dimensi dan sistem perakaran sengon paraserianthes ... filerummi azahra gumilar. dimensi dan sistem...

35
DIMENSI DAN SISTEM PERAKARAN SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) DI DESA CIKARAWANG KECAMATAN DRAMAGA, KABUPATEN BOGOR RUMMI AZAHRA GUMILAR DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Upload: lamdung

Post on 27-Mar-2019

241 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: DIMENSI DAN SISTEM PERAKARAN SENGON Paraserianthes ... fileRUMMI AZAHRA GUMILAR. Dimensi dan Sistem Perakaran Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) di Desa Cikarawang, Kecamatan

DIMENSI DAN SISTEM PERAKARAN SENGON

(Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) DI DESA CIKARAWANG

KECAMATAN DRAMAGA, KABUPATEN BOGOR

RUMMI AZAHRA GUMILAR

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Page 2: DIMENSI DAN SISTEM PERAKARAN SENGON Paraserianthes ... fileRUMMI AZAHRA GUMILAR. Dimensi dan Sistem Perakaran Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) di Desa Cikarawang, Kecamatan
Page 3: DIMENSI DAN SISTEM PERAKARAN SENGON Paraserianthes ... fileRUMMI AZAHRA GUMILAR. Dimensi dan Sistem Perakaran Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) di Desa Cikarawang, Kecamatan

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dimensi dan Sistem Perakaran

Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) di Desa Cikarawang, Kecamatan

Dramaga, Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen

pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana

pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun

tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

Rummi Azahra Gumilar

NIM E44100035

Page 4: DIMENSI DAN SISTEM PERAKARAN SENGON Paraserianthes ... fileRUMMI AZAHRA GUMILAR. Dimensi dan Sistem Perakaran Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) di Desa Cikarawang, Kecamatan
Page 5: DIMENSI DAN SISTEM PERAKARAN SENGON Paraserianthes ... fileRUMMI AZAHRA GUMILAR. Dimensi dan Sistem Perakaran Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) di Desa Cikarawang, Kecamatan

ABSTRAK

RUMMI AZAHRA GUMILAR. Dimensi dan Sistem Perakaran Sengon

(Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga,

Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh NURHENI WIJAYANTO.

Tanaman sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) merupakan salah

satu tanaman kehutanan yang saat ini banyak dikembangkan dalam hutan rakyat

dan banyak diminati untuk bahan baku industri. Namun kebanyakan

pengembangannya belum diikuti dengan penggunaan lahan dengan sistem

agroforestri, sehingga pemanfaatan lahan menjadi kurang optimal. Penelitian ini

bertujuan untuk mengkaji dimensi tanaman sengon, persen penutupan tajuk, dan

sistem perakaran sengon pada berbagai jarak tanam. Jarak tanam yang digunakan

dalam penelitian ini yaitu 2 x 2 m, 3 x 3 m, dan 3 x 4 m. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa dimensi tanaman (diameter setinggi dada, tinggi total, panjang

tajuk, lebar tajuk) terbaik ditemukan pada jarak tanam 3 x 3 m. Namun, persentase

penutupan tajuk terbesar ditemukan pada jarak tanam 2 x 2 m. Variabel panjang

akar horizontal memiliki hasil yang berbeda dengan variabel sistem perakaran

lainnya. Panjang akar horizontal terpanjang ditemukan pada jarak tanam 3 x 4 m,

sedangkan untuk kedalaman akar horizontal, fraksi akar horizontal, dan shoot-root

ratio terbesar ditemukan pada jarak tanam 3 x 3 m.

Kata kunci : Agroforestri, dimensi tanaman, Paraserianthes falcataria (L.)

Nielsen., sistem perakaran

ABSTRACT

RUMMI AZAHRA GUMILAR. Dimensions and Rooting System of Sengon

(Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) in Cikarawang Village, Bogor District.

Supervised by NURHENI WIJAYANTO.

Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) is one of tree species which

is currently developed on a wide scale in community forests and highly demanded

as raw industrial material. However, most of sengon plantation has not been

followed by agroforestry system land use, so that the land becomes less productive.

This study aims to identify the dimensions of sengon plants, percent canopy closure,

and the root system at different spacing. Spacing used in this study are 2 x 2 m, 3 x

3 m, and 3 x 4 m. The results showed that the plant parameters; diameter at breast

height, total height, crown length and crown width best found at 3 x 3 m spacing.

However, the largest percentage of canopy closure was found at a spacing of 2 x 2

m. Variable of horizontal root length have different results with other root system

variables. The length of the longest horizontal roots were found at a spacing of 3 x

4 m, whereas for horizontal root depth, horizontal root fraction, and shoot-root ratio

were found at greatest spacing of 3 x 3 m.

Keyword: Agroforestry, Paraserianthes falcataria (L) Nielsen, plant dimension,

rooting system

Page 6: DIMENSI DAN SISTEM PERAKARAN SENGON Paraserianthes ... fileRUMMI AZAHRA GUMILAR. Dimensi dan Sistem Perakaran Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) di Desa Cikarawang, Kecamatan
Page 7: DIMENSI DAN SISTEM PERAKARAN SENGON Paraserianthes ... fileRUMMI AZAHRA GUMILAR. Dimensi dan Sistem Perakaran Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) di Desa Cikarawang, Kecamatan

DIMENSI DAN SISTEM PERAKARAN SENGON

(Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) DI DESA CIKARAWANG

KECAMATAN DRAMAGA, KABUPATEN BOGOR

RUMMI AZAHRA GUMILAR

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Silvikultur

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Page 8: DIMENSI DAN SISTEM PERAKARAN SENGON Paraserianthes ... fileRUMMI AZAHRA GUMILAR. Dimensi dan Sistem Perakaran Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) di Desa Cikarawang, Kecamatan
Page 9: DIMENSI DAN SISTEM PERAKARAN SENGON Paraserianthes ... fileRUMMI AZAHRA GUMILAR. Dimensi dan Sistem Perakaran Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) di Desa Cikarawang, Kecamatan

Judul Skripsi : Dimensi dan Sistem Perakaran Sengon (Paraserianthes falcataria

(L.) Nielsen) di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga,

Kabupaten Bogor

Nama : Rummi Azahra Gumilar

NIM : E44100035

Disetujui oleh

Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS

Pembimbing

Diketahui oleh

Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Page 10: DIMENSI DAN SISTEM PERAKARAN SENGON Paraserianthes ... fileRUMMI AZAHRA GUMILAR. Dimensi dan Sistem Perakaran Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) di Desa Cikarawang, Kecamatan
Page 11: DIMENSI DAN SISTEM PERAKARAN SENGON Paraserianthes ... fileRUMMI AZAHRA GUMILAR. Dimensi dan Sistem Perakaran Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) di Desa Cikarawang, Kecamatan

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas

segala rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian dan

penyusunan skripsi yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014, dengan judul Dimensi

dan Sistem Perakaran Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) di Desa

Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

Dalam penelitian ini, penulis mengucapkan rasa terima kasih dan penghargaan

kepada semua pihak yang telah memberikan arahan dan bimbingannya sehingga dapat

terselesaikannya penyusunan skripsi ini dengan lancar, terutama kepada Prof Dr Ir

Nurheni Wijayanto, MS selaku dosen pembimbing. Ayah, ibu, adik, serta seluruh

keluarga yang telah memberi doa dan dukungannya. Di samping itu, penulis juga

mengucapkan terima kasih kepada kak Adisti yang juga telah memberikan bantuan

arahan dalam penelitian ini. Kepada teman-teman satu bimbingan Kumala, Yahayu dan

Alfy, terimakasih atas segala semangat dan kebersamaannya selama penulis melakukan

penelitian hingga penyusunan skripsi. Terima kasih juga kepada Indra Cahna, Inggar,

Ayi, Uci, Devina, teman-teman Gesek Pala serta seluruh teman-teman Silvikultur 47

dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis

dalam penelitian ini.

Penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun untuk

penyempurnaan skripsi ini. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan

ilmu dan masyarakat.

