bisnis, lingkungan hidup, dan etika
TRANSCRIPT
BISNIS, LINGKUNGAN HIDUP, DAN ETIKA
MAKALAH
UNTUK MEMENUHI MATA KULIAH
Etika Bisnis dan Profesi
yang dibina oleh Bapak Elly
oleh :
Anatasya Aulia A
130413615009
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN MANAJEMEN
April 2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah kerusakan lingkungan merupakan masalah
bersama yang harus dipecahkan secara bersama-sama
pula. Merebaknya kasus-kasus kerusakan lingkungan
mulai dari yang kecil sampai ke tahap yang bersifat
serius di indonesia merupakan dampak dari
terakumulasinya kerusakan dalam jangka waktu yang
relatif lama. Berbagai faktor menjadi penyebab
terjadinya kerusakan lingkungan tersebut, mulai dari
prilaku individu yang tidak care terhadap alam sampai
pada masalah yang ditimbulkan oleh kegiatan ekonomi
yang mengekploitasi alam untuk memenuhi kebutuhan
manusia.
Masalah-masalah terkait antara bisnis dan
kerusakan lingkungan merupakan masalah kekinian yang
patut diselesaikan sesegera mungkin, khususnya
1
di indonesia. Berbagai persoalan menyangkut kerusakan
lingkungan yang dilakukan oleh kalangan pebisnis kerap
kali memiliki sangkut paut dengan cara dan etika dalam
menjalankan bisnisnya. Binis yang baik (good business)
adalah bisnis yang membawa banyak keuntungan jika di
tinjau dari sektor ekonomi, bisnis yang baik adalah
bisnis yang menaati hukum serta peraturan yang
berlaku, juga merupakan bisnis yang baik jika baik
secara moral dan etika dalam aktivitas bisnisnya.
Maksimalisasi keuntungan merupakan salah satu
prinsip dalam kapitalisme, dalam pijakan teori ini
segala cara dapat dilakukan untuk memperoleh
keuntungan yang sebenarnya (sesuai dengan prinsip
ekonomi, dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya
berusaha memperoleh hasil yang sebesar-besarnya). Efek
dari mencari keuntungan yang sebesar-besarnya adalah
terjadinya eksploitasi tenaga kerja, ekploitasi
lingkungan, serta konsumen.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa masalah dalam krisis lingkungan hidup?
b. Bagaimanakah keterkaitan lingkungan hidup dan
ekonomi?
c. Bagaimanakah hubungan manusia dengan alam?
2
d. Apakah dasar etika tanggung jawab terhadap
lingkungan hidup?
e. Bagaimanakah implementasi tanggung jawab terhadap
lingkungan hidup?
1.3 Tujuan Pembahasan
a. Mengetahui masalah dalam krisis lingkungan hidup.
b. Mengetahui keterkaitan lingkungan hidup dan ekonomi.
c. Mengetahui hubungan manusia dengan alam.
d. Mengetahui dasar etika tanggung jawab terhadap
lingkungan hidup.
e. Mengetahui implementasi tanggung jawab terhadap
lingkungan hidup.
3
BAB II
KAJIAN TEORI
a. Terdapat enam masalah pokok yang menjadi pembahasan
dalam dampak pencemaran lingkungan akibat kegiatan
bisnis dalam dimensi global yaitu akumulasi bahan
beracun, efek rumah kaca, perusakan lapisan ozon,
hujan asam, deforestasi dan penggurunan, dan keanekaan
hayati.
b. Keterkaitan lingkungan hidup dengan ekonomi dilihat
dalam beberapa perspektif yaitu lingkungan hidup
sebagai the commons, lingkungan hidup tidak lagi
eksternalitas, dan pembangunan berkelanjutan.
c. Terdapat dua tendensi dalam ekologi menyangkut dengan
manusia, yaitu bahwa hubungan manusia dengan alam
dilihat melalui pendekatan teknokratis yang memberikan
dampak positif dan negatif dan pandangan modern
tentang alam adalah antroposentris dengan menempatkan
manusia sebagai pusatnya, namun untuk mengatasi krisis
lingkungan hidup menggunakan pandangan ekosentris
dengan menempatkan alam sebagai pusatnya.
d. Terdapat 8 prinsip ekologi dalam hubungan manusia
dengan alam, yaitu: Kesejahteraan dan keadaan baik
dari kehidupan manusiawi maupunkehidupan bukan
4
manusiawi di bumi mempunyai nilai intrinsik. Nilai-
nilai ini tak tergantung dari bermanfaat tidaknya
dunia bukan manusiawi untuk tujuan manusia.
1. Kesejahteraan dan keadaan baik dari kehidupan
manusiawi maupunkehidupan bukan manusiawi di bumi
mempunyai nilai intrinsik. Nilai-nilai ini tak
tergantung dari bermanfaat tidaknya dunia bukan
manusiawi untuk tujuan manusia.
2. Kekayaan dan keanekaan bentu-bentuk hidup
menyumbangkan kepada terwujudnya nilai-nilai ini dan
merupakan nilai sendiri.
3. Manusia tidak berhak mengurangi kekayaan dan
keanekaan ini, kecuali untuk memenuhi kebutuhan
vitalnya.
4. Keadaan baik dari kehidupan dan kebudayaan manusia
dapat dicocokkan dengan dikuranginya secara
substansial jumlah penduduk. Keadaan baik kehidupan
bukan manusiawi memerlukan dikuranginya jumlah
penduduk itu.
5. Campur tangan manusia dengan dunia bukan manusiawi
kini terlalu besar, dan situasi memburuk dengan
cepat.
6. Karena itu kebujakan umum harus berubah. Kebijakan
itu menyangkut struktur-struktur dasar dibidang
ekonomis, teknologis, dan ideologis. Keadaan yang
5
timbul sebagai hasilnya akan berbeda secara
mendalam dengan struktur-struktur sekarang.
7. Perubahan ideologis adalah terutama menghargai
kualitas kehidupan (artinya manusia dapattinggal
dalm situasi-situasi yang bernilai inheren), dan
bukan berpegang pada standar kehidupan yang semakin
tinggi. Akan timbul kesadaran mendalam akan
perbedaan antara big (kuantitas) dan great (kualitas).
8. Mereka yang menyetujui butir-butir sebelumnya
berkewajiban secara langsung dan tidak langsung
untuk berusaha mengadakan perubahan-perubahan yang
perlu.
e. Dasar etika tanggung jawab terhadap lingkungan hidup
adalah teori hak dan deontologi, utilitarisme, dan
keadilan.
f. Terdapat dua pertanyaan yang dipertanyakan dalam
mengimplementasikan tanggung jawab terhadap krisis
lingkungan hidup, yaitu siapa yang membayar dan
bagaimana beban dibagi.
6
BAB III
KAJIAN EMPIRIS
3.1 Kasus Reaktor Nuklir di Chernobyl
Tanggal 26 April 1986, 22 tahun lalu, pukul 01.23
terjadi ledakan pada Unit 4 PLTN Chernobyl. Peristiwa
ini menggemparkan dunia karena mengingatkan kembali
pada ledakan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki,
Jepang, saat berkecamuk Perang Dunia II yang
menewaskan sekitar 220.000 orang.Trauma Hiroshima dan
Nagasaki belum hilang dari ingatan orang, muncul
kembali peristiwa Chernobyl yang termasuk kecelakaan
terbesar pada PLTN selama kurang lebih 60 tahun.
Berbagai media cetak dan elektronik sejagat
memberitakan tragedi itu secara beragam baik yang
bersifat normatif, emosional, ataupun bombastis.
Trauma yang melanda masyarakat di lokasi kejadian
dan sekitarnya akibat peristiwa Chernobyl menjadikan
setiap tanggal 26 April pukul 01.23 lonceng
berdentang-dentang di Ukraina. Walaupun malam telah
larut dan udara dingin, namun warga tetap terjaga.
Mereka meletakkan bunga dan lilin di monumen korban
bencana Chernobyl. Upacara yang sama digelar di
Slavutych, Rusia, kota yang didirikan untuk menampung
7
para pekerja Reaktor Chernobyl. Upacara juga
diperingati di negara tetangga Ukraina, yaitu Belarus,
yang ikut menderita akibat bencana Chernobyl.
Reaktor Chernobyl jenis RBMK didirikan di atas
tanah rawa di sebelah utara Ukraina, sekitar 80 mil
sebelah utara Kiev. Reaktor unit 1 mulai beroperasi
pada 1977, unit 2 pada 1978, unit 3 pada 1981, dan
unit 4 pada 1983. Sebuah kota kecil, Pripyat, dibangun
dekat PLTN Chernobyl untuk tempat tinggal pekerja
pembangkit itu dan keluarganya. Tipe PLTN Chernobyl
dirancang untuk menghasilkan “plutonium” guna
pembuatan senjata nuklir serta listrik. Tipe PLTN
berfungsi ganda seperti ini tidak ada di negara-negara
Barat, seperti, AS dan Prancis, yang merupakan negara
pioner PLTN di samping Uni Soviet (pada waktu itu)
sebagai pioner pertama.
