dinamika konflik dan resolusi berbasis kearifan lokal

7
E.ISSN.2614-6061 P.ISSN.2527-4295 Vol.7 No.4 Edisi Nopember 2019 Jurnal Education and development Institut Pendidikan Tapanuli Selatan Hal. 336 DINAMIKA KONFLIK DAN RESOLUSI BERBASIS KEARIFAN LOKAL PERTAMBANGAN EMAS DI HUTAN BATANG TORU Oleh: Salman Alparis Sormin,S.Pd.,M.Pd 1) , Ali Padang Siregar, S.Pd.,M.Pd 2) , 1,2 Universitas Graha Nusantara Padangsidimpuan 1 [email protected] 2 [email protected] Abstract This study aims to determine the dynamics of conflict and resolution based on local wisdom that occurred after the operation of a gold mining company in the Batang Toru forest. The research method used to answer the problem in this study uses a qualitative research method with a descriptive analytical approach. Data analysis was performed using techniques from Miles and Huberman, namely data analysis was carried out simultaneously starting from data collection, data condensation, data display and drawing conclusions that were carried out continuously throughout the research process. Based on the results of data analysis that has been done, there are several phases of conflict that occur namely; The first phase was the disappointment with the recruitment mechanism so that the Batang Toru community held a demonstration demanding an opportunity to work for the company. Second, the environmental issue, which is the plan to dispose of mining waste from the Batang Toru River, has not been well socialized by the government or companies, causing negative perceptions both towards the government and the company. These environmental issues triggered anarchism by demonstrators because they felt they did not get accurate information about the disposal of waste into the Batang Toru River. Conflict between the Batang Toru community and PT. AR and local government are vertical conflicts caused by the failure of the communication and socialization process, resulting in a negative perception of the existence of gold mining activities in Batang Toru. Conflict resolution based on local wisdom offered as an alternative to preventing and resolving conflicts between the Batang Toru community against the company and the government, among others; optimization of Dalihan Na Tolu, revitalization of Patik, Uhum and ugari. Keywords: Conflict, Resolution, Local Wisdom, Gold Mining, Batangtoru 1. PENDAHULUAN Kecamatan Batang Toru merupakan salah satu Kecamatan tertua di Kabupaten Tapanuli Selatan yang secara geografis memiliki dataran tinggi dan dataran rendah hingga pantai. Pada tahun 1997, ditemukan tambang emas di Batang Toru tepatnya di kelurahan Aek Pining dan Desa Napa. Tambang emas ini mulai aktif melakukan kegiatan sejak tahun 2003 dan dikelola oleh PT. Agincourt Resources hingga saat ini (Wantriana, 2013). Temuan tambang bernilai ini, ternyata tidak serta merta membawa kesejahteraan bagi masyarakat di sekitarnya. Akan tetapi merupakan awal dari terjadinya konflik yang berkepanjangan hingga saat ini. Mahrudin (2010), mengemukakan potensi konflik yang berkembang antara perusahan dan masyarakat lokal pada umumnya tidak terjadi pada saat awal kegiatan eksplorasi, tetapi potensi ini lebih banyak muncul dan tumbuh pada tahapan eksploitasi. Konflik yang dibiarkan terus-menerus akan bertransformasi menjadi konflik komunal yang tentunya akan mengganggu keutuhan bangsa dan negara. Selain itu apabila ketakutan masyarakat terbukti dengan adanya aktivitas pertambangan mengakibatkan bencana alam, maka tidak dapat dipungkiri akan turut meningkatkan eskalasi konflik yang terjadi, sehingga kajian terhadap penanganan konflik yang baik menjadi hal yang penting untuk segera dilakukan. Melihat kasus tersebut, maka penyelesaian konflik harus dilakukan dengan berbagai pendekatan salah satunya dengan memanfaatkan kearifan lokal yang dipertahankan hingga saat ini. Oleh sebab itu, diperlukan kajian bagaimana menfaatkan kearifan lokal sebagai jalan untuk meminimalisir terjadinya konflik. Sibarani (2014) menyatakan, kearifan lokal adalah kebijaksanaan dan pengetahuan asli suatu masyarakat yang berasal dari nilai luhur tradisi budaya untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat. Dalam hal ini kearifan lokal itu bukan hanya nilai budaya, tetapi nilai budaya dapat dimanfaatkan untuk menata kehidupan masyarakat dalam mencapai peningkatan kesejahteraan dan pembentukan kedamaian. Oleh sebab itu, penanganan konflik pertambangan emas di hutan Batangtoru, seharusnya juga memanfaatkan kearifan lokal yang sudah turun temurun dipertahankan oleh masyarakat Batangtoru. Munauwarah, (2016) mengemukakan pemanfaatan nilai-nilai kearifan lokal dalam hal penanganan pencegahan konflik dapat dimulai dari hal yang paling sederhana. Nilai yang terkandung dalam kearifan lokal tersebut terletak pada kedekatan emosional diantara masyarakat, sehingga optimalisasi pemanfaatan kearifan lokal sebagai strategi penangan konflik merupakan pilihan yang harus dijalankan oleh pemerintah daerah.

