khaled abou el tadl
TRANSCRIPT
TGITIK ATAS PEMAHAMAN HADtTsKHALED ABOU EL TADL
(Studi atas Eadtts-Hadits yang dianggap
Merenciahkan perempuan)
; Tesis
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
lv{agister Agama (MA)
Dalam Bidang Ilmu Agama Islam
t Oleh:
\'I. Rifian Panigoro
NII\L 213410537
KONSENTRASI fILU}TUL QUR'AN DAN TILUMUL HADMS
PROGRANI PASCASARIANA (S2)
L\STTIf;T IL}TU AI-QUR'AN (trQ)
JAKARTA
1436 H/2015 M
*
PERSETUJUA}I PEMBIMBING .
:
Tesis dengan judul "Kritik Atas Pemahaman Hadfts Khated Abou El Fadt'l(Studi atas Uadfts-hadits yang dianggap Merendahkan Perempuan) yangdisusun oleh M. Rifian Panigoro dengan Nomor 'lnduk ,Mahasiswa213410537 telah melalui proses bimbingan telah memenuhi syarat ilmiahuntuk diajukan di sidang munaqasyah. ;
Pembimbing I.
M-raoggai': tg/oS/2o/g
t
iii
P
.'F
LEMBAR PENGESAHAN
Tesis dengan judul Kritik Atas Pemahaman Hadt* Khaled Abou El Fodl(Studi atas Hadits yang dianggap Merendahkan pbrempuan) yangdisusun oleh M. Rifian Panigoro dengan nomor induk mahasiswa zl34ro537telah diujikan dalam sidaog Munaqosah Program pascasarjana Ilmu Al-Qur'an (IIQ) Jakarta pada tgl 22 Agustus 2015 Tesis ini telah diterimasebagai salah satu syarat unfuk memperoleh gelar Magister Agama (MA)pada bidang Ilmu Agama Islam
Panitia Uiian
Dr. KH. Ahmad Munif Surzuraputra- MAKetua Sidang
Dr. H. Ahmad Fudhaili.lvLA.Sekertaris Sidang
Dr. H. Sahabuddin- MAPerrbumbing I
Dr. H. Ahmad Fudhaili. MAPembimbing II
Prof. Dr. Said Agil al-Munawwar. MAPenguji I
--- \.. ... -....... . . ... )
-l\.............,Penguji II
/(I-
"-:l
I' J!,
iv
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Muhammad Rifian Panigoro
NIM : 213410537
Tempat/Tanggal Lahir : Gorontalo, 14 September, 1991
Menyatakan bahwa tesis dengan judul “Kritik Atas Pemahaman Hadîts
Khaled Abou El Fadl” (Studi atas Hadîts-hadîts yang dianggap
Merendahkan Perempuan) adalah benar-benar asli karya saya kecuali
kutipan-kutipan yang sudah disebutkan. Kesalahan dan kekurangan di dalam
karya ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya.
Jakarta, 15 Agustus 2015
Muhammad Rifian Panigoro
vi
Ku persembahkan Tesis ini untuk:
Mama &
Papa
Yang berpenuh harap ketika aku memulai
Yang bergelimang doa ketika semua berjalan
Semoga kata syukur berlimpah dari tuturmu saat semua ini selesai
Wahai manusia Tuhan yang dihapuskan dari hatinya kata “tidak”
Untukmu yang selalu terucap dalam hening
Yang bergema ketika semuanya telah senyap
Kini… Dalam datar kusebut namamu dengan terang
“Susanti Pakaya”
Semoga dirimu selalu dilindungiNya
layaknya engkau melindungi nyawa ciptaanNya
vii
Kata Pengantar
سالم ونصلي ونسلم على خي يان وال احلمد هلل الذي ان عمنا بنعمة ال . ا نام س دنا مدد وعلى ال و ع
Puja dan puji syukur senantiasa dipanjatkan ke hadirat Allah SWT,
sebab dengan petunjuk-Nya-lah tesis dengan judul “Kritik Atas Pemahaman
Hadîts Khaled Abou El Fadl” (Studi atas Hadîts-hadîts yang Dianggap
Merendahkan Perempuan) dapat diselesaikan. Shalawat dan salam semoga
selalu tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW.
Selesainya tesis ini tak lepas dari bantuan berbagai pihak, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, ucapan terimakasih yang
sebesar-besarnya saya haturkan kepada:
1. Prof. DR. Huzaemah Tahido Yanggo, MA selaku Rektor Institut Ilmu
al-Qur’an.
2. DR. KH. Ahmad Munif Suratmaputra, MA selaku Direktur Program
Pascasarjana Institut Ilmu al-Qur’an (IIQ) Jakarta.
3. DR. H. Sahabuddin, MA selaku pembimbing I dan DR. H. Ahmad
Fudhaili, MA selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu
untuk memberikan bimbingan, arahan dan inspirasi hingga akhirnya
tesis ini dapat terselesaikan.
4. Seluruh dosen Institut Ilmu al-Qur’an (IIQ) Jakarta yang telah bersedia
memberikan ilmu dan wawasan selama masa studi. staf administrasi,
Staf Perpustakaan, dan segenap civitas akademik Institut Ilmu al-
Qur’an (IIQ) Jakarta, yang telah bersedia memberikan bantuan dan
berbagai kemudahan selama proses studi.
5. Segenap pimpinan perpustakaan Institut Ilmu al-Qur’an (IIQ), Institut
Perguruan Tinggi Ilmu al-Qur’an (PTIQ), UIN Syarif Hidayatullah,
UIN Sunan Kalijaga, atas izin dan pelayanan pustaka selama proses
penulisan berlangsung.
6. Ayah dan Ibu yang sungguh sangat bertanggung jawab selama proses
perkuliahan ini.
7. Untuk Adik saya M. Rizal Panigoro yang telah banyak membantu
utamanya dalam hal itsmi wal ʻUdwân.
8. Istri yang disandarkan untuknya kata tercinta, yang memaksa kuliah ini
harus berakhir satu tahun sepuluh bulan. dr.Susanti Pakaya kata
terimakasih tak pernah cukup untukmu.
9. Untuk Sahabat saya Usman Mohi yang telah bersedia menerjemahkan
banyak kitab untuk saya. Teman dan sekaligus guru kami, Gus Riqza
Ahmad, yang telah menyarankan pembahasan ini sekaligus
viii
bertanggung jawab atas ketersediaan literaturnya. Bang Arif Hendra,
kesamaan pembimbing I dan II kita merupakan nikmat Tuhan yang
sulit didustakan. Nunung, Bu Khodijah, dan Seluruh teman-teman
seangkatan Pascasarjana IIQ 2013.
10. Kepada seluruh teman-teman Gorontalo, Thomas dan Chandra, tesis ini
seharusnya selesai bulan april, kehadiran kalian memaksa perpanjangan
waktu, untung tidak sampai penalty. Akbar, Aziz, Mardan, Mukmin
semoga selalu dalam rahmat Tuhan.
Jakarta, 17 Agustus 2015
Penulis
ix
PEDOMAN TRANSLITERASI
Transliterasi adalah penyalinan dengan penggantian huruf dari abjad
yang satu ke abjad yang lain. Dalam penulisan di IIQ (Institut Ilmu al-
Qur’an), transliterasi Arab-Latin mengacu pada pedoman berikut ini:
1. Konsonan
Huruf Arab Huruf Latin
a أ
b ب
t ت
ts ث
j ج
h ح
kh خ
d د
dz ذ
r ر
z ز
s س
sy ش
sh ص
dh ض
Huruf Arab Huruf Latin
th ط
zh ظ
‘ ع
gh غ
f ف
q ق
k ك
l ل
m م
n ن
w و
h ه
ʹ ء
Y ي
2. Vokal Vokal Tunggal
Fath}ah} : a
Kasrah} : i
Dhammah} : u
Vokal Panjang
{a : أ
{i : ي
{u : و
Vokal Rangkap
....يي : ai
....وي : au
3. Kata Sandang a. Kata sandang yang diikuti al-Qamariyah
Kata sandang yang diikuti oleh al-Qamariyyah ditransliterasikan
sesuai dengan bunyinya, yaitu huruf l (el) diganti dengan huruf yang
sama dengan huruf yang langsung mengikuti kata sandang itu.
