abstraksi dalam bahasa inggris dan bahasa indonesia ilmiah

11
214 Abstraksi dalam Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia Ilmiah dan Implikasinya bagi Penulisan Artikel Berbahasa Inggris (Abstraction in English and Indonesian Scientific Language and its Implication on English Article Writing) Ni Ketut Mirahayuni Program Studi Sastra Inggris, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya Jalan Semolowaru 45 Surabaya Telp.(031) 5931800 (hunting) Email: [email protected] Abstrak Ragam bahasa Inggris ilmiah tulis bercirikan tingkatan abstraksi tinggi sebagai sarana kebahasaan untuk membangun teori. Abstraksi ditandai dengan fenomena penominalan yang mengubah pembahasaan pengalaman yang kongruen menjadi suatu entitas abstrak sehingga dapat diklasifikasi sebagai suatu objek. Studi ini bertujuan mengidentifikasi karakteristik abstraksi dalam bahasa Indonesia ilmiah tulis melalui analisa struktur frasa nomina kompleks dalam teks ilmiah berbahasa Inggris dan padanannya dalam bahasa Indonesia. Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan berfokus pada struktur frasa nomina kompleks dalam bahasa Inggris dan padanannya dalam bahasa Indonesia. Studi ini melibatkan 35 kalimat dalam bahasa Inggris yang memiliki struktur frasa nomina kompleks dan padanannya dalam bahasa Indonesia, yang diseleksi secara purposive dari teks ilmiah berbahasa Inggris dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Dalam studi ini ditemukan beberapa strategi membangun dan mempertahankan tingkatan abstraksi dalam bahasa Indonesia, antara lain dengan mempertahankan struktur frasa dalam bahasa Inggris dan menggunakan bentuk nomina pinjaman. Menariknya, studi ini juga menemukan bahwa sebagian besar data menunjukkan penurunan tingkatan abstraksi dalam kalimat - kalimat bahasa Indonesia, artinya, (sebagian) struktur frasa nomina kompleks diuraikan menjadi klausa. Implikasi bagi penulisan ilmiah dalam bahasa Inggris adalah bahwa penulisan dan/atau penerjemahan teks ilmah dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris perlu mempertimbangkan peningkatan taraf abstraksi demi mencapai dan memenuhi konvensi kebahasaan dalam bahasa Inggris ilmiah tulis. Kata kunci: abstraksi, bahasa ilmiah, struktur frasa nomina kompleks Abstract English scientific language is characterized with high abstraction as a linguistic device to theorizing. Abstraction is identified with nominalization that shifts language expressions of congruent experiences into abstract entities, as objects capable of classification. This study aims at identifying characteristics of abstraction in Indonesian scientific language, and is conducted by comparing written scientific English sentences and their translation into Indonesian. This study adopts descriptive qualitative approach focusing on complex noun phrase structures in English and their Indonesian equivalents. This study involves 35 English sentences containing complex noun phrases and their Indonesian equivalents that were purposively selected from an English scientific text and its translation in Indonesian. This study found some strategies to construct and maintain abstraction level in the Indonesian texts, including maintenance the same phrase structures and use of loan words. However, the study has also found lower abstraction level in the Indonesian sentences that complex noun phrases in English are broken down into clauses in Indonesian. The implication of the finding on different abstraction levels into writing of English scientific texts is that writers and/or translators of Indonesian scientific texts need to put such differences into consideration when producing scientific texts in English in order to achieve and conform to linguistic convention in English scientific writing. Keywords : abstraction, complex phrase structures, scientific language writing Mozaik Humaniora Vol. 18 (2): 214-224 © Ni Ketut Mirahayuni (2018)

Upload: khangminh22

Post on 11-Apr-2023

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

214

Abstraksi dalam Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia Ilmiah dan Implikasinya bagi Penulisan Artikel Berbahasa Inggris

(Abstraction in English and Indonesian Scientific Language

and its Implication on English Article Writing)

Ni Ketut Mirahayuni Program Studi Sastra Inggris, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Jalan Semolowaru 45 Surabaya Telp.(031) 5931800 (hunting)

Email: [email protected]

Abstrak Ragam bahasa Inggris ilmiah tulis bercirikan tingkatan abstraksi tinggi sebagai sarana kebahasaan untuk membangun teori. Abstraksi ditandai dengan fenomena penominalan yang mengubah pembahasaan pengalaman yang kongruen menjadi suatu entitas abstrak sehingga dapat diklasifikasi sebagai suatu objek. Studi ini bertujuan mengidentifikasi karakteristik abstraksi dalam bahasa Indonesia ilmiah tulis melalui analisa struktur frasa nomina kompleks dalam teks ilmiah berbahasa Inggris dan padanannya dalam bahasa Indonesia. Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan berfokus pada struktur frasa nomina kompleks dalam bahasa Inggris dan padanannya dalam bahasa Indonesia. Studi ini melibatkan 35 kalimat dalam bahasa Inggris yang memiliki struktur frasa nomina kompleks dan padanannya dalam bahasa Indonesia, yang diseleksi secara purposive dari teks ilmiah berbahasa Inggris dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Dalam studi ini ditemukan beberapa strategi membangun dan mempertahankan tingkatan abstraksi dalam bahasa Indonesia, antara lain dengan mempertahankan struktur frasa dalam bahasa Inggris dan menggunakan bentuk nomina pinjaman. Menariknya, studi ini juga menemukan bahwa sebagian besar data menunjukkan penurunan tingkatan abstraksi dalam kalimat -kalimat bahasa Indonesia, artinya, (sebagian) struktur frasa nomina kompleks diuraikan menjadi klausa. Implikasi bagi penulisan ilmiah dalam bahasa Inggris adalah bahwa penulisan dan/atau penerjemahan teks ilmah dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris perlu mempertimbangkan peningkatan taraf abstraksi demi mencapai dan memenuhi konvensi kebahasaan dalam bahasa Inggris ilmiah tulis. Kata kunci: abstraksi, bahasa ilmiah, struktur frasa nomina kompleks

