keberdayaan perempuan dalam film dokumenter “pertaruhan (at stake)” (analisis wacana kritis...

20
1 KEBERDAYAAN PEREMPUAN DALAM FILM DOKUMENTER “PERTARUHAN (AT STAKE)” (Analisis Wacana Kritis Michel Foucault Dalam Antologi Film Dokumenter “Pertaruhan (At Stake)”) Oleh : Evi Wahyuningtyas (0911221006) Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya Malang ABSTRAKSI Penelitian ini dilakukan dengan tujuan, mengetahui makna yang tersembunyi di balik representasi perempuan pada antologi film dokumenter “Pertaruhan (At Stake)” yang diproduksi tahun 2008. Menggunakan konsep teori perempuan dalam film, representasi perempuan, dan konstruksi gender. Penelitian ini merupakan analisis terhadap wacana dominan tentang terbentuknya gambaran perempuan dalam film. Pendekatan penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan metode analisis wacana kritis Michel Foucault. Metode analisis wacana kritis Michel Foucault terbagi menjadi dua fase yaitu, fase arkeologi melihat bagaimana struktur pemaknaan suatu zaman. Fase genealogi melihat bagaimana kekuasaan (power) itu productive atau menghasilkan wacana, pengetahuan, maupun subjektifitas. Melalui analisis arkeologi, dapat diketahui bahwa pada era 2008 film banyak merepresentasikan wacana seksualitas dan diskriminasi tubuh perempuan, seperti hubungan seks bebas, perempuan bayaran, isu keperawanan, dan aborsi. Sedangkan melalui analisis genealogi, bisa diketahui bagaimana hubungan kekuasaan-pengetahuan dalam antologi film dokumenter “Pertaruhan (At Stake)”. Kekuasaan, berada dalam kontrol politik Negara yang ditunjukkan melalui aturan tradisi budaya, agama, dan ideologi yang membuat posisi perempuan dirugikan, sebab dalam peraturan tersebut, perempuan berada di bawah kontrol laki-laki. Selain itu, di dalam film juga ditemukan bahwa tubuh perempuan bisa dibeli dengan uang. Pengetahuan perempuan tentang kekuasaan yang membuat posisi perempuan sebagai pihak yang dirugikan,

Upload: independent

Post on 01-Mar-2023

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

KEBERDAYAAN PEREMPUAN DALAM FILM DOKUMENTER “PERTARUHAN (AT

STAKE)”

(Analisis Wacana Kritis Michel Foucault Dalam Antologi Film Dokumenter “Pertaruhan

(At Stake)”)

Oleh :

Evi Wahyuningtyas (0911221006)

Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Brawijaya Malang

ABSTRAKSI

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan, mengetahui makna yang tersembunyi di balik

representasi perempuan pada antologi film dokumenter “Pertaruhan (At Stake)” yang diproduksi

tahun 2008. Menggunakan konsep teori perempuan dalam film, representasi perempuan, dan

konstruksi gender. Penelitian ini merupakan analisis terhadap wacana dominan tentang

terbentuknya gambaran perempuan dalam film. Pendekatan penelitian ini adalah deskriptif

kualitatif dengan menggunakan metode analisis wacana kritis Michel Foucault. Metode analisis

wacana kritis Michel Foucault terbagi menjadi dua fase yaitu, fase arkeologi melihat bagaimana

struktur pemaknaan suatu zaman. Fase genealogi melihat bagaimana kekuasaan (power) itu

productive atau menghasilkan wacana, pengetahuan, maupun subjektifitas.

Melalui analisis arkeologi, dapat diketahui bahwa pada era 2008 film banyak

merepresentasikan wacana seksualitas dan diskriminasi tubuh perempuan, seperti hubungan seks

bebas, perempuan bayaran, isu keperawanan, dan aborsi. Sedangkan melalui analisis genealogi,

bisa diketahui bagaimana hubungan kekuasaan-pengetahuan dalam antologi film dokumenter

“Pertaruhan (At Stake)”. Kekuasaan, berada dalam kontrol politik Negara yang ditunjukkan

melalui aturan tradisi budaya, agama, dan ideologi yang membuat posisi perempuan dirugikan,

sebab dalam peraturan tersebut, perempuan berada di bawah kontrol laki-laki. Selain itu, di

dalam film juga ditemukan bahwa tubuh perempuan bisa dibeli dengan uang. Pengetahuan

perempuan tentang kekuasaan yang membuat posisi perempuan sebagai pihak yang dirugikan,

2

membuat perempuan melakukan pergerakan dan perjuangan untuk mendapatkan hak atas

tubuhnya sendiri.

Hasil dari analisis menunjukkan, bahwa penggambaran perempuan dalam antologi film

dokumenter “Pertaruhan (At Stake)”, menggunakan perempuan sebagai subjek untuk

menunjukkan pergerakan dan perjuangan perempuan dalam memperoleh hak atas tubuhnya

sendiri, hal tersebut merupakan dasar munculnya pertentangan terhadap budaya patriarki di

Indonesia yang menimbulkan ketidakadilan pada kaum perempuan. Perempuan juga digunakan

sebagai objek untuk penyampaian pesan yang malah merugikan perempuan, karena perempuan

dalam film ini menjadi pihak yang memperoleh pendiskriminasian terhadap tubuhnya dan

perempuan harus mempertaruhkan tubuhnya.