Upload: others

Post on 04-Nov-2021

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: DINAMIKA KONFLIK DAN RESOLUSI BERBASIS KEARIFAN LOKAL

E.ISSN.2614-6061P.ISSN.2527-4295 Vol.7 No.4 Edisi Nopember 2019

Jurnal Education and development Institut Pendidikan Tapanuli Selatan Hal. 336

DINAMIKA KONFLIK DAN RESOLUSI BERBASIS KEARIFANLOKAL PERTAMBANGAN EMAS DI HUTAN BATANG TORU

Oleh:Salman Alparis Sormin,S.Pd.,M.Pd1), Ali Padang Siregar, S.Pd.,M.Pd2),

1,2Universitas Graha Nusantara [email protected]@Gmail.com

AbstractThis study aims to determine the dynamics of conflict and resolution based on local wisdom that

occurred after the operation of a gold mining company in the Batang Toru forest. The research method used toanswer the problem in this study uses a qualitative research method with a descriptive analytical approach. Dataanalysis was performed using techniques from Miles and Huberman, namely data analysis was carried outsimultaneously starting from data collection, data condensation, data display and drawing conclusions that werecarried out continuously throughout the research process. Based on the results of data analysis that has beendone, there are several phases of conflict that occur namely; The first phase was the disappointment with therecruitment mechanism so that the Batang Toru community held a demonstration demanding an opportunity towork for the company. Second, the environmental issue, which is the plan to dispose of mining waste from theBatang Toru River, has not been well socialized by the government or companies, causing negative perceptionsboth towards the government and the company. These environmental issues triggered anarchism bydemonstrators because they felt they did not get accurate information about the disposal of waste into the BatangToru River. Conflict between the Batang Toru community and PT. AR and local government are verticalconflicts caused by the failure of the communication and socialization process, resulting in a negative perceptionof the existence of gold mining activities in Batang Toru. Conflict resolution based on local wisdom offered asan alternative to preventing and resolving conflicts between the Batang Toru community against the companyand the government, among others; optimization of Dalihan Na Tolu, revitalization of Patik, Uhum and ugari.

Keywords: Conflict, Resolution, Local Wisdom, Gold Mining, Batangtoru

1. PENDAHULUANKecamatan Batang Toru merupakan salah

satu Kecamatan tertua di Kabupaten TapanuliSelatan yang secara geografis memiliki datarantinggi dan dataran rendah hingga pantai. Pada tahun1997, ditemukan tambang emas di Batang Torutepatnya di kelurahan Aek Pining dan Desa Napa.Tambang emas ini mulai aktif melakukan kegiatansejak tahun 2003 dan dikelola oleh PT. AgincourtResources hingga saat ini (Wantriana, 2013).Temuan tambang bernilai ini, ternyata tidak sertamerta membawa kesejahteraan bagi masyarakat disekitarnya. Akan tetapi merupakan awal dariterjadinya konflik yang berkepanjangan hingga saatini.

Mahrudin (2010), mengemukakan potensikonflik yang berkembang antara perusahan danmasyarakat lokal pada umumnya tidak terjadi padasaat awal kegiatan eksplorasi, tetapi potensi inilebih banyak muncul dan tumbuh pada tahapaneksploitasi. Konflik yang dibiarkan terus-menerusakan bertransformasi menjadi konflik komunalyang tentunya akan mengganggu keutuhan bangsadan negara. Selain itu apabila ketakutan masyarakatterbukti dengan adanya aktivitas pertambanganmengakibatkan bencana alam, maka tidak dapatdipungkiri akan turut meningkatkan eskalasikonflik yang terjadi, sehingga kajian terhadappenanganan konflik yang baik menjadi hal yangpenting untuk segera dilakukan.

Melihat kasus tersebut, maka penyelesaiankonflik harus dilakukan dengan berbagaipendekatan salah satunya dengan memanfaatkankearifan lokal yang dipertahankan hingga saat ini.Oleh sebab itu, diperlukan kajian bagaimanamenfaatkan kearifan lokal sebagai jalan untukmeminimalisir terjadinya konflik. Sibarani (2014)menyatakan, kearifan lokal adalah kebijaksanaandan pengetahuan asli suatu masyarakat yangberasal dari nilai luhur tradisi budaya untukmengatur tatanan kehidupan masyarakat. Dalam halini kearifan lokal itu bukan hanya nilai budaya,tetapi nilai budaya dapat dimanfaatkan untukmenata kehidupan masyarakat dalam mencapaipeningkatan kesejahteraan dan pembentukankedamaian.

Oleh sebab itu, penanganan konflikpertambangan emas di hutan Batangtoru,seharusnya juga memanfaatkan kearifan lokal yangsudah turun temurun dipertahankan olehmasyarakat Batangtoru. Munauwarah, (2016)mengemukakan pemanfaatan nilai-nilai kearifanlokal dalam hal penanganan pencegahan konflikdapat dimulai dari hal yang paling sederhana. Nilaiyang terkandung dalam kearifan lokal tersebutterletak pada kedekatan emosional diantaramasyarakat, sehingga optimalisasi pemanfaatankearifan lokal sebagai strategi penangan konflikmerupakan pilihan yang harus dijalankan olehpemerintah daerah.

Page 2: DINAMIKA KONFLIK DAN RESOLUSI BERBASIS KEARIFAN LOKAL

E.ISSN.2614-6061P.ISSN.2527-4295 Vol.7 No.4 Edisi Nopember 2019

Jurnal Education and development Institut Pendidikan Tapanuli Selatan Hal. 337

Konflik secara etimologis berasal daribahasa Latin “con” yang berarti bersama dan“fligere” yang berarti benturan atau tabrakan.(Setiadi dan Kolip, 2011). Menurut Minnery dalam(Astri, 2012) konflik adalah interaksi dua atau lebihpihak yang satu sama lain saling bergantung namunterpisahkan oleh perbedaan tujuan dimanasetidaknya salah satu dari pihak-pihak tersebutmenyadari perbedaan tujuan tersebut danmelakukan tindakan terhadap tindakan tersebut.Irwandi (2017) Konflik merupakan prosesdisosiatif, namun konflik sebagai salah satu bentukproses sosial yang memiliki fungsi positif maupunnegatif. Apabila konflik mampu dikelola dandiatasi dengan baik oleh setiap elemen masyarakat,maka akan berdampak baik bagi kemajuan danperubahan masyarakat. Namun sebaliknya, jikakonflik yang terjadi ditengah masyarakat tidakmampu dikelola dan diatasi dengan baik makakonflik akan menimbulkan dampak buruk hinggatimbulnya berbagai kerusakan baik itu fisikmaupun non fisik, ketidak-amanan,ketidakharmonisan, dan menciptakanketidakstabilan, bahkan sampai mengakibatkanjatuhnya korban jiwa.