Secara garis besar, bencana Chernobyl dapat
dijelaskan sebagai berikut. Pada 25 April 1986 reaktor
unit 4 direncanakan dipadamkan untuk perawatan rutin.
Selama pemadaman berlangsung, teknisi akan melakukan
tes untuk menentukan apakah pada kasus reaktor
kehilangan daya turbin dapat menghasilkan energi yang
cukup untuk membuat sistem pendingin tetap bekerja
sampai generator kembali beroperasi.
8
Proses pemadaman dan tes dimulai pukul 01.00 pada
25 April. Untuk mendapatkan hasil akurat, operator
memilih mematikan beberapa sistem keselamatan, yang
kemudian pilihan ini yang membawa malapetaka. Pada
pertengahan tes, pemadaman harus ditunda selama
sembilan jam akibat peningkatan permintaan daya di
Kiev. Proses pemadaman dan tes dilanjutkan kembali
pada pukul 23.10 25 April. Pada pukul 01.00, 26 April,
daya reaktor menurun tajam, menyebabkan reaktor berada
pada situasi yang membahayakan. Operator berusaha
mengompensasi rendahnya daya, tetapi reaktor menjadi
tak terkendali. Jika sistem keselamatan tetap aktif,
operator dapat menangani masalah, namun mereka tidak
dapat melakukannya dan akhirnya reaktor meledak pada
pukul 01.30.
Kecelakaan PLTN Chernobyl masuk level ke-7 (level
paling atas) yang disebut major accident, sesuai dengan
kriteria yang ditentukan INES (The International
Nuclear Event Scale). Di samping kesalahan operator
yang mengoperasikannya di luar SOP (standard operation
procedure), PLTN Chernobyl juga tidak memenuhi standar
desain sebagaimana yang ditentukan oleh IAEA
(International Atomic Energy Agency). PLTN Chernobyl
tidak mempunyai kungkungan reaktor sebagai salah satu
persyaratan untuk menjamin keselamatan jika terjadi
9
kebocoran radiasi dari reaktor. Apabila PLTN Chernobyl
memiliki kungkungan maka walaupun terjadi ledakan
kemungkinan radiasi tidak akan keluar ke mana-mana,
tetapi terlindung oleh kungkungan. Atau bila terjadi
kebocoran tidak separah dibandingkan dengan tidak
memiliki kungkungan.
Secara perinci, kecelakaan itu disebabkan,
pertama, desain reaktor, yakni tidak stabil pada daya
rendah - daya reaktor bisa naik cepat tanpa dapat
dikendalikan. Tidak mempunyai kungkungan reaktor
(containment). Akibatnya, setiap kebocoran radiasi dari
reaktor langsung ke udara. Kedua, pelanggaran prosedur.
Ketika pekerjaan tes dilakukan hanya delapan batang
kendali reaktor yang dipakai, yang semestinya minimal
30, agar reaktor tetap terkontrol. Sistem pendingin
darurat reaktor dimatikan. Tes dilakukan tanpa
memberitahukan kepada petugas yang bertanggung jawab
terhadap operasi reaktor. Ketiga, budaya keselamatan.
Pengusaha instalasi tidak memiliki budaya keselamatan,
tidak mampu memperbaiki kelemahan desain yang sudah
diketahui sebelum kecelakaan terjadi.
Penilaian atas berbagai kelemahan PLTN Chernobyl
menghasilkan evaluasi internasional bahwa jenis
kecelakaan seperti ini tidak akan mungkin terjadi pada
jenis reaktor komersial lainnya. Evaluasi ini
10
ditetapkan demikian karena mungkin berdasarkan
analisis jenis reaktor lain yang memenuhi persyaratan
keselamatan yang tinggi, termasuk budaya keselamatan
yang dimiliki para operator sangat tinggi.
Pada 2003, IAEA membentuk “Forum Chernobyl”
bekerja sama dengan organisasi PBB lainnya, seperti
WHO, UNDP, ENEP, UN-OCHA, UN-SCEAR, Bank Dunia dan
ketiga pemerintahan Belarusia, Ukraina, dan Rusia.
Forum ini bekerja untuk menjawab pertanyaan, “sejauh
mana dampak kecelakaan ini terhadap kesehatan,
lingkungan hidup dan sosial ekonomi kawasan beserta
penduduknya.” Laporan ini diberi nama “Cherno- byl
Legacy”.
Diperkirakan semula dampak fisik akan begitu
dahsyat. Artinya, akan menimbulkan korban jiwa yang
luar biasa banyaknya. Namun, ternyata data sampai
dengan 2006, jumlah korban yang meninggal 56 orang, di
mana 28 orang (para likuidator terdiri dari staf PLTN,
tenaga konstruksi, dan pemadam kebakaran) meninggal
pada 3 bulan pertama setelah kecelakaan, 19 orang
meninggal 8 tahun kemudian, dan 9 anak lainnya
meninggal karena kanker kelenjar gondok.
Sebanyak 350.000 likuidator yang terlibat dalam
proses pembersihan daerah PLTN yang kena bencana,
serta 5 juta orang yang saat itu tinggal di Belarusia,
11
Ukraina, dan Rusia, yang terkena kontaminasi zat
radioaktif dan 100.000 di antaranya tinggal di daerah
yang dikategorikan sebagai daerah strict control, ternyata
mendapat radiasi seluruh badan sebanding dengan
tingkat radiasi alam, serta tidak ditemukan dampak
terhadap kesuburan atau bentuk-bentuk anomali.
Di sisi lain, hasil studi dan penelitian terhadap
likuidator menunjukkan bahwa “tidak ada korelasi
langsung antara kenaikan jumlah penderita kanker dan
jumlah kematian per satuan waktu dengan paparan
radiasi Chernobyl. Kemudian pada 1992-2002 tercatat
4.000 kasus kanker kelenjar gondok yang terobservasi
di Belarusia, Ukraina, dan Rusia pada anak-anak dan
remaja 0-18 tahun ketika terjadi kecelakaan, termasuk
3.000 orang yang berusia 0-14 tahun. Selama perawatan
mereka yang kena kanker, di Belarusia meninggal
delapan anak dan di Rusia seorang anak. Yang lainnya
selamat.
Berdasarkan laporan “Chernobyl Lecacy”, sebagian
besar daerah pemukiman yang semula mendapat
kontaminasi zat radioaktif karena kecelakaan PLTN
Chernobyl telah kembali ke tingkat radiasi latar,
seperti sebelum terjadi kecelakaan. Dampak psikologis
adalah yang paling dahsyat, terutama trauma bagi
12
mereka yang mengalaminya seperti stres, depresi, dan
gejala lainnya yang secara medis sulit dijelaskan.
Akibat kecelakaan itu, IAEA dan semua negara yang
memiliki PLTN membangun konsensus internasional untuk
selalu menggalang dan memutakhirkan standar
keselamatan. Di sisi lain, pihak yang anti-PLTN telah
menggunakan isu kecelakaan di Chernobyl sebagai bahan
kampanye untuk menolak kehadiran PLTN, termasuk di
Indonesia, dengan berbagai informasi yang keliru
karena ketidaktahuan akan kebenaran informasi sebab
terjadinya kecelakaan Chernobyl.
Belajar dari kecelakaan Chernobyl, IAEA telah
menetapkan standar tambahan untuk memperkuat syarat
keselamatan yang tinggi bagi pembangunan dan
pengoperasian PLTN, antara lain, perbaikan desain
sampai pada generasi ke-4, aturan main dalam bentuk
basic safety, dan berbagai konvensi keselamatan. Selain
itu dalam menanggulangi dampak yang ditimbulkan dari
kasus ini, saat ini telah dibangun semacam selubung
pelindung di daerah Chernobyl. Pembangunan selubung
pelindung yang disebut New Safe Confinement (NSC) bagi
blok reruntuhan reaktor nuklir di Chernobyl bukan
tanpa resiko. Setiap saat bunyi alarm peringatan bisa
berbunyi. Untuk kasus semacam itu, setiap orang di
lokasi pembangunan mengenakan masker pelindung
13
pernapasan. Seberapa besar bahaya radiasi di daerah
dekat reaktor yang rusak tersebut, bisa dilihat dari
insiden yang terjadi Februari tahun ini. Hanya 100
meter dari lokasi pembangunan, tumpukan salju
meruntuhkan atap ruangan mesin seluas 600 meter
persegi di blok reaktor.
