perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id bab i pendahuluan ...... · slb/a (untuk anak tunanetra),...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan memiliki peran yang penting dalam kemajuan dan pembangunan
suatu bangsa. Misi pendidikan yakni untuk menyiapkan manusia dan masyarakat
demokratis, religius, memiliki kemampuan memahami menghayati, mengamalkan
dan mengembangkan secara terus menerus nilai-nilai budaya yang mengutamakan
kemandirian dan keunggulan dalam kehidupan bermasyarakat, serta menjaga
persatuan dan kesatuan bangsa.
“Secara umum, pendidikan harus mampu menghasilkan manusia yangsebagai individu dan anggota masayarakat yang sehat dan cerdas dengan: (1)kepribadian kuat, religius dan menjunjung tinggi budaya luhur bangsa, (2)kesadaran demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa danbernegara, (3) kesadaran moral hukum yang tinggi, dan (4) kehidupan yangmakmur dan sejahtera”. (Fasli Jalal dan Dedi Supriadi, 2001:67)
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 menyebutkan bahwa “tiap-tiap
warga negara berhak mendapatkan pengajaran”. Berdasarkan ayat tersebut, jelas
bahwa pemerintah memberikan kesempatan kepada setiap warga negara untuk
mendapatkan pendidikan yang layak. Terkait dengan peluang untuk memperoleh
pendidikan, disebutkan pula dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional pasal 5 ayat 1 bahwa warga negara Indonesia
mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Pada pasal
5 ayat 2 disebutkan bahwa warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional,
mental, intelektual dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Undang-undang di atas menunjukkan bahwa anak berkelainan / anak yang
memiliki perbedaan kemampuan (difabel) memperoleh kesempatan yang sama
dengan anak-anak normal dalam pendidikan. Anak berkelainan / difabel ini seiring
dengan perkembangan jaman disebut dengan anak berkebutuhan khusus (ABK).
Selama ini, tidak sedikit kalangan masyarakat yang belum menerima secara positif
kehadiran anak berkebutuhan khusus tersebut. Sebagian dari mereka masih
memberikan perlakuan yang diskriminatif terhadap mereka.
Ada beberapa jenis sekolah untuk anak berkebutuhan khusus, yaitu :
1. Sekolah segregasi. Sekolah segregasi adalah sekolah yang memisahkananak berkebutuhan khusus dari sistem persekolahan reguler. Di Indonesiabentuk sekolah segregasi ini berupa satuan pendidikan khusus atauSekolah Luar Biasa sesuai dengan jenis kelainan peserta didik. SepertiSLB/A (untuk anak tunanetra), SLB/B (untuk anak tunarungu), SLB/C(untuk anak tunagrahita), SLB/D (untuk anak tunadaksa), SLB/E (untukanak tunalaras), dan lain-lain. Satuan pendidikan khusus (SLB) terdiri atasjenjang TKLB, SDLB, SMPLB dan SMALB. Sebagai satuan pendidikankhusus, maka sistem pendidikan yang digunakan terpisah sama sekali darisistem pendidikan di sekolah reguler, baik kurikulum, tenaga pendidik dankependidikan, sarana prasarana, sampai pada sistem pembelajaran danevaluasinya. Kelemahan dari sekolah segregasi ini antara lain aspekperkembangan emosi dan sosial anak kurang luas karena lingkunganpergaulan yang terbatas.
2. Sekolah terpadu (sekolah integrasi). Sekolah terpadu adalah sekolah yangmemberikan kesempatan kepada peserta didik berkebutuhan khusus untukmengikuti pendidikan di sekolah reguler tanpa adanya perlakuan khususyang disesuaikan dengan kebutuhan individual anak. Sekolah tetapmenggunakan kurikulum, sarana prasarana, tenaga pendidik dankependidikan, serta sistem pembelajaran reguler untuk semua pesertadidik. Jika ada peserta didik tertentu mengalami kesulitan dalam mengikutipendidikan, maka konsekuensinya peserta didik itu sendiri yang harusmenyesuaikan dengan sistem yang dituntut di sekolah reguler. Dengankata lain pendidikan terpadu menuntut anak yang harus menyesuaikandengan sistem yang dipersyaratkan sekolah reguler. Kelemahan daripendidikan melalui sekolah terpadu ini antara lain, anak berkebutuhankhusus tidak mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan individual
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
anak. Sedangkan keuntungannya adalah anak berkebutuhan khusus dapatbergaul di lingkungan sosial yang luas dan wajar.