Abstract English scientific language is characterized with high abstraction as a linguistic device to theorizing. Abstraction is identified with nominalization that shifts language expressions of congruent experiences into abstract entities, as objects capable of classification. This study aims at identifying characteristics of abstraction in Indonesian scientific language, and is conducted by comparing written scientific English sentences and their translation into Indonesian. This study adopts descriptive qualitative approach focusing on complex noun phrase structures in English and their Indonesian equivalents. This study involves 35 English sentences containing complex noun phrases and their Indonesian equivalents that were purposively selected from an English scientific text and its translation in Indonesian. This study found some strategies to construct and maintain abstraction level in the Indonesian texts, including maintenance the same phrase structures and use of loan words. However, the study has also found lower abstraction level in the Indonesian sentences that complex noun phrases in English are broken down into clauses in Indonesian. The implication of the finding on different abstraction levels into writing of English scientific texts is that writers and/or translators of Indonesian scientific texts need to put such differences into consideration when producing scientific texts in English in order to achieve and conform to linguistic convention in English scientific writing. Keywords: abstraction, complex phrase structures, scientific language writing

Mozaik Humaniora Vol. 18 (2): 214-224 © Ni Ketut Mirahayuni (2018)

Abstraksi dalam Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia Ilmiah dan Implikasinya bagi Penulisan Artikel Berbahasa Inggris

215

PENDAHULUAN Studi tentang karakteristik bahasa ilmiah tidak henti-hentinya mendapatkan perhatian peneliti bahasa, mulai dari analisis genre artikel jurnal penelitian berbahasa Inggris oleh penutur asli (misalnya, lihat tinjauan kepustakaan dalam Swales 1990), artikel jurnal penelitian berbahasa Inggris oleh penutur bukan asli (misalnya, tinjauan kepustakaan dalam Mirahayuni 2002) maupun artikel jurnal penelitian berbahasa Indonesia (Adnan 2009, Arsyad dan Wardhana 2014). Dari sisi teknis, informasi untuk penulisan dan publikasi tersedia secara memadai dari pihak-pihak penerbit tentang ketentuan publikasi artikel jurnal ilmiah dalam berbagai disiplin ilmu. Telah banyak tersedia informasi tentang karakteristik genre artikel jurnal ilmiah berbahasa Inggris baik dalam bentuk buku teks maupun hasil penelitian lainnya. Swales (1990), misalnya, membahas genre artikel jurnal ilmiah berbahasa Inggris sebagai sebuah proses komunikasi dan memformulasikan suatu model struktur artikel jurnal ilmiah yang disebutnya model “Create a Research Space (CARS).” Arsyad dan Wardhana (2014) menerapkan model CARS ini dalam penelitian tentang jurnal ilmiah berbahasa Indonesia dan menemukan gaya retorika yang berbeda dari penulis Indonesia yang menulis di jurnal dalam disiplin ilmu sosial dan humaniora dengan yang umum digunakan dalam artikel jurnal ilmiah berbahasa Inggris. Kendati demikian, ketersediaan informasi tentang karakteristik bahasa Inggris ilmiah tidak serta merta meningkatkan jumlah publikasi internasional yang telah menjadi salah satu bentuk formal ukuran kemajuan baik secara kuantitas maupun kualitas suatu aktifitas keilmiahan lembaga pendidikan tinggi maupun insan pendidikan. Pada pertengahan tahun 2016, Kemenristek Dikti bahkan mengharuskan para ilmuwan di perguruan tinggi nasional, khususnya para penyandang gelar tertinggi dalam dunia pendidikan, untuk membuat karya inovasi nyata secara produktif bagi ilmu pengetahuan di lingkungannya melalui jurnal-jurnal yang memiliki reputasi internasional, yang berimbas kepada kualitas pendidikan tinggi di Indonesia (lihat misalnya, pemberitaan dalam www. Antaranews.com. 23 Februari 2017, www.ristekdikti.go.id, 30 Maret 2017). Tampaknya ada kebutuhan penulis Indonesia untuk memahami secara lebih terinci bagaimana tahapan-tahapan fungsional dan karakteristik kebahasaan bekerja sama untuk mencapai produk tulisan yang berhasil. Sebagaimana dikatakan oleh Gupta (1995), penulis yang bukan penutur asli bahasa Inggris tidak mengalami kesulitan mengikuti struktur pengorganisasian, namun mendapatkan kesulitan untuk memahami kaitan konseptual dan mengelola aliran informasi pada tingkatan lokal (Gupta 1995:72). Tampaknya salah satu masalah yang lebih utama adalah bukan sekedar memahami dan menerapkan struktur formal bahasa ilmiah, melainkan memahami hakekat pengetahuan ilmiah dan bagaimana representasinya dalam bahasa ilmu pengetahuan. Studi tentang bahasa ilmiah telah banyak menarik perhatian para peneliti register dalam bahasa maupun ahli tatabahasa. Sehubungan dengan studi tentang bahasa Indonesia ilmu pengetahuan, misalnya, berbagai aspek dipelajari, mulai dari fungsi dan ciri-cirinya (Moeliono 1989; Alwi dkk. 1998), hubungannya dengan bahasa baku (Sakri 1994, Widagdho 1994), dan hubungan timbal balik antara kemajuan ilmu dan daya ungkap bahasa yang harus merekam kemajuan itu (Moeliono 1994). Salah satu gagasan kunci dalam pemahaman tentang hakekat representasi bahasa Inggris ilmiah adalah abstraksi. Topik artikel ini adalah abstraksi dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia ilmiah. Abstraksi merupakan manifestasi dari “obyektifikasi,” yaitu representasi dari aksi, peristiwa dan kualitas, seolah itu semuanya adalah obyek atau benda (Halliday dan Martin 1993:52). Peranan ini terutama terletak pada kemampuan abstraksi untuk “membangun suatu dunia abstrak yang terdiri atas obyek-obyek virtual” (Halliday dan Matthiessen 1999:275). Abstraksi bukan hanya sekedar menjadi bentuk-bentuk alternatif dari makna-makna yang sama, melainkan juga “membangun pengalaman yang berbeda di mana di dalamnya terjalin hubungan -hubungan antar makna” (Halliday dan Matthiessen 1999: 273). Dalam konteks bahasa Inggris tulis ilmiah, khususnya disiplin ilmu sains, humaniora dan administrasi, bahasa Inggris tulis yang abstrak ditandai oleh fenomena penominalan (nominalisation) tingkat tinggi (Martin 1992:138). Fenomena penominalan, yang oleh Halliday (1985/1994) juga disebut dengan metafora gramatikal (grammatical metaphor), adalah perubahan (shift) dalam makna dan cara kita membahasakannya dari yang memiliki hubungan nyata atau tak bermarkah (unmarked) menjadi bermarkah (marked). Hubungan tak bermarkah yang umum dinyatakan dalam tata bahasa adalah, misalnya, bahwa kata benda (nomina) menandai partisipan (orang, tempat,