Zuhdi (2018) mengemukakanperkembangan industri pertambangan berkaitanerat dengan perubahan lingkungan. Keberadaankegiatan pertambangan pada tahapan selanjutnyamenjadi pemicu munculnya beragam konflik,seperti konflik politik, konflik sosial budaya,konflik ekonomi dan konflik lingkungan. Salim(2012), mengemukakan pertambangan adalahsebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalamrangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaanmineral atau batubara yang meliputi penyelidikanumum, eksploitasi, studi kelayakan, kontruksi,pertambangan, pengolahan dan pemurnian,pengangkutan dan penjualan serta kegiatanpascatambang. Konflik pertambangan yangdimaksud dalam penelitian ini adalah konflik yangterjadi antara masyarakat sekitar tambang yangmerasa hak-haknya tidak terpenuhi dan mengganguaktivitas ekonomi dan lingkungan disekitar merekaakibat aktivitas pertambangan di hutan Batangtoru.

Resolusi konflik adalah usaha menanganisebab-sebab konflik dan berusaha membangunhubungan baru yang bisa tahan lama di antarakelompok-kelompok yang berseteru. Sebagai suatuproses sosial yang sifatnya dinamis, konflik sangatrentan terhadap pengaruh-pengaruh yang berasaldari berbagai aspek. Rifa’i (2010) mengemukakanresolusi konflik yang tidak memasukkan bagianbudaya yang sesuai dan relevan untuk transformasipengampunan, lebih kecil kemungkinannya bisamenghasilkan resolusi yang kekal dan efektif.Sehingga upaya pencarian resolusi konflik harusdilakukan dengan memanfaatkan potensi-potensiyang bisa dijadikan sebagai media untukmembangun hubungan antara kedua kelompokyang berseteru.

Sibarani (2014) menyatakan bahwa, kearifanlokal adalah kebijaksanaan dan pengetahuan aslisuatu masyarakat yang berasal dari nilai luhurtradisi budaya untuk mengatur tatanan kehidupanmasyarakat. Dalam hal ini kearifan lokal itu bukanhanya nilai budaya, tetapi nilai budaya dapatdimanfaatkan untuk menata kehidupan masyarakatdalam mencapai peningkatan kesejahteraan danpembentukan kedamaian.

Nurdin (2016) mengemukakan resolusikonflik berbasis adat yang merupakan kearifanlokal menjadi formula yang efektif dalammenyelesaikan sengketa dalam masyarakat. Azas-azas yang menjadi landasan penyelesaian konflikmelalui mekanisme kearifan lokal yaitu;memelihara persaudaraan tidak menimbulkandendam, cepat dan terjangkau (biaya dan waktu),musyawarah dan mufakat, ikhlas dan suka rela,penyelesaian damai, tanggung jawab dankesetaraan di depan hukum. Konflik pertambanganemas di hutan Batangtoru, merupakan fenomenayang marak saat ini diberbagai wilayah diIndonesia. Setiap konflik dimasing-masing daerahmemiliki karakteristik tersendiri, sehinggadibutuhkan pendekatan sesuai dengan fenomenamasing-masing. Kearifan lokal pada masyarakat disekitar tambang emas di hutan Batangtoru memilikipotensi kearifan lokal yang sesungguhnya dapatdigunakan sebagai resolusi konflik untukmeminimalisir terjadinya konflik denganperusahaan maupun pemerintah.

2. METODE PENELITIANPenelitian ini dilaksanakan di Kecamatan

Batangtoru Kabupaten Tapanuli Selatan ProvinsiSumatera Utara. Waktu yang direncanakan dalampenelitian ini adalah selama satu tahun, yang terdiridari penyusunan proposal, penulisan laporan danpublikasi luaran hasil penelitian. Metode penelitianyang digunakan untuk menjawab permasalahandalam penelitian ini menggunakan metodepenelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptifanalitis. Untuk dapat mengkaji dinamika konflikdan resolusi berbasis kearifan lokal pertambanganemas di hutan Batangtoru, peneliti akan berusahauntuk menampilkan situasi nyata bagaimanakonflik terjadi serta bagaimana kearifan lokal yangberlaku pada masyarakat Batangtoru bisamewujudkan perdamaian.

Hal ini dilakukan dengan mengumpulkan,menafsirkan dan menggambarkan data tentangsituasi yang terjadi, kegiatan, hubungan tertentudan pandangan atau sikap yang terjadi selamaproses berlangsung. Sumber data yang digunakandalam penelitian ini yaitu sumber data primer yangdiperoleh melalui wawancara dan sumber datasekunder diperoleh melalui dokumentasi dan studikepustakaan. Penentuan subjek penelitiandilakukan dengan teknik purposive samplingdimana para informan telah terlebih dahuluditentukan peneliti. Informan dalam penelitian ini

Page 3: DINAMIKA KONFLIK DAN RESOLUSI BERBASIS KEARIFAN LOKAL

E.ISSN.2614-6061P.ISSN.2527-4295 Vol.7 No.4 Edisi Nopember 2019

Jurnal Education and development Institut Pendidikan Tapanuli Selatan Hal. 338

merupakan pihak-pihak yang berkaitan erat denganpermasalahan yang terjadi. Analisis data dilakukandengan menggunakan teknik dari Miles danHuberman (2014) yaitu analisis data dilakukansecara bersamaan mulai dari pengumpulan data,kondensasi data, display data yang dilakukan secaraterus menerus selama proses penelitianberlangsung. Langkah terakhir analisis data yangdilakukan adalah penarikan kesimpulan/verifikasidata.

