan”, dalam D. Perret dkk. (eds.), Hubungan Budaya dalam Sejarah Dunia Melayu, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka – EFEO, 1998, hlm. 23-61.)

1987 “Sebuah hikayat Melayu dipentaskan”, dalam 10 Tahun Kerjasama Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) dan École française d‘Extrême-Orient (EFEO), Jakarta: Puslit Arkenas, hlm. 73-85.

1988 “Notes sur les relations historiques et littéraires entre Campa et Monde Malais”, dalam Actes du Séminaire sur le Campa organisé à l’Université de Copenhague le 23 mai 1987, Paris: Centre d’Histoire de Civilisations de la Péninsule Indochinoise, hlm. 95-106.

1989a “Etat, cité, commerce: le cas de Bima”, Archipel 37: 83-105.1989b “Naskah-naskah Melayu dari Pulau Sumbawa”, dalam Ismail

Hussein dkk. (eds.), Tamadun Melayu, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, jil. II, hlm. 606-629.

1991 “Malay literature in the 19th century: the Fadli connection”, dalam J.J. Ras & S.O. Robson (eds.), Variation, Transformation and Meaning: Studies on Indonesian Literatures in Honour of A. Teeuw, Leiden: KITLV Press, hlm. 87-114.

1992 “Sair Java-Bank di rampok: littérature malaise ou sino-malaise?”, dalam Claudine Salmon (ed.), Le moment “sino-malais” de la littérature indonésienne, Paris: Association Archipel, hlm. 43-70.

1994 “Some aspects of Islamic justice in the Sultanate of Pontianak c. 1880”, Indonesia Circle 63: 129-143.

1995 “Catatan hubungan sejarah dan sastera antara Campa dengan

Lima Belas Karangan Tentang Sastra Indonesia Lama378

Dunia Melayu”, dalam Ismail Hussein, P.B. Lafont & Po Dharma (eds.), Dunia Melayu dan Dunia Indocina, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, hlm. 217-234.

1999 “Sair Java-Bank di rampok: Sastra Melayu atau Melayu-Tionghoa?”, dalam H. Chambert-Loir & Hasan Muarif Ambary (eds.), Panggung Sejarah: Persembahan kepada Prof. Dr. Denys Lombard, Jakarta: EFEO – Puslit Arkenas – Yayasan Obor Indonesia, hlm. 335-364. (Edisi ke-2, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2011.)

2000 “Mythes et archives: l’historiographie indonésienne vue de Bima”, BEFEO 87 (1): 215-245.

2004 Kerajaan Bima dalam Sastra dan Sejarah. Jakarta: KPG – EFEO.2005 “The Sulalat al-Salatin as a political myth”, Indonesia 79: 131-

160.2006a “Alexandre le Grand en Insulinde”, dalam H. Chambert-Loir

& Bruno Dagens (eds.), Anamorphoses: Hommage à Jacques Dumarçay, Paris: Les Indes Savantes, hlm. 369-393.

2006b “Malay colophons”, Indonesia and the Malay World, vol. 34, No. 100, hlm. 363-381.

2007 “Hikayat Iskandar Zulkarnain di Dunia Melayu”, dalam Ahmad Kamal Abdullah dkk. (eds.), Prosiding Seminar Kesusasteraan Bandingan Antarabangsa, 7-9 Jun 2007, Kuala Lumpur, hlm. 94-108.

2009a Sapirin bin Usman, Hikayat Nakhoda Asik; Muhammad Bakir, Hikayat Merpati Mas dan Merpati Perak. Jakarta: Masup Jakarta – EFEO.

2009b Sadur: Sejarah Terjemahan di Indonesia dan Malaysia. Jakarta: KPG – EFEO.

2009c “Aksara, huruf, lambang: Jenis-jenis tulisan dalam sejarah”, dalam H. Chambert-Loir (ed.), Sadur, 2009, hlm. 309-338.

2009d “Transkripsi sebagai terjemahan”, dalam H. Chambert-Loir (ed.), Sadur, 2009, hlm. 791-807.

2010 “Kolofon Melayu”, dalam Oman Fathurahman (ed.), Filologi dan Islam Indonesia, Jakarta: Kementerian Agama RI, Puslitbang Lektur Keagamaan, hlm. 151-180.

2011a “Kolofon Melayu”, Jurnal Terjemahan Alam & Tamadun Melayu, 3, 1, hlm. 99-119.

2011b “Sebuah sumber Prancis tentang masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda: Cerita perjalanan Augustin de Beaulieu”, dalam Aprinus Salam dkk. (eds.), Jejak Sastra & Budaya: Prosiding Seminar Internasional Persembahan untuk 70 Tahun Prof. Dr. Siti Chamamah Soeratno, Yogyakarta: Elmatera, hlm. 175-208.

2011c “Kisah petualangan sebuah huruf Arab di Indonesia”, dalam Titik Pudjiastuti & Tommy Christomy (eds.), Teks, Naskah, dan

Daftar Pustaka 379

Kelisanan Nusantara: Festschrift untuk Prof. Achadiati Ikram, Depok: Yayasan Pernaskahan Nusantara, hlm. 1-16.

2011d “Syair Sultan Fansuri”, dalam H. Chambert-Loir, Sultan, Pahlawan dan Hakim: Lima Teks Indonesia Lama, Jakarta: KPG.

2011e “Tempayan Kalimantan menurut sebuah teks Melayu tahun 1839”, dalam H. Chambert-Loir, Sultan, Pahlawan dan Hakim: Lima Teks Indonesia Lama, Jakarta: KPG.

2013 “Daendels dan al-Ghazali: wawasan politik Abdullah al-Misri”, dalam Jelani Harun & Ben Murtagh (eds.), Penghargaan kepada Professor Emeritus V.I. Braginsky: Mengharungi Laut Sastera Melayu, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, hlm. 50-87.

Chambert-Loir, Henri & Siti Maryam Salahuddin1999 Bo’ Sangaji Kai: Catatan Kerajaan Bima. Jakarta: EFEO –

Yayasan Obor Indonesia. (Cetakan kedua, 2012).Chambert-Loir, Henri, Suryadi, Oman Fatrurahman & H. Siti Maryam R.

