5. intisari

25
PROSES SUAMI MEMAAFKAN ISTRI YANG BERSELINGKUH DALAM RANGKA MEMPERTAHANKAN PERKAWINAN Nathalia Nindi Kristyaningrum 089114043 A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah Kehidupan perkawinan tidaklah mudah untuk dijalani. Terdapat berbagai macam permasalahan yang muncul dapat menjadi pemicu keretakan dalam rumah tangga. Salah satu permasalahan yang dapat menjadi pemicu keretakan dalam rumah tangga adalah perselingkuhan. Berdasarkan pencatatan Badilag perceraian akibat perselingkuhan sendiri di Indonesia pada tahun 2010 hingga 2011 meningkat dari 20.199 perkara menjadi 20.563 perkara. Perselingkuhan itu sendiri tidak hanya didominasi oleh para suami, tetapi istri juga dapat melakukan perselingkuhan. Perselingkuhan tersebut akan membawa dampak psikologis terhadap suami. Dampak psikologis yang dirasakan suami membuat suami sulit untuk tetap mempertahankan perkawinan. Namun, pada kenyataannya masih ada beberapa suami yang berusaha mempertahankan perkawinannya dengan istri yang berselingkuh yaitu dengan memaafkan perbuatan istri mereka. 1

Upload: sanata-dharma

Post on 26-Jan-2023

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PROSES SUAMI MEMAAFKAN ISTRI YANG BERSELINGKUH DALAM

RANGKA MEMPERTAHANKAN PERKAWINAN

Nathalia Nindi Kristyaningrum

089114043

A. Pendahuluan

1. Latar Belakang Masalah

Kehidupan perkawinan tidaklah mudah untuk

dijalani. Terdapat berbagai macam permasalahan yang

muncul dapat menjadi pemicu keretakan dalam rumah

tangga. Salah satu permasalahan yang dapat menjadi

pemicu keretakan dalam rumah tangga adalah

perselingkuhan. Berdasarkan pencatatan Badilag

perceraian akibat perselingkuhan sendiri di

Indonesia pada tahun 2010 hingga 2011 meningkat

dari 20.199 perkara menjadi 20.563 perkara.

Perselingkuhan itu sendiri tidak hanya didominasi

oleh para suami, tetapi istri juga dapat melakukan

perselingkuhan. Perselingkuhan tersebut akan

membawa dampak psikologis terhadap suami. Dampak

psikologis yang dirasakan suami membuat suami sulit

untuk tetap mempertahankan perkawinan. Namun, pada

kenyataannya masih ada beberapa suami yang berusaha

mempertahankan perkawinannya dengan istri yang

berselingkuh yaitu dengan memaafkan perbuatan istri

mereka.

1

2. Tujuan dan Permasalahan

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh

deskripsi proses suami memaafkan istri yang

berselingkuh dalam rangka mempertahankan

perkawinan.

3. Tinjauan Pustaka

Perkawinan merupakan suatu ikatan sah baik

secara hukum dan agama, antara pria dan wanita yang

dilakukan berdasarkan persetujuan pribadi serta

dilandasi rasa saling mencintai sebagai pasangan

suami istri dan dituntut adanya tanggung jawab yang

melibatkan keintiman, pertemanan, persahabatan,

kasih sayang, pemenuhan seksual, dan menjadi orang

tua serta kesetiaan kepada pasangan.

Berbagai alasan diungkapkan seseorang ketika

memutuskan untuk menikah. Setiap orang mempunyai

alasan yang berbeda-beda ketika memutuskan untuk

menikah. Secara garis besar Turner dan Helms (1995)

menyebutkan beberapa alasan seseorang memutuskan

untuk menikah, yaitu: cinta, persahabatan,

konformitas, legitimasi untuk berhubungan seks,

legitimasi untuk mendapatkan anak, kesiapan,

mendapatkan manfaat lain, dan tidak ingin hidup

sendiri.

2

Dalam perkawinan, komunikasi merupakan hal yang

penting untuk dijaga antara pasangan yang telah

menikah. Komunikasi verbal maupun nonverbal

merupakan hal yang penting dibangun dalam menjalin

suatu hubungan perkawinan. Hal tersebut dikarenakan

penggunaan komunikasi verbal dan nonverbal serta

pola komunikasi berperan penting dalam menjaga

kestabilan suatu keluarga.

Kertamuda (2009) menjelaskan bahwa dalam

perkawinan dan hidup berkeluarga tidak lepas dari

adanya permasalahan. Banyak kasus yang disebabkan

oleh permasalahan dalam perkawinan yang dapat

menimbulkan konflik dan keretakan pada pasangan.