216

benda, dst), kata kerja (verba) menandai proses-proses (aksi, pemikiran, perasaan, dst), kata sifat (adjektiva) menandai kualitas (ukuran, bentuk, warna, dst), dan kata penghubung (konjungsi) menandai hubungan logis (waktu, sebab, kontras, dsb.). Metafora gramatikal atau penominalan mengubah semua hubungan tak bermarkah tersebut menjadi seolah semuanya adalah benda. Secara semantis, perubahan ini memungkinan penggunaan secara maksimal dari potensi sistem untuk mengklasifikasikan pengalaman. Penominalan mengubah semua fenomena hubungan makna ke dalam bentuk yang paling mudah diklasifikasi—atau setidaknya lebih mudah diklasifikasikan daripada ketika dinyatakan dalam struktur yang kongruen (Halliday and Matthiessen, 1999:269). Makna yang terstruktur dari transformasi ini adalah suatu abstraksi teknis yang baru yang menjadi pembangun sebagian daripada teori ilmu pengetahuan, dan status makna aslinya telah digantikan oleh suatu entitas teoretis yang abstrak. Abstraksi adalah salah satu ciri penting dalam pencendekiaan bahasa, yang menurut Moeliono, juga disebut pemerasioan, diartikan “penyesuaiannya sehingga bahasa itu mampu membentuk pernyataan yang tepat, saksama dan abstrak” (1989:157; 1994:14). Halliday dan Martin (1993) mengilustrasikan tahapan-tahapan penominalan dalam bahasa Inggris, mulai dari bentuk tak bermarkah, yaitu ketika pengalaman dinyatakan dalam bentuk yang kongruen dalam bahasa, hingga kepada bentuk abstraksi tertinggi, yaitu ketika seluruh hubungan makna antara pelaku, tindakan, objek hanya dinyatakan di dalam struktur frasa, khususnya frasa nomina. (1) a. Glass cracks more quickly the harder you press it.

b. Cracks in glass grow faster the more pressure is put on. c. Glass crack growth is faster if greater stress is applied. d. The rate of glass crack growth depends on the magnitude of the applied stress. e. Glass crack growth rate is associated with applied stress magnitude.

Sejumlah proses kebahasaan terlibat dalam perubahan dari kalimat (1a) hingga menjadi (1e). Pertama, perubahan struktur dan kosakata. Kalimat (1a) berisikan dua klausa (glass cracks more quickly; the harder you press it). Perubahan pada klausa pertama terutama terjadi melalui proses penominalan (crack (verba)-crack (nomina); grow (verba)-growth (nomina), penggunaan kosakata teknis (more quickly-faster-rate), dan secara struktural terjadi penurunan status (downranking) dari struktur klausa (1a,1b,1c) menjadi struktur frasa (1d, 1e). Perubahan pada klausa kedua melibatkan pemasifan (1a. the harder you press it 1b. the more pressure is put on 1.c greater stress is applied), dilanjutkan dengan penurunan status dari klausa (1a, 1b, 1c) menjadi frasa (1d, 1e). Kedua, sejalan dengan penurunan status dan perubahan kosakata, terjadi juga perubahan sudut pandang, yaitu dari sudut pandang subyektif (‘doing’, melakukan) menjadi obyektif (‘thing’, benda), misalnya perubahan dari klausa the harder you press it hingga menjadi frasa nomina applied stress magnitude. Pada intinya, kedua bentuk ini membawa informasi sama namun amat berbeda dalam tingkat abstraksi, keformalan kosakata dan potensi struktur untuk mengembangkan teks. Maksudnya, ketika sebuah klausa yang memiliki struktur proposisi lengkap turun status menjadi frasa nomina, maka frasa nomina bentukan baru ini memerlukan setidaknya sebuah frasa verba (dan mungkin juga frasa nomina) lainnya untuk dapat membentuk sebuah proposisi yang lengkap. Dengan demikian, isi wacana dapat dikembangkan secara efisien dan padat melalui penambahan informasi-informasi baru selanjutnya. Ketiga, penurunan status klausa menjadi frasa berakibat kepada perubahan penanda hubungan kedua bagian ini. Pada kalimat-kalimat (1a) dan (1b), struktur klausa minor bersyarat (more... harder; faster...more) berubah menjadi berpenanda if pada kalimat (1c). Pada Kalimat (1d), kedua frasa hasil penominalan dari klausa sebelumnya dihubungkan dengan verba aktif intransitif depend (on), dan proses abstraksi berlanjut hingga diperoleh kalimat (1e) yang tersusun atas dua frasa nomina yang amat padat yang dihubungkan dengan verba dalam bentuk pasif (is associated with) yang mengindikasikan hubungan logis kausal. Proses abstraksi tingkat tinggi yang menjadi ciri genre bahasa Inggris ilmiah ini mencapai tujuan komunikasi ilmiah yaitu meng-objektifikasi pengalaman untuk tujuan klasifikasi, melalui suatu struktur kalimat yang abstrak dan efisien, kendati juga berdampak kepada tingkat keterbacaan yang semakin sulit.

Mozaik Humaniora Vol. 18 (2)

Abstraksi dalam Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia Ilmiah dan Implikasinya bagi Penulisan Artikel Berbahasa Inggris

217

Fokus artikel ini adalah abstraksi dalam bahasa Inggris dan Indonesia ilmiah. Secara pragmatis, topik ini menjadi salah satu aspek penting sehubungan dengan tuntutan kepada akademisi dunia pendidikan tinggi Indonesia masa kini dalam rangka diseminasi hasil penelitian ilmiah dalam jurnal ilmiah berbahasa Inggris. Hingga saat ini belum ada studi tentang karakteristik abstraksi dalam bahasa Indonesia ilmiah. Sebuah studi tentang strategi penerjemahan bahasa Inggris akademik ke dalam bahasa Indonesia (Maulidiyah 2018) menyajikan sejumlah data yang cukup menarik tentang strategi penerjemahan frasa nomina yang berintikan nomina turunan dalam bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia, yang tampaknya dapat memberikan gambaran tentang perbedaan tingkatan abstraksi yang berterima dalam bahasa Indonesia, seperti ditunjukkan dalam kalimat berikut. (2) BS: This battery differs from previous ones in its involvement of the test taker in a process of learning a simulated

language embedded in a multifaceted language context. (102:10) BT: Tes ini berbeda dari tes-tes sebelumnya dengan melibatkan peserta tes dalam proses pembelajaran bahasa

simulasi yang dikaitkan dengan berbagai konteks bahasa.

