laporan lengkap

40
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengumpulan Data Kesehatan merupakan aspek penting dalam menunjang kualitas sumber daya manusia sehingga pembangunan kesehatan khususnya di bidang gizi penting untuk dilaksanakan karena lebih dari separuh kematian bayi,balita dan ibu berkaitan dengan buruknya status gizi. Indonesia pada saat ini sedang mengalami masalah gizi ganda,yaitu masalah gizi kurang dan masalah gizi lebih. Kelompok umur yang paling mudah menderita gangguan kesehatan karena kekurangan gizi dikelompokkan dalam golongan rentan gizi,yaitu 1) kelompok bayi, usia 0-1 tahun; 2) kelompok dibawah lima tahun(balita); 3) kelompok anak sekolah, usia 6- 12 tahun; 4) kelompok remaja, usia 13-20 tahun 5) kelompok ibu hamil dan menyusui 6) kelompok usia lanjut. Berdasarkan data Biro Statistik (BPS) pada tahun 2007,AKI (Angka Kematian Ibu) dan AKB (Angka Kematian Bayi) di Jawa Barat masih berada di level yang cukup tinggi. Hingga saat ini AKI di Jawa Barat sebanyak 250

Upload: independent

Post on 21-Apr-2023

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pengumpulan Data

Kesehatan merupakan aspek penting dalam menunjang

kualitas sumber daya manusia sehingga pembangunan

kesehatan khususnya di bidang gizi penting untuk

dilaksanakan karena lebih dari separuh kematian

bayi,balita dan ibu berkaitan dengan buruknya status

gizi. Indonesia pada saat ini sedang mengalami

masalah gizi ganda,yaitu masalah gizi kurang dan

masalah gizi lebih.

Kelompok umur yang paling mudah menderita

gangguan kesehatan karena kekurangan gizi

dikelompokkan dalam golongan rentan gizi,yaitu 1)

kelompok bayi, usia 0-1 tahun; 2) kelompok dibawah

lima tahun(balita); 3) kelompok anak sekolah, usia 6-

12 tahun; 4) kelompok remaja, usia 13-20 tahun 5)

kelompok ibu hamil dan menyusui 6) kelompok usia

lanjut.

Berdasarkan data Biro Statistik (BPS) pada tahun

2007,AKI (Angka Kematian Ibu) dan AKB (Angka Kematian

Bayi) di Jawa Barat masih berada di level yang cukup

tinggi. Hingga saat ini AKI di Jawa Barat sebanyak 250

per 100.000 kelahiran dan AKB di Jawa Barat masih di

atas 40 per 1.000 kelahiran hidup.

Dari data diatas ada beberapa penyebab kematian

yang sangat erat kaitannya dengan masalah gizi seperti

KEP (Kurang Energi Protein),penyakit infeksi pada

balita, GAKI (Gangguan Akibat Kekurangan Iodium) pada

siswa SD, Anemia, KEK (Kekurangan Energi Kronis) pada

ibu hamil dan masalah gizi lainnya.

Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013 Secara

nasional, prevalensi berat-kurang pada tahun 2013

adalah 19,6 persen, terdiri dari 5,7 persen gizi buruk

dan 13,9 persen gizi kurang. Jika dibandingkan dengan

angka prevalensi nasional tahun 2007 (18,4 %) dan

tahun 2010 (17,9 %) terlihat meningkat. Perubahan

terutama pada prevalensi gizi buruk yaitu dari 5,4

persen tahun 2007, 4,9 persen pada tahun 2010, dan 5,7

persen tahun 2013. Sedangkan prevalensi gizi kurang

naik sebesar 0,9 persen dari 2007 dan 2013. Untuk

mencapai sasaran MDGs tahun 2015 yaitu 15,5 persen

maka prevalensi gizi buruk-kurang secara nasional

harus diturunkan sebesar 4.1 persen dalam periode 2013

sampai 2015.

Kegagalan pertumbuhan pada anak,selain disebabkan

oleh defisiensi vitamin A, juga berhubungan dengan

defisiensi zinc. Dikatakan bahwa manisfestasi dari

defisiensi zinc adalah gangguan pertumbuhan linier

pada balita yang ditujukan dengan status stunting.

Prevalensi pendek secara nasional menurut

Riskesdas tahun 2013 adalah 37,2 persen, yang berarti

terjadi peningkatan dibandingkan tahun 2010 (35,6%)

dan 2007 (36,8%). Prevalensi pendek sebesar 37,2

persen terdiri dari 18,0 persen sangat pendek dan 19,2

persen pendek. Pada tahun 2013 prevalensi sangat

pendek menunjukkan penurunan, dari 18,8 persen tahun

2007 dan 18,5 persen tahun 2010. Prevalensi pendek

meningkat dari 18,0 persen pada tahun 2007 menjadi

19,2 persen pada tahun 2013.