Kata Kunci: film perempuan, konstruksi gender, representasi, analisis wacana kritis

Pendahuluan

Film memiliki pesan untuk

disampaikan kepada audiens. Sebagai

industri, film merupakan bagian produksi

dari ekonomi masyarakat yang dipandang

dalam hubungannya dengan produk lain.

Sebagai komunikasi, film adalah bagian dari

sistem yang digunakan individu dan

kelompok untuk mengirim dan menerima

pesan (Ibrahim, 2007, h.172). Pesan yang

tersimpan dalam film ditangkap oleh audiens

sesuai dengan latar belakang pengalaman

mereka masing-masing dalam menonton

sebuah film. Makna yang dikode oleh

pemirsa tergantung pada bagaimana individu

melakukan dekonstruksi, karena setiap

individu memiliki kebebasan menentukan

metode interpretasi1 apa yang harus

digunakan, termasuk kepentingannya dalam

melakukan dekonstruksi (Bungin, dikutip

dari Sobur, 2012, h.28). Dekonstruksi

membongkar atau mengekspos sesuatu yang

tidak terlihat pada teks (Barker, 2003, h.99).

Menurut Saussure (dikutip dari Sobur, 2012,

h.87) persepsi dan pandangan individu

tentang realitas, dikonstruksikan oleh kata-

1 Interpretasi menurut kamus besar bahasa Indonesia

ialah pemberian kesan, pendapat, atau pandangan

teoritis terhadap sesuatu (tafsiran).

3

kata dan tanda-tanda yang digunakan dalam

konteks sosial.

Pesan-pesan dalam film

disampaikan melalui adegan maupun

melalui karakter tokoh pada film tersebut.

Film yang mengangkat cerita tentang

perempuan adalah film yang menggunakan

tokoh utama perempuan, dibuat dengan

sudut pandangan perempuan serta

diperuntukkan untuk perempuan tanpa

adanya larangan tentang seksualitas

perempuan. Menurut McRobbie (dikutip

dari McQuail, 2000, h.101) film perempuan

diapresiasikan dari sudut pandang

perempuan untuk perempuan dengan tidak

adanya larangan tentang seksualitas

perempuan. Karakter tokoh dan adegan

dalam film adalah bentukan dari arahan

sutradara. Sutradara memiliki sudut pandang

masing-masing dalam pembuatan film.

Sutradara mengangkat nilai-nilai sosial,

ekonomi, budaya, agama, serta politik dalam

pembuatan filmnya. Maria La Place (dikutip

dari Hollows, 2010, h.52-53) berpendapat

bahwa

Film perempuan

dibedakan oleh tokoh

utamanya perempuan, sudut

pandang perempuan dan

narasinya yang sering kali

berkutat di sekitar realisme

tradisional pengalaman

perempuan: keluarga, rumah

tangga, dan percintaan-wilayah

yang cinta, emosi, dan

pengalaman terjadi munculnya

tindakan atau peristiwa. Salah

satu aspek penting dari genre

ini adalah adanya suatu tempat

mencolok yang sesuai dengan

hubungan antara

perempuannya (1987, 139).

Narasi-narasi film perempuan dipusatkan

pada tokoh utama perempuan, diarahkan

oleh suatu pandangan, keinginan, dan

aktivitas perempuan (Clark, dikutip dari

Jackson & Jones, 2007, h.375). Film

menempatkan sutradara sebagai individu

yang berpengetahuan dan dapat

mengungkapkan kebenaran terhadap

individu lain yang kurang pengetahuan

(Kaplan, dikutip dari Hollows, 2010, h.58).

Pesan yang dibuat oleh sutradara

disampaikan melalui perempuan yang

menceritakan kembali kisahnya dalam film.

4

Adapun film yang menyajikan

cerita terhadap realitas sosial yang ada di

masyarakat adalah film dokumenter.

Menurut Latief dan Utud (2013, h.84) film

dokumenter merupakan dokumentasi tentang

pencerita yang sedang melakukan perjalanan

atau melakukan suatu penyelidikan tentang

suatu objek yang ingin dijelaskan kepada

masyarakat. Di Indonesia, hingga saat ini

film dokumenter masih mendapatkan

perhatian oleh salah satu stasiun televisi

swasta MetroTV dengan dukungannya

terhadap film dokumenter melalui kompetisi

Eagle Awards. Film dokumenter yang

mengungkap tentang tubuh perempuan

adalah film “Pertaruhan (At Stake)”.

Film Pertaruhan mengangkat cerita

tentang perjuangan perempuan yang masih

menuai kontroversi di masyarakat. Adanya

kehidupan TKW yang menjadi migran dan

seorang homoseksual (lesbian) dalam film

“Mengusahakan Cinta”, sunat perempuan

dalam film “Untuk Apa?”, hak perempuan

dalam memeriksakan kesehatan reproduksi

dalam film “Nona atau Nyonya?”, serta

perempuan yang masih menjadi budak nafsu

atau psk dalam film “Ragat’e Anak”,

menjadikan film ini menarik untuk dijadikan

penelitian. Film ini mempunyai garis besar

tentang tubuh perempuan. Konflik yang

dialami perempuan sebagai kelompok

bawah yang tertindas akibat masalah

ekonomi, sosial, budaya yang berlaku,

menjadi ganjalan perempuan dalam

memperoleh hak-haknya.

