aspek biologi reproduksi ikan hidung budak

10
1 ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN HIDUNG BUDAK (Ceratoglanis scleronema Bleeker, 1862) DI SUNGAI MENTULIK, KAMPAR KIRI PROVINSI RIAU Sri Damayanti Pasaribu¹, Roza Elvyra², Yusfiati² ¹Mahasiswa Program Studi S1 Biologi ²Dosen Zoologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Kampus Binawidya Pekanbaru, 28293, Indonesia [email protected] ABSTRACT Mentulik river is one of the floodplain river ecosystems in Riau Province and the natural habitats for many fish species. Hidung Budak fish (Ceratoglanis scleronema Bleeker 1862) is one of the fish found in Mentulik River. This study was aimed to determine the reproduction aspects of C. scleronema such as sexuality, sex ratio, gonad maturity level, fecundity, eggs diametre and gonad maturity index. This study has been conducted on November 2014 until April 2015 in Mentulik River. The number of fish obtained were 65 individuals with 39 males and 26 female and sex ratio 1.5:1. The growing patterns of male and female fish was allometric negative. Gonad maturity level for male fishes founded were TKG I-IV and female were TKG I-V. The average length and body weight female fishes were ranged from 31.73 to 44 cm and174.3 to 285.06 g and for male fishes 35.3 to 41.33 cm and 155.09 to 249.97 g. Fecundity were ranged from 6191-32008 eggs, with a relatively uniform diametre of eggs in each sub section. The result indicated that C. scleronema is a total spawner. Keywords: Aspects of Reproduction, Ceratoglanis scleronema, Mentulik River. ABSTRAK Sungai Mentulik merupakan salah satu ekosistem sungai paparan banjir di Provinsi Riau dan merupakan habitat alami dari beragam jenis ikan. Salah satu jenisnya adalah ikan hidung budak (Ceratoglanis scleronema Bleeker 1862). Penelitian ini bertujuan untuk menentukan aspek biologi reproduksi dari C. scleronema seperti: nisbah kelamin, tingkat kematangan gonad, fekunditas, diameter telur dan indeks kematangan gonad. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2014 sampai April 2015 di Sungai Mentulik. Ikan hidung budak

Upload: khangminh22

Post on 22-Feb-2023

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN HIDUNG BUDAK

(Ceratoglanis scleronema Bleeker, 1862) DI SUNGAI

MENTULIK, KAMPAR KIRI PROVINSI RIAU

Sri Damayanti Pasaribu¹, Roza Elvyra², Yusfiati²

¹Mahasiswa Program Studi S1 Biologi

²Dosen Zoologi Jurusan Biologi

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Kampus Binawidya Pekanbaru, 28293, Indonesia

[email protected]

ABSTRACT

Mentulik river is one of the floodplain river ecosystems in Riau Province and the

natural habitats for many fish species. Hidung Budak fish (Ceratoglanis

scleronema Bleeker 1862) is one of the fish found in Mentulik River. This study

was aimed to determine the reproduction aspects of C. scleronema such as

sexuality, sex ratio, gonad maturity level, fecundity, eggs diametre and gonad

maturity index. This study has been conducted on November 2014 until April

2015 in Mentulik River. The number of fish obtained were 65 individuals with 39

males and 26 female and sex ratio 1.5:1. The growing patterns of male and female

fish was allometric negative. Gonad maturity level for male fishes founded were

TKG I-IV and female were TKG I-V. The average length and body weight

female fishes were ranged from 31.73 to 44 cm and174.3 to 285.06 g and for male

fishes 35.3 to 41.33 cm and 155.09 to 249.97 g. Fecundity were ranged from

6191-32008 eggs, with a relatively uniform diametre of eggs in each sub section.

The result indicated that C. scleronema is a total spawner.

Keywords: Aspects of Reproduction, Ceratoglanis scleronema, Mentulik River.

ABSTRAK

Sungai Mentulik merupakan salah satu ekosistem sungai paparan banjir di

Provinsi Riau dan merupakan habitat alami dari beragam jenis ikan. Salah satu

jenisnya adalah ikan hidung budak (Ceratoglanis scleronema Bleeker 1862).