Masalah gizi pada umumnya secara tidak langsung

disebabkan oleh pola asuh yang berkaitan dengan

pengetahuan dan keterampilan ibu balita itu

sendiri/pengasuh, ketahanan pangan, pelayanan

kesehatan yang tidak mamadai, kurangnya persediaan

pangan sekitar, menu seimbang, kesehatan, dan

penghasilan/ekonomi keluarga. Kondisi seperti ini akan

dirasakan oleh masyarskat yang berpenghasilan rendah

yang sulit menjangkau akses pelayanan kesehatan,

sehingga terjadi gangguan pemenuhan kebutuhan pangan

keluarga yang akan memepengaruhi status gizi dan

kesehatan anggota keluarga, salah satunya adalah

balita. Kurangnya pengetahuan gizi mengakibatkan

berkurangnya kemampuan menerapkan informasi dalam

kehidupan sehari – hari dan merupakan salah satu

factor penyebab terjadinya gangguan gizi.

Faktor – faktor yang mempengaruhi status gizi

balita ada 2, yaitu penyabab langsung dan tidak

langsung. Penyebab langsung yang akan memepengaruhi

status gizi balita adalah asupan gizi dan penyakit

infeksi. Balita yang mendapatkan makanan yang cukup

baik tetapi sering mengalami diare dan demam akan

memiliki status gizi buruk. Demikian juga pada anak

yang makanannya tidak cukup jumlah dan mutunya maka

daya tahan tubuhnya akan melemah. Dalam keadaan

demikian akan mudah diserang infeksi yang dapat

mengurani nafsu makan, dan akhirnya dapat menderita

gizi buruk.

Sedangkan factor penyebab tidak langsung meliputi

persediaan makanan di rumah, perawatan anak dan ibu

hamil, dan pelayanan kesehatan. Adapun pokok masalah

yang menyebabkan gizi kurang yaitu kemiskinan, kurang

pendidikan, dan kurang keterampilan, sedangkan akar

masalah gizi kurang yaitu krisis ekonomi.

Pada umumnya, kelompok anak sekolah usia 6-12

tahun memiliki masalah yang lazim diantaranyya berat

badan rendah, defisiensi Fe, defisiensi Iodium, dan

defisiensi vitamin E. Ahli Pendidikan berpendapat

bahwa kelompok usia ini sangat sensitive untuk

menerima pendidikan,termasuk pendidikan gizi. Masalah

yang timbul umumnya diakibatkan aktifitas yang aktif

dilakukan anak usia sekolah baik di lingkungan sekolah

maupun lingkungan di rumah.

Masalah yang diakibatkan kekurangan iodium pada

anak usia sekolah dapat mengakibatkan gangguan

kesehatan yaitu Cretinisma-kondisi penderita dengan

tinggi badandibawah normal (cebol). Kondisi ini

disertai berbagai tingkat keterlambatan perkembangan

jiwa dan kecerdasan. Pada kelompok usia 6-12

tahun,berdasarkan Riskesdas 2013, sebanyak 14,9%

mengalami risiko kekurangan iodium, meskipun proporsi

rumah tangga mengonsumsi garam cukup iodium sebesar

77,1%. Berdasarkan laporan penelitian di Desa

Kertasari, terdapat penurunan konsumsi garam beryodium

menjadi 50%. Laporan survey terakhir pada tahun 2003

mengenai GAKI, prevalensi meningkat menjadi 11,1% dari

tahun 1998.

Kehamilan menyebabkan meningkatnya metabolisme

energi. Oleh karena itu, kebutuhan energi dan zat gizi

lainnya meningkat. Peningkatan tersebut diperlukan

untuk pertumbuhan dan perkembangan janin, pertabahn

besarnya organ kandungan, serta perubahn komposisi dan

metabolisme ibu. Kurang mengkonsumsi kalori akan

menyebabkan malnutrisi yang disebut Kurang Energi

Kronik (KEK) yang dapat mneyebabkan janin tumbuh tidak

sempurna (Depkes RI, 2004).

Berbagai penelitian baik di Indonesia maupun di

luar negeri menunjukkan bahwa salah satu prediktor

yang cukup baik untuk menentukan risiko KEK adalah

Lingkar Lengan Atas (LILA). Selain itu, juga dapat

digunakan untuk prediktor terhadap risiko melahirkan

bayi dengan berat lahir yang rendah (BBLR). Hubungan

antara LILA dengan BBLR tersebut dapat dijelaskan

karena kebutuhan energi untuk kehamilan yang normal

perlu tambahan asupan energi sekitar 800.000 kalori

selama masa kehamilan.