Bogor, Juli 2014

Rummi Azahra Gumilar

Page 12: DIMENSI DAN SISTEM PERAKARAN SENGON Paraserianthes ... fileRUMMI AZAHRA GUMILAR. Dimensi dan Sistem Perakaran Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) di Desa Cikarawang, Kecamatan
Page 13: DIMENSI DAN SISTEM PERAKARAN SENGON Paraserianthes ... fileRUMMI AZAHRA GUMILAR. Dimensi dan Sistem Perakaran Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) di Desa Cikarawang, Kecamatan

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR LAMPIRAN

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perumusan Masalah

Tujuan

Manfaat

METODOLOGI

Waktu dan Tempat

Alat dan Bahan

Prosedur Penelitian

Penentuan Lokasi Penelitian

Metode Pengumpulan Data

Pengukuran Dimensi Tegakan

Pengukuran Persentase Penutupan Tajuk

Pengukuran Intensitas Cahaya

Pengukuran Dimensi Perakaran

Analisis Data

Analisis Statistik

Teknik Pengukuran Perakaran

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Fisik dan Kimia Tanah Lokasi Penelitian

Penutupan Tajuk dan Intensitas Cahaya

Dimensi Tanaman

Sistem Perakaran

SIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA

RIWAYAT HIDUP

viii

viii

1

2

2

2

2

2

2

2

3

3

3

3

3

4

4

4

4

5

5

5

8

10

12

16

16

19

Page 14: DIMENSI DAN SISTEM PERAKARAN SENGON Paraserianthes ... fileRUMMI AZAHRA GUMILAR. Dimensi dan Sistem Perakaran Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) di Desa Cikarawang, Kecamatan
Page 15: DIMENSI DAN SISTEM PERAKARAN SENGON Paraserianthes ... fileRUMMI AZAHRA GUMILAR. Dimensi dan Sistem Perakaran Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) di Desa Cikarawang, Kecamatan

DAFTAR TABEL

1 Hasil analisis sifat fisik tanah 5 2 Hasil analisis sifat kimia tanah 7 3 Rekapitulasi persen penutupan tajuk sengon 8 4 Hasil sidik ragam pengaruh jarak tanam terhadap variabel dimensi

tanaman 10 5 Hasil uji Duncan pengaruh jarak tanam terhadap diameter setinggi dada 10 6 Hasil uji Duncan pengaruh jarak tanam terhadap tinggi total 10

7 Hasil uji Duncan pengaruh jarak tanam terhadap panjang tajuk 11

8 Hasil uji Duncan pengaruh jarak tanam terhadap lebar tajuk 11

9 Hasil sidik ragam pengaruh jarak tanam terhadap variabel sistem

perakaran 12 10 Hasil uji Duncan pengaruh jarak tanam terhadap panjang akar

horizontal 13

11 Hasil uji Duncan pengaruh jarak tanam terhadap kedalaman akar

horizontal 13 12 Rata-rata fraksi akar horizontal pada Cikarawang 1, 2 dan 3 13

13 Rata-rata shoot-root ratio pada Cikarawang 1, 2 dan 3 14

Page 16: DIMENSI DAN SISTEM PERAKARAN SENGON Paraserianthes ... fileRUMMI AZAHRA GUMILAR. Dimensi dan Sistem Perakaran Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) di Desa Cikarawang, Kecamatan
Page 17: DIMENSI DAN SISTEM PERAKARAN SENGON Paraserianthes ... fileRUMMI AZAHRA GUMILAR. Dimensi dan Sistem Perakaran Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) di Desa Cikarawang, Kecamatan

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertambahan penduduk dari tahun ke tahun menunjukkan bahwa Indonesia

akan menjadi negara yang berpenduduk sangat besar pada dekade mendatang.

Pesatnya pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi dengan kemampuan

produksi menambah beban pembangunan yang berkaitan dengan penyediaan

pangan, sandang, dan papan. Di sisi lain deforestasi dan degradasi hutan dan lahan

justru memperburuk keadaan.

Hutan berisi sumberdaya yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan prospek

yang baik di pasar domestik maupun internasional. Hutan memiliki potensi yang

tinggi untuk pengembangan pembangunan yang berkaitan dengan penyediaan

pangan dan papan. Maka tidak heran bila kegiatan alih fungsi lahan dan eksploitasi

sumberdaya sering dilakukan di kawasan hutan. Padahal kegiatan ini berpotensi

menyebabkan gangguan ekologis hutan seperti penurunan kesuburan tanah,

kepunahan flora dan fauna, kekeringan, dan bahkan perubahan lingkungan global.

Salah satu kebijakan kehutanan yang diambil untuk mengatasi permasalahan

tersebut adalah meningkatkan pengelolaan hutan terpadu antara pelestarian hutan

dan pembangunan hutan tanaman penghasil kayu dan pangan dengan sistem

agroforestri (Wibowo 2012).

Nair (1993) menyatakan bahwa agroforestri merupakan sistem penggunaan

lahan terpadu, yang memiliki aspek sosial dan ekologi, dilaksanakan melalui

pengkombinasian pepohonan dengan tanaman pertanian dan atau ternak (hewan),

baik secara bersama-sama atau bergiliran, sehingga dari satu unit lahan tercapai

hasil total nabati atau hewan yang optimal dalam arti berkesinambungan. Konsep

agroforestri berarti pada penyatuan dua karakter tanaman yang berbeda di dalam

suatu lahan. Interaksi antar tanaman di dalam suatu lahan merupakan suatu hal yang

tidak bisa dihindari. Namun seringkali interaksi negatif seperti persaingan unsur

hara, air, maupun cahaya matahari menjadi kendala dalam pengembangan sistem

agroforestri.

Interaksi negatif antar tanaman pada sistem agroforestri dapat dipelajari

dengan melakukan penelitian tentang perakaran sengon. Pohon sengon dipilih

karena sudah demikian populer dikembangkan di hutan rakyat. Namun kebanyakan

pengembangannya masih dilakukan secara monokultur. Petani hutan rakyat sengon

pada umumnya menjadikan sengon sebagai tanaman tunggal di lahannya, sehingga

pemanfaatan lahan menjadi kurang optimal. Padahal tanaman sengon dapat

dikombinasikan dengan berbagai tanaman pertanian. Oleh karena itu pemilihan

jenis tanaman semusim dalam penyusunan pola agroforestri menjadi hal yang

sangat penting. Kesesuaian jenis dalam pola agroforestri dapat dilihat dari kondisi

fisiologis pohon seperti kondisi tajuk dan perakaran yang nantinya berpengaruh

terhadap pengaturan jarak tanam yang ideal (Wijayanto dan Rhahmi 2012).

Perakaran tanaman pokok dalam sistem agroforestri menjadi indikator

persaingan unsur hara dan air dengan tanaman pertanian. Oleh karena itu, perakaran

tanaman pokok dapat digunakan sebagai salah satu parameter pemilihan kombinasi

dengan tanaman pertanian.

Page 18: DIMENSI DAN SISTEM PERAKARAN SENGON Paraserianthes ... fileRUMMI AZAHRA GUMILAR. Dimensi dan Sistem Perakaran Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) di Desa Cikarawang, Kecamatan

2

Perumusan Masalah

Kegiatan alih fungsi lahan dan eksploitasi sumberdaya hutan terjadi karena

adanya peningkatan kebutuhan pembangunan sebagai upaya dalam memenuhi

ketersediaan pangan, sandang, dan papan. Hal ini menyebabkan gangguan ekologis

di dalam hutan. Solusi yang dapat ditempuh untuk mengatasi permasalahan ini

diantaranya adalah dengan menerapkan sistem agroforestri. Agroforestri sengon

memiliki peluang yang besar untuk mengatasi permasalahan lahan di Indonesia,

karena sengon merupakan jenis komersil yang sudah sangat umum dibudidayakan

untuk hutan rakyat.

Hutan rakyat sengon di Indonesia kebanyakan pengembangannya masih

dilakukan secara monokultur. Padahal sengon dapat dikombinasikan dengan

berbagai tanaman pertanian dengan memperhatikan interaksi yang terjadi antar

komponen dalam sistem agroforestri dan faktor pendukung dalam tegakan seperti

persentase penutupan tajuk, kondisi fisik dan kimia tanah, dan perkembangan

perakaran. Faktor-faktor inilah yang nantinya akan dijadikan pertimbangan dalam

pengkombinasian jenis tanaman dalam sistem agroforestri.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dimensi tegakan dan sistem

perakaran sengon, persentase penutupan tajuk dan intensitas cahaya di hutan rakyat

sengon dengan berbagai jarak tanam.

Manfaat

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah memberikan

informasi karakteristik dimensi tegakan dan sistem perakaran sengon, dan dapat

mengetahui pengaruh jarak tanam terhadap pertumbuhan sengon.

METODOLOGI

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan selama 3 bulan yaitu pada bulan Januari 2014 – Maret

2014 dan berlokasi di beberapa lahan hutan rakyat sengon di Desa Cikarawang,

Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah tegakan

sengon berumur 3 tahun dengan jarak tanam 2x2 m (Cikarawang 1), 3x3 m

(Cikarawang 2), dan 3x4 m (Cikarawang 3). Peralatan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah golok, cangkul, hagahypsometer, kaliper, busur derajat,

meteran, pita ukur, densiometer, kompas, lux meter, kamera digital, dan alat tulis.

Page 19: DIMENSI DAN SISTEM PERAKARAN SENGON Paraserianthes ... fileRUMMI AZAHRA GUMILAR. Dimensi dan Sistem Perakaran Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) di Desa Cikarawang, Kecamatan

3

Prosedur Penelitian

Penentuan Lokasi Penelitian

Penentuan lokasi penelitian dipilih dengan memperhatikan umur tegakan

dan jarak tanam tegakan sengon yang akan diamati perakarannya. Lokasi penelitian

dipilih di sekitar Kampus IPB Darmaga, tepatnya di Desa Cikarawang.

Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini merupakan data primer dan

data sekunder. Proses pengumpulan data primer melalui pengukuran langsung di

lapangan terhadap dimensi tanaman, dimensi akar (diameter dan panjang akar), dan

persentase penutupan tajuk.

Data sekunder yang dibutuhkan adalah data lokasi penelitian meliputi data

letak dan luas, pola penggunaan lahan, topografi, data analisis sifat fisik dan kimia

tanah, kondisi iklim, dan sejarah pengelolaan lahan. Data sekunder ini berfungsi

sebagai data pendukung untuk data primer. Pengumpulan data sekunder dilakukan

melalui wawancara dengan masyarakat dan studi pustaka.