Film dokumenter “Pertaruhan”

pernah diputar pada Festival Film Asia

Pasifik dan sering diputar pada acara

seminar lembaga-lembaga perempuan,

pendidikan sekolah maupun perguruan

tinggi. Disutradarai oleh sutradara-sutradara

yang berpengalaman yaitu Ani Ema

Susanti, Ucu Agustin, Iwan Setiawan dan

Muhamad Ichsan, Lucky Kuswandi. Film ini

diproduseri oleh Nia Dinata dan diproduksi

oleh Kalyana Shira Films.

5

Isu-isu feminis seperti perjuangan

perempuan sebagai makhluk inferior,

emansipasi perempuan sebagai makhluk

superior, perlawanan perempuan terhadap

budaya patriarki2 ditampilkan melalui media

film. Film “Pertaruhan (At Stake)”

merepresentasikan tokoh perempuan yang

mempunyai posisi sebagai korban praktek

kekuasaan, namun perempuan juga

diposisikan sebagai pengambil keputusan

untuk melakukan pergerakkan atas apa yang

menindasnya. Hal tersebut menggambarkan

bahwa perempuan dalam film “Pertaruhan

(At Stake)” mempunyai keberdayaan.

Keberdayaan merupakaan kekuasaan

(power) yang menjadi dasar timbulnya

pemberdayaan. Dikutip dari Payne (1997,

266) menjelaskan:

“Empowerment

seeks to help clients gain

power of decision and

action over their own lives

by reducing the effect of

social or personal blocks

2 Patriarki adalah ideologi yang mengacu pada

perbedaan gender yang menganggap bahwa laki-laki

lebih unggul daripada perempuan yang terbentuk

secara historis.

to exercising existing

power, by increasing

capacity and self

confidence to use power

and by transferring power

from the environment to

clients”.

“Pemberdayaan

dipandang untuk

menolong klien dengan

membangkitkan

kekuasaan dalam

mengambil keputusan

dan menentukan

tindakan yang akan ia

lakukan sepanjang

hidup, termasuk

mengurangi efek atau

akibat dari gejala di

masyarakat atau

individu untuk melatih

agar kekuatan tersebut

tumbuh dengan

meingkatkan kapasitas

percaya diri, antara lain

melalui transfer

kekuatan dari

lingkungan”.

Penulis akan meneliti lebih dalam

tentang perfilman yang mengangkat tubuh

perempuan sebagai korban praktek

kekuasaan, serta bagaimana perempuan

digambarkan sebagai perempuan yang

mempunyai keberdayaan untuk melakukan

pergerakkan dan menyuarakan nasibnya atas

ketidakadilan-ketidakadilan yang telah

diperolehnya dari praktek sosial di dalam

6

sebuah film. Penelitian ini akan

menggunakan metode analisis wacana kritis

untuk mengungkap maksud yang

tersembunyi dalam film melalui representasi

perempuan pada film. Oleh sebab itu,

penulis membuat penelitian ini dengan judul

“Keberdayaan Perempuan Dalam Film

Dokumenter “Pertaruhan (At Stake)”

(Analisis Wacana Kritis Michel Foucault

dalam Antologi Film Dokumenter

“Pertaruhan (At Stake)”).

Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka ini menguraikan

beberapa teori yang digunakan untuk

meneiliti Representasi Perempuan pada Film

Dokumenter Pertaruhan (At Stake). Teori-

teori yang digunakan pada penelitian ini

antara lain, teori tentang Perempuan dalam

Film, Konstruksi Gender dan Representasi

Perempuan, Perempuan dalam Feminisme,

serta Analisis Wacana dalam Representasi

Perempuan. Perempuan dalam Film

memberikan pemahaman tentang tubuh

perempuan yang digunakan sebagai tanda

(sign) untuk menyampaikan pesan terhadap

realitas sosial. Konstruksi gender dan

representasi perempuan digunakan untuk

menjelaskan bagaimana media

mengkonstruksi perempuan kemudian

merepresentasikannya dalam sebuah

tayangan film. Teori feminisme memberikan

penjelasan tentang jenis-jenis aliran

feminisme. Analisis wacana digunakan

untuk memperdalam analisis dalam

memperoleh ataupun mengungkap makna

yang tersembunyi dari teks pada sebuah

wacana.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode

analisis wacana yang memahami tentang

proses produksi sebuah wacana melalui teks

media yang mana selalu melibatkan kognisi

sosial suatu masyarakat (Narendra, 2008,

h.13). Menggunakan metode analisis wacana

kritis Foucault yang melihat bagaimana

pengetahuan (knowledge) dan kekuasaan

7

(power) berperan dalam wacana. Dalam

metodenya, Foucault memberikan dua fase

yang mempelajari tentang archaeological

dan genealogical (Jorgensen & Phillips,

2002, h.12). Arkeologi (archaeological)

mempelajari tentang aturan yang

menentukan pernyataan (statements)

diterima

sebagai makna dan kebenaran dalam zaman

sejarah tertentu (Jorgensen & Phillips, 2002,

h.12). Foucault melekatkan premis3 umum

konstruksi sosial bahwa pengetahuan

(knowledge) bukan hanya refleksi dari

realitas. Pengetahuan diciptakan melalui

interaksi sosial yang kita yakini sebagai

kebenaran secara umum dan melakukan

perlawanan untuk menunjukkan benar atau

salah. Kebenaran adalah sebuah konstruksi

diskursif dan perbedaan rezim4 dari

pengetahuan menentukan apa yang benar

3 Premis memiliki arti sebagai asumsi, apa yang

dianggap benar sebagai landasan kesimpulan, dasar

pemikiran, alasan. 4 Rezim merupakan tata cara pemerintahan yang

berkuasa.

dan yang salah (Jorgensen & Phillips, 2002,

h.5).

