asal mula, teori dan perilaku arsitektur
TRANSCRIPT
ASAL MULA, TEORI DAN PERILAKU
Kebanyakan orang, bila ditanya, barangkali akan berkata
bahwa arsitektur bermula sebagai tempat bernaung. Memang,
bangunan-bangunan yang pertama adalah tempat tinggal, dan
orang memrlukan tempat bernaung agar dapat bertahan hidup.
Namun tempat bernaung bukanlah merupakan satu-satunya fungsi
atau bahkan bukan fungsi pokok dari perumahan. Di daerah-
daerah beriklim dingin – yang menyebabkan kebutuhan yang
sangat akan tempat bernaung dan berlindung – banyak ragam
ditemukan, mulai dari tempat bernaung yang paling sederhana di
Tierra de Fuego melalui tingkat-tingkat perlindungan yang agak
rendah di antara beberapa tempat tinggal orang Indian Amerika
di Wincon dan Minnesota sampai kepada tempat bernaung orang
Eskimo yang telah sangat maju.
Lingkungan buatan (built environment) mempunyai bermacam-
macam kegunaan : melindungi manusia dan kegiatan-kegiatannya
serta harata miliknya dari elemen-elemen, dari musuh-musuh
berupa manusia dan hewan, dan dari kekuatan-kekuatan adi
kodrati, membuat tempat, menciptakan suatu kawasan aman yang
berpenduduk dalam suatu dunia fana dan cukup berbahaya;
menekankan identitas sosial menunjukanstatus; dan sebagainya.
Dengan demikian asal mula arsitektur dapat dipahami dengan
sebaik-baiknya bila orang memilih pandangan yang lebih luas
dan meninjau faktor-faktor sosio-budaya, dalam arti seluas-
luasnya, lebih penting dari iklim, teknologi, bahan-bahan, dan
ekonomi.
Dalam keadaan apapun, interaksi diantara faktor-faktor
inilah yang peling tepat untuk menjelaskan bentuk bangunan.
Satu penjelasan saja tidak memadai, karena bangunan- bahkan
rumah yang tampaknya sederhana- adalah lebih dari sekedar
objek kebendaan atau struktur. Mereka adalah lembaga gejala
budaya dasar.
PEMBEDAAN RUANG
Semakin banyak yang kita pelajari mengenai hewan, semakin
tampak betapa rumitnya perilaku mereka. Bahkan hewan pun
membedakan ruang dan menciptakan tempat, yang menunjukan
kepada si pemakai bahwa mereka lebih berada di sisni daripada di
sana. Di kalangan hewan, tempat-tempat yang demikian diketaui
dan ditandai; termasuk lingkungan rumah, kawasan inti, daerah
kekuasaan dan tempat bersarang, mendapatkan makanan, dan
bercumbu. Jadi hewan membuat tempat mereka. Sebagian dari
keheranan kita tentang kebiasaan-kebiasaan ini adalah karena
kita jarang mengenal hewan liar, sedangkan hewan piaraan telah
banyak kehilangan sifat-sifatnya untuk bersarang, menandai
tempat, mengamati ritual, mengatur waktu–bahkan membangun.
Hewan juga menata lingkungan dengan membuat abstraksi dan
menciptakan bagian-bagian.
Bila demikian halnya, dapatlah kita harapkan bahwa
manusia, lebih daripada hewan, seharusnya mengadakan pembedaan
antara ruang-ruang dan tempat-tempat sejak zaman purbakala.
Hominid dan menusia memerlukan tempat untuk saling bertemu,
untuk membagi-bagikan makanan dan untuk digunakan sebagai
daerah kekuasaan pribadi. Jadi hubungan ruangdan sosial
tidaklah acak tetai teratur. Perbedaan yang yang pertama kali
diketahui, kemudian manusia melukiskannya melalui bahasa dan
menyatakan nya melalui bangunan. Dalam pengertian ini, bahasa
dan arsitektur bertalian , kedua mengekspresikan proses
kognitif untuk membedakan tempat.
Menandai tempat menjadi lebih penting ketika hominid-
hominid pertama meninggalkan pohon-pohon mereka dan mulai
pindah melintasi padang rumput terbuka, dan pada waktu
berikutnya ketika kebutuhan-kebutuhan kognitif dan simbolik
serta kemampuan mereka bertambah. Sementara peranan alat dan
bahasa dalam proses ini telah dipelajari, peranan bangunan
sebagai cara mengkiaskan bagan dan tempat kognitif dalam
bentuk fisik nyaris tidak mendapatkan perhatian sama sekali.
Dapatkah kita peroleh buktiuntukperanan lingkungan buatan
ini? Jawabnya ialah bahwa sulit untuk tidak menemukannya! Bila
kita perhatikan suatu kelompok seperti orang pribumi di
Australia, yang membangun beberapa bangunan, kita dapati bahwa
mereka membedakan tempat-tempat di suatu padang pasir yang
tanpa cirri-ciri apa pun dengan memahami perbedaan-perbedaan
dan dengan membedakan tingkat kepentingan terhadap tempat-
tempat tersebut. Mereka juga menandai tempat-tempat ini dengan
berbagai cara - dengan memberikan mitos pada tempat-tempat
tersebut, dengan menghidupkan kembali ritus-ritus di
pelataran-pelataran upacara, dan dengan menggunakan lukisan-
lukisan dan ukiran-ukiran suci di batu-batu karang dan gua-
gua (seperti dilakukan orangdi Eropa 25.000 tahun yang lalu).
Mereka juga memasang tanda-tanda peringatan dan tugu-tugu
sementara atau tetap, membangun tempat ritus atau upacara yang
digarap dengan seksama, dengan menggunakan api unggun sebagai
tanda peringatan dan sebagainya. Bangunan seperti yang kita
pahami jarang dibangun dan tidak begitu penting, walaupun
berbagai tempat tinggal memang membantu untuk lebih jauh
membedakan antara tempat yang satu dengan yang lain. Penduduk
pribumi Australia juga menggunakan sarana-sarana lain;
umpamanya disekeliling hunian wanita seringkali menyapu tanah
dalam suatu lingkaran nergaris tengah 30 kaki. Perubahan cirri
tanah ini menandai suatu batas penting diantara berbagai
tempat berbeda, yang dalam hal ini adalah antara perkampungan
umum dan ruang pribadi keluarga. Dalam perpindahan dari gurun
pasir “bagian luar” (dan berbagai bagian dari gurun pasir “
yang dimiliki” oleh kelompok-kelompok tertentu), ke tempat “
agak di dalam” perkampungan dan kemudian ke ruangan “di dalam”
unit keluarga, tidak terdapat diding atau penghalang. Walaupun
demikian transisi-transisi ini penting, dan penghalang yang
tak kelihatan itu tak mudah untuk dilalui. Ada berbagai aturan
lewat yang berlaku.
Janganlah kita berfikir bahwa sarana-sarana demikian
hanya digunakan oleh orang pribumi. Di Amerika Latin
(Kolumbia), di hunian-hunian pemukiman liar, terdapat
ketentuan-ketentuan yang jelas mengenai siapa yang boleh masuk
dan sampai kemana. Batas-batas ini tidak selalu dinyatakan
oleh tembok-tembok kokoh, ada kalanya hanya oleh tirai manic-
manik atau perubahan-perubahan di tingkat lantai. Di rumah-
rumah pertanian yanglebih tua di Norwegia dan Swedia orang
sering menjumpai balok tertentu di langit-langit, yang
menandakan bataas pengunjung harus berhenti dan dipersilahkan
masuk. Sampai bats itu, walaupun sesungguhnya berada dalam
ruangan, pengunjung dianggap berada di luar. “Menanti untuk
dipersilahkan” seperti mirip sekali dengan apa yang terjadi
pada suatu perkampungan orang pribumi, atau suatu perkemahan
orang badui, atau bahkan di antara kera babon.
Bila terdapat perbedaan dalam ruangan-ruangan yang
didiami, maka transisi adalah penting. Kita baru saja
membicarakan ritus perkenanan masuk; secara sosial terdapat
ritus dalam hal melintas, yang menandai
transisi sosial, dan seringkali hal ini memiliki padanan
ruang. Arsitektur memperjelas transisi ruang, yang tentunya
mempunyai arti sosial dan konseptual. Jadi tembok, gerbang,
pintu, ambang, dan sebagainya sering menandai peralihan antara
di dalam/ di luar, suci duniawi, pria/ wanita, umum/pribadi,
dan jenis-jenis domain lainnya. Demikian pentingnya. Tapi yang
lebih penting lagi adalah fakta mengenai pembedaan itu.
Umpamanya, sebuah rumah maya berkamar tunggal, ukuran 23
kali 20 kaki, pada dsarnya dibagi dengan cara yang agak rumit
ke dalam daerah
kediaman pria dan wanita, walaupun tidak terbagi secara
fisik. Bahkan pembagian tenda pun secar konseptual bisa sangat
rumit sehingga di kalangan beberapa suku Turki terdapat
perbedaan kognitif yang penting antara tenda bundar (Yurt),
yang merupakan daerah wanita, dan tenda hitam empat persegi
panjang besar, yang merupakan daerah pria. Bersamaan dengan
itu – dan akan kita lihat cirri ini sebagai hal yang umum –
Yurt itu sendiri adalah model alam semesta, asap yang keluar
dari lubang asap adalah axis mundi (poros dunia), Demikian pula
Hogan suku Indian Navaho, suatu tempat tinggal kecil dengan
satu kamar, yang sangat rumit pembagiannya dan terbagi dalam
beberapa daerah. Cukuplah kiranya dengan memberikan dua contoh
lagi. Di kalangan bangsa Maya dari Cozumel, dan umumnya di
Yucatan yangdi dominasi Putun, seni tidaklah penting, namun
terdapat hasrat untuk menimbulkan kesan. Rumah-rumah mempunyai
bagian depan dari batu di plester dari batu yang menonjol,
diplester mulus dan di cat menyala dengan pintu-pintu menuju
ruang dalam bercahaya suram di bawah portico jeramiyang teduh;
di belakang ruang depan palsu ini terdapat sekat yang terdiri
dari tiang. Perbedaannya disini adalah antara depan dan
belakang. Perbedaan yang serupa tapi ditangani secara berbeda,
terdapat di Frilandsmuseet, sebuah museum terbuka dengan
arsitektur asli Denmark di dekat Kopenhagen yang mencakup
sebuah pondok nelayan dari Agger di Pantai Laut Utara. Bila
kita memandang hanya pada bagian yang di huni dari pondol
tersebut ( sebagian kecil dari keseluruhan), kita dapati bahwa
setengah dari ruang yang ada berupa sebuah ruang formal (‘yang
terbaik”) yang tak dapat didiamgi dan jarang digunakan, dan
ini pun hanya untuk peristiwa-peristiwa resmi. Segala kegiatan
lainnya-tinggal, makan, tidur- dilakukan di bagian tengah yang
lain dari rumah itu. Perbedaan depan/belakang ini menunjukan
kehormatan, dan terdapat di banayk bagian lain di dunia.
