diah nur khasanah - · pdf filesemoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan...

55
STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.T DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SRIKANDI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA DI SUSUN OLEH: DIAH NUR KHASANAH NIM. P. 10015 PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2013

Upload: duongkhue

Post on 16-Feb-2018

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

STUDI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.T DENGAN

GANGGUAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI

PENDENGARAN DI RUANG SRIKANDI

RUMAH SAKIT JIWA DAERAH

SURAKARTA

DI SUSUN OLEH:

DIAH NUR KHASANAH

NIM. P. 10015

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA

SURAKARTA

2013

STUDI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.T DENGAN

GANGGUAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI

PENDENGARAN DI RUANG SRIKANDI

RUMAH SAKIT JIWA DAERAH

SURAKARTA

Karya Tulis Ilmiah

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan

DI SUSUN OLEH:

DIAH NUR KHASANAH

NIM. P. 10015

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA

SURAKARTA

2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena

berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya

Tulis Ilmiah dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. T

DENGAN GANGGUAN PPERSEPSI SENSORI HALUSINASI

PENDENGARAN DI RUANG SRIKANDI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH

SURAKARTA”.

Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat

bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini

penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya

kepada yang terhormat :

1. Setiyawan, S.Kep.Ns, selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan yang

telah memberikan kesempatan untuk dapat menmba ilmu di STIKes Kusuma

Husada Surakarta.

2. Erlina Windyastuti, S.Kep.Ns, selaku Sekretaris Program Studi DIII

Keperawatan dan selaku penguji III yang telah memberi kesempatan dan

membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,

perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya

studi kasus ini untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada

Surakarta

3. Amalia Agustin, S.Kep.Ns, selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai

penguji I yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-

masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi

demi sempurnanya studi kasus ini.

4. Nurul Devi, S.Kep.Ns, selaku dosen penguji II yang telah membimbing

dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman

dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.

5. Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada

Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasanya

serta ilmu yang bermanfaat.

6. Kedua orangtua, yang selalu menjadi inspirasi do’a dan memberikan semangat

untuk menyelesaikan pendidikan.

7. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma

Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-

persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.

Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

keperawatan dan kesehatan. Amin.

Surakarta, 25 Juni 2013

Diah Nur Khasanah

NIM: P. 10015

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i

PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME ........................................................ ii

LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................... iii

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ iv

KATA PENGANTAR ........................................................................................ v

DAFTAR ISI .................................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ viii

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah................................................................. 1

B. Tujuan Penulisan ........................................................................... 6

C. Manfaat Penulisan ......................................................................... 7

BAB II LAPORAN KASUS

A. Pengkajian ..................................................................................... 8

B. Perumusan Masalah Keperawatan ...................................... 15

C. Intervensi Keperawatan ................................................................. 16

D. Implementasi Keperawatan ........................................................... 19

E. Evaluasi Keperawatan ................................................................... 21

BAB III PEMBAHASAN DAN SIMPULAN

A. Pembahasan .................................................................................... 25

B. Simpulan .......................................................................................... 40

C. Saran ............................................................................................... 42

Daftar pustaka

Lampiran

Daftar Riwayat Hidup

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Gambar 2.1 Genogram .................................................................. 10

2. Gambar 2.2 Pohon Masalah .......................................................... 16

DAFTAR LAMPIRAN

1. Daftar Riwayat Hidup

2. Look Book

3. Lembar Pendelegasian

4. Surat Keterangan Selesai Pengambilan Data

5. Lembar Konsultasi

6. Asuhan Keperawatan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi sehat emosional, psikologis dan

sosial yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku

dan koping yang efektif, konsep diri yang positif dan kesetabilan emosional

(Videbeck, 2008). Seseorang dikatakan memiliki ciri-ciri sehat jiwa jika

mampu beradaptasi diri secara konstruktif pada kenyataan, mendapat

kepuasan dari usahanya, lebih puas memberi dari pada menerima dan bebas

(relative) dari cemas (Direja, 2011).

Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena

adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana individu tidak

mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain, masyarakat, dan

lingkungan. Pengertian seseorang tentang penyakit gangguan jiwa berasal

dari apa yang diyakini sebagai faktor penyebabnya yang berhubungan dengan

biopsikososial. Menurut hasil Studi Bank Dunia WHO (2006) menunjukkan

bahwa beban yang ditimbulkan gangguan jiwa sangat besar, dimana terjadi

global burden of disease akibat masalah kesehatan jiwa mencapai (8,1%).

Angka ini lebih tinggi dari TBC (7,2%), kanker (5,8%), penyakit jantung

(4,4%), dan malaria (2,6%) (Simanjutak dan Wardiyah, 2006).

Menurut WHO (World Health Organitation) memperkirakan 450 juta

orang di seluruh dunia mengalami gangguan mental, sekitar 10% orang

dewasa mengalami gangguan jiwa saat ini dan (25%) penduduk diperkirakan

akan mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu selama hidupnya.

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2007 di Indonesia,

menunjukkan bahwa prevalensi gangguan jiwa secara nasional mencapai

(5,6%) dari jumlah penduduk, dengan kata lain menunjukkan bahwa pada

setiap 1000 orang penduduk terdapat empat sampai lima orang menderita

gangguan jiwa. Berdasarkan dari data tersebut bahwa data pertahun di

Indonesia yang mengalami gangguan jiwa selalu meningkat. Prevalensi

gangguan jiwa tertinggi di Indonesia terdapat di provinsi Daerah Khusus Ibu

kota Jakarta (24,3%),diikuti Nagroe Aceh Darussalam (18,5 %), Sumatera

Barat (17,7 %), NTB (10,9 %), Sumatera Selatan (9,2 %) dan Jawa Tengah

(6,8%) (Hidayati, 2012).

Salah satu gangguan jiwa yang dimaksud adalah skizofrenia.

Skizofrenia merupakan penyakit neurologis yang mempengaruhi persepsi

klien, cara berfikir, bahasa, emosi perilaku sosialnya (Direja, 2011). Menurut

Prevalensi skizofrenia di Indonesia sendiri adalah tiga sampai lima perseribu

penduduk. Bila diperkirakan jumlah penduduk sebanyak 220 juta orang akan

terdapat gangguan jiwa dengan skizofrenia kurang lebih 660 ribu sampai satu

juta orang. Hal ini merupakan angka yang cukup besar serta perlu

penanganan yang serius (Sulistyowati dalam Isnaeni, 2008).

Hingga sekarang belum ditemukan penyebabnya (etiologi) yang pasti

mengapa seseorang menderita skizofrenia. Dari penelitian - penelitian yang

telah dilakukan tidak ditemukan faktor tunggal penyebab skizofrenia,

menurut penelitian mutakhir penyebab skizofrenia antara lain: faktor genetik

(keturunan), virus atau infeksi lain selama kehamilan yang dapat mengganggu

perkembangan otak janin, menurunnya autoimun yang mungkin disebabkan

infeksi selama kehamilan (auto antibody) dan kekurangan gizi yang cukup

berat, terutama pada trimester kehamilan ( malnutrisi). (Yosep, 2007).

Gejala umum dari skizofrenia yaitu gangguan sensori persepsi,

persepsi adalah proses diterimanya rangsang sampai rangsang itu disadari dan

dimengerti pengideraan atau sensasi : proses penerimaan rangsang. Dimana

terdapat dua jenis utama masalah persepsual yaitu Halusinasi dan ilusi.

Halusinasi yang didefinisikan sebagai hilangnya kemampuan manusia dalam

membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia

luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada

objek atau rangsangan yang nyata. Halusinasi dapat terjadi pada kelima

indera sensoris utama yaitu: pendengaran terhadap suara biasanya paling

sering terjadi pada gangguan skizofrenia, visual terhadap pengelihatan,

sedangkan halusinasi sentuhan (taktil) dapat terjadi pada gangguan mental

yang diakibatkan penyalahgunaan kokain, halusinasi pengecap terhadap rasa

seperti darah, urine dan feses dan halusinasi penghidu terhadap bau (Rasmun,

2009).

Salah satu jenis halusinasi yang dimaksud adalah halusinasi

pendengaran (auditif, akustik) yang dijumpai dapat berupa bunyi

mendengung atau suara bising yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering

terdengar sebagai sebuah kata atau kalimat yang bermakna. Biasanya suara

tersebut ditunjukkan pada penderita sehingga tidak jarang penderita

bertengkar dengan suara-suara tersebut. Suara tersebut dapat dirasakan

berasal dari jauh atau dekat, bahkan mungkin datang dari tiap bagian

tubuhnya sendiri. Suara bisa menyenangkan, menyuruh berbuat baik, tetapi

dapat pula berupa ancaman, mengejek, memaki atau bahkan yang

menakutkan dan kadang-kadang mendesak atau memerintah untuk berbuat

sesuatu seperti membunuh dan merusak( Yosep, 2007). Penyebab halusinasi

pendengaran secara spesifik tidak diketahui namun banyak faktor yang

mempengaruhinya seperti faktor biologis, psikologis, sosial budaya dan

stressor pencetusnya adalah stress lingkungan, biologis, pemicu masalah

sumber-sumber koping dan mekanisme koping (Nasution, 2003).