Pada fase genealogi

(Genealogical), Foucault berfokus pada

kekuasaan (power). Seperti wacana,

kekuasaan bukan milik agen tertentu seperti

individu, negara, atau kelompok dengan

kepentingan tertentu. Sebaliknya, kekuasaan

tersebar pada praktek sosial yang berbeda.

Kekuasaan tidak boleh dipahami sebagai

bentuk penindasan tapi kekuasan tersebut

“productive” atau menghasilkan sesuatu,

dalam arti kekuasaan menghasilkan wacana,

pengetahuan (knowledge), dan subjektifitas.

Dalam kekuasaan (power), dunia sosial dan

objek dipisahkan dari satu dengan yang lain,

kemudian karakteristik individu dan

hubungannya satu sama lain akan tercapai.

Kekuasaan selalu terikat dengan

pengetahuan (Jorgensen & Phillips, 2002,

h.13). Menurut Foucault, kekuasaan dan

pengetahuan memiliki konsekuensi bahwa

kekuasaan terhubung erat dengan wacana.

8

Wacana umumnya memproduksi kita

sebagai subjek, dan sesuatu yang kita

ketahui tentang objek (termasuk diri sendiri

sebagai subjek) (Jorgensen & Phillips, 2002,

h.14).

Konsep kekuasaan atau

pengetahuan Foucault memiliki konsekuensi

bagi konsepnya tentang kebenaran (truth).

Efek kebenaran (truth effect) diciptakan

pada wacana. Fase arkeologi Foucault

memberikan pemahaman kebenaran adalah

sebuah sistem prosedur untuk produksi,

regulasi dan difusi5 pernyataan (statements).

Sedangkan pada fase genealogi terdapat

hubungan antara kebenaran dan kekuasaan,

dengan alasan bahwa kebenaran sudah

tertanam di dalam diri dan dihasilkan oleh

sistem kekuasaan. Hal ini mempunyai arti

bahwa seseorang yang mempunyai

kekuasaan, pernyataannya (statements) akan

menundukkan individu yang tidak

5 Difusi ialah pengaruh migrasi dan pengalihan

pranata budaya melewati batas-batas bahasa,

khususnya inovasi dan peminjaman.

mempunyai kekuasaan. Seseorang dengan

pengetahuan akan memiliki kekuasaan dan

menciptakan efek kebenaran terhadap

pernyataannya dalam wacana.

Fokus pada bagaimana efek

kebenaran diciptakan dalam wacana.

Menganalisis proses diskursif di mana

wacana yang dikonstruksi dengan cara

memberikan kesan bahwa hal tersebut

menggambarkan gambaran realitas yang

sebenarnya atau bukan (Jorgensen &

Phillips, 2002, h.14). Pandangan Foucault

tentang kekuasaan, memperlakukan

kekuasaan lebih produktif daripada paksaan,

mementingkan pola dominasi di mana satu

kelompok sosial adalah subordinasi untuk

kelompok lainnya (Jorgensen & Phillips,

2002, h.18).

Peneliti memilih metode analisis

wacana kritis Foucault karena dirasa relevan

sebagai metode yang digunakan untuk

mencari wacana dominan, yang digunakan

sutradara sebagai dasar untuk

9

merepresentasikan perempuan pada sebuah

film. Bagaimana wacana sosial di

masyarakat mempengaruhi sebuah isi atau

pesan dalam film. Sehingga pada film

menghasilkan representasi perempuan

sebagai individu yang memperoleh

ketidakadilan, dikuasai, dan ditindas atas

dasar adanya wacana sosial.

Pembahasan dan Diskusi Hasil

Pada tahap arkeologi, peneliti akan

melakukan struktur pemaknaan terhadap

suatu zaman tentang isu-isu perempuan yang

ditampilkan oleh media. Haryatmoko (2014)

menjelaskan, proses kerja arkeologi melalui

arsip-arsip sejarah untuk menjelaskan

pembentukan wacana yang menghasilkan

bidang-bidang pengetahuan dan wacana dari

suatu zaman. Peneliti akan menggambarkan

wacana tubuh perempuan pada zaman saat

film “Pertaruhan (At Stake)” yang

merupakan objek penelitian ini dibuat, yaitu

pada tahun 2008.

Arsip-arsip sejarah dalam penelitian

ini berupa film dan lagu yang mengangkat

isu perempuan pada tahun 2008. Dari data

yang dikumpulkan, akan dianalisis

bagaimana gambaran seksualitas dan tubuh

perempuan yang ditampilkan oleh media

pada tahun 2008. Hasil yang dicari adalah

wacana dominan di masyarakat pada zaman

film dibuat yang digunakan oleh pembuat

film untuk menampilkan sosok perempuan

dalam film.

Pada tahun 2008, media banyak

menyorot isu-isu tentang perempuan. Isu-isu

perempuan seperti kekerasan, seks bebas,

aborsi, dsb. tidak jarang ditampilkan oleh

media, baik melalui film maupun lagu.