Salahuddin2009 Iman dan Diplomasi: Sultan Bima Abdul Hamid Muhammad Syah,

Jakarta: KPG – EFEO.Cheah Boon Kheng

1998 “The rise and fall of the great Melakan empire: Moral judgement in Tun Bambang’s Sejarah Melayu”, JMBRAS 71 (2): 104-121.

1998a (ed.) Sejarah Melayu: The Malay Annals. Kuala Lumpur: MBRAS (Reprint No 17).

Cohen, Marcel1958 La grande invention de l’écriture et son évolution. Paris:

Klincksieck. Dicetak ulang dalam Marcel Cohen & Jérôme Peignot (eds.), Histoire et art de l’écriture, Paris: Laffont, 2005 (coll. Bouquins).

Cohen, Marcel dkk. (eds.)1963 Ecriture et psychologie des peuples. Paris: Armand Colin. Dicetak

ulang dalam Marcel Cohen et Jérôme Peignot (eds.), Histoire et art de l’écriture, Paris: Laffont, 2005 (coll. Bouquins).

Cohen, Matthew Isaac2004 “Traditional and Popular Painting in Modern Java”, Archipel 69:

5-38.Collet, Octave

1910 L’île de Java sous la domination française. Bruxelles: Falk Fils.Collins, James T.

1998 Malay, World Language: A Short History (edisi kedua). Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. (Terjemahan Indonesia, Bahasa Melayu Bahasa Dunia: Sejarah Singkat. Jakarta: KITLV-Jakarta – Yayasan Obor Indonesia, 2005).

2008 Bahasa Sanskerta dan Bahasa Melayu. Jakarta: KPG – EFEO.

Lima Belas Karangan Tentang Sastra Indonesia Lama380

Cowan, C.D. & O.W. Wolters (eds.)1976 Southeast Asian History and Historiography: Essays Presented to

D.G.E. Hall. Ithaca: Cornell University Press.Crawfurd, John

1820 History of the Indian Archipelago: Containing an Account of the Manners, Arts, Languages, Religions, Institutions, and Commerce of its Inhabitants. Edinburgh: Constable, 3 jilid.

Dain, Alphonse1964 Les Manuscrits. Paris: Les Belles Lettres.

Dakers, C. H.1939 “The Malay coins of Malacca”, JMBRAS 17 (1): 1-12, 2 hlm.

gambar.Damais, L.-C.

1962-1963 “Bibliographie indonésienne. Compte rendu de Bahasa dan Budaja”, BEFEO L (2), 1962, hlm. 417-518, jil. LI, no. 2, 1963, hlm. 583-594, BEFEO LII (1), 1964, hlm. 204-240.

Déroche, François dkk.2000 Manuel de codicologie des manuscrits en caractères arabes. Paris:

Bibliothèque Nationale de France. 2005 Islamic Codicology: An introduction to the study of manuscripts in

Arabic script. London: Al-Furqân Islamic Heritage Foundation. Dipodjojo, Asdi

1981 Taju’ssalatin, Fasal 10-12. Yogyakarta: Lukman.Doufikar­Aerts, Faustina

2003 Alexander Magnus Arabicus: Zeven eeuwen Arabische Alexandertraditie, van Pseudo-Callisthenes tot Sûrï. Disertasi, Universitas Leiden, 2003.

Drewes, G.W.J.1954 Een Javaanse Primbon uit de zestiende eeuw. Brill: Leiden.1969 The Admonitions of Seh Bari. The Hague: Martinus Nijhoff.1977 Directions for Travellers on the Mystic Path: Zakariyya al-Ansari’s

Kitab Fath al-Rahman and its Indonesian adaptations; with an appendix on Palembang manuscripts and authors. The Hague: Martinus Nijhoff.

1978 An Early Javanese Code of Muslim Ethics. The Hague: Martinus Nijhoff.

1995 “Short notice on the story of Haji Mangsur of Banten”, Archipel 50: 119-122.

Drewes, G.W.J. & L.F. Brakel1986 The Poems of Hamzah Fansuri. Dordrecht: Foris.

Eco, Umberto2001 Experiences in Translation. Toronto: Univ. of Toronto Press.

Daftar Pustaka 381

Effendy, Tenas1989 “Sedikit catatan tentang ‘Syair Perang Siak’”, dalam D.J. Goudie,

Syair Perang Siak, Kuala Lumpur: MBRAS, hlm. 257-268.Encyclopaedie van Nederlandsch-Indie

1917-1939. Encyclopaedie van Nederlandsch-Indië. ‘s-Gravenhage: Martinus Nijhoff, 8 jilid.

Endicott, K.M.1970 An Analysis of Malay Magic. Singapore: OUP.

Eringa, F.S.1984 Soendaas-Nederlands woordenboek. Dordrecht: Foris.

Eymeret, J.1972 “Java sous Daendels, 1808-1811”, Archipel 4: 151-168.

Favre, Abbé P.1875 Dictionnaire malais-français. Wina: Imprimerie Impériale.

Firdousi, Abou’lkasim1877 Le Livre des Rois, Shah-Nameh, diterjemahkan oleh Jules Mohl.

Paris, jil. V.Fox, J.J.

1971 “A Rotinese dynastic genealogy: structure and event”, dalam T.O. Beidelman (ed.), The Translation of Culture: Essays to E.E. Evans-Pritchard, London: Tavistock Publications, hlm. 37-77.

Francis, E.1856 Herinneringen uit den levensloop van een Indisch ambtenaar van

1815 tot 1851. Batavia: Van Dorp.Gaillard, Marina

2005 Alexandre le Grand en Iran: Le Dârân Nameh d’Abu Tâher Tarsusi. Paris: De Boccard.

Gallop, Annabel Teh1994 The Legacy of the Malay Letter. Warisan Warkah Melayu. London:

British Library. 2002 Malay Seal Inscriptions: a study in Islamic epigraphy from

Southeast Asia. PhD thesis, School of Oriental and African Studies, University of London.

2003 “Malay documents in the Melaka Records”, Paper presented at the 3rd International Convention of Asia Scholars, Singapore, 19-22 August 2003.

Gallop, Annabel Teh & Bernard Arps1991 Golden Letters: Writing Traditions of Indonesia; Surat Emas:

Budaya Tulis di Indonesia. Jakarta: Yayasan Lontar. Gonda, J.

1952 Sanskrit in Indonesia. Nagpur: International Academy of Indian Culture.

Graaf, H.J. de1949 Geschiedenis van Indonesië. ’s-Gravenhage – Bandung: Van

Hoeve.

