diskursus dan praktek pengelolaan lanskap: …
TRANSCRIPT
DISKUSI DI CTSS—IPB
DISKURSUS DAN PRAKTEK PENGELOLAAN LANSKAP: Pendekatan Trans-disiplin
Dalam Lingkaran Politik PSDA
Hariadi Kartodihardjo
12 Desember 2018
Seperti Apa Kinerja PSDA danKorupsinya?
Peran ekonomi SDA. Mempunyai peran keciltetapi menjadi sumberkonflik/tumpang tindih
Korupsi. Soalpenyelenggaraan urusanpemerintahan PSDA
Pelanggaran dan akumulasi kapital. Pemusatan SDA bagikelompok usaha dan pelanggaran kewajibanfinansial
1
91.612, 6%
638.324, 43%
349.576, 24%
400.636, 27%
Kehutanan
Pertambangan
Perkebunan
Perikanan Tangkap
1480
99.91 148 222
0500
100015002000
Produksi SDA Pajak & PNBP Pajak & PNBP 10% Pajak & PNBP 15%
Produksi, Pajak & PNBP: Riil vs Proyeksi
Sektor SDA merupakan salahsatu pendukung ekonominasional.▪ Sektor sumber daya alam
(SDA) berkontribusi sekitar10,89% (Rp1,480 T) daritotal PDB Indonesia 2017 Rp13.589 T
▪ Penyerapan tenaga kerja di sektor SDA 37,31 juta orang
▪ Kontribusi pajak dan PNBP hanya Rp 99,91 T atau3,87%
10 Perusahaan 2,1 Juta Pekebun
2,535,495
4,756,272
Penguasaan Kebun Sawit
40,463,103
1,748,931
HPH Masyarakat
Penguasaan Lahan Hutan
Ekses negatif pengelolaan SDA.▪ Eksternalitas lingkungan▪ Ketimpangan ekonomi dan akses
serta pelanggaran hak▪ Korupsi
Kinerja sektor PSDA dan soal-soalnya
Sumber: Tim Evaluasi GNPSDA—KPK, 2018
Korupsi di sektor PSDA Korupsi terjadi secara masif, tidak jarang menyandera kepentingan negara.▪ Suap-menyuap, pemerasan terjadi hampir di setiap lini administrasi – perencanaan
hingga pengendalian. Mis. Di sektor kehutanan suap per izin per tahun mencapai688 juta sd 22 milyar per tahun.
▪ Aset sumber daya alam tidak pernah dianggap kekayaan negara, nilainya dengan sengajadimanipulasi, dikaburkan atau tidak divaluasi. 1998-2013, Perhutani diperkirakankehilangan asset tegakkan hutannya Rp 998 milyar per tahun. Potensi PNBP sektor kelautan Rp 70 triliun/tahun, namun PNBP Rp 230 milyar/tahun (KPK, 2014)
▪ Konflik kepentingan menghambat upaya penaatan kewajiban pemanfaatan SDA. Berbagai bentuk kerugian negara terjadi secara masif, tidak melaksanakanpengendalian dan pengawasan. Di sektor perkebunan (sawit), tingkat kepatuhan WP Orang Pribadi hanya 6,3% dan WP Badan sebesar 46,3%
5.24 7.24
49.8
66.6
0
20
40
60
80
Kayu Bulat (min) Kayu Bulat (max) IPK (min) IPK (max)
Rata-Rata Potensi Kerugian Kehutanan 2003-2014 (Rp Triliun)
0
10
20
30
K U R A N G B A Y A R P A J A K
A D M I N D A N I Z I N
B U R U K
15.9
28.5
Potensi Kerugian Di Minerba(Rp Triliun)
010
20
30
40
P OT EN S I P A J A K
P A J A K T ER P UN GUT
40
21.87
Potensi Kerugian Pajak Sawit (Rp Triliun)
Sumber: Tim Evaluasi GNPSDA—KPK, 2018
NO PROPINSI LUASAN TUMPANG TINDIH HGU (HA)
IZIN
PERTAMBANGAN
IUPHHK
-HTI
IUPHHK
-HA
KUBAH
GAMBUT
1 Aceh 33,204 8,499 11,608 -
2 Sumatera Utara 11,420 6,041 8,918 5
3 Sumatera Barat 9,304 9,841 - -
4 Riau 34,038 17,792 - 245,546
5 Kep. Riau 5 - - -
6 Jambi 26,749 8,329 1,053 44,499
7 Bengkulu 60,267 - - -
8 Sumatera Selatan 245,175 40,056 5,765 147,764
9 Bangka Belitung 11,882 4,524 - -
10 Lampung 56,744 2,932 - -
11 Jawa Barat 1,938 - - -
12 Banten 763 - - -
13 Kalimantan Barat 615,052 15,471 4,122 119,436
14 Kalimantan Tengah 396,162 81,834 86,484 152,422
15 Kalimantan Selatan 228,631 89,973 21,213 71,080
16 Kalimantan Timur dan Utara 1,116,103 240,039 99,090 -
18 Sulawesi Utara 4,433 68 308 -
19 Gorontalo 8,543 - - -
20 Sulawesi Tengah 55,389 6,799 3,282 -
21 Sulawesi Tenggara 14,955 549 - -
22 Sulawesi Barat 3,885 420 - -
23 Sulawesi Selatan 26,903 422 - -
25 Maluku Utara 15,251 - 9,938 -
26 Papua Barat 5,605 923 70,829 -
27 Papua 35,450 - 27,054 20,955
TOTAL 3,017,851 534,512 349,664 801,707
Tidak ada integrasi perizinan dalam satu peta berdampak tumpang tindih izin
• Mekanisme verifikasi lahan tidak dilakukan olehpemberi izin dan tidak ada instrumen verifikasi antarlintas perizinan dan tata guna lahan karena tidak adasatu peta yang sama yang menjadi pegangan dalampemberian izin
• Akibatnya terjadi tumpang tindih:
▪ HGU dengan Izin Pertambangan (3,01 juta ha)
▪ HGU dengan IUPHHK-HTI (534 ribu ha)
▪ HGU dengan IUPHHK-HA (349 ribu ha)
▪ HGU dengan Kubah Gambut (801 ribu ha)
Luasan Tumpang Tindih HGU Perkebunan Kelapa
Sawit dengan Izin-izin Lain dan Lahan Kubah Gambut
berdasarkan Propinsi di Indonesia, 2016
Sumber: Litbang KPK, 2016
Soal kepastian usaha akibat konflik lahan
• Perusahaan ini memiliki HGU seluas 10.157 Ha
• Tapi, dilapangan mereka beroperasi melebihibatas HGU yaitu seluas 10.399 Ha
• Ada tambahan luasan tanaman di luar HGU sebesar
• Sedangkan, pelaporan kewajiban pajaknyahanya sebatas luasan HGU
• Artinya, ada produksi yang tidak dilaporkanyang berimplikasi terhadap penguranganpembayaran pajak
Luasan lahan tanam yang diluar
HGU dan tak dilaporkan dalam
laporan pajak
Hasil overlay data HGU dengan delinasi luasan
tanam yang menunjukan penanaman di luar HGU
oleh perusahaan
Perusahaan beroperasi melebihi HGU tetapi tidakmelaporkannya dalam laporan pajak
Sumber: Litbang KPK, 2016
Lemahnya verifikasi alokasi lahan di lapangan
Kementerian Pertanian tidak mengatur informasi mengenai perizinan usahadan lokasi perkebunan sebagai informasi yang terbuka untuk publik
• Undang-Undang Nomor 14/2008: agar setiap lembaga dan instansi menyusunaturan yang mengklasifikasikan jenis-jenis informasi yang dapat dibuka kepublik.
• Permentan32/Permentan/OT.140/2011yang direvisi melalui Permentan25/Permentan /HM.130/2016: Tidakmenjelaskan perizinan usaha perkebunansebagai salah satu informasi denganklasifikasi yang terbuka untuk publik.
• Akuntabilitas publik pemberian izinsangat lemah.
- 50,000 100,000 150,000 200,000 250,000 300,000 350,000 400,000
Salim Ivomas Pratama
Sime Darby (Minamas)
Astra Agro Lestari
Darmex Agro
Bakrie Plantation
Wilmar International
First Resources (Surya Dumai)
Asian Agri
Incasi Raya
Bumitama Agri
Triputra Agro
SMART
Kuala Lumpur Kepong
Sampoerna Agro
Luas Lahan (Ha)
AKIBAT: melemahkanpengendalian oleh Kementan atas izin usahayang diatribusikan kepadaPemda, menyulitkanpengumpulan informasibagi Kemtan sendiri. Contoh: pelanggaranterhadap maksimal 100 ribuhektar per group dalamPermentan 98/2013 tidakpernah ditegakkan.
Soal keterbukaan informasi bagi publik
Sumber: Litbang KPK, 2016
• Tiga grup usaha mendapatkanalokasi 81,7% dari total Rp 3,25 triliyun alokasi danaperkebunan kelapa sawit untuksubsidi biofuel
• Penerima terbesar adalahWilmar Grup dengan alokasi54,32%
NAMA PERUSAHAAN VOLUME (L)DANA
Rp Persentase
Wilmar Bioenergi Indonesia 256,148,728 779,606,236,354 23.92
Wilmar Nabati Indonesia 330,139,061 1,023,620,388,544 31.40
Musim Mas 201,105,072 534,570,146,109 16.40
Eterindo Wahanatama 13,345,150 30,952,580,855 0.95
Anugerahinti Gemanusa 14,651,000 38,036,372,544 1.17
Darmex Biofuels 138,609,831 330,661,948,299 10.14
Pelita Agung Agrindustri 68,168,350 193,469,104,879 5.93
Primanusa Palma Energi 12,415,415 37,402,503,113 1.15
Ciliandra Perkasa 42,282,021 133,272,813,634 4.09
Cemerlang Energi Perkasa 45,592,354 134,977,962,185 4.14
Energi Baharu Lestari 8,455,200 23,329,908,879 0.72
TOTAL 1,130,912,182 3,259,899,965,395 100.00
Daftar Perusahaan Penerima Dana Perkebunan Kelapa Sawit untuk Program Subsidi
Biofuel, Agustus 2015-April 2016
Tiga grup usaha menjadi penerima manfaat utama dana perkebunankelapa sawit
Soal penggunaan dana perkebunan kelapa sawit
Sumber: Litbang KPK, 2016
Sesungguhnya apa yang terjadi?
2
Transaksi Perizinan di dalamOrganisasi. Terdapat“sosialisasi” dan penggunaaninstruksi formal, middle man, eminent persons untukmemanipulasi informasi, dll.
Persoalan Regulasi dan Ketertutupan Informasi. Adanya persoalan isi regulasisebagai penyebab terjadinyakorupsi atau potensi korupsi.
State Capture, KerugianEkonomi dan PosisiAkademia. Power politikmenentukan arahpemerintahan, menyebabkankerugian dibiarkan, misalokasitidak dibenahi, model patron-klien dibiarkan.
AKTOR DALAM INSTITUSI PSEUDO—LEGAL
KELOMPOK RENTAN KORUPSI
INSTRUKSI FORMAL
REGULASI/ STRUKTURAL
INSENTIF
EMINENT PERSON
MIDDLE MAN
KONSUL-TAN
PEMOHON IZIN
systemic corruptive regulations,
criminogenic regulations,
vulnerable regulations
SOSIALISASI: Kooptasi (dari pimpinan atau klien),
kompromi-kompromi yang berjalan seiring dengan
tugas-tugas dan perintah-perintah, serta berjalan
secara perlahan-lahan (incremental)
MENJADI MEDIUM
penguasaan SDA dapat
diperoleh dengan
keistimewaan-
keistimewaan, tanpa
melalui prosedur yang
seharusnya.
AKAR MASALAH: informasi tertutup;
dipertahankan agar tetap berstatus “rahasia umum”;
dijaga & dipelihara agar medium penguasaan SDA
terus dpt dimanipulasi.
Sumber: Generalisasi dari 14 kasus, wawancara pribadi 2017/2018
• Regulasi tidak harus
diidentifikasi melalui fakta
yang terjadi, tetapi dapat
melalui potensi kehilangan
kekayaan negara yang
dinyatakan dalam pasal-pasal.
• Political corruption: ‘revolving
doors’, ‘rent-seeking
behaviour’.
• Regulasi dinilai melalui ‘indicatively’ kasus nyata korupsi.
• Rasionalitas administrasi mungkin belum menjadi isu penting, tetapi KPK menggunakan itu melalui metoda CIA oleh ACRC.
• Bureaucratic corruption: bribery and extortion.
Vulnerable regulationCriminogenic regulationSystemic regulation
• Regulasi dinilai melalui ‘indicatively’ kasus nyata korupsi.
• Prinsip ‘anti-corruption’ atau ‘good governance’, dapat digunakan untuk mengidentifikasi ‘loopholes’ terjadinya korupsi.
• Bureaucratic corruption: bribery and extortion.
“Vulnerable regulation” yaitu
adanya pasal-pasal yang
menyediakan ‘loopholes’ yang
digunakan sebagai ‘red tape’ atau
perilaku ‘opportunism’.
“Criminogenic regulation”
maknanya, ketika dilaksanakan,
memosisikan birokrat ke dalam
‘corruption trap’.
“Systemic corruptive
regulation” yang diuji melalui
potensi ‘state loss’ serta
‘benefit’ actor tertentu,
Karakteristik birokrasi yang dapat menjadi pemicu korupsi: 1) birokratisasi atau teknikalisasi masalah kebijakan, 2)
kriteria formal untuk akuntabilitas kinerja tatakelola, 3) definisi ulang istilah-istilah (terms).
TIPE REGULASI RAWAN KORUPSISumber: Grahat Nagara. 2017
Pertama, urusan formal sebagai bentuk pelaksanaan tugas
negara. Menggunakan segala bentuk simbol-simbol
pemerintahan resmi seperti kop surat, ruang rapat, honorarium
dari APBN/APBD, dlsb.
Kedua, urusan pelayanan dan hubungan dengan masyarakat
yang dilipat menjadi urusan personal antara pejabat,
konsultan dan pengusaha.
RELASI YANG DIBENTUK OLEH INSTITUSI PSEUDO—LEGALMEMECAH PELAKSANAAN PEMERINTAHAN MENJADI DUA URUSAN YANG MENJADI SATUKESATUAN.
Disebut “pseudo—legal” karena bentuk institusi itusemacam hybrid antaralegal dan extra-legal
Corruption type:
revolving doors,
rent-seeking behaviour,
bribery and extortion
Sumber: Generalisasi dari 14 kasus, wawancara pribadi, 2017/2018
TITIK KORUPSI DALAM ALUR USAHA PEMANFAATAN KAYU (UPHHK)
Analisis CIA dan Identifikasi Biaya Transaksi
TATA USAHA PRODUKSI HASIL HUTAN KAYUPERIZINAN
DAN
PENYIAPAN
KAWASAN
RENTE IZIN
Permohonan
Persiapan
permohonan
Penilaian
Izin
IIUP
TATA USAHA PENGANGKUTAN
LHP
RENTE HASIL HUTAN
KAYU
RKT
DR-PSDH SKSKB
IHMB RKU
LHC
Working
Area
Indikasi state capture
Potensi suap, pemerasan, penjualan pengaruh
EVALUASI & WASDAL
Sertifikasi
PHPL/LK
Tata Batas
Pengalihan
Izin&Saham
Sanksi
Administratif
Sanksi
Pidana
Rekonsiliasi
PNBP
Sumber: KPK, 2014
D I T E M U K A N
Setiap perusahaan
setiap tahun,
membelanjakan uang
untuk menjalankan
izin antara Rp 680
juta sampai Rp 22
milyar
CIA = Corruption Impact Assesment
POTENSI MORAL HAZARD AMDAL & IJIN LINGKUNGAN
PROSESPemerin-tah
Konsul-tan
Pemra-karsa
Masy JUMLAH
Penyusunan Dokumen 6 4 2 1 13
Penilaian Dokumen 6 4 1 1 12
Penerbitan SKKL dan IL 4 1 - - 5
Sistem Standardisasi 2 - - - 2
JUMLAH 18 9 3 2 32Sumber: Evaluasi Bersama KLHK, 2017
Dokumen public dirahasiakan
Konflik kepentinganahli
Proses dilaksanakanuntuk memenuhisyarat administrasidrpd substansi
Lingkungan hidupmemerlukan ilmuspesifik
SLHD 2016:setiap tahun di seluruh propinsi, kabupaten dan kota (jumlah 539), terdapat 76 sd 194 investasi dan memerlukan studi lingkungan. Maka setiap tahun minimal ada 40.000 studi lingkungan, belum termasuk di Pusat. Pembahasan inisiatif swasta di KPK, disebutkan dalam satu tahun potensi uang suap di seluruh Indonesia sekitar Rp 51 trilyun yang terkait dengan perizinan.
PROSES MENYIMPANGPERIZINAN YG DITEMUKAN:
a. Manipulasi peta, b. Pemerasan, c. Tawaran tambahan atau
pengurangan luas izin sebagai alatnegosiasi,
d. Biaya pengesahan dokumenAMDAL dan Izin Lingkungan,
e. Memperlambat proses, f. Proses tidak melalui BKPM/D atau
PTSP,g. Adanya konsultan sebagai arena
transaksi yang sudah ditunjuk oleh pejabat tertentu.
Sumber: Wawancara personal, 2017/2018
Dua pulau itu
diubah statusnya
(produksi terbatas
menjadi produksi
yg dpt dikonversi)
sehingga dapat
dikonversi
menjadi kebun
sawit
STATE CAPTURE MELALUI PILKADA
SURVEY POTENSI BENTURAN KEPENTINGAN DALAM
PENDANAAN PILKADA 2016-2017
47,3%2016: 51,4%
Mengeluarkan dana Pilkada
melebihi kemampuan kas
36%2016: 49%
Mengeluarkan biaya kampanye lebih
tinggi dari yang dilaporkan
82,2%2016: 75,8%Menyatakan sebagian besar
cakada akan memenuhi
harapan donatur tersebut
82,6%2016: 70,3%Menyatakan adanya donatur
dalam pendanaan Pilkada
71,3%2016: 56,3%Menyatakan donatur mengharapkan
balasan saat cakada menjabat
Sumber: KPK, 2018
BENTUK IKATAN POLITIK PEMERINTAH--SWASTA
HARAPAN DONATUR KEPADA CAKADA
63.29%
60.13%
64.64%
61.53%
49.30%
51.74%
0
76.0%
56.0%
73.3%
76.7%
42.7%
22.7%
24.0%
Kemudahan perijinan terhadapbisnis yang telah dan akan dilakukan
Kemudahan akses untuk menjabat dipemerintah daerah/BUMD
Kemudahan untuk ikut serta dalamtender proyek pemerintah
(pengadaan barang dan jasa…
Keamanan dalam menjalankan bisnisyang saat ini sudah ada
Mendapatkan akses dalammenentukan kebijakan/peraturan
daerah
Mendapatkan bantuan untukkegiatan sosial
Mendapatkan bantuan untukkegiatan bantuan sosial/hibah
12
34
56
7
2017 (n=150)
2016 (n=286)
Prioritas:- keamanan dalam
menjalankan bisnis- kemudahan perijinan- kemudahan ikut
tender proyek pemerintah
Sumber: KPK, 2018
State-capture terlambat diidentifikasi dan ditangani
▪ Berbagai regulasi yang mendukung penerimaannegara dilemahkan – berujung pada keuntungansegelintir. Nilai ekonomi SDA tidak segera divaluasidengan kriteria yang jelas, dibiarkan abstrak. Memberikan kesempatan perburuan rente, interpretasiyang menguntungkan pihak tertentu. Mis. alokasi 64-90% BLU BPDPKS untuk insentif biodiesel tidak sejalan dengan amanat UU perkebunan; DR dan PSDH tidak berubah sejak 1999.
▪ Hubungan patron klien dan konflik kepentingantidak diatur dengan lengkap. Banyak terjadi kebijakanhanya diterbitkan untuk menjadi pintu bagi ASN untukmendapatkan keuntungan tertentu, revolving door –bahkan dengan merugikan negara. Mis, tax holiday.
Optimasipenerimaannegara berhadapandengan persoalanstate-capture
Sumber: KPK, 2018
Watak birokrasi formalitas dan teknokratisasinya
▪ Berbagai kebijakan dikerjakan sebagai penggugur tupoksi semata –birokrasi dijalankan sebagai fungsi penyerap anggaran. Kegiatanpengawasan dan pengendalian diterjemahkan hanya denganmembangun sistem informasi semata; kegiatan perencanaan ruangtidak terukur kriterianya. ▪ Pengukuhan kawasan hutan mengejar luasan dan kilometer,
ketimbang penyelesaian hak bagi masyarakat sekitar hutan.▪ Penegakan hukum berujung pada jumlah kasus, ketimbang
pemulihan lingkungan atau prosentase penaatan. 16T belumdieksekusi.
▪ Permasalahan dijawab dengan teknokratisasi yang tidakmenyelesaikan masalah. Beragam kendala dalam fungsi pemerintahdijawab dengan produk yang rumit tanpa menyelesaikan kendalautamanya.▪ Lambatnya perizinan SDA lebih banyak disebabkan pemerasan
dan penyuapan, ketimbang mekanisme layanan. Konflikkepentingan, ketimbang persoalan tumpang tindih kewenangan. Tetapi penyelesaian justru berkutat pada teknokratisasi sepertipenyusunan OSS – bukannya menjamin keterbukaan informasidan memperkuat standar layanan publik.
Pencapaian tujuancenderung tidak selesai. Tujuan konstitusionaldihadapkan pada pelaksanaanpemerintahan yang formalitas/administratif Sumber: KPK, 2018
BagaimanaPendekatanLanskap Bekerja?
Strategi Penguasaan Teritori
Orientasi pada Fakta dan PerbaikanKenyataan (Outcome) bukanAdministrasi
Perbaikan Komunikasi untukMelakukan Tindakan
Koordinasi dan supervisipermasalahan lintas K/L
Deteksi “Special Case”
Breakthrough dan debottleneckingpermasalahan lintas K/L/D
3
Walhi, Jikalahari, Spi, Mitra Insani
WWF, EoFY-TNTN
BP2HP
KaTNTN
PemdaKampar
PemdaInhul
PemdaProp Riau
Perusahaan Hutan & Kebun
Tim Kerja RevitalisasiSK 267_SK 376 2016
KPHK
KPHP
PemdaPelalawan
BPDAS
B-PS
BPKH
Biro PERENCANAAN
PemdaKuansing
PELAKSANAAN RETN“PENGUASAAN TERITORI”
PoldaProp Riau
Tim Operasional SK 4271/2016
Yang dibangun dalam kolaborasiadalah saling percaya.Hasil fisik, dll hanyalah dampakdari adanya bangunan itu…
REVITALISASI EKOSISTEM TESSONILO—916.343 Ha
SEBARAN LOKASI MASYARAKAT PENERIMA MANFAAT
NO SKEMALUAS
(HA)
MASYARAKAT
PENERIMA MANFAAT
1POLA
KEMITRAAN
KONSERVASI
4.200 DESA AIR HITAM: 517
KK; DESA LKB: 407 KK
135 DESA BGN. LIMAU: 315 KK
2
HUTAN DESA
KENEGERIAN
GUNUNG
SAHILAN
3.461 DESA GUNUNG SAHILAN: 657 KK
3HUTAN DESA
GONDAI 11.700
DESA GONDAI : 1054 KK
4HUTAN DESA
SEGATI 14.920 DESA SEGATI : 1205 KK
5
KEMITRAAN
MASYARAKAT
LOGAS
DENGAN
KPHP
253 DESA LOGAS: 60 KK
6PERHUTANAN
SOSIAL
9.586/
37.581(perlu
dicermati
petanya)
DESA LOGAS: 1130 KK,
DESA LBK. KEBUN: 450
KK DESA SITUGAL,
HULU TESSO, GIRI
SAKO, SIDODADI :
1275 KK
7HUTAN
KEMASYARAK
ATAN
4.695 DESA GUNUNG SAHILAN: 657 KK
8HUTAN DESA
KESUMA15.000
DESA KESUMA: 1500
KK
TOTAL63.950/88.885
9.227 KKSumber: Pendamping dalam rapat
tgl 2 Mei 2017 di Manggala
Catatan: Luas yang disampaikan pendamping dalam rapat tgl 2 Mei 2017 di Manggala tidak sama
dengan luas digital.
CONTOH KEGIATAN YANG SUDAH DILAKUKAN
RENCANA PERGERAKAN DAN LAHAN UNTUK RELOKASI PERMUKIMAN WARGA TNTN
DENGAN MEMPERTIMBANGKAN
HOME RANGE SATWA LIAR
RENCANA ALOKASI PENYEDIAAN LAHAN PEMUKIMAN
Lokasi rencana SP (7 lokasi)
± 3.500 Ha
Lokasi rencana TORA
± 9.235 Ha Ket: Luas berdasarkan perhitungan digitasi
NO LOKASI LUAS (HA)
1 SP.1 ± 500
2 SP.2 ± 500
3 SP.3 ± 500
4 SP.4 ± 500
5 SP.5 ± 500
6 SP.6 ± 500
7 SP.7 ± 500
8Cadangan 1 (C1)
± 2.148
9Cadangan 2 (C2)
± 325
10
Permukiman di HPK dan Perluasannya (C3)
± 2.004
11
Perluasan Air Hitam dan Lubuk Kembang serta pemindahan sebagian dari TN (C4)
± 1.258
TOTAL ± 9.235
SP 7SP 1
SP 3
SP 5SP 4
SP 6
C 1
C 2
C 3
C 4
SP 2
Bio-Fisik
TNTN
Sosial-
Aktor
Ekonomi-
SWS/
BUMN
Kebijakan
PS-RA
Tim Kerja
Tim Ops
Tim Impl
PEMROVUPT-KLHK
Imple-
mentasi
PS-RA,
ADAT
MONEV
MenLHK, KaPOLRI,
PangTNI, MenBUMN,
KPK
CSO-
Kelola Tapak
Proses Pelaksanaan RETN
LANSKAP E-TESSONILO
1. POLITICAL WILL—KLHK & Pemda
2. CSO: peningkatan kapasitas—Jaringan Kerja
3. INFRASTRUKTUR EKONOMI—BUMN-Swasta
INOVASI UNTUK MENCAPAIGOAL/OUTCOME BERSAMA; MEMFUNGSIKAN KEWE-NANGAN YG ADA
OUTCOME:1. Social mapping2. Hak atas Lahan3. Gakkum terseleksi4. Rehab/Restorasi &
hasil pertanian
SKPD AUPT
SKPD BSWASTA
MASY
HANYA DAPAT DIJALANKANKETIKA TERDAPAT
LEADERSHIP YG HANDAL
KOORDINASISETIAP LEMBAGA
UNTUK MENCAPAI OUTCOME TERTENTU
Tupoksi setiap unit kerja dan pengawasan yang mendukung
MEKANISME KOORDINASI
3 SK MENLHK: Tim Kerja, Tim Operasional, Tim ImplementasiINOVASI FORUM
BELANDA GERMAN PERANCIS
BELANDA GERMAN PERANCIS
ICPR
Pengumpulan
data, kebijakan,
aspek legal, idea
Perencanaan
tata ruang,
industri,
kehutanan, dll
Diskusi, analisa,
sintesa,
perjanjian,
program
bersama
SEKRETARIAT
LSM
Pelaksanaan
CARA KERJA: Pelaksanaan Konsep Koordinasi
otonomi dalam domain kebijakannya sendiri
komunikasi atau pertukaran data
konsultasi dengan organisasi lain
menghindari posisi tidak koheren antar lembaga
mencari kesepakatan untuk membuat organisasi bekerja bersama mencapai tujuan
menggunakan arbitrasi atas perbedaan antar organisasi untuk menyelesaikan konflik
menetapkan prioritas pemerintah terkait pengarahan aktif untuk menetapkan prioritas dan kerangka kerja koheren untuk tingkat yang lebih rendah
menentukan strategi pemerintah keseluruhan gunamenciptakan sistem terpadu menghasilkan outcome.
pengaturan parameter untuk organisasi
Tingkatan Koordinasi
1955
Qmax, Qmin
Bahan Pencemar
ImplikasiPraktis dan Metodologis
1. Buruknya tatakelola dan korupsi SDA telahmelahirkan kekuatan politik dan pelaksanaanstate capture corruption.
2. Intitusi pseudo-legal menjadi mekanismeterjadinya korupsi. Maka, dibalik kerugianperekonomian negara adalah soal-soal moral hazard, unfair play, kebiasaan memeras, memberi tekanan karena punya kuasa; yaitu pelanggaran etika yang semestinya diletakkan di atas nilai materi maupun kebenaran tekstual peraturan perundangan.
3. Diperlukan keterbukaan informasi publik, peran aktif masyarakat. Perguruan tinggi sangat penting berperan, sebagai sumber keahlian, yang apabila tidak disertai penguatan systemnilai (value system), keahlian dan pengetahuan itu hanya akan dimanfaatkan justru untuk mendukung terjadinya state capture.
4
ImplikasiPraktis dan Metodologis
4. Pemberantasan korupsi perlu dilakukan melalui segenap inovasi kelembagaan, bentuk-bentuk insentif/disinsentif ekonomi, serta manajemen informasi untuk mencegah persekongkolan yang merugikan perekonomian negara dengan menggunakan instrumen kelembagaan negara dan merahasiakannya.
5. Dengan korupsi SDA, hubungan negara dan bisnis cukup kabur, terjadi konflik kepentingan, bahkan dapat mewujudkan lembaga publik negara yang berperilaku untuk kepentingan kelompok tertentu (pseudo-legal).
6. Dalam pengembangan strategi pembangunan ekonomi dan bisnis, perlu dipikirkan bahwa dalam membangun model-model perlu dipersyarati adanya good governance dan goodcorporate governance sebagai asumsi-asumsi yang harus dipenuhi. Pendekatan trans-disiplin perludijalankan.
4
Kolaborasi di mana bertukar informasi, mengubah pendekatan disiplin khusus, berbagi sumber daya dan mengintegrasikan disiplin mencapai tujuan ilmiah umum.
Para peneliti dari berbagai disiplin ilmu bekerja bersama di beberapa titik selama proyek, tetapi memiliki pertanyaan terpisah, kesimpulan terpisah, dan disebarluaskan dalam jurnal yang berbeda.
Peneliti berinteraksi dengan tujuan mentransfer pengetahuan dari satu disiplin ke yang lain. Memungkinkan para peneliti untuk saling menginformasikan pekerjaan masing-masing dan membandingkan temuan individu.
TransdisciplinaryResearch
MultidisciplinaryResearch
InterdisciplinaryResearch
Penelitian transdisipliner berkembang tidak ada glosarium umum, tidak ada platform komunikasi terfokus dan tidak ada kerangka penelitian yang dapat digunakan bersama. Penelitian transdisiplinermenggunakan seperangkat metode yang luas, tetapi tidak jelas untuk produksi pengetahuan. Terlepas dari tantangan yang disoroti di sini, sains perlu bergerak melampaui pendekatan disipliner klasik dan harus mempertimbangkan kerja interdisipliner yang melibatkan praktisi untuk mencapai transisi berkelanjutan.A review of transdisciplinary research in sustainability science, Patric Brandt et al 2013. Ecological Economics Volume 92, August 2013, Pages 1-15
Seputar Transdisiplin
SOAL ILMU PENGETAHUAN DAN POLITIK HUTAN—LINGKUNGAN HIDUP LESTARI DAN ADIL
TERDAPAT 5 SYARAT DICAPAINYA HUTAN LESTARIDAN ADIL
KINI SYARAT 2, 3, 4, 5 TIDAK TERPENUHI
PEMAHAMAN & IMPLEMENTASI ILMU-ILMU EKONOMI, SOSIAL, INSTITUSI DAN POLITIK SANGAT MENDESAK
TRANSFORMASI PENGGUNAAN MULTI-DISIPLIN MENUJU TRANS-DISIPLIN MENJADI KENISCAYAAN
TATAKELOLA YANG BAIK
UKURAN KINERJA PEMBANGUNAN
LINGKUNGAN-SOSIAL-EKONOMI
SISTEM INSENTIF
KELESTA-RIAN HASIL
(FISIK)Bagaimana hutan secara fisik ditata
sehingga jumlah penebangan tidak
menyebabkan kapasitas tumbuhnya
berkurang
Bagaimana pengelola hutan bersedia
melakukan pelestarian hutan
berdasarkan apa yang diterima dan
apa yang dikorbankan
Bagaimana lingkungan sosial, ekono-
mi, dan ekologi bersedia menerima
dampak negatif yang diakibatkan
usaha kehutanan
Bagaimana kelestarian hutan menjadi
ukuran kinerja pengelola (operator)
dan pemerintah/pemda (regulator) dan
bukan hanya kinerja administrasi
Bagaimana norma, standar, kebijakan
dan inovasi berjalan tanpa ada
manipulasi dan korupsi kepentingan
publik untuk keuntungan pribadi
1
2
3
4
5M.K. Politik Kehutanan—Devisi Kebijakan, DMNH, FAHUTAN IPB
International Journal of the Commons
Vol. 7, no 1 February 2013, pp. 183–208
Resource conflict, collective action,
and resilience: an analytical
frameworkBlake D. Ratner
Ruth Meinzen-Dick
Candace May
Eric Haglund
KELESTARIAN SUMBERDAYA
ALAM SEBAGAI INTERAKSI
SOSIAL POLITIK
KONTESTASI CARA PIKIR/KEWENANGAN
• PENDEKATAN ADMINISTRASI VS PENDEKATAN OUTCOME• Penetapan Program/Kegiatan Tanpa Identifikasi Masalah• Penetapan Prosedur Perizinan Menghapus Fungsi Pengendalian• Penetapan KPI yang mudah diadministrasikan
• PENDEPATAN KOMODITI VS PENDEKATAN EKOSISTEM/EKOREGION• Masalah dibatasi Tupoksi bukan masalah nyata di lapangan• Koordinasi tidak relevan; pembiaran eksternalitas• Kehilangan “power” untuk mempersatukan (case BRG)
• UKURAN AGREGAT VS KEADILAN SOSIAL EKONOMI• Target Nasional vs Ketidak-adilan Sosial Ekonomi
Cara pikir dibatasi pada apa yang diketahui, segala sesuatu yang tidak diketahuidianggap tidak ada
TINDAK LANJUT
21 dan 28 September 2018Diikuti 11 PTNBH : ITB, IPB, UGM, UI, UPI, USU, UNAIR,UNPAD, UNDIP, UNHAS, ITS.
Penetapan materi kuliah anti-korupsi S1 dalamberbagai bentuk dan mekanisme sesuai dengankondisi dan kebijakan masing-masing perguruantinggi
Pengembangan kriteria Good University Governance (GUG) untuk menjadi kebijakannasional, kriteria akreditasi, serta diadopsi pada semua lapisan manajemen perguruan tinggi
Membentuk “expert on call” guna meningkatkanindependensi dan menghindari konflikkepentingan peran perguruan tinggi dalammasyarakat
T e r i m a K a s i h