Sejak kapankah dalam sejarah umat manusia dapat ditemukan
bukti adanya bangunan? Sedini mana dapat ditemukan bukti-bukti
adanya pembedaan?
Jelas bahwa sistem seperti yang digunakan oleh orang
pribumi Australia hanya akan meninggalkan sedikit jejak,
walaupun para arkeolog dapat menentukan tempat-tempat
permukiman yang digunakan sepnajang kurun waktu yang sangat
lama dan ada kalanya bahkan lokasi masing-masing gubuk. Dengan
menggunakan suatu kebudayaan yang sangat berbeda sebagai
contoh, orang Eskimo juga mengadakan pembedaan tempat tanpa
bangunan dan dengan cara –cara yang tidak meninggalkan bekas.
Sistempembedaanya didasarkan atas suatu kepercayaan akan
berbagai bentukroh jahat dan hantu, yang membedakan tanah ke
dalam daerah-daerah dengan berbagai ketentuan penggunaan,
penyingkiran, perjalanan, permukiman, dan sebagainya. Secara
lebih umum, dapat ditunjukan bahwa alam pikiran manusia
mempunyai kebutuhan untuk mengadakan pembedaan –
menggolongkan, member nama, dan membedakan – diantara tempat-
tempat; taksonomi dan domain merupakan dasar bagi pengingatan
dan untuk menjadikan dunia bermakna.
Dalam tahun-tahun belakangan ini asal-usul manusia telah
terdorong mundur dalam waktu. Bangunan-bangunan juga tampaknya
mundur lebih jauh daripada yang mungkin diduga orang selama
ini. Contoh yang menyolok ialah pembuktian bahwa hominid-
hominid seperti Australopithecines
pliosen Atas memiliki bebrapa tempat bernaung. Unsur-unsur
batu berbentuk setengah lingkaran yang mungkin menjadi penahan
angina tau pondasi untuk gubuk selebar 2 meter terdapat di
Olduval Gorge, Tanzania, dan berrasal dari kira-kira 1,8 juta
tahun yang lalu. Tampaknya tempat ini telah dibuat dengan baik
ketika itu; hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa ‘home base
behavior’ merupakan cirri pokok dari perilaku manusia yang
berbeda denganperilaku hewan tegak lainnya. Fungsi bukan-
tempat bernaung dari konstruksi demikian- yang menandai rumah
(keluarga) – barangkali setidak-tidaknya sama pentingnya
(kalau tidak lebih penting) dengan peranannya sebagai tempat
bernaung.
Contoh berikutnya berasal dari kurun yang jauh lebih baru
– hanya berasal dari 300.000 tahun lalu! Yaitu suatu
perkampungan di Terra Amata, dekat Nice di Selatan Perancis.
Di situ terdapat 21 gubuk utama dalam suatu kelompok dan 11
gubuk dalam kelompok lain. Bentuk tempat-tempat tinggal ini
lonjong memanjang, dengan panjang antara 26 dan 49 kaki dan
lebar 13 sampai 20 kaki. Mungkin sekali bahwa masing-masing
gubuk ditempati oleh lebih dari satu keluarga, dan jumlahnya
memberikan petunjuk adanya suatu kelompok keluarga. Konstruksi
rumah yang dihuni oleh beberapa keluarga menunjukan adanya
organisasi kemasyarakatan yang rumit. Banyak alat, tongkat
oker merah untuk mewarnai, dan berbagai jenis barng ditemukan,
dan menimbulkan kesan berlangsungnya kehidupan ritual yang
cukup maju. Rumah-rumah dibangun dengan memasukan batang-
batang panjang bergaris tengah 3 inci ke dalam tanah secara
beraturan, membengkokannya ke bagian dalam dan mengikatkannya
pada sederet tiang tengah ( tidak diketaui apakah disini
digunakan balok bubungan). Batu-batu diletakan sepanjang dasar
tembok. Di sebelah dalam, bagian tengah, terdapat sebuah
tunggku pendiangan- dapat berupa sebuah parit dangkal atau
suatu bidang tumpukan batu.
Di “Zaman Baru”, tanggal tempat tinggal, dusun, dan
hasil-hasil kognitif lainnya juga bergeser mundur. Penggalian-
penggalian baru-baru ini yang dilakukan Stuart Struever di
loksi Koster di Illinois, 50 mil di sebelah utara St. Lois,
telah mengungkapkan sebuah dusun yang berasal dari 7000 tahun
sebelum masehi, dengan rumah-rumah, alat-alat, dan kuburan-
kuburan untuk manusia dan anjing. Anking dikubur dikelilingi
api unggun untuk upacara. Adalah penting bahwa sejak gletser
menyusut dari kawasan ini kira-kira 8000 tahun sebelum masehi,
rumah-rumah dan desa-desa berkembang sangat cepat. Karena
masih terdapat beberapa lapisan yang tidak tergali di bawah
lapisan yang diuraikan di atas, asal-usulnya disini adalah
lebih dini lagi.
Sebagai contoh terakhir, perhatikanlah inggris. Sampai
akhir-akhir ini, citra dininya ialah suatu kebudayaan barbar
yang agak bersahaja, tapi sudah selama zaman Neolitikum, kira-
kira 4000 tahun sebelum masehi, terdapat perkampungan-
perkampungan berpemantang yang sangat kompleks bergaris tengah
1000 kaki. Makam sampai sepanjang 490 kaki ( yang disebut ‘
gundukan panjang’) juga terdapat, kadang –kadang berhubungan
dengan “ jalan raya” dengan pinngiran jalan yang terpisah
sejauh 300 kaki. Di Stonehenge, jalan raya seperti itu
memiliki panjang 1 ¾ mil; yang lain, di Dorset, sampai
sepanjang 6 mil. Diperlukan penggalian 1 ½ juta kaki kubik
kapurdari dua parit yang sejajar guna membuat kedua tepinya
terpisah sejauh 300 kaki, yang meliputi jalan raya seluas 200
acre yang mungkin digunakan untuk iring-iringan jenazah. Pada
kira-kira 2500 tahun sebelum Masehi ditemukan serangkaian
bangunan kayu yang hebat bergaris tengah sampai 130 kaki di
dalam tutupan tanah, yang ditunjang oleh barisan pilar
konsentris dan mungkin memiliki atap berbentuk kerucut dan
suatu pelataran di tengahnya. Bangunan terbesar memerlukan
sampai 260 ton kayu, dan hutan seluas 9 acre harus ditebang
untuk satu bangunan.
Pada masa itu juga dibangun bukit-bukit buatan. Silbury
Hill, tinggi 130 kaki, tidak hanya begitu saja ditumpukan tapi
dibangun dan dibuat dengan lapisan-lapisan berbentuk tangga.
Bukit ini menggunakan 9 juta kaki kubik puing, 6 juta kubik
diantaranya digali, dan membentuk sebuah parit. Akhirnya
berbagai megalit, lingkaran, “kipas”, dan engsel batu dan kayu
dibuat di seluruh inggris ( dan Brittany), semuanya dengan
seksama dirancang dengan menggunakan “megalithic yard” yang
dibakukan dan menggunakan bahan yang dibawa dari jauh.
Struktur-struktur ini tampaknya dipakai untuk pengamatan
matahari dan bulan dalam satu ilmu
pengetahuan yang agak rumit. Bangunan-bangunan ini dikaitkan
dengan lansekap dan – dalam hal kuburan, lubang, dan
sebagainya- dikaitkan dengan lalulintas utama. Jadi mereka
dapat digunakan sebagai pedoman dalam bentang alam. Bersamaan
dengan itu didapati dusun-dusun seperti Skara Brae di daerah
Orkneys, dengan sebuah jalan raya yang menghubungkan sederetan
rumah batu berbentuk lingkaran dan berisi perabot –perabot
batu yang jelas jauh lebih “primitive” dari pada monument-
monumen yang baru saja di uraikan. Jadi, mereka yang membangun
struktur kompleks dan sangat luas ini pada umumnya hidup dalam
gubuk-gubuk atau tenda-tenda yang kecil.
Jadi telah dijelaskan bahwa tempat-tempat tinggal dan
bangunan-bangunan monumental tersebar sejak dini dan secara
meluas, dan dengan demikian diperoleh bukti untuk kegiatan
kognitif utama; keduanya tmpaknya bertalian. Kita menemukan
sumberdaya dalam jumlah yang besar, tenaga kerja, dan upay
ayang digunakan dalam konstruksi bukan tempat tinggal, dan
bila timbul bentrokan antara rencana yang diusahakan dan
kesulitan-kesulitan kontruksi serta perekonomian, yang
terdahululah yang menang. Jadi, dalam hal pusat upacara Maya
di Lubaantun di Belize, rencana dilaksanakan dengan biaya
berupa pekerjaan-pekerjaanpengolahan tapak yang sangat
kompleks dan besar biayanya, walaupun perubahan-perubahan
kecil dalam rencana kiranya dapat menghindarkan terjadinya hal
seperti itu. Hasilnya adalah suatu pembangunan dengan dimensi
yang sangat berbeda-bbeda dan dalam cara-cara yang sangat
rumit.
