desain disaktis persamaan garis lurus

5
Desain Disaktis Persamaan Garis Lurus pada Pembelajaran Matematika di Sekolah Menengah Pertama Dunia internasional membutuhkan individu-individu berkualitas yang mampu berpikir logis, kritis, kreatif dan inovatif dalam menyelesaikan problema yang ada. Indonesia sebagai bagian dari dunia internasional harus menciptakan individu-individu yang dibutuhkan dan berkontribusi secara global. Kemampuan berpikir individu di Indonesia harus dikembangkan, salah satunya melalui proses pendidikan di sekolah. Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang dianggap sulit oleh kebanyakan siswa di Indonesia, justru memegang peranan penting dalam mengembangkan kemampuan berpikir siswa. Dunia internasional mengadakan evaluasi pendidikan setiap empat tahun sekali melalui TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study). TIMSS ini merupakan studi internasional yang diadakan oleh International Association fot the Evaluation of Educational Achievement (IEA). Berdasarkan laporan TIMSS 2011 (Provasnik, dkk., 2012) para siswa kelas VIII Indonesia menempati posisi ke 38 diantara 42 negara yang berpartisipasi dalam tes matematika. Dari rata-rata skor internasional 500, para siswa Indonesia hanya memperoleh skor rata-rata 386. Skor siswa Indonesia tersebut tertinggal dengan siswa sesama Negara ASEAN seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand yang masing-masing mendapatkan skor rata-rata 661, 440, dan 427. Rata-rata skor tersebut menunjukkan kemampuan matematika para siswa Indonesia berada pada tingkatan yang rendah (low) diantara empat tingkatan yaitu menengah (intermediate), tinggi (high) dan lanjut (advanced). Dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 menyebutkan bahwa mata pelajaran matematika SMP/MTs mempunyai tujuan agar peserta didik memiliki beberapa kemampuan yaitu: 1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah; 2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan

Upload: septianiym

Post on 11-Aug-2015

104 views

Category:

Education


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Desain Disaktis Persamaan Garis Lurus

Desain Disaktis Persamaan Garis Lurus pada Pembelajaran Matematika

di Sekolah Menengah Pertama

Dunia internasional membutuhkan individu-individu berkualitas yang

mampu berpikir logis, kritis, kreatif dan inovatif dalam menyelesaikan problema

yang ada. Indonesia sebagai bagian dari dunia internasional harus menciptakan

individu-individu yang dibutuhkan dan berkontribusi secara global. Kemampuan

berpikir individu di Indonesia harus dikembangkan, salah satunya melalui proses

pendidikan di sekolah. Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang

dianggap sulit oleh kebanyakan siswa di Indonesia, justru memegang peranan

penting dalam mengembangkan kemampuan berpikir siswa.

Dunia internasional mengadakan evaluasi pendidikan setiap empat tahun

sekali melalui TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study).

TIMSS ini merupakan studi internasional yang diadakan oleh International

Association fot the Evaluation of Educational Achievement (IEA). Berdasarkan

laporan TIMSS 2011 (Provasnik, dkk., 2012) para siswa kelas VIII Indonesia

menempati posisi ke 38 diantara 42 negara yang berpartisipasi dalam tes

matematika. Dari rata-rata skor internasional 500, para siswa Indonesia hanya

memperoleh skor rata-rata 386. Skor siswa Indonesia tersebut tertinggal dengan

siswa sesama Negara ASEAN seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand yang

masing-masing mendapatkan skor rata-rata 661, 440, dan 427. Rata-rata skor

tersebut menunjukkan kemampuan matematika para siswa Indonesia berada pada

tingkatan yang rendah (low) diantara empat tingkatan yaitu menengah

(intermediate), tinggi (high) dan lanjut (advanced).

Dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 menyebutkan bahwa mata

pelajaran matematika SMP/MTs mempunyai tujuan agar peserta didik memiliki

beberapa kemampuan yaitu: 1) memahami konsep matematika, menjelaskan

keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara

luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah; 2) menggunakan

penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat

generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan

Page 2: Desain Disaktis Persamaan Garis Lurus

matematika; 3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami

masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan

solusi yang diperoleh; 4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel

diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; 5) memiliki

sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa

ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet

dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Keempat tujuan tersebut harus dapat

dicapai dalam pembelajaran matematika di Indonesia.

Pada praktiknya, siswa secara alamiah mungkin mengalami situasi yang

disebut kesulitan belajar (learning obstacle). Menurut Brousseau (Suratno, 2009),

terdapat tiga faktor penyebabnya, yaitu hambatan ontogeni (kesiapan mental

belajar), didaktis (akibat pengajaran guru) dan epistimologi (pengetahuan siswa

yang memiliki konteks aplikasi yang terbatas). Dalam mengidentifikasi kesulitan-

kesulitan siswa saat mempelajari suatu materi, faktor yang sangat berkaitan

adalah hambatan epistimologis. Menurut Doroux (Suryadi, 2010) epistemological

obstacle pada hakekatnya merupakan pengetahuan seseorang yang hanya terbatas

pada konteks tertentu. Jika orang tersebut dihadapkan pada konteks berbeda, maka

pengetahuan yang dimiliki menjadi tidak bisa digunakan atau dia mengalami

kesulitan untuk menggunakannya. Sebagai contoh, seseorang yang pada awal

belajar konsep segitiga hanya dihadapakan pada model konvensional dengan titik

puncaknya di atas dan alasnya di bawah, maka concept image yang terbangun

dalam pikiran siswa adalah bahwa segitiga tersebut selalu harus seperti yang

digambarkan. Ketika suatu saat dia dihadapkan pada permasalahan berbeda, maka

kemungkinan besar kesulitan yang tidak diharapkan akan muncul.

Dasar penilaian yang dilakukan oleh TIMSS dikategorikan ke dalam

empat domain isi untuk matematika, yaitu bilangan, aljabar, geometri, serta data

dan peluang. Sebagian orang pernah menggunakan konsep aljabar dalam

permasalahan sehari-hari, baik yang disadari maupun tidak disadari khususnya

bagi mereka yang pernah menempuh jenjang pendidikan, namun masih banyak

siswa yang kesulitan dalam mempelajari aljabar. Wardhani (2004) menjelaskan

bahwa masih banyak siswa yang kurang memahami tentang konsep-konsep yang

Page 3: Desain Disaktis Persamaan Garis Lurus

berkaitan dengan operasi bentuk aljabar serta kemampuan siswa yang rendah

dalam menyederhanakan masalah operasi bentuk aljabar. Selain aljabar, geometri

juga dianggap sulit oleh sebagian besar siswa. Pada dasarnya geometri menempati

peluang yang lebih besar untuk dipahami siswa dibandingkan dengan cabang

matematika yang lain karena ide-ide geometri sudah dikenal siswa sebelum

mereka masuk sekolah, seperti garis, bidang, dan ruang, namun bukti-bukti di

lapangan menunjukkan hasil belajar geometri masih rendah dan perlu ditingkatkan

(Abdussakir, 2009). Soedjadi (Bariyah, 2010) mengungkapkan bahwa masih

banyak siswa yang mengalami kesulitan dan adanya kesalahan konsep pada

pembelajaran geometri.

Guru perlu mengetahui kesulitan siswa dalam mempelajari materi tertentu,

salah satunya materi persamaan garis lurus. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Tanjungsari (2012) dalam mengdiagnosis kesulitan belajar

Matematika SMP pada materi persamaan garis lurus, kesulitan siswa meliputi: (1)

kesulitan dalam kemampuan menerjemahkan (linguistic knowledge) ditunjukkan

dengan kesalahan dalam penafsiran bahasa soal; (2) kesulitan dalam

menggunakan prinsip, ditunjukkan siswa tidak memahami variabel, kurangnya

penguasaan aljabar dan kurangnya kemampuan memahami (schematic knowledge)

yang ditunjukkan dengan kesalahan mengubah bentuk persamaankesulitan

menerapkan prinsip dan kesalahan operasi bilangan; (3) kesulitan dalam

menggunakan konsep ditunjukkan dengan ketidakmampuan untuk mengingat

konsep, ketidakmampuan mendeduksi informasi konsep dan kurangnya

kemampuan memahami (schematic knowledge) yang ditunjukkan dengan kurang

lengkap menuliskan rumus; dan (4) kesulitan dalam kemampuan algoritma

meliputi kurangnya kemampuan perencanaan (strategy knowledge) dan dalam

kemampuan penyelesaian (algorithmic knowledge) ditunjukkan dengan tidak

mengerjakan soal, belum selesai, dan kurangnya ketelitian mengerjakan.

Dari penelitian yang dilakukan Tanjungsari terlihat kesulitan siswa dilihat

dari segi aljabar. Pada pembelajaran persamaan garis lurus di SMP dipelajari

grafik persamaan garis lurus, kemiringan persamaan garis lurus dan persamaan

garis lurus. Ditinjau dari isi materi, persamaan garis lurus juga memuat geometri.

Page 4: Desain Disaktis Persamaan Garis Lurus

Bisa dikatakan bahwa persamaan garis lurus merupakan bagian dari aljabar dan

geometri. Siswa bisa kesulitan memahami persamaan garis lurus bukan hanya dari

segi aljabar tapi juga dari segi geometri

Suryadi (2010) mengemukakan bahwa proses berpikir guru dalam konteks

pembelajaran terjadi pada 3 fase yaitu sebelum pembelajaran, pada saat

pembelajaran berlangsung, dan setelah pembelajaran. Kecenderungan proses

berpikir sebelum pembelajaran yang lebih berorientasi pada penjabaran tujuan

berdampak pada proses penyiapan bahan ajar serta minimnya antisipasi terutama

yang bersifat didaktis. Penyiapan bahan ajar pada umumnya hanya didasarkan

pada model sajian yang tersedia dalam buku-buku acuan tanpa melalui proses

rekontekstualisasi dan repersonalisasi. Padahal, sajian materi matematika dalam

buku acuan, baik berupa uraian konsep, pembuktian, atau penyelesaian contoh

masalah, sebenarnya merupakan sintesis dari suatu proses panjang yang berakhir

pada proses dekontekstualisasi dan depersonalisasi. Selain itu, proses belajar

matematika yang cenderung diarahkan pada berpikir imitatif, berdampak pada

kurangnya antisipasi didaktis yang tercermin pada persiapan yang dilakukan guru.

Rencana pembelajaran biasanya kurang mempertimbangkan keragaman respon

siswa atau situasi didaktis yang dikembangkan sehingga rangkaian situasi didaktis

yang dikembangkan berikutnya kemungkinan besar tidak lagi sesuai dengan

lintasan belajar (learning trajectory) masing-masing siswa. Lebih jauh, proses

belajar matematika yang idealnya dikembangkan mengarah pada proses re-

dekontekstualisasi dan re-depersonalisasi belum menjadi pertimbangan utama

bagi para guru di lapangan.

. Persamaan garis lurus perlu dipelajari secara utuh agar tidak ada

kesalahan konsep ataupun bagian yang hilang dari konsep yang dipelajari. Dengan

demikian, perlu adanya suatu proses perencanaan pembelajaran yang disusun

sebagai rancangan pembelajaran berdasarkan kepada kesulitan siswa disebut

dengan desain didaktis. Desain didaktis ini disusun berdasarkan learning obstacle

yang ditemukan pada siswa. Dengan harapan bahwa desain didaktis ini dapat

mengatasi hambatan-hambatan belajar siswa dalam memahami materi persamaan

Page 5: Desain Disaktis Persamaan Garis Lurus

garis lurus. Sehingga, dapat terbentuk pemahaman yang utuh pada proses berpikir

siswa dan dapat mengaplikasikan konsep yang dipelajari.