Tingkat radiasi di sekitar reruntuhan kini
ratusan kali lebih sedikit dibanding setelah
kecelakaan reaktor tahun 1986. Tapi tetap saja
melebihi batas nilai yang dibolehkan. Setiap pekerja
tidak boleh bekerja lebih dari 15 hari dalam satu
bulan. Bukan hal mudah menjamin lokasi pembangunan
yang bisa dibilang cukup aman. Lantai dilapisi beton
tebal yang diharapkan melindungi pekerja dari radiasi
dari bawah. Selubung pelindung baru ini dirancang
untuk bertahan hingga 100 tahun. Politisi dan pakar
berharap, setelahnya akan ada solusi bagi reruntuhan
radiasi yang masih tertimbun di bawah NSC. Setidaknya
para pakar telah mulai menyusun rencana untuk
membongkar sarkofagus yang lama. Demikian ujar Viktor
Salisezki. Masalah pembiayaan yang belum jelas.
Pembongkaran konstruksi sarkofagus yang tidak stabil
dan pekerjaan lanjutan di bawah selubung pelindung
yang baru harus dibiayai oleh pemerintah Ukraina
14
sendiri. Kapan hal ini bisa dilaksanakan, tergantung
dari kondisi ekonomi dan keuangan negara tersebut.
3.2 Kasus Kerusakan Lingkungan PT Newmont Minahasa Raya
Perusahaan tambang emas Newmont Minahasa Raya
(NMR) adalah perusahaan PMA (Penanam Modal Asing)
yakni anak perusahaan Newmont Gold Company, USA.
Naskah kontrak karya PT NMR mendapat persetujuan
Presiden RI tanggal 6 November 1986 yang
ditandatangani oleh Soeharto, bersama 33 naskah
kontrak karya lainnya yang disetujui waktu itu.
Wilayah konsensi dalam kontrak karya meliputi 527.448
hektar di Desa Ratotok, Kecamatan Belang, Kabupaten
Minahasa, Sulawesi Utara. Sejak tahun 1986 Newmont
melakukan eksplorasi dan mulai tahun 1996 mulai
berproduksi.
Bermula dari beroperasinya PT. Newmont Minahasa
Raya tersebut mulai bermunculan masalah-masalah
terutama yang berkaitan terhadap pencemaran dan
kerusakan terhadap lingkungan, yakni produksi ikan
merosot sebesar 70 persen dan penghasilan nelayan
turun sebesar 50 persen (terjadi pada bulan Juli 1996,
hanya empat bulan setelah NMR mulai mengoperasikan
pertambangan mereka), jenis ikan yang berkurang
(Setelah 1997, hanya tinggal 13 jenis ikan saja yang
sekarang bisa ditemukan, padahal sebelumnya terdapat
15
59 jenis ikan yang ditemukan disekitar perairan teluk
Buyat), sering ditemukan ikan mati secara massal
akibat keracunan, perubahan kontur perairan serta
terjadi pendangkalan akibat limbah yang terus menerus
dibuang kelaut, kualitas air bersih masyarakat
menurun, dan yang paling parah adalah timbulnya
penyakit-penyakit aneh yang sebelum Newmont beroperasi
tidak ditemukan.
Puncaknya ketika bermula pada tanggal 20 juli
2004, LSM Kelola Sulawesi Utara menyatakan lebih dari
100 warga Buyat, Ratatotok diduga menderita penyakit
minamata akibat terkontaminasi logam berat Arsen (As)
dan Merkuri (Hg). Gejala minamata tersebut ditemukan
berdasarkan hasil penelitian sejumlah dokter
Universitas Sam Ratulangi pada bulan Juli, disamping
pernyataan para nelayan yang harus melaut sejauh 5-6
mil untuk menghindari pencemaran. Ikan yang diperoleh
pun mengalami benjolan dan sejumlah warga setempat
menderita penyakit kulit, kejang dan benjolan. Hal
inilah juga dialami oleh salah seorang bayi yang
bernama Andini Lenzun dan akhirnya meninggal dunia.
Pada hari yang sama, empat warga Buyat yang didampingi
oleh LBH Kesehatan, Yayasan Sahabat Perempuan, Yayasan
Suara Nurani melaporkan Menkes dan PT. NMR ke Mabes
Polri. Karena Menkes membiarkan terjadinya pencemaran
16
sehingga warga Buyat mengalami sakit, cacat, dan
meninggal. Sementara PT. NMR dituntut karena telah
melakukan pencemaran.
Pada tanggal 21 Juli 2004 Manager Lingkungan dan
Presiden Direktur PT. NMR serta Pelaksana Tugas
Mineral dan Batu Bara ESDM menggelar konferensi pers.
PT. NMR membantah pihaknya telah mencemari Laut Buyat
dengan alasan selama ini pihaknya telah mematuhi
standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Pihak
PT. NMR menuding bahwa pencemarnya adalah penambangan
liar (PETI) dan akan melayangkan somasi pada pihak
yang menyatakan pihaknya telah melakukan pencemaran.
Direktur Eksekutif Nasional WALHI menilai pemerintah
lambat dalam menyikapi kejadian tersebut. Seharusnya
sebagai satu-satunya pertambangan yang beroperasi di
sana PT. NMR harus ditindak tegas dan karena itu dalam
waktu dekat pihaknya akan menggugat PT. NMR.
Pada 22 juli 2004, pemerintah memberangkatkan tim
terpadu untuk menyelidiki kasus pencemaran Teluk Buyat
di Kabupaten Minahasa dan Kabupaten Bolaang Mangondow,
Sulawesi Utara. Tim itu terdiri atas Mabes Polri,
Kementerian Lingkungan Hidup, Departemen Energi dan
Sumber Daya Mineral, serta Departemen Kesehatan.
Mereka akan mencari fakta kasus dugaan pencemaran
lingkungan akibat limbah PT Newmont Minahasa Raya.
17
Penelitian lain dari dari Pusat Laboratorium
Forensik Markas Besar Kepolisian Negara RI (Puslabfor
Mabes Polri) yang menyebutkan telah terjadi pencemaran
logam berat di Teluk Bayat, Minahasa, Sulawesi Utara.
Tidak jauh berbeda dengan temuan Polri, Tim yang
dibentuk oleh Kementrian Lingkungan Hidup (terdiri
dari peneliti Eksekutif Indonesian Centre for
Environmental Law (ICEL), peneliti dari BPPT, LIPI,
Universitas Sam Ratulangi, dan KLH) juga mendapatkan
hasil temuan yang sama bahwa telah terjadi pencemaran
logam berat di teluk buyat.
Akhirnya sesuai dengan rencana dan persetujuan
Departemen Energi & Sumber Daya Mineral (ESDM), PT
Newmont Minahasa Raya (PT NMR) akan menghentikan
pengolahan bijih emas pada 31 Agustus 2004. Namun pada
16 Februari 2006 telah terjadi kesepakatan antara
pemerintah dan Newmont Minahasa Raya melalui
Perjanjian Itikad Baik (Good Will Agreement) dengan
salah satu klausul dalam perjanjian tersebut yakni PT.
NMR memberi dana sebesar 30 juta dolar AS (±Rp.300
miliar) untuk program pengembangan masyarakat dan
pemantauan lingkungan di Sulawesi Utara.
Dalam kasus pencemaran lingkungan PT Newmont
Minahasa Raya ini, perusahaan mau tidak mau harus
bertanggung jawab pada lingkungan dan masyarakat
18
sekitarnya. Tanggung jawab yang bisa diberikan
perusahaan kepada lingkungan dan masyarakt dalam
konteks lingkungan hidup ini dapat berupa memberikan
kompensasi atau ganti rugi kepada masyarakat dan
instansi terkait.
a. Keadilan Kompensatoris (Compensatory Justice)
Berdasarkan keadilan ini perusahaan Newmont Minahasa
Raya mempunyai kewajiban moral untuk memberikan
kompensasi atau ganti rugi kepada orang atau
instansi yang dirugikan. Keadilan kompensatoris
mengacu kepada keadilan yang mesti diterima oleh
individu atau sekelompok individu karena individu
atau sekelompok individu tersebut mendapat kerugian
akibat tindakan yang dilakukan oleh pihak lain.
Dalam menerapkan prinsip keadilan kompensatoris
perlu diperhatikan beberapa hal, yakni tindakan yang
mengakibatkan kerugian harus salah atau disebabkan
oleh kelalaian, perbuatan seseorang harus sungguh-
sungguh menyebabkan kerugian, dan kerugian harus
disebabkan oleh orang yang bebas.
b. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Selain beberapa teori yang telah diutarakan di atas,
masih ada satu teori lagi berkaitan dengan kerusakan
dampak lingkungan oleh bisnis, yakni teori tanggung
19
jawab sosial perusahaan. Tanggung jawab perusahaan
adalah tanggung jawabnya terhadap masyarakat di luar
tanggung jawab ekonomis. Tanggung jawab sosial
dimaksudkan untuk kegiatan-kegiatan yang dilakukan
perusahaan demi suatu tujuan sosial dengan tidak
memperhitungkan untung rugi seperti yang telah
dibahas dalam bab sebelumnya.
20
BAB IV
PEMBAHASAN
4.2 Krisis Lingkungan Hidup
Dalam situasi yang sekarang ini melanda tidak
hanya negara maju namun juga negara berkembang,
kegiatan bisnis menimbulkan berbagai kerusakan
lingkungan terutama pada lingkungan kawasan industri.
Kawasan industri yang biasanya hampir selalu
dikelilingi kawasan penghunian yang padat menimbulkan
tidak hanya kerusakan lingkungan, bahkan berbagai
penyakit yang mampu merusak kesehatan penduduk di
sekitarnya.
Kerusakan lingkungan yang terjadi pun tidak
terbatas pada ruang lingkup daerah yang memiliki
kepadatan penduduk dimana banyak sekali kegiatan
bisnis yang dilakukan disana namun saat ini kerusakan
lingkungan tersebut juga bisa melanda daerah-daerah
yang semula bersih tanpa pencemaran. Bahkan karena
inilah kerusakan lingkungan yang terjadi akibat
kegiatan bisnis menjadi suatu permasalahan dunia yang
menggloba seiring dengan dampak lingkungan yang
terjadi di dunia.
21
Dikutip dari buku Pengantar Etika Bisnis, Kees
Bertens (311) mengemukakan terdapat enam masalah
pokok yang menjadi pembahasan dalam dampak pencemaran
lingkungan akibat kegiatan bisnis dalam dimensi
global, diantaranya yaitu:
a. Akumulasi bahan beracun
Pembuangan limbah dan sisa industri kimia yang
dilakukan oleh industri-industri dan kegiatan rumah
tangga konsumsi mengakibatkan banyak sekali
permasalahan lingkungan terutama pada tanah dan air.
Banyaknya hasil pembuangan industri yang tanpa
diolah lebih lanjut mengakibatkan pencemaran tanah
dan air yang kemudian hari dapat menyebabkan
kematian pada organism-organisme yang terdapat di
dalamnya. Beberapa zat-zat kimia yang digunakan
industri seperti pestisida, fosfat, dan polystyrene
merupakan zat yang dapat merusak lingkungan dan
merusak jaringan di dalam tubuh pengonsumsinya.
Pestisida yang digunakan pada industri produksi
pangan dapat masuk ke dalam rantai makanan, fosfat
dalam detergen dapat menambah populasi alga dalam
air sungai sehingga mengurangi jumlah oksigen dalam
air yang kemudian berdampak pada kematian organisme
air, dan polystyrene yang sulit hancur secara alami
dapat membebankan lingkungan. Selain itu juga dalam
22
industri PLTN yang dapat beresiko pada lingkungan
dan kesehatan manusia. PLTN menghasilkan limbah
nuklir yaitu plutonium yang mengandung
radioaktivitas yang bertahan selama ribuan tahun dan
membahayakan kesehatan manusia karena mengakibatkan
kanker, keguguran, dan mutasi gen.
b. Efek rumah kaca
Green house effect atau efek rumah kaca merupakan
penyebab dari naiknya permukaan laut akibat suhu
permukaan bumi yang tinggi. Karbondioksida yang
dilepaskan dari permukaan bumi tidak dapat
dipantulkan kembali ke luar atmosfer bumi dan sinar
ultraviolet yang semakin membuat bumi panas akibat
alat pemantul yaitu lapisan ozon mengalami penurunan
jumlah. Karbondioksida yang bertahan dan tidak dapat
dipantulkan kembali inilah yang mengakibatkan es dan
salju di kutub mencair dan permukaan air laut naik.
Karbondioksida ini terlepas dari pembakaran bahan
bakar fosil, gas yang dikeluarkan manusia, kotoran
sapi. Namun karbondioksida yang memegang peranan
besar penyebab efek rumah kaca adalah dari
pembuangan kendaraan bermotor dan industri. Hal ini
berdampak pada daerah-daerah di pinggir laut yang
akan tergenang air laut seperti Belanda dan
23
Bangladesh serta perubahan iklim dunia seperti
kekeringan, banjir, dan bencana alam lainnya.
c. Perusakan lapisan ozon
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, efek
rumah kaca disebabkan dari berkurangnya lapisan ozon
yang memantulkan sinar ulraviolet ke luar atmosfer
bumi. Sinar ultraviolet yang masuk ke dalam bumi
harus disaring oleh ozon dan akan dipantulkan
kembali ke luar atmosfer bumi. Bila sinar
ultraviolet tetap bertahan dalam bumi ini akan
berdampak buruk pada kehidupan di dalamnya. Sinar
ultraviolet dapat mengakibatkan suhu bumi yang
meningkat dan radiasinya yang merusak kulit bahkan
menyebabkan kanker kulit, penyakit katarak, dan
kerusakan bentuk kehidupan lainnya.
d. Hujan asam
Acid rain atau hujan asam adalah hujan yang
terbentuk dari gabungan asam dalam emisi industri
dan air hujan yang mencemari daerah yang luas. Hujan
asam ini dapat merusak hutan dan pohon-pohon yang
tumbuh disana, mencemari air danau, dan merusak
gedung dengan kandungan zat asam yang ada di
dalamnya. Bagi manusia hujan asam ini dapat
mengganggu kesehatan pada saluran pernapasan dan
paru-paru.
24
e. Deforestasi dan penggurunan
Semakin berkembangnya suatu bisnis dalam siklus
hidupnya akan mendorong bisnis itu untuk lebih
produktif. Begitu pula dengan bisnis kayu yang
semakin berkembang seiring dengan pertumbuhan
penduduk yang semakin banyak. Kayu merupakan barang
yang laris dalam bisnis sehingga para pebisnis
berlomba-lomba menyediakan penawaran kayu. Namun
semakin berkembangnya bisnis ini tidak sejalan
dengan pembuatan kembali barang tersebut yaitu
pohon. Teknologi yang modern pun menyediakan alat
untuk menebang pohon dengan cepat dan efisien
menyebabkan hutan yang semakin berkurang.
Deforestasi besar-besaran ini berdampak besar pada
lingkungan kita. Salah satu fungsi hutan menyerap
karbondioksida yang dihasilkan oleh industri dan
kendaraan bermotor yang dapat menyebabkan efek rumah
kaca menjadi tidak berjalan dengan maksimal. Bahkan
bila penebangan tersebut dilakukan dengan tidak
sistematis bisa menyebabkan erosi tanah yang pada
akhirnya akan menyebabkan perguruan atau
desertification. Bila terus dilakukan, deforestasi pada
jankgka panjang bisa mengakibatkan perubahan ekstrim
pada iklim dunia.
f. Keanekaan hayati
25
Yang dimaksudkan keanekaan hayati atau
biodiversitas di sini adalah jenis-jenis kehidupan
yang ada di bumi. Keanekaan hayati pada masa depan
sangat dibutuhkan terutama pada spesies yang saat
ini belum diketahui manfaatnya, mungkin akan berguna
pada masa depan. Salah satu akibat dari kerusakan
lingkungan adalah kepunahan banyak spesies yang ada.
Maka bila kerusakan habitat dan terutama penebangan
hutan yang semakin banyak akan mempercepat
terjadinya kepunahan banyak spesies saat ini.
Namun terkadang aspek-aspek yang dibahas
menyangkut krisis lingkungan yang telah dibahas
sebelumnya ini bisa jadi meleset dari perkiraan. Para
ahli biologi dan geofisika bisa jadi menyimpulkan
bahwa kegiatan bisnis terutama industri dapat
menyebabkan kerusakan lingkungan. Namun pada beberapa
kasus justru sebaliknya. Pengeboran minyak yang
dilakukan di Teluk Meksiko justru membantu industri
perikanan di sekitarnya. Dibangunnya instalasi-
instalasi pengeboran justru mempermudah ikan
berkembang biak. Yang perlu diperhatikan bukan pada
apakah kegiatan industri berdampak buruk pada
lingkungan, namun dengan mengatasi dampak-dampak buruk
akibat kegiatan industri. Isu kerusakan lingkungan
akibat industri ini telah menjadi isu mengglobal yang
26
harus dipandang sebagai masalah global dan ditangani
secara global pula.
4.2 Lingkungan Hidup dan Ekonomi
a. Lingkungan hidup sebagai “the commons”
Lingkungan hidup sebagai “the commons” sering
dilakukan sejak Professor Garret Hardin dari
Universitas Harvard menulis artikelnya “The Tragedy of
The Commons”. Dalam pengandaian ini, lingkungan
hidup dianggap sebagai ranah umum atau kepemilikan
umum. The commons adalah ladang umum yang dulu dapat
ditemukan dalam banyak daerah pedesaan di Eropa dan
dimanfaatkan secara bersama-sama oleh semua
penduduknya. Menurutnya, masalah lingkungan hidup
dan kependudukan dapat dibandingkan dengan
menghilangnya the commons. Maka diperlukan suatu
jalan keluar yang membatasinya yaitu “freedom in a
commons brings ruin to all” – membatasi kebebasan individu
dan memberikannya pada kepentingan umum.Dalam
kehidupan modern, the commons dengan bertambahnya
jumlah penduduk tidak bisa dipertahankan lagi
melainkan diprivatisasi pada penduduk perorangan.
Sehingga mulai muncul perubahan sosial-ekonomi yang
besar di kalangan masyarakat, dengan adanya orang
kaya (the landlords) yan memprivatisasi pemilikan tanah.
27
The tragedy of the commons dapat dipadang sebagai
kebalikan dari The invisible hands milik Adam Smith.
Karena, bila semua orang mengejar kepentingan dan
ambisinya sendiri, yang didapat bukan kemakmuran
umum namun justru kehancuran bersama.
b. Lingkungan hidup tidak lagi eksternalitas
Dalam pengandaian ini, lingkungan hidup
dianggap sebagai sumber-sumber daya alam yang tidak
terbatas. Walaupun pada kenyataannya jumlah sumber
daya alam memiliki kuantitas yang besar namun
komponen di dalamnya merupakan hal yang terbatas.
Sumber daya alam pun bisa mengalami kelangkaan.
Bahkan yang awalnya dapat kita peroleh secara gratis
bisa jadi harus kita bayar untuk mendapatkannya
suatu saat nanti. Kini environmental economics sudah
menjadi cabang ilmu ekonomi yang
penting.Eksternalitas adalah faktor- faktor yang
bersifat ekonomis tapi tetap tinggal di luar
perhitungan ekonomis. Karena sumber daya alam yang
berubah menjadi barang langka dan harus diberi harga
ekonomis, maka lingkungan hidup bukan lagi hal yang
eksternalitas.
c. Pembangunan berkelanjutan
Pertumbuhan ekonomi yang terus menerus tidak
mungkin dicocokkan dengan keadaan terbatas sumber
28
daya alam terutama pada sumber-sumber yang tidak
dapat diperbaharui. Ini memicu perlunya pembatasan
pertumbuhan penduduk. Ekonomi harus mempertimbangkan
adanya zero growth atau pertumbuhan nol atau
pertumbuhan tidak sama sekali. Sustainable development
mampu mengubah pandangan mengenai pertumbuhan
penduduk yang bertentangan dengan lingkungan hidup.
Pembangunan berkelanjutan memberikan jembatan kepada
keduanya dengan memungkinkan pertumbuhan ekonomi
asalkan prospek ekonomi (lingkungan hidup)
berkualitas sama.
4.3 Hubungan Manusia dengan Alam
Masalah lingkungan hidup menimbulkan suatu cabang
filsafat baru yang berkembang dengan cepat, yaitu
filsafat lingkungan hidup. Di sini dibuka beberapa
perspektif yang sama sekali baru, karena dalam
refleksi filosofis selama ini belum pernah
terpikirkan. Beberapa unsur dari filsafat lingkungan
hidup perlu dibahas, sebab berkaitan erat dengan etika
lingkungan hidup. Yang paling penting adalah
pergeseran paradigma dalam menyoroti hubungan antara
manusia dan alam.
Salah satu ciri khas dari sikap manusia modern
adalah usahanya untuk menguasai dan menaklukkan alam.
29
Alam dipandang bagaikan binatang buas yang perlu
dijinakkan oleh manusia. Tujuan itu tercapai dengan
bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Cara mendekati alam ini dapat disebut sikap
teknokratis. Berkat cara kerja teknokratisnya manusia
modern memang berhasil memperoleh banyak sekali
manfaat. Bagi yang bisa membayar, hidup modern menjadi
jauh lebih nyaman daripada hidup di zaman pramodern.
Kita ingat saja pemakaian lemari es, alat penyejuk
(AC), transportasi, telekomunikasi dan seribu satu
fasilitas lain bagi yang dulu tidak mungkin
dibayangkan.
Sekarang disadari bahwa kita harus meninjau
kembali hubungan manusia dengan alam. Manusia tidak
terpisah dari alam, apalagi bertentangan dengan alam,
ia termasuk alam itu sendiri seperti setiap makhluk
hidup lain. Pada dasarnya manusia adalah sebagian
alam. Persatuannya dengan alam itu tidak pernah boleh
dilupakan. Pandangan modern tentang alam adalah
antroposentris, karena menempatkan manusia dalam
pusatnya. Pandangan baru yang kita butuhkan bila kita
ingin mengatasi krisis lingkungan, harus bersifat
ekosentris, karena menempatkan alam dalam pusatnya.
Aliran dalam filsafat lingkungan yang dengan
paling radikal mengemukakan pandangan ini adalah deep
30
ecology. Gagasan deep ecology ini untuk pertama kali
dikemukakan oleh filsuf Norwegia, Arne Naess, pada
suatu kongres filsafat dan kemudian dipublikasikan
dalam bentuk artikel. Deep ecology sangat menekankan
kesatuan alam. Semua makhluk hidup termasuk manusia,
tercantum dalam alam menurut relasi-relasi tertentu.
Setiap makhluk hidup menjadi sebagaimana adanya,
karena interaksi dengan semua makhluk hidup lain dan
dengan lingkungannya. Dari situ disimpulkan bahwa
semua makhluk mempunyai nilai tersendiri, karena yang
satu tidak mungkin hidup tanpa yang lain. Hal itu
kadang-kadang disebut biospherical egalitarianism, yang tentu
menjadi kontroversial, bila dimaksud bahwa semua
makhluk hidup mempunyai nilai yang sama.
Deep ecology harus dibedakan dari shallow ecology,
ekologi dangkal. Ekologi dangkal itu tidak pernah
sampai pada akar masalah-masalah lingkungan hidup. Ia
akan berusaha melestarikan lingkungan, supaya
bermanfaat terus untuk manusia. Ia masih tercantum
dalam suasana antroposentrisme. Ia hanya mengakui best
nilai instrumental dari alam. Buat ekologi-dalam, alam
mempunyai nilai intrinsik, artinya nilai sendiri, tak
tergantung dari faktor luar.
Dengan menekankan nilai intrinsik dari alam,
ekologi-dalam sudah menginjak wilayah etika. Dapat
31
dimengerti juga, kalau ekologi-dalam tidak membatasi
diri pada teori saja, tapi mengajak para peminat untu
melibatkan diri dalam aksi yang kadang-kadang cukup
radikal. Antara lain ada yang ingin berpegang teguh
pada gagasan nature knows best, sehingga menolak dengan
tegas setiap intervensi manusia dalam alam, khususnya
manipulasi genetik. Yang menarik perhatian adalah 8
prinsip ekologi-dalam yang dirumuskan oleh dua
pengarang Amerika. Daftar 8 prinsip ini bisa dilihat
sebagai pandangan yang rata-rata dianut oleh pendukung
ekologi-dalam.
1. Kesejahteraan dan keadaan baik dari kehidupan
manusiawi maupunkehidupan bukan manusiawi di bumi
mempunyai nilai intrinsik. Nilai-nilai ini tak
tergantung dari bermanfaat tidaknya dunia bukan
manusiawi untuk tujuan manusia.
2. Kekayaan dan keanekaan bentu-bentuk hidup
menyumbangkan kepada terwujudnya nilai-nilai ini dan
merupakan nilai sendiri.
3. Manusia tidak berhak mengurangi kekayaan dan
keanekaan ini, kecuali untuk memenuhi kebutuhan
vitalnya.
4. Keadaan baik dari kehidupan dan kebudayaan manusia
dapat dicocokkan dengan dikuranginya secara
substansial jumlah penduduk. Keadaan baik kehidupan
32
bukan manusiawi memerlukan dikuranginya jumlah
penduduk itu.
5. Campur tangan manusia dengan dunia bukan manusiawi
kini terlalu besar, dan situasi memburuk dengan
cepat.
6. Karena itu kebujakan umum harus berubah. Kebijakan
itu menyangkut struktur-struktur dasar dibidang
ekonomis, teknologis, dan ideologis. Keadaan yang
timbul sebagai hasilnya akan berbeda secara
mendalam dengan struktur-struktur sekarang.
7. Perubahan ideologis adalah terutama menghargai
kualitas kehidupan (artinya manusia dapattinggal
dalm situasi-situasi yang bernilai inheren), dan
bukan berpegang pada standar kehidupan yang semakin
tinggi. Akan timbul kesadaran mendalam akan
perbedaan antara big (kuantitas) dan great (kualitas).
8. Mereka yang menyetujui butir-butir sebelumnya
berkewajiban secara langsung dan tidak langsung
untuk berusaha mengadakan perubahan-perubahan yang
perlu.
Banyak pandangan ekologi-dalam itu pantas dihargai
secara positif, menurut hemat kami, manusia memang bisa
dianggap sebagai sebagian alam. Pandangan ekosentris
adalah benar, sejauh manusia tidak mungkin dilepaskan
dari alam. Perlu diakui pula bahwa alam mempunyai nilai
33
intrinsik, yang tidak tergantung pada manfaatnya untuk
manusia. Dan gaagsan ini pasti punya konsekuensi besar
untu etika. Khususnya etika bisnis harus memikirkan
kedudukan alam sebagai stakeholder, di samping stakeholders
lain yang sudah disebut sebelumnya.
4.4 Dasar Etika Tanggung Jawab terhadap Lingkungan Hidup
a. Hak dan deontologi
Dalam artikelnya, William T. Blackstone
mengajukan pikiran bahwa setiap manusia berhak atas
lingkungan berkualitas yang memungkinkan untuk hidup
dengan baik. Dalam teori deontologi menyebutkan
bahwa manusia selalu harus diperlakukan juga sebagai
tujuan pada dirinya dan tidak pernah sebagai sarana
belaka. Manusia memiliki hak sekaligus kewajiban
untuk memiliki hidup dalam lingkungan yang
berkualitas namun juga bertanggung jawab terhadap
generasi sesudah kita dan keanekaragaman hayati,
bukan pada hak mereka.
b. Utilitarisme
Teori utilitarisme menyediakan dasar moral bagi
tanggung jawab manusia untuk melestarikan lingkungan
hidup. Bahkan teori ini bisa memberikan jalan keluar
pada masalah atas hak lingkungan hidup. Teori
utilitarisme menyebutkan bahwa suatu perbuatan atau
34
aturan yang baik bila membawa keuntungan pada jumlah
orang yang banyak dengan memaksimalkan manfaat.
Sehingga sudah jelas bahwa pelestarian lingkungan
hidup bermanfaat bagi banyak orang bahkan generasi
yang selanjutnya.
c. Keadilan
Dasar pada tanggung jawab melestarikan
lingkungan juga adalah tuntutan etis yang
mengharuskan keadilan. Dalam konteks lingkungan
hidup yang digunakan adalah prinsip keadilan
distributif dimana keadilan yang mewajibkan untuk
saling membagi dengan adil. Hal ini dapat
dilaksanakan dengan berbagai cara, diantaranya
yaitu:
1. Persamaan
Dalam sebagian besar kegiatan bisnis dapat
kita lihat kesenjangan hasil yang didapat dalam
sebuah bisnis. Dengan mengeksploitasi kekayaan
alam para pemilik usaha bisa mendapat keuntungan
banyak. Namun di sisi lain para orang kurang
mampu justru mendapatkan kerugian dalam bisnis.
Seperti masyarakat yang tinggal dalam lingkungan
industri kimia, kerusakan lingkungan hidup akan
banyak mereka rasakan. Hal inilah yang dianggap
tidak adil. Pada konteks persamaan di keadilan
35
distributif semua orang memiliki perlakuan yang
sama. Sehingga lingkungan hidup harus
dilestarikan dan pemanfaatannya dengan
menggunakan cara persamaan.
2. Prinsip penghematan adil
”the just savings principle” artinya kita harus
menghemat dalam memakai sumber daya alam,
sehingga nantinya masih tersisa cukup untuk
generasi-generasi yang akan datang. Keadilan
hanya menuntut bahwa kita meninggalkan sumber-
sumber energi alternatif bagi generasi yang akan
datang. Dalam prinsip penghematan adil, kita
wajib mewariskan lingkungan hidup seperti yang
ada saat ini agar mereka bisa hidup pantas
seperti yang kita rasakan saat ini. Sehingga
semua generasi akan menerima prinsip prnghematan
adil sebagai cara yang adil untuk membagi.
3. Keadilan sosial
Keadilan sosial berbeda dengan keadilan
individu dimana pelaksanaan keadilan tidak
bergantung pada kemauan orang tertentu melainkan
pada struktur-struktur yang ada dalam masyarakat.
Seperti menggunakan sepeda atau berjalan kaki ke
suatu tempat untuk mengurangi efek rumah kaca itu
tidak membantu selama masih ada jutaan orang
36
tetap menggunakan kendaraan bermotor.
Permasalahan lingkungan tidak bisa diselesaikan
hanya dalam lingkup individu, nasional, bahkan
regional. Permasalahan ini telah mencapai global.
Langkah-langkah sederhana memang tidak mempunai
banyak arti dalam skala yang kecil, namun bila
dilaksanakan bersama-sama akan mencapai kemajuan
besar dalam memperbaiki dan melestarikan
lingkunga hidup.
4.5 Implementasi Tanggung Jawab terhadap Lingkungan
Hidup
Apabila suatu kegiatan bisnis hanya bisa
memberikan efek negatif, salah atu tindakan radikal
yang bisa diambil adalah dengan melarang seluruh
bentuk kegiatan bisnis terutama industri. Namun hal
seradikal ini bisa jadi merupakan hal yang menentang
suatu prinsip hak seseorang. Bahkan bila hak tersebut
untuk memenuhi kebutuhan hidup kita. Sangat diperlukan
tanggung jawab moral untuk melindungi lingkungan
terhadap faktor-faktor lainnya.
a. Siapa harus membayar?
Terdapat dua jwaban untuk menjawab pertanyaan
siapa yang harus membayar seluruh akibat dari
pencemaran lingkungan:
37
1. The polluter pays. Yang dimaksud dengan si pencemar
membayar adalah orang atau perusahaan yang
mengakibatkan pencemaran lingkungan harus
menanggung biaya untuk membersihkan pencemaran
hingga kembali seperti semula. Namun menentukan
siapa yang membuat pencemaran dan siapa yang
mebuat pencemaran lebih banyak sangat sulit untuk
ditentukan. Apalagi bila pencemaran sudah terjadi
sebelumnya dan dilakukan oleh generasi sebelum
kita. Kita akan sulit mengidentifikasi siapa yang
harus menanggungnya.
2. Those who will benefit from environmental improvement
should pay the cost. Yang dimaksud dengan yang ingin
menikmati lingkungan bersih harus menanggung
biayanya adalah orang-orang yang berusaha
menikmati lingkungan yang bersih. Namun prinsip
ini memiliki kesulitan apabila seseorang
membayar, namun di lain pihak ada yang tidak
membayar namun ikut menikmatinya. Prinsip ini
tidak menghiraukan tanggung jawab dan dianggap
tidak adilsehingga tidak boleh dibebankan pada
orang lain saja.
Dalam konteks lingkungan hidup yang global
seperti saat ini, masing-masing Negara memiliki
andil dan tanggung jawab dalam melaksanakan
38
pelestarian lingkungan hidup tanpa terkecuali.
Negara maju memiliki tanggung jawab terbesar dalam
melestarikan karena mereka mengakibatkan pencemaran
lingkungan lebih banyak dibanding negara lain.
b. Bagaimana beban dibagi?
Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa
setiap negara memiliki tanggung jawab untuk membayar
akibat pencemaran lingkungan, kini muncul pertanyaan
bagaimana pembayaran itu dibagi sehingga dapat adil
pada seluruh negara terutama pada setiap industri.
1. Pengaturan.
Cara pertama adalah membuat peraturan
mengenai polusi dari industri. Peraturan itu bisa
melarang membuang limbah beracun dalam air sungai
atau laut dan menentukan denda bila peraturan itu
dilanggar. Atau peraturan bisa menetukan
tingginya cerobong dan kuantitas emisi beracun
berapa boleh dibuang ke dalam udara melalui
cerobong-cerobong itu dan banyak hal lain lagi.
Kekuatan pengaturan itu adalah bahwa
pelaksanaannya dapat dipaksakan secara hukum.
Bagi yang melanggar ada sanksinya. Dipandang dari
sudut moral, bisa dikatakan juga bahwa pengaturan
ini cukup fair, karena diterapkan dengan cara yang
sama kepada semua industri.
39
Tetapi cara menangani masalah lingkungan ini
mempunyai beberapa kelemahan yang dapat
disingkatkan sebagai berikut.
a. Pelaksanaan kontrol terhadap peraturan-
peraturan macam itu menuntut tersedianya
teknologi tinggi serta personel berkualitas
dan karena itu menjadi mahal. Instansi
pengontrolan pemerintah tidak mungkin
menguasai seluk-beluknya begitu banyak
industri yang berbeda. Karena itu mudah
terjadi kesalahan, sehingga dari beberapa
industri dituntut terlalu banyak, sedangkan
industri lain barangkali lolos dari
pengontrolan yang tepat.
b. Pengontrolan efektif menjadi suatu kesulitan
ekstra untuk negara-negara berkembang. Kalau
negara industri maju sudah mengalami banyak
kesulitan dengan mengontrol peraturan
lingkungan, apalagi negara berkembang yang
tidak cukup menguasai teknologi canggih.
Karena alasan finansial pula tidak dapat
diharapkan negara berkembang memiliki
instansi pengontrolan yang efektif.
c. Di satu pihak pengaturan tentang lingkungan
dapat diterapkan dengan cara egalitarian
40
untuk semua industri dan karena itu harus
dianggap fair. Tetapi di lain pihak situasi
semua industri dan lokasi tidak sama juga,
sehingga penerapan norma-norma yang sama
kadang-kadang menjadi tidak efektif.
Misalnya, bisa saja bahwa cerobong-cerobong
sebuah pabrik yang letaknya di pinggir laut
hampir tidak mengganggu kualitas udara,
sedangkan cerobong-cerobong dari seratus
pabrik dekat tempat pemukiman padat sangat
mencemari udara, walaupun emisi masing-
masing pabrik hanya separuh dari pabrik
pertama tadi.
d. Pengaturan di bidang polusi industri dapat
menimbulkan suatu sikap minimalistis pada
bisnis. Mereka hanya berusaha untuk tidak
melanggar peraturan (kalau pengontrolan
memang efektif), tapi barangkali mereka bisa
melakukan lebih banyak tanpa kerugian
ekonomis. Melalui pengaturan, bisnis tidak
mendapat motivasi kuat untuk berusaha
optimal bagi kualitas lingkungan.
e. Kesulitan lain adalah bahwa pengaturan ketat
bisa menimbulkan efek negatif untuk ekonomi.
Pabrik-pabrik yang tidak mungkin memenuhi
41
norma peraturan barangkali harus ditutup,
sehingga akan mengakibatkan pengangguran dan
masalah ekonomis lain untuk masyarakat
bersangkutan. Bisa juga bisnis memindahkan
industri yang mengakibatkan polusi ke negara
lain yang tidak mempunyai peraturan tegas.
Kalau begitu, pada taraf global tidak ada
perbaikan lingkungan sama sekali.
2. Insentif
Cara menangani biaya perbaikan lingkungan
yang menemui lebih banyak simpati pada bisnis
adalah memberikan insentif kepada industri yang
bersedia mengambil tindakan khusus untuk
melindungi lingkungan. Misalnya, dengan
memberikan bersyarat lunak, subsidi, pengurangan
pajak atau sebagainya, kepada industri yang
memakai energi terbarukan seperti energi angin,
surya, panas bumi dan lain-lain. Atau insentif
berupa penghargaan bagi perusahaan yang
mempunyaijasa khusus dalam memperbaiki
lingkungan. Kekuatan cara ini adalah bahwa
peranan pemerintah dengan itu dapat dikurangi dan
inisiatif bebas dari bisnis dimajukan. Bisnis
tidak dipaksakan seperti dengan cara pertama.
Dengan demikian bisa dihindarkan juga penutupan
42
perusahaan atau pemindahan pabriknya ke tempat
lain, karena tidak mampu memenuhi peraturan
tentang polusi.
Tetapi cara ini mempunyai juga beberapa
kelemahan.
a. Metode ini akan berjalan perlahan-lahan.
Padahal, banyak masalah polusi yang disebabkan
oleh industri harus segera diatasi dan tidak
boleh dibiarkan berlarut-larut.
b. Cara ini menguntungkan para pencemar. Mereka
yang sudah lama memproduksi barang yang ramah
lingkungan tidak memperoleh manfaat dari metode
insentif ini. Apalagi, kontrol dari pihak
pemerintah di sini agak sulit dijalankan,
sehingga insentif ini mudah disalahgunakan atau
tidak diterapkan pada semua perusahaan dengan
cara yang sama.
3. Mekanisme harga
Mereka yang mementingkan ekonomi pasar
bebas, cenderung memasang harga pada polusi yang
disebabkan industri. Pabrik-pabrik yang
menyebabkan polusi harus membayar sesuai dengan
kuantitas emisi dan tingkatan pencemaran. Dengan
kata lain, dipungut pajak lingkungan dari
industri yang besarnya sesuai dengan polusi yang
43
disebabkan. Dengan demikian mengakibatkan polusi
menjadi sama dengan menambahkan biaya produksi,
sehingga harga produk menjadi lebih mahal dan
konkurensi dengan pesaing bertambah sulit. Secara
otomatis bisnis akan berusaha agar biaya
produksinya serendah mungkin dan karena itu akan
berusaha pula agar polusi yang disebabkan oleh
kegiatan ekonomisnya seminimal mungkin. Cara
berproduksi yang paling bersih menjadi juga cara
berproduksi yang paling murah.
Mekanisme harga ini memungkinkan lagi
beberapa variasi sesuai dengan situasi. Polusi di
daerah di mana industri hanya sedikit, bisa
dibebankan dengan harga lebih rendah ketimbang
polusi di daerah industri padat. Dan di daerah
industri padat di Eropa atau Amerika Serikat bisa
dipasang harga polusi lebih tinggi waktu musim
panas, ketimbang musim dingin, karena polusi
waktu musim panas mempunyai dampak paling jelek
atas lingkungan.
Cara menangani biaya pencemaran ini
mempunyai keuntungan bahwa yang harus membayar di
sini adalah si pencemar. Banyak ekonom akan
menyetujui cara ini, karena dengan demikian beban
pada lingkungan tidak lagi dijadikan suatu
44
eksternalitas ekonomis tetapi dimasukkan dalm
biaya produksi. Secara teoritis, industri bisa
diwajibakan membayar untuk setiap polusi yang
disebabkannya. Suatu kesulitan adalah mengukur
dengan persis kuantitas polusi dan tingkatan
jeleknya suatu polusi. Tetapi kesulitan ini
secara teknis bisa diatasi.
Dibandingkan dengan para ekonom, para
pejuang lingkungan (the environmentalists) pada
umumnya tidak begitu antusias tentang metode ini,
terutama para penganut deep ecology. Mereka
menekankan bahwa mengkalkulasikan biaya kerusakan
lingkungan hidup ke dalam harga produk secara
implisit tetap mengizinkan polusi dan perusakan
lingkungan. Dengan demikian hanya toleransi
ekonomis dari masyarakat dipertimbangkan, bukan
“toleransi” alam atau kemampuan alam untuk
membersihkan diri.
c. Etika dan hukum lingkungan hidup
Apa yang berlaku tentang etika bisnis pada
umumnya, berlaku juga mengenai masalah lingkungan
hidup. Pebisnis belum tentu memenuhi norma-norma
etika, bila ia berpegang pada aturan-aturan hukum.
Memang benar, sebagian besar hukum mempertegas
norma-norma etika tetapi hal itu tidak berarti bahwa
45
hukum menampung semua nilai dan norma etika. Etika
secara logis mendahului hukum dan refleksi etis
selalu harus mendampingi dan menilai hukum. Pebisnis
juga belum tentu berlaku etis, bila ia berpegang
pada semua aturan hukum tentang lingkungan hidup.
Perusakan lingkungan hidup hingga tidak bisa
diperbaiki lagi selalu harus dianggap tidak etis,
juga kalau tidak atau belum dilarang menurut hukum.
Jika besok diberlakukan peraturan hukum yang
melarang membuang limbah industri dalam sungai,
perusahaan yang masih melakukannya hari ini tidak
melanggar hukum. Tetapi dari segi etika bagaimana?
Atau bila cara berproduksi yang tertentu dilarang
menurut hukum di dalam negeri, perusahaan bisa
memindahkan pabriknya ke negara lain di mana tidak
ada peraturan hukum semacam itu. Menurut hukum
perilaku seperti itu diperbolehkan saja, tetapi
menurut etika bagaimana? Di sisi lain, jika satu
perusahaan berlaku etis dengan tidak membuang limbah
ke dalam sungai, sedangkan begitu banyak perusahaan
lain membuang limbah seenaknya, sikap etisnya yang
sangat terpuji itu sama sekali tidak efektif.