Lima Belas Karangan Tentang Sastra Indonesia Lama382

Guillot, Claude 2004 “La Perse et le Monde malais. Echanges commerciaux et

intellectuels”, Archipel 68: 159-192.Guillot, Claude & Ludvik Kalus

2000 “La stèle funéraire de Hamzah Fansuri”, Archipel 60: 3-24. (Terjemahan Indonesia, “Batu nisan Hamzah Fansuri”, dalam C. Guillot & L. Kalus, Inskripsi Islam Tertua di Indonesia, Jakarta: KPG, 2008, hlm. 71-93.

Hadi, Amirul2004 Islam and State in Sumatra: A study of seventeenth-century Aceh.

Leiden: Brill.Hall, D.G.E. (ed.)

1961 Historians of South East Asia. London: School of Oriental and African Studies, University of London.

Hamer, C. den1890 “De sair Madi Kentjana”, TBG 33: 531-563.

Hanitsch, R.1903 “On a collection of coins from Malacca”, JMBRAS 39: 183-202, 2

hlm. gambar.1905 “On a second collection of coins from Malacca”, JMBRAS 44:

213-16, 1 hlm. gambar.Hashim Musa

2003 Epigrafi Melayu: Sejarah Sistem Tulisan dalam Bahasa Melayu. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka (ed. pertama, 1997).

Hellwig, Tineke1986 “Njai Dasima, een vrouw uit de literatuur”, dalam C.M.S. Hellwig

& S.O. Robson (eds.), A man of Indonesian Letters; Essays in Honour of Professor A. Teeuw, Dordrecht: Foris, hlm. 48-66.

Hikayat Hang Tuah 1978 [Transkripsi sebuah naskah milik Perpustakaan Nasional di

Jakarta, tertanda “oleh: Bot Genoot Schap”]. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Bacaan Sastra Indonesia dan Daerah, 2 jilid.

Hikayat Inderaputera1968 Hikayat Inderaputera (ed. Enche’ Ali bin Ahmad). Kuala Lumpur:

Dewa Bahasa dan Pustaka.Hitchcock, Michael

1984 “Is this evidence for the lost kingdoms of Tambora?”, Indonesia Circle 33: 30-35.

Ho, Engseng2002 “Before parochialization: Diasporic Arabs cast in creole waters”,

dalam H. de Jonge & N. Kaptein (eds.), Transcending Borders: Arabs, politics, trade and Islam in Southeast Asia, Leiden: KITLV, hlm. 11-35.

Daftar Pustaka 383

Hoed, Benny Hoedoro2006 Penerjemahan dan Kebudayaan. Jakarta: Pustaka Jaya.

Hoëvell, W.R. van1845 “Eenige mededeelingen omtrent het eiland Bali van Abdullah bin

Mohamad el-Mazrie”, Tijdschrift voor Neêrlandsch-Indië, VII-2: 139-201.

Hollander, J.J. de1873 “Berichten van eenen Malaier over Siam en de Siameezen”, BKI

20: 229-230.Hooykaas, C.

1937 Over Maleise literatuur. Leiden: Brill. (Edisi kedua, 1947)1951 Perintis Sastra. Groningen – Jakarta: J.B. Wolters.

Ikram, Achadiati dkk.2001 Katalog Naskah Buton Koleksi Abdul Mulku Zahari. Jakarta:

Masyarakat Pernaskahan Nusantara – Yayasan Obor Indonesia. Iskandar, Teuku

1981 “Some manuscripts formerly belonging to Jakarta lending libraries”, dalam N. Phillips & K. Anwar (eds.), Papers on Indonesian Languages and Literatures, London: Indonesian Etymological Project – Paris: Association Archipel, hlm. 145-152.

1995 Kesusasteraan Klasik Melayu Sepanjang Abad. Brunei: Universiti Brunei Darussalam.

1999 Catalogue of Malay, Minangkabau and South Sumatran Manuscripts in the Netherlands. Leiden: Documentatiebureau Islam-Christendom, 2 jil.

Jamilah Haji Ahmad (ed.) 1981 Hikayat Sempurna Jaya. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan

Pustaka.Jedamski, Doris

2009 “Terjemahan sastra dari bahasa-bahasa Eropa ke dalam bahasa Melayu sampai tahun 1942”, dalam H. Chambert-Loir (ed.), Sadur, 2009, hlm. 171-203.

Jelani Harun2003 Pemikiran Adab Ketatanegaraan Kesultanan Melayu. Kuala

Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.2004 “Bustan al-Salatin, ‘The Garden of Kings’: A universal history

and adab work from seventeenth-century Aceh”, Indonesia and the Malay World, vol. 32, No. 92: 21-52.

Jones, Russell1975 “The date of School of Oriental and African Studies naskah dari

Sjair Perang Mengkasar”, Bulletin of the School of Oriental and African Studies 38 (2): 418-420.

1979 “Ten Conversion Myths from Indonesia”, dalam N. Levtzion (ed.), Conversion to Islam, London.

Lima Belas Karangan Tentang Sastra Indonesia Lama384

1985 Hikayat Sultan Ibrahim ibn Adham. An edition of an anonymous Malay text with translation and notes. Berkeley: University of California.

1987 Hikayat Raja Pasai. Petaling Jaya: Fajar Bakti.2007 Loan-Words in Indonesian and Malay. Leiden: KITLV.

Jong Boers, Bernice de1995 “Mount Tambora in 1815: A volcanic eruption in Indonesia and its

aftermath”, Indonesia 60: 36-60.Jordaan, R. E. & P. E. de Josselin de Jong,

1985 “Sickness as metaphor in Indonesian political myths”, BKI 141 (2): 253-274.

Josselin de Jong, J.P.B. de1935 De Maleische Archipel als ethnologisch studieveld. Leiden: J.

Ginsberg.1977 “The Malay Archipelago as a field of ethnological study”, dalam

P.E. de Josselin de Jong (ed.), Structural Anthropology in the Netherlands, The Hague: Martinus Nijhoff, hlm. 166-182.

Josselin de Jong, P. E de1961. “Who’s Who in the Malay Annals”, JMBRAS, 34 (2): 1-89.1964 “The Character of the Malay Annals”, dalam Malayan and

Indonesian Studies, J. Bastin & R. Roolvink (eds.), Oxford: The Clarendon Press, hlm. 235-241.