3. Sekolah inklusi. Sekolah inklusi merupakan perkembangan baru daripendidikan terpadu. Pada sekolah inklusi setiap anak sesuai dengankebutuhan khususnya, semua diusahakan dapat dilayani secara optimaldengan melakukan berbagai modifikasi dan/atau penyesuaian, mulai darikurikulum, sarana prasarana, tenaga pendidik dan kependidikan, sistempembelajaran sampai pada sistem penilaiannya. Dengan kata lainpendidikan inklusi mensyaratkan pihak sekolah yang harus menyesuaikandengan tuntutan kebutuhan individu peserta didik, bukan peserta didikyang menyesuaikan dengan sistem persekolahan. Keuntungan daripendidikan inklusi, anak berkebutuhan khusus maupun anak biasa dapatsaling berinteraksi secara wajar sesuai dengan tuntutan kehidupan sehari-hari di masyarakat, dan kebutuhan pendidikannya dapat terpenuhi sesuaipotensinya masing-masing. Konsekuensi penyelenggaraan pendidikaninklusi adalah pihak sekolah dituntut melakukaan berbagai perubahan,mulai cara pandang, sikap, sampai pada proses pendidikan yangberorientasi pada kebutuhan individual tanpa diskriminasi.(http://succiraye.blogspot.com, diakses 29 Maret 2013, 14.16 WIB)
Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di Indonesia sebagian besar masih
bersifat segregratif, yaitu memisahkan antara anak berkebutuhan khusus dari anak-
anak normal dan menempatkan mereka di sekolah khusus atau yang dikenal dengan
Sekolah Luar Biasa (SLB). Secara tidak disadari sistem pendidikan SLB memiliki
kekurangan. Pendidikan SLB tidak menjamin kesempatan anak berkebutuhan khusus
mengembangkan potensi secara optimal serta menghambat proses komunikasi dan
interaksi antara anak-anak berkebutuhan khusus dengan anak-anak normal lainnya.
Anak berkebutuhan khusus menjadi tereliminasi dari kehidupan sosialnya di
masyarakat dan masyarakatpun juga menjadi tidak akrab dengan kehidupan anak
berkebutuhan khusus.
Dalam rangka menyukseskan wajib belajar sembilan tahun, anak
berkebutuhan khusus perlu mendapatkan perhatian, baik yang memasuki sekolah
umum tetapi belum mendapatkan pelayanan pendidikan khusus, maupun yang belum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
mengenyam pendidikan sama sekali karena tidak diterima di sekolah terdekat atau
karena lokasi SLB yang cukup jauh dari tempat tinggalnya.
Pendidikan inklusi dianggap sebagai suatu alternatif penyelenggaraan
pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus sebagai jawaban tuntutan dari
“pendidikan untuk semua (education for all)”.
“Ide-ide pendidikan untuk semua perlu diakomodasi, antara lain membukakesempatan bagi semua siswa untuk mengakses pendidikan di mana pun dankapan pun. Di samping itu, diciptakan suasana belajar yang dapatmengakomodasi kebutuhan anak dari berbagai strata dan latar belakang sosialdan budaya”. (Fasli Jalal dan Dedi Supriadi, 2001:91)
Pendidikan untuk semua menjadi awal dari pemikiran dalam penyelenggaraan
pendidikan yang tidak diskriminatif bagi siapapun, termasuk anak berkebutuhan
khusus. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, penyediaan pendidikan bagi
anak berkebutuhan khusus dijelaskan dalam pasal 32 ayat 1 yakni:
“Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memilikitingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik,emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakatistimewa.”
Dalam penjelasan dari pasal 15 disebutkan pula bahwa pendidikan khusus
merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau
peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara
inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan
menengah.
Dijelaskan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun
2009 pasal 2 tentang tujuan pendidikan inklusif yaitu untuk:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
(a) “memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta didik yangmemiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial, atau memilikipotensi kecardasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikanyang bermutu sesuai dengan bakat dan kemampuannya.”
(b) “mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargaikeanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didiksebagaimana yang dimaksud pada huruf a”.
Selanjutnya dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun
2009 Pasal 3 dijelaskan tentang peserta didik pendidikan inklusi yakni:
1) “Setiap peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental,social, atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa berhakmengikuti pendidikan secara inklusif pada satuan pendidikan tertentusesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.
2) Peserta didik yang memiliki kelainan sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) terdiri atas:
a. tunanetra;b. tunarungu;c. tunawicara;d. tunagrahita;e. tunadaksa;f. tunalaras;g. berkesulitan belajar;h. lamban belajar;i. autisj. memiliki gangguan motorik;k. menjadi korban penyalahgunaan narkoba, obat terlarang dan zat adiktif
lainnya;l. memiliki kelainan lainnya;m. tunaganda.
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Pasal 4 ayat 1 dinyatakan
bahwa:
“Pemerintah Kabupaten/Kota menunjuk paling sedikit 1 (satu) sekolah dasardan 1 (satu) sekolah menengah pertama pada setiap kecamatan dan 1 (satu)satuan pendidikan menengah untuk menyelenggarakan pendidikan inklusifyang wajib menerima peserta didik sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat(1).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Dengan demikian pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus
(ABK) tidak lagi hanya di SLB tetapi terbuka di setiap satuan dan jenjang pendidikan
baik sekolah luar biasa maupun sekolah reguler/ umum.
Melalui pendidikan inklusi, diharapkan seluruh anak berkebutuhan khusus,
baik itu yang berdomisili di wilayah kabupaten maupun yang berada di kecamatan /
desa dapat menikmati pendidikan yang layak seperti anak-anak normal lainnya.