3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa. Konflik Pertambangan Emas di Hutan

Batang ToruKonflik dalam masyarakat, adalah sesuatu

yang disosiatif akan tetapi, jika dikelola denganbaik juga bisa berdampka positif dalampembangunan. Fenomena konflik dalam aktivitaspertambangan bukanlah sesuatu yang baru, bahkandisetiap dibukanya aktivitas pertambangan diberbagai wilayah di Indonesia, kerap menimbulkankonflik, baik konflik antara masyarakat denganpemerintah dan perusahaan maupun antara sesamamasyarakat yang pro dan kontra terhadapkeberadaan aktivitas pertambangan. Munauwarah(2016), mengemukakan kemunculan suatuperusahaan tambang di suatu wiayah menjadifenomena bernuansa konflik berkaitan denganpemanfaatan ruang antara perusahaan denganmasyarakat setempat yang terjadi. Seperti halnyakehadiran perusahaan pertambangan emas di HutanBatang Toru. Berdasarkan hasil analisis data yangdilakukan ada beberapa faktor konflik masyarakatBatang Toru terhadap pemerintah dan PT. AR diKecamatan Batang Toru, sebagai berikut:b. Komunikasi dan Sosialisasi

Komunikasi merupakan elemen penting bagiproses sosialisasi dalam masyarakat. Karena tanpaadanya komunikasi antar anggota masyarakat,proses sosialisasi tidak akan dapat berlangsung.Jadi, dengan adanya komunikasi, proses sosialisasidalam masyarakat akan dapat berlangsung secaramaksimal. Proses sosialisasi tercipta berasal dariinteraksi sosial, dan interaksi sosial tercipta darikomunikasi yang berjalan lancar. Ketiga hal itu takmampu dipisahkan karena saling berkaitan, danharus ada untuk menciptakan sosialisasi yangmaksimal. Sehingga harus ada unsur-unsur yangtelah disebutkan diatas.

Jadi, komunikasi mendukung dan menjadifaktor utama terjadinya suatu sosialisasi di dalammasyarakat. Karena tanpa adanya komunikasi,proses sosialisasi di dalam masyarakat tidak akanberlangsung ataupun tercipta secara baik.Meletusnya konflik antara masyarakat Batang Torudengan PT. AR dan Pemerintah Daerah,disebabkan oleh kegagalan komunikasi dansosialisasi keberadaan perusahaan pertambanganemas di Batang Toru. Ada dua bentuk kegagalankomunikasi dan sosialisasi yang ditemukan penelitidi lapangan yaitu; harapan dan kekhawatiran

masyarakat lokal terhadap keberadaan perusahaanpertambangan di Batang Toru. Berdasarkan hasilanalisis data yang telah dilakukan, penelitimenemukan faktor laten penyebab konflikmasyarakat local dengan perusahaan danpemerintah di Batang Toru. Pertama, harapanperubahan kehidupan kearah yang lebih baikdengan adanya pertambangan di Batang Toru.Kedua, Kekhawatiran atas keberadaan tambang diBatang Toru akan berdampak pada perubahanlingkungan sekitar khsususnya lahan pertanian.

Harapan akan perubahan kehidupan kearahyang lebih baik tersebut yaitu soal kesempatanuntuk menjadi tenaga kerja pada PT. AR. Namun,karena keterbatasan skill masyarakat sekitartambang, menyebabkan sulitnya perusahaan untukmenempatkan penduduk sekitar sebagai pekerjapada perusahaan. Masalah selanjutnya adalah soalbudaya hidup masyarakat sekitar tambang yangbekerja pada perusahaan, yang sulit untukberadaptasi dengan aturan yang berlaku padaperusahaan, Hal ini menyebabkan banyaknyatenaga kerja lokal yang harus keluar karena tidakmampu beradaptasi dengan standar kinerjaperusahaan. Masalah berikutnya adalah adanyatudingan permainan perekrutan tenaga kerja lokalpada PT. AR, hanya orang-orang yang dekatdengan tambang yang bisa dengan mudah diterimasebagai tenaga kerja dan yang paling ironisnyaadalah adanya tuduhan bahwa masalah perekrutantenaga kerja di PT. AR maupun anakperusahaannya yang beroperasi di Batang Toru,terjadi penyuapan kepada oknum perusahaan atauorang-orang lokal yang dekat dengan perusahaan.

Kumpulan kekecewaan masyarakat lokalterhadap perusahaan pertambangan emas di BatangToru akhirnya bergeser menjadi konflik terbuka,setelah adanya rencana pembuangan limbah kesungai batang toru. Permasalahan ini tidak terlepasdari kurang responsifnya perusahaan danpemerintah daerah menanggapi konflik laten yangsudah berkembang di masyarakat. Bahkanmasyarakat lokal menuding pemerintah daerahcenderung berpihak kepada perusahaan danmengesampingkan kepentingan masyarakat lokal.Menurut Hadi (2001) hubungan perusahaan dengankomunitas merupakan suatu tindakan yang harusdilakukan perusahaan untuk memelihara danmembina hubungan dengan lingkungannya melaluikomunikasi yang saling menguntungkan. Salah satucara yang dapat dilakukan perusahaan untukmembangun citra positif adalah menerapkanstrategi komunikasi yang tepat dan cocok sesuaidengan karakter lingkungan yang dihadapinya.Pemerintah dan perusahaan sudah berupaya untukmelakukan komunikasi dan sosialisasi tentangkeberadaan pertambangan emas di Batang Toru,melalui berbagai macam program sosialnya sepertipemanfaatan dana CSR bagi masyarakat lokal.Pemerintah dan perusahaan juga telahmemprakarsai berdirinya sebuah lembaga

Page 4: DINAMIKA KONFLIK DAN RESOLUSI BERBASIS KEARIFAN LOKAL

E.ISSN.2614-6061P.ISSN.2527-4295 Vol.7 No.4 Edisi Nopember 2019

Jurnal Education and development Institut Pendidikan Tapanuli Selatan Hal. 339

kemasyarakatan sebagai penghubung antaramasyarakat lokal dengan perusahaan yaituLembaga Komunikasi Masyarakat Martabe yangterdiri dari perwakilan masyarakat yang masukpada wilayah lingkar tambang.c. Persepsi Masyarakat