1985 “Le roi en son royaume: mythes politiques de l’Indonésie occidentale”, ASEMI XVI (1-4): 195-210.

1986 “Textual anthropology and history: The sick king”, dalam C.D. Grijns & S.O. Robson (eds.), Cultural Contact and Textual Interpretation, Dordrecht: Foris.

Junus, Umar1984 Sejarah Melayu: Menemukan Diri Kembali. Petaling Jaya: Fajar

Bakti.Jusuf, Jumsari (ed.)

1978 Antologi Syair Simbolik dalam Sastra Indonesia Lama. Jakarta: Departement Pendidikan dan Kebudayaan.

Juynboll, H.H.1899 Catalogus van de Maleische en Sundaneesche handschriften der

Leidsche Universiteits-bibliotheek. Leiden: Brill.Kartodirdjo, Sartono

1973 Protest Movements in Rural Java. Singapore: OUP.Kassim Ahmad (ed.)

1964 Hikayat Hang Tuah [transkripsi sebuah naskah milik Dewan Bahasa dan Pustaka]. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. (Edisi ketiga, 1971).

2004 Hikayat Abdullah. Kuala Lumpur: Yayasan Karyawan.

Daftar Pustaka 385

Katalog Manuskrip Melayu di Jerman Barat1992 Katalog Manuskrip Melayu di Jerman Barat, oleh Asma Ahmat.

Kuala Lumpur: Perpustakaan Negara Malaysia. Katalog Manuskrip Melayu di Perancis

1991 Katalog Manuskrip Melayu di Perancis, oleh Siti Mariani Omar. Kuala Lumpur: Perpustakaan Negara Malaysia.

Kathirithamby-Wells, J. & Muhammad Yusoff Hashim1985 The Syair Mukomuko: some historical aspects of a nineteenth

century Sumatran chronicle. Kuala Lumpur: MBRAS.Kern, H.

1948 “Uit de verslagen van Dr W. Kern, taalambtenaar op Borneo, 1938-1941”, TBG 82 (3-4): 538-47.

Kern, R.A.1947 “Proeve van Boegineesche geschiedschrijving”, BKI 104: 1-31.

Khalid Hussain1967 Hikayat Iskandar Zulkarnain. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan

Pustaka.Koster, G. L.

1986 “The soothing works of the seducer and their dubious fruits: interpreting the Syair Buah-Buahan”, dalam C.M.S. Hellwig & S.O. Robson (eds.), A man of Indonesian Letters; Essays in Honour of Professor A. Teeuw, Dordrecht: Foris, hlm. 73-99.

1997 Roaming through Seductive Gardens: Readings in Malay narrative. Leiden: KITLV.

Koster, G.L. & H.M.J. Maier1982 “Variation within identity in the Syair Ken Tembuhan”, Indonesia

Circle 29: 3-17.1986 “The Kerajaan at war: on the genre heroic-historical syair”, dalam

Taufik Abdullah (ed.), Papers of the Fourth Indonesian-Dutch History Conference, Yogyakarta 24-29 July 1983. Part Two: Literature and History. Yogyakarta, Gadjah Mada, hlm. 29-72.

Kratz, Ulrich1977 “Running a library in Palembang in 1886 A.D.”, Indonesia Circle

14: 3-12. 1980 “A brief description of the ‘Malay’ manuscripts of the ‘Overbeck

Collection’ at the Museum Pusat, Jakarta”, JMBRAS 53 (1): 90-106.

1989 “Hikayat Raja Pasai: A second manuscript”, JMBRAS 62 (1): 1-10.2002 “Jawi spelling and orthography: A brief review”, Indonesia and the

Malay World, vol. 30, no. 86: 21-26.Kratz, E.U. & Adrietty Amir

2002 Surat Keterangan Syeikh Jalaluddin Karangan Fakih Saghir. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Lacarrière, Jacques2002 La Légende d’Alexandre. Paris: Gallimard (coll. Folio).

Lima Belas Karangan Tentang Sastra Indonesia Lama386

Lafont, P.-B.1977 Catalogue des manuscrits cam des bibliothèques françaises. Paris:

EFEO.Lapian, A.B.

1987 “Bencana alam dan penulisan sejarah (Krakatau 1883 dan Cilegon 1888)”, dalam Alfian dkk. (eds.) 1987, hlm. 211­231.

Leeuwen, Pieter Johannes van1937 De Maleische Alexanderroman. Meppel: Ten Brink.

Lemaire, Jacques1989 Introduction à la codicologie. Louvain-la-Neuve: Université

Catholique.Leyden, John.

1821 Malay Annals: Translated from the Malay language by the late Dr John Leyden with an introduction by Sir Thomas Stamford Raffles. London: Longman. (Cetak ulang, Kuala Lumpur: MBRAS, 2001).

Liaw Yock Fang1975 Sejarah Kesusasteraan Melayu Klassik. Singapura: Pustaka

Nasional. (Cetakan ke-3, 1982).1976 Undang-Undang Melaka: The laws of Melaka. The Hague:

Martinus Nijhoff.Ligtvoet, A.

1880 “Transcriptie van het dagboek der vorsten van Gowa en Tello met vertaling en aanteekeningen”, BKI 28: 1-259.

Linden, A. van der1937 De Europeaan in de Maleische Literatuur. Meppel.

Lombard, Denys1967 Le Sultanat d’Atjeh au temps d’Iskandar Muda (1607-1636). Paris:

EFEO.1979 “Regard nouveau sur les ‘pirates malais’ (première moitié du

XIXème siècle”, Archipel 18: 231-250.1990 Le carrefour javanais. Essai d’histoire globale. Paris: EHESS.

Lombard-Salmon, Claudine1972 “Société peranakan et utopie: deux romans sino-malais (1934-

1939)”, Archipel 3: 169-195.Manguin, Pierre-Yves

1979 “L’Introduction de l’Islam au Campa”, BEFEO 61: 255-287.Manuskrip Melayu Koleksi Perpustakaan Negara Malaysia

1987 Manuskrip Melayu Koleksi Perpustakaan Negara Malaysia: Satu Katalog Ringkas. Kuala Lumpur: Perpustakaan Negara Malaysia.