Menurut (Thomas 1991 dalam Nasution, 2003) halusinasi dapat

terjadi pada klien dengan gangguan jiwa seperti skizofrenia, depresi atau

keadaan delirium, demensia dan kondisi yang berhubungan dengan

penggunaan alkohol dan substansi lainnya. Halusinasi juga dapat dialami

sebagai efek samping dari berbagai pengobatan yang meliputi obat anti

depresi atau obat-obatan halusinogenik dimana pengobatan itu akan

mengakibatkan perubahan pada neurotransmiter dan reseptor dari sel-sel saraf

otak (neuron) dan interaksi zat neurokimia dopamin dan serotinin. Beberapa

perubahan tersebut akan mempengaruhi alam pikir, perasaan dan perilaku

serta gejala-gejala positif dan negatif dan bila ditemukan pula perubahan pada

anatomi otak pasien terutama pada penderita kronis, perubahannya ada pada

perubahan lateral ventrikel, atrofi korteks bagian depan dan atrofi otak kecil

(cerebelum). Halusinasi dapat juga terjadi pada saat keadaan individu normal

yaitu pada individu yang mengalami isolasi (menarik diri), perubahan

sensorik seperti kebutaan dan adanya permasalahan pada pembicaraan karena

pada seseorang dengan gangguan tersebut bisa membayangkan hal-hal yang

tidak mungkin terjadi.

Respon klien akibat terjadinya halusinasi dapat berupa curiga,

ketakutan perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, perilaku merusak diri,

kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat

membedakan keadaan nyata dan tidak nyata (Yosep, 2010).

Berdasarkan laporan periode bulan April 2013, pasien dirawat di

ruang Srikandi Rumah Sakit Daerah Surakarta didapatkan dari 56 pasien

mengalami gangguan jiwa, terdapat 26 pasien yang mengalami halusinasi, 9

pasien yang mengalami ganguan perilaku kekerasan, 8 pasien dengan

gangguan menarik diri, 2 pasien dengan harga diri rendah dan 1 pasien

dengan gangguan waham. Serta penulis tertarik untuk menulis karya tulis

ilmiah pada pasien dengan halusinasi dan pada klien dengan inisial Ny. T

dimana klien pada saat itu tampak menyendiri, jarang berinteraksi dengan

orang lain, tertawa sendiri serta berbicara sendiri dan jika pada seseorang

yang mengalami halusinasi dapat didefinisikan hilangnya kemampuan

manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan

eksternal (dunia luar), biasanya klien memberi persepsi atau pendapat tentang

lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk menulis

Karya Tulis Imiah dengan judul “ Asuhan Keperwatan pada Ny. T dengan

Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran di Ruang Srikandi

Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta”.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Melaporkan kasus asuahan keperawatan pada Ny. T dengan gangguan

persepsi sensori : halusinasi pendengaran.

2. Tujuan Khusus

a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada Ny. T dengan gangguan

persepsi sensori : halusinasi pendengaran

b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keparawatan pada Ny. T dengan

gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran

c. Penulis mampu menyusun intervensi keperawatan pada Ny. T dengan

gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran

d. Penulis mampu melakukan implementasi pada Ny. T dengan gangguan

persepsi sensori : halusinasi pendengaran

e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada Ny. T dengan gangguan

persepsi sensori : halusinasi pendengaran.

C. Manfaat Penulisan

1. Penulis

Dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman nyata

penulis dalam memberikan Asuhan Keperawatan Jiwa dengan gangguan

persepsi sensori : halusinasi pendengaran.

2. Profesi Keperawatan

Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan lainnya dalam

melaksanakan asuhan keperawatan jiwa dengan gangguan persepsi sensori

: halusinasi pendengaran, sehingga klien mendapatkan tindakan asuhan

keperawatan yang cepat, tepat dan optimal

3. Instansi

a. Rumah Sakit

Sebagai bahan pertimbangan oleh Rumah Sakit untuk membuat

kebijakan dalam meningkatkan kualitas pelayanan asuhan keperawatan

jiwa dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.

b. Pendidikan

Sebagai sumber bacaan atau referensi untuk meningkatkan kualitas

pendidikan keperawatan khususnya pada klien dengan gangguan

persepsi sensori : halusinasi pendengaran dan menambah pengetahuan

bagi para pembaca.

BAB II

LAPORAN KASUS

Bab II ini merupakan ringkasan asuhan keperawatan jiwa dengan

pengelolaan studi kasus asuhan keperawatan pada Ny. T dengan gangguan

persepsi sensori halusinasi pendengaran di ruang Srikandi RSJD Surakarta pada

tanggal 22 - 24 April 2013. Asuhan keperawatan ini dimulai dari pengkajian,

analisa data, perumusan diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan

evaluasi. Metode dalam keperawatan ini menggunakan metode allo anamnesa dan

auto anamnesa.

A. Pengkajian

Berdasarkan hasil pengkajian yang penulis lakukan pada tanggal 22

April 2013 didapatkan data sebagai berikut klien bernama Ny. T, jenis

kelamin perempuan, umur 36 tahun, beragama Islam, menikah, klien

berdomisili di Semarang, pendidikan terakhir klien SMP. Pada tanggal 18

April 2013 klien dibawa ke IGD RSJD Surakarta oleh adik kandungnya yaitu

Ny. Ta umur 33 tahun, yang sekaligus penanggung jawab dan tinggal

serumah dengan klien di Semarang dan bekerja sebagai ibu rumah tangga.

Klien dibawa ke RSJD Surakarta dengan alasan, karena sejak 1

minggu ini klien terlihat bingung, diam saja kadang tiba-tiba marah, istirahat

tidur kurang, sulit makan dan sulit minum obat, klien juga mendengar suara

dan bisikan-bisikan untuk mengajak berbicara bersama, biasanya suara yang

terdengar itu laki-laki kadang juga perempuan, suara itu muncul 1 hari bisa

pada pagi, siang dan malam hari pada saat klien mau tidur dan pada saat

klien sendiri dengan frekuensi sering, kira-kira berlangsung selama 7 menit,

klien juga tidak merasa takut, jika suara itu muncul malah ditanggapi dan

kelihatan seperti ngomong sendiri dan tertawa sendiri. Dengan melihat

kondisi klien tersebut, keluarga hanya mendiamkannya saja dan melihat

kondisi klien yang semakin parah akhirnya keluarga membawa klien ke

Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta untuk yang ketiga kalinya.

Riwayat penyakit dahulu didapatkan data sebelumnya klien pernah

dirawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta pada tgl 21 November 2012

dengan keluhan yang sama. Gangguan jiwa yang dialami klien terjadi sejak

tahun 2011. Riwayat pengobatan sebelumnya tidak berhasil karena klien

tidak teratur minum obat dan tidak tepat waktu untuk kontrol kerumah sakit

karena rumahnya jauh dan klien mengatakan malu dan merasa sendiri jarang

berinteraksi dengan orang lain dan lebih suka tiduran serta menonton televisi.

Faktor predisposisi didalam keluarganya pernah ada yang mengalami

gangguan jiwa yaitu kakak dari ayah klien. Klien mengatakan memiliki

pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan yaitu bercerai dengan

suaminya. Klien mengatakan tidak teratur minum obat karena terasa pahit dan

bosan. Pengkajian faktor presipitasi didapatkan data, klien mengatakan tidak

pernah mengalami penganiayaan fisik dari siapapun.

Hasil pemeriksaan fisik didapatkan dengan mengkaji tanda-tanda

vital, tekanan darah klien 110/70 mmHg, nadi 93 kali per menit, suhu

36,5oC, respirasi 22 kali per menit, untuk ukuran tinggi badan klien 157 cm

Ny. S

Mengalami gangguan jiwa

Ny. S

dan berat badan klien 48,5 kg. Dan hasil pengkajian keluhan fisiknya yaitu

klien tidak mempunyai riwayat penyakit jantung, sesak napas dan hipertensi.

Genogram :

Klien Ny. T 36 tahun

halusinasi pendengaran

Gambar 2.1. Genogram

Keterangan :

: Laki-laki : Tinggal 1 rumah

: Perempuan : Garis keturunan

: Meninggal : Mengalami gangguan jiwa

: Klien

Pengkajian psikososial didapatkan dari data diatas yaitu klien

merupakan anak ke 2 dari ke 5 saudaranya. Klien tinggal bersama adik ke 3

dan ke 5 yang masih sekolah, ibunya sudah meninggal dan ayahnya menikah

lagi. Pada riwayat keluarga klien ada yang mempunyai atau mengalami

gangguan jiwa yaitu Ny. S kakak dari ayah klien.

