asas asas hukum pidana internasional

45
Sumber Hukum Pidana Internasional

Upload: independent

Post on 26-Nov-2023

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Sumber Hukum Pidana Internasional

Sumber hukum

Dalam arti materiil Dalam arti formil

Suatu keyakinan / perasaan hukum individu dan pendapat umum yang menentukan isi hukum .

“tempat dapat diketemukan aturan-aturan hukum yang berlaku di suatu tempat tertentu dan pada waktu tertentu.

Sumber Hukum Pidana Internasional

hukum pidana internasional hukum pidana nasional

hukum internasional mengenai masalah-masalah pidana/ kejahatan

hukum pidana nasional yang mengandung dimensi-dimensi internasional

Pengertian Sumber Hukum • Sumber Hukum dapat diartikan “tempat dapat diketemukan aturan-

aturan hukum yang berlaku di suatu tempat tertentu dan pada waktu tertentu (dalam arti Formil)” • Hukum pidana internasional bersumber dari dua bidang hukum yaitu

hukum pidana internasional dan hukum pidana nasional, maka sumber hukum pidana internasional adalah:• hukum internasional mengenai masalah-masalah pidana/ kejahatan dan • hukum pidana nasional yang mengandung dimensi-dimensi internasional.

Sumber Hukum (formal) Yg berasal dari Hukum Internasional

Kaidah dan prinsip/ asas hukum internasional yang berkenaan dengan pidana / kejahatan

• Perjanjian Internasional;• Hukum kebiasaan Internasional;• Keputusan-keputusan badan penyelesaian sengketa

Internasional ;• Pendapat para ahli;• Keputusan/ resolusi organisasi internasional; dan • Prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh

masyarakat internasional;

Perjanjian Internasional• Perjanjian internasional multilateral umum (PIMU) yang substansinya secara langsung dan tegas

mengatur tentang kejahatan;• PIMU yg substansinya berkenaan dengan masalah tertentu tetapi di dalamnya terdapat suatu

ketentuan tentang kejahatan atau tindak pidana;• Convention on the High Seas 1959 didalamnya mengatur tabrakan kapal dan insiden lainnya;• The United Nation Convention on The Law of The Sea (UNCLOS) 1982 Pasal 97 mengatur yurisdiksi criminal

Negara-Negara dalam kasus tabrakan kapal atau insiden lainnya di laut lepas,\.

• PIMRegional yang mengatur scr langsung dan tegas ttg kjhtn yg ruang lingkup berlakunya dalam suatu kawasan tertentu saja;• Eropean convention on extradition;• Eropean convention on the suppression of terrorism 1977;• Inter – American convention to prevent and punish torture, 1985.

• PIMRegional yang berkenaan dengan suatu masalah pokok ttt, ttp di dalamnya terdapat suatu ketentuan ttg kejahatan.• European cultural Convention 1954• European Convention on the Protection of the Archaelogical Heritage 1969;

• Perjanjian-2 Int bilateral atau trilateral atau multilateral terbatas yang substansinya berkenaan dengan suatu kerjasama dalam pemberantasan kejahatan.• Perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Malaysia; Indonesia dengan Phillipina; Indonesia dengan Thailand

dlsb.

Hukum kebiasaan Internasional, • Kaidah-kaidah hukum pidana internasional yang berbentuk kebiasaan

internasional.• Contoh: Negara yang baru saja berdiri dengan sendirinya terikat

dengan yurisdiksi criminal berdasarkan hukum kebiasaan internasional tanpa perlu membuat peraturan perundang-undangan nasional lebih dahulu maupun tanpa menyatakan secara tegas kesediaannya tunduk pada yurisdiksi criminal berdasarkan hukum pidana Internasional, misalnya ttg yurisdiksi territorial, ekstrateritorial, kewarganegaraan pasif atau aktif, asas perlindungan maupun universal.

Pendapat Para Ahli• Pendapat ahli hukum tentang suatu kasus hukum yang dituangkan

dalam tulisan ilmiah (buku, artikel jurnal ilmiah), dikemukakan dalam pertemuan ilmiah, di sidang pengadilan, atau komentar melalui media massa. • Pendapat ahli tidak dengan sendirinya menjadi kaidah hukum. • akan berlaku apabila memenuhi rasa keadilan, kepatutan, kelayakan

menurut pandangan masyarakat internasional.