Marihandono, Djoko2005 Sentralisme Kekuasaan Pemerintahan: Herman Willem Daendels

di Jawa, 1808-1811: Penerapan Instruksi Napoléon Bonaparte. Depok: Program Pascasarjana, FIPB, Universitas Indonesia.

Daftar Pustaka 387

Marrison, G.E.1955 “Persian influences in Malay life”, JMBRAS 28 (1): 52-69.1985 “The Chams and their literature”, JMBRAS 58 (2): 45-70.

Marsden, William1811 History of Sumatra. London: Cox and Baylis (3rd revised edition).

(Edisi pertama, 1783. Cetakan ulang, OUP, 1966, 1975.)Matheson Hooker, Virginia (ed.)

1991 Tuhfat al-Nafis: Sejarah Melayu-Islam. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Matheson, Virginia & Barbara Watson Andaya1982 The Precious Gift (Tuhfat al-Nafis). Kuala Lumpur: OUP.

Matthes, B.F.1856 “Verslag van een verblijf in de binnenlanden van celebes, van

24 April tot 24 October 1856”, dalam H. van den Brink, Dr. Benjamin Frederick Matthes: zijn leven en arbeid in dienst van het Nederlandsch Bijbelgenootschap, Amsterdam: Nederlandsch Bijbelgenootschap, hlm. 178-188.

1875 Korte verslag aangaande alle mij in Eropa bekende Makassaarsche en Boegineesche handschrijften. Amsterdam: Nederlandsche Bijbelgenootschap.

McRoberts, R. W.1984 “An Examination of the Fall of Malacca in 1511”, JMBRAS 57 (1):

26-39.Mohamed Salleh Perang

1980 Reputations Live On: an early Malay autobiography (A. Sweeney ed.). Berkeley, Cal.: University of California Press.

Mohd. Ghazali bin Haji Abbas & Che Selamah bt Che Musthafa

1988 Katalog Induk Koleksi Sastra Tionghoa Peranakan. Bangi: Universiti Kebangsaan Malaysia (mimeogr.).

Molen, W. van der2007 “The Syair of Minye Tujuh”, BKI 163 (2-3): 356-375. (Terjemahan

Indonesia: “Syair Minye Tujuh”, dalam Claude Guillot & Ludvik Kalus, Inskripsi Islam Tertua di Indonesia, Jakarta: KPG – EFEO, hlm. 37-63.)

Moussay, G.1975 Akayet Deva Mano, traduit du Cam et annoté. Paris, EHESS,

disertasi, tidak terbit, 411 hlm. ketikan.1976 “Pram Dit Pram Lak (La geste de Rama chez les Cam)”, dalam

Actes du XXIXe Congrès International des Orientalistes, Asie du Sud-Est Continentale, Paris: Asiathèque, jil. II, hlm. 131-135. (Terjemahan Indonesia, “Pram Dit Pram Lak: Cerita Rama dalam Sastra Cam”, dalam Kerajaan Campa, Jakarta: Balai Pustaka, 1981, hlm. 187-195.

1995 “Akayet Inra Patra: Versi Campa daripada hikayat Melayu

Lima Belas Karangan Tentang Sastra Indonesia Lama388

Indraputra”, dalam Ismail Hussein, P.B. Lafont & Po Dharma (eds.), Dunia Melayu dan Dunia Indocina, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, hlm. 244-259.

Moy, Timothy J. 1975 “The ‘Sejarah Melayu’ tradition of power and political structure:

An assessment of relevant sections of the ‘Tuhfat al­Nafis’”, JMBRAS 48 (2).

Muhammad Haji Salleh1997 Sulalat al-Salatin, ya’ni Perteturun Segala Raja-Raja Karangan

Tun Seri Lanang. Kuala Lumpur: Yayasan Karyawan – Dewan Bahasa dan Pustaka.

Muhammad Yusoff Hashim1980 Syair Sultan Maulana: suatu penelitian kritis tentang hasil

pensejarahan Melayu tradisional. Kuala Lumpur: Universiti Malaya.

1990 Kesultanan Melayu Melaka: Kajian beberapa aspek tentang Melaka pada abad ke-15 dan abad ke-16 dalam sejarah Malaysia. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Mu’jizah2008 Surat Melayu Beriluminasi Raja Nusantara dan Pemerintah

Hindia Belanda Abad ke-18 – 19. Jakarta: KPG – EFEO – KITLV – Pusat Bahasa.

Mulyadi, Sri Wulan Rudjiati1980 “Rona keislaman dalam Hikayat Indraputra”, Archipel 20: 133-

142.1983 Hikayat Indraputra: A Malay romance. Dordrecht: Foris.1994 Kodikologi Melayu di Indonesia. Depok: Fakultas Sastra

Universitas Indonesia.Mulyadi, Sri Wulan Rudjiati & H. Siti Maryam Salahuddin

1990-1992 Katalogus Naskah Melayu Bima. Bima: Yayasan Museum Kebudayaan Samparaja, 2 jilid.

Mus, Paul1928 “Études Indiennes et Indochinoises. I. L’inscription à Valmiki de

Prakaçadharma (Tra-Kiêu)”, BEFEO XXVIII: 147-152.Mutiara, Putri Minerva

1993 Sejarah Melayu. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Proyek Pembinaan Buku Sastra Indonesia dan Daerah.

Nara Vija1976 Akayet Inra Patra. Paris, disertasi, tidak terbit.

Netscher, E.1850 “Verzameling van overleveringen van het rijk van Minangkabau

uit oorspronkelijk Maleisch vertaald”, Indisch Archief, 2de jrg, deel III: 33-68.

Daftar Pustaka 389

Newbold, T. J. 1839 Political and Statistical Account of the British Settlements in the

Straits of Malacca. London: J. Murray. (Cetak ulang, OUP, 1971).Noorduyn, J.

1955 Een achttiende-eeuwse kroniek van Wadjo: Buginese historiografie. Den Haag: H.L. Smits.

1956 “De islamisering van Makassar”, BKI 112 (3): 247-266.1961 “Some aspects of Macasar-Buginese historiography”, dalam Hall

1961, hlm. 29-36.1965 “Origins of South Celebes historical writing”, dalam Soedjatmoko

dkk. 1965, hlm. 137-155.1987a Bima en Sumbawa: Bijdragen tot de geschiedenis van de

sultanaten Bima en Sumbawa door A. Ligvoet en G.P. Rouffaer. Dordrecht: Foris.