Pengambilan Sampel Tanah

Pengambilan sampel tanah menggunakan metode systematic sampling

(SyS). Pengambilan sampel tanah melalui dua metode, yaitu metode tanah terusik

dan metode tanah utuh (ring contoh). Contoh tanah terusik diambil menggunakan

bor sedalam 0–20 cm. Contoh tanah ini digunakan untuk pengamatan sifat kimia

tanah dan sifat fisik tanah. Sifat fisik yang diamati pada contoh tanah terusik

meliputi tekstur, struktur dan warna tanah. Sifat fisik tanah lainnya yang diamati

melalui metode tanah utuh, yaitu bobot isi, porositas dan air tersedia. Sifat fisik dan

kimia tanah seperti pH, KTK, kandungan nutrisi berupa C-organik, N, P tersedia,

K dan unsur hara lain dianalisis di SEAMEO BIOTROP services laboratory.

Pengukuran Dimensi Tegakan

Pengukuran dimensi pohon (tinggi, diameter, dan tajuk) dilakukan pada

semua pohon sengon yang ada di dalam plot penelitian yang berukuran 20 x 20 m.

Tinggi pohon diukur dengan menggunakan hagahypsometer, diameter pohon

diukur menggunakan pita ukur, dan tajuk pohon diukur dengan menggunakan

kompas dan meteran. Pengukuran tajuk dilakukan terhadap panjang dan lebar tajuk

kemudian dirata-ratakan untuk mengetahui diameter tajuk.

Pengukuran Persentase Penutupan Tajuk

Data penutupan tajuk diperoleh dengan pengukuran menggunakan

densiometer pada jarak 30 – 45 cm dari badan pengamat dengan ketinggian sejajar

lengan. Dari masing-masing kotak yang terdapat pada densiometer dihitung

persentase bayangan langit yang dapat ditangkap cermin dengan pembobotan.

Terbuka penuh memiliki bobot 4 (100%), bobot 3 (75%), bobot 2 (50%), bobot 1

(25%), dan bobot 0 (tidak ada bayangan langit yang bisa dilihat). Pengukuran

dilakukan pada lima titik dalam masing-masing blok, yaitu pada bagian tengah dan

pada empat sisi blok. Dalam setiap titik dilakukan empat kali pengukuran yaitu pada

setiap arah mata angin (Utara, Selatan, Timur, dan Barat).

Page 20: DIMENSI DAN SISTEM PERAKARAN SENGON Paraserianthes ... fileRUMMI AZAHRA GUMILAR. Dimensi dan Sistem Perakaran Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) di Desa Cikarawang, Kecamatan

4

Data pengukuran masing-masing titik selanjutnya dirata-ratakan. Bobot

rata-rata pada masing-masing lokasi dihitung dengan rumus:

Ti = 𝑇1+𝑇2+𝑇3+⋯+𝑇𝑛

𝑁 𝑥 1,04

Keterangan:

Ti : Keterbukaan tajuk

Tn : Bobot pada masing-masing titik pengukuran

N : Jumlah titik pengukuran

1,04 : Faktor koreksi

Persentase penutupan tajuk (T) pada masing-masing lokasi dihitung dengan rumus:

T = 100-Ti (Supriyanto dan Irawan 2001).

Pengukuran Intensitas Cahaya

Pengukuran intensitas cahaya matahari dilakukan dengan menggunakan alat

lux meter. Bagian lux meter yang peka terhadap cahaya diarahkan pada pantulan

datangnya cahaya, besarnya intensitas cahaya dapat dilihat pada skala. Pengukuran

pada masing-masing tempat dilakukan di empat titik yaitu di setiap arah mata angin.

Lux meter bekerja dengan sensor cahaya. Lux meter cukup dipegang setinggi 75 cm

di atas lantai hutan. Layar penunjuknya akan menampilkan tingkat pencahayaan

pada titik pengukuran.

Pengukuran Dimensi Perakaran

Pengukuran dimensi perakaran berupa diameter dan panjang akar sengon

yang berada pada kedalaman 0-30 cm menggunakan alat cangkul, caliper dan busur

derajat sebagai penanda arah akar. Setelah perakaran tanaman terlihat kemudian

dilakukan pemisahan antara akar horizontal dengan akar vertikal. Setiap blok

diambil 6 tanaman sengon yang saling berdekatan untuk diukur. Pohon contoh yang

diambil adalah pohon yang berada di tengah blok.

Murniati (2009) menyatakan akar dikatakan sebagai akar horizontal (Hroot)

apabila sudut antara akar dan bidang vertikal lebih besar atau sama dengan 45°

(>45°). Jika sudutnya lebih kecil dari 45° (<45°) akar tersebut diklasifikasikan

sebagai akar vertikal (Vroot). Diameter akar diukur pada jarak 20 cm dari dasar

batang. Demikian pula besarnya sudut akar-akar tersebut terhadap bidang

horizontal. Shoot-root ratio dapat dikemukakan melalui perbandingan antara total

luas penampang melintang akar dengan luas penampang melintang batang. Fraksi

akar horizontal adalah perbandingan antara luas permukaan akar-akar horizontal

dengan total luas permukaan akar (horizontal dan vertikal).

Analisis Data

Analisis Statistik

Data hasil pengukuran di lapangan akan dibuat ke dalam bentuk tabel agar

mudah diolah dan dianalisa. Pengolahan data akan diolah dengan menggunakan

microsoft excel dan software SAS 9.1 Portable. Data-data ini kemudian dianalisis

dengan sidik ragam (ANOVA) dan bila terdapat pengaruh yang signifikan pada

variabel penelitian, maka analisis dilanjutkan dengan uji Duncan.

Page 21: DIMENSI DAN SISTEM PERAKARAN SENGON Paraserianthes ... fileRUMMI AZAHRA GUMILAR. Dimensi dan Sistem Perakaran Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) di Desa Cikarawang, Kecamatan

5

Teknik Pengukuran Perakaran

Fraksi akar horizontal dihitung dengan rumus (Murniati 2009):

Fraksi akar horizontal = ∑ 𝑑

𝑟2, 𝐻𝑟𝑜𝑜𝑡

𝑛ℎ1

∑ 𝑑𝑟2,𝑛1 𝐻+𝑉𝑟𝑜𝑜𝑡

Dimana:

nh : Jumlah akar horizontal

n : Jumlah semua akar (horizontal dan vertikal)

Shoot-root ratio dihitung dari kuadrat diameter batang (d2) dan jumlah

kuadrat semua diameter akar (Ʃ dr2, H+Vroots) dari setiap individu pohon sesuai

formula berikut:

Shoot-root ratio = 𝑑2

∑ 𝑑𝑟2 𝑛1

Dimana:

n : Jumlah semua akar (horizontal dan vertikal)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Fisik dan Kimia Tanah Lokasi Penelitian

Data hasil analisis tanah (Tabel 1 dan 2) sangat berguna untuk mengetahui

karakteristik tanah dan sebagai parameter untuk pemilihan jenis dan perlakuan yang

diperlukan tanah.

Tabel 1 Hasil analisis sifat fisik tanah

Parameter Hasil

Cikarawang 1 Cikarawang 2 Cikarawang 3

Bulk density (g/cm3) 1.11 1.23 1.15

Ruang pori total (%) 58.11 53.58 56.60

Kadar air (% volume)

PF 2.54 46.70 43.86 48.01

PF 4.20 30.56 29.51 31.56

Air tersedia (%) 16.14 14.35 16.45

Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa Cikarawang 2 memiliki nilai Bulk

density yang paling tinggi. Bulk density menunjukkan perbandingan antara berat

tanah kering dengan volume tanah termasuk volume pori-pori tanah. Semakin

tinggi nilai Bulk density maka tanah akan semakin padat. Struktur tanah yang padat

akan menghambat laju penetrasi akar lebih dalam (Rusdiana et al. 2000) sehingga

daerah pemanjangan akar semakin pendek. Pada umumnya bulk density berkisar

dari 1.1 – 1.6 g/cm3 (Hardjowigeno 2007). Nilai bulk density pada ketiga tempat

penelitian berkisar antara 1.11 – 1.23 g/cm3, nilai ini masih tergolong wajar

sehingga tanah masih bisa mendukung pemanjangan akar. Bulk density memiliki

hubungan yang erat dengan porositas tanah. Tanah dengan porositas yang tinggi

dan tekstur yang halus menyebabkan kerapatan massa (bulk density) yang rendah.

Porositas adalah ruang pori total yang terdapat dalam satuan volume tanah

yang dapat ditempati oleh air dan udara, sehingga merupakan indikator drainase dan

aerasi tanah. Porositas tanah di ketiga lokasi penelitian cukup tinggi. Porositas tanah

Page 22: DIMENSI DAN SISTEM PERAKARAN SENGON Paraserianthes ... fileRUMMI AZAHRA GUMILAR. Dimensi dan Sistem Perakaran Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) di Desa Cikarawang, Kecamatan

6

salah satunya dipengaruhi oleh tekstur tanah. Tanah bertekstur halus akan memiliki

persentase pori total yang lebih tinggi daripada bertekstur kasar. Ketiga tempat

penelitian diketahui memiliki tekstur liat dan liat berdebu, sehingga bisa

dikelompokkan ke dalam kelas tekstur halus. Tekstur tanah akan menentukan tata

air dan tanah yang terdiri dari kecepatan infiltrasi, penetrasi, dan kemampuan

mengikat air oleh tanah. Tanah di tempat penelitian diketahui memiliki tekstur yang

halus sehingga kemampuan mengikat airnya tinggi. Hal ini karena tanah memiliki

fraksi liat yang lebih tinggi, sedangkan fraksi liat memiliki luas permukaan yang

lebih tinggi dibandingkan dengan fraksi pasir dan debu.

