katarak komplikata

25
PENDAHULUAN Berdasarkan kriteria WHO tahun 1977, dikatakan buta bila tajam penglihatan 3/60 sehingga akan didapatkan jumlah penderita berkisar 24 juta orang. Penyebab terpenting kebutaan adalah katarak. Lebih dari 15 juta penderita menderita kebutaan karena katarak. Katarak adalah kekeruhan lensa. Kekeruhan lensa terjadi karena adanya hal-hal yang mengakibatkan transparansi lensa terganggu. Kasus kebutaan di Negara-negara berkenbang karena katarak mencapai 40 – 80 %, dimana 20 – 80 % seharusnya bisa dihindari. 1,2,3 Di sebagian besar negara-negara barat, prevalensi katarak relatif rendah karena terdapat kelebihan ahli bedah katarak sehingga penderita dari semua tingkatan ekonomi bisa dengan mudah mendapatkan pelayanan bedah katarak dan angka keberhasilannya mencapai 90 – 95 %. 3 Katarak komplikata adalah katarak yang terjadi sebagai akibat dari penyakit intraokuler sehingga untuk penanganannya perlu mempertimbangkan penyakit-penyakit tersebut. Penyakit-penyakit intraokuler yang menyebabkan kekeruhan lensa pada katarak komplikata adalah uveitis, penyakit-penyakit mata degenerasi (hereditary retinal and vitreo retinal disorers ), myopia tinggi dan glaukoma. 1,3,4 Sari pustaka ini disusun dengan mengumpulkan beberapa kepustakaan mengenai anatomi lensa, 1

Upload: independent

Post on 28-Jan-2023

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENDAHULUAN

Berdasarkan kriteria WHO tahun 1977, dikatakan

buta bila tajam penglihatan 3/60 sehingga akan

didapatkan jumlah penderita berkisar 24 juta orang.

Penyebab terpenting kebutaan adalah katarak. Lebih dari

15 juta penderita menderita kebutaan karena katarak.

Katarak adalah kekeruhan lensa. Kekeruhan lensa terjadi

karena adanya hal-hal yang mengakibatkan transparansi

lensa terganggu. Kasus kebutaan di Negara-negara

berkenbang karena katarak mencapai 40 – 80 %, dimana 20

– 80 % seharusnya bisa dihindari. 1,2,3

Di sebagian besar negara-negara barat, prevalensi

katarak relatif rendah karena terdapat kelebihan ahli

bedah katarak sehingga penderita dari semua tingkatan

ekonomi bisa dengan mudah mendapatkan pelayanan bedah

katarak dan angka keberhasilannya mencapai 90 – 95 %. 3

Katarak komplikata adalah katarak yang terjadi

sebagai akibat dari penyakit intraokuler sehingga untuk

penanganannya perlu mempertimbangkan penyakit-penyakit

tersebut. Penyakit-penyakit intraokuler yang

menyebabkan kekeruhan lensa pada katarak komplikata

adalah uveitis, penyakit-penyakit mata degenerasi

(hereditary retinal and vitreo retinal disorers), myopia tinggi dan

glaukoma. 1,3,4

Sari pustaka ini disusun dengan mengumpulkan

beberapa kepustakaan mengenai anatomi lensa,

1

metabolisme lensa yang berhubungan dengan katarak

komplikata, mekanisme dan histopatologi katarak

komplikata sehubungan dengan etiologinya, serta

penatalaksanaan katarak komplikata.

ANATOMI LENSA

Lensa adalah organ transparan, bikonveks dengan

kekuatan refraksi kira-kira 20 dioptri. Bagian pole

posterior dan anterior dihubungkan oleh suatu garis

yang disebut dengan aksis. Normalnya lensa adalah

avaskuler serta tidak mempunyai saluran lympatik.

Dihubungkan dengan korpus siliare oleh zonula zinnii.

Kapsulnya merupakan membran basalis yang melindungi

substansi lensa lainnya seperti epitel, korteks dan

nucleus.4-7

Kapsul

Kapsul lensa merupakan membran basal transparan,

elastis dan terdiri dari tipe IV kolagen. Sel epitel

tepat berada dibawahnya. Kapsul ini ikut berperan pada

saat akomodasi. Pada kapsul lensa inilah serabut-

serabut zonula melekat.