Aktivitas perusahaan memiliki dampakterhadap masyarakat sekitarnya. Dampak tersebutdapat berupa dampak positif seperti antara lainpenciptaan lapangan pekerjaan dan peningkatanekonomi, maupun dampak negatif seperti antaralain penurunan kualitas lingkungan dan kesehatanmasyarakat. Namun, bagian mana yang lebihmenonjol dari kedua dampak tersebut tergantungdari sudut mana masyarakat memandangnya.Apabila dampak positif lebih menonjoldibandingkan dampak negatif di mata masyarakatsekitar, maka hal tersebut tentu akanmenguntungkan bagi perusahaan. Masyarakatmemiliki cara pandang tersendiri mengenaiperusahaan. Cara masyarakat sekitar memandangperusahaan tersebut dapat diartikan sebagaipersepsi.

Kehidupan sosial ekonomi masyarakatBatang Toru, secara nyata berdampak langsungdengan kehadiran perusahaan pertambangan emasdi Batang Toru. Kehadiran perusahaanpertambangan emas di Batang Toru, selainmembawa dampak positif seperti penciptaanlapangan kerja, dan peningkatan ekonomi, namunjuga membawa dampak negatif seperti penurunankualitas lingkungan, dan meningkatnyakesenjangan sosial di Batang Toru. Berdasarkanhasil data yang dihimpun peneliti dari beberapinforman dapat dijelaskan bahwa kegiatanpertambangan emas di Batang Toru, ada dua faktoryang mempengaruhi persepsi negatif masyarakatbatang toru terhadap perusahaan pertambangan diBatang Toru, pertama soal mekanisme penerimaantenaga kerja yang diduga nepotisme oleh oknummasyarakat yang dekat dengan tambang, kedua soalisu pembuangan limbah pertambangan ke sungaiBatang Toru.

Hasil pengamatan peneliti berkaitan denganpembuangan limbah ke sungai Batang Torumenimbulkan persepsi negatif masyarakat BatangToru terhadap perusahaan dan pemerintah daerah.Hal ini disebabkan menurut pemahamanmasyarakat Batang Toru limbah adalah sesuatuyang buruk, kotor dan sumber penyakit. Sekalipun,pemerintah daerah telah memastikan limbah yangdibuang ke sungai Batang Toru telah amanterhadap lingkungan. Berdasarkan hasil analisisdata yang sudah dilakukan, terjadinya konflikantara masyarakat Batang Toru dengan perusahaandan pemerintah daerah salah satunya disebabkanoleh persepsi negatif masyarakat Batang Toruterhadap aktivitas pertambangan emas di BatangToru. Kasus tersebut senada dengan yang dikemukakan Hadi (2001) menyatakan bahwapersepsi (perception) adalah pandangan atau

pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandangatau mengartikan sesuatu. Munculnya persepsinegatif masyarakat Batang Toru, tidak terlepas dariharapan dan kebutuhan mereka tidak terpenuhisetelah adanya aktivitas pertambangan di BatangToru, seperti misalnya peningkatan ekonomimereka belum sepenuhnya meningkat denganadanya pertambangan di Batang Toru.

Oleh sebab itu, kebutuhan merupakan salahsatu faktor personal yang membentuk persepsinegatif masyarakat Batang Toru. Ambadar (2008)menyatakan bahwa sebuah pabrik atau bentukusaha lain di lingkungan yang tertinggal dari segiekonomi diharapkan dapat menjadi penolong bagimasyarakat di sekitarnya, sebagai pengaruh darikehadirannya tersebut. Apabila hal tersebut tidakterjadi, maka masyarakat akan mudah dipengaruhioleh pihak lain yang memiliki kepentingan burukterhadap perusahaan. Hal tersebut mengartikan jugabahwa apabila kebutuhan masyarakat terpenuhioleh kehadiran perusahaan, maka masyarakatcenderung memiliki persepsi positif terhadapperusahaan sehingga tidak mudah untukdipengaruhi oleh pihak lain.d. Resolusi Konflik Berbasis Kearifan Lokal

Pertambangan Emas di Hutan Batang ToruKonflik merupakan suatu keniscayaan

dalam kehidupan sosial dan tidak mungkin bisadihilangkan, hal ini disebabkan manusia sebagaimahluk sosial. Irwandi (2017) mengemukakankonflik tidak muncul begitu saja dengan sendirinya,melainkan ada yang melatar belakanginya. Konflikbisa muncul pada skala yang berbeda, sepertikonflik antar individu, konflik antar kelompok dankonflik antar negara. Sekalipun konflik bersifatnegatif dalam kehidupan sosial karena dapatmerusak peradaban umat manusia, akan tetapikonflik juga memiliki nilai positif dalam kehidupansosial. Hal ini disebabkan konflik dapat memupukrasa kebersamaan suatu kelompok, meningkatkankompetensi dan etos kerja suatu kelompok. Untukmenuju dampak positif dari konflik dibutuhkanpengelolaan konflik yang baik sehingga tidakmembahayakan kehidupan sosial. Seperti yangdikemukakan Coser dalam Mu’aliyah (2016)mengemukakan konflik dapat bersifat positif yangdapat menyatukan sebuah kelompok semakin eratdan memadukannya dengan baik. Konflik memilikipotensi menunjang perkembangan para pihak yangberkonflik, asal mampu menghadapi danmemecahkan konflik kekerasan. SelanjutnyaIrawandi (2017) mengemukakan apabila konflikmampu dikelola dengan baik oleh setiap elemenmasyarakat, maka akan berdampak baik bagikemajuan dan perubahan masyarakat.

