aspek biologi reproduksi ikan hidung budak
TRANSCRIPT
1
ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN HIDUNG BUDAK
(Ceratoglanis scleronema Bleeker, 1862) DI SUNGAI
MENTULIK, KAMPAR KIRI PROVINSI RIAU
Sri Damayanti Pasaribu¹, Roza Elvyra², Yusfiati²
¹Mahasiswa Program Studi S1 Biologi
²Dosen Zoologi Jurusan Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Kampus Binawidya Pekanbaru, 28293, Indonesia
ABSTRACT
Mentulik river is one of the floodplain river ecosystems in Riau Province and the
natural habitats for many fish species. Hidung Budak fish (Ceratoglanis
scleronema Bleeker 1862) is one of the fish found in Mentulik River. This study
was aimed to determine the reproduction aspects of C. scleronema such as
sexuality, sex ratio, gonad maturity level, fecundity, eggs diametre and gonad
maturity index. This study has been conducted on November 2014 until April
2015 in Mentulik River. The number of fish obtained were 65 individuals with 39
males and 26 female and sex ratio 1.5:1. The growing patterns of male and female
fish was allometric negative. Gonad maturity level for male fishes founded were
TKG I-IV and female were TKG I-V. The average length and body weight
female fishes were ranged from 31.73 to 44 cm and174.3 to 285.06 g and for male
fishes 35.3 to 41.33 cm and 155.09 to 249.97 g. Fecundity were ranged from
6191-32008 eggs, with a relatively uniform diametre of eggs in each sub section.
The result indicated that C. scleronema is a total spawner.
Keywords: Aspects of Reproduction, Ceratoglanis scleronema, Mentulik River.
ABSTRAK
Sungai Mentulik merupakan salah satu ekosistem sungai paparan banjir di
Provinsi Riau dan merupakan habitat alami dari beragam jenis ikan. Salah satu
jenisnya adalah ikan hidung budak (Ceratoglanis scleronema Bleeker 1862).
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan aspek biologi reproduksi dari
C. scleronema seperti: nisbah kelamin, tingkat kematangan gonad, fekunditas,
diameter telur dan indeks kematangan gonad. Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan November 2014 sampai April 2015 di Sungai Mentulik. Ikan hidung budak
2
yang diperoleh adalah 65 ekor yang terdiri dari 39 ekor jantan dan 26 ekor betina,
dengan nisbah kelamin 1.5:1. Pola pertumbuhan ikan jantan dan betina
berdasarkan hasil analisis panjang dan berat tubuh adalah allometrik negatif.
Tingkat kematangan gonad (TKG) ikan jantan ditemukan TKG I-IV dan ikan
betina ditemukan TKG I-V. Rata-rata panjang tubuh dan berat tubuh ikan betina
dari 31.73-44 cm dan 174.3-285.06 g dan ikan jantan berkisar dari 35.3-41.33 cm
155.09-249.97 g. Fekunditas berkisar 6191-32008 butir, dengan diameter telur
yang relatif sama disetiap sub bagian. Hal ini menandakan C. scleronema
memiliki pola pemijahan total spawner.
Kata Kunci: Aspek Reproduksi, Ceratoglanis scleronema, Sungai Mentulik.
PENDAHULUAN
Provinsi Riau terdiri dari
daerah daratan dan perairan. Bagian
perairan didominasi oleh sungai rawa
banjiran. Rawa banjiran merupakan
ekosistem yang sangat beragam, baik
secara spasial maupun temporal.
Ekosistem sungai rawa banjiran
dipengaruhi oleh fluktuasi air pada
musirn kemarau dan penghujan. Pada
musirn kemarau volume air sangat
kecil dan hanya ditemukan pada
sungai utama, cekungan-cekungan
tanah dan sungai mati sedangkan
pada musim penghujan air meluap
menggenangi daerah paparan, danau,
genangan dan alur-alur sungai.
Kondisi ini menimbulkan
beragamnya habitat yang tersedia
bagi organisme akuatik (Welcomme
1970). Terdapat empat besar sungai
rawa banjiran di Riau yaitu: Sungai
Rokan, Sungai Siak, Sungai Indragiri
dan Sungai Kampar.
Salah satu sungai yang
dijadikan sebagai tempat stasiun
penelitian ini adalah Sungai Kampar.
