dm tipe i
DESCRIPTION
dm tipe 1TRANSCRIPT
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
1
PERJALANAN PENYAKIT DAN PATOGENESIS DIABETES MELITUS TIPE 1
P R O D I A D I A G N O S T I C S E D U C A T I O N A L S E R V I C E S
Djoko Wahono SoeatmadjiSeksi Diabetes dan Endokrinologi
Bagian Ilmu Penyakit DalamRSUD Dr Saiful Anwar – Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang
ForumDiagnosticum
ISSN 0854-7173 | No. 3/2002
LABORATORIUM KLINIK
PERJALANAN PENYAKIT DAN PATOGENESISDIABETES MELITUS TIPE 1
PENDAHULUAN
Diabetes Mellitus tipe 1 (DM 1), dahulu disebut sebagai Insulin-Dependent Dia-
betes Mellitus (IDDM) ditandai dengan destruksi sel b yang menjurus ke arah
kekurangan insulin absolut. Terminologi kekurangan insulin absolut bermakna
bahwa tanpa pemberian insulin eksogen pasien akan jatuh dalam dekompensasi
metabolik yang berat, ketoasidosis, sampai kematian dalam waktu yang pendek.
Menurut The Expert Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes
Mellitus (1), untuk DM tipe 1 didapatkan 2 subklasifikasi, yaitu : (A) Immune
mediated (DM 1A), dan (B) Idiopathic (DM 1B). DM 1A dapat terjadi pada bayi baru
lahir sampai individu berusia lanjut lebih dari 60 tahun. Prakiraan saat ini sekitar
5 – 10% diabetes pada individu dewasa adalah DM 1A. Di Amerika Serikat,
sebagian besar (lebih dari 90%) DM 1 ras Kaukasian adalah DM 1A, sedangkan
pada African American dan Hispanic American sekitar 50% DM 1 tidak
menunjukkan adanya autoantibodi dan petanda imunogenik yang lazimnya
merupakan tanda khas DM 1A. Sebagian anak-anak tersebut tampaknya
merupakan varian DM 2 dengan sindrom genetik yang khas (Maturity-Onset
Diabetes of the Young = MODY) seperti mutasi gen glukokinase atau Hepatic
Nuclear Factors (HNF). Bila seorang individu menderita DM 1A maka saudara
kandungnya mempunyai risiko menderita penyakit autoimun yang meningkat.
Penyakit celiac, hipotiroidisme, hipertiroidisme, penyakit Addison dan anemia
pernisiosa merupakan penyakit-penyakit autoimun yang sering terkait dengan
DM 1A. Sekitar 1/20 pasien dengan DM1 juga menderita penyakit celiac.
2
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
PERJALANAN PENYAKIT DAN PATOGENESIS DIABETES MELITUS TIPE 1
PERJALANAN PENYAKIT DANKLASIFIKASI
PERJALANAN PENYAKIT DANKLASIFIKASI
Walaupun masih spekulatif dan belum lengkap, hasil
penelitian pada manusia dan hewan model menunjukkan
bahwa interaksi faktor genetik dan faktor lingkungan berperan
dalam mekanisme patogenesis DM 1A.
Tahap-tahap dalam perjalanan penyakit dan mekanisme
patogenesis DM 1A sampai saat ini belum sepenuhnya
diketahui. Berbagai kemungkinan perjalanan penyakit DM
1A adalah :
� linier - sekali proses autoimun dicetuskan, proses tersebut
akan menetap serta berlanjut dengan perjalanan yang
progresif.
� acak -sesudah proses autoimun dicetuskan dapat
mengalami fluktuasi dengan periode-periode remisi dan
kambuhan (relaps) disertai abnormalitas metabolik dan
imunologik yang juga berfluktuasi. Proses autoimun
tersebut mungkin dapat bersifat sementara (transient)
dan reversibel.
� Sebagian individu mungkin mengalami proses yang tidak
lengkap, karena perjalanan destruksi sel b yang lambat,
tampil secara klinis sebagai DM tipe 2 dengan petanda
autoimun (+) sehingga tidak pernah timbul ketoasidosis
spontan karena sisa masa sel b masih selalu cukup,
atau timbul ketoasidosis spontan lama sesudah kejadian
hiperglikemi yang pertama diidentifikasi.
� Sebagian individu menunjukkan perjalanan yang sangat
akut (fulminant). Hiperglikemi yang berat sampai
ketoasidosis dan koma timbul beberapa hari sesudah
gejala yang mirip influenza (flu-like). HbA1c biasanya
masih normal dan hal tersebut menunjukkan bahwa
kondisi hiperglikemi tersebut masih baru terjadi.
Berbagai kemungkinan proses perjalanan autoimun penyakit
tersebut tercermin dari manifestasi klinis DM 1A (Tabel 1).
Type 1 diabetes1. Clinical diagnosis by a doctor : Young-onset ( < 16 yr), ketosis prone, on insulin from diagnosis2. Autoimmune process : GAD65 autoantibody (+)3. Insulin-dependent stage : (3.1 or 3.2 or 3.3 or 3.4)
3.1. Urine C-peptide < 20 ug/day (or ug/g Cr)3.2. Serum C-peptide < 0.5 ng/ml (fasting)3.3. Serum C-peptide < 1.0 ng/ml (after meal or iv. Glucagon*)3.4. C-peptide < 0.5 ng/ml after iv. Glucagon*
Slowly progressive Type 1 (SP type 1) diabetes (Diabetes Care 16: 780 – 788, 1993)1. ICA and/or GADab (+)2. Non-insulin dependent at onset or at diagnosis3. Periode of non-insulin requiring more than 13 month after onset or diagnosis
Diabetes Tipe 1 fulminant ( N Eng J Med 342: 301, 2000)1. Ketosis/ketoacidosis within 1 week after hyperglycemic symptoms2. C-peptide serum < 0.3 ng/ml (fasting) dan
< 0.5 ng/ml (after meal or after iv.Glucagon)3. AIC < 5.5% pada kunjungan pertama
Tabel 1. Subtipe Manifestasi Klinis Diabetes Tipe 1*
*Asia Molecular Diabetology, 2002GAD : glutamic acid decarboxylase
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
3
PERJALANAN PENYAKIT DAN PATOGENESIS DIABETES MELITUS TIPE 1
TAHAP-TAHAP DALAM PERJALANANPENYAKIT
Untuk memudahkan dalam mempelajari dan memahami
patogenesis DM 1, perjalanan penyakit tersebut dapat dibagi
menjadi beberapa tahap diawali dengan kerentanan genetik
dan diakhiri (dari sudut pandang imunologi) dengan destruksi
sel b yang menyeluruh (Gambar 1):
1. Tahap I : kerentanan genetik
2. Tahap II : pemicu autoimunitas
3. Tahap III : destruksi sel b oleh proses autoimunitas
4. Tahap IV : hilangnya sekresi insulin
Gambaran tersebut merupakan gambaran yang umum.
Faktor genetik diduga mempengaruhi setiap tahap
perkembangan penyakit. Pada beberapa individu, seperti
individu yang mengekspresikan alel HLADQB1 *0602 yang
protektif, walaupun menunjukkan adanya autoantibodi di
dalam serumnya tetapi tidak berlanjut menjadi DM 1A.
TAHAP 1. RISIKO GENETIK
Diabetes tipe 1A merupakan penyakit yang heterogen,
dengan berbagai bentuk immune mediated diabetes dengan
kausa genetik yang diketahui sebagai bagian dari sindrom
autoimun (Tabel 2).
Bukti risiko genetik. Kembar identik (monozigotik) pasien
DM 1A mempunyai risiko menderita DM 1A sebesar 50%.
Konsisten dengan heterogenitasnya, risiko tersebut sangat
bervariasi. Usia awal (onset) timbulnya penyakit menentukan
risiko kembarannya. Bila kembarannya menderita DM
sebelum usia 5 tahun, risiko saudara kembarnya menjadi
diabetes melampaui 50%. Sebaliknya bila saudara
kembarnya menderita diabetes sesudah usia 25 tahun, risiko
kembarannya kurang dari 10%. Risiko saudara kandung
pasien DM 1A menderita DM 1A sekitar 1/20, sedangkan
risiko populasi umum USA sekitar 1/300. Negara dengan
insidensi yang paling tinggi adalah Finlandia, yaitu sekitar
1/100. Polimorfisme genetik mempunyai pengaruh yang
besar terhadap risiko penyakit, saudara kembar pasien DM
1A dengan genotip DR3/4 DQB1*0302 mempunyai risiko
tinggi. Anti-islet autoantibodies (+) didapatkan pada 50% dan
akan menjurus pada DM 1A (DAISY study).
Type 1A Diabetes
Monogenic : Single gene defectAPS-1 : AIRE autosomal recessiveX-PID : Scurfy Gene X-linked
Polygenic : Summation of small effects of multiple genescreating diabetes succeptibility(e.g. NODmouse)
Oligogenic : MHC + few major genesGenetic heterogeneity with different major non-MHC genes for different families (e.g. BB rat)
Tabel 2. Heterogenitas genetik immune mediated type 1 diabetesdengan bentuk-bentuk monogenik, poligenik, dan oligogenik
Gambar 1. Tahap-tahap hipotetik dan hilangnya sel b pada DM 1A(Eisenbarth, NEJM, 1986)
4
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
PERJALANAN PENYAKIT DAN PATOGENESIS DIABETES MELITUS TIPE 1
Heterogenitas pasien DM 1A dapat dilihat dalam Tabel 2.
Pasien, khususnya dengan mutasi gen Autoimmune
Regulator (AIRE) dan gen homolog yang menyebabkan
Scurfy pada mencit menimbulkan immune mediated
diabetes. Mutasi AIRE menimbulkan Autoimmune
Polyendocrine Syndrome Type I, sedangkan mutasi gen
homolog Scurfy menimbulkan autoimunitas neonatal yang
berat yaitu XPID syndrome (X-linked polyendocrinopathy,
immune dysfunction and diarrhea)(dikutip: Eisenbart,
Endotext.org 2002).
The Major Histocompatibility Complex (The MHC = HLA
genes). Sebagian besar DM 1A diabetes mempunyai etiologi
dan polimorfisme oligogenik atau poligenik gen di dalam
the major histocompatibility complex (HLA genes). MHC
kompleks dibagi menjadi 3 regions, yaitu : Class II, class III
dan class I.
Determinan utama DM 1A adalah alel-alel gen HLA DQ dan
DR. Molekul-molekul produk gen tersebut didapatkan pada
permukaan antigen presenting cells (misal : makrofag) dan
akan berikatan serta mempresentasikan peptida-peptida
pendek yang dapat dikenal oleh reseptor sel T limfosit. Gen-
gen tersebut dikenal sebagai immune response genes
karena molekul produk gen tersebut mempunyai urutan asam
amino yang spesifik, yang menentukan peptida mana yang
akan berikatan dan dengan demikian peptida individu yang
mana yang akan bereaksi. Setiap urutan asam amino yang
berbeda diberi nomor. Untuk molekul DQ, baik gen rantai a
maupun rantai b merupakan gen yang polimorfik, dan oleh
sebab itu untuk mengenali suatu molekul DQ, harus
sekaligus dikenal kedua rantai (a dan b) tersebut. Untuk
molekul DR, hanya gen rantai DRB yang polimorfik, dan oleh
sebab itu rantai tersebut spesifik. Setiap nomor sesudah
tanda bintang (*) menunjukkan urutan asam amino yang
khas dari alel HLA dan huruf serta nomor pertama gen (Misal:
DRB1*0401, adalah rantai DR B gen nomor 1, alel 0401)
(Tabel 3).
Binatang model dan manusia. Heterogenitas gen juga
tampak pada model binatang DM 1A yang spontan, yaitu :
the Biobreeding (BB) rat, the NOD (Non-obese diabetic)
dan the Tokushima rat ((Tabel 4).
Terminologi HLAAllele DRB*0401
Haplotype DRB1*0401 ¾¾ DQB1*0302(Satu kromosom)
DRB1*0401 ¾¾ DQB1*0302
Genotype DRB1*0301 ¾¾ DQB1*0201(Dua kromosom)
Tabel 3. Terminologi gen HLA
Tabel 4. Tiga strain rodent yang menjadi immune mediated diabetes
Spontaneous Animal Models
BB rat Homozygosity Lymphopenia (Ch4)
RT1-U class II (CH20)Additional Loci (Ch2.18.X)
NOD mouse Polygenic : class II + class I loci+ > 12 “ unknown” polymorphic loci
Long-Evans RT1-U MHCTokushima Rat Homozygosity Chromosome 11
Gambar 2. Bagan dari the human major histocompatibility complex –panjang sekitar 4 juta base pairs
The Human Major Histocompatibility Complex
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
5
PERJALANAN PENYAKIT DAN PATOGENESIS DIABETES MELITUS TIPE 1
Haplotip DR4 dengan risiko paling tinggi adalah
DRB1*0401, DRB1*0402, dan DRB1*0405, sedangkan
DRB1*0403 mempunyai sifat protektif yang moderat. Risiko
paling tinggi haplotip DR4 adalah DQB1*0302, sedangkan
DQB1*0301 dan DQB1*0303 berisiko lebih rendah. Oleh
sebab itu kedua alel DR dan DQ mempunyai kontribusi
terhadap risiko DM 1A. Haplotip DR3 hampir selalu
terkonservasi dengan DRB1*0301 dan berkombinasi
dengan DQA1*0501, DQB1*0201. Risiko genotip paling
tinggi mempunyai DR4/DR3 DQB1*0302/DQB1*0201.
Tampaknya HLA DQB1*0602 memberikan proteksi yang
paling dominan. Sekitar 20% individu di USA mempunyai
alel HLA DQB1*0602. Proteksi tersebut tidak absolut,
molekul tersebut masih didapatkan pada 1% anak dengan
DM 1A. DQA1*0201, DQB1*0303 dan DRB1*1401
memberikan proteksi yang dramatis dan jarang sekali
dijumpai pada pasien DM 1A, serta jarang diturunkan dari
orang tua ke anaknya. Penulis mendapatkan alel HLA
DQB1 0302 dan DQB1 *0201 terkait dengan peningkatan
risiko terhadap DM 1A dan HLA DQB1*0602 terkait dengan
proteksi.
Pada manusia gen-gen utama yang terkait dengan DM 1A
adalah gen HLA DR dan DQ. Selain gen-gen HLA DQ dan
DR, didapatkan paling sedikit 15 lokus gen yang memegang
peran dalam kerentanan diabetes pada NOD mouse,
walaupun peran setiap lokus tersebut relatif kecil (polygenic
inheritance).
Pada binatang model BB rat dan Tokushima rat didapat lokus-
lokus yang cukup penting di luar MHC yang berperan
terhadap kerentanan DM 1 (Oligogenic inheritance). Pada
manusia diduga gen-gen DM 1 tidak lebih heterogen
dibanding dengan gen-gen binatang model.
Alel-alel berbagai gen HLA yang berbeda (misal DRB1 dan
DQB1) secara tidak acak terkait (non-randomly associated)
satu dengan lainnya, seperti DRB*0401 berpasangan dengan
salah satu dari 3 alel DQ (misal : DQB1*0301, DQB1*0302,
DQB1*0303), dan bukan dengan satu diantara lebih dari 40
molekul DQB yang lain. Asosiasi alel dari gen yang berbeda
di dalam satu kromosom disebut sebagi l inkage
disequilibrium.
Didapatkan spektrum yang sangat lebar antara risiko DM 1A
dengan genotip DR dan DQ yang berbeda (Tabel 5). Untuk
ras Caucasian asosiasi haplotip yang paling sering adalah
DR3 dan DR4. Lebih dari 90% pasien DM 1A di USA
mempunyai salah satu atau kedua alel tersebut, sedangkan
untuk populasi umum (non-diabetes) hanya 40%. Dengan
cara pemeriksaan yang lebih teliti saat ini diketahui bahwa
haplotip DR4 dibagi berdasar varian yang spesifik DRB1 dan
DQB1.
Tabel 5. Hirarkhi risiko DM 1A dengan contoh-contoh haplotip yangmenjurus pada kerentanan, netralitas, atau protektif terhadapdiabetes
RISK DRBI DQA1 DQB1HIGH 0401, 0405, 0402 (DR4) 0301 0302
0301 (DR3) 0501 02010801 0401 0402
MODERATE 0401 0301 03010401 0301 03030403 0301 03020101 0101 05011601 0102 0502
LOW 1101 0501 0301PROTECTIVE 1501 (DR2) 0102 0602
0701 0201 03031401 0101 0503
Diabetes Risk by HLADRB, DQA, and DQB Haplotypes
6
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
PERJALANAN PENYAKIT DAN PATOGENESIS DIABETES MELITUS TIPE 1
Bagaimana mekanisme kerentanan dan proteksi tersebut
berlangsung sampai saat ini belum jelas. Diduga kegagalan
seleksi-maturasi sel T di timus menyebabkan banyaknya sel
T yang mengekspresikan sekaligus CD4+ dan CD8+ lolos
di sirkulasi perifer sehingga sel-sel tersebut tidak mampu
membedakan self dan non-self.
TAHAP II : PEMICU (TRIGGERING)
Pada binatang model, autoimunitas anti-islet (misal:
autoantibodi insulin), insulitis dan immune mediated diabe-
tes dapat dicetuskan dengan berbagai manipulasi imunologik
dan genetik. Contoh yang paling relevan adalah pemberian
poly-IC (poly inosinic cytodylic acid) pada strain tikus normal
yang mempunyai MHC RT1-U haplotip yang rentan terhadap
diabetes. Pemberian poly-IC akan menimbulkan insulitis
pada sebagian tikus dan pada sebagian tikus yang lain
menimbulkan diabetes yang nyata (overt) dengan destruksi
sel b. Poly-IC berinteraksi dengan reseptor Toll 3 sistim imun
innate yang berakibat serangkaian peristiwa imunologik
intrasel yang dimediasi sitokin. Poly-IC menirukan virus RNA
double stranded dalam menimbulkan DM 1A pada individu
yang rentan. Berbagai strain mencit yang normal seperti Balb/
c dengan cepat akan membentuk autoantibodi terhadap in-
sulin bila di challenge dengan peptida insulin (B chain pep-
tide, amino acids 9 to 23)(45). Bila peptida tersebut diberikan
bersama dengan poly-IC, insulitis akan terinduksi dan pada
mencit yang rentan diabetes dapat terinduksi juga. Berbagai
studi dengan model binatang menunjukkan bahwa binatang
normal mempunyai limfosit B dan T yang autoreactive yang
dapat diperbanyak dan diaktifkan, dengan hasil akhir diabe-
tes. Walaupun strain-strain tersebut normal, tetapi mereka
mempunyai varian-varian molekul MHC yang menentukan
kerentanan penyakit, dengan cara mempengaruhi responsi
sel T terhadap peptida yang relevan. Molekul MHC klas II
(equivalen dengan DR and DQ pada manusia) tampaknya
merupakan molekul yang paling penting dan molekul-
molekul tersebut mungkin mempengaruhi timbulnya diabe-
tes dengan cara mengikat peptida yang sesuai dan
mempresentasikan pada sel T di dalam sel islet, atau dengan
mempengaruhi T cell repertoir di timus.
Pada manusia faktor lingkungan yang mencetuskan
autoimunitas anti-islet sebagian besar masih belum
diketahui. Infeksi kongenital diketahui meningkatkan risiko
DM 1A, dan berbagai kelainan autoimun (seperti autoimunitas
tiroid). Infeksi rubella kongenital dikaitkan dengan
meningkatnya risiko DM 1A melampaui 1/5. Diduga infeksi
kongenital merusak sistim imun yang sedang tumbuh dan
menyebabkan kerentanan berbagai penyakit meningkat.
Tabel 6 menunjukkan berbagai faktor lingkungan yang
mungkin mempunyai pengaruh pada terjadinya DM 1A.
Enterovirus mungkin merupakan faktor lingkungan yang
paling banyak diteliti. Para ahli mengkaitkan antibodi virus
Coxsackie dan virus RNA tipe 1 dengan DM 1A. Dengan
mengukur timbulnya autoantibodi anti-islet, studi di Finlandia
membuktikan bahwa infeksi dengan enterovirus dikaitkan
dengan timbulnya autoimunitas anti-islet. Studi DAISY dari
Denver Colorado dengan cara mengikuti bayi-bayi yang baru
lahir tidak mendapatkan kaitan antar infeksi enterovirus
dengan autoimunitas anti-islet.
Tabel 6. Faktor lingkungan yang mungkin meningkatkan ataumenurunkan risiko DM 1A. Rubella kongenital merupakansatu-satunya faktor yang kaitannya jelas
Faktor Lingkungan� Rubella kongenital� Virus
EnterovirusRotavirus
� DietSusu sapiGliadinToksin
� Hipotesis higieneProteksi terhadap infeksi (Vaksinasi)Cacing kremi
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
7
PERJALANAN PENYAKIT DAN PATOGENESIS DIABETES MELITUS TIPE 1
Peran faktor makanan dalam kaitannya dengan risiko DM
1A juga telah diteliti secara ekstensif. Salah satu hipotesis
menyebutkan bahwa susu sapi yang diberikan pada bayi,
terutama pada bulan-bulan pertama dikaitkan dengan
timbulnya diabetes. Penelitian dari Denver, Munich, dan
Melbourne tidak mendukung hipotesis tersebut. Saat ini
belum ada data yang cukup kuat yang mengkaitkan diit pada
bayi dengan risiko diabetes.
Faktor lingkungan selain meningkatkan risiko timbulnya
diabetes, tetapi mungkin juga memberikan proteksi.
Didapatkan variasi risiko DM 1 yang amat lebar diantara
berbagai negara, mulai dari insidensi kurang dari 1/100.000
per tahun di Cina sampai 50/100.000 di Finlandia. Walaupun
perbedaan tersebut sebagian besar mungkin terkait dengan
faktor genetik, tetapi faktor lingkungan juga berpengaruh.
Bukti paling kuat diperoleh dari meningkatnya risiko diabetes
pada populasi yang multipel di Finlandia. Dalam kurun waktu
3 dekade insidensi diabetes, khususnya diabetes yang timbul
pada usia 5 tahun atau kurang, meningkat secara dramatis
3 kali lipat. Peningkatan seperti itu tidak dapat dijelaskan
dari perubahan pool genetik. “Sesuatu” yang meningkatkan
risiko diabetes mungkin telah ditambahkan, atau mungkin
juga faktor lingkungan yang mungkin mengurangi risiko telah
hilang dari populasi. Dengan meningkatnya kesehatan
masyarakat, hipotesis higiene diajukan. Hipotesis tersebut
terutama berlaku untuk peningkatan angka kejadian asthma
dan DM. Hipotesis tersebut mengemukakan bahwa
lingkungan yang makin “bersih” menyebabkan
perkembangan sistim imun yang normal akan terganggu
(misal : perkembangan yang subnormal regulatory T cell)
dengan akibat meningkatnya penyakit-penyakit yang
dimediasi Th2 (asthma) dan Th1 (Type 1 diabetes). Salah
satu tulisan telah membahas kemungkinan berkurangnya
infeksi dengan cacing kremi (pin worm) dengan
meningkatnya risiko DM 1A.
TAHAP III : AUTOIMMUNITY
Pada manusia autoantibodi primer pada DM 1A yang
terdeteksi bereaksi dengan insulin, glutamic acid
decarboxylase (GAD)65, dan ICA512 (IA-2) dapat dilihat di
Tabel 7. Autoantibodi GAD 67 merupakan subset antibodi
yang bereaksi silang (cross-react) dengan GAD65,
sedangkan antibodi IA-2b merupakan subset autoantibodi
ICA512.
Dalam menggunakan hasil pemeriksaan autoantibodi masih
harus dipertimbangkan berbagai kelemahan yang ada. Pada
anak yang diikuti sejak lahir yang kemudian akan menjadi
DM 1A, insulin autoantibodies pada umumnya merupakan
autoantibodi pertama yang muncul. Autoantibodi tersebut
dapat muncul pada 6 bulan pertama usia bayi. Sekali
autoantibodi insulin tersebut muncul pada usia yang
sedemikian muda maka risiko timbulnya autoantibodi-
autoantibodi islet-cell yang lain serta terjadinya DM 1A
meningkat. Lebih dari 90% anak dengan DM 1A yang timbul
sebelum usia 5 tahun mempunyai insulin autoantidodies,
bila DM 1A timbul sesudah usia 12 tahun insulin autiantibodies
hanya didapatkan pada kurang dari 50%. Pada manusia
terapi dengan insulin dapat menginduksi insulin antibodi
yang sampai saat ini belum dapat dibedakan dengan insulin
autoantibodi. Oleh sebab itu pada individu yang telah
mendapat terapi dengan insulin selama beberapa minggu,
insulin autoantibodi yang positif tidak dapat diinterpretasikan.
Primary “Biochemical” Autoantibody Assay
InsulinGlutamic Acid Decarboxylase 65 dan 67ICA512 (IA-2)IA-2b (phogrin)
Tabel 7. Islet autoantigens dengan pemeriksaan autoantibodi yangspesifik/sensitif
8
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
PERJALANAN PENYAKIT DAN PATOGENESIS DIABETES MELITUS TIPE 1
Semua autoantibodi yang diperiksa pada 9 bulan pertama
usia anak mungkin diperoleh dari ibu (transplacental in ori-
gin). Kedua hal tersebut menimbulkan masalah tersendiri
khususnya pada ibu yang menderita DM 1A dan mendapat
terapi.
Keberadaan autoantibodi tunggal hanya dikaitkan dengan
peningkatan risiko progresi menjadi DM 1A sekitar 20%. Bila
didapatkan dua atau lebih autoantibodi (GAD65, ICA512, atau
insulin) maka progresi menjadi diabetes sangat tinggi, dan
bila diikuti selama 10 tahun mencapai lebih dari 75%
(Gambar 3).
Bila didapatkan beberapa autoantibodi, umumnya
autoantibodi-autoantibodi tersebut tetap terekspresi sampai
individu tersebut menjadi diabetes yang nyata (overt).
Sesudah diabetesnya timbul autoantibodi tersebut akan
menghilang. ICA512 menghilang lebih cepat dibanding
dengan GAD65 (lebih dari 10 tahun). Pada pasien yang sudah
lama menderita diabetes, transplantasi pankreas atau islet
cell, ekspresi GAD65 dan ICA512 dapat diinduksi kembali.
Autoantibodi yang paling khas adalah autoantibodi yang
bereaksi dengan ICA512, akan tetapi autoantibodi tersebut
pada umumnya terdeteksi sesudah autoantibodi insulin dan/
atau GAD65 muncul. Walaupun demikian positif palsu
dengan autoantibodi ICA512 masih dijumpai, bahkan
beberapa individu menunjukkan autoantibodi positif
sementara dan individu normal menunjukkan autoantibodi
ICA512 yang positif. Berbeda dengan individu-individu yang
menjadi DM 1A, autoantibodi ICA512 individu yang tetap
normal tersebut tidak mengekspresikan anti-islet
autoantibodies yang lain. 9/10 autoantibodi ICA512 individu
yang normal juga tidak mengenali epitop ICA512 yang
multipel dan tidak bereaksi dengan ICA512 autoantigenic
domain yang dominan.
Tidak semua individu dengan 2 atau lebih autoantibodi
berkembang menjadi DM 1A. Misalnya, pada individu yang
mempunyai 2 autoantibodi atau lebih dan mempunyai
molekul HLA yang protektif (DQA1*0102, DQB1*0602) risiko
diabetesnya tidak diketahui. Diabetes tidak timbul pada
individu yang mempunyai alel HLA DQB1*0602 yang protektif
walaupun titer autoantibodi tinggi.
TAHAP IV. HILANGNYA SEKRESI (PRODUKSI) INSULIN
Secara umum dapat dikatakan bahwa DM 1A timbul pada
individu yang secara genetik rentan atau kehilangan proteksi,
terpapar oleh suatu agen pencetus dari lingkungan sehingga
terjadi proses autoimun yang berlanjut sampai sebagian
besar sel b mengalami kerusakan dan musnah.
Progresi dan perjalanan penyakit DM 1A secara sepintas
telah dibicarakan. Subtipe DM 1A, yaitu DM 1A yang klasik,
Slowly Progressive Type 1 (Latent Autoimmune Diabetes in
Adult = DM tipe 1½), serta DM 1 tipe “Fulminant”
sesungguhnya merupakan berbagai kemungkinan variasi
hilangnya sekresi sel b. Saat ini belum ada cara yang secara
pasti dapat mengukur masa sel b dan progresi hilangnya
sel b.
Gambar 3.Progresi menjadi diabetes pada kerabat tingkat 1 pasiendiabetes dengan berbagai autoantibodi yang diekspresikan(GAD 65, ICA 512, dan insulin).
Progression to Diabetes vs Number of Autoantibodies(GAD 65, ICA 512, Insulin)
Percent not Diabetic
Years of Follow-up
3 Abs n = 41 17 8 12 Abs n = 44 27 15 4 2 11 Ab n = 93 23 14 10 6 4
0 2,5 5 7,5 10 12,5 15
100
80
60
40
20
3 Abs2 Abs1 Ab
u
u
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
9
PERJALANAN PENYAKIT DAN PATOGENESIS DIABETES MELITUS TIPE 1
Hanya sebagian kecil individu yang menyandang alel gen
yang rentan berlanjut menjadi DM 1A. Tampaknya
serangan autoimun berlangsung melalui beberapa tahap
dan setiap tahap memerlukan berbagai gen atau faktor
lingkungan yang “sesuai” agar proses perjalanan penyakit
dapat terus berlangsung atau berhenti. Mungkin timing
untuk setiap peristiwa juga penting dalam menentukan
kelanjutan proses perjalanan penyakit.
Pada binatang model jelas tampak bahwa autoimunitas
anti-islet yang dapat diukur dan invasi sel T mendahului
terjadinya diabetes. Pada mencit NOD terdapat bukti-bukti
adanya destruksi dan regenerasi sel b sebelum terjadinya
diabetes. Juga telah terbukti adanya perubahan-
perubahan sistim imun saat mendekati onset diabetes,
misalnya rasio aktivitas Th2 terhadap Th1. Perubahan-
perubahan tersebut dikaitkan dengan progresi penyakit
yang lebih cepat, kemungkinan mentransfer diabetes oleh
sel T, serta peluang waktu di mana imunoterapi yang
spesifik (monoclonal anti-CD3 antibodies) dapat
mencegah progresi penyakit secara efektif. (Gambar 4).
Pada manusia bukti yang paling baik untuk menunjukkan
hilangnya secara progresif fungsi sel b diperoleh dari
pengukuran sekresi insulin dan C-peptida. Sesudah onset
diabetes terbukti bahwa sekresi C-peptide berkurang secara
progresif sampai pada akhirnya tidak terdeteksi. Hal tersebut
menunjukkan ketergantungan terhadap insulin eksogen
yang sesungguhnya. Pada saudara kandung pasien DM 1A,
sekresi insulin fase pertama pasca bolus glukosa intra vena
juga berkurang. Fenomena tersebut mendahului timbulnya
diabetes. Gangguan tersebut mungkin akibat dari hambatan
fungsional sekresi sel b. Akan tetapi studi patologi
menunjukkan bahwa pada kembar identik pasien yang tidak
menunjukkan aktivitas autoimunitas anti-islet, masa sel b
normal. Pada pasien diabetes yang baru sebagian besar
massa sel b telah rusak. Di dalam pankreas pasien diabetes
tipe 1 didapatkan gambaran islet lesion yang heterogen.
Sebagian besar sel b islet telah hilang dan tidak dijumpai
adanya infiltrasi limfosit (pseudotrophic islet). Beberapa islet
yang normal tanpa infiltrasi limfosit, serta sebagian islet
dengan sisa sel b dijumpai infiltrasi limfosit. Hal tersebut
mungkin analog dengan timbulnya vitiligo yang progresif
pada kulit, di mana didapatkan bercak-bercak kulit dengan
melanosit yang rusak, sedangkan sebagian
kulit normal.
TAHAP V. DIABETES YANG NYATA
Timbulnya DM 1 umumnya dianggap
sebagai suatu kejadian yang mendadak,
dan pada beberapa individu tampak
sebagai hiperglikemi berat yang
berlangsung cepat. Dengan kemajuan
pengetahuan dan teknik pemeriksaan yang
ada, saat ini perkembangan seseorang
yang akan menjadi DM 1 dapat dipantau
dan diidentifikasi. Tampaknya
autoantibodi-autoantibodi anti-islet dapat
Gambar 4. Perjalanan alamiah DM tipe 1 autoimun. Mekanisme yang kompleks dan timingyang tepat untuk berbagai kejadian yang penting mungkin dapat menjelaskankeragaman perjalanan pasien DM 1A.
10
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
PERJALANAN PENYAKIT DAN PATOGENESIS DIABETES MELITUS TIPE 1
mendahului kejadian hiperglikemi sampai beberapa tahun.
Biasanya gangguan toleransi glukosa (dengan tes toleransi
glukosa intravena) sudah mulai terlihat lebih dari 1 tahun
sebelum mulai timbulnya (onset) diabetes. Mayoritas individu
tersebut menunjukkan peningkatan glukosa darah 2 jam
pasca muatan glukosa (200 mg%) dan bukan peningkatan
glukosa darah puasa. Sebagian pasien datang dalam
kondisi yang akut dengan hiperglikemi yang berat serta
ketoasidosis yang mengancam jiwa. Sekitar 1/200 anak-anak
meninggal dunia pada saat onset DM 1. Dari anamnesis
diketahui bahwa petugas kesehatan yang pertama
menghadapi anak-anak tersebut gagal menegakkan
diagnosis diabetesnya. Anak tersebut kemudian datang lagi
dalam kondisi yang jauh lebih buruk dan meninggal karena
edem otak. Gejala dan keluhan klasik seperti poliuri, polidipsi
dan berat badan yang menurun biasanya didapatkan akan
tetapi diagnosis awal diabetes tetap luput. Mual dan muntah
yang menyertai biasanya menyebabkan diagnosis yang salah.
Diagnosis (alternatif) yang paling sering diajukan adalah
infeksi virus. Dengan ketersediaan pemeriksaan glukosa
darah yang mudah (dengan menggunakan glucosemeter)
kesalahan tersebut seharusnya dapat lebih ditekan.
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
11
PERJALANAN PENYAKIT DAN PATOGENESIS DIABETES MELITUS TIPE 1
DAFTAR PUSTAKA
1. The Expert Committee. Report of the Expert Committee on the Diag-nosis and Classification of Diabetes Mellitu. Diabetes Care (Suppl.1)23: S4 – S19, 2000.
2. Atkinson,MA, Eisenbarth,GS: Type 1 Diabetes: New Perspectiveson Disease Pathogenesis and Treatment. Lancet 358:221-229,2001.
3. Eisenbarth,G: Type I diabetes mellitus: a chronic autoimmunedisease. N.Engl.J.Med. 314:1360-1368, 1986.
4. Eisenbarth,GS: Type I diabetes mellitus. A chronic autoimmunedisease. N Engl J Med 314:1360-1368, 1986.
5. Thai A-H and Eisenbarth GS. Natural History of IDDM. DiabetesReview 1: 1-14, 1993.
6. Imagawa,A, Hanafusa,T, Miyagawa,J, Matsuzawa,Y: A novel sub-type of type 1 diabetes mellitus characterized by a rapid onset andan absence of diabetes-related antibodies. Osaka IDDM StudyGroup. New Engl.J.Med. 342:301-307, 2000.
7. Horton,V, Stratton,I, Bottazzo,GF, Shattock,M, Mackay,I, Zimmet,P,Manley,S, Holman,R, Turner,R: Genetic heterogeneity of auto-immune diabetes: age of presentation in adults is influenced by HLADRB1 and DQB1 genotypes (UKPDS 43). UK Prospective Diabe-tes Study (UKPDS) Group. Diabetol 42:608-616, 1999.
8. Winter,WE, Maclaren,NK, Riley,WJ, Clarke,DW, Kappy,MS,Spillar,RP: Maturity-onset diabetes of youth in Black Americans. NEngl J Med 316:285-291, 1987.
9. Eisenbarth GS, Gottlieb P: Immunoendocrinopathy Syndromes. InWilliams Textbook of Endocrinology, 10th edition. Larsen PR,Kronenberg H, Melmed S, Polonsky KS, Eds. W.B. Saunders, 2001.
10.Chowdury TA, Mijovic CM, Barnett AH. The aetiology of Type 1diabetes. In: Bailliere’s Best Practice and Research in Clinical En-docrinology and Metabolism 13: 181 – 195, 1999.
11.McIntosh EDG & Menser MA. A fifty year follow up of congenitalrubella. Lancet 340: 414 – 415, 1993.
12.Haverkos HW. Could the etiology of IDDM be multifactorial ?Diabetologia 40: 1235-1240, 1997.
13.Roll U, Christe MR, Fuchtenbusch M et al. Perinatal autoimmunity inoffspring of diabetic patrents. The German multicenter BABY-DIABstudy: detection of humoral responses to islet antigens in early child-hood. Diabetes; 45: 967-973, 1996.
14.EURODIAB ACE study group and the EURODIAB ACE Substudy2 study group. Familial risk of type 1 diabetes in European children.Diabetologia 41: 1115-1156, 1998.
15.Soeatmadji DW, Fatchiyah. Genotype frequencies of HLA-DQB1associated with succeptibility and resistance to Type 1 Diabetes inIndonesian population.11th Congress of AFES, 2000.
16.Mehta V and Palmer J: The Natural History of IDDM Disease Pro-cess. In: Prediction, Prevention, and Genetic Counseling in NIDDM,Palmer JP (Ed.), John Wiley & Sons,p.3-16,1997.
17.Pugliese A : Unraveling the genetics of insulin-dependent type 1diabetes - the search must go on. Diabetes Review 7: 39 – 54.2000.
18.Tuomi T, Carlsson A, Li H, Isomaa B, Mietinen, et al : Clinical andgenetic characteristic of type 2 diabetes with and without GAD anti-
bodies. Diabetes 48: 150 – 157, 1999.19.Trowsdale J: Molecular genetics of class I and class II regions. In:
HLA and MHC genes, molecule and function . Browning M andMcMichael A (Eds.), Bios Scientific Publishers Ltd, 1996, p.23 – 36.
20.1Klein,J, Sato,A: The HLA system. First of two parts. N Engl J Med343:702-709, 2000.
21.Nepom GT, Kwok WW: Molecular basis for HLA-DQ associationwith IDDM. Diabetes 47: 1177 – 1184. 1998.
22.Witas HW, Rozalski, Jedrychowska-Daska K, Mlynarsky W, andBodalsky J : HLA-DQB1 but not HLA-DQA1 alteration is associatedwith the disease ion Polish IDDM families. 16th IDF Congress Ab-stracts, Diabetologia Suppl., 1997.
23.Tandon N, Rajalingam R, Mehra, NK : Non-Asp 57 residues in theHLA-DQB1 gene control succeptibility to IDDM in India. 16th IDFCongress Abstracts, Diabetologia Suppl., 1997.
24.Lonnrot,M, Korpela,K, Knip,M, Ilonen,J, Simell,O, Korhonen,S,Savola,K, Muona,P, Simell,T, Koskela,P, Hyoty,H: Enterovirus in-fection as a risk factor for beta-cell autoimmunity in a prospectivelyobserved birth cohort: the Finnish Diabetes Prediction and Preven-tion Study. Diabetes 49:1314-1318, 2000.
25.Redondo,MJ, Kawasaki,E, Mulgrew,CL, Noble,JA, Erlich,HA,Freed,BM, Lie,BA, Thorsby,E, Eisenbarth,GS, Undlien,DE,Ronningen,KS: DR and DQ associated protection from type 1 dia-betes: comparison of DRB1*1401 and DQA1*0102-DQB1*0602. JClin Endocrinol Metab 85:3793-3797, 2000.
26.Rewers,M, Bugawan,TL, Norris,JM, Blair,A, Beaty,B, Hoffman,M,McDuffie,RSJr, Hamman,RF, Klingensmith,G, Eisenbarth,GS,Erlich,HA: Newborn screening for HLA markers associated withIDDM: diabetes autoimmunity study in the young (DAISY).Diabetologia 39:807-812, 1996.
27.Norris,JM, Beaty,B, Klingensmith,G, Yu,L, Hoffman,M, Chase,HP,Erlich,HA, Hamman,RF, Eisenbarth,GS, Rewers,M: Lack of asso-ciation between early exposure to cow’s milk protein and ?-cellautoimmunity: Diabetes Autoimmunity Study in the Young (DAISY).JAMA 276:609-614, 1996.
28.Yang,Z, Wang,K, Li,T, Sun,W, Li,Y, Chang,YF, Dorman,JS,LaPorte,RE: Childhood diabetes in China. Enormous variation byplace and ethnic group. Diabetes Care 21:525-529, 1998.
29.Worldwide increase in incidence of Type I diabetes—the analysis ofthe data on published incidence trends. Diabetologia 42:1395-1403,1999.
30.Kolb,H, Elliott,RB: Increasing incidence of IDDM a conse-quence of improved hygiene? Diabetologia 37:729, 1994.
31.Verge,CF, Stenger,D, Bonifacio,E, Colman,PG, Pilcher,C,Bingley,PJ, Eisenbarth,GS, Participating Laboratories: Combineduse of autoantibodies (IA-2ab, Gadab, IAA, ICA) in type 1 diabetes:Combinatorial islet autoantibody workshop. Diabetes 47:1857-1866,1998.
32.Bonifacio,E, Atkinson,M, Eisenbarth,GS, Serreze,D, Kay,TW, Lee-Chan,E, Singh,B: International workshop on autoimmunity in animalmodels of autoimmune diabetes identifies insulin, but not GAD or IA-2 as specific antigens of humoral autoimmunity in the non-obesediabetic mouse. Diabetes 50:2451-2458, 2001.
12
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
PERJALANAN PENYAKIT DAN PATOGENESIS DIABETES MELITUS TIPE 1
ForumDiagnosticumISSN 0854-7173
Redaksi KehormatanProf. DR.Dr. Marsetio Donosepoetro, Drs. Andi WijayaProf. DR.Dr. FX Budhianto Suhadi, DR.Dr. Irwan Setiabudi
Ketua Dewan Redaksi/Penanggung JawabDra. Marita Kaniawati
Anggota Dewan RedaksiDra. Dewi Muliaty, Dra. Ampi RetnowardaniDra. Evy Liswati, Dra. Indriyanti RSDra. Lies GantiniFaliawati Moeliandari S.Si.
Alamat RedaksiLaboratorium Klinik ProdiaJl.Wastukencana 38, Bandung 40116Telepon: (022) 4202011, 4219392, 4219394, Fax : (022) 4236461e-mail: [email protected]: www.prodia.co.id
Januari 2003-3462
Certificate Number: 403247Certified to QMS