Membran ini paling tebal di bagian anterior pre

ekuator sedangkan paling tipis di bagian sentral kapsul

posterior, kira-kira 2 – 4 mikron. Secara keseluruhan

2

kapsul anterior lebih tebal daripada kapsul posterior.4-7

Zonula

Lensa disangga oleh serabut-serabut zonula yang

berasal dari lamina basalis non pigmented epithelium

pars plana dan pars plikata korpus siliaris. Zonula

melekat pada kapsul lensa di region ekuator yang kearah

anterior menjorok 1,5 mm dan kearah posterior 1,25 mm.4-7

Epitel

Tepat di belakang anterior kapsul lensa dan

merupakan selapis epitel. Disinilah terjadinya

aktifitas metabolisme dan transport aktif yang membawa

keluar seluruh hasil aktifitas sel normal termasuk DNA,

RNA, protein dan sintesa lipid. Disini pula terbentuk

ATP yang dibutuhkan oleh lensa terutama digunakan untuk

transport nutrient karena lensa merupakan organ

avascular. 4-7

Epitel mempunyai kemampuan untuk mitosis dan

aktivitas mitosis paling tinggi terjadi di sekitar

cincin anterior lensa (pre ekuator) yang disebut

germinative zone. Sel-sel yang baru terbentuk, kelak akan

bermigrasi kearah posterior melintasi ekuator sambil

berdiferensiasi menjadi bentuk serabut. Perubahan

morfologi paling dramatis berupa meningkatnya ukuran

3

sel diikuti dengan penambahan massa sel protein didalam

membran setiap serabut sel. Pada saat yang sama

organel-organel sel pun menghilang yaitu nukleus,

mitokondria dan ribosom. 4-7

Hilangnya organel-organel sel inilah yang

mengakibatkan tidak terjadinya absorpsi maupun sebaran

cahaya dibagian posterior lensa sehingga cahaya dapat

diteruskan langsung. 4-7

Secara histologi keadaan epitel subkapsular

merupakan indikator paling sensitif dari respons sel

intralentikuler terhadaap rangsang inflamasi, glaukoma

akut atau radiasi. Perubahan-perubahan pada epitel bisa

berupa proliferasi sel-sel berdiferensiasi di daerah

ekuator dalam bentuk hiperplasia, metaplasia, migrasi

sel-sel ke posterior serta terjadinya nekrosis fokal

atau difus. 4-7

Nukleus dan Korteks

Tak satupun sel yang hilang dari lensa, tetapi

serabut-serabut baru tetap terbentuk, penuh dan rapat

dengan lapisan-lapisan yang lebih tua di sentral (fetal

nucleus). Serabut-serabut tua tersebut adalah yang

diproduksi semasa kehidupan embrional dan tetap ada

sepanjang hidup di bagian tengah lensa. Makin kearah

luar serabut-serabut yang dibentuk disebut korteks.

Secara morfologi antara nucleus dan korteks tidak ada

batas yang jelas. 4-7

4

Gambar 1. Anatomi lensa (Dikutip dari kepustakaan 8)

5

METABOLISME LENSA YANG BERHUBUNGAN DENGAN KATARAK

KOMPLIKATA

Proses metabolisme dalam lensa merupakan tingkat

metabolisme yang paling rendah. Nutrisi lensa berasal

dari humor akuos. Pemberian makanan organ avaskular dan

tidak mengandung saraf ini terjadi secara difusi dari

humor akuos. Dalam hal ini kapsul lensa bertindak

sepenuhnya sebagai membran semi permiabel yang

mengalirkan zat nutrisi tertentu . Kerusakan kapsul

akan merubah permeabilitas yang mengakibatkan kekeruhan

korteks lensa.2,7,8

Biokimia lensa berperanan dalam metabolisme

sehingga berpengaruh juga pada katarak. Struktur

biokimia lensa yang memiliki peranan utama dalam

katarak komplikata adalah protein. 2,7,8

Lensa mempunyai kadar protein yang tinggi yaitu 30

% dari berat lensa. Kristalin merupakan protein

spesifik yang terdapat di lensa. Pembentukannya dimulai

pada saat awal diferensiasi lensa dan pada saat

berikutnya pembentukannya terbatas. Dengan demikian

protein lensa adalah protein tertua yang masih berada

di dalam tubuh. 2,7,8

Ada 2 bentuk protein lensa yaitu water soluble dan

water insoluble. Protein water soluble terdiri dari kristalin

ά ,ß, γ yang dibedakan berdasarkan titik isoelektrik

6

dan berat molekulnya. Fungsinya antara lain sebagai

penentu tingginya index refraksi lensa, penentu faktor

genetik (DNA) dan sebagai antioksidan. Sedangkan

protein water insoluble terdiri dari albuminoid, protein

membran, yang berfungsi sebagai media transport melalui

membran dan cytoskletal protein yang merupakan elemen

protein yang terdapat pada kapsul lensa berfungsi pada

saat akomodasi. 2,7,8

Oksigen yang dikonsumsi lensa hanyalah sebagian

kecil sehingga aktifitas respiratory chain terbatas.

