bab i pengertian outsourcing

23
BAB I PENGERTIAN OUTSOURCING 1.1 Pengertian Outsourcing Dalam pengertian umum, istilah outsourcing diartikan sebagai contract (work out). Menurut definisi Maurice Greaver, outsourcing dipandang sebagai tindakan mengalihkan beberapa aktivitas perusahaan dan hak pengambilan keputusaannya kepada pihak lain ( outside provider), di mana tindakan ini terkait dalam suatu kontrak kerja sama. Dapat juga dikatakan outsourcing sebagai penyerahan kegiatan perusahaan baik sebagian ataupun secara menyeluruh kepada pihak lain yang tertuang dalam kontrak perjanjian. Ada tiga unsur penting dalam outsourcing, yaitu: 1. Terdapat pemindahaan fungsi pengawasan, 2. Ada pendelegasian tanggung jawab/tugas suatu perusahaan, 3. Dititik beratkan hasil/output yang ingin dicapai oleh perusahaan. Dari beberapa definisi yang dikemukakan diatas, terdapat persamaan dalam memandang outsourcing, yaitu

Upload: unmul

Post on 07-Feb-2023

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENGERTIAN OUTSOURCING

1.1 Pengertian Outsourcing

Dalam pengertian umum, istilah outsourcing diartikan

sebagai contract (work out). Menurut definisi Maurice

Greaver, outsourcing dipandang sebagai tindakan

mengalihkan beberapa aktivitas perusahaan dan hak

pengambilan keputusaannya kepada pihak lain ( outside

provider), di mana tindakan ini terkait dalam suatu

kontrak kerja sama.

Dapat juga dikatakan outsourcing sebagai penyerahan

kegiatan perusahaan baik sebagian ataupun secara

menyeluruh kepada pihak lain yang tertuang dalam

kontrak perjanjian.

Ada tiga unsur penting dalam outsourcing, yaitu:

1. Terdapat pemindahaan fungsi pengawasan,

2. Ada pendelegasian tanggung jawab/tugas suatu

perusahaan,

3. Dititik beratkan hasil/output yang ingin dicapai

oleh perusahaan.

Dari beberapa definisi yang dikemukakan diatas,

terdapat persamaan dalam memandang outsourcing, yaitu

adanya penyerahan sebagai kegiataan perusahaan pada

pihak lain, yang diharapakan memberikan hasil berupa

peningkatan kinerja agar dapat lebih kompetitif dalam

mengahdapi perkembangan ekonomi dan teknologi global.

Secara umum pengertian outsourcing adalah:

- Penyerahan tanggung jawab kegiatan perusahaan

kepada pihak ketiga sebagai pengawas pelayanan

yang telah disepakati.

- Penyerahaan kegiatan, tugas atau pun pelayanan

pada pihak lain, dengan tujuan untuk mendapatkan

tenaga ahli serta meningkatkan efesiensi dan

efektivitas perusahaan.

Undang-Undang Hukum Perdata buku ketiga Bab 7a bagian

keenam tentang Pemborongan Kerja sebagai berikut:

1. Perjanjian Pemborongan Pekerja adalah suatu

perjanjian di mana pihak pertama (pemborong),

mengikatkan diri untuk membuat suatu karya

tertentu bagi pihak yang lain yang memborongkan

dengan menerima bayaran tertentu dan di mana lain

yang memborongkan mengikatkan diri untuk

memborongklan pekerja kepada pihak pemborong

dengan bayaran tertentu.

2. Dalam perjanjian tidak ada hubungan kerja antara

perusahaan pembiring dan perusahaan yang

memborongkan dan karena itu dalam perjanjian

tersebut tidak ada unsur upah/gaji. Yang ada

adalah harga borongan.

3. Dalam hal ini perusahaan pemborong menerima harga

borongan bukan upah/gaji dari perusahaan yang

memborongkan.

4. Hubungan antara pemborong dan yang memborongkan

adalah hubungan perdata murni sehingga jika

terjadi perselisihan maka secara perdata di

Pengadilan Negeri.

5. Perjanjian atau perikatan yang dibuat secara sah

oleh pemborong dengan yang memborongkan pekerjaan

tunduk pada KUH Perdata pasal 1338 jo pasal 1320

yaitu semua perjanjian yanng dibuat secara sah

akan mengikat bagi mereka yang membuatnya.