Contoh:
al-Baqarah : البقرة
al-Madînah : املدينة
x
b. Kata sandang yang diikuti al-syamsiyah
Kata sandang yang diikuti oleh al-syamsiyah ditransliterasikan
sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan sesuai dengan
bunyinya. Contoh:
ar-rajul : الرجل
asy-syamsu : الشمس
ةالسيد : as-Sayyidah
لدارميا : ad-Dârimî
xi
ABSTRAK
Gender sebagai suatu istilah berubah menjadi sebuah kajian yang
relevan di bidang akademik karena muncul sebagai suatu analisis terhadap
berbagai permasalaan yang ada di dalam masyarakat. Kajian gender
merupakan reaksi terhadap ketimpangan-ketimpangan peran sosial antara
laki-laki dan perempuan. Dalam pandangan golongan kritis Islam selama ini
banyak terjadi tumpang tindih antara mana yang disebut sebagai budaya Arab
dan mana yang sebenarnya adalah turunan dari al-Qur’an dan hadîts. Dalam
masyarakat Arab, struktur patriarkal secara efektif disuburkan dan
dilanggengkan melalui keluarga Arab. Dalam bentuknya khasnya keluarga
Arab. Dalam bentuk khasnya keluarga Arab sangat patriarkal dan hirearkis
dalam hubungannya dengan usia dan jenis kelamin, yang tua dan yang pria
memiliki otoritas terhadap yang lebih muda dan perempuan. Ayah memiliki
posisi kunci dalam kekuasaan dan wewenang. Ia mengharapkan dan
memastikan kesetiaan tanpa kritikan dari istri dan anak-anaknya.
Problema ini terus berlanjut hingga akhirnya menyentuh posisi
perempuan dalam hadîts. Terdapat beberapa riwayat yang memberikan kesan
merendahkan perempuan, sehingga diskusi ini mengundang minat para
pemikir untuk mengkajinya. Satu nama yang naik ke permukaan adalah
Khaled Medhat Abou El-Fadl, berbeda dengan para pendahulunya yang
mengkritisi posisi hadîts secara umum atau hadîts yang berkaitan dengan
perempuan, Khaled memiliki bekal keilmuan yang cukup memadai sehingga
dia berani mengeluarkan opini-opini berbeda dalam hal hadîts yang berkaitan
dengan perendahan status moral perempuan. Opini-opini tersebut hingga
akhirnya menggiringnya pada sebuah kesimpulan yakni penolakan terhadap
hadîts-hadîts yang menurutnya merendahkan perempuan tersebut. Apa yang
telah dilakukan oleh Khaled bertolak belakang dengan apa yang telah
dirumuskan oleh metode kritik sanad dan metode kritik matan jauh
sebelumnya. Berangkat dari hal inilah sehingga rumusan masalah yang
diketengahkan adalah, bagaimana pemahaman hadîts yang dianggap
merendahkan perempuan oleh Khaled? Kemudian apakah hadîts-hadîts
tersebut benar-benar merendahkan perempuan?
Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif
terbagi menjadi dua bagian yaitu penelitian lapangan dan penelitian
kepustakaan (library research). Objek penelitian adalah hadîts-hadîts yang
dianggap merendahkan perempuan, sehingga penelitian ini berbentuk
penelitian kepustakaan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif-analitis-kritis. Deskriptif digunakan untuk memaparkan
pemahaman Khaled. Analitis digunakan untuk menganalisis pemahaman
Khaled. Dan kritis untuk mengkritisi apa yang telah dideskripsikan
sebelumnya.
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN………………………………………..... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING…….............................................. iii
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI.................................. iii
MOTTO ............................................................................................... iv
PERSEMBAHAN ................................................................................ v
KATA PENGANTAR......................................................................... vi
PEDOMAN TRANSLITERASI ........................................................ viii
ABSTRAKSI ....................................................................................... X
DAFTAR ISI ...................................................................................... Xi
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................... 1
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah ….................................. 9
C. Tujuan Penelitian ….................................................................. 10
D. Metode Penelitian …................................................................. 10
E. Teknik Analisis data …………………………………………. 11
F. Kajian Pustaka .......................................................................... 11
G. Sistematika Penulisan ............................................................... 12
BAB II. BIOGRAFI KHALED MEDHAT ABOU EL FADL
A. Riwayat Hidup dan Karir Intelektual Khaled Abou El Fadl….. 15
B. Pemikiran Hukum Islam Khaled Abou El Fadl……………..... 17
1. Pandangan Khaled Abou El Fadl Terhadap Masyarakat
Puritan…………………………………………………….. 18
2. Pandangan Khaled Terhadap Jihad……………………….. 25
C. Karya-karya Khaled Abou El Fadl ........................................... 27
D. Fatwa-fatwa Khaled Abou El Fadl…………………………… 30
BAB III. KRITIK SANAD DAN KRITIK MATAN
A. Kritik Sanad Hadîts ………………………………………….. 37
1. Pengertian Kritik Sanad………………………………….. 37
2. Sejarah Munculnya Kritik Sanad………………………… 39
3. Pentingnya Penelitian Hadîts……………………………. 46
4. Kriteria Keshahîhan Sanad Hadîts………………………. 47
B. Kritik Matan
1. Definisi Kritik Matan…………………………………….. 57
2. Sejarah Kritik Matan…………………………………….. 58
3. Kaedah Keshahîhan Matan……………………………… 63
BAB IV. KRITIK PEMAHAMAN KHALED ABOU EL FADL
ATAS HADÎTS-HADÎTS YANG DIANGGAP
MERENDAHKAN PEREMPUAN
A. Hadîts Sujud Pada Suami .......................................................... 69
xiii
B. Suami Mengajak Istri ke Tempat Tidur……………………… 107
C. Keridhaan Suami Membuat Istri Masuk Surga……………… 115
D. Bahaya Fitnah Perempuan……………………………………. 123
E. Perempuan Membawa Sial…………………………………… 131
BAB V. Penutup
A. Kesimpulan ............................................................................... 151
B. Saran .......................................................................................... 152
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Semenjak era 90-an, gender1 sebagai suatu istilah menjadi kajian
yang relevan di bidang akademik karena muncul sebagai sebuah analisis
terhadap berbagai permasalaan yang ada di dalam masyarakat. Kajian gender
merupakan reaksi terhadap ketimpangan-ketimpangan peran sosial antara
laki-laki dan perempuan, serta ketidakadilan gender yang terjadi di dalam
masyarakat.2 Kajian-kajian agama selama ini lebih menekankan kepada
dominasi laki-laki (patriarki), sementara partisipasi perempuan dalam
aktivitas agama kurang dimunculkan. Beberapa faktor yang
mempengaruhinya adalah kesenjangan antara visi ideal atau normatif dengan
realitas sosial, ketidakmampuan umat melihat substansi agama yang
mengajarkan nilai-nilai universal yang berlaku sepanjang zaman, cara
pandang umat yang masih terbelenggu nilai-nilai kesenjangan antara laki-laki
dan perempuan, ketidakmampuan umat mensinergikan antara kesalehan
individual dan kesalehan sosial.3
Fakta membuktikan bahwa masyarakat Arab saat Islam datang itu
adalah masyarakat patriarki. Dalam pandangan golongan kritis Islam, selama
ini banyak terjadi tumpang tindih anatara mana yang disebut budaya Arab
dan mana yang sebenarnya adalah turunan dari al-Quran dan hadîts.4 Dalam
masyarakat arab, struktur patriarkal secara efektif disuburkan dan
dilanggengkan melalui keluarga Arab. Dalam bentuk khasnya keluarga Arab
sangat patriarkal dan hirearkis dalam hubungannya dengan usia dan jenis
kelamin, yang tua dan yang pria mempunyai otoritas bagi lebih muda dan
1 Gender yang harus dipahami adalah perbedaan yang bukan biologis, dan bukan
kodrat Tuhan, untuk memahami konsep gender harus dibedakan kata gender dengan jenis
kelamin. Perbedaan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan adalah kodrat Tuhan
karena secara permanen tidak berubah dan merupakan ketentuan biologis. Sedangkan
gender adalah perbedaan tingkah laku antara laki-laki dan perempuan yang secara sosial dibentuk. Perbedaan yang bukan kodrat ini ditentukan oleh perubahan sosial dan budaya
yang cukup panjang. Misalnya pada masyarakat umumnya bahwa perempuan itu dikenal
dengan sifat lemah lembut dan keibuan yang disebut dengan feminim. Sedangakn laki-laki
dikenal dengan sifat jantan, rasional yang disebut maskulin. Pada hakikatnya ciri itu sendiri
adalah sifat yang dipertukarkan, artinya ada perempuan yang berjiwa maskulin dan ada laki-
laki yang berjiwa feminim, untuk lebih jelasnya bisa dilihat dalam, Fadilah Suralaga,
Pengantar Kajian Gender, Jakarta: Pusat Studi Wanita UIN Syarif Hidayatullah, 2003, h.