Penggunaan oksigen sampai menghasilkan energi terutama

terjadi di dalam epitel lensa. 2,7,8

Asam askorbat ditemukan di dalam humor akuos

dengan konsentrasi tinggi dan berfungsi menjaga agar

kadar glutation tetap. Pada lensa dengan katarak dan

afakia akan konsentrasinya akan menurun atau hilang

sama sekali.9,10

7

Inorganik utama dalam lensa adalah kalium. Selama

perkembangan katarak potasium menghilang dari lensa,

sedangkan sodium dan kalsium meningkat. 9,10

Adanya kombinasi antara transport aktif dan

permeabilitas membran lensa melahirkan teori pump leak.

Sodium serta potasium mempunyai peranan regulasi cairan

dan sintesa protein di dalam lensa, secara aktif

ditransport ke dalam bagian anterior lensa melalui

epitel serta bertukar dengan natrium melalui epitel.

Proses ini dibantu oleh aktifitas Na+-K+-ATPase.

Sebaliknya natrium mengalir melalui bagian belakang

lensa karena adanya gradien konsentrasi. Kalium

terkonsentrasi di bagian anterior lensa sedangkan

natrium terkonsentrasi di bagian posterior lensa.

Natrium dipompa melewati bagian permukaan anterior

lensa ke dalam humor akuos, dan kalium berpindah dari

akuos ke dalam lensa. Mekanisme transport aktif ini

terganggu bila permeabilitas kapsul serta sturktur

epitel yang melekat padanya terganggu. Pada permukaan

posterior lensa, yang berhadapan dengan vitreous,

sebagian besar perpindahan cairan terjadi secara difusi

pasif. 1,9,10

Konsentrasi kalsium intraseluler di dalam lensa

sekitar 30 mM sedangkan konsentrasi di ekstraseluler

mendekati 2 mM. Kalsium berfungsi menstabilkan

permeabilitas kapsul dan membran sel lensa.

Mempertahankan kadar kalsium intraseluler tetap rendah

8

adalah penting karena enzim proteolitik akan aktif oleh

kalsium intraseluler.1, 9,10

MEKANISME DAN HISTOPATOLOGI KATARAK KOMPLIKATA

SEHUBUNGAN DENGAN ETIOLOGINYA

Telah disebutkan di dalam pendahuluan bahwa

etiologi katarak komplikata adalah intra ocular diseases

yaitu uveitis, glaukoma, myopia tinggi dan hereditary

vitreo retinal disorder. Kekeruhan lensa pada katarak

komplikata sering terdapat di kapsul posterior, tetapi

bisa juga di anterior.8

9

Mekanisme Pembentukan Katarak pada Uveitis

Mekanisme terjadinya katarak pada uveitis

dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk adanya mediator

inflamasi, dengan berbagai akibatnya seperti terjadinya

peningkatan permeabilitas sel lensa, diikuti perubahan

non fisiologi pada akuos atau vitreous, menurunnya anti

oksidan lensa dan sinekia.11

Secara umum inflamasi segmen anterior dapat

menyebabkan katarak anterior maupun posterior.

Pemakaian kortikosteroid jangka panjang juga memacu

timbulnya katarak terutama posterior subcapsular cataract

(PSC).8,11

Sinekia posterior yang umumnya terjadi pada

uveitis anterior berhubungan dengan katarak subcapsular

anterior (fibrous), kekeruhan yang terjadi karena

penebalan kapsul anterior lensa di tempat sinekia. 8,9,11

Pada inflamasi terjadi reaksi berupa lepasnya

radikal bebas. Respons sel epitel terhadap lepasnya

radikal bebas pada proses inflamasi intraokuler dimulai

dari lepasnya sel fagositik (netrofil dan makrofag).