Masalah gizi lain yang lazim ditemui pada ibu

hamil yaitu anemia. Anemia adalah suatu keadaan dimana

kadar hemoglobin dalam darah di bawah nilai normal

(standar). Anemia merupakan salah satu masalah gizi

mikro yang memiliki prevalensi tinggi di negara

berkembang termasuk Indonesia. Kriteria anemia menurut

WHO adalah ≥ 40%. Pada umumnya banyak penelitian yang

menunjukkan prevalensi anemia pada ibu hamil di

Indonesia adalah ≥ 50%. Prevalensi amenia pada

kehamilan khususnya pada trisemester III berkisar

anatara 50-79% (Amirudin dan Wahyudin, 2004).

Anemia dalam kaitanya dengan defisiensi zat besi

adalah masalah kesehatan yang fungsional dan serius.

Anemia di dalam kehamilan mempunyai risiko yang tinggi

terhadap kejadian (BBLR), kelahiran preterm, dan

kematian janin. Anemia gizi besi pada ibu hamil

umumnya disebabkan oleh perubahan fisiologi karena

kehamilan yang diperberat dengan keadaan kurang gizi,

vitamin B12, asam folat, dan vitamin C (Husaini,

1989).

Berdasarkan kesepakan global (Millenium

Development Goals / MDGs, 2000) pada tahun 2015

diharapkan angka kematian ibu menurun sebesar ¾-nya

dan angka kematian bayi sebesar 2⁄3–nya dalam kurun

waktu 1990 – 2015. Masalah yang dihadapi Indonesia

adalah masalah gizi yang menjadi penyebab tidak

langsung kematian ibu memiliki persentasi yang cukup

tinggi antara lain adalah KEK pada kehamilan sebesar

37% dan anemia pada kehamilan 40%.

Pada penelitian di Desa Kertasari, Kecamatan

Bojong pada tahun 2014, menunjukkan adanya peningkatan

nilai rata-rata ibu hamil yang tidak KEK dari 83,30%

menjadi 88,90%, nilai rata-rata konsumsi tablet Fe pun

meningkat dari 41,70% menjadi 88,90%, dan ibu hamil

yang berisiko anemia tidak terjadi perubahan nilai

rata-rata.

Posyandu merupakan salah satu bentuk kegiatan

dari Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD), dimana

masyarakat antara lain melalui kader – kader yang

terlatih dibidang kesehatan menyelenggarakan 5 (lima)

program prioritas secara terpadu pada satu tempat dan

waktu yang telah ditentukan dengan bantuan pelayanan

dan petugas puskesmas, bagi jenis pelayanan dimana

masyarakat tidak mampu memberikan sendiri (Depkes RI,

1986).

Kader adalah seseorang yang karena kecakapannya

atau kemampuannya diangkat, dipilih atau ditunjuk

untuk mengambil peran dalam kegiatan dan pembinaan

posyandu, dan telah dapat pelatihan tentang KB dan

kesehatan (Depkes RI, 1993).

Kader kesehatan adalah laki – laki atau wanita

yang dipilih oleh masyarakat dan dilatih untuk

menangani masalah – masalah kesehatan perseorangan

maupun masyarakat, serta bekerja ditempat yang dekat

dengan pemberian pelayanan kesehatan (Syafrudin dan

Hamidah, 2006). Peran serta kader posyandu melalui

berbagai organisasi dalam upaya mewujudkan dan

meningkatkan pembangunan kesehatan masyarakat desa

harus dapat terorganisir dan terencana dengan tepat

dan jelas.

Pengetahuan merupakan tahap awal untuk seseorang

berbuat sesuatu dan pengetahuan tentang apa yang

dilakukan untuk membuat seseorang mengetahui langkah

selanjutnya yang harus diperbuat, seperti halnya

seseorang kader posyandu yang harus mengetahui tugas

yang diembannya sehingga dapat memberikan pelayanan

maksimal kepada masyarakat dalam mengelolah posyandu.

Pengetahuan Kader tentang kesehatan khususnya pelayan

posyandu akan mempengaruhi perilaku kader untuk

berperan serta dan lebih tanggap untuk setiap

permasalahan kesehatan yang terjadi.

Penelitian di Desa Kertasari, Kecamatan Bojong

menunjukkan adanya peningkatan nilai rata-rata

pengetahuan kader dari 10% menjadi 60%. Selain

pengetahuan, kinerja kader juga dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor. Dari penelitian pada tahun 2013-2014

terdapat penurunan pada keterampilan sebelum dan

sesudah intervensi dengan nilai rata-rata sebesar

20,16.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah ada hubungan antara asupan zat gizi (energi

dan protein) dengan status gizi balita?

2. Apakah ada hubungan antara riwayat infeksi dengan

status gizi balita?

3. Apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan gizi

Ibu dengan status gizi balita?

4. Apakah ada hubungan antara riwayat pemberian ASI

Eksklusif dengan status gizi balita?

5. Apakah ada hubungan antara tingkat pendidikan Ibu

dengan status gizi balita?

6. Apakah ada hubungan antara status ekonomi keluarga

dengan status gizi balita?

7. Apakah ada hubungan antara asupan zat gizi (energi

dan protein) dengan kejadian KEK pada Ibu hamil?

8. Apakah ada hubungan antara asupan Fe dengan risiko

anemia pada Ibu hamil?

9. Apakah ada hubungan antara riwayat infeksi dengan

kejadian KEK pada Ibu hamil?

10. Apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan

gizi dengan status gizi siswa SD?

11. Apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan

gizi dengan keterampilan kader Posyandu?

12. Apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan

gizi dengan kinerja kader Posyandu?

13. Apakah ada hubungan antara keterampilan dengan

kinerja kader Posyandu?

14. Apakah masyarakat Desa Kertasari, Kecamatan

Bojong telah menggunakan garam beriodium?

15. Apakah masyarakat Desa Kertasari, Kecamatan

Bojong telah menerapkan poin-poin PHBS?

BAB II

TUJUAN PENGUMPULAN DATA

2.1 Tujuan Umum

Mengetahui masalah terkait gizi yang terjadi pada

kelompok sasaran Balita, Ibu Balita, Ibu Hamil, Siswa

SD dan Kader Posyandu serta faktor-faktor penyebab

baik langsung maupun tidak langsung yang berpengaruh

terhadap timbulnya masalah gizi.

2.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui hubungan antara asupan zat gizi (energi

dan protein) dengan status gizi balita.

2. Mengetahui hubungan antara riwayat infeksi dengan

status gizi balita.

3. Mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan gizi

Ibu dengan status gizi balita.

4. Mengetahui hubungan antara riwayat pemberian ASI

Eksklusif dengan status gizi balita.

5. Mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan Ibu

dengan status gizi balita.

6. Mengetahui hubungan antara status ekonomi keluarga

dengan status gizi balita.

7. Mengetahui hubungan antara asupan zat gizi (energi

dan protein) dengan kejadian KEK pada Ibu hamil.

8. Mengetahui hubungan antara asupan Fe dengan risiko

anemia pada Ibu hamil.

9. Mengetahui hubungan antara riwayat infeksi dengan

kejadian KEK pada Ibu hamil.

10. Mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan

gizi dengan status gizi siswa SD.

11. Mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan

gizi dengan keterampilan kader Posyandu.

12. Mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan

gizi dengan kinerja kader Posyandu.

13. Mengetahui hubungan antara keterampilan dengan

kinerja kader Posyandu.

14. Mengetahui penggunaan garam beriodium pada

keluarga siswa SD di Desa Kertasari, Kecamatan

Bojong.

15. Mengetahui penerapan pion-poin PHBS dalam

keluarga di Desa Kertasari, Kecamatan Bojong.

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

UNICEF (1997) telah mengembangkan kerangka konsep

sebagai salah satu strategi dalam menanggulangi

permasalahan gizi. Dalam kerangka tersebut ditunjukkan

bahwa permasalahan gizi, ketidakmampuan, dan kematian

anak disebabkan oleh penyebab langsung, penyebab yang

mendasari (penyebab tidak langsung), dan penyebab dasar

(akar masalah). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

gambar 1 di bawah ini.

Menurut UNICEF (1997) ada dua faktor yang menjadi

penyebab langsung permasalahan gizi, ketidakmampuan, dan

kematian anak di negara-negara berkembang, yaitu asupan

makanan yang tidak cukup dan penyakit yang diderita anak.

Permasalahan Gizi, Ketidakmampuan,dan Kematian

Asupan makanan Penyakit

Kuantitas dan kualitas sumber dayamasyarakat: manusia, ekonomi,

organisasi

Sumber daya potensial : lingkungan,teknologi, manusia

Tidak cukupakses pada

pangan

Pola asuhanak tidakmemadai

Sanitasi &pelayanankesehatandasar tidakmemadai

Dampak

Penyebab

Penyebabyang

mendasar

Penyebabdasar dilevel

masyarak

Faktor yang menjadi penyebab yang medasari (penyebab

tidak langsung) masalah kekurangan gizi pada level

keluarga adalah tidak cukupnya akses terhadap pangan,

pola asuh anak yang tidak memadai. Sedagkan, penyebab

dasar adalah kuantitas dan kualitas sumber daya potensial

yang ada di masyarakat misalnya manusia, ekonomi,

lingkugan, organisasi, dan teknologi.

