bab i dbs r7
TRANSCRIPT
USULAN PENELITIAN
STUDI KASUS TERHADAP PUTUSAN PEGADILAN NEGERI SUMBAWA
NOMOR 102/Pid. B/2013/PN.SBB TENTANG PENYEBARAN
INFORMASI ELEKTRONIK YANG MEMUAT ISU SARA BERDASARKAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN
TRANSAKSI ELEKTRONIK
A. Latar Belakang Pemilihan Kasus
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi di
berbagai bidang mengalami kemajuan yang sangat pesat.1
Perkembangan yang pesat dari teknologi informasi dan
komunikasi menghasilkan internet yang multifungsi.
Perkembangan teknologi semakin hari semakin mengalami
perubahan secara terus menerus dalam setiap interaksi
dan aktivitas masyarakat, tidak terkecuali di negara
berkembang seperti Indonesia. Kebutuhan dan penggunaan
akan teknologi informasi yang diaplikasikan dengan
1 Heru Supraptomo, Hukum dan Komputer, Alumni, Jakarta, 1996,hlm.vii
1
2
internet dalam segala bidang kini telah menjadi hal
yang lumrah.
Kemajuan-kemajuan yang dicapai manusia di bidang
teknologi informasi dan komunikasi telah banyak
memberikan kemudahan dan manfaat dalam upaya untuk
menciptakan kesejahteraan manusia.2Kemajuan teknologi
informasi dan komunikasi saat ini dimanfaatkan oleh
pribadi (individu), korporasi baik pemerintah maupun
swasta dan kelompok-kelompok masyarakat untuk berbagai
aktivitas manusia, seperti pendidikan, perdagangan,
pemerintahan, komunikasi atau perbankan.
Kemajuan dan perkembangan tersebut dapat merubah
tatanan organisasi dan hubungan sosial kemasyarakatan.3
Hal ini tidak dapat dihindari, karena fleksibilitas dan
kemampuan telematika dengan cepat memasuki berbagai
aspek kehidupan manusia. Kemajuan dibidang teknologi
akan berjalan bersamaan dengan munculnya perubahan-
2 Sigid Suseno, Cybercrime Pengaturan dan Penegakan Hukumnya diIndonesia dan Amerika Serikat, Padjadjaran Jurnal Ilmu Hukum JilidXXXIII, Redaksi Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung,2009. Hlm 40.
3 Didik M. Arief Mansyur, dan Elisatris Gultom, Cyber Law AspekHukum Teknologi Informasi,Reflika Aditama, Bandung,2009, hlm. 2.
3
perubahan didalam masyarakat, dapat mengenai nilai
sosial, kaidah-kaidah sosial, pola-pola peri-kelakuan,
organisasi, dan susunan lembaga kemasyarakatan. Cicero
mengatakan “ubi societas ibi ius” dimana ada masyarakat
disitu ada hukum.4 Sangat berkaitan dengan adagium yang
berbunyi “dimana ada manusia, disitu ada kejahatan”.5
Mengingat kejahatan itu setua usia kehidupan manusia,
maka tingkat dan ragam kejahatan juga mengikuti
realitas perkembangan kehidupan manusia. Teori ini
membuktikan, bahwa semakin maju dan modern kehidupan
manusia, maka semakin maju dan modern pula jenis
kejahatan di tengah masyarakat.
Salah satu kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
adalah internet (international network of interconnected computers)
yang merupakan jaringan komputer luas dan besar yang
mendunia, menghubungkan pemakai komputer dari satu
negara ke negara lain di seluruh dunia dimana di
dalamnya terdapat berbagai sumber daya informasi dari
4 Ermansjah Djaja, Penyelesaian Sengketa Hukum Teknologi Informasi DanTransaksi Elektronika, Pustaka Timur, Yogyakarta, 2010, hlm. 12.
5 Ermansjah Djaja,Ibid.
4
mulai statis hingga dinamis dan interaktif. Internet
awalnya digunakan untuk keperluan mewujudkan jaringan
komputer dengan jaringan yang luas. Sesuai dengan hasil
karya internet manusia dapat melakukan aktivitas
layaknya kehidupan di dunia nyata, manusia dapat
melakukan berbagai hal dan berbagai aktivitas di dunia
internet, mulai dari percakapan, transaksi bisnis
online, berbelanja, dan lain sebagainya yang tujuan
utamanya adalah meningkatkan kesejahteraan manusia.