Wacana dominan yang terlihat di media film

dan lagu adalah wacana seksualitas dan

diskriminasi tubuh perempuan. Pada masa

2008, film cenderung mengangkat wacana

seksualitas dan diskriminasi tubuh

perempuan, seperti perempuan bayaran

yang harus tunduk pada laki-laki dalam

10

masa sewaannya, keperawanan perempuan

yang selalu dikaitkan dengan moralitas,

kehamilan di luar nikah yang lekat dengan

aborsi, serta perempuan yang dihadapkan

pada ancaman penyakit HIV/AIDS. Wacana

tubuh perempuan cenderung digunakan oleh

pencipta lagu untuk menghasilkan lirik lagu

yang sensual, seperti lirik-lirik yang

menjurus pada hubungan seksual.

Hal tersebut terjadi karena adanya

suatu pemikiran untuk menunjukkan sesuatu

yang khas pada era produksinya. Dalam

antologi film dokumenter “Pertaruhan (At

Stake)”, pesan yang terkandung memiliki

tujuan untuk mendobrak hal-hal tabu di

masyarakat dengan menampilkan kehidupan

perempuan. Isu-isu perempuan yang khas

pada tahun 2008 seperti keperawanan,

kekerasan terhadap perempuan, hubungan

seks di luar nikah, dan keamanan dari

penyakit yang bisa menular dari hubungan

seksual (HIV/AIDS) terlihat dari wacana

seksualitas dan diskriminasi tubuh

perempuan. Meskipun sutradara

merepresentasikan perempuan sebagai pihak

yang tertindas, namun tujuan sebenarnya

adalah sutradara ingin memberikan

pemahaman bahwa perempuan masih dalam

posisi yang memprihatinkan, memberikan

gambaran terhadap bagaimana perempuan

memberikan perlakuan terhadap tubuhnya

sendiri, dan menyorot masalah perempuan

yang belum sepenuhnya mendapatkan

kebebasan dan hak pada tubuhnya sendiri.

Metode genealogi Foucault

digunakan untuk melihat hubungan

kekuasaan dan pengetahuan pada suatu

wacana. Film dokumenter “Pertaruhan (At

Stake)” merupakan sebuah antologi atau

kumpulan dari beberapa karya seni dari

seorang seniman yang dikumpulkan menjadi

satu. Producer dari film ini adalah Nia

Dinata yang merupakan seorang perempuan

yang mendukung pemberdayaan dan

kesejahteraan hidup kaum perempuan.

Dikutip dari kompas.com (2011), film-film

11

Nia kebanyakan menyorot dunia perempuan

dan kehidupan percintaan kaum urban, Nia

kemudian dianggap sebagai salah satu

sutradara muda yang memiliki kelas dan

refleksi visual tersendiri dalam membuat

film. Dilihat dari aktivitas atau tindakan Nia

Dinata, bisa dikatakan ia adalah seorang

feminis. Nia Dinata juga merupakan pendiri

dari ‘Kalyana Shira Foundation’ dan

‘Kalyana Shira Films’ yang memproduksi

dan mendistribusikan film-film yang

bertemakan perempuan.

Film dokumenter “Pertaruhan (At

Stake)” mengandung sebuah pemberontakan

terhadap ideologi patriarki, serta norma-

norma di masyarakat yang terlalu

mengontrol perempuan terhadap hak otonom

tubuhnya. Seperti apa yang telah dijabarkan

oleh peneliti pada film “Mengusahakan

Cinta” tentang bagaimana laki-laki masih

menganggap keperawanan identik dengan

moralitas meskipun tindakan perempuan

secara moral sudah sangat baik. Perempuan

homoseksual (lesbi) yang masih takut

membawa hubungannya ke Indonesia karena

budaya di Indonesia yang kurang menerima

hubungan homoseksual dan secara medis

dianggap sebagai penyimpangan orientasi

seksual.

Film “Untuk Apa?” yang menyorot

tradisi adat budaya yang mengharuskan

perempuan untuk disunat agar seorang

perempuan tidak dikucilkan oleh

masyarakat, dan tidak dianggap sebagai

perempuan liar dan nakal. Sebuah hal yang

aneh, sunat yang sebenarnya tidak memiliki

hubungan dengan kenakalan seorang

perempuan. Sunat perempuan hanya

merugikan, menimbulkan trauma, dan

menyisakan pertanyaan pada kaum

perempuan.

Pada film “Nona atau Nyonya?”

menunjukkan pemahaman publik yang

dominan menganggap bahwa pemeriksaan

papsmear hanya diperuntukkan bagi

perempuan yang sudah memiliki pasangan.

12

Hal ini merampas hak independensi kaum

perempuan. Sementara perempuan lajang

yang sudah melakukan hubungan seks

dianggap seperti aib, dosa, dan seakan-akan

tidak punya hak untuk papsmear.

Film “Ragat’e Anak” menyorot

kisah perempuan yang hanya dihargai

sepuluh ribu untuk tubuhnya, di tengah-

tengah sulitnya ekonomi untuk menghidupi

anak-anaknya. Tidak hanya tubuhnya yang

dihargai sangat murah, namun perempuan

dieksploitasi oleh kiwir dan preman di

tempatnya bekerja. Bahkan kiwir pun

bekerjasama dengan aparat untuk

mengkriminalkan perempuan. Seharusnya

aparat lebih melindungi warganya (termasuk

kaum perempuan/psk) yang pekerjaannya

dianggap memalukan dengan membantu

memberikan lapangan pekerjaan yang lebih

layak bagi psk.