1987b “Makassar and the islamization of Bima”, BKI 143 (2-3): 312-342.1991 “The manuscripts of the Makasarese chronicles of Goa and Talloq:

An evaluation”, BKI 147 (4): 454-484.Nooteboom, C.

1950 “Enkele feiten uit de geschiedenis van Manggarai (West Flores)”, dalam Bingkisan Budi: Een bundel opstellen aan Dr Philippus Samuel van Ronkel... op zijn tachtigste verjaardag, Leyde: Sijthoff, hlm. 207-214.

Oetomo, Dede1987 “Serat Ang Dok: a Confucian treatise in Javanese”, Archipel 34:

181-197.Ophuijsen, C.A. van

1901 Kitab Logat Melajoe. Woordenlijst voor de spelling der Maleische taal. Batavia.

Overbeck, Hans1934 “Malay animal and flower shaers”, JMBRAS 12 (2): 108-148.

Pelras, Christian1975a “Guide Archipel II: la Province de Célèbes-Sud”, Archipel 10: 11-

50.1975b “Introduction à la littérature bugis”, Archipel 10: 239-267.1985 “Religion, tradition and the dynamics of Islamization in South

Sulawesi”, Archipel 29: 107-135.Pigeaud, Th.

1927 “Alexander, Sakender en Senapati”, Djawa 7: 321-361.1967 Literature of Java. Catalogue raisonné of Javanese manuscripts in

The Netherlands, vol. I. Synopsis of Javanese Literature, 900-1900 A.D. Den Haag: Martinus Nijhoff.

Pires, Tomé1944 The Suma Oriental [1515], ed. Armando Cortesaõ. London:

Hakluyt Society, 2 jilid.

Lima Belas Karangan Tentang Sastra Indonesia Lama390

Plutarque1993 La vie d’Alexandre, diterjemahkan dari bahasa Yunani oleh Robert

Flacelière & Émile Chambry. Paris: Autrement. (Edisi pertama, Paris: Les Belles Lettres, 1975).

Po Dharma1981 Complément au catalogue des manuscrits cam des bibliothèques

françaises. Paris: EFEO.1982 “Note sur la littérature cam”, Shiroku 15: 43-67.

Po Dharma, G. Moussay & Abdul Karim1997 Akayet Inra Patra. Kuala Lumpur: Perpustakaan Negara Malaysia

– EFEO.1998 Akayet Dowa Mano. Kuala Lumpur: Perpustakaan Negara

Malaysia – EFEO.Proudfoot, Ian

1984 “Variation in a Malay Folk-Tale Tradition”, RIMA 18: 87-102.1993 Early Malay Printed Books. A Provisional Account of Materials

Published in the Singapore-Malaysian Area up to 1920, Noting Holdings in Major Public Collections. Kuala Lumpur: Academy of Malay Studies and the Library University of Malaya.

2002 “From recital to sight-reading: the silencing of texts in Malaysia”, Indonesia and the Malay World, vol. 30, no. 87: 117-144.

2003 “An expedition into the politics of Malay philology”, JMBRAS 76 (1): 1-53.

2006 Old Muslim calendars of Southeast Asia. Leiden – Boston: Brill (Handbook of Oriental Studies / Handbuch der Orientalistik).

Pseudo-Callistènes2004 Le Roman d’Alexandre: La vie et les hauts faits d’Alexandre de

Macédoine, diterjemahkan dan dikomentari oleh Gilles Bonnouré dan Blandine Serret. Paris: Les Belles Lettres. (edisi pertama, 1992).

Radicchi, Anna2009 “Tradisi tata bahasa Sanskerta di Jawa dan Bali”, dalam H.

Chambert-Loir (ed.), Sadur, 2009, hlm. 343-357. Rahmah Bujang

1975 Sejarah Perkembangan Drama Bangsawan di Tanah Melayu dan Singapura. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. (Tesis MA, Universiti Malaya, 1972).

Ras, J. J.1968 Hikayat Bandjar: A study in Malay historiography. The Hague:

Martinus Nijhoff.1973 “The Panji Romance and W.H. Rassers’ analysis of its theme”, BKI

129 (4): 412-457.1991 “In memoriam Professor C.C. Berg, 10-2-1900 tot 25-6-1990”,

BKI 147 (1): 1-16.

Daftar Pustaka 391

Rassers, W.H.1921 De Pandji-Roman. Antwerpen.

Reid, Anthony1988-1993 Southeast Asia in the Age of Commerce, New Haven: Yale

University Press, 2 jil.1999 Charting the Shape of Early Modern Southeast Asia. Chiang Mai:

Silkworm Books.Reid, Anthony & David Marr (eds.)

1979 Perceptions of the Past in Southeast Asia. Singapore: Heinemann Educational Books.

Renou, Louis & Jean Filliozat1947 L’Inde classique. Paris: Payot, 2 jilid.

Rentse, Anker1933 “Notes on Malay beliefs”, JMBRAS 11 (2): 245-251.

Ricklefs, M.C.1976 “Javanese sources in the writing of modern Javanese history”,

dalam Cowan & Wolters (eds.) 1976, p. 332-344.1981/2008. A History of Modern Indonesia Since c. 1200. Inggris: Palgrave

Macmillan. (Edisi ke-3, 2001; edisi ke-4, 2008).1987 “Indonesian history and literature”, dalam Alfian dkk. (eds.) 1987,

hlm. 199-210.1998 The Seen and Unseen Worlds in Java, 1726-1749: History,

Literature and Islam in the Court of Pakubuwana II. Honolulu: Asian Studies Association of Australia in association with Allen & Unwin and University of Hawaii Press.

2006 Mystic Synthesis in Java. A History of Islamization from the Fourteenth to Early Nineteenth Centuries. Norwalk (Conn.): EastBridge.

Ricklefs, M.C. & P. Voorhoeve1977 Indonesian Manuscripts in Great Britain. Oxford: OUP. (Edisi

baru, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia – EFEO, 2014.)Robson, Stuart & Singgih Wibisono

2002 Javanese English Dictionary. Singapore: Periplus.Rodinson, Maxime

2005 “Le monde arabe et l‘extension de l‘écriture arabe”, dalam Marcel Cohen & Jérôme Peignot (eds.), Histoire et art de l’écriture, Paris: Laffont, 2005 (coll. Bouquins), hlm. 713-724. (Edisi pertama dalam Marcel Cohen dkk. (eds.), L’écriture et la psychologie des peuples, Paris: Armand Colin, 1963.)

Ronkel, Ph. S. van1908 “Catalogus der Maleische handschriften van het KITLV”, BKI 60:

181-248.1909 Catalogus der Maleische handschriften in het Museum van het

Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. Batavia – The Hague.

Lima Belas Karangan Tentang Sastra Indonesia Lama392

1918 “Daendels in de Maleische Literatuur”, Koloniaal Tijdschrift, VII: 858-875.

1921 Supplement-catalogus der Maleische en Minangkabausche handschriften in de Leidsche Universiteits-Bibliotheek. Leiden: Brill.

Roolvink, R. 1967 “The Variant Versions of the Malay Annals”, BKI 123 (3): 301-

324. (Dicetak ulang dalam Brown, Sejarah Melayu or Malay Annals).

1998 “Sejarah Melayu: Masalah versi-versi yang lain”, dalam Cheah Boon Kheng (ed.), Sejarah Melayu: The Malay Annals, Kuala Lumpur: MBRAS, hlm. 21-35.

Rosenthal, Franz1968 A History of Muslim Historiography. Leiden: Brill. (2nd revised

ed.; 1st ed. 1952.)Rosidi, Ajip

2000 (ed.) Ensiklopedi Sunda: Alam, Manusia dan Budaya, Termasuk Budaya Cirebon dan Betawi. Jakarta: Pustaka Jaya.

2010 Bus, Bis, Bas. Jakarta: Pusataka Jaya.Rubinstein, Raechelle

1996 “Colophons as a tool for mapping the literary history of Bali: Ida Pedanda Made Sidemen – poet, author and scribe”, Archipel 52: 173-191.

Salmon, Claudine1980 “La notion de “sino-malais” est-elle pertinente d’un point de vue

linguistique?”, Archipel 20: 177-186.1981 Literature in Malay by the Chinese of Indonesia: A Provisional

Annotated Bibliography. Paris: Maison des Sciences de l’Homme.1991 “The Han family of East Java. Entrepreneurship and politics (18th-

19th centuries)”, Archipel 41: 53-87.Samad Ahmad, A.

1979 Sulalatus Salatin (Sejarah Melayu). Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. (Cetakan baru, 2000).

Samuel, Jérôme2008 Kasus Ajaib Bahasa Indonesia? Pemodernan Kosakata dan Politik

Peristilahan. Jakarta: KPG.Sastrahadiprawira, R. Memed

1978 Pangeran Kornel. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Bacaan dan Sastra Indonesia dan Daerah.

Savarimuthu, Arockiamary A.P. 1992 Ayat Majmuk dalam Sejarah Melayu. Kuala Lumpur: Dewan

Bahasa dan Pustaka.

Daftar Pustaka 393

Shellabear, W. G. (ed.)1896 Sejarah Melayu. Singapore: Methodist Publishing House, edisi

Jawi.1898 Sejarah Melayu. Singapore: Methodist Publishing House, edisi

Latin. (Cetak ulang 1909, 1924; edisi baru, Singapore: Malayan Publishing House, 1961; cetak ulang, Singapore: OUP, 1967; Kuala Lumpur: Fajar Bakti, 1975, 1977, 1979, 1982).

1901 “The evolution of Malay spelling”, JSBRAS 36: 75-135.Siegel, James

1979 Shadow and Sound: The Historical thought of a Sumatran people. Chicago – London: The University of Chicago Press.

Singh, Saran1986 The Encyclopaedia of the Coins of Malaysia, Singapore and

Brunei 1400-1967. Kuala Lumpur: Malaysia Numismatic Society. (Edisi kedua, 1996).

Situmorang, T. D. & A. Teeuw (eds.)1952 Sedjarah Melayu Menurut Terbitan Abdullah (ibn Abdulkadir

Munsji). Jakarta: Djambatan.Skeat, W.W.

1900 Malay Magic. London: Macmillan.Skinner, C.

1963 Sja’ir Perang Mengkasar; The rhymed chronicle of the Macassar War by Entji’ Amin. ‘s-Gravenhage: Martinus Nijhoff.

1978 “Transitional Malay literature: Part 1. Ahmad Rijaluddin and Munshi Abdullah”, BKI 134 (4): 466-487.

1982 Ahmad Rijaluddin’s Hikayat Perintah Negeri Benggala. The Hague: Martinus Nijhoff.

1985 The Battle for Junk Ceylon: the Syair Maulana; text, translation and notes. Dordrecht: Foris.

Snouck Hurgronje, C.1888 “Nog iets over de Salasila van Koetei”, BKI 37: 109-112.

Soedjatmoko dkk. (eds.)1965 An Introduction to Indonesian Historiography. Ithaca: Cornell

University Press.Soeratno, Siti Chamamah

1991 Hikayat Iskandar Zulkarnain: Analisis Resepsi. Jakarta: Balai Pustaka.

1992 Hikayat Iskandar Zulkarnain: Sutingan Teks. Jakarta: Balai Pustaka.

Southgate, Minoo S.1977 “Portrait of Alexander in Persian Alexander romances of the

Islamic Era”, Journal of the American Oriental Society, 97 (3): 278-284.

Lima Belas Karangan Tentang Sastra Indonesia Lama394

Stutterheim, W.F.1956 “An ancient Javanese Bhima cultus”, dalam W.F. Stutterheim,

Studies in Indonesian Archaeology, The Hague: Martinus Nijhoff, hlm. 105-143.

Sudewa Alex1995 Dari Kartasura ke Surakarta. Jilid Pertama. Studi Kasus Serat

Iskandar. Yogyakarta: Lembaga Studi Asia.Sweeney, Amin

1967 “The Connection between the Hikayat Raja2 Pasai and the Sejarah Melayu”, JMBRAS 40 (2): 94-105.

1980 (ed.), Reputations Live On: an early Malay autobiography. Berkeley, Cal.: University of California Press.

1992 “Malay Sufi poetics and European norms”, Journal of the American Oriental Society, vol. 112, no. 1, Jan.-March 1992: 88-102.

Talib, Yusof A.1974 “Les Hadramis et le monde malais”, Archipel 7: 41-68.

Teeuw, A.1959 “The History of the Malay Language: A Preliminary Survey”, BKI

115 (2): 138-156.1961 A Critical Survey of Studies on Malay and Bahasa Indonesia.

‘s-Gravenhage: Martinus Nijhoff.1964 “Hikayat Raja-Raja Pasai and Sejarah Melayu”, dalam J. Bastin &

R. Roolvink (eds.), Malayan and Indonesian Studies, Oxford: The Clarendon Press, hlm. 222-234.

1976 “Some remarks on the study of so-called historical texts in Indonesian languages”, dalam Sartono Kartodirdjo (ed.), Profiles of Malay Culture: Historiography, Religion and Politics, Yogyakarta: Depdikbud, hlm. 3-26.

1984 “Indonesia as a ‘Field of Literary Study’. A case study: genealogical narrative texts as an Indonesian literary genre”, dalam P.E. de Josselin de Jong (ed.), Unity in Diversity: Indonesia as a Field of Anthropological Study, Dordrecht: Foris, hlm. 38-59.

Teeuw, A. & R. Dumas, Muhammad Haji Salleh, R. Tol, M.J. van Yperen2004 A Merry Senhor in the Malay World: Four Texts of the Syair

Sinyor Kosta. Leiden: KITLV.Teeuw, A. & D.K. Wyatt

1970 Hikayat Patani: The Story of Patani. The Hague: Martinus Nijhoff, 2 jil.

al­Tha’âlibȋ, Aboû Mansoûr ‘Abd. Al­Malik ibn Mohammad ibn Ismâ’îl1900 Histoire des rois des Perses: Texte arabe publié et traduit par H.

Zotenberg. Paris: Imprimerie Nationale. Thomaz, Luis Filipe F. R.

1986 “La prise de Malacca par les Portugais vue par les Malais, d’après le manuscrit Raffles 32 de la Royal Asiatic Society”, dalam C.

Daftar Pustaka 395

D. Grijns & S. O. Robson (eds.), Cultural Contact and Textual Interpretation, Dordrecht: Foris, hlm. 158-177.

Toda, Dami L.1999 Manggarai Mencari Pencerahan Historiografi. Ende: Nusa Indah.

Toer, Pramoedya Ananta1963 “Realisme-sosialis dalam Sastra Indonesia”, prasaran di FSUI,

Djakarta, (Jakarta, stensil, 1980).1982 Tempo Doeloe. Antologi Sastra Pra-Indonesia. Jakarta: Hasta

Mitra.1985 Sang Pemula. Jakarta: Hasta Mitra.

Tol, Roger1990 Een haan in oorlog: Toloqna Arung Labuaja, een twintigste-eeuws

Buginees heldendicht. Dordrecht: Foris.1996 “A separate empire: writings of South Sulawesi”, dalam Ann

Kumar & John McGlynn (eds.), Illuminations: the writing traditions of Indonesia, Jakarta: The Lontar Foundation – New York: Weatherhill, 1996, hlm. 213-230.

2001 “Master scribes: Husin bin Ismail, Abdullah bin Abdulkadir Munsyi, their handwriting and the Hikayat Abdullah”, Archipel 61: 115-138.

Vikør, Lars S.1988 Perfecting Spelling. Spelling discussions and reforms in

Indonesia and Malaysia, 1900-1972. Dordrecht: Foris. (Terjemahan Indonesia: Penyempurnaan Ejaan: Pembahasan dan Pembaharuan Ejaan di Indonesia dan Malaysia, 1900-1972, Jakarta: Intermasa, 1990.)

Vlekke, B.1965 Nusantara: A History of Indonesia. The Hague: W. van Hoeve (cet.

ke-5).Voorhoeve, P.

1964 “A Malay scriptorium”, dalam J. Bastin & R. Roolvink (eds.), Malayan and Indonesian Studies. Essays presented to Sir Richard Winstedt. Oxford: Clarendon Press, hlm. 256-66.

1973 “Les manuscrits malais de la Bibliothèque Nationale de Paris”, Archipel 6: 42-80.

Wake, C. H. 1983 “Melaka in the fifteenth century: Malay historical traditions and

the politics of Islamization,” dalam Sandhu, Kernial Sing & Paul Wheatley (eds.), Melaka: The transformation of a Malay capital c. 1400-1980, Kuala Lumpur: OUP.

Watson, C.W.1971 “Some preliminary remarks on the antecedents of modern

Indonesian literature”, BKI 127 (4): 417-433.

Wieringa, E.P.1998 Catalogue of Malay and Minangkabau Manuscripts in the Library

of Leiden University and other Collections in the Netherlands, jil. I. Leiden: Leiden University Library.

Wilkinson, R.J.1906 The Peninsular Malays, vol. 1. Malay Beliefs. London: Luzac.

Winstedt, Richard O.1920 “The date of the Hikayat Indraputra”, JSBRAS 82: 145-146.1922a “Hikayat Indraputra”, JSBRAS 85: 46-53.1922b “Hikayat Putra Jaya Pati”, JSBRAS 85: 54-57.1925 Shaman, Saiva and Sufi: A Study of the Evolution of Malay Magic,

London: Constable.1938a “The date, authorship, contents and some new manuscripts of the

Malay romance of Alexander the Great”, JMBRAS 16 (2): 1-23.1938b “The date, author and identity of the original draft of the Malay

Annals”, JMBRAS 16 (2): 30-34.1938c “The Malay Annals or Sejarah Melayu. The Earliest Recension

from MS. 18 of the Raffles Collection”, JMBRAS 16 (3): 1-225.1940 “Corrigenda”, JMBRAS 18 (2): 154-155.1958 A History of Classical Malay Literature. OUP. (Edisi baru, 1969,

1989).Wolters, O. W.

1970 The Fall of Sriwijaya in Malay History. Ithaca: Cornell University Press.

Worsley, Peter J.1972 Babad Buleleng: A Balinese dynastic genealogy. The Hague:

Martinus Nijhoff.Zaini-Lajoubert, Monique

1987 Abdullah bin Muhammad al-Misri. Bandung: Angkasa-EFEO.2008 Karya Lengkap Abdullah bin Muhammad al-Misri. Jakarta:

Komunitas Bambu-EFEO.Zollinger, H.

1850 Verslag van eene reis naar Bima en Soembawa en naar eenige plaatsen op Celebes, Saleier en Floris gedurende de maanden Mei tot December 1847. Batavia: Lange.