56. 2Fadilah Suralaga, Pengantar Kajian Gender, Pusat Studi Wanita UIN syarif
Hidayatullah, 2003. 3 Ida Rosyidah, Hermawati, Relasi Gender dalam Agama-agama, (banten: UIN
Jakarta Press, 2013), h. 3-4. 4 Budie Santi, Perempuan dalam Kitab Fikih. Jurnal Perempuan untuk pencerahan
dan kesetaraan 23, Mei 2002, h. 51.
2
perempuan. Ayah mempunyai posisi kunci dalam kekuasaan dan wewenang.
Ia mengharapkan dan memastikan kesetiaan tanpa kritik dari istri dan anak-
anaknya.5
Posisi perempuan masih sering diperhadap-hadapkan dengan posisi
laki-laki. Posisi perempuan selalu dikaitkan dengan lingkungan domestik
yang berhubungan dengan urusan rumah tangga dan keluarga, sementara
posisi laki-laki sering dikaitkan dengan lingkungan publik, yang berkaitan
dengan hal-hal di luar rumah. Dalam struktur sosial demikian itu sulit untuk
mengimbangi posisi laki-laki. Perempuan yang ingin berkiprah di lingkungan
publik, masih sulit melepaskan diri dari tanggung jawab di lingkungan
domestik. Perempuan dalam hal ini kurang berdaya untuk menghindar dari
beban ganda tersebut karena tugasnya sebagai pengasuh anak sudah
merupakan persepsi budaya secara umum. Kontrol budaya agaknya lebih
ketat kapada perempuan daripada laki-laki.6
Hal-hal yang demikian inilah yang mendorong munculnya beberapa
gerakan terkait kesetaraan gender. Dimulai dari gerakan feminisme
liberal,7gerakan Feminisme Marxis,
8 gerakan Feminisme Radikal,
9 gerakan
Feminisme Sosialis,10
gerakan Ekofeminis.11
Semua gerakan ini memiliki
5 Mai Yamani, Menyingkap Tabir Perempuan Islam; Perspektif Kaum Feminis,
terj. Purwanto, (Bandung: Nuansa, 2007), h. 125. 6 Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender;Perspektif Al-Qur’an , (Jakarta:
Paramadina, 2001), h. 86. 7Aliran yang muncul sebagai kritik terhadap teori politik liberal yang pada
umumnya menjunjung tinggi nilai otonomi, persamaan dan nilai moral serta kebebasan
individu, namun pada saat yang sama dianggap mendiskriminasikan perempuan. Feminisme
liberal memperjuangkan kesempatan yang sama dan hak yang sama bagi perempuan dan
laki-laki. Lihat, Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1996), h. 81. 8 Aliran ini muncul sebagai kritik terhadap perilaku sosial, anggapan tradisional,
dan teologis di mana perempuan dipekerjakan di wilayah yang tidak produktif dan tidak
bernilai ekonomis. Lihat, Zaitunah Subhan, Rekonstruksi Pemahaman Jender dalam Islam, (Jakarta: el-Kahfi, 2002), h. 21.
9 Gerakan ini bertumpu pada konsep perbedaan esensial biologis, yakni paradigma
bahwa apa saja yang berhubungan dengan laki-laki dianggap negatif dan menindas.
Gerakan ini mengedepankan relasi seksual sebagai isu mendasar, politik merupakan
hubungan yang didasarkan pada sistem patriarki dan mereka ingin melenyapkan itu. Lihat,
Zaitunah Subhan, Rekonstruksi Pemahaman Jender dalam Islam, (Jakarta: el-Kahfi, 2002),
h. 21. 10 Gerakan ini merupakan sintesa dari gerakan feminisme marxis dan radikal,
gerakan ini menilai bahwa perempuan tereksploitasi oleh dua hal, yakni sistem patriarki dan
kapitalis. Zaitunah Subhan, Rekonstruksi Pemahaman Jender dalam Islam, (Jakarta: el-
Kahfi, 2002), h. 22. 11 Gerakan ini muncul dari diskusi feminis tahun 1980, yang lebih memfokuskan
pada analisa kualitas feminin. Memberikan kritik tajam terhadap gerakan-gerakan yang
telah lebih dulu ada. Dan mereka meyakini bahwa perbedaan bukan hanya kontruksi sosial
3
tujuan yang sama, yakni mengangkat derajat perempuan dengan cara yang
berbeda-beda sesuai dengan yang mereka yakini.
Isu gender semakin meluas sehingga Al-Qurʹan dan hadîts tentang
pun tidak luput dari biasnya. Banyak ayat-ayat Al-Qurʹan dan hadis yang
ditafsirkan secara misoginis,12
dan pada akhirnya berimplikasi pada
ketimpangan laki-laki dan perempuan. Ayat-ayat terkait penciptaan Adam
dan Hawa, misalnya, menyatakan bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk
Adam13
berimplikasi pada posisi perempuan sebagai kelas kedua. Perempuan
menjadi subordinat dari laki-laki dan kewajiban perempuan untuk selalu
menjadi pendamping laki-laki dalam situasi apapun, tetapi tidak sebaliknya.14
Bias gender dalam juga dapat dilihat pada surah an-Nisâʹ ayat 34.
budaya, namun juga faktor intrinsik. Zaitunah Subhan, Rekonstruksi Pemahaman Jender
dalam Islam, (Jakarta: el-Kahfi, 2002), h. 23. 12Misogynist berarti hater of woman, yang mengandung pengertian kebencian
terhadap wanita, jika disandarkan kepadanya kata hadîts maka diartikan sebagai hadîts- hadîts yang mengandung pemahaman misogini. hadîts adalah sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi Saw baik perkataan perbuatan, ketetapan, atau sifat-sifat Nabi Saw. Hadîts
misogini yang dimaksudkan dalam hal ini adalah perkataan, perbuatan, ketetapan atau sifat-
sifat yang disandarkan kepada Nabi Saw yang mengandung pemahaman kebencian terhadap
perempuan. bukan perkataan, perbuatan, ketetapan atau sifat-sifat yang disandarkan kepada
Nabi Saw yang menunjukkan rasa kebencian terhadap perempuan. karena apabila
pemahaman yang kedua ini yang diterapkan, maka akan dipahami Nabi Saw membenci
peremuan, dan ini adalah sesuatu yang mustahil terjadi pada diri seorang Rasulullah Saw.