Hal ini didukung oleh analisis

Mulvey yang berjudul “Visual Pleasure and

Narrative Cinema” yang membahasa

tentang bagaimana perempuan menjadi

tanda dalam film yang maknanya bisa

muncul atas perintah linguistik dari fantasi

laki-laki. Selain itu, konsep teori tentang

konstruksi gender, representasi perempuan

dalam film, feminisme dalam film, serta

analisis wacana kritis Michel Foucault

mendukung proses analisis data pada film

ini. Konsep teori tersebut digunakan untuk

mendukung uraian-uraian pembahasan serta

mendukung proses pencarian makna suatu

zaman dan hubungan kekuasaan-

pengetahuan dalam sebuah wacana dominan

dalam film.

Film dokumenter “Pertaruhan (At

Stake)” dibuat melalui suatu pemikiran yang

khas pada era atau tahun produksinya.

Wacana yang dominan pada masa itu ialah

wacana seksualitas dan diskriminasi tubuh

perempuan. Sehingga, film ini menggunakan

perempuan sebagai subjek untuk

menunjukkan pihak yang melakukan

pemberontakan terhadap budaya patriarki

13

dan juga perempuan digunakan sebagai

objek untuk penyampaian pesan yang malah

merugikan perempuan, karena perempuan

dalam film ini menjadi pihak yang

memperoleh pendiskriminasian terhadap

tubuhnya. Perempuan seperti tidak

mempunyai hak terhadap tubuhnya sendiri.

Meskipun demikian, tujuan sebenarnya dari

film ini ialah memberikan pemahaman

terhadap audiens bahwa hidup perempuan

penuh dengan ketidakadilan, perempuan

masih berada dalam posisi tidak aman, tidak

mendapat kebebasan atas tubuhnya sendiri,

di bawah kontrol atau tekanan budaya,

agama, dan masalah ekonomi yang membuat

perempuan mempertaruhkan tubuhnya.

Sutradara mencoba

mensosialisasikan kebudayaan barat agar

dipahami dan dianut oleh masyarakat kita

seperti pengakuan terhadap kaum

homoseksual, legalisasi seks sebelum

menikah, serta independensi terhadap

perempuan yang belum menikah

(perempuan lajang). Namun paham-paham

yang diberikan oleh sutradara masih menuai

pertentangan atau penolakan dalam

masyarakat Indonesia. Hal tersebut

ditunjukkan pada dokter yang menangani

papsmear Cinzia dan Naya. Bagaimana

dokter-dokter tersebut tidak sepaham dengan

pemikiran Cinzia dan Naya yang kemudian

mencoba meluruskan pemikiran Cinzia dan

Naya. Pada kasus ini, tindakan dokter

tersebut merupakan bentuk dari kontrol

sosial.

Film dokumenter “Pertaruhan (At

Stake)” merupakan bentuk nyata dari

penyaluran protes dan pemberontakan

terhadap budaya patriarki di Indonesia yang

merugikan kaum perempuan melalui media

audio visual atas berbagai ketidakadilan

yang terbentuk dan membudaya di

masyarakat Indonesia. Sutradara membuat

judul besar “Pertaruhan (At Stake)” untuk

mencerminkan kisah-kisah dalam antologi

film dokumenter ini dengan

14

mempertaruhkan tubuh perempuan sebagai

korban praktik kekuasaan dari wacana yang

ada.

Melihat sintesis yang telah

diuraikan, memberikan kesadaran pada

audiens terhadap penelitian yang dilakukan

yang memberikan penjabaran dan

pemahaman tentang film yang menyorot

kehidupan perempuan yang posisinya masih

berada dalam ketidakadilan atas tubuhnya

sendiri. Dari hasil penelitian ini, bisa

diketahui bahwa wacana dominan pada masa

film dibuat, menghasilkan praktik kekuasaan

terhadap perempuan, yang akhirnya

membuat perempuan mempertaruhkan

tubuhnya sendiri. Film ini merupakan

bentuk wujud dari sutradara yang hidup

dalam ideologi patriarki yang mencoba

melakukan protes terhadap ideologi tersebut

dengan membuat pesan melalui media film,

pesan dari sutradara tersebut disampaikan

melalui representasi tokoh perempuan yang

melakukan pergerakan dan perjuangan atas

hak terhadap tubuhnya sendiri dari

ketidakadilan praktek kekuasaan di

masyarakat. Peneliti memberikan kritik

terhadap praktek sosial yang terjadi yang

membuat posisi perempuan menjadi

tertindas. Seperti bagaimana proses

negoisasi diri perempuan dalam memperoleh

hak atas tubuhnya sendiri dari adanya

ketidakadilan sosial di masyarakat.

Perempuan-perempuan di dalam antologi

film dokumenter “Pertaruhan (At Stake)”,

direpresentasikan sebagai seorang

perempuan yang menyuarakan nasibnya dan

baru melakukan pergerakkan setelah dirinya

memperoleh tekanan, kekecewaan, dan

penindasan. Perempuan harus mampu

melakukan pergerakan dan perubahan,

menyuarakan nasibnya, dan menentang

segala bentuk penindasan untuk

mendapatkan hak dan keadilan atas

tubuhnya sendiri dari adanya praktek

kekuasaan yang mengatasnamakan agama,

tradisi budaya, maupun ideologi.