Apakah Arsitektur itu?
Manusia sudah sejak lama merencanakan dan membuat
bangunan. Tapi apakah itu arsitektur? Sampai beberapa waktu
yang lalu, adalah biasa untuk membedakan antara arsitektur dan
“bangunan biasa”, akan tetapi hal ini menjadi makin sulit.
Sudah pasti bahwa asal mula arsitektur lebih dini dari arsitek
pertama, yang biasanya dianggap sebagai si perancang piramida
berbentuk tangga di Mesir. Bahkan sekiranya orang memasukan
pembangunan rumah kepala-kepala duku dan bangunan-banguna
ritual, sebagian besar dari apa yang dibangun tidak dirancang
oleh kalangan professional tapi lebih merupakan dorongan
ekspresi arsitektural yang sama yang mendorong rancangan gaya
modern ( yang dilakukan oleh para perancang). Jadi dalam
mempersoalkan asal mula arsitektur atau pemahaman tentang
apakah arsitektur itu, kita harus memperhatikan tradisi rakyat
atau trdisi yang disenangi yang disenangi masyarakat–bangunan-
bangunan yang disebut “primitive” atau “asli” yang selalu
merupakan bagian terbesar dari lingkungan buatan dan yang
hakiki bagi setiap generalisasi yang abash, dan yang pasti
penting untuk suatu pembahasan tentang asal mula.
Semua lingkungan tersebut, maupun semua artifak manusia,
dirancang dalam arti bahwa meraka melibatkan keputusan dan
pilihan serta cara tertentu untuk melakukan segala sesuatu.
Seorang yang membuka hutan, mendirikan perhentian di tepi
jalan, atau membuka suatu perkampungan adalah seorang
perancang seperti juga seorang arsitek – kegiatan-kegiatan
seperti itu mengubah wajah bumi dan menciptakan lingkungan
buatan.
Semua lingkungan berasal dari pilihan yang dibuatdari
semua alternatif yang mungkin. Pilihan yang khas cenderung
menuruti hukum, mencerminkan kebudayaan manusiayang
bersangkutan. Sesungguhnya salah satu cara untuk memandang
kebudayaan ialah dari segi pilihan yang paling umum dibuat.
Keabsahan keputusan inilah yan menjadikan tempat-dan bangunan-
jelas berbeda satu sama lain; ketaan pada norma ini juga
menghasilkan cara-cara khas dalam berpakaian, berperilaku,
makan dan sebagainya. Ia mempengaruhi cara manusia
berinteraksi serta menyusun ruang dan waktu. Pilihan-pilihan
yang tetap inimenghasilkan gaya –baik pada lingkungan buatan
ataupun pada kehidupan.
Dalam membuat pilihan ini diperlukan nilai-nilai, norma-
norma, criteria, dan anggapan-anggapan tertentu. Semuanya ini
sering terwujud dalam bagan yang ideal. Lingkungan, sedikit
banyak, mencerminkan dan mengkiaskan schemata-skemata serta
tatanan yang mereka cirikan. Tatanan yang diekspresikan
melalui proses pemilihan, citra yang terkandung, dan bentuk
yang diberikan merupakansuatu pendangan dari lingkungan ideal
yang dikemukakan oleh lingkungan buatan betapapun tidak
sempurnanya. Leingkungan-lingkungan demikian diartikan sebagai
rona bagi jenis manusia yang menganggap suatu kebudayaan
tertentu sebagai normatif, dan bagi jenis gaya hidup yang
dianggap penting dank has dari kelompok tersebut dan yang
membedakannya dari kelompok-kelompok lain. Sesungguhnya apa
yang kita sebut kebudayaan dapat dilihat dalam tiga cara utama
(dua yang pertama dari padanya tercakup dalam pembahasan
diatas); sebagaisuatu cara hidup yang mencirikan suatu
kelompok; sebagai suatu sistem lambing, arti, dan schemata
kognitif, dan sebagai suatu perangkat strategi penyesuaian
diri guna kelangsungan hidup, dalam kaitannya dengan ekologi
dan sumber daya.
Dengan demikian, kebudayaan menyangkut sekelompok manusia
yang memiliki seperangkat nilai dan keyakinan dan suatu
pandangan terhadap dunia yang mewujudkan suatu cita-cita.
Ketentuan ini juga menimbulkan pilihan-pilihan yang sistematik
dan mantap. Denganpernyataan kita kita terdahulu bahwa
arsitektur terutama sekali merupakan hasil dari faktor-faktor
sosiobudaya, dan dengan definisi kita tentang perancangan yang
mencakup pengubahan-pengubahan yang paling berguna terhadap
lingkungan fisik, arsitektur dapat dianggap sebagai suatu
konstruksi yang dengan sengaja mengubah lingkungan fisik
menurut suatu bagan pengaturan. Perbedaan antara bangunan dan
pemukiman adalah perbedaan dalam skala. Seperti pernah
dikatakan Also Van Eyck : ‘ sebuah bangunan adalah suatu kota
kecil, sebuah kota adalah suatu bangunan yang besar.”
Untuk menjawab pertanyaan mengapa manusia membuat
lingkungan, kita harus mengerti bagaimana pikiran manusia
berkerja. Skema merupakan produk dari apa yang tampaknya
merupakan proses dasar dari pikiran manusia, untuk member arti
kepada dunia, untuk memanusiawikannya dengan menyodorkan
tatanan kepadanya- suatu tatanan kognitif yang sering dicapai
melalui klasifikasi dan penamaan, atau melakukan pembedaan.
Dunia bersifat kacau dan tak menentu; pikiran manusia
menggolongkan, membedakan, dan menata. Dapat kita katakana,
bahwa penataan dipikirkan sebelum dibangun. Pemukiman,
bangunan, dan pemandangan adalah bagian dari kegiatan ini,
yang seperti telah kita lihat, telah berlangsung lama. Ketika
manusia Neanderthal mengubur mayat dengan bunga-bunga, mereka
berusaha mengadakan suatu tatanan untuk mempertemukan
kehidupan dan kematian. Lukisan-lukisan gua di Eropa
menandakan sistem tatanan yang rumit dan menetapkan gua-gua
sebagai ruang suci, berbeda dari ruang-ruang lain seperti gua-
gua hunian yang tidak dilukis. Sistem pencatatan simbolis, dalam
hal ini tentang pengamatan bulan, ditemukan sangat dini dan
jelas merupakan usaha untuk menentukan suatu tatanan tentang
waktu dan gejala alam.
Manusia memikirkan lingkungan sebelum mereka
membangunnya. Alam pikiran menata ruang, waktu, kegiatan,
status, peranan, dan perilaku. Tapi adalah berharga untuk
memberikan penampilan fisik pada gagasan. Mengkiaskan
menjadikannya bantuan ingatan yang bermanfaat; gagasan
membantu perilaku dengan mengingatkan manusia tentang
bagaimana bertindak, bagaimana berperilaku, dan apa yang
diharapkan dari mereka. Penting untuk ditekankan bahwa semua
lingkungan buatan –bangunan, pemukiman, dan lansekap-
merupakan satu cara untuk menata dunia dengan memuat sistem
tatanan yang dapat dilihat. Karena itu, langkah yang amat
penting adalah penataan atau pengaturan lingkungan.
PENATAAN LINGKUNGAN
Diatas telah kita lihat bahwa hewan menyusun ruang;
mereka juga mengatur waktu. Kucing umpamanya, yang tergolong
tidak mempunyai daerah kekuasaan menghindar satu sam lain
dengan menjadwalkan gerakan –gerakannya. Tujuan penyusunan
ruang dan waktu adalah untuk mengatur dan menyusun komunikasi
(interaksi, penghindaran, doinasi, dan sebagainya). Melalui
perilaku yang suci dan berbagai cara menandai wilayah
kekuasaan, makna diberikan pada tempat dan perilaku. Makna
dengan demikian juga ditata.
Dalam kasus menusia lebih-lebih lagi, ketika lingkungan
diatur, keempat unsur inilah-ruang makna, komunikasi, dan
waktu- yang diatur. Artinya, lingkungandapat dianggap sebagai
serangkaian hubungan antara benda dengan benda lain, benda
dengan manusia, dan antara manusia dengan manusia yang lain.
Hubungan ini teratur; ada pola dan strukturnya. Lingkungan
bukanlah sutau kumpulan benda acak. Hubungan terutama (tapi
tidak hanya) adalah mengenai ruang; obyek dan manusia
dihubungkan melalui berbagai tingkat pemisahan dalam dan oleh
ruang.
Pengaturan seperti ini juga dapat dilihat sebagai
penampilan fisik dari wilayah-wilayah. Sesungguhnya
perencanaan dan perancangan pada semua skala, mulai dari
daerah yang sangat luas sampai pengaturan parabot rumah dapat
dianggap sebagai pengaturan ruang untuk berbagai kegunaan,
menurut ketentuan yang mencerminkan kebutuhan-kebutuhan,
nilai-nilai dan hasrat-hasrat kelompok atau pribadi yang
melakukan pengaturan tersebut. Ketentuan-ketentuan juga
mewujudkan citra ideal yang menunjukan kesesuaian(atau
kekurangsesuaian) antara ruang fisik dan ruang sosial,
konseptual, dan jenis-jennis ruang lainnya.