maka sebenarnya tidak ada hadîts yang misoginis, yang ada hanyalah pemahaman misoginis
terhadap hadîts, kata pemahaman menunjukkan kemungkinan adanya pemahaman yang
berbeda yang tidak terkesan misoginis terhadap hadîts yang sama. selengkapnya lihat,
Ahmad Fudhaili, Perempuan di Lembaran Suci; Kritik atas hadîts-hadîts shahîh, h. 138. 13 Mereka yang sepakat dengan penafsiran ini didasarkan pada hadîts yang
menerangkan bahwasanya perempuan diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok. Lihat,
Abu Abdillah Muhammad bin Ismâʻil bin Ibrâhim al-Mughîrah al-Bukhârî, Shahîh al-
Bukhârî, (tk: Dar Ibnu Katsir, 1993), juz III, h. 1212. Mufassir yang sepakat dengan
penafsiran ini diantranya, Abû al-Fidâ Ismail Ibnu Katsîr al-Qurâsî al-Damasyqî, Tafsîr
Ibnu Katsîr, (Beirut: Dâr ihyâ al-Turâts al-Arabî, 1985), Juz II, h. 181. Mahûd bin ʻUmar
bin Muhammad bin Ahmad al-Khawârizmî al-Zamakhsyarî, al-Kasy-Syaf, (Beirut: Dâr al-
Fikr, tt), Juz I, h. 492. Mahmûd al-Husaini al-Âlûsî, Rûhû al-Maʻânî Fî Tafsîr al-Qurˈân al-
ʻazhîm wa al-Sabʻi al-Matstsanî, (Beirut: Dâr ihyâ al-Turâts al-Arabî, 1985), Juz IV, h. 973.
Dari segelintir penafsir yang menafsirkan secara harfiah, ada pula yang menafsirkan secara
metaforis seperti Quraish Shihab dalam tafsir al-Mishbah. Zaitunah Subhan, Rekonstruksi Pemahaman Jender dalam Islam, (Jakarta: el-Kahfi, 2002), h. 62.
14 Ida Rosyidah, Hermawati, Relasi Gender dalam Agama-agama, (banten: UIN
Jakarta Press, 2013), h. 19.
4
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena
Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas
sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah
menafkahkan sebagian dari harta mereka.”
Para ahli tafsir mengartikan qawwam sebagai pemimpin, penanggung
jawab, pengatur, pendidik dan sebagainya. Ar-Razi, seorang ahli fiqh,
menyatakan bahwa laki-laki dianggap sebagai pemimpin karena
kelebihannya yakni dalam bidang akal, ilmu pengetahuan, pikiran, dan
fisiknya. Hal ini juga didukung oleh ahli tafsir yang lain seperti Ibnu Katsir15
,
az-Zamakhsyari16
, al-Qurthubi17
, al-Hijazi,18
ath-Thabathaba’i19
.
Dalam opini Amina Wadud Muhsin, Al-Qur’an tidak langsung
memberikan otoritas penuh laki-laki atas perempuan. Yang disebutkan di
sana adalah bahwa seorang laki-laki bisa menjadi pemimpin manakala laki-
laki tersebut mampu membuktikan kelebihannya dan mampu memberikan
nafkah pada keluarganya. Adapun kelebihan yang dijamin Al-Qur’an
terhadap laki-laki adalah warisan, di mana laki-laki mendapat 2 bagian dari
perempuan, dan kelebihan itu bukan disewenang-wenangkan, namun
digunakan untuk mendukung kepentingan perempuan.20
Dalam kasus kebahasaan Al-Qur’an juga terjadi bias gender, bahasa
arab yang dipinjam Tuhan untuk menyampaikan ide-Nya mengandung bias
gender yang berpengaruh pada proses tekstualisasi firman Allah dalam
bentuk al-Qurˈân .21
Seperti kata al-Rajul atau al-Rijal kadang-kadang
diartikan sebagai orang baik laki-laki maupun perempuan.22
Tata bahasa
Arab lainnya yang mengandung bias gender adalah kata benda plural (jama’)
untuk sekelompok perempuan adalah kata plural laki-laki (Jam al-Mudzakar)
meskipun di dalamnya hanya ditemukan satu orang laki-laki. Satu grup
perempuan baik berjumlah seribu, sejuta, semilyar, bahkan lebih, akan
menggunakan kata ganti jam’ al-mudzakkar hanya karena ada satu orang
15 Abû al-Fidâ Ismail Ibnu Katsîr al-Qurâsî al-Damasyqî, Tafsîr Ibnu Katsîr,
(Beirut: Dâr ihyâ al-Turâts al-Arabî, 1985), Juz II, h. 256. 16 Mahmûd bin ʻUmar bin Muhammad bin Ahmad al-Khawârizmî al-Zamakhsyarî,
al-Kasy-Syaf, (Beirut: Dâr al-Fikr, tt), Juz I, h. 523. 17 Abû Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Anshâri al-Qurthubi, Tafsîr Qurthubî,
(Beirut: Dar ihya al-Turats al-Arabiy, 1985), Juz I, h. 208. 18 Muhammad Mahmûd Hijâzî, Tafsîr al-Wâdhih, (Beirut: Dâr al-Jalîl, tt), Juz III,
h. 225. 19 Muhammad Husain Thabâthabâ’î, al-Mîzan fî Tafsîr Al-Qur’an, (Teheran: Dâr
al-Kutub al-Islâmî, 1986), h. 374-382. 20Budie Santi, Perempuan dalam Kitab Fikih. Jurnal Perempuan untuk pencerahan
dan kesetaraan 23, Mei 2002, h. 55. 21
Nur Rofi’ah, Bahasaa Arab Sebagai Wacana Akar Bias Gender Dalam Wacana Islam, Mumtaz; Jurnal Studi Al-Qur’an dan keislaman, Vol. 02, No. 1, 2011, h. 60.
22 Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender;Perspektif Al-Qur’an ,
(Jakarta: Paramadina, 2001), h. 278.
5
laki-laki di antara lautan perempuan,23
dan hal ini menunjukkan maskulinitas
bahasa arab24
Dalam hal hadîts, tidak sedikit hadîts yang dianggap merendahkan
perempuan atau yang dikenal dengan istilah misoginis. Fatima mernissi25
dan
Khaled Abou el-Fadl adalah dua di antara tokoh-tokoh feminis yang
mengkategorikan beberapa hadîts ke dalam hadîts yang dianggap misoginis.
Dalam beberapa hadîts yang dikategorikan misoginis oleh Fatima mernisi,
yang dikomentari dengan porsi yang lebih banyak dari yang lainnya adalah
hadis kepemimpinan perempuan yang diriwayatkan dari Abu Bakrah.26
Dalam hadîts ini Fatima Mernissi mengkritisi Abû Bakrâh yang
meriwayatkan hadîts ini ketika ʽÂ'isyah mengalami kekalahan pada perang
jamal. Abu Bakrah mengemukakan hadîts tersebut ketika ʽÂ'isyah menolak
untuk ikut terlibat perang saudara. Selanjutnya Fatima mengkritisi Abû
Bakrâh yang semula adalah seorang budak yang kemudian dimerdekakan,
sehingga silsilahnya sulit untuk dilacak. Dan Abu Bakrah pun pernah dikenai
hukuman qadzâf karena tidak dapat membuktikan tuduhan zina yang
dilakukan oleh al-Mughîrah ibn Syuʽbah.27
Berbeda dengan Khaled Abou el-Fadl, Khaled dengan latar belakang
keilmuan yang lebih dalam, dia mampu menjelaskan lebih rinci
pandangannya terdahap hadîts-hadîts yang dianggapnya misoginis. Hadîts-
hadîts yang dianggap misoginis oleh Khaled salah satunya ialah hadîts
tentang sujud pada suami28
, Khaled mengatakan bahwa hadîts ini memiliki
23Nur Rofi’ah, Bahasaa Arab Sebagai Wacana Akar Bias Gender Dalam Wacana
Islam, Mumtaz; Jurnal Studi al-Qur’an dan keislaman, Vol. 02, No. 1, 2011, h. 61. 24Fatima Mernissi, Ratu-Ratu Islam Yang Terlupakan,(Bandung: Mizan 1994), h.