Status gizi anak dipengaruhi oleh beberapa faktor

deterninan. Seperti akan dijelaskan alurnya sebagai

berikut.

Karakteristik keluarga pertama akan mempengaruhi

asupan gizi dan penyakit infeksi kemudian faktor-faktor

ini secara langsung akan mempengaruhi status gizi. Kedua,

karakteristik keluarga akan mempengaruhi sanitasi

lingkungan, perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Serta

akses pemanfaatan pelayanan kesehatan. Kemudian faktor-

faktor ini akan mempangaruhi penyakit infeksi aak secara

langsung akan mempengaruhi status gizi. Sama halnya

dengan faktor karakteristik keluarga di atas, faktor ibu

pertama akan mempengaruhi asupan gizi kemudian faktor ini

secara langsung akan mempengaruhi satus gizi. Kedua,

faktor ibu akan mempengaruhi sanitasi lingkungan,

perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), serta akses

pemanfaatan pelayanan kesehatan. Kemudian faktor-faktor

ini akan mempengaruhi penyakit infeksi anak secara

langsung akan mempengaruhi status gizi. Faktor anak akan

mempengaruhi asupan gizi dan penyakit infeksi kemudian

kedua faktor ini secara langsung akan mempengaruhi status

gizi.

Faktor sanitasi lingkungan, hidup bersih dan sehat

(PHBS), serta akses pemanfaatan pelayanan kesehatan akan

mempengaruhi penyakkit infeksi anak. Kemudian faktor ini

secara langsung akan mempengaruhi status gizi. Faktor

asupan gizi dan penyakit infeksi secara langsung

mempengaruhi status gizi. Kedua faktor ini juga dapat

saling mempengaruhi misalnya asupan gizi mempengaruhi

faktor penyakit infeksi kemudian faktor ini akan

mempengaruhi status gizi dan sebaliknya faktor penyakit

infeksi mempengaruhi aspan gizi kemudian faktor ini akan

mempengaruhi status gizi. Untuk lebih jalas dapat dilihat

skema pada gambar 2.

BAB IV

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS,

DEFINISI OPERASIONAL, DAN MATRIX VIM

4.1 Kerangka Konsep

4.1.1 Balita dan Ibu Balita

4.1.2 Ibu

Hamil

4.1.3 Siswa

SD

TingkatPengetahuan

IbuTingkat

PendidikanIbu

PendapatanKeluarga

RiwayatInfeksi

Status GiziBalita

ASIEksklusif

Asupan Energidan Protein

Asupan Energi

Asupan Protein

Asupan Fe Risiko Anemia

KEK

PengetahuanGizi

PengetahuanGizi

PengetahuanGizi

4.1.4 Kader Posyandu

4.2 Hipotesis

1. Ada hubungan antara asupan zat gizi (energi dan

protein) dengan status gizi balita.

2. Ada hubungan antara riwayat infeksi dengan status

gizi balita.

3. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan gzi ibu

dengan status gizi balita.

4. Ada hubungan antara riwayat pemberian ASI eksklusif

dengan status gizi balita.

5. Ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan

status gizi balita.

6. Ada hubungan antara status ekonomi keluarga dengan

status gizi balita.

7. Ada hubungan antara asupan zat gizi (energi dan

protein) dengan kejadian KEK pada ibu hamil.

8. Ada hubungan antara asupan Fe dengan risiko anemia

pada ibu hamil.

PengetahuanKader Posyandu

KinerjaPosyandu

KeterampilanKader Posyandu

9. Ada hubungan antara riwayat infeksi dengan kejadian

KEK pada ibu hamil.

10. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan gizi

dengan status gizi siswa SD.

11. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan gizi

dengan keterampilan kader Posyandu.

12. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan gizi

dengan kinerja kader Posyandu.

13. Ada hubungan antara keterampilan dengan kinerja

kader Posyandu.

14. (garam beryodium)

15. (PHBS)

4.3 Definisi Operasional

4.3.1 Asupan Zat Gizi Balita

a. Asupan Energi Balita

Definisi : Total asupan energi rata-rata yang

berasal dari makanan dan minuman

sampel (balita) selama 24 jam

terakhir, dibandingkan dengan

kecukupan gizi yang dianjurkan (AKG)

dan dikalikan 100%

Cara ukur : Wawancara

Alat ukur : Formulir recall 1x24 jam

Hasil ukur : Asupan energy dikategorikan

menjadi :

1. Kurang ¿80%dariAKG 20132. Baik ≥80%dariAKG

Skala ukur : Ordinal

b. Asupan Protein Balita

Definisi : Jumlah protein (gram) rata-rata

yang dikonsumsi dalam 24 jam terakhir

dibandingkan dengan kecukupan gizi yang

dianjurkan (AKG) dan dikalikan 100%

Cara Ukur : Wawancara

Alat ukur : Formulir recall 1x 24 jam

Hasil Ukur : Asupan protein dikategorikan

menjadi :

1. Kurang, asupan protein < 80%

dari kecukupan

2. Baik, asupan protein > 80% dari

kecukupan

Skala Ukur : Ordinal

4.3.2 Riwayat Infeksi

a. Diare

Definisi : Peningkatan frekuensi buang air

besar dan berubahnya konsistensi

menjadi lebih lunak bahkan cair.