Pengkajian konsep diri didapatkan data pada gambaran dirinya, klien

mengatakan bahwa tubuhnya sehat, klien juga menyukai anggota tubuhnya

dan tidak ada anggota tubuhnya yang tidak klien sukai. Identitas diri, klien

mengatakan seorang perempuan yang merupakan anak ke 2 dari ke 5

saudaranya dan klien juga mengatakan sudah menikah tetapi sudah bercerai

dengan suaminya. Peran diri, klien mengatakan sebagai anggota masyarakat

biasa yang pernah bekerja di pabrik konveksi Jakarta dan hubungan dalam

kegiatan di masyarakat pasien jarang mengikutinya karena malu dengan

ganggguan jiwa yang dialaminya. Ideal diri, klien mengatakan ingin cepat

sembuh dan cepat kembali pulang kerumah untuk menjalankan tugasnya

seperti sediakala. Harga diri, klien megatakan bahwa hubungan dengan orang

lain saling menghargai satu sama lain.

Pengkajian hubungan sosial, orang yang berarti, klien mengatakan

orang yang paling berarti dalam hidupnya adalah kakak dan adik-adiknya.

Peran serta dalam kegiatan kelompok atau masyarakat, didapatkan data

pasien mengatakan jarang mengikuti kegiatan di masyarakat dan

lingkunganya karena merasa malu dengan dirinya yang mengalami gangguan

mentalnya saat ini, sehingga klien lebih suka diam dirumah karena merasa

terhibur dengan menonton televisi. Hambatan dalam berhubungan dengan

orang lain, klien mengatakan ada hambatan dalam berhubungan dengan

orang lain, buktinya klien jarang berinteraksi dengan teman-temannya dan

lebih suka tiduran ditempat tidur karena klien merasa malu. Pengkajian

spiritual, nilai dan keyakinan, klien mengatakan bahwa dirinya beragama

islam, kegiatan ibadah, klien mengatakan selama di rumah sakit dan di

rumah selalu aktif dalam menjalankan sholat 5 waktu.

Pengkajian status mental, selama dirawat Ny. T berpenampilan rapi,

gigi bersih, kuku pendek, rambut dikuncir, pakaian bersih dan klien memakai

seragam dari rumah sakit. Pembicaraan klien pada awal berbicara lambat

namun lama kelamaan cara bicara klien cepat dan jelas tetapi sehingga sulit

untuk memulai pembicaraan dan menjawab pertanyaan dengan singkat.

Aktivitas motorik Ny.T tampak lesu, kadang sering berdiam diri, sering

duduk menyendiri dan tiduran ditempat tidur. Alam perasaan, Ny. T merasa

sedih dan ingin segera pulang dengan observasi pandangan kosong diam dan

tampak sedih. Dalam pengkajian afek Ny. T pada saat ini tergolong afek datar

yaitu ditandai dengan tidak ada roman atau raut muka pada saat stimulasi

menyenangkan dan menyedihkan serta kadang tertawa sendiri. Interaksi

selama wawancara klien terlihat kooperatif, Ny. T mau diajak berbincang-

bincang dengan adanya kontak mata.

Pengkajian status mental berikutnya, yaitu persepsi, klien mengatakan

mendengar suara bisikan untuk berbicara bersama biasanya yang terdengar

itu suara laki-laki kadang juga suara perempuan, suara tersebut muncul pada

pagi, siang dan malam hari dalam sehari pada saat klien mau tidur dan saat

klien sendiri dengan frekuensi sering dan berlangsung selama kira-kira 7

menit, Ny.T juga tidak merasa takut jika suara itu muncul malah ditanggapi

dan kelihatan seperti ngomong sendiri dan tertawa sendiri. Pengkajian proses

pikir klien termasuk blocking karena pada setiap kali berinteraksi pada awal

pembicaraan klien lambat namun lama kelamaan cara bicara klien cepat dan

jelas tapi kadang-kadang bicara sendiri dan melamun. Isi pikir klien saat

dikaji, klien tidak mengalami gangguan, tidak ada waham, dan Ny. T

mengatakan ingin segera pulang dan bertemu keluarga di rumah. Tingkat

kesadaran Ny. T tampak bingung tetapi klien mampu menyebutkan hari atau

waktu dan orang dengan baik tanpa dibantu perawat.

Pengkajian status mental berikutnya yaitu memori jangka pendek

pada Ny.T didapatkan klien mampu mengingat kejadian selama satu minggu

terakhir dan memori jangka panjang Ny. T mampu mengingat masa lalu

karena dirinya pernah bekerja di pabrik konveksi Jakarta. Tingkat

konsentrasi, klien mampu berkonsentrasi dengan pertanyaan yang diberikan

tanpa harus diulang kembali dan klien mampu melakukan penambahan dan

pengurangan dalam berhitung. Kemampuan penilaian Ny. T mampu

mengambil keputusan yang sederhana setelah diberi sedikit penjelasan dari

perawat misalnya memilih mandi dahulu sebelum makan biar segar. Daya

tilik diri Ny. T mengatakan bahwa dirinya sadar berada dirumah sakit jiwa

dan menyadari kondisi kejiwaanya terganggu dan ingin cepat pulang.

Hasil pengkajian kebutuhan persiapan pulang didapatkan data bahwa

Ny.T mengatakan makan 3 kali sehari sesuai porsi yang diberikan di rumah

sakit, dengan menu nasi, sayur kangkung, lauk ayam dan tempe, buah pepaya

dan minum air 8 gelas per hari. Pada pengkajian defekasi, Ny. T mengatakan

BAB satu kali sehari, warna kuning kecoklatan dan berbau khas BAK lima

kali sehari, warna kuning jernih berbau khas dan dilakukan secara mandiri.

Kebutuhan mandi klien tercukupi Ny. T mengatakan mandi sehari dua kali

yaitu pagi dan sore dengan memakai sabun, gosok gigi, namun klien jarang

memakai shampo dan biasanya hanya satu minggu sekali. Dalam berpakaian

Ny. T mengatakan setelah mandi ganti pakaian yang bersih satu hari ganti

baju satu kali yang diberikan oleh rumah sakit dan berhias dengan memakai

bedak, lipstik dan menyisir rambut serta dikuncir. Istirahat dan tidur Ny. T

mengatakan tidur siang hanya 1 jam dan saat tidur malam hari 8 jam dengan

kualitas sering terbangun kalau ada suara temannya yang terbangun.

Penggunaan obat Ny. T mengatakan minum obat setelah makan dua kali

sehari yaitu pagi dan sore.

Hasil pengkajian pemeliharaan kesehatan, Ny. T mengatakan akan

selalu memperhatikan dirinya sendiri bila Ny. T sudah pulang klien akan

minum obat secara rutin dan kontrol. Kegiatan didalam rumah, Ny. T

melakukan aktifitas membantu adiknya menyapu dan mencuci piring.

Kegiatan diluar rumah, Ny. T mengatakan jarang keluar rumah,

berkomunikasi dengan tetangga dan berkumpul dalam kegiatan

masyarakatnya karena Ny. T merasa malu dengan gangguan kejiwaanya

sehingga klien lebih suka berdiam dalam rumah dan menonton televisi

sehingga tidak aktif dalam kegiatan dimasyarakatnya. Harapan Ny. T setelah

keluar dari rumah sakit, yakni klien mau bersosialisasi dan tidak akan malu

lagi sehingga akan aktif kembali dalam kegiatan dilingkungan

masyarakatnya.

Hasil pengkajian mekanisme koping, Ny. T mengatakan kalau ada

masalah diam dan tidak pernah menceritakan pada adiknya dan selama

dirumah sakit Ny. T jarang berbicara dengan klien lain karena merasa malu.

Masalah psikososial dan lingkungan Ny. T mengatakan jarang mengikuti

kegiatan dimasyarakat dan lingkunganya karena klien lebih suka diam

dirumah karena merasa terhibur dengan menonton televisi. Ny. T mengatakan

kurangnya pengetahuan tentang penggunaan obat, karena tidak jelas dengan

penggunaan obat yang diberikan rumah sakit jiwa daerah Surakarta dan

sampai kapan klien harus minum obatnya, sehingga saat dirumah Ny. T tidak

minum obat secara teratur dan menyebabkan gangguan jiwanya kambuh lagi.

Data penunjang yang penulis dapatkan antara lain, klien mendapatkan

terapi medis berupa triheksipenidil 2 mg/ 8jam, yang berpengaruh pada

sistem saraf pusat digunakan untuk mengontrol dan meringankan sementara

gejala insomnia dan ansietas. chlorpromazine 2 mg/ 8jam, dapat digunakan

untuk mengontrol kelaiana fisiologis dan dapat mengobati masalah perilaku

yang berhubungan dengan perilaku yang mudah terangsang dan trifloperazine

5 mg/ 6jam, dapat digunakan untuk mengurangi kebingungan dan halusinasi.