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan aspek biologi reproduksi dari

C. scleronema seperti: nisbah kelamin, tingkat kematangan gonad, fekunditas,

diameter telur dan indeks kematangan gonad. Penelitian ini dilaksanakan pada

bulan November 2014 sampai April 2015 di Sungai Mentulik. Ikan hidung budak

2

yang diperoleh adalah 65 ekor yang terdiri dari 39 ekor jantan dan 26 ekor betina,

dengan nisbah kelamin 1.5:1. Pola pertumbuhan ikan jantan dan betina

berdasarkan hasil analisis panjang dan berat tubuh adalah allometrik negatif.

Tingkat kematangan gonad (TKG) ikan jantan ditemukan TKG I-IV dan ikan

betina ditemukan TKG I-V. Rata-rata panjang tubuh dan berat tubuh ikan betina

dari 31.73-44 cm dan 174.3-285.06 g dan ikan jantan berkisar dari 35.3-41.33 cm

155.09-249.97 g. Fekunditas berkisar 6191-32008 butir, dengan diameter telur

yang relatif sama disetiap sub bagian. Hal ini menandakan C. scleronema

memiliki pola pemijahan total spawner.

Kata Kunci: Aspek Reproduksi, Ceratoglanis scleronema, Sungai Mentulik.

PENDAHULUAN

Provinsi Riau terdiri dari

daerah daratan dan perairan. Bagian

perairan didominasi oleh sungai rawa

banjiran. Rawa banjiran merupakan

ekosistem yang sangat beragam, baik

secara spasial maupun temporal.

Ekosistem sungai rawa banjiran

dipengaruhi oleh fluktuasi air pada

musirn kemarau dan penghujan. Pada

musirn kemarau volume air sangat

kecil dan hanya ditemukan pada

sungai utama, cekungan-cekungan

tanah dan sungai mati sedangkan

pada musim penghujan air meluap

menggenangi daerah paparan, danau,

genangan dan alur-alur sungai.

Kondisi ini menimbulkan

beragamnya habitat yang tersedia

bagi organisme akuatik (Welcomme

1970). Terdapat empat besar sungai

rawa banjiran di Riau yaitu: Sungai

Rokan, Sungai Siak, Sungai Indragiri

dan Sungai Kampar.

Salah satu sungai yang

dijadikan sebagai tempat stasiun

penelitian ini adalah Sungai Kampar.

Sungai Kampar terbagi menjadi dua

aliran yaitu Kampar Kanan dan

Kampar Kiri. Stasiun penelitian di

Sungai Kampar Kiri terdapat di

daerah Mentulik. Sungai Mentulik

dapat dijadikan sebagai sebagai

sumber daya perikanan. Hal ini

disebabkan karena terdapatnya

berbagai jenis fauna ikan. Ikan

Cyprinidae merupakan ikan yang

mendominasi di perairan rawa

banjiran kemudian diikuti ikan

Siluridae (Simanjuntak et al. 2006).

Ada 8 spesies ikan dari famili

Siluridae, salah satunya adalah ikan

Hidung Budak (Ceratoglanis

scleronema). Rawa banjiran

memegang peranan penting dalam

produksi perikanan perairan tawar

(Komatsu et al. 2000).

Tingginya intensitas

penangkapan dan penurunan kualitas

lingkungan di Sungai Mentulik dapat

mengancam keberadaan ikan-ikan

yang hidup di perairan khususnya

ikan Hidung Budak. Berbagai jenis

ikan memiliki nilai ekonomis penting

berkembang biak di sungai ini.

Untuk tetap menjaga kelestarian

sumberdaya ikan dapat dilakukan

upaya konservasi, upaya domestikasi

dan upaya pembudidayaan. Dalam

3

budidaya ikan salah satu aspek yang

sangat penting adalah aspek

reproduksi sehingga siklus hidupnya

tidak terganggu dan dari segi

ekonomi pun menguntungkan.

