disertasi perbandingan penegakan hukum tindak …

138
i DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA DENGAN CHINA THE COMPARISON OF THE LAW ENFORCEMENT ON THE CORRUPTION CRIMINAL ACTION IN INDONESIA AND THAT IN CHINA SYAMSUDIN P0400311033 SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN FAKULTAS HUKUM MAKASSAR 2017

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

i

DISERTASI

PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI

DI INDONESIA DENGAN CHINA

THE COMPARISON OF THE LAW ENFORCEMENT ON THE CORRUPTION CRIMINAL ACTION IN INDONESIA AND THAT IN CHINA

SYAMSUDIN

P0400311033

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN

FAKULTAS HUKUM MAKASSAR

2017

Page 2: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

ii

PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI

DI INDONESIA DENGAN CHINA

THE COMPARISON OF THE LAW ENFORCEMENT ON THE CORRUPTION CRIMINAL ACTION IN INDONESIA AND THAT IN CHINA

Disertasi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Doktor

Program Studi

Ilmu Hukum

Disusun dan diajukan oleh :

SYAMSUDIN

Nomor Pokok. P0400311033

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN

FAKULTAS HUKUM MAKASSAR

2017

Page 3: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

iii

PERSETUJUAN UJIAN PROMOSI

PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI

DI INDONESIA DENGAN CHINA

diajukan oleh,

SYAMSUDIN

Nomor Pokok. P0400311033

Menyetujui Tim Promotor,

Prof. Dr. M. Syukri Akub, S.H., M.H Promotor

Mengetahui, Ketua Program Studi

S3 Ilmu Hukum

Prof. Dr. Abdul Razak, S.H., M.H

Prof. Dr. Slamet Sampurno, S.H.,M.H

Co-Promotor

Dr. Syamsuddin Muchtar, S.H., M.H

Co-Promotor

Page 4: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

iv

PERNYATAAN KEASLIAN DISERTASI

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Syamsudin

Nomor Mahasiswa : P0400311033

Program studi : Ilmu Hukum

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa disertasi yang saya tulis ini benar-

benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan

pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari

terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan

tesis/disertasi ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas

perbuatan tersebut.

Makassar, 31 Juli 2017 Yang menyatakan, Syamsudin

Page 5: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

v

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT

Tuhan Yang Maha Kuasa atas kasih sayang dan rahmatNya yang begitu

besar, sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini, yang merupakan

salah satu persyaratan akademik guna memperoleh gelar Doktor dalam

Program Studi Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar.

Disertasi ini dapat dirampungkan melalui bimbingan dari Yang Amat

Terpelajar, Prof. Dr. M. Syukri Akub, S.H., M.H, sebagai Promotor, Prof. Dr.

Slamet Sampurno, S.H.,M.H, selaku Co-Promotor, dan Dr. Syamsuddin

Muchtar, S.H.,M.H, selaku Co-Promotor. Dengan ini Penulis menyampaikan

rasa terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-

tingginya, karena telah dengan sepenuh hati selalu mendorong, membimbing

dan mengarahkan penulis dengan penuh keikhlasan dan kearifan serta

kesediaan waktunya sehingga disertasi ini dapat dirampungkan.

Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih sebesar-besarnya dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada dewan penguji selaku penilai

yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, masukan

serta saran yang sangat berguna dalam seminar proposal penelitian sampai

pada penyusunan disertasi ini

Sepenuhnya penulis sadari bahwa disertasi ini dapat dirampungkan

karena bantuan dari berbagai pihak, baik berupa pikiran, tenaga,

kesempatan, materi, maupun dorongan moril, oleh karenanya penulis

menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, M.A, selaku Rektor Universitas

Hasanuddin, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis dalam

menyelesaikan studi di PPs-Unhas Makassar ;

2. Prof. Dr. Farida Patittingi, S.H., M.Hum, sebagai Dekan Fakultas

Hukum Universitas Hasanuddin Makassar yang telah memberikan

kesempatan dan dorongan kepada penulis dalam menimba ilmu dan

menyelesaikan studi di PPs-Unhas Makassar ;

3. Direktur PPs-Unhas Makassar serta semua Civitas Akademik PPs-

Unhas, Prof. Dr. Abdul Razak, S.H.,M.H, selaku Ketua Program Studi

S3 Ilmu Hukum serta semua Civitas Akademik Fakultas Hukum Unhas,

yang telah memberikan kesempatan dan dorongan kepada penulis dalam

menimba ilmu dan menyelesaikan studi di PPs-Unhas Makassar ;

Page 6: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

vi

4. Seluruh Dosen dan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanudin

yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berguna bagi

penulis, serta seluruh Civitas Akademik Fakultas Hukum Universitas

Hasanuddin Makassar yang telah membantu kelancaran proses

administrasi selama penulis mengikuti studi di PPs-Unhas Makassar ;

5. Rekan-rekan Pasca Sarjana S3 seperjuangan angkatan Tahun 2011

pada program studi ilmu hukum, serta semua pihak yang telah

memberikan support dan masih banyak pihak yang telah memberikan

bantuan dan perhatiannya, khususnya selama penulisan disertasi ini.

Kesemuanya tentu tidak dapat ditulis satu persatu pada lembaran ini,

kecuali menyampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya.

6. Kedua orangtua penulis yg telah tiada yang tetap tidak akan pernah

terlupakan dan tergantikan jasa-jasanya dalam memberikan pemahaman

tentang belajar sampai kapanpun, dan yang tidak terlupakan kata-kata

orangtua penulis adalah “tetaplah belajar dan memberikan ilmu yang baik

yang kamu bisa kepada orang lain”.

7. Keluarga besar penulis yaitu Isteri Tercinta dunia akhirat Hj. Anita Ratih

Puspa, Anak-anak tersayang yaitu Ridho Dimas Sofwan, ST, Reza

Fahdini Mahaputra, SH., Vega Divana Audita dan Vanya Ayra Azzahra,

terima kasih yang setulus-tulusnya atas support dan doanya selama ini

hingga penulis menyelesaikan studi ;

8. Bapak Dr. Marjoni Rahman, S.Sos. selaku Rektor Universitas 17 Agustus

1945 Samarinda ; Bapak Dr. Ir. Zikri Azam, MP selaku Wakil Rektor I,

Bapak Prof. Dr. F.L. Soediran, SH., M.Hum, selaku Wakil Rektor II, dan

Bapak Dr. Ir. Abdul Kholik Hidayah, MP. Selaku Wakil Rektor III

Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda yang telah memberikan ijin dan

dorongan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan S3 di Universitas

Hasanuddin Makassar ;

9. Bapak Prof. Dr. H. Eddy Soegiarto, K. SE. MM. Mantan Rektor

Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda, yang semasa menjadi Rektor

telah memberikan ijin dan dorongan kepada penulis untuk melanjutkan

pendidikan S3 di Universitas Hasanuddin Makassar ;

10. Bapak Dr. Abdul Munif, SH. M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda yang kesemuanya memberikan

ijin dan dorongan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan S3 di

Universitas Hasanuddin Makassar ;

Page 7: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

vii

11. Bapak Dr. Ivan Zairani Lisi, S.Sos, S.H., M.Hum, Dekan Fakultas Hukum

Universitas Mulawarman, yang selalu bersama dalam suka dan duka,

terima kasih telah menjadi saudara dan selalu saling menyemangati

selama perkuliahan sampai sekarang dan semoga tidak akan terputus ;

12. Seluruh Dosen pada Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda, dan

Universitas Mulawarman Samarinda, yang telah memberikan

penyemangat kepada penulis dalam studi ini ;

13. Teman-Teman Alumni S2 UGM Yogyakarta Angkatan Tahun 2000,

Teman-teman Alumni S1 Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda,

Teman-teman Alumni SMA Negeri 2 Samarinda, Teman-teman Alumni

MTsN Samarinda, terima kasih atas dorongan dan doanya dalam setiap

silaturrahmi.

14. Rekan-Rekan dari Kantor Advokat & Legal Consultant Ada Syamsudin &

Rekan di Samarinda, H. Arifudin, SH.,MH., Drs. Samsuri, SH., Djony

Kandarani, SE. SH. MH., Hairul Anwar, SH., Surya Darmawan, SH.,

Yopita Despira SH., dan Gusti Madani, S.Ag., Mustapa, SH. terima kasih

atas segala bantuan dan doanya hingga penulis dapat menyelesaikan

study ini ;

15. Rekan-Rekan Pengurus dan Anggota Peradi Kota Samarinda, Rekan-

Rekan Anggota BPSK Kota Samarinda dan Rekan-Rekan Anggota DPW

Pengawas Notaris Propinsi Kalimantan Timur, terima kasih atas

dukungannya kepada penulis untuk menyelesaikan study ini ;

16. Seluruh Pengurus Masjid Jami’ Nurul Huda Kota Samarinda, terima kasih

atas segala doanya walau banyak waktu penulis tinggalkan untuk

menyelesaikan study ini, semoga amal ibadah kita selalu mendapat

imbalan dari Allah SWT.

17. Terima kasih kepada Bapak Ir. Andi Baso Sulva dan Ibu Endang

Susilowaty, yang telah memberikan dorongan dan doa selama penulis

menyelesaikan study di Universitas Hasanuddin Makassar ;

18. Terima kasih kepada teman penulis Dr. Rahmawati, SE, M.Si, Ketua

STIE Yayasan Pembangunan Indonesia Makassar, serta Sahabatku yang

menemani dan menjadi perterjemah ketika ke Beijing China, yang turut

memberikan semangat, dorongan dan doa kepada penulis dalam

menyelesaikan disertasi ini ;

Page 8: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

viii

Akhirnya, semoga Allah, SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, membalas

amal kabaikan serta hidayah-Nya kepada semuanya. Amiin

Makassar, 31 Juli 2017

Penulis

Page 9: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

ix

ABSTRAK

SYAMSUDIN, Perbandingan Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi di

Indonesia dengan China (dibimbing oleh M. Syukri Akub, Slamet Sampurno

dan Syamsuddin Muchtar.

Penelitian ini menjelaskan dan menganalisis sanksi pidana yang

dijatuhkan terhadap pelaku tindak pidana korupsi di Indonesia mempunyai

pengaruh yang signifikan terhadap pelaku tindak pidana korupsi, perbedaan

penghukuman pelaku tindak pidana korupsi di Indonesia dengan China serta

penegakan hukum yang diterapkan di China atas tidak pidana korupsi yang

dapat diterapkan di Indonesia untuk memberantas tindak pidana korupsi.

Jenis penelitian ini, yaitu penelitian hukum normatif, menganalisis

bahan hukum yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat

dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan.

Menitikberatkan kepada aspek filosofi pemahaman hukum dalam masyarakat

terhadap penegakan hukum dalam tindak pidana korupsi, mengkaji pula

rangkaian historis terbentuknya aturan mengenai tindak pidana korupsi

sampai dengan penegakan hukum dan perkembangannya sampai saat ini.

Hasil penelitian menunjukan bahwa dari tahun 2013 hingga 2015,

selalu menunjukan angka kenaikan, sedangkan harapan yang digantungkan

pada Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dengan penerapan sanksi

pidana pada setiap perkara tindak pidana korupsi ternyata tidak membawa

efek jera terhadap pelaku-pelaku korupsi. Perbandingan penegakan hukum

tindak pidana korupsi di Indonesia bahwa pemberian sanksi tindak pidana

korupsi masih menghukum dengan hukuman pidana yang tidak maksimal

dan terkesan minimal, sedangkan di China menunjukan bahwa sanksi atau

penghukuman terhadap pelaku tindak pidana korupsi dilakukan dengan

hukuman maksimal atau terberat diantaranya hukuman mati. Sehingga

pemerintah Indonesia sesuai dengan kewenanganya dalam sistem

pemerintahan perlu melakukan lebih banyak kerjasama dengan penegak

hukum dan pihak lain yang konsen terhadap upaya pemberantasan tindak

pidana korupsi, demikian juga hakim yang memeriksa dan mengadili perkara-

perkara tindak pidana korupsi diharapkan memberikan rasa keadilan dalam

masyarakat.

Kata kunci : perbandingan, hukum, penegakan, pidana, korupsi

Page 10: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

x

ABSTRACT

SYAMSUDIN, The Comparison of the Law Enforcement on the

Corruption Criminal Action in Indonesia and That in China (supervised by M.

Shukri Akub, Slamet Sampurno and Syamsuddin Muchtar)

This research aimed to explain and analyze (1) the criminal sanctions

given to the actors committing the corruption actions in Indonesia which had a

significant effect on the actors of the corruption acts, (2) the differences of the

punishment of the actors of the corruption criminal action in Indonesia

compared to that in China; and (3) the law enforcement applied in China on

the corruption crimes, which could be applied in Indonesia in order to

eliminate the corruption crimes.

The research type was the normative legal research, which analyzed

the legal material referring to the legal norms stated in the law regulations

and the court decisions. The research emphasized the philosophical aspects

of the legal understanding of the society on the law enforcement on the

corruption crimes. The research also studies the historical series of the

formation of the regulations about the corruption crimes until the law

enforcement and its development nowadays.

The research results indicated that the period between 2013 and 2015

always showed increasing figures, whereas the expectations which was hung

on the Ordinance of the Corruption Crimes with the application of the criminal

sanctions on each cases of corruption crimes apparently had not give a leery

effect on the corruption criminals. The comparison of the law enforcement on

the actors of corruption crimes in Indonesia had not been maximum and even

minimum, while in China sanctions or he punishment given to the corruptors

were always maximum or most heavy, sometimes it was a death punishment.

Therefore, the Indinesian Government according to their authority in the

government system should try to cooperate with the law enforce people and

other parties who were concerned with the effort to eliminate the acts of

corruptions. Also, the judges who examined and tried the corruption cases

were expected to consider justice feeling of the society.

Keywords: comparison, law, enforcement, criminal, corruption

Page 11: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... ii

HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................... iii

PERNYATAAN KEASLIAN DISERTASI ................................................... iv

KATA PENGANTAR ................................................................................ iv

ABSTRAK ................................................................................................ v

ABSTRACT ............................................................................................. vi

DAFTAR ISI ............................................................................................. xii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1

B. Rumusan Masalah ................................................................ 17

C. Tujuan Penelitian ................................................................... 18

D. Kegunaan Penelitian ............................................................. 18

E. Orisinalitas Penelitian ........................................................... 19

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 22

A. Penegakan Hukum ............................................................... 22

B. Tindak Pidana Korupsi .......................................................... 29

1. Konsepsi Korupsi .............................................................. 29

2. Sejarah Korupsi di Indonesia ............................................ 36

C. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ................................ 87

1. Pencegahan Tindak Pidana Korupsi ................................. 87

2. Penindakan (Represif) Tindak Pidana Korupsi ................... 93

3. Peran Serta Masyarakat ................................................... 102

4. Penyelenggara Negara ......................................................104

D. Perbadingan Hukum ..............................................................106

E. Konsep Keadilan .................................................................. 109

F. Kerangka Pikir ..................................................................... 120

Page 12: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

xii

G. Definisi Operasional .............................................................. 123

BAB III METODE PENULISAN ............................................................. .. 127

A. Jenis Penulisan .................................................................... 127

B. Pendekatan Penulisan .......................................................... 127

C. Lokasi Penulisan ................................................................... 128

D. Jenis Bahan Hukum .............................................................. 128

E. Populasi dan Sample ............................................................ 129

F. Teknik dan Pengumpulan Bahan Hukum .............................. 130

G. Teknik Analisis Bahan Hukum ............................................... 130

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENULISAN .................................. 132

A. Rumusan Tindak Pidana, Sanksi Pidana, dan Penerapan

Sanksi Dalam Tindak Pidana Korupsi di Indonesia ............... 132

1. Tindak Pidana Korupsi di Indonesia .................................. 132

2. Sanksi Perkara Tindak Pidana Korupsi ............................. 143

3. Penerapan Sanksi Terhadap Pelaku Tindak Pidana

Korupsi ............................................................................. 151

B. Perbedaan Penegakan Hukum Dalam Tindak Pidana

Korupsi di Indonesia dengan China ...................................... 200

1. Sistem Peradilan Tindak Pidana Korupsi di China............. . 200

2. Penegakan Hukum Dalam Tindak Pidana Korupsi di

Indonesia .......................................................................... 216

3. Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi di China ........ 219

C. Konsep Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi di

China yang Dapat Diterapkan di Indonesia ............................ 232

1. Perbandingan Penegakan Hukum Tindak Pidana

Korupsi ............................................................................. 232

2. Konsep Ideal Penegakan Hukum Tindak Pidana

Korupsi di Indonesia ......................................................... 256

Page 13: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

xiii

BAB V PENUTUP .................................................................................. 284

A. Kesimpulan ........................................................................... 284

B. Saran .................................................................................... 286

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. xii

Page 14: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak Indonesia Merdeka pada tahun 1945, selalu didengungkan

bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum yang

berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia 1945. Sebagai warga Negara Indonesia tentunya kita sangat

bangga dengan kemerdekaan Indonesia, terlebih bahwa Negara Republik

Indonesia adalah negara hukum, dimana setiap orang di Indonesia tidak

ada yang kebal terhadap hukum, artinya bahwa setiap orang sama

kedudukannya di mata hukum. Pencetusan bahwa Indonesia negara

hukum tersebut dimaksudkan adalah sebagai landasan untuk

mewujudkan kehidupan bangsa yang memberi kesejahteraan dengan

rasa aman, tenteram, tertib dan berkeadilan berdasarkan hukum tersebut.

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia telah

diatur penegakan hukum yang penyelenggaraannya dilaksanakan oleh

suatu kekuasaan kehakiman, dimana kekuasaan kehakiman adalah

kekuasaan yang bebas dan mandiri dan tidak dapat dipengaruhi oleh

pihak lain, oleh karena itu dalam penegakan hukum diperlukan adanya

suatu lembaga yang bertanggungjawab untuk menyelenggarakan suatu

peradilan yang benar dan memberikan keadilan baik bagi masyarakat dan

Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum.

Page 15: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

2

Saat ini yang sangat banyak diperbincangkan dan disoroti oleh

masyarakat adalah mengenai penegakan hukum terhadap pelaku tindak

pidana korupsi, karena masyarakat banyak yang masih menyangsikan

penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana korupsi. Bagi sebagian

masyarakat bahwa para penegak hukum masih terindikasi dapat

dipengaruhi oleh kekuatan baik itu dalam kedudukan atau status

seseorang, sehingga penegakan hukum dalam tindak pidana korupsi

masih sangat terkesan dipengaruhi nuansa politik dan belum maksimal,

oleh karenanya perkara-perkara tindak pidana korupsi masih marak

sampai saat ini, belum memberikan efek yang membuat jera maupun

pembelajaran di masyarakat. Penegakan hukum sekarang ini nampaknya

tidak memberikan pengaruh yang signifikan bagi turunnya angka

kriminalitas, dalam hal ini Tindak Pidana Korupsi. Apalagi jika dalam

upaya pemberantasan tindak pidana korupsi ini tidak mendapat dukungan

dari pemerintah secara nyata, demikian juga dari elit politik yang hingga

kini nampak setengah hati dalam upaya pemberantasan tindak pidana

korupsi, bahkan saat ini sedang terjadi pro dan kontra antara masyarakat

yang pro terhadap upaya pemberantasan korupsi dengan elit politik yang

ada di DPR RI yang justeru sangat terkesan berusaha untuk

mengendorkan pemberantasan korupsi dengan mengajukan Hak Angket

terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi, hal ini tentu akan melemahkan

Komisi Pemberantasan Korupsi dalam melakukan upaya pencegahan dan

pemberantasan korupsi yang menjadi wewenangnya.

Page 16: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

3

Berbicara masalah korupsi atau tindak pidana korupsi, sebenarnya

banyak yang harus dipahami apa sebenarnya yang dimaksud korupsi,

batasan-batasan apa yang dimaksud tindak pidana korupsi dan apa yang

menyebabkan korupsi. Pertanyaan-pertanyaan itu seringkali muncul di

masyarakat, terlebih bagi yang masih awam tentang pengertian korupsi.

Sebenarnya kita sering mendengar banyak tentang berita-berita mengenai

para pejabat yang melakukan tindak pidana korupsi dan diproses secara

hukum, namun kenapa masih banyak saja terjadi kasus-kasus tindak

pidana korupsi yang baru, yang ternyata juga tetap melibatkan para

pejabat walaupun pelaku tindak pidana korupsi sebelumnya telah diproses

dan kemudian dihukum, apakah mereka tidak malu atau tidak paham apa

yang disebut tindak pidana korupsi ? Inilah pertanyaan yang perlu dicari

jawabnya, baik menurut masyarakat pada umumnya maupun menurut

para pegawai pemerintah atau swasta yang mempunyai kewenangan

yang suatu saat mungkin dihadapkan pada permasalahan yang dapat

menimbulkan kerugian negara dan dapat dianggap sebagai perbuatan

yang termasuk dalam perbuatan tindak pidana korupsi.

Berdasarkan pengamatan penulis, ternyata masih banyak sebagian

masyarakat yang masih tidak mengerti apa sebenarnya yang disebut

dengan korupsi dalam arti yang sebenarnya, hanya sebagian saja yang

paham, karena masih ada saja yang mempunyai pandangan bahwa jika

tidak menikmati uang korupsi, maka menurutnya dirinya tidak melakukan

tindak pidana korupsi, padahal tidaklah demikian, karena sekalipun

Page 17: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

4

seseorang tidak menikmati satu rupiahpun uang korupsi, akan tetapi jika

perbuatannya menyalahgunakan kekuasaan atau kewenangan yang ada

padanya dengan menguntungkan orang lain atau suatu korporasi, maka

perbuatan tersebut sudah dapat diklasifikasikan sebagai tindak pidana

korupsi sekalipun tidak menikmati uang korupsi. Demikian juga dengan

pemberian kepada seseorang agar melakukan atau tidak melakukan

sesuatu perbuatan yang seharusnya menjadi tugasnya walaupun

pemberian tersebut dilakukan atas dasar suka sama suka, maka hal

tersebut dapat diklasifikasikan sebagai perbuatan tindak pidana korupsi

atau gratifikasi.

Akibat perbuatan tindak pidana korupsi, maka akan menimbulkan

akibat pada kesejahteraan masyarakat, oleh karenanya perlu kiranya

mengetahui bagaimana kesejahteraan masyarakat dihubungkan dengan

jumlah penduduk Indonesia, apakah ada hubungannya dengan

permasalahan korupsi, hal ini sangat nampak dengan masih banyaknya

masyarakat yang tergolong miskin dan masih belum terpenuhinya

pembangunan sarana dan prasarana bagi masyarakat di Indonesia. Oleh

karena itu memperhatikan jumlah penduduk Indonesia yang pada tahun

2016 sudah mencapai 257,9 juta jiwa, tetapi memperhatikan Data Badan

Pusat Statistik pada September 2016 masyarakat miskin mencapai 27,76

juta1, artinya kemiskinan masih cukup tinggi, dan itu merupakan tingkat

kesejahteraan yang masih rendah. Sementara berdasarkan data yang ada

1https://ekbis.sindonews.com/read/1167769/33/jumlah-penduduk-miskin-di-

indonesia-turun-jadi-2776-juta-jiwa-1483422839.

Page 18: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

5

pada Badan Pusat Statistik bahwa Indonesia tetap berada pada posisi

sebagai negara berpenduduk terbanyak setelah RRC, India dan Amerika

Serikat.

Apabila diperhatikan berdasarkan sensus penduduk tahun 2016

saja, maka diketahui bahwa jumlah penduduk Indonesia sudah mencapai

257,9 juta jiwa, dimana laju pertumbuhan penduduk (LPP) adalah 1,48 per

tahun, sekarang sudah tahun 2017, berarti jumlah penduduk Indonesia

telah bertambah lagi, kalau penulis hitung pertumbuhannya 1,48 pertahun,

maka setiap tahunnya akan terjadi pertumbuhan penduduk sekitar 3,5 juta

jiwa pertahun, sehingga pada tahun 2017 saja jumlah penduduk Indonesia

mencapai 260 juta jiwa. Jika kita sadar akan banyaknya jumlah penduduk

yang merupakan saudara kita semua, maka penulis berpikir, bagaimana

dengan kesejahteraannya, apakah bertambah sejahtera atau tidak atau

sebaliknya, kalau tidak maka apa saja yang dapat menghambat

kesejahteraan bahkan menyengsarakan masyarakat.

Mengenai hal ini menurut penulis bahwa salah satu masalah atau

penyebabnya adalah masih maraknya tindak pidana korupsi di Indonesia,

sehingga untuk mengatasinya harus mendapat penanganan secara

khusus maupun prioritas dan terencana dengan baik, karena tindak

pidana korupsi merupakan kejahatan yang sangat luar biasa (extra

ordinary crime) dan sangat mempengaruhi tingkat kesejahteraan di

masyarakat.

Page 19: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

6

Kalau penulis perhatikan sebenarnya penanganan masalah korupsi

sudah sejak jaman penjajahan, jaman orde lama, jaman orde baru bahkan

jaman era reformasi inipun sudah dilakukan, tetapi tetap saja selalu ada

korupsi dan korupsi, sementara peraturan-peraturan sebenarnya sudah

banyak yang dikeluarkan untuk memerangi korupsi tersebut, lalu dimana

salahnya ? Jika korupsi tetap subur, maka berapa rakyat atau masyarakat

Indonesia yang akan terus sengsara dan tetap miskin, karena masih ada

saja korupsi bahkan merajalela tanpa menghiraukan larangan dan

hukuman yang akan dijatuhkan jika terbukti melakukan tindak pidana

korupsi. Memang untuk memberantas tindak pidana korupsi tidaklah

semudah yang dibayangkan, tetapi tidak boleh menyerah karena adanya

kesulitan-kesulitan dan hambatan-hambatan tersebut, justeru dengan

tantangan kesulitan, maka harus tetap focus dan semangat mencari

bentuk atau suatu tata cara yang tepat untuk melawan dan atau

memberantas korupsi, termasuk melakukan pencegahan.

Menurut catatan yang disampaikan oleh Jaksa Agung Muda Tindak

Pidana Khusus bahwa berdasarkan catatan perkara-perkara korupsi di

Indonesia hingga Agustus 2011 saja perkara korupsi yang sampai ke

Kejaksaan Agung Republik Indonesia mencapai 1.018 kasus2, dan kalau

dibagi propinsi-propinsi di Indonesia maka berapa kira-kira tiap propinsi

memberikan andil adanya tindak pidana korupsi walau tidak semua

2http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/11/09/12/lrevtp-perkara-

korupsi-di-indonesiamencapai-1018-kasus

Page 20: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

7

propinsi terungkap ada tidaknya tindak pidana korupsi, dan kemudian

berapa kasus yang sudah diselesaikan ?