B. Perumusan Masalah Keperawatan

Berdasarkan data saat pengkajian didapatkan diagnosa utama yaitu

gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran. Data subyektif Ny. T

mengatakan mendengar suara dan bisikan untuk mengajak bicara bersama,

biasanya suara yang terdengar itu laki-laki kadang juga suara perempuan,

Ny.T mengatakan suara itu muncul pada pagi, siang dan malam hari dalam

sehari, pada saat mau tidur dan saat klien sendiri, frekuensi sering

berlangsung selama kira-kira 7 menit, Ny. T juga tidak merasa takut jika

suara itu muncul malah ditanggapinya. Data obyektif, Ny. T tampak bingung,

Gangguan persepsi sensori

halusinasi

lesu, melamun, diam saja, ada kontak mata, sering duduk menyendiri serta

bicara sendiri dan kadang tertawa sendiri.

Berdasarkan data subyektif dan obyektif tersebut dapat diambil

masalah keperawatan yaitu ganggun persepsi sensori : halusinasi

pendengaran.

Dari masalah keperawatan yang ada didapatkan pohon masalah

sebagai berikut :

Resiko perilaku kekerasan akibat

core problem

Isolasi sosial : menarik diri etiologi

Daftar gambar 2.2. Pohon masalah

C. Perencanaan

Data yang diperoleh pada tanggal 22 April 2013 ditemukan

permasalahan yang menjadi rumusan diagnosa keperawatan gangguan

persepsi sensori : Halusinasi pendengaran, tujuan yang umum dilakukan

tindakan keperawatan pada permasalahan yang dihadapi klien yaitu klien tidak

mencederai diri sendiri atau orang lain dan lingkungan.

Tujuan khusus yang pertama yaitu klien dapat membina hubungan

saling percaya. Kriteria evaluasi, setelah 1 kali pertemuan dalam waktu 15

menit klien dapat mengungkapkan perasaannya dan keadaanya saat ini secara

verbal. Intervensi yang dilakukan yaitu, bina hubungan saling percaya dengan

mengugunakan prinsip komunikasi teraupetik, salam terupetik, perkenalkan

nama, jelaskan tujuan interaksi, ciptaka lingkungan yang tenang, buat kontrak

yang jelas sesuai strategi pelaksanaan berikutnya, tepati waktu, dorong dan

beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya, dengarkan

ungkapan klien dengan empati dan tujuan perawat berkenalan, tanyakan nama

lengkap dan nama panggilan yang disukai klien, buat kontrak yang jelas,

tunjukkan sikap jujur dan menepati janji setiap kali interaksi, tunjukkan sikap

empati.

Tujuan khusus yang kedua yaitu klien dapat mengenal halusinasinya.

Kriteria evaluasi, setelah dilakukan 3-4 kali pertemuan dalam waktu 20 menit

interaksi klien dapat membedakan hal nyata dan hal yang tidak nyata dengan

menceritakan hal-hal yang nyata dan klien dapat menyebutkan situasi yang

menimbulkan halusinasi, sifat, isi, waktu, frekuensi halusinasi. Intervensi yang

dilakukan, adakan kontak sering dan singkat secara bertahap 5 menit setiap 1

jam, 10 menit setiap 1 jam, 15 menit setiap 1 jam observasi tingkah laku

verbal atau non verbal yang berhubungan dengan halusinasi terkait dengan

bicara sendiri isi bicara, mata melotot, tiba melotot, tiba-tiba pergi, tertawa

tiba-tiba gambarkan tingkah laku halusinasi pada klien "apa terdengar /

dilihat", terima halusinasi sebagai hal yang nyata bagi klien. Tetapi tidak bagi

perawat tidak membenarkan dan tidak menyangkal, bersama klien

mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi sifat, isi, waktu, dan

frekuensi halusinasi, bersama klien menentuukan faktor pencetus halusinasi

"apa yang terjadi sebelum halusinasi", dorong klien mengungkapkan

perasaanya ketika sedang halusinasi.

Tujuan khusus yang ketiga yaitu klien dapat mengontrol

halusinasinya. Kriteria evaluasi, setelah 3 kali pertemuan dalam waktu 15

menit klien dapat menyebutkan tindakan yang bisa dilakukan bila sedang

berhalusinasi serta klien dapat menyebutkan 2 dari 3 cara memutus halusinasi.

Intervensi yang dilakukan, indentifikasi bersama klien tindakan apa yang

dilakukan bila sedang berhalusinasi, beri pujian terhadap ungkapan klien

tentang tindakannya, diskusikan cara memutus halusinasi, dengan cara

meghardik dan memeperagakannya, dorong klien untuk menyebutkan kembali

cara memutus halusinansi, beri pujian atas upaya klien, dorong klien memilih

tindakan apa yang akan dilakukan, dorong klien untuk mengikuti terapi

aktivitas kelompok, beri pujian bila dapat melakukannya.

Tujuan khusus yang keempat yaitu klien dapat memanfaatkan obat

dengan baik. Kriteria hasil, setelah 3 kali pertemuan dalam waktu 10 menit,

klien minum obat sesuai atuaran. Intervensi yang dilakukan, diskusikan

dengan klien tentang obat untuk mengontrol halusinasi, bantu klien untuk

memastikan klien telah minum obat secara teratur untuk mengontrol

halusinasinya.

Tujuan khusus yang kelima yaitu klien dapat dukungan keluarga dalam

mengontrol halusinasi setelah 1 kali dalam waktu 15 menit dirumah.

Intervensi, dorong klien untuk memberi tahu keluarga ketika timbul

halusinasi, lakukan kunjungan keluarga atau home visite kenalkan keluarga

pada halusinasi klien, ajarkan cara merawat klien dirumah. Informasikan cara

memodifikasi lingkungan agar mendukung realitas dan dorong keluarga

memanfaatkan fasilitas kesehatan dalam mengontrol halusinasi klien.

D. Implementasi

Berdasarkan rencana keperawatan yang telah disusun pada tanggal 22 -

24 April 2013 dilaksanakan tindakan keperawatan untuk diagnosa gangguan

persepsi sensori : halusinasi pendengaran.

Tindakan pada tanggal 22 April pukul 10.25 WIB setelah 1 kali

pertemuan dalam waktu 15 menit adalah melakukan tindakan SP yang

pertama. SP yang pertama yaitu bina hubungan saling percaya dengan prinsip

komunikasi teraupetik, salam teraupetik, perkenalkan nama, jelaskan tujuan

interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas, tepati

waktu jika dalam pertemuan untuk strategi pelaksanaan berikutnya, dorong

dan beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaanya, dengarkan

ungkapan klien dengan empati dan tunjukkan perhatian kepada klien,

tanyakan masalah yang dialami klien, tanyakan nama lengkap dan nama

panggilan yang disukai klien buat kontrak yang jelas, tunjukkan sikap jujur

dan menempati janji setiap kali interaksi. Serta tanyakan masalah yang dialami

klien. Dan pada pukul 12.37 WIB setelah 1 kali pertemuan dalam waktu 15

menit di lanjutkan SP yang kedua yaitu membantu mengenal masalah yang

dihadapi klien, mengidentifikasi isi halusinasi mengidentifikasi waktu

halusinasi, mengidentifikasi frekuensi halusinasi, mengidentifikasi respon

klien terhadap halusinasi, validasi masalah yaitu mengenal halusinasi

Tindakan pada tanggal 23 April pukul 10.15 WIB setelah 1 kali

pertemuan dalam waktu 20 menit yaitu mendiskusiksn perasaan klien saat ini,

memvalidasi strategi pelaksanaan yang kedua yaitu mengenal halusinasi,

lanjut strategi pelaksanaan yang ketiga yaitu mengontrol halusinasi dengan

cara menghardik dan bercakap-cakap dengan orang lain. Dan pada pertemuan

ini klien hanya diajari cara mengontrol halusinasi dengan cara yang pertama

yaitu dengan cara menghardik yaitu menanyakan perasaan klien menyapa

klien dengan ramah, baik verbal maupun non verbal, tunjukan perhatian

kepada klien dan mengajarkan cara mengontrol halusinasi dengan cara

menghardik.

Tindakan yang dilakukan pada tanggal 24 April pukul 11.45 WIB

setelah 1 kali selama 15 menit peretemuan yaitu memvalidasi strategi

pelaksanaan yang kedua yaitu mengenal halusinasi, memvalidasi strategi

pelaksanaan yang ketiga yaitu mengontrol halusinasi dengan cara yang

pertama menghardik, lanjut strategi pelaksanaan yang ketiga dengan cara

yang kedua yaitu bercakap - cakap dengan orang lain mengajarkan cara

mengontrol halusinasi dengan cara menghardik dan bercakap - cakap dengan

orang lain serta mengajarkan klien memasukan cara mengontrol halusinasi

kedalam jadwal harian.

E. Evaluasi

Penilaian tindakan keperawatan yang dilakukan berhasil atau tidak dan

mengetahui ada perkembangan pada klien serta apakah masalah sudah teratasi

maka perlu dilakukan evaluasi. Evaluasi dilakukan tanggal 22 – 24 April

2013.