6. Agar sah, suatu perjanjian harus dipenuhi empat

syarat, yaitu:

a. Mereka yang mengikatkan diri sepakat;

b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

c. Suatu hal tertentu;

d. Suatu yang halal.

7. Dalam perjanjian pemborongan pekerjaan dapat

diberlakukan:

a. Pemborong hanya untuk melakukan pekerjaan;

b. Pemborong juga menyediakan bahan dan peralatan.

8. Pemborong bertanggung jawab atas tindakan pekerja

yang dipekerjakan

1.2 Syarat-syarat Menjadi Perusahaan Outsourcing

Sesuai dengan ketentuan dalam pasal 65, ayat (3)

Undang-Undang Ketenagakerjaan di atas, kegiatan

outsourcing hanya bisa dilakukan oleh perusahaan yang

berbadan hukum.

Pasal 2

(1) Untuk dapat menjadi perusahaan penyedia jas

pekerja/buruh perusahaan wajib memiliki izin

operasional dari instansi yang bertanggung jawab

di bidang di kabupaten/kota sesuai dengan domisili

perusahaan penyadia jasa/buruh.

(2) Untuk mendapatan izin operasional perusahaan

penyedia jasa pekerja/buruh perusahaan

memnyampaikan permohonan dengan melampirkan;

a. Copy pengesahan sebagai badab hukum berbentuk

Perseroan Terbatas atau Koperasi;

b. Copy anggaran dasar yang di dalamnya memuat

kegiatan usaha penyedia jasa pekerja/buruh;

c. Copy SIUP;

d. Copy wajib lapor ketenagakerjaan yang masih

berlaku.

(3) Instansi yang bertanggung jawab di bidang

ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1) harus sudah menerbitkan izin operasional

terhadap permohonan yang telah memenuhi kententuan

sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dalam waktu

paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak

permohonan diterima.

Pasal 3

Izin operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2

berlaku di seluruh Indonesia untuk jangka waktu yang

sama. ( Isi Lengkap KEPMENKERTRANS NO.

KEP.101/MEN/VI/2004. LIHAT LAMPIRAN)

1.3 Hubungan Ketenagakerjaan Outsourcing

Perlu ditekankan bahwa pekerja outsourcing hanya

mempunyai hubungan kerja dengan perusahaan outsourcing

bukan perusahaan pemberi kerja.

Persyaratan yang harus dipenuhi untuk pelaksanaan

perjanjian kerja waktu tertentu seperti dimaksud dalam

pasal 59 yaitu:

a. Pekerjaan yang sekali selesai dalam waktu

tertentu,

b. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam

waktu yang tidak terlalu lama, dan paling lama 3

tahun,

c. Pekerjaan yang bersifat musiman, atau

d. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru,

kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih

dalam percobaan atau penjajakan.

1.4 Pekerjaan yang Bisa Di-outsource

Pada dasarnya, pekerjaan yang bisa di-outsource adalah

pekerjaan penunjang (non core) dan bukan pekerjaan

utama (core). “Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia

jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi

kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan

yang berhubungan langsung dengan proses produksi,

kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kagiatan

yang tidak berhubungan langsung dengan proses

produksi.”

1.5 Manfaat Outsourcing

Manfaat bagi pemerintah:

- Dapat membantu mengembangkan dan mendorong

pertumbuhan ekonomi masyarakat dan perekonomian

nasional.

- Sebagai pembinaan dan pengembangan kegiatan

koperasi dan usaha kecil karena perusahaan

sebagaian pelaku outsource berbentuk koperasi

maupun usaha kecil.

- Mengurangi beban pemerintah dalam penyediaan

fasilitas umum seperti transportasi, listrik, air

dan pelaksanaan ketertiban umum karena kegiatan

tersebut bisa dilakukan oleh perusahaan outsource.

Manfaat bagi masyarakat dan pekerja:

- Outsourcing akan mempercepat pertumbuhan industri

yang pada gilirannya akan mendorong ekonomi

penunjang dilingkungan masyarakat seperti adanya

pasar, warung makan sarana transportasi dan

sebagainya.

- Mengembangkan infrastruktur sosial

masyarakat,budaya kerja, disiplin dan peningkatan

kemampuan ekonomi..

- Mengurangi pengangguran dan mencegah terjadinya

urbanisasi.

- Meningkatkan kemampuan budaya perusahaan budaya

perusahaan dilingkungan masyarakat.

