dengue haemorrangic fever.doc
DESCRIPTION
lpTRANSCRIPT
DENGUE HEMORRHAGIC FEVER
1. Definisi
Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue yang ditandai dengan: demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas,
berlangsng terus-menerus selama 2-7 hari, manifestasi perdarahan (ptekie, purpura,
hematesis, melena, hematuria, perdarahan mukosa, perdarahan konjungtiva,
perdarahan gusi, epistaksis, ekimosis) termasuk uji tourniquet (rumple leede) positif,
trombositopenia (jumlah trombosit ≤100.000/µl, hemokonsentrasi (peningkatan
hematokrit ≥20% dan disertai dengan atau tanpa pembesaran hati (hepatomegaly)
(Departemen Kesehatan RI, 2005).
2. Epidemiologi
DBD pertama kali dilaporkan pada tahun 1968 di Jakarta dan Surabaya,
dengan 48 penderita dan angka kematian (CFR) sebesar 41,3%. Dewasa ini DBD
telah tersebar di seluruh provinsi di Indonesia. Demam Berdarah Dengue banyak
ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis (Kementerian Kesehatan RI, 2010).
Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam
jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968
hingga tahun 2009, WHO mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus
DBD tertinggi di Asia Tenggara. Kasus DBD cenderung meningkat pada musim
penghujan (Desember-Maret) dan menurun pada musim kemarau (Juni-September),
walaupun setiap daerah mempunyai variasi musim sesuai regionalnya. Selain itu,
terjadi perubahan kelompok umur, terutama pada usia produktif (Kementerian
Kesehatan RI, 2010).
3. Klasifikasi
Menurut WHO, klasifikasi kasus Dengue yang disepakati sekarang adalah
(Kementerian Kesehatan RI, 2010) :
1) Dengue tanpa tanda bahaya (dengue without warning signs)
2) Dengue dengan tanda bahaya (dengue with warning signs)
3) Dengue berat (severe Dengue)
Kriteria dengue tanpa/dengan tanda bahaya :
Dengue probable :
Bertempat tinggal/bepergian ke daerah endemic dengue
Demam disertai 2 dari hal berikut :
- Mual, muntah
- Ruam
- Sakit dan nyeri
- Uji torniket positif
- Leukopenia
- Adanya tanda bahaya
Tanda bahaya adalah :
- Nyeri perut atau kelembutannya
- Muntah berkepanjangan
- Terdapat akumulasi cairan
- Perdarahan mukosa
- Letargi, lemah
- Pembesaran hati >2 cm
- Kenaikan hematokrit seiring dengan penurunan jumlah trombosit yang cepat
Dengue dengan konfirmasi laboratorium (penting bila bukti kebocoran plasma tidak
jelas)
Kriteria dengue berat :
Kebocoran plasma berat, yang dapat menyebabkan syok (DDS), akumulasi
cairan dengan distress pernapasan. Bukti kebocoran plasma seperti hematokrit
yang tinggi atau meningkat secara progresif, adanya efusi pleura atau asites,
gangguan sirkulasi atau syok (takikardi, ekstremitas dingin, CRT >3 detik, nadi
lemah atau tidak terdeteksi, tekanan nadi yang menyempit atau pada syok lanjut
tidak terukurnya tekanan darah).
Perdarahan hebat, sesuai pertimbangan klinis.
Gangguan kesadaran.
Gangguan gastrointestinal berat (muntah berkelanjutan, nyeri abdomen yang
hebat atau bertambah, ikterik).
Gangguan organ berat : hepar (AST atau ALT 1000), gagal ginjal akut,
ensefalopati/ensefalitis, kardiomiopati dan organ lain).
Untuk mengetahui adanya kecenderungan perdarahan dapat dilakukan uji
tourniquet, walaupun banyak faktor yang mempengaruhi uji ini tetapi sangat
membantu diagnosis, sensitivitas uji ini sebesar 30% sedangkan spesifisitasnya
mencapai 82%.
