dinamika pernikahan pada mahasiswa s-1 di …eprints.ums.ac.id/37662/12/02. naskah publikasi.pdf ·...
TRANSCRIPT
i
DINAMIKA PERNIKAHAN PADA MAHASISWA S-1 DI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
NASKAH PUBLIKASI
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Untuk Memenuhi Sebagaian Persyaratan Dalam Mencapai
Derajat Sarjana (S-1) Psikologi
Disusun oleh :
ACEP AZIS ANSORI
F. 100 090 105
Kepada
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
ii
DINAMIKA PERNIKAHAN PADA MAHASISWA S-1 DI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
NASKAH PUBLIKASI
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Untuk Memenuhi Sebagaian Persyaratan Dalam Mencapai
Derajat Sarjana (S-1) Psikologi
Disusun oleh :
ACEP AZIS ANSORI
F.100 090 105
Kepada
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
1
DINAMIKA PERNIKAHAN PADA MAHASISWA S-1 DI UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH SURAKARTA
Acep Azis Ansori
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
ABSTRAK
Pernikahan pada mahasiswa relevan diteliti karena populasinya semakin
tinggi di kalangan mahasiswa Muslim. Tujuan penelitian ini adalah untuk
memahami dan mendeskripsikan latar belakang keluarga, manfaat dan dampak
negatif pernikahan pada kalangan mahasiswa S-1 di Universitas Muhammadiyah
Surakarta. Informan dalam penelitian ini berjumlah 10 orang mahasiswa S-1 yang
sudah menikah, dengan karakteristik: a) mahasiswa S-1 di Universitas
Muhammadiyah Surakarta b) sudah menikah. Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif dan pengumpulam data melalui wawancara. Hasil penelitian
menunjukan ada dampak positif dan negatif dari pernikahan padamahasiswa S-1.
Dampak positif utama berupa kebahagiaan dan sikap dewasa yang timbul karena
tuntutan pernikahan tersebut. Dampak negatif utama adalah tanggung jawab yang
tidak terlaksana sebagaimana mestinya, seperti tanggung jawab di kampus sebagai
seorang mahasiswa dan tamggung jawab di rumah sebagai istri atau suami,
dikarenakan kesulitan dalam membagi waktu antara tugas di kampus dengan tugas
di rumah.
Kata kunci: Pernikahan, mahasiswa, dampakpositif, dampaknegatif
2
PENDAHULUAN
Tema pernikahan dini bukanlah suatu
hal yang baru untuk diperbincangkan,
masalah ini sangat sering diangkat dalam
berbagai seminar dan diskusi. Bahkan juga
sering dibicarakan oleh media massa, baik
media elektronik maupun media cetak.
Pernikahan usia dini masih banyak
dijumpai di negara berkembang termasuk
Indonesia. Sampai saat ini, makin sering
kita dengar fenomena pernikahan dini tidak
hanya dikalangan masyarakat tradisional
tetapi telah merambah pelajar dan
mahasiswa.
Pada hakikatnya pernikahan
bukanlah hanya sebuah ikatan yang
bertujuan untuk melegalkan hubungan
biologis saja, namun juga untuk
membentuk sebuah keluarga yang
menuntut pelaku pernikahan untuk mandiri
dalam berpikir dan menyelesaikan masalah
dalam pernikahan. Pasangan suami istri
harus menjalani proses kehidupan yang
berorientasi pada kesuksesan bersama
pasangan baik dunia maupun
akhirat(Walgito, 2000).
Pernikahan, disamping termasuk
dalam masalah sosial (hubungan antar
manusia) juga memiliki nilai ibadah
(ketuhanan) bagi yang menjalankannya,
sebagaimana tertuangdalam UU
No.1/1974.