Kadar air tanah merupakan salah satu parameter penting dalam sistem

pengolahan tanah. Kadar air di dalam tanah, terutama di sekitar daerah perakaran

harus cukup untuk memenuhi kebutuhan air tanaman atau berada dalam kondisi

kapasitas lapangan, agar tanaman dapat tumbuh dengan optimal, sehingga

menghasilkan produksi yang maksimal. Data kadar air yang diperlukan untuk

mengetahui kebutuhan air bagi tumbuhan adalah data kadar air tanah pada kondisi

kapasitas lapang dan titik layu permanen. Kapasitas lapang adalah keadaan tanah

yang cukup lembab yang menunjukkan jumlah air terbanyak yang dapat ditahan

oleh tanah terhadap gaya tarik gravitasi. Sedangkan titik layu permanen adalah

kandungan air tanah dimana akar-akar tanaman mulai tidak mampu lagi menyerap

air dari tanah, sehinga tanaman menjadi layu.

Banyaknya kandungan air dalam tanah berhubungan erat dengan besarnya

tegangan air (moisture tension) dalam tanah tersebut. Besarnya tegangan air

menunjukkan besarnya tenaga yang diperlukan untuk menahan air tersebut di dalam

tanah. Hardjowigeno (2007) menyatakan kandungan air pada kapasitas lapang

ditunjukkan oleh kandungan air pada tegangan 2.54 PF. Sedangkan kandungan air

pada titik layu permanen adalah pada tegangan 4.20 PF. Berdasarkan hasil analisis

sifat fisik tanah, kadar air pada kapasitas lapang di Cikarawang 1 sebesar 46.70%,

di Cikarawang 2 sebesar 43.86%, dan Cikarawang 3 sebesar 48.01%. Sementara

kadar air pada titik layu permanen di Cikarawang 1 sebesar 30.56%, di Cikarawang

2 sebesar 29.51, dan Cikarawang 3 sebesar 31.56%. Selisih kadar air antara

kapasitas lapangan dan titik layu permanen disebut air tersedia (Hardjowigeno

2007), sehingga kapasitas air tersedia di Cikarawang 1, 2 dan 3 berturut-turut adalah

16.14%, 14.35%, dan 16.45%. Berdasarkan Lembaga Penelitian Tanah (1979),

kapasitas air tersedia di Cikarawang 1 dan 3 tergolong tinggi, sedangkan di

Cikarawang 2 tergolong sedang. Hal ini menunjukkan bahwa tanah masih bisa

mencukupi kebutuhan air untuk pertumbuhan tanaman.

Page 23: DIMENSI DAN SISTEM PERAKARAN SENGON Paraserianthes ... fileRUMMI AZAHRA GUMILAR. Dimensi dan Sistem Perakaran Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) di Desa Cikarawang, Kecamatan

7

Tabel 2 Hasil analisis sifat kimia tanah

No Parameter

Pengujian Satuan

Tempat Pengambilan Contoh Tanah

Cikarawang

1

Cikarawang

2

Cikarawang

3

1 pH 5.1 6.3 5.4

2 C Org % 1.42 1.81 1.44

3 N Total % 0.17 0.22 0.16

4 P2O5 Tersedia Ppm 1.7 5.0 3.2

5 Ca cmol/kg 7.82 14.39 8.56

6 Mg cmol/kg 2.39 2.43 2.49

7 K cmol/kg 0.22 1.48 0.27

8 Na cmol/kg 0.28 0.22 0.21

9 KTK cmol/kg 13.95 19.76 15.76

10 KB % 76.77 93.72 73.16

11 Al-Hdd me/100g 0.23 0.11 0.12

12 Pasir % 11.0 29.0 9.4

13 Debu % 42.2 28.7 42.5

14 Liat % 46.8 42.3 48.1

Informasi mengenai sifat kimia tanah juga sangat penting karena dapat

menggambarkan tingkat kesuburan tanah. Hasil pengujian sifat kimia tanah yang

tertera pada Tabel 2 menunjukkan bahwa pH tanah di Cikarawang 1, 2, dan 3

berturut-turut adalah 5.1; 6.3 dan 5.4. Hasil ini menunjukkan bahwa pH tanah di

Cikarawang 2 tergolong agak masam dan Cikarawang 1 dan 3 tergolong masam.

Kandungan C organik di ketiga tempat tergolong rendah. Di Cikarawang 2 kadar N

total tergolong sedang, sedangkan di dua tempat lainnya tergolong rendah.

Kandungan P tersedia tergolong sangat rendah, namun kandungan Mg tinggi di

ketiga tempat. Kandungan Ca masuk dalam kriteria sedang – tinggi. K dalam

kriteria rendah – sangat tinggi, sedangkan Na dalam kategori rendah. Nilai KTK di

ketiga tempat masuk dalam kriteria rendah – sedang. Sedangkan KB di ketiga

tempat dalam kategori sangat tinggi. Kandungan Al di ketiga tempat berturut-turut

adalah 0.23 me/100g; 0.11 me/100g; dan 0.12 me/100g. Sedangkan berdasarkan

persentase fraksi tanah, Cikarawang 2 diketahui memiliki tekstur liat sedangkan

kedua tempat lainnya bertekstur liat berdebu.

Reaksi tanah yang dinyatakan oleh nilai pH menentukan mudah tidaknya

unsur-unsur hara diserap akar tanaman. Pada umumnya unsur hara mudah diserap

akar tanaman pada pH sekitar netral. Hasil pengujian sifat kimia tanah

menunjukkan bahwa Cikarawang 2 memiliki pH yang paling mendekati netral,

dibandingkan dengan Cikarawang 1 dan 3 yang memiliki tanah masam. Pada tanah

masam unsur P tidak dapat diserap tanaman karena difiksasi oleh Al (Hardjowigeno

2007). Hal ini terlihat dari kandungan P yang sangat rendah. Ketersediaan P yang

sangat rendah di dalam tanah menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan tanaman,

karena kekurangan unsur P dapat menghambat pembesaran sel tanaman. Selain itu

pada tanah yang masam unsur-unsur mikro menjadi lebih mudah larut dan beracun.

Cikarawang 2 memiliki nilai unsur hara yang lebih besar dibandingkan

Cikarawang 1 dan 3. Pada Cikarawang 2 kandungan unsur hara seperti N, Ca, dan

K dan nilai KTK nya lebih tinggi dibandingkan Cikarawang 1 dan 3. Nilai KTK

yang lebih besar di Cikarawang 2 juga memungkinkan tanah lebih mudah

Page 24: DIMENSI DAN SISTEM PERAKARAN SENGON Paraserianthes ... fileRUMMI AZAHRA GUMILAR. Dimensi dan Sistem Perakaran Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) di Desa Cikarawang, Kecamatan

8

menangkap dan menyediakan unsur hara lebih baik. Berdasarkan data dan literatur

yang ada maka unsur hara yang terkandung pada masing-masing tempat

memberikan pengaruh yang berbeda terhadap pertumbuhan sengon. Hal ini terlihat

dari tinggi dan diameter rata-rata pohon pada Cikarawang 2 lebih besar

dibandingkan Cikarawang 1 dan 3.

Kekurangan-kekurangan unsur hara di dalam tanah mengakibatkan

terganggunya pertumbuhan tanaman yang berakibat pada menurunnya hasil

fotosintesis. Namun tingginya kandungan Mg pada masing-masing lokasi dapat

membantu fotosintesis tetap berjalan karena Mg merupakan atom penyusun klorofil

dan berperan dalam sintesis protein (Wijaya 2008). Kandungan Mg yang tinggi

memungkinkan pembentukan klorofil yang cukup, sehingga dapat dipastikan

tanaman mampu melakukan fotosintesis yang menghasilkan asimilat untuk

pertumbuhan tanaman lebih lanjut.

Analisis tanah merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk

mengetahui kekurangan unsur hara dalam tanah. Informasi mengenai ketersediaan

air dan unsur hara di dalam tanah sangat penting, karena dapat menjadi faktor

pembatas pertumbuhan tanaman baik dimensi pohon maupun perkembangan

perakaran. Informasi mengenai ketersediaan air dan unsur hara juga dapat dijadikan

pertimbangan dalam pemilihan jenis dalam sistem agroforestry, dan penentuan

perlakuan yang diperlukan oleh tanah. Selain dengan pengaturan jarak tanam, tanah

yang memiliki kondisi fisik dan kimia yang baik dapat menunjang pertumbuhan

tanaman dengan baik pula.