Sehingga dalam mengelola konflikdiperlukan solusi atau proses penyelesaian konflik.Deutstch dalam dalam Mu’aliyah (2016)mengemukakan resolusi konflik merupakansekumpulan teori dan penyelidikan yang bersifateksperimental dalam memahami sifat-sifat konflik,

Page 5: DINAMIKA KONFLIK DAN RESOLUSI BERBASIS KEARIFAN LOKAL

E.ISSN.2614-6061P.ISSN.2527-4295 Vol.7 No.4 Edisi Nopember 2019

Jurnal Education and development Institut Pendidikan Tapanuli Selatan Hal. 340

meneliti strategi terjadinya konflik dan membuatresolusi terhadap konflik. Irwandi (2017)mengemukakan resolusi konflik merupakan suatuupaya perumusan kembali suatu solusi atas konflikyang terjadi untuk mencapai kesepakatan baru yanglebih diterima oleh pihak-pihak yang berkonflik.Kasus konflik yang terjadi di Batang Toru,sebagaimana yang telah dikemukakan di atas,disebabkan oleh kehadiran perusahanpertambangan emas di Batang Toru. Secara umumterjadinya konflik di Batang Toru disebabkan oleh,gagalnya komunikasi, dan persepsi negatif.Resolusi konflik yang sudah dilaksanakanperusahaan dan pemerintah daerah sudah melaluitahapan negosiasi, konsiliasi, dan mediasi denganmelibatkan seluruh elemen masyarakat BatangToru, baik pemerintah desa, hatobangon(masyarakat yang dituakan) tokoh adat dan tokohpemuda.

Proses negosiasi dengan masyarakat BatangToru berlangsung cukup alot hingga dicapai katasepakat atas kehadiran pertambangan emas diBatang Toru. Akan tetapi berdasarkan hasil analisisyang telah dilakukan dilapangan pasca konflik yangterjadi, hingga saat ini responden yangdiwawancarai peneliti belum sepenuhnyamemahami aktivitas pertambangan di Batang Toru.Bahkan, perwakilan masyarakat Batang Torudianggap telah mendapat keuntungan pribadi. Olehsebab itu, diperlukan alternatif resolusi konflikyang dapat meminimalisir potensi konflik diBatang Toru. Salah satu upaya yang dapatdijadikan sebagai alternatif penyelesaian konflik diBatang Toru adalah dengan merevitalisasi kembalikearifan lokal masyarakat Batang Toru yang terdiridari; dalihan na tolu, patik, uhum dohot ugari.a. Dalihan Na Tolu

Masyarakat Batang Toru mayoritas terdiridari sub-suku Batak Angkola. Masyarakat angkolamengenal sistem kekerabatan dalihan na tolu yaitusecara etimologi berarti tungku yang tiga. Tungkumerupakan tempat memasak yang terdiri dari tigabuah batu yang disusun berbentuk segitiga agarperiuk dapat bertumpu dengan kuat di atasnya.Filosofi dari dalihan na tolu adalah keterkaitanantara tiga kelompok masyarakat yang terdiri darimora yaitu pihak yang memberikan boru (keluargaistri atau mertua), kahanggi yaitu kelompok satumarga atau teman serumpun menurut golonganmarga, dan anak boru kelompok penerima boru(keluarga suami atau menantu). Rosliana (2006)mengemukakan ketiga kelompok ini merupakansuatu system yang saling berhubungan, salingterkait, dan saling menunjang. Oleh karena itu,mekanismenya adalah hormat mar mora, manatmarkahanggi, elek maranak boru. Mora adalahkelompok yang sangat di hormati dalammasyarakat Batak.

Dalam bahasa adat angkola disebut“dijujung do I tuana di dege-dege tilakona”artinya mora harus dihormati dan segala

keburukannya harus ditutupi. Namun disampinghaknya untuk dihormati mora juga harus elek maranak boru artinya harus lemah lembut kepada anakboru. Sedangkan kepada kahanggi harus berhati-hati dan saling memperhatikan satu sama lain.Peran dalihan na tolu sangat besar dalam mengatursistem kehidupan masyarakat Angkola, tidak hanyadalam upacara adat akan tetapi juga mengaturseluruh sendi-sendi kehidupan masyarakatAngkola. Dalihan na tolu sebagai sistemkekerabatan masyarakat Angkola di Batang Torudapat dijadikan sebagai alternatif dalammensosialisasiakan keberadaan pertambangan emasdi Batang Toru agar mudah dipahami masyarakat.Pendekatan berbasis adat dalihan na tolu sebagaialternatif resolusi konflik merupakan suatu pilihanyang tepat. Sebagaimana dikemukakan Taufik(2003) semua jenis konflik umumnya dapatdiselesaikan dengan baik berbasis adat dalihan natolu. Aturan yang terkandung dalam adat dalihanna tolu telah mengatur tentang penyelesaiansengketa.b. Patik

Selain memaksimalkan peran adat dalihanna tolu alternatif kearifan lokal yang hendaknyadirevitalisasi kembali adalah patik, yaitu aturandasar hidup dan kehidupan di dalam bermasyarkat.Patik berisi ajaran-ajaran untuk menumbuhkan budipekerti sekaligus merupakan norma-norma socialyang harus berfungsi sebagai pedoman hidup yangharus dipegang teguh, baik dalam berbicara,bersikap maupun bertindak di tengah pergaulankehidupan sehari-hari. Berdasarkan hasil analisisdata yang dilakukan peneliti dilapangan, padaumumnya masyarkat Batang Toru, sudah tidakmemahami patik sebagai pedoman dalam hidupbermasyarakat. Sehingga pelanggaran norma-norma social semakin meningkat, salah satunyatindakan anarkis pada saat demo terhadapkeberadaan tambang di Batang Toru. Patik tersusundalam ungkapan filosofis. Oleh karena itu, banyaksekali patik yang harus dihayati dan diamalkan olehseluruh anggota masyarakat. Sehingga untukmengantisi pasi terjadinya kerusuhan masyarkatBatang Toru terhadap aktivitas pertambangan diBatang Toru, perlu dilakukan revitalisasi patik bagikehidupan masyarakat Batang Toru. Berdasarkanhasil wawancara dengan tokoh adat Batak Angkola,mengemukakan secara garis besar patik terdiri daridua yaitu patik yang mengajarkan kasih saying(holong) dan patik yang mengajarkan persatuan dankesatuan yaitu (domu).c. Uhum dohot Ugari