Keputusan atau resolusi Organisasi Internasional• Produk hukum suatu oraganisasi internasional berupa keputusan atau

resolusi yang berlaku internal (lingkungan organisasi internasional itu sendiri) atau berlaku eksternal (Negara-Negara anggota);• Contoh:

• Resolusi PBB 45/121 tanggal 14 Desember 1990 dengan topic The Eight Uniten Nation Congress on the Prevention of Crime and the Treatmen of Offenders.

• Resolusi PBB 45/122 tanggal 14 Desember 1990 dengan topic Criminal Justice Education;• Resolusi PBB 46/122 tanggal 14 Desember 1990 dengan topic International Cooperation in

Combating Organized Crime;• Resolusi PBB 47/122 tanggal 14 Desember 1990 dengan topic Declaration on The Right of

Persson Belonging to National or Ethnic Religious and Linguistic Minorities.• Resolusi PBB No. 40/ 34 tanggal 29 Nopember 1985 dengan topic Declaration of Basic

Principles of Justice for Victims of Crime and Abuse of Power.

Kerjasama Internasional Penanggulangan Kejahatan

Treaty on Extradition (General Assembly Resolution 45/ 116, th Plenary meeting, 14 December 1990), meliputi: • extraditable offences; • mandatory grounds refuse. • optimal grounds for refuse.

• Treaty on Mutual Assistance in Criminal Matters (General Assembly Resolution 45/117 68 th plenary meeting 14 December 1990)

Dalam bidang Peradilan dan Penegakan Hukum• Code af Conduct for Law Enforcement Officials (General Assembly resolution

34/169). • Pedoman ini berisi kapan seorang penegak hukum dijinkan menggunakan

force, yakni when strictly necessary and only to the extent required for the performance of their duty.

• Basic Principles on the Use of Force and Firearms by Law Enforcement Officials (Adopted by Eighth Crime Congress, Havana, 1990). • Dokumen ini memuat persyaratan bahwa senjata api hanya boleh

digunakan dalam tugas apabila : • dalam rangka self-defence; • defence of others against the imminent threat of death or serious injury; • to prevent the perpetration of a particulary serious crime involving grave threat to life; • to arrest a person presenting such a danger; • to prevent his or her escape and; • only when less extreme means are insufficient to achieve these objectives. • Disamping itu dipersyaratkan pula adanya clear warning, kecuali mengandung resiko yang

membahayakan dirinya atau orang lain.

• Basic Principles on the Independence of the Judiciary (Adopted by the Seventh Crime Congress, Milan, 1985 and endorsed by the General Assembly in Resolution 40/32). • Asas kebebasan peradilan ini mencakup :

a) sifat tidak memihak;b) kebebasan menyatakan pendapat, beragama, berserikat dan berkumpul; c) perlindungan hukum bag, hakim; d) keberhasilan professional hakim dalam mcnjalankan tugasnya; e) system seleksi hakim yang ketat atas dasar integritas pribadi dan kemampuan.

• Basic Principle on the Role of Lawyers (Adopted by the Eight Crime Congress, 1990). • Dalam dokumen ini di atur asas-asas pentingnya kedudukan penasehat hukum dalam system peradilan

pidana, yaitu : • access to lawyers and legal services;• special safeguards In criminal justice matters;• qualification and train.• duties and responsibilities• guaranties for the functioning of lawyers; • freedom of expression and association; • professional association of lawyers• disciplinary proceedings.

• Guidelines on the Role of Prosecutors (Adopted by the Eight Crime Congress, 1990).Berisi pedoman yang mengatur standarisasi peran jaksa dan mencakup hal-hal sebagai berikut: • a) qualifications, selection and training; • b) status and conditions of service; • c) freedom of expression and association; • d) role in criminal proceeding; • e) discretionary function;• f) alternative to prosecution ; • g) relations with other government agencies or institution; • h) disciplinary proceedings; • i) observance of the guidelines.

Dalam bidang Pembinaan Para Pelaku• Standard Minimum Rules For the Treatment of Prisoners (Adopted by the ECOSOC, 1957, Resolution

663 CI (XXIV) on the recom mendation of the First Congress). Pedoman ini mengatur mengenai perlakuan standar minimum bagi terpidana yang memuat antara lain: a) asas praduga tidak bersalah harus dihormati; b) penahanan terpisah dari terpidana, yang muda dan dewasa juga harus terpisah; c) jaminan untuk dapat berkomunikasi dengan keluarga dan menghubungi penasehat hukum dalam kerangka within right but not within the hearing of a police or institution official; d) dan sebagainya.