Kemajuan teknologi tidak hanya membawa sisi positif
tetapi juga sisi negatif seiring dengan perkembangan
hidup manusia. Salah satu dampak yang paling besar
disela-sela kemajuan teknologi internet adalah
munculnya kejahatan yang dapat melintasi batas-batas
yuridis yang ditetapkan negara, yang disebut dalam
literatur di Indonesia sebagai kejahatan mayantara
(cyber space) atau dikenal juga dengan istilahcyber crime.6
Perbuatan melawan hukum dalam ranah cybersangat
tidak mudah diatasi dengan mengandalkan hukum positif
6 Didik M. Arief Mansyur, Elisatris Gultom, Op.Cit, hlm.10
5
konvensional karena berbicara mengenai kejahatan, tidak
dapat dilepaskan dari lima faktor yang saling
berkaitan, yaitu pelaku kejahatan, modus kejahatan,
korban kejahatan, reaksi sosial atas kejahatan dan
hukum.7
Hukum memang menjadi instrumen penting dalam
pencegahan dan penanggulangan kejahatan, disamping
instrumen-instrumen lainnya yang tidak kalah penting.
Akan tetapi untuk membuat suatu ketentuan hukum
terhadap bidang hukum yang berubah sangat cepat,
seperti teknologi informasi ini bukanlah suatu perkara
yang mudah. Disinilah sering kali hukum tampak cepat
menjadi usang ketika mengatur bidang yang mengalami
perubahan yang cepat, sehingga situasinya seperti
terjadi suatu kekosongan hukum.
Umumnya suatu masyarakat yang mengalami perubahan
akibat kemajuan teknologi, banyak melahirkan masalah –
masalah sosial. Hal itu terjadi karena
kondisimasyarakat itu sendiri yang belum siap menerima7Budi Suhariyanto, Tindak Pidana Teknologi Informasi (Cybercrime),
Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm 4.
6
perubahan atau dapat pula karena nilai – nilai
masyarakat yang telah berubah dalam menilai kondisi
lama sebagai kondisi yang tidak lagi dapat diterima.
8Dampak negatif terjadi pula akibat pengaruh penggunaan
media internet dalam kehidupan masyarakat dewasa ini.
Melalui media internet beberapa jenis tindak pidana
semakin mudah untuk dilakukan seperti, tindak pidana
pencemaran nama baik, pornografi, perjudian, pembobolan
rekening, perusakan jaringan cyber (hacking), penyerangan
melalui virus (virus attack) hingga penyebaran isu-isu yang
bertujuan untuk memicu konflik di masyarakat.
Media sosial sendiri bersifat publik dimana
perkataan yang kita berikan, atau hal-hal yang kita
tulis dapat dengan mudah dilihat oleh orang lain.
Akhir-akhir ini salah satu media sosial yang masih
memiliki banyak pengguna salah satunya adalah Facebook.
Facebook hingga saat ini berdasarkan data yang
dirilis oleh Kemenkominfo sebesar 65 juta pengguna.9
8 Paul B Horton dan Chester L. hunt, Sosiologi,Erlangga,Jakarta, 1984, hlm. 237
9 Kemenkominfo, Data Pengguna Internet Indonesia,<http://kominfo.go.id/index.php/content/detail/3415/Kominfo+
7
Indonesia sendiri merupakan sebuah negara kesatuan yang
terdiri dari berbagai macam suku bangsa, dan agama. Hal
tersebut juga tercantum dalam semboyan negara Indonesia
yakni Bhineka Tunggal Ika yang berarti berbeda tapi
tetap satu, akan tetapi perbedaan suku bangsa dan agama
yang ada di Indonesia membawa pula resiko munculnya
konflik yang berlatar belakang isu SARA. Di Indonesia
sendiri konflik-konflik yang berlatar isu SARA sudah
banyak terjadi, seperti kerusuhan di Poso, Ambon, dan
Lombok. Konflik tersebut juga telah memakan banyak
korban jiwa maupun harta masyarakat yang tinggal di
daerah tersebut.10
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik,
terdapat lebih dari 300 kelompok etnik atau suku bangsa
di Indonesia. Proporsi populasi jumlah suku bangsa di
Indonesia menurut sensus Tahun 2000 sebagai berikut:
Suku Jawa (41,7%), Sunda (15,4%), Tionghoa-Indo (3,7%),
%3A+Pengguna+Internet+di+Indonesia+63+Juta+Orang/0/berita_satker#.U4iU264U200>, [10 Mei 2014].