Masyarakat Riau menyebut

ikan ini dengan nama ikan Selais

Budak atau Hidung Budak. Ikan

C. scleronema merupakan jenis ikan

konsumsi yang banyak diminati dan

dicari nelayan sehingga terjadi

peningkatan permintaan atas ikan ini.

Hal tersebut berdampak pada

penurunan jumlah C. scleronema.

Berdasarkan informasi dari

International Union for Conservation

of Nature (2014), bahwa status C.

scleronema tergolong dalam kategori

spesies yang terancam. Oleh sebab itu

perlu diperhatikan aspek biologi

reproduksinya.

Pertumbuhan populasi ikan di

alam sangat tergantung pada strategi

reproduksi dan perubahan

lingkungan. Aspek reproduksi dapat

memberikan gambaran tentang aspek

biologi reproduksi yang berhubungan

dengan proses reproduksi yang

mencakup analisis perkembangan

gonad, indeks kematangan gonad,

fekunditas, diameter telur dan

hubungan antara kondisi lingkungan

dengan reproduksi C. scleronema.

Penangkapan ikan-ikan di

perairan sungai banjiran tidak

terkendali, karena hasil tangkapan

merupakan prioritas bagi nelayan.

Tidak jarang ikan-ikan kecil dan ikan

yang matang gonad serta siap

berpijah juga ikut tertangkap. Hal ini

dapat menyebabkan penurunan

pertumbuhan populasi.

Dikhawatirkan pada masa yang akan

datang kehidupan C. scleronema akan

terancam, baik berupa kepunahan

maupun degradasi genetis.

Berdasarkan survei yang

dilakukan di lapangan, akhir-akhir ini

terjadi penurunan tangkapan ikan oleh

nelayan. Oleh karena itu, diperlukan

konservasi dan domestikasi dalam

upaya pengelolaan sumber daya

perikanan agar lebih terarah serta

berhasil. Dalam upaya konservasi dan

domestikasi, pentingnya mengetahui

aspek biologi reproduksi dari ikan.

Mengetahui aspek biologi reproduksi

dapat memberi gambaran keberadaan

suatu spesies terkait dengan

bagaimana proses reproduksinya

(Tang dan Affandi 2004).

Penelitian tentang biologi

reproduksi C. scleronema masih

sangat terbatas sekali. Oleh karena

itu sangat perlu dikaji informasi

mengenai aspek biologi reproduksi

ikan yang akan memberikan

gambaran penting dalam reproduksi.

Gambaran reproduksi yang dimaksud

di antaranya adalah mengenai nisbah

kelamin, hubungan panjang-berat,

tingkat kematangan gonad, indeks

kematangan gonad, dan fekunditas.

Informasi ini dapat digunakan sebagai

dasar dalam pengelolaan dan

pengembangan sumber daya

C. scleronema yang berkelanjutan

dan bertanggung jawab.

Tujuan penelitian ini adalah

untuk mengkaji aspek biologi

reproduksi C. scleronema yang

meliputi hasil tangkapan, nisbah

kelamin, tingkat kematangan gonad,

dan indeks kematangan gonad.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan mulai

bulan November 2014 sampai bulan

4

April 2015 dengan lokasi

pengambilan sampel di Sungai

Mentulik, Kampar Kiri, Provinsi

Riau. Analisis faktor fisika dan kimia

dilakukan di laboratorium Biologi

Perairan Faperika Universitas Riau

dan analisis biologi reproduksi

dilakukan di laboratorium Zoologi,

jurusan Biologi FMIPA, Universitas

Riau. Bahan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah ikan Hidung

Budak (C. scleronema), alkohol 70%.

Alat-alat yang digunakan selama

penelitian ini adalah: seperangkat alat

bedah, timbangan digital, mikroskop,

botol film, cawan petri, gelas objek,

kamera digital, mikrometer okuler,

kertas karton, kertas label dan alat

tulis, thermometer perairan, kertas pH

universal, botol winkler,

turbiditimeter dan sechi disk.

Pengambilan Sampel

Sampel ikan didapatkan dari

nelayan dengan menggunakan bubu

dan jaring insang. Kemudian sampel

ikan dimasukkan dalam cool box

selama dalam perjalanan dan

dimasukan lagi ke dalam freezer

sebelum dianalisis di laboratorium.