Penutupan Tajuk dan Intensitas Cahaya

Tajuk pohon merupakan faktor yang sangat menentukan pertumbuhan

tanaman semusim dalam sistem agroforestri. Tanaman semusim tidak semuanya

mampu bertahan di bawah naungan. Kerapatan tajuk menjadi salah satu faktor yang

perlu dipertimbangkan dalam pemanfaatan ruang, karena penutupan tajuk pohon

menggambarkan intensitas cahaya yang dapat menembus sampai ke tanah. Tajuk

yang rapat akan menjadi kompetitor dominan bagi tanaman semusim dalam sistem

agroforestri. Informasi mengenai persentase penutupan tajuk dan intensitas cahaya

(Tabel 3) dapat dijadikan pertimbangan dalam pemilihan jenis tanaman semusim

dalam sistem agroforestri.

Tabel 3 Rekapitulasi persen penutupan tajuk sengon dan intensitas cahaya

Tempat Persentase Penutupan

Tajuk (%)

Intensitas Cahaya (Lux) x

100

Cikarawang 1 66.87 62.97

Cikarawang 2 57.26 78.02

Cikarawang 3 52.06 89.33

Berdasarkan hasil pengukuran penutupan tajuk pada Tabel 3, tempat yang

memiliki persentase penutupan tajuk yang terbesar adalah Cikarawang 1, diikuti

oleh Cikarawang 2 dan Cikarawang 3. Sebaliknya tempat yang memiliki intensitas

cahaya tertinggi adalah Cikarawang 3. Tingginya persentase penutupan tajuk di

Cikarawang 1 karena pada lokasi tersebut jarak tanamnya paling kecil yaitu 2x2 m,

sehingga tajuknya lebih rapat dan bayangan tajuk yang ditangkap densiometer lebih

banyak. Persen penutupan tajuk di Cikarawang 1, 2, dan 3 berturut-turut adalah

Page 25: DIMENSI DAN SISTEM PERAKARAN SENGON Paraserianthes ... fileRUMMI AZAHRA GUMILAR. Dimensi dan Sistem Perakaran Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) di Desa Cikarawang, Kecamatan

9

66.87%, 57.26%, dan 52.06%. Sedangkan intensitas cahaya matahari yang diterima

di Cikarawang 1, 2, dan 3 berturut-turut adalah 62.97 lux, 78.02 lux, dan 89.33 lux.

Tutupan tajuk yang penuh akan mengakibatkan minimnya cahaya matahari yang

sampai ke lantai hutan, sedangkan tutupan tajuk yang rendah sebaliknya. Penutupan

tajuk di ketiga tempat penelitian dapat digolongkan cukup karena persentasenya

berada dalam interval 40 – 70% (Arief 2001). Dalam keadaan penutupan tajuk

seperti ini, kompetisi dalam memperebutkan cahaya matahari antara pohon dan

tanaman semusim tidak terlalu besar. Namun pemilihan jenis tanaman semusim

yang tahan naungan tetap merupakan hal yang sangat penting dalam sistem

agroforestri, karena setiap tanaman memiliki kebutuhan cahaya yang berbeda-beda.

Intensitas cahaya akan mempengaruhi proses fotosintesis pada tanaman.

Penerimaan intensitas cahaya yang optimal pada daun akan mempercepat laju

transpirasi, pembukaan stomata, sehingga mempengaruhi proses laju fotosintesis.

Adanya proses fotosintesis yang maksimal akan mempercepat pertumbuhan

diameter dan tinggi tanaman. Intensitas cahaya terutama berhubungan erat dengan

pertumbuhan tanaman semusim dalam sistem agroforestri, karena kebutuhan

cahayanya yang cenderung lebih besar. Intensitas cahaya yang rendah karena

naungan yang terlalu rapat bagi jenis yang memerlukan cahaya (intoleran) akan

menyebabkan etiolasi. Sementara intensitas cahaya yang berlebihan akan

menyebabkan gangguan pada pertumbuhan bahkan kematian bagi tanaman yang

toleran (Herdiana et al. 2008). Cikarawang 3 diketahui memiliki intensitas cahaya

yang paling besar, hal ini berarti budidaya tanaman semusim yang menyukai cahaya

lebih cocok dilakukan di lokasi tersebut dibandingkan dua lokasi lainnya.

Cahaya berpengaruh terhadap pembesaran sel dan diferensiasi sel

berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi, ukuran daun serta batang (Simorangkir

2000). Pada umumnya pada tempat teduh pertumbuhan tinggi tanaman lebih cepat

naik dibandingkan diameternya. Hal ini karena penguapan yang terjadi pada tanah

di tempat yang teduh lebih sedikit sehingga kadar air tanah lebih tinggi. Kondisi air

tanah yang cukup ini mendukung tanaman dalam kegiatan fotosintesis sehingga

aktifitas tanaman untuk tumbuh dan bereproduksi lebih baik (Wijayanto dan

Hidayanthi 2012).

Kramer dan Kozlowski (1960) mengatakan bahwa pertumbuhan diameter

sebagian besar jelas berasal dari hasil fotosintesis dan sangat peka terhadap kondisi

lingkungan, terutama persediaan air. Secara tidak langsung intensitas cahaya

berhubungan dengan respon akar dalam menyerap air dan unsur hara. Intensitas

cahaya yang tinggi akan mengakibatkan suhu lingkungan juga menjadi tinggi.

Adanya intensitas cahaya yang lebih tinggi akan lebih baik bagi pertumbuhan akar,

karena akar akan lebih maksimal dalam menyerap unsur hara saat suhu dalam tanah

maksimum. Penyerapan air yang maksimal tentunya akan mendukung proses

fotosintesis. Bagaimanapun, pada siang hari bila tumbuhan mendapat cahaya yang

cukup maka fotosintesis berlangsung dengan laju sekitar 10 kali lebih besar dari

pada laju respirasi. Daniel et al. (1987) menyatakan bahwa pada intensitas cahaya

yang rendah pertumbuhan diameter terhambat karena produk fotosintesisnya serta

spektrum cahaya matahari yang kurang merangsang aktivitas hormon dalam proses

pembentukan sel meristematik ke arah diameter batang.

Page 26: DIMENSI DAN SISTEM PERAKARAN SENGON Paraserianthes ... fileRUMMI AZAHRA GUMILAR. Dimensi dan Sistem Perakaran Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) di Desa Cikarawang, Kecamatan

10

Dimensi Tanaman

Dimensi tanaman yang diukur dalam penelitian ini meliputi diameter

setinggi dada, tinggi total, panjang tajuk dan lebar tajuk. Rekapitulasi hasil sidik

ragam pengaruh perlakuan jarak tanam terhadap variable dimensi tanaman dapat

dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil sidik ragam pengaruh jarak tanam terhadap variabel dimensi tanaman

Variabel Perlakuan P-Value

Diameter setinggi dada * <0.0001

Tinggi pohon * 0.0012

Panjang tajuk * <0.0001

Lebar tajuk * <0.0001 * = perlakuan berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95%

Berdasarkan Tabel 4 diperoleh hasil bahwa jarak tanam memberikan

pengaruh yang nyata terhadap seluruh variabel dimensi tanaman, maka pengujian

dilanjutkan dengan uji Duncan.

Diameter Setinggi Dada

Berdasarkan hasil uji Duncan, jarak tanam terbaik dengan rata-rata diameter

setinggi dada terbesar (Tabel 5) ditemukan di Cikarawang 2 dengan jarak tanam 3

x 3 m. Pengaruh jarak tanam terhadap diameter setinggi dada disajikan pada Tabel

5.

Tabel 5 Hasil uji Duncan pengaruh jarak tanam terhadap diameter setinggi dada

Tempat N (Pohon) Rataan dbh (cm)

Cikarawang 1 86 9.92b

Cikarawang 2 36 14.24a

Cikarawang 3 53 10.14b Huruf beda di belakang angka menunjukkan pengaruh nyata menurut uji F pada taraf 5%

Tinggi Total

Berdasarkan hasil uji Duncan, jarak tanam terbaik dengan rata-rata tinggi

total terbesar juga ditemukan di Cikarawang 2. Pengaruh jarak tanam terhadap

tinggi total disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Hasil uji Duncan pengaruh jarak tanam terhadap tinggi total

Tempat N (Pohon) Rataan tinggi total (m)

Cikarawang 1 86 12.23a

Cikarawang 2 36 12.85a

Cikarawang 3 53 10.75b Huruf beda di belakang angka menunjukkan pengaruh nyata menurut uji F pada taraf 5%

Page 27: DIMENSI DAN SISTEM PERAKARAN SENGON Paraserianthes ... fileRUMMI AZAHRA GUMILAR. Dimensi dan Sistem Perakaran Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) di Desa Cikarawang, Kecamatan

11

Panjang Tajuk

Berdasarkan hasil uji Duncan, jarak tanam terbaik dengan rata-rata panjang

tajuk terbesar ditemukan di Cikarawang 2. Pengaruh jarak tanam terhadap panjang

tajuk disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Hasil uji Duncan pengaruh jarak tanam terhadap panjang tajuk

Tempat N (Pohon) Rataan panjang tajuk (m)

Cikarawang 1 86 3.55c

Cikarawang 2 36 6.31a

Cikarawang 3 53 4.64b Huruf beda di belakang angka menunjukkan pengaruh nyata menurut uji F pada taraf 5%

Lebar Tajuk

Berdasarkan hasil uji Duncan, jarak tanam terbaik dengan rata-rata lebar

tajuk terbesar ditemukan di Cikarawang 2. Pengaruh jarak tanam terhadap panjang

tajuk disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Hasil uji Duncan pengaruh jarak tanam terhadap lebar tajuk

Tempat N (Pohon) Rataan lebar tajuk (m)

Cikarawang 1 86 2.47c

Cikarawang 2 36 4.66a

Cikarawang 3 53 3.22b Huruf beda di belakang angka menunjukkan pengaruh nyata menurut uji F pada taraf 5%

Pertumbuhan merupakan pertambahan dimensi menurut fungsi waktu yang

tidak bisa kembali lagi ke dimensi awal. Pertumbuhan pohon terjadi seiring

bertambahnya diameter dan tinggi pohon. Menurut Alder (1983), pertumbuhan

suatu jenis pohon tergantung dari beberapa parameter diantaranya tingkat populasi,

faktor tempat tumbuh, umur pohon, persaingan, stratum tegakan pohon dan faktor

genetik. Sistem agroforestri memungkinkan terjadinya interaksi dan kompetisi

antar komponen di dalamnya sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan komponen-komponen tersebut.