Sementara apabila kita perhatikan jumlah kasus korupsi di

Indonesia terus meningkat, dimana kasus korupsi yang telah diputus oleh

Mahkamah Agung dari tahun 2014-2015 sebanyak 803 kasus, jumlah ini

meningkat jauh dibanding tahun sebelumnya. Menurut hasil penelitian

Laboratorium Ilmu Ekonomi, Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi

dan Bisnis Universitas Gajah Mada mengungkap bahwa 803 kasus itu

menjerat 967 terdakwa korupsi. Jika dikalkulasi sejak tahun 2001 hingga

2015, kasus korupsi yang telah diputus Mahkamah Agung pada tingkat

kasasi maupun peninjauan kembali mencapai 2.321 kasus, dengan jumlah

koruptor yang dihukum pada periode tersebut adalah 3.109 terpidana3.

Kasus-kasus korupsi yang begitu banyak dan semakin meningkat

ini semua menjadi pertanyaan yang perlu jawaban secara benar agar

apabila mengalami kesulitan dapat dicari cara untuk memecahkan

permasalahan tersebut sebagai solusi yang tepat.

Terhadap upaya pemerintah Indonesia dalam melakukan upaya

pemberantasan tindak pidana korupsi jika penulis perhatikan

perjalanannya sebenarnya sudah sejak lama, yaitu sudah dimulai sejak

tahun 1957, yaitu :

- Peraturan Penguasa Militer tanggal 9 April 1957 Nomor :

Prt/PM/06/1957;

3http://news.liputas6.com/read/2477341/kasus-korupsi-di-indonesia-menggila.

Page 21: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

8

- Peraturan Penguasa Militer tanggal 27 Mei 1957 Nomor :

Prt/PM/03/1957 ;

- Peraturan Penguasa Militer tanggal 1 Juli 1957 Nomor :

Prt./PM/011/1957;

Peraturan-peratutan tersebut lahir pada saat Orde Lama dan

disebut Peraturan Penguasa Perang Pusat, dan peraturan-peraturan

tersebut hanya berlaku sementara, karena Pemerintah Indonesia telah

menetapkan segera mengganti dengan bentuk undang-undang, dimana

hal tersebut didasarkan Pasal 90 ayat 1 UUDS 1950, kemudian terbit

Perpu Nomor 24 Tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan dan

Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi.

Pada Era Orde Baru lahir pula Keppres Nomor 12 Tahun 1970

yang membentuk Tim Empat yang tugasnya adalah melakukan

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, akhirnya terbitlah Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi. Namun oleh karena tindak pidana korupsi ini di Indonesia tetap

saja subur, maka pada tahun 1977 Presiden Suharto mengeluarkan

Inpres Nomor 9 tahun 1977 yang dikenal dengan Tim Opstib (Operasi

Ketertiban), dimana Tim ini bergerak untuk menertibkan pungutan liar di

jalan-jalan, pelabuhan, di aparat kementerian dan daerah, tetapi korupsi

tetap saja terjadi, maka pada tahun 1982 Presiden Suharto menghidupkan

kembali Tim Pemberantasan Korupsi dengan mengganti personelnya.

Page 22: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

9

Pada saat pemerintahan Soeharto berakhir dengan pengunduran

dirinya pada tahun 1998 dan korupsi tetap subur, maka MPR

mengeluarkan Penetapan Nomor : XI/MPR/1998 tentang

Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan

Nepotisme. Kemudian pada tahun 1999 lahir Undang-Undang Nomor : 28

Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas

dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Pada tahun 1999 itu pula kemudian

lahir Undang-Undang Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi, yang kemudian telah diubah dan ditambah

dengan Undang-Undang Nomor: 20 tahun 2001, dimana undang-undang

ini merupakan cikal bakal lahirnya KPK, sehingga pada tahun 2002

lahirlah Undang-Undang Nomor : 30 tahun 2002 tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK), dan inilah yang sampai

sekarang menjadi pedoman untuk melakukan pemberantasan tindak

pidana korupsi di Indonesia oleh KPK. Tetapi jika diperhatikan bahwa KPK

ini ada yang menilai ”kena virus” sehingga ada yang meminta dibubarkan

dan ada pula yang mengatakan harus tetap ada, karena korupsi masih

merajalela sehingga masih diperlukan adanya KPK. Namun saat ini KPK

dihadapkan serangan melalui jalur politik yang dilakukan oleh DPR

dengan Hak Angket KPK, walaupun apa yang dilakukan oleh DPR ini

mendapat penolakan dari masyarakat, LSM Anti Korupsi, Para Akademisi

dan Ahli Hukum Tata Negara.

Page 23: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

10

Perkembangan yang dilakukan oleh Pemerintah telah pula

mewujudkan keseriusan dengan mendirikan Pengadilan Tindak Pidana

Korupsi (Pengadilan TIPIKOR) di daerah-daerah, contohnya di Kalimantan

Timur yaitu di Samarinda telah ada Pengadilan Tipikor, demikian juga di

propinsi-propinsi lain telah ada Pengadilan Khusus Tipikor yang khusus

menyidangkan perkara-perkara Tindak Pidana Korupsi. Dalam hal ini

Mahkamah Agung (MA) secara resmi memiliki Pengadilan Tipikor di

setiap provinsi, Pengadilan Tipikor tingkat pertama berada di 33

Pengadilan Negeri (PN) dan tingkat banding berada di 30

Pengadilan Tinggi di seluruh Indonesia4. Pembentukkan Pengadilan

Tipikor itu merupakan pelaksanaan UU Nomor : 46 Tahun 2009

tentang Pengadilan Tipikor yang mengamanattkan pembentukan

Pengadilan Tipikor di seluruh Indonesia dalam waktu dua tahun.

Artinya pada akhir Oktober 2011 Mahkamah Agung RI harus sudah

membentuk 33 Pengadilan Tipikor.

Seiring dengan upaya-upaya pemberantasan korupsi, ternyata

masih ada wacana yang berkeinginan melemahkan bahkan ingin

membubarkan KPK, ini bisa jadi karena adanya kekecewaan masyarakat

atau merasa tidak suka dengan Pimpinan KPK atau orang-orang KPK,

namun ada juga kelompok-kelompok yang merasa risih dan khawatir

4http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4ea1fb6aaa9d4/jumlah-pengadilan-

tipikor-lengkap-33.

Page 24: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

11

dengan gencarnya KPK melakukan penyelidikan-penyelidikan dan

penyidikan, dan kelompok-kelompok inilah yang berusaha ingin

melemahkan KPK. Hal ini dapat kita ketahui seperti keberatan beberapa

Anggota DPR yang namanya disebut-sebut menerima aliran dana dalam

Surat Dakwaan Penuntut Umum dalam kasus E-KTP, sehingga nampak

kurang suka dengan KPK, sehingga berupaya melemahkan kekuatan

KPK, bahkan dalam perjalanannya Komisioner KPK selalu diserang baik

secara pribadi maupun kinerjanya, padahal Para Komisioner KPK tersebut

adalah orang yang telah dinyatakan pantas dan lulus menjadi Komisioner

KPK untuk masa tertentu melalui proses perekrutan sesuai dengan

prosedur seleksi yang benar. Inilah tindakan-tindakan yang secara konkrit

tidak memberikan dukungan dalam upaya pemberantasan korupsi.

Tindakan-tindakan yang cenderung melemahkan KPK seharusnya

tidak perlu terjadi, karena menurut penulis jika tidak suka dengan

Pimpinan KPK atau orang-orang KPK, maka jangan bubarkan KPK-nya,

karena harusnya yang diusulkan diganti Pimpinan KPK atau orang-orang

KPK-nya tentunya dengan aturan yang benar, apalagi saat ini masih

sangat diperlukan suatu lembaga yang bertugas untuk melakukan

pemberantasan tindak pidana yang khusus itu. Jadi kalau penulis boleh

membuat istilah maka : ”Jangan untuk membunuh tikus, dengan

membakar rumahnya”, tapi gunakanlah alat penangkap tikus untuk

memberantasnya, artinya berikanlah dukungan agar semakin kuat dan

kokoh dalam melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.

Page 25: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

12

Bertolak dari penegakan hukum dalam tindak pidana korupsi di

Indonesia yang masih banyak menimbulkan kekecewaan di masyarakat,

karena masih adanya upaya pelemahan dan masih terlalu lemahnya

ketegasan penegak hukum untuk menerapkan hukuman bagi pelaku

tindak pidana korupsi serta masih adanya anggapan tebang pilih dan

membuat citra dalam penegakan tindak pidana korupsi, maka menurut

penulis perlu untuk mengambil contoh penegakan hukum di negara lain,

misalkan di China yang sampai saat ini menerapkan hukuman maksimal

bagi pelaku yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi serta

dukungan yang kuat, sehingga Negara China dinyatakan berhasil dalam

memberantas tindak pidana korupsi. Oleh karena itu tidak berlebihan

dalam memberantas tindak pidana korupsi, Indonesia sebaiknya

mencontoh atau belajar dari pemberantasan tindak pidana korupsi di

China, komitmen pemerintah China dalam memberantas korupsi menurut

penulis tidak diragukan lagi, karena tegas, bukan hanya slogan atau

retorika bahkan hanya sekedar pemanis bibir saja seperti yang terjadi di

Indonesia, di Indonesia aturannya dibuat tetapi tidak terlaksana secara

penuh, oleh karenanya yang paling baik adalah dibuktikan dengan

menghukum berat dengan memberikan hukuman mati atau hukuman

terberat lain sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang seperti

menghukum para pejabat di China yang terbukti melakukan korupsi.

China yang dulunya adalah negara teratas paling terkorup di dunia,

tapi kini bukan sebagai negara teratas lagi korupnya. Hal ini karena

Page 26: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

13

komitmen dari Perdana Menteri China Zhu Rongji pada waktu itu yang

mengkampanyekan antikorupsi dengan memberlakukan hukuman berat

yaitu hukuman mati bagi para koruptor, dan menantang siapa pun rakyat

China untuk menembak dirinya di tempat apabila ia terbukti korupsi.

Slogan dan semangat ini di China mendapat dukungan baik pemerintah

maupun masyarakat, sehingga pemberantasan korupsi menguat bukan

melemahkan.

Secara nyata pada masa pemerintahan Perdana Menteri China Zhu

Rongji, membuat terobosan dengan mengatakan : “ To eradicate

corruption, I’ve prepared 100 coffins, 99 for corrupt officials and one for

myself, if I do the same”, atau dikenal dengan ungkapan 100 peti mati

untuk koruptor, sembilan puluh sembilan untuk para koruptor dan satu

untuk Zhu Rongji sendiri apabila dia terbukti melakukan tindak pidana

korupsi. Itulah kata-kata dari Perdana Menteri China Zhu Rongji pada saat

itu dalam pelantikannya 14 Maret 1998. Hingga saat ini di China sudah

ada beberapa para pejabat pemerintahnya yang tercatat dihukum mati

karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi antara lain :

- Wakil Gubernur Provinsi Jiangxi, Hu Chang-ging.

- Deputi Walikota Leshan, Li Yushu.

Dua orang ini hanya segelentir dari orang-orang yang telah dihukum mati

karena korupsi.

Kemudian selanjutnya ada lagi 5 (lima) orang pejabat di China yang

telah dihukum mati, yaitu :

Page 27: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

14

1. Pejabat Provinsi Jiangxi, Hu Chang-Qing.

Hu, terbukti menerima suap berupa mobil dan uang mencapai Rp 5

miliar. Selama menjabat dia pun terbukti ikut bermain-main dalam

proyek pemerintah. Vonis pengadilan berupa hukuman mati pun

diberikan kepadanya dan dieksekusi pada tahun 2000.

2. Pejabat Partai Komunis, Cheng Kejie.

Wakil Ketua Kongres Rakyat Nasional, Cheng Kejie dihukum mati. Dia

sudah meminta pengampunan kepada Presiden Zhu Rongji. Namun

upaya itu tak digubris, hukuman mati tetap dilaksanakan pada tahun

2000. Cheng terbukti menerima suap US$ 5 juta. Bukan hanya Cheng,

istrinya pun Li Ping dipenjara, dan Pengadilan juga menyita seluruh

harta kekayaan milik pasangan itu.

3. Pejabat Bank, Xiao Hongbo.

Xiao Hongbo, dihukum mati pada 2001, dimana pria berusia 37 tahun

yang bekerja sebagai manager cabang Bank Konstruksi China, salah

satu bank BUMN. Dia dihukum mati Pengadilan Sichuan pada 2001.

Dia dinilai telah merugikan bank itu senilai Rp 3,9 miliar. Xiao

menggunakan uang korupsi itu untuk membiayai 8 pacarnya dan dia

juga menggunakan uang itu untuk bergaya hidup mewah, kemudian dia

dihukum mati pada 2001. Saat itu, 8 pacarnya menangisi kepergian

bankir yang royal tersebut.

Page 28: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

15

4. Wakil Walikota Hangzhou, Xu Maiyong.

Xu Maiyong divonis mati, dia dinyatakan bersalah oleh Mahkamah

Agung China karena telah terbukti menerima suap jutaan dollar. Vonis

mati atas dirinya jatuh pada 2011 lalu dan dieksekusi pada bulan Juli

2011. Vonis mati ini sebagai bukti bahwa pemerintah China berlaku

keras dan tegas atas pelaku korupsi. Xu yang berusia 52 tahun

disebutkan kerap melakukan intervensi dan bermain dalam proyek-

proyek di wilayahnya. Padahal Hangzhou merupakan kawasan di China

Timur yang tengah berkembang. Jadi banyak proyek pemerintah

dibangun di kota itu. Selain bermain dalam proyek, dia juga ikut

membantu pengurangan pajak. Dia terbukti menerima suap sinilai US$

22,4 juta.

5. Pejabat Kota Suzhou, Jiang Renjie.

Jiang Renjie merupakan mantan Wakil Wali Kota Suzhou pada Juli

2011, peluru eksekutor menembus tubuhnya pada saat dia ditembak

mati karena korupsi. Selaku pejabat negara dia dianggap lalai dan

melakukan perbuatan korupsi dengan menerima suap hingga puluhan

juta dollar. Pengadilan menilai Jiang terbukti menerima suap dari

perusahaan pengembang perumahan. Dalam usianya yang sudah 62

tahun, selain penyuapan dia juga dinilai terbukti melakukan

penggelapan dan penyalahgunaan kekuasaan5.

5http://news.detik.com/berita/2022262/5-pejabat-koruptor-yang-dihukum-mati-di-

china/3

Page 29: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

16

Itulah beberapa contoh pejabat pemerintah di China yang terbukti

melakukan tindak pidana korupsi dan kemudian dijatuhi hukuman

maksimal berupa hukuman mati oleh Pengadilan di China dan dilakukan

eksekusi atas putusan tersebut, dan masih banyak lagi yang juga dijatuhi

hukuman mati karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi.

Memperhatikan penerapan hukuman maksimal dalam perkara

tindak pidana korupsi di China dapat diterapkan, sehingga penulis patut

bertanya mengapa China dapat menerapkan dengan baik penjatuhan

pidana mati bagi koruptor yang merupakan hukuman maksimal dalam

undang-undangnya, sedangkan di Indonesia belum pernah diterapkan

meskipun aturannya sudah ada, yaitu dalam pasal 2 ayat (2) Undang-

Undang Nomor : 31 Tahun 1999, bahkan walaupun berdasarkan putusan

pengadilan yang menyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi,

tetapi belum ada yang dijatuhi hukuman maksimal berupa penjara seumur

hidup sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor

31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Menurut penulis kenapa harus melakukan perbandingan

penegakan hukum tindak pidana korupsi di Indonesia dengan China. Hal

ini karena memperhatikan bahwa China yang dahulunya sebagai negara

terkorup di dunia, sekarang terbukti berhasil dalam pemberantasan tindak

pidana korupsi, sehingga China tidak lagi sebagai negara terkorup di

Page 30: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

17

dunia, melainkan telah menunjukkan keberhasilannya dalam melakukan

pemberantasan tindak pidana korupsi. Sementara Indonesia juga telah

giat untuk melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi sejak lama,

namun masih sebagai negara yang masih banyak terjadi tindak pidana

korupsinya. Dalam membandingkan tersebut tentu tidak hanya sekedar

memperbandingkan begitu saja, karena tentu ada hal-hal yang dapat

diteliti dan diketahui apa saja yang menjadikan keberhasilan China dalam

penegakan hukum tindak pidana korupsi tersebut.

Mengingat dan memperhatikan hal tersebut, penulis merasa

terpanggil untuk mengajukan sebuah penulisan hukum untuk memberikan

pencerahan dalam dunia penegakan hukum dan akademik mengenai

pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia agar penegakan

hukum tersebut benar-benar sesuai dengan rasa keadilan di masyarakat,

karena khusus mengenai tindak pidana korupsi adalah merupakan

kejahatan yang sangat luar biasa, sehingga tidak ada salahnya

penanganannya harus dilakukan secara luar biasa dan tegas.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, penulis

merumuskan masalah yang akan dikaji dalam penulisan ini adalah

sebagai berikut:

1. Apakah sanksi pidana yang dijatuhkan terhadap pelaku tindak

pidana korupsi di Indonesia mempunyai pengaruh yang signifikan

terhadap pelaku tindak pidana korupsi ?

Page 31: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

18

2. Sejauhmana perbedaan penghukuman pelaku tindak pidana

korupsi di Indonesia dengan China ?

3. Konsep penegakan hukum apa yang diterapkan di China atas

tindak pidana korupsi yang dapat diterapkan di Indonesia ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dan menjelaskan sanksi pidana yang dijatuhkan

terhadap pelaku tindak pidana korupsi di Indonesia mempunyai

pengaruh yang signifikan terhadap menurunnya angka kriminalitas

tindak pidana korupsi.

2. Untuk mengetahui dan menjelaskan perbedaan penghukuman

pelaku tindak pidana korupsi di Indonesia dengan China.

3. Untuk mengetahui dan menjelaskan konsep penegakan hukum apa

yang diterapkan di China atas tindak pidana korupsi yang dapat

diterapkan di Indonesia.

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penulisan ini diharapkan dapat menghasilkan 3 (tiga) aspek

kegunaan yakni dari aspek teoritis, aspek praktis dan aspek filosofis :

1. Aspek Teoritis untuk memperkaya referensi dan sebagai

sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu hukum,

khususnya ilmu hukum pidana khusus, sehingga dapat dijadikan

landasan pemikiran dan penataan hukum pidana khusus, karena

sampai saat ini belum ada tindak pidana korupsi yang dihukum

dengan hukuman maksimal.

Page 32: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

19

2. Aspek Praktis untuk memberikan kontribusi atas permasalahan-

permasalahan yang timbul dalam penegakan pemberantasan

tindak pidana korupsi di Indonesia saat ini dan akan datang,

sehingga diharapkan dapat menjamin tercapainya tujuan

pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia yang efektif dan

memberikan rasa keadilan bagi masyarakat.

3. Aspek Filosofis untuk dijadikan sebagai masukan bagi pemerintah

dan atau pembuat undang-undang serta penegak hukum yang

bertanggungjawab terhadap penegakan hukum dalam

pemberantasan tindak pidana korupsi yang berkeadilan di

Indonesia, sehingga dapat memberikan manfaat yang bermuara

pada penegakan hukum dengan jujur, benar dan transparan yang

kemudian akan menghasilkan pemerintahan yang bersih dan

kesejahteraan bagi masyarakat pada umumnya.

E. Orisinalitas Penelitian

Setelah melakukan penelusuran mengenai penulisan yang

berkaitan dengan Perbandingan Penegakan Hukum Tindak Pidana

Korupsi di Indonesia dengan China, penulis menemukan beberapa

penulisan mengenai perbandingan tindak pidana korupsi yang dilakukan

oleh :

1. I.G.N Nurdjana (Universitas Islam Indonesia), dengan judul

Problematika Sistim Hukum Pidana dan Implikasinya pada

Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi. Dalam penulisannya

Page 33: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

20

I.G.N. Nurdjana ingin mengetahui apa yang menjadi problematika

hukum pada sisitem hukum pidana dalam penegakan hukum

terhadap tindak pidana korupsi di Indonesia. Selain itu juga ingin

mengetahui bagaimana implikasi berbagai sistem hokum yang

berlaku saat ini terhadap sistem hukum pidana khususnya dalam

upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi di

Indonesia. Sedangkan dalam penulisan disertasi ini, fokus

penulisannya adalah perbandingan penegakan hukum tindak

pidana korupsi di Indonesia dengan China untuk menemukan

sanksi pidana yang efektif untuk mengurangi angka kriminalitas

tindak Pidana korupsi di Indonesia.

2. Yudi Wibowo Sukinto, (Universitas Brawijaya), dengan judul

Kebijakan Formulasi Sanksi Pidana Dalam Tindak Pidana

Penyelundupan di Indonesia. Dalam penulisannya menitik beratkan

sanksi terhadap pelaku tindak pidana penyelundupan, dan

mengenai Undang-undang kepabeanan yang merupakan warisan

Belanda, karena setiap terjadi penyelundupan selalu terjadi

kerugian negara, sehingga Yudi Wibowo Sukinto merumuskan

masalah bagaimana formulasi sanksi pidana dalam penyelundupan

dan bagaimana formulasi pertanggungjawaban tindak pidana

penyelundupan yang selalu menimbulkan kerugian negara.

Sedangkan dalam penulisan disertasi ini, focus kajiannya adalah

perbandingan penegakan hukum indak pidana korupsi di

Page 34: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

21

Indonesiaa dengan China dan prediksi tentang sanksi pidana yang

efektif diterapkan di Indonesia untuk menanggulangi Tindak Pidana

Korupsi.

Page 35: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penegakan Hukum

Pembahasan mengenai penegakan hukum dikemukakan oleh Jimly

Asshiddiqie sebagai berikut :6

Penegakan hukum merupakan pusat dari seluruh “aktivitas kehidupan” hukum yang dimulai dari perencanaan hukum, pembentukan hukum, penegakan hukum dan evaluasi hukum. Penegakan hukum pada hakikatnya merupakan interaksi antara berbagai perilaku manusia yang mewakili kepentingan-kepentingan yang berbeda dalam bingkai aturan yang telah disepakati bersama. Oleh karena itu, penegakan hukum tidak dapat semata-mata dianggap sebagai proses menerapkan hukum sebagaimana pendapat kaum legalistik. Namun proses penegakan hukum mempunyai dimensi yang lebih luas daripada pendapat tersebut, karena dalam penegakan hukum akan melibatkan dimensi perilaku manusia. Dengan pemahaman tersebut maka kita dapat mengetahui bahwa problem-problem hukum yang akan selalu menonjol adalah problema “law in action” bukan pada “law in the books.

Memperhatikan pandangan tersebut di atas nampak menunjukkan

bahwa penegakan hukum merupakan suatu proses yang tidak semata-

mata hanya berada dalam dimensi normatif tetapi juga memiliki dimensi

lain yaitu sosiologis.

Jimly Asshiddiqie7 mengemukakan pula bahwa :

Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalulintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

6Wahyudi Kumoro, 2010, Etika Administrasi Negara, Rajawali Press : Jakarta,

Hlmn. 56 7Jimly Assiddhiqie. 2000. Penegakan Hukum Di Indonesia, Mappi : Jakarta. Hlm.

43

Page 36: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

23

Dalam pengertian lain penegakan hukum merupakan upaya yang dilakukan untuk menjadikan hukum, baik dalam artian formil yang sempit maupun dalam arti materil yang luas, sebagai pedoman perilaku dalam setiap perbuatan hukum, baik oleh para subjek hukum yang bersangkutan maupun oleh aparatur penegakan hukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh Undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma hukum yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Demikian juga dengan pandangan di atas, maka menunjukkan

bahwa penegakan hukum membutuhkan pengaturan sebagai pedoman

bagi perilaku dan pedoman bagi mereka yang diberikan kewenangan oleh

undang-undang dalam melakukan penegakan hukum, sehingga secara

formal ada aturan yang mengaturnya dan dapat dipertangungjawabkan

atas pelaksanaan aturan tersebut.

Selanjutnya, Jimly Asshiddiqie8 mengemukakan bahwa :

Ditinjau dari sudut subjeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subjek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum oleh subjek dalam arti yang terbatas atau sempit. Dalam arti luas, proses penegakan hukum itu melibatkan semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan dari pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti sempit, dari segi subjeknya itu, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan sebagaimana seharusnya. Dalam memastikan tegaknya hukum itu, apabila diperlukan, aparatur penegak hukum itu diperkenankan untuk menggunakan daya paksa. Pengertian penegakan hukum itu dapat pula ditinjau dari sudut objeknya, yaitu dari segi hukumnya. Dalam hal ini, pengertiannya juga mencakup makna yang luas dan sempit. Dalam arti luas, penegakan hukum itu mencakup pula nilai-nilai keadilan yang terkandung di dalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat.9

8 Ibid.

9 Ibid. Hlm. 44

Page 37: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

24

Memperhatikan pada pandangan di atas, ini menunjukkan bahwa

penegakan hukum memiliki 2 (dua) definisi yaitu penegakan hukum dalam

arti yang luas dan penegakan hukum dalam arti yang sempit. Penegakan

hukum dalam arti luas mencakup norma-norma selain norma hukum serta

mencakup upaya-upaya pencegahan terhadap pelanggaran, sedangkan

penegakan hukum dalam arti sempit, hanya menyangkut penegakan

peraturan yang formal dan tertulis saja, artinya penegakan hukum yang

dilakukan secara jelas telah ada pengaturannya dalam suatu ketentuan

yang telah disusun.

Penyebutan penegakan hukum ada yang menyebut dengan

perkataan “law enforcement”, sedangkan penerjemahan perkataan ”law

enforcement” ke dalam bahasa Indonesia dalam menggunakan perkataan

“penegakan hukum” dalam arti luas dan dapat pula digunakan istilah

“penegakan peraturan” dalam arti sempit. Pembedaan antara formalitas

aturan hukum yang tertulis dengan cakupan nilai keadilan yang

dikandungnya ini bahkan juga timbul dalam bahasa Inggris sendiri dengan

dikembangkannya istilah “the rule of law” versus “the rule of just law” atau

dalam istilah “the rule of law and not of man” versus istilah “the rule by

law” yang berarti “the rule of man by law”. Istilah “the rule of law”

mengandung makna pemerintahan oleh hukum, tetapi bukan dalam

artinya yang formal, melainkan mencakup pula nilai-nilai keadilan yang

terkandung di dalamnya. Oleh karena itu, digunakan istilah “the rule of

just law”. Dalam istilah “the rule of law and not of man” dimaksudkan untuk

Page 38: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

25

menegaskan bahwa pada hakikatnya pemerintahan suatu negara hukum

modern itu dilakukan oleh hukum, bukan oleh orang. Istilah sebaliknya

adalah “the rule by law” yang dimaksudkan sebagai pemerintahan oleh

orang yang menggunakan hukum sekedar sebagai alat kekuasaan

belaka.10

Pandangan di atas menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan

penegakan hukum itu kurang lebih merupakan upaya yang dilakukan

untuk menjadikan hukum, baik dalam arti formil yang sempit maupun

dalam arti materil yang luas, sebagai pedoman perilaku dalam setiap

perbuatan hukum, baik oleh para subjek hukum yang bersangkutan

maupun oleh aparatur penegakan hukum yang resmi diberi tugas dan

kewenangan oleh Undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-

norma hukum yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan

bernegara. Pembahasan penegakan hukum dapat ditentukan sendiri

batas-batasnya baik membahas keseluruhan aspek dan dimensi

penegakan hukum itu, baik dari segi subjeknya maupun objeknya atau

hanya membahas hal-hal tertentu saja, misalnya hanya menelaah aspek-

aspek subjektif saja.

Pengertian penegakan hukum berbeda dengan penegakan

keadilan. Penegakan hukum dapat dikaitkan dengan pengertian “law

enfocement” dalam arti sempit, sedangkan penegakan hukum dalam arti

hukum materil, diistilahkan dengan penegakan keadilan. Dalam bahasa

10

Ibid.

Page 39: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

26

Inggris juga terkadang dibedakan antara konsepsi “court of law” dalam arti

pengadilan hukum dan “court of justice” atau pengadilan keadilan. Bahkan

dengan semangat yang sama pula, Mahkamah Agung di Amerika serikat

disebut dengan istilah “Supreme Court of Justice”11

Selanjutnya menurut Soerjono Soekanto12 terdapat lima faktor yang

sangat mempengaruhi penegakan hukum, kelima faktor tersebut saling

berkaitan erat, sehingga merupakan esensi dari penegakan hukum, dan

merupakan tolak ukur dari efektivitas penegakan hukum. Kelima faktor

tersebut, adalah :

a) Faktor hukumnya sendiri, terutama undang-undang.

b) Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk dan

menerapkan hukum.

c) Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

d) Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku

atau diterapkan.

e) Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya cipta dan rasa yang di

dasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Uraian diatas menunjukkan bahwa faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi pelaksanaan atau penegakan hukum, cukup banyak dan

bervariasi, namun peneliti berpendapat bahwa faktor manusia yang

menjalankan penegakan hukum itu sangat dominan untuk menentukan

11

Djarot M. Subroto. 2001. Peran Polisi dalam Pembangunan. Sinar Persada : Jakarta. Hlm. 63

12Soerjono Soekanto. 1993. Beberapa Catatan Tentang Psikologi Hukum. Citra

Aditya Bhakti : Bandung. Hlm. 5-6

Page 40: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

27

apakah penegakan hukum (pelayan penegakan hukum) itu berhasil atau

tidak, sehingga orang yang menjalankan penegakan hukum mempunyai

peran yang penting untuk menentukan kerhasilannya.

Menurut Lawrence Meir Friedman13 berhasil atau tidaknya

Penegakan hukum bergantung pada 3 (tiga) hal, yaitu :

1. Substansi Hukum.

Dalam teori Lawrence Meir Friedman hal ini disebut sebagai sistem

substansial yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu

dilaksanakan. Substansi juga berarti produk yang dihasilkan oleh orang

yang berada dalam sistem hukum yang mencakup keputusan yang

mereka keluarkan, aturan baru yang mereka susun. Substansi juga

mencakup hukum yang hidup (living law), bukan hanya aturan yang ada

dalam kitab undang-undang (law books).

Sebagai negara yang masih menganut sistem Civil Law Sistem atau

Sistem Eropa Kontinental (meski sebagian peraturan perundang-

undangan juga telah menganut Common Law Sistem atau Anglo

Saxon) dikatakan hukum adalah peraturan-peraturan yang tertulis,

sedangkan peraturan-peraturan yang tidak tertulis bukan dinyatakan

hukum. Sistem ini mempengaruhi sistem hukum di Indonesia. Salah

satu pengaruhnya adalah adanya asas Legalitas dalam KUHP. Dalam

Pasal 1 KUHP ditentukan bahwa “tidak ada suatu perbuatan pidana

13

Friedman L, 1993, Teori dan Filsafat Hukum Telaah Kritis Atasi Teori-Teori Hukum (Susunan I), JudulAsli Legal Theory, Penerjemah Mohammad Arifin, PT Raja GrafindoPersada, Cetakan Kedua, Jakarta.

Page 41: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

28

yang dapat di hukum jika tidak ada aturan yang mengaturnya”.

Sehingga bisa atau tidaknya suatu perbuatan dikenakan sanksi hukum

apabila perbuatan tersebut telah mendapatkan pengaturannya dalam

peraturan perundang-undangan. Aturan ini berlaku secara umum dalam

melaksanakan tindak pidana umum berdasarkan KUHP.

2. Struktur Hukum.

Dalam teori Lawrence Meir Friedman hal ini disebut sebagai sistem

Struktural yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan

dengan baik. Struktur hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor : 8

Tahun1981 meliputi mulai dari Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan

Badan Pelaksana Pidana (lapas). Kewenangan lembaga penegak

hukum dijamin oleh undang-undang. Sehingga dalam melaksanakan

tugas dan tanggungjawabnya terlepas dari pengaruh kekuasaan

pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain. Terdapat adagium yang

menyatakan ”fiat justitia et pereat mundus”, meskipun dunia ini runtuh

hukum harus ditegakkan. Hukum tidak dapat berjalan atau tegak bila

tidak ada aparat penegak hukum yang kredibilitas, kompeten dan

independen. Karena seberapa bagusnya suatu peraturan perundang-

undangan bila tidak didukung dengan aparat penegak hukum yang

baik, maka keadilan hanya angan-angan. Lemahnya mentalitas aparat

penegak hukum mengakibatkan penegakkan hukum tidak berjalan

sebagaimana mestinya. Banyak faktor yang mempengaruhi lemahnya

mentalitas aparat penegak hukum, diantaranya lemahnya pemahaman

Page 42: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

29

agama, ekonomi, proses rekruitmen yang tidak transparan dan lain

sebagainya. Sehingga dapat dipertegas bahwa factor penegak hukum

memainkan peranan penting dalam memfungsikan hukum. Kalau

peraturan sudah baik, tetapi kualitas penegak hukum rendah maka

akan ada masalah. Demikian juga, apabila peraturannya buruk

sedangkan kualitas penegak hukum baik, kemungkinan munculnya

masalah masih terbuka.

3. Budaya Hukum.

Budaya Hukum/kultur hukum menurut Lawrence Meir Friedman

(2001:8) adalah sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum

kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya. Kultur hukum adalah

suasana pemikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan

bagaimana hukum digunakan, dihindari, atau disalahgunakan. Budaya

hukum erat kaitannya dengan kesadaran hukum masyarakat. Semakin

tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan tercipta budaya hukum

yang baik dan dapat merubah pola piker masyarakat mengenai hukum

selama ini. Secara sederhana, tingkat kepatuhan masyarakat terhadap

hukum merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum.

B. Tindak Pidana Korupsi

1. Konsepsi Korupsi

Istilah korupsi menurut Fockema Andreae berasal dari bahasa Latin

yaitu Corruptio atau corruptus dan disebutkan pula bahwa kata corruptio

itu berasal dari kata Corrumpere, yaitu suatu kata Latin yang lebih tua.

Page 43: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

30

Dari kata Latin itulah kemudian menyebar ke Eropa seperti Inggris, yang

kemudian dalam bahasa Inggris disebut corruption, corrupt, dan bahasa

Belanda disebut corruptie, kemudian bahasa Indonesia corruptie tersebut

menjadi kata ”korupsi” yang berarti penyuapan dan atau

penyelewengan14.

Memperhatikan dalam Ensiklopedia Indonesia ”Korupsi” diartikan

sebagai gejala dimana para pejabat, badan-badan Negara

menyalahgunakan wewenang dengan terjadinya penyuapan, pemalsuan

serta ketidakberesan lainnya. Kemudian arti kata korupsi yang telah

diterima dalam perbendaharaan kata bahasa Indonesia disimpulkan oleh

Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, Korupsi ialah

perbuatan yang buruk seperti pengertian penggelapan uang, penerimaan

uang sogok dan sebagainya (W.J.S. Poerwadarminta : 1976)15.

Sedangkan secara harfiah korupsi merupakan sesuatu yang busuk, jahat,

dan merusak, tidak jujur, dapat disuap, tidak bermoral, menyimpang.

Ketika membicarakan dan membahas tentang korupsi memang

akan menemukan kenyataan semacam itu, karena korupsi menyangkut

segi-segi moral, sifat dan keadaan yang busuk, jabatan dalam instansi

atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan

karena pemberian, faktor ekonomi dan politik, serta penempatan keluarga

atau golongan ke dalam kedinasan dibawah kekuasaan jabatannya.

14

Syech Husein Alatas, 1980, Sosiologi Korupsi, Sebuah Penjelajahan Dengan Data Kontemporer,IP3ES, Jakarta.

15W.J.S Poerwadarminta, 1976, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka,

Bandung.

Page 44: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

31

Sehingga dengan demikian, secara harfiah dapat ditarik kesimpulan

bahwa sesungguhnya istilah korupsi memiliki arti yang sangat luas.

1. Korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan (uang Negara atau

perusahaan dan sebagainya) untuk kepentingan pribadi dan orang lain.

2. Korupsi adalah busuk, rusak, suka memakai barang atau uang yang

dipercayakan kepadanya, dapat disogok (melalui kekuasaannya untuk

kepentingan pribadi). (Evi Hartanti, 2005 : 8-9)16.

Baharuddin Lopa dalam (Evie Hartanti, Tindak Pidana Korupsi,

2005 :9)17 mengutip pendapat dari David M. Chalmers, menggunakan arti

istilah korupsi dalam berbagai bidang, yakni menyangkut masalah

penyuapan, yang berhubungan dengan manipulasi di bidang ekonomi,

dan yang menyangkut bidang kepentingan umum. Kesimpulan ini diambil

dari defenisi yang dikemukakan antara lain berbunyi, financial

manipulations and deliction injurious to the economy are often labeled

corrupt (manipulasi dan keputusan mengenai keuangan yang

membahayakan perekonomian sering dikatagorikan perbuatan korupsi).

Selanjutnya menjelaskan the is often applied also to misjudgements by

officials in the public economies (istilah ini sering juga digunakan terhadap

kesalahan ketetapan oleh pejabat yang menyangkut bidang perekonomian

umum). Dikatakan pula, disguised payment in the form of gifts, legal fees,

employment, favors to relatives, social influence, or any relationship that

16

Evi Hartanti, Februari 2005, Tindak Pidana Korupsi, Edisi Kedua, halaman 8-9, Sinar Grafika, Semarang.

17Baharuddin Lopa dalam (Evie Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, 2005 : 9),

Tindak Pidana Korupsi, Edisi Kedua, Sinar Grafika, Semarang.

Page 45: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

32

sacrifices the public and welfare, with or without the implied payment of

money, is usually considered corrupt (pembayaran terselubung dalam

bentuk pemberian hadiah, ongkos administrasi, pelayanan, pemberian

hadiah kepada sanak keluarga, pengaruh kedudukan sosial, atau

hubungan apa saja yang merugikan kepentingan dan kesejahteraan

umum, dengan atau tanpa pembayaran uang, biasanya dianggap sebagai

perbuatan korupsi). Ia menguraikan pula bentuk korupsi yang lain, yang

diistilahkan political corruption (korupsi politik) adalah electoral corruption

includes purchase of vote whith money, promises of office or special

favors, coercion, intimidation, and interference with administrative of

judicial decision, or governmental appointment (korupsi pada penulisan

umum, termasuk memperoleh suara dengan uang, janji dengan jabatan

atau hadiah khusus, paksaan, intimidasi, dan campur tangan terhadap

kebebasan memilih. Korupsi dalam jabatan melibatkan penjualan suara

dalam legislatif, keputusan administrasi atau keputusan yang menyangkut

pemerintahan).

Andi Hamzah, yang dikutif oleh Evi Hartanti (2005 ; 17)18

memberikan pendapat bahwa : Delik korupsi Pasal 1 ayat (1) sub a

Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi urutannya

sebagai berikut:

a. Melawan hukum.

b. Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan.

18

Andi Hamzah dalam (Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, 2005 : 17), Tindak Pidana Korupsi, Edisi Kedua, Sinar Grafika, Semarang.

Page 46: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

33

c. Yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan

negara dan perekonomian negara, atau diketahui atau patut disangka

olehnya bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan negara atau

perekonomian negara. Jadi untuk menyusun dakwaan, tidak perlu

dimulai dengan melawan hukum. Dalam hukum pidana sering delik itu

dibagi dua, yaitu perbuatan dan pertanggungjawaban. Pada perumusan

delik atas perbuatan adalah ”memperkaya diri sendiri dan seterusnya”

dan akibatnya adalah ”kerugian negara dan seterusnya”, disusul

dengan ”melawan hukum” yang dapat diartikan dalam delik ini sebagai

“tanpa hak untuk menikmati hasil korupsi” tersebut selaras dengan

putusan HR tanggal 30 Januari 1911, yang mengartikan “melawan

hukum” itu “tidak mempunyai hak untuk menikmati keuntungan” itu

dalam delik penipuan (Pasal 378 KUHP).

Selo Soemardjan19 dalam (Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi,

2005 : 19), Tindak Pidana Korupsi, Edisi Kedua, Sinar Grafika, Semarang.

memberikan pengertian bahwa korupsi, kolusi dan nepotisme adalah

dalam satu napas karena ketiganya melanggar kaidah kejujuran dan

norma hukum. Adapun faktor-faktor sosial pendukung KKN adalah

sebagai berikut :

a. Desintegrasi (anomie) sosial karena perubahan sosial terlalu cepat

sejak revolusi nasional, dan melemahnya batas milik negara dan milik

pribadi.

19

Selo Sumarjan, dalam (Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, 2005 : 19), Edisi Kedua, Sinar Grafika, Semarang.

Page 47: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

34

b. Fokus budaya bergeser, nilai utama orientasi sosial beralih menjadi

orientasi harta. Kaya tanpa harta menjadi kaya dengan harta.

c. Pembangunan ekonomi menjadi panglima pembangunan bukan

pembangunan sosial atau budaya.

d. Penyalahgunaan kekuasaan negara sebagai short cut mengumpulkan

harta.

e. Paternalisme, korupsi tingkat tinggi, menurun, menyebar, meresap

dalam kehidupan masyarakat. Bodoh kalua tidak menggunakan

kesempatan menjadi kaya.

f. Pranata-pranata sosial kontrol tidak efektif lagi.

Sedangkan secara yuridis formal bahwa pengertian Tindak Pidana

Korupsi terdapat dalam :

- Bab II tentang Tindak Pidana Korupsi Pasal 2 sampai dengan Pasal 20,

Undang-Undang Nomor : 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi.

- Bab III tentang Tindak Pidana Lain yang berkaitan dengan Tindak

Pidana Korupsi Pasal 21 sampai dengan pasal 24 Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 1999

tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,

Kolusi dan Nepotisme, Pasal 1 menjelaskan bahwa tindak pidana korupsi

sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan

Page 48: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

35

yang mengatur tentang tindak pidana korupsi. Jadi perundang-undangan

Republik Indonesia mendefenisikan korupsi sebagai salah satu tindak

pidana yang dapat di hukum.

Menurut Mubyarto20 penggiat ekonomi Pancasila, dalam artikelnya

menjelaskan tentang korupsi, bahwa salah satu masalah besar berkaitan

dengan keadilan adalah korupsi, yang kemudian kita lunakkan menjadi

”KKN”. Perubahan nama dari korupsi menjadi KKN ini barangkali

beralasan karena praktik korupsi memang terkait koneksi dan nepotisme.

Tetapi tidak dapat disangkal bahwa dampak “penggantian”ini tidak baik

karena KKN ternyata dengan kata tersebut praktek korupsi lebih mudah

ditoleransi dibandingkan dengan penggunaan kata korupsi secara

gamblang dan jelas, tanpa tambahan kolusi dan nepotisme.

Dalam buku berjudul Corrupt Cities, A Proctica! Guide to Cure and

Prevention, oleh Robert Klitgaard, Ronald Maclean Abaroa dan H. Lindsey

Parris21, dari Institute for Contemporary Studies Oakland, California, Word

Bank Institute, USA tahun 2000, yang kemudian diterjemahkan atas izin

Robert Klitgaard dan diterbitkan pertama kali dalam bahasa Indonesia

oleh Yayasan Obor Indonesia pada bulan Maret 2002, disebutkan bahwa

definisi korupsi banyak sekali. Dalam arti luas, korupsi berarti

menggunakan jabatan untuk keuntungan pribadi, orang lain atau

korporasi. Jabatan adalah kedudukan kepercayaan, seseorang diberi

20

Mubyarto, Penggiat Ekonomi Pancasila, dalam artikelnya menjelaskan tentang korupsi.

21Robert Klitgaard, Ronald Maclean Abaroa dan H. Lindsey Parris, 2000,

Corrupt Cities, A Proctica! Guide to Cure and Prevention,Institute for Contemporary Studies Oakland, California, Word Bank Institute, USA.

Page 49: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

36

wewenang atau kekuasaan untuk bertindak atas nama lembaga. Lembaga

itu bisa lembaga swasta, lembaga pemerintah, atau lembaga nirlaba.

Korupsi berarti memungut uang bagi layanan yang sudah seharusnya

diberikan, atau menggunakan wewenang untuk mencapai tujuan yang

tidak sah. Korupsi adalah tidak melaksanakan tugas karena lalai atau

sengaja. Korupsi bisa mencakup kegiatan yang sah dan tidak sah. Korupsi

dapat terjadi di dalam tubuh organisasi (misalnya, penggelapan uang)

atau di luar organisasi (misalnya, pemerasan).

Korupsi kadang-kadang dapat membawa dampak positif di bidang

sosial, namun pada umumnya korupsi menimbulkan inefisiensi,

ketidakadilan, dan ketimpangan.

2. Sejarah Korupsi di Indonesia

a. Korupsi di Masa Pemerintahan Hindia Belanda

Dalam bukunya yang berjudul “Politik, Korupsi, dan Budaya”,

Ong Hok Ham menyatakan bahwa korupsi telah merasuk dan menjadi

kenyataan hidup bangsa Indonesia. Korupsi sudah menjadi budaya

bangsa Indonesia jauh sebelum Indonesia merdeka, yaitu sejak jaman

penjajahan Belanda. Ini dapat ditelusuri dari munculnya terminologi

(istilah) “katabelece” sebagai salah satu modus operandi korupsi.

“katabelece sendiri berasal dari bahasa Belanda yang berarti Surat

Sakti. Gunanya untuk mempengaruhi kebijakan / keputusan untuk

kepentingan atau tindakan yang sifatnya menguntungkan pribadi atau

kelompok” (Thamrin, 2000).

Page 50: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

37

Pernyataan Ong Hok Ham tersebut cukup memberi penegasan

bahwa membudayanya korupsi dikalangan masyarakat saat

pendudukan dan pengaruh VOC ternyata berlanjut hingga VOC itu

sendiri hengkang dari bumi Nusantara. Karena itu ketika Belanda

menjajah Indonesia, korupsi yang sudah membudaya di kalangan

masyarakat itu sulit diberantas. Hal ini seperti yang dkemukakan oleh

M. Husni Thamrin sebagai berikut:

Persoalan korupsi ini tidak berarti tuntas tatkala VOC digantikan

oleh pemerintah Hindia Belanda. Sistem birokrasi Hindia Belanda yang

mengenal dua sistem, Bestuurs Beambten (BB) dan Pangreh Praja,

memicu tindakan korupsi dalam bentuk yang lain. Pada masa Tanam

Paksa, 1830 – 1870, penduduk pribumi diwajibkan untuk menanam

beberapa jenis tanaman yang laku di pasar-pasar Eropa. Menurut

peraturan petani diharuskan untuk menanami 1/3 bagian dari tanahnya

bagi tanaman wajib tersebut. Umumnya tanaman tersebut berusia

tahunan seperti kopi, teh atau nila. Berdasarkan peraturan harus

mengubah 1/3 bagian dari sawah-sawah produktif mereka guna

tanaman tersebut dan meluangkan 1/3 waktu mereka untuk mengawasi

tanaman tersebut. Akan tetapi dalam prakteknya Kepala Desa,

Demang, Wedana, atau Bupati yang bertanggung jawab atas tanam

paksa tersebut justru memaksa petani untuk menanami 2/3 bagian dari

tanahnya untuk tanaman wajib. Keuntungan yang didapat sudah

barang tentu masuk dalam kantung pribadi para pejabat tersebut.

Page 51: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

38

Sementara itu residen-residen dan pengawas (controluer) Hindia

Belanda mendiamkan saja praktek tersebut karena mendapat baian

yang tidak sedikit. Tidaklah menjadi heran bila pada masa tanam paksa

wabah penyakit dan kelaparan melanda penduduk pedesaan, terutama

di Pulau Jawa, karena di dalam prakteknya mereka lebih banyak

menghabiskan waktunya untuk mengawasi tanaman tahunan yang

diwajibkan dan tak memiliki waktu lagi untuk sawah-sawah mereka.

Belum lagi 1/3 bagian yang dapat mereka tanami untuk padi, tak

mencukupi kebutuhan keluarga mereka dalam setahun (Thamrin,2000).

Pergantian era dari VOC ke era Pemerintahan Hindia Belanda

tidak menjadikan wilayah Nusantara terbebas dari praktek dan budaya

korupsi. Meskipun upaya pemberantasan korupsi dilakukan, tetapi

korupsi tetap saja terjadi, bahkan faktanya korupsi semakin merajalela.

Politik tanam paksa yang diambil Belanda malah menjadikan praktek

korupsi tumbuh subur di kalangan pejabat “pemerintahan” dalam negeri

(yang merupakan orang-orang pribumi). Praktek korupsi sudah benar-

benar merambah ke pejabat pribumi yang diberi kewenangan oleh

Belanda. Korupsi bahkan tetap dan terus terjadi meskipun Belanda

mencabut sistem tanam paksa dan diganti dengan sistem

perekonomian liberal. Hal ini semakin memberikan pengetahuan

kepada kita bahwa korupsi sudah tidak lagi dapat diselesaikan dengan

pendekatan sistem perekonomian, karena sudah terlampau merusak

moral.

Page 52: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

39

Jadi meskipun sistem monopoli dari kerja paksa diganti dengan

sistem perekonomian yang lebih liberal dengan sistem pengupahan

yang ideal, tetap saja korupsi tidak dapat diberantas. Persoalannya

justru menjadi semakin menyakitkan ketika pergantian sistem

perekonomian dari monopoli dan kerja paksa ke sistem ekonomi liberal

tidak diikuti dengan pemberdayaan masyarakat pemilik tanah.

Sehingga mereka manjadi budak dan buruh untuk tanahnya sendiri,

akibat dari dipraktekannya sistem sewa (yang liberal) ditambah dengan

sikap korup dan kongkalikong di kalangan pejabat birokrasi.

Sistem perekonomian liberal yang dipraktekan tidak saja

menyengsarakan rakyat, tetapi juga menambah suburnya praktek

korupsi birokrasi. Apalagi ternyata birokrasi saat itu menghadapi

persoalan klasik, yaitu rendahnya gaji yang mereka terima. Hal mana

menurut berbagai analis, faktor rendahnya gaji birokrasi dipandang

sebagai faktor penyebab terjadinya korupsi birokrasi.

Di sisi yang lain persoalan klasik yang ada pada masa-masa

sebelumnya tetap dijumpai. Gaji yang dterima oleh para pangreh praja,

terutama pangreh praja rendahan seperti Wedana, Camat-Camat dan

sistem, tetaplah kecil. Keuntungan besar yang didapat pemerintah

Hindia Belanda dari sewa-menyewa lahan perkebunan dan pajak yang

mereka peroleh dari pengusaha-pengusaha perkebunan tak digunakan

untuk mensejahterakan aparat birokrasi pada level menengah

kebawah. Sementara sebagai bagian dari pemerintahan Hindia

Page 53: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

40

Belanda dan sistem birokrasi tradisional, para pangreh praja ini harus

memelihara gaya hidup sebagai priyayi. Diduga mereka menerima

segala macam upeti dari rakyat yang membiayai hidup mereka. Para

Patih dan Bupati, meskipun gaji yang mereka terima lebih tinggi, juga

banyak menerima upeti yang tidak resmi dari rakyat. Selain itu

merekapun masih memelihara kewajiban kerja bakti bagi para kawula

yang berada dibawah kekuasaan mereka. Kewajiban-kewajiban tidak

resmi ini baru dihapuskan sama sekali oleh pemerintah Hindia Belanda

pada tahun 1890. Peristiwa antara Bupati Lebak dan Multatuli mungkin

salah satu contoh yang menarik tentang penindasan dan tindakan

korupsi yang dilakukan oleh pangreh paraja Hindia Belanda. Maka

dengan diperluasnya pemungutan pajak oleh Belanda atas tanah dan

hasilnya, pejabat pribumi setingkat Kepala Desa dan pembantunya

memanfaatkan kesempatan dari peluang baru tersebut untuk

mengambil keuntungan yang besar. Di Jawa, Bekel (petugas pemungut

pajak) menaikkan 20 kali lipat apa yang mereka bayar kepada atasan

mereka. (Thamrin, 2000).

Akhirnya kita dapat melihat bahwa korupsi yang terjadi pada

masa pemerintahan Hindia Belanda adalah adanya kombinasi faktor

penyebab yang terjadi bersamaan. Di satu sisi gaji birokrasi yang

rendah, di sisi lain pejabat elit birokrasi memiliki sikap dan mental “rent

seeking” semacam upeti dari rakyatnya, yang dibenarkan oleh

pemerintahan. Pemerintah Belanda membiarkan praktek upeti tersebut

Page 54: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

41

karena mereka menginginkan dukungan dari pejabat-pejabat pribumi

untuk kelanggengan pemerintahannya. Terjadilah semacam iklim saling

membiarkan. Yaitu, pemerintah Belanda membiarkan praktik “rent

seeking” dikalangan pejabat birokrasi elit pribumi untuk memperoleh

dukungan politik dari mereka. Sementara para pejabat elit birokrasi

pribumi membiarkan Belanda melanggengkan pemerintahan dan

kekuasaannya karena mereka mendapatkan keuntungan ekonomi

pribadi. Inilah yang menyebabkan bahwa korupsi semakin menjadi-jadi

dan tak dapat diberantas dengan seksama

b. Korupsi di Masa Pendudukan Jepang

Bagaimana Korupsi setelah era Pemerintahan Hindia Belanda ?

Jepang yang menjajah Indonesia setelah Belanda ternyata tidak

membawa perubahan yang berarti bagi pemberantasan praktik korupsi

birokrasi. Kehidupan rakyat Indonesia bahkan secara kualitatif lebih

sengsara. Sehingga berkembang sinyalemen bahwa pendudukan

Jepang menjajah Indonesia 3,5 tahun nilai penderitaanya sama dengan

masa penjajahan Belanda 3,5 abad. Pemaparan ini tidak dimaksudkan

untuk membandingkan penderitaan rakyat Indonesia antara masa

penjajahan Belanda dengan masa penjajahan Jepang. Tetapi yang

ingin digambarkan disini adalah perihal korupsi. Ternyata antara masa

penjajahan Belanda dan masa penjajahan Jepang sama saja, korupsi

tetap terjadi dan merajalela.

Page 55: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

42

Dalam catatan banyak ahli sejarah, periode penduduk Jepang

dipercaya sebagai masa merajalelanya korupsi. Pemerintah

pendudukan Jepang memberlakukan Indonesia sebagai arena perang,

dimana segala sumber alam dan manusia harus dipergunakan untuk

kepentingan perang bala tentara Dai Nippon. Bahkan akibat langkanya

minyak tanah, yang diprioritaskan bagi kepentingan bala tentara

Jepang, rakyat diwajibkan untuk menanam pohon jarak, yang akan

diambil bijinya sebagai alat penerangan. Sangat sulit untuk

mendapatkan beras atau pakaian pada saat itu (Thamrin, 2000).

Korupsi pada masa pendudukan tentara Jepang diperparah oleh

adanya kekacauan ekonomi rakyat, dan terlalu berorientasinya Jepang

yang sangat ambisi untuk memenangi perang dikawasan Asia,

sehingga pelayanan administrasi pemerintahan, pembangunan

ekonomi, dan kesejahteraan rakyat diabaikan. Sebagaimana

dinyatakan oleh Thamrin (2000), ahli sejarah banyak yang mencatat

bahwa korupsi pada saat pendudukan Jepang bahkan lebih parah

dibandingkan masa VOC maupun masa pemerintahan Belanda.

c. Antikorupsi di Masa Orde Lama

Anderson (1972) pernah menyatakan bahwa korupsi di

Indonesia sudah ada sebelum Belanda menjajah Indonesia dan King

(2000) menambahkan bahwa korupsi malah merajalela saat penjajahan

Belanda. Bagaimana situasinya sesudah Indonesia mendeklarasikan

kemerdekaannya ? Herbert Feith (1962) menuturkan bahwa lepas dari

Page 56: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

43

belenggu penjajahan, tepatnya setelah proklamasi kemerdekaan 1945,

untuk sementara waktu korupsi menurun cukup signifikan “due to

nationalistic fervor and policies made by early Indonesia goverment to

create proffesional bureau cracy, check and balance mechanisms, and

legal system” Para pengamat menganalisis, bahwa hal itu disebabkan

oleh masih tingginya idealisme yang dimiliki oleh kalangan pejuang dan

penggerak revolusi. Tetapi kondisi ini tidak berlangsung lama, karena

setelah tahun 1955, terutama pada masa “demokrasi terpimpin” 1959,

korupsi meningkat lagi. Robertson-Snape menuturkan; “during the final

years of Soekarno’s rule, when inflation was rising out-of-control and

when government officials were not able to maintain a decent living

standard due to their low saleries and high inflation rates, corruption

under Soekarno reached its nadir point” (Robertson-Snape, 1999).

Ada beberapa catatan untuk menandai awal mula munculnya

korupsi dikalangan pejabat dalam negeri masa kini :

Pertama, ketika pemerintah orde lama membuat kebijakan untuk

mengambil alih perusahaan dan aset-aset asing, yang dikenal dengan

“nasionalisasi” melalui sebuah Undang-Undang yang dikeluarkan pada

tahun 1958. Kebijakan yang sejatinya syarat misi untuk memulihkan

perekonomian nasional itu disalah gunakan dan tidak terkontrol secara

baik dan transparan oleh kalangan masyarakat sipil.

Kedua, ketika pemerintahan orde lama mengeluarkan kebijakan politik

Benteng, yang sejatinya juga syarat misi untuk membantu para

Page 57: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

44

pengusaha dalam negeri dapat dibentengi dan diproteksi negara.

Tetapi kebijakan ini dalam implementasinya diselewengkan dan hanya

menghasilkan kongkalikong serta syarat KKN (korupsi, kolusi, dan

nepotisme).

Kondisi tersebut diperparah oleh sistem politik yang demokratis,

karena saat itu pemerintah sedang menerapkan sistem demokrasi

terpimpin. Perbedaan pendapat, oposisi, dan kritik oleh kalangan sipil

dinilai sebagai kontraproduktif, bahkan tidak jarang dianggap sebagai

kontra revolusi. Inilah yang menjadikan korupsi tidak dapat dikontrol

dengan baik, apalagi diberantas. Sebuah catatan dan analisis yang

relevan antara lain adalah sebagai berikut :

Dimasa pemerintahan Soekarno, pernah melakukan rasionalisasi

perusahaan-perusahaan asing melalui suatu Undang-Undang (UU).

Tetapi sebelum UU tersebut diberlakukan (1959), pihak militer (AD)

telah melakukan aksi sepihak dan merebut perusahaan-perusahaan

asing itu. Pada tanggal 13 Desember 1957 Mayor Jendral A.H.

Nasution (KSAD pada saat itu) mengeluarkan larangan pengambil

alihan perusahaan Belanda tanpa sepengetahuan militer dan

menempatkan perusahaan-perusahaan yang diambil alih tersebut

dibawah pengawasan militer. Sebelum adanya Undang-Undang

Nasionalisasi tersebut, dengan alasan untuk memberikan poteksi

kepada pengusaha-pengusaha pribumi, pemeintah Indonesia

menerapkan suatu kebijakan yang diberi nama Politik Benteng.

Page 58: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

45

Berdasarkan kebijakan ini pengusaha-pengusaha pribumi diberikan

bantuan kredit dan fasilitas, salah satunya adalah lisensi untuk

mengimpor barang. Laba yang diperoleh oleh para pengusaha pribumi

tersebut, dari penjualan barang impor didalam negeri, diharapkan dapat

menjadi modal untuk melakukan ekspansi usaha. Namun pada

akhirnya Politik Benteng ini tidak melahirkan pengusaha pribumi yang

tangguh. Yang muncul justru praktek kolusi, korupsi, dan nepotisme

(KKN). Pengusaha-pengusaha yang mendapatkan lisensi tersebut

hanyalah pengusaha-pengusaha yang dekat dengan pemerintah dan

kekuatan-kekuatan politik yang dominan. Pengusaha-pengusaha

pribumi “dadakan” tersebut sama sekali tidak memiliki bekal

kemampuan usaha yang memadai. Akhirnya mereka hanya

“menyewakan” lisensi yang mereka punyai tersebut kepada

pengusaha-pengusaha swasta lainnya, yang umumnya berasal dari

pengusaha keturunan China. Paktek kongkalikong inilah yang

melahirkan istilah Ali Baba. Si Ali yang memiliki lisensi dan di Baba

yang memiliki uang untuk modal kerja lisensi tersebut22.

Masa pemerintahan orde lama memang masa yang paling sulit,

khususnya jika dikaitkan dengan harapan publik agar Indonesia (yang

ketika itu baru dideklarasikan kemerdekaanya) menjadi negara yang

adil, makmur, sejahtera dan anti korupsi. Hal mana disebabkan oleh

22

http://www.hidayatullah.com

Page 59: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

46

mengakarnya budaya aristokrasi tradisional yang dibangun oleh

Belanda (sebagai penjajah) selama bertahun-tahun.

Pada masa pemerintahan Orde Lama, gerakan anti-korupsi

dilaksanakan pada awal tahun 1960-an, ditandai dengan disahkannya

“Undang-Undang Keadaan Bahaya”. Undang-Undang tersebut

melahirkan Komisi Pemberantasan Korupsi yang diberi nama PARAN

(Panitia Retoolink Aparatur Negara). Sebagai lembaga anti korupsi

yang baru pertama kali dibentuk dan dimiliki Indonesia, tentu PARAN

menjadi perhatian dan harapan banyak kalangan untuk menghantarkan

Indonesia menjadi negara yang anti korupsi. Harapan tersebut tidak

berlebihan karena yang ditunjuk sebagai orang yang memimpin PARAN

adalah Jendral A.H. Nasution yang kredibilitas dan integritasnya tidak

diragukan oleh masyarakat waktu itu. Di lembaga tersebut Jendral

Nasution dibantu oleh Prof. M. Yamin dan Roeslan Abdul Gani.

Salah satu point pentingnya yang dilakukan PARAN adalah

mewajibkan semua pejabat negara mengisi Daftar Kekayaan Pejabat

Negara. Namun apa yang terjadi, ternyata ikhtiar tersebut akhirnya

kandas tanpa hasil apa-apa. Berkaitan dengan kegagalan PARAN, KPK

(Komisi Pemberantasan Korupsi) mencatat bahwa :

Dimasa Orde Lama, tercatat dua kali dibentuk badan

pemberantasan korupsi. Yang pertama, dengan perangkat aturan

Undang-Undang Keadaan Bahaya, lembaga ini disebut Panitia

Retoolink Aparatur Negara (PARAN). Badan ini dipimpin oleh A.H

Nasution dan dibantu oleh dua orang anggota, yakni Profesor M.

Yamin dan Roeslan Abdul Gani. Kepada PARAN inilah semua

pejabat harus menyampaikan data mengenai kekayaan pejabat

tersebut dalam bentuk isian formulir yang disediakan. Mudah

Page 60: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

47

ditebak, model perlawan para pejabat yang korup pada saat itu

adalah bereaksi keras dengan dalih secara yuridis bahwa dengan

dokrin pertanggung jawaban secara langsung kepada Presiden,

formulir itu tidak diserahkan kepada PARAN, tetapi langsung

kepada Presiden. Diimbuhi dengan kekacauan politik, PARAN

berakhir tagis, deadlock, dan akhirnya menyerahkan kembali

pelaksanaan tugasnya kepada Kabinet Djuanda. (www.kpk.go.id)

Ada tiga faktor yang kuat diduga sebagai penyebab kegagalan

Orde Lama dalam memberantas korupsi. Pertama, faktor belum adanya

kebijakan derifasi (kebijakan turunan) yang memungkinkan agen

pelaksana kebijakan bisa menjalankan tugasnya dengan baik. Kedua,

faktor adanya resistensi dari para pejabat negara (terutama yang

diindikasikan korup) dengan cara menolak menyerahkan daftar

kekayaannya kepada PARAN. Mereka hanya mau menyerahkan

kepada Presiden (meskipun dalam kenyataannya hingga PARAN bubar

mereka tidak pernah menyerahkan daftar kekayaannya ke Presiden).

Ketiga, faktor tidak berkaitnya secara langsung antara strategi

pemberantasan korupsi dengan sistem administrasi publik yang

dipraktekkan.

PARAN akhirnya dibubarkan, dan Pemerintah Orde Lama

selanjutnya mengeluarkan kebijakan baru yag dikemas dalam Keppres

Nomor : 275 tahun 1963 tentang pemberantasan korupsi. Maka untuk

melaksanakan Keppres tersebut Pemerintah menunjuk lagi Jenderal A.

H. Nasution sebagai ketuanya, dengan tugas yang lebih berat, yaitu

meneruskan kasus-kasus korupsi ke meja hijau. Nasution melakukan

tugasnya dengan sandi “OPERASI BUDHI”. Sasarannya adalah BUMN

Page 61: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

48

dan lembaga-lembaga negara yang dianggap rawan korupsi, salah

satunya adalah Pertamina. Tetapi Keppres Nomor : 275 Tahun 1963

itupun tidak dapat dilaksanakan secara efektif. Sebagaimana yang

dicatat dan didokumentasikan oleh KPK berikut ini:

Pada 1963 melalui Keputusan Presiden Nomor : 275 Tahun 1963,

pemerintah menunjuk lagi A. H. Nasution yang saat itu menjabat

sebagai Menteri Koordinator Pertahanan dan Keamanan/ Kasab,

dibantu oleh Wiryono Prodjodikusumo dengan lembaga baru yang

lebih dikenal dengan Operasi Budhi. Kali ini dengan tugas yang

lebih berat, yakni menyeret pelaku korupsi ke pengadilan dengan

sasaran utama perusahaan-perusahaan negara serta lembaga-

lembaga negara lainnya yang dianggap rawan praktek korupsi dan

kolusi. Lagi-lagi alasan politis menyebabkan kemandekan, seperti

Direktur Utama Pertamina yang tugas ke luar negeri dan direksi

lainnya menolak karena belum ada surat tugas dari atasan,

menjadi penghalang efektivitas lembaga ini. Operasi ini juga

berakhir, meski berhasil menyelamatkan keuangan negara kurang

lebih Rp.11 Miliar. Operasi Budhi ini dihentikan dengan

pengumuman pembubarannya oleh Soebandrio kemudian diganti

namanya menjadi Komando Tertinggi Retooling Aparat Revolusi

(Kontrar) dengan Presiden Soekarno menjadi ketuanya serta

dibantu oleh Soebandrio dan Letjen Ahmad Yani. Bohari pada

tahun 2001 mencatatkan bahwa seiring dengan lahirnya lembaga

ini, pemberantasan korupsi di masa Orde Lama pun kembali

masuk ke jalur lambat, bahkan macet. (http;//www.kpk.go.id)

Dari catatan dokumentasi KPK tersebut cukuplah sebagai

gambaran betapa masa Orde Lama gagal memberantas korupsi, dan

penyebabnya antara lain adalah, adanya resistensi birokrasi dan

pejabat negara yang dekat dengan Presiden. Implementasi kebijakan

anti korupsi yang di back-up dengan Keppres itupun gagal. Sehingga

sampai pada Pemerintahan Orde Lama berganti, pemberantasan

korupsi belum membuahkan hasil yang berarti, hanya sekedar ada

Page 62: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

49

upaya untuk memberantas korupsi tetapi tidak membuahkan harapan

yang sesungguhnya. Sebagai tambahan, berikut ini dikutipkan anatomi

korupsi di masa orde lama:

1. Pemerintahan Soekarno berupaya untuk melakukan

rasioanlisasi perusahaan-perusahaan Asing melalui suatu UU.

Tetapi sebelum UU tersebut diberlakukan (1958), pihak militer

(AD), telah melakukan aksi sepihak dan merebut perusahaan-

perusahaan asing tersebut. Pada tanggal 13 Desember 1957

Mayor Jendral A.H. Nasution selaku KSAD pada saat itu

mengeluarkan larangan pengambilalihan perusahaan Belanda

tanpa sepengetahuan militer dan menempatkan perusahaan-

perusahaan yang diambil alih tersebut dibawah pengawasan

militer.

2. Pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan Politik Benteng

dengan memberikan bantuan kredit dan fasilitas kepada

pengusaha-pengusaha pribumi. Program ini tidak melahirkan

pengusaha pribumi yang tangguh, tetapi yang terjadi justru

praktek kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN). Pengusaha-

pengusaha yang mendapatkan lisensi hanyalah pengusaha-

pengusaha yang dekat dengan pemerintah dan kekuatan-

kekuatan politik yang dominan.

3. Kegagalan pemerintah Demokrasi Terpimpin untuk mengatasi

disintegrasi administrasi kenegaraan. Perekonomian tetap

Page 63: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

50

tergantung pada birokrasi partai-partai politik dan militer. Aparat

negara tak bekerja dengan baik dan korupsi semakin

merajalela23.

Jadi masalah korupsi dan pemberantasannya di masa

pemerintahan Orde Lama bukan saja korupsi dapat dikurangi, tetapi

juga tidak bisa diberantas. Presiden Soekarno terkesan tidak dapat

mengendalikan militer yang saat itu diberi kewenangan untuk

melaksanakan kebijakan nasionalisasi, sehingga korupsi yang

ditimbulkan di perusahaan hasil nasionalisasi tidak dapat dikontrol

apalagi diberantas. Di sisi lain, kebijakan untuk memproteksi

pengusaha tidak dipersiapkan dengan matang, sehingga yang muncul

adalah perusahaan-perusahaan nasional yang semu, yang pada

gilirannya lisensi (proteksi) tersebut akhirnya disewakan (dan dijual

belikan) secara tidak fair ( inilah korup).

d. Antikorupsi di Masa Orde Baru

Ketika orde Soekarno jabatannya berakhir karena ditumbangkan

dan digantikan oleh Soeharto, harapan baru terhadap pemberantasan

korupsi muncul. Namun, Indonesia di era pemerintahan Soeharto

tenyata tetap merupakan salah satu negara terkorup. Jika sepanjang

tahun 1966-1980 pemerintahan Soeharto ditandai dengan monopoli

negara atas semua urusan ekonomi yang strategis, maka pada periode

1980-1998 pemerintahan soeharto ditandai dengan privatisasi ekonomi.

23

www.ppatk.go.id

Page 64: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

51

Korupsi yang terjadi pada periode 1966-1980 diwarnai oleh adanya

kolusi antara para pejabat pemerintahan degan para cukong dari etnis

Tionghoa. Sedangkan korupsi pada periode 1980-1998 dipicu oleh

adanya nepotisme antara Soeharto, anak-anaknya serta keluarganya

(Liddle, 1997). Akibat nepotisme inilah yang kemudian mengakar dan

korupsi dimana-mana sangat dominan, namun akhirnya desakan

mahasiswa dan masyarakat Soeharto berakhir dengan pengunduran

dirinya.

Berdasarkan penelusuran penulis pada beberapa sumber,

dinyatakan bahwa faktor utama penyebab maraknya korupsi di era

Orde Baru adalah terlampau ambisinya pemerintahan untuk mengejar

target pembangunan ekonomi makro, yaitu pembangunan dari

perspektif pertumbuhan, dan kurang berorientasi pada sektor riil. Era

Soeharto memang ditandai dengan adanya pertumbuhan yang cukup

tinggi secara formal, tetapi rakyat menjadi sengsara secara material.

Masyarakat yang kritis bangkit untuk mengkritik Soeharto bahkan

menimbulkan kebencian yang sangat kepada Soeharto. “As Suharto’s

families become more dominant in the economy, criticisms and

opposition against Suharto’s rule increased. It has become evident to

indonesians that there is many accasions where government rules and

regulations were made to benefit Suharto’s family, this in turn fueled

criticisms and discontents against his rule” (Arifianto, 2006).

Page 65: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

52

Indonesia di masa pemerintahan Orde Baru agaknya tidak bisa

lepas dari dua stigma yang kontradiktif. Di satu sisi dikenal sebagai

masa keberhasilan ekonomi makro, yang di tandai dengan stabilnya

perekonomian dan pertumbuhan ekonomi, tetapi di sisi lain, korupsi,

kolusi dan nepotisme berkembang merajalela. Bahkan saat

pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami puncaknya pada akhir

tahun 80-an justeru pada saat itu indeks korupsi Indonesia mengalami

peningkatan sehingga masuk peringkat sebagai salah satu negara

terkorup di dunia.

Peningkatan ini terutama terjadi pada tahun 1988, pada masa

pemerintahan Orde Baru giat-giatnya menggalakkan pertumbuhan

disemua sektor ekonomi. Dimulai dengan menderegulasikan atau

meliberalisasikan sektor fiskal, moneter, keuangan dan perbankan

dengan sejumlah paket kebijakan deregulasinya, yang ketika itu dikenal

dengan Pakto‟88, Pakno‟88 dan Pakjan‟90. Serangkaian kebijakan

deregulasi itu dalam kalkulasi angka menunjukkan percepatan

pertumbuhan sektor moneter Indonesia. Lalu diikuti dengan makin

tumbuh pesatnya konglomerasi. Tetapi apa yang terjadi pada

“pemberantasan korupsi”, justeru sebuah kontradiksi yang amat sangat.

Pada 1988, Corruption Perception Index dari Transparency

International menempatkan Indonesia dalam posisi ke 80 dari 85

negara. Ini berarti bahwa, menurut sebuah polling, Indonesia

Page 66: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

53

dipersepsikan oleh konsultan dan pelaku bisnis sebagai salah satu dari

negara-negara paling korup seperti diperlihatkan oleh survei tersebut.

Salah satu polling yang digunakan oleh Transparency

International sebagai sumber adalah sebuah survei yang dilakukan oleh

Konsultan Resiko Ekonomi dan Politik berbasis di Hongkong, yang

pada tahun 1997 menemukan bahwa Indonesia dipersepsikan sebagai

negara paling korup si Asia. Dalam survei tersebut sekitar 280

pembisnis ekspartriat diberi pertanyaan: “Apa penyebab korupsi di

Indonesia yang menurut anda merusak lingkungan bisnis bagi

pengusaha asing ?”. Sebuah negara dianggap korup jika sebuah

perusahaan perlu membayar suap atau pelicin lainnya kepada birokrat,

politisi, atau pejabat pemerintahan agar memperoleh izin resmi untuk

tujuan tertentu. Menurut kriteria ini, Indonesia dianggap sebagai yang

paling korup. (Fiona Robertson-Snape, dalam Tanthowi, 2005, 17).

Kajian Robertson-Snape tersebut sangat cukup menggambarkan

betapa korupsi di Era Orde Baru dipersepsi sangat jelek oleh dunia.

Jadi pengalaman Orde Baru dalam pemberantasan korupsi juga tidak

jauh berbeda dengan Orde Lama. Meskipun di awal pemerintahannya

Soeharto mengkritik keras Orde Lama yang gagal memberantas

korupsi. Bahkan pada masa Orde Baru malah korupsi merajalela dan

merasuk ke semua lini pemerintahan. Pemberantasan korupsi tidak

lebih sebagai retorika politik. Retorika itu diawali dengan pidato

Soeharto (sebagai pejabat Presiden) di depan DPR/MPR pada tanggal

Page 67: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

54

16 Agustus 1967 yang menyatakan akan membasmi korupsi hingga ke

akar-akarnya, yang kemudian disusul dengan membentuk TPK (Tim

Pemberantasan Korupsi).

Tetapi, seperti yang diduga banyak kalangan, TPK tidak memiliki

keberanian untuk membongkar korupsi yang sudah mewabah, hingga

akhirnya terjadi demontrasi mahasiswa dan pelajar secara besar-

besaran pada tahun 1970, yang mendesak Soeharto untuk memenuhi

janjinya lebih serius memberantas korupsi, terutama di Pertamina,

Bulog, dan Departemen Kehutanan. Maka untuk “menghibur” rakyat

atas gagalnya TPK, Orba kemudian membentuk “Komite Empat”.

Komite ini juga tidak mampu menjalankan tugasnya, hingga

pemerintahan Orba menggerakkan operasi yang diberi nama “OPSTIB”

(Operasi Tertib) yang di pimpin oleh Laksamana Sudomo.

Kegagalan pemberantasan korupsi di masa pemerintahan Orde

Baru diwarnai oleh lahirnya berbagai peraturan perundangan yang

melindungi tindakan para koruptor agar bebas dari jeratan hukum. Pola

Orde Baru yang melindungi koruptor ini dapat dipahami dengan jelas

melalui pendekatan ekonomi politik korupsi. Karena sikap pemerintahan

Orde Baru yang demikian itulah maka negara Indonesia dikenal oleh

para pengamat asing sebagai negara kleptokratik (Rose Ackerman,

2006), yaitu suatu istilah untuk menyebut “negara para maling”.

Seperti diketahui dan ditulis oleh banyak pakar, pemerintahan

orde baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto memang telah

Page 68: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

55

mencatat pertumbuhan ekonomi makro Indonesia yang cukup fantastis.

Pertumbuhan ekonomi tersebut bahkan mendapat pujian dari berbagai

kalangan internasional, termasuk Bank Dunia dan IMF. Namun seperti

juga kritik dan analisis para pakar, keberhasilan tersebut bersifat semu

dan dicapai dengan cara-cara yang illegal atau beraroma korupsi,

kolusi, dan nepotisme, yang saat itu tidak diprioritaskan untuk

diberantas, malah menjadi semacam ideologi untuk mencapai target

pertumbuhan dan “pujian” dunia internasional, termasuk pujian dari

negara-negara donor.

Tumbuh kembangya konglomerasi di Indonesia ketika itu

ternyata tidak dicapai dengan cara-cara yang sehat, tetapi justeru

dengan cara-cara yang merugikan negara. Oleh karena itu menurut

pengkritik liberal dikalangan kelas menengah perkotaan Indonesia yang

sedang tumbuh dan di Bank Dunia, kemunculan konlomerasi di

Indonesia bukan melalui kompetisi pasar terbuka, melainkan sebagai

hasil korupsi, kolusi, dan nepotisme. Ia bukan saja tidak efisiensi,

melainkan juga terkonsentrasi hanya disektor-sektor barang non

perdagangan uang diproteksi, tidak menambah apa-apa kepada daya

saing Indonesia secara global. (World Bank; 1993, dalam Vedi R Hadiz,

2005, 130).

Pada masa pemerintahan orde baru, para kapitalis seakan

menemukan “surga” dalam berbisnis, tanpa harus memiliki keahlian

profesional dalam berbisnis, kecuali harus memiliki lobi dan hubungan

Page 69: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

56

dekat dengan penguasa. Catatan Kunio (1990) menyebut Indonesia

dan beberapa negara Asia Tenggara pada masa-masa itu muncul

menjadi negara dengan kekuatan ekonomi kapitalis yang semu (ersatz

capitalism), yang ditandai dengan lahirnya para kapitalis pemburu rente

(rent-seekers) dan spekulator. Karakteristik yang menonjol dari bisnis

mereka adalah menjalin hubungan dekat dengan pemerintahan.

Para kapitalis yang mencoba menjalin hubungan dengan

pemerintah demi keuntungan bisnis dapat disebut pemburu rente (rent-

seekers) karena pada pokoknya mereka mencari peluang-peluang

untuk menjadi penerima rente yang dapat pemerintah berikan dengan

menyerahkan sumbernya, menawarkan proteksi, atau memberikan

wewenang untuk jenis-jenis kegiatan tertentu yang diaturnya. “Rente” di

sini didefinisikan sebagai selisih antara nilai pasar dari suatu “kebaikan

hati” pemerintahan dengan jumlah yang dibayar oleh si penerima

kepada pemerintahan dan/atau secara pribadi kepada penolongnya di

pemerintahan (Kunio, 1990: 93).

Munculnya kapitalisme semu dengan karakteristik tersebut

menambah suburnya praktek korupsi pada kelas elit penguasa. Tidak

hanya itu, era Presiden Soeharto juga ditandai dengan merebaknya

kolusi dan nepotisme yang ditandai dengan diberinya fasilitas dan

kemudahan kepada keluarga Presiden Soeharto untuk menguasai

cabang-cabang ekonomi secara khusus dan disubsidi serta diproteksi.

Hal ini berlangsung cukup lama, sehingga memunculkan stigma bahwa

Page 70: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

57

hanya keluarga cendana dan orang-orang dekat keluarga cendana saja

yang dapat berbisnis dengan leluasa di Indonesia. Kedekatan para

konglomerat dengan keluarga cendana sudah bukan lagi rahasia.

Bahkan saham-saham keluarga cendana konon ada dihamparan

semua perusahaan konglomerat (Kunio, 1990; 95).

Apa yang telah dipaparkan Kunio itu telah dipahami dan

dimengerti oleh banyak kalangan di Indonesia. Hasil studi Kunio

tersebut seakan semakin menambah kuatnya bukti bahwa korupsi

dimasa orde baru bisa melewati jalur-jalur perekonomian strategis.

Bukan mengambil uang negara, tetapi dengan pemberian konsesi

kepada perusahaan swasta yang dekat dengan penguasa.

Maka lengkaplah kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme si era

Orde Baru yang bertalian langsung dengan Presidennya serta keluarga

presiden. Belum lagi yang terjadi dikalangan pejabat elit yang lain, para

birokrasi dari pusat hingga daerah. Tidak sedikit buku dan publikasi

yang dapat dipercaya yang menyatakan bahwa di era Orde Baru

korupsi merajalela sedemikian rupa dari pucuk pimpinan hingga

birokrasi di kelurahan. Oleh lembaga Transparency International, di era

Orde Baru Indonesia pada tahun 1988 diperingkat sebagai salah satu

negara terkorup. Posisinya ada pada nomor ke 80-an dari 85 negara,

artinya termasuk dalam 5 besar negara terkorup. Jadi Indonesia

dipersepsi oleh dunia Internasional sebagai negara terkorup.

Bagaimana persepsi masyarakat dalam negeri?Hasil penulisan

Page 71: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

58

sejumlah lembaga menyatakan hal yang sama, yaitu masyarakat

Indonesia sendiri memiliki persepsi sama dengan lembaga

internasional, bahwa korupsi di Indonesia sudah merebak kemana-

mana.

Sebuah polling opini dari 1000 responden yang dilaksanakan

pada Februari 1998 oleh Pusat Studi Pembangunan dan Demokrasi di

Jakarta, yang menemukan bahwa 78% orang Indonesia yang di-polling

merasa yakin bahwa suap masih tetap diperlukan ketika berhubungan

dengan kantor-kantor pemerintahan. Angka itu tidak mengejutkan

karena bukti anekdot memperlihatkan bahwa sering sekali perlu

membayar suap ketika mendaftarkan kelahiran bayi, memperoleh SIM,

sertifikat perkawinan, atau ketika membuat KTP. Polisi menilang

kendaran untuk mendapatkan suap bahkan jika tidak ada kesalahan

yang terjadi, dan korupsi menyebar sampai eselon tertinggi dalam

sistem peradilan pidana. Ketika birokrasi menguasai masyarakat dan

merupakan pemberi kerja terbesar, bahkan dikota-kota kecil, jenis

korupsi kecil-kecilan ini adalah realitas sehari-hari dalam kehidupan

orang Indonesia yang tidak bisa dihindari (Robertson-Snape,

dalamTanthowi, 2005; 18). Keadaan tersebut berlaku hingga Presiden

Soeharto mengakhiri jabatannya. Bahkan setelah Presiden Soeharto

berhenti, korupsi terus mewabah, maka dapat dikatakan bahwa

pemberantasan korupsi (anti korupsi) pada era Orde Baru gagal total,

sama dengan masa Orde Lama.

Page 72: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

59

Di masa orde baru, pemberantasan korupsi bukan saja gagal,

tetapi malah menjadikan “korupsi” seakan dilegalkan untuk tujuan-

tujuan tertentu, sementara kelembagaan antikorupsi yang dibentuk

tidak dapat berperan dengan baik. Tidak ada strategi yang elastis.

Sama dengan kegagalan pemberantasan korupsi di masa Orde Lama,

kegagalan pemberantasan korupsi di masa Orde Baru juga

mencerminkan belum adanya strategi dan kebijakan pemberantasan

korupsi yang komprehentif, sehingga administrasi publik yang

dipraktikkan seakan-akan tidak memiliki nilai yang dapat mencegah

potensi terjadinya korupsi di tubuh birokrasi. Lebih dari itu, strategi

pemberantasan korupsi yang dibuat tidak didasarkan pada perspektif

administrasi publik yang lebih menitik beratkan upaya pencegahan

potensi terjadinya korupsi birokrasi, tetapi lebih diwarnai oleh

kepentingan politik jangka pendek.

e. AntiKorupsi di Era Reformasi

1) Masa Pemerintahan B.J Habibie

Ketika Presiden Soeharto harus berhenti dari jabatannya, akibat

dari gerakan reformasi nasional yang diprakarsai oleh mahasiswa pada

tahun 1998, posisi Presiden RI ditempati oleh B.J Habibie, yang tadinya

menjabat Wakil Presiden. Tentu saja tidak mudah bagi B.J Habibie

untuk memberantas korupsi yang sudah begitu mewabah dan

menjamur saat pemerintahan Presiden Soeharto. Masa pemerintahan

B.J Habibie adalah masa transisi dan merupakan masa-masa yang

sulit. Investor asing maupun dalam negeri enggan menanamkan modal

Page 73: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

60

mereka di Indonesia. “They prefer to put their money in countries with

more clearlie of laws and much less corruption” (Johnson, 2000).

Berdasarkan pengalaman historis pemberantasan korupsi

dimasa Orde Lama dan Orde Baru, pemerintahan di era Reformasi

(yang dilahirkan dari gerakan massa secara nasional untuk

menyelamatkan Indonesia dari praktik KKN), didesak untuk melakukan

pencegahan dan pemberantasan korupsi secara lebih serius. Hamilton-

Hart (2001) dalam tulisannya tentang Anti corruption Strategies in

Indonesia mencatat bahwa sejak reformasi 1998 berbagai upaya untuk

memerangi korupsi memang telah dilakukan secara mendasar oleh

pemerintah, antara lain melalui: Political Reform, Social and Press

Freedoms, Fiscal Transparency and Financial Monitoring, Legal

Reform, Direct Strategies Against Corruption, Foreign Involvement in

the Reform Process, and Civil Service Reform.

Korupsi di era Reformasi sepertinya belum juga hilang. Meskipun

orde Reformasi dilahirkan karena kritik terhadap orde sebelumnya yang

korup, namun faktanya ternyata di era Reformasi korupsi malah

menggila dan mencapai tahap yang sangat mengkhawatirkan.

Berdasarkan data yang terpublikasikan, pada tahun 2002 hingga 2003

saja korupsi di Indonesia malah menunjukan kenaikan posisi

indeksnya.

Pada tahun 2002, Transparency International (TI) yang berbasis

di Berlin-Jerman meletakan Indonesia sebagai negara terkorup nomor 4

Page 74: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

61

di dunia. Satu tahun kemudian peringkat Indonesia “naik”dan berada di

urutan ke-6. Artinya, dari 133 negara yang ditelii pada tahun 2003,

Indonesia masih tetap bertengger di papan atas sebagai negara paling

korup dimuka bumi ini. Hasil serupa juga ditunjukan oleh hasil survei

sebelumnya yang diadakan PERC (Political and Economy Risk

Consultancy) tarhadap1.000 pengusaha ekspatriat yang bekerja di 12

negara di Asia. Posisi pada skor 9,92 maka fakta bahwa Indonesia

merupakan negara terkorup di Asia semakin sulit dibantah menurut

Transparency International (TI), dalam penulisan ini tingkat korupsi

Indonesia ternyata masih jauh lebih parah jika dibandingkan dengan

negara-negara tetangga, seperti Papua Neugini (2,1), Vietnam (2,4),

Filipina (2,5), dan Malaysia (5,2), sehingga, jangan dibandingkan

dahulu dengan Singapura sebagai negara terbersih pertama (9,7). Di

Asia, hanya Banglades dan Myanmar yang lebih korup daripada

Indonesia. Sedangkan ditingkat dunia, negara-negara yang memiliki

nilai indeks persepsi korupsi (IPK) lebih buruk daripada Indonesia

hanya negara-negara yang sedang mengalami konflik, seperti Anggola,

Azerbaijan, Tajikistan, dan Haiti. (Tanthowi, 2005: ix – x).

Para pakar dan analisis memberikan catatan tentang mengapa

Indonesia terjebak menjadi negara terkorup justeru ketika Indonesia

sedang giat-giatnya menggelorakan reformasi dalam segala bidang.

Adayang menyatakan bahwa situasi yang dihadapi oleh Indonesia di

awal-awal reformasi sungguh sulit. Di satu sisi reformasi politik

Page 75: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

62

membuka lebar kran demokratisasi, sehingga Indonesia mengalami

masa transisi dari kurang demokrasi menuju demokrasi. Oleh Karena

itu dalam masa transisi seperti itu tentu banyak persoalan yang masih

berada pada wilayah abu-abu. Perbedaan pendapat sering kali

menimbulkan konflik politik yang membahayakan. Sementara itu pada

persoalan ekonomi masih terasa sekali dampak gonjang-ganjing

perekonomian akibat dari tampilnya perekonomian gelap (shadow

economy). Yaitu yang terjadi sejak awal tahun 1990-an, seperti yang

dinyatakan oleh Tanthowi (2005).

Negara ini masih terjebak dalam lingkaran transisi demokrasi

yang tidak kunjung usai. Padahal, sejak awal 1990-an, persoalan

terbesar yang terdapat dinegara-negara transisi adalah tampilnya

perekonomian gelap (Shadow economy), artinya, terlihat ada aktivitas

ekonomi, tetapi sebenarnya semua diorganisasi oleh semacam

lembaga tersendiri, termasuk “kabinet malam”, istilah untuk orang-

orang yang dekat dengan lingkaran kepresidenan yang tidak

mempunyai posisi formal.Akibatnya, perekonomian tidak berkembang

sesuai dengan aturan pasar, tidak ada kompetisi dan kemajuan dalam

memanfaatkan sumber daya ekonomi yang ada, tumpukan utang

negara semakin meninggi secara spontan, proses pemiskinan

masyarakat semakin memuncak, dan akhirnya, muncul pula lingkaran

setan, sebuah situasi yang amat pelik untuk dipecahkan.

Page 76: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

63

Di dunia seperti itu, yang ada adalah sebuah sistem yang tak

jelas, penuh unsur koruptif, dan lain-lainnya yang buruk. Hingga awal

dekade ini, dinegara-negara transisi (termasuk Eropa Timur, Tengah)

korupsi masih memainkan peran besar, bahkan dominan. Sehingga,

korupsi dalam banyak kasus telah merontokkan fondasi mekanisme,

struktur, dan fungsi negara. Akibat lebih jauh, pada akhirnya, hal itu

menghalangi niat menjalankan reformasi disebuah negara. Setiap

upaya penegakan hukum juga tidak menampakkan hasil positif

sebagaimana yang diharapkan karena telah parahnya kerusakan sendi-

sendi negara akibat korupsi itu. (Tanthowi: 2005, hal. x - xi).

Namun demikian, secara umum dapat dikatakan bahwa pada era

reformasi (1998-sekarang) ini pemberantasan korupsi juga digalakkan,

dan bahkan lebih menggigitdari sebelumnya. Pemerintahan reformasi

juga telah melakukan serangkaian reformasi yang cukup fundamental

(Hamilton-Hart, 2001).

Sebagaimana diketahui Presiden pertama diera Reformasi

Indonesia adalah Presiden B.J Habibie. Ia memang orang dekat

Presiden Soeharto selama Presiden Soeharto berkuasa. Tetapi ketika

Presiden Soeharto menyatakan berhenti dari jabatan Presiden, ia yang

ketika itu Wakil Presiden tampil menggantikan Presiden Soeharto

dengan beban dan tekanan politik yang luar biasa, antara lain harus

memberantas korupsi, termasuk mengadili Presiden Soeharto yang

diopinikan secara luas sebagai telah terindikasi dengan kuat melakukan

Page 77: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

64

korupsi berat. Maka diawal pemerintahannya, Presiden B.J. Habibie

juga mencanangkan program antikorupsi.

Presiden B.J Habibie, yang juga tidak bersih dari dugaan

masalah keuangannya dan keuangan keluargannya. Meskipun begitu,

Presiden B.J. Habibie telah mengambil alih tongkat retorika antikorupsi.

Pada hari pengangkatannya, B.J. Habibie mengumumkan bahwa cita-

citanya adalah untuk “menciptakan eksistensi politik dan pemerintahan

yang bersih dari efisiensi pemerintahan yang bebas dari korupsi, kolusi,

dan nepotisme.” (Tanthowi, 2005, 36).

Masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie memang masa

transisi yang menegangkan. Para mahasiswa dan penggerak reformasi,

yang berhasil menjadikan Presiden Soeharto mundur dari jabatan

Presiden, agak tertegun karena belum pernah berfikir sebelumnya

bahwa gerakan reformasi akan melahirkan B.J. Habibie sebagai

Presiden. Sebagian besar masyarakat menginginkan pemberantasan

korupsi diartikan sebagai pembebasan pemerintahan dari unsur orde

baru, tetapi kenyataannya tampilnya B.J. Habibie sebagai Presiden

masih juga merupakan tokoh penting Orde Baru yang menjadi Presiden

pertama di era reformasi. Barangkali faktor inilah yang menjadikan

kepemimpinan Habibie tidak mendapat pengakuan dan legitimasi poitik

yang penuh. Presiden B.J. Habibie pun terkesan ragu-ragu untuk

melakukan pemberantasan korupsi ketika menyangkut mantan

Presiden Soeharto dan keluarganya. Karena itu saat kepemimpinannya

Page 78: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

65

Presiden B.J. Habibie korupsi tetap saja terjadi dan bahkan lebih

merata di semua lini masyarakat. Banyak pakar yang menilai bahwa

korupsi di era reformasi malah lebih canggih.

Kendatipun demikian, di era Pemerintahan Presiden B.J Habibie,

gerakan anti-korupsi tetap digalakkan dan ditandai dengan

dikeluarkannya Undang-Undang Nomor : 28 tahun 1999 tentang

Penyelenggaraan Pemerintahan Yang Bersih dan Bebas KKN.

Berdasarkan Undang-Undang tersebut dibentuklah berbagai badan

anti-korupsi, antara lain; “KPKPN”, “KPPU”, dan “KOMISI

OMBUDSMAN”. Akan tetapi kelembagaan-kelembagaan tersebut

belum dapat menunjukan kinerjanya sebagai badan anti korupsi yang

efektif dan sukses.

Melengkapi gambaran korupsi dan penanggulangannya di era

Presiden B.J. Habibie, berikut dikutipkan catatan penting sebagai

berikut, salah satu agenda kaum reformasi yang menumbangkan Orde

Baru adalah pemberantasan KKN. Pemberantasan ini bermakna

mengusut praktik KKN yang telah dilakukan oleh mantan Presiden

Soeharto dan kroninya serta menciptakan pemerintahan yang bersih.

Namun pemerintahan Presiden B.J. Habibie tidak berhasil menyeret

mantan Presiden Soeharto ke pengadilan, justru menghentikan

penyelidikan kasus tersebut lewat Jaksa Agung Andi M Ghalib yang

justru diduga kuat masyarakat sebagai koruptor24.

24

www.library.ohiou.edu

Page 79: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

66

Adapun catatan lainnya yang relevan untuk dikutipkan di sini

adalah yang dibuat oleh M. Husni Thamrin (2000) yang dikutipkan yaitu,

pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) adalah salah satu

agenda yang diperjuangkan oleh gerakan reformasi 1998.

Pemberantasan ini bermakna mengusut praktek KKN yang telah

dilakukan oleh mantan Presiden Soeharto dan kroninya di masa Orde

Baru serta menciptakan pemerintahan yang bersih dari KKN di masa

yang akan datang. Beberapa perangkat hukum yang mengatur soal

pemberantasan dan menciptakan aparat pemerintahan yang bersih ini

segera dibuat oleh Presiden B.J. Habibie saat ia naik menjadi Presiden

menggantikan Presiden Soeharto. Beberapa peraturan tersebut adalah

:

a. TAP MPR Nomor : XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan

Negara Yang Bersih dan Bebas dari KKN.

b. UU Nomor : 28 tahun 1999 tentang Penyelenggraan Negara Yang

Bersih dan Bebas dari KKN.

c. Inpres Nomor : 30 tahun 1998 tentang Pembentukkan Komisi

Pemeriksa Harta Pejabat.

d. Gagasan Pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Berdasarkan TAP Nomor : XI/MPR/1998 Presiden B.J. Habibie

sebenarnya mendapat mandat untuk melakukan pemberantasan

korupsi dan pengusutan KKN mantan Presiden Soeharto sesegera

mungkin. Namun entah apa yang menjadi alasan, bukti untuk menyeret

Page 80: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

67

mantan Presiden Soeharto kepengadilan tak jua ditemukan. Laporan

yang dimuat dalam majalah Time, tentang kekayaan Soeharto dan

keluarganya, tak cukup menjadi modal untuk menyeretnya ke

pengadilan, yang ada justru penghentian penyelidikan kasus tersebut.

Oleh karenanya langkah pencabutan SP3 Soeharto yang dilakukan

oleh Jaksa Agung yang baru, Marzuki Darusman, membawa sedikit

harapan terhadap upaya pengusutan dan pemberantasan korupsi di

Indonesia. Kemampuan pemerintah untuk menuntaskan perkara

mantan Presiden Soeharto ini akan menjadi batu ujian, untuk

mmbuktikan bahwa rezim yang baru ini memang berniat untuk

melakukan pemberantasan korupsi. (Thamrin, 2000).

Sementara itu, menurut catatan dan dokumentasi PPATK

anatomi korupsi era Presiden B.J. Habibie dapat disampaikan yaitu,

Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) adalah salah

satu agenda yang diperjuangkan oleh gerakan reformasi 1998.

Pemberantasan ini bermakna mengusut praktek KKN yang telah

dilakukan oleh Soeharto dan kroninya di masa Orde Baru serta

menciptakan pemerintahan yang bersih dari KKN di masa yang akan

datang dengan catatan :

1. Beberapa perangkat hukum yang mengatur soal pemberantasan

dan menciptakan aparat pemerintahan yang bersih ini segera

dibuat dan dilaksanakan oleh Habibie saat ia naik menjadi

Page 81: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

68

Presiden menggantikan soeharto. Beberapa peraturan tersebut

adalah;

o TAP MPR Nomor : XI/MPR/1998 1998 tentang

Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari KKN.

o UU Nomor : 28 tahun 1999 tentang Penyelenggraaan Negara

Yang Bersih dan Bebas dari KKN.

o UU Nomor : 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi (UU Antikorupsi).

o Inpres Nomor : 30 tahun 1998 tentang Pembentukkan Komisi

Pemeriksa Harta Pejabat.

o Gagasan pembentukan Komisi Peberantasan Korupsi (Anti

Corruption Commision).

2. Menko Wasbang mengeluarkan Siaran Pers tentang upaya

menghapus KKN dan perekonomian nasional, tanggal 15 Juni

1999 Dalam Siaran Pers ini dijabarkan kembali pengertian KKN,

sebagai praktek kolusi dan nepotisme antara pejabat dengan

swasta yang mengandung unsur korupsi atau perlakuan istimewa.

3. Mandat dari TAP Nomor : XI/MPR/1998 kepada B.J.Habibie untuk

melakukan pemberantasan korupsi dan pengusutan KKN mantan

Presiden Soeharto sesegera mungkin. Pemerintahan B.J Habibie

tidak berhasil menyeret mantan Presiden Soeharto ke pengadilan,

justru menghentikan penyelidikan kasus tersebut25.

25

http://www.ppatk.go.id

Page 82: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

69

2) Masa Pemerintahan Abdurrachman Wachid

Di era pemerintahan Presiden K.H. Abdurrachman Wachid (Gus

Dur), gebrakan pemberantasan korupsi ditandai dengan dibentuknya

sebuah badan anti-korupsi yang diberi nama “Tim Gabungan

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi” (TGPTPK) yang dibentuk

berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor : 19 Tahun 2000. Namun

sayang, lembaga yang diketuai oleh Hakim Agung Andi Andojo tersebut

akhirnya harus dibubarkan, karena menurut hukum Mahkamah Agung

(melalui Judical Review) keberadaan dan struktur lembaga tersebut

tidak lazim. Hingga Presiden K.H. Abdurrachman Wachid (Gus Dur)

dilengserkan dari jabatan Presiden, pemberantasan korupsi tetap tidak

menunjukan hasil yang signifikan. Sejumlah kemajuan yang patut

dicatat untuk mengapresiasi kinerja antikorupsi dimasa Presiden K.H.

Abdurrachman Wachid (Gus Dur) adalah digagasnya sejumlah langkah

yang lebih progresif, sebagaimana yang ditulis oleh Teten Masduki

dalam salah satu tulisannya.

Pada masa pemerintahan Presiden K.H. Abdurrachman Wachid

(Gus Dur) telah ditempuh sejumlah langkah strategis, misalnya

pembentukan Komisi Pelaporan Kekayaan Penyelenggara Negara

(KPKPN), Komisi Obudsman, Tim Gabungan Pemberantasan Korupsi,

Amandemen asas pembuktian terbalik, usulan RUU Komisi

Pemberantasan Korupsi dan RUU Pencucian Uang, meski gagasan itu

sudah dimulai zaman Presiden B.J. Habibie, namun semua itu, karena

Page 83: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

70

tidak mendapat dukungan poltik dari Presiden dan DPR, sehingga

gregetnya kurang dirasakan masyarakat luas. (Masduki, 2001).

Langkah-langkah tersebut merupakan langkah lebih maju yag

diambil Presiden K.H. Abdurrachman Wachid (Gus Dur) untuk

melanjutkan upaya pemberantasan korupsi, (RUU KPK) baru dapat

direalisasikan (menjadi UU KPK) pada saat Presiden K.H.

Abdurrachman Wachid (Gus Dur) sudah lengser dari jabatanPresiden,

namun gagasan itu layak diapresiasikan sebagai adanya political will

pemerintah untuk memberantas korupsi.

Sebelum menjadi Presiden, K.H. Abdurrachman Wachid (Gus

Dur) adalah tokoh nasional yang sangat disegani, karismatik, punya

jaringan pendukung dan pengikut yang mengakar di dalam negeri dan

dihormati di luar negeri. Karena ketokohannya itu Presiden K.H.

Abdurrachman Wachid dipanggung politik sering disebut sebagai “guru

bangsa”. Dukungan untuk Presiden K.H. Abdurrachman Wachid (Gus

Dur) tidak saja datang dari kalangan muslim tradisional, tetapi juga dari

LSM. Karena itu tampilnya K.H. Abdurrachman Wachid (Gus Dur)

sebagai Presiden memberi harapan baru bagi kalangan pro demokrasi.

Namun sangat disayangkan, fakta yang terjadi di lapangan tidak

memenuhi harapan besar itu. Ketika K.H. Abdurrachman Wachid

menjadi Presiden justru banyak kalangan yag merasa bahwa K.H.

Abdurrachman Wachid (Gus Dur) sedang dikelilingi oleh para

Page 84: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

71

“pembisik” yang mencari keuntungan pribadi, dan mengorbankan nama

besar dirinya.

Dalam pandangan masyarakat, pemerintahanPresiden K.H.

Abdurrachman Wachid (Gus Dur) tidak mencatat prestasi yang berarti

untuk pemberantasan korupsi. Presiden K.H. Abdurrachman Wachid

(Gus Dur) agaknya tidak mampu memenuhi harapan besar masyarakat,

terutama kalangan pro-demokrasi, yang merupakan masa pendukung

Presiden K.H. Abdurrachman Wachid (Gus Dur) sekaligus paling kritis

terhadap semua kebijakan pemerintah yang anti-demokrasi.Banyak

juga kalangan pengamat dalam negeri yang menyayangkan hal ini.

Kecintaan dan harapan besar kepada Presiden K.H. Abdurrachman

Wachid (Gus Dur) untuk bisa merubah kondisi Indonesia, dari sebagai

negara dengan predikat terkorup menjadi negara yang bersih dari

korupsi, tidak cukup mampu menahan arus tekanan politik untuk

melengserkannya dari jabatan Presiden. Kebencian masyarakat

kepada sepak terjang para koruptor kakap di masa orde baru belum

dapat terobati, ini seperti dilukiskan oleh Aditjondro dalam salah satu

tulisannya.

Berlawanan dengan harapan kaum gerakan pro-demokrasi di

Indonesia, ternyata pemerintahan Presiden K.H. Abdurrachman Wachid

(Gus Dur) belum begitu berhasil menghapus praktik-praktik korupsi

yang diwariskan oleh pendahulunya, dan juga belum begitu berhasil

menyeret para pelaku korupsi ke meja hijau. Sang diktator terdahulu,

Page 85: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

72

mantan Presiden Soeharto, yang didakwa menyelewengkan uang Rp

1,3 triliyun serta US$ 420 juta dari tujuh Yayasan amal yang

dipimpinnya, telah lolos dari tuntutan hukum gara-gara alasan sakitnya.

Sementara itu, putra bungsunya, Hutomo Mandala Putra, oleh

Mahkamah Agung telah divonis hukuman penjara selama 18 bulan

gara-gara kasus tukar guling senilai US$ 11 juta, akhirnya

menyerahkan diri setelah sempat menjadi buronan polisi. (Aditjondro,

2006; 387).

Ironi lain yang terjadi adalah, ketika menjadi Presiden, K.H.

Abdurrachman Wachid (Gus Dur) seakan tidak menjadi dirinya, yaitu

seorang tokoh reformasi yang tegas, bersih dan sangat antikorupsi (anti

KKN). Sejumlah kasus berbau tidak sedap dikait-kaitkan kepadanya,

misalnya; kasus Yayasan Bina Sejahtera (Yunatera), dan kasus dana

non-budgeter Bulog. Dua kasus (skandal) yang akhirnya distigmakan

berhubungan langsung dengan Presiden K.H. Abdurrachman Wachid

(Gus Dur) yang memicu gerakan impeachment yang menurunkan K.H.

Abdurrachman Wachid (Gus Dur) dari Presiden adalah “Brunei-gate”

dan “Bulog-gate” (Aditjondro, 206; 388). Dengan katalain, sosok dan

ketokohan K.H. Abdurrachman Wachid (Gus Dur) belum dapat

mewarnai gerakan pemberantasan korupsi menjadi lebih baik. Namun

demikian, langkah dan kebijakan yang telah dilakukannya untuk

memberantas korupsi harus diakui sudah dilaksanakan hanya

Page 86: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

73

sayangnya terganjal oleh persoalan judical review, sehingga lembaga

antikorupsi yang didirikannya tepaksa harus dibubarkan demi hukum.

3) Masa Pemerintahan Megawati Soekarnoputri

Di era Presiden Megawati, ada sejumlah catatan yang layak

untuk disampaikan sebagai gambaran dan profil korupsi pada masa

itu. Sosok dan ketokohan Megawati Soekarnoputri sangat kental

dengan perlawanan pada Orde Baru yang korup. Harapan besar

kepadaPresiden Megawati Soekarnoputri untuk bisa merubah

Indonesia menjadi bersih dari KKN tentu tidak salah, karena peran

politik yang dimainkan sebelum menjadi Presiden. Sayangnya,

beberapa kalangan kritis menemukan titik lemah dari Presiden

Megawati Soekarnoputri. Teten Masduki (dari ICW) adalah salah

satu tokoh anti korupsi (yang mewakili peran publik di luar

pemerintahan) dalam tulisannya yang berjudul “Prospek Korupsi di

Era Megawati” memberikan catatan pesimistis;

Pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri yang

kelahirannya dibidani proses impeachment terhadap Presiden K.H.

Abdurachman Wahid (Gus-Dur) karena dinilai menabrak konstitusi

dengan diawali tudingan terlibat korupsi dalam kasus Bulog dan

Brunei secara moralitas politik semestinya menampilkan

pemerintahan yang bersih dan respek terhadap pemberantasan

korupsi. Namun, sejak awal sudah banyak orang yang ragu dan

memperkirakan keadaannya lebih konservatif dari Presiden K.H.

Page 87: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

74

Abdurachman Wahid (Gus-Dur). Konon beberapa nama yang dulu

sempat kecut diancam pedang keadilan almarhum Jaksa Agung

Baharuddin Lopa, kini mulai menebar senyum kembali tanda

malapetaka bakal berakhir. Banyak orang berharap ramalan miring

itu meleset, karena dari awal kita harus sadar, tidak mungkin bisa

banyak berharap kepada Pemerintahan Presiden Megawati

Soekarnoputri untuk melimpahkan ke pengadilan semua kasus-

kasus mega korupsi di masa lalu, seperti juga terhadap mantan

Presiden K.H. Abdurrahman Wachid dan Bj Habibie, dan Presiden

Megawati mungkin akan memilih jalan relative paling ringan secara

poitik dengan mengarahkan pemberantasan korupsi ke masa depan,

sehingga dengan begitu terhindar dari resiko benturan dengan

kekuatan-kekuatan lama yang masih mengendalikan realitas politik

dan ekonomi yang potensial menggoyang kursi kekuasaannya.

Belajar dari pengalaman pahit mantan Presiden Kh. Abdurrahman

Wachid (Gus Dur), besar kemungkinan keharmonisan koalisi politik

yang telah berjasa menjadikan Megawati Soekarnoputri ke

singgasana Presiden akan lebih diperhatikan ketimbang tunduk pada

tuntutan masyarakat reformasi26. (Masduki, 2001)

Titik lemah Presiden Megawati Soekarnoputri yang

memunculkan keraguan masyarakat bahwa dia bisa melakukan

pemberantasan korupsi dengan serius adalah pada sepak terjang

26

Peter Mahmud Marzuki, Penulisan Hukum, 2010, Prenada Media Grup, Jakarta, hlm. 10

Page 88: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

75

bisnis suaminya. Dimana George Aditjondoro mencatat dalam salah

satu bukunya, sejumlah dugaan korupsi tertuju pada suami Megawati

Soekarnoputri, yaitu Taufik Kiemas, yang merupakan pengusaha

asal Sumatera Selatan. Dugaan tersebut mulai muncul semasa

Megawati Soekarnoputri menjabat sebagai Wakil Presiden, dimana

Taufik Kiemas konon telah membebaskan Marimutu Sinivasan, bos

Texmaco, salah seorang pemungut hutang IBRA yang paling besar

dari penyelidikan kriminal. Hal ini dilakukan Taufik Kiemas, setelah

dianugrahi jabatan sebagai komisaris dari sang konglomerat (Tajuk,

2 Maret 2000: 18-21; Detikcom, 20 Mei 2000; Adil, 22 Januari 2001:

6-7, dalam Aditjondro, 2006, 395).

Sepak terjang bisnis suami Presiden Megawati Soekarnoputri

itu memang telah menjadi buah bibir politik, tetapi hingga Presiden

Megawati Soekarnoputri mengakhiri masa pemerintahannya buah

bibir itu tidak sampai menyeret Taufik Kiemas ke ranah hukum,

“sejauh ini, belum ada dugaan yang ditimpakan kepada sang suami,

berikut anak, saudaranya serta rekan-rekannya, yang berhasil

dibuktikan secara hukum. Namun, kasus-kasus tersebut telah

menjadi buah bibir di kalangan bisnis serta politisi di Jakarta.”

(Aditjondro, 2006, 398).

Sikap pesimis masyarakat pada masa pemerintahan

Megawati ini memang sering terdengar. Beberapa kalangan melihat

bahwa orang-orang (elite) dekat Presiden Megawati Soekarnoputri

Page 89: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

76

dari partainya (PDIP) banyak yang memiliki hubungan dekat dengan

konglomerat yang bermasalah. Disampning itu, munculnya Megawati

Soekarnoputri menjadi Presiden menggantikan Presiden K.H.

Abdurrahman Wachid (Gus-Dur) dinilai sarat politik, yang sangat

berpotensi memunculkan hubungan politik yang mendukungnya.

Kabinet yang dibentuk, yaitu “Kabinet Gotong Royong”,

mencerminkan profesionalitas dan integritas atau sekedar kompromi

politik27.

Penilaian dan pendapat ketua BPK waktu itu bahkan cukup

mencengangkan. Ia mengatakan korupsi di era Presiden Megawati

Soekarnoputri ternyata lebih parah. Ada gejala korupsi tidak lagi

memusat diputaran dalam pemerintahan pusat, tetapi sudah merata

di seluruh lini lingkar pemerintahan dari pusat hingga ke daerah-

daerah. Meskipun demikian, dimasa pemerintahan Presiden

Megawati Soekarnoputri, komitmen untuk tetap memerangi korupsi

juga terus digalakkan. Pada masa inilah pemerintahan membentuk

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Undang-Undang

Nomor : 30 Tahun 2002. Struktur dan kelembagaan KPK tidak

dipengaruhi oleh kekuasaan manapun. Begitu dibentuk, KPK

langsung bekerja ekstra keras, sehingga meskipun sebagai lembaga

baru, KPK menunjukkan sebagai lembaga yang berwibawa dan

27

ibid

Page 90: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

77

ditakuti oleh para pejabat. Hal ini sesuai dengan visi, misi dan fungsi

KPK itu sendiri.

Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa di era Presiden

Megawati Soekarnoputri, korupsi tetap saja terjadi, bahkan mulai

menunjukkan gejala menyebar hingga ke daerah-daerah. Dua menteri

di era Presiden Megawati Soekarnoputri juga harus berurusan dengan

KPK karena diketahui melakukan tindak pidana korupsi. Meskipun

demikian, upaya membasmi korupsi secara sungguh-sungguh mulai

dilakukan. Perundang-undangan anti korupsipun sudah mulai

diimplementasikan, yang antara lain melahirkan KPK sebagai lembaga

anti korupsi yang independen.

4) Masa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono

Di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), gebrakan

anti-korupsi, disamping melanjutkan gebrakan Presiden sebelumnya,

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga melakukan gebrakan

dengan membentuk Tim Tas Tipikor (Tim Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi) berdasarkan Keppres Nomor : 16/M Tahun 2005.

Lembaga ini mengemban misi melakukan percepatan pemberantasan

korupsi di lingkungan pemerintahan. Eksistensi dan kedudukannya

berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

Maka dengan demikian maka di era pemerintahan Presiden Susilo

Bambang Yudhoyono (SBY), Indonesia pernah memiliki 2 kelembagaan

anti-korupsi, yaitu KPK dan Tim Tas Tipikor. Namun dalam

Page 91: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

78

perkembangannya pada pertengahan tahun 2007, lembaga Tim Tas

Tipikor dibubarkan dan fungsinya dijalankan oleh lembaga peradilan

umum.

Jadi dalam hal kelembagaan pemberantasan korupsi sejak era

reformasi, telah dibentuk sebuah lembaga independen di luar

pemerintah yang bertugas utuk memberantas korupsi dengan

kewenangan yang lebih keras dan besar. Lembaga tersebut adalah

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang bermuara pada Pengadilan

Ad Hoc Korupsi. Selain KPK, di era Presiden Susilo Bambang

Yudhoyono (SBY) ada satu lembaga lagi yang bertugas memberantas

korupsi. Lembaga tersebut diberi nama Tim Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi (TimTasTipikor). Lembaga ini dibentuk oleh SBY

berdasarkan Keppres No. 16/M Tahun 2005 Tanggal 21 April 2005

dengan misi khusus, yaitu melakukan percepatan pemberantasan

korupsi di lingkungan pemerintahan (Birokrasi). Kedudukannya berada

dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.Maka

dengan demikian pemberantasan korupsi di Indonesia dilakukan

dengan menggunakan 2 jalur. Pertama; jalur KPK yang keras,

penyelidikannya tidak boleh dihentikan dan bermuara pada Pengadilan

Ad Hoc Korupsi dengan kewenangan besar. Kedua; jalur Tim Tas

Tipikor, yaitu jalur biasa seperti jalur Kejaksaan yang bermuara pada

pengadilan umum dan penyelidikannya masih bisa dihentikan, tetapi

yang membedakan dua kelembagaan pemberantasan korupsi itu

Page 92: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

79

adalah, KPK yang merupakan lembaga independen dan berada diluar

pemerintahan, sedangkan TimTasTipikor berada dibawah kendali

pemerintah. Supaya tidak tumpang tindih, maka antara dua

kelembagaan tersebut dilakukan koordinasi.

Namun demikian, di awal-awal pemerintahannya, SBY terkesan

agak peragu, sehingga memunculkan banyak kritik dari berbagai

kalangan kritis. Berbagai kritik terhadap duet Presiden Susilo Bambang

Yudoyono dan Jusuf Kalla (SBY-JK) memang seakan dijawab secara

perlahan-lahan namun pasti oleh pasangan tersebut. Sehingga secara

bersamaan, kinerja pemberantasan korupsi berangsur-angsur positif,

terutama dilihat dari kinerja kelembagaan antikorupsi yang independen,

yaitu KPK.

Kinerja KPK untuk memberantas korupsi sangat menonjol,

bahkan telah mulai membawa efek jera. Hingga kini kerja KPK tercatat

sudah menjamah pejabat-pejabat elit yang korup. Ada birokrat, politisi,

pejabat BI, Polisi, Jaksa di Kejaksaan Agung, Hakim di Mahkamah

Agung, Anggota Legislatif dari DPR RI maupun DPRD, Duta Besar dan

Menteri, Advokat serta dari Perbankan.

Sebuah catatan yang menarik untuk mengapresisasi upaya

pemberantasan korupsi di Indonesia pada masa reformasi ini adalah,

bahwa gencarnya upaya KPK memberantas korupsi belum diimbangi

dengan menurunnya kasus-kasus korupsi, seperti yang terus terungkap

belakangan ini. Argumen yang populer dikalang pemerhati masalah

Page 93: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

80

korupsi di Indonesia adalah, bahwa ini semua diakibatkan oleh banyak

dan kompleksnya kasus korupsi, sehingga begitu satu kasus terungkap

maka berkembang terus sehingga membuka mata kita bahwa korupsi

yang terjadi bukanlah kasus tunggal, melainkan majemuk. Istilah

lainnya adalah “korupsi berangkai”, “korupsi berjamaah” atau bersama-

sama baik perseorangan maupun korporasi. Bahkan ada kalkulasi yang

menyatakan bahwa besarnya kerugian negara akibat ulah korupsi

pejabat dimasa Orde Baru masih kalah dengan besarnya di Era

Reformasi.

Diasumsikan bahwa pada masa Orde Baru korupsi dinilai lebih

sedikit (25 triliun), sementara sekarang pada Orde Reformasi

membengkak luar biasa (diperkirakan 175 triliun) diharap asumsi ini

tidak benar tetapi faktanya seperti membuktikan mulai dari menyalah

gunaan uang pembangunan, uang BLBI, ilegal loging sampai orang

yang mestinya menyelidiki kaum koruptor, malah tak sedikit penyidik

yang diduga korupsi, “hakim dan jaksa”, yang harus mengadili para

koruptor malah banyak yang menjadi tersangka korupsi. Benar, kata

Yosua, “jeruk makan jeruk”, penyidik menyidik penyidik dan jaksa

menuduh jaksa, hakim menghukum hakim. Memperhatikan pada tahun

2008 kasus BI yang gubernurnya digonjang-ganjing sebagai “saksi

korupsi”, bahka anggota KY yang mestinya meneliti calon hakim malah

korupsi juga (sudah dijatuhi vonis 6 tahun). (Abdurahman, 2008).

Page 94: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

81

Seperti kasus-kasus korupsi yang lain, kasus korupsi BLBI

tersebut memang akhirnya menyeret banyak petinggi negara.

Disamping gubernur BI juga ada menteri dan anggota DPR. Yang

paling baru adalah terkuaknya informasi bahwa ada 52 anggota DPR

yang teridikasi menerima uang korupsi dalam perkara BI. Yang menarik

adalah bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dikabarkan

memiliki sikap tegasdan konsisten. Ia bahkan menyatakan tidak akan

membela dua orang menterinya yang disebut-sebut turut menikmati

uang korupsi dana BI.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terus mengamati

perkembangan kasus aliran dana BI ke DPR yang melibatkan dua

pembantunya di Kabinet Indonesia Bersatu. Yakni, Menteri PPN/Kepala

Bappenas Paskah Suzetta dan Menhut M.S. Kaban. Presiden Susilo

Bambang Yudhoyono (SBY)pada saat itu mengatakan tidak akan

memberikan perlindungan maupun pembelaan terhadap keduanya.

Jadi meskipun pada era pemerintahannya ditandai dengan

membaiknya kinerja KPK, serta semakin apresiasifnya masyarakat

terhadap kerja KPK, namun korupsi agaknya belum segera berhenti.

Tidak saja korupsi politik, tetapi juga korupsi birokrasi.

Korupsi birokrasi yang belakangan terungkap antara lain adalah

yang terjadi di Bea Cukai. Sebuah badan dari birokrasi pemerintah di

bawah kendali Departemen Keuangan yang sudah ditingkatkan

remunerasinya. Kejadian tersebut sangat mencoreng muka pemerintah,

Page 95: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

82

bahkan muka seluruh bangsa Indonesia. Sebab, disamping terjadi

ditengah-tengah KPK sedang gencar-gencarnya memberantas korupsi,

juga karena Bea Cukai sudah disorot banyak kalangan, yang

melakukan perbaikan internal.

Bea Cukai memang kerap dituding sebagai lembaga birokrasi

yang paling korup. Ini bukan lagi stigma, sebab disamping kasus yang

melibatkan tiga Auditor Bea Cukai tersebut, masih ada kasus-kasus

lainnya yang tidak kalah hebohnya. Ini seperti yang berhasil diungkap

KPK pada 30 Mei 2008, sebagaimana dilaporkan oleh Nograhany Widhi

K dari detikcom, yang dikutip lengkap sebagai berikut:

Jakarta, KPK menggeledah Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea

Cukai Tanjung Priok Jumat tanggal 30 Mei 2008. KPK berhasil menyita

barang bukti dugaan suap pegawai Bea Cukai senilai Rp 500 juta.

„seharian itu dari jumat pukul 15.00 WIB sampai sabtu pukul 01.00 WIB

yang dapat Rp.500 juta. Itu amplop dari berbagai macam perusahaan,”

ujar Wakil Ketua KPK M. Jasin ketika dihubungi detikcom, sabtu

(31/5/2008).

Jumlah Rp 500 juta itu, imbuh dia, selain dalam bentuk mata

uang rupiah, juga ada dalam bentuk mata uang asing seperti US Dollar,

Australian Dollar, Singapore Dolar. “ada yang satu gepok Rp 9 juta, ada

yang Rp 15 juta. Ada yang dimobil kita dapatkan US$ 1.000 dan uang

Rp. 25 Juta yang totalnya itu Rp 50 juta.” Ujar dia. Banyak juga hasil

dugaan suap yang ditemukan dalam bentuk dokumen penerimaan

Page 96: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

83

transfer, cek, dan banyak amplop bertuliskan ditujuan kepada pejabat

Bea Cukai. Selain dalam bentuk uang, cek, dokumen transfer dan

amplop tidak ada barang non-cash atau non-natura sebagai bentuk

suap yang ditemukan KPK. “tidak ada, kalau bukan uang itu soalnya

berat, karena berupa barang,” ujar Jasin. (nwk/asy). (Nograhany Widhi

K-detikcom, 31/05/2008 09:55 WIB).

Korupsi ternyata sudah bertahun-tahun dipraktekkan dan terjadi

di hampir semua negara. Di Indonesia sendiri praktik korupsi ternyata

sudah ada sejak lama. Meskipun dilakukan pemberantasan, namun

tetap saja korupsi tidak dapat dikikis habis. “Sesudah 60 tahun

merdeka, korupsi di Indonesia bukannya makin surut, tetapi justru

makin menghebat, terjadi di semua lini dan sektor pemerintahan

(Wahab, 2005). Bahkan sudah merambah dan melibatkan orang-orang

di luar pemerintahan. Korupsi tdak saja mewarnai hiruk pikuk kesibukan

lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, tetapi juga mewarnai dan

dilakukan oleh akademisi, cendekiawan dan aktivis LSM kasus di KPU

adalah salah satu bukti betapa korupsi itu dipraktekan oleh siapa saja,

baik yang memegang kekuasaan sentral, maupun oleh mereka yang

kekuasannya dikontrol sangat ketat. Padahal, sebagaimana pandangan

Robert Klitgard, sebenarnya di negara demokratis dimana monopoli

dan diskresi dikontrol maka korupsi dapat ditekan.

Kegagalan atau ketidakberhasilan praktek pemberantasan

korupsi (anti-korupsi) di Indonesia selama ini, diamati dari sudut

Page 97: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

84

pandang teori, sesungguhnya disebabkan karena sudah akutnya

korupsi itu terjadi dan mewabah ke semua lini di lembaga publik

maupun swasta. Dari sisi budaya juga dapat dijelaskan bahwa praktek

suap sudah membudaya dikalangan masyarakat dengan tujuan

mendapatkan perlakuan, pelayanan, dan hak-hak istimewa dari

pemerintah. Demikian juga ditinjau dari sudut ekonomi; korupsi dan

suap yag dilakukan oleh pegawai pemerintah seakan menjadi hal yang

lumrah ketika disodorkan fakta bahwa betapa gaji pegawai pemerintah

sangat kecil dan tidak dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari mereka

beserta keluarganya, hal mana disebabkan oleh tingginya harga barang

dan jasa yang harus mereka bayar. Tetapi yang menarik adalah ketika

lembaga KPK menjalankan tugasnya. Indeks prestasi korupsi di

Indonesia ternyata tidak banyak berubah ke arah yang mengindikasikan

bahwa nafsu korupsi telah mereda. Jangankan menunjukan indikasi

yang positif, banyaknya kasus korupsi yang dungkap oleh KPK dan

lembaga penyidik lainnya (Polisi dan Kejaksaan) tidak membuat jera

kalangan tertentu untuk menghilangkan nafsu korupsinya, bahkan

beberapa kali dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) secara jelas

terbukti tertangkap ketika perbuatan korupsi itu terjadi. Korupsi-korupsi

lama diungkap ternyata menghasilkan korupsi baru dalam bentuk suap

untuk meringankan hukuman atau membebaskan dari segala tuduhan.

Di sisi lain semangat memberantas korupsi dengan pendekatan hukum

ternyata tidak diikuti dengan perbaikan sistem hukum dan peradilan,

Page 98: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

85

sehingga banyaknya kasus korupsi yang diungkap justru semakin

menyuburkan nafsu korupsi di lembaga para penegak hukum itu

sendiri. Istilah popularnya adalah “mafia peradilan”.

Akan tetapi hal ini bisa saja dikarenakan 3 (tiga) hal, yaitu

pertama etika moralnya yang memang sudah bobrok sehingga tidak

merasa malu melakukan perbuatan korupsi, atau kedua dikarenakan

pemberian hukuman oleh penegak hukum yang masih terlalu ringan,

sehingga tidak ada perasaan khawatir melakukan korupsi, dan ketiga

karena merasa penegak hukum bisa dibeli atau disuap, sehingga

merasa aman melakukan korupsi.

Dari tinjauan dari gambaran tersebut di atas dapat dikatakan,

bahwa hal tersebut sebagai konsekuensi dari terlalu ringannya dan

tidak tegasnya penegakan hukum pada pelaku tindak pidana korupsi.

Karena hukuman yang diberikan selama ini tidak ada yang berat, sama

dengan tindak pidana biasa/umum, bahkan lebih rendah hukumannya

dari tindak pidana biasa/umum, padahal tindak pidana korupsi

merupakan tindak pidana yang digolongkan tindak pidana luar biasa.

Sementara ini banyak kasus-kasus korupsi dapat diungkap dan

disidangkan, tetapi hukuman yang terberat hanya dalam kasus Budiaji

dalam kasus Bulog, dan Akil Muchtar ketua MK dalam kasus gratifikasi

dan suap, sementara selebihnya tidak ada yang dihukum berat sejak

sejarah pemberantasan tindak pidana korupsi.

Page 99: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

86

Dampak negatif yang ditimbulkan dari terlalu ditonjolkannya

pendekatan hukum yang ringan ala kadarnya, maka tidak ada rasa

takut, malu dan menganggap remeh penegakan hukum, walaupun

sebagian merasa khawatir setelah adanya KPK, dan dari beberapa

kalangan birokrasi ada yang keliru menafsirkan sehingga takut untuk

menjalankan tugas-tugasnya dan melakukan kreativitas dalam

pelayanan publik. Hal mana menyusul masih belum adanya kepastian

hukum (UU, PP, Inpres, Permen, Perda dll) dalam administrasi publik,

bahkan ada beberapa aturan hukum yang saling bertentangan. Rasa

ketakutan birokrasi tersebut semakin diperparah oleh adanya semangat

yang membabi buta dari penegak hukum untuk memenuhi target dalam

mengungkap perkara yang diduga berbau korupsi. Sehingga di

kalangan birokrasi muncul anggapan bahwa sekarang ini muncul

kecenderungan “stigmatisasi” dan “kriminalisasi” administrasi. Padahal

jika seorang birokrasi menjalankan tugas dan wewenangnya sesuai

dengan ketentuan yang ada dan tidak menyimpang tidak perlu takut.

Sementara itu disisi lain juga muncul kritik yang tajam kepada

amburadulnya sistem peradilan. Ada penilaian dari kalangan kritis

bahwa penanganan hukum pada kasus korupsi tidak serius, sehingga

muncul anggapan bahwa pasal-pasal pidana korupsi dapat di

administrasikan. Istilah populernya adalah ”administrasi kasus korupsi”.

Berbagai kritik tersebut sebenarnya menggambarkan bahwa terlalu

menonjolkan pendekatan hukum yang ditetapkan selama ini ternyata

Page 100: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

87

berdampak negatif, khususnya pada upaya reformasi birokrasi,

sehingga masih diperlukan sosialisasi yang lebih atas hal-hal tersebut.

Permasalahannya adalah, bagaimana perspektif administrasi

publik dalam pemberantasan korupsi ? Konsep, teori, prinsip-prinsip

dan nilai dasar apakah yang dikembangkan administrasi publik dalam

upaya mewujudkan administrasi publik yang baik, yang ditandai oleh

semangat meningkatkan mutu dan profesionalisme birokrasi, perbaikan

kualitas layanan publik, dan pencegahan potensi terjadinya korupsi

birokrasi masih diperlukan.

Analisis di atas tidak dimaksudkan untuk menafikan peran dari

semua pendekatan yang dimaksud. Dalam pandangan penulis,

berbagai pendekatan tersebut tetap dapat dilaksanakan sepanjang

diterapkan juga pendekatan dari perspektif administrasi publik secara

bersama-sama dan saling melengkapi.

C. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

1. Pencegahan Tindak Pidana Korupsi

Hoefnagels, sebagaimana dikutip Barda Nawawi Arief28, upaya

penanggulangan kejahatan dapat ditempuh dengan:

1. Criminal law application;

2. Prevention without punishment; dan

3. Influencing views of society on crime and punishment/mass

media.

28

Barda Nawawi Arief. 2001. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan. Citra Adtya Bakti : Bandung. Hlm. 12

Page 101: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

88

Dari pendapat Hoefnagels tersebut dapat dikatakan bahwa

kebijakan kriminal secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua,

yaitu:

a) Pada butir 1 merupakan kebijakan kriminal dengan menggunakan

saran hukum pidana (penal policy); dan

b) Pada butir 2 dan 3 kebijakan kriminal dengan menggunakan

sarana diluar hukum pidana (nonpenal policy).

Faktor-faktor penyebab korupsi, sebagaimana yang telah

disebutkan di atas, mencakup berbagai dimensi, bisa dari bidang moral,

sosial, ekonomi, politik, budaya, administrasi, dan sebagainya.

Menghadapi faktor-faktor penyebab korupsi tersebut, perangkat hukum

bukan merupakan alat yang efektif untuk menanggulangi korupsi.Upaya

penanggulangan korupsi tidak dapat dilakukan hanya dengan

menggunakan perangkat hukum.29

Keterbatasan kemampuan hukum pidana itu, menurut Barda

Nawawi Arief, disebabkan hal-hal berikut :30

1) Sebab-sebab terjadinya kejahatan (khususnya korupsi) sangat

kompleks dan berada diluar jangkauan hukum pidana.

2) Hukum pidana hanya merupakan bagian kecil (subsistem) dari

sarana kontrol sosial yang tidak mungkin mengatasi masalah

kejahatan sebagai masalah kemanusiaan dan kemasyarakatan

29

Ibid. 30

Ibid.

Page 102: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

89

yang sangat kompleks (sebagai masalah sosio psikologis, sosio

politik, sosio ekonomi, sosio kultural, dan sebagainya).

3) Penggunaan hukum pidana dalam menanggulangi kejahatan

hanya merupakan “kuriren am symptom” (penanggulangan/

pengobatan gejala), oleh karena itu, hukum pidana hanya

merupakan “pengobatan simptomatik” dan bukan “pengobatan

kausatif”.

4) Sanksi hukum pidana hanya merupakan “remedium” yang

mengandung sifat kontradiktif/paradoksal dan mengandung

unsur-unsur serta efek sampingan yang negatif.

5) Sistem pemidanaan bersifat fragmentair dan individual/personal,

tidak bersifat struktural/fungsional.

6) Keterbatasan jenis sanksi pidana dan sistem perumusan sanksi

pidana yang bersifat kaku dan imperatif.

7) Bekerjanya/berfungsinya hukum pidana memerlukan sarana

pendukung yang lebih bervariasi dan lebih menuntut “budaya

tinggi”.

Dilihat dari perspektif politik kriminal secara makro maka kebijakan

penanggulangan kejahatan dengan menggunakan sarana di luar hukum

pidana atau nonpenal policy merupakan kebijakan yang paling strategis.

Hal ini disebabkan karena nonpenal policy lebih bersifat sebagai tindakan

pencegahan terhadap terjadinya kejahatan. Pada hakikatnya tidak dapat

disangkal bahwa tindakan represif mengandung juga preventif, namun

Page 103: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

90

perlu disadari bahwa prevensi yang sesungguhnya berupa upaya

maksimal untuk tidak terjadi tindak pidana kejahatan.

Dalam Kongres PBB ke-6 di Caracas (Venezuela) pada tahun 1980

antara lain dinyatakan di dalam pertimbangan resolusi, bahwa “crime

prevention strategies should be bassed upon the elimination of causes

and conditions giving rise to crime”. Selanjutnya dalam kongre PBB ke-7 di

Milan, Italia pada tahun 1985 juga dinyatakan bahwa “the basic crime

prevention must seek to eliminate the causes and conditions that favour

crime”.31

Kongres PBB ke-8 di Havana, Kuba pada tahun 1990 menyatakan

bahwa “the social aspects of development are an important factor in the

achievement of the objectives of the strategy for crime prevention and

criminal justice in the context of development and should be given higher

priorit”. Dalam kongres PBB ke-10 di Wina, Austria pada tahun 2000 juga

ditegaskan kembali bahwa “comprehensive crime prevention strategis at

the international, national, regional, and local level must addres the root

causes and risk factors related to crime and victimization through social,

economic, health, educational, and justice policies”32

Dikaitkan dengan berbagai hal tersebut di atas, di samping

penanggulangan korupsi melalui sarana hukum pidana maka kebijakan

penanggualangan tindak pidana korupsi juga harus diusahakan dan di

31

Ibid. Hlm. 54 32

Ibid. Hlm. 55

Page 104: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

91

arahkan pada usaha-usaha untuk mencegah dan menghapus faktor-faktor

yang berpotensi menjadi penyebabterjadinya korupsi. Sudarto

menyatakan bahwa:33

Suatu “Clean Government”, dimana tidak terdapat atau setidak-

tidaknya tidak banyak terjadi perbuatan-perbuatan korupsi, tidak bisa

diwujudkan hanya dengan peraturan-peraturan hukum, meskipun itu

hukum pidana dengan sanksinya yang tajam, namun jangkauan hukum

pidana adalah terbatas, sementara usaha pemberantasan secara tidak

langsung dapat dilakukan dengan tindakan-tindakan di lapangan politik,

ekonomi, dan sebagainya.

Upaya-upaya non penal untuk mencegah terjadinya korupsi yang

dikemukakan oleh para ahli diantaranya yaitu:

a. Bappenas mengemukakan bahwa langkah-langkah pencegahan dalam

Rencana Aksi Nasional Pemberantasan 2004-2009 diprioritaskan pada:

1) Mendesain ulang pelayanan publik, terutama pada bidang-bidang

yang berhubungan langsung dengan kegiatan pelayanan kepada

masyarakat sehari-hari. Langkah-langkah prioritas ditujukan pada:

(a) Penyempurnaan SistemPelayanan Publik ;

(b) Peningkatan Kinerja Aparat Pelayanan Publik ;

(c)Peningkatan Kinerja Lembaga Pelayanan Publik ; dan

(d) Peningkatan Pengawasan terhadap Pelayanan Publik.

33

Dalam Sunarso Siswanto. 2005. Wawasan Penegakan Hukum di Indonesia. Penerbit PT. Citra Aditya Bakti : Bandung. Hlm.32

Page 105: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

92

2) Memperkuat transparansi, pengawasan dan sanksi pada kegiatan-

kegiatan pemerintah yang berhubungan dengan ekonomi dan

sumber daya manusia. Langkah-langkah prioritas ditujukan pada:

(a) Penyempurnaan Sistem Manajemen Keuangan Negara;

(b) Penyempurnaan Sistem Procurement/ Pengadaan Barang dan

Jasa Pemerintah; dan

(c) Penyempurnaan Sistem Manajemen SDM Aparatur Negara;

(d) Meningkatkan Pemberdayaan Perangkat-Perangkat Pendukung

dalam Pencegahan Korupsi.

b. Spinellis mengemukakan upaya nonpenal dalam mencegah “top hat

crime” sebagai berikut:

1) Situsional Prevention

Further measures of prevention of offences ny politicians in power

would be the checks and balances, i. e the methods of control of

supervision. These my consist in provisions, institusions and

special officials, competent to control. A further institusional

method of checks and balances is the control of the goverment

activities and a high degree of transparence in such as activities.

2) High Standar of Professional Moral

One of the most important checks of criminal offences committed

by politicians in office is a high standar of professional morals the

creation of the power climate in which high professional ethics

may develop and thrive.

Page 106: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

93

2. Penindakan (Represif) Tindak Pidana Korupsi.

Dalam suatu proses penegakan hukum termasuk juga tindak

pidana korupsi, selain dibutuhkan seperangkat peraturan perundang-

undangan, dibutuhkan juga instrumen penggeraknya, yaitu institusi-

institusi penegak hukum dan implementasinya melalui mekanisme kerja

dalam sebuah sistem, yaitu sistem peradilan pidana (criminal justice

system). Sistem peradilan pidana mempunyai dimensi ganda. Di satu

pihak berfungsi sebagai sarana masyarakat untuk menahan dan

mengendalikan kejahatan pada tingkat tertentu (crime containment

system). Di lain pihak juga berfungsi untuk pencegahan skunder

(secondary prevention), yakni mencoba mengurangi kriminalitas di

kalangan mereka yang pernah melakukan tindak pidana dan mereka

yang bermaksud melakukan kejahatan, melalui proses deteksi,

pemidanaan dan pelaksanaan pidana.34

Aplikasi atau penegakan hukum pidana yang tersedia tersebut

dilaksanakan oleh instrumen-instrumen yang diberi wewenang oleh

Undang Undang untuk melaksanakan kewenangan dan kekuasaannya

masing-masing dan harus dilakukan dalam suatu upaya yang sistematis

untuk dapat mencapai tujuannya. Upaya yang sistematis ini dilakukan

dengan mempergunakan segenap unsur yang terlibat di dalamnya

sebagai suatu kesatuan dan saling berhubungan (interelasi), serta saling

34

Mardjono Reksodiputro. 1993. Sistem Peradilan Pidana di Indonesia, Pidato Pengukuhan Guru Besar tetap dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia : Jakarta. Hlm. 1.

Page 107: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

94

mempengaruhi satu sama lain. Upaya yang demikian harus diwujudkan

dalam sebuah sistem yang bertugas menjalankan penegakan hukum

pidana tersebut, yaitu Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice Sytem)

yang pada hakikatnya merupakan sistem kekuasaan menegakkan

hukum pidana. Oleh karena itu, setiap aparat dari sistem peradilan

pidana (criminal justice system) harus selalu mengikuti perkembangan

dari setiap perundang-undangan yang terbit karena aparat dalam sistem

peradilan pidana tersebut “menyandarkan” profesinya pada hukum

pidana dalam upaya mengantisipasi kejahatan yang terjadi.35

Sistem Peradilan Pidana ini diwujudkan / diimplementasikan

dalam 4 (empat) sub sistem, yaitu : 36

1. Kekuasaan “Penyidikan” oleh lembaga penyidik;

2. Kekuasaan Penuntutan oleh lembaga penuntut umum;

3. Kekuasaan mengadili dan menjatuhkan putusan oleh badan

pengadilan;

4. Kekuasaan pelaksanaan putusan/pidana oleh badan/aparat

pelaksana/eksekusi.

Masing-masing kekuasaan yang merupakan sub sistem dalam

Sistem Peradilan Pidana tersebut merupakan kekuasaan yang

merdeka/independent dalam arti bebas dari pengaruh penguasa atau

dari tekanan dari pihak luar. Akan tetapi kemandirian tersebut tidak

35

Barda Nawawi Arief. 2001. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan. Citra Aditya Bakti : Bandung. Hlm. 28.

36Ibid.

Page 108: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

95

bersifat parsial (fragmenter), tetapi kemandirian dalam satu sistem, yaitu

Sistem Peradilan Pidana yang integral (Integrated Criminal Justice

System).37

Sistem peradilan pidana yang integral merupakan suatu sistem

yang berlaku pula untuk tindak pidana korupsi. Dalam Penjelasan umum

UU Nomor : 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi dinyatakan :

Mengingat korupsi di Indonesia terjadi secara sistemik dan meluas

sehingga tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga telah

melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas,

maka pemberantasan korupsi perlu dilakukan dengan cara luar

biasa. Dengan demikian pemberantasan tindak pidana korupsi harus

dilakukan dengan cara yang khusus

Penjelasan umum Undang Undang Nomor : 30 tahun 2002 tentang

Komisi Pemberantasan Korupsi juga menyatakan :

Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali, akan

membawa bencana tidak saja terhadap kehidupan perekonomian

nasional tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada

umumnya. Tindak pidana korupsi yang meluas dan sistemik juga

merupakan pelaggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak

ekonomi masyarakat, dan karena itu semua maka tindak pidana

korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa

melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar biasa. Begitu pun

dalam upaya pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan secara

biasa, tetapi dituntut cara-cara yang luar biasa”. ”Penegakan hukum

untuk memberantas tindak pidana korupsi yang dilakukan secara

komvensional selama ini terbukti mengalami berbagai hambatan,

untuk itu diperlukan metode penegakan hukum secara luar biasa

melalui pembentukan suatu badan khusus yang mempunyai

kewenangan luas, independen serta bebas dari kekuasaan manapun

37

Barda Nawawi Arief. Sistem Peradilan Pidana Terpadu dalam Kaitannya dengan Pembaruan Kejaksaan dalam Media Hukum Vol. 2 Nomor 1 tahun 2003. Hlm. 30.

Page 109: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

96

dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, yang

pelaksanaannya dilakukan secara optimal, intensif, efektif,

profesional serta berkesinambungan.

Tindak Pidana Korupsi dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa

(extra ordinary crime) maka penanganannya pun kemudian membutuhkan

perhatian yang serius dan luar biasa pula. Dalam hal ini, Pemerintah

Indonesia juga telah memperlihatkan keseriusannya dalam percepatan

pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia. Keseriusan itu terlihat

dengan dikeluarkannya berbagai macam kebijakan baik dalam hal

pencegahan (preventif) maupun penanganan (represif) tindak pidana

korupsi, antara lain :

1) UU Nomor : 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara

Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme;

2) UU Nomor : 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan

Korupsi (KPK);

3) UU Nomor : 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations

Convention Againts Corruptions, 2003 (konvensi PBB Anti Korupsi,

2003;

4) UU Nomor : 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana

Korupsi;

5) PP Nomor : 65 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemeriksaan

Kekayaan Penyelenggara Negara;

6) PP Nomor : 19 Tahun 2000 tentang Tim Gabungan Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi;

Page 110: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

97

7) PP Nomor : 71 Tahun 2001 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran

Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan

dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

8) TAP MPR Nomor : XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara

yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme;

9) TAP MPR Nomor : VIII/MPR/2001 tentang Rekomendasi Arah

Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi dan

Nepotisme;

10) Keputusan Presiden Nomor : 11 Tahun 2005 tentang Tim

Koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

11) Instruksi Presiden Nomor : 5 Tahun 2004 tentang Percepatan

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

12) Instruksi Presiden Nomor : 9 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi

Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi.

13) Petunjuk Pelaksanaan Bersama Jaksa Agung RI dan Kepala BPKP

Nomor : Juklak-001/JA/2/1989 Nomor KEP-145/K/1989 tentang

Upaya Memantapkan Kerja Sama Kejaksaan dan BPKP dalam

Penanganan Kasus yang Berindikasi Korupsi

14) Keputusan Jaksa Agung RI Nomor : KEP-102/JA/05/2000 tentang

Pembentukan Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi ;

Page 111: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

98

15) Surat Edaran Nomor : SE-007/A/JA/11/2004 Tanggal 26 Nopember

2004 Tentang Percepatan Proses Penanganan Perkara-Perkara

Korupsi se-Indonesia;

16) Keputusan Bersama Ketua KPK dan Jaksa Agung RI Nomor : KEP-

1 11212005 Nomor KEP-IAIJ.A11212005 Tentang Kerja sama

Antara Komisi Pemberantasan Korupsi dengan Kejaksaan Republik

Indonesia dalam rangka Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

17) Keputusan Menko Polhukam Nomor: Kep-54/Menko/Polhu-

kam/12/2004 tanggal 17 Desember 2004 dan telah beberapa kali

diperbaharui. Terakhir dengan Keputusan Menko Polhukam Nomor

: Kep-05/Menko/Polhukam/01/2009 tanggal 19 Januari 2009

tentang susunan keanggotaan tim terpadu pencari terpidana dan

tersangka perkara tindak pidana korupsi atau yang dikenal dengan

Tim Pemburu Koruptor.

18) Ditandatanganinya Memori of Understanding (MoU) atau Nota

Kesepahaman tentang Kerjasama Penanganan Kasus

Penyimpangan Pengelolaan Keuangan Negara dan Dana Non

budgeter Yang Berindikasi Tindak Pidana Korupsi antara Jaksa

Agung, Hendarman Supandji, Kapolri, Jendral Polisi Drs. Sutanto

dan Kepala Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan

(BPKP) Didi Widayadi pada 28 September 2007, dimana

kesepahaman tersebut kemudian dilanjutkan baik di tingkat propinsi

Page 112: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

99

yakni antara Kajati, Kapolda dan Kepala Perwakilan BPKP Provinsi

diikuti Kajari dan Kapolres seluruh Kabupaten/Kota di Indonesia.

19) Banyak diberikannya ijin penahanan terhadap para pejabat seperti

Kepala Daerah atau Anggota DPRD baik di Propinsi maupun

Kabupaten/Kota, yang sebelumnya terkesan untouchable by the

law (tidak tersentuh oleh hukum).

20) Bahwa pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi baik ditingkat

penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan menjadi

prioritas dan diutamakan, dimana penanganannya di dahulukan

dari perkara lain guna penyelesaian secepatnya.

Sejalan dengan terbitnya Undang Undang Nomor : 30 tahun 2002

tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU-KPK) maka

bertambahlah lembaga peradilan yang berwenang untuk menangani

tindak pidana korupsi yaitu Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

(KPK). Dimana KPK ini dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna

dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi dan

merupakan lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan

wewenangnya bersifat independen dari pengaruh kekuasaan manapun.

Hal inilah yang secara mendasar merupakan perbedaan antara lembaga

KPK dengan Kejaksaan/Kepolisian karena lembaga Kejaksaan dan

Kepolisian tidak bersifat independen namun merupakan lembaga

pemerintah (eksekutif) di bawah Presiden.

Page 113: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

100

Luasnya kewenangan KPK menjadikan lembaga ini dijuluki sebagai

“super body” yang dapat menyentuh seluruh elemen negara dan

masyarakat dalam memberantas tindak pidana korupsi. Tentu masih

segar dalam ingatan kita bagaimana aparat KPK telah masuk ke dalam

ruangan Ketua Mahkamah Agung dan melakukan penggeledahan di

dalam ruangan Ketua Lembaga Yudikatif tertinggi di negara ini.

Penanganan perkara KPK terhadap tindak pidana korupsi memang

berbeda dengan Kejaksaan maupun Kepolisian karena KPK mempunyai

wewenang-wewenang yang lebih luas dari lembaga Kejaksaan maupun

Kepolisian dalam pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan perkara tindak

pidana korupsi. Wewenang-wewenang tersebut antara lain:

1. Apabila lembaga KPK, Kejaksaan dan Kepolisian melakukan

penyidikan secara bersamaan terhadap suatu tindak pidana korupsi,

maka KPK adalah penyidik yang berwenang melakukan penyidikan

terhadap tindak pidana korupsi tersebut (Pasal 50 ayat (3) UU-KPK).

2. KPK berwenang mengambil alih penyidikan/penuntutan terhadap

pelaku korupsi dari Kepolisian/Kejaksaan (Pasal 8 ayat (2) UU-KPK).

3. KPK dapat melakukan tindakan-tindakan tertentu dalam tahap

penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tanpa harus meminta ijin

terlebih dahulu (Pasal 12 UU-KPK).

4. KPK Tidak memerlukan prosedur khusus untuk melakukan tindakan

pemeriksaan terhadap pejabat-pejabat tertentu (Pasal 46 UU-KPK).

Page 114: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

101

5. KPK tidak memerlukan ijin dari Ketua PN dalam melakukan

penyitaan (Pasal 47 UU-KPK).

Hal yang paling menarik dari adanya KPK ini adalah adanya

”Pengadilan khusus” yang hanya menangani perkara korupsi yaitu

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi atau sering disingkat dengan

”Pengadilan Tipikor” yang bertugas dan berwenang memeriksa dan

memutus tindak pidana korupsi yang penuntutannya diajukan oleh KPK

(Pasal 53 UU-KPK). Di Pengadilan Tipikor ini, yang menjadi Majelis Hakim

adalah Hakim Pengadilan Negeri dan Hakim Ad Hoc yang diangkat dan

diberhentikan oleh Presiden Republik Indonesia atas usul Ketua

Mahkamah Agung (Pasal 56 UU-KPK). Luasnya kewenangan KPK dan

adanya Peradilan Tipikor tersebut memang ditanggapi secara a priori oleh

sebagian kalangan, termasuk adanya pendapat bahwa KPK merupakan

”Sistem Peradilan Pidana Tandingan” dari Sistem Peradilan Pidana yang

ada.

Di samping itu, sebagian kalangan juga berpendapat bahwa KPK

tidak mengenal asas presumption of innocence (praduga tak bersalah)

karena apabila terdapat para tersangka pelaku tindak pidana korupsi yang

telah terungkap di tahap penyidikan, maka tersangka tersebut sudah

hampir pasti dinyatakan ”terbukti bersalah melakukan tindak pidana

korupsi”, karena Penyidik, Penuntut Umum sampai ke Pengadilan Tipikor,

semuanya berada di bawah payung KPK. Hal tersebut berbeda dengan

Sistem Peradilan Pidana yang ada sekarang, karena bila terdapat

Page 115: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

102

tersangka yang diduga kuat telah melakukan di tahap penyidikan, belum

tentu Jaksa Penuntut Umum berpendapat sama. Demikian juga Majelis

Hakim di Pengadilan Negeri yang kadang menjatuhkan putusan bebas

atau terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi meskipun

Penyidik dan Penuntut Umum berkeyakinan bahwa terdakwa telah

melakukan tindak pidana korupsi.

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia bersama

Pemerintah pada tanggal 29 Nopember 2002 telah menyetujui Rancangan

Undang-Undang Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

untuk disahkan menjadi Undang-Undang. Berdasarkan Pasal 53-55

tersebut telah ditetapkan bentuk/model Pengadilan Tindak Pidana Korupsi

merupakan pengadilan khusus yang berada dalam lingkup peradilan

umum. Kesepakatan yang telah dicapai pihak legislatif tersebut menandai

upaya baru dalam pemberantasan korupsi yaitu berupa pembentukan

lembaga baru untuk mengadili para tersangka pelaku tindak pidana

korupsi.

3. Peran Serta Masyarakat

Masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan

danpemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam

Pasal 41 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Peran tersebut dalam bentuk :

a. Hak mencari, memperolehdan memberikan informasi adanya

dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi.

Page 116: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

103

b. Hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh

dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi TPK

kepada penegak hukum yg menangani perkara TPK ;

c. Hak menyampaikan saran dan pendapat secara

bertanggungjawab kepada penegak hukum yang menangani

perkara TPK ;

d. Hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang

laporannya yang diberikan kepada penegak hukum dalam waktu

paling lama 30 hari ;

e. Hak untuk memperoleh perlindungan hukum dalam hal :

1. Melaksanakan haknya sebagaimana dimaksud dlm huruf a,b

dan c.

2. Diminta hadir dalam proses penyelidikan, penyidikan, dan di

sidang pengadilan sebagai saksi pelapor, saksi, atau saksi ahli,

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku ;

3. Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 mempunyai

hak dan tanggungjawab dalam upaya pencegahan dan

pemberantasan TPK.

4. Hak dan tanggungjawab sebagaimana dimaksud dalam ayat 2

dan 3 dilaksanakan dengan berpegang teguh pada asas-asas

ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan

Page 117: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

104

yang berlaku dan dengan mentaati norma agama dan norma

sosial lainnya.

5. Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan peran serta

masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan TPK

sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini, diatur lebih lanjut

dengan Peraturan Pemerintah38.

4. Penyelenggara Negara

Penyelenggara Negara adalah Penyelenggara Negara

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor : 28 Tahun 1999

tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,

Kolusi dan Nepotisme. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 1

ayat 2 Undang-Undang Nomor : 30 Tahun 2002 tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Penyelenggara Negara adalah Pejabat Negara yang menjalankan

fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif dan pejabat lain yang fungsi dan

tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kemudian, di dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor : 28 Tahun

1999tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari

Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dalam Penjelasannya dijabarkan siapa

saja yang termasuk penyelenggara negara, yaitu :

38

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang PemberantasanTindak Pidana Korupsi, Pasal 41 ayat 1.

Page 118: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

105

1. Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara;

2. Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara;

3. Menteri;

4. Gubernur;

5. Hakim (meliputi Hakim di semua tingkatan Peradilan) ;

6. Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku (yang dimaksud dengan

“Pejabat negara yang lain” dalam ketentuan ini misalnya Kepala

Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang

berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa

Penuh, Wakil Gubernur, danBupati/Walikotamadya); dan,

7. Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya

dengan penyelenggara negara sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku (yaitu pejabat

yang tugas dan wewenangnya di dalam melakukan

penyelenggaraan negara rawan terhadap praktek korupsi,

kolusi, dan nepotisme, yang meliputi:

Direksi, Komisaris, dan pejabat struktural lainnya pada

Badan UsahaMilik Negara dan Badan Usaha MilikDaerah;

Pimpinan Bank Indonesia dan Pimpinan Badan Penyehatan

Perbankan Nasional;

Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri;

Page 119: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

106

Pejabat Eselon I dan Pejabat lain yang disamakan di

lingkungan sipil, militer, dan Kepolisian NegaraRepublik

Indonesia;

Jaksa;

Penyidik;

Panitera Pengadilan; dan,

Pemimpin dan bendaharawan proyek39.

D. Perbandingan Hukum

Pengertian tentang perbandingan hukum ada beberapa istilah,

antara lain Comparative Law, Comparative Jurisprudence, Foreign Law

(istilah Inggris), Droit Compare (istilah Perancis), Rechtsvergeliking (istilah

Belanda, dan Rechtsvergleichung atau Vergleichende Rechlehre (istilah

Jerman)38.

Ada pendapat yang membedakan antara Comparative Law dengan

Foreign Law, pendapat tersebut :

- Comparative Law, yaitu memperbaiki berbagai sistem hukum asing

dengan maksud untuk membandingkannya.

- Foreign Law, yaitu mempelajari hukum asing dengan maksud

semata-mata mengetahui sistem hukum asing itu sendiri dengan

tidak secara nyata bermaksud untuk membandingkannya dengan

sistem hukum yang lain.

39

Penjelasan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999.

Page 120: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

107

Dalam Black’s Law Dictionary dikemukakan, bahwa Comparative

Jurisprudence ialah suatu studi mengenai prinsip-prinsipilmu hukum

dengan melakukan perbandingan berbagai macam sistem hukum (the

study of principles of legal science by the comparison of various systems

of law).

Barda Nawawi Arief dalam bukunya Perbandingan Hukum Pidana,

2014, mengemukakan bahwa (W. EWALD) dalam (Esin Orucu, Critical

Comparative Law) mengemukakan, bahwa perbandingan hukum pada

hakikatnya merupakan kegiatan yang bersifat filosofis (Comparative law is

an essentially philosophical activity). Perbandingan hukum adalah suatu

studi atau kajian perbandingan mengenai konsepsi-konsepsi intelektual

(intellectual conceptions) yang ada di balik institusi atau lembaga hukum

yang pokok dari satu atau berbagai sistem hukum asing.

Kemudian Barda Nawawi Arief, dalam Perbandingan Hukum

Pidana, 2014 mengemukakan bahwa Rudolf D Schessinger, dalam

bukunya (Comparative Law, 1959) mengemukakan antara lain :

a. Comparative Law merupakan metode penyelidikan dengan

tujuan untuk memperoleh pengetahuan yang lebih dalam tentang

bahan hukum tertentu.

b. Comparative Law bukanlah suatu perangkat peraturan dan asas-

asas hukum, bukan suatu cabang hukum ( is not a body of rules

and principles).

Page 121: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

108

c. Comparative Law adalah teknik atau cara menggarap unsur

hukum asing yang aktual dalam suatu masalah hukum (is the

techique of dealing with actual foreign law elements of legal

problem).

Berdasarkan pengertian tersebut, Dr. G. Guitens-Bourgois

mengemukakan sebagai berikut :

“Perbandingan hukum adalah metode perbandingan yang diterapkan pada ilmu hukum. Perbandingan hukum bukanlah ilmu hukum, melainkan hanya suatu metode studi, suatu metode untuk meneliti sesuatu, suatu cara kerja, yakni perbandingan. Apabila hukum itu terdiri atas seperangkat peraturan, maka jelaslah bahwa hukum perbandingan “vergelijkende recht) itu tidak ada. Metode untuk membanding-bandingkan aturan hukum dari berbagai sistem hukum tidak mengakibatkan perumusan-perumusan aturan-aturan yang berdiri sendiri : tidak ada aturan hukum perbandingan”.

Perbandingan hukum sebagai suatu metode mengandung arti

bahwa ia merupakan suatu cara pendekatan untuk lebih memahami suatu

obyek atau masalah yang diteliti. Oleh karena itu sering digunakan istilah

metode perbandingan hukum.