10 Antaranews, http://www.antaranews.com/berita/382892/indonesia-masih-hadapi-konflik-sara, [3 Februari 2015].
8
Melayu (3,4%), Madura (3,3%), Batak (3,0%), Minangkabau
(2,7%), Betawi (2,5%), Bugis (2,5%), Arab-Indo (2,4%),
Banten (2,1%), Banjar (1,7%), Bali (1,5%), Sasak
(1,3%), Makassar (1.0%), Cirebon (0,9%), danbanyak
suku-suku terpencil, terutama di Kalimantan dan Papua
dengan populasi kecil yang hanya beranggotakan ratusan
orang.11
Konflik SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan)
yaitu suatu konflik yang dilatarbelakangi sentimental
antar suku, agama, ras,atau golongan tertentu.12
Konflik yang merebak di Indonesia merupakan konflik
horizontal yang berbasis isu agama dan etnis serta
faktor tingkat kesejahteraan yang tidak merata, di
berbagai daerah di Indonesia konflik yang berbasis isu
agama dan etnis sangat mudah menjadi konflik kekerasan
dan menarik keterlibatan aktor lintas regional serta
sangat sulit untuk diselesaikan. Hal tersebut karena
11Badan Pusat Statistik, <http://www.bps.go.id/menutab.php?tabel=1&kat=1&id_subyek=153>, [15 September 2014].
12Tim Penyusun KBBI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka,1989, hlm. 427.
9
konflik yang berbasis isu agama dan etnik cenderung
melampaui batas-batas geografis dan tidak mudah untuk
dinegosiasikan serta tidak rasional.13 Beberapa faktor
berbeda yang dapat dihubungkan dengan konflik dan/atau
yang penting untuk menengahi ketegangan dalam konteks
Indonesia, termasuk di dalam faktor-faktor ini (tetapi
tidak sebatas ini saja) adalah kemiskinan, kesenjangan
sosial, ketidakpastianpendapatan, pengangguran,
ketidakadilan dalam pembangunan, dampak
industrialisasi, desentralisasi, ketidakjelasan hak
atas tanah, kesenjangan ekonomi dan pengaturan sumber
daya alam regional. Selain itu, konflikbisa terjadi
akibat dinamika sosial seperti gesekan kelompok
(misalnya antar kelompok agama dan antar kelompok
etnis).14
13 Laporan Departemen Pertahanan Republik Indonesia, RagamKonflik Di Indonesia Corak Dasar Dan Resolusinya, Departemen PertahananRepublik Indonesia, hlm. 14, 2010.
14 The World Bank, Social Development Notes Conflict Prevention AndReconstruction: Konflik Lokal Indonesia Peristiwa Dan Pola, 2004, hlm. 3.
10
Kemajuan teknologi ini pun lambat laun
mempengaruhi bentuk komunikasi yang terjadi antar
individu munculnya perangkat-perangkat komunikasi
seperti handphone dan juga komputer telah banyak
membawa pengaruh terhadap masyarkat, seiring
perkembangan teknologi tersebut juga muncul sebuah
fenomena baru seperti media sosial (Social Media).
Munculnya media sosial tersebut juga telah membawa
perubahan dalam masyarakat terutama guna bertukar
informasi dan juga menjalin hubungan antara satu sama
lain.
Perubahan pola komunikasi antar individu/kelompok
yang terjalin melalui komunikasi tidak langsung baik
melalui SMS, Jejaring Sosial dan lainnya menjadi salah
satu dampak dari kemajuan teknologi dimana dengan
adanya perkembangan zaman, maka akan timbul
problematika baru dan disitulah dibutuhkannya sebuah
peraturan yang mengatur megenai permasalahan ataupun
pelanggaran yang mungkin muncul dikarenakan adanya
kemajuan teknologi. Mengutip Mantan Presiden Amerika
11
Serikat John F Kennedy “The Progress of law should anticipate the
progress of technology”.15
Jejaring sosial seperti facebook merupakan sebuah
fasilitas yangdapat digunakan oleh penggunanya untuk
menjalin komunikasi dengan kerabat, saudara, ataupun
dengan membuat semacam grup milis yang bertujuan untuk
berbagi informasi antara sesama pengguna facebook,
ataupun hanya untuk mengutarakan pandangan pribadi
terkait suatu fenomena sosial yang terjadi di
lingkungan sekitar.
Jejaring sosial yang pada awalnya bertujuan untuk
mengakomodir keperluan komunikasi antara individu
maupun kelompok dengan individiu atau kelompok lainnya,
berpotensi juga menimbulkan adanya tindak pidana baik
berupa penipuan berkedok iklan hingga adanya penghinaan
dan pencemaran nama baik seseorang.