Cara ukur : Wawancara

Alat ukur : Kuesioner

Hasil ukur :

1. Jika pernah menderita diare

2. Jika tidak pernah menderita diare

Skala : Nominal

b. ISPA

Definisi : Infeksi saluran pernapasan akut

yang menyerang tenggorokan, hidung

dan paru-paru yang berlangsung

kurang lebih 14 hari.

Cara ukur : Wawancara

Alat ukur : Kuesioner

Hasil ukur :

1. Jika pernah menderita ISPA

2. Jika tidak pernah menderita ISPA

Skala : Nominal.

4.3.3 Status Gizi Balita

Definisi : Ukuran keberhasilan dalam pemenuhan

nutrisi untuk balita yang diindikasikan

oleh berat badan menurut umur, tinggi

badan atau panjang badan menurut umur dan

berat badan menurut tinggi badan atau

panjang badan, kemudian dibandingkan

dengan standar baku antropometri WHO

2005.

Cara ukur : Antropometri langsung (Pengkuran

TB/PB dan BB)

Alat ukur : Timbangan, dacin, infantometer dan

microtoice

Hasil ukur :

IndeksStatus Gizi

Ambang

Berat badan menurut Umur

(BB/U)

Gizi Buruk <-3 SD

Gizi Kurang

-3 s/d <-2

Gizi Baik

-2 s/d +2

Gizi Lebih > +2 SDTinggi Badan Menurut Umur

(TB/U)

Sangat <-3 SD

Pendek

-3 s/d <-2

Normal

-2 s/d +2

Tinggi > +2 SD

Berat Badan Menurut Tinggi

Badan (BB/TB)

Sangat

<-3 SD

Kurus

-3 s/d <-2

Normal

-2 s/d +2

Gemuk > +2 SD

Indeks Massa Tubuh menurut

Umur (IMT/U)

Sangat

<-3 SD

Kurus

-3 s/d <-2

Normal

-2 s/d +2

Overweight > +2 SD(Sumber : Standar WHO 2005)

Skala : Ordinal

4.3.4 Riwayat ASI Eksklusif

Definisi : Pemberian ASI tanpa makanan dan

minuman tambahan lain dari usia 0 – 6

bulan.

Cara ukur : Wawancara

Alat ukur : Kuesioner

Hasil ukur :

1. Jika ya

2. jika tidak

Skala : Nominal

4.3.5 Pengetahuan Gizi Ibu Balita

Definisi : Kemampuan ibu untuk menjawab

pertanyaan mengenai gizi seimbang.

Cara ukur : Wawancara

Alat ukur : Kuesioner

Hasil ukur :

1. Pengetahuan kurang, jika skor jawaban

< skor mean

2. Pengetahuan baik, jika skor jawaban ≥

skor mean

Skala ukur : Ordinal

4.3.6 Pendidikan Ibu Balita

Definisi : Jenjang pendidikan formal terakhir

yang ditamatkan oleh responden.

Cara ukur : Wawancara

Alat ukur : Kuesioner

Hasil Ukur :

1. SD

2. SMP

3. SMA

4. Perguruan tinggi

Skala Ukur : Ordinal

4.3.7 Status Ekonomi Keluarga

Definisi : Pendapatan atau penghasilan yang

diterima rumah tangga baik yang berasal

dari pendapatan kepala rumah tangga

maupun pendapatan anggota – anggota

rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan

rumah tangga.

Cara ukur : Wawancara

Alat ukur : Kuesioner

Hasil ukur :

1. Rendah : < UMR ( Rp. 2.100.000)

2. Tinggi : ≥ UMR ( Rp. 2.100.000)

Skala : Ordinal

4.3.8 Asupan Zat Gizi Ibu Hamil

a. Asupan Energi

Definisi : Total asupan energi rata-rata

yang berasal dari makanan dan

minuman sampel (ibu hamil),

diperoleh dengan metode food record,

dibandingkan dengan AKG 2013

Cara ukur : Wawancara

Alat ukur : form food recall

Hasil ukur : asupan energi dikategorikan

menjadi

1. Kurang apabila asupan energi ≤ 80%

dari kecukupan energi ibu hamil

2. Baik apabila asupan energi ≥ 80%

dari kecukupan energi ibu hamil

Skala : Ordinal

b. Asupan Protein

Definisi : Jumlah rata-rata protein (gram)

yang dikonsumsi diperoleh dengan metode

food record dibandingkan dengan asupan

kecukupan gizi yang dianjurkan (AKG)

dan dikalikan 100%

Cara ukur : Wawancara

Alat ukur : Form food record

Hasil ukur :