• Standard Minimum Rules for Non-Custodial Measures (General As sembly Resolution 45/110, the Tokyo Rules). Standar ini berlaku untk offenders termasuk suspected, accused or sentenced. Pre trial detention harus dipertimbangkan sebagai usaha terakhir di dalam proses peradilan, dengan mempertimbangkan kepentingan investigasi, perlindungan masyarakat dan korban, alternative to pre-trial deten tion harus diusahakan sedini mungkin.

Dalam bidang Juvenile justice

• Standard minimum Rules for the Administrution of juvenile justice (the Beijing Rules, General Assembly resolution 40/33). Dalam instrument ini ditegaskan perlunya hak-hak remaja dalam system peradilan pidana seperti right to privacy, hak bantuan hukum, perlunya diversi, polisi khusus yang ditugaskan menangani mereka. Penahanan dilakukan sebagai usaha terakhir dan sesingkat mungkin, penahanan harus terpisah dengan orang dewasa, orang tua wali harus diijinkan untuk berpartisipasi.

Yang berkaitan dengan Perlindungan Korban

• Declaration of Basic Principle of Justice for Victims of Crime and Abuse Power (general Assembly Resolution 40/34)

• Implementation of the Declaration of Basic Principle of Justice for Victims of Crime and Abuse of Power (ECOSOC Resolution 1987/ 57)

• Victims of Crime and Abuse of Power (ECOSOC Resolution 1990/ 22)• Protection of the Human Right of Victims of Crime and Abuse of Power.• Dalam beberapa ketentuan tersebut diatur mengenai penghormatan terhadap korban kejahatan, seperti

menghormati martabat, hak untuk diperlakukan adil di depan pengadilan dan untuk memperoleh kompensasi dan ganti rugi melalui prosedur formal dan informal dengan cara yang fair, murah dan sederhana. Hak atas informasi tentang mekanisme untuk memeproleh hak-haknya, peranannya dalam peradilan dan perkembangan perkaranya, memebri kesempatan pada korban untuk mengemukakan pendapatnya dalam semua tahap proses peradilan pidana, perlindungan keamanan baik terhadap dirinya maupun keluarganva, menghindarkan diri dari penundaan peradilan yang tidak perlu dan sebagainya.

Yang berkaitan dengan Pidana Mati:

• The Safeguards Guaranteeing Protection of The Right of Those Facing the Death Penalty (ECOSOC Resolution 1984/5O). • Salah satu yang diatur adalah mengenai pembuktian perbuatan pidana

maupun alternative penafsiran lain, perlunya bantuan hukum secara maksimal, hak naik banding harus dimanfaatkan semaksimal mungkin, demikian juga hak grasi termasuk mutasi;

Prinsip-prinsip hukum Umum • Prinsip Keadilan; Kepatutan; kelayakan (prinsip hukum pada

umumnya);• Prinsip Kedaulatan, Kemerdekaan, kesamaan derajat Negara-Negara,

prinsip non intervensi, pacta sunt servanda, penyelesaian sengketa secara damai, tidak menggunakan kekerasan, tidak menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan masalah internasional.

ASAS-ASAS HUKUM PIDANA INTERNASIONAL

Apa yang harus dikuasai oleh Sarjana Hukum?

The Power of Solving Legal Problems

Legal Problem Identification

Decision making

Kemampuan untuk memecahkan masalah Hukum.Setiap SH harus mampu menyeleksi masalah hkmnya , (kadang sukar dicari batasnya antr mslah hokum, politik dan agama.

Kemampuan mengidentifikasi mslh hkm. Setelah ditemukan masalah hkmnya kemudian dirumuskan dan dipecahkan.

Kemampuan membuat keputusan. Setelah pemecahan masalah, perlu diberi hukumnya

Syarat agar Sarjana Hukum mampu melakukannya harus berbekal pengetahuan tentang kaedah hukum/ Asas-asas Hukum, System hukum dan Penemuan Hukum

Asas-asas Hukum Pidana Internasional

• Hukum pidana internasional bersumber dari dua bidang hukum• hukum internasional mengenai masalah-masalah pidana dan • hukum pidana nasional yang mengandung dimensi-dimensi internasional.