Frasa nomina its involvement of the test taker (BS) diterjemahkan menjadi klausa melibatkan peserta tes (BT). Artinya, frasa nomina hasil penominalan dalam Bahasa Inggris ternyata diuraikan kembali dalam Bahasa Indonesia menjadi klausa yang lebih kongruen dengan pengalaman. Pertanyaannya adalah, apakah strategi penerjemahan dengan penguraian ini dilakukan demi prinsip keberterimaan (acceptability) dalam BT, ataukah strategi penguraian ini dipilih karena, seperti dikatakan oleh Moeliono (1989), karena adanya kekhawatiran bahwa abstraksi tingkat tinggi akan “mendesak aspek perasaan dalam bahasa Indonesia sehingga bahasa Indonesia akan menjadi “kering” (1989:158). Menariknya, jumlah kata dalam BT kebetulan lebih sedikit daripada jumlah kata dalam BS. Tampaknya diperlukan penelitian lebih rinci tentang dampak penguraian struktur kepada efisiensi teks. Kendati demikian, fenomena perbedaan struktur dalam BS dan BT ini menyiratkan perbedaan taraf abstraksi antara bahasa Inggris dan bahasa Indonesia ilmiah. Sehubungan dengan strategi penulisan karya ilmiah berbahasa Inggris, pengetahuan tentang perbedaan taraf abstraksi perlu menjadi pertimbangan demi menyesuaikan dengan konvensi kebahasaan penulisan karya ilmiah dalam bahasa Inggris. Tujuan studi ini adalah membandingkan taraf abstraksi dalam teks ilmiah dalam Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia. Untuk tujuan ini, dianalisis kalimat-kalimat dari teks berbahasa Inggris dan terjemahannya ke dalam Bahasa Indonesia. Pertanyaan yang diajukan dalam studi ini adalah: (1) apakah persamaan dan perbedaan taraf abstraksi yang ditunjukkan oleh kalimat-kalimat dalam teks ilmiah berbahasa Inggris dan berbahasa Indonesia?, (2) Apakah pengaruh perbedaan taraf abstraksi kepada informasi?, dan (3) Apakah implikasi persamaan dan perbedaan taraf abstraksi di kedua bahasa untuk strategi penulisan karya ilmiah berbahasa Inggris? Studi ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan informasi tentang aspek kebahasaan dalam bahasa Inggris ilmiah, khususnya bagi peneliti Indonesia yang hendak menyebarluaskan karya penelitian ke dalam forum internasional berbahasa Inggris. METODE Studi ini dirancang dengan pendekatan kualitatif deskriptif dalam usaha untuk menggali dan memperoleh deskripsi karakteristik dari fenomena kebahasaan yang diteliti. Dari ancangan deskriptif kualitatif ini diharapkan diperoleh suatu generalisasi tentang obyek penelitian yang bersifat hipotetis (Sugiyono, 2007). Data penelitian adalah kalimat -kalimat dalam teks ilmiah dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Sumber data adalah buku teks dalam bahasa Inggris tulisan Douglas H. Brown berjudul Principles of Language Learning and Teaching (2007, edisi ke-5, New York: Routledge, diberi kode BS) yang telah diterjemahkan dan diterbitkan dalam bahasa Indonesia dengan judul Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa (2008, diterjemahkan oleh Noor Cholis dan Yusi Avianto Pareanom, Jakarta: Kedubes Amerika Serikat, diberi kode BT). Sumber data berupa buku teks yang telah diterjemahkan dipilih karena, pertama, teks ilmiah dwibahasa lebih tersedia dalam bentuk buku teks, dan kedua, buku teks terjemahan yang telah diterbitkan tentunya telah mengalami proses penyuntingan dan penyesuaian dengan bahasa Indonesia standar, sehingga dapat dianggap menggambarkan penggunaan bahasa Indonesia ilmiah yang standar. Sejumlah 35 kalimat dengan struktur frasa nomina yang kompleks diseleksi dengan teknik purposive sampling untuk memperoleh perwakilan dari fenomena kebahasaan yang diteliti.

218

Tiga jenis struktur frasa nomina yang dipilih pada BS mewakili tiga kelompok data adalah: (1) frasa nomina dengan pre-modifikasi (5 data), (2) Frasa nomina dengan post-modifikasi berupa frasa berpreposisi (6 data), dan (3) frasa nomina yang memiliki pre- dan post-modifikasi berupa frasa berpreposisi (24 data). Postmodifikasi berupa klausa relatif tidak disertakan dalam penelitian ini dengan alasan bahwa tataran klausa tidak setaraf dengan tataran frasa. Tahapan analisis dilakukan pertama-tama dengan membandingkan strategi penerjemahan data dalam BS dan BT, analisis taraf abstraksinya, analisis kesepadanan informasi, dan analisis tentang implikasi temuan terhadap penulisan ilmiah dari bahasa Indonesia ke dalam Bahasa Inggris.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis terhadap tiga kelompok data dengan struktur frasa nomina kompleks berbeda menunjukkan beberapa fenomena menarik tentang taraf abstraksi dalam Bahasa Indonesia. Dari 5 data kelompok frasa nomina dengan pre-modifikasi, ditemukan tiga strategi penerjemahan: (a) 2 data BT mempertahankan struktur frasa nomina pada BS namun kata inti frasa nomina BT berupa kata-kata pinjaman dari BS, (misalnya “one’s native learning style preferences” menjadi “preferensi gaya pembelajaran asli seseorang” (161:4), (b) 1 data BT mempertahankan struktur frasa nomina pada BS dengan mengganti status unsur penjelas (modifier) menjadi kata inti (head) dan penyesuaian kategori kata (misalnya, “its weak theoretical foundation” menjadi “kelemahan fondasi teoritisnya”(52:7), dan (c) 2 data BT menggunakan strategi pelesapan (omission) dengan tidak menerjemahkan sebagian ataupun seluruh frasa nomina pada BS (misalnya, “many different theories, extended definitions, and schools of thoughts on the topic of learning” menjadi “banyak teori, (Ø) dan berbagai mazhab mengenai topik pembelajaran.” Kendati demikian, data dalam kelompok ini setidaknya menunjukkan usaha mempertahankan taraf abstraksi sesuai BS. Dari 6 data kelompok frasa nomina dengan post-modifikasi, ditemukan dua strategi penerjemahan: (a) 3 data BT mempertahankan struktur frasa nomina pada BS dengan kata inti frasa nomina BT berupa kata-kata pinjaman dari BS, dan (b) 3 data BT yang mengubah struktur frasa menjadi struktur klausa dengan mengubah kata inti menjadi verba (misalnya, “under investigation by a number of different researchers” menjadi “yang diteliti oleh sejumlah peneliti” (47:29). Pada kelompok data ini, pilihan strategi menurunkan taraf abstraksi tampak lebih nyata. Dari 24 data kelompok frasa nomina dengan pre- dan post-modifikasi, ditemukan (a) 8 data BT mempertahankan struktur frasa nomina pada BS dengan kata inti frasa nomina BT berupa kata-kata pinjaman dari BS, (b) 2 data BT mempertahankan struktur frasa nomina pada BS dengan kata inti frasa nomina BT berupa nomina turunan, (c) 14 data BT yang mengubah struktur frasa menjadi struktur klausa dengan berbagai bentuk perubahan nomina inti menjadi verba. Tampaknya struktur frasa nomina BS yang lebih kompleks memerlukan strategi penerjemahan yang lebih bervariasi pula. Kelompok data ini juga menunjukkan penurunan taraf abstraksi yang nyata. Hasil ini menunjukkan bahwa, pertama, struktur frasa dipertahankan dengan mengadaptasi kata inti frasa BS ke dalam BT, dan kedua, lebih dari setengah frasa nomina kompleks dalam BS cenderung turun status (downranked) menjadi klausa di dalam BT. Pembahasan difokuskan kepada dua fenomena utama dalam hasil: (1) pemertahanan abstraksi dengan kata-kata pinjaman, dan (2) penurunan taraf abstraksi dalam BT. a. Pemertahanan Abstraksi dengan Kata-kata Pinjaman Penggunaan berbagai strategi penerjemahan dimaksudkan untuk mencapai kesepadanan (equivalence) pesan BS di dalam BT, pertama dalam makna, kemudian struktur atau style (Baker 1992). Strategi penerjemahan dengan kata-kata pinjaman (loan words) amat umum ketika menangani kata-kata yang bermuatan budaya, konsep-konsep modern dan kata-kata yang bermakna tidak jelas (Baker 1992:34). Kata-kata pinjaman yang digunakan dalam data tampaknya termasuk kelompok kata-kata yang mengacu kepada konsep-konsep modern dalam bahasa Inggris, seperti preferensi, representasi, respons, performa, kompetensi, manifestasi, refleksi, legitimasi dan modifikasi. (3) BS: Furthermore, in judging utterances in the modern language classroom and responses on various tests,

teachers need to be cautiously attentive to the discrepancy between performance on a given day or in a given context and competence in a second language in general (74:13).

BT: Lebih lanjut, dalam menilai ujaran di kelas bahasa modern dan respons dalam berbagai tes, guru perlu memperhatikan secara saksama ketidaksesuaian antara performa pada suatu hari atau konteks tertentu dan kompetensi dalam bahasa kedua secara umum.

Mozaik Humaniora Vol. 18 (2)

Abstraksi dalam Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia Ilmiah dan Implikasinya bagi Penulisan Artikel Berbahasa Inggris

219

Fenomena penggunaan kata-kata pinjaman dalam data kemungkinan berhubungan dengan usia Bahasa Indonesia yang masih relatif muda yang, menurut Oka (1994), masih menunjukkan keterbatasan dalam “pengalaman dan kemampuan (atau daya untuk) mewadahi, memerikan, memetakan, menyimbolkan, dan mewakili hal -hal yang dikomunikasikan oleh penuturnya,” khususnya dalam hal “perbendaharaan kata, ungkapan dan istilahnya dalam bidang iptek yang canggih”, sehingga terbuka peluang luas kepada penutur Bahasa Indonesia untuk “memungut atau memindahkan material serta unsur-unsur bahasa lain ke dalam Bahasa Indonesian demi mencapai tujuan komunikasinya” (1994:183,184). Namun, ternyata tidak semua kata-kata bermuatan konsep modern dengan serta merta digunakan dalam BT. Dalam data berikut, kata discrepancy tidak dipinjam ke dalam BT, sementara kata-kata seperti respons, performa, konteks dan kompetensi adalah pinjaman dari BS yang diadaptasi sesuai dengan pelafalan dalam bahasa Indonesia, meskipun dalam telah ada padanan untuk kata-kata seperti respons (tanggapan) dan performa (kinerja). Demikian juga, kata-kata lain dalam data seperti konsekuensi, refleksi, modifikasi dan esensial sesungguhnya telah memiliki padanan kata asli bahasa Indonesia. Penggunaan kata pinjaman tersebut dapat dibandingkan dengan data yang mempertahankan abstraksi dalam struktur frasa dengan penggunaan padanan dalam BT. (4) BS: Learners' errors should be corrected as soon as they are made in order to prevent the formation of bad

habits (252: 31). BT: Kekeliruan-kekeliruan pembelajar seharusnya dikoreksi saat itu juga demi menghindarkan terbentuknya

kebiasaan buruk. (5) BS: A closed-minded view of such differences often results in the maintenance of a stereotype—an

oversimplification ... their cultural membership (172: 41). BT: Pandangan sempit terhadap perbedaan-perbedaan semacam itu sering berakibat pada dipertahankannya

stereotipe-sebuah penyederhanaan ... keanggotaan budaya mereka. Usaha mencari padanan dalam BT pada kalimat-kalimat (2) dan (3) dilakukan melalui penominalan (terbentuknya, dipertahankannya), meskipun sesungguhnya Bahasa Indonesia memiliki bentuk penominalan yang lebih umum digunakan dalam bahasa tulis (pembentukan, pemertahanan). Tampaknya diperlukan penelaahan lebih mendalam tentang motivasi penggunaan kata-kata pinjaman tersebut, yaitu apakah kata-kata itu membawa makna teknis khusus dalam bidangnya yang tidak dapat digantikan oleh padanan umum dalam BT, ataukah itu sebuah strategi penerjemahan cepat semata. Penggunaan kata-kata pinjaman memang memudahkan pembaca BT mengingat bentuk kata dalam bahasa sumbernya, namun itu tidak serta merta meningkatkan keterbacaan teks. Kendati demikian, dalam rangka penulisan dalam bahasa Inggris, keakraban dan penguasaan peristilahan dalam bahasa Inggris, khususnya bentuk-bentuk nomina turunan (derived nouns) bermanfaat untuk membantu kosakata dalam pembentukan struktur frasa kompleks dalam bahasa Inggris. Pemertahanan struktur frasa nomina juga ditemukan dengan menukar fungsi kata penjelas (modifier) menjadi kata inti (head). (6) BS: Moreover, the Direct Method was criticized for its weak theoretical foundations (53:7).

BT: Lebih dari itu, metode langsung dikritik karena kelemahan fondasi teoritisnya. Bagian penjelas (weak) pada frasa nomina its weak theoretical foundations pada BS bertukar fungsi dengan kata inti (foundations) sehingga membentuk frasa nomina kelemahan fondasi teoritisnya. Pertukaran ini tidak mengubah pesan BS, malah menghasilkan struktur frasa nomina yang lebih efisien jika dibandingkan dengan pilihan mempertahankan kata inti, misalnya fondasi-fondasi teoretisnya yang lemah. Belum dapat dipastikan apakah setiap pertukaran fungsi seperti ini tidak memengaruhi isi informasi yang dimaksudkan. Kendati demikan, dari sisi taraf abstraksi, data BS dan BT dalam kelompok ini secara umum menunjukkan tingkatan abstraksi yang sama. b. Penurunan Taraf Abstraksi dalam BT Lebih dari setengah data dalam studi ini menunjukkan perubahan struktur frasa menjadi struktur klausa, yang berarti penurunan taraf abstraksi pada BT, dan sebagian besar ditemukan pada struktur frasa nomina kompleks pada BS dengan pre- dan post-modifikasi.

220

Beberapa jenis perubahan yang ditemukan diilustrasikan melalui data-data berikut. Pertama, frasa nomina menjadi klausa namun tetap mengisi fungsi frasa (noun clause atau embedded clause): (7) BS: In fact, I once presented this same transcript, without identification of the speaker, to a group of speech

therapists and ... (44:37). BT: Saya berkesempatan menampilkan transkripsi yang sama, tanpa menyebut siapa nama penuturnya, kepada

sekelompok ahli terapi wicara dan .... Penurunan status frasa pada (5) adalah bahwa frasa nomina identification of the speaker pada BS menjadi klausa yang mengisi fungsi frasa nomina (noun clause) pada BT, menyebut siapa nama penuturnya, dengan isi pesan yang sama dan efisiensi kata yang sama. Dalam data berupa frasa nomina yang amat kompleks dengan postmodifikasi bertingkat dalam BS, pilihan menurunkan status frasa dari salah satu postmodifikasi tampaknya dilakukan untuk menjamin keterbacaan teks. (8) BS: CLT, to be discussed futher in Chapter 8, is an eclectic blend of the contributions of previous methods into the best

of what a teacher can provide in authentic uses of second language in the classroom (28:33). BT: CLT, yang akan dibahas lebih jauh dalam bab 8, adalah pencampuran eklektik dari apa yang disumbangkan oleh

metode-metode sebelumnya menjadi hal terbaik yang bisa diberikan oleh seorang guru dalam cara mengajar yang otentik di ruang kelas.

Frasa nomina kompleks bertingkat dalam BS melibatkan post -modifikasi berupa frasa berpreposisi dan klausa subordinatif. Sesungguhnya BT dapat mempertahankan persamaan taraf abstraksi, dengan memadankan sub-frasa nomina the contributions of previous methods, misalnya, menjadi “sumbangsih metode-metode terdahulu”, gantinya menjadi klausa (yang disumbangkan oleh metode-metode sebelumnya). Kendati demikian, kedua pilihan ini sama-sama menghasilkan kalimat kompleks dengan tingkat abstraksi tinggi dan keterbacaan yang cukup sulit. Penurunan status frasa pada bagian post-modifikasi menjadi klausa relatif dengan mengganti fungsi kata depan (under) pada BS dengan kata sambung (yang) pada BT, dan nomina investigation menjadi verba pasif diteliti sehingga terbentuk sebuah frasa nomina kompleks dengan post-modifikasi berupa klausa relatif. (9) BS: Maratsos (1988) enumerated some of the universal linguistic categories under investigation by a number of different

researchers:... (47:29) BT: Maratos (1988) menyebutkan beberapa kategori linguistik universal yang diteliti oleh sejumlah peneliti:.... Jika kalimat (9) ini dilihat secara terbalik arah, yaitu dari data Bahasa Indonesia ke Bahasa Inggris, suatu wawasan diperoleh tentang proses paling sederhana tentang peningkatan abstraksi dari klausa kepada frasa. (9)a. ... beberapa kategori linguistik universal yang diteliti oleh sejumlah peneliti (9)b. ... some of the universal linguistic categories under investigation by a number of different researchers Dari segi jumlah kata, tampak jelas bahwa frasa (9b) memiliki jumlah kata yang lebih besar daripada (9a). Perbedaan taraf abstraksi tampak pada perbedaan bentuk postmodifikasi, yaitu bentuk frasa dalam Bahasa Inggris (under investigation) dan bentuk klausa dalam Bahasa Indonesia (yang diteliti). Abstraksi bukan saja melibatkan penurunan status struktur (downranking), melainkan juga pilihan kosakata yang lebih formal dan teknis, seperti ditunjukkan dalam data (10). (10) BS: Are they motivated by the achievement of successful career... (14:9)

BT: Apakah mereka digerakkan oleh keinginan mencapai karier yang sukses ... Ungkapan umum keinginan mencapai karier yang sukses pada Bahasa Indonesia adalah penjabaran, atau merujuk istilah Martin (1990), yaitu “pembongkaran” (unpacking) dari makna achievement, ‘hasil atau pencapaian’ dalam Bahasa Inggris (the achievement of successful career). Sementara nomina-nomina yang lebih abstrak dalam data dalam studi ini mengalami pembongkaran menjadi klausa-klausa, seperti integration ( bahwa ia menyatukan), discussion ( untuk membahas), dan involvement ( dengan melibatkan). Penguraian ini secara umum tidak berakibat kepada transfer makna atau pesan dalam informasi.

Mozaik Humaniora Vol. 18 (2)

Abstraksi dalam Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia Ilmiah dan Implikasinya bagi Penulisan Artikel Berbahasa Inggris

221

Akan tetapi, salah satu akibat logis dari penurunan status struktur melalui penominalan adalah perubahan hubungan makna antar unsur pembentuk kalimat. Dalam kalimat yang kongruen, unsur-unsur pembentuk klausa menunjukkan hubungan kongruen dengan pengalaman: artinya, makna pelaku, tindakan dan objek dileksikalkan dalam fungsi-fungsi frasa nomina, verba, dan seterusnya. Setelah mengalami penominalan, seluruh hubungan tersebut dikemas ke dalam hubungan intra-frasa, sementara hubungan antar frasa berubah menjadi hubungan identifikasi (Martin 1992) dengan dihubungkan oleh verba-verba relasional (Halliday 1985:344). Fenomena ini diilustrasikan dengan baik dalam kalimat (11). (11) BS: A refreshing characteristic of contructivism is its integration of linguistic, psychological, and sociological

paradigms (data 23:20). Kalimat (11) terdiri atas dua frasa nomina kompleks dengan tipe hubungan relational yang ditunjukkan oleh penggunaan kata bantu BE (is) yang menyatakan hubungan identifikasi. Jika kalimat ini dibongkar atau diuraikan, akan diperoleh setidaknya empat klausa rekonstruksi, dengan dua klausa menunjukkan hubungan material melalui verba (integrates). (11)a. Constructivism has (some) characteristics (11)b. At least one of the characteristics is refreshing in nature (11)c. Constructivism integrates paradigms (11)d. Constructivism integrates linguistic, psychological, and sociological paradigms Secara kuantitas, sejumlah 28 kata dari butir-butir (11a-d) dikemas melalui penominalan menjadi hanya 14 kata. Dalam versi bahasa Indonesia, salah satu frasa nomina mengalami pembongkaran menjadi klausa ( its integration of ... ia menyatukan ...). Yang menarik, data dalam versi Bahasa Indonesia mampu mempertahankan jumlah kata tetap menjadi 14 butir seperti tampak pada kalimat (12). (12) BT: Satu karakteristik menyegarkan dari konstruktivisme adalah bahwa ia menyatukan paradigm-paradigma

linguistik, psikologis, dan sosiologis. Proses penerjemahan serupa terjadi juga dalam sejumlah data lainnya, yang demi keringkasan, hanya disebutkan bagian yang mengalami penurunan abstraksi saja, dengan salah satu cirinya adalah bentuk nomina diubah ke dalam bentuk verba dan menjadi predikat dari klausa relatif, seperti discussion (membahas), involvement (melibatkan), contamination (dicemari), dan differentiation (membedakan). Fakta ini menunjukkan bahwa proses penerjemahan dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia cukup mampu mempertahankan jumlah kata, namun terjadi penurunan dalam taraf abstraksinya. Permasalahannya adalah bahwa persamaan jumlah kata tidak menentukan taraf abstraksi, dan oleh karenanya tidak mencapai tujuan abstraksi. Martin (1990) menyatakan bahwa penominalan menghasilkan abstraksi tingkat tinggi dalam teks, dan menjadikan teks tersebut tidak mudah diakses (inaccessible) oleh sebagian besar masyarakat (1990:407), yang menurut Halliday, bahkan tidak dapat langsung diakses oleh indera (not directly accessible to the senses) (2004:32). Untuk kepentingan koherensi dan kohesi di dalam teks, menurut Martin, penominalan dikatakan sebagai “the real gatekeeper” atau penjaga sejati yang merajut rangkaian dan ikatan dalam teks (1990:395). Sementara Halliday (1998) menjelaskan bahwa wacana ilmiah melibatkan kegiatan berteori, generalisasi, mengidealkan dari perihal spesifik. Metafora gramatikal, atau penominalan, adalah sarana untuk mencapai tujuan tersebut. Sebuah teks ilmiah yang amat teknis bermakna berbeda bagi seorang pakar yang tidak perlu membongkar teks tersebut untuk dapat memahaminya. Sementara teks yang sama menjadi tidak mudah diakses dan perlu dibongkar bagi pembaca awam agar tidak menimbulkan makna ganda. Selanjutnya, menurut Halliday, sebuah wacana teoretis akan berhenti menjadi teoretis ketika wacana itu “dibongkar” (unpacked). Wacana ilmiah memperoleh kekuatan teoretisnya karena wacana tersebut tidak mudah diterjemahkan ke dalam peristilahan yang masuk akal (not translatable into commonsense terms) (1998:48). Dibandingkan dengan teks yang terabstraksi, menurut Halliday, teks yang kongruen dengan pengalaman akan lebih mudah untuk ditantang dan dipilah-pilah (challenged and broken down) (2004:120). Sementara itu, teks dengan tingkatan abstraksi tinggi bercirikan pengemasan informasi melalui struktur frasa kompleks yang tidak mudah untuk dinegosiasi ataupun ditantang karena dalam struktur frasa tidak ada kesempatan untuk menyelipkan suatu bentuk modalitas dan negasi.

222

Dengan demikian, penulis menunjukkan bahwa pernyataan tentang temuan atau hasil penelitiannya berada pada kedudukan yang tetap (settled) dan mantap. Implikasi dari penjelasan Martin dan Halliday tentang fenomena dan fungsi abstraksi tingkat tinggi dalam wacana ilmiah berbahasa Inggris secara nyata menunjukkan bahwa wacana ilmiah berbahasa Inggris memang merupakan sarana berteori yang ditujukan untuk komunikasi dalam komunitas wacana ilmiah, yang sudah memahami konvensi kebahasaan penulisan informasi ilmiah. Ketika wacana ilmiah dalam bahasa Indonesia menunjukkan taraf abstraksi yang lebih rendah, yang tampak dari banyaknya penominalan dalam bahasa Inggris yang mengalami “pembongkaran” ketika dituliskan dalam bahasa Indonesia, setidaknya ada dua kemungkinan penjelasan yang dapat diberikan. Pertama, teks yang mengalami pembongkaran memang ditujukan untuk pembaca yang bukan pakar melainkan praktisi yang “lebih awam” membutuhkan memahami konsep secara praktis ketimbang teoretis. Kemungkinan kedua adalah bahwa perkembangan Bahasa Indonesia ilmiah belum mencapai proses abstraksi tingkat tinggi seperti dalam Bahasa Inggris, sehingga sebagian informasi disampaikan dalam bentuk yang kongruen dengan pengalaman dalam pemerolehan informasi tersebut. SIMPULAN Hasil penelitian tentang perbedaan tingkatan abstraksi dalam Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesian ilmiah menunjukkan bahwa salah satu permasalahan utama dalam penulisan ilmiah dalam bahasa Inggris adalah memahami hakekat pengetahuan ilmiah dan bagaimana representasinya dalam bahasa ilmu pengetahuan. Struktur pengorganisasian informasi menunjuk kepada hakekat praktek kegiatan ilmiah yang lebih mendasar dan manifestasi dari nilai-nilai komunikatif yang lebih mendalam yang dianut oleh suatu masyarakat wacana tertentu. Setidaknya ada dua implikasi dari temuan dalam perbandingan taraf abstraksi dalam Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia bagi penulisan teks karya ilmiah berbahasa Inggris. Pertama, bahwa terdapat perbedaan taraf abstraksi dalam teks ilmiah berbahasa Inggris dan Indonesia. Perbedaan tersebut amat nyata dalam konstruksi frasa nomina kompleks sebagai salah satu bentuk abstraksi tingkat tinggi dalam teks ilmiah abstrak berbahasa Inggris. Tuntutan tingkat abstraksi ini berarti bahwa teks dalam Bahasa Indonesia ilmiah yang hendak dipublikasikan dalam Bahasa Inggris perlu dipertimbangkan untuk diabstraksi lebih lanjut melalui proses penominalan dan penggunaan kosakata formal dan teknis. Kedua, pekerjaan penerjemahan yang banyak terlibat dalam produksi naskah ilmiah untuk publikasi internasional memiliki tugas ganda: melakukan transfer informasi ilmiah ke dalam bahasa Inggris, dan sekaligus memproduksi naskah ilmiah yang sepadan yang memenuhi baik syarat kegramatikalan (grammaticality) maupun keberterimaan (acceptability) dalam makna dan konvensi kebahasaan di dalam masyarakat wacana di mana informasi ilmiah tersebut disodorkan dan disebarluaskan. Penyesuaian dengan konvensi kebahasaan dalam komunikasi masyarakat ilmiah ini, salah satunya melalui taraf abstraksi tingkat tinggi, setidaknya menjadi salah satu syarat “lahiriah” formal yang menjamin penerimaan naskah untuk publikasi.

DAFTAR PUSTAKA Adnan, Zifirdaus. 2009. “Some Potential Problems for Research Articles Written by Indonesian Academics When

Submitted to International English Language Journals.” Asian EFL Journal Quarterly 11 (1):107-125. Alwi, Hasan, Dardjowidjojo, Soenjono, Lapoliwa, Hans, Moeliono, Anton M. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa

Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Arsyad, Safnil dan Dian E. C. Wardhana. 2014. “Introduction in Indonesian Social Sciences and Humanities

Research Articles: How Indonesian Writers Justify Their Research Projects.” Linguistik Indonesia 32 (2):149-163.

Baker, Mona. 1992. In Other Words: A Course in Translation. Oxon: Routledge. Brown, Douglas H. 2007. Principles of Language Learning and Teaching. New York: Routledge.

Mozaik Humaniora Vol. 18 (2)

Abstraksi dalam Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia Ilmiah dan Implikasinya bagi Penulisan Artikel Berbahasa Inggris

223

________. 2008. Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa, diterjemahkan oleh Noor Cholis dan Yusi Avianto

Pareanom. Jakarta: Kedubes Amerika Serikat. Gupta, R. 1995. “Managing General and Specific Information in Introduction.” English for Specific Purposes 14:59-75. Halliday, MAK. 1985/1994. An Introduction to Functional Grammar. London: Edward Arnold. Halliday, MAK. dan J.R. Martin. 1993. Writing Science: Literacy Discursive Power. Pittsburgh: The University of

Pittsburgh Press. Halliday, MAK. 1998. “Language and Knowledge: the Unpacking of Text,” dalam Halliday, M.A.K. 2004. The

Language of Science. Bab 2. London: Continuum. Halliday, MAK, dan C. M. I. M. Matthiessen. 1999. Construing Experience Through Meaning: a Language-Based

Approach to Cognition. London dan New York: Cassell (Open Linguistics Series). Martin, J.R. 1989. Factual Writing: Exploring and Challenging Social Reality. Oxford: Oxford University Press. ________. 1990. “Literacy in Science: Learning to Handle Text as Technology.” Dalam Literacy for a Changing World,

disunting oleh F. Christie. Hawthorn, Australia: Australian Council for Educational Research. ________. 1992. English Text: System and Structure. Amsterdam: Benjamins. ________. 1997. “Waves of Abstraction: Organizing exposition.” Dalam Functional Approaches to Written Text: Classroom

Application, disunting oleh Tom Miller. Washington DC: English Language Program. Maulidiyah, Alfi. 2018. “Translation Strategies of Noun Phrases with Derived Noun as Head in Academic English

into Indonesian.” Surabaya: Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya. “Menristekdikti: 1200 Guru Besar Tidak Melakukan Publikasi.” 2017. www.antaranews.com, 23 Februari. “Menristekdikti: Dorong Dosen Tingkatkan Publikasi Ilmiah.” 2017. https://www.ristekdikti.go.id/menristekdikti-

dorong-dosen-tingkatkan-publikasi-ilmiah, 30 Maret. Mirahayuni, N.K. 2002. “Investigating Textual Structure in Native and Nonnative English Research Articles:

Strategy Differences Between English and Indonesian Writers.” Sydney: The University of New South Wales. Moeliono, Anton M.1989. Kembara Bahasa: Kumpulan Karangan Tersebar. Jakarta: Gramedia. ________. 1994. “Bahasa yang Efisien dan Efektif dalam Bidang Iptek.” Dalam Peningkatan Mutu Pengajaran Bahasa

Indonesia Ragam Iptek di Perguruan Tinggi, disunting oleh A. Sakri, D. Holimin, dan A. Suryadi. Bandung: Penerbit ITB Bandung.

Oka, I Gusti Ngurah. 1994. “Problematik bahasa Indonesia dan alternasi pemecahannya.” Bahasa dan Seni 22

(2):175-201. Sakri, Ajat, Danial Holimin, dan Amas Suryadi (eds.). 1994. Peningkatan Mutu Pengajaran Bahasa Indonesia Ragam

Iptek di Perguruan Tinggi. Bandung: Penerbit ITB. Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Swales, John M. 1990. Genre Analysis: English in Academic Research Settings. Cambridge; Cambridge University Press.

224

Widagdho, Djoko. 1994. Bahasa Indonesia: Pengantar Kemahiran Berbahasa di Perguruan Tinggi. Jakarta: PT Rajar

Grafindo Persada.

Mozaik Humaniora Vol. 18 (2)