- Bagi fresh graduate outsourcing bisa menjadi

jembatan untuk karir sebelumnya.

Manfaat bagi perusahaan:

- Meningkatkan fokus perusahaan inti.

- Penghematan dana kapital.

- Efisiensi biaya operasional.

- Memperoleh SDM yang lebih propesional.

BAB II

KENAPA OUTSOURCING DITENTANG DI INDONESIA

Penerapan outsourcing dalam kegiatan ekonomi (khususnya

dunia bisnis) yang terbukti dapat meningkatkan

pendapatan dan pemerataan pendapatan dinegara-negara

maju dan berkembang lainnya justru mengalami hal yang

sebaliknya diindonesia.

Praktik outsourcing diindonesia saat ini memang masih

merupakan hal yang tidak disukai tapi masih dibutuhkan

bagi masyarakat indonesia sehingga sering timbul pro

dan kontra dari masyarakat. Tentunya jika dilihat dari

maraknya unjuk rasa yang dilakukan para pekerja/buruh.

Menurut Robert Cooter, sudah menjadi sifat pengusaha

untuk terus melakukan efisiensi dan maksimalisasi hasil

usaha. Usaha efisiensi para pengusaha dalam praktik

outsourcing diindonesia terlihat lebih diarahkan kepada

efisiensi upah dan fasilitas bagi pekerja/atau buruh

yang paling lemah kedudukannya yaitu pekerja/buruh

outsource (yang tidak terorganisir – bukan merupakan

anggota serikat pekerja,secara hukum tidak memiliki hak

menerima pesangon,dan sebagainya).

2.1 PRAKTIK OUTSOURCING YANG SALAH

Pada dasarnya setiap sistem (termasuk outsourcing)

dapat berjalan dengan baik dan menguntungkan jika

terdapat keterkaitan yang baik antara teori, norma, dan

pelaksanaan.

Praktik outsourcing yang salah yang pernah kami

temui adalah sebagai berikut:

Kesalahan tipe perjanjian outsourcing yang

diperjanjian

Kesalahan dalam memilih mitra perusahaan

outsourcing

Perotasian pekerja/buruh outsource dengan tidak

memperhatikan etika bisnis.

Kecurangan dalam pengupahan pekerja/buruh

outsource.

Kesalahan dalam penentuan kegiatan penunjang

perusahaan yang di-outsource-kan

Satu tim kerja untuk melaksanakan pemenuhan

permintaan tenaga kerja dari klien yang saling

berkompetisi

Tidak adanya pelatihan kerja bagi pekerja/buruh

outsource.

Kurangnya perhatian atas kebutuhan, peforma dan

jenjang karir pekerja/buruh outsource.

2.1.1 KESALAHAN TIPE PERJANJIAN OUTSOURCING YANG

DIPERJANJIKAN

Pada asanya terdapat dua jenis tipe perjanjian

outsourcing yaitu:

a. Tipe perjanjian Outsourcing SDM (OSDM) yang

menyerahkan segala urusan pengelolaan tenaga kerja

kepada perusahaan outsoursing, misalnya urusan

pengupahan (pay roll), pengaturan jadwal kerja dan

sebagainya.

b. Tipe perjanjian sales agency atau distributorship

yang hanya menitipberatkan pada hasil akhir yang

dihasilkan oleh pekerja/buruh outsource, jadi

perusahaan outsourcing hanya akan dibayar

berdasarkan hasil yang dicapai oleh pekerja/buruh

outsource-nya

2.1.2 KESALAHAN DAN DALAM MEMILIH MITRA PERUSAHAAN

OUTSOURCING

Banyaknya perusahaan-perusahaan outsourcing di

indonesia saat ini telah meningkatkan tingginya tingkat

kesalahan pengguna outsourcing dalam memilih mitra

(perusahaan outsourcing) untuk menerapkan outsourcing

di departemen perusahaannya. Tidak jarang suatu

perusahaan dari suatu perusahaan outsourcing merupakan

anak perusahaan dari suatu perusahaan non-outsourcing

dimana pembentukan perusahaan outsourcing tersebut pada

mulanya hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan tenaga

kerja perusahaan induknya.

Dampaknya dari kesalahan suatu perusahaan pengguna

outsourcing (perusahaan pemberi kerja) dalam memilih

mitra perusahaan outsourcing dapat berbentuk

keterlambatan pemenuhan tenaga kerja dengan kialifikasi

khusus yang menunjukan rebdahnya tungkat kemampuan

rekruitmen perusahaan outsourcing, hingga terjadinya

kecurangan yang di lakukan oleh pekerja/buruh yang

mengakibatkan kerugian finansial dan non finansial

pihak perusahaan pengguna outsourcing (perusahaan

pemberi kerja).