Pengambilan sampel ikan dilakukan 4

kali dalam satu bulan.

Pengukuran Sampel

Sampel ikan diberi kode,

diukur panjang total sampel dengan

menggunakan mistar dan ditimbang

berat tubuh dengan menggunakan

timbangan digital. Selanjutnya

dibedah bagian ventral tubuh sampel,

gonadnya dipotong, dilihat tingkat

kematangan gonadnya dan

dimasukkan ke dalam botol film yang

telah diisi dengan alkohol 70%

sampai gonadnya tenggelam.

Pengamatan Jenis Kelamin Ikan

Pengamatan jenis kelamin

dilakukan secara morfologi dan

anatomi. Pengamatan secara

morfologi dilakukan dengan melihat

bentuk tubuh ikan dan bentuk anus

ikan sedangkan pengamatan secara

anatomi dilakukan dengan

pembedahan pada bagian ventral

yaitu dengan mengeluarkan gonad

untuk ditimbang dengan

menggunakan timbangan digital.

Gonad yang sudah ditimbang

dimasukan kedalam botol film dan

direndam dengan alkohol 70% dan

diberi kertas label.

Tingkat Kematangan Gonad

Perkembangan gonad diteliti

berdasarkan tingkat kematangan

gonad (TKG) secara morfologis.

Tingkat kematangan gonad secara

morfologis untuk ikan C. scleronema

betina dan jantan dianalisis

berdasarkan kriteria TKG pada

Ompok hypophthalmus (Elvyra 2009).

Analisis data

Nisbah Kelamin

Analisis perbandingan nisbah

kelamin antara ikan jantan dan betina

dilakukan dengn menggunakan uji

chi-kuadrat (X2) (Steel & Torrie,

1993).

X� =� (����)��

��

Dimana:

5

X2

: sebuah nilai bagi peubah

acak

Oi : frekuensi ikan jantan dan

atau ikan betina yang diamati

Ei : frekuensi harapan, yaitu

(ikan jantan + ikan betina) / 2.

Jika X2

hit < X2

tab berarti tidak

terdapat perbedaan jumlah antara ikan

jantan dan betina sedangkan jika X2

hit > X2 tab berarti terdapat perbedaan

jumlah antara ikan jantan dan betina

Tingkat Kematangan Gonad

Analisis tingkat kematangan

gonad (TKG) dilakukan dengan

pengamatan deskriptif dengan

didasarkan pada modifikasi Cassie

dalam Effendie (1997) dan Elvyra

(2009). Untuk mengetahui apakah

gonad jantan dan betina matang

secara bersamaan atau tidak, maka

dilakukan uji kontingensi dengan

menggunakan rumus (Harinaldi,

2005) sebagai berikut:

X� = � (����)��

��.�.�

Dimana:

X2 : nilai pengamatan distribusi

kelamin

F1 : nilai pengamatan ikan ke-i

F : nilai nilai harapan ke-i

S : jumlah pengamatan

Jika nilai X2

hit < X2 tab berarti

tingkat kematangan gonad jantan dan

betina sama atau tidak berbeda nyata

(homogen).

Jika nilai X2 hit > X

2 tab berarti

tingkat kematangan gonad jantan dan

betina berbeda nyata (heterogen).

Indeks Kematangan Gonad

Pengukuran IKG dihitung

dengan membandingkan berat gonad

dan berat tubuh ikan dengan

menggunakan rumus sebagai berikut:

IKG = ����X 100%

Dimana :

IKG : indeks kematangan gonad

(%)

Bg : berat gonad (g)

Bt : berat tubuh (g)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Nisbah Kelamin

Jumlah ikan jantan dan ikan

betina yang diperoleh selama

penelitian sangat rendah dan

bervariasi setiap bulannya. Hal ini

dapat kita lihat jumlah penangkapan

ikan setiap bulan kurang dari 30 ekor

dan sebanyak 30 ekor. Informasi di

lokasi setempat, C. scleronema susah

didapat apalagi saat kondisi arus

deras.