Selama ini anak-anak berkebutuhan khusus belum memperoleh pelayanan
pendidikan secara merata dan mereka kemungkinan kecil dapat bersekolah di SLB
karena adanya berbagai kendala. Namun penyelenggaraan pendidikan di sekolah
inklusi pun tidak lepas dari kendala. Guru harus dituntut memiliki ketrampilan yang
cukup untuk menyampaikan materi pelajaran bagi siswa berkebutuhan khusus. Selain
itu, faktor psikologis dan biologis / kecacatan yang heterogen pada siswa-siswa
berkebutuhan khusus itu sendiri merupakan suatu kendala dalam penyelenggaraan
pendidikan di sekolah inklusi.
Usaha untuk memberikan pelayanan pendidikan bagi mereka yang memiliki
kelainan atau kecerdasan luar biasa untuk memperoleh kesempatan belajar sama
dengan siswa normal lainnya telah dilakukan di beberapa sekolah di Kabupaten
Wonogiri, baik itu tingkat Sekolah Dasar maupun Sekolah Menengah Pertama. Di
tingkat Sekolah Dasar terdapat 86 SD Inklusi dan di tingkat Sekolah Menengah
Pertama terdapat 4 SMP Inklusi.
Adapun jumlah anak berkebutuhan khusus yang mengenyam pendidikan di
Kabupaten Wonogiri pada tahun 2013 adalah sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Tabel I.1
Jumlah Siswa Berkebutuhan Khusus
Tingkat Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Wonogiri
Tahun 2013
Tingkat Jumlah Siswa ABK
Sekolah Dasar 794
Sekolah Menengah Pertama 95
Total 889
Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Wonogiri, 2013.
SMP Negeri 4 Wonogiri merupakan salah satu sekolah yang telah
menempatkan siswa yang memiliki kelainan atau kecerdasan luar biasa untuk belajar
bersama, membaur dan berinteraksi dengan siswa normal lainnya. Untuk menunjang
proses pembelajaran, SMP Negeri 4 Wonogiri telah memiliki sarana dan prasarana
khusus bagi siswa berkebutuhan khusus. Komponen sarana dan prasarana dalam
sistem pendidikan inklusi, menjadi salah satu komponen yang penting. Sarana dan
prasarana pendidikan yang dibutuhkan tentunya menyesuaikan dengan kebutuhan
anak.
Berikut ini adalah sarana prasarana di SMP Negeri 4 Wonogiri bagi siswa
berkebutuhan khusus :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Tabel I.2
Sarana dan Prasarana Anak Berkebutuhan Khusus SMPN 4 Wonogiri
Sarana Prasarana
a. Alat mobilitas bagi anak tunanetra
(tongkat).
b. Alat bantu pelajaran/ akademik bagi
anak tunanetra (buku braille).
c. Alat latihan fisik bagi anak tunadaksa
a. Selasar.
b. Ruang untuk melaksanakan kegiatan
asesmen/ identifikasi.
c. Toilet dengan handle khusus bagi
anak tuna netra dan tunadaksa
d. Tanda khusus /petunjuk jalan bagi
anak tuna netra.
e. Pembuatan jalan yang landai untuk
membantu anak tunanetra dan anak
berkursi roda dalam mobilitasnya di
lingkungan sekolah.
f. Untuk ruang kelas, jendela
disesuaikan agar tidak
membahayakan anak tunanetra.
g. Ruang PPI (Program Pembelajaran
Individual), yakni ruang ini untuk
memberi layanan pengajaran
khusus/ individual bagi ABK di luar
kelas regular oleh guru pembimbing
khusus.
Sumber: SMPN 4 Wonogiri, 2013.
Sehubungan dengan uraian-uraian diatas, penulis tertarik untuk meneliti
tentang implementasi program pendidikan inklusi bagi anak berkebutuhan khusus di
SMP Negeri 4 Wonogiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
B. Rumusan Masalah
Secara spesifik masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana implementasi program pendidikan inklusi bagi anak berkebutuhan
khusus di SMP Negeri 4 Wonogiri?
2. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap implementasi program
pendidikan inklusi bagi anak berkebutuhan khusus di SMP Negeri 4 Wonogiri?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah penelitian
diatas, maka peneliti mempunyai tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini.
Adapun tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui implementasi program pendidikan inklusi bagi anak
berkebutuhan khusus di SMP Negeri 4 Wonogiri.
b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap implementasi
program pendidikan inklusi bagi anak berkebutuhan khusus di SMP Negeri 4
Wonogiri.
c. Untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat guna gelar Sarjana Sosial pada
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, jurusan Ilmu Administrasi Negara,
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
2. Manfaat Penelitian
a. Bagi Peneliti
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan penulis khususnya mengenai
implementasi program pendidikan inklusi bagi anak berkebutuhan khusus di
SMPN 4 Wonogiri.
b. Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Dapat menambah pengetahuan mengenai implementasi program pendidikan
inklusi bagi anak berkebutuhan khusus dan dapat dijadikan landasan teori
untuk kegiatan-kegiatan penelitian selanjutnya.
c. Bagi Pihak Lain
Sebagai referensi dan masukan bagi pihak-pihak yang memerlukan informasi
mengenai implementasi program pendidikan inklusi bagi anak berkebutuhan
khusus.