• maka asas-asas hukumnya juga bersumber dari kedua bidang hukum tersebut yang dapat dibedakan:

1. ASAS-ASAS HUKUM PIDANA INTERNASIONAL YANG BERASAL DARI HUKUM PIDANA INTERNAS;

2. ASAS-ASAS HUKUM PIDANA INTERNASIONAL YANG BERASAL DARI HUKUM PIDANA NASIONAL NEGARA-NEGARA

3. ASAS ASAS HUKUM PIDANA INTERNASIONAL YANG BENAR-BENAR MANDIRI;

ASAS-ASAS HUKUM PIDANA INTERNASIONAL YANG BERASAL DARI HUKUM PIDANA INTERNASIONAL

• Asas kemerdekaan;• Asas kedaulatan; dan • Asas kesamaan derajat

Negara-negara

• Asas non intervensi,• Asas saling menghormati

kemerdekaan, kedaulatan, dan kesamaan derajat Negara-negara,

• Asas hidup berdampingan secara damai ,

• Asas penghormatan dan perlindungan atas hak asasi manusia,

• Asas bahwa suatu Negara tidak boleh melakukan tindakan-tindakan yang mencerminkan kedaulatan didalam wilayah Negara lainnya,

• Dan lain-lain.

Masing-masing Negara memiliki kedudukan yang sama

Tidak memandang besar/ kecil, kuat/ lemah, maju/ tidaknya

Asas non-intervensi: Negara tidak boleh campur tangan atas masalah dalam negeri Negara lain, kecuali Negara itu menyetujuinya secara tegas;Asas hidup berdampingan secara damai:Asas ini menekankan kepada Negara-negara dalam menjalankan kehidupannya, baik secara internal maupun eksternal, supaya dilakukan dengan cara hidup bersama secara damai, saling menghargai antara satu dengan yang lainnya. Apabila ada masalah atau sengketa yang timbul, antara dua atau lebih Negara, supaya diselsaikan secara damai. Wujud dari asas hidup berdampingan secara damai adalah dapat dilihat dari pengaturan masalah-masalah internasional baik dalam ruang lingkup global, regional, maupun bilateral adalah dengan merumuskan kesepakatan,kesepakatan untuk mengatur masalah-masalah tertentu dalam perjanjian internasional.

• Asas penghormatan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia: Negara-negara wajib menghormati dan melindungi hak asasi manusia kepada siapapun dalam situasi dan kondisi bagaimanapun.• Berdasarkan asas ini, tindakan apapun yang dilakukan oleh Negara-negara

atau seseorang tidka boleh melanggar ataupun bertentangan dengan hak asasi manusia. Contoh, sebuah Negara membuat peraturan perundang-undangan nasional dalam hukum pidana, seperti undang-undang anti terorisme, dan lain-lain. Tidak boleh ada ketentuan yang bertentangan dengan hak asasi manusia.• contoh konvensi dalam bidang hukum pidana internasional yang berkenaan

dengan penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia tertuang dalam Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment, 10 Desember 1984 dan mulai berlaku pada tanggal 26 Juni 1987 atau yang lebih dikenal dengan Konvensi Anti Penyiksaan, adalah salah satu

ASAS-ASAS HUKUM PIDANA INTERNASIONAL YANG BERASAL DARI HUKUM PIDANA NASIONAL NEGARA-

NEGARA• Asas-asas hukum pidana nasional Negara-negara pada dasarnya tidak

berbeda antara satu dengan yang lainnya. • asas legalitas (asas nullum delictum dan asas culpabilitas;• Asas non retroaktif ;• asas culpabilitas; • asas presumption of innocent;• asas ne bis in idem.

• Asas Legalitas• asas nullum delictum noela poena sine lege. suatu perbuatan tidak dapat dipidana apabila atas perbuatan itu tidak atau belum

diatur dalam suatu perundangan-undangan pidana nasional. Tegasnya, seseorang untuk dapat diadili dan atau dijatuhi hukuman atas perbuatannya jika terbukti bersalah ataupun dibebaskan dari tuntutan pidana jika tidak terbukti bersalah, haruslah didasarkan pada pada adanya undang-undang pidana yang ada dan berlaku sebelum perbuatan itu dilakukan.

• Asas non-retroactive • Asas non-retroactive ini merupakan turunan dari asas legalitas. Dengan keharusan untuk menetapkan terlebih dahulu suatu

perbuatan sebagai kejahatan atau tindakan pidana didalam hukum atau perundang-undangan pidana nasional, dan atas dasar itu barulah Negara menerapkannya terhadap si pelaku perbuatan tersebut.