Sungai Kampar terbagi menjadi dua
aliran yaitu Kampar Kanan dan
Kampar Kiri. Stasiun penelitian di
Sungai Kampar Kiri terdapat di
daerah Mentulik. Sungai Mentulik
dapat dijadikan sebagai sebagai
sumber daya perikanan. Hal ini
disebabkan karena terdapatnya
berbagai jenis fauna ikan. Ikan
Cyprinidae merupakan ikan yang
mendominasi di perairan rawa
banjiran kemudian diikuti ikan
Siluridae (Simanjuntak et al. 2006).
Ada 8 spesies ikan dari famili
Siluridae, salah satunya adalah ikan
Hidung Budak (Ceratoglanis
scleronema). Rawa banjiran
memegang peranan penting dalam
produksi perikanan perairan tawar
(Komatsu et al. 2000).
Tingginya intensitas
penangkapan dan penurunan kualitas
lingkungan di Sungai Mentulik dapat
mengancam keberadaan ikan-ikan
yang hidup di perairan khususnya
ikan Hidung Budak. Berbagai jenis
ikan memiliki nilai ekonomis penting
berkembang biak di sungai ini.
Untuk tetap menjaga kelestarian
sumberdaya ikan dapat dilakukan
upaya konservasi, upaya domestikasi
dan upaya pembudidayaan. Dalam
3
budidaya ikan salah satu aspek yang
sangat penting adalah aspek
reproduksi sehingga siklus hidupnya
tidak terganggu dan dari segi
ekonomi pun menguntungkan.
Masyarakat Riau menyebut
ikan ini dengan nama ikan Selais
Budak atau Hidung Budak. Ikan
C. scleronema merupakan jenis ikan
konsumsi yang banyak diminati dan
dicari nelayan sehingga terjadi
peningkatan permintaan atas ikan ini.
Hal tersebut berdampak pada
penurunan jumlah C. scleronema.
Berdasarkan informasi dari
International Union for Conservation
of Nature (2014), bahwa status C.
scleronema tergolong dalam kategori
spesies yang terancam. Oleh sebab itu
perlu diperhatikan aspek biologi
reproduksinya.
Pertumbuhan populasi ikan di
alam sangat tergantung pada strategi
reproduksi dan perubahan
lingkungan. Aspek reproduksi dapat
memberikan gambaran tentang aspek
biologi reproduksi yang berhubungan
dengan proses reproduksi yang
mencakup analisis perkembangan
gonad, indeks kematangan gonad,
fekunditas, diameter telur dan
hubungan antara kondisi lingkungan
dengan reproduksi C. scleronema.
Penangkapan ikan-ikan di
perairan sungai banjiran tidak
terkendali, karena hasil tangkapan
merupakan prioritas bagi nelayan.
Tidak jarang ikan-ikan kecil dan ikan
yang matang gonad serta siap
berpijah juga ikut tertangkap. Hal ini
dapat menyebabkan penurunan
pertumbuhan populasi.
Dikhawatirkan pada masa yang akan
datang kehidupan C. scleronema akan
terancam, baik berupa kepunahan
maupun degradasi genetis.
Berdasarkan survei yang
dilakukan di lapangan, akhir-akhir ini
terjadi penurunan tangkapan ikan oleh
nelayan. Oleh karena itu, diperlukan
konservasi dan domestikasi dalam
upaya pengelolaan sumber daya
perikanan agar lebih terarah serta
berhasil. Dalam upaya konservasi dan
domestikasi, pentingnya mengetahui
aspek biologi reproduksi dari ikan.
Mengetahui aspek biologi reproduksi
dapat memberi gambaran keberadaan
suatu spesies terkait dengan
bagaimana proses reproduksinya
(Tang dan Affandi 2004).
Penelitian tentang biologi
reproduksi C. scleronema masih
sangat terbatas sekali. Oleh karena
itu sangat perlu dikaji informasi
mengenai aspek biologi reproduksi
ikan yang akan memberikan
gambaran penting dalam reproduksi.
Gambaran reproduksi yang dimaksud
di antaranya adalah mengenai nisbah
kelamin, hubungan panjang-berat,
tingkat kematangan gonad, indeks
kematangan gonad, dan fekunditas.
Informasi ini dapat digunakan sebagai
dasar dalam pengelolaan dan
pengembangan sumber daya
C. scleronema yang berkelanjutan
dan bertanggung jawab.
Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengkaji aspek biologi
reproduksi C. scleronema yang
meliputi hasil tangkapan, nisbah
kelamin, tingkat kematangan gonad,
dan indeks kematangan gonad.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan mulai
bulan November 2014 sampai bulan
4
April 2015 dengan lokasi
pengambilan sampel di Sungai
Mentulik, Kampar Kiri, Provinsi
Riau. Analisis faktor fisika dan kimia
dilakukan di laboratorium Biologi
Perairan Faperika Universitas Riau
dan analisis biologi reproduksi
dilakukan di laboratorium Zoologi,
jurusan Biologi FMIPA, Universitas
Riau. Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah ikan Hidung
Budak (C. scleronema), alkohol 70%.
Alat-alat yang digunakan selama
penelitian ini adalah: seperangkat alat
bedah, timbangan digital, mikroskop,
botol film, cawan petri, gelas objek,
kamera digital, mikrometer okuler,
kertas karton, kertas label dan alat
tulis, thermometer perairan, kertas pH
universal, botol winkler,
turbiditimeter dan sechi disk.
Pengambilan Sampel
Sampel ikan didapatkan dari
nelayan dengan menggunakan bubu
dan jaring insang. Kemudian sampel
ikan dimasukkan dalam cool box
selama dalam perjalanan dan
dimasukan lagi ke dalam freezer
sebelum dianalisis di laboratorium.
Pengambilan sampel ikan dilakukan 4
kali dalam satu bulan.
Pengukuran Sampel
Sampel ikan diberi kode,
diukur panjang total sampel dengan
menggunakan mistar dan ditimbang
berat tubuh dengan menggunakan
timbangan digital. Selanjutnya
dibedah bagian ventral tubuh sampel,
gonadnya dipotong, dilihat tingkat
kematangan gonadnya dan
dimasukkan ke dalam botol film yang
telah diisi dengan alkohol 70%
sampai gonadnya tenggelam.
Pengamatan Jenis Kelamin Ikan
Pengamatan jenis kelamin
dilakukan secara morfologi dan
anatomi. Pengamatan secara
morfologi dilakukan dengan melihat
bentuk tubuh ikan dan bentuk anus
ikan sedangkan pengamatan secara
anatomi dilakukan dengan
pembedahan pada bagian ventral
yaitu dengan mengeluarkan gonad
untuk ditimbang dengan
menggunakan timbangan digital.
Gonad yang sudah ditimbang
dimasukan kedalam botol film dan
direndam dengan alkohol 70% dan
diberi kertas label.
Tingkat Kematangan Gonad
Perkembangan gonad diteliti
berdasarkan tingkat kematangan
gonad (TKG) secara morfologis.
Tingkat kematangan gonad secara
morfologis untuk ikan C. scleronema
betina dan jantan dianalisis
berdasarkan kriteria TKG pada
Ompok hypophthalmus (Elvyra 2009).
Analisis data
Nisbah Kelamin
Analisis perbandingan nisbah
kelamin antara ikan jantan dan betina
dilakukan dengn menggunakan uji
chi-kuadrat (X2) (Steel & Torrie,
1993).
X� =� (����)��
�
��
Dimana:
5
X2
: sebuah nilai bagi peubah
acak
Oi : frekuensi ikan jantan dan
atau ikan betina yang diamati
Ei : frekuensi harapan, yaitu
(ikan jantan + ikan betina) / 2.
Jika X2
hit < X2
tab berarti tidak
terdapat perbedaan jumlah antara ikan
jantan dan betina sedangkan jika X2
hit > X2 tab berarti terdapat perbedaan
jumlah antara ikan jantan dan betina
Tingkat Kematangan Gonad
Analisis tingkat kematangan
gonad (TKG) dilakukan dengan
pengamatan deskriptif dengan
didasarkan pada modifikasi Cassie
dalam Effendie (1997) dan Elvyra
(2009). Untuk mengetahui apakah
gonad jantan dan betina matang
secara bersamaan atau tidak, maka
dilakukan uji kontingensi dengan
menggunakan rumus (Harinaldi,
2005) sebagai berikut:
X� = � (����)��
�
��.�.�
Dimana:
X2 : nilai pengamatan distribusi
kelamin
F1 : nilai pengamatan ikan ke-i
F : nilai nilai harapan ke-i
S : jumlah pengamatan
Jika nilai X2
hit < X2 tab berarti
tingkat kematangan gonad jantan dan
betina sama atau tidak berbeda nyata
(homogen).