Seperti yang telah di kemukakan di atas,patik merupakan sumber yang memuat aturandasar yang tidak tertulis. Sebagai falsafah yangharus dilaksanakan oleh setiap elemen masyarakatBatak Angkola. Untuk melaksanakan aturan dasartersebut maka dalam adat Batak Angkola di kenalistilah uhum yaitu pernjabaran dari aturan-aturanyang termuat dalam patik. Uhum harus

Page 6: DINAMIKA KONFLIK DAN RESOLUSI BERBASIS KEARIFAN LOKAL

E.ISSN.2614-6061P.ISSN.2527-4295 Vol.7 No.4 Edisi Nopember 2019

Jurnal Education and development Institut Pendidikan Tapanuli Selatan Hal. 341

dilaksanakan dengan baik, apabila ada yangmelanggar uhum maka akan diberikan sanksi.Sedangkan ugari adalah ketentuan yang lebihrendah dari uhum. Ugari merupakan penjabarandari uhum. Uhum merupakan landasan hokum adatdalam bentuk undang-undang, maka ugarimerupakan petunjuk teknis pelaksanaan dari uhum.Oleh sebab itu ugari senantiasa mengacu danberlandaskan pada patik dan uhum. Ketetapandalam ugari harus sejalan dan tidak bolehbertentangan dengan patik dan uhum. Oleh sebabitu, pemahaman yang utuh dan jelas tentang uhumdan patik merupakan prasyarat penting, agarpelaksanaan ugari tidak simpang siur. Rosliana(2006) dalam ugari diatur berbagai hal yangberkenaan dengan prosedur, dan tata cara sertapersyaratan musyawarah adat. Di dalam ugari jugadi atur perihal hukuman bagi warga yangmelakukan pelanggaran adat, serta tata carapelaksanaan hukuman.

Berdasarkan data penelitian yang ditemukandilapangan, konsep kearifan lokal uhum dan ugarisudah tidak lagi eksis dikalangan masyarakatBatang Toru, konsep uhum dan ugari hanyaberlaku dalam upacara adat saja seperti; adatperkawinan, marpege-pege dan lain sebagainya.Akan tetapi, seungguhnya uhum dan ugari tidaksaja mengatur soal upacara adat semata, melainkanseluruh aspek-aspek kehidupan sosial masyarakat,salah satunya mekanisme penyelesaian konflikpada masa lalu dijadikan sebagai modelpenyelesaian konflik oleh para leluhur. Sepertiyang dikemukakan Rosliana (2006) ugaridirumuskan dan ditetapkan dalam musyawarahadat. Berbagai permasalahan yang timbuldikalangan masyarakat, adanya perbedaanpandangan terhadap sesuatu, persoalan terjadinyaperselisihan paham, masuknya hal-hal baru ditengah-tengah masyarakat, baik pengaruh internalmaupun eksternal, pemecahan masalahnyasenantias mengacu pada ugari. Oleh sebab itukasus konflik yang melanda pertambangan emas diBatang Toru, antara masyarakat dengan perusahaanpertambangan dan pemerintah daerah, alternatifresolusi yang dapat digunakan adalah denganmenggali dan merevitalisasi kembali uhum danugari yang selama ini telah mulai ditinggalkan olehmasyarakat Batang Toru dalam penyelesaianmasalah sosial. Uhum dan ugari pada saatsekarang hanya menjadi pedoman dalam urusanupacara adat. Hanya para tetua adat saja yangmasih memahami konsep-konsep uhum dan ugaridi Batang Toru.

4. KESIMPULANBerdasarkan uraian yang telah di

kemukakan di atas, maka hasil penelitian ini dapatdisimpulkan yaitu:1. Kronologi terjadinya konflik antara

masyarakat Batang Toru terhadap perusahaanpertambangan dan pemerintah daerah, dimulai

sejak tahap perluasan areal tambang,kemudian berlanjut pada mekanismepenerimaan karyawaan pada PT. AR yangberbau nepotisme. Puncak dari konflik terjadiketika dimulainya pembangunan pipapembuangan limbah ke sungai Batang Toru,masyarakat secara membabibuta menyerangfasilitas tambang dan fasilitas pemerintah diBatang Toru. Konflik dapat diredam setelahpemerintah membuka dialog denganperwakilan masyarakat Batang Toru. Faktorpenyebab konflik antara masyarakat BatangToru dengan perusahaan dan pemerintahdisebabkan oleh dua hal yang pertama;disebabkan oleh kegagalan komunikasi dansosialisasi keberadaan perusahaanpertambangan emas di Batang Toru. Kedua;persepsi negative masyarakat Batang Toruterhadap aktivitas pertambangan danpemerintah daerah.

2. Resolusi konflik berbasis kearifan local yangdapat dijadikan sebagai alternatif pencegahandan penyelesaian konflik antara masyarakatBatang Toru, terhadap perusahaan danpemerintah daerah yaitu pertama; denganmemaksimalkan peran dalihan na tolu, baikoleh pemerintah maupun perusahaan. Kedua;patik, yaitu aturan dasar hidup dan kehidupandi dalam bermasyarkat. Patik berisi ajaran-ajaran untuk menumbuhkan budi pekertisekaligus merupakan norma-norma socialyang harus berfungsi sebagai pedoman hidupyang harus dipegang teguh, baik dalamberbicara, bersikap maupun bertindak ditengah pergaulan kehidupan sehari-hari.Ketiga; uhum dohot ugari yaitu; Uhummerupakan landasan hukum adat dalambentuk undang-undang, dan ugari merupakanpetunjuk teknis pelaksanaan dari uhum yangmerumuskan berbagai mekanismepenyelesaian permasalahan yang timbuldikalangan masyarakat, adanya perbedaanpandangan terhadap sesuatu, persoalanterjadinya perselisihan paham, masuknya hal-hal baru di tengah-tengah masyarakat, baikpengaruh internal maupun eksternal,pemecahan masalahnya senantias mengacupada ugari.

SaranAdapun saran peneliti kepada pihak-pihak

terkait dalam masalah konflik pertambangan dibatang toru adalah sebagai berikut:

1. Kepada masyarakat dan tokoh masyarakatBatang Toru, hendaknya lebih terbukaterhadap perusahaan dan pemerintah sertateliti terhadap informasi yangberkembang. Kemudian nilai-nilaikearfian lokal hendaknya direvitalisasikembali.

2. Kepada pemerintah daerah hendaknyalebih intensif memberikan sosialisasi

Page 7: DINAMIKA KONFLIK DAN RESOLUSI BERBASIS KEARIFAN LOKAL

E.ISSN.2614-6061P.ISSN.2527-4295 Vol.7 No.4 Edisi Nopember 2019

Jurnal Education and development Institut Pendidikan Tapanuli Selatan Hal. 342

keberdaan aktivitas pertambangan diBatang Toru. Serta konsisten melakukancontrol terhadap aktivitas pertambanganemas di Batang Toru.

3. Kepada PT. Agincourt Resources selakupemegang kontrak karya hendaknya terusmeningkatkan dan mengoptimalkanpenggunaan dana CSR kepada masyarakatBatang Toru. Selain itu, PT. AR jugahendaknya terus melakukan pendekatanberbasis kearifan lokal yang ada padamasyarakat Batang Toru.

4. Kepada peneliti lain, hendaknya lebihmemperdalam lagi kajian penelitiankhususnya masalah konflik antaramasyarakat Batang Toru denganperusahaan pertambangan emas di BatangToru.

5. DAFTAR PUSTAKAAmbadar, Jackie. 2008. CSR dalam Praktik di

Indonesia. Jakarta: PT. Elex MediaKomputindo.

Astri, Herlina. (2012). Penyelesaian Konflik SosialMelalui Penguatan Kearifan Lokal.Aspirasi Vol. 2 No. 2 Desember Tahun2012, 152-161.

Hadi, Agus Purbathin. (2001). Hubungan AntaraKomunikasi Publik Perusahaan dan SikapKomunitas Setempat (Kasus PerusahaanPertambangan di Nusa Tenggara Barat).Tesis. Program Pasca Sarjana. InstitutPertanian Bogor.

Irwandi. (2017). Analisis Konflik AntaraMasyarakat Pemerintah dan Swasta (StudiKasus di Dusun Sungai Samak, DesaSungai Samak, Kecamatan Badau,Kabupaten Belitung). JISPO Vol. 7 No. 2Edisi: Juli-Desember Tahun 2017, 24-42.

Lubis, Rosliana. (2006). Partuturon DalamMasyarakat Angkola. Jurnal. IlmiahBahasa dan Sastra, Vol. II No. 1 AprilTahun 2006.

Mahrudin. (2010). Konflik KebijakanPertambangan Antara Pemerintah DanMasyarakat di Kabupaten Buton. JurnalStudi Pemerintahan, Vol. 1 No. 1 Agustus2010, 187-204.

Miles, Matthew, B., Huberman, and Saldana,Jhony. (2014). Qualitative data analysis Amethods sourcebook. Singapore: SAGEPublications.

Mu’aliyah. (2016). Resolusi Konflik BerbasisNilai-Nilai Kearifan Lokal(pengembangan sub tema: penggaliansejarah dan budaya lokal dalam rangkameneguhkan multikulturalisme dantoleransi budaya). Jurnal FKIP UnismuhMakassar, Vol. 3 No. 2 Desember 2016,198-203.

Munauwarah. (2016). Konflik Kepentingan DalamPerbutan Lahan Pertambangan DiKabupaten Luwu Timur Antaramasyarakat adat to karunsi’e dengan PT.Vale Indonesia. The Politics Vol. 2 No. 2Juli 2016, 132-146.

Nurdin. (2016). Resolusi Konflik Berbasis Adat diAceh: Studi tentang azas dan dampaknyadalam membangun perdamaian diLhokseumawe. Procedings-ARICIS, No. 1Tahun 2016.

Rifa’i, Akhmad. (2010). Konflik dan ResolusinyaDalam Perspektif Islam. Millah EdisiKhusus Desember 2010.

Salim. (2012). Hukum Pertambangan Mineral &Batu Bara. Jakarta: Sinar Grafika.

Setiadi, Elly M dan Kolip,Usman. (2011).Pengantar Sosiologi Pemahaman Faktadan Gejala Permasalahan Sosial: Teori,Aplikasi dan Pemecahannya (Jakarta:Prenada Media Group.

Sibarani. (2014). Dalihan Na Tolu : Konsep danFilsafat Adat Batak. Medan: CV. Sinar.

Siregar, Taufik. (2003). Upaya PenyelesaianSengketa Tanah Ulayat di TapanuliSelatan. Laporan Penelitian, UniversitasMedan Area. Tidak diterbitkan.

Wantriana. (2013). Pertambangan Emas di HutanBatangtoru Kabupaten Tapanuli Selatan.Tesis PPS UNP, Tidak diterbitkan.

Zuhdi, Susanto, dkk. (2018). Peran PemerintahDaerah Dalam Penanganan konflikTambang Emas di Kabupaten TrenggalekProvinsi Jawa Timur. Jurnal Prodi Damaidan Resolusi Konflik, Vol. 4 No. 1. April2018, 45-71.