• Asas culpabilitas• Asas ini yang juga merupakan salah satu asas utama dari hukum pidana nasional Negara-negara menyatakan, bahwa seseorang

hanya dapat dipidana apabila kesalahannya sudah dapat dibuktikan berdasarkan atas peraturan perundang-undangan pidana yang didakwakan kepadanya melalui proses pemeriksaan oleh badan peradilan yang memang memiliki wewenang untuk itu. Sebaliknya jika kesalahannya tidak berhasil dibuktikan, maka dia harus dibebaskan, dari tuntutan pidana.

• Asas praduga tak bersalah (presumption of innocent)• Menurut asas ini, seseorang yang diduga melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana wajib untuk dianggap tidak bersalah

sampai kesalahannya dapat dibuktikan berdasarkan suatu putusan badan peradilan yang sudah memiliki kekuatan mengikat yang pasti. Berdasarkan asas ini, setiap orang yang didakwa melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana harus diperlakukan sebagaimana layaknya manusia biasa yang tidak bersalah, denagn segala hak asasi manusia yang melekat pada dirinya.

• asas ne bis in idem.• orang yang sudah diadili dan atau dijatuhi hukuman yang sudah memiliki kekuatan mengikat yang pasti oleh badan peradilan yang

berwenang atas suatu kejahatan atau tindak pidana yang dituduhkan terhadapnya, tidak boleh diadili dan atau diajtuhi putusan untuk yang kedua kalinya atau lebih, atas kejahatan atau tindak pidana tersebut

ASAS ASAS HUKUM PIDANA INTERNASIONAL YANG BENAR-BENAR MANDIRI

• Dirumuskan melalui Perjanjian London 8 Agustus 1945 yang juga merupakan piagam Mahkamah Internasional di Nurenberg 1945 dan Tokyo 1946.• Diadopsi oleh Komisi Hukum Internasional dalam sidangnya Tahun

1950, dan disampaikan ke Majelis Umum PBBB. Hanya saja setelah diterima tidak ada tindak lanjutnya, tetapi asas-asas itu diakui sebagai asas hukum pidana internasional yang berlaku umum.

• Asas itu antara lain: 1. Setiap orang yang melakukan suatu perbuatan yang merupakan kejahatan

berdasarkan hukum pidana internasional harus bertanggungjawab dan oleh karena itu dapat dijatuhi hukuman;

2. Suatu kenyataan bahwa hukum nasional atau domistik tidak memaksakan suatu hukuman terhadap suatu yang merupakan kejahatan berdasarkan hukum pidana internasional tidaklah membebaskan orang yang bersangkutan yang telah melakukan perbuatan tersebut dari pertanggingjawaban berdasarkan hukum internasional;

3. Suatu kenyataan bahwa seseorang yang melakukan suatu perbuatan yang merupakan kejahatan berdasarkan hukum internasioanl bertindak sebagai kepala Negara atau pejabat pemerintah yang bertanggungjawab tidaklah membebaskan yang bersangkutan dari pertanggungjawaban berdasarkan hukum internasioanal;

4. Suatu kenyataan bahwa seseorang yang melakukan perbuatan untuk menjalankan perintah dari pemerintahnya atau dari kekuasaan yang lebih tinggi tidaklah membebaskan dari pertanggungjawaban berdasarkan hukum internasional sepanjang masih ada perimbangan moral yang dapat dipilihnya.

5. Seseorang yang dituduh melakukan suatu kejahatan berdasarkan hukum internasional mempunyai hak atas peradilan yang fair atau tidak memihak atas fakta-fakta dan hukumnya;

6. Kejahatan-kejahatan di bawah ini yang dapat dihukum sebagai kejahatan berdasarkan hum internasional adalah :

a. Kejahatan terhadap Perdamaian.a. “ perencanaan, persiapan atau mengobarkan perang agresi atau perang yang merupakan pelanggaran ata

perjanjia…………………………..dstb. Berpartisipasi dalam perencanaan bersama atau berkonspirasi perbuatan yang ditentukan dalam butir 1.

b. Kejahatan perangPelanggaran-pelanggaran atas kaidah-kaidah hukum dan kebiasaan dalam perang ………..dst

c. Kejahatan terhadap kemanusiaan; pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pendeportasian, dan perbuatan lai yang tidak berperikemanusiaan ……dst

7. Keterlibatan dalam suatu perbuatan kejahatan terhadap perdamaian, kejahatan perang, atau kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana ditentukan pada prinsip 6 adalah merupakan kejahatan berdasarkan hukum internasional.

UU Ekstradisi:• Pjht politik tidak dpt diekstradisi (UU No. 1 Tahun 1979:

Tidak diserahkannyaseseorang pelaku kejahatan politik adalah berhubung dengan hak negara untuk memberi suaka politik kepada pelarian politik.

Tak dpt dilepaskan dari hak asasi seseorang utk mendpt perlindungan hkm.

• Pengecualian : pembunuhan atau percobaan pembunuhan thd Kepala Negara atau anggota keluarganya.

Meskipun ada motif politik, Perbtn ini dianggap bukan kjhtn politik (ini mrpkan attentat clause yg dianut pula oleh Indonesia)

• Terdpt beberapa asas dlm ekstradisi:

Asas-asas dlm ekstradisi:• Azas Double Criminality (asas kejahatan rangkap)

• Maksud azas ini adalah perbuatan yang dilakukan baik oleh negara peminta maupun negara yang diminta dianggap sebagai kejahatan.

• implementasi azas ini tercantum dalam daftar kejahatan yang dapat diekstradisikan. Namun ekstradisi terhadap kejahatan yang tidak tersebut dalam daftar kejahatan dapat juga dilakukan atas dasar “kebijaksanaan” oleh negara Diminta (Pasal 4 ayat 1 dan 2).

• Asas penolakan thd permintaan ektradisi Pjht politik;• Asas utk tidak menyerahkan warganegaranya sendiri kpd negara peminta;• Asas bahwa kjhtn yg dilakukan seutuhnya atau sebgn di wil neg yg diminta dlm yurisdiksi negara yg meminta, mk

neg ini dpt menolak permintaan ekstradisi;• Asas penolakan ekstradisi jika pejabat yg berwng dari neg yg diminta sdg mengadakan pemeriksaan thd penjht

ybs.• Asas nebis in idem;• Azas bahwa seseorang tidak diserahkan karena hak untuk menuntut atau hak untuk melaksanakan putusan

pidana telah kadaluaesa; • Azas bahwa seseorang yang diserahkan tidak akan dituntut, dipidana atau ditahan untuk kejahatan apapun yang

dilakukan sebelum yang bersangkutan diekstradisikan selain dari pada untuk kejahatan maka ia diserahkan, kecuali bila negara yang diminta untuk menyerahkan orang itu menyetujui

Asas kjhtn rangkap (double criminality) yi Perbtn yg dilkkn baik oleh negara

peminta maupun negara yg diminta dianggap sbg kjhtn.Pasal 2

• Ekstradisi dilakukan berdasarkan suatuperjanjian.

• Dalam hal belum ada perjanjian tersebut dalam ayat (1), maka ekstradisi dapat dilakukan atas dasar hubungan baik dan jika kepentingan Negara Republik Indonesia menghendakinya.

Pasal 3• Yang dapat diekstradisikan ialah orang yang oleh pejabat yang berwenang dari negaraasing diminta karena disangka melakukan kejahatan

atau untuk menjalani pidanaatau perintah penahanan.

• Ekstradisi dapat juga dilakukan terhadap orang yang disangka melakukan atau telah dipidana karena melakukan pembantuan, percobaan dan permufakatan jahat untuk melakukankejahatan tersebut dalam ayat (1), sepanjang pembantuan, percobaan, dan permufakatan jahat itu dapat dipidana menurut hukum Negara Republik Indonesia dan menurut hukum negara yang meminta ekstradisi.

Pasal4• Ekstradisi dilakukan terhadap kejahatan yang tersebut dalam daftar kejahatan terlampir sebagai suatu naskah yang tidak terpisahkan dari

Undang-undang ini.

• Ekstradisidapat juga dilakukan atas kebijaksanaan dari negara yang diminta terhadap kejahatan lain yang tidak disebut dalam daftar kejahatan.

• DenganPeraturan Pemerintah, pada daftar kejahatan yang dimaksud dalam ayat (1) dapatditambahkan jenis perbuatan lain yang oleh Undang-undang telah dinyatakan sebagai kejahatan.

Asas penolakan thd permintaan ektradisi Pjht politikPasal 5(1) Ekstradisi tidak dilakukan terhadap kejahatan politik.(2) Kejahatan yang pada hakekatnya lebih merupakan kejahatan biasa daripada kejahatanpolitik,

tidak dianggap sebagai kejahatan politik.(3) Terhadapbeberapa jenis kejahatan politik tertentu pelakunya dapat juga diekstradisikan

sepanjang diperjanjikan antara negara Republik Indonesia dengan negara yangbersangkutan.(4) Pembunuhanatau percobaan pembunuhan terhadap kepala negara atau anggota-keluarganya

tidakdianggap sebagai kejahatan politik.Pasal 6• Ekstradisiterhadap kejahatan menurut hukum pidana militer yang bukan kejahatan menurut

hukum pidana umum, tidak dilakukan kecuali apabila dalam suatu perjanjianditentukan lain.