Jika nilai X2 hit > X
2 tab berarti
tingkat kematangan gonad jantan dan
betina berbeda nyata (heterogen).
Indeks Kematangan Gonad
Pengukuran IKG dihitung
dengan membandingkan berat gonad
dan berat tubuh ikan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
IKG = ����X 100%
Dimana :
IKG : indeks kematangan gonad
(%)
Bg : berat gonad (g)
Bt : berat tubuh (g)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Nisbah Kelamin
Jumlah ikan jantan dan ikan
betina yang diperoleh selama
penelitian sangat rendah dan
bervariasi setiap bulannya. Hal ini
dapat kita lihat jumlah penangkapan
ikan setiap bulan kurang dari 30 ekor
dan sebanyak 30 ekor. Informasi di
lokasi setempat, C. scleronema susah
didapat apalagi saat kondisi arus
deras.
Nisbah kelamin C. scleronema
tidak mengikuti pola perbandingan
1:1 yang berarti jumlah ikan jantan
dan betina berbeda. Setelah diuji
secara statistik dengan uji Chi-
Kuadrat (X2) untuk melihat sejauh
mana nilai signifikan nisbah kelamin
jantan dan betina, didapatkan hasil X2
hitung = 3.08 dan X2 tabel = 11.07
dengan taraf nyata 0.05, maka X2hit <
X2tab yang artinya tidak ada
perbedaan jumlah ikan jantan dan
ikan betina. Menurut Wahyuono et al.
(1993), suatu populasi dikatakan ideal
apabila ikan jantan dan ikan betina
seimbang atau lebih banyak betina.
Diharapkan perbandingan jenis
kelamin ikan seimbang atau lebih
6
banyak betina daripada jantan
sehingga populasinya dapat
dipertahankan walaupun ada
kematian alami dan penangkapan
(Romimohtarto dan Juwana 2001).
Persentasi jumlah ikan jantan
lebih tinggi dibandingkan dengan
persentasi ikan betina, kecuali pada
bulan Maret menurun menjadi
36.36%. Persentasi C. scleronema
jantan dan betina secara keseluruhan
adalah 60 % dan 40 %. Penyebab
terjadinya persentasi yang berbeda
pada nisbah kelamin dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu adanya
perbedaan laju mortalitas dan
pertumbuhan ikan jantan dan betina
(Febianto 2007). Perbedaan hasil
tangkapan ikan jantan dan ikan betina
disebabkan karna proses penangkapan
yang tidak merata dan alat tangkap
yang hanya menggunakan jaring dan
bubu, ketersediaan makanan yang
meningkat akan didominasi oleh ikan
betina dan ketersediaan makanan
yang sedikit akan didominasi oleh
ikan jantan (Nikolsky 1963). Musim
dan fluktuasi curah hujan akan
mempengaruhi migrasi ikan
( Hoeinghaus et al. 2003).
Tingkat Kematangan Gonad
Sampel yang didapatkan selama
6 bulan pengamatan, perkembangan
gonad C. scleronema dikelompokkan
menjadi 5 tahap perkembangan yaitu
TKG I (belum berkembang), TKG II
(perkembangan awal), TKG III
(sedang berkembang), TKG IV
(matang gonad) dan TKG V ( pasca
pemijahan). Dari jumlah 65 ekor
C. scleronema yang dikumpulkan
selama 6 bulan tingkat kematangan
gonad berdasarkan kisaran panjang
tubuh dan berat tubuh, dapat dilihat
Tabel 1.
Tabel 1 menunjukkan
perbedaan panjang dan berat tubuh
dari terkecil hingga terbesar
C. Scleronema. Selama penelitian
diperoleh rata-rata panjang total dan
rata-rata berat tubuh C. Scleronema
jantan dari TKG I hingga TKG IV
meningkat dan pada ikan betina rata-
rata panjang dan rata-rata berat tubuh
TKG II lebih tinggi dari pada TKG III
dan pada TKG V ikan betina rata-rata
panjang total dan rata-rata berat
tubuhnya menurun. Ikan betina yang
diperoleh pada TKG II dan TKG III
sebanyak 1 ekor dan ikan jantan pada
TKG V tidak didapatkan.Adanya
peningkatan TKG akan
mempengaruhi peningkatan kisaran
panjang dan berat tubuh dan ukuran
panjang dan berat yang sama tidak
mempunyai TKG yang sama (Yustina
dan Arnentis 2002). Hal ini dapat
disebabkan oleh kondisi lingkungan
dimana ikan tersebut hidup, ada
tidaknya ketersediaan makanan, suhu,
dan kecepatan pertumbuhan ikan itu
sendiri dan perbedaan awal mula
suatu individu ikan mengalami
matang gonad disebabkan umur,
ukuran dan faktor fisiologi ikan itu
sendiri (Syandri 1996).