Permasalahan yang terjadi seringkali mengancam

keharmonisan, kelangsungan hubungan pasangan dan

hubungan antaranggota keluarga sehingga terkadang

dapat menyebabkan perceraian. Permasalahan tersebut

antara lain: Pria Idaman Lain (PIL) dan Wanita

Idaman Lain (WIL), tinggal dengan mertua,

pertengkaran antaranggota keluarga, anak cacat,

penyimpangan hubungan seksual pada salah satu

pasangan, dan perbedaan agama.

Perselingkuhan pada tahun 2010 menempati posisi

keempat sebagai alasan yang menjadi penyebab utama

pasangan suami istri bercerai. Tercatat sebanyak

20.199 perkara perceraian yang diputuskan akibat

3

perselingkuhan. Pada tahun 2011 kasus perceraian

akibat perselingkuhan yang dicatat Badilag juga

mengalami peningkatan sebesar 20.563 perkara.

Perselingkuhan dapat diartikan sebagai bentuk

pelanggaran terhadap janji dan komitmen perkawinan

yang dilakukan oleh salah satu atau kedua orang

dari pasangan tersebut, dimana pelanggaran yang

dilakukan melibatkan perilaku seksual dan atau

perasaan emosional yang mendalam dengan orang lain.

Shackelford et al. (2008) dalam penelitian yang

mereka lakukan menunjukkan bahwa perselingkuhan

terjadi dikarenakan faktor kepribadian dan kepuasan

perkawinan. Selain itu, menurut Ginanjar

perselingkuhan terjadi juga karena ada kesempatan

untuk melakukan perselingkuhan, ketidakharmonisan

rumah tangga, kebutuhan seks yang tidak terpenuhi

dalam perkawinan, kebutuhan yang besar akan

perhatian yang tidak dapat diperoleh dari pasangan

perkawinan, dan hubungan jarak jauh.

Terdapat 3 jenis perselingkuhan, yatu:

perselingkuhan seksual, perselingkuhan emosional,

dan perselingkuhan secara online yang merupakan

penelitian terbaru. Perselingkuhan seksual

didefinisikan sebagai hubungan seks yang dilakukan

bukan dengan pasangan dalam perkawinan.

Perselingkuhan seksual cenderung dilakukan oleh

4

pria (Atkins, Baucom, & Jacobson, 2001).

Perselingkuhan emosional terjadi ketika seseorang

yang berada dalam hubungan berkomitmen (perkawinan)

menjadi terlibat secara emosional (misalnya,

perasaan cinta romantis) dengan orang lain selain

pasangan mereka. Perselingkuhan emosional cenderung

dilakukan oleh perempuan (Atkins, Baucom, &

Jacobson, 2001). Sedangkan perselingkuhan melalui

media elektornik ditekankan pada proses ketika

individu sudah terlibat dalam hubungan interaktif

dengan anggota lawan jenis melalui media tersebut.

Hubungan melalui dunia maya dapat menjadi suatu

hubungan yang berkelanjutan khususnya bagi

seseorang yang bekerja menggunakan media online atau

chat room (Mao & Raguram, 2009).

Spring (2006) menjelaskan bahwa perselingkuhan

yang terjadi akan membawa dampak psikologis bagi

pasangan yang telah dikhianati. Dampak psikologis

tersebut, adalah: kehilangan identitas diri,

kehilangan rasa keistimewaan dalam diri, hilangnya

harga diri karena telah mengorbankan nilai-nilai

yang dipercayai, hilangnya harga diri karena gagal

menyadari kekeliruan yang telah terjadi, kehilangan

kontrol atas pikiran dan perasaan, kehilangan

perasaan aman dan keadilan, kehilangan kepercayaan

akan agama atau Tuhan, kehilangan keterikatan

5

dengan orang lain atau orang disekitar, dan

kehilangan tujuan dan kemauan untuk hidup.

Pada saat pasangan yang telah menikah mengalami

peristiwa perselingkuhan, mereka dihadapkan pada 2

pilihan yaitu berpisah atau tetap mempertahankan

perkawinan mereka. Mempertahankan perkawinan

berarti pasangan yang telah dikhianati bersedia

memaafkan pasangan dan menerima kembali pasangan.

Memaafkan merupakan proses pengolahan emosional dan

kognitif seseorang setelah orang tersebut mengalami

suatu pelanggaran (dalam hal ini perselingkuhan),

sehingga emosi negatif yang muncul dapat diubah

dalam bentuk perilaku yang positif, kebencian dan

keinginan untuk membalas dendam terhadap pelaku

hilang, serta adanya keinginan untuk tetap

mempertahankan hubungan dengan orang yang telah

melukai.