15

Teori-teori yang digunakan dalam

penelitian ini, bisa digunakan dalam proses

pemaknaan terhadap bentuk konstruksi

perempuan dalam media film, agar kita

paham bahwa perempuan dalam media film

bukanlah perempuan yang sesungguhnya,

namun dikonstruksi oleh sutradara yang

mempunyai pengetahuan dan suatu

pemikiran terhadap kepentingan pesan

dalam film. Pemikiran-pemikiran tersebut

tentunya berasal dari wacana dominan yang

khas pada masa pembuatan film. Metode

arkeologi dan genealogi Michel Foucault,

bisa digunakan sebagai cara untuk mencari

jawaban tentang bagaimana trend suatu

zaman berpengaruh dalam cara

penyampaian informasi yang menampilkan

wacana dominan dalam praktik sosial, serta

membantu kita untuk mencari jawaban atas

ketidakadilan-ketidakadilan yang terjadi

pada praktik sosial.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan

pembahasan yang telah dilakukan,

kesimpulan yang didapat antara lain:

1. Fase arkeologi menemukan suatu yang

khas/trend (episteme) pada sebuah era.

Pada era 2008, wacana yang khas adalah

seksualitas dan diskiminasi tubuh

perempuan. Wacana dominan tersebut

ditampilkan dalam bentuk kekerasan

melalui sunat perempuan, aborsi,

pengeksploitasian tubuh perempuan,

masalah keperawanan, dan maraknya

hubungan seks bebas yang merugikan

perempuan.

2. Fase genealogi menjelaskan hubungan

kekuasaan dan pengetahuan. Dalam

antologi film dokumenter “Pertaruhan (At

Stake)”, kekuasaan berada dalam kontrol

Negara yang diciptakan melalui bentuk

norma budaya, agama, ideologi patriarki,

sebagai bentuk peraturan yang

mengontrol dan mendisiplinkan

16

masyarakat di bawahnya (termasuk

perempuan yang posisinya dirugikan).

Pengetahuan adalah sesuatu yang

diupayakan oleh tokoh perempuan dalam

film, untuk memperoleh jawaban atas

ketidakadilan yang ada dan mendapatkan

hak atas tubuhnya sendiri.

3. Film dokumenter “Pertaruhan (At

Stake)”, menggunakan perempuan

sebagai subjek untuk menunjukkan pihak

yang melakukan pemberontakan terhadap

budaya patriarki dan juga perempuan

digunakan sebagai objek untuk

penyampaian pesan yang malah

merugikan perempuan, karena perempuan

dalam film ini menjadi pihak yang

memperoleh pendiskriminasian terhadap

tubuhnya melalui aturan budaya, agama,

dan ideologi.

4. Antologi film dokumenter “Pertaruhan

(At Stake)” juga mensosialisasikan paham

feminisme radikal & feminisme marxis-

sosialis. Paham feminisme radikal

direpresentasikan melalui tokoh

perempuan dalam film yang ingin

memperoleh hak atas tubuh dan

reproduksinya, seperti hak untuk

melakukan operasi melalui lubang

vagina, hak untuk melakukan papsmear,

hak untuk melakukan hubungan seks di

luar nikah, serta pengakuan terhadap

homoseksual (lesbian). Feminisme

marxis-sosialis direpresentasikan melalui

tokoh perempuan dalam film yang ingin

memperoleh keadaan ekonomi yang

layak dengan menjadi seorang TKW, psk

maupun pemecah batu.

5. Melihat hasil analisis wacana kritis

Foucault pada antologi film dokumenter

“Pertaruhan (At Stake)” yang telah

dilakukan peneliti, membuat kita sadar

bahwa hidup perempuan masih penuh

dengan ketidakadilan. Perempuan selalu

berada sebagai pihak yang dirugikan dari

adanya praktik sosial yang ada.

Perempuan mempunyai kekuasaan dan

17

hak atas tubuhnya sendiri, tapi

perempuan selalu dijadikan sasaran

korban kekuasaan. Film ini mempunyai

sisi negatif terhadap sosialisasi untuk

melegalkan hubungan seks di luar nikah,

serta hubungan homoseksual (lesbian)

yang kurang sesuai dengan kondisi dan

budaya di Indonesia.

Daftar Pustaka

Buku

Barker, C. (2003). Cultural Studies Theory and Practice (2nd ed.). London: Sage Publication.

Burton G. (2012). Media dan Budaya Populer. (A. Adlin, Terjemahan). Yogyakarta: Jalasutra.

Eriyanto (2001). Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: PT. LKiS

Pelangi Aksara.

Fakih M. (2008). Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: INSISTPress.

Fiske, J. (2011). Cultural and Communication Studies: Sebuah Pengantar Paling Komprehensif.

(Y. Iriantara & I.S. Ibrahim, Terjemahan). Yogyakarta: Jalasutra.

Gee J.P. (1999). An Introduction to Discourse Analysis Theory and Method. London: Routledge.

Halim S. (2013). Postkomodifikasi Media: Analisis Media Televisi dengan Teori Kritis dan

Cultural Studies. Yogyakarta: Jalasutra.

Hasan S.S. (2011). Pengantar Cultural Studies. Depok: Az-Ruzz Media.

Hollows J. (2010). Feminisme, Feminitas, dan Budaya Populer. (B.A. Ismayasari, Terjemahan).

Yogyakarta: Jalasutra.

Humm M. (1992). Feminisms a Reader. British: Harvester Wheatsheaf.

Ibrahim I.S. (2007). Budaya Populer sebagai Komunikasi: Dinamika Popscape dan Mediascape

di Indonesia Kontemporer. Yogyakarta: Jalasutra.