Pada dasarnya kebebasan dalam berpendapat di muka
umum dijamin dalam Pasal 28F UUD 1945, akan tetapi
kebebasan dalam berpendapat tersebut merupakan
15Pidato Kenegaraan saat peluncuran proyek Appollo tahun 1961
12
kebebasan berpendapat yang bertangggung jawab dan tetap
harus mematuhi norma-norma yang berlaku di Indonesia.
Akan tetapi hingga saat ini masih banyak pihak-pihak
yang menggunakan jejaring sosial sebagai media berbagi
pemikiran dengan cara-cara yang tidak santun dan
terkadang cenderung mendiskreditkan pihak-pihak
tertentu, sebagaimana peneliti telah sebutkan
sebelumnya mengenai isu-isu SARA yang di Indonesia
sangat sensitif dan dapat memancing bentrok antar
golongan tertentu.
Pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik( Selanjutnya disebut UU ITE) mengatur
mengenai kegiatan cyberspace di Indonesia, dimana UU ITE
telah mmengakomodir peraturan yang bertujuan mencegah
terjadinya penyalahgunaan dalam pemanfaatan media
elektronik itu sendiri, salah satu perbuatan yang
dilarang di dalam UU ITE adalah adanya pennyebaran atau
penghasutan informasi yang bermuatan SARA, hal tersebut
mengingat bahwa isu tersebut merupakan permaslahan yang
13
cukup sensitif di Indonesia sebagaimana telah peneliti
kemukakan.
Efektivitas pasal tentunya dapat dilihat dari
setidaknya dua sisi, yaitu pengaturan dan
penerapan/penegakan (law enforcement). Secara pengaturan,
perumusan pasal ini sudah dinilai cukup. Sedangkan,
dalam aspek penerapan/penegakan pasal yang dimaksud,
tentu bergantung pada tiap-tiap kasus yang terjadi atau
dengan kata lain penerapan pasal tersebut relatif sulit
diukur parameter efektivitasnya.
Adanya pihak-pihak yang mengutarakan pendapatnya
mengenai suatu permasalahan sosial yanng terjadi di
lingkungannya pada dasarnya dapat dibenarkan selama hal
tersebut tidak bertentangan dengan norma hukum yang
berlaku, akan tetapi pendapat mengenai suatu kejadian
yang terjadi di dalam sebuah masyarakat hendaknya
dilakukan dengan santun dan tidak mendiskreditkan
golongan tertentu.
Berdasarkan asas legalitas suatu perbuatan dapat
dipidana apabila perbuatan tersebut merupakan suatu
14
tindak pidana atau memenuhi unsur-unsur di dalam
undang-undang.16Berkaitan dengan hal tersebut suatu
perbutan dapat dijatuhi pidana atau rumusan delik,
namun tidak selalu perbuatan dapat dijatuhi pidana jika
perbuatan tersebut tercantum dalam rumusan delik,
diperlukan tiga syarat yaitu:17
1. Perbuatan manusia
Bahwa perbuatan tersebut sudah dilakukan dan
bukan hanya niat atau keyakinan belaka, atau
sudah ada tindakan konkret dari niatan tersbut;
2. Bersifat melawan hukum
Berarti perbuatan tersebut telah melanggar
hukum baik formil dan materiil;
3. Perbuatan tersebut dapat dicela.
Karakteristik dari komputer khususnya jaringan
internet yang tidak mengenal batas geografis
menyebabkan penerapan suatu peraturan menjadi kurang
16 P.A.F.Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru,Bandung, 1984, hlm. 172.
17 Edmon Makarim, Ibid, hlm. 404.
15
efektif, kejahatan yang dilakukan melalui komputer
dapat dilakukan dimana saja secara anonim.18
Hal yang paling berkaitan erat dengan sistem
komputer adalah brainware yang menjadi faktor manusia
atau pengguna dari komputer itusendiri.19 Kualitas dari
suatu informasi dalam hal ini informasi elektronik
tergantung pada tiga hal yaitu:20
1. Akurasi
Maksud dari akurasi adalah informasi tersebut
harus bebas karena kesalahan dan tidak bias,
dalam artian bahwa informasi tersebut harus
jelas maksud dan tujuannya;
2. Ketepatan Waktu
Informasi tersebut bukan sesuatu yang sudah
usang;
3. Relevansi
18 Edmon Makarim, Kompilasi Hukum Telematika, Raja GrafindoPersada, Jakarta, 2003, hlm. 390.
19 Edmon Makarim, Idem.20 David I, Bainbridge, Computer And The Law, sebagaimana dikutip
Edmon Makarim Dalam Bukunya, Kompilasi Hukum Telematika, Raja GrafindoPersada, Jakarta, 2003, hlm. 395.