Gani (2011) menyebutkan bahwa beberapa ahli

yang meneliti mengenai memaafkan juga telah

menuliskan tahapan untuk memaafkan. Jika diamati

lebih lanjut, setiap proses yang dilakukan pada

dasarnya sama, tetapi para ahli memutuskan untuk

memisahkannya menjadi satu proses yang juga menjadi

bagian proses yang lain. Smedes juga menyebutkan

dalam buku Forgive and Foget (1996) bahwa perilaku

memaafkan berasal dari diri sendiri. Perilaku

6

memaafkan merupakan tindakan yang sangat sederhana,

tetapi juga akan melibatkan pergolakan emosi yang

sangat dalam. Hal ini merupakan cara yang tersulit

dalam semua hubungan personal. Menurut Smedes

(1996) untuk dapat memaafkan orang harus dapat

jujur satu dengan yang lainnya. Seseorang harus

dapat menurunkan ego masing-masing, berbicara satu

dengan yang lain dengan tenang dan dapat melihat

permasalahan dengan bijak. Lewis menambahkan

terdapat 4 (empat) tahapan memaafkan, yaitu: Tahap

1: Tahap terluka. Seseorang merasa telah terluka

sangat dalam akibat perilaku orang lain. Seseorang

merasa bahwa dia tidak akan dapat melupakan

perilaku orang tersebut. Pada situasi seperti ini

seseorang berada pada masa krisis untuk memaafkan.

Tahap 2: Tahap membenci. Seseorang tidak dapat

menghilangkan ingatan mengenai seberapa dalam dia

sangat terluka. Seseorang yang telah terluka

berharap orang yang melukainya tidak dapat hidup

dengan baik. Seseorang yang telah terluka terkadang

berharap orang yang telah melukainya juga

merasakaan penderitaan yang sama. Tahap 3: Tahap

penyembuhan. Seseorang dapat melihat permasalahan

yang diahadapi dengan bijak. Seseorang dapat

melihat permasalahan dengan cara dan sudut pandang

yang baru. Seseorang dapat melihat seseorang yang

7

telah melukainya dengan sudut pandang yang lebih

positif. Ingatan seseorang mengenai rasa sakit yang

dideritanya akan hilang dan akan terbebas. Pada

tahap ini seseorang memutuskan untuk memaafkan

pelanggaran yang terjadi. Tahap 4: Tahap kembali

bersama. Seseorang yang telah melalui tahap

penyembuhan, dia sudah terlepas dari rasa sakit

hati dan tidak ada dendam lagi kepada orang yang

telah menyakitinya. Seseorang dapat mengundang

kembali orang yang telah menyakitinya untuk

bersama-sama lagi membangun hubungan dan rasa cinta

yang baru. Memaafkan merupakan hal yang sangat

penting untuk dilakukan. Memaafkan dapat memberikan

manfaat yang positif bagi seseorang yang

melakukannya serta dapat membantu seseorang untuk

lebih sehat secara fisik dan psikologis yang

terkait dengan kesejahteraan hidup.

Budaya patriarki adalah budaya dimana kaum pria

memiliki pengaruh yang besar dan lebih tinggi

kedudukannya dibandingkan dengan wanita. Setelah

sorang pria menikah, dia akan menjadi suami yang

bertanggung jawab penuh sebagai seorang pemimpin

dalam keluarga. Dalam budaya patriarki seorang

suami yang berhak mengambil keputusan ketika ada

masalah dan juga yang menentukan iya atau tidaknya

sesuatu yang dilakukan oleh keluarganya itu, boleh

8

dilakukan atau tidak. Dalam budaya Indonesia

sendiri, kaum pria (dalam hal ini suami) dianggap

sebagai pemimpin dan penanggung jawab dalam rumah

tangga. Suami dituntut untuk dapat bertanggung

jawab penuh dan mengayomi keluarganya sehingga jauh

dari penderitaan. Seorang suami juga dituntut harus

mapan, dapat diandalkan dan juga mampu menjadi

tulang punggung keluarganya ketika membutuhkan

sesuatu (http://www.scribd.com).

4. Pertanyaan Penelitian

Bagaimana proses suami memaafkan istri yang

berselingkuh dalam rangka mempertahankan

perkawinan?

B. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Pendekatan kualitatif ini dipilih oleh peneliti

karena penelitian yang akan dilakukan melibatkan

pengumpulan data dalam bentuk laporan verbal berupa

transkrip wawancara atau pertanyaan tertulis serta

analisis yang dilakukan bersifat tekstual.

Interpretasi yang akan dilakukan dibuat dalam suatu

laporan naratif terinci mengenai persepsi,

pemahaman, atau pemaknaan subjek penelitian tentang

fenomena (Smith, 2009). Metode narasi dipilih

9

sebagai metode penelitian karena penelitian yang

dilakukan melingkupi kehidupan manusia sehari-hari.

Kehidupan sehari-hari dalam penelitian ini adalah

kehidupan dalam perkawinan dengan permasalahan yang

berupa perselingkuhan.

2. Fokus Penelitian

Penelitian ini berfokus pada proses suami

memaafkan istri yang pernah melakukan

perselingkuhan. Proses memaafkan adalah suatu

tahapan yang dilalui oleh seseorang dalam hal ini

suami dalam melepaskan emosi negatif dan

mengubahnya menjadi positif sehingga suami dapat

membangun hubungan yang baru dengan istri yang

telah melakukan perselingkuhan.

3. Subjek Penelitian

Peneliti menggunakan metode proposive sampling

dalam menetapkan subjek penelitian. Metode proposive

sampling dipilih karena peneliti sebelumnya telah

menetukan karakterisktik subjek penelitian terlebih

dahulu untuk suatu tujuan yang juga telah

ditetapkan (Moleong, 2007). Peneliti menetapkan

beberapa kriteria dalam pemilihan subjek, yaitu: 1)

Subjek dalam penelitian ini adalah suami yang

memiliki istri yang pernah selingkuh. 2) Subjek

10

dalam penelitian ini adalah pasangan yang tetap

mempertahankan perkawinan kendati istri pernah

melakukan perselingkuhan. 3) Subjek bersedia untuk

membagikan pengalaman dalam penelitian.

4. Metode Pengambilan Data

Penelitian ini menggunakan metode pengambilan

data dengan tekhnik wawancara semi terstruktur.

Teknik wawancara semi terstruktur merupakan

gabungan antara wawancara terstruktur dan wawancara

tidak terstruktur. Dalam tekhnik wawancara ini,

peneliti sudah memiliki daftar pertanyaan-

pertanyaan sebagai pendoman wawancara. Namun,

peneliti dapat secara fleksibel mengembangkan

pertanyaan-pertanyaan dengan tetap berpedoman pada

daftar pertanyaan yang telah dibuat sebelumnya.

5. Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan

analisis narasi. Narasi secara khusus diggunakan

untuk memahami ketidakberaturan yang ditemui

sehari-hari. Melalui narasi, subjek peneliti

diminta untuk menceritakan kisah hidupnya dalam

proses memaafkan perselingkuhan, dalam penyampaian

kisah mengenai kehidupannya subjek berusaha untuk

11

memberikan makna terhadap pengalamannya tersebut

(Smith, 2009).

Gergen dan Gergen (dalam Smith, 2009)

mengidentifikasi 3 (tiga) struktur analisis dalam

narasi, yaitu: 1) Progresi, narasi yang digambarkan

oleh subjek penelitian mengandung suatu usaha ke

arah tujuan. Subjek penelitian menyampaikan narasi

dengan menggambarkan kehidupan sebagai suatu

rangkaian tantangan yang mengandung kesempatan

untuk maju. 2) Regresi, narasi yang digambarkan

oleh subjek penelitian mengandung bahwa sesuatu

tidak diharapkan akan terjadi. Subjek penelitian

menggambarkan kehidupan sebagai rangkaian dari

kesengsaraan. 3) Stabil, narasi yang digambarkan

oleh subjek penelitian mengandung bahwa sesuatu

yang dialami hanya merupakan perubahan kecil.

Subjek penelitian lebih cenderung menggambarkan

peristiwa-peristiwa yang dialami dengan istilah

biasa-biasa saja. Dalam menganalisis uraian narasi

yang telah disampaikan oleh subjek penelitian akan

melalui 2 (dua) fase, yaitu: 1) Fase deskriptif:

Pada fase ini peneliti membaca uraian narasi

sehingga menjadi familiar dengan struktur dan

isinya. Analisis yang dapat dilakukan oleh peneliti

adalah dengan menyoroti isu-isu penting dalam

narasi yang telah disampaikan oleh subjek

12

penelitian, mengidentifikasi keterkaitan naratif

yang menghubungkan berbagai bagian yang berbeda.

Oleh karena itu, sebelum dilakukan penelitian

dengan metode naratif, peneliti mempersiapkan

strategi untuk membantu mempersiapkan ringkasan dan

analisis dari narasi yang disampaikan oleh subjek

penelitian. Strategi tersebut terdiri dari tiga

komponen, yaitu: awal, tengah, dan akhir. 2) Fase

interpretatif: Pada tahap kedua ini, peneliti

kemudian mengaitkan narasi dengan literatur

teoritis yang sebelumnya telah ditentukan sehingga

dapat diggunakan untuk menginterpretasi kisah yang

telah disampaikan oleh subjek penelitian.

C. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Pandangan positif kedua subjek terhadap istri dan

kehidupan perkawinan membuat mereka tidak pernah

menduga akan mengalami permasalahan perselingkuhan.

Situasi perkawinan dapat menjadi faktor penyebab

istri subjek ES dan DN melakukan perselingkuhan.

Walaupun subjek ES dan DN menggambarkan bahwa

kehidupan rumah tangga mereka baik-baik saja sebelum

terjadi perselingkuhan (ES, pp 39-44; DN, pp 64-72), namun

yang menjadi permasalahan bukan tidak ada masalah

yang muncul dalam perkawinan, tetapi melihat

akitivitas keseharian subjek ES dan DN dengan istri

13

mereka yang telah terpola. Aktivitas yang terpola

tersebut menunjukkan ada kurang komunikasi antara

suami istri. Di sisi lain, komunikasi merupakan hal

yang penting dalam hubungan perkawinan dan keluarga.

Pasangan suami istri memerlukan komunikasi, baik itu

komunikasi verbal maupun nonverbal, dalam menjalani

hidup bersama sehari-hari. Hingga pada suatu hari

subjek ES dan DN mengetahui bahwa istri mereka telah

berselingkuh dengan laki-laki lain. Perselingkuhan

yang dilakukan oleh istri subjek ES dan DN telah

menghancurkan persepsi subjek mengenai kehidupan

perkawinan yang berjalan baik. Perselingkuhan yang

terjadi juga menimbulkan dampak psikologis terhadap

subjek ES dan DN. Perasaan-perasaan negatif seperti

marah, sedih, bingung harus berbuat, kecewa, dan

merasa disepelekan sebagai suami menempatkan subjek

ES dan DN pada tahap terluka. Perasaan terluka yang

dialami oleh subjek ES dan DN kemudian memunculkan

perasaan membenci terhadap istri mereka. Anggapan

subjek ES dan DN terhadap istri mereka menjadi

berubah. Subjek ES yang awalnya melihat istrinya

adalah seseorang yang baik dan mau untuk diajak hidup

susah berubah setelah mengetahui istrinya telah

berselingkuh. Subjek ES menjadi merasa bahwa istrinya

telah menyepelekan dirinya sebagai seorang suami.

Sedangkan, pada subjek DN muncul keinginan untuk

14

menceraikan istrinya karena telah merasa terluka dan

membenci istrinya. Namun, pada akhirnya subjek ES dan

DN memutuskan untuk tetap mempertahankan perkawinan

mereka setelah melakukan refleksi terhadap peristiwa

yang terjadi. Melalui refleksi, subjek ES dan DN

menyadari bahwa perselingkuhan yang dilakukan oleh

istri mereka juga dikarenakan kekurangan mereka.

Perasaan cinta yang masih dimiliki oleh subjek ES dan

DN terhadap istri dan permintaan maaf dari istri

membantu mereka dalam menyembuhkan luka yang

dirasakan. Subjek ES dan DN dapat melihat bahwa istri

mereka adalah seseorang yang butuh diperhatikan,

dilindungi dan dijaga. Subjek ES dan DN dapat melihat

istri mereka dengan cara pandang yang baru, pada

tahap inilah subjek ES dan DN berada pada tahap

penyembuhan. Setelah subjek ES dan DN dapat melewati

tahap penyembuhan, maka mereka telah sampai pada

tahap yang terakhir yaitu tahap kembali bersama. Pada

tahap ini, subjek ES dan DN dapat menerima kembali

istri mereka dan mengundang istri mereka untuk

menjalani kehidupan perkawinan.

Narasi yang disampaikan oleh subjek ES dan DN

menunjukkan bahwa awalnya mereka menemui kesulitan

dalam mengatasi permasalahan perselingkuhan yang

dilakukan oleh istri mereka. Berbagai perasaan

negatif yang dirasakan oleh subjek ES dan DN hingga

15

timbul keinginan untuk menceraikan istri menunjukkan

struktur yang regresif. Namun, struktur regresif

tersebut berubah menjadi struktur progresif ketika

subjek ES dan DN dapat merefleksikan peristiwa yang

dialami dan membuka pandangan terhadap kekurangan

mereka serta kebutuhan-kebutuhan istri.

D. Kesimpulan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kedua

subjek mempunyai pengalaman dalam berproses memaafkan

istri mereka yang pernah melakukan perselingkuhan.

Narasi yang disampaikan oleh kedua subjek memiliki

struktur atau alur progresif sesuai dengan tahapan

memaafkan menurut Smedes yang menunjukkan bahwa pada

akhirnya kedua subjek dapat menjalani hidup

perkawinan kembali bersama dengan istri mereka.

Proses memaafkan yang dilalui oleh kedua subjek ada 4

(empat) tahap, yaitu: 1) Tahap terluka atau merasa

disakiti, 2) Tahap membenci, 3) Tahap penyembuhan,

dan 4) Tahap kembali bersama. Keempat tahap yang

dilalui oleh kedua subjek menunjukkan bahwa mereka

telah berhasil merefleksikan peristiwa yang dialami.

Dalam struktur narasi dikenal dengan istilah redefinisi

tujuan, yaitu ketika kedua subjek dapat melihat dunia

dengan cara yang berbeda. Hal ini dilihat dari upaya

kedua subjek dalam merefleksikan peristiwa yang

16

mereka alami sehingga dapat melihat istri mereka

dengan cara pandang yang baru dan menerima istri

mereka kembali. Upaya refleksi diri yang dilakukan

kedua subjek oleh Smedes disebut sebagai bedah

spritual membuat mereka pada akhirnya dapat memaafkan

dan tetap mempertahankan perkawinan dengan istri.

E. Daftar PustakaAnantasari, Maria Laksmi. (tanpa tahun). Mencari

Kawruh Jiwa: Refleksi Diri pada Remaja, LangkahMenuju Pribadi Sejahtera. Faculty of Psychology, SanataDharma University Yogyakarta.

Atkins, D., Baucom, D., & Jacobson, N. (2001).Understanding Infidelity: Correlates in aNational Random Sample. Journal of Family Psychology,15(4), 735-749.

Atkins, David & Kessel, Deborah. (2008).Religiousness and In delity: Attendance, but notfiFaith and Prayer, Predict Marital Fidelity.Journal of Marriage and Family, 70, 407-418.

Beno Junianto. (2009). Aurel Cerita Miminya Selingkuh di Bali.http://life.viva.co.id/news/read/86811aurel_cerita_miminya_selingkuh_di_bali. (diunduh Sabtu, 10Februari 2013).

Bird, Butler, & Fife. (2007). The Process of CoupleHealing Following Infidelity: A QualitativeStudy. Journal of Couple & Relationship Therapy, 6(4), 1-25.

Berry, J. W., & Worthington, E. L. Jr. (2001).Forgiveness, relationship quality, stress whileimagining relationship events, and physical and

17

mental health. Journal of Counseling Psychology, 48, 447–455.

Cann, A., Baucom, T. (2004). Former partners and newrivals as threats to a relationship: Infidelitytype, gender, and commitment as factors relatedto distress and forgiveness. Personal Relationships, 11,305-318.

Fatima, Maria & Ajmal, M. Asir. (2012). HappyMarriage: A Qualitative study. Journal of Social andClinical Psychology, 9(2), 37-42.

Fife, Weeks, & Gambescia. (2008). TreatingInfidelity: An Integrative Approach. The FamilyJournal: Counseling and Therapy for Couples and Families, 16(4),316-323.

Fisher, Voracek, Rekkas, & Cox. (2008). SexDifferences in Feelings of Guilt Arising fromInfidelity. Evolutionary Psychology, 6(3), 436-446.

Galvin, Kathleen M. & Brommel, Bernard J. (1982).Family Communication: Cohesion and Change. America:Scott, Foresman and Company.

Gani, A.H. (2011). Forgiveness Therapy. Yogyakarta:Kanisius.

Ginanjar. (2009). Proses Healing Pada Istri YangMengalami Perselingkuhan Suami. Sosial Humaniora,13(1), 66-76.

Hackathorn, J., Mattingly, B., Clark, E., &Mattingly, M. (2011). Practicing What You Preach:Infidelity Attitudes as a Predictor of Fidelity.Curr Psychol, 30, 299–311.

18

Idemudia, Erhabor S. & Mahri, Saajida. (2011). CanGender, Religion, Education, Age and PersonalityPredict Willingness to Forgive? Gender & Behaviour,9(1), 3765-3779.

Jayaprawira. (2005). Coping Stress Pada PerempuanDalam Proses Pemulihan Hubungan PascaPerselingkuhan Suami. Tidak diterbitkan.Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas SanataDharma.

Kertamuda, Fatchiah. (2009). Konseling Pernikahan untukKeluarga Indonesia. Jakarta: Salemba Humanika.

Kodrati, Finalia. (2010). Perjalanan Kisah Cinta Maia &Ahmad Dhani.http://life.viva.co.id/news/read/175810-perjalanan-kisah-cinta-maia---ahmad-dhani.(diunduh Sabtu, 10 Februari 2013).

Kristee. (2011). A Socio-Emotional RelationalFramework for Infidelity: The Relational JusticeApproach. Family Process, 50(4), 516-528.

Kymenlaakso, Ilkka Virolainen. Forgiveness as aLeadership Tool. Global Conference on Business and FinanceProceedings, 7(1), 432-445.

Lindsay. (2008).http://genkeis.multiply.com/journal/item/2 68?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem.(diunduh Jumat, 15 Februari 2013).

Lodro, Wawan. (2012). Perceraian Selalu Berdampak NegatifBagi Anak.http://www.kainsutera.com/info-remaja/perceraian-selalu-berdampak-negatif-bagi-anak.html. (diunduhSabtu, 10 Februari 2013).

19

Lopez, S., & Synder, C. (2003). PositivePsychological Assessment. Washington: WorldComposition Services, Inc.

Mao, Angelina & Raguram, Ahalya. (2009). Onlineinfidelity: The new challenge to marriages. IndianJ Psychiatry, 51(4), 302-304.

Maltby, J., Macaskill, A., & Day, L. (2001). Failureto forgive self and others: A replication andextension of the relationship betweenforgiveness, personality, social desirability andgeneral health. Personality and Individual Differences, 30,881–885.

Mark, Janssen, & Milhausen. (2009). In delity infiHeterosexual Couples: Demographic, Interpersonal,and Personality-Related Predictors of ExtradyadicSex. Archives of Sexual Behavior, 40, 971-982.

Mauger, P. A., Perry, J. E., Freeman, T., Grove, D.C., McBride, A. G., & McKinney, K. E. (1992). Themeasurement of forgiveness: Preliminary research.Journal of Psychology and Christianity, 11, 170–180.

McFall, Michael T. (2011). Living Dogma and Marriage.Philosophia, 39, 657–672.

McNulty. (2008). Forgiveness in Marriage: Putting theBene ts Into Context. fi Journal of Family Psychology, 22(1),171–175.

Moleong. (2007). Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PTRemaja Rosdakarya.

Muhammad, Abu Abdillah. (2012, 26 April). Difinisi danHukum Talak. http://asysyariah.com/difinisi-dan-hukum-talak.html. (diunduh Kamis, 15 Februari2013).

20

Noviyanto. (2011, 4 Agustus). Dari 285 Ribu KasusPerceraian, Wanita Paling Getol Menggugat Cerai Ketimbang Pria.http://www.lensaindonesia.com/2011/ 08/04/dari-285-ribu-kasus-perceraian-wanita-paling-getol-menggugat-cerai-ketimbang-pria.html. (diunduhSabtu, 10 Februari 2013).

Olmstead, Blick, & Mills. (2009). Helping CouplesWork Toward the Forgiveness of Marital In delity:fiTherapists’ Perspectives. The American Journal of FamilyTherapy, 37, 48–66.

Parker, Berger, & Campbell. (2010). DeconstructingCouples’ Experiences With In delity. fi Journal ofCouple & Relationship Therapy, 9, 66–82.

Pearlman, Kenneth S. (2010). Marriage: Roles, Stability andConflict. New York: Nova Science Publishers, Inc.

Piper, John. (2009). This Momentary Marriage. UnitedStates of America: Crossway Books.

Poerwandari, E.K. (2005). Pendekatan Kualitatif untukPenelitian Perilaku Manusia. Jakarta:Pengembangan Sarana Pengukuran dan PengembanganPsikologi UI.

Pramana, Ivan. (tanpa tahun). Pengertian Budaya Patriarkhi.http://www.scribd.com/doc/58728320/Pengertian-budaya-patriakhi. (diunduh Kamis, 15 Februari2013).

Putra, Erik P. (2012). Angka Perceraian Pasangan IndonesiaNaik Drastis 70 Persen.http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/01/24/ lya2yg-angka perceraian-pasangan-indonesia-naik-drastis-70-persen. (diunduh Sabtu,10 Februari 2013).

21

Ratih Cinthyadevi Erviantini. (2007). ProsesPengambilan Keputusan Pada Istri UntukMempertahankan Perkawinan Setelah PerselingkuhanSuami. www.lontar.ui.ac.id. Depok: Fakultas PsikologiUniversitas Indonesia.

Rosmadi. (2011). Informasi Keperkaraan Peradilan Agama Tahun2010.http://www.badilag.net./data/ditbinadpa/FAKTORFAKTOR%20PENYEBAB%20TERJADINYA%20PERCERAIAN%20tahun%202010.pdf . (diunduh Sabtu, 10 Februari 2013).

Rosmadi. (2012). Informasi Keperkaraan Peradilan Agama Tahun2011.http://www.badilag.net./data/ditbinadpa/Subdit%20Stadok/Rekap%20faktor%20perceraian%20tabel%20IV.pdf. (diunduh Sabtu, 10 Februari 2013).

Sa’adah, E., Sakti, H., & Sakti, D. (2012). TheWife’s Forgiveness Toward Husband’s Infidelity.Jurnal Psikologi, 1(1), 106-119.

Satiadarma. (2001). Menyikapi Perselingkuhan.Jakarta: Pustaka Populer Obor.http://books.google.co.id/books?id=yAyvoA03_VYC&printsec=frontcover&hl=id#v=onepage&q&f=false. (diunduh Sabtu, 10 Februari 2013).

Shackelford, Buss, & Bennett. (2002). Forgiveness orbreakup: Sex differences in responses to apartner’s infidelity. Cognition and Emotion, 16 (2),299–307.

Shackelford, Besser, & Goetz. (2008). Personality,Marital Satisfaction, and Probability of MaritalInfidelity. Individual Differences Research, 6(1), 13-25.

22

Sharon, A. (2009). Communicating Forgiveness. Thesis.Cleveland State University.

Smedes. (1996). Forgive and Forget.http://www.harpercollins.com/browseinside/index.aspx?isbn13=9780061285820(diunduh Sabtu, 10 Februari 2013).

Smedes, Lewis B. (1991, terj.). Memaafkan Kekuatan YangMembebaskan. Yogyakarta: Kanisius.

Smith, Jonathan A. (2009). Psikologi Kualitatif.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Stephen. (2005). A Clinical Perspective On In delity.fiSexual and Relationship Therapy, 20(2), 143-153.

Spring, Janis Abraham. (2006). After the Affair. UnitedStates of America: HarperCollins Publisher.

Suwartono, Christiany & Viktoria, Venie. (2010).Seeking Forgiveness Among University Students inJakarta. Book of Abstracts the First International Conference ofIndigenous & Cultural Psychology, 27d, 196-197.

Suwartono, Christiany & Viktoria, Venie. (2010).Granting Forgiveness among University Students inJakarta. Book of Abstracts the First International Conference ofIndigenous & Cultural Psychology, 39d, 283-284.

Then, Debbie. (2008). Kisah-kisah Perempuan yang Bertahandalam Perkawinan.http://books.google.co.id/books?id=gRuKRpnoxb4C&pg=PA17&lpg=PA17&dq=definisi+perselingkuhan&source=bl&ots=RLXKncVD2&sig=5wVS04j4Scu8GCpVcwRcJOIolo&hl=en&sa=X&ei=agwsUfW5EsytrAeOoIGoAQ&sqi=2&redir_esc=y#v=onepage&q=definisi%20perselingkuhan&f=false(diunduh Jumat, 15Februari 2013).

23

Triatmo, Fransiskus Agis. (tanpa tahun). PemahamanPerkawinan Menurut Gereja Katolik. http://www.imankatolik.or.id/pemahaman-perkawinan-menurut-gereja-katolik.html.(diunduh 25 februari).

Turner & Helm. (1995). Encyclopedia of Relationships Across theLifespan. http://books.google.co.id/books?id=xto5as2BfoC&pg=PA272&lpg=PA272&dq=reason+to+marry+by+turner+and+helms&source=bl&ots=L6uxNois88&sig=BZ6Wzcj2q16dlbDICW7gzhOiCo&hl=en&sa=X&ei=tF09UcSNDon3rQfxxYCoCw&redir_esc=y#v=onepage&q=reason%20to%20marry%20by%20turner%20and%20helms&f=false. (diunduh Jumat, 15 Februari2013).

Vilibert, Diana & Lloyd, Abraham. (2010).http://www.marieclaire.com/sex-love/advice/emotional-physical-cheating. (diunduh Jumat, 20 September 2013).

Walgito, B. (2000). Bimbingan & Konseling Perkawinan.Yogyakarta: C.V Andi Offset.

Witvliet, C. V. O. (2001). Forgiveness and health:Review and re ections on a matter of faith,flfeelings, and physiology. Journal of Psychology andTheology, 29, 212–224.

Worthington, E. L. Jr. (2001). Forgiveness,relationship quality, stress while imaginingrelationship events, and physical and mentalhealth. Journal of Counseling Psychology, 48, 447–455.

Yang Mulia Bhikkhu Khantidharo. (tanpa tahun).Pandangan Agama Buddha Tentang Pernikahan.http://artikelbuddhist.com/2011/05/pandangan-agama-buddha-tentang-pernikahan.html. (diunduh 25februari).

24

Young, R.V. (2007). A Dawsonian View of Patriarchy.In Defense Of Patriachy, 417-424

Yuniarti, Hepi. (2009). Latar Belakang SuamiMempertahankan Perkawinan (Studi Kasus Pada SuamiKorban Perselingkuhan). Tidak diterbitkan.Malang: Fakultas Psikologi UniversitasMuhammadiyah.

Zaka al Farisi. (2008). When I Love You.http://books.google.co.id/books?id=figI8CaeZbQC&pg=PA137&lpg=PA137&dq=psikolog+layton&source=bl&ots=ZCcjM6PHp2&sig=4WcXq0yf6t61LKMGHyf4dzjQ-Ko&hl=en&sa=X&ei=6WsUYfKAYeHrAfPk4CoAg&redir_esc=y#v=onepage&q=psikolog%20layton&f=false (diunduh Jumat, 15 Februari2013).

http://definisipengertian.com/2011/pengertian-perkawinan/ (diunduh 25 februari).

http://www.babadbali.com/canangsari/hkt-perkawinan.htm. (diunduh 25 februrari).

25