(Kementerian Kesehatan RI, 2010)
4. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh virus Dengue dari genus Flavivirus, family
Flaviviridae. Virus ini ditularkan oleh orang sakit ke orang sehat melalui gigitan
nyamuk Aedes species sub genus Stegomya. Virus Dengue penyebab Demam
Dengue (DD), Demam Berdarah Dengue (DBD), dan Dengue Shock Syndrome
(DSS) termasuk kelompok B Arthropod Virus (Arbovirosis) yang sekarang dikenal
sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviride, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu
Den-1, Den-2, Den-3, Den-4 (Kementerian kesehatan RI, 2010).
Biasanya penularan terjadi dalam satu rumah, tetangga, dan cepat menyebar
ke suatu wilayah (dalam lingkup RT/RW/Dusun/Desa) (Departemen Kesehatan RI,
2005). Cara penularan penyakit ini adalah dapat terjadi secara propagatif (virus
penyebabnya berkembang biak di dalam badan vektor) berkaitan dengan gigitan
nyamuk Aedes aegepty dan Aedes albopictus yang merupakan vektor utama dan
vektor sekunder Demam Berdarah Dengue di Indonesia (Departemen Kesehatan RI,
2005). Penularan beberapa penyakit menular sangat dipengaruhi oleh faktor iklim.
DHF termasuk vector borne disease yang perlu diwaspadai karena semakin
meningkat dengan perubahan iklim. DHF merupakan penyebab kematian utama di
negara tropis.
5. Patofisiologi
(terlampir)
6. Manifestasi Kinis
a. Demam
Penyakit ini didahului dengan demam tinggi mendadak yang berlangsung terus-
menerus selama 2-7 hari. Panas dapat turun pada hari ke-3 yang kemudian naik
lagi dan pada hari ke-6 atau hari ke-7 panas mendadak turun (Departemen
Kesehatan RI, 2005).
b. Tanda-tanda perdarahan
Perdarahan terjadi di sema ogan. Bentuk perdarahan dapat hanya berupa ji
tourniquet positif atau dalam bentuk lain, seperti petekie, purpura, ekimosis,
perdarahan konjungtiva, epistaksis, peradrahan gusi, hematesis, melena dan
hematuria (Departemen Kesehatan RI, 2005).
c. Pembesaran hati
Sifat pembesaran hati pada kasus DHF adalah mumnya ditemukan pada
permulaan hati, tidak berbanding luruus dengan beratnya penyakit dan sering
dijumpai nyeri tekan tanpa disertai dengan ikterus (Departemen Kesehatan RI,
2005).
d. Renjatan (syok)
Renjatan atau syok terjadi karena perdarahan atau kebocoran plasma ke daerah
ekstra vaskuler melalui pembuluh darah kapiler yang terganggu. Tanda-tanda
renjatan diantaranya kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung,
jari tangan dan kaki, sianosis di sekitar mulut, nadi cepat dan kecil hingga tak
teraba serta tekanan darah menurun yang menyebabkan penderita menjadi
gelisah (Departemen Kesehatan RI, 2005).
e. Trombositopenia
Jumlah trombosit ≤ 100.000/µl yang biasanya ditemukan pada hari ke 3-7.
Pemeriksaan dilakukan pada pasien yang diduga menderita DBD dan dilakukan
berulang sampai suhu tubuh menurun dan terbukti jika jumalh trombosit dalam
batas normal atau menurun (Departemen Kesehatan RI, 2005).
f. Haemokonsentrasi (peningkatan hematokrit)
Peningkatan hematokrit selalu dijumpai pada kasus DHF dan merupakan
indikator yang peka akan terjadinya pembesaran plasma, sehingga perlu
dilakukan pemeriksaan kadar hematokrit secara berkala. Pada umumnya
penurunan trombosit mendahului peningkatan hematokrit. Peningkatan
hematokrit ≥20% mencerminkan peningkatan permeabilitas kapiler dan terjadinya
pembesaran plasma (Departemen Kesehatan RI, 2005).
g. Gejala klinik lain
Gejala klinik lain yang dapat menyertai DBD ialah nyeri otot, anoreksia, lemah,
mual, muntah, sakit perut, diare, konstipasi, dan kejang. Pada beberapa kasus
terjadi hiperpireksia yang disertai kejang dan penurunan kesadaran sehingga
sering diagnosis sebagai encephalitis. Keluhan sakit perut yang hebat sering kali
timbul mendahului perdarahan gastrointestinal dan renjatan (Departemen
Kesehatan RI, 2005).
Kriteria WHO, diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal dibawah ini terpenuhi:
Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik/ pola pelana.
Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :
Uji bendung positif
Petekie, ekimosis atau purpura
Perdarahan mukosa atau perdarahan dari tempat lain
Hematemesis atau melena
Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul)
Terdapat minimal satu tanda-tanda kebocoran plasma sebagai berikut :
Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standard sesuai dengan
umur dan jenis kelamin
Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan
dengan nilai hematokrit sebelumnya.
Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asistes atau hipoproteinemia.
Gambaran klinis penderita dengue terdiri atas 3 fase yaitu fase febris, fase kritis, dan
fase pemulihan.
Fase febris
Biasanya demam mendadak tinggi 2-7 hari, disertai muka kemerahan, eritema kulit,
nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia dan sakit kepala. Pada beberapa kasus
ditemukan nyeri tenggorokan, injeksi faring dan konjungtiva, anoreksia, mual dan
muntah. Pada fase ini dapat pula ditemukan tanda perdarahan seperti ptekie,
perdarahan mukosa, walaupun jarang dapat pula terjadi perdarahan pervaginam dan
perdarahan gastrointestinal.
Fase kritis
Terjadi pada hari 3-7 sakit dan ditandai dengan penurunan suhu tubuh disertai
kenaikan permeabilitas kapiler dan timbulnya kebocoran plasma yang biasanya
berlangsung selama 24-48 jam. Kebocoran plasma sering didahului oleh leukopeni
progresif disertai penurunan hitung trombosit. Pada fase ini dapat terjadi syok.
Fase pemulihan
Bila fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian cairan dari ekstravaskuler ke
intravaskuler secara perlahan pada 48-72 jam setelahnya. Keadaan umum penderita
membaik, nafsu makan pulih kembali, hemodinamik stabil dan diuresis membaik.
(Kementerian Kesehatan RI, 2010)
7. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Serologis
1. Tes standar (gold standar). Pemeriksaan ini memerlukan dua sampel darah
(serum), dimana serum ke-2 diambil pada saat penyembuhan (konvalsen)
sehingga tidak dapat memebrikan hasil yang cepat (Departemen Kesehatan
RI, 2005).
2. ELISA (IgM/IgG)
Infeksi dengue dapat dibedakan sebagai infeksi primer ato sekunder dengan
menentukan rasio limit antibody dengue IgM terhadap IgG. Uji tersebut dapat
dilakukan hanya dengan menggunakan satu sampel serum pada masa akut
sehingga hasilnya cepat didapat (Departemen Kesehatan RI, 2005).
b. Deteksi Antigen
Virus dengue atau bagiannya (RNA) dapat ditentukan dengan cara hibridisasi
DNA-RNA dan/atau amplifikasi segemen tertent dengan metode PCR
(Polimerase Chain Reaction). Cara ini dapat mengetahui serotipe virus namaun
mahal, rumit, dan memerlkan peralatan khusus (Departemen Kesehatan RI,
2005).
c. Isolasi virus
Penemuan virus dari sampel darah atau jaringan adalah cara paling konklsif
untuk menunjukkan infeksi dengue dan serotipenya, namun perl perlakuan
khusus, waktu yang lama untuk mendapatkan hasil, sulit, dan mahal
(Departemen Kesehatan RI, 2005).