2.1.3 PEROTASIAN PEKERJA/BURUH OUTSOURCE DENGAN

TIDAK MEMPERHATIKAN ETIKA BISNIS

Praktik outsourcing yang salah yang juga marak

terjadi adalah dalam hal perotasian pekerja/buruh

outsource dengan tidak memperhatikan etika bisnis yang

akhirnya mengakibatkan ketidak adilan bagi perusahaan

pengguna jasa outsourcing (perusahaan pemberi kerja).

2.1.4 KECURANGAN DALAM PENGUPAHAN PEKERJA/BURUH

OUTSOURCE

Inilah bentuk dari praktik outsourcing yang salah

yang banyak mendapat sorotan dari para pekerja/buruh

outsource yang akhirnya menyebabkan terjadinya banyak

unjuk rasa dari para pekerja/buruh outsource. Bentuk

praktik outsourcing yang salah ini biasanya dilakukan

oleh perusahaan-perusahaan outsourcing yang baru

terdiri oleh perusahaan-perusahaan outsourcing yang

bisa kita bilang serakah karena menerapkan premanisme

outsourcing pada para pekerja/buruh outsource-nya.

Bentuk kecurangan dalam pengupahan pekerja/buruh

outsource yang sering kami jumpai adalah :

a. Adanya pekerja/buruh outsouce yang menerima upah

yang besarnya kurang dari upah minimum provinsi

(UMP), melanggar ketentuan pasal 90 ayat 1 undang-

undang nomor 13 tahun 2003 tentang

ketenagakerjaan.

b. Adanya pekerja/buruh outsource yang menerima upah

yang lebih kecil dari pekerja/buruh tetap yang di

antara keduanya melakukan pekerjaan dan nilai yang

sama di lokasi kerja yang sama, melanggar

ketentuan pasal 3 peraturan pemerintah nomor 8

tahun 1981 tentang perlindungan upah. Seharusnya

status pekerja yang berada (satu karyawan

kontrak , satu lagi karyawan tetap) tetap boleh

untuk pekerjaan yang sama. Hal ini membuktikan

kecemburuan sosial, karena karyawan kontrak

biasanya menerima upah dan tunjangan lain yang

lebih kecil dari karyawan tetap.

c. Adanya pekerja/buruh yang tidak menerima

kompensasi sanksi dari pengusaha tidak atas

keterlambatan pembayaran upah yang di alaminya,

melanggar ketentuan pasal 19 peraturan pemerintah

nomor 8 tahun 1981 tentang perlindunga upah.

2.1.5 KESALAHAN DALAM PENENTUAN KEGIATAN PENUNJANG

PERUSAHAAN YANG DI-OUTSOURCING

Dalam sub bab sebelumnya telah diketahui adanya bentuk

kecurangan dalam pengupahan yang berupa diskriminasi

upah antara pekerja/buruh outsourcing dan pekerja/buruh

di suatu lokasi kerja yang sama diang di antara

keduanya melakukan jenis pekerjaan yang sama nilainya.

Dalam penerapan outsourcing, di dalam suatu divisi yang

di-outsourcing-kan akan lebih baik

pekerja-pekerja/buruh-buruh di dalam divisi itu

semuanya berstatus sebagai pekerja/buruh outsourcing.

2.1.6 SATU TIM KERJA UNTUK MELAKSANAKAN PEMENUHAN

PERMINTAAN TENAGA KERJA DARI KLIEN-KLIEN YANG SALING

BERKOMPETISI

Tidak jarang kami menemukan perusahaan outsourcing

memiliki klien yang saling berkompetisi (karena

bergerak di bidang yang sama) dan juga mendapatkan job

profile yang sama pula dari klien-kliennya tersebut.

2.1.7 TIDAK ADANYA PELATIHAN KERJA BAGI PEKERJA/BURUH

OUTSOURCE

Praktik outsourcing yang juga salah dilakukan oleh

perusahaan outsourcing yang tidak mengadakan pelatihan

bagi pekerja/buruh outsource-nya dengan hanya

didasarkan pada alasan penghematan biaya perusahaan.