Jackson S. & Jones J. (2009). Pengantar Teori-Teori Feminis Kontemporer. (Tim Jalasutra,

Terjemahan). Yogyakarta: Jalasutra.

Jorgensen M. & Phillips L.J. (2002). Discourse Analysis as Theory and Method. California: Sage

Publication.

18

Kriyantono R. (2006). Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Perdana Media Group

Latief R. & Utud Y. (2013). Kamus Pintar Broadcasting. Bandung: Yrama Widya.

McQuail (2000). Mass Communication Theory (4th ed.). London: Sage Publication.

Megawangi R. (1999). Membiarkan Berbeda? Sudut Pandang Baru Tentang Relasi Gender.

Bandung: Mizan.

Mills S. (1997). Discourse. London: Routledge.

Mulyana D. (2007). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Narendra P. (2008). Metodologi Riset Komunikasi. Yogyakarta: Balai Pengkaji dan

Pengembangan Informasi.

Payne M. (1997). Modern Social Work Theory, (2nd ed.). London : Mac Milan Press Ltd.

Rakow L.F. & Wackwitz L.A. (2004). Feminist Communication Theory Selection In Context.

California: Sage Publication.

Sobur A. (2012). Analisis Teks Media. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Thornham S. (2010). Teori Feminis & Cultural Studies: Tentang Relasi yang Belum

Terselesaikan. (A.B. Mahyuddin, Terjemahan). Yogyakarta: Jalasutra.

Umar N. (1999). Argumen Kesetaraan Gender Perspektif Al-Qur’an. Jakarta: Paramadina.

Wazis K. (2012). Media Massa Dan Konstruksi Realitas. Yogyakarta: Aditya Media Publishing.

Wickham G. & Kendall G. (1999). Using Foucault Method. London: Sage Publication.

Artikel, Jurnal, Situs Web

Ali G. & Khan L.A. (2012). Language and Construction of Gender: a Feminist Critique of Sms

Discourse. British Journal of Arts & Social Sciences. 4(2), 343-347.

Bintang F.N. (2013). Perspektif Antropologi Tentang Gender, Patriarki dan Feminisme. Diakses

pada 18 Januari 2014 dari (http://www.samsaranews.com/2013/01/perspektif-artropologi-

tentang-gender.html).

Effendi S. (2011). Macam-Macam Ketidakadilan Gender. Diakses pada 5 Juni 2014 dari

http://sofyaneffendi.wordpress.com/2011/07/26/macam-macam-ketidakadilan-gender/).

Haryatmoko (2014). Critical Discourse Analysis. Makalah diberikan dalam workshop Michel

Foucault and Critical Discourse Analysis di Malang 8 Juni 2014.

19

Haryatmoko (2014). Michel Foucault dan Politik Kekuasaan. Makalah diberikan dalam

workshop Michel Foucault and Critical Discourse Analysis di Malang 8 Juni 2014.

Kompas.com (2009). Mengungkap Masalah Perempuan Lewat Film. Diakses pada 24 Januari

2014 dari

(http://entertainment.kompas.com/read/2009/07/30/e064548/Mengungkap.Masalah.Pere

mpuan.Lewat.Film).

Lembaga Sensor Film (2010). Undang-undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman.

Diakses pada 24 Januari 2014, dari

(http://www.lsf.go.id/film.php?module=peraturan&sub=detail&id=9).

Mulvey L. (1975). Visual Pleasure and Narrative Cinema, 16 (3), 6-18

Nilsson M. (2012). Suspect, Detainee, or Victim? A Discourse Analytical Study of Men’s

Vulnerability in Thailand’s Deep South. Lund University.

http://kbbi.web.id/interpretasi Diakses pada 18 Januari 2014.

http://kbbi.web.id/idiom Diakses pada 18 Januari 2014.

http://kbbi.web.id/diskursif Diakses pada 1 April 2014.

http://kbbi.web.id/premis Diakses pada 12 Mei 2014.

http://kbbi.web.id/rezim Diakses pada 12 Mei 2014.

http://kbbi.web.id/difusi Diakses pada 12 Mei 2014.

http://kbbi.web.id/borjuis Diakses pada 20 Mei 2014.

http://glosarium.org/arti/?k=kaum%20proletar Diakses pada 20 Mei 2014.

http://lipsus.kompas.com/samsung/read/2011/07/19/15284366/Sinema.Bentara.Putar.Film.Nia.D

inata diakses pada 5 November 2014

http://www.jpnn.com/read/2012/06/01/129112/Ani-Ema-Susanti,-dari-TKW-Jadi Produser-Film-

Dokumenter- diakses pada 5 November 2014

http://umum.kompasiana.com/2009/02/14/true-story-belajar-kehidupan-dari-ani-ema-susanti-

3596.html diakses pada 5 November 2014

http://www.islamlib.com/?site=1&aid=1222&cat=content&cid=11&title=menjaga-

keseimbangan-nu diakses pada 6 November 2014

http://yodama.wordpress.com/2008/06/05/salahkah-fpi-terkait-tragedi-monas-1-juni-2008/

diakses pada 6 November 2014

http://www.indonesianfilmcenter.com/cc/iwan-setiawan.html diakses pada 6 November 201

20

http://www.indonesianfilmcenter.com/kc/muhammad-ichsan-editor.html diakses pada 6

November 2014

http://www.indonesianfilmcenter.com/find.php?key=ucu+agustin diakses pada 6 November

2014