1. Kurang apabila asupan protein < 80%

dari AKG

2. Baik apabila asupan protein ≥ 80%

dari AKG

Skala : Ordinal

c. Asupan Fe

Definisi : banyaknya zat besi (Fe) dari bahan

makanan dan suplemen Fe yang dikonsumsi

sampel, kemudian dihitung nilai rata-

rata sehari dalam satuan miligram (mg).

Cara ukur : Wawancara

Alat ukur : Form SFFQ

Hasil ukur :

1. Kurang jika asupan Fe sampel < 26

mg, sesuai AKG

2. Kurang jika asupan Fe sampel ≥ 26

mg, sesuai AKG

Skala : Ordinal

4.3.9 KEK

Definisi : Keadaan kurang energi dalam jangka

waktu lama pada ibu hamil yang dinilai

berdasarkan lingkar lengan kiri bagian

atas.

Cara ukur : Antropometri langsung pengukuran LILA

Alat ukur : Pita LILA ketelitian 0,1 cm.

Hasil ukur :

1. KEK, apabila LILA <23,5 cm

2. Tidak KEK, apabila LILA ≥ 23,5 cm

Skala : Ordinal

4.3.10 Risiko Anemia

Definisi : Keadaan tubuh yang ditandai dengan

gejala-gejala berupa pucatnya

konjungtiva, cheolisis, kepala pusing,

jantung berdebar, berkunang-kunang,

gangguan sistem, neurumuskular, seperti

lesu, lemak, letih, lelah dan disfagia.

Cara ukur : Pemeriksaan fisik

Alat ukur : Daftar Tilik

Hasil Ukur :

1. Beresiko, jika skor ≥70%

2. Tidak beresiko, jika skor <70%

Skala Ukur : Ordinal

4.3.11 Riwayat Infeksi

(Masih dikaji)

4.3.12 Pengetahuan Gizi Siswa SD

Definisi : Kemampuan siswa SD (kelas 4 dan 5)

dalam memahami dan menjawab

pertanyaan seputar gizi seimbang

Cara Ukur : Wawancara

Alat Ukur : Kuesioner

Hasil Ukur : Skor Pengetahuan dikategorikan

menjadi :

1. Kurang jika skor jawaban < skor

mean

2. Baik jika skor jawaban ≥ skor mean

Skala Ukur : Ordinal

4.3.13 Penggunaan Garam Beryodium

Definsi : Penggunaan garam beriodium dalam suatu

rumah tangga yang dikumpulkan

berdasarkan jenis garam yang dikonsumsi

rumah tangga sehari-hari

Cara ukur : Eksperimen

Alat ukur : Iodine Test

Hasil ukur :

1. Apabila tidak memenuhi standar < 30

ppm (warna ungu muda atau tidak

berubah)

2. Apabila memenuhi standar ≥ 30 ppm

( warna ungu tua)

Skala : Nominal

4.3.14 Status Gizi Siswa SD

Definisi : Keadaan tubuh anak SD yang

diindikasikan oleh berat badan dan

tinggi badan anak.

Cara Ukur : Antropometri langsung

Alat Ukur : Microtoise dan timbangan berat

badan (digital)

Hasil Ukur : (standarnya tetep ini emang?

Kan ga semua diitung)

IndeksStatus Gizi

Ambang

Berat badan menurut Umur

(BB/U)

Gizi Buruk <-3 SD

Gizi Kurang

-3 s/d <-2

Gizi Baik

-2 s/d +2

Gizi Lebih > +2 SD

Tinggi Badan Menurut Umur

(TB/U)

Sangat

<-3 SD

Pendek

-3 s/d <-2

Normal

-2 s/d +2

Tinggi > +2 SDBerat Badan Menurut Tinggi

Badan (BB/TB)

Sangat

<-3 SD

Kurus

-3 s/d <-2

Normal -2 s/d +2

SDGemuk > +2 SD

Indeks Massa Tubuh menurut

Umur (IMT/U)

Sangat

<-3 SD

Kurus

-3 s/d <-2

Normal

-2 s/d +2

Overweight > +2 SD(WHO 2005)

Skala Ukur : Ordinal

4.3.15 Pengetahuan Gizi Kader

Definisi : Kemampuan kader untuk menjawab

pertanyaan-pertanyaan dengan benar

seputar pelayanan kesehatan Posyandu

sesuai kuesioner yang dinyatakan dalam

bentuk skor.