11 25 Fatima Mernissi dilahirkan di Fez Maroko pada tahun 1940, mernissi seorang
feminis arab muslim lahir dalam lingkungan harem, yakni tempat di mana seorang laki-laki
melindungi keluarganya (isteri dan anak-anaknya), lihat, Fatima Mernissi, Teras
Terlarang,terj, Ahmada Baiquni, (Bandung: Mizan, 1999), h. 69. و أ ه أ ك ه و ه أ أ ة 26 Nabi“ أ ن أ ه أ أ ار أ أ ه أ ن ك و أ أ ه ر ه ر ه أ ر ه أ أ اأ أ ه ك ه ر أ أ ه م أ ن ه
mendengar bahwasanya Kaisar Persia diganti dengan perempuan maka Nabi bersabda:
“Tidak akan sukses suatu kaum yang dipimpin oleh perempuan”, Abû Abdillâh
Muhammad bin Ismâʻîl bin Ibrâhim al-Mughîrah al-Bukhârî, Shahîh al-Bukhârî, (tk: Dâr Ibnu Katsîr, 1993), juz VI, h. 2600.
27 Fatima Mernissi, Women and Islam, terj, Yaziar Radianti, (Bandung: Pustaka,
1991), h. 79-81 عن أيب هري رة ، أن رسول اهلل دخل حائطا من حوائط األنصار، فإذا فيه جالن يضربان وي رعدان فاقرتب 28
ما ي مبغي ألحد أن يس د ألحد، »: س د اه، ففال رسول االله : رسول االله ممنها، فووضا ران نها باألرر، ففال من مضه نا من حفقه رأة أن س د ا و نا اها ع ل االله علي
Abû Abdillâh واو ان أحد يمبغي أن يس د ألحد ألمرت ااAhmad bin Muhammad bin Hanbâl, Musnad Imâm Ahmad, (Beirut: Dâr Ihyâ' at-turâts al-
ʽArabî,1993), juz VII, h. 111. Abî ʻîsâ Muhammad bin Sûrah at-Tirmidzî, Sunan at-
6
derajat autentisitas yang beragam, dimulai dari yang dhaʽîf hingga hasan
ghârib, dan keseluruhannya adalah hadîts ahad.29
Perihal Hadîts ahad, Khaled mengutip pendapat-pendapat mazhab
yang menolak periwayatan hadîts ahad dengan alasan hadîts ahad tidak
menghasilkan pengetahuan apapun, selanjutnya Khaled mengatakan bahwa
sebagian besar ahli hukum klasik ingin membatasi cakupan hadîts-hadîts
ahad karena tidak dapat mengantarkan kita pada pemahaman yang pasti
tentang perkataan Nabi. Khaled juga mengkritisi pemahaman CRLO30
yang
memperbolehkan hadîts-hadîts ahad dijadikan acuan dalam hal hukum dan
akidah. Di bagian akhir perihal hadîts ahad Khaled menuliskan bahwa hadîts-
hadîts mutawâtir memberikan sebuah kepastian yang lebih besar tentang
peran Nabi dalam sebuah proses kepengarangan hadîts dan memiliki
kemungkinan yang lebih besar untuk lolos dalam pengujian yang ketat
daripada hadis ahad.31
Setelah membahas sanad hadîts yang berstatus hadîts ahad, Khaled
mengkritisi matan hadis. Menurut Khaled hadîts sujud pada suami
memberikan pengaruh yang melebihi hadîts-hadîts lain yang menetapkan
kewajiban hukum yang spesifik, juga memiliki dampak teologis, moral dan
sosial yang serius (merendahkan posisi isteri).32
hadîts ini juga dihukumi
Khaled bertentangan dengan ayat Al-Qur’an33
dan salah satu hadîts Rasul
yang menyebutkan bahwa salah satu isteri Nabi pernah berargumen dengan
Nabi sehingga Nabi marah.34
Dan pada akhirnya Khaled menghukumi hadîts
Tirmidzî, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1994), Juz, IV, h. 253. Muhammad bin Hibbân bin Ahmad
bin Hibbân bin Muʻâdz, Shahîh Ibnuu Hibbân, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1996), Juz, IV, h. 333. 29 Khaled M. Abou el Fadl, Speaking ini God’s Name: Islamic Law, Authority, and
Women, terj, Cecep Lukman Yasin, (Jakarta: Serambi ilmu Semesta, 2004), h. 306. 30 CRLO adalah singkatan dari Council For Scientific Research and Legal
Opinions atau al-Lajnah al-Dimah li al-Buhuts al-Ilmiyyah wa al Ifta. Lembaga pengkajian
ilmiah dan fatwa, sebuah lembaga resmi di Arab Saudi yang diberikan kepercayaan untuk
mengeluarkan fatwa. M. Amin Abdullah, Pendekatan Hermenuetik dalam Syudi Fatwa-
fatwa Keagamaan¸ditulis dalam pengantar Khaled M. Abou el Fadl, Speaking ini God’s Name: Islamic Law, Authority, and Women, terj, Cecep Lukman Yasin, (Jakarta: Serambi
ilmu Semesta, 2004), h. ix. 31ahad menurut bahasa, berarti satu. Dengan demikian khabar wahid adalah suatu
berita yang disampaikan oleh satu orang. Lihat, mahmûd Al-Thahhân, Taisîr Mushthalah
Al-hadîts, (Beirut: Dâr Al-Qur’an al-Karîm, 1979), h. 21. Khabar yang jumlah perawinya
tidak mencapai batasan jumlah perawi hadîts mutawatir, baik perawi itu satu, dua, tiga,
empat dan seterusnya yang tidak memberikan pengertian bahwa jumlah perawi tersebut
tidak sampai kepada jumlah perawi mutawatir. Al-Qasimi dan Abu Lubabah Husain,
Mauqîf Al-Mu’tazilah min al-Sunnah al-Nabawiyah, (Riyadh: Dâr al-Liwa’, 1979), hlm.
137. 32
Khaled M. Abou el Fadl, Speaking ini God’s Name: Islamic Law, Authority, and Women, terj, Cecep Lukman Yasin, (Jakarta: Serambi ilmu Semesta, 2004), h. 306.
33 Ayat al-Quran yang dimaksud adalah QS. al-Rûm ayat 21, QS. al-Baqarah, 187. 34 Ibn Hajar al-Asqalânî, Fath al-Bâri, (Beirut: Dar al-Fikr, 1993), h. 352.
7
sujud pada suami ini sebagai sesuatu yang tidak autentik dan memerlukan
jeda ketelitian.35
Hadîts lainnya yang dianggap misoginis oleh Khaled ialah
نا رار، دخل »قال رسول اهلل : ، قاا عن أ ق سلهم ا امرأة ما وزو نا عم أيم 36ااملم
Wanita (istri) yang meninggal dalam keadaan suaminya ridha kepadanya
niscaya ia akan masuk surga.