16
Informasi tersebut memiliki manfaat bagi
pemakai atau pihak lain yang membutuhkan.
Perbuatan yang dilarang dalam Pasal 28 ayat (2) UU
ITE ialah dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan
informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa
kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok
masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras, dan
antargolongan (SARA).
Bunyi Pasal 28 ayat (2) UU ITE adalah sebagai
berikut:
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkaninformasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian ataupermusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentuberdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).”
Ditinjau dari tujuannya pasal ini adalah mencegah
terjadinya permusuhan, kerusuhan, atau bahkan
perpecahan yang didasarkan pada SARA akibat informasi
negatif yang bersifat provokatif. Isu SARA dalam
pandangan masyarakat merupakan isu yang cukup sensitif.
Contoh penerapannya adalah apabila seseorang
menuliskan status dalam jejaring sosial informasi yang
17
berisi provokasi terhadap suku/agama tertentu dengan
maksud menghasut masyarakat untuk membenci atau
melakukan anarki terhadap kelompok tertentu, maka Pasal
28 ayat (2) UU ITE ini secara langsung dapat
dipergunakan oleh Aparat penegak Hukum untuk menjerat
pelaku yang menuliskan status tersebut.Ancaman pidana
dari Pasal 28 ayat (2) UU ITE tersebut diatur dalam
Pasal 45 ayat (2) UU ITE yaitu pidana penjara paling
lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
Adanya pihak-pihak yang mengemukakan pendapat
dengan cara yang tidak santun dan mendiskreditkan
golongan tertentu terutama pendapat yang diutarakan
melalui media sosial dan mendiskreditkan suku tertentu
dapat memicu timbulnya kerusuhan yang dilatari adanya
isu SARA, sebagaimana yang terjadi di Sumbawa yang
dilatar belakangi isu bahwa telah terjadi pembunuhan
oleh aparat kepolisian yang berasal dari suku Bali
terhadap seorang wanita yang merupakan orang asli
Sumbawa, dimana kerusuhan tersebut dipicu oleh salah
18
satunya adalah adanya pendapat yang dikemukakan oleh
warga asli Sumbawa yang bernama Dedi Rahman alias Dedi
Zamawa dimana Dedi Zamawa mengunggah status dalam media
social facebook yang intinya menyatakan bahwa agar warga
Sumbawa bersiap-siap bahwa akan ada kerusuhan di
Sumbawa yang diakibatkan adanya pembunuhan oleh oknum
aparat kepolisian dan mengajak warga lainnya agar
bersiap-siap untuk menyerang warga suku Bali yang
berada di daerah tersebut dimana dikarenakan
pengunggahan status tersebut terjadi kerusuhan di
Sumbawa yang menimbulkan kergian materiil maupun
imateriil yang tidak sedikit bagi warga suku Bali yang
menetap di Sumbawa. Akibat dari kerusuhan ini 478
bangunan dirusak dan sekitar 3000 warga suku Bali di
Sumbawa mengungsi, total kerugian materil mencapai
lebih dari 10 Miliar Rupiah.21 Pihak Kepolisian
Menangkap 8 orang yang dianggap sebagai provokator
salah satunya adalah Dedi Rahman alias Dedi Zamawa yang
21 Tempo.com, http://www.tempo.co/read/news/2013/01/22/058456304/Sumbawa-Rusuh-Rumah-dan-Pura-Terbakar, <1 Desember 2014>.
19
mengunggah status yang menghasut di media sosial
facebook, Dedi Zamawa dijatuhi hukuman berupa pidana
kurungan selama 2 Tahun 6 Bulan oleh Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Sumbawa.
Dari kasus tersebut dapat dilihat bahwa bagaimana
sebuah informasi elektronik yang diunggah melalui media
sosial dapat menimbulkan efek destruktif yang cukup
masif, hal ini menunjukan bahwa media sosial memiliki
peranan yang kuat dalam komunikasi antar masyarakat.