Barangkali kita semua sepakat bahwa perilaku semua
perusahaan kecuali yang satu itu tidak etis, namun
mereka lakukan juga, karena dari segi ekonomis lebih
46
menguntungkan. Bagi mereka motivasi untung lebih
kuat daripada motivasi moral. Pada 1981 Presiden
Ronald Reagan dari Amerika Serikat mengeluarkan
executive order yang memerintahkan mencek semua
peraturan lingkungan baru dengan cost-benefit analysis
sebelum diimplementasikan. Dengan itu ia menempatkan
keuntungan bisnis di atas kepentingan lingkungan
hidup.
Kepatuhan pada norma etika tidak bisa
dipaksakan. Karena itu terutama dalam konteks
lingkungan hidup ini kita sangat membutuhkan
peraturan hukum. Lingkungan hidup hanya bisa
dilindungi dengan baik, jika tercipta peraturan
hukum yang efektif dan lengkap demi tujuan itu.
Mestinya bisnis bersedia membantu dalam membuat
sistem peraturan hukum lingkungan yang baik. Sebab,
menciptakan peraturan-peraturan itu tidak mudah,
karena materinya sangat teknis dan canggih. Dalam
hal ini bisnis mempunyai keahlian lebih banyak
daripada pemerintah. Dan sistem hukum lingkungan
yang baik adalah demi kepntingan semua pihak,
termasuk bisnis sendiri. Harus dianggap tidak etis,
bila bisnis dengan lobbying atau caralain mencoba
menghambat terbentuknya peraturan hukum lingkungan,
karena menyadari konsekuensi ekonomisnya yang berat.
47
Dalam materi yang begitu penting seperti pelestarian
lingkungan hidup, mereka seharusnya bersedia
menempatkan kepentingan lingkungan di atas segala
kepentingan lainnya.
Kalau sudah ada sistem peraturan lingkungan
yang baik, masalahnya belum selesai, sebab masih
tinggal pelaksanaan. Justru karena segi teknisnya
sering kali sangat kompleks, pengontrolan di bidng
ini menjadi amat sulit. Pihak kepolisisan dan
kejaksanaan kerap kali tidak mempunyai personel dan
keahlian cukup untuk mengontrol polusi dengan
efektif. Karena itu kans untuk ditangkap bila
melanggar, bagi perusahaan barangkali tidak besar.
Apalagi, denda acap kali relatif kecil, sehingga
bagi perusahaan lebih menguntungkan membayar denda
daripada membangun instalasi mahal untuk mengurangi
polusi atau mengolah limbah. Karena itu setelah
terbentuk sistem peraturan lingkungan yang baik,
tetap diperlukan kemauan moral dari dunia bisnis
untuk mewujudkan tujuannya.
Malah pelaksanaan peraturan-peraturan hukum pda
taraf nasional belum cukup. Polusi yang disebabkan
industri tidak berhenti pada perbatasan negara.
Peraturan hukum lingkungan harus dibuat pada taraf
internasional dan dikontrol juga. Hal itu tentu
48
lebih sulit lagi untuk dipaksakan dan hanya bisa
dilaksanakan, bila negara-negara bersangkutan
menyetujui. Kini permulaannya sudah ada dengan
Agenda 21 dari Konferensi PBB tentang Lingkungan dan
Pembangunan di Rio de Janeiro (1992) walaupun sampai
sekarang hasilnya sangat mengecewakan.
Karena semua pertimbangan ini, kita tidak
mungkin berhasil dalam upaya melestarikan lingkungan
hidup, jika bisnis tidak ikut menegakkan etika dan
hukum di bidang ini. Khusus dari sudut etika, perlu
ditekankan bahwa bisnis mempunyai tanggung jawab
moral untuk tidak merusak lingkungan hidup.
Namun demikian, dalam konteks pelestarian
lingkungan hidup, kami berpendapat bahwa tanggung
jawab bisnis tidak terbatas pada segi negatif saja.
Bisnis mempunyai juga tanggung jawab positif untuk
mengajukan pelestarian lingkungan hidup. Bisnis
wajib memberi kontribusi kepada perbaikan dan
pelestarian lingkungan hidup. Ada dua alasan untuk
itu. Pertama, sejak permulaan industrialisasi bisnis
telah merusak lingkungan. Selama satu abad lebih
industri tidak memiliki wawasan lingkungan. Kita
membutuhkan waktu lama, sebelum hal itu disadari
dengan jelas. Kini bisnis wajib membantu mengoreksi
tradisi lama yang buruk itu. Kedua, alam mempunyai
49
nilai sendiri. Anggapan lama bahwa alam hanya
merupakan instrumen untuk dimanfaatkan oleh manusia,
harus ditinggalkan. Jika alam mempunyai nilai
sendiri, ia patut dihormati pula. Karena manusia
termasuk alam, dengan menghormati dan memelihara
alam manusia serentak juga menghormati masa depannya
sendiri.
Tetapi jika bisnis mempunyai tanggung jawab
moral, dalam arti kewajiban positif untuk memajukan
kepentingan lingkungan hidup, hal itu tidak berarti
bahwa seluruh tanggung jawab harus dipikul oleh
produsen saja. Produsen dan konsumen bersam-sam
memikul tanggung jawab itu. Dalam segala
pertimbangannya, produsen harus menomorsatukan
kepentingan lingkungan hidup. Tentu saja tujuan
mencari untung tidak pernah dapat dilepaskannya.
Tetapi jika ia mempunyai pilihan antara cara
berproduksi lebih beruntung dengan merugikan
lingkungan dan cara berproduksi dengan untung lebih
kecil tapi rmah lingkungan, ia wajib memilih
kemungkinan kedua. Kepentingan lingkungan harus
diberi prioritas tinggi dalam segala rencana dan
kegiatan produsen. Di sisi lain, dalam membeli
produk, konsumen pun harus sadar lingkungan.
Walaupun harga produk tertentu lebih murah daripada
50
produk lain, ia harus memilih produk kedua, jika
diketahui produk pertama merusak lingkungan.
Kualitas lingkungan harus mendapat prioritas tinggi
juga untuk konsumen. Ada tanda-tanda yang
menunjukkan kesadaran lingkungan dari konsumen sudah
mulai terbentuk, terutama di Eropa Barat. Salah satu
contoh adalah pemakaian ecolabel. Label khusus ini
dipasang pada produk yang dapat dipastikan tidak
merusak lingkungan. Antara lain dipakai untuk produk
kayu tropis. Jika produk itu dilengkapi dengan
ecolabel, sudah terjamin produk itu dibuat dengan
tidak merusak hutan tropis.Ecolabel itu dikeluarkan
oleh suatu lembaga independen (bukan oleh produsen)
yang mempergunakan kriteria jelas dan ketat. Tentu
saja, efisiensi label itu seratus persen tergantung
pada kredibilitas lembaga tersebut. Lembaga-lembaga
konsumen juga bisa menilai produk dan jasa dari
sudut pandang dampaknya terhadap lingkungan dan
dalam hal ini memberi penyuluhan kepada anggotanya.
Cara ampuh lain lagi yang dimiliki oleh konsumen
adalah memboikot produk-produk dari perusahaan yang
diketahui merusak lingkungan. Dengan memanfaatkan
media komunikasi modern boikot seperti itu tidak
sulit diselenggarakan. Sangat diharapkan, kesadarn
lingkungan pada konsumen akan bertambah besar.
51
Jumlah produsen dalam masyarakat sangat terbatas,
sedangkan jumlah konsumen luas sekali, sehingga
pengaruh mereka bisa besar pula.
52
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan dari pembahasan yang telah dibahas
dalam bab sebelumnya, dapat beberapa kesimpulan
mengenai etika, bisnis, dan lingkungan hidup.
Kesimpulan-kesimpulan tersebut yaitu:
a. Dalam dimensi global lingkungan hidup terdapat enam
masalah krisis lingkungan hidup yang dihadapi
masyarakat global yaitu akumulasi bahan beracun,
efek rumah kaca, perusakan lapisan ozon, hujan asam,
deforestasi dan penggurunan, dan keanekaan hayati.
b. Keterkaitan lingkungan hidup dan ekonomi terlihat
dalam perspektif lingkungan hidup sebagai the
commons, ketidakeksternalitasnya lagi lingkungan
hidup, dan pembangunan berkelanjutan.
c. Hubungan manusia dengan alam terlihat dari pandangan
bahwa pendekatan teknokratis membawa dampak positif
dan negatif serta dalam menghadapi krisis lingkungan
hidup, masyarakat modern berpendapat ekosentris
dengan alam sebagai pusatnya.
d. Dasar etika tanggung jawab terhadap lingkungan hidup
adalah hak dan deontologi, utilitarisme, dan
keadilan.
53