Variabel dimensi tanaman yang diamati dalam penelitian ini terdiri dari

diameter setinggi dada, tinggi total, panjang tajuk dan lebar tajuk. Berdasarkan

Tabel 4 diketahui bahwa jarak tanam memberikan pengaruh yang nyata terhadap

seluruh variabel dimensi tanaman. Sedangkan hasil uji Duncan menunjukkan

bahwa jarak tanam terbaik untuk seluruh variabel dimensi tanaman ditemukan di

Cikarawang 2 dengan jarak tanam 3 x 3 m. Hal ini disebabkan oleh pengaturan jarak

tanam di Cikarawang 2 lebih lebar dibandingkan dengan Cikarawang 1, sehingga

persaingan hara lebih kecil. Cikarawang 3 memiliki jarak tanam yang lebih lebar

dan intensitas cahaya yang lebih tinggi dibandingkan Cikarawang 2, namun pada

jarak tanam yang terlalu lebar jumlah anggota populasi per satuan luas akan rendah

dan juga ruang terbuka akan ditumbuhi gulma yang menjadi pesaing untuk tanaman

pokok sehingga hasil akan rendah. Selain itu kondisi tanah Cikarawang 2 yang lebih

subur memungkinkan pertumbuhan tanaman yang lebih baik.

Jarak tanam mempengaruhi populasi tanaman dan efisiensi dalam

penggunaan cahaya, kompetisi antar tanaman dalam penggunaan air dan zat hara

baik antar tanaman pokok maupun antara tanaman pokok dengan gulma yang pada

Page 28: DIMENSI DAN SISTEM PERAKARAN SENGON Paraserianthes ... fileRUMMI AZAHRA GUMILAR. Dimensi dan Sistem Perakaran Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) di Desa Cikarawang, Kecamatan

12

akhirnya akan mempengaruhi pertumbuhan dan hasil. Jarak tanam yang tidak

terlalu lebar memungkinkan pertumbuhan tinggi dan diameternya lebih optimal,

karena intensitas cahaya matahari cukup untuk proses fotosintesis. Tumbuhan yang

ditanam dengan jarak tanam rapat, mempunyai ruang tumbuh yang sempit untuk

berkembang dan area fotosintesis yang sempit untuk melakukan aktivitas fisiologis.

Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan aktivitas fisiologisnya tumbuhan tersebut

memacu pertumbuhan tingginya (Marjenah 2003). Hal inilah yang menyebabkan

rata-rata tinggi total di Cikarawang 1 tidak berbeda jauh dengan Cikarawang 2.

Mayer (1953) menyatakan bahwa makin bertambahnya intensitas cahaya

yang diberikan makin bertambah pula pertumbuhan memanjang dari batang,

ketebalan atau kekerasan batang. Namun, pada jarak tanam yang terlalu lebar

jumlah anggota populasi per satuan luas akan rendah dan juga ruang terbuka akan

ditumbuhi gulma yang menjadi pesaing untuk tanaman pokok sehingga hasil akan

rendah.

Ukuran tajuk merupakan komponen penting dalam pertumbuhan pohon,

karena secara langsung berpengaruh terhadap proses fotosintesis. Tajuk pohon yang

luas akan memperbesar proses fotosintesis yang terjadi pada pohon sehingga

pertumbuhannya juga semakin cepat (Raharjo dan Sadono 2008). Pertambahan luas

tajuk berbanding lurus dengan diameter dan tinggi tanaman. Oleh karena itu

Cikarawang 2 memiliki rata-rata diameter dan tinggi pohon yang paling besar. Hal

ini berbanding terbalik dengan Cikarawang 1 yang memiliki rata-rata panjang dan

lebar tajuk yang kecil, sehingga rata-rata diameter dan tinggi pohonnya juga kecil.

Tanaman yang mempunyai ukuran yang lebih besar, tajuk yang luas dan akar yang

lebih banyak, diduga lebih mampu memperebutkan faktor lingkungan seperti

cahaya, unsur hara dan air (Raharjo dan Sadono 2008). Hal ini berarti ukuran tajuk

dapat dijadikan acuan dalam menentukan kompetisi antar tanaman.

Berdasarkan data dan literatur yang ada maka jarak tanam memberikan

pengaruh yang berbeda terhadap pertumbuhan dimensi tanaman. Jarak tanam yang

paling ideal untuk pertumbuhan dimensi tanaman yang terdiri dari diameter setinggi

dada, tinggi total, panjang tajuk dan lebar tajuk adalah jarak tanam 3x3 m yaitu

Cikarawang 2.

Sistem Perakaran

Sistem perakaran yang diamati dalam penelitian ini meliputi: panjang akar

horizontal, kedalaman akar horizontal, fraksi akar horizontal, dan shoot-root ratio.

Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh perlakuan jarak tanam terhadap variable

sistem perakaran dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Hasil sidik ragam pengaruh jarak tanam terhadap variabel sistem perakaran

Variabel Perlakuan P-Value

Panjang akar * <0.0001

Kedalaman akar * 0.0017

Fraksi akar horizontal tn 0.0671

Shoot root ratio tn 0.7095 * = perlakuan berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95%, tn = perlakuan tidak berpengaruh

nyata

Page 29: DIMENSI DAN SISTEM PERAKARAN SENGON Paraserianthes ... fileRUMMI AZAHRA GUMILAR. Dimensi dan Sistem Perakaran Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) di Desa Cikarawang, Kecamatan

13

Berdasarkan Tabel 9 diperoleh hasil bahwa perlakuan jarak tanam hanya

memberikan pengaruh yang nyata terhadap variabel panjang akar dan kedalaman

akar horizontal.

Panjang Akar Horizontal

Berdasarkan hasil Duncan, jarak tanam terbaik dengan rata-rata panjang

akar horizontal terbesar ditemukan di Cikarawang 3. Pengaruh jarak tanam terhadap

panjang tajuk disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Hasil uji Duncan pengaruh jarak tanam terhadap panjang akar horizontal

Tempat N (Pohon) Rataan panjang akar (cm)

Cikarawang 1 6 78.22b

Cikarawang 2 6 97.55b

Cikarawang 3 6 164.78a Huruf beda di belakang angka menunjukkan pengaruh nyata menurut uji F pada taraf 5%

Kedalaman Akar Horizontal

Berdasarkan hasil Duncan, jarak tanam terbaik dengan rata-rata kedalaman

akar terdalam ditemukan di Cikarawang 2. Pengaruh jarak tanam terhadap panjang

tajuk disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11 Hasil uji Duncan pengaruh jarak tanam terhadap kedalaman akar

horizontal

Tempat N (Pohon) Rataan kedalaman akar (cm)

Cikarawang 1 6 18.76a

Cikarawang 2 6 20.11a

Cikarawang 3 6 13.56b Huruf beda di belakang angka menunjukkan pengaruh nyata menurut uji F pada taraf 5%

Fraksi Akar Horizontal

Perlakuan jarak tanam tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap

fraksi akar horizontal. Adapun rata-rata fraksi akar horizontal disajikan pada Tabel

12. Berdasarkan Tabel 12 fraksi akar horizontal terbesar ditemukan di Cikarawang

2 dengan jarak tanam 3 x 3 m.

Tabel 12 Rata-rata fraksi akar horizontal pada Cikarawang 1, 2 dan 3

Tempat Jarak Tanam (m) Rata-rata Fraksi Akar

Horizontal

Cikarawang 1 2 x 2 0.4995

Cikarawang 2 3 x 3 0.6647

Cikarawang 3 3 x 4 0.4087

Shoot-root Ratio

Adapun rata-rata shoot-root ratio disajikan pada Tabel 13. Berdasarkan

Tabel 13 shoot-root ratio terbesar juga ditemukan di Cikarawang 2 dengan jarak

tanam 3 x 3 m.