Sel-sel ini menghasilkan superoxide, hidrogen peroxide

dan hipochlorit. Primernya produk-produk ini merupakan

salah satu dari mekanisme anti bacterial killing tetapi dalam

jumlah banyak ternyata berpotensi merusak jeringan

lokal, termasuk epitel lensa, sehingga terjadi

kekeruhan di epitel dan subkapsuler. 8,9,11

10

Kerusakan epitel lensa mengakibatkan terjadinya

peningkatan permeabilitas sehingga keseimbangan kation

didalam dan diluar lensa terganggu dengan akibat

kandungan air di dalam lensa bertambah dan kadar

protein total menurun. Semua hal tersebut diatas

mengganggu transparansi lensa. 8,9,11

Pada pemeriksaan histopatologis didapatkan

nekrosis epitel disertai reaksi proliferasi dan

metaplasia sel epitel di anterior dari bentuk kuboid

menjadi bentuk sel gepeng (spindle cell). Cellular debris

ditemukan di pusat-pusat kekeruhan. Metaplasia ini

dapat menyusup masuk ke daerah nekrotik kemudian

membentuk multilayered hyperseluler plaque, yang nantinya

terisi oleh jeringan kolagen yang kemudian berkonvensi

menjadi jaringan fibrous. 8,9,11

Antioxidan yang terdapat pada lensa seperti

vitamin C, vitamin E, yang berfungsi melindungi lensa

dari proses oksidasi, jumlahnya ikut berkurang karena

banyak terpakai dalam reaksi lepasnya radikal bebas

tersebut sehingga kerusakan jaringanpun bertambah

hebat. 8,9,11

Sel-sel epitel di germinative zone akan bermigrasi ke

posterior subkapsular dan bentuknya menjadi lebih besar

yang disebut wedl / bladder cell . Pada keadaan seperti ini

kekeruhan yang terjadi adalah di daerah subkapsular

posterior. 8,9,11

11

Semua keadaan ini berperan mengganggu transparansi

lensa. Perubahan yang terjadi bervariasi tergantung

berat ringan, luas dan lamanya proses inflamasi. Secara

klinis penderita katarak komplikata karena uveitis

adalah katarak sub capsular posterior dengan keluhan

silau, dan kabur terutama pada saat cahaya terang

karena mengecilnya pupil. Penglihatan dekat terasa

lebih terganggu daripada pengalihatan jauh. Beberapa

penderita mengeluh adanya monokular diplopia.

Pemeriksaan dengan slit lamp untuk menilai kapsul

posterior harus dengan pupil lebar. 8,9,11

Mekanisme Pembentukan Katarak Karena Glaukoma

Mekanisme kekruhan lensa pada glaukoma adalah

karena adanya peningkatan tekanan intraokuler yang

merusak central lentikuler epithelial cell serta degenerasi epitel

korteks di anterior. Pada glaukoma akut, kapsul berubah

bentuk menjadi bergelombang tetapi tetap utuh yang

disebut fibrous metaplasia dan hyperplasia.8,12

Secara histologis sel epitel menjadi lebih gepeng,

multilayered, rapuh, mudah rusak dan keruh. Bersamaan

dengan terjadinya perubahan-perubahan di bagian

anterior, kortekspun mengalami degenerasi sitoplasma

dan menjadi encer. Degenerasi sitoplasma ini berupa

vacuolated dan edema. Kekeruhan yang terjadi pada awalnya

tidak merata, terutama di area aksial tampak sebagai

warna keputihan seperti milky , kadang-kadang star shape.

12

Tanda-tanda diatas adalah patognomonik dengan

peningkatan tekanan intraokuler yang akut dan berat.