Untuk mewujudkan keutuhan dalam
rumah tangga yang sesuai dengan ajaran
Islam dan UUNo.1/174 diperlukan sebuah
kedewasaan dalam berpikir dan bertindak,
karena ini merupakan sesuatu yang sangat
penting dalam perkawinan. Pekawinan
bukan hanya sekedar akad yang dilakukan
oleh seorang laki-laki dan seorang
perempuan yang kemudian menjadi halal
untuk melakukan hubungan seks saja, akan
tetapi akibat hukum dari perkawinan itu
memunculkan hak dan kewajiban yang
wajib dilaksanakan antara keduanya. Oleh
karenanya, dalam melakukan pernikahan
diperlukan keseriusan dan kesungguhan.
Dalam perkawinan akan muncul berbagai
masalah yang dihadapi setiap pasangan,
yang tentu saja hal ini memerlukan sikap
dan pikiran yang matang untuk dapat
menyelesaikan permasalahan.
3
Usia 16 tahun sampai19 tahun pada
umumnya masih digolongkan pada umur
remaja atau adolesensi (Hurlock, dalam
Walgito 2000).Usia pada saat seseorang
melakukan pernikahan akan sangat
berpengaruh pada bagaimana dia nanti
membina rumah tangganya. Kondisi
perkawinan antara seorang yang menikah
pada usia yang belum semestinya dengan
seorang yang menikah pada usia yang telah
matang, tentu sangat berbeda. Emosi,
pikiran dan perasaan seorang di usia antara
16-19 tahun tentu masih labil, sehingga
tidak bisa menyikapi permasalahan-
permasalahan yang muncul dalam rumah
tangga dengan bijaksana. Akibatnya
perkawinan tersebut mempunyai peluang
yang sangat besar untuk berakhir dengan
perceraian, sebab pasangan belum siap
secara fisik maupun mental untuk
menghadapi berbagai masalah dalam
kehidupan berumah tangga. Hal tersebut
tentu akan mempengaruhi kelestarian
perkawianan, beda halnya dengan
perkawinan yang dilakukan pada usia
matang (Rohmat, 2009). Sedangkan
Undang-Undang Perkawinan Pasal 7 ayat 1
tahun 1974, berbunyi bahwa: Perkawinan
atau pernikahan diijinkan jika pihak pria
sudah mencapai umur 19 (sembilan belas)
dan mempelai wanita telah berusia 16
(enam belas) tahun (Walgito, dalam
Khairini & Putri 2008)..
Pernikahanyang saat ini sedang
banyak berkembang di kalangan
mahasiswa juga diharapkan mampu
membawa pengaruh positif, misalnya
dalam hal prestasi akademik dan
kemampuan bersosialisasi dengan orang
lain di sekitar.Sehingga pernikahan usia
dini mampu mendukung mahasiswa dalam
meningkatkan kualitas diri dan daya saing
di era modernisasi, baik dari segi akademis
maupun sosial.
Agama Islam menganjurkan
penganutnya untuk menyegerakan menikah
jika telah merasa mampu
melaksanakannya. Dari Abdurrahman bin
Yazid, dari Abdullah (dia) berkata, berkata
Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Hai para pemuda! Barang siapa
yang mampu beristri, hendaklah ia kawin;
karena perkawinan itu berpengaruh besar
untuk menundukkan mata (dari
memandang wanita yang bukan keluarga)
dan tangguh menjaga alat vital. Barang
siapa yang tak sanggup kawin, hendaklah
ia berpuasa, karena puasa itu alat
penahan nafsu birahi” (HR. Muslim).
Fungsi Pernikahan
Rohmat (2009), menyatakan ada
delapan fungsi dalam suatu pernikahan,
yaitu:
•Fungsi Agama
Keluarga harus dibangun atas
pondasi yang kokoh, tidak ada pondasi
4
yang lebih kokoh untuk kehidupan
bersama melainkan nilai-nilai agama.
Karena melalui keluarga nilai-nilai agama
dapat diajarkan dan diterapkan kepada
anak cucu.
•Fungsi Sosial Budaya
Ketahanan bangsa dan kelestarian
budaya, hanya dapat tercapai melalui
ketahanan keluarga yang antara lain
ditujukan dengan upaya semua anggota
untuk menegakan ma’aruf,
mempertahankan nilai-nilai luhur
masyarakat serta kemampuan untuk
menyeleksi yang terbaik dari apa yang
datang dari masyarakat lain. Ajaran Islam
mendukung secara tegas setiap hal yang
dinilai oleh masyarakat sebagai sesuatu
yang baik dan sejalan dengan nilai-nilai
agama.
• Fungsi Cinta Kasih
Salah satu fungsi pernikahan adalah
menumbuhkan cinta kasih, karena inilah
yang menjamin kelestariannya. Pembinaan
cinta kasih, tidak hanya terbatas pada
suami dan isteri, tetapi seluruh keluarga.
• Fungsi Perlindungan
Seorang perempuan yang bersedia
menikah dengan seorang laki-laki, telah
bersedia untuk meninggalkan orang tua
dan saudara-saudaranya, dan yakin bahwa
perlindungan dan pembelaannya yang akan
diterima dari suami tidak kalah besar dari
pada pembelaan orang tua dan saudara-
saudaranya.
• Fungsi Reproduksi
Mendapat keturunan yang baik
hanya dapat diperoleh melalui perkawinan
yang baik juga. Melalui perkawinan inilah
diharapkan lahirnya keturunan yang dapat
dijamin orisinalitasnya. Menjaga keturunan
adalah sesuatu yang daruri (sangat
esensial). Hal ini karena, ketiadaannya
dapat menciptakan krisis kemanusiaan,
suatu malapetaka yang sangat besar
merasuk sendi-sendi kemanusiaan. Oleh
karena itu, reproduksi diluar ketentuan
nikah tidak mendapat legitimasi dan
ditentang keras oleh agama Islam. Selain
tidak sesuai dengan etika kemanusiaan,
dapat pula mengacaukan nasab
(keturunan), karenamenghasilkan generasi
yang syubhat (samar-samar).
• Fungsi Pendidikan
Ayah dan Ibu diberikan
tanggungjawab oleh Allah SWT untuk
mendidik anaknya agar menjadi anak yang
mengerti terhadap agama. Dengan
pendidikan pula orang tua harus dapat
menyiapkan anaknya agar mampu hidup
menghadapi tantangan masa depan, karena
Allah SWT menghendaki agar setiap anak
lahir dan besar dalam kualitasfisik dan
psikis yang kuat dan sehat.
• Fungsi Ekonomi
5
Seorang laki-laki adalah yang
paling bertangung jawab atas kesejahteraan
anak da istrinya, akan tetapi tidak menutup
kemungkinan jiak soerang istri ingin
membant umeringankan keadaan ekonomi
keluarga. Kerjasama antara suami dan istri
akan saling melengkapi, kemudian
menimbulkan keharmonisan.
• Fungsi Lingkungan
Manusia adalah makhluk sosial, ia tidak
dapat hidup sendiri, sedangkan lingkungan
adalah suatu kesatuan yang dapat menjadi
positif atau negatif yang mempengaruhi
anggota keluarga, dan keluargapun dapat
memberi pengaruh terhadap
lingkungannya. Keluarga disamping
memiliki kemampuan menempatkan diri
secara serasi, selaras dan seimbang dengan
kondisi sosial dan budaya masyarakat,
keluarga juga diharapkan berpartisipasi
dalam pembinaan lingkungan yang sehat
dan positif, sehingga lahir nilai dan moral
yang luhur sesuai dengan nilai ajaran
agama dan budaya masyarakat.
MenurutWirawan (dalam
Sumbulan & Jannah, 2012), mengartikan
pernikahan dini sebagai sebuah nama yang
lahirsebagai sebuah solusi alternatif.
Pernikahan dini merupakan ikatan yang
dilakukan oleh seseorang tanpa memiliki
persiapan baik fisiologis, psikologis
maupun sosial-ekonomi dan faktor yang
tidak kalah penting yaitu usia (Marlina,
2012).
Faktor-faktor yang Mendorong Pernikahan
Dini
Menurut Suryono (dalam
Trisnawati, 2012),faktor yang mendorong
seseorang untuk melangsungkan
pernikahan dini, diantaranya:
• Faktor Pemahaman Agama
Sebagian masyarakat telah
memahami bahwa membiarkan anak
remajanya menjalin hubungan dengan
lawan jenis akan beresiko melanggar nilai
dan norma agama, sehingga mereka
merasa berkewajiban mencegahnya
dengancara segera menikahkan anak-anak
mereka.
• Faktor ekonomi
Tidak sedikit orang tua yang
kesulitan untuk membiayai pendidikan
anak-anaknya, hal ini disadari atau tidak
telah mendorong orang tua untuk segera
menikahkan anaknya, karena dengan
demikian beban ekonomi akan menjadi
ringan karena adanya pernikahan tersebut.
• Faktor adat dan budaya.
Di beberapa belahan daerah di
Indonesia, ada paradigma bawasanya
menyegerakan menikah adalah lebih baik
daripada menunda-nundanya, apa lagi bila
hal ini terjadi pada anak perempuan. Anak
perempuan dianggap percuma sekolah
6
tinggi-tinggi karena pada ujungnya mereka
akan ikut pada suami, oleh sebab itu
remaja perempuan khususnya dianggap
tabu apa bila menikah lebih dari usia 20
tahun.
Risiko Pernikahan Dini
MenurutRahma (2010), resiko
pernikahan dini berkait erat dengan
beberapa aspek, sebagai berikut:
• Aspek kesehatan
Dilihat dari segi kesehatan,
pasangan usia muda dapat berpengaruh
pada tingginya angka kematian ibu yang
melahirkan, kematian bayi serta
berpengaruh pada rendahnya derajat
kesehatan ibu dan anak.
Menurut ilmu kesehatan, bahwa
usia yang kecil resikonya dalam
melahirkan adalah antara usia 20-35 tahun,
artinya melahirkan pada usia kurang dari
20 tahun dan lebih dari 35 tahun
mengandung resiko tinggi. Ibu hamil usia
20 tahun ke bawah sering mengalami
prematuritas (lahir sebelum waktunya)
besar kemungkinan cacat bawaan, fisik
maupun mental , kebutaan dan ketulian.
• Aspek fisik
Pasangan usia muda belum mampu
dibebani suatu pekerjaan yang memerlukan
keterampilan fisik, untuk mendatangkan
penghasilan baginya, dan mencukupi
kebutuhan keluarganya. Faktor ekonomi
adalah salah satu faktor yang berperan
dalam mewujudkan dalam kesejahteraan
dan kebahagiaan rumah tangga. Generasi
muda tidak boleh berspekulasi apa kata
nanti, utamanya bagi pria, rasa
ketergantungan kepada orang tua harus
dihindari.
• Aspek psikis
Pasangan usia muda belum siap
bertanggung jawab secara moral, pada
setiap apa saja yang merupakan tanggung
jawabnya. Mereka sering mengalami
kegoncangan mental, karena masih
memiliki sikap mental yang labil dan
belum matang emosinya.
• Aspek pendidikan
Pendewasaan usia kawin ada
kaitannya dengan usaha memperoleh
tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan
persiapan yang sempurna dalam
mengarungi bahtera hidup.
• Aspek kependudukan
Perkawinan usia muda di tinjau dari
segi kependudukan mempunyai tingkat
fertilitas (kesuburan) yang tinggi, sehingga
kurang mendukung pembangunan di
bidang kesejahteraan.
• Aspek kelangsungan rumah tangga
Perkawinan usia muda adalah
perkawinan yang masih rawan dan belum
stabil, tingkat kemandiriannya masih
7
rendah serta menyebabkan banyak
terjadinya perceraian.
METODE
Infoman penelitian. Informan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah
mahasiswa sudah menikah dan masih aktif
kuliah, lebih khususnya dengan
karakteristik sebagai berikut:
1. Mahasiswa S-1
UniversitasMuhammadiyah Surakarta.
2. Sudah menikah dan masih aktif kuliah,
usia pernikahan 1 bulan – 4 tahun.
3. Sudah tinggal di rumah sendiri ataupu
masih tinggal dengan orang tua.
Alat pengumpulan data. Berupa
wawancara dan dokumentasi, sehingga
data yang disajikan berupa narasi
deskripsi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Secara keseluruhan informan
berpendapat bahwa pernikahan dini
ituboleh-boleh saja asalkan kedua belah
pihak baik pihak laki-laki dan
perempuannya sudah merasa siap untuk
menjalani sebuah pernikahan, hal ini sesuai
dengan pendapat Muhdlor (1995), dalam
soal usia pernikahan, Islam telah
memberikan ancar-ancar dengan
kemampuan (istitha’ah), yakni kemampuan
dalam segala hal, baik kemampuan
memberikan nafkah lahir batin kepada istri
dan anak-anaknya maupun kemampuan
dalam mengendalikan gejolak emosi yang
menguasai dirinya. Jika kemampuannya
telah ada, ajaran agama telah
mempersilahkannya untuk menikah.
Kemudian informan SN dan SF
berpendapat bahwa pernikahan dini adalah
untuk menjaga diri dari perbuatan negatif,
hal ini sesuai dengan maksud dan tujuan
pernikahan antara lain ialah menjaga diri
dari maksiat, dan untuk melangsungkan
keturunan (Majlis Tarjil Muh, 2000).
Dari ke 10 informan mengaku
hubungan mereka dengan orang tuanya
setelah menikah baik-baik saja, untuk
informan SF, WMAM, R dan D selain
hubungan mereka dengan orang tua baik-
baik saja mereka juga merasa lebih
harmonis dengan orang tua, hal ini sesuai
dengan pendapat Winch (dalam jannah
2008), bahwa dalam membina suatu
hubungan, individu mendasarkan diri pada
kebutuhan untuk saling melengkapi
complementary needs.
Motivasi untuk menikah dari
masing-masing 10 informan berbeda-beda,
untuk informan SN dan RY mereka
termotivasi untuk menikah karena sering
membaca buku-buku tentang pernikahan.
Kemudian untuk informan AN, RAN dan
D motivasi mereka untuk menikah itu
karena merasa sudah lama pacaran,
sehingga tidak mau menunda-nunda lagi
untuk menikah. Sedangkan untuk informan
8
SF dan RMAM motivasi mereka untuk
menikah karena melihat teman-teman
mereka yang sudah menikah lebih dulu.
Untuk informan INSP motivasinya untuk
menikah itu benar-benar karena dorongan
dari dirinya sendiri. Kemudian informan
SN, RNH dan R motivasi mereka menikah
karena untuk menjaga diri dari perbuatan
negatif, hal ini sejalan dengan pendapat
Mardani (2011), terdapat 3 hikmah
melakukan pernikahanyaitu, menghindari
terjadinya perzinahan, merendahkan
pandangan mata dari lawan jenis yang
diharamkan, lebih menumbuhkembangkan
kemantapan jiwa dan kedewasaan serta
tanggung jawab kepada keluarga.
Kesulitan yang dirasakan oleh
informan adalah soal membagi waktu
untuk kewajiban di kampus dengan
kewajiban di rumah sebagai istri atau
suami. Selain itu untuk informan RY dan
RNH mereka merasa kesulitan beradaptasi
dengansuaminya, terutama dalam hal
menyamakan pemikiran tentang suatu hal.
Hal ini sejalan dengan pendapat Walgito
(dalam, Tyas 2012), umumnya pada
masing-masing pihak , yaitu suami istri
telah memiliki pribadi sendiri atau dengan
kata lain, pribadinya telah terbentuk.
Pengaruh positif setelah menikah
yang dirasakan oleh informan adalah
merasa lebih dewasa dalam berpikir dan
bertindak, seperti yang diutarakan oleh
informan SN, RY, RNH dan WMAM.
Kemudian infoman AN, RAN, SF dan D
setelah menikah mereka lebih termotifasi
dan semangat untuk segera menyelsaikan
kuliahnya. Dari hasil wawancara yang
dialakukan terhadap 10 informan,
semuanya mengak umerasa bahagia setelah
menikah, kebanyakan merasa bahagia
karena telah memiliki anak dan suami yang
selalu memberikan semangat tersendiri, hal
ini sesuai dengan pendapat Forer & Still
(dalam Jannah 2008), individu akan
memiliki kesempatan yang lebih besar
untuk merasakan kebahagiaan dalam
perkawinan.
KESIMPULAN
Dari hasil analisis dan pembahasan
penelitian maka dapat disimpulkan
gambaran mengenai pernikahan pada
mahasiswa di Universitas Muhammadiyah
Surakarta. Dapat dideskripsikan sebagai
berikut:
Latar Belakang Keluarga pelaku
pernikahan dini di Universitas
Muhammadiyah Surakarta secara
keseluruhan berasal dari keluarga baik-
baik. Hubungan mereka dengan orang tua
dan saudara-saudaranya harmonis,
sehingga hal ini berdampak pada orientasi
dan pola hidup rumah tangga yang mereka
jalani. Hubungan meraka dengan suami,
9
pola komunikasi dan interaksi dengan
suami pun berjalan dengan sehat. Selain itu
karena orang tua mereka selalu
memberikan nasehat-nasehat mengenai
pernikahan dan memberikan contoh dalam
perilaku sehari-hari. Perhatian dari orang
tua seperti ini berdampak positif bagi
mereka untuk bekal saat berumah tangga di
usia yang masih muda.
Dampak Pernikahan Dinipada
mahasiswa di Universitas Muhammadiyah
Surakarta terdiri dari dampak negatif dan
positif. Untuk dampak negatif yang
ditemukan oleh peneliti adalah soal
membagi waktu untuk menyelsaikan
kewajiban kuliah dengan kewajiban di
rumah sebagai seorang istri atau suami.
Sehingga sering ada salah satu kewajiban
yang terpaksa harus ditinggalkan, seperti
tugas-tugas di kampus dan kewajiban
sehari-hari di rumah sebagai seorang istri
atau suami. Untuk dampak positif yang
peneliti temukan dari hasil penelitian
adalah kebahagiaan, semua informan
merasa bahagia setelah menikah terutama
karena kehadiran pasangan hidup dan
anak. Selain itu rata-rata informan merasa
lebih dewasa dan hidup lebih tertata
setelah menikah.
10
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ghazali, L. (2009). Bismillah Aku
Menikah. Klaten: Wafa Press.
Al-Habsyi, M.B. (2002). Fiqih Praktis
Menurut Al-Qur’an,As-Sunnah,
danPendapat Para Ulama.
Bnadung: Mizan.
Basyir, A.A. (2000). Hukum Perkawinan
Islam. Yogyakarta: UII Press
Yogyakarta.
Dariyono, A. (2004).
PengetahuanTentangPenelitianda
nMotifasiBelajarPadaMahasiswa.
JurnalPsikologi. Vol. 2 No. 1.
Desmita. (2010). Psikologi Perkembangan.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Geldard, K & Gerdard, D. (2011).
Konseling Remaja. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Guilbert, N. (2013). Early Marriage,
Woman Empowerment and Child
Morality: Married Too Young To
Be a Good Mother?. Document
de travail. Universite Paris
Dauphine.
Herdiansyah, H. (2010). Metodologi
Penelitian Kualitatif. Jakarta:
Salemba Humanika.
Herdiansyah, H. (2010).Metodologi
Kualitatif Untuk Ilmu-ilmu Sosial.
Jakarta: Salemba Humanika.
Jannah, I. (2008). Psiko Harmoni Rumah
Tangga. Surakarta: Indiva Pustaka.
Kertamuda, F. (2009).Konseling
Pernikahan Untuk Keluarga
Indonesia. Jakarta: Salemba
Humanika.
Khahya, TI. (2001). Nikah dan Seks
Menurut Islam. Jakarta: Akbar.
Khairani, R & Putri, E D. (2008).
Kematangan Emosi Pada Pria
Dan Wanita Yang Menikah
Muda. Jurnal Psikologi. Vol. 1
No. 2.
Mardani. (2011). Hukum Perkawinan
Islam. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Marlina, N. (2012). Hubungan Antara
Tingkat Pendidikan Orangtua
Dan Kematangan Emosi Dengan
Kecenderungan Menikah Dini.
Skripsi. Yogyakarta. Universitas
Ahmad Dahlan.
Mahalli, A.M. (2001). Menikahlah,
Engkau Menjadi Kaya.
Yogyakarta: Mitra Pustaka.
Milez, M.B. & Huberman, A. M. (1992).
Analisis Data Kualitatif.
Penerjemah Tjetjep Rohendi.
Jakarta: UI-Press.
Moeleong, J.L. (2004). Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung:
PT Remaja Rosda Karya.
Muhdlor, AZ. (1995). Memahami Hukum
Perkawinan. Bandung: Al-Bayan.
Nazir, M. (2003). Metode Penelitian.
Jakarta: PT. Ghalia Indonesia.
Poerwandari, E.K. (1998). Pendekatan
Kualitatif Dalam Penelitian
Psikologi. Jakarta: Lembaga
Pengembangan Sarana
Pengukuran dan Pendidikan
Psikologi. Fakultas Psikologi UI.
Rahma, Z.F. (2010). Resiko Pada Remaja
Akibat Pernikahan Dini. Skripsi.
Yogyakarta: Fakultas Kesehatan
UAD.
Rohmat. (2009). Pernikahan Dini Dan
Dampaknya Terhadap Keutuhan
Rumah Tangga. Skripsi.
Yogyakarta: Fakultas Syari’ah
UIN Sunan Kalijaga.
11
Santrock, J.W. (2012). Life-Span
Development. Surabaya: Gelora
Aksara Pratama.
Sarwono, S.W. (2011). Psikologi Remaja.
Jakarta: Rajawali Pers.
Simanjuntak, B. (1984). Psikologi Remaja.
Bandung: Tarsito.
Soemiyati. (1986). Hukum Perkawinan
Islam Dan Undang-Undang
Perkawinan. Yogyakarta: Liberty
Yogyakarta.
Sodiq. B. (2005). Ijinkan Aku Menikah
Tanpa Pacaran. Surakarta.
Barokah Belia.
Sumbulah, U & Jannah, F. (2012).
Pernikahan Dini Dan
Implikasinya Terhadap
Kehidupan Keluarga Pada
Masyarakat Madura. Egatila
Jurnal Kesehatan Dan Keadilan
Gender. Vol. VII No. 1.
Sugiono. (2010). Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif dan R &
D. Bandung: Alfabeta.
Trisnawati, Y. (2012). Hubungan
Pengetahuan Remaja Putri
Menikah Dini Tentang Kehamilan
Dengan Kecemasan Menghadapi
Kehamilan di Kecamatan Pulosari
Kabupaten Pemalang.Jurnal
Ilmiah Kebidanan. Vol. 3 No. 1.
Tanzen, A. (2011). Metodologi Penelitian
Praktis. Yogyakarta: Teras.
Tyas, P.N. (2012). Hubungan Kualitasi
Komuniki Istri Dengan
Kemampuan Mengelo Konflik
Dalam Perkawinan. Skripi.
Surakarta: Univeritas
Muhammadyah Surakarta.
Ulfah, S.H. (2010). Evikasi Diri
Mahasiswa Yang Bekerja Pada
Saat Penyusunan Skripsi.
Skripsi.Surakarta: Universitas
Muhammadiah Surakarta.
Walgito, B. (1984). Bimbingan Konseling
Dan Pernikahan. Yogyakarta:
UGM.
Walgito, B. (2000). BimbinganKonseling
Dan Perkawinan. Yogyakarta:
Andi Yogyakarta.