Setiap spesies ikan saat
pertama kali matang gonad memiliki
ukuran yang berbeda. Faktor-faktor
yang mempengaruhi yaitu suhu,
makanan dan factor kehadiran
hormon (Tang dan Affandi 2004).
Perbedaan TKG C. scleronema jantan
dan betina dianalisis dengan
menggunakan uji kontingensi yang
bertujuan untuk melihat perbedaan
secara signifikan dengan df=4 pada
7
Tabel 1. Jumlah C. scleronema pada tiap TKG beserta kisaran panjang dan berat tubuh TKG Kisaran Panjang
(cm) Rerata Kisaran Berat
(gr) Rerata Jumlah
(Ekor)
Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina
I 30.1-38 31.2-37.8 35.3 31.73 91.83-
203.63
112.42-
339.69
155.09 174.3 10 12
II 33.5-41 44 36.75 44 97.03-
200.74
283.68 170.18 283.68 15 1
III 36.1-
40.5
41.8 38.31 41.8 147.94-
234.32
229.76 198.68 229.76 6 1
IV 36.8-48 38.5-44.6 41.33 42.12 124.54-
426.64
192.21-
358.87
249.97 285.06 8 7
V - 37.4-40.5 - 39.46 - 200.74-
240.92
- 218.08 0 5
taraf signnifikan 0.05 diperoleh hasil
X² hit = 19.23 dan X² tabe = 9.49.
Maka dapat disimpulkan bahwa X²
hitung > X² tabel yang artinya
terdapat perbedaan nyata antara TKG
C. scleronema jantan dan betina.
Dari hasil pengamatan TKG C.
scleronema jantan dan betina di setiap
bulannya relatif dominan ditemukan
pada TKG I, II dan IV. Pada TKG IV
C. scleronema jantan ditemukan
selama 5 bulan pengamatan
sedangkan pada betina ditemukan
selama 2 bulan pengamatan. Hal ini
menandakan bahwa musim pemijahan
C.scleronema satu kali musim
pemijahan yaitu saat memasuki
musim hujan. Permukaan air yang
naik merupakan stimulus ikan untuk
bereproduksi dan melakukan fase
ruaya ke daerah pemijahan.
Kematangan gonad beberapa
spesies ikan tropik dipengaruhi oleh
musim penghujan atau banjir (Tang
dan Affandi 2004). Hal ini sesuai
dengan penelitian Elvyra (2009) yang
menyatakan bahwa O. hypopthalmus
di Sungai Kampar memijah pada saat
memasuki musim penghujan dan
permukaan air mulai naik. Ikan akan
menuju daerah riparian sungai untuk
meletakkan telur pada tanaman.
Indeks Kematangan Gonad
Nilai rata-rata indeks
kematangan gonad jantan dan betina
dari TKG I-IV meningkat dan pada
TKG V menurun. Dari Gambar 1 juga
dapat dilihat bahwa pada ikan jantan
dan betina memiliki nilai maksimum
pada TKG IV. Hal ini disebabkan
oleh terjadinya perubahan gonad pada
setiap masa pertumbuhan ikan. Berat
gonad akan mencapai nilai
maksimum pada saat ikan akan
memijah dan menurun setelah proses
pemijahan (Effendie 2002).