Nisbah kelamin C. scleronema

tidak mengikuti pola perbandingan

1:1 yang berarti jumlah ikan jantan

dan betina berbeda. Setelah diuji

secara statistik dengan uji Chi-

Kuadrat (X2) untuk melihat sejauh

mana nilai signifikan nisbah kelamin

jantan dan betina, didapatkan hasil X2

hitung = 3.08 dan X2 tabel = 11.07

dengan taraf nyata 0.05, maka X2hit <

X2tab yang artinya tidak ada

perbedaan jumlah ikan jantan dan

ikan betina. Menurut Wahyuono et al.

(1993), suatu populasi dikatakan ideal

apabila ikan jantan dan ikan betina

seimbang atau lebih banyak betina.

Diharapkan perbandingan jenis

kelamin ikan seimbang atau lebih

6

banyak betina daripada jantan

sehingga populasinya dapat

dipertahankan walaupun ada

kematian alami dan penangkapan

(Romimohtarto dan Juwana 2001).

Persentasi jumlah ikan jantan

lebih tinggi dibandingkan dengan

persentasi ikan betina, kecuali pada

bulan Maret menurun menjadi

36.36%. Persentasi C. scleronema

jantan dan betina secara keseluruhan

adalah 60 % dan 40 %. Penyebab

terjadinya persentasi yang berbeda

pada nisbah kelamin dipengaruhi oleh

beberapa faktor yaitu adanya

perbedaan laju mortalitas dan

pertumbuhan ikan jantan dan betina

(Febianto 2007). Perbedaan hasil

tangkapan ikan jantan dan ikan betina

disebabkan karna proses penangkapan

yang tidak merata dan alat tangkap

yang hanya menggunakan jaring dan

bubu, ketersediaan makanan yang

meningkat akan didominasi oleh ikan

betina dan ketersediaan makanan

yang sedikit akan didominasi oleh

ikan jantan (Nikolsky 1963). Musim

dan fluktuasi curah hujan akan

mempengaruhi migrasi ikan

( Hoeinghaus et al. 2003).

Tingkat Kematangan Gonad

Sampel yang didapatkan selama

6 bulan pengamatan, perkembangan

gonad C. scleronema dikelompokkan

menjadi 5 tahap perkembangan yaitu

TKG I (belum berkembang), TKG II

(perkembangan awal), TKG III

(sedang berkembang), TKG IV

(matang gonad) dan TKG V ( pasca

pemijahan). Dari jumlah 65 ekor

C. scleronema yang dikumpulkan

selama 6 bulan tingkat kematangan

gonad berdasarkan kisaran panjang

tubuh dan berat tubuh, dapat dilihat

Tabel 1.

Tabel 1 menunjukkan

perbedaan panjang dan berat tubuh

dari terkecil hingga terbesar

C. Scleronema. Selama penelitian

diperoleh rata-rata panjang total dan

rata-rata berat tubuh C. Scleronema

jantan dari TKG I hingga TKG IV

meningkat dan pada ikan betina rata-

rata panjang dan rata-rata berat tubuh

TKG II lebih tinggi dari pada TKG III

dan pada TKG V ikan betina rata-rata

panjang total dan rata-rata berat

tubuhnya menurun. Ikan betina yang

diperoleh pada TKG II dan TKG III

sebanyak 1 ekor dan ikan jantan pada

TKG V tidak didapatkan.Adanya

peningkatan TKG akan

mempengaruhi peningkatan kisaran

panjang dan berat tubuh dan ukuran

panjang dan berat yang sama tidak

mempunyai TKG yang sama (Yustina

dan Arnentis 2002). Hal ini dapat

disebabkan oleh kondisi lingkungan

dimana ikan tersebut hidup, ada

tidaknya ketersediaan makanan, suhu,

dan kecepatan pertumbuhan ikan itu

sendiri dan perbedaan awal mula

suatu individu ikan mengalami

matang gonad disebabkan umur,

ukuran dan faktor fisiologi ikan itu

sendiri (Syandri 1996).

Setiap spesies ikan saat

pertama kali matang gonad memiliki

ukuran yang berbeda. Faktor-faktor

yang mempengaruhi yaitu suhu,

makanan dan factor kehadiran

hormon (Tang dan Affandi 2004).

Perbedaan TKG C. scleronema jantan

dan betina dianalisis dengan

menggunakan uji kontingensi yang

bertujuan untuk melihat perbedaan

secara signifikan dengan df=4 pada

7

Tabel 1. Jumlah C. scleronema pada tiap TKG beserta kisaran panjang dan berat tubuh TKG Kisaran Panjang

(cm) Rerata Kisaran Berat

(gr) Rerata Jumlah

(Ekor)

Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina

I 30.1-38 31.2-37.8 35.3 31.73 91.83-

203.63

112.42-

339.69

155.09 174.3 10 12

II 33.5-41 44 36.75 44 97.03-

200.74

283.68 170.18 283.68 15 1

III 36.1-

40.5

41.8 38.31 41.8 147.94-

234.32

229.76 198.68 229.76 6 1

IV 36.8-48 38.5-44.6 41.33 42.12 124.54-

426.64

192.21-

358.87

249.97 285.06 8 7

V - 37.4-40.5 - 39.46 - 200.74-

240.92

- 218.08 0 5

taraf signnifikan 0.05 diperoleh hasil

X² hit = 19.23 dan X² tabe = 9.49.

Maka dapat disimpulkan bahwa X²

hitung > X² tabel yang artinya

terdapat perbedaan nyata antara TKG

C. scleronema jantan dan betina.

Dari hasil pengamatan TKG C.

scleronema jantan dan betina di setiap

bulannya relatif dominan ditemukan

pada TKG I, II dan IV. Pada TKG IV

C. scleronema jantan ditemukan

selama 5 bulan pengamatan

sedangkan pada betina ditemukan

selama 2 bulan pengamatan. Hal ini

menandakan bahwa musim pemijahan

C.scleronema satu kali musim

pemijahan yaitu saat memasuki

musim hujan. Permukaan air yang

naik merupakan stimulus ikan untuk

bereproduksi dan melakukan fase

ruaya ke daerah pemijahan.

Kematangan gonad beberapa

spesies ikan tropik dipengaruhi oleh

musim penghujan atau banjir (Tang

dan Affandi 2004). Hal ini sesuai

dengan penelitian Elvyra (2009) yang

menyatakan bahwa O. hypopthalmus

di Sungai Kampar memijah pada saat

memasuki musim penghujan dan

permukaan air mulai naik. Ikan akan

menuju daerah riparian sungai untuk

meletakkan telur pada tanaman.

Indeks Kematangan Gonad

Nilai rata-rata indeks

kematangan gonad jantan dan betina

dari TKG I-IV meningkat dan pada

TKG V menurun. Dari Gambar 1 juga

dapat dilihat bahwa pada ikan jantan

dan betina memiliki nilai maksimum

pada TKG IV. Hal ini disebabkan

oleh terjadinya perubahan gonad pada

setiap masa pertumbuhan ikan. Berat

gonad akan mencapai nilai

maksimum pada saat ikan akan

memijah dan menurun setelah proses

pemijahan (Effendie 2002).

8

Gambar 1. Nilai rata-rata indeks

kematangan gonad

C. scleronema betina

dan jantan berdasarkan

tingkat kematangan

gonad.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian

yang telah dilakukan di Sungai

Mentulik, Kampar Kiri, jumlah C.

scleronema 65 ekor yang terdiri dari

39 ekor ikan jantan dan 26 ekor ikan

betina. Nisbah kelamin antara

C. scleronema betina dan jantan

adalah 1:1.5. Tingkat kematangan

gonad C. scleronema jantan paling

banyak pada TKG II yaitu 15 ekor

dan pada ikan betina pada TKG I

yaitu 12 ekor. TKG V C. scleronema

jantan tidak ditemukan. Indeks

kematangan gonad C. scleronema

jantan dari TKG I sampai TKG IV

berkisar antara 0.06-0.34% dan ikan

betina dari TKG I sampai dengan

TKG V berkisar antara 0.08-5.16%

UCAPAN TERIMAKASIH

Terimakasih kepada DP2M

Dikti yang telah memberikan

kepercayaan dan kesempatan atas

pendanaan peneitian melalui Hibah

Penelitian Fundamental Tahun 2015

atas nama Drs. Khairijon, MS,

Dr.Roza Elvyra, M. Si dan Yusfiati,

M. Si.

DAFTAR PUSTAKA

Effendie M.I. 2002. Biologi

Perikanan. Yayasan Pustaka

Nusatara. Bogor.

