jurnal pendarpena edisi iii, februari 2008 (tema: jalan sunyi komik)

16
Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008 Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008 Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008 Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008 Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008 Jurnal Pendar Pena 1 Jurnal Sumber Scott Mc Cloud. Memahami Komik Pendar Pena Pendaran Kecil Api Kreasi Kolom Kami Pembuka Kalam Redaksi: Jalan Sunyi Komik... 1 Dunia Bisu oleh Rachman C. Muchlas.............. 2 Antara Seni, Komik, dan Relief (sebuah usaha pendefinisian awal) oleh Hedwi Prihatmoko.....................................................4 Hegemoni Abadi Soeharto (Sebuah Kajian Politik Kebudayaan dalam Komik Sukab Intel Melayu: Misteri Harta Centhini) oleh Nosa Normanda......................................................7 Berteriak Saat yang Lain Berbisik: Penerbit Buku Komik Entertaining Comics di Amerika Serikat oleh Patria Pinandita Ginting Suka.............................................................11 Bedah: “Benny n Mice”(Sebuah Selayang Pandang mengenai Kenyataan yang Fiksi) oleh Adit..............................................................14 Warta: Seren Taun di Kampung Budaya Sindangbarang..............................................15 Pendar Pena adalah sebuah Jurnal Ilmiah Populer yang diterbitkan oleh Kelompok Belajar Pendar Pena. Penanggung Jawab Dewan Redaksi. Pemimpin Redaksi Berto Tukan. Redaktur Pelaksana Sulaiman Harahap. Redaksi Hendra Kaprisma, Ahmad Fikri Hadi. Tata Letak Tia Septian. Editor Khusus Tri Subhi Sirkulasi: Mufti Ali. S. Penerbit Kelompok Belajar Pendar Pena. Telp 081320012821 Email [email protected]. Pembuka Kalam : Jalan Sunyi Komik Ada yang bilang, kalau anda mau bohong, cukup bilang saja kalau anda tak pernah membaca komik. (Arswendo Atmowiloto) Sesekali, datanglah ke toko-toko buku besar, Gramedia atau Gunung Agung misalnya, dan saksikanlah betapa begitu banyak orang berdesak- desakkan di tempat penjualan komik. Walau pun terkesan berlebihan, ungkapan Arswendo (Hikmat D, 2005) di atas menyuratkan betapa dahsyatnya penetrasi komik dalam hidup manusia sehari-hari. Tak luput dari euforia itu, kaum terpelajar negeri ini pun mencicipi komik sebagai pengisi waktu senggang, sebagai selingan dalam runtinitas akademis mereka. Namun sungguh malang nasib komik itu. Bagaikan melempar batu sembunyi tangan, di saat yang sama, banyak pula yang menganggapnya tak bernilai, sampah khayalan, dan perusak moral bangsa. Tak luput pula dari stigmatisasi negatif ini, komik sebagai suatu produk kebudayaan jarang tersentuh kajian ilmiah. Seno Gumira Ajidarma dalam ringkasan disertasinya menyebut fenomena ini sebagai “...arogansi dan kesalahan kategoris yang terinternalisasi dalam kelaziman berpikir komunitas ilmiah....” (lebih lengkap baca Tiga Panji Tengkorak: Kebudayaan dalam Perbincangan, disertasi Seno Gumira Ajidarma, 2005). Sebagai sebuah produk budaya yang mencerminan perubahan sosial, semangat zaman (Zeitgeist), dan alat komunikasi yang dahsyat, komik terkesan dibiarkan berjalan sendiri, tanpa ’tuntunan’ atau perhatian dari ranah ilmiah. Bila kita masih percaya peranan penting kaum akademis dalam kehidupan masyarakat, dalam tugas pengabdian pada kemanusiaan, tentulah hal ini patut dicegah. Namun lagi-lagi, janganlah datang dengan ’arogansi dan kesalahan kategoris’ yang menjadikan kaum ilmiah seorang egosentris, lantas memandang wacana komik dengan negatif. Terlepas dari itu, jarang memang pengkajian atas komik. Seperti yang dikatakan Seno Gumira, hal ini menimbulkan minimnya referensi tentang komik. Buku teori komik yang patut diacuh mungkin hanya Comics and Sequential Art, karya Will Eisner (terbit tahun 1985) dan Metakomik Understanding Comics karya Scoot McCloud (terbit tahun 1993 dan versi Indonesianya tahun 2002 oleh KPG). Sedangkan dunia komik Indonesia rupanya patut berterima kasih pada Marcel Bonneff. Mantan dosen Bahasa Perancis UGM ini, merampungkan disertasinya tentang Komik Indonesia (terbit tahun 1971 di Perancis dan di Indonesia tahun 1998) yang sering diacuh ketika berbicara tentang komik di negeri ini. Hal ini sangat disayangkan dengan melihat

Upload: driyarkara

Post on 07-Feb-2023

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008

Jurnal Pendar Pena 1

Jurnal

Sumber Scott Mc Cloud. Memahami Komik

Pendar PenaPendaran Kecil Api Kreasi

Kolom KamiPembuka Kalam Redaksi: Jalan Sunyi Komik...1Dunia Bisu oleh Rachman C. Muchlas..............2Antara Seni, Komik, dan Relief (sebuah usahapendefinisian awal) oleh HedwiPrihatmoko.....................................................4Hegemoni Abadi Soeharto (Sebuah KajianPolitik Kebudayaan dalam Komik Sukab IntelMelayu: Misteri Harta Centhini) oleh NosaNormanda......................................................7Berteriak Saat yang Lain Berbisik: PenerbitBuku Komik Entertaining Comics di AmerikaSerikat oleh Patria Pinandita GintingSuka.............................................................11Bedah: “Benny n Mice”(Sebuah SelayangPandang mengenai Kenyataan yang Fiksi) olehAdit..............................................................14Warta: Seren Taun di Kampung BudayaSindangbarang..............................................15

Pendar Pena adalah sebuah Jurnal Ilmiah Populeryang diterbitkan oleh Kelompok Belajar Pendar Pena.Penanggung Jawab Dewan Redaksi. PemimpinRedaksi Berto Tukan. Redaktur Pelaksana SulaimanHarahap. Redaksi Hendra Kaprisma, Ahmad FikriHadi. Tata Letak Tia Septian. Editor Khusus TriSubhi Sirkulasi: Mufti Ali. S. Penerbit KelompokBelajar Pendar Pena. Telp 081320012821Email [email protected].

Pembuka Kalam :

Jalan Sunyi Komik

Ada yang bilang, kalau anda mau bohong,cukup bilang saja kalau anda tak pernah

membaca komik.(Arswendo Atmowiloto)

Sesekali, datanglah ke toko-toko buku besar,Gramedia atau Gunung Agung misalnya, dansaksikanlah betapa begitu banyak orang berdesak-desakkan di tempat penjualan komik. Walau punterkesan berlebihan, ungkapan Arswendo (Hikmat D,2005) di atas menyuratkan betapa dahsyatnya penetrasikomik dalam hidup manusia sehari-hari. Tak luput darieuforia itu, kaum terpelajar negeri ini pun mencicipikomik sebagai pengisi waktu senggang, sebagai selingandalam runtinitas akademis mereka.

Namun sungguh malang nasib komik itu.Bagaikan melempar batu sembunyi tangan, di saat yangsama, banyak pula yang menganggapnya tak bernilai,sampah khayalan, dan perusak moral bangsa. Tak luputpula dari stigmatisasi negatif ini, komik sebagai suatuproduk kebudayaan jarang tersentuh kajian ilmiah. SenoGumira Ajidarma dalam ringkasan disertasinyamenyebut fenomena ini sebagai “...arogansi dankesalahan kategoris yang terinternalisasi dalamkelaziman berpikir komunitas ilmiah....” (lebih lengkapbaca Tiga Panji Tengkorak: Kebudayaan dalamPerbincangan, disertasi Seno Gumira Ajidarma,2005). Sebagai sebuah produk budaya yangmencerminan perubahan sosial, semangat zaman(Zeitgeist), dan alat komunikasi yang dahsyat, komikterkesan dibiarkan berjalan sendiri, tanpa ’tuntunan’ atauperhatian dari ranah ilmiah.

Bila kita masih percaya peranan penting kaumakademis dalam kehidupan masyarakat, dalam tugaspengabdian pada kemanusiaan, tentulah hal ini patutdicegah. Namun lagi-lagi, janganlah datang dengan’arogansi dan kesalahan kategoris’ yang menjadikankaum ilmiah seorang egosentris, lantas memandangwacana komik dengan negatif.

Terlepas dari itu, jarang memang pengkajianatas komik. Seperti yang dikatakan Seno Gumira, halini menimbulkan minimnya referensi tentang komik.Buku teori komik yang patut diacuh mungkin hanyaComics and Sequential Art, karya Will Eisner (terbittahun 1985) dan Metakomik Understanding Comicskarya Scoot McCloud (terbit tahun 1993 dan versiIndonesianya tahun 2002 oleh KPG).

Sedangkan dunia komik Indonesia rupanyapatut berterima kasih pada Marcel Bonneff. Mantandosen Bahasa Perancis UGM ini, merampungkandisertasinya tentang Komik Indonesia (terbit tahun1971 di Perancis dan di Indonesia tahun 1998) yangsering diacuh ketika berbicara tentang komik di negeriini. Hal ini sangat disayangkan dengan melihat

Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008

Jurnal Pendar Pena2

kenyataan bahwa, komik modern Indonesia sudah mulaimuncul tahun 1930-an lewat komik setrip Put On karyaKho Wan Gie di harian Sin Po (Sidharta, 2000) danterus berkembang dalam jalannya yang terpinggirkandari wacana ilmiah .Dalam Jurnal Pendar Pena edisi3 ini, Anda akan diajak bercengkrama dengan DewaTheuth, jalan-jalan melintasi Mesir Kuno hinggaberbincang dengan Susumu Nakoshi oleh Rachman C.Muchlas dalam refleksi filsafati, Dunia Bisu. Di sanaanda akan menemukan bagaimana komik sebagaisebuah bahasa tulisan mengalami devaluasi,terbungkam oleh genre distinction kebenaran danimajinasi, sebagai sebuah warisan Socrates hinggaFerdinand de Saussure. Komik pada akhirnya terasingdari wacana ilmiah. Pendefinisian komik secara ringkascoba dihadirkan Hedwi Prihatmoko, melalui tulisannyaAntara Seni, Komik, dan Relief ia membedahpengertian seni, komik, dan relief secara etimologis,sehingga sampai pada kesimpulan bahwa komik sudahberakar di Indonesia jauh sebelum orang Barat singgahdi Nusantara. Tentu saja komik yang dimaksud di sinibukanlah komik sebagai budaya massa tapi komiksebagai budaya tradisi. Usaha pendefinisian denganreferensi terbatas ini patut kita simak.

Kematian Mantan Presiden Soeharto menjadipembuka analisis Nosa Normanda atas komik SukabIntel Melayu (SIM) dalam Hegemoni AbadiSoeharto. Dengan pendekatan sintagmatik danintertekstual paradigmatik atas SIM, digambarkanbagaimana sebuah teks komik Sukab Intel Melayumenyimbolkan masyarakt kita secara umum danmasing-masing kita secara khusus.

Akhirulkalam, Doraemon sering meluluskankeinginan Nobita untuk ke mana saja, denganmenggunakan Pintu Ajaib. Semoga pembahasan komikyang serba sedikit ini mampu menyentil keinginan andauntuk membahas komik lebih jauh, lebih mendalam, danlebih menggetarkan. Selamat membaca.

Berto Tukan

Dari Meja Redaksi :

Kolom Kreasi menerima hasil karya berupa puisi,ilustrasi dan foto (khusus foto: hitam putih dandisertai teks) untuk diterbitkan pada edisi depan.Dengan Tema “Pakaian dan Perempuan”Kirimkan karya anda [email protected] atau hubungiredaksi.

Terima Kasih Kepada Kawan-Kawan yangMemungkinkan -- secara material dan spiritual --Penerbitan Jurnal Pendar Pena Edisi III ini.

--- Redaksi ---

Dunia BisuRachman C. Muchlas*

Mari kita memulai “rajutan” ini dengan kisahdari kota Naucratis di Mesir kuno. Zaman dahulu kala,tinggallah di kota tersebut seorang dewa tua bernamaTheuth, dewa dengan simbol burung Ibis, sebagaibinatang suci. Menurut cerita, ia adalah penemu banyakilmu; aritmatika, geometri, astronomi, permainan dadu,dan yang terpenting bagi Theuth adalah bahasa tulisan.Pada suatu ketika, dewa Theuth mendatangi RajaThamus dari Thebes—raja seluruh Mesir—denganharapan penemuannya dapat dimanfaatkan rakyatMesir. Raja menyetujui beberapa dan menolak sebagianpenemuan Theuth, termasuk penggunaan bahasa tulisandi mana Sang Raja menolak dengan keras. Beliaukhawatir ketika rakyat sudah piawai merekam gagasan-gagasan mereka lewat guratan pena, orang akan malasberpikir dan tidak lagi menggunakan daya ingat. Iakhawatir akan lahir generasi manual; generasi yangmenggantungkan sumber pengetahuan mereka padatulisan-tulisan yang diwariskan para pendahulunyaketimbang berpikir sendiri.1

Sekarang, kita lanjutkan perjalanan menyusuribelantara teks ini dengan singgah sejenak pada sebuahlembah di pinggiran Athena, kira-kira abad IV SM. Adadua orang sedang bercakap-cakap di pinggir sungaisambil merendam kaki di aliran air yang jernih.Phaedrus, seorang anak muda, sedang berdebat seriusdengan pria setengah baya, Socrates. Ssst! Hati-hati!Jangan sampai kita mengusik pembicaraan mereka.Sebab, jauh di masa depan, perdebatan mereka akanmenjadi oase pengetahuan bagi para penikmatkebijaksanaan. Jadi, sebaiknya kita cari tempat yangnyaman dan mencuri dengar saja. Nah, lamat-lamatterdengar pembicaraan mereka.

Di dalam pembicaraannya, si tua Socratesmempermasalahkan kekurangan bahasa tulisan lewatteori mimesis-nya. Socrates menyatakan bahwa, copyselalu inferior dari yang asli. Sebuah lukisan yangmenggambarkan pemandangan di suatu bukit tak dapatlebih indah daripada objek lukisan itu sendiri. Begitupula dengan bahasa tulisan, yang menurutnyamerupakan copy dari bahasa lisan. Keberjarakannyadengan subjek yang berpikir membuat akurasipenyampaian pesan semakin tidak stabil. Bahasa lisansuperior karena ia lebih dekat dengan pikiran sangpenyampai pesan dan lebih akurat dalam menyampaikanpesan. Ia menyebut bahasa tulisan sebagai pharmakon,alat bantu sekaligus ancaman bagi pikiran seseorang.2

Lagi-lagi tulisan dianggap sebagai hal yang berbahaya.Di sini, bahasa tulisan dituduh sebagai biang kesalah-pahaman. Aku melihat Phaedrus cuma manggut-manggut saja mendengarnya.

Ketakutan Socrates akan bahasa tulisan bukanhanya didasari atas bahaya laten generasi manual. Adakekhawatiran yang lebih mendalam lagi, ketakutan akanterbukanya kotak Pandora. Ketika sang penulis absen,

Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008

Jurnal Pendar Pena 3

sebuah kata dapat dimaknai secara figuratif. Artinya,batas antara dugaan dan kebenaran tak lagi jelas.Sejarah filsafat barat mencatat bahwa, Socrates-lahfilsuf pertama yang membangun dinding pemisah antarakebenaran dan metafor.3 Bagi Socrates dan parapewarisnya kebenaran itu tunggal dan jelas. Sedangkanbahasa figuratif digambarkan sebagai ancaman karenamembuka berbagai interpretasi sehingga dapatmengaburkan kebenaran yang hakiki. Socratesmengedepankan dialektika sebagai metode pencariankebenaran. Ia meninggikan dialektika atas retorika yangmenurutnya adalah alat berbahaya yang dapatdigunakan untuk keperluan apapun, bahkan dapatmembelokkan kebenaran.

Ada baiknya jika kita kunjungi sejenak FriedrichNietzsche, orang Jerman yang terkenal dengan julukan“filsuf dengan palu godam”. Ia orang yang menarikdan kompleks. Dalam filsafatnya, ia berkutat denganpenolakan atas segala macam konsep dan metode yangajeg. Ia menyebut Sócrates sebagai penghancur ranahimajinatif dari filsafat.4 Tuduhan tersebut bukannyatanpa dasar. Sebagaimana telah dituliskan di atas,Sócrates adalah tokoh sentral dalam proses devaluasibahasa figuratif. Dengan mengklaim kebenaran sebagainilai tertinggi, Sócrates membungkam bahasa yangdibalut dalam metafora dan retorika dan menjadikanfilsafat sebagai milik eksklusif hegemoni rasio. Sócratesdan Plato-lah yang menanam benih genre distinctionantara kebenaran dan imajinasi, filsafat dan sastra.Mereka memisahkan kebenaran dari bahasa figuratifdemi menegaskan kemurnian dan ketunggalan darisebuah konsep yang melekat pada kata.Nietzsche dengan penuh ejekan menulis :

“Supposing truth is a woman—what then? …Arethere not grounds for the suspicion that allphilosophers …have been very inexpert aboutwoman? That gruesome seriousness, the clumsyobstrusiveness with which they have usuallyapproached truth so far have been awkward andvery improper methods for winning a woman’sheart?”.5

Cara pandang Nietzsche yang memperlakukanperempuan sebagai the Other dalam simile tersebutmenggambarkan betapa kebenaran tak dapat didekatisekedar dengan keseriusan semata. Kondisi yangdemikian menuntut interpreter untuk selalumenggunakan imajinasinya seluas mungkin, juga sebagaisemacam wejangan dari Nietzsche untuk melepaskanambisi kontrol kita atas kebenaran; tidak tepatmemperlakukan kebenaran sebagai milik eksklusif darilogika dan rasio. Nietzsche mengkritik tajam sikapSócrates yang mengeksklusi bahasa figuratif dari filsafatsehingga berakibat pada kakunya metode, miskinnyaantusiasme, hasrat, dan keberagaman yang seharusnyadapat tumbuh subur melalui metafora dan imajinasi.

Mungkin pembaca ada yang bertanya-tanya,kenapa penting menjaga perbedaan antara bahasa lisandengan bahasa tulisan, antara phoneme dangrapheme? Sejarah filsafat barat dari Plato sampai 20th

century boy macam Ferdinand de Saussure adalahsejarah panjang dominasi bahasa verbal atas bahasatulisan.6 Konsepnya yang terkenal, signifier dansignified adalah bukti dari berabad-abad opresi ini.Signifier adalah sound-image, torehan psikologis daribunyi dan signified adalah konsep mengenai tanda yangbersangkutan, keduanya adalah dua sisi dari secarikkertas yang sama.7 Masalahnya, kenapa konsep tandahanya dyadic saja?Jacques Derrida melacak kejanggalan tersebut hinggasampai pada sebuah tesis: bahasa tulisan telahmengalami devaluasi sejak zaman Plato dan devaluasiini tetap dipertahankan oleh Saussure.8 Padahal, bahasatulisan adalah bahasa yang sarat dengan metafora.Tuduhan buruk atas bahasa tulisan sebagai pengaburkebenaran telah membuat imajinasi angkat kaki daritaman filsafat. Padahal, Nietzsche, sebagaimana dikutipoleh Gayatri Cakravorty Spivak, menulis tentangkebenaran yang selalu jadi acuan Sócrates sebagai :

Is a mobile marching army of metaphors,metonymies and anthropomorphisms…truths areillusions of which one has forgotten that they areillusions…coins which have their observe effacedand which are no longer of value as coins butonly as metal…9

Untuk mendukung pernyataannya, Nietzschememperlihatkan bahwa, metode dialektika Sócrates,yang secara tegas dikontraskan dari retorika, tidak lainadalah permainan argumen yang digunakan untukmelestarikan konsep termurni dari kebenaran yangSócrates unggulkan serta memperlihatkan secaraimplisit upaya untuk membungkam pendapat yangmemiliki tendensi berbeda dari ambisi itu. Dengan katalain, yang digunakan oleh Sócrates adalah bentuk laindari retorika untuk menyelubungi niatnya; membungkampendapat yang berbeda.

Nampaknya, kini saatnya menghubungkan apayang dibahas panjang lebar di atas soal bahasa tulisandengan bahasan Jurnal Pendar Pena edisi ini: komik.Komik erat hubungannya dengan bahasa tulisan.Bagaimana bisa begitu? Komik terdiri dari gambar-gambar diam dan kata-kata yang tertulis. Dwi Koenmenyebutnya sebagai “the magic of still pictures andwritten words.”10 Jika kita mengartikan bahasa tulisan(secara luas) sebagai inskripsi, habislah perkara, tentusaja berbagai hal yang tergambar pada komikseluruhnya adalah inskripsi. Komik adalah sebentukbahasa tulisan.

Sebagai bahasa tulisan, devaluasi yang samajuga dialami oleh komik. Bahasa komik jugaterbungkam oleh genre distinction kebenaran danimajinasi. Batas ilusif antara kebenaran dan khayalan

Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008

Jurnal Pendar Pena4

terpelihara karena anggapan “bicara sesuatu yang ilmiahmutlak harus menggunakan bahasa yang ilmiah”diterima begitu saja tanpa melacak jejak-jejak yangterkandung dalam pernyataan tersebut. Akibatnya,kebijaksanaan yang terkandung dalam kebisuan bahasakomik tetap terkunci di dalam inskripsi gambar-tulisan.Pelan-pelan, termarginalkannya komik dari diskursusilmiah membuat komik mengalami peyorasi makna. Iadipahami sebatas komoditas hiburan semata. Coba kitaperhatikan tulisan Donny Anggoro berikut :

Ya, begitu “sepele”-nya komik sehingga“jasa”-nya sebagai pintu kita untukmembuka buku teks dilupakan. Padahal,nyaris masa kecil tiap anak hampir selaludiawali dengan komik. Anggapan yangsering muncul komik adalah cerita anak yangsangat sederhana, miskin seni, apalagibahasa. Ia lantas “dituduh” sebagai “racun”.Makian “Bedebah, Jahanam, Bangsat!”yang sering dilontarkan pendekar komikIndonesia seperti Si Buta dari Goa Hantu,Panji Tengkorak, Godam, dan Gundaladalam kisah-kisahnya kemudian“mencampakkan” posisi komik bakmarabahaya sehingga ia harus dienyahkandari perpustakaan sekolah.11

Sedihnya, “racun” bawaan dari komik yangberedar di Indonesia tidak diperlakukan secara adil. Iamalah diusir begitu saja dari perpustakaan-perpustakaansekolah. Diskriminasi institusi ilmiah di Indonesia atasbahasa komik membuat komik semakin jauh saja dariimage sarana pendidikan. Padahal, komik tidaksesederhana tampilannya. “Racun” yang dimaksudDonny Anggoro di atas adalah sebentuk hegemonicdiscourse,12 sebuah potensi komik yang dapatdigunakan untuk mengontrol massa, berbentuk sebuahrealitas bentukan. Kekuatan dari hegemonic discourseada pada kemampuannya membentuk opini publik tanpapaksaan. Tanpa disadari oleh banyak orang, merekayang melek media dan memiliki kekuasaan di bidangini menggunakan komik sebagai sarana transformasisosial.

Bertumpuknya kepentingan dalam duniaperkomikan dapat menjadikan media ini sebagai lahanyang “basah”. Contoh dari pembentukan hegemonicdiscourse ini terlihat pada jitsumu manga (komikpengetahuan) semacam Rahasia Japan Inc. karyaShotaro Ishinomori yang telah diterjemahkan ke dalambahasa Indonesia. Dari dalam negeri terdapat komikdengan judul Lindungi HaKi Sekarang Juga karyaInsan Budi Maulana dan Dwi Koen.13 Seandainya paraarsitek pendidikan bangsa kita cepat menyadari hal ini.

Bukan hanya memuat hiburan, lewat penjelasanmengenai hegemonic discourse kita juga menemukanbahwa komik juga tak dapat lepas dari motif ideologis-politis. Hal tersebut menggoyah kestabilan genredistinction dari kebenaran dan imajinasi, karena intrusi

dari imajinasi terhadap ranah pembentukan suatu model“kebenaran” telah nampak, campur aduk dalam satumelting pot: komik. Nampaknya logika tak lagi dapatmempertahankan klaimnya sebagai produsen tunggalkebenaran. Sekali lagi mari kita kembali berkacakepada kritik Nietzsche atas Socrates. Jika kebenaranyang dipegang teguh oleh Socrates hanyalah sekedarbentuk lain dari retorika, maka genre distinction diatas sungguh rapuh, karena kebenaran yang iaagungkan selama ini hanyalah sebentuk fiksi yang lahirdari permainan logika-nya.

Ah, terseok-seok sudah jari ini menuliskanrangkaian apologi bagi sebentuk bahasa bernamakomik. Sebentar lagi kita akan meluncur ke penutupteks ini. Mari di saat-saat terakhir ini kita menyusupsejenak ke dalam percakapan santai antara SusumuNakoshi dan Ito dalam komik Homunculus karyaYamamoto Hideo.14 Ito berkata kepada Nakoshi :

The human eye does not exist solely to reflect theworld in front of it. It also reflects the self… uponthe outside world.

Jika kita memandang dunia secara sederhanasaja, jangan-jangan hal itu mencerminkankesederhanaan isi pikiran kita? Ah, sudahlah.

Catatan Akhir 1 Plato, The Essential Plato, Quality Paperback Book Club,New York: 1999. hal. 844.2 Plato, The Essential Plato, Quality Paperback Book Club,New York: 1999. hal. 844-851.3 Socrates sebenarnya tidak pernah menulis. Ia adalah mediumyang digunakan Plato sebagai penyampai pesan dalam buku-buku yang ia tulis. Norris menulis bahwa Plato lah orangpertama yang secara filosofis menciptakan dinding pemisahantara kebenaran dan metafor. Karena Plato berbicara melaluikata-kata Socrates, menurut saya tak mengapa jika saya bilangbahwa Socrates lah filsuf pertama yang bicara demikian.Christopher Norris, Deconstruction: Theory and Practice,Routledge, London and New York: 1991. hal 57-58.4 “Socrates stands – with Christ in Nietzsche inverted pantheon– as a pale destroyer of all that gives life, variety and zest to theenterprise of human understanding.” Christopher Norris,Deconstruction: theory and practice, Routledge, London andNew York, 1993. hal. 57-58.5 Friedrich Nietzsche, Basic Writings of Nietzsche, The ModernLibrary, New York: 2000. hal. 192.6 Jacques Derrida, Of Grammatology, The John HopkinsUniversity Press, Baltimore and London: 1997.7 Winfried Nöth, Handbook of Semiotics, Indiana UniversityPress, Bloomington and Indianapolis: 1995. hal. 59–60.8 Jacques Derrida, Of Grammatology, The John HopkinsUniversity Press, Baltimore and London: 1997.9 Tulisan Gayatri C. Spivak dalam buku Jacques Derrida, OfGrammatology, 1977. hal. xxii.10 Dwi Koendoro Br., Yuk, Bikin Komik, DAR! Mizan,Bandung: 2007. hal. 24-32.11 Dwi Koendoro Br., Yuk, Bikin Komik, DAR! Mizan,Bandung: 2007. hal. 143.12 Istilah ini saya pinjam dari Ernesto Laclau dan ChantalMouffe.

Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008

Jurnal Pendar Pena 5

13 Dwi Koendoro Br., Yuk, Bikin Komik, DAR! Mizan,Bandung: 2007. hal. 140 – 142.14 Yamamoto Hideo, Homunculus volume 3, Manga Screenerand the Band of the Hawk, Internet: http://mangascreener.com.

medium yang “merangsang” panca indera danperasaan, dan seorang seniman memerlukan kemahirankhusus untuk menghasilkan suatu karya seni, sehinggaseorang seniman dapat dibedakan dari orang-orangawam (sifat ini terkair pada pencipta seni itu sendiri).5

Tujuan manusia melakukan kegiatan seni,sebagai sasaran langsung ataupun sebagai sasaranperantara ialah untuk menghadirkan keindahan. Olehkarena itu rasa keindahan merupakan sasaran akhirdari suatu ungkapan seni. Rasa adalah pengalamanpenghayatan seni di mana kesiapan akal, budi, dan emosimenyatu untuk mewujudkan penikmatan seni. Hal iniberarti keterikatan pada penyerapan inderawi sudahdilampaui.6Lalu bagaimana dengan unsur hiburan dalampenikmatan seni? Apakah ada pembedaan antara seniyang bersifat menghibur dengan seni yang berimplikasimelampaui panca indera? Kalau memang diadakanpembedaan antara kedua hal tersebut, dapat dikatakanbahwa seni yang berimplikasi melampaui panca indera(sering disebut “seni adiluhung7”) adalah jenis ungkapanseni yang berimplikasi pada perenungan; didukungteknik yang rumit; ada perangkat konsep yangmendasarinya. Sedangkan seni yang bersifat menghibursifatnya langsung merangsang panca indera atau jugatubuh untuk tubuh; mementingkan sifat yang glamourdan sensasional. Walaupun begitu, bukan berarti bahwasuatu jenis seni hanya dapat memiliki satu unsur saja.Ada juga seni yang memiliki kedua unsur tersebut secarabersamaan.8

KomikDalam KBBI, komik didefinisikan sebagai

cerita bergambar (dalam majalah, surat kabar, atauberbentuk buku) yang umumnya mudah dicerna danlucu. Definisi KBBI ini terlihat sangat sempit dankurang tepat. Komik lebih diidentikkan sebagai sesuatuyang lucu dan mudah dicerna, seakan-akan komik lebihditujukan untuk anak-anak. Hal ini mencerminkanbahwa, paradigma umum masyarakat terhadap komikbenar-benar sempit, padahal sifat komik lebih beragam.Banyak komik yang bersifat serius, memiliki maknayang mendalam, bahkan memiliki cita rasa seni yangtinggi.

Komik dikatakan sebagai cerita bergambar. Inimenyulitkan kita membedakan komik dengan film. Filmjuga dapat dikatakan sebagai cerita bergambar. MenurutWill Eisner, komik didefinisikan sebagai seni berturutan.Hal tersebut masih terlalu luas. Definisi komik yanglebih tepat dapat diambil dari Scott Mc Cloud.Menurutnya, komik adalah gambar-gambar sertalambang-lambang lain yang terjukstaposisi9 dalamturutan tertentu, untuk menyampaikan informasi dan/atau mencapai tanggapan estetis dari pembacanya.10

Sebuah komik harus dapat menggambarkan suaturangkaian peristiwa. Dalam hal ini pembatasan darikomik dilihat dari konsepnya, sehingga komik dapatdibedakan dari jenis-jenis seni visual lainnya.

Rachman C. Muchlas. Ia adalahseorang mahasiswa aktif S1Program Studi Filsafat, FIB-UIangkatan 2002. Sehari-hari ia biasadipanggil “Asep” karena sejak kecilorangtuanya memanggil dengannama itu. Sekarang ia sedangmenggiati posisi pemain bass diband Wonderbra dan Amakusa.

Antara Seni, Komik, dan Relief(sebuah usaha pendefinisian awal)

Hedwi Prihatmoko*

PendahuluanDalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI), seni didefinisikan sebagai suatu keahlian dalammembuat karya yang bermutu (dilihat dari segikehalusannya, keindahannya, dsb); karya yangdiciptakan dengan keahlian yang luar biasa. MenurutRatnaesih Maulana, seni adalah hasil getaran jiwa,keserasian serta keselarasan dari perasaan dan pikiranyang mewujudkan suatu ciptaan yang indah.1 Daridefinisi-definisi tersebut, tersirat nilai keindahan2 yangterkandung di dalam seni.

Seni beserta nilai-nilai keindahannya, tidakdapat diingkari, memiliki kaitan erat dengan hal-hal lainseperti agama, ekonomi, struktur sosial, dan lain-lain.Dari sini kita dapat melihat bahwa, seni dapat berdirisebagai suatu sistem, baik sebagai pranata3 tersendirimaupun sebagai sistem pendukung dalam pranata yanglainnya. Apabila sistem kesenian diidentikkan denganpranata kesenian, komponen-komponen pembentuknyaadalah: perangkat-perangkat nilai dan konsep-konsepyang merupakan pengarah bagi keseluruhan kegiatanberkesenian, para pelaku dalam urusan kesenian,tindakan-tindakan terpola dan terstruktur dalam kaitandengan seni, serta benda-benda yang terkait denganproses berkesenian.4

Selain komponen-komponen yangmembentuknya, seni pun memiliki sifat-sifat tertentu.Menurut Richard L. Anderson, seni memiliki empat sifat,yaitu memiliki arti yang bermakna budaya,memperlihatkan gaya yang dipandang sebagai tradisimilik bersama dalam suatu kebudayaan, memiliki

Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008

Jurnal Pendar Pena6

Penggambaran dalam komik dapat bersifatkartun maupun realis. Penggambaran yang bersifatkartun dapat dikatakan suatu bentuk penegasan melaluipenyederhanaan11 karena di dalam kartun, detil-detilyang terdapat pada kenyataan benar-benar dikupassampai ke dalam bentuk yang semakin sederhana danabstrak hingga kita dapat menangkap konsep didalamnya. Hal tersebut berbeda dengan aliran realisyang benar-benar menekankan pada kemiripan atasaslinya sehingga benar-benar memperhatikan setiapunsur secara detil dari yang asli.

Lalu apakah komik termasuk ke dalam seniyang menghibur atau seni berimplikasi melampauipanca indera? Pada dasarnya komik mampuberimplikasi melampaui panca indera, dapatmenghadirkan rasa keindahan di mana kesiapan akal,budi, dan emosi menyatu untuk mewujudkan penikmatanseni dari komik itu sendiri. Komik sendiri tidak harusmengandung salah satu dari kedua unsur tersebut, tetapidapat juga mengandung kedua unsur itu.

Relief pada CandiMenurut Ensiklopedia Indonesia, relief berasal

dari bahasa latin relevare, dalam arti harfiahnya disebutsebagai suatu peninggian yang bersifat alami ataubuatan12. Pendapat lain yang dikemukakan olehBrockhaus13, menyatakan bahwa relief disebut jugasebagai hasil karya seni pahat, yang tokoh-tokohnyadigambarkan tidak berdiri sendiri seperti pada arca,melainkan terikat pada sebuah bidang atau sebuah latarbelakang. Sedangkan dalam Kamus Istilah Arkeologi14,relief adalah gambar dalam bentuk ukiran yang dipahat.Relief yang dipahatkan pada candi biasanyamengandung arti atau melukiskan suatu peristiwa ataucerita tertentu15. Relief itu sendiri secara umummemiliki dua jenis, yaitu:- Relief cerita (naratif), yaitu relief yang

melukiskan suatu peristiwa atau cerita tertentu(biasanya didasarkan atas naskah-naskah agama)

- Relief penghias bidang, yaitu relief yangmemang merupakan hiasan saja.16

Di dalam ruang lingkup seni, reliefmenunjukkan adanya kebebasan seniman untukmembentuk sesuai dengan selera pribadi maupundorongan spontannya. Oleh karena itu tidak mustahilakan memunculkan variasi bentuk dan penggarapan,walaupun tetap ada pokok-pokok aturan yang sama.Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, seni dapatdigunakan sebagai sasaran langsung maupun sasaranperantara dalam penikmatan rasa keindahan. Dalamhal ini relief berperan sebagai sasaran perantara dalammelakukan kegiatan seni karena relief memiliki artiikonografi17 di mana relief pertama kali diciptakan untukkepentingan agama dan juga didasari atas gagasan yangbersifat suci keagamaan. Gagasan tersebut diikutidengan aturan-aturan yang ketat, bahkan sampai padabatas-batas tertentu, aturan tersebut tidak dapatdiganggu gugat18. Di dalam relief terkandung suatu

kaidah estetika Hindu yang harus ditaati oleh parasenimannya. Kaidah estetika Hindu itu disebut denganSadangga. Kaidah tersebut terdiri atas enam perincianyang harus diikuti oleh seorang seniman jika ia akanmenciptakan suatu karya seni lukis atau relief.

Komik dan Relief pada CandiDalam proses pembuatan komik, pembatasan

yang dibuat hanya dilihat dari konsepnya, tanpa adapembatasan dalam ukuran, bentuk, media, bahan, alat,gaya, filosofi, cara memandang, dll19. Apabila kitamelihat definisi komik dari Scott Mc Cloud, maka relieftertentu dapat kita katagorikan sebagai komik. Reliefyang dapat dimasukkan ke dalam bentuk komik adalahrelief naratif, yaitu relief yang menceritakan suatuperistiwa atau cerita tertentu. Relief-relief naratifbiasanya terdiri dari berbagai panil yang terjukstaposisiyang membentuk suatu rangkaian peristiwa.

Relief panil tunggal dalam hal ini berbedadengan komik panil tunggal. Komik panil tunggal dapatdimasukkan ke dalam bentuk komik karena di dalamnyapasti terdapat kata-kata. Kata-kata tersebut juga harusmemiliki jukstaposisi dengan gambarnya20. Hal iniberbeda dengan relief bukan naratif yang biasanyamerupakan sebuah panil tunggal. Relief tersebut tidakdapat dikatakan sebagai komik karena tidak memilikijukstaposisi dengan apapun dan benar-benar berdirisendiri.

Lalu, relief-relief naratif tersebut dapatdikatakan sebagai bentuk komik dengan penggambarankartun atau realis? Sebelumnya telah disebutkan bahwapenggambaran yang bersifat kartun lebihmengutamakan konsep di dalamnya danpenggambarannya dilakukan secara lebih sederhanadan abstrak, sedangkan penggambaran yang bersifatrealis lebih mengutamakan kemiripan dengan aslinya,dan benar-benar memperhatikan detil. Apabila kitamelihat kaidah estetika yang diusung relief itu sendiri,kita menemukan pembatasan-pembatasan yang cukupkompleks yang harus ditaati oleh para senimannya.Pembatasan-pembatasan tersebut merupakan sebuahaturan-aturan baku yang mengatur bentuk, ukuran,teknik penggarapan, bahkan rasa keindahan.Penekanan yang dilakukan dalam pembuatan relief itusendiri telah melampaui konsep dari apa yang ingindigambarkan dan terlihat jauh dari kesan yangsederhana dan abstrak. Oleh karena itu relief-reliefnaratif dapat dikatakan sebagai bentuk komik denganpenggambaran yang realis.

KesimpulanSasaran akhir seni adalah rasa keindahan.

Penikmatan seni sendiri dapat menjadi tujuan utamabagi seseorang, tetapi dapat menjadi tujuan perantarabagi tujuan yang lainnya (misal, tujuan keagamaan).Dalam hal ini relief sering menjadi tujuan perantara,tetapi bukan berarti bahwa tujuan penikmatan rasakeindahan tersebut dikesampingkan.

Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008

Jurnal Pendar Pena 7

Relief yang merupakan bagian dari seni rupadapat dikelompokkan dalam perpaduan antara seni rupadua dimensi dan seni rupa tiga dimensi, yaitu perpaduanantara seni lukis dan seni patung. Selain itu relief-reliefnaratif dapat dikatakan termasuk ke dalam bentuk senikomik. Komik selama ini hanya dikenal sebagai suatubentuk karya seni dua dimensi saja. Dengan adanyarelief naratif sebagai salah satu bentuk dari komik, makaakan membuktikan bahwa sesungguhnya komik tidakhanya terbatas pada seni rupa dua dimensi saja, tetapijuga dapat merupakan perpaduan antara seni rupa duadimensi dan tiga dimensi. Hal tersebut menunjukkankeluasan dan beragamnya dunia komik serta sangatmenarik untuk diadakan pengkajian lebih dalam lagi.

Catatan Akhir1 Ratnaesih Maulana. Ikonografi Hindu. Depok: Fakultas SastraUI. 1997. hal.5.2 Dalam teori seni klasik yang dipelopori Plato dan Aristoteles,sumber “keindahan” dalam menghasilkan suatu karya seniadalah alam, dengan kata lain seni merupakan bentuk tiruanalam. Dalam perkembangan selanjutnya, pandangan ini dianggaptidak tepat. Seni memang dapat dikatakan memiliki “kemiripan”dengan alam, tetapi seni sendiri sudah tercabut dari kenyataanalamnya. Hal tersebut dapat dikatakan sebagai prinsip“kelainan” dari alam. Oleh karena itu, seni merupakan sesuatuyang berdiri sendiri sebagai suatu hasil ciptaan, hasil ciptaanyang telah tercabut dari kenyataan alamiahnya. Dikutip daripendapat Dick Hartoko. Manusia dan Seni. Yogyakarta:Yayasan Kanisius. 1984. hal. 18 dan A Sudiarja. “Susanne K.Langer: Pendekatan Baru dalam Estetika”. Termuat dalam M.Sastrapratedja. Manusia Multidimensional: Sebuah RenunganFilsafat. Jakarta: Gramedia. 1982 hal. 75 oleh Ufi Saraswati.Gaya Seni Relief Cerita Candi Periode Jawa Timur MasaSingasari dan Majapahit Ditinjau Dari Komposisi, Proporsi,dan Perspektif. Tesis. Depok: Program Pasca SarjanaUniversitas Indonesia. 1998. hal. 34.3 Pranata adalah sistem tingkah laku sosial yang bersifat resmiserta adat istiadat dan norma yang mengatur tingkah laku itu,dan seluruh perlengkapannya guna memenuhi berbagaikompleks kebutuhan manusia dalam masyarakat. Anton M.Moeliono (penyunting). Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka. 1991. hal. 893.4 Edi Sedyawati. Budaya Indonesia: Kajian Arkeologi, Seni, danSejarah. Jakarta: PT RajaGrafindo. 2006. hal. 124 – 126.5 Op Cit. Ufi Saraswati..hal. 34-36.6 Op Cit. Edi Sedyawati. hal. 128.7 Adiluhung adalah bermutu tinggi. Op Cit. Anton M.Moeliono, hal. 8.8 Op Cit. Edi Sedyawati. hal. 130-1319 Jukstaposisi adalah berdekatan, bersebelahan (Scott McCloud. Memahami Komik dengan judul asli UnderstandingComics: The Invisible Art. Jakarta: Kepustakaan PopulerGramedia (KPG). 2002. hal. 7); penempatan dua objek secaraberdampingan. Op Cit. Anton M. Moeliono. hal. 479.10 Ibid. hal. 20.11 Ibid. hal. 3012 Untuk lebih jelasnya lihat, Hasan Shadily. EnsiklopediaIndonesia. Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeve. 1984. hal. 2877.

13 Untuk lebih jelasnya lihat, F.A. Brockhaus. BrockhausEnzyklopädie, Fünfzehnter. Band. Wesisbaden. 1972. hal. 634.14 Untuk lebih jelasnya lihat, Ayatrohaedi (ed). Kamus IstilahArkeologi I. Jakarta: Proyek Penelitian Bahasa dan SastraIndonesia dan Daerah. Departemen Pendidikan danKebudayaan. 1979. hal. 149.15 Op Cit. Ufi Saraswati. hal. 327.16 Ibid. hal. 1.17 Istilah ikonografi (iconography) berasal dari akar kata ikon(icon) dan graphoo. Istilah ikon berasal dari bahasa Yunanieikoon yang berarti bayangan, potret, gambar. Kata graphooartinya menulis, memerinci. Jadi ikonografi berarti “rinciansuatu benda yang menggambarkan tokoh dewa atau seorangkeramat dalam bentuk suatu lukisan, relief, mosaic, arca ataubenda lainnya”, yang khusus dimaksudkan untuk dipuja ataudalam beberapa hal dihubungkan dengan upacara keagamaanyang berkenaan dengan pemujaan dewa-dewa tertentu. Op Cit.Ratnaesih Maulana. hal.118 Supratikno Rahardjo. “Beberapa Pertimbangan dalam AnalisisKuantitatif Untuk Perbandingan Gaya”. Estetika dalamArkeologi Indonesia. Diskusi Ilmiah Arkeologi II. Ikatan AhliArkeologi Indonesia, Jakarta, hal. 338.19 Op Cit. Scott Mc Cloud. hal. 22.20 Ibid. hal. 21

Hedwi Prihatmoko. Ia adalahseorang mahasiswa aktif S1 ProgramStudi Arkeologi FIB-UI angkatan2005. Ia penggiat kegiatan-kegiatandan literatur-literatur arkeologi.Gemar berpikir dan berkontemplasidi dalam keheningan dan kedamaiankamar kostan…

Hegemoni Abadi Soeharto(Sebuah Kajian Politik Kebudayaan dalamKomik Sukab Intel Melayu: Misteri Harta

Centhini)Nosa Normanda*

PembukaanTanggal 27 Januari 2008 setelah pukul 13:10

WIB, hampir seluruh stasiun televisi nasionalmembatalkan acaranya dan menggantinya denganblocking time pengukuhan gelar baru pada mantanorang pertama Indonesia, Mantan Presiden JendralBesar (Purn) HM Soeharto, yakni gelar “Alm”. Momenini nampaknya sudah ditunggu semua orang. Setiapstasiun tv, bahkan kantor-kantor berita nasional maupun internasional, sudah siap dengan susunan acara danliputan yang akan ditayanhkan begitu malaikat mautmenjemput Pak Harto. Dalam kajian budaya dansemiotika1, ini menandakan satu hal: Soeharto adalah

Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008

Jurnal Pendar Pena8

semion atau tanda yang sangat akrab dalam tatanansimbolik nasional atau global2. Artinya sangat sederhanadan banal: di benak banyak orang, Soeharto adalah orangpenting.

Pertanyaan selanjutnya adalah, kenapapenting? Setiap orang, khususnya orang Indonesia, pastimemiliki kepentingannya sendiri-sendiri terhadap ‘tanda’ini. Hutang budi sampai piutang nyawa; pemberian namabaik, sampai pencorengan nama baik; gosip selebriti,sampai masalah kenegaraan. Singkat kata, tanda‘Soeharto’ telah menjadi bagian dari pikiran setiap orangwaras di negara ini, seperti Ronald McDonald di otaksetiap anak kecil dan orang obesitas di Amerika Serikat.Sejarahwan Ong Hok Ham menulis, “…gayapemerintahan Soeharto menundukkan elite politik, sosialdan kultural masyarakat…Realitas kekuasaan Soehartopun tentu terdiri dari aliansi militer, politik, bisnis, danlain-lain”3. Kata kerja ‘menundukan’ ini berarti jelas:suatu kekuasaan mutlak untuk memaksa tunduk.Sementara itu, ‘Realitas kekuasaan Soeharto’ berartipersepsi Ong Hok Ham atas apa yang telah terjadidengan pemerintahan Soeharto; bahwa pe-nunduk-anterhadap elit-elit tersebut, nyata adanya. Dalammelakukan penundukan ini, diperlukan suatu PolitikKebudayaan. Menurut Chris Barker, ada empat ciripolitik kebudayaan, yaitu: Kekuasaan untuk memberinama, kekuasaan untuk merepresentasi akal sehat,kekuasaan untuk menciptakan “versi-versi resmi”, dankekuasaan untuk merepresentasi dunia sosial yang sah4

Ketika empat langkah politik kebudayaan tersebutdilakukan, ia akan meninggalkan berbagai macam jejak,baik di pikiran masyarakat kolektif di bawah politiknyaataupun melalui pembacaan dekonstruktif terhadapmedia-media semasa rezimnya.Saya tidak membahas bagaimana implementasi empatciri tersebut pada pemerintahan Soeharto dalam tulisanini. Sebab, saya tidak bermaksud membincangkanSoeharto Alm (sebagai manusia) di sini. Sebagai orangyang berbudaya ‘Indonesia’, saya sangat menghormatiorang tua, apalagi yang sudah meninggal. Di sini sayaakan membahas sebuah tanda ‘Soeharto’, yang karenakedekatannya dengan setiap kita, menghasilkan suaturangkaian tanda (Chain of Signs) di dalam masyarakatkita secara umum dan setiap kita secara khusus. Disini, saya akan fokus pada teks komik karya SenoGumira Ajidarma dan Zacky berjudul Sukab IntelMelayu: Misteri Harta Centhini5. Saya bermaksudmenjawab pertanyaan, bagaimanakah tanda ‘Soeharto’bekerja sebagai sistem di dalam struktur, baik di luarataupun di dalam teks tersebut.6

Sukab Intel MelayuSukab Intel Melayu:Misteri Harta Centhini(SIM) bercerita tentangpetualangan seorang Intel,Sukab, yang ditugaskanmencari harta Centhini,yaitu kekayaan milikmantan presiden Suroto.Ia dibantu partnernyaPaidi, informannya Jimbon,pacarnya Santinet, danpacar Paidi, Markonah.Harta Centhinidigambarkan sebagai

“Hasil Korupsi 30 tahun”7 seperti gambar 1.Gambar tersebut menunjukan harta yang dicari Sukab.Pada gambar tersebut terlihat beberapa kata seperti“Daftar Tilep”, “Daftar Sogokan”, dan “Daftar Upeti”yang identik dengan praktik KKN. Dari sinilahpetualangan Sukab dimulai dan dari sini pula saya akanmembahas (1)hubungan antara teks tersebut denganteks di luarnya (Paradigmatik); dan (2)hubungan antaraelemen-elemen di dalam teks tersebut secara internalyaitu dengan mengkaji struktur narasinya(Sintagmatik).8

Intertekstualitas Blak-blakanIstilah intertekstualitas diperkenalkan Julia

Kristeva.9 Secara sederhana, intertekstual berarti,setiap teks berasal dari teks lain yang dikombinasikanuntuk tujuan tertentu. Contoh paling mudah, balita yangbelajar bicara kata per kata, lalu mengombinasikan kataitu menjadi kalimat untuk berkomunikasi. Ini disebutintertekstualitas horizontal. Contoh lain adalah adaptasidari jenis teks yang berbeda, misalnya dari bentuknaskah ke bentuk komik. Ini disebut denganintertekstualitas vertikal. Intertekstualitas horizontaldibuat dari pengalaman dan pembelajaran yang dicerapoleh subjek secara tidak sengaja dan ini terinternalisasidi dalam pikiran kita. Sedangkan intertekstualitasvertikal adalah sebuah seleksi interteks-interteks yangdikombinasikan dan disusun oleh subjek dan diubahmediumnya secara sengaja dengan maksud tertentu.

Analisa intertekstualitas bersifat paradigmatik.Artinya ia menghubungkan sistem dan struktur antarasatu teks dengan sistem dan struktur lain di luar tekstersebut. SIM dengan gamblang memasukan referensi-referensi dari luar sebagai sebuah potongan-potonganyang digambar dan disusun kembali. Dalam sebuahbagian di mana dua orang jaksa membicarakan hartaCenthini dari laporan yang mereka baca di majalahQuantum, kita dapat melihat gambar yang persismengimitasi cover majalah Time. Bandingkan keduagambar berikut ini:

Gambar1

Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008

Jurnal Pendar Pena 9

Dalam dua gambar tersebut, hanya terdapat duamacam perbedaan. Pertama, lelaki tua yang tersenyumdi kedua gambar tersebut memiliki karakter yangberbeda. Kedua, teks nama di kedua cover tersebut.Gbr 2 menunjukan majalah Quantum dan Gbr 3 majalahTime; Gbr 2 berjudul Headline “Suroto Inc.” dan Gbr 3berjudul “Soeharto Inc”. Sedangkan susunan grafisdan subheadlinenya sama: “Special Report: HowIndonesia’s Longtime Boss Build a Family Fortune.”Di sini terlihat upaya imitasi dari dunia di luar tekstersebut. Secara lebih ekstrim, simak dua kutipan dibawah ini:

Bangun Suroto, Suroto’s second son, has an $ 8million penthouse in Singapore and a $ 12 millionmansion in an exclusive neighborhood of LosAngeles, two doors down from rock star Rod Stewartan just up the street from his brother Singgih Suroto’s$ 9 million home.10

Bambang Trihatmodjo, Suharto’s second son, has an $8million penthouse in Singapore and a $12 millionmansion in an exclusive neighborhood of Los Angeles,two doors down from rock star Rod Stewart and just upthe street from his brother Sigit Harjoyudanto’s $9million home. (Time, Special Report, Soeharto Inc.)11

Nama yang berhubungan dengan Soeharto dimajalah Time, pada majalah Quantum diganti dengannama fiktif, sedangkan kata-kata yang menjadi latarteks seperti Rod Stewart, dan data-data angka sertakekayaan sama persis dengan Time. Jonathan Culler12

menyebut hal ini sebagai dual sign, atau tandabermakna ganda. Di satu sisi, nama-nama sepertiBangun Suroto dan Singgih Suroto adalah petanda yangmengaburkan penandanya (jika kita asumsikan bahwaBambang Trihadmodjo dan Sigit Harjoyudanto daritulisan Time adalah penanda). Ini memastikan karyatersebut tetap fiktif dan hubungannya dengan dunia diluar teks bisa selalu disangkal sebagai interpretasipembaca. Namun di sisi lain, dengan latar belakangteks yang sama persis dengan majalah Time, Quantummenjadi petanda langsung (direct signified) ataspenandanya. Ini adalah sebuah teknik penekanan yangdisengaja, yang membuat nama-nama di dunia luar teksmenjadi terekspos dengan blak-blakan.

Di sinilah terjadi persilangan antara sistem diluar teks (tanda ‘Soeharto’) dengan struktur di dalamteks. Latar belakang penulisan narasi tentang hartakekayaan Suroto sama persis struktur dan datanya

dengan apa yang ditulis tentang harta Soeharto olehTime.

Untuk mengerti hubungan langsung dengandunia luarnya, diperlukan suatu sistem berpikir yangdimiliki pembaca. Suatu sistem berpikir denganreferensinya tertentu, sehingga pembaca akan denganmudah mengasosiasikan tanda-tanda yang terdapat didalam SIM dengan dunia luarnya. Inilah wujud nyatatanda ‘Soeharto’ yang menghubungkan teks komik SIMdengan teks di luarnya secara paradigmatik.

Absurdisme, Film Noir, dan MisteriSekarang mari kita lihat SIM secara

sintagmatik. Di sini saya akan menjabarkan bentuknarasi serta hubungan antar tanda yang membentukstruktur dan sistem di dalam teks tersebut. Dan jugabagaimana keduanya membentuk sebuah karya utuhyang berhubungan secara filosofis dengan dunia di luarteksnya.

Plot narasi di dalam SIM berpola absurd. Istilahini seringkali dipakai untuk menamakan karya-karyateater Samuel Beckett13. Plot ini berstruktur sirkular,artinya apa yang terjadi di awal adalah yang terjadi diakhir. Pada halaman muka, dituliskan suatu deskripsitentang Sukab sebagai, “Detektif penggemar sastra danfilsafat yang tugasnya selalu gagal.” Dari sinididapatkan tiga atribut karakter Sukab: sebagai detektifia adalah orang di bawah pemerintah, sebagai seorangindividu ia gemar berpikir tentang sastra dan filsafat,dan sebagai tokoh cerita ia selalu gagal. Poin ketigatadi adalah awal cerita: suatu kegagalan. Sukabbertanya pada diri sendiri ketika ia mendapat tugas dariBoss-nya, “Apakah aku akan gagal lagi kali ini?” (SIM:3) dan pada akhir cerita, ia gagal dan kembali padaadegan berjalan sendirian menunggu misi berikutnya.

Struktur absurd ini juga sering dipakai di filmNoir. Film Noir adalah genre film hitam-putih pada 1930-1950-an di Amerika14. Film ini biasanya berceritatentang lelaki yang memiliki berbagai masalah danberakhir dengan kegagalan. Elemen-elemen filmNoir yang paling sering dipakai adalah seorang lelaki(gentleman) dengan topi dan jas sebagai pemeranutama, tokoh perempuan yang cantik dan licik,biasanya penyanyi Jazz, dan tentunya musik Jazzsebagai latar. Ketiga elemen ini terdapat di dalam SIM.Sukab adalah seorang detektif gentleman yangmemakai jas panjang dan topi, sedangkan Santinetsebagai kekasih Sukab adalah penyanyi Jazz diMidnight Café (lihat Gbr 4). Film Noir yanghitam-putih juga seringkali bercerita tentang misteri.Misteri ini adalah teka-teki atau rahasia yang terjadiantara tokoh-tokohnya, atau event-event yangberlangsung di dalamnya. Dalam SIM misteriutamanya adalah Harta Centhini, namun dalamperkembangan cerita, misteri tersebut menjadi semakin

Gambar 2

Gambar 3

Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008

Jurnal Pendar Pena10

rumit dan pada akhirnya tidak dapat terpecahkan samasekali.

Misteri disusun olehsebuah narasi yangmemiliki hubungan-hubungan sebab akibat.Ketika harta Centhinimulai dicari, makarentetan pembunuhan-pun terjadi.Pembunuhan pertamaterjadi pada jaksa-jaksayang berniatmembongkar misteritersebut, lalu berlanjut

pada pembunuh-pembunuh jaksa dan saksi-saksi.Sukab juga sempat diculik namun akhirnya dilepaskan.Dilepaskannya Sukab adalah sebuah unsurketidaklogisan di dalam cerita ini. Namun hal ini dapatdiinterpretasikan sebagai suatu simbol, bahwasanyaorang-orang seperti Sukab terjebak dalam lingkaranabsurditas. Ia tidak dibunuh. Ia berusaha membongkar,namun tak kunjung mendapatkan hasil apapun.

Di sinilah hubungan antara penanda danpetanda menjadi antirepresentatif. Menurut RichardRorty15, antirepresentatif adalah kegagalan sebuahpetanda untuk mewakili penandanya. Apa yang menjadipetanda, berupa informasi-informasi yang didapatkandari media (dalam konteks komik, Informan), tidakmemiliki hubungan apa-apa dengan dunia nyata, karenaada pemutusan rantai hubungan dengan dibunuhnyasegala macam hal yang berkaitan dengan informasitersebut. Di sini hubungan antara penanda dan petandamenjadi sebuah hubungan kausalitas. Hubungan ini bisadicari jejaknya, namun tidak bisa dibuktikankeberadaannya. Ini berarti, secara nyata (di dalam duniaSIM), bukti-bukti nyata tentang keberadaan hartaCenthini sudah hilang, namun pengetahuan tokoh-tokohnya dalam tatanan simbolik tidak menyangkaladanya keganjilan di dalam realitas semacam itu.

Hegemoni AbadiDari pemaparan di atas, dapat ditarik beberapa

kesimpulan. Pertama, SIM dengan gamblangmenggunakan teks-teks di luar dirinya untukmenghubungkan dirinya dengan kenyataan. Kedua,unsur-unsur intrinsik di dalam SIM menunjukan suatupola yang absurd, terangkai dalam hubungan kausalitasyang tak terlihat sama sekali ujung pangkalnya. Danketiga, sistem dan struktur di dalam SIMmemperlihatkan suatu antirepresentasi yangmemutuskan rantai tanda secara nyata namun tidaksecara simbolik.

Dipakainya teks asli majalah Time adalah suatuupaya untuk memperlihatkan bahwa, apa yang ada didalam SIM adalah sebuah representasi dari dunia di

luarnya; dunia yang kita sebut dunia nyata. Iamemperlakukan orang-orang yang ada di dunia nyatasebagai simbol di dunia fiksinya; tanda-tanda yangmembentuk dunia fiksi tersebut. Di dalam pola absurddan gaya film Noir yang dipakai SIM, juga disisipkanbeberapa kejadian yang benar-benar telah terjadi didunia nyata serta memiliki bukti konkrit berupa mayat-mayat dan hilangnya manusia seperti penculikan aktivisdan mahasiswa, pembunuhan terhadap dua jaksa,pembunuhan terhadap preman-preman, dan saksi-saksi.Teks tersebut menggunakan kejadian yangbergelimpangan mayat di dunia nyata sebagai bagiandari sistem tanda di dalam dunia fiksi..

Ini adalah sebuah metafora bahwa, kematianSoeharto sebagai seorang manusia, tidak mematikanSoeharto sebagai tanda. Tanda ‘Soeharto’ adalahsekumpulan orang-orang yang membentuk sebuahsistem. Selama tanda ini hidup, sistem yang penuhrahasia, darah dan dekadensi inilah yang menjadikebiasaan dan membentuk dunia serta realitas‘Indonesia’.16 Di bawah tanda ‘Soeharto’ ini, misteriterus merantai, rahasia tetap bersembunyi, dan tanpadisadari inilah tatanan simbolik yang terus dibangun atasnama Indonesia.

SIM secara keseluruhan adalah simbol darimasyarakat kita. Semua orang tahu dan sadar akanbanyaknya kasus-kasus di masa lalu yang terpendam.Akan tetapi di saat yang sama, tidak ada orang yangtahu bagaimana membuktikannya. Mayat-mayat sudahterkubur dan tak mampu berbicara. Bukti-bukti materiyang tertinggal hanya berbentuk sistem simbol lainbernama uang dan kapitalisme yang dapat denganmudah dan cepatnya berpindah, bertransformasi, danraib. Sementara orang-orang yang mampu berbicaradan membuktikan masih bungkam karena takut. Takutakan menjadi mayat atau, ini yang sangat menyesakkan,takut kehilangan kekuasaan.

Lagi-lagi ketakutan ini menjadi kebiasaan.Kecurangan, KKN, dan skandal diakui sebagai suatumomok namun terus dilakukan. Hal ini dilakukan disegala kelas dari tukang becak sampai aristokrat.Semua kompak dalam membentuk struktur absurd yangmembuat pola sirkular di negara ini, karena masing-masing bekerja sama di dalam sistem ‘Soeharto’.Negosiasi dengan birokrasi yang ngejelimet, sogok kiri-kanan untuk KTP atau SIM, sampai money politicadalah sebuah bukti hegemoni sebuah tanda. Tanda yangtelah menjadi sistem dan terinternalisasi. Tanda yangkita semua kutuk namun di saat yang sama kitamaklumi. Tanda ‘Soeharto’, hegemoni yang abadimenempel pada setiap kita yang mengaku ‘Indonesia’.

Sementara itu, hantu-hantu dari ribuan korbanyang menjadi fondasi utama sistem ini, berteriak-teriakmemanggil. Tapi kita anggap mereka bagian koran atauacara TV masa lalu: sebuah berita buruk yangmenghibur. Semoga Pak Harto diterima di sisiNya.Amin.

Gambar 4

Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008

Jurnal Pendar Pena 11

Catatan Akhir1 Semiotika adalah ilmu tentang tanda. Ilmu ini pertama kalidiperkenalkan oleh Ferdinand de Saussure yang menunjukanhubungan antara penanda (signifier) dengan petanda (signified).Penanda adalah benda di dunia nyata, contohnya: pohon adalahsebuah tanda, dan kata “pohon” adalah petandanya. Sementaraitu tumbuhan berbatang besar yang ditunjukan oleh katatersebut adalah penanda. Ilmu ini terus dikembangkan olehBarthes, Culler, dan menjadi asal strukturalisme. Dari sini jugalah berkembang aliran dekonstruksi Derridayang mengkritisi sistem tersebut (Christopher Norris, 1991.Deconstruction: Theory and Practice. Routledge New York. hal1-14), serta psikoanalisa struktural Lacan yangmengombinasikannya dengan psikologi (Mark Brachner.Jacques Lacan dan Perubahan Sosial: Pengantar Kritik BudayaPsikoanalisa. Jalasutra, Jakarta). Kini semiotika menjadi salahsatu dasar kajian budaya, karena tatanan simbolik dimungkinkanoleh adanya semion.2 Tatanan simbolik adalah “…sebuah domain tempat makna-makna sosial, logika, dan diferensiasi…”. (Lacan dalam DonnyGahral Adian. Pengantar dalam Jacques Lacan dan PerubahanSosial karya Mark Brachner. Jalasutra, Jakarta). Dalam tatananinilah kita hidup menggunakan tanda: bahasa untuk bicara, uang,tulisan, dan segala hal yang membentuk diri kita.3 Ong Hok Ham. 2002 “Prabu Soeharto dan Tradisi MonarkiJawa” dalam Dari Soal Priyayi sampai Nyi Blorong: RefleksiHistoris Nusantara. Penerbit Kompas. Jakarta. hal 218.4 Jordan dan Weedon dalam dalam Chris Barker. 2005. CulturalStudies: Teori dan Praktik. penj. Tim KUNCI Cultural StudiesCenter. Bentang. Yogyakarata. hal 4665 Seno Gumira Ajidarma dan Zacky. 2002. Sukab Intel Melayu:Misteri Harta Centhini. (SIM) KPG. Jakarta.6 Benny H. Hoed menulis bahwa struktur adalah sebuah bangun,dan sistem adalah bagaimana relasi antar komponen di dalambangun tersebut bekerja. (Benny H. Hoed. 2002.“Strukturalisme, Pragmatik, dan Semiotik dalam Kajian Budaya:Sebuah Pengantar Ringkas.” Dalam Indonesia: Tanda YangRetak. Peny. Tommy Christomy. WWS. Jakarta. hal. 4)7 SIM. hal 2.8 Benny H. Hoed. 2002. hal 6.9 Kristeva dalam Barbara Johnstone. 2002. Discourse Analysis.Blackwell Publisher.10 SIM hal 1211 John Colmey dan David Liebhold. “A TIME investigationinto the wealth of Indonesia’s Suharto and his childrenuncovers a $15 billion fortune in cash, property, art,jewelry and jets” dalam Time, edisi Suharto Inc. SpecialReport: How Indonesia’s Longtime Boss Build a FamilyFortune. 24 Mei 1999.12 Jonathan Culler. 2001. The Pursuit of Signs. Routledge.London.13 Samuel Beckett adalah dramawan Irlandia yang besar di Paris.Ia adalah orang pertama yang mengawali aliran teaterAbsurdisme dengan dramanya yang terkenal, Waiting for Godot(Groove Press, Inc. 1954) Dalam SIM terdapat adegan salahsatu drama Beckett berjudul End Game di hal 75.14 Salah satu contoh film seperti ini yang paling terkenal adalahCasablanca produksi Warner Bros. Casablanca dibuat tahun1944 dan menceritakan tentang seorang pria (Humprey Bogart)yang menetap di kota netral pada zaman kekuasaan NAZIJerman. Kota Casablanca konon adalah kota transit, untukorang-orang yang ingin mengungsi dari daerah kekuasaan NAZI.Konflik dimulai ketika mantan kekasih si lelaki (IngridBergman) datang bersama suaminya untuk kabur ke Amerika.Konflik masa lalu pun muncul. Namun pada akhirnya tokohlelaki berkorban untuk mantan kekasihnya beserta suaminyaagar mereka berdua bisa pergi dari Casablanca. Dalam SIM,poster film Casablanca ditempatkan sebagai latar pada hal. 64.15 Rorty dalam Barker. hal. 499.

Nosa Normanda, S. Hum adalahalumnus S1 Program Studi SastraInggris, FIB-UI angkatan 2003dengan judul skripsi Dari Puisi/Lirik Jim Morrison Menuju FilmThe Doors: Sebuah KajianIntertekstual. Ia juga aktif menulisesei-esei budaya dan fiksi. Eseinya

pernah muncul di media sastra Aksara dan beberapaterbitan kampus IISP. Kini pemerhati budaya yang jugagitaris pada band indie Wonderbra ini bekerja di salahsatu majalah budaya di Jakarta.

Berteriak Saat yang Lain Berbisik: PenerbitBuku Komik Entertaining Comics

di Amerika Serikat Patria Pinandita Ginting Suka*

Perkembangan sejarah buku komik di AmerikaSerikat (AS) sangat terkait dengan cerita superheroes. Ini dapat dilihat dari pembagian periode yangdilakukan. Munculnya karakter Superman dalamAction Comics #1 pada tahun 1938 dijadikan tonggakawal dimulainya periode Golden Age.1 Begitu jugauntuk periode Silver Age, dibangkitkannya kembalicerita The Flash di dalam Showcase #4 pada 1956dianggap sebagai awal periode tersebut. Masa-masaberikutnya, cerita super heroes lainnya seperti X-Men,Spider-Man, dan Batman mendominasi perkembanganbuku komik.2 Bahkan beberapa tahun belakangan inidapat kita lihat beberapa cerita super heroes yangdiangkat ke layar lebar dan memperoleh sukses.

Ini bukan berarti tidak pernah ada tema ceritalain dalam buku komik. Pada 1948, cerita roman dankriminalitas berhasil menyamai kepopuleran superheroes dan pada 1949 dominasi cerita super heroestergeser.3 Dari tahun 1950-1955, muncul satuperusahaan penerbit buku komik yang berani melawanarus dan pada akhirnya memiliki ciri khas sendiri.Perusahaan tersebut adalah Entertaining Comics(EC). Cerita horor yang mengedepankan kritik sosialterhadap norma masyarakat menjadi ciri khas EC.4

Tulisan ini akan menceritakan kisah EC mulai dariberdirinya, keunikannya, hingga kejatuhannya.

Berdirinya ECSejarah berdirinya EC dimulai ketika seorang

bernama Max Gaines mendirikan Educational Comicspada 1946. Judul-judul seperti Picture Stories from theBible, Picture Stories from American History, dan

16 Nelson Goodman mengatakan, “…for reality in a world…islargely a matter of habit.” (Nelson Goodman. 1978. Ways ofWorldmaking. Hackett Publishing Company. Indianapolis. hal20)

Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008

Jurnal Pendar Pena12

Animal Fables diterbitkan olehnya. Namun cerita-cerita pendidikan seperti itu tidak digemari olehpembaca. Pada 1947, Max Gaines tewas dalamkecelakaan dan digantikan oleh anaknya William M.Gaines. Dia segera mengganti cerita-cerita pendidikandengan cerita roman, kriminalitas, dan Western. Inidilakukan untuk mengikuti trend buku komik pada saatitu.5

Keunikan ECPada 1950, William M. Gaines memutuskan

untuk menciptakan apa yang disebutnya sebagai “NewTrend”. Ini terdiri dari cerita horor (Tales from theCrypt, The Vault of Horror, dan The Haunt of Fear),cerita science fiction (Weird Fantasy dan WeirdScience), cerita kriminalitas (Crime Suspen Storiesdan Shock Suspen Stories), cerita perang (Two-FistedTales dan Frontline Combat), dan cerita humor satir(Mad). Seiring dengan ini, nama Educational Comicsdiganti menjadi Entertaining Comics (EC).

EC memiliki keunikan dari segi cerita dengantopik dewasa yang diangkatnya, seperti pembunuhan,nafsu birahi manusia, dan konflik politik. Tapi yangpaling menonjol adalah kritik sosial yang dilakukannya.Sebelum peristiwa Montgomery Buss Boycott yangdilakukan oleh Rosa Parks pada tahun 1955, EC sudahmenerbitkan cerita tentang segregasi ras. Baik itudengan latar belakang kehidupan sehari-hari ataupunscience fiction. Isu Red Scare (ketakutan terhadapkomunisme) digambarkan EC sebagai sebuah sikapyang dapat membahayakan kehidupan demokrasi AS.Di tengah masa kemakmuran dan konsensus PerangDingin, EC melakukan dekonstruksi terhadap normamasyarakat AS dan mempertanyakan kebenarannya.6

Hal yang perlu diperhatikan di sini adalah sikap“pemberontakan budaya” yang dilakukan EC, terjadisebelum konsep Counter Culture populer.7

Cerita buku komik EC berkembang menjadicerita kritik sosial tapi dengan menegaskan gambarkesadisan, pembunuhan, dan kegilaan. Walaupun begitupendekatan penulisan yang dipakai tetap bersandar padaunsur realisme.8 Gaya penceritaan seperti ini semakinmenegaskan sikap EC yang secara eksplisit menentangbudaya teknokrat9 serta persepsi bahwa AS adalahbangsa yang dapat menjadi panutan bagi bangsa lain didunia. Persepsi ini terkait dengan konsensus PerangDingin dan penyebaran demokrasi di dunia yang sedangdilakukan AS pada saat itu.

Keunikan lain dari EC ialah penghargaannyakepada seniman penggambar buku komik. Padahal padasaat itu penghargaan terhadap para seniman tersebuttidaklah besar.10 Industri buku komik pada saat itu, lebihmenganggap mereka sebagai pekerja biasa daripadaseniman. Penghargaan yang mereka dapatkan dari ECtampaknya dapat menjelaskan pernyataan Weiner yangdi dalam bukunya, The Rise of the Graphic Novel,menyebutkan bahwa EC memiliki kualitas gambar yanglebih dibandingkan dengan penerbit buku komik

lainnya.11 Para seniman penggambar buku komik yangberkualitas tampaknya lebih memilih untuk bekerja diperusahaan yang menghargai mereka.

Jatuhnya ECKritikan masyarakat terhadap buku komik telah

ada sejak tahun 1940 dalam bentuk artikel yang dimuatdi Chicago Daily News pada tanggal 8 Mei. Penulisartikel itu, Sterling North, berpendapat bahwa bukukomik akan membuat para pembacanya, anak-anak,menjadi sebuah generasi yang liar atau tidak teratur.Menurut North, hal ini dapat terjadi karena hampirsemua anak-anak di AS membaca buku komik yangisinya dipenuhi dengan gambar kekerasan.12

Pada tahun 1954, terbit sebuah buku denganjudul Seduction of The Innocent yang ditulis olehseorang psikolog bernama Dr. Fredric Wertham. Didalam buku itu, Wertham menyebutkan bahwa bukukomik adalah sebuah bentuk hiburan bagi anak-anakyang luput dari pengawasan orangtua dan memilikipengaruh negatif yang sangat besar. Menurut Wertham,salah satu pengaruh buku komik yang mengkhawatirkanadalah perkembangan perilaku kekerasan pada anak-anak.13 Selain itu Wertham juga menyinggung masalahseksualitas pada komik.14 Menurutnya kedekatan tokohBatman dengan pendampingnya, Robin, merupakanbentuk penyampaian homoseksualitas. ArgumenWertham tersebut menjadi dasar ilmiah bagi paraorangtua, yang merasa khawatir terhadap bacaan anak-anak mereka, untuk meminta pemerintah agarmengeluarkan peraturan mengenai penerbitan bukukomik.15

Dapat dilihat bahwa kritikan-kritikan di atasadalah hasil interpretasi atau pendapat dari ahli danbeberapa penulis mengenai sumbangsih buku komikterhadap perilaku negatif kalangan muda, secaraimplisit. Intinya terdapat unsur kekerasan dalam bukukomik. Maka dari itu EC yang memulai kepopuleran,serta membuat secara eksplisit, cerita kesadisan,kematian, dan kebrutalan menjadi sorotan utama diPenyelidikan Sub-Komite Senat AS terhadapkriminalitas kalangan muda pada tanggal 21 April 1954.Terlebih lagi William M. Gaines merupakan satu-satunyapenerbit yang hadir secara langsung pada sesi tanyajawab dengan Sub-Komite Senat. Penerbit yang lainhanya diwakili oleh Business Manager mereka.16

Beberapa buku komik terbitan EC dijadikancontoh oleh para Senator untuk menyelidiki hubunganbuku komik dengan perilaku kriminal kalangan muda.Begitu juga para ahli menggunakan buku komik terbitanEC untuk mengkaitkan buku komik dengan perilakukriminal kalangan muda.17 Namun tampaknya sudahada apriori dalam masyarakat AS bahwa buku komikmenyebabkan kalangan muda melakukan tindakankriminal. Ini tampak jelas dari tulisan Profesor HarveyW. Zorbaugh, editor dari Journal of EducationalSociology yang menuliskan bahwa buku komik

Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008

Jurnal Pendar Pena 13

merupakan kambing hitam dari usaha masyarakat untukmenjelaskan mengapa anak-anak dan anak mudamelakukan tindakan kriminal, di Journal ofEducational Sociology pada tahun 1949.18

Sebelum Sub-Komite Senat mengeluarkan hasilkeputusan mereka, para penerbit buku komikmelakukan self-regulation untuk meyakinkan paraorang tua mengenai kelayakan buku komik sebagaibacaan kalangan muda. Bentuk self-regulation tersebutadalah didirikannya Comics Magazine Association ofAmerica (CMAA), pada bulan September 1954 yangkemudian membentuk badan sensor Comics CodeAuthority (CCA). Setiap penerbit yang bergabungdengan CMAA harus menyerahkan karya merekasebelum diterbitkan ke CCA, untuk kemudian dilihatapakah sesuai dengan peraturan yang telah mereka buat.Apabila disetujui maka mereka akan memperoleh Sealof Approval. Apabila tidak, maka akan dikembalikanke penerbit dengan saran perbaikan.

EC yang menjadi sorotan utama pada saatPenyelidikan Sub-Komite, semakin memperoleh kritikandan tekanan dari masyarakat ketika William M. Gainesmenolak untuk bergabung dengan CMAA. Namunangka penjualan yang menurun memaksa dia untukmenerima keberadaan badan sensor itu dan bergabungdengannya. Walaupun setelah itu EC tidak lagimenerbitkan cerita horor dan kriminalitas namun bukukomik yang diterbitkannya memperoleh Seal ofApproval, angka penjualan tidak membaik. Padaakhirnya EC terlibat dalam hutang.19

William M. Gaines berhasil mempertahankanpenerbitan Mad dengan mengubah formatnya dari bukukomik berwarna menjadi majalah bergambar hitamputih. Dengan perubahan format maka Mad tidaktermasuk dalam definisi buku komik dan bisa menghindaripensensoran.20 Tampaknya humor satir yang sejak awalmenjadi ciri khas Mad tidak memicu kemarahanmasyarakat. Kesuksesan Mad sebagai majalah humorhitam putih mencegah EC mengalami kebangkrutan.21

Saat ini Mad tidak lagi membawanama EC dan menjadi salah satumajalah humor yang terkenal.

Catatan Akhir1 Steve Duin & Mike Richardson, 1998, Comics Between thePanels, Milwaukie: Dark Horse Comics, Inc., hal. 201.2 Bradford W. Wright, 2001, Comic Book Nation: TheTransformation of Youth Culture in America, Baltimore: TheJohn Hopkins University Press, hal. 265.3 Trina Robbins, 1999, From Girls to Grrrlz: A History of @&Comics from Teens to Zines, San Francisco: Chronicle Books,hal. 50—54. Lihat juga Lihat Les Daniels, 2003, DC Comics: ACelebration of the World’s Favorite Comic Book Heroes, NewYork: Bilboard Books, hal. 106—107. Lihat juga Les Daniels,1993, Marvel: Five Fabulous Decades of the World’s GreatestComics, New York: Harry N. Abrams Inc., Publishers, hal. 58.Lihat juga Wright, Op. Cit., hal. 79.4 Wright. hal. 136.5 Ibid. hal. 135.6 Ibid. hal. 152-153.7 Istilah Counter Culture baru mulai dikenal pada periode 1960-an. Untuk lebih jelasnya lihat Theodore Roszak, 1969, TheMaking of A Counter Culture: Reflections on the TechnocraticSociety and Its Youthful Opposition, New York: Doubleday &Company, Inc.8 Roger Sabin, 1996, Comics, Comix & Graphic Novels: AHistory of Comic Art, London: Phaidon Press Limited, hal. 679 Roszak mendefinisikan teknokrasi sebagai bentuk sosial darimasyarakat industri yang telah mencapai puncak dari integrasiorganisasinya. Dalam hal ini setiap anggota masyarakat bekerjauntuk kepentingan masyarakat teknokrat secara umum. Contohkepentingan umum dari masyarakat teknokrat adalah adanyaefisiensi pekerjaan serta perwujudan dan koordinasi dari sumberdaya manusia yang ada. Roszak. Op. Cit., hal. 4210 Sabin. Op.Cit., hal. 67.11 Stephen Weiner, 2003, Faster Than A Speeding Bullet: TheRise of the Graphic Novel, New York: NBM Publishing inc., hal.6.12 Wright. Op. Cit., hal. 27.13 Ibid., hal. 92—98.14 Daniels, Marvel, Op. Cit., hal. 71—72.15 Daniels, DC Comics, Op. Cit., hal. 114.16 Wright. Op. Cit., hal. 169.17 Ibid., hal. 165-167.

Logo E.C

Patria Pinandita Ginting Suka,MA adalah alumnus S1 ProgramStudi Ilmu Sejarah FIB-UI angkatan2001 dengan judul skripsi “BukuKomik Sebagai Bentuk BudayaPopuler di Kalangan MudaAmerika Serikat tahun 1956-1969”. Ia juga sempat menjadi ketuaStudi Klub Sejarah (SKS). Ia baru sajamenyelesaikan studi S2 Advertising &

Marketing di Leeds University Business School,University of Leeds, UK dengan tesis RelationshipMarketing in the Context of Indonesian PoliticalParty Membership: Towards a Conceptional Model& Hypotheses. Saat ini sedang bekerja menjadi staffuntuk salah satu anggota DPR dalam kegiatan diparlemen dan partai. Contoh Komik EC

Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008

Jurnal Pendar Pena14

“Benny n Mice”(Sebuah Selayang Pandang mengenai

Kenyataan yang Fiksi)

Pada Harian Kompas edisi hari Minggu memuatbeberapa kartun yang menarik untuk disimak. ContohnyaKonpopilan, Panji Koming, Sukribo maupun Timun.Namun yang menjadi perhatian saya adalah salah satukartun, juga di rubrik itu, yang berjudul Benny n Mice.Kartun ini menggambarkan dua orang laki-laki dankehidupan mereka dalam sebuah latar yang disebutJakarta. Benny n Mice merupakan karya BennyRachamadi dan Muchammad Misrad, yang padaawalnya menulis kartun ini dengan judul LagakJakarta. Karya ini sendiri, mengutip pengantar dalambuku Lagak Jakarta edisi 1 dan 2, berawal dari suatuniatan untuk menggambarkan kehidupan ibukota Jakartadan mencoba membagi penggambaran ini kepadakhalayak pembaca yang lebih luas.

Jakarta yang menjadi setting atau latar darikartun ini merupakan suatu kota yang menjadi tujuandan daya tarik bagi semua lapisan masyarakat di negeriini. Tak terkecuali kita, para mahasiswa. Kita, baiksecara langsung maupun tidak langsung, memandangJakarta sebagai tujuan dan terpanggil oleh daya tariknyayang begitu memikat. Keragaman, pluralisme dan apayang disebut suatu kehidupan multikultur pada akhirnyabukan hanya menjadi suatu wacana di ibukota negaraini. Melting pot 1 yang bernama Jakarta pun menjadisuatu bagian yang akhirnya tidak terpisahkan dalamkehidupan kita. Apa dan bagaimana pemikiran dantingkah laku sosial pun menjadi suatu ciri khas yangmenandai kehidupan yang pluralisme ini. Berawal darikeadaan-keadaan ini, Benny Rachamadi danMuchammad Misrad menciptakan sebuah kartunsebagai usaha merepresentasikan kehidupan Jakarta.

Lahirnya Lagak Jakarta merupakan sebuahsociological report mengenai kehidupan Jakarta.Laporan sosial ini dituangkan dalam bentuk karya yangmenarik yaitu kartun. Bentuk karya sastra gambarsemacam ini sudah dikenal sejak lama sebagai karyasastra yang lucu dan menarik. Dalam hal ini, lucu tidakselalu dikategorikan sebagai konsumsi untuk anak-anaksaja dan dibatasi oleh usia, namun lebih pada bagaimanakita menikmatinya. Pemilihan bentuk ini menjadi cirikhas tersendiri, di mana pendapat yang diungkapkandibungkus dengan manis. Saat membaca karya ini kitaseakan-akan mentertawakan diri sendiri dengan puasketika sedang berkaca. Saya pribadi melihat konsep lucuini sebagai sesuatu yang harus kita nikmati. Tanpa

lelucon, yang tersisa hanyalah kekacauan danketidakberesan. Beberapa kutipan di bawah ini mungkindapat membantu kita menertawakan kenyataan yangtidak lucu.

After God created the world / He mademan and woman / Then to keep the whole / Things

from collapsing / He invented humor [Mark McGinnis]

[Laughter is wine for the Soul / Once we canlaugh, we can live / It’s the hilarious declaration /

made by man that his life is / worth living ]

Wacana untuk melahirlah sebuah kenyataanyang lucu dan menghibur ini membawa pada hipotesamengenai konsep Beny n Mice. Hipotesa ini timbulketika saya mencoba melihat Benny n Mice sebagaisuatu sociological report atas kehidupan Jakarta. Adahal menarik yang perlu dibaca sebelum kita tertawasambil menikmati Benny n Mice yaitu, “real story morefictitional than fiction”. Melihat hal itu, timbul suatupertanyaan tersendiri dalam pikiran kita: Apa yang lebihfiksi? Keadaan sebenarnya ataukah fiksi itu sendiri?

Hipotesa ini sendiri merupakan sisi yangmenarik dari cara pandang kita atas suatu karya sastra.Pertama, jika kita melihat kesamaan tokoh fiksi yangcoba ditampilkan sebagai representasi dari keadaanyang sebenarnya. Beberapa contoh untuk hal ini dapatditemukan dalam tokoh Biedermeier2 padakesusasteraan Jerman atau pun tokoh paman Goberdalam cerpen Seno Gumira Ajidarma.3 (Yang terakhirberkaitan dengan meninggalnya alm. Bapak Soeharto).

Biedermeier sendiri merupakan suatu karyafiksi yang diciptakan pada suatu zaman kesusasteraandi Jerman. Tokoh ini merupakan sosok yang diciptakansebagi suatu humor kritis yang mereflesksikan keadaandi sana saat itu. Tokoh ini punya kemiripan dengankonsep tokoh Kabayan di Indonesia. Sedangkan PamanGober dalam karya Seno Gumira Ajidarma digambarkansebagai seorang bebek tua yang kaya raya. Saking kayarayanya, ia sampai tidak tahu apa yang dilakukannya.Ia manut dan iya saja ketika dicalonkan sebagai ketuaperkumpulan bebek-bebek kaya di kota bebek, meskipunteman-teman dan saudara-saudaranya menyarankanagar ia berhenti dan menikmati masa tuanya. Selain itusemua orang di kota bebek juga bertanya-tanya kapanPaman Gober meninggal.

Keduanya merupakan konsep tokoh fiktif yangtidak nyata dan hanya berada dalam dunia fiksi. Apayang membuatnya menjadi nyata adalah pikiran dan apayang direferensikan pembaca. Sebagai contoh,bagaimana tercipta suatu “kedekatan” antara fiksidengan kenyataan dalam hidup kita.

Kedekatan yang terjadi dan dimaksudkan di siniadalah bagaimana kita melihat atau memandangrepresentasi keadaan sosial yang coba diangkat penulis.Kembali ke Benny n Mice, apakah laporan ini memangmenampilkan identitas para penghuni Jakarta? Sebelum

Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008

Jurnal Pendar Pena 15

menelaah pertanyaan itu, saya mengutip percakapansalah seorang dosen cultural studies di FIB. Kita ambilcontoh sebuah majalah yang menampilkan gambarkarikatur Kota Berlin. Berlin dalam gambar tersebutdiperjelas dengan adanya gambar Brandenburger Tor.Dosen tersebut kemudian bertanya kepadamahasiswanya, apakah gambar ini sendirimenggambarkan keadaan kota Berlin yang sebenarnya?Jawabanya tentu saja tidak. Ia merupakan representasikota Berlin, namun tak berarti gambar itu adalah Berlinyang sebenarnya.

Kedua, jika kita melihat gambaran yangditampilkan Benny n Mice, berkaitan dengan apa yangmenjadi tema atau bahan dari kartun tersebut, selaluditemukan hal-hal yang “dekat” dengan keseharianJakarta. Hal-hal yang dekat ini tidak hanya meliputikeadaan sosial yang terjadi di masyarakat, melainkanjuga trend yang berkembang, pola pikir dan tentunyabagaimana pandangan dan pluralisme pemikiranindividu-individu yang ada.

Oleh karena itu, meminjam sebuah kata JermanZeitgeist (semangat zaman), maka apa yang cobaditampilkan Benny n Mice merupakan semangat yangmewakili zaman yang terjadi. Seperti contoh, saatkrismon 1998, ataupun saat trend kontes artis instant,maupun banjir besar melanda Jakarta. Hal-hal semacamini kemudian ditampilkan dan disajikan kepada kitasebagai suatu potret kehidupan.

Salah satu contoh adalah saat Benny n Micemengangkat tema trend artis dan seniman. Pada edisiitu, digambarkan seorang anak laki-laki yangmengutarakan cita-citanya kepada orang tuanya untukmenjadi seniman. Apa yang didapat si anak ialah cibirandan hinaan dari orang tuanya; “Seniman ??? Mau jadigembel kamu?”. Digambarkan pula anak perempuandari keluarga yang sama mengutarakan cita-citanyamenjadi artis, maka justru kedua orang tuanyamendukung; “wah artis, kamu mau jadi kayak DesyRatnasari?”. Judul dari episode itu sendiri adalah “artis= seniman”. Menurut saya ini adalah cara yang lucudan menghibur dari kedua pengarang untuk menampilkandan mengkritik pola pikir masayarakat saat ini.

Kembali pada pertanyaan, apakah hal-halseperti ini merupakan suatu kenyataan atau fiksi?Maka, kita kembali lagi pada ungkapan di atas yaitureal story more fictitional than fiction. Apa yang kitabaca dan kita saksikan adalah sebuah hal nyata yangfiksi, lebih fiksi dibanding fiksi itu sendiri. Hal-hal inidibungkus dan dikemas dalam bentuk dari karya sastra.

Akhir kata, setelah semua uraian dan hipotesayang coba saya ungkapkan di atas, apakah yang dapatkita ambil? Seperti yang telah diungkapkan seorangDramaturgie4 (ahli drama) Jerman G.E.Lessing, yangmenolak pandangan Aristoteles bahwa drama atauteater itu bukan suatu tiruan dari alam. Lessingberpendapat bahwa drama adalah suatu hal yangmemang artifisial dan buatan. Oleh karena itu kita harus

menghilangkan ‘ilusi’ yang membungkus kesadaran kita,dan melihat hal itu sebagai suatu karya manusia.

Maka apa yang kita dapat kemudian adalahsuatu “PR” bagi pemikiran-pemikiran kita masing-masing secara kolektif. Apakah anda akanmentertawakan diri anda di depan cermin (seperti saya)dan kemudian memikirkan bagaimana seluruh prosespengidentitifikasian ini terjadi?; memikirkan bagaimanaidentitas-identitas yang ditampilkan dengan lucu danfamiliar?; ataukah anda akan menikmatinya?; ataumungkin tidak memperdulikannya? Semuanya terserahanda. Maka, selamat berkaca dalam fantasi.

Catatan Akhir1 Melting pot is a place where large numbers of people fromdifferent countries live together2 Biedermeier adalah zaman yang dalam kesusasteraan Jermansetelah kematian Hegel pada tahun 1831 dan Johan Wolgang vonGoethe pada tahun 1832. Pada masa ini orang ingin menciptakanantitesa yang berhubungan dengan teori dari Hegel. Latarbelakang dari masa ini adalah revolusi industri yang terjadi. Padamasa ini terdapat apa yang disebut Fligenden Blätter ( 1815-1848 ) yang merupakan sebuah humor pada masa itu dankemudian menciptakan suatu tokoh yang tidak punya pendiriandan merupakan suatu kritik terhadap masa itu yaitu, GottliebBiedermeier.3 Cerpen paman Gober merupakan salah satu cerpen dalamkumpulan cerpen “Iblis tak pernah mati” karya Seno GumiraAjidarma. Kumpulan cerpen ini mengambil setting kejadian-kejadian yang terjadi pada tahun 1998.4 Dramaturgie : Wissenschaft vom Drama u. seiner Gestaltungauf der Bühne, Schauspielkunde; (auch) Sammlung von

Adit, begitulah teman-temanbiasa memanggilnya.Ia adalahalumnus program studi SastraJerman angkatan 2002,Fakultas Ilmu PengetahuanBudaya, Universitas Indonesia.

WARTA :

Seren Taun di Kampung Budaya Sindangbarang

Seren Taun adalah upacara adat Sunda yangsudah dikenal sejak ratusan tahun lalu. Upacara inidiselenggarakan sebagai ungkapan rasa syukurmasyarakat Sunda pada dewi Sri Rumbyang Jati atauNyi Pohaci (Dewi Kesuburan Padi) sertapenghormatan pada dewa Kuwera Bakti (DewaKesuburan Tanah dan Peternakan) atas hasil panenyang diperoleh serta meminta berkah untuk hasil panenberikutnya. Awalnya, Seren Taun murni merupakanaktivitas budaya orang Sunda yang belum bercampurdengan agama luar. Ketika pengaruh Islam mulaimenjamah masyarakat Sunda, ada beberapa ketentuandalam upacara ini yang berubah. Diantaranya,

Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008Nomor 3, Tahun Pertama, Februari 2008

Jurnal Pendar Pena16

penyelenggaraan Seren Taun dilaksanakan bertepatandengan bulan Muharam (bulan pertama dalampenanggalan hijriah), doa-doa yang dilantunkanbernafaskan Islam, ungkapan rasa syukur diajukankepada Tuhan Yang Maha Esa, dll.

Rangkaian acara Seren Taun Guru Bumi diSindangbarang diselenggarakan tanggal 23-27 Januari2008 di Kampung Budaya Sindangbarang (KBS) yangterletak di Kaki Gunung Salak, Desa Pasir Eurih, TamanSari, Bogor, Jawa Barat. Seren Taun kali ini memilikibeberapa perbedaan dengan upacara yang sama daritahun-tahun sebelumnya. Kali ini, Seren Taun GuruBumi didahului acara Sunatan massal yang diikuti 25peserta (Kamis, 24 Januari). Lokasi upacara punberbeda dari tahun-tahun sebelumnya yakni diadakandi Kampung Budaya Sindangbarang. Sebelumnya(2006 dan 2007) Seren Taun dilangsungkan di lapanganInpres Sindangbarang. Sedangkan acara lainnya sepertiziarah ke kuburan para leluhur, mengambil air dari 7mata air (Cai Kukulu), sedekah kue, penyembelihankerbau, ngarak dongdang, gelaran kesenian, upacaramajikeun pare sampai berebut dongdang tetapdilangsungkan sebagaimana mestinya.

Seren Taun 2008 di Sindangbarang adalah yangketiga kalinya semenjak terhenti selama 35 tahun (1971-2006). Kegiatan adat tersebut terhenti karena berbagaifaktor. Salah satunya, adanya kebijakan pemerintahakibat anggapan bahwa kegiatan adat Seren Taun“melanggar” Pancasila. Seren Taun dikatakan sebagairitual agama adat Sunda yang tidak sesuai dengan limaagama sah pemerintah. Seren Taun kemudiandihidupkan kembali di alam masyarakat SundaSindangbarang, agar warisan adat istiadat nenekmoyang itu tidak luntur dimakan waktu dan mampubertahan dari serangan budaya luar yang kian liarmenjalar.

Upaya revitalisasi budaya adat Sunda diSindangbarang tidak lepas dari perjuangan sertapengorbanan material dan spiritual keluarga besarSumawijaya. Itikad baik tersebut harus segeradioptimalkan. Apalagi upaya menggairahkan kembalikegiatan adat yang sudah lama terhenti, bukanlah sebuahtugas sederhana dan gampang. Butuh waktu danperjuangan tanpa henti agar semangat masyarakatsetempat kembali berkobar, khususnya di kalangangenerasi muda yang sudah tersentuh budaya moderndengan saring budaya yang tipis.

Maka untuk mempertebal saring budayatersebut, direncanakanlah penghidupan kembali wajahtradisional masyarakat Sunda. Upaya tersebutdikonkretkan dengan dibuatnya Kampung BudayaSindangbarang. Pembuatan Kampung Budaya (8.600m2) adalah hasil kerjasama pihak pemerintah Kab.Bogor, pemerintah Prov. Jawa Barat, keluarga besarAcmad Mikami Sumawijaya (pimpinan Padepokan GiriSundapura sekaligus pengusaha), dan beberapa penelitiArkeologi dari FIB-UI.

Gagasan pendirian KBS dilatarbelakangi olehkian mengendurnya gairah budaya tradisionalmasyarakat Sindangbarang. Ditemukannya beberapasitus megalitik di Sindangbarang sebanyak 53 lokasisitus oleh tim arkeologi FIB-UI turut berandil dalamrencana revitalisasi ini. Wilayah Sindangbarang ternyatakaya akan warisan masa lampau Kerajaan SundaPajajaran abad 14-15. Maka pembentukan kawasanbudaya di Sindangbarang dirasa perlu sebagai penahanpondasi budaya yang kian rapuh bagi masyarakatsetempat.

Penyelenggaraan upacara adat Seren Taun diKampung Budaya Sindangbarang merupakan upayajitu. Dengannya, masyarakat sekitar dapat merasakannuansa alam dan bangunan fisik di KBS yang saratdengan wajah tradisional. Pemindahan lokasi latihanpadepokan Giri Sundapura ke KBS turut pulamenggairahkan semangat kesenian tradisional Sundadi kawasan KBS. Panorama alam dan contoh bangunanadat Sunda yang dibuat sebaik mungkin di KBS adalahlangkah awal menumbuhkan kembali semangat budayasetempat yang kian hari semakin tergerus oleh zaman.

Di KBS masyarakat dapat melihat beberapabagunan adat yang sudah jarang ditemukan di daerahsekitar, seperti Leuit (Lumbung Padi), Lesung Indung(tempat menumbuk padi), Sawung Talu (tempatpertunjukan), Bale Pangriungan (Balai Pertemuan),beberapa Imah, yaitu Imah Gede (bangunan utamatempat kepala adat), Imah Girat Serat (tempatsekretariat adat), Imah Pesanggrahan (wisma tamu),Imah Panengen (rumah aparat adat bidangpemerintahan), dan Imah Pangggiwa (rumah aparatadat bidang kesejahteraan masyarakat).

Diharapkan dengan hadirnya KampungBudaya Sindangbarang, masyarakat sekitar dapat lebihmengenal dan merasakan kembali jiwa budaya merekayang telah lama terpenggal oleh ruang dan waktu.Terpenting jangan sampai upaya revitalisasi budayatersebut hanya dijadikan kamuflase oleh pihak-pihakyang bermain ditataran penanaman saham dankeuntungan semata. (redaksi).

Redaksi Pendar Pena