8. Penatalaksanaan
Langkah penanganan pasien DHF meliputi pengkajian yang menyeluruh,
penetapan diagnosis, dan manajemen penanganan DHF secara tepat (World Health
Organization, 2009). Manajemen penanganan pasien DHF terdiri dari perawatan di
rumah, dirawat di rumah sakit, atau memerlukan perawatan yang lebih intensif dan
memerlukan rujukan. Perawatan pasien di rumah apabila pasien masih mampu
menkonsumsi cairan secara oral, pengeluaran urin tiap 6 jam, dan tidak ada tanda
dan gejala yang harus diwaspadai. Selama perawatan di rumah dilakukan monitoring
setiap hari oleh tenaga kesehatan meliputi suhu tubuh, intake dan output cairan,
pengeluaran urin, tanda dan gejala yang harus diwaspadai, tanda kebocoran plasma
dan perdarahan, hematokrit, lekosit, dan trombosit (Departemen Kesehatan RI,
2005).
Perawatan pasien selama di rumah sakit meliputi pengkajian tanda dan
gejala yang harus diwaspadai dan pengobatan yang dilakukan antara lain pemberian
cairan infus sesuai kebutuhan, mengobservasi status klinis dan pemeriksaaan
laboratorim darah secara berkala terutama hematokrit, leukosit, dan trombosit.
Sampai saat ini belum ada obat maupun vaksin untuk DBD. Prinsip dasar
pengobatan adalah penggantian cairan tubuh yang hilang karena kebocoran plasma
(Depkes RI, 2005).
Pengobatan bersifat simptomatik dan suportif. Penderita dianjurkan
beristirahat saat sedang demam. Pengobatan ditujukan untuk mencegah penderita
DBd masuk ke fase syok. Pertolongan pertama yang dilakukan adalah memberi
minum penderita sebanyak mungkin, memberi obat penurun panas golongan
parasetamol, kompres dengan air hangat. Apabila penderita tidak dapat minum atau
mntah-muntah maka pasang infus cairan ringer laktat atau NaCl dan segera rujuk ke
rumah sakit (Departemen Kesehatan RI, 2005).
Alur Penangan Pasien Dengan Demam Berdarah Dengue
9. Komplikasi
Dengue Syok Syndrome (DSS) merupakan kegagalan peredarah darah pada
pasien DBD karena kehilangan plasma dalam darah akibat peningkatan
permeabilitas kapiler darah. Syok terjadi apabila darah sudah semakin mengental
karena plasma darah merembes keluar dari pembuluh darah (Nadesul, 2007). DSS
dapat terjadi pada DBD derajat III dan derajat IV. Pasien DBD derajat III mengalami
syok, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah menurun, pasien gelisah, sianosis
di sekitar mulut, kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari
tangan, dan kaki (Departemen Kesehatan RI, 2005). Pada pasien DBD derajat IV
pasien mengalami syok dengan tanda yaitu penurunan tingkat kesadaran, denyut
nadi tidak teraba, dan tekana darah tidak terukur (Anggraeni, 2010).
10. Asuhan keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian riwayat penyakit
Pengkajian riwayat penyakit meliputi: waktu terjadinya demam/sakit, jumlah intake
cairan secara oral, pegkajian tanda dan gejala yang harus diwaspadai, adanya
diare, perubahan status mental, pengeluaran urin, dan pengkajian lain yang
sesuai dengan adanya keluarga atau tetangga dengan DBD, teman sekolah yang
menderita DBD, dan telah melakukan perjalan ke daerah endemik DBD.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi pengkajian status mental, sttaus
hidrasi, pengkajian status hemodinamik, mengecek terjadinya takipneu/efusi
pleura, mengecek adanya nyeri pada abdomen/pembesaran hati/asites,
pengkajian perdarahan, melakukan tes tourniquet (dilakukan pemeriksaan ulang
jika tes tourniquet negatif atau jika tidak ada manifestasi perdarahan).