Pekerja/buruh outsource yang kita miliki layaknya pohon

buah-buahan yang harus dipupuk dan akan mendapatkan

buah-buahan yang segar dan memenuhi standar untuk

dijual.

2.1.8 KURANGNYA PERHATIAN ATAS KEBUTUHAN, PERFORMA DAN

JENJANG KARIR PEKERJA/BURUH OUTSOURCE

Kurangnya perhatian perusahaan outsourcing pada

kebutuhan pekerja/buruh outsource-nya

dapat ,engakibatkan lunturnya integritas antara

pekerja/buruh.

2.2 PERBUDAKAN ZAMAN MODERN

Berdasarkan unjuk rasa dari pekerja/buruh outsource

diketahui bahwa pekerja/buruh outsource menganggap

sistem kerja outsourcing dapat disamakan dengan

perbudakan dizaman modern.

Memang tidak dapat dipungkiri bahwa pekerja/buruh

outsource itu seperti budak yang bekerja siang hingga

malam tetapi tetap hanya mendapat upah yang seadanya.

Oleh karena itu kita perlu membahas tentang perbudakan

zaman modern ini dari 3 aspek yaitu:

2.2.1 WAKTU KERJA

Waktu kerja pekerja/buruh diindonesia diatur diatur dan

dilindungi oleh pasal 77 dan pasal 78 undang-undang

nomor 13 tahun 2003. Mekanisme pengajuan waktu kerja

lembur untuk pekerja/buruh outsource yang umum

diterapkan didalam praktik outsourcing adalah

perusahaan pengguna outsourcing (perusahaan pemberi

kerja) terlebih dahulu mengajukan job order (yang harus

dilakukan pekerja/buruh outsource bersangkutan) kepada

perusahaan outsourcing dan kemudian harus mendapat

persetujuan dari perusahaan outsourcing yang

bersangkutan.

2.2.2 MASA DEPAN

Dengan menerapkan outsourcing dalam perusahaan,

perusahaan pengguna outsource (perusahaan pemberi

kerja) akan mendapat efisiensi berupa kepastian budget.

Tidak adanya jenjang karir didalam outsourcing pada

asasnya disebabkan oleh perjanjian kerja yang dilakukan

antara perusahaan outsourcing dan pekerja/buruh

outsource, yaitu Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

(PKWT). Dasar hukum penerapan PKWT sebagai bentuk

perjanjian kerja outsourcing adalah pasal 66 ayat 2

butir b undang-undang nomor 13 tahun 2013.

2.2.3 UPAH

Pelanggaran pengupahan bagi pekerja/buruh di Indonesia

hingga saat ini telah menjadi kebiasaan di kalangan

tertentu pengusaha Indonesia. Kebiasaan jelek inilah

yang akhirnya melahirkan persepsi negatif masyarakat

Indonesia tentang outsourcing.

2.3 PEMOTONGAN UPAH

Adanya fakta terjadinya perbedaan upah yang signifikan

antara upah yang diterima pekerja/buruh tetap di antara

keduanya melakukan pekerjaan yang sama nilainya di

lokasi kerja yang sama adalah suatu hal yang menarik

untuk kita kaji.

Komponen potongan upah pekerja/buruh di indonesia

terdiri atas:

1. Pajak penghasilan

2. Jamsostek

3. Biaya penempatan tenaga kerja

4. Ganti rugi

BAB III

PELAKSANAN OUTSOURCING

Ada tiga tahapan penting yang harus dilakukan

perusahaan yang akan melakukan outsource agar kegiatan

tersebut berhasil.

3.1 Tahapan Perencanaan

Tahapan ini mencakup beberapa hal seperti penentuan

pekerjaan yang akan di-outsource, pemilihan konsultan

dan pemilihan perusahaan outsource.

3.1.1 Penentuan Pekerjaan yang akan di-outsource

Penentuan pekerjaan yang akan di-outsource sangat

terkait dengan visi dan misi perusahaan. Misalnya

sebuah perusahaan telekomunikasi ingin leading di

bidangnya.