Diagnosa gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran pada

tanggal 22 April 2013 pukul 10.25 WIB didapatkan data subyektif klien

mengatakan perasaanya senang bisa berkenalan dengan perawat dengan nama

yang disukai dengan panggilan Ny. T. Data objektif klien tampak tersenyum

dan bicara spontan. Analisa klien mampu mengungkapkan masalah yang

dihadapi serta menunjukka sikap percaya dan terbuka terhadap perawat.

Perencanaan validasi SP 1 dan setelah klien selesai makan siang tepatnya

pukul 12.37 WIB melanjutkan SP yang ke 2 yaitu mengenal halusinasi yang

dialaminya. Kemudian pada tanggal 22 April 2013 pukul 12.37 WIB

didapatkan data subjektif klien mengatakan perasaannya senang bisa bertemu

dengan perawat kembali serta klien juga mengatakan sering mendengar

bisikan - bisikan dan suara untuk mengajaknya berbicara bersama, biasanya

suara yang didengar laki - laki kadang juga perempuan, suara muncul pagi,

siang dan malam dalam sehari pada saat klien sendiri dan saat mau tidur

biasanya berlangsung selama 7 menit, klien juga tidak merasa takut jika suara

itu muncul malah ditanggapinya. Data objektif bicara spontan, ekspresi tenang

dan klien terlihat bingung, diam, bicara sendiri, tertawa sendiri dan tiba - tiba

marah. Berdasarkan data tersebut dapat di analaisa klien mampu

mengungkapakan masalah yang dihadapai dan mengenal halusinasi yang

dialaminya yaitu halusinasi pendengaran. Perencanaan untuk pertemuan

berikutnya evaluasi SP 1 yaitu meningkatkan kembali hubungan saling

percaya dan SP 2 mengajarkan kepada klien untuk mengenal halusinasi yang

dialaminya lanjut SP 3 yaitu. Mengontrol halusinasi dengan cara yang pertama

mengontrol halusinasi dengan cara menghardik dan cara yang kedua yaitu

mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.

Hari ke 2 tanggal 23 April 2013 pukul 10.15 WIB didapatkan data

subjektif klien mengatakan perasaanya senang bisa bertemu denagan perawat

lagi dan klien mengatakan sudah mampu mengenal halusinasi yang

dialaminya yaitu halusinasi pendengaran dan klien mau melakukan cara

mengontrol halusinasinya dengan cara yang pertama yaitu dengan cara

menghardik dan memperagakannya, dengan respon klien mengatakan "pergi-

pergi sambil menutup kedua telinga kamu suara palsu dan saya tidak mau

mendengarmu lagi. Yang diperagakan pada waktu klien merasa sendiri dan

saat mau tidur dengan frekuensi sering dan berlangsung selama 7 menit yaitu

pada pagi, siang dan malam hari. Data objektif klien terlihat bingung, ada

kontak mata, dan perhatian baik. Analisa klien didapatkan klien mampu

memperagakan cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik.

Perencanaan perawat adalah evaluasi SP 2 yaitu mengenal halusinasi,

memvalidasi SP 3 yaitu mengontrol halusinasi dengan cara yang pertama

adalah menghardik serta lanjutkan SP 3 yaitu mengontrol halusinasi dengan

cara yang kedua yaitu mengontrol halusinasi dengan cara barcakap-cakap

dengan orang lain dan menganjurkan klien untuk memasukkan kedalam

jadwal harian.

Hari ke 3 tanggal 24 April pukul 11.45 WIB didaptakan data klien

mengatakan hari ini perasaannya senang dan sudah mampu mengenal

halusinasi yang dialaminya yaitu halusinasi pendengaran dan klien

mengatakan masih ingat cara mengontrol halusinasinya yang dialaminya

dengan cara menghardik dan sudah mempraktekannya, serta klien mampu

mempraktekan cara mengontrol halusinasi dengan cara yang kedua yaitu

bercakap - cakap dengan orang lain yang fungsinya jika cara yang pertama

belum hilang juga bisa dilakukan cara yang kedua ini dan klien mau

memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian. Analisa klien didapatkan data

klien mampu memperagakan cara mengontrol halusinasi dengan cara yang

pertama yaitu menghardik dan klien mampu mempraktekan cara mengontrol

halusinasi dengan cara yang kedua yaitu bercakap-cakap dengan orang lain

dan klien mau memasukan kedalam jadwal harian. Penulis mendelegasikan

kepada perawat ruang untuk memvalidasi cara mengontrol halusinasi dengan

cara menghardik dan bercakap-cakap dengan orang lain yaitu, mengevaluasi

cara mengontrol halusinasi dengan cara yang pertama yaitu menghardik, dan

melatih klien cara mengontrol halusinasi dengan cara yang kedua yaitu

bercakap-cakap dengan orang lain, serta menganjurkan klien memasukkan

dalam kegiatan harian dan melanjutkan strategi pelaksanaan yang lainnya

yaitu strategi pelaksanaan yang keempat adalah klien dapat memanfaatkan

obat dengan baik dan strategi pelaksanaan yang kelima yaitu klien dapat

dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasi setelah dirumah.

BAB III

PEMBAHASAN DAN SIMPULAN

B. Pembahasan

Pada bab pembahasan penulis akan membahas mengenai kesenjangan

yang penulis dapatkan antara konsep dasar teori dan kasus nyata masalah

keperawatan pada Ny. T dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi

pendengaran di ruang Srikandi Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta, pada

tanggal 22 – 24 April 2013 dari tahap pengkajian, diagnosa, intervensi,

implementasi dan evaluasi serta pada bagian akhir dari penulisan laporan

studi kasus ini, penulis akan memberikan kesimpulan dan saran, yang

diharapkan dapat bermanfaat dalam meningkatkan asuhan keperawatan pada

pasien, khusunya pada pasien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi

pendengaran.

Menurut Cook and Fontaine (1987 dalam fitria 2009 : 51) perubahan

persepsi sensori halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana

klien mengalami perubahan persepsi sensori, seperti merasakan sensasi palsu

berupa suara, pengelihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan, biasanya

klien merasakan stimulus yang bisa juga diartikan sebagai persepsi sensori

tentang suatu objek, gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya

rangsangan dari luar meliputi sistem penginderaan (pendengaran,

penglihatan, penciuman, perabaan atau pengecapan).

Proses terjadinya halusinasi yaitu fase pertama disebut juga dengan

fase comforting yaitu fase menyenangkan. Karakteristik klien mengalami

stres, cemas, rasa bersalah dan kesepian yang memuncak biasanya klien

mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan. Perilaku klien

biasanya tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakan bibir tanpa

suara, pergerakan mata cepat respon verbal yang lambat jika sedang asyik

dengan halusinasinya serta suka menyendiri. Fase kedua yaitu fase

condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi menjadi menjijikan. Fase

ketiga adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori

menjadi berkuasa, suara halusinasi semakin menonjol, menguasai dan

mengontrol klien. Fase keempat adalah fase conquering atau panik yaitu klien

lebur dengan halusinasinya (Hartono, 2010 : 106). Hasil pengkajian Ny. T

termasuk dalam kriteria halusinasi fase pertama comforting yaitu fase

menyenangkan, yang didukung dengan respon klien terlihat bingung dan suka

menyendiri. Klien juga tidak merasa takut, jika suara itu muncul malah

ditanggapi dan kelihatan seperti ngomong sendiri dan tertawa sendiri.

7. Pengkajian

Menurut Keliat (2006), pengkajian merupakan tahap awal dan

dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas

pengumpulan data dan perumusan kebutuhan, atau masalah klien. Data

yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial, dan spiritual.

Data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokkan menjadi

faktor predisposisi, penilaian terhadap stresor, sumber koping dan

kemampuan koping yang dimiliki klien. Dalam pengumpulan data penulis

menggunakan metode wawancara dengan klien dan keluarga pada saat

menjenguknya. Serta observasi secara langsung terhadap kemampuan dan

perilaku klien dan dari status klien. Karena keluarga juga berperan

sebagai sumber data yang mendukung dalam memberikan asuhan

keperawatan pada Ny. T.

Menurut Fitria, (2009) faktor predisposisi adalah faktor resiko

yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan

oleh individu untuk mengatasi stress yang diperoleh dari klien maupun

keluarganya yang meliputi faktor perkembangan, sosiokultural, biokimia,

psikologis dan genetik. Faktor genetik pada klien dilihat dari teori yaitu

adanya gen yang berpengaruh dalam skizofrenia belum diketahui, tetapi

hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan

yang sangat berpengaruh pada penyakit ini. Di dalam keluarga klien ada

yang mempunyai riwayat gangguan jiwa yaitu kakak dari ayah klien.

Menurut Sunardi (2005) halusinasi muncul sebagai suatu proses panjang

yang berhubungan dengan kepribadian seseorang, karena itu halusinasi

dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman psikologis seseorang. Klien

mengatakan memiliki pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan

yaitu bercerai dengan suaminya. Hal ini sesuai antara teori dan pengkajian

penulis.

Faktor presipitasi adalah stimulus tang dipersepsikan oleh

individu sebagai tantangan, ancaman atau tuntutan yang memerlukan

energi ekstra untuk menghadapinya (Fitria, 2009). Hal ini sesuai dengan

oengkajian yang penulis dapatkan yaitu Ny. T mengatakan tidak pernah

mengalami penganiayaan fisik dari siapapun.

Menurut Yosep (2009) klien dengan halusinasi pendengaran

memiliki rasa menarik diri, postur tubuh berubah, dan menyendiri

diruangan atau tiduran ditempat tidur setiap saat. Hal ini sesuai dengan

laporan kasus didapatkan data pengkajian aktivitas motorik klien tampak

lesu, sering berdiam diri dan sering duduk menyendir dan tiduran

ditempat tidur. Klien dengan halusinasi pendengaran memiliki afek datar

(Hartono, 2010). Teori ini sesuai dengan laporan kasus pada pengkajian

afek, dengan didapatkan data Ny. T yaitu ditandai dengan tidak ada roman

atau raut muka pada saat stimulasi menyenangkan dan menyedihkan dan

kadang tertawa sendiri.

Menurut Keliat (2006) pada pengkajian proses pikir meliputi

observasi pembicaraan selama wawancara sirkumtansial, angensial,

kehilangan asosiasi, fligh of idea, blocking atau preseverasi. Hal ini sesuai

dengan laporan pengkajian yang dilaporkan oleh penulis, proses pikir Ny.

T termasuk blocking karena pada setiap kali berinteraksi pada awal

pembicaraan klien lambat namun lama kelamaan cara bicara klien cepat,

jelas tapi kadang-kadang bicara sendiri dan melamun.

Menurut Keliat (2006), didalam persepsi harus dijelaskan jenis-

jenis halusinasi yang dialami klien, menjelaskan isi halusinasi, frekuensi

gejala yang tampak pada saat klien berhalusinasi dan perasaaan klien

terhadap halusinasinya. Pengkajian status mental yang penulis lakukan

pada klien Ny.T sesuai dengan teori, dimana difokuskan pada pola

persepsi yaitu didapatkan data bahwa klien mengatakan mendengar suara

bisikan untuk berbicara bersama biasanya yang terdengar itu suara laki-

laki kadang juga suara perempuan, suara tersebut muncul 1 hari bisa pada

pagi, siang dan malam hari pada saat klien mau tidur dan saat klien

sendiri dengan frekuensi sering dan berlangsung selama kira-kira 7 menit,

Ny. T juga tidak merasa takut jika suara itu muncul malah ditanggapi dan

kelihatan seperti ngomong sendiri dan tertawa sendiri. Menurut Keliat

(2006) didalam pengkajian klien halusinasi biasanya individu akan

merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan

atau pengiduan, dimana klien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak

ada.

Penyebab halusinasi pendengaran secara spesifik tidak diketahui

namun banyak faktor yang mempengaruhinya seperti faktor biologis,

psikologis, sosial budaya dan sterssor pencetusnya adalah stress

lingkungan, biologis, pemicu masalah-masalah koping dan mekanisme

koping (Nasution, 2003). Mekanisme koping adaptif dan maladaptif

merupakan tiap upaya yang diarahkan pada pengendalian stres, termasuk

upaya penyelesaian masalah secara langsung dan mekanisme pertahanan

lain yang digunakan untuk melindungi diri (Fitria, 2009). Pengkajian

mekanisme koping pada Ny. T termasuk dalam mekanisme koping

maladaptif diman klien mengatakan Ny.T kalau ada masalah diam dan

tidak pernah menceritakan pada adiknya dan selama dirumah sakit Ny. T

jarang berbicara dengan klien lain karena merasa malu.

Pengkajian aspek medis, didapatkan data pasien mendapatkan

terapi medis berupa triheksipenidil 2 mg/ 8jam yang berpengaruh pada

sistem saraf pusat digunakan untuk mengontrol dan meringankan

sementara gejala insomnia dan ansietas, chlorpromazine 2 mg/ 8jam dapat

digunakan untuk mengontrol kelaiana fisiologis dan dapat mengobati

masalah perilaku yang berhubungan dengan perilaku yang mudah

terangsang dan trifloperazine 5 mg/ 6jam dapat digunakan untuk

mengurangi kebingungan dan halusinasi (ISO, 2010).

8. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah diagnosis yang dibuat oleh perawat

profesional yang menggambarkan tanda dan gejala yang menunjukkan

masalah kesehatan yang dirasakan klien dimana berdasarkan pendidikan

dan pengalaman mampu menolong klien (Nurjannah 2005).

Menurut Keliat (2006), pohon masalah pada halusinasi dapat

mengakibatkan klien mengalami kehilangan kontrol pada dirinya,

sehingga bisa membahayakan diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.

Hal ini terjadi jika halusinasi sudah sampai pada empat fase, dimana klien

mengalami panik dan perilakunya dikendalikan oleh isi halusinasinya.

Masalah yang menyebabkan halusinasi itu adalah isolasi sosial, maka

klien menjadi menarik diri dari lingkungan. Hal ini sesuai dengan data

pada pengkajian Ny. T dimana pada klien ditemukan masalah isolasi

sosial menarik diri yang ditandai dengan klien terlihat menyendiri dan

jarang berinteraksi dengan orang lain, serta dari data catatan perawat saat

pertama kali klien masuk, klien sering marah tiba-tiba, hal ini mengarah

pada permasalahan resiko perilaku kekerasan. Berdasarkan masalah –

masalah tersebut, maka disusun pohon masalah yaitu isolasi sosial

(menarik diri) sebagai penyebab, gangguan persepsi sensori: halusinasi

pendengaran atau lihat sebagai core problem, dan resiko perilaku

kekerasan yang diarahkan pada lingkungan sebagai akibat (Rasmun,

2009).

Penulis mengangkat diagnosa keperawatan utama gangguan

persepsi sensori: halusinasi pendengaran pada Ny. T sebagai prioritas

masalah utama yang didukung dengan data subyektif yaitu klien

mengatakan mendengar suara-suara bisikan untuk mengajaknya berbicara

bersama, suara yang terdengar biasanya laki-laki kadang juga perempuan,

suara itu muncul 1 hari bisa pada pagi, siang dan malam hari pada saat

mau tidur dan saat klien sendiri, frekuensi sering kira-kira 7 menit, klien

juga tidak merasa takut jika suara itu muncil malah ditanggapinya. Data

objektif klien tampak bingung, lesu, melamun, diam saja, ada kontak mata

serta bicara sendiri dan kadang tertawa sendiri.

3. Rencana Keperawatan

Rencana tindakan keperawatan merupakan serangkaian tindakan

yang dapat mencapai tiap tujuan khusus. perencanaan keperawatan

meliputi perumusan tujuan khusus, tindakan dan penilaian rangkaian

asuhan keperawatan pada klien berdasarkan analisis pengkajaian agar

masalah kesehatan dan keperawatan klien dapat diatasi (Nurjannah 2005).

Rencana keperawatan yang penulis lakukan sama dengan landasan teori

yang sudah penulis jabarkan dalam BAB II, hal ini karena rencana

tindakan keperawatan tersebut telah sesuai dengan SOP (Standart

Operasional Prosedur) yang telah ditetapkan. Data yang diperoleh pada

tanggal 22 - 24 April 2013 ditemukan permasalahan yang menjadi

rumusan diagnosa keperawatan gangguan persepsi sensori : Halusinasi

pendengaran.

Rencana keperawatan pada Ny. T penulis sesuaikan dengan

rencana keperawatan menurut Rasmun (2009) dimana tujuan umum

dilakukan tindakan keperawatan pada permasalahan yang dihadapi klien

yaitu klien tidak mencederai diri sendiri atau orang lain dan lingkungan.

Tujuan khusus yang pertama yaitu klien dapat membina hubungan saling

percaya setelah 1 kali pertemuan dalam aktu 15 menit dengan tujuan

sebagai dasar interaksi teraupetik perawat – klien agar klien dapat

mengungkapkan perasaannya dan keadaanya saat ini secara verbal. Beri

kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya, hal ini sebagai

bukti bahwa klien mulai mempercayai perawat. Tujuan khusus yang kedua

yaitu klien dapat mengenal halusinasinya, setelah 1 kali peretemuan dalam

waktu 20 menit yang bertujuan agar klien dapat membedakan hal nyata

dan hal yang tidak nyata dengan menyebutkan situasi yang menimbulkan

halusinasi, sifat, isi, waktu, frekuensi halusinasi. Observasi tingkah laku

verbal atau non verbal yang berhubungan dengan halusinasi terkait dengan

bicara sendiri isi bicara, mata melotot, tiba melotot, tiba-tiba pergi, tertawa

tiba-tiba halusinasi harus dikenalkan terlebih dahulu oleh perawat agar

intervensi efektif. Gambarkan tingkah laku halusinasi pada klien "apa

terdengar / dilihat", tujuannya klien mungkin tidak mampu untuk

mengungkapkan persepsinya, maka perawat dapat memfasilitasi klien

untuk mengungkapkan secara terbuka.

Tujuan khusus yang ketiga menurut Rasmun (2009) yaitu klien

dapat mengontrol halusinasinya, setelah 1 kali pertemuan dalam waktu 15

menit yaitu mendiskusikan cara memutus halusinasi dengan tujuan

halusinasi yang terkontrol oleh klien maka resiko kekerasan tidak terjadi

serta menganjurkan klien memilih tindakan apa yang akan dilakukan

memberi kesempatan pada klien untuk memutuskan tindakan

meningkatkan harga diri klien. Tujuan khusus yang keempat yaitu klien

dapat memanfaatkan obat dengan baik setelah 3 kali pertemuan dalam

waktu 10 menit dengan tujuan meningkatkan pengetahuan dan motivasi

klien untuk minum obat secara teratur serta membantu yang bertujuan

untuk mengontrol halusinasinya. Tujuan khusus yang kelima yaitu klien

dapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasi setelah dirumah

setelah 1 kali pertemuan dengan waktu 15 menit yang bertujuan

mengajarkan cara merawat klien dirumah serta informasikan cara

memodifikasi lingkungan agar mendukung realitas dan menganjurkan

keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan dalam mengontrol halusinasi

klien yang bertujuan keluarga mampu merawat klien dengan halusinasi

paling efektif mendukung kesembuhan klien dengan masalah halusinasi.

Berdasarkan intervensi yang penulis lakukan, terdapat kesamaan

antara konsep dasar teori dengan pembahasan pada kasus Ny. T, karena

penulis mengacu pada teori yang ada, dimana tahapan – tahapan

perencanaan yang ada pada kasus Ny. T sesuai dengan keadaan dan

kondisi klien dan sesuai dengan strategi pelaksanaan yang penulis buat.

4. Implementasi keperawatan

Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan,

perawat perlu memvalidasi dengan singkat, apakah rencana tindakan masih

sesuai dan dibutuhkan klien saat ini. Perawat juga menilai sendiri, apakah

mempunyai kemampuan interpersonal, intelektual dan tehnikal yang

diperlukan untuk melaksanakan tindakan. Perawat juga menilai kembali

apakah tindakan aman bagi klien. Setelah tidak ada hambatan maka

tindakan keperawatan boleh dilaksanakan.pada saat akan melaksanakan

tindakan keperawatan, perawat membuat kontrak (inform consent) dengan

klien yang isinya menjelaskan apa yang akan dilaksanakan peran serta

yang diharapkan dari klien, dokumentasikan semua tindakan yang telah

dilaksanakan beserta respon klien (Direja, 2011).

Menurut Rasmun (2009) strategi pelaksanaan pada klien dengan

gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran strategi pelaksanaan

yang pertama yaitu membina hubungan saling percaya, strategi

pelaksanaan yang kedua yaitu klien dapat mengenal halusinasinya, strategi

pelaksanaan yang ketiga mengajarkan cara mengontrol halusiansi dengan

cara yang pertama yaitu menghardik dan cara yang kedua dengan

bercakap-cakap dengan orang lain, serta menganjurkan klien memasukkan

kedalam jadwal harian, strategi pelaksanaan yang keempat yaitu

mengajarkan klien untuk memanfaatkan obat dengan baik dan startegi

pelaksanaan yang kelima adalah mendapat dukungan keluarga dalam

mengontrol halusinasi setelah dirumah.

Pada interaksi tersebut penulis melakukan tindakan keperawatan

untuk mengatasi tujuan khusus yang pertama, kedua dan ketiga, sesuai

dengan strategi pelaksanaan yang penulis buat yaitu pada tujuan khusus

yang pertama klien dapat membina hubungan saling percaya, pada tujuan

khusus yang kedua, klien dapat mengenal halusinasinya dan pada tujuan

khusus yang ketiga klien dapat mengontrol halusinasinya. Hal ini

dilakukan karena hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi yang

terapeutik antar perawat dengan klien (Rasmun, 2009).

Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 22 April

2013 pukul 10.25 WIB, yaitu strategi pelaksanaan yang pertama yaitu

tujuan khusus yang pertama membina hubungan saling percaya dengan

menggunakan komunikasi teraupetik, beri kesempatan klien untuk

mengungkapkan perasaanya agar tercipta kepercayaan antara klien dan

perawat dan dilanjutkan pukul 12.37 WIB strategi pelaksanaan yang kedua

yaitu tujuan khusus yang kedua adalah membantu klien untuk mengenal

halusinasi yang dialaminya.

Sedangkan pada tanggal 23 April 2013 pukul 10.15 WIB adalah

melanjutkan tujuan khusus yang pertama bina hubungan saling percaya,

dan mengevaluasi kemampuan pasien pada tujuan khusus yang kedua

yaitu mengenal halusinasi diantaranya mengobservasi tingkah laku Ny. T

terkait dengan halusinasinya dengan menanyakan apakah ada suara yang

didengar, menanyakan kapan suara itu muncul dan berapa lama,

menanyakan pada situasi apa suara itu muncul, frekuensi munculnya

halusinasi serta menanyakan perasaan Ny. T saat halusinasi muncul.

Selanjutnya pada tanggal 24 April 2013 pukul 11.45 WIB

implementasi yang dilakukan oleh perawat adalah membina hubungan

saling percaya, mengevaluasi kembali kemampuan pasien pada tujuan

khusus yang sebelumnya, kemudian melanjutkan starategi pelaksanaan

yang ketiga yaitu mendiskusikan cara baru untuk mengontrol

halusinasinya, membantu klien memilih dan melatih cara mengontrol

halusinasi yang pertama yaitu menghardik, dan cara yang kedua yaitu

bercakap-cakap dengan orang lain serta memberikan kesempatan klien

untuk mempraktekkan cara yang telah diajarkan, memberikan pujian jika

berhasil serta menganjurkan untuk memasukkan kedalam jadwal kegiatan.

Implementasi yang penulis lakukan sesuai dengan tindakan dan

teori strategi pelaksanaan oleh Rasmun (2009), tetapi pada interaksi

keperawatan yang tidak dapat penulis lakukan adalah tujuan khusus yang

keempat yaitu klien dapat memanfaatkan obat dengan baik dan strategi

yang kelima tentang dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasi

setelah dirumah karena keterbatasan waktu yang dimiliki oleh penulis,

sehingga pada pelaksanaan selanjutnya penulis mendelegasikan pada

perawat ruang.

Kekuatan penulis dalam pencapaian tujuan khusus, pertama,

kedua dan ketiga adalah penulis telah mempersiapkan strategi pelaksaan

sebagai acuan dalam melakukan implementasi keperawatan serta Ny. T

mau berinteraksi dengan penulis dan bersedia mengutarakan masalah yang

di hadapinya.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan adalah proses berkelanjutan untuk menilai

efek dari tindakan keperawatan pada pasien. Evaluasi terus menerus pada

respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan.

Evaluasi dibagi menjadi dua yaitu evaluasi proses atau sumatif yang

dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan keperawatan, evaluasi

hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan antara respon

pasien dan tujuan khusus serta umum yang telah ditentukan (Keliat, 2006).

Dalam kasus ini penulis menggunakan evaluasi hasil (sumatif)

serta menggunakan sistem penulisan SOAP, karena evaluasi hasil

(sumatif) dilakukan pada akhir tindakan perawatan klien dan SOAP terdiri

dari subyek data, obyektif data, analisis atau assesment dan perencanaan.

Evaluasi dilakukan setiap hari sesudah interaksi dilakukan terhadap klien.

Evaluasi ini dilakukan pada gangguan persepsi sensori : halusinasi

pendengaran. Hasil evaluasi yang penulis dapat sesuai dengan kriteria

evaluasi yang penulis jabarkan pada BAB II.

Evaluasi yang penulis dapatkan dalam tercapainya strategi

pelaksanaan pertama, pada tujuan khusus pertama yaitu klien dapat

membina hubungan saling percaya dengan perawat tercapai. Evaluasi yang

penulis dapatkan dalam tercapainya tujuan khusus yang kedua yaitu

mengenal halusinasi. Hasil evaluasi yang penulis dapatkan dalam tujuan

khusus kedua sesuai dengan kriteria evaluasi pada perencanaan yang

penulis buat yaitu klien mampu mengenal halusinasi yang dialaminya

dengan mampu menyebutkan isi, frekuensi, situasi dan respon saat

halusinasi itu datang. Evaluasi yang penulis dapatkan dalam tujuan khusus

yang ketiga yaitu mampu mempraktekan cara untuk mengontrol

halusinasinya yaitu dengan melatih cara mengontrol halusinasi yang

pertama yaitu menghardik, dan cara yang kedua yaitu bercakap-cakap

dengan orang lain serta menganjurkan untuk memasukkan kedalam jadwal

kegiatan. Dengan kriteria hasil klien mampu mempraktekan cara tersebut

jika halusinasi itu datang dalam waktu 1 kali 15 menit pertemuan.