Asas utk tidak menyerahkan warganegaranya sendiri kpd negara peminta;

• Pasal 7• Permintaan ekstradisi terhadap warganegara Republik Indonesia ditolak.• Penyimpanganterhadap ketentuan ayat (1) tersebut di atas dapat dilakukan

apabila orang yang berasangkutan karena keadaan lebih baik diadili di tempat dilakukannya kejahatan.

Asas bahwa kjhtn yg dilakukan seutuhnya atau sebgn di wil neg yg diminta dlm yurisdiksi negara yg meminta, mk neg ini dpt menolak permintaan ekstradisi;

Permintaanekstradisi dapat ditolak jika:• kejahatan yang dituduhkan dilakukan seluruhnya atau sebagiannya dalam

wilayah Negara Republik Indonesia ( Pasal 8)

Asas penolakan ekstradisi jika pejabat yg berwng dari neg yg diminta sdg mengadakan pemeriksaan thd penjht ybs.

Permintaanekstradisi dapat ditolak jika:• orang yang diminta sedang diproses di Negara Republik Indonesia untuk

kejahatan yang sama (Pasal 9)

Asas nebis in idem

Permintaanekstradisi dapat ditolak jika:• putusan yang dijatuhkan oleh Pengadilan RepublikIndonesia yang

berwenang mengenai kejahatan yang dimintakan ekstradisinya telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti (Pasal 10)• orang yang dimintakan ekstradisinya telah diadili dan dibebaskan atau

telah selesai menjalani pidananya di negara lain mengenaikejahatan yang dimintakan ekstradisinya (Pasal 11)

Azas bahwa seseorang tidak diserahkan karena hak untuk menuntut atau hak untuk melaksanakan putusan pidana telah kadaluwarsa

Permintaanekstradisi dapat ditolak jika:• menurut hukum Negara Republik Indonesia hak untuk menuntut atau

hak untuk melaksanakan putusan pidana telah kedaluwarsa (Pasal 12)

Asas utk tdk menahan, menuntut atau memidana atas kjhtn lain, kcl kjhtn dimana pjht tsb diminta ekstradisi, kecuali neg yg diminta tsb menyetujui;

Permintaanekstradisi dapat ditolak jika:• kejahatan yang dimintakan ekstradisi, diancam dengan pidana mati menurut hukum negara peminta sedangkan menurut hukum

Negara Republik Indonesia kejahatan itu tidak diancam dengan pidana mati atau pidanamati tidak selalu dilaksanakan, kecuali jika negara peminta memberikan jaminanyang cukup meyakinkan, bahwa pidana mati tidak akan dilaksanakan (Pasal 13)

• menurut instansi yang berwenang terdapat sangkaan yang cukup kuat, bahwa orang yang dimintakan ekstradisinya akan dituntut, dipidana,atau dikenakan tindakan lain karena alasan yang bertalian dengan agamanya,keyakinan politiknya, atau kewarganegaraannya, ataupun karena ia termasuk sukubangsa atau golongan penduduk tertentu (Pasal 14)

• orang yang dimintakan ekstradisi akan dituntut,dipidana, atau ditahan karena melakukan kejahatan lain daripada kejahatan yang karenanya ia dimintakan ekstradisinya, kecuali dengan izin Presiden (Pasal 15)

• orang yang dimintakan ekstradisinya akan diserahkankepada negara ketiga untuk kejahatan-kejahatan lain yang dilakukan sebelum iadimintakan ekstradisi itu (Pasal 16)

DASAR HUKUM EKSTRADISI

Permintaan ekstradisi didasarkan pada 4 (empat) hal yaitu :1. Perundang-undangan Nasional 2. Perjanjian Ekstradisi 3. Perluasan Konvensi Internasional 4. Tata Krama Internasional

UNSUR-UNSUR EKSTRADISI

• Pada umumnya penyerahan pelaku kejahatan dilakukan karena terdapat unsur-unsur sebagai berikut :

1. Pelaku kejahatan (fugitive offender) 2. Negara Peminta (requesting state)3. Negara Diminta (requested state) 4. Permintaan dari negara peminta 5. Tujuan penyerahan pelaku kejahatan