Cara Ukur : Wawancara

Alat ukur : Kuesioner

Hasil ukur :

1. Pengetahuan kurang, jika skor jawaban

≥ skor mean.

2. Pengetahuan baik, jika skor jawaban <

skor mean.

Skala ukur : Ordinal

4.3.16 Keterampilan Kader

Definisi : Tingkat keterampilan kader dalam

menimbang, mengisi KMS,

menginterpretasikan isi KMS dan

penyuluhan yang dilakukan langsung di

posyandu.

Cara ukur : Observasi

Alat ukur : Daftar tilik

Hasil ukur : Skor keterampilan dikategorikan

menjadi

1. Tidak terampil apabila skor < 100

2. Terampil apabila skor 100

Skala ukur : Ordinal

4.3.17 Kinerja Posyandu

a. D/S

Definisi : Tingkat partisipasi masyarakat

untuk datang ke posyandu dan menimbnag

berta badan balita dibandingkan dengan

jumlah balita yang ada di wilayah kerja

posyandu dalam tiga bulan terakhir.

Cara ukur : Analisis data

Alat ukur : Laporan D/S Posyandu

Hasil ukur : Proposi D/S dikategorikan

menjadi

1.Kurang baik apabila proporsi D/S <

80%

2.Baik apabila proporsi D/S ≥ 80%

Skala ukur : Ordinal

b. N/D

Definisi : Jumlah balita yang berat badanya

dibandingkan dengan jumlah seluruh

balita yang menimbang berta badanya di

posyandu dalam tiga bulan terakhir.

Cara ukur : Analisis data

Alat ukur : Laporan N/D Posyandu

Hasil ukur : Proposi N/D dikategorikan

menjadi

1. Kurang baik apabila proporsi N/D <

50%

2. Baik apabila proporsi N/D ≥ 50%

Skala ukur : Ordinal

4.4 Matrix VIM

No

.

Variabel Indikator Metode Sumber data

BALITA1. Asupan zat

gizi

Konsumsi

energi

Konsumsi

protein

Recall 1 x 24

jam

Primer (Ibu

balita)

2. Riwayat ISPA Wawancara Primer (Ibu

infeksi Diare balita)3. Status gizi BB/U

TB/U atau

PB/U

BB/TB

IMT/U

Penimbangan

BB

Pengukuran TB

atau PB

Perhitungan

usia (bulan

penuh)

Primer

(Balita)

4. Riwayat ASI

Eksklusif

Riwayat

pemberian

ASI selama 6

bulan

pertama

kelahiran

Wawancara Primer (Ibu

Balita)

IBU BALITA5. Pengetahuan

gizi Ibu

Tingkat

pengetahuan

gizi ibu

Tes

pengetahuan

gizi dengan

instrumen

Primer (ibu

balita)

6. Pendidikan

ibu

Tingkat

pendidikan

ibu

Wawancara Primer (ibu

balita)

7. Status

ekonomi

Pendapatan

keluarga

Wawancara Primer (ibu

balita)

keluarga (per bulan)IBU HAMIL

8. Asupan zat

gizi

Konsumsi

energi

Konsumsi

protein

Konsumsi Fe

Food Record Primer (ibu

hamil)

9. KEK LILA Pengukuran

LILA

Primer (ibu

hamil)10

.

Resiko

Anemia

Asupan makan

sumber Fe

Konsumsi

tablet Fe

SFFQ Primer (ibu

hamil)

11

.

Riwayat

infeksi

-TBC

-Tetanus

Wawancara Primer (ibu

hamil)ANAK SD

12

.

Pengetahuan

gizi

Tingkat

pengetahuan

gizi

Tes

pengetahuan

gizi dengan

instrumen

Primer

(anak SD)

13

.

Penggunaan

garam

beriodium

Kadar iodium

garam

Tes iodine Primer

(anak SD)

14 Status gizi BB/U -Penimbangan Primer

. TB/U

IMT/U

BB

-Pengukuran

TB

-Perhitungan

usia

(anak SD

kelas

4,5,6)

KADER POSYANDU15

.

Pengetahuan

gizi

Tingkat

pengetahuan

gizi kader

Tes

pengetahuan

menggunakan

instrumen

Primer

(kader)

16

.

Keterampila

n kader

Tingkat

keterampilan

kader

Pengamatan

langsung

Primer

(kader)

17

.

Kinerja

kader

Tingkat

kinerja

posyandu

Melihat data

SKDN Desa

Cakupan

Vitamin A

Sekunder

(data SKDN)

KELUARGA18

.

PHBS Poin-poin

PHBS

Observasi

Langsung

Primer

(Keluarga)