Page 30: DIMENSI DAN SISTEM PERAKARAN SENGON Paraserianthes ... fileRUMMI AZAHRA GUMILAR. Dimensi dan Sistem Perakaran Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) di Desa Cikarawang, Kecamatan

14

Tabel 13 Rata-rata shoot-root ratio pada Cikarawang 1, 2 dan 3

Tempat Jarak Tanam (m) Rata-rata Shoot-root Ratio

Cikarawang 1 2 x 2 0.8680

Cikarawang 2 3 x 3 0.9733

Cikarawang 3 3 x 4 0.7853

Akar merupakan organ terpenting yang dimiliki oleh tanaman, karena

berperan dalam penyediaan air dan unsur hara untuk proses metabolismenya.

Distribusi sistem perakaran pohon sangat penting dalam pemanfaatan lahan dengan

sistem agroforestri. Sengon memiliki akar yang sebagian besar menyebar secara

horizontal sehingga memberikan peluang yang besar untuk terjadinya kompetisi zat

hara tanah (Nugroho 2007). Oleh karena itu, pengaturan jarak tanam merupakan

kunci untuk mengurangi kompetisi antar tanaman dalam sistem agroforestri.

Hasil analisis statistik (Tabel 9) menunjukkan bahwa perlakuan jarak tanam

hanya memberikan pengaruh yang nyata terhadap variabel panjang akar dan

kedalaman akar horizontal. Panjang akar horizontal terpendek ditemukan di

Cikarawang 1 dengan jarak tanam 2 x 2 m, sedangkan panjang akar horizontal

terpanjang ditemukan di Cikarawang 3 dengan jarak tanam 3 x 4 m. Kedalaman

akar yang terdalam ditemukan di Cikarawang 2 dengan jarak tanam 3 x 3 m,

sedangkan kedalaman akar terdangkal ditemukan di Cikarawang 3 . Nilai fraksi

akar horizontal dan shoot-root ratio tertinggi ditemukan di Cikarawang 2. Selain

memiliki rata-rata kedalaman akar dan fraksi akar horizontal yang besar,

Cikarawang 2 juga diketahui memiliki rata-rata tertinggi untuk semua variabel

dimensi tanaman.

Perkembangan perakaran berhubungan erat dengan kondisi fisik dan kimia

tanah. Tanah dengan tingkat kepadatan yang tinggi memiliki ruang pori yang sedikit

sehingga akan mengganggu penetrasi akar di dalam tanah. Cikarawang 1 memiliki

rata-rata panjang akar horizontal terpendek karena jarak tanamnya yang sempit dan

intensitas cahayanya rendah. Secara tidak langsung intensitas cahaya berhubungan

dengan respon akar dalam menyerap air dan unsur hara. Intensitas cahaya yang

rendah karena sempitnya jarak tanam diduga akan mengakibatkan penurunan suhu

lingkungan. Menurut Marsono (1992) suhu rendah menghambat pertumbuhan

metabolisme dan pendewasaan akar. Namun panjang akar yang pendek

memungkinkan akar antara tanaman tidak tumpang tindih sehingga kompetisi

antara tanaman dalam sistem agroforestri lebih kecil.

Kedalaman perakaran merupakan salah satu variabel yang berpengaruh

terhadap pertumbuhan. Perakaran yang dalam berhubungan dengan aktivitas akar

menemukan air dan unsur hara untuk pertumbuhannya. Arah pergerakan akar

mengikuti letak air dan unsur hara di dalam tanah. Menurut Dhyani dan Tripathi

(2000), 51 % akar kasar sengon terkonsentrasi di lapisan tanah pada kedalaman 10-

20 cm. Cikarawang 1 dan 2 memiliki rata-rata kedalaman akar yang tidak terlalu

jauh berbeda. Hasil pengukuran di lapangan menunjukkan rata-rata kedalaman akar

sengon berada pada kisaran 13-20 cm. Cikarawang 1 dan 2 memiliki jarak tanam

yang lebih sempit dibandingkan Cikarawang 3, sehingga persaingan unsur hara dan

airnya lebih besar. Pada tempat dengan persaingan unsur hara yang tinggi, akar akan

bergerak mengikuti letak air dan unsur hara yang biasanya terdapat pada kedalaman

tanah.

Page 31: DIMENSI DAN SISTEM PERAKARAN SENGON Paraserianthes ... fileRUMMI AZAHRA GUMILAR. Dimensi dan Sistem Perakaran Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) di Desa Cikarawang, Kecamatan

15

Di daerah tropika basah, pohon yang berperakaran dalam umumnya lebih

menguntungkan karena dapat memanfaatkan hara yang tercuci dan biasanya lebih

tahan terhadap kekeringan. Menurut Hairiah et al. (2004) ada 3 faktor utama

pembatas pertumbuhan akar yaitu, genetik, kimia (rendahnya ketersediaan hara dan

kandungan bahan organik tanah serta tingginya tingkat keracunan hara tertentu),

dan fisik (tingginya berat isi). Kondisi tempat tumbuh sengon pada penelitian ini

memiliki tanah yang tergolong masam. Pada tanah masam, penghambat utama

pertumbuhan akar adalah tingginya konsentrasi Al di lapisan bawah (Hairiah et al

2000). Cikarawang 2 memiliki rata-rata kedalaman akar yang paling dalam dan

tingkat kemasaman yang lebih rendah dibandingkan Cikarawang 1 dan 3.

Dangkalnya sistem perakaran tanaman mungkin karena adanya respon local dari

akar tanaman, dengan memilih tempat yang menguntungkan atau dengan

menghindari tempat yang beracun di lapisan bawah (Hairiah et al. 1995).

Faktor lain yang mempengaruhi sistem perakaran adalah bentuk tajuk

tanaman pokok. Banyaknya akar mempengaruhi pertumbuhan tajuk sedangkan

sebaran tajuk menentukan kedalaman dan luas sebaran perakaran tanaman. Menurut

konsep fisiologi, pertumbuhan akar didasarkan atas keseimbangan morfogenetik

antara akar dan tajuk tanaman. Dengan kata lain bahwa semakin panjang dan

banyaknya jumlah akar mengakibatkan pertumbuhan tajuk menjadi lebih baik

(Suryanto et al. 2005). Cikarawang 3 diketahui memiliki rata-rata panjang akar

yang paling besar, hingga seharusnya rata-rata panjang tajuk dan lebar tajuk

terbesar juga ditemukan di Cikarawang 3. Namun rata-rata panjang tajuk dan lebar

tajuk terbesar ditemukan di Cikarawang 2. Hal ini diduga karena kondisi tanah yang

lebih subur di Cikarawang 2 memungkinkan pertumbuhan tajuknya lebih maksimal

dibandingkan dengan Cikarawang 3.

Distribusi perakaran dalam ruang dan waktu dipengaruhi baik oleh faktor

genetik maupun kondisi tanah setempat. Distribusi perakaran dapat didekati dengan

mencari nilai fraksi akar horizontal dan perbandingan pucuk dan akar (shoot-root

ratio). Fraksi akar horizontal adalah perbandingan antara luas permukaan akar-akar

horizontal dengan total luas permukaan akar (horizontal + vertikal). Rata-rata fraksi

akar horizontal tertinggi ditemukan di Cikarawang 2, sedangkan Cikarawang 1 dan

3 memiliki rata-rata fraksi akar horizontal yang lebih rendah dari Cikarawang 2.

Hal ini berarti pertumbuhan akar vertikal di Cikarawang 1 dan 3 lebih kuat dan

cepat. Perakaran pohon yang dalam dan vertikal memungkinkan akar menyerap

hara pada lapisan yang lebih dalam dan juga berfungsi sebagai jaring pengaman.

Shoot-root ratio adalah nilai yang membandingkan bagian atas dan bagian

di bawah tanah dari sebatang pohon. Semakin besar nilai shoot-root ratio berarti

laju pertumbuhan diameter batang lebih tinggi, dan semakin tua umur tanaman

maka nilai shoot-root ratio akan semakin kecil. Pohon yang digunakan dalam

penelitian berumur 3 tahun dan rata-rata shoot-root ratio tertinggi ditemukan di

Cikarawang 2. Cikarawang 1 dan 3 memiliki rata-rata shoot-root ratio yang lebih

kecil dari Cikarawang 2, hal ini berarti pertumbuhan akar di kedua tempat tersebut

lebih cepat dibandingkan pertumbuhan batangnya.

Shoot-root ratio juga dipengaruhi oleh ketersediaan nitrogen (N) di dalam

tanah. Suplai N mempengaruhi luas daun, maka tanaman yang mendapat suplai N

yang baik memiliki shoot-root ratio lebih tinggi dibandingkan tanaman yang

mendapat suplai N buruk (Basra 1994). Analisis sifat kimia tanah menunjukkan

Cikarawang 2 memiliki kandungan N yang paling tinggi dibandingkan kedua

Page 32: DIMENSI DAN SISTEM PERAKARAN SENGON Paraserianthes ... fileRUMMI AZAHRA GUMILAR. Dimensi dan Sistem Perakaran Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) di Desa Cikarawang, Kecamatan

16

tempat lainnya, sehingga rata-rata shoot-root ratio nya lebih besar. Nilai shoot-root

ratio dapat digunakan untuk menggambarkan respon tanaman terhadap kondisi

kekurangan unsur hara.

