faktor virulensi bakteri
TRANSCRIPT
Faktor Virulensi Bakteri
Transmisibilitas: Tahap pertama dari proses infeksi adalah masuknya mikroorganisme ke dalam inang melalui satu atau beberapa jalur: pernapasan, pencernaan (gastrointestinal), urogenitalia, atau kulit yang telah terluka. setelah masuk, patogen harus melalui brmacam-macam sistem pertahanan tubuh sebelum dapat hidup dan berkembangbiak di dalam inangnya.Contoh sistem pertahanan inang meliputi kondisi asam pada perut dan saluran urogenitalia, fagositosis oleh sel darah putih, dan bermacam-macam enzim hidroitik dan proteolitik yang dapat ditemukan di kelenjar saliva, perut, dan usus halus.Bakteri yang memiliki kapsul polisakarida di bagian luarnya seperti Streptococcus pneumoniae dan Neisseria meningitidis memiliki kesempatan lebih besar untuk bertahan hidup
Pelekatan: Beberapa bakteri seperti Escherichia coli menggunakan en:pili untuk melekat pada permukaan sel inang mereka.Bakteri lain memilki molekul adhesi/pelekatan pada permukaan sel mereka atau dinding sel yang hidrofobik seingga mereka dapat menempel pada membran sel inang.Pelekatan meningkatkan virulensi dengan cara mencegah bakteri terbawa oleh mukus atau organ karena aliran cairan seperti pada saluran urin dan pencernaan.
Kemampuan invasif: bakteri invasif adalah bakteri yanf dapat masuk ke dalam sel inang atau menembus permukaan kelenjar mukus sehingga menyebar dari titik awal infeksi.Kemampuan invasif didukung oleh adanya enzim yang mendegradasi matriks ektraseluler seperti kolagenase.
Toksin bakteri: Beberapa bakteri memproduksi toksin atau racun yang dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu: endotoksin dan eksotoksin.Eksotoksin adalh protein yang disekresikan oleh bakteri gram positif dan gram negatif. Di sisi lain, endotoksin adalah lipopolisakarida yang tidak disekresikan melainkan terdapat pada dinding sel bakteri gram negatif.
***
FAKTOR VIRULENSI YANG MERUSAK INANG
FAKTOR VIRULENSI YANG MERUSAK INANG
Komponen seluler yang berpengaruh terhadap virulensi yang merusak inang menurut
Kusnadi (2003), antara lain sebagai berikut.
1) Asam teikoat
Dalam dinding sel, asam teikoat berhubungan dengan peptidoglikan pada suatu tempat
yang tak larut dan membutuhkan enzim litik untuk pelepasannya. Asam teikoat ribitol tidak
ditemukan pada S. Epidermidis yang mengandung asam teikoat gliserol. Sebagian besar orang
dewasa mempunyai reaksi hipersensitif kutanea dengan perantara asam teikoat dan ditemukan
persipitasi tingkat rendah dalam serumnya. Kenaikan tingkat antibodi asam teikoat yang
disebabkan penyakit Staphylococcus saat ini seperti endokarditis atau bakterimia karena
keterlambatan pengobatan antibiotik. Asam teikoat ekstraseluler mampu merespon
penyelenggaraan komponen komplemen pereaksi-awal sampai ke komplemen C5 dalam serum
manusia.
2) Asam lipoteikoat (LTA)
Pada suatu organisme yang menginfeksi inang harus mampu melekat pada suatu tempat
dari permukaan sel sebagai jalan masuk. LTA merupakan suatu molekul amfifatik dan amfoterik.
LTA sangat toksik untuk berbagai sel inang dan memiliki kemampuan aktivitas biologi
berspektrum luas. LTA dapat diidentifikasi sebagai ligan kolonisasi Stretococcus (exp.
Streptococcus pyogenes) yang membentuk kompleks jaringan-kerja dengan protein membran
dan berikatan dengan gugus lipid pada fibronektin sel epitel.
3) Kapsul polisakarida
Kapsul merupakan antifagositosis yang berperan dalam mekanisme perlindungan
terhadap fagositosis pada bakteri. Kapsul polisakarida berada dalam keadaan larut dalam cairan
tubuh yang terinfeksi. Umumnya relatif tidak beracun, tetapi pada taha yang lebih tinggi dalam
serum atau urin dapat dihubungkan dalam beberapa infeksi yang diikuti oleh bakterimia dan
suatu kecepatan kematian tinggi. Jumah polisakarida bebas yang berlebihan dapat menetralkan
antibodi antikapsul (menyebabkab antibodi tidak dapat memasuki patogen).
Sruktur kapsul juga tersusun dari bahan lendir atau glikokaleks (polimer sangat
terhidarasi yang terdapat pada permukaan sel bakteri) menjadi faktor patogen misalnya pada
strain Proteus. Selain itu kapsul polisakarida juga terdiri dari suatu polimer bercabang L-
ramnosa dan N-asetil-D-glukosamin, polimer ini spesifik ditemukan pada Streptococcus
pyogenes dengan rasio 2:1 yang rantai akhirnya merupakan penentu antigenik.
4) Protein A
Protein A merupakan antigen khusus yang 90% ditemukan pada dinding sel berikatan
kovalen dengan peptidoglikan. Selama pertumbuhan sel, protein A juga dilepaskan ke dalam
medium biakan yang terdiri dari sepertiga dari total protein A yang dihasilkan oleh bakteri
tersebut.
Protein A terdiri dari suatu rantai polipeptida tunggal dengan berat molekul 42 kDa.
Keunikan protein A yaitu memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan IgG normal dari
sebagian besar spesies mamalia. Protein A terdiri dari 5 daerah yaitu empat domain homolog
yang mengikat Fc dan yang kelima adalah domain terminal yang berikatan pada dinding sel dan
tidak mengikat Fc. Protein A menyebabkan efek biologi berupa kemotaktik, antikomplemen,
antifagosit, meningkatkan reaksi hipersensitivitas dan mrusk keping darah. Protein A merupakan
merupakan mitogenik yang mampu mengaktifkan sel natural killer (NK) manusia.
5) Enzim
a. Asam amino deaminase
Asam amino merupakan enzim yang memotong gugus amin pada asam amino sehingga
membentuk asam alfa keto untuk mengikat besi (III) bebas dari lingkungan atau dari inang untuk
keperluan metabolismenya. Bakteri membutuhkan besi terlarut sebagai suatu senyawa nutrisi
penting untuk pertumbuhan dan metabolisme terutama untuk proses reaksi reduksi dan oksidasi.
Defisiensi besi maka bakteri menghasilkan suatu agen pengikat besi (siderophore) yang
diekresikan ke sekelilingnya dan berfungsi untuk mengiakt besi dan mengangkutnya ke dalam
sel dengan menggunakan protein reseptor yang sesuai dan mekanisme transpor yang cocok.
Sintesis siderophore di bawah kendali gen kromosomal atau plasmid.
Dalam semua bentuk hubungan inang-parasit (komensal, konvensional dan patogen
oportunistik), bakteri berkompetisi dengan inangnya dalam hal besi. Protein eukariot seperti
transferrin dan laktoferrin dengan afinitas besi tinggi menyebabkan sel prokariottik kekurangan
besi.
b. Urease
Urea mewakili produk ekskresi nitrogen utama pada manusia dan sebagian besar. Urease
menghidrolisis senyawa urea dan menghasilkan amonia serta CO2 yang dapat meningkatkan pH
urin. Aktivitas urease ditemukan pada lebih dari 200 spesies bakteri Gram-positif dan Gram-
negatif. Enzim ini juga dimasukan sebagai suatu faktor yang mendukung patogenitas beberapa
bakteri twermasuk Proteus, Providencia dan Morganella. P.mirabilis dan P.penneri merupakan
salah satu contoh mikroorganisme utama yang terlibat dalam penyusunan batu dalam ginjal dan
kandung kemih. Aktivitas urease pada P.mirabilis diperantarai plasmid yang berperan dalam
menginduksi aktivitas enzim.
Dalam penelitian faksinasi sel diperlihatkan bahwa sebagian besar urease terdapat pada
bagian larutan sitoplasma P.mirabilis. berbeda dengan hasil penelitian dengan mikroskop
elektron, urease pada bakteri ini ditemukan berhubungan dengan periplasma dan membaran luar.
Peranan urease pada infeksi yang sudah diteliti yaitu berperan menjadi suatu faktor virulen yang
penting pada P.mirabilis. Lipase
c. Enzim ekstraseluler
Salah satu bakteri yang dapat menghasilkan beberapa enzim yang dapat menghidrolisis
lipid yang secara keseluruhan enzim tersebut disebut lipase. Lipase aktif pada sejumlah substrat
termasuk plasma, lemak dan minyak yang berkumpul pada permukaan tubuh. Penggunaan bahan
tersebut berperan dalam kelangsungan hidup pada bakteri dan menyebabkan aktivitas terbesar
kolonisasi Staphylococcus terjadi dalam daerah kelenjar sebacea (minyak). Produksi lipase
penting dalam invasi ke jaringan kutanea dan subkutanea yang sehat.
6) Toksin
Beberapa mikroorganisme mampu menghasilkan bahan beracun yang dikenal sebagai
toksin. Kemampuan suatu organisme untuk menghasilkan suatu toksin sebagai bahan yang
memiliki efek merusak pada sel atau jaringan sel inang dan potensi toksin merupakan faktor
penting dalam kemampuan mikroorganisme untuk menyebabkan penyakit. Toksin yang
dihasilakn mikroorganisme dapat berupa:
a. Eksotoksin
Eksotosin dikkeluarkan dari sel mikroorganisme ke suatu medium biakan atau ke dalam
jaringan inang. Eksotoksin merupakan protein yang dapat dihasilkan oleh bakteri Gram-
positif dan Gram-negatif, yang biasanya memberikan efek yang spesifik pada jaringan
manusia. Eksotoksin biasanya mempunyai afinitas untuk suatu jaringan khusus dimana
eksotoksin tersebut dapat menyebabkan kerusakan. Eksotoksin kehilangan toksisitasnya jika
dipanaskan atau diberi perlakuan kimia. Fenol, formaldehida dan berbagai asam dapat
mengubah eksotoksin secara kimia sehingga kehingan toksisitasnya yang disebut toksoid.
Toksin dan tosoid mampu menstimulasi pembentukan antitoksin yaitu antibodi yang dapat
menetralkan toksisitas tosin dalam tubuh inang. Sebagai contoh Corybacterium diphteriae
tumbuh pada tenggorokan manusia kemudian eksotoksin diserap ke dalam pembuluh darah
dan menyebabkan penyakit diphteria.
b. Enterotoksin
Merupakan eksotoksin yang bereaksi dalam usus halus yang umumnya menyebabkan
pengeluaran cairan secara besar-besaran ke dalam lumen usus menimbulakan symptom diare.
Enterotoksin dihasilkan oleh bermacam-macam bakteri termasuk organisme peracun
makanan seperti Staphylococcus aureus, Clostridium perfringens dan Bacillus cereu, serta
patogen usus seperti Vibrio cholerae, Escherichia coli, dan Salmonella enteritidis.
Pada E.coli enterotoksin dikode oleh plasmid yang juga berperan dalam mengkode untuk
sintesis antigen permukaan spesifik yang sangat dibutuhkan untuk penyerangan
enteropatogenik E.coli kepada sel epitel internal. Faktor virulensi utama yang dihasilkan oleh
Vibrio cholerae merupakan enterotoksin ekstraseluler kuat yang berperan pada sel usus kecil.
c. Endotoksin
Beberapa mikroorganisme khususnya pada bakteri Gram-negatif tidak dapat mengeluarkan
toksin terlarut tetapi membuat suatu endotoksin yang dibebaskan ketika sel mengalami
pembelahan, lisis dan mati. Endotoksin dari bakteri ini merupakan komponen struktural
membran luar dari dinding sel yang merupakan polisakarida (lipid A). Endotoksin
merupakan racun yang efekfif pada tempat terikatnya (menjadi bagian dari dinding sel yang
utuh) dan ketika dilepaskan sebagai produk litik pada pembelajhan sel. Endotoksin lebih
stabil terhadap pemanasan, tidak membentuk tosoid dan kurang toksik. Endotoksin
bertanggungjawab untuk beberapa gejala penyakit seperti demam dan shock.
d. Hemolisin
Merupakan enzim ekstraseluler yang bersifat toksik dan merupakan bahan yang
menghancurkan sel darah merah dan melepaskan hemoglobin. Strain hemolitik ini lebih
virulen daripada strain yang nonhemolitik. Hemolisin bakteri dari beberapa spesies yang
berbeda dalam senyawa kimia alaminya dan caara aksinya. Beberapa hemolisin
menghasilkan perubahan yang dapat dilihat pada lempeng agar darah.
7) Toksin Tetanus
Semua gejala pada tetanus menandakan secara ekstrim neurotoksin, tetanospasmin
toksin, merupakan toksin intraseluler yang dilepaskan melalui autolisis seluler. Toksin tetanus
merupakan salah satu dari sebagian senyawa bracun, toksisitasnya hanya bisa dibandingkan
dengan toksin botulinum dan toksin disentri Shigella. Salah satu contoh mikroorganisme yang
menghasilkan toksik ini yaitu Clostridium tetani, toksin yang dihasilkan oleh bakteri tersebut
merupakan protein yang tidak tahan panas yang dapat dinonaktifkan dengan pemanasan pada
suhu 60ºC selama 20 menit.
8) Verotoxin
Verotoksin dapat ditemukan pada Escherichia coli yang menghasilkan paling sedikit dua
sitotoksin ’human-derived’ dan satu ’porcine derived’. Verotoksik merupakan toksik yang
memberikan efek sitotoksik irreversibel toksin pada kultur sel Vero (suatu galur yang
dikembangkan dari sel ginjal monyet hijau Afrika). Verotoksin Escherichia coli (VETC)
memiliki hubungan dengan penyakit diare, kolitis hemoragik dan sindrom uremik hemolitik
(HUS).
9) Endotoxin-Lipid A Lipopolisakarida (LPS)
Berdasarkan aktivitas biologinya, LPS merupakan endotoksin yang diketahui merupakan
faktor patogenik bakteri Gram-negatif yang dapat menyebabkan efek fisiopatologi spektrum luas
seperti demam, hipotensi, koagulasi intravaskuler yang tersebar luas dan ’shock lethal’. LPS
bebas merupakan molekul bioaktif dan dapt melewati pusat komponen lipid A pada berbagai tipe
sel terutama makrofag dan monosit.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESISTENSI SEL INANG
Setiap inang memiliki sistem pertahanan tubuh tersendiri untuk melawan suatu infeksi penyakit.
Hal ini merupakan faktor yang mempengaruhi resistensi terhadap penyakit (kemampuan untuk
mencegah penyakit) yang melekat pada setiap inang dan pada lingkungan yang dimiliki inang.
Mekanisme ini tidak melindungi secara langsung dari beberapa patogen khusus, jadi merupakan
faktor resistensi nonspesifik. Beberapa faktor ini sulit untuk dinilai secara kuantitatif. Jika suatu
inang mengembangkan mekanisme pertahanan dalam menanggapi suatu patogen spesifik atau
resistensi spesifik, inang memiliki imunitas yang menyerang patogen tersebut. Menurut Kusnadi
(2001) faktor-faktor yang mempengaruhi resistensi sel inang adalah sebagai berikut.s
1. Faktor Resistensi Lingkungan
Inang melawan secara alami dan tidak memiliki faktor nutrisi esensial yang dibutuhkan
untuk pertumbuhan mikroorganisme atau memiliki mekanisme pertahanan lain untuk melawan
infeksi oleh suatu patogen. Faktor lingkungan tertentu dari inang manusia juga dapat memainkan
suatu peranan dalam memberi kekebalan atau kerentanan terhadap infeksi. Hal ini termasuk
tekanan fisik dan emosional pada inang, umur inang, kesehatan umum, keadaan nutrisi, sosial
dan kondisi ekonomi, perlakuan terhadap sampah berbahaya dan kesehatan seseorang. Fktoer-
faktor tersebut saling berhubungan sehingga setiap faktor sulit untuk dinilai dalam mendukung
suatu proses penyakit.sewaktu-waktu faktor kerentanan melampaui faktor resistensi, sulit
seimbang antara kesehatan dan penyakit, sehingga penyakit berkembang.
Tekanan fisik dan emosi sperti kurang tidur, kegelisahan, kelelahan dan depresi membuat
seseorang lebih mudah diserang penyakit. Dalam keadaan tertekan akan terjadi peningkatan
produksi epinephrin (adrenalin) disertai oleh perubahan tingkat hormon kortikoid adrenal. Hal ini
menekan fungsi beberapa kelompok sel pertahanan dan mengurangi luasnya daerah mekanisme
pertahanan yang dipergunakan oleh tubuh. Sebagai contoh pada orang yang mengelami
perpanjangan kekurangan tidur mempengaruhi infeksi.
Umur inang juga memainkan peranan dalam kerentanan penyakit dengan usia yang
sangat muda atau sangat tua mempunyai risiko infeksi terbesar. Pada seorang anak kecil sistem
imun belum berkembang atau berpengalaman, sementara pada orang yang lebih tua hal ini bukan
lebih efisien. Jadi anak muda rentan terhadap ”penyakit anak-anak”, seperti campak dan chicken
pox. Usia tua rentan terhadap penyakit seperti pneumococcal pneumoniae.
Beberapa faktor lingkungan lain adalah kekurangan makanan dan perumahan yang di
bawah standar yang mendukung timbulnya penyakit. Sebagai contoh, suatu makanan yang
mendukung sejumlah kebutuhan protein dan vitamin secara langsung berhubungan dengan
perlindungan dari penyakit yang disebabkan oleh patogen. Protein diet (yang terkandung dalam
makanan) digunakan untuk kesehatan jaringan dan protein serum, sementara vitamin
meningkatkan efisiensi metabolisme dan memelihara kebutuhan permukaan membran dan kulit.
Seseorang yang mengerjakan pekerjaan tertentu memiliki risiko lebih besar terhadap infeksi
tertentu. Sebagai contoh, dokter gigi mempunyai risiko terinfeksi virus hepatitis B yang dibawa
dalam udara saliva dan darah pasiennya.
2. Resistensi Individu, Ras dan Spesies
Resistensi pada spesies hewan atau tumbuhan berbeda terhadap berbagai infeksi. Sebagai
contoh, Yersinia pestis dapat dibawa oleh tupai tanah sebagai penyebab penyakit yang tidak
nyata. Tetapi ketika bakteri dipindahkan oleh kutu dari tupai tanah ke manusia ini menyebabkan
penyakit yang mematikan yang disebut plague. Anjing tidak terinfeksi oleh campak, sedangkan
manusia tidak dapat terinfeksi oleh penyakit binatang. Alasan berbagai resistensi dari suatu
spesies terhadap yang lain biasanya tidak diketahui. Sifat fisiologi dan anatomi yang mendasari
suatu mikroorganisme dapat bersifat patogen untuk spesies tersebut. Sebagai contoh, karena
perbedaan pada suhu tubuh normal, beberapa penyakit dari mamalia tidak berpengaruh terhadap
ikan atau reptil dan sebaliknya. Binatang herbivora biasanya resisten terhadap penyakit enterik
karnivora, kemampuan ini disebabkan herbivora memiliki lambung yang banyak, perbedaan
flora mikroba intestin dan getah/enzim pencernaan.
Penyakit kulit dapat dialami manusia yang sangat rentan sedangkan hewan seringkali
kebal karena memiliki bulu dan kulit yang lebih tebal. Resistensi spesies merupakan rintangan
dalam penelitian biomedis, karena lebih sulit untuk meniliti penyakit yang tidak dapat
dikembangbiakkan dalam laboratorium dengan menggunakan hewan sebagai model penyakit.
Dua penyakit tersebut adalah sifilis dan kolera yang tidak dimiliki oleh hewan untuk digunakan
dalam percobaan laboratorium.
Dalam beberapa kasus, faktor genetis yang membuat ras manusia tertentu lebih kebal
terhadap suatu infeksi tertentu. Sebagai contoh, resistensi terhadap infeksi malaria yang
ditemukan terutama pada semua orang hitam Afrika. Hal ini ditandai dengan tidak adanya suatu
komponen spesifik pada membran sel darah merahnya dimana parasit malaria Plasmodium vivax
harus berikatan dalam tahap awal penyerbuan dan perbanyakan diri. Indian daratan Amerika
Utara kehilangan dua per tiga populasinya oleh smallpox dan tuberculosis karena resistensinya
terhadap penyakit ini sangat rendah. Beberapa orang kelihatan lebih atau kurang pengalaman
terhadap beberapa infeksi dari lainnya meskipun mereka mempunyai latar belakang yang sama
dan berkesempatan untuk terinfeksi. Resistensi individual tersebut merupakan kemampuan untuk
menggabungkan faktor resistensi spesifik dan nonspesifik yang diwarisi oleh orang tuanya
KESIMPULAN
1. Faktor-faktor virulensi yang merusak sel inang, antara lain asam teikoat, asam lipoteikoat
(LTA), kapsul polisakarida, protein A, enzim, toksin, toksin tetanus, verotoxin dan
Endotoxin-Lipid A Lipopolisakarida (LPS).
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi resistensi sel inang faktor resistensi lingkungan dan
resistensi individu, ras dan spesies.
***
PATOGENISITAS MIKROORGANISME
Posted January 7, 2012 by aguskrisno in Uncategorized. Leave a Comment
Pada dasarnya dari seluruh mikroorganisme yang ada di alam, hanya sebagian kecil saja yang merupakan patogen. Patogen adalah organism atau mikroorganisme yang menyebabkan penyakit pada organism lain. Kemampuan pathogen untuk menyebabkan penyakit disebut dengan patogenisitas. Dan patogenesis disini adalah mekanisme infeksi dan mekanisme perkembangan
penyakit. Infeksi adalah invasi inang oleh mikroba yang memperbanyak dan berasosiasi dengan jaringan inang. Infeksi berbeda dengan penyakit.
Kapasitas bakteri menyebabkan penyakit tergantung pada patogenitasnya. Dengan kriteria ini bakteri dikelompokkan menjadi tiga, yaitu agen penyebab bakteri, pathogen oportunistik, dan non pathogen. Agen penyebab penyakit adalah bakteri pathogen yang menyebabkan suatu penyakit ( Salmonella sp. ). Pathogen oportunistik adalah bakteri yang berkemampuan sebagai pathogen ketika mekanisme pertahanan inang diperlemah ( contoh E. coli ) menginfeksi saluran urin ketika sistem pertahanan inang dikompromikan ( diperlemah ). Non pathogen adalah bakteri yang tidak pernah menjadi pathogen. Namun bakteri non pathogen dapat menjadi pathogen karena kemampuan adaptasi terhadap efek mematikan terapi modern seperti kemoterapi, imunoterapi, dan mekanisme resistensi. Bakteri tanah Serratia marcescens yang semula non pathogen, berubah menjadi pathogen yang menyebabkan pneumonia, infeksi saluran urin, dan bakteremia pada inang terkompromi. Pathogen oportunistik biasanya adalah flora normal ( manusia ) dan menyebabkan penyakit bila menyerang bagian yang tidak terlindungi, biasanya terjadi pada orang yang kondisinya tidak sehat. Pathogen virulen ( lebih berbahaya ), dapat menimbulkan penyakit pada tubuh kondisi sehat ataupun normal.
Sebagaimana kita ketahui sebelumnya mikroorganisme adalah organisme hidup yang berukuran mikroskopis sehingga tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Mikroorganisme dapat ditemukan disemua tempat yang memungkinkan terjadinya kehidupan, disegala lingkungan hidup manusia. Mereka ada di dalam tanah, di lingkungan akuatik, dan atmosfer ( udara ) serta makanan, dan karena beberapa hal mikroorganisme tersebut dapat masuk secara alami ke dalam tubuh manusia, tinggal menetap dalam tubuh manusia atau hanya bertempat tinggal sementara. Mikroorganisme ini dapat menguntungkan inangnya tetapi dalam kondisi tertentu dapat juga menimbulkan penyakit.
VIRULENSI MIKROORGANISME
Mikroorganisme pathogen memiliki faktor virulensi yang dapat meningkatkan patogenisitasnya dan memungkinkannya berkolonisasi atau menginvasi jaringan inang dan merusak fungsi normal tubuh. Virulensi menggambarkan kemampuan untuk menimbulkan penyakit. Virulensi merupakan ukuran patogenitas organisme. Tingkat virulensi berbanding lurus dengan kemampuan organisme menyebabkan penyakit. Tingkat virulensi dipengaruhi oleh jumlah bakteri, jalur masuk ketubuh inang, mekanisme pertahanan inang, dan factor virulensi bakteri. Secara eksperimental virulensi diukur dengan menentukan jumlah bakteri yang menyebabkan kematian, sakit atau lesi dalam waktu yang ditentukan setelah introduksi. Virulensi mikroorganisme atau potensi toksin mikroorganisme sering diekspresikan sebagai LD50 (Lethal dose50), yaitu dosis letal untuk 50% inang, dimana jumlah mikroorganisme pada suatu dosis dapat membunuh 50% hewan uji disebut ID50 ( Infectious dose 50 ), yaitu dosis infeksius bagi 50% inang.
Keberadaan mikroorganisme pathogen dalam tubuh adalah akibat dari berfungsinya faktor virulensi mikroorganisme, dosis ( jumlah ) mikroorganisme, dan faktor resistensi tubuh inang. Mikroorganisme pathogen memperoleh akses memasuki tubuh inang melalui perlekatan pada permukaan mukosa inang. Perlekatan ini terjadi antara molekul permukaan pathogen yang
disebut adhesion atau ligan yang terikat secara spesifik pada permukaan reseptor komplementer pada sel inang. Adhesion berlokasi pada glikogaliks mikroorganisme atau pada struktur permukaan mikroorganisme yang lain seperti pada fimbria. Bahan glikogaliks yang membentuk kapsul mengelilingi dinding sel bakteri merupakan properti yang meningkatkan virulensi bakteri. Kandungan kimiawi pada kapsul mencegah proses fogositosis oleh sel inang. Virulensi mikroorganisme juga disebabkan oleh produksi enzim ekstraseluler (eksoenzim ).
JALAN MASUK MIKROORGANISME KE TUBUH INANG
Mikroorganisme patogen dapat memasuki tubuh inang melalui berbagai macam jalan, misalnya melalui membran mukosa, kulit ataupun rute parental. Banyak bakteri dan virus memiliki akses memasuki tubuh inang melalui membran mukosa saluran pernapasan, gastrointestinal, saluran genitourinari, konjungtiva, serta membran penting yang menutupi bola mata dan kelopak mata.
Saluran pernapasan
Saluran pernapasan merupakan jalan termudah bagi mikroorganisme infeksius. Mikroorganisme terhirup melalui hidung atau mulut dalam bentuk partikel debu. Penyakit yang muncul umumnya adalah pneumonia, campak, tuberculosis, dan cacar air.
Saluran pencernaan
Mikroorganisme dapat memasuki saluran pencernaan melalui bahan makanan atau minuman dan melalui jari – jari tangan yang terkontaminasi mikroorganisme pathogen. Mayoritas mikroorganisme tersebut akan dihancurkan oleh asam klorida ( HCL ) dan enzim – enzim di lambung, atau oleh empedu dan enzim di usus halus. Mikroorganisme yang bertahan dapat menimbukan penyakit. Misalnya, demam tifoid, disentri amoeba, hepatitis A, dan kolera. Patogen ini selanjutnya dikeluarkan malalui feses dan dapat ditransmisikan ke inang lainnya melalui air, makanan, atau jari – jari tangan yang terkontaminasi.
Kulit
Kulit sangat penting sebagai pertahanan terhadap penyakit. Kulit yang tidak mengalami perlukaan tidak dapat dipenetrasi oleh mayoritas mikroorganisme. Beberapa mikroorganisme memasuki tubuh melalui daerah terbuka pada kulit, folikel rambut, maupun kantung kelenjar keringat. Mikroorganisme lain memasuki tubuh inang pada saat berada di jaringan bawah kulit atau melalui penetrasi atau perlukaan membran mukosa. Rute ini disebut rute parenteral. Suntikan, gigitan, potongan, luka, atau pembedahan dapat membuka rute infeksi parenteral.
Rongga mulut
Pada permukaan rongga mulut terdapat banyak koloni mikroorganisme. Salah satu penyakit yang umum pada rongga mulut akibat kolonisasi mikroorganisme adalah karies gigi. Karies gigi diawali akibat pertumbuhan Streptococcus mutans dan spesies Streptococcus lainnya pada permukaan gigi. Hasil fermentasi metabolisme, menghidrolisis sukrosa menjadi komponen monosakarida, fruktosa, dan glukosa. Enzim glukosiltransferasi selanjutnya merakit glukosa
menjadi dekstran. Residu fruktosa adalah gula utama yang difermentasi menjadi asam laktat. Akumulasi bakteri dan dekstran menempel pada permukaan gigi dan membentuk plak gigi. Populasi bakteri plak didominasi oleh Streptococcus dan anggota Actinomyces. Karena plak sangat tidak permeable terhadap saliva, maka asam laktat yang diproduksi oleh bakteri tidak dilarutkan atau dinetralisasi dan secara perlahan akan melunakkan enamel gigi tepat plak tersebut melekat.
KERENTANAN INANG
Kerentanan terhadap infeksi bakteri tergantung pada kondisi fisiologis dan imunologis inang dan virulensi bakteri. Pertahanan inang terhadap infeksi bakteri adalah mekanisme nonspesifik dan spesifik ( antibodi ). Mekanisme nonspesifik dilakukan oleh sel – sel neutrofil dan makrofag. Perkembangan imunitas spesifik seperti respons antibody memerlikan waktu beberapa minggu. Bakteri flora normal kulit dan permukaan mukosa juga memberi perlindungan terhadap kolonisasi bakteri pathogen. Pada individu sehat, bakteri flora normal yang menembus ke tubuh dapat dimusnahkan oleh mekanisme humoral dan seluler inang. Contoh terbaik tentang kerentanan adalah AIDS, dimana limfosit helper CD4+ secara progesif berkurang 1/10 oleh virus imunodefisiensi ( HIV ). Mekanisme resistensi dipengaruhi oleh umur, defiensi, dan genetik. Sistem pertahanan ( baik spesifik maupun nonspesifik ) orang lanjut usia berkurang. Sistem imun bayi belum berkembang, sehingga rentan terhadap infeksi bakteri patogen.
Beberapa individu memiliki kelaianan genetik dalam sistem pertahanan. Resistensi inang dapat terkompromi oleh trauma dan penyakit lain yang diderita. Individu menjadi rentan terhadap infeksi oleh berbagai bakteri jika kulit atau mukosa melonggar atau rusak ( terluka ). Abnormalitas fungsi silia sel pernapasan mempermudah infeksi Pseudomonas aeruginosa galur mukoid. Prosedur medis seperti kateterisasi dan intubasi trakeal menyebabkan bakteri normal flora dapat masuk ke dalam tubuh melalui plastic. Oleh karena itu, prosedur pergantian plastic kateter rutin dilakukan setiap beberapa jam ( 72 jam untuk kateter intravena ).
Banyak obat diproduksi dan dikembangkan untuk mengatasi infeksi bakteri. Agen antimikroba efektif melawan infeksi bakteri jika system imun dan fagosit inang turut bekerja. Namun terdapat efek samping penggunaan antibiotic, yaitu kemampuan difusi antibiotik ke organ nonsasaran ( dapat menggangu fungsi organ tersebut ), kemampuan bertahan bakteri terhadap dosis rendah ( meningkatkan resistensi ), dan kapasitas beberapa organisme resisten terhadap multi – antibiotik.
MEKANISME PATOGENISITAS
Mikroorganisme yang secara tetap terdapat pada permukaan tubuh bersifat komensal. Permukaan pada bagian tubuh tertentu bergantung pada factor – factor bioklogis seperti suhu, kelembaban dan tidak adanya nutrisi tertentu serta zat-zat penghambat. Keberadaan flora tersebut tidak mutlak dibutuhkan untuk kehidupan karena hewan yang dibebaskan (steril) dari flora tersebut, tetap bias hidup. Flora yang hidup di bagian tubuh tertentu pada manusia mempunyai peran penting dalam mempertahankan kesehatan dan hidup secara normal. Beberapa anggota flora tetap di saluran pencernaan mensintesis vitamin K dan penyerapan berbagai zat makanan.
Flora yang menetap di selaput lendir ( mukosa ) dan kulit dapat mencegah kolonialisasi oleh bakteri pathogen dan mencegah penyakit akibat gangguan bakteri. Mekanisme gangguan ini tidak jelas. Mungkin melalui kompetisi pada reseptor atau temoat pengikatan pada sel penjamu, kompetisi untuk zat makanan, penghambat oleh produk metabolic atau racun, penghambat oleh zat antibiotik atau bakteriosin ( bacteriocins ). Supresi flora normal akan menimbulkan tempat kosong yang cenderung akan di tempati oleh mikroorganisme dari lingkungan atau tempat lain pada tubuh. Beberapa bakteri bersifat oportunis dan bisa menjadi patogen. Selain itu, diperkirakan bahwa stimulasi antigenic dilepaskan oleh flora adalah penting untuk perkembangan system kekebalan tubuh normal.
Sebaliknya, flora normal juga dapat menimbulkan penyakit pada kondisi tertentu. Berbagai organisme ini tidak bisa tembus ( non – invansive ) karena hambatan-hambatan yang diperankan oleh lingkungan. Jika hambatan dari lingkungan dihilangkan dan masuk kedalam aliran darah atau jaringan, organisme ini mungkin menjadi pathogen. Streptococcus viridians, bakteri yang tersering ditemukan di saluran nafas atas, bila masuk ke aliran darah setelah ekstraksi gigi atau tonsilektomi dapat sampai ke katup jantung yang abnormal dan mengakibatkan subacut bacterial endocarditis. Bacteroides yang normal terdapat di kolon dapat menyebabkan peritonitis mengikuti suatu trauma spesies bacteroides merupakan flora tetap yang paling sering dijumpai di usus besar dan tidak membahayakan pada tempat tersebut. Tetapi jika masuk kerongga peritonium atau jaringan panggul bersama dengan bakteri lain akibat trauma, mereka menyebabkan supurasi dan bakterimia. Terdapat banyak contoh tetapi yang penting adalah flora normal tidak berbahaya dan dapat bermanfaat bagi tubuh inang pada tempat yang seharusnya atau tidak ada kelainan yang menyertainnya. Mereka dapat menimbulkan penyakit jika barada pada lokasi yang asing dalam jumlah banyak dan jika terdapat factor-faktor predisposisi.
Contoh – contoh Bakteri patogen pada saluran pencernaan
Pada saluran pencernaan terdapat berbagai penyakit yang dapat terjadi. Salah satu penyebabnya adalah bakteri. Begitu banyak bakteri yang dapat menjangkit saluran pencernaan. Maka dari itu akan diperkenalkan bakteri-bakteri yang terdapat pada saluran pencernaan.
1. Escherichia coli
a. Ciri-ciri:
Berbentuk batang Bakteri gram negatif Tidak memiliki spora Memiliki pili Anaerobik fakultatif Suhu optimum 370C Flagella peritrikus Dapat memfermentasi karbohidrat dan menghasilkan gas Patogenik, menyebabkan infeksi saluran kemih
Gambar 1. Esherichia coli
b. Habitat
Habitat utama Escherichia coli adalah dalam saluran pencernaan manusia tepatnya di saluran gastrointestinal dan juga pada hewan berdarah hangat. Bakteri ini termasuk umumnya hidup pada rentang 20-40 derajat C, optimum pada 37 derajat. Total bakteri ini sekitar 0,1% dari total bakteri dalam saluran usus dewasa.
c. Virulensi dan Infeksi
Penyebab diare dan Gastroenteritis (suatu peradangan pada saluran usus). Infeksi melalui konsumsi air atau makanan yang tidak bersih. Racunnya dapat menghancurkan sel-sel yang melapisi saluran pencernaan dan dapat memasuki aliran darah dan berpindah ke ginjal dan hati. Menyebabkan perdarahan pada usus, yang dapat mematikan anak-anak dan orang tua. E. coli dapat menyebar ke makanan melalui konsumsi makanan dengan tangan kotor, khususnya setelah menggunakan kamar mandi. Solusi untuk penyebaran bakteri ini adalah mencuci tangan dengan sabun.
d. Patogenesis
Untuk Escherichia coli, penyakit yang sering ditimbulkan adalah diare. E. coli sendiri diklasifikasikan berdasarkan sifat virulensinya dan setiap grup klasifikasinya memiliki mekanisme penularan yang berbeda-beda.
a. E. Coli Enteropatogenik (EPEC)
E. coli ini menyerang manusia khususnya pada bayi. EPEC melekatkan diri pada sel mukosa kecil. Faktor yang diperantarai oleh kromosom akan menimbulkan pelekatan yang kuat. Pada usus halus, bakteri ini akan membentuk koloni dan menyerang pili sehingga penyerapannya terganggu. Akibatnya adalah adanya diare cair yang biasanya sembuh diri tetapi dapat juga menjadi kronik. EPEC sedikit fimbria, ST dan LT toksin, tetapi EPEC menggunakan adhesin
yang dikenal sebagai intimin untuk mengikat inang sel usus. Sel EPEC invasive (jika memasuki sel inang) dan menyebabkan radang.
b. E. Coli Enterotoksigenik (ETEC)
Faktor kolonisasi ETEC yang spesifik untuk menimbulkan pelekatan ETEC pada sel epitel usus kecil. Lumen usus terengang oleh cairan dan mengakibatkan hipermortilitas serta diare, dan berlangsung selama beberapa hari. Beberapa strain ETEC menghasilkan eksotosin tidak tahan panas. Prokfilaksis antimikroba dapat efektif tetapi bisa menimbulkan peningkatan resistensi antibiotic pada bakteri, mungkin sebaiknya tidak dianjurkan secara umum. Ketika timbul diare, pemberian antibiotic dapat secara efektif mempersingkat lamanya penyakit. Diare tanpa disertai demam ini terjadi pada manusia, babi, domba, kambing, kuda, anjing, dan sapi. ETEC menggunakan fimbrial adhesi (penonjolan dari dinding sel bakteri) untuk mengikat sel – sel enterocit di usus halus. ETEC dapat memproduksi 2 proteinous enterotoksin: dua protein yang lebih besar, LT enterotoksin sama pada struktur dan fungsi toksin kolera hanya lebih kecil, ST enterotoksin menyebabkan akumulasi cGMP pada sel target dan elektrolit dan cairan sekresi berikutnya ke lumen usus. ETEC strains tidak invasive dan tidak tinggal pada lumen usus.
c. E. Coli Enterohemoragik (EHEC)
Menghasilkan verotoksin, dinamai sesuai efek sitotoksinya pada sel Vero, suatu sel hijau dari monyet hijau Afrika. Terdapat sedikitnya dua bentuk antigenic dari toksin. EHEC berhubungan dengan holitis hemoragik, bentuk diare yang berat dan dengan sindroma uremia hemolitik, suatu penyakit akibat gagal ginja akut, anemia hemolitik mikroangiopatik, dan trombositopenia. Banyak kasus EHEC dapat dicegah dengan memasak daging sampai matang. Diare ini ditemukan pada manusia, sapi, dan kambing.
1. E. Coli Enteroinvansif (EIEC)
Menyebabkan penyakit yang sangat mirip dengan shigellosis. Memproduksi toksin Shiga, sehingga disebut juga Shiga-toxin producing strain(STEC). Toksin merusak sel endotel pembuluh darah, terjadi pendarahan yang kemudian masuk ke dalam usus. EIEC menimbulkan penyakit melaluii invasinya ke sel epitel mukosa usus.
e. E. Coli Enteroagregatif (EAEC)
Menyebabkan diare akut dan kronik pada masyarakat di Negara berkembang. Bakeri ini ditandai dengan pola khas pelekatannya pada sel manusia. EAEC menproduksi hemolisin dan ST enterotoksin yang sama dengan ETEC.
Gambar 2. Patogenesis Escherichia coli
e. Penularan
Penularan pada bakteri ini adalah dengan kontak dengan tinja yang terinfeksi secara langsung, seperti :
– makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi, baik yang sudah dicemari oleh serangga atau kontaminasi oleh tangan yang kotor
– Tidak mencuci tangan dengna bersih setelah selesai buang air besar atau membersihkan tinja yang terinfeksi, sehingga kontaminasi perabotan dan alat-alat yang dipegang.
2. Shigella sp.
a. Ciri-ciri:
Batang pendek gram negatif Tunggal Tidak bergerak Suhu optimum 370c Tidak membentuk spora Aerobik, anaerobik fakultatif Patogenik, menyebabkan disentri
OrganismeProduksi Pencairan Reduksi Produksi Fermentasi Karbohidrat
H2S Gelatin Nitrat Indol Glukosa Laktosa Sukrosa Manitol Dulsitol
Shigella – – + – Asam – – – –
dysentriae
Shigella flexneri
– – + + Asam – – Asam –
Shigella boydii
– – + Variabel Asam – – Asam Variabel
Shigella sonnei
– – + – Asam – Asam Asam –
Tabel 1. Reaksi biokimiawi spesies-spesies Shigella
Secara morfologis tidak dapat dibedakan dari salmonella, tetapi dapat dibedakan berdasarkan reaksi-reaksi fermentasi dan uji serologis. Tidak seperti salmonella, shigella memfermentasikan berbagai karbohidrat, dengan pengecualian utama laktosa untuk menghasilkan asam tanpa gas. Shigella dysentriae merupakan penyebab penyakit yang paling parah karena menghasilkan eksotoksin yang mempunyai sifat neurotoksik dan enterotoksik. Jadi, anak-anak yang terjangkiti shigelosis dapat menderita kejang. Eksotoksin ini adalah protein terlarut yang tidak tahan panas. Darah dan lendir dalam tinja penderita penyakit diare yang mendadak merupakan petunjuk kuat bagi shigelosis.
Gambar 3. Shigella sp.
b. Habitat
Habitat pada Shigella sp. ini adalah saluran pencernaan manusia. Dia dapat tumbuh subur di usu manusa.
c. Virulensi dan Infeksi
Bakteri Shigella sp. dalan infeksinya melewati fase oral. Bakteri ini mampu mengeluarkan toksin LT. Bakteri ini mampu menginvasi ke epitel sel mukosa usus halus, berkembang biak di daerah invasi tersebut. Lalu, mengeluarkan toksin yang merangsang terjadinya perubahan sistem enzim di dalam sel mukosa usus halus(adenil siklase). Akibat invasi bakteri ini, terjadi infiltrasi sel-sel polimorfonuklear dan menyebabkan matinya sel-sel epitel tersebut, sehingga terjadi tukak-tukak kecil di daerah invasi. Akibatnya, sel-sel darah merah dan plasma protein keluar dari sel dan masuk ke lumen usus dan akhirnya keluar bersama tinja lalutinja bercampur lendir dan darah. Masa inkubasi berkisar 1-7 hari, yang paling umum yaitu sekitar 4 hari. Gejala mula-mulanya yaitu demam dan kejang perut yang nyeri. Diare biasanya terjadi setelah 48 jam, diikuti oleh disentri 2 hari kemudian. Pada kasus yang parah, tinja terutama terdiri dari darah, lendir, dan nanah.
d. Patogenesis Shigella sp.
Shigella mempenetrasi intraseluler epitel usus besar Terjadi perbanyakan bakteri Menghasilkan edotoksin yang mempunyai kegiatan biologis S. Dysenteriae menghasilkan eksotoksin yang mempunya sifat neorotoksik dan enterotoksik.
Gambar 4. Patogenesis Shigella sp.
e. Penularan
Infeksi Shigella sp. dapat diperoleh dari makanan yang sudah terkontaminasi, walaupun keliatannya makanan itu terlihat normal. Air pun juga dapat menjadi salah satu hal yang terkontaminas dengan bakteri ini. Artinya, infeksi Shigella dapat terjadi jika ada kontak dengan feses yang terkontaminasi dan makanan yang terkontaminasi.
3. Salmonella sp.
a. Ciri-ciri:
Batang gram negatif
Terdapat tunggal Tidak berkapsul Tidak membentuk spora Peritrikus Aerobik, anaerobik fakultatif Patogenik, menyebabkan gastroenteritis
Gambar 5. Salmonella sp.
Menurut reaksi biokimiawinya, salmonella dapat diklasifikasikan menjadi tiga spesies: S. typhi, S. choleraesuis dan S. enteriditis.
Uji atau Substrat S. typhi S. enteriditis S. choleraesuis
Produksi H2S + + V
Reduksi nitrat + + +
Produksi indol – – –
Pencairan gelatin – – –
Laktosa – – –
Sukrosa – – –
Glukosa A AG AG
Maltosa A AG AG
Manitol A AG AG
Dulsitol – V V
V=variabel; A=asam; G=gas
Tabel 2. Reaksi biokimiawi spesies Salmonella
b. Habitat
Terdapat pada kolam renang yang belum diklorin, jika terkontaminasi melalui kulit,akan tumbuh dan berkembang pada saluran pencernaan manusia.
c. Infeksi
Masuk ke tubuh orang melalui makanan atau minuman yang tercemar bakteri ini. Akibat yang ditimbulkan adalah peradangan pada saluran pencernaan sampai rusaknya dinding usus. Penderita akan mengalami diare, sari makanan yang masuk dalam tubuh tidak dapat terserap dengan baik sehingga penderita akan tampak lemah dan kurus. Racun yang dihasilkan bakteri salmonella menyebabkan kerusakan otak, organ reproduksi wanita, bahkan yang sedang hamilpun dapat mengalami keguguran. Satwa yang bisa menularkan bakteri salmonella ini antara lain primata, iguana, ular, dan burung.
1. d. Patogenesis
– Menghasilkan toksin LT.
– Invasi ke sel mukosa usus halus.
– Tanpa berproliferasi dan tidak menghancurkan sel epitel.
– Bakteri ini langsung masuk ke lamina propria yang kemudian menyebabkan infiltrasi sel-sel radang.
Gambar 6. Patogenesis dari salmonella
e. Penularan
Melalui makanan yang erat kaitannya dengan perjamuan makanan. Terjadi sakit perut yang mendadak. Jadi, melalui kontar makanan yang terjangkit atau terkontaminasi bakteri.
4. Helicobacter pylori
Gambar 7. Helicobacter pylori
a. Ciri-ciri:
Berbentuk batang melengkung Bakteri gram negatif Mikroaerofilik Memiliki 4-6 flagella Dapat mengoksidasi hidrogen Menghasilkan oksidase, katalase, dan urease Patogenik, menyebabkan gastrointestinal
b. Habitat
Awal saluran pencernaan manusia.
c. Virulensi dan Infeksi H. Pylori
Helicobacter pylori memproduksi toksin yang disebut vacuolating cytotoxin A. Racun ini dapat menyerang sel dalam vakuola, yang merupakan rongga terikat membran dalam sel, menyebabkan gastritis dan bisul parah.
Pada titik tertentu dalam siklus kehidupan bakteri, beberapa bentuk perubahan organisme dari bakteri bentuk spiral untuk coccoid. Alasan di balik ini juga tidak jelas apakah itu adalah suatu usaha untuk beradaptasi dengan situasi stres, tahap tidak aktif, atau sinyal kematian sel.
d. Patogenesis
– Setelah H. pylori tertelan, bakteri memasuki lumen lambung, atau rongga.
– Karena memiliki flagela Helicobacter pylori dapat menahan kontraksi otot perut.
– Setelah tiba di lapisan lendir, bakteri kemudian melubang lapisan tersebutmenggunakan flagela dan bentuk heliks untuk membuat gerakan seperti sekrup.
Gambar 8. Patogenesis Helicobacter pylori
5. Clostridium perfringens
a. Ciri-ciri:
Batang gram positif Terdapat tunggal, barpasangan, dan dalam rantai Berkapsul Sporanya ovoid (melonjong), sentral sampai eksentrik Anaerobik Menghasilkan eksotoksin, menyebabkan kelemayuh (suatu infeksi jaringan disertai gelembung
gas dan keluarnya nanah)
Gambar 9. Clostridium perfringens
Spesies bakteri ini dibagi menjadi enam tipe, A sampai F, berdasarkan pada toksin-toksin yang secara antigenik berbeda, yang dihasilkan oleh setiap galur. Tipe A adalah galur yang menyebabkan keracunan makanan oleh perfingens. Peracunan disebabkan oleh sel-sel vegetatif
pada waktu membentuk spora di rongga usus. Spora akan menghasilkan eksotoksin yang enterostatik sehingga menyebabkan penyakit.
b. Habitat
Bakteri ini tersebar luas di lingkungan dan sering terdapat di dalam usus manusia, hewan peliharaan dan hewan liar. Spora organisme ini dapat bertahan di tanah, endapan, dan tempat-tempat yang tercemar kotoran manusia atau hewan.
c. Infeksi dan virulensi
Bakteri ini dapat menyebabkan keracunan makanan ´perfringens´ yang merupakan istilah yang digunakan untuk keracunan makanan yang disebabkan oleh C. perfringens . Keracunan perfringens secara umum dicirikan dengan kram perut dan diare yang mulai terjadi 8-22 jam setelah mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak C. perfringens penghasil toxin penyebab keracunan makanan. Keracunan perfringens didiagnosis dari gejala-gejalanya dan waktu dimulainya gejala yang agak lama setelah infeksi. Lamanya waktu antara infeksi dan timbulnya gejala merupakan ciri khas penyakit ini. Diagnosis dipastikan dengan memeriksa adanya racun dalam kotoran pasien. Konfirmasi secara bakteriologis juga dapat dilakukan apabila ditemukan sangat banyak bakteri penyebab penyakit di dalam makanan atau di dalam kotoran pasien.
Dalam sebagian besar kasus, penyebab sebenarnya dari keracunan oleh C. perfringens adalah perlakuan temperatur yang salah pada makanan yang telah disiapkan. Sejumlah kecil organisme ini seringkali muncul setelah makanan dimasak, dan berlipat ganda hingga tingkat yang dapat menyebabkan keracunan selama proses pendinginan dan penyimpanan makanan. Daging, produk daging, dan kaldu merupakan makanan-makanan yang paling sering terkontaminasi.
Keracunan perfringens paling sering terjadi dalam kondisi pemberian makan bersama (misalnya di sekolah, kantin, rumah sakit, rumah-rumah perawatan, penjara, dll.) di mana sejumlah besar makanan disiapkan beberapa jam sebelum disajikan.
d. Patogenesis
–Menghasilkan toksin LT
–Toksin merangsang enzim adenilat siklase pada dinding usus yang mengakibatkan bertambahnya konsentrasi cAMP sehingga hipersekresi air dan klorida dalam usus.
–Hal ini mengakibatkan reabsorpsi Na terhambat dan menyebabkan diare.
Peracunan disebabkan oleh sel-sel vegetatif pada waktu membentuk spora di rongga usus. Pengobatannya hanya menghilangkan gejala karena tidak ada pengobatan lain yang khusus.
Gambar 10. Patogenesis Clostridium perfringens
e. Penularan
Menelan makanan yang terkontaminasi oleh tanah dan tinja dimana makanan tersebut sebelumnya disimpan dengan cara yang memungkinkan kuman berkembangbiak.
6. Vibrio cholerae
a. Ciri-Ciri:
Bakteri gram negatif Batang lurus dan agak lengkung Terdapat tunggal dan dalam rantai berpilin Tidak berkapsul Tidak membentuk spora Bergerak flagella tunggal polar Aerobik, anaerobik fakultatif Patogenik, menyebabkan kolera
Vibrio cholera terdapat dalam dua biotipe atau galur: biotipe klasik dan biotipe El Tor. Dinamakan El Tor karena organism tersebut diisolasi di pos karantina El Tor di Teluk Suez pada thun 1905.
Uji Klasik El Tor
Uji Voges-Proskauer untuk
asetilmetilkarbinol – +
Produksi Indol + +
Pencairan gelatin + +
Produksi H2S – –
Fermentasi glukosa + +
Fermentasi laktosa Lambat Lambat
Hemolisis butir darah merah
domba atau kambing – +
Hemaglutinasi butir darah merah ayam – +
Tabel 3. Reaksi biokimiawi biotipe Vibrio cholera
Gambar 11. Vibrio cholerae
b. Habitat bakteri
Bakteri yang dapat hidup pada salinitas yang relatif tinggi seperti di air laut dan perairan payau. Tumbuh dan berkembang biak di dalam usus manusia.
c. Infeksi dan vilurensi
Menyebabakan penyakit kolera (cholera) yang penyakit infeksi saluran usus bersifat akut yang disebabkan oleh bakteri Vibrio cholerae, bakteri ini masuk kedalam tubuh seseorang melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi. Bakteri tersebut mengeluarkan enterotoksin (racunnya) pada saluran usus sehingga terjadilah diare (diarrhoea) disertai muntah yang akut dan hebat, akibatnya seseorang dalam waktu hanya beberapa hari kehilangan banyak cairan tubuh dan masuk pada kondisi dehidrasi.
Apabila dehidrasi tidak segera ditangani, maka akan berlanjut kearah hipovolemik dan asidosis metabolik dalam waktu yang relatif singkat dan dapat menyebabkan kematian bila penanganan tidak adekuat. Pemberian air minum biasa tidak akan banyak membantu, Penderita (pasien) kolera membutuhkan infus cairan gula (Dextrose) dan garam (Normal saline) atau bentuk cairan infus yang di mix keduanya (Dextrose Saline).
d. Patogenesis
Pada penderita penyakit kolera ada beberapa hal tanda dan gejala yang ditampakkan, antaralainialah :
– Diare yang encer dan berlimpah tanpa didahului oleh rasa mulas atau tenesmus.– Feaces atau kotoran (tinja) yang semula berwarna dan berbau berubah menjadi cairan putih keruh (seperti air cucian beras) tanpa bau busuk ataupun amis, tetapi seperti manis yang menusuk.
– Feaces (cairan) yang menyerupai air cucian beras ini bila diendapkan akan mengeluarkan gumpalan-gumpalan putih.
– Diare terjadi berkali-kali dan dalam jumlah yang cukup banyak.
– Terjadinya muntah setelah didahului dengan diare yang terjadi, penderita tidaklah merasakan mual sebelumnya.
– Kejang otot perut bisa juga dirasakan dengan disertai nyeri yang hebat.– Banyaknya cairan yang keluar akan menyebabkan terjadinya dehidrasi dengan tanda- tandanya seperti ; detak jantung cepat, mulut kering, lemah fisik, mata cekung, hypotensi dan lain-lain yang bila tidak segera mendapatkan penangan pengganti cairan tubuh yang hilang dapat mengakibatkan kematian.
e. Penularan
Kolera dapat menyebar sebagai penyakit yang endemik, epidemik, atau pandemik. Bakteri vibrio cholerae berkembang biak dan menybar melalui feces (kotoran) manusia, bila kotoran yang
mengandung bakteri ini mengkontaminasi air sungai dan sebagainya maka orang lain yang terjadi kontak dengan air tersebut beresiko terkena penyakit kolera itu juga.
7. Vibrio parahaemolyticus
a. Ciri-ciri:
Bentuk koma atau batang lurus gram negatif Terdapat tunggal Tidak berkapsul Tidak membentuk spora Falgelum tunggal mengutub Aerobik, anaerobik fakultatif Mmebutuhkan garam Hemolitik
Patogenik, menyebabkan gastroenteritis
Gambar 12. Vibrio parahaemolyticus
b. Habitat
Tumbuh pada kadar NaCl optimum 3%, kisaran suhu 5 – 43°C, pH 4.8 – 11, terdapat di perairan laut dan berkembang pada hewan-hewan seafood. Pertumbuhan berlangsung cepat pada kondisi suhu optimum (37°C) dengan waktu generasi hanya 9–10 menit.
c. Virulensi dan Infeksi
Penyebab penyakit gastroenteritis yang disebabkan oleh produk hasil laut (seafood ), terutama yang dimakan mentah, dimasak tidak sempurna atau terkontaminasi dengan seafood mentah setelah pemasakan. Gastroenteritis berlangsung akut, diare tiba-tiba dan kejang perut yang berlangsung selama 48 – 72 jam dengan masa inkubasi 8 – 72 jam. Gejala lain adalah mual, muntah, sakit kepala, badan agak panas dan dingin. Pada sebagian kecil kasus, bakteri juga menyebabkan septisemia. Kasus keracunan karena Vp lebih banyak terjadi pada musim panas. Kondisi ini berkorelasi positif dengan prevalensi dan jumlah kontaminasi Vp pada sampel seafood lingkungan yang juga meningkat dengan meningkatnya suhu perairan. Tingkat salinitas air laut juga berpengaruh pada tingkat kontaminasi.
d. Patogenesis
– Masa inkubasi: 8-72 jam
– Gejala utama: sakit perut, diare, mual, dan muntah
– Disertai sedikit demam & rasa kedinginan
– Sembuh dalam waktu 2-5 hari
– Tidak disebabkan toksin
e. Penularan
Dengan mengkonsumsi makananan laut yang sudah terkontaminasi
8. Vibrio vulnficus
a. Ciri-ciri:
Berbentuk batang melengkung Bakteri gram negatif Bergerak aktif, memiliki flagella Habitat di air laut Patogenik, menyebabkan selulitis atau keracunan darah dan gastroenteritis
Gambar 13. Vibrio vulnficus
b. Habitat
Banyak ditemukan di dalam air laut hangat. Tumbuh dan berkembang pada hewan laut seperti kerang. Selnjutnya dapat tumbuh pada usus manusia jika terkontaminasi melalui makanan.
c. Virulensi dan Infeksi
Patogen pada orang yang makan makanan laut yang terkontaminasi atau memiliki luka terbuka yang terkena air. Menyebabkan muntah, diare, dan sakit perut. Dalam sistem kekebalan, terutama mereka dengan penyakit hati kronis, V. vulnificus dapat menyerang baik dari luka atau dari saluran pencernaan, menyebabkan penyakit yang disebut septikemia primer, ditandai dengan demam, gerah, shock septik dan kematian.sebaiknya setiap orang sangat disarankan untuk tidak mengkonsumsi mentah atau dimasak tidak cukup makanan laut.
d. Patogenesis
– Masa inkubasi: biasanya 12 – 72 jam sesudah mengkonsumsi seafood mentah atau setengah matang,
– Masa penularan: dianggap tidak terjadi penularan dari orang ke orang baik langsung
atau melalui makanan yang terkontaminasi kecuali pada keadaan tertentu.
e. Penularan
Penularan terjadi diantara mereka yang mempunyai risiko tinggi, yaitu orang-orang yang “immunocompromised” atau mereka yang mempunyai penyakit hati kronis, infeksi terjadi karena mengkonsumsi “seafood” mentah atau setengah matang. Sebaliknya, pada hospes normal yang imunokompeten, infeksi pada luka biasanya terjadi sesudah terpajan dengan air payau (misalnya kecelakaan ketika mengendarai perahu/boat) atau dari luka akibat kecelakaan kerja (pengupas tiram, nelayan).
9. Bacillus cereus
a. Ciri-ciri:
Berbentuk batang Bakteri gram positif Dapat membentuk endospora Tidak memiliki flagel Anaerobik fakultatif Menghasilkan enterotoksin Patogenik, menyebabkan mual, muntah, dan diare
Gambar 14. Bacillus cereus
b. Habitat
Sangat umum berada di dalam tanah dan tumbuh-tumbuhan.
c. Virulensi dan Infeksi
Ada dua jenis penyakit yang berhubungan dengan Bacillus cereus. Yang paling umum adalah penyakit diare disertai dengan sakit perut. Sebuah masa inkubasi 4 sampai 16 jam diikuti dengan gejala-gejala berlangsung 12 hingga 24 jam.
Jenis penyakit kedua adalah penyakit yg menyebabkan muntah sering dikaitkan dengan konsumsi beras tidak benar didinginkan setelah memasak. Penyakit ini ditandai dengan muntah dan mual yang biasanya terjadi dalam 1 sampai 5 jam setelah konsumsi makanan yang terkontaminasi.
Kajian Religius
Alloh SWT menciptakan jasad – jasad renik di dunia ini sesuai dengan fungsinya masing – masing. Sebagaimana dengan firman Alloh SWT, surat Al – Furqaan ayat 2 dan surat An – Nur ayat 45 yang artinya:
Arti surat Al – Furqaan ayat 2 : ” yang kepunyaan – NYA – lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi – NYA dalam kekuasaan (Nya), dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran – ukurannya dengan sera[i – rapinya. ”
Maksudnya : Segala sesuatu yang dijadikan Tuhan diberi – Nya perlengkapan – perlengkapan dan persiapan – persiapan, sesuai dengan naluri, sifat – sifat, dan fungsinya masing – masing dalam hidup.
Arti surat An – Nur ayat 45 : ”Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Al – Baqarah (2) : ayat 164 �
Artinya : “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.”
Alloh SWT memberikan cobaan kepada umat – Nya yang berupa penyakit, dan Alloh pula yang menyembuhkannya. Sebagaimana yang difirmankan Alloh SWT dalam Alqur’an surat Asy – Syu’araa’ ayat 78 – 80 yang artinya :
“(yaitu Tuhan) Yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang menunjuki aku, dan Tuhanku, Yang Dia memberi makan dan minum kepadaku, dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku.”
****
alam artikel kali ini akan dijabarkan beberapa teori mengenai sifat sifat enzim, fungsinya serta bagaimana mekanisme kerja enzim. Yang pada artikel sebelumnya dibhas mengenai struktur enzim.
Sifat-sifat Enzim
Enzim hanya mengubah kecepatan reaksi, artinya enzim tidak mengubah produk akhir yang dibentuk atau mempengaruhi keseimbangan reaksi, hanya meningkatkan laju suatu reaksi.
Enzim bekerja secara spesifik, artinya enzim hanya mempengaruhi substrat tertentu saja. Enzim merupakan protein. Oleh karena itu, enzim memiliki sifat seperti protein. Antara
lain bekerja pada suhu optimum, umumnya pada suhu kamar. Enzim akan kehilangan aktivitasnya karena pH yang terlalu asam atau basa kuat, dan pelarut organik. Selain itu, panas yang terlalu tinggi akan membuat enzim terdenaturasi sehingga tidak dapat berfungsi sebagai mana mestinya.
Enzim diperlukan dalam jumlah sedikit. Sesuai dengan fungsinya sebagai katalisator, enzim diperlukan dalam jumlah yang sedikit.
Enzim bekerja secara bolak-balik. Reaksi-reaksi yang dikendalikan enzim dapat berbalik, artinya enzim tidak menentukan arah reaksi tetapi hanya mempercepat laju reaksi sehingga tercapai keseimbangan. Enzim dapat menguraikan suatu senyawa menjadi senyawa-senyawa lain. Atau sebaliknya, menyusun senyawa-senyawa menjadi senyawa tertentu. Reaksinya dapat digambarkan sebagai berikut.
Enzim dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja enzim adalah suhu, pH, aktivator (pengaktif), dan inhibitor (penghambat) serta konsentrasi substrat.
Fungsi enzim
Enzim mempunyai berbagai fungsi bioligis dalam tubuh organisme hidup. Enzim berperan dalam transduksi signal dan regulasi sel, seringkali melalui enzim kinase dan fosfatase.
Enzim juga berperan dalam menghasilkan pergerakan tubuh, dengan miosin menghidrolisis ATP untuk menghasilkan kontraksi otot. ATPase lainnya dalam membran sel umumnya adalah pompa ion yang terlibat dalam transpor aktif.
Enzim juga terlibat dalam fungs-fungsi yang khas, seperti lusiferase yang menghasilkan cahaya pada kunang-kunang. Virus juga mengandung enzim yang dapat menyerang sel, misalnya HIV integrase dan transkriptase balik.
Salah satu fungsi penting enzim adalah pada sistem pencernaan hewan. Enzim seperti amilase dan protease memecah molekul yang besar (seperti pati dan protein) menjadi molekul yang kecil, sehingga dapat diserap oleh usus.
Molekul pati, sebagai contohnya, terlalu besar untuk diserap oleh usus, namun enzim akan menghidrolisis rantai pati menjadi molekul kecil seperti maltosa, yang akan dihidrolisis lebih jauh menjadi glukosa, sehingga dapat diserap.
Enzim-enzim yang berbeda, mencerna zat-zat makanan yang berbeda pula. Pada hewan pemamah biak, mikroorganisme dalam perut hewan tersebut menghasilkan enzim selulase yang dapat mengurai sel dinding selulosa tanaman.
Beberapa enzim dapat bekerja bersama dalam urutan tertentu, dan menghasilan lintasan metabolisme. Dalam lintasan metabolisme, satu enzim akan membawa produk enzim lainnya sebagai substrat. Setelah reaksi katalitik terjadi, produk kemudian dihantarkan ke enzim lainnya. Kadang-kadang lebih dari satu enzim dapat mengatalisasi reaksi yang sama secara bersamaan.
Enzim menentukan langkah-langkah apa saja yang terjadi dalam lintasan metabolisme ini. Tanpa enzim, metabolisme tidak akan berjalan melalui langkah yang teratur ataupun tidak akan berjalan dengan cukup cepat untuk memenuhi kebutuhan sel. Dan sebenarnya, lintasan metabolisme seperti glikolisis tidak akan dapat terjadi tanpa enzim. Glukosa, contohnya, dapat bereaksi secara langsung dengan ATP, dan menjadi terfosforliasi pada karbon-karbonnya secara acak.
Tanpa keberadaan enzim, proses ini berjalan dengan sangat lambat. Namun, jika heksokinase ditambahkan, reaksi ini tetap berjalan, namun fosforilasi pada karbon 6 akan terjadi dengan sangat cepat, sedemikiannya produk glukosa-6-fosfat ditemukan sebagai produk utama. Oleh karena itu, jaringan lintasan metabolisme dalam tiap-tiap sel bergantung pada kumpulan enzim fungsional yang terdapat dalam sel tersebut.
Enzim dapat bekerja dengan beberapa cara,
Menurunkan energi aktivasi dengan menciptakan suatu lingkungan yang mana keadaan transisi terstabilisasi (contohnya mengubah bentuk substrat menjadi konformasi keadaan transisi ketika ia terikat dengan enzim.)
Menurunkan energi keadaan transisi tanpa mengubah bentuk substrat dengan menciptakan lingkungan yang memiliki distribusi muatan yang berlawanan dengan keadaan transisi.
Menyediakan lintasan reaksi alternatif. Contohnya bereaksi dengan substrat sementara waktu untuk membentuk kompleks Enzim-Substrat antara.
Menurunkan perubahan entropi reaksi dengan menggiring substrat bersama pada orientasi yang tepat untuk bereaksi. Menariknya, efek entropi ini melibatkan destabilisasi keadaan dasar,[27] dan kontribusinya terhadap katalis relatif kecil.
Mekanisme kerja enzim
Secara umum, mekanisme kerja enzim dapat digambarkan sebagai berikut. Setiap enzim bertindak atas target tertentu yang disebut substrat, yang diubah menjadi produk yang dapat digunakan melalui aksi enzim. Dengan kata lain, enzim bereaksi dengan substrat membentuk kompleks enzim-substrat. Setelah reaksi selesai, enzim tetap sama, tapi substrat mengubah produk. Misalnya, sukrase tindakan enzim pada substrat sukrosa untuk membentuk produk – fruktosa dan glukosa.
Berikut merupakan mekanisme keja enzim secara khusus:
Teori gembok anak kunci (key-lock) : Sisi aktif enzim mempunyai bentuk tertentu yang hanya sesuai untuk satu jenis substrat saja. Substrat sesuai dengan sisi aktif seperti gembok kunci dengan anak kuncinya. Hal itu menyebabkan enzim bekerja secara spesifik. Jika enzim mengalami denaturasi (rusak) karena panas, bentuk sisi aktif berubah sehingga substrat tidak sesuai lagi. Perubahan pH juga mempunyai pengaruh yang sama.
Teori cocok terinduksi (induced fit) : Sisi aktif enzim lebih fleksibel dalam menyesuaikan struktur substrat. Ikatan antara enzim dan substrat dapat berubah menyesuaikan dengan substrat. Inhibitor Merupakan zat yang dapat menghambat kerja enzim.
gambar teori kerja enzim
Laju reaksi enzim dapat diturunkan menggunakan berbagai jenis inhibitor enzim.
Inhibisi kompetitif
Pada inihibisi kompetitif, inhibitor dan substrat berkompetisi untuk berikatan dengan enzim. Seringkali inhibitor kompetitif memiliki struktur yang sangat mirip dengan substrat asli enzim. Sebagai contoh, metotreksat adalah inihibitor kompetitif untuk enzim dihidrofolat reduktase. Kemiripan antara struktur asam folat dengan obat ini ditunjukkan oleh gambar di samping bawah. Perhatikan bahwa pengikatan inhibitor tidaklah perlu terjadi pada tapak pengikatan substrat apabila pengikatan inihibitor mengubah konformasi enzim, sehingga menghalangi pengikatan substrat. Pada inhibisi kompetitif, kelajuan maksimal reaksi tidak berubah, namun memerlukan konsentrasi substrat yang lebih tinggi untuk mencapai kelajuan maksimal tersebut, sehingga meningkatkan Km.
Inhibisi tak kompetitif
Pada inhibisi tak kompetitif, inhibitor tidak dapat berikatan dengan enzim bebas, namun hanya dapat dengan komples ES. Kompleks EIS yang terbentuk kemudian menjadi tidak aktif. Jenis inhibisi ini sangat jarang, namun dapat terjadi pada enzim-enzim multimerik.
Inhibisi non-kompetitif
Inhibitor non-kompetitif dapat mengikat enzim pada saat yang sama substrat berikatan dengan enzim. Baik kompleks EI dan EIS tidak aktif. Karena inhibitor tidak dapat dilawan dengan peningkatan konsentrasi substrat, Vmax reaksi berubah. Namun, karena substrat masih dapat mengikat enzim, Km tetaplah sama.
Inhibisi campuran
Inhibisis jenis ini mirip dengan inhibisi non-kompetitif, kecuali kompleks EIS memiliki aktivitas enzimatik residual.
Pada banyak organisme, inhibitor dapat merupakan bagian dari mekanisme umpan balik. Jika enzim memproduksi terlalu banyak produk, produk tersebut dapat berperan sebagai inhibitor bagi enzim tersebut. Hal ini akan menyebabkan produksi produk melambat atau berhenti. Bentuk umpan balik ini adalah umpan balik negatif. Enzim memiliki bentuk regulasi seperti ini sering kali multimerik dan mempunyai tapak ikat alosterik.
Koenzim asam folat dan obat anti kanker metotreksat memiliki struktur yang sangat mirip. Oleh sebab itu, metotreksat adalah inhibitor kompetitif bagi enzim yang menggunukan folat.
Inhibitor ireversibel bereaksi dengan enzim dan membentuk aduk dengan protein. Inaktivasi ini bersifat ireversible. Inhibitor seperti ini contohnya efloritina, obat yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh protozoa African trypanosomiasis.[57] Penisilin dan Aspirin juga bekerja dengan cara yang sama. Senyawa obat ini terikat pada tapak aktif, dan enzim kemudian mengubah inhibitor menjadi bentuk aktif yang bereaksi secara ireversibel dengan satu atau lebih residu asam amino.
Kegunaan inhibitor
Oleh karena inhibitor menghambat fungsi enzim, inhibitor sering digunakan sebagai obat. Contohnya adalah inhibitor yang digunakan sebagai obat aspirin. Aspirin menginhibisi enzim COX-1 dan COX-2 yang memproduksi pembawa pesan peradangan prostaglandin, sehingga ia dapat menekan peradangan dan rasa sakit. Namun, banyak pula inhibitor enzim lainnya yang beracun. Sebagai contohnya, sianida yang merupakan inhibitor enzim ireversibel, akan bergabung dengan tembaga dan besi pada tapak aktif enzim sitokrom c oksidase dan memblok pernapasan sel.
Hal-hal yang mempengaruhi aktivitas enzim
Aktivitas enzim dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti suhu, pH, dan konsentrasi.
Biasanya, suhu tinggi meningkatkan laju reaksi yang melibatkan enzim. Suhu optimal untuk reaksi tersebut dikatakan sekitar 37 º C sampai 40 º C. Setelah suhu naik di atas tingkat ini, enzim mendapatkan terdenaturasi dan mereka tidak lagi cocok untuk reaksi dengan substrat.
Variasi pH juga dapat mempengaruhi mekanisme kerja enzim. Tingkat pH optimum dapat bervariasi dari satu enzim yang lain, sesuai dengan lokasi aksi mereka. Variasi dari tingkat pH dapat memperlambat aktivitas enzim dan hasil pH yang sangat tinggi atau rendah dalam enzim terdenaturasi yang tidak dapat memegang substrat dengan benar. Tingkat aktivitas enzimatik dapat meningkat dengan konsentrasi enzim dan substrat.
Demikianlah artikel kali ini yang mengenai sifat, fungsi serta mekanisme kerja enzim. Semoga bermanfaat bagi semua.
****
Patogen menyerang tumbuhan inang dengan berbagai macam cara guna memperoleh zat makanan yang dibutuhkan oleh patogen yang ada pada inang. Untuk dapat masuk kedalam inang patogen mampu mematahkan reaksi pertahanan tumbuhan inang.
Dalam menyerang tumbuhan, patogen mengeluarkan sekresi zat kimia yang akan berpengaruh terhadap komponen tertentu dari tumbuhan dan juga berpengaruh terhadap aktivitas metabolisme tumbuhan inang. Beberapa cara patogen untuk dapat masuk kedalam inang diantaranya dengan cara mekanis dan cara kimia.
==============================================================================
Cara Mekanis
Cara mekanis yang dilakukan oleh patogen yaitu dengan cara penetrasi langsung ke tumbuhan inang. Dalam proses penetrasi ini seringkali dibantu oleh enzim yang dikeluarkan patogen untuk melunakkan dinding sel.
Pada jamur dan tumbuhan tingkat tinggi parasit, dalam melakukan penetrasi sebelumnya diameter sebagian hifa atau radikel yang kontak dengan inang tersebut membesar dan membentuk semacam gelembung pipih yang biasa disebut dengan appresorium yang akhirnya dapat masuk ke dalam lapisan kutikula dan dinding sel.
Skema penetrasi patogen terhadap dinding sel tanaman
=================================================================================
Cara Kimia
Pengaruh patogen terhadap tumbuhan inang hampir seluruhnya karena proses biokimia akibat dari senyawa kimia yang dikeluarkan patogen atau karena adanya senyawa kimia yang diproduksi tumbuhan akibat adanya serangan patogen.
Substansi kimia yang dikeluarkan patogen diantaranya enzim, toksin, zat tumbuh dan polisakarida. Dari keempat substansi kimia tersebut memiliki peranan yang berbeda-beda terhadap kerusakan inang. Misalnya saja, enzim sangat berperan terhadap timbulnya gejala busuk basah, sedang zat tumbuh sangat berperan pada terjadinya bengkak akar atau batang. Selain itu toksin berpengaruh terhadap terjadinya hawar.
Enzim
Secara umum, enzim dari patogen berperan dalam memecah struktur komponen sel inang,
merusak substansi makanan dalam sel dan merusak fungsi protoplas. Toksin berpengaruh terhadap fungsi protoplas, merubah permeabilitas dan fungsi membran sel. Zat tumbuh mempengaruhi fungsi hormonal sel dalam meningkatkan atau mengurangi kemampuan membelah dan membesarnya sel. Sedang polisakarida hanya berperan pasif dalam penyakit vaskuler yang berkaitan dengan translokasi air dalam inang dan ada kemungkinan polisakarida bersifat toksik terhadap sel tumbuhan.Enzim oleh sebagian besar jenis patogen dikeluarkan setelah kontak dengan tumbuhan inang. Tempat terjadinya kontak antara patogen dengan permukaan tumbuhan adalah dinding sel epidermis yang terdiri dari beberapa lapisan substansi kimia. Degradasi setiap lapisan tersebut melibatkan satu atau beberapa enzim yang dikeluarkan patogen.
Contoh bagian tanaman yang telah rusak akibat adanya enzim dari patogen tanaman.
Toksin
Toksin merupakan substansi yang sangat beracun dan efektif pada konsentrasi yang sangat rendah. Toksin dapat menyebabkan kerusakan pada sel inang dengan merubah permeabilitas membran sel, inaktivasi atau menghambat kerja enzim sehingga dapat menghentikan reaksi-reaksi enzimatis. Toksin tertentu juga bertindak sebagai antimetabolit yang mengakibatkan defisiensi faktor pertumbuhan esensial.Toksin yang dikeluarkan oleh patogen dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu patotoksin, vivotoksin dan fitotoksin.
Patotoksin
Patotoksin ialah toksin yang sangat berperan dalam menentukan tingkat keparahan penyakit. Berdasarkan luas kisaran inangnya patotoksin digolongkan menjadi dua, yaitu spesifik dan non-spesifik. Vivotoksin dan fitotoksin umumnya bersifat non-spesifik.VivotoksinVivotoksin ialah substansi kimia yang diproduksi oleh patogen dalam tumbuhan inang dan/atau oleh inang itu sendiri yang ada kaitanya dengan terjadinya penyakit, tetapi toksin ini bukan agen yang memulai terjadinya penyakit. Beberapa kriteria yang ditunjukkan oleh vivotoksin diantaranya: dapat dipisahkan dari tumbuhan inang sakit, dapat dipurifikasi dan karakterisasi
kimia, menyebabkan dari sebagian gejala kerusakan pada tumbuhan sehat, dan dapat diproduksi oleh organisme penyebab penyakit.
Fitotoksin
Fitotoksin adalah toksin yang diproduksi oleh parasit yang dapat menyebabkan sebagian kecil atau tidak sama sekali gejala kerusakan pada tumbuhan inang oleh pathogen. Tidak ada hubungan antara produksi toksin oleh patogen dengan patogenesitas penyebab penyakit.
Contoh gejala pada tanaman inang akibat toksin nonspesifik
Contoh gejala pada tanaman inang akibat toksin spesifik
Zat Tumbuh
Zat tumbuh yang terpenting yaitu auksin, giberellin dan sitokinin, selain itu etilen dan penghambat tumbuh juga memegang peranan penting dalam kehidupan tumbuhan. Patogen tumbuhan dapat memproduksi beberapa macam zat tumbuh atau zat penghambat yang sama dengan yang diproduksi oleh tumbuhan, dapat memproduksi zat tumbuh lain atau zat penghambat yang berbeda dengan yang ada dalam tumbuhan, atau dapat memproduksi substansi yang merangsang atau menghambat produksi zat tumbuh atau zat penghambat oleh tumbuhan.Patogen seringkali menyebabkan ketidak seimbangan sistem hormonal pada tumbuhan dan mengakibatkan pertumbuhan yang abnormal sehingga pada tumbuhan yang terinfeksi oleh patogen tersebut akan timbul gejala kerdil, pertumbuhan berlebihan, terlalu banyaknya akar-akar cabang dan berubahnya bentuk batang.
Contoh gejala pembengkakan pada akar tanaman
Polisakarida
Beberapa pathogen mungkin dapat mengeluarkan substansi lender yang menyelubungi tubuh pathogen tersebut untuk melindungi diri dari factor lingkungan luar yang tidak menguntungkan. Peranan polisakarida pada penyakit tumbuhan hanya terbatas pada layu. Pada vaskuler, polisakarida dalam jumlah yang cukup banyak akan terakumulasi pada xilem yang akan menyumbat aliran air pada tanaman.
Sumber: G.N. Agrios. Plant Pathology.A. Latief Abadi. Ilmu Penyakit Tumbuhan.
***
V. MEKANISME SERANGAN PATOGEN PADA TUMBUHAN
Patogen membutuhkan berbagai macam zat yang berada di dalam sel-sel tumbuhan untuk
kehidupan dan reproduksinya. Zat-zat yang berada di dalam sel tumbuhan dibungkus oleh
membran dan dinding sel. Tumbuhan yang utuh dan sehat sebenarnya merupakan himpunan dari
sel-sel yang dibangun oleh tumbuhan sehingga merupakan suatu benteng yang kokoh.
Permukaan tumbuhan yang berhubungan langsung dengan lingkungan terdiri atas selulosa
seperti yang terdapat pada sel–sel epidermis akar dan ruang-ruang antar sel pada sel-sel
parenkhima daun, atau terdiri atas kutikula yang menutupi dinding-dinding sel epidermis seperti
halnya bagian-bagian tumbuhan yang berada pada permukaan tanah. Bahkan sering terdapat
pula lapisan-lapisan tambahan terdiri atas lilin yang menutupi kutila, khususnya pada bagian-
bagian yang masih muda dari tumbuhan.
Patogen menyerang tumbuhan karena selama perkembangan evolusinya, patogen memperoleh
kemampuan untuk hidup dari zat-zat yang dibuat oleh tumbuhan inang; dan beberapa patogen
tergantung kepada zat-zat tersebut untuk kehidupannya. Kebanyakan dari zat-zat yang dibuat
oleh tumbuhan berada di dalam protoplast dari sel-sel tumbuhan. Bila patogen ingin
mendapatkan jalan masuk ke dalam sel-sel tumbuhan, pertama-tama patogen harus melakukan
penetrasi melalui penghalang/benteng paling luar dari tumbuhan yaitu kutila dan/atau dinding-
dinding sel. Walaupun dinding-dinding sel paling luar tersebut sudah dipenetrasi, penyerangan
selanjutnya masih diperlukan untuk mempenetrasi dinding-dinding sel yang lebih banyak lagi.
Isi sel-sel tumbuhan tidak selalu dalam bentuk yang dapat segera digunakan oleh patogen,
masih perlu dirubah terlebih dahulu menjadi unit-unit yang mudah diabsorbsi dan diassimilasi.
Selain itu, tumbuhan mengadakan reaksi terhadap keberadaan dan aktifitas patogen dengan jalan
membentuk struktur pertahanan baik secara mekanik/fisik maupun zat-zat kimia yang
mengganggu keberadaan dan perkembangan patogen. Bila patogen ingin terus hidup dan
berkembang pada tumbuhan tersebut, maka patogen harus mampu mengatasi kendala-kendala
demikian.
Patogen dalam mengatasi kendala-kendala tersebut harus mampu membuat jalan masuk ke
dalam tumbuhan, mampu mendapatkan bahan makanan dan mampu menetralkan reaksi-reaksi
petahanan tumbuhan. Untuk keberhasilan penyerangan patogen pada tumbuhan, kebanyakan
patogen menghasilkan/memproduksi zat-zat kimia berupa toksin atau enzim yang mampu
merusak komponen-komponen sel atau mampu mengganggu metabolisme tumbuhan inang.
Selain itu penetrasi pada permukaan tumbuhan juga dibantu dengan kekuatan mekanis, bahkan
dalam beberapa hal ada penetrasi patogen yang sepenuhnya dengan kekuatan mekanis.
5.1 Kekuatan Mekanis
Patogen tumbuhan umumnya tidak dapat dengan sengaja menghasilkan kekuatan mekanis
untuk menembus permukaan tubuh tumbuhan. Hanya beberapa jamur, nematoda dan tumbuhan
tingkat tinggi parasit yang menggunakan kekuatan mekanis untuk menembus permukaan
tanaman. Jumlah tekanan mekanis sangat tergantung kepada pelunakan permukaan tumbuhan
oleh enzim-enzim yang disekresikan oleh patogen. Tekanan mekanis ini dapat mencapai tujuh
atmosfir. Jamur dan tumbuhan tingkat tinggi parasit dalam mempenetrasi permukaan tumbuhan,
pertama-tama haruslah menempel dan melekat erat pada permukaan tumbuhan dengan zat-zat
perekat yang ada pada patogen sehingga terjadi adhesi secara intermolekular antara permukaan
tumbuhan dan permukaan patogen.
Jamur setelah menempel dan melekat pada pemukaan tumbuhan, pada ujung hifa jamur akan
dibentuk apresoria berbentuk bola. Kemudian dari apresoria ini muncul jarum penetrasi
(penetration peg) yang akan menembus kutikula dan dinding-dinding sel. Setelah berada di
dalam sel, jarum penetrasi ini berkembang menjadi hifa normal kembali dan mulai mengeluarkan
enzim-enzim yang merusak komponen-komponen sel ataupun mengganggu metabolisme di
dalam sel tumbuhan. Nematoda, baik nematoda endoparasit maupun nematoda ektoparasit,
untuk mempenetrasi permukaan tumbuhan, nematoda tersebut menusukkan stiletnya secara maju
mundur sambil menggerakkan badannya.
5.2. Kekuatan Kimiawi
Aktifitas patogen di dalam tumbuhan sebagian besar bersifat kemis, sehingga pengaruh-
pengaruh yang ditimbulkan patogen di dalam tumbuhan hampir semuanya merupakan reaksi-
reaksi biokimia yang berlangsung antara zat-zat yang dihasilkan oleh patogen dengan zat-zat
yang memang telah tersedia atau zat-zat yang baru dibuat kemudian oleh tumbuhan sebagai
tanggapan terhadap serangan patogen. Kelompok utama senyawa-senyawa kimia yang
dihasilkan oleh patogen di dalam tumbuhan baik secara langsung maupun tidak langsung
menyebabkan tumbuhan sakit dapat berupa enzim, toksin, zat pengatur tumbuh dan
polisakarida. Keempat macam zat tersebut sangat berbeda perannya dalam hal patogenisitas dari
masing-masing patogen.
Pada beberapa penyakit seperti penyakit busuk lunak, peran enzim lebih penting dari zat-zat
lainnya, sedangkan pada penyakit bengkak mahkota (crown gall), zat pengatur tumbuh adalah
yang utama dalam menyebabkan penyakit. Demikian pula penyakit bercak pada tanaman padi-
padian yang disebabkan oleh Helminthosporium (Bipolaris), toksin lebih berperan dalam
menyebabkan terjadinya penyakit. Enzim, toksin dan zat pengatur tumbuh umumnya lebih
penting daripada polisakarida dalam perkembangan penyakit. Semua patogen kecuali virus dan
viroid dapat menghasilkan enzim, zat pengatur tumbuh dan polisakarida. Jamur dan bakteri juga
dapat menghasilkan toksin, sedangkan virus dan viroid tumbuhan mengimbas sel-sel tumbuhan
untuk menghasilkan zat-zat tertentu yang memang telah ada di dalam tumbuhan sehat secara
berlebihan atau memproduksi zat-zat yang sama sekali baru bagi tumbuhan sehat tersebut
sehingga menyebabkan terjadinya ketidak seimbangan zat-zat di dalam tumbuhan sehat yang
akhirnya menyebabkan tumbuhan menjadi sakit.
Enzim dalam penyakit tumbuhan
Secara umum enzim memiliki molekul yang besar yang mengkatalis reaksi-reaksi organik di
dalam sel-sel hidup. Enzim patogen menghancurkan struktur komponen-komponen sel
tumbuhan inang, merubah bahan-bahan makanan di dalam sel, langsung merusak protoplasma
dan membran sel sehingga mengganggu sistem fungsional sel tumbuhan. Enzim patogen
melakukan perusakan secara enzimatis pada zat-zat dari dinding sel tumbuhan dan perusakan
secara enzimatis pada zat-zat yang ada di dalam sel tumbuhan.
1. Perusakan secara enzimatis pada zat-zat dari dinding sel tumbuhan.
Dinding sel tumbuhan terutama terdiri atas kutin, selulosa, pektat dan lignin.
Kutin.
Kutin merupakan komponen-komponen utama lapisan kutikula. Kutin adalah suatu poliester
yang tidak larut di dalam air, dan kebanyakan adalah derivat hidroksi asam-asam lemak.
Senyawa-senyawa kimia pada kutin dirubah ke dalam bentuk yang lebih sederhana oleh enzim
kutinase yang dihasilkan oleh patogen. Kutinase adalah suatu esterase yang memutus hubungan
ester antara molekul-molekul kutin serta melepaskan derivat-derivat asam lemak.
Selulosa.
Selulosa merupakan koponen utama pada kerangka dinding sel. Selulosa adalah polisakarida
yang tersusun dari rantai molekul glukosa. Untuk menghancurkan selulosa dari dinding sel
tumbuhan, patogen mensekresikan enzim selulase yang dapat menghidrolisis selulosa menjadi
molekul-molekul glukosa sehingga menyebabkan sel menjadi rusak dan lunak. Glukosa yang
terlarut sebagai hasil penguraian selulosa merupakan sumber nutrisi bagi patogen.
Pektat.
Pektat merupakan komponen utama lamella tengah antar sel . Lamella tengah berfungsi
sebagai semen yang merekat dinding-dinding sel yang berdekatan. Senyawa-senyawa kimia
pada bahan pekat terutama adalah Ca-pektat. Rantai pektat dipecah oleh enzim pektinase yang
dihasilkan oleh patogen, sehingga lamella tengah larut, mengakibatkan sel-sel tumbuhan inang
terlepas satu dengan lainnya. Keadaan ini mengakibatkan kematian sel dan jaringan tumbuhan.
Lignin.
Lignin terdapat pada lamella tengah, pada dinding sel pembuluh xylem, pada serat-serat
penguat tumbuhan dan pada sel-sel epidermis. Lignin dirubah ke dalam bentuk yang lebih
sederhana oleh enzim ligninase yang di hasilkan oleh patogen.
2. Perusakan secara enzimatis pada senyawa-senyawa kimia yang terdapat di dalam sel tumbuhan.
Kebanyakan patogen, sebagian atau seluruh hidupnya berasosiasi dengan protoplast
tumbuhan dan mendapatkan bahan makanan dari protoplast tersebut. Beberapa macam bahan
makanan seperti asam-asam amino dan gula dapat secara langsung diabsorbsi oleh patogen,
mungkin karena molekul-molekulnya cukup kecil. Namun kebanyakan jamur dan bakteri
memperoleh makanannya dengan jalan mematikan protoplast terlebih dahulu. Bahan-bahan
makanan seperti protein, pati dan lemak di dalam sel tumbuhan baru dapat digunakan oleh
patogen setelah bahan-bahan tersebut dirubah ke dalam bentuk yang lebih sederhana dengan
enzim-enzim yang dikeluarkan oleh patogen.
Protein.
Sel-sel tumbuhan berisi protein yang berbeda-beda dalam jumlah yang banyak dengan
peranan yang bemacam-macam baik sebagai katalis reaksi-reaksi selular atau sebagai bahan-
bahan struktural dari membran. Molekul-molekul protein tersebut dirubah ke dalam bentuk yang
lebih sederhana oleh enzim-enzim proteinase yang dihasilkan oleh patogen.
Pati.
Kebanyakan patogen menggunakan pati untuk aktifitas metaboliknya. Untuk itu pati dirubah
ke dalam bentuk yang lebih sederhana oleh enzim amilase yang dihasilkan oleh patogen. Dalam
hal ini pati dirubah menjadi glukosa (gula) yang langsung bisa diabsorbsi oleh patogen.
Lipid.
Karakteristik dari semua lipid adalah berisi asam-asam lemak. Lemak merupakan salah satu
bahan dasar penting pada membran plasma tumbuhan yang befungsi mengatur keluar masuknya
zat-zat makanan. Lipid dirubah ke dalam bentuk yang lebih sederhana oleh enzim lipase yang
dihasilkan oleh patogen.
Toksin langsung merusak komponen protoplasma dan mengganggu permeabilitas membran
plasma serta fungsi membran tersebut. Sel-sel tumbuhan hidup merupakan suatu sistem yang
kompleks, banyak reaksi-reaksi biokimia yang saling bergantung satu sama lainnya berlangsung
secara bersamaan atau berlangsung secara berurutan dan tetap sehingga bila ada sedikit saja
gangguan terhadap reaksi-reaksi metabolik ini akan menyebabkan kekacauan dari proses-proses
fisiologi tumbuhan. Di antara faktor-faktor yang dapat menyebabkan gangguan terhadap reaksi-
reaksi metabolik tersebut adalah toksin yang dihasilkan oleh mikroorganisme patogenik.
Toksin adalah zat yang sangat beracun dan efektif walaupun hanya dalam konsentrasi yang
sangat kecil. Toksin secara langsung bekerja pada protoplasma tumbuhan inang sehingga
merusak atau mematikan sel tumbuhan. Ada toksin yang dapat meracuni banyak spesies
tumbuhan dari famili yang berbeda (non-spesifik-toksin) dan ada pula yang hanya terbatas pada
beberapa spesies atau varitas (spesifik toksin). Jamur dan bakteri dapat menghasilkan toksin
baik di dalam tumbuhan yang terinfeksi maupun pada media biakan.
Toksin dapat mengganggu sel-sel tumbuhan inang dengan cara sebagai berikut.
a. merusak permeabilitas membran sel;
b. menyebabkan kerja enzim tidak aktif sehingga mengacaukan reaksi-reaksi enzimatis di dalam
tumbuhan.
c. bertindak sebagai antimetabolik sehingga menyebabkan defisiensi dari faktor-faktor
pertumbuhan tanaman.
Contoh-contoh toksin antara lain adalah sebagai berikut.
1. Toksin non–spesifik
a. Tabtoksin; dihasilkan oleh bakteri Pseudomonas syringae p.v tabaci penyebab penyakit pada
tembakau maupun pada leguminosa, jagung dan kopi.
b. Tentoksin; dihasilkan oleh jamur Alternaria tenuis yang menyebabkan klorosis pada banyak
species tanaman yang sedang disemaikan.
c. Pyricularin; dihasilkan oleh jamur Pyricularia oryzae penyebab penyakit blast pada berbagai
varietas padi.
2 Toksin Spesifik.
a. T-Toksin; dihasilkan oleh jamur Helminthosporium maydis ras T; yang menyebabkan penyakit
hawar daun pada tanaman jagung.
b. AM-Toksin; dihasilkan oleh jamur Alternaria alternata pada tanaman apel.
Zat pengatur tumbuh menimbulkan pengaruh-pengaruh hormonal pada sel dan memperbesar
atau mengurangi kemampuan sel tumbuhan untuk membelah diri dan berkembang. Pertumbuhan
tanaman diatur oleh sejumlah kecil senyawa-senyawayang terjadi secara alami dan bertindak
sebagai hormone yang umumnya disebut zat pengatur tumbuh (zpt). ZPT bekerja dengan
konsentrasi yang sangat kecil, dan bila terjadi penyimpangan konsentrasi walaupun sangat kecil
akan dapat menyebabkan pola perkembangan yang sangat berbeda pada tumbuhan. ZPT yang
paling penting pada tumbuhan adalah auksin, giberelin, sitokinindan etilen. Zat-zat ini memiliki
peranan penting dan menentukan dalam kehidupan tumbuhan.
Auksin. Auksin terjadi secara alami di dalam tumbuhan sebagai asam indol-3 asetat
(AIA/Indole-3 Acetic Acid/IAA) dan diproduksi secara terus-menerus pada jaringan tumbuhan
hidup dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tumbuhan. Kegunaan auksin bagi tumbuhan
antara lain untuk perpanjangan dan diferensiasi sel, mempengaruhi permeabilitas membran,
peningkatan respirasi dan merangsang sintesa mRNA, protein enzim dan protein struktural.
Giberelin. Giberelin adalah unsur pokok tumbuhan hijau. Giberelin yang terkenal adalah asam
giberelik. Giberelin mendorong pertumbuhan, mempercepat pemanjangan tumbuhan yang
kerdil, mendorong pembungaan, pemanjangan batang dan akar serta pertumbuhan buah.
Sitokinin. Sitokinin adalah faktor pertumbuhan yang penting bagi pertumbuhan dan diferensiasi
sel. Sitokinin menghalangi perombakan protein dan asam nukleat sehingga menghalangi proses
penuaan. Selain itu sitokinin mampu mengarahkan aliran asam amino dan bahan makanan pada
seluruh bagian tumbuhan. Konsentrasi sitokinin di dalam tumbuhan adalah rendah.
Etilen. Etilen diproduksi secara alami di dalam tumbuhan. Etilen memiliki pengaruh dalam
pematangan buah dan pengguguran daun.
Patogen tumbuhan menghasilkan zat pengatur tumbuh (ZPT) yang sejenis dan lebih banyak dari
yang dihasilkan tumbuhan, demikian juga patogen menghasilkan zat penghambat tumbuh yang
sejenis dan lebih banyak dari yang dihasilkan tumbuhan. Patogen tumbuhan dapat juga
menghasilkan ZPT dan zat penghambat tumbuh yang baru dan berbeda dengan yang dihasilkan
oleh tumbuhan bahkan patogen dapat menghasilkan zat-zat yang dapat mencegah produksi ZPT
dan zat penghambat tumbuh yang dihasilkan tumbuhan.
Akibat adanya dua sumber ZPT dan zat penghambat tumbuh di dalam tumbuhan yang terinfeksi
patogen akan menimbulkan ketidak seimbangan dalam sistem hormonal tumbuhan sehingga
menghasilkan abnormalitas pertumbuhan tanaman. Patogen dapat menyebabkan tumbuhan
menjadi sakit melalui sekresi ZPT pada tumbuhan terinfeksi dengan gejala antara lain berupa
kerdil, katai, roset, percabangan akar yang berlebihan, malformasi batang dan daun serta gugur
daun sebelum waktunya
Molekul-molekul polisakarida menghambat secara pasif translokasi air di dalam pembuluh-
pembuluh tumbuhan. Molekul-molekul besar Polisakarida yang dihasilkan oleh patogen pada
sistem pembuluh tumbuhan dapat menyumbat pembuluh-pembuluh tersebut sehingga
meyebabkan kelayuan pada tumbuhan.
5.3 Akibat Gangguan Patogen pada Fungsi Fisiologis Tumbuhan
Ketika patogen menginfeksi tumbuhan dalam rangka mendapatkan makanan untuk
kehidupannya, maka tergantung kepada macam patogen dan macam organ dan jaringan
tumbuhan yang diinfeksinya, patogen akan mengganggu satu atau beberapa atau semua fungsi
fisiologis tumbuhan sehingga akan menimbulkan berbagai macam gejala penyakit pada
tumbuhan sesuai dengan fungsi fisiologis yang mana yang diganggunya.
Gangguan pada Fotosintesis
Fotosintesis merupakan fungsi dasar tumbuhan berhijau daun yang memungkinkan
tumbuhan merubah energi cahaya menjadi energi kimia, sehingga energi tersebut dapat
digunakan untuk berbagai aktifitas sel tumbuhan. Dengan kata lain fotosintesis merupakan
sumber utama semua energi yang digunakan di dalam tumbuhan. Pada fotosintesis karbon
dioksida dari atmosfir, dan air dari dalam tanah dibawa bersama ke dalam kloroplast yang
terdapat pada bagian-bagian hijau tumbuhan, kemudian dengan bantuan cahaya terjadilah reaksi
sehingga terbentuk glukosa disertai pelepasan oksigen seperti berikut.
cahaya 6C02 + 6H2O C6 H12 O6 + 6 O2
klorofil
Mengingat pentingnya kedudukan fotosintesis dalam kehidupan tumbuhan, maka setiap
gangguan patogen terhadap fotosintesis dapat mengakibatkan tumbuhan sakit. Gangguan
patogen pada fotosintesis dapat mengakibatkan terjadinya klorosis, nekrosis, pertumbuhan
terhambat dan mengurangi jumlah buah.
Pada penyakit daun, misalnya bercak daun, hawar daun, dan berbagai penyakit yang
menyebabkan kerusakan jaringan atau rontoknya daun, fotosintesis menurun karena
berkurangnya luas permukaan tumbuhan untuk berfotosintesis. Rusaknya kloroplast oleh
patogen, juga menyebabkan menurunnya fotosintesis terutama bila penyakitnya sudah
berkembang lebih lanjut dan parah. Pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan
jamur, fotosintesis juga menurun karena keberadaan toksin seperti tentoksin dan tabtoksin yang
dihasilkan oleh mikroorganisme tersebut. Toksin akan menghambat kerja beberapa enzim
tumbuhan yang secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam proses fotosintesis. Pada
penyakit-penyakit yang disebabkan oleh virus, molikut dan nematoda juga mengurangi proses
fotosintesis karena mereka menimbulkan klorosis pada tumbuhan. Tumbuhan yang telah
mengalami penyakit pada tingkat lanjut, laju fotosintesisnya tidak lebih dari seperempat laju
fotosintesis pada tumbuhan normal.
Gangguan pada Translokasi Air dan Bahan Makanan Di Dalam Tumbuhan
Seluruh sel-sel tumbuhan hidup membutuhkan air dalam jumlah banyak serta bahan-bahan
organik dan anorganik dalam jumlah cukup supaya dapat hidup dan melaksanakan fungsi-fungsi
fisiologis. Air dan bahan anargonik (mineral) diabsorbsi oleh tumbuhan dari dalam tanah
melalui sistem perakaran. Bahan-bahan tersebut umumnya ditranslokasikan ke bagian-bagian
atas melalui pembuluh-pembuluh silem batang dan ke ikatan-ikatan pembuluh pada petiola dan
tulang-tulang daun, untuk selanjutnya masuk ke dalam sel-sel daun. Bahan-bahan mineral dan
air digunakan oleh sel-sel daun atau sel-sel lainnya untuk sintesa berbagai macam zat, sedang
kelebihan air diuapkan ke dalam ruang-ruang antar sel dan selanjutnya didifusikan ke atmosfir
melalui stomata. Bahan-bahan organik tumbuhan dibuat di dalam sel-sel daun sebagai hasil
fotosintesis, dan ditranslokasikan ke bagian-bagian bawah tumbuhan dan didistribusikan ke
seluruh sel tumbuhan melalui jaringan pembuluh floem.
Bila suatu patogen menggangu pergerakan bahan-bahan anorganik dan air ke bagian atas
tumbuhan atau pergerakan bahan-bahan organik ke bagian-bagian bawah tumbuhan, maka
bagian-bagian yang tidak mendapatkan bahan-bahan tersebut akan berada pada kondisi sakit.
Bagian-bagian yang sakit ini tidak bisa melaksanakan fungsinya masing-masing, sehingga
bagian yang sakit ini tidak dapat mendukung bagian-bagian lainnya yang masih sehat, demikian
seterusnya, akhirnya tumbuhan secara keseluruhan akan berada dalam kondisi sakit. Sebagai
contoh, bila pergerakan air yang menuju ke daun-daun terganggu, maka daun tidak dapat
befungsi sebagaimana mestinya, sehingga fotosintesis menurun atau behenti, dan akibatnya tidak
ada atau sedikit bahan makanan yang dapat ditranslokasikan ke bagian-bagian akar, dan akar
pun tidak dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, demikian seterusnya sehingga akar
menjadi kelaparan, sakit dan mati. Bila patogen merusak sistem perakaran maka akar tidak
dapat /hanya sedikit mengabsorbsi air dari dalam tanah. Patogen yang tumbuh dan berkembang
di dalam pembuluh silem juga menghambat translokasi air melalui batang. Selain itu ada pula
beberapa patogen yang menyebabkan transpirasi berlebihan melalui daun dan stomata.
Patogen-patogen tertentu seperti bakteri bengkak mahkota (crown gall/ Agrobacterium
tumefaciens), jamur akar gada (Plasmodiophora brassicae) dan nematoda puru akar
(Meloidogyne sp.) menyebabkan terbentuknya bengkakan pada batang atau akar atau pada
keduanya. Pembesaran dan pembelahan sel-sel di seputar pembuluh silem akan mendesak dan
menekan pembuluh silem sehingga menyempitkan pembuluh silem yang berakibat tidak
efisiennya translokasi air di dalam tumbuhan.
Disfungsi yang sangat tipikal pada silem dalam translokasi air terdapat pada penyakit-
penyakit layu pembuluh yang disebabkan oleh jamur Ceratocystis, Ophiostoma, Fusarium,
Verticillium dan bakteri Pseudomonas, Ralstonia dan Erwinia. Patogen-patogen ini menyerang
silem akar dan batang sehingga memblok aliran air ke bagian atas tumbuhan. Pada kebanyakan
tumbuhan yang diinfeksi oleh patogen-patogen ini, laju aliran air dapat berkurang sekitar dua
sampai empat persen dibandingkan dengan tumbuhan yang sehat.. Keadaan demikian inilah
yang menyebabkan tumbuhan benar-benar berada pada kondisi sakit bahkan akan berakibat
kematian bagi tumbuhan.
Gangguan pada Transpirasi Tumbuhan
Daun-daun yang diinfeksi oleh patogen, biasanya akan menyebabkan transpirasi tumbuhan
meningkat karena rusaknya lapisan pelindung pada daun seperti kutikula sehingga akan
meningkatkan permeabilitas sel-sel daun serta tidak berfungsinya stomata. Dalam keadaan
demikian tumbuhan akan kehilangan air dalam jumlah yang banyak, lalu diikuti pula dengan
kehilangan turgor dan akhirnya terjadi kelayuan. Penyakit-penyakit seperti penyakit karat yang
memiliki banyak pustul akan memecahkan epidermis daun, dan embun tepung serta bercak
sangat merusak kutikula dan epidermis sehingga meneyebabkan kehilangan air dalam jumlah
yang banyak dan tidak terkendali. Tenaga hisap dari daun-daun yang bertranspirasi secara
berlebihan akan meningkat secara abnormal sehingga menyebabkan tumbuhan lemah atau tidak
berfungsinya alat-alat pada pembuluh untuk menghasilkan tilosis dan blendok (gum).
Gangguan pada Respirasi Tumbuhan
Respirasi adalah proses oksidasi (pembakaran) karbohidrat dan asam lemak yang
dikendalikan secara enzimatis di dalam sel tumbuhan untuk membebaskan energi yang
terkandung di dalamnya sehingga energi tersebut dapat digunakan untuk berbagai aktifitas sel.
Proses respirasi tumbuhan terdiri atas dua langkah. Langkah pertama adalah perombakan
glukosa menjadi pirufat oleh enzim-enzim yang terdapat di dalam sitoplasma, baik dengan
bantuan atau tanpa bantuan oksigen. Reaksi ini disebut glikolisis. Langkah ke dua adalah
perombakan pirufat menjadi karbondioksida dan air, yang merupakan rangkaian dari reaksi-
reaksi yang disebut siklus Kreb yang diakhiri dengan terminal oksidasi. Dalam keadaan normal
yaitu adanya oksigen, kedua langkah tersebut dapat melangsungkan reaksi-reaksinya sehingga
dari satu molekul gula didapatkan hasil berupa enam molekul karbondioksida dan enam molekul
air. Reaksi tersebut secara sederhana dinyatakan sebagai berikut.
C6H12O6 + 6O2 6CO2 + 6H2O
Sebagian energi tersebut dirubah menjadi ikatan-ikatan berenergi tinggi berupa adenosin
trifosfat (ATP) yang dapat digunakan kembali. Energi yang tersimpan dalam ikatan-ikatan ATP
dibentuk dari penambahan kelompok fosfat (PO4) pada adenosin difosfat (ADP). Penambahan
fosfat pada ADP untuk menjadi ATP disebut fosforilasi oksidatif. Setiap aktifitas sel
membutuhkan energi yang tersimpan di dalam ATP dengan cara merombak ATP menjadi ADP
dan fosfat anorganik. Energi yang dihasilkan dari proses respirasi digunakan oleh tumbuhan
untuk semua jenis aktifitas sel seperti akumulasi dan mobilisasi senyawa-senyawa, sintesa
protein, aktivasi enzim, pertumbuhan dan pembelahan sel, reaksi-reaksi pertahanan tumbuhan
terhadap patogen, dan proses-proses lainnya. Demikian luasnya fungsi respirasi, sehingga
apapun bagian tumbuhan yang diinfeksi patogen akan langsung mengganggu respirasi tumbuhan.
Bila tumbuhan diinfeksi oleh patogen, laju respirasi umumnya meningkat, ini berarti bahwa
jaringan yang terserang patogen akan menghabiskan cadangan karbohidrat lebih cepat dari
jaringan sehat. Peningkatan laju respirasi terjadi setelah infeksi, dan terus meningkat selama
perbanyakan dan sporulasi patogen, kemudian menurun sampai level normal kembali bahkan
sampai level lebih rendah dari respirasi tumbuhan sehat. Peningkatan respirasi pada tumbuhan
sakit disebabkan oleh terjadinya peningkatan kegiatan metabolisme di dalam tumbuhan seperti
peningkatan aliran protoplasmik, peningkatan sintesa bahan-bahan serta translokasi dan
akumulasi bahan-bahan tersebut pada area yang terinfeksi. Semua energi yang dibtuhkan untuk
kegiatan ini berasal dari ATP yang dihasilkan melalui respirasi.
Gangguan pada Permeabilitas Membran Sel
Membran sel berfungsi sebagai penghalang permeabilitas dan hanya memasukkan zat-zat
yang dibutuhkan oleh sel serta mencegah keluarnya zat-zat yang dibutuhkan tersebut. Gangguan
terhadap membran sel oleh toksin, enzim serta bahan-bahan kimia lainnya yang dihasilkan oleh
patogen akan menyebabkan rusaknya membran sel sehingga terjadi kebocoran yang
mengakibatkan hilangnya zat-zat yang dibutuhkan oleh sel atau masuknya zat-zat yang tidak
dikehendaki oleh sel.
Gangguan pada Translokasi Nutrisi Organik Melalui Floem
Produksi nutrisi organik di dalam sel sebagai hasil proses fotosintesis dialirkan melalui
plasmodesmata ke dalam elemen-elemen floem yang berdekatan, kemudian diteruskan ke
pembuluh tapis dalam floem dan akhirnya dialirkan melalui plasmodesmata ke dalam
protoplasma sel-sel yang tidak befotosintesis untuk dimanfaatkan atau dialirkan ke dalam organ-
organ penyimpanan. Patogen dapat menghambat aliran nutrisi organik dari sel-sel daun ke floem
dengan cara mengganggu elemen-elemen floem atau mengganggu aliran bahan nutrisi dari floem
ke sel-sel yang membutuhkan nutrisi tersebut.
Jamur parasit obligat seperti jamur karat dan tepung akan menyebabkan akumulasi hasil-hasil
fotosintesis dan nutrisi anorganik di area yang diinvasi oleh patogen. Sintesa pati juga
meningkat di area yang terinfeksi. Pada penyakit-penyakit kanker pada tumbuhan berkayu,
patogen menyerang dan tinggal lama di kulit kayu dan merusak elemen floem di area tersebut
sehingga mengganggu translokasi nutrisi ke tempat-tempat lain. Penyakit-penyakit yang
disebabkan oleh fitoplasma dan bakteri hanya terbatas pada floem, bakterinya sendiri berada dan
berkembang biak di dalam pembuluh tapis floem sehingga menyebabkan terganggunya
translokasi nutrisi di dalam tumbuhan sakit.
Gangguan Patogen pada Pertumbuhan Tanaman
Patogen yang merusak bagian-bagian tumbuhan yang melakukan proses fotosintesis atau
yang merusak perakaran atau yang memblok aliran bahan-bahan organik dan anorganik pada
pembuluh floem dan silem secara nyata akan mengganggu pertumbuhan tanaman sehingga
terjadi abnormalitas pertumbuhan berupa pertumbuhan yang lambat, pengurangan ukuran
tumbuhan, abnormalitas pertumbuhan organ dan jaringan, penurunan hasil, bahkan kematian
tumbuhan.
Pengaruh yang sangat nyata dari gangguan patogen pada pertumbuhan tanaman adalah yang
disebabkan oleh virus dan viroid. Banyak jenis-jenis virus yang menyebabkan tumbuhan
menjadi kerdil, katai, daun-daunnya menjadi keriting atau menggulung serta terjadinya
perubahan bentuk (malformasi) pada buah. Beberapa virus dapat menyebabkan pembengkakan
(gall) pada akar, batang dan daun.
Gangguan Patogen pada Proses Reproduksi Tumbuhan
Patogen yang menyerang berbagai macam organ dan jaringan tumbuhan akan merusak
bahkan dapat mematikan organ dan jaringan tersebut sehingga secara tidak langsung tumbuhan
menjadi lemah, ukurannya lebih kecil dari tumbuhan sehat, berbunga dan berbuah sedikit,
bahkan biji-biji yang berasal dari tumbuhan yang terinfeksi tidak memiliki kekuatan dan daya
hidup sehingga bila biji-biji tersebut ditanam tidak akan tumbuh semua, dan yang berhasil
tumbuhpun akan menjadi lemah. Gangguan secara langsung terhadap reproduksi tumbuhan
terjadi bila patogen menyerang bunga, buah dan biji atau embryo di dalam biji. Serangan
patogen pada bunga dan buah ada yang dapat menyebabkan terjadinya gugur bunga dan gugur
buah sebelum waktunya (prematur). Ada pula serangan patogen pada buah, biji dan embryo
yang menyebabkan buah atau biji tersebut tidak membentuk isi yang normal, malah terisi penuh
oleh tubuh buah patogen seperti yang terjadi pada penyakit gosong (smut) pada biji jagung yang
disebabkan oleh jamur Ustilago maydis.
Pada beberapa penyakit tumbuhan yang disebabkan oleh virus, fitoplasma dan penyakit
bakteri terbatas pada floem (phloem-limited bacteria) akan mengakibatkan tumbuhan tersebut
tidak dapat membentuk bunga; andaikata terbentuk bunga juga akan menghasilkan bunga-bunga
yang steril sehingga tumbuhan tidak mampu menghasilkan buah.
Gangguan Patogen pada Transkripsi dan Translasi
Transkripsi DNA selular ke dalam mRNA dan translasi mRNA untuk menghasilkan protein-
protein merupakan dua proses yang sangat mendasar dan umum dalam biologi sel yang normal.
Bagian-bagian genom yang terlibat dan tingkatan serta waktu transkripsi dan translasi berbeda-
beda, sesuai dengan tingkatan perkembangan dan kebutuhan setiap sel. Gangguan patogen
terhadap transkripsi dan translasi akan menyebabkan perubahan-perubahan ekspresi gen yang
berakibat terjadinya kesalahan transkripsi dan translasi.
Beberapa patogen, terutama virus dan jamur parasit obligat seperti jamur karat dan embun
tepung mempengaruhi proses transkripsi pada sel-sel yang terinfeksi. Ada pula patogen yang
mempengaruhi proses transkripsi dengan cara merubah komposisi, struktur, atau fungsi kromatin
yang berasosiasi dengan DNA sel. Jaringan tumbuhan yang terinfeksi sering meningkatkan
aktifitas beberapa jenis enzim yang berhubungan dengan penyediaan energi (respirasi).
Walaupun sejumlah enzim telah ada di dalam sel pada saat infeksi terjadi, namun beberapa
enzim harus dibuat pada saat terjadi infeksi sehingga dibutuhkan peningkatan aktifitas transkripsi
dan translasi.
5.4. Latihan Pertanyaan
1. Jelaskan mengapa pada dasarnya patogen itu sulit menyerang tumbuhan !
2 Jelaskan cara kerja kekuatan mekanis patogen saat mempenetrasi tumbuhan !