Ini juga merupakan contoh dari penataan makna, dan
keduanya dapat dipisahkan secara konseptual. Sementara
pengaturan ruang itu sendiri mengekspresikan makna dan
mempunyai sifat-sifat komunikatif, makna sering terwujud dalam
tanda, bahan, bentuk ukuran, perlengkapan perabot, pertamanan
dan sebagainya. Jadi makna bisa saling berkaitan dengan
pengaturan ruang dan biasanya memang deikianlah dalam
kebanyakan rona tradisional umumnya. Tetapi ia dapat pula
merupakan suatu sistem lambing tersendiri yang tidak aling
berkaitan dan melalui hal ini berbagai rona menjadi indicator
kedudukan sosial- cara-cara untuk menerapkan identitas sosial
pada diri sendiri dan orang lain, atau untuk menunjukan
perilakuyang diharapkan dan seterusnya. Tentu saja makna akan
palin jelas dan paling kuat bila dinyatakan berlebihan, bila
sistem-sistem ruang, makna, dan kegiatan bersesuaian dan
karenanya saling memperkuat satu sama lain.
Penyebab yang penting untuk penyesuaian demikian adalah
bahwa makna lingkungan dan rona-rona di dalamnya membantu
komunikasi sosialantar manusia (makna juga adalah komunikasi
dari lingkungan ke manusia). Jasi lingkungan, melalui ruang
dan melalui makna, mempengaruhi dan mencerminkan pengaturan
komunikasi. Siapa berkomunikasi dengan siapa, dalam kedaa
bagaiman, kapan, di mana, dan dalam konteks apa, merupakan
faktor penting dalam cara dimana lingkungan buatan dan
organisasi kemasyarakatan dihubungkan dan bertalian.
Lingkungan mencerminkan dan mengendalikan interaksi, sifat,
intensitas, tingkat, arahnya, dan sebagainya. Bila masyarakat
memperhatikan dan memahami isyarat-isyarat dalam lingkungan
yang menyatakan jenis-jenis rona tertentu, mereka mngetahui
bagaimana berperilaku wajar, berlakulah konteks sosial. Tentu
saja manusia juga harus diperisapkan untuk bertindak wajar,
tapi bila isyarat-isyarat tidak diperhatikan atau dipahami,
perilaku yang wajar menjadi tidak mungkin.
Akhirnya manusia hidup dalam waktu maupun dalam ruang;
lingkungan bersifat temporal dan dapat dianggap sebagai
pengaturan waktu atu yang mencerminkan dan mempengaruhi
perilaku dalam waktu. Ini dapat dipahami dalam dua cara. Yang
pertama menunjukan pada penstrukturan waktu kognitif dalam
skala besar, seperti arus linear tehadap waktu daur, orientasi
masa depan terhadap orientasi masa lampau, masa depan sebagai
peningkatan atas masa sekarang terhadap masa depan sebgai
waktu yang lebih buruk, bagaimana waktu dinilai, dank arena
itu bagaiman halusnya ia dibagi lagi dalam unit-unit.
Pertimbangan akhir ini mempengaruhi cara kedua, dimana
pengaturan waktu dapat ditinjau; tempo, atau jumlah peristiwa
persatuan waktu, dan ritme, atau ditribusi kegiatan dalam
waktu, umpamanya siang dan malam. Tempo dan ritme bisa jadi
bersesuaian atau tidak bersesuaian satu sam alain, sehingga
orang dapat dipisahkan dalam waktu/atau dalam ruang. Jadi
kelompok-kelompok dengan ritme berbeda-beda yang menempati
ruang yang sama tak mungkin pernah berkomunikasi. Jelaslah
aspek ruang dan waktu saling berinteraksi dan mempengaruhi
satu sama lain- manusia hidup dalam ruang-waktu.
Dalam keadaan-keadaan tradisional , keempat pengaturan
ini –yaitu ruang, makna, komunikasi dan waktu– lebih seragam
dan lebih berkaitan. Umpamanya, pengaturan waktu lebih
seragam, karena didasarkan atas daur harian atau musiman
alamiah. Bersamaan dengan kebanyakan orang menerima
penanggalan ritual/religious. Pengaturan waktu dan ruang juga
bekerja bersama-sama. Di kalangan aborigin Australia
umpamanya, kegelapan dan lokasi api di depan masing-masing
daerah hunian keluargamenyebabkan orang tidak mungkin melihat
satu sama lain pada malam hari. Hal ini menciptakan suatu
sistem tertentu untuk penyelesaian konflik melalui cara-cara
verbal, yang menjadi rusak dengan diperkenalkannya penerangan,
dengan akibat bertambahnya ketegangan dan kekerasan.
Dari segi makna, terdapat kebersamaan yang lebih besar
dalam pemakaian lambing dan isyarat yang menghubungkan mereka.
Kebanyakan orang sependapat tentang ini, dan penyelesaian dari
lingkungan/makna kuat dan jelas. Pengaturan ruang juga secara
jelasberkaitan dengan makna. Komunikasi jauh lebih dapat
diperkirakan, ditetapkan, dan ditentukan, dan dalam hal ini
dikaitkan dengan keanggotaan dalam berbagai kelompok.
Dalam kasus lingkungan tradisional, karenanya
dimungkinkan untuk memusatkan perhatian pada pengaturan ruang
yang mencerminkan dan mempengaruhi segala hal yang lain pada
tingkat yang lebih besar daripada yang mungkin terjadi
sekarang. Ini menguntungkan, karena banyak dari pembuktian
kita tentang bangunan-bangunan kuno bersifat arkeologis dan
sebagian besar menunjukan bahwa pengaturan ruang merupakan
pengungkapan sistem penataan.
Sistem penataan
Tata lingkungan merupakan penampilan fisik dari sistem
dan bagan penataan. Suatu sifat dasar dari alam pikiran
manusia. Proses ini selalu sama, walaupun bentuk khas penataan
dan cara yang digunakan untuk menampilkannya secara fisik
secara budaya adalah khas.
Dalam segala keadaan tradisional, dan khususnya keadaa
pada awal mula arsitektur, bagan penataan sering didasarkan
atas hal yang suci, karena religi dan ritual menjadi pusat
(walaupun bagan-bagan yang lain juga memainkan peranan). Bila
lingkungan buatan merupakan lingkungan yang dimanusiawikan,
yaitu tempat yang dapat didiami, maka bagi sebagian besar
bangsa tradisional, lingkungan ini berdasarkan definisi
haruslah suci atau disucikan. Karena pandangan dunia
masyarakat tradisional adalah religious, maka lingkungan
buatan – yang mengkiaskan cita rasa – harus mengkiaskan yang
suci, karena hal itulah yang menunjukan makna yang paling
berarti.
Demikianlah rumah bangsa Temne di Afrika tidak dapat
dilukiskan seluruhnya dari segi fisik dan geometri. Keputusan
untuk membangun sebuah rumah Temne tidak diikuti dengan
pembuatan suatu rencana, tapi melelui suatu kebersamaan
dengan para arwah leluhur masing-masing untuk memperoleh restu
mereka. Ruangan yang tercipta adalah lingkaran dank anta
(tertutup), yang sangat berbeda dari sistem-sistem tatanan
barat modern. Ruang Temne diartikulasikan tidak melalui ilmu
ukur dan ilmu hitung tetapi melalui makna. Ruang tertutup
dipisahkan, dimanusiawikan, dan dipagari dari tukang-tukang
sihir dan setan-setan. Arah-arah pokok (terutama tinggal
tradisional dan bangunan-bangunan lain hanya dapat dipahami
dengan cara ini – sebagai bagian dari proses umum untuk
memisahkan yang suci dari yang duniawi.
Hampir semua bangunan tradisional, misalnya pemukiman,
adalah gambaran duniawi dari citra surgawi, yang mencakup
poros bumi, pusat dunia, arah pokok, sifat bulat, sifat
persegi panjang dan semuanya merupakan upaya untuk membedakan
daerah yang suci, dan dengan demikian juga manusiawi serta
dapat didiami, dari kekacauan duniawi di sekitarnya. Sebagai
bagian dari proses ini, upacara-upacara ritual yang rumit
menyertai awal, pembangunan, dan penyelesaian bangunan, yang
mirip sekali dengan upacara –upacara yang dilakukan dalam
membangun permukiman. Sesungguhnya, semua cirri yang baru
diuraikan menyerupai ciri-ciri pembangunan kota. Dalam semua
kasus diatas, bangunan dan pemukiman menjadi kenyataa melalui
bagan-bagan dan ritus-ritus. Umpamanya, rumah-rumah di
Lepenski Vir, sebuah pemukiman Yugoslavia 7.000 tahun sebelum
Masehi, didasarkan atas bentuk trapezium yang sama dengan
pemukiman tersebut. Permukiman itu dianggap sebagai sebuah
rumah raksasa, dan denah rumah itu sebenarnya disesuaikan
dengan suatu kerangka menusia dalam posisi tertentu yang
digunakan dalam penguburan. Dengan cara ini, rumah
mengekprasikan makna berdasrkan tubuh manusia.
Telah dikemukakan bahwa semua lambing didasarkan atas
tubuh manusia, dank arena itu arsitektur mungkin merupakan
kiasan untuk tubuh manusia, dan karena itu arsitektur mungkin
merupakan kiasan untuk tubuh manusia, jadi sekali lagi
menghubungkan arsitektur dengan asal mula hewani kita.
Dalam kasus apapun , bangunan pasti merupakan kiasan bagi
keadaan, konteks, dan bagan sosial. Jadi rumah orang Berber di
Afrika Utara adalah persegi panjang dalam perencanaan dan
tampaknya sederhana sekali. Tapi penjelasan serta analisisnya
paling rumit. Rumah tersebut adalah suatu mikro kosmos yang
diatur dengan cara yang sama seperti alam semesta dan
merupakan ciptaan yang luar biasa rumitnya. Untuk memahami
ini, kita perlu mengetahui banyak tentang pengaturan religi,
lambing, bagan-tentang kebudayaan. Orientasinya, pemisahan
pria dan wanita, serta pentingnya ambang, semuanya
menjadikannya suatu tempat yang padat dengan hal-hal yang
penting.
Demikian pula, rumah thai merupakan unsur vital dalam
pengaturan ketentuan-ketentuan mengenai dapat tidaknya suatu
jenis hewan dimakan, ketentuan-ketentuan mengenai dapat
tidaknya sutu jenis hewan dimakan, pengertian-pengertian yang
bertalian dengan perkawinan serta seks, dan sebagainya.
Penataan ruang rumah merupakan sutu wilayah konseptualisasi
yang erat bertalian dengan konseptualisasi wilayah-wilayah
lain; ia menjadi pokok dalam tatanan kognitif umumnya.
Keteraturan ruang ini dibuktikandalam penyusunan fisik daerah
dan ruang, arah orientasi, perbedaan tinggi lantai, aturan
penggunaan rumah, dan sebagainya. Namun pada pandangan petama
rumah tersebut tampaknya sederhana.
Rumah panjang, tempat dilaksanakannya berbagai kebiasaan
dan ritus, merupakan lambing alam semesta suku Iroquois. Tari-
tarian sacral dilakukan di rumah panjang, dan menyantap
makanan di dalamnya merupakan sakramen. Rumah panjang
melambangkan ikatan persekutuan dan tata letaknya disesuaikan
dengan pembagian geografis dari persekutuan. Cara orang
ditempatkan dalam rumah panjang menggambarkan cara berbagai
suku dan bangsa di dalam konfederasi terhubungkan secara
geografis. Persamaan-persamaan tersebut menghubungkan tiga
unsur lambing-fotografi
tanah asal perserikatan rumah panjang (dengan luas dasar
dtaran 200 mil panjang), rumah panjang tempat orang-orang
berdiam, dan semangat menyatu yang mengikat para anggota
perserikatan bagaikan sanak keluarga dalam rumah panjang
mereka. Kelima Bangsa dari perserikatan sekarang mengambil
tempat dalam dewan rumah panjang dengan cara ini. Dewasa ini,
banyak keluarga telah pindah ke rumah-rumah keluarga-tunggal,
akan tetapi dengan tetap mempertahankan rumah panjang untuk
upacara-upacara . fungsi upacara yang sangt mirip juga
bertahan dalam Hogan orang Navaho, dan ada kalanya bangunan-
bangunan baru sesungguhnya dirancang dan dibangun guna
membantu agar kebudayaan tetap bertahan hidup. Dala kasus suku
Fang di Afrika, suatu bangunan baru dan upacara-upacara ritual
yang menyertainya merupakan ujud kecil dari bagan-bagan
kognitif kelompok, yang lingkungan tradisionalnya untuk
mengekspresikan bagan-bagan ini telah berangsur-angsur lenyap.
Lama kelamaan simbolisme demikian makin terbatas pada
bangunan-bangunan bukan hunian, dan cenderung menghilang atau
melemah di bangunan hunian. Walaupun demikian, bahkan di
kemudian hari, bagan-bagan dan sistem-sistem penataan baru
yang ditampilkan masih dapat dilihat. Jadi kita dapat
mengemukakan bahwa matahari, pemandangan, ruang, dan kesehatan
menggantikan arah-aah suci untuk tempat tinggal di Amerika
serikat. Selanjutnya marilah kita berpindah pada beberapa
contoh bangunan bukan tempat tinggal.
Di Mesir purba kehidupan dianggap sebagai mikrokosmos
yang mencerminkan proses-proses makrokosmis. Dunia fisis
mencerminkan alam baka. Unit-unit ruang dan waktu merupakan
miniature dari ruang dan waktu yang lebih penting. Kuil adalah
“ rumah agung dewa”, suatu replica di bumi dari tempat
kediaman dewa yang kekal. Kuil makam para raja disebut “rumah
agung jutaan tahun” dan kerena itu dibuat dari batu alam,
sementara bangunan-banguan lain –termasuk istana-istana-
dibuat dari batu bata. Altar setiap kuil utama secara
konseptual terletak pada poros alam semesta, pada pulau yang
paling tua tempat terjadinya penciptaan. Kuil adalah
persemayaman si pencipta.
Dalam arsitektur tradisional Hindu, ruang, waktu, dan zat
adalah manifestasi dari pencipta; ruang kebendaan dan zat
kebendaan menjadikan ruang ideasional dapat terlihat. Bagi
lingkungan arsitektur, hal ini mempunyai 3 akibat. Pertama ia
menekankan batas-batas pengendalian; seseorang tepatnya
mengubah diri sendiri dan bukan lingkungan. Jadi, membangun –
yang merupakan pengubahan utama terhadap lingkungan –
menghendaki ketaatan yang sungguh-sungguh pada model
kosmologis yang tepat dan juga memerlukan penekanan pada
kemurnian ritual di dalam rona. Kedua, model-model kosmologis
menekankan pusat , dan keterpusatan adalah hal terpenting
secara sosial dan secara arsitektur. Ketiga ruang ideasional
hanya dapat dimanifestasikan melalui lambang. Ruang diubah
oleh lambang dan ritual sehingga sifat kedewasaan jadi
terlihat, dan arsitektur disebut Vastu- Vidya, “ilmu persemayaman
para dewa”. Untuk memahami arsitektur, kita harus memahami
model kosmologis kedewasaan yang mendasari bentang alam, kota,
dusun, kuil, dan rumah.
Kalu begitu, dalam hal apa bangunan bukan tempat tinggal
berbeda dari tempat tinggal? Dalam dua hal ; bangunan bukan-
tempat-tinggallebih permanen dan langgeng, dan kesesuaiannya
dengan model yang dicita-citakan lebih tajam. Elemen-elemen
kecil dari rancangan kuil tidaklah sepenting kenyataan bahwa
arsitektur adalah “ teknologi simbolik”, lebih sedikit
memperhatikan keindahan atau perilaku yang sesuai dari pada
menyelaraskan bentuk dengan model-model kedewaan.
Kita dapat menduga bahwa ketika beralih dari India ke
Renaissance, kita akan menemukan suatu model yang sangat
berbeda, dan hal itu pernah merupakan pandangan yang terkenal.
Tapi kini tampaknya jelas bahwa arsitektur Renaissance tidak
berlandaskan pada estetika saja, tapi sesungguhnya berusaha
menampilkan suatu model ideal yang suci. Barulah dengan
demikian keterpusatan dan proporsi matematis dapat dijelaskan.
Keselarasan arsitektural adalah ekspresi yang tampak dari
suatu keselarasan surgawi yang lebih mendasar; “gereja yang
direncanakan terpusat merupakan gema buatan manusia atau citra
alam semesta milik Tuhan dan bentuk inilah yang memperlihatkan
kesatuan, hakikat yang tak terbatas, keseragaman, dan keadilan
tuhan” – dan kesempurnaan ini didasarkan ats kosmologi
Platonis. Kit akini tidak begitu jauh lagi dari pandangan
Hindu tentang arsitektur, atau pandangan Temne! Demikian pula,
katedral-katedral Gotik, gereja-gereja Bizantin, dan mesjid-
mesjid di Iran semuanya merupakan pengungkapan khas dari model
kosmis atau bayangan tentang surge – tempat-tempat yang
dibedakan dengan disucikan secara khusus. Sebagai contoh
terakhir, Pantheon Hadrian di Roma adalah cosmologi yang
diungkapkan dalam arsitektur, pahatan dan cahaya. Ada hubungan
erat antara gaya kosmos, penguasa dan subjek. Phanteon
bukanlah sebuah kuil dalampengertian tradisional; ia
mengekspresikan gagasan-gagasan tertentu, khususnya
universalitas, dalam berbagai cara. Ia mengekspresikan suatu
kekaisaran universal yang dicerminkan di bumi; ia merupakan
tuntunan pada suatu kerajaan, suatu ikon tuntutan dan misi
roma, suatu tatanan kekaisaran yang di dukung dan diperhatikan
dengan seksama oleh para dew.
Bangunan-bangunan Suci dan Duniawi
Bila semua bangunan dan lingkungan buatan dalam
masyarakat trdisional adalah suci, mengapa banyak atau
sebagian besar kebudayaan memiliki bangunan-bangunan kesucian
yang khusus? Jawabannya telah dikemukakan : perbedaanya adalah
perbedaan kadar (tingkat). Struktur-struktur ini berbeda dan
mencoba memperkirakan skema yang dicita-citakan secara lebih
dekat.
Aborigin, misalnya, memiliki tempat-tempat suci tertentu,
yang lebih dilindungi dan jalan masuk kedalamnya lebih
terbatas dibandingkan dengan ke tempat-tempat biasa (tempat-
tempat yang mengandung sumber-sumber daya alam). Proses
penataan dan pembedaan mengandung arti bahwa terhadap suatu
hirarki kesucian; inimmerupakan cara yang jelas untuk
melakukan pembedaa antara tempat-tempat. Suatu Hogan Navaho
adalah suci, tetapi sebuah Hogan khusus dibangun untuk upcara
penobatan dan disucikan dengan ritual khusus, lukisan pasir
dan sebagainya. Sebuah permukiman maya disucikan
keseluruhannya melalui ritual, tetapi ritual ini tergantung
pada hubungan permukiman tersebut dengan tempat, bangunan, dan
monument yang secara khusus disucikan. Seperti kita lihat,
kekhususan demikian juga terdapat dalam rancangan gaya tinggi.