Selain untuk menentukan kegiatan core dan non core

pembuatan alur kegiatan juga berfungsi:

- Sebagai dasar hukum bagi penetapan melakukan

kegiatan outsourcing

- Memudahkan bagian operasional perusahaan dalam

membuat Man Power Planning

- Memudahkan dalam pembuatan budgeting untuk

pekerjaan yang sudah ditetapkan di-outsource

secara permanen

- Menjadi acuan baik internal perusahaan maupun

bagi pemerintah

Biasanya di jadikan pertimbangan perusahaan untuk

menentukan kegiatan core dan non core yaitu:

- Value added

- Tingkat resiko

- Arah pengembangan

- Kebiasaan industri

Contoh pekerjaan yang bisa di-outsource antara lain:

- Usaha pelayanan kebersihan

- Usaha penyediaan makanan

- Usaha tenaga pengamanan

- Usaha angkutan karyawan

- Usaha jasa penunjang di pertambangan dan

perminyakan

- Usaha penunjang sektor perbankan

- Usaha jasa penunjang di sektor telekomunikasi

- Usaha bidang rekayasa

- Usaha bidang sdm

- Usaha bidang keuangan

- Usaha bidang komunikasi

- Usaha di bidang csr

Bank melakukan pengujian dengan menggunakan kreterian

paling kurang sebagai berikut:

1. Beresiko rendah

2. Tidak membutuhkan kualifikasi kopentensi yang

tinggi di bidang perbankkan

3. Tidak terkait langsung dengan proses pengambilan

keputusan yang mempengaruhi operasional bank

3.1.2 Penentuan Konsultan

Jika diperlukan, perusahaan dapat menggukan jasa

konsultan dalam proses pelaksanaan outsourcing ini.

Ada beberapa cara memilih konsultan yaitu:

- Berdasarkan referensi dari perusahaan lain yang

sudah menggunakan jasa konsultan tersebut

- Bertanya pada user atau perusahaan lain yang

sudah menggunakan jasa konsultan tersebut

- Mencari lewat internet

- Melalui asosiasi bisnis alih daya (ABADI)

Konsultan harus memahami arsitek hukum industrial

termasuk outsourcing serta hal-hal terkait core dan non

core.

Adapun tugas konsultan antara lain:

- Membantu mengevaluasi pentingnya kerja sama

anatara perusahaan pengguna dan perusahaan

outsource

- Menentukan bidang-bidang yang akan di-outsource

- Membantu memilih perusahaan outsource yang

kredibel

- Menjajaki bonafiditas perusahaan oursource

- Memberi penjelasan mengenai dasar hukum kontrak

kerja

- membrikan saran dalam penyusunan kontrak kerja

- memberikan penjelasan mengenai manejemen fee.

3.1.3 Memilih perusahaan outsourcing

Cara memilih perusahaan outsource adalah:

- berdasarkan saran atau referensi konsultan

- mencari lewat internet referensi dari perusahaan

lain

- melalui asosiasi

- melalui majalah bisnis dan sdm

- melalui seminar

Setelah mengetahui beberapa perusahaan outsource yang

kredibel perusahaan akan memilih satu untuk dijadikan

mitra outsource beberapa faktornya adalah:

- harga

- jangka waktu pembataran

- kapasitas pelayanan

- variasi produk

3.2 Tahap Penyusutan Perjanjian

Dalam hal ini perusahaan pengguna harus sangat berhati-

hati dan memperhatikan elemen dalam service level

agreement’s (SLA) seperti:

- definisi

- ruang lingkup pengadaan jasa

- hubungan kemitraan

- persyaratan administratif

- biaya penyediaan jasa

- pernyataan jaminan

- hak kewajiban dan tanggung jawab

- kejadian tak terduga

Selain hal-hal di atas perjanjian juga harus mengatur

hal lain seperti:

- benturan kepentingan

- kepemilikan informasi

- penggunaan logo

- audit

- jangka waktu dan berakhirnya kontrak

- penyelesaiaan perselisihan

- kualitas tenaga kerja

- perubahan jenis pekerjaan

- pengalihan tugas

- cara pembayaran

- dan lain-lain

3.3 Tahapan Evaluasi Pelaksanaan Perjanjian

Evaluasi tersebut dilaksanakan melalui beberapa cara

yaitu:

- Laporan pertahun

- Rapat berkala

- Observasi langsung

- audit

- Kombinasi antara kegiatan diatas

3.4 Pelaksanaan Outsourcing yang baik

Hubungan antara pemberi pekerjaan (user) dan penerima

pekerjaan (vendor) harus berdasarkan pada:

1. Kesimbangan hak dan kewajiban antara pemberi

pekerjaan dan penerima pekerjaan

2. Keadilan

3. Hak asasi manusia

4. Keterbukaan

5. Transparansi