Pembentukan katarak pada glaukoma terjadi secara

bertahap. 8,12

Secara klinis, setelah serangan akut glaukoma

akibat tekanan intraokuler yang sangat tinggi terlihat

bercak-bercak ireguler di kapsul anterior, berwarna

keputihan di area pupil. Kekeruhan di area aksial

korteks menyebabkan penderita kesulitan membaca pada

cahaya terang. Keluhan penderita berupa penglihatan

terganggu dan sangat silau. 8,12

Mekanisme Pembentukan Katarak Pada Myopia Tinggi dan

Hereditary Vitreo Retinal Disorder

Pada myopia tinggi, lebih dari minus 6 dioptri

sering terjadi komplikasi katarak sub kapsular

posterior. Mekanisme terjadinya disebabkan oleh

penyakit di bagian posterior sel-sel lensa seperti

inflamasi vitritis, myopia degenerasi, degenerasi di

retina termasuk rinitis pigmentosa yang mengakibatkan

migrasi dan degenerasi sel-sel ekuator ke posterior

pole. 9

Proses migrasi ini tidak cukup dengan satu

stimulus. Pada cataractogenesis yang berperan adalah

proses degenerasi, seperti pada retinitis pigmentosa

katarak terjadi karena faktor degenerasi retina.9

PENATALAKSANAAN

13

Penatalaksanaan Katarak Komplikata karena Uveitis

Tiga bulan sebelum dilakukan tindakan operasi,

tanda-tanda inflamasi tidak ditemukan. Bila

inflamasinya kronis dan gejalanya terus menerus ada

tetapi ringan, dapat diberikan kortikosteroid topikal

dan nonsteroid anti inflamasi secara bersama-sama

sebelum dan sesudah operasi. Beberapa kepustakaan

mengatakan adanya synekia posterior atau membran inflamatoir /

exudat, serta kemungkinan terjadinya uveitis yang

reaktifasi merupakan penyebab kesulitan operasi. Oleh

karena itu sebelum dan sesudah operasi sebaiknya

diberikan steroid selama beberapa minggu. Waktu untuk

operasi katarak harus tepat. Sebaiknya dilakukan pada

saat visus masih 6/60.1,11

Katarak oleh karena uveitis yang bersamaan dengan

glaukoma sebaiknya dilakukan operasi glaukoma terlebih

dahulu setelah itu baru dilanjutkan dengan operasi

katarak. Penggunaan steroid golongan dexametason

tetes mata untuk jangka panjang pada kasus-kasus

uveitis kronis dapat meningkatkan tekanan intraokuler.1,11

Pasca operasi terjadi rehabilitasi visus yang

cepat dan stabil dalam waktu ± 6 minggu. Deteksi

terhadap komplikasi secepatnya sehingga dapat dilakukan

koreksi. Penggunaan kortikosteroid pasca operasi

bervariasi. 1,11

14

Penatalaksanaan Katarak Komplikata karena Glaukoma

Terapi medikamentosa seperti miotikum dapat

menambah penurunan visus dan dapat mempercepat proses

kekeruhan lensa. Operasi katarak tanpa disertai dengan

operasi anti glaukoma dilakukan pada penderita glaukoma

yang masih dapat dikendalikan dengan obat-obatan,

tekanan intraokuler terkontrol dengan obat-obatan dan

pada penderita glaucomatous optic nerve tidak berat.1,12,13

Katarak ekstraksi yang diikuti dengan pemasangan

IOL menghasilkan perbaikan visus, asalkan kontrol

terhadap glaukomanya baik. Pada beberapa kasus, hanya

dengan operasi katarak dapat menyebabkan status

glaukoma stabil. 1,12,13

Operasi kombinasi filtrasi dengan operasi katarak

dilakukan pada open angle glaucoma dengan katarak yang

saat itu dibutuhkan operasi katarak walaupun

glaukomanya masih terkontrol dengan obat-obatan,

penderita glaukoma disertai katarak yang tidak dapat

lagi dikontrol dengan medikamentosa, terdapat drug

intolerance, penderita dengan mata lainnya aphakia atau

pseudophakia dan hasil visus baik. 1,12,13

Indikasi lain untuk operasi kombinasi katarak

dengan filtrasi adalah severe glaucomatous nerve damage yang

tidak mampu bertahan pada kenaikan TIO setelah operasi,

kontrol glaukoma yang buruk dengan obat-obatan, serta

drug intolerance. 1,12,13

15

Penatalaksanaan Katarak Komplikata karena Myopia Tinggi

dan Hereditary Vitreo Retinal Disorder

Penderita myopia tinggi mempunyai resiko

terjadinya ablasio retina yang sering terjadi 6 bulan

pasca operasi katarak. Insiden terjadinya ablasio

retina ± 2 – 3 % serta lebih tinggi lagi bila terjadi

prolaps vitreus pada proses operasi. Oleh karena itu

sangat penting menilai segmen posterior sebelum dan

sesudah operasi.1,14

Hereditary vitreo retinal disorder merupakan kelainan

nonpermeabel, sehingga memudahkan timbulnya cystoid

macular edema (CME). Insiden terjadinya CME 60 - 70 %

pada operasi yang berjalan tanpa kesulitan. Pemasangan

IOL tidak meningkatkan terjadinya CME. Dilaporkan 75 %

CME dapat membaik spontan dalam waktu 6 bulan. 1,14

Terapi sesuai dengan terapi edema pada umumnya,

tetapi efek terapi sulit dievaluasi mengingat CME

sebagian besar dapat sembuh spontan. Terapi umumnya

menggunakan topikal, periokuler, dan sistemik

kortikosteroid untuk menghambat sintesa prostaglandin

ditambah carbonic anhidrase inhibitor. Kortikosteroid mungkin

bermanfaat, tetapi dapat menyebabkan kekambuhan.

Pemakaian steroid lebih efektif bila disertai dengan

tanda-tanda inflamasi intraokuler. Beberapa penelitian

pemakaian topikal dan sistemik indomethacin ternyata

efektif menurunkan insiden CME. 1,14

16

Salah satu penyakit vitreo retinal disorder yaitu

retinitis pigmentosa. Operasi katarak pada penderita

ini ternyata dapat memperbaiki visus, dan tidak

menyebabkan bertambah buruknya lapang pandang. 1,14

Penatalaksanaan pasca operasi

Evaluasi pasca operasi meliputi rehabilitasi

visus, deteksi terhadap komplikasi, pemeriksaan fisik

lain selain mata, rekurensi uveitis, dan monitoring

penggunaan kortikosteroid pasca operasi.1,13,14

Visus akan stabil dalam waktu ± 6 minggu setelah

operasi. Bila terjadi kekeruhan kapsul posterior

sebaiknya dilakukan kapsulotomi YAG laser, dimana pada

saat melakukan kapsulotomi sebaiknya pupil tidak

dilebarkan untuk menghindari kesalahan letak dan untuk

menentukan pusat atau titik lokasi (pinpoint) pada aksis

visual. Pemberian obat topikal apraclonidin hydrochloride

dianjurkan untuk mencegah terjadinya peningkatan

tekanan intraokuler. Pada penderita dengan riwayat

glaukoma sebaiknya terapi medikamentosa diteruskan

beberapa bulan setelah laser. Myopia tinggi merupakan

faktor resiko untuk terjadinya ablasio retina post laser

capsulotomy, tetapi kejadiannya sangat minim. 1,13,14

Deteksi terhadap komplikasi secepatnya sehingga

dapat dilakukan koreksi atau meminimalkannya. Penderita

dengan adanya inflamasi dan peningkatan tekanan

intraokuler sebaiknya diminta untuk kontrol dalam waktu

17

dekat, dan harus dilakukan pemeriksaan mata serta

bagian fisik lainnya. 1,13,14

Bila pasca operasi terjadi rekuren uveitis dengan

tanda adanya membran di permukaan IOL, dapat dilakukan

laser segera untuk melepaskan membran. Bila hal ini

tidak berhasil IOL segera dilepas dilanjutkan pemberian

kortikosteroid untuk menyelamatkan visus. 1,13,14

Penggunaan kortikosteroid pasca operasi

bervariasi. Tetes non steroid anti inflamasi juga sama

efektifnya dengan steroid dan dapat digunakan pada

penderita yang disertai dengan peningkatan tekanan

intraokuler. Lama pemberian tergantung respon penderita

dan keadaan sebelum operasi. Subkonjungtiva antibiotika

injeksi yang biasanya dilakukan setelah operasi katarak

sebelum mata dibebat juga efektif, tetapi mempunyai

komplikasi memperlama dan memperhebat khemosis

konjungtiva. 1,13,14

18

RINGKASAN

Nutrisi lensa tergantung dari akuos dan

dipengaruhi oleh produk metabolisme jaringan

sekitarnya, maka penyakit-penyakit jaringan sekitarnya

akan mengakibatkan kerusakan lensa berupa katarak.

Penyakit primernya mungkin saja inflamasi atau

degenerasi. Inflamasi intraokuler yang berat dan lama

dapat menyebabkan katarak, karena oksidan yang

dihasilkannya serta keterlibatan korpus siliaris

sebagai tempat diproduksinya humor akuos. Katarak dapat

terjadi di korteks subkapsularis posterior dan

berkembang dengan cepat. Pada katarak subkapsular

anterior biasanya disebabkan oleh iritis /

iridosiklitis.

Penyakit degenerasi yang menyebabkan katarak

komplikata seperti retinitis pigmentosa, dan myopia

degenerasi dapat terjadi kekeruhan lensa tetapi

patogenesis yang pasti belum diketahui. Prognosis visus

post operasi pada katarak komplikata dengan penyebab

proses degenerasi tidak memuaskan.

Katarak juga dapat diakibatkan oleh glaukoma

dengan peningkatan tekanan intraokuler yang tinggi dan

mendadak. Kekeruhan pertama kali tampak di korteks

posterior pupillary zone. Tindakan opersi yang dipilih harus

betul-betul sudah dipertimbangkan untuk mendapatkan

visus post operasi yang baik.

19

Dengan kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran

diharapkan adanya peningkatan mutu dalam tindakan

operasi maupun pencegahan untuk katarak komplikata,

sehingga jumlah kebutaan karena katarak komplikata

dapat diturunkan.

20

DAFTAR PUSTAKA1. Slamovits TL, MD. Intraocular Inflamation and

Uveitis. Basic and Clinical Science Course Section

9, Bronx, New York : American Academy of

Ophthalmology, 1997-1998 : p. 7-10, 15-7, 43-8, 72-

6, 135-37.

2. Clark IJ. Development and Maintenance of Lens

Transparancy. In : Jakobiec A, Principles and

Practice of Ophthalmology. Basic Science.

Philadelphia : WB Saunders Co, 1994 ; 7 : p. 115-21.

3. Konyama K. WHO on Prevention of Blindness. In :

Transaction of The Asia – Pasific Academy of

Ophthalmology, vol XI. Singapore : PG Publishing Pte

Ltd, 1998 : 158.

4. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology a Systematic

Approach. 5th ed. Philadelphia : Butterworth

Heinemann ; 2003 : p. 163-70.

5. American Academy of ophthalmology Staff. Fundamental

and Principles of Ophthalmology. Section 2. Basic

Clinical Science Course. San Francisco ; 2005-2006 :

p. 323-31.

6. American Academy of ophthalmology Staff. Lens and

Cataract. Section 11. Basic Clinical Science Course.

San Francisco ; 2005-2006 : p. 5-9.

7. Fisher RF. Pathology of The Crystallline Lens. In :

Miller SS. Clinical Ophthalmology. Bristol : IOP

Publishing Limited, 1987 ; 10 : p. 277 – 80.

21

8. Slamovits TL, MD. Lens and Catarracts. Basic and

Clinical Science Course Section 11, San Francisco :

American Academy of Ophthalmology, 1995-1996 : p.

18-20, 54.

9. Steeten BW. Pathology of The Lens. In : Albert DM,

Jakobiec A, Principles and Practice of

Ophthalmology. Basic Science. Philadelphia : WB

Saunders Co, 1994 ; 183 : p. 2180 – 2217.

10. Egan KM, Seddon JM. Age-related Macular

Degeneration : Epidemiology. In : Albert DM,

Jakobiec A. Principles and Practice of

Ophthalmology. Basic Science. Philadelphia : WB

Saunders Co, 1994 ; 120 : p. 1260-1.

11. Slamovits TL, MD. Intraocular Inflamation and

Uveitis. Basic and Clinical Science Course Section

9, Bronx, New York : American Academy of

Ophthalmology, 1995-1996 : p.152.

12. Cambell D.G. Primary Angle-Closure Glau coma.

In : Albert DM, Jakobiec A. Principles and Practice

of Ophthalmology , vol 3. Basic Science.

Philadelphia : WB Saunders Co, 1994 ; 120 : p. 1372-

3.

13. Hutchinson B.T. Management of Glaucoma and

Cataract. In : Albert DM, Jakobiec A. Principles

and Practice of Ophthalmology , vol 3. Basic

Science. Philadelphia : WB Saunders Co, 1994 ; 144 :

p. 1641-4.

22

14. Slamovits TL, MD. Retina and Vitreous. Basic and

Clinical Science Course Section 12, Bronx, New York

: American Academy of Ophthalmology, 1995-1996 :

86 : p.133, 175.

23

SARI PUSTAKA Kepada Yth

KATARAK KOMPLIKATA

Oleh

Dr. Ni Made Suryanadi( Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis IP Mata

Tahap II )

Pembimbing

Dr. Wayan Gede Jayanegara, SpM

24

Bagian Ilmu Penyakit Mata

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana /

Universitas Indonesia

RSUP Sanglah / RS Dr. Cipto Mangunkusumo

Denpasar

2007

25