Beberapa kesulitan yang dialami penulis selama proses

keperawatan dilakukan yaitu tuujuan khusus tidak dapat tercapai semua

dikarenakan, selama proses keperawatan keluarga tidak ada yang datang

menjenguk klien. Solusi untuk menyikapi hambatan tersebut yaitu dapat

dilakukan dengan kerjasama tim antar para perawat ruangan, penulis juga

mendelegasikan kepada perawat ruangan untuk melakukan tindakan

keperawatan pada Ny. T yaitu memvalidasi cara mengontrol halusinasi

dengan cara menghardik dan bercakap-cakap dengan orang lain yaitu,

mengevaluasi cara mengontrol halusinasi dengan cara yang pertama yaitu

menghardik, dan melatih klien cara mengontrol halusinasi dengan cara

yang kedua yaitu bercakap-cakap dengan orang lain, serta menganjurkan

klien memasukkan dalam kegiatan harian.

C. Simpulan dan Saran

3. Simpulan

8. Dari hasil pengkajian yang didapatkan pada Ny. T yaitu data subjektif

klien mengatakan mendengar suara-suara bisikan untuk mengajaknya

berbicara bersama, suara yang terdengar biasanya laki-laki kadang juga

perempuan, suara itu pada pagi, siang dan malam dalam sehari pada

saat mau tidur dan saat klien sendiri, frekuensi sering kira-kira 7 menit,

klien juga tidak merasa takut jika suara itu muncil malah

ditanggapinya. Data objektif klien tampak bingung, lesu, melamun,

diam saja, sering duduk menyendiri, serta bicara sendiri dan kadang

tertawa sendiri.

9. Diagnosa keperawatan pada kasus Ny. T adalah gangguan persepsi

sensori: halusinasi pendengaran.

10. Rencana keperawatan yang dapat dilakukan pada Ny. T adalah

meliputi tujuan umum klien tidak menciderai diri atau orang lain dan

lingkungan. Serta untuk tujuan khusus pertama, klien dapat membina

hubungan saling percaya, tujuan khusus yang kedua diharapkan klien

dapat mengenal halusinasi yang dialaminya dan tujuan khusus yang

ketiga diharapkan klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara yang

pertama yaitu menghardik dan cara yang kedua yaitu dengan bercakap-

cakap dengan orang lain serta memasukkannya kedalam jadwal harian.

11. Implementasi di atas penulis dapat memberikan tiga strategi

pelaksanaan pada Ny. T sdari tanggal 22 – 24 April 2013 yaitu strategi

pelaksanaan yang pertama (membina hubungan saling percaya),

strategi pelaksanaan kedua (mengenal halusinasi) dan strrategi

pelaksanaan ketiga (mengontrol halusinasi dengan cara yang pertama

yaitu menghardik dan cara yang kedua bercakap-cakap dengan orang

lain serta memasukannya kedalam jadwal harian), tetapi untuk strategi

pelaksanaan keempat dan strategi pelaksanaan kelima belum dilakukan

karena keterbatasan waktu yang dimiliki oleh penulis.

12. Evaluasi yang penulis dapatkan pada Ny. T adalah tercapainya strategi

pelaksanaan pertama, pada tujuan khusus pertama yaitu klien dapat

membina hubungan saling percaya dengan perawat tercapai Evaluasi

yang penulis dapatkan dalam tercapainya tujuan khusus yang kedua

yaitu mengenal halusinasi. Hasil evaluasi yang penulis dapatkan dalam

tujuan khusus kedua sesuai dengan kriteria evaluasi pada perencanaan

yang penulis buat yaitu klien mampu mengenal halusinasi yang

dialaminya dengan mampu menyebutkan isi, frekuensi, situasi dan

respon saat halusinasi itu datang. Evaluasi yang penulis dapatkan

dalam tujuan khusus yang ketiga yaitu mampu mempraktekan cara

untuk mengontrol halusinasinya yaitu dengan melatih cara mengontrol

halusinasi yang pertama yaitu menghardik, dan cara yang kedua yaitu

bercakap-cakap dengan orang lain serta menganjurkan untuk

memasukkan kedalam jadwal kegiatan. Dengan kriteria hasil klien

mampu mempraktekan cara tersebut jika halusinasi itu datang dalam

waktu 2 kali 15 menit pertemuan.

4. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan saran

yang diharapkan bermanfaat, sebagai berikut:

F. Bagi institusi

1). Menambah referensi buku tentang masalah keperawatan jiwa

khususnya pada masalah gangguan persepsi sensori:

halusinasi pendengaran.

2). Memberikan informasi kepada mahasiswa mengenai adanya

perumusan diagnosa tunggal khususnya pada asuhan

keperawatan jiwa gangguan persepsi sensori : halusinasi.

3). Untuk selalu memberikan motivasi dan sarana yang memadai

bagi mahasiswa guna penyelesaian tugas karya tulis ilmiah.

G. Bagi perawat

1). Meningkatkan kemampuan dan kualitas dalam memberikan

asuhan keperawatan pada klien khususnya pada masalah

gangguan persepsi sensori: halusinasi.

2). Melakukan asuhan keperawatan sesuai dengan rencana

tindakan keperawatan sesuai dengan SOP (Standart

Operasional Prosedure) yang ditetapkan.

H. Bagi rumah sakit

1). Meningkatkan mutu dalam memberikan pelayanan

keperawatan khususnya pada klien dengan gangguan

persepsi sensori: halusinasi.

2). Memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan SOP dan

lanjutkan dengan SOAP pada klien khususnya dengan

gangguan persepsi sensori: halusinasi.

3). Hendaknya menyediakan dan memfasilitasi apa yang

dibutuhkan klien untuk penyembuhan, rumah sakit

menyediakan perawat – perawat yang professional guna

membantu penyembuhan pasien.

d. Bagi klien dan keluarga

1). Klien diharapkan mengikuti program terapi yang telah

direncanakan oleh dokter dan perawat untuk mempercepat

proses kesembuhan klien.

2). Keluarga diharapkan mampu memberikan dukungan pada

klien dalam mengontrol halusinasi baik di rumah sakit

maupun di rumah.

3) Perlunya keterlibatan seluruh anggota keluarga dalam

memperbaiki kesehatan keluarga yang menderita gangguan

jiwa, terutama dalam hal penggunaan dan pemanfaatan obat

terhadap klien, sehingga pemecahan masalah yang dihadapi

klien dapat ditingkatkan.

DAFTAR PUSTAKA

Direja, Ade HS. 2011. Buku ajar asuhan kaperawatan jiwa Yogyakarta: Nuha

Medika.

Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan laporan Pendahuluan

dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Salemba

Medika.

Hartono, Yudi. 2010. Buku ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Hidayati, Eni. 2012. Pengaruh terapi kelompok suprtif terhadap kemampuan

menagatasi perilaku kekerasan pada klien skizofrenia di Rumah sakit Jiwa

Dr. Amino Gondohutomo kota Semarang . http://jurnal unimus,ac.id.

Diakses 27 April 2013.

Ikatan Apoteker Indonesia, 2010. Informasi Spesialis Obat (ISO). Indonesia,

Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Isnaeni et all. 2008. Efektifitas terapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi

halusinasi terhadap penurunan kecemasan klien halusinasi pendengaran

di ruang sakura RSUD Banyumas ". Jurnal keperawatan soedirman (The

Soedirman Journal of Nursing). Volume 3 No. 1 Maret 2008. Diakses 27

April 2013.

Keliat, Budi Anna. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. EGC. Jakarta.

Nasution, siti saidah. 2003. Asuhan keperawatan pada pasien dengan perubahan

sensori persepsi : halusinasi ". Digitized by USU digital library. ac.id.

Diakses 27 April 2013.

Nurjannah, Intanasari. 2005 Aplikasi proses Keperawatan pada Diagnosis

Resiko Kekerasan Diarahkan pada Orang Lain dan Gangguan Sensori

Persepsi. Yoyakarta : Moco Medika.

Rasmun. 2009. Keperawatan kesehatan mental psikiatri terintegrasi dengan

keluarga. Jakarta : Sagung Seto.

Simanjutak dan wardiyah. 2006. Hubungan pengetahuan kelauarga dengan

tingkat kecemasan dalam menghadapi anggota keluaraga yang

mengalami gangguan jiwa di rumah sakit jiwa propinsi Sumatera utara,

Medan. Volume. 2 Nomor 1, diakses 25 april 2013.

Videbeck, Sheila I. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa: Psiciatric Mental Helath

of Nursing. Penerjemah Renata Komalasari, Afriana Hany. Kedokteran

EGC. Jakarta.

Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT. Refika Aditama. Cetakan

pertama.

Yosep, Iyus. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung : PT. Refika Aditama. Edisi

ketiga.