Perbandingan hukum sebagai suatu metode menurut Sunaryati

Hartono :

“Perbandingan hukum bukanlah suatu bidang hukum tertentu seperti misalnya hukum tanah, hukum perburuhan atau hukum acara, akan tetapi sekedar merupakan cara penyelidikan suatu metode untuk membahas suatu persoalan hukum, dalam bidang manapun juga. Jika kita hendak membahas persoalan-persoalan yang terletak dalam bidang hukum perdata atau hukum pidana, atau hukum tata negara, maka mau tidak mau kita harus terlebih dahulu membahas persoalan-persoalan umum secara perbandingan hukum yang merupakan dasar dari keseluruhan sistem hukum dan ilmu hukum itu”.

Page 122: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

109

Perbandingan hukum sebagai suatu metode yang disampaikan

menurut van Apeldoorn yaitu :

“Obyek ilmu hukum adalah hukum sebagai gejala kemasyarakatan. Ilmu hukum tidak hanya menjelaskan apa yang menjadi ruang lingkup dari hukum itu sendiri, tetapi juga menjelaskan hubungan antara gejala-gejala hukum dengan gejala sosial lainnya. Untuk mencapai tujuannya itu, maka digunakan metode sosiologis, sejarah dan perbandingan hukum”.

Metode sosiologis dimaksudkan untuk meneliti hubungan antara

hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya. Metode sejarah untuk meneliti

perkembangan hukum, dan metode perbandingan hukum untuk

membandingkan berbagai tertib hukum dari bermacam-macam

masyarakat.

Dari pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa untuk

memperbandingkan hukum dapat diterapkan dengan menggunakan

unsur-unsur sistem hukum sebagai kajian perbandingan. Dimana sistem

hukum itu terdiri dari 3 (tiga) unsur pokok yaitu :

- Struktur hukum, hal ini meliputi lembaga-lembaga hukum;

- Substansi hukum, hal ini meliputi perangkat, kaidah atau perilaku

teratur ;

- Budaya hukum yang meliputi perangkat nilai-nilai yang dianut;

E. Konsep Keadilan

Pengertian keadilan adalah hal-hal yang berkenaan pada suatu

sikap dan juga tindakan di dalam hubungan antar manusia yang berisi

tentang sebuah tuntutan agar sesamanya dapat memperlakukan sesuai

Page 123: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

110

dengan hak dan kewajibannya. Di dalam bahasa Inggris keadilan adalah

Justice, dan makna Justice tersebut terbagi 2 (dua) yaitu :

1. Makna justice secara atribut ; dan,

2. Makna justice secara tindakan.

Adapun makna justice secara atribut adalah suatu kausalitas yang

fair atau adil, sedangkan makna justice secara tindakan adalah suatu

tindakan menjalankan dan juga menentukan hak atau hukuman.

Aristoteles40, mengemukakan bahwa keadilan ialah tindakan yang

terletak diantara memberikan terlalu banyak dan juga sedikit yang dapat

diartikan ialah memberikan sesuatu kepada (setiap orang sesuai dengan

memberi apa yang menjadi haknya.Thomas Hubbes41 mengemukakan

bahwa pengertian keadilan ialah sesuatu perbuatan yang dikatakan adil

jika telah didasarkan pada suatu perjanjian yang telah disepakati.

Plato, mengemukakan bahwa pengertian keadilan ialah diluar

kemampuan manusia biasa yang mana keadilan tersebut hanya ada di

dalam suatu hukum dan juga perundang-undangan yang dibuat oleh para

ahli.

Notonegoro, mengemukakan bahwa keadilan ialah suatu keadaan

yang dikatakan adil apabila sesuai dengan ketentuan hukum yang

berlaku.

40

Aristoteles, (GenggamInternet.com, 2016 : Pengertian Keadilan dan Macam-macam Keadilan)

41Thomas Hubbes, (GenggamInternet.com, 2016 : Pengertian Keadilan dan

Macam-macam Keadilan)

Page 124: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

111

W.J.S Poerwadarminto, mengemukakan bahwa pengertian

keadilan ialah tidak berat sebelah yang artinya seimbang, dan yang

sepatutnya tidak sewenang-wenang.

Keadilan berasal dari kata “Adil” yangberarti tidak berat sebelah,

tidak memihak, memihak pada yang benar, berpegang pada kebenaran,

sepatutnya, dan tidak sewenang-wenang.Pada hakikatnya, keadilan

adalah suatu sikap untuk memperlakukan seseorang sesuai dengan

haknya, dan yang menjadi hak setiap orang adalah diakui dan

diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya, yang sama

derajatnya, yang sama hakdan kewajibannya, tanpa membeda-bedakan

suku, keturunan, agama, dan golongan.

Hakikat keadilan dalam Pancasila, UUD NRI tahun 1945 dan

GBHN, kata adil terdapat pada :

- Sila kedua dan kelima Pancasila.

- Pembukaan UUD NRI 1945 (alinea II dan IV).

- GBHN 1999-2004 tentang visi.

Menurut Encyclopedia Americana42 (The Liang Gie, 1979 : 17-18)

bahwa pengertian keadilan itu mencakup : (a). Kecenderungan yang tetap

dan kekal untuk memberikan haknya kepada setiap orang(the contestant

and perpetual disposition to render everyman his due), (b). Tujuan dari

masyarakat, menusia (the and of civil society), (c). Hak untuk memperoleh

suatu pemeriksaan dan keputusan oleh badan pengadilan yang bebas

42

Encyclopedia Americana (The Liang Gie, 1979 : 17-18),

Page 125: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

112

dari prasangka dan pengaruh yang tak selayaknya ( the rightto obtain a

hearing and delicion by courthwhich is free of prejudice and improper), (d).

semua hak wajar yang diakui maupun hak-hak menurut hukum dalam arti

teknis (all recoqnized equitable right as well tecchnical rights),(e).Suatu

kebenaran menurut persetujuan dari umat manusia pada umumnya (the

dictate of right according to the concent of making generally, (f).

Persesuaian dengan azas-azas keutuhan watak, kejujuran dan perlakuan

adil conformity with the principles of integrity, restitude and just dealing).

Sehingga menurut The Liang Gie, suatu gejala atau tindakan tertentu

dapat disebut adil karena dilandaskan pada teori keadilan. Jadi adil

tidaknya suatu tindakan tidak terlepas dari teori keadilan. Misalnya

seorang manajer perusahaan digaji lebih tinggi dibanding Office Boy (OB).

Tindakan tersebut dapat dikatakan adil berdasarkan teori keadilan

tertentu.

Adapun ciri-ciri adil menurut The Liang Gie yaitu :

- Tidak memihak (impartial) ;

- Sama hak (equal) ;

- Bersifat hukum (legal) ;

- Sah menurut hukum (lawful) ;

- Layak (fair) ;

- Wajar secara moral (equitable) ;

- Benar secara moral (righteous);

Page 126: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

113

Teori keadilan menurut Aristoteles (John Rawls, 2011, A Theory of

Justice, Teori Keadilan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta) yang dibagi menjadi

lima macam yaitu keadilan komutatif, keadilan distributif, keadilan kodrat

alam, keadilan konvensional, dan keadilan perbaikan.

Keadilan menurut Aristoteles yaitu kelayakan dalam tindakan

manusia. Kelayakan diartikan sebagai titik tengah diantara kedua ujung

ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu sedikit. Bila kedua orang tersebut

mempunyai kesamaan dalam ukuran yang telah ditetapkan, maka masing-

masing orang akan menerima bagian yang tidak sama, sedangkan

pelanggaran terhadap proporsi tersebut berarti ketidakadilan.43 Jenis

Keadilan menurut Aristoteles adalah sebagai berikut :44

1. Keadilan distributif, keadilan yang berhubungan dengan distribusi jasa

dan kemakmuran menurut kerja dan kemampuannya.

2. Keadilan komutatif, yaitu keadilan yang berhubungan dengan

persamaan yang diterima oleh setiap orang tanpa melihat jasa-jasa

perseorangan.

3. Keadilan kodrat alam, yaitu keadilan yang bersumber pada hukum

kodrat alam.

4. Keadilan konvensional adalah keadilan yang mengikat warga negara

karena keadilan itu didekritkan melalui kekuasaan.

43

Tanya. L Bernard, Simanjuntak N Yoan, dan Hage Y. Markus. 2006. Teori Hukum (Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi). CV.KITA : Surabaya. Hlm. 10

44Dalam ibid. Hlm. 11

Page 127: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

114

Notonagoro, menambahkan adanya keadilan legalitas, yaitu

keadilan hukum. Ada beberapa pendapat yang lain, seperti di bawah ini:45

a) Socrates, keadilan tercipta bilamana warga negara sudah merasakan

bahwa pihak pemerintah sudah melaksanakan tugasnya dengan baik.

b) Kong Hu Cu, Keadilan terjadi apabila anak sebagai anak, bila ayah

sebagai ayah, bila raja sebagai raja, masing-masing telah

melaksanakan kewajibannya. Pendapat ini terbatas pada nilai-nilai

tertentu yang sudah diyakini atau disepakati.

c) Gustav Radbruch mematrikan kembali nilai keadilan sebagai mahkota

dari setiap tata hukum, nilai keadilan adalah „Materi‟ yang harus

menjadi isi aturan hukum. Aturan hukum adalah „bentuk‟ yang harus

melindungi nilai keadilan. Hukum sendiri, menurut Radbruch,

mengemban nilai keadilan bagi kehidupan konkret manusia. Ini intrinsik

dalam hukum, karena itu memang hakikatnya sebagai salah satu unsur

kebudayaan. Unsur-unsur lain punya tugas masing-masing. Ilmu

bertugas menghadirkan kebenaran, seni untuk keindahan, tingkah laku

susila untuk moralitas, Jadi masing-masing punya misi dan tugas

sendiri-sendiri dengan sasaran akhir adalah manusia dengan

kebutuhan riilnya.

Hukum sebagai pengemban nilai keadilan, menurut Radbruch,

menjadi ukuran bagi adil tidak adilnya tata hukum. Tidak hanya itu, nilai

keadilan juga menjadi dasar dari hukum sebagai hukum. Dengan

45

Ibid. Hlm. 10

Page 128: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

115

demikian, keadilan memiliki sifat normatif sekaligus konstitutif bagi hukum.

Ia normatif, karena berfungsi sebagai prasyarat transendental yang

mendasari tiap hukum positif yang bermartabat. Ia menjadi landasan

moral hukum dan sekaligus tolak ukur sistem hukum positif dan keadilan

menjadi pangkal hukum positif. Konstitutifkarena keadilan harus menjadi

unsur mutlak bagi hukum sebagai hukum. Tanpa keadilan, sebuah aturan

tidak pantas menjadi hukum.46

Radbruch, mengemukakan pula bahwa gagasan hukum merupakan

gagasan cultural dan tidak bisa formal. Hukum terarah pada rechtsidee,

yakni keadilan. Keadilan sebagai suatu cita, seperti ditunjukkan oleh

Aristoteles, tidak dapat mengatakan lain kecuali„yang sama diperlakukan

sama, dan yang tidak sama diperlakukan tidak sama‟. Untuk mengisi cita

keadilan ini dengan isi yang konkret, maka harus dicermati pada segi

finalitasnya. Oleh karena untuk melengkapi keadilan dan finalitas itu,

dibutuhkan kepastian. Jadi bagi Radbruch, hukum memiliki tiga aspek,

yakni keadilan, finalitas, dan kepastian. Aspek keadilan menunjuk pada

„kesamaan hak di depan hukum‟. Aspek finalitas, menunjuk pada tujuan

keadilan yaitu memajukan kebaikan dalam hidup manusia. Aspek ini

menentukan isi hokum, dan kepastian menunjuk pada jaminan bahwa

hukum (yang berisi keadilan dan norma-norma yang memajukan

kebaikan), benar-benar berfungsi sebagai peraturan yang ditaati. Dapat

dikatakan, dua aspek yang disebut pertama merupakan kerangka ideal

46

Ibid. Hlm. 107

Page 129: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

116

dari hukum sedangkan aspek ketiga (kapasitas) merupakan kerangka

operasional hukum.47

Radbruch, mengakui adanya hukum alam yang mengatasi hukum

positif, yaitu:(i). Setiap individu harus diperlakukan menurut keadilan di

depan pengadilan, (ii). Pengakuan dan penghormatan terhadap hak-hak

asasi manusia yang tidak boleh dilanggar, (iii). Harus ada keseimbangan

antara pelanggaran dan hukuman. Berdasarkan tiga prinsip hukum alam

tersebut, Radbruch sampai pada keyakinan bahwa keadilan terhadap

individual merupakan batu sendi bagi perwujudan keadilan dalam hukum.

Dari sini pula tiga aspek hukum itu disusun dalam urutan struktural yang

dimulai dari keadilan, kepastian, dan diakhiri finalitas. Perkembangan

kolektif yang ditentukan sebagai finalitas hukum, menyebabkan ia tetap

tunduk pada keadilan dan kepastian hukum. Hal ini untuk menghindari

kesewenang-wenangan.48

Pandangan lain tentang keadilan dikemukakan oleh John Rawls

yang menguraikan teori keadilan sebagai fairness :49

I present the main idea of justice as fairness, a theory of justice that generalizes and carries to a higher level of abstraction the tradisional conception of the social contract. The primary subject of justice is the basic structure of society, or more exactly, the way in which the major social institutions distribute fundamental rights and duties and determine the division of advantage from social cooperation. its effects are so profound and present from the start. (Artinya, gagasan utama dari keadilan sebagai fairness adalah suatu teori tentang keadilan yang menggeneralisasi dan membawa ke suatu abstraksi

47

Ibid. Hlm. 107-108 48

Ibid. 49

John Rawls. 2006. Teori Keadilan (Edisi Terjemahan). Pustaka Pelajar : Yogyakarta. Hlm. 73-74

Page 130: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

117

yang lebih tinggi konsep tradisional kontrak sosial. Pokok utama keadilan adalah struktur dasar dari masyarakat itu, lebih tepatnya, cara bagaimanakah lembaga-lembaga utama masyaratkat mengatur hak-hak dan kewajiban dasar serta bagaimanakah menentukan pembagian kesejahteran dari suatu kerjasama sosial. Akibatnya sangat ekstrim dan kehadirannya dari awal, karena sebagai titik tolak. Konkritnya, pengaruh dari “the basic structure of society” struktur dasar masyarakat) itu sangat besar untuk dapat menentukan bagaimana keadilan).

John Rawls, mengemukakan bahwa yang dimaksudkan dengan

“the basic structure of society” (struktur dasar masyarakat) adalah

kelembagaaan (an institution).Dijelaskan lebih lanjut, bahwa suatu

kelembagaan dalam masyarakat dapat dimengerti dalam suatu cara yaitu,

pertama, sebagai suatu hal yang abstrak yaitu suatu bentuk perilaku yang

diwujudkan dalam satu sistem hukumdan kedua, realisasi dalam pikiran

dan perbuatan dari orang-orang tertentu pada waktu dan tempat tertentu

atas rumusan bentuk perilaku (perbuatan) yang telah diatur dalam aturan.

Dengan kata lain, John Rawls menyimpulkan bahwa “the basic structure of

society” itu adalah suatu “public system of rules” yang dapat dilihat dalam

dua bentuk “system of knowledge” (or set of public norms) dan as a

“system of action” (or set of institutions). 50

The basic structure of the society terdiri dari sistem kelembangaan

yang adil (a just system of institution) dan ketetapan politik yang adil (a

just system political constitution) maka justice as a fairness akan dapat

dicapai. Dengan catatan, dalam konteks hukum lembaga itu secara

imparsial dan konsisten dijalankan oleh hakim dan aparatur negara lain.

50

Ibid.

Page 131: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

118

Namun, bila baru sampai pada ketidakberpihakan serta konsistensi dari

aparatur hukum dan lembaga-lembaga hukum itu saja maka apapun

substansi sistem perundang-undangan (“public system of rules”) itu, tetap

ia akan masih terbatas untuk dapat mencapai keadilan formal.51

John Rawls menyarankan agar istilah keadilan formal diganti

dengan istilah “keadilan sebagai keteraturan (justice as regularity).” Istilah

ini dianggap lebih tepat dibanding” keadilan formal (formal justice).52Rawls

melanjutkan bahwa keadilan formal dapat meningkat menjadi keadilan

substansi (materil). Bila keadilan formal itu adalah suatu hal yang hanya

semata-mata patuh pada sistem perundang-undangan, maka hal itu baru

satu aspek saja dari rule of law, satu konsep yang akan mendukung dan

menjamin harapan yang sah (legitimate expectation) dari masyarakat akan

keadilan. Secara konkrit, ketidakadilan akan dirasakan setiap orang bila

terjadi kegagalan hakim mengikuti hukum secara tepat termasuk

interpretasinya ketika memutuskan suatu perkara. Ketidakadilan dalam

bentuk ini bahkan melebihi dibandingkan bila hakim melakukan korupsi

atau bentuk-bentuk lain penyalahgunaan wewenang sekalipun ketika

memeriksa suatu perkara.53

Keadilan formal yang sekadar patuh terhadap sistem perundang-

undangan itu akan dapat dirasakan lebih jauh sebagai keadilan substansif

(materil) hanya bila hakim konsisten mengikuti “the substantive justice of

51

Ibid. 52

Abraham Samad. 2009. Hakikat Keadilan Dalam Putusan Perkara Tindak Pidana Korupsi (Studi Perbandingan Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Dan Putusan Pengadilan Negeri). Disertasi Universitas Hasanuddin. Halaman 36-37

53Ibid.

Page 132: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

119

institution” dan “the possibilities of their reform. Dengan kata lain, putusan

yang mengikuti the living Law yakni legitimate expectation yang telah

dituangkan dalam a just political constitution yang disebut dengan hukum

yang hidup dan berkembang ditengah-tengah masyarakat dan menjadi

yurisprudensi sehingga menjadi sumber hukum maka akan meningkatkan

derajat kualitatif keadilan formil itu.54

John Rawls mengatakan bahwa akan dapat terjadi “where we find

formal justice, the rule of Law and the honoring of legitimate expectations,

we are likely to find substantive justice as well”. Artinya, di mana kita

menemukan keadilan formal, rule of Law dan menghormati harapan-

harapan yang sah masyarakat yang sudah merupakan constitutional

rightssebagai bagian dari a just political constitution dalam kontrak sosial

itu maka kita akan cenderung untuk menemukan keadilan substantif.55

Secara singkat dapat dirangkumkan bahwa keadilan dalam

pandangan John Rawls adalah keadilan dalam arti fairness dengan tetap

membedakan antara keadilan dengan fairness itu. Untuk mengetahui

dan menemukan adanya fairness dan keadilan menurut Rawls pertama-

tama dilihat bagaimanakah basic structure dari masyarakat itu. Dari basic

structure tertentu akan menghasilkan public rules tertentu pula. Bila basic

structure itu adalah a just political constitution dan a just system of

institution maka justice as a fairness akan mungkin dapat dicapai.

54

John Rawls. 2006. Teori Keadilan (Edisi Terjemahan). Pustaka Pelajar : Yogyakarta.Hlm. 76

55Ibid. Hlm. 38

Page 133: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

120

F. Kerangka Pikir

Kerangka Pikir yang penulis susun dalam penulisan ini dapat

penulis gambarkan sebagaimana di bawah ini, dan ini adalah untuk

memberikan gambaran alur perbandingan tindak pidana korupsi di

Indonesia dan di China sehingga akan diketahui perbandingannya dan

kemudian akan diketahui hasil akhir dari perbandingan tersebut.

Sebagaimana Undang-Undang Nomor : 31 Tahun 1999 dalam

Pasal 2 ayat (1) bahwa ancaman hukuman terhadap pelaku tindak pidana

Korupsi adalah minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun dengan denda

minimal Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.

1.000.000.000,- (satu milyar rupiah), dan kemudian di dalam pasal 2 ayat

(2) telah disebutkan bahwa dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati

dapat dijatuhkan.

Sedangkan mengenai yang dimaksud dengan “keadaan tertentu”

dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemberatan bagi pelaku tindak

pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada waktu

Negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang

berlaku, pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan

tindak pidana korupsi, atau pada waktu Negara dalam keadaan krisis

ekonomi dan moneter.

Namun kenyataannya sampai saat ini dalam penegakan hukum

terhadap pelaku tindak pidana korupsi, belum ada yang dihukum dengan

Page 134: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

121

hukuman yang maksimal, oleh karena itu perlu ketegasan bagi penegak

hukum untuk menerapkan secara berani menghukum pelaku tindak

pidana korupsi secara maksimal mengingat saat ini di Indonesia

perekonomiannya belum mapan dan masih banyak masyarakat yang

miskin yang diakibatkan maraknya tindak pidana korupsi, dan menurut

data statistik Badan Pusat Statistik bahwa jumlah penduduk miskin di

Indonesia pada September 2016 sebanyak 27,76 juta jiwa.

Bahwa untuk mengatasi dan mencegah adanya tindak pidana

korupsi, maka para penegak hukum harus memulai menegakkan hukum

dengan mencontoh Negara China yang menerapkan hukuman maksimal

yaitu hukuman seumur hidup atau hukuman mati bagi pelaku tindak

pidana korupsi, dan justeru banyak pejabat Negara yang telah dihukum

mati. Sedangkan di Indonesia jangankan hukuman mati yang telah diatur

di dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999, tetapi

hukuman sebagaimana Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor : 31

Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dalam Undang-

Undang Nomor 20 tahun 2001, ternyata itu saja belum pernah diterapkan

maksimal, sementara jika diperhatikan pelaku tindak pidana korupsi yang

dapat diklasifikasikan dalam pasal 2 ayat (2) ini telah banyak, dan hanya

dijatuhkan hukuman Pasal 2 ayat (1) dan itupun tidak hukuman maksimal.

Hal inilah yang memberikan inspirasi kepada penulis untuk memberikan

gambaran betapa bahayanya tindak pidana korupsi yang

menyengsarakan masyarakat banyak ini sehingga menimbulkan

Page 135: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

122

kemiskinan yang berkepanjangan dan mempengaruhi perekonomian

Negara. Oleh karena itu sangat berdasar jika pelaku tindak pidana korupsi

yang benar-benar terbukti dan dilakukan dalam keadaan Negara

mengalami krisis ekonomi atau dilakukan secara berulang-ulang untuk

diberikan hukuman secara maksimal sebagaimana ketentuan dalam

Undang-undang tindak Pidana Korupsi, yaitu Undang-Undang Nomor 31

Tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Bahwa oleh karena itulah penulis berkehendak melakukan

penulisan dengan maksud dan tujuan turut serta memberikan pemahaman

terhadap bahaya korupsi dan memberikan pemahaman bagaimana

mencari solusi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi

dengan menerapkann hukuman secara maksimal bagi pelaku tindak

pidana korupsi yang telah terbukti secara sah dan meyakinkan pada saat

negara sedang mengalami krisis ekonomi atau dilakukan berulang-ulang

pada saat ini dan yang akan datang.

Sementara jika negara tidak sedang mengalami krisis ekonomi,

tidak sedang terjadi bencana alam dan tidak melakukan perbuatan tindak

pidana korupsi yang berulang-ulang, maka hal tersebut juga sudah diatur

pula hukuman maksimalnya yang berbeda jika dalam keadaan tertentu

tersebut. Akan tetapi yang sangat penting dan segera untuk diterapkan

saat ini adalah tindakan penghukuman secara maksimal jika terbukti

melakukan tindak pidana korupsi.

Page 136: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

123

Gambar 1.1 Kerangka Pikir

M,

G. Defenisi Operasional

Supaya dalam penulisan ini dapat dipahami secara bersama, maka

terlebih dahulu dikemukakan definisi operasional sebagai berikut :

1. Perbandingan yang dimaksud dalam proposal ini adalah

memperhatikan atau membandingkan sanksi-sanksi hukum yang

sebenarnya terjadi di Indonesia dan di China di dalam menegakkan

hukuman dalam perkara tindak pidana korupsi sebagaimana diatur

dalam Undang-Undang Nomor : 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang

Sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana korupsi di indonesia - Proses perkara tindak

pidana korupsi. - Sistem hukum tindak

pidana.

Perbedaan penegakan hukum tindak pidana korupsi di Indonesia dengan China - Putusan perkara tindak

pidana korupsi. - Sistem peradilan pidana

korupsi di China. - Putusan peradilan tindak

pidana korupsi di China.

Perbandingan Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi di Indonesia dengan

China.

Penegakan hukum perkara tindak pidana korupsi. - Sistem peradilan tindak

pidana korupsi di China. - Penegakan hukum tindak

pidana korupsi di China.

Perbandingan Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi di Indonesia dengan China.

Page 137: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

124

Nomor : 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi dan dalam ketentuan KUHP China yang mengatur tentang

tindak pidana korupsi di China.

2. Penegakan Hukum yang dimaksud dalam penulisan ini adalah

proses dilaksanakannya upaya untuk memfungsikan norma hukum

secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam bermasyarakat dan

bernegara, yang dalam hal ini memfungsikan menjalankan hukum

dalam memberikan sanksi-sanksi hukuman terhadap pelaku tindak

pidana korupsi sebagaimana disyaratkan berdasarkan ketentuan-

ketentuan peraturan perundang-undangan yang telah ada.

3. Tindak pidana korupsi di Indonesia dengan China yang dimaksud

dalam penulisan ini adalah berdasarkan ketentuan di Indonesia yaitu

ketentuan tentang tindak pidana korupsi yang didasarkan pada

Undang-Undang Nomor : 31 tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor :

20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor : 31

Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,

sedangkan pengaturan tindak pidana korupsi di China adalah

peraturan KUHP China khususnya Pasal-Pasal yang mengatur

tentang tindak pidana korupsi yang diterapkan terhadap pelaku

tindak pidana korupsi di China.

4. Korupsi yang dimaksud dalam penulisan ini adalah perbuatan yang

mengarah pada perbuatan melawan hukum dengan

Page 138: DISERTASI PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK …

125

menyalahgunakan kewenangan dan kesempatan atau sarana yang

ada padanya dengan tujuan memperkaya diri sendiri, orang lain atau

suatu korporasi serta menimbulkan kerugian keuangan negara.

5. Peran serta masyarakat yang dimaksud dalam penulisan ini adalah

peran serta setiap orang, setiap LSM dan setiap Organisasi

Masyarakat dalam berupaya turut serta membantu dalam

pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.

6. Penyelenggara negara yang dimaksud dalam penulisan ini adalah

penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-

Undang Nomor: 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara

yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. (Pasal 1

ayat 2 UU No. 30 th 2002 tentang KPK).

7. Keuangan negara yang dimaksud dalam penulisan ini adalah

keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor: 17

Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yaitu semua hak dan

kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala

sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat

dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan

kewajiban tersebut, dan dalam pendekatan keuangan negara dapat

pula dari sisi subjek, objek, proses, dan tujuan.

8. Pemberantasan tindak pidana korupsi dalam penulisan ini adalah

serangkaian tindakan penegak hukum dalam melakukan

pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.