Bagaiman bangunan-bangunan dan tempat-tempat seperti itu
dikenali? Seperti telah dikemukakan, tujuannya adalah untuk
memperkirakan cita-cita lebih dekat dan juga untuk menekankan
perbedaan. Jadi lambang-lambang khusus sering digunakan
sekalipun pengaturan ruangnya sama, dengan menggunakan
perbedaan antara unsur-unsur, dengan menggunakan perbedaan
antara unsur-unsur ciri yang pasti ada, dan ciri lepas. Unsur-
unsur ciri yang pasti ada, ciri yang belum pasti ada, dan ciri
lepas. Unsur-unsur ciri yang pasti ada sama, tapi unsur-unsur
ciri yang belum pasti ada digunakan untuk menunjukan sifat
perkampunagan delapan ribu tahun sebelum Masehi di Anatolia,
denah tempat suci tidak berbeda dengan rumah biasa, tapi
ternyata rumah suci ini dihiasi dengan lebih mewah. Walaupun
rumah biasa juga dihiasi, ditempat-tempat suci hal ini lebih
seksama dilakukan; terdapat lebih banyak lukisan dan patung,
warnanya berbeda, dan tampaknya ada perlambang dinding-dinding
timur dan barat. Ini jelas merupakan unsur-unsur yang belum
pasti ada. Demikian pula, ukuran dan lokasi dapat digunakan
untuk menekankan sifat khusus. Di Nea Nokomedia, sebuah
perkampungan tujuh ribu sebelum Masehi di Yunani Utara,
bangunan suci lebih besar (40 kaki persegi banding 25 kaki
persegi) dan terletak di dekat pusat daerah itu. Dalam kasus
Dalni Vestonice, sebuah perkampungan berusia 25.000 tahun di
Cekoslowakia, bangunan suci terletak di luar batas permukiman.
Cara-cara dalam kedua kasus inibertolak belakang, tapi
keduanya menekankan perbedaan antara tempat-tempat tersebut.
Dalam banyak keadaan asli di dusun-dusun di yunani, Peru,
dan sebagainya, bangunan-bangunan khusus ini bisa dibedakan
menurut ukuran (lebih besar atau lebih kecil), warna, bentuk,
bahan, adanya sebuah salib atau menara dan sebagainya. Ciri
khasnya mungkin merupakan kombinasi dari beberapa unsur,
seperti lokasi, ukuran, warna, dan hiasan, seperti di Haus
Tambaran, yang dihias dengan seksama dan tinginya 60 kaki,
tempat ritual pria, yang menjualang tinggi diatas rumah-rumah
yang dibuat dari jerami di sebuah dusun sungai Sepik di Irian.
Ciri khas tersebut mungkin berupa bentu, seperti di Pueblo di
Amerika Serikat barat-daya, dimana kiva pada umumnya lebih
rendah dari permukaan tanah dan bundar, yang berbeda dari
rumah tinggal diatas tanah yang berbentuk persegi panjang.
Mungkin pembedaan ini hanya berupa lokasi dalam ruang yang
hamper tidak dinyatakan oleh tanda-tanda fisik, seperti dalam
Marae Maori di Selandia Baru. Dapat pula ukuran, kerumitan,
dan bahan, seperti terdapat di gereja di dusun Rumania. Dalam
kasus ini, bahan adalah paling penting, gereja menggunakan
bahan-bahan baru, rumah kediaman menggunakan bahan-bahan
tradisional. Jadi moderenitas digunakan untuk memberikan
tekanan pada bangunan suci. Bangunan seperti ini lebih cepat
berubah, dengan menggunakan bahan-bahan dan teknik-teknik
baru. Sebaliknya kiva tidak secepat itu berubah; ia merupakan
bentuk tempat tinggal yang kuno. Caranya berbeda, tapi
tujuannya sama – tempat-tempat ini berbeda. Jadi dalam tiap
kasusu, yang penting adalah penonjolan yang diciptakan, yaitu
pembedaan itu sendiri.
Jelas, tidak semua penonjolan dibuat dalam penegrtian
suci, walaupun, untuk mengulanginya, pada asal mulanya hal ini
masih dasar. Meninjau tentang bahan-bahan sekali lagi, kita
dapati bahwa di desa Amerika bagian tengah dahulu, adobe (baja
jemuran) pertama-tama digunakan untuk bangunan-bangunan umum,
kemudian untuk perumahan orang-orang yang berstatus tinggi,
lalu untuk semua perumahan. Telah kita lihat bahwa bahan-bahan
digunakan untuk membedakan antara depan dan belakang. Di
Amerika Latin Umumnya (dan di tempat lain), bahan-bahan dan
sistem-sistem tatanan berkaitan dengan status dan bahkan
kesukuan.
Demikianlah, di San Pedro, Kolumbia, pengaturan rumah-
rumah menurut pola kotak-kotak dan penggunaan bahan-bahan yang
dibuat sebagai ubin, batu bata, dan beton menunjukan status
yang tinggi dan tanda bukan-orang Indian, sedangkan penyusunan
yang tak teratur dan bahan-bahan alamiah seperti jerami, tanah
anyaman dahan, dan ranting dan sebagainya, menunjukan status
rendah dan tanda ke-indian-an. Pembedaan yang serupa
dinyatakan oleh perbedaan antara bangunan-bangunan dua tingkat
dan satu tingkat.
TUJUAN ARSITEKTUR
Kembali kepada pertanyaan : mengapa manusia menciptakan
lingkungan buatan demikian pelik? Apakah kiranya tujuan
arsitektur? Bahkan analisis singkat yang kita lakukan hingga
kini mengemukakan bahwa tujuannya lebih dari sekedar fungsi
tempat bernaung guna mengubah cuaca. Arsitektur dapat
memberikon rona bagi kegiatan-kegiatan tertentu; mengingatkan
orang tentang kegiatan-kegiatan apakah ini; menyatakan
kekuasaan, status atau hal pribadi; menampilkan dan mendukung
keyakinan-keyakinan kosmologis; menyampaikan informasi;
membantu menetapkan identitas pribadi ataukelompok ; dan
mengkiaskan sistem-sistem nilai. Arsitektur juga dapat
memisahkan wilayah dn membedakan antara sini dan sana, suci
dan duniawi, pria dan wanita, depan dan belakang, pribadi dan
umum, yang dapat dan tak dapat dialami, dan sebagainya.
Walaupun pembedaan antara tempat-tempat merupakan pusat
masalah, tujuan dilakukannya hal itu dan cara-cara yang
digunakan untuk melakukannya mungkin sangat berbeda.
Telah kita lihat bahwa wilayah-wilayah bisa secara
konseptual terpisah, melalui perubahan-perubahan dalam lapisan
penting tanah atau perlakuan terhadap tanah (seperti
menyapunya atau meliputinya dengan pasir) atau melalui sarana-
sarana lambang seperti balok langit-langit atau tirai manic-
manik. Pagar rendah atau bahkan pondasi dapat mempunyai
pengaruh yang sama. Contoh yang belakangan ditunjukan oleh
suatu permukiman liar di Afrika. Di sini batu-batu dilabur
putih yang menandai pojok tanah mencegah orang masuk melintasi
tanah milik itu. Perubahan ketinggian atau penghalang yang
kokoh, mungkin mempunyai berbagai tujuan yang tidak selalu
harus sama menonjolnya. Penghalang seperti itu dapat membatasi
penglihatan, mencegah pergerakan, member keteduhan, member
perlindungan terhadap angin, memisahkan wilayah, memberikan
serangkaian rona yang dapat dikenali cirinya untuk kegiatan
yang berbeda-beda dan sebagainya. Jadi, bangunan dapat di
pahami dari segi bagaimana hubungannya dengan masyarakat dan
rona-rona alami bagaimana hubungan ini lama kelamaan berubah
bersama kebudayaan.
Juga, bila tempat bernaung merupakan fungsi arsitektur
satu-satunya, atau bahkan yang pokok, kita akan mendapati
lebih sedikit ragam dalam bentuk. Kita bisa mengharapkan
peningkatan teratur dengan dahsyatnya iklim – yang nyatanya
tidak akan kita dapatkan walaupun kita msukan ujung terdingin
dari skala. Selanjutnya kita menemukan rumah-rumah yang sama
dalam wilayah iklim yang berbeda-beda, demikian pula
perbedaan-perbedaan dalam bentuk dan bahan dalam wilayah-
wilayah iklim yang sama. Perbedaan-perbedaan demikian sering
berkaitan dengan status dan tingkat keterbukaan untuk umum.
Lagi pula, apabila tempat bernaung memang merupakan
fungsi pokok arsitektur, kita tidak dapat mengaharapkan
mengharapkan kemajuan banguan-bangunan pun telah melihat bahwa
kasusnya justru bertolak belakang dan satu hal yang sepanjang
waktu berubah adalah pembedaan jenis-jenis bangunan cenderung
meningkat. Jadi di Olduva gubuk-gubuk adalah serupa; di Terra
Amata, ukuran-ukurannya berbeda tapi tak terdapat petunjuk
tentang adanya kegunna yang berbeda. Di Dalni Vestonice dan
Nea Nokomedia, akan kita dapati bangunan-bangunan suci yang di
Catal Huyuk jelas dibedakan. Kemudian lagi, kita temukan
perbedaan-perbedaan yang lebih banyak dan lebih besar – dari
satu ruang menjadi banyak ruang untuk tujuan yang berbeda-
beda, mulai dari tempat tinggal dan kerja, mulai dari rumah
dan bengkel yang digabung sampai pemisahan keduanya dan
kemudian sampai kepada pelataran kerja dan bengkel yang
dikhususkan, dan sebagainya. Demikian pula, kita bisa
mengharapkan adanya suatu kecenderungan penggunaan bahan dari
kemudahan untuk mendapatkan bahan-bahan tersebut, tetapi tidak
demikian halnya. Telah kita lihat pula bahwa bahan-bahan
rupanya memiliki makna; mereka memiliki fungsi-fungsi
komunikatif.
Arsitektur membuat makna yang nyata; ia menghasilkan
kiasan konkrit dari cita-cita dan keyakinan suatu kelompok.
Bahkan pernah dikemukakan bahwa bentuk-bentuk tertentu dalam
arsitektur bersifat mimetic, bahwa piramida, kuil, kubah dan
menara menjadi manusiawi serta mnciptakan bentuk-bentuk
permanen yang telah memperoleh nilai ideologis dan simbolik
dalam bahan-bahan yang dapat rusak. Ini bisa jadi berupa
bentang alam yang penting, sehingga tempat-tempat suci dapat
secara jelas dicirikan dengan kedewaannya melaui kuil-kuil
yang dibangun, dengan memperkuat kaitan antara bentang alam
dan dewa serta mengingatkan manusia tentang hal ini.
Arsitektur seperti itu juga melakukan hal yang sam untuk
perilaku, dengan menentukan suatu rona yang mengingatkan orang
akan konteks dan perilaku yang tepat dan yang diharapkan.
Bila kita menggunakan wawasan perilaku sebagai drama,
maka ini berarti bahwa rona-rona yang tepat dan alat-alat
perlengkapan membuat lebih mudah untuk memainkan peranan yang
cocok. Oleh karenanya, adalah bermanfaat untuk menampilkan
rona-rona secara fisik guna mengingatkan manusia bagaiman
berperilaku. Perhatikanlah suatu pertunjukan, apakah ritual
atu dramatic. Jelaas hal ini bisa terjadi di mana saja, dimana
terdapat ruang yang cukup untuk para penonton dan para pelaku.
Bagaimanapun adalah bermanfaat untuk menandai tempat itu
dengan cara tertentu. Demikianlah penduduk pribumi di
Australia menyediakan tanah-tanah ritual, mempersiapkannya,
mendirikan unsur-unsur yang berlaku sebagai dekor, dan
menghiasi tubuh mereka sebagai “arssitektur yang bergerak”.
Langkah berikutnya ialah menyisihkan suatu tempat tetap dengan
hubungan yang tepat antara penonton dan para pelaku, dengan
mencerminkan gagasan tentang bagaimana pertunjukan seharusnya
diberikan dan bagaimana orang seharusnya berperilaku.
Jadi bangunan adalah cara menata perilaku dengan
menempatkannya kedalam tempat-tempat dan rona-rona yang
tersendiri yang dapat dibedakan, masing-masing menuntut
perilaku, peranan yang diketahui dan diharapkan dan sebaginya.
Jadi para pendeta, pedagang, aktor, dan penguasamemerlukan
bangunan-bangunan religious, pasar atau bengkel, teater atau
istana. Keluarga-keluarga membutuhkan tempat tinggal.
Di Mesir purba, rancangan istana kerajaan hanya dapat
dipahami bila kita memikirkannya dalam pengertian bangunan
Barat. Istana bukanlah suatu rumah yang besar, seperti
Vatikan, Hampton Court, atu Versailes (walaupun bangunan-
bangunan ini juga mempunyai makna yang jelas-jelas bukan
tempat tinggal). Istana di Mesir purba terutama sekali adalah
sarana untuk menekankan kekuatan penguasa, untuk menambah
kekuatan dengan menciptakan perasaan kagum di dalam pikiran
para subjek. Hal ini dilakukan melalui bahan-bahan serta
penggarapan kedaan; kedatangan, dilakukan melalui bahan-bahan
serta penggarapan kedaan; kedatngan, masuk, dan pergerakan
berlangsung di dalam ruang dan rona yang tertata.
Untuk mengulangi lagi, semua contoh ini mempunyai satu
hal yang sama; mereka menyebabkandapat dilihatnya perbedaan-
perbedaan diantara tempat-tempat dan diantara perilaku yang
menyertainya. Inilah makna dari peristiwa dispunya daerah
tertentu oleh orang Aborigin di Australia di sekitar tempat
tinggalnya yang sangat berbahaya, dan tentang perilaku bushmen
I Kung.
Wanita I Kung hanya memerlukan 45 menit untuk membangun
tempat bernaung. Tapi sering kali mereka tidak merasa membuat
suatu tempat bernaung sam sekali. Mereka hanya memasang
tonggak untuk melambangkan jalan masuk ke tempat bernaung dan
tidak membangun tempat bernaung sama sekali. Hal ini
memungkinkan keluarganya untuk membawa diri serta mengetahui
di sebelah mana api unggun tempat buat pria atau wanita. Ini
juga memungkinkan orang-orang lain untuk mengetahui hubungan
antara tempat tinggal mereka dengan perkampungan. Hal ini
jelas merupakan kunci pengingat yang bahkan tidak penting,
karena ada kalanya para wanita bahkan tidak peduli dengan
tongkat-tongkat itu. Meskipun demikian makin banyak informasi,
makin mudah terbentuk perilaku sosial, makin mencapai
persesuaian bentuk fisik dengan kegiatan, dan makin mudah pila
untuk mengajarkan perilaku yang tepat kepada anak-anak.
Demikianlah, di perkampungan orang pigmis, gubuk-gubuk di ubah
sedemikian rupa sehngga hubungan pintu-pintu (dan ada tidaknya
“pagar-pagar dendam”) mengekspresikan hubungan di antara
orang-orang dan ada tidakny akomunikasi di antara mereka.
Kelompok tersebut cukup kecil untuk mengetahui siapa yang
marah kepada siapa atau berbaik sengan siapa, tetapi
lingkungan buatan mengingatkan orang akan hal-hal ini, ia
berfungsi sebagai sesuatu yang mengingatkan.
Dengan demikian lingkungan buatan menyampaikan makna-
makna untuk membantu melayani tujuan kemasyarakatan; mereka
memberikan kerangka ruang waktu, atau sistem rona, untuk
tindakan manusia dan perilaku yang tepat. Kerenanya didalam
lingkungan buatan, pemisahan sangat menentukan; mereka
merupakan petunjuk untuk pemahaman mengenai hal-hal yang lain.
Ini membantu menjelaskan mengapa fungsi yang tak ternyata
cendrung menjadi lebih penting dari pada fungsi nyata; hampir
semua orang melaksanakan kegiatan-kegiatan yang sama, tapi
mereka artikan secara berbeda. Juga makin komplek dan
terpilah-pilah suatu kelompok, makinbesar bantuan lingkungan
buatan. Dalam suatu kelompok kecil yang terpisah, mengetahui
rona saja sudah cukup, sedangkan di kemudian hari, rona-rona
perlu ditandai dan dibedakan; akhirnya bahkan itu pun tak
cukup, karena orang menemukan tanda-tanda verbal dan eikonik –
sistem makna yang berbeda dari arsitektur dan yang menjadi
satu dengannya
Perhatikanlah kegiatan berbelanja. Dalam suatu kelompok
kecil, pasar danya suatu tempat; ia akan menjadi sesuatu hanya
ketika digunakan. Kemudian pasar tersebut mungkin menjadi
tetap, dengan lahan yang disediakan dalam suatu lokasi khusus.
Lalu mungkin ditambahkan tempat-tempat teduh atau kios-kios;
ini menghubungkan perdagangan dan berbagai fungsi tersamanya
yang lain. Kita dapati pasar, bazaar, dan took di mana
terjadinya tawar-menawar. Di masing-masing tempat, perilakunya
berbeda dan rona membantu menyampaikan konteks dan perilaku.
Dengan demikian arsitektur, dengan cara membuat perbedaan
yang dapat terlihat di antara tempat-tempat, menyampaikan
informasi tentang sarana ruang, sosial, waktu dan lain-lain
dari penataan masyarakat. Ia menyampaikan hal-hal yang lebih
disukai, hierarki, gaya hidup, dan sebagainya. Ia menetapkan
wilayah manusiawi yang suci (kebudayaan) yang berbeda dari
sifat duniawi atau kemudian, wilayah manusia duniawi yang
berbeda dari sifat suci. Arsitektur menjadi begitu menyatu
dengan kelompok-kelompok, kebudayaan dan gaya hidup, yang
bersifat azazi agar merasa betah. Kaum pendatang membawa serta
bebtuk-bentuk arsitektur dan berusaha menciptakannya kembali,
keberhasilan mereka dalam lingkungan mereka yang baru mungkin
tergantung pada kesanggupan mereka untuk berbuat demikian.
Semuanya ini memperkuat argument pokok – lingkungan
dipikirkan terlebih dahulu sebelum dibangun. Alat-alat juga
harus dipikirkan. Aborigin mendapatkan alat-alat di alam, tapi
objek-objek tersebut hanya kan menjadiperkakas bila cocok
dengan suatu cetakan mental. Ketika alat-alat perkakas
dibuat, mereka dibuat sesuai dengan bagan. Jadi setiap artefak
apa saja, bagaimanapun seerhananya, harus muncul sebagai
gagasan sebelum dapat dibuat. Sekali dibuat, artifak tersebut
membantu mengingatkan kita akan gagasan itu, dan ini yang
membuatnya penting.
Adanya gagasan yang terus-menerus tersebut dapat dilihat
dalam situasi-situasi perubahan budaya. Dengan demikian di
Afrika Utara dan di kalangan Orang Badui di Israel, ruang-
ruang penyimpanan sering merupakan bangunan pertama yang
dibuat, dengan mempertahankan tenda sebagai tempat tinggal.
Ketika dibuat, tempat-tempat tinggal ini cenderung melukiskan
kembali pengaturan ruang tenda, dan penyusunan secara besar-
besaran terus berlaku bahkan sesudah tempat-tempat tinggal itu
sendiri berubah dalam pengaturan bentuk dan ruang. Nilai-nilai
inti tertentu dikiaskan pada tingkat penataan permukiman,
bahkan ketika mereka tidak lagi dikiaskan dalam bangunan-
bangunan. Jadi orang tidak dapat memisahkan tempat tinggal
dari bangunan-bangunan lain, atau bangunan dari pemukiman.
Sistem ruamgh pemukiman adalah suatu sistem rona, dan
pemisahan bangunan dari permukiman dalam pembahasan ini
bergantung pada keadaan; keduanya harus diperhatikan bersama-
sama.
Sistem Rumah Permukiman
Pentingnya sistem rumah permukiman juga timbul dari
pembahasan kita tentang pembedaan, perkembangan berbagai rona
untuk tujuan yang berbeda-beda. Ingatlah bahwa penampilan
fisik dari perbedaan-perbedaan merupakan bantuan berguna yang
mengingatkan orang akan banyak hal yang penting termasuk
perilaku. Sistem keseluruhan mengingatkan mereka akan
hubungan-hubungan yang tepat dan urutan-urutan perilaku. Hal
ini juga timbul dari kenyataan bahwa orang hidup dalam ruang
waktu dan memiliki sistem kegiatan yang rumit dan bertautan
dengan kegiatan-kegiatan dan orang-orang lainnya.
Jadi perbedaan budaya menghasilkan gabungan kegiatan yang
berbeda-beda dan karena itu memrelukan sistem rona yang
berbeda pula. Di kota-kota Muslim, Kedai kopi merupakan pusat
bagi pria, sedangkan sumur merupakan pusat bagi wanita. Di
Korea Selatan, kedai teh merupakan unsur penting bagi kaum
pria; di kalangan kelas pekerja Inggris, Kedai minuman(Pub)-lah
yang penting; dan di dusun-dusun Hongaria tertentu kandanglah
yang penting (tempat semua keputusan penting diambil). Tidak
semua jelas apakah rona itu dan apa yang diperbuatnya,
kecuali bila kita memperhatikan tempat-tempat dan rona-rona
yang berhubungan. Sesungguhnya menerima pandangan-pandangan
seperti itu dapat memperhatikan bahwa mendefinisikan bangunan
sangatlah rumit. Ambilah contoh yang paling kita kenal –tempat
tinggal– sungguh jauh dari jelas bagaimana mendefinisikannya
bila kita memikirkannya dari segi kegiatan, banyak dari
padanya mungkin juga terjadi di bangunan-bangunan lain, dan
hal-hal yang tidak terduga, dari sistem rumah pemukiman.
Perbedaan-perbedaan damal sistem rumah-permukiman ini,
hubungan antara unsur-unsur gaya tinggi dan matriks asli
pribumi, dan perbedaan-perbedaan daalam bagan juga mengarah
pada kesadaran bahwa sangatlah penting untuk memperhatikan
segala sesuatu secara lintas budaya. Sesungguhnay, hal ini
membawa kita kembali ketempat kita mulai, dengan suatu
pembahasan singkat tentang mengapa pentingnya untuk
memperhatikan segala sesuatu secara lintas budaya dan secara
sejarah, atau mengapa kita seyogyanya memperhatikan asal mula
budaya arsitektur.
PELAJARAN LINTAS-BUDAYA DAN PELAJARAN DARI SEJARAH
Hingga kini kita telah mencoba menjelaskan makna konsep
arsitektur dan dengan demikian memberikan suatu dasar yang
lebih memadai untuk perancangan berdasarkan suatu pemahaman
yang penuh dan utuh tentang perilaku manusia yang berinteraksi
dengan lingkungan buatan. Kita boleh bertanya, mengapa kita
harus mengkaji masa lampau nan jauh dan segala jenis bangsa
“primitive” sementara banyak dari kita menghadapi masalah-
masalah masa depan. Jawabannya adalah sederhana dan paling
penting.
Kesanggupan untuk membuat analisis dan keputusan yang
sahih tergantung pada terdapat tidaknya sutu teori yang sahih;
begitu banyak yang telah ditulis mengenai arsitektur dari
segala jenis perspektif, sehingga tanpa teori tak seorangpun,
tidak juga seorang peneliti dengan keahlian khusus, dapat
kira-kira membaca lebih dari sebagian kecil saja darinya.
Satu-satunya jalan untuk menhadapi tumpukan bahan yang
demikian banyak yang tersebar dalam banyak penerbitan dan
dalam banyak bahasa, adalah dengan membuat teori tentang
dengan materi dengan mencocoki unsur-unsur yang lebih besar.
Teori-teori demikian cenderung berdasarkan pembuktian dari
tradisi Barat, dengan mengabaikan banyak yang lain-lain –
Afrika, Asia, Timur Tengah, pra Kolumbia, Amerika Latin.
Mereka juga cenderung mendasarkan diri pada perkembangan-
perkembangan akhir dan mengabaikan dimensi sejarah, terutama
masa lampau yang jauh dan masa lampau dalam tradisi buta huruf
dan bukan barat. Jadi sangat pentinglah untuk memperhatikan
lingkungan buatan sepanjang zaman dan secara lintas-budaya.
Tetapi orang masih bisa bertanya; apa yang salah dengan
konsep-konsep yang berdsarkan tradisi Barat gaya baru dari
waktu ke waktu belakangan ini? Jawabanya - yang mendasar bagi
seluruh bab ini dan titik pandang yang dikemukakannya –
aadalah bahwa adalah generalisasi yang didasarkan atas sesuatu
sampel yang terbatas seperti itu bisa jadi tidak sahih. Makin
luas sampel kita dalam ruang dan waktu, makin mungkin kita
melihat keteraturan dalam hal-hal yang jelas-jelas kacau
serta memahami lebih baik perbedaan-perbedaan yang penting
artinya. Dengan demikian makin mungkin kita melihat pola-pola
dan hubungan-hubungan, dan inilah hal-hal terpenting yang kita
cari.
Kesanggupan untuk menetapkan adanya pola-pola
demikiandapat membantu kita mngatsi masalah kesinambungan dan
perubahan serta menetapkan landasan-landasan tertentu yang
akan menuntun perncangan lingkungan. Bila manusia sebagai
suatu spesies memiliki ciri-ciri tertentu dan bila mereka
telah melakukan hal-hal tertentu selama waktu yang sangat
lama, maka mungkin terdapat alasan-alasan yang sangat tepat,
bagi hal-hal ini, khususnya bila hewan pun memperlihatkan
pola-pola ini. Sungguh penting untuk memehami kesinambungan
maupun perubahan, karena kebudayaan kita menekankan perubahan
sampai pada tingkat yang tak terhingga. Demikian pula bila
perubahan yang jelas terlihat serta kemungkinan keragaman
merupakan penampilan proses-proses yang serupa, hal ini luar
biasa pentingnya karena alasan untuk melakukan hal yang jelas-
jelas berbeda tetaplah sama.
Bila kita dapat memahami alasanini dan proses yang
digambarkannya, maka mungkin kita mendapati bahwa bentuk yang
tampaknya tidak bertalian dan cara-cara melakukan segala
sesuatu yang tampaknya berbeda adalah setara, dalam arti bahwa
mereka mencapai tujuan yang sama, merupakan hasil dari proses
mental yang serupa, atau merupakan pertukaran bentuk satu sama
lain. Ini membantu mendefinisiskan apakah arsitektur itu,
apakah tujuannya ynag beragam itu (dan sarana-sarana untuk
mencapainya), serta bagaimana arsitektur dirancang.
Pandangan yang dikembangkan disini adalah bahwa semua
lingkungan mencerminkan skema dan penataan, proses antientropi
dari kelompok-kelompok. Hal ini telah cenderung menciptakan
lingkungan yang sangat sesuai dengan kebudayaan – struktur
keluarga, gaya hidup, hirarki atau tidak adanya hirarki, dan
ritual. Namun dewasa ini, proses dasar yang sama menimbulkan
pelataran yang tidak sesuai dengan variabel-variabel ini.
Kita mendapati bahwa lingkungan yang bersesuaian
cenderung melibatkan para pemakai dalam penciptaannya, baik
secara langsung (dengan berbagai bagan). Tidak hanya kecocokan
lalu menjadi lebih baik, tetapi tekanan jiwa juga pada
umumnyalebih rendah apabila lingkungan disesuaikan terhadap
masyarakat dan bukannya masyarakat yang harus menyesuaikan
diri terhadap lingkungan. Ini menghasilkan wawasan yang tidak
mengikat, yang diperkuata oleh argumen tujuan ganda
arsitektur, dengan mengemukakan gagasan seperti definisi
wilayah dan penataan makna melalui proses personalisasi.
Suatu pemahaman akan suatu proses yang telah menciptakan
lingkungan dalam masa jutaan tahun yang selama masa ini
menusia terbentuk juga mempunyai akibat terhadap sifat-sifat
yang tampak dari bangunan dan permukiman. Banyak perancang
menyenangi arsitektur asli pribumi, kewajaran, kekayaan dan
kerumitannya. Namun tiruan-tiruan, bila di coba pada umumnya
tidak berhasil. Hanya dengan menggunakan proses (pilihan-
pilihan banyak orang dengan berbagai bagan dari suatu
lingkungan dan member penampilan fisik pada bagan-bagan maupun
isyarat-isyarat untuk perilaku), maka lingkungan yang bermutu
dan keefektifan dapat tercapai. Bersamaan dengan itu telah
kita lihat bahwa bagan dan sarana tidak harus sama (kita tidak
harus meniru).
Jadi, sebenarnya, suatu pembahasan tentang asal mula
arsitektur dalam masa lampau yang suram dan jauh tampaknya
menerangi beberapa perubahan wawasan baru tentang apakah
arsitektur itu – hubungan perilaku dengan lingkungan, proses
perancangan, dan hubungan kebudayaan dengan bentuk. Bersamaan
dengan itu, ia membantu kita memperdalam dan memperjelas
gagasan-gagasan baru dan menempatkannya dengan kukuh dengan
cara yang paling mendasar dimana pikiran manusia bekerja.
Memang, hewanpunmenata lingkungan dengan menggambarkan dan
menciptakan bagan.
Arsitektur dapat dipahami dengan baik bila ia dianggap
jauh lebih daripada sekedar tempat bernaung dan suatu