Adapun tugas akhir lain yang menyangkut mengenai
tindak pidana yang dilakukan melalui media sosial
facebook adalah sebagai berikut:
1. Aspek Hukum Penggunaan Media Elektronik
Jejaring Sosial (Social Network)Facebook Dalam
Penistaan Agama Berdasarkan Undang-Undang Nomor
1/PNPS/Tahun 1965 tentang Pencegahan
Penyalahgunaan Dan/Atau Penodaan Agama
Dikaitkan Dengan Pasal 28 Ayat (2) Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi
20
Dan Transaksi Elektronik. Disusun dalam bentuk
skripsi oleh Jean Fransisca (110110070515);
2. Tindak Pidana Kesusilaan Media Jejaring Sosial
Facebook Menurut Pasal 296 KUHP Dikaitkan
Dengan Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang
Informasi Dan Transaksi Elektronik Dan Undang-
Undang No. 4 Tahun 2008 tentang Pornografi.
Disusun dalam bentuk skripsi oleh Riski Yoska
Martedi (AX035506).
Berdasarkan latar belakang di atas maka dengan ini
peneliti berminat untuk mengangkat tugas akhir dalam
bentuk studi kasus dengan judul “STUDI KASUS TERHADAP
PUTUSAN PEGADILAN NEGERI SUMBAWA NOMOR 102/Pid.
B/2013/PN.SBB TENTANG PENYEBARAN INFORMASI ELEKTRONIK
YANG MEMUAT ISU SARA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11
TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK”
B. Kasus Posisi
Kasus ini bermula dengan munculnya peristiwa
kecelakaan yang terjadi pada hari Sabtu Tanggal 19
Januari 2013 sekitar jam 23.30 WITA di Jalan Jurusan
21
Sumbawa-Kanar KM 15-16 yang melibatkan 1 unit sepeda
motor Yamaha Mio dengan No.Polisi DK 5861 WY yang
dikendarai oleh I Gde Nyoman Swarjana alias Tukul yang
merupakan anggota Kepolisian yang berasal dari Bali
(Suku Bali) yang sedang membonceng Arniati yang berasal
dari Sumbawa, dimana kecelakaan tersebut telah
menyebabkan Arniati meninggal dunia pada Tanggal 20
Januari 2013 sekitar jam 00.45 WITA sementara I Gde
Nyoman Swarjana mengalami luka-luka, pihak keluarga
menganggap bahwa kematian dari Arniati tidak wajar
dikarenakn terdapat luka lebam di sekujur tubuh Arniati
sehingga muncul anggapan bahwa Arniati meninggal bukan
karena kecelakaan tersebut yang kemudian memunculkan
berbagai spekulasi mengai kematian dari Arniati.
Terdakwa Dedy Rahman alias Dedy Zamawa yang
mendengar informasi tersebut kemudian mengunggah kata-
kata di jejaring sosial facebook dengan menggunakan
bahasa Sumbawa yang berbunyi:
“luk riri..polisi bali..semate tau samawa…ya bakal terjadi lagi nih konflik
SARA samawa ta”
22
Yang dalam bahasa indonesia berarti:
“kok seperti ini polisi Bali bunuh orang Sumbawa akan
terjadi lagi konflik SARA di Sumbawa ini”. Dimana
selanjutnya muncul berbagai komentar dari anggota grup
samawa di jejaring sosial facebook tersebut.
Dari berbagai komentar yang muncul di grup
tersebut banyak yant tujuannya menegur Terdakwa agar
tidak memancing munculnya kebencian antar suku dan agar
menghormati proses penyelidikan yang dilakukan Polres
Sumbawa. Dikarenakan adanya penyebaran isu berbau SARA
tersebut kemudian pada Tanggal 22 Januari telah terjadi
perusakan dan penjarahan terhadap tempat ibadah orang
Bali di Sumbawa dan juga terhadap beberapa toko, rumah
dan hotel milik yang dimiliki oleh penduduk yang
berasal dari Bali.
Terdakwa Dedi Rahman alias Dedi Zamawa didakwa
dengan pasal berlapis yakni Pasal 28 ayat (2) jo. Pasal
45 ayat (2) Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tetntang
Informasi dan Transaksi Elektronik mengenai penyebaran
informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa
23
kebencian berdasarkan SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar
golongan) atau Pasal 160 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana tentang penghasutan kepada orang lain untuk
melakukan tindak pidana.
Majelis Hakmi Pengadilan Negeri Sumbawa kemudian
menjatuhkan hukuman penjara kepada Terdakwa selama 2
tahun 6 bulan dan denda sebesar Rp. 50.000.000,- (lima
puluh juta rupiah)