Indonesia sebagai Negara YangDiminta (Requested Country)

• Prosedur yang harus ditempuh apabila negara lain mengajukan permintaan Ekstradisi kepada Indonesia :1. Negara Peminta mengajukan permintaan pencarian, penangkapan dan penahanan sementara kepada Kapolri atau Jaksa Agung. Permintaan

tersebut dapat diajukan melalui saluran Interpol atau saluran diplomatik.2. Apabila orang yang dicari dapat ditangkap/ ditahan, selanjutnya Polri/ Kejaksaan memberitahukan kepada Negara Peminta melalui saluran

diplomatik atau Interpol serta meminta agar negara Peminta segera mengajukan permintaan ekstradisi kepada Pemerintah Indonesia (Menteri Kehakiman) paling lambat 20 hari sejak dilakukan penangkapan atau sesuai perjanjian kedua negara.

3. Jika dalam waktu yang telah ditentukan Pemerintah Indonesia (Departemen Luar Ngeri) tidak menerima permintaan ekstradisi dari negara Peminta, Polri/ Kejaksaan harus membebaskan orang yang dimintakan ekstradisi.

4. Berkas persyaratan ekstradisi disampaikan kepada Menteri Luar Negeri melalui saluran diplomatik. 5. Deplu menyampaikan berkas asli permintaan kepada Menteri Kehakiman dengan tembusan Kapolri, Jaksa Agung dan Mahkamah Agung.6. Bila ada perjanjian ekstradisi, Menkehham mengirimkan berkas asli permintaan ekstradisi kepada Kapolri/ Jaksa Agung.7. Kejaksaan mengajukan berkas perkara kepada Pengadilan Negeri.8. Pengadilan Negeri menyampaikan penetapan pengadilan dapat atau tidak dapat diekstradisikan kepada Menkehham.9. Menkehham menyampaikan penetapan pengadilan kepada Presiden.10.Presiden mengambil keputusan dikabulkan atau ditolaknya ekstradisi.

Indonesia sebagai Negara Peminta (Requesting Country)

Prosedur pengajuan permintaan Ekstradisi ke negara lain (khusus Polri) :1. Pengajuan permintaan pencarian dan penangkapan dari Bareskrim/ Ditreskrim Polda kepada NCB-Interpol Indonesia .2. NCB-Interpol Indonesia meminta bantuan Interpol negara lain untuk melakukan pencarian dan penangkapan.3. Jika negara tersebut berhasil menangkap orang yang dicari, NCB-Interpol Indonesia menyiapkan dan mengirimkan

permintaan ekstradisi kepada Menkehham agar Pemerintah Indonesia mengajukan permintaan ekstradisi kepada negara yang bersangkutan.

4. Menkehham membuat surat permintaan ekstradisi dengan dilampiri berkas yang dibuat oleh Polri kepada Pemerintah negara yang bersangkutan.

5. Jika negara yang diminta mengabulkan permintaan ekstradisi, maka untuk pengambilan orang yang akan diekstradisi dilakukan oleh staf NCB-Interpol Indonesia dan penyidik (Bareskrim/ Ditreskrim)

6. Sesampainya di Indonesia, tersangka diserahkan kepada penyidik (Bareskrim) untuk diproses perkaranya berdasarkan hukum Indonesia.

7. Putusan pengadilan dari orang yang diekstradisikan diinformasikan kepada negara yang bersangkutan melalui saluran diplomatik atau saluran Interpol.

DISGUISHED EXTRADITION • Secara umum permintaan ekstradisi didasarkan pada dasar hukum sebagaimana tersebut diatas. Bila terjadi

suatu permintaan ekstradisi dimana tidak sesuai dengan dasar hukum tersebut, maka ekstradisi dapat dilakukan atas dasar suatu sikap tata cara suatu negara terhadap negara lain baik untuk kepentingan timbal balik atau sepihak. Praktek ekstradisi dengan tata cara seperti ini disebut “Disguished Extradition” atau ekstradisi terselubung.

PERJANJIAN BILATERAL DALAM BIDANG EKSTRADISI• Perjanjian Ekstradisi yang telah dihasilkan Pemerintah Indonesia

dengan negara lain adalah sebagai berikut : 1. RI – Malaysia UU No. 9/ 1974 2. RI – Philipinan UU No. 10/ 19763. RI – Thailand UU No. 2/ 1978 4. RI – Australia UU No. 8/ 1994 5. RI – Hongkong UU No. 1/ 2001 6. RI–Korea Selatan belum diratifikasi