Elvyra R. 2009. Kajian keragaman

genetic dan biologi reproduksi

ikan lais di Sungai Kampar Kiri

Riau [disertasi]. Bogor: Sekolah

Pasca Sarjana, Institut Pertanian

Bogor. Bogor.

Febianto S. 2007. Aspek Biologi

Reproduksi Ikan Lidah Pasir

(Cynoglossus lingua Hamilton-

Buchanan, 1822) di Perairan

Ujung Pangkah, Kabupaten

Gresik, Jawa Timur [skripsi].

Bogor: Departemen Manajemen

Sumberdaya Perikanan, Institut

Pertanian Bogor.

Harinaldi M. 2005. Prinsip-Prinsip

Statistika untuk Teknik dan

Sains. Jakarta. Erlangga.

Hoeinghaus DJ, Layman CA,

Arrington DA, and Winemiller

K0.2003. Spatiotemporal

variation in fish assemblage

structure in tropical floodplain

creeks. Environmental Biology

of Fishes 67: 379-387.

Lowe-McConnell RH. 1987.

Ecological Studies in Tropical

Fish Communities. Cambrige

University Press. Australia.

Ng HH 2003. a Review of the Ompok

hypophthalmus Group of Silurid

Cat Fishes with the Description

of a New Spesies from South-

0

2

4

6

I II III IV V

IKG

(%

)

TKG

betina

jantan

9

East Asia. Journal of Fish

Biologi 62:1296-1311.

Nikolsky GV. 1963. The Ecology of

Fishes. Academic Press. New

York.

Romimohtarto K dan Juwana S. 2001.

Biologi Laut Ilmu Pengetahuan

tentang Biota Laut.

Jakarta:Djambatan.

Steel RGD dan Torie JH. 1993.

Prinsip dan Prosedur Statistika.

Terjemahan dari Bambang

Sumarti. Jakarta. PT.Gramedia.

Sutisna DH dan Sutarmanto R. 1995.

Pembenihan Ikan Air Tawar.

Yogyakarta. Kanisius.

Simanjuntak CPH, Rahardjo MF, dan

Sukiman S. 2006. Ikhtiofauna

rawa banjiran sungai Kampar

Kiri. Jurnal Ikhtiologi

Indonesia 6(2): 78-80.

Syandri H. 1996. Aspek Reproduksi

Ikan Bilih (Mystacolecus

padangencis Bleeker) dan

Kemungkinan Pembenihannya

di Danau Singkarak. Program

Pasca Sarjana Fakultas

Perikanan Institut Bogor.

Bogor.

Tang UM, Affandi R. 2001. Biologi

Reproduksi Ikan. Pusat

Penelitian Kawasan Pantai dan

Perairan Universitas Riau.

Pekanbaru.

Trihindari C. 2012. Step by Step SPSS

20 Analisis Data Statistik. Andi.

Yogyakarta.

Wahyuono H, Budihardjo S,

Wudianto, Rustam R. 1983.

Pengamatan Parameter Biologi

Beberapa Jenis Ikan Demersal

di Perairan Selat Melaka

Sumatera Utara. Laporan

Penelitian Laut. Jakarta.

Welcomme RL. 1970. Fisheries

Ecology of Floodplain Rivers.

New York. Longman.

Yustina, Arnetis. 2002. Aspek

reproduksi ikan kapiek (Puntius

schwanefel Bleeker) di sungai

Rangau–Riau, Sumatera.

Pekanbaru: Jurnal Matematika

dan Sains 7(1):5-14.

10