document 4321

17
1.1 Ketentuan Umum Banding Pasal 27 ayat (1) UU KUP menyatakan bahwa WP dapat mengajukan Banding hanya kepada badan peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud Pasal 26 ayat (1). Dari kalimat ini ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu badan peradilan pajak danSurat Keputusan Keberatan.Badan peradilan pajak yang dimaksud oleh Pasal 27 ayat (1) UU KUP tersebut adalah Pengadilan Pajak yang dibentuk oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut UU PP). WP tidak dapat mengajukan Banding kepada pengadilan lainnya selain Pengadilan Pajak.Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, Pengadilan Pajak bertempat kedudukan di Jakarta.

Upload: rendyiceboy

Post on 14-Nov-2015

220 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

dfd

TRANSCRIPT

1.1 Ketentuan Umum Banding

Pasal 27 ayat (1) UU KUP menyatakan bahwa WP dapat mengajukan Banding hanya kepada badan peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud Pasal 26 ayat (1). Dari kalimat ini ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitubadan peradilan pajakdanSurat Keputusan Keberatan.Badan peradilan pajak yang dimaksud oleh Pasal 27 ayat (1) UU KUP tersebut adalah Pengadilan Pajakyang dibentuk oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut UU PP). WP tidak dapat mengajukan Banding kepada pengadilan lainnya selain Pengadilan Pajak.Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, Pengadilan Pajak bertempat kedudukan di Jakarta. Selain sebagai tempat kedudukan atau kantor pusat, Pengadilan Pajak di Jakarta ini juga dijadikan sebagai tempat penyelenggaraan sidang sengketa pajak.Selain di Jakarta, belum lama ini diresmikan Pengadilan Pajak di Yogyakarta yang berlokasi di Gedung Keuangan Negara (GKN) Yogyakarta, Jalan Kusumanegara, Yogyakarta. Pengadilan Pajak di Yogyakarta merupakan tempat penyelenggaraan sidang sengketa pajak di luar tempat kedudukan.Terkait dengan hal yang kedua,Surat Keputusan Keberatan, kita harus kembali pada Pasal 25 UU KUP untuk mengetahui asal-muasal surat keputusan tersebut.Surat Keputusan Keberatan tersebut, bermula dari adanya wewenang Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak untuk melakukan pemeriksaan pajak terhadap SPT WP. Produk atau hasil dari pemeriksaan pajak tersebut salah satunya berupa Surat Ketetapan Pajak (SKP).Menurut Pasal 25 UU KUP, jika tidak menyetujui SKP tersebut, WP diperkenankan untuk mengajukan surat Keberatan kepada Dirjen Pajak, yang dalam hal ini diwakili oleh Kepala Kanwil DJP yang membawahi KPP tempat WP terdaftar. Dan berdasarkan surat Keberatan WP tadi, pihak Kanwil DJP akan melakukan pemeriksaan dan penelitian kembali terhadap hasil pemeriksaan tersebut dan akan memberikan keputusan dalam bentuk Surat Keputusan Keberatan.Sesuai dengan ketentuan Pasal 25 ayat (1) huruf e UU KUP, selain terhadap SKP sebenarnya WP juga bisa mengajukan surat Keberatan terhadap Bukti Pemotongan/Pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga. Misalnya jika terjadi pemotongan PPh Pasal 23 yang menurut WP tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka WP yang dipotong PPh Pasal 23 bisa mengajukan surat Keberatan terhadap Bukti Potong PPh Pasal 23 yang diterbitkan oleh pihak pemotong. Tetapi dalam praktik, hal ini nyaris tidak pernah dilakukan. WP lebih memilih mengajukan keluhan dan complain terhadap subjek pemotong PPh Pasal 23 ketimbang menempuh jalur hukum yang semestinya.

2.3 Objek SengketaSaat mengajukan permohonan Banding kepada Pengadilan Pajak, WP umumnya hanya mempersengketakan hal-hal yang bersifat material seperti mengenai besarnya jumlah pokok pajak, sanksi pajak, jumlah Kurang Bayar, Lebih Bayar, dan hal-hal material lainnya. Padahal dalam proses Banding ini, WP juga dapat mempersengketakan hal-hal yang bersifat formal (aspek formal) baik formalitas dalam pemeriksaan pajak maupun dalam proses penyelesaian Keberatan.Misanya jika dalam proses pemeriksaan pajak dan penyelesaiannya, pemeriksa pajak tidak melakukan hal-hal yang bersifat prosedural yang seharusnya dilakukan oleh pemeriksa pajak dalam proses pemeriksaan pajak, maka WP sebenarnya bisa mengangkat persoalan itu di meja hijau Pengadilan Pajak. Seperti misalnya pemeriksa pajak tidak memberikan waktu kepada WP untuk memberikan tanggapan SPHP, pemeriksa tidak memberikan bukti peminjaman dokumen, pemeriksa tidak menjelaskan secara tertulis dasar alasan koreksi, dan prosedur formal lainnya yang diwajibkan oleh UU KUP maupun peraturan tentang Pemeriksaan Pajak lainnya.Dalam banyak kasus Banding, seringkali ditemui di mana Majelis Hakim yang menangani sengketa Banding memutuskan untuk tidak melanjutkan proses pemeriksaan material Banding manakala mereka menemukan fakta bahwa pemeriksa pajak tidak melakukan ketentuan dan prosedur pelaksanaan pemeriksaan.

Persyaratan Formal Surat Banding

Agar permohonan Bandingnya diterima dan diproses lebih lanjut oleh Pengadilan Pajak, WP harus memperhatikan dan bisa memenuhi beberapa ketentuan atau persyaratan formal yang telah diatur oleh UU perpajakan, baik UU KUP maupun UU PP. Persyaratan formal ini ada yang mencakup soal format surat permohonan Banding maupun tindakan formal lainnya yang akan dijelaskan berikut ini.Jika salah satu persyaratan formal ini tidak bisa dipenuhi, jangan harap permohonan itu akan diterima dan diproses oleh Pengadilan Pajak. Kecuali jika Majelis Hakim yang menangani sengketa pajak tersebut mempunyai penilaian dan pertimbangan khusus.Surat Permohonan Banding atau kadang disebut Surat Banding, harus ditulis dalam bahasa Indonesia dan harus menjelaskan pokok-pokok sengketa pajak yang diajukan Banding serta alasan yang jelas dan dasar hukum pengajuan Bandingnya. Tidak jarang WP bahkan mencantumkan perhitungan versi pemeriksa pajak dan versi SPT WP untuk memperjelas posisi pos-pos koreksi yang diajukan Banding.Selain itu, surat Banding juga harus mencantumkan tanggal diterimanya SK Keberatan oleh WP. Ini kelihatannya memang sepele tapi jika tidak dicantumkan, permohonan Banding WP berisiko ditolak oleh Pengadilan Pajak karena ini merupakan salah satu persyaratan formal yang sangat signifikan [Pasal 36 ayat (2) UU PP].Terakhir, surat Banding harus ditandatangani oleh WP yang bersangkutan. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan kata WP adalah:Untuk WP orang pribadi, surat harus ditandatangani oleh WP yang bersangkutan atau oleh ahli warisnya [Pasal 37 ayat (1) UU PP].Untuk WP badan(company), surat Banding harus ditandatangani oleh salah seorang pengurusnya atau oleh wakil WP lainnya sebagaimana dimaksud oleh Pasal 32 UU KUP.Pihak lain, selain WP tersebut, diperkenankan untuk menandatangani surat Banding asalkan memenuhi persyaratan sebagai kuasa WP sebagaimana diatur dalam PMK Nomor 22/PMK.03/2008 tanggal 6 Februari 2008, dan memiliki surat kuasa dari WP yang bersangkutan.WP juga dapat membuat pernyataan bersedia untuk menghadiri sidang di Pengadilan Pajak. Meskipun WP sebagai Pemohon Banding tidak wajib untuk menghadiri sidang, tetapi kehadiran WP dapat menjadi penyeimbang terhadap Majelis Hakim agar mereka tidak tegiring pada opini yang dibentuk oleh Terbanding (Dirjen Pajak).Satu surat Banding hanya boleh dibuat dan diajukan untuk satu SK Keberatan. Sedangkan hal-hal yang dipersengketakan, yang dimuat dalam surat Banding tersebut, dapat meliputi sengketa formal (yang menyangkut prosedur atau formalitas pemeriksaan maupun keberatan) maupun sengketa material (yang menyangkut jumlah pokok pajak maupun jumlah sanksi pajak).

2.6 Jangka Waktu Pengajuan Surat Banding

Surat Banding tersebut harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak SK Keberatan yang diajukan Bandingnya, diterima oleh WP. Dalam hal ini yang dianggap sebagai tanggal diterimanya SK Keberatan oleh WP adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimile, atau tanggal yang tercantum dalam surat tanda terima SK Keberatan apabila SK Keberatan itu diterima langsung oleh WP. Jangka waktu 3 (tiga) bulan ini tidak berlaku apabila WP bisa membuktikan bahwa yang bersangkutan dalam kondisi di luar kekuasaan(force majeur).

2.7 Syarat Pembayaran 50%

Khusus untuk pengajuan Banding terhadap SKP-KB maupun SKP-KBT, sesuai dengan Pasal 36 ayat (4) UU KUP WP harus terlebih dahulu membayar minimal 50% dari jumlah pajak yang terutang. Hingga saat ini ketentuan ini masih diperdebatkan oleh praktisi pajak khususnya mengenai definisi dan batasan...jumlah pajak yang terutang...yang ada dalam pasal tersebut. Apakah yang dimaksud adalah jumlah yang tercantum dalam SKP-KB maupun SKP-KBT atau jumlah lainnya.UU PP tidak secara spesifik mendefinisikan pengertian pajak terutang. Tapi melihat pada ketentuan bahwa UU PP adalah UU dan ketentuan yang bersifat material, banyak pihak yang berpendapat bahwa pengertian pajak terutang ini merefer kepada UU KUP yang merupakan UU pajak yang bersifat formal. Jika benar bahwa pengertianpajak terutangyang dimaksud oleh UU PP adalahpajak terutangyang sebagaimana dimaksud oleh UU KUP, maka dalam hal ini kita harus kembali kepada UU KUP khususnya kepada ketentuan mengenai pengajuan Keberatan (Pasal 25) dan pengajuan Banding (Pasal 27).Menurut Pasal 25 ayat (3a) UU KUP, saat akan mengajukan Keberatan WP terlebih dahulu harus melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui WP dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan. Misalnya pada saat pembahasan akhir hasil pemeriksaan, pemeriksa pajak dalam SPHP-nya menyatakan bahwa PPh kurang bayar sejumlah Rp 1.000,00 sementara WP hanya menyetujui koreksi tersebut sejumlah Rp 200,00. Dalam kondisi seperti ini umumnya kantor pajak akan menerbitkan SKP-KB atau SKP-KBT sesuai dengan SPHP yaitu Rp 1.000,00. Akan tetapi sesuai dengan ketentuan Pasal 25 ayat (3a) UU KUP pada saat mengajukan Keberatan WP hanya diwajibkan membayar Rp 200,00 yaitu jumlah yang memang disetujui oleh WP.Kemudian menyambung dari ketentuan tersebut, Pasal 25 ayat (7) UU KUP menyatakan bahwa jumlah yang belum dibayar pada saat mengajukan keberatan (Rp 800,00) tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan SK Keberatan. Sementara dalam ayat (8) pasal yang sama dinyatakan bahwa jumlah yang belum dibayar pada saat pengajuan Keberatan tidak termasuk sebagai utang pajak. Kedua ayat dalam Pasal 25 UU KUP ini menurut banyak pihak saling kontradiksi satu sama lain. Di ayat (7) dikatakantertangguhtetapi di ayat (8) ditetapkantidak termasuk sebagai utang pajak. Jadi mana yang benar, ditangguhkan atau dianggap bukan utang pajak?Kondisi yang sama seperti Pasal 25, terjadi dalam Pasal 27 yang mengatur soal pengajuan Banding. Dalam pasal ini, kontradiksi ayat terjadi pada ayat (5a), ayat (5b) dan ayat (5c). Di satu ayat dikatakan tertangguh tetapi di ayat lain ditetapkan tidak termasuk sebagai utang pajak.

Pendapat Mayoritas

Dari ketentuan Pasal 25 dan Pasal 27 UU KUP tersebut, mayoritas praktisi pajak berpendapat bahwa jumlah yang belum dibayar oleh WP yang ada dalam SKP-KB maupun SKP-KBT pada dasarnya memang ditetapkan bukan merupakan utang pajak. Tetapi penetapan bukan sebagai utang pajak ini berlaku hanya dalam proses penyelesaian Keberatan. Ketentuan ini dimaksudkan agar kantor pajak tidak melanjutkan proses penagihan terhadap SKP-KB maupun SKP-KBT selama proses Keberatan berlangsung.Akan tetapi penangguhan itu hanya berlaku selama sebulan terhitung sejak tanggal SK Keberatan diterbitkan. Setelah lewat masa itu, jumlah yang tercantum di SKP-KB atau SKP-KBT sudah menjadi utang pajak kembali dan bisa ditagihkan pelunasannya oleh kantor pajak. Sebagai contoh, misalnya SK Keberatan diterbitkan tanggal 1 Desember 2012, maka penangguhan itu berlaku hanya sampai 31 Desember 2012. Setelah lewat tanggal itu, kantor pajak berwenang untuk melakukan tindak penagihan.Oleh karena itu, jika WP tidak ingin dikenakan kewajiban untuk menyetor 50% jumlah SKP-KB atau SKP-KBT, maka surat Banding harus disampaikan ke Pengadilan Pajak dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal SK Keberatan. Sebab dalam masa inilah jumlah yang belum dibayar oleh WP dianggap masih belum merupakan utang pajak.Dalam beberapa persidangan di Pengadilan Pajak, ada juga Majelis Hakim yang berpendapat lain. Mereka berpendapat WP tidak wajib membayar 50% tersebut sepanjang WP bisa menunjukkan bahwa WP memang tidak menyetujui SPHP yang diterbitkan oleh pemeriksa pajak. Tapi untuk menjaga hal terburuk, WP sebaiknya mengikuti pendapat mayoritas tersebut di atas agar permohonan Banding dapat diterima dan dilanjutkan ke proses persidangan dan pemeriksaan Banding.

Dikirim Langsung atau Melalui Pos

Setelah seluruh persyaratan formal tersebut dipenuhi, WP bisa langsung mengirimkan surat Banding tersebut kepada Pengadilan Pajak atau mengirimkannya melalui pos atau jasa pengiriman surat. Sekali lagi, secara umum sebenarnya WP bisa mengirimkan surat Banding ini dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya SK Keberatan.Disarankan untuk mengajukan surat Bandingas soon as posibleagar jika terjadi kekurangan persyaratan formal, WP bisa melengkapinya sebelum jangka waktu penyampaian surat Banding yang hanya 3 (tiga) bulan tersebut terlewati. Akan tetapi, jika tidak ingin dikenai kewajiban membayar 50%, sebaiknya WP melengkapi seluruh persyaratannya dan mengajukan surat Banding dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan SK Keberatan.