Pemeriksaan hemodinamik
Pemeriksaan hemodinamik meliputi status mental, CRT, perabaab ekstremitas,
denyut nadi perifer, nadi, tekanan darah, dan RR.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang khusus pada pasien DBD adalah pemeriksaan
darah pada saat pertama masuk rumah sakit termasuk pemeriksaan hematokrit,
leukosit, dan trombosit. Jika diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan fungsi hati,
gula darah, elektrolit, ureum kreatinin, bikarbonat atau laktat, enzim jantung,
elektrokardiografi, dan pemeriksaan urin.
b. Diagnosa keperawatan (Doengoes, 2000)
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas
kapiler, perdarahan, muntah dan demam.
Hipertemia berhubungan dengan proses penyakit (virus dalam darah/viremia).
Gangguan pemenuhan kubutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia.
Resiko tinggi terjadinya perdarahan berhubungan dengan trombositopenia.
Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang
lemah.
Resiko tinggi syok hipovolemik berhubungan dengan kurangnya volume
cairan tubuh akibat perdarahan.
Kurang pengetahuan tenang proses penyakit, diet, perawatan, dan obat-
obatan pasien berhubungan dengan kurangnya informasi.
Diagnosa
Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
(NOC )Intervensi (NIC)
Kekurangan
volume cairan
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama … x 24
jam, kekurangan volume cairan
tidak terjadi dengan kriteria hasil
:
NOC : Balance Fluid
- Tekanan darah dalam batas
normal
- Intake output 24 jam
seimbang
- Tidak ada suara nafas
tambahan
- Tidak ada asites
- Tidak ada edema
- Tidak gelisah/cemas
Fluid Management :
Monitor BB setiap hari
Set tetesan infus per menit
Tingkatkan oral intake
Monitor hasil lab yang relevan
(BUN, HMT, albumin)
Monitor status hemodinamik
Monitor TTV
Monitor tanda dan gejala retensi
cairan
Berikan diet
Hipertermia Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama … x24 jam,
hipertermi teratasi dengan
kriteria hasil :
NOC : Temperature Regulation
- Suhu dalam rentang normal
NIC : Thermoregulation
Monitor suhu maksimal 4 jam
sekali
Monitor TTV (TD, N, Suhu, RR)
Monitor intake dan output
(36-370 C)
- Nadi dan RR dalam rentang
normal (nadi 60-100x/menit,
RR:16-20x/menit)
- Tidak ada perubahan warna
kulit, tidak pusing, dan tidak
merasa mual
cairan
Selimuti pasien
Tingkatkan sirkulasi udara
Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
Ketidakseimbangan
Nutrisi : Kurang
dari Kebutuhan
Tubuh
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama … x 24
jam, kebutuhan nutrisi terpenuhi
dengan kriteria hasil :
NOC : Nutritional Status
- Intake nutrisi meningkat
sesuai dengan diit
- Intake makanan dan cairan
meningkat sesuai dengan diet
- Menunjukkan perubahan
prilaku/pola hidup untuk
menigkatkan /
mempertahankan BB.
NIC : Nutrition Management
Catat status nutrisi pasien
pada penerimaan, catat turgor
kulit, BB, intergritas mukosa
oral, kemampuan menelan,
riwayat mual /muntah/diare
Pastikan pola diet biasa pasien
Awasi masukan dan
pengeluaran nutrisi dan BAB
secara periodik
Selidiki adanya anoreksia
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, D.S. 2010. Stop! Demam Berdarah Dengue. Bogor : Bogor Publishing House.
Departemen Kesehatan RI. 2005. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Direktorat Jenderal dan Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Doengoes, Marylinn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Ed. 3. Jakarta : EGC.
Kementerian Kesehatan RI. 2010. Buletin Jendela Epidemiologi. Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi, Jakarta.
World Health Organization. 2009. Dengue guidelines for diagnosis, treatment, prevention, and control.