8
Gambar 1. Nilai rata-rata indeks
kematangan gonad
C. scleronema betina
dan jantan berdasarkan
tingkat kematangan
gonad.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian
yang telah dilakukan di Sungai
Mentulik, Kampar Kiri, jumlah C.
scleronema 65 ekor yang terdiri dari
39 ekor ikan jantan dan 26 ekor ikan
betina. Nisbah kelamin antara
C. scleronema betina dan jantan
adalah 1:1.5. Tingkat kematangan
gonad C. scleronema jantan paling
banyak pada TKG II yaitu 15 ekor
dan pada ikan betina pada TKG I
yaitu 12 ekor. TKG V C. scleronema
jantan tidak ditemukan. Indeks
kematangan gonad C. scleronema
jantan dari TKG I sampai TKG IV
berkisar antara 0.06-0.34% dan ikan
betina dari TKG I sampai dengan
TKG V berkisar antara 0.08-5.16%
UCAPAN TERIMAKASIH
Terimakasih kepada DP2M
Dikti yang telah memberikan
kepercayaan dan kesempatan atas
pendanaan peneitian melalui Hibah
Penelitian Fundamental Tahun 2015
atas nama Drs. Khairijon, MS,
Dr.Roza Elvyra, M. Si dan Yusfiati,
M. Si.
DAFTAR PUSTAKA
Effendie M.I. 2002. Biologi
Perikanan. Yayasan Pustaka
Nusatara. Bogor.
Elvyra R. 2009. Kajian keragaman
genetic dan biologi reproduksi
ikan lais di Sungai Kampar Kiri
Riau [disertasi]. Bogor: Sekolah
Pasca Sarjana, Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Febianto S. 2007. Aspek Biologi
Reproduksi Ikan Lidah Pasir
(Cynoglossus lingua Hamilton-
Buchanan, 1822) di Perairan
Ujung Pangkah, Kabupaten
Gresik, Jawa Timur [skripsi].
Bogor: Departemen Manajemen
Sumberdaya Perikanan, Institut
Pertanian Bogor.
Harinaldi M. 2005. Prinsip-Prinsip
Statistika untuk Teknik dan
Sains. Jakarta. Erlangga.
Hoeinghaus DJ, Layman CA,
Arrington DA, and Winemiller
K0.2003. Spatiotemporal
variation in fish assemblage
structure in tropical floodplain
creeks. Environmental Biology
of Fishes 67: 379-387.
Lowe-McConnell RH. 1987.
Ecological Studies in Tropical
Fish Communities. Cambrige
University Press. Australia.
Ng HH 2003. a Review of the Ompok
hypophthalmus Group of Silurid
Cat Fishes with the Description
of a New Spesies from South-
0
2
4
6
I II III IV V
IKG
(%
)
TKG
betina
jantan
9
East Asia. Journal of Fish
Biologi 62:1296-1311.
Nikolsky GV. 1963. The Ecology of
Fishes. Academic Press. New
York.
Romimohtarto K dan Juwana S. 2001.
Biologi Laut Ilmu Pengetahuan
tentang Biota Laut.
Jakarta:Djambatan.
Steel RGD dan Torie JH. 1993.
Prinsip dan Prosedur Statistika.
Terjemahan dari Bambang
Sumarti. Jakarta. PT.Gramedia.
Sutisna DH dan Sutarmanto R. 1995.
Pembenihan Ikan Air Tawar.
Yogyakarta. Kanisius.
Simanjuntak CPH, Rahardjo MF, dan
Sukiman S. 2006. Ikhtiofauna
rawa banjiran sungai Kampar
Kiri. Jurnal Ikhtiologi
Indonesia 6(2): 78-80.
Syandri H. 1996. Aspek Reproduksi
Ikan Bilih (Mystacolecus
padangencis Bleeker) dan
Kemungkinan Pembenihannya
di Danau Singkarak. Program
Pasca Sarjana Fakultas
Perikanan Institut Bogor.
Bogor.
Tang UM, Affandi R. 2001. Biologi
Reproduksi Ikan. Pusat
Penelitian Kawasan Pantai dan
Perairan Universitas Riau.
Pekanbaru.
Trihindari C. 2012. Step by Step SPSS
20 Analisis Data Statistik. Andi.
Yogyakarta.
Wahyuono H, Budihardjo S,
Wudianto, Rustam R. 1983.
Pengamatan Parameter Biologi
Beberapa Jenis Ikan Demersal
di Perairan Selat Melaka
Sumatera Utara. Laporan
Penelitian Laut. Jakarta.
Welcomme RL. 1970. Fisheries
Ecology of Floodplain Rivers.
New York. Longman.
Yustina, Arnetis. 2002. Aspek
reproduksi ikan kapiek (Puntius
schwanefel Bleeker) di sungai
Rangau–Riau, Sumatera.
Pekanbaru: Jurnal Matematika
dan Sains 7(1):5-14.