Dalam hadîts ini Khaled tetap mempermasalahkan status hadîtsnya
sebagai hadîts ahad. Khaled juga mempertanyakan bagaimana jika
seandainya istri lebih taat kepada suami, bagaimana jika suami berwatak
pelit, pemarah atau berkelakuan buruk. Keridhaan Tuhan bergantung pada
keridhaan suami merupakan konsep revolusioner yang memiliki dampak
teologis dan sosial yang sangat dalam 37
Selanjutnya khaled menolak Hadîts
lainnya yang bisa menjadi pengkhususan hadîts ini.
إذا صل اارأة مخسنا، وصام شنرها، وحف فر نا، وأطاع 38زو نا، قيل هلا ادخلي اامم من أي أبواب اامم شئ
Apabila seorang wanita mengerjakan shalat lima waktunya, mengerjakan
puasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya, dan mentaati suaminya,
maka ia akan masuk surga dari pintu mana saja yang diinginkannya.
Khaled menolaknya dengan beberapa alasan, pertama, versi hadîts
ini hanya diterima oleh sejumlah perawi yang lebih kecil jumlahnya daripada
perawi pada hadîts hadîts sebelumnya. Kedua, salah seorang perawi dalam
rantai periwayatan hadîts ini bernama Ibn Luhayʽah yang tidak bisa
dipercaya. Ketiga, hadîts ini sama sekali tidak mengurangi ketidakjelasan
versi hadîts sebelumnya. Misalnya bagaimana halnya dengan kewajiban
agama lainnya, selain shalat yang disebutkan dalam hadîts ini, seperti
membayar zakat atau menunaikan ibadah haji. Ibadah semacam ini mungkin
diserahkan kepada keuangan suami. Selain itu, bagaimana seandainya si isteri
telah menjalankan ibadah shalat, puasa, menjaga kehormatannya, dan patuh
pada suaminya, tapi ia juga melakukan perbuatan tercela. Keempat, Hadîts ini
35 Khaled M. Abou el Fadl, Speaking ini God’s Name: Islamic Law, Authority, and
Women, terj, Cecep Lukman Yasin, (Jakarta: Serambi ilmu Semesta, 2004), h. 317-318.. 36 Abî ʻîsâ Muhammad bin Sûrah at-Tirmidzî, Sunan at-Tirmidzî, (Beirut: Dâr al-
Fikr, 1994), Juz, IV, h. 255. 37
Khaled M. Abou el Fadl, Speaking ini God’s Name: Islamic Law, Authority, and Women, terj, Cecep Lukman Yasin, (Jakarta: Serambi ilmu Semesta, 2004), h. 320.
38 Abû Abdillâh Ahmad bin Muhammad bin Hanbâl, Musnad Imâm Ahmad,
(Beirut: Dâr Ihyâ' at-turâts al-ʽArabî,1993), juz I, h. 313.
8
bertentangan konsep Al-Qur’an yang berbicara tentang cinta, kasih sayang,
persahabatan, yang termuat dalam QS. al-Ahzab: 35 dan al-Nisa: 34.39
Dari uraian ini kita dapat melihat alasan-alasan Khaled dalam
menolak hadîts-hadîts yang dianggapnya misoginis. Dari segi sanad Khaled
menolak periwayatan hadîts ahad, dan mempermasalahkan kredibilitas
perawi yang ada dalam sanad hadîts tersebut. Pemahaman Khaled tentang
penolakannya terhadap hadîts ahad sejalan dengan pemikiran mu’tazilah,
yakni mensyaratkan jumlah perawi yang lebih banyak.40
Sementara ulama-
ulama klasik tidak mempermasalahkan posisi hadîts ahad, Ibnu Hajar berkata
bahwa Sungguh sudah terkenal perbuatan shahabat dan tabi’in dengan dasar
hadîts ahad dan tanpa penolakan. Maka telah sepakat mereka untuk menerima
hadîts ahad.41
Ibnu Abil ‘Izzi berkata bahwasanya hadîts ahad, jika para
ummat menerima sebagai dasar amal dan membenarkannya, maka dapat
memberikan ilmu yakin (kepastian) menurut jumhur ulama.42
Imam Syafi’i
pun demikian, Imam Syafi’i tidak mempermasalahkan ahad dan
mutawatirnya sebuah hadîts, permasalahan terletak pada shahih dan tidaknya
hadîts itu.43
Dalam masalah Ibnu Luhayah, kredibilitasnya memang diperdebatkan
semenjak bukunya dibakar pada tahun 170 H.44
Namun hadîts dengan redaksi
yang sama dengan ini masih memiliki jalur periwayatan lain yang tidak ada
nama Ibnu Luhay’ah, jadi hadîts ini masih bisa diterima lewat jalur
periwayatan yang lain.45
selanjutnya masalah bahwa bukunya yang terbakar
39 Khaled M. Abou el Fadl, Speaking ini God’s Name: Islamic Law, Authority, and
Women, terj, Cecep Lukman Yasin, (Jakarta: Serambi ilmu Semesta, 2004), h. 320-321. 40 Kaum mu’tazilah meyalahi apa yang dikemukakan oleh mayoritas ulama.
Mereka menolak hadîts ahad dan mensyaratkan adanya jumlah yang banyak. Di antara
tokoh mu’tazilah yang menolak hadîts ahad adalah Abu Hudzail Ali al-Jubba’i, al-Jubba’i
tidak mau menerima jika hanya diriwayatkan oleh satu rawi ‘adil, agar hadîts itu diterima
dia memberikan beberapa syarat yakni: hadîts tersebut harus diperkuat oleh hadis yang
diriwayatkan oleh rawi adil lainnya, teks hadîts tersebut dikuatkan oleh teks hadîts lainnya
atau teksnya tidak bertentangan dengan teks al-Qur’an, hadîts tersebut diamalkan oleh sebagian sahabat. Adapula yang mengatakan bahwa al-Jubbai tidak menerima Hadîts
kecuali hadîts itu diriwayatkan leh empat orang. , Abu Lubah Husain, Pemikiran hadîts
Mu’tazilah, terj, Usman Sya’roni, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2003), h. 77. 41 Ibn Hajar al-Asqalânî, Fath al-Bâri, (Beirut: Dar al-Fikr, 1993), Juz XIII, h. 234. 42 Ali bin Ali bin Abi Izz Al Hanafi , Syarah Aqidah al-Thahawi (Beirut:
Muassasah al-Risalah, 1990), h. 39-40. 43 Ibnu al-Qayyim al-Juziyyah, Ash Shawwâʻiq al-Mursalah ʻalâ Al Jahmiyah wa
al-Mu’aththilah ( Riyâdh: Maktabah Adwa’ al-Salaf), Juz: II, h. 350. 44 Ibnu Hibban, al-Majruhin min al-Muhadditisin wa al-dhu’afa’ wa al-matrukin,
(Alepo: Dar Wa’y, 1397H), jilid II, h. 11-16. 45
Dalam Shahih Ibnu Hibban pada Hadîts ini, tidak terdapat nama Ibnu Luhay’ah dalam jalur sanadnya, sehinnga membebaskan Hadîts ini dari vonis dha’if karena adanya
Ibnu Luhay’ah. Muhammad bin Hibbân bin Ahmad bin Hibbân bin Muʻâdz, Shahîh Ibnuu
Hibbân, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1996), Juz, IV, h. 333.
9
masih bisa diselidiki apakah setelah meriwayatkan hadîts ini atau belum, jika
setelah meriwayatkan hadîts ini maka periwayatannya dapat diterima
berdasarkan kredibilitasnya sebelum bukunya dibakar.
Kemudian dari segi matan, Khaled menolak periwayatan-periwayatan
ini karena bertentangan dengan sejumlah ayat Al-Qur’an, pemahaman hadîts
yang memiliki dampak teologis, serta bertentangan dengan matan hadîts
lainnya. Dalam permasalahan yang bertentangan dengan ayat Al-Qur’an
pengingkaran seperti ini sebenarnya tidak perlu terjadi mengingat fungsi
hadîts terhadap Al-Qur’an, maka tidak mungkin hadîts shahîh bertentangan
dengan Al-Qur’an. Yusuf Qardhawi mengatakan bahwasanya apabila ada
hadîts yang bertentangan dengan Al-Qur’an, maka hanya ada dua
kemungkinan yakni, pemahaman kita yang salah, atau hadîtsnya yang tidak
shahih.46
dalam hal ini kita akan melihat nanti apakah pemahaman Khaled
yang keliru atau posisi hadîtsnya yang tidak Shahîh. Selanjutnya dalam hal
bertentangan dengan hadîts, para ulama hadîts telah memberikan rumusan
atau rambu-rambu dalam mengatasinya, yakni dengan metode al-Jam’, al-
Tarjih, al-Naskh, dan isqat al-Dalilain.47
Dengan melihat kembali metodologi kritik hadîts, yang terdiri dari
kritik sanad dan kritik matan penulis ingin melakukan reinterpretasi terhadap
pemahaman Khaled, apakah hadîts-hadîts yang dimisoginiskan Khaled benar-
benar mengalami kecacatan pada sanad sesuai dengan kriteria kritik sanad.
Selanjutnya dalam hal matan apakah matan ini terdapat syadz dan illat
sehingga harus ditinggalkan. Dan terkesan maudhu’ karena bertentangan
dengan Al-Qur’an. hadîts sujud pada suami dan ketaatan pada suami
merupakan dua dari beberapa hadîts yang dikategorikan misoginis oleh
Khaled. Berdasarkan data-data inilah yang kemudian mendorong penulis
ingin meneliti pemahaman Hadîts yang dianggap misoginis oleh Khaled,
dengan judul Kritik atas Pemahaman hadîts Khaled Abou El Fadl (Studi atas
hadîts- hadîts yang dianggap Merendahkan Perempuan).
B. Perumusan Masalah dan Pembatasan Masalah
Dari paparan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat
dirumuskan beberapa pokok masalah dan pembatasan dari masalah yang
akan ditelititi, yakni:
1. Bagaimana Khaled Abou E Fadl memahami hadîts yang dianggap
merendahkan perempuan?
2. Apakah hadîts yang dikategorikan merendahkan perempuan
adalah benar-benar merendahkan perempuan?
46 Ali Musthafa Ya’qub, Haji Pengabdi Setan,(Jakarta: Pustaka Firdaus, 2006)h.
156. 47 Nashrun Rusli, Konsep Ijtihad al-Syaukani, (Jakarta: Logos, 1999), h. 44
10
Pembahasan dalam penelitian ini dibatasi dengan hanya membahas
hadîts-hadîts yang dikategorikan misoginis oleh Khaled Abou el Fadl yang
dimuat dalam bukunya Speaking ini God’s Name: Islamic Law, Authority,
and Women.
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Hadîts-Hadîts yang
dimisoginiskan Khaled benar-benar memiliki makna misoginis ataukah
Khaled yang terburu-buru memahaminya sebagai hadîts misoginis. Dan juga
untuk mengetahui seperti apa hadîts ini layaknya dipahami,
Adapun kegunaan dari peneitian ini adalah diharapkan dapat
memberikan pemahaman baru dalam khazanah keilmuan Islam khususnya di
bidang hadîts. Dan diharapkan dapat membantu dalam proses memahami
hadîts-hadîts, utamanya hadîts yang terkesan merendahkan perempuan.
D. Metode Penelitian
1. Jenis dan Metode Penelitian
Sesuai dengan tema yang akan dibahas, jenis penelitian yang akan
penulis gunakan adalah metode penelitian kualitatif.48
Metode penelitian
kualitatif dapat dibagi menjadi dua bagian, yakni kualitatif lapangan dan
pustaka. Dalam penelitian ini penulis memilih penelitian kualitatif pustaka
(librarry research)49
dengan memfokuskan penelitian dalam bentuk pustaka
tanpa melibatkan riset lapangan. Selanjutnya untuk metode pembahasan,
penulis menggunakan metode deskriptif analitis, dimana prosedurnya adalah
memecahkan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan, melukiskan
keadaaan subjek dan objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak
atau sebagaimana adanya.
2. Sumber Data
Sesuai dengan jenis dan metode penelitian yang akan diterapkan
dalam penelitian ini, maka penulis sepenuhnya mencari dan mengumpulkan
data dari berbagai bahan-bahan kepustakaan. Bahan kepustakaan ini
mencakup sumber primer dan sekunder. Sumber primer adalah sumber utama
dalam penelitian ini, sedangkan sumber sekunder adalah bahan kepustakaan
yang menunjang data yang ada pada sumber primer.
48Metode penelitian kualitatif adalah sesuatu yang dipertentangkan dengan
penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif melibatkan diri pada perhitungan atau angka,
atas dasar pertimbangan inilah maka penelitian kualitatif diartikan sebagai panelitian yang
tidak mengadakan perhitungan. Baca: Soejono Abdurrahman, Metode Penelitian Suatu Pemikiran Dan Penerapan, (Jakarta: Asdi Mahasatya, 2005),h. 26.
49 Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2004), h. 2.
11
a. Data Primer
Data primer yang penulis sajikan dan analisis dalam penelitian ini
adalah hadîts-hadîts misoginis yang dibahas oleh Khaled dalam bukunya
Speaking in God’s Name; islamic law, authority and women.
b. Data Sekunder
Data-data sekunder yang penulis butuhkan dalam penelitian ini adalah
segala sesuatu yang berkaitan dengan Hadîts, baik ulumul Hadîts, kitab
takhrij, dan kitab-kitab syarh al-hadîts. Juga yang berkaitan dengan kajian
gender, baik isu gender dalam tafsir ataupun hadîts.
E. Teknik Analisis Data
Penelitian ini diawali dengan mengumpulkan data-data yang
berkaitan dengan penelitia, kemudian akan diolah secara deskriptif analitis.
Selanjutnya penulis akan mendata seluruh hadîts yang dinilai misoginis oleh
Khaled dalam buku Speaking in God’s Name; islamic law, authority and
women.
Setelah Hadîts-Hadîts terkumpul penulis akan mendeskripsikan
terlebih dahulu pandangan Khaled tentang hadîts-hadîts tersebut. Kemudian
penulis akan mengkomparasikan dengan cara membandingkan dengan data-
data terkait, sebelum akhirnya menganalisis seluruh data-data yang telah
penulis uraikan.
F. Kajian Pustaka
Penelitian tentang hadîts memang selalu menarik untuk dikaji, baik
dari segi takhrij ataupun metodologi memahami hadîts. Demikian pula halnya
dengan studi terhadap tokoh-tokoh yang semakin diminati oleh kalangan
akademis Muslim. Dalam penelitian yang mengetengahkan masalah Hadîts-
hadîts misoginis dari perspektif Khaled. Peneliti menemukan beberapa karya
ilmiah berkaitan dengan tema ini yang telah lebih dulu ada.
Karya-karya ilmiah yang telah lebih dulu ada dalam bentuk tesis ialah
tesis tahun 2011 yang ditulis oleh Yusriandi,pascasarjana Uin Sunan
Kalijaga, dengan judul Konsep Kepengarangan Hadis Khaled Abou El-Fadl
Dan Kontribusinya Terhadap Studi hadîts. Tesis ini mengeksplor
pemahaman Khaled bahwasanya dalam konsep kepengarangan hadîts,
pengarang hadîts tidak semata-mata Nabi Saw, tetapi siapa saja yang
melakukan interaksi dengan Nabi. Selanjutnya tesis tahun 2009 yang ditulis
oleh Irawan, dengan judul Islam Puritan dalam Pandangan Khaled M. Abou
el-Fadl. Tesis ini menerangkan tentang pemaknaan puritan yang ditujukan
kepada kaum Salafi wahabi.
Studi terdahulu dalam bentuk skripsi, penulis menemukan beberapa
skripsi yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan. Skripsi tahun
12
2008 yang ditulis oleh Muhammad Zen, Fakultas Syariah Institut Agama
Islam Negeri IAIN Walisongo Semarang, dengan judul Studi Analisis
Pemikiran khaled m. Abou el fadl Tentang Hadîts Isteri Menolak Ajakan
Suami ke Tempat Tidur. hadîts yang dibahas dalam skripsi ini merupakan
salah satu hadîts dari banyak hadîts yang akan dikaji oleh penulis, namun
memiliki pendekatan yang berbeda dengan penelitian yang akan peneliti
lakukan. Kemudian skripsi tahun 2009 yang ditulis oleh Ihab Habudin, UIN
Sunan Kalijaga dengan judul Konstruksi Gagasan Feminisme Islam Khaled
m. Abou el-Fadl. Pembahasan dalam skripsi ini adalah mendeskripsikan
konsep feminis yang di bangun oleh Khaled yang terdiri dari ide pokok
feminisme, analisis gagasan feminisme, dan posisi perempuan dalam hukum
keluarga Islam.
Karya ilmiah lainnya dalam bentuk jurnal yang berkaitan dengan
tema ini, peneliti menemukan beberapa jurnal yakni jurnal Hunafa, vol 5, no.
2, agustus 2008. Ditulis oleh Nasrullah, dengan judul Hermeneutika
Otoritatif Khaled m Abou el-Fadl; Metode Kritik atas Penafsiran
Otoritarianisme Dalam Pemikiran Islam. Jurnal ini berkaitan dengan
pemahaman Khaled bahwasanya seorang penafsir merasa bahwa dirinya telah
berhasil menafsirkan sesuai dengan keinginan Tuhan, sehingga menutup
pintu-pintu ijtihad lainnya inilah yang konsep otoritarian yang dimaksud
Khaled, merampas kehendak Tuhan.
G. Sistematika Pembahasan
Tesis ini disusun secara sistematis terdiri dari lima bab, berikut uraian
masing-masing bab:
Bab pertama merupakan pendahuluan yang berisi tentang latar
belakang masalah, rumusan dan batasan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, metode penelitian, kajian terdahulu yang relevan, dan sistematika
penulisan.
Bab dua berisi tentang bagaimana pemikiran Khaled Abou el Fadl,
riwayat hidupnya, karya-karya intelektual, dan fatwa-fatwa Khaled Abou el
Fadl.
Bab tiga peneliti akan membahas tetang hal-hal yang berkaitan
dengan kritik sanad hadîts, meliputi sejarah perkembangan dan
metodologimya. Ilmu jarh wa at-taʻdîl, yang meliputi pertumbuhan ilmu jarh
wa at-taʻdîl, metode ulama dalam menjelaskan para rawi, tingkat-tingkat jarh
wa at-taʻdîl. Kemudian kritik matan hadîts yang mencakup, sejarah
perkembangan dan meodologi kritik matan.
Bab empat menjadi inti dari pembahasan. Dalam bab ini akan
diuraikan bagaiamana pandangan Khaled terhadap hadîts yang dianggap
merendahkan perempuan, selanjutnya akan dijelaskan reinterpretasi dari
pemahaman Khaled terhadap hadîts-hadîts misoginis. Yang terdiri dari hadîts
13
tentang sujud pada suami, hadîts tentang suami mengajak istri ke tempat
tidur, hadîts tentang masuk surga atas keridhaan suami, hadîts tentang fitnah
perempuan, dan hadîts tentang perempuan sebagai pembawa sial.
Bab lima merupakan penutup, yang berisi kesimpulan dan saran.
151
Bab V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian krtik pemahaman Khaled Abou el Fadl
atas hadîts yang dianggap merendahkan perempuan oleh Khaled, maka dapat
dapat kami simpulkan sebagai berikut:
1. Dalam hal pemahaman Khaled terhadap hadîts yakni:
a. Khaled Abou el Fadl adalah orang yang memiliki latar
belakang pemikiran liberal, sehingga ia tidak luput dari
pengaruh-pengaruh teori Barat dan kondisi sosialnya, terlebih
Khaled memiliki sejarah kelam dengan negara Timur Tengah
b. pengaruh hermeneutika sangat terasa dalam pemahaman
haditsnya, yakni dengan memahami teks berdasarkan kondisi
sosiologis dan antropologis.
c. pengaruh pemikiran Muktazilah juga tidak luput
mempengaruhi cara pandangnya terhadap hadîts, seperti
penolakannya terhadap hadîts yang bertentangan dengan
logika berfikirnya.
d. Khaled mengabaikan kritik sanad, ia lebih fokus mengamati
yang ia sebut dengan proses kepengarangan. Padahal proses ini
hanya dapat diketahui dengan menggunakan kritik sanad,
maka ini berarti Khaled tidak mengerti hadîts.
2. Kemudian dalam hal apakah hadîts yang dianggap Khaled
merendahkan perempuan benar-benar merendahkan perempuan:
a. Bahwasanya hadîts- hadîts tersebut tidak merendahkan
perempuan. Setelah melalui analisis sanad dan matan, hadîts-
hadîts tersebut dapat diterima dari segi jalur periwayatan dan
dari makna yang terkandung di dalamnya.
b. Ketika Khaled menolak hadîts ini karena tidak berkenan
dengan nalarnya, kami tetap berpegang teguh pada kritik sanad
dan kritik matan, dan menilai bahwa Khaled tidak memahami
ilmu hadîts.
B. Saran
Demikianlah penelitian ini penulis selesaikan, masih terdapat banyak
kekurangan dalam tulisan ini untuk dijadikan bahan rujukan. dan masih
terdapat ruang bagi para peneliti selanjutnya untuk dapat menyempurnakan
penelitian ini. Adapun saran dari penulis terkait permasalahan hadîts adalah:
1. Penelitian terhadap hadîts lebih ditingkatkan lagi, dengan tetap
mengacu pada dua metode, yakni kritik sanad dan kritik matan
152
2. Para orientalis terus melahirkan bibit-bibit barunya, maka sudah
sepentasnya kita waspada akan hal ini. dengan selalu mawas diri
dan memperhatikan tuduhan baru yang mereka lakukan terhadap
hadîts, sehingga kita dengan segera mengatasi tuduhan-tuduhan
itu dalam bentuk karya ilmiah, sehingga dapat memperkaya
khazanah kritik hadîts.
3. dan bagi yang tidak mengerti hadîts wajib untuk segera
mempelajarinya, sehingga tidak dapat dipengaruhi oleh logika-
logika Barat yang dimunculkan lewat penolakannya terhadap
hadîts.
Daftar Riwayat Hidup
Data Pribadi
Nama : Muhammad Rifian Panigoro
Jenis Kelamin : Pria
Tempat, Tanggal Lahir : Gorontalo, 14 September, 1991
Kewarganegaraan : Indonesia
Status Perkawinan : Menikah
Alamat Lengkap : Jl. Delima, No.88. Kel. Molosipat W, Kec. Kota Barat
Gorontalo
No. Telepon/HP : 081293872789
Pendidikan Formal
1996-1997 TK Busthanul Athfal I, Gorontalo.
2002-2003 SDN 14 Kota Barat, Gorontalo
2003-2006 MTS AL-Huda, Pondok Pesantren al-Huda, Gorontalo
2006-2009 MTS AL-Huda, Pondok Pesantren al-Huda, Gorontalo
2009-2013 S1. Institut Perguruan Tinggi Ilmu al-Qur’an Jakarta
2013-2015 S2. Institut Ilmu al-Qur’an Jakarta