Berdasarkan data dan literatur yang ada, Cikarawang 2 merupakan lokasi

dengan jarak tanam yang paling ideal untuk keperluan agroforestri. Hal ini karena

pada lokasi tersebut sistem perakaran sengon yang dalam dan tidak terlalu panjang

dapat meminimalisir interaksi negatif antar tanaman, yang dapat mempengaruhi

pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Selain itu jarak tanam yang tidak terlalu

lebar memungkinkan pertumbuhan dimensi tanaman lebih optimal. Cikarawang 3

memiliki jarak tanam yang lebih lebar dan intensitas cahaya yang lebih tinggi

dibandingkan Cikarawang 2, namun perakaran di Cikarawang 3 memiliki perakaran

yang panjang dan dangkal. Hal ini akan mengakibatkan akar sengon saling tumpang

tindih dengan tanaman semusim, sehingga persaingan air dan unsur haranya akan

lebih besar.

Pengetahuan akan distribusi dan kedalaman akar sangat diperlukan dalam

mengkombinasikan pohon dengan tanaman semusim dalam sistem agroforestri.

Pengaturan sifat-sifat perakaran sangat diperlukan untuk menghindari persaingan

air dan unsur hara. Tanaman dengan sistem perakaran yang dalam dikombinasikan

dengan tanaman yang berakar dangkal.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Jarak tanam memberikan pengaruh yang nyata terhadap seluruh variabel

dimensi tanaman. Tanaman sengon dengan jarak tanam 3x3 m (Cikarawang 2)

memiliki dimensi tanaman yang paling baik.

2. Sengon memiliki akar yang sebagian besar menyebar secara horizontal. Jarak

tanam memberikan pengaruh yang nyata pada variabel panjang dan kedalaman

akar horizontal.

3. Persentase penutupan tajuk terbesar ditemukan pada jarak tanam 2x2 m

(Cikarawang 1), sedangkan intensitas cahaya tertinggi ditemukan di

Cikarawang 3 dengan jarak tanam 3x4 m.

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan pada jarak tanam dan umur tegakan sengon

yang berbeda.

2. Perlu dilakukan penelitian mengenai arsitektur sistem perakaran sengon.

DAFTAR PUSTAKA

Alder, D. 1983. Growth and Yield of Mixed Tropocal Forest. Part 2 - Forecasting

Techniques. FAO: Oxford.

Arief A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Yogyakarta: Kanisius.

Page 33: DIMENSI DAN SISTEM PERAKARAN SENGON Paraserianthes ... fileRUMMI AZAHRA GUMILAR. Dimensi dan Sistem Perakaran Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) di Desa Cikarawang, Kecamatan

17

Basra AS. 1994. Mechanisms of Plant Growth and Improved Productivity. Marcel

Dekker, Inc. New York

Daniel TW, Helms JA, Baker FS. 1987. Prinsip-Prinsip Silvikultur. Yogyakarta:

Universitas Gadjah Mada.

Dhyani SK, Tripathi RS. 2000. Biomass and production of fine root of trees under

agrisilvicultural practices in north-east India. Agroforestry Systems 50 :107-

121.

Hairiah K, Van Noordwijk M, Setijono S. 1995. Tolerance and avoidance of Al

toxicity by Mucuna pruriens var. utilis at different levels of P supply. Plant

Soil 1(1): 77-81.

Hairiah K, Sugiarto C, Utami SR, Purnomosidhi P, dan Roshetko JM. 2000.

Diagnosis faktor penghambat pertumbuhan akar sengon pada ultisol di

Lampung. Jurnal Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.

Malang.

Hairiah K, Van Noordwijk M, Weise S. 2004. Sustainability of tropical land use

sistems following forest conversion [Internet]. [diunduh 2014 Jun 20].

Tersedia pada http://www.asb.cgiar.org/PDFwebdocs/Sustainability_of

Tropical_Land_Use_Sistems_Conversion.pdf

Hardjowigeno S. 2007. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Pressindo.

Herdiana N, Siahaan H, Rahman TS. 2008. Pengaruh arang kompos dan intensitas

cahaya terhadap pertumbuhan bibit kayu bawang. J. Penelitian Hutan

Tanaman 5(3): 1-7.

Kramer PJ, Kozlowski TT. 1960. Physiology of trees. New York: Mc Graw-Hill.

[LPT] Lembaga penelitian tanah. 1979. Penuntun Analisa Fisika Tanah. Badan

Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Marjenah. 2003. Hubungan antara jarak tanam dengan tinggi dan diameter tanaman

jati (Tectona grandis Linn.f) di Kalimantan Timur. Rimba Kalimantan

Fakultas Kehutanan Unmul 11(1): 21 – 26.

Marsono D. 1992. Prinsip-Prinsip Silvikultur. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Mayer BS, Anderson DB. 1953. Plant Physiology. London: Van Nostrand

Company, Inc.

Murniati. 2009. Arsitektur pohon, distribusi perakaran, dan pendugaan biomassa

pohon dalam sistem agroforestri. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi

Alam 7(2): 103 – 117.

Nair PKR. 1993. An Introduction to Agroforestry. Netherlands: Kluwer Academic

Publishers.

Nugroho Y. 2007. Sistem perakaran tanaman sengon laut (Paraserianthes

falcataria (L) Nielsen) pada lahan bekas penambangan tipe C. Jurnal Hutan

Tropis Borneo (20): 6 – 55.

Raharjo JT, Sadono R. 2008. Model tajuk jati (Tectona grandis) dari berbagai famili

pada uji keturunan umur 9 tahun. J Ilmu Kehutanan 2(2):89−95.

Rusdiana O, Fakuara Y, Kusmana C, Hidayat Y. 2000. Respon pertumbuhan akar

tanaman sengon (Paraserienthes falcataria) terhadap kepadatan dan

kandungan air tanah podsolik merah kuning. J Manaj Hut trop Vol 6(2): 43-

53.

Page 34: DIMENSI DAN SISTEM PERAKARAN SENGON Paraserianthes ... fileRUMMI AZAHRA GUMILAR. Dimensi dan Sistem Perakaran Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) di Desa Cikarawang, Kecamatan

18

Simorangkir, 2000. Analisis Riap Dryobalanops lanceolata Burck pada Jalur yang

Berbeda di Hutan Koleksi Universitas Mulawarman Lempake. Kalimantan

Timur B.D.A.S.

Supriyanto, Irawan US. 2001. Teknik Pengukuran Penutupan Tajuk dan

Pembukaan Tajuk Tegakan dengan Menggunakan Spherical Densiometer.

Bogor: Laboratorium Silvikultur SEAMEO-BIOTROP.

Suryanto P, Tohari, Sabarnurdin MS. 2005. Dinamika sistem berbagi sumberdaya

(Resouces Sharing) dalam agroforestri: dasar pertimbangan penyusunan

strategi silvikultur. J Ilmu Pertanian 12(2):165-178.

Wibowo ARP. 2012. Agroforestri sentang (Azadirachta excelsa Jack) dan sorgum

(Sorghum bicolor L. Moench) [tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Wijaya KA. 2008. Nutrisi Tanaman Sebagai Penentu Kualitas Hasil dan Resistensi

Alami Tanaman. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Wijayanto N, Hidayanthi D. 2012. Dimensi dan sistem perakaran tanaman sentang

(Melia excelsa Jack) di lahan agroforestri. Jurnal Silvikultur Tropika 3(3):

196 – 202.

Wijayanto N, Rhahmi I. 2012. Panjang dan kedalaman akar lateral jabon

(Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq.) di desa Cibening,

kecamatan Pamijahan, kabupaten Bogor, Jawa Barat. Jurnal

Silvikultur Tropika 4(1): 23 – 29.

Page 35: DIMENSI DAN SISTEM PERAKARAN SENGON Paraserianthes ... fileRUMMI AZAHRA GUMILAR. Dimensi dan Sistem Perakaran Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) di Desa Cikarawang, Kecamatan

19

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Garut pada tanggal 12 Mei 1993 dari ayah

Bangbang M S Gumilar dan ibu Ani Maryani. Penulis adalah putri pertama dari tiga

bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Ciamis dan pada tahun

yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur

Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Silvikultur, Fakultas

Kehutanan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di berbagai organisasi, yaitu

sebagai anggota Lises Gentra Kaheman pada tahun 2010, anggota lembaga

kemahasiswaan IFSA LC IPB pada divisi Public Relation (PR) pada tahun 2011,

sekretaris II Himpunan profesi Tree Grower Community. Selain itu, penulis juga

aktif di kepanitiaan yakni sebagai panitia Forester Cup 2011, panitia Belantara

2012, dan panitia TGC in Action 2013. Penulis juga pernah melaksanakan Praktek

Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di TWA Kamojang dan Cagar Alam

Leuweung Sancang tahun 2012. Penulis melakukan Praktek Pembinaan Hutan

(PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Sukabumi tahun 2013. Penulis

juga telah melaksanakan Praktek Kerja Profesi (PKP) di Persemaian Permanen

BPDAS Citarum – Ciliwung pada bulan Februari sampai dengan April 2014. Untuk

memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan

judul “Dimensi dan Sistem Perakaran Sengon (Paraserianthes falcataria (L.)

Nielsen) di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor” di bawah

bimbingan Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS.